TESIS IMPLIKASI HUKUM PENGENDALIANDAMPAK LINGKUNGAN...
Transcript of TESIS IMPLIKASI HUKUM PENGENDALIANDAMPAK LINGKUNGAN...
TESIS
IMPLIKASI HUKUM PENGENDALIAN DAMPAK LINGKUNGAN
DALAM PEMBANGUNAN PERUMAHAN DI KABUPATEN GOWA
LEGAL IMPLICATIONS FOR CONTROLLING ENVIRONMENTAL IMPACTS IN
HOUSING DEVELOPMENT IN KABUPATEN GOWA
Oleh :
ANDI HUSNUL KHATIMAH
P3600215052
PROGRAM STUDI MAGISTER KENOTARIATAN
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2018
i
HALAMAN JUDUL
IMPLIKASI HUKUM PENGENDALIAN DAMPAK LINGKUNGAN
DALAM PEMBANGUNAN PERUMAHAN
DI KABUPATEN GOWA
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar Magister
Program Studi Magister Kenotariatan
Disusun dan diajukan oleh :
ANDI HUSNUL KHATIMAH
P3600215052
Kepada :
PROGRAM STUDI MAGISTER KENOTARIATAN
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2018
ii
iii
PERNYATAAN KEASLIAN TESIS
Yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : ANDI HUSNUL KHATIMAH
NIM : P3600215052
Program Studi : Magister Kenotariatan
Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah (Tesis) dengan judul :
IMPLIKASI HUKUM PENGENDALIAN DAMPAK LINGKUNGAN DALAM
PEMBANGUNAN PERUMAHAN DI KABUPATEN GOWA Menyatakan
dengan sebenarnya bahwa tesis yang saya tulis ini benar-benar
merupakan hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambilalihan
tulisan atau pemikiran orang lain. Apabila di kemudian hari terbukti atau
dapat dibuktikan bahwa sebagian atau keseluruhan tesis ini hasil karya
orang lain, saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.
Makassar, 4 Oktober 2017
Yang Menyatakan
ANDI HUSNUL KHATIMAH
iv
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil’alaamiin puji syukur penulis panjatkan kepada
Allah SWT atas segala rahmat dan nikmat-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan tesis ini. Tak lupa pula shalawat serta salam terhatur
kepada Nabi Muhammad SAW yang menjadi suri tauladan dalam
perjuangan menegakkan kebenaran dan kejujuran di muka bumi ini. Saya
merasa pada mulanya penyusunan tesis ini terasa sangat berat untuk
memulai dan mengerjakan, namun berkat bimbingan dan petunjuk-Nya
akhirnya tesis dengan judul “Implikasi Hukum Pengendalian Dampak
Lingkungan dalam Pembangunan Perumahan di Kabupaten Gowa” dapat
juga saya selesaikan.
Terima kasih yang tak terhingga kepada kedua orang tua saya
Bapak Dr. Ir. H. Andi Tamsil, M.S. dan Ibu Dr. Hj. Hasnidar Yasin, M.S.
atas doa yang tidak pernah putus dan dukungan serta segala kebaikan
mereka yang sampai kapanpun takkan pernah bisa untuk terbalaskan dan
suami Zulkifli Chairil Anwar, S.H., Anak Zivara Macca Zulkifli dan
Muhammad Riyoku Kasyfu atas doa restu dan senantiasa memberi kasih
sayang dan dukungan yang tiada henti dalam penyelesaian tesis ini.
Saya sadar bahwa dari segi kualitas, tesis ini masih belum
sempurna mengingat keterbatasan ilmu pengetahuan yang saya miliki.
Oleh karena itu, dengan senang hati dan tangan terbuka saya menerima
kritikan dan masukan yang bersifat membangun demi perbaikan dan
v
kesempurnaan tesis ini. Selanjutnya saya ingin menyampaikan juga rasa
hormat dan terima kasih kepada :
1. Ibu Prof. Dr. Dwia Aries Tina Pulubuhu, M.A, selaku Rektor
Universitas Hasanuddin.
2. Bapak Prof. Dr. Ir. Junaedi Muhidong. M. Sc, selaku Wakil Rektor
Bidang Akademik
3. Bapak Prof. Dr. Syamsul Bachri, S.H., M.H. Wakil Rektor Bidang
Administrasi Umum, keuangan dan sumber daya
4. Bapak Dr. Ir. Abdul Rasyid M.Si selaku Wakil Rektor bidang
Kemahasiswaan dan Alumni
5. Bapak Prof. dr. Budu, Ph.D, SPM(K) selaku Wakil Rektor Bidang
Perencanaan dan pengembangan Kerjasama
6. Bapak Prof. Dr. Muhammad Ali, S.E., M.Si, selaku Dekan Sekolah
Pascasarjana Universitas Hasanuddin.
7. Ibu Prof Dr. Farida Pattitingi, S.H., M.Hum, selaku Dekan Fakultas
Hukum Universitas Hasanuddin,
8. Bapak Prof. Dr. Ahmadi Miru, SH.,M.H. selaku Wakil Dekan Bidang
Akademik dan Pengembangan
9. Bapak Dr. Syamsuddin Muchtar,SH.,M.H. selaku Wakil Dekan
Bidang Perencanaan dan Keuangan
10. Bapak Prof. Dr. Hamzah Halim,S.H.,M.H. Wakil Dekan Bidang
Kemahasiswaan dan Alumni
11. Ibu Dr. Nurfaidah Said, S.H., M.H., M.Si, selaku Ketua Program
vi
Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas
Hasanuddin.
12. Bapak Prof Dr. M. Yunus Wahid, S.H., M.H, dan ibu Dr. Sri
Susyanti Nur, S.H., M.H selaku penasehat dalam penulisan tesis ini
yang telah bersedia meluangkan waktunya dan memberikan
bantuan dalam materi tesis serta memberikan banyak pengetahuan
bagi penulis selama penulisan tesis ini.
13. Bapak Prof. Dr. Irwansyah, S.H., M.H., Ibu Prof. Dr. Farida Patittingi
,S.H., M.Hum., dan Bapak Dr. Anshori Ilyas S.H., M.H. selaku
penguji penulis yang telah memberikan banyak masukan-masukan
dan arahan dalam penyusunan tesis ini.
14. Bapak dan Ibu dosen Program Magister Kenotariatan Fakultas
Hukum Universitas Hasanuddin, yang dengan tulus ikhlas
memberikan ilmu pengetahuan dan pengalaman yang dimilikinya
selama perkuliahan berlangsung sehingga memberikan banyak
manfaat bagi penulis baik untuk saat ini maupun dimasa
mendatang.
15. Seluruh staf dan karyawan akademik Fakultas Hukum Universitas
Hasanuddin.
16. Teman-teman Mahasiswa Kenotariatan Fakultas Hukum
Universitas Hasanuddin khususnya Angkatan 2015 (KOMPARISI),
terima kasih atas kebersamaan dan persaudaraannya selama ini.
17. Sahabat-sahabat tercinta di Magister Kenotariatan Kak Nelly, Ummi
vii
Uche, Kak Tari, Kak Arini Prisillah, Kak Arini Pratiwi, Kak Dio, Zilva,
Dewi, Dila, Wadje, Noe, Yusi, Ifanny yang telah menjadi keluarga
penulis.
Akhir kata penulis berharap semoga tesis ini bermanfaat bagi
pengembangan ilmu pengetahuan dan menambah kepustakaan di bidang
Kenotariatan serta berguna bagi masyarakat yang bernilai jariyah. Aamiin
Ya Rabbal’alaamiin. Terima kasih.
Makassar, 7 Desember 2017
Andi Husnul Khatimah
viii
ABSTRAK
ANDI HUSNUL KHATIMAH. Implikasi Hukum Pengendalian Dampak Lingkungan Dalam Pembangunan Perumahan Di Kabupaten Gowa dibimbing oleh Yunus Wahid dan Sri Susyanti Nur.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis ketentuan hukum tentang pembangunan perumahan dalam mencegah terjadinya dampak lingkungan hidup di kabupaten Gowa dan pengendalian dampak lingkungan hidup akibat pembangunan perumahan di Kabupaten Gowa
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian normatif empiris dengan teknik pengumpulan data melalui wawancara yaitu dialog langsung berupa tanya jawab dan studi dokumen yaitu dengan melakukan pencatatan data secara langsung dari dokumen yang isinya berkaitan dengan masalah penelitian, yaitu peraturan perundang-undangan, buku-buku, makalah, jurnal, hasil seminar, dan situs internet.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: 1) Pemerintah Daerah Kabupaten Gowa menerbitkan ketentuan hukum tentang prosedur penyerahan prasarana, sarana, dan utilitas umum perumahan dan pengaturan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sebagai bentuk pencegahan terjadinya dampak lingkungan hidup. Selain itu pencegahan dampak lingkungan hidup yang dilakukan oleh pihak pengembang yaitu pada site planya melampirkan pembuatan drainase, menerbitkan IPAL dan menyediakan 40% RTH., 2) Pembangunan perumahan yang dilakukan oleh pihak pengembang wajib memiliki izin lingkungan, dimana izin lingkungan dapat diberikan jika usaha pembagunan perumahan tersebut memiliki UKP-UPL atau Amdal. Selain itu sebelum melakukan pembangunan perumahan, pihak pengembang juga diwajibkan memiliki izin pemanfaatan
Kata kunci : Lingkungan hidup, perumahan, perizinan.
ix
ABSTRACT
ANDI HUSNUL KHATIMAH. Legal Implications for Controlling Environmental Impacts in Housing Development In Kabupaten Gowa supervised by Yunus Wahid and Sri Susyanti Nur. This study aims to analyze the legal provisions on housing construction in preventing the occurrence of environmental impacts in Gowa district and control of environmental impacts due to housing construction in Gowa Regency This research is done by using empirical normative research method with data collection technique through interview that is direct dialog in the form of question and answer and document study that is by recording data directly from document which its contents related to research problem, that is legislation, books, papers, journals, seminar results, and internet sites. The results of this study indicate that: 1) The Regional Government of Gowa Regency issues legal provisions on the procedures for the handover of public housing infrastructure, facilities and public utilities and regulation of environmental protection and management as a form of prevention of environmental impacts. In addition, the prevention of environmental impacts undertaken by the developer is on planya site enclosing drainage, issuing WWTP and providing 40% RTH., 2) Housing development undertaken by the developer must have an environmental permit, where the environmental permit can be granted if the development effort the housing has UKP-UPL or Amdal. In addition, prior to building housing, the developers are also required to have a permit of utilization Keywords: Environment, housing, licensing
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN ............................................................... ii
PERNYATAAN KEASLIAN .................................................................. iii
KATA PENGANTAR ............................................................................ iv
ABSTRAK ............................................................................................ vii
DAFTAR ISI ......................................................................................... ix
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ............................................................ 1
B. Rumusan Masalah ..................................................................... 8
C. Tujuan Penelitian ....................................................................... 8
D. Manfaat Penelitian ..................................................................... 8
E. Orisinalitas Penelitian ................................................................. 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Tentang Perizinan ............................................ 11
1. Pengertian dan Tujuan perizinan .......................................... 11
2. Persyaratan dan Prosedur Penerbitan Izin ............................ 16
B. Tinjauan Umum tentang Perumahan dan Permukiman .............. 21
C. Landasan Teoretis ..................................................................... 34
1. Teori Kewenangan ............................................................... 34
2. Teori Perlindungan Konsumen ............................................. 39
3. Teori Pembangunan Berwawasan Lingkungan .................... 45
xi
D. Kerangka Pikir ............................................................................ 50
E. Defenisi Operasional .................................................................. 51
BAB III METODE PENELITIAN
A. Lokasi Penelitian ........................................................................ 53
B. Tipe Penelitian ........................................................................... 53
C. Jenis dan Sumber Data .............................................................. 53
D. Populasi dan Sampel .......................... 54
E. Pengumpulan Data .................................................................... 54
F. Analisis Data .............................................................................. 55
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Ketentuan hukum pembangunan perumahan dalam mencegah
terjadinya dampak lingkungan hidup di Kabupaten Gowa .......... 56
B. Pengendalian Dampak lingkungan hidup akibat pembangunan
perumahan di Kabupaten Gowa ................................................ 82
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan .......................................................................... 103
B. Saran ................................................................................... 104
DAFTAR PUSTAKA
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Penggunaan tanah harus disesuaikan dengan keadaan dan sifat
haknya sehingga bermanfaat bagi kesejahteraan bagi masyarakat
sehingga kepentingan masyarakat dan kepentingan perseorangan harus
saling mengimbangi hingga tercapainya tujuan pokok, yaitu kemakmuran,
keadilan dan kebahagian bagi rakyat seluruhnya.
Dalam arti pelaksanaan pembangunan harus sesuai dengan
substansi yang akan dituju secara terpadu berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Dalam Pasal 33 ayat (3) Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya
disingkat UUD NRI 1945) disebutkan bahwa”Bumi dan air dan kekayaan
alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan
dipergunakan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. ”Sebagai salah satu
bentuk realisasi dari Pasal 33 ayat (3) UUD NRI 1945 dituangkan dalam
Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan
Dasar Pokok-Pokok Agraria (selanjutnya disingkat UUPA), yaitu Negara
diberi wewenang untuk mengatur dan menyelenggarakan peruntukan,
penggunaan, persediaan dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa.
Lebih lanjut dalam Pasal 14 UUPA dijelaskan bahwa untuk mencapai
apa yang menjadi cita-cita bangsa, maka Pemerintah membuat suatu
2
Rencana Umum mengenai persediaan, peruntukan dan penggunaan
bumi, air dan ruang angkasa untuk berbagai kepentingan hidup rakyat dan
negara. Rencana Umum yang dibuat Pemerintah meliputi seluruh wilayah
Indonesia danPemerintah Daerah mengatur persediaan, peruntukan dan
penggunaan tanah di wilayah sesuai dengan kondisi daerah masing-
masing dengan Peraturan Daerah. Oleh karena itu perwujudan
penggunaan dan pemanfaaatan tanah agar optimal harus menyesuaikan
dengan Rencana Tata Ruang Wilayah, maka untuk kesesuaian kebutuhan
akan tanah telah diterbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2004
tentang Penatagunaan Tanah (selanjutnya disingkat PP Penatagunaan
Tanah) dan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan
Ruang (selanjutnya disingkat UU Penataan Ruang).
Industri properti khususnya perumahan merupakan salah satu
kegiatan usaha yang semakin hari semakin bertumbuh. Ini dibuktikan
dengan semakin banyaknya perumahan-perumahan yang bermunculan.
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan
Pemukiman (selanjutnya disingkat UUPKP) mendefenisikan Kawasan
Perumahan dan Kawasan Permukiman adalah bagian dari lingkungan
hidup diluar kawasan lindung, baik berupa kawasan perkotaan maupun
pedesaan, yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau
lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung prikehidupan
dan penghidupan. Perumahan dan Kawasan Permukiman adalah satu
kesatuan sistem yang terdiri atas pembinaan, penyelenggaraan
3
perumahan, penyelenggaraan kawasan Perumahan dan Kawasan
Permukiman, pemeliharaan dan perbaikan, pencegahan dan peningkatan
kualitas terhadap perumahan kumuh dan pemukiman kumuh, penyediaan
tanah, pendanaan dan sistem pembiayaan, serta peran masyarakat.
Pertumbuhan penduduk dan perkembangan pembangunan
khususnya perumahan akan memberi dampak kepada peningkatan
kebutuhan akan tanah. Hal ini ternyata dihadapkan pada permasalahan-
permasalahan dalampenggunaan dan pemanfaatan tanah. Salah satu
permasalahan yang ditimbulkan adalah ketika kegiatan usaha
pembangunan perumahan telah beroperasi dan dalam pelaksanaannya
telah terjadi dampak lingkungan hidup1 yang mengarah pada terjadinya
kerusakan lingkungan hidup padahal sebelum memulai usahanya pihak
pengembang telah memiliki izin lingkungan. Industri properti yang tumbuh
pesat di Sulawesi Selatan, menimbulkan dampak negatif pada lingkungan
sekitar kawasan perumahan.
Sebagai bentuk komitmen Pemerintah Kabupaten Gowa terhadap
pengelolaan ruang kota yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan,
pada tahun 2012 telah terbit Peraturan Daerah Kabupaten Gowa Nomor
15 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Gowa
Tahun 2012-2032.
Dalam Peraturan Daerah Kabupaten Gowa Nomor 15 Tahun 2012
tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Gowa Tahun 2012-
1Pasal 1 angka 26 UUPPLH,Dampak lingkungan hidup adalah pengaruh perubahan pada lingkungan hidup yang diakibatkanoleh suatu usaha dan/atau kegiatan
4
2032 dikatakan bahwa tujuan penataan ruang Kabupaten Gowa adalah
untuk mewujudkan ruang wilayah Kabupaten Gowa yang terkemuka,
aman, nyaman, produktif, berkelanjutan, berdaya saing dan maju dibidang
pertanian, industri, jasa, perdagangan dan wisata melalui inovasi,
peningkatan kualitas sumber daya manusia secara berkelanjutan, dan
mendukung fungsi Kawasan Strategis Nasional (selanjutnya disingkat
KSN) Perkotaan Mamminasata.
Terdapat kawasan perumahan yang tidak memperhatikan aspek
lingkungan dalam hal pengelolaan limbah yang pada akhirnya
menimbulkan pencemaran lingkungan. Salah satunya Perumahan X di
Jalan Hertasning Baru perbatasan Kabupaten Gowa dan Kota Makassar,2
hal ini dibenarkan oleh pihak Pemerintah Daerah Kabupaten Gowa Dinas
Lingkungan Hidup bahwasanya terdapat perumahan yang dibangun oleh
pihak pengembang yang tidak memiliki saluran limbah dari perumahan
yang dibangun. Limbah cair yang tidak dikelola akan menimbulkan
dampak pada perairan. Pengelolaan limbah cair dimaksudkan untuk
meminimalkan limbah yang terjadi, serta untuk menghilangkan atau
menurunkan kadar bahan pencemar yang terkandung di dalam perairan.
Kasus Perumahan X pada dasarnya tidak sesuai dengan yang
diamanahkan oleh peraturan perundang-undangan sebagaimana telah
ditentukan dalam Pasal 2 huruf K UU PKP menentukan bahwa
2http://skornews.com/skor-perumahan-citraland-celebes-dibangun-tanpa-izin.html
diakses pada tanggal 18 Agustus 2017
5
Perumahan dan kawasan permukiman diselenggarakan dengan
berasaskan kelestarian dan keberlanjutan. Dalam penjelasan Pasal 2
huruf K UU PKP dijelaskan bahwa
Yang dimaksud dengan “asas kelestarian dan keberlanjutan”adalah memberikan landasan agar penyediaan perumahan dan kawasan permukiman dilakukan dengan memperhatikan kondisi lingkungan hidup, dan menyesuaikan dengan kebutuhan yang terus meningkat sejalan dengan laju kenaikan jumlah penduduk dan luas kawasan secara serasi dan seimbang untuk generasi sekarang dan generasi yang akan datang.
