TB Ektra Paru

50
Laporan Kasus Spondilitis TB Disusun Oleh : Denny Mukhtar 1407101030185 Pembimbing: dr. Nurfitriani, Sp.P(K) 1

description

xcdscadcav

Transcript of TB Ektra Paru

Page 1: TB Ektra Paru

Laporan Kasus

Spondilitis TB

Disusun Oleh :

Denny Mukhtar

1407101030185

Pembimbing:

dr. Nurfitriani, Sp.P(K)

BAGIAN/SMF ILMU PULMONOLOGIFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA

RSUD Dr. ZAINOEL ABIDINBANDA ACEH

2015

1

Page 2: TB Ektra Paru

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT yang telah

memberikan kesempatan dan kesehatan bagi penulis sehingga dapat

menyelesaikan tugas laporan kasus ini. Salawat dan salam semoga senantiasa

Allah curahkan ke pangkuan baginda Rasulullah SAW yang telah mengantar

umatnya dari alam kebodohan ke alam penuh dengan ilmu pengetahuan.

Tugas laporan kasus ini membahas mengenai Spondilitis TB dan

merupakan salah satu tugas dalam menjalani Kepaniteraan Klinik Senior di

Bagian / SMF Ilmu Pulmonologi Fakultas Kedokteran Universitas Syiah

Kuala/Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada dr. Nurfitriani, Sp.P(K)

yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk membimbing penulis dalam

penyusunan laporan kasus ini. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada rekan-

rekan dokter muda yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan tugas ini.

Semoga tulisan ini memberikan manfaat bagi kita dan perkembangan ilmu

kedokteran.

Banda Aceh, Desember 2015

Penulis

2

Page 3: TB Ektra Paru

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL.................................................................................................................i

KATA PENGANTAR ................................................................................... ii

DAFTAR ISI .................................................................................................. iii

DAFTAR TABEL.............................................................................................iv

DAFTAR GAMBAR.........................................................................................v

PENDAHULUAN ............................................................................................ 1

LAPORAN KASUS ......................................................................................... 2

ANALISA KASUS ........................................................................................... 8

TINJAUAN PUSTAKA................................................................................. 11

Definisi ...................................................................................................... 11

Epidemiologi.................................................................................................... 11

Etiologi..............................................................................................................11

Patofisiologi.......................................................................................................11

Manifestasi Klinis............................................................................................ 12

Diagnosis...........................................................................................................16

Pemeriksaan Penunjang.....................................................................................17

Penatalaksanaan.................................................................................................17

Prognosis...........................................................................................................17

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................. 18

3

Page 4: TB Ektra Paru

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Sifat OAT…………………………...….…...…...………………..….13

Tabel 1. Kelompok OAT…………………………...….…...…...……………..13

4

Page 5: TB Ektra Paru

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. …………………………………..…………………….....……....…3

Gambar 2. …………………………………..…………………….....……....…6

5

Page 6: TB Ektra Paru

BAB IPENDAHULUAN

Spondilitis tuberculosis (TB) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh

kuman mycobacterium tuberculosa yang mengenai tulang vertebrae.

Mycobacterium tuberculosis berbentuk batang lurus atau sedikit melengkung,

tidak berspora dan tidak berkapsul. Penyusun utama dinding sel M. tuberculosis

ialah asam mikolat, lilin kompleks (complex-waxes), trehalosa dimikolat yang

disebut cord factor, dan mycobacterial sulfolipids yang berperan dalam virulensi.

Struktur dinding sel yang kompleks tersebut menyebabkan bakteri M. tuberculosis

bersifat tahan asam. Spondilitis tuberkulosa merupakan penyebab 50% dari

seluruh tuberkulosis tulang dan sendi. Pada negara yang sedang berkembang,

sekitar 60% kasus terjadi pada usia dibawah usia 20 tahun sedangkan pada negara

maju, lebih sering mengenai pada usia yang lebih tua.1

Kasus TB yang terjadi di Asia Tenggara sebanyak 35%, Afrika sebanyak

30% dan Pasifik Barat sebanyak 20%. Sebanyak 11-13% kasus TB adalah HIV

positif dan 80% kasusu TB-HIV berasal dari Afrika. Pada tahun 2009,

diperkirakan kasus TB multidrug-resisten (MDR) sebanyak 250.000 kasus. Pada

Spondilitis TB umumnya mengenai lebih dari satu vertebra. Berdasarkan tempat

berawalnya infeksi, spondilitis korpus vertebra dibagi menjadi Bentuk sentral,

dimana destruksi awal terletak di sentral korpus vertebra. Bentuk ini sering

ditemukan pada anak. Bentuk paradiskus, destruksi awal terletak di bagian korpus

vertebra yang bersebelahan dengan diskus intervertebral. Bentuk ini sering

ditemukan pada orang dewasa. Bentuk anterior, dengan lokus awal di korpus

vertebra anterior, merupakan penjalaran per kontinuitatum dari vertebra di

atasnya.1

Gambaran klinis pada spondylitis TB yaitu malaise, penurunan berat

badan, ditambah gejala lokal di punggung atau pinggang. Nyeri punggung atau

pinggang terjadi akibat spasme otot-otot punggung, makin lama punggung makin

kaku karena sudah mulai terjadi deformitas. Bila penyakit berlanjut dan terjadi

fraktur kompresi dan dapat ditemukannya gibus. Diagnosis spondilitis tuberkulosa

dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, gambaran klinis dan pemeriksaan

penunjang.2

6

Page 7: TB Ektra Paru

Penatalaksanaan pada pasien spondylitis TB dengan pemberian obat

antituberkulosa. Tujuan pengobatan TB adalah untuk menyembuhkan pasien dan

mengembalikan kualitas hidup dan produktivitas, mencegah kematian karena

penyakit TB aktif atau efek lanjutannya, mencegah kekambuhan, mengurangi

transmisi atau penularan kepada yang lain, mencegah terjadinya resistensi obat

serta penularannya. Pengobatan TB terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif dan

fase lanjutan, Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan

perlu diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat. Bila

pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien menjadi

tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu. Sebagian besar pasien TB BTA

positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2 bulan. Pada tahap lanjutan pasien

mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka waktu yang lebih lama.

Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister sehingga mencegah

terjadinya kekambuhan.3

7

Page 8: TB Ektra Paru

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

1.1. Spondilitis TB

2.1.1. Definisi

Spondilitis tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh

kuman mycubacterium tuberculosa yang mengenai tulang vertebra.

Mycobacterium tuberculosis berbentuk batang lurus atau sedikit melengkung,

tidak berspora dan tidak berkapsul. Bakteri ini berukuran lebar 0,3 – 0,6 mm dan

panjang 1 – 4 mm. Dinding M. tuberculosis sangat kompleks, terdiri dari lapisan

lemak cukup tinggi (60%). Penyusun utama dinding sel M. tuberculosis  ialah

asam mikolat, lilin kompleks (complex-waxes), trehalosa dimikolat yang disebut

cord factor, dan mycobacterial sulfolipids yang berperan dalam virulensi. Asam

mikolat merupakan asam lemak berantai panjang (C60 – C90) yang dihubungkan

dengan arabinogalaktan oleh ikatan glikolipid dan dengan peptidoglikan oleh

jembatan fosfodiester. Unsur lain yang terdapat pada dinding sel bakteri tersebut

adalah polisakarida seperti arabinogalaktan dan arabinomanan. Struktur dinding

sel yang kompleks tersebut menyebabkan bakteri M. tuberculosis bersifat tahan

asam, yaitu apabila sekali diwarnai akan tetap tahan terhadap upaya penghilangan

zat warna tersebut dengan larutan asam – alkohol.4

Komponen antigen ditemukan di dinding sel dan sitoplasma yaitu komponen

lipid, polisakarida dan protein. Karakteristik antigen M. tuberculosis dapat

diidentifikasi dengan menggunakan antibodi monoklonal . Saat ini telah dikenal

purified antigens dengan berat molekul 14 kDa (kiloDalton), 19 kDa, 38 kDa, 65

kDa yang memberikan sensitiviti dan spesifisiti yang bervariasi dalam

mendiagnosis TB. Ada juga yang menggolongkan antigen M. tuberculosis dalam

kelompok antigen yang disekresi dan yang tidak disekresi (somatik). Antigen

yang disekresi hanya dihasilkan oleh basil yang hidup, contohnya antigen 30.000

a, protein MTP 40. Dalam jaringan tubuh bakteri ini dapat dormant, tertidur lama

selama beberapa tahun. Bakteri hidup sebagai parasit intraselular di dalam

jaringan, yakni dalam sitoplasma makrofag. Makrofag yang semula

memfagositosis malah kemudian disenanginya karena banyak mengandung lipid.

8

Page 9: TB Ektra Paru

Sifat lain bakteri ini adalah aerob. Sifat ini menunjukkan bahwa bakteri lebih

menyenangi jaringan yang tinggi kandungan oksigennya. Dalam hal ini tekanan

oksigen pada bagian apikal paru lebih tinggi daripada bagian yang lain, sehingga

bagian apikal ini merupakan tempat predileksi penyakit TB.5

2.1.2. Epidemiologi

Kasus TB banyak terjadi di Asia Tenggara sebanyak 35%, Afrika sebanyak

30% dan regio Pasifik Barat sebanyak 20%. Sebanyak 11-13% kasus TB adalah

HIV positif dan 80% kasus TB-HIV berasal dari Afrika. Pada tahun 2009,

diperkirakan kasus TB multidrug-resisten (MDR) sebanyak 250.000 kasus, tetapi

hanya 12% atau 30.000 kausu yang sudah terkonfirmasi. Dari hasil WHO tahun

2009, lima Negara dengan insidens kasus terbanyak yaitu india 1,6-2,4 juta, China

sebanyak 1,101,5 juta, Afrika Selatan sebanyak 0,4-0,59 juta, Nigeria sebanyak

0,37-0,55 juta dan Indonesia sebanyak 0,35-0,52 juta. India menyumbang kira-

kira seperlima dari seluruh jumlah kasus didunia sebanyak 21%.2

Spondilitis tuberkulosa merupakan penyebab 50% dari seluruh tuberkulosis

tulang dan sendi. Pada negara yang sedang berkembang, sekitar 60% kasus terjadi

pada usia dibawah usia 20 tahun sedangkan pada negara maju, lebih sering

mengenai pada usia yang lebih tua. Meskipun perbandingan antara pria dan wanita

hampir sama, namun biasanya pria lebih sering terkena dibanding wanita yaitu

1:2. Di Ujung Pandang spondilitis tuberkulosa ditemukan sebanyak 70% dari

seluruh tuberkulosis tulang dan sendi. Umumnya penyakit ini menyerang orang-

orang yang berada dalam keadaan sosial ekonomi rendah.1

2.1.3. Etiologi

Kuman penyebab TB adalah Mycobacterium tuberculosis. Basil ini tidak

berspora sehingga mudah dibasmi dengan pemanasan, sinar matahari, dan sinar

ultraviolet. Basil ini sukar diwarnai, tetapi berbeda dengan basil lain, setelah

diwarnai tidak dapat dibersihkan lagi dari fuchsin atau metilen blue oleh cairan

asam sehingga biasanya disebut basil tahan asam (BTA). M. tuberculosis

umumnya ditularkan dari seseorang dengan infeksi TB paru atau TB laryngeal

kepada orang lain melalui droplet nuclei, yang ter-aerosolisasi oleh batuk, bersin

atau berbicara. Ada sebanyak 3000 nuclei infeksius per batukan.6

9

Page 10: TB Ektra Paru

Droplet yang terkecil (<5-10mm dalam diameter) dapat bertahan

tersuspensi di udara selama beberapa jam dan mencapai aliran udara terminal

ketika terinhalasi. Resiko penularan dari pasien sumber infeksi ke pejamu

dihubungkan dengan konsentrasi potensial dari basil yang hidup terus di ruang

udara. Resiko penularan menjadi lebih besar pada ruangan yang kekurangan

volume udara, udara segar, dan cahaya alami atau cahaya ultraviolet. Tuberkulosis

tulang belakang merupakan infeksi sekunder dari tuberkulosis di tempat lain di

tubuh, 90-95% disebabkan oleh mikobakteriumn tuberkulosis tipik (2/3 dari tipe

human dan 1/3 dari tipe bovin) dan 5-10% oleh mikobakterium tuberkulosa atipik.

