The Great Voyage

230

description

[Antologi kisah pelayaran FSI FE UI 2014]

Transcript of The Great Voyage

Page 1: The Great Voyage
Page 2: The Great Voyage

Satu Kotak Kardus

Belum bisa kami mengerti mengapa kami berada disini

Mengarungi jalan dakwah, yang bahkan dulu tak pernah terbayangkan

Ada suka, ada duka

Jalan dakwah ini seperti sebuah perjalanan di kapal berlayar

Sebuah kapal besar dengan impian yang besar

Tegaknya kalimat Allah di seluruh penjuru

Yang hendak kami tuju

Bersama kita telah melaju

Mengarungi arus waktu

Dan perjalanan yang berliku

Alangkah sangat disayangkan jika cerita ini berlalu begitu saja

Kata orang, sesuatu yang ditulis itu akan lebih long lasting

Maka kami menuliskannya karena kami anggap itu penting

Untukmu saudaraku, Keluarga Besar FSI FE UI 2014

Dalam kotak Kardus penuh warna

Cerita ini kami tuliskan

Page 3: The Great Voyage

That “Great” Voyage

The Reflection

By HANDY SUBERLIN

Senja, matahari hampir terbenam, aku merenung dan bingung atas

apa saja yang sudah aku perbuat untuk Kapal besar ini. Semilir angin

pulau Innovacte membuatku sedih dan juga tertawa, semua

perjalanan besar ini ternyata sudah sampai diujung waktu. Para awak

kapal pun sudah mendarat dan siap menyerukan misi kami seperti

apa yang kami lakukan saat perjalanan menuju pulau ini.

Aku merasa masih banyak hal yang belum bisa aku lakukan selama

aku menjadi Kapten Utama Kapal FSI. Antara sedih dan bingung, aku

tidak mengerti mengapa aku belum bisa mencapai target-target yang

aku impikan dengan sempurna dan kini saatnya aku berpisah dengan

kapal FSI. Canda tawa, suka duka, semangat, dan pekikan “Rumah

Ukhuwah Kita, Allahu’akbar, Allahu’akbar, Allahu’akbar!” membuatku

selalu teringat masa-masa itu, masa dimana aku dengan modal minim

beserta keyakinan penuh akan petunjukNya memberanikan diri untuk

menjadi Kapten Utama Kapal FSI.

Page 4: The Great Voyage

Pelabuhan Oprecto

Hiruk pikuk keramaian pelabuhan Oprecto sudah menjadi hal lumrah

di negeriku, negeri Economicus. Tiap tahunnya setidaknya 14 kapal

mencari awak kapal baru untuk melakukan pelayaran, mulai dari kapal

Executivos, Legislativus, Economicanicus, hingga Islamic Great Ship

yang bernama FSI. Sebagai pendatang baru negeri Economicus, aku

tidak begitu mengerti kapal mana yang harus aku naiki untuk ikut

melaksanakan misi setiap kapal.

“Woro-woro, dibutuhkan awak kapal Islamic Great Ship FSI untuk

melaksanakan misi yang sangat penting, menuju pulau Madani

melalui pulau-pulau kecil lain di negeri Economicus”, kata Ali sang

daily officer kapal FSI.

Aku tidak mengerti apa itu pulau madani, padahal aku tidak pernah

pula melihatnya di peta Gogol yang selama ini menjadi panutan

banyak orang. Meski aku tidak mengerti, sepertinya aku tertarik

bergabung kapal ini agar aku bisa lebih mengerti bagaimana negeri

kepulauan Economicus ini sebenarnya.

“Aku mendaftar!” sahutku kepada Ali.

Akhirnya aku bergabung pada kapal besar ini dan masuk kedalam

bidang kerajinan tangan dan publikasi. Dua tahun aku lalui pelayaran

bersama kapal FSI dan aku belum juga menemukan pulau Madani

bersama awak kapal lainnya, hingga pada akhir tahun 2013 kami

berhenti pada pulau Enlightenus. Di Pulau ini, kami harus menentukan

Page 5: The Great Voyage

siapa kapten utama yang baru. Pelayaran yang akan dilakukan tahun

2014 akan lebih menantang dengan segala dinamikanya. Dari segala

human resources yang tersedia, aku dan rekan-rekan seperjuanganku

menjadi peserta pemilihan Kapten Kapal FSI untuk pelayaran 2014.

Sebenarnya aku merasa tidak mampu untuk mengikuti proses seleksi

pemilihan Kapten Utama karena aku merasa memiliki banyak sekali

kekurangan dan ketidakmampuan dalam dunia pelayaran menuju

Pulau Madani. Akan tetapi, aku masih merasa dan masih berpikir jika

memang amanah datang, kenapa aku harus kabur? Jika memang

sangat urgent, mengapa tidak aku terima? Dengan segala resiko yang

ada, akhirnya aku dan 5 orang temanku mengikuti seleksi menjadi

Kapten Utama kapal FSI. Proses demi proses kami lewati hingga para

calon kapten utama tinggal 3 orang. Aku, Jazuli, dan Indra adalah tiga

orang yang harus melanjutkan proses selanjutnya.

Pemilihan Nahkoda Baru

Hari Ahad adalah hari penentuan siapa Kapten Utama terpilih, kami

bertiga hanya pasrah akan keputusan Majelis Pertimbangan dan

kapten-kapten sebelumnya untuk menentukan siapa yang seharusnya

menjadi Kapten Utama 2014.

“Pengumuman-pengumuman, dengan mengucap

Bismillahirrahmaanirrahiim, ....” Ketua sidang Musyawarah Besar kapal

FSI mengumumkan siapa kapten utama terpilih. Aku terkejut dan

merasa tidak mengerti ketika ternyata namaku yang keluar menjadi

Page 6: The Great Voyage

Kapten Utama 2014. Dengan segala modal yang ada dan kemampuan

yang boleh dibilang minus, aku percaya bahwa Allah pasti memiliki

rencana lain dengan menjadikanku sebagai Kapten Utama kapal FSI

2014.

Berlayar Menuju Pulau “Madani”

Hingga saat aku terpilih, aku belum mengerti dimana letak pulau

Madani dan bagaimana aku mencapai pulau itu dengan selamat.

Sebelum berlayar aku berdiskusi dan bertanya kepada Kapten utama

sebelumnya tentang hal yang hingga saat itu belum aku dapatkan

makna sebenarnya.

“Pulau Madani itu pulau yang sangat indah, dia bisa berada koordinat

manapun, pulau itu berisi orang-orang yang bahagia karena dekat

dengan Rabbnya”

“Oh, begitu”, meski aku belum sepenuhnya mengerti aku catat kata-

kata itu dari kapten Abdillah.

Aku adalah orang yang introvert, public speaking-ku pun buruk, ilmu

pelayaranku masih jauh dari rekan-rekanku yang lainnya, dan secara

materiil aku pun serba kekurangan. Dengan kondisi semacam ini, aku

hanya bisa bilang pada diriku sendiri, semua bisa dikejar dan aku pun

tidak ingin lari dari amanah dan menyesal di kemudian hari. Proses

memantaskan diri sebagai kapten utama pun aku mulai dengan

terbata-bata dan terus berproses hingga saat ini.

Page 7: The Great Voyage

Pencarian 9 Kapten dan Awak Kapal

Sebagai kapten utama aku harus mencari kapten-kapten untuk

bidang-bidang lainnya, meski sulit akhirnya aku dapat semua kapten

yang aku butuhkan. Mereka selalu menjadi keluarga kedua ku dalam

mengarungi pelayaran ini. Jazuli, Madin, Novia, Primadini, Bilski,

Sarjono, Umar, Handayani, dan Jauza adalah kapten-kapten khusus

untuk memastikan semua organ kapal FSI berjalan dengan baik dan

benar.Jazuli adalah sang administrator ulung yang dekat dengan

awak-awak kapal lain, meski suka bertele-tele dalam bercakap, ia

adalah orang yang bisa merangkul awak kapal yang ada. Madin

adalah seorang Muslimah yang serba lembut dalam bertutur kata dan

bertindak meski kadang jiwa samurainya membuat Madin terlihat

seperti “Samurai Berhijab”. Berbeda dengan Madin, Novia yang

katanya mirip seperti Olive dalam serial Popeye ini tidak suka basa-

basi. Dia dekat dengan kawan seperjuangannya yaitu kapten Sarjono,

seorang muslimah yang memiliki karakter 11-12 dengan Novia.

Primadini, sang kapten Sosial sangat suka bermain voli ketika kami

beristirahat di pulau-pulau tertentu, dia sangat merindukan adiknya

dan sangat ingin pulang di saat ada kesempatan. Jauza dan

Handayani berasal dari perguruan yang sama, mereka sangat rajin.

Jauza menjadi seorang yang sangat teliti memeriksa dan mengontrol

bagaimana perjalanan Kapal FSI dan apa saja masalah di setiap sendi.

Handayanidengan logat pulau Purworejo-nya mengawal

perbendaharaan Kapal FSI yang harus dikontrol keluar-masuknya.

Page 8: The Great Voyage

Umar menjadi tandem Handayani dalam mengelola keuangan Kapal

FSI, ia menjadi Kapten Treasuri. Bilski dan Umar bagaikan Upin dan

Ipin dalam serial kartun dari benua Malaysian, selera humor, selera

makan, dan selera-selera yang lain hampir semuanya sama. Bilski

bertugas sebagai Kapten Pusat Informasi dan Publikasi.

Meski aku belum memiliki keahlian dalam berlayar, aku tetap

mengerti seluk beluk kapal FSI dan kekurangan-kekurangannya,

sehingga aku mencoba membuat peta beserta strategi menuju pulau

yang aku duga adalah pulau madani sesuai dengan ciri-ciri yang

diberikan kapten Abdillah sebelumnya. Grand Plan pelayaran satu

tahun menuju pulau madani menjadi pedoman kami untuk

menjalankan misi ini. Kami pun membahas bersama-sama, bagaimana

seharusnya kapal ini berlayar dan benang merah strategi pelayaran

kita menjadi lebih mengerucut, kami hanya ingin dua hal, semua awak

kapal bisa on time setiap melaksanakan tugasnya dan aware tentang

betapa pentingnya mengemban misi ini.

Ternyata memang sudah tradisi di pulau manapun negeri Economicus,

14 kapal besar ini tiap awal tahun selalu mengadakan seleksi awak

kapal untuk berlayar mengemban misi masing-masing. Pulau

Enlightenus memiliki pelabuhan Oprecto II, blok A yang dikhususkan

untuk perekrutan awak kapal baru tiap tahunnya.

“This is the great voyage, we wil go to Madani island, the island of

hapiness, the island that we will meet everybody is very close to their

Page 9: The Great Voyage

Rabb” Bilski mengumumkan dengan gaya bahasa tingginya kepada

khalayak ramai di pelabuhan ini.

Akhirnya, 107 awak kapal beserta para koordinator bidang terpilih

untuk berlayar dan mengemban misi menuju pulau madani. Total 118

awak kapal yang terdiri dari majelis Pertimbangan (Indra), sepuluh

Kapten kapal, 24 koordinator divisi, dan 83 staff siap berlayar

mengarungi semua tantangan dalam menjalankan misi menuju pulau

madani.

Menyatukan Visi

“Teman-teman sekalian, kita punya misi yang simpel tapi tidak mudah

untuk kita selesaikan, kita akan menuju pulau Madani, ada yang tau

pulau Madani dimana?” tanyaku kepada para awak kapal ketika kami

berkumpul di sebuah gedung tua sebelum kami benar-benar

berangkat menuju pulau Madani.

Semua terdiam dan tidak ada yang menjawab dan aku mencoba

mengingatkan memori mereka akan ucapan Bilski sewaktu di

pelabuhan oprecto II, “the island of hapiness, the island that we will

meet everybody is very close to their Rabb, itulah pulau Madani”

Aku menjelaskan akan kemana kapal ini berlayar, aku tunjukkan peta

pelayaran 2014 beserta strateginya hingga waktu pun memaksa kami

untuk segera berangkat. 14 kapal berlayar menuju arahnya masing-

masing dan berangkatlah the Islamic Great Ship FSI menuju pulau

yang aku duga sebagai pulau Madani.

Page 10: The Great Voyage

Badai Pasti Berlalu

Perjalanan ke pulau Madani tidak semudah yang aku bayangkan,

meskipun dulu aku sudah dua tahun ikut dalam misi ini, ternyata

melakukan perubahan dalam sebuah pergerakan memang tidak

mudah. Badai, perompak, hingga konflik antar awak kapal menjadi

dinamika yang tidak terlupa saat aku mengarungi lautan 2014

bersama seluruh awak kapal.

Namanya badai magero dan badai resignito, badai yang sangat

mengganggu arah pelayaran dan seringkali mengganggu kapal-kapal

manapun yang sedang berlayar. Badai yang membuat mesin-mesin

kapal tidak berfungsi dengan baik dan kapal berjalan dengan sangat

lamban. Anehnya dua badai ini, terutama badai resignito membuat

beberapa awak kapal kami meminta untuk pulang ke kampung

halaman. Ketakutan berlebihan menyebabkan mereka ingin pulang

dengan sekoci yang tersedia di kapal kami. Dengan proses yang

panjang, akhirnya mereka yakin kembali bahwa kapal ini akan tetap

kokoh untuk sampai ke pulau Madani.

Selain kedua badai tersebut, kebijakan negeri Economicus terhadap

pelayaran juga menyulitkan kami. Proses birokrasi yang rumit,

membuat kami tersandung masalah ketika kami mencoba memasuki

zona kepulauan Alumnus dengan mengajak warga sekitar kepulauan

tersebut untuk saling terhubung dan berkumpul pada sebuah agenda

silaturrahim di pulau Slashare milik pemerintah Economicus. Kami

Page 11: The Great Voyage

tidak diperkenankan mengadakan agenda tersebut di pulau Slashare

karena alasan yang tidak rasional. Perang urat syaraf, hingga perang

argumen, menjadikan kami mundur dari pulau Slashare dan kami

memilih pulau Duos milik asing sebagai tempat pengumpulan warga

kepulauan Alumnus. Agenda silaturrahim ini merupakan agenda yang

sangat penting bagi kami dimana mantan awak kapal besar FSI dan

kapal-kapal lain berada disini, kami berbagi pengalaman, berbagi

cerita, dan tentu saling terhubung untuk terus mencoba menemukan

pulau Madani yang belum ditemukan hingga saat ini.

Berlayar Bersama memang tidak mudah namun lebih tidak mudah

ketika tidak berlayar bersama. Aku belum mengerti secara penuh

tentang bagaimana berlayar bersama, bagaimana natureof berjamaah.

Salah satu sesepuh dari negeri Salam yang bernama Norman,

memberiku pencerahan tentang apa itu berjamaah. “Berjamaah itu ya

harus menyesuaikan, kita tidak bisa terlalu cepat dalam berlari dan

ketika jamaah lambat semua harus dipercepat dengan seksama”,

tuturnya.

Aku jadi mengerti bahwa memang aku tidak bisa memaksakan

kehendakku atas ide-ide beserta strateginya ketika jamaah belum siap

mengikutinya. Atas dasar analogi itu, aku terus mengusahakan agar

jamaah bisa mengikutinya tanpa menggebu-gebu memaksanya.

Program-program dan strategi yang sudah aku susun pun tidak

berjalan mulus karena sering terganggu badai Magero dan adanya

virus tlate.

Page 12: The Great Voyage

Pada akhirnya, aku baru sadar bahwa sebenarnya tidak ada pulau

Madani secara fisik dan titik koordinat yang jelas. Di penghujung

2014, aku dan awak kapal sampai pada pulau Innovacte yang selama

ini aku anggap sebagai pulau Madani.

Aku teringat definisi pulau Madani dari kapten Abdillah dan dokumen

pelayaran yang ada, “Pulau Madani itu pulau yang sangat Indah, dia

bisa berada koordinat manapun, pulau itu berisi orang-orang yang

bahagia karena dekat dengan Rabbnya”Dari definisi tersebut, aku

mengerti bahwa Pulau Madani itu memang bisa ada dimana saja, dan

misi kami memang membuat semua pulau di negeri Economicus ini

menjadi pulau Madani. Perjalananku bersama awak kapal 2014

menjadi perjalanan yang tidak akan pernah terlupa sepanjang masa.

Perjalanan panjang ini membawa kami pada sebuah pergerakan untuk

membuat pulau-pulau di negeri Economicus menjadi pulau Madani.

Pulau Innovacte tempat kami mendarat saat ini adalah pulau yang

belum sepenuhnya menjadi pulau Madani. Dengan pengalaman dan

ilmu yang kami dapat saat perjalanan menuju pulau Innovacte,

perjuangan kami harus berlanjut dimanapun kami semua berada.

Menjadi Da’i adalah sebuah kewajiban dari setiap muslim, membuat

negeri Economicus dan benua Indonesia serta dunia menjadi

kumpulan pulau Madani. Cita-cita besar ini akan terus diperjuangkan

pada pelayaran-pelayaran berikutnya.

Page 13: The Great Voyage

Mendekati akhir tahun, terdapat sayembara kapten utama 2015.

Sebut saja Ardi, Awan, dan Hendri, mereka adalah orang-orang

terbaik yang akan menggantikanku pada 2015 nanti. Dengan rapat

wanPIs yang begitu alot, terpilihlah Ardi, menjadi kapten utama kapal

besar FSI berikutnya. Selamat!

Aku berikan peta dakwah FSI padanya dan teman-temannya yang

excellent. 10 MegaPIxel namanya (Ardi, Awan, Hendri, Aslamiyah,

Wahyu, Abdur, Subuh, Rahayu, Mustom, Tiwi) dan satu orang tangguh

Anggraini yang senantiasa menemaninya. Merekalah orang-orang

terbaik yang akan menemukan “Pulau Madani”! Mencari jawaban atas

teka-teki “Pulau Madani” yang akan terus kami cari sebagai seorang

Muslim.

Di akhir tahun ini, aku dan wanPIs (10 Kapten kapal FSI 2014) akan

berlayar menuju negeri lain dengan misi yang sama dan sudah

saatnya awak kapal lain meneruskan perjalanan menuju “Pulau

Madani” selanjutnya. Selamat tinggal Kapal FSI, sebuah Rumah

Ukhuwah yang tidak akan pernah aku lupakan, semoga semua

perjuangan ini mempertemukan kita di “Rumah” kita yang

sesungguhnya, yakni Surga Allah S.W.T.

------Terima Kasih 117 Saudaraku, Sampai Jumpa ------

Page 14: The Great Voyage

GREAT VOYAGE

By Zainullah – Jai

Seorang anak kuper, sebut saja Jai, sampailah jua di pelabuhan

Abu. Tampak sangat sumringah wajahnya bak anak kecil menemukan

mainan baru. Disusurinya seisi pelabuhan dari ujung ke ujung. Pelan-

pelan dia perhatikan semua detail yang ada di pelabuhan. Sesekali,

dia tertawa sendiri. Cukup lama dia habiskan waktu hanya untuk

sekedar memerhatikan sesuatu. Selama itu pula, dia bertemu teman-

teman baru. Teman-teman yang nantinya membuat Jay merasa betah

di pelabuhan Abu. Maklum, hal ini merupakan sesuatu yang baru buat

Jai yang banyak menghabiskan masa mudanya di kaki gunung

Bromokumbolo bersama keluarga.

Singkat cerita, pelabuhan Abu menyelenggarakan pesta

tahunannya, sangat meriah pestanya. Sebuah pesta di mana semua

kapal berlomba mencari awak-awak kapal terbaik yang bisa diajak

masuk ke kapalnya. Semua orang tampak sibuk menyiapkan diri untuk

ikut dalam pesta itu, termasuk Jai sendiri. Dia tampak sangat

berhasrat untuk menjadi awak kapal “x”. Dia sudah berlatih sangat

keras untuk itu. Namun, kenyataan harus Jai terima, dia belum pantas

menjadi awal kapal “x” ini.

Pesta sudah hampir usai, dan Jai hanya duduk terdiam di tepi

pelabuhan sambil melempar batu ke lautan. Sesekali orang

menghampirinya dan menawarinya untuk menjadi awak sebuah kapal,

Page 15: The Great Voyage

tapi Jai tidak terlalu suka tampaknya. “Takk,” bunyi batu lemparan Jai

mengenai sebuah kapal, kapal yang pada akhirnya banyak merubah

Jai nantinya.

Kapal ini unik, dan mungkin hanya satu di pelabuhan Abu ini.

Warna kapalnya simpel tapi tegas, biru dominan dibaluti warna merah

dan kuning. Ukuran kapalnya besar, mungkin yang terbesar di

pelabuhan. Ukurannya nyaris sebesar 2 kapal lain. Suasana kapalnya

pun berbeda. Suasana yang memang Jai rindukan sepertinya.

Senandung yang terdengar bukan seperti nyayian kapal lain, syahdu

dan merdu. Hati Jai mulai tergerak untuk ke sana, sedikit berat di awal

tapi hasrat melautnya sudah terlalu membuncah di dalam dada.

Dilewatinya segala ujian yang ada, fisik dan mental, untuk

membuktikan diri bahwa dia pantas menjadi salah satu awak kapal FSI

ini. Pengumuman pun disebar dan hasilnya Jai masuk menjadi awak

kapal FSI. Dilewatinnya petualangan-petualangan seru yang tak

pernah terpikir sebelumnya. Jai tak menyangka dia bisa bertemu para

penguasa lautan dan samudra yang dulu dia ingat hanya dari gambar

saja Jai lihat. Selain itu, Jai semakin betah dengan kondisi kapal di

mana sang kapten kala itu sangat akrab dengannya dan teman-teman

seawak kapal yang saling mendukung.

2 Tahun berlalu, Jai kini semakin matang dengan 2/3 Lautan

telah ia arungi. Terbesit di pikirannya kala itu, rasa rindu untuk

merasakan nikmatnya berpijak pada tanah bukan sekedar kayu yang

Page 16: The Great Voyage

tersusun rapi. Sesekali ia buka lembaran-lembaran peta lautan yang ia

telah buat, jenuh dan lelah jelas ia rasakan kala itu. Semakin besarlah

hasratnya untuk mendarat di sebuah pulau, jauh dari kicauan camar

dan gelombang lautan yang tiada menentu amukannya. Dalam

lamunan itu, Jai tak sadar dek kapal sedang riuh dengan mundurnya

kapten lama. Sang kapten berwasiat untuk menyerahkan mandat

kepada salah satu dari 3 pejuang veteran tersisa, Berlin, Jai dan

Kamilan.

Kapten baru pun terpilih, Berlin, yang akan melanjutkan wasiat

kapten-kapten terdahulu. Sebuah mimpi besar untuk menaklukkan

lautan yang terhampar di depan pandangan. Dan sudah menjadi hal

yang lumrah selepas itu, seorang kapten mencari orang-orang terbaik

untuk menjadi komandan-komandan divisi.

Merapatlah kapal FSI ke pelabuhan Abu. Awak yang ada

bertebaran untuk menyambut pesta tahunan pelabuhan Abu. Begitu

pun Jai, ia memutuskan pergi untuk mencari ketenangan atas

kejenuhan yang ia rasakan. Berdiamlah ia di sebuah rumah sederhana

di belantara hutan, sunyi dan tenang. Tanpa disangka, Berlin

menyambangi Jai. Terkejutlah Jai mengapa sampai Berlin rela menyisir

hutan yang tidak sembarang orang bisa masuk ke dalamnya.

Perbincangan sengit pun terjadi dan tanpa disadari waktu

berjalan begitu cepat. Berlin terus membujuk Jai untuk ikut dalam

barisannya, sebagai orang nomor 2 dibelakangnya. Jai yang masih

Page 17: The Great Voyage

belum bisa percaya dengan tekad Berlin masih terus mencoba

menolak seraya melamun. Hingga pada akhirnya, Jai pun tak bisa

mengelak dan dia pun menerima pinangan itu. Kembalilah mereka

berdua ke pelabuhan abu untuk mencari 8 komandan divisi lain yang

masih tercerai-berai dengan kesibukannya masing-masing.

Pencarian pun dimulai. Berlin dan Jai menyusuri seisi

pelabuhan untuk mencari orang-orang terbaik untuk dijadikan

komandan divisi. Penolakan memang tak terelakkan. Tapi, itu

memang bagian dari sebuah seleksi alam. Perjuangan mereka pun

pada akhirnya membuahkan hasil. Kemudian, Satu per satu komandan

divisi mengikrarkan janji suci, menjadi orang-orang pertama di

belakang Berlin, kapten kapal kali ini.

Bukan Hanya Pelayaran Biasa, Kawan!

By NURUL MADINIYAH

Chapter 00 Sebuah Keputusan

khirnya! Berakhir sudah perjalanan kapal besar ini! Tujuan untuk

singgah di pulau ‘Cвет’ (baca : svet), yang berarti cahaya. Pulau yang

mungkin terlihat sangat tidak menarik bagi banyak orang, karena

ketandusannya, penuh bebatuan, belum lagi akses pelayaran yang

begitu sulit untuk mencapainya. Namun, pulau tersebut menyimpan

A

Page 18: The Great Voyage

harta karun yang sangat menjanjikan bagi orang-orang yang yakin

dan berani mengambil resiko, kekekalan harta karun tersebut bahkan

lebih bernilai dari dunia dan isinya, bayangkan betapa menggiurkan!

Dan sekali lagi, bagi orang-orang yang meyakininya.

Sebagai anak buah kapal aku berencana untuk tidak

melanjutkan petualangan pelayaran berikutnya. Banyak hal yang

harus aku bereskan di tempatku berasal, lagipula aku belum memiliki

pengalaman dan perbekalan yang cukup untuk berani mengarungi

lautan lagi. Ya, aku hanya seorang perempuan dengan impian tinggi

membangun sebuah peradaban dan kota ilmu, sehingga saat itu aku

hanya berfikir untuk mencapai impianku sendiri.

Sayangnya, ditengah semakin tenggelamnya niat untuk

berlayar, tiba-tiba para kapten kapal tempatku berlayar dulu

memintaku untuk melanjutkan misi khusus yang telah mereka bawa

sebelumnya. Yaitu kembali berlayar menuju pulau menjanjikan

lainnya. Hal yang sulit bagiku ketika itu untuk membuka telinga dan

mendengarkan janji-janji indah dari pelayaran tersebut. Lagipula

bagiku impian besar yg telah ku patri lebih indah, kawan.

Proses negosiasi berjalan alot hingga salah satu kapten kapal

pada saat itu menutup tawaran pelayaran ini dengan membacakan

sebuah surat yang sangat diyakini menjadi petunjuk hidup bagi

seluruh umat manusia.

Page 19: The Great Voyage

“Diwajibkan atas kamu berperang, padahal itu tidak

menyenangkan bagimu. Tetapi boleh jadi kamu tidak menyenangi

sesuatu, padahal itu baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai

sesuatu, padahal itu tidak baik bagimu. Allah mengetahui, sedang

kamu tidak mengetahui” (QS 2 : 216)

Sangat menohok egoku pada saat itu sehingga dalam hitungan

detik setelahnya aku menarik semua alasanku dan berbalik menerima

tawaran tersebut. Ya, benar adanya ini adalah sebuah kondisi terbaik

yang diberikan oleh-Nya, dan aku meyakininya.

Chapter 01 Inilah Para Kapten Kapal!

ku menjadi bagian dari kapal ini lagi. Bukan menjadi anak buah

kapal ataupun kru khusus seperti dulu. Sang kapten kapal sudah

terpilih dengan proses yang panjang. Aku, dengan sukarela

memberikan raga dan jiwa ini pada misi pelayaran selanjutnya untuk

menjadi salah satu tim khusus dalam jajaran para kapten kapal yang

bertugas menjaga kondisi ruh, semangat dan keyakinan para anak

buah kapal khususnya anak buah kapal wanita.

Pencarian anak buah kapal memakan waktu yang cukup lama

sebelum jangkar diangkat dan layar dikembangkan. Berawal dari

kapten utama, ia bukanlah seseorang yang memiliki pengalaman

untuk berlayar pada kondisi lautan pada jalur pelayaran ini, ragukah?

sedikit. Namun, niat, cita-cita, dan keyakinannya untuk mencapai

segala kebaikan di pulau selanjutnya begitu besar terlihat. Hal itulah

A

Page 20: The Great Voyage

yang membiusku untuk dapat membantu mengarungi samudra.

Hmm, sederhana, dingin dan sedikit selera humor yang dimilikinya.

Bagaimanapun ia, tetaplah kapten kapal terbaik yang telah di

tetapkan, percayalah!

Adapun kapten khusus yang mengurusi prosedur, sistem dan

keteraturan mesin-mesin bekerja sebagaimana mestinya. Sosoknya

yang sok tau! Entahlah, mungkin karena setiap kali responnya yang

bernada menantang, terlalu berkonotasi, membuatku bertanya-tanya,

sebenarnya maunya apa sih ini orang? Jangan terlalu bertele tele lah.

Disisi lan orang ini memang patut diacungi jempol untuk bisa

beradaptasi dalam lingkungan apapun, bisa saja ia mengambil hati

awak kapal dengan tingkahnya yang bocah. Menarik!

Kapten kapal selanjutnya, khusus mengurusi ketersediaan

informasi disepanjang pelayaran. Sebagai otak kapal , ia tak banyak

basa-basi memang, sosok yang lembut, dan cukup kritis dalam

merespon berbagai hal. Cara bicaranya punya tone meninggi

membuat persepsi anak buah kapal bahwa sang kapten orangnya ga

santai, kenyatannya kapten kapal satu ini sangat ringan tangan untuk

membantu. Luar biasa!

Lainnya, kapten kapal yang bertugas untuk memastikan

bagian-bagian inti kapal dan kepekaan para anak buah kapal untuk

saling membantu satu sama lain . Abstrak, spontan, random,

imajinatif! Seorang atlet olahraga yang hebat, namun memiliki trauma

Page 21: The Great Voyage

dengan gelombang pasang di lautan apabila menerjang kapal kami.

Karena kami pernah menghadapi gelombang yang menghantam

kapal hingga berotasi 90 derajat! (hahahaha… :’D). Unik!

Kapten kapal selanjutnya yang bertugas memastikan

penampilan kapal selalu menarik dan terjaga, menjaga hubungan

dengan pelayar lainnya. sosoknya yang galak dan suka memerintah

seenaknya, ngajak ribut! Ga mau ribet namun tegas, pekerja keras dan

selalu tulus untuk belajar dari setiap pengalaman. Hebat!

Next, kapten kapal yang bertugas menjaga semangat, ruh dan

keyakinan anak buah kapal terhadap setiap petunjuk pelayaran yang

ada, ia yang menginisiasi untuk mempersiapkan calon-calon kapten

kapal dalam misi selanjutnya. To the point, keras, disiplin, seorang

devil advocate yang selalu berhasil menggali alasan-alasan terdalam

dalam setiap pengambilan keputusan di jajaran kapten kapal. Jangan

coba basa basi dengannya! Haha! Menggebrak!

Kapten kapal lainnya yang bertugas untuk memastikan setiap

kerja-kerja personil kapal sesuai dengan standar yang telah

ditetapkan. Sosok yang ’imut’, ulet, dan asik diajak ngobrol.

Wawasannya yang luas dan kecerdasaanya mengagumkan. Baik hati

namun sering menjadi korban “bullying” dari salah satu kapten kapal

yang selalu ngajak ribut (you know who). Kagum!

Selanjutnya, kapten kapal yang khusus mengurusi pengeluaran

harta dan keuangan kapal dalam setiap transaksi perdagangan yang

Page 22: The Great Voyage

kami lakukan. Sosok yang pelupa dan senang sekali menggunakan

‘jam karet’, di sisi lain ia sangat memiliki sikap yang ramah dan manis,

senang mencoba hal-hal baru, telaten, dan selalu berusaha

semaksimal mungkin dalam menyelesaikan fungsinya sebagai salah

satu kapten kapal. Mengesankan!

Personil kapten terakhir, yang berfungsi untuk memastikan

persediaan harta dan kelancaran transaksi perdagangan berjalan

dengan mulus. Sosoknya santai dan humble, ia turunan dari keluarga

besar yang terkenal dengan tradisi kekeluargannya yang sangat kuat.

Ia yang berhasil menginisiasi ‘term’ baru di kapal kami. Kerdus!

Menyenangkan!

Itulah 10 jajaran kapten hebat yang terpilih untuk memimpin

awak kapal dalam mengarungi samudera. Kami bukanlah sosok yang

sempurna, masih ada cacat di sana sini, namun disetiap langkah kami

terhimpun impian besar untuk menaklukan lautan ini hingga akhir,

tidak ada kata menyerah hingga setiap dari kami menjadi bahu tempat

bersandar bagi siapa saja yang kelelahan dan bangkit untuk berlayar

kembali. Hingga tapak kaki mampu menginjak tanah yang dimpikan.

Yakinlah..

Chapter 02 Inilah Perjalanan

Setelah proses yang panjang, aku dan jajaran kapten kapal

lainnya berhasil menemukan kru terbaik kami. Lengkap sudah 118

personil kapal siap mengarungi samudera, menerjang ombak dan

Page 23: The Great Voyage

badai, hingga akhirnya nanti menikmati pulau yang akan kita singgahi.

Membawa 118 kepala bukanlah hal yang mudah dengan bermacam

karakter dan keinginan yang dimiliki, belum lagi memastikan setiap

fungsi kapal selalu berjalan baik. Karena ketika salah satu bagian rusak

maka kapal mungkin saja akan tenggelam.

Bahkan karena beberapa hal ada saja personil yang berencana

untuk kabur, melepas diri dari misi ini. Namun, lagi-lagi keyakinanlah

yang menjaga niat dan semangat kita untuk terus berada di kapal ini

hingga akhir. Pelayaran yang jauh membutuhkan perbekalan dan

penjagaan yang sempurna, terkadang kami merasa belum cukup

mampu untuk menghadapi kerasnya ombak, namun ada kekuatan

yang tak terelakan mendorong kami untuk selalu kuat dan saling

menguatkan. Dengan petunjuk yang harus terus di patuhi hingga

akhirnya kita akan mendapatkan apa yang dijanjikan.

Belum lagi adanya konflik antar awak kapal pun terjadi, bahkan

antar kapten kapal. Aku sadar konflik-konflik tersebut bukanlah hal

yang harus dihindari, konflik adalah cara kita terbentuk untuk

menciptakan ide hebat dalam pelayaran ini. Jadi, tenanglah kawan,

semua baik-baik saja.

Awak kapal mungkin saja merasa kelelahan ditengah pelayaran,

atau pasokan makanan kami habis dan transaksi perdagangan tidak

berjalan mulus seperti yang direncanakan. Hal-hal yang

mengecewakan berdatangangan. Karena itulah kami mendewasa, kita

Page 24: The Great Voyage

terbentuk untuk dapat bersabar dan memecahkan setiap masalah

dengan bijak. Kekecewaan itu tidak akan terasa lama jika alasan kita

lillah. Selama kita memberikan upaya terbaik, maka biarkanlah Dia

yang menggerakan hasilnya. kamu percaya ini?

Tahap demi tahap kami belajar untuk menjadi lebih baik dalam

pelayaran ini, kami memahami bagaimana lautan harus ditaklukan,

bagaimana mengantisipasi kerusakan bagian kapal karena gelombang

pasang, dan mengikat kesolidan antar awak kapal agar suasananya

selalu menyenangkan. Kami sudah menaklukan lautan kawan!

Teruslah bertahan dengan usaha terbaik hingga sampai di pulau

nanti. Karena merugilah kita jika harus menyerah di penghujung

perjalanan ini. Dan ingatlah, luruskan niat dan kembalikan keyakinan

kita dalam misi pelayaranan ini.

Di lain hal, kalian tau bagaimana kapal kami? Suasananya

begitu hangat, menjadi rumah kedua hingga mampu membentuk

pribadi kami untuk menjadi lebih baik. Masing-masing awak kapal

memiliki potensi dan ruh yang membuat iri satu sama lain, sehingga

kami belajar bahwa manusia tidak boleh berpuas diri. Ditengah

luasnya samudera, kami belajar bahwa manusia hanya seonggok

daging yang tak pantas untuk menyombongkan diri dan mendurhakai

petunjuknya. Kami sadar, besar kemungkinnanya kapal kami

kehilangan arah, maka sekali-kali janganlah berlepas dari petunjuk

dan kejernihan hati untuk melihat arah yang tepat.

Page 25: The Great Voyage

Kelak aku akan merindukan pelayaran satu ini, merupakan

kesempatan yag berharga disatukan dengan para awak kapal yang

istimewa seperti mereka.

Chapter 03 Misi Selanjutnya, Bersiaplah!

Inilah penghujung perjalanan, sebentar lagi aku akan turun dan

singgah di pulau itu, segala asa, peluh, dan keyakinan mengurat nadi

dalam pelayaran ini. Membentuk memori yang sulit dihapuskan

nantinya. Aku bahagia bertemu kalian para awak kapal, khususnya

para kapten kapal yang aku rindukan nantinya. Tiap langkah yang kita

tapaki adalah bekal di kehidupan lainnya, kekal.

Aku tidak bersedih sebagai kapten kapal untuk melepaskan

misi dan kapal ini nantinya, karena aku telah melihat bintang

gemintang yang akan menggantikan kami. Bersiaplah! Berusaha

memantaskan diri dengan segala potensi yang Ia berikan untuk

menjadikanmu sebagai kapten terhebat untuk menaklukan lautan luas

ini.

Aku hanya mengingatkan, inilah salah satu cara yang Ia

tunjukan untuk menggapai pulau keabadian. Pertanyaan ini harus kita

persiapkan dengan baik jawabannya nanti, “Untuk apa masa mudamu

di habiskan?”.

Ini bukanlan pelayaran biasa, kawan.

Ini lebih berharga dari dunia dan isinya

Page 26: The Great Voyage

Storyline by NOVIA D. PUSPITASARI

Hari itu juga, beberapa jam setelah matahari tenggelam di ufuk

barat, suara terompet dibunyikan dari atas geladak kapal. Suaranya

membahana ke segenap penjuru kota, membuatnya terdengar

semakin gagah –membanggakan.

Selepas gema terompet menghilang, layar-layar raksasa

bergegas dipasangkan. Genderang keberangkatan ditabuh. Teriakan

perintah dilafalkan sambung-menyambung bagai deretan kartu

domino yang dirobohkan. Dengan sigap puluhan kelasi melepas sauh,

mengikat tali-temali, melepas ikatan-ikatan, memasang layar,

berlarian mengambil posisi masing-masing.

Puluhan prajurit berdiri di geladak kapal, memberikan salut

kepada penduduk kota yang mengantar kepergian mereka dari tepi

pelabuhan. Lilin-lilin yang dinyalakan oleh warga kota bagai ribuan

kunang-kunang di atas dermaga, menambah keagungan bergeraknya

rombongan penjelajah menuju benua nan jauh di sana.

Semua kelasi, prajurit, dan pelaut yang berada di atas kapal

tidak peduli soal lima tanda maut di enam mata dadu itu. Mereka

diliputi oleh rasa kepercayaan dan kebanggaan. Jikalau mereka harus

mati dalam perjalanan tersebut, mereka mati dalam perjalanan gagah

berani. Mati dalam sebuah armada raksasa, mati dalam ekspedisi

menemukan Tanah Harapan. Semua kelasi dan prajurit berseru ke

langit-langit malam, merayakan keberangkatan.

(Disadur dari novel “Kisah Sang Penandai” karya Tere Liye)

Page 27: The Great Voyage

Ya, kisah di atas adalah sebuah perumpamaan yang menawan

untuk menggambarkan bagaimana hebatnya perjalanan kapal ini

dimulai. Meski ragu berkecamuk di hati, meski lelah tak jua menepi,

dan meski hati ini tak kunjung terpatri, namun raga ini tak kuasa

bersembunyi. Bersembunyi dari panggilan Sang Rabbi tuk menunaikan

misi hidup ini. Maka kutetapkan hati, kupantaskan diri, dan

kutekadkan kaki tuk melangkah menaiki geladak kapal ini. Bersama

mereka yang namanya telah terukir indah di lautan dakwah ini.

Malam berlalu,

tapi tak mampu kupejamkan mata dirundung rindu

kepada mereka

yang wajahnya mengingatkanku akan surga.

Wahai fajar terbitlah segera,

agar sempat kukatakan pada mereka

“aku mencintai kalian karena Allah.”

-‘Umar ibn Al-Khaththab-

Dan senandung rindu di atas adalah sebuah perumpamaan

yang syahdu atas betapa inginnya ku bertemu dengan kalian. Ya,

kalian yang namanya juga telah terukir indah di lautan dakwah ini.

At the end of this sentence, rain will begin,

At the rain’s edge, a sail.

Page 28: The Great Voyage

Slowly the sail will lose sight of island;

into a mist will go the belief in harbours

of an entire race.

The ten-years war is finished.

Helen’s hair, a grey cloud.

Troy, a white ashpit

by the drizzling sea.

The drizzle tightens like the stings of a harp.

A man with clouded eyes picks up the rain

and plucks the line of the Odyssey.

(“Map of the New World” oleh Derek Walcott, 1930. Poems on

the Underground

Dan lagi-lagi. Ya, aku tak mampu menitik kata-kataku sendiri dalam

lembar-lembar kisah ini. Namun betapapun demikian, sudah

kucukupkan keinginan diri dengan membersamai kalian selama ini.

Mengarungi samudera nan luas bersama senyum kalian di tengah

badai yang menerpa. Membantu sang nahkoda menentukan arah

kapal ini tuk berlabuh nantinya. Dan tentu, bersama mereka dan

kalian yang menawariku seberkas cahaya surga.

Pernah ada masa-masa dalam cinta kita,

kita lekat bagai api dan kayu.

Page 29: The Great Voyage

Bersama menyala, saling menghangatkan rasanya.

Hingga terlambat untuk menginsyafi

bahwa tak tersisa dari diri-diri selain debu dan abu

-Salim A. Fillah-

Ya, kisah ini memang diawali dari temaram senja perjalanan

kapal ini, memasuki kabut dan badai tak terperi. Kita pun pernah

mengecap manisnya kedekatan diri namun tak jarang kita juga sering

menyesap pahitnya. Tapi, inilah kisah kita. Betapapun tak terperinya

sakit di hati, tetap saja bintang di langit takkan berhenti menyinari.

Maka tersenyumlah!

“....Dan Allah yang mempersatukan hati para hamba beriman. Jikapun

kau nafkahkan perbendaharaan bumi seluruhnya untuk mengikat hati

mereka, takkan bisa kau himpunkan hati mereka. Tetapi Allah-lah

yang telah menyatupadukan mereka....”

Q.s. Al-Anfaal [8]; 63

*Untuk mereka yang namanya tertulis indah di lautan dakwah ini;

“Jadilah matahari yang berani terbit dan siap tenggelam, untuk

menyinari dunia ini kembali, esok hari.”

Page 30: The Great Voyage

Storyline written by DINDHA V PRIMADHINI

Waktu tidak pernah berjalan cepat kecuali ia telah dilalui. Dan malam

ini, 12 November 2014; ketika waktu sudah hampir berakhir, tiba-tiba

semuanya menjadi sangat berarti.

--

Pertukaran pelajar ke luar negeri …

Paspor sudah jadi, dan sertifikat TOEFL sudah kukantongi, tapi-tiba

datanglah orang ini.

Intinya pada suatu hari aku, Irma dan Handy bertemu di suatu tempat

yang tidak akan pernah terlupakan sama sekali, Skywalk lt 2 FEUI.

