Teori Psikopatologis Buddhisme (2)

23
PENGANTAR Psikopatologis dan psikoterapinya banyak berkembang dari awal ditemukannya ilmu psikologi sampai sekarang. Ada begitu banyak pendekatan psikologi yang digunakan untuk mengkatagorikan jenis psikopatologis serta treatment yang digunakan untuk mengatasainya (psikoterapinya), mulai dari psikoanalisa, behavioristik, humanistik, dan sampai yang paling akhir adalah psikopatologis berdasarkan ajaran budhis beserta psikoterapinya. Mungkin bagi kita menjadi sebuah pertanyaan besar seperti apa psikopatologis yang dikategorikan dalam ajaran budhis dan seperti apa psikoterapinya? Pada kesempatan kali ini kelompok kami akan menjelaskan hal itu. Psikopatologis budhis merupakan bagian dari psikologi Timur. Salah satu sumber yang paling kaya dari psikologi yang durumuskan dengan baik adalah agama-agama Timur. Kebanyakan agama besar di Asia berintikan pada psikologi yang kurang diketahui oleh penganutnya tetapi diketahui oleh ‘profesional’ seperti pemimpin agamanya. Inilah psikologi praktis yang diterapkan oleh praktisi untuk melatih budi dan hati mereka. Kebiasaan yang ada dalam agama-agama Timur termasuk budhis tidak bisa dipandang sebelah mata, karena tidak bisa kita pungkiri lagi bahwa sesungguhnya sumbangan mereka sangat besar juga dalam perkembangan ilmu psikologi di era modern saat ini.

Transcript of Teori Psikopatologis Buddhisme (2)

Page 1: Teori Psikopatologis Buddhisme (2)

PENGANTAR

Psikopatologis dan psikoterapinya banyak berkembang dari awal ditemukannya

ilmu psikologi sampai sekarang. Ada begitu banyak pendekatan psikologi yang digunakan

untuk mengkatagorikan jenis psikopatologis serta treatment yang digunakan untuk

mengatasainya (psikoterapinya), mulai dari psikoanalisa, behavioristik, humanistik, dan

sampai yang paling akhir adalah psikopatologis berdasarkan ajaran budhis beserta

psikoterapinya.

Mungkin bagi kita menjadi sebuah pertanyaan besar seperti apa psikopatologis

yang dikategorikan dalam ajaran budhis dan seperti apa psikoterapinya?

Pada kesempatan kali ini kelompok kami akan menjelaskan hal itu. Psikopatologis

budhis merupakan bagian dari psikologi Timur. Salah satu sumber yang paling kaya

dari psikologi yang durumuskan dengan baik adalah agama-agama Timur.

Kebanyakan agama besar di Asia berintikan pada psikologi yang kurang diketahui

oleh penganutnya tetapi diketahui oleh ‘profesional’ seperti pemimpin agamanya.

Inilah psikologi praktis yang diterapkan oleh praktisi untuk melatih budi dan hati

mereka. Kebiasaan yang ada dalam agama-agama Timur termasuk budhis tidak bisa

dipandang sebelah mata, karena tidak bisa kita pungkiri lagi bahwa sesungguhnya

sumbangan mereka sangat besar juga dalam perkembangan ilmu psikologi di era modern

saat ini.

Menurut kelompok kami psikopatologis dan psikoterapi budhis penting untuk kita

dalami. Hal ini karena budhis banyak mengajarkan tentang psikologi praktis yang mungkin

bagi kita tidak terlalu penting, tetapi ternyata justru menjadi sentral dari kesahatan jiwa

kita. Selain itu, menurut kami kita yang bakalan menjadi bagian dari dunia psikologi dan

kebetulan berasal dari dunia Timur, sangat penting untuk mengetahui dan memahami

psikologi yang lahir dari agama Timur ini.

Budhis sebagai agama terbesar dan tertua di Asia memiliki andil terbesar dalam

perkembangan psikologi Timur, untuk itu kelompok akan menjelaskan secara mendalam

mengenai psikopatologi dan psikoterapi budhis pada paper kali ini.

