Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk...

220
ISBN : 978-602-0951-13-3 Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk Kesejahteraan Masyarakat Subtema Inovasi Pendidikan Surabaya, 27 Nopember 2016

Transcript of Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk...

Page 1: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

ISBN : 978-602-0951-13-3

Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian

Untuk Kesejahteraan Masyarakat

Subtema

Inovasi Pendidikan

Surabaya, 27 Nopember 2016

Page 2: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara
Page 3: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

PROSIDING

SEMINAR NASIONAL

Hasil Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas Negeri Surabaya

SEMNAS PPM 2016

Buku – 1

Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian

Untuk Kesejahteraan Masyarakat

Subtema Inovasi Pendidikan

Surabaya, 27 November 2016

Penerbit :

Fakultas MIPA – Universitas Negeri Surabaya

Page 4: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

TIM EDITOR I Wayan Susila Suroto Tukiran

DESIGN LAYOUT

Agus Prihanto

PENYUNTING Bayu Agung Prasodi Biyan Yesi Wilujeng Ainul Khafid Andika Pramudya Wardana Yudo Chandrasa Wirasadewa

TIM REVIEWER

Darni A. Grummy Wailanduw Andre Dwijanto Witjaksono Titik Taufikurohmah Najlatun Naqiyah

Diterbitkan oleh : FAKULTAS MIPA - UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA Gedung D-1 UNESA Kampus Ketintang Jln. Ketintang Surabaya - 60231 Telp. 031-8280009 Email : [email protected] Cetakan Pertama – Nopember 2016

ISBN :

Hak cipta dilindungi oleh Undang-undang Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara apapun tanpa ijin tertulis dari penerbit

Page 5: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

i

SAMBUTAN KETUA PANITIA PADA SEMINAR NASIONAL HASIL PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT

TAHUN 2016

UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA

Bismillahir rohmannir rohiim

Assalamu ‘alaikum Warohmatullahi Wabarokhatuh

Selamat siang dan salam sejahtera bagi kita semua

Yth. Bapak Rektor Universitas Negeri Surabaya, Bapak Prof. Dr. Warsono, M.S.

Yth. Ibu Wakil Rektor Bidang Akademik, Ibu Dr. sc. agr. Yuni Sri Rahayu, M.Si.

Yth. Bapak Wakil Rektor Bidang Umum dan Keuangan, Bapak Drs. Tri Wahatnolo, M.Pd, M.T.

Yth. Bapak Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan dan Alumni, Bapak Dr. Ketut Prasetyo, M.S.

Yth. Bapak Wakil Rektor Bidang Kerjasama dan Perencanaan, Bapak Prof. Dr. Djodjok Soepardjo, M.Litt.

Yth. Bapak Prof. Ocky Karna Radjasa, M.Sc., Ph.D, Direktur Riset dan Pengabdian Kepada Masyarakat

(DRPM), Kemenristekdikti, selaku narasumber

Yth. Bapak Prof. Dr. Muchlas Samani, M.Pd, pemerhati pendidikan dan sekaligus narasumber

Yth, Bapak Tritan Saputra, S.T., M.H. Ketua Komite Tetap Pengembangan Usaha Elektronika Bidang Industri

Kreatif dari KADIN Jatim sekaligus sebagai narasumber

Yth. Bapak Ibu para Dekan selingkung Unesa,

Yth. Bapak Direktur Pascasarjana Unesa,

Yth. Bapak Ketua LP3M Unesa,

Yth. Bapak Ketua dan Sekretaris LPPM Unesa, dan

Bapak ibu semua kepala dan sekretaris pusat di LPPM Unesa, serta bapak ibu peserta Seminar Nasional Hasil

Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Tahun 2016 yang diselenggarakan di Best Western

Papilio Hotel, Jl. A. Yani, Surabaya, yang berbahagia dan saya banggakan.

Pertama-tama, marilah kita senantiasa mengucapkan rasa syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan

rahmat, nikmat, dan hidayah-Nya sehingga kita semua bisa berkumpul di ruangan ini dalam keadaan sehat wal

afiat dan tak kurang suatu apapun.

Bapak Rektor, ibu bapak Wakil Rektor, bapak ibu pimpinan fakultas dan direktur pascasarjana serta pimpinan

unit kerja lainnya selingkung Unesa serta bapak ibu hadirin peserta seminar yang saya hormati,

Kegiatan Seminar Nasional Hasil Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Tahun 2016 (SEMNASPPM

2016) ini merupakan kegiatan yang secara rutin diselenggarakan oleh LPPM Unesa Surabaya yang biasanya jatuh

pada bulan Oktober atau Nopember tiap tahunnya. Kegiatan Seminar Nasional kali ini dilakukan dengan

mengusung tema: Inovasi dan Hilirisasi Hasil Penelitian untuk Kesejahteraan Masyarakat. Adapun tema

pokok tersebut dapat dijabarkan menjadi sub tema, yaitu: 1) Inovasi Pendidikan, 2) Konservasi, Sains dan

Teknologi, 3) Kualitas Hidup dan Pengembangan Sumber Daya, 4) Seni, Budaya, dan Kemasyarakatan,

dan 5) Ekonomi dan Manajemen. Dengan diversitas subtema yang diangkat ini, maka kegiatan seminar ini

diharapkan dapat memberikan banyak wahana, wacana, dan warna pengetahuan dan keilmuan yang lain dan yang

baru sehingga dapat memberikan stimuli untuk berkreasi dan berkarya bagi para dosen dan/atau peneliti ataupun

profesi lainnya baik di lingkup kemenristekdikti dan/ataupun lingkup lainnya.

Bapak Rektor, ibu bapak Wakil Rektor, bapak ibu pimpinan fakultas dan bapak direktur pascasarjana serta

pimpinan unit kerja lainnya selingkung Unesa serta bapak ibu hadirin peserta seminar yang saya muliakan,

Untuk dapat mencapai dan sekaligus memperkaya wahana, wacana, dan warna pengetahuan dan keilmuan yang

baru tersebut, kami telah mengundang para narasumber yang sangat berkompeten, yaitu bapak Prof. Ocky Karna

Radjasa, M.Sc., Ph.D., bapak Prof. Dr. Muchlas Samani, M.pd., dan bapak Tritan Saputra, S.T.,M.H., dimana

diantara mereka sudah berada ditengah-tengah kita. Dengan kompetensi, kepakaran dan pengalaman dari masing-

masing narasumber, tentu kami sangat yakin akan banyak wacana dan warna informasi penting lainnya yang kita

dapatkan hari ini yang tentu pula sangat bermanfaat untuk pengembangan ilmu dan tingkat profesionalitas kita

sebagai seorang dosen dan/ataupun peneliti atau profesi lainnya.

Bapak Rektor, ibu bapak Wakil Rektor, bapak ibu pimpinan fakultas dan direktur pascasarjana serta pimpinan

unit kerja lainnya selingkung Unesa serta bapak ibu hadirin peserta seminar yang saya banggakan,

Perkenankan pada kesempatan ini, kami melaporkan bahwa peserta Seminar Nasional Hasil Penelitian dan

Pengabdian Kepada Masyarakat tahun 2016 ini dihadiri oleh sekitar 219 orang, yang terdiri dari 3 narasumber, 13

undangan, 149 pemakalah yang terdiri dari 64 pemakalah oral, dan sisanya pemakalah poster, serta 25 orang

Page 6: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

ii

panitia. Sesungguhnya, pada satu dua minggu terakhir menjelang hari pelaksanaan seminar ini masih banyak

dosen/peneliti atau mahasiswa yang berkeinginan kuat untuk mengirimkan abstrak dan sekaligus sebagai

pemakalah. Namun, karena keterbatasan tenaga dan pikiran kami, dengan amat terpaksa dan sangat menyesal kami

harus menutupnya. Untuk itu, kami mohon maaf.

Selanjutnya, kami berharap kegiatan Seminar Nasional Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat tahun

2016 ini dapat berlangsung dengan baik, lancar dan sukses. Kami juga mengharapkan partisipasi peserta seminar

ini untuk aktif menggunakan momentum dan event ini guna memperoleh banyak wahana, wacana, dan informasi

lain yang sangat bermanfaat dan tentu ikut memperlancar kegiatan seminar nasional ini. Event seminar nasional

ini tentu menjadi ajang silaturahmi bagi bapak ibu semua sekaligus memberikan ruang dan wadah untuk saling

bertukar pikiran dan informasi yang saling menguntungkan serta memberikan kesempatan membangun dan

menjalin kerjasama di antara kita ke arah yang lebih.

Pada kesempatan ini pula, mohon dengan hormat bapak Rektor Unesa, Prof. Dr. Warsono, M.S. berkenan untuk

memberikan sambutan dan arahan terkait tema dalam kegiatan seminar ini dan sekaligus berkenan membuka

secara resmi acara seminar nasional ini.

Demikian, bapak ibu hadirin semua yang bisa saya sampaikan dan laporkan, mohon maaf atas segala kekurangan

dan kesalahan.

Wa billahi taufik wal hidayah war ridho wa innayah

Wassalamu ‘alaikum Warohmatullahi Wabarokhatuh

Maturnuwun

Surabaya, 27 November 2016

Ketua Pelaksana

Prof. Dr. Tukiran, M.Si.

Page 7: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

iii

SAMBUTAN REKTOR PADA SEMINAR NASIONAL HASIL PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT

TAHUN 2016

UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA

Assalamu alaikum wr, wb.

Teriring ungkapan rasa puji syukur kehadirat Allah SWT, pagi hari ini kita bertemu dalam kegiatan yang sangat

bermanfaat bagi perjalanan dan kemajuan bangsa ini yaitu Seminar Nasional hasil penelitian dan pengabdian

kepada masyarakat Universitas Negeri Surabaya tahun 2016. Kegiatan ini terlaksana berkat rahmat dan hidayah

dari Allah Swt.

Para peserta seminar yang saya hormati,

Salah satu tujuan dari perguruan tinggi adalah menjamin agar mutu pembelajaran, penelitian, dan pengabdian

kepada masyarakat mencapai target sesuai yang ditetapkan oleh Standar Nasional Perguruan Tinggi. Terdapat 8

Standar nasional perguruan tinggi dibidang penelitian dan pengabdian kepada masyarakat yaitu standar hasil,

standar isi, standar proses, standar penilaian, standar peneliti dan pelaksana pengabdian, standar sarana dan

prasarana, standar pengolahan, dan standar pendanaan dan pembiayaan. Delapan standar tersebut merupakan

pedoman dan sekaligus target capaian yang harus diupayakan oleh perguruan tinggi yang disesuaikan dengan visi

dan misi masing masing perguruan tinggi.

Standar hasil penelitian dan pengabdian kepada masyarakat bermuara pada pengembangan IPTEK yang dapat

meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan daya saing bangsa. Untuk mencapai hal tersebut, harus diketahui akar

permasalahan dan dan dicarikan peluang serta pemecahannya. Tugas seorang peneliti dan pelaksana pengabdian

kepada masyarakat adalah menggali, mengidentifikasi, dan menganalisis akar permasalahan tersebut dengan

didasarkan kepakaran yang dimilikinya serta berkolaborasi dengan stakeholder terkait.

Seorang peneliti perlu memiliki kecerdasan dalam memetakan tipologi, karakteristik setiap kelompok masyarakat

serta memiliki kemampuan memprediksi dampak yang ditimbulkan dari setiap pelaksanaan penelitian dan

pengabdian kepada masyarakat. Oleh karena setiap wilayah dan kelompok masyarakat memiliki karakteristik yang

berbeda maka diperlukan treatment yang berbeda pula. Wilayah Indonesia memiliki potensi yang luar biasa baik

dari sumber daya alam, budaya, dan manusia. Potensi tersebut sangat memungkinkan untuk diberdayakan menjadi

sebuah kekuatan yang dahsyat untuk membangun bangsa dan menyejahterakan masyarakat. Formula yang

ditawarkan adalah inovasi, kreatif, dan produktif berbasis kajian ilmiah dalam bentuk empiris dan pemodelan.

Sehingga hasil penelitian aplikatif dan solutif, tidak hanya menjadi koleksi, tetapi bernilai dan bermanfaat langsung

pada masyarakat. Program hilirisasi hasil-hasil penelitian dan pengabdian kepada masyarakat yang dicanangkan

pemerintah perlu mendapat dukungan penuh. Kehadiran para peneliti dan pengabdian kepada masyarakat sudah

sangat ditunggu oleh warga bangsa ini.

Dilain pihak, sebagai sebuah lembaga tinggi “techno park” bagi Universitas Negeri Surabaya bukan hanya sebuah

mimpi tetapi merupakan target dan sasaran yang harus diupayakan agar bisa menjadi perguruan tinggi berkelas

dunia. Berbekal keahlian dan kepakaran yang terus dikembangkan para dosen-dosen Unesa berangsur mampu

mencetak interpreneurship di dalam dan diluar lingkungan kampus.

Seiring harapan tersebut sangat tepat jika seminar ini mengambil tema Inovasi dan hilirisasi hasil penelitian untuk

kesejahteraan masyarakat. Untuk lebih mengoptimalkan dan operasional tema tersebut ditetapkan sub tema

seminar tahun ini adalah sebagai berikut: 1) Inovasi pendidikan, 2) Konservasi, sains, dan teknologi, 3) Kualitas

hidup dan sumber daya, 4) Seni, budaya, dan kemasyarakatan, 5) Ekonomi dan manajemen. Kiranya dengan 5 sub

tema tersebut dapat memberikan kontribusi Universitas Negeri Surabaya terhadap pembangunan bangsa dan

peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Bapak, Ibu peserta seminar yang saya hormati.

Selamat berseminar dan semoga sukses. Semoga kerja keras, kerja cerdas dan kerja ikhlas bapak ibu sekalian

mendapat balasan dari Allah Swt, yang berlipat lipat dikemudian hari.

Wassalamu alaikum wr. wb.

Surabaya, 27 November 2016

Rektor

Universitas Negeri Surabaya

Page 8: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

iv

Page 9: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

v

SUSUNAN PANITIA SEMINAR NASIONAL

HASIL PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT 2016

LPPM UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA

Pelindung : Prof. Dr. Warsono, M.S. (Rektor)

Penasihat : 1. Dr. rer.nat. Yuni Sri Rahayu, M.Si. (WR Bid.Akademik)

2. Drs. Tri Wrahatnolo, M.Pd., M.T. (WR Bid. Umum Keuangan)

3. Dr. KetutPrasetyo, M.S. (WR Bid. KemahasiswaandanAlumni)

4. Prof. DjodjokSoepardjo, M. Litt. (WR Bid. Kerjasama)

PenanggungJawab : Prof. Dr. Ir. I WayanSusila, M.T.

Ketua : Prof. Dr. Tukiran, M.Si.

Wakil : Drs. Suroto, M.A., Ph.D.

Sekretaris : 1. Dr. NajlatunNaqiyah, M.Pd.

2. Dr. Nurkholis, M.Kes.

Bendahara : 1. Dr. Rindawati, M.Si.

2. ZulaikhahAbdullah, S.E.

Kesekretariatan : 1.Dra. Ec. Nurmika Simanullang, M.Pd.

2. IkaPurnamaWati, A.Md.

I T : 1. Wiyli Yustanti, S.Si., M.Kom.

2. Agus Prihanto, S.Kom, M.T.

Dana/Akomodasi : 1. Dr. Grummy W., M.T.

2. SitiNurulHidayati, S.Pd.,M.Pd.

Dokumentasi : Moch. Suyanto

NaskahdanProsiding : 1. Dr. Andre W., M.Si.

2. Dr. TitikTaufikurrohmah, M.Si.

Humas/Publikasi : 1. Prof. Dr. Darni, M.Hum.

2. Drs. BudihardjoA.H., M.Pd.

Acara/Sidang/Narasumber : 1. Prof. Dr. Hj. SitiMaghfirotunAmin, M.Pd.

2. Dian Savitri, S.Pd.,M.Pd.

Umum/Perlengkapan : 1. Amalia Rachel Manoppo, S.H.

2. Parni

Konsumsi : 1.NurHartatik, S.E.

2. Yulia Sukmawati, S.Pd

.

Page 10: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

vi

Page 11: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

vii

DAFTAR ISI

SAMBUTAN KETUA PANITIA ............................................................................................................................ i

SAMBUTAN REKTOR ........................................................................................................................................ iii

SUSUNAN PANITIA SEMINAR NASIONAL ..................................................................................................... v

DAFTAR ISI ......................................................................................................................................................... vii

Pengembangan Media Pembelajaran Video Tutorial Mata Pelajaran Teknik Pemrograman Tav Kelas X SMK

Negeri I Madiun ...................................................................................................................................................... 1

Ahsan Muzakki1*), Fulca Ugratara K.P.2 ............................................................................................................. 1

Project Based Learning dalam Pembelajaran Materi Application Letter and Job Interview untuk Mendukung

Daya Saing Mahasiswa ........................................................................................................................................... 7

Arik Susanti1*), Anis Trisusana2 .......................................................................................................................... 7

Penerapan Pelatihan Siaga Bencana dalam Meningkatkan Hard Skill dan Soft Skill Siswa SDN Satak 1

Kabupaten Kediri .................................................................................................................................................. 13

Asnawi1*), Supriyono2 ....................................................................................................................................... 13

Penerapan Multimedia dalam Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning–Pbl) pada

Matakuliah Struktur Data ...................................................................................................................................... 17

Bambang Sujatmiko1*), Rina Harimurti2, Anita Qoiriah3 .................................................................................. 17

Peningkatan Kemampuan Guru SMK Negeri Wonosalam Jombang melalui Pelatihan Pembuatan Proposal PTK

.............................................................................................................................................................................. 25

Choirul Anna Nur Afifah1*), Siti Sulandjari2, Veni Indrawati3 ......................................................................... 25

Pengembangan Modul Pembelajaran Berbasis Proyek untuk Meningkatkan Higher Order Thinking Skills ....... 31

Danang Tandyonomanu1*), Damajanti Kusuma Dewi2 ..................................................................................... 31

The Influence of Inquiry Based Learning on Students' Knowledge of Control Systems ...................................... 35

Diah Wulandari 1*), Muhamad Syariffuddien Zuhrie 2 ...................................................................................... 35

Validitas dan Kepraktisan Video Pembelajaran Pendekatan Saintifik Berorientasi Project Based Learning ....... 39

Endang Susantini1*), Tjipto Prastowo2, Abdul Kholiq3, Mukhayyarotin Niswati Rodliyatul Jauhariyah4 ........ 39

Penggunaan Trainer Aksi Dasar Sistem Kontrol untuk Meningkatkan Hasil Belajar Mahasiswa Teknik Elektro

Unesa pada Mata Kuliah Dasar Sistem Pengaturan .............................................................................................. 47

Endryansyah1*), Puput Wanarti Rusimamto2, Mochammad Rameli3, Eko Setijadi4 ......................................... 47

Pengembangan Media Pembelajaran Berbasis Web di SMK Kota Surabaya ....................................................... 53

Hapsari Peni1*), Puput Wanarti2, Euis Ismayati3, Yuni Yamasari4 .................................................................... 53

IbM MGMP PPKn dan IPS dalam Mengembangkan Asesmen Otentik di Kota Surabaya ................................... 61

Harmanto1*), I Made Suwanda2 ......................................................................................................................... 61

Pengembangan Perangkat pembelajaran berbasis peta konsep no condition untuk memperkuat daya tahan

(retensi) keterampilan berpikir tingkat tinggi mahasiswa pendidikan kimia pada materi pokok Keisomeran ...... 67

Ismono1*), Tukiran2, Suyatno3 ........................................................................................................................... 67

Keterampilan Kepala Sekolah dalam Evaluasi Hasil Peningkatan Keunggulan Pembelajaran ............................ 73

Karwanto1*) ....................................................................................................................................................... 73

Pengaruh Self Regulated Learning terhadap Hasil Belajar Kognitif Mahasiswa Melalui Blended Learning

Berbasis Web ......................................................................................................................................................... 79

Kusumawati Dwiningsih1*), Sukarmin2, Muchlis3 ............................................................................................ 79

Pengembangan Strategi Pembinaan Minat, Bakat, dan Potensi KarirMahasiswa Prodi Sastra Inggris 2014 dan

2015 ...................................................................................................................................................................... 83

Mamik TW1*), Pratiwi R2, M.Khoiri3 ................................................................................................................ 83

Page 12: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

viii

Pengembangan Model Pendidikan Guru Bidang Sains dan Teknologi di Era Digital .......................................... 91

Muchlas Samani1*), Mochamad Cholik2, I.G.P. Asto Buditjahjanto3. ............................................................... 91

Pengembangan Model Pembelajaran Seni Budaya Berbasis Kurikulum 2013 untuk Membantu Mengatasi

Kesulitan Guru-Guru SMP di Surabaya ............................................................................................................... 99

Muhajir1*), Nunuk Giari2, Marsudi3 .................................................................................................................. 99

Bimbingan dan Konseling Komprehensif bagi Konselor untuk Meningkatkan Kompetensi Sosial ................... 109

Najlatun Naqiyah1*) ......................................................................................................................................... 109

Peningkatan Profesionalisme Guru – Guru SD di Daerah Tertinggal Melalui Pengembangan Peraga Matematika

Berbasis Bahan Lokal di Kabupaten Bangkalan Provinsi Jawa Timur ............................................................... 115

Ninik Wahju Hidajati1*) ................................................................................................................................... 115

Media Trainer Praktikum Untuk Penunjang Mata Kuliah Dasar Sistem Telekomunikasi Mahasiswa Teknik

Elektro FT-UNESA............................................................................................................................................. 123

Nurhayati1*), Eppy Yundra2 ............................................................................................................................. 123

Profil Mahasiswa Dalam Kegiatan Perkuliahan Model Sorogan-Bandongan Materi Mekanisme Reaksi Kimia

Organik ............................................................................................................................................................... 129

Rinaningsih1*), Suyatno2, Ismono3 .................................................................................................................. 129

Pendampingan Penyusunan Instrumen Penilaian Hasil Belajar Bagi Guru Sekolah Dasar di Kabupaten

Bojonegoro .......................................................................................................................................................... 133

Rini Setianingsih1*), Manuharawati2, Abdul Haris Rosyidi3 ........................................................................... 133

Modul Sebagai Alat Bantu Siswa Sekolah Dasar dalam Menyelesaikan Soal Olimpiade Matematika Berbahasa

Inggris ................................................................................................................................................................. 139

Slamet Setiawan1*), Ahmad Munir2, Budi Priyo Prawoto3, Dian Rivia Himawati4......................................... 139

Maket Multimedia Interaktif untuk Menanamkan Penguasaan Konsep Lingkungan Sekolah Siswa Tunanetra 145

Sri Joeda .......................................................................................................................................................... 145

Penerapan Model Pembelajaran Inkuiri untuk Meningkatkan Hasil Belajar dan Ketuntasan Belajar Materi Listrik

Siswa Kelas VI SD-SMP Satu Atap Singosari Malang....................................................................................... 153

Titin Sunarti1*), Endang Susantini2, Beni Setiawan3 ....................................................................................... 153

Penerapan Model Pembelajaran Langsung dengan Menggunakan Media Audio Visual untuk Meningkatkan Hasil

Belajar Membuat Busana Anak Siswa Kelas X SMKN 3 Pamekasan ................................................................ 157

Tri Mutmainnah1*), Fadlilah Indira Sari2 ......................................................................................................... 157

Pengembangan Terapi Holistik dalam Menangani Gangguan Sosial Emosional Siswa Sekolah Dasar ............. 165

Wiwik Widajati1*), Siti Mahmudah2 ................................................................................................................ 165

Peningkatan Kemampuan Membaca Siswa SDN Jono I, Kecamatan Temayang, Kabupaten Bojonegoro Melalui

Kegiatan Pembiasaan Membaca Berjenjang ....................................................................................................... 173

Moh. Zamzuri.................................................................................................................................................. 173

Pengembangan Media Pembelajaran Teknik Pemesinan Berbantuan Komputer Yang Efektif Di SMK ........... 179

Yunus1*), Iskandar2 .......................................................................................................................................... 179

Respon Pembaca Pada Majalah Emerald Mahasiswa Jurusan Bahasan dan Sastra Inggris ............................... 187

Diana B.D.1, Mamik Tri Wedawati2*), Adama Damanhuri3 ............................................................................ 187

Pengembangan Instrumen Pengukuran Kadar Keguruan (Tingkat Kompetensi) Mahasiswa Calon Guru dan Guru

PJOK Indonesia .................................................................................................................................................. 193

Suroto1*) .......................................................................................................................................................... 193

Implementasi Model Index Card Match pada Mata Pelajaran Akuntansi ........................................................... 203

Rochmawati1*), Agung Listiadi2, Suci Rohayati3 ............................................................................................ 203

Page 13: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

1

Pengembangan Media Pembelajaran Video Tutorial Mata Pelajaran

Teknik Pemrograman Tav Kelas X SMK Negeri I Madiun

Ahsan Muzakki1*), Fulca Ugratara K.P.2 1 Pendidikan Teknologi dan Kejuruan, UNESA, Surabaya. Email: [email protected] 2 Pendidikan Teknologi dan Kejuruan, UNESA, Surabaya. Email: [email protected]

*) Alamat Korespondesi: Email: [email protected]

ABSTRACT

Medium of learning developed in this study is the media Video Tutorial. Video Tutorial is a method of

transferring the knowledge transmitted or formed in the moving image format. Interest Video Tutorial Learning

Media development is to increase students' understanding of and interest in the subjects Programming Techniques

in SMK Negeri 1 Madiun, and so that teachers can teach more effective, efficient and enjoyable. The method used

is a research method Reaseach and Development. The data collected is data validation learning media, student

responses and test student learning outcomes. Validation of learning media used to obtain the feasibility of the

learning media. Student responses used to determine students' response to instructional media. The test is used to

determine the learning results obtained after the use of instructional media. From the research that has been done

obtained the following results. The results of the validation involving three Validator obtain the results of

85.5915%, so the validity of instructional media video tutorial included in the excellent category. The results of

students' response to media instructional video tutorial obtain the results of 83.7%, so it can be concluded media

instructional video tutorial to get a very good response from students. The results of the study conducted in this

study were taken from the two groups, without treatment and with treatment group. Without treatment group

gained an average yield - average 69.7, while the treatment group gained 75.7 result. After the t-test results

diperolehlah t-test and t-table -2.062 -1.70, thus consistent with the hypothesis that has been made, then declared

there are differences in learning outcomes between the groups without treatment and with treatment group.

Keywords: instructional media, video tutorials, research and development

ABSTRAK

Media pembelajaran yang dikembangkan pada penelitian ini adalah media Video Tutorial. Video Tutorial

adalah metode pentransferan ilmu pengetahuan yang dikirimkan atau dibentuk dalam format gambar bergerak.

Tujuan pengembangan Media Pembelajaran Video Tutorial adalah untuk meningkatkan pemahaman dan minat

siswa pada mata pelajaran Teknik Pemrograman di SMK Negeri 1 Madiun, serta agar guru dapat mengajar

dengan lebih efektif, efisien dan menyenangkan. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian

Reaseach and Development. Data yang dikumpulkan adalah data validasi media pembelajaran, respon siswa dan

tes hasil belajar siswa. Validasi media pembelajaran digunakan untuk memperoleh kelayakan dari media

pembelajaran tersebut. Respon siswa digunakan untuk mengetahui respon siswa terhadap media pembelajaran.

Tes digunakan untuk mengetahui hasil belajar yang didapat setelah menggunakan media pembelajaran. Dari

penelitian yang telah dilakukan diperoleh hasil sebagai berikut. Hasil validasi yang melibatkan tiga Validator

memperoleh hasil 85,5915%, sehingga kevalidan dari media pembelajaran video tutorial termasuk dalam kategori

sangat baik. Hasil respon siswa terhadap media pembelajaran video tutorial memperoleh hasil 83,7%, sehingga

dapat disimpulkan media pembelajaran video tutorial mendapatkan respon yang sangat baik dari para siswa.

Hasil belajar yang dilakukan dalam penelitian ini diambil dari dua kelompok, yaitu kelompok tanpa perlakuan

dan kelompok dengan perlakuan. Kelompok tanpa perlakuan memperoleh hasil rata–rata 69,7, sedangkan

kelompok dengan perlakuan memperoleh hasil 75,7. Setelah dilakukan uji-t maka diperoleh hasil t-hitung -2,062

dan t-tabel -1,70, sehingga sesuai dengan hipotesis yang telah dibuat, maka dinyatakan terdapat perbedaan hasil

belajar antara kelompok tanpa perlakuan dan kelompok dengan perlakuan.

Kata kunci: media pembelajaran, video tutorial, penelitian dan pengembangan

1. PENDAHULUAN

Pengembangan media pembelajaran adalah suatu

hal yang sering dilakukan pada dunia pendidikan.

Suatu inovasi memang suatu hal yang dibutuhkan

untuk meningkatkan kualitas pendidikan yang ada.

Pentingnya pendidikan disebutkan dalam UU No. 20

tahun 2003 pasal 1 tentang sistem pendidikan

nasional[1] dijelaskan bahwa Pendidikan adalah usaha

sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana

belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik

secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk

memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian

diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta

keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat,

bangsa dan negara.

Perkembangan teknologi yang terjadi di era global

ini sangatlah pesat. Perkembangan teknologi juga

banyak mempengaruhi manusia pada umumnya. Maka

dari itu manusia pun juga dituntut untuk bisa mengikuti

perkembangannya. Perkembangan teknologi pun juga

Page 14: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

2

merambah dunia pendidikan dalam bentuk berbagai

macam media – media pendidikan, yang mana bisa

menunjang proses belajar siswa.

Masalah di lapangan yang kami dapatkan antara

lain: (1) adanya kesulitan dalam mempelajari materi

Teknik Pemrograman, (2) intruksi pelajaran yang

kurang jelas, (3) bentuk pembelajaran yang masih

dianggap sulit untuk dipahami, (4) tidak adanya media

yang menunjang pembelajaran siswa khususnya Video

Tutorial, (5) kebutuhan akan suasana pembelajaran

yang lebih efektif, efisien dan menyenangkan.

Dengan latar belakang yang sudah dipaparkan di

atas maka media pembelajaran Video Tutorial

diharapkan dapat mendukung pembelajaran yang ada

di SMK Negeri 1 Madiun. Media pembelajaran video

tutorial adalah media pembelajaran yang

menggunakan video sebagai media penunjang proses

pembelajaran. Media video memiliki beberapa

kelebihan yaitu dapat menampilkan visual dan audio,

menarik perhatian dan menghemat waktu[2] dalam

jurnalnya menyatakan:

Marshall (2002) cites the conclusions of Wiman

and Mierhenry (1969), extending Dale’s “Cone of

Experience,” that: people will generally remember:

10% of what they read, 20% of what they hear, 30% of

what they see, 50% of what they hear and see.

Dari kutipan diatas maka dapat diketahui dengan

melihat dan mendengar manusia lebih mudah dalam

mengingat. Al Mamun[3] dalam jurnalnya juga

memaparkan:

It (video) makes the classroom interesting

removing the monotony of the learners. Moreover, it

helps the learners to generate ideas for discussion. It

makes the class more interactive and effective.

Jadi, video dapat menjadikan kelas lebih menarik,

interaktif dan efektif. Sehingga dari beberapa

pemaparan ahli di atas digunakanlah media Video

Tutorial dalam penelitian ini.

Comisky dan McCartan[4] dalam penelitian

mereka yang berjudul “Video: An Effective Teaching

Aid? An Architectural Technologist’s” juga

menyebutkan bahwa 96% siswa memberikan respon

yang baik pada media pembelajaran video tutorial.

Dari pemaparan di atas maka dirumuskan beberapa

tujuan penelitian, yaitu (1) Mengetahui kelayakan

media pembelajaran video tutorial untuk mata

pembelajaran teknik pemrograman. (2) Mengetahui

respon siswa SMK Negeri 1 Madiun terhadap video

tutorial mata pelajaran teknik pemrograman. (3)

Mengetahui perbedaan hasil belajar siswa yang

menggunakan media pembelajaran Video Tutorial

dengan yang tidak.

Pembuatan media pembelajaran video tutorial

dilakukan dengan menggunakan software Camtasia

Studio. Software Camtasia Studio berfungsi untuk

merekam layar komputer dengan bentuk video.

Camtasia Studio dipilih karena tidak hanya dapat

merekam layar komputer, tetapi dapat juga merekam

suara yang masuk seperti suara dari mikrofon, suara

keyboard ataupun suatu klik dari mouse. Perekaman

dengan menggunakan Camtasia Studio dilakukan

dengan menggunakan fitur Camtasia Recorder yang

akan merekam layar komputer, suara serta pointer dari

mouse yang digerakkan. Setelah perekaman selesai

maka hasil dari rekaman bisa langsung dijadikan file

video ataupun di edit terlebih dahulu dengan Camtasia

Studio untuk memberikan efek lebih atau hanya untuk

mengurangi atau menambah video hasil rekaman.

Jenis file video yang dapat dihasilkan oleh software

Camtasia Studio adalah MP4, WMV, MOV dan AVI.

2. METODE

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian

ini adalah penelitian Reseach and Development

(R&D). Metode penelitian Reseach and Development

adalah metode penelitian yang dilakukan untuk

menghasilkan produk tertentu, yang kemudian

diujikan keefektifan produk tersebut[5]. Penelitian ini

menggunakan jenis penelitian Research and

Development karena penelitian ini menghasilkan

sebuah produk berupa media pembelajaran video

tutorial.

Penelitian Pengembangan media pembelajaran

video tutorial Teknik Pemrograman akan dilaksanakan

di SMK Negeri 1 Madiun kelas X TAV 2.

Penelitian Research and Development (R&D)

memiliki 10 langkah[5]. 10 langkah tersebut dimulai

dari potensi dan masalah, pengumpulan data, desain

produk, validasi desain, revisi desain, uji coba produk,

revisi produk, uji coba pemakaian, revisi produk,

sampai produksi massal.

Gambar 1. Langkah – langkah penelitian R&D.

Dalam penelitian ini kesepuluh langkah tidak

digunakan seluruhnya. Ini karena penelitian ini

hanyalah penelitian terbatas dan tidak untuk

diproduksi secara massal (produk yang dihasilkan

hanyalah contoh atau produk awal). Dengan itu

tahapan penelitian ini diringkas menjadi tujuh tahap,

yaitu:

Page 15: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

3

Gambar 2. Langkah – langkah penelitian yang

dilakukan.

Uji coba pada kelas TAV 2 SMK Negeri 1

Madiun, dilakukan dengan membagi menjadi kelas

tersebut menjadi dua kelompok, 1 kelompok

eksperimen dan 1 kelompok kontrol.

Uji coba dilakukan dengan menerangkan bab

Looping dari mata pelajaran Teknik Pemrograman

yang kemudian dilanjutkan dengan mengadakan tes

praktikum di lab komputer. Setelah semuanya selesai

siswa diberi angket respon untuk melihat respon siswa

terhadap media pembelajaran Video Tutorial.

Teknik pengumpulan data untuk need assessment

dilakukan dengan menggunakan wawancara kepada

guru pengajar serta beberapa siswa kelas X TAV 2,

sedangkan teknik pengumpulan data untuk validasi

media dan respon siswa digunkan angket validasi

media dan angket respon siswa, kemudian untuk hasil

belajar menggunakan tes praktikum.

Dalam analisis data validasi media dan respon

siswa digunkan kisi – kisi penilaian yang terdiri dari

beberapa indikator, kisi – kisi untuk validasi media

adalah sebagai berikut :

Tabel 1. Kisi – kisi validasi media.

Variabel Sub

Variabel

Indikator

Med

ia p

emb

ela

jara

n v

ideo

tu

tori

al

Materi &

Soal

1. Ketepatan isi materi

2. Ketepatan soal

latihan

3. Langkah – langkah

dalam video materi

jelas

4. Kemudahan untuk

dimengerti

Instruksio

nal Video

1. Pemakaian kosa

kata benar

2. Memberikan

bantuan belajar

3. Kualitas suara baik

Teknis 1. Keterbacaan

2. Mudah digunakan

3. Kualitas tampilan

video baik

Variabel Sub

Variabel

Indikator

4. Kesesuaian warna

dengan

background

Bahasa 1. Bahasa yang

digunakan pada

tampilan aplikasi

mudah dipahami

2. Tata bahasa sesuai

dengan EYD

3. Bahasa yang

digunakan

komunikatif

Sedangkan kisi – kisi untuk respon siswa adalah

sebagai berikut :

Tabel 2. Kisi – kisi respon siswa.

Variabel Sub

Variabel

Indikator

Respon

siswa

terhadap

media

pembelajaran

video tutorial

Materi

1. Materi mudah

dipahami

2. Bahasa yang

digunakan

mudah

dipahami

Ilustrasi

Media

1. Tampilan

video jelas

2. Kejelasan

teks/huruf

3. Keserasian

warna dengan

tampilan

background

4. Kemudahan

penggunaan

media

5. Tampilan

media menarik

Manfaat 1. Media

menumbuhkan

minat siswa

2. Media

menigkatkan

pengetahuan

siswa

Sedangkan untuk hasil belajar akan dihitung

dengan menggunakan uji-t (t-test), dengan diuji syarat

terlebih dahulu. Uji syarat yang dilakukan adalah uji

normalitas dan uji homogenitas, untuk uji normalitas

dilakukan dengan menggunakan uji kolmogorof

smirnov, dan unutk uji homogenitas digunakan uji

levene.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Media pembelajaran video tutorial divalidasi oleh

3 ahli. Hasil validasi media pembelajaran ini dibagi

menjadi 4 bagian, yaitu: validasi aspek Materi dan

Soal, Teknis (desain), Intruksional video, dan Bahasa.

Page 16: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

4

Hasil rata – rata validasi pada aspek Soal dan

Materi adalah 91,625%, jadi media pembelajaran

video tutorial pada aspek Materi dan Soal termasuk

dalam kategori sangat baik. Hasil rata – rata dari

validasi pada aspek Teknis (desain) adalah 85,375%,

jadi media pembelajaran video tutorial pada aspek

Teknis (desain) termasuk dalam kategori sangat baik.

Hasil rata – rata validasi pada aspek Instruksional

Video media pembelajaran video tutorial adalah

86,066%, jadi media pembelajaran video tutorial pada

aspek Instruksional Video dapat dimasukkan dalam

kategori sangat baik. Hasil rata – rata validasi pada

aspek Bahasa media pembelajaran video tutorial

adalah 83,3%, jadi media pembelajaran video tutorial

pada aspek bahasa dapat dimasukkan dalam kategori

sangat baik.

Dari keempat aspek yang divalidasi, yaitu aspek

Materi dan Soal, Teknis, Instruksional Video dan

Bahasa didapatkan rata – rata validasi dari seluruh

aspek sebesar 86,5915%. Dari rata – rata tersebut maka

media pembelajaran video tutorial dapat dinyatakan

dengan kategori sangat baik.

Gambar 3. Hasil perhitungan validasi media.

Pengambilan respon siswa dilakukan di SMK

Negeri 1 Madiun. Respon dilakukan oleh 30 siswa

kelas X AV2. Hasil respon diperoleh melalui lembar

respon yang diberikan kepada siswa setelah kegiatan

pembelajaran selesai.

Hasil respon siswa pada indikator pertama yaitu

materi mudah dipahami memperoleh hasil 85,8%,

yang terdiri dari 17 siswa memberikan nilai 3 dan 13

siswa memberikan nilai 4. Dari perolehan tersebut

maka media pembelajaran video tutorial pada

indikator materi mudah dipahami termasuk dalam

kategori sangat baik. Pada indikator kedua, yaitu

bahasa yang digunakan mudah dipahami memperoleh

hasil respon sebesar 80%, yang terdiri dari 1 siswa

memberikan nilai 2, 22 siswa memberikan nilai 3 dan

7 siswa memberikan nilai 4. Sehingga respon siswa

pada indikator ini termasuk dalam kategori sangat

baik. Indikator ketiga yaitu tampilan video jelas

memperoleh hasil respon 85%, terdiri dari 1 siswa

memberikan nilai 2, 16 siswa memberikan nilai 3 dan

13 siswa memberikan nilai 4. Dari hasil tersebut maka

indikator tampilan video jelas mendapatkan hasil

respon sangat baik. Indikator keempat yaitu kejelasan

teks/huruf memperoleh hasil 79,2%, terdiri dari 3

siswa memberikan nilai 2, 19 siswa memberikan nilai

3 dan 8 siswa memberikan nilai 4. Sehingga kejelasan

teks/huruf pada media pembelajaran video tutorial

sangat baik. Indikator kelima yang berisi keserasian

warna dengan tampilan background memperoleh hasil

79,2%, terdiri dari 25 siswa memberikan nilai 3 dan 5

siswa memberikan nilai 4. Jadi dalam indikator ini

media pembelajaran video tutorial termasuk dalam

kategori sangat baik. Indikator keenam yaitu

kemudahan pengggunaan media memperoleh hasil

respon sebesar 81,6%, terdiri dari 1 siswa memberikan

nilai 2, 20 siswa memberikan nilai 3 dan 9 siswa

memberikan nilai 4. Maka indikator ini termasuk

dalam kategori sangat baik. Indikator ketujuh yaitu

tampilan media menarik memperoleh hasil respon

sebesar 85%, terdiri dari 2 siswa memberikan nilai 2,

14 siswa memberikan nilai 3 dan 14 siswa memberikan

nilai 4. Sehingga pada indikator tampilan media

menarik media pembelajaran ini termasuk dalam

kategori sangat baik. Indikator kedelapan yaitu media

menumbuhkan minat siswa memperoleh hasil 87,5%,

terdiri dari 4 siswa memberikan nilai 2, 7 siswa

memberikan nilai 3 dan 19 siswa memberikan nilai 4.

Sehigga media pembelajaran ini pada indikator ini

termasuk dalam kategori baik sekali. Indikator

kesembilan yaitu media meningkatkan kemampuan

siswa memperoleh hasil 90%, yang terdiri dari 2 siswa

memberikan nilai 2, 8 siswa memberikan nilai 3 dan

20 siswa memberikan nilai 4. Sehingga pada indikator

ini media pembelajaran video tutorial termasuk dalam

kategori sangat baik

Dari keseluruhan indikator pada hasil respon

siswa didapat rata – rata hasil respon siswa terhadap

media pembelajran video tutorial sebesar 83,7%.

Sehingga menurut rata – rata hasil respon media

pembelajaran video tutorial termasuk dalam kategori

sangat baik.

Analisis dari hasil belajar siswa yang dilakukan,

diketahui bahwa nilai rata-rata yang didapatkan kelas

yang tidak diberi perlakuan sebesar 69,7 sedangkan

kelas yang diberi perlakuan sebesar 75,7 dan setelah

diberikan uji normalitas didapatkan nilai signifikansi

kedua kelas (0,675 dan 0,985) > 0,05 sehingga dapat

dinyatakan bahwa kedua data berdistribusi normal. Uji

homogenitas juga dilakukan dan mendapatkan hasil

0,657, karena hasil yang didapatkan > 0,05 maka

dinyatakan kedua data homogen. Setelah dilakukan

kedua uji syarat di atas dilakukan uji-t dengan hasil t-

hitung adalah 2,062 dengan standar defiasi 28.

Sedangkan t-tabel untuk standar defiasi 28 pada taraf

signifikansi 0,05 adalah 1,70, maka dari itu jelas

bahwa hasil uji-t terdapat pada penolakan H0, sehingga

H1 diterima yang berarti terdapat perbedaan hasil

belajar antara siswa yang menggunakan media

pembelajaran video tutorial dengan siswa yang tidak

menggunakan media pembelajaran video tutorial.

4. SIMPULAN DAN SARAN

Dari validasi media pembelajaran video tutorial

yang dilakukan oleh 3 ahli yaitu 2 dosen dari

Universitas Negeri Surabaya dan 1 guru SMK Negeri 1

Madiun, didapat hasil validasi sebagai berikut. Dari

Page 17: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

5

aspek Materi dan Soal mendapat hasil validasi sebesar

91,625%, dari aspek Teknis mendapat hasil sebesar

85,375%, dari aspek Instruksional Video mendapat

86,066% dan dari aspek Bahasa mendapat nilai 83,3%.

Dari keseluruhan aspek yang divalidasi didapat rata –

rata sebesar 86,5915%, sehingga media pembelajaran

video tutorial sesuai dengan hasil validasi termasuk

dalam kategori sangat baik.

Respon siswa terhadap media pembelajaran video

tutorial dilakukan oleh 30 siswa. Siswa mengisi angket

respon siswa setelah seluruh kegiatan belajar mengajar

selesai dan setelah melihat dan mengamati media

pembelajaran video tutorial. Dari penelitian yang telah

dilakukan didapat hasil respon dari 9 indikator sebesar

83,7%, sehingga respon siswa pada media

pembelajaran video tutorial termasuk dalam kategori

sangat baik.

Dalam pengujian hasil belajar siswa pada penelitian

ini sesuai dengan dengan Kompetensi Dasar yang

diambil maka pengambilan hasil belajar siswa

dilakukan dengan melakukan uji praktikum. Pada

pengujian ini terdapat dua kelompok, yaitu kelompok

yang diberi perlakuan dan kelompok yang tidak diberi

perlakuan. Dari hasil yang didapat, kelompok yang

tidak diberi perlakuan mendapat rata – rata nilai sebesar

69,7 dan kelompok yang diberi perlakuan sebesar 75,7.

Setelah melakukan uji syarat dan uji-t didapatlah hasil

t-hitung sebesar -2,062 dengan standar deviasi 28 dan

t-hitung 1,70, sehingga didapat hasil hipotesis dengan

penerimaan H1 dan penerimaan H0, itu berarti terdapat

perbedaan hasil belajar antara siswa yang tidak

menggunakan media pembelajaran video tutorial

dengan siswa yang menggunakan media pembelajaran

video tutorial.

Saran kami agar media pembelajaran ini digunkan

sebaik – baiknya sehingga dapat membantu kegiatan

belajar mengajar guru, sehingga mengurangi beban

yang ditanggung oleh guru serta dapat meningkatkan

tingkat pemahaman dan pengetahuan siswa. Dan agar

penelitian ini dilanjutkan lagi sehingga menjadi lebih

baik, dan untuk memperbaiki kekurangan yang ada.

5. DAFTAR PUSTAKA [1]. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20

Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, (2003).

[2]. Sadiman, Arief S. R Rahardjo. Haryono, Anung. dan

Rahardjito. (2007). Media Pendidikan Pengertian,

Pengembangan, dan Pemanfaatannya. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.

[3]. Al Mamun, Abdullah. (2014). Effectiveness of Audio-

Visual Aids in Language Teaching in Tertiary Level. Dhaka: BRAC University.

[4]. Comiskey, David. Mc Cartan, Kenny. (2011). Video: An

Effective Teaching Aid? An Architectural

Technologist’s Perspective. CEBE Transactions, Vol. 8, pp 25-40.

[5]. Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Pendidikan

Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta, hlm. 407, 409.

Page 18: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

6

Page 19: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

7

Project Based Learning dalam Pembelajaran Materi Application

Letter and Job Interview untuk Mendukung Daya Saing Mahasiswa

Arik Susanti1*), Anis Trisusana2

1 Jurusan Bahasa dan Sastra Inggris, UNESA, Surabaya. Email: [email protected] 2 Jurusan Bahasa dan Sastra Inggris, UNESA, Surabaya. Email: [email protected]

*)Alamat korespondensi: Email: [email protected]

ABSTRACT

The purpose of this study was to describe the process of teaching learning using Project-Based Learning in

the material Job Application Letter and Job Interview. When the PBL was implemented, the students worked in

group to find job vacancy in the internet, magazine or newspaper, writing job application letter and conducting

job interview. After they have finished, they presented and the teachers gave comments and suggestions. The results

showed that PBL model was an effective way to be implemented in the process of teaching learning since it could

encourage the students to increase their creativity, innovation, and critical thinking. Moreover, it could increase

the students’ communication competence since they were used to deliver their ideas, arguments and opinion within

the group. In short, the use of PBL can create the quality of human resources that are able to face and compete in

the ASIAN Economic Society.

Key Words: creative, life skills, students’ performance

ABSTRAK

Tujuan penulisan artikel ini adalah menggambarkan proses belajar mengajar Project Based Learning dengan

tema Job Interview and Job Application Letter. Dengan menggunakan model PBL, mahasiswa secara

berkelompok mencari lowongan pekerjaan, membuat surat lamaran kerja dan melaksanakan wawancara kerja.

Setelah selesai mengerjakan projek yang telah ditentukan, mereka kemudian mempresentasikan hasilnya di depan

kelas. Pengajar bertugas untuk memimpin diskusi dan memberikan saran atau komentar hasil projek mahasiswa

yang telah dikerjakan. Penggunaan PBL dapat memotivasi mahasiswa untuk mengembangkan kemampuan kreatif

dan inovatif serta kemampuan berpikir kritis mahasiswa. Selain itu, kemampuan berkomunikasi mahasiswa juga

mengalami peningkatan. Mahasiswa menjadi terbiasa untuk mengungkapkan pendapatnya jika mereka

mempunyai pendapat yang berbeda. Disimpulkan bahwa model PBL dapat menghasilkan sumber daya manusia

yang berkualitas sehingga mereka mempunyai kesiapan untuk menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN.

Kata kunci: kreatif, Life skills, kemampuan kinerja

1. PENDAHULUAN

Untuk menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN

(ASEAN Economic Community) dibutuhkan sumber

daya manusia yang memiliki kompetensi yang

mumpuni agar dapat bertahan dalam iklim kompetisi

akhir-akhir ini. Tantangan ini harus segera direspon

oleh segenap lapisan masyarakat agar masyarakat

mempunyai kesiapan dalam menghadapi masyarakat

ekonomi ASEAN. Untuk itu sumber daya manusia

perlu ditingkatkan melalui berbagai macam

ketrampilan baru dan kompetensi yang kompetitif.

Perguruan tinggi sebagai ujung tombak daya saing

bangsa serta merupakan masyarakat berbasis

pengetahuan sudah selayaknya memberdayakan

generasi muda agar memiliki pola pikir kreatif dan

inovatif dalam rangka memanfaatkan sumber daya

yang ada. Diasumsikan bahwa bahwa setiap

mahasiswa pasti memiliki daya tetapi terkadang

mahasiswa tersebut kurang menyadarinya, atau

bahkan belum menyadarinya. Untuk itu, daya dan

kompetensi mahasiswa harus terus digali dan

dikembangkan[1]. Dijelaskan bahwa pemberdayaan

adalah upaya untuk membangun daya, dengan cara

mendorong, memotivasi, dan membangkitkan

kesadaran akan potensi yang dimiliki serta berupaya

untuk mengembangkannya dengan dilandasi proses

kemandirian menuju sikap dan tindakan kreatif dan

inovatif. Dengan memiliki semangat dan karakter

tersebut maka akan terjadi perubahan yaitu generasi

muda siap untuk menghadapi persaingan bebas

khususnya menghadapi MEA. Mereka diharapkan

mampu menerapkan karkater tersebut sehingga

mereka mampu bersaing secara efektif.

Untuk itu dibutuhkan strategi yang dapat

mendorong mahasiswa untuk memiliki sikap mental

yang mandiri, kraetif, inovatif, bertanggung jawab dan

tidak mudah menyerah[2]. Salah satu strategi yang

digunakan adalah menggunakan model pembelajaran

berbasis proyek (Project Based Learning) pada mata

kuliah English Correspondence dengan tema menulis

surat lamaran kerja (Job Application Letter) dan job

Interview. Model pembelajaran berbasis proyek

terbukti mampu meningkatkan prestasi akademik

siswa atau mahasiswa[3]. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa siswa mampu melakukan

pameran sejarah sehingga siswa tidak hanya

meningkatkan kemampuan akaedmik tetapi juga

mampu meningkatkan kemampuan interpersonal dan

intra personal. Ini berarti model PBL tidak hanya dapat

meningkatkan hasil belajar, kemampuan

berkomunikasi serta mampu mengembangkan sikap

membuat keputusan. Selanjutnya, model PBL juga

Page 20: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

8

dapat meningkatkan prestasi akademik mahasiswa,

pembelajaran berbasis proyek terbukti memberikan

hasil yang memuaskan terhadap hasil belajar siswa,

yang mencakup akademik maupun sikap[4].

Pembelajaran berbasis proyek tidak hanya memiliki

dampak positif terhadap prestasi dan sikap siswa

dalam penerapan pembelajaran bahasa Inggris tetapi

juga dapat memotivasi mahasiswa untuk

menggunakan bahasa dalam kehidupan nyata (sehari-

hari). Pembelajaran berbasis proyek dapat diartikan

sebagai pembelajaran yang berpusat pada proses,

relatif berjangka waktu, berfokus pada masalah, unit

pembelajaran bermakna dengan memadukan konsep-

konsep dari sejumlah komponen baik itu pengetahuan,

disiplin ilmu atau lapangan[5].

Berpijak dari hasil penelitian diatas maka

pembelajaran English Correspondence dengan tema

Job Application Letter dan Job Interview

dikembangkan dengan model pembelajaran Project

Based Learning (PBL). Dijelaskan bahwa

pembelajaran Project Based Learning adalah metoda

pembelajaran yang menggunakan proyek sehingga

peserta didik akan melakukan eksplorasi, penilaian,

interpretasi, sintesis, dan informasi untuk

menghasilkan berbagai bentuk hasil belajar[6]. Model

PBL merupakan model belajar yang menggunakan

masalah sebagai langkah awal dalam mengumpulkan

dan mengintegrasikan pengetahuan baru berdasarkan

pengalamannya dalam beraktivitas secara nyata.

Farida Musa[7] juga mendefinisikan bahwa model

pembelajaran PBL adalah suatu pendekatan yang

menggunakan pembelajaran yang aktif dan inovatif

bagi siswa karena model pembelajaran PBL dapat

memotivasi mahasiswa untuk belajar secara mandiri

dan berkelompok untuk menghasilkan sebuah produk.

Model pembelajaran PBL juga menekankan proses

belajar kontekstual melalui kegiatan-kegiatan yang

kompleks[8]. Fokus pembelajaran PBL terletak pada

konsep-konsep dan prinsip-prinsip inti dari suatu

disiplin studi, melibatkan siswa dalam investigasi

pemecahan masalah dan kegiatan tugas-tugas

bermakna yang lain, memberi kesempatan siswa

bekerja secara mandiri untuk mengkonstruksi

pengetahuan mereka sendiri, dan mencapai puncaknya

menghasilkan produk nyata.

Penggunaan model PBL dapat memotivasi

mahasiswa untuk menggunakan kemampuan

berbahasa dalam bidang akademik maupun

professional serta mampu mengimplementasikan

dalam dunia nyata. Pembelajaran dengan model PBL

juga dapatmengubah lingkungan belajar dan situasi

kelas. Lingkungan belajar di kelas tidak lagi diatur

oleh mata kuliah yang kaku, tetapi dikuasai oleh mata

kuliah yang saling berhubungan dan membantu. Para

mahasiswa belajar untuk mengembangkan

keterampilannya sesuai dengan tujuan pembelajaran.

Selain itu, pembelajaran model PBL juga dapat

memotivasi siswa untuk menggunakan berbagai

macam keterampilan untuk memecahkan masalah.

Untuk menumbuhkan dan mengembangkan

kemampuan berpikir kreatif, inovatif dan mandiri

maka diperlukan pembelajaran Project Based

Learning[9] karena dalam pembelajaran PBL

mempunyai langkah-langkah sebagai berikut:

Gambar 1. Langkah-langkah Operasional

Pembelajaran Berbasis Proyek

Berikut ini dijelaskan langkah-langkah pembelajaran

berbasis proyek:

(1) penentuan pertanyaan mendasar (start with the

essenal question); pembelajaran dimulai dengan

pertanyaan esensial, yaitu pertanyaan yang dapat

memberi penugasan peserta didik dalam melakukan

suatu aktivitas. Mengambil topik yang sesuai dengan

realitas dunia nyata dan dimulai dengan sebuah

investigasi mendalam. Pengajar berusaha agar topik

yang diangkat relevan untuk para mahasiswa, (2)

mendesain perencanaan proyek (design a plan for the

project); Perencanaan dilakukan secara kolaboratif

antara pengajar dengan mahasiswa, dengan demikian

mahasiswa diharapkan akan merasa “memiliki” atas

proyek tersebut. Perencanaan berisi tentang aturan

main, pemilihan aktivitas yang dapat mendukung

dalam menjawab pertanyaan esensial, dengan cara

mengintegrasikan berbagai subyek yang mungkin,

serta mengetahui alat dan bahan yang dapat diakses

untuk membantu penyelesaian proyek, (3) menyusun

jadwal (create a schedule); pengajar dan mahasiswa

secara kolaboratif menyusun jadwal aktivitas dalam

menyelesaikan proyek. Aktivitas pada tahap ini antara

lain; (a) membuat timeline untuk menyelesaikan

proyek, (b) membuat deadline penyelesaian proyek,

(c) membawa mahasiswa agar merencanakan cara

yang baru, (d) membimbing mahasiswa saat mereka

menggunakan cara yang tidak berhubungan dengan

proyek, dan (e) meminta mahasiswa untuk membuat

penjelasan (reasoning) tentang pemilihan suatu cara,

(4) memonitor siswa dan kemajuan proyek (monitor

the students and the progress of the project); pengajar

bertanggungjawab untuk melakukan monitor terhadap

aktivitas mahasiswa selama menyelesaikan proyek.

Monitoring dilakukan dengan cara memfasilitasi

mahasiswa pada setiap proses. Dengan kata lain

pengajar berperan menjadi mentor bagi aktivitas

siswa. Agar mempermudah proses monitoring, dibuat

sebuah rubrik yang dapat merekam keseluruhan

aktivitas yang penting, (5) presentasi hasil (present the

outcome); mahasiswa melakukan presentasi atas

proyek yang telah mereka lakukan, mahasiswa yang

lain memberikan umpan balik atas hasil yang telah

dicapai. (6) mengevaluasi pengalaman (evaluate the

Page 21: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

9

experience); pada akhir proses pembelajaran,

pengajardan siswa melakukan refleksi terhadap

aktivitas dan hasil proyek yang sudah dijalankan.

Proses refleksi dilakukan baik secara individu maupun

kelompok. Pada tahap ini siswa diminta untuk

mengungkapkan perasaan dan pengalamannya selama

menyelesaikan proyek. Pengajardan siswa

mengembangkan diskusi dalam rangka memperbaiki

kinerja selama proses pembelajaran, sehingga pada

akhirnya ditemukan suatu temuan baru (new inquiry)

untuk menjawab permasalahan yang diajukan pada

tahap pertama pembelajaran[4].

Dengan demikian, penggunaan model

pembelajaran PBL menjadi lebihbermakna bagi

mahasiswa karena pembelajaran ini lebih membangun.

Berdasarkan bagan diatas dapat dijelaskan bahwa

kegiatan pembelajaran diawali dengan upaya

pengajardalam mengorganisasikan pikiran mahasiswa

pada awal perkuliahan melalui serangkaian pertanyaan

yang dapat memotivasi mahasiswa untuk mampu

merumuskan sendiri masalah esensial yang akan

dipecahkan secara induktif melalui investigasi proyek.

Selama proses mencari jawaban atau memecahkan

masalah, peran pengajar tetap dan masih diharapkan

agar kinerja mahasiswa lebih terarah sesuai indikator

yang diinginkan. Untuk itu PBL menjadi salah satu

pilihan untuk diterapkan. Hal ini relevan dengan ciri

khas pembelajaran bahasa dalam upaya

menerapkan/mengimplementasikan bahasa dalam

kehidupan nyata serta membangun dan menemukan

jawaban atas sebuah permasalahan, yang sekaligus

menjadikan temuannya sebagai karya/produk nyata.

Pembelajaran dengan pendekatan ini bertujuan untuk

mengaktifkan siswa sehingga kreativitas dan

aktivitasnya menjadi lebih terarah. Selain itu

pembelajaran dengan pendekatan Project Based

Learning akan meningkatkan kemampuan hidup (life

skills) mahasiswa ketika mereka terjun dimasyarakat.

Life skills adalah interaksi berbagai pengetahuan dan

kecakapan yang sangat penting dimiliki seseorang

sehingga mereka dapat hidup mandiri. Kecakapan ini

dapat membantu peserta didik belajar bagaimana

memelihara tubuhnya, tumbuh menjadi dirinya sendiri

dan mencapai tujuan di dalam kehidupannya. Ada 3

ketrampilan yang dikembangkan sebagai berikut:

a. Ketrampilan dasar yaitu ketrampilan

berkomunikasi lisan, membaca, penguasaan

dasar-dasar berhitung, ketrampilan menulis.

b. Ketrampilan berfikir tingkat tinggi yaitu

ketrampilan pemecahan masalah, ketrampilan

belajar, ketrampilan berfikir kreatif dan

inovatif, ketrampilan membuat keputusan.

c. Karakter dan ketrampilan afektif yaitu

tanggung jawab, sikap positif terhadap

pekerjaan, jujur, hati-hati, teliti dan efisien,

hubungan antar pribadi, kerjasama dan bekerja

dalam tim, percaya diri danmemiliki sikap

positif terhadap diri sendiri, penyesuaian diri

dan fleksibel, penuh antusias dan motivasi,

mampu bekerja mandiri tanpa pengawasan

orang lain.

Tentu saja, hal ini sejalan dengan konsep

Kurikulum KKNI yang menghendaki setiap jurusan

dapat memberikan kompetensi kepada peserta didik

yang mereka hasilkan. Dengan kata lain output yang

dihasilkan oleh suatu prodi dapat diserap oleh stake

holders.

Berdasarkan uraian di atas, artikel ini akan

menjelaskan bagaimana penerapan pembelajaran

English Correspondence dengan model Project Based

Learning pada tema Job Application Letter dan Job

Interview.

2. METODE PENELITIAN

Desain penelitian ini adalah penelitian tindakan

yang bertujuan untuk menggambarkan bagaimana

proses pembelajaran English Correspondence dengan

tema Job Application Letter dan Job Interview

berbasis model PBL diterapkan. Subjek penelitian ini

adalah mahasiswa jurusan Bahasa dan Sastra Inggris

yang mengambil mata kuliah English Correspondence

dan berjumlah 24 mahasiswa. Instrumen yang

digunakan adalah lembar observasi yang digunakan

untuk mengetahui bagaimana proses pembelajaran

tersebut dapat terlaksana sehingga data yang

diperooleh dalam bentuk angka dan tulisan yang

kemudian dideskripsikan untuk menggambarkan

proses pelaksanaan pembelajarannya.

3. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil Penelitian

Berikut ini dipaparkan hasil penelitian tentang proses

pelaksanaan pembelajaran English Correspondence

dengan tema Job Application Letter dan Job Interview

berbasis model PBL.

Tabel 1. Pengamatan pengelolaan pembelajaran No Aspek yang diamati Skor

I Kegiatan Pendahuluan

a. Mempersiapkan dan membuka perkuliahan 4 b. Menyampaikan tujuan pembelajaran 4

c. Memotivasi mahasiswa 4

d. Menginformasikan metode pembelajaran yang digunakan

4

II KEGIATAN INTI ( 80 Menit )

a Mengajukan pertanyaan pembuka kepada mahasiswa untuk memulai pembelajaran.

4

b Pengajar mengidentifikasi masalah untuk

melihat respon mahasiswa untuk setiap tujuan pembelajaran.

4

c Pengajar membagi kelas menjadi beberapa

kelompok kecil untuk menciptakan produk /proyek pada sesuai dengan tujuan

pembelajaran

4

d Pengajar membimbing kelompok bekerja dan belajar untuk menyiapkan produk yang

dihasilkan, untuk memperoleh pengetahuan

lebih lengkap dari proses pemecahan masalah, berpikir kreatif dan inovatif pada setiap tujuan

pembelajaran untuk menghasilkan proyek

4

e Mahasiswa mempresentasikan produk yang

dihasilkanpada tiap tujuan pembelajaran yang

ditentukan, sebagai bahan diskusi kelas, yang

4

Page 22: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

10

No Aspek yang diamati Skor

sebelumnya didiskusikan dalam kelompok belajar masing-masing.

f Pengajar memimpin jalannya diskusi kelas

secara terpimpin. Mahasiswa mencatat berbagai saran atau masukan atas produk yang telah

dihasilkan.

4

III PENUTUP

a. Pengajar memberikan penyimpulan dan

penekanan terhadap perolehan pemahaman

yang harus dikuasai mahasiswa

3

b. Pengajar menutup perkuliahan disertai dengan

penjelasan kegiatan tambahan sebagai tugas

terstruktur kepada mahasiswa untuk dikerjakan secara kelompok.

4

IV PENGELOLAAN WAKTU dan KBM

a. Waktu sesuai dengan alokasi 4

b. PBM Menampakkan ciri model PBL 4

V SUASANA KELAS

a. Mahasiswa antusias 4 1. Pengajar antusias 4

Total skor 63

Berdasarkan tabel diatas dapat dijelaskan

bahwa pelaksanaan pembelajaran English

Correspondence dengan tema Job Application Letter

and Job Interview untuk setiap butir aktivitas

berkategori baik karena rata-rata mendapat nilai 4.

Namun demikian, masih ada beberapa aktivitas yang

mendapat nilai cukup baik yaitu untuk penyimpulan

dan penekanan terhadap pemerolehan pemahaman

yang harus dikuasi oleh mahasiswa. Pembelajaran

English Correspondence yang telah dilakukan

membuat mahasiswa dan dosen lebih antusias. Selain

itu, pembelajaran yang telah dilaksanakan juga

membuat mahasiswa lebih aktif untuk belajar karena

pembelajaran lebih cenderung berpusat pada

mahasiswa.

3.2 Pembahasan

Untuk dapat melaksanakan pembelajaran

English Correspondence dengan model Project based

Learning maka seorang pengajar atau pengajar harus

melalui tahapan atau fase[4]. Pada kegiatan awal,

seorang pengajar harus menjelaskan tujuan

pembelajaran, model pembelajaran PBL dan proyek

yang harus diselesaikan oleh mahasiswa, yaitu

membuat Job Application Letter and Job Interview.

Selain itu, pengajar juga memotivasi mahasiswa

dengan memberikan pertanyaan sebagai berikut: What

will you do after you graduate from this University?

How do you get the information of job vacancy? Can

you mention parts of job application letter?

Setelah itu, mahasiswa mulai mencari job vacancy

di internet, majalah, atau suurat kabar secara

berkelompok. Kemudian mulai menyusun job

application letter dan Curriculum Vitae (CV). Ini

adalah contoh Job Application Letter dan Curriculum

Vitae yang telah disusun oleh mahasiswa.

Gambar 2. surat lamaran kerja

Setelah itu, mahasiswa secara berkelompok

membuat job interview. Job Interview yang dibuat

dengan cara membuat video recording. Dengan

membuat job interview mereka belajar secara nyata

dan dapat mengurangi tingkat kecemasan mereka.

Tentu saja, ini dapat meningkatkan kemampuan

berkomunikasi mahasiswa. Hal ini sejalan dengan

pemikiran Kamdi[9] yang menyatakan bahwa model

PBL melibatkan mahasiswa dalam investigasi

pemecahan masalah dan kegiatan tugas-tugas

bermakna yang lain, memberi kesempatan siswa

bekerja secara mandiri untuk mengkonstruksi

pengetahuan mereka sendiri, dan mencapai puncaknya

menghasilkan produk nyata.

Page 23: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

11

Gambar 3. Daftar riwayat hidup

Setelah itu, mahasiswa mempresentasikan

atau mendemonstrasikan setiap produknya kepada

kelompok lain, sedangkan pengajar memberi

penilaian, saran atau masukkan pada hasil atau produk

dari masing-masing kelompok. Hasil masukan dan

penilaian dosen dijadikan dasar untuk melakukan

revisi atas proyek yang sudah dibuat. Langkah terakhir

adalah mengumpulkan proyek tersebut kepada dosen.

4. SIMPULAN DAN SARAN

Disimpulkan bahwa model pembelajaran

dengan PBL dapat menarik dan minat mahasiswa

untuk belajar sehingga dapat meningkatkan hasil

belajar mereka. Selain itu, pembelajaran juga menjadi

lebih menarik serta dapat membantu mahasiswa untuk

berpikir kreatif dan inovatif.Kemampuan kreativitas

ini sangat diperlukan untuk menghadapi tantangan

zaman. Proses pembelajaran dengan PBL tidak hanya

menekankan pada aspek kognitif tetapi juga

menekankan pada asppek psikomotorik dan sikap.

Mahasiswa belajar untuk menunjukkan kemampuan

kinerja sesuai dengan topik yang diperolehnya.Mereka

bekerja keras serta bertanggung jawab untuk

memperoleh hasil yang maksimal. Disarankan setiap

pengajar menggunakan proses pembelajarn yang

menarik dan inovatif, khususnya PBL untuk

menumbuhkan jiwa kreatif dan imajinatif. Proses

pembelajaran juga menjadi lebih efektif dan efisien

daripada penggunaan metode ceramah.

5. DAFTAR PUSTAKA [1]. Doppelt, Y., (2003). Implementation and

Assessment of Project-Based Learning in a Flexible Environment, pp. 255–272.

[2]. Efstratia, D., (2014). Experiential Education

through Project Based Learning. Procedia - Social

and Behavioral Sciences, Vol. 152, pp. 1256–1260.

[3]. Ergül, N. R., & Kargın, E. K., (2014). The Effect of

Project based Learning on Students’ Science

Success. Procedia-Social and Behavioral Sciences, Vol. 136, pp. 537–541.

[4]. Grant, M. M., & Branch, R. M., (2005). Project-Based

Learning In a Middle School: Tracing Abilities

Through The Artifacts of Learning, Vol. 5191, pp. 65–98.

[5]. Lasauskiene, J., & Rauduvaite, A., (2015). Project-

Based Learning at University: Teaching

Experiences of Lecturers. Procedia-Social and Behavioral Sciences, Vol. 197, pp. 788–792.

[6]. Musa, F., Mufti, N., Latiff, R. A., & Amin, M. M.,

(2011). Project-based Learning: Promoting

Meaningful Language Learning for Workplace

Skills. Procedia-Social and Behavioral Sciences,Vol. 18, pp. 187–195.

[7]. Wang, B. T., Teng, C. W., & Lin, Y. H., (2015). Let‘s

Go Traveling – Project-Based Learning in a

Taiwanese Classroom, Vol. 5, No. 2, pp. 84–88.

[8]. Susanti, Arik dan Trisusana, Anis, (2014).

Pengembangan Modul pembelajaran English

Correspondence berbasis ICT untuk

Meningkatkan Motivasi Belajar Mahasiswa

Jurusan Bahasa Inggris. Surabaya: Laporan penelitian LPPM: Tidak dipublikasikan

[9]. Kamdi, Waras, (2008). Project-Based Learning:

Pendekatan Pembelajaran Inovatif. Makalah.

Disampaikan dalam Pelatihan Penyusunan Bahan Ajar

Pengajar SMP dan SMA Kota Tarakan, 31 Oktober

s.d. 2 November 2008.Universitas Negeri Malang.

[10]. Susanti.Arik and Trisusana.Anis, (2014). Improving

Student Motivation through ICT-based Module for

English Correspondence. Makalah. Disajikan dalam

International Conference & Language Festival tanggal

12-13 Desember 2014 di Pusat Bahasa UNESA Surabaya.

Page 24: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

12

Page 25: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

13

Penerapan Pelatihan Siaga Bencana dalam Meningkatkan Hard Skill

dan Soft Skill Siswa SDN Satak 1 Kabupaten Kediri

Asnawi1*), Supriyono2

1. Jurusan Fisika FMIPA, Universitas Negeri Surabaya Email: [email protected]. 2.Jurusan Fisika FMIPA, Universitas Negeri Surabaya. Email: [email protected]

*) Alamat korespondensi: Email: [email protected]

ABSTRACT

The attitude of disaster awareness, especially for the schools needs to be done early. Isolation of the area and

the lack of public knowledge of the school to the knowledge of the disaster became a major contributor to many

victims due to volcanic eruptions. The school is the transformation of scientific media are most effective in

absorbing and applying knowledge about natural disasters. Similarly coaching hard skills and soft skills in schools

was conducted simultaneously and balanced through learning in class, this is in accordance with the

recommendation of K-13. Therefore the aim of this study was to describe the effect on the value of disaster

preparedness training hard skills and soft skills of students as a conscious effort to improve the attitude of the

disaster. The research method is done by surveys, questionnaires and simulation. In this study, involved as many

as 35 students from elementary class V. The results show (74.2%) students have a good hard skill to the

understanding and mitigation of the volcanic eruptions. Likewise with disaster preparedness training can give a

positive value to be soft skills (87.9%) students will their responsiveness in the face of volcanic eruptions that

occurred.

Key Words: training, disaster preparedness, hard and soft-skills students

ABSTRAK

Sikap sadar bencana khususnya bagi masyarakat sekolah perlu dilakukan sejak dini. Terisolasinya daerah

serta minimnya pengetahuan masyarakat sekolah terhadap pengetahuan tentang kebencanaan menjadi faktor

utama timbulnya banyak korban akibat bencana gunung berapi. Sekolah merupakan media transformasi ilmu

pengetahuan yang paling efektif dalam menyerap dan mengaplikasikan pengetahuan tentang bencana alam.

Demikian halnya pembinaan hard skill dan soft skill disekolah dilaksanakan secara bersamaan dan seimbang

melalui pembelajaran dikelas, hal ini sesuai dengan anjuran K-13. Oleh karena itu tujuan kajian ini adalah untuk

mendiskripsikan pengaruh pelatihan siaga bencana terhadap nilai hard skill dan soft skill siswa sebagai upaya

meningkatkan sikap sadar bencana. Metode penelitian dilakukan dengan survey, kuisioner dan simulasi. Dalam

penelitian ini, dilibatkan sebanyak 35 siswa SD kelas V. Hasil penelitian menunjukkan (74.2%) siswa memiliki

hard skill yang baik terhadap pemahaman serta mitigasinya terhadap bencana gunung berapi. Demikian halnya

dengan pelatihan siaga bencana dapat memberikan nilai positif akan soft skill (87.9%) siswa akan sikap tanggap

mereka dalam menghadapi bencana gunung berapi yang terjadi.

Kata kunci: pelatihan, siaga bencana, hard dan soft-skill siswa

1. PENDAHULUAN

Kepulauan Indonesia terletak di pertemuan

dua lempeng tektonik dunia dan dipengaruhi oleh 3

gerakan, yaitu Gerakan Sistem Sunda di bagian barat,

Gerakan Sistem pinggiran Asia Timur dan Gerakan

Sirkum Australia[1]. Hal itu membuat Indonesia rawan

gempa bumi dan letusan gunung api karena

mempunyai banyak gunung api aktif. Konsekuensi

logis yang akan kita terima dari bencana letusan

gunung berapi adalah terjadi kedaruratan di berbagai

aspek kehidupan antara lain lumpuhnya pemerintahan,

rusaknya fasilitas pendidikan, terganggunya sistem

komunikasi dan transportasi, lumpuhnya pelayanan

umum. Disamping itu bencana letusan gunung api juga

mengakibatkan jatuhnya korban jiwa, hilangnya harta

benda. Banyaknya korban jiwa pada setiap bencana

alam pada umumnya disebabkan karena ketidak

tahuan masyarakat tentang bencana dan bagaimana

cara bertindak ketika terjadi bencana [2].

Ketidaktahuan masyarakat tentang bencana

dan bagaimana cara bertindak dapat diatasi dengan

beberapa sumber belajar yang diperoleh baik dari

media cetak atau elektronik. Sumber informasi dari

kebencanaan juga dapat dipelajari dengan sendirinya,

baik melalui pendidikan formal atau informal

(pelatihan), hal ini dilakukan untuk meningkatkan hard

dan soft skill siswa terhadap bencana yang terjadi

sebagai upaya mereka untuk sikap tanggap bencana di

daerahnya. Harapan dari pelatihan siaga bencana ini

bisa memberikan kontribusi yang positif terkait

banyaknya korban jiwa dalam setiap bencana di

Indonesia, hal ini pula yang mendorong peneliti untuk

segera menerapkan pendidikan kebencanaan di usia

SD.

Tanpa pendidikan kebencanaan, anak-anak akan

tercerabut dari lingkungannya dan korban akan terus

berjatuhan. Masyarakat khususnya siswa SD harus

disadarkan bahwa mereka hidup di lingkungan alam

yang rawan bencana alam, seperti gempa, letusan

Page 26: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

14

gunung api, tsunami, dan tanah longsor. Cara paling

efektif untuk menyadarkan itu adalah melalui

pendidikan sejak usia dini. Anak-anak termasuk usia

yang paling rentan saat terjadi bencana. Anak-anak

usia SD memiliki kemampuan yang terbatas untuk

mengontrol dan mempersiapkan diri mereka saat

terjadinya bencana. Disamping itu rendahnya

pemahaman tentang resiko-resiko yang ada

disekeliling mereka, yang berakibat tidak adanya

kesiapsiagaan mereka dalam menghadapi bencana.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah

korban jiwa dan kehilangan setiap tahun diperkirakan

sekitar 66 juta anak diseluruh dunia terkena dampak

bencana. Sementara itu, jutaan anak-anak yang

selamat dari bencana, baik itu bencana alam atau

bencana yang disebabkan oleh manusia, kehilangan

rumah dan orang-orang yang dicintai. Mereka juga

menderita luka-luka, mengalami kekerasan dan trauma

psikologis [3].

Upaya guna mengurangi tingkat potensi resiko

bencana dapat dilakukan dengan berbagai upaya

terkait mitigasi dan sikap sadar bencana khususnya

bagi anak-anak SD. Oleh karenanya perlu dilakukan

kajian tentang kerentanan bencana dan upaya mitigasi

serta sikap sadar bencana di Indonesia. Oleh karena itu

pelatihan siaga bencana sebagai implementasi

penggunaan modul dilakukan untuk membangun sikap

sadar bencana bagi siswa SD di daerah dampak

bencana. Seperti kita ketahui usia anak SD memiliki

tingkat resiko yang lebih besar jika dibandingkan

dengan orang dewasa. Mereka bergantung pada orang

yang lebih tua/dewasa untuk berbagai perlindungan

dan dukungan terutama dalam situasi bencana. Hal ini

diakibatkan tingkat juga perkembangan kognitif anak

usia SD, dimana rasa kecemasan dan ketakutan saat

terjadinya bencana sangat rendah. Hal ini sesuai

dengan penelitian yang dilakukan Herdwiyanti dkk.[3],

mengenai perbedaan kesiapsiagaan dalam menghadapi

bencana ditinjau dari tingkat self-efficacy anak usia

SD di daerah bencana akan memberikan effect size

yang kecil.

Semestinya ketika siswa belajar soal gunung

berapi, mestinya guru memberikan pemahaman yang

mendalam, termasuk juga bagaimana mengantisipasi

jika gunung meletus dan bagaimana membantu

pascabencana. Demikian halnya terkait dengan

kurikulum di Indonesia seharusnya diimplementasikan

dalam materi pelajaran yang dekat dengan lingkungan

peserta didiknya. Pendidikan di Indonesia seharusnya

mengajarkan anak-anak didik untuk hidup harmonis

bersama alam. Dengan pengetahuan lingkungan yang

kuat, anak-anak akan mampu memanfaatkan potensi

alam untuk kesejahteraan serta menjaga alam sebaik-

baiknya guna mencegah terjadinya bencana atau

kerugian yang lebih besar dari fenomena alam.

Untuk menyelesaikan masalah tersebut,

dipandang perlu adanya sebuah kegiatan bersama

dengan pemerintah serta dinas terkait untuk

merumuskan suatu kebijakan bagi pemerintah kota

guna meningkatkan sikap tanggap dan sadar bencana

bagi anak-anak sekolah (SD) utamanya di wilayah

Desa Laharpang Kecamatan Puncu Kabupaten Kediri

yang memiliki potensi bencana yang paling besar saat

gunung kelud meletus.

2. KAJIAN PUSTAKA

2.1. Pentingnya Pendidikan Kebencanaan Pada

Masyarakat Sekolah

Kegiatan pendidikan kebencanaan di Indonesia

sebagaimana dimandatkan oleh Undang-undang No.

24 Tahun 2007 tentang penanggulangan bencana harus

terintegrasi ke dalam program pembangunan,

termasuk dalam sektor pendidikan. Demikian halnya

menurut Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional

No. 23 tahun 2003, Pendidikan adalah usaha sadar dan

terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan

proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki

kekuatan spiritual keagamaan, pengedalian diri,

kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta

keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat,

bangsa, dan Negara [4].

Sebagai masyarakat yang bergerak dibidang

pendidikan/sekolah memiliki peranan yang penting

akan pendidikan kebencanaan pada siswa-siswa atau

masyarakat sekolah. Perlu diperkenakan materi-materi

kebencanaan sebagai bagian aktifitas dalam

pembelajaran dikelas. Upaya untuk meningkatkan

kesadaran adanya pendidikan kebencanaan

masyarakat sekolah seharusnya dilaksakanakan

dengan baik sebagai penentu kebijakan pemerintah

dalam bidang pendidikan khususnya baik di pusat

maupun daerah. Dengan harapan pada seluruh

tingkatan yang ada pada masyarakat sekolah memiliki

pemahaman yang sama akan pentingnya pendidikan

kebencanaan tersebut.

Pendidikan kebencanaan secara umum

bertujuan untuk mengembangkan sikap tanggap

bencana. Dengan berbagai materi, peserta didik dalam

hal ini siswa sekolah/masyarakat sekolah diajak untuk

sama-sama memahami besarnya potensi bencana

masing-masing wilayah dan kemungkinan waktu

terjadinya. Peserta didik juga diajarkan cara

menyelamatkan diri sendiri dan dan membantu orang

lain saat bencana terjadi. Selain itu, diberikan pula

materi kesiapan mental untuk bertahan dalam kondisi

bencana.

Pendidikan kebencanaan dapat dilaksanakan

melalui berbagai jenis pendidikan, baik formal,

nonformal, maupun informal. Pendidikan

kebencanaan secara formal dapat dilaksanakan secara

terintegrasi ke dalam muatan kurikulum atau menjadi

mata pelajaran sendiri yaitu muatan lokal.

Penyelenggaraan pendidikan kebencanaan disesuaikan

dengan dengan karakteristik dan kebutuhan sekolah

maupun daerah. Pelaksanaannya dapat bermitra

dengan berbagai unit atau para pihak terkait sehingga

tujuan dari pendidikan ini dapat tercapai secara

optimal [4].

Page 27: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

15

2.2 Peranan Lembaga Pendidikan/Sekolah dalam

Pendidikan Kebencanaan

Peran lembaga pendidikan atau sekolah

merupakan tempat atau wahana yang strategis untuk

pengembangan potensi peserta didik dalam hal

pendidikan kebencanaan. Dalam lingkungan sekolah,

peserta didik beraktivitas melalui proses pelayanan

pedagogis untuk pengembangan berbagai

pengetahuan, sikap, dan keterampilan peserta didik.

Oleh karena itu, sekolah harus menjadi lingkungan

yang menyenangkan, nyaman, dan aman untuk belajar

bagi seluruh peserta didik, Kepala sekolah, guru,

pegawai administrasi dan tenaga kependidikan

lainnya. Berkenaan dengan implementasi pendidikan

kebencanaan, sekolah sebagai suatu sistem pelayanan

pedagogis bagi peserta didik harus didukung dengan

kemampuan kepala sekolah untuk: (1) menumbuhkan

semangat keunggulan secara intensif untuk

meningkatkan mutu sekolah antara lain dengan

membentuk budaya sadar bencana dan

mengintegrasikan pendidikan kebencanaan ke dalam

kurikulum sekolah; (2) membantu dan mendorong

peserta didik untuk mengembangkan potensi dirinya

secara optimal, dengan memberikan life skills

pendidikan kebencanaan; (3) melaksanakan proses

pembelajaran pendidikan kebencanaan secara efektif,

menyenangkan,dan kontekstual; (4) mengajak

stakeholders untuk bekerja bersama dalam

meningkatkan mutu sekolah, khususnya berkenaan

dengan implementasi strategi pendidikan

kebencanaan; dan (5) melibatkan seluruh warga

sekolah dalam pengambilan keputusan untuk

implementasi strategi pendidikan kebencanaan di

sekolah [4].

Demikian halnya tidak kalah penting

peramanan pemerintah dan masyarakat dilingkungan

sekolah dalam pendidikan kebencanaan merupakan

komponen yang sangat diperlukan untuk memberikan

dukungan secara penuh dan langsung kepada lembaga

pendidikan dalam implementasi pendidikan

kebencanaan disekolah. Peranan pemerintah, baik

pemerintah pusat dan pemerintah daerah menjadi

penanggung jawab dalam penyelenggaraan

pendidikan, terutama dalam pendidikan kebencanaan

dan pemaduannya dengan program pembangunan.

Kebijakan pemerintah pusat dan daerah sangat

menentukan akan keberhasilan pelaksanaan

pendidikan kebencanaan.

2.3 Peranan Hard dan Soft Skill Siswa dalam

Kebencanan

Hard skills dalam kegiatan kebencanaan

merupakan penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi,

dan keterampilan teknis yang harus dikuasai bagi

mereka yang berhubungan dengan bidang ilmu

kebencanaan. Sementara itu, soft skills adalah

keterampilan seseorang dalam berhubungan dengan

orang lain dalam segala sesuatu yang terkait dengan

masalah kebencanaan dan keterampilan dalam

mengatur dirinya sendiri dalam menangani bencana

secara maksimal. Soft skill dalam kebencanaan bisa

dimaknai sebagai keterampilan yang digunakan dalam

berhubungan serta bekerjasama dengan orang lain

dalam menangani permasalahan bencana.

Keterampilan-keterampilan yang dimasukkan

dalam kategori soft skills bagi masyarakat khususnya

bagi masyarakat sekolah dalam menangani bencana

adalah :a) Inisiatif siswa selaku masyarakat sekolah

dalam menanggulangi dan mencegah terjadinya

bencana b). Memotivasi warga/masyarakat sekolah

untuk melakukan sikap taggap sadar bencana c).

Memiliki etika yang baik untuk warga/masyarakat

sekolah dalam berbagai hal terkait dengan bencana d).

Dapat bekerja sama dengan tim dalam menangani

berbagai permasalahan terkait dengan bencana yang

terjadi e). Memiliki jiwa kepemimpinan yang baik

dalam menangani berbagai persolaan yang terjadi di

daerah bencana dan lain sebagainya

Semua profesi yang berkait dengan bencana atau

kebencanaan membutuhkan keahlian (hard skill)

tertentu. Mengembangkan hard skill bagi siswa yang

terkait bencana adalah jawaban utama didalam

keberhasilan untuk dapat menangani permasalahan

berbagai bencana tersebut. Namun demikian tidaklah

cukup hanya kemampuan hard skill saja, tetapi harus

diimbangi dengan kemampuan soft skill dalam

menghadapi berbagai tantangan saat melakukan

/menangani pekerjaan yang terkait dengan bencana.

3. METODE PENELITIAN

Metode penelitian ini akan dilakukan dengan

pendekatan positifistik kuantitatif dan kualitatif secara

longitudinal dengan menggunakan model riset

pengembangan (R&D) Borg and Gall[5]. Dikatakan

longitudinal karena suatu penelitian sifatnya

berkelanjutan untuk jangka waktu yang relative

panjang, mengikuti proses interaktif ragam variabel,

dengan tujuan untuk menjelaskan dan memahami

kejadian yang diobservasi pada rentang waktu tertentu.

Desain longitudinal ini dirancang untuk

mengumpulkan data pada lebih dari satu kasus dan

pada kurun waktu tertentu ketika data dikumpulkan

secara kuantitatif dan kualitatif terhadap variabel yang

kemudian diuji lewat pengembangan secara empiric di

lapangan.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil implementasi modul pendidikan kebencanaan bagi siswa SD dilakukan guna untuk

mengetahui hard dan soft skill siswa dalam

menghadapi kegiatan kebencaaan, khususnya dalam

bencana gunung berapi. Dengan penggunaan modul

pendidikan kebencanaan (Gunung Berapi)

memberikan pengetahuan siswa akan sikap tanggap

sadar bencana, baik sebelum dan sesudah terjadinya

bencana. Terkait sikap sadar bencana yang terjadi

didaerahnya dari post-test masing-masing pemahanan

meliputi :bencana secara umum, bencana gunung

berapi, pemahaman mitigasi bencana dan simulasi dari

bencana yang dilakukan di sekolah setempat . Adapun

penggunaan modul pendidikan terkait sikap sadar

Page 28: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

16

bencana yang terjadi didaerahnya dengan soft skill

(87.9%) siswa dapat memahami dengan baik test

pemahaman siswa meliputi bencana secara umum,

bencana gunung berapi, pemahaman mitigasi bencana

. demikian halnya dengan hardskill siswa dalam

menghadapi bencana dengan prosestasi 74,2% seperti

tampak pada Gambar 4.1 berikut ini

Gambar 4.1 Hard dan soft skill siswa dalam

memahami kebencanaan

5. KESIMPULAN Dari uraian makalah ini dapat disimpulkan

bahwa74.2% siswa memiliki hard skill yang baik

terhadap pemahaman serta mitigasinya terhadap

bencana gunung berapi. Demikian halnya dengan

pelatihan siaga bencana dapat memberikan nilai positif

akan soft skill (87.9%) siswa akan sikap tanggap

mereka dalam menghadapi bencana gunung berapi

yang terjadi.

6. DAFTAR PUSTAKA

[1]. http://www.walhi.or.id. (2014). Sejuta Bencana

Terencana di Indonesia, Diunggah pada hari

Minggu, 23 Pebruari 2014. Jam 11.05.

[2]. Wicaksono. (2007). Pedoman Menghadapi

Bencana Gempa dan Tsunami, Jakarta: Kreasi

Jakarta

[3]. Herdwiyanti, F dan Sudaryono. (2012).

Perbedaan Kesiapsiagaan Menghadapi

Bencana Ditinjau Dari Tingkat Self-Efficacy

Pada Anak Usia Sekolah Dasar Di Daerah

Dampak Bencana Gunung Kelud, Jurnal

Kepribadian dan Sosial Universitas Airlangga

[4]. Supriyono dan Asnawi. (2013). Pengembangan

Model Pendidikan Kebencanaan dalam

Membangun Sikap Sadar Bencana bagi

Masyarakat Kabupaten Malang Selatan Jawa

Timur, Laporan Hibah Bersaing, Universitas

Negeri Surabaya.

[5]. Borg, R and Gall MD. (1989). Educational

Research, New York & London: Longman

Pro

sen

tase

S

SS

Gunung meletus apakah:

1.Saudara sedih

2.Kegiatan sekolah berhenti,banyak siswa merasa sedih

3.Jika banyak siswa belum sadar akan menjaga

konservasi lingkungannya, apakah saudara sedih4.Menelan banyak korban, hal ini membuat saudara/

sedih

5. Menyebabkan banyak warga kehilangan harta benda, membuat saya sedih

6.Saudara takut saat gunung meletus terjadi di

wilayah yang sudara tempati7.Membuat saya/siswa ketakutan akan kehilangan

anggota keluarga/teman

Grafik Softskill

dalam Menghadapi Bencana

Gunung Berapi

Page 29: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

17

Penerapan Multimedia dalam Model Pembelajaran Berbasis Masalah

(Problem Based Learning–Pbl) pada Matakuliah Struktur Data

Bambang Sujatmiko1*), Rina Harimurti2, Anita Qoiriah3

1Pendidikan Teknik Informatika, FT-UNESA Surabaya. Email: [email protected] 2 Pendidikan Teknik Informatika, FT-UNESA Surabaya. Email: [email protected]

3Pendidikan Teknik Informatika, FT-UNESA Surabaya. Email: [email protected]

*)Alamat korespondensi: Email: [email protected]

ABSTRACT

Technological developments now require students to have a greater ability in terms of programming.

Computer programming requires good planning. Planning skills necessary to develop a computer program that

is effective and efficient. To study the ability was not easy so we need tools to facilitate learning lecture Data

Structures of participants learn how the storage, preparation, and arrangement of data in computer storage media

so that data can be used efficient. Matter in data structures are arrays, pointers , structure, stack, queue, singly

linked lists, doubly linked lists, recursively searching, sorting and tree. Matter of abstract data structures, so a bit

difficult to learn. To overcome this problem needs to be linked to the real world so easily understand. Model

problem-based learning is an instructional model that invites students to actively learn. PBL begins with the

provision of the problem which is the daily experience. Then, learners are required to resolve the problem of

finding new knowledge. PBL has a stage which consists of five phases that must be passed. These stages require

active learners in learning the material. Outcomes of this study is media study in the form of multimedia that can

be used as a guide to learners studying data structure with problem-based learning model. Manual prepared

according to the stages in the problem-based learning model. Problems are given in each matter to be discussed

by the learners are presented in multimedia format for easier understanding.

Keywords: Data Structures, Problem Based Learning-PBL, Computer Programming

ABSTRAK

Perkembangan teknologi saat ini menuntut peserta didik memiliki kemampuan yang lebih dalam hal

pemrograman. Pemrograman komputer yang baik memerlukan perencanaan. Kemampuan perencanaan yang

diperlukan untuk mengembangkan program komputer yang efektif dan efisien. Untuk mempelajari kemampuan itu

tidak mudah sehingga diperlukan alat bantu pembelajaran untuk mempermudah peserta didik.Mata kuliah

Struktur Data mempelajari cara penyimpanan, penyusunan, dan pengaturan data di dalam media penyimpanan

komputer sehingga data tersebut dapat digunakan secara efisien.Materi dalam struktur data adalah array,

pointer, struktur, stack, queue, singly linked-list, doubly linked-list, rekursif, searching, sorting dan tree.Materi

struktur data bersifat abstrak sehingga agak sulit dipelajari. Untuk mengatasinya perlu dikaitkan dengan dunia

nyata sehingga mudah dipahamai.Model pembelajaran berbasis masalah merupakan model pembelajaran yang

mengajak peserta didik untuk aktif belajar. PBL diawali dengan pemberian masalah yang merupakan pengalaman

sehari-hari.Kemudian peserta didik diharuskan menyelesaikan masalah tersebut untuk menemukan pengetahuan

baru. PBL mempunyai tahapan yang terdiri dari 5 fase yang harus dilalui. Tahapan tersebut menuntut keaktifan

peserta didik dalam mempelajari suatu materi. Luaran dari penelitian ini adalah media pembelajarn dalam bentuk

multimedia yang dapat digunakan sebagai panduan peserta didik mempelajari struktur data dengan model

pembelajaran berbasis masalah. Panduan disusun sesuai tahapan pada model pembelajaran berbasis masalah.

Masalah yang diberikan dalam setiap materi untuk didiskusikan oleh peserta didik di presentasikan dalam bentuk

multimedia agar lebih mudah dimengerti.

Kata kunci: Struktur data, Problem Based Learning-PBL, Pemrograman Komputer

1. PENDAHULUAN

Memasuki abad ke-21, bidang teknologi

informasi dan komunikasi berkembang dengan

pesat.Perkembangan tersebut berpengaruh besar

terhadap berbagai aspek kehidupan. Keterampilan

bidang teknologi informasi dan komunikasi tidak

hanya menuntut keterampilan teknis semata-mata,

tetapi juga menuntut kematangan mental dan

kemampuan pemecahan masalah.

Pendidikan menduduki posisi penting untuk

menuju perkembangan dan kemajuan suatu bangsa.

Pelaksanaan usaha dalam mencapai tujuan pendidikan

merupakan tanggung jawab bersama. Ini berarti

perspektif yang baru pun harus terjadi dalam sistem

proses belajar mengajar, adanya integrasi yang sinergi

dari beberapa aspek. Kurikulum yang mengacu pada

kompetensi yang didukung penuh dari model

pembelajaran, perangkat pembelajaran, sarana dan

prasarana.

Perkembangan teknologi saat ini menuntut peserta

didik memiliki kemampuan yang lebih dalam hal

pemrograman. Pemrograman komputer yang baik

memerlukan perencanaan. Kemampuan perencanaan

yang diperlukan untuk mengembangkan program

komputer yang efektif dan efisien, bersama-sama

dengan umpanbalik yang diberikan oleh sistem

Page 30: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

18

komputer, akan memberikan sarana untuk membentuk

keterampilan berfikir tingkat tinggi.

Pemakaian struktur data yang tepat di dalam

proses pemrograman akan menghasilkan algoritma

yang lebih jelas dan tepat, sehingga menjadikan

program secara keseluruhan lebih efisien dan

sederhana. Struktur data merupakan cara menyimpan

atau merepresentasikan data di dalam komputer agar

bisa dipakai secara efisien. Sedangkan data adalah

representasi dari fakta dunia nyata. Fakta atau

keterangan tentang kenyataan yang disimpan, direkam

atau direpresentasikan dalam bentuk tulisan, suara,

gambar, sinyal atau simbol.

Oleh karena itu dibutuhkan model pembelajaran

yang sesuai untuk mempermudah hal tersebut.

Pembelajaran yang efektif perlu memfokuskan pada

sifat-sifat pengetahuan metakognitif dari

pemrograman. Menurut Tan (2003) dalam Rusman[1]

Pembelajaran Berbasis Masalah merupakan inovasi

dalam pembelajaran karena proses belajar mengajar

kemampuan mahasiswa betul-betul dioptimalkan

melalui proses kerja kelompok atau tim yang

sistematis, sehingga mahasiswa dapat

memberdayakan, mengasah, menguji, dan

mengembangkan kemampuan berpikirnya secara

berkesinambungan.

Dengan melihat latar belakang di atas, pada

penelitian ini penulis ingin menerapkan Pembelajaran

Berbasis Masalah dalam pembelajaran mata kuliah

Struktur Data. Mata kuliah ini diharapkan mampu

dijadikan sebagai dasar untuk pengembangan

kompetensi peserta didik di bidang pemrograman

komputer.

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penelitian Terdahulu

Hasil penelitian[2] tentang Pengaruh Penerapan

Model Pembelajaran Berbasis Masalah Terhadap

Hasil Belajar Melalui Kemampuan Komunikasi

Matematik Siswa menunjukkan bahwa pembelajaran

Matematika dengan menggunakan model

pembelajaran berbasis masalah lebih tinggi daripada

pembelajaran konvensional pada hasil belajar melalui

kemampuan komunikasi matematik siswa materi

pokok sistem persamaan linear dua variabel di kelas

VIII SMP Negeri 9 Kendari.

Sedangkan pada penelitian[3] disimpulkan bahwa

sikap ilmiah dan keterampilan berpikir kritis siswa

yang belajar menggunakan model pembelajaran

berbasis masalah (PBL) lebih baik daripada siswa

yang belajar menggunakan model pembelajaran

ekspositori.

2.2 Studi Pustaka

2.2.1 Pengertian Model Pembelajaran Berbasis

Masalah (PBL)

Menurut Jodion[4] Pembelajaran berbasis masalah

(problem based learning) merupakan salah satu model

pembelajaran yang berasosiasi dengan pembelajaran

kontekstual. Pembelajaran artinya dihadapkan pada

suatu masalah, yang kemudian dengan melalui

pemecahan masalah, melalui masalah tersebut siswa

belajar keterampilan-keterampilan yang lebih

mendasar.

Menurut[5], tahapan model pembelajaran berbasis

masalah (Problem Based Learning-PBL) adalah

seperti pada tabel 1 di bawah ini:

Tabel 1. Tahapan Model Pembelajaran Berbasis

Masalah FASE-FASE PERILAKU GURU

Fase 1: Memberikan

orientasi tentang permasalahannya

kepada peserta didik

Guru menyampaikan tujuan

pelajaran, mendeskripsikan berbagai kebutuhan logistik penting

dan memotivasi peserta didik untuk

terlibat dalam kegiatan mengatasi masalah

Fase 2:

Mengorganisasikan peserta didik untuk

meneliti

Guru membantu peserta didik untuk

mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas-tugas

belajar terkait dengan

permasalahannya Fase 3: Membantu

investigasi mandiri dan kelompok

Guru mendorong peserta didik

untuk mendapatkan informasi yang tepat, melaksanakan eksperimen,

dan mencari penjelasan dan solusi

Fase 4: Mengembangkan dan

mempresentasikan

artefak dan exhibit

Guru membantu peserta didik dalam merencanakan dan menyiapkan

artefak-artefak yang tepat, seperti

laporan, rekaman video dan model-model dan membantu mereka untuk

menyampaikannya kepada orang

lain Fase 5: Menganalisis

dan mengevaluasi

proses mengatasi masalah

Guru membantu peserta didik

melakukan refleksi terhadap

investigasinya dan proses-proses yang mereka gunakan.

Dari beberapa pendapat para ahli tersebut maka

dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran

berbasis masalah (PBL) merupakan model

pembelajaran yang mengajak peserta didik untuk aktif

belajar. PBL diawali dengan pemberian masalah yang

merupakan pengalaman sehari-hari. Kemudian peserta

didik diharuskan menyelesaikan masalah tersebut

untuk menemukan pengetahuan baru.

2.2.2 Pengertian Struktur Data

Mata kuliah Struktur Data mempelajari cara

penyimpanan, penyusunan, dan pengaturan data di

dalam media penyimpanan komputer sehingga data

tersebut dapat digunakan secara efisien. Materi dalam

struktur data adalah array, pointer, struktur, stack,

queue, singly linked-list, doubly linked-list, rekursif,

searching, sorting dan tree.

3. METODE PENELITIAN

3.1 Bagan Alir Penelitian

Secara garis besar tahapan penelitian

diperlihatkan seperti pada Gambar 1.

1) Studi pendahuluan berupa studi pustaka tentang

metode PBL serta penelitian-penelitian yang sudah

pernah dilakukan terkait dengan metode PBL,

2) Pemilihan dan penentuan topik mata kuliah

struktur data, digunakan untuk menentukan topik apa

Page 31: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

19

saja yang akan disusun dalam bahan ajar. Sesuai

materi struktur data maka materi yang akan

dimasukkan adalah array, pointer, struktur, stack,

queue, linked-list, rekursif, searching, sorting dan tree,

3) Selanjutnya menyusun RPS dengan model

pembelajaran PBL. Dari RPS ini nanti akan muncul

scenario yang diperlukan dalam penyusunan media

pembelajaran,

4) Skenario yang sudah disusun dalam RPS

kemudian dimplementasikan dalam bentuk

multimedia. Pertama yang dibuat adalah permasalahan

dari setiap materi yang dipresentasikan dalam bentuk

flash agar memudahkan pemahaman peserta didik,

5) Kemudian merancang GUI yang user friendly

dalam bentuk adobe portofolio,

6) Merancang panduan pembelajaran berbasis

masalah,

7) Mengimplementasikan rancangan panduan

pembelajaran berbasis masalah, permasalahan yang

disusun dengan flash dan materi yang dibuat dalam

bentuk pdf menjadi media pembelajaran dalam bentuk

adobe portofolio.

Gambar 1. Diagram Alir Penelitian

3.2 Pengembangan Perangkat Pembelajaran

Model pengembangan perangkat menggunakan

model 4-D[6]. Tahap-tahap pelaksanaannya terdiri dari

4 tahap pengembangan, yaitu define, design, develop,

dan dessimenate. Berikut uraian keempat tahap beserta

komponen-komponen model 4-D.

1) Tahap pendefinisian (define) adalah menetapkan

dan mendefinisikan syarat-syarat pembelajaran. Tahap

pendefinisian terdiri dari tiga langkah analisis, yaitu:

pertama analisis awal-akhir. Langkah ini digunakan

untuk menentukan masalah mendasar yang dihadapi

dosen. Dalam analisis awal diperlukan pertimbangan

berbagai alternatif pengembangan perangkat

pembelajaran. Kedua analisis siswa/ mahasiswa,

merupakan telaah tentang karakteristik mahasiswa

yang sesuai dengan desain pengembangan perangkat

pembelajaran. Karakteristik itu meliputi latar belakang

kemampuan akademik (pengetahuan), perkembangan

kognitif, serta keterampilan-keterampilan individu

atau sosial yang berkaitan dengan topik pembelajaran,

media, format dan bahasa yang dipilih. Ketiga analisis

tugas dan konsep, adalah kumpulan prosedur untuk

menentukan isi dalam satuan pembelajaran, analisis

tugas dilakukan untuk merinci isi materi ajar dalam

bentuk garis besar, analisis ini mencakup: (1) analisis

struktur isi, (2) analisis prosedur, (3) analisis proses

informasi, (4) analisis konsep, dan (5) perumusan

tujuan. Dan terakhir analisis tujuan, dilakukan untuk

menentukan atau merumuskan tujuan-tujuan

pembelajaran yang akan dicapai oleh mahasiswa.

2) Tahap Perancangan (Design), bertujuan untuk

merancang prototipe perangkat pembelajaran. Tahap

ini terdiri dari tiga langkah, (1) Penyusunan tes acuan

patokan, langkah ini merupakan penghubung antara

tahap define dan design. Tes acuan patokan

mengkonversi tujuan-tujuan khusus ke dalam garis

besarmateri pembelajaran, (2) Pemilihan media adalah

langkah yang dilakukan untuk menentukan media

yang tepat dengan penyajian materi pelajaran dan (3)

Pemilihan format adalah langkah yang berkaitan erat

dengan pemilihan media.

3) Tahap Pengembangan (Develop), adalah untuk

menghasilkan perangkat pembelajaran.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Penentuan topik bahan ajar mata kuliah struktur

data dan penyusunan RPS

Penentuan topik bahan ajar disesuaikan dengan

Buku Pedoman Universitas Negeri Surabaya, 2016[7].

Fakultas Teknik. Dari pemilihan topik-topik esensial

Struktur Data seperti pada[8], maka materi yang akan

dimasukkan dalam media pembelajaran adalah:

1. Array, Pointer dan Struktur,

2. Linked List,

3. Stack,

4. Queue,

5. Rekursi,

6. Sorting (pengurutan),

7. Searching (Pencarian),

8. Tree.

Setelah ditentukan topiknya, selanjutnya disusun

RPS sebagai dasar dari skenario yang akan digunakan

dalam penyusunan media pembelajaran.

4.2 Kasus-kasus setiap materi dalam bentuk

multimedia

Skenario pembelajaran yang akan diterapkan

dalam mata kuliah Struktur Data menggunakan model

pembelajaran berbasis masalah dengan perangkat

pembelajaran berupa multimedia. Sesuai dengan

tahapan pada model pembelajaran berbasis masalah,

Menyusun

rancangan media

dalam bentuk

animasi dengan

menggunakan

Flash

Merancang GUI

(Grafical User

Interface) untuk animasi

Implementasi

rancangan menjadi

media pembelajaran

bentuk animasi

Menyusun pedoman

pembelajaran

berbasis masalah

untuk matakuliah

struktur data

Pemilihan dan

penentuan topik

mata kuliah

struktur data

Studi Pendahuluan:

Studi Pustaka tentang penelitian terdahulu yang menerapkan metode pembelajaran berbasis masalah

PBL

Penyusunan

RPS mata

kuliah struktur

data

Page 32: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

20

fase pertama adalah memberikan orientasi tentang

permasalahannya kepada peserta didik. .

Masing-masing topik diawali dengan kasus yang

harus diuraikan mahasiswa sehingga membawa

mahasiswa sampai pada materi yang akan dipelajari

dalam struktur data. Adapun kasus-kasus dari setiap

materi tersebut adalah :

1) Array

Sebuah supermarket biasanya menjual berbagai

macam barang dan berbagai macam merek barang.

Jika pengaturan tidak rapi tentu akan menyulitkan

didalam pengelolaannya. Terutama saat konsumen

mencari berbagai jenis barang yang dibutuhkan.

Bagaimanakah cara yang tepat dalam menyelesaikan

masalah penempatan barang di supermarket tersebut

agar berbagai jenis barang tersebut mudah dalam

pengelolaannnya? Untuk membedakan penyimpanan

setiap jenis dan merek barang tidak perlu dengan

membuatkan bentuk rak yang berbeda-beda. Dalam

sebuah supermarket biasanya peletakan barang

dikelompokkan berdasar jenis barangnya untuk

mempermudah pengelolaan. Rak untuk menyimpan

masing-masing kelompok tersebut biasanya

mempunyai bentuk berbeda tegantung dari jenis

barangnya. Misalnya rak untuk menyimpan kelompok

jenis sapu berbeda dengan rak untuk menyimpan jenis

sabun mandi. Dalam satu kelompok jenis barang

terdapat bermacam-macam merek yang diletakkan

dalam slot rak yang berbeda-beda tapi terletak secara

terurut. Untuk mengambil sebuah merek tertentu kita

dapat langsung menuju rak yang sesuai tanpa harus

menelusuri rak secara urut satu persatu.

Gambar 2. Animasi kasus Array

2) Stack

Kasus yang digunakan disini adalah bagaimana

forlklift menumpuk peti-peti yang diangkut. Peti akan

selalu ditumpuk ditumpukan paling atas. Sehingga peti

yang paling atas adalah peti yang ditumpuk terakhir.

Dan peti yang diambil pasti urut dari tumpukan paling

atas.

Gambar 3. Animasi kasus Stack

3) Queue,

Saat banyak mobil yang akan masuk ke tempat

parkir, maka akan terjadi antrian. Mobil yang berada

pada urutan terdepan akan masuk terlebih dahulu.

Sedang mobil yang baru dating harus berada di urutan

paling belakang.

Gambar 4. Animasi kasus Queue

4) Linked-list,

Konsep linkedlist sama seperti kereta api yang

terdiri dari serangkaian gerbong dan terdapat

lokomotif yang berada di gerbong terdepan.

Gambar 5. Animasi kasus Linkedlist

5) Rekursif,

Contoh kasus yang dapat dipecahkan secara

rekursif adalah masalah Hanoi Tower.

Page 33: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

21

Gambar 6. Animasi kasus Rekursif

6) Searching,

Kasus mencari barang tertentu yang tertinggal di

salah satu kotak. Untuk mencarinya kotak dibagi 2 dan

ditimbang. Yang paling berat dibagi lagi sampai

ketemu barang yang dicari.

Gambar 7. Animasi kasus Searching

7) Sorting,

Kasus berupa urutan serangkaian warna yang

harus diurutkan mulai dari warna tertua.

Gambar 8. Animasi kasus Sorting

8) Tree,

Struktur organisasi atau silsilah keluarga dapat

digunakan sebagai kasus untuk mempelajari Tree.

Gambar 9. Animasi kasus Tree

4.3 Panduan Pembelajaran Berbasis Masalah

Sesuai dengan fase dalam Pembelajaran Berbasis

Masalah:

1) Fase 1: Memberikan orientasi tentang

permasalahannya kepada peserta didik. Dosen

menyampaikan tujuan pembelajaran, mendeskripsikan

berbagai kebutuhan logistik yang penting dan

memotivasi mahasiswa untuk terlibat dalam kegiatan

mengatasi masalah yang terdapat pada kasus yang

dituliskan diawal setiap topik pada modul ajar.

2) Fase 2: Mengorganisasikan peserta didik untuk

meneliti. Dosen membantu mahasiswa untuk

mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas-tugas

belajar terkait dengan permasalahnnya dengan

membentuk kelompok-kelompok untuk membahas

kasus yang ada.

3) Fase 3: Membantu investigasi mandiri dan

kelompok. Dosen mendorong mahasiswa untuk

mendapatkan informasi yang tepat, melaksanakan

eksperimen, dan mencari penjelasan dan solusi. Pada

fase ini tugas dosen mengarahkan sehingga solusi yang

didapat dalam pemecahan kasus bisa tetap mengarah

pada topik yang harus dipelajari

4) Fase4: Mengembangkan dan mempresentasikan

artefak dan exhibit. Dosen membantu mahasiswa

dalam merencanakan dan menyiapkan artefak-artefak

yang tepat seperti laporan, database, rekaman video,

dan model-model, dan membantu mereka untuk

menyampaikannya kepada orang lain.

Salah satu yang mudah adalah berupa pembuatan

mapping dari kasus yang ada, kemudian di pecah

menjadi beberapa bagian yang mengarah ke topik,

contohnya:

a) Stack

Kasus pada stack adalah proses untuk menumpuk

barang, misalnya menumpuk piring. Saat menumpuk

piring maka dari mana kita harus menumpuk dan

darimana kita harus mengambil.

Contoh peta konsep hasil diskusi kelompok :

Tumpukan Piring

Banyak Barang Perlakuan

Berisi Mempunyai

Rangkaian Barang Yang Berurutan

Data(ukuran, warna, bahan) Ditumpuk Diambil

Array LinkedList Dari AtasDari Atas

Struktur

LIFO

Ukuran sudah pasti Ukuran belum pasti Bentuk pengelomokan variabel dalam data

Jalan untuk menumpuk Jalan untuk mengambil

Piring Masuk Dalam TumpukanPiring Keluar Dari Tumpukan

Gambar 10 . Peta Konsep hasil diskusi Array

b) Queue

Antrian pada teller. Antrian terjadi saat jumlah

teller lebih sedikit dari jumlah orang yang akan

dilayani. Untuk masuk antrian, nasabah harus melalui

belakang antrian. Sedangkan nasabah yang dilayani

Page 34: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

22

terlebih dahulu adalah nasabah yang berada paling

depan

Contoh peta konsep hasil diskusi kelompok :

Antrian Pada Teller Bank

Nasabah Sistem Antrian

Obyek Antrian Mempunyai

Sederetan NasabahData Nasabah(no rek,

nama alamat) Masuk Antrian Keluar Antrian

Array LinkedListDari

Belakang Dari depanStruktur

FIFO (First In First Out)

Jmlah sudah pasti Jumlah belum pasti pengelompokan item penyusun data

Arah Masuk Arah Keluar

Nasabah MasukNasabah Keluar

Susunan Identitas

Gambar 11. Peta Konsep hasil diskusi Queue

Dari hasil peta konsep tersebut selanjutnya tugas

masing-masing mahasiswa untuk mencari bahan

kajian yang sesuai.

5) Fase 5: Menganalisis dan mengevaluasi proses

mengatasi masalah. Dosen membantu mahasiswa

melakukan refleksi terhadap investigasinya dan

proses-proses yang mereka gunakan. Pada fase ini

dosen akan mememeriksa apakah hasil diskusi dari

setiap kelompok dan bahan kajian yang didapat sesuai

dengan topik yang harus dipelajari saat itu.

Gambar 12. Panduan pelaksanaan PBL

4.4. Media Pembelajaran

Hasil akhir dari penelitian ini adalah berupa sebuah

media pembelajaran yang disusun dengan adobe

portofolio seperti pada gambar 13 berikut.

Gambar 13. Tampilan Media pembelajaran

Setiap materi dikelompokkan dalam sebuah folder.

Pada setiap folder terdapat deskripsi dari setiap materi

yang akan dipelajari. Didalam folder terdapat dua buah

file yang dapat di unduh.

File pertama berupa panduan untuk mempelajari

mata kuliah struktur data dengan model pembelajaran

berbasis masalah. Dalam file tersebut dimasukkan

animasi dari permasalahan yang harus didiskusikan

secara berkelompok. Dosen bertugas untuk

mengarahkan diskusi agar sesuai dengan tema yang

akan dipelajari.

Setelah diskusi selesai dan mengarah ke materi

kuliah, maka mahsiswa dapat mengunduh file kedua

yang berisi materi untuk dipelajari lebih lanjut. Isi

folder seperti pada gambar 14.

Gambar 14. Isi Folder Materi

Page 35: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

23

5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil yang dicapai pada penelitian

dapat disimpulkan:

1) Pemrograman Berbasis Masalah dalam bidang

pemrograman komputer memerlukan contoh-contoh

dunia nyata karena pemrograman komputer cenderung

bersifat abstrak dan memerlukan keterampilan analisis

yang tinggi dan melibatkan peran aktif mahasiswa

untuk berfikir dengan kemampuan high order thinking

(hot).

2) Media pembelajaran dalam bentuk animasi

sebagai permasalahan yang harus dibahas, dapat

membantu mahasiswa dalam memahami materi

Struktur Data dengan model pembelajaran PBL.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil yang dicapai pada penelitian

ini, maka peneliti menyarankanperlunya untuk

menerapkan pembelajaran bebasis masalah pada

matakuliah-matakuliah dalam bidang omputer

khususnya yang berhubungan dengan pemrograman

yang selama ini menjadi matakuliah yang cukup sulit

dipahami.

6. DAFTAR PUSTAKA

[1]. Rusman. (2010). Model-model pembelajaran.

(Mengembangkan Profesionalisme Guru), cet.5.

Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, hlm. 229.

[2]. Kadir Tiya & Hasminah. (2012). Pengaruh

Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Masalah

Terhadap Hasil Belajar Melalui Kemampuan

Komunikasi Matematik Siswa: Jurnal Pendidikan

MatematikaVolume 3 Nomor 2 Juli 2012

[3]. I Kadek Urip Astika, I Ketut Suma, I Wayan. Suastra,

(2013). Pengaruh Model Pembelajaran Berbasis

Masalah Terhadap Sikap Ilmiah Dan

Keterampilan Berpikir Kritis : E-Journal Vol. 3,

Program Pascasarjana Universitas Pendidikan

Ganesha Program Studi IPA.

[4]. Jodion Siburian,. 2010. Model Pembelajaran Sains,

Jambi: Universitas Jambi

[5]. Agus Supriyono, (2009). Efektivitas Penerapan

Metode (Problem Based Learning) Terhadap

Prestasi Belajar Akuntansi Pokok Bahasan Jurnal

Khusus Kelas XII IS I SMA PGRI Wirosari

Purwodadi. Under Graduates thesis, Universitas

Negeri Semarang, hlm 74-76.

[6]. Thiagarajan, S., Semmel, D. S & Semmel, M.I. (1974).

Instructional Development for Training Teacher of

Expectional Children. Minneapolis, Minnesota:

Leadership Training institute/Special Education,

University of Minnesota.

[7]. Tim. (2016). Buku Pedoman Universitas Negeri

Surabaya. Fakultas Teknik.

[8]. Desphande, P.S and O.G. Kakde. (2012). C & Data

Structures. Hingham Massachusetts: Charles River

Media, INC

Page 36: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

24

Page 37: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

25

Peningkatan Kemampuan Guru SMK Negeri Wonosalam Jombang

melalui Pelatihan Pembuatan Proposal PTK

Choirul Anna Nur Afifah1*), Siti Sulandjari2, Veni Indrawati3 1 Jurusan Pendidikan Kesejahteraan Keluarga, UNESA, Surabaya. E-mail: [email protected]

2 Jurusan Pendidikan Kesejahteraan Keluarga, UNESA, Surabaya, Kota. E-mail: [email protected] 3 Jurusan Pendidikan Kesejahteraan Keluarga, UNESA, Surabaya. E-mail: [email protected]

*) Alamat Korespondesi: Email: [email protected]

ABSTRACT

Teachers was required to create an innovative works such as classroom action research to promote their

functional position. Most of teachers in SMK Negeri Wonosalam said never done classroom action research on

their learning or made scientific work . The aim of devotions were to upgrading teachers made proposal of

classroom action research and to knows teacher’s response of devotions .Method was applied by training two

times during two week. The first time was briefing materials about learning models and classroom action research.

