Synopsis 17 elektrosurgery.doc

40
Synopsis 17 Kepada . Yth : 16 Desember 2005 Prof / Dr : ............................... ELECTROSURGERY Oleh : Heru Priyanto

Transcript of Synopsis 17 elektrosurgery.doc

Synopsis 17

Synopsis 17 Kepada . Yth :

16 Desember 2005

Prof / Dr :...............................

ELECTROSURGERY

Oleh :

Heru Priyanto

Program Pendidikan Konsultan Onkologi Ginekologi

Subbagian Onkologi Ginekologi Bagian Obstetri Ginekologi

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo

Jakarta

I. Pendahuluan

Tehnologi electrosurgery berkembang secara dramatis sejak diperkenalkan pada tahun 1920.Perkembangan tersebut berkaitan dengan berkembangnya generator yang mampu memproduksi berbagi arus / aliran elektron dan mampu meningkatkan frekwensi dasar listrik 60 siklus/detik ( Hz ), menjadi 200 KHz. Hal ini berpengaruh pada kemampuan berbagi peralatan electrosurgery serta keamanan penggunaannya pada pasien. Electrosurgical Systems

Gambar 1: Sistem Electrosurgery

Penggunaan prinsip prinsip electrosurgery diaplikasikan dalam beberapa tindakan diantaranya LEEP, LETZ, Cryoteraphy, Konisasi.Dalam bidang ginekologi, sejak tahun 1960, laparaskopi sudah menjadi tatalaksana regular pada praktek ginekologi, khususnya untuk deteksi dini tumor ovarium dan sterilisasi. Darget dan Salvat,1989, melakukan retroperitoeal laparascopic pelvic lymphadenectomy pada pasien dengan kanker serviks, melalui insisi mide line suprapubik.Evaluasi dan kritik diajukan tentang risiko operasi, dan terbatasnya area yang bisa dilakukan deseksi.Querlan, memperkenalkan transumbilikal transperitoneal laparascopic lymphedenectomy dan berkembang menjadi oncology laparasopy. Perkembangan selanjutnya adalah videoendoscopy surgery dan penggunaan Laser.Presentasi ini akan menguraikan prinsip prinsip dasar electrosurgery serta aplikasinya pada bidang onkologi ginekologi. II. Dasar Dasar Electrosurgery

Dasar kerja sistem electrosurgery tidak bisa dilepaskan dari prinsip prinsip kelistrikan. Hal penting lain yang harus dipahami adalah efek suatu alat electrosurgery terhadap jaringan, serta segi segi efektifitas, kemudahan dan komplikasinyaII.1. Prinsip dasar electrosurgery

Prinsip dasar kelistrikan berlaku dalam kamar operasi. Sistem electrosurgery meliputi adalah alat pembangkit aliran listrik / generator, elektrode positif , pasien dan elektrode penghantar arus balik ( negatif ). Jaringan tubuh pasien berfungsi sebagai tahanan yang menghasilkan panas akibat aliran elektron yang melewati jaringan tubuh tersebut. Beberapa peralatan listrik harus dipahami untuk mengerti bagaimana cara kerja electrosurgery.

Gambar 2 : Sirkuit Listrik

Elektron mengelilingi nukleus pada sebuah atom, aliran listrik didapatkan ketika elektron mengalir dari sebuah atom ke orbit ke atom di sebelahnya. Voltase adalah tenaga atau dorongan yang memungkinkan elektron mempunyai kemampuan untuk berpindah dari atom ke atom lainnya. Jika elektron mendapatkan tahanan akan menghasilkan panas.Tahanan terhadap aliran elektron disebut impedance. Sebuah sirkuit listrik harus lengkap agar elektron dapat berpindah. Sirkuit yng lengkap harus mempunyai jalur aliran elektron ke bumi (ground).

Tabel I memperlihatkan beberapa pengertian mengenai istilah istilah dalam kelistrikan, sedangkan gambar 1 memperlihatkan perbedaan arus AC dan DC.Tabel I . Properties of ElectricityCURRENT =Flow of electrons during a period of time, measured in amperes

CIRCUIT =Pathway for the uninterrupted flow of electrons

VOLTAGE =Force pushing current through the resistance, measured in volts

RESISTANCE = Obstacle to the flow of current, measured in ohms (impedance = resistance)

Gambar 3. Perbedaan Arus AC dan DCArus listrik standar adalah pada frekuensi 60 siklus/ detik (Hz). Sistem elektrosurgical dapat berfungsi pada frekuensi ini tetapi karena arus listrik tersebut dapat melalui jaringan tubuh,akan menyebabkan rangsangan yang berlebihan pada neuromuskuler dan mungkin menyebabkan renjatan listrik. Karena saraf dan otot terangsang pada 100 KHz, elektrosurgery dapat dilakukan secara aman pada frekuensi diatas 100 KHz. Sebuah generator elektrosurgical akan meningkatkan frekuensi 60 Hz menjadi > 200 KHz.Pada frekuensi ini energi/ arus elektrosurgical dapat melewati tubuh pasien dengan rangsangan minimal pada neuromuskular dan tanpa resiko terjadinya renjatan listrik.

