tes dna dhea

12
Tes DNA adalah tes yang menggunakan bahan uji berupa DNA (Deoxyribose Nucleic Acid) yang berguna salah satunya untuk menentukan identitas seseorang. Tes DNA ini membutuhkan keterlibatan para ahli untuk meminimalisir risiko terjadinya kesalahan karena human error. Hal ini lumrah karena tes DNA bukanlah jenis tes yang mudah, terlebih lagi tes ini membutuhkan peralatan dengan proses yang rumit. Tes DNA akan menghasilkan sebuah DNA fingerprinting. Ada empat tahapan dalam tes DNA secara garis besar, yaitu pengisolasian DNA, pemotongan fragmen DNA, pemisahan fragmen-fragmen DNA, dan visualisasi hasil yang didapat. A. Tahap Isolasi DNA Tahap pengisolasian DNA.... (bagiannya pipit ya dhu...) B. Tahap pemotongan fragmen DNA (RFLP/ Restriction Fragment Lenght Polymorphism) Setelah mendapatkan DNA , tentunya para ahli bisa saja menggunakan keseluruhan fragmen DNA tersebut dalam pengujian. Namun, dalam pengujian untuk mengetahui identitas seseorang cukup dibutuhkan beberapa fragmen DNA saja. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu proses untuk melakukan pemotongan beberapa fragmen DNA. Proses ini dinamakan RFLP (Restriction Fragment Lenght Polymorphism). Proses restriksi atau pemotongan dilakukan dengan menggunakan enzim yang spesifik. Enzim ini berasal dari

description

Prosedur pelaksanaan tes DNA. Segala hal tentang tes DNA

Transcript of tes dna dhea

Page 1: tes dna dhea

Tes DNA adalah tes yang menggunakan bahan uji berupa DNA (Deoxyribose Nucleic

Acid) yang berguna salah satunya untuk menentukan identitas seseorang. Tes DNA ini

membutuhkan keterlibatan para ahli untuk meminimalisir risiko terjadinya kesalahan karena

human error. Hal ini lumrah karena tes DNA bukanlah jenis tes yang mudah, terlebih lagi tes

ini membutuhkan peralatan dengan proses yang rumit. Tes DNA akan menghasilkan sebuah

DNA fingerprinting. Ada empat tahapan dalam tes DNA secara garis besar, yaitu

pengisolasian DNA, pemotongan fragmen DNA, pemisahan fragmen-fragmen DNA, dan

visualisasi hasil yang didapat.

A. Tahap Isolasi DNA

Tahap pengisolasian DNA.... (bagiannya pipit ya dhu...)

B. Tahap pemotongan fragmen DNA (RFLP/ Restriction Fragment Lenght

Polymorphism)

Setelah mendapatkan DNA , tentunya para ahli bisa saja menggunakan keseluruhan

fragmen DNA tersebut dalam pengujian. Namun, dalam pengujian untuk mengetahui

identitas seseorang cukup dibutuhkan beberapa fragmen DNA saja. Oleh karena itu,

dibutuhkan suatu proses untuk melakukan pemotongan beberapa fragmen DNA. Proses ini

dinamakan RFLP (Restriction Fragment Lenght Polymorphism).

Proses restriksi atau pemotongan dilakukan dengan menggunakan enzim yang

spesifik. Enzim ini berasal dari bakteri yang dimodifikasi oleh para ahli di laboratorium.

Enzim ini akan memotong tulang punggung gula fosfat dari molekul DNA pada untaian atau

fragmen nukleotida yang spesifik. Enzim pertama yang dimurnikan dan dipelajari adalah

enzim yang disebut EcoR1. Nama enzim ini diambil dari nama genus dan nama spesies dari

bakteri darimana enzim ini berasal, yaitu bakteri Escherichia Coli atau E. Coli. Berikut ini

adalah untaian nukleotida spesifik yang dikenali oleh EcoR1.

5’----------------GAATTC----------------3’

3’----------------CTTAAG----------------5’

Page 2: tes dna dhea

Gambar Restriksi Fragmen DNA

Enzim restriksi ini digunakan untuk memecah molekul DNA menjadi fragmen-

fragmen yang lebih kecil dengan ukuran yang spesifik. Berikut ini berupa tabel jenis-jenis

enzim yang telah ditemukan.

Enzim restriksi beserta untaian nukleotida yang dikenali

Enzim Restriksi Untaian Nukleotida yang Dikenali

BamHI 5’-G/GATCC-3’

3’-CCTAG/G-5’

HindIII 5’-A/AGCTT-3’

3’-TTCGA/A-5’

SalI 5’-G/TCGAC-3’

3’-CAGCT/G-5’

BgIII 5’-A/GATCT-3’

3’-TCTAG/A-5’

PstI 5’-CTGCA/G-3’

3’-G/ACGTC-5’

C. Metode PCR (Polymerase Chain Reaction)

Page 3: tes dna dhea

Untuk meminimalisir terjadinya kesalahan pada pengambilan sampel DNA yang

ternyata hanyalah artefak atau spesimen yang didapat terlalu sedikit untuk proses identifikasi

DNA selanjutnya, maka digunakan metode PCR atau Polymerase Chain Reaction yang

merupakan proses penggandaan fragmen-fragmen DNA yang telah direstriksi tadi. Alat yang

disiapkan adalah sebuah tabung penguji dengan thermal cycler yang dapat mengubah suhu

dalam tabung sesuai dengan yang diatur oleh penguji untuk menyesuaikan jenis proses dalam

PCR ini yang tiap proses berlangsung dalam beberapa menit. Suhu tabung pada kondisi

pertama adalah 950 C, pada kondisi kedua adalah 500 C, dan pada kondisi ketiga adalah 720

C.

