Tabloid Karo Bulanan Edisi Januari 2019, No. 3 EDISI ......2019/01/03  · EDISI , JANUARI 1...

12
KTabloid Karo Bulanan Edisi Januari 2019, No. 3 (Bersambung ke hal. 11 kol 1) Kabanjahe, Katantras. S elama beberapa dekade yang lalu, bila orang berbicara ten- tang kopi Sumatera, maka biasanya yang disebut kopi Gayo, kopi Sidikalang, dan kopi Man- dailing. Kopi Karo tidak dikenal. Tapi sejak beberapa tahun tera khir, telah muncul kopi Karo. Dan kemunculannya di dunia perkopi- an, baik di pasar nasional maupun luar negeri, cukup mencengangkan. Melesat bagai anak panah yang lepas dari busurnya. Duka nestapa yang menggelantung terus di atas Tanah Karo akibat erupsi Gunung Sinabung yang berkepanjangan, kini sirna dan ternyata membawa berkah atau tuah yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya. Betapa tidak. Di pameran SAL Paris, Perancis (23/10/2018) Kopi Cimbang Sinabung besama kopi asal Indonesia lainnya, telah memenangkan penghargaan AVPA Gourmet Product di pameran SIAL Paris, Perancis, AVPA atau Agen- cy for the Valorization of the Ag- ricultural Products merupakan or- ganisasi Perancis yang bertujuan membantu para produsen produk pertanian dari seluruh dunia untuk memasarkan produk mereka di pas- ar Eropa. Penghargaan Gourmet ini dibagi menjadi empat kategori yakni Gold Gourmet, Silver Gour- met, Bronze Gourmet dan Simple Gourmet. Kopi Cimbang Sinabung mendapat penghargaan simple gour- ment. Desa Cimbang, yang orang Karo sendiri banyak yang sebelumnya ti- dak pernah mendengarnya, kini men- jadi tersohor berkat kehadiran kopi Cimbang Sinabung. Tapi bagaimana pun juga, kebangkitan Kopi Karo tidak terlepas dari peran Badan Na- sional Penanggulangan Bencana (BNPB) melalui Program Rehabil- itasi dan Rekonstruksi kepada mas- yarakat empat kecamatan di lingkar Sinabung. Yaitu Kecamatan Simpang Empat, Tiganderket, Naman Teran, dan Payung . Hal itu berawal dari kondisi erupsi Gunung Sinabung berkepan- jangan, sejak tahun 2013. BNPB pun melakukan survei lapangan dan mencari cara upaya pemulihan so- sial ekonomi masyarakat terdampak Sinabung, di luar zona merah. Ketika itu BNPB secara kebetulan mendapat kerja sama internasional dengan New Zealand, menggandeng Food and Agriculture Organization of the Unit- ed Nations (FAO) yang bergerak di bidang pangan dan pertanian. Dua di bidang pertanian yang coba digalakkan BNPB yaitu budi- daya tanaman jeruk dan kopi. Tana- man jeruk pertama kali dicoba untuk dibudidayakan sebab jeruk merupa- kan ciri khas tanaman yang banyak ditanami masyarakat sebelum musi- bah letusan Sinabung. Namun setelah dicoba dan dievaluasi, ternyata pros- es pemasaran tanaman jeruk dan hasil yang didapat tidak maksimal. Hal ini disebabkan karena daya tahan jeruk yang tidak berlangsung lama sehing- ga tidak jarang jeruk justru membu- suk sebelum laku dijual. Akhirnya tanaman kopi coba dikembangkan untuk dibudidayakan. Ternyata tanaman kopilah yang pada akhirnya lebih mampu bertahan dari pengaruh abu vulkanik Sinabung. BNPB melalui Badan Penanggulan- gan Bencana Daerah (BPBD) mem- bina petani untuk bisa mengelola tanaman kopi hingga pasca panen. Petani juga diberi pengetahuan mem- proses kopinya sendiri menjadi bu- buk dengan proses lebih maju seperti semi wash process, natural process, maupun honey process. Ternyata proses budidaya ta- naman kopi tidak berjalan semulus yang direncanakan. Faktor sosial dan budaya masyarakat Tanah Karo menjadi rintangan paling besar. Ta- naman kopi yang sudah ditanam puluhan tahun yang lalu hanya di- anggap sebagai tanaman pembatas antar lahan masyarakat Seperti yang disampaikan Imam Syukri, salah seo- rang petani kopi dari Desa Cimbang, Kecamatan Payung yang dilansir dari Medanheadlines.com. “Kebanyakan orang di Tanah Karo mengganggap kopi sebagai tumbuhan pembatas saja. Jadi dise- butnya tanaman tuah dibata yang art- inya hadiah dari Tuhan atau tanaman tanaman tedah ate yang berarti yang dirindukan. Artinya tanaman kopi jika berbuah maka disyukuri, tapi kalau tidak ya tidak ada ruginya”, ujar Imam yang juga penggagas Kopi Cimbang Sinabung. Ada juga yang menyebutn- ya singgalar utang, alias pemba- yar utang karena kopi baru dipanen ketika petani tercekik hutang. “Itu dulu, Tapi sekarang, kami merawat betul-betul, tinggal dia yang bisa di- andalkan” ujar Nur Hayati Sembiring (75), petani di Desa Cimbang, seperti dilansir dari harian Kompas. Pertanian kopi merebak Pertanian tanaman kopi pun ter- us berkembang pesat di Kabupaten Karo. Semakin banyak petani yang beralih ke tanaman kopi.Kopi di Kab Karo adalah kopi jenis arabika. Hingga saat ini menurut data Di- nas Pertanian Kabupaten Karo luas kebun kopi di Karo sekitar 10.000 ha, atau lebih luas dari beberapa ta- hun sebelumnya yang hanya 7.500. Dengan rata-rata menghasilkan 1,5 ton tiap hektar per tahun Perkembangan pertanian kopi di Tanah Karo didukung oleh posisi geografis Tanah Karo yang merupa- kan dataran tinggi 900 M DPL sam- pai 1900 DPL, dan dalam gugusan Bukit Barisan. Dimana terdapat dua gunung berapi, Gunung Sinab- ung dan Gunung Sibayak. Sehing- ga sangat ideal bagi pertumbuhan tanaman kopi jenis arabika, dan BANGKITNYA KOPI KARO Café Juma. Muat wari ndabuh ku gelapna, bagendam suasana Café Juma, i jalan Rakua Brahmana Km. 13.7 (Lintas Kabanjahe - Kotacane), Sukarame, Kabanjahe. Amin gia merekna Cafe Juma tapi adi reh kam janah nin- du: “kopi sada, Perkede!”, ugapa pe iangkana denga. Sikap kal I Café Juma enda natap-natap matawari Foto : Pengarahen Sembiring KATASUKI + Kita rayat enda, sekrajangenta 5 tahun sekali ngenca itami-tami.. - Uga kin maka bage nim, Pande? Rempet ka megogo atem? + Labo megogo. Kik kal ukurku…! ndabuh ku kesunduten, sunset nina anak singuda, janahta ngopi. Pernahangna, bali ras sabaris lirik lagu Djaga Depari ija nina “inganta ngadi rate mesui…”. Eaak, pindo kopindu, Silih! Ersada Kita Megegeh, Teridah ras Mehaga

Transcript of Tabloid Karo Bulanan Edisi Januari 2019, No. 3 EDISI ......2019/01/03  · EDISI , JANUARI 1...

  • KATANTARASEDISI 3, JANUARI 2018 1

    KATANTARASTabloid Karo Bulanan Edisi Januari 2019, No. 3

    (Bersambung ke hal. 11 kol 1)

    Kabanjahe, Katantras.

    Selama beberapa dekade yang lalu, bila orang berbicara ten-tang kopi Sumatera, maka biasanya yang disebut kopi Gayo, kopi Sidikalang, dan kopi Man-dailing. Kopi Karo tidak dikenal. Tapi sejak beberapa tahun tera khir, telah muncul kopi Karo. Dan kemunculannya di dunia perkopi-an, baik di pasar nasional maupun luar negeri, cukup mencengangkan. Melesat bagai anak panah yang lepas dari busurnya. Duka nestapa yang menggelantung terus di atas Tanah Karo akibat erupsi Gunung Sinabung yang berkepanjangan, kini sirna dan ternyata membawa berkah atau tuah yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya.

    Betapa tidak. Di pameran SAL Paris, Perancis (23/10/2018) Kopi Cimbang Sinabung besama kopi asal Indonesia lainnya, telah memenangkan penghargaan AVPA Gourmet Product di pameran SIAL Paris, Perancis, AVPA atau Agen-cy for the Valorization of the Ag-ricultural Products merupakan or-ganisasi Perancis yang bertujuan membantu para produsen produk pertanian dari seluruh dunia untuk memasarkan produk mereka di pas-ar Eropa. Penghargaan Gourmet ini dibagi menjadi empat kategori yakni Gold Gourmet, Silver Gour-met, Bronze Gourmet dan Simple

    Gourmet. Kopi Cimbang Sinabung mendapat penghargaan simple gour-ment.

    Desa Cimbang, yang orang Karo sendiri banyak yang sebelumnya ti-dak pernah mendengarnya, kini men-jadi tersohor berkat kehadiran kopi Cimbang Sinabung. Tapi bagaimana pun juga, kebangkitan Kopi Karo tidak terlepas dari peran Badan Na-sional Penanggulangan Bencana (BNPB) melalui Program Rehabil-itasi dan Rekonstruksi kepada mas-yarakat empat kecamatan di lingkar Sinabung. Yaitu Kecamatan Simpang Empat, Tiganderket, Naman Teran, dan Payung .

    Hal itu berawal dari kondisi erupsi Gunung Sinabung berkepan-jangan, sejak tahun 2013. BNPB pun melakukan survei lapangan dan mencari cara upaya pemulihan so-sial ekonomi masyarakat terdampak Sinabung, di luar zona merah. Ketika itu BNPB secara kebetulan mendapat kerja sama internasional dengan New Zealand, menggandeng Food and Agriculture Organization of the Unit-ed Nations (FAO) yang bergerak di bidang pangan dan pertanian.

    Dua di bidang pertanian yang coba digalakkan BNPB yaitu budi-daya tanaman jeruk dan kopi. Tana-man jeruk pertama kali dicoba untuk dibudidayakan sebab jeruk merupa-kan ciri khas tanaman yang banyak ditanami masyarakat sebelum musi-

    bah letusan Sinabung. Namun setelah dicoba dan dievaluasi, ternyata pros-es pemasaran tanaman jeruk dan hasil yang didapat tidak maksimal. Hal ini disebabkan karena daya tahan jeruk yang tidak berlangsung lama sehing-ga tidak jarang jeruk justru membu-suk sebelum laku dijual.

    Akhirnya tanaman kopi coba dikembangkan untuk dibudidayakan. Ternyata tanaman kopilah yang pada akhirnya lebih mampu bertahan dari pengaruh abu vulkanik Sinabung. BNPB melalui Badan Penanggulan-gan Bencana Daerah (BPBD) mem-bina petani untuk bisa mengelola tanaman kopi hingga pasca panen. Petani juga diberi pengetahuan mem-proses kopinya sendiri menjadi bu-buk dengan proses lebih maju seperti semi wash process, natural process, maupun honey process.

    Ternyata proses budidaya ta-naman kopi tidak berjalan semulus yang direncanakan. Faktor sosial dan budaya masyarakat Tanah Karo menjadi rintangan paling besar. Ta-naman kopi yang sudah ditanam puluhan tahun yang lalu hanya di-anggap sebagai tanaman pembatas antar lahan masyarakat Seperti yang disampaikan Imam Syukri, salah seo-rang petani kopi dari Desa Cimbang, Kecamatan Payung yang dilansir dari Medanheadlines.com.

    “Kebanyakan orang di Tanah Karo mengganggap kopi sebagai

    tumbuhan pembatas saja. Jadi dise-butnya tanaman tuah dibata yang art-inya hadiah dari Tuhan atau tanaman tanaman tedah ate yang berarti yang dirindukan. Artinya tanaman kopi jika berbuah maka disyukuri, tapi kalau tidak ya tidak ada ruginya”, ujar Imam yang juga penggagas Kopi Cimbang Sinabung.

    Ada juga yang menyebutn-ya singgalar utang, alias pemba-yar utang karena kopi baru dipanen ketika petani tercekik hutang. “Itu dulu, Tapi sekarang, kami merawat betul-betul, tinggal dia yang bisa di-andalkan” ujar Nur Hayati Sembiring (75), petani di Desa Cimbang, seperti dilansir dari harian Kompas.

    Pertanian kopi merebakPertanian tanaman kopi pun ter-

    us berkembang pesat di Kabupaten

    Karo. Semakin banyak petani yang beralih ke tanaman kopi.Kopi di Kab Karo adalah kopi jenis arabika. Hingga saat ini menurut data Di-nas Pertanian Kabupaten Karo luas kebun kopi di Karo sekitar 10.000 ha, atau lebih luas dari beberapa ta-hun sebelumnya yang hanya 7.500. Dengan rata-rata menghasilkan 1,5 ton tiap hektar per tahun

    Perkembangan pertanian kopi di Tanah Karo didukung oleh posisi geografis Tanah Karo yang merupa-kan dataran tinggi 900 M DPL sam-pai 1900 DPL, dan dalam gugusan Bukit Barisan. Dimana terdapat dua gunung berapi, Gunung Sinab-ung dan Gunung Sibayak. Sehing-ga sangat ideal bagi pertumbuhan tanaman kopi jenis arabika, dan

    BANGKITNYA KOPI KARO

    Café Juma. Muat wari ndabuh ku gelapna, bagendam suasana Café Juma, i jalan Rakutta Brahmana Km. 13.7 (Lintas Kabanjahe - Kotacane), Sukarame, Kabanjahe. Amin gia merekna Cafe Juma tapi adi reh kam janah nin-du: “kopi sada, Perkede!”, ugapa pe iangkana denga. Sikap kal I Café Juma enda natap-natap matawari

    Foto : Pengarahen Sembiring

    KATASUKI+ Kita rayat enda, sekrajangenta 5 tahun seka

    li ngenca

    itami-tami..- Uga kin maka bage nim, Pande? Rempet ka

    megogo

    atem?

    + Labo megogo. Kitik kal ukurku…!

    ndabuh ku kesunduten, sunset nina anak singuda, janahta ngopi. Pernahangna, bali ras sabaris lirik lagu Djaga Depari ija nina “inganta ngadi rate mesui…”. Eaak, pindo kopindu, Silih!

