Teori Belajar Tugas Akhir

download Teori Belajar Tugas Akhir

of 23

Transcript of Teori Belajar Tugas Akhir

Teori Disiplin Mentala. Pengertian Teori belajar disiplin mental berkembang sebelum abad ke-20. Teori ini tanpa dilandasi eksperimen, dan hanya berdasar pada filosofis atau spekulatif. Latihan mental (mental dicipline), pengaitan (connectionism), pendidikan progesif dari Dewey, dan aliran pengertian dan belajar bermakna dari Brownell. Aliran latihan mental mempunyai keyakinan bahwa otak itu seperti otot terdiri dari gumpalan yang disebut fakulti-fakulti. Karena otak itu seperti otot, agar supaya kuat otak itu herus dilatih. Makin kuat dan keras latihannya makin baik, dan makin belakangan dilakukan makin kuat latihannya. Walaupun berkembang sebelum abad ke-20, namun teori disiplin mental sampai

sekarang masih ada pengaruhnya, terutama dalam pelaksanaan pengajaran di sekolah-sekolah. Teori ini menganggap bahwa secara psikologi individu memiliki kekuatan, kemampuan atau potensi-potensi tertentu. Belajar adalah pengembangan dari kekuatan, kemampuan dan potensipotensi tersebut. Teori belajar disiplin mental, merupakan salah satu pandangan yang mula-mula memberikan defines tentang belajar yang disusun oleh filsuf Yunani bernama Plato. Pandangan filsafatnya yaitu tentang idealisme yang melukiskan pikiran dan jiwa yang bersifat dasar bagi segala sesuatu yang ada. Idealisme hanyalah ide murni yang ada di dalam fikiran, karena pengetahuan orang berasal dari idea yang ada sejak kelahirannya. Belajar dilukiskan sebagai pengembangan olah fikiran yang bersifat keturunan. Kepercayaan ini kemudian dikenal sebagai konsep disiplin mental (Bell Gredler, 1994: 21). Penganut belajar disiplin mental contohnya Jean Jacgues Rousseau yang menggangap anak memiliki potensi-potensi yang masih terpendam,

melalui belajar, anak harus diberi kesempatan mengembangkan atau mengaktualkan potensipotensi tersebut. Sesungguhnya anak memiliki kekuatan sendiri untuk mencari, mencoba, menemukan dan mengembangkan dirinya sendiri (Andi, 2009: 1). Disiplin mental juga dikenal dengan ungkapan disiplin formal. Gagasan utama dalam teori disiplin mental adalah pada otak (mind), yang diangankan sebagai benda nonfisik, yang terbaring tidak aktif (dorman) lalu ia dilatih. Disini kecakapan pikiran atau otak seperti ingatan, kemauan, akal budi (reason), dan ketekunan (perseverence), dianggap sebagai "otot-ototnya" pikiran atau otak tadi. Dalam teori disiplin mental, belajar atau perubahan perilaku ke arah yang berkualitas diartikan sebagai pemerkuatan (strengthening), atau pendisiplinan kecakapan berpikir (otak), yang pada akhirnya menghasilkan perilaku kecerdasan.

Teori disiplin mental adalah teori yang lebih menekankan pada keterlibatan psikis, sedangkan fisik tidak terlalu berpengaruh. Dalam teori ini, belajar diartikan sebagai pengembangan dari kekuatan, kemampuan, dan potensi-potensi yang dimiliki setiap individu. Seperti yang kita ketahui, potensi itu terbagi menjadi dua bentuk. Yang pertama adalah potensi Umum (7 cardinal: sehat, sosialisasi, ingin rasa aman, ingin dihargai, dan... cinta). Dan yang kedua adalah khusus (seni, olah raga, science, bahasa, sosial, dll).

b. Tujuan Teori Disiplin Mental Mengembang potensi-potensi yang miliki setiap individu Pengembangan potensi-potensi yang dimiliki setiap individu sangatlah penting, kita dapat mengetahui potensi-potensi yang dimiliki oleh setiap individu dengan cara, yaitu: y Guru harus kreatif (potensi siswa diasah dan dilatih), hal ini ada dalam teori daya (teori yang masih serumpun dengan tb. disiplin mental). y Yakin bahwa semua individu memiliki potensi, bakat, dlll (teori netivisme). y Jika guru tidak mampu mengembangkan potensi siswa yang khusus, maka guru harus mendekati potensi siswa yang umum. Mengembangkan kemampuan-kemampuan yang dimiliki setiap individu. Merubah perilaku kearah yang lebih berkualitas Yaitu diartikan sebagai pemerkuat (strengthening), atau pendisiplinan kecakapan berpikir (otak) dan menghasilkan perilaku kecerdasan.

c. Asumsi dasar Teori Disiplin Mental Asumsi dasar adalah perubahan mental kearah tujuan yang hendak dicapai atau kearah yang lebih positif. Teori disiplin mental setidaknya mempunyai dua versi pokok, yakni humanisme klasik dan psikologi kecakapan (faculty psychology ). Masing-masing merupakan hasil dari perkembangan tradisi budaya yang berbeda. Humanisme klasik berasal dari Yunani kuno. Humanisme klasik mempunyai dasar asumsi-asumsi bahwa otak manusia merupakan satu pusat atau sentral yang aktif dalam berhubungan dengan lingkungannya, dan secara moral ia netral saat lahir. Humanisme adalah suatu pandangan dan jalan hidup yang berpusat pada kepentingan dan nilai-nilai manusia. Humanisme klasik itu hanya satu dari bentuk-bentuknya yang ada (Asri Trianti, 2008: 5). Bentuk yang berlainan dari humanisme klasik adalah humanisme

psikedelik ( psych edelic

humanism) dan humanisme saintifik (scientific

humanism).

