SUMBER KEPERCAYAAN-KEPERCAYAAN DALAM NIAT …
Transcript of SUMBER KEPERCAYAAN-KEPERCAYAAN DALAM NIAT …
PERILAKU GETOK TULAR DI MEDIA SOSIAL….……………….................……….……………………………….(Widya)
1
SUMBER KEPERCAYAAN-KEPERCAYAAN DALAM
NIAT MENGGUNAKAN SYNCHRONOUS E-LEARNING: STUDI
EMPIRIS PADA PERGURUAN TINGGI DI YOGYAKARTA
Eka Noor Asmara
Akademi Akuntansi YKPN
e-mail: [email protected]
ABSTRACT
This study aims to provide empirical evidence of the influence of individual factors, social factors and
institutional factors as the antecedent of behavioral intention through beliefs in using the technology of
synchronous e-learning, such as perceived usefulness and perceived ease of use. Analysis uses structural
equation models by using smartPLS software. Results of this research shown the support of 6 out of 7
proposed hypothesis, namely that there is a significant positive relationship between top management
commitment and support, references from colleagues and computer self efficacy against perceived
usefulness and perceived ease of use.
Keywords: behavioral intention, perceived usefulness, perceived ease of use, computer self efficacy,
synchronous e-learning.
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk memberikan bukti empiris pengaruh faktor individual, faktor sosial dan
faktor institusional sebagai anteseden behavioral intention melalui kepercayaan-kepercayaan
menggunakan teknologi synchronous e-learning, yaitu perceived usefulness dan perceived ease of use.
Analisis menggunakan model persamaan structural dengan menggunakan software smartPLS. Hasil
penelitian menunjukkan terdukungnya 6 dari 7 hipotesis yang diajukan yaitu terdapat hubungan positif
signifikan antara dukungan dan komitmen manajemen puncak, referensi rekan sejawat dan computer self
efficacy terhadap perceived usefulness dan perceived ease of use.
Kata kunci: Niat perilaku, kegunaan yang dirasakan, persepsi kemudahan penggunaan, efikasi diri
komputer, sinkron e-learning.
PENDAHULUAN
Peningkatan jumlah pengguna internet di
Indonesia yang semakin tinggi, memberikan
dampak terhadap perubahan pada berbagai
kegiatan, tak terkecuali kegiatan-kegiatan yang
ada pada lingkungan pendidikan tinggi. Proses
belajar mengajar secara online yang
menekankan pada pemanfaatan teknologi
informasi berbasis internet, saat ini telah
berkembang dan banyak digunakan oleh
perguruan tinggi sebagai bentuk perubahan
proses belajar mengajar. Menurut Wagner dkk.
(2008), penyelenggaraan pendidikan tinggi
dengan menggunakan internet dapat
dilaksanakan sesering mungkin karena dapat
menciptakan peluang baru bagi perguruan tinggi
dalam hal proses belajar mengajar, sedangkan
bagi dosen dan mahasiswa yang menggunakan
menjadi lebih menarik dan tidak membosankan.
JRMB, Volume 13, No. 1, Juni 2018
2
Wentling (2000) menyatakan bahwa
pengajaran dengan menggunakan teknologi
berbasis internet sebagai alat bantu disebut
sebagai electronic learning (e-learning.) E-
learning digunakan sebagai upaya
menghubungkan pelajar dengan sumber
belajarnya yang secara fisik terpisah atau bahkan
berjauhan namun dapat saling berkomunikasi,
berinteraksi, berkolaborasi secara langsung
(synchronous) dan secara tidak langsung
(asynchronous) (Naidu, 2006). Menurut
Hrastinski (2008), asynchronous e-learning
didesain untuk pembelajaran mandiri dan
umumnya difasilitasi oleh media seperti e-mail
atau forum komunikasi, yang mendukung
hubungan antara dosen dengan mahasiswa
meskipun tidak saling terhubung disaat yang
sama. Sedangkan synchronous e-learning
didesain untuk pembelajaran yang langsung
berpusat pada sumbernya dan umumnya
difasilitasi oleh media seperti video conference
dan chatting, yang dapat mendukung pengguna
e-learning dalam pengembangan lingkungan
belajar.
Pemanfaatan teknologi synchronous e-
learning dalam dunia pendidikan merupakan
bentuk inovasi dari teknologi informasi.
Interaksi secara langsung antara dosen dan
mahasiswa dalam pembelajaran online
memungkinkan dosen untuk menyesuaikan
materi pelajaran dan memberikan dorongan
kepada mahasiswa selama pembelajaran
berlangsung. Hal ini dapat dilakukan karena
dalam pembelajaran online, dosen dapat
menerapkan pendekatan konstruktivistik, belajar
berdasarkan aneka sumber, belajar kolaborasi,
belajar bedasarkan masalah, belajar berdasarkan
kasus, dan belajar secara kontekstual (Padmo
dan Julaeha, 2007). Berkenaan dengan
penerapan inovasi, Errington (2001, dalam
Padmo dan Julaeha, 2007) menyatakan bahwa
kompetensi atau kemampuan pengguna,
dukungan sarana, dan kecukupan infrastruktur
merupakan faktor yang menentukan penerapan
synchronous e-learning dalam pembelajaran.
Berkenaan dengan penggunaan teknologi
dalam pembelajaran, Hartono (2008)
menyatakan bahwa penggunaan tersebut tidak
terlepas dari kepercayaan-kepercayaan (beliefs)
pemakai terhadap teknologinya. Kepercayaan-
kepercayaan mewakili struktur-struktur kognitif
yang dikembangkan oleh individual setelah
mengumpulkan, memproses dan mensintesis
informasi tentang teknologi informasi, dan
memasukkan penilaian-penilaian individual dari
bermacam-macam hasil yang berkaitan dengan
penggunaan teknologinya. Kepercayaan-
kepercayaan telah menunjukkan mempunyai
dampak yang mendalam terhadap perilaku
individual. Dengan demikian proses
pembentukan kepercayaan masih menjadi hal
menarik untuk diteliti lebih lanjut (Agarwal,
2000).
Pada umumnya penelitian-penelitian
mengenai pembentukan kepercayaan terutama
yang berhubungan dengan perilaku pemanfaatan
teknologi berdasarkan pada beberapa teori
keperilakuan, seperti Theory of Reasoned
Action/TRA (Fishbein dan Ajzen, 1975), Social
Cognitive Theory (Bandura, 1986), Theory of
Planned Behavior/TPB (Ajzen, 1988) dan
Technology Acceptance Model/TAM (Davis,
1989). Sampai saat ini, teori-teori tersebut masih
digunakan dalam penelitian di bidang teknologi
informasi dan sudah menunjukan validitasnya.
Akan tetapi, model penelitian tersebut masih
membutuhkan variabel-variabel penjelas lainnya
bahkan teori-teori baru masih dibutuhkan untuk
menjelaskan lebih lanjut fenomena yang
berkembang (Compeau dan Higgins, 1995).
Pengujian terhadap kepercayaan-
kepercayaan dalam menggunakan teknologi
informasi tidak dapat dipisahkan dari model
penerimaan teknologi (Technology Acceptance
Model (Davis, 1989)). Technology Acceptance
Model atau TAM merupakan salah satu teori
tentang penggunaan sistem teknologi yang
dianggap mampu untuk menjelaskan penerimaan
individual terhadap penggunaan sistem
teknologi informasi. Dalam model TAM,
variabel-variabel kepercayaan-kepercayaan
individu dalam penggunaan teknologi infromasi
adalah kegunaan persepsian (perceived
usefulness) dan kemudahan penggunaan
PERILAKU GETOK TULAR DI MEDIA SOSIAL….……………….................……….……………………………….(Widya)
3
persepsian (perceived ease of use). Sedangkan
variabel yang mempengaruhi kepercayaan-
kepercayaan dalam menggunakan teknologi
informasi disebut sebagai variabel-variabel
eksternal. Menurut Hartono (2008), variabel-
variabel eksternal yang digunakan dapat
dikategorikan misalnya, sebagai variabel-
variabel individual, organisasi, budaya dan
karakteristik-karakteristik tugas.
Meskipun penelitian sebelumnya telah
menguji faktor-faktor yang mendorong
terjadinya kepercayaan-kepercayaan akan tetapi
sebagian besar dari penelitian-penelitian tersebut
hanya fokus pada suatu anteseden-anteseden
yang spesifik dan terbatas saja (Agarwal dan
Prasad, 1999; Venkatesh, 2000; Venkatesh dan
Davis, 2000; dan Lewis dkk., 2003). Lewis dkk.
(2003) menyatakan bahwa pada saat individu
berinteraksi dengan teknologi, kepercayaan-
kepercayaan individu dapat terbentuk dan
dipengaruhi bukan saja oleh faktor individu,
tetapi dapat juga dipengaruhi faktor lingkungan
dan organisasi di mana individu tersebut
berinteraksi. Hal ini didasari pada penelitian-
penelitian sebelumnya yang belum memeriksa
bagaimana faktor individual, sosial dan
institusional ini mempengaruhi kepercayaan-
kepercayaan tentang teknologi informasi secara
bersama. Oleh karena itu, proses pembentukan
kepercayaan-kepercayaan merupakan suatu hal
yang menarik untuk diteliti lebih lanjut (Lewis
dkk., 2003). Hal ini sejalan dengan pernyataan
Agarwal dan Karahanna (2000) bahwa
penelitian sebelumnya mengenai kepercayaan-
kepercayaan hanya memfokuskan perhatiaannya
pada centrality of beliefs dalam hasil-hasil
penting, seperti sikap-sikap dan penggunaan,
serta masih sedikit yang menitikberatkan pada
bagaimana kepercayaan-kepercayaan tersebut
dibentuk.
Berdasarkan penjelasan di atas dan sesuai
dengan penelitian yang dilakukan oleh Lewis
dkk. (2003) yang menyatakan bahwa
kepercayaan-kepercayaan individu
menggunakan teknologi terbentuk karena
adanya faktor individu, faktor sosial dan faktor
institusional. Oleh karena itu, penelitian ini
bertujuan untuk menguji kembali model
penelitian yang dilakukan oleh Lewis dkk.
(2003). Yang membedakan penelitian ini dengan
penelitian Lewis dkk. (2003) adalah penelitian
ini menempatkan variabel niat untuk
menggunakan teknologi synchronous e-learning
sebagai variabel dependen, sedangkan penelitian
Lewis dkk. (2003) menempatkan variabel
kepercayaan-kepercayaan sebagai variabel
dependen. Sehingga secara spesifik, pertanyaan
yang diajukan dalam penelitian adalah apakah
faktor individual, faktor sosial dan faktor
institusional mempunyai hubungan signifikan
terhadap niat untuk menggunakan menggunakan
teknologi synchronous e-learning dengan
variabel kepercayaan-kepercayaan sebagai
variabel mediasi?
