SUBSTITUSI TEPUNG IKAN DENGAN CORN GLUTEN MEAL … · berasal dari tepung ikan, tepung kerang,...

54
SUBSTITUSI TEPUNG IKAN DENGAN CORN GLUTEN MEAL TERHADAP EFISIENSI PERGERAKAN BAHAN PADA SISTEM PRODUKSI KONTINU PELLET BROILER FINISHER SKRIPSI MUHAMMAD FADILLAH PROGRAM STUDI NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2005

Transcript of SUBSTITUSI TEPUNG IKAN DENGAN CORN GLUTEN MEAL … · berasal dari tepung ikan, tepung kerang,...

SUBSTITUSI TEPUNG IKAN DENGAN CORN GLUTEN MEAL TERHADAP EFISIENSI PERGERAKAN BAHAN PADA

SISTEM PRODUKSI KONTINU PELLET BROILER FINISHER

SKRIPSI

MUHAMMAD FADILLAH

PROGRAM STUDI NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK

FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2005

x

RINGKASAN

MUHAMMAD FADILLAH. D02499074. 2005. Substitusi Tepung Ikan dengan Corn Gluten Meal Terhadap Efisiensi Pergerakan Bahan pada Sistem Produksi Kontinu Pellet Broiler Finisher. Skripsi. Program Studi Nutrisi dan Makanan Ternak. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama : Ir. Lidy Herawati, MS. Pembimbing Anggota : Dr. Ir. Yuli Retnani, MSc. Kelancaran pergerakan bahan pada mesin pellet merupakan masalah utama dalam kegiatan proses produksi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana efesiensi pergerakan bahan pada sistem produksi kontinu selama proses pembuatan pellet ditinjau dari waktu proses produksi (menit), daya ambang (m/detik), ukuran pa rtikel (mm) dan berat jenis (kg/m3). Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan mulai dari bulan Februari sampai dengan bulan April 2005 di Bagian Industri dan Makanan Ternak, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 3 perlakuan dan 3 ulangan. Perlakuan terdiri dari : R1 = ransum dengan 0% Corn Gluten Meal (CGM) + 8% tepung ikan, R2 = ransum dengan 4% CGM + 4% tepung ikan, R3 = ransum dengan 8% CGM + 0% tepung ikan. Peubah yang diamati adalah waktu proses produksi (menit), daya ambang (m/detik), ukuran partikel (mm) dan berat jenis (kg/m3). Hasil penelitian memberi kesimpula n bahwa perlakuan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap waktu proses produksi (31,00 - 26,33 menit), ukuran partikel (6,66 – 5,60 mm) dan berat jenis (1,36 – 1,11 ton/m3), tetapi menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata (P>0,05) terhadap daya ambang. Kata-kata kunci : pelle t, CGM, tepung ikan.

x

ABSTRACT

Substitution of Fish Meal by Corn Gluten Meal on Some Efficiency of Movment of Substasnce in Continuous Production System of

Pellet Broiler Finisher

M. Fadillah, L. Herawati, and Y. Retnani

Fluency of movement of substance at machine of pellet represent main problem in production process activity. The objective of the study was carried out to measure effectively of material handling of finisher broiler ratio in a form of pellets. This research was to know how far efeciency of movement of substance in continuous production system of pellet broiler finisher was evaluated from time of production process (minute), floating rate (m/sec), particle size (mm) and specific weight (ton/m3). This Research was conducted during three months start from February to April 2005 at Laboratory of Feed Industry, Nutrition and Feed Technology Science Department, Faculty of Animal Husbandry, Bogor Agricultural University.

The method used in this research was experimental method with Complete Randomized Design by 3 treatment s and 3 replicates. The treatments were R 1: ration with 0% Corn Gluten Meal (CGM) + 8% fish meal, R 2 : ration with 4% CGM + 4% fish meal, R 3 : ration with 8% CGM + 0 % fish meal. The data obtained were analyzed by using ANOVA (Analysis of Variance) and if I’ts different each other will be continued by using contrast orthogonal. The observed variables were time of production process (minute), floating rate (m/sec) , particle size (mm) and specific weight (ton/m3). In this research, CGM enhanced until level 8% replacing fish meal. The result showed that treatment have significanly different ( P<0.01) to time of production process (31.00 – 26.33 minute ), size measure of particle (6. 66 – 5.60 mm) and specific weight (1.36 – 1.11 ton/m3). And floating rate shown of result which not significanly different ( P>0. 05). Key words: fish meal, CGM, pellet, material handling.

x

SUBSTITUSI TEPUNG IKAN DENGAN CORN GLUTEN MEAL TERHADAP EFISIENSI PERGERAKAN BAHAN PADA

SISTEM PRODUKSI KONTINU PELLET BROILER FINISHER

MUHAMMAD FADILLAH

D02499074

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan

pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2005

x

SUBSTITUSI TEPUNG IKAN DENGAN CORN GLUTEN MEAL TERHADAP EFISIENSI PERGERAKAN BAHAN PADA

SISTEM PRODUKSI KONTINU PELLET BROILER FINISHER

Oleh

MUHAMMAD FADILLAH

D2099074

Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan di hadapan Komisi Ujian Lisan pada tanggal 3 Oktober 2005

Pembimbing Utama Pembimbing Anggota Ir. Lidy Herawati, MS. Dr. Ir. Yuli Retnani, MSc. NIP. 131.671.600 NIP. 131.878.943

Dekan Fakultas Peternakan

Dr. Ir. Ronny R. Noor, MRur.Sc NIP. 131.624.188

x

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kota Bogor, Jawa Barat pada tanggal 16 Juli 1981 sebagai

anak kedua dari empat bersaudara, dari pasangan suami istri Abdul Djamil Hasjmy

dan Darnis Syam .

Pendidikan dasar diselesaikan penulis pada tahun 1993 di SDN Polisi 4 Bogor ,

pendidikan lanjutan menengah pertama diselesaikan pada tahun 1996 di SMPN 1

Bogor dan pendidikan lanjutan menengah atas diselesaikan pada tahun 1999 di

SMUN 7 Bogor.

Penulis diterima sebagai mahasiswa pada Program Studi Nutrisi dan Makanan

Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Ujian Masuk

Perguruan Tinggi Negeri (UMPTN) pada tahun 1999.

x

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT, karena atas

nikmat dan hidayah-Nya yang tak terhingga, sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi ini. Skripsi yang berjudul “ Substitusi Tepung Ikan dengan Corn Gluten Meal

(CGM) Terhadap Pergerakan Bahan Sela ma Proses Produksi Pellet Broiler

Finisher” ini disusun dalam rangka menyelesaikan studi pada Departemen Ilmu

Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Penelitian ini dilakukan oleh penulis mulai bulan Februari sampai dengan April 2005

di Bagian Industri Makanan Ternak, Program Studi Nutrisi dan Makanan Ternak,

Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Meningkatnya kebutuhan ternak terhadap pakan mendorong terciptanya

ransum siap pakai yang mempermudah peternak, hal ini didukung dengan

keefisienan selama prosesing pakan, sebagai contoh penggunaan mesin prosesing

sangat mempengaruhi kelancaran usaha peternakan karena hal ini terkait dengan

ketersediaan pakan, sehingga keberhasilan suatu industri baik itu pangan maupun

pakan juga sangat ditentukan oleh kemudahan dalam produksi pakan.

CGM merupakan salah satu bahan pakan sumber protein tinggi yang

mempunyai kandungan nutrisi yang baik bagi pertumbuhan ayam broiler dan sudah

lazim dan sering digunakan peternak dalam ransum unggas. Tepung ikan tergolong

bahan makanan ternak yang harganya termasuk tinggi dan merupakan masalah bagi

para peternak karena kebanyakan ketersediaan tepung ikan didatangkan secara

impor.

Skripsi ini ditulis untuk mengetahui alternatif atau cara lain untuk

memenuhi kebutuhan akan protein bagi ayam broiler finisher dengan menekan biaya

ransum. Waktu penulisan skripsi ini berlangsung selama 7 bulan, yang terdiri dari 2

bulan penelitian dan 5 bulan penulisan. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih

jauh dari sempurna.

Kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan oleh penulis untuk

kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Bogor, September 2005

Penulis

x

DAFTAR ISI

Halaman

RINGKASAN .......................................................................................... ii

ABSTRACT ............................................................................................. iii

RIWAYAT HIDUP .................................................................................. vi

KATA PENGANTAR ............................................................................. vii

DAFTAR ISI ............................................................................................ viii

DAFTAR TABEL ................................................................................... x

DAFTAR GAMBAR ............................................................................... xi

DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................... xii

PENDAHULUAN ................................................................................... 1

Latar Belakang ................................................................................... 2 Perumusan Masalah ........................................................................... 2 Tujuan ................................................................................................ 2

TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 3

Ransum Ayam Broiler ...................................................................... 3 Pellet ................................................................................................. 4 Sistem Produksi Kontinu .................................................................. 5 Tepung Ikan ...................................................................................... 6 Corn Gluten Meal ............................................................................. 8 Waktu Proses Produksi ..................................................................... 11 Sifat Fisik .......................................................................................... 12 Daya Ambang ............................................................................. 12 Ukuran Partikel ........................................................................... 13 Berat Jenis ................................................................................... 13

MATERI DAN METODE ...................................................................... 15

Lokasi dan Waktu .............................................................................. 15 Materi ................................................................................................. 15 Bahan Pakan ................................................................................ 15 Peralatan ...................................................................................... 16 Metode ............................................................................................... 16 Rancangan Percobaan ................................................................. 16 Prosedur Pelaksanaan .................................................................. 17 Pembuatan Formulasi Ransum .............................................. 17 Pembuatan Pellet ................................................................... 18 Pengukuran Peubah yang dia mati .......................................... 21 Waktu Proses Produksi ..................................................... 21 Daya Ambang ................................................................... 21 Ukuran Partikel ................................................................. 22 Berat Jenis ......................................................................... 23

x

HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................... 24

Kondisi Umum Pellet Broiler Finisher ............................................ 24 Kandungan Nutrisi Pellet Broiler Finisher ....................................... 25 Waktu Proses Produksi ..................................................................... 26 Daya Ambang ................................................................................... 27 Ukuran Partikel ................................................................................. 28 Berat Jenis Pellet ............................................................................... 29

KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................... 30

Kesimpulan ....................................................................................... 30 Saran .................................................................................................. 30

UCAPAN TERIMA KASIH ................................................................... 31

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 32

LAMPIRAN ............................................................................................. 35

x

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Standarisasi Ransum Broiler Finisher Berdasarkan ................................... 4 Standar SNI 01 – 3931 – 1995

2. Komposisi Nutrisi CGM dan Tepung Ikan Menhaden ............................... 11

3. Matrik Teoritis Daya Ambang .................................................................... 13

4. Kandungan Nutrisi Bahan Makanan ........................................................... 15

5. Formulasi Ransum Broiler Finisher (%) .................................................... 17

6. Komposisi Ransum Berdasarkan Perhitungan............................................. 18

7. Cara Pengukuran Kadar Kehalusan ............................................................ 22

8. Kandungan Nutrisi Pellet Broiler Finisher Hasil Analisis ........................ 25 Prosimat

9. Rataan Hasil Pengamatan Waktu Proses Produksi .................................... 26 Pellet Broiler Finisher

10. Rataan Hasil Pengamatan Daya Ambang Ransum Broiler Finisher ........ 27 yang Masih Berbentuk Mash

11. Rataan Hasil Pengujian Ukuran Partikel .................................................. 28 Pellet Broiler Finisher (mm)

x

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Skema Proses Pembuatan Tepung Ikan ...................................................... 8

2. Skema Proses Pembuatan CGM ................................................................. 10

3. Skema Proses Pembuatan Pelle t ................................................................. 19

4. Rangkaian Mesin Pellet Sistem Produksi Kontinu ..................................... 20

5. Metode Pengukuran Daya Ambang ............................................................ 21

6. Penampilan Fisik Pellet Broiler Finisher ................................................... 24

x

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Rataan Kadar Air (KA) dan Kerapatan Tumpukan (KT) ........................ 36

pada penelitian ini

2. Sidik Ragam Waktu Proses Produksi (menit) ........................................... 36

3. Uji Kontras Orthogonal Waktu Proses Produksi (menit) .......................... 36

4. Sidik Ragam Daya Ambang Mesh (m/detik) ............................................ 37

5. Sidik Ragan Ukuran Partikel (mm) ........................................................... 37

6. Uji Kontras Orthogonal Ukuran Partikel (mm) ........................................ 37

7. Sidik Ragan Berat Jenis (ton/m3) .............................................................. 38

8. Uji Kontras Orthogonal Berat Jenis (ton/m3) ............................................ 38

9. Mesin Pellet Sistem Produksi Kontinu di Laboratorium Industri dan Makanan Ternak ................................................................................. 39

PENDAHULUAN

x

Latar Belakang

Industri makanan ternak di Indonesia masih mengandalkan bahan baku impor

dalam jumlah besar. Bahan baku yang diimpor tersebut umumnya merupakan bahan

baku utama seperti bungkil kedelai, jagung, tepung ikan, tepung daging dan tulang

(meat and bone meal). Biaya bahan baku dapat ditekan dengan menggunakan pakan

lokal yang ketersediaannya cukup potensial dan berkualitas baik.

Pada umumnya bahan makanan hewani untuk ternak lebih diutamakan

berasal dari tepung ikan, tepung kerang, tepung tulang maupun tepung limbah rumah

potong. Tepung ikan merupakan bahan pakan yang berasal dari potongan ikan utuh

atau sisa potongan ikan yang digiling dan dikeringkan dengan atau tanpa ekstraksi

sebagian minyak ikan (Pfost, 1976). Tepung ikan tergolong bahan makanan ternak

yang harganya termasuk tinggi tetapi mengandung protein kasar yang sangat tinggi

pula sekitar 60% dan telah lama digunakan sebagai bahan campuran pakan ternak

unggas.

Corn Gluten Meal (CGM) adalah sisa dari penggilingan jagung dalam proses

produksi pati dan sirup jagung, yang merupakan residu dari pemisahan pati dan

lembaga jagung kemudian dikeringkan (P fost, 1976). CGM sangat kaya dengan

protein (60%) sehingga dapat bersaing dengan protein hewani (Amrullah, 2003),

dengan demikian tepung ikan dapat digantikan oleh CGM mengingat kedua bahan

tersebut merupakan sumber protein dan harga CGM saat ini harganya lebih murah

dibandingkan tepung ikan.

Pengetahuan tentang karakteristik bahan sangat penting dalam menyediakan

data rekayasa yang diperlukan dalam rancangan mesin, struktur, proses dan

pengendalian serta dalam menganalisa dan menentukan efisiensi suatu mesin atau

suatu operasi dalam suatu pengembangan produk pakan baru dalam mengevaluasi

dan mempertahankan kualitas produk pakan akhir. Proses produksi pakan dapat

dilakukan melalui suatu sistem baik intermittent (terputus-putus) maupun secara

kontinu (terus-menerus). Proses pengolahan dan produksi pakan secara terus -

menerus merupakan proses produksi tanpa ada pemberhentian sampai terbentuk

pakan dengan bentuk pellet, crumble ataupun mesh, sedangkan proses produksi

pakan secara intermitten t adalah proses pr oduksi yang melalui beberapa tahap

dengan alat-alat prosesing yang terputus-putus. Proses produksi pakan secara kontinu

x

lebih efisien, menghemat waktu produksi, mencegah berkurangnya bahan baku yang

akan dicampur dan proses produksi tidak mudah terhenti bila dibandingkan dengan

proses produksi secara intermitten t.

Dalam penelitian ini dilakukan subtitusi CGM sebagai bahan pakan sumber

protein nabati menggantikan tepung ikan sebagai bahan pakan sumber protein

hewani dalam formulasi ransum ayam broiler finisher berbentuk pellet, ditinjau dari

efisiensi pergerakan bahan selama proses produksi pellet broiler finisher.

Perumusan Masalah

Permasalahan yang melatarbelakangi penelitian ini adalah tingginya harga

tepung ikan sebagai sumber protein hewani pada ransum yang didatangkan secara

impor. Penggunaan CGM pada penelitian ini diharapkan dapat menggantikan

penggunaan tepung ikan secara keseluruhan ditinjau dari efisiensi pergerakan bahan

selama proses produksi pellet broiler finisher.

Tujuan

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui substitusi CGM dengan

tepung ikan terhadap efisiensi pergerakan bahan selama proses produksi pellet

broiler finisher pada sisitem produksi kontinu ditinjau dari waktu produksi pellet,

daya ambang, ukuran partikel dan berat jenis.

x

TINJAUAN PUSTAKA

Ransum Ayam Broiler

Menurut Direktorat Bina Produksi (1997), ransum adalah pakan

jadi/setengah jadi hasil pabrik/industri, sedangkan bahan ransum adalah bahan yang

terdiri dari hasil pertanian, bahan asal hewan/ikan dan hasil industri ditambah dengan

hasil ikutannya berikut bahan imbuhannya. Hartadi et al, (1980) menyatakan bahwa

ransum adalah campuran beberapa bahan yang diberikan pada seekor hewan atau

ternak untuk periode 24 jam. Cara pemberian ransum bisa sekaligus atau sebagian-

sebagian. Menurut Amrullah (2003), ransum ayam broiler hendaknya memiliki

nisbah kandungan energi-protein yang diketahui, kandungan proteinnya tinggi untuk

menopang pertumbuhannya yang sangat cepat dan mengandung energi yang lebih

dengan demikian membuat ayam broiler dipanen cukup mengandung lemak. Ransum

broiler starter hendaknya mengandung 19,5-22,7% protein kasar dengan tingkat

energi metabolis sebesar 2800-3300 kkal/kg ransum dan untuk ransum broiler

finisher mengandung 18,1-21,2% protein kasar dengan tingkat energi metabolis

sebesar 2900-3400 kkal/kg ransum (Scott et al., 1982)

Ransum atau pakan jadi merupakan formulasi pakan yang memenuhi

persyaratan dan dibuat sesuai dengan kebutuhan ternak. Ransum ini mempunyai

beberapa bentuk, yaitu all mash (tepung), pellet, dan crumble (butiran) yang

memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan dari pakan bentuk pellet ini adalah

konsumsi lebih banyak karena pakan bentuk pellet ini strukturnya lebih kompak dan

seragam sehingga menjamin keseimbangan zat-zat nutrisi yang terkandung dalam

pakan selain itu hal ini akan meningkatkan efisiensi pakan, dan pakan yang terbuang

lebih sedikit, sedangkan kelemahan pakan bentuk pellet ini adalah pembuatannya

membutuhkan biaya tambahan dan mudah hancur jika pengikatnya tidak cukup baik

serta meningkatkan konsumsi air minum (Amrullah , 2003).

Standarisasi ransum broiler berdasarkan SNI 01-3930-1995 (Direktorat Bina

Produksi, 1997) dapat dilihat pada Tabel 1.

x

Tabel 1. Standarisasi Ransum Broiler Finisher Berdasarkan Standar SNI 01- 3931-1995

Zat Nutrisi Kandungan (%)

Kadar Air 14,0

Protein Kasar 18,0-22,0

Lemak Kasar 2,0-7,0

Serat Kasar (maksimal) 5,0-8,0

Kalsium 0,9-1,2

Phospor Total 0,7-1,0

Abu 5,5

Lysine (minimal) 0,9

Methionine (minimal) 0,1

Sumber : Direktorat Bina Produksi (1997)

Murtidjo (1987) menyatakan bahwa bahan baku pakan ayam berdasarkan

bentuk dan fisiknya digolongkan menjadi empat, yaitu:

1. Bahan baku pakan butiran, seperti jagung, sorgum, gandum, sebagai sumbe r

karbohidrat

2. Bahan baku bentuk tepung, seperti bekatul, dedak, tepung tulang, tepung

ikan, sebagai sumber karbohidrat dan protein

3. Bahan baku bentuk pipil, umumnya seperti bungkil kedelai, bungkil kacang

tanah dan jenis bungkil-bungkilan, sebagai sumber protein dan asam amino.

