Swasembada Kedelai di Indonesia Tahun 2018: Akankah …
Transcript of Swasembada Kedelai di Indonesia Tahun 2018: Akankah …
Swasembada Kedelai di Indonesia Tahun 2018: Akankah Tercapai? Rizky Deco Praha, Sulastri Soerono
Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Depok, Indonesia Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Depok, Indonesia
E-mail: [email protected] , [email protected]
Abstrak
Skripsi ini memprediksi ketercapaian swasembada kedelai yang telah diprogramkan oleh Presiden Indonesia pada 2018. Melalui gabungan metode 2SLS dan Arima, studi ini ingin melihat ketercapaian pemenuhan swasembada kedelai domestik pada 2018 beserta mengetahui faktor- faktor yang mempengaruhi produksi dan konsumsi kedelai dalam negeri. Hasilnya menunjukkan bahwa justru produksi kedelai Indonesia cenderung menurun sebesar 9% pada 2017 dan 4% pada 2018. Dengan peramalan jumlah konsumsinya yang stagnan, maka rasio swasembada menurun hingga menjadi 30% saja pada 2018. Apabila Indonesia masih memaksa untuk dapat mencapai swasembada kedelai pada 2018 maka luas panen ataupun produktivitasnya harus ditingkatkan hingga dua kali lipat.
Kata kunci: swasembada, kedelai, peramalan, 2SLS, Arima
Abstract
This undergraduate thesis focuses on predict the achievement of soybean self-sufficiency program in Indonesia at 2018. By the combined method, 2SLS and ARIMA, this study wants to look the achievement of the self-sufficiency in Indonesia by counting the mass of domestic production and consumption. As the result shown, the mass of soybean domestic production decreased by 9% in 2017 and 4% in 2018 along with the decline in soybean price import. With the consumption result predictions that tends to shown stagnancy value, then the self-sufficiency ratio decreases to only 0.3 in 2018. If Indonesia still wants to achieve this program, the writer suggest that the harvest area or the productivity should be doubled.
Keywords: self-sufficiency, soybean, prediction, 2SLS, Arima
Pendahuluan
Tahun 2014, seiring pelantikan dirinya sebagai Presiden Indonesia terpilih,
Joko Widodo mengumumkan beberapa proyek strategis yang akan dijalankan oleh
pemerintah selama masa kepemimpinannya. Salah satu hal yang menjadi fokus utama
Presiden Jokowi saat itu adalah menargetkan Indonesia akan swasembada beberapa
bahan pangan. Sesuai dengan Rencana Strategis Kementerian Pertanian 2015-2019,
swasembada pangan yang dimaksud ini ialah swasembada lima komoditas yakni
beras, jagung, kedelai, gula, dan daging sapi..
Swasemba kedelai ..., Rizky Deco Praha, FEB UI, 2017
Presiden Jokowi berpandangan bahwa pemenuhan bahan pangan melalui impor bukan
merupakan alternatif jangka panjang yang baik karena hal tersebut dapat membebankan
anggaran belanja negara. Swasembada pangan menjadi upaya yang dipilih untuk mengatasi
permasalahan tersebut. Langkah awal pengejawantahan program tersebut yaitu melalui
peningkatan penyerapan anggaran Kementerian Pertanian untuk perbaikan irigasi dan subsidi.
Selain permasalahan mengenai karakteristik pasar yang “terbuka bebas”, komoditas
kedelai semakin menarik perhatian penulis karena menurut BPS, dalam beberapa periode
kebelakang, produksi dan faktor pendukung kedelai justru memperlihatkan tren menurun.
Grafik 1.1 menunjukkan bahwa kapasitas produksi kedelai Indonesia mengalami tren
yang menurun. Produksi menurun drastis hingga hanya menyisakan setengah dari jumlah
produksi tahun 1993 yang sempat berjumlah 1,7 ton. Terakhir, pada 2016, jumlah
produksinya hanya berkisar 900 ribu ton.
Grafik 1.1. Produksi dan Konsumsi Kedelai Indonesia
Sumber: FAO dan Pusdatin Kementan 2016 (diolah)
Meskipun menurut data Kementan konsumsi per kapita kedelai Indonesia relatif turun,
namun data FAO justru menyebutkan bahwa konsumsi nasional relatif meningkat secara
agregat. Peningkatan total konsumsi disaat terjadi penurunan konsumsi per kapita bisa
dianggap wajar sebab jumlah populasi dan pendapatan per kapita terus meningkat, kesadaran
masyarakat akan gizi makanan, dan semakin beragamnya inovasi produk olahan kedelai.
Sedangkan, ketidakstabilan produksi kedelai di Indonesia disebabkan oleh adanya penurunan
luas panen kedelai yang mana produktivitas kedelai relatif stabil (Malian, 2004).
Dalam Renstra Kementan 2010-2014, pencapaian swasembada kedelai merupakan
salah satu target sukses Kementerian (Kementan, 2011). Meskipun yang terjadi sekarang
peningkatan produksi relatif lebih lambat dibanding peningkatan konsumsi. Peningkatan
0 500000
1000000 1500000 2000000 2500000 3000000
Konsumsi Produksi
Swasemba kedelai ..., Rizky Deco Praha, FEB UI, 2017
produksi domestik akan mengurangi ketergantungan terhadap impor sehingga pengaruh
gejolak pasar kedelai dunia dapat diminimalkan. Pada sisi lain, mengurangi impor dianggap
akan menghemat devisa dan memperbaiki defisit transaksi perdagangan. Dalam kaitannya,
keinginan untuk swasembada produksi kedelai di dalam negeri dinilai strategis.
