STUDI PERBANDINGAN KONSEP PENDIDIKAN ISLAM · PDF fileDiajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah...
Transcript of STUDI PERBANDINGAN KONSEP PENDIDIKAN ISLAM · PDF fileDiajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah...
STUDI PERBANDINGAN KONSEP PENDIDIKAN ISLAM MENURUT
MAHMUD YUNUS DAN IMAM ZARKASYI
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta untuk memenuhi persyaratan
memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Islam (S. Pd. I )
Oleh :
NUR HIKMA
NIM: 107011003557
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTASILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNUVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2014
i
ABSTRAK
Judul : Perbandingan Konsep Pendidikan Islam Menurut Mahmud Yunus
dan Imam Zarkasyi, Nama : NURHIKMA, NIM : 107011003557, Jurusan
Pendidikan Agama Islam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan keguruan, UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Kondisi pendidikan Islam Indonesia pada masa penjajahan kolonial
Belanda, dunia pendidikan khususnya pendidikan Islam berada pada masa titik
terendah dan belum bisa memberikan kontribusi terhadap kemajuan bangsa. Hal
ini terjadi akibat pola pikir umat Islam yang sempit dalam menginterpretasikan
ayat-ayat Al-Qur’an. Ditambah dengan adanya diskriminasi kaum penjajah
terhadap pendidikan Islam. Pendidikan yang dikelolah umat Islam baru berupa
pondok pesantren di anggap belum memenuhi tuntutan zaman. Dan juga
pemerintah kolonial Belanda mendirikan sekolah yang bersifat sekuler, dalam arti
pelajaran agama tidak diberikan.
Muhammad Abduh murid setia Jamaluddin al-Afghani memperbaharui
sistem pendidikan Islam di Mesir di antaranya merubah kurikulumnya.
Pembaharuan ini melahirkan perguruan tinggi Dar al- Ulum dimana Mahmud
Yunus menamatkan jenjang pendidikan Tingginya. Suasana pembaharuan yang
dilakukan Muhammad Abduh, Mahmud Yunus kobarkan semangat
pembaharuannya itu ketika kembali di Indonesia dengan mendirikan Normal
Islam, al-Jami’ah al-Islamiyah, dan Islamic college, dan Mahmud Yunus sebagai
pemimpinnya. Dan Imam Zarkasyi pendiri gontor dan penggagas berdirinya
Kulliyat aln-Mu’allimin al-Islamiyah di gontor telah belajar di Normal Islam.dan
Imam Zarkasyi juga merupakan murid kesayangan Mahmud Yunus.
Penelitian ini ingin mengetahui bagaimana perbandingan konsep
pendidikan Islam menurut Mahmud Yunus dan Imam Zarkasyi. Metode penelitian
ini yang dipergunakan adalah metode penelitian kualitatif dengan pendekatan
deskriptif analisis dengan pendekatan sejarah,tekstual dan komparatif.
Dari temuan penulis menemukan adanya persamaan pemikiran Mahmud
Yunus dan Imam Zarkasyi tentang tujuan pendidikan, yang mana Mahmud Yunus
dan Imam Zarkasyi sama-sama mementingkan pendidikan akhlak pada tujuan
pendidikan Islam. Dan adapun perbedaannya yaitu terletak pada social budaya
yang mengitari kedua tokoh tersebut dan juga dari segi metode pendidikan
menurut Mahmud Yunus metode lebih penting dari pada materi tetapi Imam
Zarkasyi lebih mengembangkan bahwa kepribadian guru lebih penting dari pada
materi dan metode tersebut karena guru adalah panutan dan contoh bagi siswanya.
Dengan demikian penulis dapat menyimpulkan mengenai konsep
pendidikan Islam dari kedua tokoh tersebut mengenai kelembagaan,metode dan
sistem serta tujuan dan kurikulum itu sangat memberikan pengaruh besar terhadap
pendidikan Islam di Indonesia.
ii
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur hanya bagi Allah SWT yang telah melimpahkan
curahan Rahmat dan pertolongan-Nya yang tak terhingga serta petunjuk yang
memberikan jalan bagi penulis, sehingga dapat dengan mudah menyelesaikan
tulisan yang sulit ini.
Shalawat dan salam semoga tercurahkan kepada baginda Nabi Muhammad
SAW yang merubah dunia kegelapan menjadi terang benderang dan menuntun
segenap manusia menuju jalan kebenaran dan kebahagiaan di dunia dan akhirat.
Juga kepada seluruh keluarga dan sahabat-sahabatnya yang selalu membantu
perjuangan dalam menegakkan agama Islam di muka bumi ini.
Dengan penuh kesadaran dan rendah hati, penulis skripsi ini tidak akan
terselesaikan tanpa bantuan serta dukungan dari berbagai pihak, baik secara moril
maupun material. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah memberikan dukungan dan bimbingannya, sehingga penulisan skripsi ini
dapat diselesaikan. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada :
1. Ibu Nurlena Rifa’i, Ph.D, sebagai Dekan Fakultas Ilmu Keguruan,
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatulla Jakarta.
2. Bapak Drs. H. Abdul Majid Khon, M.Ag, sebagai Kepala Jurusan PAI,
yang selalu memberikan kemudahan dalam setiap kebijakan yang beliau
berikan selama penulis menjadi mahasiswa di jurusan PAI.
3. Ibu Marhamah Sholeh, Lc. MA, selaku Sekretaris Jurusan, yang juga
memberikan bimbingan dan dukungannya kepada Penulis untuk
menyelesaikan studi.
4. Dra. Nuraini Ahmad, M.Hum, selaku Dosen Penasehat Akademik Jurusan
Pendidikan Agama Islam yang memberikan arahan, bimbingan dan
dukungannya kepada penulis untuk cepat menyelesaikan studi.
5. Prof. Dr. H. Armai Arief, MA. Sebagai dosen pembimbing skripsi, yang
selalu sabar dalam memberikan bimbingan dan arahan serta bantuan dalam
iii
penyusunan skripsi ini serta mengingatkan ketika penulis kurang memiliki
perhatian serius dalam proses penyelesaian skripsi ini.
6. Pimpinan dan seluruh staf Perpustakaan Utama dan Perpustakaan FITK,
yang turut memberikan pelayanan kepada penulis dalam menyelesaikan
skripsi ini.
7. Keluarga besar penulis, mama, kakak dan adik-adik serta kakak ipar yang
semuanya penulis sayangi dan cintai, selalu mencurahkan kasih sayang
dan dukungannya serta bantuan materi dan moril sehingga penulis dapat
menyelesaikan studi ini.
8. Teman- teman seperjuangan Jurusan Pendidikan Agama Islam angkatan
2007 dan teman teman kosan Al-hamra dan semua angkatan 2007
Universitas UIN Syarif Hidayatullah yang senantiasa memberikan support
dan motivasi kepada penulis.
Kepada semua pihak tersebut, penulis mendoakan semoga amal baik yang telah
diberikan dapat diterima oleh Allah SWT, dan mendapat limpahan Rahmat-Nya,
sehingga selalu mendapat kemudahan dan kebaikan dan lindungan dari Allah
SWT, AAAMIIN.
Jakarta, April 2014
Penulis
iv
DAFTAR ISI
ABSTRAK ......................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ...................................................................................... ii
DAFTAR ISI ...................................................................................................... iv
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ..................................................................... 1
B. Identifikasi Masalah ............................................................. 7
C. Perumusan dan Pembatasan Masalah ................................... 8
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................ 8
BAB II : KAJIAN TEORI
A. Pengertian Konsep Pendidikan ............................................ 9
B. Konsep Pendidikan Mahmud Yunus dan Imam Zarkasyi..... 17
1. Konsep Pendidikan Mahmud Yunus .............................. 17
2. Konsep pendidikan Imam Zarkasyi ................................ 30
C. Profil Mahmud Yunus dan Imam Zarkasyi ........................... 39
1. Mahmud Yunus ............................................................... 39
2. Imam Zarkasyi ................................................................ 48
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian ...................................................................... 53
B. Sumber Data .......................................................................... 55
C. Teknik Pengumpulan Data ................................................... 56
D. Analisis Data ........................................................................ 57
E. Teknik penulisan .................................................................. 59
BAB IV : ANALISIS PERBANDINGAN
A. Perbandingan Pada Aspek Tujuan dan Kurikulum ............... 60
B. Perbandingan Pada Aspek Metode dan Sistem ................... 64
C. Perbandingan Pada Aspek kelembagaan .............................. 67
v
BAB V : PENUTUP
A. Kesimpulan ........................................................................... 72
B. Saran ...................................................................................... 74
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 75
LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejak Islam masuk ke Indonesia, pendidikan Islam telah ikut
mengalami pertumbuhan dan perkembangan, karena melalui pendidikan Islam
itulah, transmisi dan sosialisasi ajaran Islam dapat dilaksanakan dan dicapai
hasilnya sebagaimana kita lihat sekarang. Pendidikan Islam berkembang
ditandai dengan banyaknya lembaga pendidikan Islam yang bermunculan
dengan fungsi utamanya memasyarakatkan ajaran Islam tersebut.
Selama kurun waktu lebih dari tiga abad, Indonesia berada di bawah
kolonialisme Belanda. Dunia pendidikan khususnya pendidikan Islam, berada
pada titik terendah dan belum bisa memberikan kontribusi terhadap kemajuan
bangsa. Hal itu terjadi akibat pola pikir umat Islam yang sempit dalam
menginterprestasikan ayat-ayat al-Qur’an, di tambah dengan adanya
diskriminasi kaum penjajah terhadap pendidikan Islam, sehingga yang terjadi
adalah adanya dikotomi pendidikan Islam dan pendidikan umum.
Pendidikan yang dikelola umat Islam baru berupa pondok yang tidak
memenuhi tuntutan dan kehendak Zaman. Sistem pelajaran diberikan secara
tradisional, tanpa kurikulum, tanpa tahun ajaran, tanpa administrasi dengan
murid-murid duduk melingkar di sekeliling guru. Pelajaran yang diberikan
hanya meliputi pelajaran agama, yang kemudian pada akhirnya lulusan dari
2
pondok pesantren biasa disebut santri atau ulama. Di pihak lain pemerintah
kolonial Belanda mendirikan sekolah yang bersifat sekuler, dalam arti
pelajaran agama tidak diberikan dengan dalil netral agama.
Dalam proses sosialisasi ajaran Islam tersebut, para pendidik telah
memainkan peranan yang amat signifikan dengan cara mendirikan lembaga
pendidikan mulai dari tingkat Taman Kanak-kanak, hingga Perguruan Tinggi
atau Universitas. Di lembaga-lembaga pendidikan tersebut, mereka telah
mengembangkan sistem dan pendekatan dalam proses belajar mengajar, visi
dan misi yang harus diperjuangkan, kurikulum, bahan ajar dan gedung tempat
berlangsungnya kegiatan pendidikan lengkap dengan sarana prasarananya.1
Terjadinya dinamika pertumbuhan dan perkembangan pendidikan
Islam pada saat ini tidak terlepas dari kiprah para tokoh-tokoh yang
menyumbangkan pemikiran dan idenya dalam membangun pendidikan Islam
di Indonesia, seperti Mahmud Yunus dan Imam Zarkasyi dua tokoh yang
mempunyai reputasi yang sangat besar dalam mengembangkan dunia
pendidikan Islam di Indonesia, pandangan yang luas dan wawasan yang dalam
terhadap ajaran Islam mempengaruhi pemikiran kedua tokoh dalam
memandang persoalan pendidikan Islam. Oleh karena itu, sejumlah ide dan
pemikiran muncul dari kedua tokoh dalam menata sistem pendidikan yang
sesuai dengan ajaran Islam.
Mahmud Yunus adalah seorang tokoh pembaharu dalam pendidikan
Islam di Indonesia. Ia dilahirkan di Sungayang Batusangkar Sumatra Barat
pada hari Sabtu 16 Februari 1899 yang bertepatan dengan tanggal 30
Ramadhan 1316 H. Ayahnya bernama Yunus bin Incek dan ibunya bernama
Hafsah binti M. Thahir. Buyutnya dari pihak ibu adalah seorang ulama besar
di Sungayang Batusangkar bernama Muhammad Ali dengan gelar Angku
Kolok2
1 Abuddin Nata, Tokoh-Tokoh Pembaharuan Pendidikan Islam Di Indonesia, (Jakarta :
PT. Raja Grafindo Persada, 2005), h. 1
2 Tim Penulis IAIN Syarif Hidayatullah, Ensiklopedi Islam Indonesia (Jakarta :
Djambatan, 1992), h. 592.
3
Sejak kecil, Mahmud Yunus sudah memperlihatkan minat dan
kecenderungannya yang kuat untuk memperdalam ilmu agama Islam. Ketika
umur 7 tahun ia belajar membaca Al-Qur'an dibawah bimbingan kakeknya M.
Thahir yang dikenal sebagai Engku Gadang. Setelah menamatkan Al-Qur'an,
ia menggantikan kakeknya sebagai guru ngaji Al-Qur'an. Setelah 2 tahun, ia
melanjutkan studi ke sekolah desa dan kemudian meneruskan ke Madrasah
School yang dibuka pada 4 Nopember 1910. Madras school merupakan
sekolah yang didirikan oleh Syekh Muhammad Thaib Umar di Sungayang
yang memberikan pengajian kitab-kitab besar dengan sistem halaqah, akan
tetapi tahun 1913 sekolah ini terpaksa ditutup karena kekurangan tenaga guru
dan pada tahun 1918 sekolah ini dihidupkan kembali oleh Mahmud Yunus.
Berkat ketekunannya dalam waktu 4 tahun Mahmud Yunus telah sanggup
mengajarkan kitab-kitab Mahali, al Fiyah dan Jam‟u al Jawami. Oleh karena
itu, ketika Syekh H. Muhammad Thaib Umar jatuh sakit dan berhenti
mengajar, maka Mahmud Yunuslah yang menggantikan posisinya. Pada tahun
1919 mendirikan Persatuan Guru Agama Islam (PGAI)3
Kegiatan lainnya adalah memprakarsai berdirinya Perkumpulan Pelajar
Pelajar Islam Batusangkar dengan nama “Sumatra Thawalib”. Pada tahun
1920 perkumpulan ini berhasil menerbitkan majalah Islam yang bernama “Al
Basyir” dibawah asuhan Mahmud Yunus. Kegiatan-kegiatan tersebut
menimbulkan semangatnya untuk melanjutkan studi ke Mesir. Namun niatnya
ini gagal karena tidak memperoleh visa dari konsultan Inggris. Karena
kegagalan ini, Mahmud Yunus mengintensifkan dirinya menulis buku-buku
disamping kegiatannya mengajar. Minatnya terhadap studi Al-Qur'an serta
bahasa Arab telah menimbulkan hasrat besar dalam diri Mahmud Yunus untuk
menulis tafsir Al- Qur'an, yang kemudian menjadi karya monumentalnya
sendiri yang tetap populer sampai sekarang ini. Penulisan tafsir ini dimulai
pada Nopember 1922 yang dilaksanakan secara berangsur-angsur juz demi juz
sampai selesai juz ke- 30. Tindakan Mahmud Yunus ini termasuk keputusan
3 Burhanuddin Daya, Gerakan Pembaharuan Pemikiran Islam : Kasus Sumatra Thawalib
(Yogyakarta : PT Tiara Wacana Yogya, 1995), h. 84
4
yang sangat berani karena penulisan tafsir ini dilaksanakan saat masih
suburnya pandangan yang menyatakan bahwa haram menerjemahkan Al-
Qur'an.4
Selanjutnya pada bulan Maret 1923, Mahmud Yunus menunaikan
ibadah haji lewat Penang, Malaysia. Setelah menunaikan ibadah haji ini, ia
belajar di Mesir untuk melanjutkan studinya yang selama ini menjadi cita-
citanya. Ia mulai studinya di al Azhar pada tahun 1924 dan Darul Ulum Ulya
(Kairo) sampai tahun 1930.5 Setelah setahun ia masuk universitas al Azhar, ia
berhasil memperoleh Syahadah Alimiyah. Kemudian ia melanjutkan studinya
ke Madrasah Dar al-Ulya dan tercatat sebagai orang Indonesia pertama yang
menjadi mahasiswa madrasah tersebut. Pada tahun 1930, setelah mengambil
takhassus (spesialisasi) tadris, akhirnya Mahmud Yunus berhasil memperoleh
ijazah tadris dari perguruan ini.6 Sebagaimana telah disinggung diatas, profesi
sebagai guru semenjak masih menjadi pelajar di surau Tanjung Pauh sudah ia
geluti. Kemampuannya menjadi guru tersebut lebih menonjol manakala ia
sudah kembali dari Mesir ke tanah air. Secara terus menerus Mahmud Yunus
mengajar dan memimpin berbagai sekolah, yaitu :
1. Al Jamiah al Islamiyah Batusangkar pada tahun1931 – 1932
2. Kuliyah Muallimin Islamiyah Normal Islam Padang pada tahun 1932 –
1946
3. Akademi Pamong Praja di Bukittinggi pada tahun 1948 – 1949
4. Akademi Dinas Ilmu Agama (ADIA) Jakarta pada tahun 1957 –1980
5. Menjadi Dekan dan Guru Besar pada fakultas Tarbiyah IAIN Syarif
Hidayatullah Jakarta pada tahun 1960 – 1963
6. Rektor IAIN Imam Bonjol Padang pada tahun 1966 – 1971
Sedangkan Imam Zarkasyi lahir di desa Gontor, Jawa Timur pada
tanggal 21 Maret 1910 M. Belum genap usia beliau 16 tahun, Imam Zarkasyi
muda mula-mula menimba ilmu di beberapa pesantren yang ada di daerah
kelahirannya, seperti pesantren Josari, pesantren Joresan dan pesantren Tegal
4 Tim Penulis IAIN Syarif Hidayatullah, Ensiklopedi Islam Indonesia., hlm. 593.
5 Abuddin Nata, Tokoh-Tokoh Pembaharuan Pendidikan Islam di Indonesia h. 58.
6 Tim Penulis IAIN Syarif Hidayatullah, Ensiklopedi Islam Indonesia, hlm. 593
5
sari. Setelah menyelesaikan studi di Sekolah Ongkoloro (1925), beliau
melanjutkan studinya di Pondok Pesantren Jamsarem, Solo. Pada waktu yang
sama beliau juga belajar di Sekolah Mamba’ul Ulum. Kemudian masih di kota
yang sama ia melanjutkan pendidikannya di Sekolah Arabiyah Adabiyah yang
dipimpin oleh K.H. M. O. Al-Hisyami, sampai tahun 1930. Selama belajar di
sekolah-sekolah tersebut (terutama Sekolah Arabiyah Islamiyah) beliau sangat
tertarik dan kemudian mendalami pelajaran bahasa Arab.7
Sewaktu belajar di Solo, guru yang paling banyak mengisi dan
mengarahkan Imam Zarkasyi adalah al-Hasyimi, seorang ulama, tokoh politik
dan sekaligus sastrawan dari Tunisia yang diasingkan oleh Pemerintah
Perancis di wilayah penjajahan Belanda, dan akhirnya menetap di Solo.
Setelah menyelesaikan pendidikannya di Solo, Imam Zarkasyi
meneruskan studinya ke Kweekschool di Padang Panjang, Sumatera Barat,
sampai tahun 1935.Setelah tamat belajar di Kweekschool, beliau diminta
menjadi direktur Perguruan tersebut oleh gurunya, Mahmud Yunus. Tetapi
Imam Zarkasyi hanya dapat memenuhi permintaan dan kepercayaan tersebut
selama satu tahun (tahun 1936), dengan pertimbangan meskipun jabatan itu
cukup tinggi, tetapi ia merasa bahwa jabatan tersebut bukanlah tujuan
utamanya setelah menuntut ilmu di tempat itu. Imam Zarkasyi yang dinilai
oleh Mahmud Yunus memiliki bakat yang menonjol dalam bidang pendidikan,
namun ia melihat bahwa pesantren Gontor lebih memerlukan kehadirannya. Di
samping itu, kakaknya Ahmad Sahal yang tengah bekerja keras
mengembangkan pendidikan di Gontor tidak mengizinkan Imam Zarkasyi
berlama-lama berada di luar lingkungan pendidikan Gontor.
Setelah menyerahkan jabatannya sebagai direktur Pendidikan
Kweekschool kepada Mahmud Yunus, Imam Zarkasyi kembali ke Gontor.
Pada tahun 1936 itu juga, genap sepuluh tahun setelah dinyatakannya Gontor
sebagai lembaga pendidikan dengan gaya baru, Imam Zarkasyi segera
memperkenalkan program pendidikan baru yang diberi nama Kulliyatu-l
Mu’allimin Al-Islamiyah (KMI) dan ia sendiri bertindak sebagai direkturnya.
7 Susanto , Pemikiran Pendidikan Islam, (Jakarta : Amzah,2009), Cet.1,h. 139-140
6
Selanjutnya pada tahun 1943 beliau diminta untuk menjadi kepala
Kantor Agama Karesidenan Madiun. Pada masa pendudukan Jepang, beliau
pernah aktif membina dan menjadi dosen di barisan Hizbullah di Cibarusa,
Jawa Barat. Setelah Indonesia merdeka, Imam Zarkasyi juga aktif dalam
membina Departemen Agama R.I. khususnya Direktorat Pendidikan Agama
yang pada waktu itu menterinya adalah Prof.Dr.H.M.Rasyidi. Tenaga dan
pikirannya juga banyak dibutuhkan di Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan ketika Ki Hajar Dewantoro menjabat sebagai menterinya.8
Jabatan-jabatan penting lainnya yang diduduki Imam Zarkasyi di
tengah kesibukannya sebagai pendidik di Lembaga Pendidikan Gontor adalah
sebagai Kepala Seksi Pendidikan Kementerian Agama dari anggota Komite
Penelitian Pendidikan pada tahun 1946. Selanjutnya selama 8 tahun (1948-
1955) ia dipercaya sebagai Ketua Pengurus Besar Persatuan Guru Islam
Indonesia (PGII) dan selanjutnya beliau menjadi penasehat tetapnya.9
Imam Zarkasyi juga pernah menjabat sebagai Kepala Bagian
Perencanaan Pendidikan Agama pada Sekolah Dasar Kementerian Agama
(1951-1953), Kepala Dewan Pengawas Pendidikan Agama (1953), Ketua
Majelis Pertimbangan Pendidikan dan Pengajaran Agama (MP3A)
Departemen Agama, Anggota Badan Perencana Peraturan Pokok Pendidikan
Swasta Kementerian Pendidikan (1957). Selain itu pada tahun 1959, Imam
Zarkasyi diangkat menjadi Anggota Dewan Perancang Nasional oleh Presiden
Soekarno.
Dalam percaturan internasional, Imam Zarkasyi pernah menjadi
anggota delegasi Indonesia dalam peninjauan ke negara-negara Uni Soviet,
pada tahun 1962. Sepuluh tahun kemudian, ia juga mewakili Indonesia dalam
Mu’tamar Majma’ Al-Bunuth al-Islamiyah (Mu’tamar Akademisi Islam se-
Dunia), ke-7 yang berlangsung di Kairo. Di samping itu, ia juga menjadi
Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) pusat.
