Tesis Pendidikan Didi Supriadi73 Uniku BAB 123
-
Upload
didi-supriadi -
Category
Documents
-
view
10.914 -
download
1
Transcript of Tesis Pendidikan Didi Supriadi73 Uniku BAB 123
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Penelitian
Rendahnya kualitas sumber daya manusia merupakan masalah mendasar
yang dapat menghambat pembangunan dan perkembangan ekonomi nasional.
Penataan sumber daya manusia perlu diupayakan secara bertahap dan
berkesinambungan melalui sistem pendidikan yang berkualitas baik pada jalur
pendidikan formal, informal, maupun non formal, mulai dari pendidikan dasar
sampai pendidikan tinggi (Mulyasa 2004:4). Dikatakan lebih lanjut oleh Mulyasa
tentang pentingnya pengembangan sistem pendidikan yang berkualitas perlu lebih
ditekankan, karena berbagai indikator menunjukkan bahwa pendidikan yang ada
belum mampu menghasilkan sumber daya sesuai dengan perkembangan
masyarakat dan kebutuhan pembangunan.
Sardiman (2005:125) mengemukakan guru adalah salah satu komponen
manusiawi dalam proses belajar mengajar, yang ikut berperan dalam usaha
pembentukan sumber daya manusia yang potensial di bidang pembangunan. Oleh
karena itu, guru yang merupakan salah satu unsur di bidang kependidikan harus
berperan secara aktif dan menempatkan kedudukannya sebagai tenaga profesional,
sesuai dengan tuntutan masyarakat yang semakin berkembang. Dalam hal ini guru
tidak semata-mata sebagai pengajar yang melakukan transformasi ilmu
pengetahuan, tetapi juga sebagai pendidik yang melakukan transformasi nilai-nilai
2
sekaligus sebagai pembimbing yang memberikan pengarahkan dan menuntun
siswa dalam belajar.
Guru bertanggung jawab sebagai medium agar anak didik dapat mencapai
tujuan pendidikan. Oleh karena itu guru harus memiliki kepribadian yang matang
dan berkembang, menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi yang kuat, memiliki
keterampilan untuk membangkitkan minat peserta didik, dan mengembangkan
profesinya yang berkesinambungan. Ditinjau dari jenjang pendidikan, maka
Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) merupakan jenjang pendidikan yang akan
mengantarkan atau mempersiapkan peserta didiknya terjun ke dunia kerja.
Syah ( 1999:229) menyatakan bahwa “Guru yang berkualitas adalah guru
yang berkompetensi, yang berkemampuan untuk melaksanakan kewajiban-
kewajibannya secara bertanggungjawab dan layak”. Tanggungjawab guru adalah
mendidik siswanya menyangkut berbagai aspek yaitu menyangkut tujuan,
pelaksanaan, penilaian termasuk umpan balik dari penyelenggaraan tugas tersebut.
Sedangkan Ani. M Hasan (2003:5) menjelaskan bahwa guru yang profesional
harus memenuhi beberapa kriteria, antara lain : (1) mempunyai komitmen
terhadap siswa dan proses belajarnya, (2) menguasai secara mendalam bahan/
mata pelajaran yang diajarkannya serta cara mengajarnya kepada siswa, (3)
bertanggungjawab memantau hasil belajar siswa melalui berbagai cara evaluasi,
(4) mampu berfikir sistematis tentang apa yang dilakukannya dan belajar dari
lingkungan profesinya. Penilaian kinerja seseorang menurut Scuhuler dan
Jackson (1999:11) salah satunya dapat dilihat bardasarkan hasil (output).
3
Berdasarkan pendapat tersebut maka kinerja guru juga dapat dilihat melalui hasil
(output) yang salah satunya adalah hasil prestasi siswa berupa nilai ujian atau
sejenisnya. Bahkan SMK Negeri di kabupaten Kuningan belum menunjukan hasil
yang memuaskan jika ditinjau dari nilai hasil Ujian Nasional karena belum
menempati ranking teratas. Data (Bappenas, 2001) juga menunjukkan bahwa
masih banyak guru yang memiliki kemampuan yang rendah dalam memahami
mata pelajaran yang diajarkan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemampuan
pemahaman guru untuk tiap mata pelajaran masing-masing sekitar 57 % sampai
77 %, dan 45 % sampai 63 %.
Salah satu yang menjadi faktor penyebab rendahnya kemampuan guru
dalam memahami mata pelajaran adalah masih rendahnya tingkat kualifikasi guru
pada setiap jenjang pendidikan. Berkaitan dengan hal tersebut Jalal dan Supriadi
(2001:262) mengemukakan bahwa : “Dalam kenyataannya, mutu guru amat
beragam. Berbagai penelitian mengungkapkan bahwa tingkat penguasaan bahan
ajar dan keterampilan dalam menggunakan metode mengajar yang inovatif masih
kurang. Dilihat dari tingkat pendidikannya, sebagian besar guru SD, sekitar
separuh guru guru SLTP dan sekitar 20% guru SLTA masih berpendidikan kurang
(underqualified) dari yang dituntut (penelitian Sumiati :2001).
Dalam pelaksanaan tugas mendidik, guru memiliki sifat dan perilaku yang
berbeda, ada yang bersemangat dan penuh tanggung jawab, juga ada guru yang
dalam melakukan pekerjaan itu tanpa dilandasi rasa tanggung jawab, selain itu
juga ada guru yang sering membolos, datang tidak tepat pada waktunya dan tidak
4
mematuhi perintah. Kondisi guru seperti itulah yang menjadi permasalahan di
setiap lembaga pendidikan formal. Dengan adanya guru yang mempunyai kinerja
rendah, sekolah akan sulit untuk mencapai hasil seperti yang diharapkan dan guru.
Dari hasil wawancara terhadap teman sejawat sesama guru SMK Negeri di
Kabupaten Kuningan menunjukkan bahwa pada umumnya guru-guru SMK di
Kabupaten Kuningan belum menunjukkan kinerja, kreativitas, dan produktivitas
kerja. Kinerja guru SMK masih rendah , apalagi jika mengacu pada standar kerja
minimal yang dituntut para guru khususnya guru-guru SMK Negeri di Kabupaten
Kuningan. Fenomena yang terjadi pada guru-guru di SMK Negeri Kabupaten
Kuningan , bahwa terdapat kecenderungan melemahnya kinerja bisa dilihat antara
lain gejala-gejala guru yang sering membolos/mangkir mengajar sekitar 3%, guru
yang masuk ke kelas yang tidak tepat waktu atau terlambat masuk ke sekolah
sekitar 18%, guru yang mengajar tidak mempunyai persiapan mengajar atau
persiapan mengajar yang kurang lengkap sekitar 14 %.
Menurut Djamarah (2002), guru adalah salah satu unsur manusia dalam
proses pendidikan. Dalam proses pendidikan di sekolah, guru memegang tugas
ganda yaitu sebagai pengajar dan pendidik. Sebagai pengajar guru bertugas
menuangkan sejumlah bahan pelajaran ke dalam otak anak didik, sedangkan
sebagai pendidik guru bertugas membimbing dan membina anak didik agar
menjadi manusia susila yang cakap, aktif, kreatif, dan mandiri. Disamping itu
Djamarah juga berpendapat bahwa baik mengajar maupun mendidik merupakan
tugas dan tanggung jawab guru sebagai tenaga profesional. Oleh sebab itu, tugas
5
yang berat dari seorang guru ini pada dasarnya hanya dapat dilaksanakan oleh
guru yang memiliki kompetensi profesional yang tinggi.
Ekawarna (1995) menyatakan bahwa, guru sebagai individu yang bekerja
di dalam suatu organisasi pendidikan akan melakukan tugas pekerjaan ataupun
memberikan kontribusi kepada organisasi yang bersangkutan, dengan harapan
akan mendapat timbal balik berupa imbalan (rewards) ataupun insentif dari
organisasi tersebut.
Tugas guru erat kaitannya dengan peningkatan sumber daya manusia
melalui sektor pendidikan, oleh karena itu perlu upaya-upaya untuk meningkatkan
mutu guru untuk menjadi tenaga profesional. Untuk menjadikan guru sebagai
tenaga profesional maka perlu diadakan pembinaan secara terus menerus dan
berkesinambungan, dan menjadikan guru sebagai tenaga kerja perlu diperhatikan,
dihargai dan diakui keprofesionalannya. Untuk membuat mereka menjadi
profesional tidak semata-mata hanya meningkatkan kompetensinya baik melalui
pemberian penataran, pelatihan, maupun memperoleh kesempatan untuk belajar
lagi namun perlu juga memperhatikan guru dari segi yang lain seperti peningkatan
disiplin, pemberian motivasi, pemberian bimbingan melalui sepervisi, pemberian
insentif, gaji yang layak dengan keprofesionalannya sehingga meningkatkan guru
menjadi puas dalam bekerja menjadi pendidik.
Dalam kegiatan sehari-hari, guru sebagai individu dapat merasakan adanya
kepuasan dalam bekerja. Menurut Hoppeck dalam As’ad (1999), bahwa kepuasan
kerja merupakan penilaian dari pekerjaan yaitu seberapa jauh pekerjaannya secara
keseluruhan memuaskan kebutuhannya. Kepuasan dan ketidakpuasan guru
6
bekerja dapat berdampak baik pada diri individu guru yang bersangkutan, maupun
kepada organisasi dimana guru melakukan aktivitas.
Kepuasan kerja bagi guru sebagai pendidik diperlukan untuk
meningkatkan kinerjanya. Kepuasan kerja adalah perasan dan penilaian seseorang
atas pekerjaannya, khususnya mengenai kondisi kerjanya, dalam hubungannya
dengan apakah pekerjaanya mampu memenuhi harapan, kebutuhan, dan
keinginannya. Kepuasan kerja guru berdampak pada prestasi kerja, disiplin,
kualitas kerjanya. Pada pegawai yang puas terhadap pekerjaanya maka kinerjanya
akan meningkat, kemungkinan akan berdampak positif terhadap peningkatan
mutu pekerjaan (Umar 2003:213).
Sejalan dengan pengertian tersebut, seorang guru yang masuk dan bekerja
pada suatu lembaga pendidikan mempunyai harapan-harapan pada tempatnya
bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Kebutuhan tersebut menimbulkan
dorongan di dalam dirinya untuk melakukan sesuatu, sehingga terbentuklah
perilaku yang mengarah pada upaya untuk memenuhi keinginannya. Jika
keinginan tersebut dapat tercapai, maka akan timbul kepuasan di dalam diri
individu
Keberhasilan pendidikan di sekolah juga sangat ditentukan oleh
keberhasilan kepala sekolah dalam mengelola tenaga kependidikan yang tersedia
di sekolah. Kepala sekolah merupakan salah satu komponen pendidikan yang
berpengaruh dalam meningkatkan kinerja guru. Kepala sekolah bertanggung
jawab atas penyelenggaraan kegiatan pendidikan, administrasi sekolah,
pembinaan tenaga kependidikan lainnya, dan pendayagunaan serta pemeliharaan
7
sarana dan prasarana (Mulyasa 2004:25). Hal tersebut menjadi lebih penting
sejalan dengan semakin kompleksnya tuntutan tugas kepala sekolah,yang
menghendaki dukungan kinerja yang semakin efektif dan efisien.
Kepala sekolah sebagai pimpinan tertinggi yang sangat berpengaruh dan
menentukan kemajuan sekolah harus memiliki kemampuan administrasi, memiliki
komitmen tinggi, dan luwes dalam melaksanakan tugasnya. Kepemimpinan
kepala sekolah yang baik harus dapat mengupayakan peningkatan kinerja guru
melalui program pembinaan kemampuan tenaga kependidikan. Oleh karena itu
kepala sekolah harus mempunyai kepribadian atau sifat-sifat dan kemampuan
serta keterampilan-keterampilan untuk memimpin sebuah lembaga pendidikan.
Dalam perannya sebagai seorang pemimpin, kepala sekolah harus dapat
memperhatikan kebutuhan dan perasaan orang-orang yang bekerja sehingga
kinerja guru selalu terjaga. Berdasarkan hal tersebut diatas, penulis tertarik untuk
mengkaji tesis dengan judul “Pengaruh Kepemimpinan Partisipatif Kepala
Sekolah dan Kepuasan Kerja Guru terhadap Kinerja Guru Sekolah
Menengah Kejuruan (SMK ) Negeri se Kabupaten Kuningan”.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, dirumuskan masalah dalam
penelitian ini adalah :
1. Seberapa besar pengaruh kepemimpinan partisipatif kepala sekolah terhadap
kepuasan kerja guru SMK Negeri se Kabupaten Kuningan?
8
2. Seberapa besar pengaruh kepemimpinan partisipatif kepala sekolah terhadap
kinerja guru SMK Negeri se Kabupaten Kuningan?
3. Seberapa besar pengaruh kepuasan kerja guru terhadap kinerja guru SMK
Negeri se Kabupaten Kuningan?
1.3. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1.3.1. Tujuan Penelitian
Tujuan dilaksanakannya penelitian ini adalah :
1. Untuk mengukur dan menganalisis pengaruh kepemimpinan
partisipatif kepala sekolah terhadap kepuasan kerja guru SMK
Negeri se Kabupaten Kuningan.
2. Untuk mengukur dan menganalisis pengaruh kepemimpinan
partisipatif kepala sekolah terhadap kinerja guru SMK Negeri se
Kabupaten Kuningan.
3. Untuk mengukur dan menganalisis pengaruh kepuasan kerja guru
terhadap kinerja guru SMK Negeri se Kabupaten Kuningan.
1.3.2. Kegunaan Penulisan
Penelitian ini sekiranya dapat diharapkan memberikan masukan secara
teoritis dan praktis untuk :
1. Kegunaan Akademik (teoritik), penelitian ini diharapkan :
a. Dapat mengkaji Ilmu Manajemen Sumber Daya Manusia dengan
cara melaksanakan penelitian pada bidang ini;
9
b. Dapat memberikan sumbangan ilmu pengetahuan tentang
kepemimpinan, kepuasan kerja dan kinerja guru.
2. Kegunaan praktis (empirik) : penelitian ini diharapkan :
a. Sebagai bahan masukan atau input bagi SMK Negeri Kuningan
agar mampu mengambil langkah-langkah tepat dalam upaya
meningkatkan kinerja guru melalui kepemimpinan partisipatif
kepala sekolah dan kepuasan kerja;
b. Sebagai bahan infomasi bagi para kepala sekolah dalam upaya
memperbaiki, meningkatkan, serta mengembangkan kinerja guru
dan sebagai alat untuk introspeksi diri dalam melaksanakan
kepemimpinan
c. Memberi dorongan para guru untuk meningkatkan kinerjanya
dengan melalui kepemimpinan partisipatif kepala sekolah dan
kepuasan kerja yang nantinya dapat meningkatkan mutu
pendidikan;
10
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS
2.1 Kajian Pustaka
2.1.1 Kinerja
2.1.1.1 Pengertian Kinerja
Guru merupakan salah satu faktor penentu tinggi rendahnya mutu hasil
pendidikan, keberhasilan pendidikan sangat ditentukan oleh kesiapan guru dalam
mempersiapkan peserta didik melalui proses belajar mengajar. Namun demikian
posisi strategis guru untuk meningkatkan mutu pendidikan sangat dipengaruhi
oleh kinerjanya.
Kinerja adalah performance atau unjuk kerja. Kinerja dapat pula diartikan
prestasi kerja atau pelaksanaan kerja atau hasil unjuk kerja. (LAN, 1992).
Menurut August W. Smith, Kinerja adalah performance is output derives from
processes, human otherwise, artinya kinerja adalah hasil dari suatu proses yang
dilakukan manusia.
Mangkunegara (2004:67) memberikan pengertian tentang kinerja yaitu
hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai seseorang dalam
melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.
Sedangkan Keith Davis yang dikutip Mangkunegara (2004:67)
menyatakan kinerja merupakan gabungan antara kemampuan dan motivasi.
10
11
Kinerja menurut As’ad (2001:48) keberhasilan seseorang pekerja terkait
dengan keberhasilan dalam menyelesaikan tugasnya. Hal tersebut dapat dilihat
dari sisi kualitas, ketepatan waktu dalam menyelesaikan pekerjaan tersebut.