4. Bahan baku bentuk cair, seperti minyak ikan, minyak kedelai, sebagai sumber

energi.

Pellet

Menurut Ensminger et al. (1990), menjelaskan bahwa pellet adalah pakan

yang dipadatkan, dikompakkan melalui proses mekanik. Pellet dapat dicetak dalam

bentuk gumpalan dan silinder kecil yang berbeda diameter, panjang dan tingkat

kekuatannya . McEllhiney (1994) menyatakan bahwa pellet, merupakan proses

pengolahan bahan baku pakan secara mekanik yang didukung oleh faktor kadar air,

panas, dan tekanan, selain itu dua faktor yang mempengaruhi ketahanan serta sifat

fisik pellet adalah karakteristik bahan dan ukuran partikel. Faktor-faktor yang

mempengaruhi kualitas pellet antara lain adalah pati, serat, dan lemak. Pati bila

dipanaskan dengan air akan mengalami gelatinisasi dan ini berfungsi sebagai perekat

x

sehingga mempengaruhi kekuatan pellet. Serat, berfungsi sebagai kerangka pellet

dan lemak berfungsi sebagai pelicin selama proses pembentukan pellet dalam mesin

pellet sehingga mempermudah pembentukan pellet. Untuk menghasilkan pellet yang

berkualitas baik dengan biaya operasional yang rendah perlu diperhatikan beberapa

hal diantaranya adalah ukuran ketebalan die (cetakan), diameter die , kecepatan

putaran die dan ukuran pemberian pakan (Balagopalan et al,1988). Umumnya untuk

unggas diameter pellet adalah 1/8 sampai dengan 1/4 inchi (3,2 – 6,4 mm), dan

biasanya ukuran pellet yang dihasilkan sama dengan ukuran die (cetakan) mesin

pellet. Ukuran pellet adalah faktor utama dalam menentukan kecepatan berputa r die

yang baik (Fairfield dalam McEllhiney, 1994). Pada proses pembuatan pellet,

biasanya pakan bentuk mash ditekan melalui die (cetakan), kebanyakan penekanan

pellet yang dioperasikan di pabrik pakan adalah cetakan bentuk cincin (Thomas et

al., 1997).

Patrick dan Schaible (1980), menyatakan bahwa keuntungan menggunakan

ransum bentuk pellet adalah meningkatkan palatabilitas dan konsumsi ransum,

memperbaiki efisiensi penggunaan pakan, membuat ransum lebih homogen,

mengurangi bagian yang terbuang, memusnahka n dan menghambat pertumbuhan

mikroorganisme yang merugikan, sedangkan kerugiannya adalah menambah biaya

ransum, meningkatkan konsumsi air minum, kotoran unggas menjadi basah, merusak

zat nutrisi yang terdapat dalam jumlah sedikit pada ransum dan meningkatkan

peristiwa kanibalisme diantara unggas.

Sistem Produksi Kontinu

Menurut Prawirosentono (1997), produksi berasal dari kata “production”

dalam bahasa Inggris yang secara umum mempunyai arti membuat atau

menghasilkan suatu barang dari berbagai bahan lain. Reksohadiprodjo et al., (1985),

menjelaskan bahwa produksi adalah usaha atau kegiatan menyediakan barang-barang

dan jasa, sehingga perlu disediakan faktor-faktor produksi berupa bahan mentah,

tenaga kerja, modal, dan teknologi yang kemudian menghasilkan output dengan nilai

yang makin bertambah.

Menurut Assauri (1980) Sistem proses produksi terus -menerus (Continuos

process) adalah proses produksi terus -menerus dimulai dari bahan datang sampai

x

menghasilkan produk melalui satu rangkaian mesin processing , sedangkan sistem

proses produksi terputus -putus (intermitent process) adalah suatu proses yang

memproduksi produk secara terputus-putus melalui setiap satu jenis mesin

processing (Batch Machine ) seperti penggunaan mixer atau pelleter saja untuk

menghasilkan produk.

Proses produksi dapat diartikan sebagai cara, metode dan teknik untuk

menciptakan atau menambah kegunaan suatu barang atau jasa dengan menggunakan

sumber-sumber (tenaga kerja, mesin, bahan-bahan dan dana). Sifat-sifat atau ciri-ciri

dari proses produksi yang terus-menerus biasanya produk yang dihasilkan dalam

jumlah besar, menggunakan sistem atau cara penyusunan peralatan berdasarkan

urutan pengerjaan dari produk yang dihasilkan, yang disebut product lay out atau

departementation by product, mesin-mesin yang dipakai adalah bersifat khusus dan

variasi produknya kecil, dan bahan-bahan dipindahkan dengan peralatan handling

yang tetap (Fixed Path Equipment) yang menggunakan tenaga seperti ban berjalan

(belt). Adapun kekurangan atau kerugian menggunakan pr oses produksi kontinu

adalah terdapat kesulitan untuk menghadapi perubahan produk yang diminta oleh

konsumen, proses produksi mudah terhenti, dan kesulitan dalam menghadapi

perubahan tingkat permintaan (Assauri, 1980).

Tepung Ikan

Tepung ikan merupakan ikan utuh dan potongannya atau keduanya yang

digiling dan dikeringkan dengan atau tanpa ekstraksi sebagian minyak ikan.

Kandungan protein kasarnya mencapai 60% (Pfost, 1976). Tepung ikan merupakan

jaringan dasar yang kering dan bersih, berasal dari daging ikan penuh atau sisa

potongan ikan, dengan atau tanpa ekstraksi bagian minyaknya. Kandungan protein

kasarnya sangat tinggi, mencapai 55-72% tergantung cara pengolahannya,

masalahnya adalah harga yang relatif mahal sehingga sering disubstitusi dengan

Meat and Bone Meal (MBM) (Indartono, 2003b).

Tepung ikan adalah produk padat yang dihasilkan dengan jalan mengeluarkan

sebagian air dan sebagian lemak atau seluruhnya dalam ikan atau sisa ikan.

Kegunaan tepung ikan adalah sebagai bahan campuran pakan ternak unggas dan

berfungsi sebagai sumber protein (Amrullah, 2003).

x

Biasanya tepung ikan berasal dari sisa-sisa olahan (sisa kepala atau perut

ikan pada pengalengan ikan dan pengolahan fillet ikan) maupun hasil penangkapan

waktu musim ikan sangat banyak sehingga orang tidak mampu untuk mengolahnya

lagi (Moeljanto, 1982). Amrullah (2003) menjelaskan bahwa pemakaian tepung ikan

dalam ransum ayam ras oleh para ahli unggas negara barat selalu dibatasi di bawah

10%, dikhawatirkan banyaknya akan mempengaruhi aroma daging atau telurnya

kelak.

Tepung ikan adalah sumber protein yang sangat baik untuk unggas, karena

mengandung asam-asam amino essensial yang cukup untuk kebutuhan ayam dan

sumber utama dari lisin dan methionin. Kualitas tepung ikan bervariasi bergantung

pada kondisi pengolahan dalam pabrik (Wahju, 1992). Tepung ikan dianggap sebagai

protein bahan pakan yang mempunyai nutrisi lengkap dan berasal dari ikan, juga

sebagai sumber asam amino dan energi yang baik, dan mempunyai palatabilitas yang

tinggi (Thompson et al., 2004) . Level pemberian tepung ikan dalam ransum unggas

untuk periode starter 10%, finisher 8%, dan ayam petelur 5-6% (eFeedGrain, 2004).

Tepung ikan merupakan limbah ikan yang dihasilkan dari kegiatan industri

pengalengan ikan, dapat dimanfaatkan untuk campuran makanan ternak seperti

unggas, babi, dan makanan ikan. Tepung ikan mengandung protein, mineral, dan

vitamin B, tepung ikan yang berkualitas tinggi mengandung air 6 -10%, lemak 5 -

12%, protein 60 -75%, dan abu 10 -20% (LIPI, 2000).

Proses Pembuatan Tepung Ikan

Proses pembuatan tepung ikan menurut LIPI (2005) dimulai dengan

memotong-motong bahan limbah ikan dengan cara memasukkan bahan ke dalam

keranjang plastik yang berlubang di bawahnya, kemudian dicuci bersih dalam bak

pencucian. Bahan yang telah bersih diaduk dan dibiarkan selama 30 menit di dalam

bak. Ikan yang mengandung banyak lemak dimasukkan ke dalam panci masak,

ditambahkan air hingga terendam, dan dimasak selama 1 jam, sedangkan ikan yang

sedikit mengandung lemak dimasak dalam dandang selama 30 menit. Selanjutnya

ikan yang sudah masak dipres dan dihancurkan dengan alat penggiling (penggilingan

basah), kemudian dikeringkan pada suhu 60-650C selama 6 jam di dalam alat

pengering atau di bawah sinar matahari. Setelah kering, digiling kembali sampai

x

menjadi tepung (penggilingan kering) dan selanjutnya dihasilkan produk berupa

tepung ikan. Skema proses pembuatan tepung ikan dapat dilihat pada Gambar 1.