Okay! Hari itu akhirnya aku melepaskan keinginan untuk mengikuti

program pertukaran ke luar negeri pada semester 6. Entah padahal

aku sama sekali tidak tertarik dan tidak merencanakan hal itu (baca:

jadi PI); soalnya 2012 dulu aku di SKIS sebagai staff (bareng sama Pita

dong), dan 2013nya masih staff juga (di MP). Jadi ya ga pernah

ngebayangin akan jadi PI, sama sekali ga ngebayangin.Dalam artian

tidak ada pengalaman berada di jajaran BPH sama sekali. Tapi kalo

kata kata Jajang sih “kita tlah diikat oleh sesuatu” (dengerin lagu

Rumah Ukhuwah by Voice of Ukhuwah). Dan emang hati tidak perlu

memilih, sebab ia selalu tahu kemana harus berlabuh (Dee). Mulai

sekarang hatiku sudah berlabuh di sini, di FSI FEUI (lagi) (lagi) dan

(lagi)

Page 31: The Great Voyage

--

Di awal, semua terasa menyenangkan dan baik-baik saja, have fun

terus bawaannya- apalagi pas teambuild tuh- seru abis. Asal pada tau

aja, wanpis timbil ke Bandung waktu itu. Udah bayar mahal-mahal

buat masuk ke area Kawah Putih tapi begitu sampe di deket kawah

“brush” hujan datang keroyokan dan akhirnya aroma belerang bikin

kami kelabakan- sehingga kami putuskan untuk mengunjungi kawah

sebentar dalam hujan, dalam diam (baca: pada pake masker)- dan

langsung pulang.

Kami yang awalnya cuma ber-10, seiring berjalannya mendapatkan

teman yang cukup banyak.Dan kapal kini mengarung lautan. Saat

memutuskan untuk pergi ke Kawah Putih untuk yang kedua kalinya

kupikir akan jadi momen yang sama saja –tapi ternyata jauh berbeda.

Adalah saat dimana ketika semua orang sudah naik angkot menuju

kawah tapi aku dan Ina tertinggal di penginapan. Akhirnya kami naik

angkot dengan penumpang yang belum kami kenal, and guess what?

Mereka cukup menyenangkan karena terus berteriak kegirangan

sepanjang jalan.

Di sepanjang jalan,aku menemukan bahwa sesuatu bisa menjadi hal

yang sangat berharga tetapi bukan apa-apa bagi yang lainnya;

sesuatu bisa jadi hanya bercandaan tapi untuk orang yang lain terasa

sangat menyakitkan. Aku menemukan banyak hal yang bisa menjadi

Page 32: The Great Voyage

alasan untuk membenci seseorang, tetapi jauh lebih banyak hal yang

bisa menjadi alasan untuk menyayanginya.

Sampai pada saat terakhir; aku menyimpulkan persahabatan sebagai

hal yang sangat berharga

I can’t even imagine a world without a friend

And friends, all I can say is I was enchanted to meet you

--

16 November 2014

Seperti hatiku, maka kapal kita kini sudah berlabuh. Don’t be sad

because it ends but be happy because it is happened. The moment

might end but ukhuwah will remain forever.

RONDE TERAKHIR

By: Muhammad Bilal (Kabid Eksternal)

Kapten Baru, Sejarah Baru

“Dengan ini Menyatakan…Handy Suberlin Sebagai Kapten

Kapal FSI FEUI 2014, Takbir! Allahu Akbar!”. Suasana ruangan

pelantikan kapten kapal yang baru menggemuruh seketika. Handy

yang ditetapkan sebagai kapten kapal yang baru mulai detik itu,

Page 33: The Great Voyage

menarik nafas dalam-dalam sambil memegang dadanya. Tubuhnya

terlihat bergetar seolah-olah melihat hidupnya tidak akan sama

seperti dulu lagi. Aku pun juga tidak menyangka bahwa dia yang akan

menjadi kapten kapal yang berikutnya. Sosoknya yang cuek, tidak

peduli dengan perkataan orang lain terhadapnya, suka menggerutu,

dan sedikit sarkas itulah yang membuatku tak pernah berpikir kalau

dia yang pantas menjadi pemimpin kapal ini. Namun aku menyadari

bahwa akhir-akhir ini memang sifatnya sedikit berubah. Ia terlihat

lebih tegar menghadapi masalah-masalahnya. Well, diantara 3

kandidat mungkin memang ia yang paling pantas. “Selamat untuk

handy, semoga bisa membawa kapal ini dengan baik pada perjalanan

berikutnya” ucapku dalam hati pada saat itu. Aku yang telah 2 tahun

berada dalam kapal ini, berpikir bahwa sudah saatnya untuk turun dari

kapal dan memulai petualangan baru.

Seperti tahun-tahun sebelumnya, kapten kapal yang baru harus

mencari awak-awak kapal yang tangguh untuk melanjutkan

perjalanan. Tentunya hal yang pertama harus ia dapatkan adalah 9

pimpinan utama yang menjadi elemen inti dari kapal tersebut. Handy

kemudian mengajak zain sebagai tangan kanannya. Zain adalah salah

satu dari 3 calon kapten kapal ini. Wujudnya mungkin terlihat seperti

anak kecil tetapi sikapnya…, sikapnya pun juga seperti anak kecil.

Namun kinerjanya pada pelayaran sebelumnya membuat ia pantas

menjadi tangan kanan dari kapten Handy. Dalam waktu kurang lebih

satu bulan kapten melengkapi tim utamanya. Nurul dan Dindha

Page 34: The Great Voyage

menjadi anggota ke-3 dan ke-4. Nurul adalah sesorang yang sudah

tidak diragukan lagi kelayakannya untuk menjadi salah satu pimpinan

utama kapal ini. Track Recordnya yang sempurna dan sosoknya yang

dapat menjadi contoh yang baik bagi awak-awak kapal perempuan

lain nantinya sangat dibutuhkan. Namun jangan melihat orang dari

sampulnya saja, apabila pedang telah keluar dari sarungnya, maka

Nurul akan menebas segalanya tanpa sisa. Jadi, jangan macam-

macam dengannya. Sedangkan Dindha merupakan sosok yang ramah

dan cukup unik. Selain itu, Ia juga terlihat ikhlas dalam bekerja.

Mungkin itu menjadi pertimbangan kapten kapal untuk mengajaknya

bergabung.

Last Call

Suatu ketika, aku yang telah siap untuk berpetualang dengan

kapalku sendiri tak sengaja bertemu dengan Handy. Ia kemudian

menemuiku dan mengajakku ke tempat Syarif, temanku yang juga

merupakan seorang saudagar Arab yang kaya raya. Setibanya disana,

selain Syarif ternyata sudah ada Zain juga. Tanpa basa-basi yang

panjang Handy berkata kepadaku dan Syarif “Bergabunglah dengan

kami, mari kita berlayar sekali lagi”. Handy menwarkanku posisi

sebagai pimpinan kapal yang bertanggung jawab dalam hubungan

kapal dengan pihak eksternal dan menawarkan Syarif sebagai

bendahara kapal. Sejujurnya aku telah menduga hal ini, bukan

bermaksud sombong, namun memang aku tidak melihat orang lain

Page 35: The Great Voyage

yang cukup pantas dalam posisi itu kecuali partnerku dalam pelayaran

yang lalu. Namun, karena suatu alasan ia menghilang entah kemana.

Aku yang sejujurnya masih belum ingin berpisah dari kapal

tersebut tentunya sangat ingin bergabung sekali lagi. Terlebih ini

adalah kesempatan terakhirku berada dikapal itu. Kapal yang selama 2

tahun memberikanku banyak pelajaran berharga, Kapal yang dimana

orang-orang didalamnya adalah satu “Keluarga” yang telah disatukan

oleh suatu “Ikatan”. Kemudian aku terdiam sejenak dan berpikir

“Apakah ini jalan yang benar, apakah ini pantas untuk diperjuangkan,

bukankah 2 tahun kemarin sudah cukup?” begitulah kira-kira

pertanyaan yang muncul dalam diriku. Sebenarnya memang tidak ada

alasan yang berarti untuk menolak ajakan Handy. Aku mempunyai

prinsip akan melakukan apa yang aku suka dan benar menurutku

serta meninggalkan apa yang aku tak suka dan salah menurutku.

Seharusnya memang sudah jelas, aku suka berada di kapal itu dan

menurutku itu adalah hal yang baik. Namun masih ada hal yang

mengganjal dan membuatku tidak yakin bahwa aku orang yang

pantas menjadi salah satu pimpinan kapal itu. Kemudian aku teringat

akan pesan almarhum ayahku, “Buang semua hal tak penting yang

hanya akan menjadi penghambat bagimu untuk melakukan apa yang

kau sukai”. Kata-kata yang tiba-tiba terdengar kembali di pikiranku itu

membuat aku dengan tegas menjawab “Oke, aku terima ajakanmu,

Kapten”. Tak lama kemudian, Syarif juga menyatakan kesediaannya

untuk bergabung. Dengan begitu, Aku kembali mendapatkan

Page 36: The Great Voyage

kesempatan untuk berada di kapal yang sangat berarti bagiku. Ini

adalah kesempatan terakhir, Ronde terakhir, aku tak akan menyia-

nyiakannya, aku tak boleh membuat kapten dan “Dia” kecewa.

Dengan mengucap Bismillahirrahmanirrahim, aku berjalan menuju

kapal tersebut.

Saatnya Berlayar, One Piece!

Beberapa hari kemudian, Kapten kembali mencari anggota

skuad utama dalam perjalanan ini. Pita, Irma, Atina, dan Ria akhirnya

melengkapi posisi pimpinan utama kapal ini. Pita adalah sesorang

pemikir kritis yang cerdas sedangkan Irma merupakan sosok yang

rapih meskipun sedikit “lamban” dalam beberapa hal. Atina bisa

dibilang salah satu orang yang aku segani. bagaimana tidak,

pembawaannya yang sedikit galak dan selalu serius membuat suasana

pada tim inti ini kadang mencekam. Sedangkan Ria yang merupakan

teman satu divisiku pada saat aku masih menjadi penumpang di

pelayaran pertamaku masih terlihat sama seperti dulu. Ya, terlihat

seperti bocah namun kejeniusannya diatas kami semua, hmm lebih

tepatnya diatas Syarif, Handy, dan Zain, haha.

10 orang yang mengisi posisi tim utama sudah lengkap.

Meskipun kami semua memiliki karakter yang berbeda, namun di

kapal ini, kami semua harus menjadi satu. Dari potongan-potongan

yang banyak, kami harus menjadi satu potongan yang utuh dan tak

mudah terpisahkan. Kami menyebut diri kami sendiri “ONE PIECE”.

Page 37: The Great Voyage

Kapal ini tidak akan berlayar apabila hanya diisi oleh 10 orang

saja, selanjutnya kami mencari awak-awak kapal yang tangguh dan

pemberani. Kami melakukan rekrutmen secara terbuka. Ada 5 orang

yang mendaftar pada bidang yang aku kepalai. 3 orang mendaftar

posisi awak kapal yang bertugas untuk membuat tampilan kapal ini

terlihat indah dan gagah selalu. Sedangkan 2 orang mendaftar

posisiku pada tahun lalu, yaitu awak kapal yang bertugas untuk

menjaga jaringan komunikasi kapal terhadap pihak luar. 3 orang

pertama bernama Ila, Mamduch, dan Reza. Sedangkan 2 orang

berikutnya adalah mantan subordinatku pada pelayaran tahun

sebelumnya, Afif dan Fitri. Semuanya mempunyai kelebihan tersendiri

sehingga aku memutuskan untuk menerima mereka semua.

Selanjutnya mereka berlima mencari anggota dari masing-masing

divisi mereka. Singkat cerita, bergabunglah 11 orang penumpang

kapal baru yang akan membantu pekerjaan mereka berlima.

Awak kapal sudah lengkap, seluruh penumpang baru juga

sudah naik. Maka angkat jangkar, kembangkan layar, Kapal FSI FEUI

siap menempuh perjalanan yang baru.

Hilang Arah

Tak ada perjalanan yang berlalu dengan mulus, itulah hal yang

pasti terjadi. Hal itu juga yang membuat perjalanan ini menarik dan

menantang. Berbagai dinamika didalam kapal terjadi tak terkecuali

pada tim utama itu sendiri. Sering sekali perjalanan kapal ini tak

Page 38: The Great Voyage

berjalan dengan lancar dan tidak sesuai dengan rencana. Gagasan

kapten terkadang kurang bisa diterima oleh sebagian dari kami.

Kapten utama Handy dan tangan kanannya Zain sering berbeda

pendapat. Kami selaku pimpinan utama kapal sering membiarkan

kapten bekerja sendirian. Apalagi pada awal perjalanan, sebenarnya

masih banyak urusan-urusan yang belum selesai pada masing-masing

diri kami sendiri. Belum lagi, cuaca yang tidak mendukung serta

ketidak harmonisan atar divisi pada kapal tersebut yang membuat

mereka kehilangan arti sesungguhnya dari perjalanan ini. Masing-

masing berjuang untuk kepentingan divisi sendiri saja, mereka

berlomba-lomba menjadi divisi yang baik. Hal itu sebenarnya tidak

masalah ketika memang tetap terjalin koordinasi yang baik.

Suatu ketika badai besar melanda yang membuat kapal ini

mengalami kerusakan di bagian-bagian tertentu. Beberapa orang ada

yang memutuskan untuk turun dari kapal, bahkan ada yang pergi dari

kapal ini tanpa membelikan alasan yang jelas. Ketegangan antar awak

kapal juga terjadi bahkan pada subordinatku sendiri. Kepercayaan

terhadap pimpinan kapal juga berkurang sedikit demi sedikit. Mereka

sering membanding-bandingkan kami dengan pimpinan yang lalu.

Aku sempat berpikir, apa yang salah pada perjalanan ini?. Apakah

kami tidak sebaik pimpinan yang lalu?. Apakah kami telah kehilangan

makna dari perjalanan ini?. Apakah kami pantas berada di kapal ini?.

Kapten Handy sempat hilang arah dan tidak tahu apa yang harus ia

lakukan. Aku sebagai salah satu pimpinan tentunya tidak akan

Page 39: The Great Voyage

membiarkan hal ini terus terjadi. Ketika itu kami bersepuluh

berkumpul kembali dan saling merenungkan kembali apa sebenarnya

tujuan dari diadakan perjalanan ini. Ya, itulah yang hilang, kami telah

kehilangan tujuan kami. Kami lupa bahwa perjalanan ini bukan hanya

sebatas sampai kepada tujuan, namun bagaimana perjalanan ini dapat

memberikan manfaat dan kebaikan kepada seluruh awak dan

penumpangnya. Bersama-sama kami mulai mengurangi ego masing-

masing yang ada pada diri kami dan melihat apa yang masih kami

punya untuk tercapainya tujuan kapal ini.

Yes, we can make it together!

Kami seharusnya sadar bahwa sebenarnya kami dianugerahi

awak-awak kapal yang luar biasa, kami para pimpinanlah yang tidak

dapat mengeluarkan potensi terbaik mereka. Contohnya pada

bidangku sendiri. Ila mungkin terlihat lemah, namun ketabahan

hatinya lebih kuat dari siapapun. Ia rela melakukan apapun yang ia

bisa dan tetap berusaha tersenyum meskipun sering ditinggal kedua

partnernya. Reza mungkin sering berulah, tetapi kreativitasnya sangat

langka. Mungkin hanya 5 tahun sekali kapal ini akan diisi orang-orang

seperti dia. Mamduch, sosok yang dapat menjadi contoh bagi kita

semua. Ia selalu ingin belajar dan selalu menjaga dirinya dari hal yang

tidak berguna. Afif dan Fitri sudah kuanggap sebagai keluargaku

sendiri pada perjalanan sebelumnya. Afif selalu mempunyai rencana-

rancana hebat untuk membuat kapal ini terlihat lebih hebat dari kapal

lainnya. Ia juga selalu menyemangati orang-orang disekitarnya.

Page 40: The Great Voyage

Sedangkan Fitri selalu All Out dalam bekerja, ia mencintai kapal ini

lebih dari siapapun. Aku sangat beruntung memiliki mereka dalam

timku. Tentunya kami para pemimpin harus mendukung mereka

sekuat tenaga kami.

Pada akhirnya kami berhasil bangkit dari masa-masa yang sulit

dan memperbaiki kesalahan-kesalahan kami. Memang tak sempurna,

tapi kami para pemimpin tetap melakukan apa yang kami bisa dalam

menjalankan amanah sebagai pimpinan kapal. Mungkin masih sangat

banyak kekurangan kami. Bahkan mungkin masih ada yang merasa

bahwa kami tidak sebaik pemimpin terdahulu. Tapi sedikitpun tak ada

niat kami untuk menghancurkan kapal ini, atau niat untuk bekerja

setengah-setengah dalam diri kita. maka aku rasa mereka tak berhak

menyebut kami “One Piece” tidak melakukan pekerjaan dengan baik.

Kami berbeda dengan pimpinan terdahulu dan tak akan pernah sama.

Namun kami bangga dengan diri kami sendiri dan bersama-sama

akan selalu memperjuangkan hal yang terbaik untuk kapal ini.

Thanks for being my “Home”, FSI FEUI

Masa-masa sulit membuat kita semakin mengerti apa yang

salah dalam diri kita. Membuat kita semakin belajar memahami

perasaan orang lain. dan tentunya membuat kita semakin kuat dalam

menghadapi perjalanan ini. Maka sesungguhnya dibalik kesulitan ada

kemudahan, berbagai macam rintangan pada akhirnya berhasil kami

Page 41: The Great Voyage

lewati bersama. Dan pelayaran kami pada tahun ini juga akan sampai

pada tujuannya.

Aku sangat bahagia bisa berada di kapal ini untuk yang

terakhir kalinya. Semua terlihat begitu berharga ketika mengetahui

bahwa tidak akan ada lagi pelayaran berikutnya di kapal ini. Aku

merasa beruntung pernah berlayar selama 3 tahun dengan kapal ini.

Semua berawal dari keragu-raguan, namun berakhir dengan

senyuman. Terasa sangat berat ketika harus turun dari kapal ini. Aku

bersyukur telah dipertemukan dengan “keluarga” baru yang luar biasa

di kapal ini. Aku bersyukur telah mendapatkan pelajaran yang tidak

akan kudapatkan dimanapun. Aku bersyukur karena dapat merasakan

“ikatan” itu. “Ikatan” itu adalah “Ukhuwah”. Ya, ikatan itu begitu indah

karena tak akan hilang dimakan waktu atau tempat yang memisahkan

kita semua. Selamat jalan kapal FSI FEUI. Kapal yang merupakan

“Rumah” bagiku selama tiga tahun ini. Kelak kapal ini akan tercatat

oleh sejarah sebagai salah satu sumber perubahan dan menjadi salah

satu sumber pemberi kebaikan di dunia ini.

Kuucapkan terimakasih banyak untuk seluruh keluarga besar

FSI FEUI yang telah menemaniku dalam perjalanan ini. FSI FEUI 2012,

2013, 2014. Shine 2012 (Kak Azu, Kak Bintan, Dica, Iwan, Kemal, Reza,

Nizza, Dayah, Rihlah, Nurul H), Humalum 2013 (Ayu, Jajang, Afif,

Septian, Fitri, Mega, Ihsan), OnePiece (Handy, Zain, Syarif, Nurul, Pita,

Dindha, Atina, Irma, Ria), MTI dan Humalum 2014, (Ila, Reza,

Page 42: The Great Voyage

Mamduch, Umai, Daul, Trias, Rhifi, Ismi, Alvi, Dissa, Renita, Adhil,

Aufar, Rani). Selamat menempuh petualangan Baru

PEMBELAJARAN

By ATINA HASANAH SARJONO

Seorang perempuan sedang bertanya dalam hatinya, why and when?

Ada kalanya sebuah perjalanan menjadi pelajaran yang sangat

berharga bagi seseorang. Setidaknya bagi perempuan ini.

Ah, betapa sulitnya menuliskan perjalanannya. Mari kita mulai.

Sempat datang keegoisan nakal untuk tidak lagi bergabung menjadi

kru kapal yang akan menuju pada satu titik kehidupan. Satu titik yang

membawa semua yang berada di dalamnya mendapat apa-apa yang

tidak terbayangkan. Terbersit dalam hatinya untuk menolak segala

tawaran untuk berada (lagi) di kapal itu. Pertanyaan pertama terlontar,

why?

Sudah 2 tahun dia mengarungi lautan di kapal yang sama, dengan

pekerjaan yang sama. 2 tahun adalah waktu yang cukup untuk

membuat seseorang bosan. Ya, bosan. Tidakkah ada alasan lain?

Tidak.

Mari bunuh kebosanan.

Page 43: The Great Voyage

Singkat cerita, terjadilah juga. Perempuan ini menjadi salah satu kru

kapal. Tidak tanggung-tanggung, menjadi kru utama kapal dengan 9

orang lainnya.

Awalnya terpikir, apakah mereka juga merasakan seperti yang ia

rasakan? Apakah 9 orang ini juga memiliki pertanyaan yang sama

dengannya? Pertanyaan kedua. Well, the story has only just begun…

Namanya juga tim, 10 orang ini dituntut untuk lebih dahulu

“memanaskan mesin kapal”. Sebelum kru lainnya menyusul, 10 orang

ini membentuk banyak kesepakatan tentang awal dan akhir

perjalanan ke pelabuhan selanjutnya. Namanya juga kesepakatan,

prosesnya tidak mudah. Konflik tidak pernah terhindar. Bahkan

perempuan ini yang paling sering memicu. Lagi-lagi namanya juga

tim, kembalilah mereka pada kesepakatan yang telah dibuat, mari

sambut kru baru.

Selama beberapa hari non-stop mereka mulai melakukan seleksi

kepada calon kru kapal. Namanya juga seleksi, ada yang terpilih dan

tersisih. Sayang memang, tapi mau bagaimana lagi. Singkat cerita,

terpilihlah 24 orang dengan semangat luar biasa untuk mengarungi

lautan. Mari menjelajah samudera.

Rasanya kapal sebesar itu dengan misi dan tujuan yang juga besar,

tidak cukup hanya dengan 34 orang. Akhirnya, terpilihlah total 118

orang menjadi kru kapal itu. Bersiap bersama.

Page 44: The Great Voyage

Hari-hari di kapal dalam perjalanan 1 tahun lamanya selalu punya

cerita.

Bayangkan, dengan ombak yang tidak menentu, hujan badai kapan

saja, atau mungkin perompak? Masa penyesuaian itu dimulai. And

that’s her job. Bersama 9 orang temannya memulai kesepakatan awal,

masa adaptasi pun dimulai.

Setelah melihat 118 orang di dalam kapal, dia bertanya dalam hatinya,

how can we?

Hatinya berdebar, bagaimana caranya menanggung kru kapal

sebanyak ini? 10 orang ini haruslah bertanggung jawab terhadap

seluruh kru kapal. Siaga dalam keadaan apapun.

Masa adaptasi dirasa sudah cukup. Waktunya para kru kapal

dipersiapkan menjalankan tugasnya masing-masing.

Namanya juga perjalanan, tidak ada sejarah nya selalu mulus. Mulai

dari ombak biasa hingga ombak ganas, bahkan badai, setia menanti

untuk menerjang.

Ah, rasanya di bagian ini akan panjang ceritanya. Mari kita persingkat.

Badai.

Badai pertama adalah ketika ada beberapa kru kapal yang

mengutarakan bahwa mereka ingin turun dari kapal saat itu juga.

Dengan berbagai alasan. No matter what. Wait, what?? Are you

serious??

Page 45: The Great Voyage

Badai kedua.

We have no logistics. Oh no!

Badai ketiga.

Banyak kru yang mabuk laut. Tentunya ini bukan hal besar, tapi

bayangkan jikalau banyak yang mabuk laut. Pekerjaan terbengkalai.

Huft.

Badai keempat.

When? Pertanyaan ketiga terlontar.

Badai-badai itu pastilah ada artinya. Arti yang tidak semua orang tahu.

Atau mungkin, yang tidak semua orang mau mencari tahu artinya.

Mari kita beralih ke bintang-bintang yang menerangi malam-malam

perjalanan mereka.

Dalam 1 tahun perjalanan, sudah pasti akan ada waktu-waktu di mana

bintang-bintang tertentu muncul. Tidak banyak dari mereka yang bisa

melihatnya. Diperlukan satu alat khusus.

Coba lihat bintang-bintang itu, indah bukan main. Menemani bulan

yang memantulkan cahaya matahari untuk menerangi perjalanan

mereka. Bintang selalu setia di sana, di singgasana nya.

Keegoisan lah satu-satunya yang sanggup menutupi cahaya nya.

Tidak karena langit mendung. Once realized, badai-badai itu sungguh

berarti.

Page 46: The Great Voyage

Tentang teman seperjalanan. 10 orang. Teman seperjuangan

sangatlah penting dalam menemani 1 tahun perjalanan di lautan

lepas. Boredom is coming.

Saling bercerita idealnya menjadi obat pelipur lara. Walaupun yang

terjadi adalah justru sebaliknya. Ppfftt. Satu penderitaan.

Masalah setiap kru memang berbeda, ada yang besar, ada yang kecil.

Tapi mereka adalah tim. Masalah seorang menjadi masalah bersama.

Hari-hari panjang yang dilalui, sedikit banyak menjawab pertanyan

kedua perempuan itu. Senyum-senyum saja :D namanya juga satu

penderitaan.

Oh, dan terima kasih kepada 9 orang ini. Karena mereka lah

perempuan ini mendapat banyak julukan. Galak, jutek, dingin, keras,

dan satu lagi julukan dari si kru terlembut : devil advocate. Can’t

believe that. Sometimes she’s a good person. Sometimes :p

Senang membersamai mereka

Masih di lautan.

Pertanyaan-pertanyaan lain mulai terjawab satu per satu. Jawaban

yang mengantarkannya pada sebuah kesimpulan. Pembelajaran.

Why? When?

Kenapa dia? Dan kapan berakhir?

Page 47: The Great Voyage

Karena Allah sedang memberinya rezeki berupa 117 kru terbaik

dengan visi dan misi yang sama, pantaskan ia menolak?

Bayangkan jika dia tidak melakukan perjalanan ini (lagi), maka dia

tidak akan bertemu kru-kru terbaik yang Allah siapkan untuk

mengarungi lautan ini. Menuju pelabuhan selanjutnya, menuju satu

titik kehidupan.

Bayangkan betapa sedihnya tidak membersamai kru-kru seperti

mereka. Hikmah nya terlalu sayang untuk dilewatkan.

Dan kenapa dia? Karena dia adalah orang yang paling harus belajar.

Belajar tentang perjalanan ini.

Kapan berakhir? Sekarang dia berharap semoga tidak berakhir.

Semoga tidak berakhir hanya di pelabuhan selanjutnya. Semoga tidak

berakhir pilu. Semoga tidak berakhir sia-sia. Semoga tidak berakhir

tanpa pembelajaran.

Satu hal yang pasti, perjalanan ini membuatnya tersenyum. Ya Rabb,

banyak sekali proses pembelajaran yang ia dapat. Sungguh, tidak

pantas jikalau ada yang merasa tidak pantas untuk ada di perjalanan

ini. Satu-satunya jawaban : pantaskan!

Percayalah, tersedih nomor satu adalah ketika kalian tidak dipercaya.

Maka, buktikan!

Page 48: The Great Voyage

Semua badai yang terlalui masih menyisakan rasa. Tidak ada yang

benar-benar hilang. Rasa puas karena pernah dikaruniai badai-badai

seperti itu. Sungguh, badai itu menguatkan.

3 tahun membersamai kru-kru terbaik di kapal itu membuatnya

menjadi pembelajar. Tidak akan ada kata bosan jika dibarengi dengan

proses belajar.

Sekarang 10 orang ini telah siap untuk turun di pelabuhan

selanjutnya. Semoga senyum terbaik bisa mereka berikan kepada para

penggantinya. Semoga kesalahan-kesalahan mereka dimaafkan.

Semoga kekeliruan yang mereka ciptakan tidak diulang. Dan semoga,

yang baik tetap tinggal, yang buruk pergilah.

Ada seseorang yang bertanya, “apa itu kebahagiaan sejati?”

Seseorang yang ditanya menjawab, “sederhana, sesederhana ketika

kamu tidak bicara andai begini, andai begitu”. We need to move on.

Akhirnya, selamat menemukan proses pembelajaran dalam setiap

perjalanan

Storyline by IRMA HANDAYANIE

Yang ditakutkan dari suatu perjalanan adalah saat kita menemui akhir

perjalanan dan harus menepi, sedangkan hati-hati para awaknya

masih rindu kebersamaan itu..

Page 49: The Great Voyage

Adalah suatu kapal, dengan 10 awak kapal yang berasal dari berbagai

perbedaan. Kami akhirnya mengikat diri dalam satu visi. Meskipun

berlatar belakang berbeda, kami yakin saat kami bersama ombak di

lautanpun akan mampu kami lalui. Sebelum bergabung menjadi salah

satu awak kapal saya meminta lebih banyak waktu serta

mempertimbangkan banyak hal. Berlayar untuk periode satu tahun,

dengan membawa misi dakwah bukanlah hal yang mudah diputuskan.

Saya mungkin akan merindukan kebebasan angkasa ..atau tentang

daratan yang mungkin hanya bisa kupandangi dari kajauhan..tapi

keputusan untuk bergabung dengan mereka pada akhirnya menjadi

keputusan terbaik yang pernah saya lakukan.

Kata Soe Hok Gie, kita berbeda dalam semua, kecuali dalam cinta.

Sayangnya definisi cinta bagi kami kadang tak sama. Mungkin inilah

salah satu keunikan dari kebersamaan kami. Terlampau banyak

perbedaan yang menyita ruang untuk berdiskusi, menyelami

pemikiran masing-masing. Karena kami sadar diam takkan pernah

menyelesaikan persoalan..meskipun begitu, aksi diam menjadi aksi

favorit yang kami gunakan saat benar-benar lelah dalam perjalanan

ini..

O ya kawan, 10 orang awak kapal yang aku bicarakan tadi adalah 9

manusia luar biasa ditambah aku yang biasa saja, bersatu padu

melangkahkan kaki bersama. Mereka terdiri dari manusia-manusia

yang aku hormati, aku segani, bahkan aku takuti..Mereka indah

dengan cara mereka sendiri. Sembilan orang yang telah menggores

Page 50: The Great Voyage

bekas hingga saya yakin takkan pernah mampu melupakannya.

Membersamai mereka dalam perjalanan ini adalah “sesuatu.”

Perjalanan yang kami lalui tak mulus kawan. Tak jarang ombak beriak

menerjang tak hanya kapal namun juga mengintimidasi awak

kapal..hingga masing-masing mungkin pernah merasa lelah hingga

ingin menyerah. Menyaksikan guncangan dari salah satu anggota ke

anggota yang lain. Bahkan beberapa anggota telah lebih dulu

menyerah dan memutuskan kembali ke daratan. Alhamdulillah, 10

orang ini InshaaAllah akan berjuang hingga akhir. Menggunakan

segenap kemampuan untuk menahan orang-orang yang masih setia

menjadi bagian dari kami.

Begini, aku ceritakan saja padamu tentang mereka, 9 orang itu, di

mataku,,,

Kapten kapal.. dia adalah orang paling hemat dalam bersuara.. Beliau

lebih senang bekerja di balik layar, membuat konten tulisan, membuat

desain poster dan hal semacamnya. Perawakannya tinggi kecil, dan

terlihat sekali jiwa pendiamnya. Meski begitu saya yakin, tekadnya

begitu besar untuk menerima amanah sebagai kapten kapal.

Dedikasinya untuk Islam tak perlu diragukan. Terima kasih Kapten !

Selanjutnya, orang ini kadang bisa jadi sangat menyenangkan. Pun tak

jarang mendapatinya sebagai orang yang sangat menyebalkan.. Dia

sosok calon Bapak yang bertubuh kecil namun dengan pemikiran

Page 51: The Great Voyage

yang briliant. Meski tak jarang pendapatnya berbeda dengan

pendapat kapten kapal. Namun saya yakin perbedaan itulah yang

membuat semuanya indah, berkesan. Terima kasih luar biasa !

Oh wait.. pernah mendengar kriteria perempuan idaman? Anggun,

cantik, dengan otak briliant, agama cemerlang, serta mempunyai

‘kekuatan super.’ Saya melihat itu semua pada kawanku yang satu ini.

Di hadapannya,saya merasa menjadi anak kecil yang harus menggali

banyak ilmu darinya. Hei Syuhada lady..you are amazing !

Kawanku yang satu ini, pemikirannya begitu kritis. Dia tak segan

memberi komentar yang cukup ‘menampar,’ tegas dan cenderung

‘galak.’ Diantara awak kapal yang lain, dia yang paling bisa saya

jadikan tempat membuang unek2. Sudut pandangnya berbeda

dengan sudut pandang saya. Dan yang lebih menyenangkan lagi

adalah dia selalu tertawa meski ceritaku tak lucu. Satu hal yang saya

catat darinya adalah, dia orang yang sangat rasional.. tapi semuanya

hilang saat dia berbelanja. Terima kasih kawankuu !

Dia adalah orang yang pola pikirnya tak pernah bisa saya tebak.

Bahkan saya tidak tahu kapan dia berbicara serius dan kapan dia

bercanda. Sosok periang yang baik hati. Btw, kami memiliki satu baju

yang sama persis. Suatu hari ada pesan masuk darinya, isinya jayus

sekali, irma aku pake baju cokelat yg gambar kucing, km jgn pake baju

itu hari ini yaa.. walhasil dua-duanya tidak ada yang memakai baju

tersebut di hari itu. Thank you kawan..

Page 52: The Great Voyage

Orang-orang mengatakan dia orang paling galak dari 10 awak kapal.

Bagi saya dia tidak hanya galak, tapi juga sangar, aneh, baik sekali

(sesekali) dan ontimers.. salah satu pelajaran yg saya ambil darinya

adalah, dia rela berangkat selepas subuh dari rumahnya yang nun

jauh di negara tetangga demi rapat wanPIs, sementara saya datang

terlambat.. kadang ‘menampar’ memang tidak harus dengan kata2.

Thanks kawan !

This girl.. kritis, cerdas, dan tidak suka bercanda. Pernah sekali dia

bercanda dalam grup, then, semua orang tidak menyadari kalau dia

sedang bercanda. Hal yang saya kagumi adalah, dia memikirkan umat

sangat sangat sangat lebih sering dibanding saya. Bahkan mungkin

dia telah mendedikasikan dirinya untuk umat..luar biasa memang !

Terima kasih teman !

Another girl in this journey..dia berperawakan kecil, namun otaknya

sangat kritis..meski begitu dia tidak bisa galak..rasa sungkan mungkin

yang membuat dia kurang bisa tegas menghadapi orang-orang

disekitarnya..dia tipikal orang yang ramah, rajin, dan pekerja keras. Ah

kamu luar biasa !

Awak kapal yang satu ini, si kerdus, dia partner kerja saya..kami

megelola uang bersama..meski kadang miskom2 tidak jelas,tapi

menyenangkan sekali bekerja dengannya.ritme kerja kami tak sama,

tapi itu yang membuat perjalanan ini lebih berwarna..dan saat saya

kehilangan si kerdus bernama HP, dia menjadi super hero yang

Page 53: The Great Voyage

mewakili saya menyampaikan pesan keuangan pada semua lini..haha,

terima kasih kawanku..tetaplah menjadi si kedus yang luar biasa !

Terima kasih kawan..berjalan, berjuang bersama kalian..takkan

terlupakan.

Storyline by SYARIEF AWAD UMAR

Aaah.. entah harus darimana perjalanan panjang ini ku

ceritakan. Yang pasti aku berhasil mencapai di pulau idaman para

bajak laut, yakni pulau ‘imonoke’. Tahun pertama ku disini aku

mengalami banyak gegar gempita karena perbedaan dari pulau ku

tempati sebelumnya yakni pulau ‘al rahza’. Disini aku melihat segala

macam bajak laut dari yang konyol, kerdus dan jenius.

Singkat cerita aku diajak oleh salah seorang temanku untuk

berpetualang ke suatu pulau misterius yang bernama Second untuk

mengantarkan harta karun. Disini aku diamanahkan sebagai navigator

untuk mencari emas demi kelangsungan perjalanan kapal kami untuk

mencapai pulau Second. Dengan penuh rintangan dan kekerdusan

lainnya, kami berhasil mengantarkan harta karun kami, walaupun

kapten kapal kami mengalami luka-luka berat. Atas dasar partisipasiku

tersebut, ditahun berikutnya aku ditawari untuk menjadi ketua pencari

emas dalam suatu ekspedisi selama satu tahun. Sempat ragu

memikirkan, ah tapi ya sudahlah lebih baik untuk mencari

pengalaman bukan? Lagipula ekspedisi ini banyak berkahnya~ .

Page 54: The Great Voyage

Akhirnya sampailah aku pada suatu keputusan untuk menjadi

bagian dari ketua pencari emas. Menjadi ketua pencari emas aku

memutuskan untuk tetap menggunakan trik dagangku yang terbukti

sangat berhasil ketika menjadi navigator pencari emas pulau Second.

Tidak lain tidak bukan trik dagangku ialah menjual Anabas dengan

harga miring. Alhamdulillah dagangan Anabas selalu laku bak kacang

goreng bahkan dari hari sebelumnya sudah dicari-cari oleh penduduk

Imonoke. Selain menjual anabas, ada satu masalah yang diwariskan

dari tahun-tahun sebelumnya. Sebagai ketua pencari emas, kapal ini

memiliki suatu asset yakni toko eeb yang terletak strategis di pulau

Imonoke, Namun asset dari toko ‘Eeb’ berantakan dan menjual

barang yang bukan keahlianku. Aku menyerahkan bagian toko Eeb

sepenuhnya kepada itnana yang menjadi wakil ketua pencari emas.

Singkat cerita banyak emas yang telah berhasil timku kumpulkan

digunakan untuk membayar sewa kepada pemilik tanah toko Eeb

tanpa return yang sebanding dari toko Eeb. Selain itu, kepemilikan

dengan toko Eeb ternyata dimiliki juga oleh kak VV. Sampai di tahun

akhir jerih payah timku berhasil mencapai target yang aku canangkan

dan tentu saja lebih baik dari tahun sebelumnya.

Tahun terakhir, aku ditawari oleh kapten kapal yang baru untuk

menjadi bendahara emas kapal ini. Sesungguhnya tidak semudah itu

untuk menerima amanah ini. Aku melakukan diskusi dengan

sahabatku yang dahulu menjadi kapten kapal Second. Akhirnya

dengan berbagai pertimbangan aku menyetujui untuk menerima

Page 55: The Great Voyage

amanah tersebut. Berat... sungguh berat menyimpan harta emas ini,

berat dalam arti terkadang emasnya tidak ada. Untuk mencari emas

aku mendapatkan ketua pencari emas yang giat yakni Kak Lurun dan

pemuda kerdus yang sebelumnya satu tim denganku yakni Labqi.

Bersama dengan orang- orang ini kami mencari emas dengan cara

yang baru, yang bertujuan untuk mengembangkan skill-skill tim kami.

Ditahun ini aku kapten kapal lain, memutuskan mengambil suatu

keputusan penting yakni melepas toko eeb kepada alumni

pengendara kapal ini.Selanjutnya atas masukan Kak Lurun aku

menggelontorkan emas untuk mendirikan toko online bernama

etannaj yang diurus oleh Kak Lurun dan Amme. Selanjutnya .

terbentuk tim kecil untuk menuju pulau preneurs yang penuh dengan

ombak,petir, ikan hiu, ikan paus, angin badai, langit gelap,

gurita,cumi-cumi raksasa dan lain-lain yang menggambarkan

ganasnya perjalanan untuk mencapai pulau preneurs tersebut.

Ekspedisi tersebut dipimpin oleh anak muda kawakan yakni Ikrid.

Berbagai perjuangan kami lalui hingga akhirnya salah seorang peserta

preneurs memutuskan untuk melompat kedalam laut karena tidak

kuat melanjutkan perjalanan yang penuh dengan bahaya ini. Namun

badai-badai tersebut telah kami lewati, sekarang kami sudah bisa

melihat, pulau preneurs sudah tidak jauh dari pandangan kami.

Satu hal yang dari sejak dulu membuatku bersemangat untuk

berpetualang dengan kapal ini ialah semangat amal jari’ah yang tidak

bisa ku dapatkan dengan ekspedisi kapal yang lain. Selain itu dikapal

Page 56: The Great Voyage

ini dipenuhi oleh orang-orang yang membuatku nyaman sekali

berada disekeliling mereka. Namun satu hal yang pasti, Dikapal ini aku

menemukan suatu peta hidupku, peta yang tidak ternilai harganya

dibandingkan peta harta karun siapapun. Peta yang membuatku

merasa tersadar bahwa tujuan dari dunia ini adalah untuk menggapai

Ridho-Nya.

The Voyage

By JAUZA A RACHMA

Tak pernah terbayangkan atau terpikirkan sebelumnya, aku

akan melangkahkan kaki di kapal ini. Kapal dengan orang-orang yang

sudah lama ku kenal walaupun masih terasa asing layaknya kawan

yang telah lama tidak kujumpai. Awalnya muncul perasaan gelisah,

gundah, dan takut. Berbagai pertanyaan terus menerus muncul dalam

benakku. Apakah ini benar-benar perjalanan yang harus ku tempuh?

Apakah aku akan dapat menyesuaikan diri dengan kondisi kapal,

dengan para penumpang, dan dengan cuaca tak terduga yang

mungkin akan ku jumpai nantinya? Apakah aku dapat membantu

kelancaran perjalanan ini? Dengan sangat berhati-hati ku yakinkan

diriku untuk memasuki kapal, mengikuti pelayaran ini dan

mempersiapkan diri menghadapi segala risiko yang akan terjadi nanti

di lautan.

Page 57: The Great Voyage

Amanah sebagai salah satu kapten kapal bukanlah sesuatu

yang ringan bagiku. Dalam kapal yang sedikit terasa asing ini, aku

mencoba untuk meraba-raba, sedikit demi sedikit mendalami seluk

beluk kapal, ekspektasi dari kapten-kapten lain dan berbagai

peraturan yang telah ada dalam kapal. Waktu yang hanya beberapa

minggu terasa begitu singkat bagiku untuk mengetahui itu semua.

Hanya dengan bermodalkan pengalaman yang tidak seberapa,

dorongan kawan-kawanku, dan sedikit kenekatan, aku berani

menjalankan amanah ini.

Banyak hal menarik yang kutemui sejak masuk ke dalam

kapal. Para kapten kapal lain adalah orang-orang luar biasa dengan

semangat yang luar biasa pula. Setiap kapten kapal memiliki keunikan

masing-masing, yang jujur selama ini baru kutemui di kapal ini.

Keunikan inilah yang membuat perbedaan pendapat tidak hanya satu

atau dua kali terjadi tetapi itulah yang membuat barisan kapten ini

begitu istimewa. Segala perbedaan pendapat tersebut tidak lain

karena semangat setiap kapten yang selalu ingin memberikan yang

terbaik untuk kapal. Sejak bertemu mereka lah aku mulai menyadari,

perjalanan ini tidak akan menjadi perjalanan yang mudah tetapi

bukan berarti tidak dapat dilalui dan diubah menjadi perjalanan yang

menyenangkan.

Setelah seluruh kapten terkumpul, mulailah kami mencari

para awak kapal. Cukup banyak orang yang ingin menjadi awak kapal.

Setiap calon memiliki karakter yang berbeda-beda dan keahlian-

Page 58: The Great Voyage

keahlian yang luar biasa. Akan tetapi karakter dan keahlian bukan

menjadi satu-satunya penentu terpilihnya seorang awak kapal,

kesiapan, ketangguhan, perencanaan dan semangat juga menjadi

salah satu kunci utama untuk dapat masuk menjadi awak kapal. Dari

proses berbagai pertimbangan, terpilih lah 24 awak kapal super

dengan berbagai latar belakang dan kemampuan. Dengan perekrutan

awak kapal ini, setengah persiapan pelayaran telah dilakukan.

