Terjemahan Journal Mata

30
BAB I KONGJUNGTIVITIS TRACHOMATIS I..1 Definisi Konjungtivitis Trakomatis adalah suatu bentuk keratokonjungtivitis kronis yang disebabkan olehinfeksi bakteri Chlamydia trachomatis (Solomon, 2010). I.2. Etiologi Konjungtivitis Trakomatis disebabkan oleh Chlamydia trachomatis serotipe A, B, Ba dan C.Masing- masing serotipe ditemukan di tempat dan komunitas yang berbeda beda.Chlamydia adalah gram negatif, yang berbiak intraseluler. Spesies C trachomatis menyebabkan trakoma dan infeksi kelamin ( serotipe D-K) dan limfogranuloma venerum ( serotipe L1-L3). Serotipe D-K biasanya menyebabkan konjungtivitis folikular kronis yang secara klinis sulit dibedakan dengan trakoma, termasuk konjungtivitis folikular dengan pannus, dan konjungtiva scar. Namun, serotipe genital ini tidak memiliki siklus transmisi yang stabil dalam komunitas. Karenaitu, tidak terlibat dalam penyebab kebutaan karena trakoma (Solomon et al, 2004). I.3. Patofisiologi 1

description

journal

Transcript of Terjemahan Journal Mata

Page 1: Terjemahan Journal Mata

BAB I

KONGJUNGTIVITIS TRACHOMATIS

I..1 Definisi

Konjungtivitis Trakomatis adalah suatu bentuk keratokonjungtivitis kronis yang disebabkan

olehinfeksi bakteri Chlamydia trachomatis

(Solomon, 2010).

I.2. Etiologi

Konjungtivitis Trakomatis disebabkan oleh Chlamydia trachomatis serotipe A, B, Ba dan

C.Masing- masing serotipe ditemukan di tempat dan komunitas yang berbeda beda.Chlamydia

adalah gram negatif, yang berbiak intraseluler. Spesies C trachomatis menyebabkan trakoma dan

infeksi kelamin ( serotipe D-K) dan limfogranuloma venerum ( serotipe L1-L3). Serotipe D-K

biasanya menyebabkan konjungtivitis folikular kronis yang secara klinis sulit dibedakan dengan

trakoma, termasuk konjungtivitis folikular dengan pannus, dan konjungtiva scar. Namun,

serotipe genital ini tidak memiliki siklus transmisi yang stabil dalam komunitas. Karenaitu, tidak

terlibat dalam penyebab kebutaan karena trakoma

(Solomon et al, 2004).

I.3. Patofisiologi

Infeksi menyebabkan inflamasi, yang predominan limfositik dan infiltrat monosit dengan plasma

sel dan makrofag dalam folikel. Gambaran tipe folikel dengan pusat germinal dangan pulau-

pulau proliferasi sel B yang dikelilingi sebukan sel T. Infeksi konjungtiva yang rekuren

menyebabkan inflamasi yang lama yangmenyebabkan konjungtival scarring . Scarring

diasosiasikan dengan atropi epitel konjungtiva, hilangnya sel goblet, dan pergantian jaringan

normal, longgar dan stroma vaskular subepitel dengan jaringan ikat kolagen tipe IV dan V

(Solomon et al , 2004).

1

Page 2: Terjemahan Journal Mata

I.4. Perjalanan Penyakit dan Tanda Klinis

Secara klinis, trakoma dapat dibagi menjadi fase akut dan fase kronis , tetapi tanda akut

dan kronis dapat muncul dalam waktu yang bersamaan dalam satu individu. Derajat keparahan

dari infeksi mata oleh Chlamydia trachomatis dapat ringan sampai dengan berat. Banyak

infeksinya bersifat asimtomatis. Sesuai dengan masa inkubasinya yaitu 5-10 hari, infeksi

konjungtiva menyebabkan iritasi, mata merah, dan discharge mukopurulen. Keterlibatan kornea

pada proses inflamasi akut dapat menimbulkan nyeri dan fotofobia. Secara umum, gejala

lebihringan dari tampilan mata.Tanda awal infeksi yang kurang spesifik adalah vasodilatasi dari

pembuluh darah konjungtiva. Perubahan spesifik terjadi beberapa minggu setelah infeksi, yaitu

dengan munculnya folikel-folikel pada konjungtiva fornics, konjungtiva tarsal dan limbus.

Folikel adalah adalah limfoid germinal dan ditemukan dibawah lapisan epitel. Folikel terlihat

sebagai massa abu-abu atau creamy dengan diameter 0,2-3,0 mm. Tidaklah normal bila

ditemukan satu atau dua folikel pada mata yang sehat, tertama di canthi lateral atau medial.