Hasil program swasembada sejauh ini pun telah memunculkan optimisme. Komoditas
yang menjadi target swasembada di tahun-tahun sebelumnya telah mencapai kenaikan
signifikan meski hasilnya belum swasembada seratus persen. Dilihat dari komoditi beras dan
jagung, pemerintah sukses mendorong produksi hampir mencapai kebutuhan konsumsi dalam
negeri. Tidak seperti dua komoditas tersebut, produksi gula justru tidak terlalu signifikan. Hal
inilah yang mendorong penulis untuk mengangkat kedelai sebagai subjek penelitian agar
dapat diketahui pencapaian target swasembada dan segala upaya yang dapat mewujudkan
rencana tersebut.
Data dan Metode
Secara prinsip sederhana, swasembada dapat direfleksikan melalui rasio produksi
domestik dengan konsumsi domestik. Jika angka rasio kurang dari satu, maka artinya
produksi domestik masih lebih rendah dibanding konsumsi yang harus dipenuhi dalam
negeri. Artinya, dengan hasil rasio tersebut swasembada belum bisa tercapai. Sebaliknya,
apabila rasio menunjukan nilai lebih dari sama dengan satu maka produksi domestik
dianggap lebih besar dari konsumsi dalam negeri atau dengan kata lain swasembada
sepenuhnya dapat tercapai.
Penulis akan mengestimasi nilai dari model produksi dan konsumsi kedelai di
Indonesia pada tahun 2018 untuk mengetahui rasio tersebut. Apabila nilai rasio yang dihitung
mengindikasikan swasembada tidak tercapai di 2018, maka penulis akan melanjutkan
penelitian untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang sebaiknya diupayakan agar
swasembada kedelai dapat tercapai pada 2018 sesuai target.
Penulis menggunakan indeks (rasio) produksi domestik terhadap konsumsi domestik
untuk mengukur apakah Indonesia telah mencapai swasembada kedelai. Apabila jumlah
produksi domestik sama dengan atau lebih dari jumlah konsumsi domestik nasional, maka
nilai rasio produksi domestik terhadap konsumsi domestik akan sama dengan atau lebih dari
satu. Jika rasio nya kurang dari satu, maka tingkat produksi dalam negeri masih kurang untuk
dapat mencukupi konsumsi dalam negeri.
Langkah yang semestinya dilakukan selanjutnya adalah mengestimasi jumlah produksi
dan konsumsi kedelai domestik pada tahun 2018 mendatang. Peneliti akan menggunakan data
Swasemba kedelai ..., Rizky Deco Praha, FEB UI, 2017
sekunder, yang merupakan data time series tahunan. Secara rinci variabel data dan sumbernya
dijelaskan dalam Lampiran. Semua data akan diolah dengan menggunakan software Eviews.
Pengujian hipotesis untuk membandingkan tingkat produksi dan konsumsi pada 2018
digunakan persamaan simultan dinamis dengan metode 2SLS (Two-Stage Least Squares).
Metode 2SLS digunakan untuk melihat adanya pengaruh antar variabel seperti produksi, luas
panen, produktivitas, harga impor, harga produsen, dll.. Penulis akan menggunakan rasio
produksi terhadap konsumsi berdasarkan nilai yang dihasilkan metode perhitungan tersebut
untuk menentukan kondisi swasembada.
Untuk menduga model persamaan simultan terdapat beberapa metode pendugaan yang
didasari OLS dan kemungkinan maksimum. Metode Ordinary Least Square (OLS) yang
digunakan untuk menduga model regresi persamaan tunggal akan memberikan dugaan
parameter terbaik (ragam minimum), tak bias dan linier (BLUE/Best Linier Unbiased
Estimate) dan juga konsisten. Tetapi untuk model persamaan simultan metode OLS
memberikan dugaan yang bias dan tak konsisten, sebab dalam model persamaan simultan
terdapat pelanggaran asumsi metode OLS seperti adanya korelasi antar peubah endogen
sebagai peubah penjelas dengan unsur peubah (Kshirsagar, 1983).
Dari segi interpretasi standar, menjalankan 2SLS akan memperbaiki bias di OLS, dan
hasil 2sls lebih disukai (Chow, 1964). Metode 2SLS ini diharapkan mampu menangkap
adanya hubungan antara variabel yang mempengaruhi produksi dengan variabel yang
mempengaruhi konsumsi. Peneliti akan terlebih dulu merinci faktor-faktor apa saja yang
dianggap mempengaruhi variabel seperti luas panen, produktivitas, dan konsumsi domestik.
Studi (Kustiari, et al., 2009) mengemukakan areal tanam sebuah komoditas dipengaruhi
oleh luas area tanam tahun sebelumnya, harga komoditas itu sendiri, serta harga komoditas
alternatif lainnya, yang mana dalam penelitian ini harga kedelai, harga jagung, harga beras
dalam skala nasional. Selain itu, penulis akan memasukkan faktor harga impor sebagai
dugaan untuk mampu mempengaruhi luas panen.
Faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas menurut studi (Aldillah, 2014) secara
ringkas yaitu harga output, dalam hal ini merupakan harga kedelai itu sendiri, harga input
tidak tetap, seperti upah tenaga kerja, harga teknologi yang digunakan, namun karena data
upah terbatas dan harga teknologi tidak dipublikasikan maka data tersebut tidak dimasukkan.
Selain faktor tersebut, terdapat faktor yang bersifat confidential seperti penggunaan teknologi,
sumberdaya manusia, iklim, hama, bencana, perdagangan kedelai, NTP, serta pelatihan dan
penyuluhan.
Swasemba kedelai ..., Rizky Deco Praha, FEB UI, 2017
Faktor yang mempengaruhi konsumsi kedelai nasional berdasarkan hasil penelitian
(Aldillah, 2014) yaitu harga kedelai nasional, pendapatan per kapita, jumlah penduduk, harga
kedelai impor dan kuantitas kedelai impor, serta harga komoditas substitusinya, yang utama
adalah umbi-umbian dan jagung. Peneliti akan memasukkan faktor harga komoditas substitusi
lain yakni beras.