Langkah terakhir dari persiapan pelayaran adalah

pengangkutan personil. Dari banyaknya calon personil, hanya orang-

orang yang dianggap tangguh saja yang dapat memasuki kapal. Para

awak kapal dengan semangat yang membara saling mengajak teman-

teman mereka yang dianggap tangguh untuk mengikuti pelayaran.

Dalam pencarian personil, proses penyeleksian adalah proses yang

paling sulit, rapat besar pun sempat diadakan untuk menentukan

siapa saja yang akhirnya dapat mengikuti pelayaran.

Masuknya para personil adalah proses persiapan terakhir

yang harus dilalui, tetapi tantangan sesuangguhnya baru dimulai,

pelayaran besar ke laut bebas. Ini merupakan pengalaman pertama

bagi seluruh orang yang ada dalam kapal untuk memegang tugas dan

kendali masing-masing. Koordinasi antar para kapten, awak kapal, dan

personil lain menjadi sangat penting. Dengan kondisi laut yang terus

tidak menentu, dapat dipastikan bahwa hanya orang-orang

pemberani, tangguh, dan terpilih lah yang dapat bertahan dan

Page 59: The Great Voyage

menyelesaikan pelayaran ini sedangkan sisanya berguguran satu per

satu atau menyerah di tengah jalan.

Dalam pelayaran, aku bertugas untuk memastikan kinerja dari

para personil kapal berjalan dengan efektif dan efisien sehingga dapat

mencapai tujuan pelayaran dengan sukses. Seorang awak kapal

menjadi partner yang luar biasa hebat dalam melaksanakan tugasku

tersebut. Sosoknya yang berani, cerdas, baik hati dan pandai

berbicara di muka umum menjadi alasan ia cukup disegani oleh para

personil kapal yang lain. Sesibuk apapun, dia tetap akan memikirkan

tugas yang telah menjadi tanggung jawabnya dan secara aktif

memberikan berbagai masukan yang solutif agar pelayaran dapat

berjalan dengan lebih baik.

Di samping awak kapal tersebut, ada enam orang istimewa

yang juga ikut membantu dalam pelaksanaan tugasku. Pertama kali

bertemu mereka, ada perasaan khawatir yang menyelimuti, bukan

karena kompetensi mereka, jujur mereka sangat kompeten, tetapi

lebih karena karakter mereka yang sangat beragam dan kurangnya

kemampuanku dalam memimpin orang yang begitu beragam.

Sebagai salah satu kapten, banyak hal di luar tugas utamaku yang

harus kulakukan. Tugas yang ku pegang semakin banyak dan besar

sehingga begitu banyak waktu yang tidak sempat kuluangkan untuk

mereka. Hal ini lah yang paling aku sesali selama pelayaran ini.

Page 60: The Great Voyage

Hal yang paling aku takutkan ternyata menjadi kenyataan. Di

tengah pelayaran, beberapa personil yang kurang tangguh mulai

berguguran satu per satu. Walaupun orang yang bertahan cukup

banyak, hal ini sungguh sangat disesalkan apalagi ada dua orang

personil yang ikut membantuku yang juga tidak dapat menyelesaikan

pelayaran sampai akhir. Dengan orang-orang yang bertahan, kapal ini

harus terus melanjutkan pelayarannya sampai akhir apapun

konsekuensinya.

Selama perjalanan, tidak jarang kami kekurangan uang dan

tenaga. Dalam keadaan seperti itu orang-orang cenderung menjadi

sensitif. Konflik antar personil juga tidak dapat dihindari. Sepertinya

tidak ada hari yang lepas dari konflik. Akan tetapi di samping itu

semua, kami menjadi jauh lebih dekat satu sama lain. Pelayaran ini

jelas telah memberikan keluarga baru bagi orang-orang yang

mengikutinya.

Satu tahun pelayaran sungguh sangat tidak terasa. Berbagai

suka duka, air mata dan canda tawa, kami bagi bersama. Layaknya

sebuah keluarga, kami bagaikan keluarga yang tidak pernah tenang

dari suatu masalah, hampir selalu saja ada tantangan dan rintangan

dalam setiap tempat yang kami lalui. Tetapi bukankah itu arti keluarga

sebenarnya? Bukan hanya kegembiraan yang kami bagi tetapi juga

kesedihan. Satu hal yang pasti, pelayaran ini telah memberikanku

sebuah pelajaran berarti, pelajaran tentang berbagi dan memahami.

Page 61: The Great Voyage

MUHAMAD HARRY KURNIAWAN

“People come people go,

People learn people change,

People heart people forgive,

But, never forget”

FSI FEUI | Enlighten Up | Allahu Akbar... FSI FEUI | Rumah Ukhuwah

Kita | Allahu Akbar. Ya, itu adalah slogan dua tahun terakhir

kepengurusan sebuah kapal besar yang bernama FSI FEUI. Kapal itu

sederhana, namun di dalamnya terdapat banyak sekali ruangan yang

amat indah, interior-nya berlian, suasananya menenangkan,

penghuninya menyenangkan, terasa sekali aroma keberkahan yang

berlapis-lapis tiada batas.

Tak terasa kapal besar ini sebentar lagi akan berlabuh, rasanya seperti

baru kemarin saja ketika Kapten Ariz menyerahkan tampuk nahkoda

baru kepada Kapten Berlin. Ya, tepatnya pada musim dingin tahun

lalu. Gegap gempita itu tak berlangsung lama, Kapten Berlin harus

dengan cepat memilih kelasi kapal untuk kembali berlayar. Tak sampai

sebulan, sang Kapten berhasil membentuk formasi bintang. Belum

selesai sampai disana, persiapan dilanjutkan dengan pencarian awak

kapal dengan spesialisasinya masing-masing. Kapal ini membutuhkan

mereka yang hebat dalam berpikir, berdiskusi, mengelola pundi

secara Islami, mengurus geladak, pandai mengerti orang lain dan

Page 62: The Great Voyage

sebagainya. Kemudian para kapten membuka peluang seluas-luasnya

bagi siapapun yang berani mengarungi arus samudera yang tidak

selalu menjamin kebagahagiaan dan ketenangan di dalamnya, namun

tujuan akhirnya menjanjikan buah manis yang hanya dapat dirasakan

bagi mereka yang percaya.

Pintu Masuk

Ketika peluang itu dibuka aku pun dihubungi untuk ikut bergabung

oleh salah satu awak kapal, yaitu Piliv. Petinggi kapal bidang satu

penuh dedikasi yang tahun lalu juga menjadi wakil kepala geladak, oh

ya beliau itu wanita by the way. Aku sempat bingung menentukan, ini

hal yang tidak mudah. Musim sebelumnya aku juga tergabung

bersama mereka, jadi aku mendapat pengalaman berlayar walaupun

hanya sebagai awak kapal. Pada saat ituada beberapa kapal yang juga

melambai-lambaikan kesempatan bergabung. Aku perlu beberapa

hari untuk menentukan pilihan. Di dalam waktu-waktu yang sunyi,

melihat ke dalam diri, kontemplasi arah hidup, menimbang cost-

benefit, itu merupakan sekelumit cara yang digunakan untuk

menentukan pilihan. Tak hanya itu di dalam pergulatan ini, secara

sadar atau tidak kita bisa lebih memahami preferensi diri sendiri. Aku

menjadi semakin tahu kalau aku adalah tipe yang lebih menyukai

penyeimbangan pencapaian terhadap berbagai tujuan bukan

menghilangkan salah satunya dan juga ternyata faktor pendapat

orang masih mengambil proporsi yang cukup besar bagi tindakanku.

Maka aku-pun memutuskan untuk bergabung mengikuti proses

Page 63: The Great Voyage

seleksi. Ketat, terdapat tiga orang lain yang ikut serta dua diantaranya

teman satu geladak tahun lalu dan satu lagi bekerja pada geladak lain.

Hanya dua personil yang akan terpilih. Diakhir seleksi diumumkan

ternyata aku diterima sebagai kepala geladak dan satu lagi yang

terpilih adalah, jeng..jeng..jeng dialah Bung Iqi. Di luar dugaan, aku

kira yang akan membersamai-ku adalah Mba Rumi rekan

seperjuangan musim sebelumnya. Tapi aku yakin pasti ada hikmah

terserak yang aku belum pahami saat itu. Dan pada akhirnya semua

pengurus harian geladak lengkap.

Pelayaran

Kapten Berlin bersama Bung Inul, administratur pendamping Kapten,

segera merapatkan barisan. Di bawah malam yang teduh seluruh

personil kapal berkumpul di sebuah tempat bersahaja bernama MuFe.

Di sanalah awal mula barisan benar-benar merapat dengan rapi.

Rencana pelayaran disusun secara komprehensif. Kemudian saatnya

mengundang staff kapal. Tak perlu waktu yang lama, maka lengkaplah

seluruh personil kapal berjumlah 118. Ada penasihat, petinggi kapal,

pengurus harian geladak dan staff.

Pelayaran panjang-pun dimulai. Penjelasan arah sangat dibutuhkan

untuk menyatukan pandangan, di awal pelayaran para personil harus

paham visi, misi, budaya kapal FSI ini. Aku bersama Iqi mengarahkan

geladak SKIS. Geladak yang berisi staff-staff dengan determinasi dan

pengetahuan level bintang. Ada Baskoro, Jannath, Aziz, Inanoo, Said,

Page 64: The Great Voyage

Raul, Ibroh dan Medina. Sebagai geladak yang ditugaskan berpikir,

berdiskusi, bergerak SKIS dipenuhi dengan upaya pencerdasan awak

kapal lain. Sebagai upaya inklusivitas FSI, SKIS berusaha mengundang

kapal-kapal lain untuk bersama menimba pengetahuan keislaman dan

bersama geladak lain membumikan nilai-nilai mulia kepada segenap

penjuru kapal yang berlayarbersama dari pelabuhan FEUI maupun

pelabuhan lain di negara UI.

Gelombang

Pelayaran besar menyajikan pemandangan indah dan tentunya badai

gelombang. Kebersamaan membuat program dakwah yang dijalankan

lebih mudah, terlebih kita bisa mendapat pelajaran. Atmosfir SKIS

dibuat senyaman mungkin, mencoba agar para staff tidak tertekan

dengan amanah namun bisa juga melakukan akselerasi dalam

program yang dijalankan. Sebagaimana kata pepatah “pelaut yang

hebat lahir ditengah badai bukan dari pelayaran yang tenang” begitu

pula dinamika yang terjadi pada personil SKIS. FSI dituntut untuk

menjadi lembaga yang inklusif, dari sana bersama kita memacu

seluruh potensi mulai dari penamaan acara, pemilihan pembicara,

tempat dan format acara yang kami rasa bisa diterima oleh seluruh

khalayak para pelaut di luar kapal FSI meskipun akibatnya butuh

tenaga lebih, molornya deadline acara dan juga koordinasi yang harus

dicukupkan. Kemudian dinamika personil, yang meminjam istilah

bung Umar(petinggi kapal), kerdus. Ada kalanya personil memiliki

Page 65: The Great Voyage

kesibukan tinggi entah dari bidang akademik, sosial atau sebagainya

sehingga tanggung jawab terabaikan.

Sejatinya hampir seluruh masalah dapat kita selesaikan dalam waktu

yang singkat. Hanya saja kerap kita temui keadaan dimana kita

mempersulit diri sendiri, dengan menunda pekerjaan meremehkan

masalah kecil dan ceroboh sehingga kita butuh bantuan orang lain

untuk menyelesaikan masalah. Itu-lah keadaan yang bisa menjadi

cerminan untuk beberapa masalah koordinasi dan keterlambatan di

dalam geladak SKIS, bahkan mungkin juga kapal FSI. Kepala dan wakil

kepala geladak SKIS berusaha seoptimal mungkin dapat mendorong

para awak dapat berkembang seiring dengan berjalannya program

dakwah, bukan hanya sekadar menjalankan tapi mereka juga

melakukan proses learning by doing, kemudian belajar mengambil

keputusan sehingga soft skill dapat terlatih. Meskipun di masa depan

tetap ada evaluasi dengan cara ini agar kualitas pelaksanaan prodak

dapat ikut meningkat lebih cepat.

Akhirnya, kapal FSI musim ini sebentar lagi berlabuh. Sudahkah kapal

ini memberikan harapan para personilnya. Atau jangan-jangan

sebenarnya yang harus dicapai setiap musim adalah hanya

melengkapi wilayah penaklukkan, wilayah penaklukkanbaru yang

sudah dicapai suatu kapal setiap musimnya. Sehingga pada suatu saat

kelak wilayah itu akan lengkap seluruhnya, sehingga peradaban

dengan nilai-nilai mulia Islam benar-benar disadari dan dilaksanakan.

Page 66: The Great Voyage

Sebentar lagi perpisahan itu akan kembali terjadi..

Kisah yang dibangun di dalam kapal ini hampir setahun ke belakang

akan menjadi sejarah. Aku selalu merasa terharu menjelang

perpisahan, banyak sekali evaluasi untuk perjalanan berikutnya. Aku

tidak menyesal, namun mengambil pelajaran bukanlah suatu

kesalahan karena setiap tahun rasanya akan selalu ada pelajaran

dalam setiap pelayaran. Tak mudah rasanya melepaskan “lagi” apa

yang sudah terbangun ini. Ya kata lagi sebagaimana satu tahun lalu

ketika aku hanya staff kapal yang sudah kerasan berlayar bersama

kapal ini. Apakah di musim depan rasa, jalinan, pelajaran akan sama.

Duh, rasanya tak ingin pelayaran ini cepat berakhir. Tetapi,

sebagaimana kata pepatah ini

“People come people go,

People learn people change,

People heart people forgive,

But, never forget”

Aku akan terus ingat dengan semua pelajaran dalam pelayaran ini,

aku tak ingin melupakan setiap orang yang sudah kukenal dalam

pelayaran ini. Senang rasanya bila suatu saat kita bisa kembali saling

membantu dalam memudahkan segala urusan dalam hidup ini.

Sekarang saatnya kembali merefleksikan perjalanan berikutnya,

apakah aku masih akan berlayar di kapal yang sama atau harus

Page 67: The Great Voyage

berpindah, atau bahkan tak perlu berlayar tapi menggembala, atau

memancing atau menikmati hidup di tempat lain. Sudah ada angin

bertiup yang membuatku melihat keindahan di tempat lain, sudah ada

panorama yang masuk daftar penjelajahan-ku selanjutnya, bahkan

ada lambaian yang menawarkan kemungkinan lain.

Biarlah angin membawa kelak, kearah datangnya pertanda, ke tempat

yang belum ditaklukkan, untuk menuliskan sejarah baru, sementara

itu aku di sini bersiap...

GREAT VOYAGE

Sebuah Cerita Mengarungi Lautan Cinta di Kapal Biru 2013-2014

By Rifqi Hendria

Tersebutlah seorang anak yang baru pertama kalinya

menginjakkan kakinya di pulau yang berpasir abu-abu. Kaka namanya.

Terdengar seperti nama seorang pemain bola? Iya memang. Cerita ini

kan konotasi.

Di pulau berpasir abu-abu itu ia dipertemukan dengan orang-

orang di dalam sebuah kelompok yang anggota-anggotanya terdiri

dari pendatang-pendatang baru yang sengaja berlayar ke pulau ini

dan berhasil, tidak sengaja menemukan pulau ini, kehilangan arah,

atau bahkan tidak sengaja terdampar di pulau ini. Di antara

pelancong-pelancong di dalam kelompok tersebut, Kaka bertemu

Page 68: The Great Voyage

dengan Jangkers—seorang yang tega menelan sahabatnya sendiri

karena saking cintanya ia dengan sahabatnya, dan Aa Jimmy—aa

yang suka ngelantur, tapi jago taekwondo. Enam bulan setelah

pertemuan perdana mereka itu mereka bersama-sama mengarungi

samudera cinta, dan tidak terasa, mereka telah mengarunginya

bersama-sama selama dua tahun, walaupun berbeda peran, tetapi di

dalam kapal yang sama, kapal biru.

Hari demi hari dilalui oleh Kaka, sampai pada saatnya di pulau

berpasir abu-abu itu sedang mengadakan pendaftaran pelayaran

episode pertama, episode pelayaran pendek. Kaka pun kesana kemari,

celingak celinguk, melihat-lihat, namun tidak memperhatikan. Tidak

ada yang menarik bagi Kaka, ia dulu hanya seorang fanatik salah satu

game sepakbola virtual, tidak peduli dengan kepanitiaan bla bla bla.

Pelayaran Pendek

Interaksi dengan teman-teman, bertukar pikiran, membuat

Kaka tertarik untuk ikut pelayaran pendek itu. Ia pun mendaftar salah

satu pelayaran yang awak-awaknya berseragam merah, namun

kapalnya berwarna hijau. Sementara itu, Kaka juga mempunyai tugas

berlayar di kapal yang lain, kapal biru. Ada seorang kerdus dari Yaman

yang mengajaknya untuk mengikuti pelayaran pendek kapal biru yang

pada edisi pelayaran kali itu, awak kapalnya berseragam putih.

Nakhodanya adalah si kerdus rapper.

Page 69: The Great Voyage

Edisi pelayaran pendek pun telah berakhir. Pulau berpasir abu-

abu pun kembali dimeriahkan dengan episode kedua, episode

pelayaran panjang. Kaka yang tadinya bergabung di pelayaran pendek

kapal hijau tertarik untuk bergabung kembali dengan kapal hijau di

edisi pelayaran panjang kali ini. Namun di lain sisi, si kerdus dari

Yaman tiba-tiba mengajak Kaka untuk bergabung di pelayaran

panjang kapal biru untuk kedua kalinya.

Pelayaran Panjang

Singkat cerita, biar nggak pada mager bacanya, Kaka memilih

untuk melanjutkan pelayaran panjang bersama kapal biru, ia bekerja

sebagai awak kapal yang bertugas mencari harta karun di pelayaran

itu. Ia bekerja bersama bos Yaman kerdus dan wakil bos serta big

boss yang namanya nyerempet, Ananti dan Anti. Tidak lupa pula kita

berikan credit kepada Muiqra, sang diver yang kebanyakan

tenggelamnya, yang kini telah terselamatkan dan menjadi wakil bos

pencari harta karun.

Tidak terasa, setahun telah Kaka lalui. Pelayaran itu pun sampai

pada ujungnya. Kapten Fariz Sparrow mentitahkan pelayaran kapal

selanjutnya kepada kapten Handy Suparrow.

Lagi, kapal biru membuka pendaftaran pelayaran panjang yang

kedua kalinya semenjak Kaka menginjakkan kakinya di pulau berpasir

abu-abu itu.

Page 70: The Great Voyage

Kaka pun bingung, apakah ia akan mendaftar lagi pada

pelayaran kapal biru untuk kedua kalinya. Apakah ia memang benar-

benar butuh berlayar dengan kapal biru itu. Apakah kapal biru itu

akan memberikan pelayaran yang lebih sensasional dan menantang

dibanding pelayaran sebelumnya. Kaka bergumam dalam otak seraya

berpikir keras dalam hati. Kaka kembali celingak-celinguk, melihat

kesana kemari, scroll up scroll down. Hambatan lain yang mencegah

Kaka untuk mendapatkan tiket masuk kapal adalah orangtua Kaka

yang keberatan untuk mengizinkan Kaka mengikuti pelayaran itu

kembali, dikarenakan Kaka pernah sekali terjun bebas tanpa parasut

dari pesawat akademik. Namun, Kaka menjelaskan bahwa ia sangat

butuh pelayaran tersebut untuk memperkaya pengalamannya dalam

hal berenang mengarungi lautan Ilmu Islam, mendapatkan teman dan

lingkungan yang senantiasa menjaga imannya, serta menyelam untuk

menyelamatkan orang-orang yang tenggelam di dasar lautan cinta

dunia. Akhirnya orangtua Kaka pun mengizinkan.

Tiba-tiba Kaka mendapatkan surat wasiat dari wakil bos pencari

harta karun terdahulu. Isi suratnya adalah mengajak Kaka untuk

bergabung kembali di pelayaran yang kedua dengan menjadi bos

atau wakil bos pencari harta karun. Jreng jreng. Kaka kembali galau

seperti butiran debu. Di dalam otaknya ia berpikir, di dalam hatinya ia

berdzikir << inilah yang akan menjadi jargon pelayaran Kaka untuk

setahun ke depan. Ya, setelah berpikir dalam hati dan berdzikir dalam

otak, Kaka memutuskan untuk memilih peran pelayarannya antara

Page 71: The Great Voyage

menjadi penggerak utama kapal atau kembali menjadi pengumpul

harta karun. Kaka pun masih bingung, ia membuat Grand Map untuk

kedua peran tersebut. Ia pun kembali berpikir keras dalam hati dan

berdzikir lembut dalam otak, dan memperhatikan dengan seksama

foto dari kapten dan big boss tiap bidang dari kapal biru pada

pelayaran kedua kali ini. Ia pun melihat bahwa si kerdus Yaman

sekarang telah menjadi big boss pengumpul harta karun. Seakan tak

percaya, ia pun mengambil lup, mikroskop elektron, bahkan

menggunakan jasa bantuan pakar telematika Roy Suryo untuk

memastikan apakah foto tersebut asli. Memang si kerdus Yaman

sangat ahli dalam strategi mengumpulkan harta karun, tetapi Kaka

bergumam “masa iya gua ketemu si kerdus Yaman lagi, ga bosen

apa?” Hahahah damai bang :D . Kaka pun mencari tantangan baru,

tekad bulat Kaka adalah mengikuti pelayaran dengan peran sebagai

wakil bos penggerak utama kapal di subbidang memperluas

pengaruh kapal dan mengkaji badai-badai yang tengah terjadi di

samudera.

Pelayaran Panjang Episode Kedua

Kaka pun bertemu dengan partnernya, Kokoh. Kokoh dan Kaka,

terdengar serasi namun dipaksakan. Mereka berdua mengarungi

pelayaran sebagai bos dan wakil bos di subbidang yang

bertugasmemperluas pengaruh kapal dan mengkaji badai-badai yang

tengah terjadi di samudera.

Page 72: The Great Voyage

Sampailah pada saatnya pembukaan pendaftaran pelayaran

bagi awak-awak kapal. Kokoh dan Kaka pun memilih siapa awak yang

tepat untuk mengisi peran di bidang yang mereka supervisi.

Dan mereka pun mendapatkan awak-awak kapal tangguh

tersebut, setelah melalui diskusi, pertikaian, dan unjuk rasa yang alot

di antara kedua puluh empat bos dan wakil bos serta sepuluh jajaran

kapten dan big boss pelayaran kapal biru. Awak-awak kapal yang

terpiliih itu ialah Syekh, Omar, Pak Pol, Broh, Raul, Bayi Madinah, MJ,

dan Economics. Awak-awak kapal yang memiliki kepribadian dan

tingkah polah yang berbeda antara satu dengan lainnya.Setelah

melalui pertimbangan berat badan masing-masing, kami memutuskan

untuk mengganti nama kami sebelumnya yaitu SKISers, karena

terdengar seperti nama salah satu pesawat sederhana. Atas usulan

dari MJ, kami menamai diri kami SKISians.

Mereka bersepuluh mulai mengarungi lautan Islam dengan

badai-badai hedonisme yang terjadi di dalamnya. Bidang penggerak

utama kapal ini dipimpin oleh big boss Olive Oil, yang telah

mendapatkan mandat dari Popeye si pelaut. Di bidang penggerak

utama kapal ini juga terdapat subbidang perompak syariah yang

jajaran bosnya adalah Dito, Dedeh, dan Vemo.

Terapung, tenggelam, bahkan melayang pun dilalui oleh

SKISians. Semangat di awal ditandai dengan rapat yang selalu dihadiri

penuh oleh para awak kapal hingga sama sekali tidak pernah full

Page 73: The Great Voyage

team. Cahaya SKIS bagi pelayaran kapal biru tampak terang di awal,

ditandai dengan kajian Siroh perdana sukses diselenggarakan.

Badai

Namun, seiring berjalannya kapal mengarungi lautan yang

penuh dengan badai hedonisme, muncul badai-badai lain yang tidak

kalah trengginasnya, mulai dari badai el magero, el ngareto, el

ngilango, hingga el demoto. Cahaya SKIS pun mulai redup, diawali

dengan kelalaian dari sisi permintaan publikasi kepada bidang Mati

Tetap Islam, kurangnya wisatawan yang hadir di museum Siroh dan

Oasis, kotak hitam Oasis interactive yang terdampar entah dimana

setelah kecelakaan pesawat oleh pilot Omar, perginya Bayi Madinah

entah hanyut ke sungai Nil atau Ciliwung, perginya Pak Pol

menunaikan tugas Negara di daerah perbatasan, hingga perginya

Broh menunaikan tugasnya di subbidang perompak syariah.

Kokoh dan Kaka pun mulai pusing, ditambah lagi Kaka yang

sering berulah sehingga malah menambah kepuyengan Kokoh. Kokoh

si pelancong dari planet Bekasi dan barangkali memiliki saudara yang

bernama Basuki dengan kapasitasnya sebagai bos, berinisiatif untuk

kembali menghidupkan cahaya SKIS yang telah redup seredup-

redupnya, entahlah caranya dengan mengambil cahaya matahari yang

kelewat panas di Bekasi dan menanamkannya di SKIS atau apapun itu.

Kokoh pun kembali menghidupkan cahaya SKIS bekerjasama dengan

Kaka.

Page 74: The Great Voyage

Cahaya itu Kembali

Dengan kembalinya para awak kapal, perlahan cahaya SKIS

kembali menerangi pelayaran kapal. Tulisan-tulisan tetap diproduksi

oleh SKISians, kultwit, dan juga konsisten mengadakan open museum

Siroh dan Oasis. Cahaya SKIS juga diterangi oleh diadakannya survey

minat warga pulau berpasir abu-abu terhadap open museum yang

diadakan kapal biru. Cahaya SKIS juga diterangi oleh hati besar yang

berwarna-warni yang tertambat di layar mading kapal biru di gedung

A, hati yang dipenuhi oleh harapan dan cita-cita pribadi dari warga

pulau berpasir abu-abu. Cahaya SKIS kembali diterangi oleh Oasis

Interactive, rutinnya diskusi via WhatsApp yang diisi oleh pelancong

dari penghuni pulau berpasir abu-abu bahkan hingga Negara makara

kuning, bahkan hingga benua Sumatra pun juga ada. WhatsApp

tausiyah serta One Day One Juz (ODOJ) pulau berpasir abu-abu pun

mulai dirintis untuk aktif kembali, tidak lupa pula kotak hitam Oasis

Interactive yang telah ditemukan dan pilot Omar yang dinyatakan

selamat setelah beku selama 100 tahun selayaknya Captain America,

serta kapal biru bersuara pun dapat terselenggara sebanyak 2 kali.

Cahaya SKIS juga diperkuat brightnessnya oleh keberhasilan

kontingen pulau berpasir abu-abu merebut juara umum kedua di

kancah Negara Makara Kuning Quranic Olympiad.

Dan tak terasa pelayaran itu harus berakhir, memang sudah

hukum alam, ada pertemuan dan harus ada perpisahan. Pelayaran itu

tiba di sebuah pulau yang masih berpasir abu-abu, tetapi suasana di

Page 75: The Great Voyage

dalamnya terlihat lebih adem, hedonisme walaupun masih ada,

setidaknya perlahan semakin berkurang dengan adanya pelayaran

kapal biru ini.

Berpisah. . .

Betawi Otentik, Kapten Handy Suparrow, CakZuli, si kerdus

rapper,

si kerdus Yaman, Syuhada Lady, Olive Oil, Atlit Voli,

Pembina Umat, mbak yang seneng manggil orang dengan

dek, kakak pinter.

Dito, Dedeh, Vemo,

Jendral, MP yang terlahir untuk MP,

DVD yang prihatin, Aa Jimmy,

Si designer tangguh, si ganteng yang kegalauannya tak

melebihi kegantengannya,

si kerdus kreatif yang paling gokil kekerdusannya,

Bedebidi, Wahyu,

Miki, Subuh,

Shafa, Firdaus P. Siagian,

Muslimah, Nikmah, Megu, Kak Nurul,

Page 76: The Great Voyage

Muiqra sang qiyadah, Jangkers yang rela menelan

sahabatnya sendiri.

Kalian hebat dengan cara kalian masing-masing, terima kasih

telah menjadi nakhoda dan partner dalam pelayaran kapal biru tahun

ini.

SKIS…

Awak-awak tangguh itu pun pergi satu demi satu menapaki

jejak impian mereka masing-masing. Entah siapa yang akan kembali

berlayar di pelayaran panjang kapal biru.

Syekh, dengan kerendahan hatinya dan ilmu luas yang

dimilikinya menjadikan kesejukan menghampiri SKIS bahkan bagi

pelayaran kapal biru ini. Kita harus banyak belajar dari beliau.

Omar, dengan niat kuatnya, mengajarkan kita bagaimana

caranya menjadi seorang yang tetap tegar. Walaupun pernah jatuh

kandas menjadi pilot, ia tetap tegar dan kembali bangkit dengan

kekuatannya.

Pak Pol, walaupun pernah menjalani tugas kenegaraan di

daerah perbatasan dan meninggalkan kami sementara waktu, ia

kembali dengan jiwa kepolisian yang dimilikinya membuat SKIS yang

dihuni oleh pria-pria yang tidak seperti dirinya, menjadi SKIS yang

berotot, baik badan, hati, maupun otak.

Page 77: The Great Voyage

Broh, si penulis ulung, selain berlayar bersama kapal biru, ia

juga berlayar bersama kapal merah marun. Walaupun sering diterjang

ombak dari salah satu subbidang perompak syariah, ia tetap tegar

untuk berkontribusi di SKIS.

MJ, bukan penyanyi pop kondang yang sudah di alam baka.

Kurang lebih sama seperti Syekh, sosoknya yang kalem, ngomong

seperlunya, patut diacungi jempol atas konsistensinya di pelayaran

kapal biru ini.

Bayi Madinah, walaupun ia sering diterjang badai, ia sangat

berperan sebagai pencatat pengeluaran dari SKIS dan kontribusi-

kontribusi lainnya di setiap open museum dari SKIS. Ia memiliki bakat

di dalam English Debate. Terima kasih sudah menjadi finalis Negara

Makara Kuning Quranic Olympiad.

Raul, bukan pemain sepakbola Spanyol. Sangat berjiwa sosial.

Berperan besar dalam pelayaran kapal biru ini. Pada saat SKIS

kekurangan SDM, ia hadir dengan jiwa sosialnya dengan penuh

pemberian.

Economics. Ia memiliki inisial yang sama persis dengan jurusan

yang ia pilih di pulau berpasir abu-abu. Barangkali ia memang

ditakdirkan begitu. Bersama Pak Pol, sosok yang paling periang,

senyum ditebar, tawa ditebar. Sosoknya yang ramah membuat SKIS

yang dihuni oleh sosok-sosok syahdu menjadi SKIS yang berwarna,

hidup, dan dinamik.

Page 78: The Great Voyage

Special thanks to Kokoh. Alien dari Bekasi yang mungkin

kewalahan memiliki seorang wakil seperti Kaka. Jiwa inisiatif sebagai

bos yang dimilikinya mampu membuat SKIS menghalau berbagai

macam ombak dan badai yang ganas. Sosok partner yang serius dan

berintegritas, mampu meredam tingkah polah Kaka yang kebanyakan

ngawur dan bercanda. Saya meminta maaf kepada Kokoh karena

banyak sekali kekurangan-kekurangan yang saya hadirkan untuk

Kokoh sebagai partner kerja sama. Karena seorang Kaka juga

mempunyai kekurangan. Tolong dimaafkan ya Koh.

Terima kasih kepada segenap kru kapal biru yang telah

memberikan pengalaman tak terlupakan, pahit manis pelayaran,

tangis tawa pelayaran. Hanya satu kata lah yang mengikat kita

dimanapun kita berada nantinya, Ukhuwah. Semoga persaudaraan

kita berlanjut hingga di Jannah Allah nanti. Amiin Ya Allah. Kru

InnovAct, kalian luar biasaaa

-Diketik dengan hati, dipikir

dengan tangan-

Bersama Kita Berlayar

By Zaid Abdul Aziz

Page 79: The Great Voyage

Masuk ke FEUI sampai sekarang masih menjadi hal yang saya tidak

percayai. Ya, bagaimana bisa, seorang anak lulusan IPA, murni IPA,

saya tak pernah menyentuh buku-buku IPS di SMA karna memang

kurikulum sekolah saya demikian, bisa masuk ke kampus no. 1 di

negeri ini, di jurusan yang katanya penuh persaingan pula, Akuntansi.

Hal lain yang membuat saya tak percaya pula, saya masuk di tahun

kedua setelah kelulusan saya, yang pada waktu yang sama, saya

masih aktif kuliah di “kampus biru”, kampus yang pelajarannya

bertolak belakang 180 derajat dari kampus ini. memang pernah

tersirat keinginan menjadi seperti ayah, seorang auditor, tapi saya tak

pernah mengira Allah begitu memudahkan jalannya bagi saya.

Memasuki kampus ini, saya sudah menaruh niat untuk terus

berdakwah, dengan sedikt ilmu yang saya punya. Tahun pertama

perkuliahan berjalan, saya masih harus menyesuaikan diri dengan

alam baru saya. Dunia saya di kampus baru ini, berbeda jauh dengan

dunia di kampus yang dahulu. Apalagi untuk orang seperti saya yang

susah gaul dengan orang yang menurut saya terlampau jauh dengan

jalan hidup saya. Itulah mengapa, meski saya tahu disana ada kapal

besar yang bisa menampung orang-orang yang punya tujuan seperti

saya, saya belum bisa memutuskan untuk ikut menumpang di kapal

tersebut, saya masih menimbang, bisakah orang seperti saya, yang tak

ada pengalaman dakwah di dunia real seperti di kampus baru ini, ikut

bergabung dengan kapal besar itu.

Page 80: The Great Voyage

Di tahun kedua, barulah saya memutuskan untuk bergabung dengan

kapal besar itu. Tentu kalian sudah tahu, apa yang saya maksud

dengan kapal besar disini, tak perlu saya menyebutnya secara

tersurat. Saya sadar, pelayaran akan lebih efektif dengan kapal besar,

bukan dengan sekoci atau sampan kecil seperti yang saya lakukan

ketika itu. Alhamdulillah-nya, para nahkoda di kapal tersebut mau

menerima saya, orang yang mungkin tak pernah tersebut namanya di

dunia pergaulan kampus ini. Di kapal ini, saya tak merasa sendiri lagi.

Saya tersadar, ada begitu banyak awak kapal yang tulus untuk terus

bersama mengarahkan kapal agar tetap berada di jalurnya, jalur

dakwah. Saya merasa nyaman di kapal ini.

Akhirnya, jangkar kapal itu diangkat, layarnya dibuka dan Sang

Nahkoda telah memberikan aba-aba untuk berangkat. Dalam kapal

ini, saya ditempatkan bersama sebuah tim yang begitu unik. tim yang

dikepalai oleh seorang yang begitu keren dan pendampingnya yang

berapi-api dan selalu semangat. Ada 7 anggota lainnya dalam tim

tersebut, ada si Ibrahim yang pendiam dan misterius, banyak wawasan

tersimpan dalam diamnya, ada Umar si jangkung yang sudah begitu

akrab dengan saya sebelum bergabung dengan kapal ini, entahlah,

saya pun telah lupa, sejak akapan saya akrab dan kenal dengan bocah

ini. Lalu ada si Tito, si tampan bertubuh atletis yang selalu sigap.

Miftah, Ina, Baby dan Israul, adalah 4 anggota lainnya yang semuanya

gadis cerdas, periang dan bersemangat.

Page 81: The Great Voyage

Pelayaran sebuah kapal tak mungkin hanya berjalan dengan tenang di

lautan. Pasti adakalanya kapal tersebut diterpa hujan badai, angin

yang tak sesuai dengan tujuan kapal, atau gelimbang yang

mengombang-ambingkan kapal. Seperti itu pulalah pelayaran

bersama kapal besar ini. pelayaran tak selamanya berjalan dengan

tenang dan mulus. Adakalanya lekukan wajah kekecewaan, perkataan

ketidakpuasan yang terlontar, atau sikap yang tak disukai muncul dari

perjalan kami selama satu tahun. Tapi itulah bumbu perjalanan, tanpa

tu semua, sebuah perjalan justru tersa hambar dan kurang “greget”.

Dan dari sana pula lah kami banyak belajar, bagaimana seharusnya

kami saling berkompromi dan memaklumi.

Banyak sekali pelajaran yang saya dapat dari perjalanan selama satu

tahun ini dengan mereka. Dengan kedua sang kapten yang selalu

memberi saya masukan dan arahan, walau semua arahan mereka tak

semuanya bisa dan mampu saya jalankan. Semua anggota tim yang

begitu memberi inspirasi bagi saya.

Dan inilah akhir perjalan itu. Sampai tulisan ini dibuat, saya belum

tahu akankah melajutkan pelayaran dengan kapal besar ini atau tidak.

Bagi saya, melanjutkan atau tidak, jalur saya dan kapal ini tetap sama.

Kenangan-kenangan indah di kapal besar itu tidak akan pernah saya

lupakan, meski nanti saya harus membuntutinya dari belakang, atau

berjalan beriringan di sampingnya untuk satu tujuan yang sama,

dakwah ilallah.

Page 82: The Great Voyage

Kalisari, Akhir tahun 2014

Zaid Abdul Aziz

TENTANG KITA

By Miftahul Jannah

Akuntansi, FEUI, tiba-tiba saja melekat padaku. Anak sekolahan

yang dulunya hidup selama tiga tahun di asrama. Memandang Danau

Maninjau dan hamparan perbukitan tiap harinya. Belajar tentang

eksponensial, logaritma, tabel periodik dan rumus-rumus kimia.

Namun kini terdampar di tepi kolam makara, dengan orang-orang

yang sibuk dengan urusannya, membicarakan forecasting, nilai kuis,

rapat ini itu, gaul, dan kurva-kurva. Yeah, inilah FEUI dengan segala

macam simbol hedonismenya. Tapi tak lupa pula ada obrolan tentang

perkumpulan dan organisasi. Yeah, inilah benua abu-abu yang

menyatukan wajah-wajah haus ilmu dari berbagai penjuru.

Ketika masa orientasi mahasiswa baru, dikenalkanlah apa saja

yang ada di FEUI. Segala macam kegiatan ada di sini. Yang suka

olahraga, silahkan. Yang suka seni, difasilitasi. Yang ingin melatih jiwa

kepemimpinan, tersedia. Jika tidak ingin ikut kegiatan apa-apa, juga

siahkan. Menjadi mahasiswa kupu-kupu, belajar siang dan malam,

tidak ada yang melarang. Demikian juga dengan urusan agama. Islam,

Page 83: The Great Voyage

Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, terserah. Bahkan jika kau menjadi

agnostik dan atheis pun, tidak ada yang peduli. Tidak akan ada yang

mengganggu privasimu.

Benarkah tidak ada yang peduli? Di saat itulah, aku

menemukan kapal biru FSI FEUI yang berlayar dengan penuh

kedamaian, mengayomi mahasiswa muslim di FEUI, dan

memperjuangkan serta mensyiarkan kalau Islam itu ada di kampus

yang katanya terbaik di negeri ini. Aku sebagai pendatang baru, yang

merasa tersesat di dunia antah berantah yang memiliki banyak sekali

godaan, merasa memerlukan sebuah pegangan. Aku memerlukan

pedoman untuk melangkah di koridor yang benar. Aku memerlukan

teman-teman untuk bersandar, tempat untuk beristirahat ketika lelah

dengan segala tetek bengek benua abu-abu ini. Di lain sisi, aku juga

ingin menjadi bagian dari orang-orang yang menyatakan bahwa Islam

itu ada di sini. Maka saat itulah aku melihat kalau yang peduli itu ada.

Maka aku memutuskan untuk ikut berlayar bersama kapal besar ini,

kapal FSI FEUI.

Di awal pelayaran, aku sangat bahagia bertemu dengan teman-

teman yang satu visi, satu pandangan, dan satu cita-cita di FSI. Ada si

duo syekh yang kaya ilmu, yang selalu kompak entah sejak kapan.

Yang jelas mereka selalu berkompromi. Ada si Penyair, pujangga

ulung yang pendiam dan kadang misterius, menyembunyikan

segalanya di balik tinta dan kaa-kataya. Ada juga gadis kalem tapi ada

saat dibutuhkan. Ada Pak Komandan yang selalu berapi-api, seperti

Page 84: The Great Voyage

gadis periang yang juga menjadi bagian dari kami. Dan tak lupa ada

gadis kritis yang kadang cerewet. Bersama-sama, kami menjadi anak

buah kapal. Kami dipimpin oleh dua orang kapten. Kami adalah anak-

anak tanpa ibu, dengan dua orang ayah. Kedua orang ayah kami ini

juga selalu kompak dan sabar dalam memberikan instruksi,

menunjukkan arah kepada kami, anak buah kapal yang baru, yang

masih ingusan. Kami adalah sebuah tim yang solid. Di dalam kapal

biru bernama FSI ini, kami menempati geladak bernama SKIS. Di awal

perjalanan, semuanya bersemangat, semuanya menyumbangkan ide-

ide brilian untuk masa depan kapal dan isinya yang lebih baik. Prodak

demi prodak pun terlaksana.

Namun, angin tak selamanya sepoi-sepoi. Ada kalanya ia

menjadi angin ribut. Selama dalam perjalanan, gerimis pun berubah

menjadi hujan deras yang kadang disertai badai. Kami, para awak

kapal biru ini, tidak semuanya tahan dengan cuaca yang kadang tidak

bersahabat ini. Satu persatu, ada yang terserang penyakit karena

cuaca ini. Penyakit apa lagi kalau bukan malas dan kurang peka. Ada

juga yang diam-diam berusaha menyusup ke tempat lain,

meninggalkan kapal biru begitu saja. Padahal saat itu masih banyak

yang harus dibereskan. Ada pengecatan dinding kapal, ada perbaikan

mesin kapal, dan ada juga yang tengah menyiapkan santapan untuk

semua awak kapal. Aku sebagai anak buah pun mencoba tetap

bertahan, bersama yang lainnya juga yang melakukan hal yang sama.

Kami berharap, anak buah kapal yang lain suatu saat akan kembali,

Page 85: The Great Voyage

karena sebenarnya tidak pernah ada yang menyuruh pergi. Kapal ini

selalu terbuka untukku, untukmu, untuk kita, kawan.

Kini di sinilah aku. Memandang lautan lepas dari sisi buritan

kapal. Angin sepoi-sepoi memainkan ujung-ujung jilbabku. Di

kejauhan, nampak sebuah pulau yang menjadi tujuan persinggahan

sementara kapal ini. Pulau Madani-kah itu? Belum, kami masih jauh

dari Pulau Madani. Akan tetapi, kapal perlu berlabuh untuk sesaat,

mengganti dan memperbaiki suku cadang yang rusak, mencari anak

buah kapal yang baru, dan mengisi bahan bakar, agar kembali prima

untuk mengarungi lautan kembali, menelusuri pulau demi pulau,

benua demi benua, hingga nanti suatu saat akhirnya menemukan

Pulau Madani. Angin menghembuskan kabar bahwa perjalanan akan

segera berakhir, sebentar lagi, meski untuk sesaat.

Angin menghembuskan semua kenangan akan kapal ini.

Kuhirup udara dalam-dalam, rakus, seakan ingin menyedot semua

oksigen yang ada, mengisinya penuh ke paru-paruku. Aroma garam

yang kental terasa, sekental keping-keping kenangan yang tiba-tiba

berseliweran tanpa bisa kuhentikan. Kapal ini telah menjadi rumah

ukhuwah bagi kita. Kapal ini telah menjadi saksi bisu bahwa di tengah

ketidakpeldulian dan kerasnya gelombang di luar sana, ada

kelembutan dan cinta yang berdenyut di jantung kapal ini,

mengalirkan energi positif kepada semua penumpangnya. Ah,

semuanya akan segera berlalu. Akhir akan menjadi awal yang baru.

