SURIMI_HANNY_13.70.0026_B2_UNIKA SOEGIJAPRANATA

download SURIMI_HANNY_13.70.0026_B2_UNIKA SOEGIJAPRANATA

of 16

description

Hari ini pada tanggal 21 September 2015 dilakukan praktikum Teknologi Hasil Laut dengan bab Surimi oleh praktikan kloter B. Praktikum dilaksanakan di Laboratorium Rekayasa Pangan dengan didampingi asisten dosen Yusdhika Bayu.

Transcript of SURIMI_HANNY_13.70.0026_B2_UNIKA SOEGIJAPRANATA

Acara I14

SURIMI

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM

TEKNOLOGI HASIL LAUT

Disusun Oleh:Nama : Christina Hanny S

NIM : 13.70.0026

Kelompok B2

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA

SEMARANG

20151. MATERI DAN METODE

1.1. Materi

1.1.1. Alat

Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah kain saring, pisau, palstik, penggiling daging (blender), freezer, texture analyzer, presser, dan milimeter blok.1.1.2. Bahan

Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah daging ikan bawal, garam, gula pasir, polifosfat, es batu.

1.2. Metode

Rumus perhitungan water holding capacity (WHC) :

2. HASIL PENGAMATANHasil pengamatan pembuatan surimi dapat dilihat pada Tabel 1.Tabel 1. Hasil Pengamatan Pembuatan Surimi

Kel.PerlakuanHardnessWHC

(mgH20)Sensori

KekenyalanAroma

B1Daging ikan giling + sukrosa 2,5% + garam 2,5% + polifosfat 0,1%129,74280917,72++++

B2Daging ikan giling + sukrosa 2,5% + garam 2,5% + polifosfat 0,3%292,02218185,65++++++

B3Daging ikan giling + sukrosa 5% + garam 2,5% + polifosfat 0,3%112,70318565,40+++

B4Daging ikan giling + sukrosa 5% + garam 2,5% + polifosfat 0,5%151,29303858,12++++

B5Daging ikan giling + sukrosa 5% + garam 2,5% + polifosfat 0,5%134,31301219,49++

Keterangan:

Kekenyalan

Aroma

+= tidak kenyal

+= tidak amis

++= kenyal

++= amis

+++ = sangat kenyal

+++= sangat amis

Berdasarkan Tabel 1, dapat dilihat bahwa perlakuan yang diberikan pada masing-masing kelompok berbeda-beda. Surimi dengan tingkat kekerasan tertinggi dihasilkan oleh kelompok B2, lalu diikuti oleh kelompok B4, B5, B1, dan B3. Untuk nilai WHC, nilai tertinggi dihasilkan oleh kelompok B3, yang diikuti dengan kelompok B4, B5, B1, dan B2. Selain itu, kualitas surimi yang dihasilkan tiap kelompok pun juga berbeda-beda. Pada kelompok B1 dihasilkan surimi yang kenyal dan amis, sedangkan pada kelompok B2 dihasilkan surimi yang sangat kenyal dan sangat amis. Lalu pada kelompok B3, surimi yang dihasilkan kenyal namun tidak amis, dan pada kelompok B4 sangat kenyal serta tidak amis. Dan yang terakhir pada kelompok B5 dihasilkan surimi yang tidak kenyal dan tidak amis.3. PEMBAHASANSurimi merupakan produk perantara (intermediet) yang dibuat dari daging ikan yang telah dilumatkan atau digiling, yang diekstraksi dengan air dan diberi tambahan bahan anti denaturasi protein (cryoprotectant). Sebagai bahan perantara, surimi disimpan dalam bentuk beku (Peranginangin et al., 1999). Berdasarkan kandungan garamnya, surimi beku dibedakan menjadi dua jenis yaitu surimi mu-en (surimi tanpa penambahan garam) dan surimi ka-en (surimi dengan penambahan garam). Selain itu, dikenal pula surimi na-na, yaitu surimi yang masih mentah dan tidak mengalami tahap pembekuan (Suzuki, 1981). Ikan yang digunakan sebagai bahan baku surimi harus bermutu baik ditinjau dari tingkat kesegaran dan pH, serta memiliki kandungan lemak yang rendah (Benjakul et al., 2004). Dalam industri pangan, surimi merupakan salah satu bahan baku yang cukup popular, karena kandungan nutrisinya yang rendah lemak dan kolesterol namun tinggi kandungan protein dan mempunyai tekstur yang unik (Jafarpour et al., 2012). Surimi banyak dimanfaatkan dalam pembuatan tempura, kamaboko, bakso ikan, sosis, nugget ikan dan lain sebagainya (Spinelli J, 1982). Menurut Hall (2011) dalam Shekarabi, H et al. (2015), surimi merupakan produk olahan ikan yang tersusun atas konsentrat protein myofibril (myosin, actin, tropomysin dan troponin). Tingginya kandungan protein myofibril tersebut menyebabkan adanya dua sifat fungsional utama dalam surimi yaitu kemampuan penyerapan air (water holding capacity) dan kemampuan pembentukan gel. Hal tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti pH, tingkat kesegaran ikan, ikatan ionik, dan proses pengolahan yang dilakukan. nuZhou et al. (2006) juga menambahkan, suhu lingkungan selama proses pengolahan, jenis ikan, dan keberadaan dari senyawa krioprotektan juga menjadi beberapa faktor, dimana pengendalian terhadap faktor-faktor tersebut akan sangat penting karena akan mempengaruhi kualitas sensori seperti warna, rasa, aroma, kekenyalan, dan elastisitas surimi yag dihasilkan. Hal ini dibuktikan oleh penelitian Shimazamaninejad et al., (2013), yang menyebutkan bahwa semakin lama waktu penyimpanan (250C), maka kualitas gel yang dihasilkan semakin baik, dimana kualitas terbaik ditemukan pada waktu penyimpanan selama 8 jam. Dalam praktikum ini, jenis daging ikan yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan surimi yaitu daging ikan bawal. Mula-mula ikan bawal dicuci bersih dengan air mengalir dan ditimbang beratnya. Lalu ikan difillet dengan cara membuang bagian kepala, sirip, ekor, sisik, isi perut, dan kulitnya. Bagian daging putih ikan diambil sebanyak 100 gram. Setelah ditimbang, daging ikan digiling hingga halus dengan menggunakan blender. Untuk menjaga suhu tetap rendah, maka selama penggilingan ditambahkan es batu. Hal ini sesuai dengan pendapat Tan et al. (1988) yang mengatakan bahwa penggilingan surimi sebaiknya dilakukan dengan penggilingan dingin, hal ini berfungsi untuk mencegah terjadinya denaturasi protein akibat panas penggilingan. Setelah digiling, daging ikan dicuci dengan menggunakan air es sebanyak 3 kali. Tahap pencucian merupakan salah satu tahap kritis dimana suhu merupakan faktor utama yang akan mempengaruhi kualitas gel yang dihasilkan. Menurut Suzuki (1981), tahap pencucian surimi lebih baik dilakukan dengan menggunakan air es atau air bersuhu rendah (5C-10C), hal ini untuk mencegah terjadinya denaturasi protein serta degradasi lemak yang dapat merusak tekstur surimi yang dihasilkan. Benjakul et al. (2004) menambahkan bahwa tahap pencucian dingin juga dilakukan untuk