Tetanus
-
Upload
muhammad-ridhwan-fatharanifurqan -
Category
Documents
-
view
216 -
download
0
description
Transcript of Tetanus
TETANUS
Definisi
Tetanus adalah suatu toksemia akut yang disebabkan oleh neurotoksin yang
dihasilkan oleh Clostridium tetani ditandai dengan spasme otot yang periodik dan berat
Tetanus ini biasanya akut dan menimbulkan paralitik spastik yang disebabkan tetanospasmin.
Tetanospamin merupakan neurotoksin yang diproduksi oleh Clostridium tetani (12)
Diagnosis
Diagnosis tetanus sepenuhnya didasarkan pada temuan klinis, karena pemeriksaan
laboratorium tidak spesifik. Selain trismus, pemeriksaan fisik menunjukkan hipertonisitas
otot-otot, refleks tendon dalam yang meningkat, kesadaran yang tidak terganggu, demam
derajat rendah, dan sistem saraf sensoris yang normal. Spasme paroksismal dapat ditemukan
secara lokal maupun general. Sebagian besar pasien memiliki riwayat luka dalam 2 minggu
terakhir dan secara umum tidak memiliki riwayat imunisasi tetanus toksoid yang jelas
Pemeriksaan bakteriologis dapat mengkonfirmasi adanya C. tetani pada hanya sekitar
sepertiga pasien yang memiliki tanda klinis tetanus. Harus diingat bahwa isolasi C. tetani dari
luka terkontaminasi tidak berarti pasien akan atau telah menderita tetanus. Pemeriksaan
laboratorium menunjukkan leukositosis sedang. Pemeriksaan cairan serebrospinal normal
tetapi tekanan dapat meningkat akibat kontraksi otot. Setelah diagnosis tetanus dibuat harus
ditentukan derajat keparahan penyakit. Beberapa sistem skoring tetanus dapat digunakan,
diantaranya adalah skor Phillips, Dakar, Ablett, dan Udwadia. Sistem skoring tetanus juga
sekaligus bertindak sebagai penentu prognosis
Klasifikasi
Klasifikasi Ablett untuk derajat manifestasi klinis Tetanus (Kliegman et al., 2011):
Grade I (ringan)
Trismus ringan, spastisitas general, tidak ada distress pernapasan, tidak ada spasme dan
disfagia.
Grade II (sedang)
Trismus sedang, rigiditas yang tampak, spasme ringan hingga sedang dengan durasi pendek,
takipnea ≥ 30 kali/menit, disfagia ringan.
Grade III A (berat)
Trismus berat, spastisitas menyeluruh, spasme spontan yang memanjang, distres pernapasan
dengan takipnea ≥ 40 kali/menit,apneic spell, disfagia berat,
takikardia ≥ 120 kali/menit.
Grade III B (sangat berat)
Keadaan seperti pada grade III ditambah disfungsi otonom berat yang melibatkan sistem
kardiovaskuler. Hipertensi berat dan takikardia bergantian dengan hipotensi relatif dan
bradikardia, salah satunya dapat menjadi persisten.
-Patogenesis
Tetanospasmin adalah toksin yang menyebabkan spasme,bekerja pada beberapa level dari
susunan syaraf pusat, dengan cara :
a.Tobin menghalangi neuromuscular transmission dengan cara menghambat pelepasan
acethyl-choline dari terminal nerve di otot.
b.Kharekteristik spasme dari tetanus ( seperti strichmine ) terjadi karena toksin
mengganggu fungsi dari refleks synaptik di spinal cord.
c.Kejang pada tetanus, mungkin disebabkan pengikatan dari toksin oleh cerebral
ganglioside.
d.Beberapa penderita mengalami gangguan dari Autonomik Nervous System (ANS )
dengan gejala : berkeringat, hipertensi yang fluktuasi, periodisiti takikhardia, aritmia
jantung, peninggian cathecholamine dalam urine.
Kerja dari tetanospamin analog dengan strychninee, dimana ia mengintervensi fungsi dari
arcus refleks yaitu dengan cara menekan neuron spinal dan menginhibisi terhadap batang
otak
Timbulnya kegagalan mekanisme inhibisi yang normal, yang menyebabkan
meningkatnya aktifitas dari neuron Yang mensarafi otot masetter sehingga terjadi trismus.
Oleh karena otot masetter adalah otot yang paling sensitif terhadap toksin tetanus tersebut.
Stimuli terhadap afferen tidak hanya menimbulkan kontraksi yang kuat, tetapi juga
dihilangkannya kontraksi agonis dan antagonis sehingga timbul spasme otot yang khas .
