Tata Ruang

download Tata Ruang

of 64

description

Skripsi Tata Ruang

Transcript of Tata Ruang

BAB I

PAGE

ANALISIS YURIDIS PENGEMBANGAN KAWASAN BUDAYA TERPADU BERDASARKAN PERATURAN DAERAH NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA MAKASSAR

SKRIPSIOleh:

ARI SAMBARAB 111 06 690Diajukan sebagai Tugas Akhir dalam rangka penyelesaian Studi Sarjana

Dalam bagian Hukum Tata Negara Program Studi Ilmu HukumFAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2012ANALISIS YURIDIS PENGEMBANGAN KAWASAN BUDAYA TERPADU BERDASARKAN PERATURAN DAERAH NOMOR 6 TAHUN 2006

TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA MAKASSARSKRIPSI

Diajukan sebagai Tugas Akhir dalam rangka penyelesaian Studi Sarjana

Dalam bagian Hukum Tata Negara Program Studi Ilmu HukumOleh

ARI SAMBARAB 111 06 690FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2012PENGESAHAN SKRIPSI

ANALISIS YURIDIS PENGEMBANGAN KAWASAN BUDAYA TERPADU BERDASARKAN PERATURAN DAERAH NOMOR 6 TAHUN 2006

TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH

KOTA MAKASSARDisusun dan diajukan oleh:

ARI SAMBARANIM B 111 06 690Telah dipertahankan di hadapan panitia ujian skripsi yang dibentuk dalam rangka penyelesaian Studi Sarjana Program Ilmu Hukum

Bagian Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin

Pada Hari ............, ........................ 2012 dan dinyatakan diterima

Panitia Ujian

KetuaSekretaris

Prof. Dr. Achmad Ruslan, SH., MH Muchsin Salnia, SH.NIP 131569708 NIP 130901846An. Dekan

Pembantu Dekan I

Prof. Dr. Ir.Abrar Saleng, SH., MH.

NIP 196304191989031003PERSETUJUAN PEMBIMBINGDiterangkan bahwa Skripsi yang disusun oleh:

Nama:ARI SAMBARANomor Pokok Mahasiswa:B 111 06 690

Program Kekhususan:Praktisi Hukum

Judul:Analisis Yuridis Pengembangan Kawasan Budaya Terpadu Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota MakassarMakassar, .. 2012Mengetahui:

Pembimbing IPembimbing II

Prof. Dr. Achmad Ruslan, SH., MH Muchsin Salnia, SH.UCAPAN TERIMA KASIHAlhamdulillah, puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini. Shalawat dan salam yang tak kunjung henti kepada junjungan Nabi Muhammad SAW yang telah mengajarkan umatnya ketaqwaan, kesabaran dan keikhlasan dalam mengurangi hidup yang fana, sehingga menghantarkan penulis mengerti akan arti kehidupan.

Pertama-tama penulis ingin menyampaikan terima kasih dengan rasa hormat, cinta kasih, kepada orang tua Ayahanda dan Ibunda, serta saudara-saudaraku atas segala dukungannya, sehingga membentuk kepribadian dan kedewasaan penulis dalam meraih cita-cita.

Skripsi ini dapat terselesaikan berkat dorongan semangat, tenaga dan pikiran serta bimbingan dari berbagai pihak yang sangat penulis hargai. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih yang tak terhingga serta penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:

1. Prof. Dr. H. Idrus Paturusi, Sp.B., Sp.BO, selaku Rektor Universitas Hasanuddin Makassar.

2. Prof. Dr. Aswanto, S.H., M.H., D.FM selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin.

3. Prof. Dr. Ir.Abrar Saleng, S.H., M.H, selaku Pembantu Dekan I, Dr. Anshori Ilyas, S.H., M.H selaku Pembantu Dekan II dan Romy Librayanto, S.H, M.H selaku Pembantu Dekan III.4. Prof. Dr. Achmad Ruslan, SH., MH dan Muchsin Salnia, SH. selaku pembimbing penulis yang telah sudi mencurahkan waktunya serta memberikan banyak bimbingan serta dorongan moril bagi penulis selama menjalani proses penyelesaian penulisan skripsi ini.

5. Para tim penguji yang telah banyak memberikan masukan dan saran dalam upaya penyempurnaan karya tulis.

6. Seluruh Dosen dan Staf Akademik Fakultas Hukum yang telah banyak memberi bantuan ilmu dan kerjasama selama penulis berada di Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin.

7. Rekan-rekan Mahasiswa yang banyak memberikan semangat, dorongan moril dan kehangatan pertemanan selama ini.

8. Para sahabatkuterima kasih atas dukungan dan motivasinya.

9. Segenap pihak yang telah membantu dan memberikan sumbangsih baik moral maupun materil kepada penulis dalam penulisan dan penyusunan skripsi ini.

Semoga segala bantuan, kebaikan dan kerjasama yang telah diberikan mendapat balasan dari Allah SWT sebagai sebaik-baiknya pemberi alasan.

Akhirnya dengan segala hormat dan kerendahan hati, penulis persembahkan karya tulis ini kepada orang tua tercinta. Kesempurnaan hanya milik Allah SWT, karenanya penulis menyadari dan menerima saran dan kritikan dalam penyempurnaan skripsi ini dan semoga memperoleh manfaat bagi kita semua. Wassalam.

Makassar, April 2012

Penulis

ABSTRAKARI SAMBARA. B 111 06 690. Analisis Yuridis Pengembangan Kawasan Budaya Terpadu terhadap Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Makassar (dibawah supervisi Prof. Dr. Achmad Rusland, SH., MH dan Muchsin Salnia, SH.).

Tujuan penelitian ini adalah: 1) Untuk mengetahui dan menjelaskan pengembangan kawasan budaya terpadu di Kota Makassar dan 2) untuk mengetahui dan menjelaskan pengembangan kawasan budaya terpadu terhadap Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Makassar.Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan karya ilmiah ini adalah metode penelitian normatif yaitu penelitian terhadap produk hukum (peraturan perundang-undangan) dan pendapat ahli. Penelitian ini dilakukan di perpustakaan dan lokasi yang terdapat data-data bahan hukum dengan metode kepustakaan melalui library research dengan jalan menelusuri literatur yang berhubungan dengan masalah yang dibahas. Data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah bahan hukum yang kemudian dianalisis secara kualitatif dan disajikan secara deskriptif.

Hasil penelitian menemukan bahwa pengembangan kawasan budaya terpadu di Kota Makassar mengambil kasus proyek Gowa Discovery Park (GDP) diketahui bermasalah karena menggunakan kawasan budaya Benteng Somba Opu untuk dijadikan tempat hiburan dan pariwisata yang bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya dan Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Rencana Tata Ruang Kota Makassar. Hal ini tercermin dari adanya posisi kasus, laporan investigasi dan analisa fakta untuk melihat apakah terjadi pelanggaran atau sudah sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Kompilasi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya bersesuaian dengan Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Makassar dalam rangka pengembangan kawasan budaya terpadu. Keterkaitan dengan kasus Gowa Discovery Park (GDP) telah sesuai dengan aspek yang menimbang bahwa untuk mengarahkan pembangunan di wilayah Kota Makassar dengan memanfaatkan ruang wilayah secara serasi, selaras, seimbang, berdaya guna, berhasil guna, berbudaya dan berkelanjutan, khusus dalam pengembangan kawasan budidaya, kawasan hijau lindung, kawasan hijau binaan, kawasan ekonomi prospektif, kawasan sistem pusat kegiatan, kawasan budaya terpadu, kawasan bisnis dan pariwisata, ruang terbuka hijau, perbaikan dan pemeliharaan lingkungan, serta panduan pembangunan kawasan.DAFTAR ISI

HalamanHALAMAN JUDUL

iiPERSETUJUAN PEMBIMBING

ivKATA PENGANTAR

vABSTRAK

viiDAFTAR ISI

viiiBAB IPENDAHULUAN

1

A. Latar Belakang Masalah

1

B. Rumusan Masalah

5C. Tujuan dan Kegunaan

5BAB IITINJAUAN PUSTAKA

7A. Konsep Dasar Penataan Ruang

7B. Aspek Yuridis Penataan Ruang

10C. Pengertian Rencana Tata Ruang Wilayah

15D. Pengembangan Kawasan Budaya Terpadu

23BAB IIIMETODE PENELITIAN

30A. Lokasi Penelitian

30B. Jenis dan Sumber Data

30C. Teknik Pengumpulan Data

31D. Analisis Data

31BAB IVHASIL DAN PEMBAHASAN

33A. Pengembangan Kawasan Budaya Terpadu di Kota Makassar

33 B. Pengembangan Kawasan Budaya Terpadu terhadap Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Makassar

35BAB VPENUTUP

48A. Kesimpulan

48B. Saran

49DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang MasalahPengembangan kawasan merupakan salah satu upaya untuk memanfaatkan segala potensi kawasan dalam menunjang kegiatan pengembangan. Potensi kawasan merupakan modal dasar pengembangan suatu masyarakat dalam meningkatkan kesejahteraannya. Keberadaan potensi kawasan menjadi sarana yang menunjang dalam berbagai aktivitas pengembangan, baik dilihat dari potensi infrastruktur, potensi alam, potensi penduduk dan potensi usaha penduduk serta potensi kawasan budaya terpadu yang dapat dimanfaatkan dan digunakan untuk meningkatkan hasil-hasil pengembangan dalam rangka keadilan dan pemerataan suatu daerah.

