Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

32
20 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Pada bab ini peneliti ingin memaparkan beberapa studi terdahulu yang berisikan tentang hasil penelitian terdahulu yang sejenis dan merupakan pembeda dari penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti. Selain itu hasil dari penelitian terdahulu ini juga mencadi bahan acuan bagi peneliti dalam melaksanankan penelitian ini. Berikut merupakan tabel yang menenrangkan tentang penelitian terdahulu: Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu No. Judul Penelitian Teori Hasil Penelitian 1. Semuel Tandi Sala, Andi Zulkifli dan Sukri Palutturi (2018) Kinerja Dinas Kesehatan Kabupaten Mamberamo Tengah Pada Program Kesehatan Ibu dan Anak Kinerja, program kesehatan ibu dan anak Latar belakang penelitian ini memfokuskan program kesehatan ibu dan anak (KIA) di Dinas Kesehatan Kabupaten Mamberamo Tengah yang berdasarkan Standar Pelayanan Minimal (SPM) menunjukkan bahwa semua cakupan program KIA tersebut masih dibawah standar pencapaian target SPM.

Transcript of Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

Page 1: Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

20

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penelitian Terdahulu

Pada bab ini peneliti ingin memaparkan beberapa studi terdahulu yang

berisikan tentang hasil penelitian terdahulu yang sejenis dan merupakan pembeda

dari penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti. Selain itu hasil dari penelitian

terdahulu ini juga mencadi bahan acuan bagi peneliti dalam melaksanankan

penelitian ini. Berikut merupakan tabel yang menenrangkan tentang penelitian

terdahulu:

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

No. Judul Penelitian Teori Hasil Penelitian

1. Semuel Tandi Sala,

Andi Zulkifli dan

Sukri Palutturi (2018)

Kinerja Dinas

Kesehatan Kabupaten

Mamberamo Tengah

Pada Program

Kesehatan Ibu dan

Anak

Kinerja,

program

kesehatan ibu

dan anak

Latar belakang penelitian ini

memfokuskan program kesehatan

ibu dan anak (KIA) di Dinas

Kesehatan Kabupaten Mamberamo

Tengah yang berdasarkan Standar

Pelayanan Minimal (SPM)

menunjukkan bahwa semua

cakupan program KIA tersebut

masih dibawah standar pencapaian

target SPM.

Page 2: Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

21

Sasaran dalam program ini adalah

dinas kesehatan dan tenaga

kesehatan bidan yang merupakan

cikal bakal pelaksanaan program

tersebut berjalan dengan baik.

Hasil penelitian ini menunjukkan

bahwa ada sebagian bidan

puskesmas yang belum mampu dan

terampil dalam menjalakan

program tersebut adapun juga

sebagian petugas kesehatan belum

memiliki surat tanda registrasi

bidan sebagai jaminan kualitas

tenaga kesehatan. Keterbatasan

dana bagi sebagian puskesmas

serta penggunaanya tidak tepat

sasaran dan juga adanya

keterlambatan realisasi anggaran.

Dalam cakupan program yang

masih rendah dengan indikator

standar pelayanan minimal (SPM)

yang telah ditentukan dari

Page 3: Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

22

Kementerian Kesehatan Republik

Indonesia. Disimpulkan bahwa

pelaksanaan dari program tersebut

di Dinas Kesehatan Kabupaten

Mamberamo Tengah belum

berjalan maksimal dan belum

mencapai sasaran yang diharapkan.

2. R. Maria Low Dhika

Febri Wulandari,

Triatmi Andri

Yanuarini dan

Suwoyo (2018)

Hubungan Motivasi

Terhadap Kinerja

Kader pada Program

Gerakan Menekan

Angka Kematian Ibu

dan Bayi (Gemakiba)

Kinerja,

Gerakan

Menekan

Angka

Kematian Ibu

dan Bayi

(GEMAKIBA)

Penelitian ini memfokuskan

bagaimana menekan angka

kematian ibu (AKI) Kediri

membuat program Gerakan

Menekan Angka Kematian Ibu dan

Bayi (GEMAKIBA) di 10

Puskesmas dan juga refreshing

deteksi dini resiko tinggi ibu hamil

oleh kader.

Hasil penelitian ini bahwa

pelaksanaan program GEMAKIBA

mengukur perilaku kader atas

kerjasama yang baik antar kader,

bidan petugas puskesmas serta

masyarakat. Hubungan antara

Page 4: Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

23

motivasi terhadap kinerja kader

pada program GEMAKIBA ini

karena adanya keinginan kader

dalam menambah wawasan tentang

kesehatan.

3. Annisa

Kusumawardani, Sri

Handayani (2018)

Karakteristik Ibu dan

Faktor Risiko

Kejadian Kematian

Bayi di Kabupaten

Banjarnegara.

Faktor resiko,

Kematian bayi

Latar belakang penelitian ini

adalah salah satu faktor kasus

kematian bayi di Banjarnegara

dikarenakan daerah dataran tinggi

akses untuk pelayanan PONEK

serta fasilitas tersebut hanya ada 2

di Rumah Sakit Umum Daerah Hj.

Anna Lasmanah dan Rumah Sakit

Islam. Keterbatasan fasilitas serta

jarak jauh masih sulit dijangkau di

berbagai wilayah.

Hasil penelitian ini adalah ada

beberapa faktor risiko terjadinya

angka kematian bayi yakni dari

komplikasi persalinan, faktor

pengetahuan ibu dan riwayat

anemia ibu hamil. Petugas

Page 5: Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

24

kesehatan perlu mencegah

terjadinya asfiksia pada bayi dan

kelainan kongenital serta kelahiran

premature.

4. Sri Sumarmi (2017)

Model Sosio Ekologi

Perilaku Kesehatan

dan Pendekatan

Continuum of Care

untuk menurunkan

Angka Kematian Ibu

Sosio-ekologi

pelayanan

kesehatan

Latar belakang penelitian ini

adalah Model Sosio Ekologi

(MSE) pendekatan komprehesif di

bidang kesehatan masyarakat tidak

hanya faktor resiko pada individu,

adapun penyebab kematian di jawa

timur pada urutan pertama yakni

preeklampia/eklampsia kemudian

pendarahan.