Karena lapisan superfisial dari stroma konjungtiva memiliki sedikit jaringan limfoid sampai

kurang lebih 3 bulan setelah lahir, neonatus tidak mampu menahan respon folikular terhadap

infeksi mata oleh Chlamydia. Papil juga dapat terlihat pada fase ini :pada kasus ringan terlihat

titik-titik merah kecil dengan mata telanjang. Dengan bantuan slit lamp, papil terlihat sebagai

pembengkakan kecil konjungtiva, dengan vaskularisasi di tengahnya.Ketika inflamasi bertambah

berat, reaksi papilar pada konjungtiva tarsal diasosiasikan dengan penebalan konjungtiva,

pertambahan vaskularisasi pembuluh tarsal, dan kadang kadang edema palpebra. Bila kornea

terlibat pada proses inflamasi, keratitis punctata superficialis dapat dideteksi dengan

tesflouresensi. Infiltrat superficial atau pannus (infiltrasi subepitel dari jaringan fibrovaskular ke

perifer kornea) mengindikasikan inflamasi kornea. Folikel, papildan tanda kornea lain adalah

tanda dari fase aktif, namun pannus dapat bertahan setelah fase aktif. Resolusi dari folikel

ditandai dengan terjadinya scarring pada sub epitel konjungtiva. Deposisi dari skar biasanya di

konjungtiva tarsal atas, walaupun konjungtiva fornces, konjungtiva bulbi dan daerah atas kornea

dapat terkena. Di daerah endemis trakoma, sikatrik pada daerah tarsal karena episode infeksi

berulang menjadi dapat terlihat secara makroskopis dengan mengeversi palpebra atas, nampak

seperti plester putih dengan latar konjungtiva yang eritematous. Dilimbus, pergantian folikel

2

Page 3: Terjemahan Journal Mata

menjadi scar mengahasilkan formasi depresi translusen pada corneoscleral junction yang disebut

Herbert’s pits

Bila scar pada konjungtiva tarsal cukup banyak berkumpul, menyebabkan kelopak mata atas

menekuk ke dalam dan menyebabkan bulu mata mengenai bola mata,hal ini disebut trikiasis.

Ketika semua bagian kelopak mengarah ke dalam disebutentropion. Trikiasis sangat mengiritasi.

Penderita kadang mencabut sendiri bulumata atau memplester kelopak mata agar mengahadap ke

luar.Selain nyeri, trikiasis juga mencederai kornea, sebagai efek abrasi kornea dapat terjadi

infeksi sekunder oleh jamur atau bakteri. Karena sikatrik bersifat opak maka penglihatan dapat

terganggu bila mengenai daerah sentral kornea (Solomon et al, 2004)

I.5. Grading Trakoma

Pembagian menurut McCallan

Stadium Nama Gejala

stadium I Trakoma Insipien Folikel imatur, hipertrofi papilar

minimal

Stadium II Trakoma Folikel matur pada dataran

tarsal atas

Stadium IIA Dengan hipertrofi

papilar yang

menonjol

Keratitis, folikel limbus

Stadium IIB Dengan

hipertrofifolikular

yang menonjol

Aktivitas kuat dengan folikel

matur tertimbun di bawah

hipertrofi papilar yang hebat

Stadium III Trakoma sikatrik Parut pada konjungtiva tarsal

atas, permulaan trikiasis dan

3

Page 4: Terjemahan Journal Mata

entropion

Stadium IV Trakoma sembuh Tak aktif, tak ada hipertrofi

papillar ataufolikular, parut

dalam bermacam derajat deviasi

(Ilyas, S, 2007)

Pembagaian menurut WHO

Simplified Trachoma Grading Scheme

1. Trakoma Folikular (TF)

Trakoma dengan adanya 5 atau lebih folikel dengan diameter 0,5 mm didaerah sentral

konjungtiva tarsal superior

Bentuk ini umumnya ditemukan pada anak-anak, dengan prevalensi puncak pada 3-5

tahun

2. Trakoma Inflamasi berat (TI)

4

Page 5: Terjemahan Journal Mata

Ditandai konjungtiva tarsal superior yang menebal dan pertumbuhanvaskular tarsal.

Papil terlihat dengan pemeriksaan slit lamp

.3. Sikatrik Trakoma (TS)

Ditandai dengan adanya sikatrik yang mudah terlihat pada konjungtivatarsal.

Memiliki resiko trikiasis ke depannya, semakin banyak sikatrik semakin besar resiko

terjadinya trikiasis.

4. Trikiasis (TT)

Ditandai dengan adanya bulu mata yang mengarah ke bola mata.

5

Page 6: Terjemahan Journal Mata

Potensial untuk menyebabkan opasitas kornea

5. Opasitas Kornea (CO)

•Ditandai dengan kekeruhan kornea yang terlihat di atas pupil.

•kekeruhan kornea menandakan prevalensi gangguan visus atau kebutaanakibat trakoma

(Salomon et al, 2010)

I.6. Diagnosa

1. Riwayat Penyakit

Trakoma aktif biasanya ditemukan pada anak anak, dan penduduk pada daerah endemis, hanya

menimbulkan sedikit keluhan. Penderita dengan trikiasis bisasimtomatis. Beratnya keluhan

bergantung pada banyaknya bulu mata yangmenyentuh bola mata, ada atau tidaknya abrasi

kornea, dan ada tidaknya blefarospasme.