Ikan

Penggaraman

Pemasakan (Rebus/Kukus)

Pengepresan

Penggilingan Basah

Pengeringan dengan Alat Pengering/Sinar Matahari

Penggilingan Kering

Tepung ikan

Gambar 1. Skema Proses Pembuatan Tepung Ikan Lokal ( LIPI, 2000)

Corn Gluten Meal (CGM)

Menurut Pfost (1976), CGM adala h sisa dari penggilingan jagung dalam

proses produksi pati dan sirup jagung, yang merupakan residu dari pemisahan pati

dan lembaga jagung, dan dikeringkan. CGM selain sebagai sumber energi juga

berperan sebagai sumber protein. Kandungan protein kasar CGM lebih tinggi

dibandingkan dengan tepung ikan, yaitu sebesar 62%. CGM adalah hasil ikutan

proses penggilingan jagung secara basah dari jagung yang digunakan dalam industri

sirup kaya fruktosa. Karena dari bagian pati dan lembaga yang menghasilkan energi

dipisahkan, maka hasil ikutan yang tersisa adalah bagian yang banyak mengandung

protein. CGM sangat kaya dengan protein sehingga bersaing dengan protein hewani

(Amrullah, 2003). Makfoeld (1982), menyatakan bahwa proses pengolahan jagung

x

menghasilkan produk utama berupa tepung jagung, minyak jagung, dekstrin, sirup

jagung, dan dekstrose, sedangkan produk samping/hasil ikutannya salah satunya

adalah CGM yang dapat digunakan sebagai makanan ternak.

Menurut Ensminger (1990) CGM sudah lama diproduksi untuk bahan

makanan ternak dengan mengandung rata -rata protein kasar sekitar 43% - 70%, dan

rendah akan lysine dan tryptophan. CGM diperoleh dengan memisahkan gluten

dengan starch (pati) menggunakan mesin separator yang prinsip kerja pemisahannya

berdasarkan berat jenis cairan. Indartono (2003a), menyatakan bahwa CGM adalah

bahan baku pakan ternak yang merupakan hasil ikutan dari pengolahan tepung

jagung. Harganya yang kompetitif, menyebabkan sebagian besar pabrik pakan ternak

di Indonesia menggunakan bahan baku pakan ini. CGM cocok digunakan untuk

pakan ternak unggas dan ikan. CGM mengandung protein kasar dan energi metabolis

yang tinggi, tetapi sangat sedikit mengandung asam amino lysine dan mudah

terkontaminasi racun aflatoxin. Proses pembuatan CGM, yakni melalui proses

penggilingan, menghasilkan produk yang seragam. Penyimpanan tepung tersebut

mengakibatkan kehilangan zat warna xanthophylls.

Bila disimpan dalam jangka waktu terlalu lama, CGM akan mengeras dan

berjamur, oleh karena itu CGM sebaiknya berkadar air di bawah 12% (Indartono,

2003b), batas maksimum penggunaan CGM dalam ransum broiler adalah 20% dari

total formulasi ransum (Amrullah, 2003).

Proses Pembuatan CGM

Proses pembuatan CGM dimulai dengan membersihkan jagung. Jagung yang

akan diproses sebelumnya direndam dengan air sulfur (SO2) selama 28-48 jam atau

sampai jagung lunak. Air hasil rendaman yang telah digunakan disebut Light Corn

Steep Liquor (LCSL). Selanjutnya dilakukan pemisahan germ (degerminating)

dengan menggunakan mesin giling hammer mill untuk memecah jagung hasil

rendaman. Hasil akhir dari proses penggilingan jagung ini disebut slurry, bentuknya

seperti suspensi yang berisi fiber, gluten, dan starch. Gluten masuk ke dalam proses

gluten dewatering dan drying. Proses gluten dewatering ini bertujuan untuk

mengurangi kadar air bahan dengan menggunakan water gluten discharging screw

sedangkan proses drying bertujuan untuk mengeringkan gluten dengan suhu 100 –

1200, hasil akhir dari proses ini adalah CGM. Pemisahan gluten akan menghasilkan

x

CGM, sebelumnya gluten, starch, dan air dipisahkan terlebih dahulu, kemudian

gluten akan mengalami proses dewatering dan drying.

Menurut Darmawan (2004), produk hasil pengolahan jagung di PT Suba

Indah, Tbk terdiri dari: 1) Corn Starch yang berguna sebagai makanan, bahan tekstil

dan biodegradable, 2) Corn Oil yang berguna sebagai minyak jagung non kolesterol

dengan omega 3 dan 6 yang tinggi, 3) Corn Gluten Meal sebagai bahan baku pakan

sumber protein tinggi (60%) dan mengandung zat xantophyll, 4) Corn Gluten Feed

sebagai bahan baku pakan ternak dengan kandungan protein 19%, dan 5) Corn

Glucose dan Corn Maltose Syrup sebagai bahan baku pemanis untuk roti, selai,

permen dan minuman.

Skema proses pembuatan CGM dapat dilihat pada Gambar 2. (Darmawan,

2004) dan komposisi nutrisi CGM dan tepung ikan tercantum pada Tabel 2.

Jagung Pembersihan Jagung

Preparasi SO2 Perendaman (28-48 jam)

Degerminating

Slurry (Fiber, Gluten, Starch)

Pemisahan Gluten

Gluten Dewatering

Gluten Drying

CGM

Gambar 2. Skema Proses Pembuatan CGM (Darmawan, 2004)

Tabel 2. Komposisi Nutrisi CGM dan Tepung Ikan Menhaden

x

Zat Nutrisi CGM Tepung Ikan Menhaden

Bahan Kering (%)1 90 93

Kadar Air (%)1 10 7

Energi Metabolis (kkal/kg)2 3700 3080

Protein Kasar (%)2 60 61

Serat Kasar (%)2 2,0 1,0

Kalsium (%)2 - 5,5

Phospor Tersedia(%)2 0,2 2,8

Lisin (%)2 1,0 5,0

Methionin (%)2 1,8 1,8

Leusin (%)2 9,4 5,0

Isoleusin (%)2 2,9 3,6

Phenilalanin (%)2 4,5 2,7

Tirosin (%)2 2,4 2,0

Valin (%)2 3,7 3,4

Cistein (%)2 0,9 0,91

Sumber : 1. Pfost (1976) 2. Scott et al., (1982)

Waktu Proses Produksi

Waktu proses produksi sangat berkaitan dengan banyaknya produksi pakan

yang dihasilkan oleh suatu pabrik pada sistem produksi kontinu. Waktu proses

produksi suatu ransum sangatlah berkaitan dengan daya ambang suatu bahan atau

ransum, semakin besar daya ambang suatu bahan atau ransum akan menghemat

waktu proses produksi pakan pada sistem produksi terus-menerus (continuous

process). Proses produksi adalah cara, metode, dan teknik untuk menciptakan atau

menambah kegunaan suatu barang atau jasa dengan menggunakan sumber-sumber

yang ada seperti tenaga kerja, bahan, mesin dan dana (Assauri, 1980).

Menurut Assauri (1980), pengetahuan tentang karakteristik bahan sangat

penting dalam menyediakan data rekayasa yang diperlukan dalam rancangan mesin,

struktur, proses dan pengendalian serta dalam menganalisa dan menentukan efisiensi

pergerakan bahan pada suatu mesin atau suatu operasi dalam suatu pengembangan

produk pakan baru dalam mengevaluasi dan mempertahankan kualitas produk pakan

x

akhir. Keefisienan pengangkutan atau pergerakan suatu bahan dengan alat hisap

(conveyor) ditentukan oleh daya ambang suatu ba han, pergerakan suatu bahan harus

diperhatikan agar bahan tidak mudah terpisah berdasarkan ukuran dan berat partikel,

hal ini dapat mengurangi penyimpangan komposisi nutrisi pakan secara keseluruhan

(Khalil, 1999).

Sifat Fisik

Sifat fisik merupakan sifat dasar dari suatu bahan, pemahaman tentang sifat-

sifat dan bahan serta perubahan-perubahan yang terjadi pada pakan dapat digunakan

untuk menilai dan menetapkan mutu pakan, disamping itu pengetahuan tentang sifat

fisik digunakan juga untuk menentukan keefis ienan suatu proses penanganan,

pengolahan dan penyimpanan (Khalil, 1999) Karakteristik fisik ransum dapat

mencakup beberapa aspek mulai dari ukuran, bentuk, struktur, tekstur, warna, dan

penampakan. Sifat fisik pakan adalah salah satu faktor yang sangat penting untuk

diketahui. Menurut Wirakartakusumah (1992) keberhasilan suatu teknologi pakan,

homogenitas pengadukan ransum, laju aliran pakan dalam organ pencernaan, proses

absorbsi dan deteksi kadar nutrien semuanya terkait dengan sifat fisik pakan. Sifat

fisik pakan yang diteliti pada penelitian ini adalah : daya ambang, ukuran partikel

dan berat jenis.

