terjemahan gimul

25
Pengubahan Bentuk Tulang yang Diinduksi Peradangan pada Penyakit Periodontal dan Pengaruh Osteoporosis Pasca-Menopause Oleh : U.H. Lerner (Departemen Biologi Sel Oral, Universitas Umea, Umea SE-901 87, Swedia) J Dent Res 85(7):596-607, 2006 Abstrak Selama kondisi fisiologis, tulang mengalami pengubahan bentuk dalam satuan yang disebut unit tulang multi- selular. Unit tersebut telah diperkirakan ada sekitar 1-2 10 6 pada tulang rangka dewasa. Jumlah dan kegiatan unit-unit ini diatur oleh berbagai hormon dan sitokin. Dalam osteoporosis pasca- menopause, kurangnya estrogen menyebabkan peningkatan jumlah unit multi selular tulang dan untuk melepaskan pembentukan tulang dan penyerapan tulang, sehingga dihasilkan tulang yang terbentuk oleh osteoblas sedikit dibandingkan dengan jumlah tulang yang diserap kembali oleh osteoklas. Proses peradangan di sekitar kerangka, misalnya, periodontitis marginal dan apikal, akan mempengaruhi pengubahan bentuk jaringan tulang terdekat sedemikian rupa, sehingga pada pasien umumnya, jumlah tulang diresorpsi lebih banyak dari yang terbentuk, sehingga dihasilkan kehilangan tulang yang bersih (osteolisis yang diinduksi oleh peradangan). Pada beberapa pasien, bagaimanapun, radang yang disebabkan pembentukan tulang melebihi resorpsi, dan lesi sklerotik akan berkembang. Mekanisme patogenetik seluler dan molekuler di osteolisis yang diinduksi peradangan dan sklerosis dibahas dalam ulasan ini. Sitokin yang diyakini terlibat dalam pengubahan bentuk yang diinduksi oleh peradangan sangat mirip dengan yang disarankan untuk memainkan peran penting dalam osteoporosis pasca-menopause. Pada pasien dengan penyakit periodontal dan seiring dengan osteoporosis pasca- menopause, kemungkinan kurangnya estrogen akan mempengaruhi kegiatan sel-sel

description

koas gimul

Transcript of terjemahan gimul

Pengubahan Bentuk Tulang yang Diinduksi Peradangan pada Penyakit Periodontal dan Pengaruh Osteoporosis Pasca-Menopause

Oleh : U.H. Lerner(Departemen Biologi Sel Oral, Universitas Umea, Umea SE-901 87, Swedia)

J Dent Res 85(7):596-607, 2006

AbstrakSelama kondisi fisiologis, tulang mengalami pengubahan bentuk dalam satuan yang disebut unit tulang multi-selular. Unit tersebut telah diperkirakan ada sekitar 1-2 106 pada tulang rangka dewasa. Jumlah dan kegiatan unit-unit ini diatur oleh berbagai hormon dan sitokin. Dalam osteoporosis pasca-menopause, kurangnya estrogen menyebabkan peningkatan jumlah unit multi selular tulang dan untuk melepaskan pembentukan tulang dan penyerapan tulang, sehingga dihasilkan tulang yang terbentuk oleh osteoblas sedikit dibandingkan dengan jumlah tulang yang diserap kembali oleh osteoklas. Proses peradangan di sekitar kerangka, misalnya, periodontitis marginal dan apikal, akan mempengaruhi pengubahan bentuk jaringan tulang terdekat sedemikian rupa, sehingga pada pasien umumnya, jumlah tulang diresorpsi lebih banyak dari yang terbentuk, sehingga dihasilkan kehilangan tulang yang bersih (osteolisis yang diinduksi oleh peradangan). Pada beberapa pasien, bagaimanapun, radang yang disebabkan pembentukan tulang melebihi resorpsi, dan lesi sklerotik akan berkembang. Mekanisme patogenetik seluler dan molekuler di osteolisis yang diinduksi peradangan dan sklerosis dibahas dalam ulasan ini. Sitokin yang diyakini terlibat dalam pengubahan bentuk yang diinduksi oleh peradangan sangat mirip dengan yang disarankan untuk memainkan peran penting dalam osteoporosis pasca-menopause. Pada pasien dengan penyakit periodontal dan seiring dengan

osteoporosis pasca-menopause, kemungkinan kurangnya estrogen akan mempengaruhi kegiatan sel-sel tulang dan sel imun sedemikian rupa sehingga progres dari kehilangan tulang alveolar akan ditingkatkan. Dalam tulisan ini, bukti dan pertentangan hipotesis ini disajikan.

Kata Kunci: osteoporosis, periodontitis, tulang, estrogen, osteoklas, osteoblas.

(1) PendahuluanJaringan tulang adalah organ hidup yang mengalami pengubahan bentuk (remodeling) terus menerus, tidak hanya pada masa pertumbuhan tulang, tetapi terjadi sepanjang hidup hingga dewasa. Dasar dari proses pengubahan bentuk adalah aktivitas pembentukan tulang oleh osteoblas dan resorpsi tulang oleh osteoklas. Pengubahan bentuk tulang terjadi di bagian multiseluler tulang yang berlainan, dimana proses dimulai dengan resorpsi tulang tua oleh osteoklas, diikuti dengan pembentukan tulang baru oleh osteoblas di lacuna resorpsi. Selama kondisi fisiologis, kedua hal ini terjadi secara bersamaan, misalnya jumlah tulang yang dibentuk oleh osteoblas sama dengan jumlah yang diresopsi oleh osteoklas. Akan tetapi pada proses patologis, kedua proses ini tidak berjalan beriringan. Pada beberapa penyakit, jumlah resopsi tulang melebihi pembentukannya dan akhirnya mengakibatkan kehilangan massa tulang. Hal ini sering tampak pada pasien yang mengalami peradangan disekitar tulang rangka, sama seperti terjadi pada sebagian besar malignansi tumor yang bermetastasis

ke tulang. Akan tetapi pada beberapa pasien, proses peradangan atau tumor maligna di sekitar tulang rangka mengakibatkan pengubahan bentuk yang terjadi bersamaan, dimana lebih banyak tulang yang terbentuk daripada yang diresorpsi. Pada kondisi ini, tampak peningkatan massa tulang pada tulang rangka. Studi histopatologi pada kondisi peradangan dan tumor yang bermetastasis menunjukkan peningkatan resorpsi dan pembentukan tulang pada pasien yang kehilangan massa tulang. Hal ini juga terjadi, pada pasien dengan peningkatan massa tulang dimana terjadi peningkatan pembentukan tulang baru serta tampak peningkatan resorpsi tulang. Oleh karena itu, proses peradangan dan tumor maligna mengeluarkan faktor/unsur yang keduanya mempengaruhi osteoblas dan osteoklas, tetapi proporsi aktivitaslah yang secara relatif menentukan apakah akan terjadi kehilangan massa tulang atau peningkatan massa tulang.