Hasil dari penelitian ini pada

pendekatan continuum of care ini

merupakan konsep lintas siklus

hidup dan lintas rumah tangga

sampai rumah sakit. Akses

pelayanan untuk ibu penting untuk

melihat sumber daya dan

pelayanan kesehatan memenuhi

kebutuhan ibu serta bayi.

Page 6: Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

25

5. Irma Erawati,

Muhammad Darwis

dan Muh. Nasrullah

(2017)

Efektivitas Kinerja

Pegawai pada Kantor

Kecamatan Pallangga

Kabupaten Gowa

Efektivitas

Kinerja

Efektivitas menekankan pada hasil

yang diinginkan itu tercapai sesuai

tujuan. Kinerja menekankan pada

suatu organisasi dapat

mengembangkan secara efektif dan

efisien.

Hasil penelitian ini efektivitas

kinerja pegawai kantor Kecamatan

Pallangga Kabupaten Gowa

melihat beberapa aspek meliputi

sistem perilaku pegawai, hasil

kerja, atribut dan kompetensi,

komperatif.

2.1 Konsep Efektivitas

2.1.1 Efektivitas

Daya guna (efektivitas) pada dasarnya ialah tercapainya satu usaha yang

dilaksanakan bersumber pada sebuah tujuan lewat sebagian proses aktivitas.

Daya guna (efektivitas) dapat dijadikan selaku penanda level keberhasilan

yang dihasilkan oleh perseorangan ataupun organisasi dengan metode tertentu

yang selaras dengan tujuan yang dikehendaki, dimana tercapainya semua

tujuan dengan tepat semakin efektif pula kegiatan tersebut. berdasarkan kamus

besar bahasa indonesia “KBBI” efektivitas adalah daya guna, dan keaktifan.

Page 7: Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

26

Ditandai oleh terdapatnya kesesuaian dalam sebuah aktivtias antara seorang

yang melakukan tugas dengan tujuan yang ingin dicapai. Kata efektif yang

dalam bahasa inggris adalah effective mempunyai makna kesuksesan ataupun

sebuah usaha yang dilaksanakan membuahkan hasil seperti yang diinginkan.

Sementara pada kamus ilmiah terkenal mendefinisikan daya guna (efektivitas)

adalah ketepatan pemakaian, hasil guna atau sesuatu yang mendukung tujuan

yang telah ditetapkan sebelumnya. Daya guna (Efektivitas) merupakan unsur

pokok untuk mencapai tujuan atau sasaran yang telah ditentukan di setiap

organisasi, kegiatan ataupun program. Dimana suatu kegiatan atau program

yang dijalankan dapat dikatakan efektif apabila tercapainya tujuan ataupun

sasaran seperti yang sudah ditetapkan25

.

Dalam penerapannya efektivitas sering digunakan dalam acuan sukses

atau tidaknya jalannya sebuah organisasi, dimana efektivitas menjadi satu

faktor untuk menentukan diperlukan atau tidaknya perubahan secara signifikan

terhadap bentuk dan manajemen dari suatu organisasi. Menurut Bastian

efektivitas dapat diartikan sebagai keberhasilan dalam mencapai tujuan yang

telah ditetapkan sebelumnya, selain itu efektivitas adalah hubungan antara

output dan tujuan dimana efektivitas diukur berdasarkan seberapa jauh tingkat

output atau keluaran kebijakan untuk mencapai tujuan atau hasil yang

dikehendaki tanpa menghiraukan faktor-faktor tenaga, waktu, biaya, pikiran,

alat-alat dan lain lain yang telah dikehendaki26

.

25 Iga rosalina. (2012).” Efektivitas Program Nasioal Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perkotaan pada Kelompok Penjaman Bergulir di Desa Mantren Kec. Karangrejo Kabupaten Madetaan”. Jurnal Efektivitas Pemberdayaan Masyarakat. Hlm 3. 26 Asnawi. (2013). “Efektivtas Penyelenggaraan Publik pada Samsat Corner Wilayah Malang Kota”. Skrpsi S-1 Jurusan Ilmu Pemerintahan, FISIP. UMM, Hlm 6.

Page 8: Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

27

Efektivitas berfokus pada outcome (hasil), program, atau kegiatan yang

dinilai efektif apabila output yang dihasilkan dapat memenuhi tujuan yang

diharapkan atau dikatakan speending wisely.

Richard M steers menjelaskan bahwa efektivitas digolongkan dalam 3

(tiga) model27

, yaitu:

1. Model optimasi tujuan penggunaan model optimasi bertujuan

terhadap efektivitas organisasi memungkinkan diakuinya bahwa

organisasi yang berbeda mengejar tujuan yang berbeda pula. Dengan

demikian nilai berhasil atau tidaknya relatif tergantung dari

organisasi itu sendiri

2. Prespektif sistem, memusatkan perhatiannya pada hubungan antara

komponen-komponen baik yang berbeda didalam maupun yang

berada diluar organisasi. Sementara komponen ini secara bersama-

sama mempengaruhi kegagalan atau keberhasilan organisasi. Pada

model ini cenderung pemusatannya pada hubungan sosial organisasi

lingkungan

3. Tekanan pada perilaku, dalam model ini efektivitas organisasi dilihat

dari hubungan antara apa yang diinginkan organisasi. Jika keduanya

relatif homogen, kemungkinan untuk meningkatkan prestasi

keseluruhan organisasi sangat besar.

Berdasarkan pemaparan Ravianto pengertian efektivitas ialah

seberapa baik pekerjaan yang dilakukan, sejauh mana orang menghasilkan

keliaran sesuai dengan yang diharapkan. Artinya apabila suatu pekerjaan

27 Steers, Richard.M. (1985) . “Efektivitas Organisasi Kaidah Peri Laku (Alih Bahasa Magdalena)”. Jakarta: Erlangga, Hlm 208-209

Page 9: Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

28

dapat diselesaikan sesuai dengan perencanaan , baik dalam waktu, biaya

maupun mutunya maka dapat dikatakan efektif28

.

Sementara menurut Gibson pengertian efektivitas adalah penilaian

yang dibuat sehubungan dengan peserta individu, kelompok dan organisasi.

semakin dekat prestasi mereka terhadap prestasi yang diharapkan “standar”

maka mereka dinilai semakin efektif29

, jadi dapat diartikan bahwa salah satu

indikator efektivitas dalam suatu pekerjaan adalah standar dan kualitas

dimana semakin baik standar yang ditetapkan semakin baik pula hasil yang

akan dicapai, hubungan antara output dan tujuan dalam pelaksanaan

efektivitas menjadi dasar pendoman bagi pelaksana guna mencapai tujuan

secara maksimal dimana hubungan dan kerjasama antara satu dan lainnya

saling berkesinambungan.

