Tetanus

10
TETANUS Definisi Tetanus adalah suatu toksemia akut yang disebabkan oleh neurotoksin yang dihasilkan oleh Clostridium tetani ditandai dengan spasme otot yang periodik dan berat Tetanus ini biasanya akut dan menimbulkan paralitik spastik yang disebabkan tetanospasmin. Tetanospamin merupakan neurotoksin yang diproduksi oleh Clostridium tetani (12) Diagnosis Diagnosis tetanus sepenuhnya didasarkan pada temuan klinis, karena pemeriksaan laboratorium tidak spesifik. Selain trismus, pemeriksaan fisik menunjukkan hipertonisitas otot- otot, refleks tendon dalam yang meningkat, kesadaran yang tidak terganggu, demam derajat rendah, dan sistem saraf sensoris yang normal. Spasme paroksismal dapat ditemukan secara lokal maupun general. Sebagian besar pasien memiliki riwayat luka dalam 2 minggu terakhir dan secara umum tidak memiliki riwayat imunisasi tetanus toksoid yang jelas Pemeriksaan bakteriologis dapat mengkonfirmasi adanya C. tetani pada hanya sekitar sepertiga pasien yang memiliki tanda klinis tetanus. Harus diingat bahwa isolasi C. tetani dari luka terkontaminasi tidak berarti pasien akan atau telah menderita tetanus. Pemeriksaan laboratorium menunjukkan leukositosis sedang. Pemeriksaan cairan serebrospinal normal tetapi tekanan dapat meningkat akibat kontraksi otot. Setelah diagnosis

description

tetanus tugas

Transcript of Tetanus

TETANUS

Definisi

Tetanus adalah suatu toksemia akut yang disebabkan oleh neurotoksin yang

dihasilkan oleh Clostridium tetani ditandai dengan spasme otot yang periodik dan berat

Tetanus ini biasanya akut dan menimbulkan paralitik spastik yang disebabkan tetanospasmin.

Tetanospamin merupakan neurotoksin yang diproduksi oleh Clostridium tetani (12)

Diagnosis

Diagnosis tetanus sepenuhnya didasarkan pada temuan klinis, karena pemeriksaan

laboratorium tidak spesifik. Selain trismus, pemeriksaan fisik menunjukkan hipertonisitas

otot-otot, refleks tendon dalam yang meningkat, kesadaran yang tidak terganggu, demam

derajat rendah, dan sistem saraf sensoris yang normal. Spasme paroksismal dapat ditemukan

secara lokal maupun general. Sebagian besar pasien memiliki riwayat luka dalam 2 minggu

terakhir dan secara umum tidak memiliki riwayat imunisasi tetanus toksoid yang jelas

Pemeriksaan bakteriologis dapat mengkonfirmasi adanya C. tetani pada hanya sekitar

sepertiga pasien yang memiliki tanda klinis tetanus. Harus diingat bahwa isolasi C. tetani dari

luka terkontaminasi tidak berarti pasien akan atau telah menderita tetanus. Pemeriksaan

laboratorium menunjukkan leukositosis sedang. Pemeriksaan cairan serebrospinal normal

tetapi tekanan dapat meningkat akibat kontraksi otot. Setelah diagnosis tetanus dibuat harus

ditentukan derajat keparahan penyakit. Beberapa sistem skoring tetanus dapat digunakan,

diantaranya adalah skor Phillips, Dakar, Ablett, dan Udwadia. Sistem skoring tetanus juga

sekaligus bertindak sebagai penentu prognosis

Klasifikasi

Klasifikasi Ablett untuk derajat manifestasi klinis Tetanus (Kliegman et al., 2011):

Grade I (ringan)

Trismus ringan, spastisitas general, tidak ada distress pernapasan, tidak ada spasme dan

disfagia.

Grade II (sedang)

Trismus sedang, rigiditas yang tampak, spasme ringan hingga sedang dengan durasi pendek,

takipnea ≥ 30 kali/menit, disfagia ringan.