8 http://tarbiyahgp3.wprdpress.com/2009/12/04/konsep-pembaharuan-k-h-imam-zarkasyi/
9 Abdullah Syukri Zarkasyi, Manajemen Pesantren ; Pengalaman Pondok Modern
Gontor, h. 58
7
Pada tanggal 30 April 1985 pukul 21.00 WIB beliau meninggal dunia
di Rimah Sakit Umum madiun.beliau meninggalkan seorang istri dan 11 orang
putra-putri.
Selain dikenal sebagai aktivis dalam bidang pendidikan, sosial dan
politik kenegaraan, Imam Zarkasyi juga ternyata seorang ulama yang produktif
dalam bidang tulis-menulis. Dalam kaitan ini, beliau banyak sekali
meninggalkan karya ilmiah yang hingga saat ini masih dapat dinikmati. Ini
sesuai dengan niatan beliau pada awal dibukanya KMI tahun 1936, beliau
berkata: “seandainya saya tidak berhasil mengajar dengan cara ini, saya akan
mengajar dengan pena.10
Berdasarkan fenomena diatas bahwa Mahmud Yunus sukses
memperbaharui pendidikan Islam dengan mendirikan Normal Islam dan al-
Jami’ah al-Islamiyah serta Imam Zarkasyi juga dianggap sukses menerapkan
Kulliyayul Mu’allimin Al-Islamiyah (KMI) di Pesantren Gotor setelah
menamatkan pendidikannya di Islamic college yang mana Mahmud Yunus
sebagai gurunya. Sebagai gambaran problem dalam memperoleh hasil
pembelajaran Agama yang lebih baik lagi mengenai konsep pendidikan Islam
Menurut Mahmud Yunus sebagai guru dan Imam Zarkasyi sebagai murid
kesayangan Mahmud Yunus, maka dari itu penulis merasa tertarik untuk
membahas masalah ini dalam sebuah karya ilmiah dalam bentuk skripsi yang
berjudul “ Studi Perbandingan Konsep Pendidikan Islam Menurut
Mahmud Yunus dan Imam Zarkasyi ”
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah di paparkan di atas,
maka peneliti mengidentifikasikan masalahnya sebagai berikut :
1. Adanya dikotomi antara pendidikan Agama dengan pendidikan Umum.
2. Banyaknya yang salah dan keliru dalam menginterpretasikan pemikiran
antara Mahmud Yunus dan Imam Zarkasyi.
10
Muhammad Arwani, Denyut Nadi Santri, sebuah upaya memaknai kegiatan santri
Gontor, (Yogyakarta : Tajidu Press, 2001), Cet 1, h. 41
8
3. Masih banyak yang menjadikan dunia Barat sebagai acuan pendidikan.
4. Banyak yang tidak mengetahui kontribusi dari konsep pendidikan
Mahmud Yunus dan Imam Zarkasyi di dunia pendidikan.
C. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Pembatasan masalah dalam skripsi ini hanya terbatas pada
perbandingan konsep pendidikan menurut Mahmud Yunus dan Imam
Zarkasyi. Sedangkan rumusan masalahnya adalah apa perbandingan konsep
pendidikan Islam menurut Mahmud Yunus dan Imam Zarkasyi yang meliputi
tujuan dan kurikulum, kelembagaan dan metode dan sistem pendidikannya.
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Dengan membahas masalah seperti ini, maka penulis bertujuan untuk
mengetahui gambaran tentang perbandingan konsep pendidikan Islam
menurut Mahmud Yunus dan Imam Zarkasyi. Adapun manfaatnya yang
kiranya dapat diambil dari sosok seorang Mahmud Yunus dan Imam Zarkasyi
adalah untuk memberikan informasi dan pengetahuan yang lebih luas kepada
penulis pada khususnya dan praktisi pendidikan pada umumnya dari sosok
Mahmud Yunus dan Imam Zarkasyi sebagai tokoh pendidikan yang memiliki
gagasan gemilang terhadap pendidikan Islam di Indonesia, sebagai rujukan
kepada lembaga pendidikan Islam untuk terus mengembangkan mutu
pendidikan Islam seperti yang dilakukan oleh Mahmud Yunus dan Imam
Zarkasyi. Serta memberikan pengetahuan kepada masyarakat tentang
perbedaan pemikiran kedua tokoh ini.
9
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Konsep Pendidikan Islam
1. Pengertian Konsep Pendidikan
Konsep adalah kata tunggal bisa dinyatakan dengan bahasa
apapun. Konsep bisa dinyatakan dengan hund dalam bahasa Jerman chien
dalam bahasa Prancis dan perro dalam bahasa Spanyol. Konsep dapat
didefinisikan sebagai suatu gagasan atau ide yang relative sempurna dan
bermakna sedangkan dari pengertian lain konsep adalah rancangan atau
ide atau peristiwa yang diabsrakkan dari peristiwa kongkret , atau apapun
yang ada diluar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami
hal-hal lain. Dengan demikian konsep merupakan suatu peta perencanaan
untuk masa depan sehingga bisa dijadikan sebagai pedoman dalam
melakukan segala kegiatan.1
Konsep adalah suatu medium yang menghubungkan subjek yang
akan diketahui dengan yang diketahui, dari sisi subjek konsep dapat
diartikan sebagai kegiatan pikiran untuk merumuskan suatu hal atau
masalah, sedangkan dilihat dari sisi objek konsep itu sendiri dapat
diartikan sebagai isi dari kegiatan tersebut, arti, atau makna yang akan
dicapai dalam menyelesaikan suatu hal atau masalah. Konsep dipakai
1W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1991),
cet-1, h. 456
10
untuk mendeskripsikan dunia empiris yang diamati oleh peneliti, baik
berupa benda maupun gejala sosial tertentu yang sifatnya abstrak.2
Konsep pendidikan menurut al-Qur‟an merujuk kepada informasi
yang terdapat didalam al-Qur‟an yaitu pendidikan yang mencakup segala
aspek jagat raya ini, bukan hanya terbatas pada manusia semata, yakni
dengan menempatkan Allah sebagai Pendidik Yang Maha Agung. Konsep
pendidikan al-Qur‟an sejalan dengan konsep pendidikan Islam yang
dipersentasikan melalui kata tarbiyah, ta’lim dan ta’dib. Pendidikan dalam
konsep tarbiyah lebih menerangkan pada manusia bahwa Allah
memberikan pendidikan melalui utusan-Nya yaitu Rasulullah SAW dan
selanjutnya Rasulullah menyampaikan kepada para ulama, kemudian para
ulama meyampaikan kepada manusia. Sedangkan pendidikan dalam
konsep ta‟lim merupakan proses transfer ilmu pengetahuan untuk
meningkatkan intelektualitas peserta didik. Kemudian ta‟dib merupakan
proses mendidik yang lebih tertuju pada pembinaan akhlak.
Konsep pendidikan menurut al-Qur‟an terangkum dalam ayat-ayat
al-Qur‟an yang berhubungan dengan pendidikan dan didalam kitab al-
Qur‟an itu sendiri seperti pada ayat-ayat yang telah dijelaskan yaitu surah
al-Baqarah ayat 31-34,129,dan 151 menjelaskan tentang pelajaran yang
diberikan Allah kepada Nabi Adam AS, dan pokok-pokok pendidikan
yang diberikan Rasulullah kepada umatnya. Surat Luqman ayat 13-14
berisi tentang konsep pendidikan utama yakni pendidikan orang tua
terhadap anaknya.3 Maka dalam konsep pendidikan adalah membahas
tentang ruang lingkup yang mencakup tujuan, metode, serta kurikulum
pendidikan itu sendiri.
2. Ruang Lingkup Konsep Pendidikan
Menurut M.Arifin didalam bukunya “Ilmu Pendidikan Islam
Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner”
2 J. Sudarminta, Epistemologi Dasar, (Yogyakarta : Kanisius, 2002), h. 87
3 Jalaluddin, Teologi Pendidikan, (Jakarta: PT. Grafindo Persada,2003), h.125
11
mengatakan ruang lingkup pendidikan Islam yaitu mencakup segala
bidang kehidupan manusia di dunia, oleh karenanya pembentukan sikap
dan nilai amaliah islamiah dalam pribadi manusia baru dapat efektif
bilamana dilakukan melalui proses kependidikan yang berjalan diatas
kaidah-kaidah ilmu pengetahuan dan kependidikan. Dan ruang lingkup
pendidikan Islam yaitu mencakup tentang masalah yang terdapat dalam
kegiatan pendidikan, seperti masalah tujuan pendidikan, masalah guru,
materi pendidikan, metode pendidikan dan lingkungan pendidikan.4
Menindak lanjuti dari pendapat M.Arifin bahwa ruang lingkup
pendidikan itu luas maka penulis akan membahas ruang lingkup pendidikan
itu hanya tiga aspek,diantaranya adalah, tujuan pendidikan,materi pendidikan
dan metode pendidikan
a. Tujuan Pendidikan
Tujuan pendidikan Islam adalah membina umat manusia agar
menjadi hamba yang senantiasa beribadah kepada Allah SWT, dengan
mendekatkan diri kepada Allah, melaksanakan perintah dan menjauhi
larangan_Nya. Baik ibadah yang telah ditentukan aturan dan tata caranya
oleh Allah dan Rasul_Nya(iIbadah Makhdah), maupun yang belum
ditentukan. Rumusan tujuan ini diilhami oleh firman Allah 5:
Artyinya: dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya
mereka mengabdi kepada-Ku. (QS.al-dzariyat : 56)
Tujuan tertinggi pendidikan Islam menurut al-Syaibani, adalah
mempersiapkan kehidupan dunia akhirat6. Sesuai dengan firman Allah
SWT :
4 M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan
Pendekatan Interdisipliner, (Jakarta : PT.Bumi Aksara ,2009), h. 9 5 Abuddin Nata, Pendidikan dalam Perspektif Al-Qur’an, (Jakarta:UIN Jakarta Press,
2005),h. 173 6 Omar Mohammad al-Toumy al-Syaibany, Falsafah Pendidikan Islam, Terj. Dari
Falsafatut Tarbiyyah al-Islamiyah oleh Hasan Langgulung, (Jakarta : Bulan Bintang, 1979), Cet I,
h. 406
12
Artinya: dan di antara mereka ada orang yang bendoa: "Ya Tuhan Kami,
berilah Kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah
Kami dari siksa neraka" (QS Al-Baqorah :201)
Sementara tujuan akhir yang akan dicapai adalah mengembangkan
fitrah peserta didik, baik ruh,fisik,kemauan, dan akalnya secara dinamis,
sehingga terbentuk pribadi yang utuh dan mendukung bagi pelaksanaan
fungsi sebagai khalifah fil ardh7.
Menurut Muhammad Fadhil al-Jamaly, tujuan pendidikan Islam
meurut al-Qur‟an meliputi : 1) menjelaskan posisi peserta didik sebagai
manusia di antara makhluk Allah lainnya dan tanggung jawab dalam
kehidupan ini, 2) menjelaskan hubungan sebagai sosial dan tanggung
jawabnya dalam tatanan kehidupan bermasyarakat, 3) menjelaskan
hubungan manusia dengan tugasnya untuk mengetahui hikmah penciptaan
dengan cara memakmurkan alam semesta, 4)menjelaskan hubungannya
dengan Khaliq sebagai pencipta alam semesta8.
Dikalangan para ahli sendiri masih terdapat perbedaan pendapat
mengenai pemakaian istilah tujuan. Menurut Hasan Langgulung sendiri
mengatakan bahwa istilah tujuan sendiri banyak dcampur-baurkan
penggunaanya dengan istilah maksud. Sedangkan Ahmad Tafsir mencoba
menjelaskan tujuan pedidikan Islam dengan merujuk kepada berbagai
pendapat pakar pendidikan Islam. Dari berbagai pendapat tersebut, ia
membagi tujuan pendidikan Islam kepada yang bersifat umum dan bersifat
khusus. Menurutnya tujuan pendidikan Islam secara umum harus diketahui
terlebih dahulu bagaimana ciri manusia yang sempurna menurut Islam,
7 Hasan Langgulung, Manusia dan Pendidikan ; Suatu Analisa Psikologi dan Pendidikan,
(Jakarta : PT. al-Husna Zikra, 1995), Cet. III,h. 67 8 Al- Rasidin, dan Samsul Nizar, Filsafat pendidikan Islam ; Pendekatan Historis,
Teoritis dan Praktis, (Ciputat: PT. Ciputat Press, 2005), Cet II, h. 36-37
13
karena bagaimana pun tujuan pendidikan pada hakikatnya adalah
gambaran ideal dari manusia yang ingin melalui pendidikan.
Rincian tujuan khusus pendidikan tersebut selanjutnya
dikemukakan oleh Athiyah al-Abrasy, yang dikutip oleh Samsul Nizar
didalam bukunya “ Filsafat Pendidikan Islam” dan tujuan akhir inilah
yang kemudian dirincinya menjadi sebuah tujun untuk menghasilkan nilai-
nilai moral yang baik, yaitu :
1) Pembinaan akhlak
2) Menyiapkan anak didik untuk hidup di dunia dan akhirat
3) Penguasaan ilmu
4) Keterampilan bekerja dalam bermasyarakat
Adanya tujuan umum dan tujuan khusus dalam pendidikan Islam
tersebut lebih lanjut dikemukakan oleh Ali Khalil Abu al-Aynain
menurutnya, tujuan umum pendidikan Islam adalah membentuk pribadi
yag beriman kepada Allah SWT. Sedangkan tujuan khusus pendidikan
Islam ditetapkan berdasarkan keadaan tempat dengan mempertimbangkan
keadaan geografis, ekonomi, dan lain-lain yang ada di tempat itu. Dengan
demikian struktur perumusan tujuan penddikan Islam itu terdiri dari :
1) Tujuan umum yang dikenal pula dengan tujuan akhir
2) Tujuan khusus, sebagai akhir penjabaran dari tujuan umum
3) Tujuan perbidangan pembinaan, misalnya tujuan dari pembinaan aspek
akal
4) Tujuan setiap bidang studi sesuai dengan bidang-bidang pembinaan
tersebut
5) Tujuan setiap pokok bahasan yang terdapat dalam setiap bidang studi
6) Tujuan setiap sub pokok bahasan yang terdapat dalam setiap pokok
bahasan.
Dengan adanya perumusan tujuan pendidikan Islam itu pada
hakikatnya adalah pekerjaan para filosof di bidang pendidikan, yang
merupakan rumusan filosofis tentang manusia yang ideal dengan
14
berdasarkan ajaran Islam sebagai sumber acuan utamanya. 9 sedangkan
kalau di lihat dari tujuan pendidikan menurut Mahmud Yunus dan Imam
Zarkasyi dalam pemikirannya tentang tujuan pendidikan kedua tokoh ini
memadukan antara tugas manusia sebagai makhluk sosial dan tugasnya
sebagai hamba Allah SWT. Oleh karena itu tujuan pendidikan yang telah
di jelaskan di atas sama dengan tujuan pendidikan yang terlah di usungkan
oleh Mahmud Yunus dan Imam Zarkasyi, bahwa tugas manusia tidak
hanya untuk mengabdikan diri kepada Allah SWT tetapi juga harus
memfungsikan dirinya sebagai makhluk sosial semua dalam cakupan
menyembah kepada Allah SWT sebagai insan kamil.
b. Materi Pendidikan
Secara garis besar materi pembelajaran dapat diartikan sebagai
pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang harus dikuasai oleh peserta
didik dalam rangka memenuhi standar kompetensi yang diterapkan
Salah satu kompenen operasional pendidikan Islam adalah
kuriulum, ia mengandung arti yang diajarkan secara sistematik dengan
tujuan yang telah ditetapkan. Dan materi yang diuraikan dalam al-Qur‟an
menjadi bahan-bahan pokok pelajaran yang disajikan dalam proses
pendidikan Islam, formal maupun non formal. Oleh karena itu, materi
pendidikan Islam yang bersumber dri al-Qur‟an harus dipahami, dihayati,
diyakini, dan diamalkan dalam kehidupan umat Islam.10
Dan jenis-jenis materi pembelajaran dapat diklasifikasikan sebagai
berikut :
1) Konsep, segala sesuatu yang berwujud pengertian baru yang bisa
timbul sebagaihasil pemikiran yang meliputi definisi, pengertian, dan
lain-lain.
2) Sikap atau nilai, merupakan hasil belajar yang berupa nilai kejujuran,
kasih sayang, tolong menolong dan lain sebagainya.
9 Abuddin Nata , Filsafat Pendidikan Islam, ( Pamulang : Gaya Media Pratama,2005),h.
45-58 10
M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan
Pendekatan Interdisipliner,h. 50
15
3) Fakta segala hal yang berwujud kenyataan dan kebenaran, yang
meliputi nama objek, peristiwa sejarah, nama dan tempat dan
sebagainya.
4) Pinsip, yaitu berupa hal-hal utama, pokok, dan memiliki posisi
terpenting serta mempunyai hubungan antara konsep yang
mengambarkan implikasi sebab akibat.
5) Prosedur, yaitu merupakan langkah yang sistematis atau berurutan
dalam mengerjakan suatu aktifitas dan kronologi didalam suatu
sistem.11
Dan cakupan materi pembelajaran atau pendidikan harus
memperhatikan beberapa aspek sebagai berikut :
1) Aspek kognitif,afektif, dan psikomotorik, karena sudah
diimplementasikan dalam proses pembelajaran maka tiap jenis uraian
materi tersebut memerlukan strategi dan media pembelajaran yang
berbeda-beda
2) Keluasan cakupan materi berarti mengambarkan seberapa banyak
materi yang dimasukan ke dalam materi menyangkut kedalam rincian
konsep yang terkandung didalamnya.
3) Kecukupan atau memadainya cakupan materi juga perlu diperhatikan,
misalnya saja jika dalam pembelajaran dimasukkan untuk materi
mencakupnya.12
Setelah mengamati semua uraian diatas sebenarnya materi yang di
terapkan Mahmud Yunus dan Imam Zarkasyi semua hampir sama yaitu
setiap penilaian materi pendidikan maka peserta didik diharuskan selalu
memperhatikan aspek kognitif,afektif dan psikomotoriknya agar peserta
didik bisa mencapai standar kompetensinya.
c. Metode Pendidikan
Metode berarti jalan yang dilewati untuk mencapai tujuan. Maka
metode adalah cara teratur yang digunakan untuk melaksanakan suatu
11
Rusman effendi, materi pendidikan,2010 (http://info-makalah.blogspot.com) 12
Rusman effendi, materi pendidikan,2010 (http://info-makalah.blogspot.com)
16
pekerjaan agar tercapai sesuatu dengan yang dikehendaki13
. Sehingga
dapat dipahami bahwa metode berarti suatu cara yang harus dilalui untuk
menyajikan bahan pelajaran agar tercapai tujuan pengajaran.
Sementara itu pendidikan merupakan usaha membimbing dan
membina serta bertanggung jawab untuk mengembangkan intelektual
pribadi anak didik kearah kedewasaan dan dapat menerapkannya dalam
kehidupan sehari-hari. Maka yang di maksud dengan metode pendidikan
adalah cara yang dapat ditempuh dalam memudahkan pencapaian tujuan
pendidikan.
Secara garis besar metode pendidikan Islam terdiri dari lima ,
yaitu:
1) Metode keteladanan
Metode keteladanan adalah metode yang lebih unggul dibandingkan
dengan metode yang lain. Dengan metode keteladanan para orang tua,
pendidik atau da‟i harus memberi contoh atau teladan terhadap anak
atau peserta didik bagaimana cara berbicara, berbuat, bersikap,
mengerjakan sesuatu atau cara beribadah, dan sebagainya.
2) Metode Pembiasaan
Untuk melaksanakan tugas dan kewajiban secara benar dan rutin
terhadap anak atau peserta didik harus dibiasakan dididik sejak masih
kecil. Misalnya, agar anak atau peserta didik dpat melaksanakan shalat
secara benar dan rutin maka mereka perlu dibiasakan shlat sejak kecil,
dari waktu ke waktu supaya tidak keberatan ketika sudah dewasa.
Dalam melaksanakan metode ini diperlukan pengertian, kesabaran, dan
ketelatean orang tua, pendidik dan da‟I terhadap anak atau peserta
didik.
3) Metode Nasihat
Metode nasihat adalah metode yang paling sering dgunakan oleh para
orang tua, penddik atau da‟I terhadapa anak atau peserta didik dalam
13
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai
Pustaka,2007), Edisi ke-3, Cet. IV, h. 740
17
proses pendidikannya. Memberi nasehat merupakan kewajiban orang
muslim, sebagaimana tertera dalam al-Qur‟an surah al-Ashr ayat 3,
agar kita senantiasa member nasihat dalam hal kebenaran dan
kesabaran.
4) Metode member perhatiaan
Metode ini biasanya berupa pujian dan penghargaan.jarang orang tua,
pendidik atau da‟i memuji atau menghargai anak atau peserta didiknya.
Sebenarnya tidak sukar untuk memuji anak atau orang lain, ada
pribahasa mengatakan “ucapan atau perkatan itu tidak dibeli” hanya
ada keengganan atau gengsi yang ada di dalam hati.
5) Metode hukuman
Metode hukuman berhubungan dengan pujian dan penghargaan
imbalan atau tanggapan orang lain terdiri dari dua, yaitu penghargaan
dan hukuman. Hukuman dapat diambil sebagai metode pendidikan
apabila terpaksa atau tiak ada alternatif lain.
Islam memberi arahan dalam member hukuman terhadap anak atau
peserta didik hendaknya memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
a) Tidak menghukum anak ketika marah, karena terbawa emosional yang
dipengaruhi nafsu syetan.
b) Tidak menyakiti perasaan dan harga diri anak.
c) Tidak merendahkan derajat dan martabat yang dihukum.
d) Tidak menyakiti secara fisik.
e) Bertujuan mengubah perilaku yang tidak atau kurang baik.14
B. Konsep Pendidikan Mahmud Yunus dan Imam Zarkasyi
1. Konsep Pendidikan Mahmud Yunus
a. Tujuan dan kurikulum
Berkaitan dengan tujuan dan kurikulum pendidikan Islam para ahli
atau tokoh pendidikan Islam merumuskannya dengan beragam argumentasi
14
Heri Jauhari Muchtar, Fikih Pendidikan, (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2005),
Cet.1, h. 18-22
18
sesuai dengan persepsi dan pengalaman masing-masing tetapi dalam
pembahasan ini penulis tidak bermaksud menguraikan rumusan-rumusan atau
konteks zamanya para ahli tersebut, mengingat bahasan ini secara konsen akan
merumuskan yang menjadi pemikiran Mahmud Yunus tentang pendidikan
Islam sebagaimana telah dijelaskan pada bab sebelumnya.
Dalam dunia pendidikan, tujuan merupakan salah satu faktor
pendidikan yang harus dicanangkan terlebih dahulu. Sedangkan faktor-faktor
yang lain disusun sedemikian rupa dalam rangka upaya pencapaian tujuan
pendidikan itu. Sedangkan menurut Mahmud Yunus tujuan pokok pendidikan
Islam tergambar dalam orientasi atau kurikulum pendidikan yang meliputi dua
tujuan atau orientasi yaitu pertama untuk membangun kecerdasan pribadi anak
didik (akhlak) dan kedua memberikan keahlian,15
kecakapan atau
keterampilan profesional anak didik dalam mengerjakan pekerjaanya.
