Survey Nasional Manajemen Risiko 2017 - CRMS...

37
www.crmsindonesia.org SURVEY NASIONAL 2017 MANAJEMEN RISIKO

Transcript of Survey Nasional Manajemen Risiko 2017 - CRMS...

www.crmsindonesia.org

SURVEY NASIONAL

2017

MANAJEMENRISIKO

Daftar Isi

2

CRMS Indonesia adalah penyedia pelatihan Manajemen Risiko terbesar di Indonesia yang telah membantu pengembangan kapabilitas manajemen risiko bagi praktisi dan organisasi di Indonesia.

Kompleksitas Bisnis dalam Ketidakpastian

PenyelenggaraanSurvey

KomponenSurvey

Adopsi Manajemen Risiko di Indonesia

Pergeseran Risiko di tahun 2017

Akuntabilitas dan Kapabilitas Pemimpin Risiko

Manfaat dan Hambatan Manajemen Risiko

Pembangunan Kapabilitas Manajemen Risiko

Simpulan

Lampiran

3 12

14

21

4

5

6

9

SURVEY NASIONAL MANAJEMEN RISIKO 2017

Kompleksitas Bisnis dalam Ketidakpastian

Setelah melewati tahun 2016 yang penuh kejutan, 2017 masih membawa sejumlah ketidakpastian dalam dunia global.

Salah satu faktor yang menonjol dalam satu tahun belakangan ini adalah terguncangnya stabilitas politik dunia. Tidak berhenti pada keluarnya Inggris dari Uni Eropa dan kemenangan Donald Trump dalam pemilihan presiden Amerika Serikat di tahun 2016, tahun ini diwarnai dengan ingar-bingar pemilihan presiden di Perancis dan memanasnya suhu politik di Indonesia. Selain meningkatkan kompleksitas politik dan hubungan internasional, kejadian-kejadian ini juga secara langsung meningkatkan ketidakpastian di bidang ekonomi.

Tak hanya dari sisi politik, serangan cyber global WannaCry juga mengingatkan kita akan kerentanan perusahaan terhadap serangan eksternal. Menjadi sensasi dunia, usaha cyber terrorism ini tidak hanya berhasil meretas dan mengganggu kegiatan operasional beberapa perusahaan di Indonesia, tetapi juga memaksa Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia (KOMINFO) menyebarkan pesan berskala nasional dalam rangka menyosialisasikan upaya pencegahan risiko kepada seluruh masyarakat Indonesia.

Perlu disadari bahwa risiko yang tadinya hanya menjadi kekhawatiran perusahaan kini telah menjadi kepentingan mayarakat luas.

Meluasnya zona ketidakpastian ini menciptakan kebutuhan bagi perusahaan untuk memiliki dan mengimplementasikan Manajemen Risiko secara holistik dalam perusahaannya—bukan hanya sekadar memenuhi tuntutan regulasi.

Menanggapi hal tersebut, Survey Nasional Manajemen Risiko yang diselenggarakan CRMS Indonesia di tahun 2017 ini tidak hanya melihat perkembangan Manajemen Risiko di Indonesia selama satu tahun terakhir, tetapi juga melihat persepsi perusahaan terhadap manfaat dan hambatan penerapan Manajemen Risiko serta usaha peningkatan kapabilitas yang telah dilakukannya. Selain itu, survey ini juga melakukan pendalaman dengan membandingkan data lintas sektor dan korelasi kinerja Manajemen Risiko dengan upaya peningkatan kapabilitasnya.

Satu dari banyak temuan survey ini menunjukkan risiko reputasi sebagai risiko terbesar di Indonesia pada tahun ini, menggantikan risiko kerja sama dengan pihak ketiga pada tahun 2016.

Dengan pergerakan risiko yang dinamis, membentuk Manajemen Risiko yang kokoh menjadi hal krusial bagi perusahaan untuk mempertahankan dan meningkatkan nilai perusahaan.

3SURVEY NASIONAL MANAJEMEN RISIKO 2017

Penyelenggaraan Survey

Diselenggarakan dari pertengahan Februari hingga akhir April 2017, Survey Nasional Manajemen Risiko tahun ini diikuti oleh 333 responden yang dikumpulkan melalui kuesioner online dan disebarkan di situs resmi CRMS Indonesia, media sosial, pengiriman surel, dan pemasangan iklan pada mesin pencarian Google.

Responden terdiri dari para profesional Indonesia yang menempati berbagai posisi perusahaan dengan distribusi 3% Komisaris, 6% Direksi, 22% Manajer Senior atau setingkatnya, 33% Manajer atau setingkatnya, dan 36% Staf atau setingkatnya.

Responden juga tersebar di 17 sektor dalam klasifikasi baku lapangan usaha Indonesia dari Badan Pusat Statistik dengan sebaran sebagai berikut.

Keuangan dan Asuransi

Jasa Lainnya31%

12%

7%

6%

6%

6%

6%

4%

4%

3%

3%

3%

3%

3%

2%

1%

1%

Pendidikan

Adm. Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib

Konstruksi

Industri Pengolahan

Pertambangan dan Penggalian

Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan

Real Estat

Kesehatan Manusia dan Sosial

Pengadaan Listrik, Gas, Uap/Air Panas dan Udara Dingin

Pengangkutan dan Pergudangan

Perdagangan, Reparasi dan Perawatan Mobil dan Sepeda Motor

Informasi dan Komunikasi

Aktivitas Profesional, Ilmiah dan Teknis

Penyewaan dan SGU Tanpa Hak Opsi, Ketenagakerjaan, Agen Perjalanan dan Penunjang Usaha Lainnya

Penyediaan Akomodasi dan Penyediaan Makan Minum

4SURVEY NASIONAL MANAJEMEN RISIKO 2017

KomponenSurvey

Dalam survey ini, responden dihadapkan pada 9 komponen yang diharapkan mampu menggambarkan kondisi, persepsi, dan kemajuan Manajemen Risiko di Indonesia. Pertanyaan-pertanyaan yang mewakili kesembilan komponen tersebut antara lain:

1. Sejauh apa perusahaan Anda menerapkan Manajemen Risiko terintegrasi atau Enterprise Risk Management (ERM)?

2. Framework Manajemen Risiko apa yang digunakan oleh perusahaan Anda?

3. Siapa yang memiliki tanggung jawab tertinggi dalam proses Manajemen Risiko di perusahaan Anda?

4. Risiko terbesar apa yang dihadapi oleh perusahaan Anda saat ini?

5. Keahlian apa yang menurut Anda penting untuk dimiliki oleh penanggung jawab tertinggi Manajemen Risiko dalam perusahaan?

6. Apa saja yang menurut Anda menjadi manfaat dari adanya proses Manajemen Risiko dalam perusahaan?

7. Apa hambatan terbesar dalam mengimplementasikan Manajemen Risiko?

8. Sejauh apa perusahaan Anda menjalankan peningkatan kapabilitas Manajemen Risiko melalui program edukasi dan pelatihan?

9. Jenis pelatihan apa yang menurut Anda paling efektif untuk meningkatkan kapabilitas Manajemen Risiko?

5SURVEY NASIONAL MANAJEMEN RISIKO 2017

Adopsi Manajemen Risiko di Indonesia

Tahun lalu, Survey Nasional Manajemen Risiko telah menemukan bahwa sebagian besar perusahaan di Indonesia telah mengadopsi prinsip dan kerangka kerja Manajemen Risiko. Dalam rangka melihat perkembangannya di tahun 2017, survey ini mengajukan pertanyaan serupa yang mengukur kematangan dan penggunaan kerangka kerja Manajemen Risiko di Indonesia.

Kematangan Manajemen Risiko

Komponen pertama survey kembali mengukur kematangan Manajemen Risiko di Indonesia dengan menggunakan kerangka pengukuran yang dikemukakan oleh Maria Ciorciari dan Dr. Peter Blattner. Dalam kerangka yang digunakan, terdapat lima tingkat kematangan Manajemen Risiko sebagai berikut.

1. Sangat Lemah Manajemen Risiko dilakukan secara

intuitif, dan belum terdapat upaya formalisasi Manajemen Risiko.

2. Lemah Manajemen Risiko telah diatur secara

informal, tetapi belum terdapat pelatihan maupun komunikasi.

3. Menengah Manajemen Risiko telah distandardisasi,

terdapat prinsip-prinsip tertulis, disertai pelatihan dasar.

4. Baik Terdapat sistem pengawasan terhadap

implementasi Manajemen Risiko, prinsip-prinsip sudah dijalankan, disertai perbaikan secara periodik.

5. Optimal Manajemen Risiko dijalankan secara

optimal, dengan prinsip dan proses yang telah terintegrasi dalam proses bisnis.

