Terjemahan Bab II & III Aspek Umum (Lanjutan Buku i)

34
2. GAMBARAN POKOK 2.1. Pengembangan tahap awal Pengembangan tahap awal dirancang dengan memperhitungkan aliran air secara gravitasi berdasarkan perbedaan elevasi muka air yang terjadi antara muka lahan – dalam hal tanaman padi – atau muka air tanah – dalam hal tanaman palawija dan tanaman keras – dan sungai terdekat atau sumber air lain di sekitarnya. Tergantung pada fluktuasi air sungai dan intrusi air asin, fluktuasi pasang surut akan mempengaruhi peluang irigasi pasang surut, suplesi air ke saluran, drainasi, pencucian, penggelontoran saluran serta navigasi. Faktor lain yang menentukan peluang irigasi pasang surut dan drainasi adalah kaitan antara muka lahan, muka air pasang, dan damping muka air pasang di dalam sistem saluran antara sungai dan lahan yang bersangkutan. Berdasarkan klasifikasi hidrotopografi lahan, peluang untuk irigasi pasang surut dan drainabilitas lahan dapat ditentukan. Peluang irigasi pasang surut ditentukan oleh kedalaman air di persawahan pada musim hujan dan musim kemarau. Drainabilitas ditentukan oleh dasar drainasi dalam kaitannya dengan muka lahan atau muka air tanah. Di beberapa tempat selama musim kemarau muka air tanah dapat turun di bawah batas atas lapisan pirit dan asam akan Pedoman Teknis Pengembangan Lahan Rawa Pasang Surut Volume I – Aspek Umum 15

description

MP

Transcript of Terjemahan Bab II & III Aspek Umum (Lanjutan Buku i)

2

2. GAMBARAN POKOK2.1. Pengembangan tahap awal

Pengembangan tahap awal dirancang dengan memperhitungkan aliran air secara gravitasi berdasarkan perbedaan elevasi muka air yang terjadi antara muka lahan dalam hal tanaman padi atau muka air tanah dalam hal tanaman palawija dan tanaman keras dan sungai terdekat atau sumber air lain di sekitarnya. Tergantung pada fluktuasi air sungai dan intrusi air asin, fluktuasi pasang surut akan mempengaruhi peluang irigasi pasang surut, suplesi air ke saluran, drainasi, pencucian, penggelontoran saluran serta navigasi. Faktor lain yang menentukan peluang irigasi pasang surut dan drainasi adalah kaitan antara muka lahan, muka air pasang, dan damping muka air pasang di dalam sistem saluran antara sungai dan lahan yang bersangkutan.

Berdasarkan klasifikasi hidrotopografi lahan, peluang untuk irigasi pasang surut dan drainabilitas lahan dapat ditentukan. Peluang irigasi pasang surut ditentukan oleh kedalaman air di persawahan pada musim hujan dan musim kemarau. Drainabilitas ditentukan oleh dasar drainasi dalam kaitannya dengan muka lahan atau muka air tanah.

Di beberapa tempat selama musim kemarau muka air tanah dapat turun di bawah batas atas lapisan pirit dan asam akan terbentuk sebagai hasil dari oksidasi pirit. Hal ini akan mencemari air didalam saluran. Untuk mengatasi masalah ini, zat-zat beracun tersebut harus dikeluarkan sebanyak mungkin dari dalam tanah dengan menggunakan air hujan pertama di musim hujan atau dengan pencucian.

2.2. Pengembangan tahap lanjut

Sejauh opsi pengembangan tahap lanjut diperhitungkan, peran irigasi untuk meningkatkan produksi pertanian harus diteliti lebih lanjut. Perhatian harus diberikan kepada lahan rawa yang potensial, akan tetapi perlu disadari pula bahwa peluang irigasi pasang surut sangat terbatas. Pada tipe lahan tersebut, irigasi hanya dapat dilakukan dengan pompa air (low-lift pumping), tergantung pada kondisi tanah dan air setempat. Kualitas air irigasi pompa yang baik akan dapat mengatasi kekurangan air di musim kemarau.

Sistem pengelolaan air secara terkendali seperti polder dapat dikembangkan pada pengembangan tahap lanjut, terutama pada daerah yang kebutuhan air tawarnya bertambah terus.

2.3. Peran prasarana pengairan

Prasarana pengairan memegang peranan yang sangat penting di dalam pengembangan lahan rawa pasang surut. Fungsi utama dari saluran di lahan rawa pasang surut adalah untuk mendrain air pada saat air surut. Di daerah tertentu, saluran juga digunakan untuk memasukan air tawar ke lahan pada saat pasang. Daerah ini memperoleh keuntungan dari masuknya air tawar karena sangat berguna bagi retensi air di persawahan dan untuk menggantikan air asam dari saluran. Fungsi dari prasarana pengairan tidak hanya untuk irigasi pasang surut dan drainasi saja, namun pada pengembangan tahap awal juga dapat mempercepat proses pematangan tanah. Proses pematangan tanah tergantung pada kemampuan saluran untuk mencuci asam dan zat-zat beracun dari dalam tanah. Pada pengembangan lahan tahap lanjut, dengan kapasitas penggelontoran yang memadai, bangunan pengendali air sangat berguna dan efektip dalam mencegah terjadinya air diam (stagnant water) di dalam sistem. Di daerah tertentu, juga dapat berfungsi sebagai prasarana navigasi.

Tata letak dari saluran tersier dan saluran sekunder ditentukan oleh kebutuhan drainasi dan tata letak permukiman. Drainasi yang tepat akan lebih efektip di dalam areal yang kecil (blok tersier). Oleh karena itu panjang saluran tersier harus tidak lebih dari beberatus meter. Tata letak sistem drainasi harus memberi akses langsung dari setiap plot lahan ke saluran drainasi tersier.

