tgas fatofisologi.docx
Transcript of tgas fatofisologi.docx
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sistem kekebalan tubuh sangat mendasar peranannya bagi kesehatan, tentunya
harus disertai dengan pola makan sehat, cukup berolahraga, dan terhindar dari
masuknya senyawa beracun ke dalam tubuh. Sekali senyawa beracun hadir dalam
tubuh, maka harus segera dikeluarkan. Kondisi sistem kekebalan tubuh menentukan
kualitas hidup. Dalam tubuh yang sehat terdapat sistem kekebalan tubuh yang kuat
sehingga daya tahan tubuh terhadap penyakit jugaprima. Pada bayi yang baru lahir,
pembentukan sistem kekebalan tubuhnya belum sempurna dan memerlukan ASI yang
membawa sistem kekebalan tubuh sang ibu untuk membantu dayatahan tubuh bayi.
Semakin dewasa, sistem kekebalan tubuh terbentuk sempurna. Namun,pada
orang lanjut usia, sistem kekebalan tubuhnya secara alami menurun. Itulah
sebabnyatimbul penyakit degeneratif atau penyakit penuaan. Pola hidup modern
menuntut segala sesuatu dilakukan serba cepat dan instan. Hal iniberdampak juga
pada pola makan. Sarapan di dalam kendaraan, makan siang serba tergesa,dan malam
karena kelelahan tidak ada nafsu makan. Belum lagi kualitas makanan
yangdikonsumsi, polusi udara, kurang berolahraga, dan stres. Apabila terus berlanjut,
daya tahantubuh akan menurun, lesu, cepat lelah, dan mudah terserang penyakit.
Karena itu, banyakorang yang masih muda mengidap penyakit degeneratif.Kondisi
stres dan pola hidup modern sarat polusi, diet tidak seimbang, dan
kelelahanmenurunkan daya tahan tubuh sehingga memerlukan kecukupan antibodi.
Gejala menurunnyadaya tahan tubuh sering kali terabaikan sehingga timbul berbagai
penyakit infeksi, penuaandini pada usia produktif. Sejak dasawarsa 1960 perhatian
terhadap teknik imunisasi makin meningkat
1
B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan system imunitas ?
2. Apa saja fungsi dari sistem immun ?
3. Apa saja klasifikasi dari sistem immun ?
4. Bagaimanakah mekanisme dari sistem immun ?
5. Faktor apa saja yang dapat mempengaruhi sistem immun ?
6. Penyakit apakah yang timbul pada sistem immun ?
C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian sistem immun .
2. Mengetahui fungsi dari sistem immun.
3. Mengetahui klasifikasi dari sistem immun.
4. Mengetahui mekanisme sistem immun.
5. Mengetahui faktor yang mempengaruhi sistem immun.
6. Mengetahui penyakit yang dapat menyerang sistem immun..
2
BAB II
PEMBAHASAN
Pada mulanya imunologi merupakan cabang mikrobiologi yang mempelajari respons
tubuh, terutama respons kekebalan terhadap penyakit infeksi. Pada tahun 1546, Girolamo
Fracastoro mengajukan teori kontagion yang menyatakan bahwa pada penyakit infeksi
terdapat suatu zat yang dapat memindahkan penyakit tersebut dari satu individu ke individu
lain, tetapi zat tersebut sangat kecil sehingga tidak dapat dilihat dengan mata dan pada waktu
itu belum dapat diidentifikasi.
Pada tahun 1798, Edward Jenner mengamati bahwa seseorang dapat terhindar dari
infeksi variola secara alamiah, bila ia telah terkontaminasi sebelumnya dengan cacar sapi
(cow pox). Sejak saat itu, mulai dipakailah vaksin cacar.Dengan ditemukannya mkroskop
maka kemajuan dalam bidang makrobiologi meningkat dan mulai dapat ditelusuri penyebab
penyakit infeksi. Selain itu peneliti Perancis, Charles Richet dan Paul Portier (1901)
menemukan bahwa reaksi kekebalan yang diharapkan timbul dengan menyuntikkan zat
toksin pada anjing tidak terjadi, bahkan yang terjadi adalah keadaan sebaliknya yaitu
kematian sehingga dinamakan dengan istilah anafilaksis (tanpa pencegahan).
Pada tahun 1873 Charles Blackley mempelajari penyakit hay fever, yaitu penyakit
dengan gejala klinis konjungtivitis dan rinitis, serta melihat bahwa ada hubungan antara
penyakit ini dengan serbuk sari Lalu pada tahun 1911-1914, Noon dan Freeman mencoba
mengobati penyakit hay fever dengan cara terapi imun yaitu menyuntikkan serbuk sari
subkutan sedikit demi sedikit. Sejak itu cara tersebut masih dipakai untuk mengobati penyakit
alergi terhadap antigen tertentu yang dikenal dengan cara desensitisasi.
Pada tahun 1923, Cooke dan Coca mengajukan konsep atopi (strange disease)
terhadap sekumpulan penyakit alergi yang secara klinis mempunyai manifestasi sebagai hay
fever, asma, dermatitis, dan mempunyai predisposisi diturunkan. Dan mulai saat itu ilmu
alergi-imunologi diterapkan dalam kelainan dan penelitian di bidang alergi klinis.
Landsteiner (1900) menemukan golongan darah ABO, dan disusul dengan golongan
darah rhesus oleh Levine dan Stenson (1940), maka kelainan klinis berdasarkan reaksi imun
semakin dikenal. Pada masa itu, fenomena imun yang terjadi baru dapat dijabarkan dengan
istilah imunologi saja.
3
A. Pengertian Sistem Immun
Imunologi adalah ilmu yang mencakup kajian mengenai semua aspek sistem
imun ( kekebalan ) pada semua organisme.
Sistem kekebalan tubuh atau sistem immun adalah sistem perlindungan dari
pengaruh luar biologis yang dilakukan oleh sel dan organ khusus pada suatu
organisme sehingga tidak mudah terkena penyakit. Jika sistem imun bekerja dengan
benar, sistem ini akan melindungi tubuh terhadap infeksi bakteri dan virus, serta
menghancurkan sel kanker dan zat asing lain dalam tubuh. Sebaliknya, jika sistem
imun melemah, maka kemampuannya untuk melindungi tubuh juga berkurang,
sehingga menyebabkan patogen, termasuk virus penyebab demam dan flu,dapat
berkembang dalam tubuh. Sistem imun juga memberikan pengawasan terhadap
pertumbuhan sel tumor. Terhambatnya mekanisme kerja sistem imun telah dilaporkan
dapat meningkatkan resiko terkena beberapa jenis kanker.
