terapi bermain.pdf
-
Upload
sasterahatiku -
Category
Documents
-
view
217 -
download
1
description
Transcript of terapi bermain.pdf
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Terapi bermain
1.1. Definisi Bermain
Bermain merupakan bagian penting dari masa balita dan punya nilai
pendidikan yang tinggi (June, 2003). “Bermain” (play) merupakan istilah yang
digunakan secara bebas sehingga arti utamanya mungkin hilang. Arti yang paling
tepat ialah setiap kegiatan yang dilakukan untuk kesenangan yang ditimbulkan,
tanpa mempertimbangkan hasil akhir. Bermain dilakukan secara suka rela, dan
tidak ada paksaan atau tekanan dari luar atau kewajiban (Hurlock, 1978).
Piaget menjelaskan bahwa bermain “terdiri atas tanggapan yang diulang
sekedar untuk kesenangan fungsional”. Menurut Bettelheim kegiatan bermain
adalah kegiatan yang “tidak mempuyai peraturan lain kecuali yang ditetapkan
pemain sendiri dan tidak ada hasil akhir yang dimaksudkan dalam realita luar”.
Bermain secara garis besar dapat dibagi ke dalam dua kategori, aktif dan pasif
(“hiburan”). Pada semua usia, anak melakukan permainan aktif dan pasif.
Proporsi waktu yang dicurahkan ke masing-masing jenis bermain itu tidak
bergantung pada usia, tetapi pada kesehatan dan kesenangan yang diperoleh dari
masing-masing kategori. Meskipun umumnya permainan aktif lebih menonjol
pada awal usia prasekolah dan permainan hiburan ketika anak mendekati masa
puber, namun hal itu tidak selalu benar.
Universitas Sumatera Utara
1.2 Teori tentang Anak Usia Prasekolah
Ada beberapa teori yang menjelaskan arti serta nilai permainan. Yaitu sebagai
berikut:
1. Teori rekreasi yang dikembangkan oleh Schaller dan Lazarus, dua orang
sarjana Jerman di antara tahun 1841 dan 1884. mereka menyatakan permainan
itu sebagai kesibukan rekreatif, sebagai lawan dari kerja dan keseriusan hidup.
Orang dewasa mencari kegiatan bermain-main, apabila ia merasa capai sesudah
bekerja atau sesudah melakukan tugas-tugas tertentu. Dengan begitu permainan
tadi bisa “me-refresh” kembali kesegaran tubuh yang kelelahan.
2. Teori pemunggahan (ontladingstheorie). Menurut sarjana Inggris Herbert
Spencer, permainan itu disebabkan oleh mengeluarkan energi, yaitu tenaga
yang belum dipakai dan menumpuk pada diri anak yang menuntut
dimanfaatkan. Teori ini disebut pula sebagai teori “kelebihan tenaga”
(krachtoverschot-theorie). Maka permainan merupakan katup pengaman bagi
energi vital yang berlebihan.
3..Teori aktivitas. Menurut Stanley dengan pandangannya yang biogenetis
menyatakan, bahwa selama perkembangannya, anak akan mengalami semua
fase kemanusiaan. Permainan itu merupakan penampilan dari semua faktor
hereditas (keturunan) atau segala pengalaman jenis manusia sepanjang sejarah
akan diwariskan kepada anak keturunannya.
4.Teori biologis. Karl groos, sarjana Jerman (di kemudian hari Maria Montessori
bergabung pada paham ini) menyatakan: permainan itu mempunyai tugas
biologis, yaitu melatih macam-macam fungsi jasmani dan rohani. Waktu
Universitas Sumatera Utara
bermain merupakan kesempatan baik bagi anak untuk melakukan penyesuaian
diri terhadap lingkungan hidup dan terhadap hidup itu sendiri.
5.Teori Psikologi Dalam. Menurut teori ini, permainan merupakan penampilan
dorongan-dorongan yang tidak disadari pada anak-anak dan orang dewasa. Ada
dua dorongan yang paling penting pada diri manusia. Menurut Adler ialah:
dorongan berkuasa; dan menurut Freud ialah: dorongan seksual atau libido
seksualitas. Adler berpendapat, bahwa permaianan memberikan pemuasan atau
kompensasi terhadap perasaan diri yang berlebihan (superieuriteits-gevoelens,
meerwaardig-heidsgevoelens). Dalam permainan tadi juga bisa disalurkan
perasaan-perasaan yang lemah dan perasaan-peraaan rendah hati
(minderwaardigheidsheidsgevoelens, perasaan minder atau inferior).
6.Teori Fenomenologis. MenuruProf. Kohnstamm, seorang sarjana Belanda yang
mengembangkan teori fenomenologis dalam pedagogik teoretisnya
menyatakan, bahwa permainan merupakan satu fenomena/gejala yang nyata,
yang mengandung unsur suasana permaianan (spelsfeer). Dorongan bermain
merupakan dorongan untuk menghayati suasana bermain itu. Dalam suasana
permainan itu terdapat faktor kebebasan, harapan dan kegembiraan, unsur
ikhtiar dan siasat untuk mengatasi hambatan serta perlawanan. Ringkasnya,
menurut teori fenomenologis permainan mempunyai arti dan nilai bagi anak
sebagai sarana penting untuk mensosialisasikan anak. Yaitu sarana untuk
memperkenalkan anak jadi anggota suatu masyarakat, agar anak bisa mengenal
dan menghargai masyarakat manusia. Dalam suasana permainan itu tumbuhlah
rasa kerukunan yang sangat besar artinya bagi pembentukan sosial sebagai
Universitas Sumatera Utara
manusia budaya. Dengan permainan dan situasi bermain anak dapat mengukur
kemampuan serta potensi sendiri. Ia belajar menguasai macam-macam benda;
juga belajar memahami sifat-sifat benda dan peristiwa yang berlangsung dalam
lingkungannya. Dalam situasi bermain anak bisa menampilkan fantasi, bakat-
bakat, dan kecenderungannya. Anak laki bermain-main dengan mobil-mobilan,
dana anak perempuan dengan boneka-bonekanya. Jika kita memberikan kertas
dan gunting pada sekelompok anak-anak kecil, masing-masing akan
menghasilkan “karya” yang berbeda, sesuai dengan bakat dan kemampuan. Di
tengah permainan itu setiap anak menghayati macam-macam emosi. Dia
merasakan kegairahan dan kegembiraan; dan tidak secara khusus
mengharapkan prestasi-prestasi. Dengan demikian, permainan mempunyai nilai
yang sama besarnya dengan nilai seni bagi orang dewasa. Permainan itu
menjadi alat-pendidikan, karena permainan bisa memberikan rasa kepuasan,
kegembiraan dan kebahagiaan kepada diri anak. Permainan memberikan
kesempatan pra-latihan untuk mengenal aturan-aturan permainan, mematuhi
norma-norma dan larangan, dan bertindak secara jujur serta loyal. Semua ini
untuk persiapan bagi penghayatan “fair play” dalam pertarungan hidup di
kemudian harinya. Dalam bermain anak belajar menggunakan semua fungsi
kejiwaan dan fungsi jasmaniah. Hal ini penting guna memupuk sikap serius
dan sungguh-sungguh dalam mengatasi setiap kesulitan hidup yang dihadapi
sehari-harinya.