Page 86: The Great Voyage

Akankah aku ikut dengan pelayaran berikutnya? Hanya waktu dan

Tuhan yang tahu.

Kawan, ini cerita bukan tentangku atau tentangmu. Sama sekali

bukan. Ini adalah cerita tentang kita, yang telah berjuang mengarungi

lautan bersama-sama. Apalah artinya anak buah kapal tanpa kapten,

nakhoda, dan anak buah kapal lainnya. Aku hanya bisa berharap,

entah akan melanjutkan pelayaran ini atau bukan, kita tetap bisa

menjadi saudara, bersama-sama saling mengingatkan untuk tidak

tergelincir di dunia yang keras di luar sana, dunia yang sebenarnya.

Terima kasih SKISians dan yang lainnya. Terima kasih untuk menjadi

bagian dari cerita kita. Suatu saat, mari kita satukan mozaik cerita kita

menjadi sebuah mahakarya yang disusun atas dasar cinta karena-Nya.

Depok, Desember 2014

Miftahul Jannah

Page 87: The Great Voyage

A Shining Sailorship

By Dita Anggraini

Dermaga ini sedang sepi. Seluruh kapal sedang berlayar karena

iklim sedang membawa arus hangat ke tengah samudera dan

mengumpulkan seluruh penghuni alam aquatic di sana. Inilah yang

mengundang para pelayar dan nahkoda seluruh sudut bumi

berduyun-duyun mengarungi samudera nan cantik dan menjanjikan

hasil tangkapan segala spesies ikan yang ada. Sementara di daratan,

dalam cuaca tropis yang setiap sorenya memberikan semburat

jingga,satu kapal besar bertulis Great Voyage masih berlabuh,

menenggelamkan jangkarnya dalam-dalam, masih belum akan

berlayar. Di sudut kanan dermaga, di antara kontainer-kontainer yang

siap diangkut, terbentang spanduk pencarian awak kapal yang

bernama Great Voyage. Seorang kapten dan nahkoda inti lainnya

dengan wajah semangat dan antusias menjelaskan sayembara

“Ekspedisi Ukhuwah 14” yang tak lama lagi akan dilayarkan. Terlihat

10 wajah antusias sedang mencari nahkoda-nahkoda spesialis dan

awak kapal yang akan bersama mengarungi samudera. Nahkoda

spesialis itu diperlukan untuk bidang-bidang syiar & keilmuan,

pengabdian dan pelayanan, eksternal, kaderisasi, dan aliansi tanpa

bidang. Sayembara ini mengingatkanku pada sayembara yang sama

persis setahun yang lalu, namun di kapal dan ekspedisi yang berbeda.

Dari kesepuluh wajah bersemangat itu aku kenal semuanya, karena

Page 88: The Great Voyage

kami adalah awak pelayaran ekspedisi Ukhuwah 13, ya ekspedisi

tahun lalu. Namun kini mereka adalah kapten dan nahkoda utama

yang akan memimpin Ekspedisi Ukhuwah 14.

Tahun lalu, Ekspedisi Ukhuwah memang memberikan sejuta

impressi bagi seluruh awal kapalnya. Semangat EnlightenUpmenemani

para nahkodan dan awak kapal mengarungi samudera dan badai yang

bisa setiap saat menerjang. Masih teringat saat tahun lalu ada satu

awak yang akhirnya harus hilang karena hujan badai yang hampir

membalikkan kapal 90 derajat. Tahun ini akan berbeda. Kapal yang

siap dilayarkan telah lengkap dengan perangkat mutakhir yang tahan

arus dan badai.

Entah ini saat yang tepat atau tidak mengunjungi dermaga di

saat seperti ini. Keinginan untuk kembali mengikuti ekspedisi muncul,

mengingat Ekspedisi 13 adalah sebuah pengalaman luar biasa maka

Ekspedisi 14 ini akan sangat menantang tentunya. Ah, kecenderungan

itu semakin menjadi saat senja itu aku meninggalkan dermaga. Apa

yang diperoleh dari ekspedisi Ukhuwah tentunya bukan hanya

tentang memecahkan sebuah perjalanan, tapi ini tentang ukhuwah

yang tak pernah bisa diputuskan oleh dimensi ruang dan waktu. Seisi

kota terkadang terasa terlalu hiruk pikuk untuk berkontempelasi,

maka Ekspedisi Ukhuwah ini adalah pilihan terbaik untuk kembali

menemukan jati diri dan mempelajari hakikat sebuah perjalanan

dengan kompas kehidupan.

Page 89: The Great Voyage

Proses perekrutan awak kapal dan petugas dek kapal pun terus

berjalan hingga 118 pos terisi. Tiba di hari pertama perngumpulan

seluruh awak terpilih untuk menyatukan visi dan misi Ekspedisi

Ukhuwah 14. Dengan semangat Innovaction seluruh awak siap

berlayar menerjang ombak dalam kegagahan kapal Great Voyage.

Jangkar diangkat, layar dibentangkan, haluan diputar menuju

samudera luas.

Aku bertugas di bidang syiar dan keilmuan. Berada di dek

Shine dengan 2 nahkoda lainnya, Yuki dan Yoga. Yuki tak lain adalah

rekan kerjaku di tahun lalu saat Ekspedisi Ukhuwah 13. Kami

memutuskan untuk kembali menempati dek Shine dan membawa

Ekspedisi Ukhuwah 14 ini dengan warna dari dek Shine yang kami

harapkan semakin bersinar. Sementara Yoga adalah nahkoda baru di

dek Shine. Sebelumnya dia awak Ekspedisi Ukhuwah 13 namun kami

berada di dek yang berbeda.

Sebelumnya tak terpikirkan akan menjadi nahkoda utama dek

Shine ini. Tahun lalu ada banyak awak yang menurutku lebih baik dan

kukira akan kembali mendaftar di ekspedisi tahun ini. Terpilihnya Yoga

untuk bergabung di dek Shine ini juga cukup membawa kontroversi

awak lain, sementara aku dan Yuki mungkin bisa dibilang akan

menjadi partner yang klop, meskipun kami berbeda dari segi ekspresi.

Kami membutuhkan dan merekrut 12 awak untuk membantu

dek kami. Jumlah pendaftar yang melebihi kuota cukup membuat

kami pusing memilih awak-awak yang kami harap akan membawa

Page 90: The Great Voyage

kapal ini bersinar lewat dek Shine ini. Satu persatu kami interview dan

seleksi hingga satu hal yang unik dan baru aku sadari di akhir

perekrutan awak adalah sebaian besar yang ditolak adalah awak yang

aku interview secara mandiri, namun sebagian besar yang diterima

adalah mereka yang kami interview bersama.

Inilah nama-nama bersinar yang kami pilih : Syafira, Izuddin,

Sayid, Hillary, Putri, Santoso, Harits, Pertiwi, Alisah, Puspita, Setyo, dan

Maulana. Setiap dari mereka memiliki kelebihan, kekurangan dan

tentunya keunikan masing-masing.

Syafira

Perawakannya tidak terlalu tinggi, pun tidak pendek. Awak

yang satu ini bisa dibilang sebagai kakak bagi awak-awak yang lain

karena usia dan pengalamannya berlayar yang memang terbilang

lebih lama.

Izuddin

Dia adalah awak yang memiliki intonasi paling khas saat

menjawab salam, bak penyanyi dangdut, namun sayang suaranya tak

memiliki cengkok. Izuddin adalah pelayar ganda, dalam satu

pelayaran dia bisa berpindah ke kapal lain yang membutuhkan

manakala kapal kami berpapasan dengan kapal eksekutif.

Sayid

Dek Shine ini tak pernah sepi syair puisi, sajak-sajak pelayaran

tak pernah terlewat kami dengar. Adalah Sayid, awak yang berasal

dari negeri Serambi Mekkah ini piawai dalam menulis bait puisi dan

Page 91: The Great Voyage

menampilkannya dalam pertunjukan yang apik. Sayid adalah salah

satu awak yang mengisi kemeriahan pentas seni Great Voyage

manakala kapal sedang berada di arus tropis dan istirahat sejenak di

tengah samudera dengan koordinat antah berantah.

Hillary

Sempat ada kekhawatiran dengan awak yang satu ini.

Kompetensinya yang cukup baik masih tertutupi masa adaptasi di

awal-awal pelayaran. Mabuk laut cukup membuatnya kewalahan.

Namun, setelah melewati beberapa perbincangan dan pelatihan, dia

bisa menunjukan performanya dilengkapi kolaborasi awak Shine lain.

Putri

Putri adalah awak yang memiliki logat bicara paling khas.

Negeri Purworejo tempatnya berasal begitu melekat dalam imagenya.

Awak yang satu ini begitu giat dan mampu merapikan banyak bagian

administrasi dek Shine. Hampir semua riwayat perjalanan kami dia

dokumentasikan.

Santoso

Ahli logistik yang ulung. Kapal ini tidak pernah kekurangan

distribusi sandang dan pangan meskipun kami hidup hampir setahun

di lautan. Koordinasi dan gerak cepat Santoso bisa diandalkan. Kapal

ini bangga memilikinya.

Harits

Tidak ada yang tidak bisa tertawa jika berbincang dengannya.

Siapa yang tahu, dibalik pembawaannya yang santai dan penuh

Page 92: The Great Voyage

humor, ia memiliki capaian karir yang baik yakni posisi 3 di ajang

sayembara Ekonomi Islam KIEISECOND 14. Santai humor adalah

kekuatannya.

Pertiwi

Terkadang seru melihat Pertiwi yang akan menampakan wajah

yang khas manakala dia sedang stres namun kemudian bisa

berjingkrak saat masalahnya selesai. Pertiwi bisa sangat diandalkan

dalam hal menjaga perolehan peti harta karun di dek Shine. Dia tidak

akan membiarkan siapapun masuk mengambil dinar dengan

seenaknya tanpa otorisasi darinya.

Alisah

Alisah bertugas di bagian kajian peta ekspedisi.

Kemampuannya berdiskusi dengan ahli peta tidak diragukan lagi.

Arah kapal ini semakin jelas dan jarang-jarang koordinat kami

menunjukan kesalahan arah.

Puspita

Awak nan tangguh dibalik kelembutannya. Puspita senang

sekali berdiskusi mencari jalan keluar saat menghadapi masalah.

Sharingadalah salah satu kekuatannya. Dia sendiri terkadang tidak

pernah bisa membayangkan potensi besarnya padahal semuanya luar

biasa!.

Setyo

Diaadalahawak yangmemiliki kemampuan intelektual yang

baik. Kaca mata miopi yang digunakan cukup menunjukan

Page 93: The Great Voyage

kepandaiannya. Urusan penentuan koordinat dan prakiraan cuaca

kami serahkan pada Setyo. Dia adalah peraih skor tertinggi di laga

unjuk kebolehan awak kapal seantero negeri.

Maulana

Pembelajar yang baik. Tidak ada satupun ilmu pelayaran dan

kelautan dia lewatkan, semuanya dia pelajari hingga perbendaharaan

ilmunya tidak pernah tetap, terus bertambah. Sedikit pendiam

memang, namun dibalik itu sejuta ilmu dia serap dan membuatnya

berkembang sepanjang pelayaran.

Dek Shine ini memang dek yang paling penuh. Awak kapal

kami berjumlah terbanyak dibandingkan dek lain. Di sini lebih ramai,

hangat dan mengesankan. Sesekali memang badai datang. Dengan

begitu kami semakin erat, melingdungi satu sama lain dan

memastikan tidak ada satupun yang hilang atau terhempas ke lautan.

Kejadian setahun lalu tidak boleh terulang.

Kini Ekspedisi Ukhuwan 14 sudah akan menepi. Sayembara

kapten untuk ekspedisi tahun depan telah digelar dan menghasilkan

tiga calon kapten. Arus yang kami lewati bisa dibilang semakin

tenang, daratan sudah terlihat batang hidungnya. Namun kita tidak

pernah tahu badai dan arus yang akan menerjang ratusan meter ke

depan. Aku hanya ingin memastikan, dek Shine tetap diisi oleh 3

nahkoda dan 12 awak, hingga saat daratan kami injak, seluruh wajah

teduh yang menyimpan cerita ketangguhan dan garis pantang

menyerah itu tersenyum bahagia karena seluruh tantangan Ekspedisi

Page 94: The Great Voyage

Ukhuwah 14 bisa dijalankan dengan sukses. Aku bangga pada

mereka, Rangers Shine.

Dear my rangers, Shineas

I don't know I just wanna say I love you because of Him

It’s too short but I'm too sure for having all of you

Finding you wasn’t like finding a marine crew

It’s such finding complement, more than a team, it is family, what a big

family

I'm afraid of someday

It’ll be too excited for me to keep you all then you told the sailorship is

too bored

I'm afraid of someday

It’ll be too excited for me to feel that all of you are always ok, however

it’s not

I'm afraid of someday

I can't let you go for taking your own step and me too

Still, I can imagine in our first meeting when my hands became cold

and they’re too nervous to lead you all in this voyage’s deck. We call it

Shine and together we made it bright.

I'm afraid of not being someone who can keep her words, her habit and

her doing

I know all of you are tired, all of you still can't feel what the big deal

from what we've done, but this sailorship is too precious to be forgetten

and left without thanking.Allah who always gives us a kind way

Page 95: The Great Voyage

Now, all of you’ll have your own path, but I'm sure it is not about

leaving me, leaving our gang, it’s because we have to find the new

zone, the zone which direct into the same destination till we meet

again, hopefully Firdaus which will welcome us.

I love you, lillaah

Gang, family, team, Rangers!

Bersinar di Kapal Inovasi-Aksi

Oleh: Mahdiah Aulia – Wakadep SHINE 2014

Memasuki tahun 2014, ada suatu pertanyaan yang mengganjal

di hatiku. Rasa takut bercampur dengan harapan akan suatu hal

cukup membuat diri ini cemas akan perjalanan hidup selanjutnya.

Tidak mudah bagiku untuk memberikan jawaban terhadap pertanyaan

yang dilontarkan sebagian orang. Berbagai pertimbangan dan saran

dari sesepuh maupun kawan seperjuangan aku kumpulkan agar dapat

mengambil keputusan yang terbaik; keputusan yang akan

menentukan arah hidupku selanjutnya. Pertanyaan itu adalah,

haruskah aku ikut berlayar menjadi bawahan nahkoda sebuah kapal

yang bernama Inovasi-Aksi?

Ah, alangkah baiknya aku bercerita dulu mengenai perjalanan

hidupku. Negeri Minokoe tempatku berada sekarang sangat luas,

terdiri dari pulau-pulau yang mempunyai keunikan masing-masing.

Pulau pertama terdiri dari orang-orang yang gemar mencatat, pulau

Page 96: The Great Voyage

kedua ahli dalam mengelola berbagai hal dan pulau ketiga suka

memikirkan hal-hal yang abstrak. Aku menjadi penduduk pulau

pertama; orang-orang yang melihatku mungkin bisa langsung

menebaknya.

Walaupun begitu, aku suka dengan pelajaran yang ada di

pulau ketiga. Hal yang abstrak, membutuhkan logika dan pemahaman

serta berdampak besar; terlihat sangat menarik. Namun, juga ada

ketertarikan kuat untuk mencari ilmu yang bernafaskan Islam; sedih

rasanya jika waktuku diisi dengan memikirkan hal abstrak yang

terbukti memiliki banyak kecacatan. Aku berusaha menemukan

sebuah tempat dimana kedua passion ini bisa tersalurkan.

Akhirnya keinginanku dikabulkan Allah SWT; aku bergabung

dalam kumpulan orang-orang yang mempelajari ilmu minokoe

berlandaskan syariat Islam. Betapa bahagianya aku bersama dengan

teman-teman seperjuangan melakukan syiar ilmu minokoe Islam.

Namun ternyata tidak semua harapanku terpenuhi; aku tidak merasa

ilmuku cukup dalam bahkan setelah bergabung kurang lebih selama

10 bulan. Diriku telah disibukkan dengan kegiatan lain yang

mengasah kemampuan dalam mengelola berbagai hal, walaupun

masih berhubungan dengan ilmu minokoe Islam. Rasa puas dan

kecewa pun bercampur di akhir masa perkumpulan ini.

Kemudian tawaran itu datang. Di tahun 2014, sebuah kapal

terlihat sedang bersiap-siap untuk berlayar. Kapal Inovasi-Aksi yang

Page 97: The Great Voyage

mempunyai bendera bertuliskan motto Inovasi-Aksi. Nahkoda dan

para kepala penanggung jawab kapal sedang mencari anggota untuk

bergabung dalam pelayaran yang disebut Great Voyage. Pelayaran ini

adalah sebuah keberlanjutan dari perkumpulan yang aku ikuti dulu,

sehingga sebuah tawaran untuk menjadi anggota kapal dilayangkan

kepadaku. Ya, tawaran inilah yang membuatku bimbang dan berpikir

keras selama beberapa waktu.

Rasa takut muncul; pantaskah aku menjadi anggota kapal ini?

Posisi yang mungkin aku ambil adalah awak nahkoda yang menjadi

citra kapal dan membawa nilai ilmu minokoe Islam untuk disebarkan

ke pulau-pulau. Wah, berat sekali rasanya tanggung jawab itu. Aku

takut tidak dapat mengemban amanah ini dengan kapasitas diriku

yang masih kurang dalam mempelajari ilmu minokoe Islam. Namun

juga ada harapan; aku dapat menggali lebih dalam ilmu ini jika

bergabung dalam pelayaran. Terlibat dalam kegiatannya serta

tanggung jawab yang akan aku emban dapat menjadi pendorong

agar diri terus belajar. Dan aku juga ingin memperbaiki kekurangan

yang ada di perkumpulan sebelumnya. Ilmu ini sangat bermanfaat,

sehingga sayang jika penduduk Negeri Minokoe tidak

mengetahuinya.

Pada akhirnya, harapan berhasil menjadi pemenang. Aku

mencoba melamar menjadi anggota kapal Inovasi-Aksi. Serangkaian

proses dilewati dengan berbagai hambatan yang muncul diantaranya.

Setelah beberapa waktu, kapal Inovasi-Aksi pun mengumumkan

Page 98: The Great Voyage

anggota kapalnya yang terpilih. Aku bersama dua orang partner

terpilih menjadi awak nahkoda yaitu penanggung jawab syiar

minokoe Islam dengan nama divisi Bersinar. Kedua partnerku adalah

Raini yang menjadi ketua penanggung jawab dan Yanto yang juga

menjadi wakil ketua. Mengetahui hal ini, jujur aku merasa pelayaran

kami akan berjalan luar biasa.

Kami bertiga akhirnya mencari awak yang pantas bergabung

dalam divisi Bersinar. Syiar ini membutuhkan banyak awak kapal

namun yang mendaftar untuk bergabung melebihi jumlah yang kami

perlukan. Akhirnya setelah melakukan proses seleksi terpilihlah 12

orang awak kapal divisi Bersinar yang kami yakini memiliki potensi

besar untuk bersinar di kapal Inovasi-Aksi. Jumlah anggota divisi

Bersinar adalah yang paling banyak, sehingga tanggung jawab Raini,

Yanto dan aku juga semakin besar; kami harus mampu memenuhi

ekspektasi para awak mengenai pelayaran ini serta melakukan syiar

ilmu minokoe Islam ke pulau-pulau Negeri Minokoe dan negeri

tetangga lainnya.

Memulai sesuatu yang baru bukanlah hal yang mudah. Aku,

Raini dan Yanto sebagai ‘percontohan’ bagi awak Bersinar juga

membutuhkan waktu untuk memahami dan melaksanakan tanggung

jawab kami sebaik-baiknya. Lebih dari setengah pelayaran di kapal

Inovasi-Aksi telah kami lalui bersama hingga saat ini. Aku tersenyum

mengingat perjalanan yang telah kami lalui bertiga sebagai

penanggung jawab divisi Bersinar. Ada tawa dan canda serta apresiasi

Page 99: The Great Voyage

yang kami berikan satu sama lain, namun diselingi juga dengan rasa

letih, jenuh dan terkadang miskomunikasi melalui percakapan tidak

langsung yang dilakukan (mungkin karena kedua partnerku ini kurang

ekspresif..). Tapi aku sangat bahagia memiliki Raini dan Yanto sebagai

partner karena mereka adalah orang yang bersinar dengan cahaya

masing-masing yang unik. Kekuranganku dapat mereka tutupi dan

begitu juga sebaliknya. Membimbing dua belas awak bukanlah hal

yang mudah; sejujurnya sangat susah. Tapi adanya Raini dengan

semangatnya yang tinggi dan Yanto dengan idenya yang terkadang

aneh namun efektif dapat membuat pelayaran ini tidak kehilangan

arah. Akhir dari pelayaran ini telah dapat kita lihat bersama, dan aku

sadar Bersinar tidak dapat selamat dari badai yang menerpa tanpa

kehadiran mereka berdua sebagai partner yang hebat.

Mengenai para awak divisi Bersinar, ah, betapa bangga aku

melihat mereka semua. Dimulai dari bakmishinta – tiga awak

penanggung jawab syiar bulanan minokoe Islam. Mengingat

perjuangan mereka mengadakan syiar ini, aku tidak bisa untuk tidak

tersenyum. Ada badai besar menerjang kapal Inovasi-Aksi ketika syiar

ini pertama kali akan dilakukan. Wah, sungguh perjuangan yang berat

untuk dapat melalui badai ini dan semua anggota Bersinar bersama-

sama berusaha melewatinya. Alhamdulillah, berkat bantuan Allah

SWT, syiar pembuka minokoe Islam dapat dilakukan dengan sangat

baik. Penduduk Negeri Minokoe dan negeri tetangga banyak yang

menyambut dengan bahagia syiar ini. Sudah tiga kali syiar bulanan ini

Page 100: The Great Voyage

kami lakukan dan alhamdulillah berjalan dengan baik dengan

perjuangan bakmishinta.

Kemudian alaynyong – dua awak kapal yang bertugas menjadi

penghubung kapal Inovasi-Aksi dengan kapal FoSSEI yang bergerak

di syiar minokoe Islam dalam skala lebih besar. Mereka berdua

mempunyai komitmen yang tinggi; berusaha selalu hadir dalam setiap

kegiatan syiar kedua kapal ini. Mengingat perjuangan mereka, aku

menjadi bangga dapat memiliki mereka sebagai awak divisi Bersinar.

Alay dengan kemampuan menggubah dan membaca puisinya adalah

orang yang ekspresif; aku teringat ia mengemukakan ide untuk

mengerjai anggota Bersinar yang sedang berulang tahun dengan

berteriak kalau nyong terjatuh dari kapal dan tercebur ke laut. Nyong

yang telaten mencatat dan sifatnya yang tulus, kehadirannya selalu

menghangatkan pertemuan divisi Bersinar. Aku ingin punya adik

seperti nyong, dan memilikinya sebagai awak kapal Inovasi-Aksi

membuatku bahagia.

Baru lima awak kapal yang aku sebutkan, masih ada tujuh awak

lagi yang telah menjadikan divisi Bersinar menjadi bersinar.

Mari lanjutkan kisah ini dengan perjalanan Debib – dua awak

kapal yang menjalankan tugas sangat penting yaitu syiar penulisan

tugas akhir bagi penduduk pulau Negeri Minokoe dan sekitarnya.

Syiar ini seperti yang lainnya juga memakan tenaga dan pikiran

anggota divisi Bersinar, terlebih lagi debib. Mengingat perjuangan

Page 101: The Great Voyage

mereka, aku menjadi terharu dan merasa sanggat bangga. Ketika aku

mengikuti rapat mereka untuk membahas syiar ini, terlihat keseriusan

dan niat kuat untuk menjalankan tanggung jawab dengan sebaik-

baiknya. Ah, hal ini selalu membuatku tersenyum. Dengan berbagai

tugas syiar lain yang juga mereka emban saat itu, aku merasa senang

karena mereka tetap melakukan yang terbaik. Jujur aku ungkapkan,

debib telah bersinar jauh lebih terang daripada ketika pertama kali

kami bertemu. Dan dengan perpaduan kinerja mereka aku yakin

kunjungan divisi Bersinar ke kapal lain yang letaknya cukup jauh dari

Negeri Minokoe dapat berjalan dengan bersinar.

Last but not least and also at most, Fardimvinnjunris – lima

awak kapal Inovasi-Aksi yang menjalankan syiar minokoe Islam

terbesar divisi Bersinar (sebenarnya semua awak kapal divisi Bersinar

adalah bagian syiar terbesar ini, namun mari kita ringkas agar tidak

terlalu panjang dan sulit menemukan singkatan namanya). Wah,

mereka adalah awak divisi Bersinar yang juga sangat bersinar seperti

yang lainnya. Fardimvin adalah ketiga penanggung jawab utama

untuk syiar ini. Mereka membuat aku bangga dengan kinerja yang

sangat baik sesuai ekspektasi. Far yang mempunyai double job di

kapal lain, alhamdulillah dapat membagi waktu dengan baik. Far aktif

menjadi MC di acara syiar Bersinar, dapat diandalkan dan telah

bersinar. Dim adalah orang yang terlihat pendiam namun sebenarnya

suka untuk bercerita. Tulus aku katakan, bangga melihat dim sekarang

bersinar dengan menjalankan tanggung jawabnya di divisi Bersinar

Page 102: The Great Voyage

dan divisi lain di kapal Inovasi-Aksi. Vin adalah teteh kedua di divisi

Bersinar, sangat detail dan ekspresif serta performa kerja yang

membanggakan. Ah, dari sejak awal aku selalu berkata bangga akan

awak divisi Bersinar ya? Tapi memang itulah yang aku rasakan. Njun

merupakan bagian penting dari syiar terbesar ini. Banyak rintangan

dalam melakukan tugas-tugas njun, namun njun berhasil melewatinya

dengan sangat baik. Memang hambatanlah yang akan mendewasakan

kita, dan aku bangga njun telah melakukan yang terbaik hingga dapat

bersinar. Ris adalah awak kapal yang profesional, sering ditugaskan

untuk menyebarkan informasi syiar melalui media karena sifatnya ini.

Sekarang ris melaksanakan tugas yang tahun lalu aku lakukan; jujur

aku merasa lega karena ris yang memegang tugas ini. Aku dapat

melihat ris semakin bersinar dan membanggakan.

Mereka semua luar biasa bersinar.

Memang pelayaran ini bukanlah sesuatu yang mudah dan diisi

sepenuhnya dengan canda tawa. Terkadang ada rasa sedih, jenuh dan

lainnya yang datang menghampiri. Tapi itulah pelayaran divisi

Bersinar di Kapal Inovasi-Aksi yang telah menjadikan kami semua

bersinar seperti sekarang ini. Jika kehilangan salah satu awak divisi

Bersinar, mungkin kita tidak akan dapat bersinar sepenuhnya. Tidak

semua kegiatan syiar yang dilakukan awak divisi Bersinar aku

ceritakan di sini, karena tidak akan cukup untuk dituliskan. Seluruh

anggota divisi Bersinar telah melakukan yang terbaik dan akan tetap

bersama hingga kapal Inovasi-Aksi tiba di pelabuhan tempat

Page 103: The Great Voyage

pemberhentian kapal. Kalian semua telah membuatku bahagia berada

di kapal Inovasi-Aksi bersama awak-awak kapal lainnya dalam Great

Voyage ini.

RainiYantoBakmishintaAlaynyongDebibFardimvinnjunrisYuki

Untuk semua Sinar, aku ucapkan terima kasih yang setulus-

tulusnya atas pelayaran yang kita lalui bersama.

Greenland

By Vemasyoga Revyanto

Matahari mulai menampakan kemegahannya setelah

keindahan malam menemani sebagian dunia. Aku terbiasa melihat

pemandangan indah dan sejuk di sisi kapal kapten Harlin. ini

kulakukan selepas melaksanakan solat subuh. Namun kali ini berbeda

dari hari sebelumnya, perjalanan panjang nan berliku disertai dengan

ombak sebentar lagi akan usai dan bersiap menatap perjalanan baru.

Aku hanya bisa tersenyum menatap kapten, awak-awak, dan

penumpang kapal yang tampak begitu cerah dan semangat. Setelah

senangnya menatap wajah mereka, kembali kulemparkan wajahku

menatap megahnya matahari sambil mengingat masa-masa

perjalananku.

I Choose…

Baru saja aku mendarat dari sebuah perjalanan nan panjang

yang dipimpin oleh Kapten Rifaz Dil. Perjalanan yang menurutku

Page 104: The Great Voyage

cukup melelahkan dan menegangkan namun mengasyikan. Sesampai

di tempat tujuan ada sebagian memilih perjalanan ke pulau Ainud,

pulau Supmak, dan bahkan ada yang pergi ke pulau Nodeh yang

penuh kenikmatan dan gemerlap. Namun, pandanganku tertuju

padakumpulan kapal yang tujuan akhirnya sangat panjang dan butuh

banyak singgah-perjalanan. Kapal-kapal itu mengarah kepada negeri

yang disebut Greenland. Pernah kudengar negeri atau pulau yang

katanya belum pernah ada yang sampai kesana. Namun, disana

banyak sekali keindahan dan kekayaan yang tidak akan pernah bisa

kita bayangkan sebelumnya.

Ada sebagian orang menganggap bahwa Greenland adalah

khayalan. Sebagian lagi ada yang mempercayainya namun enggan

kesana lantaran negeri itu penuh dengan banyak rintangan. Awalnya

aku menjadi awak kapal Kapten Rifaz Dil sangat penasaran dengan

Greenland sehingga aku ikut berpetualangan mengarungi kerasnya

lautan dan samudera. Namun, saat tiba di tempat persinggahan dan

bersiap melakukan perjalanan baru, entah mengapa langkahku

enggan mendaftar di rombongan Greenland. Aku takut negeri yang

belum pernah dikunjungi orang dan penuh banyak rintangan akan

sangat merugikanku. Aku sempat mengalami kebimbangan. Akhirnya

aku memutuskan untuk berbaris di rombongan pulau Ainud.

Entah mengapa rasanya ada suara yang menyuruhku untuk

menoleh ke arah belakang. Ya, tidak lain tidak bukan pada

rombongan Greenland. Suara itu semakin menyengat telingaku

Page 105: The Great Voyage

hingga aku memejamkan mata dan menutup kuping. Aku tak tahan

lagi hingga pada akhirnya ku tolehkan pandanganku ke arah

kumpulan kapal Greenland. Tanpa disadari langkahku menuju arah

itu. Dan dalam langka itu aku teringat perkataan Mpu Sakti, guru

tercintaku.

“Hei, bocah pergilah kamu ke negeri Greenland. Niscaya kamu

akan bahagia, kekal, dan terhindar dari segala ancaman.” Sontak

perkataan ini mempercepat langkahku ke arah rombongan Greenland.

Aku semakin yakin untuk memilih tujuanku. Dari kapal-kapal yang

tersedia yang sangat kukenal adalah kapal yang dipimpin kapten

Harlin. Akhirnya aku daftar menjadi awak kapalnya. Singkat cerita aku

keterima di battalion Enihs. Sebenarnya ada battalion lain seperti

Samsos, Siks, ITM, Mulamuh, AIS, dan sebagainya. Tapi aku entah

mengapa aku memilih battalion Enihs disamping memang sedang

membutuhkan orang.

Partner ku di Enish, Bro Atid dan Bre Ha’id, kebutulan kita

sudah saling mengenal. Sesegera mungkin kita diperintahkan oleh

Kapten Harlin dan petinggi lainnya untuk merekrut staf. Pada

akhirnya, kita mendapatkan 12 orang, yaitu Duh, Itkab, Bibah, Samid,

Raples, Sarraf, Atnihs, Aed, Aniv, Itsir, Nuggna, dan Dahni. Mereka

tampak tangguh dan pemberani. Aku, Bro Atid, dan Bre Ha’id yakin

kita berlima belas ini akan solid membantu kapten Harlin mengarungi

perjalanan yang spektakuler ini.

Page 106: The Great Voyage

“Semua kumpul… (singkat cerita lagi briefing dan lagi ngasih kata-

kata mutiara). (Trus) Jangan lupa untuk tetap membawa dan

membaca kitab suci yang ada di kotak Pandora kalian. Ingat, kita

adalah satu ukhuwah. Saling membantu, tolong menolong, dan

menasehati. Sekian. Kembali ke pos kalian masing-masing” Seru

Kapten Harlin.

Kisah sebuah perjalanan: Naga Kerdus Emperor

Dalam perjalanan yang panjang, ada sebuah kejadian yang

menurutku sangat bernilai dan menakjubkan, yaitu ketika melawan

Naga Kerdus Emperor dari Yaman di perbatasan laut SEM dan

Dnoces. Sebenarnya naga ini pernah dikalahkan saat aku menaiki

kapal Kapten Rifaz Dil. Tapi kali ini sepertinya yang muncul adalah

naga Kerdus Emperor jenis lain yang tampaknya lebih kerdus dari

sebelumnya. Pokoknya kerdus, kerdus, dan kerdus.

Suasana saat itu disertai dengan badai dan hujan deras.

Tampaknya semakin sulit untuk mengalahkannya. Semua divisi

diperintahkan oleh kapten Harlin untuk bersiap di pos masing-

masing.

“Enish segera ke sisi kapal bersama Siks lakukan pertahanan dan

penyerangan formasi syiar! Samsos dan MDSP segera perbaiki layar!

Kapten Kerdus Sarip dan Kapten Amri segera cek persediaan kita!

Yang lain tetap pada posisinya. Semengat semuanya. Takbir!!

Allahuakbar…” Suasana sangat genting dan Kapten Harlin mencoba

Page 107: The Great Voyage

mengatur seluruh awak kapal sembari memberikan semnagat yang

menggebu-gebu. Awak kapal lain membalas sengat Kapten Harlin

dengan takbir juga. Allahuakbar.. Allahuakbar..

Naga Kerdus Emperor. Mulai menyemburkan apinya yang sangat bau.

Ini mengambarkan betapa serakah dan dustanya dia. Sesekali ia

menyerang denga tanduk dan sayap yang menggambarkan

kesombongan dan kemunafikan. Kondisi semakin sulit, live point ku

berkurang dan kupandangi yang lain juga mengalami kesulitan.

Rasanya mustahil mengalahkan naga itu. Stafku juga tampaknya

sudah menyerah.

“Sersan Samev, aku kesulitan, apa yang harus kulakukan..” salah

seorang stafku melirih. Aku jadi semakin bingung. Kulihat sekelilingku

sudah sangat kacau, bahkan ada yang saling menyalahkan. Akhirnya

aku memutuskan untuk maelapor Kapten Harlin.

“Laper.. Eh maksud saya lapor. Kondisi sudah semakin kacau. Apa

yang harus kita lakukan?” laporku sambil bernapas terengah-engah.

“Gimana yak? Hmm.. tak ada cara lain. Ikuti aku!” Seru kapten sambil

berlari menuju tengah kapal.

“Perhatian semua! Apa yang kalian lakukan? Kenapa kalian saling

menyalahkan? Ingat, kita satu ukhuwah. Apakah kalian ingin mati sia-

sia dalam perjalanan ini? Apakah kalian lupa tujuan kalian? Ayo

keluarkan kitab suci yang kalian baca setiap hari. Buka dan bacalah

niscaya power kalian akan berlipat ganda dan bisa mengaktifkan

Page 108: The Great Voyage

kekuatan special.” Kapten harlin dengan lantang dan tegas kembali

menyemangati seluruh isi kapal. Semua terdiam sejenak dan kembali

semangat. Seluruh awak kapal mengeluarkan kitab suci dari kotak

pandoranya masing-masing. Kemudian membacanya bersama-sama.

Tiba-tiba cahaya keluar dari masing-masing pembaca. Kejadian ini

menunjukkan bahwa livepoint kita meningkat dan kita bisa

mengaktifkan special effect.

“Wah livepoint ku meningkat…”

“Alhamdulillah aku bisa mengeluarkan kekuatan spesialku..”

“Wah Kapten Maba kau jadi bertambah kuat, sehat, bergizi…” Semua

tampaksenang dan begitu kuat. Kapten pun segera mengeluarkan

titahnya.

“Ayo kita jogres, gabungkan kekuatan kita. Takbir!!”

“Allahuakbar…” Semua dengan semangat bertakbir. Dan bersama-

sama jurus itu dilancarkan sembari cahaya keluar seperti yang ada di

tipi-tipi gitu.

“Dengan menyebut nama Allah.. Detart Cosmo Faith!!” Bersama

seluruh isi kapal berteriak. Di saat yang bersamaan naga Kerdus

Emperor melancar kekuatan terbaiknya Flash Dark Fire. Serangan yang

sangat berbahaya. Jika terkena serangan ini maka kemaksiatan akan

merajalela di dalam diri kita. Terjadilah hantaman kedua serangan

dahsyat ini. Namun, serangan Detart Cosmo Faith sangat dahsyat

Page 109: The Great Voyage

sehingga Flash Dark Fire tak kuasa menahannya. Sang Naga pun

akhirnya hancur dan mengakibatkan ledakan yang sangat dahsyat.

Aku sempat menutup mataku karena saking silaunya ledakan itu.

Namun, tanpa diduga langit memancarkan kecantikannya, ditemani

pelangi yang melebarkan senyuman. Dengan suka cita kulihat senyum

sumringah semua orang dan bersama-sama mengucapkan takbir.

Allahuakbar… Allahuakbar.. Allahuakbar..

Sontak Sersan Gnajaj naik ke atas kapal mengajak semuanya

merayakan kemenangan dengan menyanyikan lagu khas kapal ini.

“Ayo semuanya.. Bersama kita lewati… perjuangan ini..”

Aku pun sangat senang masing-masing memancarkan keceriaan dan

kebahagiaan. Aku banyak belajar mengenai arti hidup dan tujuan

perjalanan ini.

Menanti perjalanan selanjutnya…

Ya, banyak sekali sebenarnya kejadian menakjubkan lainnya. Cerita

tadi merupakan salah satu yang berakhir indah dan bernilai. Sambil

tetap menatap matahari terbit, aku menyadari perjalanan menuju

Greenland masih sangat panjang sehingga aku harus tetap berjalan

dan berjuang. Mungkin tak bersama mereka lagi. Tapi tujuan kita

tetap sama, yaitu berlabuh di pulau pemilik semesta alam ini.

Fin. Semoga bermanfaat

Page 110: The Great Voyage

Storyline by Mohammad Zendra Kumar

Menjadi seorang pengelola dan pelayan bagi seluruh

penumpang dalam sebuah kapal besar merupakan tugas yang sangat

mulia. Memastikan semuanya dapat merasakan keindahan dan

kenyamanan dalam setiap langkah dan pandangan mereka tentang

seisi kapal ini. Ada sebuah hal yang menarik tatkala seseorang

tersebut memutuskan untuk terjun sebagai seorang pengabdi dan

pelayanan bagi semua penumpang, apa motivasi dan kenapa

memutuskan untuk menjadi pengabdi dan pelayan, kenapa tidak

menjadi penjaga atau bahkan nahkoda. Kapal agar bisa berlayar

tentunya harus memiliki mesin penggerak yang kuat, bahan pembuat

kapal yang kokoh dan mengetahui arus yang akan dilewatinya.

Namun itu semua tidak akan membuat penumpang kapal mejadi

nyaman jika mereka tidak mendapatkan pelayanan yang maksimal

yang dibarengi dengan fasilitas yang lengkap.

Jika kita bayangkan, seorang pengabdi dan pelayan hanya

mengurusi hal – hal yang sepele, tidak begitu bersinar bagaikan

gunung es, tidak terasa kerjanya seperti ibu rumah tangga, dan tidak

dapat diukur parameternya seperti ekonometrika. Namun, itulah

pekerjaan seorang pelayan dan pengbdi, tidak kelihatan tapi bisa

membuat seluruh penumpang merasa nyaman dalam beraktifitas di

fasilitas – fasilitas kapal yang tersedia. Semangat, istiqomah, lillahi

ta’ala yang akan mengatarkan kami kedepan pintu gerbang pahala

keikhlasan, hanya itu tujuan kami, mencoba membangun keeratan

Page 111: The Great Voyage

ukhuwah dalam rajutan dakwah yang sangat indah dalam sebuah

pelayaran besar nan berkah ini.

Semoga apa yang telah kami berikan dalam pelayaran ini

mampu menjadikan diri ini menjadi lebih tawadhu’ dan menuai benih

– benih luasnya lautan keikhlasan dalam hati kami. Seiring berakhirnya

perjalanan kali ini, maka sampailah kami dalam sebuah tatanan yang

sangat indah, mencapai target yang sudah kami buat di awal,

meskipun satu – dua bahkan lebih tak dapat kami lakukan dengan

sepenuh hati, tapi ketahuilah bahwa itu adalah pelajaran bagi kami

untuk bermuhassabah dalam renungan ini. Lahir batin mohon maaf

atas segala ketidaknyamanan yang kami perbuat. Sukses adalah buah,

tapi berbuah itu memilki masa yang singkat, tak seperti sesingkat

waktu kita menanam pohon dan menunggunya berbuah, oleh karena

itu janganlah cepat – cepat mengharapkan buah dari tanaman kita

jika kita tidak sabar dalam menanam, merawat dan membersihkannya

dari hama.

Best,

Moh. Zendra Kumar ( EIE’2012. Dept. Musholla dan Perpustakaan )

Pelayaran Si Otong

By Muhammad Pudjianto

Selembar kertas lipat disodorkan Emak pada Otong

“Kenapa bikin kapal, Tong?”

Page 112: The Great Voyage

“Otong mau berlayar, Mak.”

“Kenapa bukan pesawat, Tong? Truk? Kereta?”

“Susah, Mak.”

“Lah, bukannya bikin origami pesawat itu gampang?”

“Iya, Mak.

Tapi setahu Otong kapal itu angkutan yang paling bisa ke mana-

mana.

Truk dan kereta berhenti ketika di ujung daratan.

Sementara kapal tinggal belok kalau terhalang daratan.

Pesawat bakal jatuh kalau kehabisan bahan bakar.

Kapal tidak tenggelam walau lelah mendayung.

Nyempil di antara daratan pun bisa pakai sampan.

Bahkan ada kapal selam, kapal terbang, kapal ruang angkasa. Itu apa

ya, Mak?

Dari kutub utara sampai selatan, air selalu ada.

Ada yang sedang menjadi es, air, dan uap.

Permukaan bumi, 2/3 adalah air.

Bahkan setiap makhluk hidup ada airnya, Mak.

Kata orang: “kita bisa menyelami jiwa”, ada airnya, kan, Mak?”

“Tapi Tong,

Kamu tidak kenal siapa-siapa di pelayaran.

Kalau sudah terlanjur berlayar, kamu tidak bisa batal di tengah

perjalanan. Mau berenang?”

“Makanya, Mak. Kalau tidak berlayar, Otong hanya kenal Emak.”

Page 113: The Great Voyage

Dear Emak

Ini surat Otong tulis pas di atas kapal

Di sini orangnya banyak, Mak, rame

Inilah, Mak, yang bikin kapal ini ada yang mau naik, adanya keramaian

ini

Otong sudah pilih yang tempatnya sepi, tapi ternyata masih rame

juga, Mak

Tapi ngga apa, Mak. Kalau semua maunya sepi, nanti dikira kapal

mogok, Mak, ngga ada progress-nya

Oke, Mak. Lain kali Otong kirim lagi

Surat diterima, Tong

Mak, ada gunung es seperti di Tetanik

Nabrak dikit, jadi nambal dulu yang bocor biar tidak tenggelam

Kan repot harus naikin ke permukaan lagi kalau terlanjur tenggelam,

atau ganti kapal

Tadi nambal tempat bocornya rame-rame, Mak, Otong ikutan

Terus Otong kepikiran

Kalau Otong yang sukanya sepi pun ternyata dianggep sama teman-

teman Otong, kita sama-sama dibutuhkan biar kapal ini tetap berlayar

sampai dermaga

Kita tidak harus berubah menjadi sama, asalkan tanpa berubah berarti

memberi lebih

Page 114: The Great Voyage

Seperti hujan tidak perlu menjelma cahaya

Ketika hujan tetap hujan

Cahaya tetap apa adanya

Mereka melahirkan pelangi

Dan tumbuh-tumbuhan tetap bersiklus

Menyediakan oksigen

Sang Awak Kapal Bidang Pengelola Gallery Kapal

By Putri Amalia

Pada suatu hari, disebuah kota yang dipenuhi dengan para

transmigan baru sedang mengadakan pemilihan awak kapal bagi

kapal – kapal mereka. Semua jenis pelayaran tersedia di kota itu. Para

transmigran baru mempunyai kesempatan untuk bergabung dalam

pelayaran tersebut. Bila mereka tidak mau bergabung di dalam

pelayaran, maka mereka akan tetap tinggal di kota tersebut,

menunggu sampai dibuka lagi pemilihan awak kapal tahun depan.