B. Fungsi Sistem Immun
a) Melindungi tubuh dari serangan benda asing atau bibit penyakit yang masuk ke
dalam tubuh.
b) Menghilangkan jaringan sel yang mati atau rusak (debris cell) untuk perbaikan
jaringan.
c) Mengenali dan menghilangkan sel yang abnormal.
d) Menjaga keseimbangan homeostatis dalam tubuh.
C. Klasifikasi Sistem Imun
1. Berdasarkan Cara Mempertahankan Diri dari Penyakit
a) Sistem immun Non Spesifik
Sistem Pertahanan Tubuh Non Spesifik merupakan pertahanan tubuh yang
tidak membedakan mikrobia patogen satu dengan yang lainnya. Ciri-cirinya
Tidak selektif
Tidak mampu mengingat infeksi yang terjadi sebelumnya
Eksposur menyebabkan respon maksimal segera
Memiliki komponen yang mampu menangkal benda untuk masuk ke
dalam tubuh.
Sistem pertahanan ini diperoleh melalui beberapa cara, yaitu :
1) Pertahanan yang Terdapat di Permukaan Tubuh
4
a. Pertahanan Fisik
Pertahanan secara fisik dilakukan oleh lapisan terluar tubuh,
yaitu kulit dan membran mukosa, yang berfungsi menghalangi jalan
masuknya patogen ke dalam tubuh. Lapisan terluar kulit terdiri atas
sel-sel epitel yang tersusun rapat sehingga sulit ditembus oleh
patogen. Lapisan terluar kulit mengandung keratin dan sedikit air
sehingga dapat menghambat pertumbuhan mikrobia. Sedangkan
membran mukosa yang terdapat pada saluran pencernaan, saluran
pernapasan, dan saluran kelamin berfungsi menghalangi masuknya
patogen ke dalam tubuh.
b. Pertahanan Mekanis
Pertahanan secara mekanis dilakukan oleh rambut hidung dan
silia pada trakea. Rambut hidung berfungsi menyaring udara yang
dihirup dari berbagai partikel berbahaya dan mikrobia. Sedangkan
silia berfungsi menyapu partikel berbahaya yang terperangkap
dalam lendir untuk kemudian dikeluarkan dari dalam tubuh.
7. Pertahanan Kimiawi
Pertahanan secara kimiawi dilakukan oleh sekret yang dihasilkan
oleh kulit dan membran mukosa. Sekret tersebut mengandung zat-zat
kimia yang dapat menghambat pertumbuhan mikrobia. Contoh dari
sekret tersebut adalah minyak dan keringat. Minyak dan keringat
memberikan suasana asam (pH 3-5) sehingga dapat mencegah
pertumbuhan mikroorganisme di kulit. Sedangkan air liur (saliva), air
mata, dan sekresi mukosa (mukus) mengandung enzim lisozim yang
dapat membunuh bakteri dengan cara menghidrolisis dinding sel bakteri
hingga pecah sehingga bakteri mati.
8. Pertahanan Biologis
Pertahanan secara biologi dilakukan oleh populasi bakteri tidak
berbahaya yang hidup di kulit dan membran mukosa. Bakteri tersebut
melindungi tubuh dengan cara berkompetisi dengan bakteri patogen
dalam memperoleh nutrisi.
5
Respons Peradangan (Inflamasi)
Inflamasi merupakan respons tubuh terhadap kerusakan jaringan,
misalnya akibat tergores atau benturan keras. Proses inflamasi merupakan
kumpulan dari empat gejala sekaligus, yakni dolor (nyeri), rubor (kemerahan),
calor (panas), dan tumor (bengkak). Inflamasi berfungsi mencegah penyebaran
infeksi dan mempercepat penyembuhan luka. Reaksi inflamasi juga berfungsi
sebagai sinyal bahaya dan sebagai perintah agar sel darah putih (neutrofil dan
monosit) melakukan fagositosis terhadap mikrobia yang menginfeksi tubuh.
Mekanisme inflamasi dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Adanya kerusakan jaringan sebagai akibat dari luka,sehingga
mengakibatkan patogen mampu melewati pertahanan tubuh dan
menginfeksi sel-sel tubuh.
2. Jaringan yang terinfeksi akan merangsang mastosit untuk
mengekskresikan histamin dan prostaglandin.
3. Terjadi pelebaran pembuluh darah yang meningkatkan kecepatan aliran
darah sehingga permeabilitas pembuluh darah meningkat.
4. Terjadi perpindahan sel-sel fagosit (neutrofil dan monosit) menuju
jaringan yang terinfeksi.
5. Sel-sel fagosit memakan patogen.
Fagositosis
Fagositosis adalah mekanisme pertahanan yang dilakukan oleh sel-sel
fagosit dengan cara mencerna mikrobia/partikel asing. Sel fagosit terdiri dari
dua jenis, yaitu fagosit mononuklear dan fagosit polimorfonuklear. Contoh
fagosit mononuklear adalah monosit (di dalam darah) dan jika bermigrasi ke
jaringan akan berperan sebagai makrofag. Contoh fagosit polimorfonuklear
adalah granulosit, yaitu neutrofil, eosinofil, basofil, dan cell mast (mastosit).
Sel-sel fagosit akan bekerja sama setelah memperoleh sinyal kimiawi dari
jaringan yang terinfeksi patogen. Berikut ini adalah proses fagositosis :
1. Pengenalan (recognition), mikrobia atau partikel asing terdeteksi oleh sel-
sel fagosit.
6
2. Pergerakan (chemotaxis), pergerakan sel fagosit menuju patogen yang
telah terdeteksi. Pergerakan sel fagosit dipacu oleh zat yang dihasilkan
oleh patogen.
3. Perlekatan (adhesion), partikel melekat dengan reseptor pada membran sel
fagosit.
4. Penelanan (ingestion), membran sel fagosit menyelubungi seluruh
permukaan patogen dan menelannya ke dalam sitoplasma yang terletak
dalam fagosom.
5. Pencernaan (digestion), lisosom yang berisi enzim-enzim bergabung
dengan fagosom membentuk fagolisosom dan mencerna seluruh
permukaan patogen hingga hancur. Setelah infeksi hilang, sel fagosit akan
mati bersama dengan sel tubuh dan patogen. Hal ini ditandai dengan
terbentuknya nanah.
6. Pengeluaran (releasing), produk sisa patogen yang tidak dicerna akan
dikeluarkan oleh sel fagosit.