Universitas Sumatera Utara
1.3. Macam-macam Bermain
1.3.1 Bermain aktif
Bermain aktif adalah bermain dengan kegembiraan yang timbul dari apa
yang dilakukan anak itu sendiri. Kebanyakan anak melakukan berbagai
bentuk bermain aktif,tetapi banyaknya waktu yang digunakan dan
banyaknya kegembiraan yang akan diperoleh dari setiap permainan sangat
bervariasi. Berbagai bentuk bermain aktif yang popular dikalangan anak
adalah :
1.3.2 Bermain Bebas dan Spontan merupakan bentuk bermain aktif yang
merupakan wadah untuk melakukan apa, kapan, dan bagaimana mereka
ingin melakukannya. Anak-anak terus bermain selama kegiatan itu
menimbulkan kegembiraan dan kemudian berhenti bila perhatian dan
kegembiraan dari permainan itu berkurang. Terdapat tiga alasan
berkurangnya minat anak dalam bermain bebas dan spontan. Pertama,
kebanyakan permainan itu bersifat menyendiri, anak berkurang minatnya
pada saat timbul keinginan mempunyai teman. Kedua, karena kegembiraan
dari jenis bermain ini terutama timbul dari eksplorasi, ketika rasa ingin tahu
mereka telah terpenuhi dengan apa yang tersedia. Ketiga, karena cepatnya
pertumbuhan dan perkembangan kecerdasan anak.
1.3.3 Permainan Drama adalah bentuk bermain aktif di masa anak-anak, melalui
prilaku dan bahasa yang jelas, berhubungan dengan materi atau situasi
seolah-olah hal itu mempunyai atribut yang lain ketimbang yang
sebenarnya. Jenis bermain ini dapat bersifat reproduktif atau produktif yang
Universitas Sumatera Utara
bentuknya sering disebut kreatif. Dalam permainan drama reproduktif dan
produktif, anak sendiri yang memainkan peran penting, menirukan karakter
yang dikaguminya dalam kehidupan nyata atau dalam media massa, atau
ingin menyerupainya.
1.3.4 Bermain Konstruktif adalah bentuk bermain dimana anak-anak
menggunakan bahan untuk membuat sesuatu yang bukan untuk tujuan yang
bermanfaatmelainkan lebih ditujukan baqgi kegembiraannya yang
diperolehnya dari membuatnya. Kebanyakan bermain konstruktif adalah
reproduktif, dimana anak mereproduksi objek yang dilihatnya dalam
kehidupan sehari-hari atau dalam media massa ke dalam bentuk
konstruksinya, misalnya kue dari tanah liat untuk mewakili kue yang
dilihatnya di rumah atau kemah Indian seperti dilihatnya dalam buku atau
melalui layar televisi.
1.3.5 Musik merupakan bermain aktif atau pasif, bergantung bagaimana
penggunaannya. Musik dapat berbentuk reproduktif atau produktif. Apabila
anak memproduksi kata-kata dan nada yang dihasilkan orang lain atau jika
mereka berdansa mengiringi irama musik seperti yang telah diajarkan,
bentuknya reproduktif. Sebaliknya bila menyusun sendiri kata-kata sebuah
lagu atau menghasilkan nada untuk kata-kata yang ditulis orang lain, atau
melakukan langkah dansa baru untuk menyertai musik, bentuknya menjadi
produktif dan karenanya merupakan bentuk kreativitas. Menyanyi
merupakan bentuk paling umum dari ekspresi musical karena tidak
membutuhkan latihan teknis.
Universitas Sumatera Utara
1.3.6 Mengumpulkan adalah kegiatan bermainn yang umum di kalangan anak-
anak dari semua latar belakang semua ras, agama dan sosioekonomis.
Biasanya dimulai pada tahun-tahun prasekolah, yakni pada anak usia 3
tahun. Pada mulanya anak mengumpulkan segala sesuatu yang menarik
perhatiaannya, tanpa mempersoalkan kegunaannya. Sejak anak memasuki
sekolah hingga mencapai masa puber, mengumpulkan benda yang menarik
perhatiannya pada saat itu atau yang serupa dengan benda yang
dikumpulkan temannya merupakan salah satu bentuk bermain yang
terpopulerbagi anak laki-laki dan perempuan. Kegiatan ini memiliki rasa
bangga karena memiliki koleksi yang lebih banyak ketimbang temannya,
dan mereka sering terlibat dalam musim tukar-menukar atau barter yang
panjang.
1.3.7 Mengeksplorasi. Seperti halnya bayi yang memperoleh kegenbiraan besar
dari mengeksplorasi apa saja yang baru atau berbeda, demikian pula halnya
dengan anak yang lebih besar. Akan tetapi, permaianan eksplorasi anak
yang lebih besar berbeda dari kegiatan eksplorasi bayi yang sifatnya bebas
dan spontan.