Dari pendapat beberapa ahli diatas dapat ditarik kesimpulan

bahwasannya efektivitas adalah suatu taraf tingkat keberhasilan yang

dihasilkan oleh perseorangan atau organisasi dengan cara tertentu sesuai

dengan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya, simana semakin banyak

tujuan yang tercapai maka suatu kegiatan bisa dikatakan semakin efektif.

2.1.2 Ukuran Efektivitas

Dalam mengukur tingkat efektivitas keberhasilan dalam mecapai tujuan

merupakan dasar penting, tercapai tidaknya efektivitas terealisasi dari beberapa

indikator yaitu tepat jumlah, waktu, sasran, administrasi dan kualitas. Jika

suatu kegiatan mendekati atau mencapai beberapa indikator tersebut semakin

tinggi pula nilai efektivitas yang tercapai.

28 J. Ravianto. 2014. Produktivitas Pengukuran, Jakarta. Binaman Aksara 29 Al. Gibson, ET. 2013. Bungkaes. Jakarta.

Page 10: Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

29

Pengukuran daya guna dapat dilaksanakan dengan melihat hasil kinerja

yang telah direalisasikan pada suatu organisasi atau kelompok, dengan

membandingkan antara rencana awal yang telah ditentukan dengan hasil nyata

terhadap tujuan yang telah dicapai dimana semakin banyaknya rencana awal

yang terealisasi semakin besar penilaian efektivitas pada suatu kegiatan

tersebut, tingkat efektivitas juga dapat dilihat dar perhitungan rumus yang

dijabarkan sebagai berikut:

Rumus efektivitas

Efektivitas = (Output Aktual/Output Target)≥1

Bila hasil perbandingan output actual dengan output target < 1 maka

efektivitas tidak tercapai

Bila hasil perbandingan output actual dengan output target ≥ 1 maka

efektivitas tercapai

Adapun kriteria atau ukuran mengenai pencapaian tujuan efektif atau

tidak, yaitu30

:

a. Transparansi terhdap tujuan yang akan dituju, dalam hal ini

dimaksudkan agar karyawan yang bertanggung jawab dalam

pelaksanaan tugas mencapai sasaran yang telah ditetapkan dan

tujuan organisasi dapat tercapai.

b. Kejelasan taktik dalam pencapaian hasil akhir, dimana taktik

ialah “pada jalan” yang dilaksanakan dalam melaksanakan

berbagai bentuk upaya dalam mencapai target-target yang telah

30 Ibid, Hlm 4.

Page 11: Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

30

ditentukan agar para implementer tidak simpang siur dalam

pencapaian tujuan organisasi.

c. Proses analisis dan perumusan kebijakan yang mantap,

berhubungan dengan hasil akhir nantinya kebijakan yang ada

harus seiring dengan proses jalannya kegiatan dalam mencapai

tujuan yang ditetapkan

d. Penyusunan rencana yang sempurna, dimana tujuan dan kegiatan

yang akan dilaksanakan sudah dirancang dengan sedemikian rupa

sehingga memudahkan mencapai tujuan di masa mendatang.

e. Penyusunan program yang tepat, penempatan program yang

terencana sebagai pendoman jalannya kegiatan untuk mencapai

daya guna yang maksimal

f. Tersedianya sarana dan prasarana kerja, salah satu indikator

efektivitas organisasi adalah kemampuan bekerja secara

produktif. Dengan sarana dan prasarana yang tersedia dan

mungkin disediakan oleh organisasi.

g. Tersedianya sarana dan prasarana kerja, salah satu indikator

efektivitas organisasi adalah kemampuan bekerja secara

produktif. Dengan sarana dan prasarana yang tersedia dan

mungkin disediakan oleh organisasi.

h. Sistem pengawasan dan pengendalian yang bersifat mendidik

mengingat sifat manusia yang tidak sempurna maka efektivitas

organisasi menuntut terdapatnya sistem pengawasan dan

pengendalian.

Page 12: Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

31

Sedangkan Richard M. Steers mengemukakan adanya beberapa alat

ukur yang digunakan dalam efektivitas kinerja yaitu:

1. Kemampuan menyesuaikan diri

Kemampuan manusia terbatas dalam segala hal sehingga dengan

keterbatasannya itu menyebabkan manusia tidak dapat mencapai

pemenuhan kebutuhan tanpa melalu kerjasama dengan manusia lain.

Dimana kunci dari keberhasilan suatu organisasi adalah kerjasama,

dimana setiap individu yang masuk dalam suatu organisasi dapat

menyesuaikan dirinya dengan orang lain dalam organisasi tersebut guna

mencapai tujuan bersama.

2. Prestasi kerja

Prestasi kerja adalah suatu capaian dalam melaksanankan tugas-

tugasnya yang dibebankan terhadap satu orang dimana pecapaian

tersebut meliput efisiensi, kecakapan dan etos kerja yang maksimal

selama menjalakan suatu pekerjaan, dimana tanggung jawab yang

diberikan dapat dijalankan secara maksimal

3. Kepuasan kerja

Kepuasan kerja adalah tingkat kenyamanan dan kepuasan yang

dirasakan seseorang terhadap peranannya dalam suatu pekerajaan.

Dengan tingkat kepuasan yang berbeda tiap individu dengan

karateristik dan taraf kepuasan masing-masing.

4. Kualitas

Page 13: Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

32

Kualitas merupakan acuan penting dari efektivitas, entah itu meliputi

produk dalam bidang barang dan jasa atau pun dalam bentuk kinerja

perseorangan, kualitas mencermikan suatu produk atau kinerja memiliki

nilai yang jauh diatas rata-rata.

5. Penilaian oleh pihak luar

Penilaian merupakan faktor kunci, tanpa adanya penilain dari pihak luar

tingkat efektivitas tidak akan bisa diukur. Masyarakat sebagai penilai

utama mampu memberikan taraf tersendiri menurut kualitas yang

mereka berikan dalam efektif tidaknya suatu kegiatan.