Sedangkan kinerja karyawan menurut M As’ad (2001 :48), adalah
merupakan hal yang dicapai seseorang menurut ukuran yang berlaku untuk
pekerjaan bersangkutan. Ukuran ini ditentukan oleh organisasi yang ditetapkan
sebagai target dalam satu periode.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kinerja adalah sesuatu yang
dicapai, prestasi yang diperlihatkan, kemampuan kerja (Depdiknas 2002:570).
Prawiro Sentono (1999: 2) memberikan arti kinerja adalah hasil kerja yang
dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi
sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam rangka men-
capai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan
sesuai dengan moral maupun etika.
Sulistiyani dan Rosidah (2003: 223) menyatakan kinerja seseorang
merupakan kombinasi dari kemampuan, usaha, dan kesempatan yang dapat dinilai
dari hasil kerjanya.
Secara definitif Bernandin dan Russell dalam Sulistiyani dan Rosidah
(2003) juga mengemukakan kinerja adalah suatu hasil kerja yang dicapai
seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang
didasarkan atas kecakapan, pengalaman, dan kesungguhan, serta waktu. Penilaian
kinerja adalah menilai rasio hasil kerja nyata dari standar kualitas maupun
kuantitas yang dihasilkan setiap karyawan.
12
Berdasarkaan pengertian di atas, penulis menarik kesimpulan bahwa
kinerja merupakan kualitas dan kuantitas dari suatu hasil kerja (output) individu
maupun kelompok dalam suatu aktifitas tertentu yang diakibatkan oleh
kemampuan alami atau kemampuan yang diperoleh dari proses belajar serta
keinginan untuk berprestasi.
2.1.1.2 Kinerja Guru
Kinerja guru adalah kemampuan dan usaha guru untuk melaksanakan
tugas pembelajaran sebaik-baiknya dalam perencanaan program pengajaran,
pelaksanaan kegiatan pembelajaran dan evaluasi hasil pembelajaran. Kinerja guru
yang dicapai harus berdasarkan standar kemampuan profesional selama
melaksanakan kewajiban sebagai guru di sekolah.
Berkaitan dengan kinerja guru dalam melaksanakan kegiatan belajar
mengajar, terdapat Tugas Keprofesionalan Guru menurut Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 pasal 20 (a) Tentang Guru dan Dosen
yaitu merencanakan pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran yang
bermutu, serta menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran.
Kinerja Guru yang baik tentunya tergambar pada penampilan mereka baik
dari penampilan kemampuan akademik maupun kemampuan profesi menjadi guru
artinya mampu mengelola pengajaran di dalam kelas dan mendidik siswa di luar
kelas dengan sebaik-baiknya. Unsur-unsur yang perlu diadakan penilaian dalam
proses penilaian kinerja guru menurut Siswanto (2003: 234) adalah sebagai
berikut :
13
1) Kesetiaan
Kesetiaan adalah tekad dan kesanggupan untuk menaati, melaksanakan
dan mengamalkan sesuatu yang ditaati dengan penuh kesabaran dan
tanggung jawab.
2) Prestasi Kerja
Prestasi kerja adalah kinerja yang dicapai oleh seorang tenaga kerja dalam
melaksanakan tugas dan pekerjaan yang diberikan kepadanya.
3) Tanggung Jawab
Tanggung jawab adalah kesanggupan seorang tenaga kerja dalam
menyelesaikan tugas dan pekerjaan yang diserahkan kepadanya dengan
sebaik-baiknya dan tepat waktu serta berani membuat risiko atas
keputusan yang diambilnya. Tanggung jawab dapat merupakan keharusan
pada seorang karyawan untuk melakukan secara layak apa yang telah
diwajibkan padanya. (Westra 1997: 291)
4) Ketaatan
Ketaatan adalah kesanggupan seseorang untuk menaati segala ketetapan,
peraturan yang berlaku dan menaati perintah yang diberikan atasan yang
berwenang.
5) Kejujuran
Kejujuran adalah ketulusan hati seorang tenaga kerja dalam melaksanakan
tugas dan pekerjaan serta kemampuan untuk tidak menyalahgunakan
wewenang yang telah diberikan kepadanya.
6) Kerja Sama
14
Kerja sama adalah kemampuan tenaga kerja untuk bekerja bersama-sama
dengan orang lain dalam menyelesaikan suatu tugas dan pekerjaan yang
telah ditetapkan sehingga mencapai daya guna dan hasil guna yang
sebesar-besarnya.
7) Prakarsa
Prakarsa adalah kemampuan seseorang tenaga kerja untuk mengambil
keputusan langkah-langkah atau melaksanakan suatu tindakan yang
diperlukan dalam melaksanakan tugas pokok tanpa menunggu perintah
dan bimbingan dari atasan.
8) Kepemimpinan
Kepemimpinan adalah kemampuan seseorang untuk meyakinkan orang
lain sehingga dapat dikerahkan secara maksimal untuk melaksanakan
tugas pokok. Kepemimpinan yang dimaksud adalah kemampuan kepala
sekolah dalam membina dan membimbing guru untuk melaksanakan KBM
terutama kegiatan merencanakan, melaksanakan proses pembelajaran,
serta menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran mengarah pada
tercapainya kompetensi dasar yang harus dikuasai siswa terkait dengan
pengetahuan, keterampilan dan sikap serta nilai yang direfleksikan dalam
kebiasaan berfikir dan bertindak setelah mengikuti kegiatan pembelajaran.
Bertolak dari pendapat para ahli tersebut maka dapat disimpulkan bahwa
yang dimaksud dengan kinerja guru adalah hasil yang dicapai oleh guru dalam
melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas
15
kecakapan, pengalaman dan kesungguhan serta waktu dengan output yang
dihasilkan tercermin baik kuantitas maupun kualitasnya.
2.1.1.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja
Banyak faktor yang mempengaruhi kenerja diantaranya menurut Mathis
dan Jackson (2001:308), faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja kerja
organisasi:
1) Jumlah kerja
2) Kualitas kerja
3) Kecocokan dengan rekan kerja
4) Kehadiran
5) Masa bakti
6) Fleksibilitas
Kinerja Guru akan menjadi optimal, bilamana diintegrasikan dengan
komponen sekolah baik kepala sekolah, fasilitas kerja, guru, karyawan, maupun
anak didik. Pidarta (1995) dalam Saerozi (2005: 2) mengemukakan ada beberapa
faktor yang dapat mempengaruhi kinerja guru dalam melaksanakan tugasnya
yaitu :
1) Kepemimpinan kepala sekolah,
2) Fasilitas kerja,
3) Harapan-harapan, dan
4) Kepercayaan personalia sekolah.
16
Menurut Robert L. Mathis dan John H. Jackson (2001 : 82) faktor-faktor
yang mempengaruhi kinerja individu tenaga kerja, yaitu:
1) Kemampuan mereka,
2) Motivasi,
3) Dukungan yang diterima,
4) Keberadaan pekerjaan yang mereka lakukan
5) Hubungan mereka dengan organisasi.
Menurut Lower dan Porter (1968) dalam Indra Wijaya (1989), faktor-
faktor yang mempengaruhi kinerja tersebut adalah:
1) Faktor motivasi
Motivasi adalah dorongan, baik dari dalam maupun dari luar diri manusia
untuk menggerakkan dan mendorong sikap dan tingkah lakunya dalam
bekerja. Semakin tinggi motivasi seseorang, akan semakin kuat dorongan
yang timbul untuk bekerja lebih giat sehingga dapat meningkatkan
kinerjanya.
2) Faktor kepuasan kerja
Kepuasan kerja merupakan keadaan emosional yang menyenangkan atau
tidak menyenangkan karyawan yang berhubungan dengan pekerjaannya.
Semakin tinggi tingkat kepuasan kerja maka semakin senang karyawan
dalam melaksanakan pekerjaannya yang pada akhirnya dapat
meningkatkan kinerjanya.
3) Faktor kondisi fisik pekerjaan
17
Kondisi kerja yang kurang baik dapat menyebabkan rendahnya prestasi
kerja karyawan. Lingkungan kerja yang secara fisik merupakan bagian
dari kondisi kerja hendaknya tertata dengan baik sehingga tidak
menyebabkan adanya perasaan was-was karyawan dalam melaksanakan
tugasnya. Apabila karyawan merasa terganggu dalam melaksanakan
tugasnya, maka kinerjanya akan rendah. Sebaliknya, jika karyawan merasa
tenang dan nyaman dalam melaksanakan tugas, maka kinerjanya akan
meningkat.
4) Faktor kemampuan kerja karyawan
Kemampuan kerja karyawan dalam melaksanakan tugas yang dibebankan
sangat perlu diperhatikan. Karyawan harus memiliki kemampuan yang
cukup baik kemampuan fisik maupun kemampuan non fisik
(intelektual/mental).
Sedangkan menurut Bernardin dalam Robbins (1996:260), ada enam
kriteria dalam bekerja diantaranya :
1) Kualitas kerja
Dimana hasil aktivitas yang dilakukan mendekati sempurna dalam arti
menyesuaikan beberapa cara yang ideal dari penampilan aktivitas ataupun
memenuhi tujuan-tujuan yang diharapkan di suatu aktivitas kualitas kerja
diukur dari persepsi karyawan terhadap kualitas pekerjaan yang dihasilkan
serta kesempurnaan tugas terhadap ketrampilan dan kemampuan
karyawan.
2) Kuantitas
18
Kuantitas merupakan jumlah yang dihasilkan, dinyatakan dalam istilah
seperti jumlah unit, jumlah siklus aktifitas yang diselesaikan karyawan,
dan jumlah aktivitas yang dihasilkan.
3) Ketepatan waktu
Ketepatan waktu adalah tingkat suatu aktivitas diselesaikan pada awal
waktu yang diinginkan dilihat dari sudut koordinasi dengan hasil output
serta memaksimalkan waktu yang tersedia untuk aktivitas lain. Ketepatan
waktu diukur dari persepsi karyawan terhadap suatu aktivitas yang
diselesaikan diawal waktu sampai menjadi output.
4) Efektivitas
Efektivitas merupakan tingkat penggunaan Sumber Daya Organisasi
(tenaga, uang, teknologi, bahan baku) dimaksimalkan dengan maksud
menaikkan keuntungan dari setiap unit dalam penggunaan sumber daya,
efektifitas kerja, persepsi karyawan dalam menjalankan tugas, efektivitas
penyelesaian tugas yang ditentukan perusahaan
5) Kemandirian.
Kemandirian adalah tingkat dimana seorang karyawan dapat melakukan
fungsi kerjanya tanpa meminta bantuan, bimbingan dari pengawas, atau
keterlibatan pengawas mencampuri kerja karyawan untuk menghindari
hasil yang merugikan. Kemandiriaan akan diukur dari persepsi karyawan
terhadap tugas dalam melakukan fungsi kerjanya masing-masing
karyawan sesuai dengan tanggung jawab karyawan itu sendiri.
6) Komitemen Kerja.
19
Komitemen Kerja merupakan tingkat dimana karyawan mempunyai
komitmen kerja dengan perusahaan dan tanggung jawab karyawan
terhadap perusahaan. Pengukuran dengan menggunakan persepsi
karyawan dalam membina hubungan dengan perusahaan dan tanggung
jawab, loyalitas terhadap perusahaan.
2.1.1.4 Penilaian Kinerja
Penilaian kinerja (performance appracial) sering disebut penilaian prestasi
kerja, penilaian tampilan kerja, penilaian unjuk kerja, penilaian pelaksanaan
pekerjaan merupakan proses mengevaluasi pelaksanaan jabatan karyawan yang
dilakukan secara periodik, dilakukan dengan membandingakan kinerja yang
dicapai karyawan dengan kinerja yang diharapkan berdasarkan standar (Silalahi
2002:292).
Menurut Anni (2005:12-13), ada tiga persyaratan utama yang harus
dimiliki oleh guru agar mampu menjadi guru yang pofesional, yaitu:
1) Penguasaan bahan belajar
Bahan belajar merupakan rangsangan (stimulus) yang dirancang oleh guru
agar direspon oleh siswa. Bahan belajar yang dirancang oleh guru berupa
stimulus pengetahuan, ketrampilan, dan sikap yang tidak atau sedikit yang
dimiliki oleh siswa. Bahan pelajaran yang dikuasai oleh guru bukan
terbatas pada bahan yang akan disajikan kepada siswa. Bahan belajar yang
dikuasai oleh guru bukan terbatas pada bahan yang disajikan kepada siswa
saja, melainkan juga bahan belajar lain yang relevan.
20
2) Penguasaan keterampilan pembelajaran
Guru profesional dituntut mampu mengaitkan kemampuan yang telah
dimiliki dan yang akan dipelajari oleh siswa. Pembelajaran bukan berarti
proses transmisi pengetahuan kepada siswa, sebab kalau demikian, buku
ajar ini tidak ada gunanya. Pembelajaran yang efektif menuntut
kemampuan guru :
a. merancang bahan belajar (stimulus) yang mampu menarik dan
memotivasi siswa untuk belajar.
b. menggunakan berbagai strategi pembelajaran.
c. mengelola kelas agar tertib dan teratur.
d. memberitahu siswa tentang perilaku yang diharapkan untuk
dimiliki oleh siswa.
e. menjadi nara sumber, fasilitator, dan motivator yang handal.
f. memperhitungkan karakteristik intelektual.
g. terampil memberikan pertanyaan dan balikan.
h. mereview pelajaran bersama siswa.
3) Penguasaan evaluasi pembelajaran
Evaluasi pembelajaran merupakan strategi yang digunakan oleh guru
untuk mengetahui efektivitas pembelajaran. Dalam hal ini guru harus
mampu:
a. menyusun instrumen evaluasi
b. melaksanakan ujian secara tertib dan teratur.
c. menganalisa data hasil ujian.
21
d. menafsirkan data analisi.
e. membuat kaputusan dalam bentuk grading atau kelulusan secara
obyektif
2.1.2 Kepemimpinan Kepala Sekolah
2.1.2.1 Pengertian Kepemimpinan Kepala Sekolah
Ada berbagai macam definisi kepemimpinan yang dikemukakan oleh
berbagai ahli.Menurut Soetopo & Soemanto (1984: 1) Kepemimpinan adalah
suatu kegiatan dalam membimbing suatu kelompok sedemikian rupa sehingga
tercapaitujuan dari kelompok itu yaitu tujuan bersama.
Dubrin (2005:3) mengemukakan bahwa kepemimpinan itu adalah upaya
mempengaruhi banyak orang melalui komunikasi untuk mencapai tujuan, cara
mempengaruhi orang dengan petunjuk atau perintah, tindakan yang menyebabkan
orang lain bertindak atau merespons dan menimbulkan perubahan positif,
kekuatan dinamis penting yang memotivasi dan mengkoordinasikan organisasi
dalam rangka mencapai tujuan, kemampuan untuk menciptakan rasa percaya diri
dan dukungan diantara bawahan agar tujuan organisasional dapat tercapai.
Dirawat, dkk (1976: 11-12) mengemukakan pengertian umum
kepemimpinan adalah kemampuan dan kesiapan yang dimiliki seseorang untuk
dapat mempengaruhi, mendorong, mengajak, menuntun, menggerakkan dan kalau
perlu memaksa orang lain agar ia menerima pengaruh itu selanjutnya berbuat
sesuatu yang dapat membantu pencapaian suatu maksud atau tujuan tertentu.
22
Kartini Kartono (1992: 49) dalam bukunya “Pemimpin dan
Kepemimpinan” mengemukakan definisi kepemimpinan dari berbagai tokoh,
antara lain : T. Hani Handoko (1995: 294) mendefinisikan kepemimpinan
merupakan kemampuan yang dipunyai seseorang untuk mempengaruhi orang lain
agar bekerja mencapai sasaran. Sedangkan menurut Stoner dalam Handoko (1995)
Kepemimpinan adalah suatu proses pengarahan dan pemberian pengaruh pada
kegiatan-kegiatan dari sekelompok anggota yang saling berhubungan tugasnya.
Menurut Soetopo & Soemanto (1984: 1) Kepemimpinan adalah suatu
kegiatan dalam membimbing suatu kelompok sedemikian rupa sehingga tercapai
tujuan dari kelompok itu yaitu tujuan bersama.
