TEKNOLOGI EMULSI-1

19
TEKNOLOGI EMULSI TUJUAN PRAKTIKUM 1. Mahasiswa dapat mengetahuii teknologi emulsi berbagai jenis produk pangan. 2. Mahasiswa dapat mempelajari mekanisme kerja emulsifier didalam teknologi pangan. DASAR TEORI Emulsi adalah sistem dua fase, yang salah satu cairannya terdispersi dalam cairan yang lain, dalam bentuk tetesan kecil. Jika minyak yang merupakan fase terdispersi dan larutanair merupakan fase pembawa, sistem ini disebut emulsi minyak dalam air. Sebaliknya, jika air atau larutan air yang merupakan fase terdispersi dan minyak atau bahan seperti minyak sebagai fase pembawa, sistem ini disebut emulsi air dalam minyak. Emulsi dapat distabilkan dengan penambahan bahan pengemulsi yang mencegah koalesensi, yaitu penyatuan tetesan kecil menjadi tetesan besardan akhirnya menjadi suatu fase tunggal yang memisah (Anonim, 1995). Emulsi merupakan preparat farmasi yang terdiri 2 atau lebih zat cair yang sebetulnya tdk dapat bercampur (immicible) biasanya air dengan minyak lemak. Salah satu dari zat cair tersebut tersebar berbentuk butiran- butiran kecil kedalam zat cair yang lain distabilkan dengan zat pengemulsi (emulgator/emulsifiying/surfactan). Sedangmenurut Farmakope Indonesia edisi ke III, emulsi merupakan sediaan yang mengandung bahan obat cair atau larutan obat terdispersi dalam cairan pembawa dengan zat pengemulsi atau surfactan yang cocok. Dalam batas emulsi, fase terdispers dianggap sebagai fase dalam dan medium dispersi sebagai fase luar atau kontinu. Emulsi yang mempunyai fase dalam minyak dan fase luar air disebut emulsi minyak-dalam-air dan biasanya diberi tanda sebagai emulsi “m/a”. Sebaliknya emulsi yang mempunyai fase dalam air dan fase luar minyak disebut emulsi air-dalam-minyak dan dikenal sebagai emulsi ‘a/m”. Karena fase luar dari suatu emulsi bersifat kontinu, suatu emulsi minyak dalam air

description

Teknologi Emulsi

Transcript of TEKNOLOGI EMULSI-1

Page 1: TEKNOLOGI EMULSI-1

TEKNOLOGI EMULSI

TUJUAN PRAKTIKUM

1. Mahasiswa dapat mengetahuii teknologi emulsi berbagai jenis produk pangan.2. Mahasiswa dapat mempelajari mekanisme kerja emulsifier didalam teknologi pangan.

DASAR TEORI

Emulsi adalah sistem dua fase, yang salah satu cairannya terdispersi dalam cairan yang lain, dalam bentuk tetesan kecil. Jika minyak yang merupakan fase terdispersi dan larutanair merupakan fase pembawa, sistem ini disebut emulsi minyak dalam air. Sebaliknya, jika air atau larutan air yang merupakan fase terdispersi dan minyak atau bahan seperti minyak sebagai fase pembawa, sistem ini disebut emulsi air dalam minyak. Emulsi dapat distabilkan dengan penambahan bahan pengemulsi yang mencegah koalesensi, yaitu penyatuan tetesan kecil menjadi tetesan besardan akhirnya menjadi suatu fase tunggal yang memisah (Anonim, 1995). Emulsi merupakan preparat farmasi yang terdiri 2 atau lebih zat cair yang sebetulnya tdk dapat bercampur (immicible) biasanya air dengan minyak lemak. Salah satu dari zat cair tersebut tersebar berbentuk butiran-butiran kecil kedalam zat cair yang lain distabilkan dengan zat pengemulsi (emulgator/emulsifiying/surfactan). Sedangmenurut Farmakope Indonesia edisi ke III, emulsi merupakan sediaan yang mengandung bahan obat cair atau larutan obat terdispersi dalam cairan pembawa dengan zat pengemulsi atau surfactan yang cocok.