Page 2: Teori Psikopatologis Buddhisme (2)

TEORI PSIKOPATOLOGI BUDDHISME

A. Latar Belakang

Buddhisme ditemukan pada pertengahan 1000 tahun sebelum Masehi oleh

Shyamuni Gautama, yang merupakan anak raja dari Kerajaan India Utara. Selama

pengalaman kehidupannya, Gautama berkenalan dengan penderitaan dan tidak puas

dengan hidupnya yang serba terjamin. Ia meninggalkan rumah, kemudian belajar dengan

beberapa guru agama dan bertapa, tak satupun menyelesaikan masalahanya. Akhirnya,

Gautama berfokus kepada meditasi untuk mencari jalan tengah menuju kebebasan antara

kesenangan hidup dan mempraktikkan menjadi seorang petapa. Ketika duduk dibawah

bodhi true, Gautama telah mengalami “enlightened one” atau pencerahan yang disebut

Buddha. Dia kemudian mulai mengajar pada sekelompok murid dan sampai waktu

wafatnya, telah mencapai komunitas yang besar mengikuti ajarannya. Keberlanjutan

komunitas atau kelompok sangha terbentuk dari tiga dasar atau ‘permata’ dari Buddisme,

mendekati Buddha pada diri mereka dan mengajarkan Buddhisme atau dharma (Harvey,

1990).1

Sumber penemuan awal Buddhis memang sangat bervariasi, baik secara tulisan,

dari mulut ke mulut yang membicarakan ajaran Buddha dan penemuan tulisan “Pali

Canon” yang diturunkan menjadi 3 bagian. Pertama, Vinaya Pitaka, berbicara mengenai

Sangha (rabhi). Kedua, Sutta Pithaka, terdiri dari berbagai ceramah Buddha., dan ketiga

Abidhamma Pitaka, berisi analisis ajaran Buddha. Pada pembahasan teori selanjutnya,

kami akan membahas lebih lanjut mengenai Abidhamma yang merupakan inti dari ajaran-

ajaran pokok Buddha.

B. Pembahasan Teori

Di tengah-tengah semua sekolah filsafat Buddha adalah Empat Kebenaran Mulia,

yang oleh tradisi dianggap telah diberikan oleh Sang Buddha dalam khotbah pertamanya

setelah pencerahan. Ini diberikan dalam Sutta Mahasatipatthana dari Digha Nikaya.

Berikut adalah Empat Kebenaran Mulia yang menjadi dasar ajaran Buddha:

1. Dukha : Menjelaskan ketidakkekalan hidup. Sepanjang hidupnya manusia

mengalami penderitaan.

Page 3: Teori Psikopatologis Buddhisme (2)

Penderitaan meliputi hidup dan berhubungan dengan lima "graspings" atau jenis

aktivitas mental: bentuk, perasaan, persepsi, bentukan mental, dan kesadaran.

Buddha umumnya menganggap bahwa karena aspek pengalaman bervariasi

menurut kami keadaan psikologis, mereka adalah konstruksi yang "kosong" dan

tidak memiliki nyata ontologis realitas.

2. Samudaya : Mengenai penyebab Dukha. Penyebabnya adalah keinginan manusia

yang kuat.

Asal-usul penderitaan adalah lampiran atau "mengidam" yang didasarkan pada

aktivitas mental dan menjaga orang di lingkaran samsara (penderitaan). Lampiran

ini meliputi permasalahan dengan cara berpikir seperti graspings. Sebuah

kebiasaan yang sangat berbahaya adalah pembuatan diskriminasi dan menciptakan

ilusi dualitas yang dapat menyebabkan gagasan bahwa kita ada sebagai diri, tetap

independen. Buddhisme dengan demikian menolak konsep jiwa yang abadi dan

menemukan bahkan gagasan itu bermasalah.

3. Nirodha : Menyingkirkan Dukha. Menyingkirkan keinginan kuat = menyingkirkan

Dukha.

Pencerahan dan menghentikan penderitaan dapat ditemukan melalui detasemen

dari dunia, termasuk pemikiran kita diskriminatif atau dualistik dan keyakinan

kami dalam diri, mandiri yang ada. Hal ini menyebabkan nirwana, sebuah negara di

mana penderitaan yang tertinggal

4. Magga : Jalan mengakhiri Dukha, yaitu jalan tengah antara askese dan hedonism

(jalan berjalur delapan).

