Teoper_Perencanaan TGL

30
TEORI PERENCANAAN TATA GUNA LAHAN Oleh: Larasati (I0611010) Lestari Hidayati M (I0611011) M. Juliarachman (I0611014) Salindri K (I0611022) PRODI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA JURUSAN ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET

description

tugas mata kuliah perencanaan guna lahan

Transcript of Teoper_Perencanaan TGL

TEORI PERENCANAAN

TATA GUNA LAHAN

Oleh:

Larasati (I0611010)

Lestari Hidayati M (I0611011)

M. Juliarachman (I0611014)

Salindri K (I0611022)

PRODI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTAJURUSAN ARSITEKTUR

FAKULTAS TEKNIKUNIVERSITAS SEBELAS MARET

Apa Itu Tata Guna Lahan?

a. Definisi Tata Guna Lahan

Definisi lahan sendiri dapat ditinjau dari beberapa segi. Dari segi fisik geografi, lahan

merupakan wadah bagi sebuah hunian yang mempunyai kualitas fisik yang penting dalam

penggunaannya. Sedangkan ditinjau dari segi ekonomi lahan adalah sumber daya alam yang

mempunyai peranan penting dalam suatu produksi (Lichfield dan Drabkin, 1980:12).

Sedangkan definisi tata guna tanah/lahan adalah pengaturan dan penggunaan yang meliputi

penggunaan di permukaan bumi di daratan dan permukaan bumi di lautan. Adapun definisi

tata guna tanah perkotaan adalah pembagian dalam ruang dari peran kota; kawasan tempat

tinggal, kawasan tempat bekerja dan rekreasi. (Jayadinata, 1999:10).

Penggunaan lahan adalah suatu aktivitas manusia pada lahan yang langsung

berhubungan dengan lokasi dan kondisi lahan (Soegino, 1987:24). Penggunaan lahan

merupakan suatu proses yang berkelanjutan dalam pemanfaatan lahan bagi maksud-maksud

pembangunan secara optimal dan efisien (Sugandhy, 1989:1). Jayadinata mengatakan bahwa

penggunaan lahan adalah wujud atau bentuk usaha kegiatan pemanfaatan suatu bidang tanah

pada satu waktu.

Tata Guna Lahan (land use) menurut Edy Darmawan, (2009), merupakan salah satu

elemen kunci dalam perancangan kota, untuk menentukan perancangan kota, untuk

menentukan perencanaan dua dimensional, yang kemudian akan menentukan ruang tiga

dimensional. Penetuan land use dapat menciptakan hubungan antara sirkulasi dan mengatur

kepadatan kegiatan/penggunaan d iarea lahan kota. Terdapat perbedaan kapasitas dalam

penataan ruang kota, apakah dalam aspek percapaaian, parker, sistim trasportasi yang ada,

dan kebutuhan untuk penggunaan lahan secara individual. Pada prinsipnya pengertian land

use adalah pengaturan penggunaan lahan untuk menentukan pilihan yang terbaik dalam

mengalokasikan fungsi tertentu, sehingga secara umum dapat memberikan gambaran

keseluruhan bagaimana daerah pada suatu kawasan tersebut seharusnya berfungsi.

b. Definisi Perencanaan Tata Guna Lahan

Perencanaan tata guna laan sering di pertukarjan dengan istilah perencanaan

penggunaan lahan, karena pada dasarnya memiliki pengertian yang sana. Dalam berbagai

literature, kedua istilah ini disebut land use planning. Tata guna lahan secara implisit

mengandung pengertian ruang di dalamnya, karena terkait dengan tata guna: penataan atau

pengaturan penggunaan, baik dalam konteks ruang maupun waktu.

Definisi perencanaan tata guna lahan perlu dilihat secara komprehensif, dari sisi

perencanaan, tata guna, dan lahan. Secara umum, perencanaan dapat di definisikan sebagai

proses menyiapkan dan membuat sekumpulan keputusan untuktindakan-tindakan di masa

depan yang diarahkan untuk mencapai tujuan melalui usaha optimal.

Tata guna lahan adalah wujud dalam ruang di alam tentang bagaimana penggunaan

lahan tertata, baik secara alami maupun direncanakan. Dari sisi pengertian perencanaan

sebagai intervensi manusia, maka lahan secara alami dapat terus berkembang tanpa harus ada

penataan melalui suatu intervensi. Sedangkan pada keadaan yang direncanakan, tata guna

lahan akan terus berkembang sesuai dengan upaya perwujudan pola dan struktur ruang pada

jangka waktu yang ditetapkan.

Perencanaan tata guna lahan dapat didefinisikan secara lengkap sebagai aktivitas

penilaian secara sistematis terhadap potensi lahan (dan temasuk air) dalam rangkamemilih,

mengadopsi, dan menentuka pilihan penggunaan lahan terbaik dalam ruang brdasarkan

potensi dan kondisi biofisik, ekonomi, dan social untuk meningkatkan produktivitas dan

ekuitas, dan menjaga lingkungan.

c. Perubahan penggunaan lahan

Mengutip penjelasan Bourne (1982:95), bahwa ada beberapa faktor yang menjadi

penyebab terjadinya penggunaan lahan, antara lain perluasan batas kota, peremajaan di pusat

kota, perluasan jaringan infrastruktur tertutama jaringan transportasi, serta tumbuh dan

hilangnya pemusatan aktifitas tertentu. Secara keseluruhan perkembangan dan perubahan

pola tata guna lahan pada kawasan permukiman dan perkotaan berjalan dan berkembang

secara dinamis dan natural terhadap alam, dan dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti:

• Faktor manusia, yang terdiri dari: kebutuhan manusia akan tempat tinggal, potensi

manusia, finansial, sosial budaya serta teknologi.