Arus bolak-balik (alternating current) melewati jaringan tubuh dan menghasilkan friksi pada level molekuler. Peningkatan temperatur intraseluler, menghasilkan pemanasan intertitial. Pada temperatur diatas 60 derajat Celcius terjadi denaturasi protein secara cepat serta koagulasi dan menjadi sebuah lesi.II.2. Monopolar dan Bipolar Electrosurgery

Monopolar electrosurgery lebih sering digunakan, hal ini karena efektifitasnya secara klinis. Pada monopolar electrosurgery, elektrode aktif berada di lapangan operasi sedangkan elektrode pasif berada di tempat lain ditubuh pasien. Arus listrik berjalan melalui tubuh pasien sebagai sebuah sirkuit dari elektrode aktif ke elektrode pasif. Elektrode pasif berfungsi untuk memindahkan arus dari pasien secara aman. Luka bakar pada elektrode pasif terjadi bila timbul panas dan dalam waktu yang lama, sehingga tidak aman untuk menggunakan elektrode pasif dalam hal ukuran dan konduktifitasnya.

Gambar 4 : Sirkuit Electrosurgery ( Deactivated Isolated System ) If the circuit to the patient return electrode is broken, an isolated generator will deactivate the system because the current cannot return to its source

Pada bipolar elektrosurgery, kedua elektrode aktif dan pasif berfungsi bersamaan di tempat operasi. Kedua ujung pinset berfungsi sebagai elektrode aktif dan pasif. Hanya jaringan yang dipegang diantara dua ujung pinset tersebut yang masuk dalam sirkuit listrik. Elektrosurgical memotong sebuah jaringan menggunakan percikan listrik yang menghasilkan panas yang terlokalisasi pada jaringan yang dituju.Tabel II menjelaskan kriteria penempatan pad / elektrode pada pasien yang baik dan aman. Gambar ,menunjukan lokasi penempatan elektrode pada pasien.

Tabel II : Assess Pad Site Location

Choose:Well vascularized muscle mass

Avoid:Vascular insufficiencyIrregular body contoursBony prominences

Consider:Incision site/prep areaPatient positionOther equipment on patient

Gambar 5 : Penempatan pad / elektrode pada penderita

II.3. Perbedaan efek jaringan berdasarkan perubahan arus.

Generator electrosurgical dapat memproduksi berbagai macam gelombang listrik, perubahan gelombang berkaitan dengan efeknya pada jaringan. Penggunaan gelombang yang konstan menghasilkan panas secara cepat dan digunakan untuk memotong serta vaporisasi (pengeringan). Gelombang intermiten menghasilkan panas lebih sedikit dan digunakan untuk koagulasi.

Gelombang campuran (Blended current) adalah campuran dari efek memotong dan koagulasi, dan dapat diatur dengan perubahan arus (lihat gambar.6 ).

Blend I mengeringkan jaringan dengan efek hemostasis yang minimal, sedangkan Blend III mempunyai efek mutasis yang maksimum tetapi efek memotong yang lemah.

Vaporisasi terjadi bila jaringan bersentuhan dengan elektrode yang mempunyai kemampuan panas tinggi dan ditimbulkan dalam waktu yang cepat. Sebalikanya koagulasi terjadi bila jaringan bersentuhan dengan elektrode yang mempunyai kemampuan panas rendah dan ditimbulkan dalam waktu yang lama.

Gambar 6 : Perbedaan pengaruh efek terhadap jaringan

berdasar perubahan voltase Harvey C & W.T Bovie pada 1925 menjelaskan 3 efek berbeda pada jaringan, yaitu :

Desikasi ( desiccation ),Pemotongan ( cutting ) dan Koagulasi ( coagulation ).Efek terhadap jaringan ditentukan oleh hal-hal sebagai berikut :1. Jenis arus

2. Besarnya daya

3. Besarnya elektrode

4. Lamanya paparan

5. Manipulasi elektrode

6. Jenis jaringan

7. Eschars ( sisa jaringan yang melekat pada ujung elektrode)

Desikasi (Desiccation)

Efek desikasi didapatkan bila sebuah elektrode bersentuhan langsung dengan sebuah jaringan. Dengan menyentuhkan elektrode pada sebuah jaringan, konsentrasi arus listrik akan berkurang, menghasilkan lebih sedikit panas dan tidak menghasilkan efek memotong. Sel akan mengering dan terkoagulasi.

Fulgurasi (Fulguration)

Fulgurasi menyebabkan koagulasi dan menghanguskan jaringan pada area yang lebih luas. Fulgurasi menggunakan arus yang lebih tinggi voltasenya dibanding untuk memotong jaringan. Pemakaian yang tidak benar bisa menyebabkan komplilaki pada pasien, diantaranya adalah luka bakar. Luka bakar yang terjadi tergantung dari jenis / besarnya arus, waktu paparan dan luasnya area yang terpapar.

Gambar 7 : Efek samping terbakar pada permukaan kulit Gambar 8 : Elektrode pasif yang tidak terpasang sempurna menyebabkan meningkatnya risiko luka bakarIII. Aplikasi EkectrosurgeryIstilah electrocautery sering digunakan sebagai electrosurgery, dan hal tersebut tidak benar.Electrocautery merujuk pada arus searah / Direct Current ( DC ) ( elektron mengalir pada satu arah ) dimana arus listrik tidak masuk dalam tubuh pasien dan hanya logam panas yang bersentuhan dengan jaringan.Sedangkan pada electrosurgery menggunakan Alternating Current ( AC ),pasien masuk dalam sirkiut dan arus listrik masuk dalam tubuh pasien.III.1. Kauterisasi

Kauterisasi dipakai untuk mengatasi lesi-lesi kulit berukuran kecil, granulasi yang berlebihan, mengendalikan epistaksis, serta menghancurkan germinal epitelium kuku pada ungus inkarnatus. Kauterisasi dapat dikerjakan secara kimiawi (misal dengan perak nitrat atau fenol) atau elektris. Kecuali untuk mengatasi lesi-lesi kecil seperti granulasi yang berlebihan (memakai perak nitrat), kauterisasi harus dikerjakan dengan anestesi lokal.

