Svp Famotidine

36
LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI SEDIAAN STERIL “Sediaan Steril SVP Famotidine 1%” Disusun oleh: Novia Andriani P17335114024 Dosen Pembimbing : Hanifa Rahma, M.Si., Apt. POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BANDUNG

description

steril

Transcript of Svp Famotidine

Page 1: Svp Famotidine

LAPORAN PRAKTIKUM

TEKNOLOGI SEDIAAN STERIL

“Sediaan Steril SVP Famotidine 1%”

Disusun oleh:

Novia Andriani

P17335114024

Dosen Pembimbing :

Hanifa Rahma, M.Si., Apt.

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BANDUNG

JURUSAN FARMASI

2015

Page 2: Svp Famotidine

INJEKSI SVP Famotidine 1 %

I. TUJUAN PRAKTIKUM

Mampu membuat formulasi, pembuatan sediaan dan mengevaluasi sediaan

dalam pembuatan sediaan Small Volume Parenteral dengan bahan aktif Famotidine

1%.

II. PENDAHULUAN

Pada zaman sekarang tidak dipungkiri bahwa pemberian obat dengan cara

injeksi cukup diminati karena dapat memberikan efek yang segera dan dapat

membantu pengobatan pada pasien yang tak sadarkan diri atau pada pasien yang tidak

memungkinkan untuk mengkonsumsi obat secara peroral, meskipun tidak semua

orang suka melakukan pengobatan secara parenteral karena pemberian obat secara

injeksi ini memiliki kekurangan salah satunya yaitu jika obat sudah diberikan secara

parenteral, sulit untuk membalikan atau mengurangi efek fisiologisnya (Agoes,2013).

Parenteral seperti yang umum digunakan, menunjukan pemberian lewat

suntikan seperti berbagai sediaan yang diberikan dengan disuntikkan. Kata ini berasal

dari kata Yunani, para dan enteron berarti diluar usus halus dan merupakan rute

pemberian lain dari rute oral. (Ansel, 1989)

Injeksi adalah sediaan steril yang disuntikkan dengan cara merobek jaringan ke

dalam kulit atau melalui kulit atau melalui selaput lendir. Injeksi dapat berupa larutan,

emulsi, suspensi atau serbuk steril yang harus dilarutkan atau disuspensikan lebih

dahulu sebelum digunakan (Anief, 2010). Small Volume Parenteral adalah sediaan

parenteral yang dikemas dalam wadah mengandung kurang dari 100 ml. (USP 30th )

Penyakit tukak lambung merupakan penyakit yang banyak di derita oleh

masyarakat yang disebabkan bila produksi asam lambung dan pepsin yang bersifat

korosif tidak berimbang dengan sistem pertahanan gastroduodenal maka akan terjadi

tukak peptik di esofagus, lambung dan/atau duodenum. (Farmakologi dan Terapeutik

FK UI Edisi 5, 2012).

Pada sediaan small volume parenteral ini menggunakan Famotidin sebagai

bahan aktif yang dapat digunakan untuk terapi tukak lambung maupun duodenum

sebagai antagonis reseptor histamin H2 yang dapat menghambat sekresi asam

lambung pada keadaan basal, malam dan akibat distimulasi oleh pentagastrin.

Famotidine tiga kali lebih poten daripada ranitidin dan 20 kali lebih poten daripada

Page 3: Svp Famotidine

simetidin (Farmakologi dan Terapeutik FK UI Edisi 5, 2012).

Manfaat untuk praktikan melakukan praktikum ini ialah agar praktikan dapat

mengetahui permasalahan berikut penyelesaiannya terhadap bahan aktif Famotidine

lalu dapat menentukan bahan-bahan tambahan yang tepat sehingga dapat memberikan

efek yang maksimal untuk pengobatan dan juga agar praktikan dapat mensimulasikan

bagaimana membuat sediaan di dunia industri walaupun dalam skala kecil

III. TINJAUAN PUSTAKA

FAMOTIDIN

Famotidin merupakan bahan aktif yang dapat digunakan untuk terapi tukak

lambung maupun duodenum sebagai antagonis reseptor histamin H2 yang dapat

menghambat sekresi asam lambung pada keadaan basal, malam dan akibat distimulasi

oleh pentagastrin. Famotidine tiga kali lebih poten daripada ranitidin dan 20 kali lebih

poten daripada simetidin.

Efektifitas obat ini untuk tukak lambung dan tukak duodenum setelah 8 minggu

pengobatan sebanding dengan ranitidin dan simetidin. Pada penelitian berpembanding

selama 6 bulan, famotidine juga mengurangi kekambuhan tukak duodenum yang

secara klinis bermakna. Famotidin sama efektif dengan AH2 lainnya pada pasien

sindrom Zolinger-Ellison , meskipun untuk keadaan ini omeprazol merupakan obat

terpilih. Efektifitas famotidine tidak jauh beda dengan dengan antagonis reseptor H2

lainnya. Efek samping famotidin biasanya ringan dan jarang terjadi, misalnya sakit

kepala, pusing, konstipasi dan diare. Seperti halnya dengan ranitidin, famotidine

nampaknya lebih baik dari pada simetidin karena tidak menimbulkan antiandronergik

(Farmakologi dan Terapeutik FK UI Edisi 5, 2012).

Dosis yang digunakan pada sediaan ini ditujukan untuk pengobatan pada tukak

lambung atau tukak lambung aktif 40 mg/hari pada saat akan tidur. Pada pasien

hipersekresi asam lambung tertentu atau pada pasien yang tidak dapat diberikan

sediaan oral, famotidine diberikan IV 20 mg/12 jam. Dosis obat untuk pasien harus

dititrasi berdasarkan jumlah asam yang disekresi. (Farmakologi dan Terapeutik FK UI

Edisi 5, 2012).

