TAHUN - DPR

44
SEKRETARIS P ANSUS (Drs. Noer Fata) : UMUM RANCANGANPENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN lENTANG SISlEM PENDIDIKAN NASIONAL Dalam kehidupan suatu pendi'dikan mempunyai peranan yang amat penting un- tuk menjamin perkembangan dan kelangsungan kehidupan bangsa yang bersangkutan. Perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia yang telah mengantarkan pembentukan suatu pemerintah negara Indonesia untuk "melindungi segenap bangsa Indonesia dan selu- ruh tumpah darah Indonesia" serta "memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan ke- hidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial" menuntut penyelenggaraan dan pengembangan pen- didikan yang dapat menjamin perkembangan dan kelangsungan kehidupan bangsa Indone- sia. Undang-Undang Dasar 1945 mengamanatkan melalui BAB XIII, Pasal 31 Ayat (2), bahwa pendidikan yang dimaksud hams diusahakan dan diselenggarakan oleh Pemerintah sebagai "satu sistem pengajaran nasional". Sesuai dengan judul bab yang bersangkutan, yaitu PENDIDIKAN, pengertian "satu sis tern pengajaran nasional" dalam undang-undang ini diperluas menjadi "satu sistem pendidikan nasional". Perluasan pengertian ini memung- kinkan undang-undang ini tidak membatasi perhatian pada pengajaran saja, melainkan juga memperhatikan unsur-unsur pendidikan yang berhubungan dengan perturnbuhan ke- pribadian manusia Indonesia yang bersama-sama merupakan perwujudan bangsa Indonesia, suatu bangsa yang bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, memelihara budi pekerti kemanusiaan dan memegang teguh cita-cita moral rakyat yang luhur, sebagaimana dimak- sud dalam Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor: II/ MPR/1978 tentang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (Ekaprasetia Panca- karsa). Dalam rangka pelaksanaan pembangunan nasional sebagai pengamalan Pancasila di bidang pendidikan, maka pendidikan nasional mengusahakan pertama, pembentukan ma- nusia Pancasila sebagai manusia pembangunan yang tinggi kualitasnya dan mampu mandiri, dan kedua, pemberian dukungan bagi perkembangan masyarakat, bangsa dan negara Indo- nesia yang terwujud dalam ketahanan nasional yang tangguh yang mengandung makna terwujudnya kemampuan bangsa menangkal setiap ajaran, paham dan ideologi yang berten- tangan dengan Pancasila. Sehubungan dengan itu, maka Pendidikan Pendahuluan Bela Ne- gara diberikan kepada peserta didik sebagai bagian dari keseluruhan sistem pendidikan na- sional. Dengan landasan pemikiran tersebut, pendidikan nasional disusun sebagai usaha sadar untuk memungkinkan bangsa Indonesia mempertahankan kelangsungan hidupnya dan me- ngembangkan dirinya secara terus-menerus dari satu generasi ke generasi berikutnya. Sistem pendidikan nasional adalah sekaligus alat dan tujuan yang amat pen ting dalam perjuangan mencapai cita-cita dan tujuan nasional. 1559

Transcript of TAHUN - DPR

Page 1: TAHUN - DPR

SEKRETARIS P ANSUS (Drs. Noer Fata) :

UMUM

RANCANGANPENJELASAN ATAS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN

lENTANG SISlEM PENDIDIKAN NASIONAL

Dalam kehidupan suatu ban~a, pendi'dikan mempunyai peranan yang amat penting un­tuk menjamin perkembangan dan kelangsungan kehidupan bangsa yang bersangkutan.

Perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia yang telah mengantarkan pembentukan suatu pemerintah negara Indonesia untuk "melindungi segenap bangsa Indonesia dan selu­ruh tumpah darah Indonesia" serta "memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan ke­hidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial" menuntut penyelenggaraan dan pengembangan pen­didikan yang dapat menjamin perkembangan dan kelangsungan kehidupan bangsa Indone­sia.

Undang-Undang Dasar 1945 mengamanatkan melalui BAB XIII, Pasal 31 Ayat (2), bahwa pendidikan yang dimaksud hams diusahakan dan diselenggarakan oleh Pemerintah sebagai "satu sistem pengajaran nasional". Sesuai dengan judul bab yang bersangkutan, yaitu PENDIDIKAN, pengertian "satu sis tern pengajaran nasional" dalam undang-undang ini diperluas menjadi "satu sistem pendidikan nasional". Perluasan pengertian ini memung­kinkan undang-undang ini tidak membatasi perhatian pada pengajaran saja, melainkan juga memperhatikan unsur-unsur pendidikan yang berhubungan dengan perturnbuhan ke­pribadian manusia Indonesia yang bersama-sama merupakan perwujudan bangsa Indonesia, suatu bangsa yang bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, memelihara budi pekerti kemanusiaan dan memegang teguh cita-cita moral rakyat yang luhur, sebagaimana dimak­sud dalam Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor: II/ MPR/1978 tentang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (Ekaprasetia Panca­karsa).

Dalam rangka pelaksanaan pembangunan nasional sebagai pengamalan Pancasila di bidang pendidikan, maka pendidikan nasional mengusahakan pertama, pembentukan ma­nusia Pancasila sebagai manusia pembangunan yang tinggi kualitasnya dan mampu mandiri, dan kedua, pemberian dukungan bagi perkembangan masyarakat, bangsa dan negara Indo­nesia yang terwujud dalam ketahanan nasional yang tangguh yang mengandung makna terwujudnya kemampuan bangsa menangkal setiap ajaran, paham dan ideologi yang berten­tangan dengan Pancasila. Sehubungan dengan itu, maka Pendidikan Pendahuluan Bela Ne­gara diberikan kepada peserta didik sebagai bagian dari keseluruhan sistem pendidikan na­sional.

Dengan landasan pemikiran tersebut, pendidikan nasional disusun sebagai usaha sadar untuk memungkinkan bangsa Indonesia mempertahankan kelangsungan hidupnya dan me­ngembangkan dirinya secara terus-menerus dari satu generasi ke generasi berikutnya.

Sistem pendidikan nasional adalah sekaligus alat dan tujuan yang amat pen ting dalam perjuangan mencapai cita-cita dan tujuan nasional.

1559

Page 2: TAHUN - DPR

Sistem pendidikan nasional dilaksanakan secara semesta, menyeluruh dan terpadu: semesta dalam arti terbuka bagi seluruh rakyat dan berlaku di seluruh wilayah negara; me­nyeluruh dalam arti mencakup semua jalur, jenjang, dan jenis pendidikan; dan terpadu da­lam arti adanya saling keterkaitan antara pendidikan nasional dengan seluruh usaha pem­bangunan nasional.

Pendidikan nasional yang ditetapkan dalam undang-undang ini mengungkapkan satu sistem yang :

a. berakar pada kebudayaan nasional dan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 serta melanjutkan dan meningkatkan pendidikan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (Ekaprasetia Pancakarsa );

b. merupakan satu keseluruhan dan dikembangkan untuk ikut berusaha mencapai tujuan nasional;

c. mencakup, baik jalur pendidikan sekolah maupun jalur pendidikan luar sekolah;

d. mengatur, bahwa jalur pendidikan sekolah terdiri atas 3 (tiga) jenjang utama, yang masing-masing terbagi pula dalam jenjang atau tingkatan;

e. mengatur, bahwa kurikulum, peserta didik dan tenaga kependidikan - terutama guru, dosen a tau tenaga pengajar - merupakan tiga unsur yang tidak dapat dipisahkan dalam kegiatan belajar-mengajar;

f. mengatur secara terpusat (sentralisasi), namun penyelenggaraan satuan dan kegiatan pendidikan dilaksanakan secara tidak terpusat (desentralisasi);

g. menyelenggarakan satuan dan kegiatan pendidikan sebagai tanggungjawab bersama an­tara keluarga, masyarakat, dan Pemerintah;

h. mengatur, bahwa satuan dan kegiatan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerin­tah dan masyarakat berkedudukan serta diperlakukan dengan penggunaan ukuran yang sama:

i. mengatur, bahwa satuan dan kegiatan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyara­kat memiliki kebebasan untuk menyelenggarakannya sesuai dengan ciri atau kekhusus­an masing-masing sepanjang ciri itu tidak bertentangan dengan Pancasila sebagai dasar negara, pandangan hid up bangsa dan ideologi bangsa dan negara; dan

J. memudahkan peserta didik memperoleh pendidikan yang sesuai dengan bakat, minat dan tujuan yang hendak dicapai serta memudahkannya menyesuaikan diri dengan perubahan lingkungan.

Sistem pendidikan nasional harus dapat memberi pendidikan dasar bagi setiap warga negara Republik Indonesia, agar masing-masing memperoleh sekurang-kurangnya pengeta­huan dan kemampuan dasar, yang meliputi kemampuan membaca, yang diperlukan oleh setiap warga negara untuk dapat berperanserta dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Setiap wa;ga negara diharapkan mengetahui hak dan kewajiban pokoknya sebagai warga negara serta memiliki kemampuan untuk dapat memenuhi kebutuhan diri sendiri, ikut ::ei ta dalam upaya memenuhi kebutuhan masyarakat, dan memperkuat persatuan dan kesa­.uan serta upaya pembelaan negara. Pengetahuan dan kemampuan ini harus dapat diperoleh d:u~ :;istem pendidikan nasional. Hal ini dimaksudkan untuk memberi makna pada amanat Undang-Undang Dasar 1945, BAB XIII, Pasal 31 Ayat (1) yang menyatakan, bahwa "Tiap­tiap warga negara·berhak mendapat pengajaran".

1560

Page 3: TAHUN - DPR

Warga negara Indonesia berhak metnperoleh pendidikan pada tahap mana pun dalam perjalanan hidupnya - pendidikan sewnur hidup -, meskipun sebagai anggota masyarakat ia tidak diharapkan untuk terus-menerus belajar tanpa mengabdikan kemampuan yang di­perolehnya untuk kepentingan masyarakat. Pendidikan dapat diperoleh, baik melalui jalur pendidikan sekolah maupun jalur pendidikan luar sekolah.

Sistem pendidikan nasional memberi kesempatan belajar yang seluas-luasnya kepada setiap warga negara, oleh karena itu dalam penerimaan seseorang sebagai peserta didik tidak dibenarkan adanya perbedaan atas dasar jenis kelamin, agama, ras, suku, latarbelakang sosial dan tingkat kemampuan ekonomi, kecuali apabila ada satuan a tau kegiatan pendidik­an yang memiliki kekhususan yang hams diindahkan.

Pendidikan keluarga termasuk jalur pendidikan luar sekolah merupakan salah satu upaya mencerdaskan kehidupan bangsa melalui pengalaman seumur hidup. Pendidikan dalam keluarga memberikan keyakinan agama, nilai budaya yang mencakup nilai moral dan aturan-aturan pergaulan serta pandangan, keterampilan dan sikap hidup

yang mendukung kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara kepada anggota keluarga yang bersangkutan.

Dalam rangka peningkatan peranserta keluarga, masyarakat dan Pemerintah dalam pe­laksanaan sistem pendidikan nasional, maka semua pihak perlu berusaha untuk mencipta­kan suasana lingkungan yang mendukung terwujudnya tujuan pendidikan nasional. Dalam hubungan ini, maka pengadaan dan pendayagunaan sumberdaya pendidikan, baik yang di­sediakan oleh Pemerintah maupun masyarakat perlu dipertahankan fungsi sosialnya, dan tidak mengarah pada usaha mencari keuntungan material.

Upaya peningkatan taraf dan mutu kehidupan bangsa dan pengembangan kebudayaan nasional, yang diharapkan menaikkan harkat dan martabat manusia Indonesia, diadakan terus-menerus, sehingga dengan sendirinya senantiasa menuntut penyesuaian pendidikan pada kenyataan yang selalu berubah. Pendidikan juga harus senantiasa disesuaikan dengan tuntutan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Pengaturan dalam undang-undang ini pada dasarnya dirumuskan secara umwn, agar supaya pengaturan yang lebih khusus, yang harus disesuaikan dengan keadaan yang telah mengalami perubahan sebagairnana dimaksud di atas, dan bahkan harus memperhitungkan kemungkinan tuntutan perkembangan masyarakat, bangsa dan negara Indonesia di masa yang akan datang, dapat dilakukan melalui pengaturan yang lebih mudah dibuat, diubah dan dicabut. Dalam hubungan inilah dibentuk Badan Pertimbangan Pendidikan Nasional yang bertugas untuk memberi pertimbangan kepada Menteri mengenai segala ha! yang di­pandang perlu dalam rangka perubahan, perbaikan, dan penyempurnaan penyelenggaraan pendidikan nasional.

Peraturan perundang-undangan yang sekarang berlaku bagi pengaturan, pembinaan, dan pengembangan pendidikan nasional perlu disesuaikan dengan kebutuhan dan tuntutan perkembangan pembangunan pendidikan nasional.

Undang-undang yang lama, yakni Undang-undang Nomor 4 Tahun 1950 tentang Dasar­dasar Pendidikan dan Pengajaran di Sekolah (Lembaran Negara Tahun 1950 Nomor 550); Undang-undang Nomor 12 Tahun 1954 tentang Pernyataan Berlakunya Undang-undang Nomor 4 Tahun 1950 dari Republik Indonesia Dahulu tentang Dasar-Oasar Pendidikan dan Pengajaran di Sekolah untuk Seluruh Indonesia (Lembaran Negara Tahun 1954 Nomor 38, Tambahan Lembaran Negara Nomor 550); Undang-undang Nomor 22 Tahun 1961 tentang Perguruan Tinggi (Lembaran Negara Tahun 1961Nomor302, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2361 ); Undang-undang Nomor 14 PRPS Tahun 1965 tentang Majelis Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Tahun 1965 Nomor 80); Undang-undang Nomor 19 PNPS

1561

Page 4: TAHUN - DPR

Tahun 1965 tentang Pokok-pokok Sistem Pendidikan Nasional Pancasila (Lembaran Nega­ra Tahun 1965 Nomor 81) perlu dicabut dan dinyatakan tidak berlaku serta diganti dengan Undang-undang tentang Sistem Pendidikan Nasional ini.

P ASAL DEMI P ASAL

Pasal 1 Cukup jelas.

Pasal 2 Cukup jelas

Pasal 3 Dalam fungsinya untuk mengembangkan dan menjamin kelangsungan hidup bangsa, maka pendidikan nasional berusaha untuk mengembangkan kemampuan, mutu dan martabat kehidupan manusia Indonesia; memerangi segala kekurangan, keterbelakang­an, dan kebodohan; memantapkan ketahanan nasional; serta meningkatkan rasa persa­tuan dan kesatuan berlandaskan kebudayaan bangsa dan ke-Bhinneka-Tunggal-lka-an.

Pasal 4 Cukup jelas

Pasal 5 Pasal ini menegaskan bahwa setiap warga negara memiliki hak yang sama untuk mem­peroleh pendidikan pada setiap jenis dan jenjang pendidikan. Oleh karena itu, peng­aturan pelaksanaan hak tersebut tidak boleh mengurangi arti keadilan dan pemerataan bagi setiap warga negara untuk memperoleh pendidikan.

Pasal 6 Pasal ini memberikan pedoman bahwa pendidikan dasar, mempunyai fungsi untuk mempersiapkan bekal dasar bagi pengembangan kehidupan, sikap, pengetahuan, dan keterampilan, yang diperlukan oleh setiap warga negara sekurang-kurangnya setara dengan pendidikan dasar dalam membekali dirinya.

Pasal 7 Pendidikan nasional memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada setiap warga negara untuk memperoleh pendidikan, karena itu, dalam penerimaan peserta didik tidak dibenarkan adanya pembedaan atas dasar jenis kelamin, agama, suku, ras, latar­belakang sosial, dan tingkat kemampuan ekonomi, kecuali dalam satuan pendidikan yang memiliki kekhususan. Misalnya, satuan pendidikan yang menyelenggarakan pen­didikan atas dasar kewanitaan dibenarkan untuk menerima hanya wanita sebagai peser­ta didik dan tidak menerima pria. Satuan pendidikan yang menyelenggarakan pendi­dikan agama tertentu dibenarkan untuk menerima hanya penganut agama yang ber­sangkut.

Pasal 8

1562

Ayat (l) Pendidikan luar biasa adalah pendidikan yang disesuaikan dengan kelainan peserta didik berkenaan dengan penyelenggaraan pendidikan yang bersangkutan.

Ayat (2) Cukupjelas.