Protein Antimikrobia
Protein yang berperan dalam sistem pertahanan tubuh non spesifik
adalah protein komplemen dan interferon. Protein komplemen membunuh
patogen dengan cara membentuk lubang pada dinding sel dan membran
plasma bakteri tersebut. Hal ini menyebabkan ion Ca2+ keluar dari sel,
sementara cairan dan garam-garam dari luar bakteri akan masuk ke dalamnya
dan menyebabkan hancurnya sel bakteri tersebut.
Interferon dihasilkan oleh sel yang terinfeksi virus. Interferon
dihasilkan saat virus memasuki tubuh melalui kulit dan selaput lendir.
Selanjutnya, interferon akan berikatan dengan sel yang tidak terinfeksi. Sel
yang berikatan ini kemudian membentuk zat yang mampu mencegah replikasi
virus sehingga serangan virus dapat dicegah.
b) Sistem Pertahanan Tubuh Spesifik
Sistem Pertahanan Tubuh Spesifik merupakan pertahanan tubuh
terhadap patogen tertentu yang masuk ke dalam tubuh. Sistem ini bekerja apabila
patogen telah berhasil melewati sistem pertahanan tubuh non spesifik. Ciri-
cirinya :
7
Bersifat selektif
Tidak memiliki reaksi yang sama terhadap semua jenis benda asing
Mampu mengingat infeksi yang terjadi sebelumnya
Melibatkan pembentukan sel-sel tertentu dan zat kimia (antibodi)
Perlambatan waktu antara eksposur dan respons maksimal
Sistem pertahanan tubuh spesifik terdiri atas beberapa komponen, yaitu:
1. Limfosit
a) Limfosit B (Sel B)
Proses pembentukan dan pematangan sel B terjadi di sumsum
tulang. Sel B berperan dalam pembentukan kekebalan humoral dengan
membentuk antibodi. Sel B dapat dibedakan menjadi :
1. Sel B plasma, berfungsi membentuk antibodi.
2. Sel B pengingant, berfungsi mengingat antigen yang pernah masuk
ke dalam tubuh serta menstimulasi pembentukan sel B plasma jika
terjadi infeksi kedua.
3. Sel B pembelah, berfungsi membentuk sel B plasma dan sel B
pengingat.
b) Limfosit T (Sel T)
Proses pembentukan sel T terjadi di sumsum tulang, sedangkan
proses pematangannya terjadi di kelenjar timus. Sel T berperan dalam
pembentukan kekebalan seluler, yaitu dengan cara menyerang sel
penghasil antigen secara langsung. Sel T juga membantu produksi
antibodi oleh sel B plasma. Sel T dapat dibedakan menjadi :
1. Sel T pembunuh, berfungsi menyerang patogen yang masuk dalam
tubuh, sel tubuh yang terinfeksi, dan sel kanker secara langsung.
2. Sel T pembantu, berfungsi menstimulasi pembentukan sel B plasma
dan sel T lainya serta mengaktivasi makrofag untuk melakukan
fagositosis.
3. Sel T supresor, berfungsi menurunkan dan menghentikan respons
imun dengan cara menurunkan produksi antibodi dan mengurangi
aktivitas sel T pembunuh. Sel T supresor akan bekerja setelah
infeksi berhasil ditangani.
8
2. Antibodi (Immunoglobulin/Ig)
Antibodiakan dibentuk saat ada antigen yang masuk ke dalam
tubuh. Antigen adalah senyawa protein yang ada pada patogen sel asing
atau sel kanker. Antibodi disebut juga immunoglobulin atau serum protein
globulin, karena berfungsi untuk melindungi tubuh melalui proses
kekebalan (immune). Antibodi merupakan senyawa protein yang berfungsi
melawan antigen dengan cara mengikatnya, untuk selanjutnya ditangkap
dan dihancurkan oleh makrofag. Suatu antibodi bekerja secara spesifik
untuk antigen tertentu. Karena jenis antigen pada setiap kuman penyakit
bersifat spesifik, maka diperlukan antibodi yang berbeda untuk jenis
kuman yang berbeda. Oleh karena itu, diperlukan berbagai jenis antibodi
untuk melindungi tubuh dari berbagai kuman penyakit.
Antibodi tersusun dari dua rantai polipeptida yang identik,
yaitu dua rantai ringan dan dua rantai berat. Keempat rantai tersebut
dihubungkan satu sama lain oleh ikatan disulfida dan bentuk molekulnya
seperti huruf Y. Setiap lengan dari molekul tersebut memiliki tempat
pengikatan antigen. Beberapa cara kerja antibodi dalam menginaktivasi
antigen yaitu :
Netralisasi (menghalangi tempat pengikatan virus, membungkus
bakteri dan atau opsonisasi)
Aglutinasi partikel yang mengandung antigen, seperti mikrobia
Presipitasi (pengendapan) antigen yang dapat larut
Fiksasi komplemen (aktivasi komplemen)
9
Antibodi dibedakan menjadi lima tipe seperti pada tabel di bawah ini.
Tabel 1. Tipe-Tipe Antibodi Beserta Karakteristiknya
No. Tipe Antibodi Karakteristik
1. IgMPertama kali dilepaskan ke aliran darah pada saat terjadi
infeksi yang pertama kali (respons kekebalan primer)
2. IgG
Paling banyak terdapat dalam darah dan diproduksi saat
terjadi infeksi kedua (respons kekebalan sekunder).
Mengalir melalui plasenta dan memberi kekebalan pasif
dari ibu kepada janin.
3. IgA
Ditemukan dalam air mata, air ludah, keringat, dan
membran mukosa. Berfungsi mencegah infeksi pada
permukaan epitelium. Terdapat dalam kolostrum yang
berfungsi untuk mencegah kematian bayi akibat infeksi
saluran pencernaan
4. IgD
Ditemukan pada permukaan limfosit B sebagai reseptor
dan berfungsi merangsang pembentukan antibodi oleh
sel B plasma.
5. IgE
Ditemukan terikat pada basofil dalam sirkulasi darah dan
cell mast (mastosit) di dalam jaringan yang berfungsi
memengaruhi sel untuk melepaskan histamin dan terlibat
dalam reaksi alergi.
Dari penjelasan tersebut, dapat kita simpulkan bahwa sistem kekebalan tubuh
berdasarkan cara mempertahankan diri dari penyakit terdiri atas beberapa lapis seperti
terlihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 2. Beberapa Lapis Pertahanan Tubuh terhadap Penyakit
Pertahanan Tubuh Non SpesifikPertahanan Tubuh
Spesifik
Pertahanan Pertama Pertahanan Kedua Pertahanan Ketiga
10
Kulit
Membran mukosa
Rambut hidung dan silia pada
trakea
Cairan sekresi dari kulit dan
membran mukosa
Inflamasi
Sel-sel fagosit
Protein
antimikrobia
Limfosit
Antibodi
2. Berdasarkan Mekanisme Kerja
1) Kekebalan Humoral
Kekebalan humoral melibatkan aktivitas sel B dan antibodi yang
beredar dalam cairan darah dan limfe. Ketika antigen masuk ke dalam tubuh
untuk pertama kali, sel B pembelah akan membentuk sel B pengingat dan sel
B plasma. Sel B plasma akan menghasilkan antibodi yang mengikat antigen
sehingga makrofag akan mudah menangkap dan menghancurkan patogen.
