studi perubahan luasan terumbu karang dengan menggunakan ...
Transcript of studi perubahan luasan terumbu karang dengan menggunakan ...
STUDI PERUBAHAN LUASAN TERUMBU KARANG DENGAN MENGGUNAKAN DATA PENGINDERAAN JAUH
DI PERAIRAN BAGIAN BARAT DAYA PULAU MOYO, SUMBAWA
Oleh
Riza Aitiando Pasaribu C64103058
PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
This watermark does not appear in the registered version - http://www.clicktoconvert.com
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul : STUDI PERUBAHAN LUASAN TERUMBU KARANG DENGAN MENGGUNAKAN DATA PENGINDERAAN JAUH DI PERAIRAN BAGIAN BARAT DAYA PULAU MOYO, SUMBAWA adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Skripsi ini. Bogor, Agustus 2008 Riza Aitiando Pasaribu C64103058
This watermark does not appear in the registered version - http://www.clicktoconvert.com
RINGKASAN
RIZA AITIANDO PASARIBU. Studi Perubahan Luasan Terumbu Karang dengan Menggunakan Data Penginderaan Jauh di Perairan Bagian Barat Daya Pulau Moyo, Sumbawa. Dibimbing oleh : JONSON LUMBAN GAOL dan BEGINER SUBHAN
Berdasarkan fungsi dan manfaatnya, keberadaan terumbu karang sangat penting bagi ekosistem laut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perubahan luasan terumbu karang di seluruh wilayah perairan sekitar Pulau Moyo, Sumbawa khususnya di wilayah perairan bagian barat daya. Keberadaan terumbu karang dapat dideteksi melalui teknologi penginderaan jauh. Secara umum daerah yang diteliti dengan menggunakan data penginderaan jauh adalah seluruh perairan sekitar Pulau Moyo. Pemetaan substrat dasar pesisir perairan digunakan transformasi Lyzenga, sedangkan untuk menghitung luas penutupan karang pada saat survei adalah dengan menggunakan metode foto transek. Lokasi pengambilan data lapangan terletak diantara 8°19’55,44’’ LS - 117°28’32,9’’ BT dan 8°19’39,66’’ LS -117° 28’48,8’’ BT.
Hasil perhitungan persentase luas tutupan karang hidup di seluruh wilayah perairan dengan menggunakan data penginderaan jauh pada tahun 2000 adalah 166,8 ha yang menurun menjadi 66,7 ha pada tahun 2006. Sementara itu, pada tahun 2000 di wilayah perairan bagian barat daya, tutupan karang hidup tercatat seluas 6,6 ha yang kemudian menurun menjadi 3,6 ha pada tahun 2006. Kecenderungan penurunan luasan tutupan karang hidup ini diduga akan terus berlangsung jika tidak ada penanganan yang baik dan terintegrasi. Hasil survei yang dilakukan pada bulan November 2007, menunjukkan bahwa persentase penutupan luasan terumbu karang di wilayah perairan bagian barat daya tercatat sebesar 46,4%. Pengamatan tingkat kecerahan di lokasi pengamatan adalah 100%, dengan salinitas sebesar 34‰ dan suhu perairan berkisar antara 29 hingga 31°C. Tingkat kerusakan terumbu karang di daerah ini termasuk dalam kategori sedang. Sangat besar kemungkinan bahwa kerusakan terumbu karang di daerah ini lebih banyak disebabkan oleh kegiatan manusia.
This watermark does not appear in the registered version - http://www.clicktoconvert.com
© Hak cipta milik Riza Aitiando Pasaribu, tahun 2008
Hak cipta dilindungi
Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari
Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun,
baik cetak, fotokopi, mikrofilm dan sebagainya.
This watermark does not appear in the registered version - http://www.clicktoconvert.com
Studi Perubahan Luasan Terumbu Karang dengan Menggunakan Data Penginderaan Jauh di Perairan Bagian
Barat Daya Pulau Moyo, Sumbawa
Oleh:
Riza Aitiando Pasaribu C64103058
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Perikanan
pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
This watermark does not appear in the registered version - http://www.clicktoconvert.com
SKRIPSI
Judul : STUDI PERUBAHAN LUASAN TERUMBU KARANG DENGAN MENGGUNAKAN DATA PENGINDERAAN JAUH DI PERAIRAN BAGIAN BARAT DAYA PULAU MOYO, SUMBAWA
Nama Mahasiswa : Riza Aitiando Pasaribu Nomor Induk : C64103058 Departemen : Ilmu dan Teknologi Kelautan
Menyetujui,
Komisi Pembimbing
Pembimbing I Pembimbing II
Dr. Ir. Jonson Lumban Gaol, M.Si Beginer Subhan, S.Pi
NIP. 131 953 479 NIP. 132 316 069
Mengetahui,
Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Prof. Dr. Ir. Indra Jaya, M.Sc
NIP. 131 578 799 Tanggal lulus : 8 Agustus 2008
This watermark does not appear in the registered version - http://www.clicktoconvert.com
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
hanya dengan berkat karunia dan anugerahNya yang tiada berakhir sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi yang berjudul “Studi Perubahan
Luasan Terumbu Karang dengan Menggunakan Data Penginderaan Jauh di
Perairan Bagian Barat Daya Pulau Moyo, Sumbawa” ini adalah salah satu syarat
untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut
Pertanian Bogor.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua dan semua
anggota keluarga yang tak henti-hentinya memberikan doa, motivasi, saran,
inspirasi dan kasih sayang kepada penulis. Penulis juga ingin mengucapkan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Dr. Ir. Jonson Lumban Gaol, M.Si dan Beginer Subhan, S.Pi selaku komisi
pembimbing yang memberikan pengetahuan, pengarahan dan inspirasi
kepada penulis.
2. Prof. Dr. Ir. Bonar P. Pasaribu, MSc.yang telah memberikan masukan dan
semangat belajar, Susumo Kanno, Ph.D., Mr. Msahiko Yanagawa, Mr.
Ohgane, Mr. Asakura, Kadek, S. Pi dan semua pihak dari KYOWA
CONCRETE INDUSTRY CO., LTD. yang telah membiayai penelitian ini
serta tim KYOWA ITK-IPB yaitu Amal, Nur, Jawad dan Diki yang telah
membantu dalam proses pengambilan data lapangan. Juga kepada
pegawai Dinas Perikanan untuk Kabupaten Sumbawa atas segala bantuan
data dan informasi yang telah diberikan.
3. Ganjar, Hakim, Dedy, Anggie, seluruh teman-teman, dan semua pihak
ITK-IPB khususnya ITK’40 atas dukungan dan kebersamaan selama
penulis menempuh masa pendidikan.
Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini kelak bermanfaat bagi
pembangunan ilmu dan teknologi kelautan di Indonesia.
Bogor, Agustus 2008
Riza Aitiando Pasaribu
This watermark does not appear in the registered version - http://www.clicktoconvert.com
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL.................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR............................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................... xii
1. PENDAHULUAN.............................................................................. 1 1.1. Latar Belakang ............................................................................ 1 1.2. Tujuan ......................................................................................... 2
2. TINJAUAN PUSTAKA.................................................................... 3 2.1. Terumbu karang ......................................................................... 3 2.1.1. Deskripsi terumbu karang .............................................. .. 3 2.1.2. Faktor pembatas ................................................................ 3 2.1.3. Ekologi karang .................................................................. 5 2.1.4. Fungsi dan manfaat terumbu karang................................. 5 2.1.5. Kerusakan terumbu karang ............................................... 6 2.1.5.1. Pengaruh alam............................................................ 7 2.1.5.2. Pengaruh aktifitas manusia ........................................ 8 2.2. Penginderaan jauh....................................................................... 9 2.2.1. Interaksi radiasi elektromagnetik dengan kolom air......... 11 2.2.2. Pemanfaatan data penginderaan jauh bidang kelautan ..... 13 2.2.3. Penggunaan citra Satelit Landsat 7-ETM+ (Enhanced Thematic Mapper) untuk pemetaan terumbu karang ......... 14 2.3. Pulau Moyo................................................................................. 18 2.3.1. Kondisi umum................................................................... 18 2.3.2. Kondisi terumbu karang di sekitar Pulau Moyo ............... 19
3. METODE PENELITIAN................................................................. 21 3.1. Waktu dan lokasi penelitian........................................................ 21 3.2. Alat dan bahan ............................................................................ 21 3.2.1. Alat.................................................................................... 21 3.2.2. Bahan ................................................................................ 23 3.3. Metode penelitian........................................................................ 23 3.3.1. Pengamatan kondisi terumbu karang ................................ 23 3.3.2. Analisis kondisi terumbu karang ...................................... 24 3.3.3. Pengolahan data penginderaan jauh.................................. 24 3.3.4. Analisis digital .................................................................. 25 3.3.4.1. Pembentukan citra komposit...................................... 25 3.3.4.2. Pemotongan citra ....................................................... 25 3.3.4.3. Transformasi citra ...................................................... 25 3.3.4.4. Klasifikasi citra .......................................................... 26
3.3.5. Analisis visual................................................................... 26
This watermark does not appear in the registered version - http://www.clicktoconvert.com
4. HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................... 28 4.1. Kondisi terumbu karang di Perairan Bagian Barat Daya Pulau Moyo................................................................................. 28 4.2. Pemanfaatan citra penginderaan jauh untuk pemetaan substrat perairan dangkal ............................................................ 31 4.3. Luasan terumbu karang............................................................... 35 4.3.1. Analisis citra di Perairan Sekitar Pulau Moyo.................. 35 4.3.2. Analisis citra di Perairan Bagian Barat Daya Pulau Moyo....................................................................... 38
5. KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................... 43 5.1. Kesimpulan ................................................................................. 43 5.2. Saran............................................................................................ 44
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. 45
LAMPIRAN............................................................................................. 47
RIWAYAT HIDUP ................................................................................. 58
This watermark does not appear in the registered version - http://www.clicktoconvert.com
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Karakteristik panjang gelombang sensor Satelit LANDSAT 7-ETM+........................................................................... 18 2. Kisaran tingkat persentase penutupan karang (Gomez dan Yap, 1988)...................................................................... 23 3. Nilai-nilai parameter fisika dan kimia yang diukur di titik pengamatan.............................................................................. 29 4. Perhitungan luasan dan persentase penutupan terumbu karang di daerah penelitian ................................................................................. 31
5. Perubahan luas terumbu karang hidup dan mati di perairan sekitar Pulau Moyo pada tahun 2000 dan 2006.............................................. 38
6. Perubahan luas terumbu karang hidup dan mati di perairan bagian barat daya Pulau Moyo pada tahun 2000 dan 2006 ............................ 40
This watermark does not appear in the registered version - http://www.clicktoconvert.com
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Komponen penting teknologi penginderaan jarak jauh (Sutanto, 1986).................................................................................... 11 2. Peta lokasi penelitian dan titik pengamatan........................................ 22
3. Diagram alir penelitian........................................................................ 27
4. Citra perekaman tanggal 13 September 2000, hasil transformasi algoritma Lyzenga di sekitar titik lokasi pengamatan ........................ 33
5. Sebaran nilai digital algoritma lyzenga pada citra tanggal 13 September 2000.............................................................................. 33
6. Citra perekaman tanggal 16 Oktober 2006, hasil transformasi algoritma Lyzenga di sekitar titik lokasi pengamatan ........................ 34
7. Sebaran nilai digital algoritma lyzenga pada citra tanggal 16 Oktober 2006.................................................................................. 34
8. Peta hasil klasifikasi tanggal 13 September 2000............................... 36
9. Peta hasil klasifikasi tanggal 16 Oktober 2006................................... 37
10. Peta hasil klasifikasi tanggal 13 September 2000 ............................... 39
11. Peta hasil klasifikasi tanggal 16 Oktober 2006 ................................... 39
This watermark does not appear in the registered version - http://www.clicktoconvert.com
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Contoh-contoh alat yang digunakan pada penelitian .......................... 48
2. Cara pengolahan data foto terumbu karang dengan menggunakan Adobe Photoshop CS2 dan contoh perhitungannya ............................ 49 3. Hasil survei lapang perhitungan luasan terumbu karang keseluruhan ......................................................................................... 51
4. Hasil iterasi band 1 dan band 2 pada perekaman citra tanggal 13 September 2000................................................................. 52
5. Hasil iterasi band 1 dan band 2 pada perekaman citra tanggal 16 Oktober 2006..................................................................... 54
6. Hasil perhitungan luasan berdasarkan klasifikasi ............................... 56
7. Foto terumbu karang di daerah penelitian........................................... 57
This watermark does not appear in the registered version - http://www.clicktoconvert.com
1. PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Indonesia memiliki kekayaan alam yang sangat besar terutama sumber
daya alam yang berasal dari laut. Salah satunya adalah terumbu karang,
kurangnya pengetahuan masyarakat dalam pemanfaatan terumbu karang dan
fungsi dari terumbu karang itu sendiri membuat kondisi terumbu karang menjadi
rusak. Program pemerintah yang berkaitan dengan pengelolaan ekosistem
terumbu karang di Indonesia yang kurang telah membuat kondisi terumbu karang
semakin memprihatinkan.
