Struma Nodular

41
Case Report Session (CRS) STRUMA NODUSA NONTOKSIK Diajukan untuk memenuhi tugas Program Pendidikan Profesi Dokter (P3D) SMF Bedah Oleh: Muhammad Luqman Hasan NPM 12100112013 Raka Suriakusumah NPM 12100112003 Preseptor: Deddy Kurniawan, dr. Sp.B SMF BEDAH 1

description

SNNT

Transcript of Struma Nodular

Case Report Session (CRS)

STRUMA NODUSA NONTOKSIK

Diajukan untuk memenuhi tugas Program Pendidikan Profesi Dokter (P3D) SMF Bedah

Oleh:Muhammad Luqman Hasan NPM 12100112013Raka Suriakusumah NPM 12100112003

Preseptor: Deddy Kurniawan, dr. Sp.B

SMF BEDAHPROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM BANDUNGRUMAH SAKIT UMUM DAERAH AL-IHSAN PROVINSI JAWA BARAT

2013

1

BAB I

KASUS

A. IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. U

Umur : 48 tahun

Alamat : Majalaya

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Suku : Sunda

Status Pernikahan : Menikah

Pendidikan Terakhir : Sekolah Menengah Atas

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

B. ANAMNESA

Telah dilakukan autoanamnesa pada tanggal 19 November 2013.

Keluhan Utama :

Benjolan pada Leher bagian kiri depan

2

Riwayat Penyakit Sekarang:

Pasien mengeluhkan bejolan pada leher bagian kiri depan sejak 3 tahun yang

lalu. Benjolan dirasakan berjumlah 1 buah yang pada awalnya sebesar biji salak.

Benjolan terlihat bergerak ketika pasien menelan sesuatu. Pasien tidak

memperdulikan benjolan tersebut karena dianggap hal yang normal. Namun pasien

mulai mencurigai benjolan tersebut ketika semakin lama semakin membesar hingga

saat ini sebesar telur ayam.

Pasien mengeluhkan kesulitan dalam menelan. Pasien mengatakan jika makan

pasien hanya makan dengan porsi sedikit namun dengan frekuensi yang meningkat.

Benjolan tidak disertai rasa sakit ataupun demam. Keluhan berdebar-debar,

berkeringat walaupun pada kondisi dingin, telapak tangan lembab atau basah, tangan

bergetar, penurunan berat badan, cepat lelah, gelisah, batuk-batuk lama tidak

dirasakan pasien. Tidak ada keluhan dalam buang air besar ataupun buang air kecil,

bentuk dan posisi mata, gangguan pengelihatan, ataupun sesak nafas.

Riwayat Penyakit Dahulu :

Pasien tidak pernah mengalami hal ini sebelumnya. Pasien juga mengaku tidak

pernah dirawat dan tidak pernah operasi sebelumnya. Riwayat sakit Asma (-).

Hipertensi (-). DM (-)

3

Riwayat Penyakit Keluarga :

Tidak ada keluhan yang sama seperti yang dirasakan pasien pada anggota keluarga.

Keluhan batuk-batuk yang lama, atau pengobatan penyakit paru yang lama pada

keluarga tidak ada.

Riwayat Sosial dan Kebiasaan :

Pasien merupakan pasien berstatus ekonomi menengah ke bawah. Biaya administasi

dan perawatan dibayar dengan status Jamkesmas. Pasien mengaku suka memasak

menggunakan garam kemasan yang beryodium.

Riwayat Lingkungan :

Tidak ada yang mempunyai keluhan yang sama seperti pasien di sekitar tempat

tinggalnya. Pasien tinggal di rumah yang dihuni oleh 5 orang.

C. PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan umum :

Kesadaran : Komposmentis

Kesan Sakit : Tampak sakit ringan

Tanda Vital

Tekanan Darah : 110/70 mmHg

Frekuensi Nadi : 80 kali/menit regular volume dan isi cukup

Frekuensi Napas : 20 kali/menit teratur

4

Suhu : 36,4˚C

STATUS GENERALIS

Kepala

Normochepali, tidak ada deformitas. Mata : pupil isokor dengan diameter

3mm,conjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-), reflex cahaya langsung (+/+),reflex

cahaya tidak langsung (+/+), gerak bola mata normal, exopthalmus (-).