Semua koordinator awak kapal berlomba – lomba untuk merekrut

para transmigran baru agar mau bergabung dalam pelayaran mereka

dan menjadi awak kapal dibidang masing - masing.

Ketika itu, saya tertarik untuk memilih ikut pelayaran kapal

yang menurut saya berbeda dengan pelayaran kapal lain. Pelayaran di

kapal ini berorientasi tidak hanya untuk saat ini, tapi pelayaran yang

Page 115: The Great Voyage

akan membuka mata saya bahwa kita perlu mempersiapkan

perbekalan yang cukup sebelum kita kembali karena sehebat apapun

kapal itu berlayar, toh pada akhirnya kapal itu juga akan tenggelam,

kembali kelautan. Karena pada hakikatnya kapal itu pasti mempunyai

batas kekuatan maksimal dalam berlayar. Dan bila kapal itu sudah

tidak kuat lagi, maka lautlah tempat kita untuk memasrahkan

segalanya.

Tahapan pemilihan awak kapal dimulai dengan pengumpulan

formulir sampai dengan tahap diskusi untuk menentukan siapa calon

awak – awak kapal yang memiliki kompetensi dan pantas menjadi

awak kapal dalam pelayaran kapal yang tidak mudah ini.

Hari pengumuman pun tiba. Koordinator awak kapal sesuai bidang

yang saya inginkan pun memberi kabar ke saya bahwa saya mendapat

kesempatan untuk menjadi awak kapal dalam pelayaran ini. Selain itu

betapa senangnya aku, bahwa teman – teman ku juga banyak yang

diterima untuk mengikuti pelayaran ini juga, bahkan ada yang satu

bidang juga dengan ku.

Sebelum pelayaran dimulai, nahkoda kapal memberitahukan

aturan –aturan kepada semua yang terlibat didalam palayaran ini.

Awalnya aku agak kaget mendengar aturan – aturan yang begitu ketat

dari sang nahkoda. Namun aku berusaha untuk mematuhi aturan –

aturan itu. Pelayaran ini memakan waktu yang cukup lama, sekitar

satu tahun. Ku siapkan mental dan fisik ku agar aku tidak menyerah

Page 116: The Great Voyage

ditengah perjalanan pelayaran nanti. Aku tak ingin menyia – nyiakan

kesempatan yang diberikan kepadaku.

Perjalanan pun dimulai. Ditengah perjalanan pelayaran para

koordinator awak bidang rutin membahas apa yang akan dilakukan

bersama para awak bidang masing – masing. Setiap awak bidang

masing – masing mempunyai tanggung jawab untuk menjalankan

pekerjaan yang telah ditentukan. Begitu juga dengan pekerjaan yang

telah dipercayakan oleh ku. Awal saat koordinator awak kapal

mengumumkan mengenai pembagian pekerjaan masing – masing,

aku sangat senang sekali karena mendapatkan pekerjaan yang sesuai

dengan keinginanku. Aku telah berencana untuk membuat acara

tersebuat sebagus mungkin, lebih dari tahun sebelumnya. Ternyata

beberapa minggu kemudian aku mendapatkan informasi dari

koordinator awak kapal bahwa nahkoda dan para penanggung jawab

lainnya memutuskan bahwa pekerjaan ku digabung dengan pekerjaan

dari bidang lainnya karena pekerjaan kami saling berkaitan. Aku dan

penanggung jawab dari pekerjaan tersebut harus sering – sering

berkomunikasi agar pekerjaan kami berjalan lancar. Awal – awal

komunikasi kami berjalan lancar, namun semakin lama dia

menghilang entah kemana. Pekerjaan kami seakan hanya menjadi

tanggung jawab ku seorang. Meskipun aku tahu dia juga memiliki

punya tanggung jawab yang lain, tapi tak pantas rasanya dia

mengabaikan tanggung jawab pekerjaan yang telah dipercayakan

kepadanya.

Page 117: The Great Voyage

Hari pelaksanaan pekerjaan kami semakin dekat. Para

penanggung jawab kapal dan koordinator awak kapal yang

berhubungan dengan pekerjaan ini menanyakan bagaimana

perkembangan dari pekerjaan kami. Aku pun tak bisa memberikan

jawaban yang memuaskan kepada mereka semua. Sedih rasanya hati

ini, karena ini adalah pengalaman pertama saya benar – benar gagal

menjalankan sebuah pekerjaan yang telah dipercayakan kepada saya.

Rasanya diri saya tenggelam didasar samudera. Malu bercampur

sedih, karena khayalan saya membuat pekerjaan ini berhasil dan

membanggakan bagi koordinator awak kapal saya sirna sudah. Para

penanggung jawab kapal dan koordinator awak kapal memutuskan

untuk membatalkan pekerjaan ini. Meski mereka berupaya untuk

membangkitkan saya dari kesedihan ini dengan sangat manis

mengatakan bahwa mereka sudah sangat senang dengan upaya yang

saya lakukan untuk menyukseskan acara ini, toh pada intinya saya

tetap sedih karena pekerjaan ini gagal direalisasikan karena

komunikasi yang kurang baik.

Sebentar lagi, pelayaran ini akan selesai. Begitu banyak yang

saya dapatkan dari keluarga kapal ini, mulai dari mengenal berbagai

macam kepribadian orang sampai bagaimana harus bangkit dari

suatu kegagalan. Terimakasih karena telah memberikan saya

kesempatan untuk ikut menjadi bagian dari pelayaran ini, meskipun

pada akhirnya tidak ada yang bisa saya berikan sesuatu yang berarti

dalam pelayaran ini. Harapan dan doa saya semoga pelayaran

Page 118: The Great Voyage

selanjutnya, dengan nahkoda yang baru juga dapat mengantarkan

pelayaran selanjutnya sukses. Berjalan lancar walau bermacam –

macam badai siap menghantam kapal kita sewaktu – waktu.

Page 119: The Great Voyage

Perjalanan dalam Kapal

By R. M. Septian D. M.

Perjalanan hidup seorang muslim dalam menjalani kewajiban

sebagai muslim sehari-hari merupakan sebuah cerita yang dapat

diibaratkan sebagai perjalanan mengarungi sebuah lautan yang

sangat luas. Seorang muslim memiliki tugas hidup di bumi untuk

beribadah kepada tuhannya yang Maha Kuasa yaitu Allah SWT rabb-

nya seluruh alam semesta. Perjalanan manusia mengarungi lautan

yang luas ini layaknya perjalanan sebuah kapal yang sudah

mengetahui kemana arah berlayarnya namun di tengah jalan akan

mengalami kesulitan dalam mengarungi lautan karena luasnya dan

terpaan badai di perjalanannya.

Seperti layaknya di film Pirates of Caribbean dimana untuk

menjalankan kapal yang tangguh dan siap mengarungi samudra yang

luas dibutuhkan tim yang solid serta kapal yang bisa menjadi

kendaraan selama perjalanan. Selain untuk beribadah secara pribadi,

sebagi seorang muslim saya menemukan misi baru untuk berdakwah.

Misi ini baru saya dapatkan dan saya sadari saat kaki ini telah

menginjakkan dirinya di dek kapal FSI FEUI yang sudah membawa

saya selama 2 tahun mengarungi laut yang begitu luas. Setiap cerita

dimulai dengan awalan hingga menemukan akhirnya, begitu pula

kisah perjalanan saya saat menaiki kapal FSI FEUI semua ini berawal

Page 120: The Great Voyage

dari awal cerita dan berakhir dengan sebuah akhir yang saya

harapkan.

Kapal Terlihat Berlabuh di Dermaga itu

Saat itu, tersebar berita tentang berlabuhnya sebuah kapal

yang akan berlayar dengan misi dakwah menuju lautan penuh rintang

di sebuah wilayah pulang yang kita kenal dengan sebutan “FEUI”.

Terdengar kabar bahwa kapal ini sedang berlabuh untuk merekrut

awak-awak kapal tangguh yang diuji melalui seleksi yang dijalankan

oleh kru kapal yang sudah berlayar sebelumnya. Mereka mencari para

pemuda dan pemudi Islam yang memiliki semangat untuk berlayar

dan mengarungi laut yang luas. Namun kenyataan yang ada saat itu

pemuda dan pemudi di pulau itu mayoritas enggan untuk berlayar

dan mengarungi lautan, mereka lebih menyukai bekerja di daratan

dan berbaur dengan pesonanya yang memang lebih menyenangkan.

Layaknya pemuda kebanyakan saat itu, tidak pernah terbesit

dalam benak saya akan menjadi seorang awak kapal yang akan

berlayar mengarungi lautan karena pikiran saya saat itu masih serupa

dengan mayoritas pemuda di pulau itu. Namun garis takdir sudah

menuliskan saya tiba-tiba bertemu dengan salah satu kru yang lebih

senior dan memberikan saya tawaran melalui pintu khusus untuk bisa

bergabung menjadi seorang awak kapal, kru tersebut bernama

Muhammad Bilal yang waktu itu menjadi salah satu wakil kepala divisi

(biro) di kapal FSI FEUI. Singkat cerita saya pun bergabung dan

Page 121: The Great Voyage

ternyata tidak disangka terdapat salah satu teman saya dari pulau

yang dulu pernah kami tempati sudah bergabung di kapal ini. waktu

berlalu dengan cepat dan tidak terasa saya sudah menjadi awak kapal

selama satu tahun dan kini saatnya saya menjadi salah satu wakil

kepala divisi di kapal ini bersama dengan kru lainnya yang juga

bergabung menjadi awak kapal bersama saya pada tahun 2013 lalu.

Kini tugas saya sebagai salah satu kru yang sudah berlayar mencari

awak baru untuk mengisi perjalanan kapal ini di tahun 2014 akibat

gugurnya sebagian besar awak kapal setelah berlayar selama setahun

bersama.

Pergantian awak kapal di FSI FEUI memang merupakan sebuah

siklus yang pasti akan terjadi setiap tahunnya, besar harapan saya

bahwa kapal ini akan terus mengarungi samudera dakwah dengan kru

yang lebih baik lagi kedepannya. Bagi saya layaknya sekelompok

pelaut dalam film yang dipimpin oleh kapten jack sparrow, kelompok

mereka adalah sekelompok pelaut yang semua orang sudah

mengenalnya begitu juga harapan saya terhadap kapal FSI FEUI. Bagi

saya awak kapal yang cekatan dan handal akan didapatkan oleh kapal

FSI FEUI jika awak saat ini dapat mengarungi samudra dakwah dan

kembali lagi ke dermaga dengan nama besar yang baik dan nuansa

kerja awak kapal yang menyenangkan. Kapten berikutnya seharusnya

terus menjaga keunggulan kapal FSI dengan core kekeluargaan

Islamnya yang erat dan dengan fokus yang jelas dan tidak hanya

mengandalkan orientasi kerja.

Page 122: The Great Voyage

Belajar Menjadi Awak yang Handal

Layar berkembang, angin pun bertiup di dek kapal sehingga

membawa saya dalam perjalanan mengarungi samudra dakwah di

FEUI selama dua tahun sudah. Awak yang sudah siap berlayar ditempa

menjadi awak yang tangguh dengan berbagai program yang

meningkatkan skill baik untuk internal awak maupun memberikan

program untuk eksternal awak. Semula awak berlayar tanpa keahlian

apa-apa hingga memiliki bekal untuk mengarungi samudra bersama

atau tanpa kapal FSI FEUI, namun dengan tabiatnya yang beragam

dan menginginkan kebebasan para pelaut yang sudah menaiki kapal

ini tidak semua mengikuti program pengembangan dalam kapal.

Di perjalanan menuju pulau dakwah yang indah kapal ini

mengalami banyak rintangan yang menghadang ditengahnya.

Berbagai badai dan topan di lautan, serangan monster laut serta

kehilangan awak yang dapat mengoperasikan kapal secara penuh

mewarnai perjalanan ini. oleh karena itu tekad yang kuat dan juga skill

berlayar yang memadai adalah kunci kemenangan kapal ini menuju

pulau dakwah.

Ayaaay Kapten!!! Kapal Hampir Karam

Serangan monster laut yang kejam dan hantaman topan badai

dalam perjalanan sempat menghancurkan dan melubangi kapal serta

membuat sebagian awak kapal melarikan diri karena tidak tahan

menghadapi kejamnya laut. Hal ini dapat membuat putus asa seluruh

Page 123: The Great Voyage

awak kapal dan membuat mereka merasa kehilangan arah dan tujuan.

Dalam kenyataannya cobaan ini berupa kehidupan yang sulit

diimbangi antara kewajiban untuk berdakwah dan amanat yang di

emban untuk menuntut ilmu di FEUI, serta banyaknya pulau (kegiatan)

lain yang menggoda awak kapal untuk singgah dan tinggal di sana,

awak kapal secara samar mulai berkurang dari jumlahnya semula.

Keyakinan!! Hanya itu yang tersisa dari hantaman rintangan

yang menghadang kapal FSI FEUI ini dan dengan arahan dari sang

kapten sajalah awak kapal mampu bertahan. Dengan sisa tenaga yang

semakin menurun namun tetap tidak mengurangi tekad dan

semangat sebagian awak kapal yang selalu istiqomah dalam kapal FSI

FEUI. Lanjutkan hingga Khusnul Khotimah di Pulau Dakwah

Tim ini membutuhkan sesuatu yang mengeratkannya, yaaa!!

Seperti yang sudah dikatakan sebelumnya keyakinan untuk mencapai

daratan yang lebih indah dan keinginan untuk khusnul khotimah di

perjalanan dakwah menjadi perekat perjuangan kami. Teriakan kapten

kapal untuk membangkitkan semangat kami mengembangkan layar

dan berfokus pada tujuan kami yang mampu mengarahkan kami

untuk berlabuh kembali. Tidak terasa saat ini pulau itu sudah ada di

depan mata, kami hampir sampai di tujuan. Tugas kami kedepan

adalah mencari labuhan yang tepat, menghindar dari karang di sekitar

pulau dan bersiap melemparkan jangkar serta mempersiapkan awak

kapal yang dapat menggantikan kami yang telah gugur. Allahu

Akbar!!

Page 124: The Great Voyage

Answer

By Mamduch

23 Januari 1867

Orang itu kembali menghampiriku. Teman satu kamp

pengungsian saat perang masih bekecamuk dua tahun lalu, hanya

berbeda beberapa tenda dari tenda milikku. Tak kusangka sekarang ia

sudah menjadi kapten kapal. Aku sungguh bangga padanya. Ia

menagih jawaban yang telah kujanjikan.

Kapal ini. The Lasting Ukhuwah. Kapal yang membawaku

menjelajahi ruang dan waktu yang berbeda. Sudah satu tahun aku

berada di kapal ini. Teman-teman dekatku, Eyesfour Al Ayyubi

(panggilan: Eyes), salah satu anggota keluarga Al-Ayyubi yang

disegani, dan Baldo El Rozak (panggilan: Baldo), mereka sudah

memutuskan untuk kembali menjelajah. Dengan misi baru, kapten

baru, dan tugas-tugas yang baru mereka siap menempuh pelayaran

berikutnya. Eyes yang menurutku memiliki cukup kekuatan untuk

menerima pekerjaan ini, pekerjaan sebagai biro pengendali system

mekanik dan teknologi informasi kapal, performanya setahun lalu

memang sangat memukau. Ia berhasil mengungguli Aku dan Baldo

dalam banyak hal.

Kami bertiga pernah melakukan percakapan dengan kapten.

Waktu itu, kata-katanya sungguh kuat. Mimpinya akan pelayaran ini

membuatku sangat terkesan. Mimpi tentang dunia yang lebih baik.

Page 125: The Great Voyage

Aku yakin Eyes dan Baldo pun merasakan hal yang sama. Ia memang

seseorang yang bervisi besar. Mungkin di masa depan, ia akan

dipercaya memimpin Peace-18 Outstanders, sebuah kapal legendaris

yang sampai sekarang masih berdiri kokoh menaungi kapal-kapal

kecil di negeri ini. Misi pelayarannya pun lebih jauh dan berbahaya.

Seleksi untuk memasukinya sungguh ketat, hanya orang-orang

dengan fisik dan mental di atas rata-rata yang boleh menjadi

penghuni kapal itu. Aku penasaran bagaimana orang-orang disana.

“Aku percaya pada kekuatan kalian! Tolong pinjami aku hal itu.”,

begitulah kata-kata penutup dari kapten malam lalu. Kemudian ia

pergi, menyisakan tatapan kosong di mataku, Eyes, dan Baldo yang

masih penuh keraguan. Ia memberi kami waktu untuk merenung.

Dan hari ini, kapten meminta jawabanku, jawaban yang sudah

dijanjikan. Sejujurnya aku tak terlalu yakin dengan kapasitas diriku

untuk menerima tawarannya. Namun, ada secercah keyakinan pada

diriku saat mendengarkan kata-katanya. Tentang mimpinya membuat

desa lebih aman dan makmur. Itu yang membuatku yakin. Setelah

satu minggu berpikir, aku menegaskan jawabanku.

“Aku ikut berlayar!”

***

Voyage

Tidak semudah itu. Bukan berarti kami bertiga bisa diterima

dengan mudah. Kami harus melalui serangkaian ujian untuk dapat

Page 126: The Great Voyage

ikut berlayar. Kapten beserta timnya menguji kami dengan berbagai

metode. Mulai dari ujian fisik, mental, intelektual, spiritual, dan lain-

lain. Kami juga diwajibkan untuk membuat rencana besar dari tim ini.

Beberapa program kerja yang tidak sesuai misi dipangkas dan

beberapa saran ditambahkan untuk menunjang misi pelayaran.

Setelah hampir 1 bulan mengikuti ujian, kami bertiga lulus. Kapten

mengenalkan kami dengan pimpinan kami, The Manggos, aku

memanggilnya pimpinan. Dia seorang yang keras dan kaku. Dengan

pedangnya, dia berani melawan apapun di dunia ini kecuali buah. Ya,

buah.

Kami diharuskan mencari anggota baru. Kami menganalisis

pekerjaan di biro ini, hmm dibutuhkan sekitar 6 orang anggota

dengan kemampuan desain dan teknologi informasi. Selain itu, aku

pun harus mengordinasi beberapa anggota dari departemen lain

untuk menjalankan fungsi dokumentasi pelayaran, baik itu berbentuk

jurnal, lukisan, rekaman, dan lain-lain, intinya semua cerita tentang

pelayaran tahun ini. Pekerjaan baru yang membuat biro ini menjadi

semakin kompleks. Setelah 1 bulan mencari anggota, kami berhasil

menemukan 6 orang berbakat untuk ikut berlayar. Mereka memiliki

sifat-sifat unik yang saling melengkapi. Arufi, Ti-Ar, Ruify, “D”, Umayo,

dan Izumi. Kami yakin pelayaran tahun ini akan sangat menarik.

***

Kapal pun berlayar. Malam ini, kami melakukan perkumpulan

pertama di bagian utama kapal. Di sana dibahas mengenai misi

Page 127: The Great Voyage

pelayaran oleh kapten kapal beserta tim, juga misi dari masing-

masing bagian. Ada bagian navigasi, pengelola gallery, bagian

personalia, bendahara, butler, kitchen, dan kami, bagian sistem

mekanik dan jaringan komunikasi kapal. Di sana kami saling mengenal

satu sama lain, baik fungsi tiap bagian maupun orang-orang di

dalamnya. Keakraban ini membuat suasana kapal menjadi

menyenangkan. Aku bisa merasakan semangat dari setiap orang di

sini. Mereka pasti punya impian besar akan pelayaran ini. Masing-

masing impian itu menjadi satu di kapal ini, termasuk impianku. Aku

akan kembali membawa sesuatu yang berharga untuk orang-orang

desa, untuk adik-adikku. Aku bersyukur bisa menjadi bagian dari kapal

ini.

Setelah pembahasan misi kapal, kami melakukan syukuran untuk

keberhasilan kapal. Kami semua berdoa agar pelayaran ini berjalan

dengan baik. Aku bisa merasakan degup jantungku. Suaranya seperti

alunan biola yang indah. Di dalamnya bercampur aduk perasaan yang

tak dapat dijelaskan. Dan ada rasa dingin seperti terikat oleh rantai.

Aku melihat sekeliling, semua tertunduk. Ah, Lasting Ukhuwah,

entah bagaimana kau akan membawa kami di pelayaran kali ini.

Setiap orang ingin kau tetap berlayar dengan gagah, menjaga

harapan orang-orang di dalamnya. Ya, impian-impian itu.

***

Badai

Page 128: The Great Voyage

3 Juli 1867

Badai. Bulan ini dipenuhi badai yang berkecamuk. Apa kau

pernah merasakan badai saat kau berlayar? Badai yang membuatmu

merasa lelah dan sedikit putus harapan. Saat pekerjaan begitu banyak

dan tak mampu kau selesaikan dengan baik. Saat kapal rusak di sana

sini dan seakan tak mampu bertahan lagi. Saat orang-orang di

sekitarmu berjalan tanpa semangat, hanya ada tatapan kosong.

Ya, begitulah kondisi saat ini. Kapal ini. Sepertinya akan hancur

jika ada badai besar datang lagi. Aku sudah lelah, kerusakan dari

badai kemarin pun belum sepenuhnya diperbaiki. Sistem mekanik

kapal berjalan terseok-seok. Ditambah lagi beberapa anggota tim

ingin keluar sehingga memperlemah kekuatan tim menanggung

kerusakan kapal ini. Aku berharap mereka mengubah keputusannya

keluar dari tim ini.

Masa-masa ini sungguh sulit. Aku merasa putus asa. Eyes dan

Baldo pun mungkin merasakan hal yang sama, walaupun Eyes selalu

mencoba memberikan semangat pada kami. Ya, dia memang selalu

seperti itu. Aku pun ingin terus bersemangat, mencoba menjaga

anggota tim yang masih ingin bekeja dan tidak menghilang, meski

kadang aku tidak mampu menangani semua ini. Itu membuatku

merasa bersalah pada Eyes, Baldo, Pimpinan, dan Kapten.

Saat banyak hal tak bisa kutanggung, saat beban pikiran sudah

telalu menumpuk. Aku sering diam-diam menuju sudut kapal. Ya, di

sudut kapal ada sebuah ruangan kecil yang digunakan sebagai

Page 129: The Great Voyage

gudang. Di ruangan ini aku biasa memetik gitar, mengalunkan nada-

nada yang bisa sedikit menenangkan. Dalam setiap petikannya, aku

ingin mengirimkan doa untuk seluruh penghuni kapal ini, orang-

orang yang telah membersamaiku berlayar dan membuat cerita

menarik. Meski sering terlintas dalam pikiranku bahwa aku belum

mampu memenuhi ekspektasi mereka; kapten, pimpinan, dan semua

orang di kapal ini. Lihatlah bagaimana sistem mekanik kapal saat ini,

teknologi informasinya pun semakin memburuk.

***

Tiba-tiba seseorang mendekatiku. Dari siluet kepalanya aku tahu

siapa orang itu.

“Handsome, kemana saja kau? Aku butuh bantuan” katanya,

membuatku menghentikan petikan gitarku. Gara-gara Baldo aku jadi

mendapat panggilan ini. Ah, anggap saja itu doa.

“Maaf pimpinan, aku sedang menenangkan diri.” Jawabku

“Kembalilah, kau sedang bertugas, Bung!”

“Aku lelah pimpinan, beberapa hasil pekerjaanku tidak sesuai

dengan perencanaan di awal.” Jawabku,

Suasana hening sesaat. Pimpinan berbalik pergi dengan hanya

terdiam. Aku tertunduk.

“Kau harus tetap bekerja untuk kapal ini!”, kata pimpinan seraya

melemparkan sebuah box ke arahku. Ia pun pergi. Aku mengamati

box itu. Ada tombol. Aku menekannya. Ternyata di dalamnya ada

Page 130: The Great Voyage

rekaman kata-kataku saat pertama kali memutuskan bergabung di

kapal ini. Tak kusangka pimpinan merekamnya. Suaranya begitu kuat,

aku bisa merasakan impian-impianku saat itu. Impian bahwa aku akan

bejuang sampai akhir.

Air mataku meleleh.

“Terimakasih, Pimpinan”

***

Learn

Sudah dua bulan sejak malam itu. Kini semua berjalan dengan

baik. Sedikit demi sedikit perbaikan kapal mulai rampung. Hari ini,

langit terlihat lebih cerah, beberapa burung camar terbang di atas

kapal seolah menyemangati orang-orang di dalamnya. Aku ingin

menyanyikan sebuah lagu dalam hati.

(nada D)

Lasting Ukhuwah, terimakasih

Tuk semua cerita dan impian berharga

Kuharap kau selalu tegar menejang ombak.

Mencerahkan setiap harapan yang memudar. . na na na

“Setiap orang di kapal ini, sudah memberikan yang terbaik.

Meski banyak hal tak sesuai harapan, kau harus tetap melangkah

Page 131: The Great Voyage

Karena sejatinya, banyak orang membutuhkan kita, di setiap

ruang dan waktu tertentu.

Andai kita bisa melihat lebih jernih,

Di punggung kita ada sepasang sayap. Sayap yang terbuat dari

impian

Ingatlah selalu impian mereka yang berharap padamu

Berharap kau bisa menjadi lebih kuat, dan tersenyum.

Melindungi orang-orang yang kau sayangi

Mengubah masa depan menjadi lebih indah

Sayap itu

yang mengangkatmu ketika lelah, yang memberikan kekuatan

untuk bisa kembali bangkit dan terbang.

Jagalah semua itu, tanpa rasa lelah

Menjaga setiap hal yang harus kau jaga

Lihatlah,

Ingatlah selalu hal itu”

. . .

Dan di setiap jejak waktu

Ku akan terus berjuang

Melindungi dirimu dengan sayapku.

Page 132: The Great Voyage

Berlayar Demi Berhijrah

By Adhillah Shofi Assegaf (Abah)

Yuk Mari...

Kembali ke pertengahan februari 2014, saat itu di sebuah Pulau

Economos sedang ramai-ramainya diadakan sebuah proses

perekrutan bagi para pencari jati diri ke pelabuhan manakah mereka

akan berlabuh. Bagi seorang Abah, sebuah keharusan untuk

bergabung ke salah satunya, sempat bimbang untuk memilih

peraduannya, haruskah ia memilih Kapal induk (BEM Economos)

dengan segala aktivitasnya yang mewakili pulau economos di mata

pulau-pulau lainnya atau sebuah kapal besar berisikan para pejuang

islam (FSI Economos).

Dengan segala pertimbangan yang matang dan merunut pada

ambisi di hidupnya, akhirnya pilihan hati abah jatuh ke kapalIslami

bernama Kapal Innovact2014yang dinahkodai oleh Kapten

Dylin,motivasi utama bergabung di barisan penumpang adalah untuk

belajar mengembangkan diri menjadi muslim sejati di sebuah kapal

besar yang menjunjung tinggi nilai-nilai keislaman, ikut berlayar untuk

berdakwah ke penjuru pulau Imub sesuai dengan perintah junjungan

kita Rasulullah SAW. Dengan cinta dan ukhuwah islamiyah yang kuat

Page 133: The Great Voyage

didalamnya, ia yakin pilihannya adalah pilihan terbaik yang sudah

ditentukan olehAllah SWT.

Ia memiliki harapan besar di Kapal Innovact untuk

menanamkan pondasi keislaman, memantapkan diri melaju bersama

orang-orang yang bervisi sama danberlayar secara berjama’ah

memperjuangkan nilai-nilai keislaman kepada penduduk bumi.

Alhamdulillah proses perekrutan berjalan dengan lancarhingga

akhirnya iapun resmi menjadi bagian dari kapal Innovact

bertagline“Rumah Ukhuwah Kita, Allahuakbar! Allahuakbar!

Allahuakbar!”. Tagline tersebut terpampang jelas di lambung kapal

dan tertambat di hati para penumpangnya.

Ia resmi bergabung dengan kapal innovactdan menjadi bagian

dari divisi Mulamuh,divisi yang bertugas untuk membangun jaringan

komunikasi kapal dengan pihak luar dan hubungan dengan mantan

awak kapal di masa kapal besar ini pernah berlayar di tahun-

tahunberlalu. Divisi ini tidak sendiri karena dibantu divisi ITM yang

bertugas sebagai pelaksana sistem kapal, kedua divisi ini bersama-

sama membangun sinergisitas yang kuat untuk mendukung proses

pelayaran kapal innovact setahun ke depan.

Ia pun dipertemukan dengan kru-kru yang luar biasa, yang

pertama adalah sosok penting dibalik divisi ini adalah Fifa,seseorang

yang diamanahkan untuk memimpin divisi ini dengan ide-ide dan

rencana-rencananya yang meyakinkan. Ia selalu berusaha

Page 134: The Great Voyage

mengingatkan masing-masing anggota divisi akan tugas-tugas

penting divisi mulamuh.Yang kedua adalah seseorang yang

mendampingi abdur agar divisi ini mampu menjadikan kapal innovact

memiliki image bagus di mata kapal-kapal lainnya, ia adalah Irtif,

sosok wanita yang unik, lucu, heboh dan selalu tampak tegar. Ia

mencintai kapal ini lebih dari apapun hingga ia selalu total dalam

bekerja.

Rekan kerja abah selanjutnya bernama Rafua, seorang double

agent yang juga aktif bekerja mengurus penumpang-penumpang di

kapal induk. Rekan selanjutnya bernama Acid, sosok yang

menggemaskan ini selalu mencatat segala keperluan dan timeline

kerja divisi ini agar berjalan dengan semestinya. Kemudiansosok yang

selalu mengembangkan senyum di wajahnya melambangkan dirinya

seorang yang menyenangkan, namanya Inar. Terakhir adalah sosok

periang bernama Atiner, yang hasil pekerjaannya selalu memuaskan

sehingga di paruh pertama kapal innovact berlayar, ia dianugerahi

gelar kru terbaik dari divisi Mulamuh.

Akhirnya dengan manusia-manusia terpilih ini, kita bersama-

samamemberanikan diri untuk berkomitmen mengikuti proses

pelayaran kapal innovact mengarungi samudera luas yang penuh

tantangan selama setahun.

Badai datang dan berlalu bung...

Selama proses pelayaran samudera yang luas tidak selamanya

tenang, badai menghadang terus datang dan ombak yang menjelang

Page 135: The Great Voyage

semakin kentara menghampiri. Ia sempat lama goyah, banyak

pekerjaan yang tidak terselesaikan dengan baik olehnya disebabkan

kesibukannya di luar kapal innovact. Akhirnya ia sendiri menyadari

betapa kinerjanya di mata rekan-rekan yang lain, tetapi ada hal yang

tidak mereka ketahui terkait kondisi dan permasalahan yang dihadapi.

Mereka bukannya tidak perhatian dengannya hanya saja ada

ketidaknyamanan di dalam hatinya untuk menceritakan kondisi yang

dialami, seakan-akan ia tidak all-out dalam bekerja dan itu juga

disadari sendiri olehnya. Meskipun begitu, ia mulai berusaha

meminimalkan aktivitas di luar divisi mulamuh dan mencoba

menyeimbangkannya.

Hari demi hari terus berjalan keadaan mulai membaik dan

perlahan ia muncul kembali di tengah keramaian dan kompleksitas

kapal innovact, ia tersadar dari keasyikannya mengikuti aktivitas di

luar dakwah, ia diingatkan oleh tujuan awalnya bergabung dengan

kapal innovact “ikut berlayar untuk berdakwah ke penjuru pulau imub

sesuai dengan perintah junjungan kita Rasulullah SAW”

Setelah kembali, ia tetap menyadari bahwa selama ini ia tidak

baik dalam bekerja, tanpa berniat suudzon kepada rekan-rekan yang

lain namun demikianlah penilaian yang ia rasakan sendiri ketika ia

melihat pandangan rekan-rekan di divisi Mulamuh terhadap

dirinya.Hatinya terus berkecamuk bahwa ia sebenarnya mampu

membuktikan diri kepada seluruh penumpang kapal innovact bahwa

Page 136: The Great Voyage

ia adalah salah satu orang terpilih yang kelak akan melanjutkan

estafet dakwah kapal innovact. Dengan tekad yang kuat, ia mulai

memperbaiki kinerjanya dan terus mencoba menyelesaikan sisa-sisa

tugas yang dibebankan kepadanya.

Kini, sudah hampir setahun kapal innovact berlayar dan

sampailah kapal innovact di penghujung pelayaran. Banyak pelajaran

dan makna hidup yang ia dapatkan selama berlayar namun tak dapat

dipungkiri lelah hati dan fisik pun ia rasakan. Perjalanan setahun ini

pun ia anggap sebagai proses pembelajaran bagi dirinya. Rasa lelah

yang mendera sama sekali bukan penghalang baginya untuk kembali

berlayar, ia tidak ingin berkecil hati, baginya rasa lelah hanya elemen

kecil dari elemen-elemen dakwah lainnya yang harus diperjuangkan

dengan apapun yang ia miliki. Ia pun bertekad untuk terus belajar

memperbaiki diri, memperbaiki kualitas dirinya dari hari ke hari,ia juga

bertekad untuk kembali mencoba tantangan baru di pelayaran tahun

depan.

Momen itu...

Momen yang tak terlupakan bagi seorang Abah adalah ketika

ia menjadi ketua pelaksana agenda silaturrahim mantan awak kapal

besar innovact dan kapal-kapal lain, agenda bertema “Redefining

Ukhuwah 2.0” bertujuan mempererat ikatan silaturahmi mantan awak

kapal innovact dan awak kapal muslim yang berasal dari kapal-kapal

lain serta menguatkan solidaritas keluarga besar mantan awak kapal

Page 137: The Great Voyage

di pulau economus sehingga menjadi dasar penyemangat kita dalam

meraih kejayaan Islam.

Agenda yang akhirnya dilaksanakan di Pulau Duo mengalami

proses yang berliku dan tidak mudah, ia memilih Atiner sebagai

wakilnya dan akhirnya kita berdua mengawali proses yang panjang

dari proses perekrutan panitia, merumuskan tema, menentukan

tempat dan membuat komitmen-komitmen tiap pekan agar

dilaksanakan di pekan selanjutnya.

Singkat waktu, masih melekat di pikiran Abah hingga detik ini

adalah proses yang cukup membuat panitia pusing tujuh keliling yaitu

proses menentukan tempat, kita berpindah-pindah dari yang awal-

awal kita rencanakan di Pulau ESQ yang kemudian karena budget

constraint akhirnya kita berpindah ke Rumah sendiri yaitu Pulau

Economus di sebuah tempat bernama Selosor. Di selosor inilah di

tahun-tahun sebelumnya dijadikan ajang silaturahmi awak kapal FSI

dan awak kapal muslim lainnya dengan jumlah peserta yang fantastis,

pesertanya adalah 50 angkatan awak kapal dari tahun 1960-2010.

Namun ternyatadi selosorkita mengalami permasalahan yang

tidak kalah serius, kita tidak diizinkan mengadakan agenda ini dengan

alasan yang tidak rasional. Saling berdebat argumen dan perang urat

syaraf tak terelekkan diantara petinggi economus dengan panitia.

Kebijakan petinggi economos menyulitkan pelayaran kita hingga

akhirnya abah, kapten dylin, steering commitee yang dianggotai

mantan awak kapal yang terlibat dalam agenda besar ini memutuskan

Page 138: The Great Voyage

untuk mundur dan kita semua sepakat memilih Pulau Duo milik pihak

asing sebagai tempat berkumpulnya masyarakat muslim pulau

economus.

Hari besar pun telah tiba, 13 September 2014 agenda

silaturahmi ini terlaksana dan menjadisangat penting karena agenda

ini adalah perekat tali ukhuwah antara awak kapal innovact dengan

mantan awak kapalnya terdahulu yang bersatu dalam naungan pulau

besar economus, disinilah mereka bernostalgia, saling berbagi cerita,

berbagi pengalaman hidup pasca berkarir di luar pulau economus.

Mereka bertekad untuk terus terhubung satu sama lain, menguatkan

tali ukhuwah islamiyah ke seluruh penduduk bumi dan turut berperan

demi cita-cita besar meraih Ultimate Goal yakni kejayaan Islam.

Big thanks to :

Kapten Dylin, kapten Cakjen, kapten Kerdus, Kapten Bilski, kapten

Madin, Kapten Hasjon, Kapten Jauz, Kapten Handay, Kapten Dins.

Thanks,

Cenik-cenik Enihs, Siks, Pm, Samsos, Itm, Mdsp, Dmf, Clm, Ik, Ais.

Thanks,

Yang tercinta Cenik-cenik Mulamuh, Itrifsi akmil cengeng, Fifa si

ngaretos dan wacanos , Rafua MC yang sok imut, Inar si murah

Page 139: The Great Voyage

senyum yang keliatan alim dan pendiem, Assidsi endut yang sok kurus

dan Atiner yang ketawanya selalu bikin heboh.

Written by Abah

(Presiden Asrama YKM FEUI)

Storyline written by Nadia Ambarani

Bismillahirrahmanirrahiim

Secuil Background

Berorganisasi. Suatu hal yang baru saya cicipi saat saya menjadi

mahasiswi jurusan Ilmu Ekonomi Islam angkatan pertama Fakultas

Ekonomi Universitas Indonesia. Saat sekolah di SMP maupun SMA

saya sama sekali tidak tertarik untuk ikut organisasi semacam OSIS

dan sebagainya. Dahulu saya hanya mengikuti ekstra kulikuler yang

memang diwajibkan untuk sekedar menambah nilai di raport (hehe).

Saya lebih senang bermain dengan teman-teman dan tidak suka

terikat oleh berbagai jadwal rapat yang menurut saya kurang penting.

Namun, seiring berjalannya waktu, pemikiran akan kurang pentingnya

berorganisasi pun memudar dan hilang terutama saat menjadi

mahasiswi FEUI. Fakultas Ekonomi yang katanya terbaik di Indonesia

ini memberikan berbagai fasilitas yang mendukung agar para

mahasiswa/i nya dapat menggali potensi untuk menemukan karakter

Page 140: The Great Voyage

yang dimiliki selain ilmu pengetahuan formal yang diajarkan saat

kuliah. Berbagai fasilitas itu salah satunya adalah organisasi.

***

Try and be Brave!

Setelah semester satu usai dan liburan pun berlalu. Saatnya

membuka lembaran baru yaitu semester dua. Kembali menghirup

udara di kampus FEUI setelah satu bulan rehat dari aktivitas kampus

mengingatkan kembali akan tujuan saya untuk mencoba

berorganisasi. Minggu-minggu pertama di semester dua diramaikan

oleh banyak stand OPREC berbagai organisasi di FE. Tapi ada satu

stand oprec yang menarik hati saya yaitu stand OPREC GREAT

VOYAGE yang sedang mencari para awak kapal untuk berlayar

bersama. Kapal yang sedang bersandar itu dijaga oleh mandor-

mandor (BPH) yang mencari awaknya yang kebanyakan sudah tidak

asing bagi saya karena sudah beberapa kali terlibat dalam kegiatan

yang sama. Saya pun tertarik dan melihat-lihat galeri kapal dan

berusaha memahami dan mengerti peta (brosur) yang ada

didalamnya. Ada banyak divisi dalam kapal tersebut divisi Shine dan

Sosmas adalah divisi yang menarik minat saya untuk bergabung akan

tetapi minat tersebut belum seratus persen yakin, saya masih

bimbang. Saya tertarik dengan Shine sebab Shine merupakan divisi

yang mengkaji dan mempelajari Ilmu Ekonomi Islam, ilmu

pengetahuan yang sedang saya telusuri dalam pelayaran pribadi saya.

Page 141: The Great Voyage

Sedangkan alasan memilih Sosmas karena saya suka dengan kegiatan

sosial dan saya ingin berbagi dan mendapat pengalaman di bidang

sosial seperti mengajar, mengadakan acara-acara sosial dan lain

sebagainya. Saya pun mencari lagi divisi ataupun biro yang sesuai

dengan saya. Akhirnya ada satu biro yang menarik minat saya yaitu

biro Humalum, biro Hubungan Masyarakat dan Alumni. Pada

dasarnya tujuan saya ikut berorganisasi adalah mencari pengalaman,

menambah relasi, dan mengasah skill. Selain itu saya juga mencari

wadah yang beyond dari kebiasaan saya. Saya adalah orang yang

introvert dan saya ingin mengasah keberanian diri. Ekspektasi saya

bila dapat bergabung di Humalum yaitu bisa menambah link atau

relasi tidak hanya dengan pihak internal awak kapal tetapi juga

dengan pihak luar yaitu para awak kapal yang lain (LDF Fakultas lain,

Alumni) dan tentu saja dapat mengasah kemampuan saya dalam

public speaking.

Karena calon awak kapal pada waktu itu diperkenankan untuk

memilih 2 pilihan, akhirnya saya memilih Humalum dan Shine. Tiba

saatnya sesi wawancara, Saat itu saya datang ke kapal GREAT

kemudian saya bertemu dengan vice coo Fitri. Saya pun langsung

disapa dengan sangat ramah kemudian saya diantar menuju

basecamp FSI untuk melakukan wawancara dengan coo Afif.

Wawancara berlangsung sekitar satu jam. Saat wawancara saya

berusaha menjawab apa adanya, tidak lebih dan tidak kurang. Setelah

wawancara, saya kembali pulang ke desa Kuteka tempat tinggal saya

Page 142: The Great Voyage

sementara di negeri rantau ini. Dalam hati saya berharap bisa

bergabung dengan the GREAT VOYAGE, pelayaran yang arahnya

beyond dari pelayaran lain, menuju tujuan hakiki dan hanya

mengharap ridho illahi.

***

Join!

Di sore hari yang sejuk seusai hujan yang turun dengan

derasnya, ketika itu saya sedang mengerjakan tugas tiba-tiba

handphone saya bergetar ada panggilan dari nomor yang tak saya

kenal. Saya angkat telepon itu, dan terdengar suara seorang ikhwan.

Didahului dengan salam. singkat cerita ia adalah kak Afif, coor biro

Humalum, biro dimana saya melamar. Coo Afif memberitahukan

bahwa saya adalah salah satu calon awak kapal yang diterima untuk

ikut bergabung bersama GREAT VOYAGE selama kurang lebih satu

tahun kedepan.

***

Tak kenal maka ta’aruf !

Tak berapa lama tanda pemberitahuan di Hp saya berbunyi

lagi. Sebuah pemberitahuan bahwa saya telah bergabung dalam grup

whatsapp bersama tujuh orang lainnya yang semuanya belum saya

kenal. Di grup tersebut diumumkan bahwa akan ada team building

seluruh awak kapal baru. Untuk itu ada beberapa persiapan,

Page 143: The Great Voyage

diantaranya per divisi/biro harus membawa bahan-bahan perbekalan.