Humanisme psikedelik menekankan kepada sifat-sifat keotonomian dan sifat-sifat aktif manusia dengan ciri manusia melakukan dirinya sendiri. Jenis humanisme ini meliputi psikologi belajar aktualisasi diri, yang memandang manusia sebagai individu yang baik dan aktif di dalam dirinya. Penekanan dalam belajarnya adalah pada pelatihan kekuatan mental secara internal. Humanisme saintifik lebih menekankan kepada peningkatan kemampuan dengan jalan menerapkan proses pemecahan masalah secara ilmiah. Jenis humanisme ini sesuai juga dengan psikologi bidang Gestalt. Dengan berlatih menyelesaikan atau memecahkan masalah-masalah sosial, ujian, atau bidang permasalahan apapun, maka seseorang akan sampai kepada penguasaan atas permasalahannya tadi. Permasalahan yang lain pun pada akhirnya akan dapat dengan mudah diselesaikan. d. Implementasi Melalui Ilustrasi dan Simulasi dalam Pembelajaran Teori belajar disiplin mental menjadi dasar untuk disusunnya strategi dan model pembelajaran untuk diterapkan bagi siswa. Model pembelajaran yang dimaksud adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang menggunakan pembelajara di kelas atau pembelajaran dalam tutorial serta untuk menentukan perangkat-perangkat pembelajaran (Triyanto, 2007: 1). Dalam kalangan anak-anak, baik di lingkungan keluarga ataupun di sekolah, hampir semua aspek pembelajaran bisa dilakukan dengan cara disiplin, seperti pembiasaan secara tetap akan suatu pekerjaan, latihan tetap terhadap suatu keterampilan, disiplin diri dalam bertindak, displin mengendalikan diri, bekerja keras dengan disiplin tetap, serta adanya arahan-arahan motivasi dari pihak lain. Semua itu jika dilakukan akan menghasilkan manusia yang memiliki kemampuan unggul di bidang yang dikerjakannya atau dilatihnya secara disiplin tadi. Memang, pada asalnya disiplin dilakukan oleh adanya aturan-aturan eksternal, namun secara tidak langsung, jika hal itu dilakukan secara terus menerus dalam waktu yang lama, akan menghasilkan perilaku disiplin internal. Suatu pekerjaan jika dikerjakan secara terus menerus dengan frekuensi yang relatif tetap, akan menjadikannya seseorang menjadi terbiasa dengan pekerjaannya itu. Disiplin juga tidak hanya untuk hal-hal yang bersifat praktis, namun juga dapat bersifat mental. Sebagai contohnya, dengan telah melakukan hafalan secara disiplin terhadap perkalian angka 1 x 1, sampai dengan perkalian 10 x 10, maka kita sekarang tidak perlu berpikir lagi jika ditanya, 6 x 7, 8 x 9, atau 7 x

7. Kita bisa langsung menjawab hasilnya dengan benar. Itu semua akibat dari hasil belajar melalui pola disiplin mental ketika kita di SD dulu. Disiplin mental dikenal juga dengan disiplin formal. Teori disiplin mental relevan apabila diterapkan dalam sistem pembelajaran, karena kriteria belajar bagi siswa adalah adanya perubahan perilaku pada diri individu, perubahan perilaku yang terjadi hasil dari pengalaman, dan perubahan tersebut relatif menetap (Suciati, 2005: 13). Berdasarkan kriteria tersebut tentu saja teori belajar disiplin mental dapat diterapkan sebagai media untuk menambah pengetahuan untuk perubahan perilaku individu secara menetap dan berdasarkan hasil pengalaman dalam proses belajar mengajar. Dalam ranah pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial, teori disiplin mental menjadi dasar dalam pembelajaran, yaitu dengan menggunakan strategi guru memberikan buku-buku yang relevan kepada siswa untuk dipelajari secara terus-menerus. Pembelajaran dengan teori ini, mengakselerasi siswa untuk selalu meningkatkan kemampuannya dan ketrampilannya dengan senantiasa belajar setiap hari, mempelajari materi-materi setiap hari, sehingga semua kompetensi yang distandarkan dapat dikuasai. Standar kompetesi bahan kajian Pengetahuan Sosial dan Ilmu-Ilmu Sosial dan Kewarganegaraan (Arnie Fajar, 2009: 105), adalah: 1. Kemampuan memahami fakta, konsep, dan generalisasi tentang sistem sosial dan budaya dan menerapkannya untuk: a. Mengembangkan sikap kritis dalam situasi sosial yang timbul sebagai akibat perbedaan yang ada di masyarakat; b. Menentukan sikap terhadap proses perkembangan dan perubahan sosial budaya; c. Menghargai keanekaragaman sosial budaya dalam masyarakat multikultural. 2. Kemampuan memahami fakta, konsep, dan generalisasi tentang manusia, tempat dan lingkungan serta menerapkannya untuk: a. Meganalisis proses kejadian, interaksi dan saling ketergantungan antara gejala alam dan kehidupan di muka bumi dalam dimensi ruang dan waktu; b. Terampil dalam memperoleh, mengolah dan menyajikan informasi geografis.

3. Kemampuan memahami fakta, konsep, dan generalisasi tentang perilaku ekonomi dan kesejahteraan serta menerapkanya untuk: a. Berperilaku yang rasional dan manusiawi dalam memanfaatkan sumber daya ekonomi; b. Menumbuhkan jiwa, sikap dan perilaku kewirausahaa; c. Menganalisis sistem informasi keuangan lembaga-lembaga ekonomi; d. Terampil dalam praktik usaha ekonomi sendiri. 4. Kemampuan memahami fakta, konsep, dan generalisasi tentang waktu, keberlanjuta dan perubahan serta menerapkannya untuk: a. Meganalisis keterkaitan antara manusia, waktu, tempat, dan kejadian; b. Merekonstruksi masa lalu, memaknai masa kini, dan memprediksi masa depan; c. Menghargai berbagai perbedaan serta keragaman sosial, kultural, agama, etnis dan politik dalam masyarakat dari pengalaman belajar peristiwa sejarah. 5. Kemampuan memahami dan meninternalisasi sistem berbansa dan bernegara serta menerapkannya untuk: a. Mewujudkan persatuan bangsa berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang 1945; b. Membiasakan untuk mematuhi norma, menegakkan hukum, dan menjalankan peraturan; c. Berpartisipasi dalam mewujudkan masyarakat dan pemerintahan yang demokratis; menjunjung tinggi, melaksanakan dan menghargai HAM. Berdasarkan karakteristik pembelajaran ilmu-ilmu sosial dan kewarganegaraan tersebut tentu saja teori disiplin mental sangat dominan dipergunakan dalam pembelajaran terutama permasalahan pengetahuan tentang masalah konsep-konsep. Pengertian, definisi, kriteria dan materi-materi pembelajaran yang perlu dikuasai tentu saja diperlukan penerapan teori disiplin mental dalam proses pembelajarannya.

Penerapan secara nyata dalam proses belajar mengajar yang berhubungan dengan disiplin mental dalam setiap mata pelajaran (misalnya pembelajaran tingkat SMP) sebagai berikut: 1. Pembelajaran Ekonomi Guru memberikan materi pembelajaran tentang sistem perilaku ekonomi dan kesejahteraan dengan memberikan pengertian tentang sistem berekonomi, ketergantungan, sesialisasi dan pemberian kerja, perkoperasian, kewirausahaan, dan pengelolaan keuangan perusahaan. Materi-materi tersebut dapat disampaikan siswa dengan menerangkan atau mengunakan buku dan diakhir pembelajaran siswa mengerjakan LKS sebagai tes hasil evaluasi. 2. Pembelajaran Sejarah Guru dapat menggunakan gambar dan media lain dengan memberikan materi tentang dasar-dasar ilmu sejarah, fakta, peristiwa dan proses sejarah. Siswa diakhir pembelajaran diminta untuk menerangkan kembali tentang pembelajan tersebut agar lebih memperdalam materi pembelajaran bagi siswa lainnya. 3. Pembelajaran Geografi Guru dapat menggunakan peta dan diskusi tentang materi sistem informasi geografi, interaksi gejala fisik dan sosial, struktur internal suatu temat, interaksi keruangan dan persepsi lingkungan dan kewilayahan. Guru dapat memberikan tugas dengan mempelajari materi lain untuk memerdalam materi.

