talak ulkus pada lepra

8
Tinjauan Pustaka Maj Kedokt Indon, Volum: 60, Nomor: 5, Mei 2010 Tata Laksana Komprehensif Ulkus Plantar pada Pasien Lepra Liana Halim*, Sri Linuwih Menaldi** *Dokter PTT di Maluku Tenggara Barat, Lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta **Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta Abstrak: Ulkus plantar pada pasien lepra yang tidak ditata laksana dengan baik dapat menimbulkan komplikasi, rekurensi, dan kecacatan. Tata laksana ulkus meliputi pencegahan, penggunaan balutan, aplikasi topikal, pembersihan luka, debridement, penggunaan alat ortotik, antibiotik, pembedahan, dan teknik alternatif lain.Untuk mencapai hasil yang optimal, dibutuhkan kerja sama yang baik antara tenaga medis, pasien, keluarga, dan masyarakat. Kata kunci: ulkus plantar, lepra, pencegahan, perawatan Management of Leprosy Plantar Ulcer Liana Halim*, Sri Linuwih Menaldi** *In service physician in West region of Southeast Maluku, Alumni Faculty of Medicine University of Indonesia, Jakarta **Dermatovenerology Department Faculty of Medicine University of Indonesia, Jakarta Abstract: Leprosy plantar ulcer which is not well manage can lead to complications, recurrence, and disability. Management of ulcer consist of prevention, dressing aplication, topical application, wound cleansing, debridement, usage of orthotic device, usage of antibiotic, surgery, and another alternative technics. To achieve optimal results, it needs a good team-work between medical staff, patients, families, and communities. Keywords: plantar ulcer, leprosy, prevention, treatment 237

description

jurnal kesehatan

Transcript of talak ulkus pada lepra

Page 1: talak ulkus pada lepra

Tinjauan Pustaka

Maj Kedokt Indon, Volum: 60, Nomor: 5, Mei 2010

Tata Laksana KomprehensifUlkus Plantar pada Pasien Lepra

Liana Halim*, Sri Linuwih Menaldi**

*Dokter PTT di Maluku Tenggara Barat, Lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta

**Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta

Abstrak: Ulkus plantar pada pasien lepra yang tidak ditata laksana dengan baik dapat

menimbulkan komplikasi, rekurensi, dan kecacatan. Tata laksana ulkus meliputi pencegahan,

penggunaan balutan, aplikasi topikal, pembersihan luka, debridement, penggunaan alat ortotik,

antibiotik, pembedahan, dan teknik alternatif lain.Untuk mencapai hasil yang optimal,

dibutuhkan kerja sama yang baik antara tenaga medis, pasien, keluarga, dan masyarakat.

Kata kunci: ulkus plantar, lepra, pencegahan, perawatan

Management of Leprosy Plantar Ulcer

Liana Halim*, Sri Linuwih Menaldi**

*In service physician in West region of Southeast Maluku,

Alumni Faculty of Medicine University of Indonesia, Jakarta

**Dermatovenerology Department Faculty of Medicine University of Indonesia, Jakarta

Abstract: Leprosy plantar ulcer which is not well manage can lead to complications, recurrence,

and disability. Management of ulcer consist of prevention, dressing aplication, topical application,

wound cleansing, debridement, usage of orthotic device, usage of antibiotic, surgery, and another

alternative technics. To achieve optimal results, it needs a good team-work between medical staff,

patients, families, and communities.

Keywords: plantar ulcer, leprosy, prevention, treatment

237

Page 2: talak ulkus pada lepra

Maj Kedokt Indon, Volum: 60, Nomor: 5, Mei 2010

Pendahuluan

Lepra merupakan salah satu penyakit yang masih

menjadi masalah kesehatan di Indonesia. Saat ini masih ada

kabupaten/kota dengan prevalensi penyakit lepra di atas satu

per 10.000 warga, seperti Sampang, Sumenep, Tuban, dan

Lamongan. Hingga tahun 2008 terdapat 17.441 penderita

baru lepra.1 Prevalensi penyakit lepra di Indonesia tahun

2006 berdasarkan data WHO adalah 0,97/10 000 populasi.2

Selain menimbulkan dampak psikologis, lepra juga

mengakibatkan dampak sosial dan ekonomi karena dapat

menyebabkan kecacatan. Salah satu masalah pada penyakit

lepra yang bisa menyebabkan kecacatan adalah ulkus plan-

tar. Ulkus ini terjadi pada 30% pasien lepra dan sebagian

besar terjadi pada telapak kaki bagian depan karena sebagian

besar beban tubuh terpusat pada bagian tersebut. Faktor

yang mempengaruhi timbulnya ulkus plantar adalah

gangguan sensorik, atrofi dan fibrosis serat otot kaki,

gangguan sistem saraf otonom sehingga kulit menjadi kering,

anhidrosis, dan hiperkeratosis.3

Perawatan ulkus yang kurang memadai dan compliance

pasien yang buruk dapat menyebabkan ulkus menjadi kronik,

berkomplikasi, dan berkambuh (recurrent). Oleh sebab itu,

sebagai tenaga kesehatan, penting untuk mengetahui

pencegahan dan perawatan ulkus secara komprehensif.

Mekanisme Timbulnya Ulkus Plantar

Ulkus sebagian besar disebabkan oleh gaya vertikal

yang menimbulkan tekanan atau gaya horizontal berupa

gesekan yang berulang untuk waktu yang lama. Jaringan

yang mengalami tekanan berat akan melepaskan sinyal yang

akan diteruskan ke otak. Impuls tersebut akan membuat otak

memberi perintah pada bagian tubuh yang mengalami

tekanan untuk beristirahat. Semakin besar tekanan yang

diterima, semakin banyak sinyal yang dilepaskan, sehingga

otak akan menginterpretasikannya sebagai rasa sakit agar

bagian tubuh yang mengalami tekanan segera diistirahatkan.