Dan juga dalam UU Penataan Ruang telah ditentukan bahwa
Pengaturan perlindungan dan pemanfaatan lingkungan hidup diatur
dengan baik, Pasal 3 UU Penataan Ruang
Penyelenggaraan penataan ruang bertujuan untuk mewujudkan ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan berlandaskan Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional dengan:
a. terwujudnya keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan
b. terwujudnya keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan sumber daya buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia; dan
c. terwujudnya pelindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang
Pembangunan dan pemberdayaan yang tidakmemberikan perhatian
serius terhadap lingkungan justru akan menghasilkan anti pembangunan
dan anti pemberdayaan. Terlebih lagi, perlindungan terhadaplingkungan
juga terkait erat dengan pemenuhan hak asasi manusia.3Undang-Undang
3Pan Mohamad Faiz, Perlindungan terhadap Lingkungan dalam Perspektif
Konstitusi Jurnal Konstitusi, Volume 13, Nomor 4, Desember 2016, h. 767.
6
Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan Dan Pengelolaan
Lingkungan hidup (selanjutnya disingkat UUPPLH) sebagai regulasi yang
mengatur tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
UUPPLH memberikan penguatan prinsip-prinsip perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup yang didasarkan pada tata kelola
pemerintahan yang baik karena dalam setiap proses perumusan dan
penerapan instrumen pencegahan pencemaran dan kerusakan lingkungan
hidup serta penanggulangan dan penegakan hukum mewajibkan
pengintegrasian aspek transparansi, partisipasi, akuntabilitas, dan
keadilan.
Pasal 1 angka 2 UUPPLH menentukan
Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya sistematis dan terpadu yangdilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan hukum.
Berdasarkan ketentuan diatas maka dapat ditarik benang merahnya
bahwa setiap pengembang perumahan4 dalam membangun perumahan
wajib menjaga kelestarian lingkungan sehingga bagi pengembang di
wajibkan memiliki izin lingkungan sebelum memulai kegiatan usaha
pembangunan perumahan. Menurut Soemarwoto, perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup dapat diartikan sebagai usaha secara sadar
4 Pengembang perumahan merupakan pelaku usaha yang bergerak dibidang pelaksanaan perumahan dan kawasan permukiman. Pengembang perumahan yang dimaksud dalam undang-undang Perumahan dan Kawasan Permukiman adalah pelaku usaha berbadan hukum yang didirikan oleh warga negara Indonesia yang kegiatannya dibidang penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman
7
untuk memelihara atau memperbaiki mutu lingkungan hidup agar
kebutuhan dasar kita dapat terpenuhi dengan sebaik-baiknya.5 Sehingga
setiap kegiatan usaha diwajibkan memiliki izin lingkungan6 sebelum
memulai kegiatan usahanya..
Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup pada hakikatnya
adalah penerapan prinsip-prinsip ekologi dalam kegiatan manusia
terhadap dan atauyang berdimensi lingkungan hidup. Seperti diketahui,
bahwa masalah lingkungan hidup adalah masalah ekologi, khususnya
ekologi manusia yang intinya terletak pada interaksi manusia dengan
lingkungan hidupnya. Hukum lingkungan sebagai salah satusarana
penunjang dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dalam
arti modern, merupakan hukum yang berorientasi dan berguru pada
ekologi sehingga sifat dan hakikatnya lebih mengikuti sifat dan hakikat
lingkungan hidup itu sendiri.7
5A.M. Yunus Wahid, 2014, Pengantar Hukum Lingkungan, Arus Timur, Makassar.
h. 181. 6 Pasal 1 angka 35 menentukan “Izin lingkungan adalah izin yang diberikan kepada
setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan yang wajib amdal atau UKL-UPL dalam rangka perlindungan dan pengelolaan lingkunganhidup sebagai prasyarat untuk memperoleh izinusaha dan/atau kegiatan.
7A.M.Yunus Wahid, 2011, Prinsip Dan Karakter Hukum Lingkungan(Bagian dari hasil penelitian/Disertasi, 2006 dengan penyesuaian seperlunya) Oleh Jurnal Ilmiah Hukum “Ishlah”, Vol.13, No. 2, Mei-Agustus, h. 8 .
8
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah relevansi ketentuan hukum pembangunan
perumahan dalam mencegah terjadinya dampak lingkungan
hidup di Kabupaten Gowa ?
2. Bagaimanakah pengendalian dampak lingkungan hidup akibat
pembangunan perumahan di Kabupaten Gowa ?
C. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui dan memahami relevansi ketentuan hukum tentang
pembangunan perumahan dalam mencegah terjadinya dampak
lingkungan hidup di Kabupaten Gowa.
2. Mengetahui dan memahami pengendalian dampak lingkungan
hidup akibat pembangunan perumahan di Kabupaten Gowa.
D. Manfaat Penelitian
Melalui penelitian ini, diharapkan dapat memberikan manfaat secara
teoretis dan praktis, yaitu sebagai berikut:
1. Penelitian ini diharapkan memberikan sumbangsih positif dalam
perkembangan teori hukum mengenai pembangunan
perumahan yang berdampak pada lingkungan hidup.
2. Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan kontribusi
positif dalam praktik hukum di Indonesia terutama mengenai
peningkatan pemahaman terhadap relevansi ketentuan hukum
tentang dampak lingkungan hidup akibat pembangunan
perumahan di Kabupaten Gowa dan pengendalian dampak
9
lingkungan hidup akibat pembangunan perumahan di
Kabupaten Gowa.
E. Orisinalitas penelitian
Sebagai pembanding dari penelitian yang peneliti lakukan,
dapat diajukan 3 (tiga) judul yang berkaitan, yang diperoleh dengan
cara pencarian melalui internet. Adapun judul-judul tersebut yang
dimaksud adalah sebagai berikut :
1. Tesis, Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) Dalam
Pengelolaan Sampah Kota (Studi Akses Masyarakat dalam
AMDAL di Lokasi TPA Ngronggo Salatiga) oleh Sulistyowati
Kharisma, Program Pascasarjana niversitas Muhammadiyah
Surakarta 2006. Dengan rumusan pertama, bagaimana analisis
mengenai dampak lingkungan terhadap sistem
pengelolaansampah di lokasi TPA Ngronggo Salatiga dan
bagaimana keterlibatan dan peran serta masyarakat sekitar
lokasi TPA Ngronggo Salatiga dalam sistem pengelolaan
sampah di TPA yang sesuaidengan ketentuan analisis
mengenai dampak lingkungan
2. Tesis Efektivitas Pelaksanaan Amdal Dan UKL-UPL Dalam
Pengelolaan Lingkungan HidupDi Kabupaten Kudus. Penelitian
ini dilakukan oleh Nunung Prihatining Tias Program Magister
Ilmu Lingkungan Program Pascasarjana Universitas
Diponegoro Semarang 2009. Dengan rumusan masalah
10
pertama, bagaimana pelaksanaan AMDAL dan UKL UPL di
suatu perusahaan yang telah memiliki dokumen lingkungan dan
bagaimana keterlibatan masyarakat sekitar industri dalam
pelaksanaan pengelolaan dan pemantauan lingkungan.
3. Tesis Tinjauan Hukum Terhadap Kebijakan Pemerintah Dalam
Pembangunan Perumahan Bagi Masyarakat Berpenghasilan
Rendah oleh Nelly Program Studi Magister Kenotariatan
Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin 2017. Dengan
Rumusan Masalah bagaimanakah kebijakan pemerintah dalam
mengimplementasikan pembangunan perumahan masyarakat
berpenghasilan rendah dan bagaimanakah implementasi
pembangunan perumahan masyarakat berpenghasilan rendah
di daerah.
Berdasarkan ketiga judul dan rumusan masalah yang diajukan
tersebut di atas, ternyata terdapat perbedaan dengan permasalahan
yang akan dibahas pada penelitian ini. Oleh karena itu, penelitian ini
terdapat kebaharuan yang dapat melengkapi penelitian yang telah
dilakukan terdahulu.
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Tentang Perizinan
1. Pengertian dan Tujuan Perizinan
Izin (vergunning) adalah suatu persetujuan dari penguasa
berdasarkan undang-undang atau peraturan pemerintah untuk dalam
keadaan tertentu menyimpang dari ketentuan-ketantuan larangan
peraturan perundang-undangan. Izin dapat juga diartikan sebagai
dispensasi atau pelepasan/pembebasan dari suatu larangan.8Adapun
pengertian perizinan adalah salah satu bentuk pelaksanaan fungsi
pengaturan dan bersifat pengendalian yang dimiliki oleh pemerintah
terhadap kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat. Perizinan
dapat berbentuk pendaftaran, rekomendasi, sertifikasi, penentuan kuota
dan izin untuk melakukan sesuatu usaha yang biasanya harus dimiliki
atau diperoleh suatu oraganisasi perusahaan atau seseorang sebelum
yang bersangkutan dapat melakukan suatu kegiatan atau tindakan.9
Sebelum menyampaikan beberapa definisi izin dari para pakar,
terlebih dahulu dikemukakan beberapa istilah lain yang sedikit banyak
memiliki kesejajaran dengan izin, yaitu dispensasi, konsensi dan lisensi.
Dispensasi ialah putusan administrasi negara yang membebaskan suatu
perbuatan dari kekuasaan peraturan yang menolak perbuatan
8Adrian Sutedi, 2011, Hukum Perizinan Dalam sektor Pelayanan Publlk, Sinar Grafika, Jakarta, h. 167-168.
9Ibid.
12
tersebut.WF. Prins mengatakan bahwa dispensasi adalah tindakan
pemerintahan yang menyebabkan suatu peraturan undang-undang
menjadi tidak berlaku lagi sesuatu hal yang istimewa (relaxation legis).
Menurut Ateng Syarifudin, dispensasi bertujuan untuk menembus
rintangan yang sebetulnya secara normal tidak diizinkan, jadi dispensasi
berarti menyisihkan pelarangan dalam hal khusus (relaxatie legis). Lisensi
adalah sutau izin yang memberikan hak untuk menyelenggarakan suatu
perusahaan. Lisensi digunakan untuk menyatakan suatu izin yang
memperkenankan seseorang untuk menjalankan suatu perusahaan
dengan izin khusus atau istimewa. Sementara itu, konsesi merupakan
suatu izin berhubungan dengan pekerjaan yang besar dimana
kepentingan umum terlibat erat sekali sehingga sebenarnya pekerjaan itu
menjadi tugas dari pemerintah, tetapi oleh pemerintah diberikan hak
penyelenggaraannya kepada konsesionaris (pemegang izin) yang bukan
pemerintah. Sesudah mengetahui pengertian dispensasi, konsensi dan
lisensi, dibawah ini akan disampaikan beberapa definisi Izin.
Pada Kamus Hukum, Izin (Vergunning) dijelaskan sebagai
‘Overheidstoestemming door wet of verodening varies gasteld voor tal van
handeling waarop in het algemen belang special toezicht vereist is maat
die, in het algemen, niet als onwenselijk worden beschouwd’10
(perkenaan/izin dari pemerintah berdasarkan undang-undang atau
peraturan pemerintah yang disyaratkan untuk perbuatan yang pada
10S.J Fockema Andreae, Rechtsgleerd Handwoordenbook, Tweede Drunk, J.B Wolter Uitgeverrsmaatshappij N.V, Groningen, 1951, Dikutip dari Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2007, hlm. 25
13
umumnya memerlukan pengawasan khusus, tetapi yang pada umumnya
tidaklah dianggap sebagai hal-hal yang sama sekali tidak dikehendaki).
E.Utrech mengatakan bahwa bila pembuat peraturan umumnya tidak
melarang suatu perbuatan, tetapi masih juga memperkenankannya asal
saja diadakan secara yang ditentukan untuk masing-masing hal konkret,
keputusan administrasi negara yang memperkenankan perbuatan tersebut
bersifat suatu izin (vergunning).11Bagir Manan Menyebutkan bahwa izin
dalam arti luas berarti suatu persetujuan dari penguasa berdasarkan
peraturan perundang-undangan untuk memperbolehkan melakukan
tindakan atau perbuatan tertentu yag dilarang.12
N.M Spelt dan J.B.J.M Ten Berge berpendapat bahawa izin adalah
suatu peresetujuan dari penguasa berdasarkan undang-undang atau
peraturan pemerintah untuk dalam keadaan tertentu menyimpang dari
ketentuan ketentuan larangan perundangan.13N.M Spelt dan J.B.J.M Ten
Berge membagi pengertian izin dalam arti luas dan sempit. Dalam arti luas
izin adalah perkenaan dari pengusasa untuk orang yang memohonya
untuk melakukan tindakan-tindakan tertentu yang demi kepentingan
umum mengharuskan pengawasan khusus atasnya sedangkan dalam arti
sempit izin adalah sutau tindakan dilarang terkecuali diperkenankan
dengan tujuan agar dalam ketentuan-ketentuan yang disangkutkan
11E.Utrecht, Loc. Cit. 12Bagir Manan, 1995, Ketentuan-Ketantuan Mengenai Peraturan Penyelenggaran
Hak Kemerdekaan Berkumpul Ditinjau dari Prespektif UUD 1945, Makalah, Tidak dipublikasikan, jakarta, h. 8.
13Philipus M.Hadjon (Penyuting), N.M Spelt dan J.B.J.M Ten Berge, 1993, Pengantar Hukum Perizinan, Yuridika, Surabaya, h. 2.
14
dengan perkenaan dapat dengan teliti diberikan batas-batas tertentu bagi
tidap kasus. Penerbitan izin persoalannya bukan hanya memberi
perkenaan dalam keadaan-keadaan yang sangat khusus tetapi agar
tindakan-tindakan yang diperkenankan dilakukan dengan cara tertentu
(dicantumkan dalam keadaan ketentuan-ketantuan). Adapun tujuan izin
dalam arti sempit adalah mengatur tindakan-tindakan yang oleh pembuat
undang-undang tidak seharsunya dianggap tercela, namun dimana ia
menginginkan dapat melakukan pengawasan sekedarnya.14
Philipus M.Hadjon tidak memberikan pengertian tegastentang izin
tetapi hanya menyatakan bahwa izin merupakan keputusan dalam praktek
pemerintahan dalam rangka ketentuan larangan yang ditentukan undang-
undang untuk mengendalikan masyarakat.15 Philipus M.Hadjon juga
menyatakan bahwa izin merupakan keputusan dalam praktek
pemerintahan yang memberikan keuntungan karena pemegang izin
diperbolehkan berbuat tidankan-tindakan tertentu.16Tatiek Sri Djamiati
dalam disertasinya memberikan penjelasan hampir sama, Tatiek Sri
Djimiati berpendapat bahwa izin merupakan instrumen yang biasa dipakai
didalam bidang hukum administrasi, yang dimaksudkan untuk
mempengaruhi warganya agar supaya mau mengikuti cara yang
dianjurkan guna mencapai tujuan konkrit.17Suparto Wijoyo memberikan
14Ibid, hlm.3 15Philipus M.Hadjon, dkk. 2002, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, Gajah
Mada University Press. Yogjakarta, h.126-129. 16Ibid, h.126-129. 17Tatiek Sri Djamiati, 2004, Prinsip Izin Usaha Industri di Indonesia, Disertasi,
Universitas Airlangga, Surabaya, 2004, h.1.
15
pendapat serupa mengenai izin yaitu izin merupakan “legal means” yang
terbanyak digunakan dalam hukum administratif. Pemerintah
mempergunakan izin, sebagai sarana yuridis untuk mengendalikan
tingkah laku para warga. Izin ialah persetujuan dari penguasa
berdasarkan peraturan perundang-undangan untuk dalam keadaan
tertentu menyimpang dari ketentuan-ketentuan larangan.18Berdasarkan
pendapat para sarjana diatas maka pengertian izin adalah:
1) Izin merupakan tindakan pemerintahan yang berdasarkan
Undang-Undang dan peraturan perundang-undangan.
2) Izin merupakan instrumen dalam hukum administrasi yang
betujuan mengatur kegiatan dalam kehidupan masyarakat
dalam suatu negara.
3) Izin merupakan persetujuan dari pemerintah untuk kegiatan
yang menurut undang-undang adalah dilarang.
4) Akibat hukum dari izin adalah memberikan keutungan bagi
pemohon izin yaitu warga negara untuk melakukan perbuatan
tertentu yang sebenarnya dilarang.
Tujuan dari perizinan dapat mengacu pada pendapat sarjana yaitu
N.M Spelt dan J.B.J.M Ten Berge.Menurut N.M Spelt dan J.B.J.MTen
Berge motif dari Izin adalah:19
18Suparto Wijoyo, 2004, hukum Lingkungan Mengenal Instrumen Hukum
Pengendalian Pencemaran Udara di Indonesia, Airlangga University Press, Surabaya, h. 38.
19Philipus M.Hadjon (Penyuting), N,M Spelt dan Ten Berge, Op.Cit, h. 4.
16
1) Keinginan mengarahkan (mengendalikan “sturen”) aktivitas-
aktivitas tertentu.
2) Mencegah bahaya bagi lingkungan (izin-izin lingkungan)
3) Keinginan untuk melindungi obyek tertentu (izin tebang, izin
membongkar pada monumen-menomumen)
4) Hendak membagi benda-benda yang sedikit (izin penghuni,
didaerah padat penduduk)
5) Pengarahan dengan menyeleksi orang-orang dan aktivitas-
aktivitas (izin berdasarkan “Drank-en Herecawel” dimana
pengurus harus memenuhi syarat-syarat teretntu)
Philipus M. Hadjon berdasarkan motif dari izin diatas menyatakan
bahwa tujuan dari izin adalah pada dasarnya membatasi kebebasan
individu atau membatasi penggunaan hak-hak dasar. Beliau menyatakan
pembatasan kebebasan individu tersebut hendaknya tidak melanggar
prinsip dasar negara hukum yaitu asas legalitas.20
2. Persyaratan dan Prosedur Penerbitan Izin
Pada umumnya permohonan izin harus menempuh prosedur tertentu
yang ditentukan oleh pemerintah, selaku pemberi izin. Disamping harus
menempuh prosedur tertentu, pemohon izin juga harus memenuhi
persyaratan-persyaratan tertentu yang ditentukan secara sepihak oleh
pemerintah atau pemberi izin. Prosedur dan persyaratan perizinan itu
berbeda-beda tergantung jenis izin, tujuan izin, dan instansi pemberi
20Philipus M.Hadjon, Fungsi Izin Pembatasan Hak-Hak Dasar Dan Asas-Asas Umum
Pemerintahan Yang Baik, Lampung, 2 mei 1995, h.3 dan h.14.
17
izin.21Syarat-syarat yang disertakan pada penerbitan izin pada hakikatnya
merupakan suatu inkonkrito yang sifatnya konstitutif, dalam arti bahwa
dalam penerbitan izin oleh alat perlengkapan administrasi negara yang
bersangkutan ditentukan suatu perbuatan tertentu dalam hal keadaan
kongkrit, yang apabila tidak dilakukan atau dilanggar dapat merupakan
alasan dijatuhkannya sanksi.22
Syarat-syarat disertakan pada penerbitan izin dan sebagainnya itu,
yang pada hakikatnya merupakan atauran hukum inkonkrito, dapat pula
merupakan suatu penilaian yang sifatnya kondisional dalam arti bahwa
penilaian tersebut baru dapat dilakukan apabila perbuatan yang
disyaratkan harus dilakukan itu terjadi. Dengan lain perkataan syarat-
syarat yang disertakan pada penerbitan izin dan sebagainya itu teryata
tidak dipenuhi.23Permasalahan yang dapat timbul dan sering dijumpai
dalam praktek, dan terutama dalam teori adalah bagaimana apabila
syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh alat-alat perlengkapan administrasi
negara dalam hal membuat suatu ketetapan administrasi itu mengalami
kekurangan yang bersifat yuridis.24
Hal tersebut diatas dapat menimbulkan akibat bahwa ketetapan
administrasi itu menjadi ketetapan tidak sah. Dikatakan dapat, oleh karena
ada ketetapan administrasi yang mengalami atau mengandung
kekurangan, bahkan kekurangan yang bersifat yuridis, namun ketetapan
21Ridwan HR, 2007, Hukum Administrasi Negara, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, h. 216-217.
