Tetanus Neonatal.doc

7
TETANUS NEONATORUM 1. PENDAHULUAN Tetanus neonatorum merupakan penyebab kejang yang sering dijumpai pada bayi baru lahir, yang bukan karena trauma kelahiran atau asfiksia tetapi disebabkan oleh infeksi selama neonatal, yang antara lain terjadi sebagai pemotongan tali pusat atau perawatan yang tidak aseptik. Perjalanan penyakit seperti pada tetanus anak, tetapi lebih cepat dan berat. Dimana tetanus ini merupakan penyakit infeksi akut yang menunjukan gangguan neuromuskuler akut. Tetanus neonatorum juga tidak dibagi menjadi 3 stadium seperti tetanus anak. 2. DEFINISI Tetanus neonatorum adalah kelainan neurologik yang terdapat pada neonatal, yang ditandai oleh peningkatan tonus dan spasme otot, yang disebabkan oleh tetanospasmin, suatu toksin protein kuat yang dihasilkan oleh clostridium tetani. 3. ETIOLOGI Penyebab penyakit ini adalah clostridium tetani yang hidup anaerob. Kuman ini mudah dikenal karena pembentukan spora dan karena bentuk yang khas, tersebar luas di tanah dan mengeluarkan toksin bila dalam kondisi baik. Sporanya dapat bertahan sampai bertahun-tahun bila tidak kena sinar matahari, tersebar luas di tanah dan mengeluarkan toksin bila dalam kondisi baik. Toksin daripada tetanus ini dapat menghancurkan sel darah merah, merusak leukosit dan merupakan tetanospasmin, yaitu toksin yang neurotropik dapat menyebabkan ketegangan dan spasme otot. Selain itu juga tidak jarang ditemukan pada feses manusia, juga pada feses kuda, anjing, dan kucing. 4. MIKROBIOLOGI Kuman ini adalah kuman gram-positif berbentuk batang yang anaerob, motil, yang berbentuk spora terminalis berbentuk lonjong yang tak

Transcript of Tetanus Neonatal.doc

Page 1: Tetanus Neonatal.doc

TETANUS NEONATORUM

1. PENDAHULUAN

Tetanus neonatorum merupakan penyebab kejang yang sering dijumpai pada bayi baru lahir, yang bukan karena trauma kelahiran atau asfiksia tetapi disebabkan oleh infeksi selama neonatal, yang antara lain terjadi sebagai pemotongan tali pusat atau perawatan yang tidak aseptik.

Perjalanan penyakit seperti pada tetanus anak, tetapi lebih cepat dan berat. Dimana tetanus ini merupakan penyakit infeksi akut yang menunjukan gangguan neuromuskuler akut. Tetanus neonatorum juga tidak dibagi menjadi 3 stadium seperti tetanus anak.

2. DEFINISI

Tetanus neonatorum adalah kelainan neurologik yang terdapat pada neonatal, yang ditandai oleh peningkatan tonus dan spasme otot, yang disebabkan oleh tetanospasmin, suatu toksin protein kuat yang dihasilkan oleh clostridium tetani.

3. ETIOLOGI

Penyebab penyakit ini adalah clostridium tetani yang hidup anaerob. Kuman ini mudah dikenal karena pembentukan spora dan karena bentuk yang khas, tersebar luas di tanah dan mengeluarkan toksin bila dalam kondisi baik. Sporanya dapat bertahan sampai bertahun-tahun bila tidak kena sinar matahari, tersebar luas di tanah dan mengeluarkan toksin bila dalam kondisi baik. Toksin daripada tetanus ini dapat menghancurkan sel darah merah, merusak leukosit dan merupakan tetanospasmin, yaitu toksin yang neurotropik dapat menyebabkan ketegangan dan spasme otot.

Selain itu juga tidak jarang ditemukan pada feses manusia, juga pada feses kuda, anjing, dan kucing.

4. MIKROBIOLOGI

Kuman ini adalah kuman gram-positif berbentuk batang yang anaerob, motil, yang berbentuk spora terminalis berbentuk lonjong yang tak berwarna. Spora ini menyerupai bentuk raket tenis atau drum stick. Tetanospasmin dibentuk pada sel vegetatif di bawah kendali plasmid. Toksin ini merupakan rantai polipeptida tunggal.

5. EPIDEMIOLOGI

Penyakit tetanus biasanya timbul di daerah yang mudah terkontaminasi dengan tanah dengan kebersihan dan perawatan luka yang buruk. Tetanus terdapat secara sporadik dan hampir selalu menjangkiti orang yang tak kebal atau sebagian kebal, atau orang yang terimunisasi lengkap tetapi yang gagal mempertahankan kekebalan yang adekuat dengan dosis “booster” vaksin. Walaupun dapat dicegah sama sekali dengan imunisasi, di seluruh dunia beban penyakit ini besar sekali. Di negara yang tanpa program imunisasi utama, tetanus neonatal dan tetanus pada orang muda mendominasi. Di seluruh dunia diperkirakan 800.000 neonatus meningggal setiap tahun akibat tetanus.