Pada peradangan yang mengakibatkan pengubahan bentuk tulang, aktivitas osteoblas dan osteoklas tidak hanya dipengaruhi melalui molekul yang memanggil sel imun, tetapi juga sistem hormon, temasuk hormone seks. Jadi, reseptor estrogen akan ditandai oleh sel tulang dan sel imun. Defisiensi estrogen dihipotesiskan akan mempengaruhi pengubahan bentuk tulang pada bagian yang mengalami peradangan melalui jalur yang akan meningkatkan fase resorpsi, yang mengakibatkan pembentukan progresif pada periodontis marginal. Yang menarik, sitokin dipercaya berhubungan dengan osteoporosis setelah menopause (Lerner, 2006) dan mirip dengan peradangan yang mengakibatkan terjadinya pengubahan bentuk (pada makalah ini). Pada tinjauan ini, digambarkan bahwa kejadian pada jaringan tulang sangat dekat dengan proses

peradangan, diikuti dengan diskusi molekul yang diperkirakan menandai dan bertanggung jawab terhadap kejadian ini. Pada bagian lanjutan dari makalah ini, juga akan didiskusikan kemungkinan pasien dengan osteoporosis setelah menopause akan mengalami kehilangan massa tulang rahang. Pada bagian akhir akan diringkaskan bukti dan hipotesis yang menerima atau menolak bahwa kekurangan estrogen akan mempengaruhi perkembangan periodontis marginal.

(2) Pengubahan Bentuk Tulang pada Kehilangan Massa Tulang yang Diinduksi PeradanganProses peradangan, baik didalam ataupun disekitar tulang rangka, biasanya mengakibatkan kehilangan massa tulang (osteolisis yang diinduksi peradangan). Gambaran klinis seperti ini tampak tidak hanya pada tulang alveolar yang mengelilingi akar gigi pada bagian dengan periodontitis marginal, atau pada bagian apical periodontitis (periapical osteitis), tetapi juga pada osteomyelitis, pada tulang yang sejajar dengan sendi pada pasien rheumatoid arthritis, dan pada tulang yang mengelilingi penipisan sendi prosthesis. Bagaimana proses peradangan dapat mempengaruhi sel pada tulang rangka telah dipelajari dan dibandingkan dengan bagaimana penyakit metabolik pada tulang seperti pada kekurangan estrogen yang mempengaruhi sel tulang. Kekurangan informasi dari pasien periodontitis marginal mengakibatkan tidak mungkin untuk melakukan biopsi tulang bagian periodontitis pada orang yang mengalami penyakit kronis ini. Lagi pula, telah diketahui dari studi klinis bahwa kehilangan masa tulang tidak terjadi secara linear berdasarkan periode waktu, tetapi juga terjadi progresif secara bertahap. Hal ini, mengakibatkan pengetahuan tentang patogenesis dari peradangan yang

menginduksi kehilangan massa tulang makin sulit diperoleh berdasarkan rangkaian biopsi pada beberapa waktu tertentu yang berbeda. Akan tetapi, pada periodontitis apical, studi histopatologi lebih mudah dilakukan, karena pada beberapa pasien, granulasi jaringan tampak pada bagian apeks akar yang harus dibuang secara bedah, ditambah lagi biasanya terjadi pengisian akar gigi. Pada biopsi ini, biasanya kadang-kadang termasuk jaringan disekitar tulang, osteoklas di permukaan tulang rahang dapat terlihat (observasi sendiri yang tidak dipublikasi). Peran penting osteoklas pada kehilangan massa tulang pada periodontitis marginal tampak pada eksperimen yang menginduksi terjadinya periodontitis marginal pada hewan seperti hamster, tikus, anjing pemburu, dan primata Macaca fascicularis (Biancu et al.,1995; Shibutani et al., 1997; Salvi et al., 1997; Paquette dan Williams, 2000) (Gambar 1A). Osteoklas juga tampak mirip pada tulang penghubung pannus dan tulang subchondral pada pasien rheumatoid arthritis (Bromley dan Woolley, 1984; Gravallese et al., 1998) sama seperti pada psoriatic arthritis (Ritchlin et al., 2003). Pada jaringan tulang yang berbatasan dengan pseudomembran yang mengalami peradangan, yang terpisah dengan sendi prosthesis tulang, banyak resorpsi lakuna Howship dan beberapa osteoklas tergambar pada spesimen beberapa pasien yang menjalani perbaikan arthroplasty (Atkins et al.,1997) (Gambar 1B). Jadi, terdapat bukti tegas pada beberapa penyakit dimana kehilangan massa tulang tampak disekitar proses peradangan berhubungan dengan peningkatan resorpsi tulang.

Tidak diketahui apakah pengubahan bentuk pada kehilangan massa tulang yang diinduksi peradangan terjadi pada tipe multisel tulang yang sama dengan yang tampak pada pengubahan

bentuk fisiologis dan kehilangan massa tulang yang diinduksi pasca menopause (Lerner, 2006). Suatu ciri yang menonjol pada penipisan sendi prosthesis adalah hasil positif pada scan tulang, dimana tidak tampak bukti baik pada pemeriksaan radiologi dan pada tempat lokalisasi kehilangan massa tulang yang luas (Scalloping). Isotop yang digunakan untuk scan tulang bergabung dengan tulang rangka selama pembentukan tulang oleh osteoblas, mengindikasikan tingginya pembentukan tulang pada daerah ini dengan adanya peningkatan ambilan. Hal ini memberikan kesan bahwa sesuai dengan resorpsi tulang yang terjadi karena peradangan, pada dasarnya terjadi juga pembentukan tulang. Studi histopatologi pada penipisan sendi prosthesis tidak hanya menampilkan jumlah osteoklas yang banyak tetapi juga pada beberapa tempat juga menunjukkan pembentukan tulang baru (gambar 2A). Resorpsi tulang intra-osseus pada tumor maligna (tumor osteolitik) biasanya juga menunjukkan kesamaan tipe scan tulang, juga mengesankan, pada kasus ini, peningkatan resorpsi tulang berhubungan dengan peningkatan pembentukan tulang. Pada suatu penelitian, scan tulang jenis ini digunakan pada pasien dengan periodontitis. Tampilan perbedaan tingkat ambilan isotop pada tiap individu kemungkinan menggambarkan perbedaan aktivitas penyakit (Jeffcoat et al., 1991). Menariknya, penanganan dengan obat antiperadangan non steroid, sama seperti ambilan isotop, mengindikasikan bahwa ambilan isotop yang tinggi menggambarkan pengubahan bentuk tulang yang sedang terjadi karena proses peradangan.