    Ersada Kita Megegeh, Teridah ras Mehaga

  • KATANTARAS EDISI 3 JANUARI 20182

    Pimpinan Umum/Pimpinan Redaksi : Simson Gintings, Wakil Pimpinan Umum/Pim pinan Redaksi : Julianus P. Liembeng. Dewan Redaksi : Robinson Sembiring, Yoel Kaban. Artistik : Arthur Sembiring. Photografer : Sadrah Ps., Jupiter Maha. Tata Letak : Yosef Depari. Kontributor : Moses Pinem, Salmen Kembaren, Imanuel Tarigan, Tridah Sembiring, Septa Sembiring, Imanuel Bukit, Emma Sinulingga (Medan), Alex Depari (Kabanjahe) Ezra Deardo Purba (Yogyakarta), Oren B. Peranginangin (Bandar Lampung). Pimpinan Perusahaan : Asmanta Barus, Sekretaris : Eko Tarigan.Manager Produksi : Jecky Edward Sembiring D., Staf Produksi Julio Ari NapitupuluAlamat Redaksi : Jl. Marsaid I No. 44 Rt.01 Rw.06, Marga Jaya Bekasi Selatan. E-mail : [email protected] Rekening BNI No. 0753540507 An. Simson Gintings, Percetakan : Aneska Grafindo

    Redaksi KATANTARAS

    Redaksi menerima kiriman tulisan dari pembaca, berupa cerpen, puisi, dan artikel yang berkaitan dengan suku Karo. Tulisan dapat dalam bahasa Indonesia atau bahasa Karo dan dikirimkan ke email Redaksi : [email protected]. Isi tulisan sepenuhnya men-jadi tanggungjawab penulis Redaksi berhak mengedit artikel tanpa mengubah isi dan sub-stansi dari tulisan. Hak cipta tulisan tetap menjadi milik penulis. Tulisan yang dimuat tidak mendapat honorarium.

    Editorial

    KlAlTlA l NlAlKlAlN

    Alu la igejab, enggo kita bengket ku bas tahun si mbaru, eme kap tahun 2019. Tambah wari si benta-si kita tambah ka umur kita kerina manusia. Termasuk pe umur tabloidta si kitik enda. Gundari nggo multak nomor si peteluken.

    Si jadi penungkunen bas kami Redaksi, bage pe bas pembaca, uga kerna kualitas bas si telu nomor enda? Arus si lakoken avluasi. igejap kami, bas dampar kualitas, ndauh denga seh bagi sini suraken kita kerina. Si enda erkiteken memang lit keterbatasen bas kami Redaksi. Amin bage gia, tabloid enda arus tetap banci erdalan. Alu sada pengarapen si ijemak kami alu meteguh, tabloid enda arus lit gunana man jelma si enterem. Banci perturah sada proses dikur-sus tah pe proses dialektika intlektual. Misalna, uga ker-na perkembangen kebudayan Karo bas jaman milennium enda. Tentuna masarakat per-lu erbahan evaluasi. Setidakna banci turah sada wacana.

    Memang, bagi si eteh, labo mesunah empengaruhi proses perdalanen ras perkembangen kebudayanta. Janah prosesna pe pasti gedang. Tapi si jadi kebiarenta, kune lanai lit kita si terkena guna ngukurisa. Kai pe siakap bali saja, lanai jadi soal. Alo-alo saja kerina alu la rukur. Adi bage, ertina kita nggo apatis ras fatalistis ka pe. Adi sempat kin bage terjadi, e secara kebudayan nggo lampu merah man banta.

    Sedalanen ras si e, gelah ula kita apatis, ibas nomor enda si jadi profil emekap seka-lak penggagas gelah gendang tradisional Karo si biasa ikatak-en gendang si lima sedalanen, tapi menurut Simpe Sinulingga

    si datna arah semacam “riset” si pernah lakokena lebih ku-rang 3 tahun dekahna, tah pe arahna erlajar man tua-tua si meteh, istilah menurut sejar-ahna ikataken Gendang Lima Si Perarihen.

    Lit sada perayaken Simpe Sinulingga arah sanggar Ng-gara Simbelin si pajekena I Lingga, em kap gelah min gendang tradisonal Karo ban-ci tetap eksis, janah adi ban-ci, mulihken jadi simada jabu, bagi mbarenda. Tambah sie, adi gendang tradisonal e mu-lihi memasyarakat banci ka pe jadi sadaa atraksi budaya gelah ertemna wisatawan tah pe turis reh ku Taneh Karo.

    Tangkas kal matata natap, keteng-keteng Jepang alias kibod, lanai banci lang, enggo dekah menda jadi bagin bas kebudayanta. Lanai lit kalak si emperosalkensa. Adi tang-tangna mbarenda, sempat kibod jadi perdebaten, erkite-ken lit terjadi pro kontra. Tapi kedungena, enggo banci ialko-ken jelma si enterem.

    Kehebaten alat musik ki-bod, lagu kai pe banci bengket. Poco poco, sasojo, langgam Melayu, dangdut, kerina ban-ci imainken bas kibod. Ema-ka perlandek jelma pe iper-ngaruhi lagu ras langgam si mainken perkibod.

    Bas situasi si bagenda, Simpe Sinulingga, ndalanken sada misi, melestariken musik tradisonal Karo. La saja alu mereken pelatihen ku piga-pi-ga kuta, tapi pe iproduksina ka kerina alat-alat musik tra-disional Karo. Mbera-mbera arah kai si bahan Simpe enda banci jadi inspirasi man banta. Adi banci, ikut lah kita mere-ken penampat tah dorongen moral gelah Simpe tetap kon-sisten bas misina e.

    TAHUN SI MBARU, 2019

    Banyak cara yang ditempuh oleh Pdt Madasa Sinukaban untuk berbuat kebaikan. Se-lain melalui gerakan kebersihan, ia juga memberikan bantuan be-rupa bibit kentang merah secara gratis kepada para petani di desa Tajung Barus, Suka, Bukit dan Jeraya. Masing-masing petani mendapat antara 500 – 1000 bibit kentang merah. Aksi itu sudah di-alkukannya sejak tahun 2016. Ta-hun ini pembagian bibit kentang dilakukannya di desa Kaban.

    “Bibit kentang itu adalah ha-sil dari tanaman sendiri”, ujar Pdt Masada. Awalnya ia menanam 3500 bibit dan kelebihan dari bibit

    Jakarta, Katantaras. Tim Produksi film Jandi La Sur-ong dalam edarannya men-yatakan jadwal tayang gala prim-ere film tersebut diundur. Semula gala premiere direncanalan bu-lan Januari 2018 diundur men-jadi tanggal 23 Februari 2019. Priemere diadakan di Gedung Teater Mikie Holiday, Berastagi.

    Penundaan itu dilakukan un-tuk mencapai kualitas terbaik untuk gambar dan suara serta proyeksi film. Untuk mencapai hasil optiomal, proses mastering film ini yang dilakukan di Jakarta, membutuhkan waktu yang pan-

    jang. Dalam proses itu juga dilaku-

    kan pemilihan soundtrack bagi seluruh lagu yang digunakan da-lam film untuk memperkuat sua-sanaKaro pada saat menonton film itu.

    Film Jandi La Surong ber-dasarkan novel dengan judul yang sama, karya H, Tempel Tarigan, seorang mantan wartawan. Sep-uluh lagu dalam film JLS dian-taranya dengan judul yang sama (theme songs), digarap oleh seni-man Karo Julianus Liembeng, dibawakan Xeane Limbeng.**

    MUNDUR, JADWAL TAYANG GALA PRIEMERE FILM

    JANDI LA SURONG

    Pdt Madasa SinukabanMEMBANTU PETANI DENGAN PEMBERIAN

    BIBIT KENTANG MERAH GRATISitu dibagikan kepada para petani. Kemudian jumlah bibit kentang yang ditanamnya meningkat men-jadi 7500 dan kelebihan dari yang dibutuhkannya dibagikannya lagi kepada para petani. Begitulah yang dilakukan Pdt Masada, ter-us meningkatkan tanaman bibit kentangnya sehingga mencapai 10.000 dan yang dibagikannya kepada para petani menjadi 5000.

    “Bibit kentang itu diberikan kepada 20 orang petani, yang se-lalu bergantian orangnya” ujarn-ya. Sekalipun hanya menjangkau 20 orang, namun pemberian bibit kentang itu cukup bermakna bagi para petani. Tujuan Pdt Masada

    Sinukaban hanya untuk mengem-bangkan kentang merah.

    Seperti diketahui, kentang merah masih langka di pasa-ran. Seperti dilansir detik.com, kentang merah memiliki banyak keunggulan. Salah satu man-faat yang membuatnya diincar banyak orang adalah khasiatnya yang mampu membuat kenyang lebih lama siapapun yang men-gonsumsi namun dengan jum-lah kalori yang rendah. Singkat kata, kentang merah cocok untuk orang yang sedang menjaga pola makan atau berdiet. Dan juga co-cok untuk menjaga kadar ***

    Semua orang senang selfie. Sel-fie itu sendiri adalah singkatan dari self portrait atau padanannya dalam bahasa Indonesia, swafoto. Rasanya tidak ada manusia yang tidak pernah selfie. Hanya Nini Tudung dan Nini Bulang saja di desa yang tidak pernah melakukannya. Tapi tidak juga. Kalau cucu mereka datng dari kota, si cucu pun mengajak mereka selfie.

    Tapi jika banyak melakukan selfie, lebih dari sepuluh yang ada dalam satu frame, berarti orang itu sudah punya gangguan kesehatan mental.

    Ya, tanda-tanda kelain-an psikologis yang dimak-sud ini dijelaskan oleh para peneliti dari Nottingham Trent University, Inggris dan Thiagarajar School of Management, India. Menurut hasil penelitian mereka, orang yang memi-liki kecanduan mengambil foto selfie setiap hari memiliki gangguan kese-hatan mental, yaitu ‘penyakit’ yang disebut dengan nama “Selfitis”.

    Selfitis adalah kondisi kelain-an mental di mana seorang manusia mengalami ketergantungan berfoto selfie dan selalu mengunggahnya ke media sosial. “Tak cuma setiap hari, tapi foto selfie yang diunggah bisa setiap jam,” ujar tim peneliti se-

    bagaimana dilansir koran Inggris The Sun.

    Adapun peneliti menemukan enam faktor utama yang memicu seseorang menjadi Selfitis. Pertama, penderita Selfitis kerap berfoto self-ie untuk meningkatkan rasa percaya

    diri. Malah ada yang kelewat suka. Bisa lima atau sepuluh foto selfie yang diambil dalam sehari.

    Kedua ingin mencari perhatian di internet, Ketiga ingin memperbai-ki mood-nya. “Kebanyakan merasa puas setelah melihat hasil foto sel-fie mereka, mood mereka biasanya membaik,” lanjut tim peneliti.

    Keempat, penderita ingin mence-tak ‘kenangan’ dari foto selfie yang diambil. Hal tersebut dilakukan supaya mereka ingat foto mereka waktu muda di saat mereka sudah be-ranjak tua nanti.

    “Kelima, mereka ingin menyam-paikan ‘komunikasi’ dengan cara ber-selfie, dan ingin menjadi kom-petitif di circle sosial mereka,” tam-bah peneliti.

    Hal lain yang dapat kita amati, ketika mengunjungi teman atau sa-habat yang sedang dirawat di rumah sakit, para pengunjung itu melaku-kan selfie, untuk diunggah di FB atau WAG. Yang ganjil, bila mereka melakukan selfie sementara teman

    yang sedang dirawat itu, hi-dungnya dipasang selang, serta peralatan medis lainnya yang memberi kesan, kondi-si kesehatan orang yang di-kunjungi itu sedang dalam kondisi yang serius. Tapi sel-fie jalan terus.

    Yang sulit dimengerti bagi kita, di negara-negara Barat, ada yang melakukan selfie dengan latar belakang

    peti jenazah nenek atau kakeknya.Yang mengenaskan, ketika kita

    membaca berita tentang selfie yang berujung maut. Ada orang yang ter-peleset dari ketinggan 100 meter ke-tika melakukan selfie. Ada pria yang tewas saat mencoba mengambil selfie dengan beruang. Masih banyak lagi peristiwa lain yang menyedihkan saat melakukan selfie. Terutama sel-fie yang ekstrim. Seperti selfie di rel kereta api saat kereta yang melaju mendekat.

    Perlu hati-hati dalam melakukan selfie. Selain memperhatikan aspek keselamatan diri, juga menahan diri jangan sempat disangka orang secara mental sudah tidak sehat seperi dalam gambar di atas.**

    ANDIKO, O SELFIE…..!

  • KATANTARASEDISI 3, JANUARI 2018 3Nusantara

    Untuk menghadapi Sekutu da lam peperangan yang diper kirakan semakin gawat, pejabat tinggi militer Jepang untuk wilayah Sumatera, ingin menciptakan basis militer yang kuat di pedesaan. Yang nanti dapat dimanfaatkan bagi kepentingan militer Jepang dalam menghadapi pasukan Sekutu bila mendarat di Sumatera. Usaha kearah itu ditugaskan Letnan Inoue Tetsuro, kepala polisi di Medan yang menindas peristiwa aron*) di Deli tahun 1942. Dia juga yang menangkap Jakub Siregar dan Saleh Umar, dua tokoh radikal Gerindo yang banyak berperan dalam peristiwa pemberontakan aron itu. Pada tahun 1943 Inoue, seorang militer beraliran keras, mendirikan Taman Latihan Pemuda Tani (Talapeta) di Gunung Rintis, Deli Serdang.

    Pada awalnya Inoue bermaksud mengembangkan konsep membentuk satu pusat latihan pertanian saja, untuk mengalihkan perhatian para petani Karo dari gerakan aron. Tapi kemudian berkembang dan berlaih ke tujuan yang lebih luas, yaitu tujuan militer yang dirancang secara rahasia. Yaitu mencetak kader-kader berdisiplin tinggi yang mampu menggerakkan kaum tani di Sumatera Timur kepada tujuan militer Jepang. Setelah setahun, Inoue berhasil membentuk kader yang berdisiplin teguh untuk menjadi basis yang

    ideal bagi suatu perlawanan gerilya. Organisasi pertama yang didirkan Inoue dengan Jakub Siregar adalah Kaijo Jeikedan (Barisan Pertahanan Pantai).