Page 4: Svp Famotidine

INJEKSI

Injeksi adalah sediaan steril yang disuntikkan dengan cara merobek jaringan ke

dalam kulit atau melalui kulit atau melalui selaput lendir. Injeksi dapat berupa larutan,

emulsi, suspensi atau serbuk steril yang harus dilarutkan atau disuspensikan lebih

dahulu sebelum digunakan (Anief, 2010).

Injeksi diracik dengan melarutkan, mengemulsikan atau mensuspensikan

sejumlah obat ke dalam sejumlah pelarut atau dengan mengisikan sejumlah pelarut

atau dengan mengisikan sejumlah obat ke dalam wadah dosis tunggal atau wadah

dosis ganda. (Anief, 2010)

Injeksi dapat digolongkan sebagai berikut (Agoes,2013) :

Intradermal (id)

Pada pemberian secara intradermak, atau dapat pula intrakutan, obat disuntikkan

pada lapisan superfisial kulit. Melalui rute ini, volume larutan yang disuntian,

biasanya dalam jumlah kecil, hanya 0.1 ml untuk sekali pakai. Absorbsi melalui

rute ini lambat, menyebabkan hasil kerja onset obat pun lambat.

Subkutan (sc)

Injeksi volume kecil dilakukan pada jaringan longgar dibawah kulit, biasanya pada

permukaan terluar dari lengan atau paha. Respons dari obat yang diberikan dengan

cara ini lebih cepat daripada diberikan secara Intradermal.

Intramuskular (im)

Injeksi pada pemberian obat secara intramuskular dapat dilakukan pada massa otot

seperti otot deltoid (segi tiga) pada lengan bagian atas sebanyak 2 ml larutan obat,

otot gluteal medial dari setiap penonjolan sebanyak 5 ml. absorbsi melalui rute

intramuskular berlansung lebih cepat daripada rute subkutan.

Intravena (iv)

Larutan bervolume besar atau kecil dapat diberikan ke dalam vena untuk

mendapatkan efek lebih cepat, tetapi pemberian melalui rute ini potensial

berbahaya karena tidak dapat mundur begitu obat sudah diberikan.

Rute intraarteri

Rute ini tidak sering digunakan. Injeksi obat pada terminat arteri merupakan

sasaran yang dapat merupakan suatu organ.

Page 5: Svp Famotidine

Rute lain

- Intrakardiak (penyuntikan ke dalam bilik jantung)

- Intrartikular (penyuntikan ke dalam persendian)

- Hipodermoklisis (injeksi volume besar larutan ke dalam jaringan subkutan)

- Intraspinal ( penyuntikaan ke dalam kolon spinal)

- Intrasinovial (penyuntikan ke daerah cairan persendian)

- Intratekal (penyuntikan ke dalam cairan spinal obat parenteral yang diberikan

dalam bentuk larutan)

Keuntungan pemberian obat secara parenteral (Agoes,2013)

1. Respons fisiologis segera dapat dicapai jika diperlukan.

2. Terapi parenteral dipersyaratkan atau diperlukan untuk obat yang tidak efektif

secara oral atau akan dirusak oleh sekresi salur cerna, seperti cerna, seperti

insulin, hormon lain, dan antibiotika.

3. Pengobatan untuk pasien yang tidak kooperatif, meloya, atau tidak sadar harus

diberikan melalui injeksi.

4. Jika dibutuhkan terapi parenteral memberikan wewenang kepada dokter untuk

mengontrol obat, karena pasien harus kembali untuk melanjutkan pengobatan.

5. Pemberian obat secara parenteral dapat pula memberikan efek lokal jika

diperlukan, seperti pada dokter gigi dan anestesiologi.

6. Terapi parenteral dapat pula merupakan cara untuk melakukan koreksi gangguan

serius kesetimbangan cairan dan elektrolit dalam tubuh.

Kerugian pemberian obat secara parenteral (Agoes,2013).

1. Sediaan harus diberikan oleh personel yang terlatih

2. Pemberian obat secara parenteral secara ketat mengikuti ketentuan atau prosedur

aseptik dan kadang-kadang rasa nyeri yang timbul pada pemberian obat secara

parenteral tidak dapat dihindarkan.

3. Begitu obat sudah diberikan secara parenteral, sulit untuk membalikkan atau

menguramgi efek fisiologisnya.

4. Karena persyaratan manufaktur dan pengemasan, sediaan parenteral lebih mahal

harganya dibandingkan dengan sediaan yang diberikan menurut rute lain.

Page 6: Svp Famotidine

Bentuk sediaan parenteral (Agoes,2013).

1. Sediaan parenteral volume kecil

Termasuk dalam kategori ini adalah ampul 1-20 ml serta vial 2 ml – 30 ml.

Sediaan dapat digunakan untuk penyuntikan secara Intramuskular, intravena,

intradermal,subkutan, intraspinal, dan intrasisternal atau intratekal.

2. Sediaan parenteral volume besar

Kemasan yang berisi larutan injeksi 100 ml atau lebih dinamakan sebagai volume

besar, dan biasanya digunakan melalui rute intravena.

Elektrolit : larutan NaCl dan KCl

Nonelektrolit : Dekstrosa dan Manitol

3. Sediaan parenteral berbentuk serbuk

Sediaan ini dapat didefinisikan sebagai produk kering, melarut atau tidak melarut

(suspensi), untuk dikombinasikan dengan suatu pelarut atau pembawa sebelum

digunakan. Biasanya tersedia dialam vial, contohnya injeksi penisilin, ampisilin,

amoksisilin, streptomisin, dsb.