Then, coaching proposal at second time. The participants was 28 teachers in SMKN Wonosalam

Jombang. .Activities was done in SMKN Wonosalam. Teachers response was known by questionnaire. The first

stage lasted 6 hours. The activities were gave materials about learning innovative models, educations device,

learning strategy and classroom action research. At the second time, we done proposals research presentation

that have been made of participants and bringing science manuscript article. The teacher training as participants

was evaluated very well and good. Participants thought that very good for conformity matter (67%) , the depth of

material (58%) media uses (42%) , the instructors explained the materials (67 %) , answered questions (75%) and

participants motivation (75%).

Key Words: training, teacher respons, learning model

ABSTRAK

Guru diwajibkan membuat karya inovatif berupa penelitian tindakan kelas (PTK) guna kenaikan pangkat

jabatan Fungsional. Mayoritas guru di SMK Negeri Wonosalam menyatakan belum pernah melakukan PTK dan

membuat karya ilmiah. Tujuan kegiatan pengabdian ini adalah untuk meningkatkan kemampuan guru membuat

proposal penelitian tindakan kelas (PTK) dan mengetahui respon guru terhadap pelatihan yang dilakukan. Metode

yang diterapkan dengan memberikan pelatihan yang dilakukan selama dua minggu dengan dua kali tatap muka.

Tahap I berupa pembekalan materi tentang model pembelajaran dan PTK. Selanjutnya, tahap II berupa

pendampingan untuk menyusun proposal. Sasaran kegiatan adalah guru SMKN Wonosalam Jombang sebanyak

28 orang. Pelaksanaan kegiatan dilakukan di SMKN Wonosalam. Respon guru diketahui dari hasil pengisian

angket. Tahap pertama berlangsung selama 6 jam dengan kegiatan berupa penyampaian materi tentang metode

pembelajaran inovatif, perangkat pembelajaran, strategi pembelajaran, dan penelitian tindakan kelas. Tahap

kedua dilakukan dengan waktu yang sama dengan kegiatan utama presentasi proposal yang telah dibuat peserta

dan penyampaian materi penulisan artikel ilmiah. Respon peserta terhadap pelatihan menilai sangat baik dan

baik. Peserta menilai sangat baik untuk kesesuaian materi (67%), kedalaman materi (58%) penggunaan media

(42%), kemampuan instruktur menjelaskan materi (67%), menjawab pertanyaan (75%) dan memotivasi peserta

(75%).

Kata kunci: pelatihan, respon guru, model pembelajaran

1. PENDAHULUAN

Keberhasilan pembangunan nasional Indonesia di

segala bidang akan sangat bergantung pada sumber

daya manusia sebagai aset bangsa. Untuk

mengoptimalkan dan memaksimalkan perkembangan

seluruh sumber daya manusia yang dimiliki, dilakukan

melalui pendidikan, baik melalui jalur pendidikan

formal maupun jalur pendidikan non formal.

Perkembangan dunia pendidikan saat ini sedang

memasuki era yang ditandai dengan gencarnya inovasi

teknologi, sehingga menuntut adanya penyesuaian

sistem pendidikan yang selaras dengan tuntutan dunia

kerja. Pendidikan harus mencerminkan proses

memanusiakan manusia dalam arti

mengaktualisasikan semua potensi yang dimilikinya

menjadi kemampuan yang dapat dimanfaatkan dalam

kehidupan sehari-hari di masyarakat luas. Salah satu

lembaga pada jalur pendidikan formal yang

menyiapkan lulusannya untuk memiliki keunggulan di

dunia kerja, diantaranya melalui jalur pendidikan

kejuruan yaitu SMK.

Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dirancang

untuk menyiapkan peserta didik atau lulusan yang siap

memasuki dunia kerja dan mampu mengembangkan

sikap profesional di bidangnya. Namun Sekolah

Menengah Kejuruan dituntut bukan hanya sebagai

penyedia tenaga kerja yang siap bekerja pada lapangan

kerja yang sesuai dengan kebutuhan dunia usaha atau

Page 38: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

26

dunia industri,serta mampu mengembangkan diri

melalui wirausaha.

Kebijakan pembangunan pendidikan Nasional

tahun 2010-2014 diantaranya adalah penyediaan dan

peningkatan sarana dan prasarana untuk penerapan

sistem pembelajaran SMK berkualitas yang berbasis

keunggulan lokal dan relevan dengan kebutuhan

daerah yang merata di seluruh provinsi, kabupaten,

dan kota. Salah satu SMK yang didirikan dan

dikembangkan berbasis keunggulan lokal daerah

adalah SMK Negeri Wonosalam Jombang.

SMK Negeri Wonosalam berlokasi di Jalam

Anjasmoro, Desa Wonosalam, Kecamatan

Wonosalam, Jombang. SMK Negeri Wonosalam

membuka tiga kompetensi keahlian, yaitu Teknik

Kendaraan Ringan, Agribisnis Tanaman Perkebunan,

dan Jasa Boga, dengan jumlah siswa sebanyak 425

siswa yang tersebar di 14 kelas pada tahun ajaran

2014/2015. Tenaga pengajar atau guru sebanyak 49

orang, terdiri dari 34 orang guru tetap (PNS/CPNS)

dan 15 orang guru tidak tetap atau honorer. Dari total

jumlah guru tersebut 21 diantaranya berada pada

golongan III dengan rentangan usia guru 27-46 tahun,

sehingga memiliki banyak kesempatan untuk

meningkatkan jenjang karirnya. Dari dokumen data

profil sekolah diketahui jenjang pendidikan guru

SMKN Wonosalam mayoritas sarjana (S1) yaitu

sebanyak 30 orang, dari jumlah tersebut diketahui

terdapat 23 orang yang berlatar belakang sarjana

pendidikan dan 7 orang (23%) berlatar belakang non

kependidikan. Meskipun mayoitas guru berlatar

belakang sarjana pendidikan, namun tidak semua

karya ilmiah atau skripsi yang disusun para guru

mengambil tema pendidikan sehingga hal ini

berpengaruh pada pemahaman dan kemampuan guru

untuk melakukan penelitian terutama penelitian

tindakan kelas (PTK).

Terkait dengan berlakunya Permendiknas Nomor

35 Tahun 2010 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan

Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya maka

guru dituntut harus aktif membuat karya inovatif

berupa penelitian (PTK), karya tulis ilmiah dan

sebagainya. Berdasarkan hasil wawancara dengan Ibu

Enik Indartik, S.Pd selaku wakil kepala sekolah

akademik, beliau menyampaikan bahwa pada

umumnya guru disini agak terlambat proses kenaikan

pangkatnya karena terkendala belum memiliki

penelitian dan karya ilmiah yang diseminarkan atau

diterbitkan dalam jurnal. Kondisi ini menimbulkan

kekhawatiran dari beberapa guru di SMK Negeri

Wonosalam, mengingat sejauh ini mereka tidak pernah

memperoleh sosialisasi tentang PTK dan mereka

berharap ada lembaga yang dapat memberikan

informasi atau pelatihan terkait kegiatan penelitian

(PTK). Minimnya pengetahun guru tentang PTK

berdampak pada kurangnya pengalaman mereka untuk

melakukan penelitian dan menulis karya ilmiah.

PTK adalah penelitian yang dilakukan oleh guru

di dalam kelasnya sendiri melalui refleksi diri (atau

dibantu mitra), dengan tujuan untuk memperbaiki

kinerjanya sebagai guru, sehingga hasil belajar siswa

meningkat. Tujuan penelitian ini adalah memperbaiki

dan meningkatkan kualitas pembelajaran serta

membantu memberdayakan guru dalam memecahkan

masalah pembelajaran di kelas[1]. Deskripsi di atas

menunjukkan untuk melakukan PTK guru harus

memiliki kemampuan mengidentifikasi masalah

pembelajaran yang dihadapi, menganalisis akar

permasalahannya dan memikirkan ide kreatif atau

inovatif untuk memecahkan permasalahan tersebut,

dimana semua itu perlu dipahami dengan baik oleh

guru. Guru juga dituntut untuk mampu menuangkan

hasil pemikiran dan mewujudkannya dalam bentuk

proposal penelitian, hingga menyusun artikel ilmiah.

Berdasarkan pemaparan di atas diketahui

permasalahan yang dihadapi oleh mitra atau pihak

sekolah adalah mayoritas guru tidak memiliki

pemahaman dan pengalaman menyusun proposal serta

melaksanakan penelitian tindakan kelas (PTK). Dari

identifikasi masalah di atas maka alternatif pemacahan

masalah yang bisa dilakukan adalah dengan

memberikan pelatihan berupa pembekalan materi

tentang PTK, memberikan pendampingan kepada guru

dalam membuat proposal PTK yang selanjutnya dapat

diterapkan pada proses pembelajaran di kelas.

Pelatihan efektif bukan sekedar mengatakan atau

menunjukkan kepada seseorang bagaimana

melakukan sebuah tugas tetapi upaya untuk

mentransfer keterampilan dan pengetahuan sehingga

peserta pelatihan menerima dan melakukan latihan

tersebut pada saat melakukan pekerjaannya[4].

Target yang diharapkan setelah pelaksanaan

kegiatan pengabdian berupa pelatihan penyusunan

proposal PTK adalah guru memiliki pemahaman PTK

dengan lebih baik, guru memiliki kemampuan

mengidentifikasi masalah pembelajaran yang

dihadapi, memiliki ide kreatif memecahkan

permasalahan selama proses pembelajaran dan dapat

menuangkannya dalam bentuk proposal PTK. target

yang diharapkan setelah pelaksanaan kegiatan

pengabdian berupa pelatihan penyusunan proposal

PTK adalah guru memiliki pemahaman PTK dengan

lebih baik, guru memiliki kemampuan

mengidentifikasi masalah pembelajaran yang

dihadapi, memiliki ide kreatif memecahkan

permasalahan selama proses pembelajaran dan dapat

menuangkannya dalam bentuk proposal PTK.

Tujuan yang diharapkan melalui kegiatan

pelatihan ini adalah kemampuan atau kompetensi guru

dalam menyusun proposal menjadi lebih baik, mampu

melakukan penelitian, guru akan termotivasi untuk

melakukan inovasi pembelajaran, memecahkan

masalah pembelajaran serta menumbuhkembangkan

budaya akademik di lingkungan sekolah sehingga

tercipta sikap proaktif dalam melakukan perbaikan

mutu pendidikan dan pembelajaran secara

berkelanjutan (sustainable), disamping memberi

dampak positif pula terhadap peningkatan jenjang

karir mereka. Adapun luaran yang dihasilkan berupa

draf proposal PTK dan respon guru terhadap kegiatan

Page 39: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

27

pelatihan yang dilakukan. Luaran berupa proposal

PTK relevan dengan mata pelajaran atau kompetensi

dasar (KD) yang muncul pada pembelajaran semester

berikutnya.

2. METODE

Metode yang dilakukan untuk menyelesaikan

permasalahan adalah memberikan pelatihan berupa

pembekalan materi tentang konsep PTK, pembuatan

proposal dan pendampingan penyusunan proposal

PTK. Waktu pelaksanaan kegiatan disepakati

dilakukan dua hari. Tempat kegiatan dilakukan di

SMK Negeri Wonosalam sebagai wujud partisipasi

mitra terhadap kegiatan yang dilakukan. Jumlah

peserta yang terlibat sebanyak 28 orang. Penetapan

jumlah peserta ini status guru sebagai Aparatur Sipil

Negara (ASN). Berikut ini adalah tahapan metode

pelaksanaan kegiatan pengabdian secara rinci yang

akan dilakukan:

Tabel 1. Tahapan Pelaksanaan Pelatihan di SMK

Negeri Wonosalam

No Waktu Pelaksanaan Kegiatan

1 Pertemuan pertama

(Minggu I)

Pembukaan

Penyampaian materi tentang:

Konsep PTK

Prosedur PTK

Proposal PTK Pendampingan menyusun

proposal PTK 2 Pertemuan kedua

(Minggu II)

Penyampaian materi tentang

artikel ilmiah

Evaluasi kegiatan

Penutup

Pelaksanaan kegiatan dilakukan selama dua kali

pertemuan, pada pertemuan pertama (minggu I)

peserta mendapat materi tentang PTK hingga

pendampingan menyusun proposal PTK. Proses

pendampingan terus dilakukan dengan komunikasi

secara elektronik (melalui email, SMS, WA, dan

sebagainya). Selanjutnya pada pertemuan kedua

(minggu II) kegiatan ditekankan pada evaluasi tentang

hasil proposal serta proses pelatihan secara

keseluruhan. Materi disusun sesuai topik dalam bentuk

handout dan media presentasi (ppt) sehingga

mempermudah peserta untuk memahami dan

menyimak penjelasan dari tim pelaksana.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Kegiatan pengabdian diawali dari koordinasi tim

dengan sekolah sasaran yaitu SMK Negeri Wonosalam

yang diwakili oleh Kepala Sekolah Bapak Sulikan,

S.Pd, MM dan Waka bidang Kurikulum Ibu Enik

Indartik, S.Pd. pada hari Sabtu tanggal 17 September

2016. Kegiatan ini diawali dari perkenalan, penjelasan

maksud dan tujuan pengabdian dan waktu kegiatan.

Hasil dari pertemuan koordinasi berupa ijin yang

diberikan oleh pihak sekolah, topik materi yang

diberikan berdasarkan kebutuhan guru, waktu dan

teknis pelaksanaan kegiatan, jumlah guru yang terlibat

dalam pelatihan serta luaran kegiatan.

Waktu pelaksanaan pengabdian disepakati selama

dua hari yaitu Sabtu, tanggal 1 dan 15 Oktober 2016

mulai pukul 10.00 WIB sampai dengan 16.00 WIB.

Pelaksanaan pelatihan dengan jeda dua minggu untuk

memberi kesempatan peserta menyusun proposal PTK

sehingga di pertemuan berikutnya peserta telah

memiliki draft proposal untuk dibahas dalam

workshop. Topik materi yang akan disampaikan

berupa Model Pembelajaran Inovatif, Pengembangan

Perangkat Pembelajaran, Penelitian Tindakan Kelas

(PTK) dan Pengelolaan Bengkel/Laboratorium.

Adapun jadwal pengabdian dijabarkan pada Tabel 2

berikut ini:

Tabel 2. Jadwal Pelaksaaan Pelatihan di SMK Negeri

Wonosalam

Hari/Tanggal Jam Kegiatan

Sabtu

1 Okt 2016

10.00 - 10.15

10.15 - 12.00

12.00 - 13.00

13.00 – 15.00

15.00 – 16.00

Pembukaan

Model Pembelajaran

Inovatif Ishoma

Pengemb. Perangkat

Pembelajaran PTK Tugas: Menyusun proposal

PTK

Sabtu 15 Okt 2016

10.00 - 12.00 12.00 - 13.00

13.00 – 14.30

14.30 – 15.30 15.30 – 16.00

Workshop PTK Ishoma

Pengelolaan Bengkel/Lab

Evaluasi kegiatan Penutup

Guru yang terlibat sebagai peserta sebanyak 28

orang. Seluruh peserta adalah guru telah berstatus

ASN (Aparatur Sipil Negara) dari rumpun keahlian

Teknik Kendaraan Ringan, Agribisnis Tanaman

Perkebunan, dan Jasa Boga.

Kegiatan pengabdian pada pertemuan pertama

dilaksanakan hari Sabtu tanggal 1 Oktober 2016

dihadiri oleh 21 peserta. Pertemuan di mulai dari

pembukaan oleh Kepala SMK Negeri Wonosalam.

Penyampaian materi tentang model pembelajaran

inovatif dilakukan melalui diskusi dan tanya jawab.

Proses diskusi dimaksudkan untuk menggali atau

mendapat informasi mengenai kegiatan pembelajaran

yang dilakukan peserta selama ini. Penjelasan materi

mengacu pada pertanyaan yang diajukan oleh peserta

karena pada dasarnya peserta telah berpengalaman

dalam pembelajaran.

Dari hasil pertemuan pertama diketahui bahwa

terdapat tiga peserta yang pernah mengikuti pelatihan

sertifikasi guru dan membuat proposal PTK sebagai

tugas akhir dari pelatihan tersebut. Namun, proposal

tersebut belum dievaluasi sehingga guru tidak pernah

menggunakannya untuk penelitian tindakan kelas.

Diketahui pula masih banyak guru yang belum pernah

menyusun proposal PTK sehingga pada akhir

pertemuan pertama seluruh peserta ditugaskan

menyusun proposal PTK agar dapat dievaluasi di

pertemuan kedua. Waktu yang diberikan untuk

mengerjakan proposal selama dua minggu dan pada

rentang waktu tersebut tim pelaksana memberi

kesempatan peserta untuk melakukan konsultasi

secara online melalui pesan singkat (short massage

service), whattsup, facebook atau email.

Page 40: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

28

Pelatihan pada pertemuan kedua dihadiri oleh

semua peserta yaitu 28 guru. Kegiatan pertemuan

kedua berlangsung selama enam jam. Kegiatan

dimulai dari berupa workshop dan evaluasi dari

proposal PTK yang disusun oleh peserta, penyampaian

materi menyusun artikel ilmiah, pengelolaan bengkel

serta penutup.

Pada kegiatan workshop, para peserta

mempresentasikan proposalnya selanjutnya ditelaah

oleh tim pelaksana. Jika pada pertemuan pertama

diketahui hanya tiga peserta yang pernah menyusun

proposal PTK maka pada pertemuan kedua seluruh

peserta (100%) telah membuat proposal PTK. Hasil

pemaparan proposal peserta, diketahui beberapa

peserta belum mampu mengidentifikasi permasalahan

pembelajaran yang dihadapi dengan baik (35,7%),

media pembelajaran yang digunakan sangat baik

(53,57%), perlunya dilengkapi instrumen penilaian

dan perangkat pendukung lainnya. Hasil ini

menunjukkan adanya peningkatan kemampuan peserta

sebelumnya dimana hanya 28,6% yang dapat

mengidentifikasi masalah pembelajaran di kelasnya.

Masukan serta saran yang diberikan kepada peserta

menjadi acuan untuk melakukan revisi terhadap

proposal yang telah disusun. Hal ini menggambarkan

bahwa bentuk pelatihan berupa coaching dan

counselling. Dalam konteks prilaku, pembimbingan

dapat dicapai dengan lebih baik jika melibatkan

hubungan yang sehat antara fasilitator selaku coach

selama peiode waktu mereka mengerjakan pekerjaan

mereka[6].

Selain workshop dan reviu proposal, materi

pelatihan dilanjutkan dengan penyusunan artikel

ilmiah. Materi ini disampaikan guna menindaklanjuti

hasil penelitian tindakan kelas agar dapat disusun

menjadi artikel yang bisa dipublikasikan dalam jurnal

ilmiah nasional yang terakreditasi maupun belum

terakreditasi. Melalui penyampaian materi ini

diharapkan dapat membantu peserta mendapatkan

angka kredit maksimal untuk kenaikan pangkat. Tim

pelaksana juga memberikan contoh artikel serta contoh

jurnal pendidikan untuk publikasi.

Materi terakhir yang disampaikan yaitu

pengelolaan bengkel atau laboratorium. Bengkel atau

laboratorium merupakan sarana pendukung utama dari

pembelajaran yang berlangsung di SMK Negeri

Wonosalam karena lulusan sekolah ini diharapkan

memiliki keterampilan atau keahlian yang sesuai

kompetensi pada level 2 (operator). Pengelolaan

laboratorium sangat dibutuhkan oleh guru agar siswa

dapat memanfaatkan dan mengoptimalkan secara

berlangsung di laboratorium. Pemahaman akan materi

dilakukan dengan memberikan handout presentasi

kepada seluruh peserta.

Pada akhir pertemuan, tim pelaksana membagikan

angket respon terhadap kegiatan yang dilakukan.

Pengisian angket tersebut dimaksudkan untuk

mendapat saran bagi perbaikan serta sebagai dasar

tindaklanjut kegiatan selanjutnya. Respon kegiatan

pelatihan meliputi penilaian tentang materi dan

penilaian terhadap instruktur. Kriteria penilaian

menggunakan skala likert dengan rentang penilaian

sangat baik higga tidak baik. Hasil penilaian peserta

terhadap angket respon pelatihan secara rinci

sebagaimana pada Tabel 3 berikut ini.

Tabel 3. Hasil Penilaian Angket Respon Peserta

No Aspek yang dinilai Krteria Penilaian (%)

Sgt

baik

Baik Ckp

baik

Tdk

baik

1 Kesesuaian materi

dgn kebut. peserta

67 33 0 0

2 Kedalaman,

kejelasan dan

kemutakhiran materi

58 42 0 0

3 Tampilan dan

kesesuaian media

dgn materi

42 58 0 0

4 Kemampuan

instruktur

menjelaskan materi

67 33 0 0

5 Kemampuan

instruktur menjawab

pertanyaan

75 25 0 0

6 Kemampuan

instruktur

memotivasi peserta

75 25 0 0

Dari Tabel 3, diketahui secara umum seluruh

peserta memberikan respon yang positif terhadap

kegiatan pelatihan. Rentang penilaian peserta pada

kriteria baik dan sangat baik, tidak ada peserta yang

menilai cukup baik dan tidak baik. Aspek kesesuaian

materi dengan kebutuhan peserta dan kemampuan

instruktur menjelaskan materi oleh 67% peserta sangat

baik. Kemampuan instruktur menjawab pertanyaan

dan memotivasi peserta dinilai oleh 75% peserta

sangat baik. Kriteria penilaian baik terutama pada

tampilan dan kesesuaian media dengan materi yaitu

58% peserta. Data tersebut menunjukkan perlunya

perbaikan pada aspek tampilan dan kesesuaian media

dengan materi.

Hasil pengisian angket juga menunjukkan bahwa

mayoritas peserta berharap agar pelatihan penyusunan

proposal PTK dilakukan secara berkala atau

berkesinambungan. Saran lainnya adalah adanya

tindak lanjut dari kegiatan yang dilakukan dan

menambahkan contoh-contoh penelitian tindakan

kelas.

4. SIMPULAN DAN SARAN

4.1 Simpulan

Pelaksanaan kegiatan pengabdian berupa

pelatihan secara umum telah terlaksana dengan baik.

Pelatihan dilaksanakan dengan dua kali pertemuan

selama dua bulan. Hasil pelatihan menunjukkan

kemampuan guru untuk mengidentifikasi masalah

meningkat sebanyak 35,7%. Respon peserta terhadap

pelatihan menilai sangat baik dan baik. Peserta menilai

sangat baik untuk aspek kesesuaian materi, kedalaman

materi, kemampuan instruktur menjelaskan materi,

menjawab pertanyaan dan memotivasi peserta.

Page 41: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

29

4.2 Saran

Saran dari kegiatan yang telah dilakukan adalah

perlunya tindak lanjut dari kegiatan hingga tercapai

laran berupa laporan atau artikel yang siap

dipublikasikan.

5. DAFTAR PUSTAKA

[1]. Aqib, Zaenal, (2008). Penelitian Tindakan Kelas.

Bandung: Yrama Widya.

[2]. Arikunto, Suharsimi, (2003). Dasar-Dasar

Pendidikan. Jakarta: PT Bumi Aksara.

[3]. Arikunto. Suhardjono. Supardi, (2006). Penelitian

Tindakan Kelas. Jakarta: PT Bumi Aksara.

[4]. Donalson, Les, dan Edward E Scannel, (1993).

Pengembangan Sumber Daya Manusia. Jakarta:

Gaya Media Pratama.

[5]. Gulo, W, (2002). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta:

PT Gramedia Widiasarana Indonesia.

[6]. Sule, Ernie Tisnawati and Saefullah, (2009).

Pengantar Manajemen. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Page 42: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

30

Page 43: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

31

Pengembangan Modul Pembelajaran Berbasis Proyek untuk

Meningkatkan Higher Order Thinking Skills

Danang Tandyonomanu1*), Damajanti Kusuma Dewi2 1. Jurusan Ilmu Komunikasi, Universitas Negeri Surabaya. Email: [email protected] 2. Jurusan Psikologi, Universitas Negeri Surabaya. Email: [email protected]

*) Alamat Korespondesi: Email: [email protected]

ABSTRACT

The purpose of this research is to improve the high-level thinking skills of students. Based on experience, the

learning outcomes of students who demonstrated through formative and summative tests showed that they were

more demonstrate low-level thinking skills, but failed to answer questions that require higher-level thinking skills.

This study developed a project-based learning modules to guide the implementation of learning. With the method

of comparison to the development of learning outcomes found that this learning module can increase high-level

thinking skills. However, in the case of the module is not a component that gives the dominant contribution, there

are other components that contribute to improving HOTS.

Key Words: learning modul, HOTS, Project based learning

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan keterampilan berpikir tingkat tinggi mahasiswa.

Berdasarkan pengalaman, hasil belajar mahasiswa yang ditunjukkan melalui tes formatif dan sumatif

menunjukkan bahwa mereka lebih menguasai keterampilan berpikir tingkat rendah, namun gagal dalam

menjawab pertanyaan yang membutuhkan keterampilan berpikir tingkat tinggi. Penelitian ini mengembangkan

modul yang berbasis strategi pembelajaran berbasis proyek untuk memberi pedoman pelaksanaan pembelajaran.

Dengan metode perbandingan terhadap perkembangan hasil belajar ditemukan bahwa modul pembelajaran ini

dapat meningkatkan keterampilan berpikir tingkat tinggi. Namun, modul dalam hal bukan komponen yang

memberi kontribusi dominan, terdapat komponen lain yang turut berkontribusi untuk meningkatkan HOTS.

Kata kunci: modul pembelajaran, HOTS, pembelajaran berbasis proyek

1. PENDAHULUAN

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan

kemampuan berpikir mahasiswa peserta matakuliah

psikologi pendidikan. Matakuliah ini merupakan

matakuliah wajib bagi prodi kependidikan. Setiap

prodi kependidikan memiliki kurikulum yang

bervariasi, beberapa memberikan matakuliah dasar

seperti pengantar/dasar psikologi; beberapa

memberikan matakuliah teori belajar/pembelajaran;

dan beberapa tidak memberikan kedua matakuliah

tersebut.

Berdasarkan hasil ujian formatif dan sumatif

pada tahun sebelumnya ditemukan bahwa mahasiswa

masih belum mampu mengembangkan kemampuan

berpikir tingkat tinggi (Higher Order thinking

skills/HOTS). Berdasarkan taksonomi Bloom,

mahasiswa dapat mempratekkan kemampuan pada

tingkat ingatan dan pemahaman, namun sedikit yang

bisa mengaplikasikan dan bahkan menerapkan pada

tingkat yeng lebih tinggi: menganalisis, mengevaluasi

dan melakukan sintesa/kreasi.

Modul merupakan media yang dipilih untuk

mengatasi keragaman pada pelaksanaan perkuliahan.

Modul memberikan kemudahan kepada pengajar dan

mahasiswa karena dapat menyajikan materi dengan

lebih terarah dan terstruktur. Pemanfaatan modul

dengan strategi yang tepat juga dapat meningkatkan

motivasi dan mendorong berpikir kritis[1].

Pembelajaran berbasis proyek (Project based

learning/PjBL) adalah strategi yang dipilih untuk

dapat meningkatkan keterampilan berpikir tingkat

tinggi, seperti melakukan sintesa, evaluasi, prediksi

dan refleksi[2]. Model pembelajaran PjBL ini juga

dapat meningkatkan keterlibatan siswa[3] baik

mahasiswa yang memiliki ketertarikan yang rendah

terhadap materi hingga yang tinggi. Metode ini dapat

juga dipergunakan untuk meningkatkan motivasi

belajar[4].

2. METODE

Penelitian ini dilaksanakan selama tiga tahun.

Pada dua tahun awal adalah proses untuk

mengembangkan modul hingga menjadi prototipe

produk yang siap digunakan. Sedangkan tahun ketiga

adalah desiminasi pemanfaatan dari modul yang

dikembangkan, yang dalam hal ini mengukur

efektivitas penggunaan modul sesuai tujuan yang

diinginkan, yaitu meningkatkan HOTS. Efektivitas ini

diukur dan diuji peningkatan secara bertahap sesuai

dengan tahapan pembelajaran yang dilaksanakan.

Analisis menggunakan uji-t. Adapun rancangan

analisis yang dilakukan adalah sebagai berikut:

Page 44: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

32

Gambar 1. Alur Analisis Data

Tabel 1. Langkah Analisis Data

Analisis Kegiatan

t-1 analisis perbedaan tingkat pengetahuan awal ke pemahaman/C3

t-2 analisis perbedaan tingkat pemahaman/C3 ke

analisis/C4 t-3 analisis perbedaan tingkat analisis/C4 ke

evaluasi/C5

t-4 analisis perbedaan tingkat evaluasi/C5 ke sintesis/C6

t-5 analisis perbedaan tingkat pengetahuan awal hingga akhir

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Deskripsi Modul Pembelajaran

Sesuai dengan prinsip modul[5], di mana

1. self-instructional, mampu membelajarkan siswa

secara mandiri.

Oleh sebab itu, modul harus

a. berisi tujuan yang jelas,

b. berisi materi yang dikemas dalam unit,

c. berisi contoh dan ilustrasi,

d. berisi soal-soal latihan,

e. materi disesuaikan dengan kondisi pengguna,

f. menggunakan bahasa yang sederhana dan

komunikatif,

g. berisi rangkuman,

2. self-contained, seluruh materi pembelajaran dari

satu unit kompetensi atau sub kompetensi yang

dipelajari terdapat dalam satu modul secara utuh.

3. user friendly, instruksi dan paparan bersifat

membantu pemakai, penggunaan bahasa yang

sederhana, mudah dimengerti dan menggunakan

istilah yang user friendly

Berdasarkan konsep-konsep modul di atas, maka

modul pembelajaran berbasis proyek, terbagi menjadi

4 bagian, yaitu:

Bagian 1, berisi tentang definisi psikologi,

pembelajaran dan psikologi pendidikan.

Bagian 2, berisi tentang perkembangan peserta

didik, yang di bagi menjadi beberapa sub bagian, yaitu:

a. Perkembangan (definisi, ciri, prinsip, tugas

perkembangan)

b. Perkembangan kognitif

c. Perkembangan kepribadian

d. Perkembangan moral

Bagian 3, berisi tentang teori belajar, yang dibagi

menjadi beberapa sub bagian, yaitu:

a. Belajar (definisi, ciri, faktor yang mempengaruhi)

b. Teori belajar, yang dibedakan menjadi sub-sub

bagian, yaitu:

1) teori belajar behavior, mencakup teori belajar dari

Thorndike, Skinner dan Pavlov

2) teori belajar kognitif, mencakup teori belajar dari

Gestalt dan Piaget

Bagian 4, berisi tentang gejala-gejala kejiwaan

yang menimbulkan kesulitan belajar, terbagi menjadi

beberapa sub, yaitu:

a. inteligensi

b. motivasi

Tiap bagian terdiri dari sub-bagian, di mana tiap

sub bagian terdiri dari :

1. deskripsi materi

tiap deskripsi materi diakhiri dengan :

a. rangkuman, yang terdiri dari beberapa kata

b. refleksi, sebagai kegiatan untuk

menginterpretasikan materi dan mencari contoh sesuai

dengan materi refleksi berfungsi sebagai scaffolding,

untuk memahami materi sesuai tujuan pembelajaran

2. kesimpulan, kesimpulan umum dari setiap sub

bagian

3. latihan

4. daftar pustaka

3.2 Efektivitaas Modul Pembelajaran Berbasis

Proyek

Modul pembelajaran berbasis proyek

dilaksanakan pada empat kelas dengan mahasiswa

sejumlah 123 orang. Pada setiap tahap pembelajaran

dilakukan evaluasi formatif untuk mengetahui tingkat

pencapaian hasil belajar. Evaluasi formatif dilakukan

setelah mahasiswa diberikan perlakuan sesuai dengan

tahapan kemampuan berpikir. Hasil pengujian

terhadap peningkatan kemampuan berpikir pada setiap

tahap dapat dilihat dalam tabel 2.

Tabel 2. Analisis uji beda

Analisis Paired Samples Test

t Sig. (2-tailed)

t-1 -10.064 .000 t-2 -12.343 .000

t-3 -5.106 .000

t-4 6.989 .000 t-5 -17.293 .000

Hasil analisis menunjukkan bahwa terjadi

peningkatan kemampuan berpikir mahasiswa dengan

penerapan modul pembelajaran berbasis proyek.Pada

analisis t-1 adalah melakukan perbandingan dengan

melihat kemampuan awal mahasiswa yang masih

berada pada level ingatan (C1) dan pemahaman (C2)

dapat ditingkatkan dengan menggunakan modul untuk

mencapai kemampuan aplikatif (C3).

Analisis t-2 yang membandingkan apakah terjadi

peningkatan keterampilan berpikir dari aplikatif (C3)

menjadi keterampilan berpikir analitis (C4). Analisis

Page 45: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

33

menunjukkan terjadi peningkatan dari perbandingan

hasil belajar setelah penerapan modul.

Demikian juga dengan analisis t-3, t-4 dan t-5,

bahwa perlakuan untuk bisa meningkatkan

keterampilan berpikir untuk mencapai tingkatan yang

lebih tinggi melalui tahapan-tahapan seperti dalam

modul secara signifikan dapat meningkatkan pola

berpikir dari tahap akhir keterampilan berpikir tingkat

rendah, secara bertahap dapat menjadi keterampilan

berpikir tingkat tinggi, yaitu dari aplikatif, analitis,

evaluatif, dan sintesis.

Tabel 3. Analisis Korelasi

Analisis Paired Samples Correlations Treatment

Contribution Corelation Sig.

t-1 .236 .008 5.56% t-2 .316 .000 10%

t-3 .517 .000 26.73%

t-4 .170 .060 - t-5 .070 .444 -

Pada analisis terhadap korelasi (tabel 3) pada

kegiatan t-1 yaitu mencari korelasi antara hasil pre test

dengan bagian pendahuluan modul yang menekankan

pada keterampilan berpikir tingkat aplikasi

menunjukkan bahwa modul memberikan kontribusi

pada capaian kemampuan aplikasi sebesar 5.56%,

sedangkan 94,66% kemampuan berpikir aplikasi

dipengaruhi oleh hal lain selain modul yang

dipergunakan.

Pada analisis terhadap t-2 terdapat peningkatan

korelasi antara keterampilan berpikir aplikatif (C3)

sebelum penggunaan modul dengan ketermampilan

berpikir analitis (C4) pada saat setelah penggunaan

modul. Peningkatan peran modul pembelajaran

berbasis proyek sebesar 10% dalam membentuk C4,

namun 90% ditentukan oleh hal lain di luar

penggunaan modul. Demikian juga pada analisis t-3,

di mana membandingkan peningkatan keterampilan

berpikir dari analitis (C4) menjadi evaluatif (C5).

Terjadi peningkatan kontribusi modul dalam

pencapaian C5, yaitu menjadi sebesar 26.73%,

sedangkan 73.27% ditentukan oleh hal lain.

Pada tahapan t-1, t-2 dan t-3 terdapat peningkatan

kontribusi modul terhadap peningkatan ketermpilan

berpikir tingkat tinggi yaitu pada keterampilan berpikir

analitis dan evaluatif. Peningkatan kontribusi modul

ini karena terjadi adanya proses pembiasaan terhadap

penggunaan modul pembelajaran berbasis proyek.

Dalam setiap tahapan terdapat proses refleksi untuk

menginterpretasikan materi dan pencarian contoh yang

sesuai. Refleksi tersebut juga berfungsi sebagai

scaffolding untuk memahami materi dan sebagai dasar

untuk melanjutkan pada materi dengan tingkatan lebih

tinggi.

Namun demikian kontribusi modul tersebut tidak

dominan. Terdapat faktor lain di luar modul yang lebih

dominan berperan dalam pembentukan keterampilan

berpikir tingkat tinggi. Bahkan pada analisis t-4 yang

melihat peningkatan keterampilan berpikir menuju

tingkat sistesis, dan juga analisis t-5 yang

membandingkan secara keseluruhan tahapan dengan

membandingkan hasil pre-test dan tugas akhir yang

mengacu pada keterampilan sintesis/kreasi tidak

sepenuhnya modul pembelajaran memiliki kontribusi.

Keterampilan sistesis/kreasi (C6) sepenuhnya

dipengaruhi oleh hal-hal lain di luar modul yang

digunakan.

Dalam pembelajaran terdapat komponen

pembelajaran yang saling terkait, yaitu tujuan

pembelajaran, materi, strategi pembelajaran, media,

dosen, mahasiswa dan evaluasi. Modul pembelajaran

berbasis proyek, merupakan salah satu bentuk media

pembelajaran yang di dalamnya memuat tujuan,

materi, strategi pembelajaran dan sekaligus evaluasi.

Modul lebih bersifat sebagai media mandiri. Dalam

setiap tahapan pengembangan kemampuan berpikir

memiliki tujuan, materi dan evaluasi yang berbeda.

Meskipun komponen strategi masih memiliki

kesamaan, yaitu pembelajaran berbasis proyek yang

menjadi strategi utama dalam pengembangan modul.

Selain modul terdapat komponen pembelajaran

lainnya, yaitu dosen dan mahasiswa. Modul ini tidak

hanya digunakan oleh dosen yang sama, melainkan

oleh beberapa dosen pengampu matakuliah psikologi

pendidikan. Setiap dosen memiliki kebutuhan,

kemampuan dan motivasi yang berbeda. Demikian

juga mahasiswa. Mereka memiliki tingkat intelegensi,

latar belakang pengetahuan dan juga memiliki

kecepatan belajar yang berbeda. Dalam penelitian ini

tidak semua komponen yang terlibat dalam proses

pembelajaran menjadi variabel yang diamati. Hanya

modul dengan strategi pembelajaran tertentu yang

diamati, sedangkan komponen lainnya tidak. Hal ini

yang menjadikan kontribusi modul tidak menjadi

komponen yang dominan dalam meningkatkan HOTS

mahasiswa.

4. KESIMPULAN

Modul pembelajaran berbasis proyek dapat

meningkatkan HOTS mahasiswa. Namun modul tidak

secara dominan sebagai satu-satunya komponen yang

berkontribusi terhadap peningkatan peningkatan

HOTS.

5. DAFTAR PUSTAKA

[1]. Bartcher, K, Gould, B and Nutter, S. (1995). Increasing

student motivation through project-based learning.

Master’s Research Project, Saint Xavier andIRI Skylight.

[2]. Belland, B.R., Ertmer, P.A, and Simons, K.D. (2006).

Perceptions of the value of problem-based learning

among students with special needs and their

teacher. The Interdisplinary Journal of Problem-

based Learning, 1(2), 1-18; Brush, T and Saye, J.

(2008). The Effects of multimedia supported problem-

base inquiry on student engagement, emphaty, and

assumtions about history. The Interdisplinary Journal of Problem-based Learning, 2(1), 21-56

[3]. Horan, C., Lavaroni, C., and Beldon, P. (1996).

Observation of Tinker Tech Program students for

Page 46: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

34

Critical Thinking and social Participation Behaviots. Novato, CA: Buck Institude for Education

[4]. Kasiran, Siti Ezainora, Johari Surif, Nor Hasniza

Ibrahim dan Mahani Mokhtar. (2012). Contruction of

Modul Celik Mol to Increase The Effectivenest of

the Process of Teaching and Learning Science,

Learning Science and Mathematic, Issue 7, November 2012, 12-21

[5]. Masek, Alias Bin. (2012). The Effects of Problem

Based Learning on Knowledge Acquistion, Critical

Thinking and Instrinsic Motivation of Electrical

Engineering Students. Faculty of Technical and

Vocational Education University Tun Hussein Onn

Malaysia. Diakses 23 Juni 2013:

http://eprints.uthm.edu.my/2912/1/ALIAS_BIN_MASEK_1.pdf

[6]. Smaldino, Sharon E., Lowther, Deborah l.,and Russell,

James D. (2012). Instructional Technology and

Media for Learning.10th Eds. Boston: Parson.

Page 47: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

35

The Influence of Inquiry Based Learning on Students' Knowledge of

Control Systems

Diah Wulandari 1*), Muhamad Syariffuddien Zuhrie 2

1 Jurusan Teknik Mesin Unesa, Unesa, Surabaya. Email: [email protected] 2 Jurusan Teknik Elektro, Unesa, Surabaya. Email: [email protected]

*)Alamat korespondensi: Email: [email protected]

ABSTRACT

The purpose of this research is to know the influence of the use of the inquiry learning using learning materials

with the help of software delphi. Development of learning in the form of learning modules and trainer on courses

Setting Techniques to increase the knowledge and ability of the student. Validity and effectiveness of quality

learning materials at the time used in the learning process can be measured with a data analysis of the results of

the observations the observer during the learning. Data pre test and post test were analyzed by t-test to find out

the capacity of students. The results showed that materials meet the criteria effectively. From this data are then

processed and analyzed so that it can be concluded that materials meet the criteria effectively. The results of the

application of learning modules on the subject of the value of formative tests with an average of successively 87.5

for subject 1, as well as 86.25 for subject 2. The difference between before and after the application of the module

can be seen from the magnitude of the difference between test results of ttest value of pre-and post test-test subject

1 and 2 respectively, i.e. 19.85 9.63 and both of which stated that the use of modules to improve learning

achievements of the influential students. Based on the results obtained, it can be concluded that the materials being

developed to meet the criteria of valid, effective, and can increase the knowledge and skills of the students.

Observation on the activity of Professor overall is good. On student activities, Observation skills to formulate the

problem, hypothesis, gather data, formulate hypotheses, analyze test average is at a good level.

Key Words: Module, Trainer, inquiry, Delphi, Valid

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penggunaan pembelajaran inkuiri menggunakan

bahan ajar dengan bantuan software delphi. Pengembangan perangkat pembelajaran yang berupa modul ajar

dan trainer pada mata kuliah Teknik Pengaturan untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan mahasiswa.

Kevalidan dan keefektifan kualitas bahan ajar pada saat digunakan dalam proses pembelajaran dapat terukur

dengan analisa dari data hasil hasil pengamatan observer selama pembelajaran. Data pre test dan post test

dianalisis dengan t-test untuk mengetahui peningkatan kemampuan mahasiswa. Hasil penelitian menunjukkan

bahwa bahan ajar memenuhi kriteria efektif. Dari data tersebut kemudian diolah dan dianalisa sehingga dapat

disimpulkan bahwa bahan ajar memenuhi kriteria efektif. Hasil penerapan modul pembelajaran pada pokok

bahasan nilai tes formatif dengan rata-rata berturut-turut 87,5 pada pokok bahasan 1, serta 86,25 pada pokok

bahasan 2. Perbedaan yang terjadi antara sebelum dan sesudah penerapan modul dapat dilihat dari besarnya

ttest hasil uji beda antara nilai pre-test dan post-test pada pokok bahasan 1 dan 2 secara berturut-turut yaitu

19,85 dan 9,63 yang keduanya menyatakan bahwa penggunaan modul berpengaruh untuk meningkatkan prestasi

belajar mahasiswa. Berdasarkan hasil yang diperoleh, dapat disimpulkan bahwa bahan ajar yang dikembangkan

memenuhi kriteria valid, efektif, dan dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan mahasiswa. Pada

pengamatan aktivitas dosen secara keseluruhan adalah baik. Pada Pengamatan aktivitas mahasiswa, untuk

ketrampilan merumuskan masalah, hipotesis, mengumpulkan data, menguji hipotesis, merumuskan analisa rata-

rata berada pada level baik.

Kata kunci: Modul, Trainer, Inkuiri, Delphi, Valid

1. Introduction

The knowledge and ability of the student should

be able to meet the needs of the world of work, that is

capable of running the industrial process properly. So

the increase in the competence of prospective

graduates always done by agencies or institutions of

education/training.

This research developed modules of learning the

basics of learning-based control system of inquiry by

using the delphi software-oriented industry.

Education of electrical engineering in the development

of which UNESA is closely related to the industry will

always be sued should be able to equip graduates with

the skills standard of qualification, attitudes and

behavior in accordance with the needs of industry or

workplace.

2. The Purpose And Benefits Of Research

Research Objectives

The purpose of this research is to develop a

Module Teaching Engineering settings that use the

Delphi Software Engineering Courses in the settings.

This research resulted in a product that is a teaching

module equipped with props to facilitate

understanding of the given material. The module is

used to provide learning materials that comply with the

Page 48: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

36

demands of the curriculum, taking into consideration

the needs of the learners. So learning material has a

conformity between industry needs and the approach

to the learners.

2.1 The Benefits Of Research

Learning materials and props in the form of

equipment "Engineering settings that use the Delphi

Software" would be very beneficial in an attempt of

delivery of material in a more effective and efficient so

as to enhance the skills of students in understanding

and ability in engineering in the Department of

electrical engineering settings UNESA. Props help

convey the concept with a new form. Props allow the

abstract concepts that are presented in the form of

concrete. The material became more concrete so that

students at the lower levels will better understand and

understand what is being taught. Teaching with faster,

can address the problem of the limitations of time and

place, maintaining the concentration of college

students, adding to the sense of power as well as add

freshness in teaching so as to enlarge the interest and

attention of students. Because students get real

experience and independent attitudes can grow on each

student.

3. Review of the literature

Inquiry method is a method of learning that strives

to impart the basics of scientific thinking about the

students, so that in the process of learning is a lot more

students learn by themselves, develop creativity in

solving problems. According to[1], the syntax of

inquiry based learning cycle 5E: Engage, Explore,

Extension, Explanation, Evaluation. Tabel 1.Inquiry Based Learning 5E

No Syntax Teacher Activity

1. Engage Generate interest of students

by means of asking questions

with a phenomenon

encountered

2. Explore Investigations by means of

observation or observation of

various natural phenomena

3. Extension Collect the data relates to the

questions asked

4. Explanation Formulate conclusions based

on the data

5. Evaluation Ask the alleged or possible

answers

The fuzzy logic controller is famous for its

reliability, easy and gives excellent control as

compared to other techniques usually require effort

and funds.

Application of the theory of this logic is able to create

a revolution in technology.

Fuzzy logic contains:

1. Membership Function

2. Representation of Curve Triangle

3. Representation of the curve Trapezoid

4. Representation of the curve shape of the shoulder

5. Representation of the curve-S

Fig 1. Fuzzy Logic

4. Research Methods

4.1 Flowchart

To effect to compose of learning techniques module

settings then do activities as images.

Fig 2. Research flowchart

4.2 The Subject Of Research

The subject of research in the development of

learning the instrumentation and Control Module-

based "Software With Delphi Inquiry Based Learning"

are curriculum development experts, learning module

developers and the students majoring in electrical

engineering UNESA.

4.3 Data collection and data analysis techniques

The initial collection of data obtained from

observations in the field and discussions. So that the

desired skills known by the industrialized world. It

also acquired a formula formulas topics module

materials engineering settings that follow the changing

times. 5. Results and Discussion

Based on data obtained stating that overall in the

preparation of the resulting module is good in terms of

characteristics, content, language, illustrations, format

and cover are valid. It is seen from the analysis of the

average score given by the 3 validator before module

is used for data retrieval research.

Page 49: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

37

Based on the data obtained shows that the

application of the learning modules on each of these

subjects is effective. This is evidenced by the average

value of a student good post-test in succession is 87.5

for subject 1 and subject 2 at 86.25.

5.1The difference between before and after the

application of the learning modules

The difference between before and after the

application of module teaching techniques of settings

in electrical engineering can be seen based on the

difference between the value of the test results of the

pre-test and post-test for 2 times meeting on the use of

formative tests on modules 1 and 2. From the

calculations showed that the magnitude of ttest= 19.85

and count is greater than the critical value of the

distribution of t = 1.7033. As such, then the use of the

module can be expressed efficiently to improve the

results of student learning. The second test shows that

the magnitude of ttest = 9.63. As such, then the use of

the module can be expressed effectively to improve the

results of student learning.

The observations refers to the cycle of learning the

syntax inquiry 5E (Engage, Explore, Extension,

Explanation, Evaluation). According to Ibrahim

(2010) which is divided into the stages are presented

in the form of a percentage of each score. Learning

activities that have been implemented by the Lecturers

seen from several aspects, namely implementation,

management of time and observation of the

atmosphere of a class consisting of 16 aspects of the

meeting of 1st overall is good. It can be seen from the

value that has been given the observatory was 50% (8

aspects) of value 3 (good) and 50% (8 aspects) of value

4 (very good).

Learning activities that have been implemented by

the Lecturers seen from several aspects, namely

implementation, management of time and observation

of the atmosphere of a class consisting of 16 aspects of

the meeting-2nd overall is very good. It can be seen

from the value that has been given the observatory was

29% (5 aspects) of value 3 (good) and 71% (11

aspects) of value 4 (very good).

Students ' affective domain observation results at

the meeting of 1st overall is good. It can be seen from

the value that has been given the observatory was 17%

(1 aspect) of value 2 (sufficient), 50% (3 aspects) of

value 3 (good) and 33% (2 aspects) of value 4 (very

good). Psychomotor domain observations of students

at a meeting of the 1st overall is very good. It can be

seen from the value that has been given the observatory

was 33% (1 aspect) of value 3 (good) and 67% (2

aspects) of value h 4 (very good).

Students ' affective domain observations at a

meeting of the 2nd overall is good. It can be seen from

the value that has been given the observatory was 17%

(1 aspect) of value 2 (sufficient), 50% (3 aspects) of

value 3 (good) and 33% (2 aspects) of value 4 (very

good). Psychomotor domain observations of students

at a meeting of the 2nd overall is good. It can be seen

from the value that has been given the observatory was

67% (1 aspect) of value 3 (good) and 33% (2 aspects)

of value 4 (very good).

6. Conclusion

Based on the results of the analysis and discussion

of research data about the development of the

engineering module settings in the Electrical

Engineering Department of Unesa, then it can be

inferred:

1. The form module settings in the Engineering

Department of electrical engineering, along with

the resulting trainer Unesa are effective, practical

and interesting so that it can improve the learning

achievements of students.

2. The results of the application of learning modules

on the subject of the value of formative tests with

an average of 87,5 consecutive, on the subject of 1,

as well as 86,25 on the subject 2. This suggests that

learning to use the module is one of the effective

ways to improve learning achievements of

students.

The difference between before and after the

application of the module can be seen from the

magnitude of the difference between test results ttest the

value of pre-and post test-test subject 1 and 2

respectively, i.e. 19.85 and 9.63 and both of which

stated that the use of the influential module to improve

student learning achievement.

7. Bibliography

[1]. Ibrahim, Muslimin (2010), Pembelajaran inkuiri.

[2]. Adviso F, bernardo (1990). Development Of The

National Training Council As The Coordinating

Body For Technical And Vocational Trainng, Jakarta: Depdikbud

[3]. Blank,WE. (1982). Handbook For Developing

Competency Based Training Program. Englewood

Cliffs; Prentice Hall.

[4]. Bonk CJ, Cummings JA, Hara N, Fischler RB, Lee

SM. (2000)A ten level web integration continuum

for higher education: new resources, partners,

courses, and markets. Abbey B, ed. Instructional and

cognitive impacts of web-based education. University of Indiana

[5]. Brown S. (1999) Reinventing the university. Assoc

Learning Technol J; 6: 30-37. Fender B. The e-

university project. London: Higher Education Funding Council for England.

[6]. Carr MM, Reznick RK, Brown DH. (1999)

Comparison of computer-assisted instruction and

seminar instruction to acquire psychomotor and

cognitive knowledge of epistaxis management. Otolaryngol Head Neck Surg; 121: 430-434.

[7]. Cochran, Rachel et al.(2007). The impact of Inqury-

Based Mathematics on Context Knowledge and

Classroom Practice. Journal.

Tersedia:http://www.rume.org/crume2007/papers/cochran-mayer-mullins.pdf

Page 50: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

38

Page 51: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

39

Validitas dan Kepraktisan Video Pembelajaran Pendekatan Saintifik

Berorientasi Project Based Learning

Endang Susantini1*), Tjipto Prastowo2, Abdul Kholiq3, Mukhayyarotin Niswati Rodliyatul

Jauhariyah4 1. Jurusan Biologi, Universitas Negeri Surabaya, Surabaya. Email: [email protected]

2. Jurusan Fisika, Universitas Negeri Surabaya, Surabaya. Email: [email protected] 3. Jurusan Fisika, Universitas Negeri Surabaya, Surabaya. Email: [email protected]

4. Jurusan Fisika, Universitas Negeri Surabaya, Surabaya. Email: [email protected]

*) Alamat Korespondesi: Email: [email protected]

ABSTRACT

This study developed a physics lesson video intended for prospective teachers how to teach physics Video

serve scientific approach oriented Project Based Learning (PPA) on Dynamic Electrical material. The purpose of

this study was to describe the validity and practicality of the video media to be applied in the lecture. The study

involved three validator and three observers. Validator provides an assessment of Physics learning videos include

aspects of physical appearance, presentation, content, and language. Observer observes keterlaksanaan lecture

implement video as modeling the physics teacher candidates in order to mimic the PPA in accordance with the

teaching of video watched. Data were analyzed qualitatively. The tests showed that the video meets the criteria

developed very feasible means, good quality, easy to understand, and in accordance with the context of the study.

Observations indicate that all learning step by applying a video that can be developed very successfully. The

implication of this research is giving an example of how to teach a particular learning models can take advantage

of self-developed video.

Keywords: validation, keterlaksanaan lectures, instructional videos Physics, scientific approach, PPA

ABSTRAK

Penelitian ini mengembangkan video pembelajaran Fisika yang ditujukan bagi calon guru Fisika.Video

menayangkan cara mengajar pendekatan saintifik berorientasi Project Based Learning (PjBL) pada materi Listrik

Dinamis. Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan validitas dan kepraktisan media video yang akan

diterapkan dalam perkuliahan. Penelitian ini melibatkan tiga validator dan tiga observer. Validator memberikan

penilaian video pembelajaran Fisika meliputi aspek tampilan fisik, penyajian, isi, dan bahasa. Observer

mengamati keterlaksanaan perkuliahan yang menerapkan video sebagai modeling bagi calon guru Fisika agar

dapat meniru cara mengajar PjBL sesuai dengan video yang ditonton. Data yang diperoleh dianalisis secara

kualitatif. Hasil validasi menunjukkan bahwa video yang dikembangkan memenuhi kriteria sangat layak artinya,

berkualitas baik, mudah dipahami, dan sesuai dengan konteks kajian. Hasil observasi menunjukkan bahwa semua

langkah pembelajaran dengan menerapkan video yang dikembangkan dapat terlaksana dengan sangat baik.

Implikasi dari penelitian ini adalah pemberian contoh cara mengajarkan model pembelajaran tertentu dapat

memanfaatkan video yang dikembangkan sendiri.

Kata kunci: validasi, keterlaksanaan perkuliahan , video pembelajaran Fisika, pendekatan saintifik, PjBL

1. PENDAHULUAN

Pendekatan Saintifik telah banyak diterapkan pada

proses pembelajaran dalam kurikulum 2013. Proses

pembelajaran pendekatan saintifik memerlukan

adanya kegiatan yang memuat tahapan-tahapan

saintifik antara lain mengamati, menanya,

mengumpulkan data dan informasi, mengasosiasi, dan

mengkomunikasi. Bahkan dapat ditambahkan dengan

kegiatan mencipta [1].

Guru memiliki tanggungjawab untuk aktif dalam

merencanakan pembelajaran dan mendesain

pengalaman belajar yang aktif dan memuat tahapan-

tahapan saintifik. Guru diharapkan mampu

memfasilitasi siswa dalam mengahasilkan, menguji,

menerima atau menolak suatu pernyataan maupun

teori ilmiah. Hal tersebut akan mendorong siswa

secara aktif membangun pengetahuan mereka sendiri.

Oleh karena itu guru harus mempersiapkan diri untuk

menerapkan pembelajaran pendekatan saintifik dan

melatih siswa menggunakan pendekatan saintifik pada

proses pembelajaran. Hal tersebut menunjukkan

bahwa penerapan pendekatan saintifik dalam

pembelajaran adalah suatu kebutuhan bagi guru, akan

tetapi guru tidak mengetahui cara melatihkannya [2].

Salah satu cara untuk melatihkan keterampilan

mengajar dengan pendekatan saintifik pada guru

maupun mahasiswa calon guru adalah menggunakan

media video pembelajaran. Video pembelajaran dapat

membantu guru maupun mahasiswa calon guru untuk

memahami tahapan-tahapan atau fase-fase mengajar

menggunakan pendekatan saintifik. Penggunaan video

pembelajaran dalam perkuliahan akan memberikan

gambaran yang lebih konkret dan lebih menarik.

Pernyataan tersebut sesuai dengan Agommuoh dan

Nzewi[3] yang menyatakan bahwa video adalah alat

instruksional yang memiliki kapasitas untuk

meningkatkan kualitas pembelajaran, membangkitkan

Page 52: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

40

minat dan pemikiran serta mengkonkretkan

pengetahuan. Selain itu, video dapat meningkatkan

dorongan untuk belajar, mengingat, dan melakukan

keterampilan mengajar yang spesifik[4].

Mahasiswa calon guru dapat belajar dengan lebih

banyak, lebih lama bertahan dalam ingatan, dan

bahkan dapat mengembangkan keterampilan yang

diharapkan melalui penggunaan video sebagai media

belajar [5]. Keterampilan yang diharapkan meningkat

adalah keterampilan mahasiswa calon guru mengajar

menggunakan pendekatan saintifik. Keterampilan

tersebut merupakan komponen penting yang harus

dimiliki mahasiswa calon guru untuk melakukan

pembelajaran di sekolah. Faktanya, video

pembelajaran jarang digunakan untuk

mengembangkan kemampuan mengajar yang

berkaitan dengan tahapan-tahapan pendekatan

saintifik [1].

Pendekatan saintifik harus dimasukkan ke dalam

model pembelajaran yang spesifik dan mempunyai

sintaks atau prosedur yang sistematis mengenai

kegiatan guru dan siswa. Beberapa model

pembelajaran telah diajarkan kepada para guru

maupun mahasiswa calon guru, misalnya Project

Based Learning, Problem Based Learning, Inquiry

Discovery Learning, Contextual Learning, dan

Cooperative Learning[7-12]. Salah satu model

pembelajaran yang inovatif mengajarkan berbagai

strategi kritis untuk sukses pada abad 21 adalah

Project Based Learning (PjBL). Model pembelajaran

ini mendorong siswa untuk membangun pengetahuan

siswa sendiri melalui inkuiri. Melalui model

pembelajaran ini siswa dituntut bekerja secara

kolaboratif untuk menemukan dan menciptakan

sebuah proyek yang merefleksikan pengetahuan siswa.

Siswa akan menemukan sesuatu yang baru, menjadi

komunikator dan pemecah masalah yang handal [13].

Berdasarkan uraian di atas, maka dilakukan

penelitian pengembangan video pembelajaran

pendekatan saintifik berorientasi Project Based

Learning (PjBL) yang layak sekaligus dapat

digunakan dalam perkuliahan bagi mahasiswa calon

guru. Topik yang dipilih dalam pengembangan video

adalah Listrik Dinamis pada mata pelajaran Fisika.

Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan

kelayakan video ditinjau dari 1) validitas video, 2)

validitas perangkat pembelajaran, 3) keterlaksanaan

perkuliahan, dan 4) respon mahasiswa calon guru

Fisika terhadap video yang dikembangkan.

2. METODE

Jenis penelitian ini merupakan penelitian

pengembangan (Developmental Research) yang

mengembangkan video pembelajaran pendekatan

saintifik berorientasi Project Based Learning (PjBL)

pada materi Listrik Dinamis untuk meningkatkan

keterampilan mengajar calon guru Fisika. Metode

yang digunakan dalam pengembangan video adalah

ASSURE [14]. Secara skematis seperti gambar 1.

Gambar 1. Bagan Skematis Prosedur Penelitian

Deskripsi singkat video pembelajaran yang

dikembangkan:

Video Pembelajaran Pendekatan Saintifik Berorientasi

Project Based Learning (PjBL) pada materi Listrik

Dinamis berdurasi 31 menit 40 detik. Video

menayangkan seorang Guru Fisika dan 18 siswa SMA

dengan seting kegiatan belajar mengajar di kelas.

Lokasi pengambilan gambar adalah di Fakultas MIPA

Unesa. Video menayangkan kegiatan pembelajaran

dengan Pendekatan Saintifik yaitu melatihkan

keterampilan saintifik antara lain mengamati,

menanya, mencoba, mengasosiasi dan

mengomunikasi. Selain itu, di dalam video tersebut

menayangkan kegiatan pembelajaran sesuai dengan 6

fase pada Project Based Learning (PjBL) yaitu

menentukan pertanyaan mendasar, mendesain sebuah

perencanaan proyek, menyusun jadwal kegiatan,

memonitor siswa dalam kemajuan proyek,

menilai/menguji hasil belajar dan mengevaluasi

pengalaman.

Analyze

Learner

State

Objective

Select

Media and

Materials

Utilize

Media and

Materials

Require

Learner

Performan

ce

Evaluate

and Revise

Analisis mahasiswa (usia, motivasi

dalam belajar, pengetahuan prasyarat yang sudah dimiliki)

Analisis kurikulum S1 Kependidikan Unesa, khususnya Kelompok Mata

Kuliah Keahlian Berkarya

(Pembelajaran Inovatif II)

Merumuskan Indikator/Tujuan

Pembelajaran untuk topik yang akan

dibuat video pembelajaran

Membuat perangkat pembelajaran Pendekatan Saintifik berorientasi

Project Based Learning prodi Fisika

Membuat skenario video pembelajaran

Memilih, dan membuat tampilan video

Menelaahkan perangkat pembelajaran, skenario dan video ke ahli pembelajaran

MIPA dan teknologi pendidikan.

Uji coba terbatas video pembelajaran kepada mahasiswa Prodi Pendidikan

Fisika Unesa

Mengumpulkan data keterlaksanaan & analisis video

Mengamati aspek keterampilan mengajar mahasiswa setelah

mengamati video pembelajaran di kelas

Mengumpulkan data berupa respon mahasiswa

Melakukan evaluasi pada aspek-aspek penting terkait pengembangan video

pembelajaran

Melakukan revisi dan penyempurnaan

video pembelajaran berdasarkan

masukan ahli dan ujicoba

Page 53: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

41

Materi Fisika yang dipilih adalah Listrik Dinamis.

Video menayangkan kegiatan Guru saat memberikan

apersepsi mengenai materi rangkaian listrik, Hukum

Ohm dan Hukum Kirchoff yang bertujuan untuk

mengingatkan kembali siswa pada materi sebelumnya

dan berkaitan dengan materi yang akan dipelajari.

Kemudian Guru memberikan demonstrasi dan

menampilkan video tentang lampu yang dapat

dinyalakan atau dimatikan dengan dua saklar, hal ini

bertujuan untuk agar siswa dapat menentukan

pertanyaan mendasar. Guru memberikan tugas proyek

dan membagi siswa dalam kelompok, kemudian

menampilkan contoh proyek (maket rumah) pada slide

power point. Siswa mendesain perencanaan tugas

proyek yaitu gambar maket rumah dan jaringan listrik.

Selain itu, siswa menyusun jadwal pelaksanaan tugas

proyek. Setiap kelompok mempresentasikan rencana

proyek dan jadwal kegiatan selanjutnya mengerjakan

tugas proyek di luar jam pelajaran Fisika. Guru

memonitor kegiatan siswa di dalam kelas maupun

diluar kelas. Setiap kelompok mempresentasikan hasil

maket rumah dan jaringan listrik sesuai perencanaan,

pada saat presentasi Guru melakukan penilaian. Guru

melakukan evaluasi terhadap pengalaman siswa

selama melakukan tugas proyek.

Validitas video pembelajaran yang dikembangkan

diperoleh dari penilaian tiga validator. Penilaian

tersebut meliputi tampilan fisik, aspek penyajian,

aspek isi, dan aspek bahasa. Skor validasi dihitung

menggunakan persamaan (1) yaitu:

(1) ... 4

MaksimumSkor

DiperolehyangSkorJumlahSVV

Keterangan:

1. SVV = Skor Validasi Video

2. Kriteria Skor Validasi Video:

1,0<SVV≤1,5 = Tidak layak dan belum dapat

digunakan

1,5<SVV≤2,5 = Kurang layak dan dapat

digunakan dengan banyak revisi

2,5<SVV≤3,5 = Layak dan dapat digunakan

dengan sedikit revisi

3,5<SVV≤ 4 = Sangat layak dan dapat

digunakan tanpa revisi

Selain validasi terhadap video, validasi dilakukan

terhadap perangkat pembelajaran Pendekatan Saintifik

berorientasi Project Based Learning (PjBL) meliputi

RPP, LKS dan Skenario yang diterapkan dalam video

yang dikembangkan. Skor validasi perangkat dihitung

menggunakan persamaan (2) yaitu:

(2) ... 4

MaksimumSkor

DiperolehyangSkorJumlahSVP

Keterangan:

1. SVP = Skor Validasi Perangkat

2. Kriteria Skor Validasi Perangkat:

1,0<SVP≤1,5 = Tidak layak dan belum dapat

digunakan

1,5<SVP≤2,5 = Kurang layak dan dapat

digunakan dengan banyak revisi

2,5<SVP≤3,5 = Layak dan dapat digunakan

dengan sedikit revisi

3,5<SVP≤ 4 = Sangat layak dan dapat

digunakan tanpa revisi

3. Sedikit revisi, jika sub komponen kelayakan

perangkat pembelajaran yang harus direvisi paling

banyak 25% dari seluruh jumlah sub komponen

kelayakan perangkat pembelajaran

4. Banyak revisi, jika sub komponen kelayakan

perangkat pembelajaran yang harus direvisi lebih

dari 25% dari seluruh jumlah sub komponen

kelayakan perangkat pembelajaran.

Kepraktisan video pembelajaran yang

dikembangkan diperoleh dengan teknik observasi

terhadap keterlaksanaan perkuliahan yang menerapkan

video sebagai modeling bagi mahasiswa calon guru

Fisika. Observasi dilakukan menggunakan lembar

pengamatan keterlakasanaan pengamatan video

pembelajaran Pendekatan Saintifik berorientasi PjBL

pada topik Listrik Dinamis. Skor yang diperoleh

dihitung menggunakan persamaan (3) yaitu:

(3) ... 4

MaksimumSkor

DiperolehyangSkorJumlahSK

Keterangan:

1. SK = Skor Keterlaksanaan

2. Kriteria Skor Keterlaksanaan:

1,0<SK≤1,5 = Kurang Baik

1,5<SK≤2,5 = Cukup Baik

2,5<SK≤3,5 = Baik

3,5<SK≤4 = Sangat Baik

Selain itu, kepraktisan video pembelajaran yang

dikembangkan dapat dilihat dari hasil analisis

mahasiswa calon guru Fisika terhadap video

pembelajaran Pendekatan Saintifik berorientasi PjBL

pada topik Listrik Dinamis.

3. HASIL

3.1 Validasi Video Pembelajaran

Video Pembelajaran Pendekatan Saintifik

berorientasi PjBL pada topik Listrik Dinamis yang

dikembangkan untuk meningkatkan keterampilan

mengajar guru Fisika divalidasi oleh 3 validator. Hasil

validasi video disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Hasil Validasi Video Pembelajaran Pendekatan

Saintifik berorientasi PjBL pada topik Listrik Dinamis No. Aspek Skor Kategori

1 Tampilan Fisik 3,83 Sangat Layak

2 Penyajian 3,39 Layak

3 Isi 3,67 Sangat Layak

4 Bahasa 3,25 Layak

NILAI VALIDASI SEMUA

ASPEK

3,53 Sangat Layak

Nilai validasi tertinggi diperoleh pada aspek

tampilan fisik yaitu 3,83 sedangkan nilai validasi

terendah diperoleh pada aspek bahasa yaitu 3,25.

Page 54: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

42

Terdapat dua aspek pada video termasuk kategori

sangat layak yaitu tampilan fisik dan isi, sedangkan

dua aspek lainnya termasuk kategori layak yaitu

penyajian dan bahasa. Nilai validasi video pada

keseluruhan aspek diperoleh nilai 3,53 dengan

kategori sangat layak.

3.2 Validasi Perangkat Pembelajaran

Selain validasi terhadap video yang

dikembangkan, validasi dilakukan terhadap perangkat

pembelajaran yang diterapkan dalam video tersebut.

Data hasil validasi terhadap perangkat pembelajaran

disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Hasil Validasi Perangkat Pembelajaran

Pendekatan Saintifik berorientasi PjBL pada topik

Listrik Dinamis No. Perangkat Skor Kategori

1 RPP 3,63 Sangat Layak

2 LKS 3,57 Sangat Layak

3 Skenario 3,78 Sangat Layak

Nilai validasi terhadap perangkat pembelajaran

menunjukkan bahwa seluruh perangkat termasuk

dalam kategori sangat layak. Nilai tertinggi adalah

skenario yaitu 3,78 dan nilai terendah adalah LKS

yaitu 3,57.

3.3 Kepraktisan Video

Video dan perangkat pembelajaran yang

digunakan dalam video selanjutnya diujicobakan

kepada mahasiswa calon guru Fisika untuk

memperoleh data kepraktisan video.

3.3.1 Keterlaksanaan Perkuliahan

Kepraktisan video dapat dilihat dari hasil

observasi terhadap keterlaksanaan perkuliahan yang

menerapkan video. Observasi dilakukan oleh 2

observer. Data hasil observasi keterlaksanaan

perkuliahan disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Hasil Keterlaksanaan Pengamatan Video

Pembelajaran Pendekatan Saintifik Berorientasi PjBL

pada Topik Listrik Dinamis No. Aspek Pengamatan Skor Kategori

Pendahuluan

1. Memberikan apersepsi dengan

mengingatkan kembali tentang

Project Based Learning/PjBL dan pendekatan saintifik.

4 Sangat

Baik

2. Menjelaskan tujuan hasil belajar

yang diharapkan dapat tercapai antara lain mengidentifikasi fase

PjBL, langkah pendekatan saintifik,

pengembangan sikap dalam pembelajaran PjBL, kelebihan dan

kekurangan video yang dianalisis,

serta memberi masukan perbaikan pada proses pembelajaran yang

diamati (Fase 1 Menyampaikan Tujuan )

4 Sangat

Baik

Kegiatan Inti

3. Menjelaskan aturan perkuliahan modelling PjBL dengan

memanfaatkan video pembelajaran

(Fase 2 Menyajikan Informasi)

4 Sangat Baik

No. Aspek Pengamatan Skor Kategori

4. Membagi mahasiswa dalam kelompok (Fase 3 Mengorganisasi

Siswa dalam Kelompok)

4 Sangat Baik

5. Membagi LKM kepada setiap mahasiswa

4 Sangat Baik

6. Menyajikan video Pembelajaran

Pendekatan Saintifik Berbasis

Project Based Learning/PjBL

pada topik Listrik Dinamis

4 Sangat

Baik

7. Mahasiswa mengamati video yang disajikan dan mencatat langkah

proses pembelajaran yang terdapat

dalam video

4 Sangat Baik

8. Ketika memperhatikan video,

mahasiswa diminta mengecek

keterlaksanaan pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru pada

tayangan video sesuai dengan

pertanyaan pada LKM (mengumpulkan data atau

informasi). (Fase 4 Membimbing

Kerja Kelompok dan Belajar)

3.5 Sangat

Baik

9. Setelah mengamati proses

pembelajaran yang ada pada video,

mahasiswa diminta berdiskusi dan mengerjakan LKM berdasarkan

hasil pengamatannya.

3.5 Sangat

Baik

10. Dosen memberi kesempatan

memutar kembali video

Pendekatan Saintifik Berbasis

PjBL pada topik Listrik Dinamis

dengan menggunakan laptop

kelompok.

4 Sangat

Baik

11. Memberikan kesempatan

mahasiswa untuk bertanya terkait

video yang telah diamati terutama

mengenai pendekatan saintifik dan

PjBL

4 Sangat

Baik

12. Meminta mahasiswa mengomunikasikan hasil

pengamatan yang tertulis dalam

LKM

4 Sangat Baik

13. Kelompok lain memberikan

komentar dan dosen memberikan

penjelasan jika ada komentar yang keliru (Fase 5 Memberi Evaluasi)

4 Sangat

Baik

Penutup

14. Memberi penghargaan kepada kelompok mahasiswa yang terbaik

dalam memberikan saran perbaikan

video (Fase 6 Memberi Penghargaan)

4 Sangat Baik

15. Mahasiswa bersama dosen

menyimpulkan hasil pembelajaran

4 Sangat

Baik

Rata-Rata 3.93 Sangat

Baik

Berdasarkan data tersebut dapat diketahui bahwa

kegiatan perkuliahan mahasiswa calon guru Fisika

dengan menerapkan video pembelajaran yang

dikembangkan berlangsung dengan sangat baik dan

efektif.

3.3.2 Analisis Video oleh Mahasiswa Calon Guru

Mahasiswa calon guru Fisika dibagi menjadi tiga

kelompok kooperatif. Kemudian mahasiswa

mendapatkan LKM yang digunakan untuk

menganalisis video. Setiap kelompok akan mengamati

dan menganalisis video pembelajaran yang

dikembangkan. Data hasil analisis mahasiswa calon

guru terhadap video pembelajaran disajikan pada

Tabel 4.

Page 55: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

43

Tabel 4. Hasil Analisis Video Pembelajaran Saintifik

Berorientasi PjBL pada Topik Listrik Dinamis Pertanyaan Hasil Diskusi

Bagian-bagian

pembelajaran PjBL

manakah yang merupakan fase:

a. Menentukan

pertanyaan mendasar

Siswa mengajukan pertanyaan

berdasarkan video b. Mendesain sebuah

perencanaan proyek

Guru membagi siswa dalam

kelompok kemudian menjelaskan

tugas proyek c. Menyusun jadwal

kegiatan

Guru menjelaskan sistematika

proyek dan rambu-rambu desain,

Siswa membandingkan serta mendesain rumah dan jaringan

listrik, Siswa mengambil bahan

dan alat untuk membuat desain, Siswa membuat desain

d. Memonitor siswa dan

kemajuan proyek

Guru memonitor pekerjaan siswa

ketika membuat maket e. Menilai/menguji hasil

belajar

Siswa mempresentasikan hasil

desain rumah (maket) beserta

jaringan rangkaian listrik, Guru memberikan penghargaan

f. Mengevaluasi

pengalaman

Setelah siswa mempresentasikan

hasil, guru menanyakan tentang pelaksanaan tugas proyek dan

siswa menceritakan pengalaman

selama pengerjaan tugas proyek tersebut

g. Sikap apa yang ditumbuhkembangkan

dalam video tersebut?

Kreatif, Kritis, Rasa ingin tahu, Sikap ilmiah, Sikap sosia (kerja

sama), Disiplin, Tanggung jawab,

Jujur h. Pada kegiatan apa sikap

tersebut

ditumbuhkembangkan?

pengerjaan proyek, mendesain

alat, presentasi, pembagian

tugas, berkelompok

Hasil analisis mahasiswa calon guru Fisika

terhadap video yang dikembangkan menunjukkan

bahwa mahasiswa dapat mengidentifikasi fase PjBL

dengan baik. Mahasiswa calon guru Fisika mampu

menyebutkan kegiatan-kegiatan pembelajaran pada

video sesuai fase PjBL.

4. PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil yang diperoleh, dapat diketahui

bahwa video pembelajaran yang dikembangkan dalam

penelitian ini termasuk dalam kategori sangat layak

ditinjau dari keseluruhan aspek yang meliputi tampilan

fisik, penyajian, isi, dan bahasa dengan hasil SVV

3,53. Apabila ditinjau pada masing-masing aspek

maka terdapat dua aspek yang termasuk dalam

kategori sangat layak dan dua aspek yang termasuk

dalam kategori layak. Pada kategori sangat layak

adalah aspek tampilan fisik dengan hasil SVV 3,83 dan

aspek isi dengan hasil SVV 3,67. Hasil ini menunjukan

bahwa tampilan fisik dan isi videodapat digunakan

tanpa revisi. Sedangkan pada aspek yang termasuk

dalam kategori layak yaitu aspek penyajian dengan

hasil SVV 3,39 dan aspek bahasa dengan hasil SVV

3,25. Hal ini menunjukkan bahwa video dapat

digunakan dengan sedikit revisi pada aspek penyajian

dan bahasa. Beberapa revisi yang dapat dilakukan

terhadap video yang dikembangkan berdasarkan hasil

validasi dan saran validator antara lain memperbaiki

kualitas tulisan pada video agar mudah dibaca dan

memperbaiki kejelasan pengucapan dan

menghilangkan beberapa penggunaan kata yang tidak

relevan.

Selain validasi terhadap video, pada penelitian ini

dilakukan validasi terhadap perangkat pembelajaran

yang akan digunakan dalam pembuatan video yang

dikembangkan. Perangkat pembelajaran yang

divalidasi antara lain RPP dengan hasil SVP 3,63; LKS

dengan hasil SVP 3,57; dan Skenario dengan hasil

SVP 3,78. Hasil tersebut menunjukkan bahwa semua

perangkat pembelajaran yang digunakan termasuk

dalam kategori sangat layak sehingga tidak

memerlukan adanya revisi. Akan tetapi berdasarkan

saran ketiga validator diperlukan sedikit revisi untuk

meningkatkan kualitas perangkat pembelajaran dan

video yang dikembangkan antara lain revisi terhadap

KI dan KD sesuai regulasi terbaru serta perubahan

alokasi waktu pembelajaran pada topik listrik dinamis.

Selain memperoleh hasil validitas video dan

perangkat pembelajaran yang dikembangkan, pada

penelitian ini didapatkan data kepraktisan video yang

ditinjau dari keterlaksanaan perkuliahan menggunakan

media video pembelajaran yang dikembangkan dan

hasil analisis mahasiswa calon guru Fisika terhadap

video tersebut. Berdasarkan observasi keterlaksanaan

perkuliahan yang dilakukan oleh dua observer dapat

diketahui bahwa seluruh kegiatan perkuliahan dapat

dilaksanakan dengan sangat baik. Hasil SK yang

diperoleh pada keseluruhan kegiatan adalah 3,93.

Kepraktisan video pembelajaran yang

dikembangkan dapat diketahui dari hasil analisis

mahasiswa calon guru Fisika terhadap video tersebut.

Mahasiswa calon guru Fisika difasilitasi dengan LKM

untuk menganalisis video. LKM membantu

mahasiswa calon guru Fisika untuk mengintegrasikan

antara tahapan-tahapan pendekatan saintifik dengan

setiap fase PjBL. Hal tersebut dapat terlihat dari

jawaban atau hasil diskusi masing-masing kelompok

mahasiswa dalam menganalisis video yang

ditayangkan pada saat perkuliahan. Masing-masing

kelompok dapat mengidentifikasi keenam fase PjBL

dalam kegiatan pembelajaran pada video yaitu

menentukan pertanyaan dasar, mendesain sebuah

perencanaan proyek, menyusun jadwal kagiatan,

memonitor siswa dan kegiatan proyek,

menilai/menguji hasil belajar dan mengevaluasi

pengalaman sekaligus menemukan tahapan saintifik

pada setiap fase PjBL. Kegiatan pembelajaran PjBL

dari fase pertama sampai fase keenam memunculkan

beberapa tahapan saintifik yaitu mengamati, menanya,

mengumpulkan data atau informasi, mengasosiasi dan

mengomunikasikan hasil. Bahkan berdasarkan hasil

analisis yang dilakukan mahasiswa terhadap video

dapat diketahui bahwa pembelajaran yang terdapat di

dalam video telah memunculkan High Order Thinking

Skill yaitu mencipta.

Hal tersebut mengindikasikan bahwa mahasiswa

calon guru Fisika dapat mempelajari dan memahami

pembelajaran Pendekatan Saintifik berorientasi PjBL

melalui video pembelajaran yang telah dikembangkan.

Kegiatan mahasiswa calon guru dalam

Page 56: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

44

mendeskripsikan dan menganalisis tindakan guru dan

siswa dalam tayangan video pada setiap fase PjBL dan

tahapan saintifik dapat mempermudah dalam aplikasi

strategi yang sama dalam pembelajaran mereka.

Mahasiswa dapat mempelajari bagaimana cara

mengajar sesuai dengan pemodelan pembelajaran pada

video, hal ini sejalan dengan pernyataan Slavin[15]

bahwa pembelajaran dapat dilakukan melalui kegiatan

pengamatan. Pernyataan yang sama dikemukakan oleh

Kucuk[16] bahwa pandangan guru mengenai

pendekatan saintifik pada pembelajaran dapat

ditingkatkan melalui video pembelajaran yang diikuti

dengan pelatihan mengajar. Selain itu, Wong dkk.[17]

menyatakan bahwa video pembelajaran memiliki

beberapa kelebihan terkait peningkatan keterampilan

mengajar guru yaitu dapat menstimulasi guru untuk

menyampaikan konsep terkait belajar dan mengajar,

mendorong guru untuk mengembangkan ide-ide dalam

merespon kondisi belajar mengajar yang sama,

menyediakan pembelajaran alternatif di luar

pengalaman guru, dan mendukung guru dalam

mengembangkan ide-ide untuk mengatasi

kompleksitas pembelajaran di kelas.

Kegiatan pembelajaran yang terdapat dalam video

yang dikembangkan dapat digunakan untuk

mempersiapkan dan melatih keterampilan mengajar

mahasiswa calon guru pada situasi yang spesifik yang

berkaitan erat dengan target kinerja guru[18],[19]. Target

kinerja guru dalam penelitian ini adalah mengajar

dengan pendekatan saintifik berorientasi PjBL,

maksudnya adalah menggabungkan tahap-tahap

pendekatan saintifik dalam kegiatan pembelajaran

yang berorientasi PjBL pada topik Listrik Dinamis.

Video pembelajaran yang dikembangkan dalam

penelitian ini memberikan demonstrasi atau

pemodelan untuk mengembangkan keterampilan

mengajar dengan pendekatan saintifik terutama ketika

kegiatan belajar mengajar dilakukan dalam setting

PjBL.

Mempelajari cara mengajar dari video dapat

membantu calon guru untuk memecahkan masalah

yang mungkin terjadi pada kelas yang

sebenarnya[20],[21]. Hal ini didukung oleh pernyataan

Chinna & Dada[22] bahwa video menyediakan

pembelajaran yang konkret melalui mekanisme

pemutaran atau penayangan yang dapat diputar ulang

(replay), dimajukan (fast-forward) maupun

dimundurkan (rewind) pada adegan tertentu serta

memotivasi siswa untuk memiliki ketertarikan yang

besar terhadap apa yang akan dipelajari.

Kegiatan analisis terhadap video pembelajaran

yang dikembangkan dapat mengembangkan

kemampuan calon guru agar dapat memperhatikan

interaksi atau kegiatan yang dianggap penting di dalam

pembelajaran tersebut[23]. Kegiatan calon guru dalam

menuliskan hasil obseravsi mereka terhadap kegiatan

pembelajaran dalam video menunjukkan kesadaran

mereka terhadap kegiatan pembelajaran di kelas[24].

Melalui kegiatan analisis terhadap video yang

dikembangkan mahasiswa calon guru Fisika dapat

menentukan sikap positif yang dapat dikembangkan

pada diri siswa saat menerapkan pembelajaran

pendekatan saintifik berorientasi PjBL, antara lain

mengembangkakan sikap kreatif, kritis, rasa ingin

tahu, sikap ilmiah, sikap sosial (kerjasama),

tanggungjawab, dan jujur. Sikap positif tersebut dapat

dilihat pada beberapa kegiatan pembelajaran, anatar

lain pada saat berkelompok, pembagian tugas,

mendesain alat, pengerjaan proyek, dan presentasi.

Selain itu, mahasiswa calon guru Fisika berpendapat

bahwa video pembelajaran yang dikembangkan dalam

penelitian ini memiliki beberapa kelebihan anatar lain

pembelajaran dapat membantu siswa menerapkan

pengetahuan yang dimiliki dalam kehidupan sehari-

hari, memberikan hasil belajar yang aplikatif,

menambah pengalaman belajar yang baru, dan

menumbuhkan High Thinking Order Skills (HOTS).

Keseluruhan hasil pengematan keterlaksanaan

perkuliahan dengan menerapkan video pembelajaran

yang dikembangkan serta hasil analisis mahasiswa

calon guru Fisika terhadap video menunjukkan bahwa

video yang dikembangkan adalah praktis.

5. KESIMPULAN

Hasil penelitian menunjukkan bahwa video

pembelajaran Pendekatan Saintifik berorientasi

Project Based Learning (PjBL) dinyatakan layak

digunakan dalam perkuliahan bagi mahasiswa calon

guru Fisika. Kelayakan video ditinjau dari validitas

video dan kepraktisan video. Kelayakan video

diperoleh melalui validasi video dan perangkat

pembelajaran yang digunakan dalam video. Hasil

validasi terhadap video menunjukkan hasil SVV 3,53

dengan kategori sangat layak dan hasil SVP termasuk

dalam kategori sangat layak dengan skor RPP yaitu

3,63; LKS yaitu 3,57; dan skenario 3,78. Kepraktisan

video ditinjau dari hasil keterlaksanaan pengamatan

video yang menunjukkan hasil sangat baik dengan SK

3,93 serta hasil analisis terhadap video yang

menunjukkan bahwa mahasiswa calon guru Fisika

dapat mengidentifikasi keenam fase PjBL dan tahapan

pendekatan saintifik dalam video pembelajaran yang

dikembangkan.

6. DAFTAR PUSTAKA

[1]. Susantini, E., Faizah, Ulfi., & Prastiwi, M.S. (2015).

Teaching Skills and Views of Pre-Service Biology

Teachers on Response to the Instructional Video

with Scientific Approach in Cooperative Learning.

Prosiding ICTTE FKIP UNS, Vol 1, No 1.

[2]. Leden, L., Hanson, l., Redfors, A., & Ideland, M.

(2013). Why, When, and How to Teach Nature

Science in Compulsory School: Teachers’ views.

Paper presented at the 10th conference of the European

Science Education research Association (ESERA), Nicosia, Cyprus.

[3]. Agommuoh, P. C., & Nzewi, U. M., (2003). Effects of

Videotape Instruction on Secondary School students

Achievement in Physics. Journal of STAN, 38(1&2),

88-93.

Page 57: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

45

[4]. Gaudin, C. & Chalies, S. (2015). Video Viewing in

Teacher Education and Professional Development.

Educational Research Review, 16, 41-67.

[5]. Adelakun, S. A., (2003). Issues in Science Education

for the Visually Impaired. In W. O. Fatokun, O. A.,

Adebimpe, O. K. Omoniyi, & T. Ajoblene (Eds),

Science and Technology in Special Education. Oyo:

Tobistic Printing and Publishing Ventures.

[6]. Gana, E. N., (2006). The use of instructional

videotape in the learning of some geographical

concepts (Map Reading) in Senior Secondary

Schools in Minna. Unpublished M. Tech Education

Thesis, Federal University of Technology, Minna.

[7]. Giere, R.N. (2001). A New Framework for Teaching

Scientific Reasoning. Argumentation, 15, 21-33.

[8]. Heafner, L.A., Friedrichsen, P.M., & Zembal-Saul, C.

(2006). Teaching with Insects: An Applied Life

Science Course for Supporting Prospective

Elementary Teachers’ Scientific Inquiry. The American Biology Teacher, Vol. 68, No.4, 206-212.

[9]. Moseley, C., Ramsey, S.J, & Ruff, K. (2004). Science

Buddies: An Authentic Context for Developing

Preservice Teachers’ Understanding of Learning,

Teaching, and Scientific inquiry. Joirnal of Elementary Science Education, Vol. 16, No. 2, 1-18.

[10]. Wan, Z.H., Wong, s.l., & Zhan, Y. (2013). Teaching

Nature of Science to Preservice Science Teachers: A

Phenomenographic Study of Chinese Teacher

Educators’ Conceptions. Science & Education, 22, 2593-2619.

[11]. Welsh, S.M. (2002). Advice to a New Science

Teacher: The Importance of Establishing a Theme

in Teaching Scientific Explanations. Journal of

Science Education and Technology, Vol. 11, No. 1, 93-95.

[12]. Wilke, R.R & Straits, W.J. (2005). Practical Advice

for Teaching Inquiry-Based Science Process Skills in

the Biological Sciences. The American Biology Teacher, Vol. 67, No. 9, 534-540.

[13]. Bell, S. (2010). Project Based Learning for the 21st

Century: Skills fi the Future. The Clearing House: A

Journal of Educational Strategies, Issues and Ideas Vol. 83.

[14]. Heinich, R., Molenda, M., Russel, J.D., & Smaldino,

S.E. (2002). Instructional Media and Technologies

for Learning (7th ed). New Jersey: Merill Prentice

Hall.

[15]. Slavin, R. (2009). Educational Psychology: Theory

and Practice (9th ed). New Jersey: Pearson Education, Inc.

[16]. Kucuk, M. (2008). Improving Preservice Elementary

Teachers’ Views of the Nature of Science Using

Explicit-Reflective Teaching in a Science,

Technology, and Society Course. Australian Journal of Teacher Education, Vol. 33, No. 2, 16-40.

[17]. Wong, S. L., Yung, B. H. W., Cheng, M. W., Lam, K.

L., Hodson, D. (2007). Setting the Stage for

Developing Pre‐service Teachers’ Conceptions of

Good Science Teaching: The role of classroom

videos. International Journal of Science Education, Vol. 28, No. 1, 1-24.

[18]. Star, J. R., Strickland, S. K. (2008). Learning To

Observe: Using Video To Improve Preservice

Mathematics Teachers’ Ability To Notice. Journal of

Mathematics Teacher Education, Vol. 11, No. 2: 107-125.

[19]. Yung, B.H.W., Wong, S.L., Cheng, M.W., Hui, C.S.,

Hodson, D. (2007). Tracking Pre-service Teachers’

Changing Conceptions of Good Science Teaching:

The Role pf Progressive Reflection with the Same

Video. Research in Science Education, 37, 239-259.

[20]. Kisa, M.K. (2013). Science teachers’ learning to

notice from video cases of the enactment of

cognitively demanding instructional class. Retrieved

from ProQuest Dissertation & Theses database. UMI

No. 3577155.

[21]. Lin, P. J., 2005. Using research-based video-cases to

help pre-service teachers conceptualize a

contemporary view of mathematics teaching.

International Journal of Science and Mathematics Education, 3, 351–377.

[22]. Chinna, N.C. & Dada, M.G. (2013). Effects of

Developed Electronic Instructional Medium on

Students’ Achievement in Biology. Journal of Education and Learning, Vol. 2, No. 2, 1-7

[23]. Alsawei, O.N., & Alghazo, I.M. (2010). The Effect of

Video Based Approach on Prospective Teachers’

Ability to Analyze Mathematics Teaching. Journal of

Mathematics Teacher Education, 13, 223-241.

[24]. Fadde, P. & Sullivan, P. (2013). Using Interactive

Video to Develop Teachers’ Classroom Awareness.

Contemporary Issues in Tachnology and Teacher Eduacation, Vol. 13, No. 2, 156-174.

Page 58: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

46

Page 59: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

47

Penggunaan Trainer Aksi Dasar Sistem Kontrol untuk Meningkatkan

Hasil Belajar Mahasiswa Teknik Elektro Unesa pada Mata Kuliah

Dasar Sistem Pengaturan

Endryansyah1*), Puput Wanarti Rusimamto2, Mochammad Rameli3, Eko Setijadi4

1 Fakultas Teknik, Universitas Negeri Surabaya, Surabaya. Email: [email protected] 2 Fakultas Teknik, Universitas Negeri Surabaya, Surabaya. Email: [email protected]

3 Fakultas Teknik Industri. Institut Teknik Sepuluh Nopember, Surabaya. Email: [email protected] 4 Fakultas Teknik Industri. Institut Teknik Sepuluh Nopember, Surabaya. Email: [email protected]

*) Alamat Korespondensi: Email: [email protected]

ABSTRAK

Penelitian bertujuan untuk mengetahui hasil belajar mahasiswa dalam memahami unjuk kerja kontroller PID

pada mata kuliah Dasar Sistem Pengaturan menggunakan trainer aksi dasar sistem kontrol. Objek yang diteliti

adalah trainer aksi dasar sistem kontrol hasil rancangan yang telah tervalidasi. Responden penelitian terdiri dari

29 mahasiswa Teknik Elektro Unesa semester 5 angkatan 2014. Instrumen penelitian terdiri atas angket untuk

mahasiswa, soal posttest. Analisis data menggunakan analisis deskriptif kuantitatif. Untuk menguji hasil belajar

mahasiswa menggunakan trainer aksi dasar sistem kontrol digunakan uji normalitas dan uji signifikansi. Hasil

penelitian adalah sebagai berikut. Pertama, Hasil belajar ranah kognitif mahasiswa (µ=72,83) lebih besar dari

66 atau dapat dikatakan bahwa hasil belajar kogitif mahasiswa tuntas. Kedua, hasil belajar afektif mahasiswa

(µ=88,49) lebih besar dari 66 atau dapat dikatakan bahwa hasil belajar afektif mahasiswa tuntas. Ketiga, hasil

belajar psikomotor mahasiswa (µ=84,37) lebih besar dari 66 atau dapat dikatakan bahwa hasil belajar

psikomotor mahasiswa tuntas. Dengan demikian, trainer Aksi Dasar Sistem Kontrol efektif digunakan sebagai

sarana pembelajaran praktik dasar sistem pengaturan di laboratorium sistem kendali teknik elektro unesa.

Kata kunci: ranah kognitif, ranah afektif, ranah psikomotor, trainer aksi dasar sistem kontrol.

1. PENDAHULUAN

Laboratorium Terpadu di Gedung A8 Fakultas

Teknik Unesa dengan empat lantai sudah mulai

difungsikan pada semester gasal tahun ajaran 2013-

2014. Laboratorium yang berada di Gedung A8

tersebut diisi Laboratorium dari semua jurusan di

Fakutas Teknik Unesa. Di antara lab yang bergabung

tersebut adalah Lab Sistem Kendali yang terletak di

lantai empat. Diantara mata kuliah yang praktikum di

lab sistem kendali adalah Teknik Pengaturan untuk

mahasiswa S1 prodi Pendidikan Teknik Elektro dan S1

prodi Teknik Elektro dan mata kuliah lain bidang

keahlian teknik sistem pengaturan prodi S1 Teknik

Elektro.

Mempelajari rencana jurusan Teknik Elektro

untuk pengembangan laboratorium, khususnya lab

sistem kendali, maka tim pengajar teknik pengaturan

juga mempersiapkan diri membuat rencana

pengembangan laboratorium tersebut dengan

memperbanyak modul praktikum disertai dengan

trainer atau kit.

Untuk menjawab permasalahan tersebut salah

satunya adalah melakukan penelitian dengan

melibatkan tim peneliti mitra yang sudah mempunyai

lab yang berkualitas dan sudah banyak berkontribusi

di bidang sistem pengaturan.

Dengan adanya infrastruktur berupa bahan ajar

(modul) dan alat bantu berupa trainer akan sangat

bermanfaat dalam upaya memberikan pengetahuan

dan melatih ketrampilan pada mahasiswa dalam

pemahaman di bidang teknik pengaturan beserta

aplikasinya pada bidang Teknik Elektro. Hal ini dapat

menumbuhkan motivasi belajar mahasiswa dalam

mengikuti perkuliahan Teknik Pengaturan di Jurusan

Teknik Elektro Unesa, selain itu dosen pengajar

maupun instruktur dapat menggali lebih dalam pada

setiap topik yang diajarkan.

Penggunaan trainer aksi dasar sistem kontrol ini

membuat mahasiswa dengan latar belakang

kemampuan serta pemahaman yang bervariasi akan

tetap dapat mengikuti dan memahami bahan ajar yang

ditentukan, selain itu mahasiswa yang memiliki

kemampuan explorasi berlebih tetap akan dapat

terpenuhi kebutuhannya dan hasil belajar mahasiswa

dapat ditingkatkan.

2. KAJIAN LITERATUR

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Puput

Wanarti dkk.[1], penilaian kelayakan terhadap Modul

Ajar Mata Kuliah Fisika II untuk Model Pembelajaran

Kooperatif Sebagai Upaya Meningkatkan Kualitas

Hasil Pembelajaran di Jurusan Teknik Elektro FT

Unesa adalah sebagai berikut: hasil analisa yang

didapatkan dari validator adalah 85,1% untuk modul

dan 89% untuk trainer, dari respon mahasiswa adalah

83,9% untuk modul dan 84,8% untuk trainer. Sehingga

Modul Ajar Mata Kuliah Fisika II untuk Model

Pembelajaran Kooperatif yang dikembangkan boleh

dan layak diterapkan pada perkuliahan mata kuliah

Fisika II.

Berdasarkan hasil penelitian tentang media

pembelajaran yang menggunakan modul dan trainer

Page 60: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

48

hasilnya baik, maka diterapkan media pembelajaran

berupa modul dan trainer untuk mata kuliah teknik

pengaturan. Dalam pelaksanaannya menggunakan

langkah–langkah penyusunan modul untuk membantu

mahasiswa memahami materi yang diajarkan dengan

harapan modul yang dihasilkan dapat bermanfaat bagi

mahasiswa, dosen, dan lembaga yang menggunakan,

terlebih memberikan kontribusi yang luar biasa pada

laboratorium sistem kendali di jurusan Teknik Elektro

Unesa

.

Pembelajaran Kooperatif

Terdapat enam langkah utama atau tahapan di

dalam pelajaran yang mengguanakan pembelajaran

kooperatif. Pelajaran dimulai dengan guru

menyampaikan tujuan pelajaran dan memotiviasi

siswa untuk belajar. Fase ini diikuti oleh penyajian

informasi, sering kali dengan bahan bacaan daripada

secara verbal. Selanjutnya siswa dikelompokkan ke

dalam tim-tim belajar. Tahap ini diikuti bimbingan

guru pada saat siswa berkerja bersama untuk

menyelesaikan tugas bersama mereka. Fase terakir

meliputi presentase hasil akhir kerja kelompok atau

evaluasi tentang apa yang telah mereka pelajari dan

memberi penghargaan terhadap usaha-usaha

kelompok maupun individu.

Pengertian modul

Modul ialah unit program belajar-mengajar

terkecil yang secara terinci menggariskan: a) Tujuan

instruksional umum, b) Tujuan intruksional khusus, c)

Pokok-pokok materi yang akan dipelajari dan

diajarkan, d) Kedudukan fungsi satuan dalam kesatuan

program yang akan dipakai, e) Kegiatan belajar-

mengajar, f) Lembaran kerja yang akan dikerjakan

selama proses belajar berlangsung[2]. Selanjutnya

menurut Nasution[3] modul ialah suatu unit yang

lengkap yang berdiri sendiri dan terdiri atas suatu

rangkaian kegiatan belajar yang disusun untuk

membantu siswa mencapai sejumlah tujuan yang

dirumuskan secara khusus dan jelas.

3. METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan jenis penelitian

pengembangan, karena peneliti ingin mengembangkan

modul praktikum sistem pengaturan. Metode

penelitian yang digunakan menggunakan metode

penelitian Research and Development (R&D).

Menurut Sugiyono (2015: 28-30) metode Research

and Development diterjemahkan menjadi metode

penelitian dan pengembangan.

Trainer Aksi Dasar Sistem Kontrol merupakan produk

pengembangan media pembelajaran pada penelitian

ini. Dengan media ini, diharapkan mahasiswa dapat

memahami materi sekaligus mampu

mengaplikasikannya. Jika digunakan sebagai media

pembelajaran trainer ini selanjutnya digunakan

sebagai tes praktik suatu saat nanti. Trainer Aksi Dasar

Sistem Kontrol ini telah divalidasi oleh beberapa

dosen ahli menurut bidangnya masing – masing untuk

proses validasi antara lain yaitu: ahli desain trainer,

ahli desain modul, ahli sistem kontrol, dan ahli

substansi. Setelah melewati tahap validasi berikutnya

adalah Tes uraian dilakukan untuk mengetahui hasil

belajar kognitif setelah dilakukan pembelajaran

menggunakan modul yang telah dikembangkan. Tes

uraian disusun berdasarkan indikator hasil belajar

kognitif. Dari indikator tersebut dibuat kisi-kisi

instrument.

Agar suatu tes dapat mengukur sesuai dengan

tujuannya maka tes tersebut harus valid. Untuk

menghasilkan alat ukur yang valid maka dilakukan

valditas. Dalam hal ini validitas dilakukan melalui

validasi ahli dengan menggunakan lembar validasi.

Penilaian dengan rating scale mengacu pada

kriteria yang ada pada rubrik. Sebagaimana yang

dijelaskan oleh Basuki dan Haryanto[4] rubrik

merupakan suatu skala pemberian nilai (skala

penilaian) yang terdiri dari serangkaian kriteria

prestasi dan paparan tentang tataran prestasi di dalam

pengerjaan tugas-tugas tertentu. Rating scale

digunakan untuk mengukur hasil belajar siswa dalam

ranah afektif.

Tes kinerja digunakan untuk mengukur hasil

belajar siswa pada ranah psikomotor. Menurut Basuki

dan Hariyanto[4] pengukuran hasil belajar psikomotor

ada dua hal yang perlu dilakukan, yaitu membuat soal

dan membuat perangkat instrumen untuk mengamati

kinerja peserta didik. Soal untuk hasil belajar

psikomotor dapat berupa lembar kerja, lembar tugas,

perintah kerja, dan lembar eksperimen. Instrumen

untuk mengamati kinerja peserta didik dapat berupa

lembar observasi atau portofolio. Pada penelitian ini

bentuk soal hasil belajar psikomotor berupa lembar

kerja. Sedangkan untuk pedoman pemberian skor

menggunakan rating scale yang dilengkapi dengan

rubrik.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian yang dilakukan meliputi hasil

validasi soal postes dan hasil uji coba terdiri dari hasil

belajar mahasiswa ranah kognitif, afektif, dan

psikomotor. Validasi dilakukan kepada beberapa ahli

sebagai validator yang terdiri dari 3 orang Dosen

Jurusan Teknik Elektro.

4.1 Hasil belajar mahasiswa ranah kognitif

Hasil belajar ranah kognitif diperoleh melalui

pemberian post-test setelah seluruh proses

pembelajaran menggunakan modul selesai. Post-test

diberikan di akhir pertemuan dengan memberikan soal

pilihan ganda sebanyak 25 butir. Adapun hasil

pengukuran posttest tersebut dapat ditunjukkan pada

Tabel 1.

Page 61: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

49

Tabel 1. Hasil Belajar Mahasiswa Ranah Kognitif

No NIM Nama Mahasiswa Nilai

1 14050874006 Eno May Leny 68

2 14050874021 Rahmad Hidayat 72 3 14050874016 Bagus Rio R 68

4 14050874025 Ahmad Sulthoni 80

5 14050874008 Agus Nurdiyanto 76 6 14050874024 M. Nur Fatah M 84

7 14050874015 Dwi Ardianto 56

8 14050874011 Johan Firmansah 60 9 15050874015 Armanda H 56

10 14050874003 Rangga Arif T.S. 76

11 14050874005 Wiwit Sri Rahayu 64

12 14050874017 Rachmat Agus K 60

13 14050874026 Sri Purwandani 68

14 14050874002 Suyanti 80

15 14050874010 Jordan Teja S 80 16 14050874009 M. Fatkur Rozi 76

17 14050874022 Rizki Waloyo 88

18 14050874028 Rezandy Jalasena 72

19 14050874014 M. Juhan Dwi S 60

20 14050874019 Satya Hadi S 80

21 14050874007 Satria Bagaskara 72

22 14050874030 Bonfilio Wahyu 80

23 14050874012 Rinda Yuni S 68

24 14050874013 Sahat M.P.P. 72 25 14050874020 Herlambang S.A 68

26 14050874001 Agus Hermawan S 88

27 14050874023 Sugeng Dwi M 80

28 12050874245 Firman Nur H 76

29 14050874004 Didit Ardiyansah 84

Jumlah 2112

Rata-rata 72,83

Berdasarkan Tabel 1dapat diketahui bahwa

nilai rata-rata hasil belajar mahasiswa pada ranah

kognitif (post-test) adalah sebesar 72,83. Perolehan

post-test tersebut juga menunjukkan bahwa nilai

terendah yang diperoleh adalah 56 dan nilai tertinggi

yang diperoleh adalah 88.Penyebaran data dari

perolehan post-test tersebut dapat ditunjukkan pada

Gambar 1 di bawah ini.

Gambar 1. Histogram Hasil Belajar Ranah Kognitif

4.2 Hasil Belajar Ranah Afektif

Hasil belajar ranah afektif diperoleh melalui

penilaian sikap selama kegiatan pembelajaran

berlangsung.Hasil belajar ranah afektif diukur

menggunakan lembar pengamatan afektif dengan 5

indikator. Indikator dalam penilaian afektif tersebut

yaitu: (1) jujur; (2) disiplin; (3) bertanggung jawab; (4)

kerjasama; dan (5) saling menghargai. Perolehan

pengamatan sikap yang berlangsung selama 4 kali

pertemuan dapat ditunjukkan pada Tabel 2.

Tabel 2. Perolehan Hasil Belajar Ranah Afektif

No Nama Nilai pertemuan ke Rata

-rata 1 2 3 4

1 Eno May

Leny 85 85 90 95 88.75

2 Rahmad

Hidayat 90 95 95 95 93.75

3 Bagus Rio R 85 85 85 90 86.25

4 Ahmad

Sulthoni 85 90 95 95 91.25

5 Agus

Nurdiyanto 85 85 85 90 86.25

6 M. Nur Fatah M

90 85 90 90 88.75

7 Dwi

Ardianto 80 95 95 95 91.25

8 Johan

Firmansah 80 85 85 90 85

9 Armanda H 85 85 85 90 86.25

10 Rangga Arif

T.S. 80 90 90 90 87.5

11 Wiwit Sri

Rahayu 90 85 90 90 88.75

12 Rachmat Agus K

90 85 90 95 90

13 Sri

Purwandani 85 95 95 95 92.5

14 Suyanti 85 90 90 95 90

15 Jordan Teja

S 80 90 90 90 87.5

16 M. Fatkur

Rozi 80 90 90 90 87.5

17 Rizki Waloyo

80 90 90 95 88.75

18 Rezandy

Jalasena 80 85 85 90 85

19 M. Juhan

Dwi S 80 90 90 95 88.75

20 Satya Hadi S 85 85 85 90 86.25

21 Satria

Bagaskara 80 95 95 95 91.25

22 Bofilio Wahyu

85 90 90 90 88.75

23 RindaYuni S 90 85 90 90 88.75

24 Sahat M.P.P. 80 85 90 90 86.25

25 Herlambang

S.A 85 90 90 90 88.75

26 Agus Hermawan S

80 85 85 90 85

27 Sugeng Dwi

M 80 90 90 90 87.5

28 Firman Nur

H 85 90 90 95 90

29 Didit Ardiyansah

90 90 90 90 90

Rata-rata 83,96 88,44 89,65 91,89 88.49

Berdasarkan perolehan nilai yang ditunjukkan

Tabel 2 di atas, maka dapat diketahui bahwa perolehan

Page 62: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

50

nilai rata-rata hasil belajar ranah afektif adalah sebesar

88,49. Perolehan tersebut menunjukkan bahwa untuk

hasil belajar ranah afektif dengan nilai tertinggi adalah

93,75 dan nilai terendah adalah 85. Penyebaran data

hasil belajar ranah afektif ditunjukkan pada Gambar

2.

Gambar 2. Histogram Hasil Belajar Ranah Afektif

Hasil Belajar Ranah Psikomotor

Hasil belajar ranah psikomotor diperoleh melalui

pengamatan keterampilan psikomotor selama

praktikum yang dilakukan oleh mahasiswa.Praktikum

dilakukan setiap pertemuan sebanyak 4 kali

pertemuan.Hasil Perolehan pengamatan psikomotor

tersebut dapat ditunjukkan pada Tabel 3.

Tabel 3. Perolehan Hasil Belajar Ranah Psikomotor

No. Nama Kegiatan praktikum ke

Rata-

rata

1 2 3 4

1 Eno May

Leny 78.57 78.13 87.50 89.58 83.44

2 Rahmad

Hidayat 82.14 81.25 84.38 84.03 82.95

3 Bagus Rio

R 82.14 81.25 84.38 85.42 83.30

4 Ahmad

Sulthoni 80.36 81.25 90.63 90.28 85.63

5 Agus

Nurdiyanto 80.36 81.25 90.63 89.58 85.45

6 M. Nur

Fatah M 83.93 87.50 84.38 86.11 85.48

7 Dwi

Ardianto 80.36 81.25 87.50 87.50 84.15

8 Johan

Firmansah 83.93 81.25 87.50 88.89 85.39

9 Armanda H 80.36 81.25 84.38 85.42 82.85

10 Rangga

Arif T.S. 82.14 84.38 87.50 86.81 85.21

11 Wiwit Sri

Rahayu 80.36 84.38 81.25 85.42 82.85

12 Rachmat

Agus K 82.14 84.38 81.25 85.42 83.30

13 Sri

Purwandani 76.79 84.38 84.38 84.72 82.56

14 Suyanti 83.93 87.50 90.63 90.28 88.08

15 Jordan Teja

S 80.36 84.38 87.50 89.58 85.45

No. Nama Kegiatan praktikum ke

Rata-

rata

1 2 3 4

16 M. Fatkur

Rozi 76.79 84.38 81.25 84.72 81.78

17 Rizki

Waloyo 82.14 84.38 87.50 86.11 85.03

18 Rezandy

Jalasena 83.93 87.50 87.50 90.28 87.30

19 M. Juhan

Dwi S 80.36 68.75 84.38 87.50 80.25

20 Satya Hadi

S 78.57 81.25 87.50 87.50 83.71

21 Satria

Bagaskara 83.93 78.13 84.38 86.11 83.13

22 Bonfilio

Wahyu 76.79 84.38 87.50 88.19 84.21

23 Rinda Yuni

S 76.79 84.38 84.38 85.42 82.74

24 Sahat

M.P.P. 82.14 84.38 90.63 89.58 86.68

25 Herlambang

S.A 83.93 84.38 87.50 84.72 85.13

26

Agus

Hermawan

S

80.36 87.50 84.38 86.81 84.76

27 Sugeng

Dwi M 82.14 87.50 87.50 86.11 85.81

28 Firman Nur

H 83.93 81.25 84.38 84.72 83.57

29 Didit

Ardiyansah 78.57 87.50 90.63 89.58 86.57

Rata-rata 84.37

Berdasarkan perolehan nilai yang ditunjukkan

Tabel. 3di atas, maka dapat diketahui bahwa

perolehan nilai rata-rata hasil belajar ranah psikomotor

adalah sebesar 84,37. Perolehan tersebut menunjukkan

bahwa untuk hasil belajar ranah psikomotor dengan

nilai tertinggi adalah 88,08 dan nilai terendah adalah

80,25. Penyebaran data hasil belajar ranah afektif

ditunjukkan pada Gambar 3.

Gambar 3. Histogram Hasil Belajar Ranah Psikomotor

Page 63: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

51

5. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan,

maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut. 1)

Hasil belajar ranah kognitif. Berdasarkan hasil olah

SPSS diperoleh nilai t=4,043 dan sig=0.000374.

Berdasarkan hal ini maka diterima H1. Sehingga dapat

disimpulkan bahwa rata-rata hasil belajar kognitif

mahasiswa (µ=72,83) lebih besar dari 66 atau dapat

dikatakan bahwa hasil belajar kogitif mahasiswa

tuntas. 2) Hasil belajar ranah afektif. Berdasarkan hasil

olah SPSS diperoleh nilai t=53,820 dan sig=8,16x10-

30. Berdasarkan hal ini maka diterima H1. Sehingga

dapat disimpulkan bahwa rata-rata hasil belajar afektif

mahasiswa (µ=88,49) lebih besar dari 66 atau dapat

dikatakan bahwa hasil belajar afektif mahasiswa

tuntas. 3) Hasil belajar ranah psikomotor. Berdasarkan

hasil olah SPSS diperoleh nilai t=56,862 dan

sig=1,77x10-30. Berdasarkan hal ini maka diterima H1.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa rata-rata hasil

belajar psikomotor mahasiswa (µ=84,37) lebih besar

dari 66 atau dapat dikatakan bahwa hasil belajar

psikomotor mahasiswa tuntas.

Sehingga Penggunaan Traener Aksi Dasar Sistem

Kontrol pada Mata Kuliah Teknik Pengaturan layak

digunakan untuk meningkatkan hasil belajar dan

menambah wawasan tentang sistem kontrol.

6. REFERENSI

[1]. Wanarti R., Puput dkk, (2013). Pengembangan

Modul Ajar Mata Kuliah Fisika II untuk Model

Pembelajaran Kooperatif sebagai Upaya

Meningkatkan Kualitas Hasil Pembelajaran di

Jurusan Teknik Elektro FT Unesa, Prosiding STE

2013, ISBN 978-979-028-051-9, Seminar Teknik Elektro dan Pendidikan Teknik Elektro 2013, Unesa.

[2]. Wijaya, A., (1996). Pengembangan Media-Media

Pembelajaran, Yogyakarta: Andi Offset Yogyakarta.

[3]. Nasution, H., (1982). Pengembangan Perangkat

Pembelajaran, Yogyakarta: Rineka Cipta

[4]. Basuki, Ismet. (2004). Pengembangan Buku Ajar

Berbasis Kompetensi. Surabaya: UNESA.

[5]. Arikunto, S., (1997). Prosedur penelitian,

Yogyakarta: Rineka Cipta.

[6]. Buku Pedoman Unesa Kurikulum 2012 – 2013, Unipress Unesa, (2012).

[7]. Ibrahim, Muslimin. (2005). Pembelajaran

Kooperatif, Unesa University press, Surabaya.

[8]. Mulyasa, (2004). Media Pembelajaran, Surabaya: Universitas Negeri Surabaya.

[9]. Purdiana, L., (2004). Pengembangan Perangkat

Pembelajaran Kurikulum Berbasis Kompetensi

Mata Diklat Pilpt Materi Ilmu Bahan Listrik, Surabaya: Universitas Negeri Surabaya.

[10]. Sugiyanto, (2010). Model-model Pembelajaran

Inovatif, Surakarta: Yuma Pustaka

[11]. Thiagarajan, Sivasailam.Gemmmel, Dorothy S. and

Semmel, Melviyn I., (1974). Instruction

Development For Training Teachers Of

Exceptional Children. Minnesota: Indiana University.

[12]. Trianto, (2007). Model Pembelajaran Terpadu

dalam Teori dan Praktik, Prestasi Pustaka Publisher: Jakarta.

[13]. Wanarti R., Puput, (2012). Pengembangan Modul

Ajar Teknik Pengaturan Menggunakan Perangkat

Lunak Matlab dengan Inquary Based Learning

Berorientasi Industri, JPTE, http://ejournal.unesa. ac.id/index.php/jurnal-pendidikan-teknik-elektro.

Page 64: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

52

Page 65: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

53

Pengembangan Media Pembelajaran Berbasis Web di SMK Kota

Surabaya

Hapsari Peni1*), Puput Wanarti2, Euis Ismayati3, Yuni Yamasari4

1Jurusan Teknik Elektro, Universitas Negeri Surabaya, Surabaya. Email: [email protected] 2Jurusan Teknik Elektro, Universitas Negeri Surabaya, Surabaya. Email: [email protected]

3Jurusan Teknik Elektro, Universitas Negeri Surabaya, Surabaya. Email: [email protected] 4 Jurusan Teknik Informatika, Universitas Negeri Surabaya, Surbaya. Email: [email protected]

*) Alamat Korespondesi: Email: [email protected]

ABSTRACT

Based on preliminary studies on students SMK Kota Surabaya, facility to support the provision of e-learning

has indeed been developed, but the implementation is still not optimal. Learning is delivered still tend to use

conventional instructional media such as notes from the blackboard and media presentation software PowerPoint.

The utilization of information technology is still less effective and interactive because there are no moving images.

Especially in Physics, which basically requires understanding not only use the image but also simulation,

especially in magnetism. Simulation of magnets representing flux magnetic that can not be viewed in the real

human eye. Therefore, learning materials delivered so tend to be boring and less effective for students to

understand Physics.By implementing an instructional media-based on e-learning to the student. It was expected

to e-learning directly. The media can be easily accessed by students anywhere in the application form of

instructional media either on a PC or notebook. In addition, e-learning used responsive techniques so that e-

learning web can be accessed by mobile devices (such as smartphones) and ultimately to enhance students'

understanding of Subjects of Physics of magnetism.The research method to be used is the type of method research

and development (R & D). The population of this study was students of SMK Kota Surabaya. The sample was a

class XI student of SMK Negeri 5 Surabaya 2015-2016 school year.

Keywords: Instructional Media, E-learning, responsive web, mobile learning.

ABSTRAK

Berdasarkan pada studi pendahuluan pada siswa SMKN Kota Surabaya, fasilitas untuk mendukung

pengadaan e-learning memang telah dikembangkan, namun dalam implementasinya masih belum maksimal.

Pembelajaran yang disampaikan masih cenderung menggunakan media pembelajaran konvensional seperti

mencatat dari papan tulis dan media perangkat lunak presentasi Power Point, dalam pemanfaatan teknologi

informasi masih kurang efektif dan interaktif karena tidak ada gambar bergerak. Khususnya pada Mata Pelajaran

Fisika, yang pada dasarnya memerlukan pemahaman yang tidak hanya terpaku pada media pembelajaran yang

masih menggunakan gambar diam (non multimedia), karena pada dasarnya materi pelajaran Mata Pelajaran

Fisika tentang kemagnetan merupakan mata Pelajaran yang membutuhkan suatu simulasi alat atau magnet yang

dapat mewakili fluks pada magnet yang tidak dapat dilihat secara nyata oleh mata manusia. Oleh karena itu,

materi pembelajaran yang disampaikan jadi cenderung membosankan dan kurang efektif bagi siswa dalam

memahami materi pelajaran Mata Pelajaran Fisika tersebut. Dengan menerapkan media pembelajaran berbasis

e-learning kepada para siswa tersebut diharapkan e-learning ini secara langsung dapat diakses dengan mudah

oleh para siswa di mana saja dalam bentuk aplikasi media pembelajaran baik pada PC maupun notebook. Selain

itu, e-learning akan dibangun dengan teknik responsive web sehingga e-leaning akan bersifat mobile learning dan

bisa diakses oleh mobile device (seperti smartphone) dan pada akhirnya dapat meningkatkan pemahaman siswa

pada Mata Pelajaran Fisika tentang kemagnetan. Metode penelitian yang akan digunakan adalah jenis metode

panelitian dan pengembangan (research and development (R & D)). Populasi penelitian pengembangan media

pembelajaran ini adalah siswa SMKN Kota Surabaya. Sampel penelitian ini adalah siswa kelas XI SMK Negeri

Kota Surabaya tahun pelajaran 2015-2016.

Kata Kunci : Media Pembelajaran, E-learning, responsive web, mobile learning.

1. PENDAHULUAN

Menurut Smaldino dan Russel[1], belajar adalah

mengembangkan pengetahuan baru, keterampilan, dan

perilaku yang merupakan interaksi individu dengan

informasi dan lingkungan. Lingkungan dalam hal ini

tidak hanya bersifat lunak, tetapi juga bersifat fisik,

seperti jalan raya, televisi, komputer, dan lain

sebagainya. Melihat pada definisi tersebut semakin

jelas bahwa belajar tidak terlepas dari sebuah interaksi

antara individu dengan lingkungannya, dengan sebuah

media pembelajaran akan tercapai informasi yang

ditujukan kepada individu tersebut.