    Perkembangan perang Pasifik memaksa Jepang banyak menarik pasukannya dari Sumatera untuk dikirim bertempur di Filipina. Ke kuatan Jepang di Sumatera semakin berkurang, hanya tergantung dari Divisi Konoe-Daini di utara Sumatera dan brigade tambahan di Sumatera Tengah dan Sumatera Selatan. Un tuk mengahadapi kemungkinan sera ngan Sekutu ke Sumatera, pasukan-pasukan baru untuk perang gerilya dan memobilisasi rakyat perlu dibentuk. Mereka harus dilatih secepatnya dan secara rahasia supaya penduduk tidak kehilangan kepercayaan kepada kekuatan tentara Jepang. Diatas semua itu, pasukan-pasukan itu harus mempunyai tekad perlawanan yang tidak kenal menyerah. Calon-calon yang tepat untuk pasukan yang demikian adalah unsur-unsur radikal yang sudah pernah bertindak terhadap rejim Belanda pada tahun 1942, PUSA (Persatuan Ulama Seluruh Aceh) dan Gerindo.

    Inoue meresmikan Kenkoikutai shintai (Barisan Pengabdi Pemba ngunan Tanah Air) dalam satu upacara rahasia pada tanggal 20 Maret 1945. Organisasi ini disusun secara militer, Inoue sebagai komandan, Jakub

    Siregar sebagai wakil Komandan, Saleh Oemar sebagai kepala staf, dan lain-lain tokoh Gerindo. Tempat latihan tetap diadakan di Talapeta dan pelatihan yang diberikan satu sampai tiga bulan lamanya. Berbeda dengan pelatihan yang diterima angkatan sebelumnya yang lebih menekankan pada aspek pertanian, kelompok ini mendapat materi tentang strategi militer, disiplin milter Jepang yang keras, indoktrinasi anti Barat, dan membangkitkan rasa nasionalisme. Kepada pemimpin kelompok nasio nal radikal diberikan kelas khusus indoktrinasi.

    Jumlah seluruhnya yang dilatih di Talepeta mencapai 2000 aktivis muda. Setiap kader diperintahkan untuk membentuk satu batalion terdiri dari 500 orang. Dengan cara itu secara teoritis Inoue dapat membangun satu kekuatan gerilya yang berakar pada kaum tani dan nelayan sampai sejumlah 50.000 orang. Kekuatan ini dibagi di dalam tiga seksi : Mokotai yang terutama terdiri dari pemuda-pemuda Karo, Simalungun dan Toba, beroperasi di dataran tinggi Sumatera Timur; Hiryuta untuk pertahanan pantai di daerah Asahan dan satu seksi Islam yang kecil jumlahnya Sabillillah (Jungkyotai).

    Setelah Jepang menyerah kepa da Sekutu tahun 1945, kader-kader Kenkoutai shintai cerai berai. Ada yang masuk ke dalam berbagai organisasi baru, seperti Saleh Oemar mendorong lulusan-lulusan Talapeta masuk TKR. Sebagian besar masuk PRI/Pesindo (PRI = Pemuda Republik Indonesia. Pesindo = Pemuda Sosialis Indonesia). Jakub Siregar kembali membuka hubungannya dengan Inoue dan membangun kembali Mokotai yang berubah nama menjadi Barisan Harimau Liar dengan markas besar nya di Tanah Karo. Payung Bangun menjadi komandan BHL di Tanah Karo, dan Saragih Ras di Simalungun, masing-masing mewakili satu keluarga yang haknya menjadi raja

    diabaikan oleh Belanda.Pasukan BHL kebanyakan ber

    asal dari orang desa yang tidak berpendidikan yaitu kaum petani. Pasukan ini bersikap radikal, sesuai dengan sejarah pembentukannya di Talapeta oleh Inoue yang memang sengaja merekrut orang-orang yang tidak berpendidikan dan berjiwa radikal. Pasukan BHL terkenal tidak punya disiplin dan bengis. Tidak heran, petani berpikiran sederhana seperti mereka digembleng secara militer oleh Inoue lalu ditempa dengan indoktrinasi oleh orang sekaliber Jakoeb Siregar. Jadilah mereka barisan yang sama dengan nama pasukan itu, barisan harimau yang benar-benar liar.

    Berikut catatan kecil mengenai latar belakang tokoh-tokoh BHL.

    Mohammad Jakoeb Siregar, anak orang kaya di Medan, merupakan tokoh Partindo yang berpandangan radikal, anti feodalisme dan tidak percaya kepada diplomasi atau berunding dengan Belanda. Dalam buku biografinya “Dari Medan Area ke Sipirok“, Payung Bangun mengatakan perkenalannya dengan Jakoeb Siregar membuatnya melek politik. Meski tidak diceritakan panjang lebar tentang hubungan itu, namun bila dilihat dari kedekatan hubungan mereka di Talapeta dan sesudahnya dapat disimpulkan Jakoeb Siregar merupakan “guru politik“ Payung Bangun.

    Siregar Ras tokoh BHL di Simalungun adalah perbapaan di Pane. Pada tahun 1923 masuk dalam dunia kejahatan selama beberapa tahun, kemudian menjadi sopir taksi. Pada tahun 1931 dia ingin menggantikan ayahnya sebagai kepala di kampungnya tapi ditolak oleh Raja Pane. Dia kemudian masuk Gerindo 1938, dan F-kikan (gerakan pro Jepang) kemudian komandan BHL di Simalungun. Pada mulanya pasukannya tidak begitu menonjol, tapi setelah pasukan ini berhasil mengumpulkan harta kekayaan dalam “revolusi sosial“ mulai berkiprah.

    Karena itu, ketika Jepang menye rah kepada Sekutu, terjadi revolusi sosial di Sumatera Timur tahun 1946, dimana keluarga raja-raja dan bangswaan dibunuhi. Peristiwa itu juga menjalar ke Tanah Karo.

    Revoulsi sosial berdarah di Tanah Karo baru terjadi tahun 1947, setelah tokoh-tokoh BHL Karo yang tahun 1946 dipernjarakan oleh Ngerajai Meliala, tahun 1947 dibebaskan. Bekas Mokotai yang kemudian menjadi Barisan Harimau Liar, para sejarawan menyebut tidak ada lagi yang memperhatikan garis komando yang jelas. BHL itu seperti milisi, bertindak dengan inistiasif sendiri. Banyak yang bertindak karena dendam pribadi, karena permusuhan lama, dan mereka yang dituduh bekerjasama dengan Jepang atau Belanda dihabisi. Sikap curiga mencurigai berkembang sehingga masyarakat dicekam ketakutan. Banyak orang tua jaman dulu dengan getir mengenang episode sejarah perjuangan itu mengatakan lebih kejam dari pada perang melawan Belanda. Mayat-mayat korban revolusi sosial di buang ke Lau Biang dan Lau Borus. Setelah kembali dari pengungsian selama beberapa tahun tidak ada penduduk yang mau menangkap ikan di kedua sungai itu. Seperti masih terbayang di benak mereka mayat-mayat yang dibuang (ombaken) ke sana. (S.M Ginting Suka)

    *) Aron adalah organisasi rahasia petani Karo yang didirikan di daerah Deli sekitar tahun 1938 dengan tujuan merebut hak atas tanah jaluran di daerah perkebunan yang semakin berkurang diterima penduduk. Dalam waktu singkat gerakan aron cepat meluas tidak saja di dusun-dusun di wilayah kesultanan tapi juga sampai di Tanah Karo. Tindak kekerasan pertama terjadi justru di Tanah Karo, di desa Batu Karang, untuk mengambil alih tanah-tanah persawahan luas milik beberapa raja urung kaya, lalu menjalar ke Mardinding, dan Tiga Nderket – gerakan itu ditumpas polisi yang didatangkan dari Kabanjahe. Kekerasan itu segera menjalar ke dusun-dusun Karo di Kesultanan Deli, terutama di Sunggal.

    **) Tulisan ini bersumber dari buku Anthony Reid, Perjuangan Rakyat, Revolusi dan Hancurnya Kerajaan di Sumatra, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta 1987, dan Mary Margaret Steedly, The Riffle Reports : A Story of Indonesian Independence, University of California Press, 2013

    TALAPETA, DIKLAT BAGI KADER RADIKAL

    Kilasan Sejarah

    Jakarta, Katantaras. Presiden GBC (Green Business Center) yang merupakan badan dari The ASEM SMEs Eco-Innovation Cen-ter (ASEIC), Lee Jeong Soon, secara simbolis menyerahkan dana Corpo-rate Social Responsibility (CSR) dari Korea, kepada tiga koperasi asal Ka-bupaten Karo.

    Dana itu diperuntukkan bagi tiga koperasi untuk pengembangan mas-yarakat Kabupaten Karo, pasca-erup-si Gunung Sinabung. Sebagaimana dijelaskan Bupati Karo Terkelin Brahmana, dana yang diterima per-wakilan koperasi akan dimanfaatkan untuk pengembangan Rumah Kopi Karo di Desa Tambusan, Kecamatan Merek, Rumah Pinta di Desa Kuala, Kecamatan Tiga Binanga, dan Ru-mah Perpustakaan di Desa Pertum-buken, Kecamatan Barus Jahe.

    Penyerahan dan CSR Korea se-cara simbolis diserahkan Lee Jong Soon kepada Rumah Kopi diwakili Liasta Karo-karo, Yuni dari Rumah Pintar, dan Jusia Barus dari Rumah Perpustakaan. Dilakukan di Ruang Rapat Lantai VIl Kementerian Kop-erasi dan UKM, Jalan H.R. Rasuna Said, Jakarta (17/12/2018) disaksikan Sekretaris Kementerian Koperasi dan UKM, Meliadi Sembiring, Bupati Karo Terkelin Brahmana, Kepala Di-nas Pegendalian Penduduk dan KB Karo Seruan Sembiring.

    Perwakilan Rumah Kopi, Lias-ta Karo-karo, mengatakan, konsep Rumah Kopi Karo yang diusung agar wisatawan sebelum sampai ke Danau Toba dapat menikmati kopi asli Kabupaten Karo. “Rumah Kopi berkoordinasi dengan Kepala BPODT (Badan Pelaksana Otoritas

    Danau Toba) agar setiap wisatawan yang melintas wilayah Merek menuju objek Danau Toba singgah di Rumah Kopi, untuk memperkenalkan kea-slian dan keunikan dari kopi Karo,” kata Liasta.

    Turut hadir dalam serah terima CSR ini Siti Ayu Prameswari (GBC), Sapta Putra Ginting, Ph.D, Analgin Ginting, Bestari Tarigan (Perpus-takaan), Jusia Barus (Perpustakaan), Baltasar Taringa, SE (Koperasi Kerja Kita Karo),

    Perlu diketahui, GBC yang mer-upakan badan dari ASEIC di Indo-nesia, dibentuk berdasarkan Nota Kesepahaman (MOU) antara Kemen-terian Koperasi dan UKM Indonesia dengan Kementerian UKM (SMBA) Korea. Sedangkan ASEIC sendiri dibentuk oleh Asia-Europe Meeting (ASEM) tahun 2011.** (smg)

    TIGA KOPERASI KARO TERIMA DANA CSR KOREA

    Staf dan Redaksi Tabloid

    KATANTARASMengucapkan

    Selamat Hari Natal dan

    Tahun Baru 2019

    Kepada Segenap Pembaca dan Simpatisan

    Tabloid KATANTARAS

  • KATANTARAS EDISI 3 JANUARI 20184

    Pa KatanPa Taras

    Pa Katan : Mamang kal ateku sobat!

    Pa Taras : Kai?

    Pa Katan : Bangsanta enda seh gundari lalap denga sitahanen er-cakap kerna soal-soal si kuakap sepele. Enda kin kerna kotak suara alumunium tah plastik; rombongen ise si atan ku surga; uga peruis; uga perpangkas; uga perseluar, ras sidebanna. Kalak kuta sideban i luar negeri ngukurken uga erban HP si canggih; erban mesin otomatis gelah nukah rani juma; erban aplikasi erbinaga hasil juma melalui online; penelitian kerna ruang angkasa, ndarami planet ingan tading simbaru, ras sidebanna.

    Pa Taras : Ena soal kengasupen rukur nak. Lit jelma la ngasup latih rukur. Lit ka singasup rukur kerna kai si la terukurken jelma si enterem. Jelma sibagenda nge sierbahani i babo doni enda. Kita ersoal denga soal erjanggut tah la erjanggut, seh mon-mon rubati pe kita. Kalak luar nggo ngukurken uga erban motor la padah lit rodana. Bage pagi nggo iproduksi, kita jadi tegun sinukur, simake, ras singgalari saja ngenca. Kalak si ngalo galarna.

    Pa Katan : Uga maka kita nggit? Em simamang ateku e.

    Pa Taras: Kita endam bangsa si nggo kena santo, kena tama-tama nak. Ibahan me rusur soal gelah kita rubati kerna soal-soal sepele, meriah ka siakap piah ersoal ka kita sapih-sapih kita. Kalak dauh nggo erbahan pesawat penumpang ku planet sideban, erban teknologi perang online, ras sidebanna. Enda kerina la banci mobah, adi la kin kita seh ku kerina pejabat pemerintah sedar, maka kita nggo ndauh ketadingen.

    Pa Katan: Kai dage perlu siban?

    Pa Taras: Adi si sekolahken anak, ula gelah dat ijasah saja, terlebih nggalar pe kita nggit gelah nggo dat ijasah. Tapi, si jemba anak-anak gelah nggit ngukurken karya si lenga lit iban kalak. Ula nari sipedah-pedahi rusur anak alu ngataken: “Adi kami mbarenda, ...........!” Kuakap enggo perlu ninta man anak-anakta: “Ban nakku, si lenga iban kalak, inovatif nina kin, gelah kalak mehangke tare kita!” Anak-anakta nari ngenca arapenta. Adi kita enda nggo “afkir” nak!!! Ibarat motor ndai, enggo jadahen gregos.

    Pa Katan: Payo kel katam e nak…eggo arus si ubah caranta rukur….perubahen mindset nina kubegi sekalak guru SMA asum ia koyok-koyok ras teman-temana sapih guru sekolah i kede kopi Pa Gulame. Robinson Sembiring

    “BANGSA KENA SANTO”

    TAWARASTAWA

    MELEMUK BAGI KETADU

    “Asakai rega manuk Bengkila”? nungkun Bajing man perbinaga manuk.“Man kadem ka nungkun rega manuk” ?“Suruh nande aku ndayaken manuk....”“Lima puluh ribu, baba ku jenda manukna”. La ndekahsa, mintes reh Bajing mbaba manuk buganna. Perbi-naga manuk pe minter ka bere-kenna senna.“Uga maka 40 ribu ngenca Kila, ndai 50 nindu” ?“Ena pe enggo bujur adi ma-nuk tangkoon..., pala kataken kin man bapandu.., gelah kam i gudamna ...“!??