Ekosistem terumbu karang terdapat pada lingkungan perairan yang
dangkal seperti paparan benua dan gugusan pulau-pulau di perairan tropis antara
lintang 30° LU dan 25° LS. Terumbu karang sebagai tempat hidup dari berbagai
biota laut tropis lainnya memiliki keanekaragaman jenis biota yang sangat tinggi
dan sangat produktif. Pada umumnya keberadaan dan kondisi terumbu karang
sangat mempengaruhi kekayaan dan keanekaragaman ikan karang. Jika kondisi
terumbu karang baik maka keanekaragaman ikannya tinggi, begitu juga
sebaliknya, jika kondisi terumbu karang buruk maka keanekaragaman ikannya
rendah (Nybakken, 1992).
Kondisi ekosistem terumbu karang Indonesia hingga kini sudah sangat
memprihatinkan. Saat ini hanya 24,23% terumbu karang di Indonesia yang
berada dalam kondisi baik, 29,22% dalam kondisi sedang, dan 40,14% dalam
kondisi buruk (Suharsono, 1998). Kondisi seperti ini sangat dikuatirkan karena
diduga akan memberi dampak negatif bagi ekosistem laut. Untuk itu, diperlukan
This watermark does not appear in the registered version - http://www.clicktoconvert.com
adanya suatu pengelolaan yang baik agar potensi sumber daya tersebut dapat
dimanfaatkan. Salah satu cara yang dapat ditempuh untuk memperbaiki
pengelolaan terumbu karang adalah dengan melakukan penelitian pada satu
wilayah pengamatan. Pengumpulan data terumbu karang secara berkala perlu
dilakukan untuk mempelajari perubahan yang terjadi.
Ada beberapa teknik dan metode pengambilan data terumbu karang. Salah
satunya adalah dengan menggunakan sistem penginderaan jauh yang
memanfaatkan citra satelit untuk melihat pola persebaran terumbu karang.
Penggabungan teknik pengolahan citra (image procesing) dengan data yang
diambil secara langsung atau manual (ground check), dapat meningkatkan akurasi
pemetaan dengan teknologi penginderaan jauh.
Untuk itu perlu dilakukan studi perubahan kondisi ekosistem terumbu
karang di sekitar perairan Pulau Moyo, Sumbawa dengan menggunakan citra
satelit, pada beberapa perekaman waktu yang berbeda. Sebagai pembanding studi
ini juga dilakukan survei lapang.
1.2. Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji ekosistem terumbu karang dan
menghitung perubahan luasan terumbu karang di wilayah perairan bagian barat
daya Pulau Moyo, Sumbawa dalam kurun waktu 6 tahun (2000-2006).
This watermark does not appear in the registered version - http://www.clicktoconvert.com
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Terumbu karang
2.1.1. Deskripsi terumbu karang
Terumbu karang (coral reef) merupakan organisme yang hidup di dasar
perairan laut dangkal terutama di daerah tropis dan memiliki produktivitas tinggi.
Terumbu karang terutama disusun oleh karang-karang jenis anthozoa dari kelas
Scleractinia (Vaughn dan Wells, 1943 in Idris, 2004). Odum (1993)
mendefinisikan terumbu karang sebagai bagian ekosistem yang dibangun oleh
sejumlah biota, baik hewan maupun tumbuhan yang secara terus-menerus
mengikat ion kalsium (Ca2+) dan karbonat (CO32-) dari air laut yang menghasilkan
rangka kapur, kemudian secara keseluruhan bergabung membentuk terumbu.
Terumbu adalah endapan-endapan masif yang penting dari kalsium karbonat yang
dihasilkan oleh hewan karang, alga berkapur, dan organisme lain yang mensekresi
kalsium karbonat (Nybakken, 1992).
Karang terbagi atas dua kelompok yaitu hermatifik dan ahermatifik.
Karang hermatifik dapat menghasilkan terumbu sedangkan ahermatifik tidak.
Karang ahermatifik tersebar luas di seluruh dunia, tetapi karang hermatifik hanya
ditemukan di daerah tropis saja. Perbedaan yang mencolok adalah bahwa dalam
jaringan karang hermatifik terdapat sel-sel tumbuhan yang bersimbiosis yang
dinamakan zooxanthellae, sedangkan karang ahermatifik tidak (Nybakken,1992).
2.1.2. Faktor pembatas
Beberapa faktor pembatas bagi pertumbuhan dan perkembangan terumbu
karang adalah (Nybakken, 1992) :
This watermark does not appear in the registered version - http://www.clicktoconvert.com
1) Cahaya
Cahaya adalah faktor pembatas yang sangat penting. Cahaya diperlukan oleh
zooxanthellae untuk melakukan proses fotosintesis, yang dapat membantu koral
untuk membentuk terumbu. Titik kompensasi karang adalah pada kedalaman
dimana intensitas cahaya sebesar 15-30% dari intensitas permukaan.
2) Salinitas
Salinitas normal air laut adalah 32-35‰. Karang yang hidup di tempat-tempat
dalam jarang atau tidak pernah mengalami perubahan salinitas yang cukup besar,
sedangkan karang di tempat-tempat dangkal sering kali dipengaruhi oleh masukan
air tawar dari pantai maupun hujan sehingga terjadi penurunan salinitas perairan.
Karang hermatifik tidak dapat tumbuh di luar kisaran tersebut.
3) Suhu
Perkembangan terumbu karang yang paling optimal terjadi di perairan yang
rata-rata suhu tahunannya 23-25°C. Suhu ekstrim yang masih dapat ditoleransi
adalah 36-40°C.
4) Sedimentasi
Faktor sedimentasi yang tinggi dalam air maupun koral merupakan pengaruh
negatif bagi pertumbuhan terumbu karang. Sedimentasi dapat menutupi karang
dan menghalangi proses makannya, dan juga dapat mengurangi cahaya yang
diperlukan zooxanthellae dalam melakukan fotosintesis.
5) Kedalaman
Pertumbuhan terumbu karang ke atas dibatasi oleh adanya udara. Banyak
koral yang mati karena terlalu lama berada di udara terbuka, sehingga
pertumbuhan terumbu karang ke atas hanya terbatas sampai tingkat surut
This watermark does not appear in the registered version - http://www.clicktoconvert.com
terendah. Terumbu karang dapat tumbuh dan berkembang dengan baik di daerah
yang memiliki gelombang yang besar, dimana gelombang tersebut dapat
memberikan sumber air yang segar, suplai oksigen, mengurangi dan
menghilangkan sedimentasi pada terumbu karang, serta mensuplai plankton dan
sumber makanan lainnya yang berguna bagi pertuumbuhan dan perkembangan
terumbu karang.
2.1.3. Ekologi karang
Berdasarkan geomorfologinya, ekosistem terumbu karang dibagi ke dalam
tiga tipe yaitu (Nybakken, 1992) :
1) Terumbu karang tepi (fringing reef), yaitu terumbu karang yang terdapat di
sepanjang pantai dengan kedalaman tidak lebih dari 40 meter. Terumbu ini
tumbuh ke permukaan ke arah laut terbuka.
2) Terumbu karang penghalang (barrier reef), berada jauh dari pantai yang
dipisahkan oleh gobah dengan kedalaman 40-70 meter. Umumnya terumbu
karang ini memanjang menyusuri pantai.
3) Atol, merupakan karang berbentuk melingkar seperti cincin yang muncul
dari laut, melingkari gobah yang memiliki terumbu gobah atau terumbu petak.
2.1.4. Fungsi dan manfaat terumbu karang
Fungsi dan manfaat terumbu karang adalah (Nybakken, 1992) :
1) Terumbu karang merupakan sumber daya yang sangat tinggi; sebanyak
132 jenis ikan yang bernilai ekonomi di Indonesia dengan 32 jenis
diantaranya hidup pada terumbu karang. Banyak ikan karang yang dapat
dijadikan sebagai komoditi ekspor yang bernilai ekonomi tinggi.
This watermark does not appear in the registered version - http://www.clicktoconvert.com
2) Indahnya terumbu karang dapat dijadikan sebagai obyek wisata bawah air
yang sangat menarik. Masyarakat dapat memanfaatkannya sebagai
sumber ekonomi wilayah dengan mendirikan pusat penyelaman, restoran
hingga penginapan.
3) Terumbu karang melindungi pantai dari abrasi dan erosi. Strukturnya
yang keras dapat menahan gelombang dan arus sehingga dapat mencegah
rusaknya dua ekosistem perairan dangkal lainnya, seperti lamun dan
mangrove.
4) Terumbu karang dapat dipandang sebagai laboratorium alam penunjang
penelitian dan pendidikan.
5) Terumbu karang sebagai tempat tinggal, berkembang biak dan mencari
makan bagi ribuan jenis ikan.
2.1.5. Kerusakan terumbu karang
Terumbu karang di Indonesia dari tahun ke tahun terus mengalami
penurunan dan mengalami kerusakan. Lebih dari 85% terumbu karang di
Malaysia dan Indonesia kelestariannya terancam (degraded), Indonesia dan
Filipina memiliki 77% dari seluruh terumbu karang di kawasan Asia tenggara
dengan sekitar 80% diantaranya berada dalam keadaan terancam. Luas terumbu
karang yang ada di Indonesia sekitar 50.000 km² diperkirakan hanya 7% dalam
kondisi sangat baik, 33% baik, 46% rusak dan 15% lainnya dalam kondisi yang
kritis (Burke et al., 2002).
Penelitian mengenai kerusakan terumbu karang terbagi menjadi tiga faktor
yaitu faktor fisik, biologis dan aktifitas manusia. Kerusakan yang terjadi pada
terumbu karang pada umumnya disebabkan oleh kondisi lingkungan perairan yang
This watermark does not appear in the registered version - http://www.clicktoconvert.com
tidak mendukung atau mengalami perubahan secara ekstrim. Hal tersebut
disebabkan oleh aktivitas manusia seperti pembangunan industri di wilayah
pesisir, pengerukan pantai, penangkapan ikan dengan racun dan bahan peledak,
serta pencemaran tumpahan minyak. Faktor biologis seperti adanya pemangsaan
oleh biota yang berasosiasi dengan terumbu karang, misalnya oleh hewan laut
mahkota berduri. Kerusakan secara alami dapat terjadi akibat badai, gempa bumi,
tsunami, atau karena kenaikan suhu pada saat kejadian El-Nino (Indrawadi,
2003).
2.1.5.1 Pengaruh alam
Menurut Mastra (2007) pengaruh alam dapat menyebabkan kerusakan
terumbu karang yang sifatnya hanya sementara. Beberapa penyebab kerusakan
yang disebabkan oleh alam adalah :
1) Badai dan Tsunami.