Suatu wilayah daerah yang maju dan berkembang sangat ditunjang oleh adanya potensi kawasan. Wilayah daerah merupakan kondisi geografis dari suatu daerah yang memberikan adanya berbagai peluang bagi suatu daerah untuk mengelola potensi-potensi kawasan dalam suatu wilayah, dalam hal ini kawasan budaya terpadu.

Menurut Frinds (2006:39) menyatakan bahwa suatu pengembangan kawasan akan maju dan berkembang bila daerah tersebut mengembangkan kawasan budaya terpadu. Di mana kawasan ini merupakan suatu kawasan yang menjadi tujuan kunjungan, dan meningkatkan potensi kawasan budaya terpadu untuk meningkatkan pendapatan masyarakat melalui pengelolaan potensi yang konstruktif.

Dimana Proyek Gowa Discovery Park yang ada dilokasi Benteng Somba Opu menimbulkan dampak negativ terhadap forum Somba Opu beserta arkeolog,sejarawan yang dimana pembangunan Proyek Gowa Discovery Park ini dilaporkan bahwa melanggar Undang-Undang no.11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya. Menurut apa yang saya analisis bahwa pembangunan di area Benteng Somba Opu berdasarkan Peraturan Daerah nomor 6 tahun 2006 tentang Rencana Tata Ruang Kota Makassar sangat berpengaruh terhadap pembangunan Kota Makassar yang berbasis pada masyarakat. Kegiatan usaha masyarakat juga termasuk potensi kawasan yang produktif di dalam memberikan kontribusi terhadap kegiatan pengembangan dan hasil-hasilnya. Adanya sumber mata pencaharian dan pekerjaan yang dimiliki oleh suatu masyarakat dalam suatu wilayah, akan memberikan kontribusi besar bagi kegiatan pengembangan, khususnya pada sektor ekonomi yang potensial dalam meningkatkan kemampuan suatu daerah untuk menjadi mandiri.

Memahami pentingnya pengembangan kawasan budaya terpadu yang perlu untuk dikembangkan secara terpadu oleh Pemerintah Kota Makassar, maka diperlukan adanya kebijakan pemerintah daerah berupa Peraturan Daerah No. 6 Tahun 2006 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Makassar. Berdasarkan uraian tersebut di atas menjadi suatu rujukan yang konkrit bahwa setiap kegiatan penataan ruang yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kota Makassar senantiasa mengacu bahwa seluruh kehidupan rakyat, termasuk perekonomiannya untuk membangun masyarakat yang adil dan makmur maka perlu ada tindakan pengaturan pengembangan kawasan budaya terpadu yang sesuai dengan rencana tata ruang wilayah.

Atas dasar tersebut maka pemerintah Kota Makassar perlu menerapkan Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah dengan maksud bahwa :

1. Ruang adalah wadah yang meliputi ruangan daratan, ruangan lautan dan ruangan udara sebagai suatu kesatuan wilayah tempat manusia dan makhluk lainnya dan melakukan kegiatan serta memelihara kelangsungan hidupnya.

2. Tata ruang adalah wujud struktural dan pola pemanfaatan baik yang direncanakan maupun tidak direncanakan.

3. Rencana tata ruang wilayah adalah proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang.

4. Rencana tata ruang adalah hasil perencanaan tata ruang dan

5. Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait padanya yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administrajhnsi dan atau aspek fungsional.

Faktor-faktor pendukung dan penghambat yang harus disosialisasikan kepada masyarakat agar pengembangan kawasan wilayah terpadu menrut rancangan tata ruang wilayah dapat teraplikasikan dengan baik yaitu mensosialisasikan faktor pemahaman substansi hukum, struktur kelembagaan, budaya kearifan lokal, pengetahuan masyarakat, sarana dan prasarana yang tersedia bagi warga masyarakat Kota Makassar mengetahui dan memahami aplikasi dalam pengaturan rencana tata ruang wilayah dalam suatu wilayah Kota Makassar, yang secara langsung atau tidak langsung memberikan andil yang besar dalam ikut berpartisipasi membangun rencana tata ruang wilayah di wilayahnya. Menyimak uraian tersebut di atas, maka sangat penting untuk dilakukan suatu penelitian berdasarkan sudut pandang tinjauan hukum yuridis, sehingga peneliti memilih judul : Analisis Yuridis Pengembangan Kawasan Budaya Terpadu Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Makassar. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang diajukan dalam bentuk pertanyaan penelitian adalah:

1. Bagaimana pengembangan kawasan budaya terpadu di Kota Makassar?

2. Apakah faktor-faktor yang mempengaruhi Pemerintah Daerah Kota Makassar dalam Pembangunan Proyek Discovery Park Gowa di Kota Makassar?C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang dikemukakan di atas maka tujuan penelitian yang ingin dicapai adalah :

a. Untuk mengetahui dan menjelaskan pengembangan kawasan budaya terpadu di Kota Makassar.

b. Untuk mengetahui dan menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi Pemerintah Daerah Kota Makassar dalam Pembangunan Proyek Discovery Park Gowa d kota Makassar.2. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian yang ingin diperoleh yaitu :

a. Secara teoritis menjadi input yang berharga dalam menambah kajian hukum dalam konsentrasi hukum tata negara yang berkaitan dengan analisis yuridis hukum tata ruang.

b. Secara praktis menjadi input yang berharga bagi pemerintah daerah Kota Makassar, khususnya pengembangan kawasan budaya terpadu di dalam mengaplikasikan bentuk-bentuk hukum mengenai pelaksanaan tugas pokok rencana tata ruang wilayah dan pengaturan berbagai sarana dan prasarana di kawasan budaya terpadu.

c. Menjadi suatu bentuk penelitian ilmiah yang dapat digunakan oleh peneliti lanjutan sekaligus menjadi kontribusi bagi penulis dalam memberikan kajian penelitian sesuai dengan bidang konsentrasi peneliti tekuni.BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Penataan Ruang

Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33, disebutkan bahwa bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai negara dan dipergunakan untuk sebesar besarnya kemakmuran rakyat. Ketiga komponen yang merupakan elemen ruang kehidupan harus dimanfaatkan dan dikembangkan secara berencana sehingga dapat menunjang kegiatan pembangunan secara berkelanjutan dalam rangka kelangsungan kemakmuran rakyat.

Dalam Undang Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Dasar Pokok Agraria yang sering disebut dengan Undang Undang Pokok Agraria (UUPA) Pasal 14 ayat (1), disebutkan bahwa pemerintah dalam rangka sosialisme Indonesia, membuat suatu rencana umum mengenai persediaan, peruntukan dan penggunaan bumi, air dan ruang angkasa serta kekayaan alam yang terkandung didalamnya untuk keperluan negara; untuk keperluan peribadatan; untuk keperluan pusat-pusat kehidupan masyarakat; untuk keperluam memperkembangkan produksi pertanian, peternakan, dan perikanan dan sejalan dengan itu; untuk keperluan memperkembangnkan industri, transmigrasi dan pertambangan.

Sejalan dengan Pasal 1 Undang undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang, disebutkan bahwa ruang adalah wadah yang meliputi ruang daratan, ruang lautan, dan ruang udara, sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk hidup lainnya melangsungkan hidup dan melakukan kegiatan serta memelihara kelangsungan hidupnya. Penataan Ruang adalah proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.

Pasal 1 Undang - undang penataan ruang tersebut memberikan pengertian rencana tata ruang adalah hasil dari perencanaan tata ruang yang kesemuanya itu untuk sebesar basarnya kemakmuran rakyat (tentunya dalam artian rakyat disini bukan segelintir rakyat tetapi rakyat pada umumnya). Kesemua rakyat akan merasakan suatu kenikmatan hidup di sesuatu kota ataupun di daerah. (A.P Parlindungan, 1993;12) Hal ini sesuai dengan ajaran Jeremy Bentham (2003:122) yaitu :

1. Tujuan hukum dan wujud keadilan adalah untuk mewujudkan the greatest happiness for the greatest number of people (kebahagiaan yang sebesar besarnya untuk sebanyak banyaknya orang)

2. Tujuan perundang undangan adalah untuk menghasilkan kebahagiaan bagi masyarakat. Untuk itu perundang undangan harus berusaha untuk mencapai empat tujuan yaitu:a. to provide subsistence (untuk memberi nafkah hidup)b. to provide abudance (untuk memberikan makanan yang berlimpah)

c. to provide security (untuk memberikan perlindungan)

d. to provide equility (untuk mencapai persamaan..

Imam Koeswahyono (2000; 55) Dalam mencapai tujuan tersebut, maka dalam tataran operasional perencanaan tata ruang paling tidak ada 3 (tiga) tahapan yang harus ditempuh yaitu :

1. Pengenalan kondisi tata ruang yang ada dengan melakukan pengkajian untuk melihat pola dan interaksi unsur pembentuk ruang, manusia, sumber daya alam;

2. Pengenalan masalah tata ruang serta perumusan kebijakan pengembangan tata ruang wilayah nasional menekankan masalah dikaitkan dengan arahan kebijakan pemanfaatan ruang masa datang serta kendalanya;

3. Penyusunan strategi pemanfaatan ruang Rahmat Barong (2006; 278-279) menyatakan perencanaan tata ruang itu mencakup perencanaan struktural dan pola pemanfatan ruang yang meliputi tata guna tanah, tata guna air, tata guna udara, dan tata guna sumber daya alam lainnya. Perencanaan struktur dan pola pemanfatan ruang merupakan kegiatan penyusunan rencana tata ruang yang produknya menitikberatkan kepada pengaturan hierarkhi yang menurut Hans Kelsen bahwa suatu norma hukum dibuat menurut norma hukum yang lebih tinggi, dan norma hukum yang lebih tinggi ini pun dibuat menurut norma hukum yang lebih tinggi lagi, dan demikian seterusnya sampai berhenti pada norma hukum yang tertinggi yang tidak dibuat oleh norma lagi melainkan ditetapkan terlebih dahulu keberadaannya oleh masyarakat atau rakyat. Hans Kelsen menamakan norma tertinggi tersaebut sebagai Grundnorm atau Basic Norm (Norma Dasar), dan grundnorm pada dasarnya tidak berubah ubah.