    “Kataken to...., aku gia ma banci kang kulaporken man bibi..., ise singuda nguda si boncengndu nderbih...” ???Ih, kam pe permen..., jagar-jagar pe minter kang kam merawa...., enda kurangna sendundu ndai..” , nina si Bengkila rempet melemuk bagi ketadu.

    BAJING RULAH

    “O, Bajing, Uga ka maka bagi jel-ma kuidah anak kambingta e, la lah bekasmu rulah ka e” ?“Lang pa Tengah...”“Lang, lang, nim..., seri kuidah in-cumu ena ras incum kambing e.... Kueteh nge, enget ka nge tabun-mu e mei “?“Lang ningkalak, la kam tek !!

    Kencing saja nge aku sange, enca surut-surut kambing e kem-pak aku...”“Bajiiiing...legi laya e kal ko daaa!!!

    SALAH PAHAM

    Seorang bule, istri pegawai kedutaan asing yang baru beber-apa bulan menetap di Indonesia, memasuki salah satu Bank.pegawai Resepsionis menyong-song ke pe pintu sambil mengu-capkan selamat datang.“Apakah saya boleh dapat seo-rang pembantu disini“ ? katan-ya terbata bata sambil melihat kamus di HPnya“Oh, ya, miss, saya dapat mem-bantu anda”, sahut pegawai bank dengan sok yakin.“Oh, good, anda sendiri tersedia “ ?? kata si bule sambil mengamati pegawai bank dari kepala sampai ke kaki...dan merasa sesuai sel-eranya. “Ada yang bisa saya bantu ?” tan-ya resepsionis memperjelas“Ya, saya ada perlu seorang untuk membantu saya di rumah, anda bersedia”? tanya sibule mengira

    Foto Sejarah. Endam situasi kuta Seberaya asum jaman Belan-da nai . Ruamah adat lengkap denga. Teridah piga-piga pernan-den kundul bas ture. Banci jadi pernanden e paksa ercakap-cakap

    Foto : Koleksi Tropen Museum, Belandakerna sada tah dua kalak Belanda si paksa tedis motret janah takalna itutupi alu kain mbiring. Jelas kal teridah or-namen tumah si waluh jabu e seh kak jilena.

    FOTO SIADI

    GBKP PERPULUNGEN MAKASSARdan

    PERPULUNGEN MERGA SILIMA MAKASSARMengucapkan

    Selamat Hari Nataldan

    Tahun Baru 2019

    Kepada Redaksi dan Staf Tabloid KATANTARASSEMOGA TERUS MAJU

    DAN SELALU ADA DI HATI MASYARAKAT KAROsi reseptionis dalah calon pem-bantu.“Ini office bank miss..., bukan agen pembantu !! sahut reseptio-nis ketus....Ternyata tulisan BANK CABANG PEMBANTU yang ada di depan disangka si Bule adalah agen pembantu.Bajing si paksana numpang ngadem ibas bank e jadi cirem-cirem. “Ih, bali kap longorna bibi enda ras aku ate Bajing bas ukur-na”.

    MAMA SI PAIS Bajing : O, Ma, lit kang idahndu lowongen ?Mamana : Man ise kin ?Bajing : Aku ma, lalap ladat.Mamana : Ih, bulan si lewat mind-ai kam reh lit nge si perlu.Bajing : Bulan si lewat gia mei kuorati nge kam Ma!?Mama : Eh, sope si e ka mak-sudku…Bajing : Emh, mama si Pais ndai ngenda tuhu..nina bas akurna, la ia pang melaskenca.

    JUMPA DIBERU MEJILE

    Bajing besuk temanna si paksa-na sakit. Perban la enggo ku ru-mah sakit janah mela nungkun, enggo papak ia. Aturna nulih nu-lih, idahna sekalak diberu. Mejile. Minter deherina. Lenga sempat nungkun, minter ka ciremi di-beru ndai ia. “Oh, enda me bagi menci ndabuh ku cimpa ningen e ari..” nina Bajing bas ukurna. “Kok senyum aja dek..,” nina Bajing, pekerina kal gayana...“Abis abang ganteng sih..”Enggo gurupuh kal perdegup-na jantung Bajing. Dudurkenna tanna gelah kenalen.“Rina..Rina.., ngapain disitu, ayo masuk !! nina suster erle-buh, janah minter teguna diberu ndai ku bas ruangen.“Maaf ya, Adik engga baca itu kata suster sambil menunjuk tulisan : Dilarang Masuk Per-awatan Orang Stress Tanpa Ijin.“Iooohhh...mate menda nanam-na, sambar kepe sireh e, nina Bajing jungut jungut bas ukur-na”.

  • KATANTARASEDISI 3, JANUARI 2018 5

    Marsa Barus

    KELIGENNEN PUSUH

    Tempa ernipiTapi la tunduhTempa kiam bagi harimauTapi erdalan bagi keong

    Terdaram kel aku. Tapi la kebenenTersungkun kel pusuhUga maka bagenda kel jadina

    Kam kel ndube sikuarapkenKam kel ndube si ibas pusuhkuLa kepe aku punanaKam enggo lawes ras si deban

    Getem merampek pusuh si kubabaMengogo mesui penadingkennduKai kel nge dosaku ....Salah ras lepakku?.............

    Adi gargari pe pusukuAsa gundari pe kam denga lalapEnggo gia bage perbahanenduTapi pusuhku lalap terligen nandangi kam

    Bujur, bujurmelalaEnggo kam singgah bas pusuhkuAminna gia ceda ate ras iluh nge sitadingkenduLa kumorahi...

    Marsa Barus

    SEDAK…

    Ibas aku rate ngenaIbas aku rate tutusIje kang ate keleng e ndauhIje kang aku tangis teriluhJumpa ras ate ngenaJumpa ka ras ate aruJumpa kita duanaJumpa kam ras saingenku Sedak PusuhkuSedak agingkuSedak perbahanenduSeh kel sedakna nepcep kupusuh

    HartaPinemGebyar Suara

    Untuk siapakah gebyar suara iniSemua dihadirkan di aula Hotel Nuan-sa PekanbaruMalam kian bergemuruhDitambah musik karaoke di gedung sebelahInikah pergulan manusia menjelang-maut tibaSementara Dita dan Widyawati asyik-bicara tentang pergulatanHari esokSepulang menonton pertunjukan AB-CD-nya musik masa kiniKita tiduran di ranjang sunyiMengenang Chairil dan Raja Ali HajiGurindam itu kekasih bisakah me-nenangkan kita

    Puisi-puisi luka itu dapatkah kita cerna lagi di siniKabarkanlah semua rindu ini pada Koran pagiAku tak punya kekuatan menahan sakitJika esok kita harus pulangSemoga kenangan manis jadi ingatan sampai nanti

    Medan, 2005

    Puisi NatalHarta Pinem

    Natal adalah gebyar rinduadalah warna-warni sinar kemerlap di hatikuadalah cinta berpendar rasa halimun-berlaksa jiwaadalah kesaksian iman kepadaMuyang esa

    Pasca Menurunnya Aktivitas Gunung Sinabung

    Pariwisata Karo Meningkat Kabanjahe –Katantaras.

    Tingkat kunjungan wisa-tawan ke Kabupaten Karo, dalam beberapa bulan terakhir terus meningkat, menyusul menurunnya akti-vitas Gunung Sinabung sejak Februari 2018 serta dibukanya ka-wasan wisata baru di Kecamatan Merek, seperti dilansir dari Antara. Menurut Kepala Dinas Pari-wisata Kabupaten Karo, Mulia Barus, berdasarkan data ter-akhir tercatat 700 ribu lebih wisatawan yang telah berkun-jung baik itu domestik maupun mancanegara ke Tanah Karo. Jumlah ini mengalami pening-katan sekitar 30 persen diband-ingkan tahun lalu.

    “Kita berharap dan yakin angka itu akan terus meningkat hingga akhir tahun dengan tam-bahan 10 persen lagi,” katanya. Menurut Mulia, meningkatn-ya kunjungan wisatawan pada tahun ini di Tanah Karo tidak terlepas dari peran serta pelaku

    wisata, salah satunya oleh Ta-man Simalem Resort.

    Sebab, Taman Simalem Resort terus mengembangkan potensi-potensi wisata baru dengan bekerja sama dengan pemerintah daerah dan mas-yarakat. Bahkan, Taman Si-malem Resort telah mendapat penghargaan Indonesian Suita-inable Tourism Award (ISTA), yang menduduki peringkat kedua setelah Bali pada ta-hun 2017 dan tahun 2018 juga mendapat penghargaan sebagai Pamong Wisata Berkelanjutan.

    “Apa yang telah diperbuat Taman Simalem Resort patut dicontoh, karena mereka mem-benahi wilayah Karo tanpa merusak, sehingga dapat dira-sakan oleh generasi yang akan datang. Taman Simalem Resort menggabungkan sektor pari-wisata dengan pertanian, yaitu agrowisata dan ecowisata,” ka-tanya.

    Salah satu destinasi wisa-

    ta baru di Karo yang terus dibenahi, jelas Mulia yak-ni beberapa desa di kawasan Kecamatan Merek, seperti Desa Dokan yang dijadikan wisata budaya kearifan lokal. Desa itu juga dikembangkan sektor pertaniannya dengan sistem organik, dimana kelom-pok tani diberikan pelatihan dan pembekalan untuk mener-apkannya. Hasil dari pertanian organik bisa dijadikan buah tangan oleh para wisatawan dan bahkan disuplai ke beber-apa kabupaten/kota di Sumut hingga ke provinsi lain.

    “Selain Desa Dokan, Desa Pangambaten, Desa Tongging, Desa Regaji dan Desa Mulia Rakyat, juga dikembangkan tanaman organik. Di sisi lain, Air Terjun Sipiso-piso di Desa Tongging dikembangkan untuk menampilkan atraksi budaya dan tempat souvenir yang diba-ngun serta paket edukasi perta-nian,” katanya.***

    Ibu Lucia Sriati, ibunda pebulutangkis Indonesia Anthony Sinisuka Ginting, menyambut gembira kehdiran tabloid Karo Katantaras yang dalam edisi perdana memilih putranya Anthony Sinisuka Ginting sebagai berita utama. Waktu itu Anthony baru saja menjadi juara dunia di Cina Terbuka 2018 dan menjadi kebanggaan bangsa Indonesia, termasuk masyarakat Karo. Sebagai ibu jelas Ibu Lucia memainkan peran penting dalam perjalanan karir Antho-ny di dunia bulutangkis yang semakin kompetitif.

    Foto Grace Sinulingga

    Simson GintingREKUIEM PERIK LA RASAR Kabang kidaram niar-niar langit meganjangLatih kabang lanai kal lit inganku mulihAndiko kendit si mbelang si mesuniLalit ingan ngampeken ukur latih Kudaram-darami buah barangku si megara rupaKu turiken ateku man bana turi-turin kekelengen Ku endeken ateku pasu-pasu lampas mbelin Gia nggeluh latih ula min lampas terlolah-lolah Paguhlah min bagi empungna si rajawaliSorana erciak-ciak ngerimpuken pusuhku

    Kudarami bulung-bulung muniken ate mesui Jumpa enterem jelma mersan kapak mbelin si erndilap “Tabah, tabah, kerina tabah, ula lit sitading” nina alu sora nergangAah oleee, aah oleee, sorana rende seh ku deleng-deleng Sora pusuhku tangis gedang wari lalit si ndengkehsa Andiko, langit si meganjang Labuh ras keri kal gegehku Andiko, buah barangku si megara rupa Alo-alondu aku anakku bagi gelgel teptep mulih aku W 19.07.03

    L E G O Nono sisada I sapo ku dakep ateku tedehI embus surdam sorana seh ku langitTapi la nggit langit nuriken kerehenaAngin mentas la melasken kata Ku cakap-cakapi percibal geluh ni babaErlebuh-lebuh aku ku empat suki taneh si linoKu kepultaken ras ku kesunduten aku erdiloSora ku mulihken ngerigep aku Nono sisada I sapo tertande ku bina-nguna si mumukSora surdam salih jadi kesi kesi Ngarap-ngarap gembura mata jadi meremangSi atekutedeh awihna lalap la teridahw 04.08.03/z5.8.11

  • KATANTARAS EDISI 3 JANUARI 20186SKETSA RUMAH SI WALUH JABU KARYA TIGA PELUKIS NON-KARO

    Menurut Affandi, sketsa itu seumpama puisi. Kata-ka-tanya pilihan dan indah. Jika dalam sketsa garisnya he-mat, tidak seperti ilustrasi yang terlalu detil. Sketsa yang baik, bisa kita lihat garisnya yang len-tur, pas dan hidup. Selain itu juga bagus penempatannya – propor-sional. Dan tangan-tangan yang lentur, lemas, goresan-goresann-ya akan terlihat luwes dan indah. Goresan-goresannya bisa jadi penuntun imaginasi penikmatnya. Biasanya, penikmatnya akan ber-lama- lama memandanginya.

    Affandi pernah mengatakan kepada beberapa pemuda calon pelukis di Medan, untuk menjadi pelukis yang hebat, perlu seorang calon pelukis hebat biasanya dia matangkan dulu pelajaran awal-nya. Yaitu sketsa. Kematangan membuat sketsa seorang calon pelukis besar akan lebih sabar, teliti dan lebih hidup karya-kary-anya.

