Strategi Pengembangan Kawasan Transit Oriented Development ...
Transcript of Strategi Pengembangan Kawasan Transit Oriented Development ...
1
Strategi Pengembangan Kawasan Transit Oriented Development (TOD) di Kota Bekasi
Noer Hafidh Al - Muwahidin
Lutfi Muta’ali
Abstract
The development of Bekasi City is currently directed to use public transportation as the
main transportation mode through the development of the Transit Oriented Development
(TOD) areas. The purpose of this study was to identify the existing conditions of the TOD areas,
to know the views of stakeholders regarding the priority of development, and to formulate
direction for development. This research used a qualitative descriptive analysis method.
Respondents consisted of government, society and private sectors, and were selected using
purposive sampling method, processing data using Expert Choice software. The results of this
research show there are disadvantaged areas, developing areas, and devveloped areas. Based
on the results of AHP and all stakeholder views, it is found that priorities order are the
transportation aspect, land use aspect, and economic aspect. Based on all aspect the priorities
order are to develop transit system, public space, commercial, housing and office. The
directions for development of transit system is to provide transit facilites, the direction of public
space development is to increase quantity and quality of public space, the direction for
commercial development is to provide integrated facilites, the direction for housing
development is to develop vertical dwelling, and the direction for office development is to
provide the facilities.
Keywords: Transit Oriented Development (TOD), urban development, Analysis Hierarchy
Process (AHP), priority development.
Abstrak
Perkembangan Kota Bekasi diarahkan pada penggunaan transportasi publik sebagai
moda transportasi utama melalui pengembangan kawasan Transit Oriented Development
(TOD). Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi kondisi eksisting kawasan TOD,
mengetahui pandangan stakeholder terkait prioritas pengembangan, serta menyusun arahan
pengembangan. Metode yang digunakan adalah deskriptif kualitatif dengan analisis AHP.
Pemilihan responden menggunakan purposive sampling terdiri dari pemerintah, masyarakat
dan swasta yang diolah menggunakan software Expert Choice. Hasil penelitian menunjukkan
terdapat kawasan TOD yang tertinggal, berkembang dan maju. Berdasarkan hasil AHP
gabungan stakeholder dan aspek transportasi, aspek pemanfaatan ruang maupun aspek
ekonomi urutan prioritas pengembangan adalah pengembangan sistem transit, ruang publik,
komersial, perumahan dan perkantoran. Arahan pengembangan sistem transit yaitu penyediaan
fasilitas transit, ruang publik ialah penataan kembali lahan kosong guna peningkatan kualitas
dan kuantitas, komersial ialah peyediaan fasilitas dan keterpaduan dengan fasilitas pendukung,
perumahan ialah pengembangan hunian vertikal dan perkantoran ialah penyediaan fasilitas
perkantoran.
Kata kunci: Transit Oriented Development (TOD), perkembangan kota, Analysis Hierarchy
Process, prioritas pengembangan.
2
PENDAHULUAN
Kota sebagai pusat pertumbuhan
memberikan daya tarik pada wilayah di
sekitarnya. Perkembangan kota dalam 20
tahun terakhir sangat besar, saat ini dari
proporsi penduduk dunia sebanyak 54%
penduduk dunia telah tinggal di area
perkotaan (UN Habitat, 2016). Tingginya
urbanisasi memberikan beragam dampak
positif maupun negatif bagi wilayah salah
satunya mendorong adanya urban sprawl
(Yunus, 2008).Urban sprawl merupakan
kondisi merambatnya morfologi perkotaan
di wilayah pinggirannya. Menurut
Sternberg (2003) dalam Ramlan dan
Rudiarto (2015) orang-orang memiliki
keinginan unuk menikmati suasana “kota
kecil”, maka cenderung memilih hidup di
pinggiran kota. Perkembangan perkotaan
yang terjadi di pinggiran kota akan
berdampak pada pertumbuhan permukiman
(Ramlan dan Rudiarto, 2015).
Kota Bekasi sebagai bagian dari
wilayah pengembangan Jabodetak
memiliki jumlah komuter tertinggi diantara
wilayah lainnya yaitu sebanyak 460.069
jiwa/hari dari total komuter 3,6 juta/hari di
Jabodetabek. Dari jumlah tersebut, 80%
komuter menggunakan kendaraan pribadi
sehingga menyebabkan timbulnya
permasalahan kemacetan (BPS, 2014).