Setelah infeksi berakhir, sel B pengingat akan tetap hidup dalam waktu lama.
Serangkaian respons ini disebut respons kekebalan primer.
Apabila antigen yang sama masuk kembali dalam tubuh, sel B
pengingat akan mengenalinya dan menstimulasi pembentukan sel Bplasma
yang akan memproduksi antibodi. Respons tersebut dinamakan respons
kekebalan sekunder.
Respons kekebalan sekunder terjadi lebih cepat dan konsentrasi
antibodi yang dihasilkan lebih besar daripada respons kekebalan primer. Hal
ini disebabkan adanya memori imunologi, yaitu kemampuan sistem imun
untuk mengenali antigen yang pernah masuk ke dalam tubuh.
2) Kekebalan Seluler
Kekebalan seluler melibatkan sel T yang bertugas menyerang sel
asing atau jaringan tubuh yang terifeksi secara langsung. Ketika sel T
pembunuh terkena antigen pada permukaan sel asing, sel T pembunuh akan
menyerang dan menghancurkan sel tersebut dengan cara merusak membran
sel asing. Apabila infeksi berhasil ditangani, sel T supresor akan
mengehentikan respons kekebalan dengan cara menghambat aktivitas sel T
pembunuh dan membatasi produksi antibodi.
11
3. Berdasarkan Cara Memperolehnya
1) Kekebalan Aktif
Kekebalan aktif merupakan kekebalan yang dihasilkan oleh tubuh
itu sendiri. Kekebalan aktif dapat diperoleh secara alami maupun buatan.
a. Kekebalan Aktif Alami
Kekebalan aktif alami diperoleh seseorang setelah mengalami sakit
akibat infeksi suatu kuman penyakit. Setelah sembuh, orang tersebut
akan menjadi kebal terhadap penyakit itu. Misalnya, seseorang yang
pernah sakit campak tidak akan terkena penyakit tersebut untuk kedua
kalinya.
b. Kekebalan Aktif Buatan
Kekebalan aktif buatan diperoleh melalui vaksinasi atau imunisasi.
Vaksinasi adalah proses pemberian vaksin ke dalam tubuh. Vaksin
merupakan siapan antigen yang dierikan secara oral (melalui mulut)
atau melalui suntikan untuk merangsang mekanisme pertahanan tubuh
terhadap patogen. Vaksin dapat berupa suspensi mikroorganisme yang
telah dilemahkan atau dimatikan. Vaksin juga dapat berupa toksoid
atau ekstrak antigen dari suatu patogen yang telah dilemahkan. Vaksin
yang dimasukkan ke dalam tubuh akan menstimulasi pembentukan
antibodi untuk melawan antigen sehingga tubuh menjadi kebal
terhadap penyakit yang menyerangnya.
Kekebalan karena vaksinasi biasanya memiliki jangka waktu
tertentu, sehingga permberian vaksin harus diulang lagi setelah
beberapa lama. Hal ini dilakukan karena jumlah antibodi dalam tubuh
semakin berkurang sehingga imunitas tubuh juga menurun. Beberapa
jenis penyakit yang dapat dicegah dengan vaksinasi antara lain cacar,
tuberkulosis, dipteri, hepatitis B, pertusis, tetanus, polio, tifus, campak,
dan demam kuning. Vaksin untuk penyakit tersebut biasanya
diproduksi dalam skala besar sehingga harganya dapat terjangkau oleh
masyarakat.
Secara garis besar, vaksin dikelompokkan menjadi 4 jenis yaitu:
12
1. Vaksin Bacille Calmette-Guerin (BCG), polio jenis sabin, dan
campak. Vaksin ini terbuat dari mikroorganisme yang telah
dilemahkan.
2. Vaksin pertusis dan polio jenis salk. Vaksin ini berasal dari
mikroorganisme yang telah dimatikan.
3. Vaksin tetanus toksoid dan difteri. Vaksin ini berasal dari toksin
(racun) mikrooganisme yang telah dilemahkan/diencerkan
konsentrasinya.
4. Vaksin hepatitis B. Vaksin ini terbuat dari protein
mikroorganisme.
2) Kekebalan Pasif
Kekebalan pasif merupakan kebalikan dari kekebalan aktif.
Kekebalan pasif diperoleh setelah menerima antibodi dari luar tubuh, baik
secara alami maupun buatan.
a. Kekebalan Pasif Alami
Kekebalan pasif alami dapat ditemukan pada bayi setelah menerima
antibodi dari ibunya melalui plasenta saat masih berada di dalam
kandungan. Kekebalan ini juga dapat diperoleh dengan pemberian ASI
pertama (kolostrum) yang mengandung banyak antibodi.
b. Kekebalan Pasif Buatan
Kekebalan pasif buatan diperoleh dengan cara menyuntikkan
antibodi yang diekstrak dari suatu individu ke tubuh orang lain sebagai
serum. Kekebalan ini berlangsung singkat, tetapi mampu
menyembuhkan dengan cepat. Contohnya adalah pemberian serum
antibisa ular kepada orang yang dipatuk ular berbisa.
D. Mekanisme sistem imun
1. Mekanisme Imunitas terhadap Antigen yang Berbahaya
Beberapa mekanisme pertahanan tubuh dalam mengatasi agen yang
berbahaya di lingkungannya yaitu:
1) Pertahanan fisik dan kimiawi: kulit, sekresi asam lemak dan asam laktat
melalui kelenjar keringat dan sebasea (kelenjar berbentuk kantong kecil yang
terletak di dermis), sekresi lendir, pergerakan silia, sekresi air mata, air liur,
urin, asam lambung serta lisozim dalam air mata.
13
2) Simbiosis dengan bakteri flora normal yang memproduksi zat yang dapat
mencegah invasi mikroorganisme seperti laktobasilus pada epitel organ.
3) Innate immunity
4) Imunitas spesifik yang didapat.
Respon Imune Innate, Respon ini merupakan mekanisme pertahanan
tubuh non-spesifik yang mencegah masuk dan menyebarnya mikroorganisme
dalam tubuh serta mencegah terjadinya kerusakan jaringan. Ada beberapa
komponen innate immunity, yaitu :
1. Pemusnahan bakteri intraselular oleh sel poli-morfonuklear (PMN) dan
makrofag.