Page 2: Tetanus Neonatal.doc

6. PATOGENESIS

Kontaminasi luka dengan spora mungkin sering. Biasanya penyakit ini terjadi setelah luka tusuk yang dalam misalnya luka yang disebabkan tertusuk paku, pecahan kaca, kaleng, atau luka tembak, dimana luka tersebut menimbulkan keadaan anaerob yang ideal. Selain itu luka laserasi yang kotor, luka bakar dan patah tulang terbuka juga akan menimbulkan keadaan anaerob.

Sedangkan pada tetanus neonatorum luka yang terjadi akibat pemotongan tali pusat dengan alat-alat yang tidak steril atau perawatan tali pusat yang salah. Dimana clostridium tetani masuk ke dalam tubuh melalui luka. Pada neonatus/bayi baru lahir clostridium tetani dapat masuk melalui umbilikus setelah tali pusat dipotong tanpa memperhatikan kaidah asepsis antisepsis.

Bentuk spora akan berubah menjadi bentuk vegetatif bila lingkungannya memungkinkan untuk berubah bentuk dan kemudian mengeluarkan eksotoksin. Kuman tetanus sendiri tetap tinggal di daerah luka. Kuman ini membentuk dua macam eksotoksin yang dihasilkan yaitu tetanolisin dan tetanospasmin. Toksin ini diabsorpsi oleh organ saraf di ujung saraf motorik dan diteruskan melalui saraf sampai sel ganglion dan susunan saraf pusat dan terikat dengan sel saraf, toksin tersebut tidak dapat dinetralkan lagi.

7. GEJALA KLINIS

Masa tunas biasanya 5 – 14 hari, kadang-kadang sampai beberapa minggu pada infeksi ringan atau kalau terjadi modifikasi penyakit oleh antiserum.

Penyakit ini terjadi biasanya secara mendadak dengan ketegangan otot yang mungkin bertambah terutama pada rahang dan leher. Dalam 48 jam penyakit ini menjadi nyata dengan :

• Malas minum, mudah terangsang dan anak menangis terus menerus.

• Tidak sanggup mengisap dan belakangan bayi berhenti menangis karena rahang sukar dibuka disebabkan terjadinya kekakuan.

• Kemudian diikuti kekakuan pada seluruh tubuh disertai kejang yang tersentak (intermiten jerking spasm), terutama hal ini terjadi bila ada rangsangan dari luar seperti suara yang keras, cahaya dan tactile stimuli antara lain bila dipegang pada pemberian injeksi untuk pengobatan dan pada waktu pengisapan lendir.

• Mulut mencucur, dan bila bayi menangis suaranya tangisan tidak jelas, terdengar seperti mendesir.

• Suhu meninggi (sub febris)

• Kaku kuduk

• Opistotonus

• Kesadaran pulih setelah kejang

Page 3: Tetanus Neonatal.doc

8. DIAGNOSIS

Diagnosis tetanus neonatorum biasanya dapat ditegakan berdasarkan pemeriksaan klinis. Biasanya tidak sukar, anamnesis terdapat luka dan ketegangan otot yang khas terutama pada rahang sangat membantu.

Biasanya pada pemeriksaan laboratorium didapati peninggian leukosit, pemeriksaan cairan otak biasanya normal, dan pada pemeriksaan elektromiogram dapat memperlihatkan adanya lepas muatan unit motorik secara terus-menerus dan pemendekan atau tanpa interval yang tenang, yang biasanya tampak setelah potensial aksi.

Keadaan lain yang mungkin dapat dikacaukan dengan tetanus adalah meningitis/ensefalitis, rabies, dan proses intra abdomen akut (karena abdomen yang kaku). Peninggian nyata tonus pada otot pusat (wajah, leher, dada, punggung, dan perut), disertai spasme generalisata yang menjadi tersamar dan bebas gejala pada tangan dan kaki, maka kuat mendukung adanya tetanus.

9. KOMPLIKASI

• Spasme otot faring yang menyebabkan terkumpulnya air liur (saliva) di dalam rongga mulut dan hal ini memungkinkan terjadinya aspirasi sehingga dapat terjadi pneumonia aspirasi.

• Aspiksia.

• Atelektasis karena obstruksi oleh sekret.

• Fraktur kompresi.

10. PROGNOSIS

Dipengaruhi oleh beberapa faktor dan akan buruk bila:

• Masa tunas yang pendek (kurang dari 7 hari).

• Usia yang sangat muda (neonatus) dan usia lanjut.