• Faktor fisik kota, meliputi pusat kegiatan sebagai pusat-pusat pertumbuhan kota dan

jaringan transportasi sebagai aksesibilitas kemudahan pencapaian.

• Faktor bentang alam yang berupa kemiringan lereng dan ketinggian lahan.

Anthony J. Catanese (1986:317) mengatakan bahwa dalam perencanaan penggunaan

lahan sangat dipengaruhi oleh manusia, aktifitas dan lokasi, dimana hubungan ketiganya

sangat berkaitan, sehingga dapat dianggap sebagai siklus perubahan penggunaan lahan.

Gambar Siklus Perubahan Penggunaan Lahan

Sebagai contoh dari keterkaitan tersebut yakni keunikan sifat lahan akan mendorong

pergeseran aktifitas penduduk perkotaan ke lahan yang terletak di pinggiran kota yang mulai

berkembang, tidak hanya sebagai barang produksi tetapi juga sebagai investasi terutama pada

lahan-lahan yang mempunyai prospek akan menghasilkan keuntungan yang tinggi.

Selanjutnya menurut Bintarto (1989:73) dari hubungan yang dinamis ini timbul suatu bentuk

aktivitas yang menimbulkan perubahan. Perubahan yang terjadi adalah perubahan struktur

penggunaan lahan melalui proses perubahan penggunaan lahan kota, meliputi:

• Perubahan perkembangan (development change), yaitu perubahan yang terjadi setempat

dengan tidak perlu mengadakan perpindahan, mengingat masih adanya ruang, fasilitas

dan sumber-sumber setempat.

• Perubahan lokasi (locational change), yaitu perubahan yang terjadi pada suatu tempat

yang mengakibatkan gejala perpindahan suatu bentuk aktifitas atau perpindahan

sejumlah penduduk ke daerah lain karena daerah asal tidak mampu mengatasi masalah

yang timbul dengan sumber dan swadaya yang ada

• Perubahan tata laku (behavioral change), yakni perubahan tata laku penduduk dalam

usaha menyesuaikan dengan perkembangan yang terjadi dalam hal restrukturisasi pola

aktifitas.

d. Perbandingan pengguaan tanah di wilayah pedesaan dan wilayah perkotaan

Desa merupakan suatu lokasi di pedesaan dengan kondisi lahan sangat heterogen dan

topografi yang beraneka ragam. Pola tata ruangnya sangatlah tergantung pada topografi yang

ada. Pola tata ruang merupakan pemanfaatan ruang atau lahan di desa untuk keperluan

tertentu sehingga tidak terjadi tumpang tindih dan berguna bagi kelangsungan hidup

penduduknya.

Tanah di wilayah pedesaan selain digunakan untuk perumahan, umumnya digunakan

bagi pertanian sebagai penunjang kegiatan ekonomi yang tiap satuan kegiatannya

memerlukan tanah atau lahan yang luas. Jumlah orang yang bekerja pada satuan luas tanah

tersebut relatif sedikit, sehingga penduduk di pedesaan umumnya jarang. Penggunaan

permukiman pedesaan dilakukan dengan hati-hati dan secara terbatas dengan memperhatikan

aturan konservasi dalam segala kegiatan social ekonomi. Tanah di wilayah pedesaan itu harus

mendapat perlindungan supaya lestari. (Johara Jayadianta, 1999)

Tanah di pedesaan digunakan bagi kehidupan social dan kehidupan ekonomi.

Kehidupan social, seperti bekeluarga, bersekolah, beribadat, berekreasi, berolahraga, dan

sebagainya dilakukan di dalam kampung, dan kegiatan ekonomi seperti bertani, berkebun,

beternak, memelihara/menangkap ikan, menebang kayu di hutan dan sebagainya, umumnya

dilakukan di luar kampung, walaupun masih ada kegiatan yang dilakukan di dalam kampung

seperti industry kecil, perdagangan jasa dan lain-lain. Jadi, penggunaaan tanah di wilayah

pedesaan adalah untuk perkampungan dalam rangka kegiatan social, dan untuk pertanian

dalam rangka kegiatan ekonomi.

Pola tata ruang desa pada umumnya sangat sederhana, letak rumah di kelilingi

pekarangan cukup luas, jarak antara rumah satu dengan lain cukup longgar, setiap

mempunyai halaman, sawah dan ladang di luar perkampungan. Pada desa yang sudah

berkembang pola tata guna lahan lebih teratur, yaitu adanya perusahaan yang biasa mengolah

sumberdaya desa, terdapat pasar tradisional, tempat ibadah rapi, sarana dan prasarana

pendidikan serta balai kesehatan. Semakin maju daerah pedesaan, bentuk penataan ruang

semakin teratur dan tertata dengan baik. 