1.3.8 Permainan dan Olah Raga adalah perlombaan dengan serangkaian
peraturan, yang dilakukan sebagai hiburan atau taruhan. Bettelheim
menjelaskan mereka merupakan kegiatan yang dicirikan oleh peraturan
yang disetujui dan mempunyai persyaratan dan peraturan yang diadakan
oleh luar untuk memanfaatkan kegiatan tersebut dengan cara yang
diinginkan, dan tidak untuk kesenangan yang diperolehnya. Istilah olah raga
Universitas Sumatera Utara
biasanya dikaitkan dengan pertandingan antar tim yang sangat terorganisasi,
misalnya sepak bola, atau bola basket dll.
1.3.9 Hiburan
Hiburan merupakan bentuk bermain pasif, tempat anak memperoleh
kegembiraan dengan usaha yang minimum dari kegiatan orang lain. Bentuk
hiburan yang paling umum di kalangan anak adalah sebagai berikut:
Membaca sebagai kesenangan tidak merupakan bentuk hiburan yang populer, dan
anak-anak meneruskan kegembiraan dibacakan, seperti ketika mereka masih kecil.
Jauh sebelum anak mampu membaca dan sebelum mereka mampu mengerti arti
setiap kata kecuali yang sederhana, mereka ingin dibacakan. Sampai mereka dapat
membaca dengan usaha minimum dan bagi kebanyakan anak hal ini tidak terjadi
sebelum kelas tiga atau empat.
Membaca Komik merupakan cerita kartun yang unsur ceritanya kurang penting
ketimbang gambarnya. Kebanyakan komik yang dicetak sekarang berkaitan
dengan petualangan ketimbang komedi dan daya tariknya timbul dari aspek
emosional.
2. Bercerita
2.1 Definisi Bercerita
Menurut Bacrtiar (2005) bercerita adalah menuturkan sesuatu yang
mengisahkan tentang perbuatan atau sesuatu kejadian dan disampaikan secara
lisan dengan tujuan membagikan pengalaman dan pengetahuan kepada orang lain
sedangkan menurut Mustakim (2005), bercerita adalah upaya untuk
mengembangkan potensi kemampuan berbahasa anak melalui pendengaran dan
Universitas Sumatera Utara
kemudian menuturkannya kembali dengan tujuan melatih ketrampilan anak dalam
bercakap-cakap untuk menyampaikan ide dalam bentuk lisan. Dengan kata lain
bercerita adalah menuturkan sesuatu yang mengisahkan tentang perbuatan atau
suatu kejadian secara lisan dalam upaya untuk mengembangkan potensi
kemampuan berbahasa. Bercerita merupakan aktivitas yang menarik dan boleh
digunakan dalam mata pelajaran bagi menghidupkan sesuatu pengajaran.
Bercerita dapat meningkatkan kemampuan berpikir prasekolah terhadap pelajaran
dan boleh merangsang kanak-kanak melahirkan idea atau pendapat serta
menjadikan pembelajaran sebagai suatu pengalaman yang berguna. Bercerita juga
dapat dijadikan sebagai terapi.
Seorang pakar psikologi pendidikan bernama Charles Buhler mengatakan
bahwa anak hidup dalam alam khayal. Anak-anak menyukai hal-hal yang
fantastis, aneh, yang membuat imajinasinya “menari-nari”. Bagi anak-anak, hal-
hal yang menarik, berbeda pada setiap tingkat usia, misalnya; usia 4 tahun, anak
menyukai dongeng fabel dan horor, seperti: Si wortel, Tomat yang Hebat, Anak
ayam yang Manja, kambing Gunung dan Kambing Gibas, anak nakal tersesat di
hutan rimba, cerita nenek sihir, orang jahat, raksasa yang menyeramkan dan
sebagainya. Pada usia 4-8 tahun, anak-anak menyukai dongeng jenaka, tokoh
pahlawan/hero dan kisah tentang kecerdikan, seperti; Perjalanan ke planet Biru,
Robot pintar, Anak yang rakus dan sebagainya.
2.2 Jenis cerita
Berdasarkan ciri-cirinya cerita dibagi menjadi 2, yaitu:
2.2.1 Cerita lama. Cerita lama pada umumnya mengisahkan kehidupan klasik
Universitas Sumatera Utara
yang mencerminkan srtruktur kehidupan manusia di zaman lama. Jenis-jenis
cerita lama menurut Desy, (1992) adalah sebagai berikut:
Dongeng Cerita tentang sesuatu yang tidak masuk akal, tidak benar terjadi
dan bersifat fantasis atau khayal. Dongeng terdiri dari mite yang berarti,
adalah cerita atau dongeng yang berhubungan dengan kepercayaan
masyarakat setempat tentang adanya makhluk halus, Legenda Adalah
dongeng tentang kejadian alam yang aneh dan ajaib, Fabel Adalah dongeng
tentang kehidupan binatang yang diceritakan seperti kehidupan manusia,
Saga adalah dongeng yang berisi kegagahberanian seorang pahlawan yang
terdapat dalam sejarah, tetapi cerita bersifat khayal.Hikayat adalah cerita
yang melukiskan raja atau dewa yang bersifat khayal. Cerita berbingkai
adalah cerita yang didalamnya terdapat beberapa cerita sebagai sisipan.
Cerita panji adalah bentuk cerita seperti hikayat tapi berasal seperti
kesusastraan jawa. Tambo adalah cerita mengenai asal-usul keturunan,
terutama keturunan raja-raja yang dicampur dengan unsur khayal. Dengan
kata lain jenis cerita yang tepat untuk anak TK adalah jenis cerita fabel
karena mereka sedang senang-senangnya dengan hewan peliharaan. Jenis
cerita tersebut, dalam penyampaiannya dikaitkan dengan kehidupan sehari-
hari.
2.2.2 Cerita baru
Cerita baru adalah bentuk karangan bebas yang tidak berkaitan
dengan sistem sosial dan struktur kehidupan lama. Cerita baru dapat
Universitas Sumatera Utara
dikembangkan dengan menceritakan kehidupan saat ini dengan
keanekaragaman bentuk dan jenisnya.