Leher

Kelenjar getah bening tidak teraba membesar, kelenjar tiroid lobus kiri membesar dan

mengikuti pergerakan saat menelan.

Paru-paru

Inspeksi : Simetris pada keadaan statis dan dinamis

Palpasi : Vocal fremitus simetris kanan dan kiri

Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru

Auskulatasi : Suara nafas vesicular, ronchi (-/-), wheezing (-/-)

Jantung

Inspeksi : Tidak tampak pulsasi ictus cordis

Palpasi : Teraba ictus cordis pada sela iga V di linea midklavikula kiri

Perkusi : Batas kanan: linea parasternalis kanan. Batas kiri: linea

midclavikula kiri. Batas atas: sela iga II

Auskultasi : Bunyi jantung I-II regular, murmur(-), gallop (-)

Abdomen

5

Inspeksi: Simetris, datar, benjolan (-)

Palpasi: Dinding perut: supel, nyeri tekan epigastrium (-), nyeri lepas (-)

Hepar: tidak teraba membesar, Lien: tidak teraba membesar, Ginjal :

Ballotement (-)

Perkusi : Timpani, shifting dullness (-), nyeri ketok CVA (-)

Auskultasi: Bising usus (+) 3x/menit

Ekstremitas

Atas : akral hangat +/+, oedem -/-

Bawah : akral hangat +/+, oedem -/-

Status lokalis Regio Coli Anterior

Inspeksi

Tampak benjolan pada daerah coli anterior. Benjolan berbentuk bulat,

berjumlah satu,warna seperti kulit disekitarnya, dan terlihat ikut bergerak ke

atas saat pasien menelan.Pembesaran KGB (-), Jejas (-), Luka (-)

Palpasi

Teraba benjolan pada daerah coli anterior. Berukuran 5cm x 3cm, teraba

kenyal, permukaan licin, tidak dapat digerakan dari dasarnya dan dapat

digerakkan dari kulit diatasnya, nyeritekan (-), tidak teraba hangat dan ikut

bergerak saat pasien menelan. Tidak teraba adanya thrill. Tidak teraba adanya

pembesaran KGB.

Auskultasi : Arterial Bruit (-)

6

D. RESUME

Ny. U usia 48 tahun datang dengan keluhan benjolan dileher bagian depan kiri

sejak 3 tahun yang lalu. Benjolan berjumlah satu buah yang perlahan-lahan

membesar. Keluhan disertai disfagia yang mempengaruhi kebiasaan makan pasien.

Tanda-tanda hipo/hiper-tiroid, keganasan, TB Kelenjar tidak ditemukan.

Pada pemeriksaan fisik tampak benjolan pada daerah coli anterior. Benjolan

berbentuk bulat, berjumlah satu, warna seperti kulit disekitarnya, dan terlihat ikut

bergerak saat pasien menelan. Pada perabaan teraba benjolan pada daerah coli

anterior, berbentuk bulat, berjumlah satu, berukuran 5cm x 3cm, teraba kenyal,

7

permukaan licin, sulit digerakan dari dasarnya dan mudah digerakkan dari kulit

diatasnya.

E. DIAGNOSA BANDING

1. Struma nodusa non toksik sinistra

2. Struma nodusa toksik sinistra

F. USULAN PEMERIKSAAN

1. Hematologi Rutin

2. Tes Hormon Tiroid (TSH, T4, T3)

3. Thorax Foto

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG (14 November 2013)

HEMATOLOGI HEMOSTASIS NILAI NILAI NORMALHemoglobin 11,4 g/dl 12,0 – 16,0 g/dlLeukosit 7,000 /ul 4.100 – 10.900/ulHematokrit 35 % 36 – 46 %Trombosit 254.000 150.000-450.000Masa pembekuan 4,20 menit 05 – 15 menitMasa perdarahan 2,00 menit 01 – 06 menit

KIMIA KLINIKSGOT 22 U/L <31 U/LSGPT 26 U/L <32 U/LGDS 93 mg/dl 11,6 – 14,8 mg/dlUreum 26 mg/dl 20-40 mg/dlKreatinin 1.14 mg/dl 0,5-0,9 mg/dl

HORMON DAN ALERGI

8

Tiroid :T3 total 0,89 ng/mI 0,58-1,59 ng/mIT4 total 5,28 µg/dL 4,87-11,72 µg/dLTSH 0,902 µIU/mL 0,35 – 4,94 IU/mL