Bentuk dan pola tata ruang kota, dalam penataannya tidak terlepas memperhatikan

corak kehidupan penduduk, karena penduduk kota sudah memiliki corak ragam kehidupan

yang heterogen, sehingga pola pola tataguna lahan untuk ruang di kota sudah dirancang

dengan baik terutama memperhatikan pengadaan sarana perkotaan dengan baik dan terpadu

yang meliputi penyediaan air bersih, drainase yang baik, pengelolaan sampah, sanitasi

lingkungan, perbaikan kampung, pemeliharaan jalan kota, perbaikan prasarana fungsi pasar.

Tanah di wilayah perkotaan, selain digunakan untuk perumahan, umumnya digunakan

untuk kegiatan industry dan jasa yang dalam tiap satuan kegiatan hanya memerlukan tanah

yang relative kecil dan jumlah orang yang bekerja pada satuan luas tanah itu banyak.

Penggunaan tanah di perkotaan lebih intensif.

Pola keruangan kota kaitannya dengan tataguna lahan, wilayah perkotaan meliputi :

Kota / Inti kota

Sub daerah perkotaan

Jalur tepi daerah perkotaan

Jalur tepi daerah perkotaan paling luar

Jalur batas desa – kota pedesaan

e. Perlunya penataan guna lahan

Perkembangan kegiatan masyarakat yang membutuhkan lahan sebagai wadahnya

meningkat dengan sangat cepat sejalan dengan perkembangan jumlah penduduk dan

pertumbuhan ekonomi. Akibatnya terjadi persaingan pemanfaatan lahan, terutama pada

kawasan-kawasan yang telah berkembang di mana sediaan lahan relatif sudah sangat terbatas.

Agar kegiatan masyarakat dapat berlangsung secara efisien dan dapat menciptakan

keterpaduan dalam pencapaian tujuan pembangunan, perlu dilakukan pengaturan alokasi

lahan dengan mempertimbangkan aspek kegiatan masyarakat (antara lain intensitas,

produktivitas, pertumbuhan) dan aspek sediaan lahan (antara lain sifat fisik, lokasi, luas).

Sebagaimana yang disebutkan dalam Peraturan Pemerintah No. 16 tahun 2004,

penataan guna tanah bertujuan untuk mengatur penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan

tanah bagi berbagai kebutuhan kegiatan pembangunan yang sesuai dengan RTRW;

mewujudkan penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan tanah agar sesuai dengan arahan

fungsi kawasan dalam RTRW; mewujudkan tertib pertanahan yang meliputi penguasaan, 

penggunaan dan pemanfaatan tanah termasuk pemeliharaan tanah serta pengendalian

pemanfaatan tanah; menjamin kepastian hukum untuk menguasai, menggunakan dan

memanfaatkan tanah bagi masyarakat yang mempunyai hubungan hukum dengan tanah

sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah yang telah ditetapkan.

Tujuan utama perencanaan tata guna lahan adalah uuntuk memilih dan mempraktikan

penggunaan lahanyang terbaik dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan orang atau generasi

saat ini, dan melindungi sumber daya lahan dan lingkungan untuk kependingan generasi yang

akan datang. Perencanaan tata guna lahan dapat memberikan arahan dalam hal konflik

penggunaan lahan tertentu, dan mana yang harus menghindari penggunaan tertentu.

Perencanaan tata guna lahan dapat dilihat sebagai suatu proses berulang-ulang dan

berkesinambungan, yang bertujuan untuk menghasilkan pemanfaatan sumber daya lahan

yang terbaik. Perencanaan tata guna lahan merupakan aktivitas yang dinamis dan adaptif

terhadap perubahan. Menurut van Lier and de Wrachien (2002) hal tersebut dapat dilakukan

dengan:

Menilai kebutuhan sekarangdan masa depan dan mengevaluasi ketersediaan tanah

dari waktu ke waktu

Mengidentifikasidan menyelesaikan konflik Antara penggunaan yang berbeda dan

tidak kompatibel serta kebutuha yang bersaing.

Merencanakan dan memilij alternative pilihan penggunaan lahan yang paling sesuai

berdasarkan target yang di tetapkan,

Suatu proses belajar dari pengalaman.

f. Pola Tata Guna Lahan

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia pola mempunyai arti yaitu model, susunan,

cara bagaimana sesuatu disusun atau dibangun. Dengan demikian pola tata guna lahan adalah

model susunan tata guna lahan dalam konteks keruangan suatu kota, dalam penggunaan

media atau lahan untuk fungsi kota. Tiap kota di negara maju maupun negara berkembang

mempunyai pola tata guna lahan atau pola keruangan kota yang tidak sama. Perbedaan pola

keruangan ini menurut Bintarto (1977:56) disebabkan oleh: luas daerah kota, unsur topografi,

faktor sosial, faktor budaya, faktor politik dan faktor ekonomi. Dan pada garis besarnya, pola

keruangan kota dibagi menjadi dua, yakni: inti kota (core the city) dan selaput kota

(intergruments), dimana pada kedua daerah tersebut masih dapat dijumpai daerah-daerah

kosong (interstices)

Teori Jalur Sepusat (Concentric Zona Theory)

Teori yang dikemukakan oleh EW. Burgess. Teori ini membagi lima zona

penggunaan lahan dalam kawasan perkotaan yaitu: kawasan pusat kota, kawasan

transisi untuk komersial dan industry, kawasan perumahan buruh yang berpendapatan

rendah, kawasan perumahan buruh yang berpendapatan sedang; kawasan yang

menampung perkembangan baru dan di sepanjang jalan besar menuju kawasan ini

terdapat masyarakat berpenghasilan menengah dan atas.