2.3 Manfaat bercerita
2.3.1. Manfaat Pada Anak
Menurut Musfiroh, (2005) ditinjau dari beberapa aspek, manfaat
bercerita untuk membantu pembentukan pribadi dan moral anak,
menyalurkan kebutuhan imajinasi dan fantasi, memacu kemampuan verbal
anak, merangsang minat menulis anak, merangsang minat baca anak,
membuka cakrawala pengetahuan anak Sedangkan menurut Bachtiar
(2005), manfaat bercerita adalah dapat memperluas wawasan dan cara
berfikir anak, sebab dalam bercerita anak mendapat tambahan pengalaman
yang bisa jadi merupakan hal baru baginya. Manfaat bercerita dengan kata
lain adalah menyalurkan kebutuhan imajinasi dan fantasi sehingga dapat
memperluas wawasan dan cara berfikir anak.
2.4 Kapan dan waktu dilakukan tehnik bercerita
Waktu Penyajian Dengan mempertimbangkan daya pikir, kemampuan
bahasa, rentang konsentrasi dan daya tangkap anak, maka para ahli dongeng
menyimpulkan sebagai berikut; usia 4 tahun, waktu cerita hingga 7 menit dan
usia 4-8 tahun, waktu cerita hingga 10 -15 menit serta Usia 8-12 tahun, waktu
cerita hingga 25 menit. Namun tidak menutup kemungkinan waktu bercerita
menjadi lebih panjang, apabila tingkat konsentrasi dan daya tangkap anak
dirangsang oleh penampilan pencerita yang sangat baik, atraktif, komunikatif
Universitas Sumatera Utara
dan humoris. Suasana disesuaikan dengan acara/peristiwa yang sedang atau
akan berlangsung, seperti acara kegiatan keagamaan, hari besar nasional, ulang
tahun, pisah sambut anak didik, peluncuran produk, pengenalan profesi,
program sosial dan lain-lain, akan berbeda jenis dan materi ceritanya. Pendidik
dituntut untuk memperkaya diri dengan materi cerita yang disesuaikan dengan
suasana. Jadi selaras materi cerita dengan acara yang diselenggarakan, bukan
satu atau beberapa cerita untuk segala suasana.
Terapi bermain dengan tehnik bercerita dimulai sebelum tidur, bangun
tidur dan waktu santai. Menurut Hurlock, membaca paling sering dilakukan
pada malam hari, pada waktu anak merasa lelah, cuaca buruk menghalangi
utuk bermain di luar, atau pada hari minggu dan liburan bila teman bermain
tidak ada. Anak diantara umur 3-5 tahun cenderung akan mengulang kembali
apa yang ia dengar, baca untuk mengungkapkan perasaan cintanya dan apa
yang ia tahu. Anjurkan anak untuk membaca dan berilah pujian agar ia
semangat dalam membaca cerita.
2.5 Anak Usia Prasekolah
Anak merupakan individu yang berada dalam satu rentang perubahan
perkembangan yang dimulai dari bayi hingga remaja. Masa anak merupakan masa
pertumbuhan dan perkembangan dimulai dari bayi (0-1 tahun), usia bermain /
toodler (1-2,5 tahun), prasekolah (2,5-5 tahun), usia sekolah (5-11 tahun), hingga
remaja (11-18 tahun). Namun, topik yang ingin kita bahas tentang anak usia
prasekolah. Menurut Marjorie mengatakan bahwa anak prasekolah merupakan
Universitas Sumatera Utara
masa antusiasme, bertenaga, aktivitas, kreativitas, otonomi, sosial tinggi dan
idenpenden. Anak dari usia 1 sampai 5 atau 6 tahun menguatkan rasa identitas
jender dan mulai membedakan perilaku sesuai jenis kelamin yang didefenisikan
secara sosial serta mengamati perilaku orang dewasa, mulai untuk menirukan
tindakan orangtua yang berjenis kelamin sama, dan mempertahankan atau
memodifikasi perilaku yang didasarkan pada umpan balik orangtua. (Potter, Perry,
2005)
Pada pertumbuhan masa pra sekolah pada pertumbuhan khususnya berat
badan mengalami kenaikan rata-rata pertahunnya adalah 2 kg, kelihatan kurus
akan tetapi aktivitas motorik tinggi, di mana sistem tubuh sudah mencapai
kematangan seperti berjalan, melompat dan lain-lain. Karena pengalaman belajar
dan harapan orang dewasa yang serupa, biasanya di antara semua anak dalam
kebudayaan tertentu ditemukan beberapa keterampilan motorik yang bersifat
umum. Sebagai contoh, dalam kebudayaan kita semua anak diharapkan
mempelajari keterampilan untuk makan, berpakaian sendiri, menulis dan
memainkan permainan yang disetujui oleh kelompok sosial.
Diperkirakan bahwa rata-rata anak yang berusia 3 tahun sampai 4 tahun
menggunakan 15.000 kata setiap hari atau dalam setahunnya menggunakan kira-
kira 5 setengah juta kata. Setiap tahun, sejalan dengan bertambah besar mereka,
anak-anak berbicara lebih banyak dan menggunakan kata-kata yang lebih
berbeda. Jauh sebelum anak mampu membaca dan sebelum mereka mampu
mengerti arti setiap kata kecuali yang sederhana, mereka ingin dibacakan.
Universitas Sumatera Utara
3. Kecemasan
3.1 Defenisi
DepKes RI (1990), mendefenisikan kecemasan sebagai ketegangan, rasa
tidak aman dan kekawatiran yang timbul karena dirasakan terjadi sesuatu yang
tidak menyenangkan tetapi sumbernya sebagian besar tidak diketahui dan berasal
dari dalam dirinya. Menurut Stuart & Sundeens (1998), kecemasan adalah suatu
keadaan perasaan keprihatinan, rasa gelisah, ketidaktentuan, atau takut dari
kenyataan atau persepsi ancaman sumber aktual yang tidak diketahui atau dikenal.