4. Pembelajaran PKN Guru dapat mengunakan strategi belajar kelompok, untuk membahas tentang persatuan bangsa, nilai dan norma, hak asasi mausia, kebutuhan hidup, kekuasaan dan politik, masyarakat demokratis, Pancasila da konstitusi negara serta globalisasi. Guru kemudian dapat bertanya kepada siswa satu persatu untuk menjawab pertanyaa dari guru untuk mengukur kedalaman pemahama materi. Teori disiplin mental juga dapat dilaksanakan dengan menggunakan pembelajaran dengan strategi eksositori. Model pengajaran ekspositori merupakan kegiatan yang terpusat pada guru. Guru aktif membeerikan penjelasan atau informasi tererinci tentang bahan pengajaran. Tujuan utama pengajaran

ekspositori adalah memindahkan pengetahuan, ketrampila dan ilai-nilai kepada siswa. Hal yang esensial pada bahan pengajaran harus dijelaskan kepada siswa (Dimyati dan Mudjiono, 2006: 172). Guru juga dapat menggunakan strategi evaluasi dengan sistem menanyakan terus menerus pembelajaran yang dikuasai siswa secara lisan, sehingga guru dapat mengukur seberapa jauh siswa menguasai pembelajaran yang diberikan. Aplikasi pembelajaran dengan teori disiplin mental memang mengedepankan aspek penguasaan materi dan ketrampilan berdasarkan pada pengasahan otak dan penambahan materi pembelajaran kepada siswa. Teori disiplin mental dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial sesungguhnya banyak sekali sistem penerapannya. Fokus dari disiplin mental adalah memberikan peningkatan pengetahuan setiap waktu agar semakin lama siswa semakin memahami tentang materi pembelajaran. Peningkatan pengetahuan yang dilaksanakan secara bertahap penting dilaksaakan dalam teori disiplin mental. Tambahan pemahaman dan materi tersebut merupakan indikasi keberhasilan dari teori disiplin mental. Teori disiplin mental apabila diimplementasikan dampak positifnya menjadikan siswa semakin hari-semakin meningkat kemampuannya dalam menguasai materi dan ketrampilan. Siswa menjadi disiplin untuk mempelajari materi pembelajaran setahap-demi setahap, dan semakin lama akan semakin banyak. Dampak negatif dari penerapan disiplin mental apabila dilaksanakan secara dominan dan tidak memperhatikan faktor-faktor psikologi akan menjadi siswa menjadi tegang, dan proses belajar mengajar tidak bervariatif. Segi kognitif siswa yang kadang-kadang tidak cocok dengan metode pembelajaran berbasis disiplin mental menjadi terbebani dengan pembelajaran tersebut.

TEORI BEHAVIORISTIK1. Pengertian Teori Behavioristik Teori Behavioristik merupakan sebuah teori yang dicetuskan oleh Gage dan Berliner tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman. Kemudian teori ini berkembang menjadi aliran psikologi belajar yang berpengaruh terhadap pengembangan teori pendidikan dan pembelajaran yang dikenal sebagai aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar. Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus-responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode pelatihan atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan penguatan dan akan menghilang bila dikenai hukuman.

Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut teori ini dalam belajar yang penting adalah input yang berupa stimulus dan output yang berupa respon. Stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada pebelajar, sedangkan respon berupa reaksi atau tanggapan pebelajar terhadap stimulus yang diberikan oleh guru tersebut. Proses yang terjadi antara stimulus dan respon tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur. Yang dapat diamati adalah stimulus dan respon, oleh karena itu apa yang diberikan oleh guru (stimulus) dan apa yang diterima oleh pebelajar (respon) harus dapat diamati dan diukur. Teori ini mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal penting untuk melihat terjadi atau tidaknya perubahan tingkah laku tersebut. 2. Teori Connectionisme S.R Bond(Edward Thorndike) Dari eksperimen yang dilakukan Thorndike terhadap kucing, menghasilkan hukum-hukum belajar ( Nyayu khadijah 2009 : 63 ) diantaranya : a. Law of Effect, artinya bahwa jika sebuah respon menghasilkan efek yang memuaskan, maka hubungan stimulus dan respon akan semakin kuat. Sebaliknya semakin tidak memuaskan efek yang dicapai respon, maka semakin lemah pula hubungan yang terjadi antara stimulus dan respon. b. Law of Readines, bahwa kesiapan mengacu pada asumsi, kepuasan organisme itu berasal dari pemberdayagunaan satuan pengantar ( conduction unit ), dimana unit-unit itu menimbulkan kecendrungan yang mendorong organisme untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu. c. Law of Exercise, artinya bahwa hubungan antara stimulus dengan respon akan semakin bertambah erat, jika sering dilatih dan akan semakin berkurang apabila jarang atau tidak dilatih. 3. Classical Conditioning (IP Pavlov) Dari eksperimen yang dilakukan Pavlov terhadap seekor anjing menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya : a. Law of Respondent Conditioning, yakni hukum pembiasaan yang dituntut. Jika dua macam stimulus dihadirkan secara simultan ( yang salah satunya berfungsi sebagai reinforce ), maka refleks dan stimulus lainya akan meningkat. b. Law of Respondent Extinction, yakni hukum pemusnahan yang dituntut. Jika refleks yang sudah diperkuat melalui respondent conditioning itu didatangkan kembali tanpa menghadirkan reinforce, maka kekuatannya akan menurun.