Dalam batas emulsi, fase terdispers dianggap sebagai fase dalam dan medium dispersi sebagai fase luar atau kontinu. Emulsi yang mempunyai fase dalam minyak dan fase luar air disebut emulsi minyak-dalam-air dan biasanya diberi tanda sebagai emulsi “m/a”. Sebaliknya emulsi yang mempunyai fase dalam air dan fase luar minyak disebut emulsi air-dalam-minyak dan dikenal sebagai emulsi ‘a/m”. Karena fase luar dari suatu emulsi bersifat kontinu, suatu emulsi minyak dalam air diencerkan atau ditambahkan dengan air atau suatu preparat dalam air. Umumnya untuk membuat suatu emulsi yang stabil, perlu fase ketiga atau bagian dari emulsi, yakni: zat pengemulsi (emulsifying egent). Tergantung pada konstituennya, viskositas emulsi dapat sangat bervariasi dan emulsi farmasi bisa disiapkan sebagai cairan atau semisolid (setengah padat) (Ansel, 1989).

Zat pengemulsi (emulgator) merupakan komponen yang paling penting agar memperoleh emulsa yang stabil. Zat pengemulsi adalah PGA, tragakan, gelatin, sapo dan lain-lain. Emulsa dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu emulsi vera (emulsi alam) dan emulsi spuria (emulsi buatan). Emulsi vera dibuat dari biji atau buah, dimana terdapat disamping minyak lemak juga emulgator yang biasanya merupakan zat seperti putih telur (Anief, 2000).

Konsistensi emulsi sangat beragam, mulai dari cairan yang mudah dituang hingga krim setengah padat. Umumnya krim minyak dalam airdibuat pada suhu tinggi, berbentuk cair pada suhu ini, kemudian didinginkan pada suhu kamar, dan menjadi padat akibat terjadinya solidifikasi fase internal. Dalam hal ini, tidak diperlukan perbandingan volume fase internal terhadap volume fase eksternal yang tinggi untuk menghasilkan sifat setengah padat, misalnya krim stearat atau krim pembersih adalah setengah padat dengan fase internal hanya

Page 2: TEKNOLOGI EMULSI-1

hanya 15%. Sifat setengah padat emulsi air dalam minyak, biasanya diakibatkan oleh fase eksternal setengah padat (Anonim, 1995).

Polimer hidrofilik alam, semisintetik dan sintetik dapat dugunakan bersama surfakatan pada emulsi minyak dalam air karena akan terakumulasi pada antar permukaan dan juga meningkatkan kekentalan fase air, sehingga mengurangi kecepatan pembenrukan agregat tetesan. Agregasi biasanya diikuti dengan pemisahan emulsi yang relatif cepat menjadi faseyang kaya akan butiran dan yang miskin akan tetesan. Secara normal kerapatan minyak lebih rendah daripada kerapatan air, sehingga jika tetesan minyak dan agregat tetesan meningkat, terbentuk krim. Makin besar agregasi, makin besar ukuran tetesan dan makin besar pula kecepatan pembentukan krim (Anonim, 1995).

Semua emulsi memerlukan bahan anti mikroba karena fase air mempermudah pertumbuhan mikroorganisme. Adanya pengawetan sangat penting untuk emulsi minyak dalam air karena kontaminasi fase eksternal mudah terjadi. Karena jamur dan ragi lebih sering ditemukan daripada bakteri, lebih diperlukan yang bersifat fungistatik atau bakteriostatik. Bakteri ternyata dapat menguraikan bahn pengemulsi ionik dan nonionik, gliserin dan sejumlahbahan pengemulsi alam seperti tragakan dan gom (Anonim, 1995).

Komponen utama emulsi berupa fase disper (zat cair yang terbagi-bagi menjadi butiran kecil kedalam zat cair lain (fase internal)); Fase kontinyu (zat cair yang berfungsi sebagaibahan dasar (pendukung) dari emulsi tersebut (fase eksternal)); dan Emulgator (zat yang digunakan dalam kestabilan emulsi). Berdasarkan macam zat cair yang berfungsi sebagai fase internal ataupun eksternal, maka emulsi digolongkan menjadi 2 : Emulsi tipe w/o (emulsi yang terdiri dari butiran air yang tersebar ke dalam minyak, air berfungsi sebagai fase internal & minyak sebagai fase eksternal) dan Emulsi tipe o/w (emulsi yang terdiri dari butiran minyak yang tersebar ke dalam air) (Ansel, 1989).