Proses pencucian dalam jaringan tersier akan lebih efektip jika saluran tersier suplesi dan drainasi terpisah. Muka air di satu saluran dapat dijaga tetap tinggi dengan memasukan air pada saat pasang dan di saluran berikutnya muka air dijaga tetap rendah dengan membuang air pada saat surut. Apabila air asam masih ditemukan pada pengembangan tahap lanjut, air asam tersebut harus dibuang keluar saluran dengan memanfaatkan air pasang dan mengatur air masuk dan air keluar dengan pintu-pintu pengendali air. Curah hujan pertama harus dipandang sebagai sumber air yang penting untuk mendukung proses pencucian dan penggelontoran.

2.4. Keterkaitan aspek air dan tanah

Tanah lahan rawa pasang surut yang berpotensi untuk pengembangan pertanian adalah tanah mineral / aluvial dan tanah gambut dangkal dengan ketebalan kurang dari 1 m, sedangkan tanah gambut dalam dengan ketebalan lebih dari 3 m harus dihindari untuk pengembangan pertannian.

Tanah mineral pada lahan rawa pasang surut sering mengandung bahan tanah sulfat masam potensial (PASS) yang disebut pirit di dalam lapisan tanah. Selama PASS tetap dijaga tergenang dibawah muka air tanah, hal ini tidak berbahaya bagi pertumbuhan tanaman. Akan tetapi apabila muka air tanah turun dibawah lapisan PASS, pirit akan teroksidasi membentuk bahan tanah asam sulfat aktual serta menghasilkan zat racun (ion Al dan Fe), dimana membahayakan pertumbuhan tanaman.

Tanah organik dengan ketebalan lapisan organik lebih dari 0,40 m dan kandungan abu total kurang dari 25% disebut tanah gambut. Tanah organik dengan kandungan abu total lebih dari 25 % disebut tanah bergambut (muck soil), dan biasanya dimasukan sebagai tanah mineral rawa. Tanah gambut pada umumnya tidak subur dan potensinya untuk pengembangan pertanian tergantung pada ketebalan, tingkat kematangan dan kandungan tanah mineralnya. Apabila tanah gambut tergenang, asam organik akan terbentuk menyebabkan tanah menjadi sangat masam (pH 3,5 sampai 4,0).

Secara umum, tanah rawa pasang surut lebih subur dari kebanyakan tanah-tanah di lahan kering. Tingkat produksi pertanian yang tinggi dapat dipertahankan asalkan pengelolaan tanah dan air dapat dilakukan dengan baik dan sistem pengelolaan airnya dioperasikan dan dipelihara secara memadai. Tanpa melakukan pengelolaan tanah dan air dengan baik, efek negatip terhadap kondisi tanah dan air akan terjadi.

Terdapat dua pilihan untuk mencegah atau memperbaiki kondisi negatip tanah dan ait di lahan rawa pasang surut :

pencucian (leaching) lahan yang rendah. Pembuangan zat-zat beracun dalam tanah dengan pencucian yang memadai. Muka air tanah dijaga berada dekat muka tanah dan disuplesi dengan air berkualitas baik. Cara ini cocok dilakukan untuk lahan rendah dekat sungai dan saluran utama dimana air pasang dapat meluapi lahan secara teratur selama beberapa hari pada pasang purnama (katagori A dan B);

drainasi dangkal. Pembuangan zat-zat beracun dengan cara oksidasi dan drainasi pada daerah perakaran tanaman. Muka air tanah dijaga pada kedalaman tertentu sepanjang sistem parit dangkal yang intensip. Daerah perakaran akan tercuci secara efektip oleh air hujan. Pembentukan tanah sulfat masam akibat teroksidasinya lapisan pirit harus dicegah dengan menjaga agar muka air tanah tidak turun jauh dibawah lapisan pirit. Cara ini direkomendasikan untuk lahan dimana tidak ada irigasi pasang surut yang teratur (katagori B, C dan D).

Dalam dua kondisi tersebut, bahan racun yang tercuci dari dalam tanah akan masuk kedalam air saluran drainasi, oleh karena itu diperlukan adanya penggelontoran dalam sistem pengelolaan air. Penggelontoran menjadi sangat penting pada lahan dimana air dalam saluran digunakan juga untuk irigasi atau kebutuhan rumah tangga khususnya air minum.

Disamping aspek spesifik keterkaitan tanah dan air seperti diuraikan diatas, kendala penting lain yang perlu dipertimbangkan adalah :

variasi dalam sumberdaya lahan (tanah dan topografi) yang akan menghasilkan perbedaan dalam penggunaan lahan dan sistem pengelolaan air;

diversifikasi tanaman dimana memerlukan pengelolaan air yang tepat agar dapat memenuhi kebutuhan tanaman yang berbeda-beda.

Ketika tanah masih dalam proses pematangan secara perlahan-lahan, penurunan tanah yang terjadi pada permukaan tanah dan pembangunan prasarana drainasi lebih lanjut sangat berpengaruh terhadap kondisi hidraulis. Beberapa aspek penting yang harus dipertimbangkan adalah :

variasi dalam elevasi lahan yang relatip kecil dapat menyebabkan aliran air serta akumulasi asam dan zat-zat beracun ke lahan yang lebih rendah dimana permeabilitas tanah lapisan atasnya tinggi;

pengelolaan tanah dan air yang tepat serta pencucian tanah dengan air yang berkualitas baik dapat mengatasi ancaman pemasaman tanah dan akumulasi asam organik serta ion aluminium dan besi;

irigasi pasang surut dan irigasi pompa memberi peluang yang baik untuk dapat meningkatkan produksi pertanian.

Untuk mengembangkan lahan rawa pasang surut, harus dicegah terjadinya over drainage yang berarti mencegah turunnya muka air tanah terlalu dalam sehingga kemungkinan terjadinya oksidasi lapisan pirit dan irreversible drying tanah gambut dapat dihindari.