22Soehino, 2000, Asas-Asas Hukum Tata Usaha Negara, Liberty, Yogyakarta, h.84. 23Ibid. 24Ibid. h. 98-99.
18
administrasi itu masih dapat dianggap sebagaisuatu ketetapan
administrasi sah.25Dengan demikian ada dua macam ketetapan
administrasi, yaitu:26
1) Ketetapan administrasi sah; dan
2) Ketetapan administrasi tidak sah
Mengenai akibat hukum ketetapan tidak sah (niet rechtsgelding
beschikking) dalam hukum administrasi, yaitu :
Nietig atau batal, dibagi menjadi 2 yaitu :
1) Neitig van rechtswege atau batal karena hukum.
2) Varnietigbaar atau dapat dibatalkan.
Selain mengenai prosedur dan persyaratan izin, penerbitan izin juga
harus memperhatikan asas-asas umum pemerintahan yang layak oleh
pemerintah daerah setempat. Asas-Asas umum pemerintahan yang layak
dapat dipahami sebagai asas-asas umum yang dijadikan sebagai dasar
dan tata cara dalam penyelenggaraan pemerintah itu menjadi baik, sopan,
adil, dan terhormat bebas dari kezaliman, pelanggaran peraturan,
tindakan penyalahgunaan wewenang, dan tindakan sewenang-wenang.
Berdasarkan penelitiannya, Jazim Hamidi menemukan pengertian AAUPB
berikut ini:27
a. AAUPB merupakan nilai-nilai etik yang hidup dan berkembang
dalam lingkungan hukum administrasi negara.
25Ibid. 26Ibid, h. 100. 27Ridwan HR. Op.cit, H. 247.
19
b. AAUPB berfungsi sebagai pegangan bagi pejabat administrasi
negara dalam menjalankan fungsinya, merupakan akat uji bagi
hakim administrasi dalam menilai tindakan administarsi negara
(yang berwujud penetapan/beschikking), dan sebagai dasar
pengajuan gugatan bagi pihak penggugat.
c. Sebagian besar dari AAUPB masih merupakan asas-asas yang
tidak tertulis, masih abstrak, dan dapat digali dalam praktik
kehidupan masyarakat.
d. Sebagian asas yang lain sudah menjadi kaidah hukum tertulis
dan terpencar dalam berbagai peraturan hukum positif.
Meskipun dari sebagian asas itu berubah menjadi kaidah hukum
tertulis, sifatnya tetap sebagai asas hukum. Pada awal kemunculannya,
AAUPB hanya dimaksudkan sebagai sarana perlindungan hukum
(rechtbesherming) dan bahkan dijadikan sebagai instrumen untuk
peningkatan perlindungan hukum (verhoogde rechtsbescherming) bagi
warga negara dan tindakan pemerintah. AAUPB selanjutnya dijadikan
sebagai dasar penilaian dalam peradilan dan upaya administrasi,
disamping sebagai norma hukum tidak tertulis bagi tindakan
pemerintahan.28Seiring dengan perjalanan waktu dan perubahan politik
Indonesia, asas-asas ini kemudian muncul dan dimuat dalam suatu
undang-undang, yaitu Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang
Penyelenggaraan Negara Yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi dan
28Ibid, h. 251.
20
nepotisme (KKN). Dengan format yang berbeda dangan AAUPB dari
negara belanda, dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999
disebutkan beberapa asas umum penyelenggaraan negara, yaitu sebagai
berikut:29
1) Asas kepastian hukum, yaitu asas dalam negara hukum
yang mengutamakan landasan peraturan perundang-
undangan, kepatutan, dan keadilan dalam setiap kebijakan
penyelenggaraan negara.
2) Asas tertib penyelenggaran negara, yaitu asas yang menjadi
landasan keteraturan, keserasian, dan keseimbangan dalam
pengendalian penyelenggara negara.
3) Asas kepentingan umum, yaitu asas yang mendahulukan
kesejahteraan umum dengan cara yang aspiratif, akomodatif
dan selektif.
4) Asas keterbukaan, yaitu asas yang membuka diri terhadap
hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar,
jujur, dan tidak diskriminatif tentang penyelenggaraan negara
dengan tetap memerhatikan perlindungan atas hak asasi
pribadi, golongan dan rahasia negara.
5) Asas akuntabilitas, yaitu asas yang menentukan bahwa
setiap kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan penyelenggara
negara harus dapat dipertanggungjawabkan kepada
29Ibid, h. 254-255.
21
masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan
tertinggi negara sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
B. Tinjauan Umum tentang Perumahan dan Permukiman
Perumahan merupakan kebutuhan dasar di samping pangan dan
sandang. Karena itu, untuk memenuhi kebutuhan akan perumahan yang
meningkat bersamaan dengan pertambahan penduduk diperlukan
penanganan dengan perencanaan yang saksama disertai keikutsertaan
dana dan daya yang ada dalam masyarakat. Setiap manusia dihadapkan
pada 3 (tiga) kebutuhan dasar, yaitu pangan (makanan), sandang
(pakaian), dan papan (rumah). Kebutuhan akan rumah sebagai tempat
tinggal atau human, baik di perkotaan maupun perdesaan terus meningkat
seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk. Pada dasarnya,
pemenuhan kebutuhan akan rumah sebagai tempat tinggal atau hunian
merupakan tanggung jawab masyarakat itu sendiri. Namun demikian,
pemerintah, pemerintah daerah dan perusahaan swasta yang bergerak
dalam bidang pembangunan perumahan diharapkan untuk dapat
membantu masyarakat dalam pemenuhan kebutuhan akan rumah sebagai
tempat tinggal atau hunian.30
Tujuan dibentuknya negara Republik Indonesia ditetapkan dalam
Alinea IV UUD NRI 1945, yaitu:
30Urip Santoso, 2014, Hukum Perumahan, Kencana Prenadamedia Group, Jakarta
hal.2
22
a. melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia;
b. memajukan kesejahteraanumum;
c. mencerdaskan kehidupan bangsa;
d. ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
Salah satu tujuan dibentuknya negara Republik Indonesia ialah me-
majukan kesejahtaraan umum. Untuk memajukan kesejahteraan umum
dilaksanakan pembangunan nasional, yang hakikatnya yaitu pemba-
ngunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh rakyat
Indonesia dan pembangunan seluruh rakyat Indonesia yang menekankan
pada keseimbangan pembangunan kemakmuran lahiriah dan kepuasan
batiniah. Pasal 28H Ayat (1) UUD NRI 1945 menegaskan bahwa: "Setiap
orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan
mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak
mendapatkan pelayanan kesehatan." Rumah sebagai tempat tinggal
mempnnyai peran yang strategis dalam pembentukan watak dan
kepribadian bangsa sebagai salah satu upaya membangun manusia
Indonesia seutuhrya, berjati diri, mandiri, dan produktif sehingga
terpenuhinya tempat tinggal merupakan kebutuhan dasar bagi setiap
manusia, yang akan terus ada dan berkembang sesuai dengan tahapan
atau siklus kehidupan manusia
23
Sebagai salah satu kebutuhan dasar manusia, idealnya rumah harus
dimiliki oleh setiap keiuarga, terutama bagi masyarakat yang
berpenghasilan rendah dan masyarakat yang tinggal yang padat
penduduk di perkotaan. Negara juga bertanggung jawab menyediakan
dan mem- berikan kemudahan dalam perolehan rumah bagi masyarakat
melalui penyelenggaraan perumahan serta keswadayaan masyarakat.
Komarudin menyatakan bahwa perumahan merupakan salah sftu
kebutuhan dasar manusia dan faktor penting dalam peningkatan harlat
dan martabat manusia. Dalam rangka memenuhinya, perlu diperhatikar.
kebijaksanaan umurn pembangunan perumahan, kelembagaan, masalah
pertanahan, pembiayaan, dan unsur-unsur penunjang pembangunan
perumahan.31 Masalah pertanahan menjadi salah satu faktor yang harus
di perhatikan dalam pembangunan perumahan disebabkan pada dasarnya
Perumahan dibangun di atas tanah dengan status tanah tertentu.
Pembangunan perumahan ditujukan agar setiap keluarga menempati
rumah yang layak dalam lingkungan yang sehat, aman, serasi, dar.
teratur. Rumah yang layak adalah bangunan rumah yang sekurang
kurangnya memenuhi persyaratan keselamatan bangunan dan kecukupan
minimum luas bangunan serta kesehatan penghuninya. Lingkungan yang
sehat, aman, serasi, dan teratur merupakan lingkungan yang memenuhi
persyaratan penataan ruang, persyaratan penggunaan tanah,
31Ibid. h. 3.
24
penguasaan hak atas tanah, dan kelayakan prasarana dan sarana
lingkungannya.32
Dalam pembangunan perumahan diperlukan peraturan perundang-
undangan yang menjadi dasar hukum, kebijakan, arahan, dan pedoman
dlalam pelaksanaan pembangunan perumahan dan menjadi dasar hukum
dalam penyelesaian masalah, kasus, dan sengketa di bidang perumahan.
Pembangunan perumahan oleh siapa pun harus mengikuti
ketentuan-ketentuan yang ditetapkan oleh peraturan perurdang-undangan
sehingga tidak menimbulkan masalah, sengketa, dan kerugian. Pada
mulanya, ketentuan mengenai perumahan diatur dalam Undang-Undang
Nomor 41 Tahun 1964 tentang Peraturan Pemerintah peganti Undang-
Undang Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1962 tentang Pokok-pokok
Perumahan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1962 Nomor
40, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2476)
menjadi undang-undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1964 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
2611). Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1964 dinyatakan tidak berlaku
oleh Undang-Undang No. 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan
Permukiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor
23, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3469).
Undang-Undang No. 4 Tahun 1992 dinyatakan tidak berlaku oleh Undang-
Undang No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan
32Ibid.
25
Permukiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor
7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5188).
Pada saat ini, ketentuan mengenai perumahan diatur dalam Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan
Permukiman, diundangkan pada tanggal 12 Januari 2011. Berdasarkan
Pasal 166 UU PKP, "Pada saat undang-undang ini mulai berlaku, Undang-
Undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 23, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3469) dicabut dan
dinyatakan tidak berlaku. Latar belakang diundangkan UU PKP
disebutkan dalam konsideran, yaitu:
a. setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat
tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat,
yang merupakan kebutuhan dasar manusia, dan mempunyai
peran yang sangat strategis dalam pembentukan watak serta
kepribadian bangsa sebagai salah satu upaya membangun
manusia Indonesia seutuhnya, berjati diri, mandiri, dan produktif;
b. negara bertanggung jawab melindungi segenap bangsa
Indonesia melalui penyelenggaraan perumahan dan kawasan
permukiman agar masyarakat mampu bertempat tinggal serta
menghuni rumah yang layak dan terjangkau di dalam perumahan
yang sehat, aman, harmonis dan berkelanjutan di seluruh
wilayah Indonesia;
26
c. Pemerintah perlu lebih berperan dalam menyediakan dan
memberikan kemudahan dan bantuan perumahan dan kawasan
permukiman bagi masyarakat melalui penyelenggaraan
perumahan dan kawasan permukiman yang berbasis kawasan
serta keswadayaan masyarakat sehingga merupakan satu
kesatuan fungsional dalam wujud tata ruang fisik, kehidupan
ekonomi dan sosial budaya yang mampu menjamin kelestarian
lingkungan hidup sejalan dengan semangat demokrasi, otonomi
daerah, dan keterbukaan dalam tatanan kehidupan masyarakat,
berbangsa, dan bernegara;
d. pertumbuhan dan pembangunan wilayah yang kurang
memperhatikan keseimbangan bagi kepentingan masyarakat
berpenghasilan rendah mengakibatkan kesulitan masyarakat
untuk memperoleh rumah yang layak dan terjangkau; dan
e. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan
Pemukiman sudah tidak sesuai dengan perkembangan dan
kebutuhan perumahan dan permukiman yang layak dan
terjangkau dalam lingkungan yang sehat, aman, serasi, dan
teratur sehingga perlu diganti.
Dalam UU PKP ditetapkan bahwa rumah dapat berfungsi sebagai:
a. pemenuhan kebutuhan dasar;
b. tempat tinggal atau hunian;
c. aset (kekayaan) bagi pemiliknya;
27
d. status sosial dan ekonomi bagi pemiliknya;
e. tempat untuk mendapatkan penghasilan atau keuntungan;
f. sarana pembinaan keluarga, cerminan harkat dan martabat bagi
pemiliknya;
g. penunjang pelaksanaan tugas pejabat dan/atau pegawai negeri.
Pasal 164 UU PKP menetapkan Ketentuan peralihan, yaitu: "Semua
peraturan perundang-undangan yang merup in peraturan pelaksanaan
dari Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992tentang Perumahan dan
Permukiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor
23, Tambahan Lembaran Negara Republik 1 mesia Nomor 3469), dan
peraturan perundang-undangan lainnya mengenai perumahan dan
permukiman, dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau
belum diganti dengan peraturan pelaksanaan yang baru berdasarkan
undang-undang ini.
Peraturan perundang-undangan yang merupakan pelaksanaan
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992, antara lain:
a. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1994 tentang
Penghunian Rumah oleh Bukan Pemilik.
b. Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 1999 tentang Kawasan
Siap Bangun dan Lingkungan Siap Bangun yang Berdiri
Sendiri.
28
c. Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2005 tentang
Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1994
tentang Rumah Negara.
d. Keputusan Presiden Nomor 63 Tahun 2000 tentang Badan
Kebijaksanaan dan Pengendalian Pembangunan Perumahan
dan Permukiman Nasional.
UU PKP membutuhkan peraturan pelaksanaan dalam bentuk
peraturan perundang-undangan. Ketentuan dalam UU PKP yang
membutuhkan peraturan pelaksanaan, yaitu:
a. Undang-undang
1. Pasal 46
Ketentuan tentang rumah susun diatur tersendiri dengan
undang-undang.
2. Pasal 124
Ketentuan tentang tabungan perumahan diatur tersendiri
dengan undang-undang.
b. Peraturan Pemerintah
1. Pasal 11
Ketentuan lebih lanjut mengenai pembinaan
penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
2. Pasal 27
29
Ketentuan lebih lanjut mengenai perencanaan dan
perancangan rumah diatur dengan Peraturan Pemerintah.
3. Pasal 31
Ketentuan lebih lanjut mengenai perencanaan prasarana,
sarana, dan utilitas umum perumahan diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
4. Pasal 41 Ayat (3)
Ketentuan lebih lanjut mengenai pembangunan,
penyediaan, penghunian, pengelolaan, serta pengalihan
status dan hak atas rumah yang dimiliki oleh negara diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
5. Pasal 50 Ayat (3)
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penghunian
dengan cara sewa menyewa dan cara bukan sewa
menyewa diatur dengan Peraturan Pemerintah.
6. Pasal 51 Ayat (3)
Ketentuan lebih lanjut mengenai rumah negara diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
7. Pasal 53 Ayat (3)
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengendalian perumahan
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
30
8. Pasal 55 Ayat (5)
Ketentuan lebih lanjut mengenai penunjukan dan
pembentukan lembaga oleh Pemerintah atau Pemerintah
Daerah tentang kewenangan dalam pengalihan
kepemilikan rumah umum diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
9. Pasal 55 Ayat (6)
Ketentuan lebih lanjut mengenai kemudahan dan/atau
bantuan pembangunan dan perolehan rumah bagi
masyarakat berpenghasilan rendah diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
10. Pasal 58 Ayat (4)
Ketentuan lebih lanjut mengenai arahan pengembangan
kawasan permukiman diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
11. Pasal 84 Ayat (7)
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara
pengawasanpenyelenggaraan kawasan permukiman
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
12. Pasal 85 Ayat (5)
Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk dan tata cara
pemberian insentif, pengenaan disinsentif, dan sanksi
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
31
13. Pasal 90
Ketentuan lebih lanjut mengenai pemeliharaan rumah dan
prasarana, sarana, dan utilitas umum diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
14. Pasal 93
Ketentuan lebih lanjut mengenai perbaikan rumah dan
prasarana, sarana, dan utilitas umum diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
15. Pasal 95 ayat (6)
Ketentuan lebih lanjut mengenai pencegahan tumbuh dan
berkembangnya perumahan kumuh dan permukiman
kumuh baru diatur dengan Peraturan Pemerintah.
16. Pasal 104
Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara
penetapan lokasi, pemugaran, peremajaan, permukiman
kembali dan pengelolaan peningkatan kualitas terhadap
perumahan kumuh dan permukiman kumuh diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
17. Pasal 113
Ketentuan lebih lanjut mengenai konsolidasi tanah diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
18. Pasal 123 Ayat (4)
32
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengerahan
dan pemupukan dana masyarakat, dana tabungan, dan
dana lainnya diatur dengan Peraturan Pemerintah.
19. Pasal 126 Ayat(4)
Ketentuan lebih lanjut mengenai kemudahan dan/atau
bantuan pembiayaan untuk pembangunan dan perolehan
rumah umum dan rumah swadaya bagi masyarakat yang
berpenghasilan rendah diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
c. Peraturan Menteri
1. Pasal 33 Ayat (3)
Ketentuan lebih lanjut mengenai kemudahan perizinan
dan tata cara pencabutanizin pembangunan perumahan
untuk masyarakat berpenghasilan rendah diatur dengan
Peraturan Menteri
2. Pasal 35 Ayat (2)
Ketentuan mengenai hunian berimbang antara rumah
sederhana, rumah menengah, dan rumah rnewah diatur
dengan Peraturan Menteri.
3. Pasal 37
Ketentuan lebih lanjut mengenai perumahan skala besar
dan kriteria hunian berimbang diatur dengan Peraturan
Menteri.
33
4. Pasal 42 Ayat (3)
Ketentuan lebih lanjut mengenai sistem perjanjian
pendahuluan jual beli rumah tunggal, rumah deret,
dan/atau rumah susun diatur dengan Peraturan Menteri.
5. Pasal 54 Ayat (5)
Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria masyarakat
berpenghasilan rendah dan persyaratan kemudahan
perolehan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah
diatur dengan Peraturan Menteri.
6. Pasal 133
Ketentuan lebih lanjut mengenai peran masyarakat dalam
penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman,
dan pengembangan perumahan dan kawasan
permukiman diatur dengan Peraturan Menteri.
d. Peraturan Daerah
1. Pasal 36 Ayat (3)
Kemudahan akses pembangunan rumah umum diatur
dengan Peraturan Daerah.