    Mengingat lukisan sketsa mengandung keindahan tersendi-ri, maka nerikut ini disajikan 3 buah sketsa rumah si waluh jabu, karya 3 orang pelukis non-Karo. Mudah-mudahan pembaca bisa menikmatinya, Yang pertama berjudul “Rumah Adat Tradisional di Kampung Karo “ (1997) karya seni sketsa alm Oncot Moeliyo-no, pelukis kelahiran Aceh tahun 1957. Yang kedua sketsa Syam-sul Bahri bejudul Rumah Adat Karo (1984). Yang ketiga sebuah desa Karo, sketsa Richard Paul

    Max Fleischer (pelukis Jerman).Jika penari bercerita dengan

    gerak seluruh anggota badannya, termasuk kerling dan senyumn-ya dan sastrawan akan bercerita dengan kepandaiannya menyusun

    sapuan kwasnya seolah-olah hid-up. Berjiwa. Bisa menggetarkan jiwa pemirsanya.” Tambah Afandi dengan senyum tuanya

    Menurut Affandi sketsa itu puisi. Kata-katanya pilihan dan

    adalah lokasi-lokasi yang ikonik. Bangunan-bangunan kuno, pan-orama destinasi

    wisata atau obyek tentang peri kehidupan sekitar misaln-ya. Penonton akan lebih muda menikmatinya. Ada ungkapan bi-jaksana yang mngatakan bahwa sketsa itu sebuah ekspresi intuisi yang penuh estetika. “ Sepanjang jalan Malioboro, baik siang mau-

    pun malam, bisa disaksikan orang yang sedang nyekets. Setiap hari. “tambah Affandi.“ Sebaiknya, jika kalian pameran – sertakan juga sletsa- sketsa sekalian. Biar kolektor tahu. Karena kolektor juga kadang pandai menilai. Ke-cuali kalian sudah punya nama. He he he.” Sosok Afandi yang se-derhana dan sangat bersahabat dengan siapapun, sungguh profil maestro yang karismatik.

    “Rumah Adat Tradisional di Kampung Karo “ (1997) karya seni sketsa alm Oncot Moeliyono,

    Sketsa Rumah Adat Karo karya Syamsul Bahri (1984).

    Sketsa Desa Karo karya Richard Paul Max Fleischer (pelukis Jerman).

    kata, pelukis akan bercerita dengan goresan, sapuan kwas dan kepandaiannya mencampur warna di atas medianya, kata Af-fandi..

    “Kuncinya, banyak-banyak membuat skets, tentang apa saja. Setiap hari. Ceritanya, pelukis-pe-lukis China, dia pandangi dan re-nungi berlama- lama apa yang dia pilih jadi obyeknya. Setelah puas dan ‘kena’ barulah dia gore-skan pena atau kuwasnya den-gan mata batinnya. Goresan atau

    indah. Jika dalam skets garisnya hemat, tidak seperti ilustrasi yang terlalu detil. Sketsa yang baik, bisa kita lihat garisnya yang len-tur, pas dan hidup. Selain itu juga bagus penempatannya –propor-sional. Dan tangan-tangan yang lentur, lemas, goresan-goresann-ya akan terlihat luwes dan indah. Goresan-goresannya bisa jadi penuntun imaginasi penikmatnya. Biasanya, penikmatnya akan ber-lama- lama memandangi.

    Apa lagi jika obyek sketsanya

    TUAN RHODA, Enda aku Reh ku Belanda...

    Cerpen

    Amin gia enggo lit mesin penggil-ing page i kuta kami, tapi labo mis anak kuta nggit nggiling pagena ku kilang page kami. Mbue denga per-nanden si nutu page bas lesung. “Tabe-hen nanam beras tutu e asangken giling ku kilang”, nina piga- piga pernanden ku begi ngerana. Tahun 1949, kilang page kami me sipemena lit ibas belang-belang kuta i Daerah Karo Dusun seki-tarna. Erkiteken bapa biasa erbinaga ku Delitua ras Medan, emaka naluri bisnis-na pe turah erbahan mesin penggiling page i kuta. Tek bapa maka mesin peng-giling page e pasti jadi kebutuhen man rayat si rulo. Payo, dua tahun litna mesin penggiling e, enggo lanai lit si nutu page berngi. Menam kerina kuta-kuta sekitar mbaba pagena i giling mesin penggil-ing page kami. Lit deba sinjujung, lit ka kuta sideban nari enggo er-lereng. Mes-in penggiling bapa e, eme mesin bekas sini itukur ibas Tuan Rhoda nari. Sekalak Belanda si pernah tading i piga-piga kuta i Daerah Karo Dusun. Nina bapa ia per-nah erdahin i Deli Batavia Maats, Su-matra’s Oostkust, pernah ka i Ottzen & Mac Intijre, Serdang Plantation, bagepe terakhir i perusahaan Kereta api. Labo kuangkai kel kerina e, tapi si kueteh

    paksa e maka Belanda eme penjajah. Tapi man bangku Tuan Rhoda sitik pe lalit bagi penjajah. Erkiteken megati nge ia reh ku kuta kami erbual-bual, tawa-tawa meriah ras bapa.

    Situhuna merincuh kel aku ngerana ras ia, tapi mbiar aku ncampuri urusen bapa ras ia, terlebih aku pe anak-anak denga. Labo aku mbiar erkiteken dagingna mbes-tang janah igungna pe nggedang. Tapi lit ka tempa perasaan lebih rendah sebage ka-lak terjajah. Enda kerina erkiteken kubegi rusur penuri-nuriken nini bagepe nande man bangku kerna uga kin kalak Belanda sedekah enda njajah kalak Karo. Bagepe aku sendiri tupung kitik denga pernah ngenanami uga ngungsi sangana Agressi Belanda Pasca Proklamasi 1945. Tiap ken-ca ia ku kuta, ndauh-ndauh nari ia kutat-ap. Lit perasaan nembeh, tapi pemetehna luar biasa ka man bangku, erkiteken ceda kenca rusur mesin page kami, ia ngenca beluh pekenasa. Guru Mbelin si lit i kutaku pe la beluh pekenasa. Emaka turah ibas pusuhku rasa kagum campur ras nembeh ate. “Adi perjatina taneh Karo Dusun enda, ugape denggo arus ka kudedeh taneh Be-landa”, nina ibas ukurku.

    Amin gia Indonesia enggo merdeka, tapi Tuan Rhoda tetap tading i Medan. Ke-

    peken ia ahli ibas mesin. Erkiteken langa piga kalak Indonesia si beluh teknisi kereta api, emaka Kereta Api tinading Belanda e me ia erdahin. Teknisi sekaligus sebagai pengelola. Emaka adi masalah kenca mes-in page kami, ia tetap dahi bapa. Nina bapa man bangku, erkiteken enggo merdeka, pernah ipindo gelah kaum pribumi saja si-mengelola kereta api e. Nina Tuan Rhoda man kalak si mindo e, “Lit kari waktuna, er-lajarlah kena lebe, adi gundari langa bo kena

    ngasup, la hanya masalah teknis, tapi pe sideban..”. Emaka igus-gusken Tuan Rhoda me bajuna si mbentar e ku gerbong kereta api. Emaka tuduhkenna man jel-ma si pulung ije, sitik pe la melket. “Eng-go kena pagi ngasup bage, e enggo banci kena mengelolasa. Perlu ate tutus ras pro-fesional”, nina.

    Setahun berikutna, mulih me Tuan

    Rhoda ku kutana Belanda. Sebulan ope ia mulih enggo iajarina bapa kerna me-sin page e. Emaka bicara lit pe ceda adi la parah-parahsa, enggo me beluh bapa pesikapsa. Erkiteken kueteh ia nangdan-gi mulih ku Belanda, emaka ku pepang me ndeheri ia. “Ise enda?”, nina man bapa. Ikataken bapa aku anakna singu-da. “Mejile kel anakndu e.. uga akapndu bicara kubaba ku Belanda, aku nekolah-kenca jah. Lebih terjamin kuakap masa depanna.. kune tedeh pagi atendu banci ka nge kam reh ku Belanda, entah pe adi ijinken Tuhan denga pagi banci denga pagi aku ku Karo Dusun enda ras ia..”, nina Tuan Rhoda. “Ise gelarndu?’, nina janah ndakep aku. Lakujawab erkitek-en biarku babana ku Belanda. Kenca enggo kataken bapa man bana, maka la berena aku ikut ras Tuan Rhoda, je maka enggo bas aku kuakap kesahku. Ope ia nadingken kami, ergambar me kami ibas Mesin Penggiling page e. Nini ras nande pe ikut ka potretna. Emaka piga-piga anak kuta sier-abit das denga pe potretina. Entah lit gambarna entah lang labo kueteh, tapi tek aku maka gambarku pasti enggo baba Tuan Rho-da ku Belanda.

    Keberkaten Tuan Rhoda ku Belanda nambah semangat man bangku gelah la gia pagi kujajah ka kalak Belanda, kud-edeh saja gia pagi tanehna enggo me malem ukurku. Adi ate Tuhan denga pagi jumpa, mbera-mbera jumpa denga ras tuan Rhoda, entahpe sinurusrna gelah banci pagi kuidah fotoku ras ia tupung ibas mesin penggiling page bapa. Ta-

    (Bersambung ke hlm. 11}

  • KATANTARASEDISI 3, JANUARI 2018 7Pinta Pinta

    Ola singet aku nari Ola ku tenahken pepagi Sope lenga terang wari Tekuak manuk merari

    Ola lolah lolah turang Dahilah dahindu mesayang Gia kita enggo ndauh sirang Pekepar lawitna si mbelang

    Ola atendu aru turang Gia sirang si kita lebe Kena nge pinta-pintaku jine Bagem dage Bagem lebe

    Ola lolah lolah turang Gia kam bas sapo terulang Tatap pagi ku bulan meganjang Ngataken arih-arihta labo sirangOla atendu aru turang Gia sirang si kita lebe Kena nge pinta-pintaku jine Bagem dage Bagem lebe

    (Djaga Depari)

    Paling tidak ada 4 lagu karya Djaga Depari yang menurut hemat saya, baik dari segi melodi maupun syair, merupakan karya monumental dari komponis besar itu. Yakni Piso Surit, Sora Midoido, Si Mulih Karaben dan Pinta Pinta. Keempatnya menjadi klasik, disukai tua muda dari generasi ke generasi dan menjadi lagu pujaan banyak orang. Konon seorang tokoh politik pelarian di luar negeri, sebelum meninggal di Belanda, dia memberikan wasiat lisan kepada isterinya, bila kelak dia meninggal agar di depan jenazahnya dinyanyikan lagu “Pinta-Pinta”.

    Dari segi syair “Pinta Pinta” mencerminkan komitmen yang kuat terhadap sebuah cita-cita. Ada tekad yang membara. Meskipun hal itu tidak terungkap secara eksplisit, namun sangat terasa menjiwai syair lagu itu. Berbeda dengan spirit yang tercermin dalam lirik lagu-lagu yang lain yang juga tersohor. Seperti “Piso Surit” dan “Pio Pio” misalnya, berbicara tentang

    kerinduan yang tidak kesampaian, soal nasib malang, rasa kesepian karena sang kekasih (melambangkan sesuatu) tidak memberikan tanggapan (bersikap dingin). Sedangkan lirik “Pinta-Pinta” melukiskan hal yang sebaliknya. Si “aku” meminta, dia yang bertindak, mengambil inisiatif, agar sang kekasih tidak mengenang dirinya. Apalagi memintanya untuk kembali (Ula singet aku nari/Ula ku tenahken pepagi) seperti ditekankan pada larik pertama dan kedua. Sampai disini, kita menemukan dua kalimat negatif berisi larangan : jangan. Jangan lakukan ini dan jangan lakukan itu. Ada kesan angkuh atau setidaknya mencerminkan sosok pribadi yang kokoh. Seperti puisi Chairil Anwar “Aku“, tidak perlu sedu sedan itu, katanya menampik sentimentalitas manusia dalam meng hadapi maut (kodrat kematian).

    Tapi apakah memang demikian? Ternyata untuk bisa memukan

    makna yang utuh harus dilihat larik yang selanjutnya : Sope lenga terang wari/Tekuak manuk merari. Sebelum fajar menyingsing dan ayam berkokok bersahut-sahutan, jangan kau kenang diriku, jangan pula memintaku untuk kembali atau pulang. Itulah yang menjadi konteks dari larik pertama dan kedua tadi. Inilah kunci untuk memahami isi keseluruhan lirik lagu tsb.

    Simbol fajar Bila demikian maka kata fajar

    tampak menjadi syarat mutlak atau menjadi prinsip si aku. Sebelum fajar tiba, si kekasih tidak perlu mengenang dirinya. Lupakan aku sayang. Hapus saja aku dari ingatanmu. Tak ada gunanya kau kenang diriku, begitu kira-kira Djaga Depari berkata. Kalau si aku meminta kepada kekasihnya untuk menghapus dirinya dari dalam ingatannya, itu artinya menghapus eksistensinya dalam hubungan mereka berdua. Dia menjadi bagian dari ketiadaan selama fajar itu belum menyingsing.

    Sungguh tekad yang sangat kuat. Bila demikian, apa yang

    dimaksudkan Djaga Depari dengan ungkapan fajar menyingsing dan ayam

    berkokok (menekankan pada suasana fajar), Sope lenga terang wari/Tekuak manuk merari, sehingga menjadi syarat utama dalam hubungan mereka? Artinya, kalau fajar tidak menyingsing maka mereka tidak akan pernah bertemu lagi. Si aku tidak akan pernah kembali. Konsekwensinya, hubungan itu akan selesai dengan begitu saja, tanpa bekas, tanpa kenangan, dan tanpa makna.

    Secara alamiah, fajar menandai pergantian hari, hari yang baru. Suara ayam berkokok dimana-mana (merari), bersahut-sahutan, ada dinamika, merupakan “musik alami” dalam menyambut datangnya hari yang baru. Bila Fajar datang maka kegelapan malam berlalu dan tibalah hari yang baru.

    Fajar tentu menjadi simbol dari sebuah cita-cita. Sesuatu yang dianggap ideal setelah keadaan buruk (kegelapan dilambangkan dengan malam) berlalu. Tapi sebelum hal itu terwujud, sebelum fajar tiba, dirinya tidak punya arti apa-apa sehingga tidak perlu atau tidak layak dikenang.

    ObesesiBila kita amati keseluruhan

    dari lirik lagu “Pinta Pinta“, tampak sturkturnya sebagai berikut. Bait 1 berisi komitmen si tokoh dengan tekadnya yang membaja, Ola singet aku nari/Ola ku tenahken pepagi/Sope lenga terang wari/Tekuak manuk merari. Dalam bait ke 2, si tokoh mulai memberikan perhatian kepada sang kekasih dengan lemah lembut dan penuh dengan kasih sayang :Ola lolah-lolah turang/Dahilah dahindu mesayang/Gia kita enggo ndauh sirang/Pekepar lawitna si mbelang/Ola atendu aru turang.

    Si aku memberikan dorongan moril kepada sang kekasih. Kendati mereka berpisah, si aku berada di seberang lautan, di perantauan, di medan juang, dia meminta kepada kekasihnya agar tidak larut dalam lamunan dan tenggelam dalam kesedihan sampai pekerjaannya terbengkalai.

    Ternyata sekalipun mereka berjauhan, tidak berarti hilang dari pandangan hilang pula di hati seperti sering terjadi di era modern ini.