3. LINGKUNGAN FISIK

3.1. Iklim

Lahan rawa pasang surut di Indonesia termasuk di dalam iklim hujan tropis dengan temperatur, kelembaban udara dan curah hujan yang tinggi. Temperatur harian rata-rata berkisar antara 25 C sampai 30 C, dengan sedikit fluktuasi musiman. Kelembaban udara pada umumnya di atas 80 %. Besarnya evapotranspirasi bervariasi antara 3,5 dan 4,5 mm/hari. Curah hujan tahunan rata-rata pada sebagian besar areal lahan rawa berkisar antara 2.000 sampai 2.500 mm. Areal yang memiliki curah hujan kurang dari 2.000 mm terdapat di bagian selatan Irian Jaya, sedangkan yang memiliki curah hujan lebih dari 3.000 mm ditemukan di Kalimantan Barat dan sebagian Irian Jaya.

Variasi bulanan curah hujan rata-rata sangat penting dan menentukan pola tanam musiman, khususnya kemungkinan dapat dilakukannya tanam kedua dengan sistem tadah hujan. Berdasarkan kriteria dan klasifikasi agroklimat Oldeman, paling sedikit dibutuhkan 7 bulan basah (curah hujan lebih dari 200 mm/bulan) untuk dapat tanam padi dua kali setahun (tipe iklim A dan B). Dengan demikian, sebagian besar lahan rawa pasang surut di Indonesia mempunyai peluang untuk dapat ditanami padi dua kali setahun.

3.2. Topografi

3.2.1. Lahan rawa pasang surutElevasi lahan rawa pasang surut pada umumnya disekitar elevasi muka air pasang purnama rata-rata sungai terdekat pada musim hujan, yaitu antara 1 sampai 3 m + MSL (Mean Sea Level). Perbedaan elevasi sering berhubungan dengan adanya kubah gambut (peat dome). Perbedaan elevasi lahan yang kecil umum ditemukan di lapangan, dan hal ini sangat berperan dalam menentukan sistem pengelolaan air pada lahan yang bersangkutan. Perbedaan elevasi hanya beberapa desimeter sudah dapat menentukan apakah suatu areal dapat diairi dengan irigasi pasang surut atau tidak, dan hal tersebut berrpengaruh besar terhadap potensi lahan untuk pengembangan pertanian.

Setelah reklamasi, akan terjadi penurunan muka tanah (subsidence) dan elevasi awal lahan akan turun. Sangat penting untuk mengetahui elevasi muka lahan langsung setelah rekklamasi dan sesudah terjadinya penurunan muka lahan. Untuk tanah gambut perlu diketahui juga elevasi muka lahan tanah mineral di bawah lapisan gambut karena lapisan gambut tersebut akhirnya akan habis.

3.2.2. HidrotopografiKebutuhan pengamanan banjir dan peluang irigasi pasang surut ditentukan oleh keterkaitan antara elevasi muka lahan, muka air pasang dan efek damping muka air pasang dalam sistem jaringan saluran antara sungai dan lahan yang bersangkutan. Keterkaitan ini dikenal sebagai hidrotopografi lahan dan sangat penting dalam menentukan potensi lahan untuk pengembangan pertanian. Dibedakan ada empat katagori hidrotopografi lahan rawa pasang surut seperti pada Gambar 3.1.

Katagori A. Lahan irigasi pasang surutLahan dapat diluapi oleh air pasang paling sedikit 4 atau 5 kali selama 14 hari siklus pasang purnama, baik musim hujan maupun musim kemarau. Umumnya areal ini terletak di lahan cekungan atau dekat dengan muara sungai.

Gambar 3.1 Klasifikasi hidrotopografi

Katagori B. Lahan irigasi pasang surut secara periodikLahan dapat diluapi oleh air pasang paling sedikit 4 atau 5 kali selama 14 hari siklus pasang purnama hanya pada musim hujan saja.

Katagori C. Lahan di atas muka air pasangLahan tidak dapat terluapi air pasang secara reguler, akan tetapi air pasang masih mempengaruhi muka air tanah. Elevasi lahan yang relatip tinggi dapat mengakibatkan banyaknya kehilangan air lewat rembesan yang akan menyebabkan sulitnya atau tidak mungkinnya upaya menahan lapisan air di lahan persawahan. Oleh karena itu, tanaman palawija dan tanaman keras lebih cocok dari pada tanaman padi.

Katagori D. Lahan keringLahan ini sama sekali tidak dipengaruhi oleh air pasang surut. Sangat cocok untuk ditanami palawija dan tanaman keras.

Untuk dapat menjawab pertanyaan jenis tanaman apa yang sesuai untuk suatu areal (tanaman padi, palawija atau tanaman keras), dan berdasarkan klasifikasi hidrotopografi lahan, parameter lain seperti peluang irigasi dan drainabilitas dapat ditetapkan sebagai berikut.

Peluang irigasi pasang surut

Berdasarkan kondisi hidrotopografi lahan, peluang irigasi pasang surut dapat diklasifikasikan sebagai berikut

Klas 1 : Kedalaman irigasi pasang surut lebih dari 0,25 m baik di musim hujan maupun musim kemarau.

Klas 2 : Kedalaman irigasi pasang surut antara 0,00 0,25 m baik di musim hujan maupun musim kemarau.

Klas 3 : Tidak ada irigasi pasang surut.

Drainabilitas

Drainabilitas didefinisikan sebagai kedalaman dasar drainasi yang harus ditetapkan berdasarkan kondisi topografi lahan, muka air rata-rata pada saluran terbuka dan potensi kehilangan air hidraulis dari lahan pertanian sampai pada sistem saluran terbuka. Sama seperti pada peluang irigasi, drainabilitas dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

Klas 1 : dasar drainasi di atas muka tanah

Klas 2 : dasar drainasi antara 0,00 0,20 m di bawah muka tanah

Klas 3 : dasar drainasi antara 0,20 0,60 m di bawah muka tanah

Klas 4 : dasar drainasi lebih dari 0,60 m di bawah muka tanah.