2.1.3 Pendekatan Efektivitas

Pendekatan daya guna pada umumnya digunakan sebagai tolok ukur

sejauh mana aktifitas itu dapat dikatakan efektif. Beberapa konsep pendekatan

terhadap efektivitas yaitu31

:

a. Pendekatan sasaran (Goal Approach)

Pendekatan yang dimaksudkan untuk memperoleh tolok ukur terhadap

seberapa jauh suatu instansi atau organisasi yang berhasil

merepresentasikan sasaran yang hendak dicapai. Pendekatan sasaran

dalam pengukuran efektivitas dimulai dengan indikasi identifikasi

sasaran organisasi dan mengukur tingkatan keberhasilan organisasi

dalam mencapai sasaran tersebut32

.

Dimana pokok utama dalam pengukuran efektivitas dengan

pendekataan ini adalah sasaran realistis yang digunakan untuk

memberikan hasil yang maksimal berdasarkan sasaran resmi “Official

31 Damianus Ding, (2014). “Efektivitas Pelaksanaan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Pedesaan”.Jurnal Ilmu Pemerintahan, Hlm 8-10 32 Ibid, Hlm 8.

Page 14: Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

33

Goal” dengan mengacu pada permasalahan yang ada, memusatkan

perhatian terhadap aspek output yaitu mengukur keberhasilan program

dalam mencapai tingkatan output yang telah direncanakan.

Pendekatan ini mencoba mengukur sejauh mana organisasi atau

lembaga berhasil merealisasikan sasaran yang hendak dicapai.

b. Pendekatan sumber (System Resource Approach)

Pendekatan sumber mengukur efektivitas melalui keberhasilan suatu

lembaga dalam mendapatkan berbagai macam sumber yang

dibutuhkannya. Suatu lembaga harus dapat memperoleh berbagai

macam sumber dan juga memelihara keadaan dan system agar dapat

menjadi efektif. Keterbukaan ini didasarkan pada teori mengenai

keterbukaan sumber sistem suatu lembaga terhadap lingkungannya

dan masyarakat.

c. Pendekatan proses (Internal Process Approach)

Pendekatan proses menganggap sebagai efisiensi dan kondisi

kesehatan dari suatu lembaga internal. Pada lembaga yang efektif

kegiatan internal berjalan dengan efektif dan terkoordinasi. Dimana

hal tersebut menggambarkan tingkat efisiensi dan kesehatan lembaga

itu sendiri.

2.2 Kinerja

2.2.1 Pengertian Kinerja

Kinejra merupakan singakatan dari “kinetika energi kerja” dimana dalam

bahasa inggris dikenal sebagai “performance”. dimana kata performance

pada umumnya tertuju pada “job performance” ataupun ”actual

Page 15: Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

34

performance” dimana bermakna sebagai suatu prestasi kerja maupun

prestasi sebenarnya yang akan dicapai oleh seseorang ataupun kelompok

dalam menjalankan tugasnya. Dalam konteks manajemen, pengertian

kinerja merupakan suatu prestasi kerja atau hasil kerja seseorang menurut

kuantitas dan kualitas yang dicapainya dimana pelaksananaan fungsinya

sesuai dengan tanggung jawab yang dibebankan.

Istilah kinerja pada umumnya diartikan sebagai seberapa banyak

pencapaian sesorang dalam suatu pekerjaan. Menurut Whitemore (dalam

uno 2014:59), kinerja adalah pelaksanaan fungsi-fungsi yang dituntut dari

seseorang33

. Dimana pengertian menurut Whitemore memiliki makna yang

menuntut kebutuhan paling mendasar untuk berhasil. Oleh karena itu,

menurut Whitemore dimana ia menganggap kinerja sebagai representative,

dimana tergambarnya tanggung jawab yang besar dari pekerjaan seseorang.

Pada dasarnya kinerja dapat dilihat dari dua segi yaitu kinerja

pegawai (individu) dan kerja organisasi (kelompok), dimana kinerja adalah

gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan tugas yang dibebankan

dalam mewujudkan visi, misi tujuan, sasaran dari suatu organisasi

Menurut Sulistyorini (2001) kinerja adalah level keberhasilan

seseorang atau kelompok orang dalam menjalankan tugas dan tanggung

jawabnya serta kesanggupan untuk mencapai tujuan dan standar yang telah

ditetapkan. Sementara pendapat lain mengemukakan bahwa kinerja adalah

hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai

33 Uno. B. Hamzah. 2014. Teori kinerja dan Pengukurannya. Jakarta. Bumi Aksara. Hlm 59.

Page 16: Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

35

dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang

diberikan kepadanya34

Berdasarkan pernyataan Hersey dan Blanchard (1993)

mengemukakan kinerja merupakan satuan fungsi dari motivasi dan

kesanggupan seseorang dalam menyelesaikan tugas dan pekerjaannya.

Sementara Mangkuprawira kinerja merupakan hasil dari proses pekerjaan

tertentu secara terencana pada waktu dan tempat dari karyawan serta

organisasi yang bersangkutan35

.

Schuller dan Jackson menyatakan “employee job performance (or

simply performance) describes how will an employee perform his or her

job” dimana ia mengemukakan bahwasannya kinerja dapat dinilai dan

diukur, penilaian kinerja ia artikan sebagai system formal dan terstruktur

dari suatu bentuk pengukuran, evalusai dan juga pengaruh kerja pegawai

berkaitan terhadap sumbangsih, tingkah laku dan dampak. Contohnya angka

ketidakhadiran sang pegawai, hal ini bertujuan untuk mengetahui seberapa

produktif seorang pegawai dan apakah di masa depan dia sanggup

menjalankan tugas dengan lebih maksimal sehingga organisasi, dan

masyarakat umumnya diuntungkan36

.

Banyaknya batasan yang diberikan para ahli mengenai istilah dari

kinerja, semuanya mempunyai visi yang sedikit berbeda namun dengan

maksud dan prinsip yang sama-sama mereka setujui dimana kinerja adalah

34 Anwar Prabu Mangkunegara. (2006). Evaluasi Kinerja Sumber Daya Manusia. Jakarta: Refika Aditama, Hlm 67. 35 Mangkuprawira, S., dan A. V. Hubbies. (2007). Manajemen Mutu Sumber Daya Manusia. Bogor: Ghalia Indonesia, Hlm 153. 36 S. Schuler, Randall. dan Susan E. Jackson. (1997). Manajemen Sumber Daya Manusia, (Menghadapi Abad Ke-21”). Jakarta:PT. Gelora Aksara Pratama, Hlm 213.