Pemerintah Kota Bekasi dalam
Perda Kota Bekasi Nomor 13 Tahun 2011
menetapkan sebagian wilayahnya menjadi
kawasan TOD. Dorsey dan Mulder (2013)
menyebutkan bahwa kunci pengembangan
kawasan TOD adalah adanya sinergi tujuan
antara sektor pemerintah, swasta maupun
masyarakat. Penentuan prioritas
pengembangan dari tiap stakeholder pun
perlu dilakukan melalui kajian yang
mempertimbangkan kondisi eksisting Kota
Bekasi sehingga akan didapatkan arahan
pengembangan yang tepat dalam
mengembangkan kawasan TOD di Kota
Bekasi. Dengan berdasarkan Perda Kota
Bekasi Nomor 13 Tahun 2011 mengenai
Rencana Tata Ruang Wilayah serta revisi di
tahun 2016, Pemerintah Kota Bekasi
menetapkan adanya rencana pembangunan
kawasan TOD. Adapun rencana
pembangunn kawasan TOD meliputi TOD
Jaticempaka (Kelurahan Jatibening Baru),
TOD Cikunir I (Jatibening), TOD Cikunir
II (Jakamulya), TOD Bekasi Barat
(Pekayonjaya), TOD Bekasi Timur
(Jatimulya) dan TOD Margahayu.
Pengembangan kawasan TOD
dilakukan oleh Pemerintah Kota Bekasi
sebagai salah satu penyelesaian
permasalahan perkotaan utamanya
kemacetan akibat dari adanya mobilitas
penduduk yang menggunakan kendaraan
pribadi. Kondisi eksisting di kawasan TOD
saat ini masih belum terintegrasi antara
penggunaan lahan dengan transportasi.
Kawasan TOD yang ideal menurut ITDP
(2017) terdapat delapan kunci sasaran
dianataranya walk, cycle, connect, transit,
mix, densify, compact dan shift.
Keberhasilan pengembangan kawasan
TOD dapat dicapai utamanya apabila
terdapat fasilitas dan infrastruktur yang
mampu mendukung aktivitas mobilitas
dengan berjalan kaki, bersepeda, atau
menggunakan transportasi publik (transit).
Kondisi eksisting kawasan TOD di Kota
Bekasi saat ini masih belum mampu
mendukung aktivitas berjalan kaki,
bersepeda atau transportasi umum.
Sehingga perlu dilakukan kajian mengenai
kondisi eksisting kawasan TOD yang ada.
Pengembangan kawasan TOD Kota
Bekasi yang notabene merupakan area
metropolitan memerlukan kajian mengenai
kondisi karakteristik dan kondisi eksisting
wilayah khususnya di lokasi yang telah
ditentukan sebagai kawasan TOD. Analisis
karakteristik dan kondisi eksisting
diketahui melalui observasi dan wawancara
mendalam meliputi kondisi geografis,
aksesibilitas, fasilitas pendukung, dan
sosial ekonomi yang dapat digunakan
sebagai sumber informasi dalam analisis
pengembangan kawasan TOD.
Elemen pengembangan kawasan
TOD menurut Calthorpe (1993)
diantaranya pengembangan sarana dan
prasarana transportasi, pengembangan
ruang terbuka, pengembangan hunan,
3
pengembangan komersial dan
pengembangan perkantoran.
Pengembangan kawasan TOD yang
melibatkan banyak pihak mulai dari
pemerintah kota, masyarakat dan swasta
sebagai pengembang mempengaruhi arah
tujuan dari pengembangan kawasan TOD.
Tiap pihak yang terlibat dalam
pengembangan kawasan TOD memiliki
berbagai kepentingannya masing-masing
yang seringkali kepentingan dari pihak
tersebut berseberangan. Banyaknya pihak
yang terlibat dengan pengembangan
kawasan TOD memberikan peluang adanya
gap kepentingan antar pihak sehingga perlu
diidentifikasi kepentingan dari tiap pihak
untuk menghindari konflik kepentingan.
Keberhasilan pengembangan
kawasan TOD dapat tercapai apabila
konflik kepentingan dapat diminimalkan
serta didukung dengan perencanaan yang
inklusif di mana seluruh pihak yang
berkepentingan turut terlibat aktif dalam
mengarahkan pengembangannya. Selain itu
perlu dirumuskan prioritas dari
pengembangan elemen kawasan TOD dari
seluruh stakeholder.
Pengembangan kawasan TOD
tentunya diperlukan berbagai usaha agar
mampu memberikan kontribusi dalam
mengatasi permasalahan perkotaan. Untuk
mencapai kondisi kawasan TOD yang ideal
maka diperlukan langkah-langkah yang
strategis menyesuaikan dengan kondisi
eksisting, keinginan stakeholder serta teori
dan konsep mengenai TOD. Sehingga perlu
adanya analisis mengenai strategi arah
pengembangan kawasan TOD. Strategi
yang tepat sasaran dapat digunakan untuk
mengoptimalkan pengembangan kawasan
TOD.
Penelitian terhadap kawasan TOD di
Kota Bekasi mengenai penentuan prioritas
pengembangan belum pernah dilakukan.
Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan
untuk mengidentifikasi kondisi eksisting
kawasan, mengetahui pandangan
stakeholder terkait prioritaas
pengembangan dan menysusun strategi
arahan pengembangan kawasan TOD.
METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan
adalah deskriptif analisis bersifat kuantitatif
dan berbasis analisis data primer dan
sekunder. Analisis AHP (Analytical
Hierarchy Process) digunakan sebagai
pertimbangan semua aspek dan kriteria
berdasarkan pandangan stakeholder.
Pemilihan responden dilakukan dengan
teknik purposive sampling yang merupakan
stakeholder yang terdiri pemerintah,
masyarakat dan swasta. Hasil kuesioner
selanjutnya diolah menggunakan software
Expert Choice.
Observasi merupakan suatu proses
yang kompleks dan tersusun dari berbagai
proses biologis dan psikologis. Dua
komponen yang terpenting dalam observasi
adalah pengamatan dan ingatan (Hadi, 1986
dalam Sugiyono, 2007). Observasi
dilakukan dengan tujuan untuk
mengidentifikasi karakteristik kondisi
eksisting kawasan TOD Kota Bekasi.
Observasi yang dilakukan merupakan
observasi nonpartisipan yang artinya
peneliti tidak terlibat dalam topik penilitian
tetapi hanya sebagai pengamat independen.
Sifat observasi yang dilakukan merupakan
observasi terstruktur yaitu observasi yang
telah dirancang sistematis, terkait dengan
objek yang diamati maupun lokasi dan
waktu pengamatan
Data sekunder yang diperoleh dari
instansi dikumpulkan berdasarkan variabel
data. Adapun penggunaan data sekunder
digunakan untuk mengidentifikasi
karakteristik kondisi eksisting
dianataranya.
Tabel 1
No Indikator Variabel
1 Kondisi
Geografis
Lokasi Kawasan
Penggunaan Lahan
Persentase
Penggunaan Lahan
Keragaman
Penggunaan Lahan
Aksesibilitas Jaringan Jalan
Transportasi Umum
Waktu Tempuh
4
Frekuensi
Transportasi Umum
Fasilitas
Pendukung
Lahan Parkir
Trotoar/Pedestri
Jalur Sepeda
Penerangan Jalan
Papan Informasi
Sumber: Olahan Data, 2019
Wawancara adalah alat yang
dipergunakan dalam komunikasi tersebut
yang berbentuk sejumlah pertanyaan lusan
yang diajukan oleh pengumpul data sebagai
pencari informasi yang dijawab secara lisan
pula oleh responden (Nawawi dan Hadari,
2006). Wawancara digunakan untuk
mengumpulkan data primer. Teknik
wawancara yang digunakan dalam
penelitian ini adalah wawancara terstruktur
dengan menggunakan kuesioner dan
wawancara mendalam menggunakan daftar
pertanyaannya yang sepsifik dan bersifat
pertanyaan terbuka.
Adapun wawancara digunakan
untuk mengumpulkan informasi terkait
kondisi eksisting di sekitara kawasan TOD.
Sedangkan wawancara dengan pertanyaan
terstruktur dan tertutup digunakan untuk
menghimpunpun informasi pandangan tiap
stakeholder mengenai prioritas
pengembangan TOD. Penyusunan
kuesioner yang digunakan berdasarkan
hirarki analisis AHP.
AHP merupakan salah satu teknik
untuk pengambilan keputusan
menggunakan model matematis
berdasarkan beberapa kriteria dengan
melakukan analisa perbandingan
berpasangan dari masing-masing kriteria
(Purwohandoyo dan Sadali, 2018).
Tujuan pertama mendeskripsikan
kondisi eksisting kawasan yang didapatkan
melalui observasi dan interview. Tujuan
kedua mendeskripsikan prioritas alternatif
pengembangan kawasan TOD berdasarkan
analisis AHP yang diolah menggunakan
software Expert Choice. Adapun prioritas
tersebut didapatkan dari persepsi
stakeholder yang terlibat langsung maupun
paham mengenai pengembangan kawasan
TOD. Tujuan ketiga mendeskripsikan
strategi arahan pengembangan TOD
melalui analisis tabulasi silang yang di
dalamnya berkaitan dengan kondisi
eksisting, potensi dan permasalahan.
Teknik Analisis deskrptif
merupakan suatu bentuk analisis yang
digunakan dengan tujuan untuk
menggambarkan/melukiskan objek atau
fakta-fakta fenomena yang tampak ada
berdasarkan data baik berupa data
kualitatif, kuantitatif maupun data spasial
(Nawawi dan Martini, 2005). Deskripsi
dilakukan dengan memaparkan sejumlah
data dengan tampilan tabulasi dan peta
dalam bentuk uraian sehingga
memudahkan untuk dipahami. Teknik
analisis deskriptif yang digunakan untuk
memberikan gambaran mengenai
karakteristik kondisi eksisting kawasan
TOD. Adapun fenomena yang
dideskripsikan diantaranya adalah kondisi
geografis, aksesibilitas dan fasilitas
pendukung kawasan TOD.