Menurut USP, obat suntik dibagi dalam 5 jenis yang secara umum didefinisikan

sebagai berikut (Ansel, 1989) :

1. Obat larutan atau emulsi yang sesuai untuk obat suntik. “……… Injection”

2. Serbuk kering atau larutan pekat, tidak mengandng dapar, pengencer atau zat

tambahan lain dan bila ditambah pelarut lain yang sesuai memberikan larutan

yang memenuhi semua aspek persyaratan untuk obat suntik. “ Sterile ……….”

3. Seperti no 2 kecuali bahwa mereka mengandung satu atau lebih dapar, pengencer

atau zat tambahan lainnya. “…….. for Injection”

4. Padatan yang disuspensikan di dalam media cair yang sesuai dan tidak untuk

disuntikkan intravena atau kedalam ruang spinal. “Sterile ……. Suspension”

5. Padatan kering, yang bila ditambahkan pembawa yang sesuai

menghasilkansediaan yang memenuhi semua aspek persyaratan untuk Sterile

suspension. “Sterile…….. for Suspension”

Karakteristik khusus dan persyaratan sediaan parenteral (Agoes,2013).

1. Aman secara toksikologi

2. Steril, bebas dari kontaminasi mikroorganisme, baik bentuk begetatif, spora,

pathogen maupun nonpatogen.

Page 7: Svp Famotidine

3. Bebas dari kontaminasi pirogenik (termasuk endotoksin)

4. Bebas dari partikel partikulat asing

5. Stabil secara fisika, kimia, biologi dan mikrobiologi

6. Kompatibel jika dicampur dengan sediaan parenteral lain yang akan diberikan

secara intravena

7. Isotonis, dalam pengertian ada rentang isotonis, jadi tidak selalu secara absolut

isotonis.

Bahaya klinik pemberian parenteral (Agoes,2013).

1. Emboli udara. Terbatas pada penggunaan secara iv atau ia.

2. Perdarahan (biasanya terkasit dengan kondisi pasien)

3. Demam dan toksisitas, baik secara local maupun sistemik

4. Hipersensitivitas

5. Inkompatibilitas

6. Infiltrasi dan ekstravasasi)

7. Dosis berlebih (over dosage)

8. Partikel partikulat. Dapat menyebabkan timbulnya reaksi benda asing dari tubuh.

9. Flebitis, biasanya terjadi pada penggunaan iv

10. Sepsis dan trombosis.

Sediaan injeksi pada umumnya digunakan air sebagai pembawa ataudalam

bentuk larutan. Pelarut yang sering digunakan untuk pada pembuatan obat suntik

secara besar-besaran adalah air untuk obat suntik. (Water For Injectiones, USP). Air

yang dimurnikan dengan cara penyulingan atau reverse osmosis dan memenuhi

standar yang sama dengan Purified Water, USP dalam hal jumlah zat padat yang ada

yaitutidak lebih dari 1 mg / 100 mL. Water for Injection, USP dan tidak boleh

mengandung zat penambah. Walaupun air untuk obat suntik tidak disyaratkan steril

tetapi harus bebas pirogen. Air tersebut dimaksudkan untuk pembuatan yang

disuntikkan yang akan di sterilkan sesudah dibuat. Air untukobat suntik harus

disimpan dalam wadah yang tertutup rapat pada temperatur dibawah atau di atas

kisaran temperatur di mana mikroba dapat tumbuh. Air untuk obat suntik

dimaksudkan untuk digunakan dalam waku 24 jam sesudah penampungan. Tentunya

harus ditampung dalam wadah yang bebas pirogen dan steril. Wadah umumnya dari

gelas atau dilapisi gelas (Ansel, 1989)

Page 8: Svp Famotidine

IV. FORMULASI

1. Famotidine

Pemerian Putih hingga putih kekuningan, serbuk Kristal atau

Kristal (BP 2013rd, p. 1012)

Kelarutan Sangat sedikit larut dalam air, larut dalam asam asetat

glasial, sangat sedikit larut dalam etanol anhidrat, praktis

tidak larut dalam etil asetat. Larut dalam asam mineral

encer. (BP 2013, p. 1012)

Stabilitas

Panas

Hidrolisis

Cahaya

pH

Terdekomposisi pada suhu 164°C (JP 15th Ed, p. 655)

Tidak ditemukan dalampustaka (BP,JP,FI V)

Terlindung dari cahaya (BP 2013, p. 1012)

4.9 – 5.5 (JP 15th Ed, p. 655)

Penyimpanan Wadah kedap udara dan terlindung dari cahaya (JP 15th

Ed, p. 655)

Kesimpulan :

Bentuk zat aktif yang digunakan (basa/asam/garam/ester) : Base

Bentuk sediaan (lar/susp/emulsi/serbuk rekonstitusi) : Larutan

Cara sterilisasi sediaan : Panas lembab (Autoklaf 121°C, 15 psi, selama 15 menit.

Kemasan : Botol kaca( vial) coklat

2. HCl (Asam Hidroklorida)

Pemerian Asam hidroklorida, larutan bening, tidak berwarna,

berbau tajam dan HCl berbau menusuk. (HOPE 6th Ed

2009, p 308)

Kelarutan Dapat bercampur dengan air, larut dalam dietileter, etanol (95%) dan methanol. (HOPE 6th Ed 2009, p 308)

Stabilitas Tidak ditemukan dalam pustaka (BP,JP,FI V)

Kegunaan Pelarut bahan aktif

Page 9: Svp Famotidine

Inkompatibilitas HCl bereaksi dengan alkalis, evolusi dari jumlah panas, bereaksi dengan banyak logam dan melepaskan hidrogen. (HOPE 6th Ed 2009, p 308)

3. Benzalkonium Klorida

4. Natrium Klorida

Pemerian Gel kental atau potongan seperti gelatin, putih atau putih

kekuningan, biasanya berbau aromatik lemah. Larutan

dalam air berasa pahit. Jika dikocok sangat berbusa dan

biasanya sedikit alkali, higroskopik (HOPE 6th ed. 2009

p. 57).