Di pasaran tersedia berbagai macam unit kauter elektrik dengan sumber listrik biasa maupun baterai. Ujung dang gagangnya bisa disterilkan dengan autoklaf. Umumnya alat ini mempunyai tombol on-off, dan arus listriknya dapat diatur melalui reostat. Ujung kauter tersedia dalam bermacam-macam bentuk serta ukuran, dan dapat dibengkokkan sesuai kebutuhan. Kauter elektris sangat berguna untuk mengatasi lei-lesi berukuran kecil, veruka yang resisten ,serta perdarahan.

Gambar 9 : Elektrokauter

Metode ini dapat dilakukan pada pasien-pasien rawat jalan, tetapi kondisi-kondisi yang sama harus diperhatikan seperti pada krioterapi. Penggunaan elektrokauter tidak memungkinkan untuk memusnahkan jaringan dengan kedalaman 2 atau 3 mm. Lesi NIS 1 yang kecil dan tempat keseluruhan dengan alat kolposkop, umumnya dapat disembuhkan dengan efektif.

Diatermi elektrokoagulasi dapat memusnahkan jaringan lebih luas dan efektif dibandingkan elektrokauter, tetapi harus dilakukan dengan anestesi umum. Tindakan ini memungkinkan untuk memusnahkan jaringan serviks sampai kedalaman 1 cm, tetapi fisiologi serviks dapat dipengaruhi terutama bila lesi tersebut sangat luas. Walaupun metode ini dapat memusnahkan lesi di dalam kanalis servikalis yang tidak tercapai pada pandangan kolposkopi, dianjurkan penggunaannya hanya dibatasi pada kasus NIS 1 atau 2 dengan batas lesi yang dapat ditemukan.

III. 2. Terapi Krio ( Cryotherapy )Prinsip Dasar

Krioterapi adalah suatu usaha penyembuhan penyakit dengan cara mendinginkan bagian yang sakit sampai suhu di bawah nol derajat Celcius. Pada suhu sekurang-kurangnya 25 derajat Celcius sel-sel jaringan termasuk NIS akan mengalami nekrosis. Akibat dari pembekuan tersebut terjadi perubahan-perubahan tingkat seluler dan vaskuler, yaitu : 1. sel-sel mengalami dehidrasi dan mengerut

2. konsentrasi elektrolit dalam sel terganggu

3.syok termal dan denaturasi kompleks lipid protein

4. statis umum sistem mikrovaskuler. Tergantung dari bahan kriogen yang digunakan maka suhu porsio dapat diturunkan menjadi 60 sampai 192 derajat Celcius.Beberapa alat pada awalnya menggunakan cairan Nitrogen atau gas Freon, tetapi saat ini hampir semua alat menggunakan N2O. Peralatan

Peralatan terdiri dari pemegang probe (kryogun) dan probe beku. Bentuk dan besar probe-beku bervariasi disesuaikan dengan bentuk dan besar porsio. Gas dialirkan melalui pipa ke dalam pemegang probe dimana terdapat lubang untuk mengalirkan udara luar.Tehnik

Pasien telah dilakukan pemeriksaan kolposkopi dan diagnosis hitopatologi telah ditegakan. Pada pasien diinformasikan tentang tujuan dan prosedur yang akan dilakukan serta efek samping yang dapat tumbuh. Pasien dalam posisi lithotomi dan dengan menggunakan spekulum cocor bebek atau cusco maka porsio ditempatkan sedemikian rupa sehingga tidak dihalangi oleh vagina. Probe beku dipilih yang cocok dan dioleskan sedikit K-J Jelly untuk kemudian ditempelkan pada porsio.

Lamanya pembekuan ialah 3-4 menit terhitung mulai sejak terlihatnya pembentukan bunga es pada ujung probe dan bunga e tersebut harus mencakup sejauh 4 mm dari daerah abnormal. Makin cepat penurunan suhu dan makin lama jaringan berada pada suhu rendah maka makin efektif pula proses kriogenesis tersebut. Kerusakan jaringan yang terjadi lebih merata, walaupun jaringan yang sehat ikut rusak. Tehnik yang lebih efektif dan saat ini menjadi standar adalah double freeze masing-masing selama 2 menit dengan istirahat 5 menit.

Pada akhir rangkaian pengobatan, probe beku dicairkan dan dilepaskan dari porsio sehingga terbentuk semacam kawah beku. Kream antibiotika dapat dioleskan pada porsio.

Destruksi sel akan terjadi jika jaringan terkena suhu yang rendah. Beratnya destruksi lebih banyak ditentukan oleh kecepatan turunnya suhu daripada rendahnya temperatur yang dicapai. Berbagai pendingin dapat dipakai, misalnya campuran es dan garam (-20C) atau es kering karbon dioksida (-80C), tetapi hasil yang terbaik diperoleh dengan penggunaan nitrogen cair (-196C).

Meski terapi krio diterapkan di banyak cabang ilmu kedokteran, manfaatnya paling terasa di bidang dermatologi dan kedokteran umum. Kelainan-kelainan yang paling sering ditangani dengan cara ini antara lain veruka, skin tag, keratosis, papiloma, karsinoma sel basal, dan karsinoma sel skuamosa. Jaringan yang membeku dapat diambil untuk pemeriksaan patologi dan dikirim dalam nitrogen cair atau formalin.