Ayat (3) Cukup jelas

Page 5: TAHUN - DPR

Pasal 9 Ayat (1)

Satuan pendidikan dapat terwujud sebagai suatu sekolah, kursus, kelompok bela­jar, ataupun bentuk lain, bail< yang menempati bangunan tertentu maupun yang tidak, seperti satuan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan jarak jauh.

Ayat (2) · Culrnp jelas

Ayat (3) Cukup jelas.

Pasal 10

Ayat (1) Pendidikan sekolah merupakan pendidikan yang diselenggarakan melalui prasarana yang dilembagakan. Pendidikan luar sekolah merupakan pendidikan yang diseieng­garakan di luar sekolah bail< yang dilembagakan maupun tidak.

Ciri-ciri yang membedakan pendidikan luar sekolah dengan pendidikan sekolah adalah keluwesan pendidikan luar sekolah berkenaan dengan waktu dan lama be­lajar, usia peserta didik, isi pelajaran, cara penyelenggaraan pengajaran dan cara penilaian hasil belajar.

Ayat (2) Cukup jelas.

Ayat (3) Cukup jelas

Ayat (4) Cukup jelas

Ayat (5)

Pasal 11

Keluarga merupakan pendidikan yang penting peranannya dalam upaya pendidik­an umumnya. Pemerintah mengakui kemandirian keluarga untuk melaksanakan upaya pendidik­an dalam lingkungannya sendiri.

Ayat (1) Cukup jelas

Ayat (2) Pendidikan umum diselenggarakan pada jenjang pendidikan dasar dan jenjang pen­didikan menengah.

Ayat (3) Pendidikan kejuruan diselenggarakan pada jenjang pendidikan menengah.

Ayat (4) Ayat ini didasarkan atas kenyataan bahwa peserta didik yang dimaksud sesung­guhnya memerlukan bantuan dan perhatian yang lebih banyak dalam pendidikan dan upaya belajar mereka daripada yang dapat diberikan oleh sekolah biasa. Pen­didikan luar biasa diselenggarakan pada jenjang pendidikan dasar dan jenjang pen­didikan menengah.

1563

Page 6: TAHUN - DPR

Ayat (5) Pendidikan kedinasan diselenggarakan pada jenjang pendidikan menengah dan jen· jang pendidikan tinggi.

Ayat (6) Pendidikan keagamaan diselenggarakan pada semua jenjang pendidikan.

Ayat (7) Pendidikan akademik, yang juga dikenal sebagai pendidikan keilmuan, diselengga­rakan pada jenjang pendidikan tinggi. Istilah "akademik", dalam hal ini tidak ter­kait pada bentuk perguruan tinggi yang dikenal sebagai akaderni.

Ayat (8) Pendidikan profesional, yangjuga dikenal sebagai pendidikan keahlian, diselengga­rakan pada jenjang pendidikan tinggi.

Ayat (9) Cukup jelas.

Pasal 12

Ayat (I) Pendidikan di jalur pendidikan sekolah merupakan pendidikan yang berjenjang. Jenjang pendidikan adalah tahap pendidikan berkelanjutan yang ditetapkan ber­dasarkan tingkat perkembangan peserta didik, keluasan dan kedalaman bahan pengajaran dan cara penyajian bahan pengajaran. Tidak semua jenis pendidikan pada jalur pendidikan sekolah hams dimulai dari pendidikan dasar sampai dengan pendidikan tinggi.

Ayat (2) Pendidikan prasekolah dapat diikuti oleh peserta didik sebelum memasuki pendi­dikan dasar. Pendidikan prasekolah tidak merupakan persyaratan untuk memasuki pendidikan dasar.

Ayat (3) Cukup jelas.

Pasal 13

1564

Ayat (1) Pendidikan dasar merupakan pendidikan yang lamanya 9 (sembilan) tahun yang diselenggarakan selama 6 (enam) tahun di Sekolah Dasar (SD) dan 3 (tiga) tahun di Sekolah l..anjutan Tingkat Pertama (SLTP) atau satuan pendidikan yang sedera­jat.

Pendidikan dasar diselenggarakan dengan memberikan pendidikan yang meliputi antara lain penumbuhan keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, pembangunan watak dan kepribadian serta pemberian pengetahuan dan kete­rampilan dasar.

Pendidikan dasar pada hakikatnya merupakan pendidikan yang memberikan ke­sanggupan pada peserta didik bagi perkembangan kehidupannya, baik untuk pri­badi maupun untuk masyarakat. Oleh karena itu, setiap warga negara harus diberi kesempatan yang seluas-luasnya untuk memperoleh pendidikan dasar.

Program pendidikan dasar ini dapat disampaikan melalui pendidikan di sekolah

Page 7: TAHUN - DPR

termasuk yang merupakan pendidikan luar biasa dan/atau pendidikan di luar seko­lah.

Pendidikan dasar juga mempersiapkan peserta didik untuk dapat mengikuti pendi­dikan menengah.

Ayat (2) Cukup jelas

Pasal 14

Ayat (1) Cukup jelas.

Ayat (2) Pendidikan yang setara dengan pendidikan dasar berkenaan dengan kemungkinan memperoleh pengetahuan dan keterampilan yang lingkup dan tarafnya sepadan dengan pendidikan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) dan diselenggara­kan pada jalur pendidikan luar sekolah.

Ayat (3) Cukup jelas.

Pasal 15

Ayat (I) Pendidikan menengah merupakan pendidikan yang lamanya 3 ( tiga) tah un sesudah pendidikan dasar dan diselenggarakan di Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) atau satuan pendidikan yang sederajat.

Ayat (2) Cukup jelas

Ayat (3) Cukup jelas.

Ayat (4) Cukup jelas.

Pasal 16

Ayat (I) Cukup jelas.

Ayat (2) Cukup jelas.

Ayat (3) Cukup jelas

Ayat (4) Cukup jelas.

Ayat (5) Cukup jelas.

Ayat (6) Cukup jelas.

Ayat (7) Cukup jelas.

1565

Page 8: TAHUN - DPR

Ayat (8) Cukup jelas.

Pasal 17

Ayat (1) Cukup jelas

Ayat (2) Cukup jelas.

Ayat (3) Cukup jelas.

Pasal 18 Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2) Dengan ketentuan ini maka perguruan tinggi di luar sekolah tinggi, institut, dan universitas tidak dapat memberikan gelar sarj.ana, melainkan hanya sebutan profe­sional.

Ayat (3) Oleh karena pemberian gelar magister dan dokter memerlukan persyaratan terten­tu, maka hanya sekolah tinggi, institut, dan universitas yang telah memenuhi per­syaratan yang dapat menyelenggarakan program dan memberikan gelar tersebut.

Ayat (4) Tidak semua pendidikan profesional diakhiri dengan pemberian sebutan profesio­nal.

Ayat (5) Gelar doktor kehormatan yang dimaksud dalam ayat ini adalah gelar kehormatan yang diberikan kepada mereka yang dianggap telah memberikan jasa yang luar biasa terhadap ilmu pengetahuan dan umat manusia.

Pemberian gelar Doktor Kehonnatan (Doctor Honoris Causa) disingkat Dr. (HC) diusulkan oleh senat fakultas dan dikukuhkan oleh senat institut atau universitas.

Ayat (6) Cukup jelas.

Pasal 19 Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2) Dalam penggunaan gelar dan/atau sebutan lulusan perguruan tinggi tidak dibenar­kan perubahan bentuk gelar dan/atau sebutan yang bersangkutan, seperti peng­gantian gelar dan/atas sebutan yang diperoleh dengan gelar dan/atau sebutan atau singkatan gelar dan/atau sebutan lulusan perguruan tinggi negeri lain.

Pasal 20

Cukup jelas.

1566

Page 9: TAHUN - DPR

Pasa1 21

Ayat (1) Cukup jelas

Ayat (2) Cukup jelas

Ayat (3) Cukup jelas

Pasal 22

Ayat (1)

Kebebasan akademik dimiliki oleh sivitas akademika yang terdiri atas staf akade­mik dan mahasiswa.

Kebebasan akademik merupakan kebebasan sivitas akademika untuk melakukan pengajaran ilmu kepada dan antara sesama warganya serta melakukan studi, penelitian, pembahasan, dan penerbitan ilmiah.

Kebebasan mimbar akademik sebagai bagian dari kebebasan akademik merupakan hak dan tanggungjawab seseorang yang memiliki wewenang dan wibawa keilmuan guna mengutarakan pikiran dan pendapatnya dari mimbar akademik.

Otonomi keilmuan pada hakikatnya berarti bahwa kegiatan keilmuan berpedoman pada norma keilmuan yang harus ditaati oleh para ilmuwan dan calon ilmuwan.

Pengembangan perguruan tinggi diarahkan pada kemampuan menyelenggarakan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat, yaitu kegiatan yang disebut Tridarma Perguruan Tinggi.

Ayat (2) Cukup jelas

Ayat (3) Cukup jelas

Pasal 23

Ayat (I) Sesuai dengan dasar, fungsi, dan tujuannya, pendidikan nasional bersifat terbuka. Sifat itu diungkapkan dengan keleluasaan gerak peserta didik. Ini merupakan ke­sempatan yang diberikan kepada peserta didik untuk mengembangkan bakatnya sesuai dengan kemampuan dan minatnya. Keleluasaan gerak berarti terbukanya kesempatan bagi peserta didik untuk me­ngembangkan dirinya melalui jalur pendidikan yang tersedia dan kemungkinan untuk pindah dari satu jalur ke jalur yang lain, atau dari satu jenis ke jenis pendi­dikan yang lain dalam jenjang yang sama. Dalam pelaksanaan keleluasaan gerak perlu diperhatikan aspek-aspek proses belajar dan kemampuan sumber daya yang tersedia. Peserta didik pada jenjang pendidikan dasar dan menengah disebut pelajar, murid a tau siswa dan pada jenjang pendidikan tinggi disebut mahasiswa. Peserta didik dalam jalur pendidikan luar sekolah disebut warga belajar.

Ayat (2) Cukup jelas.

1567

Page 10: TAHUN - DPR

Pasal 24

Cukup jelas

Pasal 25

Ayat (I)

butir Pada dasarnya pendidikan merupakan tanggungjawab bersama antara keluar­ga, masyarakat dan Pemerintah, yang berlaku juga dalam hal biaya penyeleng­garaan pendidikan.

Pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah pada dasarnya peserta didik ikut menanggung biaya penyelenggaraan pendidikan yang jum­lahnya ditetapkan menurut kemampuan orang tua atau wali peserta didik.

Pada jenjang pendidikan yang dikenakan ketentuan wajib belajar, biaya pe­nyelenggaraan pendidikan pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah merupakan tanggungjawab Pemerintah, sehingga peserta di­dik tidak dikenakan kewajiban untuk ikut menanggung biaya penyelenggara­an pendidikan.

Peserta didik pada jenjang pendidikan lainnya yang ternyata memiliki kecer­dasan luar biasa tetapi tidak mampu ikut menanggung biaya penyelenggaraan pendidikan dapat dibebaskan dari kewajiban tersebut.

Pembebanan biaya tambahan yang tidak langsung berhubungan dengan ke­giatan belajar mengajar tidak dibenarkan.

butir 2 Cukup jelas

butir 3 Cukup jelas

butir 4 Cukup jelas

Ayat (2) Cukup jelas

Pasal 26

Setiap warga negara berkesempatan seluas-luasnya untuk menjadi peserta didik melalui pendidikan sekolah ataupun pendidikan luar sekolah. Dengan demikian, setiap warga negara diharapkan dapat belajar pada tahap-tahap mana saja dari kehidupannya dalam mengembangkan dirinya sebagai manusia Indonesia. Tetapi tidak diharapkan terus me­nerus belajar tanpa mengabdikan kemampuan yang diperolehnya untuk kepentingan masyarakat.

Penilaian pendidikan berkelanjutan tersebut dimungkinkan melalui ujian persamaan atau ekstranei. Warga negara yang belajar mandiri dapat diberi kesempatan untuk me­nempuh ujian persamaan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah.

Pasal 27

1568

Ayat (1) Cukup jelas

Page 11: TAHUN - DPR

Ayat (2) · Termasuk dalam pengertian pengelola satuan pendidikan adalah kepala sekolah, direktur, dekan, rektor. Termasuk tenaga pendidik adalah tutor dan fasilitator.

Ayat (3) Cukup jelas.

Pasal 28

Ayat (I) Kewenangan mengajar diberikan melalui surat pengangkatan seseorang sebagai tenaga pengajar pada satuan pendidikan tertentu oleh pejabat yang berwenang dengan memperhatikan persyaratan-persyaratan yang berlaku.

Ayat (2) Tenaga pengajar pendidikan agama hams beragama sesuai dengan agama yang di­ajarkan dan agama peserta didik yang bersangkutan.

Ayat (3) Cukup jelas

Ayat (4) Cukup jelas

Pasal 29

Ayat (I) Cukup jelas

Ayat (2) Cukup jelas

Pasal 30

Tunjangan tambahan yang dimaksud dalam butir I .b. adalah tunjangan di luar tunjang­an yang diberikan atas dasar ketentuan umum yang berlaku bagi pegawai negeri dan di­berikan bilamana Pemerintah menganggap perlu memberikan perlakuan khusus. Pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah, tenaga pengajar yang berhasil memperoleh peningkatan kemampuan dan kewenangan profesional diberi penghargaan melalui kenaikan pangkat dengan kemungkinan pencapaian pangkat ke­pegawaian yang lebih tinggi daripada pangkat kepala satuan pendidikan yang bersang­kutan, a tau melalui bentuk penghargaan yang lain.

Pasal 31

butir I Cukup jelas

butir 2 Cukup jelas

butir 3 Pelaksanaan tugas dengan penuh tanggungjawab termasuk keteladanan dalam men­jalankan tugas.

butir 4 Cukup jelas

1569

Page 12: TAHUN - DPR

butir 5 Cukup jelas

Pasal 32

Kewenangan pengaturan pengadaan, pembinaan, dan pengembangan tenaga kependi­dikan tersebut pada dasamya dilakukan terhadap satuan pendidikan yang diselenggara­kan oleh Pemerintah. Namun begitu, sejauh diperlukan Pemerintah dapat pula melakukannya bagi kepen­tingan satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat.

Pasal 33 Cukup jelas (lihat pula penjelasan pasal 25)

Pasal 34 Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2) Cukup jelas

Pasal 35 Pendidikan tidak mungkin dapat terselenggara dengan baik bilamana para tenaga ke­pendidikan maupun para peserta didik tidak didukung oleh sumber belajar yang di­perlukan untuk penyelenggaraan kegiatan belajar-mengajar yang bersangkutan. Salah satu sumber belajar yang amat penting, tetapi bukan satu-satunya adalah perpustakaan yang hams memungkinkan para tenaga kependidikan dan para peserta didik memper­oleh kesempatan untuk memperluas dan memperdalam pengetahuan dengan mem­baca bahan pustaka yang mengandung ilmu pengetahuan yang diperlukan. Sumber belajar lain adalah misalnya, laboratoriurn, bengkel dan fasilitas olahraga. Bagi pendidikan kedokteran sumber belajar meliputi rurnah sakit.

Pasal 36 Ayat (1)

Meskipun pada dasarnya biaya penyelenggaraan satuan pendidikan yang diseleng­garakan oleh Pemerintah menjadi tanggungjawab Pemerintah, penjelasan pasal 25 ayat (1) butir 1 tetap berlaku, terutama pada jenjang pendidikan menengah dan pendidikan tinggi.

Ayat (2) Cukup jelas

Ayat (3) Cukup jelas

Pasal 37 Cukup jelas

Pasal 38 Ayat (1)

1570

Kurikulum yang dimaksud pada ayat ini terdapat pada jalur pendidikan sekolah maupun pada jalur pendidikan luar sekolah.

Page 13: TAHUN - DPR

Satuan pendidikan dapat menambah mata pelajaran yang disesuaikan dengan si­tuasi dan kondisi lingkungan serta ciri khas satuan pendidikan yang bersangkut­an. Semua tambahan tersebut tidak mengurangi. kurikulum yang berlaku secara nasio­nal dan tidak menyimpang dari tujuan dan jiwa pendidikan nasional.

Ayat{2) Cukup jelas

Pasal 39

Ayat (1) Cukup jelas

Ayat (2) Pendidikan Pancasila mengarahkan perhatian pada moral yang diharapkan diwu­judkan dalam kehidupan sehari-hari, yaitu perilaku yang memancarkan iman dan taqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dalam masyarakat yang terdiri dari berba­gai golongan agama, perilaku yang bersifat kemanusiaan yang adil dan beradab, perilaku yang mendukung persatuan bangsa dalam masyarakat yang beraneka ra­gam kebudayaan dan beraneka ragam kepentingan, perilaku yang mendukung ke­rakyatan yang mengutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan perorang­an dan golongan sehingga perbedaan pemikiran, pendapat, ataupun kepentingan diatasi melalui musyawarah dan mufakat, serta perilaku yang mendukung upaya untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Pendidikan agama merupakan usaha untuk memperkuat iman dan ketaqwaan ter­hadap Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama yang dianut oleh peserta didik yang bersangkutan dengan memperhatikan tuntutan untuk menghormati agama lain dalam hubungan kerukunan antar umat beragama dalam masyarakat untuk mewujudkan persatuan nasional.

