Tauhid Perspektif Imam Muhammad Bin Abdul Wahhab
-
Upload
deontologische -
Category
Documents
-
view
150 -
download
0
Transcript of Tauhid Perspektif Imam Muhammad Bin Abdul Wahhab
Tauhid dalam Pemikiran Muhammad Ibn Abdul Wahab
I. PENDAHULUAN
ISLAM; agama yang paripurna dan sempurna. Sebagai agama paripurna
dan sempurna karena menjaga ajaran yang telah disampaikan oleh Nabi dan rasul
sebelumnya. Kesempurnaan agama Islam terletak pada senantiasa terjaganya
ajaran Tauhid (ke-Esa-an Allah). Sebagai bukti penjagaan agama ini adalah Allah
menciptakan ulama pada setiap masa sesuai kehendak-Nya. Hal ini dalam rangka
menjaga agama, menghidupkan sunnah dan membimbing manusia kepada jalan
yang lurus. Dalam sebuah hadits Nabi bersabda, "Akan senantiasa ada dari
ummatku sekelompok orang yang tampil dalam membela kebenaran. Mereka
tidak membahayakan orang-orang yang menghinakan mereka sampai datang
urusan Allah sementara mereka tetap dalam pendirian mereka"(HR. Muslim).
Sejarah telah mencatat, di setiap masa yang dilalui umat Islam, banyak
tokoh-tokoh Islam yang muncul dan hadir memberikan kontribusinya pada
perkembangan Islam di masanya, dengan tetap berpegang teguh pada al-Qur’an
dan Sunnah Rasulullah SAW. Salah satunya adalah Muhammad bin Abdul
Wahab, seorang ulama abad ke-18 yang berda’wah mengembalikan Islam kepada
citranya yang asli, yaitu al-Qur'an dan Sunnah. Meskipun Muhammad bin Abdul
Wahab telah wafat sekitar tiga abad yang lalu, namun kisah dan ajarannya masih
menjadi kontroversi hingga kini. Tapi satu hal yang pasti, kontroversi yang
menyelimuti seseorang bukanlah tolak ukur yang ilmiah untuk menyimpulkan
keburukan atau kebaikan seseorang tokoh. Untuk itu, melihat sosok Muhamad bin
1
Tauhid dalam Pemikiran Muhammad Ibn Abdul Wahab
Abdul Wahab harus dengan paradigma ilmiah, bukan dengan paradigma
kontroversi yang berujung kepada relativisme (penilaian yang subyektif).
Dalam makalah ini, penulis akan memaparkan secara sederhana tentang
Tauhid dalam perspektif Imam Muhammad bin Abdul Wahhab. Sudah barang
tentu dengan kesederhanaan makalah ini tidak akan bisa menangkap dengan pasti
pandangan Muhammad Ibn Abdul Wahhab tentang ajaran tauhid, sehingga tidak
lebih menjadikan kontroversi akan tetapi lebih mencoba meng-apresiasi
pandangan beliau pada penjagaan ajaran Islam.
II. RUMUSAN MASALAH
Dalam makalah ini akan dirumuskan pembahasan makalah sebagai berikut ;
A. Tauhid; Pengertian, Pembagaian serta Kedudukan Tauhid dalam Islam
B. Muhammad Ibn Abdul Wahab, Biografi, Ajaran dan Pemikirannya
C. Analisis dan Kesimpulan
III.PEMBAHASAN
A. TAUHID
1. Pengertian Tauhid
Tauhid, secara bahasa berasal dari kata "wahhada–yuwahhidu-tauhidan"
yang artinya menjadikan sesuatu satu/ esa.1 Sedangkan secara istilah syar'i, tauhid
berarti mengesakan Allah dalam hal mencipta, menguasai, mengatur dan meng-
ikhlaskan (memurnikan) peribadahan hanya kepada-Nya, meninggalkan
penyembahan kepada selain-Nya serta menetapkan Asma'ul Husna (nama-nama
1
1Zainuddin, Ilmu Tauhid Lengkap, Jakarta, PT. Rineka Cipta, 1996, hlm.12
Tauhid dalam Pemikiran Muhammad Ibn Abdul Wahab
yang Bagus) dan Shifat Al-Ulya (sifat-sifat yang Tinggi) dan mensucikan-Nya dari
kekurangan dan cacat. Tauhid adalah konsep dalam aqidah Islam yang
menyatakan ke-Esa-an Allah.2
Dalam kitab Ar-Risalah At-Tauhid karangan syekh Muhammad Abduh,
beliau memberi definisi bahwa asal makna tauhid ialah meyakinkan (meng-
I’tikad-kan) bahwa Allah satu, tidak ada syarikat bagi-Nya. Dengan menetapkan
sifat wahdah (satu) bagi Allah dalam dzat dan dalam perbuatan-Nya, yang
Menciptakan alam seluruhnya dan pula tempat kembali segala alam ini dengan
segala penghabisan pujian.3
2. Pembagian Tauhid
Mengamalkan tauhid dan menjauhi syirik merupakan konsekuensi dari
kalimat syahadat yang telah diikrarkan oleh seorang mu’mim. Untuk hal itulah
kita perlu memahami pembagian tauhid.
