Tenggelam Air Tawar
-
Upload
dita-wahyu-rahman -
Category
Documents
-
view
171 -
download
3
description
Transcript of Tenggelam Air Tawar
REFERAT KOASS FORENSIK
PERIODE 22 DESEMBER 2014 – 10 JANUARI 2015
“TENGGELAM AIR TAWAR”
Oleh:
Ilma Putri Dewanti
10711054
Dokter Pembimbing:
Dr. Hari Wujoso, dr, MM., Sp.F
KEPANITERAAN KLINIK ILMU KEDOKTERAN FORENSIK DAN
MEDIKOLEGAL
RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
YOGYAKARTA
2014
Forensik Periode 22 Desember 2014 – 10 Januari 2015 1
DAFTAR ISI
1. HALAMAN JUDUL................................................................................1
2. DAFTAR ISI........................................................................................... 2
3. KATA PENGANTAR..............................................................................3
4. PENDAHULUAN.....................................................................................5
5. KAJIAN TEORI ......................................................................................7
6. SIMPULAN.............................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................19
Forensik Periode 22 Desember 2014 – 10 Januari 2015
1
BAB 1
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat
dan hidayah-NYA penysusun dapat menyelesaikan referat yang bejudul “Tenggelam Air
Tawar”. Sholawat dan salam mari kita lantunkan kepada Nabi Muhammad SAW,
keluarga dan pengikutnya yang setia sampai akhir zaman.
Penyusun menyadari bahwa referat ini dapat dilaksanakan berkat bantuan,
bimbingan dan arahan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini dengan kerendahan hati
penyusun mengucapkan terimakasih kepada :
1. dr. Linda Rosita, M.Kes., Sp.PK., selaku Dekan Fakultas Kedokteran
Universitas Islam Indonesia.
2. Kedua Orang tua saya, Ibu Purwanti SKM., MM., dan Bapak Subakir
SKM., S.SiT., tercinta, yang tak pernah lelah dan pamrih memberikan
doa, kasih sayang, nasehat dan dukungan sampai detik ini. Tidak ada
satupun yang bisa menggantikan cinta dan kasih sayang Ibu dan Bapak
berikan. Semoga karya tulis ini dapat menjadi suatu kebanggaan bagi Ibu
dan Bapak.
3. Dr. Hari Wujoso, dr. MM., SpF selaku dosen pembimbing yang telah
memberikan bimbingan, arahan, saran dan dukungan selama ini.
4. Teman-teman FK UII yang telah memberi bantuan dan dukungan demi
kelancaran penyusunan karya tulis ilmiah ini.
Akhirnya kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan
referat ini yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu. penulis berharap semoga
Allah SWT akan memberikan limpahan rahmat dan hidayahNYA pada kita
semua. Penulis berharap semoga hasil referat ini dapat bermanfaat bagi semua
pihak dan membentuk sikap positif untuk mencegah kejadian tenggelam air tawar.
Forensik Periode 22 Desember 2014 – 10 Januari 2015
2
Yogyakarta, 26 Desember
2014
Ilma Putri Dewanti
Forensik Periode 22 Desember 2014 – 10 Januari 2015
3
BAB II
PENDAHULUAN
Besarnya angka kejadian tenggelam di seluruh dunia sangat bervariasi,
tergantung pada akses ke air, iklim, dan kebiasaan berenang (Wikipedia, 2009).
Seperti dilaporkan oleh Shepherd dan Martin (2005), setiap tahun sekitar 150.000
orang meninggal akibat tenggelam.
Asfiksia merupakan penyebab kematian dalam kasus tenggelam. Asfiksia
terjadi karena penyumbatan saluran pernapasan oleh cairan yang masuk ke dalam
saluran nafas sehinga menghalangi penyerapan oksigen ke dalam tubuh. Setelah
air masuk dalam saluran napas, perubahan keseimbangan cairan tubuh dan kimia
darah merupakan gangguan yang serius. Untuk membuktikan gangguan tersebut,
pemeriksaan laboratorium cairan tubuh sangat diperlukan, terutama pemeriksaan
darah. Karena mekanisme kematian pada kasus tenggelam berbeda-beda, keadaan
tersebut akan memberi warna pada pemeriksaan mayat dan pemeriksaan
laboratorium. Dengan kata lain, kelainan yang didapatkan pada kasus tenggelam
tergantung dari mekanisme kematiannya (Idries, 1997).