Hanya lesi sangat tipis (1-2 mm) yang dapat ditangani secara efektif dengan lidi kapas yang dicelupkan ke dalam nitrogen cair. Untuk lesi-lesi yang lain harus digunakan alat penyemprot atau sonde krio.

Meski terapi krio dapat digunakan disemua bagian tubuh, pemakaian didekat mata harus dihindarkan. Stelah luka menyembuh, terapi kio akan meninggalkan bekas berupa daerah yang lebih terang atau lebih gelap dari kulit sekitarnya. Dengan berlalunya waktu bekas ini akan menghilang. Di daerah telinga dan bagian anterior tungkai bawah, terapi krio dapat mengakibatkan ulserasi.

Penderita harus diberitahu bahwa terapi ini akan menimbulkan rasa nyeri. Acapkali timbul setelah bola es terbentuk, nyeri ini mungkin akan terasa sangat hebat. Kadang-kadang, terutama pada lesi yang terletak didaerah kaki, nyeri akan bertahan sampai beberapa jam. Oleh karena inilah, terapi krio tidak cocok dilakukan pada anak-anak. Dalamnya pembekuan seringkali dibatasi oleh rasa nyeri, sehingga terapi harus diulang beberapa kali dengan selang waktu 1-2 minggu. Penderita veruka umumnya memerlukan terapi berulang kali. Jika lesinya besar, mungkin anestesi lokal perlu disuntikkan.

Alat penyemprot nitrogen mempunyai moncong dengan lubang yang halus. Nitrogen disemprotkan ke kulit dari jarak 8-10 cm, secara hati-hati agar kulit normal tidak terkena. Jika disemprotkan kontinyu, nitrogen akan keluar dalam arah melebar sehingga mungkin akan mengenai kulit di sekitar lesi. Untuk mengatasi hal ini, pada lesi berukuran kecil nitrogen disemprotkan secara terputus.

Jika digunakan sonde krio, kontak akan berlangsung lebih baik bila jelly (misalnya jelly K-Y) dibubuhkan pada lesi atau sonde. Pada saat nitrogen dilewatkan melalui sonde, jelly akan membeku sehingga sonde akan melekat pada lesi. Sonde tidak boleh ditarik sebelum jaringan yang membeku lunak kembali.

Gambar 10 : Krioterapi

Setelah lesi terbungkus oleh bola es (biasanya setelah 10-20 detik), proses pembekuan dihentikan dan jaringan dibiarkan melunak kembali. Untuk melunak kembali, jaringan memerlukan waktu yang lebih lama. Agar diperoleh hasil yang lebih baik (terutama jika lesinya cukup besar), proses ini bisa diulang.

Mula-mula tidak tampak bahwa lesi telah mendapat terapi krio. Tetapi setelah beberapa jam akan muncul reaksi inflamasi, dan dalam beberapa hari lesi akan mengering.meski dalam 48 jam hasil terapi sudah terlihat nyata, penderita diminta datang kembali setelah tujuh hari. Pada saat itu dapat ditentukan apakah terapi perlu diulang.Informasi pasca pengobatan

Pasien diberikan informasi untuk membantu penyembuhan. Informasi tersebut antara lain :

1. Tidak melakukan hubungan seksual selama 4 minggu

2. Menghindari pemakaian tampon vagina pada haid pertama setelah pengobatan

3. Aktivitas berat dan lama dihindari selama 4 minggu

4. Pengeluaran cairan vagina yang kadang disertai darah sedikit adalah kejadian yang normal

Penyembuhan

Porsio akan mengalami proses penyembuhan seperti kerusakan jaringan pada umumnya dimana daerah tersebut akan terjadi demarkasi dan terbentuk teropong yang akan lepas dalam waktu kurang lebih 10 hari. Pada waktu tersebut akan diikuti oleh perdarahan sedikit dan pengeluaran cairan vagina yang mengandung mukus jernih. Setelah itu epitel skuamosa yang baru akan tumbuh dari pinggir menutupi defek yang ada dan membentuk epitel matur yang kuat.

Penyembuhan biasanya dapat dicapai dalam waktu 4-6 minggu, dan kanalis servikalis tetap berfungsi normal untuk fertilitas. Fibrosis yang terjadi sangat minimal sehingga tidak memberi pengaruh pada kehamilan atau persalinan berikutnya. Metode ini dapt mengubah letak sambungan skuamokolumnar (SSK) naik ke dalam kanalis servikalis, sehingga perlu disadari dalam melakukan pengamatan lanjut.

Efek samping

Efek samping yang terbanyak adalah rasa panas di wajah dan pengeluaran cairan dari vgina selama 2-3 minggu perdarahan relatif jarang terjadi. Bila pengeluaran cairan vagina banyak disertai darah yang berbau maka hal ini menunjukkan adanya infeksi yang memerlukan pengobatan.

Hasil pengobatan

Krioterapi merupakan metode konservatif yang banyak diterima pasien dan dilakukan secara ambulator tanpa rasa nyeri. Metode sebaiknya dilakukan pada NIS 1/2 dengan lesi terbatas pada ektoserviks. Tingkat keberhasilan krioterapi pada NIS 1/2 sebanyak 85-95% dan pada NIS 3 hanya 61-68%. Ukuran dan lokasi lesi merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi hasil pengobatan.