Tauhid dibagi menjadi 3 macam, yakni tauhid Rububiyah, Uluhiyah dan
Asma wa Shifat4 ;
a. Tauhid Rububiyah, yaitu meng-Esakan Allah dalam hal perbuatan-
perbuatan Allah, dengan meyakini bahwasannya, Dia adalah satu-satu-Nya
Pencipta seluruh makhluk. Sebagaimana Allah berfirman :
2
Abu Sindi, http://sahab.net. Akses 17 September 2009.3 Muhammad Abduh, Risalah Tauhid, (terj. Firdaus AN), Jakarta, Penerbit Bulan Bintang, 1979,
hlm.36.4 Zainuddin, 1996, Op. cit., hlm.37.
3
Tauhid dalam Pemikiran Muhammad Ibn Abdul Wahab
Artinya : "… Katakanlah: "Allah adalah Pencipta segala sesuatu dan Dia-
lah Tuhan yang Maha Esa lagi Maha Perkasa". (QS. Ar-Ra'd [13] : 16)
Dengan tauhid Rububiyah manusia beriman bahwa, Allah adalah Rabb
yang Memiliki, Merencanakan, Menciptakan, Mengatur, Memelihara, Memberi
Rezeki, Memberikan Manfaat, Menolak Madharat serta Menjaga seluruh alam
semesta. Hal yang seperti ini diakui oleh seluruh manusia, tidak ada seorang-pun
yang mengingkarinya. Adapun Orang-orang yang mengingkari hal ini, seperti
kaum atheis5, pada kenyataannya mereka menampakkan keingkarannya hanya
karena kesombongan mereka. Padahal, jauh di dalam lubuk hati mereka mengakui
bahwa tidaklah alam semesta ini terjadi kecuali ada yang membuat dan
mengaturnya. Mereka hanyalah membohongi kata hati mereka sendiri. Hal ini
sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur’an surah Ath-Thur [52] ayat 35-36 ;
Artinya : Apakah mereka diciptakan tanpa sesuatupun ataukah mereka
yang menciptakan (diri mereka sendiri)?(35). Ataukah mereka Telah
menciptakan langit dan bumi itu?; Sebenarnya mereka tidak meyakini
(apa yang mereka katakan).(36) (QS. Ath-Thur [52]: 35-36)
Pengakuan seseorang terhadap tauhid Rububiyah ini tidaklah secara
otomatis menjadikan seseorang beragama Islam (muslim) karena sesungguhnya
orang-orang musyrikin juga mengakui dan meyakini jenis tauhid ini. Sebagaimana
firman Allah dalam surah Al-Mu’minun ayat 86-89;
5
Atheis adalah suatu aliran /faham yang tidak mengakui adanya Tuhan4
Tauhid dalam Pemikiran Muhammad Ibn Abdul Wahab
Artinya “Katakanlah: ‘Siapakah Yang memiliki langit yang tujuh dan
Yang memiliki ‘Arsy yang besar?’ Mereka akan menjawab: ‘Kepunyaan
Allah.’ Katakanlah: ‘Maka apakah kamu tidak bertakwa?’ Katakanlah:
‘Siapakah yang di tangan-Nya berada kekuasaan atas segala sesuatu
sedang Dia melindungi, tetapi tidak ada yang dapat dilindungi dari -Nya,
jika kamu mengetahui? Mereka akan menjawab: ‘Kepunyaan Allah’
Katakanlah: Maka dari jalan manakah kamu ditipu?” (QS.Al-
Mu’minun[23] : 86-89).
b. Tauhid Uluhiyah/ Ibadah yaitu beriman bahwa hanya Allah semata yang
berhak disembah, tidak ada sekutu bagi-Nya. Sebagaimana Firman Allah
dalam Al-Qur’an surah Ali Imran ayat 18 berikut ;
Artinya : "Allah menyatakan bahwa tidak ada Tuhan (yang berhak
disembah) selain Dia yang menegakkan keadilan. Para malaikat dan orang
orang yang berilmu (juga menyatakan demikian). Tidak ada Tuhan (yang
berhak disembah) selain Dia yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana"
(QS. Ali Imran [3] : 18).