KAJIAN LITERATUR DAN
PENGEMBANGAN HIPOTESIS
Technology Acceptance Model (TAM)
Salah satu model yang telah banyak
digunakan untuk menjelaskan penerimaan
sistem informasi dan dianggap sangat
berpengaruh adalah technology acceptance
model (TAM) (Hartono, 2008). Model ini
pertama kali dikenalkan oleh Davis dkk. (1989)
yang merupakan hasil pengembangan Theory of
Reasoned Action atau TRA (Ajzen dan Fishbein,
1980). Model TRA dapat diterapkan karena
keputusan yang dilakukan oleh individu untuk
menerima suatu teknologi sistem informasi
merupakan tindakan sadar yang dapat dijelaskan
dan diprediksi oleh niat perilakunya (Hartono,
2008). Dengan dasar tersebut, model TAM
bertujuan untuk menyediakan suatu penjelasan
dari faktor-faktor penentu penerimaan komputer
secara umum dan kemampuan menjelaskan
prilaku pengguna akhir suatu teknologi
informasi (Davis, 1989).
Menurut Davis (1989), individu akan
menerima atau menolak teknologi informasi
karena dipengaruhi oleh dua hal penting.
Pertama, individu cenderung menggunakan atau
tidak menggunakan suatu teknologi bagi mereka
yang percaya dapat membantu melakukan
pekerjaan menjadi lebih baik. Kedua, individu
JRMB, Volume 13, No. 1, Juni 2018
4
akan menggunakan teknologi informasi apabila
pengguna potensial percaya bahwa penggunaan
teknologi berguna, begitu juga sebaliknya.
Dengan dua hal penting tersebut, maka TAM
menambahkan dua konstruk utama ke dalam
model TRA, yaitu kegunaan persepsian
(perceived usefulness) dan kemudahan
penggunaan persepsian (percieved ease of use)
(Hartono, 2008).
Davis dkk. (1989) mendefinisi kegunaan
persepsian sebagai sejauh mana seseorang
percaya bahwa menggunakan suatu teknologi
akan meningkatkan kinerja pekerjaannya,
sedangkan kemudahan penggunaan persepsian
didefinisikan sebagai sejauh mana seorang
percaya bahwa menggunakan teknologi akan
bebas dari usaha. Sebagai konstruk utama dalam
model TAM, kegunaan persespsian dipengaruhi
oleh kemudahaan penggunaan persepsian dan
keduanya dianggap mempunyai pengaruh ke niat
perilaku (behavioral intention). Park (2008)
menyatakan bahwa penggunaan sesungguhnya
teknologi dipengaruhi secara langsung oleh niat
berperilaku dan secara tidak langsung oleh
kegunaan persepsian dan kemudahaan
penggunaan persepsian dari para pengguna
sistem. Sehingga konstruk yang digunakan
dalam model TAM adalah kegunaan persepsian,
kemudahan penggunaan persepsian, sikap
terhadap perilaku, niat perilaku dan perilaku
sesungguhnya (lihat Gambar 1).
Gambar 1. Technology Acceptance Model (TAM) (Davis dkk., 1989)
Untuk menguji validitas model TAM,
penelitian-penelitian sebelumnya mencoba
mengembangkan model TAM dengan
menambahkan beberapa variabel eksternal yang
dapat menerangkan lebih lanjut atau menjadi
antseden dari variabel kepercayaan-kepercayaan,
yaitu perceived usefulness dan perceived ease of
use. Menurut Lewis dkk. (2003), individu
membentuk kepercayaan-kepercayaan mengenai
penggunaan teknologi informasi selain
dipengaruhi faktor individual, juga dipengaruhi
faktor sosial dan faktor institusional. Sehingga
kepercayaan-kepercayaan terhadap penggunaan
teknologi informasi merupakan kepercayaan
sentral yang dibentuk dan dipengaruhi oleh
faktor individual, sosial dan institusional.
Berdasarkan penjelasan mengenai
konstruk dalam TAM dan penelitian Lewis dkk.
(2003), penelitian ini akan menggunakan
konstruk model TAM hanya sampai pada niat
berperilaku untuk menggunakan teknologi
synchronous e-learning. Hal ini disesuaikan
dengan tujuan penelitian yang menguji niat
menggunakan teknologi synchronous e-learning
Variabel-
variabel
Eksternal
Kegunaan
Persepsian
(Perceived
Usefulness)
Kemudahan
Penggunaan
Persepsian
(Perceived
Ease of Use)
Sikap terhadap
Menggunakan
Teknologi
(Attitude
towards Using
Technology)
Niat
Berperilaku
Menggunakan
(Behavioral
Intention to
Use)
Perilaku
(Behavioral)
PERILAKU GETOK TULAR DI MEDIA SOSIAL….……………….................……….……………………………….(Widya)
5
untuk pengajaran. Perilaku sesungguhnya
terhadap penggunaan sistem informasi informasi
tidak diuji dan tidak dimasukkan dalam konstruk
penelitian. Sedangkan untuk anteseden bagi
variabel kepercayaan-kepercayaan, penelitian ini
menggunakan variabel yang digunakan dalam
penelitian Lewis dkk. (2003) yaitu variabel
individual, variabel sosial dan variabel
institusional.
Kepercayaan-Kepercayaan (Beliefs)
Sebagai konstruk utama dalam model
TAM, konstruk kepercayaan-kepercayaan
(perceived usefulness dan perceived ease of use)
memicu perilaku penggunaan tekonologi
informasi dan mempunyai dampak terhadap niat
dan pemakaian sesungguhnya. Sebagai konstruk
pertama yang ditambahkan dalam model TAM,
perceived usefulness didefinisikan sebagai
sejauh mana seseorang percaya bahwa
menggunakan suatu teknologi akan
meningkatkan kinerja pekerjaannya. Dapat
dikatakan bahwa kegunaan persepsian adalah
tingkatan kepercayaan seseorang terhadap
sistem informasi yang dapat meningkatkan
kinerja pekerjaannya. Sesuai dengan penuturan
Gong dkk. (2004) bahwa perceived usefulness
merupakan kemungkinan utama pengguna
potensial menggunakan sistem tertentu karena
akan meningkatkan kinerja pekerjaan mereka
dalam konteks organisasi. Sedangkan Teo dkk.
(2008) menyatakan bahwa perceived usefulness
meliputi pengurangan waktu mengerjakan
pekerjaan, dan peningkatan kinerja yang lebih
efisien dan akurat. Sehingga perceived
usefulness merefleksikan calon pengguna
teknologi informasi yang akan menggunakan
teknologi karena akan menguntungkannya dan
memberikan kesejahteraan bagi organisasi yang
mengadopsinya (Teo dkk., 2008).
Konstruk tambahan kedua dalam model
TAM adalah perceived ease of use, yang
didefinisikan sebagai sejauh mana seorang
percaya bahwa menggunakan teknologi akan
bebas dari usaha. Davis dkk. (1989) dan Gong
dkk. (2004) mengutarakan bahwa perceived ease
of use adalah tingkat bila-mana calon pengguna
teknologi mengharapkan sistem akan bebas dari
usaha. Dari defenisi tersebut tampak bahwa
perceived ease of use merupakan kebebasan dari
kesulitan atau usaha yang lebih besar (Davis,
1989). Perceived ease of use juga merupakan
suatu kepercayaan tentang proses pengambilan
keputusan. Menurut Gong dkk. (2004), dalam
lingkungan instansi, seringkali individu atau
pengguna sistem informasi secara sukarela
mengatasi beberapa kesulitan dari penggunaan
suatu sistem. Hal tersebut tentu akan menjadi
berbeda jika individu dalam menggunakan
teknologi terdapat pilihan untuk menggunakan
sistem yang lebih mudah atau lebih sulit.
Sejak model TAM diusulkan pertama kali
pada tahun 1987, sudah banyak penelitian-
penelitian yang menguji kembali dua variabel
kepercayaan-kepercayaan yang terdapat dalam
model TAM. Banyak peneliti yang mencoba
menerapkan model TAM ke penelitian-
penelitian empiris dengan tujuan untuk menguji
teorinya atau untuk menjelaskan fenomena yang
terjadi, seperti Agarwal dan Karahanna (2000),
Lewis dkk. (2003), Lau dan Woods (2009) dan
Park (2009). Dalam penelitiannya, Agarwal dan
Karahanna (2000) menambahkan variabel
cognitive absorption sebagai variabel yang
berpengaruh terhadap kepercayaan-kepercayaan
menggunakan teknologi informasi. Sedangkan
penelitian Lewis dkk. (2003), yang biasa disebut
dengan model kepercayaan-kepercayaan (beliefs
model) dalam menggunakan teknologi,
menganggap bahwa kepercayaan-kepercayaan
terhadap teknologi informasi merupakan
kepercayaan sentral yang dibentuk dan
dipengaruhi oleh faktor individual, faktor sosial
dan faktor institusional.
Niat Menggunakan E-Learning
Theory of Reasoned Action atau TRA
(Ajzen dan Fishbein, 1980) menyebutkan bahwa
niat merupakan variabel yang mempengaruhi
perilaku. Dalam penelitiannya, Ajzen dan
Fishbein mendefinisikan niat sebagai keinginan
untuk melakukan perilaku. Menurut Hartono
(2008), niat berhubungan dengan perilaku-
perilaku atau tindakan-tindakan volitional dan
dapat memprediksi mereka dengan akurasi yang
tinggi. Konsisten dengan fokusnya pada perilaku
volitional, dan sesuai dengan penemuan-
JRMB, Volume 13, No. 1, Juni 2018
6
penemuan yang sudah dilaporkan, teori ini
mempostulasikan bahwa niat dari seseorang
untuk melakukan (atau tidak melakukan) suatu
perilaku merupakan penentu langsung dari
tindakan atau perilaku.
Dalam penelitian mengenai perilaku
menggunakan teknologi informasi atau yang
dapat dijelaskan dalam model TAM, Davis
(1989) menyatakan bahwa model TRA dapat
diterapkan karena keputusan yang dilakukan
oleh individu untuk menerima suatu teknologi
merupakan tindakan sadar yang dapat dijelaskan
dan diprediksi oleh niat perilakunya. Model
TRA juga mempertimbangkan informasi yang
tersedia dan secara implisit dan eksplisit juga
mempertimbangkan implikasi-implikasi dari
tindakan yang dilakukan. Sehingga seseorang
akan melakukan suatu perilaku (behavior) jika
mempunyai keinginan atau niat (behavioral
intention) untuk melakukannya.
Beberapa penelitian pemanfaatan
teknologi di bidang pendidikan yang
menggunakan pendekatan TAM, seperti Tobing
dkk. (2008) dan Low dan Woods (2009)
mendukung adanya hubungan signifikan antara
konstruk kepercayaan-kepercayaan terhadap niat
perilaku menggunakan suatu sistem di
pendidikan. Mereka menemukan bahaw kedua
konstruk perceived usefulness dan perceived
ease of use dengan niat menggunakan sistem
pendidikan e-learning berhubungan signifikan.