2. Pemeriksaan Klinis

Pemeriksaan mata untuk tanda-tanda klinis dari trakoma meliputi pemeriksaan yang teliti

terhadap bulu mata, kornea dan limbus, kemudian eversi palpebra atas, dan inspeksi konjungtiva

tarsal. Binocular Loupes (x2,5) dan pencahayaan yang cukup dibutuhkan, bila memungkinkan

slit lamp dapat digunakan.

3. Pemeriksaan laboratorium

Mikroskopis, kultur sel, direct fluorescent antibody, enzyme immunoassay,serology,PCR, direct

hybridization probetest,Ligasse chain reaction, Stranddisplacement assay, quantitative PCR

(Salomon et al, 2004).4.

6

Page 7: Terjemahan Journal Mata

Diagnosis Banding

Trakoma Konjungtivitis folikularis Vernalkatarrh

GambaranLes

i

(Dini)papula kecil atau bercak merah

bertaburan dengan bintik-bintik kuning

padakonjungtiva tarsal(Lanjut) Granula dan

parut terutama padakonjungtiva tarsal atas

Penonjolan merah muda pucat

tersusun teratur seperti deretan beads

Nodul lebar

datar dalam

susunan cobble

tone

padakonjungtiva

tarsal atas dan

bawah,diselimuti

lapisan susu

Ukuran Lesi

dan Lokasi

Lesi

Penonjolan besar,lesi konjuntiva tarsal atas

dan teristimewa lipatan retrotarsal kornea-

pannus, bawah infiltrasi abu-abu dan

pembuluh tarsus terlibat

Penonjolan kecil, terutama

konjungtiva tarsal bawah dan forniks

bawah tarsus tidak terlibat

Penonjolan

besar,

tarsus,limbus

dan forniks

dapat terlibat

Tipe sekresi Kotoran air berbusa atau frothy pada stadium

lanjut

Mukoid atau purulen Bergetah,

bertali, seperti

susu

Pulasan Kerokan epitel dari konjungtiva dan kornea

memperlihatkan eksfoliasi, proliferasi dan

inklusi selular

Kerokan tidak karakteristik (Koch-

Weeks, Morax

Axenfeld,mikrokokus,pneumokokus)

Eosinofil

karakteristik dan

konstan pada

sekresi

Penyulit atau

sekuela

Kornea;

Panus,kekeruhankornea,xerosis,Kornea-

Ulkus kornea, Blefaritis Ektropion Infiltrasi kornea

Pseudoptosis

7

Page 8: Terjemahan Journal Mata

Konjungtiva:Simblefaron,Palpebra;Entropion,

trikiasis

(Ilyas, S, 2007)

4. Penegakkan Diagnosa

Diagnosa trakoma ditegakkan berdasarkan:

a. Gejala Klinik :Bila terdapat 2 dari 4 gejala klinik yang khas, sebagai berikut :

1)Adanya prefolikel di konjungtiva tarsalis superior

2)Folikel di konjungtiva forniks superior dan limbus kornea 1/3 bagian ata

3)Panus aktif di 1/3 atas limbus kornea

4)Sikatrik berupa garis-garis atau bintang di konjungtiva palpebra/ fornikssuperior,

Herbert’s pit di limbus korne 1/3 bagian atas

b. Kerokan konjungtiva, yang dengan pewarnaan giemsa dapat ditemukan badaninklusi Halbert

staedter Prowazeki.Diagnosa trakoma juga dapat ditegakkan bila terdapat satu gejala klinis yang

khas ditambah dengan kerokan konjungtiva yang menghasilkan badan inklusi.

c. Biakan kerokan konjungtiva dalam yolk sac, menghasilkan badan inklusi dan badan elementer

dengan pewarnaan giemsa

d. Tes serologis dengan:

1)Tes fiksasi komplemen, untuk menunjukkan adanya antibodi terhadap trakoma,dengan

menggunakan antigen yang murni. Melakukannya mudah,tak memerlukan peralatan

canggih, cukup mempergunkan antigen yang stabil, mudah didapat di pasaran. Mempunyai

nilai diagnostik yang tinggi.

2)Tes mikro-imunofluoresen, menentukan antibodi antichlamydial yang spesifik, beserta

sifat-sifatnya (IgM,IgA,IgG). Lebih sukar dan memerlukan peralatan canggih8

Page 9: Terjemahan Journal Mata

(Wijana N, 1993).

I.7. Penatalaksanaan

Kunci pentalaksanaan trakoma yang dikembangkan WHO adalah strategi SAFE(Surgical care,

Antibiotics, Facial cleanliness, Environmental improvement).

1. Terapi antibiotik

WHO merekomendasikan dua antibiotik untuk trakoma yaitu azitromisisn oral dan salep

mata tetrasiklin.