Beriman terhadap Uluhiyah Allah merupakan konsekuensi dari
keimanan terhadap Rububiyah-Nya. Mengesakan Allah dalam segala macam
ibadah yang kita lakukan, seperti shalat, doa, tawakkal, taubat, dan berbagai
macam ibadah lainnya. Dimana kita harus memaksudkan tujuan dari kesemua
ibadah itu hanya kepada Allah semata. Tauhid inilah yang merupakan inti dakwah
para rasul dan merupakan tauhid yang diingkari oleh kaum musyrikin.
5
Tauhid dalam Pemikiran Muhammad Ibn Abdul Wahab
c. Tauhid Asma wa Shifat, yaitu beriman bahwa Allah memiliki nama dan
sifat baik (asma'ul husna) yang sesuai dengan ke-Agungan-Nya. Dalam
pengertian lain Tauhid Al-Asma' wa Shifat yaitu mengesakan Allah dalam
nama-nama dan sifat-sifat yang baik bagi-Nya, tanpa Tahrif
(menyelewengkan makna), Ta'thil (mengingkari), Takyif
(mempertanyakan/ menggambarkan bagaimana-Nya) dan Tamtsil
(menyerupakan dengan makhluk).
Dari pembagian ketiga macam tauhid itu, dapat dipahami bahwa
ketiganya adalah satu-kesatuan yang utuh dan saling mengikat dan menguatkan,
yang tidak bisa dipisahkan satu dengan yang lainnya dalam beribadah kepada
Allah SWT, sebagaimana Allah berfirman :
Artinya : "Tuhan (yang menguasai) langit dan bumi dan apa-apa yang ada di
antara keduanya, maka sembahlah Dia dan berteguh hatilah dalam beribadat
kepada-Nya. Apakah kamu mengetahui ada seorang yang sama dengan Dia
(yang patut disembah)?" (QS. Maryam [19] : 65)
3. Kedudukan Tauhid dalam Islam
Seorang muslim harus meyakini bahwa tauhid adalah dasar Islam
yang paling agung, dan merupakan hakikat Islam yang sebenarnya. Meng-imani
dan mengamalkan tauhid juga merupakan syarat diterimanya amal perbuatan
(ibadah) disamping harus sesuai dengan tuntunan Rasulullah SAW. Sebagaimana
Allah SWT berfirman dalam surah An-Nahl [16] ayat 36 :
6
Tauhid dalam Pemikiran Muhammad Ibn Abdul Wahab
Artinya ;"Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat
(untuk menyerukan): Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut6 itu" (QS
An- Nahl,[16]: 36)
Pada ayat yang lain juga disebutkan ;
Artinya :"Padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan Yang Maha Esa;
tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Maha Suci Allah dari
apa yang mereka persekutukan" (QS. At Taubah [9]: 31)
Sebagaimana Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan:
"Orang yang mau mentadabburi keadaan alam akan mendapati bahwa sumber
kebaikan di muka bumi ini adalah bertauhid dan beribadah kepada Allah SWT
serta taat kepada Rasulullah SAW. Sebaliknya semua kejelekan di muka bumi ini;
fitnah, musibah, paceklik, dikuasai musuh dan lain-lain. Penyebabnya adalah
menyelisihi Rasulullah SAW dan berdakwah (mengajak) kepada selain Allah SWT.