Hubungan antara produksi dan konsumsi kedelai nasional serta variabel- variabel yang
mempengaruhinya perlu dibentuk suatu model persamaan simultan. Model ini dicirikan
dengan adanya saling keterkaitan antar variabel secara ekonomi, sehingga model seringkali
memiliki lebih dari satu persamaan. . Pada persamaan simultan, terdapat suatu model dimana
terdapat saling keterkaitan antar variabel yang ada dalam model. Melalui penyelesaian
persamaan tersebut, diharapkan akan mendapat koefisien persamaan simultan. Penulis tidak
menggunakan nilai absolut dan mengubah semua data menjadi log natural untuk memastikan
hubungan antara variabel eksogen dan endogen bersifat linier.
Sesuai teori dalam ekonomi pertanian, jumlah produksi merupakan hasil kali dari luas
panen dengan produktivitas. Secara rinci produksi kedelai dimodelkan sebagai
𝑷𝒓𝒐𝒅𝒖𝒌𝒔𝒊𝒕 = 𝑳𝒖𝒂𝒔𝑷𝒂𝒏𝒆𝒏𝒕 ∗ 𝑷𝒓𝒐𝒅𝒖𝒌𝒕𝒊𝒗𝒊𝒕𝒂𝒔𝒕
Setelah menghitung model produksi, selanjutnya penulis akan memodelkan fungsi
konsumsi. Model konsumsi akan difungsikan sebagai berikut:
𝒍𝒏𝑲𝒐𝒏𝒔𝒖𝒎𝒔𝒊𝒕 = 𝜸𝟎 + 𝜸𝟏𝒍𝒏𝑲𝒐𝒏𝒔𝒖𝒎𝒔𝒊𝒕−𝟏 + 𝜸𝟐𝒍𝒏𝑰𝒏𝒄𝒐𝒎𝒆𝒕−𝟏 + 𝜸𝟑𝒍𝒏𝑯𝑲𝑲𝒕 +
𝜸𝟒𝒍𝒏𝑯𝑲𝑱𝒕 + 𝜸𝟓𝒍𝒏𝑯𝑲𝑩𝒕 + 𝜸𝟔𝒍𝒏𝑯𝑲𝑰𝒕 + 𝜸𝟕𝒍𝒏𝑱𝒖𝒎𝒑𝒆𝒏𝒕 + 𝜺
Penulis menggunakan definisi swasembada sebagaimana dijelaskan oleh (Coelho, 2015)
bahwa swasembada ialah kondisi dimana negara memenuhi kebutuhan tertentu dengan
produksi dalam negeri. Dengan definisi ini, kemandirian dicapai ketika sebuah negara sama
sekali tidak mengimpor komoditas tersebut.
Indeks yang digunakan untuk memperkirakan swasembada dalam penelitian ini adalah
Production to Consumption Ratio (𝑃𝐶𝑅!) yang berasal dari (Swastika, 2002). Indeks ini juga
sama dengan indeks swasembada yang digunakan oleh Bank Dunia (production to demand
ratio). Indeks ini digunakan terutama karena berdasarkan kajian literatur, Indonesia saat ini
adalah net importer kedelai. Dengan kondisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa Indonesia
tidak memiliki stok kedelai awal pada akhir tahun.
Indeks yang digunakan akan dihitung dengan rumus simple deterministic yaitu:
𝑷𝑪𝑹𝒕 =𝑷𝒕𝑪𝒕
Swasemba kedelai ..., Rizky Deco Praha, FEB UI, 2017
Hasil dan Analisis
Hasil estimasi menunjukkan bahwa luas panen kedelai domestik secara signifikan
simultan dipengaruhi oleh luas panen tahun sebelumnya, harga kedelai tingkat produsen, dan
harga kedelai impor. Selain itu, di dalam penelitian ini, penulis memasukkan unsur harga
jagung dan harga beras tingkat produsen mengingat komoditas ini memerlukan lahan yang
identik dengan lahan pertanian kedelai. Hasil estimasi disajikan dalam Tabel 5.1.
Tabel 5.1 Hasil Estimasi Parameter Luas Panen
Variabel ParameterEstimasi StandarError LabelVariabel
Intercept 2.21 1.483
(-1) 0.83* 0.107 LuasPanenSebelumnya
HPK 0.24 0.153 HargaKedelaiTk.Produsen
HPJ -0.17 0.295 HargaJagungTk.Produsen
HPB -0.23 0.215 HargaBerasTk.Produsen
HKI 0.03 0.034 HargaKedelaiImpor
Adj.R-squared 89.7%
Keterangan:*berartisignifikanpadalevelkepercayaan99%
Dari tabel 5.1 di atas, dapat dilihat bahwa hasil estimasi telah cukup bagus untuk dapat
menjelaskan model. Model estimasi 2SLS dapat menjelaskan variasi pergerakan variabel
endogen luas panen hampir senilai 90% (ditunjukkan lewat nilai adj. R-square-nya). Selain
nilai signifikansi model secara simultan yang tinggi, penulis juga mempertimbangkan
signifikansi parsial (masing-masing eksogen terhadap endogen) dan arah koefisien.
Nilai p-value (signifikansi secara parsial) yang dihasilkan dalam estimasi tidak terlalu
jauh dari 0.1, sehingga penulis tetap memasukkan variabel- variabel ini. Namun, signifikansi
variabel independen secara parsial bukan merupakan concern utama penulis sebab hal
tersebut juga sangat dipengaruhi oleh nature data yang ada. Sedangkan, arah koefisien bisa
mencerminkan besaran pengaruh yang ditimbulkan oleh variabel eksogen terhadap endogen.
Swasemba kedelai ..., Rizky Deco Praha, FEB UI, 2017
Luas panen satu tahun sebelumnya, harga kedelai tingkat produsen, dan harga kedelai
impor memiliki arah koefisien atau korelasi yang positif. Dimana apabila masing- masing
variabel ini nilainya meningkat, maka nilai luas panen tahun berjalan akan turut meningkat
dengan asumsi cateris paribus.