Badai, topan dan Tsunami merupakan sumber ancaman terhadap
ekosistem terumbu karang yang cukup besar, karena kerusakan yang
diakibatkan badai cukup besar dan dalam skala yang luas.
2) Perubahan iklim.
Coral bleaching atau pemutihan karang berarti pudarnya warna terumbu
karang menjadi putih atau pucat, hal ini terjadi karena kehilangan
zooxanthellae. Penyebab pemutihan karang atau coral bleaching yaitu
naiknya suhu permukaan laut akibat pemanasan global, selain itu juga
pemulihan karang ini dapat dikaitkan dengan kejadian El-Nino.
3) Predator alami.
This watermark does not appear in the registered version - http://www.clicktoconvert.com
Ancaman alami adalah meningkatnya jumlah predator atau hewan
pemakan karang yang dapat mengakibatkan kematian karang di tempat-
tempat tertentu secara lokal dan pada saat terjadi pemangsaan yang luas
oleh hewan ini maka kematian dan kerusakan karang akan terjadi dalam
skala yang besar. Contoh hewan-hewan yang termasuk ke dalam predator
alami adalah bintang laut berduri (Acanthaster plancii), bulu babi
(terutama Echinometra mathaei, Diadema setosum, Tripneustes gratilla),
beberapa jenis ikan karang seperti kepe-kepe (Chaetodon spp) dan kakatua
(Scarrus spp).
2.1.5.2 Pengaruh aktifitas manusia
Dalam memenuhi kebutuhan hidupnya tanpa sadar aktifitas manusia dapat
merusak ekosistem terumbu karang. Penangkapan ikan secara berlebihan dan
dengan cara yang tidak benar akan merusak keseimbangan ekosistem terumbu
karang.
Aktifitas manusia yang dapat merusak terumbu karang antara lain adalah
(Anonim, 2005) :
1) Kerusakan terumbu karang umumnya disebabkan oleh kegiatan-kegiatan
perikanan yang merusak, seperti penangkapan ikan dengan menggunakan
bahan-bahan peledak, bahan racun sianida, pembuangan jangkar perahu,
penggunaan jaring insang dan pukat dapat membuat kerusakan fisik
terhadap terumbu karang dan ikan karang. Kegiatan perikanan yang
merusak ini tidak hanya dilakukan oleh nelayan tradisional, tetapi juga
oleh nelayan-nelayan modern dan juga nelayan asing yang melakukan
kegiatan pencurian ikan di perairan nusantara.
This watermark does not appear in the registered version - http://www.clicktoconvert.com
2) Penambangan karang untuk bahan bangunan dan pembuatan kapur dapat
menimbulkan kekuatan fisik yang besar bagi terumbu karang dan ikan
karang.
3) Kegiatan pariwisata bawah air jika tidak dikelola dengan baik dan hati-hati
akan berdampak negatif bagi kondisi terumbu karang. Aktifitas ini dapat
mengganggu karang, baik secara langsung maupun tidak langsung.
2.2. Penginderaan jauh
Penginderaan jauh (remote sensing) adalah teknik yang dikembangkan
untuk memperoleh dan menganalisis informasi tentang bumi dimana informasi
tersebut khusus berbentuk radiasi gelombang elektromagnetik yang dipancarkan
atau dipantulkan dari permukaan bumi (Sutanto, 1992). Menurut Lillesand dan
Kiefer (1990) penginderaan jauh adalah ilmu dan seni untuk memperoleh
informasi tentang obyek, daerah atau fenomena melalui analisis data yang
diperoleh dengan alat tanpa adanya kontak langsung dengan obyek, daerah atau
fenomena yang dikaji.
Butler et al. (1988) menyatakan bahwa ada empat komponen fisik yang
terlibat dalam penginderaan jauh. Keempat komponen tersebut adalah matahari
sebagai sumber energi yang berupa radiasi elektromagnetik, atmosfer yang
merupakan media lintasan dari radiasi elektromagnetik, sensor yang mendeteksi
radiasi elektromagnetik dan mengubahnya dalam bentuk sinyal yang dapat
diproses atau direkam serta obyek yang dideteksi oleh satelit (Gambar 1).
Sumber energi yang dipakai dalam sistem penginderaan jauh adalah
matahari dalam bentuk gelombang elektromagnetik yang secara singkat dapat
didefinisikan sebagai gelombang yang terdiri dari medan listrik dan medan
This watermark does not appear in the registered version - http://www.clicktoconvert.com
magnet, bergerak tegak lurus dengan arah rambat gelombang. Bentuk interaksi ini
dapat diamati bila berinteraksi dengan suatu benda (Butler et al., 1988).
Radiasi elektromagnetik sebelum terdeteksi oleh sensor akan mengalami
interaksi dengan atmosfer yang disebabkan oleh komponen gas dan partikel yang
ada didalamnya. Besarnya interaksi atmosfer tergantung dengan panjang
gelombang elektromagnetik, variasi harian dari kondisi atmosfer dan panjang
lintasan yang digunakan (Butler et al., 1988). Bentuk interaksi yang biasanya
terjadi antara energi dengan atmosfer adalah hamburan (scattering) dan
penyerapan (absorption). Hamburan atmosfer adalah suatu mekanisme dimana
radiasi elektromagnetik mengalami refleksi ke segala arah oleh partikel atmosfer.
Ada sebagian dari spektrum radiasi elektromagnetik yang energi radiasi
elektromagnetiknya diteruskan oleh atmosfer, yaitu pada interval tertentu berupa
celah sempit yang dikenal sebagai jendela atmosfer (Paine, 1992).
Radiasi elektromagnetik yang mengenai suatu kenampakan di muka bumi
akan berinteraksi dengan obyek, dengan tiga perlakuan, yaitu dipantulkan,
diserap, dan ditransmisikan. Pantulan, serapan dan transmisi akibat interaksi
dengan obyek itu mempunyai keseimbangan tenaga yang berbeda, yang
disebabkan oleh beberapa hal diantaranya, jenis obyek muka bumi (jenis materi
dan kondisinya) serta panjang gelombang. Pemantulan akibat interaksi dengan
target terdiri dari pemantulan spekuler (spekuler reflectance) dan pemantulan
hambur (diffuse reflectance). Pemantulan spekuler terjadi apabila energi
elektromagnetik dipantulkan ke satu arah, disini sudut datang sama dengan sudut
refleksi. Sedangkan pemantulan hambur adalah proses pemantulan radiasi
elektromagnetik yang menyebar ke segala arah (Gambar 1).
This watermark does not appear in the registered version - http://www.clicktoconvert.com
Gambar 1. Komponen penting teknologi penginderaan jauh (Sutanto, 1986)
2.2.1. Interaksi radiasi elektromagnetik dengan kolom air
Kemampuan radiasi elektromagnetik melakukan penetrasi ke dalam
perairan sangatlah penting, ketika informasi tentang kondisi dan fenomena di
bawah permukaan air diperlukan. Sehubungan dengan penginderaan dasar
perairan dangkal ini, Lillesand dan Kiefer (1990) menyatakan bahwa sebaiknya
digunakan sinar dengan panjang gelombang 0,48 µm hingga 0,60 µm.
Untuk lebih menonjolkan obyek dasar perairan, Siregar (1996)
mengemukakan bahwa dengan melakukan penggabungan secara logaritma natural
dua kanal sinar tampak, maka akan didapat citra baru yang menampakkan dasar
perairan yang informatif. Pendekatan yang dilakukan untuk mendapatkan
SENSOR
PANTULAN
ATMOSFER
DATA VISUAL
DIGITAL
PANCARAN
ANEKA PENGGUNA DATA OBYEK
CITRA
NON CITRA SUMBER TENAGA
This watermark does not appear in the registered version - http://www.clicktoconvert.com
algoritma dikembangkan oleh Lyzenga (1978), yaitu Exponential Attenuation
Model.
Menurut Lyzenga (1978) pantulan dasar perairan tidak dapat diamati
secara langsung pada citra satelit karena dipengaruhi oleh serapan dan hamburan
pada lapisan permukaan air. Pengaruh ini dapat dihitung, jika pada setiap titik di
suatu wilayah diketahui kedalaman dan karakteristik optis airnya. Prinsip ini
sebagai dasar untuk mengembangkan teknik penggabungan informasi dari
beberapa saluran spektral untuk menghasilkan indeks pemisah kedalaman (depth-
invariant index) dari material penutup dasar perairan. Parameter masukan dalam
algoritma ini adalah perbandingan antara koefisien pelemahan air (water
attenuation coefficient) pada beberapa saluran spektral. Algoritma ini menyadap
informasi material penutup dasar perairan berdasarkan kenyataan bahwa sinyal
pantulan dasar mendekati fungsi linier dari pantulan dasar perairan dan
merupakan fungsi eksponensial dari kedalaman.
Priyono ( 2007) menyebutkan bahwa apabila dasar perairan laut dangkal
dapat terlihat, maka dapat dibentuk suatu hubungan antara kedalaman perairan
dengan sinyal pantul yang diterima oleh sensor. Rumus yang dijadikan acuan
adalah Exponential Attenuation Model (Lyzenga, 1978), yaitu :
Li(H) = Li� � + (Ai - Li � )-2KiH
dimana : Li(H) adalah pantulan pada band i dengan kedalaman H (m)
Li� adalah pantulan dari laut dalam pada band i
Ai adalah albedo dasar pada band i
H adalah kedalaman perairan (m)
Ki adalah koefisien atenuasi air pada band i (m-1)
This watermark does not appear in the registered version - http://www.clicktoconvert.com
2.2.2. Pemanfaatan data penginderaan jauh bidang kelautan
Teknologi penginderaan jauh dapat diimplikasikan ke bidang kelautan
khususnya dalam pendeteksian obyek di dasar perairan dangkal (terumbu karang).
Pemantauan terumbu karang hingga sampai pada penilaian kondisi terumbu
karang memang sangat dimungkinkan, akan tetapi metode yang dilakukan masih
dalam taraf pengembangan. Pada saat ini teknologi penginderaan jauh hanya
dapat membantu memberikan data penyebaran dan kondisi secara umum saja.
Pada awalnya, pemanfaatan penginderaan untuk memantau wilayah perairan
dangkal dilakukan oleh Smith, et al. in Jupp, et al. (1985) yaitu dengan
menggunakan citra satelit Landsat-MSS. Mereka dapat memetakan kawasan
biofisik terumbu karang dan menginventarisasi sumberdaya alam di Great Barrier
Reef Australia. Dari penelitian tersebut diketahui bahwa terumbu karang mudah
dipantau dengan menggunakan kanal 4 dan kanal 5, sedangkan penggunaan kanal
6 dan kanal 7 pada citra Landsat-MSS cocok untuk delineasi pulau pasir terumbu
(sand clay), gobah (lagoon) dan rataan terumbu (reef flat) (Siswandono, 1987).
Adanya teknologi penginderaan jauh memudahkan peneliti untuk
mengamati dan mengelola terumbu karang, terutama pada negara kepulauan.
Teknologi ini juga dapat mengidentifikasi beberapa variabel lingkungan yang
menjadi indikator potensi dari distribusi sumber daya alam dan keuntungannya
seperti terumbu karang, lamun dan alga (Radiarta et al., 2002). Pemetaan
terumbu karang menggunakan citra satelit sumberdaya alam merupakan alternatif
yang dapat dikedepankan dengan melihat kenyataan bahwa pengamatan obyek
bawah air dapat dilakukan melalui citra pada kondisi air laut yang jernih dan
mempunyai karakteristik yang homogen (Priyono, 2007).