Radiologi (13 November 2013)

Thorax PA

- Pulmo kanan dan kiri normal

- Bentuk dan ukuran Cor normal

H. DIAGNOSIS

Struma nodusa non toksik sinistra

9

I. PENATALAKSANAAN

Tindakan Operatif: Ismulobektomi tiroid

J. PROGNOSIS

Ad Vitam : ad bonam

Ad fungsionam : dubia ad bonam

Ad sanationam : ad bonam

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

10

A. STRUMA

1. DEFINISI

Struma disebut juga goiter adalah suatu pembengkakan pada leher oleh karena

pembesaran kelenjar tiroid akibat kelainan glandula tiroid dapat berupa gangguan

fungsi atau perubahan susunan kelenjar dan morfologinya.

Dampak struma terhadap tubuh terletak pada pembesaran kelenjar tiroid yang

dapat mempengaruhi kedudukan organ-organ di sekitarnya. Di bagian posterior

medial kelenjar tiroid terdapat trakea dan esophagus. Struma dapat mengarah ke

dalam sehingga mendorong trakea, esophagus dan pita suara sehingga terjadi

kesulitan bernapas dan disfagia. Hal tersebut akan berdampak terhadap gangguan

pemenuhan oksigen, nutrisi serta cairan dan elektrolit. Bila pembesaran keluar maka

akan memberi bentuk leher yang besar dapat asimetris atau tidak, jarang disertai

kesulitan bernapas dan disfagia.

2. EPIDEMIOLOGI

Distribusi dan frekuensi

a. Orang

Data rekam medis Divisi Ilmu Bedah RSU Dr. Soetomo tahun 2001-2005

struma nodusa toksik terjadi pada 495 orang diantaranya 60 orang laki-laki (12,12 %)

dan 435 orang perempuan (87,8 %) dengan usia terbanyak yaitu 31-40 tahun 259

11

orang (52,3 2%), struma multinodusa toksik yang terjadi pada 1.912 orang

diantaranya17 orang laki-laki (8,9 %) dan 174 perempuan (91,1%) dengan usia yang

terbanyak pada usia 31-40 tahun berjumlah 65 orang (34,03 %).

b. Tempat dan Waktu

Penelitian Ersoy di Jerman pada tahun 2009 dilakukan palpasi atau

pemeriksaan benjolan pada leher dengan meraba leher 1.018 anak ditemukan 81 anak

(8,0%) mengalami struma endemis atau gondok.35 Penelitian Tenpeny K.E di Haiti

pada tahun 2009 menemukan PR struma endemis 26,3 % yang dilakukan

pemeriksaan pada 1.862 anak usia 6-12 tahun.

Penelitian Arfianty di Kabupaten Madiun tahun 2005 dengan sampel 40 anak yang

terdiri dari 20 anak penderita gondok dan 20 anak bukan penderita gondok

menunjukan PR GAKY 31,9 % di Desa Gading (daerah endemik) dan 0,65 % di Desa

Mejaya (daerah non endemik).

3. FAKTOR RESIKO

a. Host

Kasus struma lebih sering terjadi pada perempuan dibandingkan laki-laki namun

dengan bertambah beratnya endemik, perbedaan seks tersebut hampir tidak ada.

Struma dapat menyerang penderita pada segala umur namun umur yang semakin tua

akan meningkatkan resiko penyakit lebih besar. Hal ini disebabkan karena daya tahan

tubuh dan imunitas seseorang yang semakin menurun seiring dengan bertambahnya

usia.

12

b. Agent

Agent adalah faktor penyebab penyakit dapat berupa unsur hidup atau mati yang

terdapat dalam jumlah yang berlebihan atau kekurangan. Agent kimia penyebab

struma adalah goitrogen yaitu suatu zat kimia yang dapat menggangu hormogenesis

tiroid. Goitrogen menyebabkan membesarnya kelenjar tiroid seperti yang terdapat

dalam kandungan kol, lobak, padi-padian, singkong dan goitrin dalam rumput liar.

Goitrogen juga terdapat dalam obat-obatan seperti propylthiouraci, lithium,

phenylbutazone, aminoglutethimide, expectorants yang mengandung yodium secara

berlebih.