Praktek-praktek yang diperlukan untuk penghentian penderitaan yang terkandung

dalam Eightfold Path, yang mencakup pengetahuan yang harus dipelajari (Empat

Kebenaran Mulia), serangkaian etika resep (pikiran benar, ucapan benar, perbuatan

benar, dan penghidupan benar), dan praktek meditasi dan kontrol mental (usaha

benar, perhatian benar dan konsentrasi benar). Pada akhir proses ini, seseorang bisa

menjadi seorang Arhat, atau suci dan tercerahkan menjadi dan akhirnya mencapai

nirwana akhir.

Eightfold Path:

a. Mengerti 4 kebenaran mulia dengan benar.

b. Berpikir yang benar, yang membawa pada sikap mencintai.

c. Berbicara yang benar, dengan tujuan yang murni, mulia, baik.

d. Berbuat yang benar, menyangkut tindakan bermoral kepada sesama.

Page 4: Teori Psikopatologis Buddhisme (2)

e. Mata pencaharian yang benar, yang tidak mengakibatkan kekerasan.

f. Usaha yang benar, untuk mengusir semua pikiran jahat.

g. Perhatian yang benar, kesadaran akan kebutuhan orang lain.

h. Konsentrasi yang benar, dengan meditasi guna mencapai ketenangan batin.

Ada beberapa catatan penting disini. Pertama, asumsi dasar dari Empat Kebenaran

mulia adalah sebuah pencerahan yang dirasakan pada ketenangan batin dari manusia dan

semua kebutuhan menjadi kosong dan diselesaikan dari halangan. Ada perumpamaan

mengenai ‘kaca berdebu’, jadi untuk mencapai keadaan yang sempurna perlu

mengosongkan atau menghilangkan debu dari permukaan kaca. Kedua, Buddhist

memberikan jalan untuk me-makeover seorang individu termasuk gaya hidup seseorang,

etika, kepercayaan dan meditasi. Penemuan kitab Buddhis seperti Dhammapada,

menguatkan penekanan mengenai pencarian ketenangan batin. Ketiga, proses dari

Eightfold Path terjadi tanpa keterangan untuk Tuhan, karena prinsip Buddhis adalah

nontheisthic. Keempat, Buddhist fokus pada pengalaman empiris dari kenyataan dan

mencoba menghindari spekulasi metafisikal mengenai kejadian alami. Sebagai contoh,

Buddhis menolak dualism sederhana yang mengatakan bahwa pada akhirnya kenyataan itu

tampak nondualistik, dan proses tersebut mengurangi pemnderitaan untuk berpikir tentang

jalan tersebut, bahwa tidak segala sesuatunya adalah satu.

Teori Kepribadian Abhidhama

Dalam Abidhamma, kepribadian merupakan pikiran merupakan titik tolak, titik

pusat dan merupakan pemikiran yang dibebaskan dan dimurnikan oleh seorang santo atau

merupakan suatu titik kulminasi (puncak).

Unsur-unsur kepribadian dalam Abidhamma antara lain:

a. Kepribadian serupa dengan konsep atta atau diri (self) menurut konsep Barat

bahwa kepribadian adalah sekumpulan proses impersonal yang tidak kekal (timbul

dan menghilang). Yang tampak dari kepribadian terbentuk dari perpaduan antara

proses-proses impersonal.

b. Apa yang kelihatan sebagai ‘diri’ adalah jumlah keseluruhan bagian tubuh yakbi,

pikiran, pengindraan, nafsu, ingatan, dan sebagainya. Benang penyambung jiwa

adalah bhava yaitu kesinambungan kesadaran dari waktu ke waktu.Setiap peristiwa

kehidupan dibentuk oleh peristiwa sebelumnya yang pada gilirannya akan

Page 5: Teori Psikopatologis Buddhisme (2)

membentuk peristiwa berikutnya, dengan bhava sebagai penghubung

kesadarannya.

c. Fokusnya adalah rangkaian peristiwa, yakni hubungan berkesinambungan antara

keadaan jiwa dan objek indra. Keadaan jiwa seseorang selalu berubah dari satu

peristiwa ke peristiwa lainnya dan terjadi sangat cepat.

d. Meneliti perubahan jiwa tersebut dilakukan lewat introspeksi yaitu observasi teliti

dan sistematik yang dilakukan seseorang terhadap pengalaman pribadi.

e. Objek psikologi Abhidhamma adalah pengindraan dari panca indra, pikiran-pikiran

yang dianggap sebagai indra keenam dan setiap keadaan jiwa yang terdiri dari

sekumpulan sifat-sifat jiwa, yang disebut faktor-faktor jiwa.

f. Prinsip-prinsip keadaan jiwa adalah:

1) Setiap keadaan jiwa hanya sebagian kecil faktor yang hadir.