Rumusan ini sekaligus menyempurnakan pendapat para Ulama tradisional
sebelumnya (pada saat itu) yang merumuskan tujuan pendidikan Islam
dengan sangat sederhana bahkan menurut Mahmud Yunus terlalu sempit dan
kurang sempurna dimana mereka(Ulama tradisional) mengatakan tujuan
pendidikan Islam hanyalah untuk beribadah atau untuk sekedar mempelajari
agama Islam atau pendalaman ilmu-ilmu ke-Islaman.16
Lebih jauh Mahmud Yunus berpandangan bahwa beribadah
merupakan perintah agama Islam, sedangkan setiap amaliyah atau pekerjaan
duniawi yang berkaitan erat dan menguatkan pengabdian kepada Allah SWT,
juga merupakan agama Islam, ini berarti termasuk juga tujuan pendidikan
Islam, tegasnya tujuan pendidikan Islam menurut Mahmud Yunus adalah
menyiapkan anak didik agar kelak (para lulsan) mempunyai keterampilan
profesional baik untuk mengerjakan amalan-amalan duniawi maupun amalan
ukhrowi, sehingga tercapai kebahagiaan dunia dan akhirat secara seimbang.17
15
Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam, h.46 16
Mahmud Yunus, Pokok-pokok Pendidikan dan Pengajaran, (Jakarta :PT. Hidakarya
Agung, Jakarta, 1978), h. 15 17
Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam, h.47
19
Untuk kepentingan amaliyah akhirat atau supaya anak didik
mempunyai kecakapan dalam mengerjakan amalan-amalan akhirat maka harus
diajarkan pelajaran tauhid, akhlak, ibadah, sejarah islam dan pokok-pokok
ajaran yang terkandung dalam Al-Qur‟an mengenai hukum halal, haram,
karena pada dasarnya manusia mempunyai banyak kecenderungan, pada garis
basarnya kecenderungan manusia itu ada dua yaitu kecenderungan menjadi
orang yang baik dan kecenderungan menjadi orang yang jahat, sedangkan
kecenderungan beragama termasuk kecenderungan manusia yang baik,18
dan
menjalankan kewajiban dan sunnah dan lain sebagainya. Dan agar anak didik
mempunyai keahlian dan keterampilan yang profesional dalam bidang amalan
duniawi maka harus diajarkan macam keilmuan yang secara khusus dan
langsung menciptakan profesi dan keahlian seperti bertani, berdagang,
berkebun, bertukang, menjadi guru, pegawai negeri, pekerja atau buruh dan
lain sebagainya sesuai bakat dan potensi masing anak didik.19
Meski
demikian, dari kesemua meteri pelajaran yang diberikan kepada anak didik.
Mahmud Yunus sangat menekankan pentingnya pendidikan akhlak,
mengingat diutusnya Rasul SAW ke dunia untuk menyempurnakan akhlak
manusia20
maka menurut Mahmud Yunus tugas pertama dan utama para
Ulama‟, guru-guru agama Islam, pemimpin-pemimpin Islam adalah mendidik
anak-anak, pemuda-pemudi, calon penerus generasi bangsa dan masyarakat
umumnya supaya mereka berakhlak mulia dan bebudi pekerti luhur. Hal ini
bukan berarti mengabaikan pendidikan lainya (pendidikan jasmani, aqali, dan
amali). Semuanya penting hanya menurut Mahmud Yunus pendidikan akhlak
lebih penting dari semuanya terutama sebagai tugas dari ulama dan guru-guru
agama Islam.21
Di sekolah Jami‟ah Al Islamiyah dan Normal Islam selain
diajarkan ilmu-ilmu keagamaan sebagaimana diterapkan dilembaga-lembaga
pendidikan Islam tradisional kala itu seperti : nahwu sharaf, fiqh, kalam, tafsir,
18
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung : Remaja
Rosdakarya, 2001), h. 35 19
Mahmud Yunus, Pokok-pokok Pendidikan dan Pengajaran, h.17 20
Rochidin Wahab, Sejarah pendidikan Islam di Indonesia, (Bandung : Alfabeta, 2004),
h.252 21
Mahmud Yunus, Pokok-pokok Pendidikan dan Pengajaran, h. 20
20
hadits, tasawuf, tarikh dan balaghoh, bahasa arab juga kedua lembaga
pendidikan tersebut diajarkan ilmu-ilmu umum seperti ilmu hayat, ilmu alam,
ilmu pasti, ekonomi, sejarah, ilmu bumi, tata negara, bahasa inggris dan
belanda, ilmu pendidikan, ilmu jiwa, ilmu kesehatan, olah raga, dan
menggambar.
Dari gambaran materi pelajaran yang di pelajari di kedua lembaga
pendidikan tersebut tergambar suatau sistem pendidikan yang sangat modern
di saat itu, meski prioritas pendidikan Islam kala itu tetap menempatkan
pendidikan moral sebagai sentral pendidikan.
Bagi Mahmud Yunus pendidikan adalah proses mempersiapkan anak
didik untuk bisa mengembangkan ilmu pengetahuan secara mandiri, dan
bahasa merupakan alat untuk memahami segala ilmu pengetahuan tersebut
secara mandiri, karenanya pengajaran bahasa arab, bahasa inggris dan belanda
menjadi penting di Normal Islam bahkan dijadikan bahasa percakapan sehari-
hari.
Dengan diajarkanya tiga bahasa tersebut terutama bahasa arab praktis
kitab kuning menjadi rujukan para siswa untuk memperaktekkan bahasa
arabnya, tidak menjadi menu utama sebagaimana terjadi di lembaga-lembaga
Islam tradisional ini sekaligus merefleksikan keseimbangan antara ilmu
pengetahuan kegamaan dan ilmu pengetahuan umum. Baik ilmu pengetahuan
keagamaan maupun ilmu pengetahuan umum menurut Mahmud Yunus akan
bermuara pada tujuan pendidikan Islam yaitu membentuk Insan Kamil yang
bertaqwa kepada Allah SWT, cerdas, cakap, terampil, tangkas dan kepribadian
utama yang diridhai Allah SWT. Baik dalam konsep (teori) maupun
prakteknya selalu menekankan keseimbangan pendidikan jasmani dan
rohani.22
Jadi tujuan pendidikan Islam, menurut Mahmud Yunus, adalah
menyiapkan anak didik agar di waktu dewasa kelak mereka cakap melakukan
pekerjaan dunia dan amalan akhirat. Sehingga tercipta kebahagiaan bersama
dunia akhirat. Agar anak didik mampu melaksanakan amalan akhirat, anak-
22
Mahmud Yunus dan Kasim Bakri, Attarbiyah Wat Ta’lim, (Gontor Ponorogo, 1986),
h.12
21
anak harus diajarkan keimanan, akhlak, ibadah, dan isi-isi Al-Qur‟an yang
berhubungan yang wajib dikerjakan dan yang haram yang harus ditinggalkan.
Kemudian agar anak didik cakap melaksanakan pekerjaan dunia, merek harus
dididik untuk mengerjakan salah satu dari macam-macam profesi, seperti :
bertani, berdagang, berkemah, bertukang, menjadi guru dan lain-lain sesuai
dengan bakat dan bawaan masing-masing anak didik.23
Sekalipun demikian, sebagai seorang pembaharuan pendidikan Islam
yang modernis, Mahmud yunus tidak menolak sementara pendapat yang
menyatakan bahwa diantara tujuan pendidikan adalah untuk mencari
penghasilan. Namun Mahmud Yunus memperingatkan agar tujuan itu jangan
dijadikan tujuan utama. Selanjutnya, secara rinci Mahmud Yunus
merumuskan tujuan pendidikan agama di sekolah umum pada tiap
tingkatannya sebagai berikut :
1) Menanamkan perasaan cinta dan taat kepada Allah dalam hati anak-anak,
yaitu dengan mengingatkan pada nikmat dan rahmat Allah yang tak
terhitung banyaknya.
2) Menanamkan i‟tikad yang benar dan kepercayaan yang betul dalam hati
anak-anak.
3) Mendidik anak agar tekun melaksanakan perintah Allah dan menjauhi
larangannya.
4) Membiasakan anak didik supaya berakhlak mulia.
5) Mendidik agar anak-anak mengetahui cara-cara melaksanakan ibadah
sehari-hari dengan benar.
6) Membimbing anak supaya mempersiapkan diri untuk kehidupan dunia dan
akhirat.
7) Memberikan contoh dan suri tauladan yang baik.
8) Membina dan mendidik anak supaya menjadi warga Negara yang baik,
sehingga bisa hidup bergaul dengan baik di tengah-tengah masyarakat.24
23
Armai Arief, Pembaharuan Pendidikan Islam di Minangkabau, (Jakarta : Suara ADI,
2009), Cet. I, h. 169 24
Mahmud Yunus, Metodik Khusus Pendidikan Agama, (Jakarta : PT. Hidakarya
Agung,1992), h. 13
22
b. Metode dan Sistem pendidikan
Dari segi bahasa berasal dari dua perkataan yaitu meta yang berarti
melalui dan hodos yang berarti jalan atau cara.25
Dengan demikian metode
dapat berarti cara atau jalan yang harus dilalui untuk mencapai suatu tujuan.
Selain itu ada pula yang mengatakan bahwa metode adalah suatu sarana untuk
menemukan, menguji dan menyusun data yang diperlukan bagi
pengembangan disiplin tersebut.26
Ada lagi pendapat yang mengatakan bahwa
metode sebenarnya berarti jalan untuk mencapai tujuan.27
Jalan untuk
mencapai tujuan itu bermakna ditempatkan pada posisinya sebagai cara untuk
menemukan, menguji, dan menyusun data yang diperlukan bagi
pengembangan ilmu atau tersistematisasikannya suatu pemikiran. Dengan
pengertian yang terakhir ini, metode lebih memperlihatkan sebagai alat untuk
mengolah dan mengembangkan suatu gagasan sehingga menghasilkan sesuatu
teori atau temuan.
Dalam sistem pendidikan dikenal beberapa metode penyampaian
pendidikan sebagaimana dikemukakan Muhammad Qurthub dalam tulisannya,
diantaranya metode keteladanan, nasehat, memberikan pujian, peringatan dan
hukuman, bercerita, latihan kebiasaan, menyalurkan bakat, dan penggunaan
waktu senggan.28
Metode-matode ini telah digunakan sejak Islam mulai
berkembang sampai masa kejayaannya, karena metode-metode ini diambil dan
banyak gambaran dalam Al-Qur‟an seperti cerita, keteladanan, nasehat, pujian
kepada manusia yang berbuat baik dan peringatan kepada yang berbuat jahat.
Sebagaimana diketahuin bahwa metode pengajaran sebelum masa
pembaharuan hanya terdiri dari dua macam, yaitu Metode Sorogan untuk
kelas rendah dan Metode (sistem) Halaqah untuk kelas tinggi.
25
H. M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam : Suatu Tinjauan Teoritis dan Praktis
Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner, (Jakarta : Bumi Aksara, 1991), Cet.ke-1 h. 83. 26
H. M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam : Suatu Tinjauan Teoritis dan Praktis
Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner, h. 82. 27
Undang-undang Nomor 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Bab IV,
pasal 9, h. 5. 28
M. Qurthub, Sistem Pendidikan Islam, Terjemahan “Minhaju Al Tarbiyah Al Islamiyah
“, Oleh Salman Harun, Ma‟arif, h. 324-374
23
Menurut pandangan Mahmud Yunus, metode pengajaran (pendidikan)
adalah serangkaian cara yang akan ditempuh oleh seorang guru dalam
menyampaikan pelajaran kepada murid-murid pada berbagai jenis mata
pelajaran. Jalan atau cara itu adalah garis-garis yang direncanakan sebelum
masuk ke dalam kelas dan dilaksanakan dalam kelas waktu mengajar.29
Disamping itu dalam pandangan Mahmud Yunus metode lebih penting dari
materi pelajaran (At thariqu Ahammu minal Maadah), dengan kata lain untuk
mencapai tujuan pengajaran aspek metode menjadi lebih penting dari pada
aspek lainnya. Sebab dalam kenyataan banyak guru yang cukup menguasai
materi pelajaran tetapi tidak bisa mentransfer atau menyampaikan materi
tersebut kepada anak didik.
Dalam penerapan metode ini Mahmud Yunus lebih mengutamakan
kemampuan berpikir dari pada kemampuan menghafal, karena metode yang
lebih menekankan pada aspek hafalan hanya akan meelahirkan pemikiran
yang stagnan, karena murid tidak diberikan kesempatan untuk berfikir secara
kreatif dan produktif sesuai dengan nalar dan kemampuan sendiri sebab
penerapan metode pengajaran harus bersifat kondisional.
Selain itu dalam penerapan metode pada suatu pelajaran Mahmud unus
sangat memperhatikan unsur psikologis murid sesuai dengan kaidah-kaidah
pengajaran modern yaitu perbuatan dengan contoh dan tiru teladan,30
dan juga
selalu menekankan pentingnya penanaman moral dalam proses belajar
mengajar.31
Dari sini jelas sekali bahwa konsep pemikiran yang di
sosialisasikan Mahmud Yunus benar-benar komprehensif atau menyeluruh,
mencakup aspek kognitif, afaktif, dan psikomotorik.
Aspek kognitif dapat menjaikan murid selalu berfikir secara kritis dan
rasional dalam menerima dan mendalami pelajaran, aspek afektif menurut
Mahmud Yunus agar murid mampu memahami, menghayati dan meneladani
nilai-nilai moral yang ditanamkan oleh guru kepada murid, sudah barang tentu
hal ini akan berjalan bila dibarengi dengan sikap keteladanan guru dalam
29
Mahmud Yunus, Pokok-Pokok Pendidikan dan Pengajaran, h. 85 30
Zuhairini, Sejarah Pendidikan Islam, h. 209 31
Mahmud Yunus, Pokok-Pokok Pendidikan dan Pengajaran, h. 85
24
berinteraksi dengan murid sehari-hari, sedangkan aspek psikomotorik dapat
mengarahkan murid dalam mengembangkan potensi diri dan secara langsung
dapat menerapkan atau mengamalkan pengetahuan yang dimilikinya.
Ketika Mahmud Yunus mendirikan Jami‟ah Al Islamiyah di
Sungayang dan Normal Islam di Padang kemudian meperkenalkan kulliyatul
Mu‟allimin Al Islamiyah pada tahun 1931, pelaksanaan pengajaran di kedua
lembaga tersebut dilakukan di kelas-kelas dengan jadwal dan kurikulum yang
telah di tetapkan, jenjang kelaspun diatur mulai dari Tingkat Dasar (MI),
Menengah (MTs), dan „Aliyah (MA). Sistem perjenjangan tersebut terkait
dengan meteri yang hendak diajarkan, kitab-kitab klasik oleh Mahmud Yunus
di revisi dan di sesuaikan dengan silabus, pelajaran umum di masukkan
sejalan dengan pelajaran agama dan murid –murid di haruskan berkomunikasi
dengan bahsa Arab.32
Jelasnya bila di lembaga-lembaga pendidikan tradisional menganut
sistem individual (sorogan atau halaqoh) tanpa menggunakan papan tulis,
meja, kursi maka dikedua lembaga tersebut telah menganut sistem klasikal
yang terpimpin dan terorganisir dalam bentuk perjenjangan kelas, dan dalam
jangka waktu yang ditetapkan, dengan menggunakan papan tulis, meja dan
kursi untuk duduk para siswa ditambah lagi dengan dimasukannya pelajaran
umum.
Dari sini tampak sekali bahwa metode dan sistem pendidikan yang
dilakuakan Mahmud Yunus diatas merupakan perubahan atau pembaharuan
secara drastis terutama dengan dimasukannya pelajaran umum dalam
kurikulum seperti praktikum IPA (Fisika, Kimia, Biologi) serta dijadikannya
bahasa Arab sebagai pengantar bahasa sehari-hari disamping bahasa Inggris
dan Belanda sehingga tercipta suasana ilmiah dan educatif di kedua lembaga
Jami‟ah Al Islamiyah dan Normal Islam tersebut. Meski demikian pelajaran
agama yang menjadi esensi kitab kuning yang dalam penyajianya telah
dikemas dan diselaraskan dengan tingkat atau jenjang anak didik tetap
menjadi prioritas atau ditekankan oleh Mahmud Yunus dan di harapkan
32
Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam, h. 102-108
25
setelah menyelesaikan study di jenjang terakhir, anak didik sudah mampu
menelaah dan memahami kitab-kitab kuning yang besar maupun yang kecil
dengan sendirinya tanpa harus dibacakan atau diterjemahkan sang kiyai
sebagaimana lazimnya dalam metode sorogan atau halaqoh.
Untuk menghasilakan lulusan yang memuaskan (berkwalitas dan
profesional) Mahmud Yunus mewajibkan siswanya untuk tinggal di asrama
yang telah disiapkan oleh PGAI ( Pendidikan Guru Agama Islam ), agar
mereka terbiasa hidup disiplin yang tinggi selama menempuh pendidikan di
Normal Islam,33
sehingga tidak heran sejak berdiri tahun 1931-1946 Normal
Islam,telah menghasilkan banyak alumni, tidak kurang 750 orang telah
dilahirkan dari lembaga ini dengan kwalifikasi keahlian dan pengetahuan
agama dan pengetahuan umum, mampu menguasa bahasa Arab, Inggris dan
Belanda yang aktif, mereka para alumni Normal Islam ini telah tersebar di
berbagai daerah dan berkecimpung diberbagai kehidupan (profesi) masyarakat
yang memegang peranan penting dalam upaya membangun bangsa setelah
Indonesia merdeka.
Yang tak kalah penting Mahmud Yunus juga menulis sebuah buku
pegangan bagi guru-guru agama yang berisi tuntunan bagaimana cara terbaik
dalam mengajarkan agama kepada siawa sesuai dengan umur dan jenjang
pendidikannya mulai dari Tingkat Dasar SD/MI sampai dengan porguruan
tinggi, 34
Mahmud Yunus menerangkan beberapa kaidah mengajar
diantaranya, pentingnya langkah appersepsi ketika memulai pelajarn
sebelumnya atau pelajaran lama, dalam penyajian pelajaran kepada anak didik
harus hidup, menumbuhkan minat siwa dengan pengaktifan panca indra
mereka baik dengan lisan, tulisan, perbuatan, maupun dengan alat peraga,
setelah membahas pelajaran lalu disimpulkan dan diakhiri dengan latihan atau
ulangan, dengan demikian siswa dilatih berfikir, dapat memecahkan masalah,
dan menguasai pelajaran yang diberikan. 35
33
Mahmud Yunus, Sejarah pendidikan islam, h. 157 34
Mahmud Yunus, Metodik Khusus Pendidikan Agama, h. 3 dan 117-118 35
Mahmud Yunus, Pokok-pokok Pendidikan dan Pengajaran, h. 79-81
26
Menurut Mahmud Yunus guru sebaiknya hidup dan berada di tengah-
tengah peserta didik sering berkomunikasi dengan mereka, penuh kasih
sayang, mengetahui gejolak jiwa, kecenderungan potensi, minat anak didik,
bakat dan kemampuan muridnya, penyajian pelajaran pun harus disesuaikan
dengan waktu dan suasana juga dengan metode yang bevareasi yaitu metode
tanya jawab, metode diskusi, dan diselingi metode-metode yang lainnya.36
Disamping menulis buku panduan bagi guru “Metodik Khusus
Pengajaran Agama” Mahmud Yunus juga menulis secara khusus tentang
metode mengajarkan keimanan, ibadah, akhlak, sejarah Islam untuk anak-anak
dan orang dewasa, yang diuraikan secara rinci dan sistematis, buku ini dengan
jelas memberikan panduan khusus bagi para guru agar memiliki keterampilan
dalam memilih dan menerapkan metode-metode penganjaran yang hendak
diterapkan, sesuai dengan meteri pelajaran dan kondisi murid, dengan kata
lain dari penulisan buku ini adalah ingin meningkatkan profesionalitas dan
kwalitas guru dalam melaksanakan tugasnya.37
Dengan mengetahui metode dan sistem pendidikan dan pembelajaran
iru sangat penting bagi seorang guru, karena keberhasilan atau kegagalan guru
dalam mengajar sering terletak pada metode pengajaran yang ditempuhnya.
Apabila cara (metode) mengajar itu baik dan sesuai dengan kaedah asas-asas
mengajar, maka banyak kemungkinan mendapatkan hasil yang baik pula.
Guru yang pintar itu adalah menguasai berbagai macam ilmu pengetahuan
secara mendalam, mempunyai banyak sumber bacaan, dan sebagainya, tetapi
ia mengalami kegagalan, tidak mampu membuat muridnya paham terhadap
apa yang diajarkannya. Kegagalan ini, menurutnya disebabkan oleh kesalahan
dalam memilih metode, atau ia tidak memakai metode yang efektif dan
efesien.
Sehubungan dengan metode pengajaran yang efektif dan efesien,
Mahmud Yunus mengemukakan beberapa asas atau kaedah umum metode
pengajaran. Asas-asas tersebut dapat dirinci sebagai berikut :
36
Mahmud Yunus, Pokok-pokok Pendidikan dan Pengajaran, h. 83-84 37
Mahmud Yunus, Metodik Pengajaran Agama dan Pokok-pokok Pengajaran,
Hidakarya Agung, Jakarta
27
1) Membatasi tujuan; guru harus memikirkan dan memilih metode yang
mempermudah pencapaian tujuan pengajaran.
2) Penguasaan bahan serta metodenya; guru harus cerdik menyusun bahan
pengajaran serta langkah-langkah penyampaiannya, sehingga materi yang
telah disediakan dapat disampaikan dengan efektif pada waktu yang
tersedia.
3) Menghubungkan pelajaran baru dengan sesuatu yang telah diketahui atau
dialami oleh murid.
4) Memilih metode yang dapat menciptakan suasana belajar yang kondusif
dan menarik perhatian dan minat murid.
5) Memanfaatkan panca indera, karena panca indera itu merupakan pintu
pengatahuan.
6) Mengikut sertakan murid dalam pelajaran; menciptakan cara belajar siswa
aktif dengan memfugsikan guru sebagai fasilitator.
7) Menyusun materi pelajaran dari hal-hal yang kongkrit lalu hal-hal yang
abstrak.
8) Menyusun pelajaran secara gradasi dari yang sederhana dan mudah ke
yang murakkab dan sulit.
Dari rincian di atas dapat ditegaskan bahwa metode yang efektif dan
efisien itu adalah memperhatikan aspek tujuan,sifat materi, kecenderungan
anak, fasilitas yang tersedia, dan waktu yang ada. Disini bukan berarti bahwa
metode yang efektif dan efisien itu hanya satu,melaikan banyak dan
bervariasi. Sehingga guru bisa memilih metode yang paling mungkin untuk
dilakukan dengan berbagai pertimbangan untuk tercapainya keberhasilan
murid dalam berbagai aspeknya, yaitu aspek kognitif, apektif, dan
psikomotorik.
c. Kelembagaan
Sebagaimana telah penulis sebutkan bahwa aplikasi dari pemikiran
Mahmumud Yunus dalam pendidikan Islam di Indonesia secara formal
dimulai ketika beliau kembali ke Tanah Air studinya dari Mesir pada tahun
28
1931, dan langakah awal yang dilakukan beliau adalah dengan mendirikannya
sekolah Jami‟ah Al Islamiyah dan Normal Islam di Padang Sumatera Barat.