Selama periode istirahat, jaringan mengalami penyembuhan

dan selanjutnya dapat berfungsi normal.4

Pada penderita lepra terjadi gangguan sistem saraf,

sehingga otak tidak dapat menerima impuls yang dilepaskan

oleh bagian tubuh yang mengalami tekanan untuk

mengirimkan perintah istirahat, akibatnya dapat terjadi

kelelahan hebat dan kerusakan jaringan pada bagian tubuh

tersebut. Respons normal jaringan tubuh ketika terjadi

kerusakan jaringan adalah dilepaskannya mediator radang

yang menimbulkan edema dan tanda-tanda kelelahan hebat

berupa bengkak, merah, hangat pada telapak kaki. Edema

akan menekan pembuluh darah kecil, sehingga suplai

makanan dan oksigen terganggu dan dapat terjadi kematian

jaringan. Akumulasi plasma dan jaringan yang rusak semakin

lama semakin banyak, sehingga terjadi peningkatan tekanan

internal yang menyebabkan robeknya jaringan kulit,

akibatnya cairan plasma keluar dan timbul ulkus terbuka.4

Kulit telapak kaki mempunyai arsitektur yang khas yang

dikenal sebagai fenomena “slippery slope”. Bila telapak kaki

mendapat tekanan, maka tekanan akan disebarkan ke daerah

sekitarnya, sehingga dapat ditahan oleh daerah kulit yang

lebih luas. Hal ini terjadi karena pada kulit kaki terdapat sekat

yang memisahkan globus-globus lemak. Bila mekanisme ini

terganggu, misalnya oleh jaringan parut, kulit pada daerah

tersebut akan mendapat tekanan yang tinggi dan

menimbulkan luka, sehingga luka baru menjadi mudah timbul

pada telapak kaki yang sering terluka.5

Proses Penyembuhan Ulkus

Fase Aktif

Dalam fase aktif leukosit berperanan aktif menghan-

curkan jaringan rusak. Monosit akan melepaskan enzim untuk

menghancurkan kolagen. Pada fase ini, transudat dan eksudat

akan dikeluarkan. Pada fase aktif awal, eksudat yang di-

keluarkan bersifat steril.

Fase Proliferasi

Fase ini ditandai dengan adanya granulasi dan re-

epitelisasi jaringan.

Fase Maturasi

Dalam fase ini kulit yang sakit tampaknya telah sembuh,

namun sebenarnya proses penyembuhan belum selesai.

Banyak hal dapat dilakukan selama fase ini untuk mencegah

terbentuknya jaringan parut.4

Ulkus Kronis

Jika penyebab ulkus tidak dapat dihilangkan, ulkus tidak

akan sembuh dan menjadi ulkus kronis atau dapat timbul

komplikasi. Selain stres mekanis, terdapat faktor lain yang

dapat menghambat penyembuhan ulkus, misalnya nutrisi,

antineoplastik, zat hemostatik, NSAID, antibiotik sistemik,

dan faktor psikososial.4,6

Pada ulkus kronik terjadi proses inflamasi yang

berkepanjangan sehingga penyembuhan menjadi tertunda.

Tubuh akan memproduksi fibroblas yang membuat ulkus

semakin lekat dengan struktur di bawahnya, sehingga daerah

di sekitar ulkus menjadi kaku. Jika kaki dengan ulkus kronik

digunakan untuk berjalan, maka tekanan akan meningkat dan

timbul kerusakan jaringan yang lebih buruk.4

Ulkus dengan Komplikasi

Ulkus dengan kerusakan jaringan terbatas di dermis dan

epidermis disebut ulkus plantar sederhana. Bila kerusakan

lebih dalam daripada dermis dan mengenai bagian lain seperti

tendon, sendi, dan tulang maka disebut ulkus dengan

komplikasi. Komplikasi terjadi akibat ulkus plantar sederhana

yang tidak ditangani dan biasanya mengalami infeksi. Bila

ulkus terinfeksi mengalami tekanan, infeksi akan mudah

menyebar. Jaringan lunak dan kontraksi otot akan bertindak

Tata Laksana Komprehensif Ulkus Plantar pada Pasien Lepra

238

Page 3: talak ulkus pada lepra

Tata Laksana Komprehensif Ulkus Plantar pada Pasien Lepra

Maj Kedokt Indon, Volum: 60, Nomor: 5, Mei 2010

a

b

seperti pompa, sehingga mikroorganisme dapat memasuki

jaringan sehat.

Infeksi pada tendon, sendi, dan tulang dapat me-

nyebabkan deformitas dan hilangnya fungsi. Pada tulang

bisa timbul osteoporosis yang membuat tulang mudah patah.

Bila periosteum terinfeksi dapat terjadi osteomielitis.

Cairan yang keluar dari ulkus dengan komplikasi lama

kelamaan akan menyebabkan iritasi sel yang memicu

perubahan struktur sel menjadi ganas.4

Pencegahan Ulkus

Kesadaran (awareness)

Pasien diedukasi agar saat berjalan tekanan tubuh

diusahakan tersebar merata ke seluruh bagian telapak kaki.

Sebagian besar ulkus plantar muncul akibat tekanan tubuh

yang tertumpu pada area tertentu sehingga bagian tersebut

mendapat tekanan yang lebih tinggi. Tekanan tinggi akan

menimbulkan kerusakan jaringan bila area tersebut mengalami

kelelahan. Pasien juga diedukasi untuk mengenal tanda-tanda

kelelahan pada bagian tubuh agar bagian tubuhnya segera

diisitirahatkan bila salah satu tanda tersebut timbul, misalnya

rasa panas, kemerahan, dan bengkak di daerah kaki.4 Pasien

diberi tahu agar jangan berjalan terlalu lama dan diminta

untuk memperhatikan seberapa banyak ia dapat berjalan

tanpa terjadi luka. Pasien diminta untuk berhati-hati terhadap

api, air panas, dan benda-benda panas lainnya serta berhati-

hati saat duduk bersila karena dapat terjadi lepuh pada mata

kaki.5,7

Pengukuran suhu kaki dengan termometer digital

inframerah diperlukan untuk mencegah ulkus. Jika suhu salah

satu kaki meningkat >2,2oC (4oF) dibandingkan dengan kaki

yang satu lagi selama dua hari berturut-turut, maka pasien

diminta untuk menurunkan aktivitas kaki hingga suhu nor-

mal kembali.8

Perawatan Kulit

Ketika fungsi saraf terganggu, tubuh kehilangan

kemampuan untuk mengendalikan produksi keringat,

sehingga kulit menjadi kering. Keringat penting untuk

menjaga kelembaban yang merupakan faktor untuk

mempertahankan elastisitas kulit sehingga kulit dapat

meregang bila ada tekanan. Gangguan elastisitas menye-

babkan kulit mudah mengalami kerusakan.

