Teori Pendudukan
-
Upload
fitrianiummi -
Category
Documents
-
view
56 -
download
2
description
Transcript of Teori Pendudukan
Teori Pendudukan
Clark (1926) memperkirakan bahwa satu molekul obat akan menempati sati sisi
reseptor dan obat harus diberikan dalam jumlah yang berlebihan agar tetap efektif
selama proses pembentukan kompleks. (http://sarmoko.blog.unsoed.ac.)
Obat (O) akan berinteraksi dengan reseptor (R) membentuk kompleks obat-reseptor
(OR), dan menghasilkan efek biologis. A.J.Clark, yang pertama kali menerapkan prinsip
matematika pada teori reseptor obat. Ia mengkaji efek asetilkolin pada berbagai
jaringan terpisah dan mencatat bahwa hubungan antara konsentrasi obat dan respon
berkaitan erat dengan persamaan :
(1)
Di mana x adalah konsentrasi obat dan y adalah persentase dari respon maksimal
terhadap obat. Penyusunan ulang dari persamaan (1) menghasilkan bentuk persamaan
isoterm adsorbsi Langmuir :
(2)
Clark menerbitkan suatu risalah pada tahun 1937 yang merangkum dan
mengembangkan teori tentang interaksi obat – reseptor. Masalah utama pada saat itu
adalah kurangnya pengetahuan tentang hubungan antara pendudukan reseptor dan
respon jaringan. Oleh karena itu, asumsi yang paling sederhana yang dibuat oleh Clark
dalam risalah itu adalah :
· Respon maksimum terhadap suatu obat (Em) adalah respon maksimum jaringan
· Respon jaringan fraksional (EA/Em) berbanding langsung dengan pendudukan reseptor
fraksional( http://arimjie.blogspot.com).
( ).
Dalam hal ini, persamaan berikut menggambarkan respon obat A dalam jaringan,
sebagaimana dijelaskan oleh Clark :
(3)
Di mana KA adalah tetapan disosiasi kesetimbangan kompleks obat-reseptor. Clark
mengakui bahwa hubungan antara pendudukan reseptor oleh suatu obat dan
menghasilkan respon tidaklah linier pada kebanyakan kasus, dan efek obat,
sebagaimana digambarkan pada persamaan (3), terbatas (http://arimjie.blogspot.com).
Besarnya efek biologis yang dihasilkan secara langsung sesuai dengan jumlah
reseptor khas yang diduduki molekul obat. Clark hanya meninjau dari segi agonis saja
yang kemudian dilengkapi oleh Gaddum (1937), yang meninjau dari sisi antagonis.Jadi
respons biologis yang terjadi setelah pengikatan obat-reseptor dapat berupa :
1. rangsangan aktivitas (efek agonis )
2. pengurangan aktivitas (efek antagonis )
Ariens (1954) dan Stephenson (1959), memodifikasi dan membagi interaksi
obat-reseptor menjadi dua tahap yaitu :
1. Pembentukan komplek obat-reseptor
2. Menghasilkan respon biologis
Tetapan ini digunakan untuk menjawab fakta bahwa sebagian agonis menghasilkan
respon maksimum yang lebih kecil daripada respon maksimum terhadap agonis lain. Ia
menyebut tetapan pembanding ini sebagai aktivitas intrinsik (disimbol α); penyisipan
faktor ini memberikan efek obat sebagai :
(4)
Skala untuk α adalah 1 untuk agonis penuh, dan 0 untuk antagonis yang tidak
menghasilkan respon jaringan langsung. Nilai α = 0,4 berarti bahwa agonis mampu
menghasilkan 40% dari respon maksimum jaringan (agonis parsial). Meskipun hal ini
merupakan rintisan jalan untuk membuat model efek obat yang lebih berhubungan erat
dengan hasil eksperimen, namun masih belum ada bukti pengamatan bagaimana
agonis menghasilkan respon maksimum pada nilai pendudukan reseptor yang relatif
lebih rendah. Seorang farmakolog Inggris, R.P.Stephenson mengajukan konsep teoretik
yang lainIa memperkenalkan istilah stimulus dan mengemukakan bahwa obat
menghasilkan stimulus sesuai dengan persamaan berikut :
(5)
Di mana e adalah tetapan pembanding yang disebut efficacy. Kekuatan dari
pendekatan ini adalah bahwa repon jaringan, yakni parameter yang diamati secara
eksperimental, dianggap sebagai fungsi monotonik dari stimulus
: (6)
Fungsi monotonik diberi nama hubungan stimulus-respon (http://arimjie.blogspot.com).
Setiap struktur molekul obat harus mengandung bagian yang secara bebas
dapat menunjang afinitas interaksi obat reseptor dan memiliki efisiensi untuk
menimbulkan respon biologis sebagai akibat pembentukan komplek. Proses
interaksinya adalah sebagai berikut:
afinitas
O + R < ==========> komplek OR → respon biologis
Afinitas merupakan ukuran kemampuan obat untuk mengikat reseptor. Afinitas
sangat bergantung dari struktur molekul obat dan sisi reseptor.
Efikasi (aktivitas instrinsik) adalah ukuran kemampuan obat untuk memulai
timbulnya respon biologis.
O + R < ======> O-R → respon (+) : senyawa agonis (afinitas besar dan aktivitas
instrinsik =1)
O + R < ======> O-R → respon (-) : senyawa antagonis (afinitas besar dan aktivitas
instrinsik = 0)
DAFTAR PUSTAKA
Ganiswara, S.G., Setiabudi, R., Suyatna, F.D., Purwantyastuti, Nafrialdi (Editor).1995. Farmakologi dan Terapi. Edisi 4.. Bagian Farmakologi FK UI: Jakarta Katzung.1989.Farmakologi Dasar dan Klinik Edisi 3.EGC: Jakarta
Lamid, Sofyan. Farmakologi Umum I. EGC: Jakarta
Mycek.2001.Farmakologi Ulasan Bergambar.Widya Medika : Jakarta
Nugroho, Endro Agung.2012.Prinsip Aksi dan Nasib Obat dalam tubuh.Pustaka Pelajar : YogyakartaTerapi. Edisi 4.. Bagian Farmakologi FK UI: Jakarta
http://farmasisanna.blogspot.com/2012/04/tugas-farmakologi-dan-toksikologi-1.html
http://arimjie.blogspot.com/2012/04/model-molekuler-interaksi-obat-reseptor.html
http://sarmoko.blog.unsoed.ac.id/2012/04/03/interaksi-obat-reseptor/
http://www.medicinesia.com/kedokteran-klinis/obat/drug-abuse-penyalahgunaan-obat-dan-mekanisme-ketergantungan/