Dalam penataan ruang wilayah kota memang sungguh rumit dan pelik karena mau tidak mau menyangkut benturan antara pendekatan teknokratik, komersial dan humanis. Pernyataan yang sering muncul adalah: untuk melayani siapa sebetulnya tata ruang wilayah kota dan lingkungan hidup itu, dan bagimana cara yang sebaik baiknya untuk pengelolaannya. Maka para perencana tata ruang wilayah dan pengelolaan lingkungan hidup mesti harus memiliki tingkat kepekaan sosio - kultural yang tinggi. Tanpa kepekaan terhadap pluralisme kultur dan sub kultur, maka kota kota yang ada di Indonesia akan menjadi kota yang serba seragam, tidak memiliki jati diri, kepribadian, kekhasan, atau karakter yang spesifik. (Eko Budihardjo dan Djoko Sujarto, 2005; 202-203)B. Aspek Yuridis Penataan Ruang

Bumi, air dan kekayaan yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar basarnya kemakmuran rakyat, adalah amanat Pasal 33 Ayat (3) Undang Undang Dasar 1945 yang harus dipegang dan dilaksanakan oleh pemerintah dalam hal ini pemerintah daerah dalam mengatur tata ruang perkotaan.

Dua pesan kunci yang terkandung dalam Pasal 33 Ayat (3) UUD 1945 adalah negara menguasai berarti mengatur penggunaan, peruntukan dan alokasi lahan melalui perundang undangan dan kebijakan tertulis lainnya. Dalam menentukan dan mengatur (menetapkan dan membuat peraturan) bagaimana seharusnya hubungan antara orang atau badan hukum dengan bumi, air dan ruang angkasa serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya. Dengan sikap ini jelaslah bahwa wewenang agraria dalam sistem UUPA adalah pada pemerintahan sentral dan pemerintah daerah tidak boleh melakukan tindakan kewenangan agraria jika tidak ditunjuk ataupun didelegasi wewenang oleh pemerintah kepada daerah daerah otonom. (A.P Parlindungan, 1993; 39)

Konsepsi asas hak menguasai negara tersebut secara formal dirumuskan dalam pasal 2 Undang Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Dasar Pokok Agraria yang berbunyi sebagai berikut :

1. Atas dasar ketentuan dalam Pasal 33 Ayat (3) UUD 1945 dan hal hal yang dimaksud dalam Pasal 1 bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya serta ruang angkasa, pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh negara sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat.

2. Hak menguasai dari negara termaksud dalam Ayat (1) pasal ini memberi wewenang untuk :

a. Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa tersebut;

b. Menentukan dan mengatur hubungan hubungan hukum antara orang orang dengan bumi, air dan ruang angkasa;

c. Menentukan dan mengatur hubungan hubungan hukum antara orang orang dengan perbuatan perbuatan hukum mengenai bumi, air dan ruang angkasa.

3. Wewenang yang bersumber pada hak menguasai negara tersebut pada ayat (2) pasal ini digunakan untuk mencapai kemakmuran yang sebesar besarnya bagi rakyat, dalam arti kebangsaan, kesejahteraan dan kemerdekaan dalam masyarakat dan negara hukum Indonesia.

4. Hak menguasai dari negara tersebut diatas, pelaksanaannya dapat dikuasakan kepada daerah daerah swatantra dan masyarakat masyarakat hukum adat, sekedar diperlukan dan tidak bertentangan dengan kepentingan nasional menurut ketentuan peraturan pemerintah.

Mengenai tugas kewenangan yang disebut dalam Pasal 2 Ayat (2) huruf a terdapat ketentuannya yang khusus dalam Pasal 14 yang mewajibkan Pemerintah untuk menyusun suatu rencana umum, yang kemudian akan dirinci lebih lanjut dalam rencana rencana regional dan daerah oleh pemerintah daerah. (Boedi Harsono,1999, 261)

Pertumbuhan penduduk yang terus meningkat, kegiatan pembangunan dan laju urbanisasi yang tidak terkendali di perkotaan telah mempersempit ruang gerak warga kota. Kebutuhan akan lahan untuk pemukiman, industri, perdagangan, pemerintahan dan prasaran perkotaan meningkat dengan tajam dan sementara kondisi lahan relatif tetap, disinilah akan melahirkan benturan berbagai kepentingan antara berbagai pihak. (Bagong Suyanto, 1996; 38). Namun tragisnya dalam konflik tersebut, justru rakyat kecil selalu sebagai pihak yang terkalahkan. Sedangkan kepentingan pemodallah yang ternyata lebih diuntungkan dalam pertarungan memperebutkan ruang (lahan) perkotaan.

Fakta konkrit dari permasalahan perebutan ruang (spasial) di atas nampak jelas dalam masalah masalah di bawah ini :

a. Mulai terlihat adanya pergeseran lahan pertanian yang subur menjadi tempat industri;

b. Perebutan kepentingan publik (public interest) yakni fungsi ruang terbuka hijau, trotoar dan jalan dengan kepentingan pribadi (individual interest) yakni pemanfaatan lahan resapan air untuk tujuan ekonomi yaitu pusat perdagangan seperti pusat perbelanjaan, perumahan mewah dan sebagainya sehingga karakteristik ruang menjadi bertolak belakang;

c. Mulai ditemukannya kasus kasus pencemaran lingkungan dan beberapa aliran sungai yang sudah terkontaminasi limbah limbah cair yang berbahaya, banjir dimana mana jika musim penghujan tiba;

d. Timbulnya daerah daerah kumuh (slum area) di sekitar pusat pusat kegiatan industri, terutama disebabkan perencanaan kegiatan industri tidak diikuti dengan perencanaan perumahan buruh maupun jasa penunjang lainnya.

Melihat fenomena di atas, merupakan suatu paradoks dari asas dan tujuan penataan ruang. Prinsip efisiensi menyatakan bahwa: ruang yang ada harus dimanfaatkan secara optimal sejalan dengan nilai ekonomisnya. Sedangkan perinsip equality atau pemerataan menyatakan bahwa: pemanfaatan ruang harus memperhatikan nilai nilai sosial, terutama untuk menjamin kemungkinan akses yang setara bagi masyarakat untuk memanfaatkan ruang sebagai sumber utama pembangunan. Relokasi pemukiman pemukiman kumuh untuk supermarket, hotel, perumahan mewah ataupun perkantoran dalam beberapa segi menunjukan kepentingan efisiensi yang berlebihan di atas kepentingan pemerataan atau equality. (Imam Koeswahyono, 1999; 94)

Melihat realitas tersebut di atas, setidaknya ada 5 (lima) pertimbangan yang melatarbelakangi lahirnya Undang Undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang, yaitu :

a. Ruang wilayah Republik Indonesia sebagai karunia Tuhan merupakan sumber daya alam, aset besar bangsa Indonesia yang perlu disyukuri, dilindungi dan dikelola untuk mewujudkan pembangunan nasional;

b. Undang Undang Dasar 1945 sebagai landasan konstitusional antara lain mengamanatkan bahwa bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar besarnya kemakmuran rakyat;

c. Ruang mempunyai pengaruh terhadap kehidupan dan dapat dimanfaatkan untuk kegiatan dan kelangsungan hidup;

d. Peraturan perundang undangan yang berkaitan dengan pemanfaatan ruang selama ini belum menampung tuntutan perkembangan pembangunan. Karena itu perlu adanya satu Undang Undang yang memberi kepastian hukum bagi upaya pemanfaatan ruang dalam satu kesatuan sistem yang memberi sandaran yang jelas, tegas dan menyeluruh untuk mengatur pemanfaatannya berdasarkan besaran kegiatan, jenis kegiatan, fungsi lokasi, kualitas ruang dan estetika lingkungan demi kelangsungan hidup yang berkualitas;

e. Mengingat semakin pesatnya laju pembangunan di berbagai sektor dan di seluruh tanah air yang memerlukan pemanfaatan ruang secara tertib dan terarah. (Mahendara, 1997; 59-60)

Namun mengingat kondisi di Kota Makassar yang terus menerus mengalami perkembangan yang sangat pesat maka Rencana Tata Ruang yang berlaku tersebut harus senantiasa disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang ada sehingga dapat dilakukan perubahan jika dirasa perlu.

C. Pengertian Rencana Tata Ruang Wilayah Menurut Daud Silalahi, (2004:97) yang mengemukakan bahwa rencana tata ruang wilayah merupakan suatu pengertian yang secara eksplisit tersirat cakupan yang luas mengandung arti bahwa :

1. Seluruh wilayah Indonesia adalah kesatuan tanah air dari seluruh rakyat Indonesia yang bersatu sebagai bangsa Indonesia.