Page 17: Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

36

suatu usaha yang dialakukan guna mendapatkan pecapaian atau prestasi

yang lebih baik, sejalan yang diutarakan oleh As’ad, yang mengatakan

bahwa kinerja merupakan kesuksesan seseorang dalam melaksanakan suatu

pekerjaan37

.

Dari pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwasannya kinerja

adalah capaian dalam penampilan kerja dimana dalam pencapaiannya

meliputi berbagai aspek mulai dari waktu, keterampilan, sikap dan motivasi

didalam menjalankan tugas kerjanya berdasarkan pada tanggung jawab yang

diberikan.

2.2.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja

Dibalik hasil yang maksimal selalu ada kinerja maksimal yang

diterapkan dimana untuk mencapai hasil tersebut diperlukan kinerja yang

maksimal pula, dimana menurut Prawirasentono ada 4 faktor yang

mempengaruhi kinerja yaitu38

:

a. Efektivitas dan efisiensi

Dalam hubungannya dengan kinerja organisasi, ukuran baik

buruknya kinerja diukur dan ditentukan oleh efektivitas dan

efisiensi. Dimana pencapain kinerja didasarkan pada asas-asas dalam

keefektivitasan dan efisiensi waktu dalam pelaksanaannya.

pencapaiannya menyeluruh terhadap semua tujuan yang ditetapkan

didampingi oleh ketepatan waktu.

b. Otoritas dan tanggung jawab

37 Ibid, Hlm 61. 38 Edy, Sutrisno. (2011). Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Kencana, Hlm 176.

Page 18: Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

37

Dalam organisasi yang baik wewenang dan tanggung jawab telah

didelegasikan dengan baik tanpa adanya tumpang-tindih terhadap

tugas masing-masing, dimana setiap pekerja yang bersangkutan

sadar dan mengetahui akan tanggung jawabnya masing-masing

dalam rangka mencapai tujuan organisasi. Kejelasan dan porsi

tanggung jawab tersebut akan mendukung kinerja yang ada.

c. Disiplin

Secara umum, disiplin menunjukkan suatu kondisi atau sikap hormat

yang ada pada diri seseorang terhadap peraturan dan ketetapan yang

berlaku, displin meliputi ketaan, hormat, dan tanggung jawab yang

berlaku sebagaimana mestinya. Hal ini berguna untuk membentuk

mental pekerja untuk mematuhi setiap aturan yang ditetapkan guna

mendapatkan hasil kerja yang maksimal.

d. Insiatif

Inisiatif merupakan daya pikir atau kreatifitas yang dimiliki para

pekerja dalam melaksanakan setiap pekerjaan yang ada, dengan

kreatifitas dengan berbagai macam bentuk seperti ide, pola pikir, dan

lainnya wajib dikembangkan dan diimplementasikan dalam setiap

pekerjaan guna menjunjang dalam pemecahan masalah dengan cara

yang belum pernah dilakukan sebelumnya.

Selain faktor-faktor diatas kinerja juga dipengaruhi oleh beberapa

indikator lain seperti lingkungan kerja, upah kerja, pola berfikir masing –

masing individu dan yang paling penting adalah motivasi, tanpa adanya

motivasi pekerjaan tidak akan bisa dilakukan secara maksimal.

Page 19: Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

38

2.2.3 Penilaian kinerja

Penilaian kinerja (performance appraisal) adalah proses mengevaluasi

seberapa baik kualitas pekerjaan yang dilakukan berdasarkan standar yang

telah ditetapkan, sehingga dapat dievaluasi, diukur, dan dinilai sebagai acuan

kinerja setiap anggotanya. Dimana evaluasi dilakukan secara menyeluruh dan

terbuka terhdadap setiap anggota tanpa terkecuali.

Menurut Mathis (2009) penilaian kinerja digunakan secara luas untuk

mengelola upah dan gaji, memberikan umpan balik kinerja, dan

mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan karyawan39

.

Hariandja menyatakan, adanya indikasi beberapa manfaat yang didapat

dengan melakukan penilaian kinerja adalah sebagai berikut:40

1. Perbaikan kinerja

Dengan adanya penilaian kinerja maka akan memberikan

kesempatan bagi pekerja untuk mengevaluasi kinerjanya dalam

melakukan tugasnya guna meningkatkan kinerja melalui umpan

balik yang telah diberikan

2. Penyesuaian gaji

Dapat dijadikan tolok ukur penyesuaian untuk menetapkan taraf

upah pekerja secara layak guna memberi motivasi pekerja dalam

melaksanakan pekerjaan.

3. Pendidikan dan pelatihan

39 Mathis, Robert L dan John H. Jackson. 2009. Manajemen Sumber Daya Manusia: Buku Dua. Jakarta: Salemba Empat. Hlm 382. 40 Hariandja, Marihat Tua Efendi. 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta:Grasindo, Hlm 195.

Page 20: Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

39

Melalui penilaian kinerja dapat diketahui adanya indikasi beberapa

pegawai yang dinilai lemah dalam bidang akademis untuk

selanjutnya diberikan pelatihan pendidikan lanjutan.

4. Perencanaan karier

Pemberian royalti berupa kenaikan pangkat setalah mencapai taraf

kinerja yang telah ditetapkan guna memberikan reward atas kinerja

dari pegawai yang bersangkutan.

5. Mengidentifikasi kelemahan dalam proses penempatan

Penilaian kinerja dapat menjadi tolak ukur dalam penempatan

pekerja dengan bakat dan minat sesuai kelebihannya.

6. Perlakuan kesempatan yang sama kepada semua pegawai

Penilaian yang obyektif mengartikan adanya perlakuan yang adil

bagi semua pekerja.

7. Membantu karyawan dalam mngatsi maslah yang bersifat eksternal

Penilaian kinerja akan memberikan informasi terkait hal yang

menyebabkan turunnya kinerja, sehingga dapat memberikan bantuan

lanjutan guna membantu menyelesaikannya.

8. Umpan balik pada pelaksanaan fungsi manajemen sumber daya

manusia

Penilaian kinerja secara keseluruhan akan memberikan gambaran

sejauh mana fungsi sumber daya manusia dapat berjalan baik atau

tidak.