Pendidikan kewarganegaraan merupakan usaha untuk membekali peserta didik dengan pengetahuan dan kemampuan dasar berkenaan dengan hubungan antara warga negara dengan negara serta pendidikan pendahuluan bela negara agar men­jadi warga negara yang dapat diandalkan oleh bangsa dan negara.

Pada jenjang pendidikan tinggi pendidikan pendahuluan bela negara diselenggara­kan antara lain melalui pendidikan kewiraan.

Ayat (3)

Sebutan-sebutan tersebut pada ayat (3) bukan sama mata pelajaran melainkan se­butan yang mengacu pada pembentukan kepribadian dan unsur-unsur kemampuan yang diajarkan dan dikembangkan melalui pendidikan dasar. Lebih dari satu unsur tersebut dapat digabung dalam satu mata pelajaran atau se­baliknya, satu unsur dapat dibagi menjadi lebih dari satu mata pelajaran. Unsur­unsur kemampuan pada ayat (3) dimaksudkan untuk menyatakan bahwa pendi­dikan dasar harus mencakup sekurang-kurangnya semua kemampuan tersebut.

Ayat (4) Cukup jelas

Pasal 40

Ketentuan hari belajar dan libur sekolah hanya berlaku pada jenjang pendidikan dasar dan pendidikan menengah. Tahun pelajaran sekolah dimulai pada minggu ketiga bulan Juli.

1571

Page 14: TAHUN - DPR

Pasal 41 Culcup jelas.

Pasal 42

Ayat (1) Cukupjelas

Ayat (2) Cukup jelas

Ayat (3) Cukup jelas

Pasal 43

Penilaian kegiatan belajar-mengajar dilakukan untuk membantu perkembangan peserta didik dalam usaha mencapai tujuan pendidikannya. Oleh karena itu, penilaian disertai dengan usaha bimbingan dan nasihat.

Pasal 44

Tujuan penilaian yang diatur dalam pasal ini adalah untuk mengetahui basil belajar pa­ra peserta didik suatu jenis dan jenjang pendidikan tertentu dengan menggunakan ukuran yang ditetapkan secara nasional pada akhir masa pendidikannya. Penilaian ha­ms didasarkan atas kurikulum nasional. Hal ini juga dimaksudkan untuk memperoleh keterangan ten tang mutu basil pendidikan pada setiap jenis dan jenjang pendidikan se­cara nasional. Ujian negara diselenggarakan untuk mengesahkan keberhasilan belajar peserta ujian sebagai basil belajar yang telah memenuhi persyaratan yang dianggap berlaku oleh Pe­merintah.

Pasal 45

Penilaian kurikulum sebagai satu kesatuan dilakukan untuk mengetahui kesesuaian kurikulum yang bersangkutan dengan dasar, fungsi, dan tujuan pendidikan nasional, serta kesesuaian dengan tuntutan perkembangan yang terjadi dalam masyarakat. Kegi­atan penilaian ini merupakan bagian dari upaya pencapaian tujuan pendidikan nasio­nal.

Pasal 46

Ayat (I) Penilaian meliputi segi-segi administrasi, kelembagaan, tenaga kependidikan, kuri­kulum, peserta didik, sarana dan prasarana, serta keadaan umum satuan pendidik­an baik yang diselenggarakan Pemerintah maupun masyarakat untuk menentukan akreditasi satuan pendidikan dan usaha pembinaan yang diperlukan.

Ayat (2) Cukup jelas

Pasal 47

Ayat (1)

1572

Peranserta masyarakat adalah keikutsertaan masyarakat dalam usaha menyelengga­rakan pendidikan nasional.

Page 15: TAHUN - DPR

Masyarakat berperanserta seluas-luasnya dalam menyelenggarakan dan mengem­bangkan satuan pendidikan sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang­undang ini dan peraturan pelaksanaannya.. Baik satuan pendidikan yang diseleng­garakan oleh Pemerintah maupun masyarakat berkedudukan sama dalam sistem pendidikan nasional.

Ayat (2) Ayat ini dimaksudkan untuk menghargai setiap penyelenggara satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat yang memiliki ciri-ciri tertentu, seperti satuan pendidikan yang berlatarbelakang keagamaan, kebudayaan, dan sebagainya.

Ayat (3) Cukup jelas.

Pasal 48

Ayat (I) Badan yang dimaksud ini diharapkan menyalurkan aspirasi masyarakat umum ser­ta kepentingan bangsa dan negara berkenaan dengan masalah-masalah pendidikan kepada pengelola sistem pendidikan nasional. Oleh sebab itu, badan tersebut harus beranggotakan wakil-wakil golongan dalam masyarakat, pakar-pakar berkenaan de­ngan upaya penyelenggaraan pendidikan, bersama beberapa pejabat yang mewakili Pemerintah. Badan ini bersifat nonstruktural.

Ayat (2) Cukup jelas

Pasal 49 Cukupjelas

Pasal SO Cukup jelas

Pasal 51

Pengelolaan satuan pendidikan jalur pendidikan sekolah yang diselenggarakan oleh ma­syarakat yang lazim disebut perguruan swasta dilakukan oleh suatu badan yang bersifat sosial, sedangkan pengelolaan pendidikan jalur pendidikan luar sekolah dapat pula oleh perorangan.

Pasal 52

Pemerintah berkewajiban membina perkembangan pendidikan nasional dan oleh sebab itu wajib mengetahui keadaan satuan dan kegiatan pendidikan baik yang diselenggara­kan oleh Pemerintah sendiri maupun oleh masyarakat. Pengawasan lebih merupakan upaya untuk memberi bimbingan, binaan, dorongan, dan pengayoman bagi satuan pendidikan yang bersangkutan yang diharapkan terus-mene­rus dapat meningkatkan mutu pendidikan maupun pelayanannya.

Pasal 53

Tindakan administratif berwujud pemberian peringatan sebagai tindakan yang paling ringan dan perintah penutupan satuan pendidikan yang bersangkutan sebagai tindakan yang paling berat.

1573

Page 16: TAHUN - DPR

Pasal S4

Ayat (1) Culcup jelas

Ayat (2) Cukupjelas

Ayat (3) Cukupjelas

Ayat (4) Cukupjelas

Ayat (5) Cukupjelas

Pasal SS Ayat {I)

Cukupjelas

Ayat (2) Cukup jelas

Pasal 56

Ancaman pidana terhadap pelanggaran ketentuan Pasal 29 Ayat (I) hanya dikena­kan bagi warga negara.

Pasal 57

Cukupjelas

Pasal 58

Cukup jelas

Pasal 59

Cukup jelas

T AMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBUK INDONESIA NOMOR

1574

Page 17: TAHUN - DPR

KETUA: Terima kasih pada Saudara Sekretaris Pansus yang telah membacakan dan menurut

pendengaran, pengamatan Pimpinan tidak ada perbedaan dengan apa yang telah disahkan pada kemarin, karena capeknya hanya sering mengatakan tidak titik dua, dua titik dan sebagainya.

Jadi hanya rnewujudkan rnanusia yang satu, untuk itu sekali lagi rnengucapkan terima kasih yang telah rnernbaca dengan cukup tenang bisa didengarkan dengan baik keseluruhan tadi kUiang lebih 1 jam. Sekarang jam 11.35, sebelwn memasuki acara ke 3 Pimpinan menganggap penting untuk istirahat sebentar.

FPDI (A. Tyas Satijono Soenarto) : Interupsi.

Saudara Ketua, apakah masih ada kesempatan kepada para Anggota Pansus ini untuk memberikan koreksi tentang Penulisan dan sebagainya.

Terima kasih.

KETUA: Saudara rasa tidak, hanya tadi saya katakan menurut pengamatan dan pandangan di

samping kurang membaca titik dan sebagainya sepertinya tidak ada yang salah, tapi kalau mau dikoreksi silakan. Kami persilakan koreksiannya.

FPDI (A. Tyas Satijono Soenarto) :

Terima kasih atas kesempatan yang diberikan kepada Fraksi kami pada Batang Tubuh kami ingin memberikan pembetulan-pembetulan, memang nampaknya tidak begitu pen· ting, karena hanya masalah tanda baca saja, namun demikian kalau kita ingin berbahasa yang baik kami kira kalau di satu tempat kita perlakukan demikian rupa tentunya di lain tempat juga kita berbuat sama.

Yaitu pada halaman 2 Saudara Ketua, halaman 3, halaman 6, halaman 7, halaman 8, halaman 9, halaman 11, halaman 15 dan halaman 24 itu pada Ba tang Tubuh, yang semua· nya memang hanya berupa "koma", kalau disepakati oleh Sidang ini kami akan bacakan tiap·tiap halaman yang kami tunjuk.

Pada halaman 2 yaitu pada "mengingat" Pasal 5 Ayat (1), Pasal 20 Ayat (1) mestinya pakai "koma" lagi "dan", kemudian pada halaman 3 demikianjuga itupun hanya "koma" di depan "dan" pada butir 6, pada halaman 6 itupun juga masalahnya sama yaitu pada ayat (3) di depan kata "dan" sesudah "khusus" itujuga hanya "koma".

Halaman 8 di sini juga disebutkan berturut-turut masalah satuan lama pendidikan dan, itu di depan "dan" juga "koma" pada Ayat (3),jadi halaman 8 Pasal 12 Ayat t3) kemudian pada halaman 9 "dan" itu Pasal 15 Ayat (2) sesudah "pendidikan kedinasan' itu juga "koma" dan "pendidikan keagamaan" dan kurang a pada keagamaan ini ditulis "kegemar· an",jadi tambah a.

Kemudian pada halaman 11 Sauda·ra Ketua, pada halaman 18 sama juga masalahnya itu ayat (3) sesudah "institut" itu juga ada koma sebelum "dan" Kemudian pada halaman 15 Pasal 28 Ayat (4)jadi sesudah ayat (2), koma "dan",jadi Ayat (4) sesudah Ayat (2) koma "dan". Kemudian halaman 24 juga sama yaitu pada Ayat (5) sesudah Ayat (3) koma "dan". Kemudian pada Rencana Penjelasan Saudara Ketua itu pada halaman 6 alinea yang ketiga dari atas Undang-undang yang lama yaitu Undang-undang Nomor 4 Tahun 1950 tentang Dasar-dasar, di sini hanya ditulis Dasar, jadi kurang Dasar, kesatu.

Kemudian halaman 14 pada penulisan juga itu sama dengan Batang Tubuh, tadi karni kira juga hanya mengenai tanda baca, yaitu pada Pasal 18 Ayat (2) sesudah "institut 'itu juga koma "dan", demikian juga pada Ayat (3}-nya sesudah "institut" koma "dan", ke-

1575

Page 18: TAHUN - DPR

mudian halaman 16 kami kira sama juga itu menyebutkan beberapa hal penelitian, pem. bahasan koma "clan" itu pada kalimat kedua dari atas. Demikian Saudara Ketua sedikit koreksi kecil yang mungkin dapat diterima oleh Sidang dan kami ucapkan terima kasih.

KETUA:

Terima kasih kalau memang itu tulisan yang baik tentunya harus kita ikuti, sedangkan yang pen ting kurang Dasar, silakan F ABRI.

F ABRI (Sahuntung Sastrohamidjojo) :

Pimpinan yang terhormat, sesudah kita membaca ini bersama-sama, maka sebenarnya kita ingin mengajukan konsistensi dari penggunaan suatu kata-kata bagaimana tercantum dalam beberapa pasal, umpamanya ini mengenai istilah Terhadap Tuhan Yang Maha Esa pada Pasal 4 itu, Terhadap, pada Pasal 28 itu Kepada Tuahn Yang Maha Esa. Pada penjelas­an halaman 1 itu Terhadap Tuhan Yang Maha Esa, kemudian juga pada Pasal 39 Ayat (2) itu Kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan selanjutnya itu kalau memang Terhadap itu ada yang bersumber dari GBHN tapi ada yang Kepada. Jadi hanya mohon konsistensi saja kesepakatan kita Terhadap atau Kepada, kita lebih condong Kepada.

Jadi untukjelasnya kami ulangi Pak, halaman 4 Pasal 4 baris ketiga, kemudian halaman 15 Pasal 28 itu Kepada di sana Tuhan Yang Maha Esa Ayat (2), kemudian penjelasan halaman 11 Pasal 18, kemudian halaman 23 penjelasan P'asal 39 Ayat (2) itu ada 2, yang satu Kepada yang satu· Terhadap. Yang kedua ini mengenai istilah Doktor Honoris Causa ini saja yang huruf besar, ada yang huruf kecil Pak, itu pada halaman 14, pada P'asal 18 Ayat (5) itu pada penjelasan itu menggunakan huruf besar Doktor Honoris Causa, tetapi pada halaman 11 Batang Tubuh Pasal 18 Ayat (5) itu masih huruf kecil, dus yang benar dulu kalau tidak salah yang huruf besar Doktor Honoris Causa.

l..alu satu lagi Pak mengenai istilah nasehat atau nasihat ini masih ada 2, jadi kalau kita lihat pada halmaan 22 Batang Tubuh Pasal 48Ayat (I) baris ke 5 tulisannya masih nasehat sedangkan pada halaman 25 penjelasan dari Pasal 43 itu nasehat, keputusannya dulu nasi­hat. demikian Pak terima kasih.

KETUA:

Terima kasih sebelum yang lain supaya satu persatu, jadi Honoris Causa ditulis huruf besar, Saudara Pemerintah mengangguk, sedangkan nasehat yang betul nasehat, sekarang Terhadap dan kepada dari pihak pengoreksi mengusulkan Terhadap, jadi dikembalikan kepada Terhadap, jadi Terhadap Tuhan Yang Maha F.sa, apakah disepakati Terhadap, setuju.

(KETCK PALU)

Jadi, tulisan sebelum Tuan Yang Maha Esa, kalau ada Kepada hendaknya dibaca Terhadap sedangkan kalau ada tulisan nasehat dibaca nasihat, kalau ada Honoris Causa huruf kecil dianggap tertulis huruf besar. Kami persilakan rekan FPP.

FPP (Ny. Aisyah Aminy, S.H.):

Terima kasih Baak Ketua, tadi kami kembali mengenai penggunaan koma, koma dalam tulisan yang seperti ditunjukkan tadi biasanya digunakan pengganti "dan", supaya dan, dan, dan itu tidak banyak, maka digunakan koma, nah sebelum dan tidak boleh koma, nah begini biasanya. Namun begitu Bapak Ketua karena memang kita mempunyai Lembaga Bahasa alangkah baiknya kalau Lembaga Pembinaan Bahasa memberikan yang tepat dan benar, terima kasih Ketua.

KETUA:

Jadi tadi komentar Pimpinan kalau memang itu yang benar, ¥a kita ikuti, ada pendapat lain kami mohon dari Pemerintah untuk memberikan tanggapannya mudah-mudahan me-

1576

Page 19: TAHUN - DPR

milih salah satu tidak tambah pendapat ke 3, saya persilakan Pak.

PEMERINTAH :

Saudara Ketua menurut selera saya juga koma didepan "dan" itu kurang tepat, tapi itu selera pribadi, Kepala Pusat Bahasa mengatakan bisa pakai koma, jadi saya mohon ijin Saudara untuk Lembaga Pusat Bahasa saja supaya jelas yang ahli saja Pak.

KETUA:

Dipersilahkan ahlinya, mudah-mudahan ahlinya tidak keliru, karena Bahasa Indonesia ini sudah berkembang, kami pe·rsilakan Pak.

AHLI BAH,ASA :

Ibu-ibu dan Bapak-bapak, koma itu maksudnya menyatakan rincian ini, ini, ini, ini, dan ini, jadi ada koma sebelum "dan'', rincian terakhir itu adalah didahului oleh koma, kita memerlukan beras, gula, minyak, dan sabun.

FPP (Sukardi Effendi, S.H.) : Interupsi.

Kalau hanya 2 itu saya kira tidak penting.

AHLI BAHASA :

Kalau hanya 2 langsung saja Pak, kalau 2 bukan rincian.