Kepemimpinan adalah kegiatan untuk mempengaruhi perilaku orang lain,
atau seni mempengaruhi perilaku orang lain, atau seni mempengaruhi manusia
baik perorangan maupun kelompok. (Miftah Thoha 2004: 264)
Gary A. Yukl (1981:5) mengungkapkan “There are almost as many
definitions of leadership as there are persons who have attempted to define the
concept”. Kepemimpinan diterjemahkan ke dalam istilah, sifat-sifat, perilaku
pribadi, pengaruh terhadap orang lain. Sementara Tannembaum (1961:24)
mengemukakan “Leadership is interpersonal influence exercised in a situation,
and directed, trought the communication process, toward the attainment of a
specified goal or goals”. Kepemimpinan melibatkan proses mempengaruhi, di
mana pengaruh yang disengaja digunakan oleh pemimpin terhadap bawahannya.
Selanjutnya Siagian (1992:58) memberikan definisi mengenai
kepemimpinan sebagai berikut : "Kepemimpinan adalah kemampuan dan
23
keterampilan seseorang dalam mempengaruhi orang lain, dalam hal ini bawahan
sehingga mau dan mampu melakukan kegiatan-kegiatan tertentu, meskipun
secara pribadi hal tersebut tidak disenangi". Kemudian Davis (1977:107)
mengemukakan pengertian kepemimpinan sebagai berikut : “Leadership is the
ability to persuase others to seek defined objective enthusiastially (Kepemimpinan
adalah kemampuan untuk berusaha meyakinkan orang lain, merealisasikan tugas
yang telah ditentukan dengan senang hati)".
Gibson dkk dalam Djarkasih (1995:334). Kepemimpinan adalah upaya
mempengaruhi kegiatan pengikut melalui proses komunikasi untuk mencapai
tujuan tertentu.
Menurut Lazaruth (1988:21). Kepemimpinan adalah kemampuan dan
kesiapan seseorang untuk mengarahkan, membimbing atau mengatur
orang lain.
Menurut Winardi (2000:47). Kepemimpinan merupakan suatu kemampuan
yang melekat pada diri seseorang yang memimpin, yang tergantung dari macam-
macam faktor, baik faktor-faktor intern maupun faktor-faktor ekstern.
Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan
adalah kemampuan seseorang dalam mempengaruhi, mengarahkan dan
membimbing serta mengatur orang lain.
Kepala sekolah menurut Lazaruth (1988:28) adalah pemimpin pendidikan
yang mempunyai peranan sangat besar dalam mengembangkan mutu pendidikan
di sekolah.
24
Kepala sekolah adalah seorang tenaga fungsional guru yang diberi tugas
untuk memimpin suatu kelompok dimana diselenggarakan proses belajar
mengajar, atau tempat dimana terjadi interaksi antara guru yang memberi
pelajaran dan murid yang menerima pelajaran (Wahjosumidjo 2002: 83).
Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan kepala sekolah adalah seorang
tenaga fungsional guru yang mempunyai kemampuan untuk memimpin suatu
kelompok dimana diselenggarakan proses belajar mengajar dan berperan dalam
pengembangan mutu pendidikan.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan kepala sekolah
adalah kemampuan seseorang dalam mempengaruhi, mengarahkan, membimbing,
dan mengatur suatu kelompok dimana diselenggarakan proses belajar mengajar
dan berperan dalam pengembangan mutu pendidikan.
2.1.2.2 Teori-Teori Kepemimpinan
Menurut Terry dalam Kartono (1992:65). Ada beberapa macam teori
tentang kepemimpinan yang dikemukakan antara lain :
a. Teori otokratis
Kepemimpinan didasarkan atas perintah-perintah, pemaksaan dan tindakan
yang arbiter (sebagai wasit). Kepemimpinannya berorientasi pada struktur
organisasi dan tugas-tugas. Pemimpin yang otokrat ada tiga macam yaitu :
1) Otokrat keras, memiliki sifat tepat, seksama, sesuai dengan prinsip, keras
dan kaku.
25
2) Otokrat lembut, memiliki sifat yang sama dengan otokrat keras tetapi
dibarengi dengan perasaan, yang hanya mentolerir kepatuhan yang sesuai
dengan perintah dan prinsip yang diciptakannya.
3) Otokrat inkompeten, memiliki sifat yang tidak punya prinsip, jahat, suka
berbohong, menyogok, menyuap, dan munafik.
b. Teori psikologis
Fungsi seorang pemimpin adalah memunculkan dan mengembangkan
sistem motivasi terbaik, untuk merangsang kesediaan bekerja dari para pengikut
untuk mencapai sasaran organisatoris maupun memenuhi tujuan pribadi.
c. Teori sosiologis
Kepemimpinan merupakan usaha untuk melancarkan antar relasi dalam
organisasi dan usaha untuk menyelesaikan konflik organisatoris untuk mencapai
kerjasama yang baik.
d. Teori suportif
Pengikut harus berusaha sekuat mungkin dan bekerja dengan penuh
gairah, sedang pemimpin akan membimbing dengan sebaik-baiknya.
Maka pemimpin perlu menciptakan lingkungan kerja yang menyenangkan
dan membantu mempertebal keinginan para pengikutnya.
Teori ini sering disebut teori partisipatif atau disebut pula teori kepemimpinan
demokratis.
e. Teori laissez faire
26
Pemimpin dalam hal ini hanya sebagai simbol yang tidak memiliki
keterampilan teknis, dia meyerahkan semua tanggung jawab dan pekerjaan kepada
bawahannya
f. Teori kelakuan pribadi
Kepemimpinan ini muncul berdasarkan kualitas-kualitas pribadi atau pola-
pola kelakuan para pemimpin. Pemimpin harus mampu bersikap fleksibel, luwes,
bijaksana dan mempunyai daya lenting yang tinggi dalam mengambil langkah-
langkah yang tepat untuk suatu masalah.
g. Teori sifat orang-orang besar (Traits of Great Men)
Ada beberapa sifat yang harus dimiliki seorang pemimpin antara lain yaitu
memiliki intelegensi tinggi, insiatif, energik, kedewasaan emosional, memiliki
daya persuasif dan keterampilan, komunikatif, kepercayaan pada diri sendiri,
perseptif, kreatif, partisipasi sosial yang tinggi.
h. Teori situasi
Pemimpin harus memiliki daya lenting yang tinggi/ fleksibilitas dalam
menghadapi tuntutan situasi, lingkungan sekitar dan zamannya dan memiliki sifat
multi-dimensional (serba bisa dan serba terampil).
i. Teori humanistik/populastik
Pemimpin merealisir kebebasan manusia dan memenuhi segenap
kebutuhan insani, yang dicapai melalui interaksi pemimpin dengan rakyat.
Pada teori ini ada tiga variabel pokok, yaitu kepemimpinan, organisasi,
interaksi.
27
Menurut Mulyasa (2004:116), dalam implementasinya kepala sekolah
sebagai seorang leader dapat dianalisis dari tiga teori kepemimpinan yaitu :
1) Demokratis
Inti demokratis adalah keterbukaan dan keinginan memposisikan
pekerjaan dari, oleh, dan untuk bersama. Pemimpin yang demokratis
berusaha lebih banyak melibatkan anggota kelompok. Kepemimpinan
demokratis adalah kepemimpinan yang dilandasi oleh anggapan bahwa
hanya karena interaksi kelompok yang dinamis, tujuan organisasi akan
dicapai. (Danim 2004:75-76).
2) Otoriter
Kepemimpinan menurut teori ini berdasarkan atas perintahperintah,
paksaan dan tindakan yang arbitrer dalam hubungan antar pemimpin
dengan pihak bawahan (Terry dalam Winardi 2000:62).
3) Laissez faire.
Seorang pemimpin memberikan kebebasan seluas-luasnya kepada para
pengikutnya dalam hal menentukan aktifitas mereka. (Terry dalam
Winardi 2000:64)
Ketiga sifat tersebut sering dimiliki secara bersamaan sehingga dalam
pelaksanaannya sifat-sifat tersebut muncul secara situasional.
28
2.1.2.3 Keberhasilan Kepemimpinan
Menurut Wahjosumijdo (2002:49), keberhasilan kepemimpinan pada
hakekatnya berkaitan dengan tingkat kepedulian seorang pemimpin terlibat
terhadap kedua orientasi yaitu :
1) Apa yang telah dicapai oleh organisasi (organizational achievement)
yang mencakup produksi, pendanaan, kemampuan adaptasi dengan
program-program inovatif dan sebagainya.
2) Pembinaan terhadap organisasi (organizational maintenance) mencakup
variabel kepuasan bawahan, motivasi dan semangat kerja.
2.1.2.4 . Fungsi Kepemimpinan Kepala Sekolah
Kepala sekolah sebagai seorang pemimpin harus memperhatikan dan
memperaktekkan fungsi kepemimpinan dalam kehidupan sehari-hari, fungsifungsi
tersebut menurut Wahjosumidjo (2002:105) yaitu :
1) Kepala sekolah harus bertindak arif, bijaksana, adil atau dengan kata lain
harus memperlakukan sama (arbitrating)
2) Sugesti atau saran kepada bawahan (suggesting)
3) Memenuhi atau menyediakan dukungan yang diperlukan (supplying)
4) Berperan sebagai katalisator
5) Menciptakan rasa aman
6) Menjaga integritas sebagai orang yang menjadi pusat perhatian
(representing)
7) Sebagai sumber semangat (inspiring)
29
2.1.2.5 Analisis Kepemimpinan Kepala Sekolah
Menurut Wahjosumidjo dalam Mulyasa (2004:115) mengemukakan
bahwa kepala sekolah harus memiliki karakter khusus yang mencakup :
1) Kepribadian
2) Keahlian dasar.
3) Pengalaman dan pengetahuan profesional
4) Pengetahuan administrasi dan pengawasan
Dari karakter tersebut seorang kepala sekolah harus memiliki kemampuan
memimpin. Kemampuan menurut Gibson dkk dalam Djarkasih (1995:54) adalah
sifat yang dibawa lahir atau dipelajari yang memungkinkan seseorang
menyelesaikan pekerjaannya.
Menurut Mulyasa (2004:115) kemampuan yang harus diwujudkan kepala
sekolah sebagai leader dapat dianalisis dari :
1) Kepribadian
Kepribadian menurut Gibson dkk dalam Djarkasih (1995:70), adalah pola
perilaku dan proses mental yang unik, yang mencirikan seseorang.
Kepribadian kepala sekolah sebagai leader akan tercermin dalam sifat-
sifat jujur, percaya diri, tanggung jawab, berani mengambil resiko dan
keputusan, berjiwa besar, emosi yang stabil, teladan.
2) Pengetahuan terhadap tenaga kependidikan
Kepala sekolah dalam hal ini harus mampu memahami kondisi tenaga
kependidikan (guru dan non guru), memahami kondisi dan karakteristik
30
peserta didik, kependidikan, menerima masukan, saran dan kritikan dari
berbagai pihak untuk meningkatkan kepemimpinannya.
3) Pengetahuan terhadap visi dan misi sekolah
Sebagai seorang pemimpin harus mampu mengembangkan visi sekolah,
mengembangkan misi sekolah, dan melaksanakan program untuk
mewujudkan visi dan misi ke dalam tindakan.
4) Kemampuan mengambil keputusan.
Sebagai pemimpin kepala sekolah harus memiliki kemampuan dalam
pengambilan keputusan dalam menangani berbagai hal, misalnya
mengambil keputusan bersama tenaga kependidikan di sekolah,
mengambil keputusan untuk kepentingan internal sekolah, mengambil
keputusan untuk kepentingan eksternal sekolah.
5) Kemampuan berkomunikasi
Komunikasi sangat penting untuk menjalankan tugas sebagai seorang
pemimpin. Kepala sekolah harus mampu berkomunikasi secara lisan
dengan tenaga kependidikan di sekolah, menuangkan gagasan dalam
bentuk tulisan, berkomunukasi secara lisan dengan peserta didik,
berkomunikasi secara lisan dengan orangtua dan masyarakat sekitar
lingkungan sekolah.
Dalam penelitian ini penulis mengambil kemampuan kepemimpinan
kepala sekolah yang dikemukakan Mulyasa sebagai indikator yaitu :
1) Kepribadian
2) Pengetahuan terhadap tenaga kependidikan
31
3) Pengetahuan terhadap visi dan misi sekolah
4) Kemampuan mengambil keputusan
5) Kemampuan berkomunikasi.
2.1.2.6 Kepemimpinan Partisipatif Kepala Sekolah
Kepala Sekolah “seorang tenaga fungsional guru yang diberi tugas untuk
memimpin suatu sekolah di mana diselenggarakan proses belajar mengajar atau
tempat di mana terjadi interaksi antara guru yang memberi pelajaran dan murid
yang menerima pelajaran”.
Gaya kepemimpinan partisipatif menyangkut usaha-usaha seorang
pemimpin untuk mendorong dan memudahkan partisipasi oleh orang lain dalam
membuat keputusan-keputusan yang tidak dibuat oleh pemimpin itu sendiri.
Gaya kepemimpinan partisipatif adalah seorang pemimpin yang
mengikutsertakan bawahan dalam pengambilan keputusan (Yukl, 1998:102).
Indikator dalam gaya kepemimpinan partisipatif mencakup konsultasi,
pengambilan keputusan bersama, membagi kekuasaan, desentralisasi dan
manajemen yang demokratis.
Indikator langsung dari adanya kepemimpinan partisipatif ini terletak pada
perilaku para pengikutnya yang didasarkan pada persepsi karyawan terhadap gaya
kepemimpinan yang digunakan (Riyono dan Zulaifah, 2001).
Persepsi karyawan terhadap gaya kepemimpinan partisipatif adalah cara
seorang karyawan memberikan arti atau menilai cara pimpinan bekerja bersama
32
bawahan dengan konsultasi dan dengan mengikutsertakan bawahan dalam
pengambilan keputusan.
Agar proses inovasi di sekolah dapat berjalan dengan baik, kepala sekolah
perlu dan harus bertindak sebagai pemimpin (leader) dan bukan bertindak sebagai
bos. Ada perbedaan di antara keduanya. Oleh karena itu, seyogyanya
kepemimpinan kepala sekolah harus menghindari terciptanya pola hubungan
dengan guru yang hanya mengandalkan kekuasaan, dan sebaliknya perlu
mengedepankan kerja sama fungsional. Ia juga harus menghindarkan diri dari one
man show, sebaliknya harus menekankan pada kerja sama kesejawatan;
menghindari terciptanya suasana kerja yang serba menakutkan, dan sebaliknya
perlu menciptakan keadaan yang membuat semua guru percaya diri.
Kepala sekolah juga harus menghindarkan diri dari wacana retorika,
sebaliknya perlu membuktikan memiliki kemampuan kerja profesional; serta
menghindarkan diri agar tidak menyebabkan pekerjaan guru menjadi
membosankan.
Kepemimpinan kepala Sekolah sangat dipengaruhi oleh hal-hal sebagai
berikut :
1) Kepribadian yang kuat mengembangkan pribadi yang percaya diri, berani,
bersemangat, murah hati, dan memiliki kepekaan sosial.
2) Memahami tujuan pendidikan dengan baik
3) Pengetahuan yang luas dengan selalu menjadi manusia pembelajar.
4) Keterampilan profesional yang terkait dengan tugasnya sebagi Kepala
Sekolah, yaitu :
33
a. Keterampilan teknis : menyusun jadwal, memimpin rapat, dll.
b. Keterampilan hubungan kamanusian: bekerja sama dengan orang lain,
memotivasi, mendorong guru dan staf , dan lain-lain.
5) Keterampilan konseptual, misalnya mengembangkan konsep
pengembangan sekolah , memperkirakan masalah yang akan muncul dan
mencari pemecahan.
Untuk mengembangkan sekolah perlu dipahami dan dilaksanakan prinsip -
prinsip kepemimpinan secara umum berlaku, yaitu :
1) Konstruktif, artinya Kepala Sekolah harus mendorong dan membina
setiap staf untuk berkembang.
2) Kreatif, artinya Kepala Sekolah harus selalu mencari gagasan dan cara
baru dalam melaksanakan tugas.