2. Aktivasi komplemen melalui jalur alternatif.
3. Degranulasi sel mast yang melepaskan mediator inflamasi.
4. Protein fase akut: C-reactive protein (CRP) yang mengikat
mikroorganisme, selanjutnya terjadi aktivasi komplemen melalui jalur
klasik yang menyebabkan lisis mikroorganisme.
5. Produksi interferon alfa (IFN-α) oleh leukosit dan interferon beta (IFN-
β) oleh fibroblast yang mempunyai efek antivirus.
6. Pemusnahan mikroorganisme ekstraselular oleh sel natural killer (sel
NK) melalui pelepasan granula yang mengandung perforin.
7. Pelepasan mediator eosinofil seperti major basic protein (MBP) dan
protein kationik yang dapat merusak membran parasit.
Respon Imunitas SpesifikBila mikroorganisme dapat melewati
pertahanan nonspesifik/innate immunity, maka tubuh akan membentuk
mekanisme pertahanan yang lebih kompleks dan spesifik. Mekanisme imunitas
ini memerlukan pengenalan terhadap antigen lebih dulu. Mekanisme imunitas
spesifik ini terdiri dari imunitas humoral, yaitu produksi antibodi spesifik oleh sel
limfosit B (T dependent dan non T dependent) dan mekanisme Cell mediated
immunity (CMI). Sel limfosit T berperan pada mekanisme imunitas ini melalui
produksi sitokin serta jaringan interaksinya dan sel sitotoksik matang di bawah
pengaruh interleukin 2 (IL-2) dan interleukin 6 (IL-6).
14
2. Mekanisme Respon Tubuh terhadap Serangan Mikroba atau bakteri
Respons tubuh terhadap serangan mikroba dapat terjadi dalam
beberapa jenjang tahapan. Tahapan pertama bersifat nonspesifik atau innate, yaitu
berupa respons inflamasi. Tahapan kedua bersifat spesifik dan adaptif, yang
diinduksi oleh komponen antigenik mikroba. Tahapan terakhir adalah respon
peningkatan dan koordinasi sinergistik antara sel spesifik dan nonspesifik yang
diatur oleh berbagai produk komponen respon inflamasi, seperti mediator kimia.
a. Imunologi Toleransi Terhadap Antigen bakteri
Toleransi adalah properti dari host dimana ada pengurangan
imunologis spesifik dalam respon imun terhadap antigen tertentu. Toleransi ke
Antigen bakteri tidak melibatkan kegagalan umum dalam respon imun tetapi
kekurangan tertentu dalam kaitannya dengan antigen dari bakteri tertentu. Jika
ada respon kekebalan yang tertekan terhadap antigen yang relevan dari parasit,
proses infeksi difasilitasi. Toleransi dapat melibatkan baik AMI (Antibody-
Mediated Immunity) atau CMI (Cell Mediated Immunity) atau kedua lengan
dari respon imunologi. Toleransi terhadap suatu Antigen dapat timbul dalam
berbagai cara, tetapi tiga yang mungkin relevan dengan infeksi bakteri.
Paparan Antigen Janin terpapar Antigen. Jika janin terinfeksi pada tahap
tertentu dari perkembangan imunologi, mikroba Antigen dapat dilihat
sebagai “diri”, dengan demikian menyebabkan toleransi (kegagalan untuk
menjalani respon imunologi) ke Antigen yang dapat bertahan bahkan
setelah kelahiran.
High persistent doses of circulating Antigen. Toleransi terhadap bakteri
atau salah satu produknya mungkin timbul ketika sejumlah besar antigen
bakteri yang beredar dalam darah menyebabkan sistem kekebalan menjadi
kewalahan.
Molecular mimicry. Jika Antigen bakteri sangat mirip dengan “antigen”
host normal, respon kebal terhadap Antigen ini mungkin lemah
memberikan tingkat toleransi. Kemiripan antara Antigen bakteri dan host
Antigen disebut sebagai mimikri molekuler. Dalam hal ini determinan
antigenik dari bakteri sangat erat terkait kimiawi untuk host komponen
jaringan yang sel-sel imunologi tidak dapat membedakan antara dua dan
respon imunologi tidak dapat ditingkatkan. Beberapa kapsul bakteri
15
tersusun dari polisakarida (hyaluronic acid, asam sialic) sehingga mirip
dengan host polisakarida jaringan yang tidak imunogenik.
b. Antibodi yang diserap oleh Antigen bakteri Larut
Antigen ini larut dan dapat menggabungkan dengan “menetralisir”
antibodi sebelum mereka mencapai sel-sel bakteri. Misalnya, sejumlah kecil
endotoksin (LPS) dapat dilepaskan ke cairan sekitarnya oleh bakteri Gram-
negatif. Otolisis bakteri Gram-negatif atau Gram-positif dapat melepaskan
komponen antigen permukaan dalam bentuk yang larut. Streptococcus
pneumoniae dan Neisseria meningitidis diketahui melepaskan polisakarida
kapsuler selama pertumbuhan dalam jaringan. Bakteri ini ditemukan dalam
serum pasien dengan pneumonia pneumokokus dan dalam cairan serebrospinal
pasien dengan meningitis.
3. Mekanisme Respon Tubuh terhadap Serangan Virus
Virus berbeda dengan agen penyebab infeksi lainnya dalam hal struktur dan
biologi, khususnya reproduksi. Walaupun virus membawa informasi genetik
didalam DNA atau RNA, tetapi ada kekurangan sistem sintesis yang diperlukan
untuk memproses informasi ini kedalam materi virus baru.
Pertama-tama virus harus membentuk messenger RNA (mRNA). Virus hanya
mempunyai salah satu asam nukleat yaitu RNA atau DNA dan tidak pernah
kedua-duanya. Asam nukleat tampil sebagai single atau double strandad dalam
bentuk linier (DNA dan RNA) atau sirkuler (DNA). Genom dari virus terdapat
dalam satu atau beberapa molekul dari asam nukleat. Dengan diversitas ini maka
tidak heran bila proses replikasi dari tiap virus berbeda. Pada virus DNA, mRNA
dapat dibentuk sendiri oleh virus dengan cara menggunakan RNA polimerase dari
sel inang, kemudian langsung mentranskrip kode genetik yang berada pada DNA
virus. Sedangkan virus RNA tidak dapat dengan cara ini, karena tidak ada
polymerase dari sel inang yang sesuai. Oleh karena itu untuk melakukan
transkripsi maka virus harus menyediakan sendiri polimerasenya yang dapat
diperoleh dari nukleokapsid atau disintesa setelah infeksi.