Selain itu, metode analisis deksriptif
digunakan untuk menjawab tujuan ketiga
dengan mempertimbangkan potensi dan
masalah pada tiap fungsi prioritas
pengembangan. Hasil dari prioritas
pengembangan akan dijadikan dasar dalam
penentuan strategi arahan pengembangan
Kawasan TOD Kota Bekasi. Hasil studi AHP dilakukan dengan
menggunakan alat bantu program Expert
Choice. Prinsip penilaian AHP adalah
membandingkan tingkat kepentingan
prioritas antara satu elemen dengan elemen
lainnya berada pada tingkatan atau level yang
sama berdasarkan pertimbangan tertentu.
Dalam analisis ini ada lima bagian terdiri atas
tujuan dan empat level, yaitu; (1) tujuan; (2)
level 1 adalah aspek; (3) level 2 adalah
kriteria; (4) level 3 adalah stakeholder; dan
(5) level 4 adalah prioritas pengembangan
(Muta’ali, 2015). Hasil pedapat dari para
stakeholder nantinya akan dideskripsikan dan
dibuat tabulasi silang.
5
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Kondisi Kawasan Eksisting
Rencana pengembangan kawasan
TOD di Kota Bekasi khususnya yang
berbasis rel akan menggunakan jaringan
LRT sebagai basis moda trarnsportasinya.
Sehingga kawasan yang dikembangkan
adalah yang berada di sekitar stasiun LRT.
Berdasarkan rencana pengembangan
terdapat lima stasiun LRT yang akan
dikembangkan sebagai kawasan TOD
diantaranya adalah Stasiun Jaticempaka
(TOD Jaticempaka), Stasiun Cikunir I
(TOD Cikunir I/TOD Jatibening), Stasiun
Cikunir II (TOD Cikunir II), Stasiun Bekasi
Barat (TOD Bekasi Barat) dan Stasiun
Bekasi Timur (TOD Bekasi Timur).
TOD Jaticempaka
Kawasan TOD Jaticempaka berada
pada BWP Pondok Gede. Secara
administratif pada radius 400 meter dari
titik transit berada pada Kelurahan
Jatibening Baru dengan luas 30,32 ha dan
Kelurahan Jaticempaka dengan luas 19,68
ha sebagai area utama yang mendukung
aktivitas transit. Adapun pada radius 800
meter Kelurahan Jatibening Baru dengan
luas 117,77 ha sedangkan Kelurahan
Jaticempaka 82,23 ha.
Tabel 2 Indikator Kondisi Eksisting
Karakter
Pengembangan
Sebagai pusat kegiatan
ekonomi skala lingkungan
lokal. Dengan penggunaan
lahan sebagian besar
permukiman teratur dan tidak
teratur. Memiliki letak yang
berbatasan langsung dengan
DKI Jakarta. Selain itu
memiliki kepadatan bangunan
yang tinggi.
Aksesibilitas Terdapat beberapa akses jalan
yaitu Jalan Curug Raya, Jalan
Raya Jatibening dan Jalan
Kapin. Akan tetapi polanya
tidak teratur dan membentuk
spinal.
Sistem Transit Belum ada transportasi umum
yang tersedia. Untuk
prasarana pendukung stasiun
LRT sedang proses
pembangunan.
Intensitas
Pemanfaatan
Ruang
Proporsi lahan terbangun
sebesar 89% sedangkan lahan
non terbangun 11%. Serta ada
beberapa ruang terbuka yang
sedang dalam proses
pembangunan untuk proses
prasarana TOD.
Sosial
Ekonomi
Tahun 2017, terdapat 40.098
jiwa penduduk dengan
kepadatan penduduk sebesar
200 jiwa/hektar.
Klasifikasi Kawasan TOD
Berkembang
Sumber:Olahan Penulis, 2019
Kawasan TOD Jaticempaka
sebagian besar merupakan zona perumahan
kepadatan tinggi kemudian zona RTNH dan
zona perumahan perdagangan jasa (zona
campuran). Aktivitas yang terdapat saat ini
adalah untuk bekerja dan berusaha
difasilitasi dengan kantor swasta dan kantor
pemerintah, pergudangan, industri, ruko
dan supermarket. Berdasarkan RDTR Kota
Bekasi, Kawasan TOD Jaticempaka akan
mempersiapkan kawasan menjadi
permukiman kepadatan tinggi,
perdagangan dan jasa skala kota/regional
sehingga akan menumbuhkan aktivitas
pelayanan permukiman yang lebih
kompleks. Selain itu akan didukung dengan
ketersediaan ruang publik utamanya
dengan taman skala kelurahan dan
kecamatan serta sarana kegiatan olahraga.