Kecemasan adalah suatu keadaan yang ditandai dengan perasaan ketakutan
yang disertai dengan tanda somatik yang menyatakan terjadinya hiperaktifitas
sistem syaraf otonom. Kusuma mengatakan bahwa kecemasan adalah gejala yang
tidak spesifik yang sering ditemukan dan sering kali merupakan suatu emosi yang
normal. Sedangkan menurut Kaplan & Sadock (1997), kecemasan adalah respon
terhadap suatu ancaman yang sumbernya tidak diketahui, internal, samar-samar
atau konfliktual.
3.2Klasifikasi Tingkat Kecemasan
Menurut Townsend (1996), bahwa ada empat tingkat kecemasan, yaitu ringan,
sedang, berat dan panik.
3.2.1 Kecemasan ringan. Kecemasan ringan berhubungan dengan ketegangan
dalam kehidupan sehari-hari dan menyebabkan seseorang menjadi waspada dan
meningkatkan lahan persepsinya. Kecemasan ringan dapat memotivasi belajar dan
Universitas Sumatera Utara
menghasilkan pertumbuhan dan kreatifitas. Manifestasi yang muncul pada tingkat
ini adalah kelelahan, iritabel, lapang persepsi meningkat, kesadaran tinggi, mampu
untuk belajar, motivasi meningkat dan tingkah laku sesuai situasi.
3.2.2Kecemasan sedang. Memungkinkan seseorang untuk memusatkan pada
masalah yang penting dan mengesampingkan yang lain sehingga seseorang
mengalami perhatian yang selektif, namun dapat melakukan sesuatu yang terarah.
Manifestasi yang terjadi pada tingkat ini yaitu kelelahan meningkat, kecepatan
denyut jantung dan pernapasan meningkat, ketegangan otot meningkat, bicara
cepat dengan volume tinggi, lahan persepsi menyempit, mampu untuk belajar
namun tidak optimal, kemampuan konsentrasi menurun, perhatian selektif dan
terfokus pada rangsangan yang tidak menambah ansietas, mudah tersinggung,
tidak sabar,mudah lupa, marah dan menangis.
3.2.3Kecemasan berat. Sangat mengurangi lahan persepsi seseorang. Seseorang
dengan kecemasan berat cenderung untuk memusatkan pada sesuatu yang terinci
dan spesifik, serta tidak dapat berpikir tentang hal lain. Orang tersebut
memerlukan banyak pengarahan untuk dapat memusatkan pada suatu area yang
lain. Manifestasi yang muncul pada tingkat ini adalah mengeluh pusing, sakit
kepala, nausea, tidak dapat tidur (insomnia), sering kencing, diare, palpitasi, lahan
persepsi menyempit, tidak mau belajar secara efektif, berfokus pada dirinya
sendiri dan keinginan untuk menghilangkan kecemasan tinggi, perasaan tidak
berdaya, bingung, disorientasi.
Universitas Sumatera Utara
3.2.4Panik. Panik berhubungan dengan terperangah, ketakutan dan teror karena
mengalami kehilangan kendali. Orang yang sedang panik tidak mampu
melakukan sesuatu walaupun dengan pengarahan. Tanda dan gejala yang terjadi
pada keadaan ini adalah susah bernapas, dilatasi pupil, palpitasi, pucat,
diaphoresis, pembicaraan inkoheren, tidak dapat berespon terhadap perintah yang
sederhana, berteriak, menjerit, mengalami halusinasi dan delusi.
3.3.1
3.3 Gejala Kecemasan
Penderita yang mengalami kecemasan biasanya memiliki gejala-gejala yang khas
dan terbagi dalam beberapa fase, yaitu :
Fase 1. Keadan fisik sebagaimana pada fase reaksi peringatan, maka tubuh
mempersiapkan diri untuk fight (berjuang), atau flight (lari secepat-
cepatnya). Pada fase ini tubuh merasakan tidak enak sebagai akibat dari
peningkatan sekresi hormon adrenalin dan nor-adrenalin. Oleh karena itu,
maka gejala adanya kecemasan dapat berupa rasa tegang di otot dan
kelelahan, terutama di otot-otot dada, leher dan punggung. Dalam
persiapannya untuk berjuang, menyebabkan otot akan menjadi lebih kaku
dan akibatnya akan menimbulkan nyeri dan spasme di otot dada, leher dan
punggung. Ketegangan dari kelompok agonis dan antagonis akan
menimbulkan tremor dan gemetar yang dengan mudah dapat dilihat pada
jari-jari tangan (Wilkie, 1985). Pada fase ini kecemasan merupakan
mekanisme peningkatan dari sistem syaraf yang mengingatkan kita bahwa
Universitas Sumatera Utara
system syaraf fungsinya mulai gagal mengolah informasi yang ada secara
benar (Asdie, 1988).
3.3.2 Fase 2. Disamping gejala klinis seperti pada fase satu, seperti gelisah,
Ketegangan otot gangguan tidur dan keluhan perut, penderita juga mulai
tidak bisa mengontrol emosinya dan tidak ada motifasi diri (Wilkie,
1985).Labilitas emosi dapat bermanifestasi mudah menangis tanpa sebab,
yang beberapa saat kemudian menjadi tertawa. Mudah menangis yang
berkaitan dengan stres mudah diketahui. Akan tetapi kadang-kadang dari
cara tertawa yang agak keras dapat menunjukkan tanda adanya gangguan
kecemasan fase dua (Asdie, 1988). Kehilangan motivasi diri bisa terlihat
pada keadaan seperti seseorang yang menjatuhkan barang ke tanah,
kemudian ia berdiam diri saja beberapa lama dengan hanya melihat barang
yang jatuh tanpa berbuat sesuatu (Asdie, 1988).
