Syndrome of Inappropriate Antidiuretic Hormone
description
Transcript of Syndrome of Inappropriate Antidiuretic Hormone
SYNDROME OF INAPPROPRIATE ANTIDIURETIC HORMONE
PENDAHULUAN
Syndrome of Inappropriate Antidiuretic Hormone (SIADH) merupakan
penyebab utama hiponatremia euvolemik pada pasien-pasien yang dirawat di rumah
sakit. Sindrom ini pertama kali ditemukan oleh Schwartz dan kawan-kawan pada 2
pasien dengan karsinoma bronkogenik pada tahun 1957. (Schwartz WB, Bennett W,
Curlop S, Barter FC. Hyponatremia in cases of lung carcinoma. Am J Med
1957;23:529-42.) SIADH adalah manifestasi klinik dan biokimia akibat banyak
proses penyakit sehingga penyakit dasarnya harus ditelusuri. Sindrom ini
didefinisikan sebagai hiponatremia dan hipoosmolalitas yang disebabkan oleh
ketidaktepatan sekresi dan atau kerja hormon antidiuretik (ADH) yang tidak normal
atau peningkatan volume plasma yang mengakibatkan gangguan ekskresi air.
(medscape, prevalensi)
Hiponatremia (kadar natrium < 136 mmol/L) merupakan gangguan elektrolit
yang paling sering terjadi pada pasien yang dirawat di rumah sakit dan terkait
dengan peningkatan morbiditas dan mortalitas. Hiponatremia ringan didefinisikan
sebagai kadar natrium <135 mmol/L, sedang <132 mmol/L, berat <130 mmol/L dan
mengancam nyawa <125 mmol/L atau kadar natrium rendah disertai gejala klinis.
Jika hiponatremia didefinisikan sebagai keadaan rendahnya kadar natrium dengan
kadar kurang dari 135 mmol/L, maka berbagai studi di Amerika Serikat melaporkan
prevalensi antara 2,5% - 30%. (Stelfox HT, Ahmed SB, Khandwala F, Zygun D,
Shahpori R, Laupland K. The epidemiology of intensive care unit-acquired
hyponatraemia and hypernatraemia in medical-surgical intensive care units. Crit
Care. 2008;12(6):R162., Upadhyay A, Jaber BL, Madias NE. Incidence and
prevalence of hyponatremia. Am J Med. Jul 2006;119(7 Suppl 1):S30-5.). Studi lain
melaporkan bahwa frekwensi hiponatremia ringan (kadar natrium 130 – 135 mmol/L)
adalah 30% pada pasien rawat inap dan hiponatremia sedang – berat (kadar natrium
≤125–129 mmol/L) sekitar 7 %. Hiponatremia di rumah sakit dapat terjadi akibat
pemberian cairan intravena yang hipotonik. SIADH juga dapat terjadi pada pasien
post operasi akibat stres, nyeri dan penggunaan obat-obatan. (freqw, gambar mek
adaptasi) (tumor)
ETIOLOGI
SIADH dapat terjadi akibat hipersekresi ADH dari sumber utamanya di
hipothalamus maupun dari sumber ektopik. Penyebabnya dapat dikelompokkan ke
dalam 4 kelompok besar yaitu gangguan sistem saraf, neoplasma, penyakit
pulmonal dan obat-obatan yang mengakibatkan stimulasi pelepasan ADH, efek
terhadap kerja ADH serta mekanisme lain yang belum diketahui. Selain itu terdapat
kelompok penyebab lain yang tidak termasuk kelompok diatas. (medscape)
Sumber : Ellison DH, Berl T. The syndrome of inappropriate antidiuresis. N Engl J
Med. 2007;356(20):2064-2072
FISIOLOGI ADH
Hormon ADH disebut juga hormon AVP (vasopressin, arginin vasopresin)
adalah suatu oktapeptida yang mirip dengan oksitosin. Hormon ini disintesis di
badan sel neuron supraoptik dan nukleus paraventrikular hipotalamus anterior,
kemudian dibawa melalui akson ke kelenjar pituitari posterior lalu disimpan dan
dilepaskan dari sana. (CV physiology concept)
Hormon ADH bekerja pada dua tempat yaitu ginjal dan pembuluh darah.