KETUA:

Terima kasih, jadi tadi ada beberapa hal yang oleh pengoreksi, oh tidak ini sudah . betul itu kami lihat temyata hanya 2 misalnya. Kemudian yang lain-lain tadi pakai koma, kami kembalikan ini ahli bahasa saja mengatakan begitu, jadi yang antri banyak itu di koma, koma, koma, "dan" di depannya itu masih ada koma, tapi kalau hanya 2 tidak, saya kembalikan pada rekan FPP.

FPP (Ny. Aisyah Aminy, S.H.):

Kalau ahli bahasa sudah mengatakan demikian kami mengikuti

KETUA:

Kami persilakan saudara Menteri.

PEMERINTAH: Menurut pak Rachman sudah benar yang baru begitu. Saya kembalikan.

Saudara ketua saya menyesuaikan selera saya dengan ketentuan baru yang saya tang­gapkan ini.

FPDI (A. Tyas Satijono Soenarto) :

Kami hanya ingin menambah keterangan saja. Sebenamya apa yang kami sampaikan ini punya dasar yang cukup kuat, yaitu peresmian ejaan bahasa Indonesia yang baru yang disampaikan oleh Presiden Soeharto pada Sidang DPR/MPR tanggal 16 Agustus 1992 yang diresmikan penggunaannya pada 17 Agustus 1972. Terima kasih.

1577

Page 20: TAHUN - DPR

KEnJA:

Jadi dengan demikian usulan dari FPDI tadi bisa kita terima dengan catatan yang "antri" tadi, tapi kalau yang dua tidak kita pakai.

Pemerintah setuju ini ? oh setuju. Ada yang lain ? Adanya koreksi-koreksi seperti itu penting sekali untuk kesempumaan.

FKP (Drs. H. Hoesni Thamrin Assaat, S.H.):

Terima kasih saudara Pimpinan, hanya konsistensi penulisan saja. Pertama, mengenai penulisan undang-undang. Ada yang pakai "U" dengan huruf besar,

ada yang pakai huruf kecil. Misalnya di dalam Penjelasan; di halaman pertama ditulis undang-undang dengan "u" kecil-baris delapan dari bawah. Juga dalam Pasal 58 baris paling atas itu ditulis dengan huruf besar kemudian yang lainnya ditulis dengan huruf kecil.

Kedua, Kemudian di halaman 4 Penjelasan. Tulisan Undang-Undang Dasar 1945 terus koma. Bab XIII koma, -- apa koma itu harus begitu ? atau tanpa koma? Jadi, " ... amanat Un dang-Un dang Dasar 1945, Bab XIII, ... " say a kira terputus jadmya kalau di-koma. Harusnya tanpa koma " ... Undang-Undang Dasar 1945 Bab XIII Pas al 31 Ayat (I) ... " tan pa ada koma-koma, barangkali begitu pak.

Ketiga, Kemudian penulisan tentang pendidikan pendahuluan bela negara di halaman 23 Penjelasan ditulis huruf kecil; di halaman Penjelasan itu ada pendidikan pen­dahuluan bela negara diberikan kepada peserta didik sebagai bagian dari keselu­ruhan sistem Pendidikan Nasional. lni di tengah-tengah.

Keempat, Kemudian mengenai Ketentuan Pidana di halaman 24 yaitu Pasal 55, " ... ba­rangsiapa ... "itu ditulis satu kata. Kami kira demikian pak. Terima kasih.

KE1UA:

Kami mohon pada Pemerintah, tulisan pendidikan pendahuluan bela negara, - huruf kecil semua atau ada dua huruf besar dan huruf kecil ?

PEMERINTAH: Mohon pendapat F ABRI barangkali punya istilahnya.

KETUA.

Kalau itu memang salah satu isi muatan.

F ABRI (Sahuntung Sastrohamidjojo) :

Kalau itu memang merupakan nama, memamang huruf besar. Memang Pendidikan Pendahuluan Bela Negara itu sekarang dikenal dengan PPBN - singkatan itu. Jadi sebenar­nya kalau kita lihat pada halaman 2 pada Penjelasan itu rnemang di sanajugahurufbesar, kemudian pada halaman 23 huruf kecil. Jadi kami berpendapat sebaiknya disamakan dengan halaman 2 dengan menggunakan huruf besar.

KETUA:

Dari F ABRI berpendapat, jadi yang benar bagaimana ? Pimpinan menghendaki bantu­annya. Konteksnya di dalam Undang-undang lni. Barangkali dari Ahli Bahasa, dari Peme­rintah?

1578

Page 21: TAHUN - DPR

AHU BAHASA (LUKMAN ALI) : Pendidikan Bela Negara, kalau suclah menjadi matapelajaran resmi, itu PPBN itu

besar. Tapi kalau masih dalam pemikiran, itu huruf kecil ppbn-nya. Terima kasih.

KETUA:

Terima kasih kami mohon pendapat yang kongkrit halaman 2 Rancangan Penjelasan. Menurut ahli Bahasa bagaimana ?

AHLI BAHASA (Lukman Ali) :

Dalam hubungan ini PPBN huruf kecil pak. Sebab belum merupakan mata kuliah atau mata pelajaran, maih berupa pemikiran. Sehubungan dengan ini maka pendidikan pen­dahuluan bela negara diberikan kepada peserta didik sebagai bagian dari keseluruhan sistem Pendidikan Nasional. Jadi huruf kecil. Ta pi kalau sudah resmi P Dan K menuliskan sekian jam seminggu pendidikan bela negara dalam seminggu, itu jelas dengan huruf besar.

KETUA:

Sekaligus pimpinan menanyakan dengan penjelasan itu, halaman 19 batang tubuh di dalam kurikulum, itu tulisannya kecil apa besar? Analog ini. Kesemuanya ya. Karena kalau menjadi matapelajaran menjadi huruf besar. lha ini isi kurikulum ini, ... ini, ... ini, semua huruf kecil semua apa harus menjadi huruf besar ? Halaman 19. Menganalogkan pada Penjelasan tadi pak.

AHLI BAHASA (Lukman Ali) :

Ini belum merupakan nama yang pasti setusi dengan yang tercantum dalam kurikulum, bari bidangnya. Jadi huruf kecil.

KETUA:

Mohon sekaligus halaman 23 Rancangan Penjelasan. Apakah itu sesudah tepat huruf kecil. Halaman 23 Rancangan Penjelasan kalimat terakhir. Jadi masih di dalam Pendidikan Kewarganegaraan, apakah itu sudah betul semua ?

AHLI BAHASA (Lukman Ali):

" ...... pada jenjang pendidikan tinggi pendidikan pendahuluan bela negara diselang· garakan antara lain melalui pendidikan Kewuraan .... 'Kewiraan itu sudah resmi merupa· kan mata kuliah. Jadi besar Mata Kuliahnya Kewuraan namanya, Kalau bela negara-nya itu jelas masih kecil. Pendidikan pendahuluan bela negara ditulis dengan hurufkecil. " ..... . melalui pendidikan kewiraan ... " Kewuraan-nya besar. Tapi yang jelas pendidikan pen­dahuluan bela negara itu semuanya dengan huruf kecil.

KETUA:

Jadi menurut fihak Pemerintah memberikan penjelasan, kalau belum menjadi, jadi huruf kecil semua, tetapi justeru pertdidikan Kewiraan, "K"-nya huruf besar.

1579

Page 22: TAHUN - DPR

AHLI BAHASA (Lukman Ali) :

Tapi kalau itu belum merupakan ..... , saya serahkan kepada pak Menteri untuk men­jawab, atau pak Harsja yang menjawab.

F ABRI (Sahuntung Sastrohamidjojo) :

Kalau kmai lihat pada Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 1982 pada Ketentuan Umum, di sana jujga dijelaskan ada beberapa macam, di sana ditulis bah­wa Pendidikan Pendahuluan Bela Negara itu dengan huruf besar. Jadi kami bependapat bahwa halaman 2 itu sudah besar, sudah cukup menggunakan huruf besar sebagai subyek. Tapi yang di belakang halaman 23 itu dua-duanya bisa menggunakan huruf kecil. Tapi kelau di halaman 2 karena pengertian bela negara ini juga sebagai subyek, di dalam Undang­undang Nomor 2 itu juga sudah huruf besar. Jadi itu menyinggung maksudnya pendidikan pendahuluan belas negera yang itu yang tercanm dalam Undang-undang Nomor 2. Sedang­kan yang di halaman 23 itu hanya uraian saja, bahwa itu perguruan tinggi itu perlu pendi­dikan ini. Belum secara sepesifikasi ditunjukkan bahwa itu merupakan suatu paket pendi­dikan bela negara. Jadi tegasnya saran kami halaman 2 tetap, halaman 23 dua-duanya itu yang baris keenam maupun baris ke 2 itu adalah huruf kecil semua. Jadi tidak pero­bahan. Terima kasih.

KETUA:

Kami kembalikan lagi kepada Pemerintah.

PEMERINT AH :

Kami dapat menerima saran FABRI, terima kasih.

KETUA: Terima kasih. Daripada FKP jadi yang pertama tadi huruf besar semua. Kemudian ke­

wiraaannya kemi mohon Saudara Meteri Keecil 7 Kecul.

Yang kedua, halaman 4 Penjelasan, karni mohon soal koma yaitu ada memberi makna pada amanat Undang-Undang Dasar 1945 koma Bab XIIII koma. Tadi ditanyakan kepada FKP apa koma-koma di sini betul, apa tidak diloloskan tanpa koma karena ini menyebut­kan satu paket. Mohon urun rembug dari ahli bahasa.

AHLI BAHASA (Lukman Ali) : Di sini koma perlu sebab Undang-Undang Dasar 1945 Baba sekian Pasal sekian yang

yang menyatakan. Koma tidak hanya rincian, tidak hanya sifatnya semua rincian.

KETUA:

Barangkali dari FPDI, kami persilahkan urun rembugnya.

FPDI (A. Tyas Satijono Soeharto) :

Halaman 4 dan halaman 1 Penjelasan.

Kalau mengingat selera, memang tidak perlu pakai koma antara Bab XIIII Pasal 31, tetapi karena kita hendak menujukkan rinciannya maka itu perlu pakai koma.

1580

Page 23: TAHUN - DPR

KETUA:

Jadi bukan selera ya pak. Demikian jadi perlu koma. Kemudian kami mohon 'soal Undang-Undang, Umdang-Undang itu huruf besar semua apa huruf kecil semua, apa hu­ruf besar satu, huruf kecil satu. Ada yang menulis Undang-"U"-nya besar, kemudian yang keduanya "u"-nya kecil. Ada yang besar semua, ada yang kecil semua. Yang betul yang mana?

AHLI BAHASA (Lukman Ali) :

Benar dua-duanya Pak. Kalau diulang "U" Undang, ini nama sudah.

KETUA:

, ,, Apa tidak besar satu strip (·) kecil satu ? . Hanya Undang-Undang Dasar yang huruf 1J -nya besar semua.

AHLI BAHASA (Lukman Ali) :

Kalau dia itu sudah berupa nama, jadi kalau misalhya di awal kalimat," .... Undang­undang ini tidak berlaku lagi .... " ''. ... -undang ... " yang satu ini kecil pak.

KETUA:

Jadi mohon pendapat dari FKP usulnya bagaimana.

FKP (Drs. H. Hoesni Thamrin Assaat, S.H.). Terima kasih Sudara Pimpinan, barangkali yang di atas ditulis Undang-undang .... "U"

yang pertama besar, "u" yang kedua kecil, adalah benar barangkali. Tapi di bawah, " ... . memerintahkan pengundangan undang-undang ini .... " pada halaman 26 Batang tubuh, Pasal 59. " . . .. Agar setiap orang mengetahuinya memerintahkan pengundangan Undang­undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia".

KETUA: Menurut pendapat FKP besar, kecil ?

FKP; Kalau menurut pendapat FKP besar, kecil. Ini kan Undang-Umlang ini maksudnya

Pak

KETUA: Jadi kepada Pemerintah mohon, halaman 26 pada akhir kalimat Pasal 59.

PEMERINTAH : Saudara Ketua, menurut penjelasan ahlinya, kalau sebutan undang-undang itu sudah

menjadi nama ; jadi Undnag-Undang Kehakiman, misalnya-itu '1J"-nya besar. Kalau undang-undang tanpa. apa-apa, itu ''(]" besa, ''(]" kecil. Undang-Undang ini kan tidak me­nyebut suatu nama, itu masih 1JU" besar, ''u" kecil. Dengansegala hormat pada Ahli Ba­hasa, kalau memang itu besar, maka di Penhajuluan ini mestinya banyak yang ''(]" besa, padahal ditulis "u" kecil. Jadi "u" keduanya kecil.

KETUA:

Dan ada juga yang dua-duanya kecil.

1581

Page 24: TAHUN - DPR

PBIERINTAH : Kalau di tengah kalimat dua-dianya kecil, itu bisa, " .... dalarn undang-undang ini ... "

dalarn undang-undang yang satu huruf besa, satu hurufkecil.

KETUA: Urun rembug dari FKP karni persilakan.

FKP (Drs. H. Iman Soedarwo Padmosoegondo)

Teirma kasih.

Terlepas dari buku bahasa. Kesepakatan pengalaman yang disedap oleh DPR ini, mt pak Metareum nanti menjadi saksi; kesepakatan sarnpai sekarang antara DPR dan Sekretaris Negara undang-undang yang "U" besar itu hanya untuk Undnag-Undang Dasar 1945. Di luar Undang-Undang Dasar 1945 maka undang-undang ditulis "U" yang pertama besar, "u" yang kedua itu kecil. Itu kesepakatan yang sampai sekarang kita jalani.

Tetapi kalau sekarang soalnya, kalau kita menyimak pada undang-undang ini bisa terja­di kalau kita meng-quote undang-undang yang lama, Sebab kalau kita mengatakan undang­undang ini tidak berlaku lagi dan sebagainya, itu berarti diam bi! dari aslinya, itu ketentuan lama, tulisan yang lama. Jadi mungkin saja karena itu sifatnya mengalihkan tulisan lama maka pendirian sipenulis di ambil seperti aslinya. Begitu saudara ketua, jadi sekarang bagai­mana pendirian kita.

KE1UA:

Terima kasih. Kalau memang ini benar ada kesepakatan, antara DPR dengan Sekretari­at Negara bahwa yang huruf besar kedua-duanya hanya Undang-Undang Dasar 1945. Untuk narna undang-undang yang lainnya : yang pertama ''U" besar, dan yang keduanya "u" kecil. Itu untuk nama.

FPDI (A. Tyas Satijono Soenarto) :

Sebagaimana tadi kita sudah menyampaikan tentang koma, tetapi pembicara tidak ko­ma, di sini juga diberikan suatu ketentuan penulisan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, itu ditulis besar, khusus ini untuk ini. lni juga dengan dasar yang sama. Kemudian kalau undang-undang menjadi nama sesuatu undang-undang, memang ''U" yang pertama itu menjadi besar; tetapi kalau menjelaskan tentang akan dibentuk undang-undang tentang ini, undang-undang ini hanya menyebutkan suatu yang belum nama, itu masih kecil. Teri­ma kasih. KE1UA:

Jadi kalau belum menyebut nama, itu semuanya kecil, tetapi kalau sudah menjadi nama semuanya 'U" besar semua.

Kecuali kalau belwn jadi nama, semuanya kecil. Tatapi kalau sudah nama U besar satu dan u kecil satu, Undang-Undang Dasar 45 u-nya dua-duanya besar.

1582

Sepakat ini ? Setuju?

Terirna kasih.

Silakan F ABRI.

( RAPAT SETUJU)

Page 25: TAHUN - DPR

FABRI (Sahuntung Sastrohamidjojo):

Mohon maaf Saudara Ketua, jadi setelah kita mencari penyempurnaan, ini karena mungkin pada waktu yang lalu kelewatan, ini Pasal 28 pak, Ayat (2) ini pada batang tubuh. Di sana di tulis :

Untuk dapat diangkat sebagai tenaga pengajar, · tenaga pendidik yang bersang­kutan harus beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berwawasan dan Undang-Undang Dasar 1945 serta memiliki kualifikasi sebagai tenaga pengajar.

Memang pada kesempatan yang lalu sudah menjadi kesepakatan, hanya ini apakah, kami hanya melemparkan saja, berwawasan Pancasila i.ni apakah tetap di sini, bukan setia ke­pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Ini satu pemikiran pak karena berwawasan ini agak terlalu anu, berwawasan Nusantara, te­tapi wawasan Pancasila atau setia kepada Pancasila. Ini satu permohonan pemikiran saja pak.

Terirna kasih.

KETUA:

Karena ini dari Pemerintah, kami kembalikan kepada Pemerintah.