Ada dua hipotesis tentang cara bekerjanya toksin, yaitu:
1. Toksin diabsorbsi pada ujung syaraf motorik dari melalui sumbu silindrik dibawa
kekornu anterior susunan syaraf pusat
2. Toksin diabsorbsi oleh susunan limfatik, masuk kedalam sirkulasi darah arteri
kemudian masuk kedalam susunan syaraf pusat. (12)
- Neotal tetanus
Biasanya disebabkan infeksi C. tetani, yang masuk melalui tali pusat sewaktu proses
pertolongan persalinan. Spora yang masuk disebabkan oleh proses pertolongan persalinan
yang tidak steril, baik oleh penggunaan alat yang telah terkontaminasi spora C.tetani, maupun
penggunaan obat-obatan Wltuk tali pusat yang telah terkontaminasi.
Kebiasaan menggunakan alat pertolongan persalinan dan obat tradisional yang tidak
steril,merupakan faktor yang utama dalam terjadinya neonatal tetanus. (12)
- Tatalaksana
A. Umum
Tujuan terapi ini berupa mengeliminasi kuman tetani, menetralisirkan peredaran toksin,
mencegah spasme otot dan memberikan bantuan pemafasan sampai pulih. Dan tujuan
tersebut dapat diperinci sbb :
1. Merawat dan membersihkan luka sebaik-baiknya, berupa:
-membersihkan luka, irigasi luka, debridement luka (eksisi jaringan nekrotik),membuang
benda asing dalam luka serta kompres dengan H202 ,dalam hal ini penatalaksanaan, terhadap
luka tersebut dilakukan 1 -2 jam setelah ATS dan pemberian Antibiotika. Sekitar luka
disuntik ATS. Perawatan luka harus segera dilakukan terutama pada luka tusuk, luka kotor
atau luka yang diduga tercemar dengan spora tetanus. Perawatan luka dilakukan guna
mencegah timbulnya jaringan anaerob. Jaringan nekrotik dan benda asing harus dibuang.
Untuk pencegahan kasus tetanus neonatorum sangat bergantung pada penghindaran
persalinan yang tidak aman, aborsi serta perawatan tali pusat selain dari imunisasi ibu. Pada
perawatan tali pusat, penting diperhatikan adalah jangan membungkus punting tali
pusat/mengoleskan cairan/bahan apapun ke dalam punting tali pusat, mengoleskan
alkohol/povidon iodine masih iperkenankan tetapi tidak dikompreskan karena menyebabkan
tali pusat lembab.
2. Diet cukup kalori dan protein, bentuk makanan tergantung kemampuan membuka mulut
dan menelan. Hila ada trismus, makanan dapat diberikan personde atau parenteral.
3. Isolasi untuk menghindari rangsang luar seperti suara dan tindakan terhadap penderita
4. Oksigen, pernafasan buatan dan trachcostomi bila perlu.
5. Mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit. (12)
B. Obat- obatan
1. Antibiotika :
Pada penelitian yang dilakukan di Indonesia, metronidazol telah menjadi terapi pilihan yang
digunakan di beberapa pelayanan kesehatan. Metronidazol diberikan secara IV dengan dosis
inisial 15 mg/kgBB dilanjutkan dosis 30 mg/kgBB/hari dengan interval setiap 6 jam selama
7-10 hari. Metronidazol efektif untuk mengurangi jumlah kuman C. tetani bentuk vegetatif
Diberikan parenteral Peniciline 1,2juta unit / hari selama 10 hari, IM. Sedangkan
tetanus pada anak dapat diberikan Peniciline dosis 50.000 Unit / KgBB/ 12 jam secafa IM
diberikan selama 7-10 hari. Bila sensitif terhadap peniciline, obat dapat diganti dengan
preparat lain seperti tetrasiklin dosis 30-40 mg/kgBB/ 24 jam, tetapi dosis tidak melebihi 2
gram dan diberikan dalam dosis terbagi ( 4 dosis ). Bila tersedia Peniciline intravena, dapat
digunakan dengan dosis 200.000 unit /kgBB/ 24 jam, dibagi 6 dosis selama 10 hari.
Antibiotika ini hanya bertujuan membunuh bentuk vegetatif dari C.tetani, bukan
untuk toksin yang dihasilkannya. Bila dijumpai adanya komplikasi pemberian antibiotika
broad spektrum dapat dilakukan (12)
2. Antitoksin
Antitoksin dapat digunakan Human Tetanus Immunoglobulin ( TIG) dengan dosis
3000-6000 U, satu kali pemberian saja, secara IM tidak boleh diberikan secara intravena
karena TIG mengandung "anti complementary aggregates of globulin ", yang mana ini dapat
mencetuskan reaksi allergi yang serius.