Perjalanan menuju tempat team building pun tiba, saya berkenalan

dengan banyak awak kapal baru. Singkat cerita kami pun tiba di

sebuah villa, disana saya berkenalan dengan kak Renoto dan kak

Jessica (Dissa) yang juga satu kamar dengan saya. Saya memanggilnya

dengan sebutan kakak sebab mereka merupakan kakak tingkat di

perguruan. Kak Renoto merupakan sosok muslimah yang rada

tomboy, suka nyanyi, sering heboh, phobia kodok, tapi totalitas dalam

bekerja, pintar, dan baik hati . Kak Jessica sosok muslimah yang

cantik, imut, gemes, suka ngambek, suka caper (wkwk), selaluu on

time, suka makan (sama kayak saya), detail, dan care.

Keesokan harinya saya juga berkenalan dengan Kak Wahyu, muslimah

yang selalu ngangenin >,< , manis, baik hati, sangat loyal kepada

GREAT VOYAGE, heboh dan selalu rame, menyenangkan .

Kemudian ada kak Afif, ikhwan yang baik, melankolis, terkenal karena

suka nge-MC, doyan makan, lucu, dan hobi ngaret.. hehehe lanjut,

ada syekh Adhil, ikhwan yang berasal dari Indramayu, doyan maen

futsal dan menjadi penghuni asrama YKM, ikhwan yang satu ini suka

memperhatikan penampilannya wkwk Saat itu saya berkenalan

dengan semua awak kapal Humalum kecuali satu orang ikhwan yang

bernama Aufar. Ia tidak ikut karena ada suatu hal kata kak Fitri.

Hmmm, pertama kali bertemu saat merencanakan konsep Open

House GREAT VOYAGE, Aufar adalah ikhwan yang cuek sama

penampilannya, zuper sibuk, konseptor, visioner, dewasa tapi kayak

Page 144: The Great Voyage

bocah (bilangnya sih kewibawaannya diminishing?? haha), baik,

cerdas, dan sosok yang bisa menempatkan diri di setiap kondisi

***

Prodak .. Program Dakwah.

Open House, Now Happening, Tribute to Alumni, welcoming

maba, Surfesi, FSI on Sosmed, visitasi, and the greatest event is HBH.

Alhamdulillah, semuanya berjalan dengan baik dan lancar. Ada

beberapa kendala kecil, sedang maupun besar yang walaupun begitu

Alhamdulillah tidak sampai membuat kami tenggelam. Sepertinya

kami semua sadar bahwa lelah, demot, kecewa, marah, kesal, miscom,

plin plan, wacana..dll itu hal yang biasa. Sehingga untuk memulihkan

itu kami hanya perlu waktu untuk rehat sejenak sekedar

menghilangkan penat dan kemudian dapat kembali mengarungi

lautan untuk sampai ke pulau tujuan

Kasih sayang, saling mengerti, saling memahami dan tenggang

rasa diantara kami bagaikan pelampung yang menjaga kami agar

tidak tenggelam. Itulah kunci kekompakan, keceriaan, dan yang

membuat kami selalu bersemangat dalam melaksanakan prodak

demi prodak.

Hey! Did you know that I’ve found one of my best friends? yup,

all of you! (kalo kata kak jajang, Di Rumah Ukhuwah ini, ku temukan

sahabat sejati ku….)

***

Page 145: The Great Voyage

The End of Humalum 2014…

Mengutip kata Bang Andi Azizi, seorang senior yang dermawan

dan baik hati, tempat menampung awak kapal FSI untuk berkonsultasi

dan senantiasa memberi motivasi. Beliau berkata : “Adam diciptakan

Allah SWT bukan hanya untuk makan, minum, menikah, kemudian

mencari kekuasaan. Tidak sesederhana itu kawan! Sebab yang seperti

itu tidak ada bedanya dengan hewan. Adam diciptakan untuk menjadi

Khalifah fil-ardh, untuk itu diperlukan ilmu pengetahuan untuk

mengelolanya. Maka, teruslah Belajar dan Mengajar. Ajarkan ilmu

yang kau punya, sebarkan kebaikan, sebarkan dakwah walau hanya

satu ayat. Jangan pernah berhenti, karena berjuang harus sampai

akhir!”

Akhir kepengurusan ini, bukan berarti dakwah kita telah usai,

dimanapun kalian berkontribusi, iringilah kontribusi kalian dengan

dakwah, Aamiin, Insya Allah

Dakwah bukan hanya ceramah, tetapi bagaimana kita dapat menjaga

segala sifat, sikap dan perbuatan kita terhadap diri sendiri dan orang

lain.

Jadilah Muslim yang Tangguh, Berpengaruh, dan Tidak mudah

Mengeluh Aamiin ya Rabb.

Wassalam.

Page 146: The Great Voyage

KOLASE

By Elsy Shafira Anindya

Disclaimer:Semua peristiwa, penokohan, dalam cerita ini sepenuhnya

merupakan fiksi dari imajinasi penulis. Segala kesamaan dengan

kehidupan nyata merupakan “kebetulan” belaka.

The End of Journey

Dia berjalan menyusuri dek kapal,menjinjing tas berisi hidupnya

selama 4 bulan terombang – ambing disamudera. Hingar bingar

perpisahan masih terdengar diudara, merayakan harta karun yang

telah satu tahun mereka kejar bersama, namun matanya hanya

tertuju pada pemandangan kota yang semakin jelas terlihat.

“Apakah pesta perpisahannya begitu membosankan, Inda?”

Inda terkesiap kaget. Ia tidak menyadari kehadiran sosok yang

bersender dipagar disebelahnya. Pemuda berkacamata itu tersenyum.

“yo....”

Inda membalas tersenyum sambil kembali mengarahkan matanya ke

kota dikejauhan, “Hanya rindu rumah, kak...”

“Tentu saja... Sudah, 4 bulan? Waktu berjalan dengan cepat... Rasanya

baru kemarin kita berkumpul bersama menyusun strategi pelayaran...

Page 147: The Great Voyage

” Ujar pemuda berkacamata itu sambil tertawa. “Jadi... Apakah kamu

akan majuuntuk pelayaran treasure hunt tahun depan?”

Inda tertawa kecil, reaksi yang sama setiap kali pertanyaan itu terucap

dari mulut semua orang. Ingin sekali ia katakan pada pemuda itu,

bahwa dirinya sama sekali tidak cocok, tidak cukup baik, untuk

memegang kepercayaan tersebut, tapi Inda menahan diri. Dia yakin,

pada waktunya, seseorang yang istimewa akan maju, memimpin biro

personalia jauh lebih baik daripada yang mungkin dapat ia lakukan.

Suara pengumuman bergema diseluruh sudut kapal. Kapal akan

segera berlabuh, dan penumpang diharapkan bersiap – siap untuk

turun dari kapal.

“Kalau begitu saya pamit pulang kak”, Ujar Inda sambil meraih tasnya

yang tergeletak di lantai kapal.

“Baiklah, salam saya untuk keluarga”, Pemuda berkacamata itu

terdiam sejenak, “Pokoknya harus maju ya...”

Inda hanya tersenyum simpul “Saya duluan kak”

Kakinya menjejak tanah berdebu untuk pertama kali sejak 4 bulan.

Selamat datang dirumah...

***

The Letters

Page 148: The Great Voyage

Inda melangkah keluar rumah sambil menggosok-gosok lengan,

melawan dingin pagi yang menusuk kulit. Dia mengambil tumpukan

surat didepan pintu rumahnya, kemudian bergegas menutup pintu.

Sebuah amplop bernuansa biru menarik matanya.

Dari:

F S I

Fortress of the Eyepatches

Pelayaran perdana

KAPAL INNOVACT’14

Wanted

KOORDINATOR AWAK KAPAL

Hmmm,saya penasaran siapa saja yang akan maju? Pikirnya sambil

kembali memilah – milah surat, mencari lambang FE dengan tulisan

Hasil Akademik, kerja kerasnya selama 4 bulan terakhir.

Fortress of the Eyepatches

HASIL AKADEMIK

Nama : Anindya

Tahun Akademik : 2012/2013

Page 149: The Great Voyage

Semester : 3

Mata Inda men-scan isi surat tersebut, hingga matanya tertuju pada

nilai akhir dibagian akhir surat.

“... ini buruk”

***

The Cafe

Gemerincing suara bel terdengar ketika pintu kafe itu dibuka. Sesosok

wanita berkacamata muncul, mengedarkan pandangan ke seisi kafe.

Sesaat suara riuh rendah pelabuhan ikut menyusup masuk, sebelum

hilang ketika pintu ditutup. Wanita itu menghampiri meja disudut

kafe. Disana telah duduk seorang wanita, menatap keluar, larut dalam

fikirannya.

“Apa sudah menunggu lama?”

“Saya baru mau memesan, kak”

“Jadi, jawaban kamu?”

“... Saya dengar sudah ada orang lain yang akan mengambil posisi

itu?”

“Dia mengundurkan diri. Itu mengapa saya menawarkan posisi biro

personalia pelayaran kapal ini pada Kamu. Jadi?”

“... tapi saya rasa saya tidak siap untuk mengambil posisi itu”

Page 150: The Great Voyage

“Ada kami disini, kita hadapi--- bersama”

Inda terdiam, semua alasan berkecamuk dikepalanya, rasa kecewa

mendalam ketika memberikan surat hasil akademik pada ibunya,

menangis sendiri dikeheningan malam setelah hari yang panjang

bekerja di beberapa kapal sekaligus--- berjanji untuk tidak

melakukannya pada dirinya sendiri lagi, segala rasa ragu,takut, ingin,

bercampur jadi satu.

“... baiklah, saya bersedia kak.”

***

The Grey Area

Sudah 2 hari kapal itu berlayar mengarungi lautan. Ribuan remaja

diatasnya sibuk dengan kegiatan masing – masing, mencoba

menangkap sisa – sisa liburan yang akan segera berakhir begitu kapal

tersebut berlabuh. Dari kejauhan raksasa abu – abu bangun dari laut,

siap menerkam siapa saja yang berani mendekat kesana. Fortress of

the Eyepatches, kastil yang dibangun sepenuhnya dari struktur metal,

menjulang ditengah – tengah samudera. Namanya menggelitik rasa

takut dihati banyak orang, tempat para anak – anak perompak dilatih

untuk siap mengarungi lautan. Orang – orang menyebut daerah

perairan ini “The Grey Area”, tempat yang harus dihindari, jika ingin

selamat.

Page 151: The Great Voyage

Perlahan Kapal tersebut berlabuh, berderet dengan kapal – kapal

serupa dihadapan kastil. Ribuan anak berduyun – duyun turun dari

kapal – kapal tersebut. Semester baru, lembaran baru, akan segera

dimulai.

***

1st Meeting

Kedua orang itu duduk dipojok kafetaria. Keduanya terlihat tidak

nyaman, tidak yakin mengenai apa yang harus dilakukan. Inda telah

mengenal pemuda ini selama setahun, tapi dia baru sadar sedikit

sekali pekerjaan yang pernah dilakukan bersama.

“...Jadi, apa yang harus kita lakukan?”

“... membuat program kerja?”

“... hahaha pertanyaan bodoh ya? Mungkin lebih baik kita mulai dari

program kerja tahun lalu? Program mana yang mau kita bawa?”

Setelah perdebatan panjang mengenai program kerja mana yang

akan dibawa dan mana yang tidak perlu dilanjutkan, Inda merasa

lebih baik. Mungkin, kerjasama partner ini bisa berhasil.

***

Awak Kapal Wanted

Minggu pertama bulan februari, BO dan BSO sibuk merekrut awak

kapal untuk pelayaran yang akan diluncurkan pada tahun tersebut.

Page 152: The Great Voyage

Kastil FE diwarnai oleh warna – warni stand open recruitment, dibuat

meriah untuk menarik siswa FE bergabung, pertempuran sengit

memperebutkan awak terbaik untuk kapalnya. Tidak jarang ada siswa

FE yang bekerja di beberapa kapal sekaligus, apalagi setiap kapal

memiliki target harta karun yang berbeda.

Setelah mencatat siswa – siswa yang ingin bergabung, perdebatan

sengit terjadi didalam masing – masing BO dan BSO untuk merekrut

siswa tersebut dalam biro departemennya.

“Pokoknya saya mau rekrut dia dalam departemen saya!”

“Tapi $#%&@............!”

Lalu, setelah perdebatan alot, maka terbentuklah satu team yang

utuh, dan untuk FSI tahun ini team itu dinamakan, The Innovact.

***

Welcome to the Innovact

Sebuah kapal bersandar dipelabuhan kastil, terombang ambing oleh

ombak. Tidak ada sumber cahaya disekitar, hanya cahaya rembulan

bersinar terang, menyebabkan bayangan besar kapal terpatri dilautan.

Dibagian paling tinggi kapal, berdiri seorang pemuda, berpakaian

seperti perompak, menyeru pada awak – awak kapal yang berkumpul

di geladak.

“Setiap tahun, puluhan kapal berlayar dari Grey Area, mengarungi

lautan, membalikan setiap karang, mencari ribuan legenda harta yang

Page 153: The Great Voyage

pernah ada di dunia. Tidak sedikit kapal yang digulung ombak--- Tapi!

Tidak sedikit legenda yang telah ditulis ulang! Harta – harta yang tidak

lagi hanya menjadi legenda! Apakah kalian siap menulis ulang

sejarah?!”

“Siap Kapten!!” Seru awak – awak dengan semangat.

“Kalian mungkin pernah mendengar sebuah legenda, tentang harta

berharga yang telah lama terlupakan. Harta yang telah lama hilang,

dicuri, dan disembunyikan, oleh perompak yang iri akan kebersamaan

umat Islam. Apakah kalian pernah mendengar mengenai harta ini---

Ukhuwah?”

Suasana hening di antara awak kapal dipecah oleh bisikan – bisikan,

ukhuwah, harta yang telah lama hilang, yang menurut legenda pernah

membawa Islam menuju kejayaan.

“Kita aduk seiisi Lautan! Kita gali setiap jengkal tanah didunia! Kita

temukan kembali Ukhuwah dan kita raih kembali kejayaan Islam!”

Teriakan bersemangat pecah dari segala penjuru kapal.

Selamat datang,kawanku, di kapal FSI ke -23 , the Innovact!”

***

The 1st Job: Team Building

Bagaimana membangun team, bersama dengan team yang belum

terbangun?

Page 154: The Great Voyage

“Perkenalkan saya Gita Armelia... hobi saya, hmmm apa ya hobi saya--

-”

Disebuah pulau kecil, kapal Innovact berlabuh.

“Saya Chasbi... Kalau makanan favourit saya---”

Karena kapal kita tidak dapat berlayar jauh

“Halo semua, saya Ratna dari Lombok.... “

Sebelum kita terpaut menjadi satu.

“Waaah team building biro personalia ke Lombok aja yaa kita

numpang dirumah Ratna! Hahaha”

Dan disinilah kami, duduk dalam satu lingkaran.

“Wah, setuju, setuju! Hahaha... Selanjutnya, hmmm, perkenalkan saya

Fairuz----“

Bercengkerama, bercanda, tertawa

“Halo perkenalkan saya Meiga. Dulu waktu sma saya adik kelasnya kak

Noto-----Terus terus, waktu itu....”

Mencoba memahami, mengerti

“Halo perkenalkan, saya Gamal, dipelayaran tahun lalu saya juga

menjadi awak di biro ini, biro personalia-----”

Merajut team kami sendiri

Page 155: The Great Voyage

“Haloo perkenalkan saya Noto—saya akan menjadi partner Inda dalam

memimpin biro ini satu tahun kedepan *insert evil laugh* Hmmm, saya

suka sekali makan kecap dan tidak suka sambal---“

Sambil mencoba menjalankan tugas kami,

“Hai hai, perkenalkan saya Inda---- saya akan menjadi partner Noto

dalam memimpin biro ini satu tahun kedepan. Hmmm, Kebalikan dari

partner saya, kalau saya tidak bisa hidup tanpa sambal----“

Mengikat hati kita semua, the innovacts, dalam satu layar

***

The 2nd Training

“Ayo semua berdiri!”

Suara ramai terdengar dari dalam ruangan student center FE. Training

awak kapal ke 2 yang dilaksanakan biro personalia sedang

berlangsung. Inda duduk termangu didepan didepan ruangan, tidak

ada lagi yang perlu ia lakukan. Tiba – tiba saja ia mendapatkan ide.

“habis ini kita evaluasinya di kafe aja ya? Sambil makan”

“Oh? Ayo.... ”

Partnernya baru saja berulang tahun, namun karena banyak hal,

belum sempat dirayakan. Setelah acara selesai dia segera mengajak

Meiga untuk membeli kue ulang tahun. Dia sedang mencoba

menyalakan lilin ketika Gita dan Ratna menghampiri mereka.

Page 156: The Great Voyage

“Ayo mah, tadi aku liat papah sedang menaruh barang di kapal”

“Coba liat papah udah di kafe belum?”

“Eh itu papah datang! Ayo cepat...”

“1 2 3!”

“Surprise!! Happy Birthday to You! Happy Birthday to You! Happy

Birthday dear papah! Happy Birthday to You!”

“Yay!”

“Happy Birthday Papah!”

***

Anchor

Ketika lelah membuncah

Merasuki sudut hati

Memberatkan setiap langkah

Meragu

Apakah

Hati ku Hati nya

Hati mereka

Terpaut

Di Jangkar yang sama?

Page 157: The Great Voyage

***

The Letters, Revisit

Fortress of the Eyepatches

HASIL AKADEMIK

Nama : Anindya Sugianto

Tahun Akademik : 2013/2014

Semester : 4

Mata Inda men-scan isi surat tersebut, hingga matanya tertuju pada

nilai akhir dibagian akhir surat.

“... Yes!”

***

The Meeting, Revisit

Kedua orang itu duduk dipojok perpustakaan. Kertas – kertas

bertebaran dihadapan mereka, program biro personalia yang akan

direalisasikan pada paruh terakhir pelayaran.

“...Sebelumnya saya minta maaf, kalau saya ada salah.”

Page 158: The Great Voyage

Inda terdiam, menatap pemuda itu. Dia tidak tahu darimana

pernyataan itu datang“... Dalam rangka apa minta maaf?”

“Dalam rangka menyambut semester baru, sebelum kita mengarungi

satu semester kedepan,”

Inda tersenyum. Mungkin, hati mereka memang terpaut di jangkar

yang sama.

“Saya juga minta maaf, kalau saya ada salah... Please take care of me...”

***

Another Day on The Ship

Matahari bersinar terik, membakar wajah – wajah kelelahan, sibuk

dengan tugasnya masing – masing menjaga agar kapal tetap berlayar.

Satu hari lagi dikapal. Satu hari lagi mengejar harta dari bisik – bisik

yang didengar. Satu hari lagi pulang dengan kecewa, karena

pencarian tak kunjung membuahkan harapan.

“Saya tidak mengerti! Seharusnya ada disini! Tepat disini. Pulau tempat

harta itu disembunyikan...” Pemuda itu, kapten dari kapal, berhenti

sejenak “Atau mungkin, Ukhuwah memang hanya mitos belaka?

Legenda yang dibuat oleh ayah, untuk menjaga semangat dakwah

anaknya? Katakalah wahai sahabatku yang paling bijaksana, apakah

perjuangan kita selama ini hanya sia – sia belaka?”

Page 159: The Great Voyage

Zein, penasihat dari kapal itu, hanya terdiam. Matanya menatap lautan

luas yang terbentang dihadapannya. Benarkan semua ini hanya sia –

sia?

Tiba – tiba cuaca berubah. Awan tebal muncul dari timur,menutupi

mentari. Angin membawa kabut tebal yang menyelimuti kapal dalam

kegelapan. Kemudian, diantara kabut tersebut, terlihat bayangan

besar, sebuah pulau.

“Mungkinkah?”

***

Lost and Found

Mereka berjalan dalam barisan tidak teratur, memasuki gua,

bermandikan cahaya lentera yang dibawa beberapa orang diantara

mereka. Aliran air sebatas mata kaki membasahi kaki – kaki mereka,

menimbulkan suara riak air disetiap langkah.

Pemuda yang berjalan paling depan, Kapten Kapal Innovact, tiba –

tiba berhenti, menyebabkan orang – orang dibelakangnya turut

berhenti berjalan.

Jauh didepan mereka, terduduk diatas susunan batu, sebuah peti

besar bertahtakan delima.

Pemuda itu maju sendirian, menghampiri peti tersebut. Semua

rombongan terpaku ditempat mereka, menahan nafas. Dia membuka

peti itu.

Page 160: The Great Voyage

Sinar yang sangat terang keluar dari dalam peti, menyelubungi

seluruh rombongan didalam gua dengan cahaya keemasan.

***

Sora wo tobe umi wo nagame kinou made no nayami kumo no ue de

oikakekko

(Fly in the sky, look at the sea and chase yesterday’s troubles on the

cloud)

Doko made ikou ka kaze wa tomaranai

(No matter how far we go, the wind won’t stop)

Ima kimi mo onaji koto wo kangaeteiru no ka na “kaeritakunai” to

(Right now, are we thinking the same thing? “I don’t want to go

home”)

Yuuhi ga shizumi hoshizora mieru made nantonaku susunde ikou

(Till the sun sets and the starry sky appears, somehow we made it

forward)

Fune no ikisaki wa bokura no Pleasure

(This ship’s destination is our Pleasure)

コンパスローズ(compass rose) - hey! say! jump

Page 161: The Great Voyage

Air pun Berpuisi

By Puji Rahayu

Ia terlahir di sebuah desa di atas bukit di ujung bagian selatan

pulau ini. Bertahun-tahun ia hidup damai bersama dengan

keluarganya. Sejak kecil ia memang selalu mendapatkan kesempatan

untuk belajar menggubah puisi kepada guru besar di daerahnya. Hal

itu bukan karena ia anak orang terpandang atau karena memiliki

jumlah sumbangan masjid yang terbesar di kota itu. Ia selalu bisa

sampai di manapun yang ia inginkan karena ibunya tak pernah

berhenti berdoa untuknya. Di sinilah ia tak akan pernah lupa kepada

seorang wanita yang telah melahirkan dan selalu memberikan

waktunya untuk berdoa demi kebaikannya. Ibu yang luar biasa. Ia

sudah cukup dewasa untuk mulai mengenal hidup yang sebenarnya.

Ia tak pernah mendengar orang menyebut nama aslinya dengan

benar meskipun nama yang ia miliki sangat singkat. Ia lebih dikenal

dengan nama panggilan kesayangan dari ibunya yang sejak kecil

disematkan padanya. Yaah, orang-orang tidak pernah memanggilnya

Puja, tetapi lebih suka memanggilnya dengan nama Dodoa (artinya:

pengulangan kata doa) . Sejak kecil bahkan ia tidak pernah suka

mengenakan perhiasan. Bahkan, anting yang sejak kecil terpasang di

dua telinganya yang merupakan pembelian ibunya pun ia taruh di

mana saja hingga akhirnya hilang tak bersisa.

Page 162: The Great Voyage

Setelah ia melakukan salat selama 7 hari, maka ia mulai

mendapat keyakinan untuk benar-benar mulai mengembara karena

ia memang tak memiliki niat untuk terus tinggal di sana. Ia ingin agar

ia mengunjungi tempat baru hingga belajar banyak hal baru di sana

dan akhirnya ia bisa mengajak ibunya untuk hidup bersamanya di

tempat yang baru yang lebih baik. Tak mudah memang mendapatkan

restu dari sang ibu agar ia bisa pergi ke tempat baru yang

diidamkannya karena ibunya tak yakin akan membiarkan anaknya

tersebut hidup sendirian di tanah orang yang tak tahu bagaimana

kondisinya. Namun, berkat bantuan guru-guru yang selalu

mendampinginya untuk belajar selama ini, meskipun dengan usaha

keras, akhirnya sang ibu pun luluh dan percaya bahwa anaknya akan

mampu bertahan sehingga sang ibu pun memberikan restunya

kepada anaknya untuk mengejar asanya. Seharian sudah ia

mempersiapkan segala sesuatunya. Akhirnya tiba saatnya ia akan

berpamitan kepada sang ibu untuk benar-benar mengejar asanya.

“Ibu, Dodoa akan berangkat untuk mengejar asa Dodoa. Dodoa

mohon Ibu takkan pernah berhenti bangun di kala semua orang

terlelap tidur untuk selalu menyebut namaku di setiap sujudmu

karena itulah yang selalu membuatku mampu menghadapi

semuanya.”

“Dodoa, tanpa kau minta pun ibu pasti akan selalu mendoakanmu

naak. Untuk apa dan untuk siapa aku berdoa bila bukan untukmu.

Namamu adalah nama yang takkan pernah mampu terhapus dari bibir

Page 163: The Great Voyage

ibumu ini nak. Pesan ibu, jangan kau tinggalkan salatmu, jaga dirimu

baik-baik, jangan pernah berhenti untuk berpijak pada bumi.”

“Ibu, Ibu adalah orang terbaik yang Dodoa miliki. Dodoa janji, Dodoa

akan kembali untuk bisa mengajak Ibu naik haji. Peganglah janji

Dodoa Bu, jarak akan kulangkah dan waktu akan kutuju agar Dodoa

bisa segera kembali ke sini untuk hidup kita yang lebih baik.”

“Dodoa, hati-hatilah nak. Bawalah dua buah kue kedelai ini untuk

bekalmu di jalan. Tuhan selalu bersama setiap langkah dan detak

jantungku.”

“Dodoa berangkat Bu. Aku pergi untuk ibu dan kembali pula untuk

Ibu.

Tak terasa mereka melelehkan air bening yang tak tertahan di

kedua pipi mereka. Perpisahan yang tak selamanya, tetapi begitu sulit

dijalani. Layaknya kekasih yang meninggalkan pujaan hatinya dalam

penantian. Dodoa pun segera melangkah meninggalkan bukit tempat

tinggalnya. Ia mulai menyusuri pepohonan dan jalan menuju kota.

***

Dua hari Dodoa berjalan dengan memakan kue yang diberikan

ibunya selama dalam perjalanan, akhirnya ia sampai di kota. Ia melihat

banyak hal baru di sana. Sejauh mata memandang banyak kerumunan

orang yang berjualan ataupun sekadar berjalan dan bergurau.

Akhirnya matanya menangkap sesuatu yang tak asing baginya. Yaah,

Page 164: The Great Voyage

puisi. Ia mendengarkan rima yang begitu indah tercipta dan diksi

yang begitu luar biasa. Lebih indah daripada saat ia mendengarkan

puisinya sendiri menurutnya. Ia mendatangi pembaca puisi tersebut.

Seorang wanita setengah baya yang nyaris sempurna lagu dan

iramanya saat membacakan puisinya. Ia memberanikan diri untuk

mendekatinya. Orang itu lantas tersadar atas kedatangan Dodoa.

“Salam, aku Dodoa, aku sangat terpesona dengan puisinya. Luar biasa

indah. Kau sudah lama berinteraksi dengan puisi?” kata Dodoa saat

sampai di depan wanita itu

“Salam, aku Reya. Kau seorang ahli puisi?”

“Hanya pernah beberapa kali mendapat kesempatan untuk belajar

tentang puisi.” Jawabnya sambil menganggukkan kepala.

“Wah, pantas kau memahami puisi dengan baik. Kalau boleh tahu,

dari mana kau berasal? Apakah kau berasal dari kota ini?”

“Hanya sedikit ilmu yang kumiliki tentang puisi. Aku berasal dari Bukit

selatan kota ini. kau sendiri sudah lama berada di kota ini?”

“Aku sudah tiga bulan berada di kota ini. Aku menunggu suatu hal

yang besar yang akan segera datang.”

“Kalau boleh aku tahu apa hal besar yang kau tunggu?”

“Aku menunggu datangnya kapal pesiar yang begitu besar yang akan

membawaku mengelilingi perairan di bumi ini. Aku sudah lama

menantikan hal ini. dan hari itu akan segera tiba. Besok pagi, apa yang

Page 165: The Great Voyage

selama ini aku tunggu segera datang. Kapal pesiar itu akan segera

datang.”

“Aku pun ingin melihat bahwa air pun berpuisi.”

“Benarkah? Kalau begitu besok pergilah denganku dengan kapal

pesiar itu. kita harus sudah siap di pelabuhan sebelum fajar datang.

Kita harus berangkat setelah subuh agar bisa naik terlebih dahulu

karena pasti akan banyak orang yang ingin naik.”

“Baiklah, Reya.”

***

Setelah mereka melaksanakan salat subuh, mereka segera

bergegas menuju pelabuhan. Benar yang dikatakan Reya, sudah

banyak orang berkumpul di sana. Tak berapa lama kemudian,

terdengar semacam peluit raksasa dibunyikan sebagai tanda bahwa

kapal pesiar yang dinanti-nantikan oleh semua orang telah datang.

Segera Reya menarik tangan Dodoa untuk naik ke kapal. Perjuangan

panjang melewati banyak orang berjejal yang juga ingin masuk ke

kapal pun akhirnya berhasil mereka lalui. Mereka sampai di dalam

kapal di lantai kedua. Mereka duduk di galangan kapal memandang

laut di depan mereka yang semakin terang karena matahari mulai

terbit. Tak sampai berapa lama kemudian, kapal pun mulai diarahkan

nakhkoda untuk meninggalkan pelabuhan. Perlahan tapi pasti kapal

mulai sampai di tengah lautan lepas. Yang bisa dilihat hanyalah lautan

dan ombak yang tenang. Tak henti-hentinya Dodoa maupun Reya

Page 166: The Great Voyage

mengagumi indahnya lautan itu. semakin malam pemandangan

semakin indah karena deburan ombak ditemani oleh indahnya langit

yang seolah memberi salam kepada semua penghuni bumi dan

kepada air. Reya sibuk menyusun bait-bait puisi sedangkan Dodoa

masih lebih suka membaca keindahan tak terhingga yang sekarang

ada di hadapannya. Malam semakin larut hingga mereka pun tertidur

diselimuti oleh langit berbintang.

Namun, tiba-tiba mereka terbangun saat badan terasa

diguncang dengan sangat hebat. Mereka pun terbangun. Mereka

merasakan kapal oleng ke kanan dan ke kiri. Mereka segera mencari

pegangan. Tangan mereka menggenggam erat apa yang menurut

mereka bisa menopang tubuh mereka. Hal ini terjadi agak lama, tetapi

kemudian suasana kembali tenang karena guncangan itu hilang.

Menurut penumpang lain yang ikut melihat kejadian yang membuat

kapal tersebut berguncang berkali-kali adalah karena adanya

gerombolan ikan paus yang berada di laut di bawah kapal berada dan

memaksa untuk muncul ke permukaan sehingga menabrak dasar

kapal berkali-kali, tetapi kemudian ahli perikanan mampu membuat

paus tersebut mencari jalan lain untuk muncul ke permukaan.

Tak terasa sudah lebih dari dua bulan mereka berada di kapal

pesiar tersebut dan berteman dengan laut maupun langit. Setiap hari,

bait puisi tak pernah terhenti dibuat dan dibacakan untuk para

penumpang kapal oleh Dodoa dan Reya. Semua orang menyukai puisi

mereka dan mereka merasa terhibur dengan adanya dua orang

Page 167: The Great Voyage

tersebut. Hari itu langit begitu cerah. Matahari bersinar terik. Namun,

tiba-tiba keindahan itu musnah saat semua orang berteriak, “air

masuk kapal...air masuk kapal...” Semua orang mulai panik dengan

keadaan yang terjadi. Banyak orang yang diam saja, menangis,

berdoa, atau bahkan menutup mata mereka. Begitu pula dengan

Dodoa maupun Reya. Saat ini mereka tidak tahu harus berbuat apa

untuk menyelamatkan kapal dari tenggelam karena air mulai masuk

ke kapal. Air yang selama ini menjadi sahabat mereka hari ini tiba-tiba

menyerang mereka. “Tidak. Air tidak mungkin memusuhi sahabatnya

sendiri karena kami pun tidak pernah memusuhinya. Kita bersahabat.

Aku harus mengingatkan bahwa kita sahabat dan tidak seharusnya

bermusuhan.” Hatinya berkata hal yang selama ini menjadi

keyakinannya. Akhirnya tanpa berpikir panjang ia turun ke lantai

dasar. Ia berlari menyusuri tangga. Ia segera sampai di tangga menuju

lantai dasar. Ia melihat air sudah setinggi lutut menggenangi lantai

dasar dan semua awak kapal sedang berusaha mengurangi jumlah air

yang semakin meninggi. Dodoa segera masuk ke dalam air dan mulai

melihat air yang mulai membasahi kakinya hingga atas lutut. Ia

berkata dengan lembut kepada air yang berada di hadapannya,

“Kawan, sejak dulu aku yakin bahwa kau pun berpuisi. Aku yakin kau

pasti mengetahui puisi terindah sepanjang masa yang takkan pernah

diragukan lagi kebenarannya. Tuhanku dan Tuhanmu telah berpuisi

dalam kitab Al-Qur’an kita yang suci, “Milik-Nyalah kapal-kapal yang

berlayar di lautan bagaikan gunung-gunung” dalam surah Ar Rahman

Page 168: The Great Voyage

ayat 24. Maka aku memintamu sebagai sesama makhluk yang sama-

sama berpuisi dengan puisi Tuhan agar kau bersahabat dengan kami

karena kami pun ingin bersahabat denganmu. Tuhan, izinkan kami

bersahabat dan izinkan kapal ini kembali berlayar.” Seketika itu pula

seakan air laut memahami Al-Qur’an dengan baik, maka airpun mulai

surut dengan sendirinya karena kapal yang sedang berlayar tersebut

adalah milik Tuhannya sehingga ia bersedia bersahabat dengan kapal

tersebut dan dengan orang-orang yang ada di dalamnya. Akhirnya

semua orang segera kembali tenang karena air sudah tidak masuk

lagi ke dalam lantai kapal. Dodoa melakukan sujud syukur atas

kebaikan Tuhan yang telah menolong kapal beserta mereka semua

yang berada di dalamnya. Reya menepuk bahu Dodoa dan

mengatakan satu hal padanya “Tunjukkan padaku satu hal” dan

Dodoa pun menjawab “Dengan puisi terhebat yang pernah ada, maka

kita semua berpuisi. Begitu pula dengan lautan, air pun berpuisi.”

Kapal pun kembali mengarungi lautan lepas yang kini sudah

menjadi sahabatnya. Kini puisi itu semakin indah dan akan tetap

indah. Di kejauhan sana, tampak daratan menghijau siap menyambut

kapal. Itulah daratan tujuan mereka. Tak lama lagi mereka akan segera

sampai di tempat tujuan mereka. Salam perpisahan pun akan segera

terucap untuk sang sahabat yang kini sudah sangat erat. “Air, tetaplah

berpuisi sesuai dengan puisi terindah sepanjang masa”

***

Page 169: The Great Voyage

My Journey

By Mohamad Jatiardi Fitriantoro

End of The Line

Aku sedang duduk termenung menatap langit yang menyemburkan

cahaya jingga kebiruan. Perpaduan warna sempurna, yang secara tak

langsung mengagungkan pencipta-Nya. Aku tersenyum sesaat, lalu

mengalihkan pandangan. Dari kejauhan, terdengar sayup-sayup suara

orang-orang yang ku kenal, suara-suara itu memanggil nama ku.

Mereka, awak kapal yang telah menemani perjalananku, mereka

melambaikan tangan ke arahku.Betapa kagetnya aku saat mengetahui

teman-temanku, semuanya sudah turun dari kapal. “Daratan!” pikirku

terkaget-kaget. Saat melihat hamparan pasir tempat teman-temanku

itu menjejakkan kakinya, perasaan senang tak terkira memenuhi

rongga-rongga hati ku. Aku memang sangat merindukan daratan.,

karena, sudah satu tahun aku berlayar di laut lepas. Dan saat melihat

daratan tempatku melangkahkan kaki ke kapal ini setahun lalu, wajar

bila hatiku meloncat-loncat kegirangan. Tapi, seketika satu

pertanyaan muncul di benakku.“Saat aku menginjakkan kaki ku ke

daratan ini, apakah itu artinya ini kali terakhir aku merasakan indahnya

lautan?”

Aku berjalan perlahan dengan penuh kepastian. Setiap langkah yang

ku buat mendekatkanku kepada pintu keluar kapal, mendekatkanku

pada suara-suara yang sedari tadi memanggilku untuk turun dan

Page 170: The Great Voyage

bersenang-senang. Dan saat aku tiba di gerbang “kenyataan” itu,

tanpa sadar air mataku menetes.Tampaknya, hati ku masih tak rela

untuk meninggalkan kapal ini. Kapal yang telah membawaku ke sudut

pulau antah berantah, mengajarkanku untuk kuat saat tertimpa badai,

dan memberikanku suatu harta karun yang sangat berharga bernama

“keluarga”. Aku akan selalu mengingat momen ini. Momen dimana

aku menangisi perpisahanku dengan kapal agung ini. Momen yang

mungkin akan menjadi kali terakhir aku merasakannya.

Saat kedua kakiku ini sudah bertemu dengan tekstur unik dari pasir

pantai yang halus, aku membalikkan badanku. Aku menatap kapal itu

untuk terakhir kalinya sebelum aku bergabung bersama teman-

temanku. Namun, seketika semua memoriku bersama kapal itu

terbang, dan melesat di kepala ku bertubi-tubi.

Flashback

Saat itu, aku hanya seorang bocah ingusan yang secara kebetulan

terdampar di sebuah pulau asing. Disitu aku bertemu dengan orang-

orang baru, yang bernasib sama sepertiku. Baru beberapa bulan aku

tinggal di pulau itu, aku hampir saja terhanyut, dengan semua gegap

gempita yang telah mendarah daging dalam diri mereka. Hingga

akhirnya, pertolongan Allah datang kepadaku, melalui orang-orang

itu. Ya, kapten Bilal menawarkanku untuk bergabung dalam suatu tim

Page 171: The Great Voyage

yang akan mengadakan ekspedisi pencarian harta karun ke pulau

Madani yang letaknya masih dipertanyakan.

Kapten Bilal dan pasukannya memiliki misi untuk mencegah segala

jenis konflik yang mungkin terjadi dengan bajak laut yang lain. Untuk

itu, semua anak buahnya, tak terkecuali aku, dibekali dengan

pengetahuan untuk bisa melobby, berbicara di depan umum, dan

negosiasi. Tentu saja Kapten Bilal memiliki peranan penting di kapal

itu. Bayangkan, berapa besar kerugian yang harus ditanggung jika kita

tidak bisa menghindari pertempuran di laut yang mahadasyat.

Menjadi garda terdepan di garis pertempuran tentu tak mudah. Tim

kami harus langsung melakukan konfrontasi dan meyakinkan kapal

lain yang berpapasan dengan kapal kami, bahwa kapal kami tidak

menginginkan keributan. Maklum, di dunia yang kami singgahi ini,

perang antar kapal menjadi sesuatu yang awam di kalangan

masyarakat. Ternyata, tugas berbahaya ini menjadikan kami tim yang

solid. Perasaan senasib bahwa suatu saat kami gagal bernegosiasi dan

tertawan membuat kami dekat satu sama lain. Di masa pelayaran itu,

yang merupakan pelayaran pertamaku.Akhirnya, aku menemukan

keluarga baru.

Saat pelayaran pertama usai dan kapal telah berlabuh, tanpa terduga

aku ditawari untuk ikut ekspedisi mencari harta karun yang kedua.

Betapa bahagianya aku, bisa kembali mengulang masa-masa

Page 172: The Great Voyage

kegembiraan di dalam kapal, bersama dengan awak-awak kapal yang

sudah kuanggap saudara kandungku sendiri.

Saat itu, aku ditawarkan untuk menjadi wakil kapten di divisi

pengendalian kapal. Kapten Bilal pun ikut berlayar bersamaku. Berkat

jasa-jasa di ekspedisi pertama itu, kapten Bilal sekarang dipromosikan

menjadi Laksamana Hubungan Antar Kapal.Meski berada di divisi

yang berbeda, aku dan Laksamana Bilal masih tetap akrab. Bahkan, di

pulau Transito, tempat dimana semua kapal berkumpul untuk

beristirahat, aku dan Laksamana Bilal menghibur awak kapal kami, dan

awak kapal yang lain dengan penampilan musik. Aku masih ingat jelas

saat-saat di pulau Transito itu. Saat dimana kami bermain musik di

malam hari yang indah, di sisi pantai, dengan bintang-bintang dan

deburan ombak menghiasi, dengan api unggun yang

menghangatkan, dengan senyum dan gelak tawa penonton yang

menggembirakan.

Here Comes The Leader

Tiba-tiba, aku teringat akan Laksamana Handy. Ia adalah nahkoda

kapal, pimpinan tertinggi yang terpilih. Ia adalah sosok pendiam yang

kadang tak bisa di tebak. Kharismanya terpancar dari sifatnya yang

tidak banyak bicara. Mungkin, banyak awak kapal yang tidak paham

betapa besar pengorbanannya untuk kapal kami. Di tengah malam,

saat semua awak tertidur, ia adalah satu-satunya orang yang masih

terjaga. Matanya bergerak kesana kemari. Ia harus waspada, jikalau

Page 173: The Great Voyage

malam yang gelap mengantarkan ombak besar yang bisa

menenggelamkan kapal, atau bajak laut licik yang menggunakan

malam sebagai selimut untuk menyerang. Ia selalu siap melindungi

kita, anak buahnya, tanpa mengharapkan imbalan.

Pernah suatu waktu, saat krisis kepercayaan awak kapal terhadapnya

kian membesar, aku melihatnya tetap kuat.Ia tidak mencoba

menenangkan diri, tidak pula mencoba mengklarifikasi. Ia hanya sibuk

menggerak-gerakkan kemudi kapal. Menghindarkan kapal dari batu

dan halangan, memastikan kapal akan bergerak sesuai tujuan. Ia tidak

pernah mengeluh. Sama sekali….

Di tengah malam, saat semua awak tertidur.Seperti biasa, aku

mengintip dari kejauhan.Aku melihatnya menangis.Suatu

pemandangan yang MUSTAHIL kulihat jika aku hanya mengandalkan

siangku untuk memperhatikannya. Ia menengadahkan tangannya.

Nampaknya, ia sedang berdoa kepada Allah SWT. Tak lama, jawaban-

Nya seakan turun dari langit. Hujan deras dengan petir yang

menyambar membuat semua awak terbangun dari tidurnya. Tak lama,

ombak besar datang menyerang. “Badai laut! Badai laut! Semuanya

harap waspada!” Sopana, salah satu anak buahku di divisi

pengendalian terlihat menggunakan pengeras suara untuk

mengingatkan seisi kapal. “Bocor! Kapal kita bocor! Kita akan

tenggelam!” Dikri, salah satu anak buah Iqbal, wakil kapten divisi

penguatan kapal berteriak kebingungan. Tak disangka-sangka, semua

awak kapal kocar-kacir tak karuan. Mereka terlihat kebingungan

Page 174: The Great Voyage

dengan apa yang harus mereka perbuat. Aku sendiri langsung berlari

ke arah tepian untuk berpegangan. Saat kepanikan dan ketakutan

menyerang itu-lah, sebuah suara keras, tegas, dan tenang

menggelegar di penjuru kapal.

“Divisi penguatan kapal! Cepat cari semua kebocoran kapal dan

tembel sekarang juga!” “Siap, Laksamana!” jawab mereka seraya

bergegas melakukan apa yang Laksamana Handy perintahkan. “Divisi

pengaturan, tidak….. Bidang pengaturan arah kapal! Buka layar

bersayap selebar-lebarnya! Kita butuh itu untuk tetap seimbang!”

Terlihat lima orang kapten dari bidang pengaturan kapal sibuk

mengkoordinasikan anak buahnya untuk melakukan apa yang

diperintahkan Laksamana Handy. “Divisi pengendalian, cepat coba

pelajari radar, kita akan bergerak ke tempat yang tidak terkena badai!

”Mendengar seruan itu aku langsung bergegas ke ruang kerjaku. Di

saat aku berlari, suara Laksamana Handy yang menggelegar masih

terdengar. “Semua Laksamana, tolong koordinasikan semua bidang!