This watermark does not appear in the registered version - http://www.clicktoconvert.com
Pemetaan terumbu karang menggunakan citra satelit tidaklah tanpa
keterbatasan. Berdasarkan teori radiative transfer, kemampuan penetrasi panjang
gelombang tampak biru pada kedalaman 20 meter hanya sekitar 60% (Engman
and Gurney, 1991). Menurut Purwadhi (2001) penelitian dengan menggunakan
metode dan data tertentu perlu dilakukan uji ketelitian atau validasi data, karena
hasil uji ketelitian mempengaruhi besarnya tingkat kepercayaan pengguna
terhadap setiap jenis data maupun metode analisisnya. Hal ini juga dilakukan
untuk membuktikan kesesuaian antara klasifikasi citra dengan data lapangan yang
didapat. Perhitungan akurasi data dilakukan dengan membuat matriks
kontingensi, yang disebut confusion matrix yang didapat dengan cara
membandingkan perhitungan titik sampel di lapangan (groundtruth) dengan data
hasil klasifikasi citra (jumlah pikselnya). Nilai ketelitian yang diharapkan
nantinya harus memenuhi syarat lebih besar dari 70, sehingga dari nilai yang
didapatkan tersebut merupakan pembuktian terhadap nilai validitas data citra.
2.2.3. Penggunaan citra Satelit LANDSAT 7 – ETM+ (Enhanced Thematic
Mapper) untuk pemetaan terumbu karang
Citra Satelit merupakan salah satu sumber data spasial yang dapat
digunakan untuk penginderaan jarak jauh. Banyak satelit penginderaan jauh yang
dapat digunakan untuk melihat penutupan lahan salah satunya adalah satelit
LANDSAT 7 – ETM+.
Penginderaan jauh untuk terumbu karang memanfaatkan sifat radiasi
elektromagnetik pada daerah spektrum sinar tampak. Spektrum ini dapat
menembus air sehingga dapat mendeteksi terumbu karang yang yang berada di
bawah permukaan air. Secara kasar spektrum sinar tampak dapat dibagi tiga
This watermark does not appear in the registered version - http://www.clicktoconvert.com
bagian yaitu spektrum sinar biru (panjang gelombang kecil), sinar hijau (panjang
gelombang sedang) dan sinar merah (panjang gelombang besar). Semakin kecil
panjang gelombang, maka spektrum sinarnya akan semakin dalam menembus air.
Parameter lain yang dapat dilihat dari penginderaan jauh yaitu materi dasar
perairan. Untuk dapat memetakan perairan dangkal dan terumbu karang dapat
digunakan kombinasi tiga kanal sinar tampak yaitu: band 1 (0,45 – 0,52 µm) dan
band 2 ( 0,52 – 0,60 µm ) serta band 3 (0,61 – 0,73 µm) dari citra satelit
LANDSAT 7 – ETM+, sehingga karakteristik perairan karang dapat diidentifikasi.
Perkembangan algoritma ini didasarkan pada Model Pengurangan Eksponensial
(Standard Exponential Attenuation Model) yang merupakan teori dari Lyzenga
(1978) dan teori ini merupakan salah satu cara untuk menonjolkan obyek dasar
perairan (Siregar, 1996).
Pada citra LANDSAT 7–ETM+ pendugaan awal daerah yang mempunyai
substrat karang dapat dilihat dari penampakan citra dengan menggunakan
komposit RGB 542, RGB 421 dan RGB 321. Terumbu karang dapat
diidentifikasi menggunakan citra Landsat komposit kanal 421 dan 543 dengan
penajaman equalisation histogram dan autoclip. Identifikasi terumbu karang ini
dapat memberikan informasi karakteristik fisik terumbu karang. Pada dasarnya
penajaman dengan ketiga citra komposit tersebut hanya sekedar memberikan
gambaran umum tentang keberadaan terumbu karang. Informasi ini merupakan
data dasar untuk pengelolaan terumbu karang. Rentangan perbedaan warna pada
citra hasil transformasi algoritma Lyzenga menunjukkan banyaknya kelas yang
ada pada substrat perairan. Banyaknya kelas tersebut juga terlihat pada histogram
yang diwakili oleh puncak-puncak nilai piksel yang dominan yaitu dengan
This watermark does not appear in the registered version - http://www.clicktoconvert.com
sebaran nilai antara 10,200 sampai 11,252. Untuk nilai digital piksel tiap-tiap
substrat dasar perairan tersebut adalah: Karang Hidup 10,786 – 10,933, Karang
Mati 10,933 – 11,057, Lamun 11,057 – 11,2 dan Pasir > 11,2 (Hazmi, 2002).
Adapun karakteristik panjang gelombang yang dimiliki oleh sensor
LANDSAT 7 – ETM+ diuraikan pada Tabel 1. Fungsi dari masing-masing
kanal/saluran pada Satelit LANDSAT 7 – ETM+ adalah sebagai berikut (LAPAN,
2006) :
a) Kanal 1 (panjang gelombang : 0,45 – 0,52 µm)
Pemetaan perairan daerah pesisir, penetrasi tubuh air, analisis sifat
penggunaan lahan, tanah, vegetasi, serta perbedaan vegetasi dan lahan.
b) Kanal 2 (panjang gelombang : 0,52 – 0,60 µ m)
Mengindera puncak pantulan vegetasi pada spektrum hijau yang terletak
diantara dua saluran spektral serapan klorofil.
c) Kanal 3 (panjang gelombang : 0,63 – 0,69 µ m)
Kanal ini berada pada salah satu bagian serapan klorofil, dan
memperkuat kontras antara kenampakan vegetasi dan bukan vegetasi.
Menajamkan kontras antar kelas vegetasi (membedakan antara lahan
terbuka terhadap lahan bervegetasi).
d) Kanal 4 (panjang gelombang : 0,76 – 0,90 µ m)
Peka terhadap sejumlah biomassa vegetasi yang terdapat pada daerah
yang akan dikaji. Hal ini dapat membantu identifikasi tanaman dan
memperkuat kontras antara tanaman dengan tanah dan lahan dengan air.
This watermark does not appear in the registered version - http://www.clicktoconvert.com
e) Kanal 5 (panjang gelombang : 1,55 – 1,75 µ m)
Untuk menentukan jenis tanaman, kandungan air pada tanaman, dan
kondisi kelembaban tanah, juga digunakan untuk mengukur keawanan
atau salju diatas atmosfer.
f) Kanal 6 (panjang gelombang : 10,40 – 12,50 µ m)
Kanal infra merah thermal yang bermanfaat untuk klasifikasi vegetasi,
analisis gangguan vegetasi, pemisahan kelembaban tanah, dan sejumlah
gejala lain yang berhubungan dengan panas (pengukuran dan pemetaan
panas).
g) Kanal 7 (panjang gelombang : 2,08 – 2,35 µ m)
Saluran untuk pemisahan formasi batuan serta pemetaan hydro-thermal.
h) Kanal 8 (panjang gelombang : 0,5 – 0,9 µ m)
Saluran intensitas (intensity layer) yang berfungsi untuk menguatkan
nilai spektral 1 hingga 7.
Pada penelitian yang pernah dilakukan yaitu memetakan terumbu karang
dengan menggunakan teknologi penginderaan jarak jauh, citra yang digunakan
adalah Landsat 7 ETM+ penelitian dilakukan di Pulau Mensanak-Senayang
Lingga, Propinsi Riau dimana tingkat keakuratan diuji dengan menggunakan
confusion matrix dan koefisien Kappa. Hasil yang didapat adalah sebesar 76%
dan 0,68, hal ini berarti secara keseluruhan hasil pemetaan yang didapat dengan
menggunakan citra Landsat 7 ETM+ dapat dipertanggungjawabkan keakuratannya
(Radiarta et al., 2002).
This watermark does not appear in the registered version - http://www.clicktoconvert.com
Tabel 1. Karakteristik panjang gelombang sensor Satelit LANDSAT 7 – ETM+
Sensor Resolusi Spektral (µm) Resolusi Spasial (meter)
Biru 0,450-0,515 30
Hijau 0,525-0,605 30
Merah 0,630-0,690 30
Infra merah dekat 0,750-0,900 30
Infra merah tengah 1,550-1,750 30
Infra merah thermal 10,400-12,500 30
Infra merah jauh 2,090-2,350 30
Panchromatik (hitam dan putih) 0,520-0,900 15
Lebar sapuan 185 km
Resolusi temporal 16 hari (233 orbit)
Ketinggian 705 km
Resolusi radiometrik Best 8 of 9 bits
Inklinasi Sun-synchronous, 98,2 degrees
Sumber : LAPAN (2006)
2.3. Pulau Moyo
2.3.1. Kondisi umum
Pulau Moyo terletak pada posisi 8°09’36’’ LS - 117°27’43’’ BT dan
8°23’09’’ LS - 117°35’42’’ BT, terletak di sebelah utara Pulau Sumbawa dengan
panjang dari utara ke selatan 27 km dan lebar bervariasi antara 10-20 km.
Memiliki luas areal sebesar 30.000 hektare dengan topografi berbukit-bukit, di
sebelah utara merupakan daerah pemukiman sedangkan daerah barat dan timur
merupakan daerah terjal dengan kemiringan lebih dari 15° (BPPT, 1994).
This watermark does not appear in the registered version - http://www.clicktoconvert.com
Masyarakat di Pulau Moyo hidup dari hasil pertanian dan perkebunan,
sedangkan sektor perikanan kurang dimanfaatkan oleh masyarakat pulau ini.
Sektor perikanan lebih banyak dimanfaatkan oleh nelayan-nelayan yang berasal
dari Pulau Sumbawa atau dari luar daerah tersebut. Pulau Moyo merupakan salah
satu daerah tujuan wisata di Provinsi Nusa Tenggara Barat, yaitu obyek wisata
buru dan wisata alam (BPPT, 1994).
2.3.2 Kondisi terumbu karang di Sekitar Pulau Moyo
Terumbu karang di Pulau Moyo mempunyai dua tipe, yaitu terumbu
karang tepi (fringing reef) dan terumbu karang gosong. Terumbu karang tepi
merupakan tipe terumbu karang yang umum ditemui di perairan sekitar Pulau
Moyo. Di bagian barat Pulau Moyo terdapat suatu terumbu karang gosong atau
patch reef yang merupakan terumbu karang yang tumbuh dan berkembang dari
dasar laut, akan tetapi belum muncul ke permukaan. Terumbu karang Pulau Moyo
mempunyai rataan yang sempit berkisar antara 50-100 meter dengan kelerengan
tubir yang bervariasi (BPPT, 1994)
Terumbu karang di bagian selatan, barat dan timur memiliki tipe yang
hampir sama dengan kondisi yang cukup baik. Dua lokasi yang cukup baik ada di
bagian selataan dan barat, sedangkan di daerah timur persentase penutupan karang
cukup tinggi di lokasi ini terumbu karang terlihat masih baik. Pada bagian utara
karang tumbuh baik pada kedalaman 2-5 meter, rataan terumbu berkisar 50-100
meter dengan dasar terdiri dari pecahan karang mati berupa blok-blok kecil
bercampur dengan puing karang (rubble). Biota ikan adalah salah satu di antara
biota yang menampilkan berbagai keunikan, hal tersebut dapat dilihat dari sudut
This watermark does not appear in the registered version - http://www.clicktoconvert.com
keanekaragaman jenis, dominasi dan kelimpahan individu dari jenis-jenis tertentu
(BPPT, 1994).
Pada umumnya kondisi terumbu karang di perairan sekitar Pulau Moyo
dapat dikatakan relatif baik, hanya pada beberapa tempat saja terumbu karang
ditemukan dalam keadaan rusak. Pada daerah dengan kondisi karang yang baik
biasanya akan ditandai dengan kelimpahan individu yang tinggi dari berbagai
jenis biota terutama keanekaragaman hayati lainnya seperti ikan. Parameter fisika
di daerah ini juga menunjang keberlangsungan hidup dari terumbu karang, dengan
suhu rata-rata pada bulan September 1993 sebesar 27,5°C, tinggi pasang surut
antara 90-140 cm dan salinitas yang cocok bagi pertumbuhan terumbu karang
(BPPT, 1994).