Elastisitas kulit dapat dijaga dengan merendam bagian

tubuh dalam air suam-suam kuku atau membalurkan krim

emolien. Bagian tubuh yang perlu dijaga elastisitasnya

direndam sekitar 30 menit kemudian dikeringkan lalu diberi

salap barier (vaselin) untuk mencegah penguapan sehingga

air dipertahankan di dalam kulit. Minyak dapat digunakan

sebagai pengganti salap barier. Berbeda dengan salap barier,

emolien akan menarik air ke dalam kulit dari jaringan sekitar

misalnya dermis 4 Bagian kulit yang kering dan tajam,

dihaluskan dengan sikat lembut.5

Selain merendam kaki, terdapat metode lain untuk

mengatasi kekeringan kulit pada pasien lepra agar tidak

terbentuk ulkus, di antaranya terapi lilin. Pada metode ini

kaki pasien diberi terapi parafin yang dipanaskan dengan

mesin termostatik dengan suhu di bawah 120oF, sekali sehari

selama 20 menit. Dengan metode tersebut kulit kaki akan

terasa lebih lembut dan kulit yang pecah-pecah mengalami

perbaikan. Selain melembutkan kulit, lilin panas membuat kulit

lebih elastis dan mengurangi nyeri sehingga mempermudah

pergerakan. Terapi ini juga bermanfaat untuk menstimulasi

kelenjar keringat untuk mensekresi keringat.9

Bila terdapat lepuh pada jari atau telapak kaki, bagian

yang melepuh dibalut dengan kasa bersih. Bila terdapat luka

yang kering, maka luka dibersihkan dengan sabun dan air,

lalu dibalut dengan kain bersih dan kaki diistirahatkan. Bila

terdapat luka berair, luka dibersihkan, kemudian dibalut

dengan pembalut yang diberi antiseptik dan kaki di-

istirahatkan. Bila dalam 4 minggu tidak ada perbaikan, maka

disarankan untuk merujuk pasien ke rumah sakit.10

Perawatan kuku dan kalus juga penting untuk

pencegahan ulkus. Kalus dapat meningkatkan tekanan lokal

sebesar 30% sehingga dibutuhkan debridement kalus secara

periodik.7

Tata Laksana Ulkus

Prinsip utama tata laksana ulkus adalah menghilangkan

tekanan pada lokasi ulkus, debridement yang agresif, serta

kontrol infeksi yang adekuat. Tekanan dapat dihilangkan

dengan mengistirahatkan dan membalut kaki, penggunaan

plester gips, serta penggunaan sepatu khusus. Infeksi ringan

diatasi dengan antibiotik oral, sedangkan infeksi berat

memerlukan antibiotik intravena dosis tinggi.11-13

Salah satu faktor yang mempengaruhi penyembuhan

ulkus adalah jenis bahan pembalut yang dipakai. Bahan

pembalut yang ideal adalah yang dapat menyerap eksudat

dengan baik, mempertahankan kelembaban lingkungan di

permukaan luka, membantu pertukaran gas (O2 dan CO

2),

mencegah masuknya kuman, mempertahankan suhu yang

cocok dan stabil, tidak melekat dengan permukaan luka, dan

tidak bersifat toksik.4

Perawatan Ulkus Plantar Sederhana

Ulkus dirawat dengan membersihkan, membuang

jaringan mati, menipiskan penebalan kulit, dan memberikan

kompres.5 Tepi ulkus yang menjorok dan kalus yang keras

dipotong untuk membantu proses epitelisasi dan mengurangi

tekanan di daerah luka. Jaringan nekrotik diangkat, di-

bersihkan dengan larutan salin atau hidrogen peroksida, dan

ditutup dengan balut steril sebelum penggunaan alat ortotik.13

Rumah Sakit Kusta (RSK) Sitanala menggunakan cairan

MSG untuk kompres yang terdiri dari 1/3 bagian magnesium

sulfat dan 2/3 bagian gliserin. Ulkus plantar sederhana tidak

memerlukan antibiotik. Antibiotik hanya diberikan bila

terdapat komplikasi.5

239

Page 4: talak ulkus pada lepra

Maj Kedokt Indon, Volum: 60, Nomor: 5, Mei 2010

Tata Laksana Komprehensif Ulkus Plantar pada Pasien Lepra

Perawatan Ulkus Plantar Sederhana Berdasarkan atas

Fase Penyembuhan Ulkus

Fase aktif: tidak memberikan beban pada kaki, imo-

bilisasi, mengganti pembalut sesering mungkin, menjaga

higiene luka. Yang perlu diperhatikan dalam fase aktif adalah

jangan sampai pembalut menjadi basah oleh transudat.

Karena pada fase ini transudat bersifat steril, pada tahap ini

tidak dibutuhkan antibiotik.

Fase proliferasi: tidak memberikan beban untuk kaki,

menggunakan pembalut yang lembab (pembalut direndam

dalam larutan salin dan diperas sampai kering), dan menjaga

higiene luka. Balutan diganti setelah dua hari. Saat me-

ngangkat balutan, bila balutan melekat dengan luka, maka

balutan harus direndam terlebih dahulu.