Fungsi utama hormon ini adalah meregulasi volume cairan ekstraseluler melalui
pengaturan reabsorpsi air pada ginjal. ADH bekerja pada duktus kolektivus melalui
reseptor V2 untuk meningkatkan permeabilitas air (mekanisme cAMP-dependent)
yang menyebabkan pembentukan urine berkurang. Hal ini akan meningkatkan
volume darah, cardiac output dan tekanan arterial. Fungsi lainnya adalah sebagai
vasokonstriktor. (CV physiology concept)
Gambar. Kerja hormon ADH (CV physiology concept)
Stimulus utama yang menyebabkan sekresi ADH adalah keadaan
hiperosmolalitas dan deplesi volume sirkulasi melalui osmoreseptor dan
baroreseptor. Terdapat 3 reseptor hormon ADH pada membran sel jaringan target
yaitu V1a, V1b (disebut juga V3) dan V2. Ketiga reseptor ini berperan pada berbagai
efek hormon ADH. Reseptor V1a merupakan reseptor sel otot polos vaskuler
meskipun juga ditemukan pada sel lain seperti hepatosit, miosit, trombosit, sel otak
dan testis. Sinyal reseptor V1a oleh aktivasi fosfolipase C dan peningkatan kalsium
intraseluler yang kemudian menstimulasi vasokonstriksi. Reseptor V1b (V3)
terutama pada pituitari anterior yang menstimulasi sekresi ACTH. Reseptor V2
bergabung dengan adenilat siklase, menyebabkan peningkatan cAMP intraseluler,
yang berperan sebagai second messenger. Reseptor V2 terutama ditemukan di
membran basolateral sel prinsipal pada tubulus konektivus dan duktus kolektivus
nefron distal. Aktivasi reseptor V2 menyebabkan insersi saluran aquaporin-2 pada
membran luminal duktus kolektivus sehingga menjadi lebih permeabel terhadap air.
Aktivasi reseptor V2 juga meningkatkan reabsorpsi urea dan natrium klorida oleh
lombus asenden loop of Henle yang mengakibatkan peningkatan tonisitas medullar
dan gradien osmotik untuk mengabsorpsi air lebih banyak. Reseptor V2 juga
ditemukan pada sel endotel vaskuler. (Verbalis JG, Berl T. Disorders of water
balance. In: Brenner BM. Brenner & Rector's The Kidney. Vol 1. 8th ed. Saunders;
2007:459-491.)
Secara normal, sekresi ADH terhenti ketika osmolalitas plasma turun dibawah
275 mOsm/kg. Penurunan ini menyebabkan ekskresi air, sehingga urine terdilusi
dengan osmolalitas 40-100 mOsm/kg. Saat osmolalitas plasma meningkat, ADH
akan disekresi yang mengakibatkan peningkatan reabsorpsi air dan peningkatan
osmolalitas urine sampai 1400 mOsm/kg. Penurunan volume sirkulasi sekitar 8-10%
juga dapat menyebabkan peningkatan pelepasan ADH yang signifikan. Pada
keadaan fisiologis, reseptor volume dan osmoreseptor berperan mengatur
pelepasan ADH. ADH juga dapat dilepaskan sebagai respon terhadap stres, seperti
nyeri atau cemas maupun obat-obatan. (medscape)
PATOFISIOLOGI
SIADH merupakan sindrom akibat kelebihan air dan bukan akibat defisiensi
natrium. SIADH terdiri atas hiponatremia, peningkatan osmolalitas urine (>100
mOsm/kg) dan penurunan osmolalitas plasma pada pasien euvolemik. Diagnosis
SIADH ditegakkan pada keadaan fungsi jantung, renal, adrenal, hepatik dan tiroid
yang normal, tidak ada penggunaan terapi diuretik, dan tidak ada faktor lain yang
menstimulasi sekresi ADH seperti hipotensi, nyeri, nausea dan stres.
Pada SIADH terjadi sekresi ADH yang nonfisiologis yang akan meningkatkan
reabsropsi air sehingga menyebabkan hiponatremia dilusional. Ekspansi volume ini
mengaktifkan reseptor volume dan sekresi peptida natriuretik, sehingga terjadilah
natriuresis. (ppt) Efek klasik dari peptida natriuretik adalah natriuresis, diuresis dan
vasodilatasi. (NEJMcibr1204796)
Komplikasi neurologik terjadi sebagai akibat dari respon otak terhadap
osmolalitas. Hiponatremia dan hipoosmolalitas akan menyebabkan edema akut
pada sel otak. Edema serebral yang hebat dapat menyebabkan herniasi dan
berakibat fatal.
GAMBARAN KLINIS
Pada SIADH pasien biasanya euvolemik dan normotensi. Tidak ditemukan
edema paru maupun edema perifer, membran mukosa yang kering, turgor kulit yang
menurun dan hipotensi. Jika terdapat edema pada pasien hiponatremia perlu
dipertimbangkan penyebab lain misalnya gagal jantung kongestif (CHF), sirosis atau
gagal ginjal kronik. (medscape)
Gejala yang terjadi terkait dengan berat atau onset terjadinya hiponatremia.