Tujan pemakaian emulsi antara lain secara umum untuk mempersiapkan obat yang larut dalam air maupun minyak dalam satu campuran:

a) Emulsi dalam pemakaian dalam (peroral) umumnya tipe O/Wb) Emulsi untuk pemakaian luar dapat berbentuk O/W maupun W/O

Teori Lapisan Adsorbsi dan Tegangan Permukaan

Teori terjadinya emulsi terdapat 4 metode yang dapat dilihat dari sudut pandang yang berbeda (Ansel, 1989):

1. Teori tegangan permukaan (Teori Surface Tension)

Daya tarik menarik molekul (Kohesi (sejenis) dan Adesi (berlainan jenis)). Daya kohesi tiap zat selalu sama, sehingga pada permukaan suatu zat cair (bidang batas antara air danudara) akan terjadi perbedaan tegangan karena tidak adanya keseimbangan gaya kohesi (tegangan permukaan/surface tension). Semakin tinggi perbedaan tegangan yang terjadi pada bidang batas mengakibatkan antara kedua zat cair itu semakin susah untuk bercampur. Tegangan pada air bertambah dengan penambahan garam-garam anorganik atau senyawa elektrolit, tetapi berkurang dengan penambahan senyawa organik tertentu seperti sabun.

Page 3: TEKNOLOGI EMULSI-1

2. Teori Oriented Wedengane, Emulgator terbagi 2:

1. Hidrofilik : bagian emulgator yg suka pada air

2. ipofilik: bagian emulgator yg suka pd minyak

Emulgator dapat dikatakan pengikat antara air dan minyak yang membentuk suatu keseimbangan (HLB) antara kelompok hidrofil & lipofil. Makin besar HLB makin hidrofil (emulgator mudah larut dalam air & sebaliknya).

3. Teori Interpelasi film

Emulgator akan diserap pada batas antara air dan minyak, sehingga terbentuk lapisan film yang akan membungkus partikel fase dispersi menyebabkan partikel sejenis yang akantegabung akan terhalang. Untuk memberikan stabilitas maksimum,emulgatorharus:

a) Dapat membentuk lapisan film yang kuat tapi lunakb) Jumlahnya cukup utk menutupi semua partikel fase dispersec) Dapat membentuk lapisan flm dengan cepat & dapat menutup semua permukaan

partikel dengan segera.

4. Teori Electric Double Layer (lapisan listrik rangkap).

Terjadinya emulsi karena adanya susunan listrik yg menyelubungi partikel shg terjadi tolak-menolak antara partikel sejenis. Terjadinya muatan listrik disebabkan oleh salah satu dari ketiga cara berikut:

a) Terjadinya ionisasi dari molekul pada permukaan partikelb) Terjadinya absorpsi ion oleh partikel dari cairan sekitarnyac) Terjadinya gesekan partikel dengan cairan sekitarnya.

Adapun macam-macam emulgator yang digunakan adalah:

a) Emulgator alam (tumbuhan, hewan, tanah mineral) : diperoleh dari alam tanpa melalui proses). Contoh : Gom arap, tragacanth, agar-agar, chondrus, pectin, metil selulosa, CMC, kuning telur, adep lanae, magnesium, aluminium silikat, veegum, bentonit.

b) Emulgator buatan : dibuat secara sintetiks. Contoh : Sabun; Tween 20, 40, 60, 80; Span 20, 40, 80

Adapun cara pembuatan emulsi dapat dilakukan dengan

a. Dengan Mortir dan stamperSering digunakan membuat emulsi minyak lemak dalam ukuran kecil

b. BotolMinyak dengan viskositas rendah dapat dibuat dengan cara dikocok dalam botol pengocokan dilakukan terputus-putus utk memberi kesempatan emulgator utk bekerja

c. Dengan MixerPartikel fase dispersi dihaluskan dengann memasukkan kedlm ruangan yang didalamnya terdapat pisau berputar dengan kecepatan tinggi.

d. Dengan Homogenizer

Page 4: TEKNOLOGI EMULSI-1

Dengan melewatkan partikel fase dispersi melewati celah sempit, shg partikel akan mempunyai ukuran yang sama

Cara membedakan tipe emulsi

a. Dengan Pengenceran, Tipe O/W dapat diencerkan dengan air, Tipe W/O dapat diencerkan dengan minyak

b. Cara Pengecatan, Tipe O/W dapat diwarnai dengan amaranth/metilen blue, Tipe W/O dapat diwarmai dengan sudan III

c. Cara creaming test, creaming merupakan peristiwa memisahkan emulsi karena fase internal dari emulsi tersebut melakukan pemisahan sehingga tdk tersebar dlm emulsimis : air susu setelah dipanaskan akan terlihat lapisan yang tebal pada permukaan. Pemisahan dengan cara creaming bersifat refelsibel.

d. KonductifitasElektroda dicelup didalam cairan emulsi, bila ion menyala tipe emulsi O/W demikian sebaliknya.