Serupa dengan tahun 2016 yang lalu, tingkat kematangan “Baik” mendominasi dengan 29% responden mengatakan telah terdapat sistem pengawasan terhadap implementasi Manajemen Risiko, menerapkan prinsip tertulis, disertai pelatihan dasar. Kemudian disusul dengan tingkat kematangan “Menengah” di tingkat 23% dan “Lemah” di tingkat 17%.

Dengan demikian, mayoritas perusahaan di Indonesia telah meginternalisasi prinsip dan kerangka kerja Manajemen Risiko.

3%

29%

23%

17%

16%

11%

Baik

Lemah

Menengah

Optimal

Sangat LemahBelum Sama Sekali

6SURVEY NASIONAL MANAJEMEN RISIKO 2017

Kematangan Sektor

Jika dilihat berdasarkan sektor, terdapat perbedaan kematangan Manajemen Risiko pada sektor yang berbeda.

Dari skala kematangan 1 (belum/tidak ada inisiatif Manajemen Risiko) sampai 6 (Manajemen Risiko dijalankan secara optimal), sektor-sektor yang memiliki regulasi ketat mengenai Manajemen Risiko seperti sektor Aktivitas Keuangan dan Asuransi memiliki rata-rata tingkat kematangan yang lebih tinggi (4,63 poin) dibandingkan sektor lain yang belum diregulasi seperti sektor Perdagangan (2,80 poin) dan sektor Pendidikan (3,13 poin). Hal ini mengindikasikan efektivitas keberadaan regulasi untuk meningkatkan kematangan implementasi Manajemen Risiko di Indonesia.

Rata-rata tingkat kematangan Manajemen Risiko* pada tiap sektor terlihat dari grafik berikut ini.

Keuangan dan Asuransi

Jasa Lainnya

Pendidikan

Adm. Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib

Konstruksi

Industri Pengolahan

Pertambangan dan Penggalian

Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan

Real Estat

Kesehatan Manusia dan Sosial

Pengadaan Listrik, Gas, Uap/Air Panas dan Udara Dingin

Pengangkutan dan Pergudangan

Perdagangan, Reparasi dan Perawatan Mobil dan Sepeda Motor

Informasi dan Komunikasi

Aktivitas Profesional, Ilmiah dan Teknis

Penyewaan dan SGU Tanpa Hak Opsi, Ketenagakerjaan, Agen Perjalanan dan Penunjang Usaha Lainnya

Penyediaan Akomodasi dan Penyediaan Makan MinumSektor yang memiliki regulasi mengenai Manajemen Risiko

relatif memiliki tingkat kematangan lebih tinggi.

*Rata-rata kematangan Manajemen Risiko diukur melalui skala kematangan berikut.1: Belum/Tidak ada implementasi Manajemen Risiko2: Sangat Lemah3: Lemah4: Menengah5: Baik6: Optimal

“ “

4,63

4,58

4,55

4,35

4,32

4,30

4,21

4,00

3,73

3,67

3,50

3,40

3,33

3,27

3,22

3,13

2,80

7SURVEY NASIONAL MANAJEMEN RISIKO 2017

Standar Manajemen Risiko

Sama seperti tahun lalu, komponen ke-2 dalam survey tahun ini berupaya untuk mengetahui standar Manajemen Risiko yang paling banyak digunakan oleh perusahaan di Indonesia.

Hasil survey menunjukkan tidak ada perubahan signifikan dari tahun lalu. SNI ISO 31000 masih merupakan standar yang paling luas digunakan oleh perusahaan (62%), disusul standar COSO (19%).

Luasnya penggunaan SNI ISO 31000 di Indonesia tidak lepas dari usaha sosialisasi yang dilakukan lembaga-lembaga di Indonesia. Di tahun 2016 saja,

2%

62%19%

10%

7%

SNI ISO 31000COSO

Lainnya

Tidak Ada/ Tidak Tahu

Kombinasi

SNI ISO 31000 telah menjadi standar yang paling luas

digunakan oleh perusahaan di Indonesia.

“ “

8SURVEY NASIONAL MANAJEMEN RISIKO 2017

Badan Standardisasi Nasional (BSN) melakukan tiga usaha sosialisasi di bulan Juli dan November berupa Talkshow, Seminar, Workshop, dan sebagainya. Tidak hanya digunakan oleh perusahaan, kini standar Manajemen Risiko ISO 31000 juga telah banyak digunakan oleh badan pemerintah di Indonesia.

Pergeseran Risiko di tahun 2017

Perkembangan teknologi dan informasi tidak hanya mendorong percepatan perkembangan dunia bisnis, tetapi juga menghadirkan sejumlah risiko-risiko baru yang dinamis. Pada bagian ini, survey berupaya untuk melihat ada tidaknya pergeseran tren risiko di Indonesia melalui persepsi responden terhadap risiko terbesar yang dihadapi perusahaan.

Dalam rangka melihat perubahan tren risiko terbesar pada tahun ini, jenis risiko yang dapat dipilih oleh responden diambil dari sumber yang sama dengan Survey Nasional Manajemen Risiko 2016, yaitu berdasarkan hasil riset risiko-risiko terbesar tahun 2015 dari majalah Audit & Risk oleh IIA (Institute of Internal Audit) yang terdiri atas 13 jenis risiko.

Jika dibandingkan dengan survey tahun lalu, komposisi risiko-risiko terbesar yang dihadapi perusahaan mengalami pergeseran tren.

Risiko reputasi

Risiko kegagalan perencanaan SDM

Ketidakpastian kebijakan pemerintah

Risiko kerja sama dengan pihak ketiga

Risiko cyber / keamanan informasi

Risiko perubahan arah perusahaan

Risiko hukum

Budaya perusahaan yang tidak kondusif

Ketidakstabilan politik

Lainnya

Perubahan iklim dan cuaca

Risiko operasional

Risiko persaingan usaha / bisnis

Risiko kredit

Pada tahun 2016, risiko kerja sama dengan pihak ketiga merupakan risiko terbesar dengan 41,8% responden memilih risiko tersebut, disusul risiko reputasi (40,8%) dan risiko perubahan arah perusahaan (40,3%).

Tahun ini, risiko reputasi menjadi yang paling banyak dipilih sebagai risiko terbesar yang dihadapi perusahaan. Jumlah responden yang memilih “Kegagalan perencanaan SDM” sebagai risiko terbesar juga meningkat pesat, dengan kenaikan sebesar 12% dari tahun lalu.

Risiko lain yang menarik perhatian adalah risiko budaya perusahaan yang mengalami peningkatan sebesar 6% dan risiko cyber/keamanan informasi yang menanjak sebesar hampir 5%, sementara risiko hukum dan risiko perubahan arah perusahaan justru menurun sebesar 7%.

43%

39%

37%

36%

34%

33%

30%

23%

19%

3%

4%

4%

10%

13%

9SURVEY NASIONAL MANAJEMEN RISIKO 2017

Dipersepsikan sebagai risiko terbesar di tahun ini oleh perusahaan-perusahaan di Indonesia, perhatian bisnis global terhadap risiko reputasi telah menanjak tajam selaras dengan bertambah lincahnya pergerakan informasi melalui jejaring sosial sejak kurang lebih satu setengah dekade lalu. Di dunia terinterkoneksi ini, hancurnya reputasi suatu perusahaan atau merk hanya berjarak beberapa sentuhan di layar telepon pintar.

Survey yang dilakukan oleh Forbes bersama Deloitte Touche Tohmatsu Limited pada tahun 2013 bahkan telah menemukan risiko reputasi sebagai risiko strategis paling penting dari 300 eksekutif yang disurvey. Argumen ini juga didukung oleh penelitian dari World Economics yang menemukan bahwa rata-rata 25% nilai pasar suatu perusahaan secara langsung berkaitan dengan reputasinya.

Risiko Reputasi sebagai Risiko Terbesar 2017

Selain berpengaruh langsung pada pendapatan dan nilai merk perusahaan, risiko reputasi juga didorong oleh beberapa aspek risiko bisnis yang perlu dikelola secara aktif. Beberapa risiko yang dianggap paling berkaitan dengan risiko reputasi mencakup risiko etik dan integritas, risiko keamanan, risiko produk dan jasa, serta risiko kerja sama dengan pihak ketiga.

Menilai dampak dan kompleksitas pengelolaannya, tidak mengherankan jika risiko ini dinilai sebagai risiko terbesar perusahaan.

42% 41% 40%Kerja samadengan pihakketiga

Reputasi Perubahanarahperusahaan

43% 39% 37%Reputasi Kegagalan

perencanaanSDM

Ketidakpastiankebijakanpemerintah

10SURVEY NASIONAL MANAJEMEN RISIKO 2017

Perbandingan tiga besar risiko tahun 2016 dan 2017

2 0 1 6

2 0 1 7

Risiko Terbesar pada Setiap Sektor

Setiap sektor juga memiliki persepsi berbeda-beda terhadap risiko terbesar tahun ini. Risiko reputasi dinilai paling besar antara lain di sektor Pertambangan dan Penggalian (67%), Keuangan dan Asuransi (57%), Profesional Ilmiah dan Teknis (60%), dan Jasa Lainnya (57%). Sedangkan risiko kegagalan perencanaan SDM dipilih oleh 70% responden di sektor Pengadaan Listrik, Gas, Uap/ Air Panas dan Udara Dingin, 44% responden di sektor Konstruksi, dan 62% di sektor Pendidikan.