Menurut Laporan Dinas Perikanan Kabupaten Sumbawa (2007), Sumbawa
mengalami pertambahan penduduk dengan laju pertumbuhan rata-rata 1,83% per
tahun. Suhu rata-rata berkisar antara 26,3-28,6°C dengan suhu maksimum 34,8°C
dan suhu minimum 20,5°C. Curah hujan melebihi 200 mm pada bulan Januari,
Februari dan Maret dan kurang dari 50 mm pada bulan Juni, Juli, Agustus,
September dan Oktober. Tingkat pemanfaatan potensi sumberdaya perikanan laut
tahun 2000 di beberapa daerah penangkapan khususnya diperairan pantai
menunjukkan adanya peningkatan hasil tangkapan, gejala over fishing,
penangkapan menggunakan bahan peledak (bom) dan bahan beracun yang
mengakibatkan rusaknya ekosistem perairan (fishing ground).
This watermark does not appear in the registered version - http://www.clicktoconvert.com
3. METODE PENELITIAN
3.1. Waktu dan lokasi penelitian
Lokasi pengambilan data lapangan adalah di perairan bagian barat daya
Pulau Moyo, Sumbawa sedangkan untuk melihat perubahan luasan terumbu
karang dilihat dari luas keseluruhan di sekitar Pulau Moyo, Sumbawa khususnya
di perairan bagian barat daya. Lokasi pengambilan data lapangan terletak di
antara 8° 19’ 55,44’’ LS- 117° 28’ 32,9’’ BT dan 8° 19’ 39,66’’ LS -117° 28’
48,8’’ BT. Pengumpulan data lapangan dilaksanakan pada bulan November 2007
sedangkan pengolahan data dilakukan mulai bulan Desember 2007 sampai Maret
2008. Lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.
3.2. Alat dan bahan
3.2.1 Alat
Dalam penelitian ini digunakan dua macam peralatan, yang pertama
adalah peralatan yang digunakan pada saat survei lapangan dan yang kedua adalah
peralatan yang digunakan di laboratorium. Dalam pelaksanaan penelitian di
lapangan, peralatan yang digunakan adalah peralatan untuk mengamati kondisi
terumbu karang (Lampiran 1), antara lain adalah : perahu motor sebagai alat
transportasi ke lokasi penelitian, alat dasar selam dan Self Containing Underwater
Breathing Apparatus (SCUBA) unit, Global Positioning System (GPS), kamera
bawah air (camera digital), roll meter, secchi disk, termometer (Lampiran 1).
Peralatan yang digunakan di laboratorium, antara lain adalah : seperangkat
komputer, printer, scanner, compact disk (CD), piranti lunak (Microsoft Word,
Microsoft Excel, Er Mapper 6.4 dan Arc View 3.2, Adobe Photoshop CS2).
This watermark does not appear in the registered version - http://www.clicktoconvert.com
8°19’54’’
8°19’41’’
117°28’33’’ 117°28’52’’
8°19’54’’
117°28’52’’ 117°28’33’’
117°26’ 117°42’ 8°7’ 8°7’
8°19’41’’
117°26’ 117°42’ 8°23’ 8°23’
Gambar 2. Peta lokasi penelitian dan titik pengamatan
This watermark does not appear in the registered version - http://www.clicktoconvert.com
3.2.2 Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah citra Landsat 7 – ETM+
path/row 115/066, tanggal perekaman 13 September 2000 dan 16 Oktober 2006.
3.3 Metode penelitian
Penelitian dilakukan dengan dua tahap yaitu : (1) Pengolahan citra satelit
Landsat 7 – ETM+ dan analisis citra satelit, (2) Survei lapangan dan analisis
survei lapangan.
3.3.1. Pengamatan kondisi terumbu karang
Metode yang dilakukan untuk pengamatan kondisi terumbu karang adalah
dengan metode foto transek. Teknik observasi dilakukan secara langsung ke
daerah penelitian dengan menggunakan kamera bawah air (underwater camera)
yang akan diolah menggunakan perangkat lunak Adobe Photoshop CS2. Data
parameter fisika kimia pada stasiun pengamatan adalah suhu, salinitas, dan
kecerahan. Pengambilan data ini dilakukan pada saat pengambilan data terumbu
karang berlangsung.
Persentase penutupan karang hidup dihitung dengan mengolah foto yang
diambil yang kemudian dilakukan pengolahan data menggunakan software Adobe
Photoshop CS2. Kisaran tingkat persentase penutupan karang tertera pada Tabel
2.
Tabel 2. Kisaran tingkat persentase penutupan karang (Gomez dan Yap, 1988)
Persentase Penutupan (%) Kriteria 0,0 – 24,9 Buruk 25,0 – 49,9 Sedang 50,0 – 74,9 Baik 75,0 – 100 Sangat Baik
This watermark does not appear in the registered version - http://www.clicktoconvert.com
3.3.2. Analisis kondisi terumbu karang
Analisis kondisi terumbu karang dilakukan dengan beberapa tahap yaitu
pengumpulan data terumbu karang dan analisis foto transek (Gambar 3). Teknik
pengumpulan data terumbu karang menggunakan foto transek, foto diambil secara
vertikal menggunakan kamera bawah air. Transek garis sepanjang 100 m, setiap
jarak 10 m dilakukan pengambilan foto. Setiap titik diambil sebanyak tiga foto
dengan ukuran transek 1×1 meter. Setelah itu foto diolah dengan perangkat lunak
Adobe Photoshop CS2, dengan menggunakan fungsi magic wand dan tolerance
rata-rata tiap piksel terumbu karang dan bukan terumbu karang dapat dihitung
(Lampiran 2). Setelah semua foto yang ada dihitung dan dirata-ratakan, maka
akan didapat hasil persentase tutupan karang pada tiap stasiun pengamatan.
3.3.3. Pengolahan data penginderaan jauh
Ada dua cara untuk menganalisis penginderaan jauh, yaitu analisis data
secara digital dan analisis data secara visual. Analisis secara digital dilakukan
dengan menggunakan Personal Computer (PC) dengan perangkat lunak Er
Mapper 6.4. Citra satelit yang diolah adalah citra Landsat 7 – ETM+ tanggal 13
September 2000 dan 16 Oktober 2006. Analisis data visual berupa pengenalan
objek elemen yang tergambar pada citra serta disajikan dalam bentuk peta
tematik, tabel atau grafik dan membandingkannya dengan data pendukung
(Gambar 3).
This watermark does not appear in the registered version - http://www.clicktoconvert.com
3.3.4. Analisis digital
3.3.4.1 Pembentukan citra komposit
Pembentukan citra komposit dimaksudkan untuk mendapat gambaran
umum tentang data yang akan diproses. Citra komposit penggabungan kanal 4, 2,
1 (RGB) dan citra kanal 5, 4, 2 untuk keperluan penentuan titik kontrol dalam
proses koreksi geometrik.
3.3.4.2 Pemotongan citra
Pemotongan citra dilakukan untuk membatasi citra sesuai dengan daerah
penelitian karena di dalam pemotretan sebuah wahana satelit, satelit akan
merekam data pada daerah yang luas sesuai dengan resolusi spasial dari sensor
yang digunakan oleh wahana satelit tersebut.
3.3.4.3 Transformasi citra
Pemetaan perairan dangkal untuk melihat sebaran terumbu karang dapat
dilakukan dengan penajaman citra yakni dengan menggunakan algoritma yang
disusun oleh Lyzenga (1978) dan dikembangkan di perairan Indonesia (Siregar,
1996) :
Y = ln (TM1) + ki / kj ln (TM2)........................................................ (1)
Y = citra hasil ekstrasi dasar perairan
TM1 = nilai digital kanal 1 Landsat TM
TM2 = nilai digital kanal 2 Landsat TM
ki / kj = nilai koefisien atenuasi
dimana
ki / kj = a + � � � ²+1).............................................................. (2)
This watermark does not appear in the registered version - http://www.clicktoconvert.com
dengan
a = (var TM1 – var TM2) / (2 + covar TM1TM2)............... (3)
var = nilai ragam dari nilai digital
covar = nilai koefisien keragaman dari nilai digital
3.3.4.4 Klasifikasi citra
Klasifikasi citra adalah suatu proses untuk mendapatkan citra yang telah
dikelompokkan dalam kelas-kelas tertentu berdasarkan nilai reflektansi tiap-tiap
obyek. Citra yang dihasilkan dengan transformasi citra selanjutnya
diklasifikasikan untuk mengklaskan obyek atau tutupan lahan ekologi terumbu
karang.
3.3.5. Analisis visual
Langkah- langkah dalam proses analisis secara visual adalah :
1. Memisahkan obyek yang berbeda warnanya diikuti dengan penarikan garis
bagi obyek yang warnanya sama.
2. Setiap obyek yang diperlukan dikenali berdasarkan karakteristik spektral
atau unsur interpretasi yang tergambar pada citra.
3. Diklasifikasikan sesuai dengan tujuan penginterpretasian dan digambarkan
ke dalam peta sementara.
4. Dilakukan interpretasi akhir dalam pengkajian atas pola atau susunan
obyek menjadi tujuan penelitian.
This watermark does not appear in the registered version - http://www.clicktoconvert.com
Gambar 3. Diagram alir penelitian
Citra Landsat 7-ETM+ 13 September 2000 dan 16 Oktober 2006
Peta ekosistem terumbu karang
Cropping citra hasil klasifikasi
Klasifikasi citra
Transformasi Lyzenga
Koreksi geometrik: penentuan proyeksi, datum dan koordinat
Komposit tiga kanal 5, 4, 2
Pengumpulan data terumbu karang
Analisis foto transek menggunakan Adobe Photoshop CS2
Persentase tutupan karang
Analisis
Analisis wilayah studi berdasarkan kelengkapan data
Pengumpulan data biofisik perairan (suhu, salinitas
dan kecerahan)
Hasil
This watermark does not appear in the registered version - http://www.clicktoconvert.com
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Kondisi terumbu karang di Perairan Bagian Barat Daya Pulau Moyo
Data yang diperoleh selama di lapangan berupa data-data parameter fisika
dan kimia. Kondisi parameter fisika dan kimia perairan dicantumkan pada Tabel
3. Tingkat kecerahan perairan di semua titik pengamatan adalah 100%. Hal ini
menunjukkan bahwa penetrasi cahaya dapat masuk hingga ke dasar perairan.
Kondisi seperti ini memperlihatkan bahwa fotosintesis yang dilakukan oleh
zooxanthellae dapat berlangsung secara optimal yang mendukung pertumbuhan
karang.
Suhu pada lokasi pengamatan pada tiap stasiun berkisar antara 29-31°C.
Kisaran suhu ini menunjukkan bahwa terumbu karang dapat tumbuh dengan baik.
Suhu rata-rata di perairan sekitar Pulau Moyo pada bulan September 1993 adalah
27,5°C (BPPT, 1994), hal ini menunjukkan adanya peningkatan suhu rata-rata
sebesar kurang lebih 3°C dalam kurun waktu 14 tahun. Hal ini cukup
mempengaruhi pertumbuhan terumbu karang walaupun begitu perkembangan
terumbu karang masih dapat dikatakan cukup baik. Suhu yang paling optimal di
perairan pada kisaran suhu antara 23 hingga 25°C dan terumbu karang memiliki
toleransi suhu sampai pada kisaran 36-40°C (Nybakken, 1992).
Kondisi salinitas yang baik bagi pertumbuhan hewan karang berkisar
diantara 32-35°C (Nybakken, 1992). Hasil pengamatan salinitas yang didapatkan
pada setiap stasiun adalah 34‰. Hal ini menunjukkan bahwa salinitas di sekitar
perairan itu cukup mendukung bagi pertumbuhan hewan karang.