Pada kedua lembaga inilah beliau menerapkan pengetahuan dan
pengalamanya dari Universitas Dar Al Ulum Kairo, dan melaui kedua
lembaga pendidikan Islam ini pemikiran Mahmud Yunus dimulai dengan
mengklasifikasi murid dalam kelas-kelas dan membuat jenjang pendidikan
berdasarkan tingkat usia anak didik, klasifikasi dan perjenjangan ini
sebelumnya pada masa itu di lembagalembaga pendidikan Islam di Indonesia
belum mengenal sistem ini, yang ada pada masa itu anak didik membaur
dalam kelas yang besar, menyatu baik dari segi usia, maupun dari pengalaman
pendidikan.38
Mahmud Yunus kemudian mengeluarkan ketentuan bagi anak berumur
antara 6-8 tahun di perbolehkan masuk tingkat ibtidaiyah atau tingkat dasar,
disamping itu secara kelembagaan program pendidikan yang dilakuakan
berlangsung selama 12 tahun dengan jenjang sebagai berikut :
1) Tingkat Ibtidaiyah ( Masa Belajar 4 Tahun )
2) Tingakat Tsanawiyah ( Masa Belajar sampai dengan 4Tahun)
3) Tingkat „Aliyah ( Masa Belajar sampai dengan 4Tahun )39
Jika diperhatikan program perjenjangan ini serupa dengan program
pendidikan di Al Azhar dan Dar Al Ulum Mesir juga sejalan dengan sistem
pendidikan nasional sekarang yaitu Pendidikan Dasar, menengah, dan atas, ini
berarti bahwa adanya perjenjangan pada sekolah-sekolah yang dipimpin
Mahmud Yunus merupakan model sekolah modern dengan kata lain sejak
munculnya Jami‟ah Al Islamiyah dan Normal Islam, modernisai pendidikan
Islam telah dimulai di Indonesia.40
Di samping itu, pemikiran lainnya yang di lakukan Mahmud Yunus
pada sekolah Jami‟ah Al-Islamiyah Sungayang dan Normal Islam padang
yaitu pengenalan pengetahuan umum dan pembaharuan pengajaran bahasa
38
Mahmud Yunus, Pengembangan Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta :Hidakarya
Agung,1997, h. 34 dan 39 39
Mahmud Yunus, Riwayat Hidup Prof. Dr. H. Mahmud Yunus, h. 45 40
Armai Arief, Mahmud Yunus dan Pemikiran Pendidikan Islam, h. 99
29
Arab, pengajaran pengetahuan umum yang di tekankan pada kedua lembaga
itu pada dasarnya tidaklah baru, karena Abdullah Ahmad pada tahun 1909
sebelumnya telah mengajarkan pengetahuan umum seperti berhitung dengan
bahasa Belanda/ Inggris diAdabiyah School, bedanya Mahmud Yunus
menambahkan pelajaran umum lainya seperti ilmu alam (fisika, kimia, biologi
), ilmu dagang, tata buku sebagaimana beliau pelajari di Dar Al Ulum bahkan
mendirikan laboratorium IPA.
Modernisasi sekolah Mahmud Yunus juga terlihat dari sikap
keterbukaan dalam hal penerimaan dari siswa yang belajar di kedua lembaga
tersebut. Dengan beragam latar belakang, yang membolehkan siapa saja yang
bersekolah di lembaga tersebut dengan syarat beragama Islam. Kebijakan ini
berbeda dengan lembaga-lembaga pendidikan yang didirikan pemerintah
kolonial belanda yang sangat diskriminatif terhadap rakyat miskin yang bukan
dari kalangan kaya atau pejabat pemerintahan belanda, antara masyarakat
pribumi (Bumi Putra) dengan anak-anak Belanda atau kalangan Borjuis
lainya.41
Dengan adanya Jami‟ah Al Islamiyah di sungayang dan Normal Islam
di Padang, Mahmud Yunus telah berjasa dalam mencerdaskan umat Islam
Minangkabau umumnya atau Sumatra Barat khususnya, melalui jenjang
pendidikan tersebut Mahmud Yunus kemudian berkeinginan untuk
menghilangkan kebodohan yang talah menjadi penyakitmasyarakat muslim
pada saat itu terutama yang melanda generasi muda Islam Indonesia.
Keberhasilan Mahmud Yunus modernisasi sekolah Jami‟ah Al
Islamiyah dan Normal Islam semakin menguatkan keinginan Mahmud Yunus
untuk mendirikan sekolah Islam Tinggi di Padang yang pada tanggal 7
November 1940 Mahmud Yunus kemudian mendirikan Sekolah Tinggi
tersebut sekaligus menjabat sebagai Derekturnya, namun saying Sekolah
Tinggi ini tidak berumur panjang karena pada tanggal 1 Maret 1942
pemerintahan Jepang melarang adanya Sekolah Tinggi tersebut.
41
Suhartono, Sejarah Pergerakan Nasional dari Budi Utomo sampai Proklamasi 1908-
1945, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 1994), h. 22
30
Setelah Sekolah Tinggi Islam di bubarkan Mahmud Yunus kemudian
mendirikan SGHA ( Sekolah Guru Hakim Agama ) di kota Raja Bukit Tinggi
dari bandung juga mendirikan PGA ( Pendidikan Guru Agama ) di 8 kota, dan
yang jika diperhatikan, konsep pemikiran ini menunjukan bahwa Mahmud
Yunus mempunyai keinginan menerapkan konsep pendidikan Link and Match
yaitu konsep pendidikan yang berorientasi bagaiman para lulusanya atau
alumni Sekolah Islam selain memiliki kemampuan akademis juga memiliki
kemampuan profesional atau keahlian sesuai dengan tuntutan lapangan kerja
Kaitanya dengan konsep Link and Match ini Mahmud Yunus ingin
menerapkan sistem pengajaran ganda ( Double System Of Learning ) yakni
sistem pengajaran yang memberikan kesempatan pada siswa untuk melakukan
praktek kerja lapangan sesuai dengan pengetahuan yang diperolehnya, hal ini
dapat dilihat dari tujuan pendirian SGHA ( Sekolah Guru Hakim Agama ) dan
PGA ( Pendidikan Guru Agama ) dimana lulusan dari lembaga pendidikan ini
diharapkan dapat bekerja sesuai dengan keterampilan yang dimilikinya42
2. Konsep pendidikan Imam Zarkasyi
a. Tujuan dan Kurikulum
Tujuan atau Kurikulum yang diterapkan Imam Zarkasyi adalah 100%
umum dan 100% agama43
. Kurikulum pada pesantren tradisional lebih
memfokuskan pada materi agama yang tertera dalam kitab-kitab klasik
(kuning). Imam Zarkasyi tetap mempertahankan materi-materi agama tersebut,
selain itu juga menambahkan materi pengetahuan umum ke dalam kurikulum
lembaga pendidikan yang diasuhnya.
Kurikulum merupakan sebuah sistem yang memiliki kompenen-
kompenen yang saling mendukung dan membentuk satu kesatuan yang tak
terpisahkan. Di Gontor, dan di dunia Pesantren pada umumnya, karena
sistemnya yang integrated, agaknya cukup sulit memisahkan sama sekali
antara kurikulum intra dan ekstra; terkadang keduanya bisa menjadi sifat dari
42
Armai Arief, Mahmud Yunus dan Pemikiran Pendidikan Islam, h. 102 43
Mahmud yunus, Sejarah pendidikan Islam, Cet II, h. 251
31
satu kegiatan yang sama. Meskipun tidak mengikuti standar pendidikan
nasional, model pendidikan ala Kulliyatul Muallimin al Islamiyah (KMI) ini
telah memperoleh pengakuan dari Departemen Agama dan Departemen
Pendidikan Nasional. Alumni KMI juga dapat melanjutkan stud ke luar negeri,
khususnya Timur Tengah, karena ijazah KMI telah disamakan dengan ijazah
sekolah menengah di Negara-Negara tersebut.44
Materi dan kurikulum Pondok Modern Gontor pada dasarya adalah
totalitas dari kehidupan pondok itu sendiri, yang tidak bisa dipisah-pisahkan
satu dengan lainnya. Tidak ada perbedaan antara pengetahuan agama dan
pengetahuan umum. Semua siswa mendapat dua pengetahuan tersebut
sekaligus sesuai dengan tingkatan kelas mereka masing-masing. Materi dan
kurikulum yang dikembangkan dibagi menjadi dua bagian, yaitu materi
kurikulum yang bersifat intrakurikuler (akademik), dan yang bersifat
ekstrakurikuler (nonakademik). Kurikulum intrakurikuler dilakukan oleh
Kulliyat Al-Mu‟allimin Al-Islamiyah (KMI), sedangkan kurikulum
ekstrakurikuler ditangani oleh Organisasi Pelajar Pondok Pesantren (OPPM)
dan Gerakan Pramuka45
Materi agama dan umum tersebut menjadi kurikulum wajib yang harus
dikuasai oleh para santri. Selain itu ada kompetensi yang sangat ditekankan
dan harus menjadi karakteristik lembaga pendidikan, yaitu kompetensi bahasa
Arab dan bahasa Inggris. Kemampuan dalam penguasaan bahasa Arab dan
bahasa Inggris serta berbagai pengetahuan tersebut tetap harus didasarkan
pada asas dan konsep Panca Jiwa untuk mendukung tercapai moralitas dan
kepribadian mulia.46
Konsep pendidikan Imam Zarkasyi selanjutnya adalah berkenaan
dengan pembaharuan kurikulum. Kurikulum yang diterapkan K.H. Imam
Zarkasyi di Pondok Modern Gontor adalah 100% agama dan 100% umum. Di
44
Abdullah Syukri Zarkasyi, Manajemen Pesantren ; Pengalaman Pondok Modern
Gontor, h. 105 45
Susanto, Pemikiran Pendidikan Islam,(Jakarta : Amzah, 2009) Cet 1, h. 143 46
http://tarbiyahgp3.wardpress.com/2009/12/04/konsep-pembaharuan-pendidikan-k-h-
imam-zarkasyi/
32
samping pelajaran tafsir, hadits, fiqih, ushul fiqih yang biasa diajarkan di
pesantren tradisional, K.H. Imam Zarkasyi juga menambahkan ke dalam
kurikulum lembaga pendidikan yang diasuhnya itu pengetahuan umum,
seperti ilmu alam, ilmu hayat, ilmu pasti (berhitung, aljabar dan ilmu ukur),
sejarah, tata negara, ilmu bumi, ilmu pendidikan, ilmu jiwa dan sebagainya.
Selain itu ada pula mata pelajaran yang amat ditekankan dan harus menjadi
karakteristik lembaga pendidikannya itu, yaitu pelajaran bahasa Arab dan
bahasa Inggris. Penekanan bahasa ini memakai metode langsung (direct
method)47
.
Pelajaran bahasa Arab lebih ditekankan pada penguasaan kosakata,
sehingga para santri kelas satu sudah diajarkan mengarang dalam bahasa Arab
dengan perbendaharaan kosa kata yang dimilikinya. Pelajaran ilmu alat, yaitu
nahwu dan sharf diberikan kepada santri saat menginjak kelas II, yaitu ketika
mereka sudah agak lancar berbicara dan memahami struktur kalimat. Bahkan
pelajaran seperti Balaghah dan Adabullughah baru diajarkan pada saat santri
menginjak kelas IV. Demikian halnya dengan bahasa Inggris, Grammar barn
diajarkan ketika para santri menginjak kelas III, sedangkan materi bahasanya
sudah diajarkan dari sejak kelas I48
.
Khusus pengajaran bahasa Arab ini ditempuh dengan metode langsung
(direct method) yang diarahkan kepada penguasaan bahasa secara aktif dengan
ram memperbanyak latihan (drill), baik lisan maupun tulisan. Dengan
demikian, tekanan lebih banyak diarahkan pada pembinaan kemampuan anak
untuk memfungsikan kalimat secara sempuma, dan bukan pada alat atau
gramatika tanpa mampu berbahasa. Dalam penguasaan bahasa ini, K.H. Imam
Zarkasyi menetapkan semboyan Al-kalimah al-wabidah fi alf jumlatin khairun
min alfi kalimah fi jumlatin wabidah (kemampuan memfungsikan satu kata
dalam seribu susunan kalimat lebih baik daripada penguasaan seribu kata
47
Dr.Lance Castles, Gontor : Sebuah Catatan Lama (terjemahan), (Gontor : Trimurti,
Cet.1,1991),hal 8 48
Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta : Mutiara,1979), hal
251, Cet II
33
secara hafalan dalam satu kalimat saja)49
. Namun demikian kemampuan dalam
penguasaan bahasa Arab dan Inggris serta berbagai pengetahuan tersebut
tetap harus didasarkan pada asas, jiwa dan kepribadian moral yang tinggi dan
baik, seperti ikhlas, mandiri, sederhana dan sebagainya.
Untuk mendukung tercapainya moralitas dan kepribadian tersebut,
kepada para santri diberikan juga pendidikan kemasyarakatan dan sosial yang
dapat mereka gunakan untuk melangsungkan kehidupan sosial ekonominya.
Untuk ini kepada para siswa diberikan latihan praktis dalam mengamati dan
melakukan sesuatu yang ia perkirakan akan dihadapinya dalam hidupnya
kelak di masyarakat. Segala sesuatu diorganisasi sedemikian rupa untuk
membedakan gambaran realistik kepada siswa tentang kehidupan dalam
masyarakat. Para siswa dilatih untuk mengembangkan cinta kasih yang
mendahulukan kesejahteraan bersama daripada kesejahteraan pribadi,
kesadaran pengorbanan yang diabdikan demi kesejahteraan masyarakat,
khususnya umat Islam50
Sejalan dengan itu, maka di Pondok Modern Gontor diajarkan
pelajaran ekstra seperti etika atau tata krama yang berupa kesopanan lahir dan
kesopanan batin. Kesopanan batin menyangkut akhlak dan jiwa, sedangkan
kesopanan lahir termasuk gerak-gerik, tingkah laku, bahkan pakaian.Khusus
untuk menopang kelangsungan hidup para santri dalam bidang ekonomi,
diberikan pula pelajaran keterampilan seperti menyablon, mengetik, kerajinan
tangan (dekorasi, letter, janur) dan sebagainya51
.
b. Metode dan Sistem Pendidikan Imam Zarkasyi
Sistem pendidikan yang diterapkan di Gontor adalah sistem pendidikan
klasikal dan sistem pendidikan berasrama (boarding institution). kitab-kitab
kuning dikemas sedemikian rupa ke dalam buku-buku teks pelajaran yang
disesuaikan dengan jenjang pendidikan para santrinya.Sistem pendidikan
49
Abuddin Nata, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam (Seni Kajian Filsafat
Pendidikan Islam),(PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta: 2000), Cet I,H. 207 50
Manfred Ziemek, Pesantren dalam Pembaharuan Sosial, (Jakarta : P3M, 1986), H. 159 51
http://tarbiyahgp3.wardpress.com/2009/12/04/konsep-pembaharuan-pendidikan-k-h-
imam-zarkasyi/
34
klasikal dikembangkan secara terpimpin dan terorganisir dalam bentuk
penjenjangan kelas dalam jangka waktu yang ditetapkan. Sistem klasikal ini
merupakan bentuk pembaharuan karena berbeda dengan sistem pesantren
model lama. Pengajaran dengan sistem ini menjadi lebih efisien, karena
dengan biaya dan waktu yang relatif sedikit dapat menghasilkan produk yang
besar dan bermutu. Perbaikan terhadap sistem pengajaran menghendaki
sejumlah perombakan sistem pengajaran yang dianut oleh pesantren
tradisional.
Metode lebih penting dibanding materi, tetapi pribadi guru jauh lebih
penting dari metode itu sendiri. Beberapa metode dan kaidah pengajaran
dalam proses belajar mengajar di kelas antara lain pelajaran harus dimulai dari
yang mudah dan sederhana, tidak tergesa-gesa pindah ke pelajaran yang lain
sebelum siswa memahami betul pelajaran yang telah diberikan, proses
pengajaran harus teratur dan sistematik, latihan-latihan diperbanyak setelah
pelajaran selesai, dan lain-lain yang kesemua kaidah tersebut bisa dipraktikkan
oleh setiap guru dengan persyaratan guru harus memiliki dan menguasai
metode dalam mengajar .
Pembaharuan yang dilakukan Imam Zarkasyi hanya menyangkut
metodologi pengajaran di kelas-kelas, sedangkan esensi pelajaran agama yang
menjadi inti kitab kuning pada pesantren tradisional tetap ada dan dikemas
sedemikian rupa dalam buku-buku yang lebih praktis dan sistematis serta
disesuaikan dengan jenjang pendidikan para santri. Santri tetap diberi
kesempatan untuk membongkar dan memahami kumpulan kitab-kitab kuning
dalam jumlah besar dari berbagai disiplin ilmu agama. Dengan bekal bahasa
Arab yang dimiliki, santri diharapkan sudah dapat membaca dan memahami
kitab-kitab tebal tersebut dengan sendirinya, tanpa harus dibantu dan
diterjemahkan oleh kyai sebagaimana yang dilakukan pada metode sorogan
atau wetonan yang dilakukan pesantren tradisional.52
52
mukhamad fathoni, http://mufaesa.blogspot.com/2013/01/pemikiran-pendidikan-kh-
imam-zarkasyi_22.htm
35
Walaupun Gontor dinilai sangat konsekwen memegang ajaran az-
Zarnuji tetapi sistem pengajaran dan pendidikan berbeda. Dalam hal ini az-
Zurjani mengenalkan sistem “individual” dan cara “halaqah”. Dan hal ini
bertentangan dengan metode dan sistem pendidikan yang diterapkan di Gontor
yaitu sistem pendidikan “klasikal” yang terpimpin secara terorganisir dalam
bentuk penjenjangan kelas dalam jangka waktu yang ditetapkan. Sistem
“klasikal” ini dinilai sebagai bentuk pembaharuan dikarenakan sistem
pendidikan dan pengajaran berbeda dengan pesantren model lama.53
Hal ini ditempuh oleh Imam Zarkasyi dalam rangka menerapkan
efisiensi dalam pengajaran, dengan harapan bahwa dengan biaya dan waktu
yang relatif sedikit dapat menghasilkan produk yang besar dan bermutu.
Keinginan untuk memperbaiki prosedur-prosedur pengajaran agar menjadi
lebih efektif, tidak dapat tidak menghendaki adanya sejumlah perombakan
terhadap sistem pengajaran yang selama ini dianut oleh pesantren tradisional.
Di samping dengan menggunakan sistem “kasikal”, Imam Zarkasyi
juga memperkenalkan kegiatan ekstrakurikuler. Dalam kaitan ini para santri
memiliki kegiatan lain di luar jam pelajaran, seperti olahraga, kesenian,
keterampilan, pidato dalam tiga bahasa (Indonesia, Arab dan Inggris),
pramuka dan organisasi pelajar. Semuanya ini dijadikan sebagai kegiatan
ekstra kurikuler dalam wadah sistem pesantren yang diselenggarakan oleh
santri sendiri (student government).
Dalam mengerjakan semua aktivitas itu, santri diharuskan tetap tinggal
di pondok pesantren (boarding school).Sistem asrama (pesantren), tetap
dipertahankan oleh K.H. Imam Zarkasyi, karena selain untuk tidak
meninggalkan ciri khas pesantren, juga dimaksudkan agar tujuan dan asas
pendidikan dapat dibina dan dikembangkan secara lebih efisien dan efektif.
Sehubungan dengan pencapaian tujuan dan berjalannya sistem
pendidikan tersebut, maka di Gontor jam-jam belajar diatur secara ketat,
53
Ini adalah satu dari perbedaan ta‟limul al-muta‟allim versi az-Zurnaji dan ta‟limul al-
muata‟allim versi Imam Zarkasyi. Jika kita mempelajari menekankan pembelajaran ilmu agama,
sedangkan Imam Zarkasyi mencanangkan belajar ilmu agama 100% dan ilmu sekuler (baca :
pengetahuan umum) 100%.
36
bahkan untuk ini para santri tidak diperkenankan memasak sendiri. Hal ini
dimaksudkan untuk menghemat waktu. Kegiatan para santri sehari-hari
diawali dengan bangun pagi, sembahyang subuh secara berjamaah dan
membaca al-Qur`an. Usai mengaji dilanjutkan dengan latihan berbahasa
lnggris yang dilakukan oleh para tutor (baca: pengurus), yaitu para santri
senior. Setelah itu para santri segera harus menyiapkan waktu untuk belajar di
kelas, mulai dari pukul 07.00 sampai dengan pukul 12.30 dengan istirahat
sebanyak dua kali. Keluar dari kelas semua santri harus shalat Dzuhur
berjamaah di Masjid, dilanjutkan dengan makan siang. Pukul 14.00 tepat bel
berbunyi lagi untuk menandai kegiatan pelajaran kelas yang kedua kalinya
bagi santri kelas IV ke bawah yang dibimbing oleh santri senior (baca: kelas V
dan VI) selama satu jam.54
Setelah shalat Ashar berjamaah santri baru
diperbolehkan melakukan kegiatan ekstrakurikuler seperti olahraga, kesenian,
keterampilan dan sebagainya. Untuk ini mereka bebas memilih kegiatan sesuai
dengan minat dan bakat yang dimilikinya masing-masing.
Pola dan irama kegiatan pesantren yang demikian padat itu terus
berlangsung di Pondok Modern Gontor hingga saat ini, dan hal itu
berlangsung secara alamiah dengan disiplin yang ketat, tanpa ada peraturan
tertulis. Dalam pandangan Imam Zarkasyi, peraturan harus diproses menjadi
bagian dari kualitas kesadaran, pikiran dan naluri atau dlomir (baca: hati kecil)
yang seharusnya dijadikan pedoman santri untuk membangun kehidupan
sosialnya di dalam pesantren. Perpaduan antara day school system dengan
sistem asrama yang diterapkan Imam Zarkasyi secara sekilas memang
kelihatan menghilangkan satu elemen penting dalam tradisi sistem pendidikan
pesantren, yaitu pengkajian kitab-kitab Islam klasik yang sering disebut Kitab
Kuning. Namun dalam kenyataan kesan dan asumsi ini tidak tepat. Karena
yang dilakukan oleh Imam Zarkasyi hanya menyangkut metode pengajaran di
kelas-kelas. Sedangkan esensi pelajaran agama yang menjadi inti kitab kuning
itu tetap ada dan dikemas sedemikian rupa dalam buku-buku yang lebih
54
Perlu diketahui kegiatan pelajaran sore (tambahan) ini juga termasuk kegiatan ektra
kurikuler meskipun resmi dilakukan dalam kelas.
37
praktis dan sistematis serta disesuaikan dengan jenjang pendidikan para santri.
Pada saatnya nanti, setelah para santri memasuki jenjang pendidikan terakhir,
mereka diberi kesempatan untuk membongkar dan memahami kumpulan
kitab-kitab kuning dalam jumlah besar dari berbagai disiplin ilmu agama.
Dengan bekal bahasa Arab yang dimiliki sejak kelas satu, para santri
diharapkan sudah dapat membaca dan memahami kitab-kitab tebal itu dengan
sendirinya, tanpa harus dibantu diterjemahkan oleh kyai sebagaimana yang
lazimnya dilakukan pada metode sorogan atau wetonan yang dilakukan
pesantren tradisional. Program yang diterapkan oleh Imam Zarkasyi itu diberi
nama Program Fathul Kutub (baca: membuka buku-buku).