Kelarutan Praktis tidak larut dalam eter, sangat mudah larut dalam

aseton, ethanol 95%, methanol, propanol dan air (HOPE

6th ed. 2009 p.57).

Stabilitas Benzalkonium klorida bersifat higroskopik sehingga

dapat terpengaruh oleh cahaya, udara dan logam

(HOPE 6th ed. 2009 p.57). pH aktivitas antimikroba :

4,0 – 10,0 (HOPE 6th ed. 2009 p.59).

Kegunaan Pengawet antimikroba (HOPE 6th ed. 2009 p. 57).

Inkompatibilitas Inkompatibel dengan alumunium, surfraktan anionik,

surfraktan nonionik dalam konsentrasi tinggi, lanolin,

hidrogen peroksida, permanganat, protein, salisilat

(HOPE 6th ed. 2009 p. 57).

Page 10: Svp Famotidine

5. Water for Injection

Pemerian Hablur bentuk kubus, tidak berwarna atau serbuk hablur

putih, rasa asin (FI V hlm. 917).

Kelarutan Mudah larut dalam air, sedikit lebih mudah larut dalam

air mendidih, larut dalam gliserin, sukar larut dalam

ethanol (FI V hlm. 917).

Stabilitas Larutan natrium klorida dapat terjadi pemisahan partikel

pada wadah kaca tertentu. Larutan dapat disterilkan

dengan cara panas basah autoclave atau dengan cara

filtrasi (HOPE 6th ed. 2009 p. 639).

Tahan pemanasan, stabil didalam air sehingga tidak

terjadi reaksi hidrolisis dan reaksi oksidasi.

Kegunaan Pengisotonis (HOPE 6th ed. 2009 p. 639).

Inkompatibilitas Larutan natrium klorida bersifat korosif untuk besi.

Bereaksi membentuk endapan dengan garam perak,

timbal, dan merkuri. Oksidator kuat dapat melepaskan

klorin dari larutan natrium klorida asam. Kelarutan dari

Metilparaben sebagai pengawet menurun dalam larutan

natrium klorida dan mengurangi viskositas gel karbomer

atau hidroksipropil (HOPE 6th ed. 2009 p. 639).

Pemerian Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau dan tidak

berasa (HOPE 6th ed. 2009 p. 766)

Kelarutan Dapat bercampur dengan sebagian besar pelarut polar

(HOPE 6th ed 2009 p. 766)

Stabilitas Stabil disemua keadaan fisik (HOPE 6th ed. 2009 p. 766)

Kegunaan Pembawa dan Pelarut Bahan

Inkompatibilitas Air dapat bereaksi dengan obat dan berbagai eksipien

yang rentan akan hidrolisis (terjadi dekomposisi jika

terdapat air atau kelembapan) pada peningkatan

temperatur. Air bereaksi secara kuat dengan logam alkali

dan bereaksi cepat dengan logam alkali tanah dan

oksidanya seperti kalsium oksida dan magnesium oksida.

Air juga bisa bereaksi dengan garam anhidrat menjadi

bentuk hidrat. (HOPE 6th Ed 2009, p.766)

Page 11: Svp Famotidine

V.PENDEKATAN FORMULA

No. Nama Bahan Jumlah Kegunaan

1. Famotidine 1,01 % b/v Bahan Aktif

2. HCl 0.1 N 4,8% b/v Pelarut Bahan Aktif

3. NaoH 0.1 N qs Adjust pH

4. Benzalkonium Klorida 0.01% b/v Bahan Pengawet

5. NaCl 0.224% b/v Pengisotonis

6. WFI Ad 100% b/v Pembawa

VI. PERHITUNGAN

a. Perhitungan Kadar Zat Aktif

Kadar untuk injeksi 98.5% - 101% (USP 30th Ed, p.2110)

Kadar Famotidine 1% dilebihkan 1%.

= 1 g

100 ml x 50 ml

= 0.5 g + ( 1% x 0.5 g) = 0.505 g

= 0.505 g50 ml

x 100 % = 1.01% Famotidine

b. PerhitunganTonisitas

Famotidine

= C x E

= 1.01% x( 17 x1,9337.5 )

= 1,01% x 0.0957

= 0.0967 %

Benzalkonium Klorida

= C x E

Page 12: Svp Famotidine

= 0.01% x( 17 x0.18360 ) = 0.01% x 0.0085

= 0.000085 %

HCl

HCl = g

BE x

1000V

0.1N = g

36.46 x

10002.4 ml

36.46 = 416.67 g

g = 0.00875

2.4 ml = 0.00875 g 0.365 %

= C x E

= 0.365% x( 17 x3.436.46 )

= 0.365% x 1.585%

= 0.579%

Jumlah tonisitas = 0.0967 % + 0.579 % + 0.000085%

= 0.676 % ( Hipotonis )

NaCl yang dibutuhkan : 0.9% - 0.676% = 0.224%

c. Perhitungan Dosis

20 mg / 12 jam = 40 mg / hari (Farmakologi dan Terapeutik FK UI Edisi 5, 2012).

Kadar Famotidine 1.01%

= 1.01 g100 ml

x 10.5 ml = 0.106 g / 10.5 ml

= 0.01 g / ml

= 10 mg / ml

1 x pakai = 20 mg = 2 ml sediaan 10.5 ml / 2 ml = 5 kali pakai. ( Dosis Ganda )

VII. PENIMBANGAN

Penimbangan

Dibuat 3 vial (@ 10 ml) = 30 ml

Tiap vial dilebihkan 0.5 ml ( FI V, hal 1044 )

V = 3 x 10.5 ml + 6 ml = 37.5 ml ~ 50 ml

Penimbangan dibuat sebanyak 50 ml berdasarkan pertimbangan volume

terpindahkan dan kehilangan selama proses produksi.