Daya Ambang ( Floating Rate)

Keefisienan pengangkutan behan dengan alat conveyor ditetukan oleh daya

ambang bahan tersebut. Daya ambang adalah jarak yang ditempuh oleh suatu partikel

bahan jika dijatuhkan dari atas ke bawah selama jangka waktu tertentu, dengan

satuan m/dtk. Daya ambang suatu partikel bahan dikatakan besar apabila semakin

lama waktu yang diperlukan menuju bidang datar dari ketinggian tertentu (Khalil,

1999). Partikel yang lebih kecil ukurannya dengan berat lebih ringan mempunyai

daya ambang lebih besar akan lebih dahulu terhisap. Pada pengisian silo vertical,

bahan dengan daya ambang kecil akan jatuh lebih cepat dan cenderung bertumpuk di

bagian bawah karena lebih besar gaya gravitasinya hal ini dapat menyebabkan

penyimpangan komposisi nutrisi pakan secara keseluruhan (Khalil, 1999). Penjelasan

tentang daya ambang dapat dilihat pada Tabel 3.

x

Tabel 3. Matrik Teoritis Daya Ambang

Daya Ambang Jarak tempuh Partikel Waktu tempuh

Besar Pendek Kecil/Ringan Lama

Kecil Panjang Basar/Berat Cepat

Sumber : Khalil, 1999

Ukuran Partikel ( Particle size )

Ada dua faktor yang mempengaruhi ketahanan serta sifat fisik pellet yaitu

karakteristik bahan dan ukuran partikel, ukuran partikel bahan dari berbagai bahan

dalam formula akan mempengaruhi kualitas dan tingkat produksi pellet. Ukuran

partikel yang berbeda -beda diharapkan untuk meningkatkan kualitas dan tingkat

produksi pellet, ukuran partikel bahan yang besar dan kecil akan saling mengisi

rongga-rongga bahan pembentuk pellet sehingga dalam proses pembuatan pellet akan

dihasilkan pellet dengan keeratan hubungan antar partikel bahan yang kuat. Ukuran

partikel yang terlalu besar akan membuat pellet menjadi rapuh. Secara umum, ukuran

partikel pellet dipengaruhi oleh kehalusan bahan pakan (McEllhiney, 1994).

Kekuatan atau ketahanan pellet dipengaruhi oleh ukuran partikel bahan dan suhu

sebelum penekanan dalam prosesing pellet. Kondisi bahan dengan ukuran partikel

medium dan halus akan menghasilkan kualitas pellet terbaik (Balagopalan et al,

1988).

Pengukuran ukuran partikel adalah proses penentuan rata-rata ukuran

partikel dalam sampel pakan atau bahan pakan. Ukuran partikel dapat menjadi faktor

yang sangat pe nting dalam karakteristik pencampuran bahan pakan dan kemampuan

pelleting. Ukuran partikel juga menjadi faktor penentu penumpukan pakan atau

bahan pakan dalam bin (McEllhiney, 1994).

Berat Jenis (Specific Weight)

Berat jenis disebut berat spesifik, merupakan perbandingan antara masa

bahan terhadap volume bahan satuannya adalah kg/m3. Khalil (1999) menjelaskan

bahwa berat jenis akan berhubungan erat dengan porositas ransum. Porositas adalah

rasio antara kerapatan tumpukan dengan berat jenis ransum. Porositas ini memegang

x

peranan penting, misalnya dalam mencapai efisiensi pengeringan bahan, karena

berkaitan erat dengan daya hantar panas dalam tumpukan bahan.

Lebih lanjut lagi Khalil (1999) menyatakan, berat jenis berpengaruh pada

daya ambang partikel, yang berhubungan dengan proses pemindahan atau

pengangkutan bahan dengan conveyor atau pada proses pengisian silo yang tinggi

dengan menggunakan gaya gravitasi. Berat jenis bersama dengan ukuran partikel

juga berpengaruh terhadap homogenitas penyebaran partikel dan stabilitasnya dalam

suatu campuran pakan.

Ransum yang terdiri atas partikel yang perbedaan berat jenisnya cukup

besar, maka campuran ini tidak stabil dan cenderung mudah terpisah kembali, oleh

karena itu keadaan ini tidak diinginkan dalam proses pembuatan pakan campuran

(ransum). Berat jenis sangat menentukan tingkat ketelitian dalam proses penakaran

secara otomatis yang umum diterapkan pada pabrik pakan, seperti dalam proses

pengemasan pengeluaran bahan dari dalam silo untuk dicampur atau digiling (Chung

dan Lee, 1985 dalam Khalil, 1999)

MATERI DAN METODE

x

Lokasi dan Waktu

Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari sampai bulan April 2005, di

Bagian Industri Makanan Ternak, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan,

Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Ransum yang digunakan dalam

penelitian ini adalah ransum ayam broiler finisher dengan bentuk pellet. Ransum

diproduksi pada bagian Industri Makanan Ternak, Departemen Ilmu Nutrisi dan

Teknologi Pakan, Institut Pertanian Bogor. Analisis proksimat dilakukan di

Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan dan Laboratorium Pusat Antar Universitas,

Institut Pertanian Bogor.

Materi

Bahan Pakan

Bahan pakan yang digunakan dalam penyusunan ransum broiler finisher

bentuk pellet dan kandungan nutrisi bahan makanan dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Kandungan Nutrisi Bahan Makanan Kandungan Nutrisi Bahan

Pakan EM (kkal/kg)

PK (%)

SK (%)

Ca (%)

Ptersedia (%)

Lysine (%)

Methionin (%)

Harga 1kg Bahan)*

Jagung1 3370 8,6 2,0 0,02 0,1 0,2 0,18 1600

Pollard1 1800 16 8 0,15 0,23 1,6 0,3 1300

CGM1 3700 60 2,0 - 0,2 1,0 1,8 2700

TepungIkan1 3080 61 1,0 5,5 2,8 5,0 1,8 6500

B.Kedelai1 2240 48 6 0,32 0,29 2,9 0,65 2700

B.Kelapa1 1540 21 15 0,2 0,2 0,64 0,29 1300

CPO 77102 0,113 - - - - - 4500

CaCO31 - - - 38 - - - 300

Premix1 - - - - - - - 16000

Keterangan: )* Harga Bahan Makanan Bulan Februari 2005, dalam Rupiah Sumber: 1. Scott et al. (1982) 2. NRC (1994) 3. Tim PIPT (1996)

Peralatan

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Alat Proses

x

• Bucket elevator

• Mixer horizontal

• Screw Conveyor

• Mesin pellet jenis farm feed pelleter merk “Philco”

• Bin pellet cooler vertical

b. Alat Analisa

• Stopwatch • tissue

• Sendok makan • Corong, plastik

• Timbangan digital “NAGATA” • Pinset, RH meter

• Timbangan 1kg “NAGATA” • Vibrator ball mill

• Kertas karton • Spidol, mistar

• Gelas ukur 500 ml

Metode

Rancangan Percobaan

Rancangan Percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan

Acak Lengkap (RAL) dengan 3 perlakuan dan 3 ulangan, yaitu :

R1 = ransum dengan 0% CGM + 8% tepung ikan

R2 = ransum dengan 4% CGM + 4% tepung ikan

R3 = ransum dengan 8% CGM + 0% tepung ikan

Model Analisis Sidik Ragam yang digunakan adalah sebagai berikut :

Yij= ì + ôi + åij

Keterangan :

Yij = Perlakuan pengolahan ke -i dan ulangan ke-j

ì = Nilai rata-rata umum

ôi = Pengaruh perlakuan ke-i

åij = Eror (galat) perlakuan ke-i ulangan ke-j

Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam (Analysis of Variance)

(Steel dan Torie, 1993) dan jika berbeda nyata dilanjutkan dengan uji kontras

ortogonal. Peubah yang diamati pada penelitian ini adalah: waktu proses produksi,

daya ambang, ukuran partikel dan berat jenis.

x

Prosedur

Pembuatan Formulasi Ransum

Jenis ransum yang digunakan pada penelitian ini adalah ransum broiler

finisher. Pembuatan formulasi ransum broiler finisher berbentuk pellet berdasarkan

Scott et al. (1982) dengan protein kasar 18,7% dan energi metabolis 3000 kkal/kg

ransum. Formulasi ransum broiler finisher pada penelitian ini tercantum pada Tabel

5 dan kandungan zat makanan berdasarkan perhitungan tercantum pada Tabel 6.

Tabel 5. Formulasi Ransum Broiler Finisher

Perlakuan Bahan Pakan

R1 (%) R2 (%) R3 (%)

Jagung 49 49 49

Pollard 18 18 18

CGM 0 4 8

Tepung Ikan 8 4 0

Bungkil Kedelai 14 14 14

Bungkil Kelapa 5 5 5

CPO 4,5 4,5 4,5

CaCO3 1 1 1

Premix 0,5 0,5 0,5

Total 100 100 100

Tabel 6. Komposisi Ransum Berdasarkan Perhitungan

Perlakuan Zat Nutrisi

R1 R2 R3

Energi Metabolis (kkal/kg) 3004,88 3029,68 3054,48

x

Protein Kasar (%) 18,88 18,84 18,80

Kalsium (%) 0,89 0,67 0,45

Phospor tersedia (%) 0,57 0,46 0,36

Serat Kasar (%) 5,63 5,67 5,71

Lysine (%) 1,02 0,86 0,70

Methionin (%) 0,355 0,355 0,355

Harga Ransum (Rp/kg) 2533,05 2381,05 2229,05

Pembuatan Pellet

Bahan-bahan yang telah digiling dipersiapkan untuk ditimbang sesuai dengan

formula kemudian dicampur sampai rata. Campuran bahan dimasukkan dalam

hopper bucket elevator yang dihubungkan ke mixer horizontal bahan dicampur

selama kurang lebih 10 menit. Bahan yang keluar dari mixer sudah berupa adonan,

penga ngkutan adonan dilakukan dengan screw conveyor yang dilengkapi spiral

penghisap dan dihubungkan dengan mesin pellet, setelah itu pengangkutan pellet

dilakukan dengan bucket elevator menuju proses pendinginan pada bin Pellet Cooler

vertical. Pellet dikemas dengan karung plastik setelah proses pendinginan dalam bin

pellet cooler vertical. Skema proses pembuatan pellet dan urutan proses pembuatan

pellet pada sistem kontinu dapat dilihat pada Gambar 3, sedangkan rangkain mesin

pellet sistem produksi kontinu dapat dilihat pada Gambar 4.

x

Bahan baku pakan ditimbang

Bahan baku dimasukan dalam hopper bucket elevator

Bahan dicampur dalam mixer horizontal

Pengangkutan adonan dengan screw conveyor

Mesin pellet

Pengangkutan pellet dengan bucket elevator

Pendinginan pellet dengan bin pellet cooler vertical

Dikemas dalam karung plastik

Gambar 3. Skema Proses Pembuatan Pellet

x

KETERANGAN :

1. BUCKET ELEVATOR MIXER

2. MIXER HORIZONTAL

3. SCREW CONVEYOR

4. MESIN PELLET

5. BUCKET ELEVATOR PELlET

6. BIN PELLET COOLER VERTICAL

Gambar 4. Rangkain Mesin Pellet Sistem Produksi Kontinu

Pengukuran Peubah yang diamati

Waktu Proses Produksi

x

Waktu proses produksi diukur dengan menggunakan Stopwatch, pengukuran

dimulai pada saat bahan dimasukkan dalam hopper kemudian memasuki proses

pengangkutan bahan dengan bucket elevator, lalu memasuki proses selanjutnya yaitu

proses pendinginan dalam bin pellet cooler vertical. Pengukuran waktu proses

produksi 50 kg pellet berhenti saat pellet keluar dari bin pellet cooler vertical yang

ditampung dan dikemas pada karung plastik.