TOD Cikunir I
Kawasan TOD Cikunir I pada radius
400 meter hanya berada pada Kelurahan
Jatibening sedangkan pada radius 800
meter berada di empat kelurahan
diantaranya adalah Kelurahan Bintarajaya,
Kelurahan Jakasampurna, Kelurahan
Jakamulya dan Kelurahan Jatibening.
Sebagian besar kawasan TOD Cikunir I
berada pada Kelurahan Jatibening dengan
luas 187,81 ha.
Tabel 3 Indikator Kondisi Eksisting
Karakter
Pengembangan
Sebagai pusat kegiatan
ekonomi skala lingkungan
lokal. Dengan penggunaan
lahan sebagian besar
permukiman dan di pinggir
jalan terdapat beberapa
komersial
6
Aksesibilitas Terdapat beberapa akses
jalan diantaranya Jalan
Caman, Jalan Kincana dan
Jalan Dr Ratna. Akan
tetapi polanya tidak teratur
dan membentuk spinal.
Sistem Transit Bus Kecil dengan nomor
trayek 58 (Trayek
Cililitan-Perum 1) dan
angkot K08 (Trayek
Sumber Arta-Pondok
Gede). Kondisi prasarana
yang tersedia hanya
penerangan jalan.
Intensitas
Pemanfaatan
Ruang
Proporsi lahan terbangun
sebesar 60% sedangkan
lahan non terbangun 40%.
Kondisi saat ini masih
sedang proses pembebasan
lahan.
Sosial
EKonomi
Tahun 2017, terdapat
38.642 jiwa penduduk
dengan kepadatan
penduduk sebesar 193
jiwa/hektar.
Klasifikasi Kawasan TOD
Berkembang
Sumber: Olahan Penulis, 2019
Perencanaan ruang pada kawasan
TOD Cikunir I diarahkan sebagai kawasan
perumahan dengan kepadatan yang tinggi.
Kondisi eksisting saat ini sudah terdapat
beberapa perumahan beragam tipe hunian,
harga maupun kepadatan. Adapun ke
depannya, saat ini sedang dilakukan
pembangunan apartemen The Conexio
Cikunir I yang berada di selatan lokasi
calon stasiun LRT. Adapun kapasitas
apartemen tersebut mencapai 644 unit
dengan dibangun 24 lantai.
TOD Cikunir II
Kawasan TOD Cikunir II memiliki
karakteristik geografis yang unik
dibandingkan dengan kawasan TOD
lainnya di Kota Bekasi. Pada kawasan TOD
Cikunir II memiliki banyak lahan kosong
yaitu sekitar 55% wilayahnya merupakan
lahan nonterbangun sedangkan lahan
terbangun dalam kawasan tersebut hanya
45% dari keselurahan luas wilayah.
Tabel 4 Indikator Kondisi Eksisting
Karakter
Pengembangan
Sebagai pusat kegiatan
ekonomi skala lingkungan
lokal. Dengan penggunaan
lahan sebagian besar
permukiman teratur dan di
pinggir jalan terdapat beberapa
komersial.
Aksesibilitas Terdapat beberapa akses jalan
diantaranya Jalan Cikunir
Raya, Jalan Puncak Cikunir,
Jalan Batu Mulya dan Jalan
Taman Galaxy. Akan tetapi
polanya tidak teratur dan
membentuk spinal.
Sistem Transit Bus Kecil dengan nomor trayek
58 (Trayek Cililitan-Perum 1)
dan beberapa angkot
diantaranya M26, M19, K05A,
K05, K26. Sedangkan untuk
prasarana transit belum ada.
Intensitas
Pemanfaatan
Ruang
Proporsi lahan terbangun
sebesar 45% sedangkan lahan
non terbangun 55%. Kondisi
saat ini masih sedang proses
pembangunan hunian vertikal
yang menunjang.
Sosial
Ekonomi
Tahun 2017, terdapat 27.240
jiwa penduduk dengan
kepadatan penduduk sebesar
136 jiwa/hektar.
Klasifikasi Kawasan TOD Tertinggal
Sumber: Olahan Penulis, 2019
Kondisi eksisting kawasan TOD
Cikunir II masih memiliki akses yang
terbatas pada jaringan jalannya. Hal
tersebut karena pola jaringan jalan berupa
linear memanjang dari barat ke timur atau
sebaliknya saja. Sedangkan akses pada sisi
utara dan selatan masih sangat terbatas.
Selain itu lebar jalan akses kapasitas
volumenya masih kurang memenuhi
kebutuhan. Adapun untuk fasilitas pejalan
kaki maupun pesepada di dalam kawasan
TOD masih belum tersedia baik dari
pedestrian maupun fasilitas lainnya.
