TAKHRÎJ AL-HADÎTS KITAB MINHÂJ AL- ‘ÂBIDÎN KARYA...
Click here to load reader
-
Upload
hoangnguyet -
Category
Documents
-
view
310 -
download
1
Transcript of TAKHRÎJ AL-HADÎTS KITAB MINHÂJ AL- ‘ÂBIDÎN KARYA...
TAKHRÎJ AL-HADÎTS KITAB MINHÂJ AL- ‘ÂBIDÎN KARYA IMÂM AL-GHAZÂLÎ
(sebuah kajian analisis sanad hadis dalam bab ‘Aqabah al-Bawâ’its)
Skripsi Diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh
Gelar Sarjana Agama (S. Ag.)
Oleh Dewi Komalasari
NIM: 1112034000035
PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA 1438 H/2017 M
v
PEDOMAN TRANSLITERASI
Transliterasi Arab-Latin yang digunakan dalam skripsi ini berpedoman
pada buku pedoman penulisan skripsi yang terdapat dalam “Buku Pedoman
Akademik Program Strata 1 tahun 2013-2014 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta”.
a. Padanan Aksara
Huruf Arab Huruf Latin Keterangan
tidak dilambangkan
b be
t te
ts te dan es
j je
h h dengan garis di bawah
kh ka dan ha
d de
dz de dan zet
r er
z zet
s es
sy es dan ye
s es dengan garis di bawah
d de dengan garis di bawah
t te dengan garis di bawah
z zet dengan garis di bawah
´ koma terbalik di atas hadap kanan
gh ge dan ha
f ef
q ki
k ka
l el
m em
vi
n en
w we
h ha
apostrof
y ye
b. Vokal
Vokal dalam bahasa Arab, seperti vokal dalam bahasa Indonesia,
terdiri dari vokal tunggal atau monoftong dan vocal rangkap atau
diftong. Untuk vokal tunggal, ketentuan alih aksaranya adalah sebagai
berikut:
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
a fathah
i kasrah
u dammah
Adapun untuk vokal rangkap, ketentuan alih aksaranya adalah
sebagai berikut:
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
ai a dan i
au a dan u
Vokal Panjang
Ketentuan alih aksara vokal panjang (madd), yang dalam bahasa
Arab dilambangkan dengan harakat dan huruf, yaitu:
vii
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
â a dengan topi di atas
î i dengan topi di atas
û u dengan topi di atas
Kata Sandang
Kata sandang, yang dalam sistem aksara Arab dilambangkan
dengan huruf, yaitu ال, dialihaksarakan menjadi hurup /l/, baik diikuti
huruf syamsiyyah maupun huruf qamariyyah. Contoh: al-rijâl bukan ar-
rijâl, al-diwân bukan ad-diwân.
Syaddah (Tasydîd)
Syaddah atau tasydîd yang dalam sistem tulisan Arab
dilambangkan dengan sebuah tanda (), dalam alih aksara ini dilambangkan
dengan huruf, yaitu dengan menggandakan huruf yang diberi tanda
syaddah itu. Akan tetapi, hal ini tidak berlaku jika huruf yang menerima
tanda syaddah itu terletak setelah kata sandang yang diikuti oleh huruf-
huruf syamsiyyah. Misalnya, kata الضرورة tidak ditulis ad-darûrah
melainkan al-darûrah, demikian seterusnya.
Ta Marbûtah
Berkaitan dengan alih aksara ini, jika huruf ta marbûtah terdapat
pada kata yang berdiri sendiri, maka huruf tersebut dialihaksarakan
menjadi huruf /h/ (lihat contoh 1 di bawah). Hal yang sama juga berlaku
viii
jika ta marbûtah tersebut diikuti oleh kata sifat (na’t) (lihat contoh 2).
Namun, jika huruf ta marbûtah tersebut diikuti kata benda (ism), maka
huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf /t/ (lihat contoh 3).
Contoh:
No Tanda Vokal Latin Keterangan
1 tarîqah
2 al-Jâmi’ah al-Islâmiyyah
3 Wahdat al-wujûd
Huruf Kapital
Meskipun dalam sistem tulisan Arab huruf capital tidak dikenal,
dalam alih aksara ini huruf capital tersebut juga digunakan, dengan
mengikuti ketentuan yang berlaku dalam Ejaan Yang Disempurnakan
(EYD) bahasa Indonesia, antara lain untuk menuliskan permulaan kalimat,
huruf awal nama tempat, nama bulan, nama diri, dan lain-lain. Penting
diperhatikan, jika nama diri didahului oleh kata sandang, maka yang
ditulis dengan huruf kapital tetap huruf awal nama diri tersebut, bukan
huruf awal atau kata sandangnya. (Contoh: Abû Hâmid al-Ghazâlî bukan
Abû Hâmid Al-Ghazâlî, al-Kindi bukan Al-Kindi).
Beberapa ketentuan lain dalam EYD sebetulnya juga dapat
diterapkan dalam alih aksara ini, misalnya ketentuan mengenai huruf cetak
miring (italic) atau cetak tebal (bold). Jika menurut EYD, judul buku itu
ditulis dengan cetak miring, maka demikian halnya dalam alih aksaranya.
Demikian seterusnya.
ix
Berkaitan dengan penulisan nama, untuk nama-nama tokoh yang
berasal dari dunia Nusantara sendiri, disarankan tidak dialihaksarakan
meskipun akar katanya berasal dari bahasa Arab. Misalnya ditulis
Abdussamad al-Palimbani, tidak ‘Abd al-Samad al-Palimbânî; Nuruddin
al-Raniri, tidak Nûr al-Dîn al-Rânirî.
x
ABSTRAK
DEWI KOMALASARI
Takhrîj al-Hadîts dalam Kitab Minhâj al-‘Âbidîn Karya Imâm al-Ghazâlî
(sebuah kajian analisis sanad hadis dalam bab ‘Aqabah al-Bawâ’its)
Skripsi ini meneliti tentang hadis-hadis yang terdapat dalam kitab Minhâj
al-‘Âbidîn yang bercorak tasawuf karya Imam al-Ghazâlî, dalam kitab ini terdapat
tujuh bab, sama dengan tujuh tanjakan atau dalam kitab ini disebut aqabah.
Menurut Imam al Ghazali ada tujuh tanjakan yang harus ditempuh dalam
perjalanan ibadah seseorang untuk meningkatkan kualitas ibadahnya kepada Allah
swt. Kitab ini ditulis menjelang wafatnya Imam al Ghazali, dengan kata lain
ditulis setelah kitab ‘ihyâ ‘ulûm al-dîn.
Skripsi ini adalah sebuah penelitian sanad hadis yang dilakukan hanya
pada bab ke-5 yakni bab ‘aqabah al-bawâ’its yang artinya tanjakan pendorong,
bab ini berisi tentang dorongan-dorongan atau motivasi-motivasi seorang hamba
Allah untuk mencapai kesempurnaan ibadah kepada Allah swt. Kitab ini dibentuk
dalam konsep yang ringan dan praktis, sehingga lebih mudah untuk dijadikan
bahan ajar di majelis-majelis dan di pesantren-pesantren.
Penelitian skripsi ini merupakan jenis penelitian kepustakaan (library
research). Untuk itu, digunakan bahan-bahan kepustakaan dengan sumber primer
Kitab Minhâj al-Âbidîn, dan sumber sekunder yakni kitab-kitab Rijâl al-Hadîts,
kitab-kitab takhrîj hadis, kitab-kitab hadis serta buku-buku yang berkaitan dengan
judul skripsi. Dalam mengolah data, langkah pertama yang dilakukan adalah
mentakhrîj hadis-hadis dengan dua metode, yaitu metode takhrij dengan
mengetahui lafadz pertama dari matan hadis dan metode takhrij dengan
mengetahui kata-kata yang jarang digunakan dari suatu bagian matan hadis.
Kemudian langkah kedua menyusun keseluruhan sanad dalam bentuk skema, dan
langkah ketiga adalah melakukan kritik sanad hadis, dengan lima syarat yaitu
kebersambungan sanad, ‘adil, dabt, tidak syâdz dan tidak ada ‘illat.
Karena di kitab tersebut hanya tercantum matannya saja, tidak terdapat
keterangan rangkaian sanad ataupun keterangan terkait kualitas hadis-hadisnya.
Dengan mengkaji dan meneliti hadis-hadis dalam kitab ini, dapat diketahui
keberadaan suatu hadis dalam kitab-kitab rujukan hadis, nilai dan kualitas hadis
khususnya dari segi sanad. Hadis yang dimuat dalam kitab ini ada 67 hadis, 6 di
antaranya merupakan hadis yang dicantumkan dalam bab ‘aqabah al bawâ’its.
Maka dari 6 hadis yang diteliti, sebanyak 3 hadis berkualitas sahih, 2 hadis
berkualitas da’îf dari segi sanad dan 1 hadis tidak ditemukan informasi mengenai
hadis yang berkaitan.
xi
KATA PENGANTAR
ٱلرحيم ٱلرحمن ٱلله بسم
Segala puji dan syukur penulis panjatkan ke-hadirat Allah Swt. atas segala
rahmat dan kehendak-Nya, sehingga penulisan skripsi ini dapat diselesaikan.
Solawat dan salam semoga selalu tercurah-limpahkan kepada manusia
pembimbing ummat dari dunia kemarau dihari lampau hingga kembali terbebat
pekat saat kiamat, yakni Baginda Rasulullah Saw. beserta keluarga, sahabat dan
para pengikutnya. Semoga kita selalu mendapat syafaat darinya baik ketika hidup
di dunia maupun di akhirat kelak dan kita semua berada dalam lindungan Allah
Swt.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini tidak akan selesai tanpa
bimbingan, bantuan, arahan, motivasi dan kontribusi banyak pihak. Ucapan terima
kasih yang tulus dan tak terbilang penulis haturkan kepada para dosen, keluarga,
para guru kehidupan, para sahabat dan teman-teman, sehingga penulis mampu
mengatasi segala hambatan yang menerpa. Oleh karena itu, pada kesempatan ini
penulis mengucapkan terima kasih seluas-luasnya kepada:
1. Segenap civitas akademika Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta: Bapak Prof. Dede Rosyada, MA. selaku Rektor
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta beserta jajarannya dan Bapak Prof.
Dr. Masri Mansoer, MA. selaku Dekan Fakultas Ushuluddin, Ibu Dr.
Lilik Ummi Kaltsum, MA. selaku Ketua Program Studi Ilmu al-Qur’an
dan Tafsir dan Ibu Dra. Banun Binaningrum, M.Pd. selaku Sekretaris
Program Studi Ilmu al-Qur’an dan Tafsir.
xii
2. Bapak Harun Rasyid, M.Ag. selaku dosen pembimbing skripsi, yang
selama ini dengan ikhlas meluangkan waktu untuk membimbing dan
dengan penuh kesabaran mengarahkan penulis dalam penulisan skripsi
ini hingga selesai.
3. Ibu Faizah Ali Syibromalisi, MA. selaku dosen pembimbing akademik
yang telah membimbing penulis dari semester satu hingga selesai.
Bapak Rifqi Muhammad Fatkhi, MA. selaku dosen dalam bidang hadis
yang telah banyak menginspirasi penulis.
4. Seluruh dosen pada Fakultas Ushuluddin khususnya di Program Studi
Ilmu al-Qur’an dan Tafsir atas segala motivasi, ilmu pengetahuan,
bimbingan, wawasan dan pengalaman yang telah diberikan. Kepada
seluruh staf dan karyawan Fakultas Ushuluddin UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
5. Pimpinan dan segenap karyawan Perpustakaan Utama, Perpustakaan
Fakultas Ushuluddin, dan Perpustakaan Sekolah Pascasarjana UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
6. Kedua orang tua terkasih, Bapak H. Domat dan Ibu Hj. Renih yang
selalu merangkaikan doa-doa indah, memotivasi, menginspirasi,
membiayai, mendidik, mendukung, memberi semangat dan nasehat-
nasehat istimewa untuk penulis. Tak lupa terima kasih untuk adik-
kakak tersayang, Trisnawati Dewi, Rohayati Fitriyani dan Beben yang
telah memberikan senyuman semangat kepada penulis. serta
keponakan kecil terkasih Yusuf As Syatibi yang selalu membuat
penulis semangat ketika merindunya.
xiii
7. Seluruh keluarga, Kakek H. Jaelani (alm.), Nenek Hj. Ra’amah, Mbah
kaler, Uwa Hj. Ija, Uwa Hj. Omah, Uwa Hj. Kiran, Uwa Hj. Anton,
Uwa Ciman, Uwa anyil, Uwa Ndung, Uwa Aman, Aka Ija, Mang
Kosasih, Ustz. Hj. Omay Komariah S.Pd, dan Humaidi Syahri S.H
yang telah memberikan dukungan dan motivasi kehidupan untuk
penulis.
8. Guru-guru penulis, KH. Ahmad Dimyati (alm.), KH. Yazid Dimyati,
S.Thi, Lc, Bapak Ustad Azhari Muchtar S.Ag, Ustad Ujang Musa
Tauhid, dan seluruh guru di Pondok Pesantren Modern Daarul Ulum
Lido Bogor yang telah menjadi bagian terpenting dalam perjalanan
keilmuan penulis.
9. Sahabat-sahabat penulis, Hilda lisdianti, S.Ag., Lili Siwidyaningsih,
Ririn Rindiana Dewi, Annisa Nurul Khasanah, S.Ag., Lc., Hilmy
Firdausy, Lc., ‘Aliyah. A., Chandra D.N.I., Dhia M.H., yang telah
memotivasi dan sangat banyak membantu penulis khususnya dalam
proses penulisan skripsi ini.
10. Keluarga besar Mahasiswa Bekasi (PERMASI), Ikatan Keluarga
Alumni Pesantren Modern Daarul ‘Uluum Lido (IKADA), Keluarga
Eleventh Ciputat, Teman-teman Komunitas Saung,
KOMFUSPERTUM, Tafsir Hadis (TH) A Angkatan 2012, Darus
Sunnah International of Hadith, dan KKN LOGIC yang telah
memberikan bantuan, semangat dan doa kepada penulis dalam
menyelesaikan karya tulis ini.
xiv
Semoga Allah Swt. membalas segala kebaikan yang telah dilakukan
dengan pahala yang berlipat ganda, di dunia dan di akhirat. Âmîn yâ Rabb al-
‘Âlamîn
Jakarta, 27 Maret 2017
Penulis
xv
DAFTAR ISI
PEDOMAN TRANSLITERASI ................................................................... v
ABSTRAK .................................................................................................... x
KATA PENGANTAR .................................................................................. xi
DAFTAR ISI ................................................................................................. xv
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ 1
A. Latar Belakang Masalah .................................................................... 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah................................................ 7
1. Pembatasan Masalah ................................................................... 7
2. Perumusan Masalah .................................................................... 8
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ......................................................... 8
1. Tujuan Penelitian .......................................................................... 8
2. Manfaat Penelitian ........................................................................ 9
D. Tinjauan Pustaka ............................................................................... 9
E. Metodologi Penelitian ....................................................................... 10
1. Metode Penelitian........................................................................ 10
a. Jenis Penelitian ...................................................................... 10
b. Metode Pembahasan.............................................................. 11
c. Metode Pengumpulan Data ................................................... 11
d. Pengolahan dan Analisa Data................................................ 12
2. Teknik Penulisan ......................................................................... 14
F. Sistematika Penulisan ....................................................................... 14
BAB II SEKILAS TENTANG IMÂM AL-GHAZÂLÎ ........................... 16
A. Riwayat hidup Imâm al-GhazâlÎ ....................................................... 16
1. Sketsa Kehidupan dan Wafatnya ............................................... 16
2. Masa Pendidikannya ................................................................... 18
A. Karya-Karya Imâm al Ghazâli ......................................................... 21
B. Tinjauan Kitab Minhâj al-Âbidîn ...................................................... 24
BAB III KRITIK SANAD HADIS-HADIS DALAM KITAB
MINHÂJ AL ÂBIDÎN (dalam bab ‘aqabah al Bawâ‛its) ......................... 28
B. Hadis ke-1 ......................................................................................... 32
1. Teks dan Takhrij Hadis ............................................................... 32
2. Skema Sanad ............................................................................... 35
3. Kritik Sanad dan Penilaian Hadis ............................................... 36
C. Hadis ke-2 ........................................................................................ 47
1. Teks dan Takhrij Hadis ............................................................... 47
2. Skema Sanad ............................................................................... 50
3. Kritik Sanad dan Penilaian Hadis ............................................... 51
D. Hadis ke-3 ......................................................................................... 59
1. Teks dan Takhrij Hadis ............................................................... 59
xvi
2. Skema Sanad ............................................................................... 62
3. Kritik Sanad dan Penilaian Hadis ............................................... 63
E. Hadis ke-4 ......................................................................................... 74
1. Teks dan Takhrij Hadis ............................................................... 74
2. Skema Sanad ............................................................................... 77
3. Kritik Sanad dan Penilaian Hadis ............................................... 78
F. Hadis ke-5 ......................................................................................... 92
1. Teks dan Takhrij Hadis ............................................................... 92
2. Skema Sanad ............................................................................... 93
3. Kritik Sanad dan Penilaian Hadis ............................................... 93
G. Hadis ke-6 ......................................................................................... 94
1. Teks dan Takhrij Hadis ............................................................... 94
2. Skema Sanad ............................................................................... 97
3. Kritik Sanad dan Penilaian Hadis ............................................... 98
BAB IV PENUTUP ..................................................................................... 118
A. Kesimpulan ....................................................................................... 118
B. Saran-saran ........................................................................................ 119
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 120
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Hadis merupakan sumber hukum Islam yang kedua setelah al-Qur‟an,
kedudukan hadis sebagai salah stau pokok dari syari‟at Islam, ditegaskan
oleh ayat-ayat al-Qur‟an yang menyatakan bahwa hadis merupakaan salah
satu pokok dari Syari‟at Islam yang wajib diikuti dan diamalkan,
sebagaimana mengikuti sumber pertama yaitu al-Qur‟an. Dalam surat al-
Ahzab: 36 Allah Subhanahu wa ta‟ala berfirman:
الله
الله يعص
"dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula)
bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah
menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain)
tentang urusan mereka. dan Barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-
Nya Maka sungguhlah Dia telah sesat, sesat yang nyata."
Dalam ayat ini Allah SWT telah menetapkan kewajiban bagi hamba-
Nya untuk ta‟at kepada Rasulullah SAW dan dilarang untuk mendurhakainya,
dalam masalah apapun, Allah SWT juga mengancam orang-orang yang
menyelisihi Rasulullah SAW dan memberikan pujian terhadap orang-orang
yang ta‟at kepada-Nya.
Hanya saja dalam beberapa hal kualitas hadis berbeda dengan al-
Qur‟an seperti tentang periwayatan. Untuk al-Qur‟an, semua periwayatan
ayat-ayatnya berlangsung secara mutawâtir, sedang untuk hadis Nabi,
2
sebagian periwayatannya berlangsung Secara mutawâtir dan sebagian lagi
berlangsung secara ahad. Dengan demikian dilihat dari segi periwayatannya,
seluruh ayat al-Qur‟an tidak perlu dilakukan penelitian, sedangkan hadis Nabi
dalam hal ini yang berkategori ahad diperlukan penelitian.1
Menurut Mahmûd Thahhân Takhrîj adalah usaha menunjukkan letak
asal hadis pada sumber-sumbernya yang asli yang di dalamnya telah
dicantumkan sanad hadis tersebut secara lengkap, serta menjelaskan kualitas
hadis tersebut jika pengumpul hadis memandang perlu.2 Kajian ilmu takhrîj
hadits sangat penting bagi orang yang menggeluti ilmu-ilmu syar‟i.
Memperlajari kaidah-kaidahnya dan metodenya, agar ia mengetahui
bagaimana sampai kepada hadis tersebut pada sumbernya yang orisinil.
Manfaat takhrij amat besar terutama bagi mereka yang berkecimpung dalam
hadis sebab dengan perantaranya seseorang mendapat petunjuk kepada salah
satu sumber hadis pertama yang disusun oleh para tokoh/imam yang
merupakan petunjuk jalan ke tempat/letak hadis pada sumber-sumber yang
orisinil yang takhrijnya berikut sanadnya kemudian menjelaskan
kedudukannya.3
Kitab Minhâj al-„Âbidîn karya al-Ghazâlî merupakan kitab tasawuf
yang sering dipelajari di pesantren-pesantren, dari pesantren salaf hingga
pesantren modern, juga banyak dikaji oleh masyarakat intelek hingga
masyarakat umum. Kitab ini berisi tentang tingkatan-tingkatan yang harus
1 Syuhudi Isma‟il, Metodologi Penelitian HadisNabi, (Jakarta: Bulan Bintang, 1992), h. 4
2 Jon Pamil, “ “, Takhrij Hadis: Langkah Awal Penelitian Hadis,” Jurnal Pemikiran Islam
XXXVII, no. 1 (Januari 2012): h. 53 3 Mahmud Thahan, Dasar-Dasar Ilmu Takhrij dan Studi Sanad, ter. Mahmud Thahhan
(Semarang: Dina Utama, 1995), j. 21
3
dilalui oleh seorang hamba Allah dalam beribadah, seperti harusnya seimbang
dalam hal ilmu dan ibadah, karena sebelum melakukan hal terkait ibadah, kita
diwajibkan mengetahui terlebih dahulu ilmu ibadah tersebut. Kitab ini pun
menyertakan tingkatan hal taubat dalam tingkatan yang kedua yang diartikan
taubat adalah ternmasuk syarat untuk melakukan ibadah yang baik kemudian
banyak juga menjelaskan rahasia-rahasia lain dalam menyempurnakan
ibadah. Al-Ghazâlî juga dalam kitab ini mencantumkan beberapa tingkatan
mengenai penghalang-penghalang dan godaan-godaan yang dialami
kebanyakan manusia dalam melaksanakan ibadah, seperti rizki, tuntutan
nafsu, kekhawatiran dan ketakutan. Namun di dalam kitab ini Imam al-
Ghazali dengan lengkap menyempurnakan semua masalah yang ada beserta
solusi nya.
Imâm al-Ghazâlî yang di zamannya terkenal sebagai tokoh yang
menjadi panutan masyarakat saat itu menjadi sandaran umat, menjadi hujjah,
yang tentunya dalam perjalanan hidupnya beliau tidaklah akan dengan
beraninya mempertaruhkan dirinya dalam sebuah kebatilan dengan cara
mengutip kata-kata sembarangan yang kemudian diklaim sebagai kata-kata
Nabi saw. Namun, di dalam kitab Minhâj al-„Âbidîn ini al-Ghazâli banyak
mengutip hadis-hadis Nabi dan sama sekali tidak menyertakan sanad-sanad
secara lengkap dan juga tidak mencantumkan kualitas sanadnya.
Bukan berarti meragukan hadis Nabi saw. tetapi melihat keterbatasan
perawi hadis sebagai manusia yang adakalanya melakukan kesalahan, baik
karena lupa maupun karena didorong oleh kepentingan tertentu. Keberadaan
perawi hadis sangat menentukan kualitas hadis, baik kualitas sanad maupun
4
kualitas matan hadis.4 Namun bagaimana kita sebagai pembaca atau
pendengar hadis-hadis yang terdapat dalam kitab Imâm al-Ghazâlî bisa yakin
bahwa hadis-hadis tersebut adalah sahih adanya sehingga bisa kita jadikan
sebagai hujjah jika dalam redaksi hadis-hadis yang tertulis dalam kitab
tersebut tidak tercantumkan sanad lengkap dan rawinya.
Ibnu al-Jauzi salah satu ulama yang kontra terhadap al-Ghazâlî. Beliau
mengkritik al-Ghazâlî dalam masalah hadis dengan memberikan julukan
kepada al-Ghazâlî sebagai “pencari kayu di malam hari”, maksudnya
mengambil setiap yang ditemuinya tanpa ada penyeleksian atau penyaringan
terlebih dahulu.5
Tidak dapat kita nafikan bahwa dalam melakukan ibadah, hamba akan
tidak mampu menolak adanya halangan-halangan berikut godaan-godaan
yang selalu datang. Maka rasa takut akan siksa Allah adalah harus ada pada
diri seorang hamba sepanjang jalan ibadah yang ditempuh, karena rasa takut
dapat mencegah seorang hamba dari perbuatan maksiat. Dengan demikian ia
akan tetap khusyu dalam menjalani ibadah, sebab kalau tidak dibarengi rasa
takut akan siksa Allah SWT, besar kemungkinan hawa nafsu seorang hamba
akan senantiasa memerintahkan agar berbuat kejahatan dan selalu menggoda.
Rasa takut atas siksa Allah yang pedih juga harus selalu dimiliki
dalam jiwa si hamba. Sifat ini memiliki peranan dalam ibadah guna
memberikan motivasi atau dorongan (bâ‟its) pada jiwa seorang hamba untuk
4 Faturahman, ikhtishar Musthalah al-Hadis, (Bandung: PT. Ma‟arif), 1974, h. 118.
5 Ahmad Satori Ismail, Pro Kontra Pemikiran Imam al-Ghazali, (Surabaya : Risalah
Gusti), h. 149.
5
tidak melakukan perbuatan dosa. Sebagaimana Allah berfirman dalam surah
Ali-Imran ayat 175:
Sesungguhnya mereka itu tidak lain hanyalah syaitan yang menakut-
nakuti (kamu) dengan kawan-kawannya (orang-orang musyrik Quraisy),
karena itu janganlah kamu takut kepada mereka, tetapi takutlah kepadaKu,
jika kamu benar-benar orang yang beriman.
Menurut al-Ghâzâlî rasa takut akan siksa Allah harus selalu terpatri
pada diri si hamba agar ia tidak malas beribadah, karena malas beribadah
akan mendatangkan siksa Allah. Dengan demikian adanya rasa takut atas
siksa Allah ini akan memacu semangat si hamba untuk rajin beribadah jadi
sifat Khauf ini akan membangkitkan semangat si hamba untuk beribadah.6
Untuk menjadikan ibadah kita sempurna adalah juga harus dengan
menyertakan harapan (al raja) yang mendalam terhadap Allah SWT.
Sebagaimana Allah berfirman dalam surah Al Anbiya ayat 90:
Maka Kami memperkenankan doanya, dan Kami anugerahkan
kepada nya Yahya dan Kami jadikan isterinya dapat mengandung.
Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam
(mengerjakan) perbuatan-perbuatan yang baik dan mereka berdoa kepada
Kami dengan harap dan cemas, dan mereka adalah orang-orang yang
khusyu' kepada kami.
6 Ghazali, Imam. Wasiat Imam Ghazali Minhajul Abidin, ter. Zakaria Adham (Jakarta:
Darul Ulum Press, 1986) h.282
6
Menurut al-Ghazali berharap (al-raja) adalah juga harus dimiliki
seorang hamba dalam menempuh jalan ibadahnya, karena akan memberikan
dampak positif berupa motivasi atau dorongan bagi seorang hamba untuk
selalu ta‟at beribadah. Menurutnya, ketika seseornag akan melakukan suatu
kebaikan maka selalu ada perlawanan dari setan dan hawa nafsu yang
berupaya agar perbuatan baik tersebut tidak terlaksana. Dalam keadaan
seperti ini, maka seorang hamba harus menggantungkan harapan adanya
pertolongan dari Allah SWT. Agar ia selalu dapat melaksanan kebaikan
berupa ibadah dengan sempurna. Kedua, harapan diperlukan seorang hamba
agar ia tidak merasa kesusahan di dalam menghadapi macam-maccam
kesulitan ketika ia menjalani ibadah. Menurut al-Ghazâlî, seorang yang
mengerti betul akan baiknya pahala ibadah yang akan diterimanya kelak, ia
tidak akan terganggu oleh macam-macam kesulitan yang menghadangnya
ketika menjalani ibadah.7
Kalau diperhatikan dengan cermat persoalan ibadah berkisar pada dua
persoalan pokok yaitu: melaksanakan perintah Allah SWT dan Rasul-Nya.
Kedua hal tersebut tidak akan berjalan lancar selama nafsu yang mendorong
kepada kejahatan masih bercokol dalam diri seseorang. Oleh sebab itu, maka
takut (al-Khauf) dan harapan (al-Raja‟) harus selalu melekat dalam diri
seorang hamba yang sedang menempuh jalan ibadah.8
7 Ghazâlî, Imâm, Wasiat Imam Ghazali Minhajul Abidin, h. 283
8 Purwanto, Yedi. “Konsep Aqabah Dalam Tasawwuf al-Ghazali Telaah atas Kitab
Minhajal-Abidin,” (Disertasi S3 Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2006), h.
175.
7
Dari latar belakang di atas, penulis merasa penting untuk meneliti ke
sahîhan hadis-hadis yang terdapat dalam Kitab Minhâj al-„Âbidîn pada bab
„Aqabah al „Bawâ‟its dari segi sanad. Oleh karena itu, judul yang diangkat
untuk penelitian ini adalah Takhrij Hadis Kitab Minhaj al ‘Abidin Karya
Imam al-Ghazali (sebuah kajian analisis sanad dalam bab ‘Aqabah al
Bawâ’its)
B. Pembatasan dan Rumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Mengkaji dan meneliti kitab Minhâj al-„Âbidîn berarti tidak lepas
dari pentakhrijan hadis-hadis yang terdapat di dalam kitab tersebut.
Berdasarkan masalah yang telah diuraikan di atas, agar terhindar dari
kekeliruan dan kerancuan pembahasan maka penulis hanya membatasi
pada bab ke-5 yakni bab „Aqabah al-Bawâ‟its. Secara keseluruhan kitab
Minhâj al „Âbidîn terdiri dari 7 Bab yang terdapat sekitar 67 hadis. Tetapi
jika penulis melakukan penelaahan secara keseluruhan akan memakan
waktu dan halaman yan amat banyak maka dalam penelitian ini penulis
hanya akan menelaah hadis-hadis dalam bab „Aqabah al Bawâ‟its. maka
penelitian ini dibatasi pada kajian kritik sanad hadis-hadis dalam Kitab
Minhâj al-„Âbidîn dan hadis yang akan ditelusuri adalah hanya yang
termasuk dalam pembahasan dalam bab „Aqabah al Bawâ‟its.