Sedangkan, variabel harga jagung dan harga beras tingkat produsen memiliki arah
koefisien negatif yang berarti bahwa jika terjadi peningkatan pada masing- masing variabel
ini (asumsi cateris paribus), maka luas panen tahun berjalan akan menurun. Artinya, jagung,
padi, dan kedelai tergolong sebagai barang substitusi di level produsen. Petani cenderung
akan memilih untuk menanam komoditas yang memiliki harga tingkat produsen tinggi.
Hasil estimasi menunjukkan bahwa produktivitas kedelai domestik secara signifikan
simultan dipengaruhi oleh produktivitas tahun sebelumnya dan harga kedelai impor. Hasil
estimasi disajikan dalam Tabel 5.2.
Tabel 5.2 Hasil Estimasi Parameter Produktivitas
Variabel ParameterEstimasi StandarError LabelVariabel
Intercept 0.05 0.050
(-1) 0.73** 0.301 ProduktivitasSebelumnya
HKI 0.03 0.034 HargaKedelaiImpor
Adj.R-squared 94.0%
Keterangan:**berartisignifikanpadalevelkepercayaan95%
Dari tabel 5.2. di atas, dapat dilihat bahwa hasil estimasi telah cukup bagus untuk
dapat menjelaskan model. Model estimasi 2SLS dapat menjelaskan variasi pergerakan
variabel endogen produktivitas sebesar 94.4% (ditunjukkan lewat nilai adj. R-square-nya).
Selain nilai signifikansi model secara simultan yang tinggi, penulis juga mempertimbangkan
signifikansi parsial (masing-masing eksogen terhadap endogen) dan arah koefisien.
Produktivitas kedelai domestik tahun sebelumnya dan harga kedelai impor memiliki
arah koefisien yang sama-sama positif. Hal ini menggambarkan bahwa jika terjadi kenaikan
terhadap produktivitas kedelai domestik tahun sebelumnya akan turut meningkatkan
produktivitas kedelai domestik tahun berjalan (cateris paribus). Hal yang sama berlaku
terhadap variabel harga kedelai impor yang juga memiliki korelasi positif. Korelasi ini sejalan
Swasemba kedelai ..., Rizky Deco Praha, FEB UI, 2017
dengan kondisi petani saat ini dimana saat harga impor cenderung tinggi maka produktivitas
mereka untuk menanam kedelai ikut meningkat.
Penelitian ini mempertimbangkan faktor seperti harga kedelai internasional dan kurs
yang mempengaruhi harga baik tingkat produsen maupun harga impor mengingat variabel
harga terindikasi sangat penting dalam pembangunan model, seperti yang juga dibahas dalam
penelitian (Aldillah, 2014) sebelumnya.
Hasil estimasi menunjukkan bahwa harga kedelai domestik tingkat produsen/ petani
secara signifikan simultan dipengaruhi oleh harga tingkat produsen tahun sebelumnya dan
harga kedelai impor. Hasil estimasi disajikan dalam Tabel 5.3.
Tabel 5.3. Hasil Estimasi Parameter Harga Kedelai Tingkat Produsen
Variabel Parameter
Estimasi
Standar
Error LabelVariabel
Intercept -6.60* 0.197
(-1) 0.97* 0.031
HargaTk.Produsen
Sebelumnya
HKI 0.03 0.034 HargaKedelaiImpor
Adj.R-squared 98.2%
Keterangan:*berartisignifikanpadalevelkepercayaan99%
Dari tabel 5.3. di atas, dapat dilihat bahwa hasil estimasi telah cukup bagus untuk
dapat menjelaskan model. Model estimasi 2SLS dapat menjelaskan variasi pergerakan
variabel endogen harga kedelai tingkat petani sebesar 98% (ditunjukkan lewat nilai adj. R-
square-nya). Selain nilai signifikansi model secara simultan yang tinggi, penulis juga
mempertimbangkan signifikansi parsial (masing-masing eksogen terhadap endogen) dan arah
koefisien. Nilai p-value (signifikansi secara parsial) yang dihasilkan dalam estimasi tidak
terlalu jauh dari 0.1, sehingga penulis tetap memasukkan variabel- variabel ini.
Harga kedelai domestik tingkat produsen pada tahun sebelumnya dan harga kedelai
impor memiliki korelasi positif dengan harga kedelai domestik tingkat produsen tahun
berjalan. Artinya, apabila harga kedelai domestik tingkat produsen pada tahun sebelumnya
meningkat sebesar satu persen maka harga kedelai domestik tingkat produsen tahun berjalan
Swasemba kedelai ..., Rizky Deco Praha, FEB UI, 2017
meningkat sebesar 0.96 persen (cateris paribus). Harga kedelai impor juga turut berkorelasi
positif dengan harga kedelai domestik tingkat produsen tahun berjalan (cateris paribus).
Hasil estimasi menunjukkan bahwa harga kedelai impor secara signifikan simultan
dipengaruhi oleh harga impor sebelumnya, harga kedelai internasional, nilai exchange rate
(kurs), serta harga kedelai tingkat konsumen. Hasil estimasi disajikan dalam Tabel 5.4.