TEORI BEHAVIORISTIK (Lanjutan)1. Teori Belajar menurut Edwin Guthrie Pandangan Guthrie Tentang Hukum Belajar Hukum belajar yang dikemukakan oleh Guthrie adalah hukum kontiguitas (law of contiguity). Maksudnya adalah : kombinasi stimulus yang mengiringi gerakan akan cenderung diikuti oleh gerakan itu jika kejadiaannya berulang. Jadi, jika pada situasi tertentu kita melakukan sesuatu, maka pada waktu lain dan situasinya sama kita akan cenderung melakukan hal yang sama juga. Hukum tersebut diusulkan oleh Guthrie karena menganggap kaidah yang dikemukakan oleh Thorndike dan Pavlov terlalu rumit dan berlebihan. Thorndike mengemukakan bahwa, jika respons menemukan kondisi yang memuaskan maka koneksi S-R akan menguat. Disisi lain Pavlov mengemukakan dengan hukum belajarnya dengan model kondisional berupa CR-CS-US-UR. Unsur- unsur itulah yang dianggap oleh guthrie berlebihan. Pada publikasi terahirnya sebelum meninggal, Guthrie sempat merevisi hukum kontiguitasnya menjadi, apa- apa yang dilihat akan menjadi sinyal terhadap apa- apa yang dilakukan. Alasannya karena terdapat berbagai macam stimulus yang dihadapi oleh organisme pada satu waktu tertentu dan organisme tidak mungkin membentuk asosiasi dengan semua stimulus itu. Organisme hanya akan memproses secara efektif pada sebagian kecil dari stimulus yang dihadapinya, dan selanjutnya proporsi inilah yang akan diasosiasikan dengan respons. Stimulus yang Dihasilkan oleh Gerakan Meskipun Guthrie menekankan keyakinannya pada hukum kontiguitas di sepanjang karirnya, dia menganggap akan keliru jika kita menganggap asosiasi yang dipelajari sebagaian hanya asosiasi antara stimulus lingkungan dengan prilaku nyata. Misalnya, kejadian di lingkungan dan responsnya terkadang dipisahkan oleh satu interval waktu, dan karenanya sulit untuk menganggap keduanya sebagai kejadian yang bersamaan. Guthrie selanjutnya mengatasi problem tersebut dengan mengemukakan adanya movement-product stimulus (stimulus yang dihasilkan oleh gerakan), yakni disebabkan oleh gerakan tubuh. Contohnya, ketika mendengar telepon berdering kita berdiri dan berjalan mendekati pesawat telepon. Sebelum kita sampai ke pesawat telepon, suara deringan tersebut sudah tidak lagi bertindak sebagai stimulus. Kita tetap bergerak karena ada stimulus dari gerakan kita sendiri menuju pesawat telepon.

Mengapa Praktik latihan Meningkatkan Performa ? Untuk menjawab pertanyaan ini, Guthrie membedakan antara act (tindakan) dengan movement (gerakan). Gerakan adalah kontraksi otot; tindakan terdiri dari berbagai macam gerakan. Tidakan biasanya didefinisikan dalam term apa- apa yang dicapainya, yakni perubahan apa yang mereka lakukan dalam lingkungan. Sebagai contoh tindakan, Guthrie menyebut misalnya mengetik surat, makan pagi, dll. Adapun untuk belajar tindakan membutuhkan praktik latihan. Belajar bertindak, yang berbeda dari gerakan, jelas membutuhkan praktik sebab ia mengharuskan gerakan yang tepat telah diasosiasikan dengan petunjuknya. Bahkan menurut Guthrie, tindakan sederhana seperti memegang raket membutuhkan beberapa gerakan berbeda sesuai jarak dan arah posisi subjek itu. Untuk itulah diperlukan sebuah latihan, karena dengan menguasai sebuah tindakan tidak menjamin pada saat waktu, jarak, dan posisi yang berbeda tindakan itu masih dapat dilakukan. Sifat Pengetahuan Apa yang menggantikan kekuatan dalam teori Guthrie? Pada poin ini Gutrie menggunakan isu yang dibahas Thorndike, ketika satu respons menimbulkan keadaan yang memuaskan, maka selanjutnya terulangnya respons akan meningkat. Guthrie menganggap hukum efek tidak dibutuhkan. Menurut Guthrie, reinformance (penguatan) hanyalah aransemen mekanis, yang dianggap dapat dijelaskan dengan hukum belajaranya. Gutrie menganggap, penguatan mengubah kondisi yang menstimulasi, dan karenanya mencegah terjadinya nonlearning. Misalnya, dalam kotak teka teki, hal yang dilakukan hewan sebelum menerima satu penguat adalah menggerakkan satu tuas atau menarik cincin, yang membuatanya bisa keluar dari kotak itu, dan seterusnya. Oleh karena itulah, Guthrie dan Horton mengatakan, menurut pendapat mereka tindakan yang dilakukan oleh kucing itu akan selalu sama, karena kucing itu menganggap itulah caranya membebaskan diri dari kotak. Oleh karena itu, tidak memungkinkan adanya respons baru yang dihubungkan dengan kotak tersebut.

Lupa Menurut Guthrie, lupa disebabkan oleh munculnya respons alternatif dalam satu pola stimulus. Setelah pola stimulus menghasilkan respons alternatif, pola stimulus itu kemudian akan cenderung menghasilkan

respons baru. Jadi menurut Guthrie, lupa pasti melibatkan proses belajar baru. Ini adalah bentuk retroactive inhibition (hambatan retroaktif) yang ekstrem, yakni fakta bahwa proses belajar lama diintervensi oleh proses belajar baru. Untuk menunjukkan hambatan retroaktif, contohnya sebagai berikut: Seseorang yang belajar tugas A dan kemudian belajar tugas B lalu diuji untuk tugas A. satu orang lainnya belajar tugas A, tetapi tidak belajar tugas B, dan kemudian diuji pada tugas A. secara umum akan ditemukan bahwa orang pertama mengingat tugas A lebih sedikit ketimbang orang kedua. Jadi, tampak bahwa mempelajari hal baru (tugas B) telah mencampuri retensi dari apa yang dipelajari sebelumnya (tugas A). Guthrie menerima bentuk hambatan retroaktif ektrim ini. Pendapatnya adalah bahwa setiap kali mempelajari hal yang baru, maka proses itu akan menghambat sesuatu yang lama. Dengan kata lain, lupa disebabkan oleh intervensi. Tak ada intervensi, maka lupa tidak akan terjadi. Cara Memutuskan Kebiasaan Kebiasaan adalah respons yang menjadi diasosiasikan dengan sejumlah besar stumulus. Merokok misalnya, dapat menjadi kebiasaan yang kuat karena respons merokok terjadi dihadapan banyak sekali petunjuk (cue). Artinya, jika sebuah petunjuk dari apa yang dirasakan orang saat merokok akan menjadikan seseorang mengulangi merokok jika petunjuk itu ditemuinya lagi. Setiap pengulangan akan menambah satu atau lebih petunjuk baru yang memunculkan perilaku yang buruk. Minum alkohol dan merokok setelah bertahun-tahun dijalani adalah sistem tindakan yang dapat dipicu oleh ribuan pengingat, minuman dan rokok, akan menyebabkan tindakan itu terhalang dan menimbulkan ketegangan dan kegelisahan. Untuk memutus kebiasaan tersebut, Gutrie merumuskan beberapa metode. Diantaranya adalah : 1. Metode Ambang : mencari petunjuk yang memicu kebiasaan buruk dan melakukan respons lain

saat petunjuk itu muncul. Misal, saat diketahui alasan merokok karena stres, maka ketika suatau saat stres itu datang lakukan kegiatan lain. 2. Metode kelelahan : membiarkan respons terus menerus hingga tidak lagi menjadi fungsi dari

stimulus. Misalnya, gadis kecil senang menyalakan korek api, tugasnya adalah membiarkannya sampai dia merasa menyalakan korek api tidak lagi menyenangkan. 3. Metode respons yang tidak kompitabel : memberikan penyandingan terhadap stimulus karena

dianggap dapat menimbulkan respons buruk. Misalnya, ibu memberi anaknya sebuah boneka, tetapi anak