Grade III A (berat)

Trismus berat, spastisitas menyeluruh, spasme spontan yang memanjang, distres pernapasan

dengan takipnea ≥ 40 kali/menit,apneic spell, disfagia berat,

takikardia ≥ 120 kali/menit.

Grade III B (sangat berat)

Keadaan seperti pada grade III ditambah disfungsi otonom berat yang melibatkan sistem

kardiovaskuler. Hipertensi berat dan takikardia bergantian dengan hipotensi relatif dan

bradikardia, salah satunya dapat menjadi persisten.

-Patogenesis

Tetanospasmin adalah toksin yang menyebabkan spasme,bekerja pada beberapa level dari

susunan syaraf pusat, dengan cara :

a.Tobin menghalangi neuromuscular transmission dengan cara menghambat pelepasan

acethyl-choline dari terminal nerve di otot.

b.Kharekteristik spasme dari tetanus ( seperti strichmine ) terjadi karena toksin

mengganggu fungsi dari refleks synaptik di spinal cord.

c.Kejang pada tetanus, mungkin disebabkan pengikatan dari toksin oleh cerebral

ganglioside.

d.Beberapa penderita mengalami gangguan dari Autonomik Nervous System (ANS )

dengan gejala : berkeringat, hipertensi yang fluktuasi, periodisiti takikhardia, aritmia

jantung, peninggian cathecholamine dalam urine.

Kerja dari tetanospamin analog dengan strychninee, dimana ia mengintervensi fungsi dari

arcus refleks yaitu dengan cara menekan neuron spinal dan menginhibisi terhadap batang

otak

Timbulnya kegagalan mekanisme inhibisi yang normal, yang menyebabkan

meningkatnya aktifitas dari neuron Yang mensarafi otot masetter sehingga terjadi trismus.

Oleh karena otot masetter adalah otot yang paling sensitif terhadap toksin tetanus tersebut.

Stimuli terhadap afferen tidak hanya menimbulkan kontraksi yang kuat, tetapi juga

dihilangkannya kontraksi agonis dan antagonis sehingga timbul spasme otot yang khas .

Ada dua hipotesis tentang cara bekerjanya toksin, yaitu:

1. Toksin diabsorbsi pada ujung syaraf motorik dari melalui sumbu silindrik dibawa

kekornu anterior susunan syaraf pusat

2. Toksin diabsorbsi oleh susunan limfatik, masuk kedalam sirkulasi darah arteri

kemudian masuk kedalam susunan syaraf pusat. (12)

- Neotal tetanus

Biasanya disebabkan infeksi C. tetani, yang masuk melalui tali pusat sewaktu proses

pertolongan persalinan. Spora yang masuk disebabkan oleh proses pertolongan persalinan

yang tidak steril, baik oleh penggunaan alat yang telah terkontaminasi spora C.tetani, maupun

penggunaan obat-obatan Wltuk tali pusat yang telah terkontaminasi.

Kebiasaan menggunakan alat pertolongan persalinan dan obat tradisional yang tidak

steril,merupakan faktor yang utama dalam terjadinya neonatal tetanus. (12)

- Tatalaksana

A. Umum

Tujuan terapi ini berupa mengeliminasi kuman tetani, menetralisirkan peredaran toksin,

mencegah spasme otot dan memberikan bantuan pemafasan sampai pulih. Dan tujuan

tersebut dapat diperinci sbb :

1. Merawat dan membersihkan luka sebaik-baiknya, berupa:

-membersihkan luka, irigasi luka, debridement luka (eksisi jaringan nekrotik),membuang

benda asing dalam luka serta kompres dengan H202 ,dalam hal ini penatalaksanaan, terhadap

luka tersebut dilakukan 1 -2 jam setelah ATS dan pemberian Antibiotika. Sekitar luka

disuntik ATS. Perawatan luka harus segera dilakukan terutama pada luka tusuk, luka kotor

atau luka yang diduga tercemar dengan spora tetanus. Perawatan luka dilakukan guna

mencegah timbulnya jaringan anaerob. Jaringan nekrotik dan benda asing harus dibuang.