Divisi yang lain, kalian bantu kuras air yang memenuhi kapal atau kita

akan tenggelam! Para penumpang cepat ke dalam kabin kapal, jangan

panik!”

Semua gemuruh itu telah pergi. Selimut awan tebal perlahan-lahan

menghilang, digantikan oleh mentari yang bersinar terang. Ombak

pun sudah lama tenang. Kami semua, para awak kapal, terduduk tak

percaya. “Apa yang telah kita lalui tadi malam sungguh luar biasa!”

ucapku dalam hati. Kulihat semua awak kapal termenung, tampaknya

Page 175: The Great Voyage

mereka sibuk mengingat kejadian mendadak tadi malam, sampai

akhirnya sebuah suara memecah kesunyian. Gamal, salah satu anak

buah Elsy di divisi personalia kapal berteriak dengan lantang. “Kita

telah selamat dari maut! Allah telah menganugerahkan kita seorang

pemimpin yang hebat, Allahu Akbar!” Seketika, kita semua, para awak

kapal membalas takbir yang dilontarkan oleh Gamal. Allahu Akbar!

Allahu Akbar!“ gemuruh takbir sahut menyahut memenuhi seluruh isi

kapal. Tak jarang kudapati awak kapal yang menangis terbawa

euphoria. Tak terkecuali aku. Kulihat Laksamana Handy dilempar ke

angkasa, ditangkap lagi, dan dilemparkan lagi oleh beberapa pemuda

awak kapal kami. “Hidup nahkoda kita! Hidup pemimpin kita! Allahu

Akbar!”

Should I Say Good Bye?

Banyak sekali pengalaman yang telah aku pelajari dari pelayaran

kedua ini. Ekspedisi pencarian harta karun ke Pulau Madani,

tampaknya telah mengubah diriku dari seorang bocah ingusan,

menjadi bocah yang sedikit memiliki rasa tanggung jawab.

Aku takkan pernah lupa, saat gelak tawa awak kapal membahana,

ketika ada satu pasukan lumba-lumba yang menyapa kami. Mereka

membentuk formasi, mencoba menghibur kami dengan adegan sirkus

yang sangat lucu. Aku juga takkan pernah lupa, saat kita bersama-

sama menyaksikan matahari terbenam yang sungguh menawan. Saat

itu, seolah semua penat perjalanan kita terbayarkan. Dan juga, saat

Page 176: The Great Voyage

kita melihat bintang jatuh di langit malam pulau Prodak, yang pada

saat itu pula, kita mengukir asa pembaharuan dan cita-cita.

Terlebih lagi, saat-saat kebersamaanku dengan timku. Tim

Pengendalian yang amat hebat! Terimakasih, kalian telah menjadi

anak buah terhebatku. Dan Laksamana Jauza adalah partner

terhebatku pula. Pada saat dimana aku mengingat kembali momen

indah ini, ada nama-nama kalian di dalamnya. Ada kehangatan dari

sebuah tim kecil yang aku bina. Ada gelak tawa dan senyum di atas

kesedihan dan juga air mata.

Que Sera Sera

Memori itu, akhirnya meredup, meredup, lalu hilang. Ku balikkan

kembali badanku yang mulai rapuh karena kesedihan yang

membebaniku. Kugerakkan kaki ku menjauhi kapal yang sedari tadi

diam membisu. Tiba-tiba kesedihanku sirna, air mataku tak menetes

lagi. Tiba-tiba, suatu keyakinan yang tak terhingga menyinari relung-

relung hatiku yang hampa. Hampa karena perpisahan dengan memori

yang tak terlupakan.

Terimakasih kapalku. Terimakasih Laksamana Handy, Laksamana

Jazuli, Laksamana Novia, Laksmana Dhindha, Laksamana Bilal,

Laksamana Atina, Laksamana Nurul, Laksamana Jauza, Laksamana

Irma, dan Laksmana Syarif. Terimakasih semua kapten dan wakil

kapten divisi, serta semua awak kapal. Terimakasih tim kecilku yang

Page 177: The Great Voyage

selalu aku banggakan. Sungguh, pengalaman di kapal ini merupakan

suatu pengalaman yang tak akan pernah aku lupakan.

Dimanapun aku nantinya, aku akan selalu merindukan perjalananku,

bersama dengan awak kapal lainnya, mengejar harta karun di pula

Madani itu.Que Sera Sera. Terimakasih atas petualangannya! ^^

By: MJF

Additional story by MJF

Side Story: Langit Bertabur Bintang (Part 3-End)

Seorang pemuda terlihat sedang melongok ke atas dari jendela

kamarnya.Ia memandangi sebuah karpet biru tua besar yang indah,

namun sunyi dan kosong. Mata pemuda itu tampak bergerak-gerak

mencari sesuatu di langit malam itu. Ia berharap, langit sunyi itu

masih mau berbaik hati menyisakan satu bintang untuknya. Sudah

berjam-jam hitam bola matanya bergerak kesana kemari. Sampai

akhirnya ia sadar, di balik rerimbunan hawa biru itu, ada tiga buah

bintang, yang selalu menjauhkannya dari kegelapan malam ….

Bintang kecil di langit yang biru

Amat banyak menghias angkasa

Aku ingin terbang dan bermain

Jauh tinggi ke tempat kau berada

Page 178: The Great Voyage

Pemuda tersebut tampak tersenyum-senyum kecil, menatap tiga buah

bintang yang bersinar terang di balik jendela kamarnya.“Betapa

indahnya ketiga bintang itu” ujarnya. Di tengah kekagumannya

dengan ketiga bintang tersebut, air mukanya berubah setelah ia

menyadari bahwa ia tidak bisa selamanya bergantung pada ketiga

bintang tersebut. Esok hari, ia harus melakukan perjalanan ke daratan

antah berantah. Di sana, mungkin saja terdapat awan jahat, atau

rimbun pepohonan yang menghalangi sinar dari ketiga bintang

tersebut. Seketika ia memutuskan untuk tidak tertidur. Ia ingin

menikmati kebersamaannya bersama ketiga bintang ini, sebelum

besok ia melakukan perjalanan jauh.

Benar saja, di daerah antah berantah itu, ia merasa sendiri. Kerumunan

orang tersebut mengacaukan pikirannya.Di tengah keramaian itu, tak

ada satupun orang yang dikenalnya.Membuatnya merasa kesepian

bahkan di kondisi seramai itu. Di malam harinya, benar saja, ia

kehilangan ketiga bintangnya. Awan jahat menyembunyikannya,

membiarkannya dalam ketakutan akan kegelapan malam.

Kondisi itu terus berlanjut setiap harinya. Membuat pemuda itu tak

tahan lagi.Sampai akhirnya, secercah sinar harapan menghampirinya.

Seorang pemuda menawarkannya untuk bergabung di

perkumpulannya. Disana pemuda tersebut belajar banyak hal. Ia juga

menemukan sesuatu yang sangat berharga dan tidak ada

tandingannya di dunia: sebuah keluarga. Ya, teman-temannya di

perkumpulan itu mengajarkan padanya bahwa ia tidaklah sendirian di

Page 179: The Great Voyage

dunia ini. Pemuda itu memiliki teman-teman yang sangat

menyayanginya. Yang membuat pemuda itu harus berpikir dua kali

saat ia beranggapan bahwa malam begitu amat menakutkan.

Belakangan ia menyadari, angin jahat yang menutupi ketiga

bintangnya itu, hanyalah cerminan dari rasa takutnya. Pada saat

ketakutan pemuda itu sirna, pada saat itu pula angin tersebut lenyap

tak berbekas. Membuatnya kembali bisa menikmati sinar ketiga

bintang yang amat disayanginya.

Pemuda itu kembali meneteskan air mata sedih karena kebodohannya

yang larut dalam ketakutannya. Jika saja ia memiliki keberanian untuk

menerima, ia tidak akan merasakan bagaimana gelapnya malam tanpa

bintang. Tapi ia juga tersenyum lega, karena dengan pengalamannya

dalam gelap, ia bisa mensyukuri datangnya terang.

Bintang kecil di langit yang biru

Amat banyak menghias angkasa

Aku ingin terbang dan bermain

Jauh tinggi ke tempat kau berada

Pemuda itu sedang bersenandung di tempat tidurnya. Bukan karena

ketakutannya akan kegelapan, tapi karena sebentar lagi malam tiba.

Page 180: The Great Voyage

Waktu dimana ia bisa menyaksikan ketiga bintang yang amat berarti

baginya. Saat matahari mulai letih dan beranjak dari tempat

duduknya, dan saat langit mulai kehilangan sinarnya, bintang-bintang

itu muncul. Betapa kagetnya ia mendapati langit malam itu. Air

matanya bercucuran.Keringatnya membasahi dahinya.Bibirnya

bergetar kegirangan. Karena saat ia menatap hamparan karpet biru

tua itu, dilihatnya, langit bertabur bintang.

By: MJF

SAILING WITH THE INVISIBLE

By Nurul Suaybatul Aslamiyah

Fase 1 : Menetapkan Pilihan

“Berada di bagian galangan, buritan, atau bahkan bagian

terluar dari sebuah kapal layar ini pun kau akan tetap memiliki peran

yang sama dalam membantu mensukseskan ekspedisi kapal layar ini

jika memang kau mau berkontribusi untuk mensukseskannya dan kau

membenarkan niatmu dalam membantu mensukseskan ekspedisi itu.

Lihatlah mercusuar itu!! Dia bahkan bukan merupakan bagian dari

kapal ini, tapi tanpa mercusuar itu mungkin kapal ini akan kehilangan

haluannya. Segera putuskan karena kapal harus segera berlayar,

ekspedisi harus segera dimulai, jangan lagi kau ragu. Aku yakin dan

percaya pada keputusanmu.”

Page 181: The Great Voyage

Terasa dingin angin yang menyentuh pipi malam itu membuat

sejenak logika dan rasioku ikut membeku karena harus memutuskan

untuk memilih menjadi awak kapal pada bagian yang mana, aku

menaruh rasa yang sama pada kedua bagian itu. Beruntung hangat

tatapan seorang kawan dan hangat nasihat serta kepercayaannya

padaku membuat ku dapat kembali menggunakan rasio dan logika

akal sehatku. “Ya, aku sudah memutuskan !!” kataku mantap pada

kawanku.

Aku memutuskan untuk bergabung menjadi awak kapal

dengan membantu penanggung jawab keuangan kapal dan berperan

sebagai perpanjangan tangannya untuk mengumpulkan barang-

barang perbendaharaan kapal yang akan menjadi bekal dalam

ekspedisi kami menuju Pulau Ghaliba, yang dalam Bahasa Indonesia

Ghaliba itu memiliki makna “Kejayaan”. H-beberapa jam penutupan

perekrutan awak kapal keputusan itu baru kuambil, segera kusiapkan

segala syarat administratif yang diperlukan untuk bisa menjadi bagian

awak kapal. Semua perbekalan telah kusiapkan, niat telah

kumantapkan, dan kakipun melangkah membawa asa untuk dapat

menjadi bagian dari perjalanan ekspedisi kapal untuk mencapai Pulau

Ghaliba. Meskipun tidak banyak orang yang menyukai ekspedisi

dengan beribu onak duri, berbagai badai dan ombak yang menjadi

tantangan, tapi tekad dan niatku sudah bulat. Ada ridho dan

keberkahan Illahi dalam perjalanan ekspedisi itu, dan aku harus

Page 182: The Great Voyage

menjadi bagian dari perjalanan yang penuh dengan ridho dan

keberkahan Illahi itu.

Pertemuanku dengan penanggung jawab keuangan kapal di

hari berikutnya, justru membuat aku tercengang dan membuat niatku

sedikit tergoyahkan. Bagaimana tidak, aku yang hanya berekspektasi

menjadi wakil kepala awak kapal yang merupakan perpanjangan

tangannya justru di tunjuk untuk menjadi kepala awak kapalnya. Sadar

bukan fitrahku untuk bisa menjadi seorang kepala sekaligus sadar

akan kapasitas diri, aku berusaha menolak untuk menjadi kepalanya

dan meminta untuk tetap dijadikan wakil kepalanya saja. Tapi apa

mau dikata, ketika sudah dihadapkan pada kalimat ”Amanah tidak

akan pernah salah dalam memilih tuannya” seperti luluh seketika ego

dan ketidak yakinan dalam diri. Dengan pasrah kuterima keputusan

dan amanah untuk menjadi kepala awak kapal yang bertugas untuk

mengepalai awak yang lain untuk mengumpulkan perbendaharaan

bekal yang sangat dibutuhkan dalam ekspedisi ini.

Belum selesai sampai disitu, aku masih belum tahu siapa yang

akan melengkapi kekuranganku dan menjadi rekan untuk mengurus

awak kapal lain yang bertugas untuk mengumpulkan bekal ekspedisi

ini? Jelas, aku tidak bisa sendirian mengepalai awak yang bertugas

untuk mengumpulkan bekal ekspedisi ini. Tidak lama merisaukannya,

datang secarik pesan yang memberitahukanku dua nama orang yang

akan menjadi rekan kerjaku di bagian ini. Pada bagian akhir pesan

dituliskan bahwa aku harus memilih satu dari dua nama yang

Page 183: The Great Voyage

diajukan. Ketidakyakinanku untuk menjadi kepala bagian diawal sudah

terlihat disini, sebagai perempuan tidak bisa aku mengambil

keputusan secara spontan dan secepat itu, “baper”, banyak mikir,

banyak memasukkan variabel-variabel yang tidak relevan untuk

dijadikan pertimbangan. Untuk mengambil keputusan awal seperti ini

saja aku harus berkonsultasi pada banyak pihak, dan akhirnya nama

yang mereka sebutkan pun menjadi nama yang aku tuliskan pada

balasan pesanku kepada penanggungjawab keuangan kapal. Dua

nama yang membawaku dan penanggungjawab keuangan kapal pada

sedikit perdebatan kecil ketika aku memutuskan memilih satu dari dua

nama itu. Tak lama beradu argumen, penanggungjawab kapal pun

luluh dan memutuskan untuk menjadikan nama yang sudah

kusebutkan sebagai wakil kepala bagian yang akan membantu dan

melengkapi kekuranganku untuk memimpin awak kapal lain di bagian

ini. Kepala bagian awak kapal telah lengkap, telah ditutup sayembara

untuk mengisi posisi sebagai kepala dan wakil kepala bagian awak

kapal. Pencarianpun berlanjut, fase berikutnya untuk menemukan

awak kapal pun dimulai.

Fase 2 : Menemukan Awak Kapal yang Tepat

“Telah dibuka !! Sayembara untuk mencari orang-orang yang

tepat untuk menjadi awak kapal yang akan melengkapi ekspedisi

kapal untuk menuju Pulau Ghaliba. Kesempatan untuk mengikuti

sayembara dibuka untuk semua muslim Pulau Imonoke.”

Page 184: The Great Voyage

Begitulah deklarasi dibukanya sayembara untuk mencari awak

kapal yang akan melengkapi ekspedisi menuju Pulau Ghaliba

dibacakan oleh Sang Kapten dan tersebar ke segala sudut kota di

Pulau Imonoke. Singkat cerita aku bersama dengan wakilku dalam

mengepalai awak kapal pada bagian ini pun telah melengkapi tim

kami dengan 8 orang awak kapal yang unik dan luar biasa

kehebatannya.

“Aku ini FMD lho Kak !!” kental dengan logat Jawa nya yang

khas, itu yang sering dia ucapkan ketika bertemu dengan para Kepala

Awak Kapal yang lain atau Penanggung Jawab Kapal layar ini. Cerdas,

mampu berfikir taktis, logis, dan selalu tidak dapat menyembunyikan

kata tanya “Mengapa” ketika dia dihadapkan pada satu kondisi,

statement, atau bahkan teori. Wajar, dia adalah sosok yang

berkeinginan kuat untuk terus belajar. Pernah suatu ketika,

ketidaktuntasannya dalam menjalankan misi membuat sahabatnya

sedikit menyimpan kekesalan kepadanya. Yaaa,, itulah si ikal dari Ibu

Kota Jawa Timur, brainy !!..

Santai, sering berbeda pendapat, yang aku ingat sosok yang

satu ini sampai mengalihkan perhatian dengan menonton film

ditengah-tengah cerewet dan berisiknya aku menanyainya tentang

konsep dari misi yang ia jalankan. Hahaa, annoying li’l boy !!. instead

of being annoying awak yang satu ini selalu memberikan hasil yang

tuntas dari pekerjaannya. Cuek, tengil juga, mungkin bisa dibilang

demikian. Sahabatnya mengatakan itu padaku, karena

Page 185: The Great Voyage

kebingungannya dengan bagaimana harus berinteraksi dengan dia.

Yaaa, dia itu adalah yang memiliki cita-cita untuk menjadi seorang

konglomerat muslim, indeed that’s a great boy!!

Abang dari Medan ini sangat suka bertanya, polos, dan

memiliki keinginan untuk menjadi “sama” dengan Kakak-kakaknya.

Menyelesaikan misi dengan tuntas dan selalu memiliki ambisi dengan

misi yang dibebankan padanya. Cukup cepat akselerasi

pembelajarannya. Dan suatu ketika aku pernah mendapatinya dalam

kondisi mood yang tak terkontrol dan membuatnya nampak tidak

bersemangat. Keep being fabulous brother, you’ll be more than your

sisters. I count on you !

Diam, tenang, dan menenangkan. Paling muda diantara semua

awak kapal ini, kukira ia yang paling dewasa juga diantara semua

awak kapal ini, hmmm. Misi yang lebih besar datang padanya, dan

sayang akhirnya pun dia meninggalkan sahabatnya sendirian

menjalankan misi dari bagian pencarian harta karun ini. Ahh, aku ingat

dia sempat kembali sekali. Tapi setelah itu ya dia menghilang lagi dari

kapal ini. Unable to be predicted. Unpredictable...

Childish, always be the one who always causing laughter,

tingkahnya, celotehnya, selalu bisa menjadi penyegar suasana.

Disamping itu, awak yang satu ini selalu menunjukkan usahanya untuk

belajar menjadi yang lebih dewasa. Terlihat dari kemampuannya

mengesampingkan egonya karena kekesalannya dengan sahabatnya.

Page 186: The Great Voyage

Awak yang satu ini selalu menuntaskan apa yang tidak dituntaskan

oleh sahabatnya. Selalu ceria, dan menceriakan suasana. Funny child,

Beta.

Excellent, diam, tenang, rapih, terstruktur, humorous. Diam-

diam suka membuat kelucuan juga diantara teman-temannya. Aku

tahu awak yang satu ini memiliki performance yang sama bagusnya

juga dimanapun dia bekerja. Dan misi yang dia kerjakan selalu

complete. Oh iya, satu lagi awak yang satu ini juga pintar, penyayang

binatang (koleksi binatang dirumahnya lumayan katanya). A girl with

outstanding work, Nur.

Awak yang satu ini suka sekali bilang “saya pusing Kak, saya

bingung”. Dia mengaku dia gampang pusing dan bingung.

Menurutku tidak, dia cukup dewasa dalam menyelesaikan

permasalahan yang dia hadapi. Dan yang tidak diketahui orang lain,

awak yang satu ini adalah yang paling romantis dibanding awak

perempuan yang lain . Hanya kadang dia kurang percaya diri

dengan dirinya sendiri. Mungkin yang perlu dia perhatikan adalah

mood swing nya. Romantic girl, Jihan.

Awak yang satu ini adalah yang memiliki toleransi dan

pengertian yang paling tinggi terhadap sahabat-sahabatnya, dewasa,

tenang dalam bekerja dan bersikap. Kemampuannya dalam

memahami sahabat-sahabatnya perlu diapresiasi. Awak yang satu ini

selalu memberikan effort paling maksimalnya untuk misi yang dia

Page 187: The Great Voyage

jalankan. Meskipun ditengah jalan awak yang satu ini sempat

mengalami guncangan karena ditinggalkan pergi begitu saja oleh

sahabatnya. Aku jatuh cinta pada ketenangannya dan kemampuannya

untuk mengerti dan memahami sahabat-sahabatnya. Sweet girl,

Emma.

Fase 3: Perjalanan telah Selesai

Yaaa, aku menemukan 8 orang itu, instead of satu orang lagi

yang selalu menjadi pelengkap kekuranganku. Kami bersepuluh

adalah satu bagian, bersama menggoreskan tinta menuliskan cerita di

lembar catatan sejarah dunia. Kini, kami telah sampai di ujung dari

perjalanan kami dalam mencapai Pulau Ghaliba. Saatnya kita singgah,

memilih kapten baru, menemukan awak kapal yang baru untuk

menggantikan awak kapal yang berguguran ditengah perjalanan.

Ketika ada sebuah permulaan, maka akan ada sebuah akhir yang

menjadi ujungnya dan sekaligus sebagai titik tolak permulaan yang

baru.

Diujung perjalanan ini, aku menemukan apa yang menjadi

jawaban dari pertanyaan kita selama ini, pertanyaan tentang mengapa

kita menetapkan pilihan hati pada sebuah bagian yang tersembunyi

dan tak nampak dari pandangan mereka yang berada diluar sana.

“aku tahu sekali, banyak pilihan yang lebih baik yang

mengelilingimu di luar sana dan bisa kau jadikan sebagai pilihan. Lalu

Page 188: The Great Voyage

kenapa kau masih tetap memantapkan hati untuk memilih ku ?” tanya

hati pada kita.

“andai hati ini bisa memilih.” Jawab kita.

Hati pun melanjutkan, “dan seandainya pun hati bisa memilih

maka aku akan tetap tak akan mengubah pilihanku. Aku telah yakin

akan ketetapan hatiku, untuk memilihmu”.

Dan kita pun menjawab, “ya karena itulah ku pilih kau untuk

menyaksikan perjalanan kita. Kita adalah titik-titik yang terhubung

menjadi garis, dan garis itu bergerak sesukanya untuk kemudian

membentuk deretan huruf yang terangkai menjadi kata, terangkai

menjadi kalimat, dan terangkai menjadi sebuah cerita yang membuat

dunia bangga karena cerita kita menjadi bagian yang membuat

catatan sejarah dunia menjadi berwarna. Dunia bangga, karena cerita

kita adalah cerita yang tak biasa. Cerita itu terangkai dari amalan kita.

Amalan yang kuharapkan akan menjadi pemberat timbangan amal

kebaikan kita di yaumil akhir nanti. Cerita yang kuharapkan mampu

dijadikan bukti dari pernyataan pembelaan kita terhadap masing-

masing dari kita kepada Nya jika kita tak saling lihat di surga nanti.

Kita yang akan saling memanggil, jika kita tak saling lihat dan

bersama-sama di surga nanti. Karena kita, pernah berjalan bersama-

sama dengan berharap penuh akan keridhoanNya.”

Storyline by M. Iqbal Ramadhan

Page 189: The Great Voyage

Berlayar menuju Pulau Madani, bukan suatu hal yang mudah.

Banyak onak dan duri yang harus kita lewati, banyak rintangan dan

serangan dari berbagai pihak yang membenci pelayaran ini. Tidak

semua orang menyukai berada dijalan yang penuh rahmat dan ridho

ini, bahkan tidak sedikit juga yang membenci dan sangat ingin

menghancurkan kapal ini! Tujuan dari kapal ini bukanlah hanya

sekedar mencapai pulai Madani bung! Tapi juga harus bisa membawa

masyarakat sekitar untuk ikut serta menjadi awak dikapal ini walau

hanya menjadi penumpang sekalipun. Kita bawa mereka, kita lindungi

mereka agar mereka nyaman berlayar bersama kita, agar mereka cinta

dan sayang dengan pelayaran kita menuju pulau Madani! Kita ajarkan

mereka bagaimana cara berlayar dilautan yang ganas ini supaya

mereka bisa melanjutkan perjalanan selanjutnya kedepan yang

mungkin mereka akan menemukan lautan yang lebih ganas dari ini!

Ya, perjalanan ini sudah akan berakhir. Seluruh rintangan yang

ada seperti badai, ombak tinggi, dan bajak laut pun sudah berhasil

kita lewati walau di dalamnya terdapat beberapa penumpang yang

tidak kuat berada di dalam kapal ini sehingga memutuskan untuk

tidak melanjutkan perjalanan ini. Tidak lembut dan juga tidak nyaman

berlayar di lautan ini, tapi ukhuwah dan jama’ah yang sangat erat

didalamnya lah yang membuat perjalanan ini sangat menyenangkan

untuk dilalui dan tidak mau diakhiri. Tidak terasa perjuangan

perjalanan ini setalah berpuluh tahun yang lama akirnya akan menepi

juga di Pulau Madani, entahlah apakah itu benar Pulau Madani yang

Page 190: The Great Voyage

kita tuju seperti tujuan diawal atau hanya sekedar pulau untuk menepi

dan mencari awak kapal baru.

Hidup ini adalah pilihan, pilihan yang semua dari kita

diharuskan untuk memilih. Begitu juga perjalanan saya diawal

pertama ketika dihadapkan pilihan untuk melanjutkan berlayar ke

sebuah samudra yang ganas dengan awak kapal yang baru. Saya

adalah seorang yang biasa saja yang berada pada suatu pulau dimana

semua perjalanan ini dimulai. Pada pelayaran sebelumnya saya adalah

staff awak yang bertugas mencari harta karun untuk persediaan kapal

ini selama berlayar. Setelah perlayaran itu berakhir, dan saya

berencana untuk tidak melanjutkan perjalanan selanjutnya karena

saya pikir masih banyak orang diliuar sana yang lebih cocok untuk

bisa melanjtutkan perjalanan selanjutnya. Tapi ternyata takdir berkata

lain, sayalah salah satu orang yang ditunjuk untuk melanjutkan estafet

pelayaran dakwah ini ke Pulau Madani, secara spontan diawal saya

menolak dengan berbagai alasan. Pada akhirnya malam dimana besok

kapal akan memulai perlayaranya sang pemimpin awak mencoba

meyakinkan saya lagi untuk bergabung bersama “Great Voyage”,

setelah direnungkan mungkin ini lah jalan yang Allah ridhoi untuk

saya bisa berkembang dan bisa menjadi bagian dari masyarakat

Madani. Pada akhirnya di malam purnama itu saya meyakinkan diri

saya untuk bergabung dalam Kapal “Great Voyage” dengan niatan

Lillahi Ta’ala. Dengan membaca “Bismillah” masuklah saya kedalam

Kapal tersebut. Keyakinan lah yang membuat kita kuat dan mampu

Page 191: The Great Voyage

untuk berlayar di samudra ini, tidak cukup hanya dengan ‘iya saya

bisa’ tanpa keyakinan kata itu hanyalah sebuah ucapan tanpa makna.

Dengan keyakinan sayalah yang akhirnya membawa saya

kepada jalan ini, jalan suci yang didalamnya berkumpul orang orang

yang Insya Allah ‘Hanif” yang mempunyai ilmu agama dan dunia yang

luar biasa hebat.

Esok harinya perlayaranya pun dimulai, dan para pimpinan

awak pun ditugaskan mencari team untuk membantu tugas kami

selama berada di kapal ini. Satu minggu pun telah kami lewati untuk

mencari orang orang terhebat di dalam team ini dan Alhamdulillah

kami mendapat 8 superhero yang akan membantu perlayaran kami.

Setelah kami semua mempunyai team untuk perlayaran hebat kami

disinilah perjalanan kami dimulai.

Pelayaran kami diawal perkenalan dengan masing-masing

awak. Pertama kita mempunyai Masandi Rahman Rasyid atau biasa

disapa Riwan, seorang pria berumur genap 19 tahun pada tahun 2014.

Dia adalah seorang yang pandai dalam berbicara dan seorang

konseptor yang hebat, walau sibuk diluar tetapi hatinya tetap di

dalam kapal ini. Di bangku lain terlihat seorang pria berbadan besar

menggunakan jaket merah, dia bernama Ma’ruf Saragih. Dengan

kegigihanya dan berbagai macam ide brilliantnya yang bisa

membantu kami dalam menemukan harta karun. Lalu disampingnya

ada pria berlogat jawa kalem namun terlihat lebih dewasa dari

Page 192: The Great Voyage

teman2nya yang lain, dia adalah Wahyu Setyo Nugroho. Seorang pria

asal Jawa, dalam diamnya dia mempunyai kebijaksanaan yang luar

biasa. Wahyu adalah salah satu orang yang memegang peranan

penting dalam pelaksanaan satu prodak dalam kapal ini, dengan

kegigihanya prodak ini adalah salah satu yang menghasilkan target

paling besar. Di bangku terakhir sisi Ikhwan ada seorang calon kiayi

Serang banten yang luar biasa, bertubuh tinggi tegap dengan tatapan

yang ganas. Ya, dia adalah Dikri. Nama yang terlihat simple namun dia

adalah seorang yang keras kepala dengan senyum yang manis dan

sifat untuk selalu belajar dan pantang mundur yang luar biasa.

Di ruangan lain ada akhwat akhwat yang luar biasa hebat!

Mereka semua adalah orang orang yang mempunyai jiwa militansi

diatas rata-rata. Di barisan pertama ada Emma Almira Fauni.

Berperawakan tinggi dan sifat easy goingnya yang membuat dia

disegani sama teman temanya, effort dan keinginan yang tinggi yang

membuat dia harus memegang amanah pada salah satu prodak yang

cukup berat. Disebelahnya ada Nur Jihan Atikah, perempuan gigih

yang supel. Banyak pertanyaan yang muncul dari mulutnya, pikiranya

penuh dengan pertanyaan dan tekad yang kuat dalam menjalankan

prodaknya bersama calon kiayi Serang di IPreneur. Selanjutnya ada

Nur, perempuan kalem yang cukup taktis dalam mengerjakan seluruh

prodaknya. Dalam diamnya bukan berarti dia lemah, dia adalah

seorang yang cukup tangguh untuk bisa menghandle teman2nya.

Terakhir ada Farah Beta Maulida, seorang anak yang cukup kekanak

Page 193: The Great Voyage

kanakan yang selalu membuat teman-temannya tersenyum dan

heran. Dalam sifatnya tersebut terdapat kekuatan kegigihan yang luar

biasa untuk menjalankan seluruh prodaknya, tidak pantang mundur

walau dalam keadaan buruk.

Berlayar di sebuah samudra yang kejam, terlalu banyak

rintangan untuk dilewati, yang mengharuskan kita menembus

keterbatasan kita semua, melawan semua zona nyaman kita, dan

bahkan menghabiskan banyak waktu dalam hidup kita adalah suatu

perjalanan yang bukan diinginkan oleh orang lain. Tapi kita? Ya, kita

adalah orang orang hebat! Orang orang yang berani! Orang orang

yang Insya Allah dicintai oleh Allah. Dalam perjalanan ini sungguh

banyak dinamika yang terjadi, mulai dari pasang surut semangat

hingga memutuskan untuk berhenti melanjutkan perjalanan ini.

Banyak tantangan yang harus saya lalui, dan banyak juga

pelajaran hidup yang sangat berharga yang bisa saya ambil. Berbagai

macam cara untuk bisa menghasilkan pundi pundi uang kami lakukan,

kami rela menghabiskan banyak dari waktu kami untuk bisa mencapai

hasil yang terbaik jalan da’wah ini. Beruntung kami mempunyai 8

awak kapal yang luar biasa, yang bisa bekerja dengan ikhlas, yang rela

bekerja tanpa mengharapkan imbalan apapun, yang mampu

menemukan harta karun luar biasa dengan effort yang cukup tinggi.

Walau kadang, ukhuwah tidak selamanya berjalan baik. Adakala

dimana kami merasa kehilangan satu sama lain, ketika sapaan itu

merasa menyakitkan dan pemberian terasa seperti bara api yang

Page 194: The Great Voyage

menyala. Tapi kami yakin dengan cobaan itu lah ukhuwah kita akan

semakin erat.

Waktu terus berjalan dan tidak bisa diberhentikan, tidak terasa hari

hari yang penuh perjuangan, canda tawa sekarang sudah harus selesai

secara kepengurusan. Terlalu banyak kenangan untuk diakhiri, tapi

setiap awal selalu punya akhir. Tinggal bagaimana cara kita

mengakhiri akhir itu, mau akhir yang baik atau akhir yang buruk. FMD

dan FSI adalah pengalaman organisasi yang luar biasa hebat. Semoga

ini bukanlah akhir dari segalanya, tetapi ini adalah akhir untuk sebuah

awal baru yang akan lebih hebat. Tetap jaga semua yang kita punya di

FSI; ruhiyah kita, teman2 kita, dan terus berkembang terus belajar!

Selamat menjadi Umat yang bermanfaat di masa selanjutnya Kawan!

EKSPEDISI

By EMMA ALMIRA FAUNI

Memilih Kapal

Kapal-kapal telah tiba, para kapten mengundang masyarakat untuk

turut serta dalam pelayarannya masing-masing. Ini adalah

kesempatan yang amat saya tunggu-tunggu sejak kali pertama

menetap di pulau ini. Mengarungi samudera raya adalah hal yang

menantang dan ingin sekali saya tahu rasanya cipratan air laut yang

dingin menusuk itu sesekali menerpa wajah ini. Saya sudah dengar

cerita-cerita pejalanan yang terdahulu. Saya amat mendambakan

Page 195: The Great Voyage

petualangan semacam ini. Dan inilah saatnya bagi saya untuk

berangkat.

Animo masyarakat pendatang baru di pulau ini sangat tinggi untuk

mengikuti pelayaran. Antrean panjang manusia menjulur di setiap

jalur masuk menuju kapal. Rupanya kedatangan kapal-kapal itu tidak

serta merta membawa seluruh masyarakat yang berminat berlayar

bersamanya, ada kompetisi yang perlu diperjuangkan di sini.

Orang-orang sudah mengantre dan saya masih memutuskan ingin

pergi kemana. Peta tidak mampu menjawab pertanyaan ini, karena

bukan hanya soal rute dan bagaimana menariknya tempat tujuan

yang memikat hati saya. Setapak demi setapak melangkah, saya

menghitung-hitung perjalanan mana yang paling cocok dengan

selera saya dan paling mendukung kebutuhan saya akan spiritualitas,

juga menghitung-hitung seberapa besar peluang saya untuk

memenangkan tiket masuk ke sana.

Dari sekian banyak kapal yang ada, hati saya menuntun langkah kaki

ini menuju dua kapal yang terparkir bersebelahan. Kapal yang satu

merupakan kapal tua yang megah dan kokoh, warna merah

mendominasi dekorasinya. Track record pelayarannya sangat bagus

dan menantang. Kapal ini memajang selusin nama awak kapal

terdahulu yang sekarang telah menjadi tokoh sukses di bidangnya

dan bahkan sekarang sedang berekspedisi bersama kapal-kapal yang

luar biasa besar di luar sana. Kapal merah ini bergerak di bidang

Page 196: The Great Voyage

jurnalistik dan sangat terkenal akan intelektualitas dan budaya

berpikir kritis para anggotanya yang mengagumkan, kapal Economica

namanya. Kapal yang satunya lagi didominasi oleh warna biru yang

amat menyejukkan apabila mata memandang. Auranya terasa sangat

positif. Angin sejuk berhembus di sekitarnya, dan siang hari terasa

begitu teduh di dekatnya. Kapal ini adalah kapal dakwah yang

bernama FSI FEUI. Saya memutuskan untuk mendaftar menjadi awak

kapal bagi keduanya.

Singkat cerita, Allah mengizinkan saya untuk menjadi awak kapal

Economica dan FSI FEUI. Saya lantas berkemas, karena kapal segera

berlayar.

Cerita ini rasanya sulit menyinggung logika, membayangkan

bagaimana saya menjadi penumpang dalam dua kapal yang belayar

di waktu yang sama. Kapal, benda berwujud yang menjadi wadah bagi

awak kapal yang seharusnya bersifat mutually exclusive, rupanya tidak

mampu secara sempurna mengibaratkan sebuah organisasi. Namun,

biarlah cerita ini berlanjut dengan cara ini.

“Bismillah.”

Berangkat

Awalnya, kapal FSI melaju dengan kecepatan yang tinggi dan stabil,

mengindikasikan kinerja para awak kapalnya yang menggebu-gebu

akibat euforia pasca wellcoming staff. Semangat yang meletup-letup

ini pun juga terjadi pada saya.

Page 197: The Great Voyage

Di pelayaran ini, saya berperan sebagai staff dari sebuah divisi yang

amat keren namanya, Finance and Muslimpreneur Development

(FMD). Dalam divisi ini, kami bersepuluh, terdiri atas 2 orang BPH dan

8 orang staff. Kedua orang BPH itu bernama Kak Nurul dan Kak Iqbal.

Ada pula Riwan, Wahyu, Dikri, Ma’ruf, Beta, Jihan, Nur, dan saya

sebagai staf yang menjadi pelaksana lapangan program-program

dakwah FMD.

FMD memiliki program-program dakwah berupa Koko UI, Ipreneur,

Bee Store yang sekarang berganti nama menjadi Jannate, Little Bee,

Event Organizer, Penyewaan LCD dan proyektor, serta Proyek Jaket

FSI. Tahun ini, saya diamanahkan untuk menjadi penanggung jawab

untuk Bee Store yang belakangan punya wajah baru sebagai Jannate

onlineshop.

“Semangat kami meluap-luap. Segala sesuatu terasa begitu

menantang untuk dikerjakan.”

Badai

Waktu terus berjalan. Dalam sebuah perjalanan, kadang kita

mengalami sebuah kelelahan akibat jauhnya perjalanan yang begitu

menguras tenaga. Badai menghantam, persediaanmenipis, virus

kejenuhan menghinggapi, dan navigator kehilangan arah.

Suatu ketika, saya mengalami perasaan seakan-akan dunia tidak lagi

berputar. Semua berjalan sebagaimana adanya, tapi tidak untuk saya.

Page 198: The Great Voyage

SBU Toko Bee yang sudah bertahun-tahun beroperasi, yang tahun ini

saya dan seorang teman diamanahi untuk mengelolanya, kembali

mengalami kondisi tersulitnya setiap tahun. Toko Bee memiliki beban

yang lebih besar dari pada pendapatannya. Dan rasa-rasanya sulit

bagi kami untuk terus mempertahankan toko ini apabila harus

menguras rupiah kita. Maka, dengan berbagai pertimbangan,

diputuskanlah, Toko Bee ditutup tahun ini. Bom waktu meledak di

tangan kami.

Masalah berakhirnya Toko Bee ini tidak berhenti sampai di sini. Kami

membuat ide untuk meneruskan bisnis ini dengan membuat sebuah

online shop yang menjual baju-baju muslimah. Saya, yang tidak

memiliki background yang mapan soal bisnis, online shop, dan

fashion, masih butuh banyak belajar.

Di tengah perjalanan, ada satu kendala lagi. Partner saya dalam

menjalankan amanah ini, adalah seorang anak muda berprestasi sejak

masih duduk di bangku sekolah. Tipe pendiam emas. Ketika berbicara,

dia berwibawa. Kemampuan bersosialisasinya pun juga baik. Oleh

sebab itu, banyak yang membutuhkan dia, hingga pada suatu titik, dia

menjadi begitu sibuk. Fokusnya terhadap tugasnya di sini menjadi

buyar karena ada hal lain yang lebih tinggi yang bertengger di tangga

prioritasnya. Saya, yang tadinya memiliki harapan besar agar partner

saya ini menjadi CEO online shop yang kami rancang, kini menjadi

pincang. Kepengurusan kecil yang saya pimpin ini menjadi rapuh

tanpanya.

Page 199: The Great Voyage

“Badai menerjang. Kapal nyaris karam. Dia membuat kami tetap

tangguh.”

Hari yang Cerah

Hampir setahun kami berlayar. Sudah berlalu badai-badai itu.Matahari

bersinar lebih cerah. Navigator kembali menemukan arah. Mata mulai

sanggup menyaksikan sebuah pesisir pantai yang sudah lama kami

rindukan. Pulau transit sudah semakin dekat. Saatnya kami berkemas.

Ini adalah tahun pertama saya berlayar dengan kapal ini. Luar biasa

sekali rasanya menjadi bagian dari awak kapal ini. Begitu banyak

pelajaran berharga yang saya tidak mampu bayangkanharus sebanyak

apa saya mengucap syukur kepada-Nya, juga terima kasih kepada

para kapten dan BPH karenanya. Dan yang tidak kalah berharganya

lagi adalah perasaan menganggap dan dianggap sebagai teman dan

keluarga besar FSI FEUI 2014. Rasa gembira, kecewa, termotivasi,

takut, berani, cemas, tertantang, terpuruk, semangat, jenuh, tergelitik,

kesal, lega, bahagia. Tiba-tiba semuanya berbaur dan bermuara di

satu titik dalam satu detik ini menjadi rasa haru karena kami sadar

bahwa sebentar lagi kami harus terbiasa dengan anehnya ketiadaan

rasa yang lalu. Perjalanan baru akan menciptakan rasa baru. Memang

seperti inilah sensasi mengabdi.

Saya menengok ke belakang, melihat lautan yang seakan tersenyum

santai memandangi kami yang baru saja tiba di pesisir pantai. Suara

ombak-ombak kecil berdebur dan laut di kejauhan sana terlihat

Page 200: The Great Voyage

tenang. Saya amat terkesan bagaimana ganasnya badai yang telah

kami lalui, namun lautan tetap terlihat menantang untuk diarungi.

Perjalanan menuju Pulau Madani itu masih panjang. Sejauh apapun

kita berlayar, kita tidak akan sadar bahwa kita telah sampai atau

bahkan pernah melaluinya. Sekali saja kita berhenti dan merasa telah

sampai di sana, maka sama dengan kita meniadakan pulau itu.

“Pulau Madani adalah sebuah pulau yang akan kita cari dan kita tuju

selamanya.”

*****

Cerita ini saya dedikasikan untuk:

Kapten Handy dan Kapten Syarif yang tidak berhenti menaruh

kepercayaannya pada saya di saat saya tidak mampu lagi memercayai

diri sendiri;

Kak Nurul si wanita inspiratif yang tidak henti-hentinya membuat saya

terkesan;

Kak Iqbal yang amat progresif, selalu sabar menghadapi tingkah laku

kami, dan menghibur kami dengan candanya;

Beta yang lucu seperti anak bayi, namun luar biasa setia di seluruh

fase naik turun perjalanan kami;

Nur yang loyal, memiliki pemikiran-pemikiran yang dalam nan jenius,

serta pola tawa yang unik;

Jihan yang selalu mendukung saya dengan ide-idenya yang luar biasa

cemerlang;

Dikri yang kaya akan gagasan fantastis, langka, dan kadang

menyimpang, juga selera humornya yang ajaib;

Riwan yang super kritis dan fundamentalis, serta karismatik;

Page 201: The Great Voyage

Maruf yang berjiwa muda, semangat, ambisius, dan tulus mengajari

kami pelajaran kuliah;

Wahyu yang selalu kami tunggu-tunggu;

Serta segenap keluarga besar FSI FEUI 2014 yang senantiasa

membuat organisasi ini terasa seperti “rumah”.

Sebuah Perjalanan

By Siti Nur Rosifah

Salah satu dari proses panjang yang harus dilewati oleh seorang anak

manusia baru saja selesai ku lalui. Proses untuk menapaki perjalanan

hidup yang tidak ku ketahui akhirnya ini kembali ku mulai dengan

penuh semangat. Setelah berhasil mendarat di Pulau Harapan, FEUI,

aku memutuskan untuk melanjutkan perjalanan ini.

Sungguh pulau ini begitu asing bagiku. Tidak ada siapa-siapa. Bukan

karena tidak ada orang lain di sini. Bukan juga karena pulau ini

kosong. Pulau ini sangatlah ramai dengan penumpang lain yang juga

ingin melanjutkan perjalanan hidupnya. Tapi di sini aku melihat

penumpang-penumpang lain sudah memiliki partner yang bisa

dijadikan panutan dalam menjalani berbagai pilihan yang ada di

depan. Sedangkan aku? Ya, aku sendiri saat itu. Tidak ada teman yang

berasal dari tempat di mana aku berasal.