    Melainkan hanya sang kekasih saja yang senantiasa menjadi dambaan hidupnya. Gia kita sirang lebe/Kena nge pinta-pintaku jine, ujarnya. Pinta-pinta adalah sesuatu yang menjadi idaman hati. Menjadi Obsesi. Menjadi bagian dari hidupnya. Apapun yang dilakukannya, segala perjuangannya, mengarah kepada sang kekasih. Karena memang sang kekasih selalu dalam pikirannya.

    Kemudian pada bait ke 3 ada kata kunci yang perlu mendapat perhatian kita yaitu larik Gia kam bas sapo terulang. Terulang artinya sesuatu yang terlantar, tidak dipergunakan lagi sehingga keadaannya tidak terurus. Sapo, tempat sementara. Bisa juga sebelum rumah selesai dibangun, untuk sementara orang membuat sapo-sapo sebagai tempat tinggal sementara. Sapo terulang simbol dari tempat tinggal sementara yang buruk dimana sang kekasih hidup/berada. Biarpun dalam keadaan seperti itu, dia minta sang kekasih tidak larut dalam lamunan atau hilang pikiran. Bila sang kekasih larut dalam kesedihannya, diminta agar dia menatap bulan di langit sebagai bukti bahwa janji yang telah mereka ikrarkan berdua tidak akan pernah luntur. Jadi, janganlah kau bersedih dik, bisik si aku dari tempat yang jauh, pekepar lawitna si mbelang. Jarak yang jauh hendaknya jangan dilihat dari segi geografis, soalnya bisa juga berarti jarak psikologis. Ndeher tempa tapi la terjaka.

    Saya teringat akan kisah Abraham dalam Kitab Perjanjian Lama. Ketika hatinya mulai ragu-ragu akan janji Allah, Tuhan meminta kepada Abraham untuk pergi ke luar dari tendanya dan memandang bintang-bintang di langit. Itulah tanda dari janjiKu kepadamu Abraham, berkata Tuhan. Sejak itu, manakala hati Abraham diliputi keragu-raguan, ia pun memandang bintang-bintang di langit lalu hatinya pun menjadi kuat kembali menanti-nantikan janji agung tersebut.

    Hal seperti itu pula tampaknya yang diminta oleh si aku kepada kekasihnya. Memandang bulan di langit, itulah

    tanda komitmen akan janji yang telah dicanangkannya. Mereka pasti bersatu, karena fajar yang dinanti-nantikan itu pasti menyingsing. Tinggal soal waktu saja. Itulah pancaran optimisme yang tersirat dalam syair lagu itu.

    Multi tafsirSeperti kita ketahui, kekuatan

    sebuah puisi terletak pada isinya yang bersifat multi tafsir. Apa sebenarnya makna keseluruhan lirik lagu “Pinta-Pinta”? Tidak dapat diterangkan dengan tuntas tanpa menerobos masuk ke dunia imajaniasi orang lain. Masing-masing orang menafsirkan dan merasakan getarannya secara sendiri-sendiri. Tidak ada yang seragam. Karena itu, puisi dapat berbicara kepada setiap individu dengan isi dan kadar keindahan yang berbeda-beda dan unik.

    Sekarang masih tersisa dua buah pertanyaan kunci yang belum kita kupas. Pertama, kita mengerti kata fajar melambangkan sebuah cita-cita. Tapi cita-cita tentang apa? Kedua, siapa yang dimaksudkan sebagai “kekasih“ yang disapa oleh si aku dengan penuh kasih sayang itu, yang hidupnya berada dalam situasi yang serba tidak terurus, gia kam bas sapo terulang, melambangkan keadaan yang serba susah itu? Apakah benar-benar seorang gadis atau itu lambang dari sesuatu yang lebih luas?

    Terserah kepada penafasiran kita masing-masing. Menikmati sebuah puisi pada hakekatnya merupakan sebuah pertemuan rahasia antara pembaca dengan si pencipta. Dalam hal ini pertemuan antara kita dengan Djaga Depari. Saya tidak bermaksud menggiring orang lain masuk ke bilik pertemuan saya dengan Djaga Depari. Kita mempunyai bilik pertemuan masing-masing. Di dalam bilik itulah terasa betapa Djaga Depari merupakan seorang penyair Karo yang luar biasa. Sayang sekali, sampai hari ini pengharagaan kita kepadanya belum setara dengan rasa kagum kita itu. Penghargaan itu masih bersifat artifisial, belum substansial.**Kota W 22092006

    KOMITMEN SEORANG LAKI-LAKI SEJATIOleh Simson Ginting

  • KATANTARAS EDISI 3 JANUARI 20188

    KEDENTARAS

    La Ban

    ci NGEBon

    GOBANG SAMBAR KADE-KADE

    Sore itu langit cerah. Warung kopi reot itu berubah fungsi menjadi forum di-skusi politik yang cukup berbobot. Pasalnya, dua pengamat politik lokal, Drs. Tangkudung Colia M.A dan Drs. Germet Purba MA, mampir disana. Mereka baru saja menghadiri seminar yang diselengga-rakan oleh pemuda gereja bertajuk “Poli-tik Uang Dalam Pemilu dan Pileg di Tanah Karo”. Bebe rapa langganan Kedentaras, dua orang guru SMA “Pedas Beluh”, dua pemain catur profesional (artinya, mereka cari makan lewat papan catur), ikut nim-brung mendengarkan pendapat kedua pa-kar itu. Sebagai pemain catur profesion-al sudah barang tentu urat takal mereka gedang, mendekati gedang-nya urat takal politikus.

    Para pemegang saham Kedentras mengikuti jalannya diskusi dari seberang meja mereka dengan penuh minat. Mereka tertarik pada isu politik uang yang tengah marak. Berkembang seperti kanker. Tapi bagi mereka, jauh lebih penting soal uang masuk hari itu; permintaan kopi dan roti hi-tam dalam terus mengalir sejalan dengan menghangatnya diskusi.

    “Emaka, bas politik jaman gundari e, la-nai bo lit kade-kade” berkata Drs. Tangku-dung dengan perasaan kecewa. “Kade-kade ndu pe lanai bo milih kam adi la kin lit serpi”

    “Ihh, enggo kap mejin jelma ndai ker-ina adi bage! Man sogoken kerina.” Kali ini yang buka suara Rokker Tarigan, salah seorang pemain catur profesional di daer-ah itu. “Adi kami enda ndarami serpi alu adu otak, adu akal adu siasat bas papan satur. Labo ndayaken bana bagi diberu perdenggal”. Selesai berkata demikian dia membuang ingus lewat jendela dan ingus itu mendarat di atas tanah dengan kecepa-tan suara.

    “Emaka kalak pertandang pe nggo ter-pilih jadi anggota DPRD perbahan lit serpi-na” ujar Drs Germet menambahkan. ”Labo perbahan enterem kade-kadena”.

    “Gejala kai akap kena e? Enggo kuidah mata duiten kerina jelma ndai”

    “Gendekna, kai pe idaya ken asal jadi duit

    “Tuhu mejin. Ihh mejin kal ya”“Tentu sienda kerina lit kaitena ras

    situasi mental jelma sienterem. Si lit bas utuk takal jelma sienterem sada ngenca : uga cara gelah dat sen alu cara si mesu-

    kah.. Emaka nggo kumelih ibahana curak perkade-perkaden” ujar Drs. Tangkudung. “Enggo bicuk kerina jelma ndai.”

    “Adi la dat serpi, lanai bo lit kade-kade, lanai lit teman sada kinitken, lanai lit teman meriah, kandu-kandu pe lanai lit. Gobang enggo jadi kade-kade situhu-tuhu” Drs. Germet menambahkan sambil mereguk kopinya yang masih tersisa. “Sada nari kopi ndai Perkede!” dia berseru. Dengan gesit Perkede segera memenuhi order itu.

    “Kalau begitu, apakah solidaritas sosial atas dasar ikatan kekrabatan sudah begitu kendor?”. Tamburarak II tidak dapat men-ahan diri untuk tidak ikut nimbrung. Maka dia pun memberanikan diri untuk menga-jukan pertanyaan itu dengan berbahasa Indonesia. Maksud utamnya sebenarnya hanya satu, yaitu untuk memperpanjang proses diskusi, dengan harapan pesanan akan terus bertambah. Bertanya dengan tujuan komersil. Demi gobang, itulah yang dilakukannya.

    “Jelas sekali, Tambur” jawab Drs. Tangkudung. “Orientasi masyarakat tel-ah bergeser ke uang, uang dan uang. Akan gawat sekali kalau nanti kade-kade pun “dimakan” alias dimanfaatkan untuk mengeruk keuntungan.”

    “Banci kataken masarakata paksa sakit. Adi bage, uga nambarisa?” bertan-ya BG, guru IPA di SMA “Dalan Beluh”. Dia sepenuhnya menyadari bahwa jalan keluarnya sangat sulit, dan memerlukan kerjasama dari banyak pihak. Tapi kalau “pihak-pihak” itu juga ingin mendapatkan uang tanpa mempersoalkan segi moral, kan makin ruwet? Begitu jalan pikirannya

    sehingga dia jadi pusing sendiri.”Enam siman ukurenta ras-ras. Pemer-

    entah, tokoh agama, tokoh masyarakat, kerina harus radu ras erbahan kampanye. Semacam gerakan moral” sahut Drs. Tangkudung.

    “Adi la dat serpi, lit ka nge ndia jel-ma si nggit ngelakokensa idendu ena?” Tamburakrak menyelutuk dengan jalan pikirannya yang sederhana. “Ma minakna nge penggorengna, teku ka tempa”. Sele-sai berkata demikian dia geleng-geleng kepala.

    Sebagaimana halnya ba nyak ke-giatan diskusi di muka bumi ini, disku-si di warung itu pun tidak menghasilkan kesimpulan apapun. Yang didapat para peserta diskusi hanya sakit kepala bela-ka. Mereka kini mengetahui adanya satu persoalan berat yang tengah melanda masyarakat. Tapi apa jalan keluarnya, ti-dak ada yang tahu. Sama halnya dengan seseorang yang penyakitnya dapat didi-agnosa dokter de ngan jitu. Tapi ternyata obatnya tidak ada.

    Tapi dalam hal diskusi, proses yang lebih penting dari pada hasil, kata Drs. Tangkudung ketika dia bersama sahabat-nya Drs. Geremt beranjak meninggalkan warung itu. Sementara itu Perkede dkk sedang sibuk menghitung isi lacinya, be-rapa laba yang me reka peroleh pada hari itu. Bagi mereka tidak ada masa lah yang lebih relevan dari uang masuk, hasil dari jerih payah mereka sendiri. Bukan hasil politik uang dengan memperdagangkan suara dalam pemilu dan pileg. *** ([email protected])

    Tanah Karo, Katantaras.

    Komisi D DPRD Sumut dan Pemkab Karo merasa lega, bangga dan gembira. Pem-bangunan jalan tembus Karo-Lang-kat yang membelah kawasan Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) sepanjang 4,5 km, sekarang sudah bisa dilanjutkan kembali. Setelah UNESCO yang menaungi TNGL memberikan persetujuan sehing-ga Kementerian Kehutanan beserta TNGL dapat mengeluarkan izin bagi pembangunan lanjutan jalan alternat-if Karo – Langkat itu.

    Pengaspalan jalan tersebut su-dah rampung sekitar 90 persen dan sudah bisa dilalui kendaraan roda dua maupun empat, sehingga sudah bisa mengatasi kemacetan jalan nasional jurusan Medan–Berastagi yang sela-

    ma ini terus mengalami kemacetan yang kronis.

    Seharusnya pembangunan jalan alternatif ini sudah selesai akhir 2018, tapi dikarenakan pada April 2018 izin memulai pekerjaan agak terhambat keluar dari Kementerian Kehutanan beserta TNGL, karena harus ada persetujuan dari Unesco. Karena itu, penyelesaiannya ditar-getkan Januari 2019 baru tuntas,” kata Drs. Baskami Ginting, anggota Komisi D DPRD Sumut dari Frak-si PDIP, saat memmpin peninjau-an (7/1/2019) pembangunan jalur evakuasi jalan tembus Karo-Langkat yang sudah mulai dikerjakan.

    Dalam peninjauan itu Baskami Ginting didampingi Leonard Samosir anggota DPRD Komisi D dari Fraksi Golkar, Dinas BMBK Sumut yang di-

    Dilanjutkan, Pembangunan Jalan Alternatif Karo-Langkat

    wakili Kepala UPT (Unit Pelayanan Teknis) Binjai-Langkat Ir Moden Brutu bersama Bupati Karo Terkelin Brahmana, Wakil Bupati Karo Cory Sebayang, Kepala Bappeda (Badan Perencanaan Pembangunan Daerah) Karo Ir Nasib Sianturi didampingi Camat Namanteran Dwikora Sitepu, Kades (Kepala Desa) Sukanalu Sen-tosa Sitepu dan Kades lainnya se-ke-camatan tersebut.

    Jalan alternatif berbiaya Rp14,5 miliar dari APBD Sumut TA 2018 ini, menurut Baskami perlu segera diba-ngun drainase/parit agar aspal tidak cepat hancur. “Kita berharap kepada Dinas BMBK Sumut untuk segera mengajukan anggaran pembangu-nan drainase tersebut ke Gubsu dan DPRD Sumut, untuk dialokasikan di P-APBD 2019 atau di APBD 2020,”

    tambahnya.Diakui bahwa pembangunan

    jalan lintas Karo-Langkat itu mer-upakan perjuangan semua pihak di Provinsi Sumut, baik DPRD Su-matera Utara maupun Pemprovsu melalui Dinas Bina Marga dan Bina Konstruksi, Pemkab Karo, Pemk-ab Langkat dan juga dukungan dari Balai Besar Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) serta Ikatan Cend-ikiawan Karo (ICK), karena jalan tembus sepanjang 5,362 KM sangat urgen bagi masyarakat khususnya Sumut. “Apresiasi juga kepada Bupa-ti Karo, Terkelin Brahmana yang san-gat progresif memperjuangkan jalan tersebut,” ujar Baskami Ginting .

    Untuk lebih memajukan daer-ah ini (Karo), sekaligus mendukung pembangunan Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) Danau Toba, langkah kita tidak berhenti disini, tetapi selanjutnya kami anggo-ta DPRD Sumut akan fokus memper-juangkan jalan tol Medan-Berastagi, tegasnya.