Di samping itu,Imam Zarkasyi juga menganjurkan agar para santri
memiliki, membaca dan memahami kitab-kitab yang dipakai di pesantren
tradisional. Kitab-kitab tersebut antara lain Fatbul Qarib, Fatbul Mu’in,
I’anatul Thalibin dan sebagainya.55
c. Aspek Kelembagaan Menurut Imam Zarkasyi
Dalam tradisi pesantren pada umumnya, secara kelembagaan,
pesantren adalah milik kyai. Kyai dan keluarga kyai menjadi pemilik tunggal
dari seluruh aset yang dimiliki oleh pesantrennya. karena ia adalah hak milik,
maka ketika kyai itu wafat ia akan diturunkan kepada ahli warisnya. Dalam
hal ini, Pesantren tidak ubahnya bagai kerajaan kecil dari sebuah dinasti yang
diwariskan kepada generasi berikutnya secara turun-temurun. Sistem
kelembagaan semacam ini memiliki kelebihan berupa kuatnya ikatan
emosional antara pesantren dengan pemiliknya. Tetapi tentu saja sistem
kelembagaan pesantren semacam ini juga memiliki beberapa kelemahan. Di
antaranya adalah bahwa tidak semua keluarga dapat mengerti dan memahami
pondok dengan baik dengan segala persoalannya sehingga sangat terbuka
kemungkinan bagi kepentingan dan persoalan keluarga akan muncul dan
berubah menjadi kepentingan dan persoalan pondok.disamping itu,
55
mukhamad fathoni, http://mufaesa.blogspot.com/2013/01/pemikiran-pendidikan-kh-
imam-zarkasyi_22.htm
38
keberadaan pondok menjadi sangat bergantung kepada keluarga, karena pihak
lain tidak merasa ikut memiliki, mereka hanya sekedar membantu. Maka mau
tidak mau pemimpin pesantren harus dari pihak keluarga, sekalipun tidak
ditemukan di antara mereka yang memenuhi kualifikasi untuk itu hal ini
seringkali menjadi faktor utama mundurnya atau runtuhnya sebuah
pesantren.56
Demi kepentingan pendidikan dan pengajaran Islam, Imam Zarkasyi
dan dua saudaranya telah mewakafkan Pondok Pesantren Gontor kepada
sebuah lembaga yang disebut Badan Wakaf Pondok Modern Gontor. Ikrar
pewakafan ini telah dinyatakan di muka umum oleh ketiga pendiri pondok
tersebut. Dengan ditanda tanganinya Piagam Penyerahan Wakaf itu, maka
Pondok Modern Gontor tidak lagi menjadi milik pribadi atau perorangan
sebagaimana yang umumnya dijumpai dalam lembaga pendidikan pesantren
tradisional. Dengan cara demikian, secara kelembagaan Pondok Modern
Gontor menjadi miliki ummat Islam, dan semua ummat Islam bertanggung
jawab atasnya.
Lembaga Badan Wakaf ini selanjutnya menjadi badan tertinggi di
Pondok Gontor. Badan inilah yang bertanggung jawab mengangkat kyai untuk
masa jabatan lima tahun. Dengan demikian, kyai bertindak sebagai mandataris
dan bertanggung jawab kepada Badan Wakaf, untuk ini Badan Wakaf
memiliki lima program yang berkenaan dengan bidang pendidikan dan
pengajaran, bidang peralatan dan pergedungan, bidang perwakafan dan
sumber dana, bidang kaderisasi, serta bidang kesejahteraan.
Dengan struktur kepengurusan yang demikian, maka kyai dan keluarga
tidak punya hak material apa pun dari Gontor. Kyai dan guru-guru juga tidak
mengurusi uang dari para santri, sehingga mereka tidak pernah membedakan
antara santri yang kaya dengan santri yang kurang mampu. Urusan keuangan
menjadi tanggungjawab petugas kantor tata usaha yang terdiri dari beberapa
orang santri senior dan guru yang secara periodik bisa diganti. Dengan
56
Abdullah Syukri Zarkasyi, Gontor dan Pembaharuan Pendidikan Pesantren, (Jakarta :
Raja Grafindo Persada, 2005), h. 117
39
demikian, pengajaran jalannya organisasi pendidikan menjadi dinamis,
terbuka dan obyektif.57
Dengan demikian pembaharuan yang di lakukan Imam Zarkasyi pada
Pondok Pesantren Gontor merupakan terobosan yang sangat brilyan karena
dengan memberikan mandat pengurusan Pondok Pesantren kepada yang
mempunyai keahlian maka pondok pesantren akan mengalami perkembangan.
dan dengan melibatkan segala aspek untuk ikut campur dalam
mengembangkan kesejahteraan pesantrern akan memberikan arah yang lebih
positif karena umat Islam pada umumnya dan seluruh elemen yang dilibatkan
pada pengurusan kelembagaan dalam pondok Gontor akan merasa ikut
bertanggung jawab akan keberhasilan pondok pesantren Gontor.
C. Profil Mahmud Yunus dan Imam Zarkasyi
1. Mahmud Yunus
a. Masa Kecil dan Kondisi Sosial Masyarakat Mengitari
Mahmud Yunus, direktur Normal Islam, termasuk tokoh pendidikan
Islam Indonesia yang gigih memperjuangkan masuknya pendidikan agama
kesekolah umum dan memasukkan pendidikan agama kesekolah umum dan
ikut berusaha memperjuangkan berdirinya Perguruan Tinggi Agama Islam
Negeri (PTAIN). Mahmud Yunus dilahirkan hari Sabtu tanggal 10 Februari
1899, bertepatan dengan 30 Ramadhan 1316 H di Sungayang Batu sangkar,
sekitar 120 KM dari Padang Ibukota Pripinsi Sumatera Barat. dan wafat pada
tanggal 16 Januari 1982. Ayahnya bernama Yunus bin Incek, adalah lulusan
Surau (semacam pesantren). Oleh adat dalam negeri, ia diangkat sebagai
imam. Boleh jadi merangkap sebagai tenaga pengajar di surau sendiri. Di
samping itu ia juga terkenl sebagai seorang yang sangat jujur dan lurus.
Sedangkan ibunya, Hafsah binti Imam Sami‟un, adalah anak Engku Gadang
M. Thahir bin Ali, seorang ulama besar di Sungayang. Ketika Mahmud Yunus
57
Abuddin Nata,Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam , h. 214
40
masih kecil, ayah dan ibunya bercerai. Sejak itu boleh dikatakan Mahmud
Yunus lebih banyak di bawah asuhan ibunya dari pada ayahnya.58
Mahmud Yunus kecil hidup dan berkembang dalam lingkungan ibu
dari kalangan pemimpin agama. Sebagai anak yang hidup dalam keluarga
yang beragama, pada usia 7 tahun sudah mulai belajar membaca al-Qur‟an,
melalui pendidikan di Surau kakeknya M.Thahir. setelah selesai belajar
mengaji dan menghafal al-Qur‟an, Mahmud Yunus langsung Membantu
kakeknya mengajarkan al-Qur‟an sebagai guru bantu. Kemudian pendidikan
formal Mahmud Yunus masuk Sekolah Desa pada tahun 1980. Materi yang
dipelajari di Sekolah Desa menulis, berhitung dan membaca, dengan
pengantar bahasa Melayu.59
Di kelas tiga Mahmud Yunus menjadi siswa terbaik bahkan ia
dinaikkan ke kelas empat. Mahmud Yunus merasa bosan belajar di Sekolah
Desa, karena pelajaran sebelumnya sering diulang-ulang. Pada saat bosan itu
ia mendengar kabar bahwa H.M. Thaib Umar membuka madrasah (sekolah
agama) di surau Tanjung Pauh Sungayang, dengan nama Madrasah School
(sekolah sarau) pada tahun 1910 mendaftar di Madrasah School. Di Sekolah
inilah ia hanya belajar ilmu-ilmu keislaman, seperti Ilmu Nahwu,ilmu
Sharaf,Bahasa Arab dan ilmu faraid. Mahmud Yunus membagi waktu
belajarnya dengan siang di Madrasah School, sedangkan malam harinya tetap
di Surau kakeknya. Namun karena tidak tahan melihat teman-temannya
bermalam di surau Tanjung Pauh (lokasi Madrasah School), maka pada tahun
1911, tanpa seizin kakeknya, ia bergabung disana. Sejak saat itu Mahmud
yunus bisa menggunakan waktu sepenuhnya untuk belajar ilmu-ilmu agama
dan Bahasa Arab di Tanjung Pauh. Berkat kecerdasan dan kerajinannya maka
ia di percayakan menjadi guru bantu.60
58
Ramayulis, Ensiklopedi Tokoh Pendidikan Islam, (Padang: Ciputat Press Group, 2005),
h. 336. 59
Abuddin Nata, Tokoh-Tokoh Pembaharuan Pendidikan Islam Di Indonesia, h. 57 60
Armai Arief, Mahmud Yunus dan Pemikiran Pendidikan Islam di Indonesia, (Surabaya
: CV. Kurnia,2010), h.59
41
b. Biografi Intelektual dan Karir
Pada tahun 1917, Mahmud Yunus mulai mengkonstrasikan dirinya
mengajar di Madrasah School, karena gurunya, H.M. Thaib Umar sakit dan
berhenti mengajar. Sejak tahun 1918 – 1923, tugas mengajar itu bahwa
sepenuhnya diambil alih oleh Mahmud Yunus. Dalam mengajar, ia tidak
hanya mengajarkan kitab-kitab yang dipelajari gurunya, melainkan juga kitab-
kitab baru yang diterima dari Mesir, seperti : Bidayat al- Mujtahid, Ushul al-
Ma’mul, Irsyad al-Fuhul, dan lain-lain. Mahmud Yunus melaksanakan dan
menghidupkan kembali sistem Klasikal di Madrasah School, serta masih
meneruskan sistem halaqah untuk pelajar-pelajar dewasa yang datang dari
luar Sungayang. Di Madrasah ini ia mengembangkan sistem baru, yaitu
murid-murid belajar siang hari di kelasnya masing-masing seperti biasa,
sedangkan dalam pelajaran malam, Mahmud Yunus mengembangkan
keaktifan murid, ia sendiri bertindak sebagai fasilitator. Murid-murid
dikumpulkan dalam kelas besar, kemudian ditanya siapa yang akan membaca
teks Arab, pelajaran baru, selanjutnya murid-murid lain menjelaskannya.
Kalau dirasa penjelasan-penjelasannya kurang, barulah ia sendiri
menambahkannya. Melalui dengan cara ini, murid-murid tidak pasif. Selain
itu murid-murid yang belajar selama 5-6 tahun akan mampu menggantikan
gurunya. Mahmud Yunus tidak mengambil jarak dengan murid-muridnya.
Demikian sistem baru cara mengajar yang diciptakannya, sebelum belajar
ilmu pendidikan di luar negeri.61
Pada saat Mahmud Yunus menjdi guru Madrasah School ini, di
Minangkabau sedang tumbuh gerakan pembaharuan Islam yang dibawa oleh
alumni Timur Tengan, diantaranya melalui lembaga pendidikan yang
berorientasi pembaharuan yang dipelopori oleh Syeikh Amrullah, Zainuddin
Labai El Yunusy dan lain-lainnya. Mahmud Yuns nampaknya ikut pula
berkecimpung dalam gerakan pembaharuan ini.
Pada tahun 1919 Mahmud Yunus bersama-sama guru-guru Madrasah
School membentuk perkumpulan Sumatera Thawalib. Diantara kegiatan yang
61
Armai Arief, Mahmud Yunus dan Pemikiran Pendidikan Islam di Indonesia, h. 61
42
dilakukan menerbitkan majalah al-Basyir, tahun 1920 dengan pimpinan
redaksi adalah Mahmud Yunus.
Mahmud Yunus menunaikan ibadah haji tahun 1923, kemudian terus
ke Mesir atas dorongan putra Minagkabau yang belajar di al-Azhar; Ilyas
ya‟kub, Ibrahim, Zainal Abidin, Janan Thaib, maka Mahmud Yunus
memutuskan belajar di al-Azhar. Setelah tamat di al-Azhar Mahmud Yunus
bermaksud untuk dapat belajar di Darul Ulum. Lembaga pendidikan yang
sangat terkenal di Mesir pada masa itu. Darul Ulum ini memberikan materi
pengetahuan umum di samping pengetahuan agama.
Mahmud Yunus sangat terkesan dengan sistem pendidikan pada Darul
Ulum tersebut. Setelah ia menamatkan pendidikannya pada Darul Ulum pada
tahun 1930 ia kembali ke kampungnya di Sungayang tahun1931. Ia mulai
mengajar di Jamiah al-Islamiyah Sungayang dan sekaligus menjadi pimpinan
Normal Islam di Padang.62
Jamiah al-Islamiyah sebenarnya merupakan
Madrasah School yang didirikan oleh gurunya HM. Thaib Umar, kemudian
sepulang dari Mesir Mahmud Yunus mengembangkannya dengan nama al-
Jamiah al-Islamiyah yang terdiri ibtidaiyah 4 tahun, tsanawiyah 4 tahun, dan
aliyah 4 tahun.63
Suatu jenjang yang hampir bersamaan dengan jenjang di al-
Azhar dan Darul Ulum, Madrasah inilah yang pertama kali memiliki
laboratorium untuk ilmu fisika dan kimia di Sumatra Barat. Pembaharuan di
dua madrasah ini diutamakan pada pembaharuan metode mengajar bahasa
Arab, keberhasilannya dalam memperbaharui dua madrasah ini menumbuhkan
keinginan Mahmud Yunus untuk mendirikan Sekolah Tinggi Islam di Padang.
Pada tanggal 1 November 1940, Sekolah Islam Tinggi tersebut dibuka
dan ia sendiri sebagai direkturnya. Akan tetapi sayang sekolah tersebut
terpaksa ditutup karena pada tanggal 1 Maret 1942 tentara Jepang melarang
adanya sekolah Tinggi. Disamping kegiatan di bidang pendidikan, Mahmud
Yunus juga mempelopori berdirinya berbagai majalah di Sumatera Barat,
seperti al-Basyir,al-Munir, al-Manar di Padang Panjang, al-Bayan di Bukit
62
Ramayulis, Ensiklopedi Tokoh Pendidikan Islam, h. 338 63
Armai Arief, Mahmud Yunus dan Pemikiran Pendidikan Islam di Indonesia, h. 79
43
Tinggi, dan al-Itqan di Maninjau.dan pada tahun 1943 ia diangkat sebagai
penasihat residen mewakili Majelis Islam Tinggi.64
Dan pada tahun 1044,
Mahmud Yunus mengusulkan kepada pengajaran Jepang supaya pelajaran
agama di masukkan ke sekolah- sekolah rakyat. Usulan ini diterima, bahkan
Mahmud Yunus sendiri diangkat menjadi pengawas pendidikan agama, ia juga
aktif membina pemuda bekas Gyungun yang telah didik tentara Jepang agar
mereka tetap mempertahankan agama, bangsa, dan tanah air.65
Sejak tahun 1947 Mahmud Yunus pindah ke Pematang Siantar untuk
memegang dua jabatan , yaitu sebagai Kepala Bagian Islam pada Jawatan
Agama Propinsi Sumatra. Dalam kedudukannya yang demikian itu, ia
mengusulkan kepada PPK (sekarang Kanwil P&K) Propinsi Sumatra agar
memasukkan pelajaran agama kr dalam pengajaran di sekolah-sekolah negeri
mulai dari tingkat Sekolah Dasar hingga Sekolah Menengah Atas . usul
tersebut diterima dengan baik oleh PPK Propinsi Sumatra.
Setelah Pematang Siantar diserang dan dikuasai oleh Belanda, ibu kota
propinsi Sumatra dipindahkan ke Bukittinggi, sehingga administrasi juga turut
dipindahkan, termasuk Mahmud Yunus. Ketika Belanda menyerang
Bukittinggi, januari 1949, gubernur dan semua karyawannya menungsi ke
daerah pedalaman, sementara Mahmud Yunus mengungsi ke kampung
halamannya.
Pada tanggal 1 januari 1951 ia dipercaya oleh KH. Abdul Wahid
Hasyim selaku Meteri Agama waktu itu, untuk menjadi kepala penghubung
pendidikan Agama pada Departemen Agama di Jakarta. Dalam jabatan ini
Mahmud Yunus di bawah pimpinan Menteri Agama telah mengeluarkan
ketetapan-ketetapan yang cukup penting menyangkut pendidikan Islam di
Indonesia, dan Mahmud Yunus diminta menjadi dosennya pada PTAIN di
Yogyakarta, tetapi ia menolak tawaran itu dengan alasan bahwa perguruan
tiinggi harus ada di pusat (Jakarta), dan ia berusaha mendirikan PTAIN di
Jakarta. Usaha ini ternyata gagal karena ditolak Menteri P& K mengingat SK
64
Abuddin Nata, Tokoh-Tokoh Pembaharuan Pendidikan Islam Di Indonesia, h. 59 65
Armai Arief, Mahmud Yunus dan Pemikiran Pendidikan Islam di Indonesia, h. 82
44
bersama itu menetapkan bahwa PTAIN hanya ada satu dan berada di
yogyakarta. Akhirnya Mahmud Yunus beserta kawan-kawannya mendirikan
Akademi Dinas Ilmu Agama (ADIA). Mahmud Yunus yang kemudian
menjadi Dekan ADIA ia mengusulkan kepada Menteri Agama agar ADIA
dapat menjadi sebuah perguruan tinggi yang dapat meluluskan sarja penuh. 66
Mahmud Yunus juga sering menghadiri forum-forum internasional.
Beberapa diantaranya adalah :
1) Tahun 1961, ketika menjabat Dekan Fakultas Tarbiyah IAIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, ia mendapat tugas untuk mempelajari pendidikan
agama di sembilan negara : Mesir, Arab Saudi, Suriah, Libanon, Yordania,
Turki, Irak, Tunisia, dan Maroko
2) Tahun 1962, ia ke Arab Saudi untuk menghadiri sidang Majelis A‟la
Istisyari al-jami‟ah al-Islamiyah
3) Tahun 1964 dan 1966 ke kairo untuk mengikuti Muktamar ke-1 dan ke-2
Majma‟ al- Buhus al-Islamiyah
c. Karya-Karya Mahmud Yunus
Sebagaimana telah dijelaskan di atas, bahwa Mahmud Yunus
disamping sebagai seorang yang aktif dalam dunia pendidikan secara
langsung, ia pun termasuk tokoh yang kreatif menulis, Mahmud Yunus
memulai menulis sejak tahun 1920, dalam usia 21 tahun. Karirnya sebagai
penulis tetap ditekuninya pada masa-masa selanjutnya. Dia senantiasa mengisi
waktu-waktunya untuk menulis, dalam situasi apapun. Pada waktu perang
kemerdekaan, ketika mengikuti perang gerilya, dia tetap menyempatkan diri
untuk menulis. Buku “Marilah Sembahyang” (4 jilid) adalah merupakan hasil
karangan Mahmud sewaktu dia beserta pejuang-pejuang lainnya berada dalam
pengungsian dari ancaman perlawanan tentara Belanda (Nica) di Batusangkar
pada tahun 1949 kompetensinya menyangkut berbagai cabang ilmu agama
seperti tauhid, fiqh, perbandingan agama, tafsir, hadits, bahasa arab, politik,
Ilmu jiwa, pendidikan dan sebagainya.
66
Abuddin Nata, Tokoh-Tokoh Pembaharuan Pendidikan Islam Di Indonesia, h 59-60
45
Daftar buku-buku karya Prof.Dr.H. Mahmud Yunus :
1. Bidang Pendidikan ada 6 karya :
a. Pengetahuan Umum dan Ilmu Mendidik
b. Metodik Khusus Pendidikan Agama
c. Pengembangan Pendidikan Islam di Indonesia
d. Pokok-Pokok Pendidikan dan Pengajaran
e. At-Tarbiyyah wa at-Ta‟lim (Bahasa Arab)
f. Pendidikan di Negara-Negara Islam dan Intisari Pendidikan Barat
2. Bidang Bahasa Arab ada 16 karya :
a. Pelajaran Bahasa Arab I (Bahasa Arab)
b. Pelajaran Bahasa Arab II (Bahasa Arab)
c. Pelajaran Bahasa Arab III (Bahasa Arab)
d. Pelajaran Bahasa Arab IV (Bahasa Arab)
e. Durusu al-Lughah al-„Arabiyyah „Ala Thariqati al-Haditsah I (Bahasa
Arab)
f. Durusu al-Lughah al-„Arabiyyah „Ala Thariqati al-Haditsah II
(Bahasa Arab)
g. Metodik Khusus Bahasa Arab
h. Kamus Arab Indonesia
i. Penterjemah atau Pentafsir Al-Quran
j. Contoh Tulisan Arab (Bahasa Arab)
k. Muthala‟ah wa al-Mahfuzhaat (Bahasa Arab)
3. Bidang Fiqh ada 17 karya :
a. Marilah Sembahyang I
b. Marilah Sembahyang II
c. Marilah Sembahyang III
d. Marilah Sembahyang IV
e. Puasa dan Zakat
f. Haji ke Mekkah
g. HukumWarisan dalam Islam
h. Hukum Perkawinan dalam Islam
46
i. Pelajaran Sembahyang untuk Orang Dewasa
j. Manasik Haji untuk Orang Dewasa
k. Soal Jawab Hukum Islam
l. Al-Fiqhu al-Wadhih juz. 1 (Bahasa Arab)
m. Al-Fiqhu al-Wadhih juz. 2 (Bahasa Arab)
n. Al-Fiqhu al-Wadhih juz. 3 (Bahasa Arab)
o. Mabadi`u Fiqhu al-Wadhih (Bahasa Arab)
p. Fiqhu al-Wadhih An-Nawawy (Bahasa Arab)
q. Al-Masailu al-Fiqhiyyah „Ala Mazahibu al-Arba‟ah (Bahasa Arab)
4. Bidang Tafsir ada 15 karya :
a. Tafsir Al-Qur`an Al-Karim (30 juz)
b. Tafsir Al-Fatihah (Bahasa Arab)
c. Tafsir Ayat Akhlak (Bahasa Arab)
d. Juz „Amma dan Terjemahannya
e. Tafsir Al-Qur`an Juz 1 – 10 (Bahasa Arab)
f. Pelajaran Huruf Al-Qur`an (Bahasa Arab)
g. Kesimpulan Isi Al-Qur`an
h. Alif Ba Ta wa Juz „Amma (Bahasa Arab)
i. Muhadharaat al-Israiliyyaat fi at-Tafsir wa al-Hadits (Bahasa Arab)
j. Tafsir Al-Qur`an Karim Juz. 11-20
k. Tafsir Al-Qur`an Karim Juz. 21-30
l. Kamus Al-Qur`an I
m. Kamus Al-Qur`an II
n. Kamus Al-Qur`an (juz 1 – 30)
o. Surat Yaasin dan Terjemahannya (Arab Melayu)
5. Bidang Akhlak ada 9 karya :
a. Keimanan dan Akhlak I
b. Keimanan dan Akhlak II
c. Keimanan dan Akhlak III
d. Keimanan dan Akhlak IV
e. Beriman dan Berbudi Pekerti
47
f. Lagu-Lagu Baru Pendidikan Agama / Akhlak
g. Akhlak Bahasa Indonesia
h. Moral Pembangunan dalam Islam
i. Akhlak
6. Bidang Sejarah ada 5 karya :
a. Sejarah Pendidikan Islam
b. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia
c. Tarikh al-Fiqhu al-Islamy (Bahasa Arab)
d. Sejarah Islam di Minangkabau
e. Tarikh al-Islam (Bahasa Arab)
7. Bidang Perbandingan Agama ada 2 karya :
a. Ilmu Perbandingan Agama
b. Al-Adyaan (Bahasa Arab)
8. Bidang Dakwah ada 1 karya yaitu:
Pedoman Dakwah Islamiyyah
9. Bidang Ushul Fiqh ada 1 yaitu karya :
Muzakaraat Ushulu al-Fiqh (Bahasa Arab)
10. Bidang Tauhid ada 1 karya :
Durusu at-Tauhid (Bahasa Arab)
11. Bidang Ilmu Jiwa ada 1 karya yaitu :
Ilmu an-Nafs
12. Lain-Lain ada 9 karya :
a. Beberapa Kisah Nabi dan Khalifahnya
b. Do‟a-Do‟a Rasulullah
c. Pemimpin Pelajaran Agama I
d. Pemimpin Pelajaran Agama II
e. Pemimpin Pelajaran Agama III
f. Kumpulan Do‟a
g. Marilah ke Al-Qur`an
h. Asy-Syuhuru al-„Arabiyyah fi Biladi al-Islamiyyah (Bahasa Arab)
48
i. Khulashah Tarikh al-Ustaz Mahmud Yunus (Bahasa Arab)67
Karya-karya tulis Mahmud Yunus di atas menunjukkan bahwa beliau
memang seorang tokoh yang mempunyai kompetensi keilmuan yang
komprehensip. Artinya, kemahiran beliau mencakup berbagai cabang ilmu
agama. Namun demikian, dari semua karyanya itu, jika dilihat dari fungsi dan
tujuannya, ternyata sebagian besar karyanya termasuk bidang pendidikan
agama Islam di sekolah dari tingkatan SD/MI samapai ke Perguruan Tinggi.