3) Partisipatif, artinya mendorong keterlibatan semua pihak yang terkait
dalam setiap kegiatan di sekolah.
4) Kooperatif , artinya mementingakan kerja sama dengan staf dan pihak
lain yang terkait dalam melaksanakan setiap kegiatan.
5) Delegatif, artinya berupaya mendelegasikan tugas keda staf sesuai
dengan tugas/jabatan serta kemampuan mereka.
6) Integratif , artinya selalu mengitegrasikan semua kegiatan sehingga
dihasilkan sinergi untuk mencapai tujuan sekolah.
7) Rasional dan Objektif , artinya dalam melaksnakan tugas atau bertindak
selalu berdasarkan pertimbangan rasio dan objektif.
34
8) Pragmatis dalam menetapkan kebijakan atau taraget. Kepala Sekolah
harus mendasarkan pada kondisi dan kemampuan nyata yang dimilki
sekolah.
9) Keteladanan, artinya dalam memimpin sekolah, Kepala Sekolah dapat
menjadi contoh yang baik.
10) Adaptabel dan Fleksibel, artinya Kepala Sekolah harus dapat beradaptasi
dalam menghadapi situasi baru dan menciptakan situasi kerja yang
memudahkan staf untuk beradaptasi.
2.1.3 Kepuasan Kerja
2.1.3.1 Pengertian Kepuasan Kerja
Kepuasan kerja merupakan sifat individu seseorang sehingga seseorang
mempunyai tingkat kepuasan yang berbeda-beda sesuai dengan sistem nilai-nilai
yang berlaku pada dirinya. Hal itu disebabkan oleh adanya perbedaan pada
masing-masing individu yang terlibat dalam suatu organisasi.
Kepuasan kerja merupakan sikap seorang karyawan (anggota) terhadap
jabatan (pekerjaan) (Nawawi 2003:36).
Menurut Blum dalam Anoraga (2005: 82). Kepuasan kerja adalah sikap
umum yang merupakan hasil dari beberapa sikap khusus terhadap faktor-faktor
perkerjaan, penyesuaian diri dan hubungan sosial individu di luar kerja.
Menurut Tiffin dalam Anoraga (2005:82). Kepuasan kerja berhubungan
dengan sikap dari karyawan terhadap pekerjaan itu sendiri, situasi kerja,
kerjasama antara pimpinan dan sesama karyawan.
35
Menurut Anoraga (2005:82). Kepuasan kerja merupakan suatu sikap yang
positif yang menyangkut penyesuaian diri yang sehat dari para karyawan terhadap
kondisi dan situasi kerja.
Menurut Howell dan Dipboye dalam Munandar (2004:350) memandang
kepuasan kerja sebagai hasil keseluruhan dari derajat rasa suka atau tidak sukanya
tenaga kerja terhadap berbagai aspek dari pekerjaannya.Dengan kata lain
kepuasan kerja mencerminkan sikap tenaga kerja terhadap pekerjaannya.
Menurut Wexley dan Yukl dalam Shobaruddin (2003:129). Kepuasan
kerja adalah cara seseorang pekerja merasakan pekerjaannya.
Sedangkan menurut Gibson dkk dalam Djarkasih (1995:67). Kepuasan
kerja merupakan sikap yang dikembangkan para karyawan sepanjang waktu
mengenai berbagai segi pekerjaannya, seperti upah, gaya penyeliaan dan rekan
sekerja..
Kepuasan kerja merupakan sikap emosional yang menyenangkan dan
mencintai pekerjaannya, sikap ini dicerminkan oleh moral kerja, kedisiplinan, dan
prestasi kerja (Hasibuan 2005:202). Sedangkan menurut Anaroga (2004:180),
kepuasan kerja mencerminkan perasaan seseorang terhadap pekerjaannya dan
segala sesuatu yang dihadapi dalam lingkungan kerja.
Menurut Strauss dan Sayles dalam Hasibuan (2004:180), kepuasan kerja
penting untuk aktualisasi diri, pegawai yang tidak memperoleh kepuasan kerja
tidak akan pernah mencapai kematangan psikologis, dan pada gilirannya akan
menjadi frustasi dan stress, stress yang terlalu besar akan mengancam kemampuan
36
seseorang untuk menghadapi lingkungan dan sebagai hasilnya akan mengganggu
pelaksanaan kerja mereka.
Menurut Mathis & Jackson (2001:98), kepuasan kerja adalah keadaan
emosi yang positif dari mengevaluasi pengalaman kerja seseorang. Ketidakpuasan
muncul saat harapan-harapan ini tidak terpenuhi. Sedangkan menurut Wexly &
Yukl (2003:129) kepuasan kerja adalah cara pekerja merasakan pekerjaannya.
Kerja merupakan generalisasi sikap-sikap terhadap pekerjaannya yang didasarkan
atas aspek-aspek pekerjaannya bermacam-macam.
Kepuasan karyawan/anggota adalah kepuasan yang diterima karyawan atas
balas jasa hasil kerjanya, kepuasan ini paling penting bagi organisasi, karena jika
para anggota tidak puas maka mereka akan keluar (Hasibuan 2003:77).
Dari teori para ahli tersebut dapat disimpulkan kepuasan kerja merupakan
perasaan dan penilaian seseorang atas pekerjaannya dalam hubungan apakah
pekerjaannya memenuhi harapan dan keinginannya.
2.1.3.2 Teori-Teori Kepuasan Kerja
Teori kepuasan kerja mencoba mengungkapkan apa yang membuat
sebagian orang lebih puas terhadap pekerjannya dari pada beberapa dari pada
yang lainnya. Teori ini juga mencari landasan tentang proses perasaan orang
terhadap kepuasan kerja. Wexley et all, (1996), telah mengkategorikan teori-teori
kepuasan kerja kepada tiga kumpulan utama, yaitu : Teori ketidaksesuaian
(discrepancy), Teori keadilan (equity theory) ; Teori Dua Faktor.
1. Teori Ketidaksesuaian.
37
Menurut Locke kepuasan atau ketidak puasan dengan aspek pekerjaan
tergantung pada selisih (discrepancy) antara apa yang dianggap telah didapatkan
dengan apa yang diinginkan. Jumlah yang “diinginkan” dari karakteristik
pekerjaan didefinisikan sebagai jumlah minimum yang diperlukan untuk
memenuhi kebutuhan anda. Seseorang akan terpuaskan jika tidak ada selisih
antara kondisi-kondisi yang diinginkan dengan kondisi aktual. Semakin besar
kekurangan dan semakin banyak hal-hal penting yang diinginkan, semakin besar
ketidak puasannya, Jika lebih banyak jumlah faktor pekerjaan yang diterima
secara minimal dan kelebihannya menguntungkan (misalnya : upah ekstra, jam
kerja yang lebih lama) orang yang bersangkutan akan sama puasnya bila terdapat
selisih dari jumlah yang diinginkan.
Proter mendefiniskan kepuasan sebagai selisih dari banyaknya sesuatu
yang “seharusnya ada” dengan banyaknya “apa yang ada”. Konsepsi ini pada
dasarnya sama dengan model Locke, tetapi “apa yang seharusnya ada” menurut
Locke berarti penekanan yang lebih banyak pada pertimbangan-pertimbangan
yang adil dan kekurangan atas kebutuhan-kebutuhan karena determinan dari
banyaknya faktor pekerjaan yang lebih disukai. Studi Wanous dan Laler
menemukan bahwa para pekerja memberikan tanggapan yang berbeda-beda
menurut bagaimana kekurangan/selisih itu didefinisikan. Keduanya
menyimpuljkan bahwa orang memiliki lebih dari satu jenis perasaan terhadap
pekerjaannya, dan tidak ada “cara yang terbaik” yang tersedia untuk mengukur
kepuasan kerja.
38
Kesimpulannya teori ketidaksesuaian menekankan selisih antara kondisi
yang diinginkan dengan kondisi aktual (kenyataan), jika ada selisih jauh antara
keinginan dan kekurangan yang ingin dipenuhi dengan kenyataan maka orang
menjadi tidak puas. Tetapi jika kondisi yang diinginkan dan kekurangan yang
ingin dipenuhi ternyata sesuai dengan kenyataan yang didapat maka ia akan puas.
2. Teori Keadilan (Equity Theory).
Teori keadilan memerinci kondisi-kondisi yang mendasari seorang bekerja
akan menganggap fair dan masuk akal insentif dan keuntungan dalam
pekerjannya. Teori ini telah dikembangkan oleh Adam dan teori ini merupakan
variasi dari teori proses perbandingan sosial. Komponen utama dari teori ini
adalah “input”, ‘hasil”, ‘orang bandingan” dan ‘keadilan dan ketidak adilan’.
Input adalah sesuatu yang bernilai bagi seseorang yang dianggap mendukung
pekerjaannya, seperti : pendidikan, pengalaman, kecakapan, banyaknya usaha
yang dicurahkan, jumlah jam kerja, dan peralatan atau perlengkapan pribadi yang
dipergunakan untuk pekerjaannya. Hasil adalah sesuatu yang dianggap bernilai
oleh seorang pekerja yang diperoleh dari pekerjaanya, seperti : upah/gaji,
keuntungan sampingan, simbul status, penghargaan, serta kesempatan untuk
berhasil atau ekspresi diri.
Menurut teori ini, seorang menilai fair hasilnya dengan membandingkan
hasilnya : rasio inputnya dengan hasil : rasio input seseorang/sejumlah orang
bandingan. Orang bandingan mungkin saja dari orang-orang dalam organisasi
maupun organisasi lain dan bahkan dengan dirinya sendiri dengan
pekerjaanpekerjaan pendahulunya. Teori ini tidak memerinci bagaimana seorang
39
memilih orang bandingan atau berapa banyak orang bandingan yang akan
digunakan. Jika rasio hasil : input seorang pekerja adalah sama atau sebanding
dengan rasio orang bandingannya, maka suatu keadaan adil dianggap ada oleh
para pekerja. Jika para pekerja menganggap perbandingan tersebut tidak adil,
maka keadaan ketidakadilan dianggap adil.
Ketidak adilan merupakan sumber ketidak puasan kerja dan ketidak adilan
menyertai keadaan tidak berimbang yag menjadi motif tindakan bagi seseorang
untuk mengakkan keadilan. Tabel berikut ini merinci kondisi-kondisi dimana
ketidak adilan karena kompensasi lebih, dan ketidak adilan karena kompensasi
kurang, menganggap bahwa input total dan hasil total dikotomi pada skala nilai
sebagai ‘tinggi” atau ‘rendah”. Tingkat ketidakadilan akan ditentukan atas dasar
besarnya perbedaan antar rasio hasil : input seseorang pekerja dengan rasio hasil :
input orang bandingan, dianggap semakin besar ketidakadilan.
Teori keadilan memiliki implikasi terhadap pelaksanaan kerja para pekerja
disamping terhadap kepuasan kerja. Teori ini meramalkan bahwa seorang pekerja
akan mengubah input usahanya bila tindakan ini lebih layak daripada reaksi
lainnya terhadap ketidakadilan. Seorang pekerja yang mendapat kompensasi
kurang dan dibayar penggajian berdasarkan jam kerja akan mengakibatkan
keadilan dengan menurunkan input usahanya, dengan demikian mengurangi
kualitas atau kuantitas dari pelaksanaan kerjanya, Jika seorang pekerja
mendapatkan kompensasi kurang dari porsi substansinya gaji atau upahnya terkait
pada kualitas pelaksanaan kerja (misalnya , upah perpotong) ia akan
meningkatkan pendapatan insentifnya tanpa meningkatkan usahanya. Jika
40
pengendalian kualitas tidak ketat, pekerja biasanya dapat meningkatkan kuantitas
outputnya tanpa usaha ekstra dengan mengurangi kualitasnya.
Kesimpulannya teori keadilan ini memandang kepuasan adalah seseorang
terhadap keadilan atau kewajaran imbalan yang diterima. Keadilan diartikan
sebagai rasio antara input (misalnya, pendidikan guru, pengalaman mengajar,
jumlah jam mengajar, banyaknya usaha yang dicurahkan pada sekolah) dengan
output (misalnya, upah/gaji, penghargaan, promosi (kenaikan pangkat) )
dibandingkan dengan guru lain disekolah yang sama atau di sekolah lain pada
input dan output yang sama.
3. Teori Dua Faktor.
Teori ini diperkenalkan oleh Herzberg dalam tahun 1959, berdasarkan atas
penelitian yang dilakukan terhadap 250 responden pada sembilan buah
perusahaan di Pittsburg. Dalam penelitian tersebut Herzberg ingin menguji
hubungan kepuasan dengan produktivitas.
Menurut Herzberg dalam Sedarmayanti (2001) mengembangkan teori
hierarki kebutuhan Maslow menjadi teori dua faltor tentang motivasi. Dua factor
itu dinamakan faktor pemuas (motivation factor) yang disebut dengan satisfier
atau intrinsic motivation dan faktor pemelihara (maintenance factor) yang disebut
dengan disatisfier atau extrinsic motivation. Faktor pemuas yang disebut juga
motivator yang merupakan fakor pendorong seseorang untuk berprestasi yang
bersumber dari dalam diri seseorang tersebut (kondisi intrinsik) antara lain:
1). Prestasi yang diraih (achievement),
2) Pengakuan orang lain (recognition),
41
3) Tanggungjawab (responsibility),
4) Peluang untuk maju (advancement),
5) Kepuasan kerja itu sendiri (the work it self),
6) Kemungkinan pengembangan karir (the possibility of growth).
Sedangkan faktor pemelihara (maintenance factor) disebut juga hygiene
factor merupakan faktor yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan untuk
memelihara keberadaan karyawan sebagai manusia, pemeliharaan ketentraman
dan kesehatan. Faktor ini juga disebut dissatisfier (sumber ketidakpuasan) yang
merupakan tempat pemenuhan kebutuhan tingkat rendah yang dikualifikasikan ke
dalam faktor ekstrinsik, meliputi:
1) Kompensasi,
2). Keamanan dan keselamatan kerja,
3) Kondisi kerja,
4) Status,
5) Prosedur perusahaan,
6) Mutu dari supevisi teknis dari hubungan interpersonal di antara teman,
sejawat, dengan atasan, dan dengan bawahan.
Kesimpulannya dalam teori dua faktor bahwa terdapat faktor pendorong
yang berkaitan dengan perasaan positif terhadap pekerjaan sehingga membawa
kepuasan kerja, dan yang kedua faktor yang dapat mengakibatkan ketidak puasan
kerja. Kepuasan kerja adalah motivator primer yang berkaitan dengan pekerjaan
itu sendiri, sebaliknya ketidakpuasan pada dasarnya berkaitan dengan memuaskan
42
anggota organisasi dan menjaga mereka tetap dalam organisasi dan itu berkaitan
dengan lingkungan.
Guru yang merasa puas dengan pekerjaanya akan memiliki sikap yang
positif dengan pekerjaan sehingga akan memacu untuk melakukan pekerjaan
dengan sebaik-baiknya, sebaliknya adanya kemangkiran, hasil kerja yang buruk,
mengajar kurang bergairah, pencurian, prestasi yang rendah,
perpindahan/pergantian guru merupakan akibat dari ketidak puasan guru atas
perlakuan organisasi terhadap dirinya.
Guru akan merasa puas bekerja jika memiliki persepsi selisih antara
kondisi yang diinginkan dan kekurangan dapat dipenuhi sesuai kondisi actual
(kenyataan), guru akan puas jika imbalan yang diterima seimbang dengan tenaga
dan ongkos individu yang telah dikeluarkan, dan guru akan puas jika terdapat
faktor yang pencetus kepuasan kerja (satisfier) lebih dominan daripada factor
pencetus ketidak puasan kerja (disatisfier).
Dalam lingkup yang terbatas untuk memahami teori kepuasan kerja maka
dapat dijelaskan oleh Wexley dan Yukl (2002: 130) mengenai enam teori
kepuasan kerja yang lazim dikenal , yaitu :
1. Teori Ketidaksesuaian
Locke (1969: 28) menjelaskan bahwa kepuasan atau ketidakpuasan dengan
sejumlah aspek pekerjaan tergantung pada selisih antara apa yang telah dianggap
telah didapatkan dengan apa yang "diinginkan". Jumlah yang "diinginkan" dari
karakteristik pekerjaan didefinisikan sebagai jumlah minimum yang diperlukan
untuk memenuhi kebutuhan yang ada. Seseorang akan terpuaskan jika tidak ada
43
selisih antara kondisi-kondisi yang diinginkan dengan kondisi-kondisi actual.