Penggunaan terapi radiasi juga merupakan faktor penyebab struma yang merupakan

salah satu agen kimia karsinoma tiroid. Banyak terjadi pada kasus anak-anak yang

sebelumnya mendapatkan radiasi pada leher dan terapi yodium radioaktif pada

tirotoksikosis berat serta operasi di tempat lain di mana sebelumnya tidak diketahui.

Adanya hipertiroidisme mengakibatkan efek radiasi setelah 5-25 tahun kemudian.

c. Environment

Struma endemik sering terdapat di daerah-daerah yang air minumya kurang sekali

mengandung yodium. Daerah-daerah dimana banyak terdapat struma endemik adalah

di Eropa, pegunungan Alpen, pegunungan Andes, Himalaya di mana iodinasi

profilaksis tidak menjangkau masyarakat. Di Indonesia banyak terdapat di daerah

Minangkabau, Dairi, Jawa, Bali dan Sulawesi

4. KLASIFIKASI STRUMA

13

Berdasarkan Fisiologisnya

Berdasakan fisiologisnya struma dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

a. Eutiroidisme

Eutiroidisme adalah suatu keadaan hipertrofi pada kelenjar tiroid yang disebabkan

stimulasi kelenjar tiroid yang berada di bawah normal sedangkan kelenjar hipofisis

menghasilkan TSH dalam jumlah yang meningkat. Goiter atau struma semacm ini

biasanya tidak menimbulkan gejala kecuali pembesaran pada leher yang jika terjadi

secara berlebihan dapat mengakibatkan kompresi trakea.

b. Hipotiroidisme

Hipotiroidisme adalah kelainan struktural atau fungsional kelenjar tiroid sehingga

sintesis dari hormon tiroid menjadi berkurang. Kegagalan dari kelenjar untuk

mempertahankan kadar plasma yang cukup dari hormon. Beberapa pasien

hipotiroidisme mempunyai kelenjar yang mengalami atrofi atau tidak mempunyai

kelenjar tiroid akibat pembedahan/ablasi radioisotop atau akibat destruksi oleh

antibodi autoimun yang beredar dalam sirkulasi. Gejala hipotiroidisme adalah

penambahan berat badan, sensitif terhadap udara dingin, dementia, sulit

berkonsentrasi, gerakan lamban, konstipasi, kulit kasar, rambut rontok, mensturasi

berlebihan, pendengaran terganggu dan penurunan kemampuan bicara.

c. Hipertiroidisme

Dikenal juga sebagai tirotoksikosis atau Graves yang dapat didefenisikan sebagai

respon jaringan-jaringan tubuh terhadap pengaruh metabolik hormon tiroid yang

berlebihan. Keadaan ini dapat timbul spontan atau adanya sejenis antibodi dalam

14

darah yang merangsang kelenjar tiroid, sehingga tidak hanya produksi hormon yang

berlebihan tetapi ukuran kelenjar tiroid menjadi besar. Gejala hipertiroidisme berupa

berat badan menurun, nafsu makan meningkat, keringat berlebihan, kelelahan, leboh

suka udara dingin, sesak napas. Selain itu juga terdapat gejala jantung berdebar-

debar, tremor pada tungkai bagian atas, mata melotot (eksoftalamus), diare, haid tidak

teratur, rambut rontok, dan atrofi otot.

Berdasarkan Klinisnya

Secara klinis pemeriksaan klinis struma toksik dapat dibedakan menjadi sebagai

berikut :

a. Struma Toksik

Struma toksik dapat dibedakan atas dua yaitu struma diffusa toksik dan struma

nodusa toksik. Istilah diffusa dan nodusa lebih mengarah kepada perubahan bentuk

anatomi dimana struma diffusa toksik akan menyebar luas ke jaringan lain. Jika tidak

diberikan tindakan medis sementara nodusa akan memperlihatkan benjolan yang

secara klinik teraba satu atau lebih benjolan (struma multinoduler toksik).

Struma diffusa toksik (tiroktosikosis) merupakan hipermetabolisme karena jaringan

tubuh dipengaruhi oleh hormon tiroid yang berlebihan dalam darah. Penyebab

tersering adalah penyakit Grave (gondok eksoftalmik/exophthalmic goiter), bentuk

tiroktosikosis yang paling banyak ditemukan diantara hipertiroidisme lainnya.