3.3. Gerakan pasang surut dan intrusi air asin

3.3.1. Muka air laut rata-rata

Muka air laut rata-rata (MALR) adalah ketinggian rata-rata muka air laut selama periode yang cukup panjang (satu tahun atau lebih). Fluktuasi muka air laut musiman disebabkan oleh faktor-faktor iklim (variasi dalam tekanan udara, arah dan kecepatan angin dikombinasi dengan morfologi dasar laut dan garis pantai) serta pengaruh aliran sungai. Fluktuasi musiman ini mengakibatkan perbedaan yang nyata peluang irigasi pasang surut dan drainabilitas antara musim hujan dan musim kemarau.

MALR harus di gunakan sebagai referensi dalam pemetaan topografi. Untuk tujuan tersebut, pengamatan muka air laut harus diikatkan ke benchmark (BM) tetap melalui pengukuran topografi dan elevasi BM terhadap MALR harus ditetapkan. Seluruh pengukuran topografi yang lain harus diikatkan terhadap BM tersebut. Walaupun demikian, apabila tidak tersedia referensi terhadap MALR setempat, referensi lain dapat dipergunakan sebagai referensi temporer untuk memperoleh ketinggian lahan.

3.3.2. Karakteristik pasang surut

Karakteristik pasang surut di sepanjang pantai Indonesia bervariasi dari satu tempat ke tempat lainnya. Di Sumatera Selatan dan Kalimantan Barat mempunyai pasang surut jurnal yaitu sekali pasang dan sekali surut setiap hari. Di Sumatera Utara dan Kalimantan Timur mempunyai pasang surut semi-jurnal yaitu dua kali pasang dan dua kali surut setiap harinya. Di tempat lainnya mempunyai pasang surut campuran di mana kadang-kadang didominasi oleh pasang surut jurnal maupun semi-jurnal. Karakteristik pasang surut berpengaruh terhadap kecepatan aliran dan waktu yang tersedia untuk navigasi, drainasi dan pemberian air.

3.3.3. Kisaran pasang surut dan peluang drainasi

Kisaran pasang surut adalah merupakan perbedaan antara muka air pasang dan muka air surut harian. Kisarannya bervariasi secara tetap setiap dua mingggu dan mencapai maksimum pada pasang purnama (spring tide) dan minimum pada pasang mati (neap tide). Kisaran ini dipengaruhi oleh perubahan musiman. Kisaran pasang surut bervariasi dari tempat ke tempat lain, pada pantai utara Jawa hanya sekitar 1,00 m. Pada pantai timur Sumatera dan pantai selatan Kalimantan bervariasi antara 2,00 3,00 m dan pada pantai selatan Irian Jaya dapat mencapai sekitar 6,00 m..

Dengan memperhatikan elevasi lahan rawa pasang surut yang pada umumnya sekitar elevasi muka air pasang purnama, kisaran pasang surut pada pasang purnama memberikan indikasi kedalaman muka air surut di bawah muka lahan dan peluang maksimum kedalaman drainasi. Semakin ke arah hulu dari mulut sungai, fluktuasi pasang surut semakin dipengaruhi oleh aliran sungai, walaupun di beberapa sungai berdasarkan pengamatan pada awalnya terjadi sedikit penambahan kisaran pasang surut yang diakibatkan oleh adanya penyempitan penampang sungai baik secara vertikal maupun horizontal. Setelah air memasuki saluran, fluktuasi pasang surut menjadi berkurang.

3.3.4. Intrusi air asin

Intrusi air asin mencapai jarak terjauh pada saat puncak pasang tinggi, tepat sebelum air mulai mengalir ke luar lagi, dan mencapai jarak terdekat pada saat surut terendah tepat sebelum air mulai mengalir masuk ke sungai. Karena air asin sedikit lebih berat dari pada air tawar, maka air tawar akan berada dipermukaan sedangkan air asin berada di bagian yang lebih dalam, sehingga disebut intrusi air asin berlapis. Walaupun demikian, pada kebanyakan kasus, air asin dan air tawar akan bercampur dengan baik dan disebut intrusi air asin campuran.

3.3.5. Sedimentasi

Sedimentasi pada sungai pasang surut sering terjadi di bagian dekat muara sungai, di mana penampang sungai menjadi lebih besar yang mengakibatkan menurunnya kecepatan aliran air dan percampuran dengan air laut menyebabkan terjadinya flokulasi partikel liat. Kedalaman sungai dapat mencapai 10 m atau lebih, namun pada bagian muara sungai mungkin kedalamannya tidak lebih dari 2 atau 3 m, atau bahkan kurang.

3.4. Hidrologi sungai

Sepanjang sungai pasang surut dapat dibedakan menjadi empat ruas dimana pada setiap ruas mempunyai konsekuensi khusus terhadap pengembangan lahan (Gambar 3.2). Uraian singkat untuk masing-masing ruas adalah sebagai berikut.

Gambar 3.2. Ruas sungai

Ruas sungai I Pada ruas sungai I, elevasi muka air terutama ditentukan oleh pengaruh pasang surut serta tidak banyak perbedaan antara musim hujan dan musim kemarau. Intrusi air laut sering terjadi pada sebagian musim hujan. Muka lahan pada tanah mineral sebelum reklamasi adalah sama dengan elevasi muka air pasang. Tanah sulfat masam jarang ditemukan, gambutnya dangkal dan air tanahnya mungkin asin.