Oleh karena itu, maka sangatlah wajar dan tepat jika IAIN memberikan
apresiasi sangat tinggi menganugerahkan gelar Doktor Honoris Causa (Doktor
kehormatan) kepada Mahmud Yunus dalam bidang ilmu Tarbiyah
(Pendidikan)
2. Imam Zarkasyi
a. Masa Kecil dan Kondisi Sosial Masyarakat mengitari
K.H.Imam Zarkasyi dilahirkan di Gontor, Ponorogo, Jawa Timur,
tanggal 21 Maret 1910, dan meninggal dunia pada tanggal 30 Maret 1985
dengan meninggalkan seorang istri dan 11 Elit Jawa yang taat beragama dan
merupakan generasi ke-3 dari pimpinan Pondok Gontor Lama dan generasi
ke-5 dari Pangeran Hadi Raja Adipati Anom, putra Sultan Gede orang anak.
Ayahnya bernama Santausa Annam Bashri berasal dari keluarga Kesepuhan
Cirebon. Sedangkan ibunya adalah keturunan Bupati Suryadiningrat yang
terkenal pada zaman abad Mangkubumen dan Penambangan
(Mangkunegaran).
Sejak usia kanak-kanak Imam Zarkasyi sudah hidup sebagai anak
yatim, karena saat ia berusia 8 tahun ayahnya meninggal dunia. Namun ia
masih beruntung karena tumbuh di tengah-tengah keluarga yang memiliki
perhatian yang besar terhadap pendidikan Islam. Ibunya meninggal dunia pada
tahun 1920. 68
67
Irhash A. Shamad, http:irhashshamad.blogspot.com/2008/12/prof-dr-h-yunus-dan
perkembangan.htm 68
Abuddin Nata, Tokoh-Tokoh Pembaharuan Pendidikan Islam Di Indonesia, h. 196
49
b. Biografi Intelektual Dan Karir
Sejak usia remaja beliau sudah mulai berjuang. Setelah tamat dari
Sekolah Rakyat (Sekolah Dasar), Imam Zarkasyi digembleng baik oleh
ayahnya sendiri maupun di beberapa pondok pesantren, seperti Pondok
Joresan, Pondok Josari dan TegalSari (semua di Ponorogo) dan di Pondok
Jamsaren (Solo). Imam Zarkasyi pernah menjadi murid Mambaul Ulum dan
Sekolah Arabiyah Al Islamiyah di Solo pada tahun 1930. Sewaktu belajar di
Solo guru yang paling berjasa ialah Ustaz Al-Hasjimi yaitu seorang tokoh
politik dan sekaligus sastrawan dari Tunisia yang diasingkan oleh Pemerintah
Perancis di wilayah penjajajahn Belanda dan akhirnya menetap di Solo.69
Ketekunan Imam Zarkasyi dalam menuntut ilmu sangat terlihat jelas ,
pertama Imam zarkasyi mondok di Pesantren Jamsaren, tempat beliau
mengkaji kitab di malam hari, kedua, di Madrasah Arabiyah Islamiyah, tempat
ia bersekolah di pagi hari, dan ketiga, di Madrasah Manba‟ul Ulum, untuk
sore hari70
.
Setelah menyelesaikan pendidikannya di Solo, Imam Zarkasyi
meneruskan studinya ke Kweekschool di Padang Panjang, Sumatera Barat,
sampai tahun 1935.Setelah tamat belajar di Kweekschool, beliau diminta
menjadi direktur Perguruan tersebut oleh gurunya, Mahmud Yunus. Tetapi
Imam Zarkasyi hanya dapat memenuhi permintaan dan kepercayaan tersebut
selama satu tahun (tahun 1936), dengan pertimbangan meskipun jabatan itu
cukup tinggi, tetapi ia merasa bahwa jabatan tersebut bukanlah tujuan
utamanya setelah menuntut ilmu di tempat itu. Imam Zarkasyi yang dinilai
oleh Mahmud Yunus memiliki bakat yang menonjol dalam bidang pendidikan,
namun ia melihat bahwa Gontor lebih memerlukan kehadirannya. Di samping
itu, kakaknya Ahmad Sahal yang tengah bekerja keras mengembangkan
69
Departemen Agama Jakarta, Ensiklopedi Islam,(Jakarta: CV. Anda Utama, 1998),
h.457. 70
Abdullah Syukri Zarkasyi, Manajemen Pesantren ; Pengalaman Pondok Modern
Gontor, (Gontor : Trimurti Press, 2005), Cet. II, h. 56
50
pendidikan di Gontor tidak mengizinkan Imam Zarkasyi berlama-lama berada
di luar lingkungan pendidikan Gontor71
.
Setelah menyerahkan jabatannya sebagai direktur Pendidikan
Kweekschool kepada Mahmud Yunus, Imam Zarkasyi kembali ke Gontor.
Pada tahun 1936 itu juga, genap sepuluh tahun setelah dinyatakannya Gontor
sebagai lembaga pendidikan dengan gaya baru, Imam Zarkasyi segera
memperkenalkan program pendidikan baru yang diberi nama Kulliyatu-l
Mu’allimin Al-Islamiyah (KMI) mulai al-tariqah al-haditsah (metode
modern) mirip Normal Islam, saat itu dan ia sendiri bertindak sebagai
direkturnya.72
Selanjutnya pada tahun 1943 beliau diminta untuk menjadi kepala
Kantor Agama Karesidenan Madiun. Pada masa pendudukan Jepang, beliau
pernah aktif membina dan menjadi dosen di barisan Hizbullah di Cibarusa,
Jawa Barat. Setelah Indonesia merdeka, Imam Zarkasyi juga aktif dalam
membina Departemen Agama R.I. khususnya Direktorat Pendidikan Agama
yang pada waktu itu menterinya adalah Prof.Dr.H.M.Rasyidi. Tenaga dan
pikirannya juga banyak dibutuhkan di Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan ketika Ki Hajar Dewantoro menjabat sebagai menterinya.
Jabatan-jabatan penting lainnya yang diduduki Imam Zarkasyi di
tengah kesibukannya sebagai pendidik di Lembaga Pendidikan Gontor adalah
sebagai Kepala Seksi Pendidikan Kementerian Agama dari anggota Komite
Penelitian Pendidikan pada tahun 1946. Selanjutnya selama 8 tahun (1948-
1955) ia dipercaya sebagai Ketua Pengurus Besar Persatuan Guru Islam
Indonesia (PGII) yang sekretarisnya waktu itu dipegang oleh K.H.E.Z.
Muttaqin. dan selanjutnya beliau menjadi penasehat tetapnya.
Imam Zarkasyi juga pernah menjabat sebagai Kepala Bagian
Perencanaan Pendidikan Agama pada Sekolah Dasar Kementerian Agama
(1951-1953), Kepala Dewan Pengawas Pendidikan Agama (1953), Ketua
71
Mukhamad Fathoni, http://mufaesa.blogspot.com/2013/01/pemikiran-pendidikan-kh-
imam-zarkasyi_http://mufaesa.blogspot.com/2013/01/22.html 72
Abdullah Syukri Zarkasyi, Manajemen Pesantren ; Pengalaman Pondok Modern
Gontor, h. 56
51
Majelis Pertimbangan Pendidikan dan Pengajaran Agama (MP3A)
Departemen Agama, Anggota Badan Perencana Peraturan Pokok Pendidikan
Swasta Kementerian Pendidikan (1957). Selain itu pada tahun 1959, Imam
Zarkasyi diangkat menjadi Anggota Dewan Perancang Nasional oleh Presiden
Soekarno.73
Dalam percaturan internasional, Imam Zarkasyi pernah menjadi
anggota delegasi Indonesia dalam peninjauan ke negara-negara Uni Soviet,
pada tahun 1962. Sepuluh tahun kemudian, ia juga mewakili Indonesia dalam
Mu‟tamar Majma‟ Al-Bunuth al-Islamiyah (Mu‟tamar Akademisi Islam se-
Dunia), ke-7 yang berlangsung di Kairo. Di samping itu, ia juga menjadi
Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) pusat.
Pada tanggal 30 April 1985 pukul 21.00 WIB beliau meninggal dunia
di Rumah Sakit Umum madiun.beliau meninggalkan seorang istri dan 11
orang putra-putri. Selain dikenal sebagai aktivis dalam bidang pendidikan,
sosial dan politik kenegaraan, Imam Zarkasyi juga ternyata seorang ulama
yang produktif dalam bidang tulis-menulis. Dalam kaitan ini, beliau banyak
sekali meninggalkan karya ilmiah yang hingga saat ini masih dapat dinikmati.
Ini sesuai dengan niatan beliau pada awal dibukanya KMI tahun 1936, beliau
berkata: “seandainya saya tidak berhasil mengajar dengan cara ini, saya akan
mengajar dengan pena.”74
c. Karya-Karya Imam Zarkasyi
Di samping sebagai aktivis dalam bidang pendidikan, sosial dan politik
kenegaraan, imam Zarkasyi juga adalah sebagai seorang ulama yang produktif
dalam bidang tulis- menulis. Dalam hubungan ini, ia telah menulis beberapa
karya ilmiyah yang hingga sekarang masih digunakan di Pesantren Modern
Darussalam Gontor Ponorogo dan beberapa pesantren lainnya di Indonesia.
Karya ilmiah Imam Zarkasyi yang di tulis bersama kakaknya K.H.
Zainuddin Fanani.tersebut antara lain :
73
Departemen Agama Jakarta, Ensiklopedi Islam, h.457. 74
Mukhamad Fathoni, http://mufaesa.blogspot.com/2013/01/pemikiran-pendidikan-kh-
imam-zarkasyi_http://mufaesa.blogspot.com/2013/01/22.html
52
1) Senjata Penganjur dan Pemimpin Islam.
2) Pedoman Pendidikan Modern.
3) Kursus Agama Islam.
Selanjutnya ia menulis
1) Ushuluddin
2) Pelajaran Fiqih I dan II
3) Bimbingan Keimanan.
4) Pelajaran Bahasa Arab I dan II.
5) Kamus Bahasa Arab, serta buku-buku pelajaran lainnya.
Imam Zarkasyi juga menulis beberapa petunjuk teknik bagi para santri
dan guru di Pondok Modern Darussalam Gontor, dalam berbagai masalah
yang berkaitan dengan pendidikan di Pesantren tersebut, termasuk metode
mengajar beberapa mata pelajaran. Buku- buku karangannya itu selain
digunakan di KMI Gontor, juga di pondok-pondok pesantren yang didirikan
para alumni Gontor serta beberapa sekolah agama lainnya.75
75
Abuddin Nata, Tokoh-Tokoh Pembaharuan Pendidikan Islam Di Indonesia, h. 200
53
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Dalam upaya mengungkapkan permasalahan yang dibahas maka
peneliti menggunakan pendekatan secara kualitatif, yaitu menurut Lexy J
Moelong dengan mengutip pendapat Bogdan dan Taylor yang mendefinisikan
metode kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data yang
deskritif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku
yang diamati.1
Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan metode
kepustakaan yang dapat diartikan sebagai penelitian yang dilakukan di
perpustakaan dan mengambil setting perpustakaan sebagai tempat penelitian
dimana objek penelitiannya adalah bahan-bahan perpustakaan.2
Sebagai suatu kajian terhadap pemikiran tokoh, dalam hal ini metode
penelitian yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini penulis menggunakan
pendekatan penelitian kualitatif dengan metode deskriptif analisis. Yaitu
pemecahan masalah-masalah yang ada dengan usaha menganalisa dan
menjelaskan dengan teliti kenyataan-kenyataan faktual dari subjek yang
diteliti sehingga diperoleh gambaran yang utuh berdasarkan fakta.3
1 Lexi J Moelong, Metodologi penelitian kualitatif, (Bandung: PT . Remaja Rosda Karya,
2002), h.3
2 Nuraidah Halid Alkaf, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Jakarta: Islamic Research
Publishing, 2009),H.20
3 Winarto Surakhmad, Pengantar Penelitian Ilmiah; Dasar, metode dan Teknik,
(Bandung : Tarsito,1998), h.139
54
Selanjutnya, karena penelitian ini di fokuskan terhadap kehidupan
seseorang dalam hubungannya dengan masyarakat, sifat-sifat, watak,
pengaruh pemikiran dan idenya serta pembentukan watak tokoh tersebut
selama hidupnya, maka sebagai pendekatannya adalah pendekatan sejarah
(historical approach), penelitian ini tergolong jenis export fakto research yaitu
merupakan penelitian yang secara eksklusif memfokuskan pada masa lalu
dengan berusaha mencoba merekonstruksi apa yang terjadi pada masa
selengkapnya dan seakurat mungkin, dan dalam mencari data dilakukan
dengan secara sistematis agar mampu menggambarkan, menjelaskan, dan
memahami kegiatan atau peristiwa yang terjadi beberapa waktu yang lalu.4
Untuk mengungkap literatur tertulis dari Mahmud Yunus dan Imam
Zarkasyi yang berisikan pemikiran keduanya tentang pendidikan Islam dalam
berbagai aspeknya itu dilakukan melalui pendekatan-pendekatan sebagai
berikut :
1. Pendekatan Sejarah (Sosio Historis)
Salah satu pendekatan yang digunakan untuk memahami gejala
ataupun fenomena masa lalu adalah pendekatan sejarah. Pendekatan
sejarah dilakukan untuk memahami berbagai fenomena masa lalu.5
Pemilihan pendekatan sejarah karena ingin mendapatkan dan
mengungkapkan fenomena tentang keadaan perkembangan dan
pengalaman masa lalu dari seseorang yang berhubungan dengan konsep,
ide dan pemikiran. Dalam hal ini tentunya pemikiran kedua tokoh itu
tentang konsep pendidikan Islam.
Melalui pendekatan sejarah (sosio histories) seseorang diajak
menukik dari alam idealisme kealam bersifat emperis dan mendunia. Dari
keadaan ini seseorang akan melihat adanya kesenjagan atau keselarasaan
antara yang terdapat dalam alam idealis dengan yang ada d alam empiris
4 Nurul Zuriah, Metodelogi Penelitian Sosial dan Pendidikan; Teori dan Aplikasi,
(Jakarta: Bumi Aksara,2007), h.51 5 Sayuthi Ali, Metodologi Penelitian Agama : Pendekatan Teori & Praktek, ( Jakarta :
Raja Grafindo Persada, 2002), h. 29
55
histories.6 Menurut pendekatan ini, pelaksanaan cara kerja dikelompokkan
atas empat tahapan kegiatan, yaitu :
a) Tahap pengumpulan data, b ) Penilaian data, c ) Kegiatan Interpertasi
data atau paling tidak penyusunan data,dan d ) Kegiatan penyimpulan
atau penyajian.7
2. Pendekatan Tekstual
Penggunaan pendekatan tekstual dipandang sangat tepat karena
mengingat kedua tokoh yang menjadi objek penelitian sudah wafat. Corak
pemikiran kedua tokoh hanya diamati dan diteliti dalam karya dan naskah-
naskah ataupun teks tertulis lainnya.
Karena penelitian akan mengungkapkan pandangan dan pemikiran
tokoh yaitu Mahmud Yunus dan Imam Zarkasyi tentang konsep
pendidikan Islam yang termuat dalam karya-karyanya pada kedua tokoh
tersebut. Maka melalui pendekatan ini diharapkan akan memperoleh kajian
lebih dalam.
3. Pendekatan Komparatif
Agar terungkap spesifikasi pemikiran Mahmud Yunus dan Imam
Zarkasyi tentang konsep pendidikan Islam dan tercapai tujuan penelitian
seperti yang digambarkan sebelumnya, maka perlu menggunakan
pendekatan komparatif. Melalui pendektan ini, diharapkan dapat diketahui
keistimewaan pemikiran pendidikan Islam kedua tokoh tersebut, yaitu
dengan cara membandingkan pemikiran keduanya antara yang sifatnya
teori seperti yang tercantum dalam karyanya dengan yang beliau
aplikasikan di lembaga pendidikan.
B. Sumber Data
Dalam penulisan skripsi ini menggunakan dua sumber data, yaitu yang
bersifat primer dan sekunder. Data primer merupakan karya-karya Mahmud
Yunus dan Imam Zarkasyi sendiri tentang pemikirannya terhadap pendidikan
6 Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta : Raja Grapindo Persada, 2004), h.47
7 Winarto Surakhmad, Pengantar Penelitian Ilmiah; Dasar, metode dan Teknik, h. 123-
124
56
Islam yang bersifat dukumentasi. Sumber data yang bersifat primer itulah
yang akan digali dan dimaknai melalui interpretasi penulis.
Sedangkan data sekunder adalah karya orang lain yang berisikan
pandangan terhadap kedua tokoh dari berbagai sudut, baik yang pro terhadap
pemikiran dan gerakan kedua tokoh maupun kontra. Begitu juga dengan data
yang diperoleh melalui internet dan majalah. Data sekunder ini dijadikan
sebagai pendukung data primer.
Adapun sumber pemikiran Mahmud Yunus dan Imam Zarkasyi yang
dijadikan objek utama (sumber primer ) dalam penelitian ini adalah karya-
karya moment Mahmud Yunus dan Imam Zarkasyi dalam bidang pendidikan,
yaitu :
1. Metode Khusus Pendidikan Agama, di terbitkan oleh PT.Hidakarya
Agung, Jakarta.
2. Sejarah Pendidikan Islam Di Indonesia, diterbitkan oleh PT. HIidakarya
Agung, Jakarta.
3. Pokok-Pokok Pendidikan dan Pengajaran, Diterbitkan oleh PT. Hidakarya
Agung, Jakarta.
4. Gontor dan Pembaharuan Pendidikan Pesantren, di terbitkan oleh Raja
Grafindo Persada, Jakarta.
5. Manajemen Pesantren; Pengalaman Pondok Modern Gontor, diterbitkan
oleh Trimurti Press, Gontor.
Sedangkan karya-karya orang lain yang memuat tentang pemikiran
Mahmud Yunus dan Imam Zarkasyi dalam berbagai versi dan sudut pandang
dijadikan sebagai sumber informasi yang bersifat sekunder dalam penulisan
skripsi ini.
C. Teknik Pengumpulan Data
Ada beberapa tekhik yang bisa dipergunakan untuk mengumpulkan
data, satu sama lain punya fungsi yang berbeda. Teknik yang paling tepat
digunakan adalah yang sesuai dengan tujuan penelitian, jenis data serta
keadaan sumber informasi penelitian. Untuk itu, maka teknik yang akan
57
digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini adalah telaah
dokumen atau telaah kepustakaan, yaitu mencari data mengenai hal-hal atau
variabel-variabel yang berupa catatan, transkip,buku,surat kabar,
majalah,internet dan sebagainya.8
Adapun teknik yang digunakan untuk menganalisis data adalah teknik
analisis kualitatif. Dengan demikian itu karena data yang ada dalam penelitian
ini adalah data kualitatif. Analisis kualitatif adalah analisis yang pada
dasarnya mempergunakan pemikiran logis, analisis dengan logis, dan tidak
menggunakan statistik atau penghitungan.
Sedangkan metode yang dipakai dalam pengumpulan data dalam
penulisan skripsi ini adalah metode dokumentasi, penggunaan metode ini
dianggap sangat mendukung mengingat tokoh yang diteliti meninggalkan
karya-karya yang dihasilkan selama hidupnya.
D. Analisis Data
Analisis data merupakan bagian yang amat penting dalam sebuah
penelitian termasuk dalam hal ini penelitian tokoh, karena dengan analisis itu,
data yang dikumpulkan dapat berguna untuk memecahkan masalah penelitian.
Hakikatnya adalah pengelompokan atau pembuatan urutan dan kategori-
kategori. Oleh karena itu, kategori harus sesuai dengan masalah penelitian.9
Analisis data pada hakikatnya adalah berarti proses mengatur urutan
data agar lebih sistematis, mengorganisasikannya ke dalam satu pola ketegori
dan satuan uraian dasar. Analisis data itu bertujuan untuk :
1. Memecahkan masalah penelitian.
2. Memperlihatkan hubungan antara fenomena yang terjadi yang diajukan
dalam penelitian.
3. Memberikan jawaban terhadap hipotesis yang diajukan dalam penelitian.
8 Suharsimi Arkunto, Prosedur Penelitian ; Suatu Pendekatan Praktik , (Jakarta : Rineka
Cipta, 1992), h. 200 9 Moh. Nazir, Metode Penelitian, (Jakarta : Ghalia Indonesia, 2003), h.358
58
4. Bahan untuk membuat kesimpulan serta implikasi dan saran-saran yang
berguna untuk penelitian.10
Seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa, penelitian tokoh bersifat
kualitatif, oleh karena itu data yang diperoleh harus pula dianalisis secara
kualitatif. Analisis data dalam penelitian tokoh itu ada lima cara sebagai
berikut :
1. Analisis Domain yaitu : analisis yang digunakan untuk mendapatkan
gambaran yang bersifat umum dan relatif menyeluruh terhadap fokus
studi.11
Bentuk analisis ini dipandang sangat relevan untuk memperoleh
gambaran seutuhnya dari kedua tokoh (Mahmud Yunus dan Imam
Zarkasyi)
2. Analisis Taksonomi : analisis yang memusatkan perhatiannya pada
domain tertentu untuk menggambarkan fenomena yang terjadi.12
Dalam
hal ini pemikiran kedua tokoh (Mahmud Yunus dan Imam Zarkasyi)
dalam bidang pendidikan.