Perjalanan penyakitnya tidak disadari oleh pasien meskipun telah diidap selama

berbulan-bulan. Antibodi yang berbentuk reseptor TSH beredar dalam sirkulasi darah,

mengaktifkan reseptor tersebut dan menyebabkan kelenjar tiroid hiperaktif.

15

Meningkatnya kadar hormon tiroid cenderung menyebabkan peningkatan

pembentukan antibodi sedangkan turunnya konsentrasi hormon tersebut sebagai

hasilpengobatan penyakit ini cenderung untuk menurunkan antibodi tetapi bukan

mencegah pembentukannya. Apabila gejala gejala hipertiroidisme bertambah berat

dan mengancam jiwa penderita maka akan terjadi krisis tirotoksik. Gejala klinik

adanya rasa khawatir yang berat, mual, muntah, kulit dingin, pucat, sulit berbicara

dan menelan, koma dan dapat meninggal.

b. Struma Non Toksik

Struma non toksik sama halnya dengan struma toksik yang dibagi menjadi struma

diffusa non toksik dan struma nodusa non toksik. Struma non toksik disebabkan oleh

kekurangan yodium yang kronik. Struma ini disebut sebagai simple goiter, struma

endemik, atau goiter koloid yang sering ditemukan di daerah yang air minumya

kurang sekali mengandung yodium dan goitrogen yang menghambat sintesa hormon

oleh zat kimia.

Apabila dalam pemeriksaan kelenjar tiroid teraba suatu nodul, maka pembesaran ini

disebut struma nodusa. Struma nodusa tanpa disertai tanda-tanda hipertiroidisme dan

hipotiroidisme disebut struma nodusa non toksik. Biasanya tiroid sudah mulai

membesar pada usia muda dan berkembang menjadi multinodular pada saat dewasa.

Kebanyakan penderita tidak mengalami keluhan karena tidak ada hipotiroidisme atau

hipertiroidisme, penderita datang berobat karena keluhan kosmetik atau ketakutan

akan keganasan. Namun sebagian pasien mengeluh adanya gejala mekanis yaitu

16

penekanan pada esofagus (disfagia) atau trakea (sesak napas), biasanya tidak disertai

rasa nyeri kecuali bila timbul perdarahan di dalam nodul.

Struma non toksik disebut juga dengan gondok endemik, berat ringannya endemisitas

dinilai dari prevalensi dan ekskresi yodium urin. Dalam keadaan seimbang maka

yodium yang masuk ke dalam tubuh hampir sama dengan yang diekskresi lewat urin.

Kriteria daerah endemis gondok yang dipakai Depkes RI adalah endemis ringan

prevalensi gondok di atas 10 %-< 20 %, endemik sedang 20 % - 29 % dan endemik

berat di atas 30 %.

B. STRUMA NODUSA NON TOKSIK

1. DEFINISI

Struma nodosa non toksik merupakan pembesaran kelenjar tiroid yang teraba

sebagai suatu nodul, tanpa disertai tanda-tanda hipertiroidisme.

2. KLASIFIKASI

Struma nodosa dapat diklasifikasi berdasarkan beberapa hal, yaitu:

1) Berdasarkan jumlah nodul: bila jumlah nodul hanya satu disebut struma

nodosa soliter (uninodosa) dan bila lebih dari satu disebut struma

multinodosa.

2) Berdasarkan kemampuan menangkap yodium radioaktif dikenal 3 bentuk

nodul tiroid yaitu : nodul dingin, nodul hangat dan nodul panas.

3) Berdasarkan konsistensinya: nodul lunak, kistik, keras dan sangat keras.

17

3. MANIFESTASI KLINIS

Pada penyakit struma nodosa nontoksik tiroid membesar dengan lambat.

Umumnya pasien datang dengan keluhan kosmetik atau ketakutan akan keganasan.

Awalnya kelenjar ini membesar secara difus dan permukaan licin. Jika struma cukup

besar, akan menimbulkan gejala mekanik penekanan area trakea yang dapat

mengakibatkan gangguan pada respirasi dan juga esofagus tertekan sehingga terjadi

gangguan menelan.