Semakin besar kekurangan dan semakin banyak hal-hal penting yang diinginkan,
semakin besar ketidakpuasannya. Dengan variasi model lain, ketidaksesuaian
tentang kepuasan kerja yang telah dikemukakan oleh Porter (1961: 28)
menyatakan bahwa kepuasan sebagai selisih dari banyaknya sesuatu yang
"seharusnya ada" dengan banyaknya "apa yang ada". Konsepsi ini pada dasarnya
sama dengan model Locke di atas, tetapi "apa yang seharusnya ada", menurut
Locke berarti penekanan yang lebih banyak terhadap pertimbangan-pertimbangan
yang adil dan kekurangan atas kebutuhan-kebutuhan. Karena determinan dari
banyaknya faktor pekerjaan yang lebih disukai.
2. Teori Keadilan
Teori ini yang telah dikembangkan oleh Adam (1963), dan merupakan
variasi dari teori proses perbandingan social. Komponen utama dari teori ini
adalah "input", "hasil", "orang bandingan", dan "keadilan dan ketidakadilan"
(Wexley dan Yukl, 2002: 130).
Menurut teori ini, menyatakan hahwa kepuasan atau ketidakpuasan kerja
karyawan tergantung bagaimana seseorang karyawan mempersepsikan ada atau
tidaknya keadilan atas imbalan yang diperoleh karyawan terhadap pekerjaan yang
dilakukannya, dengan cara membandingkan keuntungan yang diperoleh itu
dengan orang bandingan.
3. Teori Dua Faktor dari Herzberg
Teori dua faktor sikap ini menyatakan bahwa kepuasan kerja secara
kualitatif berbeda dengan ketidakpuasan kerja. Kemudian teori ini menjelaskan
44
pula bahwa karakteristik pekerjaan dapat dikelompokkan menjadi dua kategori
yaitu "disatisfiers" atau "hygiene factor dan "satisfters" atau "motivators".
Hygiene factor meliputi hal-hal seperti administrasi dan kebijakan
perusahaan, gaji/upah, pengawasan. kualitas, hubungan antar pribadi, keamanan
kerja, kondisi kerja dan status. Jumlah tertentu dari hygiene factors memadai
untuk memenuhi kebutuhan tersebut, seseorang tidak lagi kecewa tetapi dia belum
terpuaskan. Akan tetapi seseorang akan terpuaskan apabila terdapat sejumlah yang
memadai untuk faktor-faktor pekerjaan yang dinamakan stttisfiers, yaitu
merupakan karakteristik pekerjaan yang relevan dengan kebutuhan-kebutuhan
urutan lebih tinggi seseorang serta perkembangan psikologisnya, yang mencakup
pekerjaan yang menarik, penuh tantangan. kesempatan untuk berprestasi,
penghargaan dan promosi. Herzberg (1959) hanya satu cara memotifir para
pekerja yaitu meningkatkan satisfiers, insentif (upah/gaji), pengawasan yang lebih
baik serta program-program lain yang dipandang sebagai pendekatan yang tidak
efektif untuk meningkatkan kepuasan dan motivasi (Wexley dan Yukl, 2002:
137).
Motivator mempunyai pengaruh meningkatkan prcstasi atau kepuasan
kerja, sedangkan faktor-faktor pemeliharaan mencegah merosotnya semangat
kerja atau efisiensi, dan meskipun faktor-faktor ini dapat memotivasi, tetapi dapat
mcnimbulkan ketidakpuasan kerja atau produktivitas. Handoko (2005:259)
menyatakan bahwa perbaikan terhadap faktor pemeliharaan akan mengurangi atau
menghilangkan ketidakpuasan kerja. Dengan kata lain, dua hal yang berbeda
pemenuhan atas faktor-faktor yang mempengaruhi ketidakpuasan kerja tidak
45
secara otomatis akan mengakibatkan kepuasan kerja sebelum faktor-faktor yang
mempengaruhi kepuasan kerja terpenuhi.
4. Teori Keseimbangan (Equity Theory)
Teori ini dikembangkan oleh Adam (I960) menyebutkan beberapa
komponen yaitu input, outcome, comparison person, dan equity-in-equity
Pandangan Wexley dan Yukl (1977), mengemukakan beberapa komponen
dari teori keseimbangan di antaranya yaitu (Mangkunegara, 2001: 120),:
a. Input adalah semua nilai yang diterima pegawai yang dapat menunjang
pelaksanaan kerja, misalnya pendidikan. pengalaman, skill, usaha,
pcralatan pribadi, jumlah jam kerja.
b. Outcome adalah semua nilai yang diperoleh dan dirasakan pegawai,
misalnya upah, keuntungan tumbahan. status simbol, pengenalan kembali,
kesempatan untuk berprestasi atau mengekspresikan diri.
c. Comparison person adalah seorang pegawai dalam organisasi yang sama
seseorang pegawai dalam organisasi yang berbeda atau dirinya sendiri
dalam pekerjaan sebelumnya.
d. Equity-in-equity adalah teori yang menyatakan seorang pegawai dalam
organisasi merasa puas atau tidak puasnya pegawai merupakan hasil dari
membandingkan antara input-outcome dirinya dengan perbandingan input-
outcome pegawai lain (comparison person). Jadi, jika perbandingan
tersebut dirasakan seimbang (equity) maka pegawai tersebut akan merasa
puas, Tetapi, apabila terjadi tidak seimbang (inequity) dapat menyebabkan
dua kemungkinan, yaitu over compensation inequity (ketidakseimbangan
46
yang menguntungkan dirinya) dan sebaliknya under compensation
inequity (ketidakseimbangan yang menguntungkan pegawai lain yang
menjadi pembanding atau comparison person).
5. Teori Pemenuhan Kebutuhan
Pandangan Mangkunegara (2001:121 ) menjelaskan bahwa teori kepuasan
kerja pegawai bergantung pada terpenuhi atau tidaknya kebutuhan pegawai. Oleh
karena itu, seorang pegawai akan merasa puas apabila pegawai mendapatkan apa
yang dibutuhkannya. Makin besar kebutuhan pegawai terpenuhi, makin puas pula
pegawai tersebut. Begitu pula sebaliknya apabila kebutuhan pegawai tidak
terpenuhi, maka pegawai itu akan merasa tidak puas.
6. Teori Pandangan Kelompok Sosial
Mangkunegara (2001:121) menyatakan bahwa teori kepuasan kerja pegawai
bukanlah bergantung pada pemenuhan kebutuhan saja, tetapi sangat bergantung
pada pandangan dan pendapat kelompok yang oleh para pegawai dianggap
sebagai kelompok acuan. Pada hakikatnya, teori pandangan kelompok sosial atau
acuan tersebut oleh pegawai dijadikan tolok ukur untuk menilai dirinya maupun
lingkungannya. Jadi. pegawai akan merasa puas apabila hasil kerjanya sesuai
dengan minat dan kebutuhan yang diharapkan oleh kelompok acuan.
2.1.3.3 Faktor-Faktor Kepuasan Kerja
Banyak yang berpendapat bahwa kepuasan kerja timbul karena faktor gaji
dan upah. Tetapi ada faktor-faktor lain yang mendukung tumbuhnya kepuasan
kerja. Sepeti komentar Witson yang dikutip oleh As’ad (2004:112) “bahwasanya
47
memberikan gaji yang cukup tinggi belum tentu menjamin adanya kepuasan kerja
bagi karyawan”. Jadi gaji atau upah bukan merupakan satu-satunya faktor yang
menimbulkan kepuasan kerja. Menurut As’ad (2004:115) kepuasan kerja terbagi
menjadi beberapa faktor yaitu :
1) Faktor psikologik, merupakan faktor yang berhubungan dengan kejiwaan
karyawan yang meliputi :
� Minat yaitu sikap yang membuat orang senang akan obyek situasi
atau ide-ide tertentu.
� Ketentraman dalam kerja, yakni merasakan kenyamanan dan
ketenangan dalam kerja.
� Sikap terhadap kerja merupakan sikap atau prilaku dalam
melakukan pekerjaan.
� Bakat ialah kemampuan dasar yang menentukan sejauhmana
kesuksesan individu untuk memperoleh keahlian atau pengetahuan
tertentu, apabila individu itu diberi latihan-latihan tentu.
� Keterampilan
Keterampilan menurut Gibson dkk dalam Djarkasih (1995:55)
adalah kecakapan yang berhubungan dengan tugas yang dimiliki
dan dipergunakan oleh seseorang pada waktu yang tepat.
2) Faktor sosial, merupakan faktor yang berhubungan dengan interaksi sosial
baik antara sesama karyawan, dengan atasannya, maupun dengan
karyawan yang berbeda jenis pekerjaannya.
48
3) Faktor fisik, merupakan faktor yang berhubungan dengan kondisi fisik
karyawan, meliputi jenis pekerjaan, pengaturan waktu kerja, waktu
istirahat, perlengkapan kerja, keadaan ruangan, suhu penerangan,
pertukaran udara, kondisi kesehatan Umur
4) Faktor finansial, merupakan faktor yang berhubungan dengan jaminan
serta kesejahteraan karyawan yang meliputi sistem dan besarnya gaji,
jaminan sosial.
Menurut Munandar (2004:357-363) ada beberapa faktor kepuasan kerja yaitu :
1) Ciri-ciri intrinsik pekerjaan
Menurut Locke ciri-ciri intrinsik dari pekerjaan yang menentukan
kepuasan kerja adalah keragaman, kesulitan jumlah pekerjaan, tangggung
jawab, otonomi, kendali terhadap metode kerja, kemajemukan, dan kreativitas.
Sedangkan berdasarkan survei diagnostic pekerjaan, ciri-ciri tersebut untuk
berbagai pekerjaan adalah :
� Keragaman keterampilan
� Jati diri tugas (task identity)
� Tugas yang penting (task significanse)
� Otonomi
� Pemberikan balikan pada pekerjaan membantu meningkatkan tingkat
kepuasan kerja
2) Gaji penghasilan, imbalan yang dirasakan adil (equittable reward)
Dari berbagai penelitian yang sudah ada dengan menggunakan teori
keadilan yang dikemukan oleh Adams dalam Munandar (2004:361),
49
menghasilkan orang yang menerima gaji yang dipersepsikan terlalu kecil
atau terlalu besar akan mengalami distress atau ketidakpuasan.
3) Penyeliaan.
Locke memberikan kerangka kerja teoritis untuk memahami kepuasan
tenaga kerja dengan penyelia, ia menemukan dua jenis hubungan atasan dan
bawahan yaitu :
� Hubungan fungsional yaitu sejauhmana penyelia membantu tenaga
kerja, untuk memuaskan nilai-nilai pekerjaan yang penting bagi tenaga
kerja.
� Hubungan keseluruhan yaitu hubungan keseluruhan didasarkan pada
ketertarikan antar pribadi yang mencerminkan sikap dasar dan nilainilai
yang serupa.
4) Rekan-rekan sejawat yang menunjang
Kepuasan kerja akan ada karena mereka dalam jumlah tertentu berada
dalam satu ruangan kerja yang nanti akan tercipta komunikasi yang memenuhi
kebutuhan sosial mereka.
5) Kondisi kerja yang menunjang
Merupakan situasi atau keadaan yang menunjang jalannya pekerjaan yang
dibutuhkan baik dari segi tata ruang tempat maupun pengadaan kebutuhan
pekerja.
50
2.1.3.4 Dimensi Penyusunan Kuesioner Kepuasan Kerja
Hocham dan Oldam dalam Kushadiwijaya (1996) dalam Munthohar
(2006:37) mengemukakan lima dimensi dalam menyusun kuesioner job diagnotik
survey yang berkaitan dengan kepuasan kerja. Lima dimensi itu antara lain:
1) Skill Variety (variasi tugas), artinya masing-masing pekerjaan
memerlukan suatu aktivitas yang berbeda atau bervariasi yang
memerlukan penggunaan sejumlah kemampuan dan kecakapan
pekerja yang berbeda pula dalam mengerjakan. Menurut Hariandja
(2002 :293) variasi tugas yang lebih besar akan menciptakan
learning activity dalam diri pegawai.
2) Task Identity (identitas tugas), artinya suatu pekerjaan memerlukan
kelengkapan bagian-bagian dari keseluruhannya yang dapat
diidentifikasi, sehingga dapat dikerjakan dari awal sampai akhir
dengan hasil yang nyata. Menurut Hariandja (2002:294)
keterlibatan pegawai juga diperhitungkan dalam penyelesaian suatu
pekerjaan. Keterlibatan yang sangat kecil mengakibatkan pegawai
tidak merasa diakui dan akan merasa tidak puas.
3) Task significance (signifikansi tugas), artinya suatu pekerjaan
mempunyai subtansi impact pada kehidupan atau pekerjaan orang
lain, baik dalam organisasi maupun dalam lingkungan eksternal.
Menurut Hariandja (2002:293) signifikansi tugas sangat penting
bagi peningkatan kepuasan kerja dan motivasi kerja.. Jika seorang
51
pekerja diberi pekerjaan yang dirasakan tidak mempunyai arti bagi
orang lain , tingkat usaha yang diberikan akan rendah.
4) Autonomy (otonomi), artinya suatu pekerjaan memberikan bagian-
bagian untuk kebebasan ketergantungan (freedom independent),
dan pertimbangan bagi pekerja dalam menentukan kegiatan untuk
menyelesaikan pekerjaan, serta prosedur yang digunakan dalam
meyelesaikan pekerjaan. Memberikan kebebasan untuk mengatur
pekerjaan merupakan harapan setiap pekerja, sehingga dapat
meningkatkan kepuasan kerja.
5) Feedback from the job it self (umpan balik dari hasil pekerjaan),
artinya untuk menyelesaikan suatu aktivitas dalam pekerjaan,
diperlukan umpan balik dari hasil pekerjaan yang dicapai langsung
oleh pekerja dan informasi yang sejelas-jelasnya mengenai
keefektifan hasil kerja. Menurut Hariandja (2002:294) umpan balik
dalam pekerjaan merupakan unsur yang penting dalam peningkatan
kepuasan kerja, sebab umumnya pegawai memiliki motif-motif
berprestasi.
Harold E Burt dalam As’ad (1999:112) mengemukakan pendapatnya
tentang faktor-faktor yang ikut menentukan kepuasan kerja sebagai berikut:
1. Faktor hubungan antar karyawan antara lain :
1) Hubungan langsung antara manajer dan karyawan
2) Faktor psikis dan kondisi kerja
3) Hubungan sosial diantara karyawan
52
4) Sugesti dari teman sekerja
5) Emosi dan situasi kerja
2. Faktor-faktor individual, yaitu hubungan dengan sikap
1) Sikap
2) Umur
3) Jenis kelamin
3. Faktor-faktor luar yaitu hal-hal yang berhubungan dengan
1) Keadaan keluarga karyawan
2) Rekreasi
3) Pendidikan (training, up grading, dan sebagainya)
Menurut Porter dalam As’ad (1999:119-120) faktor-faktor yang
mempengaruhi kepuasan kerja seseorang diantaranya:
1) Faktor yang berhubungan dengan pekerjaan
2) Faktor yang berhubungan dengan kondisi kerja
3) Faktor teman sekerja
4) Faktor pengawasan
5) Faktor promosi
6) Faktor upah
Dengan demikian penulis mengambil lima dimensi penyusunan kuesioner
job diagnotik survey sebagai indikator dari kepuasan kerja, yaitu :
1) Skill Variety (Variasi tugas)
2) Task Identity (Identitas tugas)
3) Task significance (Signifikansi tugas)
53
4) Autonomy (Otonomi)
5) Feedback from the job it self (Umpan balik dari hasil pekerjaan)
2.1.4 Kepemimpinan dan kepuasan kerja
Menurut Senge (1990:87) dalam karyanya yang berjudul The Fifth
Discipline mengemukakan tiga peranan utama yang harus dilakukan oleh
pemimpin tim yaitu: peranan sebagai perancang, pelayan dan guru. Peranan
perancang dimaksudkan sebagai tugas dan pimpinan untuk menjelaskan secara
detail, sehingga memungkinkan tim untuk melaksanakan tugasnya serta
memberikan kesempatan kepada anggota untuk bertanggungjawab atas kinerja
mereka sendiri. Senge menyatakan bahwa sangat sulit bagi pemimpin untuk
berpikir bahwa dirinya adalah seorang perancang karena perancang menerima
perhatian yang relatif kecil, yang berlawanan dengan ide mengenai seorang
pemimpin. Sehingga pelayanan diartikan sebagai pelayanan pemimpin terhadap
tim, dan guru mewakili pandangan Senge mengenai arti penting dan pembelajaran
yang berkelanjutan. Kenyataannya pemikiran dan sistem yang membentuk
pembelajaran tim adalah disiplin kelima yang dimaksudkan oleh Senge.