Azitromisin lebih baik dari tetrasiklin namun lebih mahal.

Program pengontrolan trakoma di beberapa negara terbantu dengan donasiazitromisin.

Konsentrasi azitromisin di plasma rendah, tapi konsentrasi di jaringantinggi,

menguntungkan untuk mengatasi organisme intraselular.

Azitromisin adalah drug of choice karena mudah diberikan dengan single dose

.Pemberiannya dapat langsung dipantau. Karena itu compliancenya lebih tinggi

dibanding tetrasiklin.

Azitromisin memiliki efikasi yang tinggi dan kejadian efek samping yangrendah. Ketika

efek samping muncul, biasanya ringan; gangguan GI danrash adalah efek samping yang

paling sering.

Infeksi Chlamydia trachomatis biasanya terdapat juga di nasofaring, maka bisa terjadi

reinfeksi bila hanya diberi antibiotik topikal.

Keuntungan lain pemberian azitromisin termasuk mengobati infeksi digenital, sistem

respirasi, dan kulit.

Resistensi C. trachomatis terhadap azitromisin dan tetrasiklin belum dikemukakan.

Azitromisin : dewasa 1gr per oral sehari; anak anak 20 mg/kgBB per oralsehari

Salep tetrasiklin 1% : mencegah sintesis bakteri protein dengan bindingdengan unit

ribosom 30S dan 50S. Gunakan bila azitromisin tidak ada.Efek samping sistemik

minimal. Gunakan di kedua mata selama 6 minggu

2. Tindakan bedah

9

Page 10: Terjemahan Journal Mata

Pembedahan kelopak mata untuk memperbaiki trikiasis sangat penting pada penderita

dengan trikiasis, yang memiliki resiko tinggi terhadap gangguan visus dan penglihatan.

Rotasi kelopak mata membatasi perlukaan kornea. Pada beberapa kasus,dapat

memperbaiki visus, karena merestorasi permukaan visual dan pengurangan sekresi okular

dan blefarospasme

3. Kebersihan wajah

Studi epidemiologi menunjukkan bahwa kebersihan wajah pada anak-anak menurunkan

resiko dan juga keparahan dari trakoma aktif.

Untuk mensukseskannya, pendidikan dan penyuluhan kesehatan harus berbasis

komunitas dan berkesinambungan

4. Peningkatan sanitasi lingkungan

Penyuluhan peningkatan sanitasi rumah dan sumber air, dan pembuanganfeses manusia

yang baik.

Lalat yang bisa mentransmisikan trakoma bertelur di feses manusia yangada di

permukaan tanah. Mengontrol populasi lalat dengan insektisida cukup sulit.

I.8. Kriteria Kesembuhan

Kriteria kesembuhan berdasarkan pemeriksaan dengan mata telanjang, terutama pada pengobatan

masal adalah :

1)Folikel (-)

2)Infiltrat kornea (-)

3)Panus aktif (-)

4)Hiperemia (-)

5)Konjungtiva, meskipun ada sikatrik, tampak licin.

Pada kasus individual, kriteria penyembuhan harus ditambah :

10

Page 11: Terjemahan Journal Mata

1)Pada pemeriksaan fluoresein, yang dilihat dengan slit lamp, menunjukkantidak ada

keratitis epitelial di kornea.

2)Pada pemeriksaan mikroskopis dan kerokan konjungtiva, tidak menunjukkan adanya

badan inklusi (Wijana N, 1993)

11

Page 12: Terjemahan Journal Mata

DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas, Sidarta. 2007.Ilmu Penyakit Mata, Cetakan ke-4. Jakarta: Balai PenerbitFakultas

Kedokteran Universitas Indonesia

2. Salomon, Anthony dan Hugh R Taylor. 2010. Trachoma: Treatment and Medication.

3. eMedicine Ophtalmology. 214: 29-38

4. Salomon et al . 2004. Diagnosis and Assesment of Trachoma.Clinical

5. Microbiology Review. 17: 982-1011

6. Wijana, Nana. 1993. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta : Abadi Tegal

12

Page 13: Terjemahan Journal Mata

JOURNAL READING

Nama : Adinda Puspita Dewi

NIM : 030.08.006

Pembimbing : dr. Liliek Isyoto, Sp.M

Efek Azitromisin Oral Pada Pengobatan Konjungtivitis Chlamydial

Y-M Chen, F-R Hu, Y-C Hou

ABSTRAK

Tujuan

Untuk menilai tingkat keberhasilan dari Azithromycin Oral dalam Pengobatan Konjungtivitis

Chlamydial

Metode

Kami melakukan penelitian retrospektif pada pasien yang secara klinis dicurigai konjungtivitis

klamidia yang menjalani konjungtiva swab sampling untuk fluoresen (DFA) tes antibodi

langsung Chlamydia antara 1 Januari 2006 dan 31 Desember 2006. Pasien dengan hasil DFA

positif diberikan oral azitromisin sekali seminggu selama 2 minggu berturut-turut. Jika

pemeriksaan DFA masih menunjukkan hasil positif setelah 4 minggu, diberikan azitromisin

tambahan secara oral sekali. Tes DFA diulang 4 minggu kemudian, dan ini dilanjutkan sampai

tes DFA menunjukkan hasil negatif.