Fase maturasi: pemberian beban bertahap dengan alas

kaki protektif, kaki dapat direndam, luka ditutup dengan

plester semipermeabel.4

Perawatan Ulkus Kronik dan Ulkus dengan Komplikasi

Chaudhury RA dan Das S12 melakukan perawatan ulkus

plantar kronis menggunakan plester PTB (patellar tendon

bearing) dan tongkat jalan, dengan tongkat berada dalam

posisi vertikal di dalam plester. Sebelumnya telah dilakukan

debridement. Plester dibiarkan terbuka di daerah ulkus. Ulkus

dibalut dengan campuran air hangat dan povidon iodium.

Saat ini pasien boleh berjalan dibantu tongkat jalan dengan

tungkai yang sehat menggunakan sepatu. Dalam waktu dua

minggu ulkus akan mulai menyembuh. Plester PTB akan

menopang beban kaki dan tibia bawah. Tongkat membantu

mencegah pergerakan sendi kaki. Infeksi dikontrol dengan

mengganti pembalut.12

Dalam tata laksana ulkus dengan komplikasi harus

diperhatikan apakah ulkus mengalami infeksi. Jika terinfeksi,

maka harus dipastikan apakah terdapat kantong-kantong

pus. Kantong pus ini harus segera disalir (drainage) untuk

mencegah septisemia. Setelah penyaliran, ulkus dibalut, dan

tungkai diistirahatkan pada posisi lebih tinggi dari jantung

(elevasi).4

Antibiotik sistemik diberikan secepatnya. Mishra et al

memberikan antibiotik metronidazole oral 3x400 mg selama

satu minggu, dan gel metronidazol 1% dua kali sehari untuk

mengeliminasi bakteri anaerob setelah debridement luka pada

pasien lepra yang mengalami ulkus berbau busuk yang tidak

responsif dengan berbagai antibiotik sistemik maupun

topikal. Setelah tiga minggu didapatkan hasil yang

memuaskan, yaitu bau busuk menghilang dan ulkus cepat

menyembuh. Sayangnya, Mishra tidak melakukan kultur

bakteri untuk mengevaluasi keberhasilan terapi metronida-

zole. Evaluasi hanya berdasarkan penampilan ulkus dan bau

yang timbul.14

Pemilihan antibiotik disesuaikan dengan kuman

penyebab. Infeksi dapat diklasifikasikan sebagai infeksi yang

tidak mengancam ekstremitas, infeksi yang mengancam

ekstremitas, dan yang mengancam nyawa.7

Bila pada pemeriksaan masih ditemukan pus, maka

dilakukan kembali penyaliran pus. Bila tidak didapatkan pus,

luka dibersihkan dengan larutan salin kemudian dibalut.

Setelah tiga hari, bila tetap tidak ditemukan pus dan inflamasi

sudah berkurang maka dapat dilakukan debridement,

kemudian luka ditutup dengan kasa yang telah direndam

larutan povidone yodium dan diplester. Kasa diganti setiap

hari.

Bila pada pemeriksaan masih ditemukan jaringan nekrotik

maka dilakukan debridement kembali. Bila tidak ada pus, maka

luka cukup dibersihkan dengan larutan salin kemudian ditutup

dengan kasa yang dilembabkan dengan larutan salin, lalu

dibalut. Luka didiamkan selama dua hari kemudian diperiksa,

bila tidak ditemukan pus, maka luka dibersihkan dengan larutan

salin dan dibalut lembab selama dua hari. Luka diperiksa tiap

2 hari dan lakukan sesuai dengan urutan tadi. Dengan teknik

pembersihan luka yang baik, luka akan menyembuh, namun

lama penyembuhan bergantung pada kedalaman dan luasnya

ulkus, sikap pasien, kondisi kesehatan umum pasien (status

nutrisi, kardiovaskuler, rokok), dan higiene personal.4

Gips Plester, Bidai, Sandal Buatan

Empat belas hari setelah debridement, ulkus akan berada

dalam kondisi stabil. Gips plester dapat digunakan dalam tahap

ini.4 Infeksi, edema, dan kulit yang hipotrofik merupakan

kontraindikasi relatif penggunaan gips. Ciri khas kulit

hipotrofik adalah tipis, mengkilap. Pasien dengan kulit

hipotropik lebih baik menggunakan sandal buatan. Edema

membuat gips menjadi longgar, dan kulit mudah rusak. Atasi

edema sebelum penggunaan gips dengan elevasi tungkai atau

penggunaan pompa ekstremitas Jobs®. Gips pertama diganti

setelah satu minggu, selanjutnya diganti dengan interval dua

Tabel 1. Jenis Antibiotik Sesuai dengan Klasifikasi Infeksi7

Klasifikasi infeksi Jenis antibiotik

Infeksi yang tidak mengancam ekstremitas 1. Oral: cephalexine, clindamycin, dicloxacilin, amoxiclav

2. Parenteral: cefazolin, oxacilin atau nafcilin, clindamycin

Infeksi yang mengancam ekstremitas 1. Oral: fluoroquinolone dan clindamycin

2. Parenteral: ampicilin-sulbactam, ticarcilin-clavulanat, cefoxitin atau cefotetan,

fluoroquinolone, dan clindamycin

Infeksi yang mengancam nyawa Parenteral: imipenem-cilastatin, vancomycin, metronidazole, dan aztreonam, ampicilin-

sulbactam dan aminoglikosida

240

Page 5: talak ulkus pada lepra

Tata Laksana Komprehensif Ulkus Plantar pada Pasien Lepra

Maj Kedokt Indon, Volum: 60, Nomor: 5, Mei 2010

Tabel. 2 Jenis Antibiotik Berdasarkan Mikroorganisme15

Mikroorganisme Antibiotik pilihan pertama Antibiotik alternatif

Staphylococcus aureus atau epidermidis 

Tidak memproduksi penisilinase Penicillin G atau V Cephalosporin; clindamycin; vancomycin; imipenem;

fluoroquinolone

Produksi penisilinase Penicillinase-resistant penicillin. Cephalosporin; vancomycin; amoxicillin/asam clavulanat;