Dengan adanya media pembelajaran, peserta didik

dengan mudah memahami apa isi materi dari suatu

pelajaran tersebut. Hal ini sesuai dengan definisi media

pembelajaran itu sendiri. Seperti yang dikemukakan

oleh Briggs (dalam Arsyad[2]) bahwa media

pembelajaran adalah sarana fisik untuk menyampaikan

isi atau materi pembelajaran, seperti: buku, film, video

dan sebagainya. Kemudian sarana komunikasi dalam

Page 66: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

54

bentuk cetak maupun pandang-dengar, termasuk

teknologi perangkat keras.

Dalam pelaksanaannya, Kemp & Dayton (dalam

Arsyad, 2013: 39) mengelompokkan media ke dalam

delapan jenis, yaitu media cetakan, media pajang,

overhead transparancies, rekaman audiotape, seri

slide dan film strips, penyajian multi-image, rekaman

video dan film hidup, serta komputer. Sedangkan

dalam aplikasi teknologi saat ini, bahwa media yang

mencakup hampir semua jenis media tersebut adalah

implementasi dari media pembelajaran e-learning.

Berdasarkan pada studi pendahuluan pada siswa

SMKN Kota Surabaya, fasilitas untuk mendukung

pengadaan e-learning memang telah dikembangkan,

namun dalam implementasinya masih belum

maksimal. Pembelajaran yang disampaikan masih

cenderung menggunakan media pembelajaran

konvensional seperti mencatat dari papan tulis dan

media perangkat lunak presentasi Power Point, dalam

pemanfaatan teknologi informasi masih kurang efektif

dan interaktif karena tidak ada gambar bergerak.

Khususnya pada mata Pelajaran Fisika yang pada

dasarnya memerlukan pemahaman yang tidak hanya

terpaku pada media pembelajaran yang masih

menggunakan gambar diam (non multimedia), karena

pada dasarnya materi pelajaran Fisika sebagian besar

merupakan mata Pelajaran yang membutuhkan suatu

simulasi alat contohnya magnet yang dapat mewakili

fluks pada magnet yang tidak dapat dilihat secara nyata

oleh mata manusia. Oleh karena itu, materi

pembelajaran yang disampaikan jadi cenderung

membosankan dan kurang efektif bagi siswa dalam

memahami materi pelajaran mata Pelajaran Fisika tersebut. Dengan menerapkan media pembelajaran

berbasis e-learning kepada para siswa tersebut

diharapkan e-learning ini secara langsung dapat

diakses dengan mudah oleh para siswa di mana saja

dalam bentuk aplikasi media pembelajaran pada PC

ataupun notebook. Selain itu, e-learning yang akan

dibangun menggunakan teknik responsive web

sehingga e-leaning akan bersifat mobile learning yang

juga bisa diakses oleh mobile device (seperti

smartphone) dan pada akhirnya dapat meningkatkan

pemahaman siswa pada mata Pelajaran Fisika tentang

kemagnetan. Definisi e-learning sendiri menurut Jaya

Kumar C. Koran (dalam Hasbullah[3]) adalah sebagai

sembarang pengajaran dan pembelajaran yang

menggunakan rangkaian elektronik (LAN, WAN, atau

internet) untuk menyampaikan isi pembelajaran,

interaksi, atau bimbingan. Saat ini semakin banyak

pemrogram komputer mengembangkan perangkat

lunak penyedia pembuatan aplikasi e-learning ini.

Diantaranya adalah perangkat lunak visual seperti C#

maupun adobe Flash (CS6) yang mempunyai

lingkungan untuk pengembangan animasi dan lain

sebagainya. Dengan perangkat lunak tersebut pendidik

dapat menggunakannya secara maksimal dalam

menyusun konteks pelajaran yang akan diajarkan pada

peserta didik.

1.1 Media Pembelajaran

Kata media berasal dari bahasa Latin dan

merupakan bentuk jamak dari kata medium yang

secara harfiah berarti perantara atau pengantar. Medòê

adalah perantara atau pengantar pesan dari pengirim ke

penerima pesan. Terdapat sedikit perbedaan yang

dikemukakan oleh beberapa pakar pendidikan.

Menurut Asosiasi Teknologi dan Komunikasi

Pendidikan (Association of Education and

Communication Technology/AECT) (dalam

Arsyad[2]) membatasi media sebagai segala bentuk dan

saluran yang digunakan orang untuk menyalurkan

pesan atau informasi. Sedangkan menurut Gagne’ dan

Briggs (dalam Arsyad[2]) secara implisit mengatakan

bahwa media pembelajaran meliputi alat yang secara

fisik digunakan untuk menyampaikan isi materi

pelajaran, yang terdiri dari antara lain buku, tape

recorder, kaset, video kamera, video recorder, film,

slide, foto, gambar, grafik, televisi, dan komputer.

Media pembelajaran memiliki peran yang penting

pada proses belajar dan mengajar itu sendiri,

diantaranya ada beberapa macam kegunaan media

pembelajaran dalam proses belajar mengajar yang

secara umum dijelaskan Arsyad[2] sebagai berikut: (a)

memperjelas penyajian pesan agar tidak terlalu bersifat

verbalistis (dalam bentuk kata-kata tertulis atau lisan

belaka), (b) mengatasi keterbatasan ruang, waktu dan

daya indera, (c) penggunaan media pembelajaran

secara tepat dan bervariasi dapat mengatasi sikap pasif

anak didik, (d) dengan sifat yang unik pada tiap siswa

ditambah lagi dengan lingkungan dan pengalaman

yang berbeda, sedangkan kurikulum dan materi

pembelajaran ditentukan sama untuk setiap siswa,

maka guru banyak mengalami kesulitan bilamana

semuanya itu harus diatasi sendiri.

Musfiqon[4] menyatakan bahwa para pakar media

pembelajaran telah merumuskan kriteria-kriteria

pemilihan media pembelajaran seperti berikut ini: (a)

kesesuaian dengan tujuan, (b) ketepatgunaan, (c)

keadaan peserta didik, (d) ketersediaan, (e)

keterampilan guru dan (f) mutu teknis

1.2 Macro Media Flash

Menurut[5], Macromedia Flash adalah perangkat

lunak aplikasi untuk animasi yang digunakan untuk

Web. Dengan Macromedia Flash, web site dapat

dilengkapi dengan beberapa macam animasi, sound,

intaraktif animasi dan lain-lain. Gambar hasil dari

Macromedia Flash dapat diubah ke dalam format lain

untuk digunakan pada pembuatan desain web yang

tidak langsung mengadaptasi Flash. Seperti pada

perangkat lunak Adobe Flash yang memiliki fungsi

sebagai penyedia pembuatan animasi berupa klip film

yang kemudian dapat disusun dengan baik sebagai

media pembelajaran interaktif dan menarik bagi siswa.

Dengan fitur-fitur antarmuka yang menarik, akan

menghasilkan format file media pembelajaran yang

bersifat interaktif, di mana pada penyampaian suatu

materi terdapat audio visual di dalamnya, sehingga

pesan informasi yang disampaikan dapat tampil secara

Page 67: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

55

menarik dan mudah dipahami oleh siswa atau peserta

didik tersebut.

2. METODE

Metode penelitian yang digunakan adalah jenis

metode panelitian dan pengembangan (research and

development (R & D)). Menurut Brog and Gall dalam

Sugiyono[6]) menyatakan bahwa penelitian dan

pengembangan, merupakan metode penelitian yang

digunakan untuk mengembangkan atau memvalidasi

produk-produk yang digunakan dalam pendidikan dan

pembelajaran. Lebih lanjut menurut Seels & Richey

(dalam Mursid[7])menjelaskan bahwa penelitian

pengembangan merupakan studi yang sistematis

tentang perancangan, pengembangan pengevaluasian,

program pengajaran, proses dan produk yang harus

memenuhi kriterian konsistensi internal dan

keefektifan.

Tujuan dari panelitian dan pengembangan

menurut Ghufron[8] adalah menjembatani kesenjangan

antara sesuatu yang terjadi dalam penelitian

pendidikan dengan praktik pendidikan dan

menghasilkan produk penelitian yang dapat digunakan

untuk mengembangkan mutu pendidikan dan

pembelajaran secara efektif. Sedangkan menurut Brog

and Gall[9] bahwa prosedur penelitian dan

pengembangan pada dasarnya terdiri dari dua tujuan

utama, yaitu: pengembangan produk, menguji kualitas

dan efektifitas produk dalam mencapai tujuan. Dalam

penelitian ini akan meniliti tentang pengembangan

media pembelajaran untuk mengetahui seberapa besar

efektifitas dan kelayakan media tersebut dalam proses

pembelajaran siswa SMKN Kota Surabaya penerapan

pada Mata Pelajaran Fisika tahun pelajaran 2015-

2016. Populasi penelitian pengembangan media

pembelajaran ini adalah siswa SMK Negeri Kota

Surabaya sebanyak 12 SMK Negeri. Sampel penelitian

ini adalah siswa SMK Negeri 5 Surabaya tahun

pelajaran 2015-2016.

Dengan menggunakan metode panelitian dan

pengembangan terdapat langkah-langkah yang

membedakannya dengan pendekatan penelitian yang

lain. Menurut[9] terdapat 4 ciri utama panelitian dan

pengembangan, yaitu: mempelajari hasil penelitian

yang berhubungan dengan produk yang akan

dikembangkan, mengembangkan produk hasil temuan,

area pengujian dalam pengaturan yang di mana hal itu

akan digunakan nantinya, dan merevisinya untuk

memperbaiki kekurangan yang ditemukan dalam tahap

uji coba lapangan.dalam penelitian ini peneliti

menringkas langkah-langkah tersebut menjadi lima

langkah prosedur penelitian dan pengembangan media

pembelajaran e-learning seperti pada gambar 1.

1. Metode dan instrumen penelitian merupakan

salah satu aspek terpenting dalam suatu penelitian

R&D ini. Menurut[10], metode penelitian adalah cara

yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan

data penelitiannya. Sedangkan instrumen menurut[6]

adalah suatu alat yang digunakan mengukur fenomena

alam maupun sosial yang diamati. Secara spesifik

semua fenomena ini disebut sebagai variable

penelitian. Dalam penelitian ini terdapat tiga variabel

penelitian yang akan diukur dengan menggunakan

instrumen penelitian tersebut, diantaranya: (a) kualitas

media pembelajaran berbasis e-learning yang

diterapkan pada Mata Pelajaran Fisika Teknik, (b)

efektifitas media pembelajaran berbasis e-learning

yang diterapkan pada Mata Pelajaran Fisika Teknik

berdasarkan pada peningkatan hasil belajar siswa, (c)

respon siswa terhadap media pembelajaran berbasis e-

learning yang diterapkan pada Mata Pelajaran Fisika .

Gambar 1. Blok Diagram Langkah-langkah Panelitian

dan Pengembangan

Jadi terdapat tiga variabel penelitian sebagai dasar

pembuatan metode dan instrumen yang digunakan

sebagai studi penelitian terhadap media pembelajaran

e-learning tersebut.

Menurut[10] ada dua macam kisi-kisi yang harus

disusun oleh seorang peneliti sebelum menyusun

instrumen, yaitu: kisi-kisi umum dan kisi-kisi khusus.

Kisi-kisi umum adalah kisi-kisi yang dibuat untuk

menggambarkan semua variable yang diukur dan

dilengkapi dengan semua sumber data, metode, dan

instrumen yang mungkin dapat dipakai. Sedangkan

kisi-kisi khusus merupakan kisi-kisi yang dibuat untuk

menggambarkan rancangan butir-butir yang akan

disusun untuk suatu instrumen.

Berikut akan digambarkan kisi-kisi umum pada

penelitian pengembangan media pembelajaran e-

learning seperti yang tertera pada Tabel 1 berikut ini.

Page 68: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

56

Tabel 1. Metode & Instrumen Penelitian

No. Variabel Sumber

Data Metode Instrumen

1 Kualitas

media pembelajara

n berbasis

e-learning yang

diterapkan

pada Mata PelajaranFis

ika Teknik

- Media

pembelajaran e-

learning

- Dosen penilai

media

- Dosen penilai

materi

Angket

Lembar

validasi kualitas

media e-

learning tersebut

sebagai

media pembelajara

n berupa

angket dan skala

bertingkat

2 Efektifitas

media

pembelajara

n berbasis e-learning

yang

diterapkan pada Mata

PelajaranFis

ika Teknikberd

asarkan pada

peningkatan

hasil belajar siswa

- Media

pembelaja

ran e-

learning - Dosen

penilai

media - Dosen

penilai

materi

-Angket

-Hasil

Belajar

Lembar

angket

efektifitas

media pembelajara

n e-

learning Hasil

Evaluasi

Siswa

3 Respon

siswa terhadap

media

pembelajaran berbasis

e-learning

yang diterapkan

pada Mata

PelajaranFisika 1

- Media

pembelajaran e-

learning

- Guru dan siswa

kelas XI

SMKN Kota

Surabaya

Angket Lembar

angket respon

siswa

terhadap penerapan

media e-

learning tersebut

sebagai

media pembelajara

n berupa

angket dan skala

bertingkat

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Terkait dengan materi dan media pembelajaran

yang telah dibangun, maka halaman utama e-Learning

SMKN Surabaya difokuskan terhadap beberapa

SMKN yang memiliki prodi Listrik.yaitu SMKN 5.

Gambar 2 Tampilan Halaman Utama e-Learning

Tampilan halaman utama dismartphone

diperlihatkan pada gambar dibawah ini. Hal ini

menunjukkan bahwa e-Leaning yang dibangun

bersifat responsive.

Gambar 3 Tampilan Halaman Utama yang telah

mengadopsi resposive mobile learning

Menu pilihan pada e-Learning yang dibangun

diperlihatkan pada gambar dibawah ini. Pada tampilan

terlihat bahwa masing-masing tingkatan kelas

menempuh 2 semester dan setiap semester terdiri dari

beberapa pelajaran. Untuk prodi listrik terdapat mata

pelajaran fisika teknik dan akan membahas medan

magnet pada pertemuan ke IX. Tampilan diperlihatkan

pada gambar dibawah ini.

Gambar 4 Menu Pilihan Pada website

Menu pilihan ketika e-Learning diakses pada

smartphone yang diperlihatkan pada gambar dibawah

ini. Hal ini menunjukkan bahwa e-Leaning yang

dibangun bersifat responsive.

Page 69: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

57

Gambar 5. Menu pilihan pada smartphone

Tampilan dibawah ini akan muncul ketika link

materi pada pertemuan IX mata pelajaran fisika teknik

ditekan oleh user.

Gambar 6 Tampilan Materi pada Wessite

Tampilan materi ketika e-Learning diakses pada

smartphone yang diperlihatkan pada gambar dibawah

ini. Hal ini menunjukkan bahwa e-Leaning yang

dibangun bersifat responsive.

Gambar 7 Tampilan Materi pada Smartphone

Tampilan dibawah ini memperlihatkan bahwa ada

forum interaksi antara guru dan siswa, ketika siswa

ingin memperjelas materi yang disampaikan oleh guru

diluar jam tatap muka.

8. Tampilan forum interaktif guru dan murid

Tampilan forum ketika e-Learning diakses pada

smartphone yang diperlihatkan pada gambar dibawah

ini. Hal ini menunjukkan bahwa e-Leaning yang

dibangun bersifat responsive.

Page 70: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

58

Gambar 9 Tampilan Forum interaktif pada

smartphone

Berdasarkan validasi kelayakan dari masing-

masing aspek kualitas media pembelajaran oleh ahli

materi dan ahli media, secara keseluruhan diperoleh

rata-rata persentase kualitas media pembelajaran

sebesar 87,4 %. Hal ini berarti bahwa media

pembelajaran e-learning berada pada kategori

interpretasi skala penilaian kualitas sangat layak

menurut penilaian pakar media.

Validasi media pada aspek isi materi media

mendapatkan persentase kriteria media yang sangat

efektif. Kategori tersebut diperoleh berdasarkan tiga

belas butir pernyataan yang berkaitan tentang isi

materi media. Oleh karena itu, media yang

dikembangkan termasuk dalam media yang sangat

efektif digunakan sebagai media pembelajaran.

Dari hasil penilaian validasi secara umum pada

variabel efektifitas media pembelajaran e-learning,

dapat diketahui rata-rata presentase efektifitas media

adalah 86%. Hal ini menunjukkan bahwa media

pembelajaran e-learning berada pada kategori

interpretasi skala penilaian sangat efektif menurut

penilaian ahli materi.

Berikut merupakan penjelasan hasil respon siswa

dengan penilaian terhadap setiap aspek yang termasuk

dalam kategori penggunaan media pembelajaran

berbasis e-learning pada mata pelajaran Fisika .

Beberapa aspek tersebut diantaranya adalah format

media, isi media, bahasa yang digunakan media,

kemudahan pengoperasian media, dan sikap siswa

terhadap penggunaan media pembelajaran e-learning.

Dari hasil penilaian validasi secara umum pada

variabel respon siswa terhadap media pembelajaran e-

learning, dapat diketahui rata-rata presentase respon

media adalah 84,13%. Hal ini bahwa media tersebut

memperoleh tanggapan yang sangat baik dari siswa.

Dalam tanggapan siswa yang sangat baik, media

pembelajaran e-learning tersebut dapat disimpulkan

bahwa 84,3% siswa senang terhadap penggunaan

media pembelajaran e-learning sebagai media

pembelajaran. Hal ini sesuai dengan definisi media

pembelajaran menurut Munadi[11] yaitu bahwa media

pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat

menyampaikan dan menyalurkan pesan dari sumber

secara terencana sehingga tercipta lingkungan belajar

yang kondusif di mana penerimanya dapat melakukan

proses belajar secara efisien dan efektif.

4. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan

tersebut, dapat disimpulkan bahwa dengan

menggunakan media pembelajaran e-learning

pembelajaran Fisika, materi medan magnet dan hukum

faraday mudah dipahami dan efektif untuk

pembelajaran mata pelajaran Fisika .

5. DAFTAR PUSTAKA

[1]. Smaldino, Sharon E. & James D. Russel, (2011).

Instructional Teknologi and Media for Learning. Yogyakarta: Prenada Media Group.

[2] Arsyad, Azhar, (2013). Media Pembelajaran.

Jakarta: Rajawali Press, hlm. 3-4, 29,

[3] Hasbullah, (2006). Implementasi E-Learning Dalam

Pengembangan Pembelajaran di Perguruan Tinggi

(Proceeding). SNPTE 2006. Yogyakarta:UNY, hlm. 5.

[4] Musfiqon, HM, (2012). Media dan Sumber

Pembelajaran. Jakarta: Prestasi Pustaka, 118.

[5] Sutopo, Hadi, (2000). Macromedia Flash. [online].

[6] Sugiyono, (2010). Metode Penelitian Pendidikan

Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta, hlm. 9.

[7] Mursid, R., (2013). “Pengembangan Model

Pembelajaran Praktik Berbasis Kompetensi

Berorientasi Produksi”. Dalam Cakrawala Pendidikan. (Th.XXXII, No.1). Medan, hlm. 30.

[8] Ghufron, Anik, (2011). “Pendekatan Penelitian dan

Pengembangan (R&D) di Bidang Pendidikan dan

Pembelajaran”. Dalam http://staff.uny.ac.id/sites/

default/files/HAND%20OUT%20MODEL%20%20R%20&%20D.pdf. 26 November.

[9] Borg, W. R. & Gall, M. D., (1983). Education

research: an instrucduction (4th ed). New York:

Longman Inc.

[10] Arikunto, S., (2010). Prosedur Penelitian: Suatu

Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta, hlm. 201, 203.

[11] Munadi, Yudhi, (2012). Media Pembelajaran.

Jakarta: Gaung Persada Press.

[12] Amri, Sofan, (2013). Pengembangan dan Model

Pembelajaran dalam Kurikulum 2013. Jakarta:

Prestasi Pustaka.

[13] Arikunto, S., (2010). Dasar-dasar Evaluasi

Pendidikan. Edisi 2. Jakarta: Bumi Aksara.

[14] Lee, Wei-Meng, (2011). Android™ 4 Application

Development Published by John Wiley & Sons, Inc.

[15] Bates, A. W., (1995). Technology, Open Learning

and Distance Education. London: Routledge.

Page 71: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

59

[16] Clark, Ruth Colvin dan Richard E. Mayer, (2008). E-

Learning and the Science of Instruction. Thrid edition. United States: Pfeiffer.

[17] Darwanto, (2007). Televisi Sebagai Media

Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Belajar.

[18] Hamalik, Oemar, (1994). Media Pendidikan.

(cetakan ke-7). Bandung: Penerbit Citra Aditya Bakti.

[19] Hendratman, Hendi, (2011). The Magic of

Macromedia Director. Bandung: Informatika.

[20] Holmes, Bryn & Gardner, J., (2006). E-Learning:

Concepts and Practice. United States : Pine Forge Press

[21] Kamarga, Hanny, (2002). Belajar Sejarah melalui e-

learning; Alternatif Mengakses Sumber Informasi

Kesejarahan. Jakarta: Inti Media.

[22] Koran, Jaya Kumar C., (2002). Aplikasi E-Learning

dalam Pengajaran dan pembelajaran di Sekolah Malaysia. (8 November 2002).

[22] Kusanti, Jani. (2013). Modul Flash 8. [online].

(http://kusanti04.files.wordpress.com/2009/11/modul-flash-8.pdf, diakses tanggal 25 Mei 2013).

[23] Nurtantio, Pulung, (2013). Kreasikan Animasi-mu

dengan Adobe Flash dalam Membuat Sistem Multimedia Interaktif. Yogyakarta: Penerbit Andi.

[24] Prosser, Michael & Keith Trigwell, (1999).

Understanding Learning and Teaching. Philadelphia: Open University.

[25] Republik Indonesia, (2003). Undang-Undang No. 20

Tahun 2003 Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta:

Depdiknas.

[26] Rokhim, Moch, (2010). Pengembangan Media

Pembelajaran Dengan Model Computer Assisted

Instruction (CAI) Pada Materi Fisika Optik Di

Jurusan Teknik Elektro Universitas Negeri

Surabaya. Skripsi yang tidak dipublikasikan:

Universitas Negeri Surabaya.

[27] Sadiman, Arief S, dkk. (2010). Media Pendidikan:

Pengertian, Pengembangan, dan Pemanfaatannya. Jakarta: Rajawali Pers.

[27] Sadiman, Arief S. dkk., (1986). Seri Pustaka

Teknologi Pendidikan No.6 Media Pendidikan.

Pengertian, Pengembangan, dan Pemanfaatannya. Jakarta : CV Rajawali.

[28] Saputro, Febrianto D., (2012). Pengembangan Media

Pembelajaran Menggunakan Model Computer

Based Instruction (Cbi) Pada Materi Fisika

Gelombang. Skripsi yang tidak dipublikasikan:

Universitas Negeri Surabaya.

[29] Setiawan, Denny, (2011). Komputer dan Media

Pembelajaran. Jakarta: Universitas Terbuka.

[30] Sudrajat, Akhmad, (2008). Media Pembelajaran.

[online]. http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/

01/12/konsep-media-pembelajaran/, diakses tanggal 4 April 2013).

[31] (http://www.oocities.org/topaz_art/course_txt/flash/

chap01.pdf, diakses tanggal 25 Mei 2013).

Page 72: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

60

Page 73: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

61

IbM MGMP PPKn dan IPS dalam Mengembangkan Asesmen Otentik

di Kota Surabaya

Harmanto1*), I Made Suwanda2 1 Prodi PPKn, Fakultas Ilmu Sosial dan Hukum, Universitas Negeri Surabaya. Email: [email protected]

2 Prodi PPKn, Fakultas Ilmu Sosial dan Hukum, Universitas Negeri Surabaya. Email: [email protected]

*)Alamat Korespondensi: Email: [email protected]

ABSTRACT

Goals to be achieved in IbM (Knowledge-Technology-Art for Sociaty) Council Subject Teacher (MGMP)

Civic Education and Social Studdies in Developing Authentic Assessment in the city Surabaya is (1) Teachers can

perform analysis of KI and KD subjects PPKn and IPS SMP, to determine and make assessments authentic by

using (the technique of self-assessment, assessment peers, performance assessment, and assessment of products),

(2) the teacher can develop self-assessment, assessment peers, performance assessment, and assessment of

products on subjects PPKn and IPS SMP start from the conceptual stage to the application in the classroom.

Based on the analysis of the situation and problems faced by partners (MGMPs PPKn and IPS) general solution

offered is to hold a workshop continuously, in stages, and continuously followed by assistance in every step-step

activities that have been prepared on the difficulties faced PPKn and social studies teacher. The model used is IN

1, IN2, ON 1, IN3, and ON 2. That is, when IN conducted workshops, guidance, and practice of assembling

authentic assessment, while ON IN using the results to be applied in the field and in the classroom followed by

mentoring / school. Results IbM shows that 80% of participants who take the program IbM able to analyze KI and

KD in the curriculum in 2013 on subjects PPKn and IPS SMP particular emphasis on basic competencies which

must be measured with authentic assessment (using the technique of self-assessment, assessment friend peers,

performance assessment, and assessment of the product). 80% of participants in the program IbM able to construct

and develop Outentik Assessment.

Key Words: MGMP civic education, MGMP social studies, authentik assessment

ABSTRAK

Tujuan yang hendak dicapai dalam IbM Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) PPKn dan IPS Dalam

Mengembangkan Authentic Assessment (asesmen otentik) di kota Surabaya adalah (1) Guru dapat melakukan

analisis KI dan KD mata pelajaran PPKn dan IPS jenjang SMP, untuk menentukan dan membuat asesmen otentik

dengan menggunakan teknik penilaian diri, penilaian teman sejawat, penilaian unjuk kerja, dan penilaian produk,

(2) guru dapat mengembangkan penilaian diri, penilaian teman sejawat, penilaian unjuk kerja, dan penilaian

produk pada mata pelajaran PPKn dan IPS jenjang SMP mulai dari tahap konseptual sampai dengan aplikasi di

kelas. Berdasarkan atas analisis situasi dan permasalahan yang dihadapi mitra (MGMP PPKn dan IPS) secara

umum solusi yang ditawarkan adalah mengadakan workshop secara kontinyu, berjenjang, dan

berkesinambungan, kemudian diikuti dengan pendampingan dalam setiap step-step kegiatan yang telah disusun

berdasarkan kesulitan-kesulitan yang dihadapi guru PPKn dan IPS. Model yang digunakan adalah IN 1, IN2,

ON 1, IN 3, dan ON 2. Artinya, pada saat IN dilakukan workshop, bimbingan, dan praktik menyusun asesmen

otentik, sementara ON menggunakan hasil IN untuk diterapkan di lapangan dan diikuti dengan pendampingan di

kelas/sekolah. Hasil IbM ini menunjukkan bahwa 80% peserta yang mengikuti program IbM mampu menganalisis

KI dan KD dalam kurikulum 2013 pada mata pelajaran PPKn dan IPS jenjang SMP khususnya ditekankan pada

KD-KD mana saja yang harus diukur dengan asesmen otentik (menggunakan teknik penilaian diri, penilaian

teman sejawat, penilaian performance, dan penilaian produk). 80% peserta yang mengikuti program IbM mampu

menyusun dan mengembangkan otentik asesmen.

Kata Kunci: MGMP PPKn, MGMP IPS, authentik assessment

1. PENDAHULUAN

Salah satu faktor yang sangat penting dalam

mempengaruhi kualitas pendidikan adalah tenaga

pendidik. Kualitas pendidikan ditentukan oleh kualitas

penyelenggaraan dalam proses pembelajaran. Kualitas

penyelenggaraan pendidikan sangat dipengaruhi

faktor guru/tenaga pendidik [6]. Guru merupakan

istrumental input dalam sistem pendidikan nasional.

Tanpa denyut keterlibatan aktif korps guru, kebijakan

pembaruan pendidikan secanggih apa pun akan

berakhir sia-sia[2]. Salah satu upaya yang dapat

dilakukan untuk meningkatkan kompetensi guru

adalah penguatan pada bidang kompetensi pedagogik.

Kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola

pembelajaran peserta didik meliputi pemahaman

terhadap peserta didik, perencanaan dan pelaksanaan

pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan

pengembangan peserta didik untuk

mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimiliki.

Hal ini bukan berarti bahwa kompetensi kepribadian,

profesioanal, dan sosial tidak perlu dikembangkan,

Page 74: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

62

namun untuk kegitan IbM ini lebih difokuskan pada

kompetensi pegagogik khususnya dalam

peningkatan kemampuan guru PPKn dan IPS

untuk mengembangkan authentic assessment

(asesmen otentik).

Beberapa alasan mendasar yang

melatarbelakangi kegiatan IbM bagi MGMP PPKn dan

IPSdi kota Surabaya adalah sebagai berikut.

Pertama, pemberlakukan Kurikulum 2013

yang memberikan penekanan yang aspek proses

pembelajaran yang ditandai adanya Kompetensi Inti

(KI) 1 berkaitan dengan religius, KI2 sikap sosial, dan

KI4 keterampilan. Hal ini mengandung makna

filosofis bahwa asesmen otentik menjadi bagian yang

tak terpisahkan dalam pembelajaran. Asesmen dapat

didefinisikan sebagai suatu kegiatan atau proses

pengumpulan informasi tentang perkembangan

pembelajaran dan pencapaian pembelajaran. Asesmen

dilakukan sewaktu proses pembelajaran sedang

berlangsung dan setelah proses pembelajaran usai

dilaksanakan. Asesmen yang dilakukan selama

pembelajaran berlangsung disebut sebagai

asesmenproses, sedangkan asesmen yang dilakukan

setelah pembelajaran usai dilaksanakan dikenal

dengan istilah asesmen hasil/produk (Rusijono, dkk.,

2010). Authentic assessment is an evaluation process

that involves multiple forms of performance

measurement reflecting the student’s learning,

achievement, motivation, and attitudes on

instructionally-relevant activities. Examples of

authentic assessment techniques include performance

assessment, portfolios, self-assessment, peer

assessment, and attitute assessment (Newman,

1993:20).Perbedaan antara asesmen otentik

dibandingkan dengan asesmen tradisional dapat dilihat

pada Tabel 1.

Tabel 1. Perbandingan asesmen tradisional dan

asesmen otentik [3]

Traditional Assessment Authentic Assessment

Selecting a Response

Contrived

Recall/Recognition

Teacher-structured

Indirect Evidence

Performing a Task

Real-life

Construction/Application

Student-structured

Direct Evidence

Berdasarkan pengertian, karakteristik, dan tekniknya,

otentik asesmen sangat cocok untuk diterapkan dalam

mata pelajaran PKn dan IPS [1].

Kedua,berdasarkan atas hasil wawancara,

diskusi, observasi, dan dokumensi di sekolah yang

dilakukan oleh tim PKM pada pertemuan MGMP

PPKn dan IPS kota Surabaya menunjukkan bahwa dari

45 orang anggota aktif MGMP PPKn hanya 10% saja

yang mampu mengembangkan asesmen otentik

(penilaian diri, penilaian teman sejawat, penilaian

performance, dan penilaian produk). Itupun dalam

pengembangannya masih belum sempurna khususnya

ketepatan dalam mengembangkan rubrik-rubriknya.

Kondisi yang tidak jauh berbeda dialami MGMP IPS

dari jumlah 58 guru, hanya 15% yang mampu

mengembangkan penilaian performance, dan produk,

sementara penilaian diri dan penilaian teman sejawat

belum pernah melakukan. Beberapa kesulitan yang

dihadapi oleh guru PPKn dan IPS terletak pada

kemampuan mengembangkan aspek-aspek yang harus

dinilai dalam rubrik penilaian diri, teman sejawat,

performance, dan produk serta mengembangkan

derajat atau tingkatan dari aspek-aspek yang dinilai ke

dalam kategori “baik”, “cukup”, dan “kurang”.

Ketiga, berdasarkan atas hasil pendampingan

pelaksanaan kurikulum 2013 bagi guru PPKn dan IPS

jenjang SMP di kota Surabaya, menunjukkan bahwa

beberapa kesulitan yang dihadapi antara lain:

a. Mengidentifikasi Kompetensi Dasar (KD) mana

saja dalam kurikulum 2013 yang harus diukur

dengan menggunakan penilaian diri, penilaian

teman sejawat, penilaian performance, dan

penilaian produk.

b. Pengintegrasian pendekatan saintifik jika

dielaborasikan dengan model pembelajaran yang

lain seperti: kooperatif learning, pembelajaran

berdasarkan masalah, inkuiri, portofolio, dan lain-

lain, ke dalam kegiatan pembelajaran di kelas.

c. Pengisian rapor yang menyertakan penilaian

kualitatif untuk baik pada aspek pengetahuan,

sikap, dan keterampilan.

1.1 Permasalahan Prioritas untuk Diselesaikan

Berdasarkan atas fakta empiris baik dari hasil

penelitian maupun studi pendahuluan menunjukkan

bahwa peningkatan kemampuan mengembangkan

asesmen otentik mendesak untuk dicarikan solusi

pemecahan masalahnya. Pelatihan saja tidak cukup,

hal ini didasarkan data hasil penelitian pendahuluan,

bahwa guru PKn dan IPS selama kurun waktu 10 tahun

terakhir semua sudah pernah mengikuti pelatihan dan

workshop tentang penilaian pembelajaran. Namun,

hasilnya hampir tidak ada yang

menindaklanjuti.Artinya, setelah pelatihan dan

workshop guru tidak melakukan mengembangkan

lebih lanjut hasil pelatihan untuk mempratikkan di

kelas. Berdasarkan hasil wawancara dengan pengurus

MPMP PPKn dan IPS di kota Surabaya, yang

diperlukan guru setelah mengikuti pelatihan dan

workshop adalah pendampingan secara kontinyu dan

berkesinambungan dalam mempraktikkan sesuatu

sehingga secara berlahan-lahan guru mampu

melaksanakan tanpa perlu lagi didampingi.

Berbagai permasalahan yang dipaparkan di

atas, tim pelaksana kegiatan IbM melakukan diskusi

dengan pengurus dan beberapa anggota MGMP yang

dilaksanakan pada tanggal 8 Februari 2014. Hasil

diskusi atas permasalahan tersebut dihasil kesepakatan

tentang prioritas permasalahan yang akan

dilakukan pemecahaan dalam IbM adalah sebagai

berikut.

Page 75: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

63

a. Analisis KI dan KD mata pelajaran PPKn dan IPS

jenjang SMP khususnya ditekankan pada KD-KD

mana saja yang harus diukur dengan asesmen

otentik dengan menggunakan teknik: self

asesment, attitute asesment, peer assesment,

performance asessment, product asessment

(penilaian diri, penilaian sikap, penilaian teman

sejawat, penilaian unjuk kerja, dan penilaian

produk).

b. Mengembangkan penilaian diri, penilaian teman

sejawat, penilaian performance, dan penilaian

produk pada mata pelajaran PPKn dan IPS jenjang

SMP mulai dari tahap konseptual sampai dengan

aplikasi di kelas.

c. Cara yang dilakukan untuk meningkatkan

pemahaman tentang penilaian diri, penilaian teman

sejawat, penilaian performance, dan penilaian

produk dilakukan melalui model IN-ON-IN-ON-

IN. Artinya pada saat IN dilakukan workshop dan

bimbingan, sementara ON menggunakan hasil IN

untuk diterapkan di lapangan. Pada saat ON di

lapangan/kelas tim pelaksana IbM akan melakukan

pendampingan di kelas secara langsung. Hal ini

dilakukan untuk memperbaiki pelaksanaan

kegiatan ON tahap kedua, begitu seterusnya

sampai denhan IN yang ketiga.

Kebaharuannya kegiatan ini adalah (1) dengan

menggunakan model IN-ON-IN-ON-IN yang

memberikan peluang bagi guru agar mampu

mengembangkan penilaian diri, penilaian teman

sejawat, penilaian performance, dan penilaian produk

secara tuntas, (2) pendampingan secara intensif dan

berkesinambungan berdasarkan permasalahan

individu dan kelompok guru PPKn dan IPS, (3)

menciptakan budaya akademik di lingkungan MGMP

yang dapat dijadikan sebagai sarana peningkatan

keprofesionalan guru PPKn dan IPS, (4) Model IbM

(IN-ON-IN-ON-IN) yang dikembangkan diharapkan

dapat didesiminasikan di wilayah lain maupun pada

MGMP mata pelajaran lainnya.

2. METODE PELAKSANAAN

Berdasarkan atas analisis situasi dan

permasalahan yang dihadapi mitra (MGMP PPKn dan

IPS) secara umum solusi yang ditawarkan adalah

mengadakan workshop secara kontinyu, berjenjang,

dan berkesinambungan yang kemudian diikuti dengan

pendampingan dalam setiap step-step kegiatan yang

telah disusun berdasarkan kesulitan-kesulitan yang

dihadapi guru PKn dan IPS. Metode/solusi yang

ditawarkan dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Metode/solusi yang Ditawarkan dalam

IbM MGMP PPKn dan IPS Tahap Metode Aktivitas Hasil

IN 1 Workshop a. Peserta IbM

memahami

Guru yang

tergabung

Tahap Metode Aktivitas Hasil

otentik asesmen secara

konseptual

b. Praktik membuat

otentik asesmen

sesuai dengan kelas yang

diajar

c. Peserta IbM diberi tugas

untuk membuat

asesmenotentik di luar jam

workshop

dalam MGMP PPKn dan IPS

memahami

secara konseptual dan

praktik

pengembangan asesmen

otentik

IN 2 Workshop a. Peserta dibimbing

pengusul IbM

(instruktur) mendiskusikan

hasil pmbuatan

instrumen asesmen otentik

b. Persiapan

implementasi

Guru PPKn dan IPS SMP

mempunyai

instrumen otentik

asesmen yang

akan diterapkan di

sekolah/kelas

masing-masing ON 1 Praktik di

Sekolah

Peserta IbM

mempraktikkan

instrumen otentik asesmen yang telah

disusun dalam ON 2

Instrumen

otentik

asesmen yang dibuat guru

untuk

diterapkan di sekolah

IN 3 Workshop Peserta IbM

menganalisis, refleksi,

menyempurnakan

instrumen otentik asesmen hasil

praktik di sekolah

masing-masing

Hasil analisis

praktik instrumen

ON 2 Praktik di

Sekolah

Peserta IbM

mempraktikkan

instrumen otentik asesmen yang telah

disusun dalam IN 3

Instrumen

otentik

asesmen final yang dibuat

guru untuk

diterapkan di sekolah

Berdasarkan Tabel 2, jika disusun menjadi

bagan metode dan prosedur kerja yang digunakan

dapat dilihat pada Gambar 1.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan solusi yang ditawarkan dan target

luaran bagi guru yang aktif dalam MGMP PPKn dan

IPS kota Surabaya, dukungan pengurus dan anggota

dalam melaksanakan solusi yang ditawarkan untuk

mengatasi permasalahan yang ada mutlak diperlukan.

Dukungan awal telah dibuktikan dengan kesediaan

memberikan data pada saat studi pendahuluan dan

kendala-kendala yang dihadapi selama ini. Dukungan

berikutnya adalah kesediaan menandatangai nota

bekerjasama dengan tim pengusul untuk

melaksanakan dan mendukung kegiatan yang telah

dirancang dari awal sampai akhir.

Pada tahap implementasi di lapangan peran

dan dukungan mitra sangat diperlukan agar kegiatan

yang telah disusun dapat berjalan lancar sehingga

tujuan dan target kuantitatif dan kualitatif dapat

Page 76: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

64

tercapai. Untuk itu maka pengurus dan anggota

MGMP PPKn dan IPS harus aktif melakukan kegiatan

baik pada saat pelatihan secara klasikal maupun klinik

secara individual berdasarkan atas kesulitan masing-

masing guru. Keaktifan bukan saja datang setiap

kegiatan akan tetapi lebih dari itu adalah

melaksanakan tugas sesuai dengan target yang telah

disepakati bersama antara pelaksana IbM dan guru

PPKn dan IPS.

Berikut ini merupakan bentuk solusi yang

ditawarkan yang disusun secara hirarkhis dari awal

sampai akhir kegiatan.

(a) Diawali dengan brainstorming tentang masalah

yang dihadapi (sudah dilakukan tim dengan

MGMP PKn dan IPS pada bulan Desember

2011-Februari 2015). Kegiatan ini dilakukan

agar mengetahui akar permasalahan yang

sebenarnya.

(b) IN 1, Menyusun dan mengembangkan penilaian

diri, penilaian teman sejawat, penilaian

performance, dan penilaian produk pada mata

pelajaran PPKn dan IPS jenjang SMP mulai dari

tahap konseptual sampai dengan aplikasi di kelas.

Pada tahap ini produk yang dihasilkan adalah

membuat Asesmen Autentik sebagai Tugas

Mandiri.

(c) IN 2 adalah mendiskusikan tugas mandiri untuk

sharing pengalaman sekaligus memperbaiki.

(d) ON 1, Pemantauan dan pendampingan

implementasi penilaian otentik yang telah disusu

di sekolah masing-masing.

(e) IN 3, diskusi panel dan workshop hasil ujicoba

lapangan 1. Pada IN 3 ini guru PPKn dan IPS

mempresentasikan hasil uji coba tahap 1.

(f) ON 2, secara mandiri guru-guru PPKn dan IPS

secara mandiri menggunakan asesmen otentik

dalam pembelajaran.

Program IbM yang digagas oleh Direktorat

Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan,

Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat,

Kemenrisetdikti memberikan dampak yang sangat

baik bagi aktivitas guru yang tergabung dalam MGMP

PPKn dan IPS jenjang SMP dalam mengembangkan

asesmen otentik. Keterlibatan MGMP PPKn dan IPS

ditunjukkan sejak perencanaan, pelaksanaan, sampai

dengan evaluasi.

Pada akhir IbM hasil yang telah dicapai dapat

dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Perbandingan Antara Target dan Hasil

pada Akhir Pelaksnaan IbM

No Indikator Keberhasilan Target Hasil

1 Laporan hasil IbM 100% 95%

2 Artikel yang dimuat dalam prosiding seminar nasional

100% 90%

3 Model pendampingan Ada

Model

Ada

Model

No Indikator Keberhasilan Target Hasil 4 Asesmen otentik yang dilengkapi dengan

rubrik yang dibuat guru PPKn dan IPS

80% 100%

5 Analisis KI dan KD dalam kurikulum 2013 pada mata pelajaran PPKn dan IPS

jenjang SMP

80% 100%

6 Menyusun dan mengembangkanOutentik Assesment(penilaian diri, penilaian

teman sejawat, penilaian performance,

dan penilaian produk) pada mata pelajaran PPKn dan IPS jenjang SMP

80% 100%

7 Memahami Outentik Assesment 80% 84%

Berdasarkan atas paparan tentang solusi yang

ditawarkan maka target yang telah dicapai sebagai

berikut.

1. Bagi tim pengusul IbM:

(a) Laporan hasil IbM, laporan telah disusun dan

diunggah dalam simlitabmas.

(b) Artikel yang dimuat prosiding seminar

nasional yang diselenggarakan oleh LPPM

Universitas Negeri Surabaya yang

dilaksanakan pada tanggal 27 November 2016.

(c) Model pendampingan dalam meningkatkan

kemampuan mengembangkan asesmen otentik

khususnya bagi guru mata pelajaran PPKn dan

IPS, yakni IN-ON-IN-ON. Dengan

menggunakan model IN-ON-IN-ON, telah

berhasil mengembangkan asesmen otentik

bagi guru PPKn dan IPS.

(d) Asesmen otentik yang dilengkapi dengan

rubrik yang dibuat guru PPKn dan IPS sudah

dilakukan, seperti pada lampiran 8 yang

terpisah dari laporan ini, tetapi, merupakan

satu kesatuan dari dokumen laporan IbM

secara keseluruhan.

2. Bagi guru PPKn dan IPS dalam MGMP dengan

kegiatan IbM ini telah mampu:

(a) menganalisis KI dan KD dalam kurikulum

2013 pada mata pelajaran PPKn dan IPS

jenjang SMP khususnya ditekankan pada

KD-KD mana saja yang harus diukur dengan

asesmen otentik (menggunakan teknik

penilaian diri, penilaian teman sejawat,

penilaian performance, dan penilaian

produk). Tolok ukur keberhasilan adalah 80%

peserta yang mengikuti program IbM mampu

menganalisis KI dan KD dalam kurikulum

2013 pada mata pelajaran PPKn dan IPS

jenjang SMP khususnya ditekankan pada

KD-KD mana saja yang harus diukur dengan

asesmen otentik (menggunakan teknik

penilaian diri, penilaian teman sejawat,

penilaian performance, dan penilaian

produk). Hasil yang dicapai adalah 100%,

Page 77: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

65

artinya seemua KD telah dibuat instrumen

asesmennya.

(b) Mampu memahami Outentik Assesment, baik

secara konseptual maupun praktis. Untuk itu

maka perlu dilakukan pre-tes dan postes. Tolok

ukur keberhasilan adalah 80% peserta yang

mengikuti program IbM mampu menyusun dan

mengembangkan Outentik Assesment. Hasil

yang dicapai adalah 84%.

(c) Mampu menyusun dan

mengembangkanOutentik Assesment(penilaian

diri, penilaian teman sejawat, penilaian

performance, dan penilaian produk) pada mata

pelajaran PPKn dan IPS jenjang SMP. Hasil

yang dicapai adalah 100%.

(d) Tolok ukur keberhasilan adalah 80% peserta

yang mengikuti program IbM mampu

menyusun dan mengembangkan Outentik

Assesment. Hasil yang dicapai adalah 100%.

4. PENUTUP

4.1 Simpulan

Bahwa pada saat pre tes pemahaman

konseptual guru tentang asesmen otentik masih

rendah. Hal ini karena rata-rata skor yang diperoleh

sebesar 58.18 untuk guru PPKn dan 59.78 untuk guru

IPS. Setelah IbM dilaksanakan diperoleh hasil tes

akhir, rata-ratanya untuk guru PPKn sebesar 82,90 dan

guru IPS sebesar 84,70. Model IN dan ON tepat

digunakan karena ada proses internalisasi dari materi

yang dilatihkan sehingga berdampak positif terhadap

peningkatan pemahaman guru PPKn SMP dalam

pengembangan bahan. Tanggapan dari peserta

terhadap kemampuan fasilitator dalam kategori baik.

Tanggapan dari peserta terhadap falilitas yang

diberikan dalam kategori baik. Terbitnya

Permendikbud No. 22, 23, dan 24 tahun 2016

menyebabkan pengembangan asesmen oleh guru perlu

dicermati ulang dan disesuikan dengan ketentuan yang

baru.

4.2 Saran

Model IN-ON-IN-ON ini bisa digunakan untuk

pelatihan lain yang dapat menunjang kinerja guru

dalam meningkatkan kompetensinya. Setiap pelatihan

hendaknya dilakukan survey meminta pendapat dari

peserta sehingga nanti hasilnya akan lebih efektif dan

berkesinambungan.

5. DAFTAR PUSTAKA

[1]. Center For Indonesian Civic Education/ CICED.

(2009). Democratic Citizens in A Civic Society:

Workshop Report. Bandung: CICED.

[2]. Komalasari, K., Budimansyah, D. (2008).

Pengaruh Pembelajaran Kontekstual dalam

Pendidikan Kewarganegaraan terhadap

Kompetensi Kewargane-garaan Siswa SMP.

Acta Civicus Jurnal Pendidikan

Kewarganegaraan, Vol. 2, No. 1, Oktober 2008.

[3]. Mueller, J. (2004). What is Authentic

Assessment?. Tersedia di:

http://jfmueller.faculty.noctrl.edu/toolbox/whatisi

t.htm. (Akses, 11 Maret 2014).

[4]. Newman, Delia. (1993). Alternative Assessment:

Promises and Pitfalls. In School Library Media

Annual. Volume Eleven. Edited by Carol Collier

Kuhlthau, 13-20. Englewood, CO: Libraries

Unlimited.

[5]. Rusijono, Susanto, Supriyono, Murtedjo, Hariadi,

E., Kusnanik, N. W., Kasrori, J. (2010). Asesmen

dan Penilaian. Surabaya: Unesa Press.

[6]. Winataputra, Udin. S. (2001). Jatidiri

Pendidikan Kewarganegaraan sebagai

Wahana Sistemik Pendidikan Demokrasi:

Suatu Kajian Konseptual dalam Konteks

Pendidikan IPS. Disertasi Doktor pada SPS UPI

Bandung:Tidak Diterbitkan.

Page 78: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

66

Page 79: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

67

Pengembangan Perangkat pembelajaran berbasis peta konsep no

condition untuk memperkuat daya tahan (retensi) keterampilan

berpikir tingkat tinggi mahasiswa pendidikan kimia pada materi pokok

Keisomeran

Ismono1*), Tukiran2, Suyatno3 1Jurusan kimia Fmipa Unesa,UNESA, SURABAYA. Email : [email protected]

2Jurusan kimia Fmipa Unesa,UNESA, SURABAYA. Email : [email protected] 3Jurusan kimia Fmipa Unesa,UNESA, SURABAYA. Email : suyatno_kimunesa@yahoo.

*) Alamat Korespondesi: Email: [email protected]

ABSTRACT

Learning and teaching organic chemistry requires the ability of understanding the concepts and the ability to

higher order thinking skill, because the teaching materials rich in organic chemistry are abstract concepts,

organized, and often a close relationship between concept to another concept. It is necessary for adequate learning

environment that challenges students and monitor the progress of each individual's level of understanding about

the understanding of important concepts such as learning devices. This research is the development of which is

the development of learning tools with research subjects include three experts who validate theoretical learning

devices and 24 students of chemical education class FMIPA UNESA 2015 taking organic chemistry course 1 in

the subject matter isomer for. The results showed that the concept mapping based learning: (1) to have the validity

of the theory in either category (2) can be used in practical learning, based on observations and student

questionnaires; (3) effectively able to maintain retention concept, even an average score of students post posttest

higher than posttest

Keywords: Device-based learning concept map no condition, high level thinking skills, retention

ABSTRAK

Belajar dan mengajar kimia organik memerlukan kemampuan pemahaman konsep dan kemampuan berpikir

tingkat tinggi, karena pada materi ajar kimia organik kaya akan konsep-konsep bersifat abstrak, terorganisir, dan

seringkali terjadi hubungan yang erat antara satu konsep dengan konsep yang lainnya. Untuk itu diperlukan

lingkungan belajar yang memadai yang menantang peserta didik dan memantau kemajuan tingkat pemahaman tiap

individu tentang pemahaman konsep-konsep penting seperti perangkat pembelajaran. Penelitian ini merupakan

penelitian pengembangan yaitu pengembangan perangkat pembelajaran dengan subyek penelitian meliputi 3 pakar

yang menvalidasi teoritis perangkat pembelajaran dan 24 mahasiswa pendidikan kimia FMIPA UNESA angkatan

2015 yang mengambil matakuliah kimia organik 1 pada materi pokok isomer untuk. Hasil penelitian menunjukkan

bahwa perangkat pembelajaran berbasis peta konsep: (1) memiliki validitas teori dalam katagori baik (2) praktis

dapat digunakan dalam pembelajaran berdasar hasil pengamatan dan angket mahasiswa; (3) efektif mampu

mempertahankan retensi konsep, bahkan skor rata-rata peserta didik pasca postes lebih tinggi daripada postes

Kata Kunci: Perangkat Pembelajaran berbasis peta konsep no condition, keterampilan berpikir tingkat tinggi,

retensi

1. PENDAHULUAN

Pendidikan di Indonesia saat ini dihadapkan

dengan beberapa isu yang sangat strategis antara lain:

(a) pembelajaran harus melibatkan peserta didik secara

aktif dalam menemukan dan membangun pengetahuan

melalui inkuiri, penemuan, pemecahan masalah dan

bekerja dan belajar secara kolaboratif (collaborative

learning); (b) peserta didik harus memiliki

kemampuan berpikir tingkat tinggi, menalar,

menerapkan pengetahuan konseptual dan prosedural

untuk memecahkan masalah, dan menyajikan

keterkaitan konsep materi pembelajaran yang

dipelajari secara efektif dan kreatif[1][2], (c) hasil

evaluasi PISA, kemampuan keterampilan berpikir

tingkat tinggi (higher order thinking skills, HOTS)

siswa Indonesia yang relative rendah, seperti literasi

membaca buku teks, literasi sains (scientific literacy),

dan (d) Sebagian besar guru SMA dalam menyusun

butir soal cenderung hanya mengukur kemampuan

berpikir tingkat rendah (Low Order Thinking Skills)

yaitu mengukur keterampilan mengingat (recall)[3].

Pemerintah Republik Indonesia dalam menghadapi

isu-isu tersebut menyusun beberapa langkah strategi

dalam pendidikan dan pembelajaran, seperti: (a)

melakukan perubahan dan penyempurnaan kurikulum,

mulai dari pendidikan dasar dan menengah dikenal

dengan Kurikulum 2013[4] hingga di tingkat

pendidikan tinggi dikenal dengan Kerangka

Kurikulum Nasional Indonesia (KKNI), dan (b)

menerbitkan panduan penyusunan soal higher order

thinking SMA[3]. Langkah tersebut merupakan langkah

nyata pemerintah Indonesia dalam upaya

meningkatkan kualitas sumber daya manusia, agar

mampu bersaing dengan bangsa-bangsa lain, mulai

dari tingkat pendidikan dasar hingga pendidikan

Page 80: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

68

tinggi. Elemen-elemen penting dari perubahan tersebut

yaitu: (1) pada proses pembelajaran, (a) pendidik dan

peserta didik harus memiliki kemampuan inkuiri dan

keterampilan berpikir tingkat tinggi serta mampu

menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari, (b)

pembelajaran harus menggunakan pendekatan sains

melalui kegiatan mengamati, menanya,

mengumpulkan informasi, mencoba,

menalar/mengasosiasi, mengomunikasikan, dan

mencipta (create), (c) pembelajaran harus mampu

melibatkan siswa secara aktif untuk mengkonstruksi

pengetahuannya sendiri melalui kegiatan bekerja dan

belajar secara kolaboratif, berdiskusi, curah pendapat

(brainstroming), mampu menumbuhkan budaya inkuri

dan keterampilan berpikir tingkat tinggi; dan (2)

evaluasi pembelajaran harus berbasis konstektual dan

mampu mengukur keterampilan berpikir tingkat tinggi

peserta didik[5-10] .

Berdasarkan harapan di atas, maka dalam

mempelajari sains (kimia) pendidik atau calon

pendidik kimia harus memiliki kemampuan inkuri dan

keterampilan berpikir tingkat tinggi, dan dapat

melatihkan/membelajarkan kepada peserta didik.

Salah satu materi yang dapat melatihkan peserta didik

dalam berpikir tingkat tinggi dan inkuiri yaitu materi

kimia organik, karena untuk mempelajari materi dalam

kimia organik dibutuhkan kemampuan pemahaman

konsep dan kemampuan berpikir tingkat tinggi. Materi

ajar kimia organik (khususnya keisomeran)

merupakan materi yang kaya akan konsep-konsep

yang bersifat abstrak, teroganisir, dan seringkali terjadi

hubungan antar konsep dengan konsep[11]. Berkaitan

dengan hal tersebut maka diperlukan pembelajaran

inovatif untuk menciptakan seperti lingkungan belajar

di atas yaitu Perangkat Pembelajaran Berbasis Peta

Konsep no condition.

Perangkat pembelajaran Peta Konsep no condition

merupakan perangkat yang dapat digunakan untuk

membelajarkan materi yang konseptual, konsep

terorganisir secara hirarkhi, dan antar konsep memiliki

keterkaitan. Konsep merupakan suatu proses dan

fungsi mental yang digunakan sebagai alat untuk

mengekspresikan ide-ide atau unit-unit pengetahuan,

mengembangkan pikiran, konstruksi simbolik paling

dasar yang bertujuan untuk memperlancar komunikasi.

Konsep memiliki lima elemen penting yaitu: (a) nama

konsep, (b) definisi konsep, (c) atribut-atribut penentu

seperti atribut kritis dan atribut variabel, (d) nilai, dan

(e) contoh[12-15]. Proses penemuan konsep sering

disebut asosiasi konsep atau pemerolehan konsep[16-18].

Thomas Alice & Glenda Thorne (2009), secara detail

berpendapat bahwa pembelajaran yang berbasis

pemerolehan dan pemahaman konsep merupakan

proses yang multi-langkah di antaranya: (a)

menentukan nama kritis (utama) fitur konsep; (b)

menyebutkan beberapa fitur tambahan dari konsep

(atribut kritis dan atribut variabel); (c) jenis konsep, (d)

memberikan contoh atau non-contoh atau prototipe

atau non-prototipe konsep (e) mengidentifikasi dan

mengelompokkan konsep (utama, superordinat,

ordinat, subordinat, sub-subordinat)[19]. Kardi (1997),

menyatakan peserta didik dianggap telah dapat

memahami konsep, bila peserta didik mampu

menempatkan obyek/konsep ke dalam kelompok

(hirakhi) tertentu[17]. Pendapat tersebut didukung oleh

Ausubel[20]; Joyce Weil dan Showers[21]. Peta konsep

(disingkat PK) dikembangkan oleh Joseph D. Novak

pada tahun 1972 yang didasari oleh teori belajar

bermakna dari Ausubel. Belajar bermakna merupakan

upaya sadar manusia ketika pengetahuan baru akan

dikaitkan dengan kerangka kerja yang ada

pengetahuan sebelumnya. Belajar bermakna sangat

berbeda dengan belajar hafalan (atau menghafal),

konsep-konsep baru ditambahkan ke kerangka kerja

pelajar dengan cara sewenang-wenang dan dihafal apa

adanya (verbatim), sehingga menghasilkan struktur

pengetahuan yang lemah dan tidak stabil yang cepat

terlupakan[20]. Selain itu belajar hafalan sedikit

berkonstribusi dalam membangun struktur

pengetahuan dan tidak dapat mempromosikan

pengkonstruksian pengetahuan, berpikir tingkat tinggi,

berpikir reflektif atau pemecahan masalah. Namun

dalam pembelajaran bermakna kadangkala dibutuhkan

juga kemampuan menghafal[21].

Peta konsep yaitu visualisasi hubungan antar

konsep-konsep dalam bentuk representasi grafis dua

dimensi dan konsep-konsep direpresentasikan dalam

bentuk kotak atau lingkaran. Keterkaitan antara dua

konsep atau lebih akan dihubungkan dengan dengan

garis anak panah berlabel ( kata penghubung) yang

disebut dengan proposisi agar hubungan antar konsep

memiliki makna[11, 22]. Peta konsep merupakan salah

satu bentuk dari pengajaran bermakna pada konsep-

konsep yang bersifat “sulit atau abstrak” memiliki tiga

prinsip yaitu: (a) kesiapan peserta didik yang meliputi

pengetahuan yang peserta didik miliki saat ini dan

menerima pengetahuan/konsep yang baru dan

mengkaitkannya dengan pengetahuan yang dimiliki

sebelumnya; (b) ) penggolongan konsep dimulai dari

konsep yang paling umum ke yang paling spesifik

peserta didik dapat menvisualisasikan dan; (c)

menggolongkan konsep-konsep dalam struktur

kognitifnya[14, 20].

Ausubel (1986), mengusulkan untuk

menjembatani antara pengetahuan yang baru dengan

pengetahuan yang dimiliki peserta didik sebelumnya

dapat digunakan pemandu awal (advanced organizer).

Advanced organizer sebagai suatu cara/strategi untuk

membantu atau mengingatkan peserta didik pada

materi sebelumnya (yang dimiliki peserta didik) untuk

dihubungkan dengan konsep-konsep baru yang akan

dipelajari[20]. Teori belajar lain yang mendasari

pembelajaran peta konsep yaitu teori pemrosesan

informasi (information processing). Teori ini pada

hakekatnya menjelaskan bahwa belajar merupakan

suatu aktivitas yang berkaitan pemrosesan informasi

Page 81: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

69

dimana di dalam proses internal otak manusia terjadi

pengorganisasian informasi dan mempertahankan

pengetahuan/konsep-konsep untuk digunakan

kembali[23]. Model pemrosesan infomasi (MPI) terdiri

dari tiga komponen utama yaitu memori sensorik,

memori kerja, dan memori jangka panjang. Teori MPI

merupakan merupakan salah satu teori yang

mendukung pembelajaran berbasis peta konsep[24].

Proses untuk mengorganisir konsep dapat dengan

cara menggunakan pembelajaran peta konsep.

Pembelajaran peta konsep sesuai untuk digunakan

pada pengetahuan yang memiliki karakteristik

deklaratif (konseptual) dan prosedural. Pengetahuan

deklaratif yaitu pengetahuan yang memerlukan

penjelasan, sedangkan prosedural merupakan

pengetahuan yang terorganisir secara prosedur seperti

langkah-langkah menata konsep secara hirarki.

Langkah-langkah dalam menyusun peta konsep

memerlukan kemampuan penyelidikan (inkuri),

penemuan konsep yang terdapat dalam bahan ajar, dan

berpikir tingkat tinggi (Stanley D. Ivie. 1998) [25].

Menurut Krathwohl, (2001), yaitu meliputi

keterampilan menganalisis (C4), mengevaluasi (C5),

dan mensintesis/ mencipta (C6) [26].

Vygotsky (1978) menyatakan berdasarkan teori

konstruktivis dalam mengkonstruksi konsep ada lima

prinsip yang mendasarinya yaitu: (1) peserta didik

secara aktif mengkonstruksi pengetahuan melalui

hubungan antara konsep-konsep/ide-ide dan

pengalaman/pengetahuan yang dimiliki sebelumnya;

(2) peserta didik secara pribadi akan menciptakan

makna melalui kegiatan menganalisis dan mensintesis

konsep sehingga pemahaman baru tentang konsep

dapat dikonstruksi; (3) konstruktivis percaya bahwa

kegiatan belajar harus menumbuhkan integrasi

pemikiran, perasaan dan aktivitas (aksi) yang

membantu peserta didik dalam proses pengembangan

makna; (4) belajar merupakan kegiatan sosial yang

dapat ditingkatkan melalui belajar dan penyelidikan

bersama; (5) antara peserta didik dengan peserta didik

lainnya merupakan sebuah kelompok kerja yang

kolaboratif, pendidik sebagai fasilitator yang berperan

membantu (scaffolding) peserta didik yang mengalami

kesulitan[27].

Pembelajaran peta konsep dengan strategi inkuri

secara garis besar dapat dilakukan dengan berbagai

tingkatan antara lain tingkat No Conditions, dimana

peserta didik harus menemukan konsep-konsep kunci

dapat dengan cara menggarisbawahi konsep-konsep

suatu bahan ajar, kemudian peserta didik menganalisis

dan mengelompokan konsep-konsep kunci dalam

kolom matrik konsep, selanjutnya menyusun (create)

peta konsep. Evaluasi pada tingkat ini digunakan cara

cara yang dikembangkan oleh Markham dkk, 1994[28]

yang merupakan pengembangan rubrik dari Novak,

dimana temuan tiap konsep kunci diberi skor 1.

Tingkatan model pemetaan konsep dapat digambar

pada Gambar 1 [29].

Gambar 1 Jenjang pemetaan konsep berdasarkan

kemampuan peserta didik (adaptasi dan modifikasi dari

Strautmane, 2012).

Berkaitan dengan latar belakang dan landasan

teori, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui:

(1) validas perangkat pembelajaran yang

dikembangkan; (2) kepraktisan perangkat

pembelajaran yang dikembangkan; dan (3) keefektifan

perangkat pembelajaran yang dikembangkan berbasis

peta konsep no condition.

2. METODE

Desain penelitian ini merupakan penelitian dan

pengembangan dengan melalui tahapan seperti pada

Gambar 2[31]; dan (2) retensi pemahaman konsep untuk

mengetahui kefektifan model [30].

Penelitian dan pengembangan ini mengabdopsi

dan mengadaptasikan model penelitian yang

dikembangkan Nieveen[32]. Pada tahap pengembangan

desain dilakukan validasi teoritis oleh pakar yang

meliputi validasi isi dan konstruksi. Berdasarkan hasil

validasi teoritis, kemudian dilakukan validasi empiris

yaitu diujicobakan kepada 24 orang mahasiswa

pendidikan kimia, langkah validasi empiris digunakan

untuk melihat kepraktisan dan keefektifan perangkat

pembelajaran Peta Konsep no condition. Gambar

desain model dapat dilihat pada gambar 2 di bawah ini.

Gambar 2. Desain penelitian dan pengembangan validasi

empiris (adopsi dan modifikasi Nieveen, 2007).

Kepraktisan perangkat pembelajaran peta konsep

no condition diamati keterlaksanaan pembelajaran,

Page 82: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

70

aktivitas mahasiswa, dan respon. Keefektifan

perangkat pembelajaran peta konsep no condition

dilihat dari hasil belajar mahasiswa yaitu kemampuan

daya tahan (retentsi) pemahaman konsep digunakan uji

hipotesis (uji t). Dengan desain sebagai berikut.

Uji retensi pemahaman konsep yaitu dengan

membandingkan hasil tes akhir (TA) dengan pasca tes

akhir (PTA), dengan menggunakan uji t dengan taraf

kepercayaan 95% dengan hipotesis <32>.

H0 : Tidak ada perbedaan antara TA dengan PTA.

Ho: µTA = µPTA

H1: µTA ≠ µPTA

3. HASIL

Perangkat pembelajaran divalidasi teoritis

dilakukan oleh tiga orang pakar yang berkompeten dan

berpengalaman di bidangnya. Validasi ini digunakan

untuk mengevaluasi kelayakan perangkat

pembelajaran secara teoritik meliputi kevalidan

konsep, kerunutan konsep, tata bahasa/kalimat, dan

format (layout) perangkat. Berdasarkan hasil validasi

ternyata masih perlu ada perbaikan beberapa konsep,

kesalahan tatakalimat, salah ketik dan format. Ke tiga

validator memberi skor rata-rata 3,5-5,7 dengan

katagori baik. Rekomendasi dari ketiga validator yaitu

perangkat pembelajaran dapat digunakan dengan

sedikit perbaikan. Berdasarkan hasil masukan dari

validator internal, kemudian dilakukan revisi dan

kemudian dilakukan validasi empiris dengan

mengujicobakan ke 24 mahasiswa pendidikan kimia

2015 FMIPA Unesa. Data yang diperoleh

keterlaksanaan pembelajaran adalah sebagai berikut.

Tabel 1. Keterlaksanaan pembelajaran

Keterlaksanaan P1

(%)

P2

(%)

P3

(%) (%)

Tatap muka 1 92,00 92,25 92,50 92,25

Tatap muka 2 93,25 93,50 93,00 93,25

Tatap muka 3 92,50 93.20 92,50 93,40

Data aktivitas mahasiswa selama proses pembelajaran

adalah sebagai berikut.

Tabel 2. Aktivitas Mahasiswa

Aktivitas P1 P2 P3

Pelibatan

a. Mendengarkan penjelasan dosen

3

4

3 b. Membaca buku ajar 4 4 4

c. Menanyakan 3 3 3

Asosiasi-akomodasi

a. mengidentifikasi konsep-konsep dari

bahan ajar

4 4 4

b. Berdiskusi dengan teman didekatnya 4 4 4 c. Meminta penjelasan dari dosen 3 3 4

Kolaborasi

a. Berdiskusi dengan tim

3 4 4

Aktivitas P1 P2 P3

b. Berbagi pengetahuan dengan teman satu tim

4 4 4

c. Menerima pendapat teman 3 4 4

d. Bekerjasama mengevaluasi konsep dan menyusun peta konsep

4 4 4

Simulasi

a. Menyampaikan hasil kinerja di depan kelompoknya untuk persiapan

implementasi (presentasi di depan tim

lain)

3

4

4

b. Saling memberikan saran untuk

perbaikan peta konsep maupun untuk

perbaikan presentasi di depan tim lain

4 4 4

Implementasi

a. Menyampaikan hasil kinerja tim di

depan tim lain

4

3

4

b. Menggunakan bahasa yang santun 4 4 4

c. Terbuka menerima perta nyaan, saran

dan kritik perbaikan dari tim lain

4

4

3

Keterangan P1, P2, P3 = pengamat 1, 2, dan 3

Selesai pembelajaran dilakukan postes, dimana

postes dilakukan untuk mengetahui hasil belajar

mahasiswa setelah proses pembelajaran dengan

menggunakan perangkat pembelajaran no condition

yang dikembangkan. Setelah kurun waktu sekitar 1

bulan dilakukan kembali tes hasil belajar pasca posttes

(PTA), instrumen PTA “setara” dengan instrument TA

dimana indikator hasil belajar dan indikator soal yang

ingin dicapai sama. Data PTA akan digunakan untuk

mengetahui kemampuan retensi mahasiswa dalam

memahami konsep dan kemampuan berpikir tingkat

tinggi.

Tabel 3. Skor perbandingan TA dengan PTA

Komp

onen

C4 C5 C6

TA PT

A

TA PT

A

TA PTA

Mean 68,8 84,9 66,7 75,3 74,2 82.1

Sd 26,9 20,6 12,9 13,1 9.8 5,7

N 24 24 24 24 24 24

4. PEMBAHASAN

Kelayakan Perangkat pembelajaran berbasis peta

konsep no condition layak secara teoritis dengan skor

3,5 – 3,7 dengan katagori baik (layak) meskipun masih

harus ada sedikit perbaikan seperti tatatulis. Kelayakan

empiris model dan perangkat dilakukan dengan

ujicoba terbatas pada 24 mahasiswa pendidikan kimia

FMIPA Unesa selama 1 bulan (dengan 4 kali

tatapmuka). Perangkat pembelajaran berbasis peta

konsep no condition memiliki kepraktisan yang layak

yaitu keterlaksaaan proses pembelajaran selama tiga

kali pertemuan (tabel 1) memperoleh skor rata-rata

tiap-tiap tatapmuka cukup tinggi yaitu >92,25%.

Perangkat Pembelajaran berbasis peta konsep no

condition juga mampu mengaktifkan mahasiswa mulai

dari mengamati bahan ajar, berdiskusi, berkolaborasi,

berkomunikasi baik melalui kegiatan simulasi maupun

implementasi dengan rata-rata skor di sekitar 3 dan 4

(tabel 2) yaitu dalam katagori baik dan sangat baik.

Page 83: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

71

Perangkat pembelajaran berbasis peta konsep no

condition memiliki keefektifan berdasarkan uji t

dengan taraf signifikansi (5%) pada uji retensi

kemampuan C4, C5, dan C6 ternyata terdapat

perbedaan signifikan thit>ttabel, sehingga hipotesis Ho

ditolak. Kemampuan pengetahuan retensi mahasiswa

dalam materi isomer dan isomer struktur dalam

katagori baik dan bahkan cenderung mengalami

peningkatan yaitu skor rata-rata sebagai berikut: C4

(15.83); C5 (8,54) dan C6 (7,9) (tabel 3). Hal ini

disebabkan oleh semakin mudahnya mahasiswa

mempelajari dan memahami materi isomer dengan

menggunakan peta konsep berbasis inkuiri. Pernyataan

ini didukung juga oleh data angket dan wawancara

kepada mahasiswa yaitu (a) 95% mahasiswa lebih

mudah mempelajari dan memahami materi isomer

dengan menggunakan peta konsep, (b) 92,5%

menyatakan memiliki kemampuan dalam

menganalisis, mengevaluasi dan mengorganisasi

konsep, dan (c) 100% mahasiswa merasa terbantu

dalam merencanakan dan menyampaikan materi

pembelajaran dengan menggunakan peta konsep.

5. SIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan yang dapat ditarik dari penelitian

tersebut yaitu Perangkat pembelajaran berbasis peta

konsep no condition yang dikembangan memiliki: (1)

validitas teoritis dengan katagori baik skor rata-rata

skor 3,5 – 3,7 (rentang skor 1 – 4); (2) praktis dapat

digunakan dalam pembelajaran berdasar hasil

pengamatan keterlaksanaan pembelajaran, dan

aktivitas mahasiswa; dan (3) efektif yang ditandai

dengan para mahasiswa mampu mempertahankan

retensi berpikir tingkat tinggi dan bahkan skor rata-rata

pasca postes mengalami peningkatan dibandingkan

dengan postes. Dengan demikian perangkat

pembelajaran berbasis peta konsep mengacu dari

Nieveen <11> (2007) dapat dikatakan valid baik dari

kevalidan teoritis maupun empiris.

Saran yang diusulkan untuk penyempurnaan

implementasi perangkat pembelajaran berbasis peta

konsep no condition yaitu: (1) perlu adanya pelatihan

awal bagi mahasiswa dalam mengidentifikasi,

menganalisis, mengevaluasi konsep-konsep penting

dalam bahan ajar, dan menyusun peta konsep; (2) perlu

tindaklanjut pengmbangan pembelajaran ini dengan

jumlah siswa dan kelas yang lebih banyak.

6. DAFTAR PUSTAKA

[1]. Sudrajad Ahmad, (2013). Tantangan Guru Dalam

Dunia Pendidikan dan Gambaran Pendidikan

dalam Abad 21, http://akhmadsudrajat.

wordpress.com/2013/07/02/ paradigma-pendidikan-

indonesia-abad-ke-2. Akses Mei 2014

[2] Henuk Yusuf L, (2014). Paradigma Belajar Abad 21

dan Pendidikan Tinggi di Indonesia dalam Era Globalisasi, ISBN: 978-602-8547-81-9.

http://ylhnews.com/opini/kualitas-doktor-lulusan-

luar-negeri, akses Feb 2015.

[3] Harris Iskandar, (2015). Penyusunan Soal Higher

Order Thinking Sekolah Menengah. Direktorat

Pembinaan Sekolah Menengah Atas, Kemendikbud

[4] Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor

103 Tahun 2014. tentang Pembelajaran pada

Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah,

Jakarta.

[5] National Science Teachers Association, (NSTA),

(2003). Standards for Science Teacher Preparation,

USA.

[6] NRC, (2001). Inquiry and the National Science

Education Standards. A Guide for Teaching and

Learning, National Academy Press, Washington, DC.

http://books.nap.edu/html/inquiry_addendum/ (2 of 2)

[9/10/2001 3:37:45 PM] akses juli 2015.

[7] Anderson and Krathwohl, (2001). Bloom’s

Taxonomy Revised, Understanding the New

Version of Bloom’s Taxonomy, A succinct

discussion of the revisions of Bloom’s classic

cognitive taxonomy and how to use them effectively.

http://www4.uwsp.edu/education/lwilson/curric/newt

axonomy.htm (2001, 2005), revised 2013.

[8] Hammann, Lynne A., (2012). How To Promote

Higher-Order Thinking In The Classroom:

Reflecting And Writing, Not Reciting And Reacting

(with Reflection Questions).

[9] Sket Barbara, Sasa Aleksij Glazar and Janez Vogrinc,

(2015). Concepr Maps as Tool for Teaching

Organic Chemical Reaction. Acta Chim, Slov, 2015,

Vol. 62, 462–472 DOI: 10.17344/acsi. 2014.1148

[10] Novak, J. D., (2002). Meaningful learning: The

essential factor for conceptual change in limited or

appropriate propositional hierarchies (liphs)

leading to empowerment of learners. J. Science

Education, Vol. 86, No. 4, 548-571.

[11] Solso Robert L, Otto H. Maclin, M. Kimberly Maclin,

(2008). Psiokologi Kognitif, Edisi ke delapan,

Erlangga, Jakarta.

[12] Wolfolk Anita, (2009). Education Psychology

(terjemahan), edisi ke 10, Jakarta, Pustaka Pelajar.

[13] Safdar Muhammad, Azhar Hussain, Iqbal Shah,

Qudsia Rifat, (2012). Concept Maps: An

Instructional Tool to Facilitate Meaningful

Learning European Journal of Educational, Vol. 1,

No. 1, 55-64.

[14] Kardi, Soeparman,(1997). Miskonsepsi Terhadap

Konsep-konsep Biologi Kemungkingan Penyebab

Miskonsepsi dan Cara Penanggulangannya, Pidato

Pengkukuhan Guru Besar (tidak dipublikasikan).

[15] Herron, J Dudley, (1977). Problem associated with

concept analysis. J S E , Vol. 61, No. 2, 185 – 199.

[16] Thomas, A., and Thorne, G., (2009). How To Increase

Higher Order Thinking. Metarie, LA: Center for

Development and Learning. Retrieved Dec. 7, 2009,

from http://www.cdl.org/resource-library/articles

/HOT.php?type=subject&id=18

Page 84: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

72

[17] Thomas Alice and Glenda Thorne, (2009). How to

Increase Higher Level Thinking,

http://www.cdl.org/articles/how-to-increase-high-

order-thinking/ Akses Feb 2015.

[18] Ausubel, D. P., (1968). Educational psychology: A

cognitive view. New York: Holt, Rinehart & Winston.

[19] Barbara Šketa and Saša Aleksij Glažarb., (2005).

Using Concept Maps in Teaching Organic

Chemical Reactions, Acta Chim. Slov. 2005, 52, 471–

477<24> Arends. R. I. 2012. Learning to teach, 9th Ed.

New York. Mc. Graw-Hill Companies, Inc

[20] Novak, J.D. & Cañas, A.J., (2006). The Theory

Underlying Concept Maps and Howto Construct

Them, http://cmap.ihmc.us/Publications/ Research

Papers/Theory Underlying ConceptMaps.pdf .

Retrieved on 8 September 2006.

[21] Arends. R. I., (2012). Learning to teach, 9th Ed. New

York. Mc. Graw-Hill Companies, Inc

[22] Flavell, J., Miller, P., & Miller, S. (2002). Cognitive

development (4 th ed.). Upper Saddle River, NJ:

Prentice-Hall.

[23] Stanley D. Ivie., (1998). Ausubel's Learning Theory:

An Approach To Teaching Higher Order Thinking

Skills. (educational psychologist David Paul

Ausubel). High School Journal 82.1 (Oct 1998):

p35(1).

[24] Krathwohl, David R., (2002). A Revision of Bloom's

Taxonomy: An Overview, Theory Into Practice,

Volume 41, Number 4, Autumn 2002 Copyright (C)

2002 College of Education, The Ohio State University.

http://www.unco.edu/cetl/sir/stating_

outcome/documents/Krathwohl.pdf. akses 2013

[25] Vygotsky, L.S., (1978). Mind in society (ed. by M.

Cole, V. John-Steiner, S. Scribner, and E. Souberman), Cambridge, MA: Harvard University

Press.

[26] Markam, K. M., Mintzes, J. J., & Jones, M. G. (1994).

The concept map as a research and evaluation tool: Further evidence of validity. Journal of Research in

Science Teaching, Vol. 31, No. 1, 91-101.

[27] Strautmane, M., (2012). Concept Map-Based

Knowledge Assessment Tasks and their Scoring

Criteria: An Overview. In A. J. Cañas, J. D. Novak

& J. Vanhear (Eds.), Concept Maps: Theory,

Methodology, Technology. Proceedings of the Fifth In

ternational Conference on Concept Mapping (Vol. 2).

Valletta, Malta: University of Malta.

[28] Ausubel., (2000). The Acquisition and Retention of

Knowledge: A Cognitive View, Springer, SBN 978-

0-7923-6505-1 .

[29] Nieveen, N., McKenney, S., Van D. Akker, (2007).

Education design research. New York. Rutledge

[30] Sugiyono, (2009). Metode Penelitian

Pendidikan :Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif. Dan

R&D, Alfabeta: Bandung

Page 85: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

73

Keterampilan Kepala Sekolah dalam Evaluasi Hasil Peningkatan

Keunggulan Pembelajaran

Karwanto1*) 1Jurusan Manajemen Pendidikan, UNESA, Surabaya. Email: [email protected]

*) Alamat Korespondesi: Email: [email protected]

ABSTRACT

The objective of this research to find out the principal’s skill in evaluating result of the improved learning

excellence. This research used a qualitative approach with the design of multi-case study. The data were collected

by using interviews, observation, and document. The examining of data credibility was done by triangulation

technique, membercheck, and peer discussion. The data collected from the three techniques were organised,

interpreted, and analyzed repeatedly, both inside-case analysis and across-case analysis in order to draft concepts

and the abstract of research findings. Results of the research show that the principal’s skills in evaluating result

of the improved learning excellence during his/her leadership in making good progress for his/her school, creating

conducive climate, making a progress in academic field and other prominent skills, such as monitoring the

implementation of learning policy, guiding, directing and empowering the teachers in evaluating as well as skill

in monitoring the student’s learning progress.

Key Words : managerial skill, the principal’s skill in evaluating, excellence of learning.

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah untuk menemukan keterampilan kepala sekolah dalam evaluasi hasil

peningkatan keunggulan pembelajaran. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan rancangan

studi multi kasus. Teknik pengumpulan data menggunakan wawancara, observasi dan dokumentasi. Pengecekan

kredibilitas data dilakukan melalui teknik triangulasi, pengecekan anggota, dan diskusi teman sejawat. Data yang

terkumpul melalui ketiga teknik tersebut diorganisasi, ditafsir, dan dianalisis secara berulang-ulang, baik melalui

analisis dalam kasus maupun analisis lintas kasus guna menyusun konsep dan abstraksi temuan penelitian. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa keterampilan kepala sekolah dalam evaluasi hasil peningkatan keunggulan yaitu

kepala sekolah selama memimpin dan mengelola sekolah mampu menjadikan sekolah berprestasi, tidak

bermasalah, mampu menciptakan iklim yang kondusif serta ditentukan oleh keterampilan kepala sekolah yang

menonjol dalam: memonitor implementasi kebijakan pembelajaran, membina, mengarahkan dan memberdayakan

guru dengan baik dalam melakukan evaluasi serta keterampilan dalam memonitor kemajuan belajar siswa.

Kata kunci: keterampilan manajerial, keterampilan kepala sekolah dalam evaluasi, keunggulan pembelajaran

1. PENDAHULUAN

Keberhasilan suatu sekolah sangat ditentukan

oleh kepala sekolah dalam mengkoordinasikan,

menggerakkan, mengem-bangkan, memberdayakan

dan menyelaraskan semua sumber daya pendidikan.

Karena itu, ia dituntut memiliki keterampilan-

keterampilan yang memadai dalam meningkatkan

keunggulan pembelajaran. Kepala sekolah harus

mampu mengelola, mengembangkan dan

meningkatkan keunggulan pembelajaran.

Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa

keterampilan manajerial kepala sekolah dalam

mengelola (me-manage) sekolah benar-benar dituntut

dan membutuhkan seni dalam proses pengelolaannya.

Penelitian yang dilakukan Camp dkk [1] menyatakan

bahwa kegagalan para manajer disebabkan karena: (a)

tidak efektifnya keterampilan komunikasi; (b)

keterampilan manusiawi/ interpersonal lemah; (c)

kegagalan dalam menjelaskan harapan-harapan; (d)

pendelegasian wewenang lemah; (e) ketidakmampuan

untuk mengembangkan kerjasama kelompok/tim

kerja; (f) ketidakmampuan memotivasi orang lain; (g)

kurangnya memberi kepercayaan[1]. Peran kepala

sekolah secara manajerial terhadap kemajuan sekolah,

pada hakikatnya adalah seorang perencana,

organisator, dan pengendali organisasi sekolah

(Bafadal, 2007:1), dia harus mampu bekerja bersama

dengan dan melalui orang lain (Mantja, 2007:1), yang

tugas utamanya adalah meningkatkan kualitas

pembelajaran dan mengelola aktivitas pembelajaran

secara profesional (Ghaleei, 2006:170).

Kendatipun demikian, setiap kepala sekolah

memiliki keterampilan yang bervariasi, unik dan

menarik dalam menata, meningkatkan serta

mengevaluasi hasil peningkatan keunggulan

pembelajaran. Berdasarkan hasil obersvasi di lapangan

di tiga sekolah SMA dapat dijelaskan sebagai berikut.

Di SMA pertama, kepala sekolah memiliki

keterampilan konseptual yang memadai, mampu

menyelesaikan masalah dengan cerdas, terampil dalam

merespon setiap persoalan yang terjadi di sekolah dan

terampil dalam membina hubungan baik dengan

bawahannya sehingga tercipta iklim sekolah yang

kondusif. Di SMA kedua, kepala sekolah terampil

dalam mengelola pembelajaran, memiliki kemampuan

teknis yang memadai, dan terampil dalam menerapkan

kedisiplinan dalam mengelola sekolah. Sedangkan di

SMA ketiga, kepala sekolah terampil dalam

memberdayakan sumber daya manusia, terampil

Page 86: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

74

dalam mengelola bidang akademik, kurikulum dan

pembelajaran, dan mempunyai keterampilan yang

menonjol dalam merancang keunggulan pembelajaran.

Berbagai perbedaan karakteristik mengenai

keterampilan kepala sekolah dalam evaluasi hasil

peningkatan keunggulan pembelajaran yang dirancang

dan dilaksanakan di tiga sekolah inilah yang sangat

penting, unik dan menarik untuk diteliti dan diungkap

lebih mendalam dalam penelitian.

Untuk memahami konsep dasar keterampilan

manajerial kepala sekolah, berdasarkan kajian dan

pendapat Nottingham dalam Maning 2004[5]

keterampilan manajerial dapat dibedakan menjadi tiga

yaitu keterampilan konseptual, keterampilan teknis

dan keterampilan manusiawi. Keterampilan

konseptual yaitu keterampilan dalam menentukan visi,

menjelaskan tujuan, memahami sistem organisasi,

mempunyai pertimbangan yang baik, dan memahami

struktur kekuatan masyarakat. Keterampilan teknis

yaitu keterampilan yang dimiliki seseorang terutama

terkait dengan: keterampilan berbahasa, memahami

pengajaran dan menjadi guru, memiliki teori

pembelajaran terkini, familiar dengan berbagai macam

kurikulum, dan menjaga hubungan baik dengan dewan

guru dan staf. Adapun keterampilan manusiawi adalah

meliputi keterampilan-keterampilan sebagai berikut:

(1) kemampuan melakukan negoisasi, (2)

kepemimpinan catalytic, yaitu kepemimpinan yang

mempercepat proses penerapan dan perubahan sekolah

menjadi efektif melalui perbaikan-perbaikan dan

pelibatan semua unsur untuk mengatasi persoalan, (3)

empati, (4) mempunyai harapan yang tinggi (5) loyal,

(6) kedewasaan dan (7) memiliki rasa humor.

Keterampilan kepala sekolah dalam

evaluasi bermaksud untuk membantu kepala sekolah

dan anggota staf dalam membuat dan mengambil

keputusan-keputusan yang bijaksana, yaitu keputusan

yang berdasarkan analisis dari bukti-bukti (data-data)

yang telah dikumpulkan dan tidak hanya berdasarkan

dugaan-dugaan [6,7] evalusi mengandung keterampilan-

keterampilan dalam: (a) menentukan tujuan-tujuan dan

menetapkan norma-norma untuk mempertimbangkan

banyaknya perubahan; (b) mengumpulkan bukti-bukti

perubahan; (c) menggunakan kriteria atau ukuran,

patokan dan mempertimbangkan manfaat dari

perubahan itu; dan (d) merevisi rencana-rencana yang

berkaitan dengan pertimbangan-pertimbangan itu.

Kepala sekolah yang memiliki keterampilan dalam

evaluasi dapat menolong guru-guru dalam aktivitas-

aktivitas tersebut dalam meningkatkan mutu

pembelajaran.

Wahab (2008:137-138), teknik dan

prosedur evaluasi diantaranya menentukan tujuan

penilaian, menetapkan norma/ukuran yang akan

dinilai, mengumpulkan data-data yang dapat diolah

menurut kriteria yang ditentukan, pengolahan data,

dan menyimpulkan hasil penilaian. Melalui evaluasi,

guru dan anggota staf lainnya dapat dibantu dalam

menilai pekerjaannya sendiri, mengetahui kekurangan

dan kelebihannya. Kunci bagi proses evaluasi adalah

adalah memperbaiki diri sendiri (self-evaluation).

Kepala sekolah ingin mengetahui berapa banyak

kemajuan yang ia telah capai atau kegagalan-

kegagalan yang dialami, bagaimana pergantiannya

dengan orang lain, dan cara-cara manakah yang

mengurangi kemajuannya. Hal ini, juga membutuhkan

evaluasi diri berupa suatu daftar cek (chek-list)[7] dan

ditingkatkan mutu perkembangannya dengan cara

melatih diri (self-training) dan memperbaiki diri (self-

improvment) secara terus menerus [9].

Berdasarkan pendapat di atas dapat

dipahami, keterampilan dalam evaluasi yaitu

kemampuan seseorang untuk mengambil keputusan,

membantu pengembangan, implementasi, kebutuhan

suatu program, pertanggung jawaban,

seleksi,motivasi, menambah pengetahuan dan

dukungan dengan cara evaluasi diri, melatih diri dan

memperbaiki diri secara terus menerus. Keterampilan

dalam evaluasi dalam implementasinya membutuhkan

keterampilan konseptual yang kecil, keterampilan

teknis dan keterampilan manusiawi yang besar.

Terkait dengan pengertian keunggulan

pembelajaran, Degeng (1997:3), mendefinisikan

keunggulan pembelajaran yaitu pembelajaran yang

dapat dilihat dari ketepatan strategi yang dipilih untuk

mencapai tujuan pembelajaran sesuai dengan kondisi

yang ada. Hal senada menurut Rosjidan (1997: 1),

keunggulan pembelajaran terletak pada rancangan dan

pelaksanaan pembelajaran yang menekankan kepada

pemberian perlakuan dan kesempatan yang memadai

dengan yang dibutuhkan oleh masing-masing siswa

yang mempunyai perbedaan perorangan dalam segi

kejiwaan tertentu. Sementara itu, Ardhana (1997:3),

pembelajaran unggul adalah kondisi proses belajar

mengajar yang memungkinkan semua anak dapat

mengembangkan dirinya sampai kepada batas

kemampuannya yang maksimal. Tujuan penelitian ini

adalah untuk menemukan keterampilan kepala sekolah

dalam evaluasi hasil peningkatan keunggulan

pembelajaran.

2. METODE PENELITIAN

Fokus penelitian ini adalah tentang

keterampilan kepala sekolah dalam evaluasi hasil

peningkatan keunggulan pembelajaran pada Tiga

SMA di Kota Semarang. Untuk mengungkap fokus

penelitian tersebut diperlukan pengamatan yang

mendalam dan dengan latar yang alami. Penelitian ini

menggunkan pendekatan kualitatif karena

memerlukan pengamatan yang mendalam dengan latar

yang alami, peneliti sebagai instrumen utama dalam

penelitian dan wajib terjun ke lapangan secara

langsung untuk mengumpulkan data dan

menganalisisnya. Latar penelitian ini adalah tiga

Sekolah Menengah Atas (SMA) di Kota Semarang.

Ketiga sekolah tersebut memiliki karakteristik yang

berbeda-beda antara lain dapat dilihat dari: (1) visi; (2)

budaya; (3) nilai-nilai; (4) sistem pengelolaan sekolah;

(5) wilayah; (6) tempat; (7) organisasi sekolah; dan (8)

sistem asrama (boarding school). Berdasarkan

perbedaan karakteristik subyek dan fokus penelitian,

Page 87: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

75

maka penelitian ini dirancang dengan menggunakan

desain studi multi kasus. Teknik pengumpulan data

yang digunakan untuk menghimpun data dan

informasi sangat tergantung pada macam studi yang

dikembangkan dalam penelitian ini. Prosedur

pelaksanaannya disesuaikan dengan kondisi sumber

data dan lokasi dimana responden melaksanakan

tugasnya.Secara khusus dapat dinyatakan bahwa

dalam penelitian ini menggunakan teknik

pengumpulan data berupa: wawancara mendalam

(indepth interview), observasi partisipan (partisipant

observation) dan studi dokumentasi.Analisis data

dilakukan dengan cara mencari dan mengatur secara

sistematis transkrip wawancara, catatan lapangan, dan

bahan-bahan lain yang telah dihimpun oleh peneliti.

Kegiatan analsis dilakukan dengan menelaah data,

menata, membagi menjadi satuan-satuan yang dapat

dikelola, mensintesis, mencari pola, menemukan apa

yang bermakna, dan apa yang diteliti dan dilaporkan

secara sistematis. Teknik analisis data yang digunakan

dalam penelitian ini menggunakan analisis deskriptif

kualitatif melalui tiga proses yaitu reduksi data,

penyajian data dan verifiksi atau penarikan

kesimpulan.Pengecekan kredibilitas data dilakukan

dengan teknik triangulasi, pengecekan anggota, dan

diskusi teman sejawat. Data yang terkumpul melalui

ketiga teknik tersebut diorganisasi, ditafsir, dan

dianalisis secara berulang-ulang, baik melalui analisis

dalam kasus maupun analisis lintas kasus guna

menyusun konsep dan abstraksi temuan penelitian.

3. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Dalam evaluasi, pertanyaan yang harus dijawab

adalah “How to evaluate changes we are making?”

(Motshana, 2004). Keterampilan kepala sekolah dalam

evaluasi hasil peningkatan keunggulan pembelajaran

perlu dimiliki oleh kepala sekolah. Dalam

mengevaluasi unjuk kerja seorang guru/staf, kepala

sekolah perlu memahami mereka, memotivasi mereka

baik sebagai individu ataupun kelompok.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa

keterampilan kepala sekolah dalam evaluasi hasil

peningkatan keunggulan pembelajaran di antaranya:

(1) kepala sekolah mampu memonitor implementasi

kebijakan pembelajaran dengan memperhatikan:

kebersamaan yang tidak meninggalkan kompetisi,

materi pembelajaran, pembuatan soal dan

kesanggupan anak, serta pelaksanaan rencana strategis

dan rencana operasional; (2) kepala sekolah mampu

memonitor dan mengevaluasi unjuk kerja guru secara

efektif melalui: penekanan pada evaluasi proses (pada

saat proses pembelajaran), evaluasi hasil, tertib

administrasi dalam melaksanakan kegiatan

pembelajaran, melalui teacher kits dan portofolio; (3)

kepala sekolah mampu membina, mengarahkan, dan

memberdayakan guru dengan baik dalam melakukan

evaluasi terhadap kemajuan belajar siswa dan

pengembangan pembelajaran; (4) kepala sekolah

mampu mengevaluasi guru secara efektif melalui

penerapan prinsip keterbukaan, akuntabilitas dan

evaluasi diri; (5) kepala sekolah mempunyai

keterampilan memotivasi yang baik sehingga guru

tumbuh dan berkembang secara profesional.

Hasil temuan penelitian tersebut mendukung

pendapat yang dikemukakan Mazibuko (2007), yang

termasuk peran manajerial kepala sekolah meliputi

instructional management and support, providing

leadership, facilitating meaningful change,

supervision, evaluation, building and maintaining a

winning team, developing human resources, staf

appraisal, monitoring the implementation of

educational policies, monitoring of learner progress,

managing curriculum and instruction, and promoting

a positive school climate.

Temuan penelitian berikutnya yaitu: kepala

sekolah memiliki keterampilan dalam meningkatkan

kualitas hubungan antara guru dan murid untuk

meningkatkan keunggulan pembelajaran; kepala

sekolah mempunyai emphaty (mampu mengerti

kondisi emosi orang lain) yang baik, mempunyai

kelebihan dalam bersikap, memanusiakan manusia

serta mampu menyadari perbedaan individu dalam

melakukan evaluasi; kepala sekolah memiliki

keterampilan dalam memonitor kemajuan belajar

siswa melalui: evaluasi terhadap kesiapan perangkat

proses belajar mengajar yang digunakan, metode

pembelajaran, media pembelajaran, fasilitas/sarana-

prasarana, alat bantu yang dilibatkan dalam

pembelajaran, kinerja dari siswa serta kinerja dari hasil

belajar.

Keterampilan kepala sekolah dalam evaluasi

hasil peningkatan keunggulan pembelajaran yang

ditemukan dalam penelitian ini tentunya berkaitan

dengan faktor manusia dalam mengevaluasi. Hal ini

sesuai dengan pendapat Hersey & Blanchard (1972),

mengenai keterampilan manusiawi yaitu kemampuan

bekerjasama dengan dan melalui orang lain yang

mencakup pemahaman tentang motivasi dan

penerapan kepemimpinan yang efektif, dan juga dapat

memutuskan konflik [17]; berhubungan dengan

komunikasi dan hubungan antar pribadi

(communication and interpersonal)[18] pembangun

hubungan, terbuka, anggota tim, menilai seseorang,

tim kepemimpinan, menyadari perbedaan,

mengidentifikasi bakat, mentor, pengembang

kepemimpinan, pelatih dan memahami masalah sosial [19]. pengembangan kesadaran diri, mengelola tekanan

pribadi, pelatihan, konseling, memotivasi, mengelola

konflik secara efektif dan memberdayakan yang lain [1]

kemampuan negoisasi; kepemimpinan catalytic

(mempercepat proses penerapan dan perubahan

sekolah menjadi efektif melalui perbaikan-perbaikan

dan pelibatan semua unsur untuk mengatasai

persoalan); empathy (mampu mengerti kondisi emosi

orang lain); harapan yang tinggi; loyalitas;

kedewasaan dan memiliki humor[5]; kemampuan

memimpin (leading abilities) dan kemampuan

memotivasi (motivating abilities) Robert (t.t),

dalam(http://www.aeaaconference.org/repositori.

Page 88: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

76

diakses tanggal 16 Mei 2007); mendengarkan

(listening), dinamika kelompok (group dynamics) dan

penyelesaian konflik (conflict resolution) [21].

Dalam penelitian ini ditemukan kepala sekolah

memiliki keterampilan spiritual dan kemampuan

berefleksi (evaluasi diri) yang baik. Temuan ini sejalan

dengan pendapat Sin (2006), manajer yang efektif

pada abad 21 ini harus mempunyai 8 (delapan)

keterampilan penting yaitu: (1) keterampilan teknis;

(2) keterampilan manusiawi; (3) keterampilan

konseptual; (4) keterampilan politis; (5) keterampilan

sosial; (6) keterampilan kreatif; (7) keterampilan

kekurangbaikan/kesengsaraan; dan (7) keterampilan

spiritual. Diantara keterampilan-keterampilan tersebut

yang paling sesuai dengan temuan penelitian adalah

keterampilan sosial dan keterampilan spiritual.

Keterampilan sosial memainkan peranan penting

dalam pekerjaan sekarang ini, seperti memfasilitasi,

memudahkan, melatih, mempengaruhi dan

mengkoordinir orang lain. Keterampilan ini meliputi

kecerdasan emosional, kecerdasan sosial, daya ego dan

monitoring diri (self-monitoring) yaitu kemampuan

untuk memahami situasi sosial secara khusus

sedangkan keterampilan spiritual (spiritual skill)

berguna untuk menangani dan menyelesaikan masalah

yang kompleks dan merubah lingkungan dengan cepat.

Temuan penelitian lain menunjukkan kepala

sekolah memiliki keterampilan komunikasi yang baik

dan efektif. Kepala sekolah dalam mengevaluasi hasil

peningkatan keunggulan pembelajaran disampaikan

melalui komunikasi tertulis ataupun lisan, melalui

teguran, sapaan, kritikan, dan juga disampaikan

melalui pertemuan-pertemuan baik pertemuan formal

di kantor ataupun pertemuan informal, yang dilakukan

di rumah ataupun di tempat-tempat yang sudah

direncanakan sebelumnya. Temuan ini memperkuat

pendapat Moore & Rudd (2004), keterampilan

komunkasi meliputi keterampilan mendengarkan,

keterampilan berbicara, merancang komunikasi,

keterampilan membaca, komunikasi elektronik,

interaksi media dan komunikasi tertulis.

Hasil temuan penelitian lain menunjukkan

bahwa kepala sekolah mempunyai keterampilan

politis, yaitu kepala sekolah pandai mencari dukungan

dan piawai dalam menerapkan strategi dalam

mengevaluasi hasil peningkatan keunggulan

pembelajaran. Hal ini sejalan dengan pendapat Latif

(2002), keterampilan politis (political skills), yaitu

kemampuan untuk meningkatkan posisi, membangun

kekuatan dan membina hubungan yang baik, yang

meliputi keterampilan memperoleh kekuasaan dan

mempengaruhi. Hal senada menurut Ferris dalam Sin

(2006), keterampilan politis melibatkan gaya antar

pribadi yang mengkombinasikan kesadaran sosial

dengan kemampuan berkomunikasi secara baik.

Keterampilan politis bukan suatu sifat, ciri,

karakteristik, atau keterampilan tetapi untuk

menggabungkan, menguatkan keterampilan dan

kemampuan untuk menciptakan dinamika sosial yang

sinergis.

Yang menjadi perbedaan mengenai

keterampilan kepala sekolah dalam evaluasi hasil

peningkatan keunggulan pembelajaran adalah sebagai

berikut: (1) di SMA Pertama, kepala sekolah mampu

menerapkan kepemimpinan yang efektif dan dapat

menciptakan iklim sekolah yang kondusif, dan selama

memimpin mampu menjadikan sekolah berprestasi;

(2) di SMA Kedua, kepala sekolah mampu memonitor

implementasi kebijakan pembelajaran, mempunyai

keterampilan komunikasi yang baik; keterampilan

spiritual dan kemampuan berefleksi; (3) di SMA

Ketiga, kepala sekolah mampu memonitor dan

mengevaluasi unjuk kerja guru secara efektif, mampu

memonitor kemajuan belajar siswa, mempunyai

emphaty yang baik serta mempunyai keterampilan

politis, yaitu pandai mencari dukungan dan piawai

dalam menerapkan strategi.

Persamaan-persamaan mengenai keterampilan

kepala sekolah dalam evaluasi hasil peningkatan

keunggulan pembelajaran adalah (a) selama

memimpin kepala sekolah mampu menjadikan sekolah

berprestasi, tidak bermasalah, berprestasi di bidang

akademis dan mampu menciptakan iklim sekolah yang

kondusif; (b) mampu membina, mengarahkan dan

memberdayakan guru dengan baik dalam melakukan

evaluasi terhadap kemajuan belajar siswa.

Menurut hemat penulis, berdasarkan temuan di

lapangan mengenai keterampilan kepala sekolah

dalam evaluasi hasil peningkatan keunggulan

pembelajaran, ada dua hal yang perlu dicermati dan

dikembangkan kepala sekolah, yaitu (1) melakukan

evaluasi pada semua program dan layanan pendidikan,

memberikan jaminan dan melakukan program

pengembangan ke arah yang lebih tepat (2)

kemampuan untuk memimpin dan mempelopori

perbaikan dan pelaksanaan kurikulum sekolah atau

perbaikan pengajaran bersama dengan staf yang

dipimpinnya.

4. PENUTUP

4.1 Simpulan

Keterampilan kepala sekolah dalam evaluasi

hasil peningkatan keunggulan yaitu kepala sekolah

selama memimpin dan mengelola sekolah mampu

menjadikan sekolah berprestasi, tidak bermasalah,

mampu menciptakan iklim yang kondusif serta

ditentukan oleh keterampilan kepala sekolah yang

menonjol dalam: memonitor implementasi kebijakan

pembelajaran, membina, mengarahkan dan

memberdayakan guru dengan baik dalam melakukan

evaluasi serta keterampilan dalam memonitor

kemajuan belajar siswa.

4.2 Saran

Dari hasil penelitian, dapat disampaikan saran-

saran sebagai berikut. (1) bagi guru, untuk

meningkatkan keunggulan pembelajaran hendaknya

guru yang sudah berpengalaman dan profesional

dalam mengajar memberikan informasi, dan sharing

ide kepada guru yang belum berpengalaman;

Page 89: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

77

melakukan pembelajaran inovatif dengan cara

pemberdayaan MGMP, mengikuti workshop, MGMP

tingkat kota, propinsi dan pusat; (2) bagi kepala

sekolah hendakanya: dapat mempertahankan dan

bahkan meningkatkan keterampilan dalam

bekerjasama, membina hubungan baik dengan semua

orang dan dapat memperluas jaringan sosialnya

dengan sekolah-sekolah unggul yang lain; hendakanya

melakukan evaluasi pada semua program dan layanan

pembelajaran, memberikan jaminan dan melakukan

program pengembangan pembelajaran dalam upaya

memberikan pelayanan yang prima.

6. DAFTAR PUSTAKA

[1]. Latif, D.A., (2002). Model for Teaching the

Management Skills Component of Managerial

Effectiveness to Pharmacy Student. Bernard J.Dunn

School of Pharmacy, Shenandoah University, 1460

University Drive, Winchester VA 22601-5195.

American Journal of Pharmaceutical Education Vol.

66 Winter.

[2]. Bafadal, I., (2007). Sistem Seleksi Kepala Sekolah.

Makalah disampaikan pada Acara Kunjungan Tim

Pengembang Yayasan Daru’l Hikam Cirebon: Cirebon, 21 Mei.

[3]. Mantja, W., (2007). Profesionalisme Tenaga

Kependidikan: Manajemen Pendidikan dan

Supervisi Pengajaran. Malang: Wineka Media.

[4]. Ghaleei, A., (2006). The Principal’s Role in Teacher

Professional Learning. Disertasi. Faculty of Education University of Wollongong.

[5]. Manning, R.J., (2004). A Comparative Analysis of

Leadership Skills: Military, Corporate, and

Education as a Basis for Diagnostic Principal

Assessment. Disertasi. Drexel University.

[6]. Indrafachrudi, S., Dirawat., Lamberi, B., (1996).

Bagaimana Memimpin Sekolah yang Efektif. Malang: CV Ardi Manunggal Jaya

[7]. Sahertian, P.A., (1981). Dimensi-dimensi Administrasi

Pendidikan Di Sekolah. Surabaya: Usaha Nasional.

[8]. Wahab, A.A., (2008). Anatomi Organisasi dan

Kepemimpinan Pendidikan: Telaah terhadap

Organisasi dan Pengelolaan Organisasi

Pendidikan. Bandung: Kerjasama Sekolah

Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) dengan CV. Alfabeta.

[9].Ametembun, N.A., (1981a). Supervisi Pendidikan:

Penuntun Bagi Para Penilik, Pengawas, Kepala

Sekolah dan Guru-guru. Bandung: Suri.

[10].Ametembun, N.A., (1981b). Guru dalam

Administrasi Sekolah. Bandung: Fakultas Ilmu Pendidikan IKIP Bandung.

[11].Degeng, I.N.S., (1997). Pembelajaran Unggul:

Masalah dan Pemecahannya dari Tinjauan-

Teknologi Pembelajaran.Makalah Disampaikan pada

Seminar Pelatihan Nasional Pembelajaran Unggul

Menyongsong Abad XXI. Program Studi Teknologi

Pembelajaran Program Pascasarjana IKIP Malang Bekerjasama dengan IPTPI Cabang Malang. 24 Oktober.

[12].Rosjidan., (1997). Pembelajaran Unggul

Versi/Kajian Sekolah Laboratorium IKIP Malang.

Makalah Disampaikan pada Seminar Pelatihan Nasional

Pembelajaran Unggul Menyongsong Abad XXI.

Program Studi Teknologi Pembelajaran Program

Pascasarjana IKIP Malang Bekerjasama dengan IPTPI Cabang Malang. 24 Oktober.

[13].Ardhana, W., (1997). Pembelajaran Unggul:

Konsepsi dan Masalah Pelaksanaannya. Makalah

Disampaikan pada Seminar Pelatihan Nasional

Pembelajaran Unggul Menyongsong Abad XXI.

Program Studi Teknologi Pembelajaran Program

Pascasarjana IKIP Malang Bekerjasama dengan IPTPI

Cabang Malang. 24 Oktober.

[14].Motshana, S.S., (2004). The Principal As Leader:

Implications For School Effectiveness. Tesis. Faculty

of Education and Nursing: Rand Afrikaans University

[15].Mazibuko, S.P., (2007). The Managerial Role of The

Principal in Whole-School Evaluation In The Context

of Disadvantage Schools In Kwazulu-Natal. Doctor of

Education in the subject Education Management at the University of South Africa.

[16].Hersey, P & Blanchard, K.H., (1972). Management of

Organizational Behavior: Utilizing Human

Resources. New Jersey: Englewood Cliffs, Prentice-

Hall, Inc.

[17].Elsbree, W.S., McNally, H.J., & Wynn, R., (1967).

Elementary School Administration and Supervision. (3rd Edition) New York : American Book Company.

[18].Katz, R., (1974). Skills of an effective administrator,

dalam Harvard Business Review (online),

(http://telecollege.dcccd.edu, di akses tanggal 7 Januari

2006).

[19].Moore, L.L. & Rudd, R.D., (2004). Leadership Skills

and Competencies for Extension Directors and

Administrators. Journal of Agricultural Education. Volume 45, Number 3. University of Florida.

[20].Robert, K.J., (t.t). The Relationship Between

Managerial Skills and Teacher

Effectiveness.(Online), (http://www.aeaaconference.org , diakses 16 Mei 2007).

[21].Sergiovanni, T.J., (1984). The Principalship: A

Reflective Practice Perspective. Boston: Allyn and Bacon, Inc.

[22].Sin, C., Y., (2006). Managerial Skills For Today.

Universitas Zhongshan, Guangzhou, Cina. (Online),

([email protected], diakses 16 Mei 2007).

Page 90: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

78

Page 91: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

79

Pengaruh Self Regulated Learning terhadap Hasil Belajar Kognitif

Mahasiswa Melalui Blended Learning Berbasis Web

Kusumawati Dwiningsih1*), Sukarmin2, Muchlis3 1, Jurusan Kimia, Universitas Negeri Surabaya, Surabaya.Email: [email protected]

2. Jurusan Kimia, Universitas Negeri Surabaya, Surabaya.Email: [email protected]

3. Jurusan Kimia, Universitas Negeri Surabaya, Surabaya. Email: [email protected]

*) Alamat Korespondesi: E-mail: [email protected]

ABSTRACT

The development of science and globalization results in the innovation of learning method. Blended learning

on web bases is a combination of e-learning and face-to face learning in classroom. In contrast, self-regulated

learning focuses on one’s importance to learn the discipline of organizing and controlling oneself, especially when

facing difficult problems. The interaction between blended learning on web-based method and self regulated

learning could enhance students’ cognitive learning outcome.

Key Words: blended learning on web bases, self regulated learning, learning outcome

ABSTRAK

Perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan globalisasi yang begitu cepat menghasilkan metode

pembelajaran yang mutakhir. Blended learning berbasis web adalah metode pembelajaran yang menggabungkan

antara pembelajaran online dengan pembelajaran dalam kelas. Sebaliknya, self regulated learning menempatkan

pentingnya seseorang untuk belajar disiplin dalam mengatur dan mengendalikan diri sendiri, terutama bila

menghadapi tugas-tugas yang sulit. Interaksi antara metode blended learning berbasis web dan self regulated

learning dapat mendukung hasil belajar kognitif mahasiswa.

Kata kunci: blended learning berbasis web, self regulated learning, hasil belajar

1. PENDAHULUAN

Perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan

globalisasi yang begitu cepat menyebabkan terjadinya

banyak perubahan. Perubahan ini harus diikuti dengan

upaya peningkatan mutu pendidikan. Sebagai salah

satu upaya peningkatan mutu pendidikan, Jurusan

Kimia FMIPA Universitas Negeri Surabaya (Unesa)

secara terus-menerus melakukan perbaikan dengan

berbagai cara. Perbaikan tersebut antara lain dalam

penyelenggaraan perkuliahan Kimia Anorganik 2 yang

membahas tentang ekstraksi logam, pembuatan

senyawa, sifat-sifat dan kegunaan dari unsur-unsur

golongan utama dalam sistem periodik unsur.

Karakteristik materi dalam perkuliahan kimia

anorganik 2 ini tergolong banyak teori yang

memerlukan pemahaman

Salah satu upaya agar mahasiswa dapat memahami

materi Kimia Anorganik 2 dengan baik adalah melalui

pemilihan metode pembelajaran. Metode yang tepat

untuk diterapkan pada pembelajaran Kimia Anorganik

2 adalah blended learning. Blended learning

merupakan kombinasi pembelajaran tatap muka dan

pembelajaran online, dengan tujuan melengkapi

pembelajaran satu sama lain. Metode ini akan

mempengaruhi persepsi siswa tentang lingkungan

belajar dan, kemudian, studi pendekatan dan hasil

belajar mereka. Blended learning bermanfaat dalam

memfasilitasi hasil belajar, akses fleksibilitas,

penggunaan sumber daya secara efektif[1]. Blended

learning diterapkan di perkuliahan dengan

memberikan buku ajar, kegiatan tatap muka,

komunikasi melalui email, dilengkapi dengan internet

dan sumber online[2]. Blended-learning memerlukan

perencanaan dan penanganan matang untuk bisa

mencapai efektifitas dalam hasil belajar,

yaitu dengan melakukan pengelolaan materi

pembelajaran secara tepat[3]. Dengan

menerapkan metode blended learning ini,

memungkinkan pengguna sumber belajar online

terutama yang berbasis web tanpa meninggalkan

kegiatan tatap muka.

Kevin Kruse (dalam Muksin Wijaya, 2012)

mengemukakan bahwa pembelajaran berbasis web

memiliki banyak manfaat pagi peserta didik. Bila

dirancang dengan baik dan tepat, maka pembelajaran

berbasis web bisa menjadi pembelajaran yang

menyenangkan, memiliki unsur interaktivitas yang

tinggi, menyebabkan peserta didik mengingat lebih

banyak materi pelajaran, serta mengurangi biaya-biaya

operasional yang biasanya dikeluarkan oleh peserta

didik untuk mengikuti pembelajaran.

Pemilihan metode pembelajaran yang tepat

diharapkan dapat berpengaruh terhadap hasil belajar.

Hasil belajar merupakan gambaran tingkat penguasaan

mahasiswa atau tingkat keberhasilan mahasiswa

terhadap tujuan pembelajaran yang ditetapkan. Bloom [5] mengklasifikasikan hasil belajar menjadi tiga ranah yaitu ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Ranah

kognitif merupakan sumber sekaligus pengendali

ranah lainnya yakni afektif dan psikomotorik. Menurut Love & Kruger (dalam Latipah, 2010)[6]

kemampuan kognitif yang amat penting kaitannya

Page 92: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

80

dengan proses pembelajaran adalah strategi belajar

memahami isi materi pelajaran, strategi meyakini arti

penting isi materi pelajaran, dan aplikasinya serta

menyerap nilai-nilai yang terkandung dalam materi

pelajaran tersebut.

Setiap mahasiswa mempunyai hasil belajar yang

berbeda. Salah satu hal yang membedakan hasil belajar

mereka adalah kemampuan untuk mengendalikan

dirinya sendiri yang disebut Self Regulated Learning

(SRL). Menurut Kauffman (dalam Frances A. Rowe dan Jennifer A. Rafferty, 2013) [7] komponen kognitif

SRL mengacu strategi pembelajaran apa pun yang

digunakan untuk menyelesaikan tugas yang diberikan

dan termasuk kegiatan yang mendukung manipulasi

aktif siswa dari konten akademik. Komponen

metakognitif SRL melibatkan pengetahuan dan

kesadaran diri siswa harus diri memantau pemahaman

dan kognitif proses mereka. Hampir semua model SRL

menganggap bahwa motivasi merupakan faktor kunci

keberhasilan akademik [9]. Motivasi, atau kemauan

untuk belajar, melibatkan keyakinan siswa dalam

mereka kemampuan untuk mengatur tugas dan

membuat penilaian dalam melaksanakan kursus yang

diperlukan tindakan untuk mencapai jenis eksplisit

hasil.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan

pertanyaan penelitian sebagai berikut: Bagaimana

pengaruh Self Regulated Learning terhadap hasil

belajar kognitif mahasiswa melalui blended learning

berbasis web.

Sesuai dengan permasalahan di atas, maka tujuan

penelitian ini adalah mengetahui pengaruh Self

Regulated Learning terhadap hasil belajar kognitif

mahasiswa melalui blended learning berbasis web.

2. METODE

Jenis penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif.

Penelitian ini menguji pengaruh Self Regulated

Learning terhadap hasil belajar kognitif mahasiswa.

Sasaran penelitian ini adalah mahasiswa Kimia B

angkatan 2014 dengan jumlah 22 mahasiswa.

Rancangan penelitian ini menggunakan “one group

pretest posttest design” yang dapat digambarkan

sebagai berikut.

Keterangan:

O1 : tes awal (pretest) sebelum diberikan

perlakuan

X : perlakuan terhadap sasaran penelitian yaitu

menerapkan metode blended learning

O2 : tes akhir (postest) setelah diberikan

perlakuan

Perangkat pembelajaran yang digunakan adalah

buku ajar, LKM, dan web. Instrumen yang digunakan

dalam penelitian ini adalah soal tes kognitif untuk

pretest dan postest, dan lembar angket Self Regulated

Learning yang terdiri dari aspek metakognisi,

motivasi, dan perilaku.

Teknik analisis data yang digunakan oleh peneliti

adalah teknik uji t untuk mengetahui apakah masing-

masing variabel (aspek SRL yaitu metakognisi,

motivasi, dan perilaku) secara parsial berpengaruh

secara nyata atau tidak pada hasil belajar mahasiswa,

dan ANOVA (uji F) untuk mengetahui apakah

variabel-variabel independen (aspek SRL yaitu

metakognisi, motivasi, dan perilaku) secara simultan

berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen

(hasil belajar).

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Berikut adalah hasil dari analisis uji t dalam

penelitian ini.

Tabel 1. Analisis Uji-t

Berdasarkan data di atas, dapat diketahui bahwa

pada variabel X1 terdapat nilai sig 0,063. Nilai sig lebih

besar dari nilai probabilitas 0,05 atau nilai 0,063>0,05,

maka H1 ditolak dan Ho diterima. Variabel X1

mempunyai t hitung yaitu 1,999 dengan t tabel=2,12.

Jadi t hitung<t tabel dapat disimpulkan bahwa variabel

X1 tidak memiliki kontribusi terhadap Y. Nilai t yang

positif menunjukkan bahwa X1 mempunyai hubungan

searah dengan Y. Jadi dapat disimpulkan bahwa X1

tidak berpengaruh signifikan terhadap resiko beta.

Berdasarkan data di atas, dapat diketahui bahwa

pada variabel X2 terdapat nilai sig 0,795. Nilai sig lebih

besar dari nilai probabilitas 0,05 atau nilai 0,795>0,05,

maka H2 ditolak dan Ho diterima. Variabel X2

mempunyai t hitung yaitu 0,059 dengan t tabel=2,12.

Jadi t hitung<t tabel dapat disimpulkan bahwa variabel

X2 tidak memiliki kontribusi terhadap Y. Nilai t yang

negatif menunjukkan bahwa X2 mempunyai hubungan

yang berlawanan arah dengan Y. Jadi dapat

disimpulkan bahwa X2 tidak berpengaruh signifikan

terhadap resiko beta.

Berdasarkan data di atas, dapat diketahui bahwa

pada variabel X3 terdapat nilai sig 0,787. Nilai sig lebih

besar dari nilai probabilitas 0,05 atau nilai 0,787>0,05,

maka H3 ditolak dan Ho diterima. Variabel X3

mempunyai t hitung yaitu 0,275 dengan t tabel=2,12.