Gambar Teori Jalur Sepusat (EW. Burgess)

Sumber: Teori dan Implementasi Perancangan Kota, Edy Darmawan

Teori Sektor (Sector Theory)

Konsep yang dikemukakan Humer Hoyt ini menyatakan bahwa kota-kota

tidak tumbuh di dalam zona konsentrik saja, tetapi juga di sektor-sektor lain sejenis

perkembangannya, sehingga daerah perumahan dapat berkembang keluar sepanjang ada

hubungan transportasinya. Susunan zona penggunaan lahan dalam teori ini adalah:

pusat kota berada di dalam lingkaran pusat; pada sektor tertentu terdapat pula kawasan

industri

Gambar Teori Sektor (Humer Hoyt, 1939)

Sumber: Teori dan Implementasi Perancangan Kota, Edy Darmawan

Teori Pusat Lipat Ganda (Harris & Ulmann)

Teori yang dikemukakan oleh Harris dan Ullman bahwa kawasan pusat kota

tidak dianggap satu-satunya pusat kegiatan atau pertumbuhan, tetapi suatu rangkaian

pusat kegiatan atau pusat pertumbuhan dengan fungsi yang berlainan seperti industri,

rekreasi, perdagangan dan sebagainya. Model ini digambarkan sebagai berikut: pusat

kota; kawasan niaga dan industri ringan; perumahan berkualitas rendah; perumahan

golongan menengah, ditempatkan agak jauh dari pusat kota; perumahan golongan atas;

industri berat; pusat niaga/perbelanjaan lain pinggiran kota; kawasan sub urban untuk

perumahan menengah dan atas; kawasan sub urban untuk industri.

Gambar Teori Pusat Lipat Ganda (Harris & Ulmann)

Bagaimana Proses Perencanaan Tata Guna Lahan?

a. Proses Perencanaan Tata Guna Lahan

Perencanaan tata guna lahan pada hakekatnya adalah pemanfaatan lahan yang

ditujukan untuk suatu peruntukan tertentu. pemafaatan lahan merupakan proses bagaimana

manusia menggunakan lahan yang ada. Klasifikasi penggunaan lahan meliputi penggunaan

lahan hunian yaitu lahan yang dimanfaatkan oleh masyarakat untuk tempat huni yang

dilengkapi dengan sarana, prasarana, dan fasilitas yang mendukung aktivitas perumahan;

penggunaan lahan komersial yaitu lahan yang dimanfaatkan oleh masyarakat, dimana dalam

pemanfaatan lahan tersebut dapat menghasilkan pendapatan, penggunaan lahan tersebut dapat

berupa perdagangan dan jasa. pada dasarnya kebijakan perencanaan tata guna lahan

merupakan konsekuensi dari kepentingan publik yang berupa kesehatan, keselamatan,

kesempatan berusahan, Efisiensi dan penghematan energi, Kualitas lingkungan, Kesetaraan

sosial, Kesenangan dan kemudahan. Pemanfaatan guna lahan yang baik oleh masyarakat

dalam kepentinganya yaitu dapat sesuai dengan peruntukan lahan yang diatur dalam

peraturan zonasi. Zonasi merupakan peraturan pembagian lingkungan kota kedalam zona-

zona beserta pengendalian pemanfaatan ruang dengan memberlakukan ketentuan hukum

yang berbeda-beda. Pengaturan zonasi tertuang di dalam peraturan daerah Rencana Tata

Ruang Wilayah yang dibuat bersama antara pemerintah kota atau kabupaten dengan anggota

legislatif daerah yang melibatkan berbagai elemen penting lainnya seperti perguruan tinggi,

LSM, dan organisasi masyarakat lainnya.

Hal yang terpenting dalam suatu perencanaan tata guna lahan adalah usulan rencana

lokasi dan tujuan peruntukan lahan. Usulan rencana lokasi dan tujuan hasrus disiapkan

sebagai dasar pertimbangan dan penjelasan umum dari suatu rencana pengembangan tata

guna lahan. Rencana lokasi lahan untuk berbagai peruntukan haru konsisten dengan sasaran

dan tujuan. Keterlibatan masyarakat dalam penetapan rencana lokasi dan tjuan penggunaan

lahan harus ada, terutama dalam pengambilan keputusan. Apabila suatu usulan rencana lokasi

ditolak oleh masyarakat maka perubahan dan perbaikan harus dilakukan guna mendapat

persetujuan kembali dan apabila telah disetujui maka perencanaan baru dilanjutkan ke tahap

selanjutnya, yaitu menyiapkan rencana detilnya.

Terdapat Tiga Tahapan dalam Perencanaan Tata Guna Lahan (Djauhari Noor,283):

1. Melakukan survey pendahuluan atas data-data dasar yang ada, meliputi: kajian studi

pustaka, survey lapangan, dan pekerjaan laboratorium guna menyusun dan

memadukan data dasar kedalam peta-peta berskala 1:25000, yang selanjutnya dipakai

untuk pembuatan laporan.