Orang yang mentadabburi hal ini dengan sebenar-benarnya akan mendapati
kenyataan seperti ini baik dalam dirinya maupun di luar dirinya".7
Karena tauhid adalah merupakan kunci utama nilai keimanan dan
ketaqwaan seseorang, maka setan adalah makhluk yang paling cepat (dalam
usahanya) untuk menghancurkan dan merusaknya. Senantiasa bekerja untuk
6
Thaghut ialah syaitan dan apa saja yang disembah selain dari Allah SWT7
Ibnu Taimiyah, tth.a, Majmu’ Fatawa, Fathul Majid, Juz.15 baris 25.7
Tauhid dalam Pemikiran Muhammad Ibn Abdul Wahab
melemahkan dan membahayakan tauhid itu. Setan melakukan hal ini siang-malam
dengan berbagai cara yang diharapkan membuahkan hasil. Jika setan tidak
berhasil menjerumuskan manusia kedalam syirik akbar (menyembah selain
Allah), setan tidak akan putus asa untuk menjerumuskan pada syirik dalam
berbagai perbuatan seperti melakukan amal perbuatan tidak karena Allah (riya’)
dan syirik dalam ucapan, seperti mengatakan sesuatu bisa karena kemampuannya.
Dan jika dengan cara-cara tersebut masih juga belum berhasil maka setan, akan
menjerumuskan manusia kedalam berbagai perbuatan bid'ah dan khurafat.8
B. TAUHID DALAM PEMIKIRAN MUHAMMAD IBN ABDUL WAHAB
1. Biografi Muhammad Ibn Abdul Wahab dan Kecintaannya pada Ilmu
Muhammad bin Abdul Wahab hidup di tengah-tengah keluarga yang
dikenal dengan nama keluarga ‘Musyarraf’ (ahlu Musyarraf)9. Dia dilahirkan di
daerah Uyainah pada tahun 1115 H, terletak di wilayah Yamamah yang masih
bagian dari Nejd. Uyainah berada di arah barat laut dari kota Riyadh yang
berjarak sekitar 70 Km. Ia wafat pada 29 Syawal 1206 H (1793) dalam usia 92
tahun, setelah mengabdikan diri dalam da'wah dan jihad, termasuk memangku
jabatan sebagai menteri penerangan kerajaan Arab Saudi. Dia tumbuh di
lingkungan keluarga yang cinta ilmu. Ayahnya adalah seorang ulama besar negara
yang memegang jabatan peradilan di beberapa daerah. Kakeknya, Syaikh
Sulaiman bin Ali adalah seorang ulama terkemuka dan imam dalam ilmu fiqh juga
8 Ibnu Taimiyah, tth.b, Al-Istighatsah,(terj. Walid bin Abdurrahman), Bandung, Fathul Majid, hlm.293.
9
Ahlu Musyarraf merupakan cabang dari kabilah Tamin. Sedangkan Musyarraf adalah kakeknya yang ke-9 menurut riwayat yang rajah. Dengan demikian nasabnya adalah Muhammad bin Abdul Wahab bin Sulaiman bin Ali Ahmad bin Rasyid bin Buraid bin Muhamad bin Buraid bin Musyarraf.
8
Tauhid dalam Pemikiran Muhammad Ibn Abdul Wahab
sebagai mufti negara. Di bawah bimbingan kakeknya, lahir sejumlah ulama dan
para murid yang tersebar di seluruh semenanjung Arab. Maka, wajar jika
kemudian lahir seorang keturunan yang faqih dan ‘alim pula.
Muhammad bin Abdul Wahab hafal al-Qur'an sebelum usianya
mencapai sepuluh tahun, ia belajar fiqhi dan hadits dengan ayahnya sendiri, dan
belajar tafsir dari guru-guru diberbagai negeri, terutama di Madinah al-
Munawwarah serta memahami Tauhid dari al-Qur'an dan Sunnah. Sebagaimana
Ibnu Khadamah, seorang ulama Timur Tengah mengatakan, "Muhammad bin
Abdul Wahab telah menerapkan semangat menuntut ilmu sejak usia dini. Dia
memiliki kebiasaan yang sangat berbeda dengan anak-anak seusianya. Dia tidak
suka bermain-main dan melakukan perbuatan yang sia-sia. Karena kecintaannya
pada ilmu sangat tinggi, dan melihat kondisi masyarakatnya yang jauh dari ajaran
Islam yang semestinya, maka Muhammad bin Abdul Wahab melanglan-buana
(rihlah) untuk bisa menimba ilmu dari para ulama. Ia pernah mengatakan di
dalam kitab al-Rasâil al-Syakhsiyyah, yang kemudian dinukil oleh Ibrahim bin
Usman bin Muhammad Al-Farisi di dalam kitab Asyhar Aimmah Da'wah Khilal
al-Qarnayn, “Diketahui bahwasanya penduduk negeriku dan negeri Hijaj yang
mengingkari hari kebangkitan itu lebih banyak jumlahnya dari pada yang
meyakininya, yang mengenal agama lebih sedikit jumlahnya dari pada yang tidak
mengenalnya, yang menyia-nyiakan shalat itu lebih banyak jumlahnya dari pada
yang menjaganya dan yang enggan mengeluarkan zakat itu lebih banyak
jumlahnya dari pada yang mengeluarkannya”
9
Tauhid dalam Pemikiran Muhammad Ibn Abdul Wahab
Dikatakan juga bahwa dalam diri Muhammad bin Abdul Wahab terlihat
adanya perpaduan antara karakter ayah dan pamannya. Ia mempunyai ingatan
yang cukup baik dan kecintaan yang luar biasa dalam mencari ilmu, sehingga
tidak jarang ia mendebat ayah dan pamannya dalam berbagai masalah seperti
melakukan diskusi tentang isi kitab al-Syarh al-Kabîr dan kitab al-Mugni wa al-
Inshaf. Ketika berada di Madinah, ia melihat banyak umat Islam disana yang tidak
menjalankan syari'at dan banyak berbuat syirik, seperti perbuatan mengunjungi
makam seorang tokoh agama kemudian memohon sesuatu kepada kuburan dan
penghuninya. Hal ini menurut dia sangat bertentangan dengan ajaran Islam yang
mengajarkan manusia untuk tidak meminta selain kepada Allah SWT. Hal inilah
yang mendorong Syekh Muhammad bin Abdul Wahab untuk memperdalam ilmu
ketauhidan yang murni (‘aqîdah sahîhah). Ia pun berjanji pada dirinya sendiri
akan berjuang untuk mengembalikan akidah umat Islam sesuai keyakinannya,
yaitu kepada akidah Islam yang murni (Tauhid), jauh dari sifat khurâfat, takhayûl,
atau bid'ah. Untuk itu, ia pun mulai mempelajari berbagai buku yang ditulis para
ulama terdahulu. Lama setelah menetap di Madinah ia pindah ke Basrah. Di sana
ia bermukim lebih lama sehingga banyak ilmu-ilmu yang diperolehnya, terutama
di bidang hadits dan Musthalah-nya, fiqh dan ushl fiqh-nya, serta ilmu gramatika
(ilmu qawâ’id).10
2. Pemikiran Muhammad Ibn Abdul Wahab tentang Tauhid
10
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, ENSIKLOPEDI ISLAM, (Perpustakaan Nasional RI), jakarta, PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 1997, hlm. 234.
10
Tauhid dalam Pemikiran Muhammad Ibn Abdul Wahab
Pemikiran Muhammad Ibn Abdul Wahhab mempengaruhi dunia Islam
dimasa moderen sejak abad kesembilan belas bahkan masih terasa hingga kini.
Walaupun ia sendiri hidup diabad sebelumnya, tetapi pemikirannya mengilhami
gerakan-gerakan pembaharuan dalam Islam.
Pemikiran keagamaan yang dibawanya difokuskan pada pemurnian
tauhid, oleh karenanya kelompok ini menamakan dirinya sebagai Muwahhidun.
Dan sebutan Wahhabiyah adalah nama yang diberikan kepada kaum itu oleh
lawan-lawannya, karena pemimpinnya bernama Muhammad ibn Abdul Wahhab.
Gerakan mereka pertama kali memang bukan dilapangan politik, tetapi dibidang
keagamaan. Baru setelah adanya kesepakatan antara Muhammad ibn Abdul
Wahhab dengan Muhammad ibn Sa’ud tahun 1744, maka gerakannya berubah
menjadi gerakan politik, tanpa meninggalkan misi asalnya yakni dakwah
pemurnian ajaran Islam.11
Wahabi diambil dari salah satu nama-nama Allah yang paling baik
(Asma’ul Husna). Musuh-musuh tauhid memberi gelar wahabi kepada setiap
muwahhid (yang mengesakan Allah), nisbat kepada Muhammad Bin Abdul
Wahab rahimahullah. Jika mereka jujur, mestinya mereka mengatakan
muhammadi adalah menisbatkan kepada namanya yaitu Muhammad. Betapapun
begitu, ternyata nama wahabi sebagai nisbat kepada al-wahhab yang artinya maha
pemberi.