Pada pemeriksaan status lokalis struma nodosa, dibedakan dalam hal :

1. Jumlah nodul; satu (soliter) atau lebih dari satu (multipel).

2. Konsistensi; lunak, kistik, keras atau sangat keras.

3. Nyeri pada penekanan; ada atau tidak ada

4. Perlekatan dengan sekitarnya; ada atau tidak ada.

5. Pembesaran kelenjar getah bening di sekitar tiroid : ada atau tidak ada.

4. PATOFISIOLOGI

Defisiensi dalam sintesis atau uptake hormone tiroid akan menyebabkan

peningkatan produksi TSH. Peningkatan TSH ini menyebabkan peningkatan jumlah

dan hiperplasi sel-sel kelenjar tiroid untuk menormalisir kadar level hormone tiroid

ke kadar yang normal. Jika proses ini terjadi secara terus-menerus, akan terbentuk

struma. Selain itu struma dapat disebabkan kelainan metabolik kongenital yang

18

menghambat sintesa hormon tiroid, penghambatan sintesa hormon oleh zat kimia

(goitrogenic agent), proses peradangan atau gangguan autoimun seperti penyakit

Graves. Pembesaran yang didasari oleh suatu tumor atau neoplasma dan

penghambatan sintesa hormon tiroid oleh obat-obatan misalnya thiocarbamide,

sulfonylurea dan litium, gangguan metabolik misalnya struma kolid dan struma non

toksik (struma endemik).

5. DIAGNOSIS

1.Anamnesis

Pada umumnya struma nodosa non toksik tidak mengalami keluhan karenatidak ada

hipotiroidisme dan hipertiroidisme. Biasanya tiroid mulai membesar padausia muda

dan berkembang menjadi multinodular pada saat dewasa.karena pertumbuhannya

berangsur-angsurm struma dapat menjadi besar tanpa gejala kecuali benjolan di leher.

Sebagian besar penderita dengan struma nodosa dapat hidup tanpakeluhan,Walaupun

sebagian struma nodosa tidak mengganggu pernapasan karenamenonjol kedepan,

sebagian lain dapat menyebabkan penyempitan trakea bila pembesarannya bilateral.

Struma nodosa unilateral dapat menyebabkan pendorongansampai jauh ke arah kontra

lateral. Pendongoran demikian mungkin tidak mengakibatkan gangguan pernafasan,

penyempitan yang berarti menyebabkangangguan pernafasan sampai akhirnya terajdi

dispnea dengan stridor inspiratoar.Keluhan yang ada adalah rasa berat dileher.

Sewaktu menelan trakea naik untuk menutup laring dan epiglottis sehingga terasa

19

berat karena terfiksasi pada trakea.Untuk menentukan pasien adalah eutiroid atau

hipertiroid digunakan indeksdiagnostic klinik dari Wayne atau indeks New Castle

PENILAIAN INDEX WAYNE

Gx.Subjektif Angka Gx.Objektif Ada TidakDyspnoe d’effort

+1 Tiroid teraba +3 -3

Palpitasi +2 Bruit di atas sistole +2 -2Capai/lelah +2 Eksoftalmus +2 -Suka panas -5 Lid.retraksi +2 -Suka dingin +5 Lid.lag +1 -Keringat banyak +3 Hiperkinesis +4 -2Nervous +2 Tangan panas +2 -2Tangan basah +1 NadiTangan panas -1 80x/menit - -3Nafsu makan meningkat

+3 80-90x/menit -

Nafsu makan menurun

-3 >90x/menit +3

BB naik -3 <11 etiroid11-18 normal>19 hipertiroid

BB turun +3Fibrilasi atrium +4JUMLAH

2.Pemeriksaan Fisik

1)Inspeksi

Pemeriksa berada di depan penderita. Penderita posisi duduk dengan kepalasedikit

fleksi atau leher terbuka sedikit hiperekstensi agar m.sternokleidomastoideus

relaksasi sehingga tumor tiroid mudah dievaluasi.Apabila terdapat pembengkakan

atau nodul, perlu diperhatikan beberapakomponen berikut

•Lokasi : lobus kanan, lobus kiri, ismus

•Ukuran : besar/kecil, permukaan rata/noduler

20

•Jumlah : uninodusa atau multinodusa

•Bentuk : apakah difus (leher terlihat bengkak) ataukah berupa noduler local

•Gerakan : pasien diminta untuk menelan, apakah pembengkakannya ikut bergerak

•Pulsasi : bila nampak adanya pulsasi pada permukaan pembengkakan.

