TEKNIK ICSI

download TEKNIK ICSI

of 26

description

Teknik reproduksi bantuan

Transcript of TEKNIK ICSI

BAB IPENDAHULUAN

Rumitnya kasus infertilitas dan terapi medis sangat mempengaruhi mereka yang kurang beruntung ini. Keturunan, yang sangat menyakitkan dan menjadi beban, sering tidak dibahas. Dibantu oleh kemajuan cepat inovasi kedokteran, pasangan yang dulunya tidak dapat memiliki keturunan kini dapat hamil. Namun, beberapa pertanyaan etik terkait teknik baru ini masih banyak yang belum terjawab (ASRM,2012).Sejak keberhasilan teknik in vitro fertilization (IVF) sebagai salah satu teknik reproduksi bantuan pada manusia yang dilaporkan oleh Steptoe dan Edwards (1978), teknik ini telah memicu perkembangan teknik lain yang mendukung keberhasilan fertilisasi, seperti teknik induksi ovulasi, pengambilan sel telur, kultur oosit dan embrio, kriopreservasi embrio dan transfer embrio (TE). Demikian pula dengan teknik fertilisasi itu sendiri telah berkembang kearah fertilisasi mikro yang ditujukan untuk mengatasi masalah gangguan reproduksi pada pasangan suami istri (Saili et al, 2005).Kemajuan yang dicapai oleh teknik IVF dan TE telah banyak mengatasi persoalan infertilitas pada pria dan penyumbatan saluran tuba pada wanita dalam upaya memperoleh kehamilan dan kelahiran anak, namun beberapa kasus yang berhubungan dengan kegagalan fertilisasi belum dapat tertangani dengan baik. oleh karena itu beberapa teknik fertilisasi mikro telah dikembangkan untuk mengatasi masalah ini, antara lain Zona Thinning (ZT), Zona Drilling (ZD), Partial Zona Dissection (PZD), Sub Zonal Insemination (SUZI), dan Intracytoplasmic Sperm Injection (ICSI). Diantara teknik tersebut hanya ICSI yang berkembang baik dan menghasilkan perubahan yang nyata terhadap keberhasilan fertilisasi secara mikro. Suatu hal yang menarik adalah teknik ini awalnya dikembangkan hanya untuk membuktikan bahwa peristiwa dekondensasi spermatozoa dan pembentukan pronukleus jantan tidak terjadi sebelum spermatozoa masuk ke dalam sel telur (Saili et al, 2005).Dewasa ini, teknik ICSI telah banyak diaplikasikan pada manusia dengan berbagai capaian keberhasilan yang menggembirakan. Sumber spermatozoa yang digunakan dalam teknik ICSI sangat beragam bahkan spermatozoa yang immotilpun dapat digunakan untuk menghasilkan kehamilan. Hal ini merupakan kelebihan yang dimiliki teknik ICSI dibanding teknik fertilisasi bantuan yang lain. Teknik ICSI merupakan teknik manipulasi pembuahan secara in vitro yang menyalahi aturan pembuahan alami sehingga potensi hambatan fertilisasi yang dibawa oleh spermatozoa sangat besar. Hal ini disebabkan oleh hilangnya kesempatan bagi spermatozoa untuk melangsungkan proses pendewasaan secara alamiah seperti kapasitasi dan reaksi akrosom. Namun demikian, dalam perkembangannya kedua peristiwa tersebut telah dapat dilakukan secara in vitro sehingga spermatozoa yang diinjeksikan mampu melangsungkan proses fertilisasi (Saili et al, 2005).Injeksi sperma intrasitoplasmik, meski sementara efektif untuk mengatasi rendahnya atau tidak adanya fertilisasi dengan parameter semen, saat ini sering digunakan bersamaan dengan teknologi reproduksi berbantu untuk etiologi infertilitas lain dengan parameter semen yang normal. Pendapat komite ini menyajikan tinjauan kritis dari literatur untuk mengidentifikasi keadaan ini sebagai keadaan yang menguntungkan atau tidak (Pollack, 2002).