This watermark does not appear in the registered version - http://www.clicktoconvert.com
Tabel 3. Nilai-nilai parameter fisika dan kimia yang diukur di titik pengamatan
Posisi Stasiun
Kedalaman rata-rata
(m)
Kecerahan rata-rata
(m)
Suhu rata-rata
(°C)
Salinitas rata-rata
(‰) 8° 19,924’ LS
117° 28,549’ BT 1 4 4 29 34 8° 19,929’ LS
117° 28,554’ BT 2 2 2 29 34 8° 19,888’ LS
117° 28,564’ BT 3 2 2 29 34 8° 19,829’ LS
117° 28,574’ BT 4 4 4 29 34 8° 19,788’ LS
117° 28,614’ BT 5 7 7 29 34 8° 19,773’ LS
117° 28,659’ BT 6 2 2 29 34 8° 19,771’ LS
117° 28,662’ BT 7 7 7 29 34 8° 19,771’ LS
117° 28,662’ BT 8 3 3 29 34 8° 19,738’ LS
117° 28,712’ BT 9 5 5 29 34 8° 19,717’ LS
117° 28,758’ BT 10 3 3 29 34 8° 19,717’ LS
117° 28,758’ BT 11 6 6 29 34 8° 19,698’ LS
117° 28,801’ BT 12 3 3 30 34 8° 19,695’ LS
117° 28,777’ BT 13 7 7 30 34 8° 19,695’ LS
117° 28,777’ BT 14 5 5 30 34 8° 19,661’ LS
117° 28,814’ BT 15 5 5 30 34 8° 19,661’ LS
117° 28,814’ BT 16 3 3 31 34
Pengamatan lapang dengan foto dilakukan pada daerah terumbu karang
sepanjang 1336,3 m adalah persentase penutupan karang hidup sebesar 46,4%
dengan luas 619,9 m². Deskripsi tentang hasil pengolahan data luasan terumbu
karang dapat dilihat pada Tabel 4.
This watermark does not appear in the registered version - http://www.clicktoconvert.com
Persentase penutupan karang pada area 1 (seperti dicantumkan pada Tabel
4) adalah sebesar 40,2% dengan jarak total pengamatan sejauh 341,9 m yang
terbagi ke dalam 4 stasiun pengamatan. Besar luasan terumbu karang hidup
tercatat sekitar 137,3 m² dan jumlah persentase penutupan karang sebesar 40,2%
yang berarti bahwa kondisi terumbu karang ini termasuk ke dalam kategori
sedang.
Persentase penutupan karang pada area 2 adalah sebesar 40,9% dengan
jarak total pengamatan sejauh 305,5 m yang terbagi ke dalam 4 stasiun
pengamatan. Besar luasan terumbu karang hidup tercatat sekitar 125,1 m² dan
jumlah persentase penutupan karang sebesar 40,9% yang berarti bahwa kondisi
terumbu karang tersebut juga termasuk ke dalam kategori sedang.
Persentase penutupan karang pada area 3 adalah sebesar 48,5% dengan
jarak total pengamatan sejauh 325,8 m yang terbagi ke dalam 4 stasiun
pengamatan. Besar luasan terumbu karang hidup sekitar 158,1 m² dan jumlah
persentase penutupan karang sebesar 48,5% yang berarti bahwa kondisi terumbu
karang ini termasuk ke dalam kategori sedang.
Persentase penutupan karang pada area 4 adalah sebesar 54,9% dengan
jarak total pengamatan sejauh 363,1 m yang terbagi ke dalam 4 stasiun
pengamatan. Besar luasan terumbu karang hidup sekitar 199,5 m² dan jumlah
persentase penutupan karang sebesar 54,9% yang berarti bahwa kondisi terumbu
karang ini termasuk ke dalam kategori baik.
Seperti yang telah dijelaskan bahwa hampir seluruh area pengamatan
merupakan daerah dalam kondisi sedang (Lampiran 3). Berdasarkan data yang
tersedia, yakni luasan terumbu karang hidup yang semakin berkurang, maka dapat
This watermark does not appear in the registered version - http://www.clicktoconvert.com
disimpulkan bahwa kondisi seperti ini telah membuat lingkungan perairan itu
terganggu.
Tabel 4. Perhitungan luasan dan persentase penutupan terumbu karang di daerah
penelitian
Lokasi Pengamatan
% Penutupan Jarak Total (m) Luasan (m²)
Area 1 (Stasiun1 – 4)
40,2 341,9 137,3
Area 2 (Stasiun 5 – 8)
40,9 305,5 125,1
Area 3 (Stasiun 9 – 12)
48,5 325,8 158,1
Area 4 (Stasiun 13 – 16)
54,9 363,1 199,5
Melalui hasil survei lapang, diketahui bahwa luas tutupan karang yang
didapat menurun dibandingkan dengan hasil penelitian yang telah dilakukan pada
tahun 1993 (BPPT, 1994). Pada tahun tersebut telah disebutkan oleh para ahli
bahwa daerah ini diprediksi akan mengalami gejala over fishing dan itulah yang
terjadi pada permulaan tahun 2000an. Melalui pengamatan secara langsung juga
dapat terlihat kerusakan terumbu karang pada daerah tersebut yang lebih banyak
disebabkan oleh pemanfaatan sumber daya alam yang berlebihan.
4.2. Pemanfaatan citra penginderaan jauh untuk pemetaan substrat
perairan dangkal
Melalui pemetaan terumbu karang dengan penginderaan jarak jauh, maka
hasil luasan terumbu karang pada tahun-tahun sebelumnya dapat diperkirakan
sehingga dapat diketahui seberapa jauh pemanfaatan potensi sumber daya alam di
daerah tersebut. Disamping itu, dapat diketahui seberapa besar kerusakan yang
This watermark does not appear in the registered version - http://www.clicktoconvert.com
terjadi atau seberapa besar pertumbuhan terumbu karang yang hidup di daerah
tersebut.
Pendugaan awal substrat dasar perairan dangkal dapat diperoleh dengan
menggabungkan tiga kanal citra yang berbeda sehingga menghasilkan citra
komposit. Pendugaan awal ini dilakukan dengan menggunakan kombinasi RGB
321 dan akan terlihat lebih jelas jika menggunakan kombinasi RGB 421. Pada
dasarnya, kedua kombinasi tersebut hanya memberikan gambaran secara umum
tentang substrat perairan dangkal seperti terumbu karang, lamun dan pasir.
Metode yang digunakan agar penampakan yang lebih maksimal adalah
dengan menggunakan metode penajaman multi image. Metode ini
mengkombinasikan band 1 dan band 2 berdasarkan algoritma penurunan standard
exponential attenuation model yang menghasilkan persamaan yang disebut
transformasi algoritma Lyzenga.
Setelah pemrosesan dilakukan, maka didapat nilai rasio koefisien kanal 1
dan kanal 2 (ki/kj) dimana nilai yang didapat untuk citra pada tanggal
13 September 2000 adalah 0,81 (Lampiran 4) sehingga algoritma yang digunakan
pada citra ini adalah Y = ln (TM1) + 0,81 (TM2), hasil dari transformasi ini dapat
dilihat pada Gambar 4. Pada citra tanggal 16 Oktober 2006 nilai rasio koefisien
kanal 1 dan kanal 2 yang didapat adalah 0,86 (Lampiran 5) sehingga algoritma
yang digunakan pada citra ini adalah Y = ln (TM1) + 0,86 (TM2), hasil dari
transformasi ini dapat dilihat pada Gambar 6.
Setelah persamaan Lyzenga dimasukkan ke dalam formula pengolahan
citra berdasarkan algoritma diatas, maka terlihatlah kelas substrat yang ada di
perairan sekitar. Banyaknya kelas substrat terlihat pada histogram yang diwakili
This watermark does not appear in the registered version - http://www.clicktoconvert.com
117°28’30’’ 117°28’52’’
117°28’52’’ 117°28’30’’
8°19’35’’ 8°19’35’’
8°19’57’’ 8°19’57’’
oleh puncak-puncak piksel yang dominan. Pada citra tanggal 13 September 2000
rentang nilai digital pikselnya adalah 7,4-8,5, seperti disajikan pada Gambar 5.
Sementara itu, pada citra tanggal 16 Oktober 2006 rentang nilai digital pikselnya
adalah 7,6-9,2, seperti dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 4. Citra perekaman tanggal 13 September 2000, hasil transformasi algoritma Lyzenga di sekitar titik lokasi pengamatan
Gambar 5. Sebaran nilai digital algoritma Lyzenga pada citra tanggal 13 September 2000
This watermark does not appear in the registered version - http://www.clicktoconvert.com
117°28’30’’
117°28’30’’ 117°28’52’’
117°28’52’’ 8°19’35’’
8°19’57’’ 8°19’57’’
8°19’35’’
Gambar 6. Citra perekaman tanggal 16 Oktober 2006, hasil transformasi algoritma Lyzenga di sekitar titik lokasi pengamatan
Gambar 7. Sebaran nilai digital algoritma Lyzenga pada citra tanggal 16 Oktober 2006
Pemetaan dengan menggunakan penginderaan jarak jauh tidak dapat
menentukan jenis terumbu karang atau bentuk pertumbuhan dari terumbu karang
di daerah tersebut. Oleh karena itu, diperlukan survei lapangan pada daerah
penelitian untuk memperoleh data dan informasi yang lebih rinci dan akurat.
Hasil pencitraan satelit yang dapat diketahui hanyalah perkiraan luasan terumbu
This watermark does not appear in the registered version - http://www.clicktoconvert.com
karang yang masih hidup maupun yang telah mati. Setelah melakukan
transformasi algoritma Lyzenga dan mengkelaskan substrat dasar dengan teknik
klasifikasi terbimbing (supervised classification) pada hasil citra satelit, maka
luasan terumbu karang dapat dihitung.
4.3. Luasan terumbu karang
4.3.1. Analisis citra di Perairan Sekitar Pulau Moyo
Hasil akhir pengolahan citra dari pengklasifikasian kedua citra yang
dianalisis dengan waktu perekaman yang berbeda dapat dilihat pada Gambar 8
dan 9. Daerah pada citra dikelompokkan menjadi empat kelas, yaitu terumbu
karang hidup, terumbu karang mati, pasir dan lamun. Hasil perhitungan dari
keseluruhan luasan yang didapat dari proses pengklasifikasian ditampilkan pada
Lampiran 6. Analisis citra yang akan dibahas adalah perubahan luasan terumbu
karang dan oleh karena itu, yang akan ditampilkan hanya dua kelas saja, yaitu
terumbu karang hidup dan terumbu karang mati (Tabel 5).
Angka-angka seperti yang tercantum dalam Tabel 5 diperoleh dari
kalkulasi statistika citra Landsat 7-ETM+ pada perekaman tanggal 13 September
2000 (Gambar 8) dan 16 Oktober 2006 (Gambar 9). Pada tahun 2000 hingga
tahun 2006 luasan terumbu karang mengalami degradasi sebesar 59,9 % (dari
166,8 ha menjadi 66,7 ha), hanya dalam kurun waktu 6 tahun luasan terumbu
karang yang hidup berkurang sebanyak 100 ha lebih. Semakin menurunnya luasan
terumbu karang ini memberikan indikasi yang cukup bahwa ekosistem di daerah
tersebut terganggu.
This watermark does not appear in the registered version - http://www.clicktoconvert.com
117°24’
8°8’
117°40’
8°22’
117°24’ 117°40’
8°22’
8°8’
Gambar 8. Peta hasil klasifikasi tanggal 13 September 2000
This watermark does not appear in the registered version - http://www.clicktoconvert.com
117°24’
8°8’
117°43’
8°8’
8°22’
117°24’ 117°43’
8°22’
Gambar 9. Peta hasil klasifikasi tanggal 16 Oktober 2006
This watermark does not appear in the registered version - http://www.clicktoconvert.com
Tabel 5. Perubahan luas terumbu karang hidup dan mati di Perairan Sekitar Pulau Moyo pada tahun 2000 dan 2006
Luas (ha)
No.