2. Seluruh bumi, air dan ruang angkasa termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa merupakan kekayaan nasional

3. Hubungan antara bangsa Indonesia dan bumi, air serta ruang angkasa termasuk bagian hubungan yang bersifat abadi.

4. Dalam pengertian bumi, selain permukaan bumi termasuk pula tubuh bumi dibawahnya serta yang berada dibawah air.

5. Dalam pengertian air termasuk baik perairan pedalaman maupun laut wilayah Indonesia.

6. Yang dimaksud dengan ruang angkasa ialah ruang di atas bumi dan air adalah yang berada didalam bumi.

Keenam point tersebut di atas secara tersirat mengandung pemaknaan terhadap ruang suatu wilayah yang perlu ditata khususnya yang berkaitan dengan bumi, air dan ruang angkasa serta kekayaan yang terdapat dalam suatu wilayah.

Solihin (2004 : 18) memberikan pengertian rencana tata ruang wilayah adalah:

Mengatur, mengelolah, menangani, mempotensikan segala hal yang ada di atas bumi, air dan ruang angkasa untuk digunakan bagi kesejahteraan manusia yang tinggal dalam ruang tersebut untuk memenuhi kepentingannya sesuai dengan kaidah-kaidah hukum yang mengatur penggunaan ruang. Dalam Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah berdasarkan konsideran, memberikan pengertian bahwa: Rencana tata ruang wilayah adalah suatu tindakan dalam mengelola dan menata suatu ruangan berdasarkan pemanfaatan pengelolaan sumber daya alam yang beraneka ragam di dataran, di lautan dan di udara, yang perlu dilakukan secara terkoordinasi dan terpadu dalam pola pembangunan berkelanjutan dengan mengembangkan tata ruang dalam satu kesatuan tata lingkungan yang dinamis serta tetap terpeliharanya kelestarian kemampuan lingkungan hidup sesuai dengan pembangunan berwawasan lingkungan, yang menjadikan rencana tata ruang wilayah menjadi penting dan utama, sehingga diberikan adanya pengertian yang dapat dibedakan menurut peraturan daerah pengertian ruang, tata ruang, rencana tata ruang wilayah, rencana tata ruang dan wilayah.Penjelasan uraian tersebut di atas maka dapat dibedakan pengertian yang memberikan keutuhan atas pengertian rencana tata ruang wilayah yang dikemukakan oleh Sadli Samad (2003:42) yaitu sebagai berikut: 1) Ruang adalah wadah yang meliputi ruang daratan, ruang lautan dan makhluk lainnya hidup dan melakukan kegiatan serta memelihara kelangsungan hidupnya, 2) tata ruang adalah wujud struktural dan pola pemanfaatan ruang baik direncanakan maupun tidak, 3) rencana tata ruang wilayah adalah proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang, 4) rencana tata ruang adalah hasil perencanaan tata ruang dan 5) wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait padanya ruang batas dan sistem ditentukan berdasarkan aspek administrasi dan atau aspek fungsional .Uraian tersebut di atas memperlihatkan bahwa pernyataan ruang dalam tinjauan hukum dapat mencerminkan adanya pengertian yang kompleks untuk melakukan suatu kegiatan perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian rencana tata ruang wilayah yang sesuai dengan ketentuan dalam pengelolaan tata ruang wilayah. Menurut Satria Hadikusumo (2004:82) menjelaskan bahwa: Pengertian rencana tata ruang wilayah sebagaimana yang berkaitan dengan perencanaan tata ruang yang dilakukan oleh pemerintah maka pertimbangan perencanaan tersebut memberikan pengertian bahwa a) perencanaan rencana tata ruang wilayah adalah suatu bentuk perencanaan yang dikelola dari suatu ruang wilayah sesuai dengan keserasian, keselarasan, keseimbangan fungsi budidaya dan fungsi lindung, dimensi waktu, teknologi, sosial budaya serta fungsi lainnya. b) perencana rencana tata ruang wilayah mencakup aspek pengelolaan secara terpadu sebagai sumber daya fungsi dan estetika lingkungan serta kualitas ruang.Sugianto (2004:82) juga menyatakan bahwa pengertian perencanaan rencana tata ruang wilayah mencakup: Perencanaan struktur dan pola pemanfaatan ruang, yang meliputi tata guna tanah, tata guna udara dan ruang angkasa dan tata guna sumber daya alam lainnya yang disesuaikan dengan fungsi pertahanan keamanan subsistem perencanaan tata ruang, tata cara penyusunannya dengan peraturan perundang-undangan yang mengatur bentuk-bentuk perencanaan rencana tata ruang wilayah.

Tinjauan rencana tata ruang wilayah yang terencana sangat komperatif dengan pemanfaatan ruang yang dikembangkan. Menurut Sugianto (2004:85) pemanfaatan ruang memberikan eksis pemaknaan mengenai: a) pola pengelolaan tata guna tanah, tata guna air, tata guna udara dan tata guna sumber lainnya sesuai dengan asas rencana tata ruang wilayah. b) segala ketentuan mengenai pola pengelolaan tata guna, tata guna air, tata guna udara dan tata guna lainnya harus diatur oleh negara dan direalisasikan sesuai dengan peraturan pemerintah. Berarti pemanfaatan suatu rencana tata ruang wilayah juga berkaitan dengan bentuk-bentuk pengendalian atau pengawasan terhadap ruangan yang telah direncanakan sesuai dengan bentuk pengendaliannya yaitu melakukan berbagai bentuk aplikasi pengawasan. Hermawan Sumantri (2004:48) menjelaskan bahwa: Pengawasan terhadap pemanfaatan ruang dalam penataan diselenggarakan dalam bentuk pelaporan, pemantauan dan evaluasi. Demikian pula setiap bentuk pengawasan seyogyanya dilakukan tindakan penertiban terhadap pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang diselenggarakan dalam bentuk pengenaan sanksi sesuai dengan peraturan perundangan undangan yang berlaku dengan memperhatikan rencana tata ruang yang dibedakan tata ruang wilayah nasional, tata ruang wilayah propinsi daerah, tata ruang wilayah kabupaten/ kecamatan.

Bentuk kongkrit dari suatu rencana tata ruang wilayah dalam suatu peraturan mengenai rancangan tata ruang, maka dapat dipahami bentuk bentuk rencana tersebut berdasarkan penetapan tata ruang wilayah yang memiliki strategi dan arah kebijakan pemanfaatan ruang wilayah negara meliputi :

a) Tujuan nasional dari pemanfaatan ruang untuk pemanfaatan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan pertahanan keamanan.

b) Struktur dan pola pemanfaatan ruang wilayah nasional

c) Kriteria dan pola pengelolaan kawasan lindung, kawasan budidaya dan kawasan tertentu. Demikian pula dengan ketentuan tata ruang wilayah nasional berisi:

a) Penetapan kawasan lindung, kawasan budi daya dan kawasan tertentu yang ditetapkan secara nasional

b) Norma dan kriteria pemanfaatan ruang

c) Pedoman pengendalian pemanfaatan ruang.

Sedangkan rencana tata ruang nasional yang menjadi pedoman untuk melakukan rencana tata ruang wilayah adalah mempertimbangkan berdasarkan ketentuan :a. Perumusan kebijaksanaan pokok pemanfaatan ruang di wilayah nasional.

b. Mewujudkan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan perkembangan antar wilayah serta keserasian antar sektor,

c. Pengarahan lokasi investasi yang dilaksanakan pemerintah dan atau masyarakat.

d. Rencana tata ruang wilayah propinsi daerah tingkat I dan wilayah kabupaten / Kotamadya daerah tingkat II.

Berdasarkan uraian di atas maka penilaian mengenai suatu rencana tata ruang dalam implementasi rencana tata ruang wilayah bagi suatu wilayah propinsi, akan mengacu kepada tinjauan yang berisi tentang :

a) Arahan pengolahan kawasan lindung dan kawasan budi daya,

b) Arahan pengelolaan kawasan perdesaan, kawasan perkotaan, dan kawasan-kawasan tertentu,

c) Arahan pengembangan kawasan permukiman, kehutanan, pertanian, pertambangan, perindustrian, budaya terpadu dan kawasan lainnya

d) Arahan pengembangan sistem pusat permukiman pedesaan dan perkotaan.

e) Arahan pengembangan sistem prasarana transportasi, telekomunikasi, energi, pengairan dan prasarana pengelolaan lingkungan,

f) Arahan pengembangan kawasan yang diprioritaskan

g) Arahan kebijaksanaan tata guna tanah, tata guna air, tata guna udara, dan tata guna sumber alam lainnya, serta memperhatikan keterpaduan dengan sumber daya manusia dan sumber daya buatan.

Menurut Tarmizi (2004:72) bahwa berbagai bentuk perencanaan tata ruang wilayah dalam suatu daerah, maka perlu ditetapkan adanya Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah. Bentuk kongkrit dari peraturan pemerintah yang dimaksud dari Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2006 yaitu: Peran serta masyarakat adalah sebagai kegiatan masyarakat, yang timbul atas kehendak dan keinginan sendiri di tengah masyarakat, untuk berminat dan bergerak dalam penyelenggaraan rencana tata ruang wilayah.