Penurunan kadar natrium yang lambat menunjukkan gejala yang lebih ringan jika
dibandingkan dengan penurunan yang cepat pada kadar yang sama. Pasien dengan
hiponatremia kronik mungkin menunjukkan reaksi yang lambat, perlambatan kognitif,
dan ataksia yang bisa meningkatkan kemungkinan pasien terjatuh. (medscape)
Pada beberapa pasien hiponatremia bisa tidak bergejala. Anoreksia, nausea,
dan malaise merupakan gejala awal yang dapat terlihat pada kadar natrium kurang
dari 125 mEq/L. Kadar yang lebih rendah dapat menyebabkan sakit kepala, kram
otot, iritabel, kebingungan, disorientasi, delirium, kelemahan otot menyeluruh,
mioklonik, tremor, kejang dan koma. Gejala ini terjadi akibat pergeseran tekanan
osmotik pada edema serebral dan peningkatan tekanan intrakranial. (medscape)
Pada SIADH pasien dapat menunjukkan gejala akibat peningkatan sekresi
ADH, seperti nyeri kronik, gejala akibat tumor Susunan Saraf Pusat atau tumor paru
(misalnya hemoptisis, sakit kepala kronik), trauma kepala dan penggunaan obat-
obatan. Pasien juga dapat mengalami rasa haus yang berlebihan sehingga asupan
cairan akan meningkat. (medscape)
Gejala klinis yang timbul akibat hiponatremia sangat bervariasi, dan sangat
tergantung pada beratnya hiponatremia, kecepatan terjadinya penurunan kadar
natrium dan gradien osmotik antara cairan intraseluler dan ekstraseluler. Pasien
dengan hiponatremia ringan (kadar natrium plasma > 130 mmpl/L) biasanya
asimptomatik. Pada kadar natrium antara 125 – 130 mmol/L, anoreksia, nausea,
muntah dan nyeri abdomen dapat terjadi. Jika kadar natrium turun sampai 115 – 125
mmol/L, agitasi, kebingungan, halusianasi, inkontinensia dan gejala neurologik lain
sering ditemukan. Hiponatremia yang lebih rendah dari 115 mmol/L dapat
mengakibatkan efek neurologik yang serius seperti kejang dan koma akibat
peningkatan tekanan intrakranial. Pada keadaan ini hiponatremia merupakan
kegawatdaruratan harus segera ditangani. Jika penyakit yang mendasarinya adalah
penyakit intrakranial, SOL atau telah menjalani tindakan neurosurgical maka onset
gejala dapat terjadi pada kadar natrium plasma yang lebih tinggi. (prevalensi)
Hal lain yang menentukan onset atau beratnya gejala adalah kecepatan
terjadinya penurunan kadar natrium plasma. Gejala klinis lebih cepat muncul jika
penurunan terjadi dengan cepat. Hiponatremia kronik bisa terjadi tanpa gejala
meskipun kadarnya sudah sangat rendah. Pada keadaan hiponatremia akut,
konsekwensi patologik yang paling sering terjadi adalah edema serebral yang dapat
menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial, herniasi serebral, hipoksia dan
bahkan kematian. Banyak pasien dengan hiponatremia kronik tidak menunjukkan
gejala meskipun kadar natriumnya sangat rendah oleh karena adanya mekanisme
adaptasi serebral. Mekanisme adaptasi diawali dengan kehilangan cairan
intraserebral dengan berkurangnya natrium dan kalium untuk mencegah edema
serebral dan penambahan air. Selanjutnya, glutamat, mioinositol, N-asetilaspartat,
aspartat, kreatin, taurin, gamma aminobutirat dan fosfoetanolamin akan keluar dari
otak sehingga menurunkan osmolalitas intraserebral. Hal ini menyebabkan
keseimbangan dengan osmolalitas plasma sehingga mencegah perkembangan
edema serebral. (prevalensi) (freqw, gambar mek adaptasi)
Gambar. Adaptasi otak terhadap hiponatremia (freqw, gambar mek adaptasi)
Namun demikian, meskipun mekanisme adaptasi ini dapat mencegah edema
serebral, hiponatremia kronik tidak boleh dianggap remeh, karena beberapa pasien
dapat mengalami kegagalan dalam adaptasi ini. Selain itu, suatu penelitian yang
melibatkan 122 pasien hiponatremia kronik ringan (126±5 mmol/L) mengalami jatuh,
gangguan berjalan dan gangguan perhatian lebih banyak dibandingkan dengan
kontrol. Beberapa data juga menunjukkan bahwa pasien usia lanjut dengan
hiponatremia mengalami fraktur tulang empat kali lipat dibandingkan dengan
kontrol. Studi ini didukung oleh penelitian eksperimental pada hewan coba yang
menunjukkan bahwa hiponatremia kronik menginduksi kehilangan tulang yang berat
pada tikus. (prevalensi)
DIAGNOSIS
Diagnosis SIADH ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan
laboratorium. Adapun kriteria diagnosis SIADH adalah :
Sumber : Sumber : Ellison DH, Berl T. The syndrome of inappropriate antidiuresis. N
Engl J Med. 2007;356(20):2064-2072
Pada SIADH sering disertai kadar asam urat yang rendah (biasanya < 4
mg/dL). Hal ini terjadi akibat menurunnya reabsorpsi post-sekresi di tubulus distal
sehingga ekskresi asam urat meningkat. (lab) (medscape)
Pemeriksaan penunjang yang dapat membantu diagnosis SIADH diantaranya
: (medscape)
1. RIA untuk memeriksa kadar ADH plasma, namun pemeriksaan ini tidak rutin
dilakukan.