Jadi t hitung<t tabel dapat disimpulkan bahwa variabel

X3 tidak memiliki kontribusi terhadap Y. Nilai t yang

O1 X O2

Model

Unstandard

Coefficients

Standar

d

Coeffici

ents t Sig.

B Std

Err

or

Beta

1

(Constant) 5,108 1,98 2,579 ,020

Metakognisi

_B_X1

,067 ,034 ,451 1,999 ,063

Motivasi_B

_X2

-,009 ,035 -,059 -,264 ,795

Perilaku_B_

X3

,009 ,032 ,062 ,275 ,787

Page 93: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

81

positif menunjukkan bahwa X3 mempunyai hubungan

searah dengan Y. Jadi dapat disimpulkan bahwa X3

tidak berpengaruh signifikan terhadap resiko beta.

ANOVA dalam penelitian ini.

Tabel 1. Analisis ANOVA (Uji-F)

ANOVAa

Model Sum of

Squares

df Mean

Square

F Sig.

1

Regre

ssion ,797 3 ,266 1,432 ,270b

Resid

ual 2,969 16 ,186

Total 3,766 19

Dari data di atas, diperoleh F hitung sebesar 1,432,

sedangkan F tabel 3,239. F hitung < F tabel maka Ho

diterima, sehingga dengan menggunakan taraf

signifikansi 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa

deskripsi yang diberikan dari data tidak ada pengaruh

signifikan antara X1 (metakognisi), X2 (motivasi), X3 (perilaku) terhadap Y (hasil belajar).

Berdasarkan hasil dan analisis pada uji t dan uji F

diketahui bahwa variabel X1 (metakognisi), X2 (motivasi), X3 (perilaku) tidak memiliki kontribusi

terhadap Y (hasil belajar). Pengaruh yang diberikan

terhadap hasil belajar yaitu pengaruh tidak langsung,

namun terdapat sumbangan pengaruh X1

(metakognisi), X2 (motivasi), X3 (perilaku) terhadap

Y(hasil belajar) sebesar 21,2%. Hal ini menunjukkan

bahwa SRL secara tidak langsung mempengaruhi hasil

belajar walaupun tidak signifikan. Hasil penelitian ini

didukung oleh penelitian Barnard et al (2010) [8]

bahwa terdapat hubungan positif antara Self Regulated

Learning terhadap hasil belajar serta penelitian Eko

Budi Susatyo, dkk (2009) yang menyatakan bahwa

Self Regulated Learning berpengaruh terhadap

ketuntasan hasil belajar. Mahasiswa yang memiliki

SRL akan mengetahui kapan dan bagaimana

mencegah diri mereka dari kebingungan yang dapat

menganggu proses belajar [10].

Self Regulated Learning menempatkan pentingnya

seseorang untuk belajar disiplin mengatur dan

mengendalikan diri sendiri, terutama bila menghadapi

tugas-tugas yang sulit [11]. Pada lingkungan

pembelajaran online, siswa dituntut untuk

mengembangkan keterampilan belajarnya mulai dari

perencanaan kegiatan belajar sampai dengan kegiatan

evaluasi pembelajaran, pembangunan organisasi

dalam dunia internet yang aktif dilakukan oleh dosen

dan mahasiswa. Jadi Self Regulated Learning sangat

diperlukan dalam pembelajaran blended learning

berbasis web. Hal ini didukung oleh penelitian Ratna

Novitayati (2013) yang menyatakan bahwa interaksi

antara metode blended learning dan self regulated

learning dapat mendukung hasil belajar kognitif siswa.

Penelitian ini didukung oleh penelitian Ali (2007)

yang menyatakan bahwa penerapan blended learning

memberikan manfaat yang signifikan terhadap

motivasi belajar mahasiswa dan peningkatan hasil

belajarnya.

Menurut Jeffrey, L. M., Milne, J., Suddaby. G., &

Higgins, A. (2014) [13] menyatakan bahwa efektivitas

blended learning yaitu meningkatkan pengalaman

belajar baik online dan tatap muka. Melalui pemilihan

dan desain dari pembelajaran yang ditetapkan oleh

dosen akan berpengaruh terhadap sifat dan kualitas

belajar mahasiswa. Apa yang dipelajari mahasiswa

ditentukan oleh kesempatan yang mereka miliki ketika

terlibat dalam pengalaman dan kegiatan yang

dirancang oleh dosen.

4. PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Berdasarkan data hasil penelitian dapat

disimpulkan bahwa pengaruh Self Regulated Learning

terhadap hasil belajar adalah pengaruh tidak langsung,

dengan sumbangan pengaruh X1 (metakognisi), X2 (motivasi), X3 (perilaku) terhadap Y (hasil belajar)

sebesar 21,2%.

4.2 Saran

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa data

tidak ada pengaruh signifikan antara X1 (metakognisi),

X2 (motivasi), X3 (perilaku) terhadap Y (hasil

belajar), maka perlu dilakukan penelitian lebih lanjut

mengenai pengaruh Self Regulated Learning terhadap

hasil belajar, dan menambah variabel penelitian.

5. DAFTAR PUSTAKA

[1]. Ali, M., (2007). Analisis Dampak Implementasi

Model Blended Learning (Kombinasi

Pembelajaran di Kelas dan E-Learning) pada Mata

Kuliah Medan Elektromagnetik, Laporan

Penelitian, dipublikasikan, Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta.

[2]. Barnard, et al., (2010). Profiles in Self Regulated

Learning in the Online Learning Environment,

Review of Research in Open and Distance Learning,

(Online), Vol.11, No. 1, 61-80,

(http://www.eric.ed.gov/pdfs/ej881578.pdf) diakses

tanggal 2 Desember 2016.

[3]. Bawaneh, Shamsi S, (2011). The Effects of Blended

Learning Approach on Students’ Computerized

Accounting Course, International Journal of Humanities and Social Science, Vol. 1, No. 6, 63-69.

[4]. Hendrawati, Retno dan Asriana Issa Sofia, (2014).

Peningkatan Mutu Pembelajaran dengan Integrasi

Sistem Blended Learning dan Sistem Manajemen

Pengetahuan, Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Sains & Teknologi (SNAST), 349-356.

[5]. Jeffrey, L. M., Milne, J., Suddaby. G., & Higgins, A.,

(2014). Blended Learning: How Teachers Balance

the Blend of Online and Classroom Components,

Page 94: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

82

Journal of Information Technology Education: Research, Vol. 13, 121-140.

[6]. Latipah, Eva, (2010). Strategi Self Regulated

Learning dan Prestasi Belajar: Kajian Meta Analisis, Jurnal Psikologi, Vol. 37, No. 1, 110-129.

[7]. Novitayati, Ratna, (2013). Pengaruh Metode Blended

Learning dan Self Regulated Learning, Jurnal Penelitian Kependidikan, Tahun 23, No. 1, 48-57.

[8]. Poon, Joanna, (2013). Blended Learning: An

Instutituonal Approach for Enhancing Students’

Learning Experiences, MERLOT Journal Online

Learning and Teaching, Vol. 9, No. 2, 271-289.

[9]. Rowe, Frances, dan Jennifer A. Rafferty, (2013).

Instructional Design Interventions for Supporting

Self-Regulated Learning: Enhancing Academic

Outcomes in Postsecondary E-learning

Environments. MERLOT Journal Online Learning

and Teaching, Vol. 9, No. 4, 590-601.

[10]. Sudjana, Nana, (2009). Penilaian Hasil Proses

Belajar Mengajar, Bandung : Remaja Rosdakarya.

[11]. Susatyo, Eko Budi, dkk, (2009). Penggunaan Model

Learning Start With a Question dan Self Regulated

Learning pada Pembelajaran Kimia, Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol. 3, No. 1, 406-412.

[12]. Tjalla, Awaluddin dan Eva Sofiah, (2015). Effect of

Methods of Learning toward Outcomes of Learning

Social Studies, Journal of Education and Practice, Vol. 6, No. 23, 16-20.

[13]. Wijaya, Muksin, (2012). Pengembangan Model

Pembelajaran E-Learning Berbasis Web dengan

Prinsip E-Pedagogy dalam Meningkatkan Hasil

Belajar, Jurnal Pendidikan Penabur, No. 19, 20-31.

Page 95: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

83

Pengembangan Strategi Pembinaan Minat, Bakat, dan Potensi

KarirMahasiswa Prodi Sastra Inggris 2014 dan 2015

Mamik TW1*), Pratiwi R2, M.Khoiri3

1 Jurusan Bahasa dan Sastra Inggris, UNESA, Surabaya. Email: [email protected]. 2 Jurusan Bahasa dan Sastra Inggris, UNESA, Surabaya, E-mail: [email protected] 3 Jurusan

Bahasa dan Sastra Inggris, UNESA, Surabaya, E-mail: [email protected]

*) Alamat Korespondesi: Email: [email protected].

ABSTRACT

English Department majoring lingusitics and literature have a big challenge in contributing students with

good skill which will be useful after they graduate from the Department and they will be able to compete sportive

and positively in the real world. There must be solution to support students’s interests, talents, career potential as

a strategy to fulfill students expectation on skills they could learn and have after they graduate from English

Department. Some students already have an idea of what they will be after graduation, most of them are still

making plans, many others do not have any plans after graduation. This is an issue that must be looked for

solutions so students can immediately optimize all skills they have and they can apply to their real occupation in

teh future. Research using qualitative techniques will process data as well as qualitative and quantitative

experiments. From both these data will have one group for treatment actions at a time will be given a very simple

observation to get a complete description of the processes. The basic concept of KKNI, students, and potential

careers and choices will give a basic understanding of the issues being studied. The research shows that 63

students tend to explore their talent in writing, 51 students want to develop their interest in writing, and 28 students

have a big passion in being focus as a writer. In accomodating student’s talent, interest, and potential career,

English Department held a workshop in writing delivered by the stakeholders which is also alumni of English

Department. This activity will always be continued in the next close future.

Key Words: interest, talent, career potential

ABSTRAK

Prodi Sastra Inggris Jurusan Bahasa dan Sastra Inggris UNESA memiliki tantangan yang besar perihal apa

yang bisa diberikan oleh prodi untuk membekali mahasiswa setelah mereka lulus untuk mamlam meraih pekerjaan

dan bersaing secara positif dalam dunia kerja Beberapa mahasiswa sudah memiliki gambaran akan menjadi apa

mereka setelah lulus, sebagian dari mereka masih membuat rencana, sebagian yang lain belum memiliki rencana

apapun setelah lulus. Hal tersebut menjadi masalah yang harus segera dicarikan solusi supaya para mahasiswa

dapat segera mengoptimalkan segala kemampuan yang mereka miliki dan dapat mereka usahakan. Tim berusaha

Penelitian ini akan menjawab pertanyaan: bagaimana minat, bakat, dan potensi karir mahasiswa Prodi Sastra

Inggris angkatan 2014 dan 2015 serta bagaimana pengembangan strategi pembinaan minat, bakat, dna potensi

karir. Penelitian yang menggunakan teknik kualitatif akan mengolah data secara kualitatif dan kuantitatif serta

eksperimen. Dari kedua data tersebut akan dipilih satu kelompok untuk diberi perlakuan tindakan sekaligus akan

diberikan observasi sangat sederhana untuk mendapatkan deskripsi secara lengkap tentang proses yang terjadi.

Konsep dasar tentang KKNI, mahasiswa, dan potensi karir serta pilihannya akan memberikan dasar pemahaman

akan masalah yang sedang dikaji. Penelitian ini memberikan hasil bahwa 63 mahasiswa memiliki bakat menulis,

51 mahasiswa memiliki minat menulis, dan 27 mahasiswa ingin fokus dengan pilihan karir sebagai penulis. Prodi

Sastra Inggris berusaha mengakomodasi apa yang menjadi keinginan mahasiswa dengan mengadakan workshop

menulis yang disampaikan oleh pihak pengguna lulusan yang juga merupakan alumni Prodi Sastra Inggris.

Kegiatan tersebut akan terus dilakukan dalam waktu dekat sebagai keberlanjutan pengembangan mahasiswa.

Keywords: bakat, minat, karir, eksperimen

1. PENDAHULUAN

Fenomena baru yang muncul banyak generasi

muda berusia 20-24 patut dijadikan perhatian yang

besar terutama jika hal tersebut menyangkut dunia

pendidikan. Mereka bertanya-tanya pada diri mereka

tentang karir apa yang akan mereka tekuni atau jalani

nantinya setelah mereka lulus dari bangku perkuliahan

dimanapun mereka berada dan di bidang apapun yang

mereka geluti sehari-hari selama kurang lebih 4 tahun.

Beberapa dari mereka yang telah aktif di organisasi

kemahasiswaan baik intra ataupun ekstra dan bahkan

tidak sedikit yang juga telah bekerja disela atau diluar

jam kuliah masih merasa ragu dengan potensi atau

kemampuan (skill) yang mereka miliki untuk dapat

Page 96: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

84

meraih suatu jenis pekerjaan dan karir apa yang sesuai

dengan kepakaran dari bidang yang telah mereka

tekuni.

Sesungguhnya apa yang para calon lulusan

Perguruan Tinggi cari adalah akumulasi dari apa yang

telah mereka dapatkan, pelajari, alami, lakukan dan

pikirkan sejak pertama mereka terlibat dalam

pendidikan dasar 9 tahun. Pendidikan dasar 9 tahun

merupakan program pemerintah Republik Indonesia

yang tidak bisa ditawar lagi oleh siapapun dan ini

wajib hukumnya bagi seluruh warga negara Indonesia.

Penambahan 3 tahun untuk mematangkan dan lebih

mempersiapkan generasi muda untuk siap bertarung

dengan calon pekerja dari wilayah dan negara lain,

kebijaksanaan pemerintahpun masih belum bias

dirasakan masyarakat ndonesia secara luas. Namun di

tahun 2016 ini sudah banyak yang merasakan

pentingnya seotrang anak mendapatkan pendidikan

lebih tinggi diantara permasalahan lain yang muncul.

Disana masih terdapat rasa optimis yang besar.

Menginjak tahun 2016, seluruh perguruan tinggi

di Indonesia sedang mempersiapkan diri bahkan telah

melakukan banyak mengembangan dalam penyusunan

kurikulum baru. Mereka memberi nama KKNI;

Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia. KKNI

(Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia) Prodi

Sastra Inggris memiliki visi Unggul di bidang ilmu

Kebahasaan dan Kesastraan Inggris dan Profesional

dalam Persaingan Global. Dalam rangka mewujudkan

visi salah satu rumusan misinya adalah menghasilkan

lulusan Sastra Inggris yang unggul dan profesional

melalui proses belajar mengajar yang berkualitas dan

menjunjung sikap nilai-nilai kejujuran, kemandirian,

dan etika akademik serta bersikap kreatif dan kritis.

Misi tersebut diperjelas kembali dengan butir tujuan

dari disusunnya KKNI untuk Prodi Sastra Inggris ialah

menghasilkan sarjana sastra yang (a) menguasai dan

mampu menerapkan ilmu bahasa dan sastra Inggris

yang berwawasan multikultural pada bidang yang

ditekuni; (b) memiliki perilaku mandiri, kreatif dan

berpikir kritis dan berakhlaq mulia dalam persaingan

global; (c) mempunyai sikap, nilai, kebiasaan, dan

kepribadian yang menunjang pelaksanaan tugas

keprofesionalan.

Secara matang kurikulum Prodi Sastra Inggris

disusun dengan baik dan sungguh-sungguh. Dengan

niat dan pemikiran yang baik, para dosen sangat ingin

membekali anak didik; para mahasiswa dengan ilmu

dan kemampuan yang dapat mereka gunakan dan

manfaatkan dengan sebaik-baiknya sehingga dapat

memberikan mereka keberhasilan. Dalam rangka

mendapatkan informasi untuk melengkapi data yang

dibutuhkan prodi sehingga rencana dan konsep dapat

terwujud. Tim ini bermaksud melaksanakan penelitian

menelusuri minat, bakat, dan potensi karir mahasiswa

Prodi Sastra Inggris angkatan 2014-2015.

Prodi Sastra Inggris menerima tidak kurang

80 mahasiswa baru setiap tahunnya. Prodi yang berdiri

sejak tahun 1998 telah berhasil meluluskan mahasiswa

kurang lebih 750 mahasiswa dengan kurun rentang

1998-2008. Telah banyak dari para lulusan Prodi

Sastra Inggris yang menekuni karir di berbagai bidang,

diantaranya jurnalisme, bisnis-kewirausahaan,

pendidikan, perhotelan-restoran, manajemen,

perbanakan, televisi, penulis, pewarta berita, dan

hiburan. Pilihan karir yang beragam menjadi tantangan

para mahasiswa baru untuk dapat mengikuti apa yang

telah dicapai mahasiswa sebelumnya dan bahkan lebih

baik.

Dengan dasar latar belakang diatas, tim peneliti

menentukan permasalahan yang akan dibahas panjang

dalam penelitian, yaitu: .

a. Bagaimanakah bakat mahasiswa Prodi Sastra

Inggris angkatan 2014 dan 2015?

b. Bagaimanakah minat mahasiswa Prodi Sastra

Inggris angkatan 2014 dan 2015?

c. Bagaimanakah potensi karir mahasiswa Prodi Sastra

Inggris angkatan 2014 dan 2015?

d. Bagaimanakah pengembangan strategi pembinaan

bakat, minat, dan potensi karir mahasiswa Prodi

Sastra Inggris angkatan 2014 dan 2015?

Penelitian ini, tim telah menyebarkan angket

pada angkatan 2014 sejumlah 90 mahasiswa dan 2015

sejumlah 85 mahasiswa. Dari anglet yang disebar, tim

peneliti selanjutnya mendapatkan petunjuk untuk

menentukan rencana selanjutnya berkaitan dengan

pertanayaan ke-4. Dengan perencanaan yang baik

maka kegiatan yang akan dikembangkan untuk

membina bakat, minat, dan potensi karir mahasiswa

dapat secara bertahap dan reguler diselenggarakan.

2. KAJIAN PUSTAKA

2.1 KKNI Prodi Sastra Inggris

Dalam buku draft KKNI (2015), disampaikan

bahwa visi Prodi Sastra Inggris adalah Unggul di

bidang ilmu Kebahasaan dan Kesastraan Inggris dan

Profesional dalam Persaingan Global. Dari visi

tersebut di jabarkan lebih jauh lagi dalam tiga butir

misi, yaitu

a. Menghasilkan lulusan Sastra Inggris yang unggul

dan profesional melalui Proses Belajar Mengajar

yang berkualitas dan menjunjung sikap nilai-nilai

kejujuran, kemandirian, dan etika akademik serta

bersikap kreatif dan kritis;

b. Mengembangkan budaya akademis yang kondusif

dan melaksanakan manajemen prodi yang

akuntabel untuk meningkatkan profesionalisme

dosen dalam melaksanakan tridharma perguruan

tinggi;

c. Mengembangkan pusat kegiatan literasi sebagai

wahana yang unggul dalam aktualisasi keilmuan

mahasiswa dan dosen pada kegiatan pelayanan

kepada masyarakat;

Dengan tiga rumusan misi Prodi Sastra Inggris,

mahasiswa dan prodi ingin mewujudkan prodi yang

menghasilkan Sarjana Sastra yang (a) menguasai dan

mampu menerapkan ilmu bahasa dan sastra Inggris

yang berwawasan multikultural pada bidang yang

ditekuni; (b) memiliki perilaku mandiri, kreatif dan

berpikir kritis dan berakhlaq mulia dalam persaingan

Page 97: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

85

global; (c) mempunyai sikap, nilai, kebiasaan, dan

kepribadian yang menunjang pelaksanaan tugas

keprofesionalan.

Dalam rumusan KKNI juga memiliki deskripsi

lulusan yang ingin dicapai, yaitu

Lulusan S1 Sastra Inggris Fakultas Bahasa dan Seni

Univeristas Negeri Surabaya, adalah

a. Pengulas karya sastra dan non sastra, Penyunting

Karya Sastra dan Non Sastra,Copy Editor,

pewarta media cetak dan Elektronik), , Copywriter,

Penulis karya sastra, Penerjemah

(Translator/Intepreter/Subtitler/Transkripsionist),

yang menguasai konsep ilmu bahasa dan sastra

(Inggris) serta mampu mengaplikasikanprinsip-

prinsip kebahasaan dan kesastraan dengan

menggunakan ketrampilan bernalar (critical

thinking)secara profesional untuk menghasilkan

(mengambil keputusan) karya kreatif, inovatif,

original dan berwawasan multikultural serta

mampu mengkomunikasikannya dengan penuh

tanggung jawabmelalui bentuk lisan maupun tulis

dengan menjunjung nilai moral.

b. Penelitidan instruktur Bahasa Inggris yang

menguasaiilmu bahasa dan sastra mampu

memecahkan (mengaplikasikan & mengambil

keputusan) masalah ilmu bahasa dan sastra Inggris

dengan menggunakan ketrampilan bernalar

(critical thinking) danberbagai metode penelitian

bahasa dan sastra, yang dipertanggungjawabkan

secara moral dan akademik secara tulis dan lisan

dalam lingkungan akademis dan sosial

kemasyarakatan.

Kedalaman dan keluasan lulusan S1 sastra inggris

yang merupakan kualifikais tingkat 6 yaitu

a. Pengulas dan Penyunting Karya Sastra dan Non

Sastra,

b. Pewarta media cetak dan Elektronik,

c. Copy Editor,

d. Copywriter,

e. Penulis Cerita,

f. Penulis Naskah (Scriptwriter),

g. Penerjemah

(Translator/Intepreter/Subtitler/Transkripsionist),

h. Peneliti, akademisi /instruktur bahasa Inggris

i. di bidang media (cetak maupun elektronik),

kehumasan, periklanan, perbankan, pariwisata, dan

ilmu pengetahuan/pendidikan

Para lulusan ini merupakan tujuan yang Program

Sastra Inggris ingin wujudkan, adalah mencetak

Sarjana Sastra merupakan praktisi bahasa dan sastra

Inggris, pencipta karya seni tulis bahasa dan Sastra

Inggris, creativepreneur, dan peneliti/akademisi

/instruktur bahasa Inggris yang menguasai dan

mengaplikasikan prinsip-prinsip kebahasaan dan

kesastraan Inggris dengan menggunakan ketrampilan

bernalar (critical thinking) di bidang media (cetak

maupun elektronik), penerjemahan, periklanan,

kehumasan, perbankan, pariwisata, dan ilmu

pengetahuan.

2.2. Mahasiswa.

Pengertian definisi mahasiswa dalam

Peraturan Pemerintah RI No.30 tahun 1990 adalah

peserta didik yang terdaftar dan belajar di perguruan

tinggi tertentu. Selanjutnya menurut Sarwono

mahasiswa adalah setiap orang yang secara resmi

terdaftar untuk mengikuti pelajaran di perguruan tinggi

dengan batas usia sekitar 18-30 tahun. Mahasiswa

merupakan suatu kelompok dalam masyarakat yang

memperoleh statusnya karena ikatan dengan

perguruan tinggi.

Mahasiswa merupakan suatu kelompok

dalam masyarakat yang memperoleh statusnya karena

ikatan dengan perguruan tinggi. Mahasiswa juga

merupakan calon intelektual atau cendekiawan muda

dalam suatu lapisan masyarakat yang sering kali syarat

dengan berbagai predikat. Pengertian Mahasiswa

adalah merupakan insan-insan calon sarjana yang

dalam keterlibatannya dengan perguruan tinggi (yang

makin menyatu dengan masyarakat), dididik dan

diharapkan menjadi calon-calon intelektual. Menurut

UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas Bab VI

bagian ke empat pasal 19 bahwasanya ‚ mahasiswa ‛

itu sebenarnya hanya sebutan akademis untuk siswa/

murid yang telah sampai pada jenjang pendidikan

tertentu dalam masa pembelajarannya.

Dalam proses pemilihan pekerjaan apa yang

sesuai atau diinginkan, setiap individu akan selalu

mempertimbangkan segala minat, bakat, potensi,

kecerdasakn maupun harapan yang akan dicapai. Jenis

pekerjaan yang akan ditekuni nantinya pun merupakan

suatu proses atau aktivitas individu dalam usaha

mempersiapkan diri untuk memasuki karir yang

berhubungan dengan pekerjaan melalui suatu

rangkaian proses kegiatan yang terarah dan sistematis,

sehingga mampu memilih karis sesuai dengan yang

diinginkan atau yang dapat dilakukan.

Dalam diri setiap mahasiswa memiliki apa

yang disebut minat, bakat, dan potensi karir. Ketiga hal

tersebut berbeda antara satu individu dengan yang

lainnya. Ketiga hal tersebut merupakan kondisi

psikologis dari mahasiswa yang merupakan subyek

penelitian ini.

Kondisi Psikologi. Beberapa faktor

psikologis yang utama, yang dapat mempengaruhi

proses dan hasil belajar yaitu:

a. Menurut J.P. Chaplin dalam (Slameto, 2003:56 (1))

intelegensi adalah kecakapan yang terdiri dari

kecakapan untuk menghadapi dan menyesuaikan

diri kedalam situasi yang baru dengan cepat dan

efektif, mengetahui atau menggunakan konsep-

konsep yang abstrak secara efektif, mengetahui

relasi dan mempelajarinya dengan cepat. M.

Dalyono dalam (Djamarah, 2000:160 (2))

mengatakan bahwa seseorang yang memiliki

intelegensi yang tinggi umumnya mudah belajar

dan hasilnya pun cenderung baik. Sebaliknya orang

yang intelegensinya rendah cenderung mengalami

kesukaran-kesukaran dalam belajar, lambat

berpikir, sehingga prestasi belajarnya pun rendah.

Namun walaupun demikian, siswa yang memiliki

Page 98: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

86

tingkat intelegensiyang tinggi belum tentu berhasil

dalam belajarnya. Hal ini disebabkan karena

belajar merupakan suatu proses yang kompleks

dengan banyak faktor yang mempengaruhinya dan

intelegendi merupakan salah satu faktor di antara

faktor yang ada. Faktor-faktor tersebut saling

mempengaruhi satu sama lainnya. Jika salah satu

faktor berpengaruh negatif dalam belajar maka

siswa akan gagal dalam belajar. Siswa yang

memiliki intelegensi yang tinggi namun tidak

mempunyai motivasi belajar yang tinggi maka

hasil belajarnya pun akan cenderung rendah.

b. Bakat sering diakui sebagai kemampuan bawaan

yang merupakan potensi yang masih perlu

dikembangkan atau dilatih (Sunarto & Hartono,

1999:119 (3)). Menurut Hilgard, bakat adalah

kemampuan untuk belajar. Kemampuan itu baru

akan terealisasi menjadi kecakapan yang nyata

sesudah belajar atau berlatih. Jadi bakat

merupakan faktor yang besar pengaruhnya

terhadap proses dan hasil belajar seseorang.

Hampir tidak ada orang yang membantah, bahwa

belajar pada bidang yang sesuai dengn bakat akan

memperbesar kemungkinan berhasilnya usaha

tersebut. Akan tetapi, banyak hal-hal yang

menghalangi untuk terciptanya kondisi yang

sangat diinginkan oleh setiap orang. Dalam

perguruan tinggi misalnya, tidak selalu perguruan

tinggi tempat orang belajar menjanjikan studi

yang benar-benar sesuai dengan bakat orang

tersebut. Hal lain yang menjadi penghambat

adalah faktor orang tua yang memaksakan

kehendaknya untuk menyekolahkan anaknya pada

jurusan atau keahlian tertentu tanpa mengetahui

bakat yang dimiliki anaknya itu.

c. Minat Menurut Slameto (2003:180) minat adalah

suatu rasa lebih suka dan rasa ketertarikan pada

suatu hal atau aktivitas, tanpa ada yang menyuruh.

Minat yang besar terhadap sesuatu merupakan

modal yang besar untuk memperoleh benda atau

tujuan yang diamati itu. Timbulnya minat belajar

dapat disebabkan oleh berbagai hal, antara lain

karena keinginan yang kuat untuk menaikkan

martabat atau 20 memperoleh pekerjaan yang baik

serta ingin hidup senang dan bahagia. Menurut

Dalyono dalam (Djamarah, 2000:157) minat

belajar yang besar cenderung menghasilkan

prestasi yang tinggi, sebaliknya minat belajar

yang kurang akan menghasilkan prestasi yang

rendah.

d. Motivasi menurut Noehi Nasution dalam

(Djamarah, 2000:166) motivasi adalah kondisi

psikologis yang mendorong seseorang untuk

melakukan sesuatu. Jadi motivasi belajar adalah

kondisi psikologis yang mendorong seseorang

untuk belajar. Dalam kenyataannya motivasi

belajar ini tidak selalu timbul dalam diri siswa.

Sebagian siswa memiliki motivasi belajar yang

tinggi tetapi sebagian lagi motivasi belajarnya

rendah bahkan tidak ada sama sekali. Ngalim

Purwanto (1995: 61 (4)) mengatakan bahwa

banyak bakat siswa yang tidak berkembang

karena tidak diperolehnya motivasi yang tepat.

Jika seseorang mendapatkan motivasi yang tepat,

maka akan tercapai hasil belajar yang diinginkan.

Motivasi belajar dipengaruhi oleh beberapa faktor

antara lain:

a. Cita-cita atau aspirasi Cita-cita atau aspirasi

adalah suatu target yang ingin dicapai oleh

seseorang. Menurut W.S Winkel, cita-cita

adalah tujuan yang ditetapkan dalam suatu

kegiatan yang mengandung makna bagi.

Siswa yang memiliki cita-cita yang tinggi

akan memiliki motivasi yang tinggi untuk

meraihnya.

b. Kemampuan Dalam belajar dibutuhkan

beberapa kemampuan. Kemampuan ini

meliputi beberapa aspek psikis yang terdapat

dalam diri siswa, misalnya pengamatan,

perhatian, ingatan, daya pikir dan fantasi.

c. Kondisi Siswa Kondisi siswa meliputi

kondisi jasmani dan rohani yang akan

mempengaruhi motivasi belajar. Kondisi

siswa yang sedang sakit, lapar atau marah-

marah akan mengganggu konsentrasi belajar.

d. Kondisi Lingkungan Siswa Lingkungan

siswa dapat berupa keadaan alam, lingkungan

tempat tinggal, pergaulan teman sebaya, dan

kehidupan masyarakat. Sebagai anggota

masyarakat , siswa dapat terpengaruh oleh

lingkungan sekitar.

e. Unsur-unsur dinamis dalam belajar. Unsur-

unsur dinamis dalam belajar adalah unsur-

unsur yang keberadaannya dalam proses

belajar tidak stabil, kadang-kadang kuat,

kadang-kadang lemah, dan bahkan hilang

sama sekali, khususnya kondisi-kondisi yang

sifatnya kondisional. Misalnya keadaan

emosi siswa, gairah belajar, situasi dalam

keluarga dll.

f. Upaya Guru Dalam Membelajarkan Siswa

Upaya yang dimaksud disini adalah

bagaimana guru mempersiapkan diri dalam

membelajarkan siswa, mulai dari penguasaan

materi, cara menyampaikan, menarik

perhatian siswa, mengevaluasi hasil belajar

siswa. Bila upaya tersebut dilaksanakan

dengan berorientasi pada kepentingan siswa

maka diharapkan upaya tersebut dapat

menimbulkan motivasi belajar siswa.

( Dimyati & Mudjiono, 2002 : 97-100 (5))

e. Emosi Menurut CP. Chaplin, emosi dapat

dirumuskan sebagai suatu keadaan terangsang

dari individu, mencakup perubahan-perubahan

yang disadari, yang mendalam sifatnya dan

perubahan perilaku. (CP. Chaplin, 1989: 163

(6)). Keadaan emosi yang labil seperti mudah

marah, tersinggung, merasa tertekan, merasa

tidak aman dapat mengganggu keberhasilan anak

dalam belajar. Perasaan aman, gembira, bebas,

Page 99: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

87

merupakan aspek yang mendukung dalam

kegiatan belajar.

2.3 Karir, Potensi, dan Pilihannya.

Potensi karir adalah kemampuan yang

dimiliki dalam diri seseorang yang akan mendukung

apa yang dilakukan berdasarkan jenis atau tipe

pekerjaan. Dalam potensi karir terdapat pilihan karir.

Manusia adalah makhluk yang senantiasa tumbuh dan

berkembang. Perkembangan individu juga mencakup

perkembangan cita-cita atau pilihan tentang karirnya.

Seseorang dalam hidupnya tidak jarang merasa ada

bagian dalam dirinya yang ingin dikembangkan guna

mencari kepuasan dan juga untuk memenuhi

kebutuhannya di masa depan. Pengertian pilihan karir

Menurut Winkel (1991:512 (7)) pilihan karir

merupakan suatu proses pemilihan jabatan yang

dipengaruhi oleh faktor-faktor psikologis, sosiologis,

kultural geografis, pendidikan, fisik ekonomis, dan

kesempatan yang terbuka yang bersama-sama

membentuk jabatan seseorang, di mana seseorang tadi

memperoleh sejumlah keyakinan, nilai kebutuhan,

kemampuan, keterampilan minat, sifat kepribadian,

pemahaman, dan pengetahuan yang semuanya

berkaitan dengan jabatan yang dipangkunya.

Faktor-faktor yang berpengaruh dalam

pilihan karir meliputi 2 faktor, internal dan eksternal.

Menurut Sukardi (1987:44-45 (8)): 1. Faktor internal:

kemampuan intelegensi, bakat, minat, sikap,

kepribadian, nilai, hobi, prestasi, keterampilan,

penggunaan waktu senggang, aspirasi dan pendidikan

sekolah, pengalaman kerja, pengetahuan dunia kera,

kemampuan dan keterbatasan fisik, masalah dan

keterbatasan pribadi 2. Faktor eksternal: kelompok

primer dan kelompok sekunder Perencanaan Pilihan

Karir Menurut Sukardi dan Sumiati (1993:23 (9)),

merencanakan karir terdiri dari beberapa bagian yaitu:

1. Penilaian diri 2. Menelaah dan eksplorasi jabatan 3.

Menyusun jadwal kegiatan 4. mengantisipasi masalah

yang timbul 5. Meninjau rencana dan kemampuan diri.

Ragam dan jenis pilihan karir terdapat beberapa

pilihan yang dipilih untuk kelanjutan karir setelah

lulus dari perguruan tinggi, diantaranya adalah

melanjutkan ke jenjang pasca sarjana/pendidikan

magister (S2), pendidikan profesi, dan bekerja.

Klasifikasi pekerjaan menurut Winkel dan Hastuti

(1991:749 (10)), pengelompokan macam-macam

pekerjaan menurut bidangnya dapat dibagi menjadi ,

antara lain: 1. teknik dan industry, 2. niaga, 3.

perkantoran, 4. pelayanan masyarakat/jasa, dan 5.

pekerjaan lapangan.

3. METODE PENELITIAN

3.1. Desain Penelitian

Dengan judul “Penelusuran Minat, Bakat dan

Potensi Karir Mahasiswa Prodi Sastra Inggris

UNESA”, penelitian ini akan melakukan penelitian

deskriptif dengan menggunakan desain kuantitatif dan

kualitatif (kuantilatif). Data yang dikumpulkan berupa

data berupa angka dan keterangan. Data kuantitatif

dalam penelitian ini yaitu data persentase minat dan

bakat baik akademik ataupun non-akademik, pilihan

karier mahasiswa, faktor penyebab dan relevansi

jurusan dengan arah pilih karier yang dipilih, data ini

diperoleh melalui penyebaran angket. Sedangkan data

kualitatif merupakan hasil wawancara dengan

mahasiswa yang memiliki ketertarikan yang beragam

antar satu mahasiswa dengan lainnya, memiliki

alternatif pilihan karier yang sama, untuk memperoleh

informasi yang lebih dalam mengenai alternatif karier

yang dipilih tersebut data ini mencakup persiapan yang

telah dilakukan mahasiswa dalam memilih karier

lanjutan, maupun faktor pendukung dan

penghambatnya. Data ini diperoleh melalui

wawancara.

Pada penelitian awal untuk mengambil data

tentang minat, bakat dan potensi karir yang dipilih

mahasiswa angkatan 2014 dan 2015 akan dilakukan

dengan menyebarkan angket pilihan karier untuk

mahasiswa dan dan sumber data kualitatif (subyek

penelitian) yang akan diwawancarai untuk

memperoleh informasi yang lebih dalam tentang

pilihan kariernya. Sampel dalam penelitian ini adalah

mahasiswa Prodi Sastra Inggris angkatan 2014 dan

2015, FBS, UNESA. Sesuai dengan data siakad

Jurusan Bahasa dan Sastra Inggris UNESA, terdapat

746 mahasiswa yang terdaftar aktif sebagai mahasiswa

Prodi Sastra Inggris dengan detil jumlah 90 mahasiswa

angkatan 2014 dan 85mahasiswa angkatan 2015.

Sehingga penelitian tersebut tidak menggunakan

rumus atau formula tertentu. Setelah sumber data

utama didapatkan, penelitian akan melakukan

eksperimen

3.2. Lokasi Penelitian

Penelitian tersebut akan dilaksanakan di jurusan

bahasa dan sastra inggris UNESA. Lebih tepatnya, di

Unesa kampus lidah wetan gedung T4 dan T8. 3.3. Data dan Sumber Data

Penelitian Penelusuran Minat, Bakat dan

Potensi Karir Mahasiswa Prodi Sastra Inggris

UNESA menggunakan data primer hasil dari kuesioner

yang disebarka mahasiswa Prodi Sastra Inggris

angkatan 2014 da 2015. Data primer lainnya yaitu data

yang diambil dari wawancara dengan mahasiswa.

Selain data primer, data sekunder berupa data prestasi

mahasiswa jurusan Bahasa inggris tahun 2013-2015

juga akan membantu dalam memberikan informasi

pendahuluan tentang kondisi mahasiswa Prodi Sastra

Inggris. Data tersebut diambil dari data awal

penyusunan boring akreditasi jurusan Bahasa dan

sastra inggris UNESA. 3.4. Teknik Pengumpulan Data dan Instrumen Penelitian

Teknik pengumpulan data yang digunakan

dalam penelitian ini adalah kuesioner tertutup

(responden harus memilih jawaban yang paling sesuai)

dan terbuka (responden dapat memformulasikan

sendiri jawabannya). Data dikumpulkan dengan

menggunakan teknik kuesioner yang rencana akan

Page 100: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

88

disebar pada 90 mahasiswa Prodi Sastra Inggris

angkatan 2014 dan 85 mahasiswa angkatan 2015. 3.5. Teknik Pengolahan Data

Teknik pengolahan data yang digunakan

dalam penelitian tersebut adalah dengan cara:

a. Penyusunan data.

b. Klasifikasi data.

c. Pengolahan data.

d. Interpretasi hasil pengolahan data.

Pada penelitian ini akan menggunakan 2 jenis data,

data kualitatif dan data kuantitatif. Pengolahan data

kualitatif dalam penelitian akan melalui tiga kegiatan

analisis yakni sebagai berikut.

a) Reduksi data.

b) Penyajian data.

c) Menarik kesimpulan/verifikasi.

Pengolahan Data Kuantitatif meliputi:

a) Mengelompokkan data.

b) Mengelompokkan Data. Agar data dapat

dikelompokkan secara baik, perlu dilakukan

kegiatan awal sebagai berikut.

(a) Editing, (b) Coding, (c) Tabulating,

4. ANALISA

Penelitian ini yang bertujuan untuk mengetahui

secara tepat dan benar akan apa yang sedang dihadapi

mahasiswa dalam menyambut persiapan mereka

menuju duani kerja setelah selama 4 tahun menempuh

pendidikan tinggi di jurusan bahasa dan sastra inggris

unesa. Pengambilan data sengaja dilakukan pada

mahasiswa tahun angkatan 2014 dan 2015 dengan

alasan tim peneliti dapat memberikan usulan sekaligus

membatu menyelenggarakan kegiatan yang

merupakan bagian dari solusi yang ditawarkan untuk

diberikan pada mahasiswa.sasaran utama penelitian

tersebut adalah mahasiswa. Berangkat dari cerita,

keluh, kesah, peran, saran beberapa mahasiswa selama

beberapa periode bahwa mahasiswa merasakan ada

yang kurang yang belum mereka dapatkan di kelas dan

dapat menunjang kemampuan akademik mereka.

Mereka yang berpandapat tersebut adalah mahasiswa

yang diantaranya telah menempuh ujian sidang skripsi

dan menunggu waktu wisuda, mahasiswa yang sedang

menempuh masa penyusunan skripsi, dan mahasiswa

yang telah lulus namun masih sering bermain ke

jurusan bahasa dan sastra inggris,unesa.

Dari semua apa yang telah disampaikan secara

lisan pada tim peneliti memberikan ide untuk

menyusun penelitian guna mencari tahu lebih banyak

dan dalam permasalahan yang dihadapi mahasiswa.

Dari penelitian awal ini kami menyusun 4 pertanyaan

penelitian, yaitu berfokus pada bakat, minat, potensi

apa yang dimiliki mahasiswa, dan jenis kegiatan yang

merupakan strategi yang dapat dilaksanakan jurusan

untuk membekali mahasiswa sebelum terjun ke dunia

kerja.

Data penelitian berkaitan dengan perntanyaan

yang telah disusun didapatkan dengan menyebarkan

angket pada mahasiswa prodi sastra inggris angkatan

2014 dan 2015.

4.1 Bakat mahasiswa Prodi Sastra Inggris 2014 dan 2015

Bakat sering diakui sebagai kemampuan

bawaan yang merupakan potensi yang masih perlu

dikembangkan atau dilatih (sunarto & hartono,

1999:119). Hasil pertama yang didapatkan dari angket

adalah petanyaan tentang bakat yang dimiliki oleh

masing-masing mahasiswa yang diberi angket. Tabel 1. Bakat mahasiswa Prodi Sastra Inggris 2014 dan

2015 No Bakat Jumlah

1 Menulis 63

2 Seni 56

3 Kemampuan bicara 44 4 Tidak menjawab 12

Dari 90 mahasiswa angkatan 2014 dan 85

angkatan 2015, semua angket kembali pada tim

peneliti dengan data yang lengkap guna membahas 4

pertanyaan diatas (tabel 1). Data pertama adalah

perihal bakat yang dimiki mahasiswa. Angket yang

kembali pada peneliti 175 dengan rincian 63 memiliki

bakat menulis, 56 bakat seni, 44 berbakat dalam

kemampuan bicara, dan 12 menyatakan tidak memiliki

jawaban.

63 mahasiswa yang memiliki bakat menulis

menyatakan secara detil bahwa bakat mereka

diantaranya menulis cerita, puisi, drama, teks, essai,

dan lirik lagu. Jumlah tertinggi kedua, 56 mahasiswa

menyatakan bahwa bakat mereka adalah di dunia seni,

diantaranya seni suara, tari, gambar, desain, menghias,

beladiri, busana, merangkai, memasak, dan fotografi.

Pada tingkat ketiga, 44mahasiswa cenderung

menyukai aktifitas yang berhubungan dengan

kemampuan berbicara. Pada tingkat keempat 12

mahasiswa masih menyatakan bingung, ragu, dan

bahkan tidak tahu meski dalam angket telah diberikan

gamabaran sederhana tentang apa yang dimaksud

dengan bakat dan minat. Keterangan tersebut

bertujuan supaya mahasiswa tidak perlu bingung akan

pengertian dari masing-masing kata kunci yang

dipakai, bakat,minat, dan potensi karir.

Pada pertanyaan kedua, yang merupakan rasa

ketertarikan mahasiswa. Minat menurut slameto

(2003:180) minat adalah suatu rasa lebih suka dan rasa

ketertarikan pada suatu hal atau aktivitas, tanpa

adayang menyuruh. Hasil angket kedua adalah

pernyataan maahasiswa perihal minat yang mahasiswa

miliki.

Page 101: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

89

4.2 Minat mahasiswa Prodi Sastra Inggris 2014 dan 2015

Tabel 2. Minat mahasiswa Prodi Sastra Inggris 2015 dan

2016 No Minat Jumlah

1 Menulis 51

2 Seni 27

3 Budaya 27 4 Public speaking 26

5 Penerjemahan 20

6 Teknologi informasi 7 7 Pengajaran 1

8 Tidak tahu minat yang disukai 27 total 175

Sejumlah 51 menyenangi menulis; 27

menyenangi bidang seni, fotografi, masak; 27 senang

bidang budaya, pariwisata, periklanan; 26 senang pada

bidang public speaking; 20 senang bidang

penerjemahan; 7 senang bidang teknilogi informasi,

gaming; 1 senang pada pengajaran; dan 27 lainnya

tidak tahu apa yang mereka senangi sekaligus bingung.

Ragam jawaban pada pertanyaan kedua tersebut

berjumlah lebih banyak karena selera yang diminati

mahasiswa lebih bervariasi. Hal lainnya adalah

mahasiswa juga cederung ingin mengambangkan

ketertarikan mereka pada lebih dari 1 bidang. Banyak

diantara mereka yang tertarik pada 2-4 bidang. Namun

yang dijadikan pedoman pada penelitian ini adalah

pada pilihan pertama atau jawaban pertama akan tetapi

tetap mempertimbangkan kesesuaian dengan bakat

yang mahasiswa miliki.

4.3 Potensi karir mahasiswa Prodi Sastra Inggris 2014 dan

2015

Pada pertanyaan ketiga, tim peneliti berusaha

menjaring pendapat dari mahasiswa perihal jenis

pelatihan apa yang mereka butuhkan untuk menunjang

kemampuan akademik. Potensi karir atau pilihan karir

pilihan karir menurut winkel (1991:512) pilihan karir

merupakan suatu proses pemilihan jabatan yang

dipengaruhi oleh faktor-faktor psikologis, sosiologis,

kultural geografis, pendidikan, fisik ekonomis, dan

kesempatan yang terbuka yang bersama-sama

membentuk jabatan seseorang, di mana seseorang tadi

memperoleh sejumlah keyakinan, nilai kebutuhan,

kemampuan, keterampilan minat, sifat kepribadian,

pemahaman, dan pengetahuan yang semuanya

berkaitan dengan jabatan yang dipangkunya. Tim

berhasil menghimpun ragam pelatihan yang

dikehendaki mahasiswa, diantaranya:

a. Pelatihan dasar menulis

b. Pelatihan menulis kreatif

c. Pelatihan jurnalistik

d. Pelatihan untuk menjadi guru

e. Pelatihan akuntansi, perbankan

f. Pelatihan dasar/pengenalan menjadi pramugari/a

g. Pelatihan membaca al-quran

h. Pelatihan enterpreneur

i. Pelatihan keorganisasian

j. Pelatihan teknologi informasi

k. Pelatihan ilmu komunikasi

l. Pelatihan bidang periklanan

m. Pelatihan editing

n. Pelatihan bidang public speaking/public relation

o. Pelatihan kewirausahaan, bisnis

p. Pelatihan bidang kepariwisataan

q. Pelatihan bidang agama

r. Pelatihan bahasa

s. Pelatihan penerjemahan

t. Pelatihan desain gambar, ruang, busana

u. Pelatihan wawancara kerja, psikolog, karakter.

Dari sekian banyaknya jenis pelatihan yang diinginkan

mahasiswa, pelatihan menulis menjadi jenis yang

paling diminati mahasiswa selain pelatihan tersebut

merupakan bidang yang ingin dikembangkan oleh

jurusan bahasa dan sastra inggris.

Dengan teridentifikasinya bakat, minat, ragam

pelatihan yang dikehendaki mahasiswa, penelitian ini

akan melengkapi data dari mahasiswa dengan jenis

profesi atau pekerjaan yang ingin digelui oleh

mahasiswa sampai pada pilihan ketiga. Angket yang

disebar pada 175 mahasiswa memberikan hasil pilihan

selera mahasiswa, yaitu: Tabel 3. Profesi yang diminati mahasiswa Prodi Sastra

Inggris 2014 dan 2015. N

o

Profesi Jumla

h

1 Pengulas dan penyunting karya sastra dan non

sastra,

9

2 Pewarta media cetak dan elektronik, 23

3 Copy editor 14

4 Copywriter, 17 5 Penulis cerita, 28

6 Penulis naskah (scriptwriter), 14

7 Penerjemah (Translator/Intepreter/Subtitler/transkrips

ionist),

24

8 Peneliti, akademisi /instruktur bahasa inggris 19 9 Di bidang media (cetak maupun elektronik),

kehumasan, periklanan, perbankan,

pariwisata, dan ilmu pengetahuan/pendidikan,

27

10 lain-lain (pendakwah, penceramah). 5

total 175

Dari 175 mahasiswa yang memberikan

respon balik didapat jumlah terbanyak jenis pekerjaan

yang ingin ditekuni mahasiswa Prodi Sastra Inggris

dari jumlah tertinggi sampai terendah adalah penulis

cerita, di bidang media, penerjemah, pewarta media

cetak dan elektronik, peneliti akademisi, copywriter,

copyeditor, penulis naskah, pengulas dan penyunting

karya sastra dan non sastra, dan lain-lain.

4.4 Pengembangan strategi pembinaan bakat, minat, dan

potensi karir mahasiswa prodi sastra inggris angkatan

2014 dan 2015

Dari keseluruhan data yang diperoleh, dapat

disampaikan bahwa 63 mahasiswa memiliki bakat

menulis, mencapai nilai paling tinggi. Memiliki

jumlah mahasiswa yang minat menulis juga dipilih

oleh 51 orang. Jenis pelatihan yang diminati

mahasiswa dan jenis profesi yang ingin ditekuni

mahasiswa setelah lulus adalah menulis, meraih

jumlah mahasiswa paling tinggi. Hal tersebut

Page 102: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

90

menunjukkan bahwa kedepannya prodi dapat

memberikan perhatian lebih pada program atau

kegatan yang menunjang aktivitas menulis. Kegiatan

menulis tersebut dapat divariasi diantaranya menulis

cerita, naskah, essai, berita, makalah, artikel, laporan,

dan blog. Frekuensi penyelenggaraan pelatihan dapat

dilakukan minimal 1 kali dalam 1 semester dengan

nama pelatihan yang berbeda. Frekuensi pelatihan juga

dapat disesuaikan jumlahnya dengan kegiatan

peningkatan kemampuan non-akademik mahasiswa

yang juga akan diselenggarakan untuk mahasiswa,

diantaranya kewirausaan dan basar, workshop dasar

menulis untuk mahasiswa baru, dan pelatihan

keorganisasian dasar-menengah-lanjutan. Jenis

pelatihan lainnya yaitu pelatihan public speaking,

perbankan, perhotelan, enterpeneurship, periklanan,

komputer, teknologi informasi, seni (desain, gambar,

fotografi, dekorasi, busaha, gerak), dan sebagainya.

Namun begitu beberapa kegiatan pengembangan

potensi mahasiswa Jurusan Bahasa dan Sastra Inggris

sudah dapat terakomodasi oleh kegiatan yang

diselenggarakan oleh HMJ (Himpunan Mahasiswa

Jurusan) melalui beberapa divisi kegiatan, yaitu bola

basket, futsal, sepakbola, musik, drama, iro-iro

(gambar animasi), media, SKI, dance, dan fotografi.

Dalam satu tahun masing-masing divisi memiliki

kegiatan rutin dan insidentil (lomba atau penampilan).

Penelitian ini juga merencanakan diadakannya

pelatihan sederhana tentang menulis yang diisi oleh

alumni mahasiswa Prodi Sastra Inggris. Agung Putu

Iskandar adalah alumni Prodi Sastra Inggris yang

menekuni bidang jurnalisme. Agung pernah menjadi

wartawan harian pagi Jawa Pos dan sekarang menjadi

tetap menjadi penulis lepas beberapa media cetak

surabaya dan jakarta. Pelatihan menulis yang dihadiri

oleh 30 mahasiswa, diselenggarakan gratis selama 4

jam dengan memakai format workshop dengan target

beberapa tulisan mahasiswa dapat dimasukkan sebagai

bahan tulisan majalah jurusan edisi 2. Kegiatan ini

berhasil dilaksanakan pada hari Rabu, 9 November

2016 memakai ruang kelas T8.01.02 mulai pukul 9.00-

13.00. Selanjutnya akan dijadwalkan pelatihan

menulis oleh alumni mahasiswa Prodi Sastra Inggris

Kuntari dengan tema pelatihan menulis kreatif.

Kuntari adalah penulis cerita dan beberapa kali

berhasil membuat tulisan scriptwriter di beberapa

perusahaan televisi swasta di Jakarta. Saat ini Kuntari

juga menekuni dunia tulisan melalui dunia maya.

5. DAFTAR PUSTAKA

[1]. Slameto, (2003). Belajar dan Faktor-Faktor

yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta.

[2]. Djamarah, S.B, (2000). Guru dan Anak Didik

dalam Interaksi Edukatif. Jakarta. Rineka Cipta

[3].Sunarto H. dan Hartono, B.Agung, (1999).

Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: PT

Rineka Cipta.

[4]. Purwanto, Ngalim, (1995). Psikologi Pendidikan,

Bandung : PT Remaja Rosdakarya.

[5]. Dimyati & Mudjiono, (2002). Belajar dan

Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.

[6]. Chaplin, C.P, (1989). Kamus Lengkap Psikologi.

(diterjemahkan Kartini Kartono). Jakarta: Rajawali

Press.

[7]. Winkel W.S, (1991). Bimbingan dan Konseling

di Sekolah Menengah. Jakarta: PT. Grasindo.

[8]. Sukardi, Dewa Ketut, (1987). Bimbingan Karir

di Sekolah. Jakarta: Ghalia.

[9]. Sukardi, Dewa Ketut dan Sumiati, Desat Mede,

(1991). Panduan Perencanaan Karir. Surabaya:

Usaha Nasional.

[10]. Winkel, W.S; Hastuti, Sri, (2007). Bimbingan

dan Konseling di Institusi Pendidikan.

Yogyakarta : Media Abadi.

Page 103: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

91

Pengembangan Model Pendidikan Guru Bidang Sains dan Teknologi

di Era Digital

Muchlas Samani1*), Mochamad Cholik2, I.G.P. Asto Buditjahjanto3. 1. Pendidikan Teknik Mesin, Universitas Negeri Surabaya. Email: [email protected] 2. Pendidikan Teknik Mesin, Universitas Negeri Surabaya Email: m.cholik @unesa.ac.id 3. Teknik Elektro. Universitas Negeri Surabaya. Email: [email protected]

*) Alamat Korespondesi: Email: [email protected]

ABSTRACT

In fact, technology is changing patterns of human life. Digital technology has changed the patterns of life and work.

Various studies have found digital era requires competence different working with industrial era. Competence or the 21st-

century digital era leads to multi-tasking, cross-culture collaboration, and creativity. Far different from the competence of the

industrial era that relies on manual skills are specialized and dominated by direct instruction (DI). Seen through the lens of

education, graduated from Vocational High School greatly affected the above changes, because changes in the pattern of

employment in the industry have consequences for the changing patterns of teaching in schools. The subjects productive in

SMK which has a core of learning technology, it is inevitable to be in contact automation, the pattern of learning is different

from the direct instruction (DI), Project based learning (PBL), or a problem-based learning. in connection with the learning

of the digital age that leads to multi-tasking, cross-culture collaboration, and creativity, it needs to be thought appropriate

learning conditions in the 21st century. Project based learning (PBL) and problem-based learning have the potential to foster

creativity, but the practice learning SMK technology has the risk of equipment damage and accidents, it is not easy to apply

the pattern of learning for learning in vocational school in the 21st century requires a touch of automation. With respect to the

necessary learning patterns above, it is necessary depth study and collaborates on appropriate learning patterns that are likely to be applied in Vocational Education.

Keywords: collaboration learning patterns,

ABSTRAK Secara fakta teknologi mengubah pola kehidupan manusia. Teknologi digital telah mengubah pola hidup dan pola kerja.

Berbagai studi menemukan era digital memerlukan kompetensi kerja yang berbeda dengan era industri. Kompetensi era digital

atau abad 21 mengarah ke multi tasking, cross culture collaboration dan kreativitas. Jauh berbeda dengan kompetensi era

industri yang bertumpu pada keterampilan manual yang terspesialisasi dan didominasi oleh direct instruction (DI). Dilihat

dari kacamata pendidikan, lulusan Sekolah Menengah Kejuruan sangat terpengaruh perubahan di atas, karena perubahan

pola kerja di industri membawa konsekwensi perubahan pola pembelajaran di sekolah. Mata pelajaran produktif di SMK yang

memiliki inti pembelajaran teknologi, tidak dapat dihindarkan akan bersentuhan otomasi, yang pola pembelajarannya tentu

berbeda dengan direct instruction (DI), Project based learning (PBL), atau pembelajaran berbasis masalah. Berkaitan dengan

pembelajaran era digital yang mengarah ke multi tasking, cross culture collaboration dan kreativitas, maka perlu pemikiran

pembelajaran yang sesuai kondisi di abad 21 ini. Project based learning (PBL) dan pembelajaran berbasis masalah punya

potensi untuk menumbuhkembangkan kreativitas, tetapi pembelajaran praktik SMK Bidang Teknologi yang memiliki resiko

kerusakan alat dan kecelakaan, tidak mudah menerapkan pola pembelajaran tersebut untuk pembelajaran di SMK yang pada

abad 21 ini memerlukan sentuhan otomasi. Sehubungan dengan pola pembelajaran yang diperlukan di atas, maka perlu kajian

yang mendalam dan berkolaborasi terhadap pola pembelajaran yang sekiranya tepat untuk diterapkan di Sekolah Menengah

Kejuruan.

Kata kunci: kalaborasi pola pembelajaran,

1. PENDAHULUAN

Universitas penghasil guru (Lembaga Pendidikan

Tenaga Kependidikan/LPTK) yang menghasilkan

guru Sekolah Menengah Bidang Sains dan Teknologi

telah menyiasati dengan cara menghadirkan

matakuliah Praktek Industri dengan tujuan agar

mahasiswa calon guru belajar perkembangan

teknologi di dunia industri yang dalam kenyataannya

lebih cepat beradaptasi dengan perkembangan

teknologi. Beberapa Sekolah Menengah Bidang Sains

dan Teknologi yang maju juga menyiasati dengan

mengirim guru untuk “magang” di industri. Namun

siasat tersebut belum sepenuhnya mampu menutup gap

antara kemajuan teknologi yang digunakan di industri

dengan yang ada di sekolah/univesitas penghasil guru.

Pada hal kemajuan teknologi semakin cepat dan dunia

industri juga terus berpacu satu dengan lainnya untuk

menggunakan teknologi terbaru. Sementara

universitas penghasil guru tentu sangat berat untuk

mengikuti persaingan itu.

Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), khususnya

Bidang Teknologi paling banyak terimbas

perkembangan tersebut, karena lulusannya diharapkan

segera terjun bekerja di industri yang mengalami

perubahan cepat. Oleh karena itu banyak riset untuk

menemukan model Pendidikan Teknologi dan

Kejuruan (PTK) yang di dalamnya tercakup SMK. Jika

model pembelajaran berubah karena dampak

teknologi, tentunya peran guru juga akan berubah dan

pada akhirnya kemampuan guru yang diperlukan juga

akan berubah. Sampai saat ini pendidikan guru masih

menggunakan model pendidikan untuk melayani

pembelajaran yang dirancang untuk era industri.

Ketika pola pembelajaran berubah akibat era informasi

Page 104: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

92

yang dipacu teknologi digital, tentu diperlukan

perubahan kompetensi gurunya. Pada hal saat inipun

dari sekolah bidang teknologi sudah sering

mengeluhkan pendidikan calon guru yang dianggap

kurang dapat mengikuti perkembangan. Apa yang

dipelajari di sekolah tertinggal dengan perkembangan

teknologi di industri, sehingga ketika mengajar, apa

yang dijelaskan sudah tertinggal dengan

perkembangan teknologi di industri.

Project based learning (PBL) dan pembelajaran

berbasis masalah punya potensi untuk

menumbuhkembangkan kreativitas, tetapi

pembelajaran praktik SMK Bidang Teknologi yang

memiliki resiko kerusakan alat dan kecelakaan, tidak

mudah menerapkan pola pembelajaran tersebut untuk

pembelajaran di SMK yang pada abad 21 ini

memerlukan sentuhan otomasi.

Mata pelajaran produktif di SMK yang memiliki

inti pembelajaran teknologi, tidak dapat dihindarkan

akan bersentuhan otomasi, yang pola pembelajarannya

tentu berbeda dengan direct instruction (DI), Project

based learning (PBL), atau pembelajaran berbasis

masalah. Berkaitan dengan pembelajaran era digital

yang mengarah ke multi tasking, cross culture

collaboration dan kreativitas, maka perlu pemikiran

pembelajaran yang sesuai kondisi di abad 21 ini.

Pembelajaran yang banyak melibatkan tentang

otomasi berkaitan dengan perkembangan teknologi

mutakhir yang membahas tentang diagram elektrik

yang digunakan di industri dan menjadi dasar dalam

perancangan sebuah sistem produksi yang terotomasi,

berbagai peralatan yang digunakan untuk menyusun

sebuah sistem otomasi, sistem komunikasi data, dasar

sistem pengendalian peralatan di industri, perancangan

part dan perencanaan proses dengan memperhatikan

sistem produksi yang terotomasi, teknologi dan

pemrograman CNC, industrial logic control systems,

Programmable Logic Controllers (PLC), dan sistem

otomasi terintegrasi (CAD/CAM).

Saat ini sudah mulai muncul riset dan

pengembangan pola pembelajaran yang dianggap

cocok dengan era informasi. Trillling dan Fadel (2009)

menjelaskan bagaimana inovasi yang dilakukan di The

Napa New Tech High School di Nothern California.

Cepat munculnya temuan baru membuat dinamika

perkembangan pendidikan juga cepat berubah. Jika

tidak apa yang dipelajari di sekolah (universitas) akan

usang ketika siswa/mahasiswa lulus dan terjun ke

lapangan kerja. Itulah yang dikeluhkan oleh Wagner

(2008) dalam buku The Global Achievement Gap: Why

Even Our Best Schools Don’t Teach the New Survival

Skills Our Children Need and What We Can Do About

It. Wagner menggambarkan lapangan berkembang

sangat cepat sebagai dampak teknologi, sementara

sekolah belum banyak berubah. Uraian di atas

memberi gambaran seperti apa model pembelajaran

untuk SMK di era digital.

2. KAJIAN TEORI

2.1 Pokok-Pokok Kompetensi di Era Digital

Perkembangan teknologi sedemikian cepatnya,

cetak berwarna sejelas gambar yang dicontoh sulit

dibedakan mana yang tiruan dan yang asli, di Jepan

dikembangkan alat pengirim bau (aroma). Jelasnya

apakah resep bumbu rendang yang dimasak oleh orang

Padang sama aromanya dengan yang dimasak oleh

orang Jepang di Tokyo yang pada waktu yang sama

mereka memasak di tempat yang berbeda. Kedua

orang yang dimaksud dapat bertukar aroma

masakannya. Ini adalah perkembangan teknologi yang

luar biasa.

Dengan kemajuan teknologi tersebut, akan

banyak pekerjaan yang semula dianggap tidak

mungkin sekarang dapat terwujud, yang semula

ditangani manusia akan diambil alih oleh “alat”, yang

lebih cermat, lebih cepat dan lebih tidak berisiko. Akan

terjadi pembagian pekerjaan apa yang sebaiknya

dikerjakan oleh manusia dan apa yang dikerjakan oleh

alat. Schmidt dan Cohen (2014: 254-255)

menggambarkan:

“In the future, computers and humans will

increasingly split duties according to what each

does well. We will use human intellegence for

judgment, intuition, nuance and uniquely human

interaction; we will use computing power for

infinite memory, infinitely fast processing and

actions limited by human biology. We will use

computers to run how they are interrogated and

handled thereafter will remain the purview of

human and their lawa. Robots in combat will

prevent death through greater precision and

situational awareness, but human judgments will

determine the context in which they are used and

what actions they can take.”

Apa yang diungkapkan oleh Schmidt dan Cohen

tersebut sudah dapat kita saksikan indikatornya.

Mahasiswa Teknik Perkapalan sudah tidak perlu susah

menghitung perencanaan bangunan kapal yang sangat

ribet. Perhitungan dapat dilakukan oleh software,

sehingga tugas mahasiswa adalah memikirkan desain

dengan segala pertimbangannya. Membuat peta daerah

dengan pesawat tak berawak yang dapat menjelejah

tempat-tempat yang sulit dengan resiko yang kecil.

Masih banyak contoh lain yang menunjukkan mana

pekerjaan yang lebih baik dilakukan oleh alat dan

mana pekerjaan yang harus ditangani oleh manusia,

karena tidak dapat dilakukan oleh mesin.

Dengan fenomena itu terjadi pergeseran

kemampuan atau kompetensi yang diperlukan untuk

bekerja di masa depan yang ternyata berbeda dengan

masa lalu. Wagner (2008) menyebutnya dengan the

survival skills, sebagai berikut:

1. critical thinking and problem solving,

2. collaboration across network and leading by

infulence,

3. agility and adaptibility,

4. initiative and entrepreneurialism,

5. effective oral dan written communication,

6. accesing and analyzing information, dan

Page 105: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

93

7. curiosity and imagination.

Serupa dengan hal itu, Trilling dan Fadel (2009)

menyampaikan apa yang dia sebut kompetensi abad 21

(21st Century Skills), sebagai berikut:

1. learning and innovation yang mencakup critical

thinking and problem solving, communication

and collaboration, creativity and innovation;

information,

2. media and technology skills yang mencakup:

information literacy, media literacy and ICT

literacy, dan

3. life and carrer skills yang mencakup flexibility

and adaptability, initiative and self direction,

social and cross-cultural interaction,

productivity and accountability and leadership

and responsibility.

Kalau di cermati, apa yang dikatakan oleh Wagner

(2008) dan Trilling dan Fadel (2009) itu merupakan

konsekwensi dari pola kerja di era digital. Studi

Samani (2014) menemukan urutan bekerja di era

digital sebagai berikut:

1. Mencari informasi. Dalam bekerja orang akan

selalu menghadapi masalah untuk dipecahkan

dan atau mencari sesuatu untuk dikembangkan.

Untuk itu langkah awal adalah mencari informasi

yang relevan. Di era digital, maka melek

informasi dan melek ICT menjadi modal penting.

Rasa ingin tahu (curiosity) sangat penting untuk

mendorong mencari informasi.

2. Jika informasi sudah diperoleh, tahap berikutnya

akan menganalisnya secara kritis dan

menggunakan hasil analisis itu untuk

memecahkan masalah yang dihadapi. Pemecahan

masalah harus dilakukan secara arif dan kreatif.

Arif artinya tidak boleh menabrak norma

kehidupan, kreatif artinya melalui cara-cara yang

baru. Disinilah pentingnya daya imaginasi.

3. Dalam bekerja, kemampuan fleksibilitas,

adaptasi, komuniasi dan kerjasama sangat

penting, karena hampir tidak ada pekerjaan yang

tidak dikerjakan dalam tim. Smart team

seringkali lebih penting dari individu yang

pandai.

Tentu harus dicatat bahwa apa yang

dikemukakan oleh Wagner, Trilling dan Fadel serta

Samani tersebut terkait dengan bidang keahlian yang

ditangani. Dalam istilah lain, soft skills tersebut harus

dipadukan dengan hard skills (bidang keahlian),

sehingga menjadi utuh menjadi apa yang disebut

dengan life skills.

Uraian diatas menunjukkan bahwa kompetensi

esensial di era di era digital sangat berbeda dengan

kompetensi esensial di era industri. Dari kacamata

pendidikan yang bertugas menyiapkan anak didik

memasuki era tersebut, muncul pertanyaan penting

yaitu “pola pembelajaran seperti apa yang tepat untuk

menumbuhkembangkan kompetensi tersebut”.

2.2 Model Pembelajaran pada Sekolah Menengah

Kejuruan di Era Digital

2.2.1 Model Pembelajaran dalam Kurikulum K13

Kurikulum 2013 menggunakan 3 (tiga) model

pembelajaran utama (Permendikbud No. 103 Tahun

2014) yang diharapkan dapat membentuk perilaku

saintifik, perilaku sosial serta mengembangkan rasa

keingintahuan. Ketiga model tersebut adalah: model

Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based

Learning), model Pembelajaran Berbasis Projek

(Project Based Learning), dan model Pembelajaran

Melalui Penyingkapan/Penemuan (Discovery/Inquiry

Learning). Disamping model pembelajaran di atas

dapat juga dikembangkan model pembelajaran

Production Based Education (PBE) sesuai dengan

karakteristik pendidikan menengah kejuruan. Tidak

semua model pembelajaran tepat digunakan untuk

semua KD/materi pembelajaran. Model pembelajaran

tertentu hanya tepat digunakan untuk materi

pembelajaran tertentu. Sebaliknya materi

pembelajaran tertentu akan dapat berhasil maksimal

jika menggunakan model pembelajaran tertentu. Oleh

karenanya guru harus menganalisis rumusan

pernyataan setiap KD, apakah cenderung pada

pembelajaran penyingkapan (Discovery/Inquiry

Learning) atau pada pembelajaran hasil karya

(Problem Based Learning dan Project Based

Learning)

2.2.2 Model Pembelajaran Tingkat Tinggi

Berpikir merupakan bagian dari ranah kognitif,

hirarki Bloom yang terdiri atas tingkatan-tingkatan.

Bloom mengkalisifikan ranah kognitif ke dalam enam

tingkatan: (1) pengetahuan (knowledge); (2)

pemahaman (comprehension); (3) penerapan

(application); (4) mengalisis (analysis); (5)

mensintesakan (synthesis); dan (6) menilai

(evaluation). Keenam tingkatan ini merupakan

rangkaian tingkatan berpikir. Berdasarkan tingkatan

itu, maka dapat diketahui bahwa berpikir untuk

mengetahui (knowledge) merupakan tingkatan

berpikir yang paling bawah (lower) sedangkan

tingkatan berpikir paling tertinggi (higher) adalah

menilai (evaluation).

Separuh dari hirarki Bloom ini adalah berpikir

tingkat bawah yang terdiri atas: (1) pengetahuan

(knowledge); (2) pemahaman (comprehension); (3)

penerapan (application). Sedangkan separuh hirarki

Bloom yang lain adalah berpikir tingkat atas yang

terdiri atas: (4) mengalisis (analysis); (5)

mensintesakan (synthesis); dan (6) menilai

(evaluation).

Dalam Wikipedia Indonesia, berpikir tingkat

tinggi adalaha concept of Education reform based on

learning taxonomies such as Bloom’s Taxonomy. The

idea is that some types of learning require more

cognitive processing than others, but also have more

Page 106: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

94

generalized benefits. In Bloom’s taxonomy, for

example, skills involving analysis, evaluation and

synthesis (creation of new knowledge) are thought to

be of a higher order, requiring different learning and

teaching methods, than the learning of facts and

concepts. Higher order thinking involves the learning

of complex judgmental skills such as critical thinking

and problem solving. Higher order thinking is more

difficult to learn or teach but also more valuable

because such skills are more likely to be usable in

novel situations (i.e., situations other than those in

which the skill was learned). Dari definisi itu maka

dapat dikatakan berpikir tingkat tinggi membutuhkan

berbagai tahapan pembelajaran dan pengajaran yang

berbeda, tidak hanya mempelajari fakta dan konsep

semata. Dalam berpikir tingkat tinggi meliputi

aktivitas pembelajaran terhadap keterampilan dalam

mengambil sikap yang bersifat kompleks. Berpikir

tingkat tinggi adalah berpikir pada tingkat lebih tinggi

daripada sekedar menghafalkan fakta. Berpikir tingkat

tinggi secara singkat dapat dikatakan sebagai

pencapaian berpikir terhadap pemikiran tingkat tinggi

dari sekedar pengulangan fakta-fakta. Berpikir tingkat

tinggi mengharuskan melakukan sesuatu atas fakta-

fakta, dengan harus memahamnya, menghubungkan,

memanipulasi, menyandingkan, menggabungkan

dengan yang serupa untuk menjadikan sesuatu yang

baru dengan cara dan metode yang lain. dan

menerapkannya dalam mencari terobosan baru

terhadap persoalan-persoalan yang perlu dicarikan

jawaban.

Berkaitan dengan model pembelajaran tingkat

tinggi di SMK kiranya perlu memperhatikan hal-hal

yang berkaiatan dengan apa yang berdapat dalam

berpikir tingkat tinggi sebagaimana tertulis diatas.

2.3 Pembelajaran dalam Dunia Usaha dan Industri

Praktek Kerja Lapangan (PKL) dalam Kurikulum

2013 atau yang sering lebih dikenal sebagai Praktek

Kerja Industri (PRAKERIN) merupakan Program

pembelajaran yang dilaksanakan secara khusus dengan

mengambil alokasi waktu tertentu dan melibatkan

pihak lain diluar sistem sekolah. Tempat pelaksanaan

prakerin bisa jadi Dunia Industri atau Dunia Usaha.

PKL pada kurikulum 2013 disusun bersama antara

sekolah dan masyarakat (Institusi Pasangan/Industri)

dalam rangka memenuhi kebutuhan peserta didik,

sekaligus merupakan wahana berkontribusi bagi dunia

kerja (DU/DI) terhadap upaya pengembangan

pendidikan di SMK. Tujuan Praktik Kerja Lapangan

(PKL) antara lain sebagai berikut:

1. Memadukan secara sistematis dan sistemik

program pendidikan di sekolah (SMK) dan

program latihan penguasaan keahlian di dunia

kerja (DU/DI).

2. Membagi topik-topik pembelajaran dari

Kompetensi Dasar yang dapat dilaksanakan di

sekolah (SMK) dan yang dapat dilaksanakan di

Institusi Pasangan (DU/DI) sesuai dengan

sumberdaya yang tersedia di masing-masing pihak.

3. Memberikan pengalaman kerja langsung kepada

peserta didik di DU/DIdalam rangka menanamkan

iklim kerja positif yang berorientasi pada peduli

mutu proses dan hasil kerja.

4. Memberikan bekal etos kerja, sikap kerja, disiplin

kerja yang tinggi bagi peserta didik untuk

memasuki dunia kerja dalam menghadapi tuntutan

pasar kerja global.

(https://haedarrauf.wordpress.com)

Uraian di atas memberi gambaran jelas bahwa

dengan adanya prakerin memberi kesempatan kepada

dunia usaha dan industri untuk ikut berpartisipasi dan

bertanggungjawab dalam melaksanakan pendidikan

SMK. Prakerin ini memberi bekal kepada siswa SMK

tentang kerja nyata di industri. Kerja nyata ini sangat

erat dengan teknologi yang berkembang saat ini.

Sehingga melalui prakerin ini siswa dapat segera

mengetahui dan memiliki pengalaman tentang

perkembangan teknologi yang berkembang dewasa

ini.

2.4 Hasil Kajian Literatur dan Studi Banding di

Jerman

Model pembelajaran akan sangat menentukan

kompetensi yang dihasilkan, sehingga harus dirancang

sebaik-baiknya. Trailling dan Fadel memberikan

contoh bagaimana menggabung kan tiga ranah

kompetensi, kognitif, afektif dan psikomotor dalam

satu kesatuan utuh melalui Learning Bicycle model,

seperti Gambar 1. Model pembelajaran harus punya

keseimbangan antara guided instruction dengan

collaborative insruction. Guided instruction

diperlukan pada tahap awal belajar untuk menghindari

kekeliruan kerja yang sangat mungkin berisiko.

Namun pola itu harus diakhiri, ketika siswa sudah

cukup terampil dan saatnya diberikan kesempatan

belajar mandiri secara kelompok (collaborative

construction). Dan pada akhir tahapan, siswa perlu

mendapatkan kesempatan memecahkan masalah

dengan mendapatkan trouble shooting lewat project

based learning (PjBL) atau paling tidak problem based

learning (PBL).

Page 107: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

95

Gambar 1. 21st Century Project Learning Bicycle

Model

(Sumber: Trilling & Fadel, 2009)

Menurut riset Trilling dan Fadel, model pembelajaran

harus memberikan tantangan agar merangsang

munculnya keinginan siswa untuk mecapai itu. Namun

tantangan itu tidak boleh terlalu tinggi, sehingga

membuat siswa takut mencobanya. Lingkungan

sekolah termasuk guru harus memberikan keyakinan

siswa mampu menguasai LA yang dipelajari, karena

dukungan seperti itu ibarat angin yang mendorong

siswa dari belakang.

Bagaimana lingkungan itu diciptakan? Gambar 2

menunjukkan bagaimana guru yang tidak mengajar,

tetapi siap untuk memberikan pencerahan, memandu

dan memotivasi siswa ketika memecahkan masalah.

Siswa bekerja secara kelompok dan guru siap di

sekitarnya tanpa memberitahu apa-apa, kecuali siswa

yang meminta atau ada hal yang membayakan. Ketika

siswa bertanya guru tidak memberikan jawaban

langsung, tetapi justru memandu agar siswa

menemukan sendiri jawabannya. Misalnya dengan

mengajukan guided question atau probling question.

Gambar 2. Learning Enviroment to Support

Students’ Learning

(Sumber: Trilling & Fadel, 2009)

Sebagaimana dijelaskan di atas bahwa setiap

semester siswa TVET di Jerman mempelajari 2 LA.

Setiap LA dipelajari selama 3 minggu di sekolah dan

6 minggu (2x3 minggu) di DUDI. Pembelajaran di

sekolah difokuskan pemahaman konsep sampai

dengan logika teoritiknya. Untuk itulah konsep/teori

pendukung LA, misalnya Matematika, Fisika, Kimia

dan sebagainya dipelajari saat itu. Tahapan ini penting

agar siswa memahami kemengapaannya. Misalnya

Konsep siswa belajar LA tentang sistem roda, tentu

konsep Fisika mekanika, kinematika dan dinamika

terapan sederhana perlu dipelajari agar dapat mengerti

mengepa roba balans atau tidak, mengapa posisi roda

depan mobil distel seperti itu, mengapa ketika

mengganti ban mobil ban yang baru selalu dipasang di

roda depan dan sebagainya.

Konsep itu dipelajari secara terpadu dengan LA

sistem roda dan diajarkan oleh guru bidang TVET dan

bukan guru MIPA. Ternyata cara itu lebih efektif

karena antara LA dengan konsep mendukung menjadi

satu kesatuan, sehingga peserta langsung memahami.

Dari aspek waktu juga efisien, karena siswa hanya

memperlajari konsep pendukung yang benar-benar

diperlukan dalam bekerja. Namun guru harus memiliki

bekal cukup tentang konsep pendukung agar mampu

menjelaskan dengan baik.

Ketika selama 6 minggu di DUDI, siswa langsung

belajar mempraktekkan apa yang sudah dipelajari di

sekolah. Namun karena apa yang dipelajari di sekolah

dan dipelajari di DUDI sudah dirancang, maka

perpindahan belajar dari sekolah ke DUDI tidak

menjadi masalah. Itulah salah satu kelebihan gual

system di Jerman.

Mengapa DUDI bersedia ketempatan belajar

siswa TVET? Ternyata DUDI mendapat manfaat dari

keberadaan siswa yang sedang praktek karena

dianggap dan diperlakukan sebagai orang yang

magang dengan tanpa membayar. Mengapa hal itu

dapat terjadi? Pengaturan jumlah siswa yang sesuai

dengan daya tampaung DUDI, pemberian bekal yang

baik sehingga siswa dapat langsung berkerja sebagai

orang magang, serta pengaturan jadwal belajar yang

baik yang menguntungkan DUDI.

3. METODE PENELITIAN

Penelitian ini bertujuan untuk menemukan

kompetensi lulusan Sekolah Menengah Bidang Sains

dan Teknologi di era digital, model pembelajaran yang

tepat untuk menghasilkan lulusan tersebut, kompetensi

guru yang mampu mengelola pembelajaran tersebut

dan model pendidikan guru yang mampu

menghasilkan guru itu. Penelitian menggunakan

metode kualitatif yang memiliki karakter eksploratori,

sehingga dapat mengungkap apa dibalik yang tampak

(Flick, 2009: 28). Eksplorasi informasi dilakukan

dengan sungguh-sungguh, dengan melacak ke

dokumen, observasi di Sekolah Menengah Bidang

Sains dan Teknologi maupun lembaga pelatihan yang

setingkat dengan itu, wawancara dengan guru,

instruktur serta focus group discussion (FGD) dengan

para guru, sehingga ditemukan rangkaian informasi

yang komprehensif.

Walaupun menggunakan metode penelitian

kualitatif bukan berarti tidak menggunakan data

kuantitatif. Data kuantitatif tetap diperlukan, misalnya

mencari frekwensi mana kompetensi yang penting dan

Page 108: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

96

yang kurang. Namun pemaknaannya tidak diarahkan

untuk generalisasi, melainkan mendeskkripkan suatu

fenomena secara kasuistik dan untuk itu selalu

dikonformasikan melalui wawancara mendalam.

3.1 Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan: (1) studi

literatur dan dokumen, (2) observasi terhadap

fenomena yang relevan, (3) wawancara semi

terstruktur yang diikuti dengan wawancara mendalam

(indepth interview), dan (4) focus group discussion

(FGD) studi banding ke Jerman sebagai negara maju

dan memiliki tradisi pendidikan menengah bidang

sains dan teknologi sangat baik. Kelima metode

pengumpulan data diterapkan secara simultan dan

saling melengkapi.

Studi literantur dan dokumen difokuskan

untuk mendapatkan konsep dan teori serta kajian-

kajian masa depan, serta berbagai informasi di negara

maju. Artikel dalam jornal IJRVET (International

Journal on Research for Vocational Education and

Research) dikaji secara mendalam, karena banyak

yang memuat inovasi pembelajaran yang relevan.

Hasil riset Roland Burger Strategis Consutants (2011)

yang dimuat dalam Compadium 2013 dikaji

mendalam, khususnya bagian T5 tentang dynamic

technoogy and innovation yang memberi gambaran

perkembangan inovasi teknologi yang akan masuk ke

bidang pendidikan. Hasil riset majalah The Econimist

(2015) yang dimuat dalam Driving Skills Agenda:

Preparing Students for the Future juga dikaji secara

mendalam karena memberi gambaran kompetensi

yang sangat diperlukan di era digital.

Observasi dilaksanakan secara cermat untuk

mengetahui pola pembelajaran yang saat ini terjadi,

baik yang konvensional maupun yang inovatif, baik di

Sekolah Menengah Bidang Sains, baik di ruang kelas

maupun workshop. Sesudah observasi disambung

dengan wawancara mendalam (indepth interview)

dengan guru untuk mengetahui mengapa pembelajaran

dilaksanakan seperti itu. Wawancara sekaligus untuk

mengetahui kompetensi guru, baik dalam isi materi

yang diajakarkan maupun pedagogik sebagai bekal

mengajar.

3.2 Pengembangan Model

Pengembangan model pembelajaran meng-

gunakan metode stratejik instruktional (instructional

strategies model) dari Taba (Luneburg, 2011:3-4)

yang merupakan model induktif. Model ini dipilih

karena bertumpu pada faktor eksternal, yaitu

perubahan teknologi yang sangat berpengaruh pada

program pendidikan. Di samping itu model ini

mempunyai argumentasi teoritik yang sangat kokoh,

walapun relatif lebih kompleks, Model selengkapnya

tampak pada Gambar 3.

Gambar 3. Metode Stratejik Instruksional

Pada tahun kedua, yaiu tahap pengembangan

model pendidikan guru Sekolah Menengah Bidang

Sains dan Teknologiakan digunakan metode

systematic-aestetic dari Eisner. Metode ini dipilih

karena sangat komprehensif dan tidak hanya melihat

kurikulum tetapi juga struktur lembaga

sekolah/universitas. Yang dimaksud dengan struktur

sekolah tidak hanya struktur organisasi di dalam

sekolah, tetapi juga hubungannya dengan lembaga lain

khususnya pihak pengguna lulusan.

Pada gambar 4 tampak bahwa lima kom-

ponen model (konsep dasar kurikulum, pengendalian

mutu pembelajaran, model evaluasi hasil belajar,

evaluasi program sekolah secara komprehensif dan

struktur kelembagaan) saling terhubung dengan anah

panah restropektif, sehingga menunjukkan adanya

saling mempengaruhi. Dengan demikian penyelarasan

harus dilakukan secara komprehensif untuk semua

komponen.

Gambar 4. Model Systematic-Aestetic

Mengingat tujuan ini mengembangkan model

pendidikan guru Sekolah Menengah Bidang Sains dan

Teknologi di era digital yang sangat mungkin masih

asing bagi kalangan LPTK, maka perbandingan

dengan model pendidikan guru di negara maju akan

menjadi salah satu data penting. Berdasarkan data

tersebut akan dikembangkan draft model untuk

Indonesia dengan metode systematic-aestetic. Draft

Page 109: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

97

tersebut selanjutnya akan divalidasi dengan expert

review dan teknik Delphi.

3.3 Analisis Data

Data dianalisis dengan analisis isi (content

analysis) karena dapat memaknai data-data naratif

hasil wawancara, data deskriptif hasil observasi dan

FGD maupun data dokumen dan literatur [13].

Pemaknaan berbagai jenis data yang berbeda bentuk

sangat penting agar dapat disambungkan untuk

membangun sebuah proposisi.

Sebelum dilakukan analisis, validasi data

dilakukan secara silang (cross validity) dan triangulasi,

sesuai dengan jenis datanya. Validasi silang diterapkan

untuk menguji validitas informasi yang data yang

diperoleh dari sumbe yang berbeda, yaitu dokumen,

wawancara, FGD maupun studi literature[3].

4. PEMBAHASAN

Perkembangan teknologi dewasa ini demikian

cepat. Sekolah Menengah Kejuruan (SMK),

khususnya Bidang Teknologi paling banyak terimbas

perkembangan itu, karena lulusannya diharapkan

segera terjun bekerja di industri yang mengalami

perubahan cepat. Oleh karena itu banyak riset untuk

menemukan model Pendidikan Teknologi dan

Kejuruan (PTK) yang di dalamnya tercakup SMK. Jika

model pembelajaran berubah karena dampak

teknologi, tentunya peran guru juga akan berubah dan

pada akhirnya kemampuan guru yang diperlukan juga

akan berubah. Sampai saat ini pendidikan guru masih

menggunakan model pendidikan untuk melayani

pembelajaran yang dirancang untuk era industri.

Ketika pola pembelajaran berubah akibat era informasi

yang dipacu teknologi digital, tentu diperlukan

perubahan kompetensi gurunya dan perubahan

pelayanan pembelajaran terhadap siswa. Pada hal saat

inipun dari sekolah bidang teknologi sudah sering

mengeluhkan pendidikan calon guru yang dianggap

kurang dapat mengikuti perkembangan. Apa yang

dipelajari di sekolah tertinggal dengan perkembangan

teknologi di industri, sehingga ketika mengajar, apa

yang dijelaskan sudah tertinggal dengan

perkembangan teknologi di industri. Hal ini juga

membawa dapak model pembelajaran yang diberikan

kepada siswa.

Fenomena pergeseran kemampuan atau

kompetensi yang diperlukan untuk bekerja di masa

depan yang ternyata berbeda dengan masa lalu.

Wagner (2008) menyebutnya dengan the survival

skills, yaitu: 1) critical thinking and problem solving,

2) collaboration across network and leading by

infulence, 3) agility and adaptibility, 4) initiative and

entrepreneurialism, 5) effective oral dan written

communication, 6) accesing and analyzing

information, dan 7) curiosity and imagination.

Fenomena ini tentu akan mengubah model pengajaran

guru dan model pengajaran di SMK. Fenomena ini

juga disebabkan oleh perkembangan industri yang

demikian pesat di segala sector.

Separuh dari hirarki Bloom ini adalah tingkat

berpikir bawah yang terdiri atas: (1) pengetahuan

(knowledge); (2) pemahaman (comprehension); (3)

penerapan (application). Sedangkan separuh hirarki

Bloom yang lain adalah tingkat berpikir atas yang

terdiri atas: (4) mengalisis (analysis); (5)

mensintesakan (synthesis); dan (6) menilai

(evaluation). Untuk pengajaran di SMK perlu model

pengajaran yang menggunakan berpikir tingkat atas.

Salah satu tujuan prakerin adalah memadukan

secara sistematis dan sistemik program pendidikan di

sekolah (SMK) dan program latihan penguasaan

keahlian di dunia kerja (DU/DI). Hal ini dimaksudkan

agar kemajuan-kemajuan yang ada di dunia industri

dan dunia usaha dapat diserap oleh siswa SMK.

Dengan adanya prakerin ini siswa SMK dapat

merasakan tentang iklim kerja di DU/DI, membentuk

kedislipinan diri, melatih menjadi tim kerja yang solid.

Hal penting dalam prakerin ini adalah memberi

pengalaman kerja di DU/DI, yang pengalaman itu

tidak di dapat di Sekolah. Berkaitan dengan prakerin

ini siswa SMK harus dekat dan akrap dengan DU/DI

agar kekurangan-kekurangan siswa di SMK dapat

dilengkapi di DU/DI.

5. SIMPULAN

Model pembelajaran untuk SMK di era digital

dari jabaran diatas kiranya dapat disimpulkan

sebagai berikut: Model pengajaran harus

memperhatikan kompetensi yang perorientasi kepada

industri, dan siswa SMK harus akrap dengan dunia

industri dan dunia usaha.

Kompetensi harus merupakan integrasi antara

kerampilan dalam bidang kerja yang dipelajari dengan

kemampuan berpikir tinggi, kemampuan bekerjasama

dan kemauan berlajar tentang teknologi baru.

Berpikir analisis yang diterapkan pada bidang

keahlian menjadi kompetensi sangat penting, karena

sebagian besar peralatan kerja menggunakan micro

computer based.

Kompetensi komunikasi dan kerjasama sangat

penting, karena sebagai pekerjaan dikerjakan dalam

team work.

Work based learning tidak dapat digantikan

dengan belajar di sekolah, karena di lingkungan kerja

siswa tidak hanya belajar keterampilan tetapi juga

sikap dan budaya kerja. Oleh karena itu dual system

sangat ideal.

Dalam setiap komptensi model pembelajaran

guided instruction sampai collaborative project based

learning harus diterapkan. Guided instructi-on

diterapkan di awal ketika siswa berlatih keterampial

dan menghindari kecelakaan kerja, collaborative

project based diterapkan ketika siswa belajar trouble

shooting.

6. SARAN

Perlu segera dilakukan job apa yang disasar

untuk ditempati oleh lulusan SM Bidang Sains dan

Teknologi. Berdasarkan job tersebut dilakukan

Page 110: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

98

identifikasi apa saja yang menjadi tugas dan tanggung

jawabnya (job analysis).

Untuk setiap tugas dianalisis kompetensi apa saja

yang diperlukan untuk melaksanakan-nya. Rangkaian

kompetensi inilah yang menjadi inti kurikulum SM

Bidang Sains dan Teknologi.

Agar dual system dalam berjalan baik, setiap

sekolah sebaiknya memiliki partner dudi yang jelas.

Kompetensi apa yang dipelajari di sekolah dan di dudi

disepakati bersama.

Dudi ikut bertanggung jawab terhadap

kompetensi yang dicapai siswa, sehingga proses

belajar di dudi berjalan efektif.

7. DAFTAR PUSTAKA

[1]. ALPTKI, (2009). Rancangan Revitalisasi LPTK

dalam Penyelenggaraan Pendidikan Profesi

Pendidik. Bandung: ALPTKI.

[2]. Arends, Richard I., (1997). Classroom

Instrucation and Management. New York: Mc

Graw Hill Humanities/SocialSciences.

[3]. Cohen, Louis; Lawrence Manion & Keith

Morrison. (2011). Research Methods in

Education. 7th Edition. London: Routledge.

[4]. Dit. Belmawa. (2013). Panduan Pengembangan

Kurikulum LPTK (Program Akademik dan

Program Profesi Guru). Jakarta: Dit Belmawa

Ditjen Dikti.

[5]. Friedman, Thomas L., (2006). The World is Flat:

The Globalized World in the Twenty-First

Century. London: Penguin Group.

[6]. Friedman, Thomas L., (2013). “The Shanghasi

Secret” dimuat di The New York Times. Edisi 22

Oktober 2013.

[7]. Goldin, Claudia and Lawrence F. Katz., (2009).

The Race between Education and Technology. Boston: Harvard University Press.

[8]. Handy, Charles, (1997). The Sense in

Uncertainty di dalam Rowan Gibson (ed).

Rethinking the Future: Business, Principles,

Competation, Control Leadership, Market and

the World. London: Nicholas Brealey Publishing.

[9]. Kurnia, Dadang, (2013). Post-Study Pre-Service

Practical Training Programme for TVET

Teacher Students. Shanghai: Regional

Cooperation Platform for Vocational Teacher

Education in Asia (RCP)

[10]. Loose, Gert& Georg Spöttl, (2015). Securing

quality in TVET - A compendium of “best

practices”: fourteen main principles for the

improvement of Technical and Vocational

Education and Training” (www.tvet-online.asia.

Diunduh tanggal 4 Februari 2015 pukul 06:25).

[11]. Morris, Halden A. 2013. Advancing Education

through a Culture of Inquiry, Innovation and

Indigenization. Paper presented at Biennial

Conference - St Augustine Campus: April 23 –

25, 2013

[12]. Mourshed, M., Chijioke, C., & Barber, M.

(2010). How the world's most improved school

systems keep getting better. New York, NY:

McKinsey & Company.

[13]. Neuendorf, Kimberly A., (2002). The Content

Analysis Guidbook. London: Sage Publication

Inc.

[14]. Pirto, Jane, (2011). Creativity for 21st Century

Skills: How to Embed Creativity into the

Curriculum. Boston: Sense Publishers.

Page 111: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

99

Pengembangan Model Pembelajaran Seni Budaya Berbasis Kurikulum

2013 untuk Membantu Mengatasi Kesulitan

Guru-Guru SMP di Surabaya

Muhajir1*), Nunuk Giari2, Marsudi3 1. Jurusan Pendidikan Seni Rupa, Unesa, Surabaya. Email: [email protected] 2. Jurusan Pendidikan Seni Rupa, Unesa, Surabaya. Email: [email protected]

3. Jurusan Pendidikan Seni Rupa, Unesa, Surabaya. Email: [email protected]

*)Alamat korespondensi: Email: [email protected]

ABSTRACT

This paper is based on research carried out in two years with the aim of (1) Generate a learning model Arts

and Culture-Based Curriculum 2013 for SMP consisting of RPP, Media, and instructional videos (2) Describe

the learning model development Arts and Culture began the initial stage until Dissemination to targets teachers,

subject teachers ie SMP Cultural Art in the city of Surabaya. RPP, Media, and instructional videos are developed

based on three basic competence (KD) that is KD: Drawing the composition of flora and fauna as well as the

geometric into decorative (Class VII), Drawing Illustration with manual techniques and Digital (class VIII),

Designing and Conducting exhibit (class IX). Video learning model that was developed just choosing one that is

considered the most complex KD Designing and Organizing the exhibition (class IX). The first year produces

RPP and instructional media of the three KD above, from product design to validation expert and revision. In the

second year is focused on the production of video learning model, validation, and testing by a group of teachers

to all the products produced, namely lesson plans, instructional media, and video learning model, which ended

with Dissemination results to teachers of Art and Culture in the city of Surabaya ,

Keywords: model of learning, art and culture, curriculum 2013

ABSTRAK

Tulisan ini didasarkan pada penelitian yang dilaksanakan dalam dua tahun dengan tujuan (1) Menghasilkan

model pembelajaran Seni Budaya Berbasis Kurikulum 2013 untuk SMP yang terdiri atas RPP, Media, dan video

pembelajaran (2) Mendeskripsikan pengembangan model pembelajaran Seni Budaya mulai tahap awal hingga

deseminasi kepada para guru sasaran, yakni guru mata pelajaran Seni Budaya SMP di wilayah kota Surabaya.

RPP, Media, dan video pembelajaran yang dikembangkan mengacu pada tiga kompetensi dasar (KD) yakni KD:

Menggambar gubahan flora dan fauna serta geometrik menjadi ragam hias (Kelas VII), Menggambar Ilustrasi

dengan teknik manual dan Digital (kelas VIII), Merancang dan Menyelenggarakan pameran (kelas IX). Video

model pembelajaran yang dikembangkan hanya memilih satu KD yang dinilai paling kompleks yakni Merancang

dan Menyelenggarakan pameran (kelas IX). Penelitian tahun pertama menghasilkan RPP dan media

pembelajaran dari tiga KD di atas, dari tahap perancangan produk hingga validasi ahli dan revisi. Pada tahun

kedua difokuskan pada produksi video model pembelajaran, validasi, dan uji coba oleh kelompok guru terhadap

semua produk yang dihasilkan, yaitu RPP, Media pembelajaran, dan video model pembelajaran, yang diakhiri

dengan deseminasi hasil kepada guru-guru Seni Budaya di wilayah kota Surabaya.

Kata kunci: model pembelajaran, seni budaya, kurikulum 2013

1. PENDAHULUAN

Makalah ini disarikan dari hasil penelitian

yang dilaksanakan dalam dua tahun dengan judul

“Pengembangan Model Pembelajaran Seni Budaya

Berbasis Kurikulum 2013 Untuk Membantu

Mengatasi Kesulitan Guru-guru SMP di Surabaya.”

Tujuan penelitian dimaksud ialah (1) Menghasilkan

model pembelajaran Seni Budaya Berbasis

Kurikulum 2013 untuk SMP (dengan produk berupa

RPP, Media pembelajaran, dan video model

pembelajaran) yang dicapai melalui tahap

penyusunan desain, validasi pakar dan uji coba oleh

sekelompok guru (2) Mendeskripsikan proses

pengembangan model pembelajaran Seni Budaya

mulai tahap awal hingga deseminasi kepada para

guru sasaran, yakni guru mata pelajaran Seni Budaya

SMP di wilayah kota Surabaya.

Secara konkret model pembelajaran ini terkemas

dalam video model pembelajaran yang

menggambarkan sosok utuh pembelajaran yang di

dalamnya terjadi interaksi antara guru, siswa dan

materi pembelajaran yang mencakup pula pendekatan,

dan metode pembelajaran. Model pembelajaran ini

juga disertai dengan RPP dan Media pembelajaran

yang diharapkan dapat memenuhi kebutuhan para guru

Seni Budaya di wilayah kota Surabaya.

Dengan alasan keterbatasan waktu, tenaga, dan

biaya, pengembangan model pembelajaran difokuskan

pada bidang seni rupa, tidak mencakup bidang seni

yang lain yakni seni musik, seni tari, dan seni teater.

Selanjutnya untuk tiap-tiap kelas dipilih satu butir

Kompetensi Dasar (KD). Untuk tiap-tiap KD

Page 112: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

100

dikembangkan perangkat pembelajaran yang terdiri

atas RPP dan Media Pembelajaran. Sementara untuk

rekaman video model pembelajaran tidak dibuat

seluruhnya (tiga KD/tiga pembelajaran) akan tetapi

dipilih salah satu KD yang dipandang paling penting

berdasarkan harapan guru sasaran, yakni KD:

Merancang dan menyelenggarakan pameran. Para

guru merasa perlu mendapatkan gambaran tentang

pelaksanaan pembelajaran Merancang dan

menyelenggarakan pameran, karena kegiatan ini

sangat kompleks, tidak sederhana seperti materi

pelajaran yang lain semisal Menggambar flora fauna

dan benda alam, Menggambar Model, Menggambar

Ilustrasi dan semisalnya.

Sasaran pengguna model pembelajaran Seni

Budaya ini adalah para guru SMP di wilayah kota

Surabaya. Namun dalam penelitian ini, dengan

berbagai pertimbangan, khususnya aspek biaya,

deseminasi di lakukan terhadap 40 guru Seni Budaya

(30% jumlah SMP di Surabaya), dengan cara

membagikan/mengirimkan CD berisi Rekaman Video

Model Pembelajaran, disertai soft file RPP dan Media

Pembelajaran.

2. KAJIAN TEORI

Implementasi kurikulum 2013 dimaksudkan untuk

menyempurnakan kurikulum tahun 2006 yang dikenal

dengan sebutan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan

(KTSP). Penyempurnaan tersebut dilakukan sebagai

upaya menyesuaikan perkembangan dan tuntutan

jaman serta kebutuhan masyarakat yang senantiasa

berubah dan berkembang. Berkenaan dengan

kurikulum setidaknya terdapat tiga perspektif, yakni

kurikulumipandang dari segi konseptual, kurikulum

dilihat dari segi pedagogis, dan kurikulum ditinjau dari

segi yuridis.

Tiga aspek penting pembaharuan yang ditemukan

dalam kurikulum 2013 ialah (1) pemetaan (penetapan)

Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar/KI-KD (2)

pendekatan pembelajaran (3) penilaian. Terdapat

empat Kompetensi Inti dalam setiap mata pelajaran,

yakni Kompetensi Sikap Spiritual, Kompetensi Sikap

Sosial, Kompetensi Pengetahuan, dan Kompetensi

Keterampilan. Kompetensi sikap spiritual

menggambarkan tentang hubungan (vertical) peserta

didik dengan Tuhan, kompetensi sikap sosial tentang

hubungan (horizontal) dengan

masyarakat/lingkungan, kompetensi pengetahuan

menggambarkan aspek kognitif dengan berbagai

tingkatannya, kompetensi keterampilan

menggambarkan tentang keterampilan penerapan para

pesereta didik baik penerapan dalam aspek mental-

intelektual maupun dalam aspek kinestetik/psikomotor

(Lampiran Permendikbud No.68 tahun 2013 tentang

Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum SMP/M.Ts).

Pendekatan pembelajaran yang sangat dianjurkan

dalam kurikulum 2013 ialah pendekatan pembelajaran

scientific, yakni mengamati, menanya, mengasosiasi,

mengeksplorasi, dan mengkomunikasikan. Dengan

pendekatan “lima me” tersebut peserta didik

diharapkan mampu mengembangkan kompetensi

sikap, pengetahuan, dan keterampilan secara optimal

melalui tiap-tiap mata pelajaran, termasuk mata

pelajaran Seni Budaya. Sementara itu untuk mengukur

kompetensi peserta didik yang diperoleh melalui

pembelajaran dengan pendekatan scientific tersebut,

menggunakan penilaian autentik, yakni penilaian yang

diyakini dapat mengukur/menggambarkan kompetensi

peserta didik yang sebenarnya, yang tidak semu.

Beberapa jenis penilaian autentik yang dianjurkan

ialah penilaian sikap, penilaian kinerja, penilaian

tertulis, penilaian projek, dan penilaian portofolio.

Dalam struktur kurikulum 2013 SMP, tercantum

10 mata pelajaran, di mana mata pelajaran Seni

Budaya tertera pada urutan ke delapan, dengan alokasi

waktu tiga jam pelajaran perminggu selama 40 menit

setiap satu jam pelajaran. Berbeda dengan kurikulum

2006 (KTSP) yang standar kompetensinya terpetakan

menjadi dua, yakni apresiasi dan ekspresi, kompetensi

inti (KI) kurikulum 2013 tidak mengenal pemetaan

seperti itu, tetapi kompetensi intinya terpetakan

menjadi kompetensi sikap spiritual, sikap sosial,

pengetahuan, dan keterampilan yang berlaku untuk

semua mata pelajaran. Sebagai konsekuensi dari

pemetaan “apresiasi dan ekspresi” versi kurikulum

2006, maka dalam praktik pembelajaran Seni Budaya,

kompetensi apresiasi (yang berkonotasi teori)

dilaksanakan secara terpisah dengan kompetensi

ekspresi (yang berkonotasi praktik berkesenian).

Pembelajaran yang terkotak-kotak, yakni apresiasi dan

ekspresi seperti ini tidak terjadi dalam kurikulum

2013. Dengan kata lain dalam kurikulum 2013

kompetensi teori (apresiasi) dan kompetensi praktik

berkesenian (ekspresi) lebur menjadi satu dalam

sebuah pembelajaran.

Pelatihan Penerapan Kurikulum 2013 di wilayah

provinsi Jawa Timur sudah mulai dilaksanakan

menjelang tahun ajaran baru 2013/2014. Harapannya

pada tahun ajaran baru 2013/2014 hasil pelatihan

tersebut sudah dapat diterapkan dalam pembelajaran di

sekolah. Pemerintah Provinsi Jawa Timur merespon

kebijakan pemerintah pusat ini dengan penuh antusias,

meskipun kritikan banyak bermunculan. Sampai

dengan Desember 2013 Dinas Pendidikan Provinsi

Jawa Timur telah melatih 5.600 guru, meliputi guru

SD, SMP, dan SMK. Pada tahun 2014 lagi-lagi Dinas

Pendidikan Provinsi Jawa Timur menggelar pelatihan

implementasi kurikulum 2013 kepada 6.200. Selain

itu, Kantor Kementrian Agama Provinsi Jawa Timur

juga sudah melatih 1500 guru madrasah, khususnya di

Surabaya. Di sisi lain Lembaga Penjaminan Mutu

Pendidikan (LPMP) Jawa Timur akan menangani

66.600 guru di Jawa Timur.

Model pembelajaran adalah pola interaksi antara

mahasiswa, dosen, dan materi pembelajaran yang

mencakup strategi, pendekatan, metode, dan teknik

pembelajaran [1]. Dengan demikian model

pembelajaran mempunyai makna yang lebih luas

daripada suatu strategi, pendekatan, metode, atau

prosedur. Lebih rinci Komara dalam endang komara’s

Page 113: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

101

blog, 24 Oktober 2013 menyatakan bahwa model

pembelajaran merupakan contoh pola atau struktur

pembelajaran siswa yang didesain, diterapkan, dan

dievaluasi secara sistematis dalam rangka mencapai

tujuan. Suatu contoh bentuk pembelajaran yang

tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan

secara khas oleh guru di kelas. Dalam model

pembelajaran terdapat sintaks, strategi pencapaian

kompetensi siswa dengan pendekatan, metode, &

teknik pembelajaran.

Model Pembelajaran Seni Budaya Berbasis

Kurikulum 2013 untuk SMP yang dikembangkan ini

dimaksudkan sebagai suatu contoh bentuk

pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir,

disajikan oleh guru di kelas, yang didalamnya

mencakup strategi pencapaian kompetensi siswa

dengan pendekatan, metode, & teknik pembelajaran

yang sesuai. Model pembelajaran ini diharapkan dapat

membantu mengatasi kesulitan guru-guru SMP di

Surabaya dalam menerapkan pembelajaran

berdasarkan kurikulum “baru” 2013. Sebagai contoh

yang utuh model pembelajaran ini selain tergambar

dalam rekaman video pembelajaran juga dilengkapi

dengan perangkat pembelajaran yakni RPP dan media

pembelajaran.

Kerangka Berpikir

Dasar pemikiran dan analzisis permasalahan

penelitian ini adalah pengkajian terhadap kebijakan

kurikulum 2013 dan implementasinya pada mata

pelajaran Seni Budaya di SMP. Pengkajian tersebut

meliputi 1) pengkajian Permendikbud No.68 Tahun

2013 tentang Kerangka Dasar & Struktur Kurikulum

SMP/MTs; 2) Peraturan Menteri Pendidikan dan

Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 103 Tahun

2014 tentang Pembelajaran pada Pendidikan Dasar dan

Pendidikan Menengah; 3) pengkajian mata pelajaran

Seni Budaya Berdasar Kurikulum 2013; 4) pengkajian

tentang pelaksanaan Pelatihan Implementasi

Kurikulum 2013 di Jawa Timur; 5) pengkajian tentang

Model-model Pembelajaran; 6) pengkajian penelitian-

penelitian terdahulu yang relevan.

Berdasarkan kajian aspek-aspek di atas dapat

diuraikan beberapa permasalahan, antara lain; (1)

Kebijakan pemerintah menerapkan kurikulum 2013

menghadapi berbagai kendala, termasuk pelaksanaan

pelatihan bagi para guru, (2) Kuantitas peserta

pelatihan implementasi kurikulum 2013 belum diiringi

oleh kualitas proses dan hasil, yang ditandai oleh

kebingungan sejumlah guru peserta pelatihan, (3)

Belum seluruh guru mata pelajaran seni budaya

mendapatkan pelatihan penerapan kurikulum 2013, (4)

Guru-guru yang pernah mengikuti pelatihan penerapan

kurikulum 2013 belum memperoleh gambaran yang

lengkap, karena pelatihan terbatas pada penyusunan

RPP, (5) Belum tersedia model pembelajaran yang

utuh terkemas dalam video yang dapat memberikan

gambaran praktis tentang pembelajaran seni budaya

(Seni Rupa) di jenjang pendidikan SMP.

Gambar 1 Kerangka Berpikir

Pada tahun I telah dilakukan penelitian yang

difokuskan pada: (1) pengkajian tentang kesulitan guru

dalam mengimplementasikan pembelajaran

berdasarkan K-13, (2) menyusun draft model RPP dan

Media Pembelajaran, (3) validasi draft model RPP dan

Media Pembelajaran. Sedangkan luaran yang telah

dihasilkan oleh penelitian tahun I adalah; (1) laporan

penelitian, (2) artikel ilmiah, (3) draft model RPP dan

Media Pembelajaran. Kegiatan penelitian pada tahun I

diakhiri dengan seminar, revisi Laporan Penelitian,

dan pemuatan artikel pada prosiding dalam Seminar

Nasional Hasil Peneltian dan Pengabdian kepada

Masyarakat Universitas Negeri Surabaya pada tanggal

31 Oktober 2015.

Pada tahun II, penelitian difokuskan untuk

pembuatan video model pembelajaran yang

dikembangkan dari salah satu RPP produk tahun I

yakni “Merancang dan Menyelenggarakan Pameran.”

Pengembangan video model pembelajaran meliputi (1)

tahap pembuatan skenario rekaman video model

pembelajaran, (2) rekaman/produksi video, (3) editing,

(4) validasi video model pembelajaran oleh pakar (5)

revisi, (6) uji coba oleh sekelompok guru calon

pengguna. Pada tahap uji coba ini juga mencakup RPP

dan media pembelajaran yang telah dihasilkan pada

tahun I. Uji coba oleh sekelompok guru calon

pengguna dipandang perlu, karena dapat memberikan

masukan atau koreksi berdasarkan keterlaksanaannya

di lapangan, (7) revisi (8) deseminasi model

pembelajaran. Dengan demikian luaran atau output

penelitian pada tahun II adalah;(1) Laporan hasil

penelitian, (2) artikel, (3) Model Pembelajaran Seni

Budaya SMP yang terkemas dalam video model

pembelajaran dengan dilengkapi RPP dan Media

pembelajaran.

3. METODE PENELITIAN

Page 114: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

102

Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian

pengembangan. Yakni pengembangan model

pembelajaran seni budaya (bidang seni rupa)

berdasarkan kurikulum 2013. Prosedur penelitian dan

pengembangan ini mengacu Borg & Gall, yang

tergambar pada skema di bawah, namun kemudian

diadaptasi sebagaimana penjelasan berikutnya.

Gambar 2. Penelitian dan Pengembangan

Tahap I: Studi Pendahuluan

Penelitian dan pengumpulan informasi awal

dengan menerapkan pendekatan deskriptif kualitatif

yang diawali mengkaji literatur yang relevan, yakni

kurikulum dan pembelajaran (khususnya kurikulum

2013 dan pembelajaran seni budaya), respon

pemerintah daerah Jawa Timur terhadap penerapan

kurikulum 2013 dalam bentuk penyelenggaraan

pelatihan bagi para guru, efektivitas pelatihan

kurikulum 2013 khusunya bagi guru seni budaya SMP

di Surabaya.

Tahap II: Pengembangan Model

Pengembangan model pembelajaran Seni Budaya

ini mempertimbangkan berbagai ketentuan dan aspek

yang tercantum dalam kurikulum 2013, sebagai

berikut.

Tahun 1

Menyusun draft/desain RPP yang dikembangkan

dari Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan dan

Kebudayaan Nomor 68 tahun 2013 tentang Kerangka

Dasar dan Struktur Kurikulum SMP/MTs, terutama

pada bagian Kompetensi Inti (KI) dan Kompetensi

Dasar (KD) mata pelajaran Seni Budaya (Bidang Seni

Rupa). Disamping itu juga memperhatikan Peraturan

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik

Indonesia Nomor 103 Tahun 2014 tentang

Pembelajaran pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan

Menengah. RPP dipilih dari salah satu kompetensi

dasar (KD) Kelas VII, kelas VIII, kelas IX. KD terpilih

yang dimaksud ialah Kelas VII KD 4.2: Menggambar

Gubahan flora, Fauna dan benda alam; kelas VIII-KD

4.2: Menggambar Ilustrasi dengan teknik manual dan

digital; kelas IX-KD 4.4: Merancang dan

Menyelenggarakan pameran Seni Rupa. Secara

konkret langkah-langkah yang dilakukan ialah sebagai

berikut.

1. Membuat draft/desain RPP yang dikembangkan

dari tiga KD, yakni KD 4.2 kelas VII, KD 4.2

kelas VIII dan KD 4.4 kelas IX.

2. Membuat draft/desain Media Pembelajaran

powerpoint dengan mengacu pada RPP yang

telah dibuat, dengan demikian menghasilkan

tiga media pembelajaran masing-masing untuk

kelas VII, kelas VIII, dan kelas IX.

3. Validasi Desain RPP dan Media Pembelajaran

mencakup aspek konten dan aspek desain.

Validasi dilakukan oleh empat orang ahli,

masing-masing dua orang validator RPP dan dua

orang sebagai validator media pembelajaran.

4. Revisi desain RPP dan Media Pembelajaran yang

dilakukan berdasarkan koreksi para validator

baik dari sisi format, konten, maupun

keterbacaan.

Tahun II

1. Pembuatan desain dan produksi video model

pembelajaran yang dipilih dari salah satu RPP

produk tahun I, ialah KD 4.4 Kelas IX:

Merancang dan Menyelenggarakan Pameran.

Pertimbangan yang diberikan ialah karena materi

pembelajaran dalam KD tersebut cukup

kompleks, tidak se-sederhana seperti KD

Menggambar Gubahan flora, Fauna dan benda

alam atau pun KD Menggambar Ilustrasi. Untuk

melaksanakan pembelajaran dengan materi

Menggambar Gubahan flora, Fauna dan benda

alam atau pun Menggambar Ilustrasi para guru

relative tidak mengalami kesulitan. Di samping

itu untuk memperoleh video model pembelajaran

praktik “Menggambar” juga relative mudah,

sementara tidak gampang mendapatkan video

model pembelajaran Merancang dan

Menyelenggarakan Pameran.

2. Validasi video model pembelajaran oleh dua

orang validator, masing-masing seorang pakar

pembelajaran yang memfokuskan diri pada aspek

materi dan metode pembelajaran, serta seorang

pakar yang menekankan pada aspek skenario dan

audiovisual.

3. Revisi video model pembelajaran yang dilakukan

berdasarkan koreksi/masukan validator.

4. Uji coba video model pembelajaran oleh

sekelompok guru calon pengguna, untuk

memberikan penilaian atas kelayakan

penggunaannya di lapangan. Dalam uji coba ini

sekaligus di lakukan terhadap RPP dan media

pembelajaran yang telah dihasilkan sebelumnya.

5. Revisi produk dilakukan berdasarkan koreksi

atau masukan sekelompok guru untuk

meningkatkan kualitas produk sesuai tujuan.

Page 115: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

103

Tahap III: Desiminasi

Deseminasi ialah tahap menyebarluaskan atau

menyampaikan hasil pengembangan (model final)

kepada para pengguna, yakni para guru mata pelajaran

Seni Budaya SMP di wilayah kota Surabaya.

Desiminasi ditempuh dengan cara menyebarluaskan

hasil, yakni mengirimkan produk Video model

pembelajaran yang dilengkapi dengan RPP dan media

pembelajaran dalam bentuk CD kepada 40 guru seni

budaya di wilayah kota Surabaya.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil dan pembahasan difokuskan pada aktivitas

tahun II yakni (1) pengembangan video model

pembelajaran berdasar pada salah satu RPP yang telah

dibuat pada tahun pertama, (2) validasi video model

pembelajaran, (3) revisi, (4) uji coba, (5) revisi, (6)

deseminasi hasil. Tahap 4, 5, dan 6 mencakup pula

produk yang dihasilkan pada tahun pertama, yakni

RPP dan media pembelajaran.

4.1 Pembuatan Video Model Pembelajaran

Pembuatan video model pembelajaran Pameran

Karya Seni Rupa siswa SMP dilakukan melalui

beberapa tahapan sebagai berikut (1) Pembuatan

skenario (2) Simulasi pembelajaran (3) rekaman (4)

editing.

Pembuatan Skenario Rekaman Model Pembelajaran

Secara garis besar scenario rekaman model

pembelajaran Pameran Karya Seni Rupa siswa SMP

berisi sejumlah adegan dalam beberapa setting suasana

sebagai berikut (1) Suasana pembelajaran di dalam

kelas (2) Diskusi perencanaan pameran (3) Persiapan

Pameran (4) Pelaksanaan Pameran (4)

Refleksi/Evaluasi.

Simulasi Rekaman Model Pembelajaran

Simulasi pembelajaran dengan topik

Penyelenggaraan Pameran Seni Rupa dilakukan

dengan maksud mengkondisikan agar saat rekaman

video pembelajaran berjalan lancar. Simulasi

dilakukan tiga kali. Pertama dilakukan di kampus,

dalam hal ini di jurusan seni rupa, Fakultas bahasa dan

seni Universitas Negeri Surabaya, di mana tim peneliti

berasal. Adapun yang berperan sebagai guru adalah Bu

Anggun, guru muda alumni program studi S-1

Pendidikan Seni Rupa dan S-2 Pendidikan Seni

Budaya, Program Pasca Sarjana Universitas Negeri

Surabaya. Kedua, dilakukan di SMPN 19 Surabaya,

dengan menggunakan siswa yang sebenarnya

sebanyak 25 siswa. Demikian pula simulasi ketiga

juga dilakukan di SMPN 19 Surabaya, sesaat sebelum

rekaman/shooting video dilaksanakan. Beberapa

catatan penting terkait simulasi pembelajaran ialah

sebagai berikut.

Setting tempat duduk siswa diubah secara

berkelompok, ada lima kelompok, masing-

masing lima siswa

Lima jenis tugas siswa untuk mencari informasi

kepada nara sumber yang dua tugas sama. Agar

tidak sama, sebaiknya yang satu tugas

wawancara dengan seniman, yang satunya tugas

melihat pameran, atau wawancara dengan panitia

pameran.

Untuk kepentingan efisiensi waktu, pertemuan

kedua sebaiknya tidak perlu adegan do’a dan

mengabsen siswa, tetapi langsung ke

pembelajaran

Pertanyaan yang disampaikan oleh siswa, dan

juga jawaban yang diberikan siswa tampak ragu-

ragu, kurang jelas dan kurang tegas

Saat rekaman/shooting nanti siswa dianjurkan

membawa alat tulis dan buku pelajaran yang

sesuai.

Guru sebaiknya menggantikan kata “jobdisk”

dengan kata “uraian tugas”

Perlu dibuatkan nama-nama anggota kelompok,

untuk memudahkan guru menghafal.

Rekaman Video Model Pembelajaran

Rekaman video model pembelajaran yang

menggunakan format AVI dengan durasi 30 menit ini

terdiri atas 20 adegan sesuai scenario. Aktivitas

rekaman dilaksanakan dalam dua hari, yakni tanggal

24 dan 25 Agustus 2016. Rekaman pada hari pertama

menampilkan pembelajaran pertemuan 1 dan 2, sedang

rekaman pada hari ke dua mengkover adegan-adegan

pertemuan ke 3.