PO: dicloxacillin, cloxacillin. Intravena ticarcillin/asam clavulanat piperacillin/tazobactam;

untuk infeksi berat; nafcillin, oxacillin ampicillin/sulbactam; imipenem; clindamycin; fluoroqui-

nolone

Resistens thd. Methicilin Vancomycin+ gentamicin + rifampin Trimethoprim-sulfamethoxazole; fluoroquinolone; mino-

cycline; linezolid; quinupristin/dalfopristin

Streptococcus pyogenes  (grup A) Penicillin G atau V Erythromycin, clarithromycin, azithromycin; cephalosporin;

dan grup C dan G  vancomycin; clindamycin

Streptococcus, grup B  Penicillin G atau ampicillin Cephalosporin, vancomycin, erythromycin

Streptococcus pneumoniae Penicillin G atau V Cephalosporin erythromycin; azithromycin; clarithromycin;

(pneumococcus)  fluoroquinolone; meropenem; imipenem; trimethoprim-

sulfameth-oxazole; clindamycin; tetracycline

Penicillin-susceptible Penicillin G atau V (12 juta unit/hari untuk Levofloxacin; vancomycin; clindamycin

(MIC <0.1 g/mL) dewasa) atau ceftriaxone atau cefotaxime

Penicillin-intermediate resistance

Penicillin-high level resistance Meningitis: vancomycin + ceftriaxone or Meropenem; imipenem; clindamycin

(MIC 2 g/mL)   cefotaxime + rifampin

Infeksi lain: varicomycin + ceftriaxone Quinupristin/dalfopristin; linezolid

atau cefotaxime; atau  levofloxacin 

Erysipelothrix rhusiopathiae  Penicillin G Erythromycin, cephalosporin, afluoroquinolone

Pasteurella multocida  Penicillin G Tetracycline; cephalosporin; amoxicillin/asam clavulanat;

ampicillin/sulbactam

Pseudomonas aeruginosa  Ciprofloxacin; ticarcillin, mezlocillin atau  Carbenicillin, ticarcillin, piperacillin atau mezlocillin;

minggu kecuali luka mengeluarkan banyak cairan.13

Total contact cast merupakan jenis gips yang dipakai

untuk tata laksana ulkus yang berfungsi menurunkan tekanan

plantar dengan redistribusi tekanan ke seluruh plantar. Jenis

gips ini dapat meminimalkan mikrotrauma repetitif akibat gaya

gesek yang muncul antara kulit dengan gips saat berjalan.

Total contact cast dilepas setelah 24-48 jam pemakaian,

kemudian diganti tiap minggu.7,16,17

Penggunaan bidai lebih disukai untuk kasus ulkus

dengan infeksi aktif dan gangguan sirkulasi. Setelah

penggunaan gips atau bidai, kaki diistirahatkan total selama

24 jam. Bidai diganti dua kali sehari untuk 48 jam pertama,

selanjutnya dapat diganti satu kali sehari. Sandal buatan

dilepas sedikitnya dua kali sehari. Hati-hati dapat terjadi iritasi

kulit akibat pemakaian sandal.13

Pembedahan

Pembedahan dilakukan untuk mengatasi komplikasi

seperti osteomielitis, abses, sinus, artritis septik, meng-

hilangkan jaringan parut, memperbaiki bentuk dan mekanisme

kaki, serta mencegah penyebaran pada keganasan.5

Kamath BJ dan Bhardwaj P3 menggunakan peralatan

Ilizarov untuk menutup ulkus plantar pada pasien lepra tanpa

diabetes mellitus, dan gangguan vaskular lainnya dengan

ukuran ulkus kurang dari 4 cm, dan ulkus tidak mengenai

tulang. Peralatan tersebut menggunakan beberapa buah

kawat K. Dengan kawat K, tepi ulkus posisi medio-lateral

akan ditarik untuk dipertemukan, kemudian dijahit dengan

benang non-absorbable agar terjadi aproksimasi. Metode

ini menggunakan sifat kulit yang secara bertahap dapat

meregang dan kemampuan kulit untuk meningkatkan aktivitas

mitosisnya yang berlangsung dalam 24-48 jam sebagai

respons terhadap tekanan ekspansi persisten. Metoda ini

sangat efektif, mudah dilakukan, dan berhasil menutup ulkus

berukuran kurang dari 4 cm.

Metoda yang lain adalah skin flap. Metode ini

digunakan untuk memperbaiki luka dengan kehilangan

jaringan lunak.18 Pada ulkus plantar berukuran kecil dapat

dilakukan resurfacing menggunakan jaringan lokal. Pada

ulkus berukuran medium dapat dilakukan flap fasia kulit arteri

cara Reiffel, flap plantar medial dengan pedikel plantar lateral

cara Martin, dan teknik flap arteri plantar medial terbalik

menurut Gravem. Cross leg flaps menyebabkan kekakuan

sendi dan berpotensi menimbulkan luka. Amputasi Chopart

atau Lisfranc dapat menjadi alternatif, namun banyak pasien

menolak.19

Transfer jaringan bebas dengan flap bebas arteri radia-

lis dapat menjadi pilihan. Transfer jaringan bebas dapat

menyediakan vaskularisasi yang cukup untuk luka.

Penggunanaan end-to-end anastomosis pada pasien lepra

dapat memperburuk kondisi iskemia. Oleh sebab itu lebih

disarankan end-to-side anastomosis. Sebagai pembuluh darah

resipien lebih dipilih arteri tibialis anterior ketimbang arteri

tibialis posterior karena arteri tibialis posterior merupakan

241

Page 6: talak ulkus pada lepra

Maj Kedokt Indon, Volum: 60, Nomor: 5, Mei 2010

Tata Laksana Komprehensif Ulkus Plantar pada Pasien Lepra

Gambar 1. Ulkus yang Telah Mengalami Aproksimasi

dengan Alat Ilizarov2

pembuluh darah dominan di kaki, dan anastomosis pada arteri

tibialis posterior lebih berisiko menimbulkan jaringan parut

di daerah yang menahan beban tubuh daripada anastomosis

pada arteri tibialis anterior. Cara tersebut jika diikuti dengan

perawatan pascaoperasi yang baik dapat memberikan hasil

yang memuaskan.19

Aplikasi Topikal

Peranan Fenitoin Topikal dalam Penyembuhan Luka

Beberapa penelitian menunjukan bahwa fenitoin dapat

meningkatkan penyembuhan luka. Berbagai penelitian in vitro

terhadap binatang menunjukkan bahwa fenitoin mening-

katkan proliferasi fibroblas, deposisi kolagen, neovas-

kularisasi, dan pembentukan jaringan granulasi, menurunkan

kerja kolagenase, produksi eksudat, dan kontaminasi bakteri.