Pada beberapa pasien dengan penyakit peradangan disekitar tulang rangka, fenotip klinisnya yang biasa dinilai secara radiologi adalah adanya

peningkatan pembentukan tulang (peradangan yang menginduksi sklerosis). Hal ini dapat dilihat pada pasien dengan periodontitis apical (Gambar 2B), tetapi tidak tampak pada pasien dengan periodontitis marginal. Akan tetapi,scan tulang yang lebih sensitif menunjukkan terjadinya peningkatkan ambilan isotop pada periodontitis marginal (Jeffcoat et al., 1991), seperti yang dinyatakan dibawah ini, mengindikasikan peningkatan pembentukan tulang adalah proses yang terjadi pada bagian ini. Selain itu, pada pasien dengan reumathoid arthritis, pembentukan tulang baru dan sklerosis dapat terlihat pada tulang disekitar sendi yang sakit. Hasil pengamatan pada pasien yang tidak diobati rheumatoid arthritisnya tidak hanya menunjukkan peningkatan ekskresi penanda biokimia resorpsi tulang pada urin, tetapi juga peningkatan alkaline phospatase dan osteocalcin, selanjutnya mengesankan bahwa rheumathoid arthritis juga berhubungan dengan peningkatan aktivitas anabolisme pada tulang rangka (Suzuki et al, 1998). Persetujuan terhadap hasil pengamatan ini, menunjukkan bahwa tumor nekrosis factor (TNF) manusia pada tikus transgenic menunjukkan tidak hanya terjadi resorpsi tulang osteolitik tetapi juga peningkatan pembentukan tulang endosteal di sekitar sumsum tulang yang banyak mengandung limfosit B (Gorts et al., 2004). Akan tetapi, terjadinya penurunan massa tulang rangka pada pasien rheumatoid arthritis telah dikenali tidak hanya terjadi pada sendi yang sakit tetapi juga pada tulang rangka pada umumnya (Haugeberg et al., 2003) dan rheumatoid arthritis dipertimbangkan sebagai faktor risiko sekunder osteoporosis, yang tidak berhubungan dengan penggunaan glukokortikoid (Lerner, 2006). Beberapa kanker yang bermetastasis juga berhubungan dengan peningkatan pembentukan tulang (sclerotic tumor),

yang biasa dapat dengan mudah diamati secara radiologis, terutama pada pasien dengan kanker prostat. Hasil pengamatan ini mengindikasikan proses peradangan dan tumor maligna menstimulasi tidak hanya resorpsi osteoklas tetapi juga pembentukan tulang oleh osteoblas. Pada beberapa tingkatan penyakit, gambaran klinis yang tampak adalah kehilangan massa tulang, karena kejadian resorpsi lebih mendominasi daripada pembentukan tulang dimana pada lesi yang lain dapat tamppak sebaliknya.

Pada diskusi tentang efek peradangan pada sel tulang, juga penting untuk mempertimbangkan fakta bahwa proses peradangan juga penting pada penyembuhan fraktur. Akan tetapi, bagaimana pembentukan tulang dan resorpsi saling berkoordinasi dalam penyembuhan fraktur tidak terlalu dimengerti, tetapi pada proses patologis terjadi tidak adanya koordinasi seperti pada periodontitis, rheumatoid arthritis, dan pelonggaran sendi prosthesis.

Bukti yang ditampilkan menunjukkan bahwa prostaglandin, sama seperti hormon paratiroid (PTH; Hodsman et al.,2005) dapat menstimulasi tidak hanya resorpsi tulang tetapi juga pembentukan tulang (Hartke dan Lundy, 2001; Pilbeam et al.,2002; Raisz dan Woodiel, 2003; Vrotsos et al., 2003). prostaglandin E2 (PGE2) adalah salah satu stimulator potensial dalam peradangan yang menginduksi pembentukan tulang . Hal lain yang mendukung pendapat ini adalah inhibitor produksi prostaglandin akan mempengaruhi penyembuhan fraktur (Li et al., 2003; Harder dan An, 2003). Penghambatan biosintesis prostaglandin oleh agen-agen seperti obat-obat anti peradangan non steroid sering digunakan untuk mencegah pembentukan tulang heterotop pada pasien yang sedang menjalani hip replacement surgery

(Fransen dan Neal, 2004). Yang paling menarik adalah akhir-akhir ini dilaporkan bahwa kemampuan limfosit T untuk menstimulasi aktivitas alkalin fosfatase dan ekspresi mRNA pada faktor cbfa1 (Runx2) transkripsi osteoblas (Rifas et al.,2003). Hal ini akan sangat menarik untuk mengetahui sifat molekul yang mempengaruhi kejadian ini.

(3) Resorpsi Tulang yang Distimulasi oleh SitokinDemonstrasi pertama bahwa sel kompeten kekebalan dapat mempengaruhi sel-sel tulang adalah melalui pengamatan bahwa sel mononuklear darah perifer, jika dirangsang baik dengan phytohemagglutinin atau plak gigi, akan dilepaskan ke dalam faktor kultur supernantant yang dapat merangsang resorpsi tulang pada organ-kultur tulang (Horton et al., 1972). Kegiatan ini awalnya disebut faktor aktivasi osteoklas, dan, ketika akhirnya dimurnikan 13 tahun kemudian, dikenal menjadi sitokin interleukin-1β (IL-1β) (Dewhirst et al., 1985). Tak lama kemudian, didapatkan bahwa sitokin tumor necrosis factor-α (TNF-α; Bertolini et al., 1986) dan interleukin-6 (IL-6; Ishimi et al., 1990) juga mampu merangsang resorpsi tulang. Pada kebanyakan sistem, IL-6 memerlukan kehadiran reseptor IL-6 yang larut untuk menginduksi pembentukan osteoklas dan resorpsi tulang (Tamura et al., 1993; Kotake et al., 1996; Palmqvist et al., 2002). Berbeda dengan beberapa reseptor sitokin lainnya yang larut, reseptor IL-6 yang larut dapat mengaktifkan sel-sel target yang mengekspresikan protein gp130 ketika mengikat ligan. Kepentingan relatif dari IL-6 yang memberikan sinyal melalui sel yang terikat membran reseptor dengan reseptor yang larut tidak diketahui. IL-1, TNF-α dan IL-6 telah ditemukan berlimpah pada di gusi yang

meradang, dan peningkatan tingkat telah ditunjukkan dalam cairan sulkus dari pasien dengan periodontitis (Mogi et al., 1999; Boch et al., 2001; Graves dan Cohcran, 2003). Demikian pula, sitokin-sitokin ini juga terdapat banyak dalam peradangan synovium dan dalam cairan sinovial dari pasien dengan rheumatoid arthritis, dan telah terlibat dalam mekanisme patogenik yang menyebabkan resorpsi tulang pada penyakit ini (Choy dan Panayi, 2001;. Udagawa dkk, 2002 ; Firestein, 2003; Walsh dan Gravallese, 2004). Dengan demikian, sitokin dengan jenis yang sama telah terlibat sebagai stimulator dari resorpsi tulang pada periodontitis, rheumatoid arthritis, dan pasca-menopause osteoporosis (Lerner, 2006). Demikian pula dengan osteoporosis, netralisasi IL-1 dan TNF-α oleh reseptor IL-1 yang larut dan reseptor TNF yang larut telah ditemukan untuk mengurangi pembentukan osteoklas dan kehilangan tulang pada penyakit periodontal (Assuma et al., 1998), serta, pada radang sendi yang diinduksi oleh percobaan (Choy dan Panayi, 2001: Firestein, 2003; Walsh dan Gravallese, 2004). Peran penting TNF-α pada manusia diilustrasikan dengan menjanjikan data baru yang menunjukkan bahwa pengobatan pasien rheumatoid arthritis dengan TNF-α antagonis, dengan dan tanpa obat penekan kekebalan, menunjukkan hasil dalam pengurangan substansial gejala klinis serta keterbelakangan perkembangan radiografi kehilangan tulang, meskipun belum jelas apakah pengurangan kehilangan tulang adalah karena efek TNF-α pada pembentukan osteoklas, atau lebih merupakan konsekuensi dari pengurangan peradangan (Walsh dan Gravallese, 2004). Penghambatan IL-1 juga mengarah pada perbaikan klinis pada penderita dengan rheumatoid arthritis, termasuk perkembangan penurunan kehilangan

tulang yang dinilai secara radiografis. Efeknya, bagaimanapun, menunjukkan hasil yang kurang dari yang diperoleh oleh blokade TNF-α, sehingga menunjukkan bahwa TNF-α memiliki peran yang lebih menonjol. Menariknya. IL-α telah ditemukan untuk menjadi sebuah stimulator penyerapan tulang yang penting pada periodontitis apikal yang diinduksi oleh percobaan (Wang dan Stashenko, 1993).