TOD Bekasi Barat
Kawasan TOD Bekasi Barat
memiliki tipologi sebagai TOD Pusat Kota.
Karakteristik kawasan sebagai pusat
kegiatan perkonomian regional yang terdiri
dari beberapa fasilitas diantaranya adalah
fasilitas hunian vertikal (apartemen),
perdagangan dan jasa, perkantoran, dan
pendidikan. Ketersediaan fasilitas yang
lengkap menjadikan kawasan TOD Bekasi
Barat menjadi kawasan yang strategis dan
memiliki daya tarik bagi masyarakat di
7
sekitarnya. Sebagai salah satu pusat
kegiatan di Kota Bekasi menjadikan
kawasan tersebut rawan kemacetan terlebih
pada jam berangkat dan pulang kantor.
Tabel 5 Indikator Kondisi Eksisting
Karakter
Pengembangan
Sebagai pusat kegiatan
ekonomi skala regional/kota.
Dengan penggunaan lahan
sebagian besar perdagangan
dan jasa serta hunian vertikal.
Aksesibilitas Terdapat dua akses jalan
utama yaitu Jalan Pekayon
dan Jalan A. Yani. Selain itu
terdapat gerbang masuk dan
keluar tol Jakarta-Cikampek.
Sistem Transit Terdapat angkutan umum
berupa:
a. bus kecil atau angkot
dengan trayek K02,K12B,
K25 dan K4S.
b. bus besar dengan trayek
AC05, AC25, AC29, P9B,
Trans Galaxy, Trans Jakarta
B11 dan B12.
Kondisi prasarana yang
tersedia diantaranya halte,
papan informasi trayek dan
penerangan jalan.
Intensitas
Pemanfaatan
Ruang
Proporsi lahan terbangun
sebesar 88% sedangkan lahan
non terbangun 12%. Kondisi
saat ini masih sedang
pembangunan dan
pengintegrasian gedung
fasilitas yang sudah ada
diantaranya apartemen, mall
dan perkantoran.
Sosial Ekonomi Tahun 2017, terdapat 28.583
jiwa penduduk dengan
kepadatan penduduk sebesar
143 jiwa/hektar.
Klasifikasi Kawasan TOD Maju
Sumber: Olahan Penulis, 2019
Pemanfaatan ruang di kawasan
TOD Bekasi Barat diarahkan pusat kegiatan
ekonomi skala regional dengan
mengembangkan zona campuran, zona
perumahan kepadatan tinggi, zona RTH
dan zona perdagangan jasa skala
kota/regional. Adapun kondisi eksisting
tutupan lahan kawasan TOD Bekasi Barat
sebagian besar merupakan lahan terbangun
yang mencapai 88% sedangkan lahan
nonterbangun hanya 12%. Tingginya
kebutuhan ruang di dalam kawasan tersebut
menjadikan ketinggian maksimal bangunan
hingga 43 lantai berdasarkan RDTR Kota
Bekasi.
TOD Bekasi Timur
Kawasan TOD Bekasi Timur secara
administrasi sebagian besar berada di
Kabupaten Bekasi akan tetapi dalam
pengelolaan kawasan dilakukan bersama-
sama dengan Pemerintah Kota Bekasi. Luas
kawasan TOD Kota Bekasi yang masih
masuk ke dalam wilayah administrasi Kota
Bekasi hanya terdapat 28,31 ha yang
terbagi dalam dua kelurahan. Adapun
wilayah tersebut terbagi atas Kelurahan
Margahayu di Kecamatan Bekasi Timur
dengan luas 22,00 ha dan Kelurahan
Pengasinan di Kecamatan Rawalumbu
dengan luas 6,31 ha.
Tabel 6 Indikator Kondisi Eksisting
Karakter
Pengembangan
Sebagai pusat kegiatan
ekonomi skala regional/kota.
Dengan penggunaan lahan
sebagian besar perdagangan
dan jasa serta hunian vertikal.
Aksesibilitas Terdapat beberapa akses
jalan diantaranya Jalan
Inspeksi Kalimalang, Jalan
H.M. Joyomartono dan Jalan
Chairil Anwar. Akan tetapi
polanya masih belum dapat
diakses dari segala arah.
Sistem Transit Terdapat angkutan umum
berupa:
a. bus kecil atau angkot
dengan trayek K43,K19A,
K19 dan K5S.
b. bus besar dengan trayek
ACS2, AC05, AC132, P9A,
AP98T AJA P, Agra Mas dan
Trans Jakarta B12.
Kondisi prasarana yang
tersedia diantaranya halte,
papan informasi trayek dan
penerangan jalan.