Hasil

Di antara 67 pasien yang dicurigai, 45 (67,2%) menunjukkan hasil positif dari tes DFA, 42

diantaranya menerima pengobatan. Setelah 2 minggu pertama, hanya 27 pasien kembali ke

klinik dan menyelesaikan pengobatan. Hasil tes menunujukan 19 pasien (70,4%) menjadi negatif

13

Page 14: Terjemahan Journal Mata

setelah melakukan pengobatan azitromisin oral. Selama 2 minggu. Di antara delapan pasien yang

tersisa, empat (14,8%) diperlukan dosis tambahan azitromisin oral, dan empat lainnya (14,8%)

membutuhkan dua dosis tambahan. Dari semua 27 pasien mentoleransi pengobatan dengan baik,

dengan efek samping gastritis ringan hanya pada satu pasien.

Kesimpulan

2 minggu dengan dosis azitromisin oral efektif dan ditoleransi dengan baik dalam pengobatan

konjungtivitis klamidia. Namun, lebih dari satu pengobatan yang diperlukan pada beberapa

pasien.

PENDAHULUAN

Chlamydia trachomatis adalah intraseluler obligat Eubacterium Gram-negatif yang dapat

menyebabkan berbagai macam penyakit dan merupakan masalah kesehatan masyarakat yang

cukup besar. C. trachomatis serotipe A, B, Ba, dan C menyebabkan trachoma, yang endemik di

banyak negara dan juga merupakan penyebab infeksi utama kebutaan di negara berkembang. C.

trachomatis serotipe D-K menyebabkan dewasa atau neonatal konjungtivitis inklusi, dan

merupakan salah satu penyebab utama penyakit menular seksual di negara-negara maju. Inklusi

dari infeksi konjungtivitis C. trachomatis dapat terlihat kemerahan pada mata dengan discharge

yang mukopurulen, ditandai hiperemia, hipertrofi papiler, dan konjungtivitis folikuler yang

predominan. Pada tahun 1950, tetrasiklin dan eritromisin ditemukan efektif terhadap C.

trachomatis dan menggantikan obat sulfa yang kurang memuaskan dalam pengobatan trachoma.

Sejak itu, salep tetrasiklin topikal telah banyak digunakan di banyak negara untuk mengontrol

trachoma. Pengobatan trachoma yang dianjurkan adalah tetrasiklin salep topikal dua kali sehari

selama 4-6 minggu atau oral tetrasiklin / doksisiklin / eritromisin selama beberapa minggu.

Namun, tetrasiklin salep mengiritasi dan sulit untuk digunakan, dan karena itu, kepatuhan

mungkin buruk. Penggunaan tetrasiklin oral, doxycycline, atau pengobatan eritromisin

membutuhkan kursus minimal 7 hari sampai 4 minggu dan, dengan demikian, kepatuhan

mungkin juga menjadi buruk. Sejak awal 1990-an, beberapa studi telah melaporkan bahwa dosis

tunggal azitromisin oral efektif dalam pengobatan trachoma. Organisasi Kesehatan Dunia

14

Page 15: Terjemahan Journal Mata

(WHO) kini juga mendukung penggunaan azitromisin oral yang dalam strategi 'AMAN'

(‘SAFE’) sebagai antibiotik untuk mengontrol trachoma di seluruh dunia. Untuk C. trachomatis

yang menyebabkan konjungtivitis inklusi karena prevalensi yang tinggi dan hubungan dengan

infeksi saluran kelamin, pengobatan sistemik dengan antibiotik oral lebih disukai. Karena

azitromisin, antibiotik, adalah intraseluler aktif dan menunjukkan aktivitas yang sangat baik

terhadap C. trachomatis in vitro, kini juga digunakan untuk pengobatan C. trachomatis yang

menyebabkan konjungtivitis inklusi dan bahkan konjungtivitis pada neonatal. Efektivitas

azitromisin oral  telah ditunjukkan dalam pengobatan dari kedua trachoma dan konjungtivitis

inklusi pada dewasa dalam banyak penelitian. Meskipun Taiwan pernah menjadi daerah endemis

trachoma pada 1950-an dan 1960-an, prevalensi trachoma pada anak-anak telah menurun

menjadi 15% pada tahun 1995. Faktor-faktor seperti penggunaan salep antibiotik, pendidikan

kebersihan diri, dan perbaikan lingkungan mungkin telah berkontribusi terhadap penurunan

prevalensi penyakit di Taiwan, tetapi beberapa kasus sporadis konjungtivitis klamidia masih

dilaporkan. Oleh karena itu, kami telah mengevaluasi efektivitas azitromisin oral dalam

pengobatan pasien dengan konjungtivitis klamidia dalam pengaturan klinik kami.