2. Foto thoraks untuk menemukan penyebab yang berasal dari paru-paru.
3. CT Scan atau MRI kepala untuk menemukan penyebab yang berasal dari SSP
(misalnya tumor) dan edema serebral yang merupakan komplikasi SIADH.
PROGNOSIS
Prognosis SIADH berhubungan dengan penyakit yang mendasari, beratnya
hiponatremia dan ketepatan koreksi. Terapi penyakit dasar yang tepat akan
memperbaiki kadar natrium. Meskipun demikian, pasien dengan gejala neurologik
atau mengalami hiponatremia berat meskipun tanpa gejala memungkinkan
terjadinya gangguan neurologik yang permanen. Koreksi hiponatremia yang terlalu
cepat juga dapat menyebabkan gangguan neurologik yang permanen akibat Central
Pontine Myelinolysis (CPM).
KOMPLIKASI
SIADH dapat mengakibatkan komplikasi sebagai berikut :
1. Edema serebral yang dapat terjadi jika penurunan osmolalitas plasma terjadi
terlalu cepat lebih dari 10 mOsm/kg/jam. Hal ini dapat mengarah ke herniasi
serebral.
2. Edema pulmo non kardiogenik.
3. Central Pontine Myelinolysis (CPM) adalah komplikasi yang paling fatal akibat
koreksi hiponatremia yang terlalu cepat. Gejalanya berupa quadriparesis spastik
dan kelumpuhan pseudobulbar serta gangguan kesadaran (konfusi sampai
koma). (Kumar S, Fowler M, Gonzalez-Toledo E, Jaffe SL. Central pontine
myelinolysis, an update. Neurol Res. Apr 2006;28(3):360-6.
MORBIDITAS DAN MORTALITAS
Hiponatremia ringan biasanya asimptomatik, namun sudah dapat
menyebabkan gangguan yang cukup signifikan seperti berjalan tidak stabil sehingga
memperbesar kemungkinan untuk terjatuh. Hal ini lebih sering terjadi pada pasien
usia lanjut yang lebih sensitif terhadap perubahan kadar natrium. (Renneboog B,
Musch W, Vandemergel X, Manto MU, Decaux G. Mild chronic hyponatremia is
associated with falls, unsteadiness, and attention deficits. Am J Med. Jan
2006;119(1):71.e1-8.)
Mortalitas pasien dengan hiponatremia meningkat 60 kali lipat dibandingkan
dengan pasien tanpa hiponatremia, meskipun hal ini lebih terkait dengan kondisi
komorbid daripada hiponatremianya sendiri. Prediktor morbiditas dan mortalitas
mencakup onset yang akut dan beratnya hiponatremia. (Stelfox HT, Ahmed SB,
Khandwala F, Zygun D, Shahpori R, Laupland K. The epidemiology of intensive care
unit-acquired hyponatraemia and hypernatraemia in medical-surgical intensive care
units. Crit Care. 2008;12(6):R162). Jika kadar natrium kurang dari 105 mEq/L
komplikasi yang dapat mengakibatkan kematian lebih sering terjadi. (Ellison DH, Berl
T. Clinical practice. The syndrome of inappropriate antidiuresis. (N Engl J Med. May
17 2007;356(20):2064-72.)
Pada suatu studi retrospektif yang dilaporkan oleh Clayton dan kawan-kawan pada
tahun 2006, pasien hiponatremia dengan penyebab yang multifaktorial mengalami
mortalitas yang lebih tinggi. (Clayton JA, Le Jeune IR, Hall IP. Severe
hyponatraemia in medical in-patients: aetiology, assessment and outcome. QJM.
Aug 2006;99(8):505-11.). Penyebab hiponatremia lebih penting sebagai indikator
prognostik daripada kadar natrium pasien.