Nama aliran Wahabiah dihubungkan dengan nama pendirinya, yaitu
Muhammad bin Abdil Wahab (1115-12015 H/1703-1787 M), dan nama tersebut
diberikan oleh lawan-lawannya semasa pendiriannya, yang kemudian dipakai juga
11 Ali Mufrodi, Islam di kawasan kebudayaan Arab, Jakarta, Logos Wacana Ilmu, 1997, hlm 151.
11
Tauhid dalam Pemikiran Muhammad Ibn Abdul Wahab
oleh penulis-penulis Eropa. Nama yang dipakai oleh golongan Wahabiah sendiri
ialah Golongan Muwahhidin (Unitarians) dan metodenya mengikuti Nabi
Muhammad saw. Mereka menganggap dirinya golongan Ahlus sunnah, yang
mengikuti pikiran-pikiran Imam Ahmad bin Hanbal yang ditafsirkan oleh Ibnu
Taimiah.12
Faham Wahabi menyiratkan corak puritanisme Islam, dan gerakan
purifikasi Wahabi ini diterima dan mendapat dukungan kekuatan dari kerajaan
Saudi, sehingga gerakan-gerakannya semakin kuat dan meluas. Dalam
menyebarkan dan memasyarakatkan fahamnya, gerakan Wahabi seringkali
menggunakan cara-cara radikal, sebagai contoh melarang keras kegiatan ziarah
kubur, sehingga meninggalkan konflik dengan para penentangnya, terutama
dengan kelompok Syi’ah. Muhammad Abdul Wahab sendiri dipandang sebagai
salah seorang pembaharu dalam Islam(reformer) bukan karena mengajukan
pemikiran-pemikiran dan interpretasi baru dalam Islam, akan tetapi karena ia
tampil sebagi penyeru yang konsisten, agar masyarakat Islam kembali kepada Al-
Qur’an dan Hadits.
Gerakan Wahabi menolak segala sesuatu yang dilihatnya sebagai
religious innovation (bid’ah), takhayul dan khufarat.13 Pemikiran yang menonjol
yang dilakukan dleh Muhammad ibn Abdul Wahab adalah membersihkan dan
memurnikan Islam dari pengaruh dan praktek-praktek yang dianggapnya
12
A. Hanafi, M.A, Pengantar Teologi Islam, Jakarta, PT. Pustaka Al Husna Baru, 2003, Cet. Ke 8,
hlm. 189.13
. Faisal Ismail, Paradigma Kebudayaan Islam,Yogyakarta,Titian Ilahi Press, 1997, hlm 102.12
Tauhid dalam Pemikiran Muhammad Ibn Abdul Wahab
berlawanan dan tidak bersumber dari ajaran Islam ,dalam hal ini meng-Esa-Kan
Allah yang tiada sekutu bagi-Nya (Tauhid).14
Muhammad bin Abdul Wahab berusaha bangkit dengan membawa
dakwah tauhid dan sunnah Nabi. Peristiwa monumental tersebut terjadi pada
pertengahan abad ke-20 H. Demi memikirkan masa depan agama dan ummat,
sang ayah ikut merasa prihatin. Namun, ia menyuruh putranya agar tetap tegar.
Ketika sang ayah meninggal dunia pada tahun 1153 H, Muhammad Bin Abdul
Wahab mulai berani terang-terangan menyingkap kebenaran, memantapkan
tauhid, mengibarkan sunnah Nabi SAW, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan
mencegah dari yang mungkar. Ia mengingkari berbagai macam bid'ah atau
sesuatu yang diada-adakan dalam urusan akidah, ibadah. Ia juga menyebarluaskan
ilmu, menegakkan hukum, menyingkap kejelekan keadaan orang-orang yang
jahil, serta menentang orang-orang yang suka berbuat bid'ah dan menuruti
keinginan-keinginan hawa nafsu.
Pada waktu itulah ia menjadi terkenal dan ikut bergabung bersamanya
orang-orang yang ikhlas, shalih, dan bersemangat dalam memperbaiki agama ini.
Ada beberapa orang yang kemudian ikut bergabung bersamanya, terlebih ketika ia
melakukan penebangan terhadap pohon-pohon yang dikeramatkan oleh banyak
orang Uyainah. Selanjutnya, ia merobohkan bangunan-bangunan yang berdiri di
atas kuburan dan menghukum rajam terhadap wanita yang mengaku kepadanya
telah berzina setelah syarat-syaratnya terpenuhi. Keberanian itu membuatnya
semakin terkenal sehingga membuat banyak orang yang kemudian bergabung
14 Ali Mufradi, Op.Cit, hlm. 152
13
Tauhid dalam Pemikiran Muhammad Ibn Abdul Wahab
membelanya secara terang-terangan. Sedangkan orang-orang yang ragu menjadi
takut dan juga segan kepadanya.