Bila TIG tidak ada, dianjurkan untuk menggunakan tetanus antitoksin, yang berawal dari
hewan, dengan dosis 40.000 U, dengan cara pemberiannya adalah : 20.000 U dari antitoksin
dimasukkan kedalam 200 cc cairan NaC1 fisiologis dan diberikan secara intravena,
pemberian harus sudah diselesaikan dalam waktu 30-45 menit. Setengah dosis yang tersisa
(20.000 U) diberikan secara IM pada daerah pada sebelah luar (12) 3. Pemberian ATS dan
HTIG profilaksis
Profilaksis dengan pemberian ATS hanya efektif pada luka baru (< 6 jam) dan harus segera
dilanjutkan dengan imunisasi aktif. Dosis ATS profilaksis 3000 IU. HTIG juga dapat
diberikan sebagai profilaksis luka. Dosis untuk anak < 7 tahun: 4 IU/kg IM dosis tunggal,
sedangkan dosis untuk anak ≥ 7 tahun: 250 IU IM dosis tunggal.
Tabel Perbandingan antara ATS dan HTIG.
3.Tetanus Toksoid
Merupakan Imunisasi aktif
Imunisasi dengan toksoid tetanus (TT) merupakan salah satu pencegahan yang sangat efektif.
Angka kegagalannya relatif rendah. TT pertama kali diproduksi pada tahun 1924. Imunisasi
TT digunakan secara luas pada militer selama perang dunia II. Terdapat dua jenis TT yang
tersedia, adsorbed (aluminium salt precipitated) toxoid dan fluid toxoid. TT tersedia dalam
kemasan antigen tunggal, atau dikombinasi dengan toksoid difteri sebagai DT atau dengan
toksoid difteri dan vaksin pertusis aselular sebagai DaPT. Kombinasi toksoid difteri dan
tetanus (DT) yang mengandung 10-12 Lf dapat diberikan pada anak yang memiliki
ontraindikasi terhadap vaksin pertusis. Jenis imunisasi tergantung dari golongan umur dan
jenis kelamin. Untuk mencegah tetanus neonatorum, salah satu pencegahan adalah dengan
pemberian imunisasi TT pada wanita usia subur (WUS). Oleh karena itu, setiap WUS yang
berkunjung ke fasilitas pelayanan kesehatan harus selalu ditanyakan status imunisasi TT
mereka dan bila diketahui yang bersangkutan belum mendapatkan imunisasi TT harus diberi
imunisasi TT minimal 2 kali dengan jadwal sebagai berikut: dosis pertama diberikan segera
pada saat WUS kontak dengan pelayanan kesehatan atau sendini mungkin saat yang
bersangkutan hamil, dosis kedua diberikan 4 minggu setelah dosis pertama. Dosis ketiga
dapat diberikan 6 - 12 bulan setelah dosis kedua atau setiap saat pada kehamilan berikutnya.
Dosis tambahan sebanyak dua dosis dengan interval satu tahun dapat diberikan pada saat
WUS tersebut kontak dengan fasilitas pelayanan kesehatan atau diberikan pada saat
ehamilan berikutnya. Total 5 dosis TT yang diterima oleh WUS akan memberi perlindungan
seumur hidup. WUS yang riwayat imunisasinya telah memperoleh 3 - 4 dosis DPT
pada waktu anak-anak, cukup diberikan 2 dosis TT pada saat kehamilan pertama, ini akan
memberi perlindungan terhadap seluruh bayi yang akan dilahirkan Pemberian Tetanus
Toksoid (TT) yang pertama,dilakukan bersamaan dengan pemberian antitoksin tetapi pada
sisi yang berbeda dengan alat suntik yang berbeda. Pemberian dilakukan secara I.M.
Pemberian TT harus dilanjutkan sampai imunisasi dasar terhadap tetanus selesai. (12)
Berikut ini, tabel, Memperlihatkan petunjuk pencegahan terhadap tetanus pada
keadaan luka
4. Antikonvulsan
Penyebab utama kematian pada tetanus neonatorum adalah kejang klonik yang hebat,
muscular dan laryngeal spasm beserta komplikaisnya. Dengan penggunaan obat – obatan
sedasi/muscle relaxans, diharapkan kejang dapat diatasi. (12)
Pasang jalur IV dan herí cairan dengan dosis rumatan. - Berikan diazepam lo mglkg/hari
secara IV dalam 24 jam atau dengan bolus IV setiap3-6 jam (dengan dosis 0,1 -0,2 mg/kg per
kali pemberian). maksimum 40 mg/kg/han. (12)
- Bila jalur IV tidak terpasang, pasang pipa lambung dan berikan diazepam melalui
pipa atau melalui rektum (dosis sama dengan IV?).- Bila penlu, ben tambahan dosis 10 mg/kg
tiap 6 jam.- Bila frekuensi napas kurang dan 30 kali/menit dan tidak tersedia fasilitas
tunjangan napas dengan ventilator, obat dihentikan meskipun bayi masih mengalami spasme.
- Setelah 5-7 han. dosis diazepam dapat dibenikan melalui rute orogastrik..