No. Nama Bahan Jumlah yang ditimbang

1. Famotidine 1,01 g/100 ml x 50 ml = 0.505 g

2. HCl 0.1 N 4,8 g/100 ml x 50 ml = 2.4 ml

Page 13: Svp Famotidine

3. NaOH 0.1 N qs

4. Benzalkonium Klorida 0.01 g/100 ml x 50 ml = 0.005 g

5. NaCl 0.224 g/100 ml x 50 ml = 0.112 g

6. WFI Ad 100% b/v

VIII. STERILISASI

a. Alat

No.

Nama alat Cara Sterilisasi Waktu sterilisasi

Jumlah

1. Gelas kimia 100 mlPanas lembab(Autoklaf, 121°C, 15 psi)

15 menit 1

2. Gelas kimia 50 mlPanas lembab(Autoklaf, 121°C, 15 psi)

15 menit 5

3. Gelas ukur 10 mlPanas lembab(Autoklaf, 121°C, 15 psi)

15 menit 2

4. Erlenmeyer 100 mlPanas lembab(Autoklaf, 121°C, 15 psi)

15 menit 2

5. SpatelPanas kering(Oven, 170°C)

1 jam 6

6. Batang pengadukPanas kering(Oven, 170°C)

1 jam 4

7. Corong gelasPanas lembab(Autoklaf, 121°C, 15 psi)

15 menit 1

8. Kaca arlojiPanas kering(Oven, 170°C) 1 jam

1 jam 6

9. BuretPanas lembab(Autoklaf, 121°C, 15 psi)

15 menit 1

10. Pipet tetesPanas lembab(Autoklaf, 121°C, 15 psi)

15 menit 5

11. Tutup pipet tetesDesinfeksi(Alkohol 70%)

24 jam 5

Page 14: Svp Famotidine

12.Membran filter

0.22 & 0.45 µmPanas lembab(Autoklaf, 121°C, 15 psi)

15 menit 1 & 2

b. Wadah

No. Nama Wadah Jumlah Cara Sterilisasi1. Vial Cokelat 3 Panas basah (Autoklaf, 121°C, 15 psi) 15

menit2. Tutup Vial 3 Desinfeksi (Alkohol 70%) 24 jam3. Alumunium Cap 1 Panas kering (Oven, 170°C) 1 jam

c. Bahan

No. Nama Wadah Jumlah Cara Sterilisasi 1. Famotidine 0.505 g Panas kering (Oven, 170°C) 1 jam2. HCl 0.1N 2.4 ml Panas basah (Autoklaf, 121°C, 15 psi) 15

menit3. NaOH 0.1N qs Panas basah (Autoklaf, 121°C, 15 psi) 15

menit4. Benzalkonium

Klorida0.005 g Panas basah (Autoklaf, 121°C, 15 psi) 15

menit5. NaCl 0.112 g Panas kering (Oven, 170°C) 1 jam

6. WFI Ad 50 ml

Panas basah (Autoklaf, 121°C, 15 psi) 15 menit

IX. PROSEDUR PEMBUATAN

RUANG PROSEDUR

Grey Area

(Ruang

Steriliasi)

1. Semua Alat dan Wadah sterilisasi dengan cara yang sesuai.

2. Setelah sterilisasi, semua alat dan wadah dimasukkan ke dalam

white area melalui transfer box.

Grey Area

(Ruang

Penimbangan)

1. Bahan yang dibutuhkan ditimbang diatas kaca arloji steril

- Famotidine = 0.505 g

- HCl = 2.4 ml

- Benzalkonium Klorida = 0.005 g

- NaCl = 0.112 g

Page 15: Svp Famotidine

2. Kaca arloji yang berisi bahan yang telah ditimbang, ditutup

dengan aluminium foil beri label (nama bahan dan jumlah) dan

dimasukkan ke white area melalui transfer box.

White Area

Grade C

(Ruang

Pencampuran)

1. Siapkan aqua pro injeksi

2. Famotidine sebanyak 0.505 g dilarutkan dengan 2.4 ml HCl 0.1

N dalam gelas kimia 50 ml. Kaca arloji diblas 2 kali dengan 1

ml aqua p.i

3. Benzalkonium sebanyak 0.005 g diencerkan dengan 1 ml aqua

p.i dalam gelas kimia 50 ml. Kaca arloji diblas 2 kali dengan 1

ml aqua p.i

4. NaCl sebnayak 0.112 g dilarutkan dengan 1 ml aqua p.i dalam

gelas kimia 50 ml. Kaca arloji diblas 2 kali dengan 1 ml aqua p.i

5. Setelah zat aktif dan semua zat tambahan larut, masukkan

masing-masing larutan tersebut kedalam gelas kimia 100 ml

yang telah dikalibrasi sebanyak 50 ml. Diaduk ad homogeny

dengan batang pengaduk.

6. Larutan digenapkan ad 80%. Lakukan pengecekan pH, adjust

pH menggunakan NaOH 0.1 N

7. Larutan disaring dengan membran filter 0.45µm yang

dilanjutkan dengan membran filter 0.22 µm (duplo) dan

ditampung dalam Erlenmeyer steril

8. Siapkan buret steril dan lakukan pembilasan bagian dalam buret

dengan 3 ml larutan sebanyak 2 kali. Lakukan pembilasan

sampai semua bagian dalam buret terbasahi

9. Larutan dituang ke dalam buret steril. Ujung bagian atas buret

ditutup dengan allumunium foil.