Adapun kitab rujukan hadis yang diutamakan adalah Kutub al-
Sittah yakni Sahih al Bukhâri, Sahih Muslim, Sunan Abû Dâwud, Sunan
al-Tirmidzî, Sunan al-Nasâ‟I dan Sunan Ibnu Mâjah. Jika hadis yang
dimaksud tidak terdapat dalam kitab-kitab tersebut, maka merujuk pada
8
Kutub al-Tis‟ah yaitu Kutub al-Sittah ditambah Kitab Muwatta‟, Musnad
Imâm Ahmad dan Sunan al-Dârimî. Kutub a-tis‟ah, yaitu Sahih al-Bukhâri
dan Sahih Muslim, Sunan Abû Dâwud, Sunan al-Tirmidzî, Sunan al-
Nasâ‟I, Sunan Ibnu Mâjah, Muwatta‟ Imâm Mâlik, Musnad Ahmad bin
Hanbal dan Sunan al Dârimî dan satu kitab tambahan yakni kitab Sahih
Ibnu Hibbân.
Pembatasan masalah hanya pada kritik sanad ini berdasarkan
argumentasi bahwa jika para pembawa berita itu adalah orang-orang yang
dipercaya, berita tersebut dinyatakan sah dan sebaliknya, jika pembawa
berita bukan orang-orang tepercaya, maka berita itu tidak dapat dijadikan
hujjah agama. Dengan kata lain, kebenaran berita sangat tergantung pada
kebenaran pembawa berita itu. Ahmad Amin dan „Abd al-Mun‟im al-Bahi
berpendapat bahwa ulama hadis ketika melakukan penelitian (kritik) hadis
lebih banyak memfokuskan pada kritik sanad daripada kritik matan.9
2. Perumusan Masalah
Sehubungan dengan pembatasan masalah di atas, dalam meneliti hadis-
hadis pada bab „Aqabah al Bawâ‟its yang terdapat dalam kitab Minhâj al
„Âbidîn Karya Imam al-Ghazâlî. Rumusan masalahnya yaitu Bagaimana
kualitas sanad hadis-hadis yang terdapat dalam kitab Minhâj al „Âbidîn
pada bab „Aqabah al-Bawaits?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
9 Idri, Studi Hadis, (Jakarta: Kencana, 2010), h. 277.
9
Adapun tujuan utama dalam penelitian ini adalah untuk menguji kualitas
sanad hadis-hadis yang terdapat dalam Kitab Minhâj al „Âbidîn Khusus
pada bab „Aqabah al Bawâ‟its.
2. Manfaat Penelitian
1. Secara akademis, penelitian ini turut mengembangkan khazanah
keilmuan dalam bidang hadis, terutama dalam kajian kritik kualitas
sanad hadis-hadis yang terdapat dalam Kitab Minhâj al-„Âbidîn khusus
dalam pada bab „Aqabah al-Bawâ‟its.
2. Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan
manfaat dan tambahan pengetahuan terhadap pengkajian Kitab Minhâj
al-„Âbidîn khususnya bab „Aqabah al-Bawâ‟its .
D. Tinjauan Pustaka
Untuk menghindari terjadinya kesamaan pembahasan pada skripsi ini
dengan dengan buku-buku atau skripsi yang lain, penulis menelusuri kajian-
kajian yang pernah dilakukan atau memiliki kesamaan. Selanjutnya hasil
penelusuran ini akan menjadi acuan penulis untuk tidak mengangkat
permasalahan yang sama, sehingga diharapkan kajian ini tidak plagiat dari
kajian yang telah ada.
Berdasarkan hasil penelusuran dari berbagai buku-buku, skripsi,
maupun semua yan berkaitan dengan judul ini, penulis menemukan satu
penelitian ndividual oleh Drs. Harun Rasyid, MA dengan judul “Kualitas
Hadis-Hadis Dalam Kitab Minhaj Al-„Abidin Karya Imam Ghazali (1058-
1111 M)” Tahun akademik 2013, isi penelitian individu ini adalah membahas
mengenai penelitian kualitas keshahihan hadis-hadis dalam segi matan dan
10
sanad yang hanya dikhususkan pada bab ke dua dari kitab Minhaj al-Abidin
yakni bab Taubat.10
„Kualitas Hadis-Hadis menuntut ilmu dalam kitab Minhaj al Abidin‟
adalah judul skripsi yang ditulis oleh Marullah pada tahun 2010, yang meneliti
tentang kualitas sanad hadis Kitab Minhaj al-Abidin terfokus hanya dalam bab
Ilmu dan ma‟rifat. 11
Yedi Purwanto, pada tahun 2006 juga menulis penelitian berbentuk
disertasi yang menggunakan sumber primernya kitab Minhâj al-Âbidîn,
dengan judul „Konsep Aqabah Dalam Tasawwuf al-Ghazâlî Telaah atas Kitab
Minhâj al-Âbidîn‟ Disertasi ini menjelaskan dengan panjang lebar mengenai
seluruh konsep „Aqabah dalam kitab Minhâj al-Âbidîn.12
Dari tinjauan di atas, dapat penulis katakan bahwa pembahasan skripsi
ini berbeda dengan karya-karya di atas, karena penulis memfokuskan untuk
meneliti kualitas sanad hadis dalam bab ke lima dalam kitab Minhâj al-
„Âbidîn yakni bab „Aqabah al-Bawâ‟its atau tingkatan pendorong yang
kemudian akan diambil kesimpulan berdasarkan data-data yang terkumpul.
E. Metode Penelitian
1. Metode Penelitian
a. Jenis Penelitian
10
Harun Rasyid, “Kualitas Hadis-Hadis Dalam Kitab Minhaj Al-„Abidin Karya Imam
Ghazali (1058-1111 M),” (Penelitian Individual Fakultas Ushuluddin, Universitas Islam Negeri
Jakarta, 2013) 11
Marullah, “Kualitas Hadis-Hadis menuntut ilmu dalam kitab Minhaj al Abidin,”
(Skripsi SI Fakultas Ushuluddin,Universitas Islam Negeri Jakarta, 2010)
12
Yedi Purwanto, “Konsep Aqabah Dalam Tasawwuf al-Ghazali Telaah atas Kitab
Minhajal-Abidin,” (Disertasi S3 Fakultas Ushuluddin, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2006)
11
Dalam melakukan pengkajian dan penelitian hadis-hadis yang
terdapat dalam Kitab Minhâj al „Âbidîn karya Imam al-Ghazâlî, penulis
sepenuhnya menggunakan jenis penelitian kepustakaan (library
research).
b. Metode Pembahasan
Pembahasan ini bersifat deskriptif analitis yaitu melalui
pengumpulan data dan beberapa pendapat ulama dan pakar untuk
kemudian diteliti dan dianalisa sehingga menjadi sebuah kesimpulan.
c. Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data berdasarkan dua sumber, yaitu Sumber primer
yang dalam penelitian ini adalah Kitab Minhâj al-„Âbidîn Karangan
Imâm al-Ghazâlî yang di dalamnya terdapat sejumlah hadis yakni
sebanyak 67 hadis, 6 di antaranya adalah khusus menerangkan bab
„Aqabah al Bawâ‟its. Hadis-hadis yang tercantum tidak ada keterangan
terkait rangkaian periwayat dan keterangan sahîh atau tidaknya hadis
tersebut. Dalam hal ini perlu ada penelitian terkait rangkaian dan
kualitas sanad dari setiap hadis yang dicantumkan, agar diketahui
apakah hadis-hadis tersebut sahîh ataukah tidak. Adapun jumlah hadis
yang akan diteliti adalah berjumlah 6 hadis.
Sumber kedua yaitu sumber sekunder yakni kitab-kitab Rijâl al-
Hadîts, kitab-kitab takhrîj hadis, kitab-kitab hadis serta buku-buku yang
berkaitan dengan judul skripsi.
12
d. Pengolahan dan Analisa Data
Dalam pengolahan data, langkah pertama yang ditempuh adalah
men takhrîj hadis-hadis yang terdapat dalam bab Aqabah al-Bawâ‟its
dari kitab Minhâj al-„Âbidîn untuk menunjukkan sumber dari hadis
yang bersangkutan. Adapun metode takhrîj hadîts yang digunakan
dalam penelitian ini yaitu:
1) Metode takhrij dengan mengetahui lafadz pertama dari matan
hadis, menggunakan kitab Mausû‟ah Atrâf al-Hadîts al-Nabâwî al-
Syarîf karya Muhammad Sa‟id ibn Basyuni. 13
2) Metode takhrij dengan mengetahui kata-kata yang jarang
digunakan dari suatu bagian matan hadis, menggunakan kitab
Mu‟jam al-Mufahras li Alfâz al-Hadîts al-Nabâwî karya A.J.
Wensinck.14
3) Jika tidak di temukan pada dua metode takhrij di atas, akan saya
lakukan pencarian melalui Maktabah Syamilah.
Setelah melalui proses dari kedua metode takhrij di atas, langkah
kedua yaitu menyusun keseluruhan sanad dalam sebuah skema sanad
(dengan tujuan memudahkan pembacaan jaringan sanad hadis yang
sedang diteliti).15
Langkah ketiga yaitu melakukan kritik sanad hadis, yakni segala
syarat atau kriteria yang harus dipenuhi oleh suatu sanad hadis yang
13
Mohamad Fattah, dkk., “Memahami Sunnah Rasulullah S.A.W menerusi gabungan
metodologi Takhrij Hadis & Mukhtalif Hadis”, Jurnal Hadhari V, no. 1. (Januari 2013): h. 190 14
Mahmud al-Thahhan, Ushl al-Takhrij wa Dirasat al-Asaanid, (Riyadh: Maktabah al
Ma‟arif, 1991), h. 35. 15
Hasan Asy‟ari Ulama‟I, Melacak Hadis Nabi Saw.: Cara Cepat Mencari Hadis dari
Manual hingga Digital, (Semarang: RaSAIL, 2006), h. 25.
13
berkualitas sahîh.16
Adapun dalam melakukan kritik kesahîhan hadis,
menurut al-Nawawi, bahwa yang disebut sebagai hadis sahîh adalah
hadis yang bersambung sanadnya oleh rawi-rawi yang „adil dan dâbit
serta terhindar dari syâdz dan „illat.17
Tiga syarat pertama lebih
ditekankan pada sanad berikut para perawi hadis, sementara yang dua
terakhir untuk sanad, rawi dan matan hadis.18
Dalam kritik sanad hadis, berikut beberapa hal yang akan ditelusuri
terkait periwayat hadis:
1) Mencatat semua nama lengkap periwayat dalam sanad yang diteliti,
mencatat biografi masing-masing periwayat (tahun lahir/wafat,
guru dan murid), dan sighat (kata-kata) dalam proses tahammul wa
al-ada‟ al-hadîts (menerima dan menyampaikan hadis). Hal ini
dilakukan dalam rangka mengetahui persambungan sanad hadis.
2) Pendapat para ulama hadis berupa penerapan kaidah al-jarh wa al-
ta‟dil. Hal ini dilakukan dalam rangka mengetahui ke‟adilan dan
kedâbitan para periwayat hadis.19
3) Terkait syarat terhindar dari syâdz dan „illat, sekiranya unsur sanad
bersambung dan rawi dabt telah dilaksanakan dengan semestinya,
niscaya unsur terhindar dari syadz dan „illat telah terpenuhi juga.20
2. Teknik Penulisan
16
Syuhudi Ismail, Kaidah Kesahihan Sanad Hadis: Telaah Kritis dan Tinjauan dengan
Pendekatan Ilmu Sejarah, (Jakarta: Bulan Bintang, 2014), h. 123. 17
Hasan Asy‟ari Ulama‟I, Melacak Hadis Nabi Saw, h. 26-30, dan lihat Syuhudi Ismail,
Kaidah Kesahihan Sanad, h. 128. 18
M. Abdurrahman dan Elan Sumarna, Metode Kritik Hadis, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2011), h. 15. 19
A. Hasan Asy‟ari Ulama‟I, Melacak Hadis Nabi Saw. Cara Cepat Mencari Hadis dari
Manual hingga Digital, (Semarang: RaSAIL, 2006), h. 26-30. 20
Syuhudi Ismail, Kaidah Kesahihan Sanad Hadis, h. 177-178.
14
Dalam penyusunan skripsi ini, digunakan teknik penulisan karya
ilmiah yang berpedoman pada buku Pedoman Penulisan Skripsi yang
terdapat dalam Buku Pedoman Akademik Program Strata 1 tahun 2012 UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
F. Sistematika Penulisan
Untuk memudahkan pembaca dalam memahami gambaran secara
menyeluruh dari skripsi ini, maka akan diuraikan sistematika beserta
penjelasan secara garis besar. Skripsi ini akan dibagi menjadi empat bab yang
terdiri dari beberapa sub-bab. Adapun sistematika penulisannya dapat
dijelaskan sebagai berikut:
Pertama, Bab Pendahuluan yang merupakan gambaran secara global
tentang pembahasan-pembahasan pada bab-bab selanjutnya. Di dalamnya
diuraikan latar belakang atau alasan terkait tema dan judul yang diangkat.
Setelah menguraikan latar belakang tersebut, masalah dibatasi dan
dirumuskan untuk dijawab dalam karya tulis ini. Penjelasan terkait tujuan
dan manfaat penelitian juga menjadi poin dalam bab ini. Selanjutnya adalah
tinjauan pustaka, metode penelitian dan terakhir sistematika penulisan yang
akan disajikan dalam skripsi ini.
Kedua, berisi tentang biografi pengarang kitab Minhâj al „Âbidîn
yakni Imam al-Ghazali. Selain itu, dibahas pula gambaran seputar Kitab
Minhâj al „Âbidîn yang menjadi sumber primer dalam penelitian ini.
Ketiga, merupakan bab inti dalam skripsi ini, yaitu pembahasan
kualitas sanad hadis-hadis yang terdapat dalam Kitab Minhâj al „Âbidîn,
meliputi: takhrîj hadis, skema sanad dan kritik sanad.
15
Keempat, adalah bab penutup yang berisi kesimpulan dari hasil
penelitian dan saran-saran terkait kualitas sanad hadis-hadis dalam Kitab
Minhâj al „Âbidîn pada bab „Aqabah al Bawâ‟its.
Kelima, dicantumkan daftar pustaka yang menjadi sumber referensi
dalam penelitian karya tulis ini.
16
BAB II
SEKILAS TENTANG IMÂM AL-GHAZÂLÎ
A. Riwayat Hidup Imâm al Ghazâlî
1. Sketsa Kehidupan dan Wafatnya
Nama lengkap Al-Ghazâlî adalah Muîammad bin Muhammad bin
Muhammad bin Ahmad Abû Hâmid Al-Ghazâlî. Lahir pada tahun 450
Hijriyah (1058 Masehi), di Desa Taberan, Distrik Thus dalah satu daerah
di Khurasan, Persia, yang ketika itu merupakan salah satu pusat ilmu
pengetahuan di dunia Islam. dia adalah pemikir Islam yang menyandang
gelar Pembela Islam (Hujjah al-Islâm), Hiasan Agama (zain al-dîn),
Samudera yang menghanyutkan (Bahrun mughrîq), dan lain-lain.1 Nama
Imâm al-Ghazâlî dan Thus dinisbahkan kepada tempat kelahirannya. Dia
dikenal sebagai seorang pemikir Islam sepanjang sejarah Islam, seorang
theolog, seorang filosof dan sufi termasyhur. Imam Al-Ghazâlî adalah
keturunan asli Persia dan mempunyai hubungan keluarga dengan Raja-raja
Bani Saljuk yang memerintah daerah Khurasan, Jibal, Irak, Jazirah, Persia,
dan Ahwas.
Zainal Abidin Ahmad mengungkapkan bahwa sejak kecil, beliau
memiliki nama Muhammad bin Muhammad bin Muhammad bin
Muhammad bin Ahmad. Kemudian sesudah ia berumah tangga dan
memilki putra bernama Hâmid, maka ia dipanggil Abû Hamid.2 Dalam
1 Abidin Ibnu Rusn, Pemikiran Al-Ghazâlî Tentang Pendidikan, (Yogyakarta: Pustaka
pelajar, 1998), Cet-1, h. 9 2 Zainal abidin ahmad, Riwayat Hidup Imam Al-Ghazâlî, (Surabaya: Bulan Bintang,
1999), h. 27.
17
dunia barat ia dikenal dengan nama latin “ Algazel”. Ada dua macam
penulisan mengenai nama sebutan Imam Al-Ghazâlî. Pertama sebutan itu
ditulis dengan satu huruf “z” yaitu Al-Ghazâlî. Sedangkan yang kedua
ditulis dengan dua huruf “z” atau dengan tasydid yaitu Al Ghazzali.
Tentang hal ini, Ali al Jumbulati Abdul Futuh Al Tuwanisi berpendapat
bahwa sebutan Al Ghazzali (dengan dua huruf “z”) dinisbatkan atau
dikaitkan kepada pekerjaan ayahnya sebagai pemintal wool. Sepertinya
keluarga Imam Al-Ghazâlî adalah keluarga yang menekuni sebagai
pemintal wool, hal ini sebagaimana yang dikatakan oleh Maulana Syibli
Nu‟mani, bahwa nenek moyang Abu Hamid Muhammad adalah pemilik
sebuah usaha penenun (ghazzal), dan oleh karena itu dia meletakkan nama
Famnya “Ghazali” (penenun).
Imam Al-Ghazâlî meninggal dunia dalam usia 55 tahun pada hari
senin tanggal 14 Jumadil Akhir tahun 505 H (1111 M) di Thus. Dan beliau
meninggalkan tiga orang anak perempuan dan satu anak laki-laki yang
bernama Hamid, yang telah meninggal dunia sejak kecil sebelum wafatnya
Imam Al-Ghazâlî. Karena anak laki-lakinya inilah kemudian imam Al-
Ghazâlî diberi gelar “ Abu Hamid” (Bapaknya si Hamid).3
Ibn al-Jauzi menceritakan tentang kisah kematian Imam Al-
Ghazâlî, bahwa hari Senin dini hari menjelang subuh, beliau bangkit dari
tempat tidurnya lalu menunaikan shalat subuh, setelah itu menyuruh
seorang pria untuk membawakan kain kafan. Setelah kain kafan itu
diberikan kepadanya, beliau mengangkatnya hingga ke mata lalu beliau
3 Zainuddin dkk, Seluk Beluk Pendidikan dari Al Ghazali, (Jakarta: Bumi Aksara, 1991),
h. 10.
18
berkata,“perintah Tuhan dititahkan untuk dita‟ati”. Setelah itu, beliau
meluruskan kakinya dan bernafas untuk yang terakhir kalinya.
2. Masa pendidikan Imâm Al-Ghazâlî
Pendidikan pertama yang didapat oleh Imam Al-Ghazâlî adalah
dari keluarga yang ta‟at beragama dan bersahaja. Dari keluarga itulah
imam Al-Ghazâlî memulai belajar Al Qur‟an. Sang ayah selalu
mananamkan nilai-nilai keagamaan terhadap Imam Al-Ghazâlî sebab
beliau bercita-cita agar putranya itu kelak menjadi Ulama‟ yang pandai
dan suka memberi nasehat. Setelah mengenyam pendidikan dari keluarga,
pada saat umur 7 tahun Imam Al-Ghazâlî melanjutkan pendidikannya ke
Madrasah di Thus untuk belajar fiqh, riwayat para wali dan kehidupan
spiritual mereka, menghafal syair-syair mahabbah (cinta) kepada Allah,
tafsir Al qur‟an dan Sunnah. Sedangkan guru fiqhnya di Madrasah tersebut
adalah Ahmad bin Muhammad al Razikani seorang sufi besar.
Kemudian pada usia 15 tahun Imam Al-Ghazâlî pergi ke Jurjan dan
berguru kepada Abu Nasr al Isma‟ily. Disini ia mendapat pelajaran agama
Islam seperti di Thus, tetapi sudah mulai mempelajari pelajaran bahasa
Arab dan bahasa Persia. Setelah menamatkan studinya di Jurjan, pada usia
19 atau 20 tahun Imam Al-Ghazâlî melanjutkan pendidikannya ke
madrasah Nizamiyah Nizabur, ia berguru kepada Yusuf Al Nassaj seorang
pemuka agama yang terkenal dengan sebutan Imâm al-Haramain atau Al
Juwayni al-Haramain (seorang ulama‟ Syafi‟iyah beraliran Asy‟Ariyah)
Hingga berusia 28 tahun. Tempat Pendidikan ini yang paling berjasa
dalam mengembangkan bakat dan kecerdasannya. Selama di madrasah Al
19
Nizabur ini Imam Al-Ghazâlî mempelajari teologi, hukum dan filsafat.
Dalam bimbingan gurunya itu ia sungguh-sungguh belajar dan berijtihad
sampai benar-benar menguasai berbagai persoalan madzhab-madzhab.
Perbedaan pendapatnya, perbantahannya, teologinya, usul fiqhnya,
logikanya dan membaca filsafat maupun hal-hal lain yang berkaitan
dengannya, serta menguasai berbagai pendapat semua cabang ilmu
tersebut.
Setelah Al Juwayni wafat, pengembaraan intelektual Imam al-
Ghazali dilanjutkan ke Muaskar. Di sini beliau sering mengikuti
pertemuan-pertemuan ilmiah yang diadakan oleh Wazir, seorang
negarawan Baghdad. Keikutsertaan Imam Al-Ghazâlî mengikuti diskusi
bersama para ulama‟ dihadapan Nizam Al Mulk membuat wazir Baghdad
tertarik dengan ketinggian ilmu yang dimiliki oleh Imam Al-Ghazâlî.
Sehingga pada 484 H/1091 M. Saat Imam Al-Ghazâlî baru berusia 34
Tahun diangkat menjadi guru besar (professor) di perguruan tinggi
Nizamiyah. Ketika aktif mengajar di Nizamiyah Baghdad, Imam al-
Ghazali menghasilkan beberapa buku fiqh dan ilmu kalam, diantaranya Al
Mustazhiri (kaum eskateris zahiriyah), dan Al Iqtisâd fi Al I’tiqâd (jalan
tengah keyakinan). Dalam kesempatan tersebut beliau juga tetap aktif
mempelajari berbagai ilmu pengetahuan tentang filsafat Yunani dan
berbagai aliran yang berkembang saat itu dengan tujuan untuk dapat
membantu dalam mencari pengetahuan yang benar.
Hanya 4 tahun ia menjadi rektor, kemudian pada tahun 1095, Imam
Al Ghazali meninggalkan segala popularitas yang menyertainya, keluarga
20
dan kemewahan menuju Damaskus untuk menempuh sebuah kehidupan
sebagai seorang sufi yang fakir dan zuhud terhadap dunia. Setelah
beberapa tahun beliau kembali lagi ke Baghdad dan menjadi imam agama
yang sufi serta penasehat spesialis dalam bidang agama.4
Kitab pertama yang disusun Imam Al-Ghazâlî sekembalinya ke
Baghdad yaitu kitab Al Munqiz min Al Dalâlah (penyelamat dari
kesesatan). Kira-kira sepuluh tahun sesudahnya beliau pergi ke Nizabur
karena permintaan pemerintah untuk mengajar di Madrasah Nizabur dalam
kedudukan sebagai guru. Akan tetapi dalam waktu yang tidak lama, beliau
meninggalkan tugasnya dan kembali ke Thus di mana di tempat tersebut
beliau membangun madrasah (pesantren) dan mengajar di sana hingga
beliau wafat. Pada masa itulah beliau menulis kitabnya yang berjudul
ihya’ Ulum al Din (menghidupkan kembali ilmu agama).5
Itulah latar belakang singkat pendidikan seorang filosof Imam Al-
Ghazâlî yang penuh lika liku di dalam menuntut ilmu pengetahuan, dari
belum mengerti apapun hingga menjadi seorang ilmuwan, ahli dalam
berbagai ilmu pengetahuan karena ketekunannya menuntut ilmu sampai
menghasilkan dan mewariskan buku-buku berkualitas tinggi kepada
generasi pemikir sesudahnya.
4 Zainuddin dkk, Seluk Beluk Pendidikan dari Al Ghazali, h.8.
5 Zainuddin Alawi, Pemikiran Pendidikan Islam pada Abad Klasik dan Pertengahan,
(Bandung: Angkasa, 2003), h. 55.
21
B. Karya-karya Imâm Al-Ghazâlî
Imâm Al-Ghazâlî adalah seorang ulama‟ yang tekun belajar,
mengajar, mengarang dan tekun dalam beribadah. Karena luas
pengetahuannya, maka sangat sulit untuk menentukan bidang spesialis apa
yang digeluti, hampir semua aspek keagamaan dikaji sewaktu di perguruan
tinggi Nizamiyah Baghdad, al-Ghazâlî banyak mengajar tentang ilmu fiqih
versi imam Syâfi‟î, tetapi imam Al-Ghazâlî juga mendalami bidang lain
seperti filsafat, kalam, dan tasawuf. Karena itu menempatkan al-Ghazâli
dalam satu segi tentulah tidak adil. Sangat tepat bila gelar “Hujjah al
Islam” karena beliau mampu mematahkan semua aliran filsafat dalam
bukunya yang berjudul “ Tahâf al-Falâsifah (kekacauan pemikiran para
filosof)”, sebagaimana ia mampu mematahkan semua pendapat yang
berlawanan dengan ajaran islam pada umumnya.6
Kesemuanya itu dapat diteliti melalui karya-karyanya sebagai
ulama‟ besar yang ilmunya sangat luas dan beraneka ragam bidang. Dia
menulis dengan penuh percaya diri, sehingga tampak dari tulisannya itu
mampu mewakili masalah yang ia kemukakan. Menurut Muhammad bin
al Hasan bin „Abdullah al Husaini al Wâsitî didalam Al-Tabaqât Al-
Aliyyah fî Manâqib Al-Syâfi’iyyah menyebutkan 98 Karangan. Ash Subki
didalam Thabaqat Al-Syâfi’iyyah menyebutkan 58 Karangan. Thasy Kubra
Zadeh didalam Miftâh Al-Sa’adah wa Misbah Al Siyadah menyebutkan
bahwa karya-karyanya mencapai 80 Buah. Ia berkata, “Buku-buku dan
6 Fathiyah Hasan Sulaiman, Sistem Pendidikan Versi Al-Ghazâlî, (Bandung: PT. Al
Ma‟arif: 1993), h. 19.
22
risalah-risalahnya tidak terhitung jumlahnya, dan tidak mudah bagi
seseorang mengetahui judul-judul seluruh karyanya. Hingga dikatakan
bahwa ia memiliki 999 buah tulisan. Ini memang sulit dipercaya Tetapi,
siapa yang mengenal dirinya, kemungkinan ia akan percaya”. Sedangkan
Dr. Abdurrahman Badawi didalam bukunya, Muallafât Al-Ghazâlî,
menyebutkan bahwa karya-karyanya mencapai 457 buah.7
Adapun karya-karya Al-Ghazâlî di antaranya adalah:
1) Ihyâ ‘Ulûmuddîn
2) Al Adab fi Al Dîn
3) Al Arba’în fî Usûl Al Dîn
4) Al Imlâ ‘alâ Musykil Al Ihyâ
5) Ayyuha Al Walad
6) Al Basîṭ fî Al Furû’
7) Bidâyah Al Hidâyah
8) Ghâyah Al Ghaur fî Al Dirâyah Al Daur.
9) Talbîs Iblîs
10) Tahsîn Al Ma’akhid
11) Tahzîb al Usûl
12) Hujjah Al Haqq
13) Haqîqah Al Qur’ân
14) Haqîqah Al Qaulayn
15) Qawâsim Al Batîniyyah
7 Al-Ghazâlî, Mutiara Ihya’ Ulumuddin : Ringkasan yang ditulis Sendiri Oleh sang
Hujjatul Islam.(mukhtasharihya’ ulumuddin), terj Irwan Kurniawan.(Bandung: Mizan
Pustaka, 2008), h.11.
23
16) Kîmiyâ Al Sa’âdah
17) Lubâb Al Nazâr
18) Mahk Al Nazar fî Al Fiqh
19) Al Mustasyfâ fî ‘Ilmi Usûl Al Fiqh
20) Al Mustazar fî Al Radd ‘alâ Al Bâtîniyyah
21) Al Maqsad Al Asnâ fî Syarh Asmâ Allâh AL Husnâ
22) Al Munqiz min Al Dalâl
23) Al Wajîz
24) Al Wasît
25) Faisal Al Tafrîqah baina Al Islam wa Al Zandaqah
26) Syifâ al Ghalîl Al Qiyâs wa Al Ta’lîl
27) Zâd Âkhirat
28) Al Risâlah Al Wa’ziyyah
29) Al Durratu Al Fâkhirah fî Kasyf ‘Ulûm Al Âkhirah
30) Al Durj Al Marqûm bi Al Jadâwil
31) Khulâsah Al Mukhtasar wa Naqâwah Al Mu’tasir
32) Al Jawâhir Al La’âlî fî Mutsallats Al Ghazâli
33) Al Hikmah fî Makhlûqâtillah ‘Azza wa Jalla
34) Tahâfat Al Falâsifah
35) Tafsîr Al Qur’ân Al ‘Azîm
36) Al Tafrîqah baina Al Islâm wa Al Zandaqah
37) Al Tibr Al Masbûk fî Nasâ’ih Al Mulûk
38) Al Bâb Muntahal fî ‘Ilm Al Jidâl
39) ‘Iljâm Al Awwâm ‘an ‘Ilm Al Kalâm
24
40) Asrâr Mu’âmalat Al Dîn
C. Tinjauan Kitab Minhâj al ‘Âbidîn
Minhajul Abidin (secara harfiah berarti Pedoman Dasar bagi para
Ahli Ibadah) adalah kitab tasawuf karangan Imam Al-Ghazali. Kitab ini ditulis
menjelang wafatnya Imam Al-Ghazali.
Di dalam kitab ini termuat hadis-hadis dan ayat-ayat al Qur‟an terkait
masalah ibadah serta penjelasannya. kitab ini terbit di kota Jedah, Singapura,
dan Indonesia penerbitnya al haramain dan tanpa tahun. Cover kitab ini
berwarna hitam, kertas kuning dan memiliki 108 halaman yang terdiri dari
tujuh bab atau judul, yaitu ‘Aqabah al ‘Ilmi, ‘Aqabah al Taubah, ‘Aqabah al
‘Awâ’iq, ‘Aqabah al ‘Awârid, ‘Aqabah al Bawâ’its, ‘Aqabah al Qawâdih,
‘Aqabah al Hamdu wa al Syukru. Tanpa muqaddimah, kitab ini langsung
menjelaskan ketujuh tahapan dengan bertuliskan Syarah dan Nazam dalam
bahasa arab seperti kitab-kitab kuning yang lainnya dan hampir keseluruhan
hadis yang tercantum di dalam kitab Minhâj al ‘Âbidîn tidak dilengkapi
keterangan rangkaian perawi/sanad.