memperbaiki kualitas warna serta meningkatkan kekuatan gel. Semakin banyak pengulangan pencucian, maka warna dan aroma yang dihasilkan akan semakin maksimal, serta meningkatkan kandungan aktomiosin yang berpengaruh terhadap elastisitas produk surimi (Park et al., 2000). Setelah dicuci, daging disaring dengan menggunakan kain saring.Ampas hasil penyaringan lalu diberi penambahan sukrosa sebanyak 2,5% (kelompok 1 dan 2); 5% (kelompok 3,4, dan 5), garam sebanyak 2,5% (semua kelompok), dan polifosfat sebanyak 0,1% (kelompok 1); 0,3% (kelompok 2 dan 3); 0,5% (kelompok 4 dan 5). Dalam praktikum ini, garam digunakan sebagai salah satu bahan dalam proses pembuatan surimi, maka surimi yang dihasilkan merupakan surimi jenis ka-en, hal ini sesuai dengan pendapat Suzuki (1981). Metode yang dilakukan tersebut telah sesuai dengan teori Shimizu et al. (1994) bahwa biasanya dalam pembuatan surimi, konsentrasi garam yang digunakan adalah 2%-3% karena bila terlalu berlebih akan menimbulkan rasa asin. Penambahan garam berfungsi untuk mempercepat proses pelepasan myosin yang ada pada serat ikan, hal ini sangat penting untuk mencapai kekuatan gel yang maksimal. Selain itu, garam juga digunakan berbagai bumbu untuk meningkatkan citarasa dari produk surimi (Ditjen Perikanan Tangkap, 1990). Menurut Peranginangin et al. (1999), polifosfat digunakan untuk memperpanjang umur simpan produk surimi. Selain itu, polifosfat juga berfungsi untuk meningkatkan elastisitas dan kelembutan surimi serta meningkatkan kemampuan water holding capacity (WHC) surimi, dimana polifosfat akan berikatan dengan myosin. Ketika temperatur meningkat, myosin akan membentuk gel dan polifosfat akan membantu menahan sejumlah air dengan menutup pori kapiler dan mikroskopis dalam bahan, sehingga didapatkan bahan dengan tingkat elastisitas dan WHC yang baik. Setelah itu bahan dikemas dalam plastik, dan dibekukan dalam freezer selama 1 malam. Pengemasan dalam kantong plastik selama pembekuan dilakukan untuk memudahkan proses penyimpanan, serta melindungi adonan surimi supaya tidak mengering dan keras selama proses pembekuan (Benjakul et al., 2004). Menurut Buckle (1981), penyimpanan beku atau penyimpanan dingin merupakan tahap akhir dalam pembuatan surimi, yang dilakukan untuk meminimalkan pengaruh reaksi mikrobiologis, kimia maupun kerusakan mekanis. Namun dalam teorinya, Benjakul et al. (2004) menyebutkan bahwa proses pembekuan juga dapat menyebabkan terdenaturasinya protein myofibril yang akan mengganggu proses pembentukan gel dan tekstur dari produk surimi. Untuk itu, dalam proses pembuatan surimi ditambahkan senyawa krioprotektan. Krioprotektan merupakan senyawa yang apabila digunakan dalam konsentrasi tinggi (>0,5 M) dapat menstabilkan kandungan protein myofibril selama penyimpanan beku. Krioprotektan yang digunakan dalam praktikum ini berupa sukrosa. Hal ini didukung oleh Zhou et al., (2006) yang mengatakan bahwa krioprotektan sebagai bahan anti denaturasi protein dapat menginaktifkan kondensasi dengan cara mengikat molekul air oleh ikatan hidrogen. Sukrosa sebagai krioprotektan akan meningkatkan kemampuan air sebagai pengikat, mencegah pertukaran molekul-molekul air dari protein serta dapat menstabilkan protein. Proses pembekuan yang dilakukan dalam pembuatan surimi akan optimal apabila dilakukan dengan menggunakan pembekuan cepat. Dengan pembekuan cepat, kerusakan pada tekstur yang disebabkan oleh kristal es dapat diminimalkan, serta mengurangi jumlah drip loss yang terjadi selama proses thawing, dimana drip loss ini mampu menurunkan kekuatan gel yang dihasilkan (Winarno, 2004). Setelah dibekukan selama 1 malam, surimi kemudian dithawing dan dilakukan analisa WHC dan sensori yang meliputi tingkat kekenyalan serta aroma yang diuji menggunakan panelis. Water holding capacity (WHC) atau daya ikat air merupakan suatu proses pengikatan air oleh protein dalam bahan melalui suatu interaksi antara molekul air dan gugus hidrofilik melalui ikatan hidrogen. Besarnya nilai WHC dalam surimi dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti jenis ikan yang digunakan, kandungan lemak dan garam, pH, kondisi penyimpanan, dan suhu selama proses pengolahan (Mahawanich, 2008). Pengukuran WHC dilakukan dengan mengukur jumlah mgH2O menggunakan milimeter block dengan rumus yang ada.Dari hasil pengamatan dapat dilihat bahwa tiap kelompok memperoleh hasil yang berbeda. Hal ini terjadi karena adanya perbedaan perlakuan yang diberikan. Menurut