Page 21: Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

40

2.3 Angka kematian ibu dan bayi (AKI&AKB)

2.3.1 Definisi Angka Kematian Ibu (AKI)

Kematian Maternal atau yang biasa dikenal sebagai kematian Ibu

menurut batasan dari The Tenth Revision of International Cassification of

Diseases (ICD-10) ialah kematian wanita yang terjadi pada saat kehamilan atau

dalam 42 hari setelah kehamilan tidak tergantung dari lama dan lokasi

kehamilan, disebabkan oleh apapun yang berhubungan dengan kehamilan, atau

yang diperberat oleh kehamilan tersebut, atau penanganannya, akan tetapi

bukan kematian yang disebabkan oleh kecelakaan atau kebetulan41

. Pada ICD-

10 definisi kematian ibu dibagi menjadi 2 yaitu Pregnancy-related death yaitu

kematian seorang wanita selama kehamilan atau 42 hari setelah terminasi

kehamilan, tanpa mempedulikan penyebab kematiannya dan Late maternal

death, kematian seorang wanita karena penyebab langsung atau tidak langsung

yang lebih dair 42 hari, namun kurang dari setahun setelah terminasi kehamilan.

indikator yang umum digunakan dalam kematian ibu adalah angka kematian ibu

(Maternal Mortality Ratio) yaitu jumlah kematian ibu dalam 100.000 kelahiran

hidup, angka ini mencerminkan risiko obstetric yang dihadapi oleh seorang ibu

sewaktu ia hamil42

.

a. Penyebab Kematian Ibu

Kematian ibu pada umunya dibagi menjadi dua yaitu kematian

langsung dan kematian tidak langsung. Kematian langsung adalah kematian

yang disebabkan oleh proses yang berhubungan langsung saat ibu akan

41 WHO. 2015. 42 Saifuddin, A.B. (2010). “Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal”. Jakarta:Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Page 22: Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

41

melahirkan seperti komplikasi kehamilan, persalinan, atau masa nifas, dan

segala intervensi atau pun penanganan yang tidak tepat sehingga

mnegakibatkan kematian tersebut. Sementara kematian tidak langsung

adalah kematian yang disebabkan oleh penyakit yang diderita oleh sang ibu

atau pun penyakit yang timbul sewaktu kehamilan yang berpengaruh

terhadap kehamilan seperti malaria, anemia, HIV/AIDS, dan penyakit

kordiovasikular.

Penyebab kematian langsung ibu di Indonesia didominasi oleh

pendarahan pasca persalinan, hipertensi/eklamsia, dan infeksi. Sementara

untuk penyebab tidak langsung kematian ibu adalah masih banyaknya kasus

3 terlambat 4 terlalu, dimana kasus 3 terlambat meliputi :

1. Terlambat mengenali tanda bahaya persalinan dan mengambil

keputusan.

2. Terlambat dirujuk ke fasilitas tenaga kesehatan.

3. Terlambat ditangani oleh tenaga kesehatan di fasilitas pelayanan

kesehatan.

Kasus 4 terlalu, meliputi :

1. Terlalu tua hamil (diatas usia 35 tahun)

2. Terlalu muda hamil (dibawah usia 25 tahun)

3. Teralalu banyak (Jumlah anak lebih dari 4)

4. Terlalu dekat jarak antar kelahiran (kurang dari 2 tahun)

Berdasarkan data pada SDKI 2002-2003, angka kematian ibu di

Indonesia untuk tahun periode 1998-2002, adalah sebesar 307. Artinya

terdapat 307 kematian ibu yang disebabkan karena kehamilan, persalinan

Page 23: Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

42

sampai dengan 42 hari setelah melahirkan pada periode tersebut per 100.000

kelahiran hidup43

.

Penyebab kematian ibu yang diakibatkan oleh kecelakaan atau

kebetulan tidak di klasifikasikan ke dalam kematian ibu yang ada

hubungannya dengan kehamilan, persalinan dan nifas. Kematian yang

dihubungkan dengan kehamilan International Classifation of Deases (ICD-

10) memudahkan identifikasi penyebab kematian ibu ke dalam kategori baru

yang disebut pregnancy related death yaitu kematian wanita selama hamil

atau dalam 42 hari setelah berakhirnya kehamilan dan tidak tergantung dari

penyebab kematian lain. Batasan 42 hari ini dapat berubah karena telah

diketahui bahwa dengan adanya prosedur-prosedur dan teknologi baru maka

terjadinya kematian dapat diperlama dan ditunda sehingga ICD-10 juga

memasukkan suatu kategori baru yang 16 disebut kematian maternal

terlambat (late maternal death) yaitu kematian wanita akibat penyebab

obstetric langsung atau tidak langsung yang terjadi lebih dari 42 hari tetapi

kurang dari satu tahun setelah berakhirnya kehamilan.

b. Epidemologi kematian ibu

Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah dalam menekan angka

kematian ibu di Negara berkembang, namun tingkat penurunan angka

kematian masih saja terbilang sangat lambat. Safe Motherhood Technical

Consultation. Yang diadakan di Colombo pada tahun 1997 mengidentifikasi

isu kunci sebagai berikut:

43 BPS Nasional. 2012. Survey demografi dan kesehatan Indonesia tahun 2012.

Page 24: Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

43

a. Kurang jelasnya prioritas serta intervensi program Safe Motherhood

dimana hal tersebut dinilai tidak efektif.

b. Kurangnya informasi tentang intervensi yang mempunyai dampak

bermakna dalam penurunan angka kematian ibu.

c. Strategi Safe Motherhood yang sifatnya terlalu luas mulai dari undang-

undang, peningkatan status perempuan, peningkatan kualitas pelayanan

disinyalir menimbulkan kesenjangan terhadap strategi yang diterapkan.

d. Beberapa program yang khususnya dalam pelayanan kesehatan yang

pada penerapannya terbukti kurang efektif seperti pelatihan dukun dan

lainnya.

e. Tidak dilakukannya intevensi yang sebenarnya efektif seperti

penanganan cepat terhadap komplikasi aborsi, karena masih dianggap

sebagai isu yang sensitive dan tabu.

f. Tidak tersediaanya paduan teknis atau program, standard an kurikulum

dalam pelataihan secara luas.

g. Kurang komitmen public dalam penentuan kebijakan.

h. Kurang koordinasi pemerintah dan komitmen dari pemerintah dan

lembaga donor.