Tabel 5.4. Hasil Estimasi Parameter Harga Kedelai Impor
Variabel Parameter
Estimasi
Standar
Error LabelVariabel
Intercept -6.62* 1.001
(-1) 0.48* 0.075 HargaKedelaiImporTahunSebelumnya
HKInter 0.51* 0.170 HargaKedelaiInternasional
Kurs 0.45* 0.129 NilaiTukarRupiahterhadapUSD
HKK -0.34** 0.149 HargaKedelaiTingkatKonsumen
Adj.R-
squared 96.5%
Keterangan:
*,**masing-masingberartisignifikanpadalevelkepercayaan99%dan95%
Dari tabel 5.4. di atas, dapat dilihat bahwa hasil estimasi telah cukup bagus untuk
dapat menjelaskan model. Model estimasi 2SLS dapat menjelaskan variasi pergerakan
variabel endogen harga kedelai tingkat petani sebesar 96.5% (ditunjukkan lewat nilai adj. R-
square-nya). Selain nilai signifikansi model secara simultan yang tinggi, penulis juga
mempertimbangkan signifikansi parsial (masing-masing eksogen terhadap endogen) dan arah
koefisien. Kecuali harga kedelai tingkat konsumen, nilai p-value variabel lain (signifikansi
secara parsial) tidak terlalu jauh dari 0.1, sehingga penulis masih mempertimbangkan variabel
yang ada dalam model.
Harga kedelai impor tahun sebelumnya, harga kedelai internasional, dan nilai tukar
rupiah terhadap dolar masing- masing berkorelasi positif terhadap harga kedelai impor tahun
berjalan. Hal ini sesuai ekspektasi dan menggambarkan bahwa jika terjadi peningkatan pada
Swasemba kedelai ..., Rizky Deco Praha, FEB UI, 2017
masing- masing variabel eksogen tersebut (asumsi cateris paribus), maka harga kedelai impor
tahun berjalan akan meningkat.
Hal sebaliknya, harga kedelai impor tahun berjalan akan turun jika harga kedelai
domestik tingkat konsumen meningkat. Ini mengakibatkan harga kedelai impor berkorelasi
negatif dengan harga kedelai tingkat konsumen. Meskipun dirasa kurang masuk akal, penulis
beranggapan bahwa korelasi negatif timbul akibat akumulasi nilai error yang dimasukkan
dalam sistem, terutama harga konsumen juga terdapat dalam persamaan lain yang lebih
berekspektasi nilainya negatif.
Jumlah konsumsi kedelai nasional pada penelitian ini dipengaruhi oleh konsumsi satu
tahun sebelumnya, harga kedelai tingkat konsumen, pendapatan nasional per kapita, serta
harga kedelai impor. Selain itu, dalam penelitian ini penulis memasukkan variabel harga
barang komoditas lain yang dianggap sebagai subtitusi makanan olahan kedelai seperti harga
jagung dan harga beras tingkat konsumen. Hasil estimasi disajikan dalam Tabel 5.5.
Tabel 5.5. Hasil Estimasi Parameter Konsumsi Kedelai Domestik
Variabel Parameter
Estimasi
Standar
Error LabelVariabel
Intercept -81.15* 29.318
(-1) 0.20 0.246 KonsumsiKedelaiDomestikSebelumnya
Jumlah
Penduduk 8.16* 2.799 JumlahPendudukIndonesia
HKI 0.03 0.034 HargaKedelaiImpor
HKK -0.34** 0.149 HargaKedelaiTk.Konsumen
Income -0.82** 0.319 PendapatanNasionalperKapita
HKJ 0.46 0.469 HargaJagungTk.Konsumen
HKB 0.01 0.426 HargaBerasTk.Konsumen
Adj.R-
squared 65.4%
Keterangan:
Swasemba kedelai ..., Rizky Deco Praha, FEB UI, 2017
*,**masing-masingberartisignifikanpadalevelkepercayaan99%dan95%
Dari tabel 5.5. di atas, dapat dilihat bahwa hasil estimasi cukup besar untuk dapat
menjelaskan model. Model estimasi 2SLS menjelaskan variasi pergerakan variabel endogen
konsumsi kedelai domestik sebesar 66% (ditunjukkan lewat nilai adj. R-square-nya). Meski
tidak terlalu besar, nilai tersebut dinilai telah cukup sebab telah menjelaskan lebih dari 50
persen.
Selain nilai signifikansi model secara simultan sudah cukup, penulis juga
mempertimbangkan signifikansi parsial (masing-masing eksogen terhadap endogen) dan arah
koefisien. Nilai p-value (signifikansi secara parsial) yang dihasilkan dalam estimasi model ini
relatif tidak terlalu jauh dari 0.1, sehingga penulis tetap mempertimbangkan variabel- variabel
eksogen tersebut.
Konsumsi kedelai satu tahun sebelumnya, harga kedelai impor, jumlah penduduk,
harga beras tingkat konsumen, serta harga beras tingkat konsumen memiliki arah atau korelasi
positif. Hal ini mengindikasikan bahwa apabila setiap masing- masing variabel eksogen
tersebut (asumsi cateris paribus) mengalami kenaikan, maka jumlah konsumsi kedelai tahun
berjalan akan ikut meningkat.
Korelasi positif harga kedelai impor dengan jumlah konsumsi kedelai domestik
dimungkinkan sebab adanya akumulasi error dalam sistem persamaan keseluruhan.
Sedangkan korelasi positif antara harga beras dan jagung tingkat konsumen dengan jumlah
konsumsi kedelai domestik merefleksikan bahwa barang ini juga termasuk barang substitusi
di level konsumen. Artinya, kenaikan pada harga konsumsi beras atau harga konsumsi jagung
akan mengakibatkan konsumsi kedelai lebih banyak.
Di lain sisi, pada variabel pendapatan per kapita dan harga kedelai didapatkan korelasi
negatif dengan jumlah konsumsi kedelai domestik. Jika pendapatan per kapita meningkat,
jumlah konsumsi kedelai akan cenderung turun. Oleh karena itu, penulis menganggap bahwa
kemungkinan besar kedelai merupakan barang yang tergolong inferior. Hal ini cukup masuk
akal mengingat kedelai termasuk sumber protein nabati yang lengkap dan murah untuk rumah
tangga low-income, sehingga apabila pendapatan konsumen meningkat maka mereka
cenderung untuk berpindah mengonsumsi protein hewani (cateris paribus). Menurut
Kementan, pada mulanya peningkatan pendapatan per kapita di kelompok pengeluaran rendah
(pengeluaran sebagai proksi pendapatan) cenderung akan meningkatkan konsumsi kedelai.