Sejak temuan yang menunjukkan bahwa IL-1, TNF-α dan IL-6 dapat merangsang resorpsi tulang, beberapa sitokin lain juga telah ditemukan untuk merangsang pembentukan osteoklas dan resorpsi tulang, baik secara in vitro dan in vivo. Kelompok sitokin-sitokin yang meresorpsi tulang ini termasuk IL-1, IL-6, IL-11, IL-17, TNF-α, faktor penghambat leukemia (LIF), dan Oncostatin M (OSM) (Martin et al., 1998; Horowitz dan Lorenzo, 2002) (Gbr. 3). IL-7 juga telah ditemukan untuk mengatur pembentukan osteoklas, tetapi data yang terdapat tidak meyakinkan, karena bukti bahwa IL-7 baik sebagai stimulator atau inhibitor telah disajikan (Lee et al., 2003; Toraldo et al., 2003). Kemokin adalah keluarga besar kemotaksis sitokin, yang juga dinyatakan dalam proses inflamasi. Molekul-molekul ini dapat membantu resorpsi tulang yang disebabkan oleh peradangan, karena kemokin baik keluarga CXC dan keluarga CCR dapat merangsang perekrutan sel progenitor osteoklas dan fusi sel-sel untuk membentuk osteoklas multinukleus (Yu et al., 2003, 2004).Selain dari sitokin ini, kami juga telah menunjukkan bahwa molekul yang diproduksi di kallikrein-kinin dan kaskade koagulasi selama peradangan dapat merangsang resorpsi tulang secara in vitro (Lerner et al., 1987;.Lerner dan Gustafson, 1988). Kinin, bertindak melalui kedua reseptor B1 dan B2 bradikinin, juga sinergis dalam

mempotensiasi efek stimulasi dari IL-1 dan TNF-α di tulang (Lerner, 1997; Lerner dan Lundberg, 2002).

Efek sitokin yang merangsang pembentukan osteoklas dan resorpsi tulang tampaknya akan berlawanan oleh sitokin lain yang menghambat proses yang sama (Gambar 3). Dengan demikian, IL-4, IL-10, IL-12, IL-13, Il-18, interferon-β (IFN-β), dan IFN-γ, semuanya mampu menghambat baik pembentukan osteoklas, resorpsi tulang periosteal di tulang kepala tikus, atau keduanya (Horowitz dan Lorenzo, 2002; Palmqvist et al., 2006). Beberapa sitokin tersebut juga telah ditemukan dalam menghambat pengeroposan tulang secara in vivo. Kemungkinan bahwa terdapatnya keseimbangan antara sitokin yang menstimulasi dan sitokin yang menghambat, bersamaan dengan peraturan reseptor dan mekanisme transduksi sinyal, yang akan menentukan jumlah osteoklas dibentuk dan aktivitas mereka, dengan tingkat keroposan tulang.

(4) Peran Sistem RANKL-RANK-OPG pada Resorpsi Tulang yang Distimulasi SitokinStimulasi reseptor aktivator faktor inti κB (RANK), yang terdapat pada sel progenitor osteoklas, oleh ligan RANK (RANKL), dinyatakan oleh sel stroma/osteoblas dan beberapa jenis sel lain, sebagai sinyal yang menentukan diferensiasi sel-sel progenitor osteoklas/makrofag menjadi osteoklas sepenuhnya (Lerner, 2004, 2006). Stimulasi RANK dapat dikurangi dengan osteoprotegerin (OPG), yang mengikat RANKL dan menghambat interaksi antara RANKL dan RANK. Dikarenakan osteoklas tidak dapat dibentuk kecuali RANK diaktifkan, regulasi ekspresi RANKL dan umpan reseptor larut OPG juga penting dalam resorpsi tulang yang diinduksi peradangan,

termasuk periodontitis (Liu et al., 2003; Takayanagi, 2005). Oleh karena itu, tidak terduga bahwa ekspresi RANKL yang meningkat telah ditemukan di gusi yang meradang dari pasien periodontitis (Crotti et al., 2003), dalam cairan sulkus gingiva dari pasien dengan periodontitis (Mogi et al., 2004), serta dalam sinovium dari pasien dengan rheumatoid arthritis (Gravallese et al., 2000; Shigeyama et al., 2000; Romas et al., 2002a), dan dalam jaringan membran yang mengelilingi penipisan sendi prosthesis (Horiki et al., 2004.). Selain itu, ekspresi protein OPG pada gingiva dari pasien periodontitis menurun (Crotti et al., 2003.), Dan, sejalan dengan pengamatan ini, OPG dalam cairan sulkus gingiva ditemukan secara signifikan lebih rendah pada tempat dengan periodontitis, dibandingkan dengan tempat lain yang sehat (Mogi et al., 2004). Pentingnya aktivasi RANK pada penyakit periodontal ini ditunjukkan oleh temuan bahwa pemberian OPG mencegah pengeroposan tulang pada periodontitis yang diinduksi oleh percobaan pada tikus (Teng et al., 200). Demikian pula, OPG mencegah keropos tulang pada arthritis yang diinduksi oleh percobaan (Romas et al., 2002b). Sesuai dengan hasil observasi bahwa tikus dengan penghapusan gen RANKL tidak menunjukkan kehilangan tulang ketika lesi athritic yang diinduksi secara percobaan dengan model perpindahan serum, meskipun terdapat proses peradangan progresif (Pettit et al., 2001). Pentingnya aktivasi yang diinduksi oleh RANK dari jalur NFκB untuk pembentukan osteoklas yang distimulasi oleh peradangan baru saja ditunjukkan oleh Jimi et al. (2004). Aktivasi jalur ini diprakarsai oleh aktivasi dari inhibitor-κB kinase (IKK) yang kompleks (lihat Lerner, 2006, dan Gambar 5 di dalamnya.), Terdiri dari

dua subunit katalitik (IKKα dan IKKβ) dan komponen peraturan (IKKγ atau NEMO). Gangguan pengikatan NEMO untuk IKKα/IKKβ oleh sel-permeabel peptida (NBD peptide) menghambat aktivitas IKK dan fosforilasi berikutnya dari IκB, dan, sebagai hasilnya, pengaktifan jalur NFκB menurun. Administrasi dari peptida NBD untuk tikus dengan artritis yang diinduksi kolagen secara signifikan mengurangi kerusakan juxta-artikular tulang (Jimi et al., 2004).