Seruan dakwah Muhammad bin Abdul Wahab adalah berdasarkan pada
manhâj Islam yang benar, sesuai kaedah-kaedah serta prinsip-prinsip agama.
Yang paling menonjol ialah upaya untuk memurnikan ibadah hanya kepada Allah
SWT semata dan kesetiaan untuk selalu mentaati Allah SWTserta Rasulullah
SAW. Dan sangat antusias dalam melakukan hal-hal sebagai berikut :
1. Menanamkan ajaran Tauhid secara mendalam dan membasmi syirik serta
berbagai macam bid'ah.
2. Menegakkan dan mengamalkan kewajiban-kewajiban agama dan syi'ar-
syi'arnya, seperti shalat, jihad dan amar ma'ruf nahi mungkar.
3. Mewujudkan keadilan di bidang hukum dan lainnya.
4. Mendirikan masyarakat Islam yang berdasarkan tauhid yang benar, sunah
Nabi saw, persatuan, kemuliaan, perdamaian dan keadilan.
Semua ini berhasil terwujud di negara-negara yang terjangkau atau yang
telah terpengaruh oleh dakwah dan seruannya. Gambaran tersebut nampak jelas di
wilayah-wilayah yang berada di bawah kekuasaan pemerintah Arab Saudi sebagai
pengibar bendera gerakan reformasi pada tiga abad periode. Setiap negara yang
terjangkau oleh gerakan ini akan kental dengan warna tauhid, iman, sunnah Nabi
SAW, perdamaian dan kesejahteraan. Hal ini demi mewujudkan apa yang telah
dijanjikan oleh Alla SWT di dalam firman-Nya dalam al-Qur’an surat al-Hajj ayat
40 -41 berikut ;
.
14
Tauhid dalam Pemikiran Muhammad Ibn Abdul Wahab
Artinya : "Sesungguhnya Allah pasti akan menolong orang-orang yang
menolong agama-Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat lagi
Maha Perkasa, yaitu orang-orang yang jika kami teguhkan kedudukan mereka
di muka bumi, niscaya mereka mendirikan shalat, menunaikan zakat,
menyuruh berbuat yang ma'ruf, dan mencegah dari perbuatan yang mungkar;
dan kepada Allahlah kembali segala urusan" (QS. Al-Hajj [22 ]: 40-41)15
IV. ANALISIS DAN KESIMPULAN
Dari uraian di atas dapat dianalisis bahwa, aqidah-aqidah
yang pokok dari aliran wahabiah pada hakikatnya tidak jauh
berbeda dengan apa yang pernah dikemukakan oleh Ibnu
Taimiah. Kalaupun ada perbedaan, hanya dalam tata cara
melaksanakan dan menafsirkan beberapa persoalan tertentu.
Aqidah-aqidahnya dapat disimpulkan dalam dua bidang, yaitu
bidang Tauhid (peng-Esaan) dan bidang bid’ah.
Dalam bidang Tauhid, alairan wahabiah berpendirian
sebagai berikut16 ;
1. Penyembahan kepada selain Allah adalah salah, dan
barang siapa yang berbuat demikian akan dibunuh.
15
Al-Qur’an dan Terjemahannya, Departemen Agama RI, Jakarta, 1989, hm. 518
16
A. Hanafi, 2003, loc. Cit. hlm. 190.15
Tauhid dalam Pemikiran Muhammad Ibn Abdul Wahab
2. Orang yang mengunjungi kuburan dengan maksud
meminta-minta sesuatu termasuk golongan orang
musyrikin.
3. Memberikan pengantar kata dalam salat terhadap Nabi-
nabi atau wali atau malaikat merupakan perbuatan
musyrik.(seperti kata Sayyidina Muhammad)
4. Termasuk kufur memberikan suatu ilmu yang tidak
didasarkan atas Al-Qur’an dan Sunnah, atau ilmu yang
bersumber dari akal pikiran semata.
5. Termasuk kufur dan ilhad, mengingkari qadar dalam
semua perbuatan dan penafsiran Al-Qur’an dengan jalan
ta’wil.