Untuk pencegahan kasus tetanus neonatorum sangat bergantung pada penghindaran

persalinan yang tidak aman, aborsi serta perawatan tali pusat selain dari imunisasi ibu. Pada

perawatan tali pusat, penting diperhatikan adalah jangan membungkus punting tali

pusat/mengoleskan cairan/bahan apapun ke dalam punting tali pusat, mengoleskan

alkohol/povidon iodine masih iperkenankan tetapi tidak dikompreskan karena menyebabkan

tali pusat lembab.

2. Diet cukup kalori dan protein, bentuk makanan tergantung kemampuan membuka mulut

dan menelan. Hila ada trismus, makanan dapat diberikan personde atau parenteral.

3. Isolasi untuk menghindari rangsang luar seperti suara dan tindakan terhadap penderita

4. Oksigen, pernafasan buatan dan trachcostomi bila perlu.

5. Mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit. (12)

B. Obat- obatan

1. Antibiotika :

Pada penelitian yang dilakukan di Indonesia, metronidazol telah menjadi terapi pilihan yang

digunakan di beberapa pelayanan kesehatan. Metronidazol diberikan secara IV dengan dosis

inisial 15 mg/kgBB dilanjutkan dosis 30 mg/kgBB/hari dengan interval setiap 6 jam selama

7-10 hari. Metronidazol efektif untuk mengurangi jumlah kuman C. tetani bentuk vegetatif

Diberikan parenteral Peniciline 1,2juta unit / hari selama 10 hari, IM. Sedangkan

tetanus pada anak dapat diberikan Peniciline dosis 50.000 Unit / KgBB/ 12 jam secafa IM

diberikan selama 7-10 hari. Bila sensitif terhadap peniciline, obat dapat diganti dengan

preparat lain seperti tetrasiklin dosis 30-40 mg/kgBB/ 24 jam, tetapi dosis tidak melebihi 2

gram dan diberikan dalam dosis terbagi ( 4 dosis ). Bila tersedia Peniciline intravena, dapat

digunakan dengan dosis 200.000 unit /kgBB/ 24 jam, dibagi 6 dosis selama 10 hari.

Antibiotika ini hanya bertujuan membunuh bentuk vegetatif dari C.tetani, bukan

untuk toksin yang dihasilkannya. Bila dijumpai adanya komplikasi pemberian antibiotika

broad spektrum dapat dilakukan (12)

2. Antitoksin

Antitoksin dapat digunakan Human Tetanus Immunoglobulin ( TIG) dengan dosis

3000-6000 U, satu kali pemberian saja, secara IM tidak boleh diberikan secara intravena

karena TIG mengandung "anti complementary aggregates of globulin ", yang mana ini dapat

mencetuskan reaksi allergi yang serius.

Bila TIG tidak ada, dianjurkan untuk menggunakan tetanus antitoksin, yang berawal dari

hewan, dengan dosis 40.000 U, dengan cara pemberiannya adalah : 20.000 U dari antitoksin

dimasukkan kedalam 200 cc cairan NaC1 fisiologis dan diberikan secara intravena,

pemberian harus sudah diselesaikan dalam waktu 30-45 menit. Setengah dosis yang tersisa

(20.000 U) diberikan secara IM pada daerah pada sebelah luar (12) 3. Pemberian ATS dan

HTIG profilaksis

Profilaksis dengan pemberian ATS hanya efektif pada luka baru (< 6 jam) dan harus segera

dilanjutkan dengan imunisasi aktif. Dosis ATS profilaksis 3000 IU. HTIG juga dapat

diberikan sebagai profilaksis luka. Dosis untuk anak < 7 tahun: 4 IU/kg IM dosis tunggal,

sedangkan dosis untuk anak ≥ 7 tahun: 250 IU IM dosis tunggal.

Tabel Perbandingan antara ATS dan HTIG.

3.Tetanus Toksoid

Merupakan Imunisasi aktif

Imunisasi dengan toksoid tetanus (TT) merupakan salah satu pencegahan yang sangat efektif.

Angka kegagalannya relatif rendah. TT pertama kali diproduksi pada tahun 1924. Imunisasi

TT digunakan secara luas pada militer selama perang dunia II. Terdapat dua jenis TT yang

tersedia, adsorbed (aluminium salt precipitated) toxoid dan fluid toxoid. TT tersedia dalam

kemasan antigen tunggal, atau dikombinasi dengan toksoid difteri sebagai DT atau dengan

toksoid difteri dan vaksin pertusis aselular sebagai DaPT. Kombinasi toksoid difteri dan

tetanus (DT) yang mengandung 10-12 Lf dapat diberikan pada anak yang memiliki

ontraindikasi terhadap vaksin pertusis. Jenis imunisasi tergantung dari golongan umur dan

jenis kelamin. Untuk mencegah tetanus neonatorum, salah satu pencegahan adalah dengan

pemberian imunisasi TT pada wanita usia subur (WUS). Oleh karena itu, setiap WUS yang

berkunjung ke fasilitas pelayanan kesehatan harus selalu ditanyakan status imunisasi TT

mereka dan bila diketahui yang bersangkutan belum mendapatkan imunisasi TT harus diberi

imunisasi TT minimal 2 kali dengan jadwal sebagai berikut: dosis pertama diberikan segera

pada saat WUS kontak dengan pelayanan kesehatan atau sendini mungkin saat yang

bersangkutan hamil, dosis kedua diberikan 4 minggu setelah dosis pertama. Dosis ketiga

dapat diberikan 6 - 12 bulan setelah dosis kedua atau setiap saat pada kehamilan berikutnya.

Dosis tambahan sebanyak dua dosis dengan interval satu tahun dapat diberikan pada saat

WUS tersebut kontak dengan fasilitas pelayanan kesehatan atau diberikan pada saat

ehamilan berikutnya. Total 5 dosis TT yang diterima oleh WUS akan memberi perlindungan

seumur hidup. WUS yang riwayat imunisasinya telah memperoleh 3 - 4 dosis DPT

pada waktu anak-anak, cukup diberikan 2 dosis TT pada saat kehamilan pertama, ini akan

memberi perlindungan terhadap seluruh bayi yang akan dilahirkan Pemberian Tetanus

Toksoid (TT) yang pertama,dilakukan bersamaan dengan pemberian antitoksin tetapi pada

sisi yang berbeda dengan alat suntik yang berbeda. Pemberian dilakukan secara I.M.

Pemberian TT harus dilanjutkan sampai imunisasi dasar terhadap tetanus selesai. (12)

Berikut ini, tabel, Memperlihatkan petunjuk pencegahan terhadap tetanus pada

keadaan luka

4. Antikonvulsan

Penyebab utama kematian pada tetanus neonatorum adalah kejang klonik yang hebat,

muscular dan laryngeal spasm beserta komplikaisnya. Dengan penggunaan obat – obatan

sedasi/muscle relaxans, diharapkan kejang dapat diatasi. (12)

Pasang jalur IV dan herí cairan dengan dosis rumatan. - Berikan diazepam lo mglkg/hari

secara IV dalam 24 jam atau dengan bolus IV setiap3-6 jam (dengan dosis 0,1 -0,2 mg/kg per

kali pemberian). maksimum 40 mg/kg/han. (12)

- Bila jalur IV tidak terpasang, pasang pipa lambung dan berikan diazepam melalui

pipa atau melalui rektum (dosis sama dengan IV?).- Bila penlu, ben tambahan dosis 10 mg/kg

tiap 6 jam.- Bila frekuensi napas kurang dan 30 kali/menit dan tidak tersedia fasilitas

tunjangan napas dengan ventilator, obat dihentikan meskipun bayi masih mengalami spasme.

- Setelah 5-7 han. dosis diazepam dapat dibenikan melalui rute orogastrik..