BAHAN DAN METODE

Kami melakukan penelitian retrospektif dan tidak-secara acak untuk mengevaluasi efektivitas

azitromisin oral dalam pengobatan konjungtivitis klamidia. Kami meninjau catatan medis dari

semua pasien dengan secara klinis dicurigai konjungtivitis klamidia di klinik rawat jalan Dr Hou

di National Taiwan University Hospital (ntuh) antara 1 Januari 2006 dan 31 Desember 2006. Jika

pasien memiliki gejala kemerahan mata, discharge, dan iritasi dengan presentasi konjungtivitis

folikular, jaringan parut konjungtiva, dan pembentukan pannus kornea, diagnosis untuk

konjungtivitis klamidia telah dianggap. Kami melakukan fluoresen (DFA) tes antibodi langsung

untuk Chlamydia dengan pengambilan hapusan di bawah dan atas konjungtiva tarsal empat kali

setelah aplikasi topikal 0,5% proparacaine. Chlamydia DFA reagen (bioMe'rieux, Marcy I'Etoile,

Prancis) telah digunakan untuk tes DFA di laboratorium pusat rumah sakit kami. Semua tes DFA

diperiksa oleh ahli mikrobiologi yang berpengalaman dengan identitas dan kondisi klinis pasien

disembunyikan. Setiap slide DFA dibacakan di bawah mikroskop fluoresen dan diamati untuk

diskrit fluoresen badan SD klamidia (EBS).

15

Page 16: Terjemahan Journal Mata

Tabel 1. Data pasien baseline

Uji DFA telah dianggap positif jika ≥ 10 EBS dihitung per bidang daya tinggi. Semua pasien

dengan hasil DFA positif diberikan oral azithromycin, kecuali mereka yang sedang hamil,

menyusui, atau memiliki riwayat alergi terhadap makrolid. Pasien diberikan oral azitromisin

(1000mg atau 20 mg / kg) sekali seminggu selama 2 minggu berturut-turut, dan tes DFA diulang

4 minggu setelah pengobatan. Jika tes DFA masih menunjukkan hasil positif, berikan dosis

tambahan azitromisin secara oral, dan uji DFA lain dilakukan lagi 4 minggu kemudian.

Penambahan pengobatan dengan azitromisin oral (pemberian satu dosis oral diikuti dengan

pengujian DFA 4 minggu kemudian) dilanjutkan sampai tes DFA menunjukkan hasil negatif.

Efek samping yang tercatat dalam grafik medis ditinjau juga. Studi ini disetujui oleh dewan

peninjau kelembagaan ntuh, dan mengikuti pedoman dari Deklarasi dari Prinsip Helsinki.

HASIL

Sebanyak 67 pasien (rentang usia, 3-82 tahun) memiliki gejala dan tanda sugestif konjungtivitis

klamidia. Di antara 67 pasien, 45 (67,2%, 95% CI, 55,9-78,4) memiliki hasil positif tes DFA.

Dari jumlah tersebut 45 pasien, 42 dengan hasil positif menerima pengobatan, dan 3 pasien

lainnya pergi ke luar negeri dan tidak menerima pengobatan. Data pasien dasar ditunjukkan pada

Tabel 1. Setelah 2 minggu pertama pengobatan dengan azitromisin oral, hanya 27 (64,3%, 95%

16

Page 17: Terjemahan Journal Mata

CI, 49,8-78,8) dari 42 pasien kembali ke klinik dan menyelesaikan pengobatan. Kami teringat 15

pasien yang hilang untuk menindaklanjuti setelah 2 minggu pertama pengobatan, dan 9 pasien

menyatakan bahwa mereka tidak kembali ke klinik karena gejala mata mereka meningkat secara

signifikan. Sisa enam pasien tidak bisa dihubungi. Setelah 2 minggu pertama pengobatan

azitromisin oral, tes DFA dari 19 (70,4%, 95% CI, 53,2-87,6) dari 27 pasien yang negatif, dan 8

lainnya (29,6%, 95% CI, 12,4-46,9) pasien yang tes DFA tetap positif menerima pengobatan

augmented tambahan sebelum hasil tes DFA menjadi negatif (Tabel 2).

Tabel 2. Efektivitas pengobatan oral azitromisin

Di antara delapan pasien dengan hasil positif DFA terus-menerus, empat diperlukan pengobatan

augmented tunggal dan empat lainnya yang diperlukan dua pengobatan augmented untuk

mencapai hasil DFA negatif. Dari 45 pasien dengan hasil tes positif DFA, 3 (82, 76, dan 63

tahun, masing-masing) memiliki jaringan parut konjungtiva tarsal superior, opacity kornea, dan

pembentukan pannus, yang sesuai dengan presentasi trachoma lanjutan. Ketiga pasien

menyelesaikan pengobatan azitromisin oral , dua dari tiga pasien membutuhkan pengobatan

augmented tunggal, sedangkan pasien ketiga (berusia 82 tahun) diperlukan dua pengobatan

augmented. Semua pasien yang tersisa (termasuk pasien yang tidak dapat di follow-up) memiliki

folikel translucent pada kedua superior dan inferior konjungtiva tarsal tanpa jaringan parut

konjungtiva yang jelas dan pembentukan pannus kornea. Karena C. trachomatis serotipe tidak

rutin diperiksa di laboratorium sentral kita, hal itu sulit untuk membedakan trachoma dari

konjungtivitis inklusi dewasa dengan presentasi klinis pada pasien ini, kecuali pada tiga pasien

dengan trachoma lanjut. Dalam penelitian kami, kami juga menganalisis hubungan antara usia