BAB IIISI

Perkembangan mikromanipulasi dari sperma telah memberikan peluang untuk pria dengan jumlah sperma sangat sedikit dan pasangannya untuk dapat mencapai kehamilan klinis. Prosedur ini melibatkan injeksi suatu sperma tunggal secara langsung ke dalam sel telur (oosit). Setelah fertilisasi dicapai, embrio yang dihasilkan diperkenalkan kepada uterus yang dipengaruhi hormon untuk implantasi dan berlanjut pada kehamilan. Kehamilan klinis pertama dari ICSI dilaporkan pada 1992 (Palermo, 1992), secara luas dianggap telah mengantarkan pada era baru terapi infertilitas (Pollack, 2002).Injeksi sperma intrasitoplasma atau intracytoplasmic sperm injection (ICSI) diperkenalkan pertama kali pada tahun 1992 untuk meningkatkan fertilisasi pada pasangan dengan infertilitas yang disebabkan faktor pria yang menjalani fertilisasi in vitro (IVF) atau pada pasangan dengan kegagalan fertilisasi sebelum menjalani IVF tanpa abnormalitas semen yang tidak diketahui. Sementara kriteria diagnosis yang digunakan untuk mengidentifikasi infertilitas yang disebabkan faktor pria gagal untuk memperkirakan rendah atau tidak adanya fertilisasi secara akurat dalam teknologi reproduksi berbantu (TRB), beberapa penelitian terbaru mendukung keamanan dan efektivitas ICSI dalam mengobati beberapa keadaan faktor infertilitas pada pria (ASRM, 2012).Palermo et al. (1992) memberikan komentar bahwa setelah belasan tahun mengerjakan IVF dan gamet pada manusia, tidak ada teknik lebih memuaskan selain dari ICSI. Teknik tersebut secara nyata mampu memecahkan persoalan dalam membantu pembuahan, khususnya yang berhubungan dengan masalah ketidaksuburan pada pria (Saili et al, 20015).Berdasarkan penelitian Patrizio dan Broomfield (1999) didapatkan sekitar 30-40% kasus ketidaksuburan pada pasangan suami istri disebabkan oleh ketidaksuburan pada pria. Selanjutnya dijelaskan bahwa secara umum ketidaksuburan pria dapat disebabkan karena kelainan pada spermatozoa seperti azoospermia (gagalnya proses spermatogenesis yang menyebabkan tidak adanya spermatozoa dalam semen), oligozoospermia (subnormal konsentrasi spermatozoa yang diejakulasikan), asthenozoospermia (hilangnya atau terjadinya penurunan motilitas spermatozoa), teratozoospermia (suatu kondisi dimana terdapat spermatozoa dengan bentuk tidak normal dalam semen) atau karena kombinasi diantaranya (Saili et al, 2005).Cohen et al.(1994) mengemukakan bahwa pasangan yang gagal memperoleh pembuahan setelah IVF, maka peluang terjadinya pembuahan jika IVF dilakukan untuk kedua kalinya kurang dari 25%. Pada penelitian yang lain, Palermo et al. (1993) melaporkan tngkat kehamilan yang tinggi (40%) ketika melakukan ICSI pada 38 pasangan yang telah gagal totaldengan IVF. Hasil ini memperlihatkan bahwa ICSI mampu menolong pasien yang telah gagal dengan IVF (Saili et al, 2005).ICSI sebagai suatu teknik yang memungkinkan seseorang untuk memasukkan spermatozoon ke dalam sel telur untuk tujuan fertilisasi dengan bantuan alat mikromanipular telah mampu meningkatkan angka fertilisasi spermatozoa yang berasal dari pria infertil. Kelebihan utama teknik ini adalah dapat menggunakan spermatozoa tanpa mempertimbangkan motilitasnya yang merupakan syarat mutlak pada IVF (Saili et al, 2005).