2. Melakukan penilaian kapabilitas lahan hasil dari tahap pertama untuk berbagai

peruntukan lahan, seperti misalnya untuk pertanian atau perumahan

3. Menyiapkan rencana lokasi dan tujuan dari peruntukan lahannya.

b. Data-Data Yang Diperlukan (Tinjauan Data)

Data-data yang harus disiapkan pada tahap persiapan dan invetarisasi adalah data-data

yang berkaitan dengan faktor lingkungan alamiah dan data-data pertimbangan manusia. Data-

data yang berkaitan dengan faktor lingkungan ilmiah yaitu topografi, klimatologi, komunitas

vegetasi, geologi dan bencana geologi, tanah, drainase, lautan, garis pantai, satwa liar,

hidrologi, aspek estetika dan pemandangan. sedangkan data-data yang berkaitan dengan

pertimbangan manusia, yaitu antara lain menyangkut tata guna lahan, kepemilikan lahan,

transportasi dan sarana, populasi, ekonomi, rekreasi, turisme, dan public interest.

Tabel kajian pada proses perencanaan tata guna lahan

A. FAKTOR LINGKUNGAN ALAMIAH

1 Topografi Kemiringan lereng

Arah kemiringan

Elevasi dan relief

2 Iklim Curah hujan

Angin

Temperatur

Kelembaban

Kabut

Kualitas udara

3 Geologi dan

bencana

geologi

Batuan dan struktur geologi

Akuifer

Sumber daya mineral

Longsoran

Bencana gempa bumi

4 Tanah Ketebalan tanah

Kandungan air

Permeabilitas

Sifat Muai-Susut tanah

Kapabilitas untuk pertanian

Kesesuaian untuk Septi Tank

5 Drainase Banjir

Erosi sungai

Sedimentasi

6 Lautan dan

garis pantai

Gelombang dan arus

Pendangkalan pantai

Abrasi

Pengendapan

Kualitas air, polusi, dan sanitasi air

7 Satwa liar Satwa darat dan laut

8 Hidrologi Pasokan air yang sudah tersedia

Pembuangan limbah yang tersedia

Aliran sungai

Potensi pembuangan limbah dan

dampak

Ketinggian muka air tanah

Amblesan karena turunnya air bawah

tanah

Kualitas air

9 Aspek estetika

dan

pemandangan

Pemandangan pantai/laut

Lingkungan pegunungan

Pengembangan yang sudah ada

B. FAKTOR BANGUNAN DAN ATURAN

10 Tata guna

lahan

Perumahan

Perdagangan

Pertanian

Rekreasi/pariwisata

Peruntukan lainnya

11 Kepemilikan

lahan

Perusahaan

Perorangan

Negara

12 Transportasi

dan sarana

Jalan negara

Jalan kota dan kabupaten

Pelabuhan

Lapangan terbang

Tempa Pembuangan Akhir

Gas dan tenaga listrik

Jaringan pipa dan pembuangan

C. FAKTOR SOSIAL DAN EKONOMI

13 Populasi dan

ekonomi

Jumlah dan pertumbuhan ekonomi

Perumahan

Perekonomian utama

Potensi perekonomian dasar

Tenaga kerja

Perpajakan dan perbankan

Pajak-pajak lainnya

14 Rekreasi dan Taman dan jalan setapak

turisme

Pelabuhan dan marina

Pantai

15 Faktor

keinginan

masyarakat

Agen pemerintah

Badan perencanaan daerah

Sumber: Studi literatur “geologi untuk perencanaan”, Djauhari Noor.

c. Metode Penilaian Kapabilitas Lahan

Prosedur untuk penilaian kapabilitas lahan melibatkan hal-hal sebagai berikut:

1. Penyiapan dan pengkodean data lingkungan

Pada tahap ini hal yang dilakukan adalah mengoverlay setiap data peta seperti: peta

kelerengan, peta tanah, peta bencana, peta vegetasi, peta hidrologi, dll. Kemudian

menentukan peruntukan lahanyang diingkan. Sebagai contoh mislnya peruntukan lahan

untuk perumahan dan pertanian. Data ini kemudian dipakai untuk menentukan faktor-

faktor lingkungan yang berpengaruh terhdapa kapabilitas lahannya.

2. Penentuan nilai kapabilitas

Nilai kapabilitas ditentukan pada setiap nomor indek untuk setiap peruntukan lahan.

Nilai kapabilitas yang lebih besar menunjukkan bahwa lahan tersebut lebih sesuai untuk

peruntukan lahan tertentu karena faktor-faktor lingkungannya sangat mendukung.

3. Pembobotan nilai kapabiltas

Hal yang sangat penting dari faktor-faktor lingkungan tergantung pada peruntukan

lahannya. Sebagai contoh adalah kelerengan sangat penting untuk perencanaan pada

industri berat akan tetapi tidak begitu penting pada perencanaan lahan terbuka. Jadi

untuk setiap peruntukan lahan, suatu pembobotan atau ukuran kepentingan relatif harus

ditentukan dari masing-masing faktor lingkungannya. Pembobotan mempunyai skala

berikut: sangat penting (5), penting (4), sedang (3), rendah (2), sangat rendah (1), tidak

penting (0). Sebagai contoh : kelerengan yang nilainya diatas 50% sangat tidak cocok

untuk digunakan sebagai lahan pertanian, sedangkan kelerengan yang nilainya 0-5%

sangat cocok untuk lahan pertanian. Karena faktor kelerengan sangat penting, maka

bobot nilai untuk faktor kelerengan ditetapkan 5.

4. Perhitungan nilai kapabilitas lahan

Penentuan nilai kapabilitas lahan didasarkan atas bobot nilai kapabilitas untuk setiap

peruntukan lahan dan setiap faktor lingkungan. Nilai kapabilas lahan harus digunakan

sebagai tambahan didalam perencanaan awal, sedangkan faktor ekonomi, sosial, dan

politik tidak termasuk di dalam pertimbangan penilaian kapabilitas lahan.