2) Kualitas keadaan jiwa ditentukan oleh faktor-faktor mana yang

digabungkan.

3) Setiap keadaan jiwa berasal dari pengaruh biologis dan situasi, disamping

pemindahan pengaruh dari momen sebelumnya.

4) Setiap keadaan jiwa pada gilirannya menentukan kombinasi khusus faktor-

faktor dalam keadaan jiwa selanjutnya.

g. Faktor-faktor jiwa berperan sebagai:

1) Kunci menuju karma (prinsip bahwa setiap perbuatan dimotivasi oleh

keadaan jiwa).

2) Tingkah laku yang pada hakikatnya secara moral adalah netral. Sifat moral

yang ditinjau dari motif yang melatarbelakangi orang melakukan suatu

perbuatan, yang di dalamnya memiliki campuran faktor jiwa negatif.

3) Intinya: Segala yang ada pada manusia adalah akibat pikirannya dan

dibentuk oleh pikirannya juga.

Faktor jiwa dalam Abidhamma disebut kamma, merupakan suatu istilah teknis

untuk prinsip bahwa setiap perbuatan dimotivasikan oleh keadaan-keadaan jiwa yang

melatarbelakanginya. Faktor jiwa dikelompokkan menjadi dua, yaitu Kusula yang berarti

murni, baik dan sehat, serta Akusula berarti tidak murni, tidak baik, tidak sehat. Faktor

jiwa sehat atau tidak sehat ditentukan dari apakah faktor tersebut mempermudah atau

mengganggu usaha mengheningkan jiwa dalam samadi.

Page 6: Teori Psikopatologis Buddhisme (2)

Selain faktor-faktor jiwa sehat dan tidak sehat ada 7 faktor jiwa netral yaitu

appresiasi, persepsi, kemauan, perasaann, keterarahan/pemusatan, perhatian spontan, dan

energi psikis. Faktor-faktor tersebut merupakan kerangka dasar tempat tertanamnya faktor-

faktor jiwa sehat dan tidak sehat, yang kombinasinya berbeda-beda dari waktu ke waktu.

Faktor jiwa ada yang sehat dan yang tidak sehat. Faktor-faktor jiwa tidak sehat

masih dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok kognitif antara lain delusi, pandangan

salah, kebingungan, sikap tidak tahu, tanpa belas kasihan, dan egoisme. Kelompok yang

kedua adalah kelompok afektif antara lain keresahan, kekhawatiran, yang berhubungan

dengan ketergantungan: tamak, kikir, iri hati, kemuakan, kontraksi, dan kebekuan. Faktor-

faktor di atas menyebabkan jiwa menjadi kaku, tidak luwes dan jika dominan menjadi

lamban. Faktor-faktor sehat dan tidak sehat bersifat polar, artinya tidak ada jalan tengah

atau harus digantikan.

Sedangkan faktor-faktor jiwa sehat dari kognitif antara lain pemahaman (insight

lawan dari delusi), mindfulness, rendah hati, sikap penuh hati-hati, kejujuran, kepercayaan,

ketidakterikatan, ketidakmampuan, sikap tidak memihak, sikap tenang, kegembiraan,

luwes, mampu adaptasi, kecakapan.

Dinamika kepribadian adalah gerak kepribadian yang terjelma dalam tingkah laku,

baik yang nampak maupun tidak, terjadi karena interaksi antara faktor-faktor jiwa sehat

dan tidak sehat. Contoh sifat-sifat tingkah laku tertentu dari interaksi berbagai jiwa:

a. Ketamakan, kekikiran, iri hati dan kemuakan, dilawan oleh alobha, adosa,

tatramajjhata, passadhi, mencerminkan ketenangan fisik dan jiwa karena

berkurangnya perasaan terikat.

b. Alobha, adosa, tatramajjhata dan passadhi menggantikan sikap rakus atau sikap

menolak dengan sikap penuh perhatian yang mungkin tiimbul dalam kesadaran

menyebabkan sikap menerima apa adanya.

c. Egoisme, iri hati, kemuakan, menyebabkan orang haus kekuasaan.

d. Sikap tenang, bebas, ketidakmuakan, netral, menyebabkan orang menimbang

keuntungan dengan keinginan. Sikap netral memandang situasi dengan tenang.

e. Ahuta, muduta, paqunnata, mengakibatkan orang berpikir dan bertindak dengan

leluasa dan mudah, memaksimalkan ketrampilannya.

f. Faktor-faktor tersebut menekan faktor kontraksi dan kebekuan yang tidak sehat,

yang dalam keadaan tertentu seperti depresi. Faktor sehat menyebakan orang dapat

menyesuaikan diri secara fisik dan psikis.