Dalam kitab ini Imam Al-Ghazali menggunakan istilah 'aqabah yang
artinya jalan mendaki yang sukar ditempuh. Menurut Imam Al-Ghazali ada
tujuh 'aqobah yang dapat menghambat kualitas ibadah serta faktor-faktor yang
menghambat komunikasi personal seorang hamba dengan Tuhan. Dalam teks
indonesia 'aqobah diterjemahkan sebagai tanjakan. Namun, ada juga yang
menafsirkan kata 'aqobah dalam kitab ini sebagai metode atau juga rintangan.
Tujuh tanjakan tersebut harus ditempuh oleh setiap hamba untuk
25
meningkatkan kualitas ibadahnya kepada Allah. Dengan demikian, tema
pokok dalam kitab Minhâj al Âbidîn ini lebih fokus dan lebih bersifat praktis
jika dibandingkan dengan kitab Ihya Ulumuddin. 8
Sesuai dengan nama atau judul buku yaitu Minhâj al Âbidîn di dalam
buku ini al-Ghazâlî menjelaskan secara rinci tentang berbagai „aqabah yang
harus ditempuh oleh seorang „abid jika ia ingin mencapai kesempurnaan
dalam ibadah. Berbagai ‘aqabah yang dimaksud meliputi 7 (tujuh) tahapan
yaitu:
1. ‘aqabah ilmu dan ma’rifah, Menurut al-Ghazâlî, tahapan pertama untuk
mencapai kesempurnaan ibadah adalah ilmu dan ma‟rifat. Tidak akan
mampu seseorang melakukan ibadah dengan baik tanpa mengetahui
ilmunya.9
2. ‘aqabah taubat, Dalam dunia ini, tidak ada satu manusia pun luput dari
kesalahan, ketika seseorang telah mengetahui ilmu ibadah namun
melakukan kesalahan, seorang hamba membutuhkan jalan untuk
membersihkan diri mereka dari dosa-dosa mereka yakni taubat.10
3. ‘aqabah al-Awâ’iq, dalam tahapan ketiga al-Ghazâlî mengkategorikan
empat hal yang termasuk dalam godaan dalam ibadah, yakni: dunia,
manusia, setan, dan hawa nafsu. Hal ini bisa membuat manusia lalai dalam
ibadahnya, maka manusia harus kuat iman dalam melawan godaan itu.11
8 Wikipedia, “Minhajul Abidin”, artikel di akses pada 29 Oktober 2016 pukul 21.20 WIB
dari https://id.wikipedia.org/wiki/Minhajul_Abidin 9 Imâm al-Ghazâlî, Terjemah Minhajul Abidin, ter. M. Rofiq (Yogyakarta : DIVA press,
2016), h. 31. 10
Imâm al-Ghazâlî, Terjemah Minhajul Abidin, ter. M. Rofiq, h. 46. 11
Imâm al-Ghazâlî, Terjemah Minhajul Abidin, ter. M. Rofiq, h. 62.
26
4. ‘aqabah al-‘awârid, selain itu seseorang akan menghadapi berbagai
rintangan dalam ibadahnya. Diantaranya adalah keinginan untuk mencari
rizki dan memilikinya, adanya dorongan untuk mencapai tujuan, adanya
qadha Allah dan berbagai persoalannya, serta adanya macam-macam
musibah. Untuk menghadapi semua itu, seseorang harus melatih dirinya
agar dapat ridho terhadap qadhaNya dan sabar menghadapi musibah yang
menimpanya.12
5. ‘aqabah al-Bawa’ith, Aqabah bawaits ini adalah mengenai hal-hal yang
menjadikan pendorong positif dalam melakukan ibadah. Diantara
pendorong-pendorong ibadah tersebut adalah ada dua macam yaitu Khawf
(rasa takut) dan raja’ (harapan). Rasa takut dapat mendorong seseorang
untuk mengingat dosa yang diperbuatnya, dan siksaan Allah sangat pedih.
Dengan demikian ia akan dapat menjaga perbuatan maksiat. Adapun
harapan, akan mendorong seseorang untuk selalu meningkatkan ketaatan,
tanpa merasa kelelahan ataupun kepayahan dalam beribadah.13
6. ‘aqabah al –Qawadih, dalam aqabah ini, al-Ghazâlî menawarkan Sikap
ikhlas dalam menjalani ibadah dengan tujuan hanya mengharap ridha
Allah SWT untuk melawan sifat perusak amal seperti riya‟ atau ingin
dilihat orang lain kemudian sifat ujub atau menyombongkan diri, karena
sifat-sifat ini suangat sulit dihindari bahkan sulit disadari.14
7. ‘aqabah al-hamd wa al-Syukr, setelah melewati tahapan-tahapan di atas,
maka tahapan terakhir yang harus ditempuh oleh seseorang adalah tahapan
puji dan syukur maksudnya ketika seseorang sudah mampu melewati
12
Imâm al-Ghazâlî, Terjemah Minhajul Abidin, ter. M. Rofiq, h. 201. 13
Imâm al-Ghazâlî, Terjemah Minhajul Abidin, ter. M. Rofiq, h. 265. 14
Imâm al-Ghazâlî, Terjemah Minhajul Abidin, ter. M. Rofiq, h. 302.
27
keenam macam tahapan dalam ibadah maka dia harus mewujudkan rasa
syukur bahwa kemampuan untuk melalui keenam macam rintangan itu
pada hakekatnya datang dari Allah bukan semata-mata karena
kemampuan diri pribadi oleh sebab itu sewajarnya dia mengembalikan
segala urusan yang berkaitan dengan kesuksesan dia dalam beribadah
karena pertolongan dari Allah.15
konsep aqabah yang ditawarkan al-Ghazâlî dalam Minhâj al
Âbidîn, merupakan salah satu solusi untuk menghindari kesalahpahaman
umat islam tentang jalan tasawwuf yang ditawarkan al-Ghazâlî bagi umat
Islam. Dalam kitab minhaj al-‘Abidin, penjabaran mengenai cara hidup
seorang muslim disederhanakan hanya dalam beberapa kajian singkat.
Tidak seperti pada kitab ihya ‘ulum al-din yang sangat rumit dan panjang
lebar. Hal ini sesuai dengan alasan mengapa ia tulis Minhâj, yang antara
lain supaya dapat dibaca oleh orang awam, yang saat itu merupakan
mayoritas umat Islam.
15
Imâm al-Ghâzâlî, Terjemah Minhajul Abidin, ter. M. Rofiq, h. 347.
28
BAB III
KRITIK SANAD HADIS-HADIS DALAM KITAB MINHÂJ AL-„ÂBIDÎN
Dalam Kitab Minhâj al-„Âbidîn karya Imâm al Ghazali, secara
keseluruhan terdapat 67 buah hadis. Di antara hadis-hadis tersebut, sebanyak 6
hadis dicantumkan pada bab ke-5 yakni bab „aqabah al bawâ‟its yang artinya
tahapan pendorong. Dalam penelitian ini, hadis yang akan ditelusuri dan diteliti
kesahihan sanadnya yaitu sebanyak 6 hadis.
Adapun metode yang digunakan dalam menelusuri keberadaan hadis yaitu
menggunakan metode takhrij hadis. Pengertian takhrîj yang diperlukan untuk
maksud kegiatan penelitian hadis lebih lanjut ialah penelusuran atau pencarian
hadis pada berbagai kitab sebagai sumber asli dari hadis yang bersangkutan, yang
di dalam sumber itu dikemukakan secara lengkap matan dan sanad hadis yang
bersangkutan.1 Metode takhrîj hadîts yang digunakan dalam penelitian ini yaitu:
1. Metode takhrij dengan mengetahui lafaz pertama dari matan hadis,
menggunakan kitab Mausû‟ah Atrâf al-Hadîts al-Nabâwî al-Syarîf karya
Muhammad Sa‟id ibn Basyuni. Kitab ini memuat indeks lafaz pertama
matan hadis yang terdapat dalam 150 kitab2. Berikut ini salah satu contoh
cara membaca rumus yang terdapat di dalam kitab ini, yaitu:
اف 555: 6اتح (dibaca: hadis dengan lafaz tersebut terdapat dalam Kitab
Ittihâf Sâdat al Mutqîn, juz atau jilid ke-6, halaman 550).3
1 Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadis Nabi, (Jakarta: Bulan Bintang, 2007), h.
41. 2 Abu Hajar Muhammad al-Sa‟id bin Basyuni Zaghlul, Mausû‟ah Atrâf al-Hadîts al-
Nabawwî al-Syarîf, Juz 1, (Beirut: Dâr al-Kutub al-„Ilmiyyah, t.t.), h. 16-21. 3 Keterangan nama-nama kitab yang dimaksud di dalam rumus terdapat dalam bagian
Muqaddimah Kitab Mausû‟ah Atrâf al-Hadîts al-Nabawwî al-Syarîf pada juz ke-1 halaman 16-21.
29
2. Metode takhrij dengan mengetahui kata-kata yang jarang digunakan dari
suatu bagian matan hadis, menggunakan kitab Mu‟jam al-Mufahras li
Alfâz al-Hadîts al-Nabâwî karya A.J. Wensinck.4 Kitab ini memuat indeks
kata yang terdapat dalam sembilan sumber hadis atau Kutub al-Tis‟ah.
Berikut ini salah satu contoh cara membaca rumus yang terdapat di dalam
kitab ini, yaitu:
dibaca: hadis dengan lafaz tersebut terdapat dalam Kitab Sahîh) 81ادب ر :
al-Bukhârî, Kitab Adab, nomor urut bab 18). Hal ini berlaku untuk selain
Kitab Sahîh Muslim, karena untuk kitab ini, nomor urut bab dibaca sebagai
nomor urut hadis.
3. Jika tidak di temukan pada dua metode takhrij di atas, akan saya lakukan
pencarian melalui Maktabah al-Syamilah. Seperti hanya pada hadis
pertama.
Setelah semua hadis terkumpul, langkah selanjutnya yaitu menyusun
skema sanad hadis dan dilanjutkan dengan kritik sanad hadis. Dalam melakukan
kritik sanad hadis, menurut al-Nawawi, bahwa yang disebut sebagai hadis sahîh
adalah hadis yang bersambung sanadnya oleh rawi-rawi yang „adil dan dâbit serta
terhindar dari syâz dan „illat.5 Berikut ini kriteria dari kelima syarat tersebut:
4 Mahmud al-Thahhan, Usl al-Takhrîj wa Dirâsah al-Asânid, (Riyadh: Maktabah al-
Ma‟arif, 1991), h. 35. 5 Hasan Asy‟ari Ulama‟I, Melacak Hadis Nabi Saw., h. 26-30, dan lihat Syuhudi Ismail,
Kaidah Kesahihan Sanad, h. 128.
30
1. Sanad bersambung. Yaitu tiap-tiap periwayat dalam sanad hadis menerima
riwayat hadis dari periwayat terdekat sebelumnya; keadaan itu
berlangsung demikian sampai akhir sanad dari hadis itu. Jadi, seluruh
rangkaian periwayat dalam sanad, mulai dari periwayat yang disandari
oleh al-mukharrij (penghimpun riwayat hadis dalam karya tulisnya)
sampai kepada periwayat tingkat sahabat yang menerima hadis yang
bersangkutan dari Nabi Saw., bersambung dalam periwayatan.6
2. Rawi „adil. Yaitu orang yang lurus agamanya, baik pekertinya dan bebas
dari kefasikan dan hal-hal yang menjatuhkan keperwiraannya.7 Menurut
Ibnu al-Sam‟anî, harus memenuhi syarat: selalu memelihara perbuatan taat
dan menjauhi perbuatan maksiat, menjauhi dosa-dosa kecil yang dapat
menodai agama dan sopan santun, tidak melakukan perkara-perkara
mubah yang dapat menggugurkan iman kepada kadar dan mengakibatkan
penyesalan, dan tidak mengikuti pendapat salah satu mazhab yang
bertentangan dengan dasar syara‟.8
3. Rawi dâbit. Yaitu orang yang kuat ingatannya.9 Orang yang benar-benar
sadar ketika menerima hadis, paham ketika mendengarnya dan
menghafalnya sejak menerima sampai menyampaikannya. Perawi harus
hafal dan mengerti apa yang diriwayatkannya (bila ia meriwayatkan dari
hafalannya) serta memahaminya (bila meriwayatkannya secara makna).10
6 Syuhudi Ismail, Kaidah Kesahihan Sanad Hadis: Telaah Kritis dan Tinjauan dengan
Pendekatan Ilmu Sejarah, (Jakarta: Bulan Bintang, 2014), h. 131.
7 Muhammad „Ajaj al-Khathib, Ushul al-Hadits: Pokok-pokok Ilmu Hadits, (Jakarta:
Gaya Media Pratama, 2013), h. 276. 8 Fatchur Rahman, Ikhtisar Mushthalahul Hadits, h. 119.
9 Fatchur Rahman, Ikhtisar Mushthalahul Hadits, h. 121.
10 Muhammad „Ajaj al-Khathib, Ushul al-Hadits: Pokok-pokok Ilmu Hadits, h. 276-277.
31
4. Terhindar dari syâz. Yaitu hadis yang diriwayatkan oleh orang tsiqah
(orang adil dan teliti), namun riwayatnya itu berbeda dengan yang
diriwayatkan oleh orang yang lebih tsiqah darinya.11
Menurut al-Syafi‟I,
suatu hadis tidak dinyatakan sebagai hadis yang mengandung syâz bila
hadis itu hanya diriwayatkan oleh seorang periwayat yang tsiqah, sedang
periwayat tsiqah lainnya tidak meriwayatkan hadis itu. Barulah suatu hadis
dinyatakan mengandung syâz, bila hadis yang diriwayatkan oleh seorang
periwayat yang tsiqah tersebut bertentangan dengan hadis yang
diriwayatkan oleh banyak periwayat yang juga bersifat tsiqah.12
Jika
periwayatan seorang yang da‟îf bertentangan dengan periwayatan orang
tsiqah, maka tidak dinamakan syâz.13
5. Terhindar dari „illat. Yaitu hadis yang mengandung cacat tersembunyi
yang mencemari validitas hadis tersebut, misalnya meriwayatkan hadis
secara muttasil (bersambung) terhadap hadis yang mursal (yang gugur
seorang sahabat yang meriwayatkannya) atau terhadap hadis munqati‟
(yang gugur salah seorang rawinya) dan sebaliknya.14
Menurut Ibnu al-
Salah dan al-Nawawî yaitu sebab yang tersembunyi yang merusakkan
kualitas hadis. Keberadaannya menyebabkan hadis yang pada lahirnya
tampak berkualitas sohih menjadi tidak sahih, karena hadis yang ber‟illat
tampak berkualitas sahih.15
11
M. Abduh Almanar, Pengantar Studi Hadis, (Jakarta: Referensi, 2012), h. 156. 12
Syuhudi Ismail, Kaidah Kesahihan Sanad Hadis, h. 144. 13
Abdul Majid Khon, Ulumul Hadis, h. 171. 14
M. Abduh Almanar, Pengantar Studi Hadis, h. 157 dan Fatchur Rahman, Ikhtisar
Mushthalahul Hadits, h. 122-123. 15
Syuhudi Ismail, Kaidah Kesahihan Sanad Hadis, h. 152-153.
32
Berikut beberapa hal yang akan ditelusuri terkait periwayat hadis:
1. Mencatat semua nama lengkap periwayat dalam sanad yang diteliti,
mencatat biografi masing-masing periwayat (tahun lahir/wafat, guru dan
murid), dan sighat (kata-kata) dalam proses tahammul wa al-ada‟ al-
hadîts (menerima dan menyampaikan hadis). Hal ini dilakukan dalam
rangka mengetahui persambungan sanad hadis; dan
2. Pendapat para ulama hadis berupa penerapan kaidah al-jarh wa al-ta‟dil16
.
Hal ini dilakukan dalam rangka mengetahui ke‟adilan dan kedâbitan para
periwayat hadis.17
3. Terkait syarat terhindar dari syâz dan „illat, sekiranya unsur sanad
bersambung, rawi dabt telah dilaksanakan dengan semestinya, niscaya
unsur terhindar dari syâz dan „illat telah terpenuhi juga.18
A. Hadis ke -1
1. Teks dan Takhrij Hadis
ر اش ا و ي م ال ع ال ن م د ح ا و ب ذ ع ي ل ا اب ذ ع ا ن ب ذ ع ل ان ا ت ى ت ب س ت ك ا اا ب ن ذ خ ي ا س ي ع و ن ا و ل و ي ع ب اص ا ب
19 Seandainya aku dan Nabi Isa dihukum Allah lantaran dua dosa yang
kami lakukan,niscaya kami disiksa dengan siksaan yang belum pernah
dirasakan oleh seorang pun di dunia ini.
16
Jika di dalam penilaian al-jarh wa al-ta‟dîl, terdapat perlawanan antara jarh dan ta‟dîl
(ta‟arud) dalam seorang rawi, yakni sebagian ulama menta‟dilkan dan sebagian lain menjarhkan,
maka di dalam karya tulis ini, penulis mendahulukan jarh secara mutlak, walaupun jumlah
mu‟addilnya lebih banyak daripada jarhnya. Sebab bagi jarh tentu mempunyai kelebihan ilmu
yang tidak diketahui oleh mu‟addil, dan kalau jarrih dapat membenarkan mu‟addil tentang apa
yang diberitakan menurut lahirnya saja, sedang jarrih memberitakan urusan batiniyah yang tidak
diketahui oleh mu‟addil. Pendapat ini dipegang oleh jumhur ulama. Lihat: Fatchur Rahman,
Ikhtisar Mushthalahul Hadits, h. 312-313 dan Muhammad „Ajaj al-Khathib, Ushul al-Hadits:
Pokok-pokok Ilmu Hadits, h. 241. 17
A. Hasan Asy‟ari Ulama‟I, Melacak Hadis Nabi Saw. Cara Cepat Mencari Hadis dari
Manual hingga Digital, (Semarang: RaSAIL, 2006), h. 26-30. 18
Syuhudi Ismail, Kaidah Kesahihan Sanad Hadis, h. 177-178. 19
Al-Ghazali. Minhâj al-„Âbidîn. (Jedah : al-haramain, tt), h. 70.
33
a. Penelusuran dengan metode awal matan.
Setelah ditelusuri melalui awal kata نى اي yang terdapat dalam
matan hadis di atas dengan menggunakan kitab Mausû‟ah Atrâf al-
Hadîts al-Nabawwî al-Syarîf, tidak ditemukan data terkait hadis
tersebut.
b. Penelusuran dengan metode lafaz
Setelah ditelusuri melalui kata-kata yang jarang digunakan dari
suatu bagian matan hadis di atas menggunakan kitab Mu‟jam al-
Mufahras li Alfâz al-Hadîts al-Nabâwî, yaitu lafaz اخذا ,عيسي ,نى ,
اصثعي , اشا ر, ادذ تا عذا,ها جا , اكحسثث ي tidak ditemukan data terkait
hadis tersebut.
Penelitian lanjutan saya lakukan melalui Maktabah Syamilah dari kata نى يؤاخذي
dan و ات يزيى , data yang di hasilkan adalah :
1058كشانعال :
8181عية اإليا : ش
706صذيخ ات دثا :
8886يسذ انثشار :
Namun yang saya teliti hanya dari Sahih Ibnu Hibbân, sesuai dengan
pembatasan masalah yang saya cantumkan.
Redaksi hadis dari kitab Sahih Ibnu Hibbân :
34
ثقيف , حدثنا عبد اهلل بن عمر بن ابان , حدثنا . اخربنا زلمد بن اسحاق بن ابراىيم موىل 1فيح , عن فضيل بن عياض , عن ىشام , عن زلمد , عن ايب ىريرة , قال : عحسي بن علي اجل
ات ان _ ي , ب ا ج ن ت اهلل , و ابن مرم ن ذ اخ ؤ ي و : )) ل صلى اهلل علية و سلم قال رسول اهلل ن ع ى ب ه ام و ن ا ش ي ئ ا اإل ب ن ا ث ل ي ظ ل م 20.ال ت ت ل ي ه ا _ ل ع ذ
س ي ب بن اسحاق , قال : حدثنا موسى بن عبد الرمحان ادلسروقي , قال : 2. اخربنا زلمد بن ادل
بن حسان , عن ابن سريين, , عن فضيل بن عياض , عن ىشامحدثنا حسي بن علي اجلعفيح ذ ن و ع يس ى ب ذ ن وب ن ا صلى اهلل علية و سلم قال رسول اهلل عن ايب ىريرة , قال : :)) ل و ان اهلل ي ؤاخ
ب ن ا 21 ((. قال : واشار بالسبابة و الت تليها.ن ا ش ي ئ اي ظ ل م و ل ل ع ذ
20
Ibnu Hibbân. Al Ihsan fî taqrîbi Sahih ibnu Hibbân, jil. 2, (Beirut : Mu‟assasah al
Risalah, 1988), h. 432-433. 21
Ibnu Hibbân. Al Ihsan fî taqrîbi Sahîh ibnu Hibbân, jil. 2, (Beirut : Mu‟assasah al
Risalah, 1988), h. 435.
35
2. Skema sanad
رسول هللا
زلمد / ابن سريينه ( 115)
ه( 148ىشام بن حسان )
ه ( 187فضيل بن عياض )
ه ( 253حسي بن علي اجلعفي )
(ه 258موسى بن عبد الرمحان ادلسروقي ) ه( 239ىبد اهلل بن عمر بن ابان )
ه( 315زلمد بن اسحاق ادلسيحب ) ه ( 313موىل ثقيف ) بن ابراىيم زلمد بن اسحاق
ه ( 354-275ابن حبان )
ه ( 58ايب ىريرة )
عن
اخبرنا
قال
حدثنا حدثنا
حدثنا حدثنا
عن عن
عن عن
عن
قال
عن عن
اخبرنا
36
3. Kritik sanad dan penilaian hadis
Dalam penelitian hadis ke-1 ini, yang akan diteliti adalah jalur selain dari
jalur Kanzu al „Ummal. Musnad al Bazzâr dan Syu‟aib al Îmân, yakni hanya
dari Sahih Ibnu Hibbân. Berikut data periwayat jalur tersebut:
Jalur Ibnu Hibbân
1. Ibnu Hibbân Muhammad bin Hibbân bin Ahmad al Tamîmî22
a. Nama lengkap : al Imâm, al „Allâmah, al Hâfiz, al Mujawwid,
Syaikhu Khurasân, Abû Hâtim, Muhammad bin Hibbân bin Ahmad
bin Hibbân bin Mu‟âdz bin Ma‟bad bin Sahîd bin Hadiyyah bin
Murrah bin Sa‟di bin Yazîd bin Yazîd bin Murrah bin Zaid bin
„Abdillah bin Dârim bin Hanzalah bin Mâlik bin Zaid Manâh bin
Tamîm al Tamîmî al Dârimî al Bustî, Sâhibu al Kutub al Masyhûrah.
(Wulida sanah bid‟i wa sab‟îna wa mi‟atain. (270 - W 354 H
Syawwal).
b. Guru-guru :
„Abdu al Rahmân al Nasâ‟î, Ishâq bin Yûnus al Minjanîqî, Abî Ya‟lâ
bin „Alî, Hasan bin Sufyân, „Imrân bin Mûsâ bin Mujâsyi‟in al
Sajtiyânî, Ja‟far bin Ahmad, Ibnu Khuzaimah, Muhammad bin Hasan
bin Qutaibah.
c. Murid-murid :
22
Syams al-Dîn Abû „Abdillâh Muhammad bin Ahmad bin „Utsmân bin Qaymâz al-
Zahabî, Siyar A‟lâm al-Nubalâ‟I, (T.tp.: Muassasah al-Risalah, 1985), juz 3, h. 3379-3381.
37
Abû „Abdullah bin Mandah, Abû „Abdullah al Hâkim, Mansûr bin
„Abdullah al Khâlidî, Abû Mu‟âdz „Abdu al Rahmân bin Muhammad
bin Rizqillah al Sijistânî, Abu al Hasan Muhammad bin Ahmad.
d. Sighât Tauhammu wa al adâ‟ : Akhbaranâ.
e. Pendapat ulama :
Abû Bakar al Khatîb : Tsiqatan Nabîlan Fahman.
Al Hâkim : Ibnu Hibban adalah salah satu kapal ilmu pengetahuan
dalam fiqh, bahasa, hadis, berkhotbah, dan di antara orang-orang
bijak.
2. Muhammad bin Ishâq maulâ tsaqîf. 23
a. Nama lengkap : Muhammad bin Ishâq bin Ibrâhîm bin Mihrân al
khurâsânî. Al sarrâj Muhammad bin Ishâq bin Ibrâhîm bin Mihrân, al
Imâm al Hâfiz : al Tsiqah, Syaikhu al Islâm, Muhadditsu Khurâsân,
Abû al „Abbâs al Tsaqafî Maulâhum al Khurâsânî al Naisâbûrî,
Sâhibu al Musnad al Kabîr „ala al abwâb wa al Târîkh wa ghairu
dzâlik, wa akhû Ibrâhîm al Muhaddits wa Ismâ‟îl. (216 – W. 313 H. di
Naisabur)
b. Murid-murid :
Abû Hâtim al Bustî, Al Bukhârî, Muslim, Abû Hâtim al Râzî, Abû
Bakar bin Abî al Duniâ, „Utsmân bin al Samâk, Abû Ahmad bin „Adî,
Abû Ishâq al Muzakkî, Abû al „Abbâs bin „Uqdah.
c. Sighât Tauhammu wa al adâ‟ : Haddatsanâ.
d. Pendapat ulama :
23
Syams al-Dîn Abû „Abdillâh Muhammad bin Ahmad bin „Utsmân bin Qaymâz al-
Zahabî, Siyar A‟lâm al-Nubalâ‟I, (T.tp.: Muassasah al-Risalah, 1985), juz. 3, h. 3302-3305.
38
Al Khatîb : Kâna min al Tsiqât al Atsbât, „Sannafa Kitaban
Katsîratan, wa hiya Ma‟rûfah.
„Abdu al Rahmân bin Abî Hâtim : Sadûq, Tsiqah.
Abû Ishâq al Muzakkî : Mujâbu al Da‟wah.
3. „Abdullah bin „Umar bin Abân : 24
a. Nama lengkap :„Abdullah bin „Umar bin Muhammad bin Abân bin
Sâlih bin „Umair al Qursyî al Umwî, Abû „Abdu al Rahmân al Kûfî
Musykudânah, Maulâ „Utsmân bin „Affân, wa yuqâlu lahu al Ju‟fî :
li‟annahu jaddahu Muhammad bin Abân tazawwaja fî al Ju‟fayayni
fanusiba llaihim. wa qâla „Abdân al ahwâzî : huwa ibnu ukhtu husain
bin „Alî al Ju‟fî. (W 239 H)
b. Guru-guru:
Husian bin „Alî al Ju‟fî, Asbât bin Muhammad al Qurasyî, Ishâq bin
Sulaimân al Râzî, Abî Zubaid „Abtsar bin al Qâsim, „Abdullah bin al
Mubârak, „Abdullah bin Numair, „Abdu al Rahîm bin Sulaimân,
„Abdah bin Sulaimân.
c. Murid-murid :
Muhammad bin Ishâq al Tsaqafî al Sarrâj, Muslim, Abû Dâwud,
Ahmad bin Basyîr al Tayâlisî, Zakariyâ bin Yahyâ al Sijzî, „Abdullah
bin Muhammad al Baghawî, Muhammad bin Ibrâhîm bin Abân al
Sarrâj, Abû Hâtim Muhammad bin Idrîs al Râzî.
d. Sighât Tauhammu wa al adâ‟ : Haddatsanâ.
e. Pendapat ulama :
24
Jamâl al-Dîn Abî al-Hajjâj Yûsuf Al-Mizî. Tahzîb al-Kamâl fî Asmâ‟ al-Rijâl.Juz. 26,
(Beirut: Muassasah al-Risalah, 1983), juz. 15 h. 345-347.
39
Abû Hâtim : Sadûq.
4. Husain bin „Alî al Ju‟fî. 25
a. Nama Lengkap : Husain bin „Alî bin al Walîd al Ju‟fî, Maulâhum Abû
„Abdulla, disebut juga Abû Muhammad, al Kûfî al Maqra‟u Akhû al
Walîd bin „Alî wa ibnu Ukhtu al Hasan bin al Hur. (119 - 203 H)
b. Guru-guru:
Fudaili bin Marzûq, Ja‟far bin Burqân, Hamzah bin Habîb al Ziyyât,
Zâ‟idah bin Qudâmah, Sulaimân al a‟masy,‟Adbu al Rahmân bin
„Abdu al Malik bin Abjar, „Abdu al „Azîz bin Rawâd, „Amr bin
„Abdullah bin Wahb al nakha‟î.
c. Murid-murid :
Mûsâ bin „Abdu al Rahmân al Masrûqî, Ibrâhîm bin Ya‟qûb al
Jûzajânî, Ahmad bin Sulaimân al Ruhâwî, Ahmad bin „Abdullah bin
Sâlih al „Ijlî, Ahmad bin „Umar al Waqi‟î, Ahmad bin Muhammad bin
Hanbal, Ishâq bin Mansûr al Kawsij, Hajjâj bin Hammzah al
Khusyâbî.
d. Sighât Tahammu wa al adâ‟ : „an
e. Pendapat ulama :
Yahyâ bin Ma‟în : Tsiqah.
Ahmad bin „Abdullah al „Ijlî : Tsiqah, Rajulan Salihan.
5. Fudaili bin „Iyâd :26
a. Nama lengkap :
25
Jamâl al-Dîn Abî al-Hajjâj Yûsuf Al-Mizî. Tahdzîb al-Kamâl fî Asmâ‟ al-Rijâl.Juz. 26,
(Beirut: Muassasah al-Risalah, 1983), juz. 6, h. 449-454. 26
Jamâl al-Dîn Abî al-Hajjâj Yûsuf Al-Mizî. Tahdzîb al-Kamâl fî Asmâ‟ al-Rijâl. Juz 23,
h. 281-300.
40
Fudail bin „Iyâd bin Mas‟ûd bin Bisyr al Tamîmî al Yarbû‟î, Abû „Alî
al Zâhid. (W. 187 H)
b. Guru-guru:
Hisyâm bin Hassân, Yahyâ bin Sa‟îd al Ansârî, Mujâlid bin Sa‟îd,
Muhammad bin Ishâq, al „Alâ‟ bin al Musayyab, „Ubaid bin Mihrâm al
Muktib, „Atâ‟ bin al Sâ‟ib, Muttarih bin Yazîd, Abî Ishâq al Syaibânî.
c. Murid-murid:
Husain bin „alî al Ju‟fî, Ibrâhîm bin Nasr, Ahmad bin „Abdullah bin
Yûnus, Ahmad bin „Abdah al Dabî, Ishâq bin Ibrâhîm al Tabarî,
Khâlid bin Khidâsy al Muhallabî, Dâwud bin ‘Amr al Dabbî, Tsâbit bin
Muhammad al ‘Âbid.
d. Sighat Tahammu wa al adâ‟ : „an
e. Pendapat Ulama :
Sufyân bin „Uyaynah : Tsiqah.