Sebagaiamana menurut perkiraan WHO setidaknya setiap tahun

tercatat kurang lebih 500.000 kematian ibu yang berhubungan dengan

kehamilan dan persalinan, dan 99% diantaranya terjadi di Negara

berkembang. Terhitung lebih dari 30% atau 300.000 kematian ibu terjadi di

Asia Tenggara, sementara rasio kematian maternal di Negara maju 1

diantara 15-50, yang berarti peningkatan 200-250 kali.

Page 25: Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

44

Keberhasilan Suistanable Development Goals (SGDs) menjadi target

baru dari beberapa Negara berkembang untuk menekan angka kematian ibu

dimana salah satu tujaunnya yaitu untuk mengurangi rasio kematian ibu

bersalin menjadi kurang dari 70 per 100.000 kelahiran.

c. Faktor-faktor yang mempengaruhi kematian ibu

Faktor-faktor yang mempengaruhi kematian ibu hamil

diklarifikasikan sebagai berikut:

1. Faktor medis

Faktor medis merupakan faktor yang dipengaruhi oleh status

reproduksi dan status kesehatan ibu antara lain:

a. Umur ibu, saat kehamilan terakhir dihitung dalam tahun

berdasarkan tanggal lahir atau ulang tahun yang ada faktor

resiko dalam kehamilan, dimana umur ideal kehamilan

adalah diatas 16 tahun dan dibawah 35 tahun.(Fortney dalam

manuaba, 2001)44

b. Paritas, adalah jumlah kehamilan yang memperoleh janin

yang dilahirkan. Paritas yang tinggi memungkinkan

terjadinya penyulit kehamilan dan persalinan diantaranya

dapat menyebabkan terganggunya transport O2 dari ibu ke

janin sehingga terjadi asfiksia yang dapat dinilai dari

APGAR Score menit pertama setelah lahir.

c. Jarak kehamilan, adalah waktu kehamilan berikutnya

dihitung mulai dari waktu persalinan terakhir, dimana jarak

44 Manuaba, I. B. G. 2001. Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana. Jakarta: EGC

Page 26: Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

45

kehamilan yang kurang dari 2 tahun beresiko terhadap

kematian maternal dan tergolong dalam kelompok beresiko

tinggi untuk mengalami pendarahan post partum.

2. Faktor non medis

Faktor non medis merupakan faktor yang berkaitan dengan status

dalam lingkungan, keluarga, budaya dan ekonomi. Dimana

pengetahuan dasar ibu tentang pentingnya bahaya kehamilan.

Faktor non medis diantaranya adalah sebagai berikut:

a. Perilaku kesehatan ibu, (health behavior) adalah respon

seseorang terhadap stimulus atau objek yang berkaitan

dengan sehat sakit, faktor yang mempengaruhi sehat sakit

seperti lingkungan, makanan dan lain-lain.(skinner dalam

notoadmojo, 2014)45

b. Status ibu dalam keluarga, berkaitan dengan status pekerjaan,

status pendidikan dan hal-hal lain yang berkaitan dengan

ketidakmampuan ibu dalam mengambil keputusan. Seperti

masih banyak ibu hamil yang cenderung dirujuk ke dukun

daripada ke fasilitas kesehatan yang lebih memadai.

c. Status kesehatan ibu, merupakan suatu proses yang

membutuhkan perawatan khusus agar dapat berlangsung

dengan baik. Dikarenakan resiko ibu hamil sangat tinggi

terhadap kesehatan ibu perlu adanya perhatian khusus

45 Notoatmodjo, S. 2014. Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta:Rineka Cipta.

Page 27: Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

46

terhadap kesehatan selama masa kehamilan utnuk

meminimalisir kejadian yang tidak diinginkan.

Pada tahun 2007 di Peru para dokter untuk Hak Asasi Manusia

menyebutkan kematian ibu yang terjadi sering disebakan oleh Penundaan

Mematikan: tidak ada pendekatan berbasis hak untuk keselamatan ibu, terdapat

dokumentasi pelayanan kasus yang tidak adil terhadap perempuan pribumi seperti

contoh ibu hamil di daerah pedesaan sulit mendapatkan pelayanan kesehatan dalam

keadaan darurat yang sebenarnya tidak sampai menyebabkan kematian ibu tidak

perlu. Masalah kematian ibu adalah masalah sosial, penyebab kematian ibu

diketahui oleh semua orang teatapi tidak tersedia solusi untuk semua ibu hamil.

2.3.2 Definisi angka kematian bayi

Angka Kematian Bayi (AKB) adalah jumlah kematian bayi dalam usia 28

hari pertama kehidupan per 1000 kelahiran hidup. Dari sisi penyebabnya,

kematian bayi ada dua macam yaitu endogen dan eksogen. Kematian bayi

endogen atau kematian neonatal disebabkan oleh faktor-faktor yang dibawa anak

sejak lahir, yang diperoleh dari orang tuanya pada saat konsepsi. Sementara

kematian bayi eksogen ataua kematian Post-neonatal disebabkan oleh faktor-

faktor yang berkaitan dengan pengaruh lingkungan luar.46

.

Kematian bayi diakibatkan karena kondisi ibu saat hamil kurang baik,

dikarenakan ibu jarang memeriksakan kehamilannya kepada tenaga kesehatan

terkait.

46 Rachmadiani dkk. 2018. Faktor-Faktor Risiko Kematian Bayi Usia 0-28 Hari di RSD dr. Soebandi Kabupaten Jember. Journal of Agromedicine and Medical Sciences.

Page 28: Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

47

Menurut Prawirohardjo (2016) kematian pada bayi dibagi menjadi beberapa

kategori, yaitu:47

1. Kematian Janin (foetal death) ialah kematian hasil konsepsi sebelum

dikeluarkan dengan sempurna oleh ibunya tanpa memandang tuanya

kehamilan. Kematian dinilai dengan fakta bahwa sesudah dipisahkan dari

ibunya, janin tidak bernafas atau menunjukkan tanda-tanda kehidupan,

seperti denyut jantung, atau pulsasi tali pusat, atau kontraksi otot. Kematian

janin dibagi menjadi 4 golongan, yaitu:

Golongan I : kematian sebelum masa kehamilan mencapai 20 minggu

penuh

Golongan II : kematian sesudah ibu hamil 20 hingga 28 minggu 6

Golongan III : kematian sesudah masa kehamilan lebih 28 minggu (late

foetal death)

Golongan IV : kematian yang tidak dapat digolongkan pada ketiga

golongan di atas.