Berikut risiko terbesar dari tiga sektor dengan kontribusi PDB (Produk Domestik Bruto) terbesar di tahun 2016.

11SURVEY NASIONAL MANAJEMEN RISIKO 2017

50% 42%Perubahan iklim dan cuaca

Risikohukum

42%Risiko budaya perusahaan yang tidak kondusif

67% 44%Risiko kerja sama dengan pihak ketiga

Risikoreputasi

44%Risiko budaya perusahaan yang tidak kondusif

44%RisikoperencanaanSDM

61% 39%Ketidakpastiankebijakanpemerintah

Risiko kegagalan perencanaan SDM

Sektor Pengolahan (Manufaktur)

Sektor Pertanian, Kehutanan & Perikanan

Sektor Perdagangan Besar & Eceran, Reparasi Mobil & Motor

Akuntabilitas dan Kapabilitas Pemimpin Risiko

Menilik kebutuhan atas kepemimpinan yang kuat dalam menjalankan inisiatif Manajemen Risiko, kapabilitas pemimpin juga menjadi hal krusial yang perlu diperhatikan. Untuk mendapatkan proteksi risiko yang komprehensif, Manajemen Risiko perlu dipimpin dari puncak perusahaan yang memiliki kapabilitas yang dibutuhkan.

Berdasarkan hal tersebut, komponen ke-4 dan ke-5 survey ini berusaha memetakan akuntabiltas tertinggi Manajemen Risiko pada perusahaan-perusahaan di Indonesia, serta persepsi responden terhadap kapabilitas yang dibutuhkan oleh pemilik tanggung jawab tertinggi tersebut.

Tanggung Jawab Tertinggi dalam Proses Manajemen Risiko

Dalam komponen ke-5 ini, survey berusaha memetakan pihak yang memegang tanggung jawab tertinggi Manajemen Risiko pada perusahaan-perusahaan di Indonesia dengan meminta responden untuk

Direktur perusahaan memegang tanggung jawab

tertinggi Manajemen Risiko pada

perusaahaan-perusahaan di Indonesia.

memilih satu dari pilihan tingkat manajerial: Komisaris, Direktur, Eksekutif Senior, Chief Risk Officer, Manajer Senior atau setingkatnya, Kepala Divisi/Unit Bisnis atau setingkatnya, yang memiliki akuntabilitas manajemen risiko tertinggi di perusahaan.

Tidak jauh berbeda dari hasil survey tahun lalu, hasil survey tahun ini juga menunjukkan bahwa akuntabilitas tertinggi Manajemen Risiko dipegang oleh Direktur perusahaan (55%).

Komisaris

Direktur

Eksekutif Senior

Chief Risk Officer

Manajer Senior atau setingkatnya

Kepala Divisi atau setingkatnya

Tidak Tahu

Lainnya

“ “4%

5%

5%

6%

7%

8%

10%

55%

12SURVEY NASIONAL MANAJEMEN RISIKO 2017

Kapabilitas Pemimpin Risiko

Sebagai pemegang tanggung jawab tertinggi Manajemen Risiko, seseorang perlu memiliki kapabilitas-kapabilitas tertentu. Komponen ke-6 survey tahun ini berusaha melihat kapabilitas apa saja yang dinilai perlu dimiliki agar seorang pemimpin risiko dapat menjalankan tugasnya dengan baik.

Hasil survey tahun ini menunjukkan bahwa komponen keahlian penanggung jawab tertinggi risiko tidak mengalami perubahan signifikan dari tahun lalu.

Analisis stratejik masih dinilai sebagai keahlian yang paling penting untuk dimiliki oleh penanggung jawab tertinggi Manajemen Risiko (70%), disusul oleh kemampuan mengelola perubahan (63%) dan kepemimpinan (61%).

Penanggung jawab tertinggi Manajemen Risiko dinilai perlu

memiliki kapabilitas dalam melakukan analisis stratejik, mengelola perubahan, dan

memimpin.

“ “

Analisis strategis

Kemampuan mengelola perubahan

Kepemimpinan

Komunikasi

Kemampuan memecahkan masalah

Fokus pada kepentingan seluruh stakeholder

Pengelolaan sumber daya

Etika dan norma

Kerja sama

Result-oriented

Service facilitation

Lainnya

70%

63%

61%

58%

58%

52%

43%

4%

23%

28%

38%

39%

13SURVEY NASIONAL MANAJEMEN RISIKO 2017

73% 69% 68%Analisisstrategis

Kemampuan mengelola perubahan

Komunikasi Analisisstrategis

Kemampuan mengelola perubahan

Kepemimpinan70% 63% 61%

Perbandingan kapabilitas pemimpin2 0 1 6 2 0 1 7

Manfaat dan Hambatan Manajemen Risiko

Manfaat Manajemen Risiko bagi perusahaan seringkali menjadi perdebatan dalam perusahaan. Tanpa alat ukur keberhasilan yang tepat, keuntungan dari inisiatif Manajemen Risiko selalu menjadi pro-kontra manajemen, terutama mempertimbangkan usaha dan hambatan yang perlu dilalui perusahaan untuk menerapkan Manajemen Risiko yang efisien dan efektif.

Menjawab permasalahan tersebut, komponen ke-6 dan ke-7 survey ini bertujuan melihat persepsi responden terhadap manfaat dan hambatan terbesar yang dihadapi perusahaan dalam menerapkan Manajemen Risiko.

Manfaat Manajemen Risiko

Komponen ke-6 survey ini menggunakan teori Balanced Scorecard yang dirumuskan oleh Robert Kaplan dan David Norton dalam Harvard Business Review, 1992. Berdasarkan teori tersebut, kesuksesan suatu perusahaan perlu dilihat dari empat perspektif: finansial, pelanggan, internal bisnis, dan pengembangan. Keempat perspektif inilah yang dijadikan indikator

dalam mengukur persepsi responden terhadap manfaat proses manajemen risiko dalam perusahaan.

Hasil survey menunjukkan bahwa manajemen risiko dinilai mampu memberikan manfaat bagi keempat perspektif dalam Balanced Scorecard. Hal ini dapat dilihat dari indikator keempat perspektif yang menempati empat manfaat utama, yaitu peningkatan kualitas pelayanan (68%, perspektif pelanggan), kinerja keuangan secara keseluruhan (67%, perspektif finansial), efisiensi penggunaan sumber daya (66%, perspektif internal bisnis), dan peningkatan kinerja pekerja (62%, perspektif pengembangan).

Manajemen Risiko dipersepsikan memiliki

manfaat 360˚ bagi perusahaan.

“ “Peningkatan kualitas pelayanan

Kinerja keuangan secara keseluruhan

Efisiensi penggunaan sumber daya

Peningkatan kinerja pekerja

Peningkatan kepuasan konsumen

Peningkatan efektivitas dan efisiensi rantai pasok

Peningkatan pendapatan perusahaan

Peningkatan kepuasan pekerja

68%

67%

66%

62%

55%

53%

48%

42%

14SURVEY NASIONAL MANAJEMEN RISIKO 2017

Manfaat Terbesar di Setiap Tingkat Kematangan

Jika dilihat berdasarkan tingkat kematangan, setiap tingkat kematangan memiliki perspektif yang berbeda-beda mengenai manfaat Manajemen Risiko.

Masing-masing tingkat kematangan memiliki rata-rata tertinggi di perspektif yang berbeda-beda. Perspektif pengembangan memiliki rata-rata tertinggi sebesar 72% di perusahaan dengan tingkat kematangan manajemen risiko “Sangat Lemah”. Sedangkan perusahaan di tingkat kematangan manajemen risiko lemah dan optimal memiliki rata-rata tertinggi di perspektif finansial, yaitu sebesar 62% dan 73%.

Perusahaan di tingkat kematangan “Menengah” memiliki rata-rata tertinggi (67%) di perspektif pelanggan, sementara perusahaan di tingkat kematangan “Baik” menilai perspektif internal bisnis sebagai perspektif yang menerima manfaat paling besar dari manajemen risiko dengan rata-rata 64%.