Pelaksanaan ICSIPasien ICSI umumnya adalah pasangan suami isteri yang telah diperiksa kondisi reproduksinya dan dipastikan bahwa suami tidak dapat menghasilkan spermatozoa yang memenuhi syarat untuk melakukan fertilisasi baik secara alami maupun melalui fertilisasi in vitro. Untuk mendapatkan jumlah sel telur yang memenuhi syarat kualitas dan kuantitas untuk tujuan ICSI maka istri diberi perlakuan induksi hormon. Mansour et al. (1994) mengemukakan bahwa pengambilan sel telur paling baik dilakukan 36 jam setelah injeksi hormone human chorionic gonadotrophin (hCG). Hal ini dimaksudkan agar sel telur yang diambil sudah cukup matang sehingga siap dibuahi oleh spermatozoa. Sebelum ICSI dilakukan cumulus sel telur dibebaskan dengan mengikubasi sel telur beberapa saat didalam medium penyangga HEPES yang mengandung 80 mIU/ml hyaluronidase. Sel telur selanjutnya dipindahkan ke medium kultur dan di inkubasi sambil menunggu saat menipulasi. Hanya sel telur yang mempunyai polar bodi pertama (PB-I) yang dipilih untuk ICSI. Selanjutnya dilakukan seleksi terhadap spermatozoa yang akan digunakan melalui berbagai macam metode seleksi, seperti swim up atau side migration (ASRM, 2012).Selain melakukan seleksi spermatozoa sebelum penerapan ICSI juga dilakukan imobilisasi atau menghentikan pergerakan spermatozoa. Hal ini dilakukan agar mudah memasukkan atau mengambil spermatozoa ke dalam pipet injeksi dan spermatozoa yang telah terambil tidak melakukan pergerakan lebih lanjut dalam pipet injeksi. Selain itu imobilisasi juga dapat mendukung terjadinya proses dekondensasi spermatozoa. Mengimmobilisasi spermatozoa umumnya dilakukan dengan menekan ekor spermatozoa sampai ke dasar petri atau dengan memisahkan kepala dan ekor dengan cara sonikasi. Selanjutnya, ICSI dilakukan dengan cara memasukkan satu spermatozoa ke dalam sel telur secara mekanik dengan menggunakan alat micromanipulator dibawah mikroskop inverted (ASRM, 2012).

Gambar 1. Teknik ICSI

Salah satu masalah serius pada injeksi spermatozoa khusunya pada manusia adalah menyeleksi spermatozoa normal untuk manipulasi. Van Steirteghem et al. (1993) telah mengidentifikasi spermatozoa hidup dalam semen dengan menyeleksi spermatozoa menggunakan metode percoll density dan menambahkan 2-deoxyadenosin (2DA) dan pentoxyfylline untuk merangsang motilitas spermatozoa. Lebih lanjut dilakukan bahwa kemungkinan 2DA bersifat toksik terhadap embrio yang dapat mengakibatkan penahanan pada pembelahan dan perkembangan embrio selanjutnya. Akan tetapi, Nagy et al. (1995) mengemukakan bahwa peningkatan jumlah spermatozoa yang abnormal dalam semen bukan merupakan faktor kritis yang menurunkan tingkat fertilisasi seteleh ICSI. Selain itu, Saili dan Said (2005) melaporkan bahwa spermatozoa yang nyata telah matipun karena perlakuan pembekuan tanpa kroprotektan dan perlakuan pemisahan kepala spermatozoa dengan ekor masih mampu mendukung pembentukan pronukleus jantan dan betina setelah diinjeksikan ke dalam sel telur tikus. Hal ini merupakan bukti tambahan bahwa untuk tujuan fertilisasi melalui teknik ICSI, spermatozoa yang digunakan tidak perlu motil dan utuh (Saili, et al , 2005).

Gamvar 2. Teknik ICSI dan transfer embrio

Penggunaan ICSI pada pasien dengan parameter semen normal atau dalam nilai ambang telah umum digunakan. Indikasi penggunaan ICSI adalah: infertilitas yang tidak dapat dijelaskan, kualitas oosit yang buruk, hasil oosit yang rendah, usia ibu yang lanjut, kegagalan fertilisasi sebelumnya dengan inseminasi konvensional, penggunaan rutin pada seluruh siklus IVF, uji genetik preimplantasi, fertilisasi setelah maturasi in vitro, dan fertilisasi oosit kriopreservasi. Alasan rasional dari indikasi ini, kecuali pada uji genetik preimplantasi, adalah untuk menghindari kegagalan fertilisasi. Ketika akan menggunakan ICSI pada keadaan yang telah disebutkan di atas, kemungkinan kegagalan fertilisasi harus seimbang dengan risiko yang mungkin muncul saat prosedurnya dan dampak yang akan ditimbulkan (ASRM, 2012).

A. Injeksi Sperma Intrasitoplasma pada Infertilitas yang Tidak Dapat DijelaskanInjeksi sperma intrasitoplasma telah dianjurkan untuk digunakan pada pasien dengan infertilitas yang tidak dapat dijelaskan, sejak penggunaannya dapat menembus sawar infertilitas yang dapat saja menjadi sebab infertilitas yang tidak dapat dijelaskan ini. Dua penelitian pada pasien dengan infertilitas yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya membandingkan inseminasi konvensional dengan ICSI menggunakan sibling oocyte. Tingkat fertilisasi setelah ICSI, meski oosit imatur yang tidak termasuk dalam ICSI dimasukkan, lebih tinggi dibanding kelompok inseminasi buatan: 65,3% vs. 48,1%, P