„Abdu al Rahmân bin Mahdî : Rajulun Sâlihun.
Al „Ijlî : Tsiqah, Muta‟abbid, Rajulun Sâlihun.
Abû Hâtim : Sadûq.
Al Nasâ‟î : Tsiqah ma‟mûn, Rajulun Sâlihun.
Al Dâruqutnî : Tsiqah.
Muhammad bin Sa‟ad : Tsiqatan, Fâdîlan, „Âbidan, wari‟an, Katsîr al
Hadîts.
„Abdullah bin al Mubârak , Ibrâhîm bin Syammâs: Awra‟u al Nâs.
„Ubaidullah bin „Umar al Qawârîrî : salah satu Afdalu min al
Masyâyîkh.
41
6. Hisyâm bin Hassân :27
a. Nama lengkap : Hisyâm bin Hassân al Azdî al Qurdûsî , Abû
„Abdullah al Basrî. (W. 148 H)
b. Guru-guru :
Muhammad bin Sîrîn, Anas bin Sîrîn, Hafs binti Sîrîn, Ayyûb bin
Mûsâ al Qurasyî, Hasan al Basrî, Humaid bin Hilâl, Suhail bin Abî
Sâlih, „Abdullah bin Dihqân, „Abdullah bin Suhaib, „Atâ‟ bin Abî
Rabâh.
c. Murid-murid:
Fudaili bin „Iyâd, „Ikrimah bin „Ammâr, Muhammad bin Salamah,
Qurrân bin Tammâm al Asadî, Muhâdir al Muwarri‟, „Abdu al
Wahhâb al Tsaqafî, Ibrâhîm bin Tahmân, Asbât bin Muhammad al
Qurasyî, Ismâ‟îl bin „Ulayyah.
d. Sighat Tahammu wa al adâ‟ : „an.
e. Pendapat Ulama :
„Alî al Madînî : Tsabtun.
Ahmad bin Hanbal : Sâlih.
Abû Bakar al Atsram : Lâ ba‟sa bih.
Yahyâ bin Ma‟în : Lâ ba‟sa bih, tsiqah.
Yahyâ bin Yahyâ bin „Atîq : Tsiqah.
Al „Ijlî : Tsiqah, Hasan al Hadîts.
Abû Hâtim : Sadûqan, yuktabu Hadîtsuhu.
7. Ibnu Sîrîn:28
27
Jamâl al-Dîn Abî al-Hajjâj Yûsuf Al-Mizî. Tahdzîb al-Kamâl fî Asmâ‟ al-Rijâl, Juz. 30,
h 181-193
42
a. Nama lengkap : Muhammad bin Sîrîn al Ansârî, Abû Bakar bin Abî
„Amrah al Basrî, Akhû Anas bin Sîrîn, wa Hafsah binti Sîrîn, wa
Karîmah binti Sîrîn, Maulâ Anas bin Mâlik.(W. 110 H. Syawwal)
b. Guru-guru:
Abî Hurairah, Abî Bakrah al Tsaqafî, Abî al Dardâ‟, Abî al „Ajfâ‟ al
Sulamî, Katsîr bin Aflah, Ka‟ab bin „Ujrah, Qais bin „Ubâd, „Amr bin
Aus al Tsaqafî, Maulu Anas bin Mâlik, Hudzaifah bin al Yamân, al
Hasan bin „Alî bin Abî Tâlib.
c. Murid-murid:
Hisyâm bin Hassân, Qatâdah bin Di‟âmah, Qurrah bin Khâlid al
Sadûsî, Katsîr bin Syinzîr, Laits bin Anas bin Zunaim al Laitsî, Mâlik
bin Dînâr, Mansûr bin Zâdzân, Yahyâ bin „Atîq, Asy‟ats bin Sawwâr,
Bistâm bin Muslim, Khâlid bin al Hadzdzâ‟.
d. Sighat Tahammu wa al adâ‟ : an
e. Pendapat Ulama :
Ahmad bin Hanbal : Muhammad bin Sîrîn min al Tsiqât.
Yahyâ bin Ma‟în : Tsiqah.
Al „Ijlî : Tâbi‟î, Tsiqah.
Muhammad bin Sa‟ad : Tsiqatan Ma‟mûnan, „Âliyan, Rafî‟ân,
Faqîhan, Imâman, Katsîr al „Ilmi, wari‟an, wa kâna bihi samamun.
Ibnu Hibbân : Wara‟an, Faqîhan, Fâdilan, Hâfizan, Mutqinan.
8. Abi Hurairah: 29
28
Jamâl al-Dîn Abî al-Hajjâj Yûsuf Al-Mizî. Tahdzîb al-Kamâl fî Asmâ‟ al-Rijâl, Juz 25,
h. 344-355. 29
Jamâl al-Dîn Abî al-Hajjâj Yûsuf Al-Mizî. Tahdzîb al-Kamâl fî Asmâ‟ al-Rijâ., juz. 34,
h. 366-379.
43
a. Nama lengkap : Abû Hurairah al Dausî al Yamânî, Sahabat Rasulullah
SAW., Banyak sekali perbedaan pendapat mengenai namanya, dan
nama ayahnya, ada yang mengatakan : „Abdu al Rahmân bin Sukhar,
„Abdu al Rahmân bin Ghanam, „Abdullah bin „â`iz, „Abdullah bin
„âmir, dan masih banyak lagi pendapat ulama mengenai namanya dan
ayahnya. (W. 58 H)
b. Guru-guru :
Nabi SAW, Ubay bin Ka‟ab, Usâmah bin Zaid bin Hâritsah, „Umar
bin al Khaththâb, Bashrah bin Abî Bashrah al Ghifârî, Abî Bakar al
Shiddîq.
c. Murid-murid:
Muhammad bin Sîrîn, Humaid bin „Abdu al Rahmân bin
„Auf,„Abdullah bin Tsa‟labah, Ibrâhîm bin Ismâ‟îl, Ibrâhîm bin
„Abdullah bin Hunain, Basyîr bin Nahîk, Aus bin Khâlid, Anas bin
Malik, Bukair bin Fairûz al Ruhâwî, „Aṯhâʼ bin Abî Rabâh, „Aṯâʼ bin
Abî Muslim al Khurâsanî, „Utsmân bin Syammâm.
d. Sighat tahammul wa al-ada‟ : qâla
e. Pendapat ulama :
Abû Hurairah adalah seorang sahabat dan sahabat sudah tidak
diragukan lagi keadilannya.
)ح( .9 Muhammad bin al Musayyab bin Ishâq bin Idrîs al Naisâbûrî, Abû
„Abdullah al Ar Ghiyânî.30
( 223 – W. 315 H )
30
Syams al-Dîn Abû „Abdillâh Muhammad bin Ahmad bin „Utsmân bin Qaymâz al-
Zahabî, Siyar A‟lâm al-Nubalâ‟I, (T.tp.: Muassasah al-Risalah, 1985), juz 3, h. 3711-3712.
44
a. Nama lengkap :Ibnu „Abdillah bin Ismâ‟îl bin Idrîs, al Hâfiz, al Imâm,
Syaîkhu al Islâm, Abû „Abdillah al Naisâbûrî, tsumma al Arghiyânî, al
Isfanjî, al „Âbid.
b. Murid-murid:
Imâm al A‟immah Abû Bakar bin Khuzaimah, Abû Hâmid bin al Syarqî,
Muhammad bin Ya‟qûb bin al Akhram, al Hâfiz al Naisâbûrî, Abû Ishâq al
Muzakkî, Abû Ahmad al Hâkim, Abû „Amr bin Hamdân, Abû Husain al
Hajjâjî.
c. Sighat Tahammu wa al adâ‟ : Haddatsanâ
d. Pendapat ulama :
Abû „Abdullah al Hâkim : Kâna min al Jawwâlîn fî talab al hadîts „alâ al
sidqi wa al wara‟i, wa kâna min al „ubbâd al mujtahidîn.
10. Musa bin „Abdu al Rahman al Masrûqî.31
a. Nama lengkap : Musa bin „Abdu al Rahman bin Sa‟id bin Masrûq bin
Ma‟dân bin al Marzubân al Kindî al Masrûqî, Abî „Îsâ al Kûfî. (W.
258. H)
b. Guru-guru :
Husain bin „Alî al Ju‟fî, Ja‟far bin „Aun, Zaîd bin al Hubbâb, Sufyân
bin „Uqbah al Suwâ‟î, Tallâb bin Hawsyab, „Amr bin Muhammad al
„Anqazî, Muhammad bin Bisyr al „Abdi, Muhammad bin Sa‟îd bin
Zâ‟idah al asadî.
c. Murid-murid :
31
Jamâl al-Dîn Abî al-Hajjâj Yûsuf Al-Mizî. Tahdzîb al-Kamâl fî Asmâ‟ al-Rijâl.Juz. 26,
(Beirut: Muassasah al-Risalah, 1983), juz. 29, h. 98 – 100.
45
al Tirmizî, al Nasâ‟î, Ibnu Mâjah, Zakariyâ ibnu Yahyâ al Sâjî,
„Abdullah bin Muhammad bin Zakariyâ, „Alî bin Hasan al Fâmî, al
Qâsim bin Zakariyâ al Mutarrif, Ya‟qûb bin Sufyân, Abû Hâtim al
Râzî.
d. Sighat Tahammu wa al adâ‟ : Haddatsanâ.
e. Pendapat Ulama :
Al Nasâ‟î : Tsiqah, Lâ ba‟sa bih.
„Abdu al Rahmân bin Abî Hâtim : Sadûq, Tsiqah.
Ibnu Hibbân : Tsiqah.
11. Husain bin „Alî al Ju‟fî. 32
12. Fudaili bin „Iyâd :33
13. Hisyâm bin Hassân :34
14. Ibnu Sîrîn:35
15. Abi Hurairah: 36
Penilaian Hadis
Setelah melakukan penelitian sanad melalui jalur hadis yang diriwayatkan
oleh Ibnu Hibbân, dapat disimpulkan bahwa periwayat yang diteliti tidak ada yang
dinilai negatif, semuanya berkualitas tsiqah.
32
Jamâl al-Dîn Abî al-Hajjâj Yûsuf Al-Mizî. Tahdzîb al-Kamâl fî Asmâ‟ al-Rijâl.Juz. 26,
(Beirut: Muassasah al-Risalah, 1983), juz. 6, h. 449-454. 33
Jamâl al-Dîn Abî al-Hajjâj Yûsuf Al-Mizî. Tahdzîb al-Kamâl fî Asmâ‟ al-Rijâl, Juz 23,
h. 281-300. 34
Jamâl al-Dîn Abî al-Hajjâj Yûsuf Al-Mizî. Tahdzîb al-Kamâl fî Asmâ‟ al-Rijâl, Juz. 30,
h 181-193 35
Jamâl al-Dîn Abî al-Hajjâj Yûsuf Al-Mizî. Tahdzîb al-Kamâl fî Asmâ‟ al-Rijâl, Juz 25,
h. 344-355. 36
Jamâl al-Dîn Abî al-Hajjâj Yûsuf Al-Mizî. Tahdzîb al-Kamâl fî Asmâ‟ al-Rijâl, juz. 34,
h. 366-379.
46
Ibnu Hibbân (270 – W. 354 H. Syawwal), menerima hadis dari
Muhammad bin Ishâq maulâ tsaqîf . (216 – W. 313 H. di Naisabur) dan
Muhammad bin al Musayyab bin Ishâq ( 223 – W. 315 H ) dengan cara
“akhbaranâ”, para ulama menilai positif (ta‟dil) dan dimungkinkan mereka
pernah bertemu, sehingga sanadnya bersambung dan dapat diterima.
Muhammad bin Ishâq maulâ tsaqîf . (216 – W. 313 H. di Naisabur)
menerima hadis dari „Abdullah bin „Umar bin Abân (W. 239 H) dengan cara
Haddatsanâ, para ulama menilai positif (ta‟dil) dan dimungkinkan mereka pernah
bertemu, sehingga sanadnya bersambung dan dapat diterima.
Muhammad bin al Musayyab bin Ishâq ( 223 – W. 315 H ) menerima
hadis dari Musa bin „Abdu al Rahman al Masrûqî (W. 258. H) dengan cara
Haddatsanâ, para ulama menilai positif (ta‟dil) dan dimungkinkan mereka pernah
bertemu, sehingga sanadnya bersambung dan dapat diterima.
„Abdullah bin „Umar bin Abân (W. 239 H) dan Musa bin „Abdu al
Rahman al Masrûqî (W. 258. H) menerima hadis dari Husain bin „Alî al Ju‟fî
(119 - W. 203 H) dengan cara haddatsanâ, para ulama menilai positif (ta‟dil) dan
dimungkinkan mereka pernah bertemu, sehingga sanadnya bersambung dan dapat
diterima.
Husain bin „Alî al Ju‟fî (119 - W. 203 H) menerima hadis dari Fudaili bin
„Iyâd (W. 187 H) dengan cara „an‟anah “‟an”, para ulama menilai positif (ta‟dil)
dan dimungkinkan mereka pernah bertemu, sehingga sanadnya bersambung dan
dapat diterima.
Fudaili bin „Iyâd (W. 187 H) menerima hadis dari Hisyâm bin Hassân (W.
148 H) dengan cara „an‟anah “‟an”, para ulama menilai positif (ta‟dil) dan
47
dimungkinkan mereka pernah bertemu, sehingga sanadnya bersambung dan dapat
diterima.
Hisyâm bin Hassân (W. 148 H) menerima hadis dari Ibnu Sîrîn .(W. 110
H. Syawwal) dengan cara „an‟anah “‟an”, para ulama menilai positif (ta‟dil) dan
dimungkinkan mereka pernah bertemu, sehingga sanadnya bersambung dan dapat
diterima
Ibnu Sîrîn .(W. 110 H. Syawwal) menerima hadis dari Abi Hurairah
(W.58 H) dengan cara „an‟anah “‟an”, para ulama menilai positif (ta‟dil) dan
dimungkinkan mereka pernah bertemu, sehingga sanadnya bersambung dan dapat
diterima.
Abû Hurairah menerima hadis dari Rasulullah saw dengan cara “qâla” dan
para ulama menilai positif (ta‟dil) dan dimungkinkan mereka pernah bertemu,
sehingga sanadnya bersambung dan dpat diterima.
Berdasarkan penelitian dan pendapat para ulama di atas, sanad yang
diteliti semuanya bersambung, tsiqah, tidak syâdz dan tidak ada „illat, sehingga
dapat disimpulkan bahwa sanad hadis yang diriwayatkan oleh al Nasâ‟î
berkualitas sahîh.
Oleh karena alasan di atas, maka kualitas hadis ini dilihat dari segi
sanadnya adalah sahîh.
B. Hadis ke -2
1. Teks dan Takhrij Hadis
37.شيحبتن ىود وأخواهتا
37
Al-Ghazali. Minhâj al-„Âbidîn. (Jedah, Singapura, Indonesia : al-haramain, tt), h. 74.
48
Surat Hud dan saudari-saudarinya telah membuat saya beruban.
a. Penelusuran dengan metode awal matan
Setelah ditelusuri melalui awal kata شيبتن yang terdapat dalam
matan hadis di atas dengan menggunakan kitab Mausû‟ah Atrâf al-
Hadîts al-Nabawwî al-Syarîf, berdasarkan data kitab tersebut,
informasi yang didapat adalah sebagai berikut:
38 بتن ىود وأخواهتا :شي
اف – 358: 1, نبوة 287 :17طب 3منثور – 27مشائل – 226: 9, 555: 6اتح, 138: 2: 1سعد – 43ىامش ادلواىب – 265 : 3بغوي – 153: 6, 319:
, 2586كنز – 669: 6بداية – 87 – 128ختذير اخلواص – 5997عب – 139: 17طب – 679, 678: 2صحيحة – 4592, 2592, 2591, 2589, 2587
اف – 358: 1نبوة – 287 153: 6منثور – 27مشائل – 226: 9, 555: 6إتح – 355: 4حلية – 241: 2شيخ – 157, 1: 9قرطيب – 236: 4كثري 3بغوي –
.37: 7رلمع – 167: 4, 293: 2, 346: 1عر
شيحبتن ىود وأخواهتا الواقعة واحلاقحة :
37: 7رلمع
شيحبتن ىود وإخواهتا
373: 14سنة
شيحبتن ىود والواقعة وادلرسالت و عم يتساءلون
14سنة – 138: 2: 1سعد – 554: 15ش – 358: 2نبوة –: 2ك – 3297ت :372 –
38
Abu Hajar Muhammad al-Sa‟id bin Basyuni Zaghlul, Mausû‟ah Atrâf al-Hadîts, Juz 5,
h. 302.
49
– 319: 3منثور – 5354مشكاة – 461: 15, 555: 6اتاف – 37: 7رلمع صحيحة – 2588كنز – 3655مطالب – 265: 3بغوي – 87كشاف – 27مشائ ل مسند ايب بكر – 487: 7, 236: 4كثري – 1: 9قرطيب – 43ىامش ادلواىب – 955 82تذكرة –69: 6بداية –555: 4عر – 181
b. Penelusuran dengan metode lafaz
Setelah ditelusuri melalui kata-kata yang jarang digunakan dari suatu bagian
matan hadis di atas menggunakan kitab Mu‟jam al-Mufahras li Alfâz al-Hadîts al-
Nabâwî, yaitu lafaz ىا تان ,القران , اشكاذلا , انح , أخواهتا, د شيحبتن ىو data yang ditemukan
hanya dari lafaz شيحبتن yakni sebagai berikut:
Penelitian dilakukan melalui kata شيحبتن :
39: 65يا رسول اهلل قد شبت قال : شيحبتن ىود و الواقعة - 6, 56سري سورة تف : ت
Dari hasil takhrij hadis di atas, berikut ini adalah teks hadis yang berhasil
ditemukan di dalam kitab-kitab rujukan (tidak semua informasi dari rumus takhrij
terdapat hadis yang dimaksud di dalam kitab rujukan):
Redaksi hadis dari kitab Sunan al Tirmidzî :
ث ثنا معاوية بن ىشام , عن شيبان, عن أيب إسحاق , عن عكرمة , عن ا ابنحدح و كريب, قال : حدحابن عبحاس , قال: قال أبو بكر : يا رسول اهلل قد شبت , قال : ))شيحبتن ىود , و الواقعة ,
40وادلرسالت, و )) عمح يتساءلون (( و )) إذا الشحمس كورت((
39
Winsink, Al-Mu‟jam al-Mufahras Lialfâz al-Hadîts al-Nabawwî, Juz 3, (Leiden: Beril,
1936), h. 224. 40Abî „Îsâ Muhammad bin „Îsâ Al-Tirmizî. Sunan al-Tirmidzî. Juz. 5, (Beirut: Dar al-
Gharby al-Islamy, 1998), h. 325.
50
2. Skema Hadis
keterangan:
sanad yang diteiti hanya
dari jalur al Tirmidzî karena
berdasarkan pada hasil pencarian,
hanya dari jalur ini hadis ini
diriwayatkan dan hanya teridiri
dari satu jalur.
رسول اهلل
ه( 13) أبو بكر
ه( 68) ابن عبحاس
ه( 156) عكرمة
ه( 129) أيب إسحاق
ه ( 164) شيبان
ه( 255) معاوية بن ىشام
ه( 248) ابو كريب
ه( 279الرتمذي )
قال
قال
عن
حدثنا
عن
عن
عن
حدثنا
51
3. Kritik sanad hadis dan penilaian hadis.
Setelah hadis ini ditelusuri, dari informasi yang dihasilkan oleh kitab
kamus rujukan, hadis tersebut berada di banyak kitab, namun hanya satu yang
diteliti yakni dari kitab Imâm al Tirmidzî. Dalam penelitian sanad hadis kedua ini,
Berikut data periwayat hadis tersebut:
Jalur tirmidzî
1. Imam al-Tirmizî: 41
2. Nama lengkap : Muhammad bin „Îsâ bin Saurah bin Mûsâ bin al-Dahhâk,
Muhammad bin „Îsâ bin Yazîd bin Sawrah bin al-Sakan al-Sulamî, Abû
„Îsâ al- al-Darîr al-Hâfiz. Wafat di Tirmiz pada Rajab tahun 279 H.
a. Guru-guru : Qutaibah, Hannâd, Mahmûd bin Ghaylân, Muhammad
bin Basyâr, Sufyân bin Wakî‟.
b. Murid-murid : Abû Bakr Ahmad bin Ismâ‟îl bin „Âmir al-Samarqondî,
Abû Hâmid Ahmad bin „Abdillâh bin Dâwud al-Marwazî al-Tâjir,
Ahmad bin Yûsuf al-Nasafî dan Mahmûd bin „Anbar al-Nasafî.
c. Sighat tahammul wa al-ada‟ : haddatsanâ
d. Pendapat ulama hadis :
Al Dzahabî : al Hâfiz
Ibn Hajar :ahad al-aimmah
3. Abu kuraib :42
a. Nama lengkap : Muhammad bin al „Alâ bin Kuraib al hamdânî,
AbûKuraib al Kûfî. (W. 248 H)
b. Guru-guru
41
Jamâl al-Dîn Abî al-Hajjâj Yûsuf Al-Mizî. Tahdzîb al-Kamâl fî Asmâ‟ al-Rijâl.Juz. 26,
(Beirut: Muassasah al-Risalah, 1983), h. 250-252. 42
Jamâl al-Dîn Abî al-Hajjâj Yûsuf Al-Mizî. Tahdzîb al-Kamâl fî Asmâ‟ al-Rijâl, juz. 26,
h. 243-248.
52
Ibrâhim bin Ismâ‟îl al Yasykurî, Ishâq bin Sulaimân al Râzî, Ismâ‟îl
bin „Ulayyah, Mu‟âwiyah bin Hisyâm, Mus‟ab bin al Miqdâm,
Muzâhim bin Zawwâd bin „Ulbah, Marwân bin „Mu‟âwiyah al Fazârî
c. Murid-murid :
Al Tirmizî, Ibrâhîm bin Ma‟qil al Nasafî, AbûJa‟far ahmad bin Ishâq,
Syu‟aib bin Muhammad al Zâri‟, „Utsmân bin Khurrozâz al ʼAnṯâkî,
Zakaria bin Yahyâal Sijzî.
d. Sighat tahammul wa al-ada‟ : haddatsanâ
e. Pendapat ulama :
Al Nasa‟i : La ba‟sa bih, Tsiqah.
Ibnu Hibbân : Tsiqah.
4. Mu‟âwiyah bin Hisyâm :43
a. Mu‟âwiyah bin Hisyâm al Qashshâr, Abû al Hasan Kûfî, Maulâ Banî
Asad. (W. 205 H)
b. Guru-guru :
Ayyûb bin „Utbah al Yamâmî, Syaybân bin „Abdu al Rahmân al
Nahawî, „Ammâr bin Zuraiq, „Îsâ bin Râsyid, Walîd bin „Abdullah
bin Jumai‟, Yûnus bin al Hârits al Ṯâʼifî.
c. Murid-murid:
Abû Kuraib Muhammad bin „Alâ, Muhammad bin Fuḏail al Bazzâz
al Makî, „Utsmân bin Muhammad bin Abî Syaybah, Ahmad bin
Hanbal, Hasan bin „Alî al Khallâl, Qâsim bin Zakariâ bin Dînâr al
Kûfî.
43
Jamâl al-Dîn Abî al-Hajjâj Yûsuf Al-Mizî. Tahdzîb al-Kamâl fî Asmâ‟ al-Rijâl, juz. 28,
h. 218-222.
53
d. Sighat tahammul wa al-ada‟ : „an
e. Pendapat Ulama:
Yahyâ bin Ma‟în : Sâlih, Laisa Bizâka, Sadûq
Abî Dâwud : Tsiqah
5. Syaibân : 44
a. Syaibân bin „Abdu al Rahmân al Tamîmî, Maulâhum al Nahâwî, Abû
Mu‟âwiyah al Basrî al Muʽaddib. (W. 164 H)
b. Guru-guru:
Ismâ‟îl bin Abî Khâlid, Asy‟ats bin Abî Sya‟tsâ, Jâbir al Ju‟fî, Hasan
al Basrî, Hakam bin „Utaibah, Jâbir al Ju‟fî, Sulaimân al A‟masy,
Simâk bin Harb, „Abdu al Malik bin „Umair, Qatâdah bin Di‟âmah.
c. Murid-murid :
Mu‟âwiyah bin Hisyâm, „Abdu al Rahmân bin Mahdî, „Abdu al
Samad bin Nu‟mân, Muhammad bin Syu‟aib bin Syâbûr, Mu‟âz bin
Mu‟âz al „Anbarî, Abû Dâwud bin Sulaimân bin Dâwud al Tayâlisî.
d. Sighat tahammul wa al-ada‟ : „an
e. Pendapat ulama
Ahmad bin Hanbal : Sâlih al Hadîts, Lâ ba‟sa bih, Tsabtun.
Abû al Qâsim : Atsbat.
Yahyâ bin Ma‟în, Ahmad bin „Abdullah al „Ijlî, Al Nasâʽî,
Muhammad bin Sa‟d: Tsiqah.
Abû Hâtim : Hasan al Hadîts, Sâlih al Hadîts, Yaktubu Hadîtsuhu.
„Abdu al Rahmân bin Yûsuf bin Khirâsy : Sadûq.
44
Jamâl al-Dîn Abî al-Hajjâj Yûsuf Al-Mizî. Tahdzîb al-Kamâl fî Asmâ‟ al-Rijâl, juz. 12,
h. 592-598.
54
6. Abî Ishâq:45
a. Nama lengkap : „Amr bin „Abdullah bin „Ubaid, di katakan „Amr bin
„Abdullah bin „Alî, „Amr bin „Abdullah bin Abî Sya‟îrah, Abû Ishâq
al Sabî‟î al Kûfî. (W. 129 H )
b. Guru-guru :
„Ikrimah Maulâ ibnu „Abbâs, „Alî bin Abî Ṯâlib, „Amr bin Abî
Jundab, „Adî bin Tsâbit al Ansârî, „Aṯâ, bin Abî Rabâh, Abî Ja‟far bin
Muhammad bin „Alî bin al Husain, Muslim al Baṯîn.
c. Murid-murid :
Abâni bin Taghlib, Ismâ‟îl bin Abî Khâlid, Asy‟ab bin Sawwâr, Jarîr
bin Hâzim, H Hudaij bin Mu‟âwiyah, al Ajlah bin „Abdullah al Kindî,
Zâʼidah bin Qudâmah, Khalaf bin Hawsyab, Zuhair bin Mu‟âwiyah.
d. Sighat Tahammul wa al adâ‟ : „an
e. Pendapat ulama :
Ahmad bin Hanbal, Yahya bin Ma‟in, Al „Ijli, Al Nasâ‟i, Abu Hâtim :
Tsiqah.
7. „Ikrimah:46
a. Nama lengkap : „Ikrimah al Qurasyî al Hâsyimî, Abû „Abdullah al
Madanî, Maulâ „Abdullah bin „Abbâs. (W. 106 H. Madimah)
b. Guru-guru :
Jâbir bin „Abdullah, Hajjâj bin „umar bin Ghaziyyah al Ansarî, „Alî
bin Abî Ṯâlib, Abî Sa‟îd al Khudrî, Abî Hurairah, Maulâhu
45
Jamâl al-Dîn Abî al-Hajjâj Yûsuf Al-Mizî. Tahdzîb al-Kamâl fî Asmâ‟ al-Rijâl, juz. 22,
h. 102-113. 46
Jamâl al-Dîn Abî al-Hajjâj Yûsuf Al-Mizî. Tahdzîb al-Kamâl fî Asmâ‟ al-Rijâl, juz. 20,
h. 264-292.
55
„Abdullah bin „Abbâs, Yahyâ bin Ya‟mar, Safwan bin Umayyâh,
„Uqbah bin „Amir al Juhanî.
c. Murid-murid:
Abû Ishâq al Sabî‟î. Abû Zubair al Maki, Abû Yazîd al Yamâmî,
Yazîd bin Abî Sa‟îd al Nahawî, Abâni bin Sam‟ah, Ibrâhîm al
Nakha‟î, Taubah al „Anbarî, Ayyûb al Sakhtiyânî.
d. Sighat tahammul wa al-ada‟ : „an
e. Pendapat ulama :
Abâ Umâmah bin Sahl bin Hunaif : Sadûq.
Abî Bakar al Huzalî : Sadaqan.
Ayyûb : Tsiqatun
Sa‟îd bin Jubair, Yahyâ bin Sa‟îd al Ansârî, Muhammad bin Sîrîn,
„Abdullah bin „Utsmân bin Khutsaim : Kazaba.
Ibnu Abî Dzi‟b : Ghairu Tsiqah.
Syâfi‟î : Sîʽi al Raʽyu, Lâ Arâ‛ Liʽahadin An Yuqbala Hadîtsahu
Ahmad bin Hanbal : Mudtarib al Hadîts.
Abû „Attâb min Ahli al Basrah, Abî Majlaz : Sadaqa.
Ahmad bin Zuhair : Atsbat al Nâs.
Ahmad bin Hanbal : Yuhtajju Bihi.
Yahyâ bin Ma‟în : Tsiqah wa Tsiqah .
Al „Ijlî.Al Nasâʽî, Abî Hâtim : Tsiqah.
8. Ibnu „Abbâs:47
47
Jamâl al-Dîn Abî al-Hajjâj Yûsuf Al-Mizî. Tahdzîb al-Kamâl fî Asmâ‟ al-Rijâl, juz. 15,
h. 154-162.
56
a. Nama lengkap : „Abdullah bin „Abbâs bin „Abdu al Muṯallib al
Qurasyî al Hâsyimî, Abû al „Abbâs al Madanî, Ibnu „Ammi
Rasûlullah SAW. (w. 68 H)
b. Guru-guru :
Nabî SAW, Abî Bakar al Siddîq, „Alî bin Abî Ṯâlib, Abî Zar al
Ghifârî, Mu‟âwiyah bin Abî Sufyân, „Utsmân bin „Affân, „Umar bin
al Khaṯṯâ, Ka‟ab al Ahbar.
c. Murid-murid :
„Ikrimah bin Khâlid al Makhzûmî, „Ikrimah maulâ ibnu „Abbâs,
„Alqamah bin Waqqâs al Laitsî, „Alî bin al Husain bin „Alî bin Abî
Ṯâlib, „Ubaid bin al Sabâq.
d. Sighat tahammul wa al-ada‟ : qâla
e. Pendapat ulama :
Ibnu „Abbâs adalah seorang sahabat dan sahabat sudah tidak
diragukan lagi keadilannya.