Seorang pemimpin harus benar-benar mengetahui mentalitas, loyalitas,
dan kredibilitas orang yang akan diberi pendelegasian wewenang, di samping
kemampuannya. Persiapan pendelegasian ini diperlukan supaya pada saat
pemimpin sedang tidak berada di tempat, suasana dan kelanjutan pekerjaan dapat
berjalan sebagaimana mestinya. Biasanya pendelegasian tugas dan wewenang itu
54
diberikan kepada personel tertentu, yaitu personel yang sedang dipersiapkan untuk
pengganti pemimpin yang telah mendekati masa pensiun.
Berdasarkan uraian yang disebutkan di atas, maka penulis menyimpulkan
bahwa kepuasan kerja memiliki dimensi yaitu: Kebutuhan fisik dan keamanan,
kebutuhan sosial dan kebutuhan egoistik.
Oleh karena itu pemberian insentif melalui proyek sertifikasi guru oleh
pemerintah sudah tepat. Akibatnya kedepan guru tidak lagi sekedar pengabdian
tetapi profesi guru sudah sederajat secara material seperti profesi dokter,
pengacara, insinyur atau bahkan melebihi lagi dari jenis profesi lainnya.
Bukankah mereka menjadi dokter, dosen, insiyur dan sebagainya berkat jasa
seorang guru. Untuk menjadi profesional sejajar dengan profesi lainnya para guru
tidak lupa dituntut untuk meningkatkan kemampuannya dengan minimal menjadi
sarjana dan mampu menambah ilmu yang dimilikinya melalui pelatihan, kursus-
kursus peningkatan mutu guru dan lainnya.
2.2 Penelitian Terdahulu
Sepengetahuan penulis, masih jarang upaya studi dalam bidang pendidikan
yang secara khusus mengkaji tentang Pengaruh Kepamimpinan Partisipatif Kepala
Sekolah dan Kepuasan Kerja Guru terhadap Kinerja Guru.
Budiningsih (2004), dari hasil penelitiannya yang berjudul “Pengaruh
Kepemimpinan, Motivasi, dan Lingkungan Kerja terhadap Kinerja Pegawai Dinas
Kehewanan, Perikanan, dan Kelautan Kabupaten Klaten” menunjukkan bahwa
baik secara parsial maupun stimultan ada pengaruh dan signifikan antara
55
kepemimpinan, motivasi dan lingkungan kerja terhadap kinerja pegawai Dinas
Kehewanan, Perikanan, dan Kelautan Kabupaten Klaten.
Persamaannya pada fokus kepemimpinan, namun berbeda pada ,motivasi,
lingkungan kerja, dan lokasi penelitiannya, sehingga instrumen yang ada juga
berbeda. Dengan demikian penelitian yang diteliti juga berbeda, peneliti lebih
fokus pada kepemimpinan partisipasi kepala sekolah dan kepuasan kerja guru,
sehingga penelitian ini masih layak dilaksanakan.
Sujoko (2003), penelitiannya yang berjudul “Pengaruh Kepemimpinan
Kepala Sekolah dan Lingkungan Kerja terhadap Kinerja Guru SMU Negeri 3
Sukoharjo” menunjukkan bahwa baik secara parsial maupun simultan
kepemimpinan kepala sekolah dan lingkungan kerja berpengaruh terhadap kinerja
guru SMU Negeri 3 Sukoharjo.
Persamaan penilitian ini adalah pada kepemimpinan dan kinerja guru sama
namun peneliti lebih focus pada kepemimpinan partisipatif kepala sekolah, subjek
penelitian berbeda yaitu antara guru SMA dan di penelitian ini guru SMK
demikian juga berbeda pada variabel kepuasan kerja dan lokasi penelitian,
sehingga penelitian ini masih layak.
Suseno (2002) dari hasil penelitannya yang berjudul “Pengaruh
Kepemimpinan, Motivasi, Komunikasi, Partisipasi, dan Kepuasan Kerja terhadap
kinerja pegawai pada Bappeda Kabupaten Grobogan” menunjukkan bahwa secara
parsial kepemimpinan, motivasi, dan kepuasan, kerja berpengaruh secara
signifikan terhadap kinerja pegawai pada Bappeda Kabupaten Grobogan.
56
Penelitian tersebut di atas memiliki persamaan dengan penelitian yang
dilakukan oleh peneliti berupa faktor kepemimpinan, kepuasan kerja, dan kinerja
secara teori sama namun berbeda dari sisi subjek penelitian,dan lokasi lainnya
berbeda, dan peneliti lebih fokus pada kepemimpinan partisipatif kepala sekolah
sekolah, sehingga penelitian ini layak untuk dilaksanakan.
Sofiana(2007) dari hasil penelitiannya yang berjudul “Pengaruh
Pengambilan Keputusan Partisipatif Oleh Kepala Sekolah Terhadap Kinerja Guru
Di SMK N 11 Bandung” menunjukan bahwa secara parsial pengambilan
keputusan partisipatif memberikan pengaruh yang sangat kuat terhadap kinerja
guru di SMK Negeri 11 Bandung.
Penelitian tersebut di atas memiliki persamaan dengan penelitian yang
dilakukan oleh peneliti berupa faktor kepemimpinan partisipatif dan faktor kinerja
guru, secara teori sama namun berbeda dari sisi lokasi penelitiannya, dan peneliti
menambahkan faktor kepuasan kerja, sehingga penelitian ini masih layak.
Mutamimah Retno Utami (2006) penelitiannya berjudul “Pengaruh
Kepemimpinan Kepala Sekolah dan Iklim sekolah terhadap Kinerja Guru SMP
Negeri 8 Semarang” menunjukkan bahwa secara parsial Ada pengaruh yang
signifikan kepemimpinan kepala sekolah dan Iklim sekolah terhadap Kinerja Guru
SMP Negeri 8 Semarang
Penelitian tersebut di atas memiliki persamaan dengan penelitian yang
dilakukan oleh peneliti berupa faktor kepemimpinan dan faktor kinerja guru,
secara teori sama namun berbeda dari faktor iklim sekolah dan lokasi
57
penelitiannya, dan peneliti memfokuskan pada kepemimpinan partisipatif kepala
sekolah dan faktor kepuasan kerja, sehingga penelitian ini masih layak.
Nursiah (2004) penelitiannya berjudul Pengaruh Gaya Kepemimpinan Dan
Kepuasan Kerja Terhadap Kinerja Karyawan Pada PT. Indosat Divisi Regional
Barat Medan, menunjukkan bahwa gaya kepemimpinan dan kepuasan kerja
berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan
Penelitian tersebut di atas memiliki persamaan dengan penelitian yang
dilakukan oleh peneliti berupa faktor kepemimpinan, kepuasan kerja, dan kinerja
secara teori sama namun berbeda dari sisi subjek penelitian,dan lokasi lainnya
berbeda, dan peneliti lebih fokus pada kepemimpinan partisipatif kepala sekolah
sekolah, sehingga penelitian ini layak untuk dilaksanakan.
2.3 Kerangka pemikiran
Setiap kepala sekolah mempunyai cara dan kemampuan kompetensi yang
berbeda-beda dalam menjalankan kepemimpinannya. Perbedaan tersebut
tergantung pada tingkat pendidikan, pemahaman terhadap bawahan, dan situasi
serta kondisi yang dihadapinya.
Kepemimpinan ialah kemampuan seseorang dalam menggerakkan
bawahan agar mereka mau bekerja secara sukarela untuk mencapai tujuan.
Gaya kepemimpinan partisipatif adalah seorang pemimpin yang
mengikutsertakan bawahan dalam pengambilan keputusan (Yukl, 1998:102).
Indikator dalam gaya kepemimpinan partisipatif: (1) konsultasi, (2) pengambilan
58
keputusan bersama, (3) membagi kekuasaan, (4) desentralisasi dan manajemen
yang demokratis
Kepuasan kerja adalah perasan dan penilaian seorang atas pekerjaannya,
khususnya mengenai kondisi kerjanya, dalam hubungannya dengan apakah
pekerjaanya mampu memenuhi harapan, kebutuhan, dan keinginannya (Umar
2003:213). Indikator kepuasan kerja : (1) Skill Variety (Variasi tugas), (2) Task
Identity (Identitas tugas), (3) Task significance (Signifikansi tugas), (4) Autonomy
(Otonomi), (5) Feedback from the job it self (Umpan balik dari hasil
pekerjaan), Hocham dan Oldam dalam Kushadiwijaya (1996) dalam Munthohar
(2006:37).
Kinerja merupakan hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai
oleh seseorang dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang
diberikan kepadanya (Mangkunegara 2004:67). dengan indikator : (1) Kualitas
kerja, (2) Kuantitas kerja, (3) Ketepatan waktu, (4) Efektifitas, (5) Kemandirian,
(6) Komitemen kerja, Bernardin dalam Robbins (1993 : 26).
Pidarta (1995) dalam Saerozi (2005: 2) mengemukakan ada beberapa
faktor yang dapat mempengaruhi kinerja guru dalam melaksanakan tugasnya
yaitu :(1) Kepemimpinan kepala sekolah, (2) Fasilitas kerja, (3) Harapan-harapan,
dan (4) Kepercayaan personalia sekolah. Menurut Lower dan Porter (1968) dalam
Indra Wijaya (1989), faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja tersebut adalah:
(1) Faktor motivasi, (2) Faktor kepuasan kerja, (3) Faktor kondisi fisik pekerjaan
dan (4)Faktor kemampuan kerja karyawan.
59
Berdasarkan uraian diatas, jelas bahwa kinerja guru dtentukan oleh banyak
factor, salah satu diantaranya adalah kepemimpinan partisipatif kepala sekolah
dan kepuasan kerja guru .
Dalam penelitian ini kerangka berfikir yang menggambarkan pengaruh
kepemimpinan partisipatif kepala sekolah dan kepuasan kerja guru terhadap
kinerja guru digambarkan sebagai berikut :
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran
Dilandasi oleh kerangka pemikiran tersebut, dapat digambarkan
lingkup kajian penelitian tentang pengaruh kepemimpinan partisipatif
kepala sekolah dan kepuasan kerja guru terhadap kinerja guru. Untuk lebih
60
jelasnya, keterkaitan variabel-variabel penelitian dapat dilihat pada gambar
paradigma penelitian sebagai berikut :
Gambar 2.2 Paradigma Penelitian
Keterangan :
X1 : Kepemimpinan partisipatif kepala sekolah X2 : Kepuasan kerja guru Y : Kinerja guru €1 : Variabel lain di luar kepemimpinan partisipatif kepala
sekolah yang mempengaruhi kepuasan kerja guru €2 : Variabel lain di luar kepemimpinan partisipatif kepala
sekolah dan kepuasan kerja guru yang mempengaruhi kinerja guru.
Px1x2 : Parameter struktural yang menunjukkan besarnya pengaruh kepemimpinan partisipatif kepala sekolah dengan kepuasan kerja guru
Px1y : Parameter struktural yang menunjukkan besarnya pengaruh kepemimpinan partisipatif kepala sekolah terhadap kinerja guru
Px2y : Parameter struktural yang menunjukkan besarnya pengaruh kepuasan kerja guru terhadap kinerja guru
py€1 : Parameter struktural yang menunjukkan besarnya pengaruh faktor (variabel) luar terhadap kepuasan kerja. py€2 : Parameter struktural yang menunjukkan besarnya pengaruh faktor (variabel) luar terhadap kinerja guru
X.1
X.2
Y Px1x2
P y
P y
PZε2
εεεε2
εεεε1 PZε1
61
2.4 Hipotesis Penelitian
Hipotesis adalah suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap
permasalahan penelitian, sampai terbukti melalui data yang nantinya akan terkumpul
(Suharsimi Arikunto 2002:64). Dalam penelitian ini dikembangkan hipotesis sebagai
berikut :
1) Ada pengaruh positif yang signifikan kepemimpinan partisipatif
kepala sekolah terhadap kepuasan kerja guru.
2) Ada pengaruh positif yang signifikan kepemimpinan partisipatif
kepala sekolah terhadap kinerja guru.
3) Ada pengaruh positif yang signifikan kepuasan kerja guru
terhadap kinerja guru.
62
BAB III
SUBJEK DAN METODE PENELITIAN
3.1 Subjek Penelitian
Subjek dari penelitian ini adalah Sekolah Menegah Kejuruan Negeri se
Kabupaten Kuningan, sedangkan yang menjadi responden adalah Tenaga pengajar
(guru) Sekolah Menegah Kejuaruan Negeri Kabupaten Kuningan. Adapun waktu
penelitiannya direncanakan pada bulan Januari sampai dengan bulan April 2010.
Pada bulan pertama digunakan untuk mengurus surat izin penelitian, uji coba
instrumen, penentuan validitas dan reliabilitas instrumen serta penyempurnaan
instrumen. Pengambilan data dilakukan pada bulan berikutnya kemudian
dilanjutkan dengan analisis data dan penulisan tesis.
3.2 Metode Penelitian
3.2.1 Desain dan Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan desain Explanatory survey dengan pengolahan
data melalui analisis korelasi yaitu dengan melihat besarnya pengaruh dari suatu
variabel penyebab ke variabel akibat (Sitepu, 1994;13). Dengan desain ini,
diharapkan dapat mengukur kontribusi kepemimpinan partisipatif kepala terhadap
peningkatan kinerja guru, kontribusi kepemimpinan partisipatif kepala terhadap
kepuasan kerja guru, dan kontribusi kepuasan kerja guru terhadap peningkatan
kinerjanya.
62
63
3.2.2 Operasionalisasi Variabel
Variabel adalah objek atau apa yang menjadi titik perhatian suatu penelitian
(Suharsimi Arikunto 2002:96). Adapun variabel dalam penelitian ini terdiri dari dua
macam:
3.2.2.1 Variabel bebas (X)
Variabel bebas adalah variabel yang diselidiki pengaruhnya. Sebagai
variabel bebas dalam penelitian ini adalah:
1) Kepemimpinan Partisipatif (X1)
Gaya kepemimpinan partisipatif adalah seorang pemimpin
yang mengikutsertakan bawahan dalam pengambilan keputusan
(Yukl, 1998:102). Indikator dalam gaya kepemimpinan partisipatif:
(1) konsultasi,
(2) pengambilan keputusan bersama,
(3) membagi kekuasaan,
(4) desentralisasi dan manajemen yang demokratis
2) Kepuasan kerja (X2)
Kepuasan kerja adalah perasaan dan penilaian seseorang atas
pekerjaannya dalam hubungan apakah pekerjaannya memenuhi
harapan dan keinginannya.
Indikator kepuasan kerja :
(1) Skill Variety (Variasi tugas)
(2) Task Identity (Identitas tugas)
(3) Task significance (Signifikansi tugas)
(4) Autonomy (Otonomi)
64
(5) Feedback from the job it self (Umpan balik dari hasil
pekerjaan), Hocham dan Oldam dalam Kushadiwijaya (1996)
dalam Munthohar (2006:37)
3.2.2.2 Variabel terikat atau Dependent Variable (Y)
Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi atau menjadi
akibat karena adanya variabel bebas (Sugiyono 2001:21).
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kinerja guru (Y)
dengan indikator :
1) Kualitas kerja
2) Kuantitas kerja
3) Ketepatan waktu
4) Efektifitas
5) Kemandirian.