Peranan yang saling bergantung antara IL-1, TNF-α, dan RANKL dalam pembentukan osteoklas baru-baru ini ditunjukkan oleh Wei et al. (2005). Telah diketahui bahwa TNF-α dapat merangsang pembentukan osteoklas dalam tidak adanya sel stroma/osteoblas jika "tingkat konstitutif" RANKL (tidak mengarah ke pembentukan osteoklas dengan sendirinya) hadir (Lam et al., 2000). Selanjutnya, blokade baik IL-1 atau TNF-α menyebabkan penghambatan sebagian peri-artikular pengeroposan tulang pada arthritis yang diinduksi oleh percobaan, sedangkan blokade dari kedua hal tersebut menyebabkan penghambatan hampir lengkap dari pengeroposan tulang (Zwerina et al., 2004). Wei et al. (2005) menunjukkan bahwa TNF-α menyebabkan ekspresi RANKL ditingkatkan dalam sel stroma, menjadi sebagian besar karena induksi dari kedua IL-1 dan IL-1 reseptor tipe I (Gambar 4). Selain IL-1 yang dimediasi stimulasi RANKL oleh TNF-α, aktivasi reseptor TNF-α di sel-sel progenitor osteoklas menyebabkan peningkatan ekspresi RANKL, IL-1, dan stimulasi IL-1 jenis reseptor I, dan penurunan penurunan eksresi dari IL-1 tipe reseptor II. IL-1 dapat merangsang pembentukan osteoklas pada "tingkat konstitutif" RANKL secara independen daro TNF-α.Observasi ini mungkin

menjelaskan mengapa inhibisi kedua IL-1 dan TNF-α adalah sebuah terapi yang efektif untuk menghambat pengeroposan tulang dalam kondisi inflamasi.

Dengan demikian, penghambatan sinyal RANKL-RANK merupakan kemungkinan yang menarik untuk pengobatan pasien dengan pengeroposan tulang yang berlebihan karena peradangan. Namun, karena tikus kekurangan baik RANKL atau RANK, tidak hanya menunjukkan osteoporosis karena kurangnya osteoklas, tetapi juga memiliki gangguan dalam perkembangan kelenjar getah bening (Kong et al., 1999a; Dougall et al., 1999), dan karena sinyal RANKL-RANK juga penting untuk pembicaraan silang antara limfosit T dan sel dendritik (lihat di bawah), ada risiko bahwa pengobatan OPG juga akan mengganggu fungsi sistem kekebalan tubuh. Temuan bahwa tikus dengan kekurangan OPG menunjukkan tidak hanya kehilangan tulang, karena pembentukan osteoklas meningkat, tetapi juga kalsifikasi dalam dinding pembuluh darah besar (Bucay et al., 1998) yang menunjukkan bahwa OPG juga mungkin memiliki peran dalam patogenesis arteriosklerosis.

(5) Keterlibatan Sel T dalam Kehilangan Massa Tulang yang Diinduksi PeradanganRANKL tidak eksklusif dinyatakan di sel stroma/osteoblas, tetapi sebenarnya awalnya digambarkan pada sel T sebagai TRANS (Anderson et al., 1997; Wong et al., 1997), sebuah ligan yang mengaktifkan reseptor pada sel dendritik yang meningkatkan aktivasi NF-κB, dan karena itu disebut reseptor aktivator atau NF-kB (RANK). Sejalan dengan hasil pengamatan ini, sel T juga telah ditemukan untuk mendukung osteoklastogenesis (Horwood et al, 1999; Kotake et al,

2001), mirip dengan sel stroma/ osteoblas. Ada kemungkinan, bahwa pembentukan osteoklas dalam kondisi peradangan dapat ditingkatkan dengan Sel T yang mengekspresikan RANKL (Gambar 5A), daripada sel stroma / osteoblas yang diinduksi untuk mengekspresikan RANKL oleh sitokin peresorbsi tulang (Gambar 5B). Dengan demikian, Kong et al.(1999b) telah menunjukkan bahwa aktivasi sistemik T-Sel menyebabkan keropos tulang peri-artikular, dan bahwa hilangnya tulang dapat dihambat oleh administrasi OPG. Demikian pula, Teng et al. (2000) telah menunjukkan bahwa transplantasi sel limfosit darah tepi manusia, dari pasien dengan periodontitis juvenil lokal ataupun periodontitis agresif, ke tikus NOD/SCID, diikuti dengan tantangan oral dengan bakteri Actinobacillus actinomycetemcomitans  (bakteri yang sangat terkait dengan periodontitis agresif), yang mengakibatkan aktivasi CD4 + Sel T di gingiva serta kehilangan tulang. Hilangnya tulang alveolar dicegah oleh pengobatan OPG. Namun, Kepentingan relatif RANKL yang disajikan pada sel T dengan sel stromal/osteoblas, untuk peningkatan pembentukan osteoklas dalam kondisi peradangan seperti periodontitis dan rheumatoid arthritis tidak diketahui.

Fibroblast yang melimpah di mukosa gingiva dan juga telah ditemukan untuk mengekspresikan beberapa sitokin osteotropik. Selain mengekspresikan IL-1, TNF-α dan IL-6, fibroblast gingiva juga mengungkapkan OPG (Sakata et al, 1999) (Gbr. 5c). Bahkan, titik awal untuk penemuan sistem lama RANKL-RANK-OPG didasarkan pada temuan fibroblast paru-paru embrio manusia (AKB-90) yang menghasilkan inhibitor resorpsi tulang disebut osteoklas faktor penghambat (OCIF; Tsuda et al, 1997), yang ternyata

menjadi molekul yang hari ini dikenal dengan OPG. Dengan molekul ini, ligannya (OPGL, yang sekarang disebut RANKL) dikloning, yang kemudian menyebabkan kloning serumpun reseptor RANK yang serumpun. Fibroblast gingiva juga memproduksi M-CSF, tetapi tidak konstitutif dalam mengekspresikan RANKL, baik melalui stimulasi IL-1 atau TNF-α yang memberikan hasil ekspresi RANKL (Palmqvist et al., observasi tidak dipublikasikan). Kami baru baru ini menemukan, bagaimanapun, bahwa ekspresi mRNA dan protein RANKL dapat diinduksi pada fibroblast gingiva oleh cytolethal distending toxin (cdt) yang dihasilkan oleh  bakteri A.actinomycetemcomitans (Belibasakis et al., 2005a) (Gbr. 5C). Induksi RANKL oleh cdt tidak tergantung pada stimulasi sitokin seperti IL-1, IL-6 atau TNF-α, ataupun pada PGE 2 (Belibasakis et al., 2005b). Kecepatan hilangnya tulang pada pasien dengan periodontitis agresif mungkin tidak hanya disebabkan oleh cdt yang meningkatkan RANKL dalam fibroblas gingiva, karena kita baru-baru ini juga menemukan bahwa leukotoxin, yang dihasilkan oleh A. actinomycetemcomitans, menginduksi sekresi melimpah dari zat bioaktif 17-kDa pro-IL-1β (Kelk et al., 2005) (Gambar 5D). Menariknya, fibroblas sinovial juga memiliki kapasitas untuk mengungkapkan RANKL (Gravallese et al., 2000). Dengan demikian, ada kemungkinan bahwa pembentukan osteoklas pada penyakit inflamasi seperti pada periodontitis dan rheumatoid arthritis mungkin disebabkan oleh ekspresi RANKL di kedua sel stroma/osteoblas, sel T, atau fibroblast, ataupun semua jenis sel yang mengungkapkan RANKL.