justru takut dan gemetar. Jadi, ibu harus menjadi stimulus yang dominan agar kombinasi keduanya berbentuk relaksasi. Hukuman Guthrie mengatakan efektivitas punishment (hukuman) ditentukan oleh apa penyebab tindakan yang dilakukan oleh organisme yang dihukum itu. Hukuman bekerja baik bukan karena rasa sakit yang dialami oleh individu terhukum, tetapi karena hukuman mengubah cara individu merespons stimulus tertentu. Hukuman akan efektif jika menghasilkan respons baru terhadap stimulus yang sama. Hukuman berhasil mengubah perilaku yang tidak diinginkan karena hukuman menimbulkan perilaku yang tidak kompitabel dengan perilaku yang dihukum. Hukuman akan gagal jika perilaku yang disebabkan oleh hukuman selaras dengan perilaku yang dihukum. Misalnya, anda punya seekor anjing yang suka mengejar-ngejar mobil dan anda ingin menghentikan kebiasaannya. Gutrie menyarankan, anda mengendarai mobil dan biarkan anjing mengejarnya. Saat anjing berlari disisi mobil pelankan kendaraan anda dan tamparlah moncong si anjing. Dorongan Drives (dorongan) fisiologis merupkan apa yang oleh Guthrie dikatakan maintaining stimulus (stimulus yang mempertahankan) yang menjaga organisme tetap aktif sampai tujuan tercapai. Misalnya, rasa lapar menghasilkan stimulus internal yang terus ada sampai makanan dikonsumsi. Ketika makan diperoleh, maintaining stimulus akan hilang, dan karenanya kondisi yang menstimulasi telah berubah. Disini Guthrie kembali menjelaskan bahwa kebiasaan menggunakan alkohol dan narkoba dengan cara serupa. Misalnya, seorang merasakan ketegangan atau gelisah. Dalam kasus ini ketegangan dan kegelisahan itulah yang menjadi maintaining stimulus. Karenanya, ketika di lain waktu orang merasa tegang dan gelisah, dia akan cenderung minum lagi. Secara bertahap dorongan untuk memakai narkoba atau minuman keras akan muncul diberbagai situasi dan berubah menjadi kecanduan.

Niat Respons yang dikondisikan ke maintaining stimulus dinamakan intentions (niat). Respons tersebut dinamakan niat karena maintaining stimulus dari dorongan biasanya berlangsung selama periode waktu tertentu (sampai dorongan berkurang).

Gambarannya, ketika seseorang lapar dan ada roti di dalam kantor, dia akan memakannya. Tetapi jika dia lupa membawa bekal makan siang, dia akan berdiri dari kursi, mengenakan jaket, mencari restoran, dsb. Perilaku yang dipicu oleh maintaining stimulus inilah yang tampak purposive atau intensional (diniatkan). Transfer Training Gutrhrie dalam hal ini kurang terlalu berharap. Karena pada dasarnya seseorang akan menunjukkan respons yang sesuai dengan stimulus jika pada kondisi yang sama. Guthrie selalu mengatakan pada mahasiswa universitasnya, jika anda ingin mendapat manfaat terbesar dari studi anda, anda harus berlatih dalam situasi yang persis sama-dalam kursi yang sama-di mana anda akan diuji. Jika anda belajar sesuatu di kamar, tidak ada jaminan pengetahuan yang diperoleh disitu akan ditransfer ke kelas. Saran Guthrie adalah selalu mempraktikkan perilaku yang persis sama yang akan diminta kita lakukan nanti, selain itu, kita harus melatihnya dalam kondisi yang persis sama dengan kondisi ketika nanti kita diuji. Gagasan mengenai pemahaman, wawasan dan pemikiran hanya sedikit, atau tidak ada maknanya bagi Guthrie. Satu-satunya hukum belajar adalah hokum kontiguitas, yang menyatakan bahwa ketika dua kejadian terjadi bersamaan, keduanya akan dipelajari. Pendapat Guthrie Tentang Pendidikan Seperti halnya Thorndike, Guthrie menyarankan proses pendidikan dimulai dengan menyatakan tujuan, yakni menyatakan respons apa yang harus dibuat untuk stimulus. Dia menyarankan lingkungan belajar yang akan memunculkan respons yang diinginkan bersama dengan adanya stimulus yang akan diletakkan padanya. Jadi motivasi dianggap tidak terlalu penting, yang diperlukan adalah siswa mesti merespons dengan tepat dalam kehadiran stimulus tertentu. Latihan (praktik) adalah penting karena ia menimbulkan lebih banyak stimulus untuk menghasilkan perilaku yang diinginkan.karena setiap pengalaman adalah unik, seseorang harus belajar ulang berkalikali. Guthtrie mengatakan bahwa belajar 2 ditambah 2 di papan tulis tidak menjamin siswa bisa 2 ditambah 2 ketika dibangku. Karena memungkinkan siswa akan belajar meletakkan respons pada setiap stimulus (di dalam atau di luar kelas). 2. Teori Operant Conditioning (BF Skinner) A. Latar Belakang Teori Operant Conditioning B.F Skinner Dasar dari pengkondisian operan (operant conditioning) dikemukakan oleh E.L. Thorndike pada

tahun 1911, yakni beberapa waktu sesudah munculnya teori classical conditioning yang

dikemukakan oleh Pavlov. Pada saat itu thorndike mempelajari pemecahan masalah pada binatang yang diletakkan di dalam sebuah kotak teka-teki. Dimana setelah beberapa kali percobaan, binatang itu mampu meloloskan diri semakin cepat dari perobaan percobakan sebelumnya. Thorndike kemudian mengemukakan hipotesis apabila suatu respon berakibat menyenangkan, ada kemungkinan respon yang lain dalam keadaan yang sama yang dikenal dengan hukum akibat low of effect[2] Dari teori yang dikemukakan thorndike, skinner telah mengemukakan pendapatnya sendiri dengan memasukkan unsure penguatan kedalam hokum akibat tersebut, yakni perilaku yang dapat menguatkan cenderung di ulangi kemunculanya, sedangkan perilaku yang tidak dapat menguatkan cenderung untuk menghilang atau terhapus. Oleh karena itu Skinner dianggap sebagai bapak operant conditioning Teori operant conditioning juga berbeda dengan classical conditioning. dalam pengkondisian klasik, respon terkondisikan sering kali mirip dengan respon normal bagi stimulus tak terkondisikan. Misalnya salviasi, itu merupakan respon anjing normal terhadap maknan. Tetapi jika ingin mengajar sesuatu yang baru kepada organisme, seperti mengajar anjing keterampilan baru, maka anda tidak dapat menggunakan pengkondisian klasik, tetapi anda lebih duli mempersuasinya untuk melakukan keterampilan itu dan setelahnya member hadiah dengan tepuk tangan atau makanan, jika anda terus menerus melakukannya, akhirnya anjing akan mampu mempelajari keterampilan itu.rita Atkinson. Jadi Inti dari teori Skinner Pengkondisian operan (operant conditioning) dalam kaitanyan dengan psikologi belajar adalah proses belajar dengan mengendalikan semua atau sembarang respon yang muncul sesuai konsekwensi ( resiko) yang mana organisme akan cenderung untuk mengulang responrespon yang di ikuti oleh penguatan B. Karakteristik Operant Conditioning Skinner membedakan dua jenis perilaku, yaitu : 1. respondent behavior ( perilaku responden) yakni perilaku yang ditimbulkan oleh suatu stimulus yang dikenali, contohnya adalah semua gerak reflek 2. operant behavior ( perilaku operan) yakni perilaku yang tidak di akibatkan oleh stimulus yang dikenal tetapi dilakukan sendiri oleh organism. Karena perilaku ini pada awalnya tidak berkorelasi dengan stimuli yang dikenali, maka ia Nampak spontan. Contohnya ketika hendak bersiul, berdiri lalu berjalan. Kebanyakan dari aktivitas kita adalah perilaku operan.