6) Komitemen kerja, Bernardin dalam Robbins (1993 : 26)
Selanjutnya, deskripsi operasional variabel, secara rinci dapat disajikan
pada tabel berikut ini :
65
Tabel 3.1 OPERASIONALISASI VARIABEL
Uji Instrumen
Variabel Konsep Teoritis
Indikator Ukuran Tingkat
Pengukuran No. Item Instrumen
Validitas
(V)
Reliabelitas (R)
Kepemim-pinan
Partisipatif Kepala Sekolah (X1)
Seorang pemimpin (kepala sekolah) yang mengikut-sertakan bawahan dalam pengambilan keputusan (Yukl, 1998:102)
1. Konsultasi, 2. Pengambilan
keputusan bersama,
3. Membagi
kekuasaan
• Konsultasi bawahan-atasan berjalan lancar.
• Kepala sekolah mendorong semua guru untuk berkonsultasi
• Kepala sekolah memberikan saran jika ada masalah
• Hubungan konsultatif antar kepala sekolah dengan guru
• Dalam rapat terjadi diskusi.
• Pengambilan keputusan dilakukan melalui mekanisme rapat.
• Keputusan di ambil berdasarkan pada hasil musyawarah (rapat)
• Kepala sekolah menghargai berbagai pendapat yang diajukan
• Pengambilan keputusan memperhatikan berbagai perdapat
• Terjadi pembagian tugas
• Pembagian tugas dilakukan secara adil
• Pembagian tugas dilakukan berdasarkan pada kompetensi
• Menjelaskan pembagian tugas.
• Setiap guru yang terbagi tugas dan mendapat gambaran tugas secara
Ordinal
1,2
3
4
5
6 7
8 9
10
11
12
13
14
V V V V V V V V V V V V V
R R R R R R R R R R R R R
66
4. Desentra-
lisasi dan manajemen yang demokratis
terperinci.
• Guru diberikan kesempatan dalam memberikan usulan secara demokratis
• Desentrasisasi yang dibentuk dicantumkan pada struktur organisasi secara jelas
• Kehidupan sekolah dirasakan tidak kaku dan demokratis
• Kepala sekolah lebih merperhatikan kerja kelompok
• Hubungan kerja antara guru dan kepala sekolah terasa sinergi
15
16
17
18
19
20
V V V V V V
R R R R R R
Kepuasan Kerja
Guru (X2)
Perasaan dan penilaian seseorang atas pekerjaannya dalam hubungan apakah pekerjaannya memenuhi harapan dan keinginannya. {Hocham dan Oldam dalam Kushadiwijaya ( 1996 ) dalam Munthohar (2006:37)}
1. Skill Variety (Variasi tugas)
2. Task Identity (Identitas tugas)
3. Task
significance (Signifikansi tugas)
4. Autonomy (Otonomi)
• Meningkatkan gairah kerja.
• Memberikan pemahaman moral kerja.
• Pengarahan tugas pokok dan fungsi oleh pimpinan.
• Karir sebagai guru • pengembangan karir • Merasa betah dalam bekerja
• Suasana kerja terasa nyaman
• Pekerjaan ditunjang oleh sarana dan prasarana yang lengkap
• Rekan kerja yang mendukung
• Membuat rencana pembelajaran dan alat peraga sendiri
Ordinal 21
22
23
24 25
26,27, 28
29
30
31
32, 33
V V V V V V V V V V
R R R R R R R R R R
67
5. Feedback from the job it self (Umpan balik dari hasil pekerjaan)
• Terdapat penambahan kesejahteraan
• Diberikan kemudahan dalam pengurusan kenaikan golongan.
• Diberikan penghargaan bagi yang berprestasi
• Diberikan kesempatan mengikuti pendidikan lanjutan dan diklat.
34,35
36 37,38
39, 40
V V V V
R R R R
Kinerja Guru (Y)
Prestasi atau perilaku kerja guru sebagai hasil dari suatu rangkaian proses pelaksanaan kerja yang sistematis dan prosedural sesuai dengan wewenang dan tanggung jawabnya yang diperlihatkan dalam kerja guru dalam melaksanakan tugas pendidikan dan pengajaran Bernardin dalam Robbins (1993 : 26)
1. Kualitas kerja
2. Kuantitas kerja
3. Ketepatan waktu
4. Efektivitas
5. Kemandirian.
6. Komitemen kerja
• Penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi.
• Memahami lingkup pekerjaan.
• Memahami tanggungjawab dan wewenang yang di emban.
• Keluaran hasil. • Kecepatan
• Tepat waktu dalam mengajar
• Tepat waktu dalam menyelesaikan pekerjaan tambahan
• Efektivitas kerja • Efektivitas dalam pengelolaan kelas
1) Membuat perangkat pembelajaran sendiri.
2) Membuat alat peraga sendiri.
3) Menentukan media pengajaran dan sumber pelajaran
• Memiliki rasa tanggungjawab
• Berpartisipasi dalam meningkatkan kemajuan sekolah
• Memiliki komitmen dan kemauan tinggi
Ordinal
41,42,43
44
45
46 47, 48
49, 50
51
52 53
54, 55
56
57
58
59
60
V V V
V V
V
V V V V V V V V V
R R R
R R
R
R R R R R R R R R
68
3.2.3 Jenis dan Sumber Data
Jenis data merupakan informasi tentang segala sesuatu yang berkaitan
dengan variabel yang diteliti. Data yang diperlukan dalam penelitian ini, diperoleh
dari dua sumber dan jenis data yaitu data primer dan data sekunder :
1. Sumber data primer yaitu jawaban atas pernyataan yang diajukan kepada
responden (guru) dalam bentuk kuesioner, baik yang berkaitan dengan
variabel bebas kepemimpinan partisipatif kepala sekolah (X.1) dan kepuasan
kerja guru(X.2) maupun variabel terikat kinerja guru (Y).
2. Sumber data sekunder yaitu data yang yang dihasilkan dari sumber lain seperti
data dari Dinas Pendidikan dan Olah raga Kabupaten Kuningan mengenai data
SMK Negeri se-Kabupaten Kuningan dan jumlah guru SMK Negeri se
Kabupaten Kuningan..
3.2.4 Populasi, Sampel dan Teknik Sampling
3.2.4.1 Populasi
Populasi menurut Singarimbun (1989:155) adalah “jumlah keseluruhan
dari unit analisis yang ciri-cirinya akan diduga”. Sesuai dengan pendapat tersebut,
maka yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah seluruh guru SMK
Negeri se Kabupaten Kuningan, secara rinci sebagai berikut :
69
Tabel 3.2 Penyebaran Populasi Guru SMK Negeri
Se-Kabupaten Kuningan
No Nama Sekolah Jumlah Guru
1. SMK Negeri 1 Kuningan 66
2. SMK Negeri 2 Kuningan 73
3. SMK Negeri 3 Kuningan 115
4. SMK Negeri 4 Kuningan 25
5. SMK Negeri 5 Kuningan 25
6. SMK Negeri 6 Kuningan 32
7. SMK Negeri 1 Luragung 44
Jumlah 380
Sumber : Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kabupaten Kuningan, 2009
3.2.4.2 Sampel
Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi tersebut. Bila populasi besar dan peneliti tidak mungkin mempelajari
semua yang ada pada populasi, misalnya karena keterbatasan dana, tenaga dan
waktu, maka peneliti dapat menggunakan sampel yang diambil dari populasi itu.
(Sugiyono 2007: 56). Apa yang dipelajari dari sampel itu, kesimpulannya akan
diberlakukan untuk populasi. Untuk itu sampel yang diambil dari populasi harus
betul-betul representatif (mewakili).
Riduwan (2007:56) mengatakan bahwa: “Sampel adalah bagian dari
populasi." Sampel penelitian adalah sebagian dari populasi yang diambil sebagai
sumber data dan dapat mewakili seluruh populasi. Untuk sekedar ancer-ancer
maka apabila subjek kurang dari 100, maka lebih baik diambil semua, sehingga
70
penelitiannya merupakan penelitian populasi. Apabila populasi lebih dari 100
orang, maka penarikan sampel dalam penelitian ini menggunakan sampel secara
proporsional. Sedangkan Teknik pengambilan sampel menggunakan rumus dari
Taro Yamane atau Slovin dalam Riduwan (2007:65) sebagai berikut :
1. 2 +=
dN
Nn
Keterangan : n = Jumlah Sampel N = Jumlah Populasi = 380 d2 = Presisi ( ditetapkan 10% dengan tingkat kepercayaan 95%)
1. 2 +=
dN
Nn =
11,0).380( 2 +N
= 80,4
380= 79,17 = 79
Dengan rumus diatas, maka diperoleh jumlah sampel yaitu guru SMK
Negeri se Kabupaten Kuningan sebagai berikut :
TABEL 3.3 PERHITUNGAN SAMPEL PENELITIAN
No Nama Sekolah Populasi Proporsi Sampel
1 SMK N 1 66 64/380 x 79 14
2 SMK N 2 73 69/380 x 79 15
3 SMK N 3 115 107/380 x 79 24
4 SMK N 4 25 23/380 x 79 5
5 SMK N 5 25 23/380x 79 5
6 SMK N 6 32 33/380 x 79 7
7 SMK N Luragung 44 30/380 x 79 9
Jumlah 380 79
71
3.2.4.3 Teknik Sampling
Teknik sampling menurut Sutrisno Hadi (1998 : 78) merupakan “cara atau
teknik seorang penyelidik dalam memperoleh sampel yang dapat mewakili
populasi”, dengan melihat pertimbangan-pertimbangan karakteristik populasi yang
ada.
Dengan pertimbangan hiterogenitas dan karakteristik populasi yang ada
maka teknik pengambilan sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah
sampel proporsional per SMK. Dengan memperhatikan proporsi jumlah populasi
pada masing-masing sekolah. Tujuan utamanya adalah agar semua populasi
terwakili. Jika pengambilan contoh tidak secara acak, maka tidak dapat dijamin
bahwa keseluruhan populasi dapat terwakili.
3.2.5 Teknik dan Alat Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data untuk mendapatkan informasi yang valid,
Akurat dan reliabel dalam penelitian ini digunakan metode antara lain :
1. Metode dokumentasi .
Menurut Arikunto (2002:135). Dokumentasi yaitu metode mencari
data tentang hal-hal atau variabel berupa catatatan, transaksi, buku-buku,
surat kabar, notulen rapat, dan lain-lain.
Dalam penelitian ini metode dokumentasi digunakan untuk
mengetahui jumlah guru yang berada di SMK Negeri se Kabupaten
Kuningan.
72
2. Metode Observasi
Observasi yaitu melakukan pengamatan secara langsung ke objek
penelitian untuk melihat dari dekat kegiatan yang dilakukan oleh pegawai
pada Dinas Pendidikan dan keadaan anggota Dinas Pendidikan Kabupaten
Kuningan.
3. Metode Wawancara
Peneliti melakukan wawancara secara langsung dengan para
pelaku yang terkait dengan objek penelitian guna mendapatkan data yang
tidak dapat diperoleh dari observasi maupun dokumen
4. Metode angket (kuesioner)
Angket menurut Arikunto (2002:128) yaitu sejumlah pertanyaan
tertulis digunakan untuk memperoleh informasi dari responden, dalam arti
laporan tentang peribadinya untuk hal-hal yang ia ketahui.
Dalam penelitian ini metode angket digunakan untuk memperoleh
informasi dari guru tentang pertanyaan yang mengungkapkan pengaruh
kepemimpinan partisipatif kepala sekolah dan kepuasan kerja guru
terhadap kinerja guru, dengan metode angket tertutup dimana responden
tidak diberi kesempatan menjawab dengan kata-kata sendiri.
Jawaban untuk setiap item pada variabel Kepemimpinan
Partisipatif Kepala Sekolah (X1) dibuat lima option memberikan skor
tertentu.
73
TABEL 3.4 KATEGORI JAWABAN TIAP ITEM ANGKET VARIABEL KEPEMIMP INAN
PARTISIPATIF KEPALA SEKOLAH (X1) DAN CARA PEMBERIAN SKOR KUISIONER
Arah Pernyataan
Kategori Jawaban Positif Negatif
Tidak Pernah Jarang Kadang-kadang Sering Selalu
1 2 3 4 5
5 4 3 2 1
Jawaban untuk setiap item pada variabel Kepuasan Kerja Guru (X2) dibuat
lima option memberikan skor tertentu.
TABEL 3.5 KATEGORI JAWABAN TIAP ITEM ANGKET VARIABEL KEPUASAN KERJA
GURU (X 2) DAN CARA PEMBERIAN SKOR KUISIONER
Arah Pernyataan
Kategori Jawaban Positif Negatif
Tidak Memuaskan Kurang Memuaskan Cukup Memuaskan Memuaskan Sangat Memuaskan
1 2 3 4 5
5 4 3 2 1
Kemudian jawaban untuk setiap item pada variabel kinerja guru (Y) dibuat
lima option dengan memberikan skor tertentu.
74
TABEL 3.6 KATEGORI JAWABAN TIAP ITEM ANGKET VARIABEL KINERJA GURU (Y)
DAN CARA PEMBERIAN SKOR KUISIONER
Arah Pernyataan Kategori Jawaban Positif Negatif
Sangat Setuju Setuju Ragu-ragu Kurang Setuju Sangat Tidak Setuju
1 2 3 4 5
5 4 3 2 1
Tempat penelitian dilaksanakan di SMK Negeri se Kabupaten Kuningan
dengan waktu penelitian mulai bulan Desember 2009 sampai Mei 2010. Secara
rinci dijadwalkan sebagai berikut :
Tabel 3.7
JADWAL PELAKSANAAN PENELITIAN TAHUN 2009/2010
Tahun 2009-2010 No Kegiatan Des. Jan. Feb Mart April Mei
1 Penyusunan Proposal Penelitian
2 Pengumpulan Data 3 Pengolahan dan
Analisis Data 4 Penyusunan Tesis 5 Ujian Tesis
3.2.6 Uji Instrumen
Pengujian instrumen angket dalam penelitian ini dilakukan melalui Uji
Validitas dan Uji Reliabilitas. Uji instrumen ini penting dilakukan karena
melalui uji Instrumen dapat diketahui kebaikan dan kelebihan instrumen, hal
ini sejalan dengan pendapat Suharsimi Arikunto, (1998:135) bahwa:
"Instrumen yang baik memenuhi dua persyaratan penting yaitu Valid dan
Reliabel".
75
3.2.6.1 Uji Validitas
Uji Validitas digunakan untuk mengetahui Valid (sahih) tidaknya
instrumen yang digunakan, yaitu dengan menganalisis perbulir itemnya.
Sebuah item dinyatakan valid apabila mempunyai dukungan yang besar
terhadap skor total. Dengan kata lain sebuah item memiliki validitas yang
tinggi jika.skor pada item mempunyai kesejajaran (korelasi) dengan skor total.
Dalam menguji validitas instrumen, penulis menggunakan langkah-langkah
sebagai berikut:
a. Memberi skor pada setiap option dari masing-masing responden.
b. Menghitung skor total dari hasil penjumlahan masing-masing skor item
dari tiap-tiap responden (∑X).
c. Menghitung perolehan skor total dari rnasing-masing responden (∑X).
d. Menghitung jumlah total dari hasil penjumlahan masing-masing skor
item dari tiap-tiap responden, setelah dikuadratkan (∑X2).
e. Menghitung perolehan skor total dari masing-masing responden
setelah dikuadratkan (∑Y2).
f. Menghitung skor total hasil perkalian dari masing-masing skor item
yang diperoleh tiap-tiap responden dengan skor total yang diperoleh
masing-masing responden (∑XY).
g. Memasukkan ke dalam rumus korelasi product moment pearson Sugiyono
(2001 : 53) sebagai berikut:
( ) ( )( )( )( ){ } ( ){ }∑ ∑∑ ∑
∑∑∑−−
−=
2222 YYNXXN
YXXYNrxy
76
(Suharsimi Arikunto, 1998:157) Keterangan :
rxy = Koetlsien Korelasi antar Variabel X dan Variabel Y, dua
Variabel yang dikorelasikan
h. Mengkonsultasikan ke table r Product moment, dengan ketentuan jika rxy
(hitung) lebih besar dari tabel harga kritik dari r Product moment dengan
N = 79 dan tingkat kepercayaan 95% ( r = 0,22 ), bulir dinyatakan valid.