Rencana tata ruang wilayah yang sesuai dengan pelaksanaan hak masyarakat pada dasarnya berkaitan dengan rencana tata ruang wilayah masyarakat yang berhak a) Berperan serta dalam proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang, b) mengetahui secara terbuka rencana tata ruang kawasan, termasuk tata letak dan tata bangunan, c) menikmati manfaat ruang dan atau pertambangan nilai ruang sebagai akibat dari rencana tata ruang wilayah dan d) memperoleh penggantian yang layak atas kondisi yang dialami sebagai akibat pelaksanaan kegiatan pembangunan yang sesuai dengan rencana tata ruang. Nurhadi (2002: 70) menyatakan bahwa: Rencana tata ruang wilayah tidak terlepas dari mengenai konsep lingkungan hidup yang mengisyaratkan bahwa setiap kegiatan pembangunan harus dapat dipertanggungjawabkan dalam pengelolaan dan penanganannya agar bentuk-bentuk rencana tata ruang wilayah yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah pada gilirannya menjadi konsekwensi logis bagi masyarakat memahami pentingnya rencana tata ruang wilayah dan pentingnya batasan-batasan mengenai ruang yang sangat berkaitan dengan nuansa pelaksanaan pemerintahan yang dituntut untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dan mengatur pola ruang lingkup dalam menjalankan aktivitasnya sehari-hari. Atas uraian dan tinjauan yang dikemukakan di atas, maka dapat diambil suatu kesimpulan bahwa rencana tata ruang wilayah diartikan sebagai bentuk perumusan kebijakan pokok dalam memanfaatkan ruang dalam suatu wilayah yang mewujudkan keterpaduan, keterkaitan dan keseimbangan perkembangan antara wilayah serta keserasian antara sektor dalam mengeksiskan pentingnya rencana tata ruang wilayah yang diterapkan di Kota Makassar.

D. Pengembangan Kawasan Budaya Terpadu

1. Perencanaan Pengembangan Kawasan budaya terpadu

Masalah kawasan budaya terpadu merupakan kegiatan yang bersifat multi sektor, yang hasilnya langsung menyentuh salah satu kebutuhan dasar masyarakat, sehingga konsepsi urutan pengembangan untuk mengantarkan pengembangan yang berdaya guna dan berhasil guna, maka sebagai salah satu syarat utama ialah keharusan adanya perencanaan. Selanjutnya melalui perencanaan tersebut dilaksanakan pengembangan dan harus selalu disertai pengawasan (Muchsin, 1998; 45)

Aspek aspek yang mendasari perencanaan perumahan tersebut di atas dalam Peraturan Daerah Kota Makassar Nomor 6 Tahun 2006 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Makassar Tahun 2005 2015 telah sesuai dengan direncanakannya alokasi lahan yang dapat dikembangkan sebagai areal kawasan budaya terpadu. Sedangkan dalam Rencana Pengembangan dan Pengembangan Kawasan budaya terpadu di Daerah (RP4D) Kota Makassar bersifat sangat teknis, implementatif dan strategis, khususnya dalam perencanaan dan pengembangan pengembangan kawasan budaya terpadu. Dengan adanya RP4D skenario mewujudkan program pengembangan dan pengembangan kawasan budaya terpadu semakin jelas.

Kedudukan RP4D berada di bawah Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), dibandingkan dengan produk produk perencanaan tata ruang lainnya, seperti Rencana Detai Tata Ruang Kota (RDTRK) atau Rencana Tata Ruang Kota (RTRK), maka RP4D ini dapat disetarakan dengan RDTRK/RTRK karena sifat substasinya yang teknis. Namun dalam hal ini, RP4D hanya membicarakan perihal Kawasan budaya terpadu beserta dengan sarana/prasarana yang terkait erat.

Sesuai dengan Keputusan Menteri Negara Kawasan budaya terpadu Nomor 09/KPTS/M/IX/1999 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Pengembangan dan Pengembangan Kawasan budaya terpadu di Daerah, jangka waktu perencanaan dibuat untuk 10 (sepuluh) tahun dengan dijabarkan kedalam rencana lima tahunan dan rencana pelaksanaan tahunan untuk lima tahun pertama. Selain itu pedoman penyusunan juga untuk memantapkan pelaksanaan Undang Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. (RP4D Kota Makassar, 2004; VI-2).

2. Aspek Hukum dan Kebijakan Pengembangan Wilayah Perumahan Dan Permukiman

Struktur perwilayahan pengembangan meliputi struktur pusat pertumbuhan perkotaan dan perdesaan, sarana dan prasarana sosial ekonomi maupun kebudaya terpaduan. Wilayah pengembangan tidak akan berdiri sendiri dan terlepas dari pusat pengembangan wilayah lainnya. Hubungan internal dan eksternal antara pusat pengembangan justru lebih tinggi tingkatannya dan menjadi hubungan fungsional secara hirarkhis menyeluruh dalam satu kesatuan wilayah.

Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 2 Ayat (2) huruf a Undang Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok Pokok Agraria, yaitu wewenang mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan, dan pemeliharaan tanah. Wewenang mengatur misalnya bersangkutan dengan perencanaan pengembangan daerah. Wewenang menyelenggarakan misalnya berupa tindakan mematangkan tanah untuk disiapkan guna tempat pengembangan kawasan budaya terpadu. Untuk itu Pemerintah Daerah misalnya dapat menyelenggarakan suatu perusahaan tanah, yang selain bertugas mematangkan tanah yang tersedia, juga mengatur penyediaan tanah bagi pihak pihak yang memerlukan. Dengan demikian tanah yang tersedia dapat digunakan sebaik - baiknya sesuai dengan rencana pengembangan yang sudah ditetapkan. (Boedi Harsono, 1999; 266). Wewenang dalam bidang agraria disini dimaksudkan dapat merupakan sumber keuangan daerah itu, tetapi harus lebih mengutamakan kepentingan umum dan tidak semata mata mencari keuntungan.

Pengembangan konsep pengembangan kawasan budaya terpadu yang diambil dalam bentuk kebijaksanaan Pemerintah Daerah pada awal Pengembangan Jangka Panjang Tahap I untuk pengembangan kawasan budaya terpadu bersifat stimultan dan hanya terbatas pada pemenuhan kebutuhan prasarana dan sarana dasar. Hal ini dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah sesuai dengan kebijaksanaan Pemerintah Pusat. Pada Pengembangan Lima Tahun (Pelita) II pemerintah mulai mengembangkan konsep subsidi silang atas konsep pengembangan kawasan budaya terpadu.

3. Konsep Dan Strategi Pengembangan Berkelanjutan Dalam Pengembangan WilayahKawasan budaya terpadu Kawasan budaya terpadu, dalam konsideran Undang Undang tersebut menyebutkan bahwa dalam pengembangan manusia Indonesia seutuhnya dan pengembangan seluruh masyarakat Indonesia, kawasan budaya terpadu yang layak, sehat, aman, serasi, dan teratur merupakan salah s atu kebutuhan dasar manusia dan merupakan faktor penting dalam meningkatkan harkat dan martabat, mutu kehidupan serta kesejahteraan rakyat dalam masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945. Untuk meningkatkan harkat dan martabat, mutu kehidupan dan kesejahteraan tersebut bagi setiap keluarga Indonesia, pengembangan kawasan budaya terpadu sebagai bagian dari pengembangan nasional perlu terus ditingkatkan dan dikembangkan secara terpadu, terarah, berencana, dan berkesinambungan.

Berkembangangnya suatu kota secara langsung maupun tidak langsung akan mempengaruhi kondisi lingkungan sekitarnya. Pengembangan pengembangan kawasan budaya terpadu harus diupayakan sebagai satu kesatuan fungsional dalam wujud tata ruang fisik kehidupan ekonomi dan sosial budaya yang mampu menjamin pelestarian kemampuan fungsi lingkungan hidup kawasan budaya terpadu tersebut. (Koesnadi Hardjasoemantri, 2004; 223)

Kawasan budaya terpadu juga harus dilengkapi dengan fasilitas penunjang, baik yang meliputi aspek ekonomi (antara lain : bangunan yang tidak mencemari lingkungan), maupun aspek sosial budaya (antara lain : bangunan pelayanan umum dan pemerintahan, pendidikan dan kesehatan, peribadatan, rekreasi dan olahraga, pemakaman dan pertamanan). (Jarot E. Sulistyo, 2004; 1). Untuk mencapai ini semua, maka sasaran dan arah kebijakan pengembangan meliputi kegiatan pokok melalui 2 (dua) program, yaitu : program pengembangan kawasan budaya terpadu serta program pelaksanaan kegiatan seni budaya. (RPJMN, 2004 2009; 453)

Pasal 12 huruf J Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2006 tentang Strategi Pengembangan Kawasan Budaya Terpadu meliputi :

1. Menetapakan kawasan sekitar Benteng Somba Opu sebagai kawasan konversi budaya dan sejarah menjadi pusat budaya Sulawesi Selatan yang di tata secara terpadu.

2. Mengembangkan dengan cara menyusun kembali Masterplan Kawasan Taman Miniatur Sulawesi (TMS) menjadi Kawasan Somba Opu yang lebih terpadu dan bernilai produktivitas ekonomi tinggi, yang mana selama ini cenderung menunjukkan keadaan lingkungan yang tidak terurus dan terdegradasi berat secara fisik yang disebabkan oleh besarnya beban biaya pemeliharaan.

3. Mengalihkan orientasi pintu utama ke arah barat melewati pinggir danau Tanjung Bunga dan membuka pintu utama yang baru dari arah Selatan melalui pinggir Sungai Jeneberang.

4. Mengembangkan kawasan ini menjadi Pusat hijau Binaan dengan ingkat tutupan hijau minimum 60% (enam puluh persen)

5. Mengembangkan sentra-sentra bisnis berwawasan budaya, kegiatan wisata air, kegiatan Meeting, Incentive, Convention, and Exibition (MICE) dan kegiatan hotel serta restoran sebagai kegiatan pendukung dan pelengkap fungsi utama kawasan.