Pengamatan lanjut

Sesudah terapi pengamatan lanjut harus dilakukan secara teratur dan berkala. Pasien harus diperiksa 4 minggu setelah terapi untuk menilai penyembuhannya. Pemeriksaan sitologi kolposkopi dilakukan setiap 6 bulan selama 12 tahun dan selanjutnya setiap tahun.

Kegagalan Metode Destruksi Lokal

Penyembuhan NIS setelah krioterapi, diatermi elektrokoagulasi dan sinar laser, dapat dikatakan hampir mencapai 95%. Namun demikian, kejadian kanker invasif setelah pengobatan destruksi lokal telah dilaporkan pada beberapa kasus. Masalah ini bukan berarti metode destruksi lokal tidak berguna tetapi kita harus berhati-hati bila ingin menggunakan metode tersebut. Kegagalan pengobatan NIS dengan menggunakan metode destruksi lokal lebih banyak disebabkan karena ketidakmampuan operator dibandingkan dengan kemampuan metode tersebut.

Beberapa kriteria perlu dijalankan bila ingin menggunakan metode destruksi lokal, yaitu :1. visualisasi lesi harus dinilai oleh orang yang mempunyai keahlian dalam menggunakan kolposkop

2. SSK dan seluruh daerh abnormal harus tampak secara kolposkop

3. tidak ditemukan lesi dalam kripti kanalis servikalis

4. kanker invaif telah disingkirkan secara histopatologi

5 pengobatan destruksi lokal dilakukan oleh orang yang mampu menggunakan alat kolposkop

6. pengamatan lanjut yang adekuat secara sitologi dan kolposkopi.

Tabel IV : Penggunaan Electrosurgery pada pengobatan lesi prakanker serviksKlasifikasiPenanganan

HPV Observasi

Medikamentosa

Destruksi : Krioterapi

Elektrokauterisasi/ elektrokoagulasiLaser, Laser + 5 FU

Eksisi : diatermi loop

Displasia ringan ( NIS I )Observasi

Destruksi : Krioterapi

Elektrokoagulasi

Laser, Laser + 5 FU

Eksisi : Diatermi loop

Displasia sedang ( NIS II )Destruksi : Krioterapi

Elektrokoagulasi

Laser, Laser + 5 FU

Eksisi : Diatermi loop

Displasia keras ( NIS III )Destruksi : Krioterapi

Elektrokoagulasi

Laser

Eksisi : Konisasi

Histerektomi

III.3. Loop Electrosurgical Excision Procedure ( LEEP )

Dan Large Loop Excisional Transformation Zone ( LLETZ )

Diskusi berikut akan mempfokuskan pada terapi NIS dengan eksisi. Yang termasuk dengan terapi eksisi pada NIS adalah : LEEP (Loop Electrosurgical Excision Procedure), konisasi dan histerektomi.Dalam terapi NIS harus diperhatikan jangan sampai pengobatan over treatment atau under treatment.

Beberapa dasar terapi harus diperhatikan, bahwa terapi tidak boleh didasarkan hanya pada hasil sitologi saja, harus dipertimbangkan juga hasil kolposkopi, data histopatologi, usia pasien, fungsi reproduksi, adanya kelainan ginekologik lain, keluhan lain dan kepatuhan pasien.

Untuk mencapai tujuan terapi NIS perlu pemahaman kedalaman kelenjar endoserviks, yaitu maksimal 7,83 mm dan umumnya sebagian kelenjar terlibat sebagai lesi neoplastik, khususnya karsinoma in situ dengan kedalaman lesi 4 5,22 mm.

Pemilihan jenis terapi

Sebelum membahas tiap-tiap jenis terapi lebih rinci, perlu dipahami ada faktor-faktor yang patut diperhatikan dalam pemilihan jenis terapi yaitu :

- Faktor lesi

- Faktor pasienFaktor lesi

Faktor lesi yang harus dipertimbangkan untuk pemilihan jenis terapi adalah

Derajat lesi Letak lesi Luas Lesi Fokus lesi1. Faktor derajat lesi :

A. Resiko rendah (Low risk)

Pada lesi resiko rendah umumnya tidak dilakukan pengobatan surgikal cukup dilakukan pengamatan saja. Pada NIS I (displasia ringan) kebijakan saat ini adalah dilakukan pengamatan saja, karena 90% NIS I akan mengalami regresi spontan. Bila lesi NIS I persisten selama 2 tahun, maka terapi lokal dapat dilakukan. Hasil penelitian kohort dengan pengamatan selama 2 tahun didapatkan kejadian NIS 3% pada kelompok NIS I selama 9 bulan mendapatkan : 78,3% regresi ; 18,2% persisten ; 3,4% progres.

B. Resiko Tinggi (High risk)

Lesi resiko tinggi merupakan lesi NIS II NIS III. Pada NIS II (displasia sedang), dapat dilakukan terapi destruksi lokal (krioterapi, kauterisasi, vaporisasi) ataupun terapi eksisi. Pada NIS III (displasia keras) dilakukan terapi dengan destruksi lokal atau bedah eksisi lokal pada keadaan fungsi reproduksi yang masih dibutuhkan. Bila fungsi reproduksi tidak diperlukan lagi, dapat dilakukan histerektomi totalis.