Dengan dibaginya dua macam perilaku tersebut, maka ada dua jenis pengkondisian, yaitu: 1. Respondent conditioning ( pengkondisian responden) atau biasa disebut dengan pengkondisian tipe S. pengkondisian ini menekankan arti penting stimulus dalam menimbulkan respon yang diiginkan. 2. Operant conditioning ( pengkondisian operan) atau biasa disebut dengan pengkondisian tipe R. dalam pengkondisian ini, penguatan pengkondisianya ditunjukkan dengan tingkat respon. Maka dapat kita lihat bahwa dalam pengkondisian tipe S, itu identik dengan pengkondisian klasik Pavlov, sedangkan pengkondisian tipe R. itu identik dengan pengkondisian instrumental thorndike. Sedangkan riset skinner hampir semuanya berkaitan dengan penngkondisian tipe R atau pengkondisian operan Prinsip Pengkondisian operan Ada dua prinsip umum dalam operant conditioning[3] yaitu: Setiap respon yang diikuti dengan stimulus yang menguatkan cenderung akan diulang Stimulus yang menguatkan adalah segala sesuatu yang memperbesar rata-rata terjadinya respon operan Dalam pengkondisian operan, penekananya adalah pada perilaku dan pada konsekwensinya. Dengan pengkondisian operan, organism pasti merespon dengan cara tertentu untuk memproduksi stimulus yang menguatkan Prinsip pengkondisian operan berlaku untuk berbagai maan situasi. Untuk memodifikasi perilaku, seseorang ukup mencari sesuatu yang mmenguatkan bagi suatu organism yang perilakunya hendak dimodifikasi, menunggu sampai perilaku yang diinginkan terjadi dan kemudian segera memperkuat organism tersebut Konsep utama operant conditioning Dalam sebuah buku dituliskan bahwa menurut skinner, pengkondisian operan terdiri dari dua konsep utama[4],yaitu: a. Penguatan (reinforcement) Penguatan (reinforcement) adalah konsekuensi yang meningkatkan probabilitas bahwa suatu perilaku akan terjadi.

Penguatan boleh jadi kompleks. Penguatan berarti memperkuat. Skinner membagi penguatan ini menjadi dua bagian: Penguatan positif adalah penguatan berdasarkan prinsif bahwa frekuensi respons meningkat

karena diikuti dengan stimulus yang mendukung (rewarding). Bentuk-bentuk penguatan positif adalah berupa hadiah , perilaku (senyum, menganggukkan kepala untuk menyetujui, bertepuk tangan, mengacungkan jempol), atau penghargaan (nilai A, Juara 1 dsb). Penguatan negatif, adalah penguatan berdasarkan prinsip bahwa frekuensi respons meningkat

karena diikuti dengan penghilangan stimulus yang merugikan (tidak menyenangkan). Bentuk-bentuk penguatan negatif antara lain: menunda/tidak memberi penghargaan, memberikan tugas tambahan atau menunjukkan perilaku tidak senang (menggeleng, kening berkerut, muka kecewa dll). Satu cara untuk mengingat perbedaan antara penguatan positif dan penguatan negatif adalah dalam penguatan positif ada sesuatu yang ditambahkan atau diperoleh. Dalam penguatan negatif, ada sesuatu yang dikurangi atau di hilangkan. Adalah mudah mengacaukan penguatan negatif dengan hukuman. Agar istilah ini tidak rancu, ingat bahwa penguatan negatif meningkatkan probabilitas terjadinya suatu prilaku, sedangkan hukuman menurunkan probabilitas terjadinya perilaku. Berikut ini disajikan contoh dari konsep penguatan positif, negatif, dan hukuman (J.W Santrock, 274). b. Hukuman (punishment) Hukuman (punishment) adalah konsekuensi yang menurunkan probabilitas terjadinya suatu perilaku atau apa saja yang menyebabkan sesuatu respon atau tingkahlaku menjadi berkurang atau bahkan langsung dihapuskan atau ditinggalkan. Dalam bahasa sehari-hari kita dapat mengatakan bahwa hukuman adalh menegah pemberian seasuatu yang diharapkan organism, atau member seseuatu yang tidak diinginnya. Namuun menurut skinner hukuman tidak menurunkan probabilitas respon, walupun hukuman bisa menekan suatu respon selama hukuman itu diterapkan, manun hukuman tidak akan melemahkan kebiasaan. Skinner juga berpendapat bahwa hukuman dalam jangka panjang tidak akan efektif, tampak bahwa hukumman hanya menekan perilaku, dan ketika ancaman dihilangkan, tingkat perilaku akan ke level semula[5] Contohnya: Penguatan positif Perilaku

Murid mengajukan pertanyaan yang bagus Konsekuensi Guru memuji murid Prilaku kedepan Murid mengajukan lebih banyak pertanyaan Penguatan negatif Perilaku Murid menyerahkan PR tepat waktu Konsekuensi Guru berhenti menegur murid Prilaku kedepan Murid makin sering menyerahkan PR tepat waktu Hukuman Perilaku Murid menyela guru Konsekuensi Guru mengajar murid langsung Prilaku kedepan Murid berhenti menyela guru Ingat bahwa penguatan bisa berbentuk postif dan negatif. Dalam kedua bentuk itu, konsekuensi meningkatkan prilaku. Dalam hukuman, perilakunya berkurang. C. Perbedaan Dan Persamaan Operant Dan Classical Conditioning

Beberapa perbedaan dan persamaan dari classical conditioning dan operant conditioning dapat di lihat dalam kolom di bawah ini[6] Classical Conditioning Operant Conditioning