Drainasi lahan dapat dilakukan dengan baik karena kisaran pasang surutnya cukup besar. Air irigasi dengan kualitas yang baik sulit ditemukan dan suplesi air dengan gravitasi sangat tidak mungkin dapat dilakukan. Kebutuhan air minum pada musim kemarau akan menjadi masalah utama.

Lahannya sering terbagi oleh sungai-sungai kecil pasang surut. Pada tahap awal, penurunan muka lahan mungkin akan terjadi dengan cepat tergantung dari sejarah pembentukan tanah, jarak terhadap sungai, dan lain-lain. Gambaran tipikal adalah :

perlindungan terhadap intrusi air asin;

perlindungan terhadap banjir setelah terjadinya penurunan muka lahan;

tanaman keras (kelapa) dan pertambakan.

Ruas sungai II

Pada ruas ini elevasi muka air masih dipengaruhi oleh pasang surut. Muka air maksimum tidak banyak berbeda dengan bagian hilirnya. Muka air maksimum dipengaruhi oleh debit air dari daerah hulu yang lebih tinggi pada musim hujan. Intrusi air asin hanya terjadi pada musim kemarau atau selama pasang purnama.

Muka lahan pada tanah mineral adalah sama dengan elevasi muka air pasang. Baik tanah sulfat masam maupun kubah gambut mungkin dapat ditemukan.

Drainasi lahan masih dapat dilakukan dengan baik. Air irigasi dengan kualitas yang baik hanya tersedia secara lokal pada musim kemarau, akan tetapi irigasi tambahan pada musim hujan atau pada awal musim kemarau mungkin dapat dilakukan. Irigasi secara gravitasi hanya mungkin dapat dilakukan secara lokal. Gambaran tipikal adalah :

prasarana pengairan terbuka dengan bangunan pengelolaan air pada pengembangan tahap lanjut;

tanaman keras atau tanaman palawija, padi diikuti dengan palawija, sistem pertanaman campuran dengan membuat guludan.

Ruas sungai III

Muka air masih dipengaruhi oleh pasang surut dan pengaruh tersebut lebih besar pada musim kemarau dari pada musim penghujan. Banjir kecil dapat terjadi tergantung dari rejim sungai.yang bersangkutan. Arah aliran balik tidak selalu terjadi. Muka lahan pada tanah mineral mungkin sama dengan muka air pasang, tetapi dengan terbentuknya pematang sungai dapat mengakibatkan lahan rawa di belakangnya (backswamp) berdrainasi buruk. Kubah gambut sering ditemukan demikian juga pembentukan tanah sulfat masam.

Drainasi memerlukan pertimbangan secara hati-hati dan drainasi secara gravitasi untuk tanaman palawija sering tidak mencukupi. Pompa atau sistem pengelolaan air secara hati-hati sangat diperlukan. Air irigasi tersedia, namun irigasi gravitasi khususnya selama musim kemarau, sering tidak memungkinkan. Pilihan untuk membawa air dari daerah hulu dapat dipertimbangkan.

Berdasarkan agroklimat memungkinkan untuk tanam padi dua kali setahun apabila air mencukupi untuk ditahan. Gambaran tipikal adalah :

sistem pengelolaan air secara rinci pada pengembangan tahap lanjut, termasuk bangunan air pada tingkat tersier dan sekunder;

sistem suplesi dan drainasi terpisah;

alokasi lahan untuk pola tanam yang berbeda secara hati-hati;

tanam padi duakali setahun atau padi dan palawija, kadang-kadang dengan membuat guludan;

tanah sulfat masam dan kubah gambut.

Ruas sungai IVMuka air sungai sangat dipengaruhi oleh debit air dari hulu. Terjadi banjir dalam waktu lama. Tidak pernah ada intrusi air asin.

Drainasi dan irigasi memerlukan perhatian khusus. Drainasi sering mengarah ke ruas sungai bagian hilirnya sementara irigasi dari ruas sungai bagian hulunya menjadi memungkinkan. Pengamanan banjir diperlukan dan drainasi dari lahan sekitarnya (kaki bukit) harus diperhitungkan karena sering mengakibatkan lahan tergenang.

Berdasarkan agroklimat memungkinkan untuk tanam padi dua kali setahun. Gambaran tipikal adalah :

pengamanan banjir dan pengelolaan air pada tingkat sistem;

tanah lebih matang;

drainasi dan irigasi pompa.

3.4.1. Muka air banjir maksimumMuka air banjir maksimum dari satu tempat ke tempat lain disepanjang sungai menentukan kebutuhan pengamanan banjir. Pada ruas sungai yang dipengaruhi pasang surut, muka banjir maksimum sangat ditentukan oleh besarnya air pasang. Pada ruas sungai yang tidak dipengaruhi pasang surut (dataran banjir sungai), banjir ditentukan oleh aliran sungai dan muka air sungai. Walaupun dengan tanggul pengaman banjir yang memadai, banjir sungai tersebut dapat menghambat aliran air drainasi dari lahan, dan di areal tertentu dapat diklasifikasikan sebagai lahan yang tidak cocok untuk dikembangkan sebagai akibat dari banjir sungai tersebut.

3.4.2. Aliran sungaiAliran sungai dari daerah hulu yang melewati lahan rawa pasang surut tergantung terutama pada ukuran dan karakteristik daerah tangkapannya (catchment area). Sungai dengan daerah tangkapan seluruhnya di dataran pantai yang datar sering hanya memiliki aliran dari hulu yang terbatas (kecuali selama periode curah hujan besar), intrusi air asin jauh ke hulu, dan peluang untuk suplesi air irigasi terbatas.

3.5. Tanah

Jenis tanah utama yang banyak ditemukan di lahan rawa pasang surut adalah :

tanah mineral rawa;

tanah gambut;

tanah mineral lahan kering.