6. Merencanakan kawasan-kawasan sektor informal yang prosfektif dan berdaya tarik tinggi pada lokasi-lokasi yang mendukung terwujudnya Kota Makassar yang nyaman dan teratur.BAB III

METODE PENELITIAN

A. Lokasi Penelitian

Penelitian merupakan hal terpenting dari seluruh rangkaian kegiatan penulisan suatu karya ilmiah karena dengan penelitian akan terjawab semua obyek permasalahan yang diuraikan dalam rumusan masalah. Dalam penulisan ini, penulis memilih lokasi penelitian di Kota Makassar tepatnya pada Pemerintah Daerah Kota Makassar. B. Jenis dan Sumber Data

Jenis penelitian adalah kualitatif yang menjelaskan secara yuridis Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Makassar. Sumber data penelitian terdiri dari:

1. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari responden yang berasal dari pengamatan dan wawancara dengan pihak-pihak yang berkompeten.

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh berdasarkan studi dokumen yang dihimpun dari aturan perundang-undangan, buku-buku, arsip atau data Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah dan bahan atau sumber lain yang menjadi faktor penunjang dalam penelitian ini.

C. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara sebagai berikut:

1. Studi dokumentasi, yaitu pengumpulan data melalui dokumen-dokumen tertulis, laporan-laporan, serta peraturan perundang-undangan yang erat kaitannya dengan penelitian ini.

2. Wawancara, yaitu mengadakan wawancara langsung dengan pihak yang berkompeten yaitu Kepala Dinas Tata Ruang dan Bangunan Kota Makassar, 2 orang pegawai yang memahami pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah dan 2 orang perwakilan dari proyek pengembangan kawasan budaya terpadu.

D. Analisis Data

Keseluruhan data yang diperoleh baik data primer maupun data sekunder diolah, lalu dianalisis secara kualitatif kemudian disajikan secara deskriptif yaitu menjelaskan, menguraikan dan menggambarkan permasalahan yang erat kaitannya dengan penelitian ini.

BAB IVHASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Pengembangan Kawasan Budaya Terpadu di Kota Makassar

Pengembangan kawasan budaya terpadu di Kota Makassar merupakan salah satu upaya untuk memanfaatkan segala potensi kawasan dalam menunjang kegiatan pengembangan. Potensi kawasan juga termasuk dalam hal ini potensi infrastuktur yang dimiliki suatu daerah dan merupakan suatu potensi yang mendukung aksesibilitas jalan pada kawasan budaya terpadu yang mudah dikunjungi dan menjadi tujuan wisata dalam menunjang peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat. Misalanya ketersediaan aksesibilitas jalan yang memiliki konstruksi yang kuat, panjang, dan lebar jalan yang memadai, memiliki drainase dan penerangan jalan yang dapat menghubungkan berbagai alur jalan utama dan jalan alternatif.

Potensi kawasan yang dapat dikembankan berupa potensi partisipasi masyarakat, di mana jumlah populasi dalam suatu wilayah daerah merupakan sumber segmen pasar yang potensial untuk menjadi akses bagi suatu daerah di dalam memberikan peluang kepada penduduk untuk berpartisipasi dalam kegiatan pengembangan suatu daerah. Contoh, masyarakat di daearah kawasan budaya terpadu melakukan pembangunan insfratruktur obyek wisata seperti rumah makan yang tertata, tempat-tempat hiburan, penginapan dan sarana komunikasi untuk akses informasi. B. Pengembangan Kawasan Budaya Terpadu terhadap Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Makassar

Kompilasi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya bersesuaian dengan Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Makassar dalam rangka pengembangan kawasan budaya terpadu. Keterkaitan dengan kasus Gowa Discovery Park (GDP) telah sesuai dengan aspek yang menimbang bahwa untuk mengarahkan pembangunan di wilayah Kota Makassar dengan memanfaatkan ruang wilayah secara serasi, selaras, seimbang, berdaya guna, berhasil guna, berbudaya dan berkelanjutan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang berkeadilan dan pertahanan keamanan, perlu disusun Rencana Tata Ruang Wilayah. Dalam rangka mewujudkan keterpaduan pembangunanantarsektor, Pemerintah Daerah dan masyarakat, maka RencanaTata Ruang Wilayah merupakan arahan dalam pemanfaatan ruang bagi semua kepentingan secara terpadu yang dilaksanakan secara bersama oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, masyarakat, dan atau dunia usaha.

Pelaksanaan proyek GDP tetap dilanjutkan karena sudah sesuai dengan ketentuan yang berkaitan dengan rencana tata ruang, konstruk wilayah kota, rencana tata ruang wilayah, visi tata ruang, misi tata ruang, kawasan lindung, kawasan budidaya, kawasan hijau lindung, kawasan hijau binaan, kawasan tangkapan air, kawasan ekonomi prospektif, kawasan sistem pusat kegiatan, kawasan terpadu, kawasan budaya terpadu, kawasan bisnsi dan pariwisata, ruang terbuka hijau, perbaikan dan pemeliharaan lingkungan, serta panduan pembangunan kawasan. Adapun yang dimaksud dengan uraian yang sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2006 Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Makassar yang memperkuat Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, yaitu bahwa Pemerintah Daerah Kota Makassar dalam pelaksanaan GDP sudah sesuai dengan rencana tata ruang yang dimaksud yaitu hasil perencanana tata ruang dengan konstruk wilayah kota yang mempunyai kegiatan utama yang menyusun fungsi kawasan sebagai tempat pemusatan dan distribusi pelayanan jasa sosial dan kegiatan ekonomi.

Rencana tata ruang wilayah merupakan hasil perencanaan tata ruang wilayah yang memiliki visi untuk menggambarkan arah dan pengelolaan wilayah kota dan misi tata ruang sebagai komitmen dan panduan arah bagi pembangunan dan pengelolaan wilayah sesuai dengan visi pembangunan.

Pelaksanaan peraturan ini bersesuaian dengan kawasan lindung yang merupakan kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan sumber daya buatan. Selain itu, kawasan budidaya juga menjadi perhatian karena merupakan kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia dan sumber daya buatan. Selanjutnya kawasan hijau lindung sebagai suatu kawasan yang memiliki karakteristik alamiah yang perlu dilestarikan untuk tujuan perlindungan habitat setempat maupun untuk tujuan perlindungan wilayah yang lebih luas.

Termasuk perlunya kawasan hijau binaan dan kawasan tangkapan air. Kawasan hijau binaan sebagai bagian dari kawasan hijau di luar kawasan hijau lindung untuk tujuan penghijauan yang dibina melalui penanaman, pengembangan, pemeliharaan maupun pemulihan vegetasi yang diperlukan dan didukung fasilitasnya yang diperlukan baik untuk sarana ekologis maupun sarana sosial kota yang didukung oleh fasilitas sesuai keperluan untuk penghijauan. Sementara kawasan tangkapan air adalah kawasan atau areal yang mempunyai pengaruh secara alamiah, atau binaan terhadap keberlangsungan badan air.

Untuk mempertahankan kawasan tersebut lebih maju, maka dikembangkan kawasan ekonomi prospektif, kawasan sistem pusat kegiatan, kawasan terpadu, kawasan budaya terpadu, kawasan bisnis dan pariwisata, ruang terbuka hijau, perbaikan dan pemeliharaan lingkungan, serta panduan pembangunan kawasan. Kawasan ekonomi prospektif sebagai kawasan yang mempunyai nilai strategis bagi pengembangan ekonomi kota. Kawasan sistem pusat kegiatan diarahkan bagi pemusatan berbagai kegiatan campuran maupun yang spesifik, memiliki fungsi strategis dalam menarik berbagai kegiatan pemerintahan, sosial, ekonomi dan budaya serta kegiatan pelayanan kota menurut hirarki terdiri dari sistem pusat kegiatan utama yang berskala kota, regional, nasional dan internasional dan sistem pusat penunjang yang berskala lokal. Kawasan terpadu sebagai kawasan yang memiliki fungsi lebih dari satu, terdiri atas fungsi utama dan penunjang, yang saling terkait dan bersinergi serta saling mempengaruhi dan mendukung dalam satu sistem. Kawasan budaya terpadu diarahkan dan diperuntukkan sebagai kawasan dengan pemusatan dan pengembangan berbagai kegiatan budaya yang dilengkapi dengan kegiatan penunjang yang lengkap dan saling bersinergi dalam satu sistem ruang yang solid. Kawasan bisnis dan pariwisata diarahkan dan diperuntukkan sebagai kawasan pengembangan kegiatan bisnis dan pariwisata yang dilengkapi dengan kegiatan penunjang yang lengkap yang sling bersinergi dalam satu sistem ruang yang solid.

Pelaksanaan proyek ini juga memperhatikan pentingnya keberadaan ruang terbuka hijau sebagai kawasan atau areal permukaan tanah yang didominasi oleh tumbuhan yang dibina untuk fungsi perlindungan habitat tertentu, dan atau sarana Kota/lingkungan, dan atau pengaman jaringan prasarana, dan atau budidaya pertanian. Hal ini sebagai bentuk perbaikan dan pemeliharaan lingkungan. Perbaikan lingkungan merupakan pola pengembangan kawasan dengan tujuan untuk memperbaiki struktur lingkungan yang telah ada, dan dimungkinkan melakukan pembongkaran terbatas guna penyempurnaan pola fisik prasarana yang telah ada. Sedangkan pemeliharaan lingkungan adalah pola pengembangan kawasan dengan tujuan untuk mempertahankan kualitas suatu lingkungan yang sudah baik agar tidak mengalami penurunan kualitas lingkungan.