Hasil penilaian kapabilitas lahan kemudian diterjemahkan kedalam suatu rencana

awal dari tujuan pemanfaatan lahan. Rencana lokasi adalah suatu alokasi awal dari

penggunaan lahan untuk berbagai peruntukan. Rencana penggunaan lahan harus

mencerminkan sasaran dan tujuan yang hendak dicapai dan harus emenuhi semua aspek dari

kelompok-kelompok yang berkepentingan. Pada umumnya rencana lokasi penggunaan lahan

dituangkan dalam suatu peta dasar dengan skala 1:25.000. adapun informasi yang harus

tercakup dalam peta recana awal tata guna lahan adalah sebagai berikut:

1. Penyebaran areal permukiman/perumahan harus mempertimbangkan aspek

kepadatan dan populasi

2. Pola penggunaan lahan harus mengacu pada beberapa model yang terorganisir.

Sebagai conoh: diareal permukiman, ruang terbuka antara satu rumah dengan

lainnya harus ada jarak dan ruang tebuka antara satu rumah dengan lainnya serta

setiap kelompok perumahan bisa memiliki sarana pendidikan, pusat perbelanjaan,

dan area parkir sendiri.

3. Pusat-pusat komersial dengan menggunakan model antar komplek permukiman,

komunitas, atau regional

4. Alokasi lahan bagi kepentingan kantor pemerintah atau lembaga

5. Alokasi areal rekreasi atau taman bermain

6. Alokasi areal pertanian

7. Alokasi ruang terbuka

8. Alokasi areal industri

9. Lapangan terbang, terminal bus, stasiun kereta api, dll.

10. Sirkulasi jaringan jalan

Apa Itu Peraturan Zonasi?

a. Definisi peraturan zonasi

Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 20/Prt/M/2011 tentang

Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota,

peraturan zonasi adalah ketentuan yang mengatur tentang persyaratan pemanfaatan ruang

dan ketentuan pengendaliannya dan disusun untuk setiap blok/zona peruntukan yang

penetapan zonanya dalam rencana rinci tentang tata ruang.

Peraturan Zonasi (Zoning Regulation) adalah ketentuan yang mengatur tentang

klasifikasi zona, pengaturan lebih lanjut mengenai pemanfaatan lahan, dan prosedur

pelaksanaan pembangunan. Suatu zona mempunyai aturan yang seragam (guna lahan,

intensitas, massa bangunan), namun satu zona dengan zona lainnya bisa berbeda ukuran

dan aturan.

b. Kedudukan peraturan zonasi dalam proses penyusunan rancana penataan ruang

Gambar Kaitan rencana tata ruang dan peraturan zonasi

Sumber: Departemen PU Tahun 2010

Kedudukan peraturan zonasi dalam proses penyusunan Rencana Tata Ruang:

Dalam sistem RTRW, peraturan zonasi merupakan pengaturan lebih lanjut untuk

pemanfaatan ruang yang ditetapkan dalam pola pemanfaatan ruang suatu wilayah

Peraturan zonasi yang merupakan penjabaran dari RTRW Kota dapat menjadi

rujukan untuk menyusun RDTRK, dan sangat bermanfaat untuk melengkapi aturan

pembangunan pada penetapan penggunaan lahan yang ditetapkan dalam RDTTRK.

Peraturan zonasi juga merupakan rujukan untuk penyusunan rencana yang lebih

rinci dari RDTRK, seperti Rencana Tata Ruang Kawasan (RTRK) atau Rencana

Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL)

c. Teknik-teknik peraturan zonasi

Teknik pengaturan zonasi dapat dipilih dari berbagai alternatif dengan

mempertimbangkan tujuan pengaturan yang ingin dicapai. Setiap teknik mempunyai

karakteristik, tujuan, konsekuensi dan dampak yang berbeda. Oleh karena itu,

RTRK/RTBL

RDTRK PeraturanZonasi

RTRW Kota

pemilihannya harus dipertimbangkan dengan hati-hati. Berikut merupakan alternatif-

alternatif yang dapat digunakan antaralain:

Bonus atau insentive zoning

Izin peningkatan intensitas dan kepadatan pembangunan (tinggi bangunan,

luas lantai) yang diberikan kepada pengembang dengan imbalan penyediaan fasilitas

publik (arcade, plaza, pengatapan ruang pejalan, peninggian jalur pejalan atau bawah

tanah untuk memisahkan pejalan dan lalu-lintas kendaraan, ruang bongkar-muat off-

street untuk mengurangi kemacetan dll) sesuai dengan ketentuan yang berlalu.

Kelemahan: teknik ini dapat menyebabkan bengunan berdiri sendiri di tengah plaza,

memutuskan shopping frontage, dll.

Performance zoning

Ketentuan pengaturan pada satu atau beberapa blok peruntukan yang

didasarkan pada kinerja tertentu yang ditetapkan. Performace zoning harus diikuti

dengan standar kinerja (performance standards) yang mengikat (misalnya tingkat LOS

(Level of Service, Tingkat Pelayanan) jalan minimum, tingkat pencemaran

maksimum, dll).

Fiscal zoning

Ketentuan/aturan yang ditetapkan pada satu atau beberapa blok peruntukan yang

berorientasi kepada peningkatan PAD.