    Sementara itu anggota DPRD

    Leonard Samosir mengatakan seperti dilansir dari harian Analisa menga-takan bahwa dalam perjanjian Ke-menhut, Balai Besar TNGL maupun Unesco dengan Pemprovsu, kelestar-ian jalan yang membelah kawasan TNGL itu harus tetap dijaga, sebab TNGL merupakan hutan milik dun-ia. Leonard meminta semua pihak terutama Dinas Kehutanan Sumut, Pemkab Karo dan Pemkab Langkat terus mengawasi secara ketat agar para perambah hutan atau mafia kayu tidak masuk dan membabati hasil hutan TNGL, terutama di sepanjang jalan alternatif.

    “Kita di Komisi D bersama Pem-provsu, Pemkab Karo dan Pemkab Langkat sudah “pasang badan” di Kemenhut, TNGL maupun Unesco, untuk menjamin tidak akan terjadi perambahan hutan di kawasan jalan. Jadi mari kita awasi, jangan sampai para mafia kayu membabati hutan di kawasan TNGL terutama sepanjang jalur alternatif dimaksud,” kata Leo. (Tdkn)

    S A T U R

    Kami Mengucapkan Selamat Merayakan

    Ulang Tahun Perkawinan ke 25

    (Pesta Perak) Kel. Bpk. Ir. James Pinem

    besertaIbu Gestinawati Pangaribuan, BE.

    Semoga Tetap LanggengSukses dalam Tugas

    & Pelayanandari

    Kol Kal E. Sembiring & Keluarga

  • KATANTARASEDISI 3, JANUARI 2018 9

    Man Tambar lungun dingen erlajar, ijenda i elak-en kami man bandu sada Ombang-ombang Satur.Adi enggo dat ndu jababna, kiremken NOTASI na ku redaksi Tabloid KATANTARAS Man Telu singirim perlebe janah payo jababna i bereken hadiahTabloid KATANTARAS GRATIS 1 tahun. Aturenna : Ibas 3 (telu) langkah mbiring emat. Mbentar lebe si erdalan.Ilakoken Peraturen Catur FIDEMari radu ras kita ngukurkenca

    - Posisi buah Mbentar, Raja ibas g3,

    Benteng ibas a4, Bidak ibas h3

    Posisi buah Mbiring, Raja ibas g5,

    Bidak ibas g5, g6, ras h6

    Jawaban Bulan lalu : Putih a2 - a4, Hitam memiliki 2 pilihan, G a6 x b5 atau g5 - g4 kalau G x b5, maka Putih a4 x b5 kembali Hitam memiliki 2 pilihan. R a8 - a7 atau g5 - ge kalau R a8 - a7, maka Putih M d3 - a3 skak, hitam mat. kalau g5 - g4, maka M d3 - a3 skak, hitam mat. Kembali ke awal, setelah Putih a2 - a4, pilihan lain Hitam g5 - g4, Putih M d3 - a3 Hitam hanya memiliki 1 pilihan yaitu Ga6 x b5 maka Putih a4 x b5 open skak, hitam mat.

    Pemenang Ombang Ombang satur si lewat :1. Untung Purba, Tanjung Duren, Jakarta2. Pinta Jorena Ginting,3. Richman Agitha Sembiring,

    S A T U R

    OM

    BA

    NG OM

    BA

    NG

    CAFÉ JUMA, Dengan View Yang MempesonaSesuai dengan nama café ini, juma (ladang), pemandangan alam di seki-tar café itu memang sangat mempesona. Hamparan ladang hijau yang terbentang luas, tampak pula gunung Sinabung menjulang di kejauhan. Memberikan suasana hati yang nya-man dan tenteram. Apabila senja turun, maka diperoleh satu kenikmatan tersendiri, di saat menyaksikan senja merayap menuju malam. S,unset kata anak muda. Proses alami itu dapat dinikmati dalam keheningan yang bening. Jauh dari kebisingan kota dan pernak pernik ke-hidupan modern yang ruwet bisa pula dilupa-kan. Suara-suara alam, seperti suara jangkrik mengerik, menambah keakraban dengan alam sekitar. Aduh, luar biasa sekali. Maka, tidak bisa tidak, kopi Karo yang mengepul di depan kita jadi berlipat ganda nikmatnya.

    Tidak mengherankan bila pengunjung Café Juma tidak hanya penduduk dari desa-desa sekitar. Ataupun dari Kabanjahe dan Berastagi saja. Ternyata juga datang dari kota Medan.

    “Mereka datang sekalian untuk berwisa-ta, menikmati pemandangan dan udara yang sejuk” ujar manajer Café Juma, Pengarahen Sembiring. Memang di Café Juma terdapat lapangan parkir mobil yang cukup luas. Seh-ingga sangat nyaman bagi mereka yang datang dari jauh. Selain itu, turis asing termasuk bule juga cukup sering singgah disana, yang mera-sa terpesona dengan keindahan alam sekeliling sambil menikmati kopi Karo yang merupakan pengalaman baru bagi mereka.

    “Dari segi usia, pengunjung berasal dari semua kalangan, tua dan muda” ujar Pengar-ahen. Pada umumnya keluarga, dan sering juga di café itu diadakan pesta ulang tahun, atau aca-ra ramah tamah, karena berbagai alasan. Yang jelas tidak ada orang yang pergi ke Café Juma seorang diri. Bagaimana mungkin dia bisa me-

    nikmati keindahan alam dan nikmatnya kopi Karo tanpa punya teman untuk bicara?

    Memang Café Juma yang berdiri pada awal tahun 2018 ini, perkembangannya cukup pesat. Pada awalnya dimulai dengan hanya satu ru-angan saja. Dalam waktu yang relatif singkat sudah bisa memiliki empat ruangan. Selain itu café ini sudah cukup populer. Banyak orang Karo di Medan yang sudah pernah mendengar tentang café ini, meskipun belum punya kes-empatan untuk berkunjung. Sebagai langkah awal mereka bisa tonton di youtube uraian dari pemilik Café Juma, Antoni Bangun.

    Ternyata Café Juma tidak hanya sekedar menyuguhkan kopi berkualitas dan makanan yang lezat saja. Café Juma yang memiliki penggilingan kopi, juga bergerak di bidang produksi kopi yakni Kopi Bru Karo. Terden-gar sangat feminin dan romantic nama itu. Mengapa Bru Karo? “Karena umumnya petani Karo adalah kaum wanita” ujar Pengarahen menjelaskan arti dan filosofi dari merk kopi tersebut. Berarti yang dimaksud dengan “bru Karo” adalah perempuan Karo. Nuansanya akan sangat berbeda seandainya diberi merk “kopi nande Karo”, yang artinya lebih spesifik dan bersifat personal.

    Selain itu, Café Juma juga melakukan pembinaan kepada para petani tanaman kopi di sekitar wilayah itu. Kepada mereka diberikan penyuluhan bagaimana meningkatkan produk-si dan kualitas kopi robusta. Seperti pemeli-haraan tanaman dengan baik, yang meliputi kegiatan pemangkasan, pengelolaan penaung dan pengendalian organisme pengganggu ta-namam dan hal-hal tehnis lainnya. Tidak soal apakah petani menjual buah kopinya kepada orang lain, ujar Pengarahen. “Kami hanya membantu para petani kopi itu” lanjutnya.

    Café Juma, boleh dikata memiliki semuan-

    ya yang baik. Lingkungan alam yang menak-jubkan, sajian kopi hasil olahan barista yang profesional, juga disana tersedia makanan rin-gan maupun makanan berat, membuat café ini menarik untuk dikunjungi. Bila senja tiba, dari kejauhan café Juma dengan penempata la-

    mu-lampu di dalam dan luar dibuat sedemiki-an rupa sehingga nampak indah. Benarlah kata orang bijak bahwa kebahagiaan itu sebenarnya sederhana. Seperti singgah di café Juma untuk mereguk secangkir atau dua cangki kopi Karo yang berkualitas tinggi. ** (simagins)

    Staf dan Redaksi Tabloid

    KATANTARASAlu Mehamat Ngataken

    Selamat Wari Natal ras

    Tahun Baru 2019man sinihamati kami

    Pdt.Em. Dh. Pelawi STh.Bujur ibas Penanampatndu

    Dibata Simasu masu

    Suasana malam di Café Juma. Cahaya lampu yang artistik melahirkan suasana yang ro-mantis sehingga menambah rasa nyaman untuk menikmati ketenangan malam dengan secangkir kopi Karo.

    Foto : Sadrah Peranginangin

    Kopi BRU KARO

    Adalah satu Kopi Karo yang iproduksi dalam bentuk kemasan.

  • KATANTARAS EDISI 3 JANUARI 201810

    Musik tidak dapat dipisahkan dari kehidupan suku Karo, baik dalam kehidupan se-hari-hari maupun dalam praktek adat dan budaya. Dalam prakteknya suku Karo banyak memasukkan unsur seni musik sebagai bagian dari kehidupan agraris, misalnya nyanyian dalam me-manggil angin ketika “ngangin page” (membersihkan padi) yaitu memisah-kan padi dari sisa batang ketika panen padi, ketika “ngeria” yaitu proses un-tuk mendapatkan air manis atau nira dari pohon enau dan aktifitas lainya.

    Dalam setiap kegiatan budaya Karo, musik menjadi suatu hal yang tidak dapat dipisahkan. Kegiatan-ke-giatan dalam budaya Karo, umumn-ya didukung oleh musik. Pesta-pes-ta adat Karo juga mempergunakan musik. Misalnya, mengket rumah (memasuki rumah baru), acara kema-tian/penguburan, pesta perkawinan. Salah satu musik tradisi yang dekat dengan orang Karo adalah gendang lima puluh kurang dua (musik 50-2) yang berkaitan dengan legenda ke-jadian dunia. Folklor Karo, Dibata (Tuhan) menciptakan manusia pada awalnya masih dalam keadaan labil. Dibata mempunyai tiga orang anak yang kemudian dikenal dari tem-pat tinggalnya, yaitu di atas (datas) dengan simbol padi (buah di atas), di tengan (tengah) dengan simbol jagung (jong), buahnya di tengah, dan di bawah (teruh) dengan sim-bol ubi (gadung) yang buahnya di bawah. Ketiga anak ini selalu ber-beda pendapat dan Dibata sibuk melerainya. Kelakuan ketiga anak

    ini seperti yang diungkapkan dalam pepatah Karo, bagi ancit, adi jumpa sipatuken, adi sirang sitedehen, artin-ya kalau jumpa berkelahi, kalau berp-isah saling merindukan.

    Proses Transformasi musik tra-disi Karo pada dasarnya perlu dipa-hami dalam waktu yang panjang dan ‘transparan’ dengan memperhatikan kejadian transformasi lain. Transfor-masi dapat diandaikan sebagai suatu proses pengalihan total dari suatu bentuk kepada sosok baru yang akan mapan, dan dapat pula diandaikan sebagai tahap akhir suatu proses pe-rubahan. Bahkan dapat dibayangkan sebagai suatu proses yang lama yang berlangsung bertahap-tahap, ser-ta dapat pula merupakan suatu titik balik yang cepat.

    Musik tradisi Karo yaitu Gen-dang lima puluh kurang dua bi-asanya dipakai pada pesta-pesta adat besar dan agung. Misalnya, pada acara mengket rumah (masuk rumah baru), atau pesta penguburan kaum bangsawan (sebayak). Sedangkan da-lam acara mengket rumah (memasu-ki rumah baru), gendang lima puluh kurang dua dipergunakan oleh guru untuk mempersatukan jiwa (roh) dari semua bahan-bahan rumah tersebut. Setelah acara ini selesai, selama tu-juh hari-tujuh malam rumah yang baru tersebut menjadi tanggungjawab guru tersebut.

    Menurut van Peursen, di dalam buku ‘Wacana Transformasi Budaya, yang ditulis oleh Agus Sachari & Yan Yan Sunarya, bahwa van Peursen me-neropong transformasi kebudayaan

    atas tiga tahap, yaitu : mitologis, ontologis, dan fungsional. Dengan jelas ia mengatakan bahwa transfor-masi budaya bukan berarti menuju ke suatu tahapan yang lebih tinggi, me-lainkan mengarah kepada hal yang berbeda sifatnya saja. Hal ini terjadi pada transformasi musik Tradisi Karo ke dalam musik liturgi Gereja GBKP (Gereja Batak Karo Protestan) di Yo-gyakarta.

    Di dalam musik tradisi karo mengarah kepada hal yang berberbe-da sifatnya yaitu : Gendang lima pu-luh kurang dua terdiri atas lima puluh buah gendang (musik). Gendang ini dinamai gendang lima puluh kurang dua (48) diperuntukkan bagi manu-sia. Sedangkan dua gendang (musik) diperuntukkan bagi Sang Maha Pen-cipta alam semesta dan roh-roh le-luhur. Bagi orang Karo tidak ada pe-misah antara orang yang masih hidup dengan orang yang sudah meninggal dunia. Keduanya masih dapat berko-munikasi melalui mimpi atau melalui perantara guru si baso (dukun).

    Pada masyarakat Karo, setiap upacara adat yang menggunakan gendang (musik) , maka gendang pertama adalah untuk menghorma-ti Sang Pencipta alam semeseta dan roh-roh leluhur. Dalam prakteknya selalu dikatakan bungken gendang, maksudnya gendang pertama tersebut tidak diikuti dengan tarian (landek) karena itu khusus untuk Sang Pen-cipta alam semesta dan roh-roh le-luhur. Keadaan demikian sampai se-karang masih berlaku, tapi bukan lagi bungken gendang, tetapi gendang persikapen (musik persiapan).

    Jadi, tampaklah bahwa musik tr-adisi Karo merupakan suatu bagian yang melekat dalam kehidupan suku Karo. Terlebih lagi, dalam musik tra-disi Karo juga tercermin kedekatan orang Karo dengan Sang Penciptan-ya sehingga dalam gendang (musik) pertama dipahami sebagai untuk menghormati Sang Pencipta alam semesta dan roh-roh para leluhur. Jadi, musik tradisi Karo ini juga pada hakekatnya merupakan musik agama, bagi suku orang Karo.