Efek samping penggunaan fenitoin topikal adalah rasa

terbakar yang sementara pada pemakaian pertama, bercak

merah pada kulit, dan hipertrofi granulasi.8,20,21

Secara in vivo fenitoin bekerja tidak langsung pada

keratinosit dengan mempengaruhi kation dari membran

transpor yang menginduksi pelepasan sitokin sehingga

mengaktifkan reaksi inflamasi.21

Sinha dan Amarasena20 menarik kesimpulan bahwa

fenitoin topikal berperanan dalam penyembuhan luka kronik

setelah dilakukan debridement. Bansal dan Mukul21

melakukan suatu studi perbandingan penggunaan fenitoin

topikal dengan balutan NaCl 0,9% dalam tata laksana ulkus

tropik pada penderita lepra. Pada kelompok fenitoin, jaringan

granulasi tumbuh dengan cepat dan cairan luka menghilang

dalam waktu satu minggu, sedangkan pada kelompok kontrol

pertumbuhan granulasi yang baik baru muncul setelah dua

minggu dan cairan baru menghilang setelah 2-3 minggu. Hasil

yang sama juga didapatkan oleh Malthora dan Amin21,

Menezes et al.21, Bogert et al.20 dan Reiner et al.22 dalam

perawatan ulkus tropik pada penderita lepra.

Modaghegh et al.21 membandingkan empat jenis

sediaan fenitoin topikal (gel, krim, bedak fenitoin sodium,

dan bedak fenitoin) pada kulit tikus untuk mengetahui jenis

sediaan yang memberikan penyembuhan terbaik. Hasil yang

didapatkan adalah bedak fenitoin memperlihatkan hasil yang

terbaik. Bhatia et al.23 juga membandingkan suspensi fenitoin

sodium 2% dan 4% dalam penyembuhan ulkus. Hasil yang

diperoleh adalah suspensi fenitoin sodium 2% dan 4% sama-

sama dapat menyembuhkan ulkus dengan baik dan tidak

dilaporkan adanya efek samping. Namun, sampai sekarang

belum ada kesepakatan tentang metode aplikasi fenitoin

topikal yang terbaik. Masih dibutuhkan penelitian untuk

menemukan sediaan fenitoin topikal yang terbaik untuk

penyembuhan luka. Fenitoin topikal aman, murah, dan efektif

untuk penyembuhan ulkus pada pasien lepra.23

Apligraf

Ulkus dengan komplikasi rumit yang sulit disembuhkan

dapat diterapi dengan produk kulit buatan yang disebut

Apligraf. Apligraf merupakan kulit buatan setara HSE (Hu-

man Skin Equivalent) yang terdiri atas dua lapisan (dermis

dan epidermis) yang mengandung kolagen dan fibroblas yang

berasal dari kulit neonatal dan kolagen sapi. Apligraf akan

menghasilkan sitokin dan faktor pertumbuhan yang

ditoleransi baik oleh sistem imun tubuh. Apligraf akan

membentuk matriks ekstraselular yang mengisi jaringan luka

serta memproduksi substansi bioaktif yang akan membantu

penyembuhan luka dan pembentukan kulit normal.24

Aplikasi Topikal Lain

Reiner et al.22 melakukan perbandingan efek penyem-

buhan luka antara ketanserin topikal, krim clioquinol dan

pasta seng. Didapatkan hasil bahwa ketanserin topikal lebih

efektif dalam penyembuhan luka dibandingkan krim

clioquinol maupun pasta seng.

Penggunaan 20 mL larutan yang mengandung asam

lemak esensial dan asam linoleat (yang diekstrak dari minyak

bunga matahari) tiga kali sehari menurunkan insidens ulkus

dan memperbaiki hidrasi dan elastisitas kulit dibandingkan

dengan kontrol (minyak mineral topikal) Aloe vera juga

membantu penyembuhan.25 Dari penelitian didapatkan pasien

dengan ulkus akibat tekanan mengalami penyembuhan

sempurna setelah aplikasi hidrogel aloe selama 10 minggu.

Penggunaan hidrogel aloe untuk kasus ulkus ringan-sedang

telah disetujui oleh FDA Amerika Serikat.26

Madu mempunyai efek antibakteri, menghambat respons

inflamasi yang berlebihan, dan menginduksi debridement

autolisis. Madu dapat digunakan sebagai gel untuk pera-

watan luka kronik. Namun data klinik terhadap penggunaan

242

Page 7: talak ulkus pada lepra

madu masih sangat terbatas. Beberapa produk seperti yo-

ghurt, minyak daun teh, dan kentang kupas telah banyak

digunakan untuk pengobatan ulkus, namun penelitiannya

masih kurang.6

Nutrisi

Nutrisi juga berperanan dalam penyembuhan ulkus.