Mekanisme tenggelam dalam air tawar bersifat hipotonik sehingga dengan
cepat diserap ke dalam sirkulasi dan segera didistribusikan, sehingga pada korban
yang mati tenggelam dalam air tawar terjadi absorpsi cairan yang masif (Rijal,
2001). Air tawar akan masuk ke dalam aliran darah sekitar alveoli karena
konsentrasi elektrolit dalam air tawar lebih rendah daripada konsentrasi elektrolit
dalam darah, sehingga terjadi hemodilusi darah. Akibat pengenceran darah yang
terjadi, tubuh mencoba mengatasi keadaan ini dengan melepaskan ion kalium dari
serabut otot jantung sehingga kadar ion kalium dalam plasma meningkat.
Perubahan keseimbangan ion K+ dalam serabut otot jantung akan mendorong
terjadinya fibrilasi ventrikel (Budiyanto, 1997).
Forensik Periode 22 Desember 2014 – 10 Januari 2015
4
BAB III
KAJIAN TEORI
A. Tenggelam
1. Definisi Tenggelam
Berdasarkan konsensus World Congress on Drowning yang diadakan di
Amsterdam pada tahun 2002, tenggelam didefinisikan sebagai suatu proses yang
mengakibatkan gangguan respirasi oleh karena submersion/immersion di dalam
cairan (van Beeck, et al., 2005). Submersion adalah keadaan saat seluruh tubuh,
termasuk saluran nafas, berada di dalam air, sedangkan immersion adalah
tenggelam dengan hanya wajah dan jalan nafas yang terbenam (Idris, et al., 2003).
Tenggelam biasanya didefinisikan sebagai kematian akibat mati lemas
(asfiksia) karena masuknya cairan ke dalam saluran pernapasan (Budiyanto, 1997)
yang disertai hilangnya fungsi pernapasan karena bronkus respiratorius dan
alveolus terisi air (Rab, 1998). Bagian terpenting dari asfiksia adalah perjuangan
melawan hal yang menyebabkan gangguan napas, salah satunya adalah aspirasi air
pada korban tenggelam. Selain gangguan pada saluran pernapasan, juga terjadi
perubahan lainnya (Rab, 1998), seperti gangguan keseimbangan cairan tubuh dan
kimia darah yang timbul segera setelah air terinhalasi sehingga dapat
menimbulkan kematian.
2. Patofisiologi Kematian Akibat Tenggelam
Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit darah merupakan faktor
terpenting penyebab kematian tenggelam. Hal ini diperkuat hasil riset yang
dilakukan Swann, et al. (1947) menggunakan anjing yang seluruh tubuhnya
ditenggelamkan dalam air tawar dan air laut. Pada kedua media terjadi transfer air
secara berkesinambungan dalam dua arah antara rongga alveolar dan darah,
seperti contohnya edema paru yang berkembang simultan dengan proses difusi.
Forensik Periode 22 Desember 2014 – 10 Januari 2015
5
Mekanisme pertukaran ini berbeda tergantung air yang masuk ke dalam saluran
nafas, air laut atau air tawar, karena perbedaan kadar garam menyebabkan
perbedaan mekanisme penyesuaian cairan dan elektrolit antara rongga alveolar
dan pembuluh darah. Perpindahan cairan ini terjadi dengan cepat sehingga setiap
perbedaan osmolaritas antara kedua kompartemen ini biasanya akan dikoreksi
dalam waktu detik atau umumnya dalam menit (Guyton dan Hall, 1997).
B. Tenggelam di air tawar
Air tawar lebih hipotonis bila dibandingkan dengan plasma darah (Giertsen,
1988). Air yang teraspirasi dan berada dalam alveoli segera berpindah ke dalam
sirkulasi darah. Keadaan tersebut menyebabkan ekspansi volume darah,
hemodilusi, dan hemolisis. Tubuh berusaha mengkompensasi dengan melepas ion
kalium dari serabut otot sehingga kadar ion kalium dalam plasma meningkat
(Budiyanto, et al., 1997).
Overload dari sirkulasi, hiponatremia, dan tidak seimbangnya rasio natrium
dan kalium bersama-sama dengan hipoksia otot jantung secara fatal menyebabkan
penurunan tekanan sistolik jantung yang dengan cepat diikuti fibrilasi ventrikel
yang menyebabkan kematian. Kematian dapat terjadi dalam waktu 4 sampai 5
menit (Budiyanto, et al., 1997).
C. Pemeriksaan pada Kasus Tenggelam
1. Pemeriksaan luar
Penurunan suhu mayat, berlangsung cepat, rata-rata 50F per menit. Suhu
tubuh akan sama dengan suhu lingkungan dalam waktu 5 atau 6 jam.