6. Dilarang memakai tasbih dalam mengucapkan nama-nama
Tuhan dan doa-doa (wirid) dan cukup dengan keratan jari.
7. Sumber hukum Islam tentang soal halal dan haram hanya
Al-Qur’an dan sesudahnya ialah Sunnah (hadits) Nabi.
Sementara dalam bidang bid’ah, hal-hal yang dipandang
bid’ah oleh aliran wahabiah dan harus ditinggalkan bahkan
diberantas antara lain ialah berkumpul bersama-sama dalam
acara maulidan, perempuan mengiring jenazah, mengadakan
halaqah (pertemuan) dzikir, bahkan kebiasaan sehari-hari yang
tidak ada pada masa rasulullah seperti; merokok, minum kopi,
memakai pakaian sutra bagi lelaki, bergambar (foto), mencelup
(memacari) jempol, memakai cincin dan lain-lain yang amalan itu
tidak mengandung atau mendatangkan keberhasilan
dikatagorikan bid’ah.
16
Tauhid dalam Pemikiran Muhammad Ibn Abdul Wahab
Dari dua bidang yang menjadi keyakinan aliran wahabiah
sudah barang tentu akan banyak menimbulkan pertentangan
(kontroversi) dengan aliran-aliran kepercayaan yang lain. Hal ini
seharusnya menjadi sebuah fenomena pemahaman yang
menunjukkan perbedaan penafsiran tentang tauhid dan
pengamalannya didalam ibadah menjadi lebih memacu umat
Islam untuk saling menghargai perbedaan tersebut dengan
prinsip setuju dalam perbedaan atau dalam istilah lain agree in
disagreement.17 Karena pangkal atau muara perbedaan tersebut
kembalinya akan tetap sama, yaitu pada prinsip Tauhid.
V. PENUTUP
Demikianlah makalah ini dapat penulis susun dan persembahkan kepada
pembaca. Tentunya masih banyak kekurangan dan sangat jauh dari sempurna.
Oleh karena itu sumbangan pemikiran, koreksi yang sifatnya membangun sangat
penulis harapkan demi perbaikan makalah ini dimasa-masa mendatang. Dan
harapan penulis semoga dengan kesederhanaan penulisan ini dapat bermanfaat
dalam kerangka menambah khasanah/ wawasan keilmuan kita. Akhirnya hanya
kepada Allah SWT kita berharap ridla dan petunjuk-Nya, Terima kasih.
17 Amin Syukur, Tasawuf Sosial; Tsawuf dan Tantangan ke-Indonesiaan, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2004, cet.I, hlm.37.
17
Tauhid dalam Pemikiran Muhammad Ibn Abdul Wahab
DAFTAR PUSTAKA ;
---------- Al-Qur’an dan Terjemahnya, 2002, Jakarta, Departemen Agama RI.
Abduh, Muhammad. Syekh, 1979, Risalah Tauhid, (terj. Firdaus, AN), Jakarta, Penerbit Bulan Bintang, cet.ke 7.
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, 1997, ENSIKLOPEDI ISLAM, (Perpustakaan Nasional RI), jakarta, PT. Ichtiar Baru Van Hoeve
Hanafi, A 2003, Pengantar Teologi Islam, Jakarta, Pustaka Al Husna Baru, Cet. ke 8.
Ismail, Faisal, 1997, Paradigma Kebudayaan Islam,Yogyakarta,Titian Ilahi Press.
Mufrodi,Ali, 1997, Islam di Kawasan Kebudayaan Arab, Jakarta, Logos Wacana Ilmu.
Sumber Sekunder ; akses : artikel "Al-Mukhtashor Al-Mufiid fi 'ilmi At-Tauhid", oleh Abu Sindi, http://sahab.net. Akses, 17 September 2009
Syukur, Amin, 2004, Tasawuf Sosial; Tasawuf dan Tantangan ke-Indonesiaan, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, cet.I
Taimiyah, Ibnu, tth., Al Istighatsah, (terj. Walid bin Abdurrahman), Bandung, Fathul Majiid, dan Majmu' Fatawa ; juz 15:25, dikutip dari Zaprul Khan, Kisah-kisah Penuh Hikmah; Musuh Terbesar Manusia,2006 hlm.227, Yogyakarta, Mitra Pustaka.
Zainuddin, 1996, Ilmu Tauhid Lengkap, Jakarta, PT. Rineka Cipta.
18
Tauhid dalam Pemikiran Muhammad Ibn Abdul Wahab
19