9. Abu Bakar:48
a. „Abdullah bin „Utsmân wa Huwa Abû Quhâfah, bin „Âmir bin „Amr
bin Ka‟ab bin Sa‟ad bin Tayyim bin Murrah al Qurasyî al Taymî, Abû
Bakar al Siddîq Khalîfah Radlullah SAW, wa Sâhibuhu fi al Ghâr. (w.
13 H)
b. Ada juga yang mengatakan: namanya adalah „Aṯîq, Ibunya yakni
ʼUmmu al Khair, namanya Salmâ binti Sakhra bin „Âmir bin Ka‟ab
bin Sa‟ad bin Taim bin Murrah.
48
Jamâl al-Dîn Abî al-Hajjâj Yûsuf Al-Mizî. Tahdzîb al-Kamâl fî Asmâ‟ al-Rijâl, juz. 15,
h. 282-285.
57
c. Guru : Nabî SAW.
d. Murid-murid :
„Abdullah bin „Abbâs, „Abdullah bin „Amr bin „Âs, „Alî bin ʼAbî
Ṯâlib, „Umar bin Khaṯṯâb, Zaid bin Arqam, „Abdullah bin Mas‟ûd,
Fâ‟ah bin Râfi‟ al Zuraqî, Sa‟îd al Musayyab.
e. Tahammul wa al adâ‟ : Qâla.
f. Pendapat ulama :
Abû Bakar adalah seorang sahabat dan sahabat sudah tidak diragukan
lagi keadilannya.
Penilaian Hadis
Setelah melakukan penelitian sanad melalui jalur hadis yang diriwayatkan
oleh Imâm al Tirmidzî, terdapat satu orang periwayat yang dinilai negatif (jarh)
oleh para ulama yaitu „Abdu al Malik.
Al Tirmidzî (w. 279 H) hidup sezaman dan telah terjadi pertemuan dengan
gurunya yaitu Abû Kuraib (W. 248 H) para ulama menilai positif (ta‟dîl), beliau
menerima hadis dari gurunya dengan cara haddatsanâ, dengan demikian sanadnya
bersambung dan dapat diterima.
Abû Kuraib hidup sezaman dan telah terjadi pertemuan dengan gurunya yakni
Mu‟âwiyah bin Hisyâm (w. 205 H), para ulama menilai positif (ta‟dîl), beliau
menerima hadis dari gurunya dengan cara haddatsanâ, dengan demikian sanadnya
bersambung dan dapat diterima.
Mu‟âwiyah bin Hisyâm hidup sezaman dengan gurunya, dan telah terjadi
pertemuan dengan Syaibân (W. 164 H), Para ulama menilai positif (ta‟dîl), beliau
menerima hadis dari gurunya dengan cara “mu‟an‟an” “‟an”, karena mereka
58
hidup sezaman dan dimungkinkan telah terjadi pertemuan antara keduanya
sehingga sanadnya bersambung dan dapat diterima.
Syaibân menerima riwayat hadis dari Abî Ishâq (w. 129 H), para ulama
menilai positif (ta‟dîl), beliau menerima hadis dari gurunya dengan cara
“mu‟an‟an” “‟an”, namun dari sumber yang diteliti pada biografi Syaibân dan
Abî Ishâq adalah tidak disebutkannya satu sama slain dalam “guru-guru dan
murid-muridnya”. dengan demikian dimungkinkan sanadnya terputus dan tidak
dapat diterima
Abî Ishâq menerima riwayat hadis dari „Ikrimah (w. 106 H) dengan cara
“mu‟an‟an” “‟an”, Para ulama menilai negatif (jarh), beberapa diantaranya
adalah Ahmad bin Hanbal “Mudtarib al Hadîts”, Ibnu Abî Dzi‟b “Ghairu
Tsiqah” dan Yahyâ bin Sa‟îd “Kadzdzâb” dan Syâfi‟î “Sî‛i al Ra‛yu”, Lâ arâ‛
Li‛ahadin An Yuqbala Hadîtsahu”. beliau menerima hadis dari gurunya dengan
cara “mu‟an‟an” “‟an”, dengan demikian sanadnya bersambung dan dapat
diterima.
„Ikrimah hidup sezaman dan telah terjadi pertemuan dengan gurunya yakni
Ibnu „Abbâs (w. 68 H), para ulama menilai positif (ta‟dîl), beliau menerima hadis
dari gurunya dengan cara “mu‟an‟an” “‟an”, dengan demikian sanadnya
bersambung dan dapat diterima.
Ibnu „Abbâs hidup sezaman dan telah terjadi pertemuan dengan gurunya yakni
Abû Bakar (w. 13 H), para ulama menilai positif (ta‟dîl), beliau menerima hadis
dari gurunya dengan cara “qâla”, dengan demikian sanadnya bersambung dan
dapat diterima.
59
Abû Bakar menerima riwayat hadis langsung dari Rasulullah SAW, dengan
cara qaala karena mereka hidup sezaman dan dimungkinkan telah terjadi
pertemuan antara keduanya sehingga sanadnya bersambung dan dapat diterima.
Dari hasil penelitian sanad, yaitu riwayat Tirmidzî, periwayatan dalam
keadaan bersambung antara murid dengan guru selain Syaibân dengan Abî Ishâq.
Dari sekian periwayat yang ada, satu dantaranya yaitu „Ikrimah berstatus
periwayat yang da‟îf. Dikarenakan ada periwayat yang tidak tsiqah, maka
penilaian syâdz, dan „illat tidak dilakukan, sehingga sanad hadis dari jalur ini
berkualitas da‟îf. Dapat disimpulkan bahwa dari segi sanad, hadis kedua ini
berstatus da‟îf,
C. Hadis ke-3
1. Teks dan Takhrij
د ب ع ال ب م ح أر اهلل .49ه د ل و ب ة ق ي ف الش ة د ال و ال ن م ن م ؤ ادل
Allah swt lebih menyayangi hamba yang beriman melebihi kasih
sayang ibu kepada anaknya.
a. Penelusuran dengan metode awal matan
Setelah ditelusuri melalui awal kata yang terdapat dalam matan هللا
hadis di atas dengan menggunakan kitab Mausû‟ah Atrâf al-Hadîts al-
Nabawwî al-Syarîf, berdasarkan data kitab tersebut, informasi yang
didapat adalah sebagai berikut:
Mausuah :50
اف : : اهلل أرحم بعباده من ىذه بولدىا 571: 15اتح
49
Al-Ghazâlî. Minhâj al-„Âbidîn. (Jedah, Singapura, Indonesia : al-haramain, tt), h. 75. 50
Abu Hajar Muhammad al-Sa‟id bin Basyuni Zaghlul. Mausû‟ah Atrâf al-Hadîts al-
Nabawwî al-Syarîf. Juz. 2, (Beirut: Dâr al-Kutub al-„Ilmiyyah, t.t.), h. 148.
60
اف : اهلل أرحم بادلؤمن من ىذه بولدىا : 571: 15اتحb. Penelusuran dengan metode lafaz
Setelah ditelusuri melalui kata-kata yang jarang digunakan dari
suatu bagian matan hadis di atas menggunakan kitab Mu‟jam al-
Mufahras li Alfâz al-Hadîts al-Nabâwî, yaitu lafaz انؤي , أردى , هللا
ونذ , انشفيقة data yang ditemukan yakni dari lafaz ونذ, هللا أردى yakni
sebagai berikut:
Penelitian dilakukan dari kata هللا :
51 اهلل ارحم بعباده من ىذه بولدىا
18 خPenelitian dilakukan dari kata اردى :
52 اهلل ارحم بعباده من ىذه بولدىا: - 18ادب : خ 22توبة : م
1جنائز : د 35 زىد : وج
Penelusuran di lakukan dari kata ونذ :
53 اهلل ارحم بعباده من ىذه بولدىا : - 18ادب : خ 22توبة : م
1جنائز : د 35زىد : وج
51
Winsink, Al-Mu‟jam al-Mufahras Lialfâz al-Hadîts al-Nabawwî, Juz 1, (Leiden: Beril,
1936), h. 81. 52
Winsink, Al-Mu‟jam al-Mufahras Lialfâz al-Hadîts al-Nabawwî, juz. 2, h. 240. 53
Winsink, Al-Mu‟jam al-Mufahras Lialfâz al-Hadîts al-Nabawwî, juz. 7, h. 313.
61
Redaksi hadis dari kitab Sahih Bukhârî :
بن عمر عن, ابيو عن, اسلم بن زيد حدحثن: قال غسحان ابو ثناʼحدثنا ابن ايب مرم : حد إذا, تسقي ثديها لبت قد السحيب من امرأة فإذا, سيب . م. ص النحيب على قدم: اخلطابصلى اهلل عليو وسلم : النحيب لنا فقال, وارضعتو ببطنها فألصقتو, أخذتو, السحيب يف صبيحا وجدت
) اترون ىذه طارحة ولدىا يف النحار ؟ ( فقلنا : ل, و ىي تقدر على ان ل تطرحو , فقال : اهلل 54ارحم بعباده من ىذه بولدىا (
Redaksi hadis dari kitab Sahih Muslim :
ثنا ابن ايب مرم حدحثن احلسن بن عليح احللوان و زلمحد بن سهل التحميميح ) و اللفظ حلسن ( . حدحثنا ابو غسحان . حدحثن زيد بن اسلم عن ابيو , عن عمر بن اخلطحاب : انو قال : قدم على . حدح
من السحيب , تبتغي , إذا وجدت صبيحا يف السحيب , رسول هلل صلى اهلل عليو وسلم بسيب. فإذا إمرأة اخذتو فأ لصقتو ببطنها وارضعتو . فقال لنا رسول هلل صلى اهلل عليو وسلم ) اترون ىذه ادلرأة طارحة ولدىا يف النحار ؟ ( قلنا : ل, و ىي تقدر على ان ل تطرح و , فقال رسول هلل صلى اهلل
55ده من ىذه بولدىا(. عليو وسلم : اهلل ارحم بعبا
54Abî „Abdillâh Muhammad bin Ismâ‟îl bin Ibrâhîm bin al-Mughîrah al-Ju‟fî Al-Bukhârî.
Sahîh al-Bukhârî. Juz. 1, (Riyad: Maktabah al-Rasyid, 2006), h. 838-839. 55
Abî al-Husain Muslim bin al-Hajjâj al-Qusyayrî Al-Naysâbûrî. Sahîh Muslim. Juz. 4,
(Beirut: Dar al-Kutub al-„Ilmiyyah, 1991), H. 2109.
62
2. Skema Sanad
انثخاري
يسهى
رسول هللا
ه( 256البخاري) ه( 261مسلم )
ه( 165ابو غسان )
ه( 224ايب مرم )ابن
ه( 136زيد بن اسالم )
ه( 85ابيو )
ه ( 73عمر بن اخلطاب )
و ه( 242احللوان )حسن بن علي
ه( 251زلمد بن سهل التميمي )
قال
حدثنا حدثنا
حدثنا
حدثنا حدثنا
حدثني حدثني
عن عن
عن عن
قال
63
c. Kritik Sanad dan Penilaian Hadis Setelah ditelusuri, hadis ke-3 ini terdapat di dalam Kitab Sahîh al-
Bukhârî dan Sahîh Muslim, Berikut data lengkap periwayat hadis tersebut:
Jalur bukhari
1. Bukhârî :56
a. Nama lengkap : Muhammad bin Ismâ‟îl bin Ibrâhîm bin al Mughîrah
ibnu Bazdizbah, dan disebut : Bardizbah, juga di sebut : Ibnu al Ahnaf
al Ju‟fî Maulâhum, Abû‟Abdullah bin Abî al Hasan al Bukhârî al
Hâfiz, Sâhibu (Sahîh). (W. 256 H)
b. Guru-guru :
„Abdullah bin Muhammad al Ju‟fî ak Musnadî, „Ubaidullah bin
Mûsâ, „Abdân bin „Utsmân al Marwazî, „Alî bin al Madînî, „Affân bin
Muslim, Abî Nu‟aim al Fadl bin Dakîn, Qabîsah bin „Uqbah,
Qutaybah bin Sa‟îd, Qays bin Hafs al Dârimî.
c. Murid-murid :
Al Tirmidzî, Ibrâhîm bin Ishâq al Harbî, Ibrâhîm bin Mu‟qal al Nasafî,
Ahmad bin Sahl bin Mâlik, Abû Bakar Ahmad bin „Amr bin
Abî‟Âsim,‛Âdam bin Mûsâ al Khawârî, Ishâq bin Ahmad bon Khalaf
al Bukhârî, Hâtim bin Khajîm al Afrânî.
d. Sighat tahammul wa al-ada‟ : haddatsanâ
e. Pendapat Ulama :
56
Jamâl al-Dîn Abî al-Hajjâj Yûsuf Al-Mizî. Tahdzîb al-Kamâl fî Asmâ‟ al-Rijâl.Juz. 26,
(Beirut: Muassasah al-Risalah, 1983), juz. 24, h. 430-469.
64
Salih Ibnu Muhammad al Asadi : Muhammad bin Ismâ‟îl adalah orang
yang paling Pandai dalam ilmu Hadis. 57
Muhammad ibnu al Salâm : Tidak ada orang yang seperti dia.
„Amar ibnu „Alî : Hadis yang tidak diketahui Muhammad bin Ismâ‟il
itu, maka bukan hadis.
2. Ibnu Abî Maryam: 58
a. Nama lengkap : Sa‟îd bin al Hakam bin Muhammad bin Sâlim,
dikenal dengan Ibnu Ibî Maryam, al Jumahî, Abû Muhammad, al
Mishrî. (W. 224 H)
b. Guru-guru :
Ibrâhîm bin Ismâ‟îl bin Abî Habîbah, Ibrâhîm bin Suwaid, Sulaimân
bin Bilâl, „Abdullah Lahî‟ah, „Abdullah bin Wahhâb, Abî Ghassân
Muhammad bin Muṯarrif, Yahyâ bin Ayyûb al Mishrî.
c. Murid-murid:
Al Bukhârî, Ishâq bin Manshûr al Kausaj, Hamzah al Nushair al
Mushrî, Hazan bin „Alî al Khallâl, „Umar bin al Khaṯṯâb al Sijistânî,
Muhammad bin Sahal bin „Askar al Tamîmî al Bukhârî, Maymûn bin
al „Abbâs al Râfiqî.
d. Sighat tahammul wa al-ada‟ : Haddatsanâ
e. Pendapat ulama :
Abû Dâwud : Hujjatun.
Ahmad bin „Andullah al „Ijlî: Tsiqatun.
Abû Hâtim : Tsiqah.
57
Al asqalânî al Syâfi‟î, Tahdzîb al Tahdzîb, Juz : 7, h.44. 58
Jamâl al-Dîn Abî al-Hajjâj Yûsuf Al-Mizî. Tahdzîb al-Kamâl fî Asmâ‟ al-Rijâl.Juz. 26,
(Beirut: Muassasah al-Risalah, 1983), juz. 10, h. 391-395.
65
3. Abû Ghassân:59
b. Muhammad bin Muṯarrif bin Dâwud bin Muṯarrif bin „Abdullah bin
Siyârah al Laitsî, Abû Ghassân al Madanî, dan di katakan:
Muhammad bin Ṯarîf. (W. 160 H)
c. Guru-guru:
Zaid bin Aslam, Abî Hâzim bin Dînâr al Madanî, Suhail bin Hassân
al Kalbî, Suhail bin Abî Shâlih, Abî Bakar bin Hafs al Zuhrî, Abî al
Husain al Filasṯînî, Muhammad bin al Munkadir.
d. Murid:
Sa‟îd bin Abî Maryam al Misrî, Ibrâhîm bin Abî „Ablah, Âdam bin
Abî Iyâs, „Abdullah bin Wahhâb, „Abdu al Rahmân bin Al Ziyâd al
Rasâsî, „Abdu al Samad bin al Hasan.
e. Sighat tahammul wa al-ada‟ : Haddatsanâ
f. Pendapat ulama:
Yazîd bin Hârûn : Tsiqah
Ahmad bin Hanbal : Tsiqah
Abû Hâtim : Tsiqah.
Ibrâhîm bin Ya‟qûb : Tsiqah.
Ya‟qûb bin Syaibah : Tsiqah.
Yahyâ bin Ma‟în : Tsiqah.
Ibnu al Ghallâbî : Tsabtun.
Abû Dâwud : Lâ Ba‟sa Bih.
Al Nasâʽî : Lâ Ba‟sa Bih,
59
Jamâl al-Dîn Abî al-Hajjâj Yûsuf Al-Mizî. Tahdzîb al-Kamâl fî Asmâ‟ al-Rijâl, juz 26,
h. 470-472.
66
4. Zaid bin Aslam:60
a. Nama lengkap : Zaid bin Aslam al Qurasyî, al „Adawî, Abû Usâmah,
dan di latakan : Abû „Abdullah, al Madanî, al Faqîh, Maulâ „Umar
bin al Kaṯṯâb. (W. 136 H)
b. Guru-guru :
Ibrâhîm bin „Abdullah bin Hunain, Abîhi Aslam, Bisyri bin Sa‟îd,
„Abdullah bin „Umar bin al Kaṯṯâb, „Abdu al Rahmân bin Wa‟lah,
„Ubaid bin Juraij, Humrân bin Abân.
c. Murid-murid :
Abû Ghassân, Ibnuhu Usâmah bin Zayd bin Aslam, Ismâ‟îl bin
„Ayyâsy, Ayyûb al Sakhtiyânî, Jarîr bin Hâzim, Hârits bin Ya‟qûb,
Rauhun bin al Qâsim, Ziyâd bin Sa‟d, Sufyân al Tsaurî.
d. Sighat tahammul wa al-ada‟ : „an
e. Pendapat ulama:
„Abdullah bin Ahmad bin Hanbal : Tsiqah.
Ahmad bin Hanbal : Tsiqah.
Abû Zur‟ah : Tsiqah.
Abû Hâtim : Tsiqah.
Muhammad bin Sa‟din : Tsiqah.
Al Nasâʽî : Tsiqah.
Ibnu Khirâsy : Tsiqah.
Ya‟qûb bin Syaibah : Tsiqah.
5. Abîhi: 61
60
Jamâl al-Dîn Abî al-Hajjâj Yûsuf Al-Mizî. Tahdzîb al-Kamâl fî Asmâ‟ al-Rijâl.Juz. 26,
(Beirut: Muassasah al-Risalah, 1983), juz. 10, H. 12-18.
67
a. Nama lengkap : Aslam al Qurâsy al „Adawî, Abû Khâlid, dan di
katakan : Abû Zaid al Madanî, Maulâ „Umar bin al Khaṯṯâb, ayah dari
Zaid bin Aslam dan Khâlid bin Aslam (W. 80 H. Madinah ).
b. Guru-guru :
Abî Bakar al Shiddîq „Abdullah bin Abî Quhâfah, „Abdullah bin
„Umar bin al Khaṯṯâb, Mughîrah bin Syu‟bah, Mu‟âz bin Jabal,
„Utsmân bin „Affân, Mu‟âwiyah bin Abî Sufyân.
c. Murid-murid :
Zaid bin Aslam, Qâsim bin Muhammad bin Abî Bakar al Siddîq,
Muslim Jundab al Huzalî, Nâfi‟ Maulâ ibnu „Umar.
d. Sighat tahammul wa al-ada‟ : „an
e. Pendapat ulama :
Al „Ijlî : Tsiqah.
Abû Zur‟ah : Tsiqah.
6. „Umar bin al Khattâb62
a. Nama lengkap : „Abdullah bin „Umar al Khaṯṯâb al Qurasyî al „Adawî,
Abû „Abdu al Rahmân al Makî Tsumma al Madanî. (W. 73 H)
b. Guru-guru:
Al Nabî Sallallâhu „Alaihi Wasallam, Râfi‟ bin Khâdîj. Zaid bin
Tsâbit, Abî Lubâbah, „Utsmân bin „Affân, Abî Bakar al Shiddîq.
c. Murid-murid :
61
Jamâl al-Dîn Abî al-Hajjâj Yûsuf Al-Mizî. Tahdzîb al-Kamâl fî Asmâ‟ al-Rijâl, Juz.. 2,
h. 529-531. 62
Jamâl al-Dîn Abî al-Hajjâj Yûsuf Al-Mizî. Tahdzîb al-Kamâl fî Asmâ‟ al-Rijâl, juz.
15, h. 332-340
68
Aslam Maulâ „Umar bin al Khaṯṯâb, Anas bin Sîrîn, Tamîm bin
„Iyâḏ, Tsâbit bin „Ubaid, Hakîm bin Abî Hurrâh al Aslâmî, Harmalah
Maulâ Usâmah bin Ziyâd, Habîb bin Abî Tsâbit, Harîz atau Abû
Harîz.
d. Sighat tahammul wa al-ada‟ : „an
e. Pendapat ulama :
Umar bin Khattâb adalah seorang sahabat dan sahabat sudah tidak
diragukan lagi keadilannya.
Penilaian Hadis
Setelah melakukan penelitian sanad melalui jalur hadis yang diriwayatkan
oleh Bukhârî, dapat disimpulkan bahwa periwayat yang diteliti tidak ada yang
dinilai negatif, semuanya berkualitas tsiqah.
Bukhârî (194 – w. 256 H) menerima hadis dari Ibnu abi maryam (W. 224
H) dengan cara “haddatsanâ”, para ulama menilai positif (ta‟dil) dan
dimungkinkan mereka pernah bertemu, sehingga sanadnya bersambung dan dapat
diterima.
Ibnu abi maryam (W. 224 H) menerima hadis dari Abû Ghassân (w. 160
H) dengan cara Haddatsanâ, para ulama menilai positif (ta‟dil) dan dimungkinkan
mereka pernah bertemu, sehingga sanadnya bersambung dan dapat diterima.
Abû Ghassân (w. 160 H) menerima hadis dari Zaid bin Aslam (w. 136 H)
dengan cara Haddatsanâ, para ulama menilai positif (ta‟dil) dan dimungkinkan
mereka pernah bertemu, sehingga sanadnya bersambung dan dapat diterima.
Zaid bin Aslam (w. 136 H) menerima hadis dari Abîhî Aslam al Qurâsy al
„Adawî (W. 80 H.) dengan cara „an‟anah “‟an”, para ulama menilai positif
69
(ta‟dil) dan dimungkinkan mereka pernah bertemu, sehingga sanadnya
bersambung dan dapat diterima.
Aslam al Qurâsy al „Adawî (W. 80 H.) menerima hadis dari „Umar bin al
Khattâb (W. 73 H) dengan cara „an‟anah “‟an”, para ulama menilai positif (ta‟dil)
dan dimungkinkan mereka pernah bertemu, sehingga sanadnya bersambung dan
dapat diterima.
Berdasarkan penelitian dan pendapat para ulama di atas, sanad yang
diteliti semuanya bersambung, tsiqah, tidak syâdz dan tidak ada „illat, sehingga
dapat disimpulkan bahwa sanad hadis yang diriwayatkan oleh Bukhârî berkualitas
sahîh.
Oleh karena alasan di atas, maka kualitas hadis ketiga ini dilihat dari segi
sanadnya adalah sahîh.
Jalur muslim
1. Muslim :63
a. Muslim bin al Hajjâj bin al Muslim al Qussyairî, Abû Husain al
Naisâbûrî al Hâfiz Sâhibu (Sahîh). (w. 261 H)
b. Guru-guru:
Muhammad bin Marzûq al Bâhilî, „Alî bin Nasr bin „Alî al
Jahdamî, „Umar bin Hafs bin Ghiyâts, „Amr bin „Alî al Sîrifî, „Aun
bin Salâm al Hâsyimî, „Îsâ bin Zaghabah, al Fadl bin Sahl al A‟raj, al
Qâsim bin Zakariyâ bin Dînâr al Kûfî.
c. Murid-murid :
63
Jamâl al-Dîn Abî al-Hajjâj Yûsuf Al-Mizî. Tahdzîb al-Kamâl fî Asmâ‟ al-Rijâl, juz. 27,
h. 499-507.
70
Tirmizî, Ibrâhîm bin Abî Tâlib, Ibrâhîm bin Muhammad bin Hamzah,
Abû al Fadl Ahmad bin Salamah al Hâfiz, Husaim bin Muhammad bin
Ziyâd al Qubbânî, Abû Hâmid „Amr Ahmad bin al Mubârak al
Mustamlâ.
d. Sighât Tahammul wa al adâ‟ : Haddatsanâ
e. Pendapat Ulama :
Abû Bakar al Khâtib : Qâri, Faqîh, Tsiqah.
Abû Sâdah dan Abû Hâtim senantiasa mengistimewakan dan
mendahulukan Muslim di bidang pengetahuan hadis Sahîh dan atas
guru-guru mereka pada masanya.
Muhammad bin „Abdullah Wahab al Fara‟ : beliau termasuk ulama
besar diantara manusia paling memahami ilmu dan aku tidak
mengetahui apapun dari dirinya kecuali kebaikan.64
Ibnu Hajar dan al Dzahabi : Hâfîz, Sahib “Sahîh”
Ibnu Hâtim : mereka adalah yang Tsiqah dari pada kata-kata mereka
dan mereka banyak tahu tentang hadis.65
2. Hasan bin „Alî al Halwânî66
:
a. Nama lengkap : Hasan bin „Alî bin Muhammad al Huzalî al
Khallâl Abû „Alî, di sebut Abû Muhammad, al Hulwânî al Raihânî,
lahir di Makkah. ( W. 242 H. Makkah)
b. Guru-guru :
64
Abû Syuhbah, Fî Rihab al Sunnah al Kutub al Sittah (Kairo : Majma‟ al Buhuts al
Islâmiyyah 1969), h. 83. 65
Abû al Fadl Ahmad bin „Alî bin Muhammad bin Ahmad bin Hajar al Asqalânî. Tahdzîb
al Tahdzîb, Juz : 1, (T.tp : T.pn, 1326 H), h. 529. 66
Jamâl al-Dîn Abî al-Hajjâj Yûsuf Al-Mizî. Tahdzîb al-Kamâl fî Asmâ‟ al-Rijâl.Juz. 26,
(Beirut: Muassasah al-Risalah, 1983), juz. 6 h. 259-264.
71
Ibrâhîm bin al San‟ânî, Ja‟far bin „Aun, Zaid bin al Hubbâb, Rouhun
bin „ûbâdah, Sa‟îd bin al Hakam bin Abî Maryam, Safwân bin Sâlih
al Dimasyqî, „Abdullah bin Numair, Sulaimân bin Harb.
c. Murid-murid:
Yahyâ bin Hasan bin Ja‟far bin „Ubaidillah , Muhammad bin
Muhammad bin „Uqbah al Syaibânî al Kûfî, Ibrâhîm bin Ishâq, Abû
Bakar bin Ahmad bin „Amr bin Abî „Âsim al Nabîl, Ishâq bin al
Sabâh, „Abdullah bin Zaidân, Muslim.
d. Sighat tahammul wa al-ada‟ : Haddatsanâ
e. Pendapat Ulama :
Ya‟qûb bin Syaibah : Tsiqah, Tsabtan, Mutqinan
Al Nasâʽî : Tsiqah.
Abû Bakar al Khatîb : Tsiqah, Hâfizan.
7. Muhammad bin Sahal al Tamîmî 67
a. Muhammad bin Sahal bin „Askar bin „Umârah ibnu Duwaid, di sebut ;
ibnu „Askar, Ibnu Mastûr al Tamîmî, beliau tinggal di Baghdad. (W.
251 H)
b. Guru-guru:
Âdam bin Abî Iyâs, Abî al Yamân al Hakam bin Nâfi‟,‟Utsmân bin
Shâlih al Sahmî, „Ubaidillah bin Mûsâ, Sa‟îd ibnu Abî Maryam,
„Abdu al Razzâq ibnu Hammâm, Wahab bin Jarîr bin Hâzim.
c. Murid-murid :
67
Jamâl al-Dîn Abî al-Hajjâj Yûsuf Al-Mizî. Tahdzîb al-Kamâl fî Asmâ‟ al-Rijâl, juz. 25,
h. 325-327.
72
Muslim, al Tirmizî, al Nasâʼî, Ibrâhîm bin ishâq al Harbî, Muhammad
bin Jarîr al Ṯabarî, Muhammad bin Yahyâ al Zuhalî, Yahyâ bin
Muhammad bin Shâ‟id, Abû Hâmid Muhammad bin Hârûn al
Haḏrâmî.
d. Sighat tahammul wa al-ada‟ : Haddatsanâ
e. Pendapat ulama :
Al Nasâʽî : Tsiqah.
Abû Ahmad bin „Adî : Tsiqah
8. Ibnu abi maryam: 68
9. Abû Ghassân:69
10. Zaid bin Aslam:70
11. Abîhi:71
12. „Umar bin al Khattâb72
Penilaian Hadis
Setelah melakukan penelitian sanad melalui jalur hadis yang diriwayatkan
oleh Muslim, dapat disimpulkan bahwa periwayat yang diteliti tidak ada yang
dinilai negatif, semuanya berkualitas tsiqah.
Muslim menerima hadis dari Hasan bin „Alî al Halwânî (W. 242 H) dan
Muhammad bin Sahal al Tamîmî (W. 251 H) dengan cara “haddatsanâ”, para
68
Jamâl al-Dîn Abî al-Hajjâj Yûsuf Al-Mizî. Tahdzîb al-Kamâl fî Asmâ‟ al-Rijâl, juz.
10, h. 391-395. 69
Jamâl al-Dîn Abî al-Hajjâj Yûsuf Al-Mizî. Tahdzîb al-Kamâl fî Asmâ‟ al-Rijâl, juz. 26,
h. 470-472. 70
Jamâl al-Dîn Abî al-Hajjâj Yûsuf Al-Mizî. Tahdzîb al-Kamâl fî Asmâ‟ al-Rijâl, juz. 10,
h. 12-18. 71
Jamâl al-Dîn Abî al-Hajjâj Yûsuf Al-Mizî. Tahdzîb al-Kamâl fî Asmâ‟ al-Rijâl, juz. 2
h. 529-531. 72
Jamâl al-Dîn Abî al-Hajjâj Yûsuf Al-Mizî. Tahdzîb al-Kamâl fî Asmâ‟ al-Rijâl, juz. 15,
h. 332-340.
73
ulama menilai positif (ta‟dil) dan dimungkinkan mereka pernah bertemu, sehingga
sanadnya bersambung dan dapat diterima.
Hasan bin „Alî al Halwânî (W. 242 H) dan Muhammad bin Sahal al
Tamîmî (W. 251 H) menerima hadis dari Ibnu abi maryam (W. 224 H) dengan
cara “haddatsanâ”, para ulama menilai positif (ta‟dil) dan dimungkinkan mereka
pernah bertemu, sehingga sanadnya bersambung dan dapat diterima.