Hari pertama

Pertemuan ke 1:

Menampilkan pembelajaran di dalam ruang kelas

yang diawali dengan apersepsi dan penyampaian

tujuan pembelajaran oleh guru. Materi pelajaran

berkisar pada pengertian pameran, tujuan dan manfaat

pameran, jenis pameran, prosedur pelaksanaan

pameran. Aktivitas siswa yang menonjol pada tahap

ini adalah mengamati dan menanya.

Siswa dibagi menjadi lima kelompok, tiap-tiap

kelompok diberi tugas untuk mengumpulkan

informasi terkait pameran, dengan sumber informasi

yang berbeda-beda. Satu kelompok mencari informasi

lewat katalog, kelompok yang lain masing-masing ke

perpustakaan, ke tempat pameran, ke seniman, dan

melalui internet.

Pertemuan ke 2

Siswa tiap-tiap kelompok diberi kesempatan untuk

mempresentasikan (tahap mengkomunikasikan)

hasil kerja kelompoknya masing-masing, yakni

penggalian informasi terkait pameran seni rupa sesuai

dengan tugas masing-masing.

Guru memimpin diskusi siswa dalam pembentukan

panitia pameran, yang ditindaklanjuti dengan

penentuan tema pameran, membuat proposal pameran

sekolah, membuat katalog, membuat media publikasi,

menyiapkan karya untuk dipilih/diseleksi, dan

mendisplay (memajang) karya.

Page 116: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

104

Hari kedua

Pertemuan ke 3

Panitia pameran dengan dibimbing oleh guru Seni

Budaya mempersiapkan acara pembukaan/peresmian

pameran. Salah seorang siswa putri berperan sebagai

MC membuka acara. Salah seorang siswa yang

berperan sebagai ketua panitia menyampaikan laporan,

lalu ditindaklanjuti dengan sambutan kepala sekolah

sekaligus membuka/meresmikan pameran.

Guru bersama siswa merefleksi dan mengevaluasi

seluruh kegiatan pembelajaran tentang

penyelenggaraan pameran seni rupa, mulai tahap

perencanaan hingga tahap pelaksanaan. Guru juga

mengkaitkan manfaat yang dapat dipetik oleh para

siswa yang dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-

hari.

4.2 Validasi Video Model Pembelajaran

Validasi video model pembelajaran dilakukan oleh

dua orang pakar, yakni Wayan Setiadarma, M.Pd

(validator 1) seorang pakar media dan audiovisual dan

Dr. Trisakti, M.Si (validator 2 ), yang memiliki

kepakaran dalam bidang pembelajaran Seni Budaya.

Dengan demikian validator 1, menguasai aspek teknis

audiovisual, sedang validator 2 menguasai aspek

materi dan strategi/pendekatan pembelajaran.

Validasi video model pembelajaran dilakukan

dengan mengacu instrument yang telah dipersiapkan

tim peneliti. Secara garis besar Instrumen yang

dimaksud mencakup tiga komponen, yaitu (1)

Petunjuk pengisian instrument, (2) aspek

penilaian/aspek yang divalidasi, (3) komentar/saran

perbaikan. Sementara aspek penilaian meliputi aspek

format, aspek isi, dan aspek bahasa.

Aspek penilaian format meliputi (1) Kejelasan

petunjuk penggunaan, (2) Keserasian dan pemakaian

warna secara umum dalam mendukung tampilan video,

(3) Kesesuaian pemilihan huruf dan warna teks dengan

topik materi, terbaca dan jelas, (4) Kesesuaian setting

gambar dan animasi pada tampilan video, (5)

Kesesuaian musik pengiring dan narasi pada tampilan

video, (6) Kejelasan audio pada musik pengiring dan

narator, (7) Kemudahan menggunakan video, (8)

Kesesuain durasi waktu, (9) Progam video dapat

berfungsi dengan baik. Selanjutnya penilaian aspek isi

terdiri (1) Kesesuaian urutan penyajian materi dengan

vieo, sehingga mudah dipahami, (2) Kejelasan konsep

yang disampaikan melalui video sesuai topik materi,

(3) Kesesuaian dengan tujuan pembelajaran.

Sementara itu penilaian aspek bahasa meliputi (1)

Kebakuan bahasa yang digunakan, (2) Keefektifan

kalimat yang digunakan, (3) Kejelasan dan

kelengkapan informasi dalam video yang disampaikan

dengan bahasa atau kalimat, (4) Kemudahan

memahami bahasa yang digunakan.

Komentar, saran, dan koreksi perbaikan diberikan

oleh validator sebagai berikut.

1. Durasi terlalu panjang, akan membosankan.

Perlu dikurangi dengan tidak menghilangkan

bagian yang penting.

2. Proses belajar mengajar tidak perlu ditampilkan

menyeluruh, munculkan saja peradegan yang

penting.

3. Lokasi setting masih noise, perlu dihilangkan

4. Perlu ditambahkan teks tahap-tahap

pembelajaran

5. Masih ada beberapa gambar tayangan yang tidak

sesuai dengan suara guru.

6. Beberapa slide perlu dihilangkan karena

ditayangkan secara berulang-ulang.

7. Pada time note 02:42 muncul suara sutradara :

“Action,” yang sangat mengganggu

dan harus dihilangkan.

8. Pada time note 07:28 ada pandangan yang

mengganggu dan sebaiknya dihilangkan, yaitu di

bagian belakang nampak juru kamera dan

seorang yang sedang duduk di kursi.

9. Pada time note 10:06 –10:44 muncul suara/vocal

guru yang tumpang tindih dan sangat

mengganggu. Maka harus dijernihkan atau, kalau

sulit, lebih baik dihilangkan.

10. Setelah NARASI 3 selesai dibacakan perlu

diberikan musik pengisi suasana, agar tidak

terasa beku.

11. Adegan mengisi daftar hadir pada time note

04:18 - 05:25 terlalu lama, terutama kepala

sekolah dan Wakil Kepala sekolah. Sebaiknya

dipersingkat.

12. Adegan Kepala Sekolah yang tengah berbisik-

bisik dengan guru Seni Budaya pada time note

04:54-05:08 , nampak kurang etis dan mubazir,

karena itu perlu dihilangkan.

Sebagaimana telah dipaparkan di depan, produksi

Video model pembelajaran hanya memilih satu KD,

yakni “Merancang dan Menyelenggarakan Pameran

Seni Rupa.” Dengan menggunakan instrument yang

telah dipersiapkan, kedua validator memberikan

penilaian 85,93 dan 93,75 atau rata-rata 89,84. Dengan

mengikuti kriteria penilaian yang ditetapkan, berarti

Video model pembelajaran tersebut sangat baik

digunakan.

4.3 Uji Coba Perangkat Pembelajaran

Uji coba melibatkan 15 orang guru SMP di wilayah

kota Surabaya. Peserta uji coba dikelompokkan

menjadi tiga, yaitu kelompok uji coba RPP, kelompok

uji coba media pembelajaran dan kelompok uji coba

video model pembelajaran. Bentuk konkret dari uji

coba yang dimaksudkan di sini ialah kelompok uji

coba memberikan penilaian terhadap RPP, media

pembelajaran dan video model pembelajaran dengan

menggunakan instrument penilaian yang telah

disiapkan yang dilengkapi dengan ruang

komentar/saran perbaikan. Selanjutnya peserta uji

coba RPP dikelompokkan menjadi tiga kelompok

masing-masing terdiri atas tiga orang yang menguji

coba instrument kelas VII, VIII, dan IX, sedang

kelompok uji coba media pembelajaran dan kelompok

Page 117: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

105

uji coba video model pembelajaran masing-masing

tiga orang.

Hasil Uji Coba RPP

Hasil uji coba terhadap tiga RPP memperoleh

angka penilaian sebagai berikut (1) RPP kelas VII:

87,50; 87,50; 87,50 (rata-rata 87,50); RPP kelas VIII:

92,50; 92,50; 92,50 (rata-rata 92,50); RPP kelas IX:

100; 87,50; 95 (rata-rata 94,0). Dengan mengikuti

kriteria penilaian yang ditetapkan, maka RPP tersebut

tergolong sangat baik digunakan. Namun demikian,

secara kualitatif kelompok uji coba memberikan

komentar/saran perbaikan, sebagai berikut.

RPP kelas VII, KD: Menggambar gubahan flora

dan fauna serta geometric menjadi ragam hias.

Seharusnya KI 1-4 ditulis pada kompetensi dasar

dan indikator pencapaian kompetensi

Penulisan KD dan Indikator sebaiknya dibuat

matrik agar mudah pembacaannya

Pada IPK 3.2.4; 3.2.5 dan 4.2.1; 4.2.2 terdapat

kata “berbagai.” Kata berbagai tersebut bukan

merupakan kata operasional.

Pada pembelajaran Remidial pokok bahasan (a)

Review materi pembelajaran regular harus tertuju

pada kompetensi yang belum tercapai, sedangkan

pada kelompok (b) Tugas menggambar hanya

diberikan pada satu materi saja.

RPP kelas VIII, KD: Menggambar Ilustrasi dengan

teknik manual dan digital

Pada contoh gambar ilustrasi objek manusia

dibutuhkan perbandingan proporsi anggota

tubuh. Misalnya badan, kepala, kaki, dan

sebagainya.

Alokasi waktu pembelajaran tidak cukup kalau

hanya satu kali pertemuan, setidaknya tiga kali

pertemuan.

Untuk contoh gambar ilustrasi teknik digital

perlu dbuat lebih bervariasi.

Sumber belajar sangat beragam, mulai buku teks,

literature di perpustakaan, hingga sumber

internet. Karena itu bisa mencari mana yang

secara teknik paling mudah dipelajari siswa.

Indikator pengamatan pada instrumen penilaian

sikap spiritual dan social terlalu banyak. Cukup

dengan indicator no.1, 2 , 3, 4, 8, karena 5, 6, 7

sudah tercakup di dalamnya.

RPP kelas IX, KD: Merancang dan

Menyelenggarakan Pameran

Perlu diberikan keterangan Materi Reguler,

remedial, dan pengayaan

Pembelajaran remedial dan pengayaan dapat

dimasukkan dalam materi pembelajaraan dengan

urutan (1) materi regular, (2) materi remedial (3)

materi pengayaan, meskipun materi remedial dan

pengayaan baru akan diberikan setelah penilaian.

Dalam penilaian aspek pengetahuan perlu

disertakan kisi-kisi soal dan kunci jawaban soal.

Proses saintifik boleh tidak dituliskan secara rinci

dan tidak harus runtut karena diharapkan sudah

otomatis melekat pada sintaks sesuai model

pembelajaran yang dipilih.

Penulisan materi boleh tidak dicantumkan pada

RPP, tetapi dibuat tersendiri pada lampiran,

begitu juga penilaian.

4.5 Uji coba Media Pembelajaran

Uji coba media pembelajaran power point

dilakukan oleh tiga orang guru, tiap-tiap guru menguji

coba tiga media powerpoint, yakni media kelas VII,

kelas VIII, dan kelas IX. Aspek yang dinilai

Kesesuaian dengan Indikator Pencapaian Kompetensi,

Kesesuaian dengan Topik/Materi Pembelajaran,

Pemilihan font dan penataan, Gambar/ilustrasi,

Keterbacaan. Hasil uji coba terhadap tiga Media

pembelajaran memperoleh angka penilaian sebagai

berikut (1) Media kelas VII: 82,22; 86,66; 88,88 (rata-

rata 85,92); Media kelas VIII: 80; 82,22; 86,66 (rata-

rata 82,96); Media kelas IX: 91,11; 84,44; 80 (rata-rata

85,18). Dengan menggunakan kriteria penilaian yang

ditetapkan, maka Media pembelajaran tersebut

tergolong sangat baik digunakan.

4.4 Uji coba Video Model Pembelajaran

Instrumen Uji coba Video model Pembelajaran

secara garis besar terdiri atas tiga bagian: (1) Petunjuk

uji coba, (2) Aspek penilaian, (3) komentar dan saran

untuk perbaikan. Hasil uji coba terhadap Video model

pembelajaran oleh tiga orang guru mendapatkan angka

penilaian 98; 96; 100, atau rata-rata 98. Dengan

menggunakan kriteria penilaian yang ditetapkan, maka

Video model pembelajaran tersebut tergolong sangat

baik digunakan. Tetapi, meskipun hasil penilaian

“sangat baik,” mereka menuliskan saran untuk

perbaikan seperti yang diminta.

Komentar dan saran yang diberikan sebagai

berikut.

Adegan siswa bersalaman dengan guru bagus

dalam rangka membangun karakter siswa

Intonasi guru dalam pembelajaran terlalu cepat,

sehingga agak menyulitkan pemahaman siswa.

Adegan menggali informasi melalui literature di

perpustakaan, internent dan wawancara kepada

nara sumber sangat menarik/bagus.

Presentasi siswa sebaiknya diikuti dengan tanya

jawab agar lebih menarik

Pelaksanaan pameran di sekolah tidak mudah

dilakukan karena adanya berbagai kendala,

terutama sarana ruang. Karena itu pameran di

sekolah sebaiknya dilakukan sebagai pameran

sekolah bukan pameran kelas.

Durasi video pembelajaran terlalu panjang,

sehingga bisa membuat orang merasa jenuh.

Untuk memudahkan pemahaman para pemirsa,

sebaiknya perlu dituliskan dalam tagline :

Page 118: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

106

“Pertemuan 1, Pertemuan 2, Pertemuan 3,”

dan seterusnya.

Video ini sangat menarik dan bisa membantu

guru seni budaya untuk mengembangkannya

sendiri sesuai dengan keadaan di sekolah masing-

masing.

4.6 Deseminasi

Deseminasi, yaitu kegiatan penyebarluasan hasil

penelitian, yakni RPP, Media Pembelajaran, dan

Video Model Pembelajaran Seni Budaya/Seni Rupa

dalam bentuk CD dilakukan setelah produk final.

Penyebar luasan dilakukan dalam minggu pertama dan

kedua bulan Oktober 2016, dengan menggunakan jasa

kurir/pengiriman kepada 40 SMP di wilayah kota

Surabaya, untuk para guru Seni Budaya.

5. SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Kegiatan pengembangan model pembelajaran

Seni Budaya berjalan sesuai dengan rencana.

Pertama, prosedur pengembangan diawali dengan

merancang draft RPP dan media pembelajaran dengan

KD yang telah dipilih, yaitu KD 4.2: Menggambar

Gubahan Flora dan fauna serta geometric menjadi

ragam hias, KD 4.2: Menggambar Ilustrasi dengan

teknik manual dan digital, dan KD 4.4: Merancang dan

Menyelenggarakan pameran, masing-masing untuk

kelas VII, VIII, dan IX. Kedua, draft tersebut

kemudian divalidasi oleh dua orang validator sebagai

bahan perbaikan. Ketiga, memproduksi video model

pembelajaran dengan memilih salah satu RPP, yakni

Merancang dan Menyelenggarakan Pameran. Draft

video model pembelajaran tersebut kemudian

divalidasi oleh dua pakar sebagaimana dilakukan pada

RPP dan media pembelajaran pada tahap sebelumnya.

Keempat, tiga macam produk tersebut, yaitu RPP,

media, dan video model pembelajaran diujicobakan

kepada sekelompok guru sebagai calon pengguna

untuk bahan perbaikan. Keempat, diseminasi, yaitu

penyebarluasan produk yang telah dikemas dalam

Compac dish (CD) kepada 40 SMP di kota Surabaya.

Hambatan yang dialami oleh penelitian

pengembangan model pembelajaran ini ialah ketidak

sesuaian antara skedul yang telah dirancang dengan

pelaksanaannya, terutama pada saat shooting video

model pembelajaran, yang melibatkan pihak sekolah.

Konkritnya, begitu dana penelitian cair tidak lama

kemudian memasuki bulan Ramadan, di mana sekolah

“libur” selama sebulan. Dengan demikian jadwal

shooting mengalami kemunduran hingga minggu

keempat bulan Agustus 2016. Sementara itu, masih

ada beberapa tahapan proses pasca rekaman video,

yakni editing untuk menghasilkan video draft 1,

validasi ahli, uji coba, dan diseminasi hasil. Karena itu

solusinya adalah mendisiplinkan diri, dalam arti

memperketat jadwal untuk menyelesaikan tahapan

proses berikutnya.

Namun secara umum pelaksanaan penelitian

pengembangan model pembelajaran Seni Budaya

berbasis kurikulum 2013 ini berhasil. Keberhasilan

yang dimaksud mencakup dua hal. Pertama, prosedur

pengembangan relative berjalan lancar, meskipun

dengan jadwal yang agak mundur. Produk yang

dihasilkan dinilai “sangat baik” oleh calon pengguna,

yakni para guru Seni Budaya. Kedua, penelitian ini

mampu mencapai target luaran yakni (1) produk

pengembangan: RPP, Media, dan Video pembelajaran

(2) Laporan penelitian (3) Artikel ilmiah sesuai dengan

waktu yang disediakan.

5.2 Saran

Berdasarkan respon positif para guru terhadap

produk pengembangan, terutama video model

pembelajaran, maka kegiatan-kegiatan pelatihan

tentang pembelajaran hendaknya disertai video

model pembelajaran, agar peserta lebih mudah

menyerap, memahami dan mempraktikkan dalam

pembelajaran di kelas.

Lebih lanjut kegiatan serupa ini akan bermanfaat

membantu guru apabila produksi video model

pembelajaran juga dikembangkan untuk

kompetensi dasar (KD) yang lain dan juga mata

pelajaran lain. Jika tidak memungkinkan untuk

seluruh KD, sekurang-kurangnya dapat diwakili

satu KD untuk setiap mata pelajaran dan tingkat

kelas.

6. DAFTARPUSTAKA

[1]. Arends, R.I., (2007). Learning to Teach. New York:

McGraw Hill Companies

[2]. Hasyim, Budihardjo Achmadi, dkk., (2011).

Pengembangan Model Pembelajaran Muatan

Lokal Sebagai Implementasi KTSP Pada Sekolah

Menengah Kejuruan (Laporan Penelitian).

[3]. Ratyaningrum, Fera, dkk., (2013). Pengembangan

Model Perangkat Pembelajaran Kriya Tekstil

Tentang Motif Batik Jawa Timur dan Pewarnaan

Alam Sebagai Upaya MeningkatkanKualitas

Pembelajaran Seni Budaya di Jawa Timur. (Laporan Penelitian).

[4]. Setyosari, Punaji, (2013). Metode Penelitian

Pendidikan dan Pengembangan. Jakarta: Kencana

Prenada Media.

[5]. Tim Peneliti Ekspresi Estetika, (2007).

Pengembangan Model Pembelajaran Ekspresi

Estetika Inovatif Untuk Pendidikan

Dasar,.Departemen Pendidikan Nasional: Badan

Penelitian dan Pengembangan Pendidikan (Laporan

Penelitian).

[6]. Trisakti, dkk., (2009). Pengembangan model

Pembelajaran Berbasis Life Skill Untuk

MemperbaikiKualitas Pembelajaran Seni Budaya

di SMPN Surabaya. (Laporan Penelitian).

[7]. Yuwana, Setya, dkk., (2010). Pengembangan Model

Pembelajaran Bahasa Jawa SMP/MTs di Jawa

Timur Berbasis Budaya Lokal.” (Laporan

Penelitian).

[8]. Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan dan

Kebudayaan Nomor 68 tahun 2013 tentang Kerangka

Dasar dan Struktur Kurikulum Sekolah Menengah

Pertama/Madrasah Tsanawiyah..

Page 119: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

107

[9]. Dokumen Kurikulum 2013, Kementerian Pendidikan

dan Kebudayaan, 2012. [10]. Jawa Pos-Metropolis, 26 November 2013.

[11]. Jawa Pos-Metropolis, 29 November 2013.

[12]. Jawa Pos-Metropolis, 9 Desember 2013.

Page 120: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

108

Page 121: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

109

Bimbingan dan Konseling Komprehensif bagi Konselor untuk

Meningkatkan Kompetensi Sosial

Najlatun Naqiyah1*) 1Jurusan Bimbingan dan Konseling, UNESA, Surabaya. Email : [email protected]

*) Alamat Korespondesi:Email: [email protected]

ABSTRACT

The training conducted for the purpose for writing this paper is to train skills of counselors in Kraksaan,

Probolinggo (East Java, Indonesia) in implementing a comprehensive guidance and counseling, especially for

improving the social potential of children. The training was attended by 22 teachers. They come from kindergarten

and elementary school (SD). They are trained in roles and responsibilities as being teachers and counselors at

their school. Materials provided in the training include a comprehensive understanding, the philosophical

foundation and rational, comprehensive guidance and counselling, areas of personal-social, learning and career,

indicators and social competence for children in ages of 0-12, duties and social emotional development of children

and models of social skills play therapy. The results of the training show an increase in the skills of teachers in a

comprehensive guidance and counseling. The results of test initial capability prior to take part in the training,

teachers earned an average grade of 55. After training with the model approach of Andragogy, discussion,

question and answer, as well as project tasks, it shows an increase in the average grade on 83. The expected

implication of the training is for the teachers to be able to explore the potential of social students with creative

and innovative methods of game. Teachers encourage children to behave in accordance to religious values, rules

of school, and norms and ethics in society. Teachers hopefully create media of creativity and innovation through

project tasks that scheduled in every Saturday. It is recommended that the schools provide rewards for the teachers

whom active and creative in so doing. Thus, in turn, they optimally seek to develop children's potential.

Key Words: guidance and counselling, comprehensive counselling, children

ABSTRAK

Tujuan pelatihan bimbingan dan konseling komprehensif bagi konselor dalam rangka penulisan artikel ini

adalah untuk meningkatkan potensi sosial. Pelatihan ini diikuti oleh 22 guru-guru di Kraksaan, Probolinggo

(Jawa Timur) Para Guru mengajar Taman Kanak-kanak (TK) dan Sekolah Dasar (SD) Namira. Peran dan

tanggung jawab guru dan pembimbing serta konselor di sekolah membantu siswa memecahkan masalah. Para

guru sebagai penolong anak-anak memiliki kemampuan memecahkan masalahnya sendiri. Materi pelatihan

meliputi pengertian BK komprehensif, landasan filosofis dan rasional BK Komprehensif, bidang-bidang pribadi-

sosial, belajar dan karier, indikator dan kompetensi bidang sosial bagi anak usia 0-12 tahun, tugas perkembangan

emosi dan sosial anak dan model-model terapi permainan keterampilan sosial. Hasil pelatihan menunjukkan

adanya peningkatan keterampilan guru di yayasan sekolah Namira dalam bimbingan dan konseling komprehensif.

Hasil tes kemampuan awal para guru sebelum diberikan pelatihan memperoleh rata-rata kelas 55. Setelah

mengikuti pelatihan dengan model pendekatan andragogi, diskusi dan tanya jawab serta proyek tugas, maka

terjadi peningkatan nilai rata-rata kelas 83. Implikasinya, guru sekolah Namira perlu menggali potensi sosial

siswa dengan metode permainan kreatif dan inovasi. Guru mampu mendorong anak melakukan perilaku yang

sesuai dengan nilai-nilai relegius, aturan sekolah, norma dan etika di masyarakat. Guru menciptakan media

kreativitas dan inovatif melalui tugas proyek yang terjadwal setiap sabtu. Yayasan Namira memberi reward pada

para guru yang aktif dan kreatif menciptakan media pembelajaran sehingga pada gilirannya dapat

mengembangkan potensi sosial anak secara optimal.

Kata kunci: bimbingan konseling, konseling komprehensif, anak

1. PENDAHULUAN

Pencegahan terhadap kekerasan anak lebih baik

daripada mengobati. Maraknya kekerasan anak di

sekolah seperti pemukulan dan kekerasan verbal serta

saling curiga memerlukan bantuan guru pembimbing.

Kemahiran guru pembimbing dalam menolong anak

mencegah, menghadapi kekerasan yang muncul perlu

memperoleh perhatian. Guru pembimbing

membutuhkan keterampilan dan kecakapan sosial.

Guru pembimbing membantu anak mengembangkan

diri dan potensi sosial. Guru pembimbing perlu

memahami bimbingan dan konseling[1]. Fungsi guru

adalah menolong anak menghadapi situasi krisis[2].

Keterampilan guru bisa ditingkatkan dengan

mengikuti pendidikan dan pelatihan. Pelatihan

bimbingan dan konseling komprehensif bisa

diterapkan disekolah. Bimbingan dan konseling

bersifat integral dengan program pendidikan. Guru-

guru di yayasan Namira membutuhkan keterampilan

sosial. Guru menjalankan fungsi dan perannya sebagai

pembimbing anak. Karakteristik sekolah namira

adalah memiliki keunggulan dalam kurikulum tahfidz

Page 122: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

110

dan bahas Inggris serta kegiatan ekstra kurikuler

robotik, public speaking dan komputer serta sains dan

matematika.

Lembaga Namira perlu memenuhi harapan sosial.

Harapan sosial orang tua perlu diperhatikan oleh

lembaga Namira. Orang tua menginginkan anak-anak

mereka memiliki kesadaran dalam mengerjakan solat

lima waktu, memiliki pengetahuan bahasa inggris dan

matematika. Harapan sosial ke lembaga namira

diperoleh dari komunikasi dengan orang tua. Harapan

sosial juga diperoleh dari perwakilan orang tua di

komite sekolah. Mereka menginginkan keselamatan

anak selama berangkat sampai pulang kerja.

Keselamatan fisik dan psikologis anak menjadi hal

utama. Perhatian dan pengembangan program

keselamatan bagi anak bisa dijalankan melalui

kecakapan social meskipun pada dasarnya perbedaan

gender berpengaruh pada aktivitas fisik, seperti

kemampuan mengontrol obyek lebih dominan pada

anak laki-laki dan kemampuan lokomotor didominasi

anak perempuan[3]. Kesadaran untuk berinteraksi yang

sehat dan memilih pergaulan positif. Anak memiliki

peran sosial yang bisa dilalui dengan bimbingan yang

mengedepankan komunikasi yang efektif, sikap budi

pekerti luhur dan kebiasaan berinteraksi yang positif.

Membiasakan anak mengucapkan terima kasih. Selalu

bersyukur pada Allah SWT atas nikmat yang telah

diterima dan bersyukur pada orang tua.

Keselamatan anak adalah bagian dari kompetensi

dan indikator dari kecakapan pribadi sosial.

Kecakapan pribadi sosial pada anak-anak sebelum

sekolah meliputi pengenalan lingkungan rumah dan

keluarga serta teman-teman sekitar. Mengidentifikasi

peran individu dalam keluarga dan beradaptasi dengan

lingkungan keluarga karena model transaksional

sesuai dengan relasi antara problem prilaku anak

dengan pengasuhan[4]. Belajar bersosialisasi dengan

teman-teman sebaya serta memiliki pengetahuan

tentang peran gender.

Rencana materi yang akan diberikan dalam

pelatihan adalah pengertian, tujuan dan manfaat

bimbingan dan konseling komprehensif. BK

komprehensif adalah upaya membantu anak didik

untuk mengembangkan diri dalam bidang pribadi,

sosial, dan belajar serta karier. Kurikulum Bimbingan

dan konseling bisa dilakukan secara perorangan dan

kelompok, serta klasikal. Bimbingan memberikan

bantuan agar peserta didik mengetahui kebutuhan,

bakat, minat, dan nilai-nilai yang dianut berdasarkan

pengalaman hidup. Layanan bimbingan memberikan

arah individu menemukan cara belajar yang efektif.

Anak mampu mengembangkan keterampilan sesuai

dengan bakat dan kemampuan[5]. Bimbingan bisa

memberikan pemahaman individu untuk mengetahui

perencanaan dan pengembangan karier masa depan.

Kegiatan bimbingan dan konseling akan berjalan

dengan baik apabila dirangkai dalam suatu program

bimbingan. Untuk mewujudkan suatu program

bimbingan dan konseling didasarkan pada prinsip-

prinsip dan bidang layanan. Bidang layanan

bimbingan dan konseling mengacu pada definisi

bimbingan dan konseling. Dalam pelatihan BK

komprehensif ada empat bidang yaitu pribadi, sosial,

belajar dan karier. Dalam pelatihan ini memfokuskan

pata bidang sosial. Tujuannya agar konselor memiliki

pemahaman dan melaksanakan bimbingan sosial pada

anak sehingga pada akhirnya anak dapat mengetahui

cara-cara pencegahan pada kekerasan.

Bimbingan dan konseling dalam bentuk layanan

dasar berfungsi sebagai preventif, terutama berbasis

pada keluarga[6]. Fungsi pencegahan yang perlu

dilakukan pada konselor ialah memberikan materi-

materi bimbingan sosial pada peserta didik. Potensi

sosial dapat ditumbuhkan dengan cara-cara pemberian

informasi, latihan langsung dan diskusi. Bimbingan

dan konseling Bimbingan yang bersifat preventif.

Pencegahan dapat diartikan upaya untuk

mempengaruhi individu dengan cara positif sehingga

individu selamat dari ancaman dan kesulitan yang

akan dihadapi serta mengetahui resiko yang akan

terjadi apabila dilakukan. Bimbingan dapat

mengantisipasi dan berusaha mengantisipasi

terjadinya kekerasan pada waktu yang akan datang

dengan menempuh beberapa langkah, seperti:

membekali keterampilan pemecahan masalah bagi

individu yang membutuhkan, mengadakan perubahan

lingkungan yang dapat mencegah timbulnya kekerasan

pada waktu yang akan dating serta screening [7].

Kecakapan konseling individu adalah kemampuan

individu untuk memahami, menilai dan melakukan

serta mengembangkan kecakapan hidup yang sesuai

dengan perkembangan individu[8]. Tugas

perkembangan pribadi sosial untuk anak-anak sebelum

sekolah ialah mampu mengidentifikasi perasaan-

perasaan dan dapat mengekspresikan perasaan yang

tepat. Bimbingan sosial adalah kecakapan siswa dalam

melakukan interaksi dengan orang lain. Anak mampu

menyadari dan berinteraksi dengan orang lain[9].

Upaya konselor dalam langkah preventif bisa

dilakukan dengan cara sebagai berikut, (1) mendorong

perbaikan lingkungan yang apabila dibiarkan akan

berdampak negatif terhadap perkembangan individu

yang bersangkutan, (2) mendorong perbaikan kondisi

individu, (3) meningkatkan kemampuan individu

untuk mengantisipasi hal-hal yang dapat

mempengaruhi perkembangan individu, (4)

mendorong individu untuk tidak melakukan sesuatu

yang dapat memberikan resiko besar, (5) melakukan

sesuatu yang memberi manfaat dan menggalang

dukungan kelompok terhadap sesuatu yang

bersangkutan.

Pelatihan ini bermanfaat untuk meningkatkan

pengetahuan dan pemahaman para orang tua, guru dan

konselor dalam meningkatkan potensi sosial anak.

Dengan adanya pengabdian kepada masyarakat

diharapkan mampu melatih orang tua, guru dan

konselor dan diharapkan dapat menerapkan kepada

anak dan siswa. Pelatihan bimbingan dan konseling

komprehensif dapat membantu orang

Page 123: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

111

tua/guru/konselor memberikan layanan bimbingan dan

konseling yang lebih luas di lingkungan sekitarnya.

Adapun strategi yang dipilih adalah dengan

pendekatan andragogi (dewasa) dimana peserta

pelatihan diperlakukan sebagai orang dewasa yang

bisa memecahkan masalah dan berpikir kritis. Pelatih

menjadi fasilitator bagi konselor dalam melakukan

pelatihan BK komprehensif.

Perguran tinggi Universitas Negeri Surabaya

sangat layak untuk melakukan pengabdian

perlindungan anak dengan pemberian pelatihan

bimbingan dan konseling komphrehensif bagi

konselor. Hal ini disebabkan oleh visi Universitas

Negeri Surabaya untuk menumbuhkan karakter yang

kuat sebagai pribadi yang akan menjadi pemimpin dan

guru masa depan. Dengan visi tersebut Unesa sebagai

perguruan tinggi yang memiliki fakultas ilmu

pendidikan dan jurusan bimbingan dan konseling

memiliki kelayakan dalam menyediakan tenaga

fasilitator yang akan melatih para konselor untuk

terampil mengaplikasikan BK komprehensif.

Jurusan bimbingan dan konseling memiliki

laboratorium BK yang bisa dijadikan sebagai ruang

riset selama pelaksanaan pengabdian ini untuk

mendiskusikan dan melakukan refleksi dalam

pembuatan analisa dari hasil pengabdian. Unesa

sebagai perguruan tinggi yang mencetak ribuan guru

di sekolah memiliki sarana sumber daya manusia yang

memadai dan layak untuk memberikan pelatihan.

Terlebih pada jurusan bimbingan dan konseling, yang

memiliki dosen dengan keahlian bidang bimbingan

dan konseling. SDM Unesa terdiri dari dosen yang

memiliki kemampuan dalam bidang bimbingan dan

konseling, psikologi dan evaluasi pembelajaran dapat

melatih konselor dalam meningkatkan komptensi

sosial.

2. HASIL PELAKSANAAN

Pola Kekerasan yang dialami oleh anak disekolah

Yayasan Namira School disebabkan belum

tercapainya tugas perkembangan sosial siswa. Dimana

pada usia sekolah dasar anak sangat aktif dalam

kegiatan motorik. Anak-anak seringkali mengganggu

teman untuk mengekspresikan diri dengan

menendang, memukul, meninju, dan berlari. Anak-

anak yang aktif tidak bisa duduk tenang selama

pelajaran berlangsung. Mereka sering ijin keluar kelas,

berlarian dikelas, jalan-jalan keliling kelas dan

mengganggu peralatan dan mencari perhatian guru.

Ada juga anak-anak yang sering naik turun tangga dan

berlari-lari di sekitar sekolah.

Kekerasan juga muncul dipicu oleh iklim dan

cuaca panas. Suasana kelas siswa gaduh dan panas

setelah jam 09.00. butuh AC secepatnya, solusi, kelas

sementara dipindah ke musolla atau di rolling setiap

hari bergantian. Setiap hari ada kekerasan berupa

Pemukulan, pengeroyokan diantara siswa, solusi akan

mengadakan sosialisasi tentang sanksi tindak

kekerasan dengan berkunjung ke polres bagian

perlindungan anak.

Lembaga Namira adalah lembaga yang membantu

siswa mencapai pertumbuhan dan perkembangan yang

optimal. Untuk itu perlu melatih guru-guru dengan

pelatihan bimbingan dan konseling komprehensif bagi

guru bimbingan dan konseling. Bentuk pelatihan

dengan menggunakan metode klasikal. Latihan

kepembimbingan bagi guru di lembaga namira school

dengan prosedur sebagai berikut;

Jenis layanan : Layanan dasar

Materi: Pengertian Bimbingan dan Konseling

Komprehensif untuk Meningkatkan potensi sosial

Tujuan: Guru memahami dan membuat program

bimbingan dan konseling komprehensif di lembaga

namira sesuai dengan kebutuhan peserta didik di

Tk dan SD.

Pelaksanaan: Hari Minggu, tanggal 12 Oktober

2016

Tempat: Aula TK Namira

Peserta: 22 Guru TK dan SD

Tujuan: Memahami Bimbingan dan Konseling

Komprehensif

Materi: Definisi bimbingan dan konseling

komprehensif, program BK komprehensif,

komptensi sosial anak usia bayi dan anak-anak.

Peran dan tanggung jawab guru pembimbing di

sekolah.

Media: Power point, vidio, dan lcd

Metode: Ceramah, tanya jawab dan latihan

Hasil: dalam pertemuan tersebut konselor, Dr.

Najlatun Naqiyah memberikan ceramah dengan

menggunakan media PPT tentang BK

komprehensif.

Secara rasional BK komprehensif memiliki

landasan filosofis dan rasional. Rasional ini keyakinan

yang perlu dipegang teguh oleh guru bahwa :

a. Setiap anak pasti memiliki kebaikan dan

kelebihan. Anak-anak lahir telah dilengakapi

dengan kecerdasan masing-masing. anak-anak

mampu mengembangkan kebaikan dalam diri

sendiri dengan proses pendidikan dan

pertolongan dari guru dan orang tua. Kelebihan

yang dimiliki adalah bawaan masing-masing

individu. Mereka nampak senang jika

membantu orang lain, saling berbagi makanan

dan minuman dengan teman, saling bercerita

dan melakukan kerjasama dalam bermain dan

mengerjakan tugas-tugas kelompok di kelas.

Anak-anak pada dasarnya baik. Mereka ingin

memperoleh perhatian dari guru untuk

mengeksplorasikan kebaikan diri. Mereka akan

mudah menangkap arahan dan contoh

perlakuan yang guru berikan dalam kelas dan

luar kelas. Anak-anak senang mengenal satu

dengan lainnya. Kemampuan bekerjasama

nampak dalam area permainan yang digelar

oleh anak-anak. Misalnya, permainan ayunan,

anak-anak sukarela saling mendorong ayunan

sementara yang lainnya duduk diatas ayunan.

Page 124: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

112

Mereka sukarela bergantian turun dan

bergantian menggunakan alat-alat bermain

dengan senang hati.

b. Anak itu unik. Setiap anak memiliki kekhasan

masing-masing. anak satu dengan lainnya tidak

sama persis. Mereka punya sikap dan

kemampuan dalam merespon sesuatu peristiwa

dengan cara mereka sendiri. Bahkan

menggunakan bahasa dan berkomunikasi

dengan gaya-gaya masing-masing yang unik

dan lucu. Anak-anak usia 4 (empat) tahun

memproduksi bahasa dan berlatih melafalkan

bahasa dengan kreatifitas masing-masing anak.

Orang tua berperan untuk melatih anak dengan

bahasa ibu dan bahasa daerah setempat pada

usia peka (3-5 tahun). Cara ibu menuntun anak

menggunakan bahasa dalam kemampuan

verbal anak membuat anak berkembang dengan

kecepatan masing-masing. anak-anak belajar

merespon ucapan dengan bahasa dan gaya yang

unik setiap anak. Keunikan anak nampak dari

bahasa, bentuk tubuh, gaya hidup, dan emosi

yang diekspresikan dari masing anak dalam

meresposn peristiwa belajar akan berbeda.

c. Setiap anak berhak untuk berhasil. Anak

berhasil mengerjakan tugas sekolah dengan

cara-cara tertentu. Anak belajar dengan gaya

auditori, visual dan kinestetik memiliki

kelebihan masing-masing. dalam pembelajaran

anak-anak di TK melakukan latihan untuk

memeprsiapkan lomba bagi anak-anak. Anak-

anak memeprsiapkan diri dengan potensi yag

dimiliki, diantaranya bersaing melalui

olimpiade atau lomba-lomba. Keberhasilan

anak dalam lomba akan menunbuhkan rasa

bangga dan percaya diri akan kemampuan yang

dimiliki.

d. Setiap anak memerlukan dukungan dari orang-

orang terdekat baik dari keluarga , guru,

maupun seorang teman. Rasa kepedulian orang

dewasa pada anak akan membantu anak

mencapai perkembangan hidup. Kepedulian

orang tua atau guru mendorong anak untuk

mengeksplorasi potensi dalam hidupnya. Anak

membutuhkan perhatian untuk menceritakan

pengalaman hidup yang telah dialami,

kemudian orang tua mendengarkan anak untuk

merencanakan harapan agar bisa dilakukan.

Anak perlu motivasi dari internal dan eksternal

guna menguatkan diri dalam disiplin,

ketekunan serta kesungguhan dalam belajar.

e. Setiap anak perlu bantuan dari berbagai pihak.

Kesiapan anak dalam sekolah perlu bantuan

keluarga. Keluarga menyiapkan anak

mengerjakan tugas-tugas rumah, menyiapkan

pelajaran di rumah, sehingga ketika berangkat

sekolah anak memiliki kesiapan belajar. Atribut

sekolah seperti seragam, alat tulis dan uang

saku perlu dibantu oleh orang tua. Bantuan

bekal makanan selama berangkat dan pulang

sekolah serta transportasi. Anak perlu

memperoleh kenyaman dalam belajar dan

mengembangkan diri.

Untuk menolong siswa, guru perlu memiliki

pengetahuan tentang bimbingan atau konseling.

Bimbingan dan konseling adalah bantuan yang

dilakukan oleh beberapa ahli untuk membantu siswa

dalam memecahkan suatu masalah, dikatakan ahli

apabila sudah bisa melakukan sesuatu yang sesuai

dengan prosedurnya. Berbeda dengan nasehat karena

bimbingan atau konseling siswa sendiri yang

memecahkan masalah. Tugas konselor ialah :

a. Pembimbing

b. Konsultan

c. Pelaksana program

d. Fasilitator

e. Penolong

Dalam menjalankan perannya, konselor perlu

memahami jika ada anak yang hiperaktif , maka

konselor memberikan siswa tugas, agar bisa

mengalihkan keaktifan pada tugas yang di berikan

oleh konselor. Model bimbingan konseling

komperhensif : a. Layanan dasar adalah layanan

klasikal atau kelompok yang dilakukan oleh

konselor di kelas. Konselor berinteraksi langsung

dengan siswa untuk membimbing siswa dalam

pengembangan diri. Materi layanan dasar

diharapkan dapat membentuk siswa efektif dalam

menjalani kehidupan. Melatih keterampilan hidup

dan akhirnya berkembang secara optimal. Strategi

dalam pemberian layanan dasar dapat berupa

informasi, orientasi, bimbingan kelompok,

konselor berkolaborasi dengan guru kelas dan

melakukan pengumpulan data.

b. Perencanaan individual bantuan yang diberikan

pada siswa agar mampu memiliki perencanaan

hidup. Perencanaan masa depan dalam bidang

pendidikan dan pekerjaan. Perencanaan jangka

pendek dan jangka panjang siswa dapat

membantu membuat target dan capaian yang akan

dilakukan. Dengan memiliki perencanaan yang

detail akan kehidupannya, siswa dapat

beraktivitas secara efektif dan terus

mengembangkan diri.

c. Layanan responsif ialah adalah layanan yang

bersifat segera dan cepat untuk menolong konseli

dalam keselamatan diri dan hidupnya. Layanan

responsif sangat bergantung pada kebutuhan

konseli. Konseling individu adalah salah satu

layanan responsif untuk mengatasi kondisi krisis

yang dialami konseli. Layanan responsif meliputi

konseling, referal, kunjungan rumah dan

konferensi kasus.

d. Dukungan sistem adalah kegiatan manajemen

untuk mengembangkan sumber daya manusia dan

sarana prasarana guna mendukung

terselenggaranya program bimbingan dan

konseling. Dukungan pada pengembangan staf

BK, biaya kegiatan serta kebijakan yang

Page 125: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

113

dilakukan secara sistemik. Pengembangan

jaringan seluruh guru, pengawai tata usaha dan

kepala sekolah serta dinas pendidikan serta

komunitas di lingkungan sekitar.

Bimbingan konseling ada 3[10] yaitu : Belajar

untuk hidup meliputi pemahaman diri, identitas

diri dan pemahaman sosial dan keterampilan

sosial. Belajar untuk belajar meliputi kemampuan

intelektual dan pemahaman dunia sekolah. Belajar

untuk bekerja meliputi keterampilan tugas-tugas,

dunia kewirausahaan, pemahaman ekonomi,

pemahaman dunia kerja serta penggunaan waktu

luang.

Standar kompetensi dan indikator kompetensi

sosial :

Keterampilan menghargai diri dan orang lain

Menghormati orang lain

Mengembangkan rasa kekeluargaan

Keterampilan komunikasi interpersonal

Sikap prososial

Mengembangkan keterampilan mendengarkan

yang efektif

Terapi untuk membantu anak menggunakan

pendekatan kognitif, humanistik, dan behavior.

Pendekatan tersebut berkembang dengan pendekatan

eklektik, disesuaikan dengan kebutuhan siswa.

Pendekatan kognitif menekankan pada pola pikir

terhadap peristiwa yang terjadi, kepercayan dan

keyakinan yang irrasional dirubah menjadi rasional.

Model humanistik ialah sikap guru pembimbing atau

konselor yang menjadi pusat perubahan siswa. Untuk

itu sikap guru perlu introspeksi diri atau dirubah dan

perbaiki kapasitas guru terlebih dahulu baru kemudian

murid.

Sikap konselor :

a. Empati

b. Tulus

c. Menerima tanpa syarat

d. Jujur

Model behavior mengutamakan modifikasi

lingkungan. Guru pembimbing memberikan atau

menciptakan stimulus, respon, dan konsekuensi.

Belajar untuk bekerja yaitu pengenalan dunia kerja

pada murid dan siswa mampu menunjukkan sifat

positif terhadap orang lain. Layanan responsif yaitu

layanan yang bersifat segera. Seperti layanan

konseling individu atau kelompok, konsultasi, dan

konseling krisis.

Sedangkan dukungan sistem adalah layanan

pendukung yang diperlukan agar program bimbingan

dan konseling dapat dilaksanakan dengan

menggunakan kapasitas pendukung di lembaga

pendidikan. Program manajeman dan pengembangan

sumber daya manusia terutama guru pembimbing atau

konselor menjadi fokus dalam pengembangan staf.

Pengembangan staf yang dilakukan di Namira school

antara lain, memberikan beasiswa pada guru untuk

mengambil studi lanjut pada jenjang sarjana S1,

membangun kerjasama antar lembaga sekolah dan

dinas pendidikan dan rumah sakit. Mengirimkan

delegasi guru pada program magang dan mengikuti

pelatihan serta seminar.

Hasil dari peserta yang mengikuti pelatihan BK

komprehensif untuk meningkatkan kompetensi sosial

memperoleh hasil sebagai berikut;

1.1. Tabel Hasil Pretes dan Postes

No Nama Pretes Postes Peningkatan

1 NIF 72 88 16

2 NQM 60 80 20 3 AMD 57 87 30

4 ALN 77 100 23 5 NLA 60 97 37

6 HNK 49 97 48

7 SSH 61 94 33

8 KKH 67 87 20

9 MRN 49 80 31

10 ISS 74 97 23 11 KMA 37 57 20

12 ASK 72 92 20

13 AAR 57 77 20 14 NRA 60 97 37

15 SDY 54 91 37

16 NLH 35 87 52 17 SLA 46 84 38

18 RHM 80 90 10

19 NFH 35 86 51 20 IRA 35 87 52

21 EMH 51 71 20

22 KMM 20 83 63

Tabel diatas menjelaskan bahwa hasil pretes yang

diperoleh oleh 22 guru di Namira mencapai rata-rata

55. Dan setelah mengikuti pelatihan bimbingan dan

konseling komprehensif untuk meningkatkan

kompetensi sosial mengalami peningkatan rata-rata

nilai mencapai 83.

3. KESIMPULAN

1) Pelatihan BK komprehensif oleh guru

pembimbing atau konselor dilembaga Namira

school diikuti oleh 22 orang. Materi pelatihan

meliputi pengertian BK komprehensif,

landasan filosofis dan rasional BK

Komprehensif, bidang-bidang pribadi-sosial,

belajar dan karier, indikator dan kompetensi

bidang sosial bagi anak usia 0-12 tahun, tugas

perkembangan emosi dan sosial anak dan

model-model terapi permainan keterampilan

sosial.

2) Kecakapan sosial anak usia 0-12 tahun yang

perlu dikembangkan oleh guru pembimbing

meliputi keterampilan menghargai diri dan

orang lain, menghormati orang lain,

mengembangkan rasa kekeluargaan,

keterampilan komunikasi interpersonal, sikap

prososial, mengembangkan keterampilan

mendengarkan yang efektif, empati dan

kemampuan mengelola konflik.

3) Hasil tes kemampuan awal para guru sebelum

diberikan pelatihan memperoleh rata-rata kelas

55. Setelah mengikuti pelatihan dengan model

pendekatan andragogi, diskusi dan tanya jawab

Page 126: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

114

serta proyek tugas, maka terjadi peningkatan

nilai rata-rata kelas 83. Dengan demikian,

pelatihan BK komprehensif dapat

meningkatkan kompetensi sosial guru dan

konselor, sehingga diharapkan para guru

mampu membantu anak mengembangkan

kecakapan sosial.

5. DAFTAR PUSTAKA

[1] Ray, Dee C. (2016). A Therapist’s Guide to Child

Development: The Extraordinarily Normal Years. New York: Routledge.

[2] DeDiego, Amanda C., Wheat, Laura S. & Flecher,

Terese B. (2016). Overcoming Obstacles: Exploring

the Use of Adventure Based Counseling in Youth

Grief Camps, Journal of Creativity in Mental Health, Vol. 11.

[3] Cliff, D. P., Okely, A.D, Smith, L. & Mckeen, K. (2009).

Relationships between fundamental Movement Skill

and Objectively Measured Physical Activity in Pre-

school Children. Pediatric Exercise Science, 21 (4), 436-439.

[4] Baker, B.L., Mclntyre, L. L, J. Blacher, K. Crnic, C.

Edelbrock & C. Low (2003). Pre-school Children With

and Without Developmental Delay: Behaviour

Problems and Parenting Stress over Time. Journal of

Intellectual Disability Research, Vol. 47, No 4/5, 217-230.

[5] Carness-Holt K., Bratton, S. C. (2014) The Efficacy of

Child Parent Relationship Therapy for Adopted

Children With Attachment Disruptions.. Journal of

Counseling & Development, Vol. 92, No. 3, 328-337.

[6] Hogue, A., Liddle, H.A., Becker, D., Johnson-Leckrone,

Jodi. (2002). Family-Based Prevention Counseling for

High-Risk Young Adolescents: Immediate Outcomes. Journal of Community Psychology, Vol. 30, No. 1, 1-22.

[7] Amar, A., Laughon, A., Sharps, P., Campbell, J., et al.

(2013). Screening and Counseling for Violence

against Women in Primary Care Setting. American Academy of Nusing on Policy.

[8] Swan, Karrie L., Schottelkorb, April A. & Lancaster

Sarah, (2015) Relationship Conditions and

Multicultural Competence for Conselors of Children

and Adolescents, Journal of Counseling & Development, Vol. 93, Issue 4 (October 2015).

[9] Pachucki, M. C., Ozer, E. J., Barrat A., Cattuto, C (2014).

Mental Health and Social Networks in Early

Adolescence: A Dynamic Study of Objectively-

Measured Social Interaction Behaviors. Social

Science & Medicine, Vol. 125, 40-50.

[10] Rex, J. (2008). The South Carolina Comprehensive

Developmental Guidance and Counseling Program Model. Columbia.

Page 127: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

115

Peningkatan Profesionalisme Guru – Guru SD di Daerah Tertinggal

Melalui Pengembangan Peraga Matematika Berbasis Bahan Lokal di

Kabupaten Bangkalan Provinsi Jawa Timur

Ninik Wahju Hidajati1*) 1 Jurusan T Sipil, Universitas Negeri Surabaya, Kota Surabaya. Email : [email protected]

*) Alamat Korespondesi: Email : [email protected]

ABSTRACT

Study more detailed characteristics of the elementary schools in disadvantaged areas which include the

condition of the building classrooms, teacher profiles, profiles of students using direct observation, documentation

and interview. This information is used as a material consideration flourescent mathematics and drafting

Handbook manufacture and use of such aids in mathematics corresponding to SD lagging especially in Bangkalan

East Java Province. Increasing professionalism of elementary school teachers in disadvantaged areas through the

development of teaching math test based on local ingredients in improving the quality of learning in mathematics.

Information about math materials that are considered difficult in the delivery of learning in the classroom during

the time in Bangkalan are: (1) the Commission and the FPB, (2) Multiplication and division, (3) Problem Stories

and (4) Root rank. This information is used as reference in making props mathematical prototype design adapted

to the potential of the natural surroundings. Results of research on the mathematics test props showed that teachers

carry out the study seemed enthusiastic and interested in the material given. The conclusion of this study show

that: first, by applying mathematical understanding props teachers can be increased. Second, by using props

mathematics Elementary school teachers are more skilled in presenting in the class.

Keyword:. Elementary Mathematics Viewer tool, understanding teachers, teacher skills

ABSTRAK

Studi karakteristik yang lebih rinci tentang SD di daerah tertinggal yang meliputi kondisi bangunan ruang

belajar, profil guru, profil siswa dengan menggunakan pengamatan langsung, dokumentasi dan wawancara.

Informasi ini dipakai sebagai bahan pertimbangan pembuatan alat peraga matematika dan penyusunan Buku

Panduan pembuatan dan penggunaan peraga tersebut dalam pembelajaran matematika yang sesuai untuk SD

tertinggal khususnya di Kabupaten Bangkalan Provinsi Jawa Timur. Peningkatkan profesionalisme guru SD di

daerah tertinggal melalui uji coba pengembangan peraga matematika berbasis bahan lokal dalam usaha

peningkatan kualitas pembelajaran matematika. Informasi tentang materi matematika yang dianggap sulit dalam

penyampaian pembelajaran di kelas selama ini di Kabupaten Bangkalan adalah : (1) KPK dan FPB, (2) Perkalian

dan Pembagian, (3) Soal Cerita dan (4) Akar Pangkat. Informasi ini dipakai sebagai acuan dalam pembuatan

prototype alat peraga matematika yang desainnya disesuaikan dengan potensi alam sekitar. Hasil penelitian pada

uji coba alat peraga matematika menunjukkan bahwa guru-guru yang melaksanakan pembelajaran tersebut

nampak antusias dan tertarik dengan materi yang diberikan. Kesimpulan penelitian ini menunjukkan bahwa:

pertama, dengan menerapkan alat peraga matematika pemahaman guru-guru dapat meningkat. Kedua, dengan

menggunakan alat peraga matematika guru-guru SD lebih terampil dalam menyampaikan materi di kelas

Kata kunci : Alat Peraga Matematika SD, pemahaman guru, ketrampilan guru

1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Pada dasarnya, pendidikan itu merupakan

usaha sistematik untuk mencapai masyarakat yang

maju, cerdas, dan mandiri. Tantangan umum

pembangunan bidang pendidikan adalah bagaimana

membangun sistem pendidikan agar semakin

mampu membentuk manusia dan masyarakat yang

maju dan mandiri serta tanggap menghadapi

perubahan zaman, perkembangan Iptek dan

tuntutan pembangunan. Namun, kenyataan

menunjukkan bahwa kualitas produk pendidikan

dan daya serapnya masih perlu ditingkatkan.

Khususnya untuk mata pelajaran matematika yang

ilmunya sangat abstrak sehingga banyak anggapan

bahwa matematika ilmu yang membosankan dan

menakutkan. Dalam hal ini perlu strategi dalam

upaya peningkatan pemahaman terhadap mata

pelajaran matematika. Pendekatan yang akan

dilakukan adalah dengan menerapkan pendidikan

matematika secara realistik, yaitu guru dalam

proses pembelajaran dengan menghadirkan

masalah-masalah kontekstual dan realistik

menggunakan bantuan alat peraga matematika dari

bahan-bahan yang mudah didapatkan di lingkungan

sekitar . Diharapkan pembelajaran matematika akan

lebih bermakna dan menarik bagi siswa, terlebih

ditujukan pada SD tertinggal, khususnya yang

terletak di Kabupaten yang tergolong daerah

tertinggal. Penetapan kriteria daerah tertinggal

memperhitungkan enam kriteria dasar, yaitu

Page 128: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

116

perekonomian masyarakat, sumberdaya manusia,

prasarana (infrastruktur), kemampuan keuangan

(celah fiskal), aksesibilitas dan karakteristik daerah,

serta berdasarkan keberadaannya di daerah

perbatasan antarnegara dan gugusan pulau kecil,

daerah rawan bencana, dan daerah rawan konflik.

Dikatakan oleh mentri Negara Pembangunan

Daerah Tertinggal, Helmi Faizal Zaini (2013),

umumnya daerah tertinggal memiliki kualitas

sumberdaya manusia yang rendah, yang dicirikan

oleh indeks pembangunan manusia (IPM), yaitu

rendahnya rata-rata lama sekolah (RLS), angka

melek huruf (AMH), dan angka harapan hidup

(AHH). Daerah tertinggal umumnya juga memiliki

keterbatasan prasarana dan sarana komunikasi,

transportasi, air bersih, irigasi, kesehatan,

pendidikan dan pelayanan lainnya. "Sehingga

mereka kesulitan melakukan aktivitas ekonomi dan

sosial," jelasnya.

1.2. Masalah Penelitian

Dalam rangka meningkatkan kecerdasan

kehidupan bangsa, setiap warga negara berhak

mendapatkan layanan pendidikan. Sebagai

konsekuensi dari komitmen tersebut, setiap warga

negara tanpa mengenal latar belakang, baik yang

normal maupun yang berkelainan, yang

berkemampuan cerdas maupun rendah, berstatus

sosial ekonomi tinggi, menengah maupun rendah,

memiliki hak yang sama untuk mendapatkan

pendidikan yang bermutu dan fungsional setidak-

tidaknya selama 9 Tahun. Berkaitan dengan hal

tersebut, penyelenggaraan pendidikan dapat

dilakukan melalui pendidikan di sekolah dan di luar

sekolah. Adapun kendala-kendala yang terjadi pada

pendidikan tingkat sekolah dasar di Daerah

Tertinggal , antara lain : (1) sarana dan prasarana

pendidikan belum memadai, (2) kekurangan guru di

daerah terpencil, sehingga aspek pemerataannya

menimbulkan permasalahan, (3) kualitas guru SD

masih banyak yang belum memenuhi standar yang

diharapkan, (4) kesejahteraan guru di daerah

terpencil masih dirasakan rendah.

Menteri Pembangunan Daerah Tertinggal

(PDT) Helmy Faisal Zaini (2012), menyatakan

ada 5 kabupaten di wilayah Jawa Timur yang

tergolong sebagai daerah tertinggal. Yakni,

Bondowoso, Situbondo, Bangkalan, Sampang,

dan Pamekasan. Menteri PDT menambahkan

bahwa jumlah daerah tertinggal di seluruh

Indonesia sebanyak 183 kabupaten/kota, lima di

antaranya berada di Jawa Timur. Kementerian

PDT menargetkan daerah kategori miskin akan

berkurang sebanyak 50 kabupaten dari total 183

kabupaten yang ada saat ini hingga akhir 2014.

Penentuan 183 kabupaten tertinggal tersebut

didasarkan enam kriteria utama, yakni

perekonomian masyarakat, sumber daya manusia

(SDM), infrastruktur berupa prasarana,

kemampuan keuangan lokal (celah fiskal),

aksesibilitas, dan karakteristik daerah.

“Kementerian PDT berusaha untuk

mengembangkan ekonomi lokal daerah tertinggal

sehingga mampu mendongkrak pendapatan asli

daerah (PAD) kabupaten setempat,” kata menteri

yang kementraiannya pernah dipimpin oleh

Syaifullah Yusuf yang saat ini menjabat sebagai

WakiL Gubenur Jawa Timur ini.

Kementerian PDT berupaya mengurangi daerah

tertinggal agar sama daerah lain dengan

berkoordinasi dan memfasilitasi kementerian atau

lembaga lainnya melalui program peningkatan

infrastruktur perdesaan, pengembangan ekonomi

lokal, peningkatan pelayanan kesehatan yang

berkualitas, terjangkau, dan peningkatan pelayanan

pendidikan di daerah tertinggal.

Sekolah dasar di wilayah terpencil ini sangat sulit

untuk berkomunikasi dengan sekolah dasar lain

maupun sumber-sumber belajar yang lain. Kondisi

yang demikian menyebabkan SD yang berlokasi di

wilayah tersebut mengalami ketinggalan

dibandingkan di SD lain, terutama sarana dan

prasarana belajar yang memadai. Di SD tertinggal

terdapat sedikit alat bantu belajar, termasuk alat bantu

berupa peraga untuk belajar matematika.

Kemampuan para guru dalam menjalankan tugasnya

juga sangat rendah. Apabila kondisi ini tidak segera

ditangani, maka mustahil bagi SD Tertinggal untuk

menghasilkan lulusan dengan kompetensi seperti

yang diharapkan. Mengingat jumlah SD tertinggal di

Jawa Timur yang tidak sedikit khususnya di wilayah

kabupaten Bondowoso, Situbondo, Bangkalan,

Sampang, dan Pamekasan.

Dalam artikel ini disampaikan untuk wilayah Kab

Bangkalan. Oleh sebab itu penelitian untuk

mengembangkan alat bantu belajar khususnya mata

pelajaran matematika serta Buku Panduanyang

berupa panduan penggunaannya yang sesuai untuk

SD tertinggal perlu dilaksanakan. Pengembangan alat

peraga disertai dengan Buku Panduan penggunaan

alat peraga matematika tersebut diharapkan akan

dapat meningkatkan profesionalisme kemampuan

para guru dalam menyelenggarakan KBM khususnya

guru untuk mata pelajaran matematika. Apabila

penelitian seperti ini berhasil maka merupakan

bantuan yang berharga bagi SD tertinggal untuk

menyelenggarakan KBM yang sesuai pada kurikulum

2013. Dengan demikian dapat menghasilkan lulusan

yang memiliki kompetensi yang diharapkan..

Penelitian ini bekerja sama dengan Dinas Pendidikan

tingkat Kabupaten Bangkalan sebagai sumber

informasi tentang SD tertinggal yang mendesak untuk

ditangani. Keberhasilan dari penelitian ini diharapkan

dapat diterapkan di sekolah-sekolah lain yang

kondisinya hampir sama dengan SD tertinggal.

2. METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian

deskriptif menggunakan pendekatan kualitatif dan

kuantitatif.

Page 129: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

117

2.1. Tahapan Penelitian

Adapun tahapan pelaksanaannya adalah sebagai

berikut :

a. Koordinasi Internal

Koordinasi internal dilakukan oleh tim peneliti

untuk mendiskusikan garis besar pelaksanaan

kegiatan, surat menyurat untuk keperluan

penelitian, pembagian tugas dan

tanggungjawab, batas waktu penyelesaian

pekerjaan, target luaran yang harus diperoleh

serta strategi pengumpulan data di lapangan

agar dapat berlangsung secara efektif dan

efsien.

b. Penyusunan Instrumen Penelitian

Penelitian ini menggunakan pengamatan

langsung , kuesioner, wawancara, dan

observasi untuk mengumpulkan data di

lapangan. Penyusunan instrumen berupa

kuesioner, panduan wawancara, dan lembar

observasi dilakukan oleh tim peneliti

digunakan untuk mengungkap karakteristik SD

tertinggal . Karakteristik tersebut meliputi

kondisi bangunan, keadaan dan jumlah ruang

belajar serta sarana dan prasarana yang terdapat

di dalamnya, profil guru yang meliputi jumlah,

pendidikan terakhir, pengalaman

penataran/pelatihan yang sesuai dengan

tugasnya, komitmen terhadap tugas, motivasi,

profil siswa meliputi jumlah, keadaan sosial

ekonomi, kemampuan akademik, motivasi

belajar, dan hal-hal lain yang dirasa perlu.

Data-data tersebut dianalisis menggunakan

analisis deskriptif kualitatif.

c. Koordinasi eksternal

Koordinasi eksternal dilakukan oleh tim

peneliti untuk menyampaikan ijin penelitian

serta tujuannya kepada Diknas Kabupaten di

daerah tertinggal Provinsi Jawa Timur, yaitu

Diknas Kabupaten Bangkalan. Koordinasi

eksternal dilakukan dengan membawa surat

pelaksanaan penelitian beserta kelengkapan

instrumen yang telah divalidasi.

d. Pengumpulan data dan kompilasi data

Pengumpulan data menggunakan kuesioner,

lembar observasi dan panduan wawancara.

Pengumpulan data dilakukan oleh tim peneliti

dengan dibantu dari pihak diknas. Data yang

dikumpulkan meliputi data primer dan data

sekunder.

e. Pengolahan data

Data primer dan sekunder yang telah diperoleh

selanjutnya dikompilasi dan dinarasikan sesuai

tujuan penelitian pada setiap Kabupaten. Pada

tahun ke-1 menghasilkan informasi

karakteristik sekolah dasar (SD) di daerah

tertimeliputi kondisi bangunan, kondisi dan

jumlah ruang belajar serta sarana dan prasarana

yang terdapat di dalamnya, profil guru yang

meliputi jumlah, pendidikan terakhir,

pengalaman penataran/pelatihan yang sesuai

dengan tugasnya, komitmen terhadap tugas,

motivasi, profil siswa meliputi jumlah, keadaan

sosial ekonomi, kemampuan akademik,

motivasi belajar, dan hal-hal lain yang dirasa

perlu. Data tersebut akan digunakan sebagai

bahan pertimbangan pembuatan prototipe alat

peraga matematika dan penyusunan Buku

Panduan penggunaan alat peraga yang sesuai

untuk SD di daerah tertinggal.

f. Analisis Data

Analisis data yang dilakukan setiap tahunnya

berbeda, pada tahun ke – 1 dilakukan analisa

deskriptif terkait karakteristik SD di daerah

tertinggal . Informasi tentang potensi alam

sekitar SD tersebut dan macam materi

khususnya materi mata pelajaran matematika di

tingkat SD kelas 4 – 5 yang siswa dirasa sulit

memahami, akan dipakai sebagai dasar

pembuatan prototipe alat peraga guna sebagai

sarana selama proses pembelajaran untuk

meningkatkan hasil belajar siswa.

Analisa data tahun ke-2, berupa hasil instrumen

yang diberikan pada guru-guru setelah

diberikan sosialisasi tentang pembuatan dan

cara pemakaian peraga matematika tersebut.

g. Penyusunan laporan

Susunan laporan mengacu pada sistematika

panduan penelitian edisi X yang merupakan

uraian lebih lanjut dari bab I-III pada proposal

ditambah dengan hasil penelitian berikut

pembahasannya, serta kesimpulan dan saran.

2.2. Teknik Pengumpulan Data

Populasi adalah wilayah generalisasi yang

terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai

kualitas dan karakteristik tertentu yang

ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan

kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono,

2012). Populasi dalam penelitian ini adalah

Kabupaten yang masih merupakan daerah

tertinggal di Propvinsi Jawa Timur, yaitu

Kabupaten Bangkalan.

Sampel adalah bagian dari jumlah dan

karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut

. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian

ini mengunakan probability sampling dengan

metode yang digunakan adalah simple random

sampling, yaitu pengambilan anggota sampel

yang dilakukan secara acak tanpa memperhatikan

strata (Sugiyono, 2012). Sampel pada penelitian

ini diambil lima SD dan penentuan SD

berdasarkan informasi dan pemilihan dari pihak

Diknas Pendidikan Kabupaten Bangkalan.

Variabel-variabel yang dipakai dalam penelitian

ini, yaitu variabel dependen (variabel terikat)

merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang

menjadi akibat, karena adanya variabel bebas

Sugiyono (2012). Keberhasilan proses KBM

khususnya untuk mata pelajaran matematika

Page 130: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

118

terkait dengan hasil belajar siswa sebagai

variabel dependen. Sedangkan variabel

independen (variabel bebas) adalah variabel yang

mempengaruhi atau yang menjadi sebab

perubahannya atau timbulnya variabel dependen

(terikat) Sugiyono (2012). Faktor perekonomian

siswa, faktor fasilitas di SD, faktor guru, faktor

kelasdan faktor sarana dan prasarana merupakan

variabel independen dalam penelitian ini.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1. Profile Kabupaten Bangkalan

Kabupaten Bangkalan , merupakan daerah

hutan disuatu perdesaan yang terpencil serta

jaraknya jauh yaitu rata-rata 17,7 km dari ibukota

kecamatan. Untuk keperluan utama selama proses

pembelajaran rata-rata sudah bisa terpenuhi, yaitu

ruang kelas, kamar mandi dan ruang guru

meskipun dengan kondisi apa adanya. Rata-rata

semuanya guru kelas (100%) bukan guru bidang

studi dan sudah Sarjana (100%). Tingkat sosial

ekonomi siswa rata-rata tingkat sedang (60 %) dan

mata pencaharian orang tua terbanyak adalah

petani (100%). Potensi alam wilayah sekitar

sekolah adalah padi dan ketela pohon.

3.2. Prototype Alat Peraga Matematika SD

Prototipe alat peraga matematika yang

didesain dan dibuat sesuai tingkat kebutuhan

guru-guru di SD daerah tertinggal ,

khususnya di daerah Kabupaten Bangkalan.

Berdasarkan hasil responden, materi yang

sulit dipahami siswa di SDN di daerah

Kabupaten Bangkalan secara berurut adalah

:

a. KPK dan FPB

b. Akar pangkat

c. Soal cerita

d. Perkalian dan pembagian

e. Skala

f. Perbandingan

Profesionalime Guru di Kabupaten

Bangkalan perlu ditingkatkan dalam rangka

peningkatan sumberdaya manusia . Uji Coba

alat peraga dalam rangka pengembangan alat

peraga matematika dalam rangka peningkatan

pemahaman khususnya mata pelajaran

matematika. Peraga yang akan dipakai

diusahakan dibuat dari bahan yang gampang

didapatkan berdasarkan potensi alam

disekitarnya dengan mempertimbangkan

profil guru dan siswanya.

Prototype alat peraga yang dibuat untuk

menungkatkan pemahaman materi

matematika tersebut adalah :

a.. KPK dan FPB

Gambar 1. Peraga materi KPK dan FPB

b. Akar Pangkat

Dalam kehidupan sehari-hari muncul

berbagai macam masalah. Masalah-

masalah tersebut dapat diselesaikan

dengan menggunakan bermacam-

macam cara. Mencari akar pangkat,

khususnya pada akar pangkat tiga, untuk

mendapatkan hasilnya tergolong ‘semi-

konkret’, siswa tidak menggunakan

peraga tetapi dengan sedikit berlogika.

Untuk menentukan hasil penarikan akar

pangkat tiga dengan menggunakan

bantuan Tabel Bilangan Kubik.

c. Perkalian dan Pembagian

Gambar 2. Peraga materi Perkalian dan

Pembagian

d. Perbandingan atau Skala

Gambar 3. Peraga materi Pembagian atau Skala

3.3.Uji Coba Alat Peraga Matematika di

Kabupaten Bangkalan

Uji coba pembelajaran Matematika bagi

Guru-guru Sekolah Dasar di daerah terpencil

tersebut, merupakan penerapan dan pemanfaatan

Page 131: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

119

alat peraga sebagai sarana menanamkan konsep

matematika kepada para guru yang nantinya bisa

disampaikan kepada para siswa selama proses

belajar mengajar. Dengan pemahaman konsep oleh

para guru diaharapkan dapat meningkatkan

profesionalisme Guru-guru Sekolah Dasar,

terutama yang terletak didaerah tertinggal.

Penggunakan alat peraga selama proses

pembelajaran diharapkan dapat menciptakan

suasana pembelajaran matematika menjadi lebih

menarik dan menyenangkan sehingga dapat

menghilangkan kesan pelajaran matematika

merupakan mata pelajaran yang membosankan dan

momok bagi siswa. Fakta di lapangan

menunjukkan bahwa pada umumnya para guru

dalam menerangkan matematika hanya teori saja,

tetapi kurang dalam mengkaitkan dalam realita

kehidupan sehari-hari. Dengan bantuan alat peraga

matematika ini diharapkan matematika bisa

menjadikan pelajaran yang menarik dan

menyenangkan , sehingga dapat membantu dalam

proses pemahaman konsep, khususnya bagi siswa

yang mempunyai sumberdaya manusianya

dibawah rata-rata.

Uji coba Penggunaan Media

Pembelajaran Matematika Sekolah Dasar berbasis

bahan lokal di Kabupaten Bangkalan , diadakan

selama 2 hari yaitu pada tgl 18 – 19 Juli 2016. Acara

dimulai dengan Pembukaan oleh Kabid Bidang

TK/SD/SDLB Dinas Pendidikan Kab. Bangkalan ,

yaitu Bapak Drs. Fauzi, M.Pd. Peserta Uji coba

sebanyak sepuluh guru dari lima Sekolah Dasar

yang diambil secara sampling sesuai Sekolah Dasar

terpilih di tahun pertama kemaren. Setiap Sekolah

Dasar diikuti masing-masing dua guru yang

mengajar kelas 4 dan kelas 5, yaitu :

a. SDN Genteng 4

b. SDN Lerpak 1

c. SDN Beber 3

d. SDN Durjan 3 Kokop

e. SDN Bandang Laok 1 Kec. Kokop

Berikut serangkaian acara Uji coba

Penggunaan Media Pembelajaran Matematika

Sekolah Dasar berbasis bahan lokal di Kabupaten

Bangkalan, dimulai dari Pembukaan

Gambar 4. Uji coba Alat Peraga

Peserta Uji coba kelihatan sangat

antusias sekali dalam memperhatikan materi yang

disampaikan, hal ini kelihatan dengan semangat

dari peserta dalam memperagakan dari setiap

materi yang mereka dapatkan. Hal ini bisa dilihat

berdasarkan bukti dokumentasi sebagai berikut,

Gambar 5. Semangat Peserta dalam mengikuti

serangkaian acara uji coba

Acara Uji coba sebelum berakhir, para peserta

dievaluasi Pembelajaran Matematika dengan

menggunakan Alat Peraga Bagi Guru SD.

Adapun hasil evaluasi akhir Pemahaman Uji

Coba di Kabupaten Bangkalan adalah sebagai

berikut, Tabel 1. Hasil Evaluasi Akhir Pemahaman Uji

Coba Alat Peraga

SD Peserta Nilai

Rata-

Rata

Nilai

SDN BANDANG

Guru 1 88.9 88.9

Guru 2 88.9

SDN GEGER 3

Guru 3 80.0 90.0

Guru 4 100.0

SDN DURJAN 3 Guru 5 95.6

91.1 Guru 6 86.7

SDN LERPAK 1

Guru 7 100.0 94.4

Guru 8 88.9

SDN GENTENG 4

Guru 9 91.1 92.2

Guru 10 93.3

Kategori :

< 75 : kurang

75 – 85 : cukup

86 – 95 : baik

> 95 : baik sekali

Berdasarkan Tabel 1. diatas disimpulkan bahwa hasil

evaluasi pemahaman uji coba oleh Guru-guru di

Kabupaten Bangkalan mendapatkan nilai rata-rata

antara (86 – 95), artinya tingkat kepahaman Guru-

guru terhadap materi selama uji coba berkategori

baik

Page 132: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

120

Gambar 6. Grafik Evaluasi Akhir Pemahaman Uji

Coba Peraga Matematika di Kabupaten Bangkalan

Acara uji coba diakhiri dengan pemberian satu

paket media peraga matematika kepada ke-5 SD

terpencil di daerah tertinggal Kab. Bangkalan

tersebut serta berfoto bersama.

4. SIMPULAN DAN SARAN

4.1 Simpulan

Beberapa hal yang dapat disimpulkan pada

laporan akhir pada penelitian ini adalah sebagai

berikut :

Prototipe alat peraga matematika yang

didesain dan dibuat sesuai tingkat kebutuhan

guru-guru di SD daerah tertinggal adalah alat

peraga untuk materi pecahan dan perbandingan,

materi perkalian dan pembagian, materi bangun

ruang, materi FPB dan KPK , materi operasi

penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat ,

materi akar dan pangkat , materi hitung jam serta

sebagai pengayaan ditambahkan peraga untuk

menjelaskan konsep luas lingkaran dan rumah

perkalian untuk meningkatkan ketrampilan

perkalian, pembagian dan faktorisasi bagi siswa.

Hasil evaluasi Guru-guru pada saat uji coba

alat peraga di Kabupaten Bangkalan menunjukan

pemahaman guru-guru terhadap hubungan antara

materi dan penggunaan alat peraga matematika

dapat meningkat dengan baik . Rata-rata dari ke-

5 SDN yang dijadikan sampel menyatakan setuju

dengan dibantu alat peraga selama proses

pembelajaran matematika di kelas.

4.2 Saran

Untuk membuktikan ketermanfaatan

alat peraga matematika tersebut , perlu dilakukan

try out terhadap siswa-siswa SDN , disesuaikan

antara materi dan alat peraga dari jenjang kelas

yang terkait.

Keberhasilan penelitian ini memungkinkan

digunakannya prototipe alat peraga untuk belajar

matematika dan Buku Panduan pedoman

panduan alat peraga matematika yang

dikembangkan untuk diterapkan di sekolah-

sekolah lain yang kondisinya mirip dengan

sekolah-sekolah tertinggal

5. DAFTAR PUSTAKA

[1] . Blum, W. and Niss, M., (1989),

Mathematical Problem Solving,

Modelling, Applications, and Links to

Other Subjects – State, Trends and Issues

in Mathematics Instruction. In: W. Blum,

M. Niss, and I. Huntley (Eds.), Modelling,

Applications and Applied Problem Solving:

teaching mathematics in a real contexts,

Chichester: Ellis Horwoord

[2] . De Lange, J. ,(1995), Assessment: No change

without problem. In: T. Romberg (ed.)

Reform in school mathematics and

authentic assessment. Albany NY: State

Univeristy of New York Press.

[3]. Fauzan, Ahmad. (2001). “ Pendidikan

Matematika Realistik: Suatu Tantangan

dan Harapan.” , disajikan pada Seminar

Nasional Pendidikan Matematika Realistik di

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

tanggal 14- 15 November 2001.

[4]. Gravemeijer, K.P.E. (1994). Developing

realistic mathematics education. Utrecht:

CD- Press, the Netherlands.

[5]. Hadi, Sutarto. (2001). ‘PMRI : Beberapa

Catatan Sebelum Melangkah Lebih

Jauh.”, disajikan pada Seminar Nasional

Pendidikan Matematika Realistik di

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

tanggal 14 – 15 November 2001.

[6]. Marpaung, Y. 2001. Pendekatan Realistik

dan Sani dalam Pembelajaran

Matematika, disajikan pada Seminar

Nasional Pendidikan Matematika Realistik di

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

tanggal 14 – 15 November 2001.

[7]. Ninik, W.H. 2007. PMRI Suatu Inovasi

Pendekatan Pembelajaran Matematika,

disajikan pada seminar di Jurusan Teknik

Mesin FT UNESA, tgl 19 Juli 2007

[8]. Ratini, dkk. 2001. Pengalaman dalam

Melaksanakan Uji Coba Pembelajaran

Matematika secara Realistik di MIN

Yogyakarta II, disajikan pada Seminar

Nasional Pendidikan Matematika Realistik di

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

tanggal 14 – 15 November 2001.

[9]. Sri Wardhani. (2005). Pembelajaran

Matematika Kontekstual. Bahan Ajar

Diklat di PPPG Matematika, Yogyakarta:

PPPG Matematika

[10]. Tim PPPG Matematika. (2003). Beberapa

Teknik, Model dan Strategi Dalam

Pembelajaran Matematika. Bahan Ajar

Diklat di PPPG Matematika, Yogyakarta:

PPPG Matematika.

Page 133: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

121

[11].KENDAL,KOMPAS.Com, Rabu, 13

Februari 2013. 183 Kabupaten Berstatus

Daerah Tertinggal

[12]. Depdiknas, (2004), Kurikulum 2004:

Standar Kompetensi Mata Pelajaran

Matematika Sekolah Dasar dan Madrasah

Ibtidaiyah Jakarta: Depdiknas Yogyakarta:

PPPG Matematika.

Page 134: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

122

Page 135: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

123

Media Trainer Praktikum Untuk Penunjang Mata Kuliah

Dasar Sistem Telekomunikasi Mahasiswa Teknik Elektro FT-UNESA

Nurhayati1*), Eppy Yundra2 1 Jurusan Teknik Elektro, Universitas Negeri Surabaya, Surabaya. E-mail: [email protected] 2 Jurusan Teknik Elektro, Universitas Negeri Surabaya, Surabaya. E-mail:[email protected]

*) Alamat Korespondensi: Email: [email protected]

ABSTRACT

The meaning of learning is activity that can improve new knowledge, skills, and behaviors. It can happened if

there are collaborate from individual with information and environment. To support the course of basic

telecommunications system, trainers is created as media to enhance learning process. This study aims to know

validation of trainer for basic telecommunications system courses and to know the response of students to the

trainer that supporting basic telecommunications system experiment courses. This research used pre experiment

design and it is named as one-shot case study. In this designed there were a group that is given a treatment and

observations. The sample is students of Electrical Engineering whom taken basic telecommunications system

courses. The product from this research is trainer. It can include with oscillator, filter, modulator and amplifier

that is integrated in one trainer box. The modulator includes of amplitude modulation (AM), frequency modulation

(FM), pulse amplitude modulation (PAM), amplitude shift keying (ASK), frequency shift keying (FSK). From the

validation results showed that the average results of the validation as 83%. From validation, it denoted that

construction and material can support learning process. But the value of trainer construction less than material

of the trainer. Based on the recapitulation of the student response, it gets 85% with good ratings. From that

resulted, it can be concluded that trainer can improve electrical engineering student’s competency.

Key Words: media, learning, trainer, modulation, validation

ABSTRAK

Pengertian belajar adalah kegiatan mengembangkan pengetahuan baru, keterampilan, dan perilaku. Hali

ini dapat terjadi jika terjadi interaksi individu dengan informasi dan lingkungan. Untuk mendukung mata kuliah

praktikum dasar sistem telekomunikasi, maka dibutuhkan trainer sebagai sarana pendukung media

pembelajaran. Penelitian ini bertujuan untuk membuat trainer pendukung yang layak untuk mata kuliah

praktikum dasar sistem telekomunikasi serta mengetahui respon mahasiswa terhadap trainer pendukung mata

kuliah praktikum dasar sistem telekomunikasi. Desain penelitian yang digunakan adalah jenis pre experiment

design dengan bentuk one-shot case study. Dalam desain ini terdapat suatu kelompok dan diberi

treatment/perlakuan dan dilakukan observasi. Sampel penelitian ini adalah mahasiswa prodi S1 Teknik Elektro

yang mengambil mata kuliah praktikum dasar sistem telekomunikasi. Produk yang dihasilkan dalam penelitian

ini adalah terbentuknya trainer pendukung dengan materi Oscilator, Filter, penguat dan modulator meliputi

amplitude modulation (AM), frequency modulation (FM), pulse amplitude modulation (PAM), amplitude shift

keying (ASK), frequency shift keying (FSK) yang terintegrasi dalam satu box trainer. Dari hasil validasi

didapatkan bahwa rata-rata hasil validasi sebesar 83%. Rata-rata validasi didapatkan dari penilaian format

tampilanmendapatkan hasil rating yang lebih rendah dibandingkan dengan hasil rating materi trainer.

Berdasarkan rekapitulasi hasil respon mahasiswa sebesar 85% dengan penilaian baik. Dari hasil yang

didapatkan dapat disimpulkan bahwa trainer dapat digunakan untuk meningkatkan kompetensi mahasiswa

teknik elektro.

Kata kunci: Media, pembelajaran, trainer, modulasi, validasi.

1. PENDAHULUAN

Menurut Smaldino[1] belajar adalah

mengembangkan pengetahuan baru, keterampilan,

dan perilaku yang merupakan interaksi individu

dengan informasi dan lingkungan. Lingkungan dalam

hal ini tidak hanya bersifat lunak, tetapi juga bersifat

fisik, seperti jalan raya, televisi, komputer, dan lain

sebagainya. Melihat pada definisi tersebut semakin

jelas bahwa belajar tidak terlepas dari sebuah interaksi

antara individu dengan lingkungannya, dengan sebuah

media pembelajaran baik akan tercapai informasi yang

ditujukan kepada individu tersebut.

Praktikum dasar sistim telekomunikasi

merupakan mata kuliah wajib yang harus diambil oleh

mahasiswa program studi S1 Teknik Elektro. Mata

kuliah tersebut memiliki topik seperti oscillator,

amplitude modulation (AM), frequency modulation

(FM), pulse amplitude modulation (PAM), amplitude

shift keying (ASK), frequency shift keying (FSK),

filter dan amplifier. Untuk mendukung mata kuliah

tersebut dibutuhkan trainer sebagai sarana pendukung

praktikum bagi mahasiswa. Namun kondisi dilapangan

Page 136: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

124

trainer yang dimiliki oleh Laboratorium

Telekomunikasi sangat terbatas, hanya

menggunakan simulasi computer dan proses belajar

mengajar menjadi kurang optimal. Sehingga sangat

dibutuhkan trainer pendukung untuk praktikum mata

kuliah tersebut.

Trainer merupakan suatu set peralatan di

laboratorium yang digunakan sebagai media

pendidikan. Trainer praktikum dasar sistim

telekomunikasi ini dibuat karena terbatasnya jumlah

media pembelajaran pada mata kuliah tersebut.

Trainer merupakan media yang dapat dilihat dan

digunakan sebagai pengalaman nyata bagi mahasiswa

dan dapat menarik perhatian dalam upaya

meningkatkan komptensi mahasiswa prodi S1 Teknik

Elektro FT-Unesa

Keutamaan dari penelitian ini adalah penerapan

dari pendukung trainer lebih terintegrasi dan tidak

parsial sehingga mahasiswa lebih mudah memahami

materi perkulihan praktikum tersebut yang merupakan

kompetensi dasar bagi seluruh mahasiwa prodi S1

Teknik Elektro FT-Unesa. Penelitian bertujuan

menghasilkan trainer pendukung yang layak untuk

mata kuliah praktikum dasar sistim telekomunikasi dan

mengetahui respon mahasiswa terhadap trainer

pendukung untuk mata kuliah praktikum dasar sistem

telekomunikasi.

2. TINJAUAN PUSTAKA

Media Pembelajaran Trainer

Trainer merupakan suatu set peralatan yang

digunakan sebagai media pendidikan. Trainer

praktikum dasar sistim telekomunikasi ini dibuat

karena terbatasnya jumlah media pembelajaran pada

mata kuliah tersebut. Trainer merupakan media yang

dapat dilihat dan digunakan sebagai pengalaman nyata

bagi mahasiswa dan dapat menarik perhatian dalam

upaya meningkatkan komptensi mahasiswa prodi S1

Teknik Elektro FT-Unesa. Agar bisa memenuhi fungsi

tersebut maka media pembelajaran yang akan

dikembangkan harus memiliki kualitas baik. Indikator

media pembelajaran yang baik dapat diketahui

berdasarkan kelayakan dari media pembelajaran

tersebut. Kelayakan ini terdiri dari 3 (tiga) aspek yaitu

validitas, kepraktisan, dan keefektifan[2]. Menurut

Sugiyono[3], validitas isi dapat dilakukan dengan

membandingkan antara isi bahan ajar dengan materi

pelajaran yang diajarkan. Sedangkan validitas

konstruk dilihat berdasarkan penyelidikan terhadap

konstruk psikologis. Stimulus respon terdiri dari tiga

komponen yaitu komponen kognisi (pengetahuan),

komponen afeksi (sikap), dan komponen psikomotor

(tindakan). Pengetahuan berhubungan dengan

bagaimana seseorang memperoleh pemahaman

tentang dirinya dan lingkungannya serta bagaimana

dengan kesadaran itu bereaksi terhadap

lingkungannya.

Materi Praktikum

Trainer yang dibuat pada penelitian ini terdapat

beberapa rangkaian percobaan yaitu rangkaian

osilator, penguat, filter, modulator. Osilator

(oscillator) adalah suatu rangkaian elektronika yang

menghasilkan sejumlah getaran atau sinyal listrik

secara periodik dengan amplitudo yang konstan.

Gelombang sinyal yang dihasilkan ada yang berbentuk

gelombang sinus (sinusoide wave), gelombang kotak

(square wave) dan gelombang gigi gergaji (saw tooth

wave). Pada dasarnya sinyal arus searah atau DC dari

pencatu daya (power supply) dikonversikan oleh

rangkaian osilator menjadi sinyal arus bolak-balik atau

AC sehingga menghasilkan sinyal listrik yang periodik

dengan amplitudo konstan.

Rangkaian modulator ada yang berupa modulator

analog dan digital. Perbedaan modulasi analog dan

digital dapat dilihat dari bentuk sinyal informasi yang

diinputkan. AM, FM merupakan contoh modulasi

analog sedangkan ASK, FSK merupakan contoh

sistem modulasi digital.

Gambar 1. Rangkaian Osilator

Gambar 2. Rangkaian Filter

Gambar 3. Modulator AM

Page 137: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

125

Gambar 4. Modulator PAM

Gambar 5. Rangkaian ASK

Gambar 6. Rangkaian FSK

Gambar 7. Rangkaian penguat

3. METODE PENELITIAN

Jenis Penelitian

Desain penelitian yang digunakan adalah jenis

metode panelitian kualitatif jenis pre experiment

design dengan bentuk one-shot case study. Dalam

desain ini terdapat suatu kelompok dan diberi

treatment/perlakuan dan selanjutnya dilakukan

observasi hasilnya[3]. Tujuan panelitian menurut

Ghufron[4] adalah menjembatani kesenjangan antara

sesuatu yang terjadi dalam penelitian pendidikan

dengan praktik pendidikan dan menghasilkan produk

penelitian yang dapat digunakan untuk

mengembangkan mutu pendidikan dan pembelajaran

secara efektif. Menurut Brog and Gall[5] bahwa

prosedur penelitian dan pengembangan pada dasarnya

terdiri dari dua tujuan utama, yaitu: pengembangan

produk, menguji kualitas dan efektifitas produk dalam

mencapai tujuan.

Penelitian pembuatan trainer pendukung ini

dilaksanakan di Jurusan Teknik Elektro Fakuktas

Teknik Universitas Negeri Surabaya dan waktu

pelaksanaan penelitian selama 8 bulan. Populasi

penelitian pembuatan trainer pendukung adalah

mahasiswa Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik

Universitas Negeri Surabaya. Sampel penelitian ini

adalah mahasiswa prodi S1 Teknik Elektro yang

mengambil matakuliah praktikum dasar sistem

telekomunikasi.

Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian ini menggunakan

rancangan one-shot case study design[6] dengan pola

sebagai berikut:

Gambar 8. One-shot case study design

Keterangan:

X = mahasiswa dibelajarkan dengan menggunakan

trainer pendukung pada mata kuliah praktikum

dasar sistem telekomunikasi

Page 138: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

126

O = Pengambilan data peserta didik berupa respon

mahasiswa

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Hasil dari penelitian ini adalah terbentuknya

produk Trainer yang mendukung mata kuliah Dasar

Sistem Telekomunikasi yang dapat mendukung

perkuliahan mahasiswa Pendidikan Teknik Elektro

maupun mahasiswa Teknik Elektro. Trainer yang

terbentuk kemuadian divalidasi berupa deskripsi data

hasil validasi dan angket respon mahasiswa. Hasil

penelitian ini divalidasi oleh 3 validator yang terdiri

dari 3 orang Dosen Teknik Elektro Universitas Negeri

Surabaya. Dari hasil validasi yang telah dinilai oleh

para ahli, kemudian hasil validasi tersebut akan

dihitung rating dari tiap-tiap indikator yang kemudian

hasil rating tersebut dikategorikan menurut kriteria

skala penilaian.

Gambar 8. Tampilan Trainer tampak atas

Pada pembuatan trainer terdapat 3 jenis trainer

dengan menggunakan PCB dan terdapat beberpa

kegiatan praktikum yang dilengkapi gambar rangkaian

percobaan tiap percobaan. Pada trainer terdapat

rangkaian osilator, penguat, filter, modulasi AM, FM,

PAM, modulasi ASK dan FSK. Mahasiswa dapat

menghubungkan sinyal input untuk sinyal informasi

maupun sinyal pembawa menggunakan Audio

Function Generator dan melihat input dan output

gelombang menggunakan osiloskop.

Pembahasan

1. Hasil Validasi Instrument

Hasil rating validasi trainer, oleh 3 orang dosen

jurusan Teknik Elektro, yang terdiri dari: (a)

Perwajahan dan konstruksi dan (b) Materi, yang

didapatkan rata-rata hasil validasi tingkat kelayakan

pada trainer tersebut. Hasil dari validasi yang telah

dilakukan adalah sebagaimana terlihat pada Tabel 1

berikut.

Tabel 1. Hasil Validasi

No Jenis Intrumen Hasil Keterangan

1 Perwajahan dan

konstruksi 77% Valid

2 Materi 89% Sangat valid

Rata-Rata 83% Sangat valid

Berdasarkan rekapitulasi pada Tabel 1

didapatkan rata-rata penilaian hasil validasi

perwajahan dan konstruksi trainer sebesar 77% dengan

kategori valid dan rata-rata hasil validasi materi

sebesar 89% dengan kategori sangat valid. Sesuai

dengan skala Likert[7] bahwa instrument penelitian

dinyatakan valid apabila mempunyai angka 63% -

81% dan dinyatakan sangat valid jika berada pada

skala 82-100%. Rata-rata keseluruhan dari hasil

validasi trainer oleh 3 validator sebesar 83% dengan

kategori sangat valid. Validasi perwajahan dan tata

letak hanya mendapatkan 77% hal ini disebabkan

perwajahan dan konstruksi trainer masih banyak

kekurangan baik dari segi penampilan, keterbacaan

penunjuk pada trainer maupun dalam pengoperasian

trainer.

Dari hasil validator ada yang memberi saran agar

ada tata letak rangkaian diperbaiki dimana peletakan

rangkaian mempertimbangkan urutan sinyal sistem

pemancar agar pemahaman mahasiswa semakin baik.

Pembuatan trainer ini masih belum sempurna terutama

dalam tata letak rangkaian. Selain itu penataan kabel

untuk menghubungkan ke sumber input dan output dan

juga penamaan sumber input dan output kurang jelas.

Tetapi dengan adanya trainer pendukung praktikum

maka mahasiswa lebih terbantu dalam proses

pembelajaran dimana mereka lebih paham mengenai

sinyal input dan output dari rangkaian osilator,

penguat, proses modulasi dan mereka bisa

membedakan beberapa sinyal output dari beberapa

sistem modulasi. Dari hasil validasi dapat disimpulkan

bahwa traner sangat valid digunakan untuk

mendukung mata kuliah Dasar Sistem Telekomunikasi

dengan hasil rating sebesar 83%.

Gambar 9. grafik hasil validasi

Dari kedua hasil rating tersebut dapat dibuat rata-rata

hasil validasi trainer sebesar 83%. Pada akhirnya,

dapat disimpulkan trainer dapat digunakan untuk

70%

80%

90%

Perwajahandan

Konstruksi

Materi

77%89%

Hasil Validasi

Page 139: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

127

mendukung kegiatan pembelajaran praktik untuk mata

kuliah dasar sistem telekomunikasi.

2. Hasil Respon

Berdasarkan hasil respon angket, yang terdiri dari

(a) Desain media, (b) Trainer dapat menunjang

perkuliahan, (c) Trainer dapat mempermudah

pemahaman materi, dan (d) trainer dapat menambah

motivasi dan minat belajar, yang diperoleh dari

mahasiswa jurusan Teknik Elektro didapatkan hasil

respon yang berbeda. Namun secara keseluruhan

dapatterlihat mereka senang dengan adanya kegiatan

pembelajaran menggunakan trainer dibandingkan

dengan hanya menggunakan simulasi computer. Hasil

dari angket respon mahasiswa yang telah dilakukan

adalah sebagai berikut sebagaimana terlihat pada

Tabel 2.

Tabel 2. Hasil Respon Mahasiswa

No Jenis Intrumen Hasil Keterangan

1 Desain media 76% Baik

2 Trainer data menunjang

perkuliahan 89%

Sangat

Baik

3 Trainer mempermudah

pemahaman materi 89%

Sangat

Baik

4 Trainer dapat

menambah motivasi 85%

Sangat

Baik

Rata-Rata 85% Sangat

Baik

Berdasarkan rekapitulasi hasil angket terlihat

bahwa rata-rata hasil respon mahasiswa sebesar 85%

dengan penilaian kualitatif sangat baik. Jika

digambarkan dengan grafik terlihat seperti Gambar 10

dibawah ini.

Gambar 10. Hasil respon mahasiswa

Hasil penilaian format desain media trainer 78%,

respon mengenai trainer dapat menunjang perkuliahan

dan dapat mempermudah pemahaman materi

diperoleh hasil rating sebesar 89%, sedangkan trainer

dapat menambah motivasi didapatkan hasil rating

sebesar 86%. Sebagian mahasiswa merasa senang

dengan pembelajaran yang bervariasi, dan mereka

mempunyai pengalaman belajar yang lebih, serta lebih

memahami konsep materi yang berhubungan sistem

modulasi dan terdapat trainer pendukung yang

membantu dalam pemahaman materi bila disbanding

hanya diterangkan tanpa menggunakan media. Dengan

menggunakan trainer mereka bisa mengetahui secara

langsung rangkaian osilator, penguat, filter, modulator

AM, FM, PAM, ASK dan FSK. Mahasiswa dapat

mengetahui bentuk sinyal input dan perbedaan sinyal

output yang dihasilkan dari beberapa jenis rangkaian

modulator. Mahasiswa menjadi paham cara

mengoperasikan alat ukur seperti Audio signal

generator, catu daya dan penggunaan osiloskop dalam

membaca sinyal. Hanya terdapat kendala jumlah audio

signal generator yang ada di laboratorium

telekomunikasi terbatas. Dari ketiga trainer yang

dihasilkan juga keterangan input dan output, tata letak

penataan komponen ada yang kurang baik sehingga

data yang diambil juga menjadi kurang optimal.

Namun mahasiswa sangat senang dengan adanya

trainer karena mereka bisa melihat rangkaian secara

langsung dan melihat gelombang input dan output dari

beberapa rangkaian pada satu trainer/box. Dengan

adanya trainer kegiatan psikomotorik dan kognitif

dapat terlaksana secara real jika dibandingkan dengan

menggunakan simulasi menggunakan program

simulasi seperti multisim ataupun proteus. Mereka

juga bisa membandingkan hasil keluaran gelombang

dari hasil simulasi dan pengukuran secara langsung.

Gambar 11. Proses pengujian trainer 1

Gambar 12. Proses pengujian trainer 2

76%

89% 89%85%

65%

70%

75%

80%

85%

90%

HASIL RESPON

Page 140: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

128

Gambar 13. Trainer 3

4. SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan

yang telah dilakukan, dapat ditarik kesimpulan sebagai

berikut:

1) Trainer pendukung praktikum dapat digunakan

untuk mendukung mata kuliah dasar sistem

telekomunikasi untuk mahasiswa Teknik Elektro.

Hal ini dapat dilihat dari rekapitulasi rata-rata hasil

validasi sebesar 83% dengan kategori sangat valid.

Rata-rata validasi didapatkan dari rata-rata

penilaian format perwajahan dan konstruksi

sebesar 77%, dan validasi isi materi yang dapat

tersampaikan dari trainer sebesar 89%. Sesuai

dengan skala Likert bahwa instrument penelitian

dinyatakan sangat valid apabila mempunyai angka

81% - 100%. Hal ini menunjukkan bahwa trainer

dapat digunakan untuk mendukung perkuliahan

praktikum dasar sistem telekomunikasi.

2) Berdasarkan rekapitulasi hasil angket didapatkan

bahwa rata-rata hasil respon mahasiswa sebesar 85

% dengan penilaian kualitatif sangat baik yang

didapatkan dari rata-rata hasil penilaian desain

media trainer 76%, respon trainer dapat menunjang

perkuliahan sebesar 89%, hasil rating trainer dapat

mempermudah pemahaman perkuliahan sebesar

89%, dan trainer dapat menambah motivasi dan

minat belajar sebesar 85%. Dalam melakukan

kegiatan pembelajaran menggunakan trainer maka

mahasiswa akan mempunyai pengalaman belajar

yang lebih karena adanya visualisasi secara real

mengenai rangkaian, komponen pendukung,

gelombang input dan output, cara pengambilan

data, sehingga lebih memahami konsep materi dan

dapat membandingkan dengan hasil simulasi.

Saran

1) Perlu adanya penyempurnaan bentuk tampilan

trainer dari penataan letak rangkaian, kejelasan

tulisan, serta kemudahan dalam menghubungkan

dengan input output rangkaian. Trainer juga perlu

diperbanyak sehingga dapat dgunakan untuk

banyak kelompok.

2) Dalam melakukan praktikum sebaiknya peralatan

laboratorium harus mencukupi sehingga

mahasiswa tidak saling bergantian menggunakan

peralatan input dan output.

5. DAFTAR PUSTAKA

[1]. Smaldino, Sharon E. & James D. Russel, (2011).

Instructional Technology and Media for Learning,

Yogyakarta: Prenada Media Group.

[2]. Nieveen, N., (1999). Design Approaches and Tools in

Education and Training, J. Akker et al (Eds):

Formative evaluation in educational design research. Netherlands: Kluwer Academic Publisher.

[3]. Sugiyono, (2014). Metode Penelitian Pendidikan

Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.

[4]. Ghufron, Anik, (2011). Pendekatan Penelitian dan

Pengembangan (R&D) di Bidang Pendidikan dan

Pembelajaran. [5]. Borg R. Walter and Gall Meredith, D., (1989).

Educational Research: An Introduction, Fifth

Edition, London: Longman, Inc.

[6]. Fraenkel, J. R., Wallen, N. E., & Hyun, H.H., (2012).

How To Design And Evaluate Research In

Education (8th ed.), New York: McGraw-Hill.

[7]. Riduwan, (2012). Skala Pengukuran Variabel-

Variabel Penelitian. Bandung: CV Alfabeta.

Page 141: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

129

Profil Mahasiswa Dalam Kegiatan Perkuliahan Model Sorogan-

Bandongan Materi Mekanisme Reaksi Kimia Organik

Rinaningsih1*), Suyatno2, Ismono3

1Jurusan Kimia, UNESA, Surabaya. E-mail: [email protected] 2Jurusan Kimia, UNESA, Surabaya. E-mail: [email protected]

3Jurusan Kimia, UNESA, Surabaya. E-mail: [email protected]

*) Alamat Korespondensi: Email: [email protected]

ABSTRACT

Model lectures Sorogan-Bandonga are models a combination of the two methods that is methods sorogan

and methods Bandongan. Sorogan method is a method to individual learning where the student must submit the

results (Sorog) concept has been understood to lecturers. Bandongan method is a method lecture where students

get learning in groups and given an opportunity to discuss the material to be taught. In a preliminary study tested

a model Sorogan-Bandongan using descriptive qualitative method with the syntax: Student reading and writing

tasks on teaching materials; The diagnostic test; Explanation of material; Student worksheets student (sorogan);

Classroom discussion reinforcement material (Bandongan) and final tests as the closing lecture. Results obtained

test students' understanding of the concept of the reaction mechanism after reading the explanation before

lecturers teaching materials, two students 25% , 50% 13 students, 10 students 75%, and no student is 100%

understand the teaching materials before the discussion of the lecturer. The diagnostic results obtained learning

difficulties 32% Question 1; 40% Question 2; 18% Question 3; 83% about the number 4. There is a learning

outcome at 11.07. Recommended that the model Sorogan-Bandongan effective as a model lecture Organic

Chemistry.

Key Words: Model Sorogan-Bandongan, Reaction Mechanism Organic Chemistry

ABSTRAK

Model perkuliahan Sorogan-Bandongan merupakan model gabungan dari dua metode yakni metode Sorogan

dan metode Bandongan. Metode Sorogan adalah metode pembelajaran individual dimana mahasiswa harus

menyerahkan hasil (sorog) konsep yang telah dipahaminya kepada dosen. Metode Bandongan adalah suatu

metode perkuliahan dimana mahasiswa mendapat pembelajaran secara kelompok dan diberikan kesempatan

untuk berdiskusi tentang materi yang akan diajarkan. Pada penelitian pendahuluan diujicobakan model Sorogan-

Bandongan menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif dengan sintak: Mahasiswa membaca dan

mengerjakan tugas pada bahan ajar; Tes diagnostik; Penjelasan materi; Mahasiswa mengerjakan lembar kerja

mahasiswa (Sorogan); Diskusi kelas penguatan materi (Bandongan) dan tes akhir sebagai penutup perkuliahan.

Hasil ujicoba didapatkan pemahaman mahasiswa konsep mekanisme reaksi setelah membaca bahan ajar sebelum

penjelasan dosen, 2 mahasiswa 25%, 13 mahasiswa 50%, 10 mahasiswa 75% serta tidak ada mahasiswa yang

100% memahami bahan ajar sebelum pembahasan dosen. Hasil diagnostik kesulitan belajar didapatkan 32% soal

nomor 1; 40% soal nomor 2; 18% soal nomor 3; 83% soal nomor 4. Terdapat peningkatan hasil belajar sebesar

11,07. Direkomendasikan bahwa model Sorogan-Bandongan efektif sebagai model perkuliahan Kimia Organik.

Kata kunci: Model Sorogan-Bandongan, Mekanisme reaksi Kimia Organik.

1. PENDAHULUAN

Model Sorogan-Bandongan merupakan model

pembelajaran gabungan dari metode Sorogan dan

metode Bandongan yang diterapkan di Pondok

pesantren. Metode Sorogan adalah metode

pembelajaran individual dimana santri harus

menyerahkan hasil (sorog) materi konsep yang telah

dipahaminya kepada Kyai (guru) [1, 2, 3, 4]. Kyai (guru)

sebagai penerima hasil perkembangan belajar

individual santrinya harus memberikan suatu umpan

balik baik penguatan ataupun pembenaran apabila

terjadi kesalahan dari santri, dalam hal ini Kyai (guru)

adalah sumber ilmu [5, 6]. Metode Bandongan adalah

suatu metode pembelajaran dimana siswa mendapat

pembelajaran secara kelompok dan diberikan

kesempatan untuk berdiskusi tentang materi yang

diajarkan [4, 7].

Indikator keberhasilan implementasi metode

Sorogan dan metode Bandongan di Pesantren adalah

seberapa besar penerimaan masyarakat terhadap

keberadaan pesantren. Semakin Termasyur suatu

pesantren Kyai semakin karismatik, wibawa dan

terampil dalam menerapkan Sorogan-Bandongan [5, 8].

Semakin mahir Kyai dalam menerapkan Sorogan-

Bandongan semakin banyak muncul teknik, gaya serta

strategi yang muncul dalam menyampaikan konsep

(materi) pelajarannya[6, 4].

Implementasi Sorogan-Bandongan di Pondok

Pesantren mutlak dilakukan baik di pesantren

tradisional, modern maupun komprehensif, karena ruh

metode tersebut sudah ada pada para pengajar baik

Page 142: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

130

Kyai maupun ustadz (asisten Kyai). Salah satu syarat

yang tidak tertulis dalam dunia pesantren untuk jadi

seorang kyai atau ustadz apabila sudah pernah

menyelesaikan (katam) kitab Ta’lim Muta’alim [9, 10].

Implementasi beberapa metode dalam

perkuliahan mekanisme reaksi dapat meningkatkan

perhatian [11], perkuliahan lebih efektif, melibatkan

mahasiswa, kreatif, berpusat pada mahasiswa,

meningkatkan penggunaan teknologi [12],

meningkatkan semangat belajar [13], meningkatkan

kemampuan kinerja [14], Percaya diri [15] dan lebih

efisien. Hal ini bisa dilakukan dengan ujian lisan,

pemberian tugas rumah (PR), penataan ruang kelas,

pengembangan silabus, soal kuis, ppt menggunakan IT [16] dan perkuliahan terpadu [17], sehingga dapat

meningkatkan prestasi belajar serta meningkatkan

kesadaran dalam merancang dan mensintesis kimia

organik alami, dengan pendekatan eksperimen kimia

hijau yang dapat merubah sikap dan tingkah laku

ramah lingkungan [18].

Kesulitan dalam mempelajari mekanisme reaksi

diantaranya pada penentu reaksi, prinsip Le

Chatelier’s, sulit menuliskan mekanisme reaksi dari

kurva energi potensial, serta tidak dapat membedakan

antara komplek aktivasi dan reaksi intermediet

menggunakan besarnya energi dari unsur-unsur yang

terdapat pada grafik [19]. Kesulitan - kesulitan ini dapat

diatasi dengan menggunakan instrumen kimia, hasil

analisis instrumen kimia membantu mengerti kejadian

pada level molekuler mekanisme reaksi secara nyata [20] sehingga mekanisme reaksi dapat diuji [21]. Tujuh

ide dalam sintesis kimia organik: mencerminkan

praktek kimia organik, menyediakan informasi

kontekstual, menyediakan referensi literatur, membuat

masalah terbuka, mencakup permasalahan unsur yang

familiar, membuat permasalahan yang semestinya

penuh dengan tantangan, menyediakan akses referensi

bahan ketika mahasiswa akan menyelesaikan masalah [22].

Perkuliahan mekanisme reaksi seharusnya

dirancang dengan memberikan kesempatan berdiskusi,

berlogika dan menentukan prioritas sintesis dalam

industri. Penentuan mekanisme reaksi yang paling

tepat bermanfaat untuk menentukan cara sintesis

dalam industri. Hasil kinerja mahasiswa merupakan

modifikasi praktis dan peningkatan mendasar untuk

tantangan dan rekayasa kimia [23].

2. PROSEDUR PENELITIAN

Pada ujicoba penelitian pendahuluan

menggunakan model perkuliahan Sorogan-Bandongan

dengan metode deskriptif kualitatif. Langkah-langkah

pembelajaran yang dilakukan yakni mahasiswa

membaca dan mengerjakan tugas pada bahan ajar, tes

diagnostik, penjelasan materi, mahasiswa

mengerjakan LKM (Sorogan), Diskusi kelas

penguatan materi (Bandongan) dan tes akhir sebagai

penutup perkuliahan.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian yang dibahas meliputi proses

perkembangan hasil belajar mahasiswa, sebagaimana

tertera pada Gambar 1 di bawah ini:

Gambar 1. Perkembangan Hasil Belajar Mahasiswa

Dalam menentukan efektifitas model sorogan –

bandongan pada penelitian ini dapat dilakukan dengan

melihat perkembangan hasil belajar mahasiswa.

Potensi perkembangan individu dilakukan dengan

membandingan antara pengetahuan awal siswa dan

hasil belajarnya. membandingkan antara hasil

diagnostik kesulitan belajar awal merupakan pre-test

dengan kesulitan materi pada tes akhir menunjukkan

bahwa terjadi penurunan kesulitan yang sangat drastis

dari 32% pada pre-test menjadi 3% pada tes akhir

untuk pengertian reaksi substitusi. Begitu juga pada

kesulitan dalam mempelajari SN1 pada pre-test sebesar

83% pada tes akhir hanya 4,5%. dan SN2 pada pre-test

sebesar 48% sedang pada tes akhir sebesar 20% (soal

nomor 4, item 1 dan 3). Konsep prasyarat pada pre-test

terbaca untuk asam basa Lewis sebesar 90%,

konfigurasi elektron sebesar 23%, pengisian orbital

13%, hibridisasi 23%. Struktur Lewis 55%,

elektronegatifitas 65%. Bila dirata – rata konsep

prasyarat pada pre-test sebesar 44% hasil tersebut

hampir setara pada tes akhir sebesar 46%. Kesetaraan

menunjukkan bahwa konsep prasyarat memerlukan

waktu tersendiri dalam perkuliahan karena

keterbatasan waktu dalam tatap muka pada

perkuliahan.

Sejalan dengan pemikiran Cui[24] Pre-test sebagai

alat pengukur pengetahuan awal mahasiswa sebagai

diagnosa terhadap tahapan belajar siswa, menentukan

langkah pembelajaran individual bagi masing-masing

mahasiswa. Langkah pembelajaran dari hasil

diagnostik tersebut merupakan kunci dari

pembelajaran individual. Pembelajaran individual

yang dilakukan dibantu oleh LKM yang telah

dikembangkan berdasarkan langkah-langkah

pembelajaran sesuai dengan ketentuan peta diagnostik.

Hasil rata-rata pre-test sebesar 47,90 sedangkan

post test sebesar 58,97 ada peningkatan sebesar 11,07

yang menunjukkan strategi dan metode Sorogan dan

Bandongan yang diimplementasikan efektif

dipergunakan dalam perkuliahan Kimia Organik.

Page 143: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

131

Gambar 2. Tes diagnostik pada konsep-konsep yang

prasyarat SN1 dan SN2

Pada Gambar 2 terlihat bahwa konsep prasyarat

yang dikuasai mahasiswa yaitu asam basa Lewis.

Kemampuan mahasiswa pada konsep asam basa Lewis

belum cukup dipergunakan dalam membangun konsep

mekanisme reaksi SN1 dan SN2, sehingga perlu konsep

prasyarat lain nukleofilisitas, konfigurasi elektron,

pengisian orbital, hibridisasi, penentuan struktur,

elektronegatifitas serta pemahaman terhadap reaksi

substitusi.

Gambar 3. Profil Pekerjaan Rumah Mahasiswa

Pada Gambar 3 di atas merupakan profil

mahasiswa dalam mengerjakan handout. Terdapat

grafik berwarna merah pada mahasiswa ke 8 yang

mana mahasiswa tersebut mendapatkan nilai tugas

rumah sebesar 30, pada grafik tampak bahwa

mahasiswa tersebut tidak mendapatkan nilai terendah,

yang sebenarnya mahasiswa tersebut terlihat tidak

sungguh-sungguh dalam mengerjakan tugas.

Sebenarnya, nilai tugas mahasiswa tersebut bias

mencapai 100 seperti mahasiswa 1. Handout pada

penelitian ini merupakan adopsi dari kitab kuning yang

harus ada dalam implementasi model Sorogan-

Bandongan.

4. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil ujicoba terbatas penelitian dapat

disimpulkan bahwa Model Sorogan-Bandongan

efektif dipergunakan dalam kurikulum perkuliahan

kimia organik materi mekanisme reaksi SN1 dan SN2.

5. DAFTAR PUSTAKA

[1]. Tan, C., (2014). Educative Traditional and Islamic

schools in Indonesia; Journal of Arabicand Islamic

Studies; Vol. 14: 47-62.

[2]. Zuchairiny, A., (2013). Penguatan Islam Tradisional:

studi Kasus Model Pembelajaran Kitab Kuning di

Pesantren Alkhairaat Madinatul Ilmi Dolo

Sulawesi Tengah: ISTIQRA’, Jurnal Penelitian

Ilmiah; Vol.1, No. 2, 273-282.

[3]. Sulistyo, L., Priyo., (2014). Implementasi

Pembelajaran Matematika dengan Model Sorogan

Berbantuan CD Pembelajaran; Jurnal

DISPROTEK; Volume 5, No.2, 28-43.

[4]. Kuswandono, P., Gandana, I., Rohani, S., Zulfikar, T.,

(2011). Revisiting Local Wisdom: Efforts to

Improve Education Quality in Indonesia;

Conference Proceedings

[5]. Rifa’i, F., A., (2013), Analisis dan Implementasi

Aplikasi Penerjemah dan Penambah Harakat

Kitab Klasik/Kitab Kuning; Journal Kaunia; Vol.

IX, No. 2, 85-95.

[6]. Astuti, A., S., (2014). Pesantren dan Globalisasi;

Jurnal Tarbawiyah, Vol. 11 No. 1, 16-35.

[7]. Al hamdani, D., M., H., (2013). Introduction

Curriculum Multiculturalism Boarding School;

Journal of Education and Practice; Vol. 4, No.23, 57-

62.

[8]. Fadhil, M. (2011). Inovasi Pesantren dalam

Pengembangan Keilmuan; Innovatio, Vol. X, No.1,

59-81.

[9]. Syukur, F., (2012). Pesantren - Based Madrasah

Management; AL ALBAB- Borneo Journal of

Religious Studies (BJRS); Vol. 1 No. 1, 109 – 129.

[10]. Azhari. (2014). Eksistensi Sistem Pesantren Salafi

Dalam Menghadapi Era Modern; Islamic Studies

Journal; Vol. 2, No. 1, 51-65.

[11]. Dicks, P., A., et al. (2012). Undergraduate Oral

Examinations in a University Organic Chemistry

Curriculum. Journal of Chemical Education.

Published: October 18, 1506-1510.

[12]. Franz, K., A. (2011). Organic Chemistry You Tube

Writing Assignment for Large Lecture Classes.

Journal of Chemical Education. Published: November

29, 497-501.

[13]. Parker, L.,L. & Loudon, M.,G. (2012) Case Study

Using Online Homework in Undergraduate

Organic Chemistry: Result and Student Attitudes.

Journal of Chemical Education. Published: November

12, 37-44.

[14]. Muthyala, S., R. & Wei, W. (2012). Does Space

Matter? Impact of Classroom Space on Student

Learning in an Organic-First Curriculum. Journal

of Chemical Education. Published: November 26, 45-

50.

[15]. Collison, G.,C., et al. (2012) An SN1-SN2 Lesson in an

Organic Chemistry Lab Using a Studio-Based

Approach. Journal of Chemical Education.

Published: March 21, Vol. 89, 750-754.

[16]. Aldahmash, H.,A., et al. (2009). Kinetic Versus Static

Visual for Facilitating College Students

Understanding of Organic Reaction Mechanism

in Chemistry.Journal of Chemical Education.

Published: December Vol. 86, No. 12, 1442-1446.

[17]. Giinersel, B.,A. & Fleming, A.,S., (2013). Qualitative

Assessment of a 3D Simulation Program: Faculty,

Students, and Bio-Organic Reaction. Journal of

Chemical Education. Published: June 25, 988-994.

Page 144: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

132

[18]. Karpudewan, M., Ismail, Z., Roth, M., W. (2012).

Promoting pro-environmental attitudes and

reported behaviors of Malaysian pre-service

teachers using green chemistry experiments. Journal of Environmental Education Research.

Published: 03 Nov 2011, Vol. 18, No. 3, 375-389.

[19]. Tastan, O., Yalcinkaya, E. & Boz Y. (2010). Pre-

Service Chemistry Teachers’ Ideas about

Reaction Mechanisme. Journal of Turkish Science

Education, Vol. 7, Issue 1, March 2010.

[20]. Kenzie, M.N. et al. (2012) Synthesizing Novel

Anthraquinone Natural Product-Like

Compounds to Investigate Protein-Ligand

Interaction in Both an in Vitro and in Vivo Assay:

an Integrated Research-Based Third- Year

Chemical Biology Laboratory Course. Journal of

Chemical Education. Published: April 6, 743-749.

[21]. Ahiakwo & Macson, J. (2012). Organic Reaction

Mechanism Controversy: Pedagogical

Implication for Chemical Education. AJCE, Vol.2,

No. 2, 51-65.

[22]. Raker, R., J. & Towns, H., M. (2012). Designing

Undergraduate-level Organic Chemistry

Instructional Problem: Seven Ideas from a

Problem-Solving Study of Practicing Synthetic

Organic Chemists. Journal of Chemistry Education

Research and Practice. Vol.13 277-285.

[23]. Mercer, M.,S., et al. (2011) Choosing the Greenest

Synthesis: A Multivariate Metric Green Chemistry

Exercise. Journal of Chemical Education. Published:

December 5, 215-220.

[24]. Cui, Y., Gierl, J., M. (2012). Estimating

Classification Consistency and Accuracy for

Cognitive Diagnostic Assessment. Journal of

Educational Measurement Spring. Vol. 49, No. 1, 19-

38.