Contoh perhitungan pengujian instrumen kepemimpinan partisipatif kepala
sekolah untuk item no. 1 yang diujicobakan kepada 20 responden dari 79
responden yang akan diteliti :
456,0=xyr
( ) ( )( )( )( ){ } ( ){ }∑ ∑∑ ∑
∑∑∑−−
−=
2222 YYNXXN
YXXYNrxy
( ) ( )( ){ }{ }22 )1730(15087620)90(42020
1730)90(784720
−−
−=xx
rxy
{ }{ }2992900301752081008400
155700156940
−−−=xyr
{ }{ }24620300
1240=xyr
7386000
1240=xyr
2718
1240=xyr
77
Dengan demikian butir pernyataan nomor satu untuk variable X1
dinyatakan valid karena r xy (hitung) yaitu 0,456 > 0,22.
Adapun hasil perhitungan analisis butir uji validitas instrumen
selengkapnya penulis sajikan dalam bentuk tabel sebagai berikut :
Tabel 3.8 Hasil Perhitungan Pengujian Validitas
Angket Kuesioner tentang Pengaruh Kepemimpinan Partisipatif Kepala Sekolah (X1)
No.
Instrumen r hitung r kritis Keterangan
1 0,456 0,22 valid 2 0,327 0,22 valid 3 0,576 0,22 valid 4 0,481 0,22 valid 5 0,632 0,22 valid 6 0,708 0,22 valid 7 0,470 0,22 valid 8 0,256 0,22 valid 9 0,497 0,22 valid 10 0,618 0,22 valid 11 0,563 0,22 valid 12 0,423 0,22 valid 13 0,643 0,22 valid 14 0,308 0,22 valid 15 0,299 0,22 valid 16 0,459 0,22 valid 17 0,632 0,22 valid 18 0,294 0,22 valid 19 0,539 0,22 valid 20 0,613 0,22 valid
Berdasarkan tabel 3.8 dapat diketahui bahwa butir no. 1 sampai
butir no. 20 semuanya valid.
78
Tabel 3.9 Hasil Perhitungan Pengujian Validitas
Angket Kuesioner tentang Kepuasan Kerja Guru (X2)
No. Instrumen
r hitung r kritis Keterangan
1 0,359 0,22 valid 2 0,420 0,22 valid 3 0,373 0,22 valid 4 0,344 0,22 valid 5 0,671 0,22 valid 6 0,263 0,22 valid 7 0,610 0,22 valid 8 0,317 0,22 valid 9 0,274 0,22 valid 10 0,353 0,22 valid 11 0,303 0,22 valid 12 0,296 0,22 valid 13 0,802 0,22 valid 14 0,397 0,22 valid 15 0,330 0,22 valid 16 0,452 0,22 valid 17 0,440 0,22 valid 18 0,587 0,22 valid 19 0,637 0,22 valid 20 0,594 0,22 valid
Berdasarkan tabel 3.9 dapat diketahui bahwa butir no. 1 sampai
butir no. 20 semuanya valid.
Tabel 3.10 Hasil Perhitungan Pengujian Validitas
Angket Kuesioner tentang Kinerja Guru (Y)
No. Instrumen
r hitung r kritis Keterangan
1 0,696 0,22 valid 2 0,664 0,22 valid 3 0,804 0,22 valid 4 0,644 0,22 valid 5 0,593 0,22 valid
79
6 0,694 0,22 valid 7 0,496 0,22 valid 8 0,639 0,22 valid 9 0,228 0,22 valid 10 0,517 0,22 valid 11 0,735 0,22 valid 12 0,629 0,22 valid 13 0,833 0,22 valid 14 0,653 0,22 valid 15 0,486 0,22 valid 16 0,767 0,22 valid 17 0,677 0,22 valid 18 0,730 0,22 valid 19 0,685 0,22 valid 20 0,670 0,22 valid
Berdasarkan tabel 3.10 dapat diketahui bahwa butir no. 1 sampai
butir no. 20 semuanya valid.
3.2.6.2 Uji Reliabilitas
Singarimbun (1995 : 140) menyatakan bahwa : “Reliabilitas adalah indeks
yang menunjukkan sejauhmana suatu alat ukur atau instrumen penelitian dapat
dipercaya atau diandalkan dalam kegiatan pengumpulan data. Jika suatu alat ukur
atau instrumen penelitian dapat digunakan dua kali untuk mengukur gejala yang
sama dengan hasil pengukuran yang diperoleh relatif konsisten, maka alat ukur
atau instrumen tersebut reliabel”.
Instrumen penelitian yang baik, di samping harus valid juga harus reliable
(dapat dipercaya) artinya mempunyai nilai ketepatan yang mana bila diteskan
pada kelompok yang sama dalam waktu yang berbeda akan menghasilkan nilai
yang sama pula.
80
Dalam menguji reliabilitas, penulis menggunakan metode belah dua awal
akhir, yaitu dengan mengkorelasikan skor belahan pertama (X) dan skor belahan
akhir (Y) dengan menggunakan rumus korelasi Product Moment dengan angka
kasar. Untuk mencari nilai koefisien korelasi separuh tes.
( ) ( )( )( )( ){ } ( ){ }∑ ∑∑ ∑
∑∑∑−−
−=
2222 YYNXXN
YXXYNrxy
Untuk mencari nilai koefisien korelasi Seluruh tes, digunakan rumus
Reliabilitas Split Half Spearman Brown :
2/21/1
2/21/111 1
2
r
xrr
+= ( Suharsimi Arikunto, 1998 : 156 )
Keterangan
11r = Reabilitas keseluruhan
2/21/1r = Reabilitas separuh tes
Setelah diketahui nilai tersebut, langkah selanjutnya adalah
mengkonsultasikannya pada klasifikasi Guilford sebagai berikut :
Tabel 3.11 Klasifikasi Reliabilitas
Batas Nilai r Tafsiran Nilai
R>0,8 Sangat kuat
0,6 < R < 0,8 Kuat
0,4 < R < 0,6 Sedang
Sumber: M. Salim, 2002
81
Contoh perhitungan uji reliabilitas variabel Kepemimpinan
partisipatif kepala sekolah (X1) adalah sebagai berikut:
( ) ( )( )( )( ){ } ( ){ }∑ ∑∑ ∑
∑∑∑−−
−=
2222 YYNXXN
YXXYNrxy
Untuk memperoleh nilai koefisien korelasi seluruh tes, digunakan rumus
Spearman Brown :
2/21/1
2/21/111 1
2
r
xrr
+=
( ) ( )( )( ){ }{ }22 )860(3738420)870(3818820
8608703765220
−−
−=xx
rxy
{ }{ }739600747680756900763760
748200753040
−−−=xyr
55428800
4840=xyr
052,7445
4840=xyr
650,0=xyr
{ }{ }80806860
4840=xyr
82
= 2 x 0,650 1 + 0,650 = 1,30 1,65 = 0,79
Setelah diperoleh nilai diatas, maka nilai tersebut dikelompokkan
berdasarkan koefisien korelasi yang berpedoman pada klasifikasi Guilford sebagai
berikut :
Batas Nilai r Tafsiran Nilai
R>0,8 Sangat kuat
0,6 < R < 0,8 Kuat
0,4 < R < 0,6 Sedang
Berdasarkan klasifikasi diatas, maka variabel kepemimpinan partisipatif
kepala sekolah (X1) dinyatakan reliabel dan memiliki tingkat kerealibilitasan
kuat karena 0,79 berada dalam rentang 0,6 < R < 0,8.
Contoh perhitungan uji reliabilitas variable kepuasan kerja guru
(X2) adalah sebagai berikut:
( ) ( )( )( )( ){ } ( ){ }∑ ∑∑ ∑
∑∑∑−−
−=
2222 YYNXXN
YXXYNrxy
( ) ( )( )( ){ }{ }22 )775(3037920)788(3130220
7757883072420
−−
−=xx
rxy
{ }{ }600625607580620944626040
610700614480
−−−=xyr
{ }{ }69555096
3780=xyr
83
Untuk memperoleh nilai koefisien korelasi seluruh tes, digunakan rumus
Spearman Brown :
2/21/1
2/21/111 1
2
r
xrr
+=
= 2 x 0,635 1 + 0,635 = 1,270 1,635 = 0,78
Setelah diperoleh nilai diatas, maka nilai tersebut dikelompokkan
berdasarkan koefisien korelasi yang berpedoman pada klasifikasi Guilford sebagai
berikut :
Batas Nilai r Tafsiran Nilai
R>0,8 Sangat kuat
0,6 < R < 0,8 Kuat
0,4 < R < 0,6 Sedang
35442680
3780=xyr
052,7445
4840=xyr
635,0=xyr
84
Berdasarkan klasifikasi diatas, maka variabel kepuasan kerja guru (X2)
dinyatakan reliabel dan memiliki tingkat kerealibilitasan kuat karena 0,77
berada dalam rentang 0,6 < R < 0,8.
Contoh perhitungan uji reliabilitas variable kinerja guru (Y)
adalah sebagai berikut:
( ) ( )( )( )( ){ } ( ){ }∑ ∑∑ ∑
∑∑∑−−
−=
2222 YYNXXN
YXXYNrxy
( ) ( )( )( ){ }{ }22 )799(3245720)852(3669420
7998523441720
−−
−=xx
rxy
{ }{ }638401649140725904733880
680748688340
−−−=xyr
85654264
7592=xyr
959,9254
7592=xyr
820,0=xyr
{ }{ }107397976
7592=xyr
85
Untuk memperoleh nilai koefisien korelasi seluruh tes, digunakan rumus
Spearman Brown :
2/21/1
2/21/111 1
2
r
xrr
+=
= 2 x 0,820 1 + 0,820 = 1,640 1,820 = 0,90
Setelah diperoleh nilai diatas, maka nilai tersebut dikelompokkan
berdasarkan koefisien korelasi yang berpedoman pada klasifikasi Guilford sebagai
berikut :
Batas Nilai r Tafsiran Nilai
R>0,8 Sangat kuat
0,6 < R < 0,8 Kuat
0,4 < R < 0,6 Sedang
Berdasarkan klasifikasi diatas, maka variabel kinerja guru (X1)
dinyatakan reliabel dan memiliki tingkat kerealibilitasan sangat kuat karena 0,9
berada dalam rentang R > 0,8.
3.2.7 Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Path
Analysis dengan menggunakan langkah-langkah sebagai berikut :
(1) Membuat diagram jalur (path diagram)
(2) Mengumpulkan data dan membuat tabulasi data serta mentransfer data
ordinal menjadi data interval. Perubahan atau transfer data ordinal menjadi
86
∑ ∑ ∑ ∑∑ ∑ ∑
−−
−
}Yi)(Y}{nXi)(Xi{n
YiXiXiYn2222
data interval tersebut dilakukan dengan menggunakan teknik MSI (Methods
of Successive interval).
Langkah-langkah MSI adalah sebagai berikut :
a. Mengambil satu item yang akan diubah datanya menjadi data interval.
b. Menghitung frekuensi (f) jumlah responden dengan skor 1, 2, 3, 4, dan 5.
c. Menghitung proporsinya (p) dengan cara membagi frekuensi (f) dengan
jumlah seluruh responden (n).
d. Menghitung proporsi kumulatifnya (pk).
e. Menghitung nilai Z dari setiap proporsi kumulatif (pk) dengan bantuan
tabel distribusi normal kumulatif (cumulative normal distribution) :
f. Menghitung nilai Densitas (D) dengan bantuan tabel densitas atau tabel
ordinal kurva normal (ordinates the normal curve) :
g. Menghitung Scale Value (SV) dengan rumus
Density at lower limit - Density at upper limit
SV =
Area below upper limit - Area below lower limit
h. Ambil nilai SV terkecil lalu tambahkan dengan suatu bilangan sehingga
menjadi satu. untuk SV yang lainnya tambahkan dengan bilangan yang
sama.
(3) Menghitung korelasi antar variabel (rx1y, rx1x2, rx2y) :
Rumus yang digunakan adalah Koefisien Korelasi Pearson Product
Moment :
r = (Sugiyono, 1999 : 213)
87
−
−
−1121
1222
21122211
1
CC
CC
CCCC
(4) Membuat matriks korelasi antar variabel (R)
R=
121
2121
1211
21
ryxryx
yrxxrx
yrxxrx
YXX
Y
X
X
2
1
(Sitepu, 1994 : 16)
(5) Membuat matriks korelasi antar variabel eksogen (R1) :
R1 =
=
2221
1211
11
11
CC
CC
ryx
ryx (Sitepu, 1994 : 19)
(6) Menghitung matriks invers korelasi (R-1) :
R-1 = (Sitepu, 1994 : 23)
(7) Menghitung koefisien jalur Pyx1,Pyx2, dan Px2x1 : :
( )
=
−
2
1
2
11
ryx
ryxR
Pyx
Pyx (Sitepu, 1994 : 22)
a. Pengaruh sendiri-sendiri X1 terhadap Y :
Pyx1 = Pyxi2 x 100 %
b. Pengaruh sendiri-sendiri Y terhadap Z :
Pyx2 = Pyx22 x 100 %
(8) Menghitung koefisien determinasi X1 dan X2, secara bersama-sama
terhadap Y
R2y(x1x2) = (Pyx1 Pyx2
2
1
ryx
ryx (Sitepu, 1994 : 25)
(9) Menghitung Pyε1 dan Pyε2 (koefisien jalur variabel lain)
88
Pyε = 211 2 xyxR− (Sitepu, 1994 : 27)
(10) Menghitung test of significance / menguji hipotesis :
a. Menguji hipotesis secara keseluruhan :
Hipotesis statistiknya yaitu :
Ho : Pyx1 = Pyx2 = 0 (tidak ada pengaruh X1 dan X2 terhadap Y)
Ha : Sekurang-kurangnya terdapat sebuah Pyx � 0 (ada pengaruh X1
dan X2 terhadap Y)
Pengujian hipotesis tersebut menggunakan rumus distribusi F-Snedecor
yaitu :
F = )211(
21)1(2
2
xyxRk
xyxrkn
−−−
(Sitepu, 1994 : 31)
b. Menguji hipotesis secara individual:
Hipotesis statistiknya yaitu :
1. Ho : Pyx1 � 0 (tidak ada pengaruh X1 terhadap Y)
Ha : Pyx1 > 0 (ada pengaruh X1 terhadap Y)
2. Ho : Pyx2 � 0 (tidak ada pengaruh X2 terhadap Y)
Ha : Pyx2 > 0 (ada pengaruh X2 terhadap Y)
Signifikan tidaknya koefisien jalur diuji dengan rumus :
t =
)211)(1(
211
21
2
2
xyxRkn
xyxR
xPyx
−−−−
(Sitepu, 1994 : 42)
Keputusan jika nilai thitung > t tabel maka koefisien jalur Pyx1 dan
Pyx2 adalah signifikan sehingga Ho ditolak dan Ha diterima.
89
(11) Menghitung pengaruh X1 berupa pengaruh langsung, pengaruh tidak
langsung, dan pengaruh total.
a. Pengaruh langsung X1 terhadap Y dihitung dengan rumus
Pyx1 = Pyx12x l00%
b. Pengaruh tidak langsung X1 terhadap Y melalui X2 dihitung dengan
rumus :
Pyx1~X2 = [(Pyx1) (rx1x2) (Pyx1)] x 100 %
c. Pengaruh total X1 terhadap Y dihitung dengan rumus :
Pyx1 total = Pyx12 + [(Pyx1) (rx1x2) (Pyx2)] x 100 %
(12) Menghitung pengaruh X2 berupa pengaruh langsung, pengaruh tidak
langsung, dan pengaruh total
a. Pengaruh langsung X2 terhadap Y dihitung dengan rumus :
Pyx2 = Pyx22x l00%
b. Pengaruh tidak langsung X2 terhadap Y melalui X1 dihitung dengan
rumus :
Pyx2~X1 = [(Pyx2) (rx1x2) (Pyx2)] x 100 %
c. Pengaruh total X2 terhadap Y dihitung dengan rumus :
Pyx2 total = Pyx22 + [(Pyx2) (rx1x2) (Pyx1)] x 100 %