Sedangkan Gong dkk. (2004) menemukan
konstruk TAM orisinil yang mendukung niat
menggunakan sistem pembelajaran berbasis-
web. Hasil penelitian-penelitian tersebut
menunjukkan, bahwa niat berperilaku
merupakan prediksi yang baik dari penggunaan
teknologi oleh pemakai sistem (Hartono, 2008).
Pengembangan Hipotesis
Faktor Institusional
Menurut Robey (1979, dalam Lewis dkk.,
2003) sistem informasi manajemen dapat dan
akan gagal ketika faktor-faktor organisasional
diabaikan dari pengembangan sistem. Sejauh
pekerja-pekerja organisasional mencari untuk
mentaati arahan-arahan organisasional yang
berasal dari manajemen puncak, mereka akan
mengembangkan kognisinya yang konsisten
dengan konteks organisasi. Menurut Lewis dkk.,
(2003), faktor organisasional tidak dapat
dipisahkan dari teori institusional. Hal tersebut
disebabkan karena secara konseptual, teori
institusional dapat menjelaskan bagaimana dan
mengapa tindakan yang dilakukan oleh
individual dalam organisasi secara signifikan
dipengaruhi oleh norma-norma, nilai-nilai,
budaya dan sejarah organisasi. Pengaruh yang
diberikan organisasi melalui signifikasi atau
legitimasi atau dominasi dapat mempengaruhi
kognisi individu saat berinteraksi dan
menggunakan teknologi (Scott, 1995, dalam
Lewis dkk., 2003).
Menurut Scott (1995, dalam Lewis dkk.,
2003) signifikasi (signification) yang berarti
individual-individual menggunakan informasi
dari institusi untuk memahami bagaimana
mereka seharusnya membentuk kepercayaan-
kepercayaan tentang teknologi-teknologi baru
yang dikenalkan di dalam organisasi. Legitimasi
(legitimation) berupa berita-berita yang berasal
dari manajemen puncak yang digunakan sebagai
bentuk-bentuk normatif untuk meyakinkan
seseorang tentang legitimasi organisasional
tentang kepercayaan-kepercayaan dan tindakan-
tindakan. Dan yang terakhir adalah dominasi
(domination) menunjukkan situasi yang mana
organisasi meregulasi kepercayaan-kepercayaan
individual. Sejauh pekerja-pekerja
organisasional mencari untuk mentaati arahan-
arahan organisasional yang berasal dari
manajemen puncak, mereka akan
mengembangkan kognisinya yang konsisten
dengan organisasi.
Lewis dkk. (2003) beragumentasi bahwa
faktor institusional dalam bentuk komitmen
manajemen puncak hanya berpengaruh pada
perceived usefulness, sedangkan terhadap
perceived ease of use tidak diharapkan memiliki
hubungan. Lewis dkk. (2003) menyatakan
bahwa komitmen dan dukungan manajemen
puncak membentuk struktur signifikasi,
legitimasi dan dominasi yang membuka kepada
individual-individual cara-cara teknologi dapat
bermanfaat diproses kerja kata dan aktivitas-
aktivitas tugas mereka. Dengan kata lain,
dukungan dalam bentuk adanya komitmen
PERILAKU GETOK TULAR DI MEDIA SOSIAL….……………….................……….……………………………….(Widya)
7
manajemen puncak untuk pengembangan
teknologi, maka dapat mempengaruhi
pertimbangan-pertimbangan individual diban-
dingkan dengan tidak adanya dukungan dari
organisasi dan dapat menimbulkan petunjuk-
petunjuk tentang konsekuensi-konsekuensi dari
penggunaan teknologi tersebut dalam
mendukung proses dan aktivitas tugas.
Dalam konteks penggunaan teknologi e-
learning, penyediaan fasilitas penunjang dan
peralatan yang terkait dengan penggunaan
teknologi e-learning oleh manajemen puncak,
maka dosen akan semakin fokus dalam
menyiapkan dan menyelesaikan tugas
mengajarnya. Hal tersebut terjadi karena dosen
merasa dengan komitmen manajemen yang
mendukung sepenuhnya penggunaan teknologi
e-learning, maka tugas-tugas mengajar akan
menjadi lebih mudah. Selain itu, saat
menggunakan e-learning dosen akan merasa
sebagai suatu pengalaman yang menyenangkan.
Berdasarkan penjelasan tersebut dan sesuai
dengan penelitian Lewis dkk. (2003), maka
hipotesis yang dikembangkan dalam penelitian
ini adalah:
H1: Komitmen manajemen puncak dalam
mendukung penggunaan e-learning
mempunyai hubungan positif terhadap
perceived usefulness.
Faktor Sosial
Teori yang menawarkan faktor sosial
sebagai salah satu variabel yang dapat
mempengaruhi kepercayaan-kepercayaan dan
sangat dominan dalam penelitian sistem
informasi adalah, Theory of Reasoned Action
dan Theory of Planne Behavior. Menurut teori
tersebut faktor sosial atau norma subyektif
merupakan tekanan sosial yang dipersepsikan
untuk melakukan atau tidak melakukan perilaku
(Ajzen, 1991). Seiring berjalannya waktu,
konsepsualisasi mengenai faktor sosial muncul
dari penelitian-penelitian adopsi dan difusi
teknologi komunikasi yang didasarkan melalui
jaringan-jaringan sosial individu yang
mempengaruhi kognisi tentang teknologi yang
ditargetkan (Fulk, 1993; Schmitz dan Fulk,
1991).
Beberapa penelitian dalam konteks
teknologi informasi telah menunjukkan bukti
empiris tentang pengaruh faktor sosial, seperti
penelitian Venkatesh dan Davis (2000). Mereka
mengusulkan bahwa efek dari pengaruh sosial
terjadi lewat proses internalisasi
(internalization) dan identifikasi (identification).
Melalui internalisasi, individual menggunakan
opini dari pemberi referensi sebagai bagian dari
struktur kepercayaannya dan kepercayaan-
kepercayaan dari pemberi referensi ini kemudian
menjadi kepercayaannya sendiri. Sedangkan
lewat identifikasi, individual percaya dan
bertindak dengan cara mirip dengan mereka
yang memiliki kekuatan sebagai pemberi
referensi. Dengan demikian, pesan-pesan yang
terkompilasi yang diterima dari orang lain akan
mempengaruhi kognisi seseorang tentang hasil-
hasil yang diharapkan mengenai penggunaan
teknologi (Hartono, 2008).
Konsep Fulk (1993) dan konsep Schimitz
dan fulk (1991) menyatakan bahwa informasi
yang dibawa melalui jaringan-jaringan sosial
individual-individual yang mempengaruhi
kognisi tentang suatu teknologi yang
ditargetkan. Selain itu, Fulk beragumentasi dan
secara empiris menunjukkan bahwa seberapa
penting orang-orang lain memandang
penggunaan teknologi sebagai sesuatu yang
bermanfaat mempunyai suatu pengaruh positif
pada persepsi seseorang mengenai manfaatnya.
Dengan kata lain, kolega sejawat (peer),
pengawas, atau aktor lainnya di jaringan sosial
yang relevan percaya bahwa suatu teknologi
adalah berguna, maka mereka akan
menyebarkannya lewat suatu proses kognisi
(Hartono, 2008). Penelitian Lewis dkk. (2003)
yang menggunakan konsep Fulk (1993) dan
konsep Schimitz dan fulk (1991) menyatakan
bahwa faktor sosial berpengaruh secara langsung
hanya pada perceived usefulness. Menurut
Lewis dkk. (2003), pengaruh sosial akan
memperkuat kepercayaan-kepercayaan
individual hanya untuk kegunaan (usefulness)
dari suatu teknologi informasi.
Dalam konteks penggunaan e-learning,
sebagai fasilitas penunjang yang disediakan
perguruan tinggi untuk mendukung tugas
mengajar dosen, maka hal tersebut menuntut
JRMB, Volume 13, No. 1, Juni 2018
8
dosen untuk dapat mengoperasionalkannya.
Oleh karena itu, agar e-learning dapat digunakan
dengan baik, dosen yang memiliki kemampuan
penguasaan e-learning tidak cukup baik akan
cenderung mencari informasi tentang
penggunaan teknologi tersebut kepada dosen
yang memiliki kemampuan menggunakan e-
learning dengan baik. Dengan kata lain saran
yang diberikan rekan sejawat mengenai e-
learning merupakan salah satu faktor yang dapat
mempengaruhi perceived usefulness. Sehingga,
berdasarkan penjelasan argumen tersebut dan
konsisten dengan penelitian Lewis dkk. (2003),
maka hipotesis yang dikembangkan dalam
penelitian ini adalah:
H2: Pengaruh sosial dari referensi rekan sejawat
untuk menggunakan e-learning mempunyai
hubungan positif terhadap perceived
usefulness.
Faktor Individual
Selain faktor institusional dan faktor
sosial, pengaruh yang penting terhadap kognitif
indivudal mengenai penggunaan teknologi
informasi dan telah dijelaskan serta ditunjukkan
dari hasil penelitian-penelitian terdahulu adalah
faktor individual. Dari sekian banyak faktor
individual, menurut Lewis dkk. (2003) terdapat
dua faktor individual yang banyak ditemukan di
penelitian-penelitian sebelumnya yaitu
keyakinan sendiri (self efficacy) dan keinovasian
personal (personal innovativeness). Sesuai
dengan penelitian Lewis dkk. (2003), penelitian
ini akan menguji kembali faktor self efficacy
sebagai variabel yang berpengaruh secara
langsung terhadap perceived usefulness dan
perceived ease of use.
Self efficacy mempunyai akar teori pada
social cognitive theory (Bandura, 1977).
Menurut Bandura (1986), self efficacy adalah
pertimbangan-pertimbangan manusia tentang
kemampuannya untuk mengorganisasikan dan
melakukan sekumpulan kegiatan yang
dibutuhkan untuk mendapatkan kinerja-kinerja
yang direncanakan. Hal ini berhubungan bukan
dengan keahlian yang dimiliki seseorang tetapi
lebih ke pertimbangan-pertimbangan apa yang
seseorang dapat melakukan dengan keahlian
yang dimilikinya. Sehingga self efficacy
mempengaruhi pilihan-pilihan tentang
melakukan perilaku, usaha dan persistensi untuk
menghadapi halangan mencapai kinerja dari
perilaku (Hartono, 2008).
Dalam penelitian penggunaan teknologi,
self efficacy sudah ditemukan sebagai penentu
untuk bermacam-macam persepsi pemakai
terhadap suatu teknologi. Penelitian tersebut
menggunakan konstruk computer self efficacy
sebagai variabel yang mempengaruhi
penggunaan komputer. Computer self efficacy
ini dihubungkan dengan suatu pertimbangan
kemampuan seseorang untuk menggunakan
suatu komputer dan tidak berhubungan dengan
apa yang sudah dilakukan seseorang di masa
lalu, tetapi lebih ke pertimbangan-pertimbangan
tentang apa yang dilakukan di masa depan
(Hartono, 2008).