Lebam mayat, akan tampak jelas pada dada bagian depan, leher dan kepala.
Lebam mayat berwarna merah terang yang perlu dibedakan dengan lebam mayat
yang terjadi pada keracunan CO.
Forensik Periode 22 Desember 2014 – 10 Januari 2015
6
Pembusukan sering tampak, kulit berwarna kehijauan atau merah gelap.
Pada pembusukan lanjut tampak gelembung-gelembung pembusukan, terutama
bagian atas tubuh, dan skrotum serta penis pada pria dan labia mayora pada
wanita, kulit telapak tangan dan kaki mengelupas.
Gambaran kulit angsa (goose-flesh, cutis anserina), sering dijumpai;
keadaan ini terjadi selama interval antara kematian somatik dan seluler, atau
merupakan perubahan post mortal karena terjadinya rigor mortis. Cutis anserina
tidak mempunyai nilai sebagai kriteria diagnostik.
Busa halus putih yang berbentuk jamur (mushroom-like mass) tampak pada
mulut atau hidung atau keduanya. Terbentuknya busa halus tersebut adalah
masuknya cairan ke dalam saluran pernapasan merangsang terbentuknya mukus,
substansi ini ketika bercampur dengan air dan surfaktan dari paru-paru dan
terkocok oleh karena adanya upaya pernapasan yang hebat. Pembusukan akan
merusak busa tersebut dan terbentuknya pseudofoam yang berwarna kemerahan
yang berasal dari darah dan gas pembusukan.
Perdarahan berbintik (petechial haemmorrhages), dapat ditemukan pada
kedua kelopak mata, terutama kelopak mata bagian bawah.
Pada pria genitalianya dapat membesar, ereksi atau semi-ereksi. Namun
yang paling sering dijumpai adalah semi-ereksi.
Pada lidah dapat ditemukan memar atau bekas gigitan, yang merupakan
tanda bahwa korban berusaha untuk hidup, atau tanda sedang terjadi epilepsi,
sebagai akibat dari masuknya korban ke dalam air.
Cadaveric spasme, biasanya jarang dijumpai, dan dapat diartikan bahwa
berusaha untuk tidak tenggelam, sebagaimana sering didapatkannya dahan, batu
atau rumput yang tergenggam, adanya cadaveric spasme menunjukkan bahwa
korban masih dalam keadaan hidup pada saat terbenam.
Forensik Periode 22 Desember 2014 – 10 Januari 2015
7
Luka-luka pada daerah wajah, tangan dan tungkai bagian depan dapat terjadi
akibat persentuhan korban dengan dasar sungai, atau terkena benda-benda di
sekitarnya; luka-luka tersebut seringkali mengeluarkan “darah”, sehingga tidak
jarang memberi kesan korban dianiaya sebelum ditenggelamkan.
Pada kasus bunuh diri dimana korban dari tempat yang tinggi terjun ke
sungai, kematian dapat terjadi akibat benturan yang keras sehingga menyebabkan
kerusakan pada kepala atau patahnya tulang leher.
Bila korban yang tenggelam adalah bayi, maka dapat dipastikan bahwa
kasusnya merupakan kasus pembunuhan. Bila seorang dewasa ditemukan mati
dalam empang yang dangkal, maka harus dipikirkan
kemungkinan adanya unsur tindak pidana, misalnya setelah diberi racun
korban dilempar ke tempat tersebut dengan maksud mengacaukan penyidikan
(Idries, 1997).
2. Pemeriksaan dalam
Untuk sebagian kasus asfiksia merupakan penyebab umum terjadinya
kematian ini. Hal tersebut dikarenakan air yang masuk ke paru-paru akan
bercampur dengan udara dan lendir sehingga menghasilkan buih-buih halus yang
memblok udara di vesikula. Dalam beberapa kasus, kematian dapat terjadi dari
asfiksia obstruktif yang juga dikenal sebagai tenggelam kering yang disebabkan
oleh kejang laring yang dibentuk oleh sejumlah kecil air yang memasuki laring.
Pada beberapa kasus lainnya air tidak masuk ke paru-paru sehingga tanda-tanda
klasik tenggelam tidak dapat kita temukan (Modi, 1988)
Sebelum kita melakukan pemeriksaan dalam pada korban tenggelam, kita
harus memperhatikan apakah mayat korban tersebut sudah dalam keadaan
pembusukan lanjut atau belum. Apabila keadaan mayat telah mengalami
Forensik Periode 22 Desember 2014 – 10 Januari 2015
8
pembusukan lanjut, maka pemeriksaan dan pengambilan kesimpulan akan
menjadi lebih sulit.