PEMERINT AH :

Pengertian berwawasan di sini itu berjiwa dan bersikap, Misalanya kalau mengatakan wawasan hidup, ini dimungkinkan oleh karena berjiwa dan besikap.

KETUA:

Jadi berwawasan di sini kalau Pirnpinan boleh mengertikan penjelasan dari Pemerintah, kata umum begitu ya, jadi merupakan wawasan.

Tetapi kami kembalikan peda F ABRI.

F ABRI (Sahuntung Sastrohamidjojo) :

Kami dapat mengerti pengeriannya bahwa itu adalah berjiwa dan bersikap. Hanya me­mang istilah berwawasan Pancasila itu berwawasannya tidak dipakai. Kalau berwawasan Nusantara ya, tetapi kalau pada Pancasila itu setiap atau bersikap dan berjiwa, Pancasila, Pancasila jiwaku dan lain sebaginya.

Ini mohon maaf sekali lagi, jadi kami ingin mengungkapkan lagi supaya hasilnya man­tap.

Terima kasih.

KETUA:

Mohon urun rembug dari Fraksi-fraksi.

Jadi ini masalah sudah disepakati, walau dari Tim Perumus, Tim Sinkroniassi sampai kemarin, sepertinya agak ngganjel begitu, saya belum biasa.

Kami persilakan dari Fraksi Karya Pembangunan ..

FKP (Drs. H. Iman Soedaiwo Padmosoegondo) :

Terirna kasih Pak Ketua.

1583

Page 26: TAHUN - DPR

Kalau kita agak hati-hati menyimak Pasal 8 ini maka sebenarnya pengertian persya-­ratan di sini bukan yang bisa diukur. Misalnya kita berbicara ten tang beriman, di sini tidak dibutuhkan ukurannya. Demikian pula kalau kita berbicara tentang yang lain yang sisanya itu. Tetapi kalau kita hendak memakai ukuran pada ketampakannya/performancenya, maka kita berbicara bertaqwa. Seseorang yang bertaqwa itu menjalankan apa yang diharus­kan dan menghindari apa yyang dilarang, jadi di sini ada ukuran.

Sekarang masalah yang kedua, kita juga ingin mengukur ini, out look, cara pandangan seseorang itu tampak di dalam mendekati sesuatu masalah. Kalau itu yang kita kehendaki maka perkataan berwawasan ini yang lebih tepat. Sebab di dalam pengerian berwawasan sebagaimana oleh Saudara Menteri dikatakan, cara pandangan itu datang dari jiwa, dari sikapnya. Demikian pula kalau kita berbicara tentang kualifikasi, diukur bisa, diuji bisa kalau kita menghendaki ukuran di situ.

Demikian Saudara Ketua.

KETUA:

Jadi lari FPKP beranggapan ''berwawasan" ini dikonteksi ini betul.

FABRI (Sahlllltung Sastrohamidjojo):

Baik, terima kasih at as penjelasan dari FKP. Kami ta di hanya menjelaskan sa ja pak, su­paya dengan demikian akan lebih jelas bagi kami.

Terima kasih.

KETUA:

Terima kasih, jadi dengan demikian maka pasal 28 ayat (2) "berwawasan Pancasila" dalam konteks secara keseluruhan ini dalam hall ini tepat.

Ada yang lain-lain ? Silakan.

FKP (Drs. Dewa Putu Tengah) :

Terima kasih saudara Pimpinan, barangkali ini juga dalam rangka konsistensi, penulis­an kata dengan awal kata "non", jadi non struktural, non departemen, begitu juga non migas misalnya biasanya ditulis dengan satu kata saja, nonmigas. lni barangkali ahli bahasa, sebab kita di sini masih makai itu.

KETUA:

Tetapi menurut Tim Sinkronisasi, non Struktur pakai "garis penyambang" (non­struktuur) dan pengusul ada waktu itu di sana.

FKP (Drs. Dewa Putu Tengah):

lni sesudah kami lihat lagi begitu. Barangkali ahli bahasanya bisa.

KETUA:

Saya persilakan ahli bahasanya.

1584

Page 27: TAHUN - DPR

FKP (Drs:Dewa Putu Tengah) :

Lalu yang kedua Saudara Pimpinan, mengenai penulisan rupiah. Menurut ejaan baru rupaiah itu tanpa titik. (.) dibelakang Rp.

Sekian, terima kasih.

KETUA: Jadi Rp. tanpa titik (.) di belakangnya, kalau memang ini benar nanti kita sesuai­

kan.

Silakan Pak Menteri.

PEMERINT AH:

Saudara Kalau dan hadirin yang saya hormati, saya betul-betul dalam posisi yang agak kesulitan karena dengan saya=memani sesudah non selalu ada "garis penghubung" baru non-struktural, non-ini, non-itu. Tatapi yang sikemukakan oleh Saudara Putu Tengah ternyata lebih benar menurut tata bahasa baru yang saya juga belum tahu ini. Jadi rupanya sekarang ini semua non disebut juga satu, ternyata nonkonvensional, nonmigas,non aoa uty senya hadu satu.

Kalau boleh usul, karena ada kesepakatan nan ti tentang hal-hal kebahasaan ini, bagai­mana kalau diserahkan saja di sana daripada kita utak-utik yang agak amatiran. Memang ada ahlinya di sini tetapi ahlinya kurang menyakinkan buat saya.

KETUA: Pimpinan Rapat menggaris bawahi off the record.

PEMERINTAH :

Ini masalahnya kecil, tetapi karena ini tertib bahasa yang kita bicarakan, daripada kita di sini kita membahas secara kira-kira, andaikata ada kesepakatan antara DPR dengan Sekretariat Negara bagaimana kalau kita serahkan saja nanti penyempurnaan bahasa itu kepada Sekretariat Negara. Mudah-mudahan juga Lembaga Bahasa nanti akan menye­diakan ahlinyalah kesana, daripada kita di sini yang coba-coba secara tidak profesional.

KETUA:

Jadi bukan penyempurnaan kalaimat, tetapi tulisan. Memang tadi Pimpinan sudah mengatakan ini bahasa Indonesia sedangkan berkembang.

Apakah saran Pemerintah bisa disepakati ? Kami persilakan.

FKP (Drs. H. Iman Soedarwo Padmosoegondo) :

Mohon maaf Saudara Ketua, kalau menurut pikiran pribadi andaikata kita mengambil langkah ini maka persoalannya akan menjadi lebih sulit, pengaman. Apa sulitnya kalau se­karang kita meletakkan dasar-dasarnya itu sesuai dengan kesepakatan dan kebiasaan yang kita anut. Sebagai contoh Saudara Ketua, kita pemah menuiapkan suatu rancangan, suda.'1 siap dikoreksi bahasa Indonesianya nggakjadi semua itu. Jadi lebih baik kita ambil kesepa­katan yang dasar-dasarnya untuk memperbaiki. Umpamanya saja kita sudah sepakat kalau kita bicara soal non itu mesti disambungkan, mesti jadi satu dengan kata berikutnya, seper­ti halnya umpamanya kalau kita menggunakan istilah Sansekerta umpamanya:

1585

Page 28: TAHUN - DPR

Pancasila,-·itu pasti satu. Pancakarsa, itu pasti satu. ltu sudah baku sebenarnya dan itu bisa dibuktikan di dalam buku pelajaran Bahasa Indonesia.

Demikian pula mengenai Rp. (Rupiah), tidak didahulu dengan titik (.), itu juga suatu dasar yang sudah pas ti. Jadi kalau kita berpegang pada itu barangkali akan lebih baik.

Demikian Saudara Ketua, terima kasih.

KETUA: Terima kasih. Jadi mohon urun rembug dari Fraksi-fraksi Silakan dari FPDI

FPDI (A. Tyas Satijono Soenarto) :

Saudara Ketua, memang apa yang disampaikan oleh Saudara Putu Tengah itu punya dasar dari ejaaan yang disempumakan bahasa Indonesia. Jadi kata "non" itu dihubungkan dengan kata yang mengikutinya, non baku, nonpartai, nonblok dan sebagainya. Demikian juga misalnya "an tar", an tar pulau, antar negara dan sebagainya. "Tuna'', tun~­netra, tunarungu dan sebagainya. "Semi", semipermanen dan sebagainya. Itu semua digabung jadi satu.

Jadi kami kira kalau hanya masalah non, itu bisa diselesaikan di sini.

Satu hal kalau kami masih boleh menambah, apakah kami masih boleh memasalah­kan satu kata dari Pasal 55 Ayat (2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) . adalah kejaha tan.

Yang ingin kami mintakan persetujuan pada Sidang ini ialah mengenai masalah kata "kejahatan" yang akan disambung oleh rekan kami.

Terima kasih . ..

KETUA:

Sebelumnya kami sampaikan, nadanya ini tidak hanya penyempurnaan tetapi akan

merubah pengertian substansi, karena waktu itu haril diskusi juga para sarjana hukum turun, kalau kemudian akan diubah kata itu maka ini bersifat substantif karena waktu itu basil diskusi juga para sarjana hukum turun, kalau kemudian akan diubah kata itu maka ini berarti berisifat substantif, Pimpinan keberatan. Kalau mau disampaikan silahkan, tetapi Pimpinan-pimpinan jawaban kesepakatan yang substantif itu tidak perlu dilakukan peru­bahan. Silakan . disampaikan supaya puas.

FPDI (Djupri, S.H.) : Saudara Pimpinan dan Sidang yang terhormat, sebelumnya minta maaf, memang masa­

lah ini baru ingat sekarang masalahnya. Sebagaimana kita ketahui, sekian banyak kata-kata tadi memang istilah kejahatan ini yang merupakan ganjalan bagi FPDI. Kata-kata ini diperoleh dari kata Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang sebagaim;ana kita ketahui berdasarkan Pasal 2 Peraturan Peralihan terpaksa masih hams diperlukan, se­mentara ini yang berwenang sedang mempersiapkan Rancangan Kodifikasi Kitab Undang­Undang Hukum Pidana'.

1586

Page 29: TAHUN - DPR

Kata ini dipeoleh dari Kitab Undang-Undang Hukum Pidana itu sendiri sebagai penyem­purna dan terjemahan di sana-sini dari Wetboek van Strafirecht. Sebagaimana kita ketahui Wetboek Van Straferech yang selama ini yang Kita ketahui itu termasuk Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang sudah berlaku ratsan tahun, dan ini <lulu dikenal dengan memakai sistem concordan. Perbedaan antara buku yang ada, di dalam buku Wetboek van Straf recht ada 3 buku, pertama tentang ketentuan umum, yang kedua kesehatan dan yang ketiga pelanggaran. Kemudian kita melihat di KUHP juga begitu. Sekarang ini dalam perkembangan pemba­ngunan ilmu hukum pengetahuan ilmu hukum sudah sulit dibedakan antara kejahatan dan pelanggaran. Itu dulu dibedakan antara recht delicten dan wet delicten yang sudah. Sudah ditinggalkan sekarang ini.

Kita melihat yang terbaru, KUHAP. KUHAP sendiri itu sudah tidakmenggun~kan isti· lah itu.

Oleh karena itu, ini hanya sebagai satu pendapat, saya hanya kuatir kalau kita DPR. ini ada orang mengatakan tidak mengalah secara profesional. Jadi tidak mengikuti per­kembangan ilmu hukum. Hanya, itu yang ingin kami sampaikan pada Sidang ini.

Terima kasih.

KETUA: Terima kasih atas informasinya;

Jadi menurut pendapat Pimpinan, ini tetap saja sebagai kesepakatan yang sudah antar 4 Fraksi dan Pemerintah, dan bagaimana nanti perkembangan kita lihat.

Ada yang lain-lain ? Silakan.

FPP ( Sukardi Effendi, SH) :

Ini juga tidak akan bermaksud merubah subtansi, jadi sekedar untuk menambah pe­ngertian yang akhir tadi disampaikanoleh rekan dari FPDI.

Jadi apa yang dihimbaukan istilah kejahatan dan pelanggaran, ini saya kira yang kita pergunakan di dalam Rancangan Uanda-undang ini adalah suatu yang masih berlaku, istilah lazim disebut Hukum Positif. Sedangkan recht idea atau ide-ide hukum yang masih akan secara filosofis diciptakan itu belum mengikat. Jadi kalau ada ide nanti akan semua diganti menjadi kejahatan tanpa pelanggaran, itu ma­sih ide. Tetapi Hukum Positif yang sampai detik ini berlaku adalah masih ada pembedaan antara kejahatan dan pelanggaran.

Sekian saja, terima kasih, tidak untuk merubah.

KETUA: Terima kasih, jadi menambah dukungan moril kebenaran apa yang telah kita sepakati

tanpa menyalahkan ide yang tadi disampaikan oleh rekan FPDI.

Terima kasih Pak. Apa masih ada yang lain-lain ? Silakan ..

FABRI (Abdur Rauf Lubis):

Kami mohon maaf, di sini kami hanya mengingatkan, jadi tidak usul merubah atau memperbaiki dan lain-lain.

Ialah demikian, kalau memang pada saat ini, hari ini sudah ada kesepakatan kita ber­sama mengenai apa itu Undang-undang Diknas ini, kami hanya mengingatkan bahwa

1587

Page 30: TAHUN - DPR

""'\ \

pada waktu yang lalu pemah terjadi ada kesepakatan dari Undang-undang oleh DPR dan Pemerintah yang bersangkutan/ departemen yang bersangkutan, tetapi keluarannya di dalam pengundang-undangan nanti ternyata yang resmi dari Pemerintah itu ada beberapa hal atau beberapa kalimat yang berubah. Yang kami tanyakan dan mohon penjelasan bagai­mana sikap kita kalau terjadi hal ini untuk mengatasinya.

Sekian, terima kasih.

KETUA: .

Menurut pendapat Pimpinan, kalau nanti sudah disahkan di DPR dimana semua frak­di menyampaikan tanggapan dan Menteri selaku Wakil Pemerintah juga menyampaikan sambutan, ya tidak bisa berubah sebenarnya, tidak boleh dirubah titik-komanya, apa lagi meru bah kalima t.

Apa yang tadi dikatakan FKP melalui jurubicara Bapak Iman Soedarwo, itu kesepakat­an kita di sini. Tadi non-non itu kalau memang kita rubah kita jadikan satu, kita sepakati

Kami mohon kepada Pemerintah untuk menyampaikan tanggapannya.

PEMERINTAH: Saya sependapat dengan saran dari FKP yang dikemukakan oleh Pak Iman Soedarwo

tadi, dan menurut ketentuan yang berlaku non perubahan kata "departemen" yang dicetak huruf besar, kalau menjadi nondepartemen disatukan, maka ''d" tentu harus kecil. Kalau tidak salah ada 2 sebutan non Departemen yang pada waktu ini masih tercetak "d" besar (D), kalau disatukan ten tu menjadi huruf kecil.

Terima kasih.

KETUA:

Apakah pemerintah sependapat apa nanti kita sepakati kita sahkan didog di Dewan itu tidak akan mengalami perubahan apa-apa.

PEMERINT AH: Saya bayangkan begitu Saudara Ketua. Karena saya belum berpengalaman dalam hal

ini maka saya juga mempunyai kewenangan membuat jaminan terlalu penuh. Tetapi daya bayangkan perundang-undangan sebagaimana muncul dari perlemen, dari DPR, na~ti k~­luaranya ya saya pikir sama. Kalau ada perubahan atau saran perubahan tentu kemba11 lagi.

Terima kasih.

KETUA: Terima kasih, jadi warning yang baik sekali kesepakatan kita, saya mengusahakan bah­

wa hal yang telah kita sepakati disahkan naµti tidak akan ada perubahan.

Jadi usul-usul yang terakhir tadi kita sepakati, non dengan kata lain kita gabungkan, Rp. belakangnya tidak ada titik).), kemudian konsekuensinya non departemen huruf "d"­nya kecil.

Disepakari semuanya ? (RAPAT SETUJU)

Ada yang lain-lain ?

PEMERINTAH :

Ada sedikit Saudara Ketua, halaman 20 penjelasan Pasal 30 Tunjangan tambahan yang dimaksud dalam butir, l.b. di situ tercetak seperti lb. adalahtunjangan di luar, "di" di­pisah "luar" (di luar ).

1588

Page 31: TAHUN - DPR

Terima kasih.

KETUA:

Terima kasih. Jadi itu yang seperti 1 b, l .b. adalah tunjangan di luar .... dan seterus­nya.

Terima kasih. Ada yang lain?

Maka dengan demikian apa yang dibacakan dengan segala peubahan dan penyempur­naan it telah kita sepakati, setuju?

Terima kasih.

(RAPAT SETUJU) (KETOK PALU)

Selanjutnya rapat kita schors dulu/untuk makan siang sebelum memasuki cara berikutnya.