Swasemba kedelai ..., Rizky Deco Praha, FEB UI, 2017
Namun pada kelompok pengeluaran tinggi, peningkatan pendapatan tidak lagi meningkatkan
konsumsi kedelai dan cenderung turun pada rumah tangga urban.
Sedangkan untuk harga kedelai tingkat konsumen juga memiliki hubungan negatif
dengan jumlah konsumsi. Hal tersebut wajar sesuai hukum permintaan, apabila harga sebuah
barang tertentu naik (cateris paribus), maka konsumsi akan barang tersebut cenderung akan
turun.
Penulis meramalkan nilai endogen dengan memprediksi nilai masa depan seluruh
variabel eksogen menggunakan metode ARIMA, kecuali untuk nilai tukar (kurs), jumlah
penduduk, dan pendapatan percapita yang menggunakan hasil forecasting Bank Dunia. Dari
hasil peramalan eksogen, pada 2017 didapatkan hampir seluruh variabel eksogen terjadi
peningkatan kecuali harga beras tingkat produsen yang turun. Pada 2018 juga terjadi
peningkatan selain di harga beras tingkat produsen dan harga kedelai tingkat konsumen yang
justru menurun.
Meskipun terjadi penurunan dari sisi jumlah konsumsi kedelai domestik, hal ini tidak
serta- merta menghasilkan swasembada akibat dari turut menurunnya jumlah produksi kedelai
domestik. Rasio produksi terhadap konsumsi (swasembada) disajikan dalam tabel berikut.
Tabel 5.8. Pengukuran Swasembada Kedelai 2014-2018
Variabel
Tahun
2014 2015 2016 2017 2018
Produksi 955000 963180 887540 809123.4 776069.6
Konsumsi 2609081 2626366 2678386 2633279.7 2649246.1
Defisit -1654081 -1663186 -1790846 -1824156.3 -1873176.5
Rasio
Swasem-
bada
0.366 0.367 0.331 0.307 0.293
Dari tabel 5.8. diatas, dapat dilihat bahwa rasio swasembada kedelai cenderung turun.
Tidak ada kenaikan signifikan dalam lima tahun terakhir termasuk angka prediksi
swasembada kedelai tahun 2017 dan 2018. Justru angka proyeksi menunjukkan bahwa rasio
nya semakin kecil. Pada tahun 2017, hasil proyeksi menunjukkan bahwa hanya 31%
Swasemba kedelai ..., Rizky Deco Praha, FEB UI, 2017
konsumsi domestik kedelai yang mampu disediakan oleh produksi dalam negeri. Sedangkan
pada 2018, justru hanya sebesar 29% kebutuhan kedelai yang mampu dipenuhi oleh produksi
domestik. Tren penurunan rasio ini berbeda dengan hasil penelitian (Aldillah, 2014) yang tren
nya meningkat dengan rasio swasembada rata-rata sebesar 42%.
Secara luas lahan, Indonesia relatif masih sangat kurang terlebih kecenderungan dalam
beberapa tahun terakhir turun akibat alih fungsi lahan terhadap komoditas lain serta alih lahan
untuk industri dan perumahan. Menurut Pemerintah dalam RPJMN Pangan dan Pertanian,
penurunan areal panen kedelai disebabkan kedelai ditanam pada MK II setelah Padi-Padi
dengan risiko kekurangan air, biaya usahatani kedelai tinggi terutama di daerah-daerah yang
menggunakan mesin pompa untuk mengairi kedelai pada musim kemarau, bersaing dengan
jagung yang juga ditanam pada MK I atau MK II di lahan sawah dan masih ada hambatan di
dalam memanfaatkan lahan tidur/terlantar di wilayah kehutanan. Karena itu, harga kedelai
yang tinggi belum mampu menimbulkan respon positif petani untuk memperluas areal
kedelainya.
Produktivitas kedelai Indonesia pun sangat rendah dibandingkan komoditas lainnya.
Penulis mengemukakan beberapa faktor yang menyebabkan produksi kedelai nasional rendah
yakni iklim tropis yang kurang sesuai, cara bercocok tanam dan pemeliharaan kurang intensif,
mutu benih kurang baik, varietas lokal kurang produktif, areal sempit untuk beberapa varietas
kedelai berbeda, serta pencegahan hama belum intensif. Selain itu, teknologi yang cenderung
masih konvensional disertai rendahnya pendidikan dan upah petani merupakan faktor dimana
jumlah produksi tetap rendah. Hal ini diperburuk dengan harga kedelai yang jatuh saat panen
raya, sementara akan meningkat di luar musim panen yang justru kedelai impor “bebas”
masuk ke pasar.
Keadaan defisit kedelai ini akan menyebabkan industri berbasis kedelai terpaksa akan
terus menggunakan kedelai impor dari luar negeri. Hal ini tidak menguntungkan untuk
industri pembuatan tahu yang membutuhkan kedelai segar, berbeda dengan tipe industri
kedelai yang lain dimana tidak harus memerlukan kedelai segar.
Peramalan merupakan sesuatu yang tidak pasti, dimana kondisi di tahun mendatang –-
seperti cuaca, kemungkinan terjadinya bencana alam, kemungkinan terjadinya krisis ekonomi
dan politik–- dapat menyebabkan hasil peramalan cenderung tidak sesuai dengan kenyataan
yang akan terjadi di tahun yang diramalkan tersebut (Aldillah, 2014). Sebab itu, penelitian ini
turut merujuk kepada asumsi lain seperti ketidakpastian cuaca, gejolak politik dan ekonomi.