Wiguna (2005), semakin besar konsentrasi cryoprotectant yang ditambahkan dalam pembuatan surimi maka kemampuan pengikatan air (water holding capacity) akan semakin meningkat. Hal ini telah sesuai dengan hasil pengamatan yang ada, dimana pada kelompok B3, B4, dan B5 yang menggunakan sukrosa sebanyak 5% memberikan nilai WHC yang lebih besar dibandingkan dengan kelompok B1 dan B2 yang menggunakan sukrosa sebanyak 2,5%. Dalam penelitiannya, Agustini et al. (2008) membuktikan bahwa jenis krioprotektan akan berpengaruh terhadap nilai WHC dan kekuatan gel surimi yang dihasilkan selama proses penyimpanan beku. Hal ini terkait dengan struktur molekul krioprotektan yang digunakan, dimana struktur tersebut akan berpengaruh terhadap kemampuannya dalam mengikat air, serta dalam proses pembentukan gel.Selain ditambahkan garam dan sukrosa, pada pembuatan surimi juga ditambahkan polifosfat. Menurut Toyoda et al. (1992), jumlah polifosfat yang ditambahkan akan berpengaruh pada tekstur surimi sehingga surimi menjadi lebih lembut dan lebih kenyal. Oleh karena itu semakin banyak polifosfat yang ditambahkan maka kekenyalan dari produk surimi juga semakin meningkat. Hal ini telah sesuai dengan hasil pengamatan yang dilakukan oleh kelompok B4 yang menggunakan perlakuan polifosfat sebanyak 0,5%. Namun beda halnya dengan kelompok B5 yang juga menggunakan polifosfat sebanyak 0,5%, dimana surimi yang dihasilkan tidak kenyal. Sebaliknya pada kelompok B2 yang menggunakan polifosfat sebanyak 0,3% dihasilkan surimi yang sangat kenyal. Kesalahan tersebut dapat terjadi karena penilaian dilakukan dengan menggunakan panelis, sehingga memungkinkan terjadinya perbedaan persepsi dalam pemberian penilaian. Selain itu konsentrasi polifosfat juga berpengaruh terhadap besarnya nilai WHC yang dihasilkan, dimana semakin banyak konsentrasi polifosfat yang ditambahkan, maka nilai WHC yang dihasilkan akan semakin meningkat. Hal ini terkait dengan fungsi polifosfat yang berperan sebagai senyawa yang memiliki kemampuan untuk mengikat air seperti halnya gula dan garam, sehingga ketika ditambahkan dalam bahan, polifosfat akan membantu protein myofibril untuk mengikat dan menahan air dalam jaringan sehingga didapatkan produk akhir dengan kadar pengikatan air yang lebih besar (Peranginangin et al., 1999). Namun teori tersebut belum sesuai dengan hasil yang diperoleh, dimana nilai WHC tertinggi diperoleh pada kelompok B3 yang menggunakan polifosfat sebanyak 0,3%. Tingkat kekenyalan surimi pada dasarnya sangat berhubungan dengan tingkat kekuatan gel serta elastisitas gel yang dihasilkan. Namun demikian, elastisitas juga dipengaruhi oleh sejumlah faktor lain seperti banyaknya air dan pengulangan yang dilakukan pada tahap pencucian, jumlah penggunaan gula dan garam, serta seberapa optimal proses pembekuan yang dilakukan (Benjakul et al., 2004). Hasil yang diperoleh dari pengujian hardness secara kuantitatif menunjukkan hasil yang kurang sesuai, dimana seharusnya semakin banyak jumlah polifosfat yang diberikan, maka semakin tinggi angka yang dihasilkan yang menunjukkan semakin kenyal surimi tersebut. Dalam penelitiannya, Jafarpour et al. (2012) menyebutkan bahwa penambahan 3% putih telur dalam proses pembuatan surimi, mampu memperbaiki tekstur yang dihasilkan. Putih telur tersebut berperan sebagai enzyme inhibitor yang menghambat fase modori (fenomenagel-shoftening) selama gelasi, sehingga produk menjadi lebih elastis. Selain itu, penambahan 3% protein kedelai, dan 10% pati kentang juga mampu meningkatkan kualitas sensori dari surimi.Pengamatan terakhir yang dilakukan adalah uji sensori aroma surimi. Berdasarkan hasil yang telah diperoleh, dapat dilihat bahwa aroma surimi yang dihasilkan pada kelompok B1 dan B2 tergolong amis, sedangkan pada kelompok B3, B4, dan B5 tidak amis. Berbedanya hasil yang diperoleh disebabkan karena pada saat proses pencucian, setiap kelompok menggunakan air dengan jumlah yang berbeda, sehingga proses penghilangan aromanya pun ada yang tidak optimal. Hal ini didukung dengan teori Park & Lin (2005) dalam Fogaca, F.H.S et al., (2013) yang mengatakan bahwa selama pencucian sebaiknya dilakukan dengan menggunakan jumlah air yang tepat, sehingga kualitas sensori dari produk akhir yang dihasilkan dapat meningkat. Selain itu, perbedaan hasil tiap kelompok tersebut juga dapat disebabkan karena panelis yang kurang ahli dalam melakukan uji sensori, mengingat sensori juga sangat relatif terhadap persepsi seseorang.