Hal ini sesuai dengan panduan pembangunan kawasan yaitu panduan bagi pembangunan kawasan sebagai implementasi dari hasil panduan rancang kota dan memuat ketentuan-ketentuan yang mengatur mengenai komposisi peruntukan-peruntukan, intensitas pemanfaatan ruang, tahapan dan tata cara pembangunan, pembiayaan pembangunan, dan pengaturan mengenai keseimbangan antara manfaat ruang yang diperoleh para pihak yang terkait dengan kewajiban penyediaan prasarana, fasilitas umum, fasilitas sosial, utilitas umum, dan sarana lingkungan, serta sistem pengelolaan kawasan yang akan dibangun.

Strategi pengembangan kawasan budaya terpadu dalam melihat pengembangan proyek GDP yang dilanjutkan karena telah sesuai dengan penetapan kawasan sekitar Benteng Somba Opu sebagai kawasan konservasi budaya dan sejarah dan menjadi pusat budaya Sulawesi Selatan yang di tata secara terpadu. Mengembangkan dengan cara menyusun kembali Masterplan Kawasan Taman Miniatur Sulawesi (TMS) menjadi Kawasan Somba Opu yang lebih terpadu dan bernilai produktivitas ekonomi tinggi, yang mana selama ini cenderung menunjukkan keadaan lingkungan yang tidak terurus dan terdegradasi berat secara fisik yang disebabkan oleh besarnya beban biaya pemeliharaan. Mengalihkan orientasi pintu utama ke arah barat melewati pinggir danau dan membuka pintu utama yang baru dari arah Selatan melalui pinggir Sungai Jeneberang, serta mengembangkan kawasan ini menjadi Pusat Hijau Binaan dengan tingkat tutupan hijau (green cover) minimum 60% (enam puluh persen), mengembangkan sentra-sentra bisnis berwawasan budaya, kegiatan wisata air, kegiatan Meeting, Incentive, Convention, and Exibition (MICE) dan kegiatan hotel serta restoran sebagai kegiatan pendukung dan pelengkap fungsi utama kawasan.

Pengembangan kawasan budaya terpadu ditargetkan menempati wilayah perencanaan seluas 28,33 Ha, dengan arahan rencana sebagai berikut:

a. Mengarahkan pengembangan wilayah bagian Selatan Kota di sub kawasan pengembangan kawasan taman miniatur sulawesi dengan pola pengembangan multifungsi yang tetap terintegrasi baik secara bentuk dan ruang sesuai dengan atmosfir ruang budaya yang ingin dicapai;b. Mengarahkan pengembangan bangunan umum yang tetap terintegrasi dengan rencana pengendalian dan revitalisasi Sungai Balang Beru dan Jeneberang secara terpadu;c. Melestarikan dan menata fungsi-fungsi kawasan/bangunan bersejarah untuk mendukung kegiatan perdagangan, jasa, dan pariwisata dengan pengaturan dan penataan lalulintas beserta pedestrian yang lebih nyaman;d. Mengembangkan sentra primer baru selatan kota, dengan penempatan sektor budaya sebagai warna dari atmosfir pengembangan kawasan. Pemerintah daerah menyadari bahwa apabila terjadi pelanggaran diluar ketentuan peraturan daerah tersebut atas pelaksanaan proyek GDP, akan dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku. Sanksi tersebut tercantum dalam Pasal 91 Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2006 yang menyatakan bahwa pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan dalam Peraturan Daerah ini dapat dikenakan sanksi berupa sanksi administrasi, sanksi perdata dan sanksi pidana. Pelanggaran terhadap Peraturan Daerah ini diancam dengan pidana kurungan selama-lamanya 6 (enam) bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dengan atau tidak merampas barang tertentu untuk daerah, kecuali jika ditentukan lain dalam peraturan perundangundangan. Selain sanksi sebagaimana dimaksud, dapat dikenakan biaya paksaan penegakan hukum seluruhnya atau sebagian. WaliKota menetapkan cara pelaksanaan dan besarnya biaya paksaan penegakan hukum.Namun hal tersebut tidak terlepas dari adanya kegiatan penyidikan terlebih dahulu, di mana Pejabat Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Pemerintah Daerah diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan terhadap pelanggaran Peraturan Daerah ini. Wewenang Penyidik adalah :

a. Menerima, mencari, mengumpulkan dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan pelanggaran pidana dalam Peraturan Daerah ini, agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lebih lengkap dan jelas;b. Meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan mengenai Orang Pribadi atau Badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan adanya pelanggaran;c. Meminta keterangan dan bahan bukti dari Orang Pribadi atau Badan sehubungan dengan pelanggaran;d. Memeriksa buku-buku, catatan-catatan dan dokumen-dokumen lain berkenaan dengan adanya tindakan pelanggaran;e. Melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan dan dokumen lain, serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut;f. Meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan terhadap pelanggaran.

Setiap permasalahan yang terjadi di masyarakat, di dalamnya terdapat berbagai analisis hukum, yang dapat dipahami dan diketahui faktor penyebab dari suatu masyarakat untuk mentaati hukum dan melanggar aturan hukum. Faktor hukum sangat ditentukan oleh substansi hukum, struktur kelembagaan, budaya kearifan lokal, sarana/prasarana dan pengetahuan masyarakat. 1. Substansi Hukum

Substansi hukum merupakan faktor pendukung terhadap ketaatan pemerintah dan masyarakat dalam menyelenggarakan segala kegiatan yang berkenaan dengan proyek GDP yang dalam peraturan perundang-undangan telah diatur secara substantif mengenai pertimbangan, ketentuan-ketentuan yang berlaku, strategi kebijakan yang diambil, pengenaan sanksi dari suatu pelanggaran yang tidak berkenaan atau bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Berdasarkan hasil pengamatan terjadinya permasalahan dari sebuah kasus yang berkaitan dengan pengembangan kawasan budaya terpadu dikarenakan adanya ketidaksinkronanan antara perundang-undangan yang mengatur tentang cagar budaya, khususnya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 dengan Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Makassar. Melalui pemahaman tentang faktor substansi hukum dari peraturan perundang-undangan tersebut, menjadi faktor penting dalam pelaksanaan pengembangan kawasan budaya terpadu di Kota Makassar dalam hal ini proyek GDP yang sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

2. Struktur Kelembagaan

Faktor struktur kelembagaan merupakan faktor yang mendukung pelaksanaan proyek GDP. Faktor struktur kelembagaan yang dimaksud adalah adanya lembaga yang mewadahi sebuah kegiatan proyek yang bertanggungjawab dalam pelaksanaan kegiatan proyek yang sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Struktur kelembagaan yang bertanggungjawab dalam hal ini adalah Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan, Walikota Makassar, Dinas-dinas terkait seperti Dinas Tata Ruang, Dinas Pekerjaan Umum, Dinas Pariwisata, Dinas Pendidikan dan Budaya, Lembaga Swadaya Masyarakat dan partisipasi masyarakat serta perusahaan stakeholder terhadap pelaksanaan pembangunan proyek GDP. Ketersediaan arapat pelaksana dari struktur kelembagaan yang tersedia menjadi faktor untuk mempermudah dan mempercepat sebuah kegiatan pelaksanaan yang akan membuat berbagai kegiatan perencanana, pengorganisasian, pelaksanaan, pengkoordinasian, pelaporan dan pengevaluasian berbagai aktivitas kegiatan proyek yang sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Struktur kelembagaan memainkan peranan penting dalam mempertanggungjawabkan segala aktivitas pelaporan dan pertanggungjawaban yang sama saat ini pelaksanaannya masih dilanjutan.

3. Budaya Kearifan Lokal

Budaya kearifan lokal merupakan salah satu faktor yang menghambat apabila dalam pelaksanaan proyek ini melibatkan adanya cara-cara emosional dalam menyikapi sebuah pembangunan proyek GDP. Kecenderungan masyarakat tidak menunjukkan pemahaman tentang nilai-nilai budaya kearifan lokal, khususnya yang berkaitan dengan upaya untuk memajukan dan mengembangkan sebuah kawasan. Masih ada sebagian masyarakat tidak menyikapi perkembangan dan kemajuan sebuah kawasan budaya terpadu, karena masih berhadapan dengan metode atau cara-cara yang masih bersifat tradisional, banyak yang berdalih melanggar ketentuan adat atau kebiasaan yang menjadi warisan leluhur mereka.

Kontradiksi pandangan masyarakat tentang sebuah kearifan lokal dengan adanya cara pandang masyarakat dengan kemajuan dan cara pandang masyarakat untuk mempertahankan nilai-nilai budaya cenderung melahirkan adanya egoisme atau fanatisme pemahaman budaya yang masih sering mengindahkan atau melanggar ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Seperti contoh, dibangunnya proyek kawasan budaya terpadu dianggap bertentangan dengan cara-cara atau kebiasaan mereka mengenai beberapa peninggalan budaya yang telah dirusak dengan dibangunnya proyek ini, padahal disisi lain dengan pembangunan proyek ini diharapkan berbagai peninggalan sejarah dan budaya dapat terpelihara karena sering dikunjungi oleh masyarakat karena telah disediakan sebuah wadah yang menjadi aset peninggalan budaya.