3. Analisis Komponensial : analisis yang dilakukan dengan menggunakan
kekontrasan atau unsure dalam domain yang diperoleh melalui
pengamatan atau wawancara.13
4. Analisis Tema Kultural yaitu : analisis dengan memahami gejala-gejala
yang tampak khas dari tokoh serta relevansinya dengan budaya
masyarakat.14
5. Analisis Komparasi Kontan yaitu : analisis yang dikonsentrasikan pada
deskripsi rinci tentang cirri-ciri data yang dikumpulkan.15
10
Iqbal Hasan, Analisis Data Penelitian dengan Statistik, (Jakarta : Bumi Aksara, 2004),
h. 30 11
Arief Fuchan, Pengantar Metode Penelitian Kualitatif ; Suatu Pendekatan
Fenomenologis Trhadap Ilmu-Ilmu Sosial, (Surabaya : Usaha Nasional, 2004), h. 64 12
Arief Fuchan, Pengantar Metode Penelitian Kualitatif ; Suatu Pendekatan
Fenomenologis Trhadap Ilmu-Ilmu Sosial, h.64 13
Arief Fuchan, Pengantar Metode Penelitian Kualitatif ; Suatu Pendekatan
Fenomenologis Trhadap Ilmu-Ilmu Sosial,h.67 14
Arief Fuchan, Pengantar Metode Penelitian Kualitatif ; Suatu Pendekatan
Fenomenologis Trhadap Ilmu-Ilmu Sosial,h. 70 15
Arief Fuchan, Pengantar Metode Penelitian Kualitatif ; Suatu Pendekatan
Fenomenologis Trhadap Ilmu-Ilmu Sosial,h.72
59
Disamping menggunakan kelima tahapan analisis di atas, untuk
selanjutnya diteliti melalui analisa isi secara kritis dan konparatif agar
diketahui valid atau tidaknya sebuah data.
Melalui upaya menganalisa isi itu, akan dapat menentukan rumusan
dalam pemecahan permasalahan seperti yang digambarkan pada bahagian
perumusan dan pembatasan masalah. Sedangkan yang berkaitan dengan
pemikiran dan mengadakan interpretasi terhadap karya keduanya dan
dukemen tertulis lainnya.
Di samping itu, karena data primer adalah karya Mahmud Yunus dan
Imam Zarkasyi berupa buku, maka penelitian ini diarahkan pada studi
pemahaman teks-teks tersebut.
Selanjutnya untuk lebih mendalami dan untuk mengetahui riwayat
hidup kedua tokoh, latar belakang dan setting sosial budaya yang mengitari,
digunakan pula analisis sejarah. Analisis sejarah bertujuan untuk membuat
rekontruksi tentang masa lalu secara sistematis dan objektif, dengan cara
mengumpulkan, mengevaluasi, memverifikasikan, serta mensistemasikan
bukti-bukti untuk menegakkan fakta dan memperoleh kesimpulan yang kuat.16
E. Teknik Penulisan
Teknik penulisan skripsi ini berpedoman pada buku “pedoman
penulisan skripsi, dan tesis, dan disertasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta”.
16
Sumardi Suryabrata, Metodelogi Penelitian, (Yogyakarta : Rajawali, 1991), h. 16
60
BAB IV
ANALISIS PERBANDINGAN
A. Perbandingan Pada Aspek Tujuan dan Kurikulum Pendidikan Islam
Menurut Mahmud Yunus dan Imam Zarkasyi
Menurut penulis, sangatlah jelas bahwa Mahmud Yunus menghendaki
agar lulusan pendidikan Islam tidak kalah dengan pendidikan yang belajar di
sekolah-sekolah yang sudah maju. Yaitu lulusan pendidikan Islam yang selain
memiliki pengetahuan, keterampilan dan pengalaman dalam bidang ilmu-ilmu
umum juga memiliki wawasan dan kepribadian Islam yang kuat. Maka adapun
tujuan pendidikan Islam menurut Mahmud Yunus adalah untuk mempelajari
dan mengetahui ilmu-ilmu agama Islam serta mengamalkannya.
Dahulu ada ulama yang mengatakan bahwa tujuan pendidikan Islam
yaitu sejalan dengan tujuan penciptaan manusia kebumi yaitu hanya untuk
menyembah kepada Allah SWT, dan ada juga yang mengatakan bahwa haram
mengajarkan ilmu-ilmu alam, ilmu-ilmu kimia dan ilmu-ilmu lain yang
disebut ilmu umum, tujuan yang seperti ini menurut Mahmud Yunus sangat
sempit,tidak lengkap dan tidak sempurna. Tujuan yang demikian membuat
umat Islam menjadi lemah di dunia dan tidak sanggup mempertahankan
kemerdekaannya. Dari sini maka Mahmud Yunus menyimpulkan bahwa
tujuan pendidikan Islam adalah menyiapkan anak-anak didik agar pada waktu
61
dewasa kelak mereka anggup dan pandai melakukan pekerjaan dunia dan
amalan akhirat, sehingga tercapa kebahagiaan bersama dunia akhirat.1
Agar supaya peserta didik mampu mengerjakan amalan akhirat mereka
harus dididik dengan mengajarkan ilmu agama seperti : keislaman, akhlak,
ibadah dan isi al-Qur’an yang berhubungan dengan yang wajib dilaksanakan
dan yang haram untuk ditinggalkan, maka dengan begitu anak didik akan
teguh dan beramal shaleh. Dan agar supaya peserta didik mampu mengerjakan
amalan pekerjaan dunia, maka mereka harus dididik untuk mengajarkan salah
satu dari masing-masing perusahaan, seperti bertani, berdagang, beternak,
bertukang, menjadi guru, pegawai negeri dan lain-lain seperti bakat bawaan
anak didik.2
Mahmud Yunus kemudian merumuskan tujuan pendidikan Islam
sebagai berikut : Pertama, untuk mencerdaskan perseorangan, kedua,
kecakapan mengerjakan pekarjaan. Dalam hal ini Mahmud Yunus menilai
pendapat ulama tradisional yang mengatakan bahwa tujuan pendidikan Islam
hanyalah untuk beribadah dan sekedar untuk memperlajari Islam itu terlalu
sempit, karena ibadah itu merupakan salah satu perintah Islam. Sedangkan
pekerjaan duniawi yang menguatkan pengabdian kepada Allah juga
merupakan perintah Islam.
Dengan demikian, pekerjaan duniawi termasuk juga tujuan pendidikan
Islam. Selain itu, Mahmud Yunus menilai bahwa tujuan pendidikan yang lebih
penting dan utama adalah pendidikan akhlak, karena Rasulullah SAW, diutus
adalah untuk memperbaiki akhlak daan budi pekerti umat manusia. Atas dasar
pemikiran terebut, menurut Mahmud Yunus tugas yang utama dan pertama
yang menjadi beban para ulama, guru-guru agama dan pemimpin-pemimpin
Islam adalah mendidik anak-anak, para pemuda, putra-putri, orang dewasa dan
masyarakat umu, agar mereka memiliki akhlak yang mulia dan berbud pekerti
yang mulia. Yang demikian bukan berarti bahwa pendidikan jasmani, adil dan
1 Mahmud Yunus, Pokok-Pokok Pendidikan dan Pengajaran, h. 9
2 Mahmud Yunus, Pokok-Pokok Pendidikan dan Pengajaran, h. 10
62
amal tidak dipentingkan sama sekali, bahkan semuanya dipentingkan, tapi
yang terpenting menurut Mahmud Yunus adalah pendidikan akhlak.3
Dengan uraian di atas penulis dapat menganalisa bahwa tujuan
pendidikan Islam menurut Mahmud Yunus adalah mendorong seseorang agar
mengamalkan ajaran Islam secara sempurna, yaitu ajaran yang menyeluruh
seseorang tidak hanya menguasai pekerjaan-pekerjaan yang bersifat ukhrawi,
tetapi pekerjaan yang bersifat duniawi dengan dihiasi akhlak yang mulia,
sehingga tercapai kebahagian hidup yang seimbang, untuk itu harus
mengajarkan kurikulum dalam pendidikan tidak hanya kurikulum pendidikan
agama semata tetapi juga di barengi pendidikan umum.
Mahmud Yunus adalah orang yang pertama kali mempelopori
kurikulum yang bersifat integrated, yaitu kurikulum yang memadukan ilmu
agama dan ilmu umum di lembaga pendidikan Islam, khususnya dalam
mengembangkan bahasa Arab. Pada mulanya pengajaran bahasa Arab lebih
banyak menekankan aspek gramatika tanpa dimbangi kemampuan
menggunakannya dalam bentuk percakapan sehari-hari.
Mahmud Yunus menawarkan kurikulum pengajaran bahasa Arab yang
integrated antara satu cabang lainnya dalam bahasa Arab. Seorang anak
dididik diberikan cabang-cabang ilmu bahasa Arab yang dipadukan dengan
menerapkannya dalam pergaulan hidup sehari-hari. Menurut Mahmud Yunus,
jika di sekolah-sekolah swasta Belanda, bahwa bahasa Belanda dijadikan
sebagai bahasa pengantar, maka tidaklah salah jika di madrasah bahasa Arab
bias dijadikan bahasa pengantar dalam mempelajari ilmu agama Islam dan
ilmu-ilmu lainnya.4
Sedangkan tujuan pendidikan yang diperbaharui Imam zarkasyi adalah
menerapkan dan menginginkan agar supaya mencetak para santri yang
memiliki panca jiwa pondok pesantren yaitu, jiwa keiklasan, jiwa
kesederhanaan, jiwa berdikari (mandiri), jiwa ukhuwwah diniyyah dan jiwa
bebas. Imam Zarkasyi menekankan pada tujuan pendidikan yang diarahkan
3 Abudin Nata, Tokoh-tokoh Pembaharuan Pendidikan Islam, h. 63
4 Abudin Nata, Tokoh-tokoh Pembaharuan Pendidikan Islam, h. 5
63
untuk mempersiapkan peserta didik agar siap dan mampu hidup
bermasyarakat sesuai dengan bidang keahliannya. Hal demikian antara lain
karena pengaruh hadits Nabi Muhammad Saw yang sering dikutipnya “Khair
al-nas anfa’uhum li al-nas” (manusia yang paling baik adalah yang paling
bermanfaat bagi orang banyak).5
Pola pikir dan kebebasan, ini terutama menyangkut diri santri. Setiap
santri diberi arahan melalui pembiasaan, keteladanan, dan pengkondisian
lingkungan. Dengan konsep ini diharapkan santri memiliki jiwa berdiri di atas
kaki sendiri atau berdikari, santri bebas untuk menentukan masa depannya,
memiliki jiwa keikhlasn dan jiwa kesederhanaan dalam hidup.6
Sedangkan kurikulum yang di terapkan Imam Zarkasyi adalah 100%
umum dan 100% agama. Kurikulum pada pesantren tradisonal lebih
memfokuskan pada materi agama yang tertera dalam kitab-kitab klasik
(kuning). Imam Zarkasyi tetap mempertahankan materi-materi agama tersebut,
selain itu juga menambahkan materi pengetahuan umum ke dalam kurikulum
lembaga pendidikan yang diasuhnya.
Materi dan kurikulum pondok pesantren gontor pada dasarnya adalah
totalitas dari kehidupan pondok itu sendiri, tidak bisa dipisah-pisahkan satu
dengan yang lain. Tidak ada perbedaan antara pengetahuan agama dan
pengetahuan umum. Semua santri mendapat dua pengetahuan tersebut
sekaligus sesuai dengan tingkatan kelas mereka masing-masing. Materi dan
kurikulum yang dikembangkan dibagi menjadi dua bagian, yaitu materi
kurikulum yang bersifat intrakurikuler (akademik), dan bersifat
ekstrakurikuler (nonakademik). Kurikulum intrakurikuler dilakukan oleh
Kulliyat Al-Mu’allimin Al-Islamiyah (KMI), sedangkan kurikulum
ekstrakurikuler ditangani oleh Organisasi Pelajar Pondok Pesantren (OPPM)
dan Gerakan Pramuka.7
Dari uraian diatas dapat penulis simpulkan bahwa antara Mahmud
Yunus dan Imam Zarkasyi sama sama mementingkan pendidikan akhlak pada
5 Abudin Nata, Tokoh-tokoh Pembaharuan Pendidikan Islam, h. 155
6 Susanto, Pemikiran Pendidikan Islam, h. 146
7 Susanto, Pemikiran Pendidikan Islam, h. 143
64
tujuan pendidikan Islam dan Imam Zarkasyi menerapkan kurikulum Kulliyat
Al-Mu’allimin Al-Islamiyah di Pondok Pesantren Gontor berdasarkan
pengalamannya mengenyam pendidikan di Normal Islam sekolah yang di
pimpin Mahmud Yunus.
B. Perbandingan Metode Dan Sistem Pendidikan Islam Mahmud Yunus dan
Imam Zarkasyi
Seperti yang telah di bahas pada bab sebelumnya bahwa metode adalah
jalan yang akan ditempuh oleh guru untuk memberikan berbagai pelajaran
kepada peserta didik dalam berbagai jenis mata pelajaran. Jalan itu adalah
khittah (garis) yang drencanakan sebelum masuk ke dalam kelas dan
dilaksanakan di dalam kelas waktu mengajar.8
Selanjutnya Mahmud Yunus juga menyarankan agar setiap pendidik
memahami gejolak jiwa, kecendrungan potensi, kemampuan dan bakat yang
dimiliki setiap peserta didik. Dengan cara demikian, setiap mata pelajaran
yang diberikan dapat diserap oleh anak sebaik-baiknya.
Oleh sebab itu seorang guru harus menggunakan metode yang efisien
dan efektif. Sehingga tidak melelahkan dan membosankan murid, serta
beragam penggunaannya. Sehubungan dengan mengharapkan metode pada
suatu mata pelajaran, Mahmud Yunus juga sangat memperhatikan psikologi
anak didik sesuai dengan kaidah-kaidah pengajaran modern, dengan tujuan
agar pelajar dapat dipahami dan diingat secara kritis oleh murid. Ia juga sangat
menekankan tentang pentingnya penanaman moral dalam proses belajar
mengajar, karena moralitas adalah merupakan bagian yang sangat penting dari
sistem ajaran Islam.
Pandangan Mahmud Yunus yang demikian itu memperlihatkan bahwa
konsep yang dirumuskan dan disosialisasikannya itu benar-benar menyeluruh.
Mencakup aspek kognitif, psikomotorik dan afektif,. Aspek kognitif karena
dalam kegiatan belajar mengajar, Mahmud Yunus lebih menekankan pada
pendalaman materi untuk membawa murid berpikir secara kritis. Sehingga
8 Mahmud Yunus, Pokok-pokok Pendidikan dan Pengajaran, h. 85
65
para siswa menggunakan penalarannya semaksimal mungkin. Aspek
psikomotorik, karena dalam kegiatan belajar mengajar, Mahmud Yunus
lebih menekankan pada pengembangan kecakapan murid semaksimal
mungkin sehingga seorang anak selain cerdas, juga mengaplikaikan ilmu yang
dipelajarinya. Sedangkan aspek afektif, terlihat dari cara Mahmud Yunus yang
menekankan pentingnya metode seorang guru kepada murid.9
Mahmud Yunus juga memberikan cara-cara membangkitkan minat dan
perhatian peserta didik dengan cara mengaktifkan panca indra mereka, baik
dengan lisan, tulisan, perbutan, maupun alat peraga. Dengan cara demikian,
peserta didik dilatih untuk berpikir dan mampu memecahkan masalah yang
dihadapi dengan kekuatannya sendiri, agar pelajaran yang diberikan benar-
benar dapat dikuasainya dengan baik.
Mahmud Yunus menyarankan agar supaya setiap peserta didik
memahami gejolak jiwa, kecendrungan, potensi, gharizah, kemampuan dan
bakat yang dimiliki setiap peserta didik, dan menggunakan pendekatan
integrated dalam mengajar pegetahuan agama dan umum. Dalam pelajaran
keimanan diintegrasikan dengan pelajaran ilmu tumbuh-tumbuhan, ilmu bumi,
ilmu biologi, dan sebagainya. Dengan cara demikian, metode pengajaran
tersebut selain bersifat integrated juga harus bertolak dari keinginan untuk
memberdayakan peserta didik, yaitu mereka yang tidak hanya kaya dalam
pengetahuan kognitif (to know), melainkan juga harus disertai dengan
mempratikkannya (to do), menghayatinya dalam kehidupan sehari-hari (to
act), dan mempergunakannya dalam kehidupan sehari-hari (to life together).10
Sedangkan sistem pendidikan yang diterapkan di Pesantren Gontor
adalah sistem pendidikan klasikal dan sistem pendidikan berasrama, kitab-
kitab kuning dikemas sedemikia rupa ke dalam buku-buku tekas pelajaran
yang disesuaikan dengan jenjang pendidikan para santrinya.11
Sistem pendidikan klasikal dikembangkan secara terpimpin dan
terorganisir dalam bentuk perjenjangan kelas dalam jangka waktu yang
9 Armai Areif, Mahmud Yunus dan Pemikiran Pendidikan Islam Di Indoesia, h.111
10 Abudin Nata, Tokoh-tokoh Pembaharuan Pendidikan Islam, h. 69
11 Susanto, Pemikiran Pendidikan Islam, h. 142
66
ditetapkan. Sistem klasikal ini merupakan bentuk pembaharuan karena
berbeda dengan sistem pesantren model lama. Pengajaran dengan sistem ini
menjadi lebih efisien, karena dengan biaya dan waktu yang relatif sedikit
dapat menghasilkan produk yang besar dan bermutu.
Metode itu lebih penting dari pada materi, guru lebih penting dari pada
metode, dan jiwa guru lebih penting dai pada guru itu sendiri. Ungkapan ini
mengandung makna bahwa sebuah kurikulum, betapapun hebatnya ia
dirancang, tidak menjamin berhasilnya suatu proses pendidikan dan
pengajaran. Kurikulum yang baik itu memang penting, tetapi yang lebih
penting lagi metode bagaimana ia ditransmisikan dan ditransformasikan.
Dalam hal apapun, metode itu berperan penting dalam keberhasilan
penyelenggaraan suatu proses. Tetapi metode yang baik juga bukan jaminan
bahwa suatu proses itu akan dapat berhasil secara optimal, sebab metode itu
yang menggunakan adalah manusia. Karena itu wujud manusia itu lebih
menentukan daripada metode.12
Mengingat bahwa pendidikan bukan hanya sebatas pada pengajaran,
maka metode pendidikan itu jelas lebih luas dari pada metode pengajaran.
Pembaharuan di bidang metode ini juga merupakan konsekwensi logis dari
pembaharuan di bidang kelembagaan ; yang mengintegrasikan pesantren dan
madrasah, maka metode yang digunakan dan diterapkan di pondok pesantren
Gontor adalah metode keteladanan, penciptaan lingkungan, pengarahan,
penugasan, penyadaran, dan pengajaran.
Dari uraian di atas Mahmud Yunus dan Imam Zarkasyi menerapkan
sistem klasikal dalam pembaharuan pada lembaga pendidikan yang di
pimpinnya, tetapi ada sedikit perbedaan antara Mahmud Yunus dan Imam
Zarkasyi dalam menerapkan metode pendidikan dan pengajaran, kalau
menurut Mahmud Yunus metode itu harus bervariasi dan harus
memperhatikan kondisi kejiwaan peserta didik. Maka menurut Mahmud
Yunus metode itu lebih penting daripada materi. Tetapi bagi Imam Zarkasyi
lebih mengembangkan bahwa meskipun materi dan metode itu hebat tetapi
12
Abdullah Syukri Zarkasyi, Gontor dan Pembaharuan Pendidikan Pesantren, h.133
67
jiwa guru itu jauh lebih penting dari metode dan materi tersebut, karena materi
dan metode itu di jalankan dan dilakukan oleh manusia maka jiwa guru itu
lebih penting sebagai pembelajaran dalam pesantren sebagai figur.
C. Perbandingan kelembagaan Mahmud Yunus dan Imam Zarkasy
Langakah awal yang dilakukan Mahmud Yunus adalah dengan
mendirikannya sekolah Jami’ah Al Islamiyah dan Normal Islam di Padang
Sumatera Barat.
Pada kedua lembaga inilah beliau menerapkan pengetahuan dan
pengalamanya dari Universitas Dar Al Ulum Kairo, dan melalui kedua
lembaga pendidikan Islam ini pemikiran Mahmud Yunus dimulai dengan
mengklasifikasi murid dalam kelas-kelas dan membuat jenjang pendidikan
berdasarkan tingkat usia anak didik, klasifikasi dan perjenjangan ini
sebelumnya pada masa itu di lembagalembaga pendidikan Islam di Indonesia
belum mengenal sistem ini, yang ada pada masa itu anak didik membaur
dalam kelas yang besar, menyatu baik dari segi usia, maupun dari pengalaman
pendidikan.13
Mahmud Yunus kemudian mengeluarkan ketentuan bagi anak berumur
antara 6-8 tahun di perbolehkan masuk tingkat ibtidaiyah atau tingkat dasar,
disamping itu secara kelembagaan program pendidikan yang dilakuakan
berlangsung selama 12 tahun dengan jenjang sebagai berikut :
1. Tingkat Ibtidaiyah ( Masa Belajar 4 Tahun )
2. Tingakat Tsanawiyah ( Masa Belajar sampai dengan 4Tahun)
3. Tingkat ‘Aliyah ( Masa Belajar sampai dengan 4Tahun )14
Jika diperhatikan program perjenjangan ini serupa dengan program
pendidikan di Al Azhar dan Dar Al Ulum Mesir juga sejalan dengan sistem
pendidikan nasional sekarang yaitu Pendidikan Dasar, menengah, dan atas, ini
berarti bahwa adanya perjenjangan pada sekolah-sekolah yang dipimpin
Mahmud Yunus merupakan model sekolah modern dengan kata lain sejak
13
Mahmud Yunus, Pengembangan Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta :Hidakarya
Agung,1997, h. 34 dan 39 14
Mahmud Yunus, Riwayat Hidup Prof. Dr. H. Mahmud Yunus, h. 45
68
munculnya Jami’ah Al Islamiyah dan Normal Islam, modernisai pendidikan
Islam telah dimulai di Indonesia.15
Di samping itu, pemikiran lainnya yang di lakukan Mahmud Yunus
pada sekolah Jami’ah Al-Islamiyah Sungayang dan Normal Islam padang
yaitu pengenalan pengetahuan umum dan pembaharuan pengajaran bahasa
Arab, pengajaran pengetahuan umum yang di tekankan pada kedua lembaga
itu pada dasarnya tidaklah baru, karena Abdullah Ahmad pada tahun 1909
sebelumnya telah mengajarkan pengetahuan umum seperti berhitung dengan
bahasa Belanda/ Inggris diAdabiyah School, bedanya Mahmud Yunus
menambahkan pelajaran umum lainya seperti ilmu alam (fisika, kimia, biologi
), ilmu dagang, tata buku sebagaimana beliau pelajari di Dar Al Ulum bahkan
mendirikan laboratorium IPA.