3.5.1. Tanah mineral rawa

Tanah mineral rawa mempunyai tekstur halus, berwarna abu-abu, sering mengandung bahan organik yang tinggi (tanah bergambut) dan terdapat lapisan organik dangkal sampai medium di bagian atas tanah. Memiliki drainasi yang buruk, dan sebelum reklamasi tanahnya mentah atau sebagian matang pada 0,70 m lapisan atas serta mempunyai daya dukung tanah yang sangat rendah walaupun proses reklamasi telah berlangsung cukup lama. Kesuburan tanahnya bervariasi tetapi pada umumnya sedang sampai tinggi. Karena dalam kondisi alamiah kandungan airnya tinggi, penurunan muka tanah akan terjadi setelah reklamasi; drainasi akan menambah tekanan tanah dan selanjutnya terjadi penurunan muka tanah.

Untuk tujuan reklamasi dan pengembangan pertanian, dua aspek yang sangat penting dari tanah mineral rawa adalah :

keberadaan tanah sulfat masam potensial atau pirit;

permeabilitas dan tingkat kematangan tanah.

Tanah sulfat masam potensial

Pada tanah sulfat masam potensial (PASS), tanpa irigasi, penurunan muka air tanah di bawah lapisan pirit tidak dapat dicegah selama musim kemarau, dan akan terjadi oksidasi pirit. Bahan racun harus dicuci (leaching) dari dalam tanah sebanyak mungkin sebelum musim tanam berikutnya.

Permeabilitas dan tingkat kematangan tanah

Permeabilitas lapisan atas tanah sangat besar, dan nilai-k dilaporkan dari 2 sampai 20 m/hari., dengan nilai kD mencapai 1.000 m3/m/hari. Permeabilitas yang tinggi sering berkaitan dengan tingginya kandungan bahan organik di lapisan atas tanah dan adanya lubang akar tanaman asli yang tetap stabil karena lapisan besi. Permeabilitas berpengaruh besar terhadap drainabilitas, retensi air dan karakteristik pencucian tanah. Lapisan atas tanah yang sebagian matang menyebabkan pembajakan tanah kurang efektip dan menghambat penyiapan lahan dengan mekanisasi.

3.5.2. Tanah organik, tanah gambut dan tanah bergambut

Kebanyakan tanah di lahan rawa pasang surut mengandung bahan organik. Pada lahan yang baru direklamasi lapisan tanah organik pada umumnya berkisar antara 0,20 0,40 m. Potensi lahan untuk pengembangan pertanian tergantung pada ketebalan lapisan organik dan kualitas dari bahan organiknya, khususnya tingkat kematangannya dan kandungan campuran tanah mineralnya. Semakin rendah kadar abunya semakin kurang kesuburan tanahnya. Gambut ombrogen adalah paling rendah kesuburannya dan tidak matang. Di banyak tempat, ketebalan gambut bertambah semakin jauh dari pinggir sungai, dan di kubah gambut ketebalannya dapat mencapai beberapa meter. Bobot dari gambut dapat mengakibatkan penurunan muka tanah pada tanah mineral di bawahnya. Setelah reklamasi, lapisan tanah gambut perlahan-lahan akan menghilang (pengeringan dan oksidasi) dan akhirnya tinggal tanah mineral yang lebih rendah dengan drainasi yang buruk..

3.5.3. Tanah mineral lahan kering

Kemunculan tanah mineral lahan kering kadang-kadang ditemukan dekat batas lahan rawa dengan lahan kering. Sebagai contoh tanah putih yang disebut sebagai formasi Palembang di Sumatera Selatan. Tanah ini mempunyai karakteristik yang sangat miskin untuk pengembangan pertanian karena mempunyai struktur tanah yang tidak bagus dan kesuburannya sangat rendah dengan kandungan basa tertukar rendah, dan kandungan aluminium terekstraksi tinggi.

3.5.4. Masalah yang terkait dengan kemasaman

Disamping masalah yang berkaitan dengan pemanfaatan untuk pertanian, masalah lain yang disebabkan oleh air asam adalah :

untuk manusia : air asam rasanya tidak enak, menyebabkan pembusukan gigi, mencuci menjadi sulit dan mandi kurang enak;

beberapa jenis ikan tidak dapat hidup; pertumbuhan tanaman terbatas dan makanan ikanpun menjadi terbatas;

air asam dapat berpengaruh terhadap struktur beton dan tidak dapat digunakan sebagai campuran beton;

apabila air asam bercampur dengan air berlumpur dari sungai pasang surut, akan terjadi sedimentasi partikel tersuspensi yang mengakibatkan terjadinya pendangkalan saluran.

3.6. Satuan lahan dan kesesuaian lahan

3.6.1. Klasifikasi satuan lahan

Berdasarkan pembentukan geomorfologi lahan rawa pasang surut, terdapat tiga jenis satuan lahan utama yaitu :

tanah mineral dan tanah bergambut, dengan atau tanpa pirit;

tanah gambut;

tanah lahan kering, keputihan, kesuburan rendah.

Untuk tujuan pengembangan pertanian, tanah mineral dan tanah bergambut adalah tanah yang paling sesuai dan berdasarkan sifat fisiknya dapat dibedakan atas :

hidrotopografi (peluang irigasi pasang surut selama musim tanam);

intrusi air asin (peluang irigasi pompa selama musim tanam);

drainabilitas;

keberadaan lapisan pirit di dalam daerah perakaran tanaman.

Berdasarkan kriteria di atas, lahan rawa pasang surut dapat dibedakan menjadi 10 (sepuluh) satuan lahan.

Satuan lahan 1 : lahan irigasi pasang surut

Semua lahan dimana selama musim tanam secara teratur dapat diluapi air pasang yang tidak asin (katagori A dan B). Lahan terdiri dari tanah gambut atau tanah mineral, dengan atau tanpa bahan sulfidik.