Page 145: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

133

Pendampingan Penyusunan Instrumen Penilaian Hasil Belajar Bagi

Guru Sekolah Dasar di Kabupaten Bojonegoro

Rini Setianingsih1*), Manuharawati2, Abdul Haris Rosyidi3 1 Jurusan Matematika, Universitas Negeri Surabaya. Email: [email protected] 2 Jurusan Matematika, Universitas Negeri Surabaya. Email: [email protected]

3 Jurusan Matematika, Universitas Negeri Surabay. Email: [email protected]

*) Alamat Korespondensi: Email: [email protected]

ABSTRACT

The objectives of this Community Services (PKM) is to improve the ability of elementary school teachers in

Bojonegoro in creating an assessment instrument that measures Higher Order Thinking Skills (HOTS), and in

accordance with curriculum 2013. The undertaken activities were in the form of training and workshop. After

presentation of workshop material by the speakers, then the participants were given individual tasks to make the

assessment instrument which measures HOTS.in any subject he/she teaches at school. Thus, the products of this

project are in the form of assessment instruments which are ready to be implemented in real class. The results of

these activities are as follows: (1) Of the 50 assessment instruments produced by the participants, 10 instruments

(20%) included in the category of Very Good, and 40 assessment instruments (80%) included in the Good category.

In general, participants responded positively to the implementation of this project. Some of the instances cited

participants with regard to positivity of this projects are that a total of 40 respondents (100%) stated that the

training activities and workshops "Useful" or "Very Useful." In addition, it adds insight and improve the skills of

teachers in preparing instruments that measure HOTS and in accordance with the curriculum 2013.

Keywords: Preparation of instruments, Assessment of Learning Outcomes, HOTS, Primary School Teachers.

ABSTRAK

Tujuan kegiatan Pengabdian Kepada Masyarakat (PKM) ini adalah melakukan pendampingan kepada

guru-guru SD di Kabupaten Bojonegoro dalam menyusun instrumen penilaian hasil belajar yang mengukur

Higher Order Thinking Skills (HOTS). Metode kegiatan yang dilakukan adalah pelatihan dan pendampingan/

workshop. Setelah pemaparan materi oleh narasumber, para peserta diberi tugas individu membuat instrumen

penilaian beserta rubriknya, yang mengukur Higher Order Thinking Skills (HOTS) sesuai dengan mata pelajaran

yang dibina. Sehingga, salah satu produk dari kegiatan ini adalah instrumen penilaian dan rubriknya yang siap

diimplementasikan di kelas sesungguhnya. Adapun hasil kegiatan ini adalah sebagai berikut: (1) Dari 50

instrumen penilaian yang dihasilkan peserta, 10 instrumen (20%) termasuk dalam kategori Baik Sekali; 40

instrumen penilaian (80%) termasuk dalam kategori Baik. Secara umum, peserta merespon positif terhadap

pelaksanaan kegiatan PKM ini. Beberapa hal yang dikemukakan peserta berkenaan dengan “positifnya” kegiatan

ini adalah sebagai berikut. Sebanyak 40 responden (100%) menyatakan bahwa kegiatan pelatihan dan workshop

ini “Bermanfaat” atau ‘Sangat Bermanfaat.” Selain itu, dapat menambah wawasan dan meningkatkan

keterampilan guru dalam menyusun instrument hasil belajar yang mengukur HOTS dan yang sesuai dengan

kurikulum 2013.

Kata kunci: Penyusunan instrumen, Penilaian Hasil Belajar, HOTS, Guru Sekolah Dasar.

1. PENDAHULUAN

Untuk memperoleh informasi tentang baik atau

buruknya proses dan hasil kegiatan pembelajaran,

seorang guru harus melakukan penilaian. Di sisi lain,

penilaian merupakan salah satu komponen sistem

pembelajaran. Hal ini berarti, penilaian merupakan

kegiatan yang tak terelakkan dalam setiap kegiatan

pembelajaran. Dengan kata lain, kegiatan penilaian

merupakan bagian integral yang tak terpisahkan dari

kegiatan pembelajaran. Penilaian hasil belajar

menekankan kepada diperolehnya informasi tentang

seberapakah perolehan siswa dalam mencapai tujuan

pengajaran yang ditetapkan. Penilaian hasil belajar

dilakukan oleh guru untuk memantau proses,

kemajuan, perkembangan belajar siswa sesuai dengan

potensi yang dimiliki dan kemampuan yang

diharapkan secara berkesinam-bungan. Penilaian juga

dapat memberikan umpan balik kepada guru agar

dapat menyempurnakan perencanaan dan proses

pembelajaran.

Implementasi Peraturan Pemerintah No. 19 tahun

2005 tentang Sistem Pendidikan Nasional membawa

implikasi terhadap model dan teknik penilaian yang

dilaksanakan di kelas. Dalam peraturan pemerintah

tersebut dinyatakan bahwa penilaian terdiri atas

penilaian eksternal dan penilaian internal. Penilaian

eksternal merupakan penilaian yang dilakukan oleh

pihak lain yang tidak melaksanakan proses

pembelajaran. Sedangkan penilaian internal adalah

penilaian yang direncanakan dan dilakukan oleh guru

pada saat proses pembelajaran berlangsung. Penilaian

kelas merupakan bagian dari penilaian internal

Page 146: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

134

(internal assessment) untuk mengetahui hasil belajar

siswa terhadap penguasaan kompetensi yang diajarkan

oleh guru. Tujuannya adalah untuk menilai tingkat

pencapaian kompetensi siswa yang dilaksanakan pada

saat pembelajaran berlangsung dan di akhir

pembelajaran.

Pada Permendikbud RI No. 23 tahun 2016

dinyatakan bahwa, “Penilaian adalah proses

pengumpulan dan pengolahan informasi untuk

mengukur pencapaian hasil belajar peserta didik.”

Lebih lanjut, dalam Permendikbud nomor 22 tahun

2016 dijelaskan bahwa penilaian proses pembelajaran

menggunakan pendekatan penilaian otentik (authentic

assesment) yang menilai kesiapan peserta didik,

proses, dan hasil belajar secara utuh. “Penilaian

autentik adalah pendekatan, prosedur, dan instrumen

penilaian proses dan capaian pembelajaran siswa

dalam penerapan sikap spiritual dan sikap sosial,

penguasaan pengetahuan, dan penguasaan

keterampilan yang diperolehnya dalam bentuk

pelaksanaan tugas perilaku nyata atau perilaku dengan

tingkat kemiripan dengan dunia nyata, atau

kemandirian belajar.” Dengan demikian, penilaian

yang dilakukan di sekolah harus meliputi penilaian

untuk aspek pengetahuan, aspek sikap, dan aspek

keterampilan.

Keterpaduan penilaian ketiga komponen tersebut

akan menggambarkan kapasitas, gaya, dan perolehan

belajar siswa yang mampu menghasilkan dampak

instruksional (instructional effect) pada aspek

pengetahuan dan dampak pengiring (nurturant effect)

pada aspek sikap. Hasil penilaian otentik digunakan

guru untuk merencanakan program perbaikan

(remedial) pembelajaran, pengayaan (enrichment),

atau pelayanan konseling. Selain itu, hasil penilaian

otentik digunakan sebagai bahan untuk memperbaiki

proses pembelajaran sesuai dengan Standar Penilaian

Pendidikan.

Selain itu, evaluasi proses pembelajaran yang

dilakukan saat proses pembelajaran, dilakukan dengan

menggunakan instrumen berupa: lembar pengamatan,

angket sebaya, rekaman, catatan anekdot, dan refleksi.

Sedangkan evaluasi hasil pembelajaran yang

dilakukan pada saat proses pembelajaran dan di akhir

satuan pelajaran, dilaksanakan dengan menggunakan

metode dan instrumen: tes lisan/perbuatan, dan tes

tulis. Hasil evaluasi akhir diperoleh dari gabungan

evaluasi proses dan evaluasi hasil pembelajaran.

Berdasarkan hasil wawancara Ketua Tim

Pelaksana PKM ini dengan Kepala Bidang TK dan SD

pada Dinas Pendidikan Kabupaten Bojonegoro pada

tanggal 27 Februari 2016, diperoleh informasi bahwa

para guru SD di Bojonegoro masih mengalami

kesulitan dalam menyusun instrumen penilaian hasil

belajar, baik guru-guru di SD yang “maju” maupun SD

yang “belum maju.” Kondisi seperti ini juga tercermin

dalam saran-saran yang ditulis oleh guru-guru peserta

kegiatan PKM yang kami lakukan di Surabaya pada

tahun 2014 dan 2015. Oleh karena itu, diperlukan

kegiatan pendampingan yang dapat meningkatkan

kemampuan guru dalam menyusun instrumen

penilaian yang sesuai Permendikbud nomor 22 dan 23

tahun 2016, serta Kurikulum 2013, khususnya di

Kabupaten Bojonegoro.

2. METODE PELAKSANAAN

Kegiatan PKM ini dilaksanakan pada tanggal 27-

28 Agustus 2016 bertempat di Kampus UT, Jalan

Mangga, Kelurahan Mulyoagung, Kecamatan Kota

Bojonegoro. Sebagai khalayak sasaran antara yang

strategis pada kegiatan ini adalah Kepala Bidang

Pendidikan TK/SD pada Dinas Pendidikan Kota

Bojonegoro. Sedangkan khalayak sasarannya adalah

para Ketua dan Sekretaris KKG dari 28 Kecamatan

yang ada di Kabupaten Bojonegoro. Keterlibatan

Kepala Bidang Pendidikan TK/SD pada Dinas

Pendidikan Kabupaten Bojonegoro diharapkan dapat

mengawal keberlanjutan penerapan materi yang

diperoleh pada kegiatan ini. Secara umum, kerangka

pemecahan masalah dalam pelaksanaan kegiatan PKM

ini dapat digambarkan dalam bagan alir sebagai

berikut.

Langkah awal yang dilakukan dalam program

PKM ini adalah koordinasi awal dengan Kepala

Bidang Pendidikan TK/SD pada Dinas Pendidikan

Kabupaten Bojonegoro. Hasilnya adalah adanya

kesediaan dari Dinas Pendidikan untuk menjadi mitra

dalam pelaksanaan PKM. Kepala Dinas Pendidikan

mengundang Ketua dan Sekretaris KKG dari 28

Kecamatan yang ada di Kabupaten Bojonegoro

sebagai peserta. Selain itu, Dinas Pendidikan juga akan

mengundang calon peserta workshop/ pendampingan

serta menyediakan tempat untuk pelaksanaan kegiatan

PKM ini.

Selanjutnya tim pelaksana melakukan

penyusunan materi pelatihan. Tim pelaksana berbagi

tugas dalam menyusun materi pelatihan yang terdiri

dari (a) Prinsip-prinsip Umum Penilaian Hasil Belajar;

(b) Penilaian Hasil Belajar untuk Model/Pendekatan

Pembelajaran yang Berpusat pada Siswa dan yang

Gambar 1. Kerangka Pemecahan Masalah

Page 147: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

135

Mengukur Higher Order Thinking Skills (HOTS); (c)

Penilaian Hasil Belajar oleh Pendidik dalam

Kurikulum 2013 (Perencanaan, Penyusunan

Instrumen, dan Pelaksanaan Penilaian; (d) Lembar

kerja peserta pelatihan dan workshop; (e) Angket

respon peserta pelatihan dan workshop.

Metode yang digunakan untuk mencapai tujuan

kegiatan ini adalah dengan mengadakan kegiatan

pendampingan dan workshop tentang penyusunan

instrumen penilaian hasil belajar. Kegiatan ini dibagi

menjadi dua tahap, yaitu: (1) Pemaparan (a) Prinsip-

prinsip Umum Penilaian Hasil Belajar; (b) Penilaian

Hasil Belajar untuk Model/Pendekatan Pembelajaran

yang Berpusat pada Siswa dan yang Mengukur Higher

Order Thinking Skills (HOTS); (c) Penilaian Hasil

Belajar oleh Pendidik dalam Kurikulum 2013

(Perencanaan, Penyusunan Instrumen, dan

Pelaksanaan Penilaian); dan (2) Workshop tentang

penyusunan instrumen penilaian hasil belajar beserta

rubrik penilaiannya.

Pada saat berlangsung kegiatan workshop/

pendampingan penyusunan instrumen penilaian hasil

belajar. para peserta pelatihan diberi tugas individu

membuat rancangan penilaian beserta kunci jawaban,

serta rubrik penilaiannya sesuai dengan kelas yang

dibina. Pada hari kedua pelatihan, ada beberapa

peserta yang diminta untuk mempresentasikan

hasilnya di depan seluruh peserta pelatihan guna

memperoleh masukan terhadap instrumen yang sudah

dibuat. Kegiatan ini diakhiri dengan merevisi

instrumen penilaian tersebut berdasarkan masukan

saat presentasi. Oleh karena itu, salah satu produk dari

kegiatan ini adalah instrumen penilaian, beserta kunci

jawaban dan rubrik penilaiannya yang siap

diimplementasikan di kelas sesungguhnya.

3. HASIL YANG DICAPAI

Sebelum menguraikan tentang hasil yang dicapai

dalam kegiatan PKM ini, akan dijelaskan terlebih dulu

tentang rancangan evaluasi terhadap keberhasilan

kegiatan ini. Evaluasi dalam kegiatan pendampingan

ini dilakukan dengan cara: (a) Melakukan penilaian

terhadap tugas individu peserta dalam menyusun

instrumen penilaian hasil belajar; (b) Memberi angket

kepada peserta setelah pelaksanaan workshop

menyusun instrumen penilaian hasil belajar.

Kegiatan PKM ini dikatakan berhasil jika

memenuhi kriteria berikut: (a) Hasil kerja peserta

dalam menyusun instrumen penilaian hasil belajar

minimal termasuk dalam kategori “Baik”; (b) Peserta

memberikan respon positif terhadap pelaksanaan

keseluruhan kegiatan PKM yang meliputi pemaparan

konsep dan workshop tentang penyusunan instrumen

penilaian hasil belajar beserta rubrik penilaiannya.

Hasil yang dicapai melalui kegiatan PKM ini

dapat dituangkan dalam bentuk hasil kegiatan pada

ketiga tahap pelaksanaan, yaitu tahap perencanaan,

tahap pelaksanaan workshop/ pendampingan, dan

tahap evaluasi. Adapun kegiatan yang dilakukan pada

tahap perencanaan meliputi sosialisasi kegiatan PKM

kepada Dinas Pendidikan Kabupaten Bojonegoro

(khalayak sasaran), yang dilakukan pada bulan Juli

2016 dalam bentuk silaturahmi dengan Kepala Bidang

TK/SD Dinas Pendidikan Kabupaten Bojonegoro,

yaitu Dr. Sukarni, S.Pd., M.M. Kegiatan silaturahmi

ini juga merupakan tindak lanjut dari pertemuan awal

yang dilakukan pada bulan Februari 2016, dan

pembicaraan via telepon yang sudah dilakukan

beberapa kali. Kegiatan lain yang dilakukan pada

tahap perencanaan adalah penyusunan program

pendampingan. Program ini disusun berdasarkan hasil

identifikasi masalah, hasil analisis permasalahan yang

ada, dan hasil analisis kebutuhan.

Tahap kedua kegiatan PKM ini merupakan tahap

pelaksanaan pendampingan penyusunan instrumen

penilaian hasil belajar. Kegiatan ini dilaksanakan

selama dua hari berturut-turut, yaitu pada tanggal 27

dan 28 Agustus 2016. Adapun kegiatan utama yang

dilakukan terdiri atas: (1) Paparan tentang: (a) Prinsip-

prinsip umum penilaian hasil belajar; (b) Penilaian

hasil belajar untuk model/pendekatan pembelajaran

yang berpusat pada siswa dan yang mengukur Higher

Order Thinking Skills (HOTS); (c) Penilaian Hasil

Belajar oleh Pendidik dalam Kurikulum 2013

(Perencanaan, Penyusunan Instrumen, dan

Pelaksanaan Penilaian).

Setelah pemaparan materi selesai, dilanjutkan

dengan workshop/ pendampingan penyusunan

instrumen penilaian hasil belajar. Para peserta

workshop diberi tugas individu membuat instrumen

penilaian hasil belajar beserta kunci jawaban dan

rubrik penilaiannya sesuai dengan kelas yang dibina.

Pada hari kedua pelatihan, ada beberapa peserta yang

diminta untuk mempresentasikan hasilnya di depan

seluruh peserta pelatihan guna memperoleh masukan.

Kegiatan ini diakhiri dengan merevisi instrumen

penilaian berdasarkan masukan saat presentasi, baik

dari sesama peserta maupun dari narasumber. Foto-

foto berikut ini menunjukkan aktivitas narasumber

maupun para peserta workshop.

Page 148: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

136

Tahap ketiga dari rangkaian kegiatan PKM ini

adalah tahap evaluasi. Produk yang dihasilkan dalam

kegiatan ini adalah 50 (lima puluh) instrumen

penilaian hasil belajar beserta kunci jawaban dan

rubriknya untuk siswa Sekolah Dasar. Peserta memilih

sendiri kompetensi dasar dalam kurikulum, kemudian

menuliskan indikator pencapaian kompe-tensinya.

Selanjutnya, para peserta menyusun kisi-kisi

penilaian, kemudian menyusun instrumen penilaian

dan pedoman penskorannya. Pada kegiatan

pendampingan hari kedua, para peserta diminta maju

ke depan untuk menyajikan hasil kerjanya. Pada saat

itulah para peserta lain dan narasumber memberi

masukan, khususnya ketika penyaji melakukan

analisis kualitas instrumen penilaian hasil belajar yang

disusunnya. Selain itu, pada tahap ini tim pelaksana

melakukan evaluasi terhadap seluruh instrumen

penilaian yang dihasilkan peserta, dengan

menggunakan instrumen yang dirancang oleh tim

pelaksana.

4. PEMBAHASAN

Pelaksanaan workshop pendampingan

penyusunan instrument hasil belajar ini dievaluasi

berdasarkan 2 (dua) hal, yaitu instrumen penilaian

hasil belajar yang disusun oleh para peserta, dan

respon peserta terhadap pelaksanaan seluruh rangkaian

kegiatan workshop. Berdasarkan hasil evaluasi,

hasilnya sangat menggembirakan, karena seluruh

instrumen yang dihasilkan peserta (100%) termasuk

dalam kategori “Baik atau Baik Sekali”. Ini berarti,

salah satu indikator keberhasilan kegiatan PKM

terpenuhi, yaitu bahwa hasil kerja peserta minimal

termasuk dalam kategori “Baik.” Berikut ini contoh

tugas individu peserta workshop.

Dalam hal respon peserta terhadap pelaksanaan

workshop/ pendampingan, secara umum peserta

merespon positip terhadap pelaksanaan kegiatan

pemantapan kemampuan guru dalam menyusun

instrumen penilaian hasil belajar ini. Beberapa hal

yang dikemukakan peserta berkenaan dengan

“positifnya” kegiatan ini tercermin dalam jawaban

peserta terhadap angket yang dibagikan di akhir

kegiatan. Sebanyak 40 (empat puluh) responden

mengembalikan angket yang telah diisinya. Untuk

pertanyaan pertama, “Apakah kegiatan ini bermanfaat

untuk memperluas wawasan/ pengetahuan guru

tentang penyusunan instrumen penilaian hasil belajar

yang mengukur keterampilan berpikir tingkat tinggi

(HOTS) siswa?” Sebanyak 35 responden (87,5%)

menyatakan bahwa kegiatan pemantapan ini ‘Sangat

Bermanfaat” dan 5 responden (12,5%) menyatakan

bahwa kegiatan ini “Bermanfaat.” Dengan kata lain,

seluruh responden (40 orang) (100%) menyatakan

bahwa kegiatan pendampingan/ workshop ini

“Bermanfaat” atau “Sangat Bermanfaat” memperluas

wawasan/ pengetahuan guru tentang penyusunan

instrumen penilaian hasil belajar, khususnya yang

mengukur keterampilan berpikir tingkat tinggi (HOTS)

siswa.

Gambar 2. Pemaparan materi oleh Anggota

Tim Pelaksana (Abdul Haris Rosyidi, M.Pd.)

Gambar 3. Sesi tanya jawab yang

dimanfaatkan dengan baik oleh peserta. Ini

menunjukkan antusiasme yang tinggi dari

para peserta kegiatan.

Gambar 4. Contoh kisi-kisi penulisan soal

yang dihasilkan peserta workshop.

Gambar 5. Soal ulangan harian yang

dikembangkan dari kisi-kisi penulisan soal

pada Gambar 4.

Page 149: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

137

Untuk pertanyaan kedua, “Apakah kegiatan

pendampingan ini bermanfaat dalam upaya

meningkatkan kemampuan guru menyusun instrumen

penilaian hasil belajar sesuai kurikulum 2013 dan yang

mengukur keterampilan berpikir tingkat tinggi?”

Dalam menjawab pertanyaan ini, 13 responden

(32,5%) menyatakan bahwa kegiatan pendampingan

ini “Bermanfaat”, sedangkan 27 responden (67,5%)

menyatakan “Sangat Bermanfaat.” Dengan kata lain,

seluruh responden (100%) menyatakan bahwa

kegiatan pendampingan ini “Bermanfaat” atau “Sangat

Bermanfaat” dalam meningkatan kemampuan guru

menyusun instrumen penelitian hasil belajar.

Pertanyaan ketiga dalam angket ingin mengetahui

hal positif apa yang dapat diambil dari kegiatan

workshop ini. Terdapat 4 (empat) jawaban dominan,

yaitu (1) Untuk menambah pengetahuan dan

memperluas wawasan (29,63%), (2) Memperoleh

pengetahuan tentang HOTS (Higher Order Thinking

Skills) (31,48%), (3) Mengetahui cara mengajar yang

sesuai dengan tuntutan kurikulum 2013, (4)

Memperoleh kesempatan untuk praktik menyusun

instrumen penilaian yang mengukur HOTS dan sesuai

dengan K-13 (9,26%). Sisanya, yaitu 18,32%

responden memberikan jawaban yang bervariasi.

Ada hal yang perlu dicatat oleh tim pelaksana

sebagai bentuk apresiasi dari peserta. Pada pertanyaan

angket berikutnya, yang menanyakan apa yang

membedakan kegiatan workshop ini dengan kegiatan

workshop yang pernah diikuti sebelumnya, responden

memberi jawaban sebagai berikut. (a) Narasumber

menguasai materi dan menyajikan materi dengan

menyenangkan sehingga situasi menjadi cair, (b)

Workshop ini lebih sederhana dan praktis karena

langsung pada contoh dan penugasan dan diskusi, serta

lebih terfokus pada materi, (c) Adanya interaksi yang

baik antara narasumber dengan peserta workshop, (d)

Melibatkan aktif peserta workshop, (e) Workshop ini

mampu menumbuhkan wawasan berpikir yang kreatif

dan inovatif, (f) Workshop ini amat menarik muatan

materinya dan benar-benar sangat dibutuhkan guru,

dan (g) Disajikan secara interaktif.

Jawaban-jawaban responden untuk seluruh

pertanyaan dalam angket menunjukkan bahwa

indikator kedua yang mencerminkan keberhasilan

pelaksanaan PKM telah terpenuhi.

5. SIMPULAN DAN SARAN

5.1. Simpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan yang

disajikan pada sub-bab sebelumnya, Tim Pelaksana

kegiatan PKM ini dapat menarik simpulan sebagai

berikut:

1. Pada kegiatan PKM ini dihasilkan 50 instrumen

penilaian hasil belajar yang mengukur ketermpilan

berpikir tingkat tinggi dan yang sesuai dengan

Kurikulum 2013 untuk berbagai mata pelajaran.

Hasil penilaian terhadap instrumen penilaian

tersebut menunjukkan bahwa seluruh instrumen

penilaian (100%) yang disusun peserta workshop

termasuk dalam kategori “Baik” atau “Baik

Sekali.” Hal ini menunjukkan bahwa kegiatan

PKM ini berhasil meningkatkan kemampuan guru-

guru SD di Kabupaten Bojonegoro dalam

menyusun instrumen penilaian yang mengukur

HOTS dan yang sesuai dengan kurikulum 2013.

2. Secara umum, para peserta memberi respons

positif terhadap pelaksanaan kegiatan PKM ini.

Seluruh responden (40 orang) (100%) menyatakan

bahwa kegiatan pendampingan/ workshop ini

“Bermanfaat” atau “Sangat Bermanfaat”

memperluas wawasan/ pengetahuan guru tentang

penyusunan instrumen penilaian hasil belajar,

khususnya yang mengukur keterampilan berpikir

tingkat tinggi (HOTS) siswa. Seluruh responden

(100%) juga menyatakan bahwa kegiatan

pendampingan ini “Bermanfaat” atau “Sangat

Bermanfaat” dalam meningkatan kemampuan guru

menyusun instrumen penelitian hasil belajar.

Karena kedua indikator pencapaian keberhasilan

dipenuhi, maka dapat disimpulkan bahwa kegiatan

pendampingan/ workshop penyusunan instrumen hasil

belajar ini telah berhasil mencapai tujuan.

5.2. Saran

Secara umum, dalam rangka peningkatan

profesionalitas guru, dan secara khusus dalam rangka

meningkatkan kemampuan guru dalam menyusun

instrumen penilaian, pada masa mendatang, kegiatan

semacam ini hendaknya dapat mengakomodasi

harapan peserta, yang antara lain sebagai berikut, (1)

Perlu adanya tindak lanjut dan kegiatan yang

berkesinambungan, (2) Perlu kegiatan pelatihan/

pendampingan tentang penyusunan instrumen yang

mengukur HOTS sampai tuntas, (3) Perlu pelatihan

bedah kompetensi dasar (KD), menyusun indikator

pencapaian kompetensi sampai tuntas, (4) perlu

workshop tentang model-model pembelajaran

inovatif, (5) Perlunya kegiatan ini dilakukan di tingkat

kecamatan, (6) Hendaknya sering dilakukan pelatihan

semacam ini dengan waktu yang cukup lama agar guru

semakin terampil menyusun instrumen penilaian.

Berdasarkan hasil yang diperoleh dalam kegiatan

PKM ini, Tim Pelaksana menyampaikan beberapa

saran sebagai berikut:

1. Para Ketua dan Sekretaris KKG sebagai peserta

kegiatan PKM ini agar melakukan deseminasi

pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh,

khususnya dalam menyusun instrumen penilaian

sesuai kurikulum 2013dan yang mengukur Higher

Order Thinking Skills (HOTS).

2. Para guru agar menggunakan instrumen penilaian

yang dihasilkan dalam workshop pada kelas yang

sesungguhnya, dan diharapkan pula agar

menyusun instrumen penilaian untuk materi yang

Page 150: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

138

lain. Hal ini merupakan salah satu indikator agar

seorang guru layak disebut sebagai guru yang

profesional.

6. DAFTAR PUSTAKA

[1] Arifin, Z. (2012). Evaluasi Pembelajaran.

Bandung: Remaja Rosda Karya.

[2] Asmawi. (2004). Tes dan Asesmen di SD.

Cetakan ketiga. Jakarta: Universitas Terbuka.

[3] Chico, G.J. & Horne, C.R. (2007). Teacher's

Guide to Preparing Classroom Assessments.

Illinois State Board of Education. Illinois State

Board of Education. www.isbe.net

[4] Danielson, C. (1997). A Collection of

Performance Task and Rubrics: Middle

School Mathematics. Larchmont, NY: Eye on

Education, Inc.

[5] Grounlund, N.E. (1982). Constructing

Achievement Test. Third Edition. Englewood

Cliff: Prentice Hall.

[6] Gregory, K. (2001). Authentic Assessment for

Mathematical Achievement. Student Edition.

ACE Papers.

[7] Herliyani, E. dkk. (2009). Penilaian Hasil

Belajar untuk Guru SD. Pusat Pengembangan

dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga

Kependidikan Ilmu Pengetahuan Alam

(PPPPTK IPA) untuk Program BERMUTU.

[8] Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 2005 tentang

Sistem Pendidikan Nasional.

[9] Peraturan Mendikbud RI nomor 21 tahun 2016

tentang Standar Isi Pendidikan Dasar dan

Menengah.

[10] Peraturan Mendikbud RI nomor 22 tahun 2016

tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan

Menengah

[11] Peraturan Mendikbud RI nomor 22 tahun 2016

tentang Standar Penilaian Pendidikan.

[12] Ott, J. (1994). Alternative Assessment (in the

Mathematics Classroom). New York: McGraw-

Hill Companies, Inc.

[13] Sinaga, B. (2008). Rencana Pelaksanaan

Pembelajaran dan Asesmen Autentik. Jurusan

Matematika Universitas Negeri Medan.

[14] Suurtamm, C.A. (2004) "Developing Authentic

Assessment: Case Studies of Secondary School

Mathematics Teacher's Experiences." Canadian Journal of Science, Mathematics &

Technology Education. 4.4, pp. 497-513.

[15] Suwandi, S. (2010). Model Asesmen dalam

Pembelajaran. Surakarta: Yuma Pustaka.

[16] Widoyoko, S.E.P. (2012). Evaluasi Program

Pembelajaran. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Page 151: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

139

Modul Sebagai Alat Bantu Siswa Sekolah Dasar dalam

Menyelesaikan Soal Olimpiade Matematika Berbahasa Inggris

Slamet Setiawan1*), Ahmad Munir2, Budi Priyo Prawoto3, Dian Rivia Himawati4 1 Jurusan Bahasa Inggris, Universitas Negeri Surabaya, Surabaya. E-mail: [email protected]

2 Jurusan Bahasa Inggris, Universitas Negeri Surabaya, Surabaya. E-mail: [email protected] 3 Jurusan Matematika, Universitas Negeri Surabaya, Surabaya. E-mail: [email protected] 4 Jurusan Bahasa Inggris, Universitas Negeri Surabaya, Surabaya. E-mail: [email protected]

*) Alamat Korespondesi: Email: [email protected]

ABSTRACT

Mathematical Olympiad in the last decade has been followed by various countries including Indonesia as a

way to get a prestige, ranging from primary school level to higher education. However, the results of Indonesian

children have not been satisfactory. In fact, elementary students are constrained by their English skills. Researcher

have developed a strategy for effective learning to teach mathematics olympiad in English at primary school level.

This paper is a continuation of the development of the strategy, namely the development of modules mathematics

olympiad elementary level corresponding to the learning strategies that have been developed previously. A module

that consists of 12 chapters, of which each chapter is composed of learning objectives, mathematics materials,

mathematical terms in English, examples of problems in which there are transformations of language and

settlement measures, exercises, and a glossary, has been developed. From the try out results, all students stated

that they gain knowledge of how to resolve an issue in terms of understanding the English language. Moreover,

90% of students feel that the vocabulary and grammar exercises in each chapter can be used to overcome their

language problems eventhough 10% of them said the opposite.

Key Words: Mathematics Olympiad, Module, Development

ABSTRAK

Olimpiade Matematika Internasional pada dekade terakhir ini marak diikuti oleh berbagai negara termasuk

Indonesia sebagai ajang pemerolehan label prestise, mulai dari tingkat sekolah dasar hingga pendidikan tinggi.

Namun, hasil anak-anak Indonesia belum memuaskan. Faktanya, siswa SD terkendala oleh kemampuan bahasa

Inggrisnya. Peneliti telah mengembangkan strategi pembelajaran yang efektif guna membelajarkan soal

olimpiade matematika berbahasa inggris pada tingkat sekolah dasar. Makalah ini merupakan kelanjutan

pengembangan strategi tersebut yaitu pengembangan modul olimpiade matematika tingkat sekolah dasar yang

bersesuaian dengan strategi pembelajaran yang telah dikembangkan sebelumnya. Dengan menggunakan model

pengembangan Plomp, disusun suatu modul yang terdiri dari 12 bab yang masing-masing bab tersusun atas judul

unit, tujuan pembelajaran, materi matematika, istilah matematika dalam bahasa inggris, contoh soal berbahasa

inggris yang didalamnya terdapat transformasi bahasa dan langkah-langkah penyelesaian, latihan soal, dan

glosarium. Dari hasil uji coba, semua siswa menyatakan bahwa mereka mendapatkan pengetahuan bagaimana

mengatasi masalah pemahaman bahasa inggris dalam soal. Ada 10% siswa yang merasa latihan tentang

vocabulary dan grammar di masing-masing bab masih kurang dalam mengatasi masalah kebahasaan.

Kata Kunci: Olimpiade Matematika, Modul, Pengembangan

1. PENDAHULUAN

Keberhasilan soal olimpiade matematika

berbahasa Inggris tidak terlepas dari dua faktor, yaitu

kemampuan siswa memahami unsur-unsur bahasa dan

pemahaman soal matematika secara menyeluruh.

Penelitian terdahulu yang dilakukan pada sebuah

Klinik Pendidikan MIPA yang berkonsentrasi pada

pembelajaran Olimpiade MIPA mengenai pemahaman

terhadap unsur-unsur kebahasaan/linguistics elements

menunjukkan kebanyakan siswa tidak memiliki

pemahaman kebahasaan yang cukup untuk

menyelesaikan soal matematika berbahasa Inggris

(Setiawan :2015). Pemahaman kebahasaan yang

dimaksud adalah pemahaman terhadap unsur-unsur

kebahasaan di tingkat kata, frasa, dan kalimat. Ketika

siswa gagal memahami unsur-unsur kebahasaan pada

tingkat kata, frasa dan kalimat bisa dipastikan mereka

pasti akan gagal memahami soal matematika tersebut.

Selain bahasa ternyata ada faktor lain yang

mempengaruhi keberhasilan siswa mengerjakan soal

matematika, yaitu faktor memahami soal matematika

secara keseluruhan. Pada kasus ini adalah (1)

pemahaman siswa terhadap operasional matematika

atau bahasa teknis matematika, dan (2) transformasi

bahasa verbal menjadi bahasa operasional matematika.

Istilah teknis ini mutlak dipahami untuk mendapatkan

jawaban yang benar.

Faktor ketiga penentu keberhasilan siswa

menyelesaikan soal matematika berbahasa Inggris

adalah kepiawiaaan siswa mengubah bahasa verbal ke

dalam bahasa operasional matematika.

Setiawan dkk., (2015) telah mengembangkan

strategi pembelajaran yang efektif guna

Page 152: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

140

membelajarkan soal olimpiade matematika berbahasa

inggris pada tingkat sekolah dasar. Strategi yang

dikembangkan adalah strategi pre atau whilst working.

Guna mendukung strategi tersebut, maka perlu

dikembangkannya modul pembelajaran untuk

mengatasi permasalahan kebahasaan maupun

pemahaman soal cerita matematika berbahasa Inggris

bagi siswa SD di Indonesia.

2. METODE PENELITIAN

Langkah-langkah yang peneliti lakukan mengikuti

tahapan pengembangan sebagai hasil modifikasi

model pengembangan yang dikemukakan oleh Plomp

(1997), yang disebut model umum pemecahan

masalah pendidikan (The general model of educational

problem solving). Model ini terdiri dari lima tahap,

yakni: Investigasi Awal (Preliminary Investigation),

Desain (Design), Realisasi/Konstruksi

(Realization/Construction), Pengujian, Evaluasi, dan

Revisi (Test, Evaluation, and Revision), Implementasi

(Inplementation).

Kelima tahap tersebut digambarkan oleh Plomp

(1997: 5) sebagai berikut.

Gambar 1. Model Umum Pemecahan Masalah

Pendidikan (Sumber: Plomp, 1997: 5)

Peneliti hanya melakukan empat tahap

pengembangan yaitu sampai pada tahap uji coba,

evaluasi dan revisi. berikut adalah uraian tiah tahapan

yang dilakukan.

1. Investigasi awal

Pada tahap ini, peneliti melakukan investigasi

tentang segala hal yang berkaitan dengan modul

olimpiade matematika, dan lingkungan subjek

penelitian yaitu siswa dan instruktur (guru) KPM

(Klinik Pendidikan Matematika) di Surabaya,

menganalisis siswa, menganalisis kurikulum yang

berlaku, dan melakukan refleksi terhadap realitas

yang ada di sekolah dasar.

2. Desain

Pada tahap ini, peneliti melakukan beberapa

kegiatan, yaitu:

- Menetapkan teori-teori yang melandasi isi dan

konstruksi modul olimpiade matematika

berbahasa inggris untul level sekolah dasar,

serta mencari referensi yang relevan.

- Merancang garis besar isi modul olimpiade

matematika berbahasa inggris untuk level

sekolah dasar yang bersesuaian dengan strategi

pre atau whilst working.

3. Relisasi

Pada tahap ini disusun secara rinci modul

olimpiade matematika berbahasa inggris untuk

level sekolah dasar yang terdiri dari 12 unit yang

masing-masing unit memuat judul unit, tujuan

pembelajaran, materi matematika, istilah

matematika dalam bahasa inggris, contoh soal

berbahasa inggris yang didalamnya terdapat

transformasi bahasa dan langkah-langkah

penyelesaian, latihan soal, dan glosarium.

Dihasilkan prototype 1 modul olimpiade

matematika berbahasa inggris untuk level sekolah

dasar.

4. Uji coba, evaluasi, dan revisi

Tahap ini dimaksudkan untuk memperoleh

prototype final modul olimpiade matematika

berbahasa inggris untuk level sekolah dasar yang

memiliki kualitas baik dan dapat digunakan secara

umum. Kegiatan uji coba dilakukan pada subjek

penelitian yaitu siswa kelas 5 berbakat dan

instruktur di KPM Surabaya. Uji coba modul

dilaksanakan pada tanggal 8 Oktober 2016 pada

kelas berbakat A KPM di SMP Baitussalam

Surabaya.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Telah dikembangkan modul olimiade mateamtika

berbahasa inggris untuk level sekolah dasar yang

terdiri dari 12 unit. Ke-12 unit tersebut masing-masing

adalah sebagai berikut.

Unit 1. bilangan bulat, bilangan rasional dan

representasinya (pecahan, desimal dan

persentase)

Unit 2. pengurutan bilangan, perpangkatan bilangan

Unit 3. pemfaktoran bilangan, FPB, KPK

Unit 4. rasio dan perbandingan

Unit 5. segi tiga (luas, keliling, kesebangunan dan

kekongruenan, garis-garis pada segitiga,

sudut pada segitiga)

Unit 6. segi empat: persegi, persegi panjang, jajaran

genjang, trapesium, layang-layang, belah

ketupat (luas, keliling)

Unit 7. Lingkaran (luas, keliling, juring, tembereng,

sudut pusat dan sudut keliling)

Unit 8. sudut dan ukurannya (garis tranversal)

Unit 9. Bangun ruang: kubus, balok, tabung, prisma

dan limas (luas dan volum)

Unit 10. Rata-rata, rata-rata gabungan

Unit 11. Waktu, operasi hitung satuan waktu

Unit 12. Jarak dan kecepatan

Pada uji coba diperoleh bahwa 100% siswa

menyatakan bahwa mereka mendapatkan pengetahuan

tentang bagaimana mengatasi masalah pemahaman

Preliminary Investigation

Design

Test, Evaluation, and Revision

Realization/Constructing

Imp

lemen

tatio

n

Implementation

Page 153: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

141

bahasa Inggris dalam soal olimpiade matematika

berbahasa Inggris dengan skor 3,6 dari skor maksimal

4. Sedangkan guru memberikan skor 3,2 pada hal yang

sama. Skor 3,5 diberikan oleh siswa untuk pernyataan

bahwa mereka mendapatkan pengetahuan tentang

bagaimana mengatasi masalah kebahasaan dalam soal

olimpiade matematika berbahasa Inggris, sedangkan

guru memberikan skor 3.

Pada pernyataan “Secara umum “Language tasks”

di setiap bab membantu Anda belajar bahasa Inggris

melalui soal olimpiade matematika”, siswa

memberikan skor 3,1. Sedangkan guru, pada

pernyataan yang sama, memberikan skor 3.

Berikut adalah table hasil angket yang diberikan

kepada siswa dan guru. Ada sebanyak 10 siswa dan 5

guru yang mengisi angket tentang modul yang telah

disusun.

Tabel 1. Hasil Angket Siswa

Pernyataan Kriteria

Karakteristik 1 2 3 4

Anda dapat mempelajari modul ini secara mandiri

tanpa guru.

20% 80%

Anda dapat menyelesaikan semua

materi dalam modul ini

dalam waktu yang ditetapkan oleh KPM

20% 40% 40%

Anda mendapatkan

pengetahuan tentang bagaimana mengatasi

masalah kebahasaan

dalam soal olimpiade matematika berbahasa

Inggris

80% 20%

Anda mendapatkan

pengetahuan tentang

bagaimana mengatasi masalah pemahaman

bahasa Inggris dalam soal

olimpiade matematika berbahasa Inggris

100%

Anda termotivasi untuk

mengatasi sendiri masalah kebahasaan

setelah membaca modul

ini

20% 40% 40%

Anda termotivasi untuk

mengatasi masalah

sendiri masalah

pemahaman soal bahasa

Inggris setelah membaca

modul ini

20% 40% 40%

Isi 1 2 3 4

Setiap bab mempunyai

tujuan pembelajaran yang jelas

50% 50%

Materi modul sesuai isi

pelatihan olimpiade matematika di KPM

40% 60%

Materi antar bab

mempunyai keterkaitan yang jelas

30% 70%

Latihan tentang

vocabulary dan grammar di masing-masing bab

membantu Anda

mengatasi masalah

kebahasaan Anda

10% 80% 10%

Pernyataan Kriteria

Latihan tentang pemahaman soal bahasa

Inggris masing-masing

bab Anda memahami soal lain dalam olimpiade

matematika

20% 60% 20%

Penugasan di modul mendorong Anda untuk

mengaitkan isinya

dengan soal-soal olimpiade yang lain

30% 50% 20%

Secara umum “Language

tasks” di setiap bab membantu Anda belajar

bahasa Inggris melalui

soal olimpiade matematika

90% 10%

Bahasa 1 2 3 4

Penggunaan bahasa Inggris mudah dipahami

20% 30% 50%

Susunan kalimat sesuai

dengan kaidah bahasa dan kosakata sesuai

dengan tata bahasa

Bahasa Inggris yang baik dan benar

10% 40% 50%

Petunjuk dan perintah dalam modul mudah

untuk dipahami

20% 40% 40%

Ilustrasi 1 2 3 4 Ilustrasi (gambar, tabel,

dan denah) dalam modul

jelas dan teratur

10% 30% 6%

Ilustrasi dan materi saling

terkait

10% 20% 70%

Ilustrasi dalam modul

tidak bias dengan SARA

100%

Format 1 2 3 4

Modul ini menggunakan jenis dan ukuran huruf

yang sesuai

20% 30% 50%

Format batas (margin) dalam modul ini sudah

sesuai

10% 10% 50% 30%

Alinea dan spasi ditata rapi dan konsisten

20% 20% 60%

Sistem penomoran dalam

modul ini jelas dan teratur

10% 30% 60%

Penggunaan tanda-

tanda/icon yang berupa gambar, cetak tebal, cetak

miring, garis bawah

sudah sesuai

30% 70%

Perwajahan atau cover 1 2 3 4

Sampul (cover) memiliki

daya tarik dan menimbulkan keinginan

untuk dibaca

40% 40% 20%

Ilustrasi pada sampul memberikan gambaran

tentang isi modul

30% 60% 10%

Tabel 2. Hasil Angket Instruktur

Pernyataan Kriteria

Karakteristik 1 2 3 4

Anda dapat mempelajari

modul ini secara mandiri

tanpa guru.

50% 20% 30%

Anda dapat

menyelesaikan semua

materi dalam modul ini

dalam waktu yang

ditetapkan oleh KPM

20% 30% 40% 10%

Page 154: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

142

Pernyataan Kriteria

Anda mendapatkan pengetahuan tentang

bagaimana mengatasi

masalah kebahasaan dalam soal olimpiade

matematika berbahasa

Inggris

50% 50%

Anda mendapatkan

pengetahuan tentang

bagaimana mengatasi masalah pemahaman

bahasa Inggris dalam soal

olimpiade matematika berbahasa Inggris

40% 60%

Anda termotivasi untuk

mengatasi sendiri masalah kebahasaan

setelah membaca modul

ini

30% 40% 30%

Anda termotivasi untuk

mengatasi masalah

sendiri masalah pemahaman soal bahasa

Inggris setelah membaca

modul ini

40% 40% 20%

Isi 1 2 3 4

Setiap bab mempunyai tujuan pembelajaran yang

jelas

80% 20%

Materi modul sesuai isi pelatihan olimpiade

matematika di KPM

40% 40% 20%

Materi antar bab mempunyai keterkaitan

yang jelas

20% 80%

Latihan tentang

vocabulary dan grammar

di masing-masing bab

membantu Anda mengatasi masalah

kebahasaan Anda

40% 40% 20%

Latihan tentang pemahaman soal bahasa

Inggris masing-masing

bab Anda memahami soal lain dalam olimpiade

matematika

20% 60% 20%

Penugasan di modul mendorong Anda untuk

mengaitkan isinya

dengan soal-soal olimpiade yang lain

80% 20%

Secara umum “Language

tasks” di setiap bab

membantu Anda belajar

bahasa Inggris melalui

soal olimpiade matematika

20% 60% 20%

Bahasa 1 2 3 4

Penggunaan bahasa Inggris mudah dipahami

20% 60% 20%

Susunan kalimat sesuai

dengan kaidah bahasa dan kosakata sesuai

dengan tata bahasa

Bahasa Inggris yang baik dan benar

100%

Petunjuk dan perintah

dalam modul mudah untuk dipahami

60% 40%

Ilustrasi 1 2 3 4

Ilustrasi (gambar, tabel, dan denah) dalam modul

jelas dan teratur

40% 60%

Pernyataan Kriteria

Ilustrasi dan materi saling terkait

40% 60%

Ilustrasi dalam modul

tidak bias dengan SARA

20% 40% 40%

Format 1 2 3 4

Modul ini menggunakan

jenis dan ukuran huruf yang sesuai

60% 40%

Format batas (margin)

dalam modul ini sudah sesuai

40% 40% 20%

Alinea dan spasi ditata

rapi dan konsisten

40% 60%

Sistem penomoran dalam

modul ini jelas dan

teratur

20% 60% 20%

Penggunaan tanda-

tanda/icon yang berupa

gambar, cetak tebal, cetak miring, garis bawah

sudah sesuai

40% 60%

Perwajahan atau cover 1 2 3 4 Sampul (cover) memiliki

daya tarik dan

menimbulkan keinginan untuk dibaca

40% 40% 20%

Ilustrasi pada sampul memberikan gambaran

tentang isi modul

20% 60% 20%

4. SIMPULAN

Hasil yang diperoleh pada penelitian ini adalah

modul olimpiade matematika berbahasa inggris untuk

level sekolah dasar yang bersesuaian dengan strategi

pembelajaran pre atau whilst working yang terdiri dari

12 unit dengan susunan pada masing-masing unit

adalah judul unit, tujuan pembelajaran, materi

matematika, istilah matematika dalam bahasa inggris,

contoh soal berbahasa inggris yang didalamnya

terdapat transformasi bahasa dan langkah-langkah

penyelesaian, latihan soal, dan glosarium.

5. DAFTAR PUSTAKA

[1]. Setiawan, Slamet dkk., (2015). Strategi Pembelajaran

Untuk Masalah Kebahasaaan Matematika Dalam

Membelajarkan Soal Olimpiade Matematika

Berbahasa Inggris. Seminar Nasional PPM Unesa.

[2]. Setiawan, Slamet dkk., (2015). Winning International

Mathematic Olympiad Through Creative English

Teachers: Applied Linguistic Perspective. ICELT

2015 University Putera Malaysia.

[3]. Plomp, Tjeerd, (1997). Educational and Training

System Design. Enschede. The Netherlands: University

of Twente. [4]. Abedi, Jamal, and Lord, Carol, (2001). The language

factor in mathematics tests. Applied Measurement in

Education Vol. 14, No. 3, 219-234.

[5]. Astawa, I Wayan Puja, (2007). Model Pembinaan

Olimpiade Matematika Sekolah Dasar Di Propinsi

Bali. Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA

Vol. 40, No. 2, 270-287.

[6]. Dick, Walter & Carey, Lou, (2001). The Systematic

Design of Instruction. South Florida: Harper Collins.

[7]. Hasan Saputra, R. (2003, April 23). Klinik Pendidikan

Matematika. Retrieved April 10, 2014, from Klinik

Pendidikan Matematika web site: kpmseikhlasnya.com

Page 155: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

143

[8]. Neville-Barton, Pip, and Barton, Bill. (2005). The

Relationship between English Language and

Mathematics Learning for Non-native Speakers.

Wellington, New Zealand: Teaching and Learning

Research Initiative.

Page 156: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

144

Page 157: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

145

Maket Multimedia Interaktif untuk Menanamkan Penguasaan Konsep

Lingkungan Sekolah Siswa Tunanetra

Sri Joeda

Jurusan Pendidikan Luar Biasa, FIP, Universitas Negeri Surabaya, Surabaya. Email: [email protected]

Alamat Korespondensi: Email: [email protected]

ABSTRACT

Based on field studies, shows that blind students with visual barriers often have limited movement in its

environment. Vision capabilities are less influential on the activities of their daily lives. Development of interactive

multimedia mockups based orientation and mobility to instill the concept of mastery of the school environment to

seek help overcome the problems of blind students can study with a comfortable, safe and happy, courageous self-

sustainable and sustained hopes to be private successfully undergo daily activities. This development specifically

aims to produce prototype mockups interactive multimedia-based orientation and mobility to instill the concept of

mastery of the school environment on SLB blind students. The research design of this development model of

Educational Research and Development (R & D). As for the manufacture of mock interactive multimedia using

the model ASSURE and produce prototype mockups based interactive multimedia orientation and mobility to instill

mastery of the concept of neighborhood schools on blind students SLB provides the realization of product design,

yaitu1) guide to access the building and the road leading to various places the school environment with the concept

audio programs and writing braille, 2) form of mock multimedia contained directions, 3) the operation of pressing

the button corresponding to a desired destination and is available in a mock building school environment, and 4)

an assessment tool for the mastery of the concept of the environment with an authentic assessment as a success in

orientation and mobility. Then the mockup prototype products based interactive multimedia orientation and

mobility to instill the concept of environmental mastery school blind students produced can be used as an attempt

to introduce social learning environment with an easy, convenient, and fun.

Keywords: mockups interactive multimedia, environment concept mastery.

ABSTRAK

Berdasarkan studi lapangan, menunjukkan bahwa siswa tunanetra penyandang hambatan penglihatan

seringkali mengalami keterbatasan gerakan di dalam lingkungannya. Kemampuan penglihatan yang kurang

berpengaruh terhadap aktivitas kehidupannya sehari-hari. Pengembangan maket multimedia interaktif berbasis

orientasi dan mobilitas untuk menanamkan penguasaan konsep lingkungan sekolah mengupayakan membantu

mengatasi permasalahan siswa tunanetra dapat belajar dengan nyaman, aman dan senang, berani berjalan

mandiri dan harapan berkelanjutan menjadi pribadi sukses menjalani aktivitas sehari-hari. Pengembangan ini

secara khusus bertujuan menghasilkan produk prototipe maket multimedia interaktif berbasis orientasi dan

mobilitas untuk menanamkan penguasaan konsep lingkungan sekolah pada siswa tunanetra SLB. Penelitian

pengembangan ini menggunakan desain model Educational Research Development (R&D). Sedangkan untuk

pembuatan maket multimedia interaktif menggunakan model ASSURE dan menghasilkan produk prototipe maket

multimedia interaktif berbasis orientasi dan mobilitas untuk menanamkan penguasaan konsep lingkungan sekolah

pada siswa tunanetra SLB berisi realisasi rancangan produk, yaitu1) panduan akses bangunan dan jalan menuju

ke berbagai tempat lingkungan sekolah dengan konsep program audio dan tulisan braille, 2) bentuk maket

multimedia yang terdapat petunjuk arah, 3) pengoperasian cara menekan tombol sesuai dengan tempat tujuan

yang dikehendaki dan tersedia dalam maket bangunan lingkungan sekolah, dan 4) alat penilaian untuk

penguasaan konsep lingkungan dengan penilaian autentik sebagai keberhasilan dalam orientasi dan mobilitas.

Kemudian produk prototipe maket multimedia interaktif berbasis orientasi dan mobilitas untuk menanamkan

penguasaan konsep lingkungan sekolah pada siswa tunanetra yang dihasilkan dapat dipergunakan sebagai upaya

mengenalkan lingkungan sosial belajar dengan mudah, nyaman, dan menyenangkan.

Kata kunci: maket multimedia interaktif, penguasaan konsep lingkungan.

1. PENDAHULUAN

Sebagai akibat ketunanetraan yang disandang

bagi siswa, maka pengenalan konsep lingkungan

terhadap dunia luar tidak diperoleh secara utuh.

Individu tunanetra dalam struktur fisiologisnya, dan

pengganti fungsi indera penglihatan dengan indera-

indera lain untuk mempersepsi lingkungannya.

Lowenfeld dalam Lydy Reidmiller, Lauri (2003),

menyatakan bahwa ketunanetraan pada seseorang

dapat mengakibatkan tiga bentuk keterbatasan, yaitu

(1) keterbatasan konsep dan keanekaragaman

pengalaman, (2) keterbatasan dalam berinteraksi

dengan lingkungan, (3) keterbatasan dalam orientasi

dan mobilitas. Dengan demikian siswa penyandang

tunanetra seringkali mengalami keterbatasan gerak di

Page 158: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

146

dalam lingkungannya. Hal tersebut terjadi karena

siswa tunanetra tidak memiliki penguasaan konsep

yang baik terhadap lingkungan sekitar.

Keterkaitan dengan siswa tunanetra pada konsep

lingkungan yang minim, maka berdampak terhadap

kemampuan orientasi dan mobilitas yang dimiliki, dan

hal tersebut berpengaruh negatif terhadap pengenalan

lingkungan di sekitarnya. Bila siswa mengalami

hambatan dalam penguasaan konsep lingkungan, maka

secara otomatis orientasi dan mobilitasnya juga akan

terganggu. Kecenderungan yang terjadi pada siswa

tunanetra menjadi pasif dalam bergerak karena

khawatir akan tersesat atau celaka ketika berjalan di

lingkungan sekitar. Keterbatasan tersebut dialami oleh

setiap individu yang menyandang tunanetra. Di tempat

yang terlalu luas, seperti di lingkungan sekolah,

tunanetra terkadang merasa kebingungan bila berjalan

di lokasi yang jarang diaksesnya. Walaupun yang

bersangkutan mempunyai kemampuan orientasi dan

mobilitas yang dimiliki lumayan baik. Hal ini

ditunjukkan dengan banyaknya aktivitas yang

dilakukan tunanetra di masyarakat secara mandiri.

Namun demikian, ketidakjelasan mengenali konsep

suatu tempat juga dapat membuat kemampuan

orientasi dan mobilitas yang dimiliki oleh tunanetra

tidak banyak membantu.

Orientasi dan mobilitas yang dikenal oleh siswa

tunanetra salah satunya lingkungan sekolah. Sekolah

untuk siswa tunanetra sebagai bagian lingkungan

terdekat kedua selain rumah di samping keluarga.

Selama 8 jam dalam sehari atau bila dipresentasi lebih

kurang 33 % waktu siswa tunanetra dihabiskan pada

lingkungan sekolah. Bahkan bagi siswa tunanetra yang

tinggal di asrama, sekolah justru dianggap sebagai

lingkungan paling utama bagi dirinya dalam

melakukan berbagai aktivitas kehidupan. Di samping

itu dalam kegiatan belajar mengajar guru tidak hanya

memanfaatkan satu ruangan belaka untuk belajar.

Guru sering berpindah kelas atau ruangan saat proses

pembelajaran yang sesuai dengan mata pelajarannya.

Bila siswa tunanetra tidak menguasai konsep

lingkungan sekolah dengan baik, maka tunanetra akan

selalu tertinggal dari temannya atau bahkan

kebingungan saat berjalan menuju tempat yang

dimaksudkan. Oleh karena itu, pengenalan terhadap

lingkungan sekolah merupakan hal yang penting bagi

siswa tunanetra. Hal tersebut sesuai pengembangan

kurikulum pelajaran Orientasi dan Mobilitas yang

salah satu kompetensi dasarnya menyebutkan bahwa

siswa tunanetra mampu berjalan mandiri di ruangan

outdoor maupun indoor.

Dalam mengenalkan lingkungan sekolah kepada

siswa tunanetra guru dapat menggunakan

pembelajaran berbasis lingkungan (environment

learning). Dengan memanfaatkan lingkungan sekolah,

siswa diajak secara langsung memperoleh pemahaman

konsep dan pengalaman yang penting akan benda atau

objek di luar dirinya. Pembelajaran dengan

memanfaatkan lingkungan di luar ruangan kelas

(outdoor) dirasa sesuai bila diterapkan dalam

pembelajaran orientasi dan mobilitas. Dalam

pembelajaran orientasi dan mobilitas, siswa banyak

dilatih melakukan orientasi terhadap suatu objek atau

benda, dan itu dapat dilakukannya pada lingkungan

luar kelas. Melakukan kegiatan belajar mengajar di

luar kelas dapat membentuk siswa lebih mandiri untuk

beraktivitas. Pelatihan mobilitas juga sangat baik bila

dilakukan di luar kelas. Di lingkungan outdoor siswa

tunanetra dilatih untuk menemukan landmark/ciri

medan dan clue atau tanda-tanda yang dapat dijadikan

arahan dalam berjalan.

Temuan lapangan tersebut, didukung dari hasil

wawancara bulan Januari 2015 dengan beberapa siswa

tunanetra mengenai penguasaan konsep terhadap

lingkungan sekolah, menunjukkan bahwa siswa

tunanetra masih bingung ketika berjalan di lingkungan

sekolah yang jarang mereka datangi. Siswa tunanetra

lebih mengenal pada lingkungan di sekitar ruangan

kelasnya. Kelemahan lain pada siswa tunanetra kurang

memahami kondisi semua posisi bangunan dan akses

jalan yang ada di lingkungan sekolah.

Kompleksitas permasalahan siswa tunanetra

dalam penguasaan konsep lingkungan yang rendah

dalam orientasi dan mobilitas mengenai lingkungan

sekolah yang terlalu luas sehingga menyulitkan untuk

memahami kondisi sekolah. Di samping itu informasi

yang diperoleh siswa mengenai lingkungan sekolah

hanya bersifat verbalistis berupa perkataan dari guru

atau teman lainnya. Informasi yang didapat tersebut

bisa jadi dipahami salah oleh siswa tunanetra yang

bersangkutan. Dasar fakta yang ditemukan tersebut

siswa tunanetra mengalami permasalahan dalam

memahami suatu objek yang terlalu luas seperti

lingkungan sekolah.

Untuk mengatasi permasalahan tersebut, ada dua

cara yang harus dilakukan seorang guru. Langkah

pertama yaitu dengan memberikan bekal keterampilan

orientasi dan mobilitas kepada siswa tunanetra.

Dengan keterampilan orientasi dan mobilitas dapat

dijadikan pegangan bagi siswa tunanetra untuk

melakukan berbagai aktivitas di dalam lingkungan

sekolah. Sedangkan langkah kedua yaitu dengan

mengembangkan sebuah media pembelajaran yang

dapat memberikan gambaran tentang lingkungan

sekolah kepada siswa tunanetra. Pengembangan maket

multimedia yang dikemas berbasis teknologi

pembelajaran. Teknologi pembelajaran (instructional

technology) dalam desain, pengembangan,

pemanfaatan, pengelolaan serta evaluasi tentang

proses dan sumber untuk belajar [27]. Teknologi

pembelajaran berupaya untuk merancang,

mengembangkan, dan memanfaatkan aneka sumber

belajar sehingga memudahkan atau memfasilitasi

seseorang untuk belajar di mana saja, kapan saja, oleh

siapa saja, dan dengan cara sumber belajar apa saja

yang sesuai dengan kondisi dan kebutuhannya.

Untuk memilih sebuah media yang tepat bagi

siswa tunanetra, maka terlebih dahulu perlu

memperhatikan karakteristik siswa didik. Tunanetra

merupakan individu yang lebih banyak menggunakan

Page 159: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

147

rabaan dan pendengarannya dalam melakukan

pengamatan. Jadi media yang dihadirkan juga harus

mampu dioptimalkan tunanetra melalui rabaan dan

pendengarannya. Selain itu media yang dipilih juga

harus bisa dikontrol oleh siswa secara langsung serta

mampu menciptakan interaksi antara tunanetra dengan

objek dan pebelajar lainnya. Oleh karena itu media

yang tepat dihadirkan untuk siswa tunanetra guna

menanamkan penguasaan konsep lingkungan sekolah

yaitu berupa multimedia interaktif. Multimedia

interaktif telah banyak digunakan oleh pendidik untuk

meningkatkan prestasi belajar siswa, dan hasilnya

sangat positif. Seperti penelitian yang dilakukan oleh

Nandi (2012)[20] tentang penggunaan multimedia

interaktif dalam pembelajaran geografi di

persekolahan. Hasil yang diperoleh siswa lebih

termotivasi untuk belajar Geografi sehingga hasil

prestasi belajarnya juga meningkat.

Menurut Heinich, Molenda, Russell dan

Smaldino (1999: 229)[12] mengatakan multimedia

merujuk kepada berbagai kombinasi dari dua atau

lebih format media yang terintegrasi ke dalam bentuk

informasi atau program instruksi. Multimedia

interaktif adalah suatu multimedia yang dilengkapi

dengan alat pengontrol yang dapat dioperasikan oleh

pengguna, sehingga pengguna dapat memilih apa yang

dikehendaki untuk proses selanjutnya. Karakteristik

terpenting dari multimedia interaktif adalah siswa

tidak hanya memperhatikan media atau objek saja,

melainkan juga dituntut untuk berinteraksi selama

mengikuti pembelajaran.

Berdasarkan uraian di atas, mengembangkan

maket multimedia interaktif berbasis orientasi dan

mobilitas untuk menanamkan penguasaan konsep

lingkungan sekolah pada siswa tunanetra. Amran,

(1997: 106), menyebutkan bahwa maket adalah bentuk

tiruan tentang sesuatu dalam ukuran kecil. Media

maket memberikan impresi tiga dimensi dari obyek

nyata baik yang hidup maupun tidak. Media maket

atau model sangat membantu mengkomunikasikan

hakikat dari berbagai benda, baik yang terlalu besar,

terlalu luas, terlalu jauh, dan lain-lain.

Keterkaitan maket multimedia interaktif ini

dirancang dengan program audio untuk memberikan

panduan kepada siswa tunanetra menuju ke berbagai

tempat yang ada di lingkungan sekolah. Selanjutnya,

desain maket multimedia interaktif ini dilengkapi

tulisan huruf Braille untuk setiap bangunannya,

sehingga memudahkan siswa tunanetra mengenali

setiap bangunan yang akan dituju pada tempat sekolah

luar biasa. Kelengkapan program audio yang didengar

siswa tunanetra ini sebagai panduan menuju ke

berbagai tempat yang tersedia pada lingkungan

sekolah, dan akan terekam serta diingat dalam otak

siswa untuk dijadikan pengetahuan. Pemahaman

pengetahuan tersebut akan dikonfirmasi oleh siswa

tunanetra melalui rabaan, salah satunya menggunakan

maket multimedia interaktif yang dilengkapi dengan

tulisan huruf braille.

Pengorientasian maket multimedia interaktif

melalui rabaan siswa tunanetra dapat membayangkan

posisi dari masing-masing tempat bangunan tiruan

yang ada di sekolah, sehingga maket tersebut yang

telah diraba sebagai sebuah pemahaman konsep.

Dampak potensi siswa tunanetra setelah memahami

konsep lingkungan sekolah melalui produk maket

multimedia interaktif berbasis orientasi dan mobilitas,

maka mereka dapat performance secara nyata di

lingkungan sekolahnya. Maket multimedia interaktif

ini sebagai alternatif menanamkan konsep lingkungan

sekolah yang dapat dirancang pada lingkungan

(outdoor) yang lebih luas, sehingga siswa tunanetra

dapat dengan mudah memahami kondisi lingkungan

sosialnya. Penegasan Ungar, Blades, dan Spencer,

(1999)[28], menunjukkan bahwa untuk memberikan

penguasaan konsep bagi tunanetra di antaranya

penggunaan peta timbul dan maket dalam

menginformasikan pemahaman belajar akan lebih baik

hasilnya dengan setting lingkungan (outdor) yang

relatif asing bagi tunanetra.

Berdasarkan kondisi tersebut menunjukkan

bahwa, siswa tunanetra mengalami kesulitan dalam

penguasaan konsep lingkungan sekolah, sehingga

berdampak terhadap lemahnya kemampuan orientasi

dan mobilitasnya. Lingkungan sekolah yang terlalu

besar dan luas sangat susah diorientasi oleh siswa

tunanetra secara keseluruhan. Kompleksitas akses

jalan dan posisi bangunan orientasi dipersepsikan

salah oleh siswa tunanetra, sehingga ketika

bermobilitas sering terhambat bahkan salah dalam

menuju tempat yang dikehendaki.

Permasalahan tersebut muncul karena siswa

tunanetra kurang memiliki gambaran/pemetaan yang

sempurna terhadap lingkungan sekolah. Oleh karena

itu pengembangan maket multimedia interaktif dapat

mewakili keberadaan lingkungan sekolah yang dapat

diamati melalui perabaan siswa tunanetra. Selanjutnya

maket multimedia interaktif berbasis orientasi dan

mobilitas sebagai alternatif yang dapat menanamkan

penguasaan konsep mengenai lingkungan sekolah

pada siswa tunanetra. Penggunaan media maket di

Indonesia telah banyak digunakan sebagai media

pembelajaran dengan hasil sangat memuaskan.

Perwujudan hasil menggunakan media maket ini

tidak hanya mengkongkritkan gambaran suatu bentuk

atau lingkungan yang terlalu besar dan luas, akan

tetapi berpotensi memotivasi dan menyenangkan

semangat belajar bagi siswa. Oleh karena itu media

maket yang sudah ada sekarang ini memerlukan

pengembangan menjadi sebuah multimedia interaktif

yang lebih menarik dan memudahkan belajar

memahami konsep bagi siswa tunanetra. Pengupayaan

ini dengan mewujudkan pengembangan sebuah

produk maket multimedia interaktif berbasis orientasi

dan mobilitas untuk menanamkan penguasaan konsep

lingkungan sekolah pada siswa tunanetra. Berdasarkan

uraian tersebut, maka permasalahan dalam penelitian

ini dapat dirumuskan bagaimanakah pengembangan

hasil produk prototipe maket multimedia interaktif

Page 160: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

148

berbasis orientasi dan mobilitas untuk menanamkan

penguasaan konsep lingkungan sekolah pada siswa

tunanetra SLB?

1.1 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian pengembangan ini adalah

menghasilkan produk prototipe maket multimedia

interaktif berbasis orientasi dan mobilitas untuk

menanamkan penguasaan konsep lingkungan sekolah

pada siswa tunanetra SLB.

2. METODE PENELITIAN PENGEMBANGAN

2.1 Pendekatan Dan Jenis Penelitian

Jenis penelitian pengembangan dengan

pendekatan research and development (R&D)

menggunakan model dari Borg and Gall

(1983)[29]. Dalam penelitian ini menghasilkan

produk prototipe maket multimedia interaktif

berbasis orientasi dan mobilitas untuk

menanamkan penguasaan konsep lingkungan

sekolah pada siswa tunanetra SLB. Dalam

pengembangan maket multimedia interaktif

berbasis orientasi dan mobilitas untuk

menanamkan penguasaan konsep lingkungan

sekolah pada yang menjadi subyek penelitian

adalah siswa tunanetra SLB.

2.2 Model Penelitian Dan Pengembangan

Pengembangan maket multimedia

interaktif ini menggunakan desain model ASSURE

yang dikembangkan oleh Smaldino, Sharon E &

Russell, James D (2005)[26], menegaskan bahwa

produk pengembangan tidak saja berupa media

pembelajaran, tetapi dapat berupa prosedur,

instrumen dan proses pembelajaran. Kemudian

model ASSURE sebagai tahapan awal dalam

penelitian menghasilkan produk berupa maket

multimedia interaktif berbasis orientasi dan

mobilitas untuk menanamkan penguasaan konsep

lingkungan sekolah pada siswa tunanetra.

Pengembangan maket multimedia interaktif

berbasis orientasi dan mobilitas untuk

menanamkan penguasaan konsep lingkungan

sekolah pada siswa tunanetra SLB ini

menggunakan model pengembangan Borg and

Gall (1983)[29]. Penyebaran dan implementasi ini

dilakukan apabila produk yang dikembangkan

telah memenuhi standar kelayakan dan produk

akhir yang memiliki hasil baik selama pengujian.

Secara prosedur penelitian dengan model Borg

and Gall (1983)[29].

Berdasarkan gambar di atas bawah maket

multimedia interaktif berbasis orientasi mobilitas

untuk menanamkan penguasaan konsep lingkungan

sekolah pada siswa tunanetra yang dikembangkan

dalam penelitian ini pada tiga tahapan pembuatan

produk prototipe. Artinya melalui tiga tahapan

penelitian pengembangan ini telah menghasilkan

produk akhir prototipe maket multimedia interaktif

berbasis orientasi mobilitas untuk menanamkan

penguasaan konsep lingkungan sekolah siswa

tunanetra sekolah luar biasa.

Jenis data pada pengembangan ini berupa data

deskriptif kualitatif. Data kualitatif berupa (1)

informasi lapangan mengenai program pembelajaran

orientasi dan mobilitas yang diperoleh melalui

wawancara dengan guru SLB-A dan Kepala Sekolah,

(2) informasi mengenai program pembelajaran

orientasi dan mobilitas yang diperoleh melalui

wawancara dengan pihak peserta didik tunanetra, (3)

kajian referensi dari artikel dan buku tentang

pengembangan maket multimedia interaktif berbasis

orientasi dan mobilitas. Teknik pengumpulan data

dalam penelitian ini menggunakan teknik observasi

dan performance hasil pembuatan produk prototipe.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil Pengembangan

3.1.1 Hasil Pengembangan Maket Multimedia

Interaktif Berbasis Orientasi Dan Mobilitas

Untuk Menanamkan Penguasaan Konsep

Lingkungan Sekolah Bagi Tunanetra

Dalam analisis Kebutuhan pembelajaran Orientasi

dan Mobilitas untuk menanamkan penguasaan konsep

lingkungan sekolah bagi tunanetra ini difokuskan pada

pengembangan kurikulum pembelajaran Orientasi dan

Mobilitas. Salah satu kompetensi dasar dalam

pembelajaran Orientasi dan Mobilitas menyebutkan

bahwa siswa tunanetra mampu berjalan mandiri di

ruangan outdoor maupun indoor. Dalam mengenalkan

lingkungan sekolah kepada siswa tunanetra guru dapat

menggunakan pembelajaran berbasis lingkungan

(environment learning). Dengan memanfaatkan

lingkungan sekolah, siswa diajak secara langsung

memperoleh pemahaman konsep dan pengalaman

yang penting akan benda atau objek di luar dirinya.

Pembelajaran dengan memanfaatkan lingkungan di

luar ruangan kelas (outdoor) dirasa sesuai bila

diterapkan dalam pembelajaran orientasi dan

mobilitas. Dalam pembelajaran orientasi dan

mobilitas, siswa banyak dilatih melakukan orientasi

terhadap suatu objek atau benda, dan itu dapat

dilakukannya pada lingkungan luar kelas. Melakukan

kegiatan belajar mengajar di luar kelas dapat

membentuk siswa lebih mandiri untuk beraktivitas.

Pelatihan mobilitas juga sangat baik bila dilakukan di

luar kelas. Di lingkungan outdoor siswa tunanetra

dilatih untuk menemukan landmark/ciri medan dan

clue atau tanda-tanda yang dapat dijadikan arahan

dalam berjalan.

Untuk mencapai tujuan dari pengembangan maket

multimedia interaktif berbasis orientasi dan mobilitas

untuk menanamkan penguasaan konsep lingkungan

sekolah bagi tunanetra diperlukan langkah-langkah

sebagai berikut.

1. Asesmen

Dalam pengembangan orientasi dan mobilitas

asesmen adalah metode yang sistimatis untuk

mengetahui tentang:

Page 161: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

149

a. Apa yang sudah dikuasai

b. Apa yang belum dikuasai

c. Apa yang dibutuhkan

Materi pengembangan yang sudah diketahui dan

materi yang belum diketahui, tapi tidak dibutuhkan

maka materi tersebut tidak perlu diprogramkan dan

materi yang belum dikuasai dan dibutuhkan itu saja

yang perlu diprogramkan untuk dilatihkan pada

tunanetra.

2. Menetapkan prioritas materi latihan

Berdasarkan hasil asesmen, materi yang belum

diketahui mungkin lebih dari satu maka guru harus

memilih materi yang mana yang perlu lebih dulu untuk

dilatihkan.

3. Menetapkan tujuan latihan

Setelah ditetapkannya materi yang dilatihkan,

maka guru menyusun dan menetapkan tujuan yang

akan dicapai. Tujuan harus memiliki unsur:

A= Audiens maksudnya siapa yang akan mencapai

tujuan

B= Behavior adalah perilaku yang harus ditunjukkan

C= Condition pada saat kondisi apa perilaku itu

ditampilkan/ditunjukkan oleh (audiens)

D=Degree (Derajat) sebagai kriteria bahwa tingkah

laku yang ditampilkan (performance behavior)

menerangkan telah berhasil menguasai pengetahuan

dan keterampilan dan diajarkan.

Berdasarkan tujuan di atas dalam mengembangkan

produk maket multimedia berbasis orientasi dan

mobilitas wacananya pada area lingkungan sekolah

dengan kondisi berwujud bangunan dan ruangan yang

digunakan sebagai aktivitas pembelajaran. Berikut ini

gambaran ruangan-ruangan dan area yang dijadikan

aktivitas lingkungan sekolah sebagai rancangan arah

orientasi dan mobilitas untuk pembuatan maket

multimedia interaktif.

a. Ruang kelas

b. Ruang Guru

c. Ruang Kepala sekolah

d. Ruang Kesenian.

e. Laboratorium Komputer.

f. Ruang Perpustakaan.

g. Mushola.

h. Gedung Serba Guna.

i. Area Lapangan untuk pembelajaran olahraga.

j. Asrama putri

k. Asrama putra

l. Kamar Kecil atau toilet

m. Halaman sekolah

n. Gudang

o. Rumah penjaga sekolah

Pengembangan maket multimedia interaktif yang

digunakan untuk membimbing penyandang tunanetra

dalam berorientasi dan mobilitas sebagai upaya

menanamkan konsep lingkungan sekolah melalui

tahapan berikut ini (Borg and Gall, 1983)[29].

Gambar 1. Landscape Maket Lingkungan Sekolah

Gambar 2. Perangkat Program Audio Dalam Tempat

Bangunan Maket

Dalam mengoperasikan perangkat program audio

dalam maket multimedia interaktif ini tunanetra

menekan tombol yang telah disediakan dalam tempat

bangunan. Di samping itu maket multimedia interaktif

dilengkapi dengan teks braille yang dapat

mempermudah dan membantu penyandang tunanetra

mengenali setiap gedung yang akan dituju.

Di bawah ini gambaran akhir produk prototipe

maket multimedia interaktif untuk menanamkan

konsep lingkungan sekolah bagi siswa tunanetra

sekolah luar biasa.

Page 162: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

150

Gambar. 3. Maket Multimedia Interaktif Berbasis

Orientasi dan Mobilitas

Produk yang dihasilkan dari penelitian

pengembangan ini adalah produk prototipe maket

multimedia interaktif berbasis orientasi dan mobilitas

sebagai upaya menanamkan penguasaan konsep

lingkungan sekolah pada siswa tunanetra SLB. Maket

multimedia interaktif berbasis orientasi dan mobilitas

ini dikembangkan untuk memberikan kebermanfaatan

bagi siswa tunanetra untuk mengenalkan lingkungan

sekolah luar biasa. Maket multimedia interaktif ini

dikonsep dengan program audio yang berisi panduan

akses jalan ke berbagai tempat yang ada di lingkungan

sekolah. Dalam memahami masing-masing bangunan

pada maket diberikan dengan menggunakan

keterangan yang berwujud tulisan huruf braille ini

berfungsi sebagai perantara untuk memberikan

gambaran tentang lingkungan sekolah.

Adapun produk maket multimedia interaktif

berbasis orientasi dan mobilitas untuk menanamkan

penguasaan konsep lingkungan sekolah pada siswa

tunanetra, sebagai berikut:

1. Panduan akses bangunan dan jalan menuju

keberbagai tempat lingkungan sekolah dengan

konsep program audio dan tulisan braille.

2. Bentuk maket multimedia yang terdapat petunjuk

arah.

3. Pengoperasian dengan cara menekan tuts sesuai

dengan tempat tujuan yang dikehendaki dan

tersedia pada maket bangunan lingkungan

sekolah.

4. Alat penilaian untuk penguasaan konsep

lingkungan dengan penilaian autentik sebagai

keberhasilan dalam orientasi dan mobilitas

3.2 Pembahasan

Sudjana dan Rifai (2005)[30] mengemukakan

bahwa maket atau model adalah tiruan tiga dimensi

dari beberapa benda nyata yang terlalu besar, terlalu

jauh, terlalu kecil, terlalu mahal, terlalu jarang, atau

terlalu ruwet untuk dibawa ke dalam kelas dan

dipelajari peserta didik dalam wujud aslinya. Dari

pandangan tersebut dapat dipahami bahwa model

(maket) sebagai bahan ajar tiga dimensi adalah tiruan

benda nyata untuk menjembatani berbagai kesulitan

yang bisa ditemui, apabila menghadirkan objek atau

benda tersebut langsung ke dalam kelas. Dengan

demikian, nuansa asli dari benda tersebut masih bisa

dirasakan oleh peserta didik tanpa mengurangi struktur

aslinya, sehingga pembelajaran menjadi lebih

bermakna.Konsep maket ini sebagai benda tiruan tiga

dimensi yang dibuat guna mewakili kehadiran benda

asli yang terlalu besar, terlalu kecil, terlalu jauh, dan

terlalu luas, sehingga dapat diamati secara langsung

oleh siswa tunanetra melalui rabaannya.

Sedangkan multimedia dipertegas oleh Niken

dan Dany (2010;11)[4] mengutip definisi multimedia

dalam Turban, dkk (2002), multimedia adalah

kombinasi dari paling sedikit dua media input atau

output. Media ini dapat berupa audio (suara, musik),

animasi, video, teks, grafik dan gambar. Selanjutnya

pengertian lain yang dikemukakan oleh Zeembry

(2008)[31],menjelaskan bahwa Multimedia (sebagai

kata sifat) adalah media elektronik untuk menyimpan

dan menampilkan data-data multimedia. Berdasarkan

definisi-definisi tersebut maka dapat disimpulkan

bahwa multimedia adalah perpaduan dari dua media

yang dapat berupa audio (suara, musik), animasi,

video, teks, grafik ataupun gambar yang dimanfaatkan

sebagai penyampai pesan kepada publik.

Multimedia interaktif sebagai suatu

multimedia yang dilengkapi dengan alat pengontrol

yang dapat dioperasikan oleh tunanetra, dengan cara

memilih apa yang dikehendaki untuk proses mobilitas

selanjutnya. Multimedia interaktif menggabungkan

dan mensinergikan semua media yang terdiri dari: a)

teks; b) grafik; c) audio; dan d) interaktivitas (Bonk,

Curtis J and Graham, Charles R. 2006)[6]. Pemanfaatan

teknologi multimedia pembelajaran interaktif yaitu

sebagai salah satu sarana pembelajaran bagi siswa

tunanetra, mempunyai beberapa kekuatan dasar, yang

dikemukakan oleh Phillips dalam (Bonk, Curtis J and

Graham, Charles R. 2006)[6], yaitu.

a. Mixed media

Dengan menggunakan teknologi

multimedia, berbagai media konvensional yang

ada dapat diintegrasikan ke dalam satu jenis media

interaktif, seperti media teks (papan tulis), audio,

video, yang jika dipisahkan dapat membutuhkan

lebih banyak media.

b. User control

Teknologi multimedia memungkinkan

pengguna untuk menelusuri materi ajar, sesuai

dengan kemampuan dan latar belakang

pengetahuan yang dimilikinya.

c. Simulasi dan visualisasi

Simulasi dan visualisasi merupakan fungsi

khusus yang dimiliki oleh multimedia interaktif,

sehingga dengan teknologi animasi, simulasi dan

visualisasi komputer, pengguna akan

mendapatkan infromasi yang lebih nyata dari

informasi yang bersifat abstrak. Dalam beberapa

kurikulum dibutuhkan pemahaman yang

kompleks, abstrak, proses dinamis dan

mikroskopis, sehingga dengan simulasi dan

visualisasi peserta didik akan dapat

Page 163: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

151

mengembangkan mental model dalam aspek

kognitifnya. Tapi bagi siswa tunanetra fungsi

simulasi lebih ditekankan karena siswa dapat

mencoba secara langsung dalam pemanfaatan

media.

d. Gaya belajar yang berbeda

Multimedia interaktif mempunyai potensi

untuk mengakomodasi pengguna dengan gaya

belajar yang berbeda-beda. Nandi (2012)[20],

mengemukan enam kriteria untuk menilai

multimedia interaktif, yaitu: (1) kemudahan

navigasi, (2) kandungan kognisi, (3) presentasi

informasi, (4) integrasi media, (5) artistik dan

estetika, dan (6) mempunyai fungsi secara

keseluruhan.

Kompleksitas permasalahan siswa tunanetra

dalam penguasaan konsep lingkungan yang rendah

dalam orientasi dan mobilitas mengenai lingkungan

sekolah yang terlalu luas sehingga menyulitkan untuk

memahami kondisi sekolah. Di samping itu informasi

yang diperoleh siswa mengenai lingkungan sekolah

hanya bersifat verbalistis berupa perkataan dari guru

atau teman lainnya. Informasi yang didapat tersebut

bisa jadi dipahami salah oleh siswa tunanetra yang

bersangkutan. Dasar fakta yang ditemukan tersebut

siswa tunanetra mengalami permasalahan dalam

memahami suatu objek yang terlalu luas seperti

lingkungan sekolah.

Untuk mengatasi permasalahan tersebut, ada

dua cara yang harus dilakukan seorang guru. Langkah

pertama yaitu dengan memberikan bekal keterampilan

orientasi dan mobilitas kepada siswa tunanetra.

Dengan keterampilan orientasi dan mobilitas dapat

dijadikan pegangan bagi siswa tunanetra untuk

melakukan berbagai aktivitas di dalam lingkungan

sekolah. Sedangkan langkah kedua yaitu dengan

mengembangkan sebuah media pembelajaran yang

dapat memberikan gambaran tentang lingkungan

sekolah kepada siswa tunanetra. Pengembangan maket

multimedia yang dikemas berbasis teknologi

pembelajaran. Teknologi pembelajaran (instructional

technology) dalam desain, pengembangan,

pemanfaatan, pengelolaan serta evaluasi tentang

proses dan sumber untuk belajar [27]. Teknologi

pembelajaran berupaya untuk merancang,

mengembangkan, dan memanfaatkan aneka sumber

belajar sehingga memudahkan atau memfasilitasi

seseorang untuk belajar di mana saja, kapan saja, oleh

siapa saja, dan dengan cara sumber belajar apa saja

yang sesuai dengan kondisi dan kebutuhannya.

Lahav, O and Mioduser, D. (2002)[17],

menyebutkan orientasi adalah kemampuan untuk

memahami hubungan antara satu objek dengan objek

yang lain; penciptaan dari suatu pola mental dari

lingkungan. Sedangkan mobilitas yang dimaksud

adalah mencakup perolehan keterampilan dan teknik

yang menjadikan orang-orang yang memiliki

hambatan penglihatan dapat bepergian lebih mudah di

lingkungannya. Pelatihan mobilitas mencakup

perolehan keterampilan dan teknik yang menjadikan

orang-orang yang memiliki hambatan penglihatan

dapat bepergian lebih mudah di lingkungannya. Dalam

orientasi dan mobilitas, konsep arah dan jarak

merupakan dua hal penting yang harus dimengerti oleh

siswa tunanetra. Karena dengan memahami konsep

arah dan jarak, maka siswa tunanetra akan dapat

bermobilitas secara tepat dan efektif. Tepat dalam arti

siswa dapat mencapai tempat tujuan sesuai dengan

yang dikehendakinya. Sedangkan efektif artinya siswa

dapat sampai ke tempat tujuan yang diinginkan dengan

selamat serta dengan waktu yang singkat.

Pemahaman konsep mengenai arah mata

angin sangat berguna untuk membangun kemandirian

siswa tunanetra dalam melakukan orientasi dan

mobilitas di lingkungan sekolah. Konsep ini

memberikan dan menanamkan pemahaman kepada

siswa tentang delapan penjuru arah mata angin dan

cara menentukan sudut yang dibentuk oleh arah mata

angin tertentu. Arah mata angin bagi tunanetra dirasa

sangat penting untuk diketahui dan dipahami melalui

praktik langsung. Namun untuk siswa tunanetra yang

masih tergolong anak-anak, konsep kiri, kanan, depan,

dan belakang merupakan konsep arah yang perlu

dikenalkan terlebih dahulu.

Konsep jarak juga harus dipahami dengan

baik oleh siswa tunanetra. Konsep jarak ini penting

dipahami agar siswa mampu memperkirakan jarak

yang akan dia tempuh untuk menuju ke suatu tempat

yang dikehendakinya. Dalam berorientasi dan

mobilitas ukuran jarak pada umumnya

mempergunakan yaitu meter, depa, dan langkah kaki.

Akan tetapi, untuk memudahkan siswa tunanetra

terhadap konsep jarak, maka cukup menggunakan

patokan langkah kaki.

Namun, di samping konsep arah dan jarak,

ada satu hal penting lagi yang harus dipahami oleh

siswa tunanetra ketika ingin mengenal lingkungan

sekolah dengan baik. Hal itu adalah penguasaan

konsep mengenai lingkungan sekolah yang terbayang

dalam pemikiran siswa tunanetra. Untuk menanamkan

penguasaan konsep dalam pemikiran siswa tunanetra

tidaklah mudah. Bagi siswa yang mengalami

ketunanetraan sejak lahir, mereka miskin akan konsep

sehingga sulit untuk menggambarkan suatu objek.

Apalagi bila objek yang digambarkan tersebut hanya

diinformasikan melalui bahasa verbal. Begitu pula

pada siswa yang mengalami ketunanetraan pasca

melihat, konsep yang mereka miliki belum dapat

mendukung penciptaan pemetaan kognisi mereka

terhadap obyek lingkungan yang terlalu luas. Oleh

karena itu perlu adanya sebuah media yang berbentuk

konkret untuk penggambaran lingkungan sekolah yang

dapat diamati secara langsung oleh siswa tunanetra

melalui pendengaran dan rabaannya.

4. SIMPULAN

Di bawah ini kesimpulan yang menunjukkan

pengembangan maket multimedia interaktif berbasis

orientasi dan mobilitas untuk menanamkan

Page 164: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

152

penguasaan konsep lingkungan sekolah pada siswa

tunanetra, yaitu menghasilkan produk prototipe maket

multimedia interaktif berbasis orientasi dan mobilitas

untuk menanamkan penguasaan konsep lingkungan

sekolah pada siswa tunanetra yang terdiri dari. a)

panduan akses bangunan dan jalan menuju keberbagai

tempat lingkungan sekolah dengan konsep program

audio dan tulisan braille, b) bentuk maket multimedia

yang terdapat petunjuk arah, c) pengoperasian dengan

cara menekan tuts sesuai dengan tempat tujuan yang

dikehendaki dan tersedia pada maket bangunan

lingkungan sekolah, dan d) alat penilaian untuk

penguasaan konsep lingkungan dengan penilaian

autentik sebagai keberhasilan dalam orientasi dan

mobilitas

5. REFERENSI [1]. Adri, Muhammad. (2007). Strategi Pengembangan

Multimedia Instructional Design. http:// ilmu

komputer.com. diakses pada tanggal 16 oktober 2014.

[2]. Aldridge, J; Goldman, R. (2002). Current Issues and

Trends in Education. Boston : A. Pearson Education

Company.

[3]. Anderson, Ronald. (1994). Pemilihan dan

Pengembangan Media untuk Pembelajaran.

Diterjemahkan oleh Yusuf Hadi Miarso, dkk dari buku

aslinya: Selecting And Developing Media for

Instruction. Jakarta : Penerbit Raja Grafindo Persada.

[4]. Ariyani, Niken, dkk. (2010). Pembelajaran

Multimedia di Sekolah: Pedoman Pembelajaran

Inspiratif. Konstruktif dan Prospektif. Jakarta:

Prestasi Pustaka.

[5]. Bahri (2008). Pengertian Konsep Menurut Para

Ahli. http://Satria 2008,diakses pada tanggal 15

oktober 2014.

[6]. Bonk, Curtis J and Graham, Charles R. (2006). The

Handbook Of Blended Learning. San Fransisco:

Published by Pfeiffer, by John Wiley & Sons, Inc.

[7]. Borg, W.R. and Gall, M.D. (1983). Educational

Research: An Introduction. London: Longman, Inc.

[8]. Cole, P.& Lorna, Chan. 1990. Methods and

Strategies for Special Education. Sydney : Prentice

Hall Ltd.

[9]. Effendi (2009). “Definisi Pemahaman Konsep”.

http://www.usershare.net.diakses tanggal 18 Oktober

2014

[10]. Hadi, Purwaka. (2005). Kemandirian Tunanetra.

Jakarta: Depdiknas.

[11]. Heinich. Molenda. Russel. (1982). Instuctional

Media And The New Technologies Of

Instruction. Printed I the United State Of America.

[12]. Heinich, Molenda, Russell dan Smaldino. (1999).

Instructional Technology and Media for Learning.

Ohio, Columbus: by Pearson Education, Inc.

[13]. Asrulbakri. (2010). Langkah-langkah Pembelajaran

Multimedia Interaktif. MEDTEK Jurnal. Diakses

tanggal 18 Oktober 2014

[14]. Husamah, (2014). Pembelajaran Bauran (Blended

Learning). Terampil Memadukan Keunggulan

Pembelajaran Face To Face, E-Learning Offline-

Online dan Mobile Learning. Penerbit Prestasi

Pustakaraya, Jakarta Indonesia.

[15]. Husamah, (2013). Pembelajaran Luar Kelas

(Outdoor Learning) Ancangan Strategis

Mengembangkan Metode Pembelajaran Yang

Menyenangkan, Inovatif dan Menantang. Penerbit

Prestasi Pustakaraya, Jakarta Indonesia.

[16]. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. (2014).

Program Pengembangan Kekhususan Pedoman

Pengembangan Orientasi Mobilitas, Sosial dan

KOmunikasi Untuk Peserta didik Tunanetra.

Dirjen Pendidikan Dasar : Jakarta.

[17]. Lahav, O and Mioduser, D. (2002). Multisensory

virtual environment for supporting blind persons’

acquisition of spatial cognitive mapping,

orientation, and mobility skills. Hungary: Intl Conf.

Disability, Virtual Reality & Assoc. Tech., Veszprém.

[18]. Mercer, Cecil D & Mercer Ann R. (1993). Teaching

Student with Learning Problems. Ohio: Published

by Merrill Publishing Company,A Bell & Howell

Information Company.

[19]. Mukhtar, dan Iskandar. (2012). Desain Pembelajaran

Berbasis TIK. Jakarta : Penerbit Referensi.

[20]. Nandi (2012). Penggunaan Multimedia Interaktif

Dalam Pembelajaran Geografi Di Persekolahan. Jurnal. Diakses tanggal 18 Oktober 2014

[21]. Nurjannah (2006). Pengertian Konsep Menurut

Para Ahli. http://Satria2008.diakses pada tanggal 19

oktober 2014

[22]. Pranata, Moeljadi. 2010. Teori Multimedia

Instruksional. Malang : Universitas Negeri Malang.

[23]. Rogow. (2005). A Developmental Model Of Disabilities. .

Journal of Counseling and Development Vol 20 - No. 2.

[24]. Schwiebert, L Valerie; Karen A. Sealander and Jean L.

Dennison. (2002). Strategies for Counselors

Working With High School Students With High

School Students With Attention-

Deficit/Hyperactivity Disorder. Journal of

Counseling and Development Volume 80 Number 1

Winter: 3-10.

[25]. Schalfer, Charles. (2000). Bagaimana Membimbing,

Mendidik dan Mendisiplinkan Anak Secara

Efektif, (terjemahan R. Tarman Sirait). Jakarta:Radar

Jaya Ofset.

[26]. Smaldino, Sharon E & Russell, James D. (2005).

Instructional Technology and Media for Learning.

Ohio, Columbus: by Pearson Education, Inc.

[27]. Barbara B. Seels, Rita . Richey. (1994).

Instructiuonal Technology: The Definition and

Domains of The Field. AECT Washington DC

[28]. Blades, M., Ungar, S., & Spencer, C. (1999). Map

using by adults with visual impair- ments.

Professional Geographer, 51, 539–553

[29]. Borg, W. R. & Gall, M. D. (1983). Educational

research: An introduction (4ed.). New York:

Longman.

[30]. Sudjana, Nana., dan Rivai, Ahmad., (2005). Media

Pengajaran. Bandung: Sinar Baru Algensindo

[31]. Zeembry. (2005). 123 Tip & Trik. Jakarta: PT Elex

Media Komputindo.

Page 165: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

153

Penerapan Model Pembelajaran Inkuiri untuk Meningkatkan Hasil

Belajar dan Ketuntasan Belajar Materi Listrik Siswa Kelas VI SD-

SMP Satu Atap Singosari Malang

Titin Sunarti1*), Endang Susantini2, Beni Setiawan3 1 Jurusan Fisika, Universitas Negeri Surabaya, Surabaya. E-mail: [email protected]

2 Jurusan Biologi, Universitas Negeri Surabaya, Surabaya. E-mail: [email protected] 3 Jurusan IPA, Universitas Negeri Surabaya, Surabaya. E-mail: [email protected]

*) Alamat Korespondesi: Email: [email protected].

ABSTRACT

The purpose of this study is to improve student learning outcomes Primary and Junior Secondary One Roof

Singosari Malang and describe the students' response to the implementation of inquiry learning model. Object of

this research is 31 students of class VI in Electrical matter. This type of research is pre-experimental, by applying

One Group Pre-test and Post-test design. Questionnaire method used to obtain the student response data includes

the aspect of assurance, relevance, interest, assessment, and satisfication. Test results for the Electrical matter

were obtained that learning outcomes and student responses were analyzed by quantitative analysis techniques

descriptive. Student learning outcomes on average experienced a modest increase (gain score of 0.65). The

thoroughness of the average student learning outcomes increased by 87.10%. Student responses on assurance

aspects: 72.58, relevance: 89.74, interest: 85.54, assessment: 90.32, and satisfication: 96.06. The average student

responses on all aspects of the show 86.85% of students satisfied with the implementation of inquiry learning

model.

Key Words: SD-SMP One Roof, Inquiry Model

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan hasil belajar siswa SD-SMP Satu Atap Singosari Malang

dan mendeskripsikan respon siswa terhadap penerapan model pembelajaran inkuiri. Penelitian penerapan ini

dilaksanakan mengikuti One Group Pretest and Posttest Design. Obyek penelitian ini adalah 31 siswa kelas VI

pada materi Listrik. Metode angket digunakan untuk mendapatkan data respon siswa yang ditinjau dari aspek

assurance, relevance, interest, assessment, dan satisfication. Data hasil belajar dan respon siswa dianalisis

dengan teknik analisis deskripstif kuantitatif. Hasil belajar siswa rata-rata mengalami peningkatan sedang (gain

skor 0,65). Ketuntasan hasil belajar rerata siswa meningkat sebesar 87,10%. Respon siswa pada aspek assurance:

72,58, relevance: 89,74, interest: 85,54, assessment: 90,32, dan satisfication: 96,06. Rata-rata respon siswa pada

semua aspek menunjukkan 86,85% siswa puas terhadap penerapan model pembelajaran inkuiri.

Kata kunci: SD-SMP Satu Atap, Model inkuiri

1. PENDAHULUAN

Karakteristik Kurikulum 2013 adalah

penggunaan pendekatan saintifik (scientific approach)

dalam proses pembelajaran di sekolah[1]. Tujuan

penggunaan pendekatan saintifik yang dalam

pembelajaran adalah agar siswa dapat lebih aktif

dalam menemukan konsep sehingga mendapatkan

pemahaman yang lebih baik daripada memperoleh

konsep dengan cara diberitahu secara langsung oleh

guru. Keterlibatan siswa menemukan konsep dapat

mengembangkan keterampilan dan sikap untuk

membangun pemahaman yang bermakna dan logis[2].

Pembelajaran pada Kurikulum 2013 menuntut

siswa untuk terlibat aktif dalam memperoleh konsep-

konsep materi dan menyelesaikan permasalahan yang

ditemukan. Pembelajaran yang sesuai untuk

memfasilitasi siswa terlibat aktif menemukan konsep

materi secara ilmiah salah satunya ialah pembelajaran

berbasis inkuiri. Inkuiri adalah suatu pendekatan

inovatif dalam pembelajaran yang menekankan

kegiatan siswa untuk mengembangkan pengetahuan

ilmiah dan pemahaman tentang bagaimana ilmuan

bekerja[3].

Inkuiri membantu siswa mengembangkan

intelektual dan proses keterampilan ilmiah[4]. Inkuiri

meningkatkan sikap ilmiah siswa pada kelas fisika,

berbeda dengan hasil pengamatan kelas fisika yang

tidak berbasis inkuiri[5]. Pembelajaran inkuiri memberi

kesempatan siswa untuk mengembangkan keahlian

sesuai yang dibutuhkan di kehidupan, melakukan

aktivitas untuk mendapatkan pemahaman lebih jelas,

dan mencari solusi sekarang dan akan datang[6].

Pembelajaran menggunakan inkuiri dapat mengurangi

kejenuhan siswa dan membuat siswa lebih menikmati

proses pembelajaran karena siswa lebih leluasa

memutuskan melakukan sesuatu saat terlibat dalam

pembelajaran[7].

Hasil studi di sekolah dasar menunjukkan bahwa

pembelajaran IPA berbasis inkuiri mendapat

peningkatan respon baik sebesar 33,4%[8]. Hasil studi

lainnya melaporkan bahwa penerapan model

pembelajaran inkuiri dapat meningkatkan prestasi

Page 166: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

154

belajar siswa dengan nilai gain yang dinormalisasi

sebesar 0,75[9]. Penerapan model pembelajaran inkuiri

dapat meningkatakan hasil belajar dan ketuntasan

belajar siswa pada mata pelajaran IPA Sekolah

Dasar[10].

SD-SMP Satu Atap Singosari, Malang

merupakan sekolah yang menerapkan Kurikulum

2013. Penerapan model pembelajaran inkuiri di SD-

SMP Satu Atap Singosari diharapkan dapat

meningkatkan hasil belajar siswa. Penelitian ini

bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar siswa

kelas VI SD pada materi listrik dan mendeskripsikan

respon siswa terhadap penerapan model pembelajaran

inkuiri.

2. METODE

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen

yang mengikuti desain pre-eksperimen yang

menggunakan desain kelompok tunggal dangan pretes

- postes. Objek penelitian adalah 31 siswa kelas VI SD

Satu Atap Singosari, Malang.

Hasil Pretest-post test di analisis secara kuantitatif

kemudian dihitung skor normalized gain dengan

rumus:

SpreS

SpreSpostg

max............ (1)

Keterangan:

1. Spost = Nilai postes

2. Spre = Nilai pretes

3. Smax = Nilai Maksimal

Tabel 1. Kriteria Normalized Gain

Skor N-Gain Kriteria N-Gain

0,70 < N-Gain Tinggi

0,30 < N-Gain Sedang

N-Gain < 0,30 Rendah

Peningkatan ketuntasan hasil belajar siswa

ditentukan dengan rumus:

𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑖𝑠𝑤𝑎 𝑡𝑢𝑛𝑡𝑎𝑠 𝑝𝑜𝑠𝑡 𝑡𝑒𝑠𝑡 − 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑖𝑠𝑤𝑎 𝑙𝑢𝑙𝑢𝑠 𝑝𝑟𝑒 𝑡𝑒𝑠𝑡

𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑖𝑠𝑤𝑎× 100%

Hasil respon siswa dianalisis secara kuantitatif

berdasarkan aspek assurance, relevance, interest,

assessment, dan satisfication.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Skor N-Gain diperoleh dari hasil analisis nilai pre

test dan post test siswa. Skor dan Kriteria N-Gain

siswa disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Skor dan Kriteria N-Gain Siswa

Rata-rata skor N-Gain dari 31 siswa adalah 0,65

tergolong sedang dengan rincian 10 siswa

mendapatkan kriteria N-Gain rendah, 18 siswa

mendapatkan kriteria N-Gain sedang, dan 3 siswa

mendapatkan kriteria N-Gain tinggi. Data di atas

menunjukan bahwa model pembelajaran inkuiri

membantu siswa meningkatkan hasil belajarnya pada

bab Listrik. Fakta adanya peningkatan hasil belajar

siswa setelah menggunakan model pembelajaran

inkuiri yang diperoleh sesuai dengan hasil penelitian

dari Khasanah[9]; dan Damayanti [10], yakni model

pembelajaran inkuiri dapat meningkatkan hasil belajar

siswa.

Terdapat 3 siswa mendapatkan N-Gain tinggi, 1

siswa N-Gain rendah, dan 27 siswa N-Gain sedang.

siswa yang mendapatkan N-Gain rendah adalah siswa

No. absen 13 dengan N-Gain 0,20. Siswa No. absen 13

mendapatkan skor pretes 75 dan skor postes 85.

Meskipun memiliki N-Gain rendah, namun siswa

tersebut dinyatakan tuntas pada pretes dan postes.

Ketuntasan hasil belajar siswa pada pretes dan

postes disajikan pada Gambar 1.

No. Absen N-Gain Kriteria

1 0,45 sedang

2 0,55 sedang

3 0,69 sedang

4 0,63 sedang

5 0,62 sedang

6 0,69 sedang

7 0,64 sedang

8 0,64 sedang

9 0,64 sedang

10 0,69 sedang

11 0,75 tinggi

12 0,69 sedang

13 0,20 rendah

14 0,53 sedang

15 0,67 sedang

16 0,60 sedang

17 0,69 sedang

18 0,73 tinggi

19 0,62 sedang

20 0,64 sedang

21 0,75 tinggi

22 0,80 sedang

23 0,64 sedang

24 0,69 sedang

25 0,62 sedang

26 0,54 sedang

27 0,62 sedang

28 0,63 sedang

29 0,60 sedang

30 0,79 sedang

31 0,75 sedang

Rata-rata 0,65 sedang

Page 167: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

155

Gambar 1. Ketuntasan Hasil Belajar Siswa pada Pretes

dan Postes

Data Jumlah Siswa Tuntas Pretes dan Postes

disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2. Jumlah Siswa Tuntas Pretes dan Postes

Jumlah siswa tuntas pada pretes sebanyak 2

orang, sedangkan pada postes sebanyak 29 orang.

Ketuntasan hasil belajar siswa meningkat 87,10%.

Peningkatan hasil belajar sebesar 87,10%

menunjukkan bahwa model pembelajaran inkuiri

sesuai untuk siswa kelas VI SD Satu Atap Singosari

pada bab Listrik. Siswa tidak hanya mendapatkan

konsep listrik dari guru, namun siswa membangun

pemahamannya dengan menjadikan diri mereka

seperti seorang peneliti yang mencari tau tentang

konsep Listrik. Siswa mendapatkan pemahaman yang

lebih jelas tentang materi Listrik, sesuai dengan

pernyataan Alberta [6] bahwa inkuiri dapat membantu

siswa melakukan aktivitas untuk mendapatkan

pemahaman yang lebih jelas.

Model pembelajaran inkuiri juga memberi

kesempatan siswa terlibat aktif dalam pembelajaran

yang dapat membangun pemahaman logis siswa [2],

yang selanjutnya memberi andil dalam peningkatan

ketuntasan hasil belajar siswa. Peningkatan ketuntasan

juga sesuai dengan hasil penelitian Damayanti [10],

yakni pembelajaran dengan inkuiri mampu

meningkatkan ketuntasan hasil belajar siswa mata

pelajaran IPA Sekolah Dasar.

Data hasil analisis angket respon diketahui

bahwa 84,33% siswa puas terhadap kegiatan belajar

mengajar dengan menggunakan model pembelajaran

inkuiri. Pembelajaran dengan inkuiri membuat siswa

percaya diri dengan nilai assurance: 72,14.

Pembelajaran dengan inkuiri juga dianggap siswa

relevan pada materi listrik dengan nilai relevance:

87,92. Siswa yang aktif belajar merasa tertarik,

dibuktikan dengan nilai interest: 81,18. Hal ini sesuai

dengan pernyataan Luke [7] bahwa inkuiri dapat

mengurangi kejenuhan siswa. Siswa lebih tertarik

belajar dengan inkuiri yang belajar seperti cara para

ilmuan bekerja. Siswa merasa penilaian yang

diterapkan bersifat adil dan holistik dengan nilai

assessment: 87,14. Nilai satisfication sebesar 93,24

menunjukkan bahwa siswa puas dengan model

pembelajaran inkuiri.

4. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan

bahwa setelah pembelajaran menggunakan inkuiri

hasil belajar siswa rata-rata mengalami peningkatan,

demikian halnya dengan jumlah siswa yang tuntas juga

mengalami peningkatan. Selain itu, 86,85% siswa

memberikan resposns positif terhadap pembelajaran

yang dilakukan. Rata-rata respon siswa pada semua

aspek menunjukkan 86,85% siswa puas terhadap

penerapan model pembelajaran inkuiri.

5. DAFTAR PUSTAKA

[1].Anonim, (2013). Peraturan Menteri Pendidikan dan

Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 65 tentang

Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah. Kemendikbud: Jakarta.

[2]. Barrow, H.L. (2006). A brief history of inquiry: From

Dewey to Standards. Journal of Science Teacher

Education, Vol. 17, 265-278.

[3]. National Research Council. (1996). National Science

Education Standards. Washington, DC: National

Academy Press.

[4].Wenning, C.J. (2005a). Levels of inquiry: Hierarchies

of pedagogical practices and inquiry processes.

0 50 100

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

11

12

13

14

15

16

17

18

19

20

21

22

23

24

25

26

27

28

29

30

31

Skor

No

mo

r A

bse

n S

isw

a

Postes Pretes

2

29

0

5

10

15

20

25

30

35

Pretes Postes

Page 168: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

156

Journal of Physics Teacher Education Online, Vol. 2,

No. 3, 3-11.

[5]. Arion, D., Crosby, K., & Murphy, E. (2000). Casestudy

experiments in the introductory physics curriculum.

The Physics Teacher, Vol. 38, No. 6, 373-376.

[6]. Alberta, (2004). Focus on Inquiry: A Teacher’s Guide

to Implementing Inquiry-based Learning. Canada:

Alberta Learning.

[7]. Luke, L., (2010). Self-monitoring to Minimize Student

Resistance to Inquiry, Journal of Physics Teacher

Education Online, Vol. 5, No. 3, 11-23.

[8]. Yeo, S. & Zadnik, M. (2001). Introductory thermal

concept evaluation: Assessing students’

understanding. Physics Teacher, Vol. 39, 496-504.

[9]. Khasanah, K., (2013). Perbandingan Penerapan

Model Pembelajaran Guided Inquiry dengan

Interactive Demonstration dalam Meningkatkan

Prestasi Belajar Fisika Siswa SMA. Universitas

Pendidikan Indonesia: repository.upi.edu.

[10]. Damayanti, I., (2014). Penerapan Model

Pembelajaran Inkuiri untuk Meningkatkan Hasil

Belajar Mata Pelajaran IPA Sekolah Dasar. JPGSD.

Vol. 2, No. 3.

Page 169: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

157

Penerapan Model Pembelajaran Langsung dengan Menggunakan

Media Audio Visual untuk Meningkatkan Hasil Belajar Membuat

Busana Anak Siswa Kelas X SMKN 3 Pamekasan

Tri Mutmainnah1*), Fadlilah Indira Sari2 1 S2 Pend. Teknologi Kejuruan, Universitas Negeri Surabaya, E-mail: [email protected]

2 S2 Pend. Teknologi Kejuruan, Universitas Negeri Surabaya. E-mail: [email protected]

*) Alamat Korespondesi: Email: [email protected]

ABSTRACT

The purpose of this study was to 1) determine how the activities of teachers, 2) determine how the student

activity, 3) determine student learning outcomes, and 4) evaluate the response of the students after participating

in learning activities using direct learning model using audio-visual media. This type of research is the Classroom

Action Research (CAR), which is composed of two cycles. Each cycle consists of planning, action, observation,

and reflection. Data collection methods include observation, testing, and student questionnaire responses.

Analysis of the data used the average of learning outcomes and student response used in form of percentages. The

results were obtained: 1) Activities of teachers during the learning process outlines two cycles increased. In the

first cycle for the learning of students are not familiar with the direct learning model, but for the second cycle

there is an improvement with the use of audio-visual media that attract students. 2) Activity student learning

process two cycles in general have increased. This was demonstrated their power to attract students in

participating in learning. 3) The results of students in the first cycle there were 10 students who did not complete

from a total of 30 students, but all students in the second cycle has been completed. 4) The response of students to

the direct learning model by using audio-visual media in the sub competence to make clothes children receive

positively.

Key Words: The direct model of teaching-learning process, audio-visual media, students’ score of making

childern clothes.

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah untuk 1)mengetahui bagaimana aktifitas guru, 2) mengetahui bagaimana

aktifitas siswa, 3) mengetahui hasil belajar siswa, dan 4) mengetahui respon siswa setelah mengikuti kegiatan

belajar mengajar menggunakan model pembelajaran langsung menggunakan media audio visual. Jenis penelitian

ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang terdiri dari dua siklus. Masing-masing siklus terdiri atas tahap

perencanaan, tindakan, pengamatan, dan refleksi. Metode pengumpulan data mencakup observasi, tes, dan angket

respon siswa. Analisis data menggunakan rata-rata hasil belajar dan respon siswa menggunakan prosentase.

Hasil penelitian diperoleh: 1) Aktivitas guru selama proses pembelajaran dua siklus secara garis besar mengalami

peningkatan. Pada siklus I selama pembelajaran berlangsung siswa belum terbiasa dengan model pembelajaran

langsung, namun untuk siklus II ada perbaikan dengan penggunaan media audio visual yang menarik minat siswa.

2) Aktivitas siswa proses pembelajaran dua siklus secara umum mengalami peningkatan. Hal ini ditunjukkan

adanya daya menarik minat siswa dalam mengikuti pembelajaran. 3) Hasil belajar siswa pada siklus I terdapat

10 siswa yang tidak tuntas dari total 30 siswa, namun pada siklus II seluruh siswa telah tuntas. 4) Respon siswa

terhadap model pembelajaran langsung dengan menggunakan media audio visual pada sub kompetensi membuat

busana anak memperoleh hal positif.

Kata kunci: Model pembelajaran langsung, media audio visual, hasil belajar membuat busana anak

1. PENDAHULUAN

Belajar pada hakikatnya adalah proses interaksi

terhadap semua situasi yang ada di sekitar individu.

Belajar dapat dipandang sebagai proses yang

diarahkan kepada tujuan dan proses berbuat melalui

berbagai pengalaman. Belajar juga merupakan proses

melihat, mengamati dan memahami sesuatu. Sebagai

sebuah proses, aktivitas belajar mengajar tentunya

telah banyak metode, model dan media pembelajaran

yang diterapkan guna mencapai hasil maksimal dan

berkualitas. Mulai dari pemilihan kurikulum,

penentuan metode belajar mengajar, media

pembelajaran yang digunakan hingga pada pemenuhan

instrumen atau perangkat pembelajaran. Akan tetapi,

Pembelajaran yang baik adalah pembelajaran yang

menekankan pada keterlibatan secara penuh dari

peserta didik serta guru sehingga akan tercipta kondisi

dimana semua saling berproses untuk mencapai

kualitas yang di inginkan[1].

Ketercapaian standar kompetensi memerlukan

adanya pengolaan proses pembelajaran yang baik,

salah satunya dengan menggunakan media audio

visual dengan model pembelajaran yang dapat

memberikan hasil belajar yang optimal yaitu Model

Pembelajaran langsung. Dari hasil observasi di

Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) rata-rata guru

Page 170: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

158

masih mengunakan metode pengajaran yang

konvensional, yaitu berupa ceramah dan pengajaran

klasik sebagai metode yang dipandang baik dari segi

efisiensi waktu.

Model Pembelajaran Langsung dengan media

audio visual diterapkan pada standar kompetensi

membuat busana anak dengan tujuan untuk

meningkatkan hasil belajar peserta didik, di SMKN 3

Pamekasan memiliki Kriteria Ketuntasan Minimal

(KKM) ≥ 75, untuk nilai hasil belajar tahun pelajaran

2012-2013 ketuntasan belajar peserta didik sebesar 70

% dari jumlah 30 peserta didik. Ketuntasan belajar

tersebut menunjukkan bahwa ada 20 peserta didik

yang mendapatkan nilai diatas 75 dan ada 10 peserta

didik yang mendapatkan nilai kurang dari 75, sehingga

dapat disimpulkan bahwa hasil belajar peserta didik

masih belum tuntas dalam standar kompetensi

membuat busana anak.

Pentingnya diterapkan Model Pembelajaran

langsung dengan media audio visual pada standar

kompetensi membuat busana anak kompetensi dasar

menjahit busana anak, karena model pembelajaran

langsung mengharuskan guru untuk merumuskan

pertanyaan-pertanyaan penting, dimana pertanyaan ini

mendorong peserta didik untuk berpikir secara

mendalam dan membangun karakter peserta didik,

sedangkan media audio visual yang digunakan dapat

membantu untuk memahami langkah-langkah

menjahit busana anak sesuai dengan tertib kerja, dan

dapat mengembangkan pemahaman mereka terhadap

ide-ide besar akan perkembangan busana anak. Model

pembelajaran ini menantang peserta didik untuk

memahami ide-ide baru dan kembali mengeksplorasi

pengetahuan yang sudah mereka peroleh sebelunmya.

Sehingga pada membuat busana anak, peserta didik

diharapkan mampu menyusun dan mengeksplorasi

materi yang diberikan. Mulai dari mengelompokkan

macam-macam busana anak, memotong bahan,

menjahit busana anak, menyelesaikan busana hingga

melakukan pengepresan.

2. KAJIAN PUSTAKA

2.1 Media Pembelajaran Audio Visual

Bovee (dalam Zain, 2010:125 ) menyatakan

Media pembelajaran audio visual merujuk kepada

media pembelajaran yang padanya mengandung

komponen (unsur) berupa visual (pemandangan/

gambar/ dilihat) dan audio (suara/didengar). Jadi

media pembelajaran audio visual adalah perantara

atau penyampai pesan pembelajaran yang

mengandung komponen visual dan suara. Karena

menggunakan lebih dari satu indera dalam

pemanfaatannya, maka media audiovisual seringkali

juga dimasukkan ke dalam kelompok multimedia

2.2 Model Pembelajaran Langsung

Pembelajaran langsung adalah model

pembelajaran yang berpusat pada guru, yang

mempunyai 5 langkah dalam pelaksanaannya, yaitu:

menyiapkan peserta didik menerima pelajaran,

demontrasi, pelatihan terbimbing, umpan balik, dan

pelatihan lanjut (mandiri) (Nur, 2000:7).

Pengembangan model pengajaran langsung

dilandasi oleh latar belakang teoritik dan empirik

tertentu. Di antaranya adalah ide-ide dari bidang

sistem analisis, teori pemodelan sosial dan prilaku,

serta hasil penelitian tentang keefektifan guru dalam

melaksanakan fungsinya. Secara historis, beberapa

aspek dari model pengajaran langsung berasal dari

prosedur pelatihan dalam industri. Pengajaran

langsung paling cocok diterapkan untuk mata

pelajaran yang berorientasi pada keterampilan (Nur,

2000:9).

2.3 Kompetensi Membuat Busana anak

Kompetensi membuat busana anak diberikan

pada kelas X semester 2 dengan alokasi waktu

sebanyak 72 jam dalam 1 semester. Dalam standar

kompetensi membuat busana anak terdapat beberapa

kompetensi dasar, yaitu: Mengelompokkan macam-

macam busana anak ; Membuat pola dan memeotong

bahan ; Menjahit busana anak ; Menyelesaikan busan

dengan menggunakan jahitan tangan; Menghitung

harga jual ;Melakukan pengepresan

2.4 Aktifitas Guru

Guru adalah pendidik atau tenaga pengajar

yang mengendalikan, memimpin dan mengarahkan

events pengajaran. Guru disebut sebagai obyek

pengajaran, sedangkan peserta didik sebagai yang

terlibat langsung, sehingga ia dituntut keaktifannya

dalam proses pengajaran, peserta didik disebut obyek

pengajaran kedua, karena pengajaran itu tercipta

setelah ada beberapa arahan dan masukan dari obyek

pertama (guru) selain kesediaan dan kesiapan peserta

didik (Uno, 2011.:14).

2.5 Aktifitas Siswa

Aktivitas peserta didik merupakan sikap suka

atau tidak suka pada suatu objek, aktivitas peserta

didik dapat dilihat dari semangat atau tidaknya peserta

didik dalam proses belajar. Sikap belajar merupakan

salah satu faktor penting dalam belajar. Sebagian hasil

belajar ditentukan oleh sikap dan kebiasaan yang

dilakukan oleh peserta didik dalam belajar. Sebagian

sikap dan kebiasaan peserta didik dapat diketahui

melalui pengamatan yang dilakukan di dalam kelas

(Uno, 2011.:19).

2.6 Hasil Belajar

Menurut Benjamin S. Bloom (dalam Arikunto,

2012) tiga ranah hasil belajar, yaitu kognitif, afektif

dan psikomotorik. Menurut A.J. Tomizowski (dalam

Arikunto, 2012). Hasil belajar merupakan keluaran

(output) dari suatu system pemrosesan masukan

(input). Masukan tersebut berupa bermacam- macam

inforrnasi sedangkan keluarannya adalah perbuatan

atau kinerja (Hamalik, 2004).

Dapat disimpulkan bahwa hasil belajar

merupakan kemampuan yang diperoleh dari proses

Page 171: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

159

belajar yang dilakukan dalam waktu tertentu

mencakup afektif, kognitif dan psikomotorik. Untuk

memperoleh hasil belajar, dilaksanakan evaluasi atau

penilaian yang merupakan tindak lanjut atau cara

untuk mengukur tingkat penguasaan peserta didik.

Kemajuan prestasi tidak hanya diukur dari tingkat

penguasaan ilmu pengetahuan tetapi juga sikap dan

keterampilan. Pencapaian tujuan pembelajaran yang

telah dirumuskan memuat kemampuan kognitif,

afektit; dan psikomotorik. Seperti yang dikutip

Arikunto (2012: 127),

2.7 Respon Peserta Didik

Menurut Berio yang dikutip Sanjaya (2010),

Merumuskan respon sebagai sesuatu yang dikerjakan

oleh seseorang sebagai hasil atau akibat menerima

stimulus. Stimulus tersebut merupakan sesuatu yang

dapat diterima oleh seseorang melalui salah satu

penginderanya.