Kelas Tahun 2000 Tahun 2006
1 Terumbu Karang Hidup 166,8 66,7
2 Terumbu Karang Mati 1140,7 1240,8
Pada gambar (layout) hasil pengolahan citra dapat dilihat secara kasat
mata bahwa daerah bagian utara dan timur Pulau Moyo mengalami degradasi
yang sangat signifikan dibandingkan dengan daerah lain. Daerah bagian utara dan
timur merupakan daerah dimana terumbu karang sulit dijaga kelestariannya,
terutama karena banyaknya nelayan dari daerah lain yang masuk dan mengambil
hasil perikanan di daerah ini. Umumnya nelayan dari luar Pulau Moyo atau
Sumbawa menggunakan bom (bahan peledak) dalam penangkapan ikan
(Komunikasi pribadi dengan penduduk, 2007).
4.3.2. Analisis Citra di Perairan Bagian Barat Daya Pulau Moyo
Penelitian lebih khusus dengan melakukan survei lapang dilakukan di
perairan bagian barat daya Pulau Moyo. Hasil pengklasifikasian dari kedua citra
tersebut dapat dilihat pada Gambar 10 dan 11. Sama seperti pada subbab 4.3.1,
daerah tersebut juga dikelaskan menjadi empat kelas, yaitu terumbu karang hidup,
terumbu karang mati, pasir dan lamun (Lampiran 7).
Hasil perhitungan perubahan luasan terumbu karang hidup dan mati di
perairan bagian barat daya Pulau Moyo disajikan pada Tabel 6. Hasil perhitungan
keseluruhan kelas yang ada pada citra dapat dilihat pada Lampiran 6.
This watermark does not appear in the registered version - http://www.clicktoconvert.com
8°19’41’’
8°19’54’’
117°28’26’’
117°28’52’’ 117°28’26’’
117°28’52’’
8°19’54’’
8°19’41’’
117°28’26’’
117°28’26’’ 117°28’52’’
117°28’52’’
8°19’41’’
8°19’54’’
8°19’41’’
8°19’54’’
Gambar 10. Peta hasil klasifikasi tanggal 13 September 2000
Gambar 11. Peta hasil klasifikasi tanggal 16 Oktober 2006
This watermark does not appear in the registered version - http://www.clicktoconvert.com
Terumbu karang yang hidup di perairan bagian Barat Daya Pulau Moyo
ternyata semakin berkurang setiap tahunnya. Dari angka-angka pada Tabel 6
diketahui bahwa telah terjadi degradasi sebesar 44,4 % (dari 6,6 ha menjadi 3,6
ha) hanya dalam kurun waktu 6 tahun (tahun 2000 sampai tahun 2006).
Tabel 6. Perubahan luas terumbu karang hidup dan mati di perairan bagian barat
daya Pulau Moyo pada tahun 2000 dan 2006
Luas (ha)
No.
Kelas Tahun 2000 Tahun 2006
1 Terumbu Karang Hidup 6,6 3,6
2 Terumbu Karang Mati 0,6 1,6
Kerusakan terumbu karang di daerah ini lebih banyak merupakan akibat
dari aktifitas manusia walaupun kenaikan suhu permukaan laut akibat dari
pemanasan bumi juga mempengaruhi kerusakan tersebut. Semakin menurunnya
jumlah terumbu karang yang hidup di daerah ini disebabkan oleh semakin
bertambahnya jumlah penduduk yang aktifitas ekonominya mengandalkan hasil
laut. Disamping itu, kegiatan wisata, khususnya wisata bawah air juga semakin
menunjukkan kecenderungan yang semakin meningkat yang mempengaruhi
kelestarian terumbu karang setempat.
Bertambahnya penduduk berarti bahwa pada beberapa titik di daerah ini
dijadikan tempat mencari ikan (fishing ground) dengan cara eksploitasi yang tidak
benar (destructive fishing), misalnya penangkapan ikan dengan menggunakan
racun potas. Keindahan alam bawah air di bagian barat daya Pulau Moyo juga
menyebabkan dieksploitasinya beberapa titik di daerah ini terutama pada daerah
yang lebih ke utara sebagai tempat wisata bawah air. Selain itu, kegiatan
This watermark does not appear in the registered version - http://www.clicktoconvert.com
pariwisata seperti penyelaman yang tidak benar dan tidak memperhatikan
kelestarian lingkungan juga menjadi salah satu penyebab kerusakan terumbu
karang. Terumbu karang memiliki fungsi dan manfaat yang sangat luas bagi
ekosistem di laut dan sekaligus juga memiliki arti yang amat penting bagi
kehidupan manusia, baik dari segi ekonomi maupun sebagai penunjang kegiatan
pariwisata.
Kondisi terumbu karang dan keanekaragaman hayati laut lainnya adalah
kondisi alam yang tidak dapat dipisahkan. Semakin buruk kondisi terumbu
karang di suatu perairan, maka keanekaragaman sumber daya hayati laut pun akan
semakin menurun. Salah satu indikator kerusakan lingkungan terumbu karang
juga dicirikan oleh semakin menurunnya keanekaragaman jenis-jenis ikan.
Berdasarkan hasil yang telah diperoleh dari perkiraan luasan terumbu
karang pada tahun-tahun sebelumnya melalui citra satelit dan survei lapangan,
maka dapat diketahui jumlah luasan terumbu karang semakin menurun setiap
tahun. Dengan bantuan citra satelit, maka perkembangan luasan terumbu karang
hidup di perairan tersebut dapat dipantau. Melalui survei lapangan, data-data
parameter fisika dan kimia di daerah perairan tersebut sudah cukup memadai,
sehingga dapat dikatakan bahwa kerusakan terumbu karang karena pengaruh
faktor alam sangat sedikit walaupun tingkat rata-rata kenaikan suhu akibat
pengaruh dari pemanasan global (global warming) juga harus diakui. Perlu
dicatat bahwa tidak adanya bencana alam yang cukup besar bukanlah merupakan
faktor yang mempengaruhi kerusakan terumbu karang.
Kegiatan pariwisata yang tidak terkendali di daerah ini juga menjadi salah
satu faktor yang merusak terumbu karang. Kerusakan yang semakin parah diduga
This watermark does not appear in the registered version - http://www.clicktoconvert.com
akan terjadi karena peningkatan aktifitas wisata alam bawah laut. Kerusakan
terumbu karang diduga akan terus berlangsung dan semakin berat jika tidak ada
upaya perbaikan secara integratif dari berbagai sektor terkait. Dalam kaitan ini,
diperlukan perencanaan yang terkoordinasi untuk menyelamatkan kelestarian
lingkungan, khususnya terumbu karang di daerah ini. Instansi atau lembaga yang
terkait dan berkepentingan dalam pelestarian lingkungan, kegiatan pariwisata dan
perikanan diharapkan dapat meningkatkan pengawasan dan perlindungan terhadap
kondisi terumbu karang di wilayah ini.
This watermark does not appear in the registered version - http://www.clicktoconvert.com
5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil survei lapang sepanjang 1336,3 m yang dilakukan di
daerah bagian barat daya Pulau Moyo, diperoleh luas rata-rata tutupan karang
sebesar 46,4%. Hal ini berarti bahwa kondisi terumbu karang di daerah ini
termasuk ke dalam kategori sedang. Kondisi perairan di daerah survei didasarkan
atas parameter fisika dan kimia yang didapat, yakni hasil kecerahan (visibility)
rata-rata sebesar 100%, suhu rata-rata 29,3°C dan salinitas rata-rata sebesar 34‰.
Secara umum kondisi perairan di daerah bagian barat daya Pulau Moyo dapat
dikatakan baik untuk kelangsungan hidup terumbu karang.
Hasil perhitungan koefisien atenuasi untuk citra tanggal 13 September
2000 adalah 0,81 sehingga diperoleh algoritma untuk pengolahan citra yaitu
Y = ln (TM1) + 0,81 ln (TM2). Sedangkan untuk citra tanggal 16 Oktober 2006
hasil perhitungan koefisien atenuasi yang didapat adalah 0,86 sehingga algoritma
yang digunakan untuk pengolahan citra adalah Y = ln (TM1) + 0,86 ln (TM2).
Estimasi luas terumbu karang hidup di perairan sekitar Pulau Moyo dari
citra tanggal 13 September 2000 adalah sebesar 166,8 ha, dan pada citra tanggal
16 Oktober 2006 luasan terumbu karang hidup adalah sebesar 66,7 ha. Sedangkan
estimasi luas terumbu karang hidup di perairan bagian barat daya Pulau Moyo dari
citra tanggal 13 September 2000 adalah sebesar 6,6 ha, dan pada citra tanggal
16 Oktober 2006 luasan terumbu karang hidup sebesar 3,6 ha.
This watermark does not appear in the registered version - http://www.clicktoconvert.com
5.2. Saran
Seperti telah diketahui bahwa terumbu karang merupakan komponen
penting dalam ekosistem laut. Oleh karena itu, beberapa saran berikut perlu
mendapat perhatian, yaitu :
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan citra yang
memiliki resolusi yang lebih tinggi sehingga data yang didapat melalui
citra satelit menjadi lebih akurat.
2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan pengambilan data bentuk
pertumbuhan karang, sehingga dapat diketahui pola sebaran dan jenis
terumbu karang di perairan tersebut.
3. Perlu pengambilan data di daerah selain perairan bagian barat daya Pulau
Moyo untuk mengetahui perubahan luas terumbu karang hidup di seluruh
wilayah perairan Pulau Moyo.
This watermark does not appear in the registered version - http://www.clicktoconvert.com
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2005. Terumbu Karang Dirindukan, tetapi juga Dihancurkan.
http://www.balipost.co.id/balipostcetak/2005/2/7/l1.html. 23 Mei 2008. BPPT. 1994. Pulau Moyo Sumber Daya Alam dan Rona Lingkungannya. Jakarta. Burke, L., E. Selig dan M. Spalding. 2002. Reef at Risk in Southeast Asia. World
Resourcer Institute. 72pp. Butler, M.J.A, M.C. Mouchot, V. Berale dan Leblanc. 1988. The Application of
Remote Sensing Technology to Marine Fisheries: An Introduction Manual. FAO Fish Tech.
Dinas Perikanan Kabupaten Sumbawa. 2007. Buku Statistika. Sumbawa. Engman, E. T. dan J.P. Gurney. 1991. Remote Sensing in Hydrology. Cambridge:
Chapman & Hall. Gomez, E. D. dan H.T. Yap. 1988. Monitoring Reef Conditions. In Kenchington,
R. A. and B. E. T. Hudson (eds). Coral Reef Management Handbook. UNESCO Regional Office for Science and Technology for South–East Asia. Jakarta. pp. 187-196.
Hazmi. 2002. Aplikasi Sistem Informasi Geografis dan Penginderaan Jauh dalam
Penentuan Wilayah Potensial Wisata Bahari Terumbu Karang di Pulau Satonda Nusa Tenggara Barat. Program Studi Ilmu Kelautan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Skripsi (Tidak Dipublikasikan).
Idris. 2004. Pendugaan Laju Kalsifikasi Karang dengan Menggunakan
Radioisotop45 CaCl2 Sebagai Tracer (Penanda) Pada Karang Jenis Euphyllia cristata, di Pulau Pari Kepulauan Seribu. Program Studi Ilmu Kelautan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Skripsi (Tidak Dipublikasikan).
Indrawadi. 2003. 46 Juta US$ Kerugian yang Ditimbulkan Akibat Pengrusakan
Terumbu Karang. http://www.geocities.com/minangbahari/artikel/46juta.html. 23 Mei 2008.
Jupp, D.L.B., K.K. Mayo, D.A. Kuchier, D. Van R. Cleasen dan R.A.