Beberapa penelitian sebelumnya telah
menemukan bahwa computer self efficacy
berhubungan signifikan dengan perceived ease
of use dan perceived usefulness (Agarwal dkk.,
2000; Lewis dkk., 2003; Gong dkk., 2004; Park,
2009). Hasil penelitian tersebut memperlihatkan
bahwa pengguna sistem teknologi yang telah
terbiasa menggunakan sistem akan merasa
mampu untuk menggunakannya karena telah
dianggap mudah dan merasa berguna karena
terbiasa dengan manfaat sistem teknologi
informasi tersebut. Oleh karena itu, penelitian
ini beragumen bahwa semakin tinggi computer
self efficacy yang dimiliki oleh dosen dalam
penggunaan teknologi synchronous E-Learning
maka dosen yang bersangkutan cenderung akan
menganggap bahwa teknologi synchronous E-
Learning mudah digunakan dan dapat
memberikan manfaat untuk menunjang tugas
dalam mengajar. Berdasarkan penjelasan
tersebut dan konsisten dengan penelitian-
penelitian sebelumnya, maka hipotesis yang
diajukan dalam penelitian ini adalah:
H3a: Computer self efficacy dalam menggunakan
e-learning mempunyai hubungan positif
terhadap perceived ease of use.
H3b: Computer self efficacy dalam menggunakan
e-learning mempunyai hubungan positif
terhadap perceived usefulness.
PERILAKU GETOK TULAR DI MEDIA SOSIAL….……………….................……….……………………………….(Widya)
9
Perceived Ease Of Use dan Perceived
Usefulness
Konsisten dengan argumen teoritis yang
terdapat pada model TAM, beberapa penelitian
menunjukkan bahwa selain niat menggunakan
teknologi, perceived ease of use juga
mempengaruhi secara langsung perceived
usefulness. Lewis dkk. (2003) dalam
penelitiannya telah membentuk suatu model
yang disebut model kepercayaan-kepercayaan
(beliefs model). Dalam model tersebut, mereka
menguji dampak langsung perceived ease of use
terhadap perceived usefulness. Argumen yang
digunakan oleh Lewis dkk. (2003) adalah ketika
individual mempersepsikan teknologi adalah
secara relatif bebas dari usaha kognitif, maka
individu akan mempunyai persepsi bahwa
teknologi tersebut bermanfaat dalam aktivitas
kerja mereka.
Dalam penelitian-penelitian mengenai
pemanfaatan teknologi pada instansi pendidikan,
seperti penelitian yang dilakukan Tobing dkk.
(2008) dan Park (2009), ditemukan bahwa
konstruk perceived ease of use mempengaruhi
secara signifikan perceived usefulness.
Penelitian-penelitian tersebut menguji
pemanfaatan teknologi pembelajaran berbasis
website atau e-learning dalam mendukung
kinerja individu. Sehingga hasil penelitian
tersebut konsisten dengan penelitian yang
dilakukan Sun dan Zhang (2006) yang
melakukan analisis-meta terhadap 50 penelitian
yang menguji hubungan antara perceived ease of
use dengan perceived usefulness. Hasilnya
terdapat 43 penelitian yang memperoleh
hubungan signifikan, sedangkan sisanya
diperoleh hasil tidak signifikan.
Dalam penelitian ini, penulis memandang
bahwa dosen yang mempunyai persepsian
penggunaan teknologi untuk pendidikan berbasis
website (e-learning) akan lebih mudah
penggunaannya, maka mereka juga akan
mempersepsikan menggunakan teknologi
tersebut menjadi lebih berguna dan bermanfaat
dalam mendukung tugas-tugasnya. Selain
argumen tersebut, penelitian ini juga mengacu
pada hasil penelitian-penelitian sebelumnya
yang secara mayoritas menemukan bahwa
hubungan perceived ease of use berpengaruh
secara positif signifikan terhadap perceived
usefulness (Sun dan Zhang, 2006). Dengan
demikian, perceived ease of use terhadap
penggunaan teknologi synchronous e-learning
dianggap dapat mempengaruhi perceived
usefulness secara langsung, sehingga hipotesis
yang diusulkan adalah sebagai berikut:
H4: Perceived ease of use dalam pemanfaatan
teknologi E-Learning berhubungan secara
positif terhadap perceived usefulness.
Kepercayaan-Kepercayaan dan Niat
Menggunakan Teknologi E-Learning
Di penelitian penerimaan teknologi, dua
buah variabel kepercayaan-kepercayaan yaitu
perceived usefulness dan perceived ease of use
dipercaya mampu mempengaruhi perilaku
penerimaan teknologi (Lewis dkk., 2003).
Penelitian-penelitian sebelumnya telah
menunjukkan bahwa perceived usefulness dan
perceived ease of use merupakan konstruk yang
paling banyak signifikan dan penting dalam
mempengaruhi niat (behavioral intention) di
dalam menggunakan teknologi dibandingkan
dengan konstruk yang lainnya (Hartono, 2008).
Dalam konteks penelitian untuk menguji
penggunaan sistem informasi di perguruan tinggi
terutama pembelajaran berbasis website,
ditemukan pula bahwa niat individu dipengaruhi
oleh variabel kepercayaan-kepercayaan tersebut
(Saade, 2003; Tobing dkk., 2008; Park, 2009).
Saade (2003) menguji penilaian niat
mahasiswa terhadap pemakaian sistem informasi
pendidikan berbasis-web. Saade (2003)
menemukan bahwa perceived usefulness
mempunyai pengaruh positif secara signifikansi
terhadap intention behavioral untuk
meningkatkan studi mereka. Hal ini
menunjukkan bahwa mahasiswa akan berniat
menggunakan sistem informasi pendidikan
berbasis-web jika mereka merasa dapat
memperoleh manfaat dari sistem tersebut. Hasil
penelitian Saade (2003) didukung juga oleh
penelitian yang dilakukan Tobing dkk. (2008)
yang menguji penerimaan dari penyesuian
terhadap sistem e-learning. Dari hasil penelitian
tersebut memperlihatkan bahwa individu atau
mahasiswa akan berniat menggunakan sistem
JRMB, Volume 13, No. 1, Juni 2018
10
jika mereka mempersepsikan kegunaan sistem
tersebut dapat mendukung kinerjanya.
Berdasarkan penjelasan di atas nampak
bahwa perceived usefulness merupakan konstruk
penting dalam mempengaruhi niat untuk
berperilaku. Dapat dikatakan bahwa individu
berniat menggunakan web site jika mereka
memiliki persepsian yang baik terhap kegunaan
sistem atau telah memiliki pemikiran yang baik
atau positif terhadap kegunaan sistem tersebut.
Oleh karena itu, penelitian ini beragumen bahwa
dosen yang memiliki persepsi bahwa
menggunakan synchronous e-learning dapat
memberikan manfaat dan meningkatkan kinerja
dosen dalam proses belajar mengajar, maka
dosen tersebut akan berniat untuk
menggunakannya. Dengan demikian, hubungan
perceived usefulness dengan behavioral
intention dapat dihipotesiskan sebagai berikut:
H5: Perceived usefulness dalam pemanfaatan
teknologi E-Learning berhubungan secara
positif terhadap behavioral intention.
Sebagai konstruk tambahan yang kedua
dalam model TAM, perceived ease of use
merupakan suatu kepercayaan tentang suatu
proses pengambilan keputusan. Jika individu
percaya bahwa sistem informasi mudah
digunakan maka dia akan menggunakannya
(Hartono, 2008). Penelitian-penelitian terdahulu
terhadap pemanfaatan sistem informasi berbasis
website pada perguruan tinggi menemukan
bahwa konstruk perceived ease of use
mempengaruhi secara signifikan niat
menggunakan sistem informasi tertentu.
Penelitian Tobing dkk. (2008) yang menguji
penggunaan sistem e-learning, menemukan
bahwa perceived ease of use mempunyai
pengaruh signifikan terhadap niat menggunakan
sistem, meskipun memiliki tingkat singnifikansi
yang lebih kuat melalui kegunaan persepsian.
Penelitian Tobing dkk. (2008) didukung oleh
penelitian Park (2009) yang memperlihatkan
bahwa perceived ease of use berpengaruh
signifikan terhadap sikap dan niat menggunakan
pembelajaran berbasis-web.
Hasil penelitian tersebut menunjukkan
bahwa penggunaan yang mudah memungkinkan
pengguna untuk terbebas dari usaha dan tidak
menghabiskan waktu mereka yang dibutuhkan
untuk mencari dan mengumpulkan materi dari
sistem sehingga pengguna potensial memiliki
pemikiran yang positif dan berniat menggunakan
sistem tersebut (Gong dkk., 2004). Sehingga
dapat dikatakan bahwa pembelajaran
menggunakan internet merupakan hal normal
yang dipertimbangkan sebagai sesuatu yang
mudah dan bermanfaat (Park, 2009). Dengan
demikian, perceived ease of use terhadap
penggunaan teknologi berbasis website dianggap
dapat mempengaruhi niat terhadap penggunaan
yang sesungguhnya. Berdasarkan penjelasan
tersebut, penelitian ini beragumen bahwa dosen
yang memiliki persepsi bahwa menggunakan
synchronous e-learning dapat terbebas dari
kesulitan atau tidak memerlukan usaha yang
lebih besar dalam proses belajar mengajar, maka
dosen tersebut akan berniat untuk
menggunakannya. Sehingga hubungan antara
perceived ease of use dan behavioral intention
dapat dihipotesiskan sebagai berikut:
H6: Perceived ease of use dalam pemanfaatan
teknologi E-Learning berhubungan secara
positif terhadap behavioral intention.
Model Penelitian
Dengan mempertimbangkan penjelasan-
penjelasan mengenai Technology Acceptance
Model dan Beliefs Model serta penelitian-
penelitian sebelumnya, maka model penelitian
yang dikembangkan dalam penelitian ini akan
tampak seperti Gambar 2. Dalam model
penelitian tersebut, terlihat bahwa variabel
dependen yang digunakan adalah behavioral
intention, sedangkan variabel kepercayaan-
kepercayaan atau perceived usefulness dan
perceived ease of use berperan sebagai variabel
independen sekaligus dependen yang
mempengaruhi secara langsung behavioral
inetention tersebut serta secara langsung
dipengaruhi juga oleh faktor institusional, faktor
sosial dan faktor individual
PERILAKU GETOK TULAR DI MEDIA SOSIAL….……………….................……….……………………………….(Widya)
11
Gambar 2. Model Penelitian
METODA PENELITIAN
Populasi Dan Sampel Penelitian
Populasi merupakan jumlah keseluruhan
elemen yang akan diteliti (Cooper dan Schindler,
2006). Populasi dalam penelitian ini meliputi
seluruh dosen yang menggunakan atau
memanfaatkan e-learning pada perguruan tinggi
yang terdapat di lingkungan Kopertis Wilayah V
Yogyakarta. Metode pengambilan sampel yang
digunakan dalam penelitian ini adalah secara
non-probability yaitu purposive sampling
dengan tipe judgment. Kriteria utama yang
ditentukan dalam memperoleh sampel
penelitian adalah dosen yang telah
menggunakan teknologi synchronous e-
learning, yaitu dosen yang menggunakan media
video conference atau chatting sebagai alat
bantu dalam proses pembelajaran. Sehingga
dosen yang menjadi sampel dalam penelitian
ini merupakan individu yang benar-benar
merasakan faktor-faktor yang akan diuji dan
dapat memberikan informasi yang sesuai
kebutuhan penelitianData yang akan
dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data
primer. Menurut Cooper dan Schindler (2006),
data primer adalah data yang dikumpulkan
secara langsung oleh peneliti kepada sumber
data dan belum pernah diolah oleh pihak
manapun untuk tujuan penelitian tertentu.