Dari hasil pengamatan yang dilakukan, maka dapat dikatakan bahwa kualitas surimi yang dihasilkan tersebut masih kurang baik. Hal ini terlihat dari kualitasnya setelah dilakukan thawing yang menunjukan kekuatan gel yang tidak optimal, serta aromanya yang secara sensori masih kurang. Selain karena proses pengolahan yang kurang optimal, penggunaan jenis ikan sebagai bahan dasar pembuatan surimi juga mempengaruhi hasil akhir yang dihasilkan. 4. KESIMPULAN Kualitas surimi yang baik yaitu tidak terlalu amis, serta memiliki kemampuan gel dan tingkat elastisitas yang tinggi. Faktor yang mempengaruhi kualitas surimi adalah kesegaran ikan, suhu penyimpanan, dan proses pencucian daging ikan. Selama pencucian sebaiknya dilakukan dengan menggunakan jumlah air yang tepat, sehingga kualitas sensori dari produk akhir yang dihasilkan dapat meningkat. Kandungan protein myofibril berpengaruh terhadap kemampuan penyerapan air (water holding capacity) dan kemampuan pembentukan gel. Dalam praktikum ini surimi yang dihasilkan merupakan surimi jenis ka-en. Penambahan garam berfungsi untuk mempercepat proses pelepasan myosin yang ada pada serat ikan. Polifosfat berfungsi untuk meningkatkan elastisitas dan kelembutan surimi serta meningkatkan kemampuan water holding capacity (WHC) surimi. Semakin banyak polifosfat yang ditambahkan maka kekenyalan dan nilai WHC dari produk surimi juga semakin meningkat. Untuk mencegah denaturasi protein, proses pembuatan surimi ditambahkan senyawa krioprotektan. Krioprotektan yang digunakan dalam praktikum ini berupa sukrosa. Semakin besar konsentrasi krioprotektan yang ditambahkan maka kemampuan pengikatan air (water holding capacity) akan semakin meningkat. Dari hasil pengamatan yang dilakukan, maka dapat dikatakan bahwa kualitas surimi yang dihasilkan tersebut masih kurang baik. Semarang, 24 September 2015Praktikan,