Dan menurut Oemar Hamalik (2010:46)

Peserta didik memberikan respon terhadap suatu

stimulus dengan berbagai tingkat kekuatan dan tujuan

dari rencana proses pembelajaran. Kekuatan ini

sebagaian berasal dari kondisi jasmani peserta didik,

sebagian lagi dari pengamatan dan motivasi. Selain itu

proses belajar mengajar yang efektif dan efisien juga

dapat berpengaruh terhadap hasil belajar peserta didik.

Dari paparan diatas dapat diambil kesimpulan

bahwa respon peserta didik adalah orang yang

menanggapi setelah diberikannya suatu rangsangan

atau stimulus yang mempengaruhi hasil akhir dari

proses belajar.

3. METODE

3.1 Pendekatan dan Jenis Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah dan tujuan

penelitian ini, maka rancangan penelitiian yang

dipergunakan adalah Penelitian Tindakan Kelas

(PTK) atau sering disebut Classroom Action Reseacrh

(CAR). Penelitian Tindakan Kelas (PTK) atau sering

disebut Classroom Action Reseacrh (CAR) adalah

suatu penelitian yang dilakukan dikelas untuk untuk

mengetahui akibat tindakan yang diterpkan dengan

tujuan memperbaiki / meningkatkan mutu praktik

pembelajaran. ( Trianto, 2011 : 13 ).

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Tempat penelitian di SMK Negeri 3

Pamekasan, Jl. Kabupaten No. 103, Pamekasan (0324

– 322576 ). Waktu Penelitian dilakukan pada bulan

Mei 2016.

3.3 Subyek dan Obyek Penelitian

Subyek penelitian ini adalah peneliti bertindak

sebagai guru dan peserta didik kelas X Busana di

SMKN 3 Pamekasan. Obyek penelitian ini adalah

keterlaksanaan proses pembelajaran langsung pada

standar Kompetensi membuat busana anak, hasil

belajar siswa, dan respon siswa.

3.4 Teknik Analisis Data

Teknik pemgumpulan data yang dilakukan

menggunakan metode sebagai berikut :

3.4.a Metode Observasi

Metode observasi dilakukan melalui pengamatan dan

pencatatan secara sistematik terhadap gejala yang

muncul. Pengamatan dilakukan peneliti untuk

mengamati aktivitas peserta didik secara langsung saat

proses belajar mengajar, dan pengamatan terhadap

pengelolaan pembelajaran oleh guru (peneliti) yang

dilakukan oleh guru mata pelajaran membuat busana

anak dan dilakukan saat kegiatan pembelajaran sedang

berlangsung. Lembar observasi ini diisi oleh observer

dari kalangan guru.

3.4.b Test

Teknik tes digunakan untuk mengukur pengetahuan

dan kemampuan peserta didik baik secara kognitif

maupun kinerja terhadap kompetensi dasar yang

diajarkan. Tes dibuat oleh guru yang telah disesuaikan

dengan tujuan instruksional pembelajaran standar

kompetensi membuat busana anak dan kemudian

dikerjakan oleh peserta didik.

3.4.c Angket

Angket ini digunakan untuk mengetahui respon

peserta didik akan media audio visual yang digunakan.

Angket yang dibuat akan diisi oleh peserta didik

setelah kegiatan belajar mengajar selesai.

4. HASIL PENELITIAN

4.1 Siklus I

4.1.a Aktifitas Guru

Dari data hasil pengamatan aktifitas guru pada

pembelajaran langsung membuat busana anak siklus I

diatas dapat dibuat diagram sebagai berikut:

Gambar 1. Hasil pengamatan aktifitas guru pada siklus

I

Berdasarkan Diagram 4.1 dapat di

deskripsikan bahwa aktifitas guru saat proses

pembelajaran berlangsung pada siklus I, pengamatan

diamati oleh dua orang pengamat, pada kegiatan awal

di dapatkan skor rata-rata 3,5 dengan kriteria baik;

kegiatan inti mendapatkan skor dengan rata-rata 3

dengan kriteria cukup; dan kegiatan penutup dengan

skor rata-rata 3 kriteria cukup.

0

1

2

3

4

KegiatanAwal

KegiatanInti

KegiatanPenutup

Page 172: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

160

4.1.b Aktifitas Siswa

Dari data hasil pengamatan aktifitas siswa pada

pembelajaran langsung membuat busana anak siklus I

diatas dapat dibuat diagram sebagai berikut:

Gambar 2. Hasil pengamatan aktifitas siswa pada siklus

I

Berdasarkan Diagram 4.2 dapat di

deskripsikan bahwa aktifitas siswa saat proses

pembelajaran berlangsung pada siklus I, pengamatan

diamati oleh dua orang pengamat, pada kegiatan awal

di dapatkan skor rata-rata 3,5 dengan kriteria baik;

kegiatan inti mendapatkan skor dengan rata-rata 3

dengan kriteria cukup; dan kegiatan penutup dengan

skor rata-rata 3 kriteria cukup.

4.1.c Hasil Belajar

Pada siklus I terdapat sepuluh orang siswa

yang mendapatkan nilai dibawah SKM yang berarti

siswa tersebut tidak tuntas. Secara garis besar pada

siklus ini dari 30 orang siswa 10 mendapat nilai ≤ 75,

20 siswa mendapat nilai antara 75-89 dan tidak ada

siswa yang mendapat nilai antara 90-100. Nilai rata-

rata kelas pada siklus I adalah 74,63.

Gambar 3. Hasil belajar pada siklus I

4.2 Siklus II

4.2.a Aktifitas Guru

Dari data hasil pengamatan aktifitas guru pada

pembelajaran langsung membuat busana anak siklus

II dengan menggunakan media audio visual dapat

dibuat diagram sebagai berikut:

Gambar 4. Hasil pengamatan aktifitas guru pada siklus

II

Berdasarkan Diagram 4.4 dapat di

deskripsikan bahwa aktifitas guru saat proses

pembelajaran berlangsung pada siklus II, pengamatan

diamati oleh dua orang pengamat, pada kegiatan awal

di dapatkan skor rata-rata 4 dengan kriteria sangat

baik; kegiatan inti mendapatkan skor dengan rata-rata

4 dengan kriteria sangat baik; dan kegiatan penutup

dengan skor rata-rata 4 kriteria sangat baik.

4.2.b Aktifitas Siswa

Data hasil pengamatan aktifitas siswa pada

pembelajaran langsung membuat busana anak siklus

II dengan menggunakan media audio visual adalah

sebagai berikut:

Gambar 5. Hasil pengamatan aktifitas siswa pada siklus

II

Berdasarkan Diagram 4.5 dapat di

deskripsikan bahwa aktifitas siswa saat proses

pembelajaran berlangsung pada siklus II, pengamatan

diamati oleh dua orang pengamat, pada kegiatan awal

di dapatkan skor rata-rata 4 dengan kriteria sangat

baik; kegiatan inti mendapatkan skor dengan rata-rata

4 dengan kriteria sangat baik; dan kegiatan penutup

dengan skor rata-rata 4 kriteria sangat baik.

4.2.c Hasil Belajar

Pada siklus II tidak ada siswa yang

mendapatkan nilai dibawah SKM. Dari 30 orang siswa

7 mendapat nilai 75-79, 13 siswa mendapat nilai

antara 80-89 dan 10 siswa yang mendapat nilai antara

90-100. Nilai rata-rata kelas pada siklus II adalah

84,46.

0

1

2

3

4

KegiatanAwal

KegiatanInti

KegiatanPenutup

67%

33%

hasil belajar tuntas

Hasil belajar tidak tuntas

0

1

2

3

4

KegiatanAwal

KegiatanInti

KegiatanPenutup

0

1

2

3

4

KegiatanAwal

KegiatanInti

KegiatanPenutup

Page 173: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

161

Gambar 6. Hasil belajar siswa pada siklus II

4.3 Respon Siswa

Angket respon siswa digunakan untuk

mengetahui tanggapan siswa terhadap model

pembelajaran langsung pada sub kompetensi

membuat busana anak dengan menggunakan media

audio visual. Siswa kelas X Busana Butik 1 SMKN 3

Pamekasan yang telah mengikuti pembelajaran

sejumlah 30 siswa dengan 13 aspek pertanyaan yang

mengacu pada jawaban “ya” dan “tidak”. Berikut ini

hasil prosentase dari respon siswa :

Gambar 7. Hasil respon siswa terhadap model

pembelajaran langsung pada sub kompetensi membuat

busana anak dengan menggunakan media audio visual

4.4 PEMBAHASAN

4.4.a Aktifitas Guru

Pada siklus I Aktifitas guru pada kegiatan awal

mendapatkan kriteria cukup, hal ini kurang maksimal

karena awal pertemuan, siswa masih merasa asing ini

berkaitan dengan fase 1 mengenai penyampaian

tujuan dan mempersiapkan siswa. Dalam kegiatan inti

mencakup fase 2 mengenai demonstrasi pengetahuan

dan keterampilan, fase 3 mengenai bimbingan

pelatihan, dan fase 4 tentang mengecek pemahaman

dan memberi umpan balik pada siswa mendapatkan

skor dengan rata-rata 3 dengan kriteria cukup. Hal ini

karena materi yang disajikan kurang menarik

membuat siswa tidak terlalu memperhatikan. Untuk

fase 5 mengenai pelatihan lanjutan dan penerapan

pada kegiatan penutup mendapatkan kriteria cukup,

karena siswa kurang paham akan materi yang

disampaikan sehingga saat merangkum dan

melakukan tes ada beberapa siswa yang kurang

paham.

Setelah dilakukan perubahan dan perbaikan

pada siklus II ternyata ada peningkatan yang

signifikan. Pada kelima fase diperoleh nilai maksimal

karena siswa sudah mulai tertarik pada media

pembelajaran yang digunakan sehingga siswa menjadi

aktif. Untuk keterlaksanaan pembelajaran pada siklus

ini diperoleh penilaian baik dari observer karena guru

telah melaksanakan kelima fase model pembelajaran

langsung seperti yang dikemukakan Trianto (2007:31)

dengan baik dan optimal. Penilaian pada siklus

meningkat dikarenakan analisis refleksi pada tiap

siklus baik dan perbaikan pada siklus selanjutnya juga

baik.

4.4.b Aktifitas Siswa

Pada siklus I Aktifitas siswa pada kegiatan

awal mendapatkan kriteria cukup, hal ini kurang

maksimal karena awal pertemuan, siswa kurang

percaya diri. Ini berkaitan dengan fase 1 kurangnya

keaktifan guru saat menyampaikan tujuan dan

mempersiapkan siswa. Dalam kegiatan inti mencakup

fase 2 mengenai demonstrasi pengetahuan dan

keterampilan, fase 3 mengeanai bimbingan pelatihan,

dan fase 4 tentang mengecek pemahaman dan

memberi umpan balik pada siswa mendapatkan skor

dengan rata-rata 3 dengan kriteria cukup. Hal ini

karena materi yang disajikan kurang menarik

sehingga membuat siswa tidak terlalu memperhatikan.

Untuk fase 5 mengenai pelatihan lanjutan dan

penerapan pada kegiatan penutup mendapatkan

kriteria cukup, karena siswa kurang paham akan

materi yang disampaikan dan malu untuk bertanya.

Pada siklus II terjadi peningkatan sintaks

dengan didapat penilaian dengan kriteria sangat baik.

Peningkatan ini terjadi karena perbaikan dari siklus I

yakni memperbaiki strategi dengan teknik

menjelaskan materi menggunakan media audio visual.

Sehingga siswa tertarik untuk memperhatikan

penjelasan guru dan menjadi paham akan materi yang

disampaikan. Kepahaman secara klasikal ini

berdampak pada berkurangnya siswa yang meminta

penjelasan ulang secara individu.

Peningkatan perolehan nilai dari observer dikarenakan

guru telah melaksanakan pembelajaran langsung

dengan antusias dan menarik sehingga siswa aktif

untuk belajar membuat busana anak sesuai dengan

pendapat Trianto (2007:41)

4.4.c Hasil belajar siswa

Analisis ketuntasan hasil belajar sub kompetensi

menjahit busana anak. Pada siklus I ketuntasan siswa

diperoleh hanya sebagian dikarenakan belum semua

siswa bisa langsung beradaptasi dengan model

pembelajaran langsung. Materi yang disajikan kurang

menarik minat siswa untuk memperhatikan, sehingga

siswa tidak memperhatikan, dan beberapa siswa malu

untuk bertanya. Semua kendala ini membuat hasil

belajar siswa tidak maksimal.

Namun demikian hal ini sudah mengalami

peningkatan yang signifikan pada siklus kedua. Pada

siklus II ketuntasan hasil belajar siswa secara total.

Hal ini berarti penyerapan materi oleh siswa berjalan

dengan baik. Berdasarkan analisis data ketuntasan

100%

hasil belajar tuntas

Hasil belajar tidak tuntas

0%

20%

40%

60%

80%

100%

P1

P2

P3

P4

P5

P6

P7

P8

P9

P1

0

P1

1

P1

2

P1

3

Page 174: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

162

siswa selama dua siklus diperoleh hasil akhir rata-rata

proses pembelajaran sub kompetensi membuat busana

anak pada siklus II dinyatakan lulus secara

keseluruhan.

Peningkatan yang dialami dari siklus I dan

siklus II dikarenakan pembelajaran langsung dengan

menggunakan media audio visual membuat busana

anak telah diserap dengan baik oleh siswa. Hasil

belajar tercermin dari pengetahuan, keterampilan

maupun sikap siswa.

4.4.d Respon Siswa

Respon biasanya muncul setelah diberikan

suatu rangsangan. Pada penelitian ini ransangan

berupa tindakan pembelajaran menggunakan model

pembelajaran langsung dengan menggunakan media

audio visual. Dari diagram prosentase respon siswa

terhadap model pembelajaran langsung dengan

menggunakan media audio visual menunjukkan

bahwa respon siswa sangat baik terhadap model

pembelajaran ini. Hal tersebut berarti model

pembelajaran langsung dengan menggunakan media

audio visual merupakan hal baru dan baik untuk

pembelajaran membuat busana anak (romper).

Namun tidak semua memperoleh respon “ya”

secara keseluruhan. Saat menggunakan audio visual

ada beberapa siswa yang merasa kurang menarik

diandingkan belajar biasa. Selain itu untuk musik

pengiring saat media audio visual diputar ada yang

tidak dapat berkonsentrasi pada materi. Kemudian ada

beberapa siswa pula yang merasa media audio visual

tidak mempermudah dalam mengerjakan praktek

menjahit busana anak.

Merujuk pendapat dari Nur (2011:24) bahwa

model pembelajaran langsung membuat busana anak

dengan menggunakan media audio visual mendapat

respon yang positif dari siswa. Respon positif dari

siswa tersebut dibuktikan dengan adanya ketertarikan

antara keterlaksanaan proses pembelajaran dengan

hasil belajar siswa yang meningkat dibandingkan

dengan sebelumnya. Semakin baik keterlaksanaan

proses pembelajaran maka semakin baik pula hasil

belajar siswa.

5. PENUTUP

5.1 Simpulan

Pada siklus I aktifitas guru meliputi kegiatan

pendahuluan, inti dan penutup, saat kegiatan

pendahuluan belum maksimal karena guru belum

mengenal siswa sehingga tidak terjadi interaksi

dengan baik. Saat kegiatan inti penggunaan model

pembelajaran langsung dengan metode ceramah

membuat siswa bosan dan tidak tertarik akan materi

yang disampaikan, selain itu siswa juga merasa asing

terhadap model pembelajaran langsung. Sehingga hal

tersebut berpengaruh terhadap kegiatan penutup yang

meliputi penilaian dan evaluasi siswa dengan hasil

kurang maksimal pula. Hal ini ditandai dengan

minimnya partisipasi siswa seperti bertanya atau

meminta penjelasan ulang kepada guru.

Dengan demikian aktifitas guru pada siklus I

saat kegiatan pendahuluan, inti sampai penutup

dikatakan kurang berhasil dalam menarik minat siswa.

Berdasarkan situasi yang demikian guru melakukan

perbaikan mengenai model pembelajaran langsung,

dengan menggunakan media audio visual pada siklus

II. Setelah dilakukan perubahan pada siklus II,

ternyata ada peningkatan yang signifikan sebesar 0,5

point. Hal ini dibuktikan dengan ketertarikan dan

keaktifan siswa selama kegiatan belajar mengajar

berlangsung pada siklus II.

Sedangkan aktifitas siswa pada siklus I juga

meliputi kegiatan pendahuluan, inti dan penutup. Saat

kegiatan awal siswa merasa kurang percaya diri

terhadap adanya guru baru sehingga membuat siswa

kurang memperhatikan guru. Dalam penyampaian

materi pada kegiatan inti siswa belum terbiasa dengan

model pembelajaran langsung sehingga membuat

siswa kurang memperhatikan materi yang

disampaikan oleh guru. Hal tersebut berpengaruh

terhadap kegiatan penutup yang meliputi penilaian

dan evaluasi, karena banyak siswa yang belum paham

dan malu untuk bertanya membuat hasil belajar siswa

kurang maksimal.

Setelah guru mengadakan perbaikan mengenai

media yang digunakan pada siklus II yaitu dengan

menggunakan media audio visual membuat busana

anak dapat menarik perhatian dan minat siswa.

Sehingga terjadi interaksi yang aktif anatara siswa dan

guru dengan peningkatan 1 point pada setiap kegiatan

pembelajaran dari siklus I ke Siklus II.

Untuk hasil belajar siswa dalam sub

kompetensi membuat busana anak menggunakan

model pembelajaran langsung dengan menggunakan

media audio visual pada siklus I terdapat 10 siswa

yang tidak tuntas dari jumlah keseluruhan 30 siswa

dengan nilai rata-rata kelas 74,63.

Peningkatan terjadi pada siklus II yang mana

tidak ada siswa yang tidak tuntas. Dengan kata lain

pada siklus II secara keseluruhan siswa mendapat

predikat tuntas dengan nilai rata-rata kelas 84,46.

Berdasarkan predikat ketuntasan siswa diatas,

menggambarkan respon positif siswa terhadap model

pembelajaran langsung dengan menggunakan media

audio visual pada sub kompetensi membuat busana

anak. Meskipun demikian bukan berarti seluruh siswa

tertarik akan penggunaan media audio visual, ada

beberapa siswa yang merasa kurang menarik

diandingkan belajar biasa.

Namun dari diagaram respon siswa diperoleh

rata-rata jumlah prosentase 90 %. Sehingga model

pembelajaran langsung dengan menggunakan media

audio visual dapat meningkatkan aktifitas dan hasil

belajar siswa.

5.2 Saran

Dari hasil penelitian dan kesimpulan yang

diperoleh dapat diajukan beberapa saran antara lain :

1. Sub kompetensi membuat busana anak merupakan

pelajaran praktik, hendaknya proses pembelajaran

Page 175: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

163

dengan pendekatan pembelajaran langsung karena

terdapat pengetahuan deklaratif dan prosedural.

2. Standart kompetensi membuat busana anak

hendaknya menggunakan pembelajaran langsung

dengan pengemabangan media yang digunakan untuk

menarik minat dan hasil belajar siswa.

3. Tugas untuk perbaikan nilai sebaiknya dilaksanakan

disekolah sebab guru dapat memantau hasil belajar

siswa secara langsung.

DAFTAR PUSTAKA

Trianto. 2011. Panduan Lengkap Penelitian

Tindakan Kelas. Jakarta: Prestasi Pustaka

Publisher.

A.M., Sardiman. 2011. Interaksi dan Motivasi Belajar

Mengajar. Jakarta: rajawali Press.

Arikunto, Suharsimi. 2009. Dasar-Dasar Evaluasi

Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian: Suatu

Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.

Arikunto, Suharsimi. 2012. Dasar-Dasar Evaluasi

Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Darmadi, Hamid. 2011. Metode Penelitian

Pendidikan. Bandung: Alfabeta

Djamarah, Syaiful Bahri dan Zain, Aswan. 2010.

Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka

Cipta.

Gafur, Abd. 1989. Disain Instruksional. Solo: Tiga

Serangkai.

Hamalik, Oemar. 2004. Proses Belajar Mengajar.

Jakarta: Bumi Aksara.

Hamalik, Oemar. 2010. Psikologi Belajar & Mengajar.

Bandung: Sinar Baru Algesindo

Mulyasa, E. 2010. Kurikulum Tingkat Satuan

Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosda

Karya

Nur, Muhammad. 2011. Model Pengajaran Langsung.

Surabaya: UNESA Press

Rusman. 2012. Model-Model Pembelajaran:

Mengembangkan Profesionalisme Guru.

Jakarta: Rajawali Press.

Sadiman, Arief S. dkk. 2010. Media Pendidikan:

Pengertian, Pengembangan dan

Pemanfaatannya. Jakarta: Rajawali Press.

Sanjaya, Wina. 2012. Perencanaan dan Desain system

Pembelajaran. Jakarta: Kencana Prenada

Media Group.

Sudaryono. dkk. 2013. Pengembangan Instrumen

Penelitian Pendidikan. Yogyakarta: Graha

Ilmu

Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif

Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta

Trianto, 2007. Model Pembelajaran dalam Teori dan

Praktek. Jakarta: Prestasi pustaka Publisher

[1]. Trianto. 2011. Panduan Lengkap Penelitian

Tindakan Kelas. Jakarta: Prestasi Pustaka

Publisher

Trianto. 2011. Model-Model Pembelajaran Inovatif

Berorientasi Konstruktivistik. Jakarta:

Prestasi Pustaka Publisher

Uno, Hamzah B. 2011. Model Pembelajaran:

Menciptakan Proses Belajar Mengajar

yang Kreatif dan Efektif. Jakarta: Bumi

Aksara

Page 176: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

164

Page 177: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

165

Pengembangan Terapi Holistik dalam Menangani Gangguan Sosial

Emosional Siswa Sekolah Dasar

Wiwik Widajati1*), Siti Mahmudah2

1 PLB FIP, Universitas Negeri Surabaya, Kampus Lidah Wetan Surabaya. Email: [email protected] 2 PLB FIP, Universitas Negeri Surabaya, Kampus Lidah Wetan Surabaya. Email: [email protected]

*) Alamat Korespondesi: Email: [email protected]

ABSTRACT

Problems experienced by students, including emotional social problems that students are less able to

socialize and control emotions, social intelligence emotional decreased or less than optimal, avoiding learn, too

late, or do not want to do chores, lack of concentration, motivation to learn less, frustrating, annoying friends, etc.

It is very annoying when left in the learning process and can lead to learning difficulties study results trend to

decrease or lower. The long term goal of this research is to improve the ability of teachers in intervention the

emotional social problems of students. Results of the research are 1) handling or intervention emotional social

problems students is important to do given the number of students who have learning disability because of

emotional social problems is increasing, 2) Elementary School largely unaware of emotional social problems

management program students. In addition, teachers also lack an understanding of the emotional social problems

that students in dealing with the thing is not optimal, and 3) this research also produced programs, books for

teacher and assessment for the treatment of emotional social disorder with holistic therapies include plays, music,

religion, relaxation, and modeling.

Key Words: holistic therapy, emotional social disorder, elementary school student

ABSTRAK

Masalah yang dialami siswa, diantaranya masalah sosial emosional yaitu siswa kurang mampu

bersosialisasi dan mengendalikan emosi, kecerdasan sosial emosional menurun atau kurang optimal, menghindari

belajar, terlambat atau tidak mau mengerjakan tugas, kurang konsentrasi, motivasi belajar kurang, frustasi,

mengganggu teman, dan sebagainya. Hal ini bila dibiarkan sangat mengganggu siswa dalam proses pembelajaran

dan bisa menyebabkan kesulitan belajar sehingga hasil belajar cenderung menurun atau rendah. Tujuan jangka

panjang penelitian ini yaitu meningkatkan kemampuan guru dalam menangani masalah sosial emosional siswa.

Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan dan hasil penelitian adalah 1. penanganan masalah sosial

emosional siswa di sekolah dasar penting untuk dilakukan mengingat jumlah siswa yang mengalami kesulitan

belajar atau ketidakmampuan belajar karena masalah sosial emosional semakin meningkat, 2. Sekolah Dasar

sebagian besar belum memiliki program penanganan masalah sosial emosional siswa. Selain itu guru juga kurang

memahami gangguan sosial emosional siswa sehingga dalam menangani hal tersebut kurang optimal, 3.

penelitian ini juga menghasilkan program, buku guru dan asesmen untuk penanganan gangguan sosial emosional

dengan terapi holistik meliputi bermain, musik, religi, relaksasi, modeling.

Kata Kunci: terapi holistik, gangguan sosial emosional, siswa sekolah dasar

1. PENDAHULUAN

Masalah siswa sering muncul bersamaan dengan

kompleksitas permasalahan dan tuntutan

perkembangan maupun perubahan di masyarakat.

Masalah siswa diantaranya masalah sosial emosional

sangat mengganggu siswa dalam proses pembelajaran

di sekolah dan menimbulkan kesulitan belajar atau

ketidakmampuan belajar serta hasil belajar rendah atau

cenderung menurun. Kenyataan juga menunjukkan

sekarang ini siswa yang mengalami masalalah sosial

emosional semakin meningkat. Masalah sosial

emosional adalah masalah dalam perkembangan sosial

emosional berupa perilaku yang berbeda/tidak wajar

untuk anak seusianya dan dapat berdampak pada

kualitas hubungan yang buruk dengan orang lain.

Masalah sosial merupakan masalah yang dialami

individu/siswa dengan ciri kurang/tidak mampu

bersosialisasi, kecerdasan social (social intelligence)

menurun atau kurang, tidak mampu mengadakan

adaptasi atau menanggulangi stressor psikososial, sok

kuasa, jarang tersenyum atau bercanda, suka mencuri

benda-benda, sering tenggelam dalam lamunan, sering

bertengkar, tidak mampu mengubah perilaku yang

salah, suka berbohong, sering merusak, agresif,

egosentris, suka menggertak[1, 2]. Sedangkan masalah

emosional adalah masalah yang dialami

individu/siswa dengan ciri kurang/tidak mampu

mengendalikan emosi, kecerdasan emosi (emotional

intelligence) menurun atau kurang, cepat marah, sering

merasa cemas dan menarik diri, merasa gelisah, malu,

rendah diri, ketakutan, sangat sensitif atau perasa,

emosi tidak stabil[2, 3]. Untuk itu perlu penanganan

intensif, diantaranya melalui terapi holistik, meliputi

bermain, musik, religi, relaksasi, modeling. Hal ini

v

i

Page 178: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

166

dapat menyebabkan berbagai kesulitan hidup yaitu

kesulitan belajar atau ketidakmampuan belajar,

kesulitan berperilaku, kesulitan sosial dan kesulitan-

kesulitan lain yang saling kait-mengkait. Berkaitan

dengan hal ini guru diharapkan mampu membantu

mengatasi, memecahkan, mengurangi masalah siswa

tersebut sehingga siswa bisa belajar dan mencapai

tujuan belajar serta hasil belajar dengan lebih baik,

diantaranya penanganan dengan terapi holistik

meliputi bermain, musik, religi, relaksasi, dan

modeling.

Terapi/penanganan holistik perlu dilakukan

untuk menangani anak/siswa yang mengalami masalah

sosial emosional. Terapi holistik adalah usaha untuk

mengurangi, menghilangkan menyembuhkan masalah

yang berkaitan dengan psikis, fisik, dan sosial,

sekaligus untuk meningkatkan, mengoptimalkan

perkembangan individu secara holistik atau

menyeluruh, terpadu meliputi agama, organobiologik,

psiko-edukatif dan sosial budaya[1, 2]. Dengan

terapi/penanganan holistik ini diharapkan anak/siswa

lebih bisa menyesuaikan diri dalam masyarakat dan

situasi pembelajaran serta mampu mengendalikan

emosi.

Bermain merupakan kegiatan anak/siswa yang

menyenangkan dan menimbulkan motivasi diri serta

memberi peluang kepada anak/siswa untuk tumbuh

dan berkembang juga bersosialisasi dengan baik.

Bermain dapat mengurangi atau menghilangkan

gangguan atau penyimpangan perilaku, fisik, psikis,

emosi, sosial, sensorik dan komunikasi serta

mengambangkan kemampuan yang dimiliki secara

optimal[4]. Bermain juga merupakan sarana

menghilangkan sikap pemarah, agresif, pasif, menarik

diri, hiperaktif, memunculkan harga diri,

mengembangkan sosialisasi, bermain bersama,

meningkatkan hubungan yang sehat dalam kelompok

(berteman). Dengan hal tersebut diharapkan gangguan

sosial emosional siswa di Sekolah Dasar (SD/SD

Inklusif/SDLB/SLB) bisa berkurang.

Musik, merupakan hal yang tidak asing lagi

sebab hampir semua aspek kehidupan manusia

berkaitan dengan musik. Musik bukanlah merupakan

bagian yang kecil dari hidup manusia sebagaimana

anggapan dahulu. Saat ini tidaklah demikian yakni

musik tidak hanya merupakan hiburan belaka akan

tetapi merupakan pengembang atau pembentuk aspek

mental (inteligensi), fisik, emosi, psikis dan sosial

terutama yang melakukan sesuatu yang berkaitan

dengan musik maupun pendengar musik. Setiap

individu memiliki multiple inteligency (kecerdasan

ganda) salah satunya adalah kecerdasan musik[5].

Musik dapat digunakan sebagai media

penyembuhan atau terapi juga media mendidik untuk

mengembangkan dan meningkatkan perkembangan

fisik, psikis, sosial individu/anak/siswa. Musik adalah

bagian dari kehidupan dan perkembangan manusia,

dapat digunakan untuk membantu atau menolong,

mencegah, memperbaiki, mengurangi, mengatasi

suatu kekurangan atau gangguan psikis, emosi, fisik,

kognitif, sosial dalam rangka meningkatkan

pertumbuhan dan perkembangan individu seoptimal

mungkin[6]. Anak yang pasif, tidak mau bersosialisasi

dapat diarahkan untuk beraktivitas dan bersosialisasi

dengan menggunakan musik sebagai media belajar

anak tersebut[7]. Musik juga dapat menimbulkan rasa

persatuan dan kesatuan, rasa kebangsaan, rasa

keagamaan, rasa kagum, rasa gembira, memberi

pengaruh yang kuat terhadap perkembangan emosi,

pikiran, kekuatan dalam jiwa, membentuk watak[2].

Religi adalah agama atau spiritual merupakan

fitrah manusia, kebutuhan dasar manusia,

mengandung nilai moral, etika, aturan dalam

melaksanakan ibadah dan beriman kepada Allah Yang

Maha Kuasa. Sedangkan doa adalah peraturan dan

perintah Allah Yang Maha Kuasa, permohonan

bantuan kepada Allah Yang Maha Kuasa[1]. Relaksasi

adalah cara atau teknik untuk mengurangi ketegangan

batin, perasaan cemas, stres dengan melatih

kesanggupan mengendorkan otot secara relaks, santai,

senang dan nyaman[8]. Meditasi merupakan cara atau

teknik menenangkan diri baik fisik maupun psikis

dengan melatih pernapasan yaitu menghirup dan

menghembuskan napas serta memfokuskan pikiran,

perasaan pada hal-hal yang menyenangkan, menarik,

indah, positif, optimis, membahagiakan[2].

Modeling merupakan cara atau teknik

mengurangi masalah fisik, psikis, sosial dengan

mengamati, mempelajari dan meniru sikap, perilaku,

pikiran model atau orang teladan untuk membentuk

sikap, perilaku, pikiran baru, baik, benar, positif dalam

diri individu [8] [2]. Dalam modeling perilaku tidak

sekedar akibat dari stimulus dan atau penguatnya,

tetapi sebenarnya dalam diri individu ada proses

mental internal. Proses mental ini akan menentukan

apakah perilaku tersebut akan diimitasi untuk

diinternalisasi atau tidak. Dalam pelaksanaan

modeling (observarvation learning, imitation, atau

social learning), ada empat fase dalam membentuk

perilaku yaitu fase perhatian (attentional phase), fase

retensi (retention phase), fase reproduksi (reproduction

phase), dan fase motivasi (motivational phase). Secara

fase tersebut dapat digambarkan sebagai berikut.

Guru diharapkan memiliki kemampuan atau

kecakapan untuk menyampaikan materi belajar,

melatih, membimbing, membina dan mendidik. Hal ini

menyangkut pula kemampuan menyelesaikan masalah

siswa, konflik dan ketegangan batin siswa, memberi

kasih sayang, menciptakan suasana belajar yang

menyenangkan, menolong pribadi siswa secara

individual, dan sebagainya. Guru sebaiknya memiliki

kemampuan mengajar, melatih, membimbing,

membina, mendidik, juga sebagai psikoterapis dan

konselor.

Kemampuan guru ini diharapkan bisa menunjang

lancarnya belajar siswa sehingga mencapai tujuan

pendidikan secara efektif dan efisien. Selain itu salah

satu prinsip pelaksanaan proses pendidikan adalah

menyangkut perkembangan dan belajar anak yang

baik, dapat terjadi pada lingkungan masyarakat yang

Page 179: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

167

secara psikologis dapat memberikan rasa aman,

penghargaan dan kebutuhan fisik, psikis, sosial

terpenuhi. Sikap guru yang mendukung prinsip

tersebut dapat mengembangkan sikap, perilaku, emosi,

kecerdasan, sosial, fisik untuk menyesuaikan diri

dengan lingkungan.

Masalah sosial emosional merupakan salah satu

faktor yang bisa mengakibatkan kesulitan belajar atau

ketidakmampuan belajar yaitu suatu keadaan anak

didik/siswa tidak dapat belajar sebagaimana mestinya

karena berbagai sebab, diantaranya masalah sosial

emosional sehingga hasil belajar rendah atau

cenderung menurun. Kesulitan belajar menunjuk pada

berbagai kesulitan yang dimanifestasikan dalam

bentuk tulisan yang nyata dalam penggunaan

kemampuan mendengarkan, bercakap-cakap,

membaca, menulis, menalar, matematika, dan lain-

lain[9]. Ketidakmampuan belajar adalah siswa yang

menunjukkan kinerja yang secara signifikan di bawah

tingkat yang diharapkan, mengingat kemampuan yang

lainnya normal[10]. Ketidakmampuan belajar adalah

gangguan yang merintangi kemajuan akademik

individu yang tidak mengalami keterbelakangan

mental. Kesulitan belajar atau learning disabilty adalah

kesulitan yang dialami individu atau siswa untuk

melakukan kegiatan belajar secara efektif, kesulitan

dalam menguasai keterampilan belajar dan

melaksanakan tugas-tugas spesifik yang dibutuhkan

dalam belajar[11]. Adapun faktor penyebab kesulitan

atau ketidakmampuan belajar atau masalah belajar

adalah faktor fisik, psikis, sosial, non-sosial, meliputi

faktor intern (dari dalam diri manusia/individu itu

sendiri: kognitif, sensori, gangguan emosi, dan

sebagainya) dan faktor ekstern (faktor dari luar

manusia/individu: kesempatan belajar kurang, sosial

budaya ekonomi kurang menguntungkan, sistem

pembelajaran tidak tepat, dan sebagainya).

Realita sekarang ini menunjukkan anak-anak

yang mengalami masalah sosial emosional semakin

banyak dan dikhawatirkan akan meningkat dari tahun

demi tahun akibat berbagai faktor dan bila tidak

diupayakan penanganan yang lebih baik di sekolah

maupun di luar sekolah (hasil wawancara peneliti

dengan guru dan orangtua). Guru memiliki peranan

yang penting dalam proses pembelajaran siswa karena

gurulah yang menyampaikan materi belajar, melatih,

membimbing, membina dan mendidik. Diantara tugas-

tugas guru, salah satu diantaranya adalah guru

diharapkan mampu menyelesaikan masalah sosial

emosional siswa, konflik sosial dan ketegangan batin

siswa, memberi terapi, mengurangi rasa takut,

memberi kasih sayang, menciptakan suasana belajar

yang menyenangkan, menolong pribadi siswa secara

individual, dan sebagainya yang kesemuanya bisa

menunjang lancarnya belajar siswa sehingga mencapai

tujuan pendidikan secara efektif dan efisien. Dengan

peran guru tersebut diharapkan masalah sosial

emosional yang mengakibatkan kesulitan belajar siswa

bisa berkurang. Peranan guru disamping sebagai

pengajar, pelatih, pembimbing, pembina, pendidik

juga sebagai psikoterapist dan konselor.

Kenyataan menunjukkan selama ini guru di

sekolah tingkat pendidikan dasar (SD, SD Inklusif,

SLB) dan orang tua kurang memahami berbagai

program untuk menangani kesulitan belajar akibat

masalah sosial emosional siswa, yang ada sekarang

baru program remedial yaitu upaya guru yang bersifat

menyembuhkan, membetulkan, membuat menjadi

lebih baik pembelajaran dan hasil belajar siswa agar

tercapai tujuan pembelajaran yang optimal[12], dan

biasanya lebih berkaitan dengan mata pelajaran. Untuk

program-program lain yang bisa meningkatkan

pertumbuhan dan perkembangan, rileks fisik dan

psikis serta sosial kurang dipahami diantaranya terapi

holistik meliputi bermain, musik, religi, relaksasi,

modeling. Kenyataan juga menunjukkan masih ada

guru yang kurang mendalami masalah siswa termasuk

masalah sosial emosional yang mengakibatkan

kesulitan belajar secara mendalam sehingga intervensi

pada anak didik secara keseluruhan baik fisik, psikis

maupun sosial kurang optimal. Disamping itu

kemungkinan setiap sekolah memiliki psikoterapis dan

konselor belum bisa dipastikan. Untuk itu perlu

sosialisasi dan penelitian tentang program untuk

menangani masalah siswa khususnya masalah sosial

emosional sebagai upaya mengoptimalkan

kemampuan guru-guru di Sekolah Dasar (SD, SD

Inklusif, SDLB/SLB) melalui terapi holistik meliputi

bermain, musik, religi, relaksasi, modeling.

Paradigma baru pendidikan di era otonomi

daerah juga menuntut adanya kemandirian dan

kreatifitas guru dalam menangani masalah siswa agar

bisa mencapai hasil belajar dan tujuan pendidikan

dengan lebih efektif dan efisien. Berbagai hal tersebut

mendorong perlu segera diupayakan mengoptimalkan

kemampuan guru dalam menangani masalah sosial

emosional, diantaranya melalui pemahaman dan

pembuatan program terapi holistik meliputi bermain,

musik, religi, relaksasi, modeling.

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas,

penulisan dan pembahasan ini difokuskan pada

pengoptimalan kemampuan guru dalam penanganan

masalah sosial emosional siswa, diharapkan penelitian

ini dapat digunakan sebagai tambahan pengetahuan

dan memperluas wawasan guru dalam meningkatkan

kemampuan sehingga dapat memberikan penanganan

masalah sosial emosional siswa dengan lebih baik

sehingga siswa tidak mengalami kesulitan belajar atau

ketidakmampuan belajar akibat masalah sosial

emosional. Penelitian terdahulu yang berkaitan dengan

program penanganan masalah siswa diantaranya

masalah masalah sosial emosional yang bisa

mengakibatkan kesulitan belajar telah dilakukan juga

oleh beberapa pakar dari berbagai bidang ilmu karena

masalah ini termasuk masalah yang melibatkan

berbagai disiplin ilmu. Penelitian yang telah dilakukan

terdahulu, secara konsisten menunjukkan bahwa siswa

dengan gangguan emosi dan perilaku beresiko untuk

prestasi akademik. Selain itu hasil Penelitian juga

Page 180: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

168

menunjukkan bahwa musik dapat mengurangi stress,

ketegangan dan kecemasan.

2. METODE

Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan

(research & development), penelitian untuk

mengembangkan produk berdasarkan temuan-temuan

dalam penelitian yang telah dilakukan. Secara garis

besar pelaksanaan penelitian ini adalah pada tahun

pertama dilakukan identifikasi dengan jalan

melakukan wawancara dan diskusi dengan guru untuk

mengkaji kebutuhan dan kendala dalam masalah sosial

emosional, kemudian dilanjutkan dengan aksi atau

pelaksanaan yaitu pengembangan prototype buku guru

yang berisi materi, instrumen asesmen, program terapi

holistik meliputi bermain, musik, religi, relaksasi,

modeling untuk menangani masalah sosial emosional

siswa disertai petunjuk implementasinya. Observasi

untuk mengamati situasi pembelajaran siswa di

Sekolah Dasar (SD, SD Inklusif, SDLB/SLB), selain

itu juga menerima masukan (feedback) dari berbagai

pihak mengenai kelebihan dan kekurangan dari

prototype paket penanganan masalah sosial emosional

berupa materi, instrumen asesmen, program

penanganan masalah sosial emosional juga telah

dilakukan oleh beberapa pakar dari berbagai bidang

ilmu karena masalah ini termasuk masalah yang

melibatkan berbagai disiplin ilmu.

Berbagai uraian tersebut di atas menunjukkan

bahwa: 1) diperlukan program-program untuk

menangani masalah sosial emosional dan kesulitan

belajar akibat masalah sosial emosional siswa di

sekolah, 2) belum adanya panduan penanganan

gangguan sosial emosional, khususnya bagi guru di

Sekolah Dasar, 3) guru belum memperoleh

pembekalan dalam menangani gangguan sosial

emosional siswa, dan 4) perlu adanya pembekalan dan

panduan untuk guru tentang asesmen siswa yang

mengalami masalah/gangguan sosial emosional dan

kesulitan belajar akibat hal tersebut, termasuk

didalamnya mengembangkan tujuan-tujuan terapi

holistik.

Fase terakhir dari keseluruhan kegiatan ini adalah

melakukan refleksi dengan cara evaluasi dan diskusi

untuk menjaring data dari para guru sebagai terapis,

pakar pendidikan. Kegiatan ini untuk mengetahui

kendala yang dihadapi selama uji coba, monitoring,

dan evaluasi kegiatan intervensi atau pembuatan

program dan panduan penanganan masalah sosial

emosional. Hasil refleksi ini ditindaklanjuti dengan

melakukan diagnosis lanjutan sebagai upaya

memperoleh instrumen, program dan panduan yang

benar-benar relevan dan sesuai. Tahapan penelitian ini

adalah: 1) Perencanaan: penelitian melakukan diskusi

dengan pihak sekolah (guru dan kepala sekolah)

tentang situasi pembelajaran dan penanganan masalah

sosial emosional di tempat penelitian, diskusi ini untuk

mengetahui kondisi dan kendala dalam penanganan

masalah siswa yaitu gangguan/masalah sosial

emosional, selanjutnya membuat perencanaan, 2)

Pelaksanaan tindakan dan observasi: peneliti dan guru

membuat program penanganan masalah sosial

emosional. Peneliti berperan serta dalam diskusi dan

mengobservasi kegiatan pembuatan program

penanganan masalah sosial emosional, mengadakan

pertemuan dan rapat dengan guru, memberikan

masukan berkaitan penanganan masalah sosial

emosional atau pembelajaran siswa, melakukan

pengamatan atau observasi terhadap pembuatan

program penanganan masalah sosial emosional siswa

oleh guru, mengikuti pertemuan dan observasi pada

saat pembelajaran bagi siswa yang mengalami masalah

sosial emosional. Disamping peneliti, kepala sekolah

dan guru lain juga mengadakan observasi terhadap

program penanganan masalah sosial emosional dalam

rangka meningkatkan kualitas pendidikan. Kehadiran

peneliti dan guru merupakan modal dasar untuk

mewujudkan tujuan penelitian, dan 3) Refleksi: upaya

untuk mengkaji/menilai apa yang telah terjadi dan apa

yang menjadi keluaran sekaligus apa kelebihannya.

Dengan istilah lain refleksi adalah mengkaji apa yang

telah dihasilkan atau belum dapat dituntaskan dalam

penelitian kemudian melakukan revisi atau

penyempurnaan program dan panduan penanganan

masalah sosial emosional siswa di Sekolah Dasar.

Sedangkan secara lebih terperinci pelaksanaan

penelitian ini adalah: 1) penelusuran dan pengumpulan

informasi: studi pustaka, kegiatan ini untuk

mendapatkan acuan tentang masalah sosial emosional

dan terapi holistik untuk menangani masalah sosial

emosional siswa, studi lapangan, kegiatan ini

dilaksanakan dengan wawancara, observasi dan

mengkaji dokumentasi untuk mendapatkan informasi

kondisi objektif di lapangan. Kegiatan studi pustaka

dan studi lapangan ini sebagai dasar untuk

melaksanakan tahap berikutnya, 2) perencanaan: untuk

mendapatkan gambaran program penanganan masalah

sosial emosional siswa di Sekolah Dasar, 3)

pengembangan format produk awal: berupa

penyusunan prototype program materi, instrumen dan

panduan penanganan masalah sosial emosional siswa

di Sekolah Dasar, 4) revisi prototype produk: kegiatan

ini dilakukan untuk mendapatkan masukan dari

berbagai pihak sebagai dasar untuk melaksanakan

perbaikan prototype, dan 5) penyusunan prototype

produk: kegiatan ini diupayakan untuk mendapatkan

hasil prototype produk yang mampu untuk menangani

masalah sosial emosional siswa di Sekolah Dasar.

3. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pelaksanaan penelitian ini sebagai awal dari

pengembangan program penanganan masalah sosial

emosional siswa melalui cara pengumpulan data

berupa wawancara, observasi dan dokumentasi

sebagai dasar untuk melakukan analisis data dalam

pembuatan prototype produk yang akan

dikembangkan. Selain iru perolehan hasil

pengumpulan data dari studi lapangan dan studi

pustaka dikembangkan serta dijadikan tcilak ukur

sebagai sumber data yang representatif untuk

Page 181: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

169

pembuatan prototype pengembangan program

penanganan masalah sosial emosional siswa (SD, SD

Inklusif, SDLB/SLB) maupun buku panduan guru

untuk hal tersebut.

Kondisi tersebut di atas sebagai manifestasi

permasalahan yang akan dipecahkan dalam penelitian

ini dan dijadikan sumber data dalam pembuatan

prototype pengembangan program dan buku panduan

penanganan masalah sosial emosional siswa di

Sekolah Dasar. Pada tahun pertama penelitian ini

mempersiapkan suatu prototype penanganan masalah

sosial emosional siswa di Sekolah Dasar yaitu

instrumen asesmen, program dan buku panduan guru

untuk penanganan masalah sosial emosional siswa

tersebut, meliputi instrumen asesmen, program

bermain, musik, religi, relaksasi, modeling beserta

buku panduan guru yang berkaitan dengan penanganan

masalah sosial emosional tersebut. Pada saat

pengumpulan data dalam penelitian ini tim peneliti

mengobservasi proses pembelajaran siswa yang

mengalami masalah sosial emosional di Sekolah

Dasar. Hal ini untuk mengetahui bahwa ada sebagian

siswa di Sekolah Dasar yang mengalami

gangguan/masalah sosial emosional dan ini bisa

dijadikan sumber data untuk pengembangan program

penanganan gangguan/masalah sosial emosional serta

pembuatan program dan buku panduan guru untuk

menangani gangguan/masalah sosial emosional yang

bisa mengakibatkan kesulitan belajar.

Tim peneliti juga melakukan pengamatan dan

wawancara di lapangan untuk mencari informasi yang

akan dijadikan pendukung data awal sebelum

pembuatan program dan buku panduan penanganan

gangguan/masalah sosial emosional siswa. Sumber

data pendukung lain yang diwawancarai di Sekolah

Dasar adalah kepala sekolah, wali kelas, dan guru

bidang studi, dengan hasil wawancara: 1)

menginginkan adanya buku panduan penanganan

gangguan/masalah sosial emosional bagi siswa yang

mengalami hal tersebut di Sekolah Dasar sehingga

siswa bisa belajar sesuai potensi yang dimiliki, dan 2)

banyak faktor yang menyebabkan terjadi

gangguan/masalah sosial emosional pada siswa di

Sekolah Dasar, antara lain: sikap masa bodoh orang

tua, orang tua sibuk kerja atau tidak bekerja,

pendidikan orang tua yang rendah sehingga kesadaran

akan pentingnya pendidikan anak tidak ada, keluarga

tidak harmonis, perceraian orang tua, makanan kurang

seimbang, sering sakit, sekolah sambil bekerja

membantu orang tua, tempat tinggal jauh, lingkungan

rumah dan sosial kurang mendukung, sarana dan

prasarana belum memadai dan sebagainya, 3. sebagian

siswa di Sekolah Dasar (SD, SD Inklusif, SDLB/SLB)

mengalami masalah atau gangguan sosial emosional,

4. Sebagian besar guru kurang memahami dan kurang

bisa menangani siswa yang mengalami

gangguan/masalah sosial emosional, 5. Sebagian besar

sekolah belum memiliki psikoterapis atau konselor

atau petugas bimbingan konseling, 6. Sarana prasarana

untuk menangani siswa gangguan/masalah sosial

emosional kurang atau belum memadai, 7. Tidak

membeda-bedakan siswa yang mengalami

gangguan/masalah sosial emosional dengan siswa

lainnya, 8. menginginkan adanya seminar atau

workshop tentang gangguan/masalah sosial emosional

dan penanganan siswa gangguan/masalah sosial

emosional, dan 9. perlu adanya instrumen asesmen,

program dan panduan guru untuk menangani siswa

yang mengalami gangguan/masalah sosial emosional,

diantaranya program bermain, musik, religi, relaksasi,

modeling.

Berdasarkan informasi di atas, perolehan data

sebagai manifestasi dari kondisi di Sekolah Dasar,

dijadikan sumber data penelitian dalam melaksanakan

program penanganan gangguan/masalah sosial

emosional siswa sesuai kebutuhan siswa dan kondisi

sekolah sehingga tercapai daya guna untuk masa depan

dan keberhasilan siswa dalam proses pembelajaran,

kehidupan serta tercapainya tujuan pendidikan.

Meskipun berbagai sekolah tingkat dasar masing-

masing memiliki situasi, kondisi, sarana prasarana

proses pembelajaran yang agak berbeda, namun semua

berkeinginan untuk menangani masalah/gangguan

sosial emosional yang bisa mengakibatkan kesulitan

belajar siswa.

Adapun hasil penelitian ini adalah: 1)

penanganan siswa yang mengalami gangguan/masalah

sosial emosional di Sekolah Dasar penting untuk

dilakukan mengingat jumlah siswa yang mengalami

kesulitan belajar semakin meningkat karena berbagai

faktor penyebab termasuk gangguan/masalah sosial

emosional yang menyebabkan siswa mengalami

kesulitan belajar. Hal ini perlu segera mendapatkan

penanganan yang tepat dan efektif, 2) Sekolah Dasar

sebagian belum memiliki program penanganan

gangguan/masalah sosial emosional siswa (program

bermain, musik, religi, relaksasi, modeling), yang ada

baru program remedial. Selain itu guru juga kurang

memahami siswa yang mengalami gangguan/masalah

sosial emosional sehingga dalam menangani hal

tersebut belum optimal. Sekolah sebagian besar tidak

memiliki konselor atau psikoterapis, mengingat

jumlah Sekolah Dasar yang banyak sementara jumlah

konselor dan psikoterapis relatif masih kurang. Hal ini

mengharuskan guru bisa menangani masalah siswa

termasuk masalah gangguan/masalah sosial

emosional, dan 3) Penelitian ini juga menghasilkan

program dan materi, buku panduan guru, instrumen

asesmen yang berkaitan dengan terapi holistik untuk

penanganan gangguan atau masalah sosial emosional

siswa di Sekolah Dasar meliputi bermain, musik,

religi, relaksasi, modeling (pada tahun pertama berupa

draft prototype paket penanganan).

Program penanganan gangguan/masalah sosial

emosional siswa dalam penelitian ini adalah: a.

program terapi bermain yaitu usaha untuk

menghilangkan, mengurangi, mengatasi gangguan

atau penyimpangan fisik, psikis, sosial dan

meningkatkan kemampuan yang dimiliki siswa

melalui media bermain, b. program terapi musik yaitu

v

i

Page 182: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

170

program untuk mencegah, mengurangi, mengatasi,

memperbaiki, menyembuhkan gangguan atau

kekurangan fisik, psikis, sosial siswa sehingga

pertumbuhan dan perkembangannya meningkat

seoptimal mungkin melalui music, c. Program religi

adalah program untuk mengurangi masalah sosial

emosional melalui agama atau spiritual, melaksanakan

ibadah dan beriman kepada Allah Yang Maha Kuasa

serta permohonan bantuan kepada Allah Yang Maha

Kuasa, d. program relaksasi yaitu program untuk

mengurangi ketegangan batin, perasaan cemas, stres

dengan melatih kesanggupan mengendorkan otot

secara relaks, santai, senang dan nyaman sehingga

dalam beraktivitas menjadi lebih baik, termasuk

aktivitas yang berkaitan dengan sosial emosional juga

menjadi lebih baik, e. program modeling adalah

program untuk mengurangi masalah fisik, psikis,

sosial dengan mengamati, mempelajari dan meniru

sikap, perilaku, pikiran model atau orang teladan untuk

membentuk sikap, perilaku, pikiran yang baru, baik,

benar, positif dalam diri individu yang berkaitan

dengan sosial emosional individu, 4. hasil penelitian

juga menunjukkan bahwa dalam proses pembelajaran

di Sekolah Dasar (SD, SD Inklusif, SLB) menyiratkan

bahwa ada sebagian siswa di Sekolah Dasar yang

mengalami gangguan atau masalah sosial emosional,

5. pada setiap Sekolah Dasar (SD, SD Inklusif, SLB)

masing-masing memiliki berbagai faktor yang

menyebabkan penanganan pada siswa yang

mengalami gangguan atau masalah sosial emosional

menjadi berbeda, diantaranya: a. lokasi tempat sekolah

dan jarak sekolah dari rumah siswa, b. sumber daya

manusia (SDM) dari masing-masing sekolah;

kemampuan guru di sekolah dalam memahami dan

menangani masalah siswa diantaranya

gangguan/masalah sosial emosional siswa;

ketersediaan tenaga yang berkaitan dengan

penanganan gangguan/masalah sosial emosional

(misal: psikoterapis, konselor, psikolog, dan

sebagainya) bila hal itu tidak memungkinkan maka

guru yang sebaiknya berusaha mengatasi

gangguan/masalah sosial emosional agar tidak

menimbulkan kesulitan belajar siswa, c. sarana

prasarana sekolah, d. situasi dan kondisi sekolah, dan

e. ketersediaan dana yang diburuhkan dalam

penanganan gangguan/masalah sosial emosional

siswa.

Pembuatan program dan buku panduan guru

untuk menangani gangguan/masalah sosial emosional

siswa dalam pelaksanaannya melalui prosedur yaitu:

1) Mengacu pada kebutuhan, karakteristik,

permasalahan siswa yang mengalami masalah sosial

emosional berdasar hasil asesmen, 2) Mengacu pada

tujuan penanganan gangguan/masalah sosial

emosional siswa di Sekolah Dasar, 3) Menyiapkan

format ukuran program dan buku panduan guru, 4)

Melakukan analisis isi program penanganan

gangguan/masalah sosial emosional siswa di sekolah

tingkat dasar, 5) Melakukan analisisisi materi buku

panduan guru untuk menangani gangguan/masalah

sosial emosional, 6) Menjabarkan materi program

penanganan gangguan/masalah sosial emosional

siswa, 7) Menjabarkan materi buku panduan guru

untuk menangani gangguan/masalah sosial emosional

siswa di Sekolah Dasar (SD, SD Inklusif, SLB), 8)

Review materi program penanganan

gangguan/masalah sosial emosional siswa di Sekolah

Dasar, 9) Review materi buku panduan guru untuk

penanganan gangguan/masalah sosial emosional siswa

di Sekolah Dasar, 10) Membuat prototype program

penanganan gangguan/masalah sosial emosional siswa

di Sekolah Dasar, dan 11) Membuat prototype buku

panduan guru untuk menangani gangguan/masalah

sosial emosional siswa di Sekolah Dasar.

Meskipun demikian untuk menentukan program

dan buku panduan guru untuk menangani gangguan

sosial emosional siswa bukan semata-mata pekerjaan

tim pelaksana penelitian tetapi hasil kerja kolaboratif

antara kelompok peneliti dan pihak sekolah serta

melihat kondisi lapangan dari siswa yang mengalami

gangguan/masalah sosial emosional. Akhimya

langkah tersebut dapat direalisasikan dalam

pembuatan program dan buku panduan penanganan

gangguan/masalah sosial emosional sesuai dengan

hasil diskusi dan disesuaikan dengan kebutuhan

sekolah dan siswa yang mengalami gangguan/masalah

sosial emosional dengan penanganan melalui terapi

holistik, meliputi terapi bermain, musik, religi,

relaksasi, modeling.

Program terapi holistik, meliputi terapi bermain,

musik, religi, relaksasi, dan modeling merupakan pro-

gram yang dirancang untuk menangani gangguan

sosial emosional siswa di sekolah tingkat dasar

(SD/SD Inklusif/ SLB). Selain itu dengan adanya

gangguan sosial emosional siswa di sekolah tingkat

dasar, perlu segera dibuat program penanganan beserta

panduan untuk menangani gangguan sosial emosional

siswa tersebut sehingga siswa bisa belajar

sebagaimana mestinya, tidak mengalami kesulitan

belajar dan memperoleh hasil belajar yang lebih baik.

Selain hal-hal di atas di sekolah tingkat dasar

banyak kendala yang dihadapi terutama pada kesiapan

sumber daya manusia, diantaranya guru belum atau

kurang memahami gangguan atau masalah sosial

emosional siswa. Oleh karena itu perlu diadakan

pelatihan agar guru dapat memahami dan menangani

gangguan atau masalah sosial emosional siswa di

sekolah tingkat dasar. Realisasi kepedulian lembaga

pendidikan atas pcrmasalahan sosial emosional siswa

di sekolah tingkat dasar adalah melalui diadakannya

penelitian tentang program penanganan gangguan atau

masalah sosial emosional dan tertuang dalam fokus

dari tujuan penelitian ini dan target yang ingin dicapai

yaitu mengupayakan pengembangan program

penanganan gangguan atau masalah sosial emosional

siswa untuk mengoptimalkan dan membekali guru

dalam menangani gangguan atau masalah sosial

emosional siswa yang menjadi tanggung jawabnya dan

berpotensi memahami dan mendalami karakteristik,

kebutuhan, permasalahan, dari siswa yang mengalami

Page 183: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

171

gangguan atau masalah sosial emosional baik dari

aspek fisik, psikis maupun sosial.

4. SIMPULAN DAN SARAN

4.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian tentang

pengembangan terapi holistik dalam menangani

gangguan sosial emosional siswa, melalui

pengumpulan data lapangan dengan observasi,

wawancara, dan dokumentasi, dapat disimpulkan

sebagai berikut: 1) telah tersusun program penanganan

gangguan/masalah sosial emosional siswa di sekolah

tingkat dasar dengan terapi holistik (terapi bermain,

musik, religi, relaksasi, modeling), pada tahun pertama

berupa draft, 2) tersusun buku panduan guru untuk

menangani gangguan/masalah sosial emosional siswa

yaitu buku panduan guru tentang terapi holistik

(bermain, musik, religi, relaksasi, modeling), pada

tahun pertama berupa draft protoptype, 3) selama

penelitian tahun pertama keinginan guru untuk

menangani gangguan/masalah sosial emosional siswa

telah ada dengan disusunnya buku panduan guru (pada

tahun pertama berupa draft prototype), 4) sesuai data

yang diperoleh secara empirik, minat dan kebutuhan

guru untuk bisa menangani gangguan atau masalah

sosial emosional siswa cukup besar, apalagi guru-guru

di kelas rendah sekolah tingkat dasar, dan 5) program

penanganan gangguan atau masalah sosial emosional

yang telah dikembangkan, masih diperlukan

pengembangannya lebih lanjut pada penelitian tahun

kedua.

4.2 Saran

Saran yang dapat diberikan adalah: 1) Guru di

sekolah tingkat dasar sebaiknya tetap berusaha

memahami dan menangani siswa yang mengalami

gangguan atau masalah sosial emosional agar siswa

tidak mengalami kesulitan belajar sehingga hasil

belajar menjadi lebih baik, 2) Sekolah sebaiknya

menyediakan sarana prasarana yang memadai

berkaitan dengan penanganan gangguan/masalah

sosial emosional siswa, 3) Pengembangan program

penanganan gangguan/masalah sosial emosional siswa

ini agar mcndapatkan prioritas untuk dilanjutkan pada

penelitian tahun-tahun berikutnya, karena memang

dibutuhkan oleh siswa yang mengalami

gangguan/masalah sosial emosional dan untuk

mengoptimalkan kemampuan guru-guru di sekolah

tingkat dasar dalam hal penanganan

gangguan/masalah sosial emosional siswa, dan 4)

Perlu adanya pelatihan untuk guru-guru di sekolah

tingkat dasar tentang pembuatan program penanganan

gangguan/masalah sosial emosional siswa, agar hasil

yang telah diperoleh bisa dikembangkan lebih lanjut

dan diterapkan untuk menangani gangguan atau

masalah sosial emosional yang dialami siswa di

sekolah tingkat dasar.

5. DAFTAR PUSTAKA

[1]. Hawari, D., (1995). Religi Dalam Praktek Psikiatri

dan Psikologi. Jakarta: FKUI.

[2]. Nugraha, A., dkk, (2008). Metode Pengembangan

Sosial Emosional. Jakarta: Universitas Terbuka.

[3]. Somantri Sutjihati, S., (2006). Psikologi ALB. Bandung:

PT. Refika Aditama.

[4]. Chalidah, E. S, (2005). Terapi Permainan Bagi Anak

Yang Memerlukan Layanan Pendidikan Khusus.

Jakarta: Depdiknas.

[5]. Gardner, (2006). Multiple Intelligences. New York:

Basic Books.

[6]. Djohan, (2006). Terapi Musik, Teori dan Aplikasi.

Yogyakarta: Galang Press.

[7]. Astati, (1995). Terapi Okupasi, Bermain dan Musik

Untuk Anak Tunagrahita. Jakarta: Departemen

Pendidikan dan Kebudayaan.

[8]. Purwanta, E, (2005), Modifikasi Perilaku. Jakarta:

Ditjend Dikti Depdiknas.

[9]. Louise, M, (2004). Kecerdasan Musik. Terj. Oleh :

Sindoro, L. Batam: Lucky Publishers.

[10]. Woolfolk, Anita, (2008). Educational Psychology.

Boston: Pearson Education, Inc. 142-150.

[11]. Slavin, Robert, E, (2009). Educational Psychology

Theory and Practice. New Jersey: Pearson Education,

Inc. 162-167.

[12]. Fakihuddin, L, (2007). Pengajaran Remedial dan

Pengayaan. Malang: Bayumedia Publisher.

Page 184: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

172

Page 185: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

173

Peningkatan Kemampuan Membaca Siswa SDN Jono I, Kecamatan

Temayang, Kabupaten Bojonegoro Melalui Kegiatan Pembiasaan

Membaca Berjenjang

Moh. Zamzuri

Guru SDN Jono I, Kab. Bojonegoro, E-mail: [email protected]

*) Alamat korespondensi: Email: [email protected].

ABSTRACT

The purpose of this study are: (1) describe the implementation of habituation reading school student Jono I,

District Temayang, Bojonegoro (2) describe the students' reading ability of SDN Jono I, District Temayang,

Bojonegoro, and (3) describe the students' response to the activities of habituation reading SDN Jono I, District

Temayang, Bojonegoro. This research method is classroom action research (classroom action research). The

approach used is qualitative descriptive approach. The instrument used in this study is the observation sheet of

activities of teachers and students, students' reading ability rubric that is focused on the ability to predict,

understand the vocabulary and punctuation, to understand the content of reading and summarizing and student

questionnaire responses. The results of this study were: (1) the activities carried out by the three-tiered reading

strategies, namely: reading together, guided reading and independent reading; (2) The ability to read students

has increased in the first cycle of 75% and the second cycle by 82%; and (3) The response of students to the

reading tiered very positive.

Key Words: the ability to read, habituation, read tiered

ABSTRAK

Tujuan dari penelitian ini adalah: (1) mendeskripsikan pelaksanaan kegiatan pembiasaan membaca siswa

SDN Jono I, Kecamatan Temayang, Kabupaten Bojonegoro (2) mendeskripsikan kemampauan membaca siswa

SDN Jono I, Kecamatan Temayang, Kabupaten Bojonegoro, dan (3) mendeskripsikan respon siswa terhadap

kegiatan pembiasaan membaca di SDN Jono I, Kecamatan Temayang, Kabupaten Bojonegoro. Metode penelitian

ini adalah penelitian tindakan kelas (classroom action research). Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan

deskriptif kualitatif. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar observasi aktivitas guru dan

siswa, rubrik kemampuan membaca siswa yang difokuskan pada kemampuan memprediksi, memahami kosa kata

dan tanda baca, memahami isi bacaan, dan merangkum dan angket respon siswa. Hasil penelitian ini adalah (1)

kegiatan membaca berjenjang dilaksanakan dengan tiga strategi yaitu: membaca bersama, membaca terbimbing

dan membaca mandiri; (2) Kemampuan membaca siswa mengalami peningkatan pada siklus I sebesar 75% dan

siklus II sebesar 82%; (3) Respon siswa terhadap kegiatan membaca berjenjang sangat positif.

Kata kunci: kemampuan membaca, pembiasaan, membaca berjenjang

1. PENDAHULUAN

Membaca memilik peran penting dalam belajar,

hal ini dikarenakan pengetahuan diperoleh melalui

membaca. Jika siswa memiliki kemampuan membaca

yang baik maka semakin baik pula pencapaian

akademiknya. Sebaliknya jika siswa tidak memiliki

kemampuan membaca yang baik dapat dipastikan akan

mengalami kesulitan dalam mempelajari berbagai

mata pelajaran. Oleh karena itu, kemampuan membaca

harus dikuasi oleh siswa dan perlu dibiasakan sejak

dini agar menjadi kegemaran dan menjadi kebutuhan

siswa.

Hal ini sejalan dengan salah satu tujuan Peraturan

Menteri Pendikan dan Kebudayaan Nomor 23 Tahun

2015 tentang Penumbuhan Budi Pekerti, yaitu untuk

menumbuhkan kebiasaan yang baik dan membentuk

generasi berkarakter positif. Salah satunya adalah

melalui pembiasaan menggunakan lima belas menit

sebelum hari pembelajaran untuk membaca buku

selain buku mata pelajaran[1]. Menurut Faizah dkk.

(2016:2), dalam jangka panjang kegiatan pembiasaan

membaca akan menumbuhkan budaya literasi dan

menjadikan peserta didik menjadi pembelajar

sepanjang hayat[2].

Berdasarkan hasil investigasi awal berupa

wawancara antara peneliti dengan guru kelas III SDN

Jono I yang dilakukan pada hari Selasa tanggal 4

Oktober 2016 menunjukkan bahwa kemampuan

membaca siswa kelas III tergolong rendah. Siswa

kesulitan memahami kosa kata dan tanda baca serta

memahami isi bacaan. Hal ini didukung dengan data

observasi kegiatan pembiasaan membaca, masih

banyak ditemukan kesalahan dalam membaca dengan

intonasi yang tepat, kesalahan tanda baca, kurang

memahami isi bacaan. Sehingga ketuntasan kelas dari

KKM yang ditentukan sebesar 75, hanya 57% yang

memperoleh nilai sama atau di atas 75. Sebagian besar

Page 186: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

174

siswa tidak fokus membaca dan cenderung kurang

tertarik dengan kegiatan membaca.

Upaya yang telah dilakukan oleh guru sehubungan

dengan kegiatan pembiasaan membaca adalah dengan

menugaskan siswa untuk memilih buku yang digemari

untuk dibaca sebelum pembelajaran dimulai.

Kemudian guru menanyakan isi bacaan sesuai dengan

yang dibaca. Namun kenyataannya banyak siswa yang

tidak dapat menyebutkan isi bacaan yang telah dibaca.

Artinya pemahaman siswa terhadap isi bacaan masih

tergolong rendah. Upaya lain yang dilakukan guru agar

siswa lancar membaca adalah memberikan bimbingan

khusus bagi siswa yang kurang lancar membaca.

Hasilnya siswa sudah lancar membaca namun dalam

pelafalan dan intonasi serta tanda baca masih banyak

terjadi kesalahan. Salah satu faktor penyebab

rendahnya kemampuan membaca siswa ini adalah

pemilihan strategi yang kurang tepat serta pengelolaan

kelas yang kurang tepat pula, sehingga berakibat siswa

kurang termotivasi dan kemampuan membacanya

rendah.

Membaca adalah proses yang dilakukan dan

dipergunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan

yang hendak disampaikan oleh penulis melalui media

tulis[3]. Sementara itu, untuk memahami isi bacaan

diperlukan daya nalar, seperti yang diketengahkan

oleh Tampubolon[4] bahwa membaca adalah suatu

kegiatan atau cara dalam mengupayakan pembinaan

daya nalar. Jika demikian, membaca merupakan suatu

aktifitas yang rumit dan kompleks karena bergantung

pada tingkat penalaran pembaca dan keterampilan

berbahasanya.

Pada dasarnya kegiatan membaca melibatkan dua

hal, yaitu (1) pembaca yang berimplikasi adanya

pemahaman dan (2) teks yang berimplikasi adanya

penulis[5]. Dalam hubungan ini, membaca adalah

kegiatan memperoleh pemahaman dari teks. Makna

teks dapat diperoleh dari interaksi timbal balik antara

pengetahuan dasar pembaca dengan teks.

Sebagaimana yang diungkapkan Nurhadi[6] bahwa

kekayaan akan kata-kata akan menjamin kelancaran

mencerna setiap kata yang dibaca seseorang. Jadi

makna dapat berubah bergantung pengalaman yang

dimiliki pembaca yang berbeda-beda.

Dari pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan

bahwa membaca adalah proses yang dilakukan

pembaca dalam mengupayakan daya nalar untuk

memperoleh pemahaman terhadap teks yang dibaca.

Sehubungan dengan itu, untuk memahami makna

bacaan tiap orang dapat berbeda-beda bergantung pada

pengetahuan dasar masing-masing pembaca.

Selanjutnya Syafi’ie[7] menyebutkan hakikat

membaca adalah: (1) Pengembangan keterampilan,

mulai dari keterampilan memahami kata-kata, kalimat-

kalimat, paragraf-paragraf dalam bacaan sampai

dengan memahami secara kritis dan evaluatif

keseluruhan isi bacaan, (2) Kegiatan visual, berupa

serangkaian gerakan mata dalam mengikuti baris-baris

tulisan, pemusatan penglihatan pada kata dan

kelompok kata, melihat ulang kata dan kelompok kata

untuk memperoleh pemahaman terhadap bacaan, (3)

Kegiatan mengamati dan memahami kata-kata yang

tertulis dan memberikan makna terhadap kata-kata

tersebut berdasarkan pengetahuan dan pengalaman

yang telah dipunyai, (4) Suatu proses berpikir yang

terjadi melalui proses mempersepsi dan memahami

informasi serta memberikan makna terhadap bacaan,

(5) Proses mengolah informasi oleh pembaca dengan

menggunakan informasi dalam bacaan dan

pengetahuan serta pengalaman yang telah dipunyai

sebelumnya yang relevan dengan informasi tersebut,

(6) Proses menghubungkan tulisan dengan bunyinya

sesuai dengan sistem tulisan yang digunakan, dan (7)

Kemampuan mengantisipasi makna terhadap baris-

baris dalam tulisan. Kegiatan membaca bukan hanya

kegiatan mekanis saja, melainkan merupakan kegiatan

menangkap maksud dari kelompok-kelompok kata

yang membawa makna[7].

Menurut Anderson dalam Akhadiah[8] ada lima

ciri membaca, yaitu: (1) membaca adalah konstruktif;

(2) membaca harus lancar; (3) membaca harus

dilakukan dengan strategi yang tepat; (4) membaca

memerlukan motivasi; dan (5) membaca merupakan

keterampilan yang harus dikembangkan secara

berkesinambungan.

Senada dengan pendapat tersebut, dalam modul

pembelajaran membaca di kelas awal dikatakan bahwa

membaca berjenjang adalah kegiatan membaca yang

disesuaikan dengan kebutuhan siswa yaitu

menerapkan beragam strategi pembelajaran dan

pemilihan bacaan sesuai dengan kebutuhan.

Tujuannya adalah untuk meningkatkan kemampuan

dan minat siswa membaca. Strategi yang digunakan

dalam membaca berjenjang, antara lain: membaca

bersama, membaca terbimbing, dan membaca

mandiri[9].

Membaca bersama, kegiatannya melibatkan

semua siswa satu kelas. Bahan bacaan yang digunakan

buku besar. Guru memodelkan berbagai keterampilan

dan melibatkan siswa selama proses membaca

dilakukan. Keterampilan yang dilatihkan adalah

memprediksi, memahami kosakata dan tanda baca,

memahami isi bacaan, dan merangkum. Sementara,

membaca terbimbing, dengan cara mengelompokkan

siswa yang memiliki kemampuan yang setara

(homogen) untuk diberikan bimbingan dalam

kelompok dengan bahan bacaan yang sama, sedangkan

siswa yang tidak termasuk bimbingan kelompok

diberikan tugas tertentu. Keterampilan yang dilatihkan

adalah memprediksi, memahami kosakata dan tanda

baca, memahami isi bacaan, dan merangkum.

Kemudian membaca mandiri, kegiatannya

dilakukan dengan cara siswa secara individu atau

berpasangan memilih sendiri buku yang akan dibaca

sesuai dengan minat dan kemampuan siswa. Ketika

siswa memilih buku guru memberikan pendampingan

pada siswa. Salah satu teknik yang digunakan agar

buku yang dibaca siswa sesuai dengan kemampuannya

adalah teknik lima jari. Guru meminta membaca satu

halaman. Jika dalam membaca mengalami lebih dari

Page 187: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

175

lima kesalahan atau kesulitan, maka buku tersebut

tidak sesuai dengan kemampuan siswa. Selain itu buku

bacaan yang dibaca hendaknya mengandung informasi

yang sederhana atau kejadian sehari-hari, isi cerita

mengandung nilai optimisme, bersifat inspiratif, dan

mengembangkan imajinasi, buku dapat bergenre

fantasi dengan tokoh binatang (fabel), buku

mengandung pesan nilai-nilai sesuai dengan tahapan

tumbuh kembang peserta didik dalam berbagai aspek,

antara lain moral, sosial, kognitif, pesan moral cerita

disampaikan dengan tidak menggurui. Dengan

membaca berjenjang kegiatan membaca sesuai dengan

kebutuhan siswa, membuat siswa nyaman, dan akan

memotivasi siswa untuk senang membaca.

Berdasarkan latar belakang tersebut, tujuan dari

penelitian ini adalah: (1) mendeskripsikan pelaksanaan

kegiatan pembiasaan membaca siswa SDN Jono I,

Kecamatan Temayang, Kabupaten Bojonegoro (2)

mendeskripsikan kemampauan membaca siswa SDN

Jono I, Kecamatan Temayang, Kabupaten Bojonegoro,

dan (3) mendeskripsikan respon siswa terhadap

kegiatan pembiasaan membaca di SDN Jono I,

Kecamatan Temayang, Kabupaten Bojonegoro.

Manfaat dari penelitian ini antara lain: (1) bagi

siswa meningkatkan kemampuan membaca; (2) bagi

peneliti menambah wawasan dan masukan mengenai

pembiasaan membaca; (3) bagi guru menambah

wawasan menggunakan salah satu strategi kegiatan

pembiasaan membaca; dan (4) bagi sekolah sebagai

referensi dalam mengambil kebijakan dalam kegiatan

pembiasaan membaca.

2. METODE PENELITIAN

Metode penelitian ini adalah penelitian tindakan

kelas (Classroom Action Research), yaitu penelitian

yang bersifat reflektif dengan melakukan tindakan-

tindakan tertentu agar dapat memperbaiki dan atau

dapat meningkatkan praktik pembelajaran secara

profesional[10]. Menurut Frankel and Wallen (2006)

dan Kemmis (1986) dalam Supriatna[10] daur

penelitian tindakan dan refleksi berbentuk spiral

seperti Gambar 1 berikut.

Gambar 1. Daur Penelitian Tindakan

Penelitian dilaksanakan di SDN Jono I, yang

beralamat di Jalan Raya Jono-Temayang Km 23,

Kecamatan Temayang, Kabupaten Bojonegoro.

Waktu penelitian pada minggu ke-2 sampai dengan

minggu ke-4 bulan Oktober tahun 20016. Subjek

penelitian dan sumber data utama adalah siswa Kelas

III SDN Jono I, Kecamatan Temayang, Kabupaten

Bojonegoro yang berjumlah 28 anak.

Berdasarkan pada rancangan penelitian dan data

yang ingin diperoleh dalam penelitian ini, maka

prosedur penelitian ini terdiri dari tiga tahap, yaitu: (1)

Tahap persiapan, kegiatan yang dilakukan pada tahap

persiapan adalah membuat perangkat kegiatan

membaca dan intrumen-intrumen penelitian, (2) Tahap

pelaksanaan, pelaksanaan kegiatan membaca

berjenjang pada kegiatan membaca dengan

menerapkan tiga strategi yaitu: membaca bersama,

membaca terbimbing dan membaca mandiri, dan (3)

Tahap pengumpulan dan analisis data, data tentang

pelaksanaan kegiatan membaca diperoleh melalui

pengamatan/observasi dikumpulkan dengan instrumen

observasi berupa skala penilaian (rating scale). Untuk

mengumpulkan data tentang kemampuan membaca

siswa diperoleh melalui rubrik penilaian unjuk kerja.

Kemudian data tentang respon siswa diperoleh melalui

angket.

Instrumen penelitian yang digunakan adalah: (1)

lembar pengamatan aktivitas guru dan siswa; (2)

lembar pengamatan unjuk kerja siswa dalam kegiatan

membaca; dan (3) angket respon siswa. Data yang

dianalisis adalah hasil observasi aktivitas guru dan

siswa selama proses kegiatan membaca berjenjang

berlangsung, kemampuan membaca siswa dan respon

siswa. Data-data yang diperoleh kemudian dianalisis

dengan menggunakan teknik analisis sebagai berikut:

2.1 Data hasil observasi

Untuk menganalisis data hasil observasi yang

diperoleh dari lembar observasi aktivitas guru dan

siswa, digunakan rumus Persentase Skor Hasil

Observasi (PSHO) sebagai berikut:

PSHO = 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑠𝑘𝑜𝑟

∑ 𝑆𝑘𝑜𝑟 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑢𝑚𝑥100%

Dengan kriteria keterlaksanaan aktivitas guru dan

siswa disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Kriteria Keterlaksanaan Aktivitas Guru dan

Siswa

Interval Presentasi Kategori

80% ≤ PSHO 100% Sangat baik

70% ≤ PSHO < 80% Baik

55% ≤ PSHO < 70% Cukup baik PSHO < 55% Sangat kurang

(Sumber: diadopsi dari Arikunto dengan modifikasi [11]

Keberhasilan guru dalam melaksanakan kegiatan

membaca berjenjang dapat dilihat dari hasil observasi

aktivitas guru dan siswa dengan minimal

keberhasilannya masuk dalam kategori baik.

2.2 Data kemampuan membaca siswa

Menganalisis hasil rubrik unjuk kerja siswa

dengan menjumlahkan skor yang diperoleh kemudian

dibagi skor maksimum.

Page 188: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

176

NS = 𝑆𝑘𝑜𝑟 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑝𝑒𝑟𝑜𝑙𝑒ℎ

𝑆𝑘𝑜𝑟 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑢𝑚𝑥100

Selanjutnya untuk menentukan persentase

ketuntasan kelas dengan membagi banyaknya siswa

yang tuntas dengan jumlah siswa seluruhnya. Kriteria

ketuntas kelas yang ditetapkan adalah 75.

Presentase Ketuntasan = 𝑏𝑎𝑛𝑦𝑎𝑘 𝑠𝑖𝑠𝑤𝑎 𝑡𝑢𝑛𝑡𝑎𝑠

𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝑠𝑖𝑠𝑤𝑎𝑥100

Kesimpulan analisis disesuaikan dengan

presentase ketuntasan kelas yang ditetapkan sehingga

dapat diketahui kemampuan membaca siswa.

Peningkatan kemampuan membaca siswa pada

kegiatan pembiasaan membaca berjenjang ini

ditunjukkan oleh jika banyaknya siswa yang tuntas

atau memperoleh nilai 75% -100% dibanding dengan

banyak seluruh siswa sama dengan 75% atau lebih.

2.3 Data respon siswa

Data angket respon siswa yang digunakan untuk

mengetahui data respon siswa terhadap pelaksanaan

kegiatan pembiasaan membaca berjenjang, misalnya:

setuju atau tidak terhadap pembiasaan membaca

berjenjang.

Untuk menganalisis data respon siswa diperoleh

dari angket respon siswa, dengan menggunakan rumus

Angket Respon Siswa (ARS) sebagai berikut:

ARS = 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑝𝑒𝑟 𝑘𝑎𝑡𝑒𝑔𝑜𝑟𝑖

∑ 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑖𝑠𝑤𝑎 𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ𝑛𝑦𝑎𝑥100%

Kesimpulan analisis disesuaikan dengan

persentase setiap pertanyaan yang menunjukkan

pernyataan setuju tidak setuju.

Penelitian ini menggunakan desain penelitian

tindakan kelas yang diadopsi dari Khemmis dan

Taggart dalam Riyanto[12] dengan dua rancangan

siklus, setiap siklus terdiri dari tahapan: perencanaan,

pelaksanaan/tindakan, observasi, dan refleksi[12].

Siklus I

Perencanaan I, yang meliputi tiga pertemuan,

yaitu:

Pertemuan ke-1

Membaca bersama, guru mengatur posisi duduk

peserta didik agar semuanya dapat melihat buku yang

dibacakan. Menjelaskan apa yang harus dilakukan

peserta didik (misalnya, apakah mereka dapat

langsung membaca bersama atau menunggu kalimat-

kalimat dibacakan). Menyebutkan judul, pengarang

dan ilustrator atau menyebutkan sumber bahan bacaan.

Dengan menunjuk sampul depan, minta peserta didik

untuk menebak isi bacaan. Guru dan peserta didik

membaca materi bacaan (paragraf/kalimat) yang sama.

Guru dan peserta didik membaca ulang alinea atau

paragraf yang dianggap penting. Guru berhenti

membaca sejenak dan memberi kesempatan kepada

peserta didik untuk menebak alur cerita selanjutnya.

Guru mengajukan pertanyaan-pertanyaan terkait

konten buku, kosakata, tatabahasa atau tanda baca

untuk meyakinkan bahwa peserta didik memahami

jalannya cerita. Guru meminta peserta didik untuk

menanggapi isi bacaan. Guru dapat mengajak peserta

didik untuk membuat daftar kosakata baru dan

menuliskannya pada flip chart. Guru dapat menjadikan

kegiatan membaca bersama sebagai hadiah atas

pencapaian peserta didik

Pertemuan ke-2

Membaca terbimbing, guru mengucapkan salam

dan menyapa siswa. Kemudian guru mengelompokkan

siswa menjadi dua kelompok, satu kelompok

bimbingan 7 siswa dan sisanya kelompok tidak

terbimbing. Membuat kesepakatan Menunjukkan

sampul buku bacaan Bertanya jawab judul bacaan

Menggali pengetahuan latar dan pengalaman peserta

didik. Memperhatikan ilustrasi dan memprediksi alur

cerita. Guru memeragakan membaca kalimat atau

paragraf dan meminta peserta didik untuk menirukan

atau meneruskan membaca secara bergiliran. Guru

meminta peserta didik untuk mencatat kosakata baru,

kalimat yang menarik, tokoh utama atau tokoh lain

yang menarik. Meminta peserta didik untuk

menceritakan kembali isi bacaan dengan kata-katanya

sendiri. meminta peserta didik untuk membuat daftar

kata-kata sulit. Meminta peserta didik untuk membuat

peta cerita.

Pertemuan ke-3

Membaca mandiri, guru mendampingi dan

mengetahui bacaan yang dipilih peserta didik. agar:

Bacaan sesuai dengan tingkat pemahaman peserta

didik atau sedikit di atasnya. Konten bacaan sesuai

dengan usia peserta didik atau mendukung tema atau

sub tema materi ajar. Guru melakukan pra-baca untuk

mengetahui ringkasan buku yang akan dibaca peserta

didik. Dapat menjawab peserta didik apabila mereka

bertanya. Mengembangkan diskusi dengan topik yang

relevan. Meminta peserta didik untuk membaca secara

mandiri. Mengingatkan peserta didik untuk

menerapkan strategi membaca, misalnya: Membaca

judul dan mempelajari ilustrasi sampul muka untuk

dapat menebak isi bacaan. Menebak kata-kata sulit

dengan mempelajari ilustrasi atau konteks kalimat.

Membuat daftar pertanyaan terkait bacaan. Guru

meminta peserta didik untuk: mencari informasi lebih

lanjut tentang bacaan atau pengarang maupun

ilustrator buku. membuat daftar kosakata baru.

membuat peta cerita atau peta konsep isi bacaan.

meringkas isi bacaan dengan kata-kata sendiri, baik

secara lisan, gambar, atau tertulis. melakukan kegiatan

lanjutan untuk menanggapi isi bacaan.

Pelaksanaan Tindakan I, guru melaksanakan

tindakan sesuai dengan perencanaan yang telah dibuat

oleh peneliti dalam proses pembiasaan membaca.

Observasi I, observasi dilakukan selama kegiatan

pembiasaan membaca berlangsung dengan mengisi

lembar observasi guru dan siswa.

Refleksi I, dilaksanakan untuk mengetahui

kekurangan dan kelemahan pada saat pelaksanaan

Page 189: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

177

siklus I, dan digunakan sebagai bahan acuan tindakan

berikutnya.

Siklus II

Melaksanakan kegiatan-kegiatan seperti siklus I,

namun terjadi pemantapan bila siklus I berjalan baik

atau dengan perbaikan bila ada kekurangan dalam

siklus I.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil Penelitian

Penelitian tindakan kelas ini terdiri dari

perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan,

observasi, dan refleksi. Pada siklus I terdiri dari tiga

pertemuan dan siklus 2 terdiri dari tiga pertemuan

dengan masing-masing pertemuan dilaksanakan dalam

1 x 15 menit. Penelitian ini dimulai pada tanggal

tanggal 4 Oktober 2016 dan selesai pada tanggal 22

Oktober 2016. Selama proses penelitian berlangsung,

ada beberapa hasil yang diperoleh seperti yang penulis

paparkan berikut.

1. Hasil Observasi Aktivitas Guru

Tabel 2. Taraf keberhasilan aktivitas guru

Siklus Pertemuan Persentase

Keberhasilan

Taraf

Keberhasilan

I 1, 2, dan 3 91, 29 Sangat baik II 1, 2, dan 3 93, 72 Sangat baik

Tabel 2 menunjukkan ada peningkatan persentase

keberhasilan guru dalam menerapkan kegiatan

membaca berjenjang dari siklus 1 ke siklus 2 dan

berada pada taraf keberhasilan sangat baik.

2. Hasil Observasi Aktivitas Siswa

Tabel 3. Taraf keberhasilan aktivitas siswa

Siklus Pertemuan Persentase

Keberhasilan

Taraf

Keberhasilan

I 1, 2, dan 3 89, 50 Sangat baik II 1, 2, dan 3 92, 25 Sangat baik

Tabel 3 menunjukkan ada peningkatan persentase

keberhasilan siswa dengan diterapkan kegiatan

membaca berjenjang dari siklus 1 ke siklus 2 dan

berada pada taraf keberhasilan sangat baik.

3. Hasil Kemampuan Membaca Siswa

Berikut adalah hasil kemampuan membaca siswa

yang mencakup empat (4) keterampilan, seperti

disajikan pada pada Tabel 4 berikut.

Tabel 4. Kemampuan Membaca Siswa

Keterampilan Siklus I Siklus II Keterangan

Memprediksi 75% 77% Meningkat 2%

Kosa Kata dan Tanda Baca

79% 80% Meningkat 1%

Memahami isi

bacaan 82% 83% Meningkat 1%

Merangkum

bacaan 79% 80% Meningkat 1%

Rata-rata 79% 80% Meningkat 1% Ketuntasan siswa 75% 82% Meningkat 7%

Tabel 4 menunjukkan ada peningkatan persentase

kemampuan membaca siswa dengan diterapkan

pembiasaan membaca berjenjang.

4. Hasil Respon Siswa

Berikut adalah hasil angket respon siswa terhadap

proses pembiasaan membaca berjenjang, seperti

diperlihatkan pada Tabel 5 berikut.

Tabel 5. Angket Respon Siswa

Siklus Pertanyaan Setuju Tidak

Setuju

Tidak

Menjawab

I Apakah

pembiasaan membaca

berjenjang

menyenangkan?

75% 18% 7%

II 100% 0% 0%

I Apakah

pembiasaan

membaca berjenjang

memudahkan

siswa belajar membaca?

75% 18% 7%

II 93% 7% 0%

I Apakah

pembiasaan membaca

berjenjang

meningkatkan kemampuan

membaca?

82% 0% 18%

II 100% 0% 0%

Tabel 5 menunjukkan ada peningkatan persentase

respon positif siswa dengan diterapkan pembiasaan

membaca berjenjang.

3.2 Pembahasan

Berdasarkan hasil penelitian pada kegiatan

pembiasaan membaca berjenjang. Pelaksanaan

pembiasaan membaca berjenjang meliputi membaca

bersama, membaca terbimbing dan membaca mandiri.

Pada saat kegiatan membaca bersama buku yang

digunakan guru adalah buku besar. Siswa diajak duduk

lesehan di atas karpet. Kemudian guru mengenalkan

sampul buku dengan menggali pertanyaan dan

meminta siswa memprediksi judul dan isi bacaan.

Selanjutnya guru memberi contoh membaca kalimat,

dilanjutkan guru dan siswa membaca ulang kalimat

yang dianggap penting. Guru berhenti membaca

sejenak dan memberi kesempatan kepada peserta didik

untuk menebak alur cerita selanjutnya.

Kemudian pada kegiatan membaca terbimbing,

buku yang digunakan adalah buku bacaan berjenjang

dengan judul yang sama. Guru mengelompokkan

siswa menjadi dua kelompok, satu kelompok

bimbingan ada tujuh siswa dan sisanya kelompok tidak

terbimbing. Guru memberikan lembar kerja bagi siswa

yang tidak terbimbing. Kemudian guru memulai

kegiatan pada kelompok terbimbing guru dan siswa

membuat kesepakatan. Selanjutnya meminta siswa

memperhatikan sampul buku bacaan. Guru bertanya

jawab judul bacaan. Kemudian menggali pengetahuan

latar dan pengalaman peserta didik. Selanjutnya siswa

memperhatikan ilustrasi dan memprediksi alur cerita.

Page 190: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

178

Guru membaca kalimat dalam paragraf dan meminta

peserta didik untuk meneruskan membaca secara

bergiliran. Guru meminta peserta didik untuk mencatat

kosakata baru, kalimat yang menarik, tokoh utama

atau tokoh lain yang menarik.

Selanjutnya pada kegiatan membaca mandiri guru

berperan sebagai pendamping, guru meminta siswa

menunjukkan bacaan yang dipilih. Guru meminta

siswa membaca satu halaman dan menanyakan tingkat

kesulitan memahami yang dibaca. Kemudian guru

meminta siswa untuk membaca secara mandiri, sambil

mengingatkan peserta didik untuk membaca judul dan

mempelajari ilustrasi sampul muka untuk dapat

menebak isi bacaan. Pada kegiatan akhir guru meminta

siswa untuk membuat daftar kosakata baru, meringkas

isi bacaan dengan kata-kata sendiri.

Setelah peneliti melaksanakan refleksi terhadap

pelaksanaan membaca berjenjang selama siklus I,

ketika membaca bersama guru tidak membuat

kesepakatan sehingga siswa masih sering ramai. Pada

siklus II untuk membaca bersama pelaksanaan

kegiatan berjalan dengan baik dan guru telah membuat

kesepakatan awal.

Selanjutnya pada kegiatan membaca terbimbing

siswa yang tidak memperoleh bimbingan ramai

menanyakan lembar kerja yang diberikan. Kemudian

pada siklus II untuk membaca terbimbing guru

memberikan petunjuk pada lembar kerja dengan jelas.

Sementara, pada kegiatan membaca mandiri sudah

berjalan dengan baik. Pada siklus II kegiatan membaca

mandiri berjalan lebih baik.

Berdasarkan hasil rubrik unjuk kerja siswa pada

siklus I dapat diketahui kemampuan membaca siswa

dari keterampilan memprediksi 75%, keterampilan

kosa kata dan tanda baca 79%, keterampilan

memahami isi bacaan 82%, dan keterampilan

merangkum bacaan 79%. Rata-rata dari keempat

keterampilan tersebut adalah 79%. Dari hasil tersebut

sebanyak 21 anak memperoleh nilai sama atau

melebihi 75 dan 7 anak memperoleh kurang dari 75

sehingga diketahui 75% tuntas.

Kemampuan membaca siswa ini mengalami

peningkatan pada siklus II dari hasil rubrik unjuk kerja

siswa dapat diketahui keterampilan memprediksi 77%,

keterampilan kosa kata dan tanda baca 80%,

keterampilan memahami isi bacaan 83%, dan

keterampilan merangkum bacaan 80%. Rata-rata dari

keempat keterampilan tersebut adalah 81%. Dari hasil

tersebut sebanyak 23 anak memperoleh nilai sama atau

melebihi 75 dan 4 anak memperoleh kurang dari 75

sehingga diketahui 82% tuntas.

Dari keempat keterampilan yang menjadi fokus

untuk ditingkatkan maka dengan kegiatan membaca

berjenjang mengalami peningkatan yang cukup

signifikan.

Selanjutnya respon siswa berdasarkan hasil angket

siswa pada setiap siklus menunjukkan respon positif.

Hal ini menunjukkan kegiatan membaca berjenjang

dapat meningkatkan motivasi dalam kegiatan

pembiasaan membaca siswa.

4. KESIMPULAN

Dari hasil penelitian tindakan kelas di SDN Jono I

dapat disimpulkan bahwa: (1) pelaksanaan kegiatan

pembiasaan membaca berjenjang melalui tiga strategi

yaitu: membaca bersama, membaca terbimbing, dan

membaca mandiri. Keterampilan yang dilatihkan

fokus pada memprediksi, kosa kata dan tanda baca,

memahami isi bacaan, dan merangkum, (2)

kemampuan membaca siswa meningkat melalui

kegiatan pembiasaan membaca berjenjang. Hal ini

dapat ditunjukkan dengan kemampuan siswa dalam

memprediksi judul bacaan, isi bacaan, kosa kata dalam

bacaan, memahami tanda baca dan melafalkannya,

memahami isi bacaan, dan merangkum isi bacaan;

Ketuntasan kelas pada siklus I sebesar 75% dan siklus

II menjadi 82%, dan (3) Respon siswa terhadap

kegiatan pembiasaan membaca berjenjang sangat

positif, hal ini menunjukkan kegiatan membaca

berjenjang dapat memotivasi siswa untuk

melaksanakan kegiatan pembiasaan membaca.

5. DAFTAR PUSTAKA

[1] Permendikbud Nomor 23 Tahun 2015 tentang Penumbuhan Budi Pekerti, Jakarta.

[2] Faizah, Dewi Utama, Susanti Sufyadi, Lanny Anggraini,

Waluyo, Sofie Dewayani, Wien Muldian, dan Dwi

Renya Roosaria, (2016). Panduan Gerakan Literasi

Sekolah Di Sekolah Dasar, Jakarta: Direktorat

Pembinaan Sekolah Dasar Direktorat Jenderal

Pendidikan Dasar dan Menengah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

[3] Tarigan, Henry Guntur, (1990). Membaca sebagai

Suatu Keterampilan Berbahasa, Bandung: Angkasa.

[4] Tampubolon, (1987). Kemampuan Membaca, Teknik

Membaca Efektif dan Efesien, Bandung: Angkasa.

[5] Kridalaksana, H., (1982). Tata Bahasa Deskriptif

Bahasa Indonesia Sintaksis, Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.

[6] Nurhadi, (1989). Membaca Cepat dan Efektif, Bandung: Sinar Baru.

[7] Syafi’ie, Imam. (1994). Pengajaran Membaca

Terpadu. Bahan Kursus Pendalaman Materi Guru

Inti PKG Bahasa dan Sastra Indonesia, Malang: IKIP.

[8] Akhadiah, Sabari M.K., (1992). Bahasa Indonesia I, Jakarta: Depdikbud.

[9] Anonim, (2006). Pembelajaran Membaca di Kelas

Rendah, Jakarta: Usaid Prioritas.

[10] Supriatna, Endang K, Supardi, Abdul Aziz (2009).

Penelitian Guru Bahasa, Bandung: Adhi Aksara Abadi Nusantara.

[11] Arikunto, S. (2009). Evaluasi Program Pendidikan,

Jakarta: Rineka Cipta.

[12] Riyanto, Yatim, (2012). Metodologi Penelitian

Pendidikan, Surabaya: SIC.

Page 191: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

179

Pengembangan Media Pembelajaran Teknik Pemesinan Berbantuan

Komputer Yang Efektif Di SMK

Yunus1*), Iskandar2

1 Jurusan Pendidikan Teknik Mesin FT-Unesa. E-mail: [email protected] 2 Jurusan Pendidikan Teknik Mesin. E-mail: [email protected]

*) Alamat koresponden: E-mail: [email protected]

ABSTRACT

This study aims to develop learning media machining techniques are effective in SMK. The research method

is based on the design of research and development (research and development). This research has produced a

learning tool in the form of draft learning tool machining techniques in SMK validated and revised based on

suggestions and feedback from the validator. The products of this research consisted of: (a) a draft KI-KD

technique of machining, (b) a draft syllabus engineering machining, (c) a draft RPP technique Machining, (d) a

draft module engineering machining, (e) a draft job-sheet technique of machining, (f) draft assessment guidelines

machining techniques, and (g) media PBK-TP that has been validated with a mean score of 3.60 that fall into the

category of very valid. The trial results showed, bahws there is a difference in student learning outcomes on

cognitive and psychomotor aspects on the subjects of Mechanical Machining between the model PBK-TP with

conventional learning models, where the average value of the cognitive aspects of the experimental class of 81.5

higher than the control class is 77.08, and the average value of the results of the experimental class practices of

81.92 higher than the control class at 78.14. The trial results showed media device PBK-TP generated feasible

and effective for use in teaching subjects in vocational Lathe Machining Techniques.

Key Words: Media development PBK-TP, Decent, Effective

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan model media pembelajaran teknik pemesinan yang efektif di

SMK. Metode penelitian didasarkan atas rancangan penelitian dan pengembangan (research and development).

Penelitian ini telah menghasilkan produk perangkat pembelajaran dalam bentuk draf perangkat pembelajaran

teknik pemesinan di SMK yang telah divalidasi dan direvisi berdasarkan saran dan masukan dari validator.

Produk penelitian ini terdiri dari: (a) draf KI-KD teknik pemesinan, (b) draf silabus teknik pemesinan, (c) draf

RPP teknik Pemesinan, (d) draf modul teknik pemesinan, (e) draf job-sheet teknik pemesinan, (f) draf panduan

penilaian teknik pemesinan, dan (g) media PBK-TP yang telah divalidasi dengan rerata skore 3,60 yang masuk

dalam kategori sangat valid. Hasil uji coba menunjukan, bahws terdapat perbedaan hasil belajar siswa pada

aspek kognitif dan aspek psikomotor pada mata pelajaran Teknik Pemesinan antara yang menggunakan model

PBK-TP dengan model pembelajaran konvensional, dimana nilai rata-rata aspek kognitif kelas eksperimen

sebesar 81,5 lebih tinggi dibandingkan dengan kelas kontrol sebesar 77,08, dan nilai rata-rata hasil praktik kelas

eksperimen sebesar 81,92 lebih tinggi dibandingkan dengan kelas control sebesar 78,14. Hasil uji coba

menunjukkan perangkat media PBK-TP yang dihasilkan layak dan efektif untuk digunakan dalam pembelajaran

mata pelajaran Teknik Pemesinan Bubut di SMK.

Kata Kunci: Pengembangan media PBK-TP, layak, Efektif

1. PENDAHULUAN

Pendidikan kejuruan merupakan pendidikan

menengah yang bertugas mempersiapkan siswa untuk

bekerja dalam bidang tertentu. Pendidikan kejuruan

memiliki peran strategis dalam menyiapkan tenaga

kerja, fokus kegiatannya adalah memberikan bekal

pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja kepada

siswa agar dapat diaplikasikan dalam dunia kerja, baik

dalam dunia usaha maupun dunia industri.

Finch & Crunkilton (1979:111) menjelaskan

bahwa pendidikan kejuruan menekankan pada

pengembangan ketarampilan, kemampuan dan sikap

kerja, dan penyiapan untuk mendapatkan pekerjaan.

Pendidikan kejuruan tidak hanya terkait dengan

pengembangan keterampilan, tetapi juga

pengembangan seluruh kompetensi yang dimiliki

siswa untuk mengekspresikan dirinya dalam bekerja.

Sedangkan dari hasil pengamatan empirik yang

dilakukan sebagai studi pendahuluan terhadap

pelaksanaan pembelajaran teknik pemesinan yang

terjadi di SMKN 3 Buduran Sidoarjo menunjukan

bahwa pelaksanaan pembelajaran teknik, khususnya

teknik pemesinan belum dirancang dengan baik, yang

secara umum masih menekankan pada aspek

Page 192: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

180

keterampilan dan pengetahuan kurang memperhatikan

aspek sikap kerja siswa (prosesnya), pada hal

kompetensi mencakup ketiga hal tersebut. Hal ini bisa

dilihat dari aspek penilaian yang hanya difokuskan

pada hasil akhir pembelajaran teknik (benda kerja

yang dihasilkan) saja, sedangkan penilaian terhadap

prosesnya kurang diperhatikan. Dengan kata lain bila

penilaian dilakukan pada hasil akhir kerja teknik saja,

maka hasil belajar yang diperoleh siswa belum

mencerminkan kompetensi siswa yang sesungguhnya.

Kompetensi yang sesungguhnya selain mencerminkan

dari pengetahuan dan keterampilan kerja, tetapi juga

sikap kerja. Dengan demikian sistem penilaian yang

terjadi di sekolah masih belum dapat menjamin

kompetensi lulusan secara utuh.

Penilaian hendaknya mencerminkan pemahaman

tentang pembelajaran yang terintegrasi. Penilaian

terhadap kompetensi kejuruan dapat dilakukan lebih

akurat bila dilihat dari aspek pengetahuan,

keterampilan dan sikap kerja. Selain itu penilaian juga

dilihat dari berbagai faktor penentu yang berkaitan

langsung dengan pencapaian kompetensi, misalnya

model pembelajarannya. Dengan demikian gambaran

tentang kualitas siswa dapat diperoleh secara

komprehensip.

Berdasarkan fenomena dan fakta di atas,

penilaian kompetensi siswa yang tepat bukan saja

berguna untuk mengetahui keberhasilan belajar siswa

yang sesungguhnya, tetapi juga berguna untuk

pengembangan lembaga pendidikan. Kompetensi

kejuruan yang dimaksud difokuKIan pada kompetensi

pemesinan perkakas.

Permasalahan yang dihadapi pendidikan

nasional saat ini berkisar pada kompetensi lulusan

yang belum relevan dengan kebutuhan dunia usaha

dan dunia industri, kualitasnya masih rendah dan

belum mampu memenuhi kompetensi siswa (Zahrial

Fakri, 2007:3). Lembaga pendidikan belum bisa

menghasilkan lulusan siap pakai yang sesuai dengan

kebutuhan dan tuntutan perkembangan dunia industri.

Hal ini didukung hasil kesimpulan pengamatan

empirik yang dilakukan Depdiknas (2004:1)

menunjukkan bahwa sebagian besar lulusan SMK di

Indonesia bukan saja kurang mampu memyesuaikan

diri dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan

teknologi, tetapi juga kurang mampu mengembangkan

diri dan kariernya di dunia kerja. Fakta tersebut

menunjukkan betapa belum efektifnya pendidikan

kejuruan di Indonesia. Lulusan SMK belum memiliki

kesiapan kerja yang baik.

Berdasarkan permasalahan tersebut di atas dan

hasil studi pendahuluan terhadap pelaksanaan

pembelajaran teknik pemesinan yang terjadi di SMKN

yang menunjukan bahwa pelaksanaan pembelajaran

teknik, khususnya teknik pemesinan belum dirancang

secara komprehensip, yang secara umum masih

menekankan pada aspek keterampilan dan

pengetahuan dan kurang memperhatikan aspek sikap

kerja siswa (prosesnya), pada hal kompetensi

mencakup ketiga hal tersebut. Hal ini bisa dilihat dari

aspek penilaian yang hanya difokuskan pada hasil

akhir benda kerja yang dihasilkan saja, sedangkan

penilaian terhadap prosesnya kurang diperhatikan.

Dengan kata lain bila penilaian dilakukan pada hasil

akhir kerja teknik saja, maka hasil belajar yang

diperoleh siswa belum mencerminkan kompetensi

siswa yang sesungguhnya. Kompetensi yang

sesungguhnya selain mencerminkan dari pengetahuan

dan keterampilan kerja, tetapi juga sikap kerja. Dengan

demikian sistem penilaian yang terjadi di sekolah

masih belum dapat menjamin kompetensi lulusan

secara utuh.

Penilaian hendaknya mencerminkan pemahaman

tentang pembelajaran yang terintegrasi yang

mencakup aspek pengetahuan, keterampilan dan sikap

kerja. Dengan demikian gambaran tentang kualitas

kompetensi siswa dapat diperoleh secara

komprehensip. Selain itu penilaian juga dilihat dari

berbagai faktor penentu yang berkaitan langsung

dengan pencapaian kompetensi, misalnya model

pembelajarannya. Untuk itu diperlukan suatu solusi

yang dapat menjembatani tercapainya kompetensi

siswa, khususnya kompetensi teknik permesinan

perkakas melalui pengembangan model pembelajaran

teknik pemesinan yang efektif di SMK. Dari uaraian

tersebut, permasalahan dalam penelitian ini adalah:

“Bagaimanakah mengembangkan model pembela-

jaran teknik pemesinan yang efektif di SMK ?”

2. METODE PENELITIAN

Subyek penelitian yang terlibat dalam kegiatan

penelitian Pengembangan Model Pembelajran Teknik

Pemesinan yang efektif di SMK ini yakni praktisi

pengelola pendidikan kejuruan, yakni kepala dan

wakil kepala SMK, guru/instruktur, siswa SMK, serta

dunia usaha dan industri yang menjadi mitra kerjasama

SMK. Pengelola SMK yang menjadi partisipan

penelitian mencakup kepala sekolah, wakil kepala

sekolah bidang kurikulum, dan guru SMK yang

menjadi obyek penelitian ini, khususnya yang

mengajar mapel Teknik Pemesinan. Lembaga

pendidikan (SMK) yang dipilih menjadi obyek

penelitian yakni SMKN 3 Sidoarjo.

Page 193: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

181

Gambar 2. Bagan alir penelitian four-D model

Terdapat delapan target yang ingin dicapai dalam

penelitian ini, yakni dihasilkannya: (1) Instrumen

Need Assessment bidang pemesinan, (2) Kompetensi

Inti dan Kompetensi Dasar (KI-KD) Teknik

Pemesinan; (3) Silabus Teknik Pemesinan, (4) RPP

Teknik Pemesinan, (5) Modul Teknik Pemesinan, (6)

Job-sheet Teknik Pemesinan, (7) Panduan Penilaian

Teknik Pemesinan, dan (8) Media PBK Teknik

Pemsinan Penelitian ini didasarkan atas rancangan

penelitian pengembangan dengan prosedur

pelaksanaan dikelompokkan menjadi dua tahap.

Rancangan penelitian tersebut adalah: (1) tahap

pertama dikembangkan rancangan survai dan

rancangan pengembangan melalui teknik workshop,

brainstorming, validasi dan diskusi fokus grup; (2)

tahap kedua, dikembangkan penelitian pengembangan

dan penelitian kuasi eksperimen dengan rancangan

pre-posttest group only. Pengembangan model

pembelajaran teknik pemesinan yang efektif pada

SMK ini dilaksaanakan selama dua tahun dengan

menggunakan four-D models yang dikembangkan oleh

Thiagarajan, Semmel and sammel (1974), yakni difine,

design, develop, and disseminate. Kegiatan penelitian

setiap tahunnya dapat dilihat pada Gambar 2. Secara

ringkas model pengembangan four-D sebagaimana

ditunjukkan dalam gambar 2, dijelaskan sebagai

berikut.

Tahap define pada dasarnya merupakan tahap

awal untuk menentukan format dan substansi atau isi

dari perangkat pembelajaran yang disusun. Pada tahap

penetapan ini, dilakukan melalui lima sub tahap, yaitu

analisis ujung-depan (front-end analysis), analisis

siswa (leaner analysis), analisis konsep (concept

analysis), analisis tugas dan analisis tujuan

pembelajaran.

Analisis muka-belakang merupakan studi

pustaka dan survai lapangan. Studi pustaka dilakukan

dengan mencermati KI-KD teknik pemesinan dalam

struktur kurikulum mata pelajaran teknik pemesinan

yang sudah ada dan jenis jenis kompetensi yang

dibutuhkan di industrti pemesinan. Berdasarkan hasil

analisis studi pustaka dan surve lapangan, disusunlah

instrument penilaian kebutuhan (need assessment)

jenis-jenis kompetensi di industri pemesinan dan

Kompetensi Inti (KI) dan Kompetensi Dasar (KD)

teknik pemesinan. Jenis-jenis kompetensi yang

dibutuhkan oleh industri pemesinan hasil dari need

assessment disinkronkonkan dengan Kompetensi Inti

(KI) dan Kompetensi Dasar (KD) teknik pemesinan,

yang selanjutnya dapat disusun konsep silabus dan

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) teknik

pemesinan (Job-Sheet) serta modul pembelajaran

teknik pemesinan, dan panduan penilaian teknik

pemesinan. Selain melihat dari referensi kurikulum

yang telah dikeluarkan secara nasional juga dilakukan

penyusunan format perangkat yang akan digunakan

survai lapangan merupakan need assessment yang

dilakukan dengan wawancara terbuka dan diskusi

kelompok terfokus para pengelola pendidikan

menengah, kalangan ahli pendidikan dan teknologi

pembelajaran dan pakar kurikulum untuk menggali

pendapat tentang konsep atau format mata pelajaran

teknik pemesinan (termasuk KI, KD silabus dan RPP)

yang dikembangkan. Setelah perangkat pembelajaran

teknik pemesinan seleseai, untuk materi tertentu yang

sulit dijelaskan kepada siswa secara langsung, akan

digunakan media pembelajaran berbantuan komputer

dalam bentuk video dan power point yang dapat

dipelajari secara mandiri.

Analisis siswa digunakan untuk mengkaji tingkat

perkembangan kognitif mereka, sehingga nantinya

dapat digunakan sebagai pijakan menelaah buram

pokok bahasan KI dan KD dan indikator siswa SMK.

Analisis dilakukan dengan mengkaji berbagai hasil

riset yang terkait dengan tingkat perkembangan

Dif

ine

Dis

ign

D

evel

op

Analisis muka-

belakang

Analisis siswa

Analisis konsep

Analisis tujuan

Analisis tugas

Penyusunan tes

Pemilihan format dan media

(Perangkat Pembelajaran)

Desain awal Perangkat

Pembelajaran

Validasi

Uji Coba I

Analisis dan Revisi I

Analisis dan Revisi II

Uji Coba II

Analisis dan Revisi III

Uji Coba III

Analisis dan Revisi

(Perangkat Pembelajaran Final

yang berkualitas dan valid)

Dessiminate

Page 194: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

182

kognitif siswa, baik di Indonesia dan di negara

berkembang lainnya melalui referensi yang diperoleh.

Analisis konsep diterapkan untuk menganalisis

pokok bahasan hasil kajian teknik pemesinan yang

akan diterapkan di SMK. Analisis konsep

menggunakan kriteria bahwa KI dan KD memuat sub-

sub kompetensi penting, belum dikuasai siswa, dan

sulit dipelajari dari sumber lain serta memiliki peran

penting untuk membekali kompetensi kepada siswa.

KI dan KD inilah yang selanjutnya akan dituangkan

dalam Silabus mata pelajaran teknik pemesinan, RPP,

Job-Sheet, dan pada modul teknik pemesinan.

Analisis tugas dilakukan untuk menentukan atau

membuat tugas-tugas yang bisa dijadikan sarana untuk

penguatan pemahaman siswa terhadap materi pada

perangkat pembelajaran, terutama yang dibuat dalam

bentuk modul dan media pembelajaran berbantuan

komputer dalam bentuk video dan power point yang

dapat dipelajari secara mandiri. Melalui tugas ini siswa

dapat menguatkan pemahaman materi yang disajikan

dalam modul dan media pembelajaran berbantuan

komputer dalam bentuk video dan power point dengan

mengerjakannya di rumah. Dalam pembuatan tugas

harus mengacu pada tujuan pembelajaran. Sehingga

tugas yang diberikan dapat bermanfaat dan membantu

siswa untuk memahami materi dalam perangkat

pembelajaran.

Analisis tujuan pembelajaran dilakukan untuk

menentukan tujuan pembelajaran yang harus dikuasai

oleh siswa guna mencapai penguasaan kompetensi di

bidang teknik pemesinan yang relevan dengan

kebutuhan masyarakat, dunia usaha dan dunia industri.

modul yang dibuat. Dengan telah ditentukannya tujuan

pembelajaran yang harus diuasai oleh siswa, maka

dapat disusun perangkat pembelajaran dengan isi atau

materi yang relevan dengan kompetensi yang ingin

dicapai.

Untuk menjamin content dan face validity dan

pokok-pokok KI dan KD tersebut direviu dalam

diskusi kelompok terfokus (focus group discussion)

dan diteruskan dengan penilaian oleh pakar (expert

judgment). Pakar yang dilibatkan dalam diskusi

kelompok terfokus dan expert judgment adalah pakar

bidang pendidikan dasar dan menengah, kurikulum,

teknologi pendidikan, manajemen pendidikan, pihak

DUDI dan bahasa Indonesia. Dengan demikian pada

tahap define akan dihasilkan kerangka dasar produk

penelitian yang telah melalui tahap pembahasan,

mencakup format need assessment, Kompetensi Inti

(KI) dan Kompetensi Dasar (KD) Mata Pelajaran

teknik pemesinan, Silabus mata pelajaran teknik

pemesinan, Job-Sheet teknik pemesinan, Modul

pembelajaran mata pelajaran teknik pemesinan,

panduan penilaian dan penduan pelaksanaan teknik

pemesinan.

Berdasarkan kerangka dasar tersebut kemudian

diteruskan pada tahap develop, yakni penulisan draf

dokumen produk penelitian dan reviu pakar. Naskah

produk penelitian tersebut ditulis oleh peneliti bersama

pakar dan praktisi yang relevan.

Tahap reviu pakar dimaksudkan untuk

memperoleh masukan tentang kebenaran substansi

yang dikembangkan oleh penulis berdasarkan

kerangka substansi yang ada. Di samping itu, langkah

ini dimaksudkan untuk memperoleh validasi tentang :

(a) kebenaran konsep, (b) tujuan pembelajaran, (c)

kebenaran tata-tulis, (d) kualitas gambar dan ilustrasi

lainnya, (e) relevansi pertanyaan/tugas terhadap tujuan

pembelajaran, dan (f) kualitas layout. Sesuai dengan

indikator yang digunakan dalam reviu maka pakar

yang dilibatkan dalam kegiatan ini mencakup: praktisi

industri, teknologi pendidikan, pakar kurikulum

pendidikan dasar dan menengah, bahasa Indonesia,

dan disain grafis. Selanjutnya, naskah draf produk

penelitian direvisi berdasarkan masukan dan hasil

validasi.

Pada tahap ketiga dilakukan ujicoba empirik

naskah draf produk penelitian yang telah disusun.

Naskah draf produk penelitian sebenarnya sudah

mendekati final. Meskipun demikian, untuk

memperoleh bukti empiris bahwa produk penelitian

telah layak pakai maka produk penelitian tersebut

dilakukan uji coba secara empiris pada kalangan

terbatas. Uji coba dilaksanakan pada siswa di SMK

yang telah dipilih sebagai tempat penelitian. Hasil uji

coba terbatas digunakan sebagai bahan perumusan

rekomendasi pemakaian produk penelitian (tahap

disseminate).

Pelaksanaan ujicoba empirik dilakukan dengan

rancangan kelas kontrol dan kelas eksperimen pada

SMK yang dipilih sebagai sample ujicoba.

Pelaksanaan ujicoba akan disesuaikan dengan jadual

kalender akademik yang ada di SMK. Ujicoba ini

dimaksudkan untuk mengetahui apakah perangkat

pembelajaran teknik pemesinan yang telah

dikembangkan efektif dalam meningkatkan hasil

belajar siswa. Di samping itu ingin diketahui

bagaimana keterbacaan perangkat pembelajaran yang

telah dikembangkan tersebut.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Deskripsi Data Hasil Validasi

Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan

model pembelajaran teknik pemesinan di SMK agar

proses pembelajaran dapat berjalan secara efektif dan

efisien guna meningkatkan ketercapaian penguasaan

kompetensi bidang pemesinan lulusan SMK.

Berdasarkan pada tujuan umum penelitian ini, maka

tujuan khusus yang ingin dicapai dalam penelitian ini

adalah dihasilkannya perangkat pembelajaran teknik

pemesinan yang memberikan kemudahan bagi siswa

dalam memahami materi dipelajarinya.

Berdasarkan tujuan yang ingin dicapai, dalam

pelaksanaan penelitian tahun pertama ini telah

dihasilkan instrumen need assessment dan naskah draf

perangkat pembelajaran yang telah valid, yakni: (1)

draf KI-KD teknik pemesinan berdasarkan hasil need

assessment, (2) draf silabus teknik pemesinan, (3) draf

RPP teknik Pemesinan, (4) draf modul teknik

Page 195: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

183

pemesinan, (5) draf job-sheet teknik pemesinan, (6)

draf panduan penilaian teknik pemesinan, dan (7)

media PBK-TP dalam bentuk video dan power point.

Selanjutnya produk penelitian yang sudah

divalidasi dan direvisi ini akan dilakukan diuji coba,

FGD dan direvisi untuk menghasilkan produk

perangkat pembelajaran yang lebih terjamin

kualitasnya, lebih valid dan layak untuk

didesiminasikan.

Untuk mendapatkan model perangkat

pembelajaran yang teruji validitasnya, maka sebelum

melakukan kegiatan uji coba, terhadap perangkat

pembelajaran dan instrumen-instrumen pendu-

kungnya, terlebih dahulu dilakukan validasi secara

konseptual. Saran-saran dari validator dikaji untuk

menjadi bahan acuan dalam merevisi instrumen,

sedangkan hasil penilaian validator dalam bentuk

lembar penilaian dianalisis menggunakan statistik

deskriptif. Penilaian hasil validasi dengan skore

penilaian satu (1), dua (2), tiga (3) dan empat (4),

diinterpretasikan kedalam kriteria penilaian setiap

aspek yang dinilai, dengan penetapan kriteria kualitas

perangkat instrumen mengacu pada Saifuddin Anwar

(2010: 109) sebagai berikut:

3,51 ≤ M ≤ 4,0 kategori sangat valid

3,51 ≤ M ≤ 3,5 kategori valid

2,51 ≤ M ≤ 3,5 kategori kurang valid

1,00 ≤ M ≤ 2,5 kategori tidak valid

M = rerata skor untuk setiap aspek yang dinilai

Hasil analisis validasi instrumen-instrumen

perangkat pembelajaran direkapitulasi dan dikalkulasi

sehingga mendapatkan nilai rerata setiap aspek dan

ditabulasikan kedalam tabel-tabel rekapitulasi data.