2. Pasal 49 Ayat (3)
Ketentuan mengenai pemanfaatan rumah digunakan
sebagai kegiatan usaha secara terbatas tanpa
membahayakan dan tidak mengganggu fungsi hunian
diatur dengan Peraturan Daerah. Pasal 165 Undang-
34
Undang No. 1 Tahun 2011 menetapkan perintah
pembuatan peraturan pelaksanaan Undang-undang No. 1
Tahun 2011, yaitu: "Semua peraturan pelaksanaan yang
di- tentukan dalam undang-undang ini harus ditetapkan
paling lama 1 (satu) tahun sejak undang-undang ini
diundangkan
C. Landasan Teori
1. Teori Kewenangan
Pada setiap pejabat administrasi Negara dalam bertindak
harusmemiliki wewenang yang sah atau harus dilandasi wewenang yang
sah berdasarkan pada peraturan perundang-undangan.33 Dengan
demikian bahwa setiap pejabat administrasi negara harus dilekatkan
kewenang yang sah berdasarkan peraturan perundang-undangan ketika
dalam menjalankan tugasnya yang pada dasarnya untuk menghindari
tindakan dari pejabat administrasi bertindak sewenang-wenang (abuse of
power), oleh karena itu kekuasaan yang dilimiki oleh pejabat tersebut
harus dibatasi oleh hukum atau peraturan perundang-undangan. 34
Secara umum dapat dikatakan bahwa wewenang merupakan
kekuasaan untuk melakukan tindakan hukum publik. Wewenang memiliki
arti hak untuk menjalankan suatu urusan pemerintahan (dalam arti sempit)
dan hak yang didapat secara nyata mempengaruhi keputusan yang akan
33Safri Nugraha, et al., 2007, Hukum Administrasi Negara, Center For Law and
Good Governace Studies (CLGS) Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Depok, h. 28 34Ibid.
35
diambil oleh instansi pemerintah lainnya.35 Kemudian menurut Peter
Leyland terdapat dua ciri terhadap kewenangan, setiap keputusan yang
dibuat oleh pejabat pemerintah mempunyai kekuatan yang mengikat
kepada seluruh anggota masyarakat (harus dipatuhi oleh seluruh anggota
masyarakat) dan setiap keputusan yang dibuat oleh pejabat pemerintah
memiliki fungsi publik(melakukan public service).36
Wewenang adalah kekuasaan yang mempunyai landasan hukum
agar tidak timbul kesewenang-wenangan dalam penyelenggaraan tugas-
tugas pemerintahan. Keseluruhan wewenang pemerintah dijalankan oleh
organisasi pemerintah. Tanpa adanya wewenang pemerintah tidak
mungkin melahirkan keputusan yang sah. Antara lain sifat dari wewenang
pemerintah :37
1. Terikat pada suatu masa tertentu;
2. Tunduk pada batas wilayah yang ditentukan;
3. Pelaksanaan dari wewenang tersebut terikat pada hukum
tertulis dan tidak tertulis.
Pada sifat wewenang yang selalu terikat dengan suatu masa tertentu
ditentukan melalui peraturan perundang-undangan atau lamanya
peraturan tersebut ditentukan oleh peraturan perundang-undangan yang
menjadi dasarnya, apabila wewenang tersebut digunakan setelah
35Ibid, h.30. 36Ibid. 37Ibid, h. 42.
36
melampaui batas waktunya menjadi tidak sah.38 Sifat wewenang yang
kedua terkait dengan batas wilayah kewenangannya artinya kewenangan
tersebut digunakan pada suatu wilayah tertentu saja. Kemudian sifat
wewenang yang ketiga, Indonesia sebagai Negara hukum, maka setiap
melaksanakan kewenangan tersebut harus berdasarkan hukum.39
Dalam rangka penyelenggaraan urusan pemerintahan harus
didasarkan dengan hukum, jadi ketika dalam menjalankan tugasnya harus
dilekatkan pada suatu kewenangan yang sah berdasarkan pada peraturan
perundang-undangan.40Dengan demikian maka untuk memperoleh
wewenang pemerintah tersebut, dapat dilakukan melalui atribusi, delegasi
dan mandat yaitu :
1. Atribusi
Memiliki arti pembagian, yang dimaksudkan sebagai pemberian
kewenangan kepada suatu organ lain yang menjalankan
kewenangan tersebut dengan atas nama serta menurut
pendapatnya sendiri tanpa ditunjuk untuk menjalankan
kewenangannya. Kemudian atribusi tersebut dapat terjadi
berdasarkan pada konstitusi atau peraturan perundang-
undangan yang mengatur.41
2. Delegasi
Penyerahan wewenang dari pejabat yang lebih tinggi kepada
38Ibid h. 51. 39Ibid, 40Ibid. 41Agus Salim, 2007, Pemerintahan Daerah Kajian Politik dan Hukum, Ghalia
Indonesia, Bogor, h. 102.
37
yang lebih rendah, oleh karena itu delegasi dapat diartikan
sebagai bentuk penyerahan wewenang oleh pejabat kepada
pihak lain dan wewenang tersebut menjadi tanggung jawab pihak
lain.
3. Mandat
Merupakan suatu wewenang yang dapat diperoleh melalui
atribusi dan delegasi dapat dimandatkan kepada badan atau
pegawai bawahan apabila pejabat berwenang tersebut tidak
sanggup untuk menjalankannya wewenang tersebut.42
Dengan melihat beberapa wewenang tersebut maka adanya campur
tangan pejabat daerah atau kepala daerah (pejabat publik) yang memiliki
kewenangan dalam hal menetapkan dan memutuskan. Penggunaan
wewenang pemerintah, wajib mengikuti aturan Hukum Administrasi
Negara supaya tidak terjadi penyalahgunaan wewenang.43 Menurut
Prajudi Atmosudirjo wewenang publik terdiri dari dua kekuasaan yang luar
biasa, artinya tidak dapat dilawan dengan cara biasa, yaitu:44
a. Wewenang prealabel, yaitu wewenang untuk membuat
keputusan yang diambil tanpa meminta persetujuan terlebih
dahulu dari pihak manapun.
b. Wewenang ex office, yaitu wewenang dalam rangka
pembuatan keputusan yang diambil karena jabatannya,
42Ibid. 43Ibid. 44Prajudi Atmosudirdjo, 1994, Hukum Administrasi Negara Cet.ke-10, Ghalia
Indonesia, Jakarta, h. 94.
38
sehingga tidak dapat dilawan oleh siapaun (yang berani
melawan dikenakan sanksipidana) karena mengikat secara sah
bagi seluruh rakyat.
Sesuai pendapat Kuntjoro Purbopranoto, bahwa pembatasan
tindakan pemerintah itu memang ada, yaitu tindakan pemerintah tidak
boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan atau
kepentingan umum, tidak boleh melawan hukum (onrechmatig) baik formil
maupun materiil dalam arti luas, dan tidak boleh melampaui atau
menyelewengkan kewenangannya menurut kompetensinya.45
Dalam pelaksanaan wewenang pemerintah, pejabat adminstrasi
negara dapat mengambil suatu keputusan yang pada dasarnya harus atas
permintaan tertulis, baik dari instansi atau orang perorangan. Kemudian
dalam membuat suatu keputusan terikat pada tigas asas hukum, yaitu :46
1. Asas Yuridiktas (rechtmatigeheid), yaitu bahwa setiap tindakan
pejabat administrasi Negara tidak boleh melanggar hukum
secara umum (harus sesuai dengan rasa keadilan dan
kepatutan);
2. Asas Legalitas (wetmatigeheid), yaitu setiap tindakan pejabat
adminitrasi Negara harus ada dasar hukumnya (ada peraturan
dasar yang melandasinya). Apalagi Indonesia adalah Negara
hukum,maka asas legalitas adalah hal yang paling utama
dalam setiap tindakan pemerintah;
45Kuntjoro Purbopranoto, 1998, Beberapa Catatan Hukum Tata Pemerintahan dan PeradilanAdministrasi Negara, Alumni, Bandung, h. 43.
46Safri Nugraha, et.al, op.cit, h. 39.
39
3. Asas Diskresi (freis ermessen), yaitu kebebasan dari seorang
pejabat adminstrasi Negara untuk mengambil keputusan
berdasarkan pendapatnya sendiri, asalkan tidak melanggar
asas yuridiktas dan asas legalitas. Sehingga, pejabat
administrasi negara tidak dapat menolak untuk mengambil
keputusan, bila ada seorang warga masyarakat mengajukan
permohonan kepada pejabat administrasi negara.
2. Teori Perlindungan Konsumen
Pengertian perlindungan konsumen terdapat dalam Pasal 1 angka 1
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
(selanjutnya disebut Undang-Undang Perlindungan Konsumen), yaitu
segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi
perlindungan kepada konsumen. Rumusan pengertian perlindungan
konsumen yang terdapat dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang
Perlindungan Konsumen tersebut cukup memadai. Kalimat yang
menyatakan “segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum”,
diharapkan sebagai benteng untuk meniadakan tindakan sewenang-
wenang yang merugikan pelaku usahahanya demi untuk kepentingan
perlindungan konsumen.47Kepastian hukum untuk memberikan
perlindungan kepada konsumen itu antara lain adalah dengan
meningkatkan harkat dan martabat konsumen serta membuka akses
47Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, Rajawali
Pers, Jakarta, 2010, h. 1.
40
informasi tentang barang dan/atau jasa baginya, dan menumbuhkan sikap
pelaku usaha yang jujur dan bertanggungjawab.48
Tujuan yang ingin dicapai dalam perlindungan konsumen umumnya
dapat dibagi dalam tiga bagian utama, yaitu:49
a) Memberdayakan konsumen dalam memilih, menentukan
barang dan/atau jasa kebutuhannya, dan menuntut hak-haknya
(Pasal 3 huruf c)
b) Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang memuat
unsur-unsur kepastian hukum, keterbukaan informasi, dan
akses untuk mendapatkan informasi itu (Pasal 3 huruf d)
c) Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai
perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap jujur dan
bertanggung jawab (Pasal 3 huruf e)
Pada hakikatnya, perlindungan konsumen menyiratkan keberpihakan
kepada kepentingan-kepentingan (hukum) konsumen. Adapun
kepentingan konsumen menurut Resolusi perserikatan bangsa-Bangsa
Nomor 39/284 tentang Guidelines for Consumer Protection, sebagai
berikut.50
a. Perlindungan konsumen dari bahaya-bahaya terhadap
kesehatan dan keamananya;
48Adrian Sutedi, Tanggung Jawab Produk Dalam Perlindungan Konsumen, Ghalia
Indonesia, Bogor, 2008, h. 9. 49Ibid,h. 9. 50Celina Tri Siwi Kristiyanti, 2010. Hukum Perlindungan Konsumen, Sinar
Grafika,Jakarta, h. 115.
41
b. Promosi dan perlindungan kepentingan sosial ekonomi
konsumen;
c. Tersedianya informasi yang memadai bagi konsumen untuk
memberikan kemampuan mereka melakukan pilihan yang
tepat sesuai kehendak dan kebutuhan pribadi;
d. Pendidikan konsumen;
e. Tersedianya upaya ganti rugi yang efektif;
f. Kebebasan untuk membentuk organisasi konsumen atau
organisasi lainnya yang relevan dan memberikan
kesempatan pada organisasi tersebut untuk menyuarakan
pendapatnya dalam proses pengambilan keputusan yang
menyangkut kepentingan mereka.
Dalam Pasal 2 Undang-Undang Perlindungan Konsumen, asas
perlindungan konsumen adalah Perlindungan konsumen berasaskan
manfaat, keadilan,keseimbangan, keamanan dan keselamatan konsumen,
serta kepastian hukum. Perlindungan konsumen diselenggarakan sebagai
usaha bersama berdasarkan 5 (lima) asas yang relevan dalam
pembangunan nasional yaitu51
1) Asas manfaat dimaksudkan untuk mengamanatkan bahwa
segala upaya dalam menyelenggarakan perlindungan
konsumen harus memberikan manfaat yang sebesar-besarnya
51Lihat penjelasan Pasal 2, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999tentang
PerlindunganKonsumen
42
bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara
keseluruhan;
2) Asas keadilan dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat
dapatdiwujudkan secara maksimal dan memberikan
kesempatan kepadakonsumen dan pelaku usaha untuk
memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara
adil;
3) Asas keseimbangan dimaksudkan untuk memberikan
keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha,
dan pemerintah dalam arti materiil dan spiritual;
4) Asas keamanan dan keselamatan konsumen dimaksudkan
untuk memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan
kepada konsumen dalam penggunaan, pemakaian, dan
pemanfaatan barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau
digunakan;
5) Asas kepastian hukum dimaksudkan agar pelaku usaha
maupun konsumen menaati hukum dan memperoleh keadilan
dalam menyelenggarakan perlindungan konsumen, serta
negara menjamin kepastian hukum.
Memperhatikan substansi Pasal 2 Undang-Undang Perlindungan
Konsumen demikian pula penjelasannya, tampak bahwa perumusannya
mengacu pada filosofi pembangunan nasional yaitu pembangunan
43
manusia Indonesia seutuhnya yang berlandaskan pada falsafah bangsa
negara Republik Indonesia.52
Kelima asas yang disebutkan dalam pasal tersebut, bila diperhatikan
substansinya, dapat dibagi menjadi 3 (tiga) bagian asas yaitu:53
1. asas kemanfaatan yang di dalamnya meliputi asas
keamanan dan keselamatan konsumen;
2. asas keadilan yang di dalamnya meliputi asas
keseimbangan; dan
3. asas kepastian hukum.
Asas-asas Hukum Perlindungan Konsumen yang dikelompokkan
dalam 3 (tiga) kelompok diatas yaitu asas keadilan, asas kemanfaatan,
dan kepastian hukum. Dalam hukum ekonomi keadilan disejajarkan
dengan asas keseimbangan, kemanfaatan disejajarkan dengan asas
maksimalisasi, dan kepastian hukum disejajarkan dengan asas efisiensi.
Asas kepastian hukum yang disejajarkan dengan asas efisien karena
menurut Himawan bahwa “Hukum yang berwibawa adalah hukum yang
efisien, di bawah naungan mana seseorang dapat melaksanakan hak-
haknya tanpa ketakutan dan melaksanakan kewajibannya tanpa
penyimpangan.”54
Tujuan perlindungan konsumen juga diatur dalam Pasal 3 Undang-
Undang Perlindungan Konsumen, yaitu:
52Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo. Op. Cit. h. 26 53Ahmadi Miru,2011, Prinsip-Prinsip Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Di
Indonesia,Rajawali Pers, Jakarta, h. 33. 54Ahmadi Miru, Ibid, hlm. 33.
44
1) meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian;
2) konsumen untuk melindungi diri mengangkat harkat dan
martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari
ekses negatif pemakaian barang dan/ataujasa);
3) meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih,
menentukan dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen;
4) menciptakan sistem perlindungan konsumen yang
mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan
informasi serta akses untuk mendapatkan informasi;
5) menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai
pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap
yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha;
6) meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin
kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa,
kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan
konsumen.
Pasal 3 Undang-Undang Perlindungan Konsumen ini,
merupakan isi pembangunan nasional sebagaimana disebutkan
dalam Pasal 2 sebelumnya, karena tujuan perlindungan konsumen
yang ada itu merupakan sasaran akhir yang harus dicapai dalam
pelaksanaan pembangunan di bidang hukum perlindungan
konsumen.55
55Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Op. Cit., h. 8.
45
3. Teori Pembangunan Berwawasan Lingkungan
Definisi mengenai pembangunan berkelanjutan yang berwawasan
lingkungan tercantum pada Pasal 1 ayat (3) UUPPLH, sebagai berikut :
‘’Pembangunan berkelanjutan adalah upaya sadar dan terencana yang memadukan aspek lingkungan hidup, sosial, dan ekonomi ke dalam strategi pembangunan untuk menjamin keutuhan lingkungan hidup serta keselamatan, kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan’’56
Pembangunan berkelanjutan (suistainable development) adalah
pembangunan yang tetap menjaga kelestarian sumber-sumber alam dari
kemusnahan dan menjaga lingkungan hidup dan ekosistemnya dari
kerusakan yang mengancam manusia dan mahluk hidup lainnya. Konsep
pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan merupakan
penggabungan dari 2 konsep, yaitu suistainable development dan
ecodevelopment. Konsep negara berupa pembangunan berkelanjutan
yang berwawasan lingkungan merupakan koreksi dan idiologi laissez faire
yang berkembang pada saat terjadinya revolusi industri. Ideologi ini
mengandung makna bahwa setiap orang boleh berbuat apapun dalam hal
apapun asalkan dapat mendukung peningkatan pembangunan industri
tanpa harus memperhatikandampak yang ditimbulkannya.
Konsep pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan
dimuat dalam UU PPLH Pasal 1 ayat (3) yang berarti adalah upaya sadar
dan terencana yang memadukan aspek lingkungan hidup, sosial, dan
ekonomi ke dalam strategi pembangunan untuk menjamin keutuhan
56UU No. 32 Tahun 2009 tentang PPLH Pasal 1 ayat (3).
46
lingkungan hidup serta keselamatan, kemampuan, kesejahteraan, dan
mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan. Pembangunan
berkelanjutan, pada satu sisi harus diletakkan sebagai kebutuhan dan
aspirasi manusia kini dan masa depan. Oleh karena itu, hak-hak asasi
manusia seperti hak-hak ekonomi, sosial, budaya, dan hak atas
pembangunan dapat membantu memperjelas arah dan orientasi
perumusan konsep pembangunan yang berkelanjutan.
Prinsip-prinsip dasar pembangunan berkelanjutan meliputi beberapa
hal, yaitu :57
a. Pemerataan dan Keadilan Sosial
Dalam hal ini, pembangunan berkelanjutan harus menjamin
adanya pemerataan untuk generasi sekarang dan akan
datang yang berupa pemerataan distribusi sumber alam, dan
ekonomi yang berkesinambungan (adil), berupa kesejahteraan
semua lapisan masyarakat
b. Menghargai Keanekaragaman (diversity)
Keanekaragaman hayati dan keanekaragaman budaya perlu
di jaga. Keanekaragaman hayati adalah prasyarat untuk
memastikan bahwa sumber daya alam selalu tersedia secara
berkelanjutan untuk masa kinidan yang akan datang.
Pemeliharaan keanekaragaman budaya akan mendorong
perlakuan merata terhadap setiap orang dan membuat
57Surya .T. Djajadiningrat, 1996, Industrialisasi dan Lingkungan Hidup, Mencari
Keseimbangan,Muhammadiyah University Press, Surakarta, h. 121-122.
47
pengetahuan terhadap tradisi berbagai masyarakat dapat
lebih dimengerti oleh masyarakat.
c. Menggunakan pendekatan integratif
Pembangunan berkelanjutan mengutamakan keterkaitan
antara manusia dan alam. Manusia mempengaruhi alam
dengan cara bermanfaat dan merusak, oleh karena itu
pemanfaatan harus didasarkan pada pemahaman keterkaitan
antara sistem alam dan sistem sosial dengan menggunakan
cara-cara yang lebih integratif dalam pelaksanaan
pembangunan.
d. Perspektif jangka panjang
Merupakan perspektif pembangunan berkelanjutan yang
seringkali diabaikan, karena masyarakat biasanya cenderung
menilai masa kini lebih utama dari masa datang. Oleh karena
itu persepsi semacam itu perlu diubah.
Pada dasarnya pembangunan berkelanjutan merupakan pola
pembangunan yang memberikan jaminan pemeratan bagi masyarakat,
menghargai keanekaragaman hayati dan budaya, memelihara
keseimbangan aspek kehidupan manusia, mahluk hidup dan alam
sehingga kelestarian lingkungan akan terjamin. Konsep pembangunan
berkelanjutan yang berwawasan lingkungan, dapat dilihat dalam Pasal 2
UUPPLH yang merupakan asas dari UUPPLH bahwa pengelolaan
lingkungan hidup yang diselenggarakan dengan asas tanggung jawab
48
negara, asas kelestarian dan berkelanjutan, dan asas manfaat
’’Pembangunan berkelanjutan adalah proses pembangunan (lahan, kota,
bisnis, masyarakat dan sebagainya) yang berprinsip memenuhi kebutuhan
sekarang tanpa mengorbankan pemenuhan kebutuhan generasi masa
depan.