Pemeriksaan terutama ditujukan pada sistem pernapasan, busa halus putih
dapat mengisi trakhea dan cabang-cabangnya, air juga dapat ditemukan, demikian
pula halnya dengan benda-benda asing yang ikut terinhalasi bersama air.
Benda asing dalam trakhea dapat tampak secara makroskopik misalnya
pasir, lumpur, binatang air, tumbuhan air dan sebagainya. Sedangkan yang tampak
secara mikroskopik diantaranya telur cacing dan diatome (Idries, 1997).
Diatome adalah sejenis ganggang yang mempunyai dinding dari silikat.
Silikat ini tahan terhadap pemanasan dan asam keras. Diatome dijumpai di air
tawar, air laut, sungai, sumur, dan lain-lain.
Pada korban mati tenggelam diatome akan masuk ke dalam saluran
pernafasan dan saluran pencernaan, karena ukurannya yang sangat kecil, ia
di absorpsi dan mengikuti aliran darah. Diatome ini dapat sampai ke hati,
paru, otak, ginjal, dan sumsum tulang. Bila diatome positif berarti korban masih
hidup sewaktu tenggelam.
Oleh karena banyak terdapat di alam dan tergantung musim, maka tidak
ditemukannya diatome tidak dapat menyingkirkan bahwa korban bukan mati
tenggelam. Relevansi diatome terbatas pada tenggelam dengan mekanisme
asfiksia.
Forensik Periode 22 Desember 2014 – 10 Januari 2015
9
BAB IV
SIMPULAN
Pada tenggelam di air tawar sejumlah besar air masuk ke dalam saluran
pernapasan hingga ke paru-paru, mengakibatkan perpindahan air secara cepat
melalui dinding alveoli karena tekanan osmotik yang besar dari plasma darah
yang hipertonis. Kemudian diabsorbsi ke dalam sirkulasi dalam waktu yang
sangat singkat dan menyebabkan peningkatan volume darah hingga 30% dalam
menit pertama. Akibatnya sangat besar dan menyebabkan gagal jantung akut
karena :Jantung tidak dapat berkompensasi dengan cepat terhadap volume darah
yang sangat besar (untuk meningkatkan “cardiac output” dengan cukup).
Akibat hipotonisitas plasma darah yang mengalami dilusi, ruptur sel darah
merah (hemolisis), pengeluaran kalium ke dalam plasma (menyebabkan anoksia
miokardium yang hebat). Mekanisme dasar kematian: kematian yang berlangsung
cepat diakibatkan oleh serangan jantung yang seringkali berlangsung dalam 2-3
menit.
Forensik Periode 22 Desember 2014 – 10 Januari 2015
10
DAFTAR PUSTAKA
Budiyanto, A., Widiatmaka, W., Sudiono, S., Winardi, T., Idries, A. M., Sidhi,
Hertian, S., Sampurna, B., Purwadianto, A., Rizkiwijaya, Herkutanto,
Atmadja, D. S., Budiningsih, Y., Purnomo, S. 1997. Ilmu Kedokteran
Forensik. Jakarta : Bagian Kedokteran Forensik
Guyton, A. C. dan Hall, J. E., 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Ed 9.
Jakarta: EGC.
Hamdani, N., 1992. Ilmu Kedokteran Kehakiman. Ed 2. Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama.
Idries, A. M , 1989. Penyelidikan pada Kasus Kematian karena Tenggelam, dalam
Penerapan Ilmu Kedokteran Kehakiman dalam Proses Penyidikan. Ed I.
Jakarta: PT Karya Unipers.
Rab, T. 1998. Agenda Gawat Darurat (Critical Care). Bandung: PT Alumni.
Swann, H. G., Brucer, M., Moore, C. 1947. Fresh Water and Sea Water
Drowning: A Study of The Terminal Cardiac and Biochemical Events. Tex
Rep Biol Med. 5: 423-38
Van Beeck, E.F., Branche, C. M., Szpilman, D., Modell, J. H., dan Bierens, J. J.
L. M. (2005) A New Definition of Drowning. Bulletin of World Health
Organization. 83(11):853-865.Wikipedia. 2009. Atomic Absorption
Spectroscopy.http://en.wikipedia.org/wiki/
Atomic_absorption_spectroscopy. (13 Juli 2009).
Wikipedia. 2009. Drowning. http://en.wikipedia.org/wiki/Drowning. (13 Juli
2009).
Forensik Periode 22 Desember 2014 – 10 Januari 2015
11