Pengembangan

Internal Bisnis

Pelanggan

Finansial

Sangat Lemah72%

66%61%

48%

Pengembangan

Internal Bisnis

Pelanggan

Finansial

Lemah55%

58%59%

62%

Pengembangan

Internal Bisnis

Pelanggan

Finansial

Menengah51%

67%56%

52%

Pengembangan

Internal Bisnis

Pelanggan

Finansial

Baik48%

60%64%

59%

Pengembangan

Internal Bisnis

Pelanggan

Finansial

Optimal49%

66%62%

73%

15SURVEY NASIONAL MANAJEMEN RISIKO 2017

Perlu kepemimpinan dan komitmen yang kuat dari manajer senior

Perlu usaha besar untuk menanamkan Manajemen Risikoterintegrasi di seluruh aspek perusahaan

Perlu komitmen tinggi dan mengonsumsi banyak waktu

Sulit mengubah cara kerja dan/ atau budaya perusahaan

Sulit mendapatkan data yang tepat untuk memahami risiko

Sulit mengintegrasikan Manajemen Risikodengan operasi bisnis yang sedang berjalan

Sulit melakukan pelaporan yang tepat waktuuntuk mendukung pengambilan keputusan

Sulit melakukan operasional Manajemen Risiko

Lainnya

Hambatan Terbesar Implementasi Manajemen Risiko

Didasarkan pada hambatan umum yang dikemukakan dalam laporan The Challenges and Benefits of Implementing ERM dari Baxter Bruce, komponen ini disusun untuk melihat faktor-faktor yang dipersepsikan sebagai hambatan terbesar bagi perusahaan di Indonesia dalam mengimplementasikan manajemen risiko.

Hasil survey menunjukkan bahwa mayoritas responden (69%) melihat perlunya kepemimpinan yang kuat dan komitmen dari manajer senior sebagai hambatan terbesar, diikuti dengan sulitnya mengintegrasikan ERM ke dalam seluruh aspek perusahaan (62%). Pengumpulan data, integrasi dengan operasi bisnis, pelaporan, dan operasionalisasi Manajemen Risiko justru tidak dinilai sebagai hambatan bagi sebagian besar responden.

Dari sini dapat juga disimpulkan bahwa walaupun Manajemen Risiko telah dilakukan secara top-down seperti yang ditemukan dalam komponen ke-4, kapabilitas kepemimpinan masih menjadi hambatan bagi sebagian besar perusahaan dalam mengelola risikonya.

Hambatan tertinggi dalam mengimplementasikan

Manajemen Risiko datang dari kapabilitas pemimpin.

“ “69%

62%

59%

54%

28%

27%

22%

20%

3%

16SURVEY NASIONAL MANAJEMEN RISIKO 2017

Mengelola Manajemen Risiko dari Puncak Perusahaan

Sesuai dengan kerangka kerja ISO 31000 yang dimulai dari Mandat dan Komitmen, pengelolaan Manajemen Risiko perlu dimulai dari puncak perusahaan. Selain untuk memberikan arahan dan keseimbangan pengelolaan risiko, menanamkan budaya risiko yang kuat juga menjadi pekerjaan rumah bagi para pemimpin perusahaan.

Salah satu Working Paper dari konsultan bisnis McKinsey juga menggarisbawahi pentingnya peran manajer puncak dalam mengintegrasikan ERM ke dalam perusahaan. Kesenjangan pengelolaan risiko di level manajerial dan operasional memang memperlebar kerentanan perusahaan terhadap risiko, tetapi kesenjangan di puncak organisasi dapat dipastikan akan membatasi efektivitas aktivitas Manajemen Risiko secara drastis.

Untuk mengisi kesenjangan tersebut, ada beberapa inisiatif yang dapat dijalankan oleh para pemegang akuntabilitas tertinggi Manajemen Risiko, terutama dalam rangka menghalau hambatan terbesar penerapan Manajemen Risiko di tahun 2017 ini.

1. Menciptakan forum dialog risiko bagi manajemen puncak

Perusahaan perlu membentuk forum yang bertujuan untuk memfasilitasi manajemen puncak perusahaan untuk mendikusikan risiko secara eksplisit. Diskusi dapat mencakup evaluasi profil risiko keseluruhan perusahaan, pengambilan keputusan-keputusan utama yang berkaitan dengan risiko, permasalahan yang muncul dalam proses operasionalisasi ERM, dan sebagainya.

2. Menetapkan risk charter dan dashboard untuk dewan

Di banyak perusahaan, komite audit memiliki tanggung jawab mengawasi proses manajemen risiko. Dengan adanya risk charter yang membagi tanggung jawab risk oversight ke seluruh anggota dewan dan komite, manajemen puncak juga dapat ikut serta dalam sistem pengawasan manajemen risiko. Untuk meningkatkan efektivitas aktivitas ini, dapat disusun sebuah dashboard risiko yang membantu dewan memetakan risiko-risiko yang kritikal terhadap kinerja perusahaan agar suatu aksi tindak lanjut dapat dilakukan.

3. Menentukan selera risiko dan strategi sebagai panduan pengambilan keputusan

Dengan berbeda-bedanya kapasitas dan kapabilitas perusahaan, selera dan strategi risiko setiap perusahaan menjadi sangat beragam. Di sinilah fungsi puncak perusahaan memberikan batasan dan kebijakan agar pengambilan risiko di seluruh lini perusahaan mendukung pencapaian tujuan perusahaan secara optimal.

4. Melakukan analisis risiko terhadap proses bisnis inti

Dalam rangka membantu manajemen dalam pengambilan keputusan berdasarkan pertimbangan risiko, perlu dilakukan identifikasi terhap proses inti atau keputusan yang membentuk profil risiko perusahaan, disertai dengan dukungan risiko yang tepat dari puncak perusahaan.

17SURVEY NASIONAL MANAJEMEN RISIKO 2017

Hambatan di Setiap Tingkat Kematangan

Walau memiliki distribusi yang serupa, dapat dilihat bahwa ada perbedaan hambatan terbesar bagi setiap perusahaan di masing-masing tingkat kematangan Manajemen Risiko.

Sebagian besar perusahaan yang telah mencapai tingkat Manajemen Risiko “Optimal” melihat proses integrasi ke seluruh aspek perusahaan sebagai hambatan terbesar. Sedangkan perusahaan di tingkat kematangan Lemah, Menengah, dan Baik menilai aspek kepemimpinan dan komitmen dari manajer senior sebagai hambatan terbesar. Perusahaan yang belum mengimplementasikan Manajemen Risiko dan memiliki tingkat kematangan Sangat Lemah melihat budaya perusahaan sebagai hambatan terbesar.

Perlu komitmen tinggi dan mengonsumsi banyak waktu

Sulit mengintegrasikan Manajemen Risiko dengan operasi bisnis yang sedang berjalan

Sulit mengubah cara kerja dan/atau budaya perusahaan

Perlu kepemimpinan dan komitmen yang kuat dari manajer senior

Sulit mendapatkan data yang tepat untuk memahami risiko

Sulit melakukan pelaporan yang tepat waktu untuk mendukung pengambilan keputusan

Sulit melakukan operasionalisasi Manajemen Risiko

Perlu usaha besar untuk menanamkan Manajemen Risiko terintegrasi di seluruh aspek perusahaan

Belum/Tidak Ada Implementasi Manajemen Risiko

50%

33%

83%

50%

50%

67%

50%

67%

Perlu komitmen tinggi dan mengonsumsi banyak waktu

Sulit mengintegrasikan Manajemen Risiko dengan operasi bisnis yang sedang berjalan

Sulit mengubah cara kerja dan/atau budaya perusahaan

Perlu kepemimpinan dan komitmen yang kuat dari manajer senior

Sulit mendapatkan data yang tepat untuk memahami risiko

Sulit melakukan pelaporan yang tepat waktu untuk mendukung pengambilan keputusan

Sulit melakukan operasionalisasi Manajemen Risiko

Perlu usaha besar untuk menanamkan Manajemen Risiko terintegrasi di seluruh aspek perusahaan

Sangat Lemah

70%

27%

76%

50%

36%

27%

42%

55%

18SURVEY NASIONAL MANAJEMEN RISIKO 2017

Perlu komitmen tinggi dan mengonsumsi banyak waktu

Sulit mengintegrasikan Manajemen Risiko dengan operasi bisnis yang sedang berjalan

Sulit mengubah cara kerja dan/atau budaya perusahaan

Perlu kepemimpinan dan komitmen yang kuat dari manajer senior

Sulit mendapatkan data yang tepat untuk memahami risiko

Sulit melakukan pelaporan yang tepat waktu untuk mendukung pengambilan keputusan

Sulit melakukan operasionalisasi Manajemen Risiko

Perlu usaha besar untuk menanamkan Manajemen Risiko terintegrasi di seluruh aspek perusahaan

Perlu komitmen tinggi dan mengonsumsi banyak waktu

Sulit mengintegrasikan Manajemen Risiko dengan operasi bisnis yang sedang berjalan

Sulit mengubah cara kerja dan/atau budaya perusahaan

Perlu kepemimpinan dan komitmen yang kuat dari manajer senior

Sulit mendapatkan data yang tepat untuk memahami risiko

Sulit melakukan pelaporan yang tepat waktu untuk mendukung pengambilan keputusan

Sulit melakukan operasionalisasi Manajemen Risiko

Perlu usaha besar untuk menanamkan Manajemen Risiko terintegrasi di seluruh aspek perusahaan