Pembangunan berkelanjutan (suistainable development) adalah
pembangunan yang tetap menjaga kelestarian sumber-sumber alam dari
kemusnahan dan menjaga lingkungan hidup dan ekosistemnya dari
kerusakan yang mengancam manusia dan mahluk hidup. Terpeliharanya
fungsi lingkungan hidup yang berkelanjutan sangat penting yang menuntut
tanggung jawab dari pihak masyarakat, pelaku usaha, dan pemerintah
untuk memelihara dan meningkatkan daya dukung lingkungan hidup,oleh
karena itu, diperlukan pembangunan yang memadukan lingkungan guna
menjamin kesejahteraan dan mutu hidup generasi masa kini dan masa
datang, sehingga di dalam pembangunan ini diperlukan pembangungan
yang berwawasan lingkungan.58
Di samping kesadaran dari pihak masyarakat dan pelaku usaha
harus ditingkatkan mengenai pentingnya lingkungan hidup, pihak
pemerintah pun harus menerapkan good environmental governance,
adalah pemerintah yang mengerti atau peduli terhadap aspek lingkungan.
Hal ini merupakan sarana bagi terwujudnya suistanable development yaitu
pembangunan yang menjaga kelestarian sumber-sumber daya alam dan
58Muhammad Erwin, 2008, Hukum Lingkungan Dalam Sistem Kebijaksanaan
PembangunanLingkungan Hidup, PT.Refika Aditama, Bandung, h. 81
49
lingkungan hidup pada saat ini dan saat mendatang. Hal ini mengingat
bahwa pada dasarnya tujuan pembangunan adalah merupakan aktifitas
yang melibatkan seluruh warga dan seluruh sistem sosialnya dengan
tujuan untuk mencapai suatu kehidupan yang lebih baik, oleh dimensional
yang mengakibatkan perubahan-perubahan secara besar-besaran
terhadap struktur sosial, kebiasaan-kebiasaan yang telah melembaga, dan
melibatkan segenap institusi secara nasional. Hasil pembangun harus
tergambar antara lain dalam pertumbuhan dan pembangunan ekonomi
yang semakin baik, berkurangnya ketidakadilan dan menurunnya angka
kemiskinan.59
59Bambang Prabowo Soedarso, 2008, Hukum Lingkungan Dalam Pembangunan
Berkelanjutan(Bunga Rampai), Cintya Press, Jakarta, h. 36.
50
D. Kerangka Pikir
Bagan Kerangka Pikir
Pembangunan Perumahan yang Berdampak Pada Lingkungan Hidup Di Kabupaten Gowa
Ketentuan hukum pembangunan
perumahan dalam mencegah
terjadinya dampak lingkungan
hidup di Kabupaten Gowa
1. Preventif
2. Represif
Pengendalian dampak lingkungan
hidup akibat pembangunan perumahan
di Kabupaten Gowa
1. Izin lingkungan
2. Pengawasan
3. Sanksi
Terwujudnya pembangunan perumahan yang berwawasan
lingkungan hidup
51
E. Defenisi Operasional
1. Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua
benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia
dan perilakunya, yang mempengaruhi alam itu sendiri,
kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta
makhluk hidup lain.
2. Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya
sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan
fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran
lingkungan hidup.
3. Analisis mengenai dampak lingkungan hidup, adalah kajian
mengenaidampak penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang
direncanakan pada lingkungan hidup.
4. Upaya pengelolaan lingkungan hidup dan upaya pemantauan
lingkungan hidup adalah pengelolaan dan pemantauan
terhadap usaha dan/atau kegiatan yang tidak berdampak
penting terhadap lingkungan hidup.
5. Pencemaran lingkungan hidup adalah masuknya limbahh
perumahan ke dalam lingkungan hidup.
6. Dampak lingkungan hidup adalah perubahan pada lingkungan
hidup yang diakibatkan oleh suatu usaha dan/atau kegiatan.
7. Izin lingkungan adalah izin yang diberikan kepada setiap orang
yang melakukan usaha dan/atau kegiatan.
52
8. Perumahan adalah kumpulan rumah sebagai bagian dari
permukiman, baik perkotaan maupun perdesaan, yang
dilengkapi dengan prasarana, sarana, dan utilitas umum
sebagai hasil upaya pemenuhan rumah yang layak huni.
9. Preventif adalah pengawasan lebih dini.
10. Represif adalah pengawasan yang lebih tegas.
53
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Lokasi Penelitian
Penelitian tesis ini, penulis melakukan penelitian di Kabupaten
Gowa. Penentuan lokasi penelitian dengan pertimbangan lokasi tersebut
dapat memenuhi bahan-bahan penelitian dan data-data lainnya terkait
dengan permasalahan penelitian.
B. Tipe Penelitian
Tipe penelitian yang penulis gunakan adalah penelitian hukum
empiris, yaitu dengan mengkaji ketentuan hukum pembangunan
perumahan dalam mencegah terjadinya dampak lingkungan hidup di
Kabupaten Gowa dan pengendalian dampak lingkungan hidup akibat
pembangunan perumahan di Kabupaten Gowa.
C. Jenis dan Sumber Data
1. Data primer, yaitu data yang diperoleh secara langsung dari
responden yang dipilih secara purposive di lokasi penelitian
dengan menggunakan teknik wawancara.
2. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari hasil studi
dokumen tertulis yang ditemukan di lokasi penelitian dan memiliki
relevansi dengan objek penelitian.
54
D. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi penelitian ini adalah seluruh pihak yang terkait dengan
rumusan masalah ini, yaitu pejabat/pegawai pada Dinas
Perumahan dan Permukiman Kabubaten Gowa, Dinas
Lingkungan Hidup Kabupaten Gowa dan Dinas Pekerjaan Umum
dan Penataan Ruang Kabupaten Gowa.
2. Sampel
Sampel dalam penelitian ini ditentukan dengan teknik purposive.
sampling, yaitu penarikan sampel bertujuan yang dilakukan
dengan cara mengambil sampel yang didasarkan pada tujuan
tertentu. Jumlah sampel lima yang ditetapkan secara purposive
dengan data yang terhimpun pada instansi pemerintah.
E. Pengumpulan Data
1. Wawancara, yaitu dialog langsung berupa tanya jawab dengan
menggunakan pedoman wawancara yang telah disiapkan
sebelumnya.
2. Dokumentasi atau disebut juga studi pustaka (library research),
dengan melakukan pencatatan data secara langsung dari
dokumen yang isinya berkaitan dengan masalah penelitian, yaitu
peraturan perundang-undangan, buku-buku, makalah, jurnal, hasil
seminar, dan situs internet.
55
F. Analisis Data
Data yang diperoleh baik data primer maupun data sekunder
dikategorikan sesuai jenis datanya. Kemudian data tersebut dianalisis
dengan menggunakan metode kualitatif, yaitu menganalisis data yang
berhubungan dengan masalah yang diteliti, kemudian dipilih
berdasarkan pikiran yang logis untuk menghindarkan kesalahan
dalam proses analisis data. Hasil yang diperoleh dipaparkan secara
deskriptif, yaitu dengan menguraikan, menjelaskan, dan
menggambarkan sesuai dengan permasalahan dalam penelitian ini.
56
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Relevansi Ketentuan Hukum Pembangunan Perumahan Dalam
Mencegah Terjadinya Dampak Lingkungan Hidup Di Kabupaten
Gowa
Konsideran menimbang dalam suatu peraturan perundang-undang
memuat uraian singkat mengenai pokok pikiran yang menjadi
pertimbangan dan alasan-alasan yang mendasari pembentukan
peraturan perundang-undangan. Konsinderan menimbang huruf a UU
PKP menyebutkan: bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan
batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik
dan sehat, yang merupakan kebutuhan dasar manusia, dan yang
mempunyai peran yang sangat strategis dalam pembentukan watak serta
kepribadian bangsa sebagai salah satu upaya membangun manusia
Indonesia seutuhnya, berjati diri, mandiri, dan produktif, konsideran
menimbang huruf a ini merupakan konsideran yang muatannya bersifat
filosofis.
Penempatan lingkungan hidup dalam konsideran menimbang
tersebut, menunjukan bahwa lingkungan hidup merupakan hak setiap
orang, kehadiran dan keberadaan pembangunan tempat tinggal dalam hal
ini perumahan dalam pelaksanaan kegiatannya harus menjaga dan
melindungi lingkungan hidup. Sehingga dalam setiap usahanya harus
57
memberikan perhatian serius terhadap lingkungan hidup. Dalam
pengelolaan lingkungan, kondisi pada saat ini menunjukkan terjadinya
penurunan kualitas lingkungan dan daya dukung lingkungan yang
signifikan, sehingga perlu perhatian terhadap pencemaran lingkungan.
Tujuan umum pengelolaan lingkungan adalah menciptakan kehidupan
masyarakat yang dalam setiap aktivitasnya senantiasa memperdulikan
lingkungan, hemat dan tidak merusak, berwawasan dan bertindak sesuai
prinsip-prinsip pengelolaan lingkungan, terlembagakan dan terbudayakan
praktek-praktek konservasi/pelestarian sumber daya dan lingkungan.
Ketersediaan sumber daya alam secara kuantitas ataupun kualitas
tidak merata, sedangkan kegiatan pembangunan membutuhkan sumber
daya alam yang semakin meningkat. Kegi atan pembangunan juga
mendukung risiko terjadinya pencemaran dan kerusakan lingkungan.
Kondisi ini dapat mengakibatkan daya dukung, daya tampung, dan
produktivitas lingkungan hidup menurun yang pada akhirnya menjadi
beban sosial. Oleh karena itu, lingkungan hidup harus dilindungi dan
dikelola dengn baik berdasarkan asas tanggung jawab negara, asas
keberlanjutan, dan asas keadilan. Selain itu pengelolaan lingkungan hidup
harus dapat memberikan kemanfaatan ekonomi, sosial dan budaya yang
dilakukan berdasarkan prinsip kehati-hatian, demokrasi lingkungan,
desentralisasi, serta pengakuan dan penghargaan terhadap kearifan lokal
dan kearifan lingkungan.
58
Berkaitan dengan pengaturan lingkungan hidup dalam UU PKP
ditentukan bahwa setiap perumahan dan kawasan permukiman
diselenggarakan dengan berasaskan kelestarian dan keberlanjutan yang
artinya memberikan landasan agar penyediaan perumahan dan kawasan
permukiman dilakukan dengan memperhatikan kondisi lingkungan hidup,
dan menyesuaikan dengan kebutuhan yang terus meningkat sejalan
dengan laju kenaikan jumlah penduduk dan luas kawasan secara serasi
dan seimbang untuk generasi sekarang dan generasi yang akan datang.
Uraian di atas menggambarkan bahwa dari sudut pandang
pembangunan perumahan telah mengatur masalah lingkungan hidup di
dalamnya. UU PKP merupakan dasar hukum pembangunan perumahan
yang telah mengatur dan menjadikan asas kelestarian dan keberlanjutan
sebagai asas dalam pembangunan perumahan. Hal Ini menunjukkan
bahwa lingkungan hidup memiliki peran dalam pembangunan perumahan.
Untuk pembentukan peraturan perundang-undangan, aspek kepentingan
merupakan suatu bahan pertimbangan yang sangat penting. Dalam hal ini
Roscoe Pound menyatakan bahwa hukum harus mengharmoniskan
kepentingan umum dan kepentingan individual melalui cita-cita keadilan
yang hidup dalam masyarakat.60
Sebagai bentuk aplikatif dari UU PKP di daerah tentunya untuk hal
demikian memerlukan suatu aturan hukum ditingkat daerah terkait dengan
60Achmad Ruslan. 2013.Teori dan Panduan Praktik Pembentukan Peraturan
Perundangundangan di Indonesia. Yogyakarta: Rangkang Education dan Republik Institut, hlm. 97
59
pencegahan dampak lingkungan hidup, Pemerintah Daerah Kabupaten
Gowa telah menerbitkan pengaturan untuk mencegah dampak lingkungan
hidup yang diatur dalam Peraturan Daerah Kabupaten Gowa Nomor 4
Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
(selanjutnya disingkat Perda PPLH).
Tujuan diterbitkannya Perda PPLH yang disebutkan dalam Pasal 3
Perda PPLH adalah untuk :
a. Melindungi wilayah Kabupaten Gowa dari pencamaran dan / atau
pencemaran lingkungan.
b. Menjamin keselamatan, kesehatan, dan kehidupan manusia.
c. Menjamin kelangsungan kehidupan mahluk hidup dan kelestarian
ekosistem.
d. Menjaga kelestarain fungsi lingkungan hidup.
e. Mencapai keserasaian dan keselarasan.
f. Menjamin terpenuhinya keadilan generasi kini dan generasi masa
depan.
g. Menjamin perlindungan dan pemenuhan hak atas lingkungan hidup
sebagai bagian dari hak asasi manusia.
h. Mengendalikan pemamfaatan sumber daya alam secara bijaksana.
i. Mewujudkan pembangunan berkelanjutan.
j. Mengantasipasi isu lingkungan hidup.
60
Perkembangan pembangunan rumahan di Kabupaten Gowa cukup
pesat berikut peneliti lampirkan data perkembangan perumahan tahun
2017 di Kabupaten Gowa.
1. Grafik Perkembangan Pembangunan Perumahan untuk Bulan
Maret.
2. Grafik Perkembangan Pembangunan Perumahan untuk Bulan April
101
3114 8
62
153
23 20
126
190
20406080
100120140
Maret
Jumlah Unit
7 5 7 5 8
84
7
65
0102030405060708090
April
Jumlah Unit
61
3. Grafik Perkembangan Pembangunan Perumahan untuk Bulan Mei
4. Grafik Perkembangan Pembangunan Perumahan untuk Bulan Juni
2034
112
16
127
59 50
1027
4020406080
100120140
Mei
Jumlah Unit
4
100
76
1
85 84
0
20
40
60
80
100
120
Juni
Jumlah Unit
62
5. Grafik Perkembangan Pembangunan Perumahan untuk Bulan Juli
6. Grafik Perkembangan Pembangunan Perumahan untuk Bulan
Agustus
48
215
7053
34
88100
16
36
160
20
40
60
80
100
120
Juli
Jumlah Unit
24 303
77
165
3561
176120
72
150
4 132
404
050
100150200250300350400450
Agustus
Jumlah Unit
63
7. Grafik Perkembangan Pembangunan Perumahan untuk Bulan
September
8. Grafik Perkembangan Pembangunan Perumahan untuk Bulan
Oktober
78
28
67
3020406080
100
September
Jumlah Unit
37 40
57
43
28
40
0
10
20
30
40
50
60
Oktober
Jumlah Unit
64
GRAFIK REKAPITULASI
Berdasarkan data dan grafik yang tergambar di atas dapat ditarik
kesimpulan bahwa perkembangan jumlah unit rumah tiap bulan dalam
tahun 2017 mengalami fluktuasi. Terlihat dari garfik rekapitulasi yang
menunjukkan peningkatan dan penurunan dari bulan Maret sampai bulan
Oktober. Adapun jumlah unit rumah terkecil dalam tahun 2017 terjadi pada
bulan September dengan jumlah 176 unit. Sedangkan untuk jumlah unit
rumah terbesar terjadi pada bulan Agustus dengan jumlah 1255 unit
Secara substantif sebenarnya hubungan hukum antara
pembangunan perumahan dan lingkungan hidup menekankan pada
kewajiban pihak pengembang sebagai subyek hukum untuk
melaksanakan kewajiban melindungi lingkungan hidup. Oleh karena itu
422
188
459350
478
1255
176 245
0
200
400
600
800
1000
1200
1400
Rekapitulasi Perkembangan Perumahan Per Bulan Tahun 2017
Jumlah Unit
65
Kabupaten Gowa memaknai hubungan tersebut dengan menerbitkan
Peraturan Daerah Kabupaten Gowa Nomor 2 Tahun 2013 tentang
Prosedur Penyerahan Prasarana, Sarana, Dan Utilitas Umum Perumahan
Dari Pengembang Kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Gowa
(selanjutnya disingkat Perda 2/2013). Dalam Pasal 2 Perda 2/1013
ditentukan bahwa maksud dan tujuan penyerahan Prasarana, Sarana,
Dan Utilitas Umum berupa fasilitas umum dan fasilitas sosial perumahan
di wilayah Kabupaten Gowa adalah :
a. Mewujudkan kelengkapan dasar fisik lingkungan hunian yang
memenuhi standar tertentu untuk kebutuhan bertempat tinggal
yang layak, sehat, aman dan nyaman.
b. Mewujudkan Prasarana, Sarana, Dan Utilitas Umum berupa
fasilitas umumdan fasilitas sosial dalam lingkungan hunian yang
berfungsi untuk mendukung penyelengaraan dan pengembanga
kehidupan sosial, budaya dan ekonomi.
c. Menjamin terwujudnya perumahan dan permukiman yang layak
huni dan terjangkau dalam lingkungan yang sehat, aman, serasi
dan terencana, terpadu dan berkelanjutan.
Prinsip penyerahan prasarana, sarana dan utilitas umum dan
fasilitas sosial perumahan bertujuan untuk menjamin keberlanjutan
pemeliharaan dan pengelolaan prasarana, sarana, dan utilitas umum pada
perumahan yang dinyatakan dalam Pasal 3 Perda 2/2013 adalah:
66
a. Keterbukaan yaitu masyarakat mengetahui Prasarana, Sarana,
Dan Utilitas Umum berupa fasilitas umum dan fasilitas sosial yang
telah diserahkan dan / atau kemudahan bagi masyarakat untuk
mengakses informasi terkait dengan penyerahan Prasarana,
Sarana, Dan Utilitas Umum berupa fasilitas umum dan fasilitas
sosial
b. Akuntabilitas yaitu proses penyerahan Prasarana, Sarana, Dan
Utilitas Umum berupa fasilitas umum dan fasilitas sosial yang dapat
dipertanggung jawababkan dengan ketentuan perundang-
undangan;
c. Kepastian hukum yaitu menjamin kepastian umum berupa fasilitas
umum dan fasilitas sosial dilingkungan perumahan sesuai dengan
standar, rencana tapak yang disetujui oleh pemerintah daerah,
serta kondisi dan kebutuhan masyarakat
d. Keberpihakan yaitu pemerintah daerah menjamin ketersediaan
Prasarana, Sarana, Dan Utilitas Umum berupa fasilitas umum dan
fasilitas sosial bagi kepentingan masyarakat dilingkungan
perumahan
e. Keberlanjutan yaitu pemerintah daerah menjamin keberadaan
Prasarana, Sarana, Dan Utilitas Umum berupa fasilitas umum dan
fasilitas sosial sesuai dengan fungsi dan peruntukanya
Keterbukaan, akuntabilitas, kepastian hukum, keberpihakan dan
keberlanjutan merupakan prinsip yang wajib dianut dalam penyerahan
67
prasarana, sarana, dan utilitas umum, dengan hal ini akan melahirkan
tanggung jawab atau kesadaran dalam menjaga lingkungan hidup di
perumahan yang dibuat oleh pengembang. Setiap pengembangan dalam
melakukan pembangunan perumahan wajib menyediakan Prasarana,
Sarana, Dan Utilitas Umum dengan porsi paling sedikit
a. 30% (tiga puluh persen) untuk luas lahan 0-5 Ha sampai dengan 25
Ha;
b. 40% (empat puluh persen) untuk luas lahan lebih dari 5 Ha sampai
dengan 100 Ha;
c. 41% (empat puluh satu persen) untuk luas lahan lebih dari 100 Ha
(seratus hektar).