Sementara itu, bahan-bahan yang disiapkan adalah berupa fragmen-fragmen DNA

yang akan digandakan, DNA Polimerase, dan primer. Tahap-tahapnya adalah sebagai berikut.

Pada kondisi pertama setelah ketiga bahan dimasukkan ke dalam tabung, DNA yang terdiri

dari dua untai akan terpisah karena suhu yang sangat tinggi tersebut.

Pada kondisi kedua setelah pemisahan kedua untai DNA, maka primer akan

melakukan inisiasi untuk tahap replikasi. Primer adalah fragmen DNA pendek yang

sebelumnya telah dibuat oleh para ahli yang berfungsi sebagai cetakan urutan basa

nukleotida. Inisiasi yang dilakukan oleh primer adalah dengan menempatkan dirinya pada

fragmen DNA yang sesuai panjangnya.

Kondisi ketiga yaitu berperannya DNA polimerase dalam melakukan penggandaan

dengan membuat primer mengikuti urutan basa nukleotida dari DNA single-stranded yang

telah terpisah tadi. DNA polimerase yang digunakan saat ini berasal dari bakteri yang salah

satunya adalah bakteri Thermus aquaticus, sejenis bakteri yang hidup saat musim semi yang

panas sehingga enzimnya masih stabil meskipun ada pemanasan yang tinggi. Nama enzim

tersebut adalah Taq Polymerase.

Page 4: tes dna dhea

Gambar PCR

D. Tahap pemisahan fragmen-fragmen DNA yang berbeda (Elektroforesis)

Fragmen-fragmen DNA yang berbeda-beda setelah dipotong akan bercampur satu

sama lain dalam wadah pemotongan. Oleh karena itu, fragmen-fragmen yang mengkode

gen yang berbeda-beda tersebut harus dipisahkan untuk dapat melakukan identifikasi

lebih lanjut. Pemisahan tersebut dilakukan dengan cara elektroforesis. Elektroforesis

adalah teknik pemisahan molekul seluler berdasarkan atas ukurannya Teknik ini

menggunakan arus listrik yang dialirkan melalui suatu medium seperti gel agarosa.

Gambar Agarose Gel Electrophoresis

Page 5: tes dna dhea

Peralatan dan bahan yang dibutuhkan adalah buffer, gel yang terbuat dari agarosa

(jenis polisakarida yang berasal dari rumput laut), wadah, dan baterai. Yang pertama

dilakukan adalah melarutkan gel agarosa di dalam buffer. Proses pelarutan ini dibantu

dengan pemanasan, misalnya dengan menggunakan oven gelombang mikro sehingga

dapat larut lebih baik. Gel yang dalam kedaan masih panas ini masih berbentuk cair

sehingga dapat dibuat cetakan untuk tempat DNA nantinya.

Cetakan dibuat dengan menggunakan lembaran Perspex tipis yang dibentuk

menyerupai sisir. Sisir tersebut ditancapkan pada salah satu ujung gel yang masih cair.

Dengan demikian, pada waktu gel memadat dan sisir diambil terbentuklah lubang-lubang

kecil. Gel agarosa yang sudah terbentuk kemudian dimasukkan ke dalam suatu tangki

yang berisi buffer yang sama seperti yang digunakan pada saat membuat gel agarosa.

Buffer yang biasa digunakan adalah triasetat-EDTA (TAE) atau tris-borat-EDTA (TBE).

Setelah gel agarosa dan buffer siap, DNA-DNA yang akan diidentifikasi

dimasukkan ke dalam lubang-lubang. Tiap lubang mengandung fragmen-fragmen DNA

dari individu yang berbeda. Selanjutnya adalah pemasangan baterai dimana kutub negatif

(katode) berada sejajar dan lebih dekat dengan lubang tempat DNA. Sementara itu, kutub

positif (anode) ditempatkan pada ujung tangki yang lain. Hal ini dilakukan karena DNA

merupakan senyawa bermuatan negatif akibat adanya gugus fosfat yang membentuknya.

Jika arus listrik dialirkan melalui medium gel agarosa dan DNA pada tangki, maka

fragmen-fragmen DNA akan berpindah dan mengalir melalui medium gel menuju ujung

gel pada sisi tangki yang dekat dengan kutub positif.