Special zoning

Ketentuan ini dibuat dengan spesifik sesuai dengan karakteristik setempat

(universitas, pendidikan, bandar udara) untuk mengurangi konflik antara area ini dan

masyarakat sekelilingnya dengan pemanfaatan ruang yang sesuai dengan area

tersebut. Umumnya untuk menjaga kualitas lingkungan (ketenangan, kelancaran lalu-

lintas dan sebagainya).

Exclusionary zoning

Ketentuan/aturan pada satu/beberapa blok peruntukan yang menyebabkan blok

peruntukan tersebut menjadi ekslusif. Ketentuan ini mengandung unsur diskriminasi

(misalnya, penetapan luas persil minimal 5000m2 menyebabkan masyarakat

berpenghasilan rendah tidak dapat tinggal dalam blok tersebut). Praktek zoning ini

diterapkan pada zona yang mempunyai dampak pencegahan munculnya bangunan

rumah bagi masyarakat berpendapatan rendah dan moderat. Ketentuan ini dimotivasi

oleh perhatian pada populasi masyarakat tertentu dibandingkan kebutuhan perumahan

keseluruhan pada wilayah dimana masyarakat tersebut menjadi bagiannya.

Contract zoning

Ketentuan ini dihasilkan melalui kesepakatan antara pemilik properti dan

komisi perencana (Dinas Tata Kota atau TKPRD atau BKPRD) atau lembaga

legislatif (DPRD) yang dituangkan dalam bentruk kontrak berdasarkan Kitab Undang-

undang Hukum Perdata.

Negotiated development

Pembangunan yang dilakukan berdasarkan negosiasi antarstakeholder.

TDR (Transfer of Development Right)

Ketentuan untuk menjaga karakter kawasan setempat. Kompensasi diberikan

pada pemilik yang kehilangan hak membangun atau pemilik dapat mentransfer atau

menjual hak membangunnya (biasanya luas lantai bangunan) kepada pihak lain dalam

satu distrik/kawasan.

Design atau historic preservation

Ketentuan-ketentuan pemanfaatan ruang dan elemen lainnya (keindahan, tata

informasi dll) untuk memelihara visual dan karakter budaya, bangunan dan kawasan

masyarakat setempat yang ditetapkan dalam peraturan-perundangan pelestarian.

Overlay zona

Satu atau beberapa zona yang mengacu kepada satu atau beberapa peraturan

zonasi (misalnya kawasan perumahan di kawasan yang harus dilestarikan akan

merujuk pada aturan perumahan dan aturan pelestarian bangunan/kawasan).

Floating zona

Blok peruntukan yang diambangkan pemanfaatan ruangnya, dan penetapan

peruntukannya didasarkan pada kecenderungan perubahannya atau perkembangannya

atau sampai ada penelitian mengenai pemanfaatan ruang tersebut yang paling tepat.

Flood plain zona

Ketentuan pemanfaatan ruang pada kawasan rawan banjir untuk mencegah

atau mengurangi kerugian.

Conditional uses

Seringkali disebut sebagai pemanfaatan khusus, merupakan izin pemanfaatan

ruang yang diberikan pada suatu zona jika kriteria atau kondisi khusus zona tersebut

memungkinkan atau sesuai dengan pemanfaatan ruang yang diinginkan.

Growth control

Pengendalian ini dilakukan melalui faktor faktor pertumbuhan seperti

pembangunan sarana dan prasarana melalui penyediaan infrastruktur yang diperlukan,

mengelola faktor ekonomi dan sosial hingga politik.

d. Perencanaan ruang di Indonesia

Terdapat dua sistem pemanfaatan ruang, yaitu pemanfaatan ruang yang didasarkan

pada kepastian hukum yang berupa peraturan Zoning (regulatory system) dan pemanfaatan

ruang yang proses pengambilan keputusannya didasarkan pada pertimbangan lembaga

perencanaan yang berwenang untuk masing-masing proposal pembangunan yang diajukan

(discretionary system).

Sistem perencanaan di Indonesia terdiri atas perencanaan sektoral dan spasial yang

dilaksanakan di tiap tingkatan wilayah (Nasional, Provinsi, Kabupaten/Kota). Setiap

rencana tata ruang tersebut memiliki kekuatan hukum masing-masing. Dokumen rencana

yang disahkan sebagai peraturan perundangan yang mengikat masyarakat dan juga aparat

pemerintah tersebut berlaku sebagai landasan utama dalam pelaksanaan pemanfaatan

ruang. Namun demikian, rencana tata ruang di Indonesia tidak diterapkan di lapangan

dengan tingkat kedisiplinan yang sama dengan dokumen zoning pada sistem regulatory.