Jenis dan luasan Prasarana, Sarana, Dan Utilitas Umum
penyedianya ditetapkan dalam siteplan (rencana tapak) yang telah di
sahkan oleh pemerintah daerah. Penyediaan prasarana, sarana, dan
utilitas umum berupa fasilitas umum dan fasilitas sosial perumahan oleh
pengembang perumahan harus terletak pada lokasi perumahan sesuai
izin pemanfaatan ruang yang telah disahkan oleh Bupati, kecuali untuk
calon lahan tempat Pemakaman Umum. Prasarana, Sarana, Dan Utilitas
Umum berupa fasilitas umum dan fasilitas sosial pada perumahan
sebagaimana diatur dalam Pasal 7 Perda 2/2013 meliputi :
a. Prasarana antara lain:
1. Jaringan jalan
2. Jaringan saluran pembuangan air limbah
68
3. Jaringan saluran pembuangan air hujan (drainase)
4. Tempat pembuangan sampah
b. Sarana (fasilitas umum) antara lain:
1. Sarana pelayanan umum dan pemerintahan
2. Sarana pendidikan
3. Sarana kesehatan
4. Sarana peribadatan
5. Sarana rekreasi dan olahraga
6. Sarana pemakaman/ tempat pemakaman
7. Sarana pertamanan dan ruang terbuka hijau
8. Sarana parker
c. Utilitas umum , (fasilitas sosial) antara lain:
1. Jaringan air bersih
2. Jaringan air listrik
3. Jaringan telepon
4. Jaringan gas
5. jaringan transportasi
6. Sarana pemadaman kebakaran
7. Sarana penerangan jalan umum
Permukiman yang nyaman dan menarik untuk ditinggali dapat
diciptakan melalui penyediaan fasilitas sosial (fasos) dan fasilitas umum
69
(fasum) yang lengkap dan memadai, penyediaan fasilitas tersebut mutlak
diperlukan sebagai sarana interaksi sosial. Berikut data lima perumahan di
Kabupaten Gowa yang telah menerapkan fasos dan fasum di
perumahannya.
Fasilitas
Umum
NAMA PERUMAHAN
Arzam Regency
Zigma Royal Park
Bintang village
Royal Spring Citraland
Sarana pelayanan umum dan pemerintahan Sarana pendidikan Sarana kesehatan Sarana peribadatan Sarana rekreasi dan olahraga Sarana pemakaman/ tempat pemakaman Sarana pertamanan dan ruang terbuka hijau Sarana parkir
70
Fasilitas
Sosial
NAMA PERUMAHAN
Arzam Regency
Zigma Royal Park
Bintang village
Royal Spring Citraland
Jaringan air bersih Jaringan air listrik Jaringan telepon Jaringan gas Jaringan transportasi Sarana pemadam kebakaran Sarana penerangan jalan umum
Dapat diperoleh kesimpulan bahwa skala perumahan khususnya
perumahan skala kecil berbanding lurus dengan ketersediaan fasilitas
yang disediakan, terutama pada aspek fasum dan fasos yang tingkat
ketersediaannya sangat kurang. Hal tersebut dikarenakan lingkup
perumahan, lahan, dan modal yang terbatas menjadikan pengembang
kesulitan untuk memenuhi aspek yang disyaratkan. Pada perumahan
71
skala besar tidak menjadikan jaminan bahwa ketersediaan fasilitas umum
secara lengkap, dikarenakan pada beberapa aspek tidak terpenuhi
sedangkan penyediaan fasilitas sosial memberikan gambaran bahwa
skala perumahan besar menjamin ketersediannya.
Fasos dan fasum merupakan fasilitas yang sangat dibutuhkan oleh
masyarakat di suatu area permukiman. Pengembang telah bersedia
menyediakan fasilitas di lingkungan perumahan yang mereka
kembangkan. Pengembang akan membangun fasus dan fasom
sebagaimana mestinya, karena hal tersebut dapat meningkatkan nilai
tambah perumahan, selain itu juga merupakan tindakan preventif dari
terjadinya dampak lingkungan hidup seperti pencemaran lingkungan
hidup. Adapun pengawasan penyediaan fasum fasos oleh pengembang
perumahan ditentukan bahwa :
Pasal 19
(1) Pengawasan dan pengendalian terhadap pemenuhan kewajiban
pengembangan dalam menyediakan dan meyerahkan prasarana,
sarana dan utilitas umum pada kawasan perumahan dan pemukiman
dilakukan oleh Bupati
(2) Dalam melakukan pengawasan dan pengendalian sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) Bupati dapat melimpahkan kewenagannya
kepada satuan kerja perangkat daerah terkait sesuai tugas pokok dan
fungsinya
72
Penyediaan fasum fasos pada dasarnya merupakan kewajiban
pengembang untuk sebuah perumahan yang dibangun, sehingga jika hal
tersebut tidak dilakukan maka akan diberikan tindakan represif berupa
pengenaan sanksi berupa sanksi administrasi dan sanksi pidana.
Pasal 22
(1) Setiap orang atau badan hukum yang melanggar ketentuan pasal 8
dan Pasal 9, dijatuhi sanksi administrasi
(2) Jenis sanksi administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
berupa
a. Peringatan tertulis
b. Penundaan pemberian persetujuan dokumen dan / atau perizinan
c. Penguguman kepada media massa dan / atau dimasukan kedalam
daftar hitam (black list)
(3) Sanksi administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dikenakan
juga kepada pengembang yang menyerahkan prasarana dan sarana
dalam kondisi dan / atau dengan cara yang tidak sesuai dengan
kriteria sebagaimana yang dimaksud dengan Pasal 11.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penerapan sanksi
administrasi diatur dengan Peraturan Bupati
Pasal 24
(1) Setiap orang atau badan hukum / badan usaha yang melakukan
pelanggaran terhadap ketentuan pada Peraturan Daerah ini
73
dikenakan sanksi pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau
denda paling banyak Rp. 50.000.000.000,- (Lima Puluh Juta Rupiah)
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah
pelanggaran
Selain kewajiban membangun fasus dan fasom sebagai bentuk
pencegahan dampak lingkungan hidup, pemanfaatan ruang sebagai untuk
perumahan juga memiliki keterkaitan. Dalam UU Penataan Ruang
menentukan penyelenggaraan penataan ruang bertujuan untuk
mewujudkan perlindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif
terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang. Pengaturan tentang tata
ruang terkait dengan kewenangan sudah diatur dalam Undang-Undang
Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, kewenangan yang
dimaksud disini yaitu kewenangan pengendalian pemanfaatan ruang baik
oleh Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota.
Kewenangan pemerintah dalam tata ruang mencakup kewenangan
pemerintah pusat dalam pengendalian pemanfaatan ruang diseluruh
wilayah negara kesatuan republik Indonesia kewenangan pemerintah
mencakup kewenangan untuk memutuskan pemanfaatan ruang baik
untuk penggunaan pemerintah maupun swasta. Putusan pemerintah yaitu:
(1) setiap keputusan yang dibuat oleh pejabat pemerintah mempunyai
kekuatan mengikat kepada seluruh anggota masyarakat; dan (2) setiap
keputusan yang dibuat oleh pejabat pemerintah mempunyai fungsi publik.
Adapun "wewenang" secara umum merupakan kekuasaan untuk
74
melakukan suatu tindakan hukum publik. Wewenang pemerintah dapat
dijabarkan: 1) hak untuk menjalankan suatu urusan pemerintahan; dan 2)
hak untuk dapat secara nyata memengaruhi keputusan yang akan diambil
oleh instansi pemerintah lainnya61
Menurut Iriani Jamaluddin Kepala Bidang Tata Ruang62
Hubungan antara pemanfaatan ruang dan lingkungan hidup yaitu Misalkan ada pihak pengembang mau membangun dan sudah dirapatkan di BPPRD, jika keluar rekomendasi pembangunan kita kemudian lihat site planya disitukan nanti jelas fasos fasumnya serta saluran pembuanganya.
Pembangunan perumahan sangat inheren dengan kualitas
kelestarian lingkungan sehingga banyak pihak pengembang dalam hal
melakukan pembangunan perumahan untuk mendapatkan rekomendasi
pembangunan harus melalui prosedur yang dirapatkan di Badan
Pengelola Pajak dan Retribusi Daerah (BPPRD) dimana dalam rapat ini
semua instansi yang berkaitan dengan pembangunan perumahan di
panggil untuk mengikuti rapat dan menjelaskan pendapatnya terkait
apakah pembanguanan perumahan ini menjadi layak atau tidak.
Selain itu dalam proses pembangunan perumahan pada site planya
haruslah pula dilampirkan tentang pembuatan drainase. Drainase
dimasukan dalam site plan bukan hanya karena drainase adalah syarat
mutlak yang harus dipenuhi untuk pembangunan perumahan melainkan
ada tujuan lain yang mana tujuan tersebut merupakan upaya untuk
61 Yunus Wahid, Pengantar Hukum Tata Ruang Penerbit, Kenacna Prenadamedia Group, Jakarta 2014, hal 112-113
62Hasil wawancara dengan Iriani Jamaluddin Kepala Bidang Tata Ruang pada tanggal 28 Oktober 2017
75
melindungi lingkungan dengan membuatkan saluran pembuangan untuk
meminimalisir kerusakan lingkungan. Sehingga hal ini yang kemudian
menjadikan keterkaitan antara lingkungan dan pembangunan perumahan
Menurut Zul Ilham, Direktur PT. Zigma yang berbisnis disektor
properti mengatakan bahwa :63
Dalam pembangunan perumahan kami mendapatkan surat rekomendasi dari Dinas Lingkungan untuk menerbitkan IPAL, selain itu kami juga mendapat rekomendasi dari Dinas Lingkungan untuk menanam satu pohon per rumah dan juga menyediakan 40% RTH di wilayah perumahan.
Instalasi Pengolahan Air Limbahh (IPAL) adalah instalasi
pengelolaan air limbahh yang dilakukan dengan tujuan untuk mengelola
limbahh cair sebelum dibuang ke media lingkungan. Hal ini menjadi
sebuah kewajiban dimana usaha atau aktivitas yang menghasilkan
limbahh cair perlu melakukan pengelolaan sebelum membuangnya ke
media lingkungan, IPAL sangan bermanfaat sebagai sarana pelestarian
lingkungan misalkan seperti mengolah air limbah agar air tersebut dapat
digunakan kembali sesuai kebutuhan masing-masing, membuat air limbah
yang akan di alirkan ke sungai tidak tercemar, menjaga kehidupan biota-
biota sungai. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk menyaring air agar
bisa digunakan kembali.
Menurut Andi Tamsil Konsultan AMDAL64
Limbahh cair diolah di bangunan khusus (Intstalasi Pengolahan
63Hasil wawancara dengan Zul Ilham, Direktur PT. Zigma pada tanggal 25 Oktober 2017
64Hasil wawancara dengan Andi Tamsil Konsultan AMDAL pada tanggal 30 Oktober 2017
76
Air Limbahh / IPAL) yang dibuat sesuai dengan jenis limbahh cair yang dihasilkan. Pengolahan bisa dilakukan secara fisik kimia dan biologis atau gabungan/kombinasi sesuai metode yang diterapkan. Limbahh yang telah diolah harus diukur kadarnya dan tidak boleh melampaui ambang batas yang ditetakan oleh Pemerintah yaitu Baku Mutu Lingkungan Hidup.
Pada perumahan sering ada kasus pembuangan limbah cair yang
dilakukan tanpa menggelola sebelumnya sehingga limbah tersebut dapat
mempengaruhi kualitas baku mutu lingkungan. Limbah cair merupakan
limbah rumah tangga non kakus, yaitu buangan yang berasal dari kamar
mandi, dapur (mengandung sisa makanan), dan tempat cuci. Limbah cair
ini biasanya menggenang sebelum mengalir, sehingga tempat di
sekitarnya menjadi bau, kotor, sarang kuman, dan kumuh. Akan banyak
lalat dan nyamuk yang bersarang di genangan air kotor yang lama
kelamaan akan menjadikan tempat di sekitarnya berlumut, menghitam,
dan bau. Bau tersebut disebabkan oleh adanya proses dekomposisi zat
organik yang memerlukan oksigen terlarut, sehingga dapat menurunkan
kandungan oksigen terlarut dalam air limbah, ditandai oleh warna air
limbah kehitaman, berbusa, dan berbau busuk. Sehingga ketika tidak
ada kepedulian terhadap dampak limbah rumah tangga, maka limbah cair
tersebut menjadi produk yang sangat merugikan bagi lingkungan, yang
pada akhirnya merugikan kehidupan kita bersama, karena limbah cair
yang dibiarkan meresap ke dalam tanah tersebut akhirnya akan
mencemari air tanah. Yang oleh karena itu aktifitas limbah cair
perumahan haruslah dilakukan pengelolaan limbah sebelumnya, yang
77
mana pengelolaan limbah ini dilakukan sesuai denga kapasitas limbah
yang dihasilkan, sehingga jika limbah nantinya dibuang tidak mencemari
lingkungan dan membuat sejalan antara usaha perumahan dan
lingkungan itu sendiri.
Limbah cair dikelolah oleh badan khusus pengelolaan limbah cair
Instalasi Pengolahan Air Limbahh (IPAL) yang merupakan sebuah struktur
yang dirancang untuk membuang limbah biologis dan kimiawi dari air
sehingga memungkinkan air tersebut untuk digunakan pada aktivitas yang
lain. IPAL merupakan salah satu fasilitas utama yang harus ada dan
beroperasi dengan baik dengan efesiensi pengolahan yang harus baik
pula. Dengan kondisi limbah cair pada perumahan dalam hal pengolahan
limbah cair tersebut harus benar-benar di perhatikan agar suatu sistem
yang di gunakan untuk menangani air limbah secara efektif dapat terwujud
terutama yang mengandung bahan kimia berbahaya. Banyaknya
pembangunan perumahan di daerah yang mana buangan limbahnya
harus benar-benar ditangani dan diolah dengan benar, agar tidak
mencemari lingkungan air tanah. Karena aktivitas pembangunan
perumahan di sekitar kita dengan kondisi alam pada dasarnya perlu di
sesuaikan yang mana jika tidak dilakukan akan menimbulkan masalah
pencemaran pada lingkungan seperti sulitnya mendapatkan sanitasi
lingkungan dan semakin sulitnya mendapatkan air bersih dari air tanah
disekitarnya
78
Selain itu menurut Apriyanto Abbas Kabid Dinas Perumahan dan
Permukiman65
Pembuatan Drainase dan arah pembuangan menjadi sebuah kewajiban bagi perumahan. dan dalam proses pembuatanya dilakukan pengawasan di lapangan oleh pihak yang memiliki wewenang.
Upaya pengelolaan lingkungan dan upaya pemantauan lingkungan
mensyartakan dalam proses pembuatan perumahan haruslah memiliki
drainase dimana sistem drainase pada perumahan berfungsi untuk
mengorganisasi sistem instalasi air dan sebagai pengendali keperluan air
serta untuk mengontrol kualitas air tanah. Drainase perumahan
direncanakan untuk mengendalikan erosi yang dapat menyebabkan
kerusakan pada bangunan serta mengendalikan air hujan yang berlebihan
atau genangan air pada rumah tinggal.
65Hasil wawancara dengan Apriyanto Abbas Kabid Dinas Perumahan dan
Permukiman pada tanggal 28 Oktober 2017
79
80
Strategi yang harus dilaksanakan dalam mengatasi kelemahan untuk
mengantisipasi setiap ancaman dengan mewujudkan lembaga
pengelolaan drainase lingkungan yang berkualitas yang kemudian
mengoptimalisasi kinerja SKPD terkait dalam pemeliharaan saluran
81
drainase lingkungan, selain itu juga melakukan pengembangan kapasitas
SDM instansi pengelola drainase Peningkatan koordinasi antar instansi
terkait agar dapat mendorong peningkatan peran masyarakat dan dunia
usaha dalam pengembangan sarana dan prasarana permukiman yang
ramah lingkungan.
Drainase merupakan suatu sistem yang tidak hanya untuk
menyalurkan air hujan, tetapi untuk limbah rumah tangga maupun limbah
pabrik. Sistem ini mempunyai peranan yang sangat penting dalam
menciptakan lingkungan yang sehat, apalagi di daerah yang berpenduduk
padat seperti di perkotaan. Drainase juga merupakan salah satu fasilitas
dasar yang dirancang sebagai sistem guna memenuhi kebutuhan
masyarakat dan merupakan komponen penting dalam perencanaan kota
(perencanaan infrastruktur khususnya). Secara umum, drainase
didefinisikan sebagai serangkaian bangunan air yang berfungsi untuk
mengurangi dan/atau membuang kelebihan air dari suatu kawasan atau
lahan, sehingga lahan dapat difungsikan secara optimal. Drainase juga
diartikan sebagai usaha untuk mengontrol kualitas air tanah dalam
kaitannya dengan sanitas, dimana drainase merupakan suatu cara
pembuangan kelebihan air yang tidak diinginkan pada suatu daerah, serta
cara-cara penangggulangan akibat yang ditimbulkan oleh kelebihan air
tersebut.
82
B. Pengendalian Dampak Lingkungan Hidup Akibat Pembangunan
Perumahan Di Kabupaten Gowa
Pembangunan menimbulkan resiko negatif terhadap lingkungan.
Ancaman kerusakan dan penurunan fungsi lingkungan hidup sehingga
tidak lestari. Namun, pembangunan di Indonesia harus tetap dilaksanakan
untuk mencapai kesejahteraan bangsa Indonesia sebagaimana di
amanatkan Alinea ke-IV Pembukan UUD NRI 1945. Pasal 33, Ayat (4)
UUD NRI 1945 merumuskan bahwa perekonomian nasional
diselenggarakan berdasarkan demokrasi ekonomi dengan prinsip
kebersamaan, efsiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan
lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan
dan kesatuan ekonomi nasional.
Merujuk pada ketentuan Pasal 28H Ayat (1) UUD NRI 1945, “Setiap
orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan
mendapalkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak
memperoleh pelayanan kesehatan” berarti hak untuk memperoleh
lingkungan hidup yang baik dan sehat, serta pelayanan kesehatan yang
baik, merupakan hak asasi manusia (HAM) karena itu, UUD NRI 1945
jelas sangat pro lingkungan hidup, sehingga dapat disebut sebagai
konstitusi hijau (green constitution).66Ini berarti, hak atas lingkungan yang
baik dan sehat merupakan bagian dari HAM, yang oleh Jimly Asshiddiqie
disebutnya dengan istilah constitutionalization of environmental policy.
66Irwansyah, 2015. Hak Atas Lingkungan. USAID, the United States Government,
Asia Foundation and Kemitraan. h.100.