KETUA:

(Rapat diskors pukul 12.41 ) Dibuka kembali jam ....

Rapat Pansus kami nyatakan dibuka kembali.

lbu-Bapak sekalian, setelah kita tadi menyepakati mensahkan hasil kerja kita bersama antara Fraksi-fraksi Dewan dengan Pemerintah atas. pembahasan Rancangan Undang­undang yang diajukan oleh Pemerintah. Tiba sekarang acara yaitu Rapat Pansus ini ingin mendengarkan pendapat dari masing-masing Fraksi, atas pengesahan Rancangan Undang-undang tentang Sistem Pendidikan Nasional yang nantinya akan kita bawa Insya Allah tanggal 6 Maret 1989 ke Sidang Paripurna Dewan.

Sebagai giliran pertama karni persilakan rekan Fraksi ABRI.

F ABRI ( Sahuntung Sastrohamidjojo):

Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Yang terhormat Saudara Ketua Sidang. Yang terhormat Saudara Menteri Pendidikan dan Kebudayaan selaku Wakil Pemerintah beserta Staf, Para Anggota Pansus DPR-RI yang terhormat, Sidang yang karni muliakan. Pertama-tama, marilah kita panjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa

atas berkat dan rachmatnya sehingga kita sekarang dapat menghadiri Rapat Kerja Panitia Khusus DPR-RI dengan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan pada hari ini sebagai tahap terakhir dari pembicaraan tingkat III dalam rangkaian pembahasan RUU tentang Pendi­dikan Nasional.

Fraksi ABRI mengucapkan tetima kasih sebesar-besarnya atas kesempatan yang diberikan untuk menyampaikan kata kahir singkat Fraksi ABRI atas Rancangan Undang­undang terse but. Setelah mendengar Pembacaan hasil pembahasan RUU tadi F ABRI sungguh merasa berbahagia dan berbesar hati karena forum ini berhasil mengemban dan menyelesaikan tugasnya secara tepat waktu dan dengan membuahkan hasil yang tuntas.

1589

Page 32: TAHUN - DPR

Pembicaraan yang semula terasa berat ternyata berkat segala kesungguhan dlbarengi kesadaran yang mendalam serta melalui pembicaraan yang instensif terbuka clan penuh pengertian yang matang telah dapat mencapai mufakat bulat yang memberikan kebang­gaan tersendiri kepada kita semua.

Dengan seselainya pembahasan dan penyelesaian RUU ini, maka terpancanglah tonggak monumental yang memiliki makna peating dalam perjalanan perkembangan pendidikan nasional kita sebagai sarana penunjang utama membangun manusia Indonesia seutuhnya serta masyarakat Indonesia dalam pembangunan nasional.

Perlu pula dicatat bahwa RUU tentang Pendidikan Nasional ini adalah wujud nyata dari salah satu upaya besar bangu Indonesia menjelang Pelita V dalam rangka memantap­kan kerangka landasan pembangunan nasional kita menuju tinggal landas pada Pelita VI nan ti.

Sidang yang kami muliakan, kita semua menyadari sedalam-dalamnya betapa penting RUU Pendidikan Nasional yang diajukan dalam tata kehidupan pada khususnya dan tata­kenegaraan Indonesia pada umunya. RT.ill ini telah berhasil merumuskan penyempurnaan dan pemutusan berbagai ketentuan tentang Pendidikan Nasional yang semula secara ter­pisah-pisah tertuang dalam berbagai Undang-undang terdahulu yang dinilai sudah kurang dapat menjawab perubahan situasi dan perkembangan kemajuan.

Di samping itu RT.ill ini juga telah berhasil mengakomodasikan hal-hal yang belum ter­tuang atau belum cukup tampak dalam naskah antara lain ha! sebagai berikut :

a. Mengenal tanggung jawab Pendidikan Nasional oleh Pemerintah, masyarakat dan ke­luarga melalui jalur pendidikan sekolah dan jalur pendidikan luar sekolah yang semula tidak ada dalam rumusan mana-mana.

b. Mengenai Badan Pertimbangan Pendidikan Nasional sebagai wadah peran masyarakat di bidang Pendidikan tingkat Nasional.

c. Mengenai Pendidikan Agama,

d. Mengenai hari belajar dan hari libur sekolah.

e. Pada perguruan tinggi, adanya kebebasan akademik, kebebasan mimbar akademik, otonomi keilmuan, dan otonomi pengelolaan perguruan tinggi.

f. Peningkatan mutu tenaga kependidikan dan tenaga pendidik, serta peraturannya.

g. Penyelenggaraan satuan pendidikan oleh pihak asing, perwakilan asing di wilayah RI dan penyelenggaraan satuan pendidikan di luar negeri.

h. Adanya sanksi terhadap penyelenggaraan pendidikan.

Hal-ha! tersebut pada kenyataannya telah berhasil kita tuangkan secara bersama-sama kedalam RT.ill, baik kedalam batang tubuh maupun penjelasannya. Tentunya hal ini tidak perlu kami uraikan dalam kesempatan ini, karena telah sama-sama diketahui dan dihayati sedlam-dalamnya.

Keberhasilan tersebut dapat mengurangi adanya kekhawatiran ttnang tidak tertam­pungnya beberapa materi yang masih diperlukan dengan lain perkataan tidak ada lagi ma­teri penting yang lepas dari jangkauan RUU Pendidikan ini.

Sidang yang kami muliakan,

Apabila kita bandingkan RUU Pendidikan Nasional yang diajukan Pemerintah dengan RUU Sistem Pendidikan Nasional yang telah dapat kita formulasikan bersama, maka akan terlihat secara nyata bahwa telah terjadi penambahan clan penyempumaan yang sekaligus

1590

Page 33: TAHUN - DPR

memberikan wawasan yang lebih luas dan paripurna. Ini semua menunjukkan kepada kita bahwa peran aktif dan positif dari segenap wakil Fraksi-fraksi DPR RI di satu pihak dan Wakil Pemerintah di lain pihak telah dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.

Usaha keras semua Fraksi dalam mengerahkan segenap kemampuan dan ketekunannya dalam menyelesaikan pekerjaan yang terhormat ini langsung ataupun tidak langsung telah dapat meningkatkan citra DRP RI sebgai wakil rakyat dalam menunaikan fungsinya sebagai Lembaga Legislatif. Semua itu dapat berkembang dengan baik, karena diimbangi oleh sikap terbuka dan ako­modatif yang tulus dari Wakil Pemerintah. Sehingga mekanisme kerja antara DPR RI dan Pemerintah yang dilandasi jiwa dan semangat musyawarah untuk mencapai mufakat benar­benar berkembang sesuai dengan asas Demokrasi Pancasila yang sama-sama kita junjung tinggi.

Dengan demikian F ABRI yakin bahwa apa yang telah dihasilkan oleh RUU Pansus Pendidikan Nasional merupakan hasil musyawarah perlu mendapat persetujuan semua Fraksi. Sehubungan dengan itu, maka dengan ini F ABRI menyetujui naskah hasil Pansus RUU Pen­didikan Nasional untuk disahkan dan diajukan dalam pembicaraan tingkat IV pembahasan RUU Diknas.

Oleh karena itulah Fraksi ABRI dengan ketulusan hati menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada rekan dari FKP, FPP, FPDI, Peme­rintah yang dalam ha1 ini diwakili oleh Saudara Menteri Pendidikan dan Kebudayaan be­serta Staf, serta pihak-pihak lain dari Sekjen yang menyelenggarakan administrasi atas se­mua iktikat baik dan dukungannya, sehingga semuanya berjalan lancar dan berhasil. Dan tak lupa pula kami dari F ABRI menyampaikan permohonan maaf pada semua pihak, baik pada Pimpinan rapat, kepada Pemmerintah kepada rekan-rekan FKP, FPP dan FPDI. Apa­bila terdapat tingkah laku dan tutur kata kami yang kurang berkenan.

Akhirnya marilah kita panjatkan do'a kehadirat Tuhan Yang Maha Esa semoga kita selalu dalam lindungannya serta rachmat dan hidayahnya di dalam menunaikan tugas mendatang. Amin.

Wassalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

KETUA:

Terima kasih dari Fraksi ABRI yang telah menyampaikan pandangannya, yang ditutup dengan menyetujui hasil kita ini nantinya dibawa disahkan di dalam pembicaraan tingkat IV di Rapat Paripurna DPR

Yang berikut karni persilakan dari rekan Fraksi Persatuan Pembangunan.

FPP (H. Ismail Hasan Metareum, SH.): Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Saudara Pimpinan,

Saudara Menteri dan Staf,

Frksi-fraksi dan hadirin yang karni hormati. Fraksi-fraksi dan hadirin yang kami hormati.

Alhamdulillah kita bersyukur kepada Allah SWT, bahwa pada hari ini draf akhir dari RUU Pendidikan Nasional telah selesai kita bahas dan kita rumuskan.

1591

Page 34: TAHUN - DPR

Atas nama Fraksi Persatuan Pembangunan perkenankanlah kami menyampaikan pengharga­an clan terimakasih setulus-tulusnya kepada Saudara Pimpinan terutama Bapak Bawadi­man yang telah memeras otak dan menahan perasaan dengan sabar dan tekun memimpin Sidang-sidang Pansus, Panja dan Tun Perumus.

Selanjutnya terima kasih pula- kami sampaikan kepada Bapak Sulaeman Tjakrawiguna yang telah memimpin Tim Kecil dan Tim Sinkroiiisasi dan kepada segenap Pimpinan yang telah memimpin kami selama ini.

Kepada Saudara Menteri dan Staf selaku Wakil Pemerintah kami ingin menyampaikan penghargaan yang khusus dan terima kasih yang tak terhingga atas keterbukaan yang sangat mengesankan dengan alternatif pemikiran yang selalu disampaikan selama Sidang-sidang Pansus, sehingga Pansus, Panja dan Timus menjadi lancar.

Kepada semua Fraksi kami menyampaikan pula penghargaan dan terima kasih atas ker­jasama yang cukup baik dan harmonis dalam Sidang-sidang yang menggambarkan bahwa kita dengan sungguh-sungguh telah dan ingin melaksanakan demokrasi Pancasila.

Fraksi Pe!satuan Pembangunan merasa bersyukur bahwa berkat kerjasama sating pe­ngertian serta usaha yang sungguh-sungguh dengan kerja keras akhirnya Pansus dapat me­nyelesaikan tugasnya sesuai dengan tugasnya yang ditetapkan.

Sidang yang kami muliakan,

Kalau pada waktu-waktu yang lalu Bapak Menteri sering menyatakan bahwa segala sesuatu mengenai pendidikan agar menunggu selesainya Undang-undang. Maka al­:-iamdulillah Undang-undang ini telah kami rampungkan. Setelah diundangkan nanti maka rentunya seluruh rakyat Indonesia menunggu pelaksanaannya yang kami harapkan adalah bahwa untuk masa yang akan datang pendidikan di tanah air kita akan lebih sempurna pelaksanaannya daripada waktu-waktu yang lalu.

Kami gembira bahwa tujuan pendidikan kita yang ingin mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya ingin membentuk manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, merniliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, berkepribadian yang mantap dan mandiri serta mempunyai rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan telah secara jelas tercantum dalam Undang-undang ini.

Menurut pendapat kami strategi pendidikan yang dihasilkan pada Undang-undang ini sangat tepat yakni membentuk manusia yang beriman, berilmu dan mandiri.

Dengan adanya kewajiban mengajarkan pendidikan agama dan pendidikan Pancasila, para peserta didik diharapkan akan menjadi manusia Pancasilais yang beriman dan ber­taqwa dan dengan pendidikan kewarganegaraan diharapkan mereka akan menjadi patriot tanah air yang tangguh yang akan menjadi benteng dan pembela bangsa dan negara.

Di bidang perguruan tinggi, kebebasan akademik disamping kebebasan mimbar akade­mik dan otonomi perguruan tinggi akan menggairahkan kehidupan perguruan tinggi dine­geri kita yang sekaligus merupakan hal yang sangat penting untuk memacu kemajuan di bidang ilmu pengetahuan dan tehnologi. Alhamdulillah pada akhirnya kedua masalah po­kok ini dapat disetujui oleh semua pihak untuk dirumuskan dalam Undang-undang ini.

Kebebasan akademik yang bukan hanya dipunyai oleh tenaga pengajar tapi juga oleh mahasiswa akan dapat mendorong mereka untuk melatih diri dan pikiran mereka untuk menjadi pakar di bidangnya masing-masing.

Dengan otonomi perguruan tinggi kita harapkan agar semua perguruan tinggi di tanah air kita dapat berlomba-lomba untuk berbuat kebajikan dalam mengembangkan ilmu pe­ngetahuan dan tehnologi.

1592

Page 35: TAHUN - DPR

Fraksi kami menyampaikan penghargaan kepada Bapak Menteri selaku wakil Pemerin­tah yang telah menjanjikan akan meninjau kembali NKK- BKK yang selama ini banyak di­keluhkan oleh para mahasiswa kita. Kampus kita memang telah normal, kini waktunya kita memberikan kebebasan kepada mereka untuk berkembang secara wajar dalam usaha me­latih mereka menjadi pemimpin yang bertanggung jawab di masa yang akan datang.

Mengenai perguruan swasta diperlukan perhatian yang lebih besar dari Pemerintah ten­tang pembinaannya, sebagai mitra pemerintah yang diharapkan lebih banyak partisipasinya di bidang pendidikan perguruan swasta telah banyak menampung para siswa, atau mahasis­wa yang tidak tertampung pada perguruan tinggi.

Alhamdulillah dalam Undang-undang ini telah dapat kita rumuskan ketentuan-keten­tuan yang dapat menumbuhkan kegairahan bekerja para pengelola perguruan swasta, baik ciri khas maupun status a tau kedudukannya sangat penitng bagi perguruan swasta sehingga kebebasan yang diberikan kepada mereka dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya bagi ke­pentingan masyarakat, bangsa dan negara.

Pengawasan dalam rangka pembinaan perguruan swasta juga sangat penting dalam ragka melindungi masyarakat dari kemungkinan-kemungkinan yang tidak kita inginkan. Bagi perguruan swasta yang penting adalah ketentuan-ketentuan yang jelas, sehingga mudah diikuti, disamping bebas bekerja sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Dan ketentuan­ketentuan tentulah ketentuan-ketentuan yang tidak menyulitkan, apalagi mematikan usa­ha-usaha pengembangan perguruan swasta itu.

Fraksi kami juga menghargai itikat baik pihak pemerintah yang akan mengajak Fraksi­fraksi untuk ikut berperan serta dalam pembuatan peratuan-peraturan pemerintah yang akan dikeluarkan dengan berkenaan Undang-undang ini. Kami anggap bahwa cara ini sangat baik dan perlu untuk kesempurnaan pelaksanaan pen­didikan nasional dan keselarasan antara Undang-undang dengan peraturan pelaksanaannya.

Selanjutnya meskipun Undang-undang ini cukup baik, tetapi faktor lingkungan sangat menentukan dalam keberhasilan pendidikan yang kita kehendaki. Oleh karena itu Fraksi kami tetap mengharapkan agar pemerintah dan masyarakat kita dapat menghindari hal-hal yang dapat memberikan efek yang negatif terhadap anak didik kita a tau peserta didik kita. Sebagai contoh buku adik baru benar merupakan virus yang dapat merusak computer kita.

Selanjutnya kami mohon maaf apabila ada kkata-kata yang kurang berkenan, baik di­sengaja maupun tidak sengaja mulai dari Pansus, Panja sampai ke Tim Perumus. Sekali lagi kami menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah membawa kita meng­hasilkan undang-undang yang sangat penting ini dan kami menyetujui Draf yang tadi diba­ca sebagai Rancangan yang akan dibawakan ke Pleno untuk disahkan.

Sekian terima kasih.

Wabilahi Taufik wal hidayah, Wassalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

KETUA:

Terima kasih kepada Fraksi Persatuan Pembangunan yang telah menyampaikan pan­dangannya yang diakhiri persetujuannya Draf akhir dari Rancangan Undang-undang yang tadi dibacakan untuk dibawa ke Ra pat Paripurna untuk memperoleh pengesahannya.

Selanjutnya kami persilakan rekan Fraksi Partai Demokrasi Indonesia.

1593

Page 36: TAHUN - DPR

FPDI (Drs. Subagyo) :

Assalamu Allaikum Warahrnatullahi Wabarakatuh.

Yang terhormat Saudara Ketua dan Pimpinan PANSUS; Yang terhormat Saudara Menteri P dan K beserta Staf; Yang terhormat Saudara Para Anggauta PANSUS; dan sidang PANSUS yang kami muliakan.