10. Sebelum diisikan ke dalam vial, jarum buret dibersihkan dengan

tissue yang telah dibasahi oleh alkohol 70%

11. Isisetiap vial dengan larutan sebanyak 0.5ml

12. Vial ditutup dengan tutup karet vial. Dibawa ke ruang

penutupan melalui transfer box

White Area

Grade C

1. Sediaan ditutup dengan menggunakan tutup karet vial lalu di seal

dengan aluminium cap

Page 16: Svp Famotidine

(Ruang

penutupan)

Grey Area

(Ruang

Sterilisasi)

1. Sediaan di sterilisasi menggunakan autoklaf dalam gelas kimia

yang telah dialasi kapas (121°C, 15 psi, 15 menit)

Grey Area

(Ruang Evaluasi)

1. Setelah sterilisasi akhir, lakukan evaluasi sediaan

2. Sediaan diberi etiket dan brosur kemudian dikemas dalam wada

sekunder.

X. DATA PENGAMATAN DAN EVALUASI SEDIAAN

No.Jenis Evaluasi

Dan Prinsip EvaluasiJumlah Sampel

Hasil pengamatan

Syarat

Evaluasi Fisika1. Penetapan pH

Dengan menggunakan pH

meter

3 vial pH : 3.40

(TMS)

pH 4.9 – 5.5

2. Uji kejernihan

Sediaan dimasukkan ke

dalam beaker glass bening,

kemudian dibandingkan

dengan pembawanya yaitu

aqua pro injeksi.

3 vial Sediaan jernih

(MS)

Sediaan jernih

3. Uji keseragaman volume

Sediaan dalam vial diletakan

pada permukaan yang rata

dan sejajar lalu dilihat

keseragaman volumenya

secara visual.

3 vial Dispensasi Volume sediaan

seragam

4. Uji kebocoran

Dengan membalikan posisi

vial menjadi bagian

penutupnya berada di bawah.

3 vial Tidak terjadi

kebocoran

pada vial

Tidak terjadi

kebocoran pada

vial sediaan

Page 17: Svp Famotidine

Letakan di atas tisu, jika tisu

basah berarti vial mengalami

kebocoran.

sediaan

(MS)

5. Penetapan volume injeksi

dalam wadah

Pilih satu atau lebih wadah,

bila volume 10 ml, ambil isi

tiap wadah dengan

menggunakan alat suntik

berukuran tidak lebih dari 3

kali volume yang akan diukur

dan dilengkapi dengan jarum

suntik nomor 21.Pindahkan

isi ke dalam gelas ukur

kering. Lihat volume yang

terbaca dalam gelas ukur.

3 vial Volume

sediaan dalam

vial 10 ml

(MS)

Volume dalam

vial tidak kurang

dari 10 ml

6. Bahan partikulat dalam

injeksi

Sediaan dimasukkan ke

dalam beaker glass

dilatarbelakangi hitam dan

putih, kemudian disinari

cahaya. Latar belakang hitam

untuk pengotor putih. Latar

belakang putih untuk

pengotor berwarna.

3 vial Sediaan bebas

partikulat dan

pengotor

(MS)

Sediaan bebas

partikulat dan

pengotor

7. Uji kejernihan dan warna

Sediaan dimasukkan ke

dalam beaker glass

dilatarbelakangi hitam dan

putih, kemudian disinari

cahaya.

3 vial Sediaan jernih

dan bebas

partikel

(MS)

Sediaan jernih

dan bebas

partikel

Evaluasi Kimia

1. Identifikasi 3 vial Dispensasi Sesuai dengan

Page 18: Svp Famotidine

Dengan cara absorpsi

inframerah, absorpsi

ultraviolet dan uji sodium

flame (USP 30 NF-25)

monografi

2. Penetapan kadar

Dengan cara kromatografi

3 vial Dispensai Kadar antara

97,0%-103,0%

(USP 30 NF-25)

Evaluasi Biologi

1.

Uji sterilitas

Dilakukan dengan inokulasi

langsung ke dalam media uji

3 vial Dispensai Sediaan harus

steril dan tidak

terjadi

pertumbuhan

bakteri pada

media

2. Uji endotoksin bakteri

Pengujian dilakukan dengan

menggunakan Limulus

Amebocyte Lysate (LAL)

3 vial Dispensasi Bahan

memenuhi

syarat uji kadar

endotoksin tidak

lebih dari yang

ditetapkan pada

masing-masing

monografi.

XI. PEMBAHASAN

Pada praktikum kali ini membuat sediaan Injeksi. Sediaan Injeksi adalah

sediaan steril yang disuntikkan dengan cara merobek jaringan ke dalam kulit atau

melalui kulit atau melalui selaput lendir. Injeksi dapat berupa larutan, emulsi, suspensi

atau serbuk steril yang harus dilarutkan atau disuspensikan lebih dahulu sebelum

digunakan. Injeksi diracik dengan melarutkan, mengemulsikan atau mensuspensikan

sejumlah obat ke dalam sejumlah pelarut atau dengan mengisikan sejumlah pelarut

atau dengan mengisikan sejumlah obat ke dalam wadah dosis tunggal atau wadah

dosis ganda. (Anief, 2010).

Page 19: Svp Famotidine

Sediaan parenteral terdiri dari berbagai macam salah satunya yaitu Small

Volume Parenteral atau sering disebut juga dengan injeksi volume kecil yang

termasuk dalam kategori ini adalah ampul 1-20 ml serta vial 2 ml – 30 ml. Sediaan

dapat digunakan untuk penyuntikan secara Intramuskular, intravena, intradermal,

subkutan, intraspinal, dan intrasisternal atau intratekal. (Agoes,2013).