Urutan penilaian sanad berikutnya adalah sama dengan urutan sanad pada
hadis dari al Bukhârî sebelumnya yakni dari Ibnu Abî Maryam, Abû Ghassân,
Zaid bin Aslam, Aslam al Qurâsy al „Adawî, „Umar bin al KhaThâb Berdasarkan
penelitian dan pendapat para ulama di atas, sanad yang diteliti semuanya
bersambung, tsiqah, tidak syâdz dan tidak ada „illat, sehingga dapat disimpulkan
bahwa sanad hadis yang diriwayatkan oleh Muslim berkualitas sahîh.
Oleh karena alasan di atas, maka kualitas hadis ketiga ini dilihat dari segi
sanadnya adalah sahîh.
74
D. Hadis ke-4
1. Teks dan takhrij Hadis
ن و ف اط ع ت ي و ب ف م ائ ه لب ا و س ن اإل و ن اجل ي ا ب ه م س ا ق ه ن ة م د اح و ة ف مح ر ة ائ م اىل ع ت لو لح ل إنح
73.ة ام ي الق م و ي ه اد ب ا ع ب م ح ر ي ل و س ف ن ل ي ع س ت ة و ع س ا ت ه ن م ر خ واد و ن امح ر ت ي اب و Allah SWT menyediakan seratus nikmat, yang satu
diturunkan ke dunia dunikmati seluruh makhluk, termasuk jin, burung
dan binatang kecil. Dengan nikmat yang satu itu mereka saling
mengasihi, sehingga tenteram hidupnya. Sedangkan yang sembilan
puluh sembilan disimpan guna diberikan hanya kepada hamba-hamba-
Nya yang Mu‟min, di hari kemudian.
a. Penelusuran dengan metode awal matan
Setelah ditelusuri melalui awal kata هلل إنح yang terdapat dalam
matan hadis di atas dengan menggunakan kitab Mausû‟ah Atrâf al-
Hadîts al-Nabawwî al-Syarîf, berdasarkan data kitab tersebut, tidak
ditemukan informasi terkait hadis di atas :
b. Penelusuran dengan metode lafadz
Setelah ditelusuri melalui kata-kata yang jarang digunakan dari
suatu bagian matan hadis di atas menggunakan kitab Mu‟jam al-
Mufahras li Alfâz al-Hadîts al-Nabâwî, yaitu lafadz , عثذ, يائة, جسعة
قسى data yang ditemukan , عطف-: يىو , وجسعي, وادخز, انثهائى, اإلس, انج
yakni dari lafad, :yakni sebagai berikut عطف, عثذ, يائة, جسعة
Penelusuran melalui kata عطف ditemukan data sebagai berikut :
74 : فبها يتعاطفون و با يرتامحون
73
Al-Ghazali. Minhâj al-„Âbidîn. (Jedah, Singapura, Indonesia : al-haramain, tt), h. 75. 74
Winsink, Al-Mu‟jam al-Mufahras Lialfâz al-Hadîts al-Nabawwî, Juz 4, (Leiden: Beril,
1936), h. 262.
75
19 .توبة : م
35 ,زىد : وج
434 , 2 : حمPenelusuran melalui kata يائة ditemukan data sebagai berikut :
75 إن اهلل عز و جل مائة رحمة
26, 5, 6 : حم
Penelusuran melalui kata جسعة ditemukan data sebagai berikut :
76 اخرج من كلح مائة تسعة و تسعي
46, 45 : رقاق خ
Penelusuran melalui kata عثذ ditemukan data sebagai berikut :
77لريحم با عباده
35 .زىد : جو
434 ,2 : حمDari hasil takhrij hadis di atas, berikut ini adalah teks hadis yang berhasil
ditemukan di dalam kitab-kitab rujukan (tidak semua informasi dari rumus takhrij
terdapat hadis yang dimaksud di dalam kitab rujukan):
Redaksi hadis Muslim :
ثنا ع ثنا ايب . حدح ثنا زلمحد بن عبداهلل بن منري . حدح بدادللك عن عطاء, عن ايب ىريرة,حدح
واحدة بي اجلن عن النحيب صلىاهلل غليو وسلم قال )انح ل لو ماءة رمحة . انزل منها رمة
75
Winsink, Al-Mu‟jam al-Mufahras Lialfâz al-Hadîts al-Nabawwî, juz. 6, h. 164. 76
Winsink, Al-Mu‟jam al-Mufahras Lialfâz al-Hadîts al-Nabawwî, juz. 1, h. 272. 77
Winsink, Al-Mu‟jam al-Mufahras Lialfâz al-Hadîts al-Nabawwî, juz. 4, h. 116.
76
ون. وبا تعطف احلوش على ولدىابا يرتامح ئ مواذلوامح . فبها يتعاطفون و واإلنس والبها
78يرحم با عباده يومالقيامةواخحر اهلل تسعا وتسعي رمحة
Redaksi hadis Ibnu Mâjah :
ثنا ابو بكر بن ايب شيبة . ثنا يزيد بن ىارون انبأنا ع بد ادللك عن عطاء عن ايب ىريرة,حدح
دة منها قسم منها رمحة بي مجيعة رمحة فواحإنح هلل مائ عن النحيب صلىاهلل غليو وسلم قال:
ف احلوش على ولدىا. واخحر تسعة خلالئق فبها يرتامحون. وبا يتعاطفون وبا تعطا
79وتسعي رمحة يرحم با عباده يومالقيامةRedaksi hadis Musnad Ahmad bin Hanbal :
ثنا حيىي, عن عبد ادللك , عن عطاء عن ايب ىريرة, ع نحيب صلىاهلل غليو وسلم قال:ن الحدح
وامح, فبها وبا يتعاطفون, وبا ل لو مائة رمحة, انزل منها رمحة واحدة بي اجلنح واإلنس واذل
يومالقيامة , يرحم بايرتامحون. وبا تعط ف احلوش علىا ولدىا. واخحر تسعة وتسعي اىل
80عباده
78
Abî al-Husain Muslim bin al-Hajjâj al-Qusyayrî Al-Naysâbûrî. Sahîh Muslim. Juz. 4,
(Beirut: Dar al-Kutub al-„Ilmiyyah, 1991), h. 2108. 79
Al-Hafidz Abi Abdillah Muhammad bin Yazid Al-Qazwiwi. Sunan Ibnu Mâjah. Juz. 2,
Daar Ahya al-Kutub al-„Arabiyyah, t.t.), h. 1435. 80
Abû „Abdillah Ahmad bin Muhammad bin Hanbal bin Hilâl bin Asad Al-Syaybânî.
Musnad Ahmad bin Hanbal. Juz. 2, (Beirut: Alam Kutb, 1998), h. 694.
77
2. Skema Sanad
penjelasan: مسلم
ابن ماجة
امحد بن حنبل ه( 59) ايب ىريرة
ه( 114) عطاء
ه( 145) عبد ادللك
ه( 184) حيي ه( 256)يزيد بن ىارون
ه( 241) د بن حنبلامح
ه( 235) ابو بكر بن اىب شيبة
ه( 275ابن ماجة )
ملسو هيلع هللا ىلصرسول اهلل
ثنا حدح
ثنا
انبأنا
ثنا حدح
عن
عن
عن
عن
عن
عن
عن
ه( 199ايب )
ه ( 234زلمد بن عبد اهلل بن منري) ثنا حدح
ثنا حدح
ه( 261مسلم ) ثنا حدح
78
3. Kritik Sanad dan Penilaian Hadis
Setelah hadis ini ditelusuri, hadis tersebut berada di empat kitab, yaitu
Sahîh Muslim, Sunan Ibnu Mâjah, Musnad Ahmad bin Hanbal. Berikut data
periwayat hadis tersebut:
Jalur Muslim
1. Muslim :81
a. Nama lengkap : Muslim bin al Hajjâj bin al Muslim al Qussyairî, Abû
Husain al Naisâbûrî al Hâfiz Sâhibu (Sahîh). (204 – w. 261 H)
b. Guru-guru:
Muhammad bin Abdullah bin Numair, Muhammad bin Marzûq al
Bâhilî, „Alî bin Nasr bin „Alî al Jahdamî, „Umar bin Hafs bin Ghiyâts,
„Amr bin „Alî al Sîrifî, „Aun bin Salâm al Hâsyimî, „Îsâ bin Zaghabah,
al Fadl bin Sahl al A‟raj, al Qâsim bin Zakariyâ bin Dînâr al Kûfî.
c. Murid-murid :
Tirmidzî, Ibrâhîm bin Abî Tâlib, Ibrâhîm bin Muhammad bin Hamzah,
Abû al Fadl Ahmad bin Salamah al Hâfiz, Husaim bin Muhammad bin
Ziyâd al Qubbânî, Abû Hâmid „Amr Ahmad bin al Mubârak al
Mustamlâ.
d. Sighât Tahammul wa al adâ‟ : Haddatsanâ
e. Pendapat Ulama :
Abû Bakar al Khâtib : Qâri, Faqîh, Tsiqah.
81
Jamâl al-Dîn Abî al-Hajjâj Yûsuf Al-Mizî. Tahdzîb al-Kamâl fî Asmâ‟ al-Rijâl.Juz. 26,
(Beirut: Muassasah al-Risalah, 1983), juz. 27 h. 499-507.
79
Abû Sâdah dan Abû Hâtim senantiasa mengistimewakan dan
mendahulukan Muslim di bidang pengetahuan hadis Sahîh dan atas
guru-guru mereka pada masanya.
Muhammad bin „Abdullah Wahab al Fara‟ : beliau termasuk ulama
besar diantara manusia paling memahami ilmu dan aku tidak
mengetahui apapun dari dirinya kecuali kebaikan.82
Ibnu Hajar dan al Dzahabi : Hâfîz, Sahib “Sahîh”
Ibnu Hâtim : mereka adalah yang Tsiqah dari pada kata-kata mereka
dan mereka banyak tahu tentang hadis.83
2. Muhammad bin Abdullah bin Numair 84
a. Nama lengkap : Muhammad bin „Abdullah bin Numair al Hamdâniyu
al Khârifiyu, Abû „Abdu al Rahmân al Kûfî al Hâfiz, wa Khârif Qobîl
min Hamdân (W.234 H)
b. Guru-guru :
Abîhi „Abdullah bin Numair, abdullah bin Idrîs, Ahmâd bin Basyîr
al Kûfî, Abî al Jawwâb al Ahwâsh bin Jawwâb, Asbâth bin
Muhammad al Qurâsyî.
c. Murid-murid :
Muslim, Abû Hurairah, Abû Dâwud, Ibnu Mâjah, Abû Ya‟lâ Ahmad
bin „Alî bin al Mutsannâ al Mawsuliyu, „Alî bin al Husain bin Junaidi,
Ya‟qûb bin Syaibah.
82
Abû Syuhbah, Fî Rihab al Sunnah al Kutub al Sittah (Kairo : Majma‟ al Buhuts al
Islâmiyyah 1969), h. 83 83
Abû al Fadl Ahmad bin „Alî bin Muhammad bin Ahmad bin Hajar al Asqalânî. Tahdzîb
al Tahdzîb, Juz : 1, (T.tp : T.pn, 1326 H), h. 529 84
Jamâl al-Dîn Abî al-Hajjâj Yûsuf Al-Mizî. Tahdzîb al-Kamâl fî Asmâ‟ al-Rijâl.Juz. 26,
(Beirut: Muassasah al-Risalah, 1983), juz. 25, h. 566-570.
80
d. Sighât Tahammul wal adâ‟ : Haddatsanâ
e. Pendapat para ulama :
Al „ijlî : Tsiqah, Ashabul Hadîts
Al Hâtim : Tsiqah
Abû Dâud : Atsbat
Al Nasâ‟i : Tsiqah Ma‟mûn.
Ibnu Hibbân : Huffaz Mutqin, wara‟.
3. Abî: 85
a. „Abdullâh bin Numair al Hamdâniyiu al Khârifiyuu, Abû Hisyâm al
Kûfî, wâladun Muhammad bin „Abdullah bin Numair (W.199 H)
b. Guru-guru:
„Abdu al Malik bin Abî Sulaimân, Ibrâhîm bin al Makhzûmiyi, al
Ajlah bin „Abdullah al Kindî,Ismâ‟îl bin Ibrâhîm bin Muhâjir, Basyîr
bin Muhâjir, Hitsah bin Abî al Rijâl.
c. Murid:
Ibnuhu Muhammad bin „Abdullah bin Numair, Muhammad bin
Sulaimân al Anbârî, Ahmad bin Hanbal, Ahmad bin Budail al Iyâmî,
Ahmad bin Abî al Hawârî, Sufyân bin Wakî‟ bin al Harâj, „Ubaid bin
Ya‟îsy.
d. Sighât Tahammul wal adâ‟ : Haddatsanâ
e. Pendapat Ulama:
Yahya bin Ma‟în : Tsiqah
Abû Hâtim : Mustaqîmu al Amri.
85
85
Jamâl al-Dîn Abî al-Hajjâj Yûsuf Al-Mizî. Tahdzîb al-Kamâl fî Asmâ‟ al-Rijâl, juz.
116, h. 225.
81
4. Abdu al malik : 86
a. Nama lengkap :„Abdul malik bin Abî Sulaimân dan namamanya
Maysaroh al Arzamiy, dikatakan Abû Ahmad, dan dikatakan :
„Abdullah al Kûfî, beliau bertempat tinggal di Kufah (W. 145 H).
b. Guru-guru:
„Ata bin Abî Rabâh, Anas bin Sîrîn, Zubaid al Yâmî, „Abdullah bin
„Ata al Maki, Abî al Zubair al Maki.
c. Murid-murid :
„Abdullah bin Numair, „Abdu al Razzâq bin Hammâm, Ishâq bin
Yûsûf al Azraq, Khâlid bin al Hârits, „Abdullah bin al Mubârak.
d. Sighât Tahammalu wa al adâ‟ : „an
e. Pendapat para ulama:
Sufyân : Huffazu al Nâs.
Ahmad : Tsiqah.
„Alî bin Husain bin Hibbân : Tsiqah, Sadûq.
Ahmad bin Muhammad bin Hanbal : Tsiqah, Atsbat.
Ahmad dan Yahya : Tsiqah
Yahya bin Ma‟în : Tsiqah.
Muhamad bin „Abdullah bin „Amar al Mausilin: Tsiqah Hujjah
Ahmad bin „Abdullah al‟ijlî : Tsiqah tsabtun
Sufyân : Tsiqah mutqin
Al Nasâ‟i : Tsiqah
Abû al Zur‟ah al Râzi : Lâ Ba‟sa bih
86
86
Jamâl al-Dîn Abî al-Hajjâj Yûsuf Al-Mizî. Tahdzîb al-Kamâl fî Asmâ‟ al-Rijâl, juz.
18, h. 322.
82
5. „Atâ‟ 87
a. „Atâ` bin Abî Rabâh, dan namanya Aslam al Qurasyi al Fahrî, Abû
Muhammad al Maki Maulâ âli Abî Khutsaim, „Âmil „Umar bin al
Khattâb „Alâ Makkah, dan dikatakan Maulâ Banî Jumah. (W. 114 H)
b. Guru-guru:
Usâmah bin Yazîd bin Hârits al Kalbî, Aus bin al Shâmit,Jâbir bin
„Abdullah, Abû Hurairah, Abû Muslim al Khaulânî, Ummu
Salamah, Abî al „Abbâs al Syâ‟ir al A‟mâ.
c. Murid-murid:
„Abdul malik bin Abî Sulaimân, Ibrâhîm bin Maysarah al Thâ`ifî,
Ibrâhîm bin Maymûn al Shâ`igh, „Abdullâh bin Malik bin Sulaimân
al „Arzamî, „Utsmân bin al Maki, al Matsnâ bin al Shabbâh, Laits bin
Sa‟ad al Mishrî, Qatâdah bin Di‟âmah.
d. Sighat Tahammul wa al adâ‟ : „an
e. Pendapat para ulama:
Muhammad bin Sa‟din : Tsiqah Fâqihan
Yahyâ bin Ma‟în : Mu‟allimun Kuttabun
6. Abi Hurairah: 88
a. Nama lengkap: Abû Hurairah al Dausî al Yamânî, Sahabat Rasulullah
SAW. Banyak sekali perbedaan pendapat mengenai namanya, dan
nama ayahnya, ada yang mengatakan : „Abdu al Rahmân bin Sukhar,
„Abdu al Rahmân bin Ghanam, „Abdullah bin „â`iz, „Abdullah bin
87
87
Jamâl al-Dîn Abî al-Hajjâj Yûsuf Al-Mizî. Tahdzîb al-Kamâl fî Asmâ‟ al-Rijâl, juz.
20, h. 69. 88
88
Jamâl al-Dîn Abî al-Hajjâj Yûsuf Al-Mizî. Tahdzîb al-Kamâl fî Asmâ‟ al-Rijâl, juz.
34, h. 366.
83
„âmir, dan masih banyak lagi pendapat ulama mengenai namanya dan
ayahnya. (W. 59 H)
b. Guru-guru :
Nabi SAW, Ubay bin Ka‟ab, Usâmah bin Zaid bin Hâritsah, „Umar
bin al Khattâb, Basrah bin Abî Basrah al Ghifârî, Abî Bakar al Siddîq.
c. Murid-murid:
„Aṯâʼ bin Abî Rabâh, Ibrâhîm bin Ismâ‟îl, Ibrâhîm bin „Abdullah bin
Hunain, Basyîr bin Nahîk, Aus bin Khâlid, Anas bin Malik, Bukair
bin Fairûz al Ruhâwî, „Aṯâʼ bin Abî Muslim al Khurâsanî, „Utsmân
bin Syammâm.
d. Sighât Tahammul wal „adâ : „an
e. Pendapat ulama :
Abû Hurairah adalah seorang sahabat dan sahabat sudah tidak
diragukan lagi keadilannya.
Penilaian Hadis
Setelah melakukan penelitian sanad melalui jalur hadis yang diriwayatkan
oleh Muslim, dapat disimpulkan bahwa periwayat yang diteliti tidak ada yang
dinilai negatif, semuanya berkualitas tsiqah
Muslim (w. 261 H) adalah periawayat hadis dan dibukukan oleh putranya
yakni Muhammad bin „Abdullah bin Numair (W. 234 H) para ulama menilai
positif (ta‟dîl), beliau menerima hadis dari gurunya dengan cara haddatsanâ,
dengan demikian sanadnya bersambung dan dapat diterima.
84
„Abdullah bin Numair hidup sezaman dan telah terjadi pertemuan dengan
ayahnya sekaligus gurunya yakni „Abdullâh bin Numair (w. 199 H), para ulama
menilai positif (ta‟dîl), beliau menerima hadis dari gurunya dengan cara
haddatsanâ, dengan demikian sanadnya bersambung dan dapat diterima.
„Abdullâh bin Numair hidup sezaman dengan gurunya, dan telah terjadi
pertemuan dengan „Abdul malik (W. 145 H), Para ulama menilai positif (ta‟dîl),
beliau menerima hadis dari gurunya dengan cara “mu‟an‟an” “‟an”, dengan
demikian sanadnya bersambung dan dapat diterima.
„Abdul malik menerima riwayat hadis dari „Atâ` bin Abî Rabâh (w. 114 H),
para ulama menilai positif (ta‟dîl), beliau menerima hadis dari gurunya dengan
cara “mu‟an‟an” “‟an”, dengan demikian sanadnya bersambung dan dapat
diterima.
„Atâ` bin Abî Rabâh menerima riwayat hadis dari Abi Hurairah (w. 59 H)
dengan cara “mu‟an‟an” “‟an”, Para ulama menilai positif (ta‟dîl), beliau
menerima hadis dari gurunya dengan cara “mu‟an‟an” “‟an”, dengan demikian
sanadnya bersambung dan dapat diterima.
Abi Hurairah menerima riwayat hadis langsung dari Rasulullah SAW, dengan
cara “mu‟an‟an” “‟an”, karena mereka hidup sezaman dan dimungkinkan telah
terjadi pertemuan antara keduanya sehingga sanadnya bersambung dan dapat
diterima.
Berdasarkan penelitian dan pendapat para ulama di atas, sanad yang
diteliti semuanya bersambung, tsiqah, tidak syâdz dan tidak ada „illat, sehingga
dapat disimpulkan bahwa sanad hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Mâjah
berkualitas sahîh.
85
Oleh karena alasan di atas, maka kualitas hadis Muslim ini dilihat dari segi
sanadnya adalah sahîh.
Jalur Ibnu Mâjah
1. Ibnu Mâjah.
a. Nama lengkap : Muhammad bin Yazîd al Raba‟î, Maulâhum , Abû
„Abdullah bin Mâjah al Qazwînî al Hâfiz, Sâhibu Kitâb al Sunan Zû al
Tasânîf al Nâfi‟ah al Rihlah al Wâsi‟ah. (209 - 275 H)
b. Guru-guru : -
c. Murid :
Ishâq bin Muhammad al Qazwînî, Ja‟far bin Idrîs, al Husain bin „Alî
bin Yazdâniyâr, Sulaimân Bin Yazîd al Qazwînî, Abû Hasan „Alî bin
Ibrâhîm bun Salamah al Qazwînî al Qattân
d. Sighat tahammul wa al ada‟ : Haddatsanâ
e. Pendapat ulama :
Abû Ya‟lâ al Khalîl bin „Abdullah al Khalîlî : Tsiqatun Kabîrun,
Muttafaqun „Alaih, Muhtajjun Bih, Lahû Ma‟rifah bi al Hadîts wa
Hifzun, wa Lahû Musannifâ fi al Sunanm wa al Tafsîr, wa al Târîkh.
„Abdullah bin Muhammad bin Yazîd : Lahû Sunan wa Tafsîr, Wa
Târîkh, Kna „Ârifan bi Hâzâ al Sya‟n.
2. Abu Bakar bin Abî Syaibah :89
89
89
Jamâl al-Dîn Abî al-Hajjâj Yûsuf Al-Mizî. Tahdzîb al-Kamâl fî Asmâ‟ al-Rijâl, juz.
16, h. 34- 41.
86
a. Nama lengkap : „Abdullah bin Muhammad bin Ibrâhîm bin „Utsmân
bin Khawâsiṯî al „Absî, Maulâhum, Abû Bakar bin Abî Syaybah (W,
235 H)
b. Guru-guru:
Yazîd bin Hârûn, Ahmad bin Ishâq al Haḏramî, Ahmad bin
„Abdullah bin Yûnus, Isma‟îl bin „Ayyâs, Abî Usâmah Hammâd bin
Usâmah, Ya‟lâ bin „Ubaid al Ṯanâfisî, Yahyâ bin Yamân.
c. Murid-murid:
Ibnu Mâjah, Al Bukhârî, Muslim, Abû Dâud, Muhammad bin Ishâq
al Sâghinî, Muhammad bin „Ubaidillah bin al Munâdî, Mûsâ bin Ishâq
bin Mûsâ al Anshârî.
d. Sighât Tahammalu wa al adâ‟ : Tsanâ
e. Pendapat ulama:
Yahya Al Himmani : Ahlu al‟Ilmi
Ahmad bin Hanbal : Saduq
Al‟ijlî : Tsiqah, Hâfizun li al Hadîts
Abû Hâtim dan ibnu Khirâsyî : Tsiqah
Abû Bakar : Sâdûq
3. Yazîd bin Hârûn :90
a. Yazîd bin Hârûn bin Zâzî, dan di katakan , ibnu Zâzân, ibnu Tsâbit al
Sulamî, Abû Khâlid al Wâsiṯî (W. 206 H)
b. Guru-guru :
.90
90
Jamâl al-Dîn Abî al-Hajjâj Yûsuf Al-Mizî. Tahdzîb al-Kamâl fî Asmâ‟ al-Rijâl, juz.
32, h. 261-269.
87
„Abdu al Malik bin Abî Sulaimân, Ibrâhîm bin Sa‟ad al Zuhrî,
Azhâr bin Sunan al Qurasyî, al Aswad bin Syaybân, Syu‟bah bin
Hajjâj, „Awwâm bin Hawsyâb, „Îsâ bin Maymûn, Mâlik bin ʼAnas.
c. Murid-murid :
Abû Bakar „Abdullah bin Muhammad bin Abî Syaybah, Ibrâhîm
bin Ya‟Qûb, Ahmad bin Hanbâl, Ishâq bin Abî „Îsâ, „Abdu al Rahmân
bin Khâlid al Qaṯṯân, „Amr bin Muhammad al Nâqid, „Alî ibnu
Madînî, Muhammad bin „Abdullah bin Numair.
d. Sighât Tahammalu wa al adâ‟ : Anba‟anâ
e. Pendapat ulama :
Ahmad bin Hanbal : Hâfizan Mutqinan
Muhammad bin Sa‟din, Yahya bin ma‟în, Ali ibnu al Madini, Al‟ijlî
Abû Hâtim : Tsiqah
Abû Bakar bin Abi Syaibah : Hâfizan Mutqinan
2. Abdu al malik : 91
3. „Atâ 92
4. Abi Hurairah: 93
Penilaian Hadis
Setelah melakukan penelitian sanad melalui jalur hadis yang diriwayatkan
oleh Ibnu Mâjah, dapat disimpulkan bahwa periwayat yang diteliti tidak ada yang
dinilai negatif, semuanya berkualitas tsiqah
91
91
Jamâl al-Dîn Abî al-Hajjâj Yûsuf Al-Mizî. Tahdzîb al-Kamâl fî Asmâ‟ al-Rijâl, juz.
18, h. 322. 92
92
Jamâl al-Dîn Abî al-Hajjâj Yûsuf Al-Mizî. Tahdzîb al-Kamâl fî Asmâ‟ al-Rijâl, juz.
20, h. 69. 93
93
Jamâl al-Dîn Abî al-Hajjâj Yûsuf Al-Mizî. Tahdzîb al-Kamâl fî Asmâ‟ al-Rijâl, juz.
34, h. 366.
88
Ibnu Mâjah (w. 235 H) menerima hadis dari gurunya Yazîd bin Hârûn (W.
234 H) para ulama menilai positif (ta‟dîl), beliau menerima hadis dari gurunya
dengan cara haddatsanâ, dengan demikian sanadnya bersambung dan dapat
diterima.
Yazîd bin Hârûn hidup sezaman dan telah terjadi pertemuan dengan „Abdul
malik (W. 145 H), Para ulama menilai positif (ta‟dîl), beliau menerima hadis dari
gurunya dengan cara “mu‟an‟an” “‟an”, dengan demikian sanadnya bersambung
dan dapat diterima.
„Abdul malik menerima riwayat hadis dari „Atâ` bin Abî Rabâh (w. 114 H),
para ulama menilai positif (ta‟dîl), beliau menerima hadis dari gurunya dengan
cara “mu‟an‟an” “‟an”, dengan demikian sanadnya bersambung dan dapat
diterima.
„Atâ` bin Abî Rabâh menerima riwayat hadis dari Abi Hurairah (w. 59 H)
dengan cara “mu‟an‟an” “‟an”, Para ulama menilai positif (ta‟dîl), beliau
menerima hadis dari gurunya dengan cara “mu‟an‟an” “‟an”, dengan demikian
sanadnya bersambung dan dapat diterima.
Abi Hurairah menerima riwayat hadis langsung dari Rasulullah SAW,
dengan cara “mu‟an‟an” “‟an”, karena mereka hidup sezaman dan dimungkinkan
telah terjadi pertemuan antara keduanya sehingga sanadnya bersambung dan dapat
diterima.
Berdasarkan penelitian dan pendapat para ulama di atas, sanad yang
diteliti semuanya bersambung, tsiqah, tidak syâdz dan tidak ada „illat, sehingga
dapat disimpulkan bahwa sanad hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Mâjah
berkualitas sahîh.
89
Oleh karena alasan di atas, maka kualitas hadis ini dilihat dari segi
sanadnya adalah sahîh.
Jalur dari Musnad Ahmad bin Hanbal
5. Ahmad bin Hanbal 94
a. Nama lengkap : Ahmad bin Muhammad bin Hanbal bin Hilâl bin
Asad al Syaibânî, Abû „Abdullah al Marûzî Tsumma al Baghdâdî. (W.
241. H di Baghdad )
b. Guru-guru:
Yahyâ bin Zakariâ Wakî‟ bin al Jarrâh, „Abdu al Rahmân bin Mahdî,
Ibrâhîm bin Khâlid al San‟ânî, Tsâbit bin al Walîd bin „Abdullah bin
Jamî‟, Isma‟îl bin „Aliyah, „Abdu al Razzâq bin Hamâm, „Abdu al
„Azîz bin „Abdu al Samad.
c. Murid-murid :
Abdullah bin Ahmad bin Hanbal (ibnuhu), „Abbâs bin „Abdu al Azîm,
Abû Zur‟ah „Abdu al Rahmân bin „Amr al Dimasyqî, „Utsmân bin
Sa‟îd al Dârimî,‟al Qâsim bin Muhammad al Marûzî.
d. Sighât Tahammalu wa al adâ‟ : „an
e. Pendapat ulama :
Yahyâ bin Mâ‟in : Afqahu.
Syâfii‟î : Afqahu, Zuhd, Wara‟.
Al „Ijlî : Tsiqah, Tsabtun, Faqîh fi al Hadîts.
Mihnâ bin Yahyâ al Syâmî : Faqîh, Zuhud, Wara‟.
94
94
Jamâl al-Dîn Abî al-Hajjâj Yûsuf Al-Mizî. Tahdzîb al-Kamâl fî Asmâ‟ al-Rijâl, juz.
1, h. 437-470.
90
Abû „Ubaid : Sadûq.
Ahmad bin Salamah al Naisabûrî : Faqîh.
Hubaisy bin al Warad : Sâdiqan, Siddîqîn.
6. Yahyâ : 95
a. Yahyâ bin Zakariâ bin Abî Zâʼidah, dan namanya Maymûn bin Fairûz
al Hamdânî al Wâ‟îdî, Abû Sa‟îd al Kûfî (W. 184 H)
b. Guru-guru:
„Abdul Malik bin Abî Sulaimân, Abî Ya‟Qûb Ishâq bin Ibrâhîm al
Tsaqafî, Isrâʼîl bin Yûnus, Ismâ‟îl bin Abî Khâlid, Dâwud bin Abî
Hindun, Syu‟bah bin Hajjâj, Muhammad bin Ishâq.
c. Murid-murid:
Ahmad bin Hanbal, Ibrâhîm bin Mûsâ al Farraʼi, Ziyâd bin Ayyûb al
Ṯûsî, Suraih bin Yûnus, Ismâ‟îl bin Taubah al Qazwînî, Sahal bin
„Utsmân al „Askarî, Ahmad bin Manîd, Syujâ‟ bin Makhald.
d. Sighât Tahammalu wa al adâ‟ : „an
e. Pendapat ulama :
Yahyâ bin Ma‟în, Al‟ijlî,„Alî ibnu al Madînî : Tsiqat
Abû Hâtim : Mustaqîm al Hadîts, Sadûqun Tsiqatun
Al Nasâ‛i : Tsiqatun Tsabtun
7. „Abdu al Malik : 96
8. „Atâ 97
:
95
95
Jamâl al-Dîn Abî al-Hajjâj Yûsuf Al-Mizî. Tahdzîb al-Kamâl fî Asmâ‟ al-Rijâl, juz.