Keberhasilan terapi NIS sangat tergantung dengan derajat NIS dan cara terapi yang diberikan. Terapi pada NIS II III dengan krioterapi mempunyai resiko kegagalan 26,1%, terapi vaporasi dengan laser mempunyai resiko kegagalan 12,5%. Keberhasilan terapi NIS III dengan LLETZ 93%, konisasi 96% dan laser 96,4%.

2. Letak lesi

Lesi prakanker yang terletak pada jam 3 dan jam 9 merupakan lesi dengan kemungkinan residif tinggi dibandingkan dengan lesi ditempat lain. Keadaan ini disebabkan karena faktor lekukan dan vaskularisasi di jam 3 dan 9. Krioterapi tidak dianjurkan pada lesi di jam 3 dan 9 karena adanya kelemahan kontak probe dengan epitel di lokasi tersebut.

3. Luas lesi

Luas lesi berhubungan dengan kemampuan jangkauan alat terapi. Pada lesi seperti ini terapi dengan krioterapi tidak diperbolehkan, begitu pula bila ada perluasan ke vagina, krioterapi tidak dapat menjangkau lesi.Selain itu perluasan ke kelenjar endoserviks merupakan perluasan yang mempunyai resiko rekurens.

4. Fokus lesi

Fokus lesi yang multipel dengan letak dibeberapa kwadran berpengaruh terhadap keberhasilan terapi. Lebih harus diperhatikan bila yang dilakukan adalah terapi destruksi.

Faktor pasien

Beberapa faktor yang ada pada pasien dan perlu dipertimbangkan dalam menentukan jenis terapi adalah :

- Usia

- Kebutuhan fungsi reproduksi

- Patologi uterus

- Kepatuhan pasien

Faktor usia berhubungan dengan faktor kebutuhan fungsi reproduksi. Pada pasien usia muda tentunya masih sangat dibutuhkan fungsi reproduksi, sehingga dalam pemilihan terapi harus berusaha tetap dipertahankannya organ-organ reproduksi.Adanya patologi uterus menjadi bahan pertimbangan pilihan terapi, walaupun pada kondisi tertentu, patologi uterus bukan merupakan halangan untuk tetap dipertahankan.Kepatuhan pasien untuk mematuhi program pengamatan dan pemeriksaan ulang sangat penting, artinya dalam usaha menemukan rekurensi terhadap kegagalan terapi.

Berbagai jenis terapi eksisi NIS

1. LEEP (Loop Electrosurgical Excision Procedures)

Tehnik ini sebenarnya telah lama dikenal, beberapa istilah dipergunakan untuk LEEP ini. Cartier dengan menggunakan kawat loop kecil untuk biopsi pada saat kolposkopi yang menyebutnya dengan istilah diatermi loop. Prendeville dkk menyebutnya LLETZ (Large Loop Excisional Transformation Zone).

Dalam perkembangannya penerapan LEEP sangat bervariasi, dari penggunaan loop kecil untuk diagnosis dan terapi sampai dengan large loop sebagai salah satu metode untuk konisasi. Indikasi eksisi loop :

- Untuk biopsi menentukan derajat NIS

- Temuan Tes Pap abnormal

- Temuan kolposkopi abnormal

Komplikasi potensial eksisi loop :

- Perdarahan perioperatif

- Perdarahan postoperatif

- Infeksi serviks

- Stenosis serviks

- Efek pada fertilitas/ kehamilan

SHAPE \* MERGEFORMAT

Gambar 11 : Berbagai macam bentuk dan aplikasi LEEPIII.4. KonisasiTindakan konisasi dapat dilakukan dengan berbagai tehnik :

- Konisasi cold knife

- Konisasi diatermi loop (LLETZ)

- Konisasi laser

Di dalam prakteknya sering tindakan konisasi juga merupakan tindakan diagnostik. Antara tujuan diagnostik dan terapi acapkali sukar dipisahkan secara tegas.

Indikasi konisasi

1. Pada pandang kolposkopi sambungan skuamo kolumnar tidak tampak seluruhnya

2. Pada pandang kolposkopi dicurigai lesi invaif, walaupun hasil niopsi target NIS III

3. Kuretase endoserviks positif

4. Terdapat diskrepansi antara sitologi dan histologi

5. Sitologi mencurigakan adenokarsinoma in situ

6. Hasil biopsi mikroinvasif

Hasil sitologi atau hasil kolposkopi secara sendiri-sendiri tidak cukup sebagai dasar indikasi untuk melakukan konisasi. Penggabungan penemuan keduanya dapat dijadikan dasar untuk melakukan konisasi.

Peranan konisasi sebagai terapi NIS berkaitan erat dengan ketepatan penilaian hitopatologi, khususnya dalam penentuan batas-batas sayatan bebas lesi atau tidak. Bebas batas diharapkn menunjukkan prognosis baik, walaupun ada beberapa laporan timbulnya rekurens pada kasus bebas batas.