Salah satu keuntungan dari sediaan injeksi ini yaitu respons fisiologis segera

dapat dicapai jika diperlukan, selain itu juga dapat digunakan untuk pasien yang tidak

kooperatif, meloya, atau tidak sadar harus diberikan melalui injeksi dan juga sediaan

injeksi dapat menggantikan cairan tubuh yang hilang. Adapun kekurangan dari

sediaan injeksi ini yaitu sediaan harus diberikan oleh personel yang terlatih, kadang-

kadang rasa nyeri yang timbul pada pemberian obat secara parenteral tidak dapat

dihindarkan. Begitu obat sudah diberikan secara parenteral, sulit untuk membalikkan

atau menguramgi efek fisiologisnya. (Agoes,2013)

Penyakit tukak lambung merupakan penyakit yang cukup banyak di derita oleh

masyarakat yang disebabkan bila produksi asam lambung dan pepsin yang bersifat

korosif tidak berimbang dengan sistem pertahanan gastroduodenal maka akan terjadi

tukak peptik di esofagus, lambung dan/atau duodenum. (Farmakologi dan Terapeutik

FK UI Edisi 5, 2012).

Famotidin sebagai bahan aktif yang dapat digunakan untuk terapi tukak

lambung maupun duodenum sebagai antagonis reseptor histamin H2 yang dapat

menghambat sekresi asam lambung pada keadaan basal, malam dan akibat distimulasi

oleh pentagastrin. Famotidine tiga kali lebih poten daripada ranitidin dan 20 kali lebih

poten daripada simetidin (Farmakologi dan Terapeutik FK UI Edisi 5, 2012). Dosis

yang digunakan pada sediaan ini ditujukan untuk pengobatan pada tukak lambung

atau tukak lambung aktif 40 mg/hari pada saat akan tidur. Pada pasien hipersekresi

asam lambung tertentu atau pada pasien yang tidak dapat diberikan sediaan oral,

famotidine diberikan IV 20 mg/12 jam. Dosis obat untuk pasien harus dititrasi

berdasarkan jumlah asam yang disekresi. (Farmakologi dan Terapeutik FK UI Edisi 5,

2012).

Demi memberikan efek yang maksimal agar mendapatkan biovailabilitas 100%

dalam tubuh maka perlu diperhatikan stabilitas dari bahan aktif. Dengan

menggunakan bahan aktif famotidine, terdapat beberapa permasalahan untuk

mencapai sediaan yang memenuhi persyaratan sediaan injeksi.

Sediaan injeksi diharapkan dalam bentuk larutan tetapi Famotidin sangat sedikit

Page 20: Svp Famotidine

larut dalam air, larut dalam asam asetat glasial, sangat sedikit larut dalam etanol

anhidrat, praktis tidak larut dalam etil asetat. Larut dalam asam mineral encer. (BP

2013, p. 1012). Oleh karena itu bahan aktif dilarutkan dalam HCl 0.1N, kadar untuk

melarutkan bahan aktif tidak ditemukan dalam kompendial, sehingga dilakukan

estimasi untuk melarutkan bahan aktif tersebut. Didapatkan hasil bahwa 0.505 g

Famotidin dapat larut dengan 2.4 ml HCl 0.1N. Selanjutnya dilakukan perhitungan

berapa g (gram) HCl yang terkandung dalam 2.4 ml HCl 0.1N, yaitu sebesar 0.365%

b/v.

pH stabilitas dari famotidin sebesar 4.9 – 5.5. Dengan nilai pH tersebut secara

teori dikatakan bahwa rentang pH < 2 maka perlu ditambahkan dapar agar sediaan

stabil dan mencapai pH stabilitasnya. Tetapi karena dalam pembuatan sediaan ini

digunakan HCl yang bersifat asam maka jika ditambahkan dapar mungkin dapar

tersebut tidak akan efektif. Maka untuk mencapai pH stabilitasnya, sediaan di adjust

menggunakan NaOH 0.1N, tetapi dalam praktiknya pH pada saat sediaan 80%

didapatkan sangat asam maka untuk mencapai pH stabilitasnya perlu ditambahkan

NaOH 0.1N yang cukup banyak sehingga pH yang didapat hanya sebesar 3.40.

Kadar pada sediaan ini 1% (100 mg/10 ml) sedangkan dosis yang digunakan

untuk terapi tukak lambung dan tukak duodenum digunakan dengan rute IV yaitu 20

mg/12 jam, sediaan ini merupakan sediaan dosis ganda. Sediaan dosis ganda perlu

ditambahkan bahan pengawet antimikroba untuk mecegah pertumbuhan mikroba,

bahan pengawet antimikroba yang digunakan yaitu Benzalkonium Klorida dengan

kadar 0.01%. Benzalkonium Klorida mempunyai rentang pH efektifitas pengawet

yang cukup luas (pH : 4-10) (Rowe,2009) masuk kedalam rentang pH stabilitas bahan

aktif ( pH :4.9 – 5.5).

Kemurnian famotidin dalam sediaan injeksi 98.5% - 101% bahan aktif yang

tersedia dalam laboratorium 100%. Untuk memenuhi persyaratan kadar sediaan

injeksi maka perlu ditambahkan 1 % dari kadar sediaan (1.01%)

Tonisitas adalah ukuran gradien tekanan osmotik dua larutan yang dipisahkan

oleh membran semipermeabel. Persyaratan sediaan injeksi salah satunya harus

isotonis dengan darah. Sediaan ini setelah dihitung tonisitasnya,. sediaan ini

merupakan sediaan yang hipotonis. Sediaan hipotonis dapat menyebabkan sel darah

mengembung karena air dari lingkungan disekitar larutan garam memasuki eritrosit

menyebabkan pemelaran dan akhirnya dapat menyebabkan sel darah merah pecah

dengan membebaskan hemoglobin, keadaan tersebut dikenal sebagai “hemolisis”

Page 21: Svp Famotidine

(Agoes,2013). Untuk mendapatkan sediaan yang isotonis maka perlu ditambahkan

pengisotonis yaitu NaCl 0.9% b/v. NaCl dinyatakan isotonik dan secara esensial

mempunyai konsentrasi garam yang sama seperti konsentrasisel darah merah. (Agoes,

2013)

Sediaan dibuat sebanyak 3 vial masing-masing berisi 10 ml, untuk mendapatkan

keseragaman volume agar sesuai dengan etiket maka tiap vial untuk sediaan 10 ml

dan sediaan yang cair tidak kental maka dilebihkan 0.5 ml/vial (Kemenkes RI,2014).