Perlu komitmen tinggi dan mengonsumsi banyak waktu

Sulit mengintegrasikan Manajemen Risiko dengan operasi bisnis yang sedang berjalan

Sulit mengubah cara kerja dan/atau budaya perusahaan

Perlu kepemimpinan dan komitmen yang kuat dari manajer senior

Sulit mendapatkan data yang tepat untuk memahami risiko

Sulit melakukan pelaporan yang tepat waktu untuk mendukung pengambilan keputusan

Sulit melakukan operasionalisasi Manajemen Risiko

Perlu usaha besar untuk menanamkan Manajemen Risiko terintegrasi di seluruh aspek perusahaan

Perlu komitmen tinggi dan mengonsumsi banyak waktu

Sulit mengintegrasikan Manajemen Risiko dengan operasi bisnis yang sedang berjalan

Sulit mengubah cara kerja dan/atau budaya perusahaan

Perlu kepemimpinan dan komitmen yang kuat dari manajer senior

Sulit mendapatkan data yang tepat untuk memahami risiko

Sulit melakukan pelaporan yang tepat waktu untuk mendukung pengambilan keputusan

Sulit melakukan operasionalisasi Manajemen Risiko

Perlu usaha besar untuk menanamkan Manajemen Risiko terintegrasi di seluruh aspek perusahaan

Lemah

50%

33%

60%

69%

35%

19%

20%

56%

Baik

70%

23%

51%

77%

20%

19%

16%

65%

Menengah

52%

26%

48%

71%

23%

23%

11%

58%

Optimal

53%

28%

40%

60%

26%

21%

13%

72%

Tingkat Kematangan Manajemen Risiko

19SURVEY NASIONAL MANAJEMEN RISIKO 2017

Hambatan di Setiap Sektor

Walaupun memiliki persepsi terhadap hambatan yang berbeda-beda, mayoritas sektor memilih perlunya komitmen dan waktu, faktor kepemimpinan, dan integrasi ke aspek perusahaan sebagai hambatan terbesar yang dihadapi perusahaan dalam mengimplementasikan Manajemen Risiko.

Berikut risiko terbesar dari tiga sektor dengan kontribusi PDB (Produk Domestik Bruto) terbesar di tahun 2016.

20SURVEY NASIONAL MANAJEMEN RISIKO 2017

Sektor Pengolahan (Manufaktur)

Sektor Pertanian, Kehutanan & Perikanan

Sektor Perdagangan Besar & Eceran, Reparasi Mobil & Motor

85% 69%Perlu kepemimpinan dan komitmen yang kuat

Sulit mengubah cara kerja dan/atau budaya perusahaan

69%Perlu usaha besar untuk mengintegrasikan Manajemen Risiko ke seluruh aspek perusahaan

56% 56%Implementasi memerlukan komitmen tinggi dan mengkonsumsi banyak waktu

Sulit mengubah cara kerja dan/atau budaya perusahaan

44%Perlu kepemimpinan dan komitmen yang kuat

83% 44%Perlu kepemimpinandan komitmen yang kuat

Implementasi Manajemen Risiko memerlukan komitmen yang tinggi dan mengonsumsi banyak waktu

44%Perlu usaha besaruntuk mengintegrasikan Manajemen Risiko ke seluruh aspek perusahaan

Pembangunan Kapabilitas Manajemen Risiko

Kapabilitas didefinisikan sebagai ukuran kemampuan suatu entitas untuk mencapai tujuannya. Dengan demikian, pembangunan kapabilitas sesungguhnya tidak dapat dipisahkan dari pencapaian suatu strategi. Dalam realita, kegagalan perusahaan kerap kali diasosiasikan dengan kesalahan formulasi strategi tanpa melihat akurasi implementasi. Padahal, kesenjangan antara keduanya perlu menjadi titik berat perhatian perusahaan.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Economist tahun 2013, 61% responden mengalami kesulitan menjembatani kesenjangan antara strategi dan implementasi. Menyikapi hal ini, laporan dari Deloitte tahun 2015 menggarisbawahi pentingnya pengembangan kapabilitas untuk menjembatani kesenjangan tersebut.

Sejauh apa usaha perusahaan di Indonesia dalam membangun kapabilitas untuk menerapkan Manajemen Risiko?

Untuk menjawab pertanyaan tersebut, komponen ke-8 dan ke-9 dari survey ini berusaha menggali sejauh apa perusahaan di Indonesia mengintegrasikan peningkatan

kapabilitas Manajemen Risiko ke dalam perusahaannya, serta jenis pelatihan apa yang dinilai paling efektif untuk meningkatkan kapabilitas Manajemen Risiko.

Integrasi Pelatihan Manajemen Risiko

Komponen survey ini ingin melihat sejauh apa perusahaan telah menjalankan pelatihan atau program peningkatan kapabilitas Manajemen Risiko. Model kematangan didasarkan pada Learning Organization Maturity Model yang dikeluarkan oleh Bersin & Associates by Deloitte pada tahun 2012.

Hasil survey menunjukkan bahwa pelatihan Manajemen Risiko belum dilakukan secara terstruktur oleh perusahaan-perusahaan di Indonesia. Sebagian besar responden menyebutkan bahwa bahwa pelatihan di bidang ini dilakukan secara insidental (29%) atau dijadwalkan sesuai dengan kebutuhan (23%). Hanya 21% responden yang telah menjadikan pelatihan Manajemen Risiko sebagai bagian dari perusahaan dan 14% bahkan tidak memiliki pelatihan Manajemen Risiko sama sekali.

13%

29%

23%

21%

14%

Pelatihan Manajemen Risiko diberikan secara insidental, tidak terstruktur

Pelatihan Manajemen Risiko dijadwalkan sesuai dengankebutuhan

Pelatihan Manajemen Risiko telahmenjadi bagian dari perusahaan yangditingkatkan secara berkelanjutan

Tidak ada pelatihan mengenaiManajemen Risiko

Pelatihan Manajemen Risiko merupakanbagian dari strategi pengembangan SDM

21SURVEY NASIONAL MANAJEMEN RISIKO 2017

Pembangunan Kapabilitas dan Kematangan Manajemen Risiko

Jika dilihat berdasarkan tingkat kematangan, dapat dilihat adanya korelasi positif yang cukup kuat antara tingkat kematangan Manajemen Risiko dengan tingkat integrasi pelatihan—ini berarti semakin tinggi tingkat kematangan Manajemen Risiko, semakin tinggi pula tingkat kematangan pelatihannya.

Pembangunan Kapabilitas dan Hambatan

Menilik pula dari hambatan yang dihadapi oleh perusahaan, dapat terlihat adanya perbedaan persepsi hambatan di setiap tingkat kematangan pelatihan.

Sebagian besar perusahaan yang tidak mengadakan pelatihan Manajemen Risiko melihat budaya perusahaan sebagai hambatan tertinggi (66%) dalam mengimplementasikan Manajemen Risiko.

Sedangkan perusahaan yang memberikan pelatihan secara insidental, sesuai jadwal, dan menjadikan pelatihan sebagai bagian strategi SDM melihat kepemimpinan & komitmen manajer senior sebagai hambatan terbesar, disusul dengan kebutuhan komitmen & waktu.

Perusahaan yang telah mengintegrasikan pelatihan Manajemen Risiko ke dalam perusahaan melihat proses integrasi Manajemen Risiko / ERM sebagai hambatan terbesar (75%), diikuti dengan kepemimpinan & komitmen (65%).

Tingkat Kematangan

BelumSangat LemahLemahMenengahBaikOptimal

50%64%27%2%1%0%

0%27%56%35%19%15%

17%3%13%34%36%11%

33%6%4%12%19%15%

0%0%0%15%26%60%

Peningkatan kapabilitas Manajemen Risiko

Tidak adapelatihanManajemenRisiko

Perlu komitmentinggi danmengonsumsibanyak waktu

Tidak adanya pelatihanManajemen Risiko

Pelatihan ManajemenRisiko bersifat insidental

Pelatihan ManajemenRisiko telah terjadwal

Pelatihan ManajemenRisiko merupakan bagiandari strategi SDM

Pelatihan Manajemen Risiko merupakan bagiandari perusahaan

44%

62%

63%

62%

60%

27%

33%

25%

24%

22%

66%

62%

54%

46%

38%

56%

70%

76%

70%

65%

34%

32%

21%

35%

23%

29%

23%

21%

25%

17%

37%

24%

16%

19%

10%

49%

62%

58%

62%

75%

Sulit mengintegrasikanManajemen Risikodengan operasi bisnis yang sedangberjalan

Sulit mengubah cara kerja dan/atau budaya perusahaan

Perlu kepemimpinandan komitmenyang kuat darimanajer senior

Sulitmendapatkan data yangtepat untukmemahamirisiko

Sulit melakukanpelaporan yang tepat waktu untukmendukungpengambilan keputusan

Sulit melakukanoperasionalisasiManajemen Risiko

Perlu usahabesar untukmenanamkanManajemen Risiko terintegrasidi seluruh aspekperusahaan

Pelatihan Manajemen Risiko bersifatinsidental

Pelatihan ManajemenRisiko telahterjadwal

Pelatihan Manajemen Risiko merupakan bagian dari strategi SDM

Pelatihan Manajemen Risiko merupakan bagian dari perusahaan

Peningkatan Kapabilitas Manajemen Risiko

Hambatan dalam mengimplementasikan Manajemen Risiko

22SURVEY NASIONAL MANAJEMEN RISIKO 2017

Integrasi peningkatan kapabilitas di setiap tingkat kematangan Manajemen Risiko

Hambatan implementasi Manajemen Risiko di tiap tingkat integrasi pelatihan

Preferensi Jenis Pelatihan

Setelah mengetahui tingkat kematangan pembentukan kapabilitas Manajemen Risiko, survey ini juga menilik jenis pelatihan yang dianggap paling efektif untuk meningkatkan kapabilitas Manajemen Risiko. Jenis pelatihan yang dapat dipilih responden didasarkan pada publikasi Training Delivery Methods oleh Reference for Business.