Hasil validasi kelayakan instrumen secara keseluruhan

yang dikategorikan menjadi empat yaitu: (a) dapat

digunakan tanpa revisi (A), (b) dapat digunakan

dengan sedikit revisi (B), (c) dapat digunakan dengan

banyak revisi (C), (d) belum dapat digunakan (D). Dari

keempat kategori tersebut, penilaian validator berada

pada kategori A yaitu instrumen dapat digunakan

tanpa revisi, dan kategori B yaitu instrumen dapat

digunakan dengan sedikit revisi. Kelayakan instrumen

yang telah divalidasi disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Penilaian Kelayakan Instrumen Penelitian

No Nama

Instrumen

Penilaian

Validator Frek Frek Simpulan

1 2 A B

1 Lembar

Penilaian

instrument NA B A 1 1 SR

2 Lembar

Penilaian Silabus

B B - 2 SR

3 Lembar

Penilaian RPP

A A 2 - TR

4 Lembar

Penilaian modul

A B 1 1 SR

No Nama

Instrumen

Penilaian

Validator Frek Frek Simpulan

5 Lembar

Penilaian Job

Sheet

A A 2 - TR

6 Lembar

Penilaian

Panduan Penilaian

Teknik

Pemesinan

A A 2 - TR

7 Lembar

Penilaian

media PBK-TP

B A 1 1 SR

Keterangan: A = Dapat digunakan tanpa revisi

B = Dapat digunakan, sedikit revisi

TR= Tanpa revisi

SR= Sedikit revisi

Berdasarkan Tabel 3 tersebut dapat disimpulkan

bahwa ada tiga instrumen yang tidak perlu direvisi

yaitu: lembar penilaian RPP, lembar penilaian Job

Sheet, dan lembar penilaian Panduan Penilaian Teknik

Pemesinan. Sedangkan instrumen yang perlu sedikit

perbaikan ada 4 yaitu: instrument need assessment,

lembar penilaian silbus, lembar penilaian modul, dan

lembar penilaian media PBK-TP dalam bentuk video

dan power point.

Tabel 4. Rekapitulasi Hasil Validasi Instrumen dari

Validator

No Nama Instrumen Skor

Rerata Keterangan

1 Lembar Penilaian instrument NA

3.44 Valid

2 Lembar Penilaian

Silabus

3.45 Valid

3 Lembar Penilaian RPP 3.68 Sangat Valid

4 Lembar Penilaian

modul

3.55 Sangat Valid

5 Lembar Penilaian Job Sheet

3.69 Sangat Valid

6 Lembar Penilaian

Panduan Penilaian Teknik Pemesinan

3.75 Sangat Valid

7 Lembar Penilaian

media PBK-TP

3.75 Sangat Valid

Total Rerata 3.62 Sangat Valid

Untuk melengkapi kelayakan instrumen, berikut

divisualisasikan rekapitulasi hasil validasi kedua

validator pada Tabel 4. Berdasarkan Perhitungan pada

Tabel 4 dapat disimpulkan bahwa secara keseluruhan

instrumen pengembangan model pembelajaran teknik

pemesinan yang efektif di SMK sangat valid yang

berarti dapat digunakan.

Adapun validasi masing-masing perangkat

pembelajaran dengan instrumen yang telah divailidasi

oleh dua orang guru pengajar, dalam pengembangan

model pembelajaran teknik pemesinan yang efektif di

SMK ini, hasilnya dirangkum dalam Tabel 5. Tabel 5. Rekapitulasi Hasil Validasi Perangkat

Pembelajaran

Page 196: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

184

0

5

10

15

20

60-70 71-80 81-90 91-100

Jumlah Siswa

No Nama Perangkat

Pembelajaran

Skor

Rerata

Hasil

Validasi

Keterangan

1 Silabus 3.60 Sangat Valid 2 RPP 3.57 Sangat Valid

3 Modul 3.56 Sangat Valid

4 Job-sheet 3.71 Sangat Valid

5 Video Teknik

Pemesinan Bubut 3.58 Sangat Valid

Rerata 3.60 Sangat Valid

Berdasarkan hasil validasi instrumen penelitian

dan perangkat pembelajaran oleh para ahli dan praktisi

pendidikan, selanjutnya dari hasil validasi direvisi

sesuai saran dan penilaian validator sehingga

menghasilkan instrumen dan perangkat pembelajaran

yang siap untuk diujicobakan. Perangkat pembelajaran

teknik pemesinan yang telah divalidasi dan direvisi ini

akan dilakukan uji coba dalam pelaksanaan penelitian

tahun kedua. Uji coba dilakukan sebanyak dua kali,

yaitu uji coba terbatas (kelompok kecil) dilaksanakan

tiga kali tatap muka (jadwal disesuaikan dengan

kalender akademiki sekolah). Siswa yang menjadi

subjek coba adalah siswa SMK kelas XI program

keahlian Teknik Pemesinan. Setelah uji kelompok

kecil dilakukan FGD dengan guru pengajar, siswa, dan

pengamat, untuk memperoleh berbagai masukan yang

belum terekam dalam instrumen penelitian. Hasil uji

kelompok kecil yang telah direvisi, menjadi bahan

untuk pelaksanaan uji coba kelompok besar.

Setelah merevisi berbagai instrumen uji kelompok

kecil, kemudian diujicobakan lagi pada kelompok

yang lebih luas (uji kelompok besar), dilaksanakan dua

kali tatap muka, dengan subjek coba siswa SMK kelas

XI program keahlian Teknik Pemesinan, yang

dilaksanakan sesuai dengan kalender akademik

sekolah. Guru pengajar yang menjadi subjek coba pada

pembelajaran kelompok kecil dan besar sama. Setelah

selesai uji kelompok besar juga dilaksanakan FGD

dengan guru pengajar, lima orang perwakilan siswa,

dan pengamat, untuk memperoleh berbagai masukan.

Setelah uji coba kelompok besar dilakukan, dan

diadakan sedikit perbaikan maka diperoleh model

pembelajaran teknik pemesinan yang efektif dan siap

diaplikasikan secara luas di SMK

3.2 Deskripsi Data Hasil Uji Coba

Setelah hasil validasi direvisi sesuai saran dan

penilaian validator sehingga menghasilkan perangkat

pembelajaran dan instrumen yang valid, langkah

selanjutnya adalah melakukan ujicoba. Uji coba

dilaksanakan empat kali tatap muka, dengan subjek

coba siswa SMK kelas XI program keahlian Teknik

Pemesinan, yang dilaksanakan sesuai dengan kalender

akademik sekolah. Uji coba dilakukan terhadap dua

kelas XI program keahlian Teknik Pemesinan, yakni

kelas XI TPM-1 sebagai kelas eksperimen dan kelas

XI TPM-2 sebagai kelas kontrol. Setelah uji coba

kelompok besar dilakukan, dan diadakan sedikit

perbaikan maka diperoleh perangkat model

pembelajaran teknik pemesinan yang efektif dan siap

diaplikasikan dilapangan dan digunakan secara luas.

Untuk mengetahui efektifitas media PBK-TP

dalam pembelajaran teknik pemesinan di SMK,

dilakukan uji coba. Pengumpulan data hasil uji coba

dilakukan dengan menggunakan instrument berupa tes

obyektif dan tes ketrampilan, yakni nilai dari hasil pre-

test, post-test dan tes ketrampilan praktik membubut

sesuai dengan jobsheet. Berikut akan disajikan data

hasil belajar pada kelas eksperimen yang proses

pembelajarannya menggunakan media PBK-TP dan

kelas kontrol yang pembelajarannya masih

menggunakan model pembelajaran konven-sional,

yakni model pembelajaran yang dilakukan oleh guru

selama ini yang masih monoton, metode mengajar

yang kurang bervariasi dan kurang memberi

kesempatan kepada siswa untuk berpikir secara

kreatif. Data yang diperoleh dari hasil uji coba

diuraikan sebagai berikut.

3.2 .1 Data hasil pre test

Data nilai hasil pre test peserta didik pada kelas

eksperimen dan kelas kontrol dapat dilihat pada

lampiran 8. Berikut grafik frekuensi dari data statistik

hasil pre test kelas ekperimen dan kelas control.

Grafik 3. Nilai Pre Test Kelas Eksperimen

Berdasarkan analisis grafik data di atas, sebelum

menggunakan model pembelajaran PBK-TP pada

kelas eksperimen diperoleh nilai tertinggi yaitu 84,

nilai terendah peserta didik adalah 60, dengan rata-rata

72,2. Nilai di atas median sebanyak 58,3% dan dibwah

median sebanyak 41,7%. Sedangkan hasil analisis data

untuk kelas kontrol dapat dilihat pada grafik nilai

berikut ini:

Grafik 4. Nilai Pre Test Kelas Kontrol

Berdasarkan analisis data yang diperoleh dari Pre

Test, nilai tertinggi kelas kontrol adalah 84, nilai

terendah 60, rata-rata 73,7, nilai di atas median

Page 197: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

185

66

68

70

72

74

76

78

80

82

84

Sebelum

Pembelajaran

Konvensional

Kontekstual

0

5

10

15

20

25

60-70 71-80 81-90 91-100

Jumlah Siswa

sebanyak 58,3% dan di bawah median sebanyak

41,7%.

Dari gambar grafik nilai kedua kelas di atas,

dapat disimpulkan bahwa sebelum dilakukan

perlakuan, kelas kontrol memperoleh rata-rata nilai

kelas sedikit lebih tinggi dibandingkan kelas

eksperimen, yakni 73,7 untuk nilai kelas kontrol dan

72,2 untuk kelas eksperimen. Namun jumlah nilai di

atas median untuk kedua kelas di atas sama besar,

yakni 58,3% dan nilai di bawah median kedua kelas

tersebut sebesar 41,7%.

3.2.1 Data hasil post test

3.2.2.1 Data hasil post test aspek kognitif

Data hasil post test aspek kognitif berupa nilai

yang diperoleh siswa pada kelas eksperimen dan kelas

kontrol setelah kedua kelas tersebut diberikan

pembelajaran mata pelajaran teknik pemesinan dengan

materi yang sama, dimana pada kelas eksperimen

dilakukan pembelajaran dengan menggunakan media

PBK-TP dan pada kelas kontrol dilakukan

pembelajaran konvensional. Data nilai post

test aspek kognitif kelas eksperimen dan kelas kontrol

dapat pada grafik frekuensi nilai post test kelas

ekperimen dan kelas kontrol.

Dari hasil analisis data pada Garfik 5

diperoleh nilai tertinggi kelas pada kontrol

setelah pembelajaran adalah 91, nilai

terendah peserta didik adalah 65, dengan rata-

rata 77,08, nilai di atas median (78) sebanyak

41,6% dan di bawah median sebanyak 58,4%.

Gambar 6. GrafikNilai Post Test Kelas Eksperimen

Dari analisis data kelas eksperimen dan kelas

kontrol seperti yang ditunjukkan pada gambar grafik

di atas dapat diketahui bahwa hasil nilai rata-rata kelas

eksperimen berbeda dibandingkan dengan nilai rata-

rata kelas control dengan nilai kelas eksperimen lebih

tinggi, yakni nilai rata-rata kelas eksperimen 81,5 dan

nilai rata-rata kelas control 77,08.

Gambar 7. Grafik Hasil Belajar Aspek kognitif Kelas

Eksperimen dan Kelas Kontrol

3.2.2.2 Data hasil post test aspek psikomotor Data hasil praktik membubut, diperoleh dari nilai

siswa pada kelas eksperimen dan kelas kontrol setelah

kedua kelas tersebut diberikan pembelajaran mata

pelajaran teknik pemesinan dengan materi yang sama,

dimana pada kelas eksperimen dilakukan

pembelajaran dengan menggunakan media PBK-TP

dan pada kelas kontrol dilakukan pembelajaran

konvensional.

Berdasarkan analisis data setelah

pembelajaran dengan menggunakan model media

PBK-TP pada kelas eksperimen, diperoleh nilai

praktik tertinggi 91, nilai terendah peserta didik adalah

73, dengan rata-rata 81,94, sedangkan pada kelas

kontrol, diperoleh nilai praktik tertinggi 91, nilai

terendah peserta didik adalah 65, dengan rata-rata

78,14. Dari hasil ini dapat diketahui bahwa hasil

nilai rata-rata kelas kelas eksperimen berbeda

dibandingkan dengan nilai rata-rata kelas control

dengan nilai kelas eksperimen lebih tinggi, yakni nilai

rata-rata kelas eksperimen 81,94 dan nilai rata-rata

kelas control 78,14.

Grafik 7. Grafik Hasil Belajar Aspek kognitif Kelas

Eksperimen dan Kelas Kontrol

3.3 Pembahasan Hasil Penelitian

Pembahasan hasil dilakukan beberapa tahapan

yaitu sebelum pembelajaran, saat proses pembelajaran,

Setelah

Pembelajaran

65

70

75

80

85

KELASKONTROL /KONVENSIONAL

0

5

10

15

20

25

60-70 71-80 81-90 91-100

Jumlah Siswa

Gambar 5. Grafik Nilai Post Test Kelas Kontrol

Page 198: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

186

dan setelah pembelajaran. Melalui ketiga langkah

tersebut diperoleh data hasil penelitian, hasil belajar

peserta didik dapat diperoleh dari proses belajar

mengajar yang diukur melalui tes. Kegiatan tes

dilakukan dua kali yaitu tes sebelum pembelajaran dan

tes setelah pembelajaran. Pengalaman belajar peserta

didik sebelum proses belajar mengajar dapat diukur

dengan pre test. Nilai tersebut menunjukan tingkat

pemahaman awal peserta didik terhadap materi

pembelajaran. Dari hasil tes ini dapat diketahui

besarnya penguasaan dan pegetahuan awal terhadap

materi pembelajaran yang akan di sampaikan,

sehingga seorang pengajar dapat menselaraskan antara

pegetahuan yang di kuasai peserta didik saat ini

dengan materi yang harus diberikan kemudian.

Dari nilai pre test, kelas kontrol memiliki rata

nilai kelas sebesar 73,7, sedangkan kelas eksperimen

memiliki rata-rata nilai kelas sebesar 72,2. Namun

perbedaan yang signifikan tergambar pada hasil nilai,

setelah perlakuan. Pada skala nilai (0-100), nilai rata-

rata kelas kontrol setelah perlakuan untuk aspek

kognitif adalah 77,08, sedangakan nilai rata-rata untuk

kelas eksperimen adalah 81,5. Sedangkan nilai rata-

rata kelas kontrol setelah perlakuan untuk aspek

psikomotor adalah 78,14 sedangakan nilai rata-rata

untuk kelas eksperimen adalah 81,92.

Berdasarkan perbedaan rata-rata hasil belajar

pada mata pelajaran Teknik Pemesinan dapat

disimpulkan, bahwa kelas eksperimen yang

menggunakan model pembelajaran PBK-TP

memperoleh hasil belajar lebih baik dari pada peserta

didik yang belajar dengan menggunakan model

pembelajaran konvensional. Hasil ini mrnunjukkan

bahwa Model Pembelajaran PBK-TP yanag

dikembangkan terbukti efektif.

4 KESIMPULAN

Pelaksanaan penelitian ini talah menghasilkan

produk penelitian perangkat pembelajaran teknik

pemesinan di SMK yang terdiri dari rumusan: (a) KI-

KD teknik pemesinan berdasarkan hasil need

assessment, (b) silabus teknik pemesinan, (c) RPP

teknik Pemesinan, (d) modul teknik pemesinan, (e)

draf job-sheet teknik pemesinan, (f) panduan penilaian

teknik pemesinan, dan (g) media PBK-TP.

Hasil uji coba perangkat pembelajaran model

PBK-TP yang telah dilakukan menunjukkan bahwa

perangkat pembelajaran model PBK-TP teruji efektif

untuk pembelajaran mata pelajaran Teknik Pemesinan

di SMK. Hal ini dapat dilihat dari tes tulis untuk aspek

pengetahuan (kognitif) dan tes praktik membubut

untuk aspek keterampilan (psikomotor). Hasil uji coba

menunjukkan terdapat perbedaan hasil belajar aspek

kognitif dan aspek psikomotorik peserta didik pada

mata pelajaran Teknik Pemesinan antara yang

menggunakan model PBK-TP dibandingkan dengan

yang menggunakan model pembelajaran

konvensional. Hal ini ditunjukkan dengan lebih

tingginya nilai rata-rata aspek kognitif kelas

eksperimen yakni sebesar 81,5 dibandingkan dengan

kelas kontrol sebesar 77,08 dan lebih tingginya nilai

rata-rata aspek psikomotor kelas eksperimen yakni

sebesar 81,92 dibandingkan dengan kelas kontrol

sebesar 78,14.

5. DAFTAR PUSTAKA

[1].Finch, C. R., and Crunkilton, J. R., (1979). Curiculum

Development in Vocational and Technical

Education: Planning, Content, and Implementation. Boston, Massachusetts: Allyn and Bacon, Inc.

[2]. Zahrial Fakhri, (2007). Reposisi pendidikan kejuruan

menjelang 2020. Jurnal elektronik. Sumber:

http://www.aceh forum.or.id/ pendidikan-kejuruan-di-

t9553.html.03-08.

[3].Depdiknas, (2006). Penyelenggaraan Sekolah

Menengah kejuruan. Jakarta: Direktorat Pembinaan

Sekolah Menengah Kejuruan.

[4]. Thiagarajan, S., Semmel, D. S & Semmel, M. I. (1974).

Instructional Development for Training Teachers of

Expectional Children. Minneapolis, Minnesota:

Leadership Training Institute/Special Education,

University of Minnesota.

[5].Azwar, Saifuddin. (2010). Metode Penelitian.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Page 199: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

187

Respon Pembaca Pada Majalah Emerald

Mahasiswa Jurusan Bahasan dan Sastra Inggris

Diana B.D.1, Mamik Tri Wedawati2*), Adama Damanhuri3

1 Jurusan Bahasa dan Sastra Inggris, Universitas Negeri Surabaya, Surabaya, E-mail: 2 Jurusan Bahasa dan Sastra Inggris, Universitas Negeri Surabaya, Surabaya. E-mail:

[email protected]. 3 Jurusan Bahasa dan Sastra Inggris, Universitas Negeri Surabaya, Surabaya, E-mail:

ABSTRACT

The following is a research that will gain responds from students as readers which will be the suggestion for

the next edition of Emerald magazine written by students of English Department. Emerald magazine has been

published again in 2015 after being vacum since 1986. In the era, Emerald became the icon of English Department

and the students including the alumny. Nowadays, Emerald wants to find its new form. The responds from readers

are really meaningful for Emerald next edition. Furthermore, Emerald which will be distributed to all students,

getting good responds from students. This requires an analysis of academic to sustain it. As the initial focus of the

analysis this research focused on the layout and the type of writing. The data shows that most responses give good

value that will drive it in developing the quality and quantity of the magazine

Key Words: Emerald, magazine, reader respond

ABSTRAK

Majalah Jurusan Bahasa dan Sastra Inggris telah diterbitkan kembali tahun 2015 sejak awal terbitannya di

tahun1986. Dimasanya majalah yang bernama Emerald telah menjadi ikon dan dokumen penting bagi jurusan

dan alumninya. Karena alasan tertentu, majalah ini vakum dan tidak diterbitkan lagi selama lebih dari 20 tahun.

Untuk alasan itu perlu dipahami respon dari pembacanya sehingga dapat melanjutkan keberlangsungannya.

Terbitan terakhir dengan bahasa pengantar Inggris memiliki wajah yang baru. Lebih lanjut, setelah majalah

dikontribusikan ke tiap angkatan, animo pembaca terlihat respon yang baik. Hal ini memerlukan analisis yang

akademis tntuk mempertahankan keberadaannya. Sebagai awal analisis fokus dititikberatkan pada layout dan

jenis tulisan dan data enunjukkan bahwa sebagian besar respon memberi pilihan nilai baik sehingga dapat

mengembangkan kualitas dan kuantitas majalah.

Kata Kunci: Emerald, majalah, respon mahasiswa

1. PENDAHULUAN

Pada tahun 2016, Indonesia mencanangkan

revolusi mental yang bisa diartikan sebagai kritisi dan

inovasi dalam melakukan pengembangan. Terutama

selingkung dengan ruang pendidik dan pendidikan.

Untuk menjadi kritis dan inovatif memerlukan

pengetahuan dan tindakan yang konkrit. Dua hal

tersebut dapat diimplikasikan dalam bentuk karya dan

resepsi pembaca. Mahasiswa Jurusan Bahasa Inggris

melahirkan kembali majalah yang dahulu pernah

meramaikan suasana akademik dan non-akademik

Jurusan Bahasa dan Sastra Inggris. Diberi nama yang

sama, Emerald, majalah mahasiswa tersebut baru

mulai dirintis kembali tahun 2015. Pada tahun 2016

telah terbit edisi pertama.

Salah satu hasil karya mahasiwa Jurusan Bahasa

dan Sastra Inggris yang bermanfaat sebagai proses

pembelajaran dan pengalaman hidup adalah majalah

mahasiswa. Majalah seperti ini sudah pernah terbit

perdana di tahun 1980an. Setelah beberapa kali

penerbitan, keberadaanya sulit dipertahankan dan

bahkan baru bisa terbit lagi di tahun 2015.

Dengan terbitnya majalah yang secara sengaja

diberi nama yang sama dengan majalah yang pernah

ada di jurusan bahasa dan sastra inggris UNESA, akan

memberi nuansa baru dalam kehidupan akademik dan

non-akademik khususnya pada mahasiswa baik dari

pendidikan dan non-kependidikan. Para mahasiswa

dapat menikmati karya yang ditulis, diatur, diproduksi

oleh mahasiswa yang berasal dari angkatan yang

beragam, yaitu 2012, 2013, dan 2014.

Terbit dengan nama yang sama dengan periode

sebelumnya, Emerald; pada tahun 2015, mahasiswa

menyusun materi dengan format yang lain. Majalah

yang disusun untuk pembaca dewasa usia antara 17-

45 tahun berisi 36 halaman, isinya terdiri atas: cover

story, feature, event, short story, poems, book review,

hobbies, dan game. Mahasiswa merencanakan untuk

memiliki tema yang berbeda untuk setiap edisinya.

Tema-tema yang dipilih yaitu tema yang kekinian dan

kekal. Keberagaman isi majalah menjadikannya

sebuah karya sastra. Majalah telah menjadi bagian

terdekat dari karya sastra seperti cerita pendek, puisi,

drama, esei baik berupa teks asli ataupun terjemahan[1].

Secara rutin majalah memberikan ruang yang luas

pada teks karya sastra.

Terbitnya majalah Emerald tidaklah terbit tanpa

peran serta pihak lain. Para alumni yang sekaligus

Page 200: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

188

merupakan praktisi di bidang media dan dosen

pengajar juga kami libatkan secara aktif. Dimulai

dengan pelatihan dan workshop sampai pada tahap

praktek dan konsultasi, semua pihak tetap saling

berkoordinasi dengan baik. Dosen pengajar jurusan

membimbing dalam menentukan topik, membentuk

redaktur, proses penyusunan, editing, dan cetak untuk

memperlancar kegiatannya. Pada proses editing,

perbaikan tulisan yang diterbitkan lebih menekankan

pada perbaikan kebahasaan karena masih berkaitan

dengan salah satu matakuliah yaitu menulis kreatif.

Disisi lain, pemahaman terhadap teks memperlihatkan

kesulitan antar fiksi dan non fiksi.

Pendapat ini sebagian besar terserap melalui

diskusi antara redaktur dan pengajar. Pengajar sebagai

pembaca menemukan banyak kelemahan pada kedua

jenis teks. Artikel yang berbentuk report dan bercerita

masih banyak kesalahan struktur bahasa dan

kekeliruan dalam pengungkapan konteks. Pemahaman

menjadi tidak jelas sehingga harus berkali-kali

diperbaiki. Perbaikan tulisan yang diterbitkan lebih

menekankan pada perbaikan kebahasaan karena masih

berkaitan dengan salah satu matakuliah yaitu menulis

kreatif. Disisi lain, pemahaman terhadap teks

memperlihatkan kesulitan antar fiksi dan non fiksi dan

ini perlu disosialisasikan pada masyarakat.

2. READER RESPOND

Reader responds atau resepsi pembaca berasal

dari bahasa Latin, recipere yang artinya penerimaan

atau penyambutan pembaca[2]. Resepsi pembaca

adalah teori yang menghubungkan antara penulis, teks

dan pembaca. Teks dapat diinterpretasikan melalui

pemaknaan dari sudut pandang penulis dan pembaca.

Pemaknaan teks dari sudut pandang pembaca

merupakan pendekatan yang sering digunakan pada

penelitian mutakhir karena berusaha menjawab

pertanyaan yang lebih bervariatif dalam memaknai

teks seperti melalui keterkaitan teks dengan

pembacanya[3]. Dalam menikmati suatu bentuk karya

sastra, pembaca juga dapat memberikan tanggapan

atau sambutan. Tanggapan dari seorang pembaca akan

dipengaruhi uang, wkatu, dan golongan social[4].

Lebih jauh lagi Davis dan Womack menjelaskan

bahwa teks merepresentaikan nilai budaya, struktur

bahasa dan ide penulisnya. Ketiga hal ini membantu

pembaca untuk memahami teks berdasarkan

pengetahuannya sehingga perbedaan yang muncul

merupakan data yang kemudian dapat diolah kembali.

Bentuk yang konkrit adalah interpretasi yang berbeda

pada tiap pembacanya dan bahkan pada penulisnya.

Menurut Pradopo yang dimaksud resepsi adalah

ilmu keindahan yang didasarkan pada tanggapan-

tanggapan pembaca terhadap karya sastra. Teeuw

(dalam Pradopo[1]) menegaskan bahwa resepsi

termasuk dalam orientasi pragmatik. Karya sastra

sangat erat hubungannya dengan pembaca, karena

karya sastra dibuat untuk dinikmati oleh pembaca

sedangkan penulis akan memperoleh kemanfaatan dari

tulisannya jika tulisannya mendapatkan tanggapan dari

pembaca. Pembaca menentukan makna dan nilai dari

karya sastra, sehingga karya sastra mempunyai nilai

karena ada pembaca yang memberikan nilai.

Resepsi yang bersifat positif akan membuat

pembaca senang, tertawa, dan segera mereaksi dengan

perasaannya. Hal ini sejalan dengan pemikiran

Mukarovsky (dalam Endraswara[5]) yang

menyebutkan bahwa peranan pembaca sangat penting,

yaitu sebagai pemberi makna teks sastra.

Pengalaman pembaca sebagai pembaca memiliki

makna yang besar. Pengalaman membaca yang banyak

dan lama dapat mempengaruhi pemahaman pembaca

yang beragam dalam menerima efek teks yang

dibacanya. Pembacaan yang beragam dalam periode

waktu yang berbeda akan menunjukkan efek yang

berbeda pula. Pengalaman pembaca dapat memberikan

nilai yang besar terutama jika menggabungkan

tanggapan lama dan baru pembacanya terhadap teks

yang membawanya hadir dalam aktivitas pembacaan

pembacanya. Dalam hal ini, kesejarahan sastra tidak

bergantung pada nilai-nilai sastra tetapi dibangun oleh

pengalaman kesastraan yang dimiliki pembaca atas

pengalaman sebelumnya.

Pradopo[1] mengemukakan bahwa penelitian

resepsi dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu secara

sinkronis dan diakronis. Penelitian sinkronis

merupakan penelitian resepsi terhadap sebuah teks

sastra dalam masa satu periode. Penelitian ini

menggunakan pembaca yang berada dalam satu

periode. Sedangkan penelitian diakronis merupakan

penelitian resepsi terhadap sebuah teks sastra yang

menggunakan tanggapan-tanggapan pembaca pada

setiap periode.

Menurut Ratna[6], resepsi sinkronis merupakan

penelitian resepsi sastra yang berhubungan dengan

pembaca sezaman. Dalam hal ini, sekelompok

pembaca dalam satu kurun waktu yang sama,

memberikan tanggapan terhadap suatu karya sastra

secara psikologis maupun sosiologis. Resepsi

diakronis merupakan bentuk penelitian resepsi yang

melibatkan pembaca sepanjang zaman. Penelitian

resepsi diakronis ini membutuhkan data dokumenter

yang sangat relevan dan memadai.

Pada penelitian resepsi sinkronis, umumnya

terdapat norma-norma yang sama dalam memahami

karya sastra. Tetapi dengan adanya perbedaan horizon

harapan pada setiap pembaca, maka pembaca akan

menanggapi sebuah karya sastra dengan cara yang

berbeda-beda pula. Hal ini disebabkan karena latar

belakang pendidikan, pengalaman, bahkan ideologi

dari pembaca itu sendiri.

Penelitian resepsi sinkronis ini menggunakan

tanggapan-tanggapan pembaca yang berada dalam

satu kurun waktu. Penelitian ini dapat menggunakan

tanggapan pembaca yang berupa artikel, penelitian,

ataupun dengan mengedarkan angket-angket

penelitian pada pembaca. Resepsi diakronis umumnya

menggunakan pembaca ahli sebagai wakil dari

pembaca pada tiap periode. Pada penelitian diakronis

ini mempunyai kelebihan dalam menunjukkan nilai

Page 201: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

189

senia sebuah karya sastra, sepanjang waktu yang telah

dialuinya[1].

Menurut Endraswara[5] proses kerja penelitian

resepsi sastra secara sinkronis atau penelitian secara

eksperimental, minimal menempuh dua langkah

sebagai berikut:

1. Setiap pembaca perorangan maupun kelompok

yang telah ditentukan, disajikan sebuah karya

sastra. Pembaca tersebut lalu diberi pertanyaan

baik lisan maupun tertulis. Jawaban yang diperoleh

dari pembaca tersebut kemudian dianalisis menurut

bentuk pertanyaan yang diberikan. Jika

menggunakan angket, data penelitian secara

tertulis dapat dibulasikan. Sedangkan data hasil

penelitian, jika menggukan metode wawancara,

dapat dianalisis secara kualitatif.

2. Setelah memberikan pertanyaan kepada pembaca,

kemudian pembaca tersebut diminta untuk

menginterpretasikan karya sastra yang dibacanya.

Hasil interpretasi pembaca ini dianalisis

menggunakan metode kualitatif.

Dalam penelitian diakronis, untuk melihat

penerimaan sejarah resepsi, digunakan strategi

dokumenter melalui kepuasan media massa. Hasil

kupasan tersebut yang nantinya akan dikaji oleh

peneliti[5].

Menurut Abdullah (dalam Jabrohim[6]),

penelitian resepsi secara sinkronis dan diakronis,

dimasukan ke dalam kelompok penelitian resepsi

menggunakan kritik teks sastra. Dalam penelitian

resepsi sastra, Abdullah membagi tiga pendekatan,

yaitu: (1) penelitian resepsi sastra secara

eksperimental, (2) penelitian resepsi lewat kritik

sastra, dan (3) penelitian resepsi intertekstualitas.

Secara umum, dari tiga pendekatan ini dapat

dimasukkan ke dalam penelitian sinkronis dan

diakronis, tidak hanya pada penelitian melalui kritik

sastra saja.

Penelitian eksperimental dapat dimasukan ke

dalam peneitian sinkronis, karena dalam penelitian

eksperimental ini mengunakan subjek penelitian yang

berada dalam satu kurun waktu. Sedangkan penelitian

dengan pendekatan yang ketiga, yaitu melalui

intertekstualitas, dapat dimasukkan ke dalam

penelitian diakronis. Karena dapat diteliti hasil

konkretisasi melalui teks-teks sastra yang muncul pada

setiap periodenya. Tetapi penelitian ini dapat

digunakan pada teks sastra yang memiliki hubungan

intertekstual dengan teks sastra yang menjadi acuan

penelitian.

3. METODE PENELITIAN

Teknik pengolahan data yang digunakan dalam

penelitian tersebut adalah dengan cara:

1. Penyusunan data. Data yang sudah ada perlu

dikumpulkan semua agar mudah untuk mengecek

apakah semua data yang dibutuhkan sudah terekap

semua. Kegiatan ini dimaksudkan untuk menguji

hipotesis penelitian. Penyusunan data harus dipilih

data yang ada hubungannya dengan penelitian, dan

benar-benar otentik. Adapun data yang diambil

melalui wawancara harus dipisahkan antara

pendapat responden dan pendapat interviwer.

2. Klasifikasi data. Klasifikasi data merupakan

usaha menggolongkan, mengelompokkan, dan

memilah data berdasarkan pada klasifikasi tertentu

yang telah dibuat dan ditentukan oleh peneliti.

Keuntungan klasifikasi data ini adalah untuk

memudahkan pengujian hipotesis.

3. Pengolahan data. Pengolahan data dilakukan

untuk menguji hipotesis yang telah dirumuskan.

Hipotesis yang akan diuji harus berkaitan dan

berhubungan dengan permasalahan yang akan

diajukan. Semua jenis penelitian tidak harus

berhipotesis akan tetapi semua jenis penelitian

wajib merumuskan masalahnya, sedangkan

penelitian yang menggunakan hipotesis adalah

metode eksperimen. Jenis data akan menentukan

apakah peneliti akan menggunakan teknik

kualitatif atau kuantitatif. Data kualitatif diolah

dengan menggunakan teknik statistika baik

statistika non parametrik maupun statistika

parametrik. Statistika non parametrik tidak

menguji parameter populasi akan tetapi yang diuji

adalah distribusi yang menggunakan asumsi bahwa

data yang akan dianalisis tidak terikat dengan

adanya distribusi normal atau tidak harus

berdistribusi normal dan data yang banyak

digunakan untuk statistika non parametrik adalah

data nominal atau data ordinal.

4. Interpretasi hasil pengolahan data. Tahap ini

menerangkan setelah peneliti menyelesaikan

analisis datanya dengan cermat. Kemudian langkah

selanjutnya peneliti menginterpretasikan hasil

analisis akhirnya peneliti menarik suatu

kesimpulan yang berisikan intisari dari seluruh

rangkaian kegiatan penelitian dan membuat

rekomendasinya. Menginterpretasikan hasil

analisis perlu diperhatikan hal-hal antara lain:

interpretasi tidak melenceng dari hasil analisis,

interpretasi harus masih dalam batas kerangka

penelitian, dan secara etis peneliti rela

mengemukakan kesulitan dan hambatan-hambatan

sewaktu dalam penelitian.

Pada penelitian ini akan menggunakan 2 jenis

data, data kualitatif dan data kuantitatif. Pengolahan

data kualitatif dalam penelitian akan melalui tiga

kegiatan analisis yakni sebagai berikut.

1. Reduksi Data. Reduksi data dapat diartikan

sebagai suatu proses pemilihan data, pemusatan

perhatian pada penyederhanaan data,

pengabstrakan data, dan transformasi data kasar

yang muncul dari catatan-catatan tertulis di

lapangan. Dalam kegiatan reduksi data dilakukan

pemilahan-pemilahan tentang: bagian data yang

perlu diberi kode, bagian data yang harus dibuang,

dan pola yang harus dilakukan peringkasan. Jadi

dalam kegiatan reduksi data dilakukan: penajaman

data, penggolongan data, pengarahan data,

pembuangan data yang tidak perlu,

Page 202: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

190

pengorganisasian data untuk bahan menarik

kesimpulan. Kegiatan reduksi data ini dapat

dilakukan melalui: seleksi data yang ketat,

pembuatan ringkasan, dan menggolongkan data

menjadi suatu pola yang lebih luas dan mudah

dipahami.

2. Penyajian Data. Penyajian data dapat dijadikan

sebagai kumpulan informasi yang tersusun

sehingga memberikan kemungkinan adanya

penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan.

Penyajian yang sering digunakan adalah dalam

bentuk naratif, bentuk matriks, grafik, dan bagan.

3. Menarik Kesimpulan/Verifikasi. Sejak langkah

awal dalam pengumpulan data, peneliti sudah

mulai mencari arti tentang segala hal yang telah

dicatat atau disusun menjadi suatu konfigurasi

4. tertentu. Pengolahan data kualitatif tidak akan

menarik kesimpulan secara tergesa-gesa, tetapi

secara bertahap dengan tetap memperhatikan

perkembangan perolehan data.

Pengolahan Data Kuantitatif meliputi:

1. Mengelompokkan Data. Ada dua jenis data, yaitu

data kualitatif dan data kuantitatif. Data kualitatif

tidak memerlukan perhitungan matematis.

Sebaliknya, data kuantitatif memerlukan adanya

perhitungan secara matematis. Oleh sebab itu, data

kuantitatif perlu diolah dan dianalisis antara lain

dengan statistik. Untuk mengolah dan

menganalisis data, ada dua macam statistik, yaitu

statistik deskriptif dan statistik inferensial. Statistik

deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan

variabel penelitian melalui pengukuran. Statistik

inferensial digunakan untuk menguji hipotesis dan

membuat generalisasi.

2. Kegiatan Awal dalam Mengelompokkan Data Agar data dapat dikelompokkan secara baik, perlu

dilakukan kegiatan awal sebagai berikut.

a. Editing, yaitu proses memeriksa data yang sudah

terkumpul, meliputi kelengkapan isian,

keterbacaan tulisan, kejelasan jawaban,

relevansi jawaban, keseragaman satuan data

yang digunakan, dan sebagainya.

b. Coding, yaitu kegiatan memberikan kode pada

setiap data yang terkumpul di setiap instrumen

penelitian. Kegiatan ini bertujuan untuk

memudahkan dalam penganalisisan dan

penafsiran data.

c. Tabulating, yaitu memasukkan data yang sudah

dikelompokkan ke dalam tabel-tabel agar

mudah dipahami.

3. Pengolahan Statistik Sederhana. Pengolahan

statistik adalah cara mengolah data kuantitatif

sehingga data mempunyai arti. Biasanya

pengolahan data dilakukan dengan beberapa

macam teknik, misalnya distribusi frekuensi

(sebaran frekuensi) dan ukuran memusat (mean,

median, modus).

4. ANALISIS

Hasil respon terhadap majalah Emerald

mengandung dua unsur yaitu unsur kelemahan dan

kelebihan majalah secara umum. Kedua hal tersebut

disimpulkan berdasar rubrik yang disebar ke

mahasiswa. Alasan mengapa hanya mahasiswa saja

karena memerlukan masukan dari pembaca terdekat

dan menentukan awal permasalahan. Dengan

teridentifakasi informasi ini, dibuatlah rubrik untuk

menangalisis lebih lanjut temuannya. Dalam penelitian

ini akan dibahs lebih jauh analisis rancangan, rubrik

artikel, dan rubrik isi.

4.1. Analisis Rancangan

Ada dua rubrik yang dibuat untuk menganalisis

permasalahan yaitu yang berkaitan dengan rancangan

dan artikel majalah. Pemilihan jenis rubrik ini

berdasarkan permasalahan teknis. Permasalahan ini

bersifat praktis tetapi detail. Uraian pertanyaan dapat

dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Rubrik reader respond terhadap Emerald No Keterangan 1 2 3 4

1

Bagaimanakah menurut

anda lay out dan design

EMERALD?

2

Bagaimanakah menurut

anda material dan kualitas

cetakan EMERALD?

3

Bagaimanakah menurut

anda format ukuran kertas

EMERALD?

4

Bagaimanakah menurut

anda ukuran ketebalan

kertas EMERALD?

Rincian pertanyaan yang diutarakan adalah yang

berkaitan dengan rancangan/layout. Peneliti

menyebutkan detailnya seperti layout dan desain,

material dan kualitas kertas, serta ketebalan kertas.

Majalah Emerald yang baru terbit pertama kali setelah

lama tidak cetak memberikan suatu suasana baru

dalam mewujudkan ide dan kreatifitas mahasiswa

berkaitan dengan jurnalisme. Terbit dengan

penampilan yang sangat bagus memberi dasar untuk

menarik pendapat para pembaca terdekat; mahasiswa

tentang hal teknis majalah Emerald. Alasan teknis

menjadi data awal adalah sebelum diadakan penelitian

ini, Emerald sudah diterbitkan kembali dan sepintas

memiliki daya tarik tersendiri. Oleh sebab itu

pertanyaan-pertanyaan diatas dimasukkan dalam

materi kuesioner. Dengan diperolehnya data dari para

pembaca, yaitu mahasiswa, majalah Emerald berusaha

mencari bentuknya yang baru dan paling sesuai

dengan selera yang ada. Selanjutnya data yang

diperoleh dari pembaca akan membantu proses cetak

majalah Emerald edisi kedua.

Daftar pertanyaan yang diberikan pada pembaca

Emerald tidak bersifat mendikte tetapi memberi

kesempatan mahasiswa untuk menelaah pertanyaan

dengan baik kemudian memilih nomor yang sesuai.

Langkah seperti ini memberi penilaian yang akurat dan

Page 203: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

191

praktis dan mempercepat pengumpulan data. Dari

penyajian pertanyaan diatas didapatkan 50 mahasiswa

menyatakan majalah emerald memiliki lay out dan

design yang sangat baik, 30 mahasiswa menyatakan

baik dan sisanya 20 mahasiswa menyatakan cukup

baik. Tanggapan perihal materi dan kualitas cetakan,

60 mahasiswa menyatakan sangat baik, 30 mahasiswa

menyatakan baik, dan 10 mahasiswa menyatakan

cukup baik. 65 mahasiswa memberikan respons baik

pada format ukuran kertas majalah emerald, 35

mahasiswa menyatakan baik. Sedangkan pada

tanggapan ukuran ketebalan kertas mahasiswa

menyatakan sangat baik (65 mahasiswa), baik (30

mahasiswa), dan cukup baik (5 mahasiswa). Dari data

diatas dapat disampaikan bahwa secara keseluruhan

pembaca (mahasiswa) menyenangi majalah emerald

cetakan pertama dengan hasil kuesioner diatas 50

mahasiswa menyatakan sangat baik. Hal tersebut

menunjukkan bahwa pembaca memberikan tanggapan

yang baik kepada rancangan majalah emerald yang

baru. Tanggapan yang baik ini dapat dijadikan rujukan

untuk cetakan majalah emerald selanjutnya.

4.2. Rubrik Artikel

Bahasa pengantar dalam majalah adalah bahasa

Inggris. Sebaran rubrik tidak menganalisis tentang

struktur kebahasaan atau kreatifitas tetapi lebih pada

pendapat umum tentang jenis-jenis artikel seperti di

Tabel 2 berikut.

Tabel 2. Rubrik reader respond terhadap Emerald No Keterangan 1 2 3 4

1

Bagaimanakah menurut

anda isi dari rubrik ED News (p.10-11)?

2

Bagaimanakah menurut

anda isi dari rubrik cover story Reasons why you

should abroad (p.12)?

3

Bagaimanakah menurut anda isi dari rubrik cover

story Tips and Tricks (p.

13)?

4

Bagaimanakah menurut

anda isi dari rubrik feature Mr. Santiko Budi

(p.14-15)?

5

Bagaimanakah menurut

anda isi dari rubrik ED

News ESC Students Poll

Result (p. 16-17)?

6

Bagaimanakah menurut

anda isi dari rubrik short

story (p.18-21)?

7

Bagaimanakah menurut

anda isi dari rubrik

Poems (p. 22-23)?

8

Bagaimanakah menurut

anda isi dari rubrik book

review Percy Jackson’s Greek Gods (p.24-25)?

9

Bagaimanakah menurut

anda isi dari rubrik book review Eleonor and Park

(p. 26-27)?

10 Bagaimanakah menurut anda isi dari rubrik

Hobbies (p. 28-30)?

No Keterangan 1 2 3 4

11 Bagaimanakah menurut anda isi dari rubrik Jokes

and Riddles (p. 31-32)?

Disebutkan jenis sub judul seperti cover story,

feature, short story dan lain-lain untuk mempermudah

responded membedakan artikel. Penggunaan bahasa

kedua telah mempersulit pemaknaan pada pertanyaan

sehingga beberapa pertanyaan diajukan ke peneliti

untuk memastikan arti pertanyaan.

Pada rubrik isi ini mahasiswa memiliki penilaian

yang lebih tinggi. Mahasiswa menilai bahwa isi dari

rubrik pada majalah emerald sangat baik dengan

adanya tanggapan dari 50 mahasiswa, 35 mahasiswa

menyampaikan baik dan 15 mahasiswa menyatakan

cukup. Isi dari rubrik cover story Reasons why you

should abroad ditanggapi sangat baik oleh 55

mahasiswa, dinilai baik oleh 45 mahasiswa dan dinilai

cukup oleh 5 mahasiswa. Isi rubrik cover story Tips

dan Tricks dinilai sangat baik oleh 40 mahasiswa,

dinilai baik oleh 40 mahamasiswa, dinilai cukup oleh

10 mahasiswa dan dinilai kurang baik oleh 10

mahasiswa. Isi rubrik feature Mr. Santiko dinilai

sangat baik oleh 45 mahasiswa, dinilai baik oleh 40

mahasiswa, dan dinilai cukup oleh 5 mahasiswa. Isi

rubrik ED News ESC Students Poll Result dinilai

secara berurutan sangat baik, baik, cukup, dan kurang

dengan jumlah 25, 60, 13, dan 2 mahasiswa. Isi rubrik

dari short story dan poems dinilai berurutan dengan

jumlah 20, 45, 30, dan 5 mahasiswa. Isi rubrik book

review Percy Jackson’s Greek Gods dan Eleonor dan

Park dinilai berurutan dengan jumlah sangat baik,

baik, cukup, dan kurang dengan jumlah 40, 30, 30, dan

0; sedangkan review Eleonor Gods pada jumlah 30,

20, 45, 5. Mahasiswa menilai isi rubrik Hobbies sangat

baik, baik, cukup dan kurang dengan jumlah 35, 35,

25, dan 0; sedangkan pada rubrik Jokes dan Riddles

dinilai 30, 40, 20, dan 10 mahasiswa.

Pada umumnya pilihan jawaban berkisar pada 3

dan 4. Pertanyaan-pertanyaan yang muncul saat

pengisian rubrik memberi kontribusi pada penelitian

tentang pengetahuan responden terhadap istilah-istilah

jurnalis sehingga jawaban lebih didasarkan pada

rancangannya. Hal ini memberikan interpretasi yang

berbeda dalam proses pembacaan data. Data belum

bisa memberikan analisa lebih jauh berkaitan dengan

pengetahun pembaca. Hasil yang baik pada sub bagian

memiliki pemaknaan yang ganda. Pengetahuan dan

penyusunan pertanyaan perlu diperhatikan pada

penelitian lanjutan sehingga muncul komunikasi

searah antara responden dan peneliti.

4.3. Rubrik Isi

Tujuan pengisian rubrik isi adalah menekankan

pada kepentingan informasi yang terkandung dalam

artikel-artikel yang dimuat. Sebagai majalah terbitan

terakhir setelah tahun 1988, pemutakhirannya perlu

diperhatikan untuk mempersiapkan terbitan

Page 204: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

192

berikutnya. Bentuk rubrik dapat dilihat di bagan

dibawah ini:

Data rubrik isi perihal bahasa yang digunakan

100 mahasiswa menyatakan mudah memahami.

Rubrik pesan yang disampaikan dalam materi majalah

dinyatakan mudah dipahami oleh 80 mahasiswa dan

20 mahasiswa sangat mudah memahami. Rubrik

keterkaitan antara gambar dan tulisan dalam majalah

emerald dinilai terkait,dengan jumlah 90 mahasiswa

dan 10 mahasiswa menyatakan sangat terkait. 95

mahasiswa menyatakan setuju jika majalah emerald

terbit sekali dalam satu semester. Tanggapan perihal

ide konten majalah yang berhubungan dengan

peristiwa yang terjadi di jurusan bahasa Inggris 75

mahasiswa menyatakan tertarik, 15 menyatakan sangat

tertarik dan 10 tidak tertarik.

Isi berkaitan erat dengan latar belakang

responden yaitu Program Studi Sastra Inggris. Dengan

bahasa pengantar bahasa inggris dalam mayoritas

semua perkuliahan, dalam proses kreatif dengan target

luaran tertentu mahasiswa seharusnya juga harus bisa

mempraktekkan kemampuan bahasa inggris dengan

baik dan benar. Selain majalah yang diterbitkan, buku,

makalah, penelitian dan fiksi dihasilkan oleh prodi

sehingga responden kritis terhadap jawabannya.

Majalah emerald merupakan suatu bentuk kreativitas

dan apresiasi mahasiswa terhadap lingkungan mereka

menggunakan bahasa inggris. Dengan majalah

emerald juga, mahasiswa juga dapat mengembangkan

sekaligus meningkatkan kualitas kreativitas dan

pribadi mereka secara bertahap dan harapannya

majalah emerald ini terus ada dengan regenerasi yang

baik.

Penelitian pada majalah emerald tersebut akan

dilanjutkan dengan berangkat dari hasil temuan yang

diperoleh saat ini. Temuan ini muncul karena

jawabannya belum bisa mewakili opini mereka. Dari

hasil ini dapat dijadikan evaluasi sekaligus berlanjut

pada upaya perbaikan kualitas dan mutu isi yang baik.

Hasil penilaian dari data rubrik terakhir juga berkisar

antara 3 dan 4 yang berarti sajian yang ada dalam

majalah emerald dinilai baik dan sangat baik.

5. DAFTAR PUSTAKA

[1]. Pradopo, Rachmat Djoko. (2007). Beberapa Teori

Sastra, Metode Kritik, dan

Penerapannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 211.

[2]. Rahmawati, Dini Eka. (2008). Resepsi Cerita Rakyat

Bledhug Kuwu. Skripsi. Semarang: Fakultas Bahasa

dan Seni, Universitas Negeri Semarang, 22.

[3]. Connel, Jeanne. (1996). Assessing The Influence of

Dewey’s Epistemology on Rosenblatt’s Reader

Response Theory. Ilinois: University of Ilinois.

[4]. Sastriyani, Siti Hariti. 2001. Karya Sastra Perancis

Abad ke-19 Madame Bovary dan Resepsinya di

Indonesia. Jurnal Humaniora, Vol.13, No. 3, 253.

[5]. Endraswara, Suwardi. 2008. Metodologi Penelitian

Sastra. Yogyakarta: Media Pressindo, 127.

[6]. Ratna, Nyoman Kutha, (2009). Teori, Metode, Dan

Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka

Pelajar.

[7].Jabrohim, (2001). Metodologi Penelitian Sastra.

Yogyakarta: Hanindita Graha Widia. 2001. H.162-163

Page 205: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

193

Pengembangan Instrumen Pengukuran Kadar Keguruan (Tingkat

Kompetensi) Mahasiswa Calon Guru dan Guru PJOK Indonesia

Suroto1*) 1 Jurusan Pendidikan Olahraga, Universitas Negeri Surabaya

*) Alamat Korespondesi: Email: [email protected].

ABSTRACT

Teacher’s competency became the main determinant of the quality of the process and learning outcomes.

Efforts on improving quality of teacher requires competency measurement tools and competence building

activities. Although the government has made an UKG (teacher competency test) as formally and yearly

instrument, but on the other hand it could not be used as a daily instrumen by prospective and physical education

(PE) teachers. In addition it measure pedagogic and professional competence only. Therefore, it needs a valid and

practical measurement for measuring competencies that cover four competencies (pedagogical, professional,

personal, and social) for the daily needs of teachers and prospective teachers as well as for research purposes.

This instrument is intended to measure the level of competence of prospective teachers and PE teachers that

developed based on 24 sub competence of Indonesian subject matter teachers (Permendiknas 16, 2007).

Prospective teachers or PE teachers can determine their level of competence and describes himself after

answering the physical evidence of their appropriate answer. Reality physical evidence and correspondence

between the physical evidence with response categories determine the validity of the answer. This instrument can

also be filled by the data collector after conducting interviews with prospective teacher or PE teachers. The

maximum score for a prospective teacher is 62 while the maximum score for PE teacher is 100. These instruments

have been declared valid by 3 validators that can be used according to the charging procedure.

Key Words: measurement instruments, competence, prospective teacher, physical education teacher

ABSTRAK

Kompetensi guru menjadi penentu utama kualitas proses dan hasil pembelajaran. Upaya pembinaan

keprofesian berkelanjutan membutuhkan alat ukur kompetensi dan kegiatan peningkatan kompetensi. Meskipun

pemerintah telah membuat instrumen UKG secara formal dan berkala, namun selain tidak bisa digunakan sehari-

hari oleh mahasiswa dan guru, jangkauannyapun hanya mengukur kompetensi pedagogik dan profesional saja.

Oleh karena itu dibutuhkan alat ukur kompetensi yang valid dan praktis yang menjangkau 4 kompetensi

(pedagogik, profesional, kepribadian, dan sosial) untuk keperluan sehari-hari guru maupun calon guru serta

untuk keperluan penelitian. Instrumen ini dimaksudkan untuk mengukur tingkat kompetensi mahasiswa calon guru

maupun guru PJOK yang dikembangkan berdasarkan 24 sub kompetensi guru mata pelajaran pada Permendiknas

16 tahun 2007. Mahasiswa atau guru dapat mengetahui tingkat kompetensi dirinya setelah menjawab dan

mendeskripsikan bukti fisik dari jawabannya secara tepat. Realitas bukti fisik dan kesesuaian antara bukti fisik

dengan kategori jawaban menentukan validitas jawabannya. Instrumen ini juga dapat diisi oleh pengumpul data

setelah melakukan wawancara dengan mahasiswa atau guru yang hendak diukur tingkat kompetensinya. Skor

maksimal untuk mahasiswa adalah 62 sedangkan skor maksimal untuk guru adalah 100. Instrumen ini telah

dinyatakan valid oleh 3 validator sehingga dapat digunakan sesuai prosedur pengisian.

Kata Kunci: instrumen pengukuran, kompetensi, calon guru, guru PJOK

1. PENDAHULUAN

Masalah pendidikan menjadi tidak pernah ada

habisnya dibahas mengingat masih banyak hal yang

perlu diperbaiki. Guru menjadi satu variabel krusial

yang menjadi pokok bahasan dalam dunia pendidikan.

Sedikitnya ada empat permasalahan dalam pendidikan

yang menyangkut keberadaaan guru yaitu: pendidikan

guru yang masih belum memadai secara nasional,

kesejahteraan para guru, pembinaan karir yang tidak

berjalan sesuai tujuan, masalah sistem rekrutmen atau

pengangkatan dan distribusi guru yang tidak merata[1].

Selesainya masalah pada guru ini akan memberikan

peluang besar bagi majunya dunia pendidikan di

Indonesia.

Saat ini, Indonesia tidak lagi kekurangan guru,

secara kuantitas guru di Indonesia sudah lebih dari

cukup. Jumlah guru di Indonesia sebanyak 3 juta

orang, tercatat sejak tahun 1999/2000 ada peningkatan

guru sebanyak 823 persen, akan tetapi peningkatan

jumlah peserta didik hanya 17 persen[2]. Selanjutnya,

menurut Bank Dunia rasio guru dan siswa di Indonesia

pada tahun 2010 mencapai 19.012, pada tahun 2011

angka tersebut menjadi 18.980, pada 2012 terjadi

penurunan lagi menjadi 18.592, sampai pada tahun

2013 rasio guru-siswa di Indonesia berada pada posisi

16.094[1]. Angka-angka tersebut membuktikan bahwa

Indonesia benar-benar tidak lagi kekurangan jumlah

guru.

Page 206: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

194

Idealnya semakin sedikit siswa yang diawasi oleh

guru, maka semakin intensif guru tersebut

membelajarkan siswa. Sehingga guru semakin mudah

memonitor perkembangan siswa dan memberikan

layanan yang optimal sesuai dengan kebutuhan belajar

siswa. Akan tetapi, pada kenyataannya hal tersebut

masih belum terwujud, kondisi pendidikan di

Indonesia masih saja terpuruk. Hasil survei TIMS and

Pirls menepatkan Indonesia di posisi 40 dari 42 negara.

Sedangkan World Education Forum di bawah naungan

PBB menempatkan Indonesia di posisi 69 dari 76

negara. World Literacy merangking kita di urutan 60

dari 61 negara[3]. Keadaan tersebut membuktikan

bahwa hasil pendidikan di Indonesia masih belum

optimal dibandingkan dengan negara-negara di Dunia.

Data tersebut membuktikan bahwa banyaknya

guru saja tidak cukup untuk mempertinggi hasil

pendidikan, perlu peningkatan kualitas guru dalam

membimbing siswa melalui pembelajaran. Kualitas

guru seakan tidak bisa ditinggalkan dalam setiap

pembahasan tentang pendidikan. Kualitas guru

menjadi kunci untuk mempertinggi hasil

pembelajaran[4, 5]. Pada tahun 2012 dan 2013

dilaksanakan pemetaan kualitas guru Indonesia secara

nasional oleh pemerintah melalui Uji Kompetensi

Guru (UKG). Hasil dari UKG tersebut menunjukkan

bahwa rata-rata nasional kompetensi profesional dan

pedagogik guru adalah 43,82 pada tahun 2012 dan

47,84 di tahun 2013[6]. Berdasarkan hasil UKG inilah

pemerintah merasa penting untuk memberikan

pengembangan kualitas guru agar semakin meningkat.

Guru sering disebut sebagai garda terdepan dalam

proses pembangunan manusia Indonesia melalui

pendidikan. Penyiapan tenaga guru harus benar-benar

dilakukan secara serius oleh lembaga-lembaga

penghasil guru. Seharusnya, guru telah mendapatkan

pengenalan ilmu keguruan dan pengalaman tentang

pengajaran mulai sejak mereka mengikuti proses

pendidikan calon guru[7]. Mutu guru menjadi satu

bahasan penting dalam dunia pendidikan sehingga

pemerintah mengupayakan berbagai program yang

mampu memberikan pelayanan kepada guru agar

memiliki profesionalitas yang tinggi.

Sedikitnya terdapat empat program pemerintah

yang bertujuan untuk mempertinggi kualitas guru yaitu

program sertifikasi guru, uji kompetensi guru,

tunjangan profesi pendidik, dan guru pembelajar[8].

Program-program sertifikasi merupakan program-

program pemerintah yang memberikan peluang

kepada guru untuk dapat mempertinggi

profesionalitas[9]. Uji kompetensi guru dilakukan

untuk pemetaan kualitas guru secara nasional yang

dapat digunakan untuk merumusakn program

perbaikan kualitas guru. Tunjangan profesi digunakan

untuk menjamin kesejahteraan guru. Guru pembelajar

merupakan program pemerintah untuk mendorong

guru selalu belajar untuk mengembangkan diri demi

mengoptimalkan layanan pembelajaran pada peserta

didik[10].

Guru sebagai pemegang profesi seharusnya dapat

tampil sebagai sosok yang benar-benar ahli dalam

bidangnya. Khususnya guru PJOK, mereka harus

mampu meyakinkan orang lain bahwa tidak ada guru

lain yang layak mengajar mata pelajaran PJOK selain

mereka. Tentunya guru PJOK yang profesional

minimal memiliki latar belakang pendidikan yang

sesuai dengan bidangnya[11]. Mereka telah

mendapatkan pendidikan khusus ilmu keguruan

tentang keolahragaan. Namun nampaknya, mata

pelajaran PJOK masih belum mendapatkan haknya

secara penuh terkait tenaga pengajar. Banyak guru dari

berbagai latar belakang pendidikan keguruan yang

mendapatkan tempat untuk tampil sebagai guru

PJOK[12]. Pandangan yang beragam dari masyarakat

dan pemangku kebijakan menjadikan profesi guru

PJOK dapat dipegang oleh berbagai latar belakang

pendidikan, bahkan dari mereka yang berlatar

belakang non-keguruan.

Hal logis yang menjadikan guru-guru tidak sesuai

kualifikasi tersebut dapat tampil sebagai guru PJOK

adalah sistem rekrutmen tenaga pengajar di sekolah[1].

Ada sekolah yang masih tidak mementingkan latar

belakang calon guru untuk menjadi tenaga pengajar.

Kejadian ini sering melanda sekolah-sekolah yang

memiliki memang kesulitan dalam mendapatkan

tenaga pendidik. Undang-Undang Republik Indonesia

Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen

menyatakan bahwa guru wajib memiliki empat

kompetensi yaitu: kompetensi pedagogik, kepribadian,

sosial, dan profesional[11].

Sayangnya, kompetensi guru PJOK semakin lama

bekerja tidak menunjukkan semkain ahli mereka

membelajarkan siswa. Semakin lama mereka mengajar

tidak diikuti oleh semakin tingginya kompetensi yang

dimiliki[5]. Bahkan terjadi krisis identitas PJOK di

sekolah yang disinyalir kurang berkualitasnya proses

pembelajaran yang dilakukan oleh guru[13].

Seharusnya guru senantiasa mengoreksi diri dalam

setiap proses pembelajaran. Guru senantiasa

melakukan kegiatan refleksi terhadap kualitas kinerja

diri mereka. Dengan begitu program-program dalam

pengembangan diri guru dapat dilakukan sesuai

dengan kebutuhan. Tanpa mengetahui kebutuhan

pengambangan diri guru, program-program

pengembangan kompetensi guru tidak akan berjalan

dengan efektif.

UKG sebetulnya adalah satu dari empat program

pemerintah yang ditujukan untuk mengetahui

kebutuhan belajar guru untuk mengembangkan

kompetensi guru. Akan tetapi, pelaksanaan UKG

hanya terbatas pada kompetensi pedagogik dan

profesional, dua kompetensi lainnya yaitu sosial dan

kepribadian masih belum terukur dalam kegiatan

tersebut. Selain itu, penggunaan pengukuran ini masih

belum mampu memberikan gambaran kepada guru

terkait kelemahan dan kelebihan guru pada kompetensi

yang diukur.

Page 207: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

195

Untuk itu, perlu instrumen yang dapat digunakan

oleh guru setiap hari dan mencakup empat kompetensi

guru.

2. TUNTUTAN PEMERINTAH TERHADAP

KOMPETENSI GURU

Pemerintah telah menetapkan bahwa guru harus

memiliki empat kompetensi, yaitu: (1) kompetensi

pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional[11].

Aturan ini juga dapat digunakan sebagai tolok ukur

kualitas prospective PE teacher. Selanjutnya, untuk

memperjelas isi dari empat kompetensi tersebut

pemerintah memecah empat kompetensi tersebut ke

menjadi 24 kompetensi inti[14].

Kompetensi pedagogik. Kompetensi inti dalam

bagian pedagogik terdiri atas sepuluh hal yaitu: (1)

Menguasai karakteristik peserta didik dari aspek fisik,

moral, sosial, cultural, emosional, dan intelektual, (2)

Menguasai teori belajar dan prinsip pembelajaran yang

mendidik, (3) Mengembangkan kurikulum yang

terkait mata pelajaran yang diampu, (4)

Menyelenggarakan pembelajaran yang mendidik, (5)

Memanfaatkan TIK untuk kepentingan pembelajaran,

(6) Memfasilitasi pengembangan potensi peserta didik,

(7) Berkomunikasi efektif, empatik, dan santun ke

peserta didik, (8) Menyelenggarakan penilaian

evaluasi proses dan hasil belajar, (9) Memanfaatkan

hasil penilaian dan evaluasi untuk kepentingan

pembelajaran, dan (10) Melakukan tindakan reflektif

untuk peningkatan kualitas pembelajaran.

Kompetensi Kepribadian. Kompetensi inti dalam

bagian kepribadian terdiri atas lima hal yaitu: (1)

Bertindak sesuai dengan norma agama, hukum, sosial

dan budaya bangsa, (2) Penampilan yang jujur,

berakhlak mulia, teladan bagi peserta didik dan

masyarakat, (3) Menampilkan diri sebagai pribadi

yang mantap, stabil, dewasa, arif dan berwibawa, (4)

Menunjukkan etos kerja, tanggung jawab yang tinggi,

rasa bangga menjadi guru, dan rasa percaya diri, dan

(5) Menjunjung tinggi kode etik profesi guru.

Kompetensi Sosial. Kompetensi inti dalam bagian

sosial terdiri atas empat hal yaitu: (1) Bersikap

inklusif, bertindak obyektif, serta tidak diskriminatif

karena pertimbangan jenis kelamin, agama,

raskondisifisik, latar belakang keluarga, dan status

sosial keluarga, (2) Berkomunikasi secara efektif,

empatik, dan santun dengan sesama pendidik, tenaga

kependidikan, orang tua dan masyarakat, (3)

Beradaptasi di tempat bertugas di seluruh wilayah RI

yang memiliki keragaman sosial budaya, dan (4)

Berkomunikasi dengan lisan maupun tulisan.

Kompetensi Profesional. Kompetensi inti dalam

bagian profesional terdiri atas lima hal yaitu: (1)

Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir

keilmuan yang mendukung pelajaran yang diampu, (2)

Mengusai standar kompentensi dan kompetensi dasar

mata pelajaran/bidang pengembangan yang diampu,

(3) Mengembangkan materi pembelajaran yang

dimampu secara kreatif, (4) Mengembangkan

keprofesionalan secara berkelanjutan dengan

melakukan tindakan reflektif, dan (5) Memanfaatkan

TIK untuk berkomunikasi dan mengembangakan diri.

3. PENGEMBANGAN INSTRUMEN

3.1. Model pengukuran kompetensi

Instrumen penelitian yang dimaksud adalah

instrumen pengukuran kadar keguruan (tingkat

kompetensi) mahasiswa calon guru dan guru PJOK

indonesia (KKMCG-GPJOKI) yang dikembangkan

berdasarkan 24 sub kompetensi guru mata pelajaran

pada permendiknas 16 tahun 2007.

Model pengukuran kompetensi calon guru dan

guru PJOK yang digunakan adalah self-assessment,

dengan harapan para calon guru dan guru PJOK dapat

secara berkala menilai kompetensi mereka sendiri

sesuai dengan keinginan guru. Penilaian diri dapat

memberi keuntungan berupa auto-feedback untuk

pengembangan kompetensi diri selama mengikuti

program pendidikan di perguruan tinggi dan selama

menjadi guru PJOK.

Mahasiswa atau calon guru dan guru PJOK dapat

mengetahui tingkat kompetensi dirinya setelah

menjawab dan mendeskripsikan bukti fisik dari

jawabannya secara tepat. Realitas bukti fisik dan

kesesuaian antara bukti fisik dengan kategori jawaban

menentukan validitas jawabannya. Instrumen ini juga

dapat diisi oleh pengumpul data setelah melakukan

wawancara dengan mahasiswa atau guru yang hendak

diukur tingkat kompetensinya.

3.2. Validasi instrumen

Instrumen ini telah divalidasi dan direvisi

berdasarkan masukan dari 3 validator (Prof. Dr. Adang

Suherman, MA - Guru besar UPI, Prof. Dr. Hari

Amirullah, M.Pd. - Guru besar UNY, dan Prof. Dr.

M.E. Winarno, M.Pd. - Guru besar UM) sehingga

dapat digunakan sesuai prosedur dalam deskripsi.

Ketiga validator menyatakan 100% item dalam

instrumen valid dan dapat digunakan untuk mengukur

kompetensi calon guru dan guru PJOK. Selain

menyatakan valid, para validator juga memberikan

masukan berupa:

1. Prof. Dr. Adang Suherman, M.A. menyatakan

bahwa pola pertanyaannya konsisten dari mulai no

1 sd no 24, dan pemakaian skala nilai setiap item

perlu lebih diperjelas agar pemakai mudah

mengerti.

2. Prof. Dr. Hari Amirullah, M.Pd. menyatakan

bahwa kata “Keprofesionalan” diganti

“keprofesian” sesuai Permenpan 16/2009.

3. Prof. Dr. M.E. Winarno, M.Pd. menyatakan bahwa

sebaiknya pernyataan awal instrumen dibuat

bervariasi misal: Saudara sebagai guru PJOK.

Berdasarkan tiga masukan tersebut dapat

disumpulkan bahwa tidak ada revisi yang membuat

instrumen berubah secara signifikan. Untuk itu,

instrumen dapat direvisi sesuai dengan masukan dan

langsung dapat disosialisasikan kepada subjek

penelitian. Selanjutnya dapat digunakan untuk

mengukur kompetensi calon guru dan guru PJOK.

Page 208: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

196

3.3. Aturan penilaian kompetensi

Jumlah pertanyaan dalam instrumen ini sebanyak

24 item. Setiap item memiliki jumlah kategori masing-

masing. Rentang nilai yang digunakan dalam

instrumen mulai 0-5. Nilai ini menunjukkan tingkat

kompetensi yang dimiliki oleh guru. Nilai dari setiap

item dijumlah untuk menjadi nilai kompetensi guru.

Nilai maksimal untuk mahasiswa adalah 62 sedangkan

nilai maksimal untuk guru adalah 100. Perincian nilai

maksimal untuk setiap item pada pengukuran

kompetensi calon guru dan guru PJOK dapat dilihat

pada tabel 1.

Untuk menentukan kategori kompetensi guru, nilai

hasil penjumlahan dibagi dengan nilai maksimal. Hasil

dari pembagian tersebut dijadikan persen yang

dikategorikan menggunakan aturan pengkategorian

sebagai berikut:

Kategori 1 = 0.0% ≤ buruk ≤ 20.0%

Kategori 2 = 20.0% < kurang ≤ 40.0%

Kategori 3 = 40.0% < biasa ≤ 60.0%

Kategori 4 = 60.0% < baik ≤ 80.0%

Kategori 5 = 80.0% < hebat ≤ 100.0%

4. BUKTI KETERANDALAN INSTRUMEN

Instrumen ini telah digunakan oleh Suroto dkk

dalam mengukur kompetensi calon guru PJOK di

Program Studi S1 Pendidikan Jasmani, Kesehatan, dan

Rekreasi, Fakultas Ilmu Keolahragaan, Universitas

Negeri Surabaya. Pengukuran dilakukan kepada

mahasiswa tahun pertama sampai dengan tahun

keempat. Selanjutnya tingkatan tahun tersebut

digunakan sebagai dasar pembeda kompetensi calon

guru. Idealnya, calon guru pada tingkat yang lebih

tinggi mendapatkan peluang untuk menguasai

kompetensi yang lebih tinggi dibandingkan dengan

level mahasiswa yang lebih rendah.

Diasumsikan bahwa setiap level memiliki

pengalaman belajar yang berbeda dan pembekalan

ilmu yang berbeda dari kegiatan perkuliahan. Semakin

tinggi level maka semakin banyak bidang ilmu yang

dikaji. Semakin banyak bidang ilmu yang dikaji

diharapkan semakin tinggi tingkat kompetensi

mahasiswa calon guru PJOK. Untuk itu, perlu diuji

perbedaan kompetensi mahasiswa calon guru PJOK

berdasarkan level mereka (lihat Gambar 1).

Tabel 1. Pengaturan Nilai Maksimal pada Setiap Kompetensi Inti Guru

No. Kompetensi Inti Guru Nilai Maksimal

Guru Calon Guru

Kompetensi Pedagogik

1 Menguasai karakteristik peserta didik dari aspek fisik, moral, spiritual, sosial, kultural, emosional,

dan intelektual.

5 2

2 Menguasai teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang mendidik. 5 3

3 Mengembangkan kurikulum yang terkait dengan mata pelajaran yang diampu. 5 3

4 Menyelenggarakan pembelajaran yang mendidik. 3 1 5 Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk kepentingan pembelajaran. 4 2

6 Memfasilitasi pengembangan potensi peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang

dimiliki.

4 2

7 Berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan peserta didik. 4 1

8 Menyelenggarakan penilaian dan evaluasi proses dan hasil belajar. 5 3

9 Memanfaatkan hasil penilaian dan evaluasi untuk kepentingan pembelajaran. 4 2 10 Melakukan tindakan reflektif untuk peningkatan kualitas pembelajaran. 4 2

Kompetensi Kepribadian

11 Bertindak sesuai dengan norma agama, hukum, sosial, dan kebudayaan nasional Indonesia. 4 2 12 Menampilkan diri sebagai pribadi yang jujur, berakhlak mulia, dan teladan bagi peserta didik dan

masyarakat.

4 2

13 Menampilkan diri sebagai pribadi yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa. 4 2 14 Menunjukkan etos kerja, tanggung jawab yang tinggi, rasa bangga menjadi guru, dan rasa percaya

diri.

4 2

15 Menjunjung tinggi kode etik profesi guru. 4 2

Kompetensi Sosial

16 Bersikap inklusif, bertindak objektif, serta tidak diskriminatif karena pertimbangan jenis kelamin, agama, ras, kondisi fisik, latar belakang keluarga, dan status sosial ekonomi.

4 4

17 Berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan sesama pendidik, tenaga kependidikan,

orang tua, dan masyarakat.

4 4

18 Beradaptasi di tempat bertugas di seluruh wilayah Republik Indonesia yang memiliki keragaman

sosial budaya.

4 4

19 Berkomunikasi dengan komunitas profesi sendiri dan profesi lain secara lisan dan tulisan atau bentuk lain.

4 2

Kompetensi Profesional

20 Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu.

4 4

21 Menguasai standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran yang diampu. 4 4

22 Mengembangkan materi pembelajaran yang diampu secara kreatif. 5 5 23 Mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan melakukan tindakan reflektif. 4 2

24 Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk mengembangkan diri. 4 2

Jumlah Total 100 62

Page 209: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

197

Gambar 1. Perbandingan Kompetensi Calon Guru

PJOK Berdasarkan Tahun Mengikuti Pendidikan di

Lembaga Pendidikan Guru

5. SIMPULAN

Berdasarkan kepentingan guru untuk melakukan

refleksi diri untuk mengembangkan kompetensi diri,

maka perlu disusun instrumen yang memberikan

peluang kepada guru untuk mengetahui kebutuhan

pengembangan diri. Berdasarkan Peraturan Menteri

Pendidikan Nasional Republik Indonesia No. 16

Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik

dan Kompetensi Guru maka dapat dikembangkan

instrumen KKMCG-GPJOKI. Hasil validasi oleh tiga

ahli, instrumen KKMCG-GPJOKI sudah dinyatakan

valid. Hasil pengukuran yang dilakukan pada calon

guru PJOK menunjukkan bahwa pemanfaatan

instrumen KKMCG-GPJOKI telah mampu

membedakan kompetensi calon guru PJOK

berdasarkan level. Sehingga dapat disimpulkan bahwa

instrumen KKMCG-GPJOKI dapat digunakan dalam

mengukur kompetensi calon guru dan guru PJOK.

6. IMPLIKASI

Model pengukuran kompetensi calon guru dan

guru PJOK menggunakan self-assessment tergantung

pada tingkat objektivitas pengisi. Hanya calon guru

dan guru PJOK yang memiliki tingkat objektivitas

yang tinggi yang dapat memanfaatkan hasil

pengukuran secara optimal. Jika tuntutan objektivitas

tidak terpenuhi maka dapat mengurangi keberfungsian

dari hasil pengukuran kompetensi menggunakan

instrumen ini.

7. DAFTAR PUSTAKA

[1] Ganefri, (2016). Kolaborasi Strategi Pemberdayaan

Lintas Institusi dan Participatory Management

Menuju Sistem Rekrutmen dan Distribusi Guru yang

Proporsional-Efektif di Indonesia, in Konvensi

Nasional Pendidikan Indonesia (KONASPI) VIII Tahun 2016, 35–40.

[2] Anonim, (2016). Kualitas Guru Indonesia Masih

Terendah, Jawa Pos Online, 1–2, 27-Apr-2016.

[3] Anomin, (2016). SEDIH! Ini Peringkat Pendidikan

Indonesia versi 5 Lembaga Survei Internasional,”

Jawa Pos National Network, No. April, Jakarta, 26-Apr-

2016.

[4] S. R. Mas, (2008). Profesionalitas Guru dalam

Peningkatan Kualitas Pembelajaran, INOVASI, Vol. 5, No. 2, 1–10.

[5] A. Maksum, (2010). Kualitas Guru Pendidikan

Jasmani di Sekolah : Antara Harapan dan Kenyataan, No. 3, 1–32.

[6] Kemendikbud, (2014). Paparan Menteri Pendidikan

dan Kebudayaan RI: Pengembangan Kurikulum

2013, Press Workshop: Implementasi Kurikulum 2013. 27–28.

[7] K. A. R. Richards, K. L. Gaudreault, and T. J. Templin,

(2014). Understanding the Realities of Teaching: A

Seminar Series Focused on Induction, J. Phys. Educ.

Recreat. Danc., Vol. 85, No. 9, 28–35.

[8] Suroto, (2016). Peran Sekolah dan Perguruan Tinggi

dalam Mewujudkan Guru PJOK Profesional yang

Pembelajar, in Konvensi Nasional Pendidikan Indonesia (KONASPI) VIII Tahun 2016, 1425–1430.

[9] S. Surapranata et al., (2016). Sertifikasi Guru Dalam

Jabatan Tahun 2016.

[10] Syamsu, (2016). Pengertian dan Program Guru

Pembelajar, Guru Pembelajar Online, 2016. [Online].

Available:

http://www.gurupembelajaronline.com/2016/06/pengertian-dan-program-guru-pembelajar-2016.html.

[11] Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun

2005 tentang Guru dan Dosen. 2005.

[12] B. B. Prakoso and S. C. Y. Hartati, (2013). Latar

Belakang Guru Pemula, Efektivitas Pembelajaran,

Pendidik. Olahraga dan Kesehat., Vol. 1, No. 1, 240–246.

[13] B. B. Prakoso, (2014). Upaya Peningkatan Kualitas

Proses Belajar Mengajar PJOK melalui Evaluasi Diri

Guru, in Optimalisasi Hasil-Hasil Penelitian dalam

Menunjang Pembangunan Berkelanjutan, No. 64, 510–523.

[14] Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik

Indonesia No. 16 Tahun 2007 tentang Standar

Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru. 2007, 1–

31.

0

10

20

30

40

50

Level 1 Level 2 Level 3 Level 4

Kompetensi Calon Guru PJOK

Page 210: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

198

INSTRUMEN PENGUKURAN KADAR KEGURUAN GURU PJOK

IDENTITAS:

Nama Guru : ..................................................... NIP : ................................................

Hari & Tanggal Pengisian : ..................................................... Level : ................................................

Masa Kerja (tahun) : ..................................................... Proporsi : ................................................

Satuan Pendidikan : ..................................................... Kategori : ................................................

PETUNJUK PENGISIAN:

Jawablah pertanyaan berikut dengan cara menyilang angka 0, 1, 2, 3, 4 atau 5 yang sesuai dengan kondisi riil

saudara pada semester ini. Kemudian deskripsikan secara singkat CONTOH NYATA dokumen/ kegiatan yang

menjadi bukti fisik yang mendukung pilihan jawaban saudara.

No. Kompetensi Inti

Guru Pertanyaan

Nilai Kategori

Deskripsi Bukti

Fisik

1 Menguasai

karakteristik peserta

didik dari aspek fisik, moral, spiritual,

sosial, kultural,

emosional, dan intelektual.

Sebagai guru PJOK yang hebat,

saudara mestinya selalu

memanfaatkan seluruh data fisik, moral, spiritual, sosial, kultural,

emosional dan intelektual peserta

didik dalam mempersiapkan dan melaksanakan pembelajaran

PJOK. Seperti apakah kondisi

saudara saat ini? (Opsi jawaban tersedia 0-5)

0 Saya belum pernah mengukur

1 Saya pernah mengukur sebagian aspek

2 Saya pernah mengukur seluruh aspek

3 Saya pernah memanfaatkan seluruh/

sebagian aspek

4 Saya selalu memanfaatkan sebagian aspek

5 Saya selalu memanfaatkan seluruh aspek

2 Menguasai teori

belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran

yang mendidik.

Sebagai guru PJOK yang hebat,

saudara mestinya selalu menerapkan teori belajar yang

mendasari pembentukan sikap,

penguatan pemahaman, belajar gerak, dan peningkatan derajad

kebugaran jasmani peserta didik,

dalam tahap mempersiapkan dan

melaksanakan pembelajaran

PJOK. Seperti apakah penguasaan

teori saudara semester ini? (Opsi jawaban tersedia 0-5)

0 Saya belum pernah mengetahui teori

belajar

1 Saya pernah mengetahui teori belajar

2 Saya mengetahui sebagian besar teori

belajar

3 Saya pernah melaksanakan pembelajaran

berbasis teori

4 Saya sering melaksanakan pembelajaran

berbasis teori

5 Saya selalu melaksanakan pembelajaran

berbasis teori

3 Mengembangkan

kurikulum yang terkait dengan mata

pelajaran yang

diampu.

Sebagai guru PJOK yang hebat,

saudara mestinya selalu mengacu standar isi, standar proses, standar

kompetensi (KI, KD, dan

Lulusan), dan standar penilaian dalam tahap mempersiapkan dan

melaksanakan pembelajaran

PJOK. Seperti apakah tingkat kemampuan saudara dalam

mengembangkan kurikulum PJOK

pada semester ini? (Opsi jawaban tersedia 0-5)

0 Saya belum pernah mengetahui standar

nasional pendidikan

1 Saya pernah mengetahui 4 standar yang menjadi dasar kurikulum

2 Saya memahami 4 standar yang menjadi

dasar kurikulum

3 Saya pernah mengembangkan kurikulum PJOK berdasarkan 4 standar

4 Saya sering mengembangkan kurikulum

PJOK berdasarkan 4 standar

5 Saya selalu mengembangkan kurikulum PJOK berdasarkan 4 standar

4 Menyelenggarakan

pembelajaran yang

mendidik.

Sebagai guru PJOK yang hebat,

saudara mestinya selalu

melaksanakan pembelajaran PJOK

dengan tujuan yang jelas sesuai

dengan standar kompetensi yang belaku dan mengarahkan semua

aktivitas dalam pembelajaran

untuk mencapai tujuan yang telah direncanakan. Seperti apakah

tingkat penyelenggaraan PJOK

saudara pada semester ini? (Opsi jawaban tersedia 0-3)

0 Saya belum pernah melaksanakan

pembelajaran

1 Saya pernah menyelenggarakan pembelajaran PJOK yang mendidik

2 Saya sering menyelenggarakan

pembelajaran PJOK yang mendidik

3 Saya selalu menyelenggarakan pembelajaran PJOK yang mendidik

5 Memanfaatkan

teknologi informasi

dan komunikasi untuk kepentingan

pembelajaran.

Sebagai guru PJOK yang hebat,

saudara mestinya selalu

memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk kepentingan

pembelajaran. Seperti apakah tingkat pemanfaatan saudara pada

ICT (internet, sms, media sosial,

telepon) untuk kepentingan

pembelajaran PJOK pada semester

ini? (Opsi jawaban tersedia 0-4)

0 Saya belum menggunakan ICT

1 Saya menggunakan ICT tetapi belum

pernah digunakan untuk pembelajaran PJOK

2 Saya pernah memanfaatkan dalam

pembelajaran PJOK

3 Saya sering memanfaatkan dalam pembelajaran PJOK

4 Saya selalu memanfaatkan dalam

pembelajaran PJOK

Page 211: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

199

No. Kompetensi Inti

Guru Pertanyaan

Nilai Kategori

Deskripsi Bukti

Fisik

6 Memfasilitasi

pengembangan

potensi peserta didik untuk

mengaktualisasikan

berbagai potensi yang dimiliki.

Sebagai guru PJOK yang hebat,

saudara mestinya selalu

mengembangkan segala potensi keolahragaan peserta didik dengan

cara memilih, melatih, dan

mengikutsertakan peserta didik yang berbakat olahraga dalam

perlombaan/ kejuaraan. Seperti

apakah tingkat kemampuan saudara dalam pengembangan

bakat olahraga peserta didik pada

semester ini? (Opsi jawaban tersedia 0-4)

0 Saya belum pernah mengecek bakat

peserta didik

1 Saya pernah menyeleksi peserta didik berdasarkan bakat/ prestasi/ potensi

olahraganya

2 Saya pernah mengikutsertakan peserta

didik yang berbakat dalam kejuaraan/ perlombaan olahraga

3 Saya sering mengikutsertakan peserta

didik yang berbakat dalam kejuaraan/ perlombaan olahraga

4 Saya selalu mengikutsertakan peserta

didik yang berbakat dalam kejuaraan/ perlombaan olahraga

7 Berkomunikasi

secara efektif,

empatik, dan santun dengan peserta didik.

Sebagai guru PJOK yang hebat,

saudara mestinya selalu

berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan

peserta didik saudara (mencatat

pendapat, saran, pertanyaan, permintaan yang disampaikan

peserta didik). Seperti apakah

tingkat kemampuan saudara dalam berkomunikasi dengan peserta

didik pada semester ini? (Opsi

jawaban tersedia 0-4)

0 Saya belum pernah berkomunikasi

dengan peserta didik dalam konteks

pembelajaran PJOK

1 Saya pernah berkomunikasi dengan

peserta didik dalam pembelajaran PJOK

guru lain

2 Saya memiliki peserta ddik sendiri tetapi belum pernah mencatat informasi dari

mereka

3 Saya sering berkomunikasi secara efektif (tercatat) dengan peserta didik

4 Saya selalu berkomunikasi secara efektif

(tercatat) dengan peserta didik saya

8 Menyelenggarakan penilaian dan

evaluasi proses dan

hasil belajar.

Sebagai guru PJOK yang hebat, saudara mestinya selalu membuat

catatan kemajuan belajar/ skor

peserta didik (menilai) dan membandingkan dengan target/

tujuan yang telah dicanangkan

sampai dengan hari itu

(mengevaluasi) dan hasilnya

dinyatakan benar oleh kepala

sekolah/ pengawas. Seperti apakah tingkat kemampuan saudara dalam

menilai dan mengevaluasi hasil

belajar peserta didik pada semester ini? (Opsi jawaban tersedia 0-5)

0 Saya belum pernah menilai dan mengevaluasi peserta didik PJOK

1 Saya pernah membantu guru PJOK lain

dalam menilai/ mengevaluasi hasil

belajar PJOK

2 Saya memiliki hasil penilaian dan

evaluasi tetapi belum pernah

dilegitimasi/ diakui benar oleh orang lain

3 Saya pernah menilai dan mengevaluasi hasil belajar PJOK dan diakui

kebenarannya oleh kepala sekolah/

pengawas/ ahli

4 Saya sering menilai dan mengevaluasi

hasil belajar PJOK dan diakui

kebenarannya oleh kepala sekolah/ pengawas

5 Saya selalu menilai dan mengevaluasi

hasil belajar PJOK dan diakui kebenarannya oleh kepala sekolah/

pengawas

9 Memanfaatkan hasil

penilaian dan evaluasi untuk

kepentingan

pembelajaran.

Sebagai guru PJOK yang hebat,

saudara mestinya selalu memanfaatkan catatan kemajuan

belajar/ skor peserta didik (nilai)

dan hasil evaluasi untuk

kepentingan perbaikan

pembelajaran. Seperti apakah

tingkat kemampuan saudara dalam memanfaatkan nilai dan hasil

evaluasi peserta didik untuk

perbaikan pembelajaran PJOK pada semester ini? (Opsi jawaban

tersedia 0-4)

0 Saya belum pernah memiliki nilai dan

hasil evaluasi peserta didik PJOK

1 Saya pernah memiliki nilai dan hasil

evaluasi peserta didik PJOK tetapi belum

pernah memanfaatkannya

2 Saya pernah memanfaatkan hasil penilaian dan evaluasi untuk

memperbaiki RPP

3 Saya sering memanfaatkan hasil penilaian dan evaluasi untuk

memperbaiki RPP

4 Saya selalu memanfaatkan hasil

penilaian dan evaluasi untuk memperbaiki RPP

10 Melakukan tindakan

reflektif untuk peningkatan kualitas

pembelajaran.

Sebagai guru PJOK yang hebat,

saudara mestinya selalu mampu merefleksi (menemukan kelebihan

dan kelemahan) dari pembelajaran

PJOK nya sendiri dan berusaha mengurangi/ menghilangkan

kelemahan yang ada di

pembelajaran berikutnya. Seperti apakah tingkat kemampuan

saudara dalam merefleksi

pembelajaran PJOK untuk

0 Saya belum pernah mengetahui cara

merefleksi pembelajaran PJOK

1 Saya pernah mengetahui cara merefleksi pembelajaran PJOK

2 Saya pernah praktik cara merefleksi

pembelajaran PJOK

3 Saya sering merefleksi pembelajaran

PJOK nya sendiri

4 Saya selalu merefleksi pembelajaran

PJOK nya sendiri

Page 212: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

200

No. Kompetensi Inti

Guru Pertanyaan

Nilai Kategori

Deskripsi Bukti

Fisik

peningkatan kualitas pada

semester ini? (Opsi jawaban tersedia 0-4)

11 Bertindak sesuai

dengan norma agama,

hukum, sosial, dan kebudayaan nasional

Indonesia.

Sebagai guru PJOK yang hebat,

saudara mestinya selalu bertindak

sesuai dengan norma agama, norma hukum, norma sosial, dan

budaya Indonesia. Seperti apakah

tingkat kepatuhan saudara terhadap seluruh norma dan

budaya Indonesia pada semester

ini? (Opsi jawaban tersedia 0-4)

0 Saya belum pernah mengindentifikasi

norma dan budaya yang seharusnya

dipatuhi guru PJOK

1 Saya pernah mengindentifikasi norma

dan budaya yang seharusnya dipatuhi

guru PJOK

2 Saya pernah praktik penerapan norma dan budaya yang seharusnya dipatuhi

guru PJOK

3 Saya sering menerapkan norma dan budaya yang seharusnya dipatuhi guru

PJOK

4 Saya selalu menerapkan norma dan

budaya yang seharusnya dipatuhi guru

PJOK

12 Menampilkan diri

sebagai pribadi yang jujur, berakhlak

mulia, dan teladan

bagi peserta didik dan masyarakat.

Sebagai guru PJOK yang hebat,

saudara mestinya selalu tampil sebagai pribadi yang jujur,

berakhlak mulia, dan teladan bagi

peserta didik dan masyarakat. Seperti apakah tingkat keteladanan

dalam kejujuran dan akhlal mulia

pada semester ini? (Opsi jawaban tersedia 0-4)

0 Saya belum pernah mengidentifikasi ciri-

ciri jujur dan akhlak mulia

1 Saya pernah mengidentifikasi ciri-ciri

jujur dan akhlak mulia

2 Saya pernah praktik penerapan sikap

jujur dan akhlak mulia

3 Saya sering menampilkan sikap jujur dan

akhlak mulia

4 Saya selalu menampilkan sikap jujur dan

akhlak mulia

13 Menampilkan diri

sebagai pribadi yang

mantap, stabil, dewasa, arif, dan

berwibawa.

Sebagai guru PJOK yang hebat,

saudara mestinya selalu tampil

sebagai pribadi yang dewasa, arif, dan berwibawa. Seperti apakah

tingkat penampilan pribadi

saudara pada semester ini? (Opsi

jawaban tersedia 0-4)

0 Saya belum pernah mengindentifikasi

ciri-ciri dewasa, arif, dan berwibawa

1 Saya pernah mengindentifikasi ciri-ciri

dewasa, arif, dan berwibawa

2 Saya pernah praktik penerapan sikap

dewasa, arif, dan berwibawa

3 Saya sering menampilkan sikap dewasa,

arif, dan berwibawa

4 Saya selalu menampilkan sikap dewasa,

arif, dan berwibawa

14 Menunjukkan etos kerja, tanggung

jawab yang tinggi,

rasa bangga menjadi guru, dan rasa

percaya diri.

Sebagai guru PJOK yang hebat, saudara mestinya selalu

menunjukkan etos kerja, tanggung

jawab yang tinggi, rasa bangga menjadi guru, dan rasa percaya

diri. Seperti apakah tingkat etos

kerja, tanggung jawab, kebanggaan, dan kepercayaan diri

saudara pada semester ini? (Opsi

jawaban tersedia 0-4)

0 Saya belum pernah mengindentifikasi ciri-ciri selalu menunjukkan etos kerja,

tanggung jawab yang tinggi, rasa bangga

menjadi guru, dan rasa percaya diri

1 Saya pernah mengindentifikasi ciri-ciri selalu menunjukkan etos kerja, tanggung

jawab yang tinggi, rasa bangga menjadi

guru, dan rasa percaya diri

2 Saya pernah praktik kerja dengan etos,

tanggung jawab yang tinggi, rasa bangga

menjadi guru, dan rasa percaya diri

3 Saya sering menampilkan etos kerja, tanggung jawab yang tinggi, rasa bangga

menjadi guru, dan rasa percaya diri

4 Saya selalu menunjukkan etos kerja, tanggung jawab yang tinggi, rasa bangga

menjadi guru, dan rasa percaya diri

15 Menjunjung tinggi

kode etik profesi guru.

Sebagai guru PJOK yang hebat,

saudara mestinya selalu menjunjung tinggi kode etik

profesi guru. Seperti apakah

tingkat kepatuhan saudara terhadap kode etik profesi guru

Indonesia pada semester ini? (Opsi

jawaban tersedia 0-4)

0 Saya belum pernah mengetahui kode etik

guru Indonesia

1 Saya pernah mengetahui kode etik guru

Indonesia

2 Saya pernah praktik menerapkan kode

etik guru Indonesia

3 Saya sering menampilkan sikap sesuai

mengetahui kode etik guru Indonesia

4 Saya selalu menampilkan sikap sesuai mengetahui kode etik guru Indonesia

16 Bersikap inklusif,

bertindak objektif,

serta tidak diskriminatif karena

pertimbangan jenis

kelamin, agama, ras, kondisi fisik, latar

Sebagai guru PJOK yang hebat,

saudara mestinya dalam bergaul

dengan orang lain selalu bersikap inklusif, bertindak objektif, serta

tidak diskriminatif karena

pertimbangan jenis kelamin, agama, ras, kondisi fisik, latar

0 Saya tidak pernah ingin mengetahui

urusan orang lain

1 Saya pernah melibatkan diri dalam urusan orang lain

2 Dalam berurusan dengan orang lain, saya

jarang tanpa diskriminatif dan bersikap

objektif

Page 213: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

201

No. Kompetensi Inti

Guru Pertanyaan

Nilai Kategori

Deskripsi Bukti

Fisik

belakang keluarga,

dan status sosial

ekonomi.

belakang keluarga, dan status

sosial ekonomi. Seperti apakah

tingkat objektivitas dan keterbukaan saudara pada

semester ini? (Opsi jawaban

tersedia 0-4)

3 Dalam berurusan dengan orang lain, saya

sering tanpa diskriminatif dan bersikap

objektif

4 Dalam berurusan dengan orang lain, saya

selalu tanpa diskriminatif dan bersikap

objektif

17 Berkomunikasi secara efektif,

empatik, dan santun

dengan sesama pendidik, tenaga

kependidikan, orang

tua, dan masyarakat.

Sebagai guru PJOK yang hebat, saudara mestinya selalu

berkomunikasi secara efektif,

empatik, dan santun dengan sesama pendidik, tenaga

kependidikan, orang tua, dan

masyarakat. Seperti apakah tingkat keefektifan dan kesantunan

komunikasi saudara pada semester ini? (Opsi jawaban tersedia 0-4)

0 Saya belum pernah mendapat kesempatan berkomunikasi selaku

pendidik

1 Saya pernah berkomunikasi dengan sesama pendidik, tenaga kependidikan,

orang tua, dan masyarakat akan tetapi

belum terasa efektif, empatik, dan santun

2 Saya pernah berkomunikasi dengan

sesama pendidik, tenaga kependidikan,

orang tua, dan masyarakat secara efektif,

empatik, dan santun

3 Saya sering berkomunikasi dengan

sesama pendidik, tenaga kependidikan,

orang tua, dan masyarakat secara efektif, empatik, dan santun

4 Saya selalu berkomunikasi dengan

sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua, dan masyarakat secara efektif,

empatik, dan santun

18 Beradaptasi di tempat

bertugas di seluruh wilayah Republik

Indonesia yang

memiliki keragaman sosial budaya.

Sebagai guru PJOK yang hebat,

saudara mestinya selalu mampu beradaptasi di tempat bertugas di

seluruh wilayah Republik

Indonesia yang memiliki keragaman sosial budaya. Seperti

apakah kesiapan dalam

beradaptasi dengan lingkungan baru saudara pada semester ini?

(Opsi jawaban tersedia 0-4)

0 Saya ingin bertugas sebagai guru PJOK

di dalam wilayah kabupaten saya sendiri

1 Saya ingin bertugas sebagai guru PJOK

di dalam wilayah propinsi saya sendiri

2 Saya ingin bertugas sebagai guru PJOK

di mana saja asal banyak penduduk yang berasal dari kabupaten saya sendiri

3 Saya siap bertugas sebagai guru PJOK di

seluruh Indonesia kecuali di beberapa

suku

4 Saya selalu siap bertugas sebagai guru

PJOK di seluruh Indonesia dan bergaul

dengan masyarakat yang berbeda sosial dan budaya

19 Berkomunikasi

dengan komunitas profesi sendiri dan

profesi lain secara

lisan dan tulisan atau bentuk lain.

Sebagai guru PJOK yang hebat,

saudara mestinya selalu berkomunikasi dengan komunitas

profesi sendiri dan profesi orang.

Seperti apakah kedekatan hubungan dengan organisasi

profesi saudara pada semester ini?

(Opsi jawaban tersedia 0-4)

0 Saya belum mengenal organisasi profesi

untuk guru PJOK

1 Saya mengetahui adanya KKG/ MGMP

Mapel PJOK tetapi tidak pernah hadir

dalam kegiatan

2 Saya mengetahui adanya KKG/ MGMP Mapel PJOK tetapi jarang hadir dalam

kegiatan

3 Saya mengetahui adanya KKG/ MGMP Mapel PJOKdan sering hadir dalam

kegiatan

4 Saya mengetahui adanya KKG/ MGMP

Mapel PJOK dan selalu hadir dalam

kegiatan

20 Menguasai materi,

struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan

yang mendukung

mata pelajaran yang diampu.

Sebagai guru PJOK yang hebat,

saudara mestinya selalu menguasai materi, struktur, konsep, dan pola

pikir keilmuan yang mendukung

mata pelajaran PJOK. Seperti apakah penguasaan bidang PJOK

saudara pada semester ini? (Opsi

jawaban tersedia 0-4)

0 Saya belum mengenal ilmu PJOK sama

sekali

1 Saya pernah mengenal ilmu PJOK

2 Saya menguasai sebagian kecil ilmu

PJOK

3 Saya menguasai sebagian besar ilmu

PJOK

4 Saya menguasai seluruh ilmu PJOK

21 Menguasai standar

kompetensi dan

kompetensi dasar mata pelajaran yang

diampu.

Sebagai guru PJOK yang hebat,

saudara mestinya selalu menguasai

kompetensi inti dan kompetensi dasar mata pelajaran PJOK.

Seperti apakah penguasaan KI KD

PJOK saudara pada semester ini? (Opsi jawaban tersedia 0-4)

0 Saya belum pernah mengenal KI KD

mapel PJOK

1 Saya pernah membaca KI KD mapel

PJOK

2 Saya menguasai sebagian kecil KI KD

mapel PJOK

3 Saya menguasai sebagian besar KI KD mapel PJOK

4 Saya menguasai seluruh KI KD mapel

PJOK

Page 214: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

202

No. Kompetensi Inti

Guru Pertanyaan

Nilai Kategori

Deskripsi Bukti

Fisik

22 Mengembangkan

materi pembelajaran

yang diampu secara kreatif.

Sebagai guru PJOK yang hebat,

saudara mestinya selalu

mengembangkan materi pembelajaran PJOK secara kreatif.

Seperti apakah pengembangan

materi pembelajaran PJOK saudara pada semester ini? (Opsi

jawaban tersedia 0-5)

0 Saya belum pernah mengenal materi

mapel PJOK

1 Saya pernah membaca materi mapel PJOK

2 Saya mengembangkan materi mapel

PJOK

3 Saya sudah mengembangkan sebagian kecil materi mapel PJOK

4 Saya sudah mengembangkan sebagian

besar materi mapel PJOK

5 Saya sudah mengembangkan seluruh materi mapel PJOK

23 Mengembangkan

keprofesionalan secara berkelanjutan

dengan

melakukan tindakan reflektif.

Sebagai guru PJOK yang hebat,

saudara mestinya selalu mengembangkan keprofesionalan

secara berkelanjutan dengan

melakukan tindakan reflektif. Seperti apakah pengembangan

keprofesionalan saudara pada

semester ini? (Opsi jawaban tersedia 0-4)

0 Saya belum pernah mengenal

pengembangan profesi guru PJOK

1 Saya ingin menjadi guru mapel PJOK yang sukses

2 Saya mulai merasa menjadi guru mapel

PJOK yang profesional setelah melakukan refleksi diri

3 Saya merasa hampir menjadi guru mapel

PJOK yang profesional karena terus

memperbaiki diri

4 Saya merasa sudah menjadi guru mapel

PJOK yang profesional yang selalu

tampil sukses

24 Memanfaatkan teknologi informasi

dan komunikasi

untuk mengembangkan diri.

Sebagai guru PJOK yang hebat, saudara mestinya selalu

memanfaatkan teknologi informasi

dan komunikasi untuk mengembangkan diri. Seperti

apakah kemampuan

memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi saudara pada

semester ini? (Opsi jawaban

tersedia 0-4)

0 Saya belum menggunakan ICT

1 Saya menggunakan ICT tetapi belum pernah digunakan untuk pengembangan

diri

2 Saya pernah memanfaatkan dalam pengembangan diri

3 Saya sering memanfaatkan dalam

pengembangan diri

4 Saya selalu memanfaatkan dalam

pengembangan diri

Page 215: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

203

Implementasi Model Index Card Match pada Mata Pelajaran

Akuntansi

Rochmawati1*), Agung Listiadi2, Suci Rohayati3

1Jurusan Pendidikan Ekonomi, Universitas Negeri Surabaya, [email protected] 2Jurusan Pendidikan Ekonomi, Universitas Negeri Surabaya,[email protected] 3Jurusan Pendidikan Ekonomi, Universitas Negeri Surabaya,[email protected]

*) Alamat Korespondesi: Email: [email protected]

ABSTRACT

The purpose of this research is to develop a learning model that is able to regenerate the stimulation of

interest, contextual nature, able to increase motivation and learning habits and capable of overcoming the

difficulties of learning subjects in accounting. This type of research is developmental research by using a

developmental model according to Thiagarajan i.e. 4 D Model (four D method) that consists of a definition phase

(define), stage the restyling (design), stage of development (develop), and the deployment stage (disseminate). The

results showed that at definition phase (define) materials that are available in the support application of

inadequate scientific approach to Curriculum implementation in 2013. Overall the students have a good study

motivation against the material to be learned in the classroom. At this stage of design produces draft index card

match the integrated worksheet are printed. This stage of disseminate in 2 of the city is Surabaya and Sidoarjo.

Key Words: model of learning, index card match, accounting subjects

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah mengembangkan model pembelajaran yang mampu menumbuhkan stimulation

of interest, bersifat kontekstual, mampu meningkatkan motivasi dan kebiasaan belajar serta mampu mengatasi

kesulitan belajar mata pelajaran akuntansi. Jenis penelitian ini adalah penelitian pengembangan dengan

menggunakan model pengembangan yang digunakan yaitu model pengembangan menurut Thiagarajan yaitu

model pengembangan 4D (four D method) yang terdiri dari tahap pendefinisian (define), tahap pendesainan

(design), tahap pengembangan (develop), dan tahap penyebaran (disseminate). Hasil penelitian menunjukkan

bahwa pada tahap pendefinisian (define) bahan ajar yang tersedia kurang memadai dalam menunjang penerapan

pendekatan saintifik dalam pengimplementasian Kurikulum 2013. Secara keseluruhan siswa memiliki motivasi

belajar yang baik terhadap materi yang dipelajari di dalam kelas. Pada tahap design menghasilkan draft index

card match yang terintegrasi worksheet secara tercetak. Tahap disseminasi dilakukan di 2 kota yaitu Surabaya

dan Sidoarjo.

Kata Kunci: model pembelajaran, index card match, mata pelajaran akuntansi

1. PENDAHULUAN

Pembelajaran aktif merupakan model

pembelajaran yang lebih banyak melibatkan peserta

didik dalam mengakses berbagai informasi dan

pengetahuan untuk dibahas dan dikaji dalam proses

pembelajaran di kelas, sehingga mereka mendapatkan

berbagai pengalaman yang dapat meningkatkan

kompetensinya[1]. Selain itu, belajar aktif juga

memungkinkan peserta didik dapat mengembangkan

kemampuan analisis dan sintesis serta mampu

merumuskan nilai-nilai baru yang diambil dari hasil

analisis mereka sendiri.

Secara harfiah active learning maknanya adalah

belajar aktif. Kebanyakan praktisi dan pengamat

menyebutnya sebagai model learning by doing.

Pendekatannya, memandang belajar sebagai proses

membangun pemahaman lewat pengalaman dan

informasi[2]. Dengan pendekatan ini, persepsi

pengetahuan dan perasaan peserta didik yang unik ikut

mempengaruhi proses pembelajaran.

Model pembelajaran active learning merupakan

salah satu model dalam belajar mengajar yang

bertujuan untuk meningkatkan mutu atau kualitas

pendidikan dengan memberdayakan peserta didik

secara aktif dalam proses pembelajaran. Pembelajaran

aktif (active learning) adalah suatu proses

pembelajaran dengan maksud untuk memberdayakan

peserta didik agar belajar dengan menggunakan

berbagai cara atau strategi secara aktif[3].

Hasil riset dari Abraham[4] terhadap siswa senior

High school di Australia menyatakan bahwa dalam

pembelajaran akuntansi, teaching style (gaya mengajar

guru) mempengaruhi proses pembelajaran siswa, hasil

penelitian juga menunjukkan bahwa stimulation of

interest (rangsangan yang menarik) antara lain:

penjelasan yang mudah dimengerti,empati dengan

kebutuhan siswa, tujuan yang jelas, dan umpan balik

yang sesuai, adalah menunjukkan hubungan yang

positif signifikan antara gaya mengajar guru dengan

nilai pengajaran yang baik (good teaching). Menurut

Abraham[5] mahasiswa mengalami disinterested

Page 216: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

204

terhadap akuntansi dikarenakan subject matter

akuntansi tidak relevan/ kontekstual dengan kehidupan

dunia nyata. Adapun menurut hasil penelitian Khafid[6]

terhadap siswa SMA/MA di Jawa Tengah

menunjukkan masih banyak anak yang masih kesulitan

dalam mata pelajaran akuntansi. Hal ini dapat dilihat

dari hasil ujian tengah semester dengan nilai rata-rata

4,49, padahal standar ketuntasan belajar yang

diharapkan adalah 7,00. Hasil tersebut menunjukkan

bahwa prestasi yang dicapai masih jauh di bawah nilai

yang diharapkan. Faktor intern yang meliputi kondisi

kesehatan, minat belajar, motivasi belajar dan

kebiasaan belajar berpengaruh negatif terhadap

kesulitan belajar akuntansi pada siswa SMA/MA

sebesar 28,73%. Semakin tinggi kualitas faktor intern

akan diikuti dengan penurunan kesulitan belajar siswa,

sebaliknya semakin rendah kualitas faktor intern

diikuti dengan kenaikan kesulitan belajar siswa.

Dengan demikian permasalahan pokok dan mendasar

yang harus dipecahkan adalah perlunya upaya

mengembangkan suatu model pembelajaran dan bahan

ajar yang mampu menumbuhkan stimulation of

interest, bersifat kontekstual atau berdasarkan pada

realitas kehidupan nyata, mampu meningkatkan

motivasi dan kebiasaan belajar serta mampu mengatasi

kesulitan belajar akuntansi.

Selama ini pembelajaran akuntansi di SMA/MA

hanya menggunakan LKS ataupun buku paket saja.

Hal ini jelas dapat menyebabkan siswa mengalami

disinterested, kurang termotivasi dan mengalami

kesulitan dalam belajar akuntansi. Buku paket dan

LKS akuntansi ditingkat SMA/MA tidak memberikan

contoh-contoh bukti transaksi keuangan yang

dipergunakan dalam kehidupan nyata. Buku paket

akuntansi hanya berisi konsep-konsep akuntansi,

sedangkan LKS akuntansi hanya berisi latihan soal

yang hanya menyebutkan saja bukti transaksinya tetapi

tidak menggambarkan secara nyata bentuk fisik dari

bukti transaksi tersebut. Dengan demikian siswa tidak

mengetahui wujud fisik daripada bentuk-bentuk bukti

transaksi ini. Dengan demikian penelitian model

pengembangan ini sangat penting dalam rangka

menciptakan pengalaman belajar pada siswa sehingga

mampu menumbuhkan stimulation of interest, bersifat

kontekstual atau berdasarkan pada realitas kehidupan

nyata, mampu meningkatkan motivasi dan kebiasaan

belajar serta mampu mengatasi kesulitan belajar

akuntansi. Dengan penciptaan pengalaman belajar

sesuai dengan kondisi dunia nyata, maka tidak hanya

mampu menumbuhkan pengetahuan tetapi juga skill

dalam akuntansi. Sehingga pengalaman belajar yang

ditargetkan adalah siswa tidak hanya memahami teori

akuntansi tetapi siswa juga dapat mempraktekkan

transaksi akuntansi seperti dalam dunia bisnis yang

sesungguhnya.

2. METODE PENELITIAN

Model pengembangan dapat berupa model

prosedural, model konseptual dan model teoritik.

Model prosedural adalah model yang bersifat

deskriptif, yaitu menggariskan langkah-langkah yang

harus diikuti untuk menghasilkan produk. Penerapan

dari model pengembangan ini adalah produk berupa

Indexs Card Match yang kontekstual dan terintegrasi

dalam worksheet. Model pengembangan yang

digunakan yaitu model pengembangan menurut

Thiagarajan dalam Trianto[7, 8], yaitu model

pengembangan 4D (four D method), yang terdiri dari

tahap pendefinisian (Define), tahap perancangan

(Design), tahap pengembangan (Develop), dan tahap

penyebaran (Disseminate).

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Pembahasan ini memaparkan keseluruhan hasil

pengembangan secara rinci dan jelas. Pembahasan

yang dipaparkan berupa proses dan kelayakan bahan

ajar indexs card match yang kontekstual dan

terintegrasi dalam worksheet. Secara keseluruhan

proses pengembangan bahan pembelajaran indexs

card match yang kontekstual dan terintegrasi dalam

worksheet pada materi siklus akuntansi perusahaan

dagang di SMA Kelas XII yang mendapatkan

pembelajaran Akuntansi telah sesuai dengan model

pengembangan 4-D (four D Models), yaitu tahap

pendefinisian (define), tahap perancangan (design),

tahap pengembangan (develop), dan tahap penyebaran

(disseminate).

3.1 Tahap Pendefinisian (Define)

Pada tahap pendefinisian dilakukan analisis ujung

depan, analisis siswa, analisis tugas, analisis konsep,

dan perumusan tujuan pembelajaran. Tahap pertama,

yaitu peneliti melakukan analisis ujung depan dimana

pada analisis ini dicari permasalahan dasar yang terjadi

pada pembelajaran akuntansi di SMA kelas XII, yaitu

bahwa pembelajaran akuntansi masih bersifat abstrak.

Sifat abstrak ini terlihat pada materi yang digunakan

sebagai bahan ajar tidak menunjukkan bukti transaski

atau dokumen yang sesungguhnya dipakai dalam

transaksi keuangan. Sehingga siswa mengalami

kesulitan dalam memahami dan mencerna transaksi

keuangan. Tahap kedua, yaitu analisis siswa, analisis

siswa ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan

kognitif siswa, dimana kemampuan kognitif siswa

SMA kelas XII terdapat pada tingkat penerapan.

Tahap ketiga, yaitu analisis tugas, agar siswa mampu

memahami secara utuh proses penyusunan laporan

keuangan, maka siswa diberikan tugas menyusun

laporan keuangan siklus akuntansi perusahaan dagang

dengan menggunakan bukti transaksi yang

sesungguhnya, dan untuk membiasakan siswa dengan

pengerjaan akuntansi melalui IT maka proses

penyusunan worksheet dilakukan dengan

menggunakan bantuan aplikasi computer spreadsheet.

Tahap keempat, yaitu analisis konsep, analisis

konsep ini bertujuan untuk mengidentifikasi konsep

materi yang akan digunakan siswa dalam kegiatan

pembelajaran. Adapun konsep yang dikembangkan

adalah siklus akuntansi perusahaan dagang.

Siklus perusahaan dagang memiliki 2 kompetensi

dasar yang dikembangkan dalam penelitian ini, yaitu:

Page 217: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

205

Menganalisis siklus akuntansi perusahaan dagang dan

Mempraktikkan tahapan siklus akuntansi perusahaan

dagang. Pada tahap kelima yaitu perumusan tujuan

pembelajaran, tahap ini dilakukan untuk menjadi dasar

pembelajaran dalam mengetahui tingkat ketercapaian

siswa dalam kegiatan belajar mengajar. dari kelima

analisis tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa

masalah yang terjadi dapat diatasi dengan

mengembangkan bahan ajar cetak indexs card match

yang kontekstual dan terintegrasi worksheet yang

dibuat dengan menggunakan card dan aplikasi

spreadsheet.

3.2 Tahap Perancangan (Design)

Pada tahap ini dilakukan pembuatan kerangka

kisi-kisi soal yang meliputi pemilihan bentuk dan jenis

tes alat evaluasi pembelajaran. Pemilihan bentuk dan

jenis tes dilakukan disesuaikan dengan materi yang

akan digunakan. Pemilihan materi mengelola

dokumen transaksi dikarenakan materi ini merupakan

materi awal yang harus dipahami oleh siswa dan

dijadikan sebagai dasar siswa untuk memahami materi

selanjutnya karena materi dalam akuntansi ini

berkelanjutan. Setelah indeks card match tesebut

dibuat, maka diintegrasikan ke dalam worksheet

dengan menggunakan aplikasi spreadsheet. Indeks

card match yang tercetak tersebut berupa card

sehingga bahan ajar ini dapat dilihat dan dipegang oleh

siswa secara langsung karena mempunyai wujud fisik.

3.3 Tahap Pengembangan (Develop)

Tahap ini diawali dengan telaah ahli evaluasi dan

ahli materi kemudian revisi yang menghasilkan draft 2

dan divalidasi oleh para ahli. Setelah menjadi draft 2,

selanjutnya indeks card match yang sudah disusun di

uji coba soal untuk mengetahui kualitas indeks card

match dalam memahami proses penyusunan laporan

keuangan. Setelah melakukan uji coba soal kemudian

melakukan revisi yang akhirnya akan menghasilkan

draf 3. Setelah menjadi draf 3, dilakukan uji coba

terbatas kepada 20 siswa SMA kelas XII yang

mendapatkan pembelajaran Akuntansi.

Dari uji coba terbatas dilakukan revisi untuk

penyempurnaan bahan ajar cetak indexs card match

yang kontekstual dan terintegrasi worksheet. Tahap

pengembangan yang terakhir adalah revisi dari draft 3

berdasarkan masukan dari uji coba terbatas sehingga

menjadi draft final.

Hasil validasi terhadap bahan ajar cetak indexs

card match yang kontekstual dan terintegrasi

worksheet pada materi siklus akuntansi perusahaan

dagang menurut para validator baik validator media

maupun bahasa menyatakan bahwa bahan ajar cetak

indexs card match yang kontekstual dan terintegrasi

worksheet layak untuk dipergunakan dalam proses

pembelajaran akuntansi.

Sebagian besar siswa memberikan tanggapan atau

respon yang positif terhadap setiap aspek yang

ditanyakan pada lembar angket respon siswa terhadap

alat evaluasi berbasis ICT yang dikembangkan oleh

peneliti. Dari hasil uji coba terbatas, siswa menyatakan

bahwa bahan ajar cetak indexs card match yang

kontekstual dan terintegrasi worksheet layak untuk

dipergunakan dalam membantu memahami proses

penyusunan laporan keuangan pada siklus akuntansi

perusahaan dagang

3.4 Tahap Penyebaran (Disseminate)

Pada tahap ini dilakukan di 2 (dua) lokasi kota

yaitu di Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) yang

ada di Surabaya dan di Sekolah Menengah Atas Negeri

(SMAN) yang ada di Sidoajo. Ke 2 sekolah ini sudah

mewakili untuk tahap penyebaran (disseminate) dalam

penelitian ini.

4. SIMPULAN DAN SARAN

4.1 Simpulan

Penelitian berhasil mengembangkan bahan ajar

indexs card match yang kontekstual dan terintegrasi

worksheet melalui model pengembangan 4D

Thiagarajan. Bahan ajar yang dihasilkan adalah bahan

ajar tercetak yang dapat dipergunakan dalam proses

penyusunan laporan keuangan pada materi siklus

akuntansi perusahaan dagang. Bahan ajar tersebut

telah diimplementasikan pada mata pelajaran

Ekonomi/Akuntansi di Surabaya dan Sidoarjo.

4.2 Saran

Adapun saran yang dapat disampaikan adalah: 1)

diperlukan kerjasama dengan ahli desain grafis, 2)

diperlukan kerjasama dengan perusahaan dagang/retail

yang memiliki kecukupan bukti transaksi, dan 3)

diperlukan adanya kerjasama dengan asosiasi profesi

akuntansi untuk melakukan Disseminate.

5. DAFTAR PUSTAKA

[1]. Morable Linda, (2000). Using Active Learning

Techniques. Exclusive Copyright is retained by the U.S.

Department of Education, the Texas Higher Education

Coordinating Board, and Richland College.

[2]. Horton William, (2002). Speakers_ Experiences and

Audience Design: Knowing When and Knowing How

To Adjust Utterances To Addressees. Journal of

Memory and Language, Vol. 47, 589–606.

[3]. Silberman, Mel., (2001). Active Training Techniques:

Promoting Learning By Doing.

[4]. Abraham A., (2006a). Perceptions of The Linkages

Between Teaching Context, Approaches To Learning

and Outcomes. Research Online institutional repository

for the University of Wollongong.

[5]. Abraham A., (2006b). Teaching and Learning in

Accounting Education: Students'. [6]. Khafid Muhammad, (2007). Faktor–Faktor yang

Mempengaruhi Kesulitan Belajar Akuntansi. Jurnal

Pendidikan Ekonomi, Vol. 2. No.1.

[7]. Trianto, (2013). Mendesain Model Pembelajaran

Inovatif-Progresif. Jakarta: Kencana Prenada Media

Group.

[8] Trianto, (2014). Mendesain Model Pembelajaran

Inovatif-Progresif, Konsep, Landasan dan

Implementasinya Pada Kurikulum Tingkat Satuan

Pendidikan (KTSP). Jakarta: Kencana Prenada Media

Group.

Page 218: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara

206

Page 219: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara
Page 220: Tema Inovasi Dan Hilirisasi Hasil Penelitian Untuk ...lppm.unesa.ac.id/semnasppm/prosiding2016/1_Inovasi_Pendidikan.pdf · Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara