TB Ektra Paru
-
Upload
denny-mukhtar -
Category
Documents
-
view
48 -
download
1
description
Transcript of TB Ektra Paru
Laporan Kasus
Spondilitis TB
Disusun Oleh :
Denny Mukhtar
1407101030185
Pembimbing:
dr. Nurfitriani, Sp.P(K)
BAGIAN/SMF ILMU PULMONOLOGIFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA
RSUD Dr. ZAINOEL ABIDINBANDA ACEH
2015
1
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan kesempatan dan kesehatan bagi penulis sehingga dapat
menyelesaikan tugas laporan kasus ini. Salawat dan salam semoga senantiasa
Allah curahkan ke pangkuan baginda Rasulullah SAW yang telah mengantar
umatnya dari alam kebodohan ke alam penuh dengan ilmu pengetahuan.
Tugas laporan kasus ini membahas mengenai Spondilitis TB dan
merupakan salah satu tugas dalam menjalani Kepaniteraan Klinik Senior di
Bagian / SMF Ilmu Pulmonologi Fakultas Kedokteran Universitas Syiah
Kuala/Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada dr. Nurfitriani, Sp.P(K)
yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk membimbing penulis dalam
penyusunan laporan kasus ini. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada rekan-
rekan dokter muda yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan tugas ini.
Semoga tulisan ini memberikan manfaat bagi kita dan perkembangan ilmu
kedokteran.
Banda Aceh, Desember 2015
Penulis
2
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL.................................................................................................................i
KATA PENGANTAR ................................................................................... ii
DAFTAR ISI .................................................................................................. iii
DAFTAR TABEL.............................................................................................iv
DAFTAR GAMBAR.........................................................................................v
PENDAHULUAN ............................................................................................ 1
LAPORAN KASUS ......................................................................................... 2
ANALISA KASUS ........................................................................................... 8
TINJAUAN PUSTAKA................................................................................. 11
Definisi ...................................................................................................... 11
Epidemiologi.................................................................................................... 11
Etiologi..............................................................................................................11
Patofisiologi.......................................................................................................11
Manifestasi Klinis............................................................................................ 12
Diagnosis...........................................................................................................16
Pemeriksaan Penunjang.....................................................................................17
Penatalaksanaan.................................................................................................17
Prognosis...........................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................. 18
3
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Sifat OAT…………………………...….…...…...………………..….13
Tabel 1. Kelompok OAT…………………………...….…...…...……………..13
4
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. …………………………………..…………………….....……....…3
Gambar 2. …………………………………..…………………….....……....…6
5
BAB IPENDAHULUAN
Spondilitis tuberculosis (TB) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh
kuman mycobacterium tuberculosa yang mengenai tulang vertebrae.
Mycobacterium tuberculosis berbentuk batang lurus atau sedikit melengkung,
tidak berspora dan tidak berkapsul. Penyusun utama dinding sel M. tuberculosis
ialah asam mikolat, lilin kompleks (complex-waxes), trehalosa dimikolat yang
disebut cord factor, dan mycobacterial sulfolipids yang berperan dalam virulensi.
Struktur dinding sel yang kompleks tersebut menyebabkan bakteri M. tuberculosis
bersifat tahan asam. Spondilitis tuberkulosa merupakan penyebab 50% dari
seluruh tuberkulosis tulang dan sendi. Pada negara yang sedang berkembang,
sekitar 60% kasus terjadi pada usia dibawah usia 20 tahun sedangkan pada negara
maju, lebih sering mengenai pada usia yang lebih tua.1
Kasus TB yang terjadi di Asia Tenggara sebanyak 35%, Afrika sebanyak
30% dan Pasifik Barat sebanyak 20%. Sebanyak 11-13% kasus TB adalah HIV
positif dan 80% kasusu TB-HIV berasal dari Afrika. Pada tahun 2009,
diperkirakan kasus TB multidrug-resisten (MDR) sebanyak 250.000 kasus. Pada
Spondilitis TB umumnya mengenai lebih dari satu vertebra. Berdasarkan tempat
berawalnya infeksi, spondilitis korpus vertebra dibagi menjadi Bentuk sentral,
dimana destruksi awal terletak di sentral korpus vertebra. Bentuk ini sering
ditemukan pada anak. Bentuk paradiskus, destruksi awal terletak di bagian korpus
vertebra yang bersebelahan dengan diskus intervertebral. Bentuk ini sering
ditemukan pada orang dewasa. Bentuk anterior, dengan lokus awal di korpus
vertebra anterior, merupakan penjalaran per kontinuitatum dari vertebra di
atasnya.1
Gambaran klinis pada spondylitis TB yaitu malaise, penurunan berat
badan, ditambah gejala lokal di punggung atau pinggang. Nyeri punggung atau
pinggang terjadi akibat spasme otot-otot punggung, makin lama punggung makin
kaku karena sudah mulai terjadi deformitas. Bila penyakit berlanjut dan terjadi
fraktur kompresi dan dapat ditemukannya gibus. Diagnosis spondilitis tuberkulosa
dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, gambaran klinis dan pemeriksaan
penunjang.2
6
Penatalaksanaan pada pasien spondylitis TB dengan pemberian obat
antituberkulosa. Tujuan pengobatan TB adalah untuk menyembuhkan pasien dan
mengembalikan kualitas hidup dan produktivitas, mencegah kematian karena
penyakit TB aktif atau efek lanjutannya, mencegah kekambuhan, mengurangi
transmisi atau penularan kepada yang lain, mencegah terjadinya resistensi obat
serta penularannya. Pengobatan TB terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif dan
fase lanjutan, Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan
perlu diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat. Bila
pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien menjadi
tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu. Sebagian besar pasien TB BTA
positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2 bulan. Pada tahap lanjutan pasien
mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka waktu yang lebih lama.
Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister sehingga mencegah
terjadinya kekambuhan.3
7
BAB IITINJAUAN PUSTAKA
1.1. Spondilitis TB
2.1.1. Definisi
Spondilitis tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh
kuman mycubacterium tuberculosa yang mengenai tulang vertebra.
Mycobacterium tuberculosis berbentuk batang lurus atau sedikit melengkung,
tidak berspora dan tidak berkapsul. Bakteri ini berukuran lebar 0,3 – 0,6 mm dan
panjang 1 – 4 mm. Dinding M. tuberculosis sangat kompleks, terdiri dari lapisan
lemak cukup tinggi (60%). Penyusun utama dinding sel M. tuberculosis ialah
asam mikolat, lilin kompleks (complex-waxes), trehalosa dimikolat yang disebut
cord factor, dan mycobacterial sulfolipids yang berperan dalam virulensi. Asam
mikolat merupakan asam lemak berantai panjang (C60 – C90) yang dihubungkan
dengan arabinogalaktan oleh ikatan glikolipid dan dengan peptidoglikan oleh
jembatan fosfodiester. Unsur lain yang terdapat pada dinding sel bakteri tersebut
adalah polisakarida seperti arabinogalaktan dan arabinomanan. Struktur dinding
sel yang kompleks tersebut menyebabkan bakteri M. tuberculosis bersifat tahan
asam, yaitu apabila sekali diwarnai akan tetap tahan terhadap upaya penghilangan
zat warna tersebut dengan larutan asam – alkohol.4
Komponen antigen ditemukan di dinding sel dan sitoplasma yaitu komponen
lipid, polisakarida dan protein. Karakteristik antigen M. tuberculosis dapat
diidentifikasi dengan menggunakan antibodi monoklonal . Saat ini telah dikenal
purified antigens dengan berat molekul 14 kDa (kiloDalton), 19 kDa, 38 kDa, 65
kDa yang memberikan sensitiviti dan spesifisiti yang bervariasi dalam
mendiagnosis TB. Ada juga yang menggolongkan antigen M. tuberculosis dalam
kelompok antigen yang disekresi dan yang tidak disekresi (somatik). Antigen
yang disekresi hanya dihasilkan oleh basil yang hidup, contohnya antigen 30.000
a, protein MTP 40. Dalam jaringan tubuh bakteri ini dapat dormant, tertidur lama
selama beberapa tahun. Bakteri hidup sebagai parasit intraselular di dalam
jaringan, yakni dalam sitoplasma makrofag. Makrofag yang semula
memfagositosis malah kemudian disenanginya karena banyak mengandung lipid.
8
Sifat lain bakteri ini adalah aerob. Sifat ini menunjukkan bahwa bakteri lebih
menyenangi jaringan yang tinggi kandungan oksigennya. Dalam hal ini tekanan
oksigen pada bagian apikal paru lebih tinggi daripada bagian yang lain, sehingga
bagian apikal ini merupakan tempat predileksi penyakit TB.5
2.1.2. Epidemiologi
Kasus TB banyak terjadi di Asia Tenggara sebanyak 35%, Afrika sebanyak
30% dan regio Pasifik Barat sebanyak 20%. Sebanyak 11-13% kasus TB adalah
HIV positif dan 80% kasus TB-HIV berasal dari Afrika. Pada tahun 2009,
diperkirakan kasus TB multidrug-resisten (MDR) sebanyak 250.000 kasus, tetapi
hanya 12% atau 30.000 kausu yang sudah terkonfirmasi. Dari hasil WHO tahun
2009, lima Negara dengan insidens kasus terbanyak yaitu india 1,6-2,4 juta, China
sebanyak 1,101,5 juta, Afrika Selatan sebanyak 0,4-0,59 juta, Nigeria sebanyak
0,37-0,55 juta dan Indonesia sebanyak 0,35-0,52 juta. India menyumbang kira-
kira seperlima dari seluruh jumlah kasus didunia sebanyak 21%.2
Spondilitis tuberkulosa merupakan penyebab 50% dari seluruh tuberkulosis
tulang dan sendi. Pada negara yang sedang berkembang, sekitar 60% kasus terjadi
pada usia dibawah usia 20 tahun sedangkan pada negara maju, lebih sering
mengenai pada usia yang lebih tua. Meskipun perbandingan antara pria dan wanita
hampir sama, namun biasanya pria lebih sering terkena dibanding wanita yaitu
1:2. Di Ujung Pandang spondilitis tuberkulosa ditemukan sebanyak 70% dari
seluruh tuberkulosis tulang dan sendi. Umumnya penyakit ini menyerang orang-
orang yang berada dalam keadaan sosial ekonomi rendah.1
2.1.3. Etiologi
Kuman penyebab TB adalah Mycobacterium tuberculosis. Basil ini tidak
berspora sehingga mudah dibasmi dengan pemanasan, sinar matahari, dan sinar
ultraviolet. Basil ini sukar diwarnai, tetapi berbeda dengan basil lain, setelah
diwarnai tidak dapat dibersihkan lagi dari fuchsin atau metilen blue oleh cairan
asam sehingga biasanya disebut basil tahan asam (BTA). M. tuberculosis
umumnya ditularkan dari seseorang dengan infeksi TB paru atau TB laryngeal
kepada orang lain melalui droplet nuclei, yang ter-aerosolisasi oleh batuk, bersin
atau berbicara. Ada sebanyak 3000 nuclei infeksius per batukan.6
9
Droplet yang terkecil (<5-10mm dalam diameter) dapat bertahan
tersuspensi di udara selama beberapa jam dan mencapai aliran udara terminal
ketika terinhalasi. Resiko penularan dari pasien sumber infeksi ke pejamu
dihubungkan dengan konsentrasi potensial dari basil yang hidup terus di ruang
udara. Resiko penularan menjadi lebih besar pada ruangan yang kekurangan
volume udara, udara segar, dan cahaya alami atau cahaya ultraviolet. Tuberkulosis
tulang belakang merupakan infeksi sekunder dari tuberkulosis di tempat lain di
tubuh, 90-95% disebabkan oleh mikobakteriumn tuberkulosis tipik (2/3 dari tipe
human dan 1/3 dari tipe bovin) dan 5-10% oleh mikobakterium tuberkulosa atipik.
Lokalisasi spondilitis tuberkulosa terutama pada daerah vertebra torakal bawah
dan lumbal atas1, sehingga diduga adanya infeksi sekunder dari suatu tuberkulosis
traktus urinarius, yang penyebarannya melalui pleksus Batson pada vena
paravertebralis.1
2.1.4. Patogenesis
Terdapat empat fase dalam perjalanan TB, pertama adalah fase TB primer.
Setelah masuk ke paru, basil berkembang biak tanpa menimbulkan reaksi
pertahanan tubuh. Sarang pertama ini disebut afek primer. Basil kemudian masuk
ke kelenjar limfe di hilus paru dan menyebabkan limfadenitis regionalis. Reaksi
yang khas adalah terjadinya granuloma sel epiteloid dan nekrosis pengejuan di lesi
primer dan di kelenjar limfe hilus. Afek primer dan limfadenitis regionalis ini
disebut kompleks primer yang bisa mengalami resolusi dan sembuh tanpa
meninggalkan cacat, atau membentuk fibrosis dan kalsifikasi (95%). Sekalipun
demikian, kompleks primer dapat mengalami komplikasi berupa penyebaran
milier melalui pembuluh darah dan penyebaran melalui bronkus. Penyebaran
milier menyebabkan TB di seluruh paru-paru, tulang, meningen, dan lain-lain,
sedangkan penyebaran bronkogen langsung ke bronkus dan bagian paru, dan
menyebabkan bronkopneumonia tuberkulosis. Penyebaran hematogen itu
bersamaan dengan perjalanan TB primer ke paru merupakan fase kedua. Infeksi
ini dapat berkembang terus, dapat juga mengalami resolusi dengan pembentukan
jaringan parut dan basil selanjutnya tidur.4
10
Fase dengan kuman yang tidur ini yang disebut fase laten, fase 3. Basil
yang tidur ini bisa terdapat di tulang panjang, vertebra, tuba fallopii, otak, kelenjar
limfe hilus dan leher, serta di ginjal. Kuman ini bisa tetap tidur selama bertahun-
tahun, bahkan seumur hidup (infeksi laten), tetapi bisa mengalami reaktivasi bila
terjadi perubahan keseimbangan daya tahan tubuh, misalnya pada tindak bedah
besar, atau pada infeksi HIV. TB fase keempat dapat terjadi di paru atau di luar
paru. Dalam perjalanan selanjutnya, proses ini dapat sembuh tanpa cacat, sembuh
dengan meninggalkan fibrosis dan kalsifikasi, membentuk kavitas (kaverne),
bahkan dapat menyebabkan bronkiektasis melalui erosi bronkus. Frekuensi
penyebaran ke ginjal amat sering. Kuman berhenti dan bersarang pada korteks
ginjal, yaitu bagian yang tekanan oksigennya relatif tinggi. Kuman ini dapat
langsung menyebabkan penyakit atau “tidur” selama bertahun-tahun. Patologi di
ginjal sama dengan patologi di tempat lain, yaitu inflamasi, pembentukan jaringan
granulasi, dan nekrosis pengejuan. Kemudian basil dapat turun dan menyebabkan
infeksi di ureter, kandung kemih, prostat, vesikula seminalis, vas deferens, dan
epididimis.5
Penyebaran ke kelenjar limfe paling sering ke kelenjar limfe hilus, baik
sebagai penyebaran langsung dari kompleks primer, maupun sebagai TB
pascaprimer. TB kelenjar limfe lain (servikal, inguinal, aksial) biasanya
merupakan TB pascaprimer. Penyebaran ke genitalia wanita melalui penyebaran
hematogen dimulai dengan berhenti dan berkembang biaknya kuman di tuba
fallopii yang sangat vaskuler. Dari sini basil bisa menyebar ke uterus
(endometritis), atau ke peritoneum (peritonitis). Penyebaran ke tulang adalah
daerah metafisis tulang panjang dan ke tulang spongiosa yang menyebabkan TB
tulang ekstraartikuler. Penyebaran lain dapat juga ke sinovium dan menjalar ke
tulang subkondral. Penyebaran ini menyebabkan TB sendi. Penyebaran dari
metafisis ke epifisis tidak pernah terjadi karena sifat cakram epifisis yang
avaskular. Penyebaran ke otak dan meningen juga melalui penyebaran hematogen
setelah kompleks primer. Berbeda dengan penyebaran di atas, penyebaran ke
perikardium terjadi melalui saluran limfe atau kontak langsung dari pleura yang
tembus ke perikardium. Kekebalan terhadap TB sebagian besar diperantarai sel
11
limfosit T yang atas rangsangan basil TB dapat mengaktifkan makrofag untuk
menghancurkan basil dengan cara lisis (bakteriolisis).5
Pada Spondilitis TB umumnya mengenai lebih dari satu vertebra. Berdasarkan
tempat berawalnya infeksi, spondilitis korpus vertebra dibagi menjadi 3 bentuk:
- Bentuk sentral, dimana destruksi awal terletak di sentral korpus vertebra.
Bentuk ini sering ditemukan pada anak.
- Bentuk paradiskus, destruksi awal terletak di bagian korpus vertebra yang
bersebelahan dengan diskus intervertebral. Bentuk ini sering ditemukan pada
orang dewasa.
- Bentuk anterior, dengan lokus awal di korpus vertebra anterior, merupakan
penjalaran per kontinuitatum dari vertebra di atasnya.3
Kemudian terjadi hiperemi dan eksudasi yang menyebabkan osteoporosis dan
perlunakan korpus. Selanjutnya terjadi kerusakan pada korteks epifisis, diskus
intervertebralis dan vertebra sekitarnya. Kerusakan di bagian depan ini akan
menyebabkan terjadinya kifosis. Selanjutnya eksudat yang terdiri dari serum,
leukosit, kaseosa, tulang yang fibrosis serta basil tuberkulosis menyebar ke depan,
di bawah ligamentum longitudinal anterior.2
Eksudat ini dapat menembus ligamentum dan berekspansi ke berbagai
arah di sepanjang garis ligamen yang lemah. Pada daerah servikal, eksudat
berkumpul di belakang fasia paravertebralis dan menyebar ke lateral di belakang
muskulus sternokleidomastoideus. Eksudat dapat mengalami protrusi ke depan
dan menonjol ke dalam faring yang dikenal sebagai abses faringeal. Abses dapat
berjalan ke mediastinum mengisi tempat trakea, esofagus atau kavum pleura.
Abses pada daerah vertebra torakalis biasanya tetap tinggal pada daerah toraks
setempat menempati daerah paravertebral, berbentuk massa yang menonjol dan
fusiform. Abses pada daerah ini dapat menekan medula spinalis sehingga timbul
paraplegia.Abses pada daerah lumbal dapat menyebar masuk mengikuti muskulus
psoas dan muncul di bawah ligamentum inguinal pada bagian medial paha.
Eksudat juga dapat menyebar ke daerah krista iliaka dan mungkin dapat mengikuti
pembuluh darah femoralis pada trigonum skarpei atau regio glutea.1
12
Terdapat 5 stadium dalam perjalan spondilitis TB, yaitu:
a. Stadium implantasi
Setelah bakteri berada dalam tulang, maka bila daya tahan tubuh
penderita menurun, bakteri akan berduplikasi membentuk koloni yang
berlangsung selama 6 – 8 minggu. Keadaan ini umumnya terjadi pada
daerah paradiskus dan pada anak-anak umumnya pada daerah sentral
vertebra.
b. Stadium destruksi awal
Setelah stadium implantasi, selanjutnya terjadi destruksi korpus
vertebra serta penyempitan yang ringan pada diskus. Proses ini
berlangsung selama 3 – 6 minggu.
c. Stadium destruksi lanjut
Pada stadium ini terjadi destruksi yang masif, kolaps vertebra, dan
terbentuk massa kaseosa serta pus yang berbentuk cold abses (abses
dingin), yang terjadi 2 – 3 bulan setelah stadium destruksi awal.
Selanjutnya dapat terbentuk sekuestrum serta kerusakan diskus
intervertebralis. Pada saat ini terbentuk tulang baji terutama di sebelah
depan (wedging anterior) akibat kerusakan korpus vertebra, yang
menyebabkan terjadinya kifosis atau gibus.
d. Stadium gangguan neurologis
Gangguan neurologis tidak berkaitan dengan beratnya kifosis yang
terjadi, tetapi terutama ditentukan oleh tekanan abses ke kanalis spinalis.
Gangguan ini ditemukan 10% dari seluruh komplikasi spondilitis
tuberkulosa. Vertebra torakalis mempunyai kanalis spinalis yang lebih
kecil sehingga gangguan neurologis lebih mudah terjadi pada daerah ini.1
Bila terjadi gangguan neurologis, maka perlu dicatat derajat
kerusakan paraplegia, yaitu :
Derajat 1 : Kelemahan pada anggota gerak bawah terjadi setelah
melakukan aktivitas atau setelah berjalan jauh. Pada tahap ini belum
terjadi gangguan saraf sensoris.
Derajat 2 : Terdapat kelemahan pada anggota gerak bawah tetapi penderita
masih dapat melakukan pekerjaannya.
13
Derajat 3 : Terdapat kelemahan pada anggota gerak bawah yang
membatasi gerak/aktivitas penderita serta hipoestesia/anestesia.
Derajat 4 : Terdapat gangguan saraf sensoris dan motoris disertai
gangguan defekasi dan miksi. Tuberkulosis paraplegia atau Pott paraplegia
dapat terjadi secara dini atau lambat tergantung dari keadaan penyakitnya.1
Pada penyakit yang masih aktif, paraplegia terjadi oleh karena
tekanan ekstradural dari abses paravertebral atau akibat kerusakan
langsung sumsum tulang belakang oleh adanya granulasi jaringan.
Paraplegia pada penyakit yang sudah tidak aktif/sembuh terjadi oleh
karena tekanan pada jembatan tulang kanalis spinalis atau oleh
pembentukan jaringan fibrosis yang progresif dari jaringan granulasi
tuberkulosa. Tuberkulosis paraplegia terjadi secara perlahan dan dapat
terjadi destruksi tulang disertai angulasi dan gangguan vaskuler vertebra.
Derajat 1 – 3 disebut sebagai paraparesis dan derajat 4 disebut sebagai
paraplegia.
e. Stadium deformitas residual
Stadium ini terjadi kurang lebih 3 – 5 tahun setelah timbulnya stadium
implantasi. Kifosis atau gibus bersifat permanen oleh karena kerusakan
vertebra yang masif di sebelah depan.3
2.1.5. Manifestasi Klinis
Gambaran klinis spondylitis TB hampir sama dengan gejala sistemik infeksi
TB yaitu malaise, penurunan berat badan, ditambah gejala lokal di punggung atau
pinggang. Nyeri punggung atau pinggang terjadi akibat spasme otot-otot
punggung, makin lama punggung makin kaku karena sudah mulai terjadi
deformitas. Bila penyakit berlanjut dan terjadi fraktur kompresi, dapat ditemukan
gibus. Beda gibus tuberculosis dengan gibus lainnya adalah tidak didapatinya
penyempitan sela diskus pada gibus traumatic dan gibus metastatic tumor korpus
vertebra. Spondilitis TB torakal dapat menimbulkan neuralgia interkostalis dan
rasa tidak enak di abdomen.6
14
2.1.6. Diagnosis
Diagnosis spondilitis tuberkulosa dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis,
gambaran klinis dan pemeriksaan penunjang. Untuk melengkapkan pemeriksaan,
maka dibuat suatu standar pemeriksaan pada penderita Spondilitis TB, yaitu:
1. Pemeriksaan klinik dan neurologis yang lengkap
2. Foto tulang belakang posisi AP dan lateral
3. Foto polos toraks posisi PA
4. Uji Mantoux
5. Biakan sputum dan pus untuk menemukan basil tuberkulosa1
2.1.7. Penatalaksanaan
A. Terapi konservatif berupa:
- Tirah baring (bed rest)
- Memperbaiki keadaan umum penderita
- Pemasangan brace pada penderita, baik yang dioperasi ataupun yang tidak
dioperasi
- Pemberian obat antituberkulosa
Tujuan pengobatan TB adalah
1. Menyembuhkan pasien dan mengembalikan kualitas hidup dan
produktivitas.
2. Mencegah kematian karena penyakit TB aktif atau efek lanjutannya.
3. Mencegah kekambuhan.
4. Mengurangi transmisi atau penularan kepada yang lain.
5. Mencegah terjadinya resistensi obat serta penularannya.
Pengobatan TB terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif dan fase lanjutan.
Pada umumnya lama pengobatan adalah 6-8 bulan.2
Tahap Awal (Intensif)
Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi
secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat. Bila pengobatan tahap
15
intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien menjadi tidak menular
dalam kurun waktu 2 minggu. Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi
BTA negatif (konversi) dalam 2 bulan.
Tahap Lanjutan
Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka
waktu yang lebih lama. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister
sehingga mencegah terjadinya kekambuhan.7
Tabel 1. Kelompok OAT
Tabel 2. Sifat OAT Lini Pertama
16
Paduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional Pengendalian
Tuberkulosis di Indonesia:
Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3.
Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3.
Disamping kedua kategori ini, disediakan paduan obat sisipan (HRZE)
Kategori Anak: 2HRZ/4HR.7
Obat yang digunakan dalam tatalaksana pasien TB resistan obat di Indonesia
terdiri dari OAT lini ke-2 yaitu kanamycin, capreomisin, levofloksasin,
ethionamide, sikloserin dan PAS, serta OAT lini-1, yaitu pirazinamid and
etambutol. Paduan OAT kategori-1 dan kategori-2 disediakan dalam bentuk paket
berupa obat kombinasi dosis tetap (OAT-KDT). Tablet OAT KDT ini terdiri dari
kombinasi 2 atau 4 jenis obat dalam satu tablet. Dosisnya disesuaikan dengan
berat badan pasien. Paduan ini dikemas dalam satu paket untuk satu pasien. Paket
Kombipak adalah paket obat lepas yang terdiri dari isoniasid, rifampisin,
pirazinamid dan etambutol yang dikemas dalam bentuk blister. Paduan OAT ini
disediakan program untuk digunakan dalam pengobatan pasien yang mengalami
efek samping OAT KDT.8
Paduan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) disediakan dalam bentuk paket,
dengan tujuan untuk memudahkan pemberian obat dan menjamin kelangsungan
(kontinuitas) pengobatan sampai selesai. Satu (1) paket untuk satu (1) pasien
dalam satu masa pengobatan.
KDT mempunyai beberapa keuntungan dalam pengobatan TB:
1) Dosis obat dapat disesuaikan dengan berat badan sehingga menjamin
efektifitas obat dan mengurangi efek samping.
2) Mencegah penggunaan obat tunggal sehinga menurunkan resiko terjadinya
resistensi obat ganda dan mengurangi kesalahan penulisan resep.
3) Jumlah tablet yang ditelan jauh lebih sedikit sehingga pemberian obat
menjadi sederhana dan meningkatkan kepatuhan pasien.5
Paduan OAT Lini Pertama dan Peruntukannya
17
Kategori-1 (2HRZE/ 4H3R3)
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru:
Pasien baru TB paru BTA positif. Pasien TB paru BTA negatif foto toraks positif. Pasien TB ekstra paru
Tahap I, diberikan Rifampisin 450 mg, Etambutol 750 mg, INH 300 mg dan
Pirazinamid 1.500 mg..0bat diberikan setiap hari selama 2 bulan pertama (60
kali).
Tahap II, diberikan Rifampisin 450 mg dan INH 600 mg. Obat
diberikan tiga kali seminggu (intermiten) selama 4 bulan (54 kali).
Kategori -2 (2HRZES/ HRZE/ 5H3R3E3)
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang telah diobati selama
lebih sebulan, termasuk penderita dengan BTA (+) yang kambuh/gagal, dan
pasien dengan pengobatan setelah putus berobat (default), diberikan dalam dua
tahap, yaitu:
Tahap I, diberikan Streptomisin 750 mg (injeksi), INH 300 mg, Rifampisin 450
mg, Pirazinamid 1.500 mg dan Etambutol 750 mg, Obat diberikan setiap hari,
Streptomisin injeksi hanya 2 bulan pertama (60 kali) dan obat lainnya selama 3
bulan (90 kali).
Tahap II, diberikan INH 600 mg, Rifampisin 450 mg dan Etambutol 1.250 mg.
Obat diberikan 3 kali seminggu (intermiten) selama 5 bulan (66 kali).3
Kriteria penghentian pengobatan yaitu apabila:
- Keadaan umum penderita bertambah baik
- Laju endap darah menurun dan menetap
- Gejala-gejala klinis berupa nyeri dan spasme berkurang
- Gambaran radiologik ditemukan adanya union pada vertebra
B. Terapi Operatif
18
Walaupun pengobatan kemoterapi merupakan pengobatan utama bagi
penderita tuberkulosis tulang belakang, namun tindakan operatif masih
memegang peranan penting dalam beberapa hal, yaitu bila terdapat cold abses
(abses dingin), lesi tuberkulosa, paraplegia dan kifosis.9
lndikasi operasi
- Bila dengan terapi konservatif tidak terjadi perbaikan paraplegia atau malah
semakin berat. Biasanya tiga minggu sebelum tindakan operasi dilakukan,setiap
spondilitis tuberkulosa diberikan obat tuberkulostatik.
- Adanya abses yang besar sehingga diperlukan drainase abses secara terbuka dan
sekaligus debrideman serta bone graft.
- Pada pemeriksaan radiologis baik dengan foto polos, mielografi ataupun
pemeriksaan CT dan MRI ditemukan adanya penekanan langsung pada
medulaspinalis.5
Abses dingin (Cold Abses)
Cold abses yang kecil tidak memerlukan tindakan operatif oleh karena dapat
terjadi resorpsi spontan dengan pemberian obat tuberkulostatik. Pada abses yang
besar dilakukan drainase bedah. Ada tiga Cara untuk menghilangkan lesi
tuberkulosa, yaitu:
a. debridemen fokal
b. kosto-transversektomi
c. debridemen fokal radikal yang disertai bone graft di bagian depan.10
Paraplegia
penanganan yang dapat dilakukan pada paraplegia, yaitu:
a. Pengobatan dengan kemoterapi semata-mata
a. Laminektomi
b. Kosto-transveresektomi
c. Operasi radikal
d. Osteotomi pada tulang baji secara tertutup dari belakang.4
Operasi kifosis
19
Operasi kifosis dilakukan bila terjadi deformitas yang hebat. Kifosis
mempunyai tendensi untuk bertambah berat terutama pada anak-anak. Tindakan
operatif dapat berupa fusi posterior atau melalui operasi radikal.3
2.1.8. Prognosis
Prognosis spondylitis TB bervariasi tergantung dari manifestasi klinik yang
terjadi. Prognosis yng buruk berhubungan dengan TB milier, meningitis TB, dapat
terjadi tuli, buta, para plegi, retardasi mental, gangguan bergerak dan lainnya.
Prognosis bertambah baik bila pengobatan lebih cepat dilakukan. Mortalitas yang
tinggi terjadi pada anak dengan usia kurang dari 5 tahun sampai 30%.
BAB IIILAPORAN KASUS
20
3.1 Identitas Pasien
Nama : Tn. R
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Umur : 47 tahun
Alamat : Keude Panga, Aceh Jaya
Agama : Islam
Status : Menikah
CM : 1-06-80-00
Tanggal Masuk : 24 November 2015
Tanggal Pemeriksaan : 5 Desember 2015
3.2 Anamnesis
Keluhan Utama : kelemahan pada kedua tungkai kaki
Keluhan Tambahan : nyeri punggung
Riwayat Penyakit Sekarang :
21
Pasien datang dengan keluhan kelemahan pada kedua tungkai kaki sejak 1
bulan yang lalu, awalnya pasien sering merasakan nyeri punggung dan kebas pada
kaki. Nyeri bersifat hilang timbul. Pasien juga mengeluhkan BAK yang terkadang
keluar dan terkadang tidak keluar. Saat bangun pagi pasien tidak dapat
menggerakkan kaki. Pasien tidak terasa saat BAK dan BAB sekarang.
Riwayat Penyakit Dahulu:
Pasien pernah berobat ke menteri saat nyeri pinggang, nyeri berkurang saat
minum obat. Pasien pernah di rawat di rumah sakit Calang beberapa bulan yang
lalu karena adanya cairan di paru dan dirujuk ke rumah sakit Zainoel Abidin
untuk penyedotan cairan di paru. Setelah 2 minggu pasien pulang kerumah, pasien
mulai merasakan kebas dan keram pada kedua kakinya.
Riwayat Penggunaan Obat :
Pasien mengaku mengkonsumsi obat dari rumah sakit calang namun tidak
mengingat nama obatnya.
Riwayat Penyakit Keluarga :
Tidak ada keluarga yang mengeluhkan hal yang sama dengan pasien.
Riwayat Kebiasaan Sosial
Pasien seorang tukang bengkel dengan memiliki riwayat trauma motor
3.3 Pemeriksaan Tanda Vital
Keadaan Umum : Sakit sedang
Kesadaran : Kompos mentis
Tekanan darah : 100/60 mmHg
Frekuensi nadi : 78 kali/menit, regular
Frekuensi nafas : 20 kali/menit, regular
Suhu : 36,7° C
3.4 Pemeriksaan Fisik
22
Kulit : sawo matang, ikterik (-), sianosis (-), edema (-)
Kepala : rambut hitam dengan beberapa sisi beruban, sukar dicabut
Wajah : simetris, edema (-), deformitas (-)
Mata : anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), sekret (-/-), refleks cahaya
langsung (+/+), refleks cahaya tidak langsung (+/+), pupil isokor
Φ3 mm/3 mm
Telinga : kesan normotia
Hidung : sekret (-/-), cavum nasi hiperemis (-), napas cuping hidung (-)
Mulut : mukosa kering (-), sianosis (-), tremor (-), hiperemis (-), tonsil
hiperemis (-/-), T1 – T1.
Leher : retraksi suprasternal (-), pembesaran KGB (-), kaku kuduk (-).