4. Sarana dan Prasarana

Sarana dan prasarana merupakan faktor pendukung terselenggaranya pelaksanaan proyek GDP yang saat ini berkelanjutan. Pembangunan sarana dan prasarana baik berupa pembuatan jalanan atau perbaikan jalanan, penyediaan penerangan listrik, pengadaan air bersih, pembangunan tempat-tempat umum serta berbagai fasilitas pariwisata sangat menunjang kemudahan untuk mendatangi, mengunjungi dan melakukan pembangunan berbagai infrastruktur yang mendukung pelaksanaan proyek ini. Melalui sarana dan prasarana yang tersedia dan dilengkapi, akan memudahkan bagi pemerintah untuk melakukan penataan, peraturan dan perbaikan tata letak dan alokasi sesuai dengan pemanfaatan ruang, wilayah dan sarana prasarana yang tersedia pada kegiatan proyek GDP. Dengan tersedianya sarana dan prasarana ini diharapkan keberlanjutan dan berbagai perencanaan yang telah tersusun dapat berjalan dengan lancar, sehingga memberikan aspek efisiensi dan efektivitas pengelolaan dari aspek penggunaan sumber daya manusia dan penggunaan anggaran proyek GDP tersebut.

5. Pengetahuan Masyarakat

Pengetahuan masyarakat merupakan faktor penghambat, bila setiap masyarakat tidak memahami dan tidak mengetahui maksud dan tujuan dari pembangunan proyek GDP berdasarkan peruntukan pembangunan kawasan budaya terpadu. Akibat rendahnya tingkat pengetahuan hukum dan rendahnya pengetahuan tenang pembangunan berdampak negatif dan menghambat suatu kegiatan proyek.

Akibat rendahnya tingkat pengetahuan tentang pembangunan proyek ini, masyarakat mudah diprovokasi, dimanfaatkan dan disulut kemarahannya oleh adanya pihak yang berkepentingan yang tidak menghendaki kegiatan proyek ini terlaksana dengan baik, lancar dan terencana. Tujuannya untuk menimbulkan keresahan dan perlawanan masyarakat atas kegiatan pembangunan proyek ini.

Disadari bahwa tingkat pengetahuan masyarakat yang ada di kawasan proyek ini umumnya masyarakat yang tidak memahami dan mengetahui hukum yang berkaitan dengan pengembangan kawasan wilayah termasuk yang berkaitan dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya dan Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Makassar sebagai peraturan yang perlu dipahami dan diketahui oleh masyarakat.

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di atas, disimpulkan sebagai berikut:

1. Pengembangan kawasan budaya terpadu di Kota Makassar mengambil kasus proyek Gowa Discovery Park (GDP) diketahui bermasalah karena menggunakan kawasan budaya Benteng Somba Opu untuk dijadikan tempat hiburan dan pariwisata yang bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya dan Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Rencana Tata Ruang Kota Makassar. Analisa fakta menunjukkan pembangunan Gowa Discovery Park tetap dilanjutkan sesuai dengan zonasi, ada beberapa proyek yang harus dipindah. Salah satunya pembangunan area water boom yang semula berada tepat di dekat benteng dilakukan penggeseran sesuai dengan Undang-Undang Pelestarian Benda Purbakala 2010, zonasi benteng dibagi empat, yakni inti, penyangga, pengembangan, dan penunjang.

2. Kompilasi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya bersesuaian dengan Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Makassar dalam rangka pengembangan kawasan budaya terpadu. Keterkaitan dengan kasus Gowa Discovery Park (GDP) telah sesuai dengan aspek yang menimbang bahwa untuk mengarahkan pembangunan di wilayah Kota Makassar dengan memanfaatkan ruang wilayah secara serasi, selaras, seimbang, berdaya guna, berhasil guna, berbudaya dan berkelanjutan, khusus dalam pengembangan kawasan budidaya, kawasan hijau lindung, kawasan hijau binaan, kawasan ekonomi prospektif, kawasan sistem pusat kegiatan, kawasan budaya terpadu, kawasan bisnis dan pariwisata, ruang terbuka hijau, perbaikan dan pemeliharaan lingkungan, serta panduan pembangunan kawasan.B. Saran

1. Disarankan untuk dipahami dan disosialisasikan bahwa setiap proyek yang diterapkan oleh Pemerintah harus sesuai aturan hukum yang berlaku, tidak menimbulkan adanya substansi hukum yang bertentangan antara undang-undang dan peraturan yang berlaku. Khususnya yang berkaitan dengan pelaksanaan pengembangan kawasan budaya terpadu. 2. Disarankan dalam pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Makassar dilaksanakan secara konsisten, terencana dan memiliki manfaat bagi pengembangan kawasan tanpa merugikan masyarakat, sehingga diperlukan adanya faktor substansi hukum, struktur kelembagaan, sarana dan prasarana yang mendukung dengan memperbaiki pemahaman budaya kearifan lokal dan pengetahuan masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

A.P Parlindungan, 1993. Rencana Tata Ruang Kota dan Wilayah. Penerbit Andi, Yogyakarta.

Ahamir Anshory, 2001. Budaya Hukum dan Aplikasinya. Penerbit Gramedia Pustaka, Jakarta.

Ali Rasyid, 2002. Peningkatan Budaya Hukum Masyarakat. Penerbit Tarsito, Bandung.

Alisyahbana Sumantri, 2001. Substansi Hukum: Definisi dan Implementasi. Penerbit Rineka Cipta, Jakarta.

Alqatri Djufri, 2003. Pengetahuan dalam Perspektif Hukum. Penerbit Remadja Rosdakarya, Bandung.

Annisa Andryani, 2002. Tingkat Penerapan Budaya Hukum. Penerbit Sinar Ilmu, Surabaya.

Azhilah Zahrani, 2005. Wilayah, Area dan Tata Ruang dalam Tinjauan Hukum Tata Ruang Indonesia. Penerbit Andi, Yogyakarta.

Bagong Suyanto, 1996. Perluasan Kawasan Budaya dalam Tinjauan Hukum. Penerbit Andi, Yogyakarta.

Boedi Harsono,1999. Keterkaitan Hukum dalam Penataan Wilayah. Penerbit Rineka Cipta, Jakarta.

Burhanuddin Abasah, 2005. Dasar-dasar Hukum Tata Ruang dan Interior Perkotaan. Penerbit Liberty, Yogyakarta.

Danuarta Cokroningrat, 2000. Budaya dan Penerapan Budaya di Organisasi. Penerbit Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Daud Bachtiar, 1999. Tingkat Pengetahuan Hukum. Penerbit Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Eko Budihardjo dan Djoko Sujarto, 2005. Pelaksanaan Hukum Tata Ruang. Penerbit Graha Ilmu, Bandung.

Esmi Warasih, 2006. Pelaksanaan Peraturan dan Perundang-undangan mengenai Tata Kota dan Wilayah. Penerbit Ghalia Indonesia, Jakarta.

Frinds, 2006. Development of Town Area in A Research. Published by Down Site Legal, New York.

Hermawan Sumantri, 2004. Hukum Tata Ruang Perkotaan. Penerbit PT. Alumni Bandung.

Imam Koeswahyono, 1999. Analisis Tata Kota dan Wilayah Perkotaan. Penerbit Gramedia Pustaka, Jakarta.

---------------------------, 2000. Rencana Tata Ruang Kota dan Wilayah. Penerbit Gramedia Pustaka, Jakarta.

Jeremy Bentham, 2003. The Legal Aspect to Development of Interior and Development Area. Published by McGraw Hill, New York.Mahendara, 1997. Analisis Hukum Tata Ruang. Penerbit Liberty, Yogyakarta.

Nurhadi, 2002. Rencana Tata Ruang Wilayah Perkotaan. Penerbit Tarsito, Bandung.

R. Bambang Irawan,2000. Pembangunan Wilayah Perdesaan dan Perkotaan. Penerbit Rineka Cipta, Jakarta.

R. Marlang Suntoro, 2002. Penerapan Budaya Hukum. Penerbit Bulan Bintang, Jakarta.

Rahmat Barong, 2006. Upaya-upaya Pemerintah dalam Penataan Ruang Perkotaan. Penerbit Tarsito, Bandung.

Ramli Marsudi, 2001. Sarana dan Prasarana dalam Tinjauan Hukum. Penerbit Ilmu Abjad, Malang.

Rasyid Sadriah, 2002. Pengetahuan Hukum Masyarakat. Penerbit Sinar Ilmu, Surabaya.

Sadli Samad, 2003. Hukum Rencana tata ruang wilayah. Penerbit Gramedia Pustaka, Jakarta.

Said Syahrani, 2000. Struktur-struktur Hukum. Penerbit Andi, Yogyakarta.

Salli Suherman, 2000. Substansi Hukum Pertanahan Negara. Penerbit Chandra Pratama, Jakarta.

Siregar Pasaribu, 2004. Tinjauan Penerapan Substansi Hukum. Penerbit Sinar Grafika, Jakarta.

Serlang Sugyono, 1999. Budaya Kerja dalam Tinjauan Hukum. Penerbit Eka Persada, Jakarta.

Soerjono Soekanto, 2005. Pengantar Penelitian Hukum. Penerbit UI Press, Jakarta.

Solihin, 2004. Pengaturan Hukum Rencana tata ruang wilayah dan Interior Perkotaan. Penerbit Gramedia Pustaka, Jakarta.

Sugianto, 2004. Teori-teori Hukum Tata Ruang. Penerbit Rajawali Press, Jakarta.

Suhendra Sutopo, 2003. Sarana dan Prasarana di Kantor Pertanahan. Penerbit Sinar Ilmu, Surabaya.

Syamsuddin, 2004. Pengaturan Wilayah dan Interior Perkotaan. Penerbit PT. Alumni Bandung.

Tarmidzi, 2004. Rencana tata ruang wilayah Perkotaan dalam Aspek Hukum Tata Ruang. Penerbit Dian Ilmu Harapan, Surabaya.

PAGE

1