Kenchington. 1985. Landsat and Support for Management of The Great Barrier Reef Australia. Photogrammation.
LAPAN (Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional). 2006. Berita Inderaja.
Deputi Bidang Penginderaan Jauh. Jakarta.
This watermark does not appear in the registered version - http://www.clicktoconvert.com
Lillesand, T.M. dan W.R. Kiefer. 1990. Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.
Lyzenga, R.D. 1978. Shallow Water Bathymetri Using Combined Lidar and
Passive Multispectral. Scanner Data. Int. J. Remote Sensing.
Mastra, R. 2007. Penggunaan Citra untuk Memantau Perubahan dan Kerusakan Kawasan Pantai. http://sim.nilim.go.jp/ge/SEMI2/Proceedings/Makalah%203.doc. 23 Mei 2008.
Nybakken, J.W. 1992. Biologi Laut: Suatu Pendekatan Ekologis (Alih bahasa oleh: Muh. Eidman, Koesoebiono, Dietriech G.B., M. Hutomo, S. Sukardjo). Penerbit PT. Gramedia. Jakarta. 459 hal.
Odum, E. P. 1993. Dasar–dasar Ekologi. (Alih Bahasa oleh : Samingan T. dan B.
Srigandono). Fundamental of Ecology. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.
Paine, D.P. 1992. Fotografi Udara dan Penafsiran Citra untuk Pengolahan
Sumberdaya . Terjemahan. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. Priyono, J. 2007. Pemetaan Terumbu Karang dengan Satelit Sumber Daya Alam.
http://sutikno.org. 23 Mei 2008. Purwadhi, S. H. 2001. Interpretasi Citra Digital. PT Grasindo, Jakarta. Radiarta, I. N., N. Kumar, dan F. Borne. 2002. Coral Reef Habitat Mapping: A
Case Study in Mensanak Island-Senanyang Lingga, Riau Province, Indonesia. http://www.gisdevelopment.net/application/nrm/coastal/mnm. 20 Juli 2008.
Siregar, V.P. 1996. Pengembangan Algoritma Pemetaan Terumbu Karang di
Pulau Menjangan Bali dengan Citra Satelit. Kumpulan Seminar Maritim 1996. BPPT, Jakarta.
Siswandono, 1987. Aplikasi Penginderaan Jauh Untuk Kajian Terumbu Karang
Kepulauan Seribu. Tesis Fakultas Pasca Sarjana, Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.
Suharsono. 1998. Conditions of Coral Reef Resources in Indonesia. Paper dalam
Jurnal Pesisir dan Lautan Vol 1 No 2. PKSPL-IPB. Bogor. Sutanto, 1986. Penginderaan Jauh Jilid I. Gajah Mada University Press.
Yogyakarta. Sutanto, 1992. Penginderaan Jauh Jilid II. Gajah Mada University Press.
Yogyakarta.
This watermark does not appear in the registered version - http://www.clicktoconvert.com
L A M P I R A N
This watermark does not appear in the registered version - http://www.clicktoconvert.com
Lampiran 1. Contoh alat-alat yang digunakan dalam penelitian Global Positioning System (GPS) Sechii Disk Alat dasar selam Self Containing Underwater
Breathing Apparatus (SCUBA) set
Kapal Kamera bawah air (underwater
camera)
This watermark does not appear in the registered version - http://www.clicktoconvert.com
Lampiran 2. Cara pengolahan data foto terumbu karang dengan menggunakan Adobe Photoshop CS2 dan contoh perhitungannnya
- Buka Adobe Photoshop CS2 - Buka file yang akan diolah (catat jumlah piksel yang tertera pada histogram) - Blok daerah yang tertutup oleh terumbu karang menggunakan fungsi magic
wand dan tolerance untuk tingkat toleransi pewarnaannya (catat jumlah piksel pada histogram)
This watermark does not appear in the registered version - http://www.clicktoconvert.com
Persen penutupan karang = Jumlah piksel terumbu karang
Jumlah piksel keseluruhan foto × 100 %
Persen penutupan karang = 1131124
307200 × 100 %
= 42,68 %
Lanjutan Lampiran 2 - Cara perhitungan persen penutupan terumbu karang menggunakan pengolahan
data foto Jumlah piksel keseluruhan foto adalah 307200 Jumlah piksel terumbu karang adalah 131124 - Setelah semua dihitung kemudian dihitung rata-rata keseluruhan - Contoh foto pengambilan data pada survei lapang
This watermark does not appear in the registered version - http://www.clicktoconvert.com
Lampiran 3. Hasil survei lapang perhitungan luasan terumbu karang keseluruhan
jarak area 1 (m) jmlh jarak area 1 (m) % cover area 1 luasan terumbu karang area 1 (m)
77,9 341,9 40,2 137,30
89,8
94,1
80,1
jarak area 2 (m) jmlh jarak area 2 (m) % cover area 2 luasan terumbu karang area 2 (m)
48,7 305,5 40,9 125,08
93
74,7
89,1
jarak area 3 (m) jmlh jarak area 3 (m) % cover area 3 luasan terumbu karang area 3 (m)
64,9 325,8 48,5 158,08
93,7
80,1
87,1
jarak area 4 (m) jmlh jarak area 4 (m) % cover area 4 luasan terumbu karang area 4 (m)
90,8 363,1 54,9 199,52
93,1
89,4
89,8
Total 1336,3 46,4 619,98
This watermark does not appear in the registered version - http://www.clicktoconvert.com
Lampiran 4. Hasil iterasi band 1 dan band 2 pada perekaman citra tanggal 13 September 2000
Class/Region Band1 Band2 Band3 Band4 Band5
r1 95.125 73.125 51.875 15 12.5
r10 88 64.25 48.25 15.75 12
r11 101 79.636 54.909 14.636 11.909
r12 95.857 74 50.571 15.571 12.571
r13 94.111 69.444 48.667 15.222 12.778
r14 93.818 68.909 49 15 12.364
r15 104.222 84.444 62.778 14.667 12
r16 100.8 80.2 58.9 14.3 12.2
r17 102.8 80.8 57.6 15.8 13.2
r18 113.75 90.625 60.375 14.875 13.5
r19 103.75 73.5 50.25 16.5 15.25
r2 91.5 69.5 49 15.5 13
r20 101 75 47 19 16
r21 93.5 66.5 46 17 14.5
r22 91 68 44.5 18.5 18
r23 88 63 43 19 17
r24 89 61 44 17 17
r25 94.5 69 52.5 18 16
r26 89 61.667 43.667 18.333 18
r27 92 67 46.5 19 18.5
r28 89 62 45 18 15
r29 93.5 73.5 58.5 19.5 18.5
r3 99 78 55.333 15 12.667
r30 92.5 72 57.75 18.5 17.75
r4 95.5 72.7 53.3 15.1 12.5
r5 99.5 78 54 14.5 12
r6 94.857 71.714 51.714 14.143 12.429
r7 100.5 76 52 15 11.75
This watermark does not appear in the registered version - http://www.clicktoconvert.com
r8 102.2 82.8 59.6 15 11.4
r9 91 67.5 49.5 15.5 12
All 61.613 42.064 36.588 26.052 30.806
Var 1 = 35.89191
Var 2 = 52.20757
Covar 1,2 = 39.08667
a = -0.20871
ki/kj = 0.812789
This watermark does not appear in the registered version - http://www.clicktoconvert.com
Lampiran 5. Hasil iterasi band 1 dan band 2 pada perekaman citra tanggal 16 Oktober 2006
Class/Region Band1 Band2 Band3 Band4 Band5 Band6
r1 88 64 38 11 10 11
r10 104.667 85.667 56 11 10.333 10
r11 93.5 77 47.5 11 10.5 10.5
r12 89 73 46 10 9 11
r13 97 79 43 11 11 9
r14 102 85.5 49 11.5 10.5 11.5
r15 98 78.667 47.333 11.667 10.667 9
r16 93 75 42 11 11 10
r17 103 88 70 21 17 14
r18 94.5 69 42 12.5 11.5 10
r19 95 75 47 15 12 11
r2 86 67.5 50 15 13.5 11
r20 75 57 45 38 37 20
r21 85 62 37.5 10.5 10.5 9.5
r22 82.5 61 38 10 10 11.5
r23 81 60 33 11 10 9
r24 80.5 58.5 36.5 10 10 9.5
r25 85 63 38 11 11 10
r26 79 58 34 9 10 8
r27 84.5 62.5 36 9.5 10 10
r28 80 60 37 11 10 10
r29 77 58.667 35.333 11 11 9.667
r3 88 68 38 10.5 10 9
r30 84 60 38 13 12 9
r4 99.5 84 55.5 11 10 10.5
r5 105.8 85.8 50 10.2 9.8 9.8
r6 105.25 87.5 48.25 9.75 10.5 9.5
r7 98.667 78 42.667 10 10 9.333
This watermark does not appear in the registered version - http://www.clicktoconvert.com
r8 91.5 78.5 55.5 10.5 11.5 10.5
r9 96.5 73 43 11 9.5 11.5
All 47.585 31.216 24.648 22.424 22.288 14.506
Var 1 = 81.61168
Var 2 = 107.1133
Covar 1,2 = 86.96933
a = -0.14661
ki/kj = 0.864087
This watermark does not appear in the registered version - http://www.clicktoconvert.com
Lampiran 6. Hasil perhitungan luasan berdasarkan klasifikasi
Luasan (ha) Daerah Kelas
Tahun 2000 Tahun 2006
Lamun 116,672 300,818
Pasir 104,143 107,187
Terumbu Karang Hidup 116,788 66,718
Perairan sekitar
Pulau Moyo
Terumbu Karang Mati 1140,713 1240,783
Lamun 0,027 0,082
Pasir 0,035 1,86
Terumbu Karang Hidup 6,567 3,648
Perairan bagian
barat daya
Pulau Moyo
Terumbu Karang Mati 0,608 1,647
This watermark does not appear in the registered version - http://www.clicktoconvert.com
Lampiran 7. Foto terumbu karang di daerah penelitian - Terumbu karang hidup di daerah penelitian - Kerusakan terumbu karang di daerah penelitian - Terumbu karang dan ikan karang di daerah penelitian
This watermark does not appear in the registered version - http://www.clicktoconvert.com
RIWAYAT HIDUP
Riza Aitiando Pasaribu adalah anak pertama dari
tiga bersaudara pasangan Dr. Ir. Sahat M. Pasaribu, M.Eng.
dan Riana Siborutorop yang lahir di Bangkok pada tanggal
4 Januari 1985.
Penulis menyelesaikan pendidikan di SMU Sekolah
Indonesia Bangkok, Thailand pada tahun 2003. Pada tahun
yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor, Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan, Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan melalui
jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB).
Selama menjalani masa perkuliahan, penulis aktif dalam beberapa kegiatan
kemahasiswaan yaitu sebagai pengurus HIMITEKA (Himpunan Mahasiswa Ilmu
dan Teknologi Kelautan) tahun 2004-2007, pengurus pusat HIMITEKINDO
(Himpunan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Kelautan Indonesia) tahun 2005-
2007, Ketua NDC (Naarboven Diving Club) tahun 2006-2007. Dalam bidang
akademis, penulis merupakan koordinator asisten mata kuliah Wisata Perairan
(2006-2008) dan mata kuliah Keselamatan Kerja (2007) untuk Program D3
Jurusan Ekowisata. Selain itu, penulis adalah pemegang sertifikat CMAS dengan
tingkat One Star dan Two Star SCUBA Diver sertifikasi POSSI.
Gelar sarjana diperoleh dengan melakukan penulisan tugas akhir dengan
judul “Studi Perubahan Luasan Terumbu Karang dengan Menggunakan
Data Penginderaan Jauh di Perairan Bagian Barat Daya Pulau Moyo,
Sumbawa”.
This watermark does not appear in the registered version - http://www.clicktoconvert.com