Page 202: The Great Voyage

Sejenak aku berpikir. Mungkin memang di tempat ini tidak aku

temukan orang-orang yang telah bersama-sama dengan ku di

perjalanan sebelumnya. Tapi ini lah hidup, akan ada awal yang baru di

setiap akhir. Dan inilah awal yang harus ku hadapi di akhir perjalannku

yang sebelumnya. Aku menyadari bahwa memang setiap orang

memiliki tujuannya masing-masing yang tidak mungkin sama. Aku

sadar bahwa aku harus menemukan sendiri tujuan hidupku, termasuk

tujuan yang sudah membawaku sampai di Pulau Harapan ini. Bahkan

ketika sampai di Pulau Harapan ini pun aku mendapati orang-orang

dengan berbagai tujuan.

Tibalah saat itu. Saat dimana aku benar-benar harus memilih sarana

untuk sampai dengan selamat di tujuan berikutnya. Banyak tiket

penawaran perjalanan mendarat di tanganku. Sungguh semua

penawaran itu membuatku semakin bingung untuk menentukan

pilihan. Semua menawarkan berbagai fasilitas yang unik untuk

mengantarkanku sampai ke tujuan nanti. Perjalananku kali ini akan

memakan waktu yang cukup panjang, aku tidak akan membiarkan

waktu perjalanan yang panjang itu berlalu sia-sia tanpa ada hal yang

bisa bermanfaat untuk perjalananku yang berikutnya. Dan setelah

melaui pemikiran yang cukup mendalam, akhirnya aku memutuskan.

Kapal FSI FEUI lah yang akhirnya ku pilih. Terlihat dalam kapal ini ada

sesuatu yang berbeda dengan kapal maupun sarana transportasi

lainnya. Di kapal ini aku berharap bisa menjadi sosok yang jauh lebih

baik, tentunya bersama-sama dengan 118 awak dan penumpang

Page 203: The Great Voyage

kapal lainnya. Aku tidak ingin dalam perjalanan panjang yang akan ku

tempuh nanti, aku hanya berkembang sendiri saja. Aku ingin bisa

bermanfaat untuk semua orang yang ada di kapal ini. Lebih dari itu,

aku juga ingin kehadiranku di kapal ini tidak hanya sebagai seorang

penumpang yang memang hanya ada karena tujuan tertentu saja.

Aku ingin keberadaanku dan orang lain dalam kapal ini akan jauh

lebih baik setelah bersama-sama melewati perjalanan panjang

bersama di kapal ini hingga sampai pada tujuan kita masing-masing.

Di awal pelayaran ini, aku bertemu 9 orang yang mungkin mempunyai

tujuan sama denganku. Aku ingin bermanfaat bersama 9 orang ini

dengan membantu kapal memenuhi “kebutuhan” nya agar mampu

terus berlayar. Hari demi hari ku lewati bersama para pencari harta

karun ini. Berbagai strategi dan perencanaan yang cukup matang

kami lakukan. Berbagai target juga kami tetapkan. Visi dan misi pun

kami samakan. Kami sadar bahwa semua itu memang mutlak

diperlukan demi tercapainya tujuan kami.

Selain 9 orang itu, aku juga menemui 108 orang lainnya yang juga

berkumpul untuk mencapai tujuan tertentu, yang semuanya itu aku

yakin akan membantu pelayaran ini agar tidak berlalu begitu saja. Aku

merasa yakin bahwa seluruh penumpang dan awak kapal FSI FEUI ini

merupakan orang-orang yang mempunyai kemauan untuk

menjadikan diri mereka bermanfaat tidak hanya untuk diri mereka

sendiri. Sistem pelayaran yang ku temui di sini cukup berbeda dengan

apa yang aku rasakan di perjalananku sebelumnya. Berbagai aturan

Page 204: The Great Voyage

dan standar yang ditetapkan mengikuti standar yang Allah tetapkan.

Walau memang belum sempurna, upaya perbaikan terlihat dalam

proses ini.

Singkat cerita, aku dan 9 orang pencari harta karun itu mengalami

jatuh bangun dalam usaha kami. Namun jatuh bangun tersebut

ternyata mampu menguatkan ukhuwah di antara kami. Berbagai

kegiatan kami lalui bersama, tangis, tawa, canda, dan air mata. Semua

itu kami rasakan bersama dalam mengarungi perjalanan bersama di

kapal yang seringkali diguncang oleh ombak ini.

Suatu ketika, ombak besar membuat kapal ini goyah. Salah satu

strategi yang kami namakan “Bee Store” ini mengalami kehancuran

hingga dengan berat hati harus kami lepaskan. Beberapa strategi

yang biasa kami lakukan pun mulai dipangkas karena dianggap

membahayakan kelangsungan pelayaran ini. Tersisalah beberapa

strategi dan 1 tambahan startegi yang menurut awak kapal lebih

bermanfaat. Di tengah perjalanan, kami sudah memutuskan strategi-

strategi baru yang akan kami lakukan hingga akhir pelayaran. Dengan

berbekal semangat dan pelajaran dari evaluasi yang telah kami

lakukan, kami memulai perjalanan baru dengan hanya 9 orang saja.

Ya, ombak telah membuat salah satu dari kami harus berhenti

mengikuti pelayaran yang cukup panjang ini. Berbagai upaya telah

kami lakukan untuk membuat teman kami itu kembali. Hingga di satu

ketika ia kembali berkumpul bersama-sama kami. Sempat kami

berpikir bahwa ia akan sama-sama berjuang mencari harta karun

Page 205: The Great Voyage

bersama kami lagi. Namun hingga saat ini kami masih berjuang ber-9

saja. Itu pun kami tidak selalu bisa berkumpul full team. Sedih

memang, tapi perjalanan ini harus tetap berlanjut. Kapal FSI FEUI ini

masih membutuhan kami untuk tetap bisa berlayar hingga bisa

mengantarkan 118 orang ini ke tujuan. Dengan sisa-sisa tenaga yang

ada, aku dan teman-teman di sini harus benar-benar membuktikan

kesungguhan kami berjuang mencapai satu tujuan yang telah kami

sepakati bersama di awal untuk berjuang bersama.

Beberapa saat lagi, perjalanan panjang di kapal ini akan segera

berakhir. Ingatlah teman-teman, perjuangan kita tidak boleh berakhir

seiring dengan berakhirnya kebersamaan kita. Jangan jadikan akhir ini

benar-benar akhir dari segalanya. Tetaplah jaga ukhuwah yang telah

sama-sama kita bangun untuk memenuhi “kebutuhan” kapal FSI FEUI.

Hingga masing-masing dari kita sampai di tujuan yang sesungguhnya,

yaitu bertemu dengan Allah. Jadikan pertemuan itu sebagai

pertemuan terbaik. Pertemuan yang kalian persiapkan dengan baik

bekalnya. Tetaplah semangat dalam mengarungi perjalanan hidup

yang panjang di depan sana. Ingat selalu kalian memiliki kawan yang

siap membantu kapanpun kalian membutuhkan, Finance and

Muslimpreneur Development Forum Studi Islam FEUI.

Terakhir, setelah pelayaran ini selesai, kalian bisa memilih untuk

kembali membantu kapal ini berlayar ke tujuan yang lebih jauh atau

memilih sarana lain yang memang sesuai dengan rencana hidup

kalian. Tetap lakukan yang terbaik yang bisa kalian lakukan di setiap

Page 206: The Great Voyage

momen hidup ini karena kalaupun kalian tidak melakukan yang

terbaik, waktu yang kalian habiskan adalah sama. Nilai 100 itu ada

karena memang kalian mampu mencapainya. Sesuatu itu ada karena

memang sesuatu itu bisa kalian gapai. Dan perjalanan ini, biarlah ia

menjadi saksi bahwa kalian telah memberikan semua hal terbaik yang

kalian miliki untuk Kapal FSI FEUI ini.

Page 207: The Great Voyage

Pengalaman Pertama Berlayar

By Farah Beta Maulida

Awalnya tidak percaya saya Farah Beta Maulida, seorang anak

yang tergolong biasa-biasa saja ketika di SMA bisa diizinkan masuk ke

sebuah pulau hebat yang bernama FEUI, bisa masuk ke pulau ini

rasanya seperti mimpi. Dulu kakak saya pernah berpesan, bahwa saya

harus mencari pengalaman sebanyak-banyaknya dengan mengikuti

berbagai kegiatan karena itu akan sangat berguna nantinya, maka

dari itu saya memutuskan untuk mencari pengalaman saya itu dengan

ikut berlayar dengan kapal FSI FEUI, saya memantapkan diri saya

untuk mendaftar sebagai awak kapal di bidang perbendaharaan kapal.

Alasan lain mengapa saya ingin bergabung menjadi awak kapal di FSI

FEUI adalah memang sebelumnya saya sudah pernah menjadi

penumpang di kapal ini, melihat awak kapal yang begitu ramah dan

juga kekeluargaannya yang terlihat begitu erat, sehingga lingkungan

seperti itu yang saya inginkan, dan tidak ada alasan untuk saya tidak

mendaftar sebagai awak kapal FSI FEUI. Dulu saya pesimis apakah bisa

diterima atau tidak karena seperti yang saya ceritakan bahwa saya

anak yang tergolong biasa-biasa saja dan tidak memiliki pengalaman

apa-apa jika dibandingkan dengan yang lain.

Di hari pengumuman yang sudah ditentukan siapa saja yang

diterima untuk ikut berlayar di FSI FEUI sebagai awak kapal, saya

menunggu pengumuman tersebut hingga hampir tengah malam,

Page 208: The Great Voyage

setelah teman seperjuanganku di pulau ini ada yang sudah menerima

pengumuman itu dan diterima di bidang yang dia pilih, sedangkan

saya belum menerima pengumuman atas diterima atau tidaknya saya.

Dan………….hitungannya di tenagh malam hari berikutnya,

Alhamdulillah saya dinyatakan diterima sebagai awak kapal di bidang

perbendaharaan kapal yang namanya begitu keren yaitu FMD

(Finance and Muslimpreneur Development). Saya masih sangat ingat

ketika di malam saya diterima menjadi awak kapal, bahwa memang

Koordinator Awak Kapal saya ini sengaja memberikan

pengumumannya di tengah malam, mengapa? Karena menurut

Koordinator Awak Kapal saya hal ini dilakukan supaya terlihat

“SURPRISE” ketika bangun pagi esok harinya, tetapi gagal karena

masih banyak yang belum tidur pada jam tersebut.

Saya bergabung bersama tim yang anggotanya sangat keren

dengan berbagai pengalaman hebat yang telah mereka miliki,

berbeda dengan saya yang tidak memiliki banyak pengalaman.

Koordinator Awak Kapal di bidang saya ada Kak Nurul dan Kak Iqbal,

dengan awak kapalnya yaitu saya, Jihan, Nur, Emma, Dikri, Ma’ruf,

Riwan dan Wahyu. Semua anggota memiliki kelebihan masing-

masing, saling berbagi pengalaman, masukan-masukan, dan banyak

pelajaran serta pengalaman yang bisa saya ambil dari mereka. Banyak

sekali yang saya hadapi di pelayaran ini, sesuai namanya bahwa FMD

merupakan tim yang membantu Kak Syarif untuk mencari harta karun.

Banyak sekali titik-titik dimana harta karun bisa kami temukan, yaitu

Page 209: The Great Voyage

ada di bukit KOKOUI, di Gurun IPRENEUR, di kutub JAKET FSI, di laut

BEE yang sekarang menjadi JANNATE, dan selain pemasukan

perbendaharaan kapal berasal dari hasil pencarian harta karun, kami

juga mencari di bidang yang lain yaitu dengan membantu di pulau

yang lain dengan EO, memasok makanan untuk awak yang lain

dengan LITTLE BEE, dan menyediakan berbagai perlengkapan berlayar

dengan SOUND SYSTEM & PROYEKTOR. Dan semuanya merupakan

pengalaman luar biasa yang saya dapatkan dari pelayaran ini.

Tenggelam merupakan hal yang biasa terjadi ketika kita yang

tidak mengetahui apa-apa mengenai cara berlayar, dan ketika kita

tenggelam maka kita berusaha untuk mencari bantuan untuk tetap

bisa bertahan dan kembali berlayar, bukan menyerah dan hilang

tenggelam di tengah lautan. Dan tenggelam merupakan hal yang

sering saya alami di awal-awal pelayaran bahkan hingga sekarang,

tetapi saya berusaha untuk tetap bisa bertahan. Apa saja yang

menyebabkan saya sering tenggelam? Salah satunya adalah

kurangnya pengalaman saya, yang membuat saya bingung harus

berbuat apa ketika kapal tidak seimbang, selain itu saya adalah orang

yang sulit untuk bisa berkonsentrasi sehingga ketika ada banyak

ombak maka saya akan ikut terombang-ambing di dalamnya. Selain

itu awak kapal yang dilatarbelakangi dengan budaya & pemikiran

yang berbeda pendapat membuat adanya perbedaan sehingga sulit

menentukan arah yang tepat untuk mencapai harta karun tersebut.

Page 210: The Great Voyage

Saya sangat bersyukur memiliki Koordinator Awak kapal yang

begitu pengertian dan sangat baik, bagaimana tidak, saya sebagai

awak kapal yang baru pertama kali berlayar di kapal dengan serius

memiliki banyak masalah, mungkin saya yang paling banyak

merepotkan Koordinator Awak kapal yaitu Kak Nurul dan Kak Iqbal.

Bukan hanya merepotkan tetapi mungkin paling banyak yang

membuat kesalahan atau membuat Koordinator Awak kapal saya

kesal (mungkin). Tetapi mereka tetap sabar menghadapi saya,

membantu saya dan menuntun saya. Sedangkan awak kapal yang

lain? Ya, mereka juga selalu membantu dan menuntun saya di kala

saya akan tenggelam. Selain itu dukungan dari teman-teman terdekat

saya dan juga dari ibu saya ketika ombak begitu besar dan tinggi

menerjang saya. Walaupun semangat saya seringkali naik turun, tetapi

saya berpegang teguh pada komitmen saya untuk terus melanjutkan

pelayaran ini hingga sampai pada tujuan.

Tidak terasa pelayaran ini sudah hampir sampai, tidak

terbayangkan bahwa akan terasa secepat ini, saya sangat bersyukur

bisa ikut bergabung pada pelayaran ini, dengan lingkungan yang baik

dan selalu membantu saya ketika mengalami kesulitan. Waktu terasa

cepat berlalu karena saya merasa sangat nyaman di pelayaran ini

dengan dikelilingi oleh orang-orang yang baik. Saya juga ingin

meminta maaf kepada Koordinator Awak kapal saya, jika salah satu

awak kapalnya ini (saya) selalu menyusahkan, merepotkan, tidak

mengerjakan tugasnya dengan baik, semangat yang sering naik turun,

Page 211: The Great Voyage

dan sering melakukan kesalahan. Terima kasih karena telah selalu

membimbing, mengarahkan, membantu salah satu awak kapalnya ini

(saya). Dan pelayaran ini merupakan pengalaman dan pembelajaran

yang begitu berarti untuk saya dan akhirnya pelayaran sudah hampir

sampai pada tujuan, dan mudah-mudahan yang lain juga merasakan

kenangan bahwa kita (kami) pernah berlayar bersama-sama adalah

kenangan yang tidak terlupakan.

The Island of Hope

By Uliyatun Nikmah

The Island of Hope, what a beautiful goal waiting to be explored

Great Voyage - take 01

Aku sedang menghabiskan waktu dengan keluarga tercinta yang

moments-nya jarang sekali bisa kudapatkan, jadi aku sangat

menikmati waktu-waktu berharga ini. Ditengah-tengah waktu luang

yang kumiliki, saat itu terdengar kabar bahwa suatu armada kapal

yang sangat besar sedang mencari awak kapal yang akan dibawa

untuk mengarungi samudera dalam waktu yang tidak singkat,

bayangkan, satu tahun lamanya kapal ini akan berlayar hingga

akhirnya dapat berlabuh ke pulau yang dituju, The Island of Hope

(Pulau Harapan). Pulau tersebut merupakan pulau misterius yang

Page 212: The Great Voyage

telah diarungi banyak armada kapal lainnya karena kandungan harta

karun di dalamnya yang sangat melimpah dan tidak akan pernah

habis selamanya. Pulau tersebut terletak sangat jauh dari tempat yang

aku tinggali saat ini sehingga membutuhkan banyak awak kapal agar

perjalanan ini dapat berhasil. Saat itu jajaran pimpinan inti kapal yang

terdiri dari seorang Kapten dan 9 orang Wakil Kapten melakukan

perekrutan besar-besaran di daratan dan memilih 107 awak kapal.

Pada waktu itu aku memiliki beberapa pilihan : untuk tetap tinggal,

mengikuti pelayaran lain yang mungkin membutuhkan waktu yang

lebih cepat sampai ke tujuan dan juga lebih termasyhur namanya di

kalangan masyarakat, atau ikut berjuang mengarungi samudera

dengan Kapal Marion dan bersama-sama para awak kapal yang luar

biasa menghadapi ombak besar menuju Pulau Harapan. Akan tetapi

tujuan dari pelayaran ini sangatlah menggiurkan, harta karun yang

abadi. Akhirnya aku putuskan untuk mengajukan diri mendaftar

sebagai salah satu bagian dari kapal itu, dan ternyata aku pun terpilih

menjadi koordinator dalam bidang administrasi dan pengadaan

barang agar seluruh awak kapal dapat menjalankan tugasnya dengan

baik. Tidak berat pekerjaan yang aku pikul memang, akan tetapi aku

merasa menjadi bagian yang sangat penting dalam pelayaran ini.

Dengan perekrutan tadi selesai, lengkaplah 118 orang yang dipastikan

akan ikut mengarungi ombak yang kencang dan banyak tantangan

lainnya yang tidak pernah bisa diprediksi. Dalam bidang yang aku

bawahi, aku mendapatkan partner kerja yang juga seorang

Page 213: The Great Voyage

perempuan, yang memiliki semangat sangat tinggi untuk menuliskan

karyanya di atas tinta dengan bakat kreatifitas yang ia miliki. Orang

yang sangat cerdas dan bersemangat dalam kesehariannya serta

miliki tanggung jawab dalam mengemban tugasnya, one word to

describe her : Gorgeous. Bergabung di dalam divisi yang kami bawahi,

terdapat 4 orang awak kapal yang menakjubkan, dua lelaki dan dua

perempuan. Awak kapal pertama sangatlah pendiam dan pemalu, tapi

selalu mengerjakan tugasnya dengan baik tanpa banyak bicara. Sweet,

really love that side of him. Awak lain memiliki kepribadian yang cukup

bertentangan dengan awak pertama dengan keunikannya yang

explosive, jujur mengatakan apapun yang terlintas di pikirannya, dan

selalu rewel kalau menyangkut soal makanan hehe, very enchanting.

Wanita satu ini semangatnya tinggi, walaupun pemalu tetapi dia

sosok yang sangat caring kepada orang-orang terdekatnya, so lovely.

Dan awak kami terakhir adalah sosok yang periang, serta menyukai

hal-hal yang berbau kreatifitas, but I’m not sure more than that. Empat

orang inilah yang melengkapi jumlah crew di bidang yang aku pimpin

dan tak lupa supervisor yang selalu memberikan advises-nya bagi

kami, seorang yang cheerful and has many interesting sides of him

yang selalu bisa mencairkan suasana. Tim kami mempunyai tugas

untuk men-support awak kapal lainnya dalam menjalankan pekerjaan

mereka seperti dalam administrasi pelayaran, procurement persediaan

barang-barang di dalam kapal, mengelola hasil tangkapan kapal,

Page 214: The Great Voyage

menyebarkan informasi yang dibutuhkan semua awak kapal, dan

beberapa pekerjaan lainnya.

Take 02

Semua hal yang kami lakukan terasa menyenangkan karena dilakukan

bersama-sama. Setengah tahun telah berlalu tidak terasa dan segala

hal berjalan dengan lancar. Tim yag terdiri dari anggota-aggota yang

baru pada awalnya sedikir demi sedikit dapat mengenal satu sama

lain dengan lebih baik, saling menyesuiakan, saling bertukar cerita,

giving out surprises, humours, twists, and many more. Rasanya

melegakan karena walaupun hanya terdiri dari beberapa orang saja

dan terkenal sebagai tim dengan jumlah crew paling sedikit,

setidaknya kami menjadi lebih dekat and everything goes well.

Take 03

Pelayaran kapal berjalan dengan mulus di awal, akan tetapi seperti

peleyaran-pelayaran lain sebelumnya, terdapat banyak rintangan

terjadi yang harus kami hadapi selama pelayaran berlangsung seperti

angin kencang dan badai serta ombak besar yang menjadikan kapal

terombang-ambing di saat-saat tertentu, khususnya saat memasuki

pertengahan pelayaran hingga sampai ke destinasi akhir kami, Pulau

Harapan. Namun semua awak kapal pantang menyerah dan berhasil

mengatasi rintangan tersebut satu persatu karena tujuan yang telah

dibentangkan dari awal yaitu harta yang abadi. Rintangan besar yang

harus kami hadapi bersama ialah di pertengahan pelayaran terdapat

Page 215: The Great Voyage

beberapa awak kapal yang menyerah dan akhirnya memutuksan

untuk kembali ke daratan, kembali ke tempat semula kami berangkat.

Hal itu juga terjadi di dalam bidang yang aku pimpin dimana satu

orang awak meninggalkan kapal sehigga pekerjaan yang ia tinggalkan

terbengkalai. Awak kapal yang sebelumnya berjumlah empat yang

merupakan jumlah awak kapal paling sedikit dibandingkan dengan

bidang lainnya, saat itu berkurang hingga hanya menjadi tiga awak.

Berbagai cara yang bisa kulakukan kucoba untuk dapat menghubungi

awak tersebut dan berusaha membujuknya agar bisa kembali

mengikuti pelayaran, tetapi nampaknya tidak membuahkan hasil yang

baik. Mulai dari titik itu pekerjaan yang ada dipikul lebih berat bagi

setiap awak, termasuk aku yang pada akhirnya justru cenderung

bekerja sendirian. Setelah kehilangan tenaga satu awak inti, di

tengah-tengah pelayaran partner kerjaku di dalam tim tiba-tiba harus

melakukan perjalanan ke tujuan lain sehingga terpaksa meninggalkan

pekerjaannya dan mencoba menyelesaikan tugas melalui komunikasi

yang dilakukan dengan jarak jauh. Sebelumnya juga aku telah

mengetahui bahwa ia telah mendaftarkan diriya untuk pergi ke Negeri

Ginseng, dan ia sangat bersemangat akan hal itu karena pergi ke

negara tersebut merupakan salah satu mimpinya. Dan sudah menjadi

suatu konsekuensi bahwa dengan kepergiannya ke negeri yang baru,

maka tim kami kehilangan satu awak kapal vital lagi, walaupun hanya

secara fisik. Akupun juga menolak ide untuk mengantikan posisinya

dengan orang lain, karena kurasa pekerjaan kami akan tetap berjalan

Page 216: The Great Voyage

dengan baik asalkan komunikasi kami dapat dijaga dengan baik.

Memang cukup sulit pada awalnya, tapi akhirnya kami terbiasa

bekerja dengan hanya bermodalkan tenaga 4 orang termasuk diriku.

Setelah peristiwa itu terjadi, supervisor kami yang merupakan salah

satu anggota inti dari awak pendukung pekerjaan nahkoda kapal

mulai lebih sering berinteraksi dengan tim kami sehingga pkerjaan

yang kami lakukan dapat dievaluasi dengan lebih baik. Karang-karang

yang kami lalui tersebut walaupun memberikan guncangan bagi kapal

tidak menghentikan semangat kami dalam menyelesaikan tugas yang

kami emban. Because in this voyage, the key is that we have to survive

no matter what happens, since our goal is really incredible.

Take 04

Tak ku sangka, ternyata perjalanan ini akan segera berakhir dan kapal

yang kami tumpangi selama satu tahun ini akan berlabuh di tempat

tujuan, Pulau Harapan, semoga dengan selamat tentunya, dengan

segala pengalaman dan pembelajaran yang aku dapatkan selama ini.

Terima kasih yng sebesar-besarnya bagi seluruh awak kapal yang

meramaikan pelayaran panjang ini, khususnya bagi SIA Family yang

tak kenal lelalh menjalankan amanah yang diberikan dan permohonan

maaf yang sebesar-besarnya pula karena selama pelayaran ini sebagai

seorang pimpinan tim aku masih kurang berkompeten, kurang

profesional dalam menyelesaikan amanah yang diberikan, dan

kekurangan-kekurangan lainnya yang mungkin kulakukan pada para

awak Kapal Marion. Semoga armada kapal baru yang akan

Page 217: The Great Voyage

melanjutkan misi yang kami bawa untuk pelayaran selanjutnya dapat

mengambil pelajaran dari pelayaran kami dan menoreh prestasi yang

lebih cemerlang, Amin Ya Rabbal ‘Alamin. Always be Innovact 2014

FSI FEUI Rumah Ukhuwah Kita, Alahu Akbar 3x!!!

Awak Yang Hilang

By Mega Puspita Pertiwi

Malam datang lebih cepat. Matahari kini tenggelam di jam yang

hampir sama dengan tempatku berasal. Hanya saja, di sini tidak ada

lantunan adzan yang indah menari di telingaku. Hanya jadwal sholat

yang ada di laptopku lah cukup membuatku tahu kapan aku harus

bersujud kepada-Nya.

Kubuka balkon apartemenku di lantai tujuh. Udara dingin kontan

menyapa. Namun aku tetap berdiri di sana. Memandangi kota Seola

yang mulai berkerlip-kerlip. Bagaimana kabar saudara-saudaraku di

sana? Bagaimana dengan pelayaran kita?Apakah semua baik-baik

saja? Aku tak tahu.Aku tahu, namun tak benar-benar memahaminya.

Karena aku tak ada di sana. Karena aku telah memutuskan untuk

turun dari kapal dan pergi ke negeri Han, Negeri yang begitu jauh

dari Negara kita, Nusantara.

Kupejamkan mataku dan ingatanku kembali ke awal tahun 2014. Ke

suatu hari di mana aku melihat sahabat-sahabatku berkemas-kemas

Page 218: The Great Voyage

untuk pelayaran besar mengelilingi Nusantara untuk menuntut ilmu

dan menyebarkan ilmu untuk membuat Nusantara menjadi negeri

Madani.

Setahun sebelum hari itu aku sudah pernah merasakan perjalanan itu.

Namun perjalanan itu tak berhenti begitu saja karena Kapten Kapal

berganti dan beberapa awak harus diganti awak yang baru. Masih ada

banyak perjalanan lain yang harus dijalani. Dan di tahun ini, perjalanan

akan dilakukan di laut. Karena banyak pulau-pulau di Nusantara yang

belum terjamah ilmu.

“ Madina, kamu ikut pergi berlayar kan?” tanya sahabat-sahabatku

yang melanjutkan pelayaran sambil mengemasi barang-barang

mereka.

Aku hanya diam. Tak tahu harus menjawab apa. Setiap kali pertanyaan

itu dilontarkan padaku, aku ingin menangis. Aku ingin berlayar. Aku

ingin bersama mereka. Tapi ada hal lain yang harus kulakukan. Aku

tidak ingin menyusahkan sahabat-sahabatku dalam pelayaran

mereka.Aku tidak ingin menjadi kurang fokus. Dan akhirnya aku pun

memutuskan untuk tidak ikut dalam pelayaran itu.

Aku berlari menjauhi pelabuhan. Aku bersembunyi di rumahku,

memandangi foto-fotoku bersama sahabat-sahabatku di perjalanan

sebelumnya. Aku hanya bisa terisak. Maafkan aku, tapi ada jalan lain

yang ingin kuarungi saat ini.

Page 219: The Great Voyage

Dua hari sebelum kapal mereka berlayar, seseorang mengetuk pintu

rumahku. Dinia, Qabil, dan Juli. Aku terkejut bukan main. Kubiarkan

mereka masuk dan duduk. Dinia duduk sebelahku. Sementara Qabil

dan Juli duduk di tempat yang agak jauh.

“ Madina, apakah kamu benar-benar tidak bisa ikut?”

Pertanyaan itu benar-benar menusuk-nusuk hatiku. Aku telah berlari

menjauhi mereka, namun mereka masih beritikad baik untuk

mengajakku.

“ Dinia, andai aku bisa. Aku ingin.Tapi di tengah perjalanan nanti,

mungkin aku harus pergi. Aku tidak bisa pergi bersama kalian sampai

pelayaran ini selesai.Aku punya rencanalain di pertengahan tahun ini.

Aku akan pergi ke Han Land. Aku mungkin akan tinggal di sana mulai

Agustus nanti hingga tahun 2014 berakhir. Itu berarti, jika aku ikut

bersama kalian mungkin aku akan pergi meninggalkan kalian di

tengah pelayaran. Aku bersedia ikut, tapi apakah kau bisa

menerimaku jika situasinya seperti ini?”

Dinia memelukku.“Aku tidak tahu.Aku senang jika kau bisa ikut.Tapi

kurasa kami harus pergi menemui Kapten Han untuk membicarakan

ini. Aku akan kembali besok. Jika semua tidak keberatan, apakah kau

mau ikut bersama kami?”

Masih dalam isakan, aku mengangguk.

Page 220: The Great Voyage

Di hari berikutnya, mereka kembali datang. Dinia membuka tasnya. Ia

mengambil sebuah baju berwarna biru dan memberikannya padaku.

“Selamat datang di Great Voyage 2014, Madina. Ini seragam

pelayaranmu. Berkemaslah.”

Dan aku pun mengemasi barang-barangku, meninggalkan rumahku

dan naik ke sebuah kapal besar yang ditumpangi oleh sahabat-

sahabatku yang baik dan hangat, sahabat-sahabat yang selalu

mengingatkanku, membantuku, di saat suka maupun duka.

Aku dan Nikma bekerja di bagian administrasi bersama dengan empat

staff. Saminda, Salima, Rahman, dan Ladu. Aku sudah cukup mengenal

Saminda sebelumnya. Aku juga sudah pernah bertemu Rahman.

Namun Salima dan Ladu benar-benar sahabat baru bagiku. Aku

belum pernah bertemu mereka.

Di tim kami yang kecil, kami punya manager yang baik dan kocak.

Namanya Juli. Ya, dialah yang datang ke rumahku bersama Dinia dan

Qabil.

Hari demi hari berlalu. Awalnya kami masih belum saling mengenal,

namun kini perlahan-lahan kami semakin dekat dan kompak. Satu

tugas selesai berganti tugas lain. Gelombang laut dan terik matahari

kadang melemahkan semangat kami. Demotivasi pun menggelitiki

hati. Namun kami berusaha kembali lagi, menyemangati diri sendiri

dan kawan-kawan yang lain.

Page 221: The Great Voyage

Suatu siang, aku menerima sebuah surat yang dikirim ke Pulau

Makara, pulau yang sedang kami singgahi sejak sebulan terakhir.

Surat itu berasal dari Miss Lee dari Negara Han. Mereka benar-benar

memanggilku. Itu berarti aku akan segera pergi. Aku mulai gundah.

Aku tahu Nikma sudah mengerti tentang hal ini tapi tetap saja aku

tidak enak padanya.

“ Aku tidak bisa menghalangi keputusanmu, Madina. Jalanmu adalah

jalanmu. Jika Allah telah menghendakimu untuk pergi ke sana,

pergilah. Kepergianmu bukan berarti kau akan meninggalkan kami

selamanya. Kau hanya berlayar di tempat yang berbeda,” kata Nikma

begitu aku menceritakan kedatangan surat dari negeri Han itu.

Setelah ini aku harus memberi tahu Manajerku, Juli dan Kapten Han.

Kukumpulkan keberanianku untuk menemui Juli.

“ Waaaah… asikk!!!” begitu seru Juli kegirangan begitu membaca surat

dari Negeri Han itu. aku mengernyit. Dia tampak senang-senang saja.

“ Lalu Great Voyage 2014 bagaimana, Juli? Apa yang harus

kulakukan?”

“ Oiya, benar. Mmm… aku sih tidak masalah kalau kau pergi. Aku tidak

marah. Tapi kurasa aku harus melihat peraturan dalam Statuta

Pelayaran yang mengatur masalah ini. Aku tidak ingat, tapi mungkin

kau harus mencari pengganti yang baru di pulau ini. Dan….. Tidaaak!

Aku tidak ingin mengatakan ini. Mungkin…. Kau harus

mengembalikan baju pelayaran itu. Tapi ini masih mungkin ya.

Page 222: The Great Voyage

Mungkin aku salah. Hehehe…. Kamu sebaiknya bilang ke Kapten Han

terlebih dulu.

Aku pun ke menemui Kapten Han yang menurutku cukup misterius

meski beberapa misteri tentang dirinya mulai terkuak sedikit demi

sedikit dan sekarang tingkat kemisteriusannya sudah berkurang.

“ Bagus. Selamat ya. Semoga ilmu yang kita dapat di sini bisa kamu

amalkan di sana. Pelayaran ini tidak terbatas di kapal kita saja. Tapi

mungkin kau harus menaiki kapal lain. Lagipula, kita masih bisa tetap

menjalin komunikasi dengan teknologi yang ada sekarang.”

“ Terima kasih, Kapten!”’

Di akhir musim panas itu aku berangkat menuju negeri yang jauh.

Negeri yang memiliki banyak perbedaan dengan negeri tempat kami

berasal. Pelayaran di negeri itu akan sangat berat namun mungkin

juga menyenangkan.

Pelayaranku di sana hanya berlangsung selama empat bulan. Ada

banyak hal yang kudapat di negeri itu.Namun banyak juga tantangan

dan godaan yang harus dihadapi. Aku bersyukur karena ilmu yang

kudapat di kapal sebelumnya bersama sahabat-sahabatku

membuatku mampu lebih mengontrol diriku dalam menghadapi

cobaan dan godaan yang ada. Jika aku tak pernah berlayar di kapal

sebelumnya, mungkin pelayaran baruku di negeri asing ini akan

mengubahku menjadi orang lain yang mungkin kurang baik. Di kapal

yang baru ini aku belajar betapa berharganya ajaran yang diajarkan di

Page 223: The Great Voyage

pelayaran lamaku.Dan betapa pentingnya ajaran tersebut untuk

diajarkan dan disampaikan kepada lebih banyak masyarakat. Negeri

baru yang menjadi tempat pelayaranku merupakan sebuah negeri

kecil namun penuh keteraturan dan indah. Namun seindah apapun

negeri baru ini, aku menyadari bahwa suatu hari aku harus kembali ke

negeriku dan mengunjungi sahabat-sahabatku di kapal itu untuk

saling membagikan ilmu dan pengalaman serta membangun negeri

kami.

Desember 2014 hampir berakhir. Saatnya aku pulang dari pelayaran

baru ini. Meski hanya sejenak, aku menemukan sahabat-sahabat baru

di negeri ini. Rasanya berat tapi aku memang harus pulang. Pada 30

Desember 2014, aku kembali menginjakkan kakiku di dermaga Great

Voyage berada. Kulihat sahabat-sahabatku. Aku benar-benar pulang!

Aku benar-benar berada di Rumah Ukhuwah Kita! Aku bahagia karena

bisa melihat mereka. Karena mengenal mereka membuatku belajar

banyak dan berubah. Berubah menjadi lebih baik. Menjadi bagian dari

mereka adalah salah satu hal paling membahagiakan dan

membanggakan yang pernah kualami.

Storyline by Tri Endah Setiasih

Awalnya sempat terselip rasa ragu dan gundah untukku ingin ikut

pergi berlayar di kapal FSI FEUI sebagai seorang awak kapal di kapal

besar ini. Sambil memantaskan diri dan mempertimbangkan dari

berbagai aspek, saya sempat membandingkan diri saya dengan para

Page 224: The Great Voyage

penumpang yang lain, yang menurut saya lebih pantas untuk

mendapatkan tiket untuk menaiki kapal besar tersebut “apakah bisa

orang seperti saya dapat ikut berlayar di kapal FSI ini?” itulah

pertanyaan yang terlitas di dalam benakku. Namun, apabila saya terus

memantaskan diri dan membandingkan dengan yang lainnya, maka

pemikiran itu tidak akan pernah ada selesainya. Untuk itu saya

memutuskan untuk mencoba mengikuti sayembara untuk

mendapatkan tiket berlayar menjadi salah satu awak kapal di kapal

FSI. Dan saya pun mendapatkan tiket tersebut dan memutuskan untuk

ikut berlayar....

Didalam pelayaran ini saya merasa sangat beruntung memiliki

keluarga kecil yang terdiri dari 6 orang yaitu Kak Uliya, Kak Mega,

Ayat, Dendy dan Nissa. Ya memang keluarga yang sangat kecil

apabila dibandingkan dengan jumlah yang lainnya. Ditengah

pelayaran saya sedih karena kehilangan satu anggota “SIA Family”

yang entah tidak tahu dimana keberadaannya. Keluarga kecil ini

semakin terlihat kecil karena berkurangnya satu anggota keluarga.

Kesedihan tersebut semakin bertambah ketika Kak Mega memutuskan

untuk berlayar sementara waktu ke negeri seberang untuk menuntut

ilmu. Kini SIA Family hanya tinggal empat orang saja. Suasana ketika

berkumpul semakin terasa sepi, namun hal tersebut dapat diwarnai

oleh Ayat, Dendy, Kak Uliya di setiap pertemuan kami, Bang Zain pun

turut meramaikan suasana perkumpulan...

Page 225: The Great Voyage

Semua tugas dapat kami kerjakan bersama-sama, sesuai dengan

tanggung jawab yang telah diamanahkan kepada kami. Dalam

menyelesaikan semua itu Kak Uliya selalu mengingatkan dan

membantu kami dalam proses pengerjaan tugas yang diamanahkan.

Banyak suka dan duka yang menjadi sebuah pengalaman sekaligus

pembelajaran selama kami melakukan pelayaran. Mulai dari perayaan

ulang tahun anggota keluarga, makan bareng, rapat bareng, bersih-

bersih bareng dan ditutup dengan rekreasi akhir tahun yang sangat

berkesan. Ya disini saya mendapatkan banyak hal yang sangat

bermanfaat dan dapat dijadikan pelajaran untuk berbuat lebih baik

lagi dengan segala perbekalan yang telah saya dapatkan selama

pelayaran di Kapal FSI ini. Terima kasih SIA Family dan seluruh

keluarga besar FSI setelah selama satu tahun berlayar bersama-sama.

Dimanapun nantinya kalian berada, saya berharap agar kita akan

selalu menjadi keluarga karena FSI FE UI akan selalu menjadi Rumah

Ukhuwah Kita, Allahu Akbar 3x :’) :’)

Storyline by Dendi Putra Ladumei

Assalamu'alaykum Wr Wb

Alhamdulillah sudah satu tahun dakwah kita berlalu dalam usaha kita

para awak dan Kapten - Wakil Kapten di ruang mesin, bersama

dengan yang lain menegakkan tiang kapal bersama, mengembangkan

layar lebar bersama, mengkoordinasikan dan menjaga mesin-mesin

untuk terus bekerja menggerakkan kapal menuju destinasi akhir dan

Page 226: The Great Voyage

juga pelabuhan terdekat. Awal mula tekad murni yang kumiliki untuk

turut ikut berlayar dalam kapal biru ini adalah untuk memperkuat diri

dengan ilmu yang terbilang baru dan berharap bisa menjadikan diri

lebih prima untuk bekal perjalanan mengarungi lautan di luar sana.

Karena, beratnya perjalanan untuk mengarungi lautan luas terasa

mustahil tanpa adanya kekuatan yang cukup untuk melalui ombak,

badai, dan tempat-tempat baru yang misterius diluar sana. Diluar itu

pula, tujuan awal mengikuti pelayaran ini adalah untuk mengisi ruang

pundi-pundi harta yang dikelola oleh para ahli pendanaan kapal dan

mengambil ilmu yang diminati awak kapal ini pada awalnya. Akan

tetapi, diri ini akhirnya lebih sesuai dan merasakan dirinya sendiri

menjadi lebih memberi manfaat dalam mengleluarkan tenaganya

untuk sedikit membantu ruang permesinan di balik kabin kapal yang

bernama ruang mesin SIA.

Tadinya awak kapal ini mengira perjalanan akan mudah-mudah saja,

akan tetapi pada kenyataannya ternyata berbeda di beberapa waktu.

Ketika pelayaran kapal ini terseok-seok di dalam sisi ruang mesin, di

sana terdapat dua sosok perempuan teramat tangguh yang

mengatasi rusak parahnya keadaan mesin di ruangan ini. Mereka

berdua adalah Kapten Wanita Uliyatun Nikmah dan Wakil Kapten

Wanita Mega Puspita Pertiwi, hormat yang teramat besar kepada

kedua sosok luar biasa yang memimpin ruang mesin yang fungsinya

vital dalam kapal yang melegenda ini. Tanpa kedua sosok Pemimpin

Page 227: The Great Voyage

kami ini, tidak ada yang dapat kami pelajari dan kami dapatkan

sebagai bekal hidup di perjalanan selanjutnya, terimalah ucapan

terimakasih yang setulusnya dari diri awak kapal kalian berdua ini.

Selama satu masa pelayaran awak kapal ini ditemani sesamanya tiga

orang sebagai awak ruang mesin yang awalnya sama-sama kurang

berpengalaman dalam menjalankan mesin-mesin di dalam ruang

mesin SIA yang vital. Mereka adalah Awak Ayat, Awak Endah, serta

Awak Nisa. Kebersamaan kami di ruangan mesin SIA terasa sangat

tidak terlupakan, banyak diantaranya yang berharga bagi awak kapal

ini pribadi dan berharap semoga tidak terlupakan selama-lamanya.

Maaf yang terlampau besar atas ketidakprofesionalan awak kapal

yang satu ini, maaf apabila terdapat banyak kesalahan pada kalian -

kedua Kapten Wanita dan Wakil Kapten Wanita hebat yang baru-baru

ini awak kapal kenal dengan baik. Maafkan karena tidak bisa

memberikan semua waktu yang layak untuk tiap rapat kordinasi awak

mesin di ruang kabin SIA. Terimakasih atas kesempatan yang

diberikan selama setahun ini dengan semua pengalaman dan ilmu

mesin yang berharga ini.

Pada akhirnya, ketika kapal sudah hampir diakhir pelabuhan akhir

tahun ini, kami ber-enam tetap memberikan tenaga terbaik meskipun

tidak dalam keadaan selalu full team di dalam ruang mesin. Harapan

yang terbaik, semoga kami ber-enam dapat terus bersama di

kesempatan-kesempatan yang lain, melanjutkan perjuangannya di

Page 228: The Great Voyage

pelayarannya masing-masing dengan tenaga yang terbaik, dan dapat

terus berada di dalam tekad kuat menuju Kampung Halaman bersama

hingga kami semua dapat dipertemukan kembali bersama-sama di

Surga-Nya dan bahagia selamanya disana, Aamiin Ya Allah.

Sekian storyline ini saya tujukan untuk kalian semua,

Wassalamu'alaykum Wr Wb

Page 229: The Great Voyage

The Ending and The Beginning

Akhirnya, perjalanan kami di kapal ini telah usai

Menyisakan kisah yang tak terlupa

Ada yang meneruskan di kapal ini, ada pula yang mencari kapal

lainnya

Sesungguhnya kami tetap dalam satu “Kapal”

Yakni “Kapal Dakwah”

Entah dimana kami berada nanti

Dakwah tetaplah berjalan hingga habis waktu kami

Kapal besar ini memang selalu memuat orang-orang terbaik di

masanya

2015 siap membuat sejarah!

FSI FE UI

“Rumah Ukhuwah Kita!”

Allahu’akbar! Allahu’akbar! Allahu’akbar!

Page 230: The Great Voyage