.

Daya Ambang (Khalil, 1999)

Daya ambang diukur dengan menjatuhkan bahan pada ketinggian 3 meter

dari lantai. Kemudian diukur lamanya waktu (detik) yang diperlukan untuk mencapai

lantai (Gambar 5). Pengukuran ini dilakukan menggunakan stopwatch dengan

ketelitian 0,1 detik. Diusahakan adonan yang jatuh tegak lurus untuk

meminimumkan kesalahan dan dibantu dengan karton putih untuk mengetahui bahan

yang jatuh. Kegiatan ini dilakukan dalam ruang tertutup dengan tujuan mengurangi

masuknya angin guna meminimumkan kesalahan (Khalil, 1999).

Daya ambang dinyatakan dalam satuan SI yaitu meter per detik (m/dtk) dan

dihitung dengan cara membagi jarak jatuh dengan waktu yang dibutuhkan satuan

butiran ransum untuk mencapai lantai saat dijatuhkan. Daya ambang dapat dihitung

dengan rumus sebagai berikut :

Jarak Jatuh (m) Daya Ambang = --------------------------------------- Waktu yang dibutuhkan (detik)

3m

Gambar 5. Metode pengukura daya ambang

Ukuran Partikel ( Tyler,1959 dalam Henderson dan Perry, 1981).

x

Teknik yang digunakan untuk mengukur ukuran partikel adalah dengan

menggunakan vibrator ball mill nomor 4, 8,16, 30, 50, 100 dan 400. Bahan

ditimbang sebanyak 500 gram lalu diletakan pada bagian paling atas sieve (ayakan),

lalu dilakukan penyaringan bahan yang tertinggal pada tiap saringan. Besarnya

sampel bahan yang tertampung dalam tiap mesh atau saringan dirumuskan sebagai

berikut:

% sampel bahan = Berat sampel bahan pada mesh (gram) x 100%

Total sampel bahan (gram)

Tabel 7. Cara Pengukuran Kadar Kehalusan

German sieve number No perjanjian

Jumlah pellet yang tertinggal

% pellet tiap saringan

4 7 …… ……

8 6 …… ……

16 5 …… ……

30 4 …… ……

50 3 …… ……

100 2 …… ……

400 1 …… ……

Penampung 0 …… ……

Total 500 gram 100 %

Nomor perjanjian adalah nomor yang diberikan pada mash yang diurut dari

bawah ke atas dengan urutan dari 1 sampai 7, sedangkan No.mesh (German sieve

number) terkecil sampai terbesar diurutkan dari atas ke bawah.

Kadar kehalusan dapat diketahui dengan mengalikan persentase sampel

masing-masing bahan pada tiap mash dengan nomor perjanjian. Perhitungan kadar

kehalusan atau derajat kehalusan (Modulus of Finenes/MF) dirumuskan sebagai

berikut: Kadar Kehalusan (KK) = Ó ( % sampel bahan tiap mesh x No perjanjian )

100

Derajat kehalusan pellet dapat dikategorikan ke dalam nilai KK (Kadar

Kehalusan) dengan ketentuan sebagai berikut:

x

1. Nilai kadar kehalusan 4,1 – 7,0 : kategori bahan kasar

2. Nilai kadar kehalusan 2,9 – 4,1 : kategori bahan sedang

3. Nilai kadar keha lusan 0 – 2,9 : kategori bahan halus

Ukuran partikel rata-rata dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Ukuran partikel rata-rata = 0,0041 X 2KK X 2,54 X 10 mm

Berat Jenis (Khalil, 1999)

Berat jenis diukur dengan menggunakan prinsip hukum Archimedes, yaitu

dengan melihat perubahan volume aquades sebanyak 250 ml pada gelas ukur (500

ml) setelah dimasukkan pakan dengan bobot tertentu (150 gram), di dalam aquades

dilakukan pengadukan dengan pengaduk mika untuk mempercepat hilangnya udara

antar partikel ransum selama pengukuran. Perubahan volume aquades merupakan

volume bahan sesungguhnya, satuannya adalah ton/m3 (Khalil, 1999).

Berat jenis dihitung dengan rumus :

Bobot bahan (gram) Berat Jenis = --------------------------------------- Perubahan volume aquades (ml)

HASIL DAN PEMBAHASAN

x

Kondisi Umum Pellet Broiler Finisher

Perbedaan warna terlihat antara pellet pada perlakuan R1, R2 dan R3. Warna

pellet perlakuan R1 terlihat lebih coklat gelap dibandingkan perlakuan R2 dan R3.

Warna pellet perlakuan R2 terlihat lebih gelap dibandingkan R3, dengan demikian

warna pellet R3 lebih terang dibandingkan R1 dan R2, hal ini disebabkan bahwa

semakin tinggi level CGM yang digunakan maka warna pellet semakin coklat terang.

Warna pellet yang semakin terang disebabkan CGM memiliki warna lebih terang

(kuning) karena mengandung xantophyll (Indartono, 2003b). Perbedaan warna antara

pellet penelitian dapat dilihat pada Gambar 6.

Keterangan : R1 = Ransum mengandung 0% CGM dan 8% tepung ikan R2 = Ransum mengandung 4% CGM dan 4% tepung ikan R3 = Ransum mengandung 8% CGM dan 0% tepung ikan

Gambar 6. Penampilan Fisik Pellet Broiler Finisher

Bentuk fisik pellet perlakuan R1 lebih kokoh dibandingkan R2 saat

dipegang dengan tangan, dengan demikian tekstur pellet R3 merupakan pellet yang

paling mudah rapuh dibandingkan R1 dan R2. Tekstur pellet yang dihasilkan

semakin mudah rapuh seiring dengan taraf penggunaan CGM dalam ransum yang

semakin tinggi. Tekstur pellet ditentukan oleh komponen pati, lemak, dan serat serta

kondisi bahan meliputi kandungan air bahan, ukuran partikel, dan suhu (Balagopalan

et al., 1988).

Kandungan Zat Nutrisi Pellet Broiler Finisher

x

Pembuatan pellet broiler finisher dengan substitusi tepung ikan dengan CGM

dibuat dengan menggunakan sistem produksi kontinu. Disamping pengujian sifat

fisik, dilakukan juga analisis proksimat terhadap pellet penelitian yang bertujuan

untuk mengetahui kandungan nutr isi pellet penelitian hasil analisis proksimat yang

dibandingkan dengan hasil perhitungan. Kandungan nutrisi pellet penelitian hasil

analisis proksimat dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Kandungan Zat Nutrisi Pellet Broiler Finisher Hasil Analisis Proksimat

Perlakuan Zat Nutrisi

R1 R2 R3

Energi Bruto (kkal/kg)2 4120 4095 4038

Protein Kasar (%)1 21,13 22,45 22,06

Serat Kasar (%)1 3,27 3,14 2,98

Kalsium (%)1 0,71 0,55 0,57

Sumber : 1. Hasil Analisis Laboratorium Pusat Studi Ilmu Hayati PAU IPB (2005) 2. Hasil Analisis Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan (2005) Keterangan : R1 = Ransum dengan 0% CGM + 8% tepung ikan R2 = Ransum dengan 4% CGM + 4% tepung ikan R3 = Ransum dengan 8% CGM + 0% tepung ikan

Tabel 8 memperlihatkan adanya perbedaan kandungan zat nutrisi pellet

penelitian hasil analisis proksimat dengan hasil perhitungan sebelum penelitian

(Tabel 6). Perbedaan ini diduga karena adanya perbedaan kandunga n zat nutrisi

dalam bahan pakan yang digunakan dengan bahan pakan pada literatur, baik sumber

energi, protein, serat, asam amino atau mineral.

Kandungan protein kasar pellet penelitian hasil analisis proksimat pada

perlakuan R1, R2, dan R3 berturut -turut adalah 21,13%, 22,45%, dan 22,06%.

Kandungan protein kasar hasil analisis proksimat lebih tinggi dibandingkan

kandungan protein kasar hasil perhitungan (Tabel 6), hal ini diduga karena jenis

bahan pakan dengan kandungan nutrisi yang digunakan dalam ransum berbeda

dengan yang tercantum pada literatur. Ransum dengan substitusi tepung ikan dengan

CGM menghasilkan protein kasar yang masih berada dalam batas toleransi

kebutuhan protein kasar untuk broiler finisher pada Scott et al. (1982).

x

Kandungan serat kasar hasil analisis proksimat untuk pellet perlakuan R1,

R2, dan R3 berturut-turut adalah 3,27%, 3,14%, dan 2,98%, berdasarkan hasil

analisis proksimat maka kandungan serat kasar dalam ransum masih di bawah batas

toleransi kebutuhan dalam SNI 01-3931-1995 (Direktorat Bina Produksi, 1997),

kebutuhan serat kasar untuk broiler finisher maksimum 5,5%. Kandungan serat kasar

yang rendah ini berpengaruh positif bagi ternak, karena meningkatkan kecernaan.