Sebagian besar responden berpendapat bahwa simulasi dan/atau demonstrasi serta pendekatan diskusi adalah dua metode pelatihan yang paling efektif untuk meningkatkan kapabilitas Manajemen Risiko, disusul oleh On-the-Job Training (48%) dan pelatihan konvensional (36%). Pendapat ini terdistribusi cukup merata di seluruh tingkat kematangan.

Beberapa responden juga menyebutkan jenis pelatihan lain seperti benchmark, workshop, dan bahkan sertifikasi.

Lainnya E-Learning Pendekatanpelatihan

konvensional

On-the-jobTraining (OJT)

Pendekatandiskusi

Simulasidan/atau

demonstrasi

5%

28%

36%

48%

57%

58%

23SURVEY NASIONAL MANAJEMEN RISIKO 2017

Jenis Pelatihan di Setiap Tingkat Kematangan

Dengan distribusi yang cukup serupa, ada beberapa perbedaan preferensi jenis pelatihan di setiap tingkat kematangan. Perusahaan yang tidak memiliki pelatihan Manajemen Risiko mempersepsikan On-the-Job Training sebagai jenis pelatihan yang paling efektif untuk menginternalisasi Manajemen Risiko. Sedangkan perusahaan di tingkat kematangan lebih tinggi ternyata memilih simulasi atau demonstrasi dan pendekatan diskusi sebagai jenis pelatihan paling efektif.

Sebaliknya, hanya sebagian kecil responden yang melihat E-learning sebagai jenis pelatihan yang efektif.

Konvensional

Diskusi

E-learning

Simulasi/Demo

OJT

Konvensional

Diskusi

E-learning

Simulasi/Demo

OJT

Konvensional

Diskusi

E-learning

Simulasi/Demo

OJT

Konvensional

Diskusi

E-learning

Simulasi/Demo

OJT

Konvensional

Diskusi

E-learning

Simulasi/Demo

OJT

Tidak ada pelatihan Manajemen Risiko

Pelatihan Manajemen Risiko bersifat insidental

Pelatihan Manajemen Risiko telah terjadwal

Pelatihan Manajemen Risiko merupakan bagian dari Strategi SDM

Pelatihan Manajemen Risiko merupakan bagian dari perusahaan

44%

51%

24%

39%

59%

62%

61%

38%

29%

48%

33%

59%

29%

70%

47%

35%

57%

32%

59%

57%

33%

56%

56%

42%

30%

24SURVEY NASIONAL MANAJEMEN RISIKO 2017

SimpulanBerdasarkan survey atas 9 komponen yang diajukan, kondisi Manajemen Risiko di Indonesia pada tahun 2017 dapat disimpulkan dalam beberapa poin berikut.

Sebagian besar perusahaan telah menginternalisasi prinsip dan kerangka kerja Manajemen Risiko.Hasil survey atas tingkat kematangan Manajemen Risiko tidak jauh berbeda dari tahun 2016, sebagian besar perusahaan di Indonesia telah menginternalisasi prinsip dan kerangka kerja Manajemen Risiko.

Mayoritas perusahaan di Indonesia menggunakan standar SNI ISO 31000.Standar Manajemen Risiko yang digunakan oleh perusahaan di Indonesia tidak mengalami perubahan dari tahun 2016, dengan SNI ISO 31000 menjadi standar yang paling luas digunakan oleh perusahaan Indonesia. Survey juga menemukan sektor yang memiliki regulasi ketat mengenai Manajemen Risiko relatif memiliki tingkat kematangan lebih tinggi.

Risiko reputasi menjadi ancaman terbesar di tahun 2017.Tren risiko-risiko yang dinilai sebagai risiko terbesar di tahun 2017 mengalami pergeseran dibandingkan dengan tahun lalu. Risiko reputasi menjadi risiko

terbesar disusul dengan risiko kegagalan perencanaan dan risiko ketidakpastian kebijakan pemerintah.

Direktur memegang akuntabilitas tertinggi Manajemen Risiko.Tanpa perubahan signifikan dari tahun lalu, direktur perusahaan masih menjadi pemegang akuntabilitas tertinggi Manajemen Risiko pada mayoritas perusahaan di Indonesia.

Analisis strategis wajib dimiliki pemegang akuntabilitas tertinggi Manajemen Risiko.Keahlian yang paling penting dimiliki oleh penanggung jawab tertinggi Manajemen Risiko dalam perusahaan tidak mengalami perubahan signifikan dari tahun 2016, yaitu keahlian analisis strategis disusul dengan kemampuan mengelola perubahan dan kepemimpinan.

Manajemen Risiko memberikan manfaat 360˚ bagi perusahaan.Manajemen Risiko dinilai mampu memberikan manfaat bagi keempat perspektif dalam Balanced Scorecard, yaitu perspektif pelanggan, finansial, internal bisnis dan pengembangan.

Kepemimpinan dan komitmen manajer senior merupakan hambatan terbesar dalam mengimplementasikan Manajemen Risiko.Walaupun ada perbedaan persepsi hambatan terbesar bagi setiap perusahaan di masing-masing tingkat kematangan Manajemen Risiko, mayoritas sektor memilih perlunya komitmen dan waktu, faktor kepemimpinan, dan integrasi ke aspek perusahaan sebagai hambatan terbesar yang dihadapi dalam menerapkan Manajemen Risiko di perusahaannya.

Pelatihan Manajemen Risiko belum terstruktur.Pelatihan Manajemen Risiko belum dilakukan secara terstruktur oleh perusahaan-perusahaan di Indonesia. Sebagian besar perusahaan mengadakan pelatihan secara insidental atau hanya dijadwalkan sesuai dengan kebutuhan. Semakin tinggi tingkat kematangan Manajemen Risiko, semakin tinggi pula tingkat kematangan pelatihannya.

Simulasi dan demonstrasi dinilai paling efektif untuk meningkatkan kapabilitas Manajemen Risiko.Simulasi atau demonstrasi serta pendekatan diskusi merupakan jenis pelatihan yang dinilai paling efektif untuk meningkatkan kapabilitas Manajemen Risiko.

25SURVEY NASIONAL MANAJEMEN RISIKO 2017

Tabel 1 Tingkat Kematangan Manajemen Risiko

Lampiran

Q1: Sejauh apa perusahaan Anda menerapkan Manajemen Risiko terintegrasi atau Enterprise Risk Management (ERM)?