(6) Prostaglandin Sebagai Mediator pada Resorpsi Tulang yang Diinduksi Peradangan Pada penyakit periodontal, telah lama diketahui bahwa pengobatan dengan obat anti peradangan non-steroid yang menghambat produksi prostaglandin menyebabkan penghambatan besar pembentukan osteoklas dan resorpsi tulang pada penyakit periodontal yang diinduksi oleh percobaan dalam berbagai spesies yang berbeda, serta pada penyakit periodontal manusia (Salvi et al, 1997: Paquette dan Williams, 2000). Dalam pengamatan yang sejalan dengan temuan terbaru bahwa enzim siklooksigenase-2 (COX-2) banyak ditemukan dalam gingiva dari pasien periodontitis (Zhang et al., 2003). Karena tidak mungkin bahwa pemberian sistemik dari obat pada pasien periodontitis, maka pemberian topikal telah dipertimbangkan. Penghambatan periodontitis akibat kehilangan tulang oleh anti peradangan non-steroid dapat dijelaskan oleh fakta bahwa PGE2 dapat merangsang resorpsi tulang secara in vitro dan secara in vivo. Meskipun bukti yang terdapat kurang, bagaimanapun, bahwa obat ini mempengaruhi perkembangan kehilangan tulang pada pasien rheumatoid arthritis.

Bagaimana produksi prostaglandin masuk ke dalam urutan kejadian yang menyebabkan ekspresi RANKL dan diferensiasi osteoklas? Beberapa sitokin yang merangsang ekspresi RANKL dan resorpsi tulang juga meningkatkan ekspresi COX-2 dan produksi prostaglandin. Hal ini berlaku untuk ekspresi COX-2 yang disebabkan oleh IL-1 dan TNF-α dan produksi prostglandin di garis sel osteoblastik MG-63 manusia dan di tulang kalvaria tikus, sebagai sebuah fenomena yang terkait dengan ekspresi RANKL ditingkatkan dalam tulang kalvaria

(Brechter dan Lerner, dalam persiapan). Pengamatan ini cocok dengan temuan bahwa bradikinin yang mempotensiasi resorpsi tulang yang diinduksi IL-1 pada tulang kalvaria tikus (Lerner, 1991), dan bahwa PGE 2 adalah stimulator efisien yang mengekspresikan RANKL di osteoblas (Li et al., 2002). Baru-baru ini telah ditunjukkan bahwa efek stimulasi oleh RANKL dalam kultur sel limpa dapat diperkuat oleh PGE2 (Ono et al., 2005), menunjukkan bahwa prostglandin penting tidak hanya untuk ekspresi RANKL dalam sel stroma/osteoblas, tetapi juga untuk efek RANKL pada sel progenitor osteoklas.

Meskipun terdapat banyak bukti sebagai peranan penting bagi prostaglandin sebagai mediator peradangan pada resorpsi tulang yang diinduksi peradangan, peran metabolit asam arakidonat ini dalam pengubahan bentuk kerangka yang diinduksi peradangan dibandingkan dengan fakta bahwa prostaglandin juga dapat menstimulasi pembentukan tulang (Pilbeam dkk , 2002) dan juga telah terlibat dalam pembentukan tulang baru yang diinduksi oleh peradangan, terutama selama penyembuhan fraktur (Harder dan An, 2003; Li et al, 2003). Mungkin saja PGE 2, yang bertindak melalui kinase AMP-protein siklik jalur A, mirip dengan PTH, yang juga bertindak melalui jalur yang sama, mungkin memiliki efek ganda dalam pengubahan bentuk tulang. Pada konsentrasi tinggi yang merangsang ekspresi RANKL dalam sel stroma/osteoblas, PGE 2 akhirnya menyebabkan peningkatan resorpsi tulang, tetapi ketika PGE 2  sekali-kali terkena osteoblas, maka akan meningkatkan aktivitas pembentukan tulang. (7) Mekanisme Hipotesis Osteoporosis Pasca-Menopause dapat Menyebabkan Kehilangan Massa Tulang pada Periodontitis

Pembuatan osteoklas, secara lokal di periodontitis dan sistemik osteoporosis pasca-menopause terlibat dalam banyak jalur mekanisme patogenetik. Hal ini terutama berlaku sehubungan dengan peran dari RANKL sitokin pro-inflamasi. Namun, mekanisme yang memicu peningkatan regulasi induksi sitokin berbeda. Dalam periodontitis, peningkatan regulasi terutama disebabkan oleh infeksi dan respon peradangan selanjutnya; pada osteoporosis pasca-menopause, hal ini disebabkan oleh defisiensi estrogen. Meskipun tidak ada alasan untuk percaya bahwa penyakit periodontal disebabkan oleh defisiensi estrogen, ada kemungkinan bahwa osteoporosis pasca-menopause dapat berkontribusi pada perkembangan pengeroposan tulang pada penyakit periodontal. Secara hipotesis, dua mekanisme yang berbeda mungkin terlibat. Pertama, jika pengurangan massa tulang karena penyakit osteoporosis sistemik ada di rahang alveolar. Kedua, karena estrogen menghambat ekspresi sitokin penyerapan tulang, seperti IL-1, TNF-α dan IL-6, menunjukkan bahwa jumlah yang lebih besar dari molekul-molekul yang diproduksi dalam suatu proses inflamasi pada wanita dengan tingkat estrogen normal. Pada bagian berikut, bukti yang ada untuk kedua kemungkinan akan dibahas. Para pembaca yang tertarik juga dapat membaca tinjauan sebelumnya (Jeffcoat, 1998; Chesnut, 2001; Krall, 2001; Reddy, 2001; Wactawski-Wende, 2001).

(8) Apakah Osteoporosis terdapat pada Rahang Perempuan Post Menopause?Seperti yang dibahas secara luas oleh von Wowern (2001), studi tentang osteoporosis di tulang rahang harus berdasarkan penilaian lokasi spesifik dari kepadatan mineral tulang (BMD) / konten mineral

tulang (BMC) dan terkait dengan normal, populasi berbasis gender dan usia terkait referensi nilai. Saat ini, tidak ada perangkat yang ideal tersedia untuk tujuan ini, tetapi dengan tomografi komputer kuantitatif perifer yang baru (pqct), perangkat yang sedang dikembangkan, ada kemungkinan dalam waktu dekat untuk mendapatkan penilaian yang akurat dari tulang pada tulang kortikal dan trabekula, serta di situs diskrit dari rahang. Dengan teknologi yang tersedia saat ini, hanya terdapat hubungan lemah BMD / BMC di lokasi yang berbeda dari kerangka dan tulang rahang ditemukan, meskipun ada studi yang menunjukkan hubungan antara massa tulang di rahang bawah dan tulang secara umum (kribbs et al., 1983; von wowern et al., 1994). Ada juga variasi yang besar dari BMD di berbagai wilayah di rahang, yang membuatnya sulit untuk membuat studi banding. Pada kenyataannya, tidak ada penelitian yang baik, berdasarkan penilaian langsung dari massa tulang rangka, untuk menunjukkan secara meyakinkan bahwa BMD rendah ada dalam kerangka wanita dengan osteoporosis pasca menopause, dan bahwa perubahan dalam BMD tulang rahang yang berkorelasi dengan perubahan lain situs orteoporotic yang dikenal dengan baik dalam kerangka. Namun, sebuah studi longitudinal dua tahun telah menunjukkan bahwa kepadatan tulang alveolar menurun lebih cepat pada wanita pasca menopause dibandingkan dengan perempuan dengan BMD normal (Payne et al., 1999), menunjukkan bahwa jaringan tulang di rahang juga dipengaruhi oleh defisiensi estrogen.

Pengamatan bahwa kalsium dan vitamin D pada wanita menopause juga meningkatkan BMD di tulang rahang (kribbs, 1992;. Hildebolt et al, 2004) menunjukkan bahwa pengubahan bentuk tulang di tulang rahang dipengaruhi oleh mekanisme yang sama menyebabkan

massa tulang menurun pada tempat lain dari kerangka. Apalagi, pengobatan estrogen telah ditemukan untuk mencegah keropos tulang pada tulang alveolar, dan untuk menghasilkan BMD meningkat ke tingkat yang sama di tulang belakang seperti pada rahang. Baru-baru ini, dalam penelitian plasebo terkontrol acak ganda tertutup dan penelitian prospektif tiga tahun, melaporkan bahwa terapi penggantian hormon secara signifikan meningkatkan massa tulang alveolar yang dinilai oleh pengukuran radiodensitas pada radiografi sayap gigitan, dibandingkan dengan pengobatan plasebo.

Mekanisme patogenetik dalam osteoporosis akibat kortikosteroid berbeda dengan pada osteoporosis pasca menopause. Bagaimanapun, adalah menarik untuk dicatat bahwa kortikosteroid yang menurunkan BMD dalam radius dan tulang rahang untuk luasan yang sama (von wowern et al., 1992).

Meskipun analisis BMD pada tulang rahang belum membuktikan bahwa osteoporosis juga ada dalam tulang rahang, analisis data yang diperoleh sejauh ini dengan perangkat yang berbeda, bersama dengan temuan yang menunjukkan bahwa tulang rahang merespon pengobatan osteoporosis mirip dengan situs lain dalam rangka, menunjukkan bahwa tulang rahang juga rentan terhadap osteoporosis.

(9) Hubungan Antara BMD/BMC dan PeriodontitisLintas studi cross-sectional, lintas studi multivariat sectional, dan studi kasus kontrol telah menunjukkan baik tidak ada hubungan antara BMD dan penyakit periodontal, hubungan yang lemah, atau hubungan yang signifikan. Pengamatan bahwa penurunan BMD metakarpal dikaitkan dengan meningkatnya proporsi individu menunjukkan periodontitis, baik

pra dan pasca menopausal, menunjukkan bahwa ada hubungan antara massa tulang di tulang rahang dan penyakit periodontal. Hal ini juga menunjukkan bahwa penurunan BMD dari trokanter mayor itu, segitiga bangsal, dan wilayah total femur secara signifikan terkait dengan kehilangan interproksimal tulang alveolar dan, sampai batas tertentu, juga dengan tingkat perlekatan penurunan klinis (Tezal dkk, 2000). Sebaliknya, sebuah studi Swedia melaporkan bahwa, dalam kohort kecil perempuan pasca menopause (n = 19), BMD pinggul terkait dengan kehilangan tulang alveolar (Lundstrom et al., 2001).

Dalam penelitian terbaru, osteoporosis pada awalnya dinilai dengan densitometri USG tumit, dan perkembangan penyakit periodontal diikuti selama tiga tahun dengan pengukuran hilangnya batas perlekatan (Yoshihara et al., 2004). Dalam penelitian pada 179 orang, semua BMD, 70 tahun awal yang rendah secara signifikan berkorelasi dengan hilangnya longitudinal tingkat perlekatan baik wanita dan pria. Di studi longitudinal lain, dua tahun pada 39 wanita pasca menopause, ditemukan bahwa hilangnya ketinggian tulang alveolar selama penelitian secara bermakna dikaitkan dengan BMD awal dari tulang belakang lumbar (Payne et al., 1999).

Studi ini menunjukkan bahwa pengeroposan tulang sistemik, karena pengubahan bentuk tulang tidak digabungkan dengan kekurangan estrogen, yang mempengaruhi tulang rahang dan penting untuk perkembangan pengeroposan tulang pada periodontitis.

(10) Hubungan Antara BMC/BMD dan Kehilangan GigiHilangnya gigi adalah titik akhir dari penyakit periodontal dan, karena itu, mirip dengan patah tulang pada osteoporosis, sebagai penanda penting secara klinis dari

penyakit. Namun, gigi bisa hilang untuk alasan lain selain penyakit periodontal, misalnya, gigi kadang-kadang perlu digali karena lesi karies yang luas, atau bisa hilang karena trauma yang luas. Namun, penyakit periodontal merupakan salah satu faktor penting yang menyebabkan kehilangan gigi. Beberapa penelitian telah melaporkan bahwa penurunan kepadatan mineral tulang terkait dengan jumlah gigi kerugian (inagaki et al., 2001). Ada juga terdapat laporan yang tidak ada hubungan seperti itu bisa ditemukan. Dalam sebuah penelitian, hubungan antara BMD dan kehilangan gigi lebih besar pada pria dibandingkan pada wanita. Dalam sebuah studi besar pada 1171 wanita turki pasca menopause berusia 40-86 tahun, ditemukan bahwa kerugian total gigi secara bermakna dikaitkan dengan BMD rendah di tulang belakang lumbal tetapi, sebaliknya, dengan BMD tinggi dari leher femoralis. Meskipun analisis data yang paling diperoleh dalam studi cross sectional mendukung hipotesis bahwa BMD/osteoporosis dikaitkan dengan kehilangan gigi, bukti ini harus menunggu data dari studi prospektif terkontrol dengan baik dalam kohort besar pria dan wanita. Dalam sebuah penelitian terbaru di 145 edentulous dan 253 dentate perempuan, tidak ada hubungan ditemukan antara perubahan persentase tahunan BMD dari total pinggul selama periode dua tahun dan hilangnya perlekatan gigi (Famili dkk., 2005).

Hal lain juga menunjukkan bahwa pengobatan dengan kalsium dan vitamin D, yang tidak mungkin memiliki efek pada karies atau trauma luas dan mengurangi jumlah gigi yang hilang. (Krall dkk., 2001).

Dalam kohort dari 566 pasien patah tulang pinggul, astrom et al., (1990) melaporkan bahwa risiko untuk patah tulang pinggul meningkat dengan jumlah

gigi yang hilang. Dalam penelitian terbaru, didapatkan baik penyakit periodontal dan osteoporosis dalam kohort besar (n = 567) perempuan 70 tahun, kami menemukan bahwa total kehilangan gigi tidak saja berhubungan dengan BMD tetapi juga untuk kehadiran osteoporosis. Dengan demikian, kehilangan semua gigi secara bermakna dikaitkan dengan patah tulang rangka, dengan odd ratio 2,41. Analisis regresi logistik menunjukkan bahwa total kerugian gigi merupakan faktor signifikan independen untuk fraktur sebelumnya, dengan odd ratio 2,37.

(11) Estrogen dan PeriodontitisPengobatan dengan estrogen umumnya digunakan untuk mencegah pengeroposan tulang pada wanita dengan osteoporosis. Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa pengobatan estrogen mengurangi risiko kehilangan gigi, yang mungkin karena efek estrogen pada kedua produksi sitokin di gusi meradang dan pada sel-sel tulang pada tulang rahang. Menarik, telah dilaporkan bahwa tingkat estrogen yang rendah dalam darah berhubungan dengan tanda-tanda peningkatan peradangan pada gingiva dan kehilangan tulang meningkat sekitar gigi, sebagaimana dinilai oleh pengurangan tingkat perlekatan klinis (reinhardt et al.,1999).

(12) Hubungan Antara Gen Polimorfisme, Periodontitis, dan OsteoporosisPolimorfisme nukleotid tunggal dari sejumlah besar gen yang termasuk untuk reseptor vitamin D, reseptor estrogen-α (ER-α), dan pro kolagen (α1) tipe 1 dan sitokin yang berbeda telah dikaitkan dengan BMD dan kerentanan terhadap patah tulang osteoporosis (Ralston, 2002). Demikian pula, beberapa penelitian yang telah dipublikasikan menunjukkan adanya hubungan antara penyakit periodontal dan

polimorfisme genetik, terutama di gen untuk sitokin pro- dan anti inflamasi (Kinane dan Hart, 2003). Namun, penelitian ini secara umum telah dilakukan pada sejumlah kecil pasien. Menjaga keterbatasan ini dalam pikiran, meskipun demikian, menarik untuk dicatat bahwa hubungan yang signifikan antara penyakit periodontal dan polimorfisme nukleotida tunggal yang telah dilaporkan pada gen sebelumnya, penting untuk kepadatan mineral tulang dan osteoporosis. Dengan demikian, ada beberapa penelitian yang menunjukkan hubungan antara penyakit periodontal dan polimorfisme genetik pada gen reseptor vitamin D (Tachi, et al., 2001, 2003; Sun et al., 2002. De Brito SMP et al., 2004). Polimorfisme pada gen ER-α telah dikaitkan dengan adanya penyakit periodontal (Zhang et al., 2004) dan dengan hilangnya gigi (Taguchi et al., 2001, 2003). Dalam survei besar dari 315 polimorphisme nukleotida tunggal di 125 gen kandidat, terdapat banyak hal berhubungan dengan penyakit periodontal yang ditemukan, tidak hanya pada sitokin inflamasi, tetapi juga pada gen yang mengkode protein struktural dalam periodonsium, termasuk pro-kolagen (α1) tipe I (Suzuki et al., 2004). Walaupun semua data ini harus interpretasikan dengan hati-hati dan dikonfirmasi dalam kohort yang lebih besar. Sangat menarik untuk dicatat bahwa beberapa gen mungkin penting tidak hanya untuk kepadatan mineral tulang dan Osteporosis, tetapi juga untuk penyakit periodontal.

(13) KesimpulanProses Inflamasi di sekitar hasil tulang rangka di stimulasi dari kedua osteoklas penyerap tulang dan osteoblas pembentuk tulang. Proporsi relatif dari resorpsi tulang dan pembentukan tulang yang disempurnakan menentukan apakah dia sebuah osteolitik atau lesi skelerotik yang

akan berkembang. Sel kekebalan yang mampu mensekresi berbagai sitokin dengan kapasitas untuk merangsang perkembangan dan aktivitas osteoklas penyerap tulang, termasuk IL-1, IL-6, IL-11, IL-17, TNF-α, LIF, dan OSM. Efek stimulasi dari sitokin yang diturunkan oleh beberapa sitokin yang menghambat osteoklastogenesis, seperti IL-4, IL-10, IL-12, IL-13, IL-18, IFN-β, dan IFN-γ. Selain itu, kinin dan trombin, yang terbentuk di kallikrein-kinin dan kaskade koagulasi, juga dapat merangsang resorpsi tulang dan berinteraksi secara sinergis dengan IL-1 dan TNF-α. Dengan demikian, kemungkinan bahwa itu adalah tindakan dari stimulasi dan molekul sinyal penghambatan dalam suatu proses inflamasi yang akan menentukan jumlah osteoklas penyerap tulang. Sistem RANKL-RANK-OPG perlu diaktifkan untuk perkembangan osteoklas, dan sebagian besar stimulator sitokin dijelaskan mampu meningkatkan rasio RANKL/OPG pada osteoblas. Namun, tak hanya osteoblas tetapi juga sel T-dan dalam kondisi tertentu, bahkan fibroblas gingiva bisa mengekspresikan RANKL. Terdapat berbagai hal yang kurang banyak diketahui sebagai molekul dimana yang bertanggungjawab untuk merangsang osteoblas dalam proses peradangan, tapi PGE2 mungkin menjadi kandidat. Ia telah mengemukakan bahwa pasien dengan periodontitis marginal dan osteoporosis pasca menopause secara bersamaan akan meningkatkan risiko untuk membentuk periodontitis yang lebih progresif. Menariknya, estrogen menekan ekspresi beberapa sitokin yang disarankan untuk bertanggung jawab untuk stimulasi osteoklas dalam kondisi inflamasi. Ada juga bukti bahwa pasien dengan osteoporosis pasca menopause mengalami penurunan massa tulang di tulang rahang. Oleh karena itu, kekurangan estrogen dapat

meningkatkan perkembangan periodontitis marginal, baik dengan menyebabkan peningkatan ekspresi sitokin osteotropik, atau dengan mengurangi jumlah tulang rahang alveolar. Data dari studi klinis pada derajat penyakit periodontal pada pasien dengan periodontitis dan post menopause osteoporosis tidak dapat disimpulkan, dan dibutuhkan untuk mengendalikan dengan baik studi prospektif di mana perkembangan kehilangan tulang periodontal diikuti dalam hubungannya dengan tingkat estrogen.

Ucapan Terima KasihStudi dilakukan di laboratorium penulis yang telah didukung oleh Dewan Riset Swedia, Asosiasi Reumatik Swedia, Dana Royal 80 tahun Raja Gustav V, Yayasan Knut dan Alice Wallenberg, Yayasan Swedia untuk Penelitian Strategis, Salus Ansvar. Astra-Zanecca, Pharmacia-Upjohn, Asosiasi gigi Swedia, Patentmedelsfonden, Anna-Greta Craaford Foundation, Dewan negara Västerbotten, Universitas Umeå dan Pusat Penelitian Muskuloskletal, dan Institut Nasional untuk Kehidupan Kerja, Umea, Swedia.