Intensitas
Pemanfaatan
Ruang
Proporsi lahan terbangun
sebesar 60% sedangkan lahan
non terbangun 40%. Kondisi
saat ini sedang pembangunan
prasarana seperti mall,
apartemen dan
pengintegrasian antar gedung
eksisting.
Sosial Ekonomi Tahun 2017, terdapat 4.563
jiwa penduduk dengan
8
kepadatan penduduk sebesar
161 jiwa/hektar.
Klasifikasi Kawasan TOD Maju
Sumber: Olahan Penulis, 2019
Letak kawasan TOD Bekasi Timur
yang strategis sehingga cukup mudah
diakses oleh masyarakat didukung oleh
beberapa fasilitas transportasi. Kondisi
akses menuju kawasan TOD Bekasi Timur
terhubung oleh empat akses jalan utama
diantaranya adalah Jalan Inspeksi
Kalimalang (lebar 9 meter), Jalan H.M.
Joyomartono (lebar 18 meter) dan Jalan
Chairil Anwar (lebar 17 meter) serta akses
jalan tol ruas Jakarta - Cikampek. Akses
jalan tersebut saling terhubung menuju area
titik transit dari arah baik utara ke selatan
maupun barat ke timur sehingga titik transit
dapat diakses dari segala arah.
2. Prioritas Pengembangan Kawasan
Prioritas pengembangan kawasan
tiap stakeholder yang terdiri dari
pemerintah, swasta dan masyarakat.
Berdasarkan aspek transportasi, aspek
pemanfaatan ruang dan aspek ekonomi.
Menurut Pemerintah
Penentuan prioritas pengembangan
kawasan TOD menurut pemerintah
menggunakan analisis AHP secara
keseluruhan baik dari level tujuan, aspek,
kriteria, dan subkriteria. Hasil analisis
tersebut ialah berupa urutan alternatif
pengembangan kawasan TOD di Kota
Bekasi yang dapat dicermati pada gambar
di bawah ini.
Gambar 1 Urutan Prioritas Menurut
Pemerintah.Sumber: Olahan Data, 2019
Berdasarkan gambar di atas dapat
diketahui prioritas pengembangan kawasan
TOD menurut pemerintah dengan cara
perbandingan berpasangan semua unsur
kriteria dengan alternatif prioritas
pengembangan dengan urutan diantaranya
adalah pengembangan sistem transit
(0,299), komersial (0,223), ruang publik
(0,217), perumahan (0,142) dan
perkantoran (0,119). Pengembangan
perkantoran pada kawasan TOD di Kota
Bekasi kurang diprioritaskan apabila
dibandingkan dengan alternatif lain.
Pengembangan perkantoran masih belum
terlalu diprioritaskan sebab pengembangan
perkantoran dianggap akan memberikan
pengaruh yang tidak terlalu besar,
mengingat sebagian besar penduduk Kota
Bekasi adalah sebagai komuter yang
bekerja di DKI Jakarta yaitu mencapai
378.078 sehingga alternatif pengembangan
yang paling diprioritaskan adalah
pengembangan sistem transit guna
memfasilitasi transportasi komuter
sehingga mampu mengurangi kemacetan
(BPS, 2015). Selain itu, pengembangan
komersial dijadikan sebagai salah satu daya
tarik dan pusat kegiatan masyarakat
sehingga terjadinya kegiatan masyarakat
yang berpusat dalam kawasan.
Pengembangan komersial utamanya pada
kawasan TOD Bekasi Barat dan kawasan
TOD Bekasi Timur sebagian besar sudah
terdapat fungsi komersial diantaranya
sudah ada beberapa mall dan rumah toko,
meski begitu pengembangan tersebut masih
perlu dilakukan terlebih untuk
mengintegrasikan dengan ruang publik dan
perumahan sehingga memudahkan
masyarakat untuk mengaksesnya.
Menurut Masyarakat
Hasil analsis AHP dengan gabungan
seluruh aspek, subkriteria dan kriteria
tujuan yang ingin dicapai menurut
masyarakat dapat dicermati pada gambar 2
di bawah ini. Berdasarkan gambar 2
tersebut diketahui bahwa alternatif prioritas
pengembangan urutannya adalah
pengembangan sistem transit (0,319),
komersial (0,221), ruang publik (0,182),
perumahan (0,168) dan perkantoran
(0,109). Apabila dilihat berdasarkan urutan
alternatif prioritasnya ternyata memiliki
kesamaan dengan pandangan pemerintah
meskipun berbeda pada nilai prioritasnya.
Sehingga tujuan pengembangan kawasan
9
TOD antara pemerintah dan masyarakat
sudah sejalan.
Gambar 2 Urutan Prioritas Menurut Masyarakat.