Dengan mengucapkan syukur Alkhamdulillah atas limpahan Rakhmat Tuhan Yang Maha Esa, perkenankanlah Fraksi PDI menyampaikan pendapat akhir dalam sidang PAN­S US RUU tentang Pendidikan Nasional pada hari itu, guna dapat menjadi bahan pemikiran, bahan pembahasan, dan bahan pertimbangan secara proporsional dalam tindak-lanjut se­terusnya, baik dalam memasuki pembahasan Tingkat IV, maupun kemudian nanti dalam penyusunan setiap peraturan pelaksanaannya; bahkan lebih lanjut nanti sampai kepada realisasi pelaksanaan atas pasal-pasal yang bersangkutan pada saatnya.

Pengertian ini perlu kami ketengahkan terlebih dahulu, dengan harapan agar supaya segala ha! yang kami kemukakan dapat diterima berdasar azas manfaat, hingga pada giliran­nya Undang-undang tentang Sistem Pendidikan Nasional ini di dalam penyusunannya maupun di dalam pelaksanaannya sungguh-sungguh berhasil menjadi perangkat pembangun­an pendidikan nasional dalam arti sekaligus sebagai alat dan tujuan yang handal dan amat pen ting dalam perjuangan mencapai cita-dta dan tujuan nasional.

Dalam hubungan inilah Fraksi PDI menyampaikan salut dan terima kasih kepada Sau­dara Ketua dan Sidang yang berbahagia, atas kesempatan yang diberikan kepada Fraksi· fraksi PDI mengajukan beberapa pokok pemikiran dan aspirasi sebagai berikut :

1594

1. Bahwa dalam rangka pembentukan, pembahasan dan penyusunan Undang-undang tentang sistem Pendidikan Nasional secara berhasil telah kita wujudkan bersama agar musyawarah-mufakat berdasar Pancasila dan UUD 1945. Melalui prosedur dan mekanisme kerja sebagaimana diatur dalam Peraturan Tata Tertib DPR RI; dipandu dan di-"esuhi" (dalam konotasi Bhs. Jawa) oleh saudara Ketua Dr. Bawadiman dan segenap Pimpinan P ANSUS; disambut, diisi dan dikembangkan dengan sikap analitis dan anthusias yang mendalam oleh seluruh Fraksi; dan secara tekun ditanggapi, diikuti dan didorong dengan sikap kenegaraan dan sikap "ke­guruan" oleh saudara Menteri P dan K sedemikian rupa, sehingga keseluruhan rangkaian pembahasan mengenaiRUU ini dapat kita selenggarakan dengan seksama dan dalam tempo sesuai jadwal yang telah kita tetapkan bersama. Dalam hal ini terbukti bahwa Tradisi Ber-Demokrasi Pancasila, Tradisi Bekerja Di atas Program, dan untuk itu diperlukan Tradisi Kebersamaan Wawasan baik da­lam tata cara berpikir maupun tata cara bertindak guna mencapai kepentingan ber­sama dan kemajuan bersama, sungguh-sungguh dapat kita laksanakan, kita pelihara dan kita kembngkan bersama.

Alangkah indahnya, nanti didalam realisasi pelaksanaan lebih lanjut daripada Undang-undang ini, juga Undang-undang yang lainnya ialah Undang-undang di bidang Politik, Ekonomi, Sosial Budaya dan HANKAMNAS, tradisi yang demikian itu dapat terus-menerus kita tumbuh-kembangkan, kita budayakan, dan kita les­tariksn dengan sebaik-baiknya demi suksesnya pembangunan nasional sebagai pe­ngalaman Pancasila.

Page 37: TAHUN - DPR

2. Sepaclan dan sejalan dengan Pokok pemikiran yang demikian itu, Fraksi PDI akan meneruskan langkah-langkah yang selama ini telah dirintis ialah selalu mengupa­yakan peningkatan kualitas penyelenggaraan pendidikan nasional dengan melalui segenap saluran formal maupun non-formal yang memungkinkan yang clapat di­pertanggungjawabkan, terutama meliputi :

a. Aspek-aspek Filosofi Pendidikan Nasional "Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madyo Mangun Karso, Tut Wurl Hanclayani" untuk tetap dapat dijunjung tinggi dan diamalkan dengan saksama, sebaik-baiknya, dan sebagaimana mes­tinya.

b. Aspek-aspek yuridis formal Pasca Undang-undang tentang Sistem Pendidikan Nasional, mulai clari Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden, Peraturan Menteri, Keputu~n Menteri, sampai dengan peraturan-peraturan tingkat lan­jutannya, hendaknya dicukupi secara serasi dan berkesinambungan sejak de­kade awal PELIT AV mendatang ini.

c. Aspek-aspek sasaran perencanaan strategis (RENSTRA) hendaknya selalu penuh pertimbangan dan dijaga agar tetap berlangsung di atas dasar Pancasila dan UUD 1945, Garis-garis Besar Haluan Negara, dan terpadu dengan peratur­an perundang-undangan lain yang berlaku disegala bidang.

d. Aspek-aspek Prioritas Program hendaknya dan semestinya dapat disusun se­cara cermat, dan dengan tangkas menyerap ataupun menyesuaikan tuntutan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta tuntutan kepentingan nasional dalam rangka meningatkan mutu kehidupan bermasyarakat, berbang­sa dan bernegara.

e. Aspek-aspek partisipasi masyarakat hendaknya dapat didayagunakan oleh Pemerintah ataupun oleh pihak-pihak yang terkait secara tepat-guna dan ber­hasil-guna bagi kepentingan peeningkatan dan pengembangan pendidikan nasional, meliputi satuan, jalur dan jenis pendidikan, jenjang pendidikan, pe­serta didik, tenaga kependidikan, sumber daya pendidikan, kurikulum, penge­lolaan, dan lain sebagainya.

f. Aspek-aspek budgetting baik dalam APBN maupun Non-APBN; dalam hal ini kiranya aspirasi bahwa alokasi 20 prosen APBN perlu disediakan untuk pem­bangunan Sektor Pendidikan suclah saatnya mendapat pengertian yang se­rius.

3. Khususrlya mengenai RUU ten tang Sis tern Pendidikan Nasional yang seclang inten­sif kita garap penyelesaiannya pada hari ini, secara umum pada dasarnya Fraksi PDI sudah dapat menerima; namun apabila dalam proses-proses penelitian, proses pendalaman dan proses pemantapan lebih lanjut masih dipandang perlu untuk di­adakan pembesutan ataupun "streamlining" baik terhadap materi pengertiannya maupun rumusannya, kalau-kalau mungkin masih ada materi pengertian yang ter­cecer - justru materi pengertian yang ternyata prinsipial, atau sebaliknya mung­kin rumusannya berlebihan, maka demi kesempurnaan dan kelancaran atau suk­sesnya didalam pelaksanaannya nanti, agar tidak ada ganjelan moreel maupun ad­ministratif, Fraksi PDI akan tetap menyambut gembira berdasar azas musyawarah­mufakat, azas usaha bersama clan kekeluargaan, dan azas manfaat sebagaimana dimaksudkan dalam azas-azas pembangunan nasional tertuang dalam Garis-garis Besar Haluan Negara.

Contoh misal :

a. Didalam RUU ini belum ada pengertian filosofi pendidikan nasional yang selama mi telah melembaga clan berakar ditengah-tengah kehidupan ber-

1595

Page 38: TAHUN - DPR

masyarakat, berbangsa dan bernegara, ialahfilosofi pendidikan nasional "Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madyo Mangun Karso, Tut Wurl Handa· yl!ni". Secara konkrit karni usulkan dengan tanpa merubah sesuai pasal-pasal yang ada, pengertian ini perlu dimasukkan dalam materl Penjelasan Umum, rnisalnya di halaman 2 Penjelasan RUU alinea ke 3 dengan ru­musan:

"Sistem Pendidikan Nasional adalah pendidikan yang dilaksanakan dan dikembangkan menurut prinsip-prinsip pendidikan "Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madyo Mangun Karso, Tut Wurl Handayani" secara serasi, selaras, dan seimbang.''

Sedikit ilustrasi Pak, Lambang atau Logo Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, dengan tulisan di bawah TIJT WURi HAND A Y ANI. Masyarakat merembuk atau diskusi begitu, mengapa mutu pendidikan cenderung turun. Mungkin karena rupa-rupanya titik berat yang me· nonjol ituTIJT WURi RANDA Y ANI saja, yang lain Ing Ngarso Sung Tu­lodo, karena tidak tertulis mungkin merucut dan Ing Madyo Mangun Karso tidak tertulis juga mungkin merucut. Alangkah indahnya nanti lambang atau logo Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan itu lengkap. Hingga dengan demikian serasi, selaras dan seimbang dapat diwujudkan sebaik-baiknya, ini sekedar input saja Pak.

b. Halaman 19 Penjelasan RUU. Pasal 28 ayat (2~ sesuai proporsinya ialah mengenai tenaga pengajar, kiranya rumusan penjealsan disini sudah cu­kup, a tau sudah manis apabila berbunyi : "Tenaga pengajar pendidikan agama harus beragama sesui dengan agama yang diajarkannya". Hal ini penting dan mari sungguh-sungguh disesuaikan dengan jiwa dan semangat serta keseluruhan makna isi pasal-pasal dalam RUU ini dengan secermat-cermatnya.

c. Dan lain-lain.

Saudara Ketua, Saudara Menteri dan Sidang Pansus yang kami hormati. FPDI telah menyampaikan pendapat akhir dalam Tingkat Pansus ini berupa pokok-pokok pemikiran dan aspirasi sebagaimana kami uraikan di muka. Selanjutnya FPDI dengan sepenuh harapan bahwa pokok-pokok pemikiran dan aspirasi ter­sebut secara kwalitatif akan menjadi bahan yang sangat berharga bagi kita semua, khusus­nya Pemerintah, dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehi­dupan bangsa. Begitulah Saudara-saudara sekalian, atas dasar pendapat akhir yang telah kami ajukan, FPDI setuju RUU tentang Sistem Pendidikan Nasional ini dilanjutkan memasuki pembahas­an Tingkat IV.

Saudara Ketua, kami mohonkan segenap pendapat akhir yang diajukan oleh Fraksi­fraksi, nantinya disertakan sebagai lampiran dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari isi naskah Laporan Pansus, sehingga dengan demikian naskah laporan Pansus secara ke-

seluruhan dapat menjadi dokumen yang sangat besar nilainya bagi pengembangan Sistem Pendidikan Nasional di masa-masa yang akan datang.

Terima kasih atas perhatian yang diberikan dan Wassalamu Alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh.

1596

Page 39: TAHUN - DPR

Mohon diperkenankan menghaturkan pendapat akhir ini kepada Bapak Ketua dan Bapak Menteri.

KETUA: Terima kasih dari FPDI yang telah memberikan pendapat akhirnya yang juga diakhiri

sependapat untuk membawa draft akhir yang telah kita sepakati kepada forum yang lebih lanjut pada tingkat Paripuma DPR dalam acara Pembicaraan Tingkat IV. Selanjutnya kami persilakan rekan FKP.

FKP (Drs. H. hnan Sudarwo Padmosoegondo) :

Bismillah Hirakhman Nirrahim.

Assalamu'alaikum Warakhmatullahi Wabarakatuh.

Yang terhormat Saudara Pimpinan Pansus.

Yang terhormat Saudara Menteri dan Para Pejabat Pemerintah.

Yang terhormat Saudara-saudara Anggota Pansus.

Hadirin dan hadirat yang kami mulyakan.

Mengawali sambutan akhir FKP perkenankanlah kami memanjatkan puji syukur ke hadirat Allah SWT, yang atas ridhoNya hari ini Pansus dapat memasuki tahap akhir pembi­caraan tingkat III, ijinkanlah pula dengan ini kami menyampaikan terima kasih kepada Saudara Pirnpinan atas kesempatan yang diberikan kepada kami. ·

Setelah kurang lebih 4 bulan berpacu dalam membahas RUU tentang Sistem Pendidi­kan Nasional, maka kini kita jelangkah detik-detik penuntasan RUU tersebut, saat yang me­mang dinantikan bukan saja oleh DPRl Rl dan Pemerintah ta pi juga telah lama didambakan oleh Bangsa Indonesia yang sadar sedalam-dalamnya arti peranan pendidikan sebagai sarana dan wahana untuk menjamin perkembangan serta kelestarian kehidupannya.

Saudara Pimpinan dan Saudara Menteri dan Rapat Pansus yang berbahagia, karni me­nyadari bahwa yang didambakan oleh Bangsa Indonesia adalah terbentuknya manusia In­donesia yang mampu melaksanakan pembangunan nasional dan terpenuhinya tuntutan ke­tahanan nasional serta tuntutan masyarakat. Untuk itulah Undang-undang Pendidikan hams mengacu pada Pancasila dan UUD 1945 serta G BHN sehingga bersifat mendasar, berjangkauan luas serta berdaya laku lama. ·

UUD 1945 dan GBHN 1988 memang mengamanatkan perlunya Sis tern Pendidikan Na­sional diatur dengan Undang-undang, itulah sebabnya Fraksi kami mengawali kegiatannya dengan mengamati kenyataan masa kini dan menimba pengalaman masa lalu untuk menja­wab kemungkinan tantangan mendatang dengan memperhitungkan berbagai faktor berpe­ngaruh. Berbagai bentuk, tatap muka dengan Pemerintah dan para tokoh masyarakat telah kami lak­sanakan untuk menjaring masukan masalah serta alternatif pemecahan sedini dan sebanyak mungkin, dengan mengolah masukan tersebut secara seksama diletakkanlah 8 tolak pikir sebagairnana terungkap di dalam Pemandangan Umum FKP pada tanggal 8 September 1988 yang lalu.

Beranjak dari 8 pangkal tolak tersebut yang pada hakekatnya adalah pendekatan sis­tem, FKP telah berusaha dengan sekuat tenaga dan pikiran membahas materi RUU di Pan­sus bersama-sama dengan Fraksi-fraksi lain dan Pemerintah. Dapatlah kiranya dimaklumi apabila Fraksi kami pada suatu ketika tampak agak sedikit jeli dalam membahas rumusan materi terutama terhadap masalah yang erat kaitannya de-

1597

Page 40: TAHUN - DPR

ngan unsur tertentu sistem pendidikan nasional. Sungguhpun kami berpegang teguh pada prinsip, nanuw mempertimbangkan pula keluwesan penerapan berkenaan dengan faktor yang paling mungkin dan paling baik mengingat asas musyawarah yang ditandai oleh ke­sediaan memberi serta menerima dan memadukan kesepakatan. Sebagai pertanggung ja­waban dalam mengkaji ulang keseluruhan materi RUU hasil akhir Pansus berikut ini kami hendak memaparkan beberapa hal yang berskala strategis.

Pada waktu membahas rumusan asas, tujuan dan fungsi pendidikan nasional karni me­mang memberikan perhatian khusus karena hal tersebut merupakan kerangka acuan serta tolok ukur strategis untuk menilai hasil pendidikan atau keluaran dihubungkan dengan kegunaan dalam praktek kehidupan maupun dengan proses pengolahan atau penggunaan sumber daya pendidikan. Dernikian pula dalam merumuskan pengaturan tenaga pendidik dan kurikulum, pada hemat karni sebagai masukan instrumental masalah ini amat menentukan keberhasilan pro­ses pengalihan pengetahuan, sikap dan ketrampilan peserta didik. Betapa besar peranan dan jasa para pendidik apakah namanya itu guru, pelatih, dosen atau widyaiswara dapat direnungkan oleh siapapun yang pernah menjadi siswa a tau mahasiswa. Itulah sebabnya Fraksi kami menganggap layak kalau kita memikirkan persyaratan mutu karya pengabdian dan sekaligus imbalan berupa pembinaan karier, pengayoman serta kese­jahteraan mereka.

Ketika membahas kurikulum karni benar-benar tergugah rasa kewaspadaan nasional terhadap bahaya laten G 30 S/PKI dan bahaya subversi lainnya yang mungkin saja pada su­atu saat menyusupkan ajaran atau paham komunisme, marxisme. lenimisme maupun ideo­logi lainnya yang bertentangan dengan Pancasila ke dalam gelanggang pendidikan. Di sinilah pentingnya pengaturan kurikulum dan seiring dengan dorongan itu' maka Fraksi kami di­sampmg mengandalkan pendidikan Pancasila dan pendidikan agama juga selalu menganjur­kan dimasukkannya pendidikan pendahuluan bela negara serta pendidikan kewiraan kedalam sistem pendidikan nasional sesuai dengan ketentuan Pasal 18 hukum (a) dan Pasal 19 Undang-undang Norn or 20 Tahun 198 2. Hal lain yang perlu didudukkan batasan arti dan pengaturannya untuk memelihara kesatu­an bahasa dan kesatuan tindak adalah soal kebebasan akademik, kebebasan mimbar aka­Jemik serta otonomi keilmuan dalam kaitannya dengan Tri Dharma Perguruan Tinggi. Dengan rumusan sebagaimana termaktub dalam Pasal 22 RUU berikut penjelasannya di­harapkan tercegahlah kemungkinan salah tafsir yang menimbulkan kerancuan.