2)Palpasi

Pasien diminta untuk duduk, leher dalam posisi fleksi, pemeriksa berdiri di belakang

pasien dan meraba tiroid dengan menggunakan kedua tangan. Beberapahal yang perlu

dinilai pada pemeriksaan palpasi :

•Perluasan dan tepi

•Gerakan saat menelan, apakah batas bawah dapat diraba atau tidak dapatdiraba

trachea dan kelenjarnya.

•Konsistensi, temperatur, permukaan, dan adanya nyeri tekan

•Hubungan dengan m. sternocleidomastoideus (tiroid letaknya lebih dalamdaripada

musculus ini.

•Limfonodi dan jaringan sekitar

3)Auskultasi

Pada auskultasi perlu diperhatikan adanya bising tiroid yang menunjukkanadanya

hipertiroid.

21

6. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Tes Fungsi Hormon

Status fungsional kelenjar tiroid dapat dipastikan dengan perantara tes-tes fungsi

tiroid untuk mendiagnosa penyakit tiroid diantaranya kadar total tiroksin dan

triyodotiroin serum diukur dengan radioligand assay. Tiroksin bebas serum mengukur

kadar tiroksin dalam sirkulasi yang secara metabolik aktif. Kadar TSH plasma dapat

diukur dengan assay radioimunometrik.

Kadar TSH plasma sensitif dapat dipercaya sebagai indikator fungsi tiroid. Kadar

tinggi pada pasien hipotiroidisme sebaliknya kadar akan berada di bawah normal

pada pasien peningkatan autoimun (hipertiroidisme). Uji ini dapat digunakan pada

awal penilaian pasien yang diduga memiliki penyakit tiroid. Tes ambilan yodium

radioaktif (RAI) digunakan untuk mengukur kemampuan kelenjar tiroid dalam

menangkap dan mengubah yodida.

Foto Rontgen leher

Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat struma telah menekan atau menyumbat

trakea (jalan nafas)

Ultrasonografi (USG)

Alat ini akan ditempelkan di depan leher dan gambaran gondok akan tampak di layar

TV. USG dapat memperlihatkan ukuran gondok dan kemungkinan adanya kista/nodul

yang mungkin tidak terdeteksi waktu pemeriksaan leher. Kelainan-kelainan yang

dapat didiagnosis dengan USG antara lain kista, adenoma, dan kemungkinan

karsinoma.

22

Sidikan (Scan) tiroid

Caranya dengan menyuntikan sejumlah substansi radioaktif bernama technetium-99m

dan yodium125/yodium131 ke dalam pembuluh darah. Setengah jam kemudian

berbaring di bawah suatu kamera canggih tertentu selama beberapa menit. Hasil

pemeriksaan dengan radioisotop adalah teraan ukuran, bentuk lokasi dan yang utama

adalh fungsi bagian-bagian tiroid.

Biopsi Aspirasi Jarum Halus

Dilakukan khusus pada keadaan yang mencurigakan suatu keganasan. Biopsi aspirasi

jarum tidak nyeri, hampir tidak menyebabkan bahaya penyebaran sel-sel ganas.

Kerugian pemeriksaan ini dapat memberikan hasil negatif palsu karena lokasi biopsi

kurang tepat. Selain itu teknik biopsi kurang benar dan pembuatan preparat yang

kurang baik atau positif palsu karena salah intrepertasi oleh ahli sitologi.

7. DIAGNOSIS BANDING

1) Karsinoma Tiroid

2) Tiroiditis Kronis

3) Kista Ductus Tiroglosus

8. PENATALAKSANAAN

Konservatif/medikamentosa

Struma nodusa yang berlangsung lama biasanya tidak dapat lagi dipengaruhi oleh

pengobatan supresi hormone tiroid atau pemberian hormone tiroid. Kapsul minyak

23

beriodium dapat diberikan bagi penduduk di daerah endemic sedang dan berat.

Pemberian suplemen iodium tersebut dapat diberikan bersama dengan edukasi akan

perubahan perilaku masyarakat dalam hal pola makan dan memasyarakatkan

pemakaian garam beriodium.

Pada struma toksik dilakukan bed rest dan pemberian PTU 100-200 mg

(propilthiouracil),Merupakan obat anti-tiroid, dimana bekerjanya dengan prevensi

pada sintesis dan akhir dari tiroksin. Obat ini bekerja mencegah produksitiroksin

(T4). Diberikan dosis 3x 100 mg/hari tiap 8 jam sampai tercapaieutiroid. Bila menjadi

eutiroid dilanjutkan dengan dosis maintenance 2 x5 mg/hari selama 12-18 bulan.