17

Page 18: Terjemahan Journal Mata

dan efek pengobatan azitromisin oral. Pasien yang lebih tua memiliki kecenderungan untuk

memerlukan perawatan augmented lebih (Gambar 1). Pengobatan azitromisin oral ditoleransi

dengan baik oleh semua pasien. Hanya satu pasien memiliki episode gastritis ringan sementara,

dan tidak ada efek samping yang parah yang diamati.

Gambar 1. Hubungan antara kelompok usia dan durasi yang diperlukan pengobatan azitromisin

oral.

KESIMPULAN

C. trachomatis adalah salah satu agen infeksi yang paling sering ditemukan yang menyebabkan

konjungtivitis kronis, dan dapat dibagi menjadi 15 serovar. Meskipun berbagai kelompok

serovars menunjukkan tropisme jaringan yang unik, mereka tidak jaringan selektif. Secara klinis,

sulit untuk mendiagnosa tahap awal trachoma atau inklusi konjungtivitis body kecuali dengan tes

laboratorium yang disesuaikan dan konfirmasi. Karena serotipe tidak rutin dilakukan di rumah

sakit kami, kami tidak mampu untuk membedakan serovars C. trachomatis pada pasien kami.

18

Page 19: Terjemahan Journal Mata

Dalam penelitian kami, kami menggunakan tes DFA karena merupakan metode cepat, sensitif,

dan sederhana untuk diagnosis infeksi Chlamydia. Meskipun tes DFA mungkin agak kurang

spesifik dengan lebih hasil positif palsu dibandingkan dengan kultur C. trachomatis untuk

analisis uji-dari -penyembuhan, DFA mungkin berguna dalam pengujian awal pasien setelah

terapi antimikroba. Dalam studi sebelumnya oleh Schachter dkk 8, penurunan ditandai dalam

infeksi trachomatis C. di daerah endemik dicapai dengan menggunakan azitromisin oral sekali

seminggu selama 3 minggu. Di klinik rawat jalan, kami awalnya berusaha untuk mengobati

pasien kami dengan azitromisin oral sekali seminggu selama 2 minggu, setelah diagnosis

dikonfirmasi positif oleh hasil DFA. Tinjauan terhadap catatan medis mengungkapkan bahwa

tingkat pemberantasan bakteriologis cukup tinggi setelah 2-minggu pertama pengobatan

azitromisin oral (70,4%, 95% CI, 53,2-87,6), tapi tidak setinggi seperti yang dilaporkan di

tempat lain. Misalnya, Katusic dkk melaporkan tingkat pemberantasan C. trachomatis setinggi

92% dengan hanya dosis tunggal azitromisin oral. Mereka mengevaluasi tingkat pemberantasan

C. trachomatis 10-12 hari setelah pengobatan awal, yang 2-3 minggu lebih awal dari pada

penelitian kami. Dengan demikian, kemungkinan re-infeksi dan kambuh penyakit dapat

menjelaskan tingkat pemberantasan yang berbeda pada pasien kami. Selain itu, pasien dengan

infeksi persisten dan gejala klinis cenderung untuk kembali untuk perawatan tindak lanjut dan

lebih lanjut. Dalam penelitian kami, kami memiliki tingkat yang tinggi dari pasien yang hilang

untuk menindaklanjuti (35,7%, 95% CI, 21,2-50,2) setelah pengobatan pertama. Ini mungkin

juga menjelaskan tingkat yang relatif rendah pemberantasan Chlamydia setelah pengobatan

pertama pada pasien kami. Dalam studi ini, kami berusaha untuk mengingat 15 pasien yang

hilang untuk menindaklanjuti setelah 2 minggu pertama pengobatan dan tidak dilibatkan dari

penelitian kami untuk memeriksa hasil akhir mereka DFA sebelum analisis data penelitian.