Pengumpulan data dilakukan dengan
mengirimkan kuesioner (self administered
survey) kepada pengguna individu yang
termasuk ke dalam sampel tersebut. Kuesioner
yang digunakan memakai jumlah pertanyaan
yang disesuaikan dengan kebutuhan item
penentu variabel penelitian. Sehingga tanggapan
dosen yang diperoleh melalui pengisian
kuesioner menggunakan skala Likert
disesuaikan dengan pernyataan masing-masing
bagian.
Alat Analisis
Penelitian ini menggunakan alat analisis
Partial Least Square (PLS) yang digunakan
untuk menguji hipotesis yang diajukan. PLS
adalah teknik Structural Equation Modeling
(SEM) berbasis varian yang secara simultan
dapat melakukan pengujian model pengukuran
sekaligus pengujian model struktural (Hartono
dan Abdillah, 2009). PLS juga bertujuan untuk
memprediksi model untuk pengembangan teori.
Secara umum PLS sangat sesuai untuk
memprediksi aplikasi dan membangun teori,
menganalisis sampel yang berukuran kecil, dan
menguji keseluruhan fit model (overall model
fit) dengan baik (Gefen dkk., 2000). Selain itu,
PLS mampu memodelkan banyak variabel
dependen dan variabel independen, mampu
mengelola masalah multikolinearitas antar
variabel independen, hasil tetap kokoh (robust)
walaupun terdapat data yang tidak normal atau
hilang (missing value) (Hartono dan Abdillah,
2009).
Variabel dan Instrumen Penelitian
Computer Self
Efficacy
H5
H6
H4
H3B
H3A
H2
H1 Komitmen
Manajemen Puncak
Pengaruh sosial dari
rekan sejawat
Perceived
Usefulness
Perceived Ease
of Use
Behavioral
Intention
JRMB, Volume 13, No. 1, Juni 2018
12
Konstruk-kontstruk yang digunakan dalam
penelitian ini menggunakan instrumen-
instrumen dari variabel penelitian yang ada pada
model penerimaan teknologi (technology
acceptance model) dan model kepercayaan-
kepercayaan (beliefs model. Dalam penelitian
ini, variabel endogenous adalah niat
menggunakan teknologi (intention to use),
sedangkan variabel perceived ease of use dan
perceived usefulness merupakan variabel
endogenous dan variabel exogenous atau
variabel yang berperan sebagai variabel
mediasi antara sumber-sumber kepercayaan-
kepercayaan yaitu faktor institusional, sosial
dan individu terhadap niat. Kemudian,
variabel-variabel yang menjadi penyebab
perceived ease of use dan perceived usefulness
merupakan variabel exogenous. Variabel
exogenous yang digunakan dalam penelitian ini
adalah dukungan dan komitmen manajemen
puncak (faktor institusional), pengaruh sosial
dari referensi orang lain atau rekan sejawat
(faktor sosial) dan computer self efficacy (faktor
individual).
Niat Berperilaku Menggunakan (Behavioral
intention to use) E-Learning
Menurut model penerimaan teknologi
(TAM), niat berperilaku merupakan variabel
dependen atau terikat dan dapat dipengaruhi
oleh variabel-variabel eksternal lainnya. Dalam
konteks penggunaan teknologi informasi, niat
berperilaku merupakan suatu keinginn seseorang
untuk melakukan perilaku menggunakan
teknologi. Konstruk niat berperilaku diukur
dengan menggunakan skala 5-item yang
diadaptasi dari penelitian Davis dkk. (1989).
Kegunaan Persepsian Menurut Davis dkk. (1989), kegunaan
persepsian didefinisikan sebagai sejauh mana
seseorang percaya bahwa menggunakan suatu
teknologi akan meningkatkan kinerja
pekerjaannya. Pengukuran terhadap kegunaan
persepsian menggunakan instrumen dari
penelitian yang dilakukan oleh Lewis dkk.
(2003) dan diukur dengan skala 5-item. Masing-
masing item yang digunakan dalam penelitian
ini menggunakan 5 poin skala Likert.
Kemudahan Kegunaan Persepsian Kemudahan penggunaan persepsian
didefinisikan sebagai sejauh mana seorang
percaya bahwa menggunakan teknologi akan
bebas dari usaha (Davis dkk., 1989). Konstruk
kemudahan penggunaan persepsian diukur
dengan menggunakan skala 4-item berdasarkan
penelitian yang dilakukan oleh Lewis dkk.
(2003) dan masing-masing item yang digunakan
dalam penelitian ini menggunakan 5 poin skala
Likert.
Pengaruh Manajemen Puncak Menurut Lewis dkk. (2003), berdasarkan
teori institusional disebutkan bahwa bagaimana
dan mengapa tindakan yang dilakukan oleh
individual dalam organisasi secara signifikan
dipengaruhi oleh norma-norma, nilai-nilai,
budaya dan sejarah organisasi. Penelitian ini
menggunakan dukungan dan komitmen
manajemen puncak sebagai variabel yang dapat
mempengaruhi perceived usefulness dalam
menggunakan e-learning. Dukungan dan
komitmen manajemen puncak diukur dengan
skala 5-item dan masing-masing item
menggunakan 5 poin skala Likert.
Lingkungan Sosial
Definisi dari lingkungan sosial yang
digunakan dalam penelitian ini merujuk pada
penelitian yang dilakukan oleh Lewis dkk.
(2003). Konstruk pengaruh lingkungan sosial
diukur dengan menggunakan pertanyaan-
pertanyaan mengenai pengaruh kolega sejawat
organisasi dan kolega sejawat professional,
dengan masing-masing menggunakan skala 2-
item. Setiap item tersebut menggunakan 5 poin
skala Likert.
Faktor Individu Dalam penelitian ini, konstruk mengenai
faktor individu mengacu pada penelitian yang
dilakukan oleh Lewis dkk. (2003), yaitu
computer self efficacy. Menurut Compeau dan
Higgins (1995) computer self efficacy sebagai
persepsi individual mengenai kemampuannya
sendiri dalam menggunakan suatu sistem
informasi. Keinovasian personal yang digunakan
PERILAKU GETOK TULAR DI MEDIA SOSIAL….……………….................……….……………………………….(Widya)
13
dalam penelitian ini menggunakan skala 10-
item. Konstruk computer self efficacy dalam
penelitian ini merujuk pada penelitian yang
dilakukan oleh Compeau dan Higgins (1995),
Agarwal dan Prasad (1998) serta Lewis dkk.
(2003) dengan sedikit modifikasi yaitu masing-
masing item menggunakan 5 poin skala Likert.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Responden
Data dalam penelitian ini dikumpulkan
dari penyebaran 150 kuesioner pada dosen
perguruan tinggi di Yogyakarta yang
menggunakan synchronous e-learning untuk
proses belajar mengajar. Penyebaran kuesioner
dilakukan dengan cara mengantar langsung ke
responden. Untuk memenuhi sampel penelitian,
responden yang dipilih merupakan dosen yang
benar-benar menggunakan teknologi
pembelajaran berbasis website terutama
teknologi yang sesuai dengan synchronous e-
learning.
Dari jumlah kuesioner yang disebar,
sebanyak 122 kuesioner yang dikembalikan dan
dapat terkumpul, akan tetapi hanya 104
kuesioner yang dapat digunakan dan diolah lebih
lanjut. Hal tersebut disebabkan karena 18
responden mengisi kuesioner secara tidak
lengkap atau memberikan tanggapan yang tidak
rasional sehingg dikeluarkan dari daftar sampel.
Kuesioner yang dikeluarkan tersebut sesuai
dengan saran Cooper dan Schindler (2006),
bahwa penanganan kuesioner yang tidak lengkap
dan masalah dalam pola jawaban responden,
salah satu penanganannya dapat dilakukan
dengan mengeluarkan dari daftar sampel. Selain
itu, alasan pengeluaran sampel yang tidak
lengkap karena masih memenuhi kesepakatan
umum (rules of thumb) jumlah minimum sampel
yang mestinya diperlukan untuk analisi PLS,
yaitu 10 sampel tiap jalur (Hartono dan
Abdillah, 2009) atau 70 sampel untuk model
penelitian ini.
Berdasarkan hasil distribusi frekuensi
yang diolah, responden dalam penelitian ini
didominasi oleh responden laki-laki
dibandingkan dengan responden perempuan.
Perbandingan antara laki-laki dan perempuan
adalah 66,47% dan 33,53%. Rata-rata dosen
yang menjadi responden dalam penelitian ini
memiliki pengalaman mengajar lebih dari 10
tahun dan ata-rata penggunaan internet adalah
sekitar 4 jam per hari (85,42%) serta telah
menggunakan teknologi e-learning lebih dari 1
kali. Hal ini didukung oleh device penunjang
yang dimiliki seperti komputer, laptop dan
smartphone yang dapat digunakan untuk koneksi
dengan internet dan setiap saat dapat online.
Selain itu, perguruan tinggi tempat mereka
bekerja juga mempunyai peralatan yang dapat
mendukung proses pembelajaran menggunakan
synchronous e-learning.
Model Pengukuran (Outer Model) Model pengukuran atau outer model
mendefinisikan hubungan antara indikator-
indikator dengan konstruk atau variabel latennya
yang digunakan dalam penelitian. Dalam model
pengukuran, peneliti dapat menguji sejauh mana
indikator-indikator pengukur sesuai dengan
teori-teori yang digunakan untuk mendefinisikan
suatu konstruk. Validitas konstruk dan
reliabilitas konstruk menjadi fokus utama dalam
outer model.
Validitas konstruk terdiri dari validitas
konvergen dan validitas diskriminan, sedangkan
reliabilitas konstruk dinilai dengan skor
Cronbach’s alpha untuk reliabilitas batas bawah
dan Composite reliability untuk reliabilitas
sesungguhnya. Menurut Cooper dan Schindler
(2006), uji validitas dilakukan untuk mengetahui
kemampuan instrumen penelitian mengukur apa
yang seharusnya diukur. Sedangkan uji
reliabilitas digunakan untuk mengukur
konsistensi alat ukur dalam mengukur suatu
konsep.