Swasemba kedelai ..., Rizky Deco Praha, FEB UI, 2017
Kesimpulan dan Saran
Tidak salah apabila Kementan memberikan kedelai predikat sebagai tanaman “the loser” di
dalam persaingan dengan padi, jagung dan tebu, dimana ketiga komoditas itu juga ditargetkan
untuk swasembada. Selama ini lahan tambahan untuk kedelai selalu kalah dibandingkan
dengan ketiga komoditas tersebut.
Sementara, produksi secara nyata dipengaruhi oleh luas panen dan produktivitas. Dimana luas
panen dipengaruhi oleh luas panen sebelumnya, harga kedelai tingkat produsen, harga kedelai
impor. Sedangkan faktor harga komoditas lain seperti jagung dan beras turut mempengaruhi
dan sifatnya subtitusi. Perubahan produktivitas sendiri responsif terhadap perubahan
produktivitas sebelumnya dan harga kedelai impor.
Dengan merujuk definisi swasembada yang penulis gunakan yakni rasio produksi dengan
konsumsi lebih atau sama dengan satu, maka pada penelitian ini didapakan prediksi bahwa
tidak akan terjadi swasembada kedelai pada 2018. Hasil penelitian menyebutkan bahwa masih
terdapat defisit sekitar 1.5 juta ton kedelai pada tahun tersebut. Secara rasio, hanya sekitar
30% kebutuhan konsumsi kedelai domestik dapat dipenuhi oleh produksi dalam negeri. Hal
ini juga menjawab fenomena dimana saat ini impor kedelai masih sangat besar sekitar dua
juta ton per tahun meski tersisa hanya kurang dari dua tahun target swasembada kedelai.
Apabila pemerintah masih berkehendak untuk menyukseskan program swasembada kedelai
maka opsinya adalah peningkatan luas panen kedelai (ekstensifikasi) dan peningkatan
produktivitas (intensifikasi). Berdasar simulasi penulis, dibutuhkan dua kali lipat lebih luas
panen sekarang atau sekitar 600 ribu hektar. Ataupun bisa juga melalui penjaminan harga
impor dan harga di tingkat petani yang bisa memberikan insentif agar para petani mau
menanam kedelai.
Meskipun hal ini dirasa mustahil dilakukan, akan tetapi program swasembada kedelai
bukanlah program baru yang disodorkan oleh pemerintah Indonesia. Sejak jaman
pemerintahan Soeharto, swasembada kedelai selalu menjadi program pemerintah. Di masa
kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono pun, program ini juga telah dicanangkan.
Namun, hasilnya tetap nihil, justru volume impor kedelai cenderung meningkat. Banyak
pengamat menilai hal ini akibat dari pasar kedelai Indonesia yang sangatlah bebas akibat
pengenaan tarif nol rupiah untuk setiap impor kedelai dari luar negeri.
Swasemba kedelai ..., Rizky Deco Praha, FEB UI, 2017
Oleh sebab itu, relevansi program swasembada kedelai menjadi dipertanyakan apakah masih
diperlukan atau tidak mengingat kedelai murah lebih “mensejahterakan” konsumen walaupun
di sisi lain men-disinsentif para petani. Selama ini produksi kedelai juga dinilai sulit untuk
sustainable dan sangat bergantung oleh dorongan pemerintah. Permasalahan lain juga terdapat
mismatch antara data Kementerian Pertanian sebagai perwakilan pemerintah dimana data-data
nya cenderung tidak sesuai realita sehingga menimbulkan perhitungan yang terlampau jauh
dari kapasitas yang sebenarnya atau overestimated.
Pemerintah seharusnya memberikan tarif impor terhadap kedelai sehingga harga kedelai
domestik bisa bersaing dan dapat menginsentif petani untuk lebih menanam kedelai.
Disarankan juga bagi petani untuk meningkatkan akses informasi pasar serta meningkatkan
produktivitasnya melalui inovasi dan penggunaan teknologi.
Selain itu, sebaiknya pemerintah benar- benar memperhatikan dua sisi, baik konsumen
maupun petani. Selama ini, program swasembada seolah dijadikan sebagai alat politik
sehingga petani merasa diperhatikan oleh pemerintah. Kenyataannya pemerintah hanya
berfokus pada kesejahteraan konsumen sedangkan petani hanya diberikan janji- janji semu.
Dalam konteks publikasi data, penulis juga menyarankan pemerintah khususnya Kementerian
Pertanian untuk dapat memberikan data seakurat mungkin mengingat banyak data yang tidak
relevan dengan realita seperti contohnya jumlah konsumsi kedelai nasional. Selain itu,
proyeksi dari Kementerian juga terkesan overestimate hingga menghasilkan angka
peningkatan produksi kedelai yang sangat pesat. Dari proyeksi tersebut, pemerintah berani
menargetkan untuk mencapai swasembada kedelai pada 2018. Dilain sisi, masalah anggaran
dalam program swasembada juga sebaiknya lebih akuntabel mengingat anggaran nya
mencapai puluhan triliyun dan harus dipertanggungjawabkan kepada publik.
Referensi
Abigail. (2016). Akankah Indonesia Mencapai Swasembada Jagung di Tahun 2016? Skripsi. Aldillah, R. (2014). Analisis Produksi dan Konsumsi Kedelai Nasional. Thesis. Asianto, Y. (2014). Analisis Target Pencapaian Produksi Gula Tahun 2019. Thesis. Balitkabi. (2015, Maret 12). Langkah Strategis untuk Mencapai Swasembada Kedelai.
Retrieved from Balitkabi Web Site: http://balitkabi.litbang.pertanian.go.id/kilas-litbang/1823-langkah-strategis-untuk-mencapai-swasembada-kedelai.html
Bramantoro, T. (2016, Juli 7). Impor Kedelai Dipertanyakan Ketua Umum Gabungan Koperasi Pengusaha Tahu Tempe Indonesia. Retrieved from TribunBisnis: http://www.tribunnews.com/bisnis/2016/07/07/impor-kedelai-dipertanyakan-ketua-umum-gabungan-koperasi-pengusaha-tahu-tempe-indonesia
Swasemba kedelai ..., Rizky Deco Praha, FEB UI, 2017
Chow, G. C. (1964). A Comparison of Alternative Estimators for Simultaneous Equation. Econometrica, 532-553.