Hanya berhubungan bengan perilaku tak sadar Penguatan mengukuhkan respon bersyarat tetapi bersifat netral: penguatan bekerja baik disukai ataupun tidak disukai organism Respon diperoleh dari penguat yang telah diberikan sebelum respon itu sendiri muncul Tanpa atau sedikit penguat memungkinkan respon yang berlawanan akan terhapusjadwal tidak dapat digunakan untuk mengubah taraf respond an taraf penghapusan Sebuah penguatan hanya dapat merangsang satu tipe respon Dapat menunjukkan penyamarataan diskriminasi, penghapusan dan pemulihan spontan Mengendalikan mata rantai atau penyatuan rangsangan dan respon Berhubungan dengan perilaku sadar dan juga tak sadar Penguatan mengukuhkan respon bersyarat dan bersifat positif ataupun negative Penguatan diberikan sesudah respon dibuat secara sadar, dan kemudian memperkuatnya Penguatan dengan cepat dapat berbaur dengan menggunakan jadwal penguatan untuk mengubah taraf respond an taraf penghapusan Sebuah penguatan dapat digunakan untuk memperkuat beberapa respon dengan menggunakan teknik pembentukan perilaku Sama seperti classical conditioning Sama dengan classical conditioning Selain diatas Perbedaan antara Classical Conditioning dengan Operant Conditioning antara lain sebbagai berikut: Dalam Classical Conditioning respon dikontrol oleh pihak luar, pihak inilah yang menentukan kapan dan apa yang akan diberikan sebagai stimulus. Sebaliknya operant conditioning mengatakan bahwa

pihak luar yang harus menanti adanya respon yang diharapkan benar. Jika respon semacam ini terlihat maka dapat diberikan penguatan. Disini dibicarakan tentang tingkah laku operan atau operan behavior. Classical Conditioning pada umumnya memusatkan tingkah laku terjadi apabila ada stimuli khusus. Sedangkan dalam Operant Conditioning tingkah laku hanya menerangkan untuk sebagian kecil dari semua kegiatan. Operant Conditioning memusatkan tingkah laku dengan konsekuen, yaitu konsekuen yang menyenangkan dan tidak menyenangkan dalam mengubah tingkah laku. Jadi konsekuen yang menyenangkan akan mengubah tingkah laku. Sedangkan konsekuen yang tidak menyenangkan akan memperlemah tingkah laku.. Classical Conditioning mengatakan bahwa stimulus yang tidak terkontrol mempunyai hubungan dengan penguatan. Stimulus itu sendirilah yang menyebabkan adanya pengulangan tingkah laku dan berfungsi sebagai reinforcement. Di dalam Operant Conditioning responlah yang merupakan sumber reinforcement. Adanya respon menyebabkan seseorang memperoleh penguatan. Dan hal ini menyebabkan respon tersebut cenderung untuk diulang-ulang. D. Shaping (pembentukan respon) Berdasarkan pengkondisian operan, pada tahun 1951 skinner mengembangkan teknik pembentukan respon atau disebut dengan shaping untuk melatih hewan menguasai tingkah laku yang komplek yang juga relevan dengan tingkah laku manusia. Teknik pembentukan respon ini dilakukan dengan cara menguatkan organism pada setiap kali ia bertindak kea rah yang diinginkan sehingga ia menguasai atau belajar merespon sampai pada suatu saat tidak perlu lagi menguatka respon tersebut. Pembentukan respon terdiri dari dua komponen, yaitu : diferential reinforcement (penguatan diferensial) yang berarti sebagian respon di perkuat dan sebagian lainya tidak. Dan successive approximation (kedekatan suksesif), yaknni fakta bahwa respon-respon yang semakin sama dengan yang diinginkan oeh eksperimentalllah ang akan diperkuat. Dalam ontoh skinner, ketika tikus masuk ke dalam kotak skinner akan diberi penguat secara bertahap sampai tikus bisa menekan tuas E. Penjadwalan Reinforcement Dalam operant conditioning, jadwal penguat adalah komponen penting dari proses belajar. When and how often we reinforce a behavior can have a dramatic impact on the strength and rate of the response. Kapan dan seberapa sering kita memperkuat perilaku yang dapat memiliki dampak yang dramatis pada kekuatan dan kecepatan respon. Certain schedules of reinforcement may be more

effective in specific situations. jadwal penguatan tertentu mungkin lebih efektif dalam situasi tertentu. There are two types of reinforcement schedules: Ada dua jenis jadwal penguatan[7]: 1. 1. Continuous Reinforcement Continuous Reinforcement ( penguatan terus-menerus) In continuous reinforcement, the desired behavior is reinforced every single time it occurs. Dalam penguatan terus menerus, penguatan diberikan pada saat setiap kali organism menghasilkan suatu respon. Generally, this schedule is best used during the initial stages of learning in order to create a strong association between the behavior and the response. Pada umumnya, jadwal ini paling baik digunakan selama tahap awal belajar untuk menciptakan hubungan yang kuat antara perilaku dan respon. Once the response if firmly attached, reinforcement is usually switched to a partial reinforcement schedule. Setelah respon jika terpasang kuat, penguat biasanya beralih ke jadwal penguatan parsial. 2. 2. Partial Reinforcement Partial Reinrorcement ( penguatan parsial) In partial reinforcement, the response is reinforced only part of the time. Dalam penguatan

parsial, respon diperkuat hanya bagian dari waktu. Learned behaviors are acquired more slowly with partial reinforcement, but the response is more resistant to extinction . Belajar perilaku diperoleh lebih lambat dengan tulangan parsial, tetapi tidak mendapatkan respon yang lebih tahan terhadap kepunahan . There are four schedules of partial reinforcement: Ada empat jadwal penguatan parsial: Fixed-ratio schedules are those where a response is reinforced only after a specified number of responses. -Rasio jadwal tetap adalah yang mana tanggapan hanya diperkuat setelah sejumlah tertentu tanggapan. This schedule produces a high, steady rate of responding with only a brief pause after the delivery of the reinforcer. jadwal ini menghasilkan tingkat, tinggi stabil hanya merespons dengan jeda singkat setelah pengiriman penguat tersebut. Variable-ratio schedules occur when a response is reinforced after an unpredictable number of responses. -Rasio jadwal Variabel terjadi ketika respon diperkuat setelah sejumlah tanggapan tak terduga. This schedule creates a high steady rate of responding. Jadwal ini menciptakan tingkat stabil tinggi merespons. Gambling and lottery games are good examples of a reward based on a variable ratio schedule. Perjudian dan permainan lotere adalah contoh yang baik dari hadiah berdasarkan jadwal rasio variabel. Fixed-interval schedules are those where the first response is rewarded only after a specified amount of time has elapsed. -Interval jadwal tetap adalah mereka dimana respon pertama dihargai hanya