Validitas Konvergen
Validitas konvergen berhubungan dengan
prinsip bahwa pengukur-pengukur dari suatu
kontruk seharusnya berkorelasi tinggi (Hartono
dan Abdillah, 2009). Parameter validitas
konvergen dapat dilihat dari skor AVE dan
Communality, yang masing-masing harus
bernilai di atas 0,5 (Chin, 1995). Semakin tinggi
nilai AVE dan Communality, maka semakin baik
JRMB, Volume 13, No. 1, Juni 2018
14
validitas konvergen masing-masing konstruk.
Berdasarkan hasil pengujian model pengukuran,
maka output overview alogaritma (Tabel 1)
yang memuat nilai AVE, communalitiy, dan
redundancy untuk melihat skor loading-nya
digunakan untuk menjelaskan validitas
konvergen. Hasilnya menunjukkan bahwa semua
indikator memiliki AVE > 0,50, dan
communality > 0,50.
Tabel 1.
Tampilan Output Overview Algoritm
AVE
Akar
AVE Communality Redundancy Keterangan
Behavioral Intention 0,645519 0,803442 0,645519 0,396192 Valid
Computer Self Efficacy 0,764772 0,874512 0,764772 Valid
Ease of Use 0,674108 0,82104 0,674108 0,070235 Valid
Social Norm 0,626381 0,791442 0,626381 Valid
Top Management 0,555382 0,745239 0,555382 Valid
Usefulness 0,527895 0,726563 0,527895 0,099135 Valid
Sumber: Data primer diolah, 2017 (Output SmartPLS 2.0, kecuali Akar AVE)
Penelitian ini menggunakan konstruk
dengan indikator reflektif, sehingga uji validitas
konvergen dari model pengukuran dalam
penelitian ini dapat juga dinilai berdasarkan
loading factor indikator-indikator yang
mengukur konstruk tersebut. Hasil pengujian
validitas konvergen menunjukkan tingkat
keakurasian yang cukup tinggi. Hal ini tampak
dari skor loading factor indikator reflektif yang
mengukur semua konstruk penelitian mayoritas
diperoleh skor di atar 0,70 (lihat Tabel 2).
Meskipun terdapat beberapa indikator
memiliki faktor loading < 0,70. Namun,
indikator tersebut tidak perlu dikeluarkan karena
menurut Hartono dan Abdillah (2009) faktor
loading > 0,50 masih dianggap signifikan secara
praktikal dan masih memiliki tingkat kesalahan
pengukuran konstruk dibawah 0,5 yaitu AVE di
atas 0,50 atau kualitas pengukuran terhadap
konstruknya adalah communality di atas 0,50.
Secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa data
telah memenuhi uji validitas konvergen.
Tabel 2.
Hasil Cross Loading
Behavioral
Intention Computer Self Efficacy Ease of Use
Usefulness Social Norm
Top Management
BI1 0.655336 0.564972 0.392798 0.518602 0.471582 0.208096
BI2 0.678849 0.420175 0.362457 0.430437 0.464750 0.054104
BI3 0.847723 0.296147 0.808563 0.349998 0.479364 0.138061
BI4 0.909807 0.365654 0.742786 0.475111 0.644641 0.198897
BI5 0.889332 0.473277 0.763008 0.441619 0.519686 0.148394
CSE1 0.457869 0.946408 0.292719 0.432146 0.422926 0.184666
CSE2 0.429799 0.614001 0.343981 0.448548 0.479656 0.088605
CSE3 0.465775 0.708737 0.334813 0.390221 0.478087 0.262430
PERILAKU GETOK TULAR DI MEDIA SOSIAL….……………….................……….……………………………….(Widya)
15
Tabel 2. Lanjutan
Behavioral
Intention Computer Self Efficacy Ease of Use
Usefulness Social Norm
Top Management
CSE4 0.354813 0.795335 0.136828 0.493480 0.329936 0.280930
CSE5 0.486691 0.968977 0.316036 0.445301 0.416037 0.173834
CSE6 0.425564 0.960320 0.261497 0.387823 0.372057 0.175805
CSE7 0.486691 0.968977 0.316036 0.445301 0.416037 0.173834
CSE8 0.400032 0.892246 0.268758 0.388743 0.347829 0.147676
CSE9 0.432220 0.932691 0.279487 0.393135 0.413114 0.166506
CSE10 0.391080 0.879830 0.269220 0.336766 0.336550 0.190875
PEU1 0.515091 0.247562 0.819954 0.067783 0.394715 0.172303
PEU2 0.594156 0.267621 0.811108 0.400883 0.561733 0.212221
PEU3 0.847723 0.296147 0.808563 0.349998 0.479364 0.138061
PEU4 0.566515 0.249987 0.844061 0.130418 0.374688 0.141437
PU1 0.388044 0.382285 0.201601 0.808104 0.458017 0.415555
PU2 0.421175 0.342399 0.289147 0.711819 0.378104 0.399528
PU3 0.448650 0.331852 0.235162 0.613996 0.358728 0.072347
PU4 0.331932 0.354134 0.197086 0.757330 0.373712 0.389981
PU5 0.355100 0.344821 0.237178 0.727472 0.375459 0.279986
SC1 0.863546 0.385478 0.756706 0.478803 0.701299 0.236798
SC2 0.322386 0.367096 0.309550 0.418764 0.878443 0.227848
SC3 0.420840 0.329293 0.312106 0.341166 0.682626 0.196115
SC4 0.350092 0.382899 0.333826 0.433044 0.880944 0.218605
TMC1 0.158067 0.210671 0.203052 0.368994 0.265414 0.819381
TMC2 0.179848 0.166316 0.164380 0.309925 0.246130 0.710777
TMC3 0.102421 0.068811 0.109774 0.324855 0.152808 0.699992
TMC4 0.117715 0.142814 0.125177 0.313643 0.154906 0.639266
TMC5 0.139782 0.193697 0.136814 0.310865 0.218201 0.837656
Sumber: Data primer diolah, 2017 (Output SmartPLS 2.0)
Validitas Diskriminan
Validitas diskriminan berhubungan
dengan prinsip bahwa pengukur-pengukur
konstruk yang berbeda seharusnya tidak
berkorelasi dengan tinggi. Pengukuran validitas
diskriminan dapat dinilai dengan menggunakan
skor cross loading atau dengan membandingkan
square root of average variance extracted (akar
AVE) untuk setiap konstruk dengan korelasi
antar konstruk dalam model. Model mempunyai
validitas diskriminan yang cukup jika skor cross
loading di atas 0,70 dan akar AVE untuk setiap
konstruk lebih besar daripada korelasi antara
konstruk dengan konstruk lainnya dalam model.
Pengujian data terhadap validitas
diskriminan diperlihatkan dalam output cross
loading pada Tabel 2 dan perbandingan akar
AVE dengan korelasi konstruk pada Tabel 3.
Dijelaskan pada Tabel 2 bahwa hasil pengujian
tiap indikator memiliki skor loading yang lebih
tinggi dan mengumpul pada konstruknya.
Misalnya, pada indikator-indikator behavioral
JRMB, Volume 13, No. 1, Juni 2018
16
intention yang memiliki skor loading lebih
tinggi dari indikator lainnya terhadap konstruk
behavioral intention dan mengumpul pada
konstruk behavioral intention. Sama halnya
dengan indikator-dindikator yang lain terhadap
konstruknya.
Hasil pengujian pada Tabel 3
membandingan akar AVE dengan korelasi antar
variabel. Hasilnya menunjukkan nilai dari akar
AVE lebih tinggi dari korelasi antar variabel.
Misalnya, akar AVE konstruk behavioral
intention sebesar 0,803442 lebih tinggi dari pada
korelasi dengan konstruk lainnya. Hal ini
menjelaskan bahwa tiap pengukur konstruk yang
berbeda tidak berkorelasi tinggi, sehingga
pengujian validitas diskriminan menggunakan
perbandingan akar AVE dan korelasi antara
konstruk telah terpenuhi.
Tabel 3.
Korelasi Variabel Laten dan Akar AVE
Behavioral
Intention
Computer
Self Efficacy
Ease of
Use
Social
Norm
Top
Management Usefulness
Behavioral Intention 0,803442
Computer Self Efficacy 0,503467 0,874512
Ease of Use 0,802320 0,328924 0,821040
Social Norm 0,640091 0,467709 0,563711 0,791442
Top Management 0,188046 0,211937 0,200939 0,281003 0,745239
Usefulness 0,534408 0,484006 0,318982 0,537576 0,439951 0,726563
Sumber: Data primer diolah, 2017 (Output SmartPLS 2.0, kecuali Akar AVE)
Uji Reliabilitas
Uji reliabilitas dalam PLS dapat diukur
dengan menggunakan dua metode pengukuran,
yaitu nilai Cronbach’s alpha dan Composite
Reability. Menurut Chin dan Gopal (1995),
Cronbach’s alpha mengukur batas bawah nilai
reliabilitas suatu konstruk sedangkan Composite
Reliability mengukur nilai sesungguhnya
reliabilitas suatu konstruk (dalam Hartono dan
Abdillah, 2009). Rule of thumb nilai alpha atau
Composite Reliability harus lebih besar dari 0,7
meskipun nilai 0,6 masih dapat diterima pada
studi yang sifatnya eksplorasi (Hair dkk., 2006).
Pengolahan data untuk menguji reliabilitas
dalam penelitian ini tampak pada Tabel 4.
Hasil pengujian data memperlihatkan nilai
Cronbach’s alpha terendah pada konstruk
perceived usefulness sebesar 0,773560 dan
tertinggi pada konstruk computer self efficacy
sebesar 0,963269. Pada pengujian Composite
reliability dihasilkan nilai terendah pada
konstruk perceived usefulness sebesar 0,847271
dan tertinggi pada konstruk computer self
efficacy sebesar 0,969639. Nampak bahwa nilai
Cronbach’s alpha dan Composite reliability >
0,70, serta nilai Composite reliability lebih
tinggi dari nilai Cronbach’s alpha. Berdasarkan
hasil pengujian tersebut, maka dapat dikatakan
bahwa data yang digunakan telah memenuhi
kriteria reliabilitas atau telah menunjukkan
akurasi, konsistensi dan ketepatan dalam
melakukan pengukuran terhadap konsep.
Model Struktural (Inner Model)
Pengujian structural model dilakukan
untuk menilai signifikansi hubungan antara
konstruk dengan konstruk lainnya yang terdapat
dalam model penelitian.
Model struktural dalam PLS dievaluasi
dengan menggunakan R-square untuk
variabel dependen dan nilai koefisien beta
(β) pada jalur atau path untuk variabel
independen yang kemudian dinilai
signifikansinya berdasarkan nilai t-statistic.