Coelho, A. (2015). Preliminary study for self-sufficiency of construction materials in a Portuguese region – Évora. Journal of Cleaner Production.
Enaami, M. E., Mohamed, Z., & Ghani, S. (2013). Model development for wheat production: Outliers and multicollinearity problem in Cobb-Douglas production function. Emir. J. Food Agric. 2013, 25 (1): 81-88.
Gujarati, D. (2003). Basic Econometrics. Singapore: McGraw Hill International Edition. Hernanda, N. (2011). Analisis Peramalan Tingkat Produksi dan Konsumsi Gula Indonesia
dalam mencapai Swasembada Gula Nasional. Skripsi Departemen Ilmu Ekonomi Institut Pertanian Bogor.
Kemenaung, A. G. (1994). Analisis Dampak Kebijakan Ekonomi terhadap Industri Komoditi Kedelai di Indonesia. Bogor: Sekolah Pasca Sarjana, IPB.
Kemenkeu. (2014, 12 31). Kementerian Keuangan Republik Indonesia. Retrieved Juni 11, 2017, from Kemenkeu Web site: https://www.kemenkeu.go.id/Kajian/evaluasi-kebijakan-insentif-bea-masuk-kedelai
Kshirsagar, A. (1983). A Course in Linear Models. New York: Marcekk Dekker, Inc. Kumar, P., Joshi, P., & Birthal, P. (2009). Demand Projections for Foodgrains in India.
Agricultural Economics Research Review Vol. 22 July-December 2009, pp 237-243. Kumar, P., Shinoja, P., Rajua, S., Kumara, A., Richb, K., & Msangic, S. (2010). Factor
Demand, Output Supply Elasticities and Supply Projections for Major Crops of India. Agricultural Economics Research Review Vol. 23 January-June 2010, 1-14.
Kustiari, R., Simatupang, P., Dewa Ketus Sadra S., Wahida, Adreng, P., Helena Juliani Purba, & Tjetjep Nurrasa. (2009). Model Proyeksi Jangka Pendek Permintaan dan Penawaran Komoditas Pertani Utama. Bogor: Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Kementerian Pertanian.
Malian, A. H. (2004). Kebijakan Perdagangan Internasional Komoditas Pertanian di Indonesia. Bogor: Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian.
Masyhuri. (2005). Struktur Konsumsi Gula Indonesia. Pangan, Edisi No. 44/XIV/Januari/2005.
Meyers, W. (2008). The FAPRI Global Modelling System and Outlook Process. New York: Nova Science Publishers Inc.
Muhammad, F. (2016). Indonesia's Sugar Self-Sufficiency in 2017: Will It be Achieved. Skripsi.
OECD-FAO. (2009). OECD-FAO Agricultural Outlook 2008-2017. Retrieved from www.agri-outlook.org
Organization, F. A. (2008). An Introduction to the Basic Concepts of Food Security. Rome: The EC - FAO Food Security Programm.
Pindyck, R. S., & Rubinfield, D. (2008). Econometric Models and Economic Forecasts: 5th edition. Boston, Mass: Irwin/McGraw-Hill.
Pujiastuti, L. (2015, Agustus 31). 90% Kedelai Impor Dipakai untuk Produksi Tahu Tempe. Retrieved from Detik.com: http://finance.detik.com/industri/3006182/90-kedelai-impor-dipakai-untuk-produksi-tahu-tempe
Swasemba kedelai ..., Rizky Deco Praha, FEB UI, 2017
Pujiastuti, L. (2015, Agustus 31). Ambisi Jokowi Agar Padi, Jagung, dan Kedelai Bebas dari Impor. Retrieved from detikFinance: https://finance.detik.com/ekonomi-bisnis/3005170/ambisi-jokowi-agar-padi-jagung-dan-kedelai-bebas-dari-impor
Pyndick, R. S., & Rubinfeld, D. (2013). Microeconomics, 8th ed. New Jersey: Pearson Education, Inc.
Singh, D. R. (2013). Demand Projections for Food Commodities. New Delhi: Indian Agricultural Research Institute.
SPI. (2013, Januari 10). Serikat Petani Indonesia. Retrieved Mei 29, 2017, from Serikat Petani Indonesia Web Site: http://www.spi.or.id/pangan-2012-tersandung-impor-kedelai-singkong-dan-gandum/
Stock & Watson. (1988). Variable Trends in Economic Time Series. Journal of Economic Perspective.
Sulaiman, S. R. (2015, Maret 28). Ini Upaya yang Dilakukan Kementan untuk Capai Swasembada Pangan. Retrieved from Kompas.com: http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2015/03/28/170500526/Ini.Upaya.yang.Dilakukan.Kementan.untuk.Capai.Swasembada.Pangan
Swastika, D. K. (2002). Corn self-sufficiency in Indonesia: The past 30 years and future prospects. Jurnal Litbang Pertanian.
Thomson, A., & Metz, M. (1999). Implications of Economic Policy for Food Security: A Training Manual. Rome: Food and Agricultural Organization.
USDA. (2014, Desember). USDA Commodity Prices. Retrieved from usda.gov: www.usda.gov/oce/commodity/wasde/latest.pdf
Usman, T. D. (2011). Volatility of World Soybean Prices, Import Tariff and Poverty in Indonesia: A CGE-Microsimulation Analysis. Margin-The Journal of Applied Economic Research, 139-181.
Zhou, Z. (2010). Achieving food security in China: past three decades and beyond. China Agricultural Economic Review, Vol. 2 Iss: 3, pp. 251-275.
Swasemba kedelai ..., Rizky Deco Praha, FEB UI, 2017