3.3.3 Fase 3. Keadaan kecemasan fase satu dan dua yang tidak teratasi
sedangkan stresor tetap saja berlanjut, penderita akan jatuh kedalam
kecemasan fase tiga. Berbeda dengan gejala-gejala yang terlihat pada fase
satu dan dua yang mudah di identifikasi kaitannya dengan stres, gejala
kecemasan pada fase tiga umumnya berupa perubahan dalam tingkah laku
dan umumnya tidak mudah terlihat kaitannya dengan stres. Pada fase tiga
ini dapat terlihat gejala seperti : intoleransi dengan rangsang sensoris,
kehilangan kemampuan toleransi terhadap sesuatu yang sebelumnya telah
mampu ia tolerir, gangguan reaksi terhadap sesuatu yang sepintas terlihat
sebagai gangguan kepribadian.
Universitas Sumatera Utara
3.4 Teori-teori tentang kecemasan
Kecemasan merupakan suatu respon terhadap situasi yang penuh dengan
tekanan. Stres dapat didefinisikan sebagai suatu persepsi ancaman terhadap suatu
harapan yang mencetuskan cemas. Hasilnya adalah bekerja untuk melegakan
tingkah laku (Rawlins, at al, 1993). Stress dapat berbentuk psikologis, sosial atau
fisik. Beberapa teori memberikan kontribusi terhadap kemungkinan faktor etiologi
dalam pengembangan kecemasan. Teori-teori tersebut adalah sebagai berikut :
3.4.1 Teori Psikodinamik
merupakan hasil dari konflik psikis yang tidak disadari. Kecemasan menjadi
tanda terhadap ego untuk mengambil aksi penurunan cemas. Ketika
mekanisme diri berhasil, kecemasan menurun dan rasa aman datang lagi.
Namun bila konflik terus berkepanjangan, maka kecemasan ada pada
tingkat tinggi. Mekanisme pertahanan diri dialami sebagai simptom, seperti
phobia, regresi dan tingkah laku ritualistik. Konsep psikodinamik menurut
Freud ini juga menerangkan bahwa kecemasan timbul pertama dalam hidup
manusia saat lahir dan merasakan lapar yang pertama kali. Saat itu dalam
kondisi masih lemah, sehingga belum mampu memberikan respon terhadap
kedinginan dan kelaparan, maka lahirlah kecemasan pertama. Kecemasan
berikutnya muncul apabila ada suatu keinginan dari Id untuk menuntut
pelepasan dari ego, tetapi tidak mendapat restu dari super ego, maka
terjadilah konflik dalam ego, antara keinginan Id yang ingin pelepasan dan
sangsi dari super ego lahirlah kecemasan yang kedua. Konflik-konflik
tersebut ditekan dalam alam bawah sadar, dengan potensi yang tetap tak
. Freud (1993) mengungkapkan bahwa kecemasan
Universitas Sumatera Utara
terpengaruh oleh waktu, sering tidak realistik dan dibesar-besarkan.
Tekanan ini akan muncul ke permukaan melalui tiga peristiwa, yaitu :
sensor super ego menurun, desakan Id meningkat dan adanya stress
psikososial, maka lahirlah kecemasan-kecemasan berikutnya
(Prawirohusodo, 1988).
3.4.2 Teori Perilaku. Menurut teori perilaku, Kecemasan berasal dari suatu respon
terhadap stimulus khusus (fakta), waktu cukup lama, seseorang
mengembangkan respon kondisi untuk stimulus yang penting. Kecemasan
tersebut merupakan hasil frustasi, sehingga akan mengganggu kemampuan
individu untuk mencapai tujuan yang di inginkan.
3.4.3 Teori Interpersonal. Menjelaskan bahwa kecemasan terjadi dari ketakutan
akan penolakan antar individu, sehingga menyebabkan individu bersangkutan
merasa tidak berharga.
3.4.4 Teori Keluarga. Menjelaskan bahwa kecemasan dapat terjadi dan timbul
secara nyata akibat adanya konflik dalam keluarga.
3.4.5 Teori Biologik. Beberapa kasus kecemasan (5 - 42%), merupakan suatu
perhatian terhadap proses fisiologis (Hall, 1980). Kecemasan ini dapat
disebabkan oleh penyakit fisik atau keabnormalan, tidak oleh konflik
emosional. Kecemasan ini termasuk kecemasan sekunder (Stuart & sundeens,
1998).
Universitas Sumatera Utara
3.5
Setiap perubahan dalam kehidupan atau peristiwa kehidupan yang dapat
menimbulkan keadaan stres disebut stresor. Stres yang dialami seseorang dapat
menimbulkan kecemasan, atau kecemasan merupakan manifestasi langsung dari
stres kehidupan dan sangat erat kaitannya dengan pola hidup (Wibisono, 1990).
Berbagai faktor predisposisi yang dapat menimbulkan kecemasan (Roan, 1989)
yaitu faktor genetik, faktor organik dan faktor psikologi. Pada pasien yang akan
menjalani operasi, faktor predisposisi kecemasan yang sangat berpengaruh adalah
faktor psikologis, terutama ketidak pastian tentang prosedur dan operasi yang
akan dijalani.
3.6 Respon Pasien terhadap Kecemasan
Faktor Predisposisi Kecemasan
Respon Fisiologis terhadap Kecemasan. Pada kardiovaskuler terjadi
peningkatan tekanan darah, palpitasi, jantung berdebar, denyut nadi meningkat,
tekanan nadi menurun, syock dan lain-lain. Pada pernapasan terjadi napas cepat
dan dangkal, rasa tertekan pada dada, rasa tercekik. Pada kulit terjadi perasaan
panas atau dingin pada kulit, muka pucat, berkeringat seluruh tubuh, rasa terbakar
pada muka, telapak tangan berkeringat, gatal-gatal. Pada gastrointestinal akan
mengalami anoreksia, rasa tidak nyaman pada perut, rasa terbakar di epigastrium,
nausea, diare. Sedangkan pada neuromuskuler akan terjadi
reflek meningkat,
reaksi kejutan, mata berkedip-kedip, insomnia, tremor, kejang, , wajah tegang,
gerakan lambat.
Universitas Sumatera Utara
Respon Psikologis terhadap Kecemasan
Respon perilaku akan terjadi perasaan gelisah, tremor, gugup, bicara cepat dan
tidak ada koordinasi, menarik diri, menghindar.