31, h. 305-312. 96
96
Jamâl al-Dîn Abî al-Hajjâj Yûsuf Al-Mizî. Tahdzîb al-Kamâl fî Asmâ‟ al-Rijâl, juz.
18, h. 322. 97
97
Jamâl al-Dîn Abî al-Hajjâj Yûsuf Al-Mizî. Tahdzîb al-Kamâl fî Asmâ‟ al-Rijâl, juz.
20, hal. 69.
91
9. Abi Hurairah: 98
Penilaian Hadis
Setelah melakukan penelitian sanad melalui jalur hadis yang diriwayatkan
oleh Ahmad bin Hanbal, dapat disimpulkan bahwa periwayat yang diteliti tidak
ada yang dinilai negatif, semuanya berkualitas tsiqah.
Ahmad bin Hanbal (w. 241 H) menerima hadis dari gurunya Yahyâ bin
Zakariâ (W. 184 H) para ulama menilai positif (ta‟dîl), beliau menerima hadis dari
gurunya dengan cara haddatsanâ, dengan demikian sanadnya bersambung dan
dapat diterima.
Yahyâ bin Zakariâ hidup sezaman dan telah terjadi pertemuan dengan „Abdul
malik (W. 145 H), Para ulama para ulama menilai positif (ta‟dîl), beliau
menerima hadis dari gurunya dengan cara “mu‟an‟an” “‟an”, dengan demikian
sanadnya bersambung dan dapat diterima..
Periwayat selanjutnya sama seperti jalur Ibnu Mâjah yakni „Abdu al Malik,
„Atâ‛, dan Abû Hurairah (Sighat Tahammul wa al adâ‛ : „an).
Berdasarkan penelitian dan pendapat para ulama di atas, sanad yang
diteliti semuanya bersambung, tsiqah, tidak syâdz dan tidak ada „illat, sehingga
dapat disimpulkan bahwa sanad hadis yang diriwayatkan oleh Ahmad bin Hanbal
berkualitas sahîh.
Oleh karena alasan di atas, maka kualitas hadis ini dilihat dari segi
sanadnya adalah sahîh.
98
98
Jamâl al-Dîn Abî al-Hajjâj Yûsuf Al-Mizî. Tahdzîb al-Kamâl fî Asmâ‟ al-Rijâl, juz.
34, h. 366.
92
E. Hadis ke-5
1. Teks dan Takhrij Hadis
رصاتالقيامة إذا كان يوم القيامة خيرج قوم من قبور ىم ذلم ن ب يركب وهنا اجنحة خضر فتطري بم ع ن ىؤلء فيقولون ما ندري حتح إذا أتوا على حيطان اجلنحة فإذا رأهتم ادلالئكة قال بعض هم لبعض م
أمحة زلمد ص.م فيأ تيهم بعض ادلالئكة فيقولون م ن انتم وم ن اي األ م م انتم فيقولون لعلهم منون ل فتقول ادلالئكة ىل وز نت م فيقولون م ن أ محة زلمد ص.م فنقول ذلم دلالئكة ىل حوسبتم فيقول
ل ل فتقول ادلالئكة ىل قرأب كت ب ك م فيقولون ل فتقول ادلالئكة ار جع وا فكلح ذالك وراءكم فيقولون ى .99أعطيتمونا شيأ ف ن ح اسب عليو
Saat hari kiamat tiba, orang-orang keluar dari dalam kubur. Mereka
menaiki kendaraaan yang memiliki sayap berwarna hijau, kemudian kendaraan
itu menerbangkan mereka menuju padang mahsyar. Ketika sampai di pintu surge,
para malaikat melihat mereka, dan saling bertanya satu sama lain,‟siapakah
mereka?‟Malaikat yang lain menjawab, „Kami tidak tahu, mungkin saja mereka
umat Muhammad. Tidak lama kemudian, sebagian malaikat mendatangi mereka
dan bertanya, „apakah kalian telah dihisab?‟ secara serempak, mereka
menjawab. „Belum‟. Malaikat yang lain bertanya lagi, „ Apakah amal-amal kalian
telah ditimbang?‟, mereka menjawab serempak, „Belum‟. Malaikat yang lain
bertanya lagi,‟Apakah kalian telah membaca buku catatan amal kalian?‟ Mereka
tetap menjawab,„Belum‟. Lantas Malaikat itu berkata,„ Kembali kalian! Kalian
harus berbaris dengan rapi. Mereka bertanya kepada para malaikat, „apakah
kalian akan memberikan sesuatu kepada kami, sehingga kami dapat
memperhitungkannya?‟
a. Penelusuran dengan metode awal matan
Setelah ditelusuri melalui awal kata إذاكان yang terdapat dalam matan hadis
di atas dengan menggunakan kitab Mausû‟ah Atrâf al-Hadîts al-Nabawwî al-
Syarîf, berdasarkan data kitab tersebut, informasi yang didapat adalah sebagai
berikut :
99
Al-Ghazali. Minhâj al-„Âbidîn. (Jedah, Singapura, Indonesia : al-haramain, tt), h. 77.
93
100إذا كان يوم القيامة خيرج الصوحام
2379 : جوامع
101ذا كان يوم القيامة خيرج الصوحامونإ
2558 : جوامعb. Penelusuran dengan metode lafaz
Setelah ditelusuri melalui kata-kata yang jarang digunakan dari
suatu bagian matan hadis di atas menggunakan kitab Mu‟jam al-
Mufahras li Alfâz al-Hadîts Nabâwî, yaitu lafadz قثىر, انقياية , جة ,
و فحطيز تهى , خضز , اجذة , ركثىها , أعطيحىى , دىسثح, ديطا , وسث , فذاسة
dari banyak kata yang di cari dalam kitab Mu‟jam al-Mufahras li Alfâz
al-Hadîts Nabâwî, adalah tidak ditemukan informasi hadis terkait.
Sehubungan dengan batasan masalah yakni batasan objek penelitian hanya
yang tertera dalam Kutub al Tis‟ah, maka dari hasil takhrij hadis di atas, tidak
adanya penelitian lebih lanjut karena kitab rujukan adalah tidak ada yang
termasuk dalam kitab objek penelitian yang di maksud.
2. Skema sanad
3. Kritik dan penelitian hadis
Pada hadis ke-5 tidak dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai
kesahihan hadis, karena setelah dilakukan pencarian menggunakan dua metode
yakni pencarian dari awal matan menggunakan kitab Mausû‟ah al Atraf dan
100
Abu Hajar Muhammad al-Sa‟id bin Basyuni Zaghlul. Mausû‟ah Atrâf al-Hadîts al-
Nabawwî al-Syarîf. Juz. 1, (Beirut: Dâr al-Kutub al-„Ilmiyyah, t.t.), h. 392. 101
Abu Hajar Muhammad al-Sa‟id bin Basyuni Zaghlul. Mausû‟ah Atrâf al-Hadîts al-
Nabawwî al-Syarîf. Juz. 1 h. 392..
94
pencarian melalui lafaz pada kitab Mu‟jam al Mufahrasy, tidak ditemukan
informasi mengenai hadis tersebut.
F. Hadis ke-6
1. Teks dan Takhrij
ن ت ا و اى و ى و س ف ن ع ب ن أت م ز اج الع و ت و م ال د ع ا ب م ل م ل ع و و س ف د ان ن ن م س ي الك
.102مانح األ ل ج و ز ع اهلل يل ع Orang yang cerdas adalah orang yang merendahkan dirinya, dan
beramal untuk bekal setelah mati. Sedangkan orang yang lemah
adalah orang yang sering mengikuti hawa nafsu, dan meminta
keinginan yang muluk-muluk kepada Allah swt.
a. Penelusuran dengan metode awal matan
Setelah ditelusuri melalui awal kata الكيحس yang terdapat dalam
matan hadis di atas dengan menggunakan kitab Mausû‟ah Atrâf al-
Hadîts al-Nabawwî al-Syarîf, berdasarkan data kitab tersebut, tidak
ditemukan informasi terkait hadis di atas:
b. Penelusuran dengan metode lafadz
Setelah ditelusuri melalui kata-kata yang jarang digunakan dari
suatu bagian matan hadis di atas menggunakan kitab Mu‟jam al-
Mufahras li Alfâz al-Hadîts al-Nabâwî, yaitu lafadz م, انكيس , يىت, ع
دا, اجثع, انعاجش data yang ditemukan hanya dari lafadz, اجثع, انعاجش, يىت
yakni sebagai berikut دا, :
Hasil dari penelusuran dari kata يىت :
102
Al-Ghazali. Minhâj al-„Âbidîn. (Jedah, Singapura, Indonesia : al-haramain, tt), h. 78.
95
103 الكيحس من د ان نفسو و عم ل دلا بعد ادلوت
25قيامة : : ت
31زىد: : وج
.124 , 4: حم Hasil dari penelusuran dari kata انعاجش :
104 والعاجز من أتبع نفسو ىواىا
25قيامة : : ت
31زىد: : وج
.124 4 , : حم Hasil dari penelusuran dari kata اجثع :
105 العاجز من أتبع نفسو ىواىا وتنح علي اهلل عزحوجلح
25 , قيامة : ت
31 , زىد : وج
.4124 , : حم Hasil dari penelusuran dari kata دا :
106 دان :
نفسو و عمل دلا بعد ادلوت : الكيحس من دان
25ت : قيامة :
103
Winsink, Al-Mu‟jam al-Mufahras Lialfâz al-Hadîts al-Nabawwî, Juz 6, (Leiden: Beril,
1936), h. 188. 104
Winsink, Al-Mu‟jam al-Mufahras Lialfâz al-Hadîts al-Nabawwî, juz. 4, h. 137. 105
Winsink, Al-Mu‟jam al-Mufahras Lialfâz al-Hadîts al-Nabawwî, juz. 1, h. 261. 106
Winsink, Al-Mu‟jam al-Mufahras Lialfâz al-Hadîts al-Nabawwî, juz. 2, h. 163.
96
31: زىد: وج
.124: 4حم: Dari hasil takhrij hadis di atas, berikut ini adalah teks hadis yang berhasil
ditemukan di dalam kitab-kitab rujukan:
Redaksi hadis dari kitab al Tirmidzî :
ثنا عيسى بن يونس, عن ايب ثنا سفيان بن وكيع, قال : حدح بكر بن ايب مرم. )ح( وحدح
ثنا عبد اهلل بن عبد الرمحن , قال : اخربنا عمرو بن عون, قال اخربنا ابن ادلبارك, عنحدح
اد بن اوس, عن النحيب ص.و, قال: بكر بن ايب مرم, عن ضمرة بن حبيب, عن شدح ايب
تىن على، و العاجز من اتبع نفسو ىواىا و نفسو و عمل دلا بعد ادلوت الكيحس من دان
107ىذا حديث حسن اهللRedaksi hadis dari kitab ibnu Mâjah :
. ثنا بقيحة ثنا ىشام بن غبد ادللك احلمصي ابن ايب مرم عن ابو بكر يد. حدحثىنبن الول حدح
اد بن اوس : قال : ق ضمرة ال رسول اهلل ص.م ))الكيحس منبن حبيب, عن ايب يعلى شدح
108(( ، و العاجز من اتبع نفسو ىواىا, و تىن على اهللنفسو و عمل دلا بعد ادلوتن دا Redaksi hadis dari kitab Musnad Ahmad bin Hanbal :
هلل يعن بن ادلبارك قال انا أبونا عبد اهلل حدثن أيب ثنا علي بن إسحاق قال انا عبد احدث
اهلل بكر بن أيب مرم عن ضمرة بن حبيب عن شداد بن أوس قال قال رسول اهلل صلى
دلوت والعاجز من اتبع نفسو ىواىانفسو وعمل دلا بعد ا: الكيس من دان عليو و سلم
107 Abî „Îsâ Muhammad bin „Îsâ Al-Tirmizî. Sunan al-Tirmidzî. Juz. 5, (Beirut: Dar al-
Gharby al-Islamy, 1998), h. 246-247. 108
Al-Hafidz Abi Abdillah Muhammad bin Yazid Al-Qazwiwi. Sunan Ibnu Mâjah. Daar
Ahya al-Kutub al-„Arabiyyah, t.t.), h. 1423.
97
109وتىن على اهلل
109
Abû „Abdillah Ahmad bin Muhammad bin Hanbal bin Hilâl bin Asad Al-Syaybânî.
Juz. 4, Musnad Ahmad bin Hanbal. (Beirut: Alam Kutb, 1998), h. 124.
98
2. SkemaSanad
Penjelasan:
امحد بن حنبل
الرتمذي
ةابن ماج
رسول اهلل
ه( 135)ضمرة بن حبيب
ه( 156) ابو بكر بن اىب مرم
ه(181) عبد اهلل بن ادلباركه( 197) بقية بن الوليد ه( 191) عيسى بن يونس
ىشام بن عبد
ه( 275ة )ابن ماج
ه( 225)ونععمرو بن سفيان بن وكيع 213) على بن اسحاق
(ه255عبد اهلل بن عبد الرمحن) ه( 295) عبد اهلل
ه( 241امحد بن حنبل ) ه( 279الرتمذي )
ه( 65) وسعشداد بن
حدثنا
حدثنا
عن
حدثنا
اخربنا
اخربنا
عن
احدثن
ثنا
حدحثىن
عن قال
عن عن
عن عن
انا
انا
قال
عن
عن
حدثن
99
3. Kritik Sanad dan Penilaian Hadis
Setelah hadis ini ditelusuri, hadis tersebut berada di tiga kitab, yaitu Sunan
al Tirmidzî, Ibnu Mâjah, dan Musnad Ahmad bin Hanbal. Dalam penelitian
sanad, akan dilakukan pada ketiganya, karena kandungan hadisnya semakna dan
jalur ini memiliki rangkaian sanad yang lengkap dan hampir mirip. Berikut data
periwayat jalur tersebut:
Jalur Tirmidzî :
1. Imam al-Tirmizî110
f. Nama lengkap : Muhammad bin „Îsâ bin Sawrah bin Mûsâ bin al-
Dahâk, Muhammad bin „Îsâ bin Yazîd bin Sawrah bin al-Sakan al-
Sulamî, Abû „Îsâ al-Tirmizî al-Darîr al-Hâfiz. Wafat di Tirmiz pada
Rajab tahun 279 H.
g. Guru-guru : Qutaybah, Hannâd, Mahmûd bin Ghaylân, Muhammad
bin Basyâr, Sufyân bin Wakî‟.
h. Murid-murid : Abû Bakr Ahmad bin Ismâ‟îl bin „Âmir al-Samarqondî,
Abû Hâmid Ahmad bin „Abdillâh bin Dâwud al-Marwazî al-Tâjir,
Ahmad bin Yûsuf al-Nasafî dan Mahmûd bin „Anbar al-Nasafî.
i. Sighat tahammul wa al-ada‟ : haddatsanâ
j. Pendapat ulama hadis :
Al-Zahabî : al-Hâfiz
Ibn Hajar :ahad al-aimmah
2. Sufyân bin Wakî‟: 111
110
Jamâl al-Dîn Abî al-Hajjâj Yûsuf Al-Mizî. Tahdzîb al-Kamâl fî Asmâ‟ al-Rijâl.Juz. 26,
(Beirut: Muassasah al-Risalah, 1983), h. 250-252.
100
a. Nama lengkap : Sufyân bin Wakî‟ bin al Jarrâh al Ruʼasî, Abû
Muhammad al Kûfî.
b. Guru-guru :
„Îsâ bin Yunus, Yahyâ bin Yamân, Abîhi Wakî‟ bin al Jarrâh, Yahyâ
bin Sa‟îd al Qaṯṯân, Yûnus bin Bukair, Mu‟âz bin Mu‟âz al Anbarî
c. Murid-murid :
Al Tirimizî, Ibnu Mâjah, Abû Ja‟far bin Ahmad bin al Hasan, Abû
„Alî Ahmad ibnu Muhammad bin „Alîbin Razîn, „Imrân bin Mûsâ al
Firyâbî, Yahyâ bin Muhammad bin Sâ‟id.
d. Sighat tahammul wa al-ada‟ : Haddatsanâ
e. Pendapat ulama :
Ibnu Hajar : Sadûq.
Abâ Zur‟ah : Yatahammu bi al Kadzib
Al Zahabî : Da‟îf.
3. „Isâ bin Yûnus: 112
a. Nama lengkap : „îsâ bin Yûnus bin Abî ishâq al Sabî‟î, Abû „Amr, dan
di sebut : Abû Muhammad al Kûfî, Saudara Isrânîl bin Yûnus (W.191
H di Syam)
b. Guru-guru:
Abû Bakar bin „Abdullah bin Abî Maryam, Akhdâr bin Ajlân,
Hisyâm bin Hasân Mûsâ bin „Ubaidah al Zabîdî, „Utsmân bin Hakî al
Ansârî.
111
Jamâl al-Dîn Abî al-Hajjâj Yûsuf Al-Mizî. Tahdzîb al-Kamâl fî Asmâ‟ al-Rijâl, juz.
11, h. 200-203. 112
Jamâl al-Dîn Abî al-Hajjâj Yûsuf Al-Mizî. Tahdzîb al-Kamâl fî Asmâ‟ al-Rijâl, juz.
23, h. 62-76.
101
c. Murid-murid:
Sufyan bin Waki‟, „Alî bin al Hasan al Nasa`î, Muhammad bin al
Mubârak, Dâud bin „Amr al Dabî, al Hakam bin Mûsâ.
d. Sighat tahammul wa al-ada‟ : Haddatsanâ
e. Pendapat ulama:
Abû Hâtim, Ya‟qûb bin Syaibah, al Nasâ‟î, ibnu Khirâsyî : Tsiqah
Ahmad bin Hanbal : Tsiqatun Tsabtun
Yahya bin Ma‟in : Tsiqah
„Alî ibnu al Madinî : Tsiqatun Ma‟mûnun.
Ahmad bin „Abdullah al‟ijlî : Tsiqatun
Abû Hammam al Walîd bin Syuja‟ : Tsiqah.
Abû Zur‟ah : Hâfizan
Ahmad bin Hanbal: tsiqah.
Abî Hâtim : tsiqah.
Ya‟qub bin Syayabah : tsiqah.
Al Nasâ‟î: tsiqah.
Ibnu Khirâsyî : tsiqah.
4. Abi bakar bin Abi Maryam : 113
a. Nama lengkap : Abu Bakar bin „Abdullah bin Abî Maryam al
Ghassânî al Syâmî, ibnu Walid bin Sufyân bin Abî Maryam, dan telah
di nasabkan kepada kakeknya, namanya Bukair, dan di sebut : „Abdu
al Salâm (W. 156 H)
b. Guru-guru :
113
Jamâl al-Dîn Abî al-Hajjâj Yûsuf Al-Mizî. Tahdzîb al-Kamâl fî Asmâ‟ al-Rijâl, juz.
33, h. 108-111.
102
Damrah bin habib, bapaknya abdullah bin abi masryam al ghassani,
yaahya bin yahya al ghassaniy, yazid bin „Ubaydah al Sukkûnî, habîb
bin „Ubaydî al Rahabî.
c. Murid-muridnya :
Îsâ bin Yûnus, Baqiyyah bin Walid, Walid bi Muslim, Ismâ‟îl bin
„Ayyas, „Abdullah bin al Mubârak.
d. Sighat tahammul wa al-ada‟ : „an
e. Pendapat ulama :
Ahmad bin Hanbal : Dâ‟if
Abû Daud : Fankarahu „Aqluhu
Yahya bin Ma‟in : Dâ‟if
Abû Zur‟ah al Râzi : Dâ‟if, Munkar al Hadits
Abû Hâtim : Dâ‟îifu al Hadîts
Ibrâhim bin Ya‟qûb al Jûzajâni : laisa bi al Qawî
Al Nasa‟I; Da‟îf
Al Dâruqutnî : Da‟îf
5. Damrah bin Habib:114
a. Nama lengkap : Damrah bin Habîb bin Suhaib al Zubaidî, Abû „Utbah
al Syâmî al Himsî, anak dari „Utbah bin Damrah bin Habîb, dan
saudara al Muhâjir bin Habîb. (w. 130 H)
b. Guru-guru:
114
Jamâl al-Dîn Abî al-Hajjâj Yûsuf Al-Mizî. Tahdzîb al-Kamâl fî Asmâ‟ al-Rijâl, juz.
13, h. 314-316.
103
Syaddâd bin Aus al Ansâri, Salamah bin Nufail al Tarâghimi, Abî
Muslim al Khaulânî, Abî Umâmah Sudai bin „Ajlân al Bâhilî, Abû
Bakar bin „Abdullah bin Abî Maryam al Ghassânî.
c. Murid-murid:
Abû Bakar bin „Abdullah bin Abî Maryam al Ghassânî, „Abdu al
Rahmân bin Yazîd bin Jâbir, Hilâl bin Yasâf, Mu‟âwiyah bin Shâlih al
Hadrami.
d. Sighat tahammul wa al-ada‟ : „an
e. Pendapat ulama hadis :
Yahya bin Ma‟în : Tsiqah
Muhammad bin Sa‟d : Tsiqah Insyâ Allah.
Abû Hâtim : Lâ ba‟sa bih.
Ibnu Hibbân : Tsiqah
6. Syaddâd bin ‛Aus :
a. Nama lengkap : Syaddâd bin ‛Aus bin Tsâbit al Ansârî al Najjârî, Abû
Ya‟lû, dikatakan : Abû „Abdu al Rahmân, al Madanî, Ibnu Akhî
Hassân bin Tsâbit Syâ‟ir al Nabi Shallallâhu „Alaihi wasallam. (w. 60
H)
b. Guru-guru:
Nabi SAW., Ka‟ab al Ahbâr.
c. Murid:
Damrah bin Habîb, Usâmah bin ' KhâLid bin Ma‟dân, „Utsmân bin
Rabî‟ah bin al Hudair, Mahmûd bin Labîd, Mughîrah bin Sa‟îd bin
Naufal, Abû Idrîs al Khaulânî, Abû Musbih al Maqrâ‛î.
104
d. Pendapat ulama:
Syaddâd bin Aus adalah seorang sahabat dan sahabat sudah tidak
diragukan lagi keadilannya.
.Abdullah bin „Abdu al Rahmân (ح) .7115
a. Nama lengkap : „Abdullah bin „Abdu al Rahmân bin al Fadl bin Bahr
âm bin „Abdu al Samad al Dârimî al Tamîmî, Abû Muhammad al
Samarqandî al Hâfiz. (181 H – 255 H)
b. Guru-guru :
„Amr bin „Aun, Ahmad bin Ishâq al Hadramî, Ahmad bin Hajjâj al
Marwazî, Ahmad bin Hamîd al Kûfî, Âdam bin Abî Iyyâs, Ismâ‟îl bin
Abî Uwais, al Aswad bin „Âmir Syâzân, Abrâhîm bin al Munzir al
Hazâmî.
c. Murid-murid :
Tirmidzî, Abû Dâud, Ibrâhîm bin Abî Tâlib al Naysâbûrî, Ahmad bin
Muhammad al Fadl, Ja‟far bin Muhammad al Firyâbî, Dâud bin
Sulaimân Al Qattân, Hasan bin al Sabâh al Bazâr, Ishâq bin Ibrâhîm
Abû Ya‟qûb.
d. Sighât Tahammul wa al adâ‟ : Haddatsanâ
e. Pendapat Ulama:
Muhammad bin „Abdullah Numair : Hâfiz, Wara‟.
Muhammad bin Basysyâr al Bundâr : Huffâz al Dunyâ.
Abî Hâtim Al Râzî : Atsbat, Imâm Ahli Zamânihi.
115
Jamâl al-Dîn Abî al-Hajjâj Yûsuf Al-Mizî. Tahdzîb al-Kamâl fî Asmâ‟ al-Rijâl, juz.
15, h. 210-217.
105
Muhammad bin Ibrâhîm bin Mansûr al Syayrâzî : Mufassiran
Kâmilan, Faqîhan „Âliman.
Abû Hâtim bin Hibbân : Huffâz Mutqinîn, Ahlu al Wara‟ fi al Dîn,
Tafaqqahu, Azharu al Sunnah fî Baldihi
Hâfiz Abû Bakar Al Khatîb : Hâfiz, Itqân Lahu, Tsiqah, Wara, Sidqi,
Zuhd.
8. „Amr bin „Aun:116
a. Nama lengkap : „Amr bin „Aun bin ‛Aus bin al Ja‟d al Sulamî, Abû
„Utsmân al Wâsiṯî al Bazzâz, Maulâ abî al „Ajfâ al Sulamî, tinggal di
Basrah (W. 225 H)
b. Guru-guru:
„Abdullah bin Mubarak, „Abdu al Salâm bin Harb, Husyaim bin
Basyîr, Syarîk bin „Abdullah, Syu‟aib bin Ishâq, Wakî‟ bin Jarrâh,
Katsîr bin Sulaim al Madanî.
c. Murid-murid :
al Bukhârî, Abu Dâwud, Ibrâhîm bin Abî Dâwud al Burullusî,
„Abdullah bin „Abdu al Rahman, „Abdullah bin Ibrâhîm al Sûsî.
d. Sighât Tahammul wa al adâ‟ : Akhbaranâ
e. Pendapat Ulama :
Al‟ijlî : Tsiqah, Rajulan sâlihan
Abû Hâtim : Tsiqatun Hujatun
9. Ibnu al Mubârak :117
116
Jamâl al-Dîn Abî al-Hajjâj Yûsuf Al-Mizî. Tahdzîb al-Kamâl fî Asmâ‟ al-Rijâl, juz.
22, h. 177-180. 117
Jamâl al-Dîn Abî al-Hajjâj Yûsuf Al-Mizî. Tahdzîb al-Kamâl fî Asmâ‟ al-Rijâl, juz.
16, h. 5-25.
106
a. Nama lengkap : „Abdullah bin al Mubârak bin Wâdih al Hanzalî , Abû
„Abdu al Rahmân al Marwazî. (118 - W 181 H)
b. Guru-guru:
Abu Bakar bin „Abdullah bin Abî Maryam, Abu Bakar bin „Alî bin
Miqdâm, Abu Bakar binbin „Ayyâsy, Ya‟qûb bin al Qa‟qâ‟, Abî Bisyr
al Basrî, Yûnus bin yazîd, Yahyâ bin Sa‟îd al Ansârî.
c. Murid-murid :
„Amr bin „Aun al Wâsitî, „Alî bin Hasan al Nasâ‛î, „Alî bin Sa‟îd bin
Masrûq, Sahal bin Ziyâd al Qattân, „Abbâs bin Walîd al Qurasyî,
„Abdullah bin Muhammad bin Asmâ‛, Abû Ja‟far bin „Abdullah bin
Muhammad.
d. Sighât Tahammul wa al adâ‟ :‟an
e. Pendapat Ulama:
Ishâq bin Muhammad bin Ibrâhîm al Marwazî : Rahimahu Allah,
Faqîhan, „Âliman, „Âbidan, Zâhidan, Sakhiyyan, Syujâ‟an, Syâ‟iran.
„Abdu al Rahmân bin Mahdî : Ansahu al A‛immah.
Yahyâ bin Ma‟în : Kayyisan, Mustatsbitan, Tsiqatan, „Âliman Sahîh al
Hadîts.
Hibbân bin Mûsâ : Sidq.
Muhammad bin Sa‟din : Tsiqah, Ma‛mûnan, Hujjatun
10. Abî bakar bin abi Maryam : 118
11. Damrah bin Habib:119
118
Jamâl al-Dîn Abî al-Hajjâj Yûsuf Al-Mizî. Tahdzîb al-Kamâl fî Asmâ‟ al-Rijâl, juz.
33,h h. 108, 111. 119
Jamâl al-Dîn Abî al-Hajjâj Yûsuf Al-Mizî. Tahdzîb al-Kamâl fî Asmâ‟ al-Rijâl, juz.
13, h. 314-316.
107
12. Syaddâd bin ‛Aus :
Penilaian Hadis
Setelah melakukan penelitian sanad melalui jalur hadis yang diriwayatkan
oleh al-Tirmidzî, terdapat dua orang periwayat yang dinilai negatif (jarh) oleh
para ulama yaitu Abû Bakar bin Abî Maryam dan Sufyân bin Wakî‟.
Imâm al-Tirmidzî (w. 279 H) hidup sezaman dengan gurunya, dan telah
terjadi pertemuan dengan Sufyân bin Wakî‟. Para ulama menilai negatif (jarh)
diantaranya, al Dzahabi menyatakan da‟if dan Abû Zur‟ah menyatakan
Yatahammu bi al kadzib. Di jalur lain al-Tirmidzî berguru kepada Abdullah bin
„Abdu al Rahmân (w. 255 H), dan telah terjadi peremuan dengannya. Para ulama
menilai positif (ta‟dil) Imâm al-Tirmidzî menerima hadis dari guru-gurunya
dengan cara “haddatsanâ”, dengan demikian sanadnya bersambung dan dapat
diterima.
Sufyân bin Wakî‟ hidup sezaman dengan gurunya, dan telah terjadi
pertemuan dengan „Isâ bin Yûnus (w. 191 H) dengan cara “haddatsanâ”, para
ulama menilai positif (ta‟dîl), dengan demikian sanadnya bersambung dan dapat
diterima.
„Isâ bin Yûnus (w. 191 H) menerima riwayat hadis dari Abû Bakar bin
Abî Maryam (W. 156 H) dengan “haddatsanâ”, para ulama menilai negatif (jarh),
dua diantaranya al Nasâ‛î “da‟if” dan Abû Zur‟ah al Râzî “Munkar al Hadîts”.
karena mereka hidup sezaman dan dimungkinkan telah terjadi pertemuan antara
keduanya sehingga sanadnya bersambung dan dapat diterima.
Abdullah bin „Abdu al Rahmân (W. 255 H) menerima riwayat dari„ (ح)
gurunya bernama „Amr bin „Aun (w. 225 H) dan dimungkinkan telah terjadi
108
pertemuan antara keduanya. Para ulama menilai positif (ta‟dîl), beliau menerima
hadis dengan cara “haddatsanâ”, dengan demikian sanadnya bersambung dan
dapat diterima.