Teori Polar dan Non Polar

Emulsifier merupakan “surfactant” yang mempunyai dua gugus, yaitu gugus hidrofilik dan gugus lipofilik. Gugus hidrofilik bersifat polar dan mudah bersenyawa dengan air, sedangkan gugus lipofilik bersifat non polar dan mudah bersenyawa dengan minyak. Emulsi yang mempunyai fase dalam minyak dan fase luar air disebut emulsi minyak-dalam-air dan biasanya diberi tanda sebagai emulsi “M/A”. Sebaliknya emulsi yang mempunyai fasedalam air dan fase luar minyak disebut emulsi air-dalam-minyak dan diberi tanda sebagaiemulsi “A/M”.

Pada umumnya dikenal dua tipe emulsi yaitu :

a) Tipe A/M (Air/Minyak) atau W/O (Water/Oil)

Emulsi ini mengandung air yang merupakan fase internalnya dan minyak merupakan faseluarnya. Emulsi tipe A/M umumnya mengandung kadar air yang kurang dari 10 - 25% dan mengandung sebagian besar fase minyak. Emulsi jenis ini dapat diencerkan atau bercampur dengan minyak, akan tetapi sangat sulit bercampur/dicuci dengan air.

Pada fase ini bersifat non polar maka molekul – molekul emulsifier tersebut akan teradsorbsi lebih kuat oleh minyak dibandingkan oleh air. Akibatnya tegangan permukaan minyak menjadi lebih rendah sehingga mudah menyebar menjadi fase kontinyu.

b) Tipe M/A (Minyak/Air) atau O/W (Oil/Water)

Merupakan suatu jenis emulsi yang fase terdispersinya berupa minyak yang terdistribusi dalam bentuk butiran-butiran kecil didalam fase kontinyu yang berupa air. Emulsi tipe ini umumnya mengandung kadar air yang lebih dari 31 - 41% sehingga emulsi M/A dapatdiencerkan atau bercampur dengan air dan sangat mudah dicuci.

Pada fase ini bersifat polar maka molekul – molekul emulsifier tersebut akan teradsorbsi lebih kuat oleh air dibandingkan minyak. Akibatnya tegangan permukaan air menjadi lebih rendah sehingga mudah menyebar menjadi fase kontinyu.

Page 5: TEKNOLOGI EMULSI-1

Dalam formula pembuatan emulsi terdapat dua zat yang tidak bercampur yang mempunyai fase minyak dalam air atau air dalam minyak, biasanya yang stabilitasnya dipertahankan dengan emulgator atau zat pengelmusi. Zat pengemulsi (emulgator) adalah komponen yang ditambahkan untuk mereduksi bergabungnya tetesan dispersi dalam fase kontinu sampai batas yang tidak nyata. Bahan pengemulsi (surfaktan) menstabilkan dengan cara menempati antar permukaan antar tetesan dalam fase eksternal, dan dengan membuat batas fisik disekeliling partikel yang akan berkoalesensi, juga mengurangi tegangan antarmuka antar fase, sehingga meningkatkan proses emulsifikasi selama pencampuran. Penggunaan emulgator biasanya diperlukan 5% – 20% dari berat fase minyak. (Anief, 2004).

Cara Pembuatan Zat Pengemulsi (Emulgator) Emulsi :

a) Metode gom basah (Anief, 2000)

Cara ini dilakukan bila zat pengemulsi yang akan dipakai berupa cairan atau harus dilarutkan terlebih dahulu dalam air seperti kuning telur dan metilselulosa. Metode ini dibuat dengan terlebih dahulu dibuat mucilago yang kental dengan sedikit air lalu ditambah minyak sedikit demi sedikit dengan pengadukan yang kuat, kemudian ditambahkan sisa air dan minyak secara bergantian sambil diaduk sampai volume yang diinginkan.

b) Metode gom kering

Teknik ini merupakan suatu metode kontinental pada pemakaian zat pengemulsi berupa gom kering. Cara ini diawali dengan membuat korpus emulsi dengan mencampur 4 bagian minyak, 2 bagian air dan 1 bagian gom, lalu digerus sampai terbentuk suatu korpus emulsi, kemudian ditambahkan sisa bahan yang lain sedikit demi sedikit sambil diaduk sampai terbentuknya suatu emulsi yang baik.