Respon imun terhadap serangan virus melibatkan interferon. Interferon
merupakan sitokin yang mengatur aktivitas semua komponen sistem imun,
merupakan bagian dari sistem imun non-spesifik yang timbul pada tahap
16
awal infeksi virus sebelum timbulnya reaksi dari sistem imun spesifik.
Interferon gamma (IFN-γ) dihasilkan oleh sel T yang telah teraktivasi dan
sel NK, sebagai reaksi terhadap antigen (termasuk antigen virus dalam
derajat rendah) atau sebagai akibat stimulasi limfosit oleh mitogen. IFN-γ
meningkatkan ekspresi molekul MHC-II pada Antigen Presenting Cell
(APC) yang kemudian akan meningkatkan presentasi antigen pada sel T
helper. IFN-γ juga dapat mengaktifkan kemampuan makrofag untuk melawan
infeksi virus (aktivitas virus intrinsik) dan membunuh sel lain yang telah
terinfeksi (aktivitas virus ekstrinsik) (Ianaro 2000).
4. Mekanisme Respon Tubuh terhadap Serangan Bakteri
Bakteri adalah kelompok organisme yang tidak memiliki membran
inti. Beberapa kelompok bakteri dikenal sebagai agen penyebab infeksi dan
penyakit. Bakteri dapat ditemukan di hampir semua tempat seperti di tanah, air,
udara, dalam simbiosis dengan organisme lain maupun sebagai agen parasit
(patogen), bahkan dalam tubuh manusia. Respon imun terhadap sebagian besar
antigen seperti bakteri ini hanya dimulai bila antigen telah ditangkap dan diproses
serta dipresentasikan oleh sel APC (Antigen Presenting Cell).
a. Respons imun terhadap bakteri ekstraselular
Bakteri ekstraselular dapat menimbulkan penyakit melalui beberapa
mekanisme yaitu:
1. Merangsang reaksi inflamasi yang menyebabkan destruksi jaringan di
tempat infeksi. Sebagai contoh misalnya kokus piogenik yang sering
menimbulkan infeksi supuratif yang hebat.
2. Produksi toksin yang menghasilkan berbagai efek patologik. Toksin dapat
berupa endotoksin dan eksotoksin. Endotoksin yang merupakan komponen
dinding bakteri adalah suatu lipopolisakarida yang merupakan stimulator
produksi sitokin yang kuat, suatu ajuvan serta aktifator poliklonal sel
limfosit B. Sebagian besar eksotoksin mempunyai efek sitotoksik dengan
mekanisme yang belum jelas benar.
17
unitas Alamiah terhadap Bakteri Ekstraselular
Respon imun alamiah terhadap bakteri ekstraselular terutama
melalui mekanisme fagositosis oleh neutrofil, monosit serta makrofag
jaringan. Resistensi bakteri terhadap fagositosis dan penghancuran dalam
makrofag menunjukkan virulensi bakteri. Aktivasi komplemen tanpa
adanya antibodi juga memegang peranan penting dalam eliminasi bakteri
ekstraselular. Lipopolisakarida (LPS) dalam dinding bakteri gram negatif
dapat mengaktivasi komplemen jalur alternatif tanpa adanya antibodi.
Salah satu hasil aktivasi komplemen ini yaitu C3b mempunyai efek
opsonisasi bakteri serta meningkatkan fagositosis. Selain itu terjadi lisis
bakteri melalui membrane attack complex (MAC) serta beberapa hasil
sampingan aktivasi komplemen dapat menimbulkan respon inflamasi
melalui pengumpulan serta aktivasi leukosit.
Imunitas Spesifik terhadap Bakteri Ekstraselular
Kekebalan humoral mempunyai peran penting dalam respon kekebalan
spesifik terhadap bakteri ekstraselular. Lipopolisakarida merupakan
komponen yang paling imunogenik dari dinding sel atau kapsul
mikroorganisme serta merupakan antigen yang thymus independent.
Antigen ini dapat langsung merangsang sel limfosit B yang menghasilkan
imunoglobin (Ig)M spesifik yang kuat. Selain itu produksi IgG juga
dirangsang yang mungkin melalui mekanisme perangsangan isotype
switching rantai berat oleh sitokin. Respon sel limfosit T yang utama
terhadap bakteri ekstraselular melalui sel TCD4 yang berhubungan
dengan molekul MHC kelas II yang mekanismenya telah dijelaskan
sebelumnya. Sel TCD4 berfungsi sebagai sel penolong untuk merangsang
pembentukan antibodi, aktivasi fungsi fagosit dan mikrobisid makrofag.
Ada 3 mekanisme efektor yang dirangsang oleh IgG dan IgM serta
antigen permukaan bakteri, yaitu:
1. Opsonisasi bakteri oleh IgG serta peningkatan fagositosis dengan
mengikat reseptor Fc pada monosit, makrofag dan neutrofil. Antibodi
IgG dan IgM mengaktivasi komplemen jalur klasik yang
menghasilkan C3b dan iC3b yang mengikat reseptor komplemen
18
spesifik tipe 1 dan tipe 3 dan selanjutnya terjadi peningkatan
fagositosis. Pasien defisiensi C3 sangat rentan terhadap infeksi
piogenik yang hebat.
2. Netralisasi toksin bakteri oleh IgM dan IgG untuk mencegah
penempelan terhadap sel target serta meningkatkan fagositosis untuk
eliminasi toksin tersebut.
3. Aktivasi komplemen oleh IgM dan IgG untuk menghasilkan
mikrobisid MAC serta pelepasan mediator inflamasi akut.
b. Respons Imun terhadap Bakteri Intraselular
Sejumlah bakteri dan semua virus serta jamur dapat lolos dan
mengadakan replikasi di dalam sel pejamu. Yang paling patogen di antaranya
adalah yang resisten terhadap degradasi dalam makrofag.
Imunitas Alamiah terhadap Bakteri Intraselular
Mekanisme terpenting imunitas alamiah terhadap mikroorganisme
intraselular adalah fagositosis. Akan tetapi bakteri patogen intraselular
relatif resisten terhadap degradasi dalam sel fagosit mononuklear. Oleh
karena itu mekanisme kekebalan alamiah ini tidak efektif dalam mencegah
penyebaran infeksi sehingga sering menjadi kronik dan eksaserbasi yang
sulit diberantas.
Imunitas Spesifik terhadap Bakteri Intraselular
Respon imun spesifik terhadap bakteri intraselular terutama
diperankan oleh cell mediated immunity (CMI). Mekanisme imunitas ini
diperankan oleh sel limfosit T tetapi fungsi efektornya untuk eliminasi
bakteri diperani oleh makrofag yang diaktivasi oleh sitokin yang
diproduksi oleh sel T terutama interferon-α (IFN-α). Respon imun ini
analog dengan reaksi hipersensitivitas tipe lambat. Antigen protein
intraselular merupakan stimulus kuat sel limfosit T. Beberapa dinding sel
bakteri mengaktivasi makrofag secara langsung sehingga mempunyai
fungsi sebagai ajuvan. Misalnya muramil dipeptida pada dinding sel
mikrobakteria.
19
E. Faktor yang mempengaruhi sistem imun
Beberapa faktor yang mempengaruhi sistem imun, yaitu :
1. Genetik
Kerentanan seseorang terhadap penyakit ditentukan oleh gen hla/mhc.
Genetis sangat berpengaruh terhadap system imun, hal ini dapat
dibuktikandangan suatu penelitian yang dibuktikan bahwa pasangan anak kembar
homozigot lebihrentan terhadap suatu allergen dibandingkan dengan pasangan
anak kembar yangheterozigot. Hal ini membuktikan bahwa factor hereditas
mempengaruhi system imun
2. Umur
Hipofungsi sistim imun pd bayi mudah infeksi, pada orang tua
autoimun & kanker. Usia juga mempengaruhi system imun, pada saat usia balita
dan anak-anak systemimun belum matang di usia muda dan system imun akan
menjadi matang di usia dewasadan akan menurun kembali saat usia lanjut
3. Metabolik
o Penderita penyakit metabolik/ pengobatan
o rentan terhadap infeksi
4. Stres
Stres dapat mempengaruhi sistem kekebalan tubuh karena melepas
hormonseperti neuro-endokrin, glukokortikoid dan katekolamin. Stres bahkan
bisa berdampak buruk pada produksi antibodi
5. Lingkungan dan nutrisi : mudah infeksi karena:
o eksposur
o berkurang daya tahan karena malnutrisi
6. Anatomis: pertahanan terhadap invasi m.o : kulit, mukosa.
7. Hormone
Pada saat sebelum masa reproduksi, system imun lelaki dan perempuan
adalahsama, tetapi ketika sudah memasuki masa reproduksi, system imun antara
keduanyasangatlah berbeda. Hal ini disebabkan mulai adanya beberapa hormone
yangmuncul.Pada wanita telah diproduksi hormone estrogen yang mempengaruhi
sintesis IgGdan IgA menjadi lebih banyak (meningkat). Dan peningkatan
produksi IgG dan IgAmenyebabkan wanita lebih kebal terhadap infeksi.
20
Sedangkan pada pria telah diproduksihormone androgen yang bersifat
imunosupresan sehingga memperkecil resiko penyakitautoimun tetapi tidak
membuat lebih kebal terhadap infeksi.Oleh karenanya, wanita lebih banyak
terserang penyakit autoimun dan pria lebih sering terinfeksi.
8. Olahraga
Olahraga berlebihan bisa membakar lebih banyak oksigen dalam
tubuh.Pembakaran yang berlebihan menghasilkan radikal bebas yang menyerang
sel sistem kekebalan tubuh dan menurunkan jumlahnya.
9. Tidur
Studi yang dilakukan oleh Michael Irwin dari Universitas
Californiamenunjukkan bahwa kurang tidur menyebabkan perubahan dalam
jaringan sitokin
10. Fisiologis
o cairan lambung
o silia .respirasi
o aliran urin
o sekresi kulit bersifat bakterisid
o enzim
o antibodi
F. penyakit yang dapat menyerang sistem immun..
a) Alergi
Alergi atau hipersensivitas adalah respons imun yang berlebihan
terhadap senyawa yang masuk ke dalam tubuh. Senyawa tersebut dinamakan
alergen. Alergen dapat berupa debu, serbuk sari, gigitan serangga, rambut kucing,
dan jenis makanan tertentu, misalnya udang.
Proses terjadinya alergi diawali dengan masuknya alergen ke dalam
tubuh yang kemudian merangsang sel B plasma untuk menyekresikan antibod
IgE. Alergen yang pertama kali masuk ke dalam tubuh tidak akan menimbulkan
alergi, namun IgE yang terbentuk akan berikatan dengan mastosit. Akibatnya,
ketika alergen masuk ke dalam tubuh untuk kedua kalinya, alergen akan terikat
pada IgE yang telah berikatan dengan mastosit. Mastosit kemudian melepaskan
histamin yang berperan dalam proses inflamasi. Respons inflamasi ini
21
mengakibatkan timbulnya gejala alergi seperti bersin, kulit terasa gatal, mata
berair, hidung berlendir, dan kesulitan bernapas. Gejala alergi dapat dihentikan
dengan pemberian antihistamin.
b) Autoimunitas
Autoimunitas merupakan gangguan pada sistem kekebalan tubuh saat
antibodi yang diproduksi justru menyerang sel-sel tubuh sendiri karena tidak
mampu membedakan sel tubuh sendiri dengan sel asing. Autoimunitas dapat
disebabkan oleh gagalnya proses pematangan sel T di kelenjar timus.
Autoimunitas menyebabkan beberapa kelainan, yaitu :
1. Diabetes mellitus
Diabetes mellitus disebabkan oleh antibodi yang menyerang sel-sel
beta di pankreas yang berfungsi menghasilkan hormon insulin. Hal ini
mengakibatkan tubuh kekurangan hormon insulin sehingga kadar gula
darah meningkat.
2. Myasthenia gravis
Myasthenia gravis disebabkan oleh antibodi yang menyerang otot lurik
sehingga otot lurik mengalami kerusakan.
3. Addison’s disease
Addison’s disease disebabkan oleh antibodi yang menyerang kelenjar
adrenal. Hal ini mengakibatkan berat badan menurun, kadargula darah
menurun, mudah lelah, dan pigmentasi kulit meningkat.
4. Lupus
Lupus disebabkan oleh antibodi yang menyerang tubuh sendiri. Pada
penderita lupus, antibodi menyerang tubuh dengan dua cara, yaitu :
Antibodi menyerang jaringan tubuh secara langsung. Misalnya, antibodi
yang menyerang sel darah merah sehingga menyebabkan anemia.
Antibodi bergabung dengan antigen sehingga membentuk ikatan yang
dianamakan kompleks imun. Dalam kondisi normal, sel asing yang
antigennya telah diikat oleh antibodi selanjutnya akan ditangkap dan
dihancurkan oleh sel-sel fagosit. Namun, pada penderita lupus, sel-sel asing
ini tidak dapat dihancurkan oleh sel-sel fagosit dengan baik. Jumlah sel
fagosit justru akan semakin bertambah sambil mengeluarkan senyawa yang
menimbulkan inflamasi. Proses inflamasi ini akan menimbulkan berbagai
22
gejala penyakit lupus. Jika terjadi dalam jangka panjang, fungsi organ tubuh
akan terganggu.
5. Radang sendi (artritis reumatoid)
Radang sendi merupakan penyakit autoimunitas yang menyebabkan
peradangan dalam waktu lama pada sendi. Penyakit ini biasanya mengenai
banyak sendi dan ditandai dengan radang pada membransinovial dan
struktur sendi, atrofi otot, serta penipisan tulang.
c) AIDS
AIDS (Acquired Immuno Deficiency Syndrome) merupakan kumpulan
berbagai penyakit yang disebabkan oleh melemahnya sistem kekebalan tubuh.
Penyakit ini disebabkan oleh infeksi HIV (Human Immunodeficiency Virus) yang
menyerang sel T pembantu yang berfungsi menstimulasi pembentukan sel B
plasma dan jenis sel T lainnya. Hal ini mengakibatkan berkurangnya kemampuan
tubuh dalam melawan berbagai kuman penyakit.
Sel T pembantu menjadi target utama HIV karena pada permukaan sel
tersebut terdapat molekul CD4 sebagai reseptor. Infeksi dimulai ketika molekul
glikoprotein pada permukaan HIV menempel ke reseptor CD4 pada permukaan
sel T pembantu. Selanjutnya, HIV masuk ke dalam sel T pembantu secara
endositosis dan mulai memperbanyak diri. Kemudian, virus-virus baru keluar dari
sel T yang terinfeksi secara eksositosis atau melisiskan sel.
Jumlah sel T pada orang normal sekitar 1.000 sel/mm3 darah,
sedangkan pada penderita AIDS, jumlah sel T-nya hanya sekitar 200 sel/mm3.
Kondisi ini menyebabkan penderita AIDS mudah terserang berbagai penyakit
seperti TBC, meningitis, kanker darah, dan melemahnya ingatan.
Penderita HIV positif umumnya masih dapat hidup dengan normal
dantampak sehat,tetapi dapat menularkan virus HIV.Penderita AIDS adalah
penderitaHIV positif yang telah menunjukkan gejala penyakit AIDS. Waktu yang
dibutuhkan seorang penderita HIV positif untuk menjadi penderita AIDS relatif
lama,yaitu antara 5-10 tahun.Bahkan ada penderita HIV positif yang seumur
hidupnya tidak menjadi penderita AIDS.Hal tersebut dikarenakan virus HIV
didalam tubuh membutuhkan waktu untuk menghancurkan sistem kekebalan
tubuh penderita. Ketika sistem kekebalan tubuh sudah hancur, penderita HIV
positif akan menunjukkan gejala penyakit AIDS. Penderita yang telah mengalami
23
gejala AIDS atau penderita AIDS umumnya hanya mampu bertahan hidup selama
dua tahun.
Gejala-gejala penyakit AIDS yaitu :
Gangguan pada sistem saraf
Penurunan libido
Sakit kepala
Demam
Berkeringat pada malam hari selama berbulan-bulan
Diare
Terdapat bintik-bintik berwarna hitam atau keunguan pada sekujur tubuh
Terdapat banyak bekas luka yang belum sembuh total
Terjadi penurunan berat badan secara drastis
Cara penularan virus HIV/AIDS :
Hubungan seks dengan penderita HIV/AIDS
Pemakaian jarum suntik bersama-sama dengan penderita
Transfusi darah yang terinfeksi HIV/AIDS
Bayi yang minum ASI penderita HIV/AIDS atau dilahirkan dari seorang ibu
penderita HIV/AIDS
Cara mencegah penularan HIV/AIDS :
Menghindari hubungan seks di luar nikah
Memakai jarum suntik yang steril
Menghindari kontak langsung dengan penderita HIV/AIDS yang terluka
Menerima transfusi darah yang tidak terinfeksi HIV/AIDS
d) . Penyakit Sindrom Goodpasture
Sindrom Goodpasture adalah penyakit langka yang dapat
mempengaruhi paru-paru dan ginjal. Penyakit ini disebut juga sebagai penyakit
antibodi anti-glomerular basement, itu adalah suatu penyakit autoimun dimana
sistem pertahanan tubuh bereaksi terhadap beberapa bagian dari tubuh itu sendiri.
Ketika system kekebalan tubuh bekerja normal, sistem ini akan menciptakan
antibodi untuk melawan kuman. Dalamsindrom Goodpasture, sistem kekebalan
tubuh membuat antibodi menyerang paru-paru dan ginjal.
24
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sistem imun adalah sistem pertahanan yang ada pada tubuh manusia
yang berfungsi untuk menjaga manusia dari benda-benda yang asing bagi
tubuh manusia. Pada sistem imun ada istilah yang disebut Imunitas. Imunitas
sendiri adalah ketahanan tubuh kita atau resistensi tubuh kita terhadap suatu
penyakit. Jadi sistem imun pada tubuh kita mempunyai imunitas terhadap
berbagai macam penyakit yang dapat membahayakan tubuh kita.
Ketika mikroba masuk ke dalam tubuh manusia, mikroba tersebut akan
melewati 3 lapis pertahanan sistem imun. Pertahanan lapis pertama berisi
sistem imun non-spesifik terutama fisik/mekanis, biokimia, dan humoral.
Pertahanan ini akan mencegah masuknya mikroba masuk ke dalam tubuh.
Pertahanan lapis kedua berisi sistem imun non-spesifik khususnya yang
selular. Pertahanan selular ini nantinya akan mencegah mikroba yang berhasil
masuk ke dalam tubuh dengan menghancurkannya. Pertahanan ketiga adalah
sistem imun spesifik. Ini akan menangani mikroba yang masih belum
ditangani oleh sistem imun non-spesifik.
B. Saran
Supaya makalah ini dapat memberikan manfaat yang besar bagi
pembaca, maka penulis menyarankan :
Jagalah pola hidup yang sehat agar tidak mudah terserang penyakit
Perhatikanlah setiap makanan yang akan dikonsumsi
Jagalah kebersihan lingkungan sekitar
25
DAFTAR PUSTAKA
Garna Baratawidjaja Karnen dan Rengganis Iris. 2009. Imunologi Dasar edisi VIII.
Jakarta Balai
Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Ernets, Jawetz. 1996. Mikrobiologi Kedokteran Edisi 20. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Staf Pengajar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 1994. “Buku Ajar
Mikrobiologi Kedokteran Edisi Revisi”. Jakarta: Penerbit Binarupa Aksara. 26
26