Hasil terapi konisasi dianggap memuaskan bila dicapai bebas batas, walaupun dalam pengamatan lanjut harus diawasi dengan seksama dan kadang-kadang dapat timbul masalah antara lain ostium uteri striktur.Konisasi cold knife

Yang dimaksud disini adalah konisasi dengan skalpel, tehnik ini dianggap sebagai terapi traditional untuk pasien NIS. Namun demikian konisasi dengan skalpel yaitu lebih dapat mencapai keluasan lesi, dan tercapai jaringan kerucut untuk pemeriksaan histopatologi.Bentuk dan Ukuran lesi

Untuk pencapaian tujuan diagnostik dan bila mungkin terapi, lesi di serviks harus terangkat semua, dan bats kerucut merupakan epitel normal. Pada beberapa pasien ,lesi dapat meluas jauh ke dalam kanalis servikalis. Tergantung pada batas atas lesi maka bentuk kerucut dapat cukup datar atau harus curam, jauh ke atas.Tehnik konisasi cold knife

1. Jahitan lateral pada jam 3 dan jam 9 untuk traksi dan hemostasis.

2. Infiltrasi serviks dengan vasopresor untuk mencegah perdarahan dengan satu tetes.

3. Epinefrin dalam 10 ml NaCl fisiologis (1 : 1000) atau 8-Ornithine vasopresin (Ornipressin, Por 8).

4. Dapat dipergunakan sonde endoserviks sebagai penunjuk arah dan kedalaman dari eksisi.

5. Dilakukan eksisi kerucut. Sebaiknya jaringan diperoleh in toto dan diberi tanda pada jam 12.

6. Dilatasi dan kuretase perlu dilakukan untuk menyingkirkan adanya lesi diatas kanalis servikalis.

7. Jahitan hemostasis dapat dilakukan pada porsio anterior dan posterior.

Dengan tindakan ini epitel endoserviks tidak tertutup. Terdapat keengganan melakukan jahitan Strumdorf sebagai hemostasis, karena khawatir epitel ektoserviks tertutup dan menyulitkan pengamatan lanjut.

Konisasi diatermi loop

Konisasi diatermi loop adalah penerapan eksisi loop dengan spesimen yang luas berbentuk kerucut. Istilah yang sering digunakan adalah LLETZ (Large Loop Excisional Transformation Zone).

Beberapa keuntungan konisasi diatermi loop :

- Biaya / alat yang diperlukan murah

- Tehnik mudah

- Jaringan yang diperoleh dapat untuk pemeriksaan histopatologi

- Dapat dengan anestesi lokal saja

- Tindakan diagnosis dan terapi sekaligusIndikasi konisasi diatermi loop

- Hasil biopsi menunjukkan lesi NIS (untuk semua derajat)

- Neoplasia intraepitel skuamosa yang diidentifikasi oleh hasil sitologi dan juga kolposkopi - Pandang kolposkopi memuaskan dan tak ada kecurigaan invasif

Kontra indikasi konisasi diatermi loop :

- Kuretase endoserviks positif- Dicurigai lesi invasif- Gangguan perdarahan

- Kehamilan

- Servisitis berat

- Postpartum 3 bulan

- Pasien terpapar dengan DES

- Serviks abnormal equivokal

Gambar 13 : Konisasi Diatermi loop ( LLETZ )Konisasi laser

Laser merupakan akronim dari amplikasi cahaya yang distimulasi oleh emisi radiasi. Energi radiasi menimbulkan panjang gelombang tertentu yang menimbulkan panas, cahaya, gelombang radio atau gelombang listrik. Laser yang sering digunakan antara lain laser CO2.

Tujuan tehnik ini adalah mendapatkan jaringan biopsi berbentuk silinder dengan kedalaman 7 mm. Laser CO2 digunakan sebagai skalpel dan konisasi dilakukan tanpa rasa nyeri atau nyeri ringan, sehingga cukup dilakukan dengan anestesi lokal.Serviks ditampilkan, batas lesi diidentifikasi dengan kolposkopi dan pulasan Yodium. Dengan laser dilakukan pembatasan lesi dengan kedalaman 3 mm, kemudian serviks dipotong vertikal.

Untuk mengurangi efek termal jaringan, blok ditarik dengan pengait (hook) dan dasarnya dipotong dengan skalpel atau dengan laser juga.Dengan kemajuan teknologi, konisasi seolah-olah menjadi prosedur sederhana, tetapi sebenarnya tidak demikian. Perlu diperhatikan benar-benar pertimbangan akan timbulnya komplikasi, efek samping, biaya dan beban pemeriksaan histopatologi. Kemampuan penilaian kolposkopi dapat mempertajam ketepatan diagnosis pra-tindakan konisasi. Sekalipun tindakan konisasi dapat dianggap sederhana, namun dapat merupakan over treatment bagi pasien. Diantara ketiga cara konisasi tersebut, konisasi diatermi loop mempunyai keuntungan karena biaya operasionalnya lebih murah.

Gambar 14 : Konisasi Laser

CO2 Laser

Penggunaan sinar laser (light amplication by stimulation emision of radiation) dalam bidang ginekologi merupakan tehnik baru yang sudah banyak dilakukan. Suatu muatan listrik dilepaskan dalam suatu tabung yang berisi campuran gas helium, gas nitrogen dan gas CO2, sehingga akan menimbulkansinar laser yang mempunyai panjang gelombang 10,6 . Sinar laser yang dihasilkan disalurkan dalam suatu lengan yang dapat digerakan kesegala arah, dan biasanya dihubungkan dengan alat kolposkop. Perubahan patologis yang terdapat pada serviks dapat dibedakan dalam 2 bagian yaitu penguapan dan nekrosis. Lapisan paling luar yang dari mukosa serviks menguap karena cairan intraseluler mendidik, sedangkan jaringan yang mengalami nekrotik terletak dibawahnya. Volume jaringan yang menguap sebanding dengan kekuatan dan lama penyinaran.