Page 7: Teori Psikopatologis Buddhisme (2)

DINAMIKA PSIKOPATOLOGI BUDDHISME

Psikodinamika Abidhamma dapat terjadi karena interaksi antar faktor jiwa dengan

mekanisme sebagai berikut :

a. Faktor-faktor jiwa sehat dan tidak sehat saling menghambat, kehadiran yang satu

menekan faktor tandingannya. Tapi tidak selalu ada hubungan satu lawan satu

antara faktor sehat dan tidak sehat.

b. Kamma seseorang menentukan keadaan jiwanya sehat atau tidak.

c. Kombinasi faktor merupakan hasil dari pengaruh biologis, pengarruh situasi dan

pindahan pengaruh dari keadaan jiwa sebelumnya. Biasanya sebagai suatu

kelompok.

d. Dalam keadaan jiwa tertentu faktor-faktor tersebut muncul dengan kekuatan yang

berbeda. Faktor apa saja yang paling kuat akan menentukan bagaimana seseorang

mengalami dan bertindak dalam suatu momen. Hirarki kekuatan dan faktor tersebut

menetukan menentukan keadaan spesifik itu akan menjadi baik atau buruk.

e. Jika sekumpulan faktor tertentu sering muncul dalam jiwa seseorang, maka akan

menjadi sifat kepribadian. Faktor yang sudah menjadi kebiasaan seseorang

menentukan sifat kepribadiannya.

f. Sifat kepribadian menurut faktor jiwa sehat dan tidak sehat:

a) Perseptal (kognitif)

- Pemahaman x Delusi

- Sikap penuh perhatian x

pandangan yang salah

- Sikap rendah hati x sikap tak

tahu malu

- sikap penuh hati-hati x

kecerobohan

- kepercayaan x egoisme.

Page 8: Teori Psikopatologis Buddhisme (2)

b) Afektif

- Ketenangan x keresahan

- Ketidak-terikatan x ketamakan

- Ketidak-muakan x kemuakan

- Kenetralan x iri hati

- Kegembiraan x kekikiran

- Fleksibilitas x kekhawatiran

- Kamampuan adaptasi x

pengerutan

- Kecakapan x kebekuan

- Kejujuran x kebingungan.

Kepribadian Sehat dan Gangguan Jiwa menurut Abidhamma

Faktor-faktor yang membentuk keadaan jiwa seseorang dari saat ke saat

menentukan kesehatan jiwanya. Definisi gangguan jiwa menurut Abidhamma adalah

ketidakadaan faktor-faktor sehat dan adanya faktor-faktor tidak sehat. Setiap macam

gangguan jiwa disebabkan karena faktor-faktor tidak sehat tertentu menguasai jiwa.

Kriteria kesehetana jiwa adalah adanya faktor-faktor sehat dan ketidakadaan faktor-

faktor tidak sehat dalam pengelolaan sumber daya psikologis seseorang. Faktor sehat

selain menggantikan faktor tidak sehat, juga merupakan lingkungan jiwa yang diperlukan

untuk sekelompok keadaan afektif positif yang tidak akan bisa muncul kalau terdapat

faktor yang tidak sehat. Faktor-faktor tersebut meliputi kebaikan hati yang penuh kasih dan

kegembiraan altruistik.

Tujuan perkembangan psikologis dalam Abidhamma adalah meningkatkan jumlah

keadaan-keadaan yang sehat dan dengan demikian mengurangi keadaan yang tidak sehat

dalam jiwa seseorang. Jadi, puncak kesehatan jiwa seseorang dengan sama sekali tidak ada

faktor-faktor yang tidak sehat muncul. Meskipun setiap orang terdorong untuk mencari hal

yang ideal ini, tetapi sangat sulit untuk mencapainya (jarang terjadi).