c) Metode HLB (Hidrofilik Lipofilik Balance)

Cara ini dilakukan apabila emulsi yang dibuat menggunakan suatu surfaktan yang memiliki nilai HLB. Sebelum dilakukan pencampuran terlebih dahulu dilakukan perhitungan harga HLB dari fase internal kemudian dilakukan pemilihan emulgator yang memiliki nilai HLB yang sesuai dengan HLB fase internal. Setelah diperoleh suatu emulgator yang cocok, maka selanjutnya dilakukan pencampuran untuk memperoleh suatu emulsi yang diharapkan. Umumnya emulsi akan berbantuk tipe M/A bila nilai HLB emulgator diantara 9 – 12 dan emulsi tipe A/M bila nilai HLB emulgator diantara 3 – 6.

Sifat – Sifat Fisik Emulsi

1. Penampakan

Penampakan emulasi ini pada dasarnya dipengaruhi oleh ukuran pertikel emusi dan perbedaan indeksbias antara fase terdispersidan medium terdispersi. Pada prinsipnya emulsi yang tampak jernih hanya mungkin terbentuk bila indeks bias kedua fasenya sama atau ukuran partikel terdispersinya lebih kecil dari panjang gelombang cahaya sehingga terjadi refraksi.

Page 6: TEKNOLOGI EMULSI-1

2. Viskositas

Faktor – faktor yang mempengaruhi viskositas suatu emulsi adalah viskositas medium dispersi, persentase volume medium dispersi, ukuran partikel fase terdispersi dan jenis sertakonsentrasi emulsifier/stabilizer yang digunkan.

Semakin tinggi viskositas dan persentase medium disperse, maka makin tinggi viskositas emulsi. Demikian juga semakin kecil ukuran partiker suatu emulsi, maka semakin tinggi viskositasnya dan makian tinggi konsentrasi emulsifier/stabilizer yang digunakan.

Table 6 – 2. Hubungan antara ukuran partikel emulsi dengan penampakannya

Ukuran Partikel Penampakan

Makroglobula Kedua fasenya dapat dibedakan

> 1 mikron Tampak putih seperti susu

0.1 – 1 mikron Tampak biru keputihan

0.05 – 0.1 mikron Abu-abu agak transparan

<> Transparan

3. Dispersibilitas dan Daya Emulsi

Dispersibilitas atay daya larut suatu emulsi ditentukan oleh medium dispersinya. Bila medium dispersinya air, maka emulsinya dapat diencerkan dengan air, sebaliknya bila medium dispersinya lemak, maka emulsinya dapat dilarutkan dengan minyak.

4. Ukuran Partkel Emulsi

Ukuran partikel emulsi tergantung pada peralatan mekanis dan total energy yang diperlukan pada waktu pembuatannya, perbedaan vikositas antara fase terdispersi dan medium disperse, tipe dan konsentrasi emulsifier yang digunakan serta lama penyimpanan.

Metode Pembekuan Emulsi

Pada dasarnya siat-sifat emulsi yang kita buat bergantung pada beberapa faktor, yaitu

1. komposisi bahan yang digunakan,

2. jenis bahan yang menjadi medium dispersi,

3. jenis dan jumlah emulsifier, prosedur dan kondisi pengolahan serta macam-macam peralatan yang digunakan.

Dari ketiga faktor tersebut, faktor kedua yang terakhir merupakan faktor yang terpenting yang harus diawasi.

1. Penentuan Medium Dispersi

Page 7: TEKNOLOGI EMULSI-1

Sifat-sifat medium dispersi pada umumnya akan menjadi sifat-sifat emulsi. Jika emulsi yang diinginkan dapat larut dalam air, mudah mengering, dapat meresap pada bahan-bahan yang terbuat dari selulosa, seperti kertas dan serat tekstil, serta mempunyai sifat-sifat sama dengan air, maka medium dispersinya haruslah air. Jika sifat-sifat yang diinginkan adalah sebaliknya, maka medium dispersinya haruslah minyak atau pelarut minyak.

Pada umumnya lebih mudah membuat emulsi yang stabil dalam jangka waktu lama bila tipenya minyak dalam air dibandingkan dengan bila tipenya air dalam minyak. Pada pembuatan emulsi , tipe emulsi apa yang akan terbentuk tergantung pada perbandingan air dan minyak, jenis bahan yang terdapat pada kedua fase dan nilai HLB emulsifier yang digunakan. Dari ketiga faktor tersebut, dua faktor yang terakhir merupakan faktor-faktor penting yang harus diawasi.