Satuan lahan 2 sampai 5 : tanah berpirit dan tanah bergambut

Tanah mineral dengan bahan sulfidik (pirit) pada kedalaman kurang dari 1 m, atau tanah dengan bahan organik (kadar abu total > 25%). Lahan tidak dapat diluapi air pasang secara teratur karena agak tinggi (katagori C dan D), atau airnya asin. Tergantung pada salinitas air saluran dan kemungkinan untuk mendrain lahan di bawah 60 cm, tanah ini dibedakan seperti berikut :

air saluran asin selama (sebagian dari) musim tanam dan :

* kedalaman drainasi potensial kurang dari 60 cm : satuan lahan 2; * kedalaman drainasi potensial lebih dari 60 cm : satuan lahan 3; air saluran tidak asin sepanjang musim tanam dan :

* kedalaman drainasi potensial kurang dari 60 cm : satuan lahan 4; * kedalaman drainasi potensial lebih dari 60 cm : satuan lahan 5.Satuan lahan 6 : tanah gambut

Tanah organik dengan ketebalan lebih dari 40 cm dan kandungan abu total kurang dari 25%, termasuk tanah yang sebelumnya berupa tanah gambut yang telah terbakar dan masih beracun.

Satuan lahan 7 : tanah lahan kering, keputihan dengan kesuburan rendah

Tanah mineral dengan kesuburan rendah (KTK kurang dari 5 me/100 g), kejenuhan Aluminium tinggi (lebih dari 50%), dan kandungan tanah liat rendah (atau liat non-aktif), dengan atau tanpa lapisan pirit.

Satuan lahan 8 sampai 10 : tanah tidak berpirit

Tanah mineral dengan kesuburan tinggi (KTK lebih dari 5 me/100 g) tanpa bahan sulfidik (pirit) pada kedalaman 1 m atau kurang.

Tergantung pada salinitas air dan dapat atau tidaknya daerah perakaran tanaman didrain dibawah kedalaman 60 cm, tanah ini dibedakan sebagai berikut :

air saluran tidak asin sepanjang musim tanam dan;

* kedalamn drainasi potensial kurang dari 60 cm : satuan lahan 8;

* kedalaman drainasi potensial lebih dari 60 cm : satuan lahan 9;

air saluran asin selama (sebagian dari) musim tanam : satuan lahan 10.3.6.2. Kesesuaian lahan

Kesesuaian lahan rawa pasang surut untuk pengembangan pertanian bervariasi menurut iklim, hidrotopografi, karakteristik tanah, dan sistem pengelolaan air. Evaluasi kesesuaian lahan pada satuan lahan terutama didasarkan atas aspek fisik sedangkan kesuburan tanah hanya sebagian yang diperhitungkan.

Satuan lahan 1 : lahan irigasi pasang surut (tidak asin selama musim tanam)

Satuan lahan 1 sangat sesuai (S1) tanaman padi sawah asalkan air saluran tidak asam. Lahan ini sesuai terbatas (S3) untuk tanaman palawija atau tanaman keras karena drainasinya tidak memadai. Kendala utama untuk pengembangan pertanian adalah :

-drainasi buruk untuk tanaman palawija dan tanaman keras;

-pada beberapa tempat, genangan terlalu dalam pada musim hujan.

Satuan lahan 2 sampai 6 : tanah berpirit dan tanah bergambut (tanpa irigasi pasang surut)

Selama musim tanam, muka air tanah harus dijaga jangan sampai turun dibawah batas atas lapisan pirit untuk mencegah terbentuknya asam dan keracunan. Pendekatan baru untuk pemanfaatan lahan ini adalah dengan merangsang terjadinya oksidasi pirit pada lapisan atas tanah melalui drainasi dangkal secara terkontrol dan memanfaatkan air hujan untuk mencuci asam keluar dari dalam tanah. Dengan cara ini, tanah dapat berubah klasnya menjadi sesuai sedang (S2) atau sesuai terbatas (S3) untuk tanaman padi tadah hujan. Jika drainasi dibawah 60 cm dapat dilakukan, lahan menjadi sangat sesuai (S1) untuk tanaman keras. Kendala utama untuk pengembangan pertanian adalah :

keasaman tanah dan keracunan;

permeabilitas dan tanah lapisan atas setengah matang;

air saluran asin (satuan lahan 2 dan 3);

air saluran asam;

drainasi buruk untuk tanaman keras (satuan lahan 2 dan 4).

Satuan lahan 6 : tanah gambut

Tanah gambut tidak sesuai (N) untuk penanaman padi secara normal dan konvensional. Padi hanya bisa berhasil ditanam dengan drainasi terkontrol dan hati-hati, pemadatan tanah, pemakaian pupuk yang seimbang, dan penutupan tanah secara permanen untuk mencegah tanah lapisan atas menjadi kering yang tidak balik (irreversible drying). Tanaman keras seperti kelapa dan kelapa sawit lebih sesuai untuk tanah ini dibandingkan dengan tanaman setahun.

Karena bahan organik akan hilang dalam beberapa tahun kedepan, maka agar pengembangan dapat berkelanjutan, sangat penting untuk memperhitungkan drainabilitas lahan setelah lapisan gambut hilang seluruhnya. Kendala utama untuk pengembangan pertanian adalah :

kesuburan tanah sangat rendah;

permeabilitas tinggi;

kering tidak balik dan penurunan muka tanah;

air saluran asam.

Satuan lahan 7 : tanah lahan kering, keputihan dengan kesuburan rendah

Tanah ini tidak sesuai (N) untuk tanaman padi, dan hanya sesuai terbatas (S3) untuk palawija dan tanaman keras. Tanaman keras harus ditanam diatas guludan untuk menjamin drainasi yang memadai. Kendala utama untuk pengembangan pertanian adalah :

kesuburan tanah sangat rendah;

kemampuan menahan air rendah.

Satuan lahan 8 sampai 10 : tanah tidak berpirit (tanpa irigasi pasang surut)

Dengan stabilitas struktur tanah yang memadai dan tidak adanya ancaman zat beracun, tanah tidak berpirit ini sangat sasuai (S1) dan dapat menjamin kelestarian produksi padi tadah hujan dengan baik. Lapisan atas tanah kebanyakan sudah matang sehingga dapat dibajak dan lapisan air (genangan) dapat dijaga untuk padi sawah. Tanaman keras dapat diusahakan tetapi harus perlu perhatian agar tanah dapat terdrain dengan baik (sesuai sedang, S2 atau sesuai terbatas, S3). Karena permeabilitasnya rendah, tanah ini lebih mudah tergenang dari pada tanah berpirit dan tanah bergambut. Kendala utama untuk pengembangan pertanian adalah :

air saluran asin (satuan lahan 10);

drainasi buruk untuk tanaman keras (satuan lahan 8);

tergenang.

Tabel 3.1. memperlihatkan kesesuaian lahan pada setiap satuan lahan untuk tipe penggunaan lahan yang paling umum di lahan rawa pasang surut yaitu :

padi irigasi pasang surut;

padi irigasi pompa;

padi tadah hujan;

palawija;

tanaman keras.

Tabel 3.1Kesesuaian lahan

Kesesuaian lahan

per tipe satuan lahan

Padi

No.Satuan lahanIrigasi pasang surutIrigasi pompaTadah hujanTana-man palawijaTanaman keras dan kebun

1.Lahan irigasi pasang surutS1--S3 *)S3 *)

Tanah berpirit dan tanah bergambut

Air saluran asin selama (sebagian) musim tanam dan:

2. kedalaman potensi drainasi kurang dari 60 cmS3 / NS3 / NS3S2S3 *)

3. kedalaman potensi drainasi lebih dari 60 cmS3 / NS3 / NS3S2S1

Air saluran tidak asin sepanjang musim tanam dan:

4. kedalaman potensi drainasi kurang dari 60 cm-S2S2S2S3 *)

5. kedalaman potensi drainasi lebih dari 60 cm-S2S2S2S1

6.Tanah gambutNNNS3 / NS2 / S3 *)

7.Tanah lahan kering, keputihan dan kesuburan rendahNNNS3 / NS3 *)

Tanah tidak berpirit:

Air saluran tidak asin sepanjang musim tanam dan:

8. kedalaman potensi drainasi kurang dari 60 cm-S1S1S3 *)S3 *)

9. kedalaman potensi drainasi lebih dari 60 cm-S1S1S3 *)S2

10.Air saluran asin selama (sebagian dari) musim tanam S3 / NS3 / NS2S3 *)S2 / S3 *)

Catatan:Keterangan dari simbol-simbol:

Garis bawah menunjukan penggunaan lahan yang disarankan untuk S1: Sangat Sesuai

tiap satuan lahan.S2:Sesuai Sedang

Satuan lahan 10 paling sesuai untuk usaha pertambakan.S3:Sesuai Terbatas

*) Membuat guludan diperlukan untuk menjamin drainasi lahan.N:Tidak Sesuai

DAFTAR RUJUKAN

Euroconsult, PT.Biec International and PT.Trans Intra Asia, 1996

Technical Note No.37, Preliminary Guidelines on Swampland Development, Volume I; General Aspects.

Euroconsult, PT.Biec International and PT.Trans Intra Asia, 1996

Technical Note No.38, Preliminary Guidelines on Swampland Development, Volume II; Surveys, Investigatiaon and Design.

Euroconsult, PT.Biec International and PT.Trans Intra Asia, 1996

Technical Note No.41, Preliminary Guidelines on Swampland Development, Volume V; Water Management.

Euroconsult, PT.Biec International and PT.Trans Intra Asia, 1996

Technical Note No.41, Preliminary Guidelines on Swampland Development, Volume V; Operation and Maintenance.

Euroconsult, PT.Biec International and PT.Trans Intra Asia, 1996.

An Overview of the Telang Saleh Second Stage Swamp Development Project.

Teaching Seminar on Lowland Development.

Heun, 1993.

Euroconsult and PT.Biec International, 1984.

Nationwide Study of Coastal and Near-Coastal Swampland in Sumatera,

Kalimantan and Irian Jaya, Indonesia..

Oldeman

Suryadi,F.X., 1996

Soil and water management strategies for tidal lowlands in Indonesia.PhD thesis, Delft University of Technology IHE Delft. Balkema, Rotterdam, The Netherlands.

Lahan terluapi

minimum

4-5 kali per

siklus pasang

purnama baik

musim hujan

maupun

musim kemarau

Katagori A

Katagori B

Katagori C

Katagori D

Saluran tersierl

Muka air pasang musim hujan (MH)

Muka air surut MH

Muka air pasang musim kemarau (MK)

Muka air surut MK

Lahan tidak

terluapi oleh air

pasang.

Tetapi muka air

tanah masih

dipengaruhi air

pasang surut

Lahan tidak

dapat terluapi

pasang.

Tidak ada

pengaruh pasang

surut pada

air tanah.

Muka lahan

Lahan terluapi

minimum

4-5 kali per

siklus pasang

purnama hanya

musim hujan

hujan

Ruas sungai I

Ruas sungai II

Ruas sungai III

Ruas sungai IV

Muka air surut

Muka air pasang

Muka air sungai.

Musim hujan

Muka air sungai.

Musim kemarau

Muka laut rata2

Air payau

lahan pasaang

surut

Air tawar

musim hujan

lahan pasang surut

Air tawar, musim

hujan & kemarau

lahan pasang surut

Lahan kering

bukan lahan

pasang surut

PAGE 15Pedoman Teknis Pengembangan Lahan Rawa Pasang Surut

Volume I Aspek Umum