    Fenomena transformasi musik tradisi Karo diatas pada hakekatn-ya sebagai sebuah mikrokultur yang berada dan hidup bersama dengan mikrokultur lain: genre seni lain, atau yang berasal dari ‘geokultural’ lain: yang dalam interrelasinya memba-ngun monokultur tertentu: seni per-tunjukan, atau yang kemudian dise-but nasional, regional, global. Posisi semaca ini menuntut eksistensi yang khas, yang sekaligus membawa im-perative bahwa, secara filosofis, seni musik tradisi Karo harus tetap mam-pu menciptakan sejarahnya sendiri. Yakni, sejarahnya yang baru, yang ti-dak sekedar bsebagai upaya ‘menge-lus-elus’ sesuatu yang telah dan per-nah dicapai : mungkin yang disebut ‘tradisi’. Sehingga musik tradisi Karo dapat juga berguna sebagai mana mestinya digunakan di kalan-gan suku Karo, dan begitu juga pada konteks musik liturgi Gereja, yang terlihat transformasi perubahan pada kegunaan, makna, esensi dari musik tradisi Karo tersebut di dalam musik

    liturgi Gereja.Transformasi Musik Tradisi

    Karo Dalam Musik Liturgi Gereja GBKP (Gereja Batak Karo Protes-tan) Di Yogyakarta.

    Musik liturgi keagamaan/ibadah telah ada sejak dahulu. Pada masa itu penggunaan instrumen dalam musik ibadah dikembangkan, termasuk juga tari-tarian. Selanjutnya, pada masa pembuangan ke Babel, perkemban-gan musik keagamaan/ibadah mema-suki tahap baru. Nyanyian dalam iba-dah di Sinagoge tidak diiringi musik, walau tetap mempertahankan bentuk nyanyian dialogis. Alasannya, supaya setiap umat tidak lupa akan ibadah.

    Selanjutnya, dalam perkemban-gannya, musik ibadah terus men-galami transformasi baik pada masa abad pertengahan yang memperli-hatkan gairah untuk memperindah musik ibadah yang begitu besar, be-gitu juga terjadi pada Gereja GBKP di Yogyakarta, dengan menggunakan idiom-idiom musik tradisi karo ke dalam liturgi musik Gereja, sehing-ga musik ibadah berkembang men-jadi lebih berbeda. Sedangkan pada zaman sebelumnya yaitu reformasi adalah dimana zaman didominasi musik dalam ibadah dengan menggu-nakan organ (pada abad ke 17). Se-lain itu itu, berkembang juga musik acapella dengan Giovanni P DaPal-estrina sebagai komponis utamanya. Selanjutnya, pada masa pasca refor-masi, musik ibadah terus mengalami transformasi. Kemajuan teknologi lewat musik elektronik dan digital dimanfaatkan oleh kalangan lain sep-erti kharismatik untuk melengkapi musik ibadah mereka, sehingga ban-yak bunyi-bunyian baru tercipta dan mempesona kaum muda.

    Dari uraian di atas, penulis mema-hami bahwa musik liturgi keagamaan/ibadah terus mengalami transformasi pada masanya masing-masing. Penu-lis setuju dengan pandangan yang disampaikan oleh Sigit Astono bah-wa alat musik yang digunakan dalam ibadah menjadi suatu kebutuhan yang tidak dapat ditinggalkan oleh manu-sia (apa pun etnik, bangsa, ideologi, keyakinan dan agamanya). “Tum-buhnya rasa hormat pada kemanu-siaan” melalui karya musik religius masing-masing agama. Tentu saja harus dimengerti “rasa hormat kepa-da kemanusiaan” dengan sendirinya adalah “rasa hormat kepada Sang Pencipta manusia, yaitu Tuhan Yang Maha esa”. Karena itu, pada dasarn-ya, alat musik akan terus dipakai seti-ap orang dalam rangka peribadahan-nya.

    Sama halnya dengan proses change and progress memang diper-lukan dalam meraih kemajuan. Kare-na pada dasarnya secara struktural manusia adalah pelaku yang bert-ingkah laku dalam suatu lingkungan yang mengkondisinya, sedangkan lingkungan itu sendiri bersifat dina-mis dan dapat berubah berkat aktivi-tas pelaku yang mempunyai kemam-puan untuk mencari alternatif bagi lingkungan hidupnya. Proses ini pun menjadi bagian dalam perubahan di Indonesia. Hanya saja, sebagaima-na dapat dilihat, proses change and

    Transformasi Musik Tradisi Karo Dalam Musik Liturgi Gereja GBKP di Yogyakarta

    Oleh : Ezra Deardo Purbaprogress, tampaknya lebih mengarah pada dimensi modernisasi yang ber-sifat material semata.

    Dalam perspektif ekmenis, GBKP menerima kekayaan tradisi ekumenis sejak awal perjalanan sejarah gereja sampai masa kini. Secara historis, GBKP memaha-mi dirinya sebagai gereja Protes-tan beraliran Calvinis. Selanjutn-ya dalam butir ke (4) disebutkan GBKP hidup dan melayani dalam konteks budaya Karo, antara lain prinsip runggu (musyawarah) dan sihamat-hamaten (saling menghor-mati) dan kekerabatan merga si lima, rakut si telu, tutur si waluh, perkade-kaden si sepuluh dua tam-bah sada (lima marga, tiga ikatan, delapan jenis hubungan, dua belas ditambah satu jenis kekerabatan). Dalam konteks tersebut, GBKP terus menerus melakukan pergu-mulan teologis terhadap budaya Karo secara kristis dan dinamis se-hingga GBKP menyatakan dirinya sebagai gereja Kristen yang melak-sanakan misinya dengan berbagai macam variasi Musik Liturgi di dalam ibadat Gereja GBKP.

    Transformasi Musik Tradisi Karo dalam Musik Liturgi Gereja GBKP

    Musik tradisi Karo selalu berkembang dari waktu ke waktu, baik itu masuk kedalam konteks musik liturgi gereja, ataupun kegu-naannya bagi suku Karo. Perkem-bangan hal ini akan menimbulkan terjadinya perubahan atau trans-formasi kebudayaan. Transformasi kebudayaan dapat dilihat sebagai perubahan pola tingkah laku yang disebabkan oleh adanya sejumlah pengalaman baru yang langsung atau tidak langsung. Transformasi itu dapat menyangkut baik sistem budaya, sistem sosial, maupun ke-budayaan fisik. Sulaeman (1995) dalam buku Transformasi Budaya ini menyatakan bahwa perubah-an kebudayaan ialah perubahan yang terjadi dalam ide yang dimi-liki bersama oleh sejumlah orang. Perubahan itu antara lain yang di-gunakan sebagai pegangan dalam kehidupan, teknologi, selera rasa keindahan, dan bahasa.

    Menurut Sigit Astono bah-wa pengaruh budaya lokal dalam musik rohani sangatlah tinggi. Melalui kearifan seniman meman-faatkan jenis dan alat musik yang tersedia melimpah di sekitarnya, dapat dijadikan sebagai sarana ungkapan estetik dan spiritual keyakinan masyarakat setempat. Jauh sebelum agama masuk ke nu-santara, terdapat banyak produk budaya muncul melalui kearifan lokal. Fakta nyata hasil pemikiran lokal jenius (apapun latar belakan-gnya) nampak pada penciptaan (penggunaan) Gamelan Sekaten. Sunan Kalijaga dengan jeli me-manfaatkan kecintaan orang Jawa pada musik Gamelan. Gamelan Sekaten yang bentuk dan suaranya begitu spektakuler mampu menar-ik perhatian orang Jawa untuk se-kedar melihat dari dekat. Melalui

    Segenap Staf dan Redaksi

    KATANTARAS Mengucapkan

    Selamat Menempuh Hidup Baru

    kepadaEndes Bana Rabinta Jore Ginting

    dengan

    Paskalia Mira Kristanti

    Kiranya Tuhan Yesus Kristus menjadi Kepala dalam Rumah Tangga kalian

    untuk selamanya.

    (Bersambung ke hlm 11)

  • KATANTARASEDISI 3, JANUARI 2018 11

    hun 1967, kuliah aku ku Jakarta. Tahun 1975 tamat sarjana, erda-hin jadi dosen i salah sada pergu-ruan tinggi. Dosen ningen paksa e tuhu-tuhu mehaga denga kel. Emaka enterem reh kade-kade kuta nari, baik sanga anak perana denga, bagepe kenca enggo erja-bu. Ngidah pergeluh si lalap gali lobang tutup lobang, emaka kual-ihken me profesiku jadi pengusa-ha kecil-kecilen. Sebab adi man

    gaji saja ngenca entah labo pagi banci seh ku negeri Belanda ndai ateku. Amin gia mberat kuakap nadingkenca, ngadi me aku jadi dosen, janah mulai me aku erbi-naga ku pajak. Lit deba kalak si nguncim. Sarjana erbinaga ku pa-jak !!

    Jiwa enterpreneurshipku nu-sur ibas bapa nari. Emaka usa-ha si kitik-kitik marenda, nambah warina, nambah bulanna ras nam-bah tahunna reh majuna erkite-ken idahiken alu ate tutus ras erpengarapen man Dibata. Lima tahun kemudian enggo ka terba-ngun sada pabrik. Karywawan pe enggo mbue, janah kade-kade si marenda reh ngarapken penam-pat saja ngenca pe enggo banci iajari berwirausaha seh maju, ras terbuatsa kerina nakanna.

    Tahun 1990, tupung umurku lima puluh tahun, enggo terba-han berkat ku Belanda. Ku inget Tuan Rhoda, kuinget fotona aku. Kuinget pesikapna mesin page bapa. Kuinget gus-guskenna ba-juna bas kereta api. Kuinget kai pe arus ate tutus ras erpengarap-en nina. Emaka merincuh kel aku njumpai ia. Tapi kuja pagi

    kudarami? La gelah ia enggo lanai lit? Ija kin kutana Belanda? Sebab Belanda ngenca maren-da kueteh. Mbera-mbera banci denga jumpa. La gia ras Tuan Rhoda, sinusurna lah gia, ateku. Emaka lanai tempa aku sabar ndedehken nahengku nusur, ken-ca manjar-anjar pesawat KLM si mbaba aku Jakarta nari landing i Bandara Schipol, Amsterdam. Tu-pung aku nusur, janah ndedehken nahengku ibas tangga pesawat e

    nari, ningku ibas ukurku : “Bujur Tuhan, enggo kudedeh taneh Belanda ndai, taneh Tuan Rho-da ndai, taneh si kunipiken se-dekah enda”.

    Dua minggu aku dekahna er-dalan-dalan i Belanda tapi labo kueteh kuja tujunna ndarami Tuan Rhoda. Kudarami i Amsterdam, Volendam, Breda, Groningen, Utrecht, Leiden, Dronten, Rotter-dam, Enkhuizen, Batavia Staad, ras sidebanna. Kusungkun ku kantor kependuduken pe mbue siergelarken Rhoda. Ku Museum Tropen i Utrecht si mbue nimpan kerna Indonesia pe la ku jumpa. Rhoda kin situhuna gelarna nai ateku? Kudarami foto-foto ker-na Karo Dusun, memang mbue kuidah ije peta kutaku jaman 1890-an. Peta si cukup lengkap. Ibas mesin pencari komputerna, kuketikken gelar “Rhoda”, bagepe gelarku, kune tah lit kari aku jumpa fotoku sindube ipotret Tuan Rhoda ateku, no result. Amin bage gia, lit sada kepuasen man bangku. Mulih gia aku ku Jakarta tapi enggo kudedeh taneh Belan-da. Taneh kalak sindube ndedeh tanehku, Karo Dusun Simalem. Kota Amsterdam tempa man-jar-anajar kutadingken, padahal kecepaten pesawat KLM sikunan-gkihi Schipol nari situhuna cuk-up tinggi. Piga-piga menit saja lanai teridah kota si tuhu-tuhu per-nah kunipiken ndekah bas kege-luhenku. Ingan jelma si memoti-vasi geluhku. Tuan Rhoda.., mulih dagena aku. (Terinspirasi cerita NJS kepada KB, 11 Maret 2010)

    Kampung 200 – Bekasi, 13 Maret 2010.

    memberikan cita rasa yang unik dan khas bagi kopi Karo.

    Sejalan dengan kebangkitan Kopi Karo, maka tahun 2015 didirikan Aso-siasi Kopi Taneh Karo yang tujuannya untuk meningkat kesejahteraan petani kopi. Selain itu, di desa- desa diben-tuk kelompok tani kopi. Perusahaan yang bergerak di Taneh Karo pun ada yang memberikan Corporate Social Responsibility (CSR) berupa bibit kopi 10.000 pohon dengan total uang sebanyak RP.76.juta (tujuh puluh enam juta) untuk ditanam meliputi 7 desa Se-Kec.Dolat Rakya. Seperti yang dilakukan oleh PT Bank Sumut bekerjasama dengan PT Agro Kopi Karo Sumatera.

    Untuk memberikan wadah pro-mosi bagi kopi Karo, pemerintah Kab Karo bekerjasama dengan BNPB, Bank Sumut Cabang Karo, Pos In-donesia Cabang Karo, dan PT Agro Kopi Karo, menyelenggarakan Festi-val Karo I tahun 2017 di Pool Side Hotel Sibayak Berastagi. Kemudian, Fastival Kopi Karo #2 diselenggara-kan (8-9/12/2018) di pelataran Open Stage Taman Mejuah-juah Berastagi.

    Dalam acara itu diadakan lomba kategori greenbean dan pemilihan

    kebun kopi terbaik di Tanah Karo yang peringkat pertama diraih Rifin Donari anggota Kelompok Tani Sin-ergi Harapan, Desa Suka, Kecamatan Tiga Panah.

    Starbucks tergiurKebangkitan kopi Karo diendus

    juga oleh Starbucks, jaringan kedai kopi internasional, yang memiliki 27.000 gerai di seluruh dunia. Star-bucks memilih Kecamatan Berastagi sebagai satu dari sembilan Farmers Support Center (FSC) di dunia - di Asia sendiri, Karo adalah satu dari dua FSC setelah Yunnan, China.

    FSC didesain sebagai kebun kopi percontohan bagi para petani di Sumatera maupun daerah lainnya un-tuk mengetahui bagaimana membu-didayakan kopi yang efektif, efisien, dan berstandar global. FSC men-awarkan konsep open source di mana informasi agronomi diberikan secara cuma-cuma kepada para petani agar mampu melatih mereka mengenai teknik bertani secara kelilmuan, Sia-papun petani bebas untuk bergabung ke dalam FSC untuk dibekali peng-etahuan mengenai pertanian kopi, terlepas mereka akan menjual hasil panennya kepada Starbucks atau

    tidak. Adapun varietas benih kopi yang direkomendiasikan FSC adalah Komasti, Adung-Sari 1, Gayo, dan Sigarar Utang. FSC yang didirikan sejak tahun 2015 itu telah melibatkan 19 kelompok petani dari Kabupaten Karo, dan kabupaten lain di sekitarn-ya. Set