Kecepatan gerak molekul tersebut tergantung pada rasio muatan terhadap

massanya dan bentuk molekulnya. Fragmen-fragmen DNA yang lebih kecil berpindah

lebih cepat daripada yang lebih besar sehingga fragmen-fragmen DNA yang berbeda

terpisah.

E. Visualisasi

Hasil dari elektroforesis sebenarnya dapat divisualisasikan dengan merendam gel

yang DNA di dalamnya telah dielektroforesis dalam larutan etidium bromida. Etidium

bromida akan mengnterkalasi (menyisip ke dalam) DNA. Etidium bromida akan

memendarkan sinar ultraviolet. Jika gel disinari dengan ultraviolet dari bawah, maka akan

Page 6: tes dna dhea

tampak gambar berupa pita-pita pada gel. Pita-pita tersebut adalah molekul-molekul atau

fragmen-fragmen DNA yang telah terpisah.

Akan tetapi, bentuk visualisasi ini belum memberikan informasi mengenai

identitas pemilik sampel karena belum diketahui lokasi fragmen-fragmen DNA yang

ingin diketahui untuk melihat VNTR (Variable Number Tandem Repeat). Oleh karena

itu, dibutuhkan satu proses visualisasi lain. Salah satunya adalah metode Southern

Blotting. Sebelum metode Southern Blotting dilakukan, dua untai DNA harus dipisahkan

terlebih dahulu dengan menggunakan proses denaturasi.

Metode Southern Blotting ini dimulai dengan meletakkan gel diantara bahan-

bahan berikut ini. Mulai dari dasar, yang paling bawah adalah larutan alkali, lalu di

atasnya ditempatkan sponge, dan barulah ditaruh gel agarosa dengan fragmen-fragmen

DNA yang telah terpisah. Di atas gel, ditaruh membran nitroselulosa yang di atasnya

ditaruh benda penyerap seperti handuk. Setelah bahan-bahan tersebut tersusun, peristiwa

selanjutnya adalah pemisahan dua untai DNA menjadisatu untai. Hal ini dilakukan agar

DNA dapat berpasangan dengan probe. Untai DNA terpisah karena DNA mengalami

denaturasi akibat DNA yang berada dalam lingkungan alkali.

Proses selanjutnya adalah pemindahan fragmen-fragmen DNA dari gel ke

membran nitroselulosa. Prosesnya kurang lebih seperti kapilaritas. Pergerakan cairan

terjadi dari bawah ke atas, sehingga DNA akan difiltrasi oleh membran nitroselulosa dan

menempel padanya sementara cairan dan material lain akan melewati filter tersebut lalu

diserap oleh bahan penyerap yang berada di bagian teratas.

Gambar Southern Blotting

Page 7: tes dna dhea

Setelah DNA ditransfer dari gel ke membran nitroselulosa, membran dicuci

dengan probe (penanda). Probe sebenarnya adalah pasangan DNA single-stranded

yang telah diberi label. Untuk pelabelan secara radioaktif, label yang dapat digunakan

adalah fluorofor. Pada saat pencucian, probe akan berikatan dengan DNA single-

stranded pasangannya tersebut.

Gambar Visualisasi ikatan antara DNA single-strand dengan probe

Selanjutnya, membran nitroselulosa dengan DNA dan probe yang telah dilabel

di taruh di antara sumber radioaktif dan film. Dengan sinar-X yang dipancarkan

padanya, maka akan tercetak gambaran DNA yang tepat berpasangan dengan

probenya dalam X-Ray film tersebut.

Page 8: tes dna dhea

Gambar X-Ray Film hasil tes DNA

SHS, DNA Structure, Replication, and Markers, citit (27 April 2011)

Available from:

http://shs.westport.k12.ct.us/forensics/10-dna/dna_intro.htm

Danmarks Tekniske Universitet, Commonly Used Methods for the Characterisation of

DNA Sequences, 2000, cited (28 April 2011)

Available from:

http://www.cbs.dtu.dk/staff/dave/roanoke/genetics980211.html

Albert, dkk, Southern Blotting : Gel Transfer, 2004, cited (28 April 2011)

Available from:

http://www.accessexcellence.org/RC/VL/GG/ecb/southern_blotting.php

The National Health Museum, Polymerase Chain Reaction (PCR), 2009, cited (27

April 2011)

Available from: http://www.accessexcellence.org/RC/VL/GG/polymerase.php

The National Health Museum, Restriction Enzyme - Action of EcoRI, 2009, cited (28

April 2011)

Page 9: tes dna dhea

Available from: http://www.accessexcellence.org/RC/VL/GG/restriction.php

Thomas C., dkk.,Genetic Witness: Forensic Uses of DNA Tests, U.S. Government

Printing Office: Washington DC, 1990 p.9-15

Joseph J.T., Katherine J.D., & Robert L.C., General Organic and Biochemistry, 5th

ed, McGraw-Hill: United States, 2007, p.696-706

Robert R.W., Molecular Biology, 3th ed, McGraw-Hill: United States, 2005, p.73-105

Triwibowo Y., Biologi Molekuler, Erlangga: Jakarta, 2005, p.35-37