Modernisasi sekolah Mahmud Yunus juga terlihat dari sikap
keterbukaan dalam hal penerimaan dari siswa yang belajar di kedua lembaga
tersebut. Dengan beragam latar belakang, yang membolehkan siapa saja yang
bersekolah di lembaga tersebut dengan syarat beragama Islam. Kebijakan ini
berbeda dengan lembaga-lembaga pendidikan yang didirikan pemerintah
kolonial belanda yang sangat diskriminatif terhadap rakyat miskin yang bukan
dari kalangan kaya atau pejabat pemerintahan belanda, antara masyarakat
pribumi (Bumi Putra) dengan anak-anak Belanda atau kalangan Borjuis
lainya.16
Keberhasilan Mahmud Yunus modernisasi sekolah Jami’ah Al
Islamiyah dan Normal Islam semakin menguatkan keinginan Mahmud Yunus
untuk mendirikan sekolah Islam Tinggi di Padang yang pada tanggal 7
November 1940 Mahmud Yunus kemudian mendirikan Sekolah Tinggi
tersebut sekaligus menjabat sebagai Derekturnya, namun saying Sekolah
Tinggi ini tidak berumur panjang karena pada tanggal 1 Maret 1942
pemerintahan Jepang melarang adanya Sekolah Tinggi tersebut.
15
Armai Arief, Mahmud Yunus dan Pemikiran Pendidikan Islam, h. 99 16
Suhartono, Sejarah Pergerakan Nasional dari Budi Utomo sampai Proklamasi 1908-
1945, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 1994), h. 22
69
Setelah Sekolah Tinggi Islam di bubarkan Mahmud Yunus kemudian
mendirikan SGHA ( Sekolah Guru Hakim Agama ) di kota Raja Bukit Tinggi
dari bandung juga mendirikan PGA ( Pendidikan Guru Agama ) di 8 kota, dan
yang jika diperhatikan, konsep pemikiran ini menunjukan bahwa Mahmud
Yunus mempunyai keinginan menerapkan konsep pendidikan Link and Match
yaitu konsep pendidikan yang berorientasi bagaiman para lulusanya atau
alumni Sekolah Islam selain memiliki kemampuan akademis juga memiliki
kemampuan profesional atau keahlian sesuai dengan tuntutan lapangan kerja
Kaitanya dengan konsep Link and Match ini Mahmud Yunus ingin
menerapkan sistem pengajaran ganda ( Double System Of Learning ) yakni
sistem pengajaran yang memberikan kesempatan pada siswa untuk melakukan
praktek kerja lapangan sesuai dengan pengetahuan yang diperolehnya, hal ini
dapat dilihat dari tujuan pendirian SGHA ( Sekolah Guru Hakim Agama ) dan
PGA ( Pendidikan Guru Agama ) dimana lulusan dari lembaga pendidikan ini
diharapkan dapat bekerja sesuai dengan keterampilan yang dimilikinya17
Sedangkan pada aspek kelembagaan Imam Zarkasyi Dalam tradisi
pesantren pada umumnya, secara kelembagaan, pesantren adalah milik kyai.
Kyai dan keluarga kyai menjadi pemilik tunggal dari seluruh aset yang
dimiliki oleh pesantrennya. karena ia adalah hak milik, maka ketika kyai itu
wafat ia akan diturunkan kepada ahli warisnya. Dalam hal ini, Pesantren tidak
ubahnya bagai kerajaan kecil dari sebuah dinasti yang diwariskan kepada
generasi berikutnya secara turun-temurun. Sistem kelembagaan semacam ini
memiliki kelebihan berupa kuatnya ikatan emosional antara pesantren dengan
pemiliknya. Tetapi tentu saja sistem kelembagaan pesantren semacam ini juga
memiliki beberapa kelemahan. Di antaranya adalah bahwa tidak semua
keluarga dapat mengerti dan memahami pondok dengan baik dengan segala
persoalannya sehingga sangat terbuka kemungkinan bagi kepentingan dan
persoalan keluarga akan muncul dan berubah menjadi kepentingan dan
persoalan pondok.disamping itu, keberadaan pondok menjadi sangat
bergantung kepada keluarga, karena pihak lain tidak merasa ikut memiliki,
17
Armai Arief, Mahmud Yunus dan Pemikiran Pendidikan Islam, h. 102
70
mereka hanya sekedar membantu. Maka mau tidak mau pemimpin pesantren
harus dari pihak keluarga, sekalipun tidak ditemukan di antara mereka yang
memenuhi kualifikasi untuk itu hal ini seringkali menjadi faktor utama
mundurnya atau runtuhnya sebuah pesantren.18
Demi kepentingan pendidikan dan pengajaran Islam, Imam Zarkasyi
dan dua saudaranya telah mewakafkan Pondok Pesantren Gontor kepada
sebuah lembaga yang disebut Badan Wakaf Pondok Modern Gontor. Ikrar
pewakafan ini telah dinyatakan di muka umum oleh ketiga pendiri pondok
tersebut. Dengan ditanda tanganinya Piagam Penyerahan Wakaf itu, maka
Pondok Modern Gontor tidak lagi menjadi milik pribadi atau perorangan
sebagaimana yang umumnya dijumpai dalam lembaga pendidikan pesantren
tradisional. Dengan cara demikian, secara kelembagaan Pondok Modern
Gontor menjadi miliki ummat Islam, dan semua ummat Islam bertanggung
jawab atasnya.
Lembaga Badan Wakaf ini selanjutnya menjadi badan tertinggi di
Pondok Gontor. Badan inilah yang bertanggung jawab mengangkat kyai untuk
masa jabatan lima tahun. Dengan demikian, kyai bertindak sebagai mandataris
dan bertanggung jawab kepada Badan Wakaf, untuk ini Badan Wakaf
memiliki lima program yang berkenaan dengan bidang pendidikan dan
pengajaran, bidang peralatan dan pergedungan, bidang perwakafan dan
sumber dana, bidang kaderisasi, serta bidang kesejahteraan.
Dengan struktur kepengurusan yang demikian, maka kyai dan keluarga
tidak punya hak material apa pun dari Gontor. Kyai dan guru-guru juga tidak
mengurusi uang dari para santri, sehingga mereka tidak pernah membedakan
antara santri yang kaya dengan santri yang kurang mampu. Urusan keuangan
menjadi tanggungjawab petugas kantor tata usaha yang terdiri dari beberapa
orang santri senior dan guru yang secara periodik bisa diganti. Dengan
18
Abdullah Syukri Zarkasyi, Gontor dan Pembaharuan Pendidikan Pesantren, (Jakarta :
Raja Grafindo Persada, 2005), h. 117
71
demikian, pengajaran jalannya organisasi pendidikan menjadi dinamis,
terbuka dan obyektif.19
Dari uraian di atas Mahmud Yunus dan Imam Zarkasyi sama-sama
menerapkan perjenjangan kelas pada lembaga pendidikan yang dipimpinnya
sesuai dengan usia dan kemampuannya. Yang berbeda hanya pada aspek
manajemen, stuktur pada lembaga pendidikan tersebut karena kedua tokoh
tersebut berbeda latar belakang sosial budaya yang mengitari kedua tokoh
tersebut.
19
Abuddin Nata,Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam , h. 214
72
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Konsep pendidikan Mahmud Yunus tidak terlepas dari pemahamannya
mengenai konsep pendidikan Islam itu sendiri, tujuan pendidikan yang di
terapkan oleh Mahmud Yunus adalah menjadikan peserta didik yang
beriman kepada Allah SWT dan mampu melaksanakan semua pekerjaan
keduniaan dan urusan agamanya secara serasi dan seimbang. Mahmud
Yunus beranggapan bahwa tujuan pendidikan yang paling penting adalah
menjadikan anak didik yang berakhlak, oleh karena itu materi pendidikan
yang di kembangkan oleh Mahmud Yunus itu tidak hanya sebatas tentang
pengetahuan agama semata tetapi ilmu pengetahuan umum juga di ajarkan,
untuk mencapai tujuan pendidikan itu dengan baik, maka seorang guru
harus memperhatikan materi dan metode yang di pilihnya karena menurut
Mahmud Yunus metode itu lebih penting dari pada materi. Maka dalam
menerapkan metode hendaknya seorang guru memilih, melihat dan
memperhatikan sifat, materi dan usia perkembangan anak didik serta alat
yang akan digunakan. Kelembagaan pendidikan yang di kembangkan dan
di pimpin Mahmud Yunus itu mecoba memadukan antara sekolah belanda
yang berkembang pada waktu itu dan menerapkan pendidikan yang telah
Mahmud Yunus dapatkan selama menuntut ilmu di mesir, yaitu dengan
adanya perjenjangan pendidikan dan program pendidikan yang
73
berlangsung selama 12 tahun, seperti Ibtidaiyah 4 tahun, Tsanawiyah 4
tahun dan Aliyah 4 tahun.
2. Konsep pendidikan Menurut Imam Zarkasyi bahwa tujuan dan kurikulum
pendidikan Islam itu untuk menyiapkan santri yang mandiri, berjiwa
ikhlas, sederhana tetapi memiliki pengetahuan agama dan pengetahuan
umum yang berkesinambungan. Sehingga para santri memiliki jiwa bebas,
merdeka dan memiliki keterampilan untuk masa depannya. Maka sistem
dan pendidikan yang digunakan di Pondok Pesantren Gontor adalah sistem
klasikal dan berasrama tanpa meninggalkan sistem pesantren tradisional
yaitu mengkaji kitab kuning yang citi pesantren tradisional. Menurut Imam
Zarkasyi metode itu lebih penting dari pada materi tapi yang lebih penting
lagi adalah kepribadian guru. Dalam memilih materi dan metode yang
akan di gunakan itu harus berproses, teratur dan sistematis. Pondok
Pesantren Gontor merupakan lembaga pendidikan yang kepemimpinannya
ditentukan secara kelembagaan melalui badan wakaf sebagai badan
tertinggi dalam Pondok Pesantren Gontor berbeda pada kepemimpinan
pesantren pada umumnya bahwa lembaga tertinggi itu di pegang
wewenangnya kepada Sang Kiai secara sentral sebagai pemimpin.
3. Adapun persamaan yang penulis temukan dari penelitian ini adalah
terletak pada tujuan dari pendidikan yang di canangkan oleh Mahmud
Yunus dan Imam Zarkasyi adalah menjadikan anak didik yang berakhlak
mulia. Menurut Imam Zarkasyi disamping santri memiliki pengetahuan
agama dan ilmu umum secara seimbang maka yang terpenting jiwa santri
itu harus memiliki panca jiwa. Panca jiwa itu adalah : keikhlasan,
kesederhanaan, kemandirian, jiwa ukhuwah diniyyah, dan jiwa bebas. Dan
adapun perbedaannya terletak pada metode penddikan, menurut Mahmud
Yunus metode itu lebih penting dari pada materi maka seorang guru harus
selalu dan senantiasa memperhatikan metode yang di gunakan, sedangkan
Imam Zarkasyi lebih menegaskan bahwa metode lebih penting dari pada
materi tetapi kepribadian guru lebih penting dari pada materi dan metode
tersebut karena di pesantren guru (kiai) adalah merupakan figur utama
74
dalam pembelajaran. Dan juga perbedaannya adalah terletak pada latar
belakang sosial budaya yang mengitari keduanya.
B. Saran-saran
Adapun saran-saran yang dapat penulis sampaikan sehubungan dengan
skripsi ini adalah sebagai berikut :
1. Banyak aspek yang perlu diungkap dari kedua tokoh sentral pada bahasan
dalam penelitian ini. Yang dapat penulis lakukan dalam penelitian ini
hanya sebatas pada masalah konsep pembaharuan pendidikan yang
dilakukan oleh Mahmud Yunus dan Imam Zarkasyi. Untuk itu, penulis
menyarankan kepada para peneliti lain agar berkenan melakukan
penelitian terhadap kedua tokoh tersebut ditinjau dari aspek lain, seperti
dalam penafsiran al-Qur’an, pengajaran bahasa Arab, dan sebagainya.
2. Kepada para praktisi pendidikan pada umumnya, dan pendidikan Islam di
Indonesia pada khususnya, diharapkan untuk banyak mengambil I’tibar
dari tokoh pembaharuan pendidikan Islam seperti Mahmud Yunus dan
Imam Zarkasyi, dalam upaya mengadakan inovasi dan pembaharuan
pendidikan Islam. Untuk lebih meningkatkan dan mengembangkan mutu
dan kualitas pendidikan Islam di Indonesia, baik yang diselenggarakan d
lembaga-lembaga pendidikan Islam, maupun yang diselenggarakan di
lembaga pendidikan umum.
3. Kepada para praktisi pendidikan pada umumnya , dan kepada penulis
khususnya hendaknya memahami dan mengetahui konsep- konsep
pendidikan yang dikemukakan oleh Mahmud Yunus dan Imam Zarkasyi
bahwa pendidikan agama dan pendidikan umum itu harus diselaraskan
sehingga membentuk manusia yang berakhlak mulia dan memiliki
keagamaan yang baik.
4. Kendatipun konsep pendidikan Mahmud Yunus dan Imam Zarkasyi ada
perbedaan pada segi metode dan latar belakang sosial yang dihadapi tetapi
keduanya jika ditelusuri saling melengkapi. Oleh karena itu hendaknya
bagi pengelolah pendidikan Islam mempertahankan konsep pemikiran
kedua tokoh tersebut.
75
DAFTAR PUSTAKA
Alkaf, Nuraidah. Metodelogi Penelitian Pendidikan. Jakarta : Islamic Researc
Publishing, 2009.
Al-Rasidin, dan Nizar, Samsul. Filsafat Pendidikan Islam : Pendekatan Historis,
Teoritis dan Praktis. Ciputat : PT. Ciputat Press, 2005.
Al-Syaibany, Omar Mohammad al- Toumy. Falsafah Pendidikan Islam. Jakarta :
Bulan Bintang, 1979.
Ali, Sayuthi, Metodologi Penelitian Agama : Pendekatan Teori & Praktek,
Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2002
Arief, Armai. Mahmud Yunus dan Pemikiran Pendidikan Islam di Indonesia.
Surabaya : CV. Kurnia, 2010.
___________. Pembaharuan Pendidikan Islam di Minangkabau. Jakarta : Suara
ADI, 2009.
___________. Reformasi Pendidikan Islam. Jakarta : CRSD Press, 2005.
Arkunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian ; Suatu Pendekatan Praktik , Jakarta :
Rineka Cipta, 1992
Arifin, M. Ilmu Pendidikan Islam : Tinjauan Teori dan Praktis Berdasarkan
Pendekatan Interdisipliner. Jakarta : PT. Bumi Aksara, 2009.
Arifin, M. Kapita Selekta Pendidikan Islam dan Umum. Jakarta: Bumi Aksara,
1993
Arwani, Muhammad. Denyut Nadi Santri, Sebuah Upaya Memaknai Kegiatan
Santri Gontor. Yogyakarta : Tajidu Press, Cet. 1, 2001.
Assegaf, Abdur Rahman. Pendidkan Islam Di Indonesia. Yogyakarta : Suka
Press, 2007.
Azra, Azyumardi. Essai-Essai Intelektual Muslim dan Pendidikan Islam. Jakarta :
Logos Wacana Ilmu, 1998.
Castles, Dr.Lance. Gontor : Sebuah Catatan Lama. Gontor : Trimurti, Cet.1, 1991.
Daulay, Haidar Putra. Pedidikan Islam: Dalam Sistem Pendidikan Nasional Di
Indonesia. Jakarta : Prenada, 2004.
76
Daya, Burhanuddin. Gerakan Pembaharu Pemikiran Islam : Kasus Sumatra
Thawalib. Jakarta : PT. Tiara Wacana Yogya, 1995.
Departemen Agama RI. Al-Qur’an dan Terjemahan. Bandung : PT. syaamil Cipta
Media.
Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta :
Balai Pustaka, 2007.
Dhofier, Zamakhsyari. Tradisi Pesantren: Studi Tentang Pandangan Hidup Kiai.
Jakarta : LP3ES, 1994.
Effendi, Rusman. Materi Pendidikan. http://info-makalah.blogspot.com, 2010.
Fathoni , Mukhamad. http://mufaesa.blogspot.com/2013/01/pemikiran-
pendidikan-k-h-imam-
zarkasyi_http://mufaesa.blogspot.com2013/01/22.html.
Fuchan, Arief, Pengantar Metode Penelitian Kualitatif ; Suatu Pendekatan
Fenomenologis Trhadap Ilmu-Ilmu Sosial, Surabaya : Usaha Nasional,
2004
Hasan, Iqbal, Analisis Data Penelitian dengan Statistik, Jakarta : Bumi Aksara,
2004
Hasbullah. Kapita Selekta Pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta : Raja Grafindo
Persada, 1996.
___________. Sejarah Pendidikan Islam; Lintas Sejarah Pertumbuhan dan
Perkembangan, Jakarta : Raja Grafindo, 1996
http://tarbiyahgp3.wprdpress.com/2009/12/14/konsep-pembaharuan-k-h-imam-
zarkasyi/
Langgulung, Hasan. Manusia dan Pendidikan : Suatu Analisa dan Pendidikan.
Jakarta : PT. al-Husna Zikra, 1995.
Madjid, Nurcholis, Bilik-Bilik Pesantren; Sebuah Potret Perjalanan, Jakarta :
Paramadina, 1997.
Majid, Abdul. Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi. Bandung : PT.
Remaja Rosdakarya, 2004.
Moelong, Lexi J. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung : PT. Remaja Rosda
Karya,2002.
77
Muchtar, Heri Jauhari. Fikih Pendidikan. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya,
2005.
Nata, Abudin. Tokoh-Tokoh Pembaharuan Islam Di Indonesia. Jakarta : PT. Raja
Grafindo Persada, 2005.
___________. .Pendidikan dalam Perspektif Al-Qur’an. Jakarta : UIN Jakarta
Press, 2005.
___________. Filsafat Pendidikan Islam. Pamulang : Gaya Media Pratama, 2005.
___________. Metodologi Studi Islam, Jakarta : Raja Grapindo Persada, 2004
Nazir, Moh., Metode Penelitian, Jakarta : Ghalia Indonesia, 2003
Nizar, Samsul. Pengantar Dasar-Dasar Pemikiran Pendidikan. Jakarta : Gaya
Media Pratama, 2001.
Poerwadarminta, W.J.S. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai
Pustaka, 1991.
Shamad, Irhash A. http:irhashshamad.blogspot.co/2008/12/prof-dr-h-yunus-
danperkembangan.htm.
Subhan, Arief. Lembaga Pendidkan Islam Indonesia abad ke 20 :P ergumulan
antara Modernisasi dan Identitas. Jakarta : LPJM UIN Jakarta Press,
2009.
Sudarminta, J. Epistemologi Dasar. Yogyakarta : Kanisius, 2002.
Suhartono. Sejarah Pergerakan Nasional dari Budi Utomo Sampai Proklamasi
1908-1945. Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 1994.
Surakhmad, Winarto. Pengantar Penelitian Ilmiah : Metode dan Teknik.
Bandung : Tarsito, 1998.
Suryabrata, Sumardi, Metodelogi Penelitian, Yogyakarta : Rajawali, 1991
Susanto. Pemikiran Pendidikan Islam. Jakarta : Amzah, 2009.
Syah, Muhibbin. Psikologi Pendidikan dengn Pendekatan Baru. Bandung : PT.
Remaja Rosdakarya, 1997.
Tafsir, Ahmad. Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam. Bandung : PT. Remaja
Rosdakarya, 1994.
78
Tim penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Kamus Besar
Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka, 1988.
Wahab, Rochidin. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. Bandung : Alfabeta,
2004.
Yunus, Mahmud dan Basri, Kasim. Attarbiyah wat Ta’lim. Gontor Ponorogo
:1986.
___________. Metode Khusus Pendidikan Agama. Jakarta : PT. Hidakarya
Agung, 1992.
___________. Pokok-Pokok Pendidkan dan Pengajaran. Jakarta : PT. Hidakarya
Agung : 1978.
___________. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta : PT. Hidakarya
Agung, 1996.
Zarkasyi, Abdullah Ahmad. Manajemen Pesantren: Pengalaman Pondok
Modern Gontor. Gontor : Trimurti Press, 2005.
Ziemek, Manfred. Pesantren dalam Pembaharuan Sosial. Jakarta : P3M, 1986.
Zuhairini dkk. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta : Bumi Aksara, 1997.
Zuriah, Nurul. Metodelogi Penelitian Sosial dan Penddikan : Teori dan Aplikasi.
Jakarta : Bumi Aksara, 2007.
Nama Tokoh Tujuan dan Kurikulum
pendidikan
Kelembagaan Metode dan Sistem Pendidikan
Mahmud Yunus Konsep tujuan dan kurikulum
pendidikan Islam yang
dilakukan Mahmud Yunus
adalah menyiapkan anak didik
supaya pada waktu dewasa
nanti mampu melakukan
pekerjaan keduniaan dan
amalan akhirat, sehingga
tercipta kebahagiaan dunia
akhirat secara serasi dan
seimbang. Di sisi lain Mahmud
Yunus pun mengemukakan
bahwa tujuan pendidikan Islam
yang terpenting adalah
pendidikan akhlak.
Al –jami’ah al-Islamiyah dan
Normal Islam yang didirikan
Mahmud Yunus adalah
merupakan contoh lembaga
pendidikan Islam yang
mengalami pembaharuan
karena adanya perjenjangan
pendidikan dan program
pendidikan yang dilakukan
berlangsung 12 tahun, seperti :
jenjang Ibtidaiyah 4
tahun,jenjang Tsanawiyah 4
tahun,, jenjang Aliyah 4 tahun
Mahmud Yunus
mengemukakan “Al-Thariqah
Ahammu min al-Maddah”
(metode itu lebih penting dari
pada materi).Mahmud yunus
menyarankan agar guru harus
cakap memilih metode dalam
menyampaikan pelajaran
dengan memperhatikan
sifat,materi dan usia
perkembangan anak didik, alat
pendidikan dan tujuan yang
hendak dicapai.
Imam Zarkasyi Konsep tujuan dan kurikulum
pendidikan Islam yang
dilakukan Imam Zarkasyi
adalah menyiapkan santri yang
mandiri berjiwa ikhlas dan
sederhana serta membentuk
mental santri yang memiliki
pengetahuan agama dan ilmu
pengetahuan umum yang
berkesinambungan, sehingga
para santri memiliki jiwa
bebas,merdeka,berkpribadian
dan ber keyakinan hidup.
Pondok Pesantren Modern
Gontor merupakan lembaga
pendidik dan yang swadana
yang mana kepemimpinan
Pondok Pesantren Modern
Gontor ditentukan secara
kelembagaan melalui badan
wakaf. Lembaga badan wakaf
ini merupakan badan tertinggi
di Pondok Pesantren Gontor,
badan wakaf memiliki lima
program : bidang pendidikan
dan pengajaran, bidang
peralatan dan pergedungan,
bidang perwakafan dan sumber
dana, bidang kaderisasi, sert
bidang kesejahteraan
Sistem dan metode pendidikan
yang di gunakan di Pondok
Pesantren Modern Gontor
adalah sistem klasikal dan
asrama, dengan tidak
melupakan system pesantren
tradisionl yaitu mengkaji kitab
kuning. Menurut Imam
zarkasyi seorang guru harus
mengusai metode karena
metode lebih penting dari pada
materi dan materi yang akan di
ajarkan itu harus berproses
teratur dan sistematis, namun
menurut Imam Zarkasyi
kepribadian guru jauh lebih
penting dari metode itu sendiri.
PONDOK PESANTREN MODERN GONTOR
IMAM ZARKASYI
MAHMUD YUNUS