Respon kognitif akan mengalami gangguan perhatian, konsentrasi hilang, mudah
lupa, salah tafsir, bloking, bingung, lapangan persepsi menurun, kesadaran diri
yang berlebihan, kawatir yang berlebihan, obyektifitas menurun, takut kecelakaan,
takut mati dan lain-lain.
Respon afektif akan mengalami perasaan tidak sabar, tegang, neurosis, tremor,
gugup yang luar biasa, sangat gelisah dan lain-lain.
3.6 Kecemasan anak yang dirawat di Rumah Sakit
Kecemasan anak yang dirawat di Rumah Sakit terkadang membuat
orangtua menjadi cemas untuk meninggalkan anaknya dan membuat orangtua
khawatir dengan efek dari tindakan medis yang akan dilakukan pada anaknya.
Namun, ketika perawat memberikan informed consent pada tindakan yang
dilakukan maka kecemasan itu akan berangsur-angsur hilang. Walaupun mungkin
sulit orangtua dan anak mampu menerima hospitalisasi. Perawat dan dokter yang
menangani anak yang dihospitalisasi harus mampu membina rasa saling percaya
akan terapi yang akan diberikan. Reaksi anak dan keluarganya terhadap sakit dan
ke rumah sakit baik untuk rawat inap maupun rawat jalan adalah dalam bentuk
kecemasan, stress dan perubahan perilaku. Bentuk dari kecemasan, dapat berupa
kecemasan berpisah, kehilangan kontrol, cedera tubuh dan nyeri. Tiga fase dari
Universitas Sumatera Utara
kecemasan berpisah adalah fase protes, despair dan detachment/denial, yang
masing-masing memberikan perubahan perilaku tertentu.
Permainan adalah satu dari aspek yang paling penting dalam kehidupan
seorang anak, dan merupakan salah satu dari aspek yang paling penting dalam
kehidupan seorang anak, dan merupakan salah satu
Untuk mengatasi hal
tersebut diusahakan untuk memodifikasi lingkungan rumah sakit sehingga
menyerupai lingkungan di rumah, memberikan kesempatan anak sakit
mendapatkan kontrol yang dapat diterima, membantu untuk rencana dan jadwal
pelayanan dan perawatan, dan dapat berinteraksi dengan keluarga dan dengan
anak sakit yang lain.
cara yang paling efektif untuk
menghadapi dan mengatasi stress. Permainan adalah pekerjaan anak, dan dalam
lingkup rumah sakit, permainan akan memberikan peluang untuk meningkatkan
ekspresi emosional anak, termasuk pelepasan yang aman dari rasa marah dan
benci. Bercerita sebagai suatu permainan yang pasif memberikan kesempatan
anak untuk menambah wawasan dalam berfikir dan sangat therapeutic sebagai
permainan penyembuh (therapeutic play). Mengekspresikan perasaannya dengan
bercerita, berarti memberikan pada anak suatu cara untuk mendidik dan
berkomunikasi dengan pesan yang disampaikan di dalam sebuah cerita.
Penyuluhan kesehatan dalam kondisi dan situasi rumah sakit untuk anak sakit,
tentunya berbeda dengan orang dewasa. Pada keadaan kecemasan dan stress serta
penyuluhan kesehatan lebih ditujukan sebagai terapi kognitif, dimana pada
kondisi ini, kognitifnya tidak akurat dan negatif. Penyuluhan untuk
Universitas Sumatera Utara
mengidentifikasi dan meningkatkan kognitifnya dapat memberikan perbaikan
gejala secara bermakna.
4. Hospitalisasi
Hospitalisasi merupakan pengalaman yang mengancam bagi individu
karena stressor yang dihadapi dapat menimbulkan perasaan tidak aman, seperti :
lingkungan asing, berpisah dengan orang yang berarti, kurang informasi,
kehilangan kebebasan dan kemandirian, pengalaman yang berkaitan dengan
pelayanan kesehatan, semakin sering berhubungan dengan rumah sakit, maka
bentuk kecemasan semakin kecil atau sebaliknya, perilaku petugas rumah sakit.
Perubahan yang terjadi akibat hospitalisasi adalah :
4.1 Perubahan konsep diri ; akibat penyakit yang di derita atau tindakan seperti
pembedahan, pengaruh citra tubuh, perubahan citra tubuh dapat menyebabkan
perubahan peran, ideal diri, harga diri dan identitasnya.
4.2 Regresi ; klien mengalami kemunduran ke tingkat perkembangan sebelumnya
atau lebih rendah dalam fungsi fisik, mental, prilaku dan intelektual.
4.3 Dependensi ; klien merasa tidak berdaya dan tergantung pada orang lain.
4.4 Dipersonalisasi ; peran sakit yang dialami klien menyebabkan perubahan
kepribadian, tidak realistis, tidak dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan,
perubahan identitas dan sulit bekerjasama mengatasi masalahnya.
4.5 Takut dan Ansietas ; perasaan takut dan ansietas timbul karena persepsi yang
salah terhadap penyakitnya.
Universitas Sumatera Utara
4.6 Kehilangan dan Perpisahan ; selama klien dirawat muncul karena lingkungan
yang asing dan jauh dari suasana kekeluarga, kehilangan kebebasan, berpisah
dengan pasangan dan terasing dari orang yang dicintai.
Hospitalisasi bagi keluarga dan anak dapat dianggap pengalaman yang
mengancam dan stressor. Reaksi anak terhadap sakit dan hospitalisasi dipengaruhi
tingkat perkembangan usia, pengalaman sebelumnya, sistem pendukung dalam
keluarga, keterampilan koping, dan berat ringannya penyakit.