setelah sejumlah waktu tertentu telah berlalu. This schedule causes high amounts of responding near the end of the interval, but much slower responding immediately after the delivery of the reinforcer. Jadwal ini menyebabkan jumlah tinggi menanggapi dekat akhir interval, namun jauh lebih lambat merespon segera setelah pengiriman penguat tersebut. Variable-interval schedules occur when a response is rewarded after an unpredictable amount of time has passed. interval jadwal variabel terjadi ketika respon dihargai setelah jumlah yang tak terduga waktu telah berlalu. This schedule produces a slow, steady rate of response. jadwal ini menghasilkan lambat, stabil tingkat respons. Skinner talah memublikasikan data tentang efak dari penguatan parsial ketika Humhreys menggunncang dunia psikologi dengan menunjukkan bahwa proses pelenyapan adalah lebih ccepat sesudah penguatan 100 persen ketimbang sesudah penguatan parsial. Artinya, jika suatu organism menerima penguat setiap kali ia membuat respon yang tepat selam proses belajar dan kemudian dimasukkan dalam proses plenyapan, maka responya akan lenyap lebih cepat ketimbang organnisme dengan respon benar yang tidak mencapi 100 persen. Denngan kata lain, penguatan parsial akan menyebabkan resistensi yang lebih besar terhadap pelenyapan ketimbang yang bberkkelanjutan atau penguatan 100 persen. Ini disebut dengan partial reinforcement effecct[8] F. Pemadaman Dan Pemulihan Kembali Seperti halnya dalam pengkonndisian klasik, ketika kita mencabut penguatan dari situasi pengkondisian operant, berarti kita melakukan extinction ( pemadaman/ pelenyapan). Misalnya dalam percobaan skinner. Pada saat hewan sudah biasa menekan tuas untuk mendapatkan makanan, mekanisme pemberian makanan mendadak dihentikan, maka penekanan tuas tidak akan mmenghasilkan makanan bagi tikus terseabut. Dari ini kita akan melihat catatan komulatif pelanpelan akan mendatar dan akhirnya akan kembali seperti semula, yang menunjukkan tidak ada lagi respon penekanan tuas (seperti pada saat penguatan belum diperkenalkan) Pada hal ini kita akan mengatakan telah terjadi pemadaman. Setelah pemadaman, apabila hewan dikembalikan ke sarangnya selama preode waktu tertentu dan kemudian dikembalikan ke dalam situasi percobaan, ia akan sekali lagi mulai mmenekkan tuas dengan segera tanpa perlu dilatih lagi. Ini disebut sebagai pemulihan kembali. G. Generalisasi Dan Diferensiasi (diskriminasi)

Yang dimaksud dengan generalisasi adalah penguatan yang hampir sama dengan penguatan sebelumnya akan dapat respon yang sama. Organism cenderung menggeneralisasilkan apa yang di pelajarinya, contoh dalam kehidupan sehari-hari, seorang siswa akan mengerjakan PR dengan tepat waktu karena pada minggu lalu ia mendapat pujian didepan kelas oleh gurunya ketika menyelesaikan PR tepat waktu. Contoh lainnya, anak kecil yang mendapatkan penguatan oleh orang tuany akarena menimang dan menyayangi anjing kelluarga, ia akan segera mengeneralisasikan respon menimmang ajing itu dengan anjing yang lain. Generalisasi dapat juga dapat dikekang oleh latihan diskriminasi. Diskrimnasi adalah respon organism terghadap suatu penguatan, tetapi tidak terhadap jenis penguatan yang lain. Latihan diskriminasi akan efektif jika terdapat stimulus diskriminatif yang jelas dalam membedakan kasus dimana respon harus dilakukan dengan khusus dengan kasus dimana respon harus ditekan. Jika dikaitkan dengan contoh diatas dimana anak akan mengeneralisasikan menyayangi anjing keluarga dengan anjing yang lainnya, sedangkan dapat berbahaya ( katakanlah, anjing ttetangga sangat galak dan suka menggigit) maka orang tua harus memberikan llatihan diskriminasi, sehingga anak mendapatkan penguatan jika ia menyayangi anjing keluarga dan bukan anjing tetangga, dengan ara oranng tua mmenunjukkan aspek-aspek anjing yang melihatkan keramahannya( misalnya ekornya biasa dikibas-kibas) sehingga anak akan bisa mengenali mana anjing yang rmah dan biisa disayang dan mana anjing yang galak.[9] H. Kelebihan Dan Kekurangan Teori Operant Conditioning Dalam sebuah teori tentunya tentunya ada kelebihan dan kelemahannya, begitu juga di dalam teori operant conditioning. Berikut adalah kelebihan dan kekurangan dari teori pengkondisian operan. Kelebihan Pada teori ini, pendidik diarahkan untuk menghargai setiap anak didiknya. hal ini ditunjukkan dengan dihilangkannya sistem hukuman. Hal itu didukung dengan adanya pembentukan lingkungan yang baik sehingga dimungkinkan akan meminimalkan terjadinya kesalahan. Dan dengan adanya penguatan, menjadikan motivasi bagi organism untuk berperilaku yang benar sesuai dengan keinginan. Kekurangan a) Proses belajar dapat diamati secara langsung, padahal pelajar adalah proses kegiatan mental

yang tidak dapt disaksikan dari luar, keuali sebagai gejalanya.

b)

Proses belajar bersifat otomatis-mekanis sehingga terkesan seperti ggerakan mesin dan robot,

padahal setiap individu memiliki self-direction (kemampuan mengarahkan diri)dan sellf-control (pengendalian diri) ayng bersifat kognitif, sehinggga ia bisa menolak jika ia tidak menghendakki c) Proses belajar manusiia dianalogikan dengan perilaku hewan itu sulit diterima, mengingat

menoloknya perbedaan karakter fisikk maupun psikis antara mannusia dan hewan.[10] Perilaku Tahayul (Supertitous Behaviour) Menurut prinsip pengkondisian operant, kita dapat memperkirakan bahwa perilaku yang dilakukan hewan ketika mekanisme pemberi makanan diaktifkan dan diperkuat,maka hewan itu akan cenderung mengulangi perilaku yang diperkuat tersebut. Dan jika beberapa saat perilaku itu diperkuat lagi, maka respon hewan tersebut akan semakin kuat. Pada saat itu hewan bisa melakukan atau mengembangkan respon ritualistic yang aneh. Ia mungkin akan menyerudukkan kepalanya, berputar-putar, atau melakukan sederet tindakan yang aneh yang dilakukan ketika mekanisme pemberian makanan mendadak aktif, perilaku ini disebut sebagai perilaku tahayul (superstitious behavior). hewan tersebut percaya bahwa apa yang dilakukanya akan menyebabkan datangnya makanan. Learned Heplessness Beberapa bentuk conditioning, khususnya punishment, akan berdampak lebih serius, ini biasa disebut dengan fenomena learned helplessness. Learned helplessness terjadi tatkala organisme dikondisikan tidak dapat berbuat apa-apa untuk menghindari kondisi tidak menyenangkan.Dalam percobaan klasik, Seligman (1975) menempatkan anjing pada kandang dan memberinya painful electric shock. Anjing sama sekali tidak dapat menghindar dari shock tersebut.Kemudian kandang itu dibagi menjadi dua bagian, sehingga anjing dapat melompat pagar pemisah guna menghindari atau terbebas dari shock listrik.Karena anjing telah belajar sebelumnya bahwa tidak bisa membebaskan diri dari shock, maka anjing itu tidak melakukan upaya apapun untuk menghindar. Sebagai gantinya, anjing itu hanya mendengking