Mengapa hanya sedikit orang yang dapar mencapai kesehatan jiwa yang ideal? Hal

ini dikarenakan oleh anusaya, yaitu kecenderungan laten dari jiwa yang mengarah pada

keadaan tidak sehat. Anusaya tersebut dalam keadaan tidak aktif dalam jiwa seseorang.

Tujuh anusaya tersebut adalah (diambil dari faktor jiwa tidak sehat yang paling kuat):

Ketamakan, pandangan yang salah, delusi, kemuakan, keraguan, kesombongan dan

keresahan. Ketika seseorang mengalami keadaan jiwa sehat, anusaya tersebut tertunda

sementara, namun mereka berusaha kuat untuk muncul ke permukaan jiwa.

Page 9: Teori Psikopatologis Buddhisme (2)

TEORI PSIKOTERAPI BUDDHISME

Psikoterapi adalah aplikasi dari penerangan (insight) psikologi menuju

pertumbuhan, penyembuhan atau proses pendewasaan seseorang. Buddha dan psikoterapi

berbagi keinginan untuk mengurangi penderitaan dengan mengubah kesadaran dan

perhatian penuh.

Psikoterapi Budha dimulai dengan mengartikulasi tentang diri(self). Self dapat

dilihat melalui dua cara, yaitu: mengobservasi proses self dalam kesadaran dan suatu

gambaran diri(self) termasuk struktur ketidaksadaran serta ide yang kita miliki mengenai

diri kita sendiri. Menurut Budha, sense of self adalah suatu konstruksi tanpa keberadaan

yang nyata (real existence) dan perlu untuk dipasrahkan ( needs to be surrendered), yaitu

dengan meditasi mindfulness. Meditasi mindfulness bukan saja memisahkan kita dari

identifikasi dengan self tapi juga menolong kita kita untuk tidak melekat dan memanage

perasaan sombong, benci dan serakah serta kelekatan pada hal-hal yang tidak sehat,

kebanggaan yang keliru, dan usaha yang menuju pada penderitaan yang lebih besar. Goal

dari meditasi mindfulness adalah untuk menjadi observer yang tidak melekat pada aktivitas

mental kita.

Deskripsi dari psikologi mindfulness cenderung menekankan pada dua komponen,

yaitu: mindfulness meliputi perhatian pada regulator dan memelihara fokus pada events

atau kejadian, sambil mencegah mental berbicara pada diri sendiri dan menganalisa

pengalaman.Kedua, meliputi sikap yang tidak menghakimi terhadap pengalaman sikap

mental partisipan. Penerimaan adalah suatu sikap yang krusial dalam mindfulness.Meditasi

adalah suatu tehnologi yang dapat sesuai dengan maksud atau tujuan scientific atau terapi.

Mempergunakan meditasi sebagai tehnologi dapat memanipulasi perhatian, menyebabkan

relax dan mengeksplorasi diri atau intensity pada proses psikoterapi.

Mindfulness dapat diintegrasikan dalam terapi menurut satu atau lebih dari tiga

cara, yaitu: pertama,sebagai latihan bagi terapis, kedua menyediakan suatu referensi

framework yang menginformasikan proses terapi( seperti Budha yang mengatakan tentang

penderitaan, hal ini akan menjadi petunjuk bagi konselor) dan ketiga, dapat diajarkan

sebagai suatu skill atau digunakan sebagai basis dari suatu program pendidikan.

Clinical mindfulness program secara tipikal meliputi perubahan pelatihan

conscious pada non judgemental awareness. Ini dimulai dengan mengobservasi nafas kita,

Page 10: Teori Psikopatologis Buddhisme (2)

suara, pikiran, perasaan dan aktivitas-aktivitas seperti berjalan dsb. Nonjudgemental

awareness menyebabkan awareness pada keadaan saat ini dan menghilangkan kebiasaan

dan reaksi otomatis. Selain itu menurut framework tradisi Budha, insight meditasi juga

tergantung dari persepsi moral awal, seperti komitmen pada kemurahan hati, atau tidak

melakukan tindakan yang membahayakan orang,lain. Hal tersebut akan menyebabkan

konsentrasi menjadi lebih baik dan mengembangkan mindfulness dan insight.

Page 11: Teori Psikopatologis Buddhisme (2)

DINAMIKA PSIKOTERAPI BUDDHISME

Membangun Kesehatan Jiwa

Mengetahui keadaan jiwa tidak sehat belum berarti dapat menghentikannya. Pendekatan

yang dianjurkan adalah melakukan meditasi atau samadi. Terbagi menjadi :

a. Meditasi dengan konsentrasi

1) Meditasi dengan usaha mengarahkan perhatiannya kepada hanya satu objek

atau titik pusat. Mediator berusaha memperthankan hanya satu objek dalam

pikiran.

2) Konsentrasi pada faktor sehat mempermudah mencapai konsentrasi

mendalam. Semakin dalam konsentrasi jiwa semakin stabil dan faktor tidak

sehat dapat ditekan.

3) Faktor-faktor yang mempercepat meditasi adalah vicara dan vitaka (pikiran

yang terpusat pada satu objek), pitti (perasaan terpesona), viriya (energy,

tenaga), Uphekka (ketenangan hati).

4) Tingkatan samadi melalui 2 macam yaitu konsentrasi (tingkatan

membangun ketenangan hati) dan Jhana (keadaan di luar kesadaran).

b. Meditasi dengan sikap penuh perhatian

1) Berusaha mencapai kesadaran penuh pada setiap dan semua isi jiwa.

2) Terdapat 3 tingkatan yaitu :

Tahap Vipassana

Tahap insight atau pemahaman. Ditandai dengan persepsi jiwa yang

semakin halus. Mencapai puncak (Nibbhana) yaitu berhenti secara total

semua proses kejiwaan (nirvanik / bersifat nirvana).

Tahap Nirvana

Orang tidak mengalami apapun, juga tidak ada kebahagian dan

ketenangan hati. Keadaan yang lebih hampa dari jhana. Mengubah

secara radikal dan kekal jiwa seseorang. Lenyapnya faktor tidak sehat.

Tahap Arahat

Tingkat ideal kesehatan jiwa yang sehat. Sifat-sifat kepribadian diubah

secara permanen. Sifat bebas dari ketamakan, kecemasan, dogmatism,

kemuakan, hawa nafsu, pengalaman penderitaan, kebutuhan

peneguhan, kenikmatan, pujian dan keinginan diri melebihi hal pokok.

Page 12: Teori Psikopatologis Buddhisme (2)

Sifat kaya dengan sikap netral, kesiap-siagaan dan gembira, perasaan

belas kasih, persepsi cepat tepat, kesenangan dan ketrampilan

bertindak, keterbukaan serta kepekaan.

Budhisme dan Kesehatan

Buddhisme juga memiliki perspektif tentang kesehatan dan serangkaian praktek

yang dirancang untuk meningkatkannya. Hal ini mungkin paling baik dikembangkan di

pengobatan Buddha Tibet, yang menggabungkan ide-ide Buddhis dengan konsep-konsep

dari Hindu dan tradisional Cina obat-obatan. Dalam pemikiran Buddhis, semua kecuali

yang tercerahkan tercerahkan adalah sakit dan menderita. Gangguan mental, kecanduan,

dan delusi menyebabkan ketidakpuasan, kecemasan, dan depresi, meskipun penyakit

mungkin tidak jelas sekarang. Pada akhirnya penyebab penyakit terletak pada kecanduan

dan delusi, meskipun mereka menampakkan diri yang secara langsung menyebabkan

perubahan keseimbangan dari tiga doshas atau cairan tubuh, yaitu angin, empedu, dan

dahak.

Dalam Pengobatan Buddha Tibet, gangguan dapat diklasifikasikan dalam beberapa

cara, yaitu Pertama, mereka dapat dikategorikan oleh humor yang tidak seimbang.

Empedu gangguan dianggap "panas" masalah yang diyakini berasal dari kebencian,

sementara dahak gangguan yang "dingin" dan dianggap berkaitan ketidaktahuan.

Gangguan angin juga "dingin" dan terkait dengan keinginan atau lampiran seperti dalam

kecanduan dan dapat diberi makan oleh perilaku, ekses mental, atau gaya hidup yang tidak

seimbang. Kedua, gangguan dapat diberi label sesuai dengan sumber penyebabnya. Dalam

sistem ini, permasalahan diberi label sebagai :

1. Ringan atau dangkal karena masalah ketepatan dengan diet dan perilaku,

2. Spiritual karena semangat untuk memiliki, membutuhkan pendekatan spiritual

menggunakan ritual yang dilakukan oleh lama atau orang suci

3. Masalah dimulai pada awal kehidupan, tetapi perwujudannya kemudian, yang

mungkin memerlukan obat-obatan atau operasi

4. Gangguan karma akibat efek negatif dari perilaku dalam kehidupan masa lalu

Seperti Kristen, Buddha memandang semua orang sebagai orang yang

membutuhkan penyembuhan, tetapi bukan dari pendekatan teknologi untuk kesehatan.

Buddhisme Tibet tidak memanfaatkan teknik seperti diagnosis dengan pemeriksaan

nadi atau analisa urin, dan perawatan mungkin termasuk perubahan diet, pembersih

Page 13: Teori Psikopatologis Buddhisme (2)

emetic, atau pengobatan tradisional Cina seperti akupunktur atau jamu. Namun,

Buddhisme berpendapat bahwa apa yang dibutuhkan bukanlah pengobatan tapi cara

hidup yang baru dan berpikir bahwa akan mencakup orientasi terhadap realitas,

pandangan non-dualistik, perubahan perilaku ke arah tindakan yang lebih sadar diri,

dan memperdalam hubungan yang ditandai dengan perilaku amal terhadap orang lain.

Ini terlihat tidak memisahkan spiritual dan fisik sehingga teknik spiritual tetap terkait

dengan yang fisik. Mantra dan ritual doa digunakan untuk memproduksi dan

memperkuat aksi pengobatan alami, serta menghilangkan ketidakseimbangan mental

atau fisik. Obat tidak hanya memiliki manfaat fisik tetapi juga dapat bekerja untuk

menghilangkan hambatan untuk praktek meditasi. Teknik pertobatan pengakuan iman

adalah dengan menggabungkan meditasi pengabdian kepada Sang Buddha dan

kontemplasi (merenung). Khususnya, keserakahan dapat disembuhkan dengan

merenungkan ketidakmurnian, kemarahan dengan merenungkan dan berlatih kebaikan,

dan kebodohan dengan belajar kebijaksanaan melalui merenungkan kealamian dan

keaslian sesuatu hal.

Karena perkembangan spiritual dalam Buddhisme terjadi dalam kaitannya dengan

praktik meditasi, pandangan Buddhis banyak pembangunan tidak bisa dipahami tanpa

pengetahuan dari praktek-praktek (lihat Bagian . Sebuah contoh yang agak lebih

mudah diakses dari pembangunan dalam tradisi Buddhis Zen disediakan dalam

Sepuluh Gambar Oxherding . Ini serangkaian gambar menggambarkan perjalanan

menuju tujuan Buddhis menemukan kekosongan dari diri palsu dan meninggalkan

belakang untuk diri kita yang sebenarnya dan keadaan nondualism. Ini adalah

perjalanan yang dimulai dengan keadaan kekosongan dan berakhir dengan pengalaman

yang berbeda dari itu.Itu gambar menggunakan metafora pikiran sebagai sapi yang

pertama harus disiplin dan kemudian

kemudian dilupakan. Salah satu versi dari seri gambar berjalan seperti ini:

• gembala menyadari ada sapi (sifat sejati seseorang) dan mencari itu

• gembala ini menemukan jejak itu, confi rming pencarian

• gembala itu melihat lembu: pengalaman menyediakan sekilas rst fi pencerahan

• gembala itu menangkap sapi, yang liar dan tidak disiplin

• sapi ini dijinakkan dan ditambatkan, disiplin telah mulai

• Para gembala naik rumah pada sapi, kami tetap damai antara diffi culties

• gembala itu lupa lembu dan dalam istirahat: meditasi adalah usaha

Page 14: Teori Psikopatologis Buddhisme (2)

• gembala juga menghilang: pengalaman kesatuan

• Ada kembali ke sumber di mana semua sederhana dan mudah

• Ada kembali ke pasar di mana ts benefi dibawa ke orang lain

Pada akhirnya, orang tersebut telah menemukan diri sejati-nya, yang dalam Zen adalah

paradoks ada diri sama sekali!

DAFTAR PUSTAKA

Hall,S. Calvin dan Garner Lindsay (ed. Supratiknya). 1993. Teori-Teori Holistik.

Yogyakarta: Penerbit Kanisius

Neson, M. James. 2009. Psychology, Religion and Spirituality. New York: Business Media