4.2 Dampak Hospitalisasi
Anak akan cenderung lebih manja, minta perhatian lebih pada orang tua serta
bersikap cuek pada perawat yang akan merawatnya karena anak belum dapat
beradaptasi dengan lingkungan rumah sakit. Stress yang umumnya terjadi
berhubungan dengan hospitalisasi adalah takut akan unfamiliarity, lingkungan
rumah sakit yang menakutkan, rutinitas rumah sakit, prosedur yang menyakitkan,
dan takut akan kematian. Reaksi emosional pada anak sering ditunjukkan dengan
menangis, marah dan berduka sebagai bentuk yang sehat dalam mengatasi stress
karena hospitalisasi. Anak sering menganggap sakit merupakan hukuman untuk
perilaku buruk, hal ini terjadi karena anak masih mempunyai keterbatasan tentang
dunia di sekitar mereka. Anak juga mempuyai kesulitan dalam pemahaman
mengapa mereka sakit, tidak bisa bermain dengan temannya, mengapa mereka
terluka dan nyeri sehingga membuat mereka harus pergi ke rumah sakit dan harus
mengalami hospitalisasi. Reaksi anak tentang hukuman yang diterimanya dapat
bersifat pasif, kooperatif, membantu atau anak mencoba menghindar dari orang
tua, anak menjadi marah. Dampak hospitalisasi membuat anak takut dan cemas
Universitas Sumatera Utara
berpisah dengan orang tua dan anak sering mimpi buruk. Sehingga anak
kehilangan fungsi dan control sehubungan terganggunya fungsi motorik yang
mengakibatkan berkurangnya percaya diri pada anak sehingga tugas
perkembangan yang sudah dicapai dapat terhambat. Hal ini membuat anak
menjadi regresi; ngompol lagi, suka menghisap jari dan menolak untuk makan.
Anak cenderung mengalami pengekangan yang dapat menimbulkan kecemasan
pada anak sehingga anak merasa tidak nyaman akan perubahan yang terjadi pada
dirinya
4.2.1 Faktor-faktor yang mempengaruhi reaksi anak terhadap sakit dan
rawat inap di Rumah sakit
4.2.1.1 Perkembangan usia
Reaksi anak terhadap sakit berbeda-beda sesuai tingkat perkembangan
anak (Supartini, 2000). Pada anak usia prasekolah reaksi perpisahan adalah
kecemasan karena berpisah dengan orangtua dan kelompok sosialnya.
Pasien anak usia prasekolah umumnya takut pada dokter dan perawat
(Ngastiyah, 2005)
4.2.1.2 Pola asuh keluarga
Pola asuh keluarga yang terlalu protektif dan selalu memanjakan anak juga
dapat mempengaruhi reaksi takut dan cemas anak dirawat di rumah sakit.
Beda dengan keluarga yang suka memandirikan anak untuk aktivitas
sehari-hari anak akan lebih kooperatif bila dirumah sakit.
Universitas Sumatera Utara
4.2.1.3 Keluarga
Keluarga yang terlalu khawatir atau stress anaknya yang dirawat di rumah
sakit akan menyebabkan anak menjadi semakin stress dan takut.
4.2.1.4 Pengalaman dirawat di rumah sakit sebelumnya
Apabila anak pernah mengalami pengalaman tidak menyenangkan dirawat
di rumah sakit sebelumnya akan menyebabkan anak takut dan trauma.
Sebaliknya apabila anak dirawat di rumah sakit mendapatkan perawatan
yang baik dan menyenangkan anak akan lebih kooperatif pada perawat dan
dokter (Supartini, 2004)
4.2.1.5 Support sytem yang tersedia
Anak mencari dukungan yang ada dari orang lain untuk melepaskan
tekanan akibat penyakit yang dideritanya. Anak biasanya akan minta
dukungan kepada oerang terdekat dengannya misalnya orang tua atau
saudaranya. Perilaku ini biasanya ditandai dengan permintaan anak untuk
ditunggui selama dirawat di rumah sakit, didampingi saat dilakukan
treatment padanya, minta dipeluk saat merasa takut dan cemas bahkan saat
merasa kesakitan.
4.2.1.6 Keterampilan koping dalam menangani stressor
Apabila mekanisme koping anak baik dalam menerima dia harus
dirawat di rumah sakit akan lebih kooperatif anak tersebut dalam
menjalani perawatan di rumah sakit.
Universitas Sumatera Utara
4.2.2 Reaksi anak
Proses perawatan yang seringkali membutuhkan waktu lama akhirnya menjadikan
anak berusaha mengembangkan perilaku atau strategi dalam menghadapi penyakit
yang dideritanya. Perilaku ini menjadi salah satu cara yang dikembangkan anak
untuk beradaptasi terhadap penyakitnya.
Beberapa perilaku itu antara lain:
4.2.2.1 Penolakan (avoidence)
Perilaku dimana anak berusaha menghindari dari situasi yang membuatnya
rasa tetekan. Anak berusaha menilak treatment yang diberikan, seperti
tidak mau suntik, tidak mau dipasang infus, menolak minum obat, bersikap
tidak kooperatif kepada petugas medis
4.2.2.2 Mengalihkan perhatian (distraction)
Anak berusaha mengalihkan perhatian dari pikiran atau sumber yang
membuatnya tertekan. Perilaku yang dilakukan anak misalnya:
membacakan buku cerita saat dirumah sakit, menonton televisi saat
dipasang infuse, atau bermain mainan yang disukai.
4.2.2.3 Berupaya aktif (active)
Anak berusaha mencari jalan keluar dengan melakukan sesuatu secara
aktif. Perilaku yang sering dilakukan misalnya: menanyakan tentang
kondisi sakitnya kepada tenaga medis atau orangtuanya, bersikap
kooperatif terhadap petugas medis, minum obat secara teratur, beristirahat
sesuai dengan peraturan yang diberikan.
Universitas Sumatera Utara
4.2.2.4 Mencari dukungan (support seeking)
Anak mencari dukungan dari orang lain untuk melepaskan tekanan akibat
penyakitnya yang dideritanya. Anak biasanya akan meminta dukungan
orang dekat dengannya, missal orang tua atau saudaranya. Perilaku ini
biasanya ditandai dengan permintaan anak untuk ditemani selama dirawat
di rumah sakit, didampingi saat dilakukan treatment padanya, minta
dipeluk saat merasa kesakitan.
Universitas Sumatera Utara