Waktu Proses Produksi

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa pada setiap perlakuan memberikan

pengaruh yang sangat nyata (P<0,01) terhadap waktu proses produksi (menit). Waktu

proses produksi 50 kg pellet pada penelitian ini adalah R1: 31,00 menit, R2: 31,00

menit dan R3: 26,33 menit. R1 (31,00) merupakan waktu proses produksi terlama

dan yang tercepat adalah R3 (26,33). Tercantum pada Tabel 9 data yang didapat pada

setiap perlakuan mengalami penurunan, dengan demikian substitusi tepung ikan

dengan CGM menghasilkan waktu produksi yang semakin cepat pada setiap

perlakuan. Hasil pengamatan waktu proses produksi dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Rataan Hasil Pengamatan Waktu Proses Produksi Pellet Broiler Finisher (menit)

Perlakuan Ulangan

R1 R2 R3

1 26,00 36,00 28,00

2 30,00 28,00 25,00

3 37,00 29,00 26,00

Rataan 31,00± 5,56B 31,00 ± 4,35B 26,33 ± 1,52A

Keterangan : superskrip yang berbeda menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01) R1 = Ransum dengan 0% CGM + 8% tepung ikan R2 = Ransum dengan 4% CGM + 4% tepung ikan R3 = Ransum dengan 8% CGM + 0% tepung ikan

Substitusi tepung ikan dengan CGM berpengaruh terhadap waktu proses

produksi pellet pada sistem produksi kontinu dan pada substitusi tepung ikan dengan

x

CGM pada taraf 8% menghasilkan waktu proses produksi yang lebih cepat, hal ini

disebabkan ukuran partikel CGM (0,72 mm) lebih halus dibandingkan dengan

ukuran pertikel tepung ikan, sehingga pergerakan bahan pada perlakuan R3 lebih

lancar karena memiliki waktu proses produksi paling cepat.

Daya Ambang Bahan

Dari uji sidik ragam diketahui bahwa daya ambang dari ketiga perlakuan

dalam penelitian ini tidak berbeda nyata. Daya ambang diukur dengan menjatuhkan

bahan pada ketinggian 3 meter dari lantai, kemudian diukur lamanya waktu (detik)

yang diperlukan untuk mencapai lantai. Hasil pengamatan daya ambang mash

adonan pellet dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Rataan Hasil Pengamatan Daya Ambang Ransum Broiler Finisher yang Masih Berbentuk Mash (m/detik)

Perlakuan Ulangan

R1 R2 R3

1 3,33 4,28 3,53

2 3,75 3,75 3,75

3 4,28 4,28 4,28

Rataan 3,78 ± 0,47 4,10 ± 0,30 3,85 ± 0,38

Keerangan : R1 = Ransum dengan 0% CGM + 8% tepung ikan R2 = Ransum dengan 4% CGM + 4% tepung ikan R3 = Ransum dengan 8% CGM + 0% tepung ikan

Data yang diperoleh pada pengukuran daya ambang mash adonan

menunjukkan substitusi CGM dengan tepung ikan dalam arus prosesnya sebelum

pelleting dan setelah menjadi pellet pada penelitian ini menunjukkan perbedaan yang

tidak nyata pada setiap perlakuan, dengan demikian pergerakan bahan pada conveyor

terhadap semua perlakuan sama.

Ketepatan pengukuran sangat berpegaruh pada hasil pengukuran, karena alat

yang digunakan masih relatif sederhana. Metode yang sederhana ini diharapkan

dapat dilakukan secara praktis di lapangan. Ketepatan pengukuran daya ambang juga

x

dipengaruhi oleh kecepatan angin dalam ruangan, sebaiknya pengukuran daya

ambang dilakukan dalam ruang tertutup.

Ukuran Partikel

Tabel 11 menunjukkan pengaruh substitusi tepung ikan dengan CGM sangat

nyata terhadap ukuran partikel (P<0,01). R1 (6,66 mm) merupakan ukuran partikel

terbesar dan yang terkecil adalah R3 (5,60 mm). Penambahan CGM pada setiap

perlakuan mengalami penurunan ukuran partikel, hal ini diduga karena ukuran

partikel CGM lebih kecil (0,72 mm) dari pada ukuran partikel tepung ikan (1,29

mm), sehingga akan mempengaruhi ukuran partikel pakan (pellet). Ukuran partikel

pellet dipengaruhi oleh kehalusan bahan pakan yang digunakan dalam formulasi

ransum (McEllhiney, 1994). Secara keseluruhan ukuran partikel R1, R2 dan R3

masih termasuk kasar , nilai rataan kadar kehalusan tertinggi adalah R1 (5,99) dan

terendah adalah R3 (5,75). Hasil kadar kehalusan pelet penelitian pada setiap

perlakuan termasuk dalam kategori kasar (coarse) hal ini sesuai dengan kebutuhan

ukuran partikel untuk ayam broiler (Pfost, 1976). Hasil analisis dari pengukuran

ukuran partikel pellet tercantum pada Tabel 11.

Tabel 11. Rataan Hasil Pengujian Ukuran Partikel Pellet Broiler Finisher (mm)

Perlakuan Ulangan

R1 R2 R3

1 6,66 5,60 5,56

2 6,66 5,53 5,72

3 6,66 5,80 5,53

Rataan 6,66 ± 0,00B 5,64 ± 0,14A 5,60 ± 0,10A

Keterangan : superskrip yang berbeda menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01) R1 = Ransum dengan 0% CGM + 8% tepung ikan R2 = Ransum dengan 4% CGM + 4% tepung ikan R3 = Ransum dengan 8% CGM + 0% tepung ikan

x

Berat Jenis Pellet

Hasil sidik ragam substitusi tepung ikan dengan CGM pada penelitian ini

menunjukkan hasil yang berbeda sangat nyata (p<0,01) terhadap berat jenis. Ransum

perlakuan R1 (1,36 ton/m3) mempunyai kisaran nilai rataan berat jenis tertinggi, dan

R2 (1,11 ton/m3) mempunyai nilai rataan berat jenis terkecil. Hasil analisis dari

pengukuran berat jenis pellet tercantum pada Tabel 12.

Tabel 12. Rataan Hasil Pengujian Berat Jenis Pellet Broiler Finisher (ton/m3)

Perlakuan Ulangan

R1 R2 R3

1 1,36 1,30 1,11

2 1,30 1,30 1,11

3 1,42 1,25 1,11

Rataan 1,36 ± 0,06A 1,28 ± 0.03A 1,11 ± 0,00B

Keterangan : superskrip yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,01) R1 = Ransum dengan 0% CGM + 8% tepung ikan R2 = Ransum dengan 4% CGM + 4% tepung ikan R3 = Ransum dengan 8% CGM + 0% tepung ikan

Penambahan CGM pada setiap ransum penelitian ini memberikan perbedaan

yang sangat nyata terhadap berat jenis. Perbedaan berat jenis ini diduga karena

ukuran dan bentuk butiran tiap pellet yang berbeda, sehingga volume antar butiran

dalam wadah juga berbeda. Ruang antar partikel didalam pellet juga dapat

menyebabkan perbedaan berat jenis ini. Pellet mempunyai berat jenis yang kecil jika

ruang antar partikelnya besar. Penambahan CGM pada setiap perlakuan mengalami

penurunan berat jenis, hal ini diduga karena ukuran partikel CGM lebih kecil (0,72

mm) dari pada ukuran partikel tepung ikan (1,29 mm).

Hasil pengamatan kadar air pellet pada penelitian ini berkisar antara 10,53%

(R1) sampai 14,33% (R3) (Angraini, 2005). Meningkatnya kadar air mempengaruhi

penurunan berat jenis.

x

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Substitusi tepung ikan dengan CGM sampai dengan 8% mempengaruhi

efisiensi pergerakan bahan selama proses produksi pellet broiler finisher ditinjau dari

waktu produksi, ukuran partikel dan berat jenis, tetapi tidak berpengaruh terhadap

daya ambang.

Saran

Produksi pellet broiler finisher dengan substitusi tepung ikan terhadap CGM

dapat digunakan pada produksi pellet broiler finisher dengan sistem kontinu karena

menghemat waktu. Perlu penambahan L-Lysine dalam substitusi CGM terhadap

tepung ikan.

x

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT, atas berkah dan

hidayahnya-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa selesainya skripsi ini tidak lepas dari bantuan

berbagai pihak. Maka penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih banyak

kepada Ir. Lidy Herawati, MS selaku Dosen Pembimbing Utama dan kepada Ibu

Dr.Ir. Yuli Retnani, MSc sebagai Dosen Pembimbing Anggota atas segala kesabaran,

bimbingan, saran dan bersedia membagi ilmu dan kemudahan fasilitas kepada

penulis selama penelitian hingga akhir penulisan skripsi ini. Ucapan terima kasih

penulis kepada Dr. Ir. Jajat Jachja, M.Agr sebagai Dosen Pembimbing Akademik.

Terima kasih atas kritik dan sarannya kepada Ir. Dwi Margi Suci, MS selaku Dosen

penguji seminar dan sidang. Ucapan terima kasih penulis kepada Ir. Juniar

Atmakusuma, MS yang telah bersedia sebagai penguji sidang. Terima kasih kepada

seluruh staf pengajar Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor atas pendidikan

dan bimbingannya yang telah diberikan kepada penulis.

Sembah sujud dan ucapan terima kasih yang tak terhingga kapada papa dan

mama tercinta yang selalu memanjatkan doa kepada Allah SWT, dan memberikan

nasehat serta semangat kepada penulis. Terima kasih kepada kakak tertua

Muhammad Fathoni, adik-adikku Fani dan Firman atas semangatnya.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Mbak Anis, Pak Atip, dan

Pak Hadi atas bantuannya selama penelitian di Bagian Industri dan Makanan ternak.