Belum sama sekali. 2% Manajemen Risiko dilakukan secara intuitif, tanpa ada upaya formalisasi. 11% Manajemen Risiko sudah diatur secara informal, tetapi belum ada pelatihan maupun komunikasi menyeluruh. 18% Manajemen Risiko sudah distandardisasi, ada prinsip-prinsip tertulis, disertai pelatihan dasar. 23% Telah terdapat sistem pengawasan terhadap implementasi Manajemen Risiko, prinsip-prinsip telah dijalankan, dan terdapat perbaikan secara periodik. 29% Manajemen Risiko dijalankan secara optimal, prinsip dan proses telah terintegrasi dalam proses bisnis. 16% Lainnya. 0%

TOTAL 100%

SURVEY NASIONAL MANAJEMEN RISIKO 2017

Jawaban %

Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 7% 7% 14% 14% 43% 14% Pertambangan dan Penggalian 0% 0% 32% 21% 32% 16% Industri Pengolahan 0% 0% 11% 32% 47% 11% Pengadaan Listrik, Gas, Uap/Air Panas dan Udara Dingin 0% 0% 18% 27% 36% 18% Konstruksi 0% 15% 5% 30% 30% 20% Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi dan Perawatan Mobil dan Sepeda Motor 10% 40% 20% 20% 10% 0%

Pengangkutan dan Pergudangan 0% 0% 27% 36% 18% 9% Penyediaan Akomodasi dan Penyediaan Makan Minum 0% 0% 50% 50% 0% 0% Informasi dan Komunikasi 44% 0% 0% 11% 33% 11% Keuangan dan Asuransi 0% 5% 14% 18% 38% 25% Real Estat 8% 8% 33% 42% 8% 0% Profesional, Ilmiah, dan Teknis 0% 20% 20% 60% 0% 0% Penyewaan dan Sewa Guna Usaha Tanpa Hak Opsi, Ketenagakerjaan, Agen Perjalanan dan Penunjang Usaha Lainnya 0% 0% 50% 0% 50% 0%

Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 0% 33% 14% 14% 29% 10% Pendidikan 9% 22% 39% 17% 4% 9% Kesehatan Manusia dan Sosial

0% 27% 36% 18% 18% 0% Jasa Lainnya 3% 13% 5% 33% 28% 20%

Tabel 2 Persentase Tingkat Kematangan di Setiap Industri

SURVEY NASIONAL MANAJEMEN RISIKO 2017

INDUSTRIBelum /Tidak Ada

Sangat Lemah Lemah Menengah Baik Optimal

Tabel 3 Standar Manajemen Risiko Tabel 5 Risiko Terbesar

Tabel 4 Akuntabilitas Manajemen Risiko

Q2: Framework Manajemen Risiko apa yang digunakan oleh perusahaan Anda?

Jawaban % SNI ISO 31000 62% COSO 19% Lainnya 10% Tidak ada/Tidak tahu 7% Kombinasi 2% TOTAL 100%

Q3: Siapa yang memiliki tanggung jawab tertinggi dalam proses Manajemen Risiko di perusahaan Anda?

Jawaban % Komisaris 10% Direktur 55% Eksekutif Senior 4% Chief Risk Officer 8% Manager Senior atau setingkatnya 5% Kepala Divisi atau setingkatnya 7% Tidak tahu 5% Lainnya (Mohon sebutkan) 6% TOTAL 100%

Risiko reputasi 43% Risiko kegagalan perencanaan SDM 39% Ketidakpastian kebijakan pemerintah 37% Risiko kerja sama dengan pihak ketiga 36% Risiko cyber / keamanan informasi 34% Risiko perubahan arah perusahaan 33% Risiko hukum 30% Budaya perusahaan yang tidak kondusif 23% Ketidakstabilan politik 19% Lainnya 13% Perubahan iklim dan cuaca 10% Risiko persaingan usaha / bisnis 4% Risiko operasional 4% Risiko kredit 3%

SURVEY NASIONAL MANAJEMEN RISIKO 2017

Q4: Risiko terbesar apa yang dihadapi oleh perusahaan Anda saat ini? (pilih semua yang sesuai)

%Jawaban

Tabel 6 Risiko Terbesar Setiap Industri

INDUSTRI

Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 17% 33% 50% 8% 42% 8% 33% 42% 25% 0% Pertambangan dan Penggalian 28% 17% 39% 28% 56% 61% 56% 17% 33% 67% Industri Pengolahan 17% 33% 22% 6% 17% 33% 61% 22% 39% 28% Pengadaan Listrik, Gas, Uap/Air Panas dan Udara Dingin 30% 70% 20% 40% 40% 50% 40% 20% 70% 40%

Konstruksi 19% 38% 0% 25% 38% 44% 25% 19% 44% 19% Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi dan Perawatan Mobil dan Sepeda Motor

0% 22% 0% 11% 22% 67% 33% 44% 44% 44%

Pengangkutan dan Pergudangan 45% 82% 9% 36% 45% 55% 45% 55% 73% 64% Penyediaan Akomodasi dan Penyediaan Makan Minum 0% 100% 0% 0% 0% 0% 0% 100% 0% 0%

Informasi dan Komunikasi 78% 44% 0% 33% 44% 56% 67% 22% 44% 56% Keuangan dan Asuransi 54% 35% 7% 23% 33% 37% 33% 24% 37% 57% Real Estat 9% 27% 0% 36% 9% 55% 36% 9% 45% 36% Profesional, Ilmiah, dan Teknis 60% 40% 20% 20% 40% 40% 60% 60% 40% 60% Penyewaan & SGU Tanpa Hak Opsi, Ketenagakerjaan, Agen Perjalanan dan Penunjang Usaha Lainnya

0% 50% 0% 50% 0% 50% 50% 50% 50% 50%

Adm. Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 63% 42% 0% 16% 42% 16% 53% 32% 53% 58% Pendidikan 10% 19% 5% 10% 10% 19% 14% 10% 62% 24% Kesehatan Manusia dan Sosial 40% 50% 10% 0% 40% 40% 30% 40% 40% 30% Jasa Lainnya 38% 32% 6% 24% 32% 44% 47% 18% 35% 56%

SURVEY NASIONAL MANAJEMEN RISIKO 2017

Risiko cyber/ keamanan informasi

Risiko perubahan

arah perusahaan

Perubahan iklim dan

cuaca

Ketidakstabilan politik

Risiko hukum

Risiko kerja sama dengan pihak ketiga

Ketidakpastian kebijakan

pemerintah

Budaya perusahaan yang tidak kondusif

Risiko kegagalan

perencanaan SDM

Risiko reputasi

RISIKO TERBESAR

Tabel 7 Kapabilitas Pemilik Akuntabilitas Tertinggi Manajemen Risiko

Tabel 8 Persepsi Manfaat Manajemen Risiko

Q5: Keahlian apa yang menurut Anda penting untuk dimiliki oleh penanggung jawab tertinggi Manajemen Risiko dalam perusahaan? (pilih semua yang sesuai)

Jawaban % Analisis strategis 70% Kemampuan mengelola perubahan 63% Kepemimpinan 61% Kemampuan memecahkan masalah 58% Komunikasi 58% Fokus pada kepentingan seluruh stakeholder 52% Pengelolaan sumber daya 43% Etika dan norma 39% Kerja sama 38% Result-oriented 29% Service facilitation 23% Lainnya 4%

Q6: Apa saja yang menurut Anda menjadi manfaat dari adanya proses Manajemen Risiko dalam perusahaan?

Peningkatan kualitas pelayanan 68% Kinerja keuangan secara keseluruhan 67% Efisiensi penggunaan sumber daya 66% Peningkatan kinerja pekerja 62% Peningkatan kepuasan konsumen 55% Peningkatan efektivitas dan efisiensi rantai pasok (supply chain) 53% Peningkatan pendapatan perusahaan 48% Peningkatan kepuasan pekerja 42%

SURVEY NASIONAL MANAJEMEN RISIKO 2017

(pilih semua yang sesuai)Jawaban %

Tabel 9 Persepsi Manfaat Manajemen Risiko Setiap Tingkat Kematangan

Tabel 10 Hambatan Implementasi Manajemen Risiko

TINGKAT KEMATANGAN MANAJEMEN RISIKO

Pengembangan Kinerja pekerja 84% 56% 62% 62% 60% Kepuasan pekerja 59% 54% 40% 33% 38%

Internal Bisnis Efisiensi sumber daya 66% 63% 60% 72% 73% Efektivitas & efisiensi rantai pasok

56% 54% 52% 56% 51%

Pelanggan Kepuasan konsumen 63% 50% 57% 53% 64% Kualitas pelayanan 69% 65% 78% 67% 67%

Finansial Kinerja keuangan 59% 71% 68% 66% 78% Pendapatan perusahaan 38% 52% 35% 52% 69%

Q7: Apa hambatan terbesar dalam mengimplementasikan Manajemen Risiko? (pilih semua yang sesuai)

Perlu kepemimpinan yang kuat dan komitmen dari manajer senior 69% Menanamkan Manajemen Risiko terintegrasi atau ERM ke dalam seluruh aspek perusahaan memerlukan usaha yang besar 62% Implementasi Manajemen Risiko memerlukan komitmen tinggi dan mengonsumsi banyak waktu 59% Sulit mengubah cara kerja dan/atau budaya perusahaan 54% Sulit mendapatkan data yang tepat untuk memahami risiko 28% Sulit mengintegrasikan Manajemen Risiko dengan operasi bisnis yang saat ini sedang berjalan 27% Sulit melakukan pelaporan yang tepat waktu untuk mendukung pengambilan keputusan yang proaktif 22% Sulit melakukan operasionalisasi Manajemen Risiko 20% Lainnya 3%

SURVEY NASIONAL MANAJEMEN RISIKO 2017

PERSPEKTIF INDIKATORSangat Lemah Lemah Menengah Baik Optimal

Jawaban %

Tabel 11 Hambatan Implementasi Manajemen Risiko Setiap Tingkat Kematangan Manajemen Risiko

TINGKAT KEMATANGAN

HAMBATAN DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN MANAJEMEN RISIKO