Thorak anterior
Pemeriksaa
n Fisik ParuThorax Dekstra Thorax Sinistra
Inspeksi Statis : Normochest
Dinamis : Simetris, pernapasan thoracoabdominal, retraksi
interkostal (-/-), jejas (-)
Palpasi
Atas
Tengah
Bawah
Fremitus taktil/vocal: kesan
normal , nyeri tekan (-)
Fremitus taktil/vocal: kesan
normal, nyeri tekan (-)
Fremitus taktil/vocal: kesan
normal, nyeri tekan (-)
Fremitus taktil/ vocal: kesan
normal, nyeri tekan (-)
Fremitus taktil/ vocal: kesan
normal, nyeri tekan (-)
Fremitus taktil/ vocal: kesan
normal, nyeri tekan (-)
Perkusi
Atas
Tengan
sonor
sonor
sonor
sonor
23
Bawah sonor sonor
Auskultasi
Atas
Tengah
Vesikuler (+), rhonki (),
wheezing (-)
Vesikuler (+), rhonki (),
wheezing (-)
Vesikuler (+), rhonki (),
wheezing (-)
Vesikuler (+), rhonki (),
wheezing (-)
Vesikuler (+), rhonki (),
wheezing (-)
Vesikuler (+), rhonki (),
wheezing (-)
Thoraks posterior
Pemeriksa
an Fisik
Paru
Thorax Dekstra Thorax Sinistra
Inspeksi Statis : Normochest
Dinamis : Simetris, pernapasan thoraco abdominal, retraksi
interkostal (-/-), jejas (-)
Palpasi
Atas
Tengan
Bawah
Fremitus taktil/vocal: kesan
normal, nyeri tekan (-)
Fremitus taktil/vocal: kesan
normal, nyeri tekan (-)
Fremitus taktil/vocal: kesan
normal, nyeri tekan (-)
Fremitus taktil/ vocal: kesan
normal, nyeri tekan (-)
Fremitus taktil/ vocal: kesan
normal, nyeri tekan (-)
Fremitus taktil/ vocal: kesan
normal, nyeri tekan (-)
Perkusi
Atas
Tengan
sonor
sonor
sonor
sonor
24
Bawah sonor sonor
Auskultasi
Atas
Tengan
Bawah
Vesikuler (+), rhonki (-),
wheezing (-)
Vesikuler (+), rhonki (-),
wheezing (-)
Vesikuler(+), rhonki (-),
wheezing (-)
Vesikuler (+), rhonki (-),
wheezing (-)
Vesikuler (+), rhonki (-),
wheezing (-)
Vesikuler (+), rhonki (-),
wheezing (-)
Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis teraba, thrill (-)
Perkusi : Batas-batas jantung
Atas : Sela iga III linea midclavicula sinistra
Kiri : dua jari lateral linea mid-clavicula
Kanan : linea parasternal kanan
Auskultasi : BJ I > BJ II. bising (-)
Abdomen
Inspeksi : simetris, distensi (-), vena kolateral (-)
Palpasi : organomegali (-), nyeri tekan (-), defans muskular (-)
Perkusi : timpani, shifting dullness (-), undulasi (-)
Auskultasi : Peristaltik (n)
Ekstremitas :
Ekstremitas superior : sianosis(-/-), edema(-/-), pucat(-/-), akral dingin (-/-)
Ekstremitas inferior : sianosis(-/-), edema(-/-), pucat(-/-), akral dingin(-/-)
CRT <2”
25
3.5 Pemeriksaan Penunjang
a) Laboratorium Darah
Pemeriksaan Tanggal
30 November 2015 4 Desember 2015Hemoglobin 9,3 9,3Hematokrit 29 29
Eritrosit 3,4 3,4Leukosit 7,3 7,3
Trombosit 578 578
EosinofilBasofil
N. BatangN. SegmenLimfositMonosit
40066219
40066219
CtBt
HBsAgBilirubin TotalBilirubin Direct
Bilirubin IndirectSGOT, SGPT
26
Positif0,480,260,2243,26
26
Positif0,420,170,2542,24
Natrium
Kalium
Clorida
134
3,3
96
134
3,3
96
Glukosa Darah Sewaktu 125 125
Ureum
Creatinin
8
0,27
8
0,27
b) Foto Thorax AP/LA (23/11/2015)
26
Hasil : Aligment tulang tak normal, pedikel normal, tampak kompresi di vertebra
thorakalis XI dengan lesi litik serta paravertebral soft tissue masa, diskus
intervertebralis tampak menyempit.
Kesimpulan: Spondilitis vertebra thorakalis IX dengan paravertebral sof tissue
massa.
c) Foto MRI Thorakal (1/12/2015)
Hasil : Tampak destruksi Vertebra IX disertai kompresi dan diskus tampak
menghilang yang menyebabkan retropulsi mendesak medulla spinalis dengan
perubahan intensitas signal pada T1W1 hipointense dan T2W1 hiperintense,
27
tampak gambaran abses setinggi level vertebra VIII-X. Abses meluas ke posterior
menyebabkan kompresi dan infiltrasi spinal cord setinggi level vertebra VIII-X.
Kesimpulan : Spondilitis TB
3.6 Diagnosa Banding
Spondilitis TB
Tumor vertebrae
Space occupation lession medspine
3.7 Diagnosa
Spondilitis TB
3.8 Tatalaksana
Non farmakologis :
Edukasi tentang penyakit kepada pasien dan keluarga, tentang obat-obatan,
cara pencegahan perburukan, penyesuaian aktivitas, makan makanan
bergizi.
Farmakologis :
1. IVFD RL 20 gtt/i
2. Albumin 25% 100 ml
3. OAT RHES 1x3
4. Neurodex tab 1x1
5. Curcuma tab 2x1
6. Domperidon tab 2x1
Neuro : Alinamin F 25 mg/ 12jam
3.9 Prognosis
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad sanactionam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
28
FOLLOW UP HARIAN
Tanggal/Hari rawatan
Catatan Instruksi
24 Oktober 2015 S/ Nyeri punggung (+)
O/ VS/ TD= 120/80 mmHg
N = 87 x/menit
RR = 22 x/menit
t = 36,5oC
Pf/
Thoraks :
I: simetris
P: Sf ka = Sf kiri
P: Sonor/sonor
A: ves (+/+), Rh (+/+),Wh (-/-)
Cor : BJ I>BJ II, reg, bising (-)
Ass/ TB paru on OAT
Spondilitis ec TB
Th/IVFD RL 20 gtt/iOAT AFDC tab 1x3Neurodex tab 1x1Curcuma tab 2x1
Neuro :Alinamin F 25 mg/ 12jam
P/Cek Darah lengkapFoto Thorak AP/LAMRI Thorakal
29
FOLLOW UP HARIAN
Tanggal/Hari rawatan
Catatan Instruksi
5 Desember 2015 S/ Nyeri Punggung (+)
O/ VS/ TD= 100/60 mmHg
N = 78 x/menit
RR = 20 x/menit
t = 36,7oC
Pf/
Thoraks :
I: simetris
P: Sf ka = Sf kiri
P: Sonor/sonor
A: ves (+/+), Rh (+/+),Wh (-/-)
Cor : BJ I>BJ II, reg, bising (-)
Ass/ TB paru
Spondilitis TB
IVFD RL 20 gtt/iAlbumin 25% 100 mlOAT RHES tab 1x3Neurodex tab 1x1Curcuma tab 2x1Domperidon tab 2x1
Neuro :Alinamin F 25 mg/ 12jam
P/Hasil Foto Thorak AP/LAHasil MRI Thorakal (+)Cek Darah lengkap (+)
30
BAB IV
ANALISA KASUS
Pasien dengan keluhan lemah pada kedua tungkai dapat mengarah pada kasus
infeksi, kongenital, neoplasma, trauma maupun kelainan degeneratif di daerah
tulang belakang. Dari anamnesis didapatkan data bahwa kedua tungkai lemah
mulai timbul 1 bulan SMRS, sehingga kemungkinan kelainan kongenital dapat
disingkirkan. Usia penderita yang baru 47 tahun dapat menyingkirkan
kemungkinan kelainan degenerative karena usia, riwayat trauma sebelumnya
disangkal dapat menyingkirkan kemungkinan kelainan yang disebabkan oleh
trauma. Nyeri pada tulang belakang dapat berasal dari suatu keganasan pada
tulang belakang maupun infeksi spesifik seperti tuberkulosis. Nyeri yang timbul
pada pasien ini bersifat hilang timbul. Sifat nyeri ini lebih mengarah pada
tuberkulosis. Pada tumor tulang yang sangat jarang terjadi, nyeri bersifat difus dan
terus-menerus. Oleh karena itu, kemungkinan suatu keganasan dapat disingkirkan.