Hasil pengujian pada tabel 5 memperlihat
nilai R-square pada konstruk behavioral
intention sebesar 73,01%. Hal ini berarti
variasi perubahan konstruk behavioral
intention sebesar 73,01%. dijelaskan oleh
PERILAKU GETOK TULAR DI MEDIA SOSIAL….……………….................……….……………………………….(Widya)
17
variabel independen yaitu konstruk
perceived usefulness dan perceived ease of
use, sisanya dijelaskan oleh variabel lain di
luar model yang diajukan. Begitu juga untuk
konstruk perceived usefulness yang
mendapatkan nilai R-square sebesar
43,54%. Sehingga setiap variasi perubahan
konstruk perceived usefulness dapat
dijelaskan sebesar 43,54% oleh variabel
yang digunakan dalam penelitian ini yaitu
komitmen manajemen puncak, pengaruh
rekan rejawat, computer self efficacy dan
perceived ease of use.
Tabel 4.
Nilai Composite Reliability dan Cronbach’s Alpha
Composite
Reliability Cronbachs Alpha
Kriteria
Behavioral Intention 0,899416 0,861011 Tinggi
Computer Self Efficacy 0,969639 0,963269 Tinggi
Ease of Use 0,892144 0,844586 Tinggi
Social Norm 0,868616 0,795352 Tinggi
Top Management 0,860756 0,795448 Tinggi
Usefulness 0,847271 0,773560 Tinggi
Sumber: Data primer diolah, 2017 (Output SmartPLS 2.0)
Tabel 5.
Output Path Coefficients & R-Square (R2)
Hipotesis Path Original Sample T Statistics Alpha Keterangan
H1 Top Management -> Usefulness 0,291056 2,701686 0,01 Signifikan
H2 Social Norm -> Usefulness 0,341363 3,216507 0,01 Signifikan
H3A Computer Self Efficacy ->
Usefulness 0,269421 2,825913
0,01 Signifikan
H3B Computer Self Efficacy -> Ease of
Use 0,328924 3,026534
0,01 Signifikan
H4 Ease of Use -> Usefulness -0,020552 0,242763
- Tidak
Signifikan
H5 Usefulness -> Behavioral Intention 0,310028 5,122912 0,01 Signifikan
H6 Ease of Use -> Behavioral Intention 0,703426 12,928098 0,01 Signifikan
R-Square (R2): Behavioral Intention 73,01%
Perceived Usefulness 43,54%
Perceived Ease of Use 10,82%
Sumber: Data primer diolah, 2017 (Output SmartPLS 2.0)
Selanjutnya variabel independen akan
dinilai signifikansinya dengan menggunakan
nilai t-statistic pada masing-masing jalur.
Karena dalam hipotesis disebutkan hubungan
masing-masing variabel adalah positif, maka
penelitian ini menggunakan uji hipotesis satu
arah (one-tailed). Suatu hubungan antar variabel
dalam pengujian hipotesis satu arah dapat
JRMB, Volume 13, No. 1, Juni 2018
18
dikatakan signifikan, jika didapat nilai t-statistic
diatas 1,64 pada alpha 5% dan di atas 2,33 pada
alpha 1%. Hasil perhitungan koefisien path dari
bootstrapping menggunakan software smartPLS
2.0 dapat dilihat pada Tebel 5. dibawah ini.
Berdasarkan hasil pengolahan data yang tampak
pada tabel 5, dari tujuh hipotesis yang diusulkan
dalam penelitian ini diperoleh 6 hipotesis
terdukung secara positif signifikan dengan
tingkat keyakinan mencapai 99%. Hanya satu
hipotesis yang tidak terdukung, yaitu hubungan
antara perceived ease of use dengan perceived
usefulness.
PEMBAHASAN
Hipotesis 1 menyatakan bahwa dukungan dan
komitmen manajemen puncak dalam rangka
penggunaan teknologi internet untuk
mendukung proses belajar mengajar dipengaruhi
secara positif oleh perceived usefulness. Hasil
perhitungan smartPLS menunjukkan bahwa nilai
koefisien beta sebesar 0,291056 dan t-statistic
sebesar 2,701686. Dengan demikian, hipotesis 1
terdukung karena memiliki koefisien beta yang
positif dan t-statistic lebih besar dari t-tabel 2,33
pada alpha 1%. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa dukungan dan komitmen
manajemen puncak dianggap dapat membantu
dosen dalam mengatasi masalah-masalah saat
menggunakan teknologi synchronous e-learning
lewat tersedianya fasilitas dan peralatan yang
digunakan. Selain itu, peneliti beragumen bahwa
dosen dalam menggunakan teknologi
synchronous e-learning memiliki kepercayaan
jika manajemen berkomitmen pada
pengembangan teknologi akan “membuka jalan”
bagi dosen dan teknologi tersebut dianggap
dapat memberikan manfaat. Oleh karena itu,
penelitian ini memperkuat hasil penelitian yang
dilakukan oleh Lewis dkk. (2003).
Pengujian hipotesis 2 menunjukkan
bahwa faktor sosial berupa referensi rekan
sejawat dalam konteks pemanfaatan teknologi
synchronous e-learning untuk mendukung
proses pengajaran, berpengaruh secara positif
signifikan terhadap perceived usefulness. Hasil
pengujian hipotesis menunjukkan bahwa nilai
koefisien beta sebesar 0,341363 dan t-statistic
sebesar 3,216507. Dengan demikian, hipotesis 1
terdukung karena memiliki koefisien beta yang
positif dan t-statistic lebih besar dari t-tabel
2,33. Terdukungnya hipotesis 2 menunjukkan
hasil berbeda dengan penelitian yang dilakukan
Lewis dkk. (2003), yang menyatakan bahwa
faktor sosial dari rekan sejawat tidak
mempengaruhi perceived usefulness. Temuan
dari pengujian hipotesis 2, menunjukkan bahwa
referensi rekan sejawat terutama yang telah
menggunakan teknologi synchronous e-learning
dipersepsikan sebagai suatu yang dapat
dipercaya dan kredibel. Selain itu, hasil ini
menggambarkan bahwa perilaku sesungguhnya
dari rekan sejawat dalam penggunaan teknologi
merupakan sebuah sumber untuk membentuk
kepercayaan bahwa teknologi yang digunakan
memberikan manfaat dalam membantu tugas
mengajar.
Sebagai variabel individu yang digunakan
dalam penelitian ini, computer self efficacy
dihipotesiskan mempunyai pengaruh positif
kepada kepercayaan-kepercayaan menggunakan
teknologi, yaitu perceived usefulness (hipotesis
3A) dan perceived ease of use (hipotesis 3B).
Hasil pengujian hipotesis 3A menunjukkan
bahwa nilai koefisien beta sebesar 0,269421 dan
t-statistic sebesar 2,825913. Sedangkan hasil
pengujian hipotesis 3B didapat nilai koefisien
beta sebesar 0,328924 dan t-statistic sebesar
3,026534. Dengan demikian, hipotesis 3A dan
3B terdukung karena sesuai dengan hipotesis
yang diusulkan serta koefisien beta yang positif
dan nilai t-statistic lebih besar dari t-tabel 2,33.
Temuan dalam penelitian ini menunjukkan
bahwa semakin tinggi kapabilitas dan keahlian
komputer para dosen dalam penggunaan
teknologi informasi dapat mendorong dosen
untuk menggunakannya terutama untuk
membantu melakukan tugas-tugas yang
berhubungan dengan pengajaran. Selain itu,
semakin tinggi computer self efficacy yang
dimiliki dosen maka memudahkan mereka untuk
beradaptasi dengan teknologi dan kemungkinan
tidak akan mengalami kesulitan berarti dalam
mengoperasikannya, sehingga akan beranggapan
bahwa teknologi synchronous e-learning adalah
mudah. Hasil penelitian ini berbeda dengan
penelitian yang diperoleh oleh Compeau dan
PERILAKU GETOK TULAR DI MEDIA SOSIAL….……………….................……….……………………………….(Widya)
19
Higgins (1995) dan Lewis dkk. (2003) yang
mendapatkan computer self efficacy hanya
berpengaruh kepada salah satu dari variabel
kepercayaan-kepercayaan.
Hasil pengujian hipotesis 4
memperlihatkan bahwa perceived usefulness
pada penggunaan teknologi synchronous e-
learning tidak dipengaruhi secara positif oleh
perceived ease of use. Dari pengolahan data
diperoleh nilai koefisien beta sebesar -0,020552
dan t-statistic sebesar 0,242763. Dengan
demikian, hipotesis 4 tidak terdukung karena
diperoleh koefisien beta yang negatif dan nilai t-
statistic lebih kecil dari t-tabel 2,33. Temuan ini
tidak sesuai dengan prediksi sebelumnya, yaitu
dosen percaya bahwa teknologi yang digunakan
untuk mendukung pembelajaran berbasis
website dan dirasakan mudah penggunaannya
memungkinkan untuk mereka gunakan sehingga
teknologi tersebut akan dipersepsikan berguna
baginya. Malah sebaliknya, para dosen yang
menjadi responden kemungkinan memiliki
kepercayaan bahwa synchronous e-learning sulit
digunakan maka dosen akan mempersepsikan itu
tidak berguna baginya. Karena hasil penelitian
ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan
Lewis dkk. (2003), maka penelitian ini menduga
bisa saja responden dalam penelitian ini adalah
individu yang belum berpengalaman dalam
penggunaan teknologi synchronous e-learning.
Hipotesis 5 menyatakan bahwa behavioral
intention dipengaruhi secara positif oleh
perceived usefulness dalam penggunaan
teknologi synchronous e-learning. Hasil
pengujian hipotesis tersebut diperoleh nilai
koefisien beta sebesar 0,310028 dan t-statistic
sebesar 5,122912 (positif dan lebih besar dari t-
tabel 2,33). Temuan dalam penelitian ini
menunjukkan bahwa manfaat menggunakan
teknologi synchronous e-learning yang semakin
tinggi dapat menyebabkan niat untuk
menggunakan semakin tinggi juga. Peneliti
beragumen bahwa dosen yang mempunyai
persepsi manfaat yang tinggi seperti dapat
membantu menyelesaikan pekerjaan, kinerja dan
produktivitas meningkat, menjadikan pekerjaan
lebih mudah dan secara menyeluruh bermanfaat
maka dosen cenderung termotivasi untuk selalu
menggunakan teknologi tersebut. Dengan
terdukungnya hipotesis ini, maka penelitian ini
memperkuat penelitian yang dilakukan oleh
Davis dkk. (1989), Saade (2003), Gong dkk.
(2004), Tobing dkk. (2008) dan Venkatesh
(2008).
Hipotesis 6 menyatakan bahwa perceived
ease of use mempengaruhi secara positif
behavioral intention dalam penggunaan
teknologi synchronous e-learning. Hasil
pengujian hipotesis tersebut diperoleh nilai
koefisien beta sebesar 0,703426 dan t-statistic
sebesar 12,928098. Dengan demikian, hipotesis
6 terdukung dengan tingkat keyakinan 99%
karena diperoleh koefisien beta yang positif dan
nilai t-statistic lebih besar dari t-tabel 2,33.