• Disertai frekwensi kejang yang tinggi.

• Kenaikan suhu tubuh yang tinggi.

• Pengobatan yang terlambat.

• Periode of onset yang pendek (jarak antara trismus dan timbulnya kejang).

• Serta adanya komplikasi terutama pada otot pernapasan dan obstruksi saluran pernapasan.

Mortalitas untuk bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia – RSCM Jakarta di dapatkan angka 80% untuk tetanus neonatorum.

Page 4: Tetanus Neonatal.doc

11. PENCEGAHAN

• Mencegah terjadinya luka.

• Perawatan yang adekuat.

• Pemberian ATS (anti tetanus serum) dalam beberapa jam setelah terkena luka.

• Pemberian TT (tetanus toxoid) pada anak yang belum mendapat imunisasi.

• PP (penisilin prokain) selama 2 – 3 hari setelah mendapat luka berat.

• Tetanus toxoid yang diberikan 3 kali berturut-turut pada trimester ketiga kehamilan dikatakan sangat bermakna mencegah tetanus neonatorum. Hendaknya sterilitas diperhatikan benar pada waktu pemotongan tali pusat dan demikian pula perawatan tali pusat selanjutnya

12. PENGOBATAN

Diberikan cairan intra vena (IVFD) dengan larutan glukosa 5% : NaCl fisiologis = 4 : 1 selama 48 – 72 jam sesuai dengan kebutuhan, sedangkan selanjutnya IVFD hanya untuk memasukan obat.

Bila sakit penderita lebih dari 72 jam atau sering kejang atau apnoe, diberikan larutan glukosa 10% : Natrium bikarbonat 1,5% = 4 : 1 (sebaiknya jenis cairan yang dipilih disesuaikan dengan hasil pemeriksaan analisa gas darah).

Bila setelah 72 jam belum mungkin diberikan minuman per oral, maka melalui cairan infus perlu diberikan tambahan protein dan kalium.

1. Diazepam dosis awal 2,5 mg intra vena perlahan-lahan selama 2 – 3 menit. Dosis rumat 8 – 10 mg/kgBB/hari melalui IVFD (diazepam dimasukan ke dalam caian intravena dan diganti tiap 6 jam).

Bila kejang masih sering timbul, boleh diberikan diazepam tambahan 2,5 mg secara intra vena perlahan-lahan dalam 24 jam boleh diberikan tambahan diazepam 5 mg/kgBB/hari. Sehingga dosis diazepam keseluruhan menjadi 15 mg/kgBB/hari. Setelah keadaan klinisnya membaik, diazepam diberikan per oral dan diturunkan secara bertahap.

Pada penderita dengan hiperbilirubinemia berat atau makin berat diberikan diazepam per oral dan setelah bilirubin turun boleh diberikan diazepam intravena.

1. ATS 10.000 U/hari dan diberikan selama 2 hari berturut-turut.

2. Ampisilin 100 mg/kgBB/hari dibagi 4 dosis secara intra vena selama 10 hari.

Bila terdapat gejala sepsis hendaknya penderita diobati seperti penderita sepsis pada umumnya dan kalau pungsi lumbal tidak dapat dilakukan, maka penderita diobati sebagai penderita meningitis bakterial.

1. Tali pusat dibersihkan dengan alkohol 70% dan betadine.

Page 5: Tetanus Neonatal.doc

2. Perhatikan jalan napas, diuresis dan keadaan vital lainnya. Bila banyak lendir jalan napas harus dibersihkan dan bila perlu diberikan oksigen.

13. PERAWATAN

Os ditempatkan di tempat terhindar dari rangsangan yang berlebihan, observasi untuk mengurangi rangsangan sekecil mungkin, catat pols, frekuensi napas, frekuensi kejang dan lamanya kejang. Perubahan posisi 2 – 4 jam dan fisioterapi pasif pada daerah tangan, kaki, dan dada.

Daftar Pustaka

1. Behrman RE, Vaughan VC. Ilmu Kesehatan Anak – Nelson, Edisi ke-12, Bagian ke-2. Nelson WE, Ed. EGC, Jakarta, 1993; 212-126.

2. Garna H, Widjaya J, Rustama DS, Rahman O, Sjahrodji AM. Pedoman Terapi Ilmu Kedokteran, Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UNPAD. Bina Budaya Bandung, Bandung, 1993; 84-85, 103-104.

3. Latief A, Napitupulu PM, Pudjiadi A, Ghazali MV, Putra ST. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak, Jilid ke-2. Hassan R, Alatas H, Ed. Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UI, Infomedika, Jakarta, 1997.

4. Masnjoer A, dkk. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi III. Jilid II. FKUI. Jakarta. 2000.

5. Ngastiah. Perawatan Anak Sakit. Setiawan, Ed. EGC. Jakarta. 1997; 351-57.