Dalam suatu studi kasus-kontrol terhadap 28 pasien malnutrisi

dengan ulkus didapatkan bahwa penyembuhan lebih baik

pada pasien yang mendapat diet tinggi protein (24% pro-

tein) dibandingkan dengan diet rendah protein (14%).27

Vitamin E dan C dikatakan dapat membantu penyem-

buhan ulkus. Sebuah uji coba berpembanding menggunakan

dosis vitamin E 400 IU memperlihatkan bahwa vitamin E

membantu hasil skin graft pada pasien ulkus vena kronik.28

Suplementasi vitamin C 3 gram/hari meningkatkan kecepatan

penyembuhan ulkus pada pasien thalasemia. Pemberian vi-

tamin C 2x500 mg meningkatkan penyembuhan ulkus akibat

tekanan.29

Seng juga berperan dalam penyembuhan ulkus. Pada

pasien lepra dengan ulkus yang mendapat seng 50 mg/hari

terjadi penyembuhan ulkus secara lengkap dalam 6-12

minggu.30 Seng sulfat dapat membantu penyembuhan ulkus

kronik pada pasien dengan kadar seng serum yang rendah.6

Terapi Oksigen Hiperbarik

Penempatan pasien dalam ruangan berkadar oksigen

tinggi selama 5 hari seminggu untuk 6 minggu akan membantu

penyembuhan ulkus kronik pada tungkai.31,32 Pasien bernapas

dengan oksigen 100% dan diberi tekanan atmosfer.5 Pada

penelitian yang dilakukan dengan pasien diabetes melitus

dengan ulkus atau gangren, terapi ini dapat mencegah

amputasi.33,34 Namun data dari Cochrane menunjukkan

kurangnya bukti efektivitas terapi hiperbarik untuk luka

kronik, meskipun terapi ini berperanan mengurangi risiko

amputasi pada pasien diabetes mellitus.6

Terapi Elektrik

Terapi elektrik terhadap kulit dapat meningkatkan kece-

patan penyembuhan ulkus. Beberapa metode memberikan

hasil positif, yaitu penggunaan arus galvanik tegangan

rendah, high-voltage pulsed current, transcutaneous elec-

trical nerve stimulation (TENS), dan pulsed high-frequency

electromagnetic therapy.35

Vacuum Assisted Closure

Vacuum assisted closure merupakan alat non-invasif

bertekanan negatif yang dapat membantu penyembuhan

ulkus kronik. Alat ini menggunakan tekanan subatmosfir

terkendali untuk mengalirkan cairan luka dari ruang

ekstravaskuler, meningkatkan oksigenisasi lokal, dan aliran

darah perifer. Hal ini akan membantu angiogenesis dan

pembentukan jaringan granulasi.6

Biosurgery (myasis)

Teknik ini menggunakan larva lalat (biasanya Lucilia

sericata) yang akan mencerna jaringan nekrotik tanpa

merusak jaringan sehat sekitar. Namun penelitian terhadap

aplikasi teknik ini dalam tata laksana ulkus masih sangat

kurang. Beberapa pasien mengeluhkan rasa tidak nyaman

dan nyeri saat menjalani terapi ini.6

Rekurensi

Tata laksana komprehensif dapat menurunkan rekurensi.

Penyebab rekurensi yang sering adalah tekanan pada plan-

tar misalnya karena pasien bekerja atau intensif berjalan kaki,

kurangnya obat-obatan, perawatan diri yang tidak baik (com-

pliance pasien yang buruk), tidak konsisten menggunakan

alas kaki, serta osteomielitis. Dibutuhkan kerja sama yang

baik antara pasien, keluarga, masyarakat, dan tenaga medis

untuk penyembuhan ulkus dan mencegah rekurensi.16,18

Kesimpulan

Pencegahan dan tata laksana ulkus yang komprehensif

sangat penting untuk mencegah timbulnya cacat pada pasien

lepra. Terdapat berbagai metode untuk tata laksana ulkus

pada penderita lepra, tetapi penelitian terhadap berbagai

metode tersebut masih minim, sehingga dibutuhkan penelitian

lebih lanjut. Para tenaga kesehatan diharapkan menguasai

teknik pencegahan dan perawatan ulkus yang komprehensif,

sedangkan para pasien, keluarga, dan masyarakat diharapkan

mendapatkan edukasi yang tepat serta motivasi untuk

meningkatkan compliance pasien.

Daftar Pustaka

1. Kompas.com [homepage on the Internet]. Jakarta: Kompas

Online; c2008-9 [updated 2009 Jun 15; cited 2010 March 26].

Available from: http: //cetak. kompas. com/read /xml/2009/06/

15/03432442/ prevalensi.turun.indonesia.belum.aman.dari.kusta

2. World Health Organization. South East Asia region: leprosy situ-

ation by country at the end of 2006 [monograph on the Internet].

Switzerland: World Health Organization; 2006 [cited 2010 March

26]. Available from: http://www.who.int/lep/situation/SEA-

ROStatsEnd2006.pdf.

3. Kamath BJ dan Bhardwaj P. A unique method of plantar forefoot

ulcer closure using the ilizarov device: series of 11 patients with

leprosy. The Foot & Ankle Journal. 2008;1(1):3.

4. Cross H. Wound care for people affected by leprosy:a guide for

low resource situations [monograph on the Internet].

Greenville:American Leprosy Missions; 2003 [cited 2010 March

15]. Available from: www.ilep.org.uk/fileadmin/uploads/.../

Self_care/Wound_Care.pdf

5. Soewono JPH, Darmada IGK. Rehabilitasi medik II. In: Sjamsoe-

daili ES, Menaldi SL, Ismiarto SP, Nilasari H, editors. Lepra. 2nd

ed. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2003.p.108-11.

6. Enoch S, Grey JE, Garding KG. ABC of wound healing: Non-

surgical and drug treatments. Brit Med J. 2006;332 :900-903.

7. Caputo GM, Cavanagh PR, Ulbrecht JS, Gibbons GW, Karchmer

AW. Assessment and management of foot disease in patients

with diabetes. N Engl J Med. 1994; 331(13):854-60.

8. Lavery LA, Higgins KR, Constantinides GP, Lanctot DR,

Zamorano RG, Athanasiou KA, et al. Preventing diabetic foot

Tata Laksana Komprehensif Ulkus Plantar pada Pasien Lepra

Maj Kedokt Indon, Volum: 60, Nomor: 5, Mei 2010 243

Page 8: talak ulkus pada lepra

ulcer recurrence in high-risk patients use of temperature moni-

toring as a self-assessment tool. Diabetes Care. 2007;30:14-20.