Terima kasih kepada teman-teman sepenelitian: Devi, Wine, Aryu, Inung, Ita, Yulia,

Edo, Jumi, Yuliana, dan Rean atas kerja samanya. Terimakasih kepada sahabat-

sahabat penulis yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini: Hadi, Lazky,

Tedy, dr. Ridwan, Irsan, Dodi, Kak Nial, om Wanto, Tommy, Fauzan, Meta , Kuro,

Cahyo.N dan Angkatan 36, Rusli.H, Aditya N dan Rici Efendi, semua yang diberikan

telah menjadi bagian dari sejarah hidup penulis.

Akhir kata, kesempurnaan semata -mata hanya milik Allah SWT, penulis

menyadari skripsi ini masih jauh dari sempurna, semoga skripsi ini bermanfaat bagi

kita semua.

Bogor, Oktober 2005

Penulis

x

DAFTAR PUSTAKA

Adnan, M. 1982. Aktivitas Air dan Kerusakan Bahan Makanan. Agritech. Yogyakarta.

Amrullah, I. 2003. Nutrisi Ayam Broiler. Lembaga Satu Gunung Budi. Bogor. Angraini, D. 2005. Pengaruh substitusi tepung ikan impor dengan corn gluten meal

terhadap kualitas fisik pelet broiler finisher pada sistem produksi continuous. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Assauri, S. 1980. Manajemen Produksi. Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia,

Jakarta. Balagopalan, C. , G. Padmaja, S. K.Nanda, S. and N. Moorthy. 1988. Cassava in

Food, Feed and Industry. Florida, IRC Press. Darmawan, P. 2004. Beberapa uji kualitas bahan baku dan produk jadi di PT. Suba

Indah, Tbk Cilegon-Banten. Laporan Kegiatan Magang. Departemen Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Direktorat Bina Produksi. 1997. Kumpulan SNI Ransum. Direktorat Jenderal Peternakan. Departemen Pertanian, Jakarta.

Ensminger, M. E. , J. E. Olfield and W. W Heinemann. 1990. Feeds and Nutrition

(Formerly, Feeds and Nutrition Complete). 2nd. The Ensminger Publishing, California.

E Feed Grain. 2004. Tentang tepung ikan. http://www.efeedgrain. com/repotitem.

Asplng=18<pro=08cls=158got=952hal=18<i. (15 Juli 2005) Gamman, P.M dan K.B.Sherrington. 1992. Ilmu Pangan Pengantar Ilmu Pangan,

Nutrisi dan Mikrobiologi. Terjemahan: Sri Naruki. Edisi kedua.Universitas Gadjah Mada Press.Yogyakarta.

Hartadi, H. , S. Reksohadiprojo, dan A.D Tilman. 1980. Tabel Komposisi Pakan

untuk Indonesia. UGM Press, Yogyakarta. Indartono, S. A. 2003a. Corn gluten meal sebagai sumber energi dan protein pakan.

Poultry Indonesia . (280) : 30-31. Indartono, S. A. 2003b. Prinsip-prinsip nutrisi bahan baku. Poultry Indonesia. Edisi

Desember (284) : 19-20. Khalil. 1999. Pengaruh kandungan air dan ukuran partikel terhadap sifat fisik pakan

lokal: kerapatan tumpukan, kerapatan pemadatan tumpukan dan berat jenis. Media Peternakan 22 (1) : 1 – 11

x

Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. 2000. Pembuatan tepung ikan. http:// www. warintek. net/ tepung_ikan. Htm 22k. (5 Juni 2005).

Makfoeld, D. 1982. Deskripsi Pengolahan Hasil Nabati. Penerbit Agritech,

Yogyakarta. McEllhiney, R. R. 1994. Feed Manufacturing Industry 4th Ed. American Feed

Industry assosiaction Inc. Arlington. Moeljanto. 1992. Pengawetan dan Pengolahan Hasil Perikanan. P.T. Penebar

Swadaya, Jakarta. Murtidjo, B.A. 1987. Pedoman Beternak Ayam Broiler. Kanisius, Yogyakarta. NRC. 1994. Nutrient Requirements of Poultry. 2nd Revised Ed. National Academy of

Science, Washington D. C. Patrick, H. and P. J. Schaible. 1980. Poultry : Feeds and Nutrition, 2nd. The Avi

Publishing Company, Inc. Westport, Connecticut. Pfost, H. B. 1976. Feed Manufacturing Technology. American Feed Manufacturing

Association. Inc. Arlington. Prawirosentono, S. 1997. Manajemen Produksi dan Operasi. Penerbit Bumi Aksara,

Jakarta. Reksohadiprodjo, S. 1985. Manajemen Produksi. Edisi 4. BPFE. Yogyakarta.

Rikmawati, W. 2005. Pengaruh substitusi tepung ikan impor dengan corn gluten meal terhadap laju alir pakan pelet broiler finisher pada sistem produksi continuous. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Scott, M.L., M.C. Nesheim and R.J. Young. 1982. Nutrition of The Chicken. 3rd

Edition. M.L. Scott and Associates, Ithaca. New York. Steel, R. G. D. dan J. H. Torrie. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika Suatu

Pendekatan Biometrik. Penerbit P.T Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Syarief, R dan Halid. 1993. Teknologi Penyimpanan Pangan. Arcan, Jakarta. Thomas, M., D. J. Van Zuilichem and A. F. B. Van der Poel. 1997. Physical quality

of pelleted animal feed 2. Contribution of process and its conditions. J. Animal Feed Science and Technology. 64 (2) :173-192.

Thompson, K. R., L. A. Muzinic, L. S. Engler, and C. D. Webster. 2004. Evaluation

of practical diets containing different protein levels, with or without fish meal, for juvenile Australian red claw crayfish (Cherax quadricarinatus). Aquaculture 244 (2005): 241-249.

x

Tyler, W.S. 1959. Tyler Sieves for Clasifying Ganular Materials. In: S.M. Henderson and R. L Perry. 1981. Agricultural Process Engineering. 3rd Edition. The Avi Publishing Company, Inc. Westport, Connecticut.

Wahju, J. 1992. Ilmu Nutrisi Unggas. Gajah Mada University Press, Yogyakarta. Winarno, F.G., S. Fardiaz dan D. Fardiaz. 1980. Pengantar Teknologi Pangan. PT.

Gramedia Pustaka. Jakarta. Winarno, F. G. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Penerbit P.T Gramedia Pustaka

Utama. Jakarta. Wirakartakusumah, M. A., K. Abdullah dan A.M. Syarif. 1992. Sifat Fisik Pangan.

Depdikbud. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

x

LAMPIRAN

x

Lampiran 1. Rataan Kadar Air (KA) dan Kerapatan Tumpukan (KT) pada Penelitian ini.

Perlakuan Peubah

R1 R2 R3

KA* 10,53 ± 0,50A 13,33 ± 0,99 B 14,33 ± 0,12B

KT** 710,33 ± 14,08B 659,83 ± 13,77A 638,53 ± 8,96A

Sumber : Angraini 2005* Rikmawati 2005* *

Lampiran 2. Sidik Ragam Waktu Proses Produksi (Menit)

SK Db JK KT F.HIT F 0,05 F 0,01

Perlakuan 2 1030,22 515,11 29,52 5,14 10,92

Error 6 104,66 17,44

Total 8 1134,88

Lampiran 3. Uji Kontras Orthogonal Waktu Proses Produksi (Menit)

SK d

b

JK KT Fhit F,05 F,01

Perlakuan 2 1030,22 515,11 29,52 ** 5,14 10,92

R1 VS R2R3 1 997,55 997,55 57,18 ** 5,14 10,92

R2 VS R3 1 32,66 32,66 1,87tn 5,14 10,92

Error 6 104,66 17,44

Total 8 1134,88

Keterangan : ** = berbeda sangat nyata tn = tidak berbeda nyata

x

Lampiran 4. Sidik Ragam Daya Ambang Mash (m/detik)

SK Db JK KT F.HIT F 0,05 F 0,01

Perlakuan 2 0,17 0,08 0,53 5,14 10,92

Erorr 6 0,94 0,15

Total 8 1,11

Lampiran 5. Sidik Ragan Ukuran Partikel ( mm)

SK db JK KT F.HIT F 0,05 F 0,01

Perlakuan 2 2,15 1,07 107,35 5,14 10,92

Error 6 0,08 0,01

Total 8 2,21

Lampiran 6. Uji Kontras Orthogonal Ukuran Partikel (mm)

SK d

b

JK KT Fhit F,05 F,01

Perlakuan 2 2,15175 1,07587 107,3492 ** 5,14 10,92

R1 VS R2R3 1 2,14935 2,14935 214,459 ** 5,99 13,75

R2 VS R3 1 0,0024 0,0024 0,23946 tn 5,99 13,75

Error 6 0,06013 0,0100

Total 8 2,21188

Keterangan : ** = berbeda sangat nyata tn = tidak berbeda nyata

x

Lampiran 7. Sidik Ragan Berat Jenis (ton/m3)

SK db JK KT F.HIT F 0,05 F 0,01

Perlakuan 2 0,10 1,05 31,75 5,14 10,92

Error 6 0,01 0,00

Total 8 0,11

Lampiran 8. Uji Kontras Orthogonal Berat Jenis (ton/m3)

SK d

b

JK KT Fhit F,05 F,01

Perlakuan 2 0,10 0,05 30,75 5,14*

*

10,92

R1 VS R2R3 1 0,09 0,09 55,68 5,14*

*

10,92

R2 VS R3 1 0,01 0,00 5,96 5,14* 10,92

Error 6 0,01 0,00

Total 8 0,11

Keterangan : ** = berbeda sangat nyata * = nyata

x

Lampiran 9. Mesin Pellet Sistem Produksi Kontinu di Laboratorium Industri dan Makanan Ternak

x

x

x