Lokalisasi spondilitis tuberkulosa terutama pada daerah vertebra torakal bawah

dan lumbal atas1, sehingga diduga adanya infeksi sekunder dari suatu tuberkulosis

traktus urinarius, yang penyebarannya melalui pleksus Batson pada vena

paravertebralis.1

2.1.4. Patogenesis

Terdapat empat fase dalam perjalanan TB, pertama adalah fase TB primer.

Setelah masuk ke paru, basil berkembang biak tanpa menimbulkan reaksi

pertahanan tubuh. Sarang pertama ini disebut afek primer. Basil kemudian masuk

ke kelenjar limfe di hilus paru dan menyebabkan limfadenitis regionalis. Reaksi

yang khas adalah terjadinya granuloma sel epiteloid dan nekrosis pengejuan di lesi

primer dan di kelenjar limfe hilus. Afek primer dan limfadenitis regionalis ini

disebut kompleks primer yang bisa mengalami resolusi dan sembuh tanpa

meninggalkan cacat, atau membentuk fibrosis dan kalsifikasi (95%). Sekalipun

demikian, kompleks primer dapat mengalami komplikasi berupa penyebaran

milier melalui pembuluh darah dan penyebaran melalui bronkus. Penyebaran

milier menyebabkan TB di seluruh paru-paru, tulang, meningen, dan lain-lain,

sedangkan penyebaran bronkogen langsung ke bronkus dan bagian paru, dan

menyebabkan bronkopneumonia tuberkulosis. Penyebaran hematogen itu

bersamaan dengan perjalanan TB primer ke paru merupakan fase kedua. Infeksi

ini dapat berkembang terus, dapat juga mengalami resolusi dengan pembentukan

jaringan parut dan basil selanjutnya tidur.4

10

Page 11: TB Ektra Paru

Fase dengan kuman yang tidur ini yang disebut fase laten, fase 3. Basil

yang tidur ini bisa terdapat di tulang panjang, vertebra, tuba fallopii, otak, kelenjar

limfe hilus dan leher, serta di ginjal. Kuman ini bisa tetap tidur selama bertahun-

tahun, bahkan seumur hidup (infeksi laten), tetapi bisa mengalami reaktivasi bila

terjadi perubahan keseimbangan daya tahan tubuh, misalnya pada tindak bedah

besar, atau pada infeksi HIV. TB fase keempat dapat terjadi di paru atau di luar

paru. Dalam perjalanan selanjutnya, proses ini dapat sembuh tanpa cacat, sembuh

dengan meninggalkan fibrosis dan kalsifikasi, membentuk kavitas (kaverne),

bahkan dapat menyebabkan bronkiektasis melalui erosi bronkus. Frekuensi

penyebaran ke ginjal amat sering. Kuman berhenti dan bersarang pada korteks

ginjal, yaitu bagian yang tekanan oksigennya relatif tinggi. Kuman ini dapat

langsung menyebabkan penyakit atau “tidur” selama bertahun-tahun. Patologi di

ginjal sama dengan patologi di tempat lain, yaitu inflamasi, pembentukan jaringan

granulasi, dan nekrosis pengejuan. Kemudian basil dapat turun dan menyebabkan

infeksi di ureter, kandung kemih, prostat, vesikula seminalis, vas deferens, dan

epididimis.5

Penyebaran ke kelenjar limfe paling sering ke kelenjar limfe hilus, baik

sebagai penyebaran langsung dari kompleks primer, maupun sebagai TB

pascaprimer. TB kelenjar limfe lain (servikal, inguinal, aksial) biasanya

merupakan TB pascaprimer. Penyebaran ke genitalia wanita melalui penyebaran

hematogen dimulai dengan berhenti dan berkembang biaknya kuman di tuba

fallopii yang sangat vaskuler. Dari sini basil bisa menyebar ke uterus

(endometritis), atau ke peritoneum (peritonitis). Penyebaran ke tulang adalah

daerah metafisis tulang panjang dan ke tulang spongiosa yang menyebabkan TB

tulang ekstraartikuler. Penyebaran lain dapat juga ke sinovium dan menjalar ke

tulang subkondral. Penyebaran ini menyebabkan TB sendi. Penyebaran dari

metafisis ke epifisis tidak pernah terjadi karena sifat cakram epifisis yang

avaskular. Penyebaran ke otak dan meningen juga melalui penyebaran hematogen

setelah kompleks primer. Berbeda dengan penyebaran di atas, penyebaran ke

perikardium terjadi melalui saluran limfe atau kontak langsung dari pleura yang

tembus ke perikardium. Kekebalan terhadap TB sebagian besar diperantarai sel

11

Page 12: TB Ektra Paru

limfosit T yang atas rangsangan basil TB dapat mengaktifkan makrofag untuk

menghancurkan basil dengan cara lisis (bakteriolisis).5

Pada Spondilitis TB umumnya mengenai lebih dari satu vertebra. Berdasarkan

tempat berawalnya infeksi, spondilitis korpus vertebra dibagi menjadi 3 bentuk:

- Bentuk sentral, dimana destruksi awal terletak di sentral korpus vertebra.

Bentuk ini sering ditemukan pada anak.

- Bentuk paradiskus, destruksi awal terletak di bagian korpus vertebra yang

bersebelahan dengan diskus intervertebral. Bentuk ini sering ditemukan pada

orang dewasa.

- Bentuk anterior, dengan lokus awal di korpus vertebra anterior, merupakan

penjalaran per kontinuitatum dari vertebra di atasnya.3

Kemudian terjadi hiperemi dan eksudasi yang menyebabkan osteoporosis dan

perlunakan korpus. Selanjutnya terjadi kerusakan pada korteks epifisis, diskus

intervertebralis dan vertebra sekitarnya. Kerusakan di bagian depan ini akan

menyebabkan terjadinya kifosis. Selanjutnya eksudat yang terdiri dari serum,

leukosit, kaseosa, tulang yang fibrosis serta basil tuberkulosis menyebar ke depan,

di bawah ligamentum longitudinal anterior.2

Eksudat ini dapat menembus ligamentum dan berekspansi ke berbagai

arah di sepanjang garis ligamen yang lemah. Pada daerah servikal, eksudat

berkumpul di belakang fasia paravertebralis dan menyebar ke lateral di belakang

muskulus sternokleidomastoideus. Eksudat dapat mengalami protrusi ke depan

dan menonjol ke dalam faring yang dikenal sebagai abses faringeal. Abses dapat

berjalan ke mediastinum mengisi tempat trakea, esofagus atau kavum pleura.

Abses pada daerah vertebra torakalis biasanya tetap tinggal pada daerah toraks

setempat menempati daerah paravertebral, berbentuk massa yang menonjol dan

fusiform. Abses pada daerah ini dapat menekan medula spinalis sehingga timbul

paraplegia.Abses pada daerah lumbal dapat menyebar masuk mengikuti muskulus

psoas dan muncul di bawah ligamentum inguinal pada bagian medial paha.

Eksudat juga dapat menyebar ke daerah krista iliaka dan mungkin dapat mengikuti

pembuluh darah femoralis pada trigonum skarpei atau regio glutea.1

12

Page 13: TB Ektra Paru

Terdapat 5 stadium dalam perjalan spondilitis TB, yaitu:

a. Stadium implantasi

Setelah bakteri berada dalam tulang, maka bila daya tahan tubuh

penderita menurun, bakteri akan berduplikasi membentuk koloni yang

berlangsung selama 6 – 8 minggu. Keadaan ini umumnya terjadi pada

daerah paradiskus dan pada anak-anak umumnya pada daerah sentral

vertebra.

b. Stadium destruksi awal

Setelah stadium implantasi, selanjutnya terjadi destruksi korpus

vertebra serta penyempitan yang ringan pada diskus. Proses ini

berlangsung selama 3 – 6 minggu.

c. Stadium destruksi lanjut

Pada stadium ini terjadi destruksi yang masif, kolaps vertebra, dan

terbentuk massa kaseosa serta pus yang berbentuk cold abses (abses

dingin), yang terjadi 2 – 3 bulan setelah stadium destruksi awal.

Selanjutnya dapat terbentuk sekuestrum serta kerusakan diskus

intervertebralis. Pada saat ini terbentuk tulang baji terutama di sebelah

depan (wedging anterior) akibat kerusakan korpus vertebra, yang

menyebabkan terjadinya kifosis atau gibus.

d. Stadium gangguan neurologis

Gangguan neurologis tidak berkaitan dengan beratnya kifosis yang

terjadi, tetapi terutama ditentukan oleh tekanan abses ke kanalis spinalis.

Gangguan ini ditemukan 10% dari seluruh komplikasi spondilitis

tuberkulosa. Vertebra torakalis mempunyai kanalis spinalis yang lebih

kecil sehingga gangguan neurologis lebih mudah terjadi pada daerah ini.1

Bila terjadi gangguan neurologis, maka perlu dicatat derajat

kerusakan paraplegia, yaitu :

Derajat 1 : Kelemahan pada anggota gerak bawah terjadi setelah

melakukan aktivitas atau setelah berjalan jauh. Pada tahap ini belum

terjadi gangguan saraf sensoris.

Derajat 2 : Terdapat kelemahan pada anggota gerak bawah tetapi penderita

masih dapat melakukan pekerjaannya.

13

Page 14: TB Ektra Paru

Derajat 3 : Terdapat kelemahan pada anggota gerak bawah yang

membatasi gerak/aktivitas penderita serta hipoestesia/anestesia.

Derajat 4 : Terdapat gangguan saraf sensoris dan motoris disertai

gangguan defekasi dan miksi. Tuberkulosis paraplegia atau Pott paraplegia

dapat terjadi secara dini atau lambat tergantung dari keadaan penyakitnya.1

Pada penyakit yang masih aktif, paraplegia terjadi oleh karena

tekanan ekstradural dari abses paravertebral atau akibat kerusakan

langsung sumsum tulang belakang oleh adanya granulasi jaringan.

Paraplegia pada penyakit yang sudah tidak aktif/sembuh terjadi oleh

karena tekanan pada jembatan tulang kanalis spinalis atau oleh

pembentukan jaringan fibrosis yang progresif dari jaringan granulasi

tuberkulosa. Tuberkulosis paraplegia terjadi secara perlahan dan dapat

terjadi destruksi tulang disertai angulasi dan gangguan vaskuler vertebra.

Derajat 1 – 3 disebut sebagai paraparesis dan derajat 4 disebut sebagai

paraplegia.

e. Stadium deformitas residual

Stadium ini terjadi kurang lebih 3 – 5 tahun setelah timbulnya stadium

implantasi. Kifosis atau gibus bersifat permanen oleh karena kerusakan

vertebra yang masif di sebelah depan.3

2.1.5. Manifestasi Klinis

Gambaran klinis spondylitis TB hampir sama dengan gejala sistemik infeksi

TB yaitu malaise, penurunan berat badan, ditambah gejala lokal di punggung atau

pinggang. Nyeri punggung atau pinggang terjadi akibat spasme otot-otot

punggung, makin lama punggung makin kaku karena sudah mulai terjadi

deformitas. Bila penyakit berlanjut dan terjadi fraktur kompresi, dapat ditemukan

gibus. Beda gibus tuberculosis dengan gibus lainnya adalah tidak didapatinya

penyempitan sela diskus pada gibus traumatic dan gibus metastatic tumor korpus

vertebra. Spondilitis TB torakal dapat menimbulkan neuralgia interkostalis dan

rasa tidak enak di abdomen.6

14

Page 15: TB Ektra Paru

2.1.6. Diagnosis

Diagnosis spondilitis tuberkulosa dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis,

gambaran klinis dan pemeriksaan penunjang. Untuk melengkapkan pemeriksaan,

maka dibuat suatu standar pemeriksaan pada penderita Spondilitis TB, yaitu:

1. Pemeriksaan klinik dan neurologis yang lengkap

2. Foto tulang belakang posisi AP dan lateral

3. Foto polos toraks posisi PA

4. Uji Mantoux

5. Biakan sputum dan pus untuk menemukan basil tuberkulosa1

2.1.7. Penatalaksanaan

A. Terapi konservatif berupa:

- Tirah baring (bed rest)

- Memperbaiki keadaan umum penderita

- Pemasangan brace pada penderita, baik yang dioperasi ataupun yang tidak

dioperasi

- Pemberian obat antituberkulosa

Tujuan pengobatan TB adalah

1. Menyembuhkan pasien dan mengembalikan kualitas hidup dan

produktivitas.

2. Mencegah kematian karena penyakit TB aktif atau efek lanjutannya.

3. Mencegah kekambuhan.

4. Mengurangi transmisi atau penularan kepada yang lain.

5. Mencegah terjadinya resistensi obat serta penularannya.

Pengobatan TB terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif dan fase lanjutan.

Pada umumnya lama pengobatan adalah 6-8 bulan.2

Tahap Awal (Intensif)

Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi

secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat. Bila pengobatan tahap

15

Page 16: TB Ektra Paru

intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien menjadi tidak menular

dalam kurun waktu 2 minggu. Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi

BTA negatif (konversi) dalam 2 bulan.

Tahap Lanjutan

Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka

waktu yang lebih lama. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister

sehingga mencegah terjadinya kekambuhan.7

Tabel 1. Kelompok OAT

Tabel 2. Sifat OAT Lini Pertama

16

Page 17: TB Ektra Paru

Paduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional Pengendalian

Tuberkulosis di Indonesia:

Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3.

Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3.

Disamping kedua kategori ini, disediakan paduan obat sisipan (HRZE)

Kategori Anak: 2HRZ/4HR.7

Obat yang digunakan dalam tatalaksana pasien TB resistan obat di Indonesia

terdiri dari OAT lini ke-2 yaitu kanamycin, capreomisin, levofloksasin,

ethionamide, sikloserin dan PAS, serta OAT lini-1, yaitu pirazinamid and

etambutol. Paduan OAT kategori-1 dan kategori-2 disediakan dalam bentuk paket

berupa obat kombinasi dosis tetap (OAT-KDT). Tablet OAT KDT ini terdiri dari

kombinasi 2 atau 4 jenis obat dalam satu tablet. Dosisnya disesuaikan dengan

berat badan pasien. Paduan ini dikemas dalam satu paket untuk satu pasien. Paket

Kombipak adalah paket obat lepas yang terdiri dari isoniasid, rifampisin,

pirazinamid dan etambutol yang dikemas dalam bentuk blister. Paduan OAT ini

disediakan program untuk digunakan dalam pengobatan pasien yang mengalami

efek samping OAT KDT.8

Paduan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) disediakan dalam bentuk paket,

dengan tujuan untuk memudahkan pemberian obat dan menjamin kelangsungan

(kontinuitas) pengobatan sampai selesai. Satu (1) paket untuk satu (1) pasien

dalam satu masa pengobatan.

KDT mempunyai beberapa keuntungan dalam pengobatan TB:

1) Dosis obat dapat disesuaikan dengan berat badan sehingga menjamin

efektifitas obat dan mengurangi efek samping.

2) Mencegah penggunaan obat tunggal sehinga menurunkan resiko terjadinya

resistensi obat ganda dan mengurangi kesalahan penulisan resep.

3) Jumlah tablet yang ditelan jauh lebih sedikit sehingga pemberian obat

menjadi sederhana dan meningkatkan kepatuhan pasien.5

Paduan OAT Lini Pertama dan Peruntukannya

17

Page 18: TB Ektra Paru

Kategori-1 (2HRZE/ 4H3R3)

Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru:

Pasien baru TB paru BTA positif. Pasien TB paru BTA negatif foto toraks positif. Pasien TB ekstra paru

Tahap I, diberikan Rifampisin 450 mg, Etambutol 750 mg, INH 300 mg dan

Pirazinamid 1.500 mg..0bat diberikan setiap hari selama 2 bulan pertama (60

kali).

Tahap II, diberikan Rifampisin 450 mg dan INH 600 mg. Obat

diberikan tiga kali seminggu (intermiten) selama 4 bulan (54 kali).

Kategori -2 (2HRZES/ HRZE/ 5H3R3E3)

Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang telah diobati selama

lebih sebulan, termasuk penderita dengan BTA (+) yang kambuh/gagal, dan

pasien dengan pengobatan setelah putus berobat (default), diberikan dalam dua

tahap, yaitu:

Tahap I, diberikan Streptomisin 750 mg (injeksi), INH 300 mg, Rifampisin 450

mg, Pirazinamid 1.500 mg dan Etambutol 750 mg, Obat diberikan setiap hari,

Streptomisin injeksi hanya 2 bulan pertama (60 kali) dan obat lainnya selama 3

bulan (90 kali).

Tahap II, diberikan INH 600 mg, Rifampisin 450 mg dan Etambutol 1.250 mg.

Obat diberikan 3 kali seminggu (intermiten) selama 5 bulan (66 kali).3

Kriteria penghentian pengobatan yaitu apabila:

- Keadaan umum penderita bertambah baik

- Laju endap darah menurun dan menetap

- Gejala-gejala klinis berupa nyeri dan spasme berkurang

- Gambaran radiologik ditemukan adanya union pada vertebra

B. Terapi Operatif

18

Page 19: TB Ektra Paru

Walaupun pengobatan kemoterapi merupakan pengobatan utama bagi

penderita tuberkulosis tulang belakang, namun tindakan operatif masih

memegang peranan penting dalam beberapa hal, yaitu bila terdapat cold abses

(abses dingin), lesi tuberkulosa, paraplegia dan kifosis.9

lndikasi operasi

- Bila dengan terapi konservatif tidak terjadi perbaikan paraplegia atau malah

semakin berat. Biasanya tiga minggu sebelum tindakan operasi dilakukan,setiap

spondilitis tuberkulosa diberikan obat tuberkulostatik.

- Adanya abses yang besar sehingga diperlukan drainase abses secara terbuka dan

sekaligus debrideman serta bone graft.

- Pada pemeriksaan radiologis baik dengan foto polos, mielografi ataupun

pemeriksaan CT dan MRI ditemukan adanya penekanan langsung pada

medulaspinalis.5

Abses dingin (Cold Abses)

Cold abses yang kecil tidak memerlukan tindakan operatif oleh karena dapat

terjadi resorpsi spontan dengan pemberian obat tuberkulostatik. Pada abses yang

besar dilakukan drainase bedah. Ada tiga Cara untuk menghilangkan lesi

tuberkulosa, yaitu:

a. debridemen fokal

b. kosto-transversektomi

c. debridemen fokal radikal yang disertai bone graft di bagian depan.10

Paraplegia

penanganan yang dapat dilakukan pada paraplegia, yaitu:

a. Pengobatan dengan kemoterapi semata-mata

a. Laminektomi

b. Kosto-transveresektomi

c. Operasi radikal

d. Osteotomi pada tulang baji secara tertutup dari belakang.4

Operasi kifosis

19

Page 20: TB Ektra Paru

Operasi kifosis dilakukan bila terjadi deformitas yang hebat. Kifosis

mempunyai tendensi untuk bertambah berat terutama pada anak-anak. Tindakan

operatif dapat berupa fusi posterior atau melalui operasi radikal.3

2.1.8. Prognosis

Prognosis spondylitis TB bervariasi tergantung dari manifestasi klinik yang

terjadi. Prognosis yng buruk berhubungan dengan TB milier, meningitis TB, dapat

terjadi tuli, buta, para plegi, retardasi mental, gangguan bergerak dan lainnya.

Prognosis bertambah baik bila pengobatan lebih cepat dilakukan. Mortalitas yang

tinggi terjadi pada anak dengan usia kurang dari 5 tahun sampai 30%.

BAB IIILAPORAN KASUS

20

Page 21: TB Ektra Paru

3.1 Identitas Pasien

Nama : Tn. R

Jenis Kelamin : Laki-Laki

Umur : 47 tahun

Alamat : Keude Panga, Aceh Jaya

Agama : Islam

Status : Menikah

CM : 1-06-80-00

Tanggal Masuk : 24 November 2015

Tanggal Pemeriksaan : 5 Desember 2015

3.2 Anamnesis

Keluhan Utama : kelemahan pada kedua tungkai kaki

Keluhan Tambahan : nyeri punggung

Riwayat Penyakit Sekarang :

21

Page 22: TB Ektra Paru

Pasien datang dengan keluhan kelemahan pada kedua tungkai kaki sejak 1

bulan yang lalu, awalnya pasien sering merasakan nyeri punggung dan kebas pada

kaki. Nyeri bersifat hilang timbul. Pasien juga mengeluhkan BAK yang terkadang

keluar dan terkadang tidak keluar. Saat bangun pagi pasien tidak dapat

menggerakkan kaki. Pasien tidak terasa saat BAK dan BAB sekarang.

Riwayat Penyakit Dahulu:

Pasien pernah berobat ke menteri saat nyeri pinggang, nyeri berkurang saat

minum obat. Pasien pernah di rawat di rumah sakit Calang beberapa bulan yang

lalu karena adanya cairan di paru dan dirujuk ke rumah sakit Zainoel Abidin

untuk penyedotan cairan di paru. Setelah 2 minggu pasien pulang kerumah, pasien

mulai merasakan kebas dan keram pada kedua kakinya.

Riwayat Penggunaan Obat :

Pasien mengaku mengkonsumsi obat dari rumah sakit calang namun tidak

mengingat nama obatnya.

Riwayat Penyakit Keluarga :

Tidak ada keluarga yang mengeluhkan hal yang sama dengan pasien.

Riwayat Kebiasaan Sosial

Pasien seorang tukang bengkel dengan memiliki riwayat trauma motor

3.3 Pemeriksaan Tanda Vital

Keadaan Umum : Sakit sedang

Kesadaran : Kompos mentis

Tekanan darah : 100/60 mmHg

Frekuensi nadi : 78 kali/menit, regular

Frekuensi nafas : 20 kali/menit, regular

Suhu : 36,7° C

3.4 Pemeriksaan Fisik

22

Page 23: TB Ektra Paru

Kulit : sawo matang, ikterik (-), sianosis (-), edema (-)

Kepala : rambut hitam dengan beberapa sisi beruban, sukar dicabut

Wajah : simetris, edema (-), deformitas (-)

Mata : anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), sekret (-/-), refleks cahaya

langsung (+/+), refleks cahaya tidak langsung (+/+), pupil isokor

Φ3 mm/3 mm

Telinga : kesan normotia

Hidung : sekret (-/-), cavum nasi hiperemis (-), napas cuping hidung (-)

Mulut : mukosa kering (-), sianosis (-), tremor (-), hiperemis (-), tonsil

hiperemis (-/-), T1 – T1.

Leher : retraksi suprasternal (-), pembesaran KGB (-), kaku kuduk (-).

Thorak anterior

Pemeriksaa

n Fisik ParuThorax Dekstra Thorax Sinistra

Inspeksi Statis : Normochest

Dinamis : Simetris, pernapasan thoracoabdominal, retraksi

interkostal (-/-), jejas (-)

Palpasi

Atas

Tengah

Bawah

Fremitus taktil/vocal: kesan

normal , nyeri tekan (-)

Fremitus taktil/vocal: kesan

normal, nyeri tekan (-)

Fremitus taktil/vocal: kesan

normal, nyeri tekan (-)

Fremitus taktil/ vocal: kesan

normal, nyeri tekan (-)

Fremitus taktil/ vocal: kesan

normal, nyeri tekan (-)

Fremitus taktil/ vocal: kesan

normal, nyeri tekan (-)

Perkusi

Atas

Tengan

sonor

sonor

sonor

sonor

23

Page 24: TB Ektra Paru

Bawah sonor sonor

Auskultasi

Atas

Tengah

Vesikuler (+), rhonki (),

wheezing (-)

Vesikuler (+), rhonki (),

wheezing (-)

Vesikuler (+), rhonki (),

wheezing (-)

Vesikuler (+), rhonki (),

wheezing (-)

Vesikuler (+), rhonki (),

wheezing (-)

Vesikuler (+), rhonki (),

wheezing (-)

Thoraks posterior

Pemeriksa

an Fisik

Paru

Thorax Dekstra Thorax Sinistra

Inspeksi Statis : Normochest

Dinamis : Simetris, pernapasan thoraco abdominal, retraksi

interkostal (-/-), jejas (-)

Palpasi

Atas

Tengan

Bawah

Fremitus taktil/vocal: kesan

normal, nyeri tekan (-)

Fremitus taktil/vocal: kesan

normal, nyeri tekan (-)

Fremitus taktil/vocal: kesan

normal, nyeri tekan (-)

Fremitus taktil/ vocal: kesan

normal, nyeri tekan (-)

Fremitus taktil/ vocal: kesan

normal, nyeri tekan (-)

Fremitus taktil/ vocal: kesan

normal, nyeri tekan (-)

Perkusi

Atas

Tengan

sonor

sonor

sonor

sonor

24

Page 25: TB Ektra Paru

Bawah sonor sonor

Auskultasi

Atas

Tengan

Bawah

Vesikuler (+), rhonki (-),

wheezing (-)

Vesikuler (+), rhonki (-),

wheezing (-)

Vesikuler(+), rhonki (-),

wheezing (-)

Vesikuler (+), rhonki (-),

wheezing (-)

Vesikuler (+), rhonki (-),

wheezing (-)

Vesikuler (+), rhonki (-),

wheezing (-)

Jantung

Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat

Palpasi : Iktus kordis teraba, thrill (-)

Perkusi : Batas-batas jantung

Atas : Sela iga III linea midclavicula sinistra

Kiri : dua jari lateral linea mid-clavicula

Kanan : linea parasternal kanan

Auskultasi : BJ I > BJ II. bising (-)

Abdomen

Inspeksi : simetris, distensi (-), vena kolateral (-)

Palpasi : organomegali (-), nyeri tekan (-), defans muskular (-)

Perkusi : timpani, shifting dullness (-), undulasi (-)

Auskultasi : Peristaltik (n)

Ekstremitas :

Ekstremitas superior : sianosis(-/-), edema(-/-), pucat(-/-), akral dingin (-/-)

Ekstremitas inferior : sianosis(-/-), edema(-/-), pucat(-/-), akral dingin(-/-)

CRT <2”

25

Page 26: TB Ektra Paru

3.5 Pemeriksaan Penunjang

a) Laboratorium Darah

Pemeriksaan Tanggal

30 November 2015 4 Desember 2015Hemoglobin 9,3 9,3Hematokrit 29 29

Eritrosit 3,4 3,4Leukosit 7,3 7,3

Trombosit 578 578

EosinofilBasofil

N. BatangN. SegmenLimfositMonosit

40066219

40066219

CtBt

HBsAgBilirubin TotalBilirubin Direct

Bilirubin IndirectSGOT, SGPT

26

Positif0,480,260,2243,26

26

Positif0,420,170,2542,24

Natrium

Kalium

Clorida

134

3,3

96

134

3,3

96

Glukosa Darah Sewaktu 125 125

Ureum

Creatinin

8

0,27

8

0,27

b) Foto Thorax AP/LA (23/11/2015)

26

Page 27: TB Ektra Paru

Hasil : Aligment tulang tak normal, pedikel normal, tampak kompresi di vertebra

thorakalis XI dengan lesi litik serta paravertebral soft tissue masa, diskus

intervertebralis tampak menyempit.

Kesimpulan: Spondilitis vertebra thorakalis IX dengan paravertebral sof tissue

massa.

c) Foto MRI Thorakal (1/12/2015)

Hasil : Tampak destruksi Vertebra IX disertai kompresi dan diskus tampak

menghilang yang menyebabkan retropulsi mendesak medulla spinalis dengan

perubahan intensitas signal pada T1W1 hipointense dan T2W1 hiperintense,

27

Page 28: TB Ektra Paru

tampak gambaran abses setinggi level vertebra VIII-X. Abses meluas ke posterior

menyebabkan kompresi dan infiltrasi spinal cord setinggi level vertebra VIII-X.

Kesimpulan : Spondilitis TB

3.6 Diagnosa Banding

Spondilitis TB

Tumor vertebrae

Space occupation lession medspine

3.7 Diagnosa

Spondilitis TB

3.8 Tatalaksana

Non farmakologis :

Edukasi tentang penyakit kepada pasien dan keluarga, tentang obat-obatan,

cara pencegahan perburukan, penyesuaian aktivitas, makan makanan

bergizi.

Farmakologis :

1. IVFD RL 20 gtt/i

2. Albumin 25% 100 ml

3. OAT RHES 1x3

4. Neurodex tab 1x1

5. Curcuma tab 2x1

6. Domperidon tab 2x1

Neuro : Alinamin F 25 mg/ 12jam

3.9 Prognosis

Quo ad vitam : dubia ad bonam

Quo ad sanactionam : dubia ad bonam

Quo ad functionam : dubia ad bonam

28

Page 29: TB Ektra Paru

FOLLOW UP HARIAN

Tanggal/Hari rawatan

Catatan Instruksi

24 Oktober 2015 S/ Nyeri punggung (+)

O/ VS/ TD= 120/80 mmHg

N = 87 x/menit

RR = 22 x/menit

t = 36,5oC

Pf/

Thoraks :

I: simetris

P: Sf ka = Sf kiri

P: Sonor/sonor

A: ves (+/+), Rh (+/+),Wh (-/-)

Cor : BJ I>BJ II, reg, bising (-)

Ass/ TB paru on OAT

Spondilitis ec TB

Th/IVFD RL 20 gtt/iOAT AFDC tab 1x3Neurodex tab 1x1Curcuma tab 2x1

Neuro :Alinamin F 25 mg/ 12jam

P/Cek Darah lengkapFoto Thorak AP/LAMRI Thorakal

29

Page 30: TB Ektra Paru

FOLLOW UP HARIAN

Tanggal/Hari rawatan

Catatan Instruksi

5 Desember 2015 S/ Nyeri Punggung (+)

O/ VS/ TD= 100/60 mmHg

N = 78 x/menit

RR = 20 x/menit

t = 36,7oC

Pf/

Thoraks :

I: simetris

P: Sf ka = Sf kiri

P: Sonor/sonor

A: ves (+/+), Rh (+/+),Wh (-/-)

Cor : BJ I>BJ II, reg, bising (-)

Ass/ TB paru

Spondilitis TB

IVFD RL 20 gtt/iAlbumin 25% 100 mlOAT RHES tab 1x3Neurodex tab 1x1Curcuma tab 2x1Domperidon tab 2x1

Neuro :Alinamin F 25 mg/ 12jam

P/Hasil Foto Thorak AP/LAHasil MRI Thorakal (+)Cek Darah lengkap (+)

30

Page 31: TB Ektra Paru

BAB IV

ANALISA KASUS

Pasien dengan keluhan lemah pada kedua tungkai dapat mengarah pada kasus

infeksi, kongenital, neoplasma, trauma maupun kelainan degeneratif di daerah

tulang belakang. Dari anamnesis didapatkan data bahwa kedua tungkai lemah

mulai timbul 1 bulan SMRS, sehingga kemungkinan kelainan kongenital dapat

disingkirkan. Usia penderita yang baru 47 tahun dapat menyingkirkan

kemungkinan kelainan degenerative karena usia, riwayat trauma sebelumnya

disangkal dapat menyingkirkan kemungkinan kelainan yang disebabkan oleh

trauma. Nyeri pada tulang belakang dapat berasal dari suatu keganasan pada

tulang belakang maupun infeksi spesifik seperti tuberkulosis. Nyeri yang timbul

pada pasien ini bersifat hilang timbul. Sifat nyeri ini lebih mengarah pada

tuberkulosis. Pada tumor tulang yang sangat jarang terjadi, nyeri bersifat difus dan

terus-menerus. Oleh karena itu, kemungkinan suatu keganasan dapat disingkirkan.

Dari hasil anamnesis didapat data berupa nyeri punggung yang disertai

dengan rasa kebas pada kedua tungkai, lama kelamaan penderita mengalami

kesulitan berjalan. Dari pemeriksaan fisik didapatkan benjolan (gibus) ukuran 3x3

cm, warna sama dengan jaringan sekitar, konsistensi keras, batas tidak tegas, dan

nyeri tekan pada bagian punggung. Hasil pemeriksaan penunjang rontgen thorax

didapatkan kompresi vertebra thorak IX dengan lesi litik dan terdapat

penyempitan discus intervertebralis dan paravertebralis. Pada pemeriksan MRI

thorak tampak destruksi vertebra thorak IX dengan kompresi dan diskus tampak

menghilang yang menyebabkan retropulsi mendesak medulla spinalis. Dari

bebrapa data di atas, diagnosis kerja spondilitis TB dapat ditegakkan.

Timbulnya paraplegia inferior menandakan adanya gangguan pada medula

spinalis penderita. Pada kasus-kasus spondylitis TB seringkali ditemukan gejala

ini terutama. pada keadaan lanjut. Terapi pada penyakit spondilitis tuberkulosis

adalah terapi konservatif dan terapi pembedahan. Terapi konservatif bertujuan

untuk memperbaiki keadaan umum dan eliminasi kuman penyebab dengan

kombinasi antibiotik. Terapi konservatif juga bertujuan untuk mempersiapkan

pasien yang akan dilakukan tindakan bedah. Operasi pembedahan sebaiknya

31

Page 32: TB Ektra Paru

dilakukan 3 minggu setelah pemberian obat-obat antituberkulosis (OAT). Tujuan

tindakan ini adalah untuk mencegah penyebaran penyakit bila operasi dilakukan

sebelum pemberian OAT. OAT dilanjutkan setelah pembedahan sampai 6 bulan

sesuai dan dapat ditambah sesuai dengan keadaan penyakit pasien.

32

Page 33: TB Ektra Paru

BAB V

KESIMPULAN

Pada Spondilitis TB umumnya mengenai lebih dari satu vertebra.

Berdasarkan tempat berawalnya infeksi, spondilitis korpus vertebra dibagi

menjadi Bentuk sentral, dimana destruksi awal terletak di sentral korpus vertebra.

Bentuk ini sering ditemukan pada anak. Bentuk paradiskus, destruksi awal terletak

di bagian korpus vertebra yang bersebelahan dengan diskus intervertebral. Bentuk

ini sering ditemukan pada orang dewasa. Bentuk anterior, dengan lokus awal di

korpus vertebra anterior, merupakan penjalaran per kontinuitatum dari vertebra di

atasnya. Gambaran klinis pada spondylitis TB dapat berupa nyeri punggung atau

pinggang terjadi akibat spasme otot-otot punggung, makin lama punggung makin

kaku karena sudah mulai terjadi deformitas. Bila penyakit berlanjut dan terjadi

fraktur kompresi dan dapat ditemukannya gibus. Diagnosis spondilitis tuberkulosa

dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, gambaran klinis dan pemeriksaan

penunjang. Tujuan pengobatan pada Spondilitis TB adalah untuk menyembuhkan

pasien dan mengembalikan kualitas hidup dan produktivitas, mencegah kematian

karena penyakit TB aktif atau efek lanjutannya, mencegah kekambuhan,

Mengurangi transmisi atau penularan kepada yang lain, mencegah terjadinya

resistensi obat serta penularannya.

33

Page 34: TB Ektra Paru

DAFTAR PUSTAKA

1. Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan Indonesia, Perhimpunan Dokter

Paru Indonesia. Jakarta, 2015.

2. Dunn R. The medical management of spinal tuberculosis. SA Orthopaedic

J. Vol: 37.2010

3. Lumbantobing SM. 2008. Neurologi Klinik, Pemeriksaan Fisik dan

Mental. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

4. Hidalgo JA. Pott Disease (Tuberculous Spondylitis). (online)

http://emedicine.medscape.com/article/226141-overview. 2008

5. Mansjoer A, et. al. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2.Spondilitis

tuberkulosis. Editor: Mansjoer A; Jakarta; Media Aesculapius. 2002

6. Oguz E, Sehiriloglu A, Altinmakas M. A new classification and guide for

surgical treatment of spinal tuberculosis. International Orthopaedics

(SICOT), Vol 32:127-133. 2008

7. Ahn JS, Lee JK. Diagnosis and Treatment of Tuberkulosis Spondilitis and

Pyogenic Spondilitis vs. Pyogenic Spondilitis. Clinical Imaging. Vol : 32,

p.303-309. 2008

8. G.C.Mbata, E.Ofondu, B.Ajuonuma. Tuberculosis of the spine (Pott’s

disease) presenting as hemiparesis. African Journal of Respiratory

Medicine. Vol:8,p.18-20. 2012

9. Jain AK. Tuberculosis of the spine : a fresh look at an old disease. J Bone

Joint Surg (Br) Vol :92:905-13. 2010

10. Moesbar N. Infeksi tuberculosis pada tulang belakang. Majalah

Kedokteran Nusantara. Vol 39. N0 3. 2006

34