Asisten Dosen

Yusdhika Bayu S.Christina Hanny S

13.70.0026

5. DAFTAR PUSTAKAAgustini, Tri Winarni; Y.S. Darmanto and Danar Puspita Kurnia Putri. 2008. Evaluation on utilization of small marine fish to produce surimi using different cryoprotectective agents to increase the quality of surimi. Journal of Coastal Development. Vol. 11: 131-140.

Buckle KA, Edwards RA, Eleet GH, Wootton. (1981). Ilmu Pangan. Purnomo H dan Adiono, penerjemah. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.Ditjen Perikanan (Direktorat Jenderal Perikanan). 1990. Buku PedomanPengenalan Sumber Perikanan Laut. Jakarta: Direktorat JenderalPerikanan, Departemen Pertanian.

Fabola H S. Fogaa, Luzia Aparecida Trinca And urea Juliana Bombo And La Silvia Santana.2013. Optimization of The Surimi Production From Mechanically Recovered Fish Meat (MRFM) Using Response Surface Methodology. Journal Of Food Quality Issn 1745-4557.Hosseini-Shekarabi, S. P., Hosseini, S. E., Soltani, M., Kamali, A. and Valinassab, T. 2015. Effect of heat treatment on the properties of surimi gel from black mouth croaker (Atrobucca nibe). International Food Research Journal 22(1): 363-371.Jafarpour, Ali; Habib Allah Hajiduon and Masoud Rez Aie. 2012. A Comparative Study on Effect of Egg White, Soy Protein Isolate and Potato Starch on Functional Properties of Common Carp (Cyprinus carpio) Surimi Gel. Journal Process Technology 3 : 11.

Mahawanich, Thanachan. 2008. Preparations and Properties of Surimi Gels from Tilapia and Red Tilapia. Naresuan University Journal. Vol 16 (2): 105-111.

Park S, Brewer MS, Novakovski J, Bechtel PJ, McKeith FK. (2000). Process and characteristics for a surimi-like material made from beef or pork. Journal Food Science 61(2):422-427.Peranginangin R, Wibowo S, Nuri Y, Fawza.1999.Teknologi PengolahanSurimi.Jakarta: Instalasi Penelitian Perikanan Laut Slipi, Balai Penelitian Perikanan Laut.Phatcharat, S; Benjakul, S; Visessanguan, W. (2004). Effect of Washing with Oxidising Agents on The Gel-Forming Ability and Physicochemical Properties of Surimi Produced From Bigeye Snapper (Priacanthus tayenus). Department of Food Technology Prince of Songkla University Thailand.Shimazamaninejad, Bahare Shabanpour and Ali Shabani.2013. Effect of Medium Temperature Setting on Gelling Characteristics of Surimi from Farmed Common Carp (Cyprinus carpio, Linnaeus, 1758). World Journal of Fish and Marine Sciences 5 (5): 533-539,ISSN 2078-4589

Shimizu Y, Toyohara H, Lanier TC. (1994). Surimi Production from Fatty and Dark-Fleshed Fish Species. Di dalam: Lanier TC, Lee CM, editor. Surimi Technology. New York: Marcel dekker. Page.425-442.

Suzuki T. 1981. Fish and Krill Protein: Processing Technology. London: Applied Science Publishers Ltd.

Tan SM, Ng MC, Fujiwara T, Kok KH, and Hasegawa H. (1988). Handbook on the Processing of Frozen Surimi and Fish Jelly Products in Southeast Asia.Marine Fisheries.Research Department-South East Asia Fisheries Development Center. Singapore.

Toyoda, K., Shiraishi, T., Yoshioka, H., Yamada, T., Ichinose, Y. and Oku, H. (1992) Regulation of Polyphosphoinositide Metabolism in Peaplasma Membrane by Elicitor and Suppressor from a Pea Pathogen, Mycosphaerellapinodes. Plant Cell Physiol. 33: 445-452.Wiguna, A. N. (2005). Pengaruh Pengkomposisian dan Penyimpanan Dingin Daging Lumat Ikan Cucut Pisang (Carcharinus falciformis) dan Ikan Pari Kelapa (Trygon sephen) Terhadap Karakteristik Surimi yang Dihasilkan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.

Winarno FG. 2004. Pangan: Gizi, Teknologi dan Konsumen. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Zhou A, Benjakul S, Pan K, Gong J, Liu X. (2006). Cryoprotective Effect of Trehalose and Sodium Lactate on Tilapia (Sarotherodon nilotica) Surimi Durimg Frozen Storage. Journal of Food Chemistry 96(2):96-103.

6. LAMPIRAN

6.1. Perhitungan

Rumus perhitungan WHC (mg H2O):

Kelompok B1

Kelompok B2

Kelompok B3

Kelompok B4

Kelompok B5

6.2. Laporan Sementara

6.3. Diagram Alir6.4. Abstrak Jurnal