2. Pemilihan Jenis Bahan

Jenis dan jumlah masing-masing bahan yang digunakan untuk membuat emulsi bergantung pada tujuan penggunaannya. Pada dasarnya bahan-bahan digunakan untuk membuat emulsi dapat dibagi menjadi tiga kelompok yaitu bahan hidrofilik, lipofilik, dan emusifier.

Bahan Lipofilik terdiri dari minyak, lemak, lilin, pelarut non polar, bahan-bahan yang larut lemak (zat warna, obat-obatan, pestisida dan lain-lain) serta emulsifier yang mudah larut dalam lemak. Pada banyak kejadian bahan lipofilik yang akan digunakan harusdipanaskan dahulu supaya cair atau larut bersama-sama dengan bahan bahan lain. Bila hal itu dilakukan, suhunya harus cukup tinggi untuk menjamin tidak adanya pemisahan bahan-bahan atau kristalisasi (± 5-10°C diatas titik cair dari bahan yang mempunyai titik cair tertinggi).

Pemilihan jenis bahan dan jumlah yang digunakan tergantung pada tujuan penggunaan emulsi dan sifat-sifat emulsi yang diinginkan, Kecuali untuk bahan-bahan aktif, bahan-bahan yang akan digunakan biasanya diseleksi menurut sifat-sifatnya, seperti mudah tidaknya bahan tersebut menghasilkan emulsi yang stabil. Sebagai contoh minyak nabati biasanya sulit mengemulsi dibandingkan dengan minyak mineral dan pelarut non polar yang mengandung klor lebih sulit mengemulsi dari pada hanya mengandung hidrokarbon biasa. Karena masalah pembuatan emulsi lebih kompleks (serta penyimpanan dan transportasinya) dibandingkan dengan pembuatan larutan, maka cara pembuatan terbaik adalah memilih bahan-bahan dasar yang mudah diemulsifikasi bila hal tersebut memungkinkan.

Bahan Hidrofilik yang biasa digunakan didalam emulsi adalah air, garam-garam, pelarut polar, bahan-bahan yang larut dalam air (zat warna, obat-obatan, pestisida, dll) serta emulsifier yang mudah larut dalam air. Pada waktu pembuatan emulsi, bila bahan lipofilik dipanaskan, maka lebih baik memanaskan bahan hidrofilik 2-3 °C diatas suhu bahan lipofilik dengan tujuan mencegah pendinginan dan kristalisasi. Bila didalam formula suatu emulsi minyak dalam air terdapat garam atau asam, maka ada baiknya bahan hidrofiliknya dibagi menjadi dua bagian, bagian yang terakhir cukup sedikit saja untuk melarutkan garam atau asam dan ditambahkan setelah emulsi primer yang baik terbentuk.

Page 8: TEKNOLOGI EMULSI-1

Emulsifier merupakan suatu langkah maju didalam bidang teknologi pembuatan emulsi dengan menggunakan teori HLB dalam proses pemilihannya. Sistem ini diciptakan berdasarkan beberapa percobaan empiris dan merupakan perbaikan dari pernyataan yang menyatakan bahwa untuk membuat emulsi minyak didalam air lebih baik menggunakan emulsifier yang larut air dan demikian sebaliknya. Peneratan teori ini didalam proses pembuatan emulsi ternyata dapat mengeliminir sebagian besar dari jumlah percobaan yang seharusnya dibuat.

Proses Pembuatan Emulsi

Proses pembuatan emulsi dapat bermacam-macam tergantung pada tujuan yang ingin dicapai, namun prinsipnya proses tersebut melibatkan dua hal pokok, yaitu penurunantegangan permukaan oleh emulsifier dan input energi mekanis. Pada umumnya kalau terjadi penurunan tekagangan permukaan , maka pembentukan emulsi akan lebih mudah terjadi sehingga input energi mekanis yang dibutuhkan semakin berkurang. Demikian sebaliknya, bila jumlah emulsifier yang ditambahkan hanya sedikit, maka untuk membentuk emulsi yang stabil diperlukan lebih banyak input energi mekanis.

1. Pengolahan Skala Laboratorium

Pengolahan skala labolatorium patut mendapat perhatian karena sering menemui kesulitan, terutama dalam usaha meniru teknik pengolahan skala pabrik. Sebagai contoh, proses pembuatan emulsi yang agak kental dengan peralatan skala labolatorium sebenarnyamembutuhkan input energi yang sangat tinggi per satuan volume emulsi. Bila proses pembuatan emulsi tersebut menggunakan “waring lendor”, maka sebagian dari energi yang diberikan akan dipakai untuk mendisfersikan sejumlah besar udara kedalam sistem emulsi. Karena itu peralatan emulsi di labolatorium sering tidak memberikan hasil yang sama dengan pengolahan di pabrik.

2. Pengolahan Skala Pabrik

Jika proses pembuatan emulsi pada skala labolatorium telah dikerjakan mendekati sama dengan keadaan pabrik, maka nantinya hanya akan terdapat masalah-masalah biasa yang pada banyak kejadian dapat dipecahkan dengan mudah. Dengan dasar pembuatan d i labolatorium, maka penetapan suatu prosedur pembuatan emulsi pada skala pabrik aka n lebih mantap. Dalam hal ini perlu diperhatikan bahwa sering kali perbedaan kecil did alam prosedur dapat menyebabkan produk akhir yang berbeda total.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kestabilan emulsi adalah sebagai berikut :

1. Perbedaan berat jenis antara kedua fase. Perbedaan yang minimum adalah yang baik.2. Kohesi fase terdispersi,sifat kohesi yang minimum adalah yang baik3. Persentase padatan didalam emulsi.persentase fase terdispersi yang rendah adalah

yang baik4. Temperatur luar yang ekstrim. Temperatur luar yang tinggi atau rendah adalah kurang

baik5. Ukuran butiran fase terdispersi. Makin kecil ukurannya makin baik6. Viskositas fase kontinyu. Viskositas yang tinggi adalh yang baik7. Muatan fase terdispersi. Muatan yang sama dan seragam adalh yang baik

Page 9: TEKNOLOGI EMULSI-1

8. Distribusi ukuran butiran fase terdispersi. Ukuran yang kecil dan seragam adalah yang baik

9. Tegangan interfasial antara kedua fase. Makin rendah nilainya makin baik10. Emulsi dapat distabilkan untuk mencegah creaming floculation dan coalescence

dengan membuat suatu lapisan interfasial yang kuat disekeliling tiap-tiap butiran,menambah muatan listrik permukaan butiran-butiran dan meningkatkan viskositas fase kontinyu.

Untuk memperoleh suatu emulsi yang stabil, biasanya dibutuhkan campuran dua aatau lebih emulsifier yang merupakan kombinasi dari persenyawaaan hidrofilik dan lipofilik. Persentse masing-masing emulsifier dalam suatu kombinasi emulsifier dengan HLB tertentu dapat dihitung dengan formulasi berikut :

%HLB = 100 ( x – HLB B )

HLB A – HLB B

Dimana :

A = emulsifier A

B = Emulsifier B

X = nilai HLB yang di inginkan

PERALATAN DAN BAHAN

1. Susu bubuk skim / susu kental manis / santan kelapa, garam, gula pasir, essen melon / strawberry, gelatin / pati / agar-agar powder, telu, CMC / karragenan, aquadest.

2. Mixer, kompor, baskom, panci, pengaduk, termometer, gelas ukur dan timbangan.

PROSEDUR PERCOBAAN

1. Mencampurkan 150 gram gula, 115 gr susu krim, 2 gr gelatin sapi dan 1 gr karagenan, mengaduk hingga merata ingredient kering ini.

2. Menghangatkan 635 ml air, menambahkan ingredient kering sedikit demi sedikit bila suhu sudah 30oC.

3. Sambil terus mengaduk, memanaskan formulasi dengan cepat hingga mencapai suhu 69oC, mempertahankan pada suhu ini sekurangnya selama 15 menit, kemudian memasukan susu skim ( dapat diganti dengan susu kental manis coklat ) dan coklat bubuk ke dalam gelas yang b erisi air sambil di aduk, kemudian mencampurkan dengan formulasi yang dipanaskan tadi.

4. Menghomogenasikan adonan selama 5 menit dengan ultra thurrax5. Segera menurunkan suhu adonan hingga 4oC, menggunakan campuran es dan garam

untuk mendinginkannya.6. Membagi adonan menjadi 2 bagian, satu bagian langsung dibekukan dalam votator,

bagian lainnya di aging satu malam dalam kulkas bersuhu 4oC.7. Menyimpan es krim yang telah dibekukan dalam freezer -28oC (hardening) selama

semalam. Melakukan hal yang sama pada bagian yang di aging.

Page 10: TEKNOLOGI EMULSI-1

8. Menugukur %overrun dan membandingkan kelembutan tekstur dari keduanya, makin lembut tekstur makin sempurna emulsinya.

%overrun = berat 100 ml formulasi – berat 100 ml eskrim x 100 %Berat 100 ml es krim

Page 11: TEKNOLOGI EMULSI-1

ANALISA PERCOBAAN

Berdasarkan percobaan yang dilakukan mengenai “Teknologi Emulsi” yang bertujuan untuk mengetahui teknologi emulsi produk eskrim serta mempelajari mekanisme kerja emulsifier dalam teknologi pangan. Emulsi adalah suatu sistem yang terdiri dari dua fase cairan yang tidak saling melarutkan, dimana suatu cairan terdispersi dalam bentuk globula didalam cairan lainnya.

Hal pertama yang dilakukan adalah mencampurkan bahan-bahan menjadi satu dimana salah satu bahannya yaitu, telur dan gula, dimixer untuk menimbulkan sifat emulsi dan berbuih karena gula berperan menjadi emulsifer sedangkan telur mengandung lesitin. Emulsifer berfungsi untuk menurunkan tegangan antar permukaan (fase terdispersi dan fase kontinyu) agar dapat bercampur dengan sempurna membentuk emulasi. Selain itu, emulsifer berguna untuk membangun distribusi struktur lemak dan udara yang dapat berperan memberikan kelembutan pada tekstur yang dihasilkan eskrim.

Setelah bahan dicampur, bahan dihomogenkan dan diaduk rata. Tujuan dari pengadukan ialah untuk memasukkan udara kedalam campuran, dimana sel-sel udara tersebut memberikan peran untuk membentuk tekstur yang lembut pada eskrim. Tanpa adanya udara emulasi beku eskrim akan terlalu basah dan berlemak.

Proses terakhir yaitu pembekuan, dimana air dalam campuran adonan tadi dibekukan menjadi kristal es sedikit keras namun halus. Disini, emulsifier berperan untuk menstabilisasikan emulsi didalam freezer. Molekul emulsifier akan menggantikan membran protein, satu ujung molekulnya akan melarut di air, sedangkan ujung satunya akan melarutkan lemak. Eskrim yang dihasilkan pada percobaan ini bertekstur halus lembut dan tidak terlalu keras. Hal ini dikarenakan pada eskrim tersebut ditambahkan bahan penstabil berupa agar-agar powder yang merupakan koloid hidrofilik yang dapat menurunkan konsentrasi air bebas dengan cara menyerap air tersebut sehingga dapat mengurangi kristalisasi es.

KESIMPULAN

Dari praktikum yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa :

Eskrim merupakan sejenis makanan semi padat yang mengandung lemak teremulsi yang dibuat dengan cara pembekuan tepung eskrim atau campuran dari susu, lemak, dan gula.

Emulsifier berfungsi untuk menurunkan tegangan permukaan antara kedua fase (fase terdispersi dan fase kontinyu) agar dapat bercampur sempurna membentuk emulsi.

Campuran bahan terlebih dahulu dihomogenkan dengan cara pengadukan agar udara dapat masuk kedalamnya, karena udara berperan sebagai pembuntuk tekstur yang lembut dan ha;us pada eskrim.

Pada proses pembekuan, emulsifier akan membantu stabilisasi terkontrol dari emulsi didalam freezer.

Page 12: TEKNOLOGI EMULSI-1

DAFTAR PUSTAKA

Jobsheet. 2014 . “Penuntun Praktikun Teknologi Pengolahan Pangan”.o Politeknik Negeri Sriwijaya Palembang

http://indrajid21.blogspot.com/2014/02/laporan-pembuataneskrim.html http://febritoni.blogspot.com/2013/10/laporan-praktikum-teknik-emulsi.html

Page 13: TEKNOLOGI EMULSI-1

LAPORAN TETAP

TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN

TEKNOLOGI EMULSI

OLEH :

NAMA KELOMPOK :

1. Kurnia Aini (061330401059)

2. M. Yuda Pratama (061330401060)

3. Malati Fitri (061330401061)

4. Melinda Damayanti (061330401062)

5. Rameyza Arohman (061330401065)

6. Rizky Herliana Niswita (061330401068)

KELAS/KELOMPOK : 4KF/2

DOSEN PEMBIMBING :  Ir. Hj. Sofiah, M.T.

POLITEKNIK NEGERI SRIWIJAYA

PALEMBANG

2014/2015