Dari hasil anamnesis didapat data berupa nyeri punggung yang disertai
dengan rasa kebas pada kedua tungkai, lama kelamaan penderita mengalami
kesulitan berjalan. Dari pemeriksaan fisik didapatkan benjolan (gibus) ukuran 3x3
cm, warna sama dengan jaringan sekitar, konsistensi keras, batas tidak tegas, dan
nyeri tekan pada bagian punggung. Hasil pemeriksaan penunjang rontgen thorax
didapatkan kompresi vertebra thorak IX dengan lesi litik dan terdapat
penyempitan discus intervertebralis dan paravertebralis. Pada pemeriksan MRI
thorak tampak destruksi vertebra thorak IX dengan kompresi dan diskus tampak
menghilang yang menyebabkan retropulsi mendesak medulla spinalis. Dari
bebrapa data di atas, diagnosis kerja spondilitis TB dapat ditegakkan.
Timbulnya paraplegia inferior menandakan adanya gangguan pada medula
spinalis penderita. Pada kasus-kasus spondylitis TB seringkali ditemukan gejala
ini terutama. pada keadaan lanjut. Terapi pada penyakit spondilitis tuberkulosis
adalah terapi konservatif dan terapi pembedahan. Terapi konservatif bertujuan
untuk memperbaiki keadaan umum dan eliminasi kuman penyebab dengan
kombinasi antibiotik. Terapi konservatif juga bertujuan untuk mempersiapkan
pasien yang akan dilakukan tindakan bedah. Operasi pembedahan sebaiknya
31
dilakukan 3 minggu setelah pemberian obat-obat antituberkulosis (OAT). Tujuan
tindakan ini adalah untuk mencegah penyebaran penyakit bila operasi dilakukan
sebelum pemberian OAT. OAT dilanjutkan setelah pembedahan sampai 6 bulan
sesuai dan dapat ditambah sesuai dengan keadaan penyakit pasien.
32
BAB V
KESIMPULAN
Pada Spondilitis TB umumnya mengenai lebih dari satu vertebra.
Berdasarkan tempat berawalnya infeksi, spondilitis korpus vertebra dibagi
menjadi Bentuk sentral, dimana destruksi awal terletak di sentral korpus vertebra.
Bentuk ini sering ditemukan pada anak. Bentuk paradiskus, destruksi awal terletak
di bagian korpus vertebra yang bersebelahan dengan diskus intervertebral. Bentuk
ini sering ditemukan pada orang dewasa. Bentuk anterior, dengan lokus awal di
korpus vertebra anterior, merupakan penjalaran per kontinuitatum dari vertebra di
atasnya. Gambaran klinis pada spondylitis TB dapat berupa nyeri punggung atau
pinggang terjadi akibat spasme otot-otot punggung, makin lama punggung makin
kaku karena sudah mulai terjadi deformitas. Bila penyakit berlanjut dan terjadi
fraktur kompresi dan dapat ditemukannya gibus. Diagnosis spondilitis tuberkulosa
dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, gambaran klinis dan pemeriksaan
penunjang. Tujuan pengobatan pada Spondilitis TB adalah untuk menyembuhkan
pasien dan mengembalikan kualitas hidup dan produktivitas, mencegah kematian
karena penyakit TB aktif atau efek lanjutannya, mencegah kekambuhan,
Mengurangi transmisi atau penularan kepada yang lain, mencegah terjadinya
resistensi obat serta penularannya.
33
DAFTAR PUSTAKA
1. Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan Indonesia, Perhimpunan Dokter
Paru Indonesia. Jakarta, 2015.
2. Dunn R. The medical management of spinal tuberculosis. SA Orthopaedic
J. Vol: 37.2010
3. Lumbantobing SM. 2008. Neurologi Klinik, Pemeriksaan Fisik dan
Mental. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
4. Hidalgo JA. Pott Disease (Tuberculous Spondylitis). (online)
http://emedicine.medscape.com/article/226141-overview. 2008
5. Mansjoer A, et. al. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2.Spondilitis
tuberkulosis. Editor: Mansjoer A; Jakarta; Media Aesculapius. 2002
6. Oguz E, Sehiriloglu A, Altinmakas M. A new classification and guide for
surgical treatment of spinal tuberculosis. International Orthopaedics
(SICOT), Vol 32:127-133. 2008
7. Ahn JS, Lee JK. Diagnosis and Treatment of Tuberkulosis Spondilitis and
Pyogenic Spondilitis vs. Pyogenic Spondilitis. Clinical Imaging. Vol : 32,
p.303-309. 2008
8. G.C.Mbata, E.Ofondu, B.Ajuonuma. Tuberculosis of the spine (Pott’s
disease) presenting as hemiparesis. African Journal of Respiratory
Medicine. Vol:8,p.18-20. 2012
9. Jain AK. Tuberculosis of the spine : a fresh look at an old disease. J Bone
Joint Surg (Br) Vol :92:905-13. 2010
10. Moesbar N. Infeksi tuberculosis pada tulang belakang. Majalah
Kedokteran Nusantara. Vol 39. N0 3. 2006
34