Radioterapi

Menggunakan I131, biasanya diberikan pada pasien yang telah diterapi denganobat

anti-tiroid dan telah menjadi eutiroid. Indikasi radioterapi adalah pasien padaawal

penyakit atau pasien dengan resiko tinggi untuk operasi dan untuk pasiendengan

hipotiroid rekuren. Radioterapi merupakan kontraindikasi bagi wanita hamildan anak-

anak.

Operatif

Indikasi operatif pada struma dengan penekanan mekanis dan atas alasan kosmetik.

a. Isthmulobectomy , mengangkat isthmus

b. Lobectomy, mengangkat satu lobus, bila subtotal sisa 3 gram

c. Tiroidectomi total, semua kelenjar tiroid diangkat

d. Tiroidectomy subtotal bilateral, mengangkat sebagian lobus kanan dan

sebagiankiri.

24

e. Near total tiroidectomi, isthmulobectomy dextra dan lobectomy subtotal sinistra

dan sebaliknya.

f. RND (Radical Neck Dissection), mengangkat seluruh jaringan limfoid pada leher

sisi yang bersangkutan dengan menyertakan n. accessories, v. jugularis eksterna

daninterna, m. sternocleidomastoideus dan m. omohyoideus serta kelenjar

ludahsubmandibularis.

9. KOMPLIKASI

Komplikasi dari struma sendiri ialah penekanan mekanis ke trakea yang

menyebabkan kesulitan bernapas terlebih jika pembesaran kelenjar bilateral,

penekanan terhadap esophagus yang mengakibatkan kesulitan menelan.

Komplikasi Operasi :

Segera:

Perdarahan dari a. tiroidea superior

Dispneu akibat gangguan n.recurrens dapat juga akibat trachea collaps

Lama:

Kerusakan n.laringeus superior mengakibatkan perubahan suara pada

penderita

Kelenjar paratiroid terangkat sehingga menyebabkan kejang akibat

hipokalsemia

Hipotiroid dapat terjadisetelah 2 tahun

25

10. FOLLOW-UP

Pasca pembedahan penderita dirawat diruangan selama 1-2 hari, diobservasi

kemungkinan terjadi komplikasi dini yang membahayakan jiwa penderita seperti

perdarahan dan obstruksi jalan napas. Drain dilepas setelah 24 jam dan jahitan luka

pembedahan diangkat pada hari ke 7. Pasien dianjurkan control rawat jalan tiap 3

bulan pada tahun pertama, tiap 4 bula pada tahun kedua, dan tiap 6 bulan pada tahun

ke 4.

11. PROGNOSIS

Keadaan hipertiroidisme biasanya dapat teratasi dengan pemberian obat. Efek

samping penggunaan obat-obatan yang digunakan untuk hipertiroidisme mungkin

akan sangat berdampak kepada pasien lanjut usia. Metode pembedahan terbukti

efektif namun juga akan mengakibatkan menurunnya produksi dari hormone tiroid

dalam tubuh. Pasien lanjut usia juga meningkatkan resiko gagal jantung.

DAFTAR PUSTAKA

1. Sjamsihidajat R, De Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta : EGC;

2007

2. Sabiston D. Buku Ajar Bedah. Bagian 1. Jakarta : EGC ; 1995

3. Dorion D. Thyroid Anatomy. Available at:

http://emedicine.medscape.com/article/835535-overviewAccessed on October

14,2012

26

4. KurniadiA. Struma Nodusa Non Toxic. Available at:

http://www.fkumyecase.net/wiki/index.php?

page=Struma+Nodusa+Non+ToxicAccessed on October 14,2012

5. Fitriani R. Struma. . Available at: http://www.scribd.com/mobile/doc/51029276?width=600

Accessed on October 14,2012

6. Anonym. Lobektomi Total dan Subtotal Kelenjar Tiroid. Available at:

http://www.bedahumum.wordpress.com/2008/10/10/lobektomi-total-dan-subtotal-kelenjar-

tiroid/ Accessed on October 14,2012

7. Anonym. Bedah Onkologi Benjolan di Leher. Available at:

http://ahimztdoctorwannabe.blogspot.com/2011/12/bedah-onkologi-benjolan-di-leher.html

Accessed on October 14,2012

27