Belum / Tidak ada 50% 33% 83% 50% 50% 67% 50% 67% Sangat Lemah 70% 27% 76% 58% 36% 27% 42% 55%

Lemah 50% 33% 60% 69% 35% 19% 29% 56% Menengah 52% 26% 48% 71% 23% 23% 11% 58%

Baik 70% 23% 51% 77% 26% 19% 16% 65% Optimal 53% 28% 40% 60% 26% 21% 13% 72%

Perlu komitmen tinggi dan

mengonsumsi banyak waktu

Sulit mengintegrasikan

Manajemen Risiko dengan operasi bisnis yang sedang

berjalan

Sulit mengubah cara kerja

dan/atau budaya perusahaan

Perlu kepemimpinan dan komitmen yang kuat dari manajer senior

Sulit mendapatkan

data yang tepat untuk memahami

risiko

Sulit melakukan pelaporan yang

tepat waktu untuk

mendukung pengambilan

keputusan

Sulit melakukan operasionalisasi

Manajemen Risiko

Perlu usaha besar untuk

menanamkan Manajemen

Risiko terintegrasi di seluruh aspek

perusahaan

SURVEY NASIONAL MANAJEMEN RISIKO 2017

Tabel 12 Hambatan Implementasi Manajemen Risiko Setiap Sektor

INDUSTRI

HAMBATAN DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN MANAJEMEN RISIKO

Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan

54% 15% 69% 85% 23% 15% 31% 69%

Pertambangan dan Penggalian 59% 24% 47% 76% 76% 24% 0% 65%

Industri Pengolahan 44% 39% 28% 83% 39% 33% 6% 44%

Pengadaan Listrik, Gas, Uap/Air Panas dan Udara Dingin

78% 22% 67% 67% 11% 33% 22% 78%

Konstruksi 47% 18% 47% 41% 12% 18% 18% 59%

Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi dan Perawatan Mobil dan Sepeda Motor

56% 0% 56% 44% 11% 11% 11% 33%

Pengangkutan dan Pergudangan 50% 60% 70% 70% 70% 40% 30% 50%

Penyediaan Akomodasi dan Penyediaan Makan Minum

100% 50% 50% 0% 0% 0% 0% 0%

Informasi dan Komunikasi 86% 43% 71% 86% 14% 29% 29% 100% Aktivitas Keuangan dan Asuransi 62% 29% 51% 69% 23% 11% 20% 71%

Real Estat 50% 25% 33% 58% 0% 25% 17% 58%

Aktivitas Profesional, Ilmiah, dan Teknis

75% 25% 50% 75% 25% 25% 75% 75%

Aktivitas Penyewaan dan Sewa Guna Usaha Tanpa Hak Opsi, Ketenagakerjaan, Agen Perjalanan dan Penunjang Usaha Lainnya

50% 0% 0% 50% 50% 0% 0% 50%

Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib

71% 18% 76% 88% 41% 29% 41% 71%

Pendidikan 50% 28% 61% 56% 17% 33% 22% 33%

Aktivitas Kesehatan Manusia dan Sosial

73% 18% 73% 91% 36% 45% 27% 55%

Aktivitas Jasa Lainnya 56% 31% 53% 63% 31% 28% 19% 59%

Perlu komitmen tinggi dan

mengonsumsi banyak waktu

Sulit

Manajemen Risiko dengan operasi bisnis yang sedang

berjalan

Sulit mengubah cara kerja dan/atau budaya

perusahaan

Perlu kepemimpinan dan komitmen yang kuat dari manajer senior

Sulit mendapatkan

data yang tepat untuk

memahami risiko

Sulit melakukan pelaporan yang

tepat waktu untuk

mendukung pengambilan

keputusan

Sulit melakukan operasionalisasi

Manajemen Risiko

Perlu usaha besar untuk

menanamkan Manajemen

Risiko terintegrasi di seluruh aspek perusahaan

mengintegrasikan

SURVEY NASIONAL MANAJEMEN RISIKO 2017

Tabel 13 Integrasi Peningkatan Kapabilitas Manajemen Risiko

Tabel 14 Integrasi Peningkatan Kapabilitas di Setiap Tingkat Kematangan

TINGKAT KEMATANGAN

Belum / Tidak ada 50% 0% 17% 33% 0% Sangat Lemah 64% 27% 3% 6% 0% Lemah 27% 56% 13% 4% 0% Menengah 3% 35% 34% 12% 15% Baik 1% 19% 36% 19% 26% Optimal 0% 15% 11% 15% 60%

Tidak ada pelatihan

Manajemen Risiko

Pelatihan Manajemen

Risiko bersifat insidental

Pelatihan Manajemen Risiko telah terjadwal

Pelatihan Manajemen

Risiko merupakan bagian dari

strategi SDM

Pelatihan Manajemen

Risiko merupakan bagian dari Perusahaan

SURVEY NASIONAL MANAJEMEN RISIKO 2017

Q8:

apa perusahaan Anda menjalankan peningkatan kapabilitas Manajemen Risiko melalui program edukasi dan pelatihan?

Jawaban % Tidak ada pelatihan mengenai Manajemen Risiko 14% Pelatihan Manajemen Risiko diberikan secara insidental, tidak terstruktur 29% Pelatihan Manajemen Risiko dijadwalkan sesuai dengan kebutuhan 23% Pelatihan Manajemen Risiko merupakan bagian dari strategi pengembangan SDM 13% Pelatihan Manajemen Risiko telah menjadi bagian dari perusahaan yang ditingkatkan secara berkelanjutan 21% TOTAL 100%

Sejauh

PENINGKATAN KAPABILITAS MANAJEMEN RISIKO

Tabel 15 Hambatan Implementasi Manajemen Risiko di Setiap Integrasi Peningkatan Kapabilitas Manajemen Risiko

PENINGKATAN KAPABILITAS

MANAJEMEN RISIKO

Perlu komitmen tinggi dan

mengonsumsi banyak waktu

Sulit mengintegrasikan

Manajemen Risiko dengan operasi bisnis yang sedang

berjalan

Sulit mengubah cara kerja dan/atau budaya

perusahaan

Perlu kepemimpinan dan komitmen yang kuat dari manajer senior

Sulit mendapatkan

data yang tepat untuk memahami

risiko

Sulit melakukan pelaporan yang tepat

waktu untuk mendukung pengambilan

keputusan

Sulit melakukan operasionalisasi

Manajemen Risiko

Perlu usaha besar untuk

menanamkan Manajemen

Risiko terintegrasi di seluruh aspek perusahaan

Tidak ada pelatihan Manajemen Risiko

44% 27% 66% 56% 34% 29% 37% 49%

Pelatihan Manajemen Risiko bersifat insidental

62% 33% 62% 70% 32% 23% 24% 62%

Pelatihan Manajemen Risiko telah terjadwal

63% 25% 54% 76% 21% 21% 16% 58%

Pelatihan Manajemen Risiko merupakan bagian dari Strategi SDM

62% 24% 46% 70% 35% 24% 19% 62%

Pelatihan Manajemen Risiko merupakan bagian dari perusahaan

60% 22% 38% 65% 23% 17% 10% 75%

SURVEY NASIONAL MANAJEMEN RISIKO 2017

HAMBATAN DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN MANAJEMEN RISIKO

Tabel 16 Jenis Pelatihan Paling Efektif

Tabel 17 Jenis Pelatihan Paling Efektif di Setiap Integrasi Peningkatan Kapabilitas Manajemen Risiko

Q9: Jenis pelatihan apa yang menurut Anda paling efektif untuk meningkatkan kapabilitas Manajemen Risiko?

% Pendekatan pelatihan konvesional 36% Pendekatan diskusi 57% E-learning 28% Simulasi dan/atau demonstrasi 58% On-the-Job Training (OJT) 48% Lainnya 5%

Jawaban

INTEGRASI PENINGKATAN KAPABILITAS MANAJEMEN RISIKO

JENIS PELATIHAN

Konvesional Diskusi E-learning Simulasi/Demo OJT

Tidak ada pelatihan Manajemen Risiko 44% 51% 24% 39% 59% Pelatihan Manajemen Risiko bersifat insidental 38% 62% 29% 61% 48%

Pelatihan Manajemen Risiko telah terjadwal 33% 59% 29% 70% 47%

Pelatihan Manajemen Risiko merupakan bagian dari Strategi SDM

35% 57% 32% 59% 57%

Pelatihan Manajemen Risiko merupakan bagian dari perusahaan

33% 56% 30% 56% 42%

SURVEY NASIONAL MANAJEMEN RISIKO 2017

(c) 2017, CRMS Indonesia | PT Cipta Raya Mekar SahityaSeluruh hak cipta dan hak guna dokumen Survey Nasional Manajemen Risiko 2017 ini dimiliki oleh CRMS Indonesia.

HUBUNGI [email protected] | www.crmsindonesia.org @CRMSIndonesia @FaktaASEAN CRMS Indonesia