Karena mempertimbangkan kehilangan volume pada saat proses pembuatan sediaan

maka dilebihkan 10% dari jumlah total sediaan. Total sediaan yang dibuat sebanyak

50 ml.

Proses pencampuran bahan - bahan tersebut hingga proses pengisian kedalam

vial proses dilakukan di dalam White Area Grade C, karena akan dilakukan sterilisasi

akhir. Sediaan injeksi merupakan sediaan yang secara langsung dimasukkan pada

kedalam pembuluh darah oleh karena itu sediaan harus Steril, bebas dari kontaminasi

mikroorganisme, baik bentuk begetatif, spora, pathogen maupun nonpatogen.. Oleh

karena itu sediaan perlu dilakukan sterilisasi. Sterilisasi adalah menghilangkan semua

bentuk kehidupan, baik patogen, nonpatogen, vegetatif , maupun nonvegetatif dari

suatu objek atau material. Hal tersebut dapat dicapai melalui cara penghilangan

secara fisika semua organisme hidup, misalnya penyaringan atau pembunuhan

organisme dengan panas, bahan kimia, atau dengan cara lainya. Dalam sediaan ini

digunakan cara sterilisasi akhir panas lembab dengan menggunakan Autoklaf pada

suhu 121°C, dengan tekanan 15 psi, selama 15 menit karena bahan aktif tahan

pemanasan hingga suhu 164°C dan juga tahan kelembaban.

Setelah sediaan dilakukan sterilisasi akhir. Selanjutnya dilakukan evaluasi

sediaan meliputi Uji Kebocoran, Bahan Partikulat dalam Injeksi, Uji kejernihan

larutan, Uji kejernihan dan warna, penetapan volume sediaan injeksi, dan penetapan

pH. Sediaan dinyatakan tidak memenuhi syarat karena pH yang didapatkan 3.40

(tidak memenuhi spesifikasi sediaan).

XII. KESIMPULAN

Formulasi yang tepat untuk sediaan steril injeksi/ infus adalah sebagai berikut.

Page 22: Svp Famotidine

No. Nama Bahan Jumlah Kegunaan

1. Famotidine 1,01 % b/v Bahan Aktif

2. HCl 0.1 N 4,8% b/v Pelarut Bahan Aktif

3. NaoH 0.1 N qs Adjust pH

4. Benzalkonium Klorida 0.01% b/v Bahan Pengawet

5. NaCl 0.224% b/v Pengisotonis

6. WFI Ad 100% b/v Pembawa

Jenis sterilisasi yang digunakan dalam pembuatan injeksi SVP Famotidine 0.1%

adalah dengan metode panas lembab menggunakan Autoklaf pada suhu 121°C , 15

psi, selama 15 menit. Dari evaluasi didapatkan bahwa sediaan injeksi / infus yang

dibuat tidak memenuhi syarat karena pH nya asam dan tidak memenuhi spesifikasi

sediaan.

XIII. DAFTAR PUSTAKA

Agoes, Goeswin. 2013. Sediaan Farmasi Steril. Bandung : Penerbit ITB

Anief, Moh., 2010, Ilmu Meracik Obat. Yogyakarta : Universitas Gadjah Mada Press

Ansel,H.C., (1989). Pengantar Bentuk sediaan Farmasi. Edisi 4. UI Press. Jakarta

BP

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2014. Farmakope Indonesia edisi V,

Jakarta : Departemen Kesehatan.

Departemen Farmakologi dan Terapeutik FK UI. 2012. Farmakologi dan Terapi Edisi

5. Jakarta : Bagian Farmakologi FK UI

JP

Rowe, Raymond C.2009. Handbook of Pharmaceutical Excipients. 6th ed., London :

Pharmaceutical Press

Sweetman, S.C., 2009, Martindale The Complete Drug Reference, 36th Edition,

London : Pharmaceutical Press.

United States Pharmacopeia Convention. 2007. United States Pharmacopoeia

National Formulary, USP 30/NF 25. Twinbrook Parkway: United States

Pharmacopeial Convention.

Page 23: Svp Famotidine

XIV. LAMPIRAN

Kemasan

Page 24: Svp Famotidine

Etiket

Brosur

Famocine®

Injeksi Famotidine 1%

Komposisi : Tiap ml mengandungFamotidin……………………….10 mg

Dosis : 20 mg (2 ml) setiap 12 jam

Cara Kerja Obat :Antagonis AH2, Menghambat produksi asam lambung.

Indikasi :Digunakan pada Tukak lambung dan tukak duodenum.

Kontra Indikasi :Wanita hamil dan menyusui

Efek samping :Sakit kepala, pusing, konstipasi (susah BAB) dan diare.

Interaksi Obat : Famotidin tidak mengganggu oksidasi diazepam, teofilin, warfarin, atau fenitoin, di hati. Ketokonazol membutuhkan pH asam untuk bekerja sehingga kurang efektif bila diberikan bersama Antagonis AH2.

HARUS DENGAN RESEP DOKTER

SIMPAN DI TEMPAT SEJUK DAN KERINGTERLINDUNG DARI CAHAYA

HINDARI DARI SUMBER KONTAMINAN

No. Registrasi : DKL1500800243A1

PT.PHARAFAM FARMABANDUNG – INDONESIA

Page 25: Svp Famotidine