Adanya pertimbangan-pertimbangan khusus pemerintah daerah yang berwenang,

tidak jarang dituangkan menjadi peraturan perundangan (surat keputusan, instruksi, dan

sebagainya) yang turut berpengaruh dalam pelaksanaan pemanfaatan ruang. Proses

pengendalian pemanfaatan ruang dilakukan berdasarkan rencana tata ruang yang sah

tersebut. Penataan ruang di Indonesia telah diatur dalam UU No. 26 Tahun 2007 tentang

Penataan Ruang yang masih perlu dilengkapi dengan berbagai aturan dan peraturan

pelaksanaan lain yang mendukungnya. Selama ini penataan ruang tidak mudah untuk

dilaksanakan. Salah satunya karena sangat sulit untuk dibuat dan dilaksanakan dalam

konteks dimana penghormatan terhadap hukum, profesionalisme, dan daya tanggap

(responsiveness) terhadap masyarakat sangat rendah. Masyarakat belum ditempatkan pada

posisi yang kuat dan partisipatif dalam menciptakan penataan ruang yang adil dan setara

(equity).

e. Jenis pelanggaran atau perubahan terhadap dokumen rencana tata ruang

Perubahan fungsi, yaitu perubahan yang tidak sesuai dengan fungsi lahan yang telah

ditetapkan dalam rencana, yaitu fungsi yang ditetapkan dalam Rencana Umum Tata

Ruang.

Perubahan blok peruntukan, yaitu pemanfaatan yang tidak sesuai dengan arahan

peruntukan yang telah ditetapkan, yaitu perubahan Koefi sien Dasar Bangunan (KDB),

Koefisien Lantai Bangunan (KLB) dan Garis Sempadan Bangunan (GSB) dari tiap blok

yang ditetapkan dalam Rencana Detail Tata Ruang.

Perubahan persyaratan teknis, yaitu pemanfaatan sesuai fungsi dan peruntukan, tetapi

persyaratan teknis bangunan tidak sesuai dengan ketentuan dalam rencana dan

peraturan bangunan setempat, yaitu persyaratan teknis yang ditetapkan dalam rencana

tapak kawasan dan perpetakan yang menyangkut tata letak dan tata bangunan beserta

sarana lingkungan dan utilitas umum.

f. Urgensi peraturan zonasi

Dalam kaitannya dengan penyelenggaraan penataan ruang, peraturan zonasi ini

menjadi penting artinya terutama yang berkenaan dengan upaya pemanfatan ruang dan

pengendalian pemanfaatan ruang. Selama ini implementasi rencana tata ruang yang telah

disusun bukan merupakan suatu perkara yang mudah. Kepentingan publik dengan

kepentingan pribadi seringkali berbenturan sehingga apa yang telah disusun dan

ditetapkan dalam suatu rencana tata ruang tidak sejalan dengan pembangunan yang ada.

Dalam kondisi ini peraturan zonasi sebagai salah satu instrumen dalam pengendalian

pemanfaatan ruang menjadi penting artinya, karena peraturan zonasi ini dapat menjadi

rujukan dalam perizinan, penerapan insentif/disinsentif, penertiban ruang, menjadi

jembatan dalam penyusunan rencana tata ruang yang bersifat operasional, serta dapat

menjadi panduan teknis dalam pengembangan/pemanfaatan lana (Zulkaidi, 2008).

g. Terdapat beberapa fungsi utama dari peraturan zonasi, yakni:

Sebagai instrumen pengendalian pembangunan Peraturan zoning yang lengkap akan

memuat prosedur pelaksanaan pembangunan sampai ke tata cara pengawasannya.

Sebagai pedoman penyusunan rencana operasional Ketentuan zoning dapat menjadi

jembatan dalam penyusunan rencana tata ruang yang bersifat operasional, karena

memuat ketentuan tentang penjabaran rencana yang bersifat makro ke dalam rencana

yang bersifat submakro sampai pada rencana yang rinci.

Sebagai panduan teknis pengembangan/pemanfaatan lahan. Ketentuan zoning

mencakup tata guna lahan, intensitas pembangunan, tata bangunan, prasarana

minimum, dan standar perencanaan.

h. Tujuan akhir dari peraturan zonasi diantaranya adalah :

Menjamin bahwa pembangunan yang akan dilaksanakan dapat mencapai standar

kualitas local minimum (health, safety, and welfare);

Melindungi atau menjamin agar pembangunan baru tidak mengganggu penghuni atau

pemanfaat ruang yang telah ada;

Memelihara nilai properti;

Memelihara/memantapkan lingkungan dan melestarikan kualitasnya;

Menyediakan aturan yang seragam di setiap zona;

Mengurangi kemacetan lalu lintas, menjamin keselamatan dari kebakaran, kepanikan,

dan bahaya lain; mendorong kesehatan dan kesejahteraan umum, menyediakan cahaya

dan udara yang cukup; mencegah terlalu padat, menghindarkan konsentrasi penduduk

berlebihan, menyediakan fasilitas transportasi, air bersih, saluran buangan, sekolah,

taman dan kebutuhan publik lainnya”

Daftar Pustaka

Jayadinata, T. Johara. 1999. Tata Guna Tanah dalam Perencanaan Pedesaan dan

Perkotaan. Bandung: Penerbit ITB

Noor, Djauhari. 2011. Geologi untuk perencanaan. Yogyakarta: Graha Ilmu

Baja, Sumbang. 2012. Tata Guna Lahan dalam Pengembangan Wilayah. Yogyakarta:

Penerbit Andi.

Urgensi pengaturan zona dalam upaya pengendalian pemanfaatan ruang daerah

berkelanjutan. 2009 (http://bulletin.penataanruang.map.net)

Peraturan zonasi sebagai perangkat pengendalian pemanfaatan ruang. Direktorat

Jendral Penataan Ruang Departemen Pekerjaan Umum. 2010.

Leumbur kuring. Peraturan Zonasi. (http://leumburkuring.wordpress.com)

http://www.pengurusantanah.net/pengertian-tata-guna-tanah.html