Pemakaian sinar laser merupakan metode yang lebih rasional dalam menangani NIS. Walaupun hasil NIS dengan sinar laser tidak berbeda, signifikan dengan krioterapi atau elektrokoagulasi, tetapi metode ini mempunyai beberapa keuntungan, yaitu : 1. Pemusnahan jaringan dapat ditentukan dengan tepat, baik luas maupun kedalamannya; 2. Penyembuhan lebih cepat dan sedikit menimbulkan keluhan

3.Tidak mengubah letak SSK

4.Tidak menimbulkan jaringan parut sehingga dapat digunakan pada lesi di vagina. Kegagalan terapi disebabkan karena penyinaran tidak cukup lama sehingga tidak mencapai jaringan yang lebih dalam. Pada lesi yang terletak pada dinding vagina, kegagalan terapi mungkin disebabkan karena arah sinar tidak tegak lurus. Sebagai kekurangan dari itu peralatan sinar laser maih nahal termasuk biaya perawatannya. Tetapi dengan perkembangan teknologi di masa mendatang, diharapkan dapat diciptakan alat laser yang lebih kecil dan lebih murah, sehingga kekurangan-kekurangan tersebut dapat dihilangkan

Tindakan histerektomi pada NIS kadang merupakan terapi terpilih pada beberapa keadaan, antara lain :

1) Kelanjutan dari konisasi.

Bila terdapat residu lesi. Walaupun sebenarnya residu lesi dapat juga diterapi dengan eksisi lokal dengan rekonisasi atau dengan destruksi lokal. Sering pada wanita perimenopause batas atas konisasi yang diperkirakan sudah adekuat (2 cm), ternyata masih terdapat lesi NIS. Pasien usia reproduksi batas atas konisasi (1,5 cm) dapat diterapi dengan rekonisasi.

2) Eksisi harus mencapai vagina atas.

Pada keadaan ini konisasi akan tidak adekuat dan perlu dilakukan histerektomi dengan mengangkat bagian atas vagina. Pilihan lain adalah dengan terapi laser.

3) Bersamaan dengan keadaan yang menjadi indikasi untuk dilakukan histerektomi, misalnya ada dengan uterus miomatosus. Kecurigaan invasif harus disingkirkan.

4) Ada masalah teknis untuk melakukan konisasi, misalnya porsio yang mendatar, sering dijumpai pada usia lanjut.III. 5. Laparaskopi

Sejak tahun 1960, laparaskopi sudah menjadi tatalaksana regular pada praktek ginekologi, khususnya untuk deteksi dini tumor ovarium.Operasi laparoskopi sudah lama digunakan oleh ginekolog untuk prosedur diagnostik dan sterilisasi. Manfaat laparoskopi sudah terbukti selama 15 tahun terakhir baik dalam kemampuan operasi ataupun dari segi teknologinya.Banyak ahli ginekologi-onkologi yang menggunakan operasi laparoskopi dalam menangani kasus pada pasien dengan kanker serviks, kanker endomentrium serta kanker ovarium untuk ekstirpasi dan menentukan stadiumnya. Operasi laparaskopi pertama kali pada untu limphadeketomi inguinal dilakukan dengan insisi inginal.Darget dan Salvat,1989, melakukan retroperitoeal laparascopic pelvic lymphadenectomy pada pasien dengan Kanker Serviks, melalui insisi mide line suprapubik.Evaluasi dan kritik tentang risiko operasi, dan terbatasnya area yang bisa dilakukan deseksi.

Querlan, memperkenalkan transumbilikal transperitoneal laparascopic lymphedenectomy dan berkembang menjadi oncology laparasopy.Ligamentum rotundum dibuka dengan insisi peritoneal untuk mendapatkan vasa iliaka untuk melakukan deseksi dan limpadenektomi. Pada kasus kanker endometrium, tindakan dilanjutkan dengan limpadenektomi paraaorta dan transvaginal histerektomi. Prinsip dasar pada operasi laparaskopi adalah penggunaan gas CO2 untuk mendapatkan pneumperitoneum. Pada tehnik gassless laparaskopi, fungsi dari pneumoperitoneum digantikan alat yang dipasang pada dinding abdomen pasien untuk mempermudah mobilitas instrument operasi dirongga abdomen. Limfedenektomi kelenjar getah bening pelvic dapat dilakukan dengan pendekatan ekstraperitoneal,disebut Ekstraperitoneal Laparascopic Pelvic Lymphadenectomy.Laparaskopi berkembang terus penggunaanya, yaitu untuk histerektomi radikal bahkan eksenterasi pelvic.Daftar Pustaka

1. Shaclhar I.B,Fowler J.M.The Role of Laparascopy in The Management of Gynecologic Cancers. Dalam. Gynecologic Cancer Controversies in Management

Elsevier Churchil Livingstone Philadelphia.20042. Sodera V.K, saleh M, Ilustrasi Ilmu Bedah Minor. Binarupa Aksara. Indonesia.

1991. 3. Burghardt E ( Editor ). Surgical Gynecologic Oncology. Thieme Medical Publi-

Shers, Inc.New York. 1993. 4. Sjamsudin S, Indati J. Kolposkopi dan Neoplasia Intraepitel Serviks. Edisi II. Perhimpunan Patologi Serniks dan Kolposkopi Indonesia. Jakarta, 2001. 5. Hoskins W.J. ett all. Principles and Practice of Gynecology Oncology Forth Edition. Lippincott ,Williams and Wilkins. Philadelphia. 2005. 6. Recommended practices for electrosurgery. AORN Standards and Recommended Practices for Perioperative Nursing. III. Denver, CO: Association of Operating Room Nurses, Inc.; 2004:245-259.