83
Dengan demikian norma perlindungan lingkungan hidup sudah
ditingkatkan derajatnya dan berada pada level perundang-undangan
tertinggi.67
Meningkatnya sektor industri properti dalam hal pembangunan
perumahan akan meningkatkan pula keterganguan lingkungan dari limbah
yang dihasilkan oleh perumahan tersebut. Terganggunya lingkungan
dapat diminimalisir dengan melakukan pengendalian dampak melalui
prosedur teknis dan administratif. Pengendalian tersebut merupakan
konsep yang membebankan tanggung jawab melalui fungsi pemerintahan
dengan tugas-tugas yang diberikan kepada pejabat adminisitrasi
berdasarkan kewenagan yang diberikan melalui peraturan perundang-
undangan dan kewajiban-kewajiban yang dibebankan kepada setiap
orang atau badan yang melakukan kegiatan usaha dengan menghasilkan
limbah.
Pembangunan perumahan selain menghasilkan manfaat bagi
masyarakat, pembangunannya juga menimbulkan dampak, antara lain,
dihasilkannya limbah yang apabila dibuang ke dalam media lingkungan
hidup dapat mengancam kelestarian lingkungan hidup, kesehatan, dan
kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lain. Menyadari potensi
67 Hal ini membawa implikasi yuridis, setiap undang-undang yang terkait dengan
lingkungan hidup yang dipandang bertentangan dengan konstitusi, dapat diuji konstitusionalitasnya oleh Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga peradilan untuk mengawal konstitusi. Dalam perspektif lain, perkembangan ketatanegaraan ini sekaligus membuka ruang bagi terwujudnya proses-proses demokratisasi dalam pengambilan setiap kebijakan lingkungan dimasa mendatang. Dikutip dalam Irwansyah. Jejak Demokrasi Lingkungan Alam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009. Jurnal Ilmu Hukum Amanna Gappa | Vol. 21 Nomor 2 Juni 2013. H 123
84
dampak negatif yang ditimbulkan sebagai konsekuensi dari
pembangunan, terus dikembangkan upaya pengendalian dampak
lingkungan.
Sebagai bentuk pengendalian dampak lingkungan hidup di
Kabupaten Gowa karena adanya pembangunan perumahan sebagaimana
dinyatakan dalam Perda PPLH Pasal 12 bahwa pengendalian dan
pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup dilaksanakan dalam
rangka pelestarian fungsi lingkungan hidup.
Izin dalam perspektif hukum administrasi negara merupakan salah
satu upaya dan strategi negara, dalam hal ini Pemerintah atau Pemerintah
Daerah, dalam rangka penguasaan atau pengendalian terhadap suatu
objek hukum dari kegiatan terhadapnya. Upaya dan strategi dimaksud
dilakukan dengan melarang tanpa izin melakukan kegiatan apa pun
terhadap objek hukum yang dimaksud. Izin diberikan kepada pihak
tertentu setelah yang bersangkutan mengajukan permohonan dengan
disertai syarat-syarat yang ditentukan. Permohonan tersebut kemudian
dinilai dan dipertimbangkan oleh pejabat yang berwenang. Manakala
permohonan dan syarat-syaratnya telah memenuhi kualifikasi tertentu
yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan maka permohonan
dikabulkan dan izin diberikan, di dalamnya ditentukan pula adanya syarat-
syarat tertentu yang harus dipenuhi oleh pemegang izin.
85
Menurut Apriyanto Abbas Kabid Dinas Perumahan dan
Permukiman68
untuk mendapatkan Izin pada pembangunan perumahan69 menggunakan UKL-UPL karena syarat amdal itu ditujukan untuk perumahan yang luasnya 45 hektar sedangkan untuk luas dibawah 200 meter persegi itu digunakan STPL dan diatas 200 keatas itu menggunakan UKL-UPL
Hal senada juga disampaikan oleh Andi Hernawati Kabid
Pencemaran Dinas Lingkungan Hidup70
Pembagunan perumahan itu baik yang dilakukan oleh swasta ataupun pemerintah wajib harus memiliki izin lingkungan hal ini dilakukan untuk meminimlisir dampak pencemaran pada lingkungan akibat pembangunan. Izin pembangunan perumahan menggunakan UKP-UPL karena untuk UKP-UPL kan yang dilihat luasanya bukan bangunanya dan tidak ada perluasan wilayah untuk perumahan sekarang.
UKP-UPL adalah upaya pengelolaan dan pemantauan lingkungan
hidup dimana dalam pembagunan perumahan, pengelolaan dan
pemantauan lingkungan juga menjadi syarat untuk dijaga kelestarianya
68Hasil wawancara dengan Apriyanto Abbas Kabid Dinas Perumahan dan
Permukiman pada tanggal 28 Oktober 2017 69Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia
Nomor 05 Tahun 2016 tentang Izin Mendirikan Bangunan Gedung dalam Pasal 32 dimana dalam ketentuan tersebut disebutkan.
1. Pemohon harus mengurus perizinan dan/atau rekomendasi teknis lain dari instansi berwenang untuk permohonan IMB bangunan gedung tidak sederhana untuk kepentingan umum dan bangunan khusus sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
2. Perizinan dan/atau rekomendasi teknis lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain: a. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL); b. Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan
(UKL-UPL); c. Ketentuan Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP); dan d. Surat Izin Peruntukan Penggunaan Tanah (SIPPT).
70Hasil wawancara dengan Andi Hernawati Kabid Pencemaran Dinas Lingkungan Hidup pada Tanggal 28 oktober 2017
86
dalam proses pemanfaatan lingkungan untuk pembangunan perumahan,
yang mana apabila ditemukan kesalahan pada UKP-UPLnya terkait
pemantaun dan pengelolaan lingkungan hidup yang menjadikan
pembangunan perumahan tidak didasarkan atas keinginan untuk menjaga
lingkungan berakibat tidak didapatkanya rekomendasi pembagunan bagi
pihak pengembang untuk melakukan pembangunan perumahan yang di
inginkan.
Pembangunan perumahan sangat erat hubunganya dengan
permasalahan lingkungan, dampak pembangunan perumahan serta
limbah yang dihasilkan dari pembangunan perumahan dapat
menyebabkan penurunan terhadap kualitas lingkungan sehingga semua
usaha yang berdampak pada lingkungan wajib untuk memiliki Amdal atau
UKP-UPL hal ini sejalan pada Pasal 2 dan Pasal 3 Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan yaitu :
Pasal 2
1. Setiap Usaha dan/atau Kegiatan yang wajib memiliki Amdal
atau UKL-UPL wajib memiliki Izin Lingkungan.
2. Izin Lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperoleh
melalui tahapan kegiatan yang meliputi:
a. penyusunan Amdal dan UKL-UPL;
b. penilaian Amdal dan pemeriksaan UKL-UPL; dan
c. permohonan dan penerbitan Izin Lingkungan.
87
Pasal 3
1. Setiap usaha dan/atau kegiatan yang berdampak penting
terhadap lingkungan hidup wajib memiliki amdal.
2. Setiap usaha dan/atau kegiatan yang tidak termasuk dalam
kriteria wajib amdal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib
memiliki UKL-UPL.
Pembangunan perumahan yang dilakukan oleh pihak pengembang
merupakan usaha yang dilakukan terkait pembangunan perumahan yang
wajib memiliki izin lingkungan, dimana izin lingkungan dapat diberikan jika
usaha pembangunan perumahan tersebut memiliki UKP-UPL atau Amdal.
Hal ini dilakukan agar terjadi keselarasan antara pembangunan
perumahan dan kelestarian lingkungan dengan tujuan pembangunan
perumahan yang dilakukan tidaklah menurunkan kualitas lingkungan
hidup. Hal inilah yang menunjukan bahwa pembanguan perumahan dan
lingkungan hidup secara inheren sangat berkaitan dan harus saling
berkesinambungan dalam proses pelaksanaanya. AMDAL, UKL-UPL
sebagai upaya pengelolaan dan pemantauan lingkungan adalah salah
satu langkah pengendalian dan akan diimplementasikan sebagai salah
satu persyaratan utama dalam memperoleh izin lingkungan yang mutlak
dimiliki sebelum diperoleh izin usaha.
UKL-UPL memiliki beberapa tujuan yang pastinya akan sangat
bermanfaat. Tidak hanya untuk menyelamatkan lingkungan hidup dari
dampak buruk yang mungkin saja diakibatkan oleh limbah ataupun dari
88
usaha yang dilakukan. Namun membuat usaha yang dilakukan tetap bisa
berjalan sejalan dengan lingkungan tanpa harus mengakibatkan dampak
buruk pada lingkungan. UKL-UPL ini bisa berguna sebagai dokumen
untuk menghindari kemungkinan munculnya konflik dengan masyarakat
yang ada di daerah usaha yang berhubungan dengan lingkungan hidup
dan bagi pemilik usaha dengan membuat dokumen UKL-UPL adalah
dokumen ini bisa digunakan sebagai instrumen pengikat dalam
pengelolaan dan pemantauan lingkungan. Berdasarkan ketentuan Pasal
19 Perda PPLH
1) Setiap usaha dan/atau kegiatan yang wajib memiliki AMDAL dan
atau UKL-UPL wajib memiliki izin lingkungan
2) Izin lingkungan diterbitkan berdasarkan keputusan atau
rekomendasi kelayakan lingkungan hidup
3) Izin lingkungan wajib mencantumkan persyaratan yang dimuat
dalam keputusan kelayakan lingkungan hidup atau rekomendasi
UKP-UPL serta izin perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup
4) Izin sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
ditetapkan dengan keputusan Bupati
5) Jenis perizinan, prosedur perizinan, penerbitan izin, masa berlaku
perizinan diatur lebih lanjut dengan peraturan Bupati
Sehingga hal ini menjadikan setiap pembangunan baik yang
dilakukan oleh pihak pengembang wajib mendapatkan izin lingkungan
89
sebagai upaya pelestarian lingkungan. Hal ini didasarkan pada, bahwa
setiap aktivitas pembangunan yang dilakukan dalam berbagai bentuk
usaha dan/atau kegiatan pada dasarnya akan menimbulkan dampak
terhadap lingkungan. Dengan diterapkannya prinsip berkelanjutan dan
berwawasan lingkungan dalam proses pelaksanaan pembangunan,
dampak terhadap lingkungan yang diakibatkan oleh berbagai aktivitas
pembangunan tersebut dianalisis sejak awal perencanaannya, sehingga
langkah pengendalian dampak negatif dan pengembangan dampak positif
dapat disiapkan sedini mungkin. Dan perangkat atau instrumen yang
dapat digunakan untuk melakukan hal tersebut bisa Amdal dan UKL-UPL,
dimana Amdal dan UKL-UPL juga merupakan salah satu syarat untuk
mendapatkan Izin Lingkungan. Menurut Andi Tamsil Konsultan AMDAL71
Semua perumahan wajib mempunyai dokumen Lingkungan yang terdiri dari Dokumen AMDAL atau UKL-UPL sesuai dengan skala besarannya, karena dokumen lingkungan merupakan syarat untuk memperoleh Izin Lingkungan dan IMB. Akan tetapi pada prakteknya, ada beberapa perumahan yang tidak sepenuhnya melaksanakan isi atau kewajiban yang sudah tercantum pada Dokumen AMDAL atau UKL-UPL.
Terhadap resiko negatif pembangunan perlu dilakukan perencanaan
atas kegiatan yang kemungkinan dapat menimbulkan dampak besar dan
penting terhadap lingkungan. Dampak penting adalah perubahan
lingkungan yang sangat mendasar yang diakibatkan oleh suatu kegiatan.
Perencanaan dimaksud dengan menganalisis berbagai hal mulai dari
71Hasil wawancara dengan Andi Tamsil Konsultan AMDAL pada tanggal 30
Oktober 2017
90
manfaat kegiatan, dampak yang timbul terhadap lingkungan, kondisi alam,
dan lainnya. Perencanaan demikian disebut dengan analisis mengenai
dampak lingkungan (Amdal).72Amdal sebagai salah satu instrumen yang
konkret untuk mencapai dan mempertahankan pembangunan
berkelanjutan. Dalam upaya melestarikan fungsi lingkungan hidup, melalui
penyelengaraan perizinan bidang lingkungan hidup. Amdal dibuat untuk
menjaga kondisi lingkungan tetap berada pada derajat mutu tertentu demi
menjamin kesinambungan pembangunan.
Dampak positif adanya Amdal di Indonesia terutama dirasakan
dengan peningkatan kesadaran lingkungan dikalangan birokrat dan
pengusaha, tetapi setelah sekian tahun diterapkan, muncul banyak
permasalahan. Hasil studi yang dilakukan, selama ini terdapat persoalan
dalam sistem Amdal, pertama, pemahaman yang kurang bahwa amdal
harus digunakan sebagai alat perencanaan (planning tool); kedua, peran
serta masyarakat dalam pembentukan Amdal masih minim; ketiga, kurang
jelas hubungan Amdal dengan perizinan; keempat, kualitas dokumen
amdal lemah; kelima, tidak ada sistem monitoring atas penerapan
Amdal.73
Amdal dan UKL-UPL juga merupakan salah satu syarat untuk
mendapatkan Izin Lingkungan. Pada dasarnya proses penilaian Amdal
atau permeriksaan UKL-UPL merupakan satu kesatuan dengan proses
permohonan dan penerbitkan Izin Lingkungan. Dengan dimasukkannya
72Helmi, 2012, Hukum Perizinan Lingkungan Hidup, Sinar Grafika, Jakarta, h. 131.
73Ibid h. 132.
91
Amdal dan UKL-UPL dalam proses perencanaan Usaha dan/atau
Kegiatan, Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan
kewenangannya mendapatkan informasi yang luas dan mendalam terkait
dengan dampak lingkungan yang mungkin terjadi dari suatu rencana
Usaha dan/atau Kegiatan tersebut dan langkah-langkah pengendaliannya,
baik dari aspek teknologi, sosial, dan kelembagaan.
Berdasarkan informasi tersebut, pengambil keputusan dapat
mempertimbangkan dan menetapkan apakah suatu rencana Usaha
dan/atau Kegiatan tersebut layak, tidak layak, disetujui, atau ditolak, dan
Izin lingkungannya dapat diterbitkan. Masyarakat juga dilibatkan dalam
proses pengambilan keputusan dan penerbitan izin lingkungan. Setiap
usaha dan/atau kegiatan yang berdampak penting terhadap lingkungan
hidup wajib memiliki amdal. Setiap usaha dan/atau kegiatan yang tidak
termasuk dalam kriteria wajib amdal wajib memiliki UKL-UPL. Amdal
disusun oleh pemrakarsa pada tahap perencanaan suatu usaha dan/atau
kegiatan. Lokasi rencana usaha dan/atau kegiatan wajib sesuai dengan
rencana tata ruang. Dalam hal lokasi rencana usaha dan/atau kegiatan
tidak sesuai dengan rencana tata ruang, dokumen amdal tidak dapat
dinilai dan wajib dikembalikan kepada pemrakarsa. Dokumen amdal terdiri
atas Kerangka Acuan, Andal, dan RKL-RPL. Sebagaimana telah
disebutkan, izin merupakan tindakan pemerintah untuk mengendalikan
pengelolaan lingkungan hidup. Pengendalian yang dilakukan oleh
pemerintah adalah bersifat preemitif, maksudnya adalah langkah atau
92
tindakan yang dilakukan pada tingkat pengendalian keputusan dan
perencanaan. Pemberlakuan amdal sebagai tindakan preemitif dari
pemerintah. Artinya, agar amdal dilakukan oleh pemrakarsa dengan
efektif, sebagai upaya pengelolaan lingkungan yang baik. Sayangnya
kerap kali para pemrakarsa mengabaikan penataatanya atas peraturan
lingkungan, sehingga dampak negatif atas lingkungan timbul ketika
aktivitas izin berlangsung .
Amdal dikaitkan dengan perizinan. Jadi, suatu rencana usaha
dan/atau kegiatan yang mensyaratkan Amdal, guna memperoleh izin,
terlebih dahulu harus melengkapi dokument Amdal. Jika tidak memenuhi
syarat pembuatan amdal, izin untuk melakukan usaha/aktivitas, tidak akan
diberikan oleh pejabat yang berwenang mengeluarkan izin. Persoalanya,
ada suatu usaha / aktivitas yang sudah berlangsung (operasional). Dilihat
dari segi objektivitas harus dilakukan suatu studi kelayakan atas aktivitas
tersebut berkenaan dengan aktivitas / usaha tersebut tidak lagi dilakukan
amdal karena amdal hanya berlaku pada suatu rencana usaha atau
aktivitas. Jadi, sebagai bagian dari studi kelayakan untuk melaksanakan
suatu rencana atau kegiatan.
Ketidakpatuhan pengembang terhadap pengelolaan dan
pemantauan lingkungan hidup, selain diakibatkan karena rendahnya
kepedulian terhadap pencegahan pencemaran lingkungan hidup, juga
karena masih lemahnya pengawasan oleh pemerintah dan masyarakat.
Hal ini ditunjukkan oleh pengembang yang membuat dan melaporkan
93
dokumen lingkungannya. Selain itu, sanksi yang sangat ringan atau
bahkan tidak ada sanksi bagi pelanggaran juga menyebabkan rendahnya
kepatuhan pengembang. Akibatnya adalah terjadinya pencemaran
lingkungan hidup akibat aktivitas perumahan masih sering terjadi. Perda
PPLH Pasal 18 menentukan
1) Setiap usaha dan / atau kegiatan yang berdampak penting
terhadap lingkungan hidup, wajib memiliki dokumen analisis
mengenai dampak lingkungan (AMDAL)
2) Apabila usaha dan / atau kegiatan sebagaimana yang dimaksud
ayat (1) tidak memenuhi kriteria wajib AMDAL, wajib memiliki upaya
pengelolaan lingkungan dan upaya pemantauan lingkungan (UKL-
UPL)
3) Apabila usaha dan / atau kegiatan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) tidak memenuhi ketentuan wajib UKL-UPL, wajib membuat
surat peryataan kesanggupan pengelolaan dan pemantauan
lingkungan hidup (SSPL)
4) Dokumen AMDAL dan UKL-UPL merupakan lingkungan hidup dan
rekomendasi kelayakan lingkungan
5) Penetapan jenis usaha dan / atau kegiatan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan
peraturan Bupati
Perlunya AMDAL atau UKL-UPL dalam pembangunan perumahan
dapat dimaknai sebagai salah satu perangkat pengendalian pengelolaan
94
lingkungan hidup yang terus diperkuat melalui peningkatkan akuntabilitas
dalam pelaksanaan penyusunan AMDAL atau UKL-UPL dengan
mempersyaratkan lisensi bagi penilai amdal dan diterapkannya sertifikasi
bagi penyusun dokumen amdal, serta dengan memperjelas sanksi hukum
bagi pelanggar di bidang AMDAL atau UKL-UPL.
Semua perumahan wajib memiliki dokumen Amdal atau UKP-UPL
tergantungan luasanya, hal ini menunjukan bahwa dalam hal usaha
perumahan haruslah disesuaikan dengan keadaan lingkungan dalam hal
pembuatanya dan mempertimbangnya dengan bentuk UKP-UPLnya
sehingga ada rujukan proses pembuatan perumahanya yang berwawasan
lingkungan. Namun dalam kenyataannya hal tersebut sering terabaikan,
sehingga tidak berfungsi secara optimal dalam mendukung suksesnya
pembuatan perumahan yang berwawasan lingkungan.