Penelitian ini membuktikan bahwa semakin
mudah menggunakan teknologi synchronous e-
learning menurut dosen maka akan
menyebabkan niat dosen untuk selalu
menggunakan teknologi tersebut juga
meningkat. Dosen yang beranggapan bahwa
teknologi synchronous e-learning yang
digunakan merupakan teknologi yang mudah
dipelajari, fleksibel untuk digunakan, dapat
dimengerti dan cepat mahir menggunakannya
serta secara keseluruhan mudah digunakan,
maka mereka cenderung berniat akan terus
menggunakan teknologi tersebut. Terdukungnya
hipotesis ini memperkuat hasil penelitian Saade
(2003), Gong dkk. (2004), dan Tobing dkk.
(2008).
KESIMPULAN, KETERBATASAN DAN
SARAN
Sebagai pengembangan dari model
penelitian Lewis dkk. (2003) atau yang dikenal
dengan beliefs model, penelitian ini bertujuan
untuk memberikan bukti empiris hubungan
faktor individual, faktor sosial dan faktor
institusional sebagai anteseden dari behavioral
intention melalui kepercayaan-kepercayaan
dalam menggunakan teknologi synchronous e-
learning, yaitu perceived usefulness dan
perceived ease of use. Hasil yang didapat dalam
penelitian ini memberikan dukungan yang kuat
terhadap tujuan tersebut. Hal ini ditunjukkan
dengan terdapatnya pengaruh seluruh sumber-
sumber kepercayaan-kepercayaan terhadap
JRMB, Volume 13, No. 1, Juni 2018
20
kepercayaan-kepercayaan itu sendiri. Dengan
mayoritas hipotesis yang diajukan dalam
penelitian ini terdukung secara positif signifikan,
menunjukkan bahwa kepercayaan-kepercayaan
dosen dalam menggunakan teknologi
synchronous e-learning semakin kuat karena
adanya dukungan dari manajemen puncak, rekan
sejawat dan keyakinan sendiri. Sehingga hasil
penelitian ini dapat memvalidasi dalam
pengembangan beliefs model dari penelitian
Lewis dkk. (2003).
Dari 7 (tujuh) hipotesis yang diusulkan
dalam penelitian ini, terdapat 6 (enam) hipotesis
yang terdukung. Hanya ada satu hipotesis yang
tidak sesuai dengan perkiraan awal yaitu
hubungan antara perceived ease of use dengan
perceived usefulness. Tidak terdukungnya
hipotesis 4 yang menyatakan bahwa perceived
usefulness dipengaruhi oleh perceived ease of
use, mengindikasikan para responden
kemungkinan memiliki kepercayaan bahwa
synchronous e-learning masih sulit digunakan
sehingga dosen akan mempersepsikan itu tidak
berguna dan tidak memberikan manfaat dalam
rangka mendukung proses belajar mengajar.
Hasil penelitian ini memberikan implikasi
teoritis, yaitu membuktikan dan memperkuat
teori sebelumnya yang menyatakan bahwa
kepercayaan-kepercayaan menggunakan sistem
teknologi informasi dapat dipengaruhi oleh
faktor institusional, faktor sosial dan faktor
individual. Dalam penelitian ini, terbukti bahwa
ketiga faktor tersebut dapat meningkatkan
kepercayaan-kepercayaan dan meningkatkan
niat menggunakan teknologi synchronous e-
learning. Dari sisi praktis, hasil penelitian ini
berimplikasi memperkaya variabel yang dapat
diperhitungkan dalam membuat keputusan
pengembangan teknologi pembelajaran berbasis
website bagi perguruan tinggi.
Penelitian ini mengandung beberapa
kelemahan. Pertama, penelitian ini hanya
menggunakan data yang berasal dari satu
wilayah atau propinsi yaitu Yogyakarta. Hal ini
membuat hasil penelitian memiliki generalisasi
terbatas. Oleh karena itu, penelitian lanjutan
dapat dilakukan dengan menggunakan data
beberapa wilayah untuk memperluas
generalisasi hasil. Kelemahan kedua adalah
digunakannya satu ukuran untuk seluruh faktor
yang dapat mempengaruhi kepercayaan-
kepercayaan menggunakan teknologi
synchronous e-learning. Meskipun ukuran-
ukuran tersebut sudah teruji pada penelitian-
penelitian sebelumnya, penggunaan ukuran lain
atau bahkan beberapa ukuran dalam penelitian
lanjutan terutama untuk faktor institusional,
sosial dan individual sehingga dapat
menyempurnakan hasil dan manfaat penelitian.
DAFTAR REFERENSI
Agarwal, R., dan Karahanna, E. 2000. “Time
Flies When You’re Having Fun:
Cognitive Absorption and Beliefs About
Information Technology Usage”. MIS
Quarterly, 24 (4): 665-694.
Bandura, A. 1977. “Self-Efficacy: Toward a
Unifying Theory of Behavioral Change.
Psychological Review”, 84 (2): 191-215.
Bandura, A. 1986. Social Foundations of
Thought and Action: A Social Cognitive
Theory. Prentice Hall, Englewood Cliffs,
NJ.
Bandura, A. 1991. Social cognitive theory of
moral thought and action. In W. M.
Kurtines & J. L. Gewirtz (Eds.),
Handbook of moral behavior and
development, 1: 45-103. Hillsdale, NJ:
Erlbaum.
Chin, W. W., 1995. “Partial Least Squares is to
LISREL as Principal Components
Analysis is to Common Factor Analysis”.
Technology Studies, 2, 315-319.
Compeau, D., dan Higgins, Christopher A. 1995.
“Computer Self-Efficacy: Development of
a Measure and Initial Test”. MIS
Quarterly, 19 (2): 189-211.
Compeau, D., Higgins, Christopher A., dan
Huff, S. 1999. “Social Cognitive Theory
and Individual Reactions to Computing
Technology: A Longitudinal Study”. MIS
Quarterly, 23 (2): 145-158.
Davis, Fred D. 1989. “Perceived Usefulness,
Perceived Ease of Use, and User
PERILAKU GETOK TULAR DI MEDIA SOSIAL….……………….................……….……………………………….(Widya)
21
Acceptance of Information Technology”.
MIS Quarterly, 319 – 340.
Gong, Min., Xu, Yan., and Yu, Yuecheng. 2004.
“An Enhanced Technology Acceptance
Model of Web-Based Learning”. Journal
of Information System Education, 15 (4):
365 – 374.
Hair Jr., J.E., Anderson, R.E., Tatham R.L. and
Back, W.C. 2010, Multivariate data
Analysis, 7th Ed., New Jersey: Prentice-
Hall International, Inc.
Hartono, Jogiyanto M. 2008. Sistem Informasi
Keperilakuan. Edisi Revisi, Andi,
Yogyakarta.
Hartono, Jogiyanto M 2010. Metodologi
Penelitian Bisnis: Salah Kaprah dan
Pengalaman-pengalaman. Andi,
Yogyakarta.
Hartono, Jogiyanto M. dan Abdillah, Willy.
(2009). Konsep Aplikasi PLS Untuk
Penelitian Empiris. BP Fakultas
Ekonomika dan Bisnis UGM-Yogyakarta.
Leong, P. 2011. Role of Social Presence and
Cognitive Absorption In Online Learning
Environments. Distance Education, 32
(1): 5-28.
Lewis, W., Agarwal, R., Sambamurthy, V. 2003.
“Sources of Influence on Beliefs about
Information Technology Use: An
Empirical Study of Knowledge Workers”.
MIS Quarterly, 27 (4): 657-678.
Park, Sung Youl. 2009. “An Analysis of The
Technology Acceptance Model in
Understanding University Student’s
Behavioral Intention to Use e-Learning”.
Educational Technology and Society, 12
(3): 150 – 162.
Roca, J. C., dan Gagne, M. 2008.
“Understanding E-Learning Continuance
Intention In The Workplace: A Self-
Determination Theory Perspective”.
Computers In Human Behavior, 24:
1585-1604.
Saade, R., dan Bahli, B. 2005. “The Impact of
Cognitive Absorption on Perceived
Usefulness and Perceived Ease of Use in
On-line Learning: An Extension of The
Technology Acceptance Model”.
Information and Management, 42:317-
327.
Saade, George Raafat., Nebebe, Fassil., and Tan,
Weiwei. 2007. “Viability of the
“Technology acceptance Model “ in
Multimedia Learning Environments: A.
Comparative Study”. Interdisciplinary
Journal of Knowledge and Learning
Objects. 3:175 – 184.
Sekaran, Uma. 2006. Research Methods For
Business; Metodologi Penelitian untuk
Bisnis. Salemba Empat, Jakarta.
Sun, Heshan., dan Zhang, Ping. 2006. “The role
of moderating factors in user technology
acceptance”. Int. J. Human-Computer
Studies, 64: 53–78.
Supardi. 2014. Pengujian Cognitive Absorption
Terhadap Kepercayaan-Kepercayaan
Pengguna Untuk Berbagi Informasi Di
Lingkungan Virtual Worlds. Jurnal Riset
Keuangan dan Akutansi, 2 (3): 575-599.
Taylor, S., dan Todd, P. 1995. “Assessing IT
Usage: The Role of Prior Experience”.
MIS Quarterly, 19 (4): 561.
Teo, T., Lee, C.B., and Chai, C.S. 2008.
“Understanding Pre-Service Teacher’s
Computer Attitude: Technology Accep-
tance Model”. Journal of Computer
Assisted Learning, 24, 128 – 143.
Tobing, V., Hamzah, M., Sura, S., and Amin, H.
2008. Assessing the Acceptability of
Adaptive E-Learning System. Fifth
International Conference on eLearning
for Knowledge-Based Society, Bangkok,
Thailand.
Venkatesh, V. 2000. “Determinants of perceived
ease of use: Integrating control, intrinsic
motivation and emotion into the
Technology Acceptance Model”.
Information System Research, 11 (4): 342-
365.
Venkatesh, V., dan Davis, F. D. 2000. “A
Theoretical Extension of the Technology
Acceptance Model: Four Longitudinal
Field Studies”. Management Science, 46
(2): 186-204.
Venkatesh, V., Morris, M.G., Davis, G.B. and
Davis, F.D. 2003. “User acceptance of
JRMB, Volume 13, No. 1, Juni 2018
22
information technology: toward unified
view”. MIS Quarterly, 27 (3): 425-478.
Wentling 2000. E-learning - A Review of
Literature, Knowledge and Learning
Systems Group, University of Illinois at
Urbana-Champaign.
Zang, P., Li, Na., dan Sun, H. 2006. Affective
Quality and Cognitive Absorption:
Extending Technology Acceptance
Research. Proceedings of the Hawaii
International Conference on System
Science. Januari.