„Amr bin „Aun (w. 225 H) menerima riwayat hadis dari Ibnu al Mubârak
(w. 181 H) dengan cara “akhbaranâ” para ulama menilai positif (ta‟dîl), karena
mereka hidup sezaman dan dimungkinkan telah terjadi pertemuan antara
keduanya sehingga sanadnya bersambung dan dapat diterima.
dari Ibnu al Mubârak (w. 181 H) menerima riwayat dari Abî bakar bin abi
Maryam (w. 156 H) dengan cara „an‟anah (“‟an”). dalam hal penilaian beberapa
ulama menilai negatif (jarh), karena mereka hidup sezaman dan dimungkinkan
telah terjadi pertemuan antara keduanya sehingga sanadnya bersambung dan dapat
diterima.
Abû Bakar bin Abî Maryam (W. 156 H) hidup sezaman dengan gurunya,
Damrah bin Habîb (w. 130 H) dengan cara „an‟anah (“‟an”). dalam hal penilaian
beberapa ulama menilai positif (ta‟dil), dan dimungkinkan telah terjadi pertemuan
antara keduanya, dengan demikian sanadnya bersambung.
Damrah bin Habîb menerima hadis dari Syaddâd bin ‛Aus (w. 60 H)
dengan dengan cara „an‟anah (“‟an”), para ulama menilai positif (ta‟dîl), karena
mereka hidup sezaman dan dimungkinkan telah terjadi pertemuan antara
keduanya sehingga sanadnya bersambung dan dapat diterima.
Syaddâd bin ‛Aus (w. 60 H) menerima hadis dari Nabi Muhammad Saw.
langsung, Syaddâd bin ‛Aus adalah seorang sahabat yang tidak diragukan lagi
ke‟adilannya, sehingga sanadnya bersambung dan dapat diterima.
109
Dari hasil penelitian sanad, yaitu riwayat al-Tirmidzî, periwayatan dalam
keadaan bersambung antara murid dengan guru. Dari sekian periwayat yang ada,
dua di antaranya yaitu Sufyân bin Wakî‟ dan Abû Bakar bin Abî Maryam
berstatus periwayat yang da‟îf. Dikarenakan ada periwayat yang tidak tsiqah,
maka penilaian syâdz, dan „illat tidak dilakukan, sehingga sanad hadis dari jalur
ini berkualitas da‟îf.
Jalur dari kitab ibnu majah :
1. Ibnu Mâjah.
a. Nama lengkap : Muhammad bin Yazîd al Raba‟î, Maulâhum , Abû
„Abdullah bin Mâjah al Qazwînî al Hâfiz, Sâhibu Kitâb al Sunan Zû al
Tasânîf al Nâfi‟ah al Rihlah al Wâsi‟ah. (209 - 275 H)
b. Guru-guru : -
c. Murid :
Ishâq bin Muhammad al Qazwînî, Ja‟far bin Idrîs, al Husain bin „Alî
bin Yazdâniyâr, Sulaimân Bin Yazîd al Qazwînî, Abû Hasan „Alî bin
Ibrâhîm bun Salamah al Qazwînî al Qattân, „Alî bin Sa‟îd bin „Abdullah al
„Askarî, Muhammad bin „Îsâ al Safâr, Ibrâhîm bin Dînâr al Hausyabî al
Hamzânî, Ahmad bin Ibrâhîm al Qazwînî, Abû Tayyib Ahmad bin Raûhun al
Baghdâdî.
d. Sighât Tahammul wa al adâ‟ : Haddatsanâ.
e. Pendapat ulama :
110
Abû Ya‟lâ al Khalîl bin „Abdullah al Khalîlî : Tsiqatun Kabîrun,
Muttafaqun „Alaih, Muhtajjun Bih, Lahû Ma‟rifah bi al Hadîts wa
Hifzun, wa Lahû Musannifâ fi al Sunanm wa al Tafsîr, wa al Târîkh.
„Abdullah bin Muhammad bin Yazîd : Lahû Sunan wa Tafsîr, Wa
Târîkh, Kâna „Ârifan bi Hâzâ al Sya‟n.
2. Hisyâm bin „Abdu al Malik al Hamasî. 120
a. Nama lengkap : Hisyâm bin „Abdu al Malik bin „Imrân al Yazanî, Abû
Taqî al Himsî.
b. Guru-guru :
Baqiyyah bin al Walîd, Ismâ‟îl bin „Ayyâsy, Suwaid bin „Abdu al
„Azîz, „Abdu al Salâm bin „Abdu al Quddûs, Marwân bin Mu‟âwiyah
al Fazârî, Wahab bin Dâwud, Muhammad bin Yûsuf al Firyâbî, „Utbah
bin al Sakan al Fazârî.
c. Murid-murid:
Ibnu Mâjah, Abû Dâwud al Nasâ‟î, Ya‟qûb bin Sufyân al Fârisî,
Mûsâ bin Jumhûr al Tinnîsî, Abû „Imrân Mûsâ bin Sahal, Abû Bakar
Muhammad bin Muhammad bin Sulaimân al Bâghandî.
d. Sighât Tahammul wa al adâ‟ : Tsanâ
e. Pendapat ulama :
Abû Hâtim : Mutqinan.
Abû Dâwud : Da‟îf.
Al Nasâʽî : Lâ Ba‟sa Bih, Tsiqah.
Ibnu Hibbân : Tsiqah.
120
Jamâl al-Dîn Abî al-Hajjâj Yûsuf Al-Mizî. Tahdzîb al-Kamâl fî Asmâ‟ al-Rijâl, juz.
30, h. 223-226.
111
3. Baqiyyah bin al Waliid:121
a. Nama lengkap : Baqiyyah bin al walîd bin Shâ`id bin Ka‟ab bin Harîz
al Kalâ‟iyyu al Himîriyyu al Mîtamiyyu, Abû Yuhmid al Himshiyyu
(W. 197 H)
b. Guru-guru:
Abî Bakar bin „Abdiilah bin abî Maryam al Ghassânî, Abî Halbas,
Muslim bin „Abdullah, marwân bin Sâlim, Ishâq bin Tsa‟labah bin
„Ayyâsy, Bahîr bin Sa‟ad.
c. Murid-murid:
Hisyâm ibnu „Abdu al Malik, Ibrâhîm bin Syammâs, Hammâd bin
Zayd, Dâwud bin Rusyd, Yazîd bin Hârûn.
d. Sighât Tahammul wa al adâ‟ : Haddatsanâ
e. Pendapat para ulama :
Ibnu al Mubârak : Sadûq
Yahya bin Ma‟în : Sâlih
Ya‟qub : Tsiqah
Muhammad bin sa‟din : Tsiqah.
Ahmad bin „Abdullah al‟Ijlî : Tsiqah.
Abû zur‟ah : Tsiqah
Abû hatim : Yuktabu Hadîtsuhu
Al Nasâ‟I : Tsiqah
4. Ibnu Abî Maryam : 122
121
Jamâl al-Dîn Abî al-Hajjâj Yûsuf Al-Mizî. Tahdzîb al-Kamâl fî Asmâ‟ al-Rijâl, juz. 4,
h. 192-200. 122
Jamâl al-Dîn Abî al-Hajjâj Yûsuf Al-Mizî. Tahdzîb al-Kamâl fî Asmâ‟ al-Rijâl, juz.
33,h h. 108, 111.
112
5. Dhamrah bin Habib:123
6. Abî Ya‟lâ Syaddâd bin Aus : 124
Penilaian Hadis
Setelah melakukan penelitian sanad melalui jalur hadis yang diriwayatkan
oleh Ibnu Mâjah, terdapat dua orang periwayat yang dinilai negatif (jarh) oleh
para ulama yaitu Hisyâm bin „Abdu al Malik al Hamasî dan Abî Bakar bin Abî
Maryam.
Ibnu Mâjah (w. 275 H) hidup sezaman dengan gurunya, dan telah terjadi
pertemuan dengan Hisyâm bin „Abdu al Malik al Hamasî , diantara ulama ada
yang mencacatkan (jarh), yaitu Abû Dawud dengan penilaian “da‟îf”. Ibnu Mâjah
menerima hadis dari gurunya dengan cara “haddatsanâ”.
Hisyâm bin „Abdu al Malik al Hamasî hidup sezaman dengan gurunya,
dan telah terjadi pertemuan dengan Baqiyyah bin al walîd (W. 197 H), para ulama
menilai positif (ta‟dîl), beliau menerima hadis dari gurunya dengan cara
haddatsanâ, dengan demikian sanadnya bersambung dan dapat diterima.
Baqiyyah bin al Walîd (W. 197 H) menerima riwayat hadis dari Abu
Bakar bin Abî Maryam dengan cara “haddatsanâ” para ulama menilai negatif
(jarh), dua diantaranya al Nasâ‛î “da‟if” dan Abû Zur‟ah al Râzî “Munkar al
Hadîts”. karena mereka hidup sezaman dan dimungkinkan telah terjadi pertemuan
antara keduanya sehingga sanadnya bersambung dan dapat diterima.
123
Jamâl al-Dîn Abî al-Hajjâj Yûsuf Al-Mizî. Tahdzîb al-Kamâl fî Asmâ‟ al-Rijâl, juz.
13, h. 314-316. 124
Jamâl al-Dîn Abî al-Hajjâj Yûsuf Al-Mizî. Tahdzîb al-Kamâl fî Asmâ‟ al-Rijâl, juz.
12, h. 390-392.
113
Urutan penjelasan mengenai Abû Bakar bin Abî Maryam hingga
Rasulullah telah di jelaskan di jalur sebelumnya.
Dari hasil penelitian sanad, yaitu riwayat ibnu Majah, periwayatan dalam
keadaan bersambung antara murid dengan guru. Dari sekian periwayat yang ada,
dua di antaranya yaitu Hisyâm bin „Abdu al Malik dan Abû Bakar bin Abî
Maryam berstatus periwayat yang da‟îf. Dikarenakan ada periwayat yang tidak
tsiqah, maka penilaian syâdz, dan „illat tidak dilakukan, sehingga sanad hadis dari
jalur ini berkualitas da‟îf.
Jalur dari ahmad bin Hanbal
1. Abdullah :125
a. Nama lengkap : „Abdullah bin Ahmad bin Muhammad bin Hanbal bin
Hilâl bin Asad al Syaibânî. (W. 290. H)
b. Guru-guru :
Ahmad bin Muhammad bin bin Hanbal, Ishâq bin Mûsâ al Ansârî,
Zakariâ bin Yahyâ, Dâwud bin „Amr al Ḏabî, Hakam bin Mûsâ al
Qanṯarî, Hajjâj bin Syâ‟ir, Ja‟far bin Muhammad bin Fuḏail.
c. Murid-murid :
Sulaimân bin Ahmad bin Ayyûb al Ṯabrânî, Ishâq bin Ahmad al Kâzî,
al Nasâʼî, Yahyâ bin Muhammad bin Sâ‟id, „Abdullah bin Ishâq al
Fâmî, „Abdullah bin Ishâq al Madâʼinî.
d. Sighât Tahammul wa al adâ‟ : Haddatsanâ
e. Pendapat Ulama :
125
Jamâl al-Dîn Abî al-Hajjâj Yûsuf Al-Mizî. Tahdzîb al-Kamâl fî Asmâ‟ al-Rijâl, juz.
14, h. 285-292.
114
Abû Bakar al Khatîb : Tsiqah, Tsabtan, Fâhiman.
2. Abi : 126
a. Nama lengkap : Ahmad bin Muhammad bin Hanbal bin Hilâl bin Asad
al Syaibânî, Abû „Abdullah al Marûzî Tsumma al Baghdâdî. (W. 241.
H di Baghdad )
b. Guru-guru :
Wakî‟ bin al Jarrâh, „Abdu al Rahmân bin Mahdî, Ibrâhîm bin
Khâlid al San‟ânî, Tsâbit bin al Walîd bin „Abdullah bin Jamî‟, Isma‟îl
bin „Aliyah, „Abdu al Razzâq bin Hamâm, „Abdu al „Azîz bin „Abdu al
Samad.
c. Murid :
Abdullah bin Ahmad bin Hanbal (ibnuhu), „Abbâs bin „Abdu al
Azîm, Abû Zur‟ah „Abdu al Rahmân bin „Amr al Dimasyqî, „Utsmân
bin Sa‟îd al Dârimî,‟al Qâsim bin Muhammad al Marûzî.
d. Sighât Tahammul wa al adâ‟ : Tsanâ
e. Pendapat ulama :
Yahyâ bin Mâ‟in : Afqahu.
Syâfii‟î : Afqahu, Zuhd, Wara‟.
Al „Ijlî : Tsiqah, Tsabtun, Faqîh fi al Hadîts,
Mihnâ bin Yahyâ al Syâmî : Faqîh, Zuhud, Wara‟.
Abû „Ubaid : Sadûq.
Ahmad bin Salamah al Naisabûrî : Faqîh.
Hubaisy bin al Warad : Sâdiqan, Siddîqîn.
126
Jamâl al-Dîn Abî al-Hajjâj Yûsuf Al-Mizî. Tahdzîb al-Kamâl fî Asmâ‟ al-Rijâl, juz. 1,
h. 437-470.
115
3. „Alî bin Ishâq :127
a. Nama lengkap : „Alî bin Ishâq al Sulamî Maulâhum al Marwazî al
Dârâkânî, di sebut juga al Dârâkânî , asalnya dari Tirmiz. (W. 213 H.
Di Marw)
b. Guru-guru :
‟Abdullah bin al Mubârak, Sakhra bin Râsyid, Al Fadl bin Mûsâ al
Sînânî, al Nadr bin Muhammad al Syaybânî, Abî Hamzah al Sukrî.
c. Murid-murid :
Ahmad bin Habnbal, Ibrâhîm bin Mûsâ al Râzî, Abû Mas‟ûd Ahmad
bin Khalîlal Burjalânî, Ishâq bin Abî Isrâ‛îl, „Abbâs bin Muhammad al
Daurî, Mahdî bin Hâriits, „Abdullah bin „Umar al Marwazî.
d. Sighât Tahammul wa al adâ‟ : anâ
e. Pendapat Ulama :
„Alî bin Ishâq al Marwazî : Tsiqah, Sadûq.
Muhammad bin Sa‟din : Tsiqah.
Al Nasâ‛î : Tsiqah.
Ibnu Hibbân : Tsiqât.
„Alî bin Ishâq : Tsiqah.
4. Ibnu al Mubârak : 128
a. Nama lengkap : „Abdullah bin al Mubârak bin Wâdih al Hanzaliy al
Taymî, Maulâhum, Abu Abdu al rahmân al marwaziyyu. Ahadul
aimmah al a‟lâm wa huffâz islam.
127
Jamâl al-Dîn Abî al-Hajjâj Yûsuf Al-Mizî. Tahdzîb al-Kamâl fî Asmâ‟ al-Rijâl, juz.
20, h. 318-320.
128 Jamâl al-Dîn Abî al-Hajjâj Yûsuf Al-Mizî. Tahdzîb al-Kamâl fî Asmâ‟ al-Rijâl, juz.
16, h. 5-25.
116
b. Guru-guru :
Abu bakar bin abdullah bin abi Maryam, abân bin Taghlib, Ibrâhîm
bin abî „Ablah, Usâmah bin Zayd al Laytsi, Ismâ‟îl bin Muslim.
c. Murid-murid :
„Ali bin Ishâq, Ibrâhim bin Syammâs al Samarqandî, ahmad bin
Muhammad bin Syibawaih, Hibbân bin Mûsâ al Marwazî, Talîd bin
Sulaimân
d. Sighât Tahammul wa al adâ‟ : anâ
e. Pendapat Ulama :
Ishâq bin Muhammad bin Ibrâhîm al Marwazî : Rahimahu Allah,
Faqîhan, „Âliman, „Âbidan, Zâhidan, Sakhiyyan, Syujâ‟an, Syâ‟iran.
„Abdu al Rahmân bin Mahdî : Ansahu al A‛immah.
Yahyâ bin Ma‟în : Kayyisan, Mustatsbitan, Tsiqatan, „Âliman Sahîh al
Hadîts.
Hibbân bin Mûsâ : Sidq.
Muhammad bin Sa‟din : Tsiqah, Ma‛mûnan, Hujjatun
5. Abu bakar bin abi Maryam:129
6. Damrah bin Habib:130
7. Syaddâd bin ‛Aus :131
Penilaian Hadis
129
Jamâl al-Dîn Abî al-Hajjâj Yûsuf Al-Mizî. Tahdzîb al-Kamâl fî Asmâ‟ al-Rijâl, juz.
33,h h. 108, 111. 130
Jamâl al-Dîn Abî al-Hajjâj Yûsuf Al-Mizî. Tahdzîb al-Kamâl fî Asmâ‟ al-Rijâl, juz.
13, h. 314-316. 131
Jamâl al-Dîn Abî al-Hajjâj Yûsuf Al-Mizî. Tahdzîb al-Kamâl fî Asmâ‟ al-Rijâl, juz.
12, h. 390-392.
117
Setelah melakukan penelitian sanad melalui jalur hadis yang diriwayatkan
oleh Ahmad bin Hanbal, terdapat satu orang periwayat yang dinilai negatif (jarh)
oleh para ulama yaitu Abî Bakar bin Abî Maryam.
Ahmad bin Hanbal (w. 241 H) adalah periawayat hadis dan dibukukan oleh
putranya yakni „Abdullah bin Ahmad bin Hanbal dan banyak hadis yang
„Abdullah terima dari Ayahya langsung, sehingga di dalam penulisan hadis terjadi
dua kali penyebutan Ahmad bin Hanbal, namun hakikatnya adalah „Abdullah
yang mendapatkan Hadis dari gurunya yakni Ayahanya sendiri.
„Abdullah (w. 290 H) hidup sezaman dan telah terjadi pertemuan dengan
gurunya yakni ayahnya Ahmad bin Hanbal (w. 241 H), para ulama menilai positif
(ta‟dîl), beliau menerima hadis dari gurunya dengan cara haddatsanâ, dengan
demikian sanadnya bersambung dan dapat diterima.
Ahmad bin Hanbal (w. 241 H) hidup sezaman dengan gurunya, dan telah
terjadi pertemuan dengan „Alî bin Ishâq (W. 213 H), para ulama menilai positif
(ta‟dîl), beliau menerima hadis dari gurunya dengan cara tsanâ, dengan demikian
sanadnya bersambung dan dapat diterima.
„Alî bin Ishâq (W. 213 H) menerima riwayat hadis dari Ibnu al Mubârak
dengan cara “anâ”, para ulama menilai positif (ta‟dîl), beliau menerima hadis
dari gurunya dengan cara tsanâ, dengan demikian sanadnya bersambung dan
dapat diterima.
Ibnu al Mubârak menerima riwayat hadis dari Abû Bakar bin Abî Maryam
dengan cara “anâ”. Para ulama mencacatkannya, dua diantaranya al Nasâ‛î
“da‟if” dan Abû Zur‟ah al Râzî “Munkar al Hadîts”. karena mereka hidup
118
sezaman dan dimungkinkan telah terjadi pertemuan antara keduanya sehingga
sanadnya bersambung dan dapat diterima.
Urutan penjelasan mengenai Abû Bakar bin Abî Maryam hingga Rasulullah
telah di jelaskan di jalur sebelumnya.
Dari hasil penelitian sanad, yaitu riwayat Ahmad bin Hanbal, periwayatan
dalam keadaan bersambung antara murid dengan guru. Dari sekian periwayat
yang ada, satu dantaranya yaitu Abû Bakar bin Abî Maryam berstatus periwayat
yang da‟îf. Dikarenakan ada periwayat yang tidak tsiqah, maka penilaian syâdz,
dan „illat tidak dilakukan, sehingga sanad hadis dari jalur ini berkualitas da‟îf.
Dapat disimpulkan bahwa dari segi sanad, hadis keenam ini berstatus da‟îf,
meskipun memiliki lebih dari satu jalur periwayatan, dikarenakan keda‟îfannya
tidak bisa meningkat menjadi hasan li ghairihi yaitu terdapat lafad jarh : munkar
al-hadîts (Abû Bakar bin Abî Maryam) yang tidak bisa menjadikan hadis menjadi
hasan atau sahîh.132
132
Hadis hasan li ghairihi adalah hadis da‟îf yang karena terdapat hadis lain yang sohih
dengan matan yang sama, naik menjadi hasan. Hadis da‟îf yang naik peringkatnya menjadi hadis
hasan hanyalah hadis-hadis da‟îf yang tidak terlalu da‟îf seperti hadis mu‟allaq, mursal, mubham,
mastûr, majhûl, munqathî‟, mu‟dal dan sebagainya. Adapun hadis-hadis yang sangat lemah tidak
dapat naik peringkatnya menjadi hadis hasan seperti hadis mawdû‟, matruk, dan hadis munkar,
meskipun terdapat hadis dengan matan yang sama yang berkwalitas sohih. Lihat: Idri, Studi Hadis,
(Jakarta: Kencana, 2010), h. 174. Dalam kasus ini, keda‟îfan rawi yakni Ibn „Aqil ada yang
menilai munkar al-hadîts dan rawi Ibn Sufyan Tariq al-Sa‟di ada yang menilai matruk al-hadîts.
118
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari hasil penelitian terhadap 6 hadis yang terdapat dalam Kitab Minhâj
al-‘Âbidîn karya Imâm al Ghazâlî, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Sebanyak 2 hadis (hadis ke-2, dan ke-6) berkualitas da’îf dari segi sanad.
Hadis ini berkualitas da’îf dengan beberapa alasan yaitu di antara para
periwayat hadis ada yang dinilai negatif (jarh); ketika sudah dinilai jarh
hanya terdapat satu jalur periwayatan sehingga tidak ada jalur lain yang
dapat menguatkan (hadis ke-2); dan ada ketidakbersambungan sanad
antara guru dengan murid (hadis ke-2) ; ketika terdapat lebih dari satu jalur
periwayatan (hadis ke-6), bentuk penilaian jarh penyebab keda’îfan sanad
hadis tidak bisa meningkat menjadi hasan li ghairihi yaitu terdapat lafadz
munkar al-hadîts yang tidak bisa menjadikan hadis menjadi hasan atau
sahîh (hadis ke-6);
2. Sebanyak 3 hadis (hadis ke-1, ke-3, ke-4) berkualitas sahîh dari segi
sanad, dan alasan utama hadis sahîh lainnya adalah seluruh periwayat
hadis bersambung, berkualitas tsiqah (‘adl dan dabt), tidak syâdz dan tidak
ada ‘illat.
3. Sebanyak 1 hadis yang tidak diteliti, karena tidak didapatkan informasi
yang memadai untuk dilakukan penelitian.
119
B. Saran-saran
1. Terdapat dua hadis dalam bab ‘Aqabah al-Bawâ’its pada Kitab Minhâj al
‘Âbidîn yang berkualitas da’îf dari segi sanad. Oleh karena itu, tanpa
mengurangi ketakdziman kepada penyusun kitab, perlu penelitian lebih
lanjut mengenai kehujjahan hadis-hadis tersebut dalam rangka
perkembangan ilmu pengetahuan.
2. Hendaknya dilakukan juga penelitian terkait kualitas matan hadis-hadis
dalam Kitab Minhâj al-‘Âbidîn.
3. Penelitian ini hanya dalam rangka menambah pengetahuan, sehingga
pengajaran dan pengamalan hadis-hadis tersebut di majlis-majlis atau
pesantren-pesantren tetap berjalan sebagaimana biasanya.
120
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, M. dan Sumarna, Elan. Metode Kritik Hadis. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2011.
Ahmad, Zainal abidin. Riwayat Hidup Imam Al Ghazali, (Surabaya: Bulan
Bintang, 1999.
Al-„Atsqalânî, Abû al-Fadhl Ahmad bin „Âlî bin Muhammad bin Ahmad bin
Hajar. Tahdzîb al-Tahdzîb. T.tp: T.pn., 1326 H.
Alawi, Zainuddin. Pemikiran Pendidikan Islam pada Abad Klasik dan
Pertengahan. Bandung: Angkasa, 2003.
al-Bukhârî, Abî „Abdillâh Muhammad bin Ismâ‟îl bin Ibrâhîm bin al-Mughîrah
al-Ju‟fî. Sahîh al-Bukhârî. Riyad: Maktabah al-Rasyid, 2006.
al-Dzahabî, Syams al-Dîn Abû „Abdillâh Muhammad bin Ahmad bin „Utsmân bin
Qaymâz. Siyar A’lâm al-Nubalâ’I, T.tp.: Muassasah al-Risalah, 1985, juz.
14
Fattah, Mohamad, dkk. “Memahami Sunnah Rasulullah S.A.W Menerusi
Gabungan Metodologi Takhrij Hadis & Mukhtalif Hadis”, Jurnal Hadhari
V, no. 1. (Januari 2013): h. 190
al-Ghaâalî. Minhâj al-‘Âbidîn. Jedah, Singapura, Indonesia : al-haramain, tt.
al-Ghazâlî. Mutiara Ihya’ Ulumuddin : Ringkasan yang ditulis Sendiri Oleh sang
Hujjatul Islam.(mukhtashar Ihya’ ulumuddin), ter. Irwan Kurniawan.
Bandung: Mizan Pustaka, 2008.
al-Ghazâlî. Wasiat Imam Ghazali Minhajul Abidin, ter. Zakaria Adham. Jakarta:
Darul Ulum Press, 1986.
Hasan, Asy‟ari Ulama‟I. Melacak Hadis Nabi Saw.: Cara Cepat Mencari Hadis
dari Manual hingga Digital. Semarang: RaSAIL, 2006.
Idri. Studi Hadis. Jakarta:Kencana. Cet.1. th. 2010.
Ismail, Ahmad Satori. Pro Kontra Pemikiran Imam al-Ghazali, (Surabaya :
Risalah Gusti).
Ismail, Syuhudi. Kaidah Kesahihan Sanad Hadis: Telaah Kritis dan Tinjauan
dengan Pendekatan Ilmu Sejarah. Jakarta: Bulan Bintang. 2014.
Ismail, Syuhudi. Metodologi Penelitian Hadis Nabi. Jakarta: Bulan Bintang, 2007.
121
al-Khatib, Muhammad „Ajaj. Ushul al-Hadits: Pokok-pokok Ilmu Hadits. Jakarta:
Gaya Media Pratama, 2013.
Khon, Abdul Majid. Ulumul Hadis. Jakarta: Amzah, 2012.
al-Manar, M. Abduh. Pengantar Studi Hadis. Jakarta: Referensi, 2012.
Marullah. “Kualitas Hadis-Hadis menuntut ilmu dalam kitab Minhaj al Abidin,”
(Skripsi SI Fakultas Ushuluddin,Universitas Islam Negeri Jakarta, 2010)
al-Mizî, Jamâl al-Dîn Abî al-Hajjâj Yûsuf. Tahdzîb al-Kamâl fî Asmâ’ al-Rijâl.
Beirut: Muassasah al-Risalah, 1983.
al-Nasa‟î, Abi Abdirrahman Ahmad bin Syu‟aib bin „Ali. Sunan Al-Nasâî. Riyad:
Maktabah al-Ma‟arif Linnasyri wa al-Tawzi‟, 1988.
al-Nasâ‟î, Ahmad bin Syu‟aib Abû „Abdirrahmân. Sunan al-Nasâ’î al-Kubrâ.
Beirut: Dar al-Kutub al-„Ilmiyyah, 1991.
al-Naysâbûrî, Abî al-Husain Muslim bin al-Hajjâj al-Qusyayrî. Sahîh Muslim.
Beirut: Dar al-Kutub al-„Ilmiyyah, 1991.
Pamil, Jon. “Takhrij Hadis: Langkah Awal Penelitian Hadis”, Jurnal Pemikiran
Islam XXXVII, no. 1. (Januari 2012): h. 53
Purwanto, Yedi. “Konsep Aqabah Dalam Tasawwuf al-Ghazali Telaah atas Kitab
Minhaj al-Abidin,” (Disertasi S3 Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta, 2006)
al-Qazwînî, al-Hâfiz Abî „Abdillah Muhammad bin Yazîd. Sunan Ibnu Mâjah.
Daar Ahya al-Kutub al-„Arabiyyah, t.t.
Rahman, Fatchur. Ikhtisar Mushthalahul Hadits. Bandung: PT Alma‟arif. 1974.
Rasyid, Harun. “Kualitas Hadis-Hadis Dalam Kitab Minhaj Al-„Abidin Karya
Imam Ghazali (1058-1111 M),”. Penelitian Individual Fakultas
Ushuluddin, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2013.
Rusn, Abidin Ibnu Pemikiran Al Ghazali Tentang Pendidikan. Yogyakarta:
Pustaka pelajar, 1998.
Sulaiman, Fathiyah Hasan. Al Ghazali dan Plato dalam aspek Pendidikan.
Surabaya: Bina Ilmu,1991.
Sulaiman, Fathiyah Hasan. Sistem Pendidikan Versi Al Ghazali. Bandung: PT. Al
Ma‟arif, 1993.
122
al-Syaybânî, Abû „Abdillah Ahmad bin Muhammad bin Hanbal bin Hilâl bin
Asad. Musnad Ahmad bin Hanbal. Beirut: Alam Kutb, 1998.
al-Syuhbah, Muhammad Muhammad Abû. Fî Rihâb al Sunnah al Kutub al Sihah
Sittah. Kairo : Majma‟ al -Buhuts al Islâmiyyah 1969.
al-Tahhân, Mahmûd. Dasar-Dasar Ilmu Takhrij dan Studi Sanad, ter. Mahmûd
Tahhân. Semarang: Dina Utama, 1995.
al-Tahhân, Mahmûd. Usûl al-Takhrij wa Dirasat al-Asaanid. Riyadh: Maktabah
al-Ma‟arif, 1991.
al-Tirmidzî, Abî „Îsâ Muhammad bin „Îsâ. Sunan al-Tirmidzî. Beirut: Dâr al-
„Arabî al-Islamî, 1998.
Wikipedia. Minhajul Abidin. Artikel diakses pada 29 okt 2016 dari
https://id.wikipedia.org/wiki/Minhajul_Abidin
Winsink. Al-Mu’jam al-Mufahras Li Alfāz al-Hâdîts al-Nabawiyyah. Leiden:
Maktabah Baril, 1936.
Zaghlul, Abu Hajar Muhammad al-Sa‟îd bin Basyûnî. Mausû’ah Atrâf al-Hadîts
al-Nabawwî al-Syarîf. Beirut: Dâr al-Kutub al-„Ilmiyyah, t.t.
Zainuddin dkk. Seluk Beluk Pendidikan dari Al Ghazali. Jakarta: Bumi Aksara,
1991.