Oleh karena itu, diperlukan upaya pengembangan perencanaan dan
perancangan, serta pembangunan perumahan yang kontributif terhadap
tujuan pelestarian lingkungan. Berdasarkan pengertian dasar tersebut
tampak bahwa batasan aspek perumahan dan permukiman sangat
berkaitan erat dengan konsep lingkungan hidup.
Lingkungan permukiman adalah kawasan perumahan dalam
berbagai bentuk dan ukuran dengan penataan tanah dan ruang,
prasarana dan sarana lingkungan yang terstruktur. Prasarana lingkungan
adalah kelengkapan dasar fisik lingkungan yang memungkinkan
lingkungan permukiman dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Hal ini
95
dilakukan agar menyeimbangkan upaya untuk memenuhi kebutuhan saat
ini dengan keharusan untuk menyisakan lingkungan yang baik sebagai
warisan positif kepada generasi di masa yang akan datang, karena hal ini
didasarkan atas, bahwa semua komponen ekonomi, lingkungan dan sosial
itu sebenarnya saling berkaitan dan tidak dapat digarap sendiri-sendiri.
AMDAL atau UKL-UPL menjadi salah satu persyaratan utama dalam
memperoleh izin lingkungan yang mutlak dimiliki sebelum diperoleh izin
usaha. Dalam rangka pengendalian dampak lingkungan hidup perlu
dilaksanakan dengan mendayagunakan secara maksimal instrumen
pengawasan dan perizinan. Dalam hal pencemaran dan kerusakan
lingkungan hidup sudah terjadi, perlu dilakukan upaya berupa penegakan
hukum yang efektif, konsekuen, dan konsisten terhadap pencemaran dan
kerusakan lingkungan hidup yang sudah terjadi. Sehubungan dengan hal
tersebut, perlu dikembangkan satu sistem hukum perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup yang jelas, tegas, dan menyeluruh guna
menjamin kepastian hukum sebagai landasan bagi perlindungan dan
pengelolaan sumber daya alam serta kegiatan pembangunan lain.
Persyaratan perizinan tersebut sesungguhnya merupakan hal atau
kegiatan guna mewujudkan keadaan yang dikehendaki oleh pemerintah.
Oleh karena itu, apabila dalam pelaksanaannya syarat tersebut tidak
diselenggarakan dengan sebaik-baiknya, pemerintah dapat mencabut izin
tersebut atau apabila di dalamnya terdapat unsur kriminal maka selain
dicabutnya izin, negara dapat menyidik, menuntut, bahkan menjatuhkan
96
pidana sesuai dengan mekanisme dan prosedur yang tersedia menurut
hukum. Adanya keberlakuan sanksi bagi pelaku usaha perumahan jika
melanggar ketentuan yang telah di tetapkan dalam UKP-UPL akan
dikenakan sanksi administrasi mengingat UKP-UPL merupakan hal yang
menjadi alasan mengapa izin lingkungan diberikan selain karena menjadi
persyaratan untuk mendapatkan izin lingkungan UKP-UPL juga
merupakan bentuk pengendalian terhadap usaha perumahan agar tetap
menjaga dan selaras dengan lingkungan hidup. Sanksi administrasi ini
diatur melalui Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 Tahun
2012 tentang Izin Lingkungan pada Pasal 71 dan Pasal 72 dimana dalam
Pasal tersebut dijelaskan
Pasal 71
1. Pemegang Izin Lingkungan yang melanggar ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 dikenakan sanksi
administratif yang meliputi:
a. teguran tertulis;
b. paksaan pemerintah;
c. pembekuan Izin Lingkungan; atau
d. pencabutan Izin Lingkungan.
2. Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diterapkan oleh Menteri, Gubernur, atau Bupati/Walikota sesuai
dengan kewenangannya.
97
Pasal 72
Penerapan sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 71 ayat (2) didasarkan atas:
a. efektivitas dan efisiensi terhadap pelestarian fungsi lingkungan
hidup;
b. tingkat atau berat ringannya jenis pelanggaran yang dilakukan
oleh pemegang Izin Lingkungan;
c. tingkat ketaatan pemegang Izin Lingkungan terhadap
pemenuhan perintah atau kewajiban yang ditentukan dalam izin
lingkungan;
d. riwayat ketaatan pemegang Izin Lingkungan; dan/atau
e. tingkat pengaruh atau implikasi pelanggaran yang dilakukan
oleh pemegang Izin Lingkungan pada lingkungan hidup.
Selain AMDAL, UKL-UPL yang dipersyaratkan sebelum melakukan
pembangunan perumahan, pihak pengembang juga diwajibkan memiliki
izin pemanfaatan ruang. MenurutIriani Jamaluddin Kepala Bidang Tata
Ruang 74
Untuk pembangunan perumahan yang tidak sesuai RTRW, kami tidak memberikan izin misalkan pada lokasi yang tidak disebutkan dalam perda untuk perumahan namun mau di bangunkan lokasi perumahan kami tidak bisa memberikan izin dalam hal ini Izin Pemanfaatan Ruang.
74Hasil wawancara dengan Iriani Jamaluddin Kepala Bidang Tata Ruang pada
tanggal 28 Oktober 2017
98
Dalam UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang Pasal 14
ayat (1) sampai dengan ayat (7) disebutkan bahwa Perencanaan tata
ruang dilakukan untuk menghasilkan rencana umum tata ruang; dan
rencana rinci tata ruang. Rencana umum tata ruang secara berhierarki
terdiri atas rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, rencana tata ruang
wilayah provinsi dan rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota.
Rencana Detail Tata Ruang yang selanjutnya disingkat RDTR
adalah rencana secara terperinci tentang tata ruang wilayah
kabupaten/kota yang dilengkapi dengan peraturan zonasi kabupaten/kota.
Sesuai ketentuan Pasal 59 Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010
tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang, setiap RTRW kabupaten/kota
harus menetapkan bagian dari wilayah kabupaten/kota yang perlu disusun
RDTR-nya.
Bagian dari wilayah yang akan disusun RDTR tersebut merupakan
kawasan perkotaan atau kawasan strategis kabupaten/kota. Kawasan
strategis kabupaten/kota dapat disusun RDTR apabila merupakan
Kawasan yang mempunyai ciri perkotaan atau direncanakan menjadi
kawasan perkotaan serta memenuhi kriteria lingkup wilayah perencanaan
RDTR yang ditetapkan dalam pedoman ini.RDTR merupakan rencana
yang menetapkan blok pada kawasan fungsional sebagai penjabaran
kegiatan ke dalam wujud ruang yang memperhatikan keterkaitan antar
kegiatan dalam kawasan fungsional agar tercipta lingkungan yang
harmonis antara kegiatan utama dan kegiatan penunjang dalam kawasan
99
fungsional tersebut. Menurut Iriani Jamaluddin Kepala Bidang Tata
Ruang75
Saat ini RDTR Kabupaten Gowa belum terbit sehingga penerbitan izin pemanfaatan ruang masih merujuk pada RTRW. Dasar pemberian izin pemanfaatan ruang adalah adanya ketentuan
umum peraturan zonasi sistem kabupaten yang salah satunya adalah
sistem prasarana pengelolaan lingkungan yang meliputi zonasi untuk
sistem jaringan drainase. Ketentuan umum peraturan zonasi untuk sistem
jaringan drainase meliputi kegiatan yang diperbolehkan meliputi kegiatan
pembangunan, prasarana sistem jaringan drainase dalam rangka
mengurangi genangan air, mendukung pengendalian banjir, dan
pembangunan prasarana penunjangnya kegiatan yang tidak
diperbolehkan meliputi kegiatan pembuangan sampah, pembuangan
limbah, dan kegiatan lain yang mengganggu fungsi sistem jaringan
drainase.
Perizinan merupakan kebijakan dan strategi penyelenggaraan
perumahan dan permukiman, hal ini dijelaskan dalam Pasal 161
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2010 tentang
Penyelenggaraan Penataan Ruang yang mana dalam ketentuan tersebut
dijelaskan fungsi izin yaitu:
75Hasil wawancara dengan Iriani Jamaluddin Kepala Bidang Tata Ruang pada
tanggal 28 Oktober 2017
100
a. Menjamin pemanfaatan ruang sesuai dengan rencana tata
ruang, peraturan zonasi, dan standar pelayanan minimal bidang
penataan ruang;
b. mencegah dampak negatif pemanfaatan ruang; dan
c. melindungi kepentingan umum dan masyarakat luas.
Ketentuan perizinan berfungsi sebagai alat pengendali dalam
penggunaan lahan untuk mencapai kesesuaian pemanfaatan ruang dan
rujukan dalam membangun. Ketentuan perizinan disusun berdasarkan
ketentuan umum peraturan zonasi yang sudah ditetapkan; dan ketentuan
teknis berdasarkan peraturan perundang-undangan sektor terkait lainnya.
Izin Pemanfaatan Ruang (IPR) adalah izin yang wajib dimiliki oleh
orang perorangan atau badan yang akan melaksanakan pembangunan
bangunan dalam rangka memberi kepastian hukum mengenai lokasi yang
akan dilakukan pembangunan. Izin pemanfaatan ruang menjadi dasar
alasan apakah pembangunan itu bisa dilakukan atau tidak, dimana izin
pembangunan perumahan dapat diberikan apabila pembagunan yang
akan dilakukan telah sejalan dengan rencana tata dan rencana wilayah
yang telah dibuat oleh pemerintah.Izin pemanfaatan ruang juga diatur
dalam Peraturan Bupati Gowa Nomor 1 tahun 2014 tentang
Penyelenggaraan Izin Pemanfaatan Ruang, Pasal 3 menentukan tujuan
izin pemanfaatan ruang adalah:
a. Menjamin terwujudnya keharmonisan antara lingkungan alam dan
lingkungan buatan;
101
b. Menjamin pemanfaatan ruang sesuai dengan rencana tata ruang,
peraturan zonasi, dan standar pelayanan minimal bidang penataan
ruang;
c. Mencegah dampak negatif pemanfaatan ruang;
d. Melindungi kepentingan umum dan masyarakat luas; dan
e. Menjamin keselarasan pembangunan dan potensi pendapatan daerah.
Proses izin pemanfaatan ruang dapat dilakukan secara berurutan
maupun secara bersamaan (simultan). Proses Izin pemanfaatan Ruang
yang dilakukan dan diproses secara berurutan diantaranya :
a. Izin Prinsip
b. Izin Lokasi
c. IPPT dan rencana Tapak
d. IMB
Pertimbangan teknis yang mengikuti atau yang dipersyaratkan
dalam pemberian izin Pemanfaatan Ruang sesuai ketentuan Peraturan
bersamaan (simultan), setelah keluarnya Izin Prinsip diantaranya :
a. Pertimbangan Teknis Lingkungan;
b. Pertimbangan Teknis Peil Banjir;
c. Pertimbangan Teknis Analisis Dampak Lain;
d. Pertimbangan Teknis Sistem Proteksi Kebakaran.
Masa Berlaku Izin Prinsip diberikan untuk masa berlaku 1 (satu)
tahun dan dapat diperpanjang 1 (satu) kali selama satu tahun. Dalam
melaksanakan kegiatannya, pemegang Izin Prinsip wajib menyampaikan
laporan kemajuan kegiatannya setiap 6 (enam) bulan sekali kepada
102
Bupati dan instansi terkait. Pengelolaan lingkungan hidup menuntut
dikembangkannya suatu sistem yang terpadu berupa suatu kebijakan
daerah yang harus dilaksanakan secara taat asas dan konsekuen oleh
seluruh SKPD di Kabupaten Gowa. Penggunaan ruang wilayah
Kabupaten Gowa harus selaras, serasi, dan seimbang dengan daya
dukung lingkungan. Sebagai konsekuensinya, kebijakan, rencana, dan/
atau program pembangunan harus dijiwai oleh kewajiban SKPD untuk
melakukan pelestarian fungsi lingkungan hidup.
103
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Relevansi ketentuan hukum pembangunan perumahan dalam
mencegah terjadinya dampak lingkungan hidup di Kabupaten Gowa
terlihat dari konsideran menimbang huruf a UU PKP yang
menunjukkan bahwa lingkungan hidup merupakan hak setiap orang,
kehadiran dan keberadaan pembangunan tempat tinggal dalam hal ini
perumahan dalam pelaksanaan kegiatannya harus menjaga dan
melindungi lingkungan hidup. Pemerintah Daerah Kabupaten Gowa
menerbitkan ketentuan hukum yang mengatur pencegahan terjadinya
dampak lingkungan hidup tentang prosedur penyerahan prasarana,
sarana, dan utilitas umum perumahan dan pengaturan perlindungan
dan pengelolaan lingkungan hidup. Pengembang telah bersedia
menyediakan fasilitas di lingkungan perumahan yang mereka
kembangkan merupakan tindakan preventif dari terjadinya dampak
lingkungan hidup dan jika itu tidak dilakukan, maka sebagai tindakan
represif akan dikenai sanksi administrasi atau sanksi pidana.
2. Pengendalian dampak lingkungan hidup akibat pembangunan
perumahan di Kabupaten Gowa dalam rangka pelestarian fungsi
lingkungan hidup dilakukan dengan instrumen izin. Pembangunan
perumahan yang dilakukan oleh pihak pengembang wajib memiliki izin
104
lingkungan, dimana izin lingkungan dapat diberikan jika usaha
pembagunan perumahan tersebut memiliki UKP-UPL atau Amdal.
Selain AMDAL, UKL-UPL yang dipersyaratkan sebelum melakukan
pembangunan perumahan, pihak pengembang juga diwajibkan
memiliki izin pemanfaatan ruang yang akan menjadi dasar
pembangunan perumahan yang dilakukan tidak menyalahi rencana
tata dan rencana wilayah yang telah dibuat oleh pemerintah daerah.
B. Saran
1. Diharapkan kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Gowa dalam
mengawasi dan menjaga pengelolaan lingkungan hidup lebih proaktif
dan segera menerbitkan RDTR kabupaten agar menjadi acuan
dalam menerbitkan Izin pemanfaatan ruang di Kabupaten Gowa
mengingat tumbuh kembangnya pembangunan perumahan di
kabupatan Gowa cukup pesat sehingga perlu berbanding lurus
dengan pengawasan oleh pihak pemerintah daerah
2. Diharapkan bagi pihak pengembang dalam memulai usahanya yaitu
membangun perumahan mentaati peraturan yang telah ditetapkan
oleh pemerintah daerah terkait pencegahan dampak lingkungan
hidup dengan tidak hanya berfokus pada keuntungan dari usaha
tetapi juga tetap mesti memperhatikan aspek lingkungan
DAFTAR PUSTAKA BUKU A.M. Yunus Wahid. 2014. Pengantar Hukum Lingkungan. Arus Timur.
Makassar. --------------------------------. 2014. Pengantar Hukum Tata Ruang Penerbit,
Kenacna Prenadamedia Group, Jakarta.
Adrian Sutedi. 2011. Hukum Perizinan Dalam sektor Pelayanan Publlk. Sinar Grafika. Jakarta.
-------------------. 2008. Tanggung Jawab Produk Dalam Perlindungan
Konsumen. Ghalia Indonesia. Bogor. Achmad Ruslan. 2013. Teori dan Panduan Praktik Pembentukan
Peraturan Perundang undangan di Indonesia. Yogyakarta: Rangkang Education dan Republik Institut
Agus Salim. 2007. Pemerintahan Daerah Kajian Politik dan Hukum.
Ghalia Indonesia. Bogor. Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo. 2010. Hukum Perlindungan Konsumen.
Rajawali Pers. Jakarta. Ahmadi Miru. 2010. Prinsip-Prinsip Perlindungan Hukum Bagi Konsumen
Di Indonesia. Rajawali Pers. Jakarta. Bagir Manan. 1995. Ketentuan-Ketantuan Mengenai Peraturan
Penyelenggaran Hak Kemerdekaan Berkumpul Ditinjau dari Prespektif UUD 1945. Makalah. Jakarta.
Bambang Prabowo Soedarso. 2008. Hukum Lingkungan Dalam
Pembangunan Berkelanjutan(Bunga Rampai). Cintya Press. Jakarta.
Celina Tri Siwi Kristiyanti. 2010. Hukum Perlindungan Konsumen. Sinar
Grafika. Jakarta. Dadang Purnama. 2003. Reformasi Atas Proses Amdal Di Indonesia.
Meningkatkan Peran Dari Keterlibatan Publik. Jakarta. Helmi. 2012. Hukum Perizinan Lingkungan Hidup. Sinar Grafika.
Jakarta.
Irwansyah. 2015. Hak Atas Lingkungan. USAID. the United States Government. Asia Foundation and Kemitraan.
Kuntjoro Purbopranoto. 1998. Beberapa Catatan Hukum Tata
Pemerintahan dan Peradilan Administrasi Negara. Alumni. Bandung.
Muhammad Askin. 2010. Seluk Beluk Hukum Lingkungan. Nekata.
Jakarta. Muhammad Erwin. 2008. Hukum Lingkungan Dalam Sistem
Kebijaksanaan PembangunanLingkungan Hidup. PT.Refika Aditama. Bandung.
N.H.T Siahaan. 2009. Hukum lingkungan. Pancuran alam. Jakarta.. Philipus M.Hadjon. 1995. Fungsi Izin Pembatasan hak-hak dasar dan
asas-asas umum pemerintahan yang baik. Lampung. Philipus M.Hadjon (Penyuting). N.M Spelt. dan J.B.J.M Ten Berge. 1993.
Pengantar Hukum Perizinan. Yuridika. Surabaya. Philipus M.Hadjon. dkk. 2002. Pengantar Hukum Administrasi Indonesia.
Gajah Mada University Press. Yogjakarta. Ridwan HR. 2007. Hukum Administrasi Negara. PT. Raja Grafindo
Persada. Jakarta. Safri Nugraha. et al. 2007. Hukum Administrasi Negara. Center For Law
and Good Governace Studies (CLGS) Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Depok.
Suparto Wijoyo. 2004. hukum Lingkungan Mengenal Instrumen Hukum
Pengendalian Pencemaran Udara di Indonesia. Airlangga University Press. Surabaya.
Soehino. 2000. Asas-Asas Hukum Tata Usaha Negara.
Liberty.Yogyakarta Surya .T. Djajadiningrat. 1996. Industrialisasi dan Lingkungan Hidup.
Mencari Keseimbangan. Muhammadiyah University Press. Surakarta.
Urip Santoso. 2014. Hukum Perumahan. Kencana Prenada media Group.
Jakarta.
JURNAL, ARTIKEL DAN KARYA ILMIAH
A.M.Yunus Wahid. 2011. Prinsip Dan Karakter Hukum Lingkungan
(Bagian dari hasil penelitian/Disertasi. 2006 dengan penyesuaian seperlunya) Oleh Jurnal Ilmiah Hukum.
Irwansyah. Jejak Demokrasi Lingkungan Alam Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2009. Jurnal Ilmu Hukum Amanna Gappa | Vol. 21 Nomor 2 Juni 2013.
Pan Mohamad Faiz. 2016 Perlindungan terhadap Lingkungan dalam
Perspektif Konstitusi Jurnal Konstitusi. Volume 13. Nomor 4. Desember 2016.
Tatiek Sri Djamiati. 2004. Prinsip Izin Usaha Industri di Indonesia.
Disertasi Universitas Airlangga. Surabaya. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-
Pokok Agraria
Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2004 tentang Penatagunaan Tanah
Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Pemukiman
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan hidup
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan
Peraturan Daerah Kabupaten Gowa Nomor 15 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Gowa Tahun 2012-2032.