Tidak ada satupun dari mereka kembali untuk pemeriksaan, kami tidak dapat mengetahui status

DFA akhir dari pasien. Selanjutnya, karena sebagian besar pasien hilang untuk menindaklanjuti

selama lebih dari 6 bulan, beberapa potensi bias yang terkait dengan lag ini, termasuk kambuh

penyakit, infeksi ulang, atau kurangnya perawatan augmented memadai, mungkin juga

mempengaruhi hasil akhir DFA dari pasien tersebut. Seperti 15 pasien hilang untuk tindak lanjut

setelah pengobatan pertama azitromisin oral  pada penelitian kami, analisis sensitivitas skenario

terburuk dilakukan dengan asumsi bahwa semua 15 pasien masih memiliki hasil DFA positif

19

Page 20: Terjemahan Journal Mata

setelah pengobatan pertama. Hal ini menghasilkan sebuah efektivitas pengobatan 45,2% (95%

CI, 30,2-60,3) setelah 2 minggu pertama azitromisin oral. Sebaliknya, jika hasil DFA untuk

semua 15 pasien telah negatif setelah pengobatan pertama azitromisin oral, analisis sensitivitas

skenario terbaik akan menghasilkan sebuah efektivitas pengobatan 81,0% (95% CI, 69,1-92,8).

Dalam penelitian kami, sekitar 30% dari pasien masih memiliki hasil DFA positif bahkan setelah

program 2 minggu pengobatan azitromisin oral  mingguan, menunjukkan bahwa pasien yang

memerlukan perawatan augmented. perawatan Augmented azitromisin oral diperlukan pada

beberapa pasien karena beberapa alasan. Pertama, kepatuhan pasien yang buruk mungkin

dipertimbangkan, tetapi tampaknya tidak mungkin karena ini pasien diberikan azitromisin oral

sekali seminggu saja. Kedua, kemungkinan kambuh atau re-infeksi pada pasien ini tidak bisa

sepenuhnya dikesampingkan. Seperti C. trachomatis adalah contact ditransmisikan, setiap

anggota keluarga yang terinfeksi mungkin telah menjadi sumber infeksi ulang jika mereka tidak

diobati. Menurut pendapat kami, semua pasien harus disarankan untuk menginformasikan

anggota keluarga mereka untuk menjalani diagnostik dan pengobatan untuk kemungkinan infeksi

klamidia. Ketiga, dalam pengobatan trachoma di seluruh dunia, penelitian telah menemukan

bahwa putaran pengobatan massal dengan azitromisin dosis tunggal di daerah hiperendemik -

trachoma tidak dapat menghilangkan trachoma atau okular C. trachomatis tetapi dapat

menurunkan kejadian infeksi dalam jangka panjang. Dalam penelitian kami, ada juga mungkin

beberapa pasien dengan loads C. trachomatis yang sangat tinggi program 2 minggu azitromisin

mingguan mungkin cukup untuk membasmi infeksi. Untuk pasien ini, augmented azitromisin

dapat membantu menghilangkan infeksi. Keempat, dalam penelitian ini, kami menggunakan

reagen Chlamydia (genus) khusus (bioMe'rieux) untuk tes DFA daripada reagen utama C.

trachomatis-spesifik protein membran luar untuk mendeteksi infeksi klamidia di laboratorium

pusat rumah sakit kami. Artinya trachomatis dan non-Chlamydia trachomatis (yaitu, C.

pneumoniae dan C. psittaci) sulit untuk dibedakan dengan tes DFA kami. Ada kemungkinan

bahwa beberapa pasien kami yang membutuhkan perawatan augmented mungkin disebabkan

karena infeksi non- Chlamydia trachomatis, sebagai konjungtivitis non- klamidia trachomatis

dianggap lebih umum daripada yang dipahami sebelumnya, dan program lebih lama pengobatan

antibiotik dari infeksi trachomatis C. itu dianggap perlu untuk membasmi organisme. Dalam

studi ini, kami juga mengamati bahwa pasien yang lebih tua memiliki kecenderungan untuk

20

Page 21: Terjemahan Journal Mata

memerlukan perawatan lebih, namun jumlah pasien terlalu kecil untuk menarik kesimpulan yang

pasti. Studi klinis lebih lanjut dengan sejumlah besar peserta diwajibkan untuk mengkonfirmasi

hubungan ini. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dalam pengobatan pengobatan

azitromisin oral  konjungtivitis klamidia efektif dan ditoleransi dengan baik. Bagaimanapun,

augmented pengobatan azitromisin oral mungkin diperlukan pada beberapa pasien sebelum

konjungtivitis klamidia dapat diobati.

RINGKASAN

Apa yang diketahui sebelumnya

Penggunaan salep tetrasiklin topikal atau oral tetrasiklin / doksisiklin / eritromisin

adalah pengobatan untuk trachoma, tetapi kepatuhan mungkin menjadi buruk.

The azitromisin oral efektif dalam pengobatan kedua trachoma dan konjungtivitis

inklusi dewasa.

Apa penelitian ini menambahkan

Dua dosis mingguan azitromisin oral efektif dan ditoleransi dengan baik dalam

pengobatan konjungtivitis klamidia.

Pasien yang lebih tua memiliki kecenderungan untuk memerlukan perawatan lebih pada

penelitian kami.

KONFLIK KEPENTINGAN

Para penulis menyatakan tidak ada konflik kepentingan.

21