Soal berikutnya yang mendapat perhatian khusus FKP ialah masalah peran serta ma­syarakat di dalam pendidikan nasional, yang mendorong Fraksi kami mengangkat masa­lah tersebut kedalam rumusan materi RUU karena sekalipun telah lama disadari tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat dan pemerntah atas pendidikan nasional. Na­mun bentuknya yang pasti a tau konkrit belum terwujudkan. Sebagaimana dimaklumi peranan masyarakat dalam pendidikan bukan saja dengan menye­lenggarakan satuan pendidikan atau perguruan swasta tetapi juga dapat dalam bentuk lain misalnya menyalur aspirasi, penyalur dan pengguna tamatan sekolah kedalam lapangan kerja swasta, pendukung sumber daya pendidikan dan lain-lain.

Kesepakatan dibentuknya Badan Pertimbangan Pendidikan Nasional akan merupakan wadah yang tepat untuk meningkatkan peran serta masyarakat dalam jalur pendidikan se­kolah maupun jalur pendidikan luar sekolah khususnya pendidikan keluarga.

Saudara Pimpinan dan Saudara yang terhormat, mempelajari kembali isi materi RUU hasil pembahasan Pansus tidaklah sempurna rasanya kalau kami tidak menyoroti suasana terbentuknya RUU tersebut, perkenankanlah pada kesempatan yang berbahagia ini kami memaparkan hal itu karena justru suasana pembahasan si Pansus, Panja, Timus dan Tun

1598

Page 41: TAHUN - DPR

Kecil yang dijiwai oleh asas kekeluargaan clan kegotong royongan itu benar-benar mem­benturkan hati kita bersama. Peranan Pimpinan Pansus yang telah berhasil menempatkan kolektifitas dirinya sebagai pemandu clan pemadu penclapat dengan menbentuk berbagai jembatan yang sangat kami hargai. Acap kali terakhir di dalam hati saya inilah kepemimpinan yang Bawadi, inilah ke-Imanan yang· Solaeman yang Safran yang memancarkan sinar surya menyebabkan kami merasa mardio dan Marbun. Tetapi itu Sauclara Ketua hanya terpikir di dalam benak clan ticlak pernah dan dianggap tidak pernah diucapkan. FPDI, PPP clan F ABRI pendek kata semua Fraksi yang telah me­laksanakan peranannya sebagai ulakan bulat air menyaring perbeclaan serta menempanya

dalam bulat kata patut kami hargai clan tercatat sebagai penyalur aspirasi masyarakat yang diperolehnya melalui dengar penclapat umum maupun media massa. Yang tidak kurang mencoloknya kami mencatat adalah peranan Pemerintah sebagai penuntas clan penampung aspirasi yang sangat akumudatif, mohon maaf Saudara Menteri bukan karni menilai tetapi ini catatan. Sikapnya yang terbuka dan arief serta kehadiran Saudara Menteri secara teratur semenjak di Pansus sampai ke Panja bahkan Timus dan Tim Kecil sungguh ber kesan di ha ti kami, ka­rena kesemuanya itu bagaikan jalan raya bebas hambatan clalam memecahkan berbagai masalah.

Se orang ahli filsafat berkata "Orang yang adalah orang yang wikan, tetapi orang yang tahu masalah dan mampu memecahkannya secara tepat disebut orang yang arif, orang yang Fuad". Dengan tidak mengecilkan peranan Bapak Sutanto, Bapak Arsya Bachtiar, Bapak Napitu­pulu karni sungguh menghargai sikap Pemerintah yang memperlancar penyelesaian RUU ini. Dernikianlah suasana Pansus RUU Pendidikan Nasional, itulah wujud nyata kekeluargaan dan kegotong royongan yang menghasilkan karya nyata kita bersama acap kali kami me­ngenang kata seorang yang antaralain mengatakan "Aku bukan pencipta balai room agung, bukan,pula pemahat patung, aku hanyalah pembawa batu". Tampaknya ini rnirip dengan suasana kita, satu saat ada diantara kita yang menyumbang­kan perbendaharaan kata, lain ketika ada yang memahat ayat, pasal dan kalimat pada akhir­nya ada yang mengukir butir.

Saudara Pimpinan, Saudara Menteri dan para Anggota Pansus yang terhormat, dari keseluruhan uraian sebagaimana karni sajikan tadi sampailah pada kesimpulan bahwa Frak­si Karya Pembangunan menyetujui RUU tentang Sistem Pendidikan Nasional, naskah hasil rumusan Pansus dan diajukan kepada Sidang Paripurna DPR RI dalam forum pembicaraan tingkat IV yang akan datang untuk mendapat pengesahan. Kiranya Pemerintah sependapat dengan kami bahwa pengalaman selama proses pembahas­an di Pansus terdapat beberapa bahan yang tidak mungkin ditempa di dalam RUU, kiranya dapat dipertimbangkan untuk bahan penyusunan peraturan pelaksanaannya. Pada kesem­patan yang muliaini perkenankanlah Fraksi karni memohon maaf kepada semua pihak apa­bila selama ini di Pansus terdapat sikap, tutur kata dan tingkah laku kami yang tidak a tau kurang berkenan di ha ti Bapak atau Ibu sekalian.

Permohonan maaf dengan kerendahan hati dan tulus ikhlas ini bukan sekedar basa-basi me­lainkan untuk memupuk kerukunan kita selanjutnya, sebagaimana diwariskan oleh nenek moyang kita kerukunan dalam bersahabat adalah menangkal perpecahan dan membina per­satuan dan kesatuan, bahasa aslinya berbunyi:

1599

Page 42: TAHUN - DPR

"Wong sedulur nadian sanak dikunrukun, hai wong anti pisah ing samu barang kinapi podo rukun dinulu langkung prasojo".

"Podo rukun dinulu te konera prasojo ....... ".

Sebagai penutup Saudara, Ketua Fraksi Karya Pembangunan mengucapkan terima ka­sih kepada Pemerintah, kepada Saudara Pimpinan kepada semua Fraksi khususnya Pak Ismail Hasan Metareum yang langganan Pansus dan sumbangan Made ini Fraksi ABRI yang selalu Sah dan Untung semoga hasil karya kita ini mendapat ridho Tuhan Yang Maha Esa dan bermanfaat bagi bangsa serta negara kita tercinta, Amien.

Wabillahit Taufiq Wal Hidayah.

Wassalamu'alaikum Warakhmatullahi Wabarakatuh.

KETUA:

Rasanya Pimpinan tidak keliru meletakkan pandangan FKP di akhir Fraksi-fraksi, terima kasih kepada FKP atas pendapatnya yang diakhiri tadi menyetujui agar RUU draft akhir yang kita sepakati tadi untuk segera dibawa ke rapat paripuma Pembicaraan Tingkat IV.

Keempat Fraksi telah menyampaikan pendapatnya masing-masing, kami persilakan kepada Pemerintah untuk pula memberikan tanggapannya atas pembahasan kita bersama.

Kami persilakan.

PEMERINTAH : Saudara Ketua dan Pimpinan Pansus yang saya hormati,

Para Anggota Pansus, para Anggota Fraksi-fraksi yang saya hormati,

Assalamu'alaikum Warakhmatullahi Wabarakatuh.

Bersama-sama kita telah menjalani hari-hari pembahasan RUU tentang Pendidikan Nasional yang kini akan bernama "'RUU tentang Sistem Pendidikan Nasional" dan ber­sama-sama pula kita kini berada kian dekat pada garis akhir perampungannya, yaitu setelah kita memasuki pembahasan tingkat IV. Baik dalam Panitia Khusus dan dalam Panitia Kerja maupun dalam Tim Perumus dan Tim Kecil, telah berlangsung pembahasan yang meluas dan mendalam berkenaan dengan materi RUU ini, maka tidaklah mengherankan kalau ada saat-saatnya pembahasan itu lajunya agak terhambat. Walaupun demikian akhir­nya dapat kita selesaikan tugas ini tepat sesuai waktu yang dijadwalkan.

Selang-seling suasana selama pembahasan RUU ini adalah wajar. Bukan saja karena peliknya masalah-masalah yang terkandung di dalamnya, melainkan oleh keinsyafan kita bertanggung jawab yang menyertai perampungan Tugas ini, maka segala silang pendapat akhirnya bermuara pada mufakat. Hal ini dimungkinkan oleh adanya saling apresiasi yang merupakan ciri kebersarnaan sejati. Kebersarnaan inilah yang juga memungkinkan kita semua menyelesaikan tugas di medan pembahasan ini tanpa cidera, bahkan semakin peka dan tanggap kita untuk saling mengerti dan saling menghormati. Lebih dari belajar bicara secara benar, karni lebih banyak belajar melalui mendengar, maka sepatutnyalah per­tama-tama kita panjatkan puji kepada Tuhan Yang Maha Pengasih lagi Penyayang karena hanya oleh karunia-Nya lah kita berdaya menyelesaikan tugas dan dalam naungan-Nya­lah pula kita dapat keselamatan dan kewalafiatan.

Dalam tinjauan reprospektif sukar disangkal bahwa pada awal pembahasan RUU ini terdapat sesekali rnasalah-masalah yang tidak ringan penyelesaiannya. Namun oleh ter­galangnya jiwa kebersamaan, maka segala yang berat menjadi terasa ringan. Dalam suasana itulah terwujud hikmah musyawarah untuk mencapai mufakat. Dan kiranya dalarn wujud

1600

Page 43: TAHUN - DPR

yang bersahaja kita telah meragakan Demokrasi Pancasila. Dalam semua persidangan baik Panitia Khusus maupun Panitia Kerja serta Tim Perumus maupun Tim Kecil, peragaan Demokrasi Pancasila bukannya ditandai oleh penjelmaan kami yang punya suara banyak, melainkan oleh pengejawantahan kita yang menanggung amanat bersama.

Dengan semangat demokratis demikian itu, maka kita akan lebih tahan uji menghadapi tugas~tugas berikutnya dan dalam perjalanan selanjutnya kita tidak perlu khawatir akan tergoda oleh patamorgana yang menghadang di kejauhan. Betapapun perjalanan masih panjang, jika semangat kekitaan sudah tergalang tiada hal yang akan jadi perintang. Maka dengan ini Pemerintah juga menyatakan persetujuan untuk mengajukan RUU ini kepada Sidang Dewan Perwakilan Rakyat Pembahasan Tingkat IV.

Terima kasih setulus-tulusnya kami ucapkan baik secara pribadi maupun atas nama Staf Depdikbud kepada Pimpinan Panitia Khusus khususnya Saudara Ketua Panitia Kerja, Tim Perumus dan Tim Kecil, yang dengan bijaksana telah memandu jalannya persidangan. Terima kasih pula kepada segenap Anggota Staf Sekretariat yang dengan tekunnya telah merekam materi persidangan sehingga membantu kelancaran berlangsungnya pembahasan RUU ini.

Maafkan kami jika dalam persidangan-persidangan membahas RUU ini ada hal-hal baik perkataan ataupun perbuatan dari pihak kami yang kurang berkenan di hati Saudara­saudara sekalian.

Akhirnya marilah kita dengan segala ketegaran memasuki babak-babak tugas selanjut­nya mewujudkan amanat pendidikan nasional. Mudah-mudahan cahaya hidayat Tuhan Yang Maha Kuasa senantiasa menerangi perjalanan kita selanjutnya, Insya Allah.

Wassalamu'alaikum Warakhmatullahi Wabarakatuh.

Terima kasih. (HADIRIN: TEPUK TANGAN)

KETUA

Terima. kasih kepada Pemerintah dalam ha! ini Saudara Menteri Pendidikan dan Ke­budayaan yang telah memberikan tanggapannya diakhiri dengan persetujuannya untuk melanjutkan RUU tentang Sistem Pendidikan Nasional ini ke pembicaraan Tingkat IV dalam rapat paripurna.

Maka dengan demikian draft akhir RUU tentang Sistem Pendidikan Nasional, di­sepakati oleh FABRI, FKP, FPP, FPDI, dan Pemerintah untuk diteruskan kepada pem­bicaraan Tingkat IV pada tanggal 6 Maret 1989.

( KETOK PALU)

(HADIRIN: TEPUK TANGAN)

Ibu, Bapak sekalian saya selaku Ketua Pansus atas nama diri pribadi, atas nama Sau­dara Sulaeman Tjakrawiguna, S.H., atas nama Saudara H. Suryo Marjiyo, atas nama Sau­dara H. Imam Sofwan, dan juga atas nama Saudara B.N. Marbun, S.H. minta maaf sekira­n~a ada kekurangan di dalam kami melakukan tugas memimpin rapat-rapat Pansus, Panja, Tunus dan Timcil sampai hari ini, karena semuanya itu kami lakukan hanya sekedar me­nunai~an tugas. Sekali lagi kekurangan kami merupakan sesuatu yang melekat pada diri manusia. Adapun ada kelebihannya kita serahkan kepada kita semuanya.

~bali~ya pula kami menyampaikan terima kasih kepada rekan-rekan semua anggota Fra~1:fraks1, FABRI; FKP, FPP da, FPDI juga kepada Pemerintah sendiri yang telah dem1k1an akrabnya d1 dalam menyampaikan tugas yang suci dan luhur untuk kepentingan masyarakat, bangsa dan negara ini.

1601

Page 44: TAHUN - DPR

Satu hal yang karni catat yang sangat penting bahwa di dalarn pernbahasan RUU benar-benar tidak narnpak perdebatan perjuangan antar golongan, antar Fraksi, antar kep~ntingan. Namun yang nampak merupakan pertukarpikiran warganegara yang terpanggil untuk kepentingan masyarakat, bangsa dan negara ini.

lni satu hal yang mempunyai nilai yang sangat besar. Apabila ini bisa kita tingkatkan merupakan suatu modal di dalam mensukseskan pembangunan bangsa. Fraksi-fraksi hanya merupakan suatu wahana tapi bukan suatu tujuan akhir. Tujuan akhir kita, kita dengan kebersamaan membangun bangsa dan negara yang sampai hari ini masih belum juga sampai kepada cita~ita nasional kita.

lnsya Allah, di dalam masa yang akan datang dapat makin baik.

Yang jelas dengan disepakatinya basil kerja Pansus oleh kita ini yang akan kita bawa dalam pembicaraan tingkat IV, di dalam awal Repelita V ini kita telah berhasil meng­hasilkan suatu produk legislatif yang akan kita sumbangkan kepada masyarakat bangsa dan negara, kepada Pemerintah suatu produk yang sudah sangat lama sekali dinanti-nanti­kan oleh masyarakat pada umumnya.

Kemudian dengan segala kekurangan yang melekat pada produk tersebut, masyarakat makin dapat lapangan bisa lebih melihat kecerahan untuk masa mendatang. Sehingga dengan melalui pendidikan nasional kita, melalui sistem pendidikan nasional kita, generasi bangsa kita yang akan datang bisa lebih baik dari generasi kita yang ada sekarang ini.

Dengan demikian. maka pembicaraan tingkat III pembahasan tentang RUU pendidikan Nasional dalam rapat Panitia Khusus yang dilakukan bersama-sama dengan Pemerintah telah selesai.

Kepada Sekretariat Pansus DPR, saya atas narna Pansus tidak keliru pula menitipkan diri saya atas nama Pemerintah menyampaikan terima kasih, yang telah bekerja tidak me­ngenal waktu siang malam hari kadang-kadang sampai jam 23.00 bahkan 24.00 malam hanya sekedar pula menopang agar pembahasan RUU tentang Pendidikan Nasional ini dapat selesai secara baik.

Dengan mengucap Alhamdulillah Robbi! Alamin, maka Pembicaraan Tingkat III Pembahasan RUU tentang Pendidikan Nasional, kami nyatakan selesai dan ditutup.

1602

Wassalarnu'alaikum Warakhrnatullahi Wabarakatuh.

(KET OK PALU)

(HADIRIN: TEPUK TANGAN)

Rapat ditutup pada pukul : 14.35 WIB

Jakarta, 28 Fe bruari 1989

a.n. KETUA RAPAT Pj. KABAGSET P ANSUS,

ttd.

DRS. NOER FATA NIP. 2100005 98