9. Sharma R, Bargotra R, Gupta R, Dar HA. Comparative study of

the effects of wax therapy and foot soaks on dry plantar skin and

ulcers in leprosy patients. JK Science. 2005;7(2):81-3.

10. Wisnu IM, Hadilukito G. Pencegahan cacat lepra. In: Sjamsoe-

daili ES, Menaldi SL, Ismiarto SP, Nilasari H,editors. Lepra. 2nd

ed. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2003.p.90.

11. Mekkes JR, Loots MAM, Van Der Wal AC, Bos JD. Causes,

investigation and treatment of leg ulceration. Brit J Dermatol.

2003;148:388-401.

12. Chaudhury RA, Das S. Chronic planter ulcer: A new technique of

management. Indian J of Phys Med a Rehab. 2004;15:45-7.

13. Birke JA, Novick A, Graham SL, Coleman WC, Brasseaux DM.

Methods of treating plantar ulcers. Phys Ther. 1991;71:116-22.

14. Mishra S, Singh PC, Mishra M. Metronidazole in management of

trophic ulcers in leprosy. Indian J Dermatol Venereol Leprol.

1995;61:19-20

15. Wolff K, Jonhson RA, Suurmont D. Fitzpatrick’s color atlas and

synopsis of clinical dermatology [CD-ROM]. New York: McGraw-

Hill; 2007.

16. Wertsch JJ, Frank LW , Zhu H, Price MB, Harris GF, Alba HM.

Plantar pressures with total contact casting. Journal of Rehabili-

tation Research and Development .1995;32(3):205-9.

17. Myerson M, Papa J, Eaton K, Wilson K. The total-contact cast

for management of neuropathic plantar ulceration of the foot. J

Bone Joint Surg Am. 1992;74:261-269.

18. Liangbin Y, Guochneg Z, Zhiju Z, Wenzhong L, Tisheng Z,

Watson JM, et al. Comprehensive treatment of complicated

plantar ulcers in leprosy. Chin Med J. 2003;116 (12):1946-8.

19. Bhatt YC, Panse NS, Vyas KA, Patel GA. Free tissue transfer for

trophic ulcer complicating leprosy. Indian J Plast Surg.

2009;42:115-7.

20. Sinha SN, Amarasena I. Does phenytoin have a role in the

treatment of pressure ulcers? Wound Practice and Research. 2008;

16(1):37-41.

21. Bhatia A, Prakash S. Topical phenytoin for wound healing. Der-

matology Online Journal [serial on the Internet]. 2004 [cited

2010 March 11]; 10 (1): [about 5 p.]. Available from: http://

dermatology.cdlib.org/101/reviews/phenytoin/bhatia.html

22. Reinar LM, Forsetlund L, Bjørndal A, Lockwood D. Interven-

tions for skin changes caused by nerve damage in leprosy.

Cochrane Database Syst Rev. 2008; 16 (3):CD004833.

23. Bhatia A, Nanda S, Gupta U, Gupta S, Reddy BSN. Topical pheny-

toin suspension and normal saline in the treatment of leprosy

trophic ulcers: a randomized, double-blind, comparative study.

Journal of Dermatological Treatment. 2004;15(5):321-327.

24. Vowden K, Darcy A, Vowden P. Management of a complex neu-

ropathic foot ulcer: a case report . World Wide Wounds [database

on the internet]. 2002 May[cited 2010 March 13]. Available

from: http://www.worldwidewounds.org/2002/may/Vowden/Com-

plex-Foot-Ulcer.html

25. Declair V. Usefulness of topical application of essential fatty

acids to prevent pressure ulcers. Ostomy Wound Management.

1997;43:48-52.

26. Thomas DR, Goode PS, LaMaster K, Tennyson T. Acemannan

hydrogel dressing versus saline dressing for pressure ulcers. A

randomized, controlled trial. Adv Wound Care. 1998;11:273-6.

27. Breslow RA, Hallfrisch J, Guy DG. The importance of dietary

protein in healing pressure ulcers. J Am Geratr Soc. 1993;41:357-

62.

28. Ramasastry, SS, Angel MF, Narayanan K. Biochemical evidence

of lipoperoxidation in venous stasis ulcer: Beneficial role of

vitamin E as antioxidant. Ann NY Acad Sci. 1989;506-8.

29. Taylor TV, Rimmer S, Day B, Butcher J, Dymock IW. Ascorbic

acid supplementation in the treatment of pressure cores. Lancet.

1974;2:544-6.

30. Mathur NK, Bumb RA. Oral zinc in the trophic ulcers of leprosy.

Int J Lepr. 1983;51:410-1.

31. Wattel F, Mathieu D, Coget JM, Billard V. Hyperbaric oxygen

therapy in chronic vascular wound management. Angiology.

1990;41:59-65.

32. Lee HC, Niu KC, Chen SH, Chang LP, Lee AJ. Hyperbaric oxy-

gen therapy in clinical application. A report of a 12-year experi-

ence. Chung Hua I Hsueh Tsa Chih. 1989;43:307-16.

33. Faglia E, Favales F, Aldeghi A, Calia P,Quarantiello A, Oriani G,et

al. Adjunctive systemic hyperbaric oxygen therapy in treatment

of severe prevalently ischemic diabetic foot ulcer. A randomized

study. Diabetes Care. 1996;19:1338-43.

34. Baroni G, Porro T, Faglia E, Pizzi G, Mastropasqua A, Oriani G, et

al. Hyperbaric oxygen in diabetic gangrene treatment. Diabetes

Care. 1987;10:81-6.

35. Frantz RA. Adjuvant therapy for ulcer care. Clin Geriatr Med.

1997;13:553-64.

MS

Tata Laksana Komprehensif Ulkus Plantar pada Pasien Lepra

Maj Kedokt Indon, Volum: 60, Nomor: 5, Mei 2010244