2. Kelahiran mati (stillbirth) ialah kelahiran hasil konsepsi dalam keadaan mati

yang telah mencapai umur kehamilan 28 minggu (atau berat badan lahir atau

sama dengan 1000 gram).

3. Kematian perinatal dini (early neonatal death) ialah kematian bayi dalam 7

hari pertama kehidupannya.

4. Kematian postneonatal ialah kematian bayi antara usia 1 bulan hingga 12

bulan.

a. Faktor-faktor yang mempengaruhi kematian bayi

47 Sarwono Prawirohardjo. 2016. Ilmu kebidanan. Jakarta: PT. bina pusaka.

Page 29: Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

48

Faktor yang mempengaruhi kematian perinatal umumnya digolongkan

menjadi dua faktor yaitu faktor ibu (High Risk Mother) dan faktor bayi (High

Risk Infant). Dimana faktor resiko ibu dan bayi merupakan faktor resiko

kematian bayi adalah:

Faktor Ibu

1. Umur ibu, memiliki peranan penting dalam proses kehamilan dimana ibu

yang hamil dibawah usia 16 tahun dikategorikan terlalu dini untuk hamil

dan ibu yang berumur lebih dari 35 tahun dikategorikan terlalu tua untuk

hamil keduanya beresiko tinggi megalami kematian bayi.

2. Pendidikan ibu, ibu dengan latar belakang pendidikan formal atau

informal rendah cenderung kesulitan dalam memahami edukasi tentang

pentingnya penanganan dini terhadap resiko kematian bayi saat

mengandung dan melahirkan.

3. Pekerjaan, pekerjaan ibu dan suami juga merupakan faktor kematian bayi

diamana kondisi ekonomi keluarga mempengaruhi terhadap akses

kesehatan yang didapatkan melalui fasilitas-fasilitas kesehatan terkait.

4. Status gizi, apabila ibu hamil dengan status gizi buruk mengakibatkan

bayi lahir dengan resiko berat badan kurang dari normal, hal tersebut

dapat membuat pertumbuhan bayi terhambat sehingga mempenaruhi

kecerdasan anak.

5. Anemia, Kebutuhan zat besi selama 40 minggu kehamilan adalah 750 mg

yang meliputi 425 mg untuk ibu hamil, 300 mg untuk janin dan 25 mg

untuk plasenta, Asupan gizi yang kurang dan malabsopsi akan

Page 30: Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

49

menyebabkan ketidakseimbangan sehingga berdampak pada penurunan

Hb darah.

6. Kunjungan ANC, Pemeriksaan antenatal care (ANC) dilakukan untuk

mengetahui keadaan ibu ataupun janin yang dikandungnya, sehingga

dapat melakukan deteksi dini apabila terjadi komplikasi ataupun masalah

pada masa kehamilan, persalinan ataupun masa nifas, sudah seharusnya

seorang ibu menerima pelayanan ANC secara terpadu meliputi ANC

10T.48

7. Jenis persalinan, Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi

yang telah cukup bulan atau dapat diluar kandungan melalui jalan lahir

atau melalui jalan lain, sebesar 15% persalinan di negara berkembang

merupakan persalinan dengan cara tindakan, dan hal ini memberikan

risiko baik terhadap ibu maupun bayinya.

8. Jarak kehamilan, jarak kehamilan yang ideal merupakan waktu pada

kehamilan terakhir dengan masa kehamilan berikutnya, masa kehamilan

ideal adalah 3-4 tahun setelah kelahiran terakhir

9. Paritas, Bayi yang dilahirkan oleh ibu untuk paritas lebih tinggi (>4)

mempunyai risiko kematian bayi lebih tinggi. Hal itu disebabkan ibu

dengan kehamilan sebanyak 4 kali atau lebih, lebih mungkin mengalami

kontraksi yang lemah pada saat persalinan, perdarahan setelah persalinan,

placenta previa, preeklamsi, persalinan lintang, persalinan lama.

10. Umur kehamilan, normalnya umur bayi dalam kandungan adalah 9 bulan,

dimana bayi yang lahir < 37 minggu disebut premature dimana

48 Permenkes Nomor 97 Tahun 2017

Page 31: Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

50

persalinan premature termasuk beresiko tinggi karena mempunya

dampak kematian neonantal.

Faktor Resiko Bayi

1. Jenis kelamin, Bayi laki-laki cenderung lebih rentan terhadap penyakit

dibandingkan dengan bayi perempuan. Secara biologis bayi perempuan

mempunyai keunggulan fisiologi pada tubuhnya jika dibandingkan

dengan bayi laki-laki, bayi perempuan memiliki kromosom XX

sedangkan laki-laki memiliki kromosom XY. Jika salah satu dari

kromosom X pada bayi perempuan kurang baik maka keberadaan

kromosom tersebut digantikan oleh kromosom X yang lainnya.

Sedangkan jika salah satu kromosom pada bayi laki-laki 16 kondisinya

kurang baik, maka tidak ada kromosom pengganti yang dapat

menggantikan kromosom yang rusak, keadaan tersebut menyebabkan

bayi laki-laki lebih rentan terhadap kejadian lahir mati atau kematian

neonatal

2. Ikterus, merupakan Ikterus merupakan suatu gejala yang sering

ditemukan pada Bayi Baru Lahir (BBL), Ikterus terjadi apabila terdapat

akumulasi bilirubin dalam darah

3. Kelainan kongenital, merupakan cacat bawaan yang terlihat pada saat

melahirkan bukan akibat dari proses persalinan.

4. Sepsis, Sepsis neonatorum adalah Systemic Inflammation Respons

Syndrome (SIRS) yang disertai dengan infeksi yang telah terbukti

(proven infection) atau tersangka (suspected infection) yang terjadi

pada bayi dalam satu bulan pertama kehidupan. SIRS merupakan

Page 32: Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

51

kaskade inflamasi yang diawali oleh respon host terhadap faktor infeksi

dan bukan infeksi berupa suhu, denyut jantung, respirasi dan jumlah

leukosit.

5. BBLR, BBLR adalah bayi baru lahir dengan berat badan lahir kurang

dari 2500 gram. Dahulu bayi baru lahir yang berat badan lahir kurang

atau sama dengan 2500 gram disebut premature.