Sumber: Olahan Data, 2019
Menurut Swasta
Menurut stakeholder swasta
sebaiknya pengembangan yang
diprioritaskan ialah pada sistem transit
(0.313). Prioritas sistem transit memiliki
nilai yang cukup signifikan apabila
dibandingkan dengan alternatif prioritas
pengembangan lainnya yaitu perumahan
(0.216), ruang publik (0.212), komersial
(0.163), dan terakhir perkantoran (0.095).
Pengembangan sistem transit menjadi yang
paling utama diprioritaskan karena hal
tersebut sudah sejalan dengan keinginan
pemerintah dan masyarakat sekitar.
Sedangkan pengembangan perkantoran
tidak dijadikan sebagai prioritas
pengembangan, karena kondisi eksisting
perkantoran sudah banyak yang mengalami
perkembangan menjadi coworking space
yang bentuknya tedapat di ruang publik
selain itu kondisi penduduk di sana
sebagian besar adalah komuter.
Gambar 3 Urutan Prioritas Menurut Swasta.
Sumber: Olahan Data, 2019
Sementara
Prioritas Berdasarkan Tiap Aspek
Menurut gabungan stakeholder
yang terdiri dari pemerintah, masyarakat
dan swasta prioritas pengembangan
berdasarkan tiap aspek dapat dilihat pada
tabel 7.
Tabel 7 Urutan Aspek
Transportasi
Aspek
Pemanfaatan
Ruang
Aspek
Ekonomi
1. Sistem
Transit
Sistem
Transit
Komersial
2. Ruang
Publik
Ruang
Publik
Perumahan
3. Perumahan Perumahan Sistem
Transit
4. Komersial Komersial Ruang
Publik
5. Perkantoran Perkantoran Perkantoran
Sumber: Olahan Data, 2019
Adapun pada aspek transportasi dan
aspek pemanfaatan ruang memiliki urutan
prioritas pengembangan yang sama yaitu
sistem transit, ruang publik, perumahan,
komersial dan perkantoran. Sedangkan
pada aspek ekonomi alternatif prioritas
pengembangan yang dirasa tepat adalah
pengembangan komersial.
Urutan Prioritas Menurut Gabungan
Stakeholder
Hasil urutan prioritas
pengembangan berdasarkan gabungan
stakeholder diantaranya adalah
pengembangan sistem transit (0,316),
pengembangan ruang publik (0,209),
pengembangan komersial (0,204),
pengembangan perumahan (0,163) dan
pengembangan perkantoran (0,108).
Pemilihan pengembangan sistem transit
sebagai prioritas dipengaruhi kuat oleh
tingginya nilai aspek transportasi dengan
bobot nilai yaitu 0,394, sedangkan pada
aspek ekonomi memiliki bobot nilai 0,351
dan aspek pemanfaatan ruang sebesar
0,255.
Gambar 4 Urutan Prioritas Menurut Gabungan
Stakeholder. Sumber: Olahan Data, 2019
Priotas pengembangan sistem transit
merupakan pondasi dalam
mengembangkan kawasan yang berkonsep
TOD. Transit memiliki yaitu
pemberhentian sementara untuk pergantian
moda transportasi. Pengembangan sistem
transit memiliki tujuan untuk memudahkan
masyarakat melakukan perpindahan
antarmoda transportasi maupun antar rute
tujuan perjalanan. Dengan begitu akan
tercapainya peningkatan aksesibilitas,
peningkatan konektivitas dan peningkatan
transportasi publik.
10
Pengembangan ruang publik dapat
meningkatkan efisiensi pemanfaatan ruang
khususnya dalam mengubah taman atau
lahan yang dimiliki individu dan bersifat
privat kemudian menjadi ruang publik
sehingga dapat diakses oleh banyak orang.
Adapun strategi yang dilakukan untuk
mengembangkan ruang publik secara
jangka panjang dapat dengan cara
konsolidasi tanah.
Area komersial merupakan salah
satu komponen yang penting dalam
pengembangan kawasan TOD. Area
komersial sebagai salah satu daya tarik dan
pusat kegiatan masyarakat memberikan
peranan yang strategis bagi kesuksesan
pengembangan TOD. Adapaun kondisi
eksisting kegiatan komersial di kawasan
TOD berupa mall, komplek pertokoan
maupun toko di pinggir jalan. Selain itu di
sekitar kegiatan komersial utama umumnya
terdapat sektor informal seperti pedagangan
kaki lima.
Bentuk perumahan yang sesuai
dengan kondisi perkotaan Bekasi saat ini
adalah berupa hunian vertikal seperti
apartemen dan rumah susun mengingat
kondisi ketersediaan lahan yang sangat
terbatas. Namun demikian dalam
pengembangan perumahan saat ini
bagaimana mengintegrasikan keberadaan
tempat tinggal dengan jaringan transportasi
publik sehingga masyarakat mudah untuk
menggunakan transportasi publik
khususnya transportasi massal.
Adapun konsep pengembangan
perkantoran di kawasan TOD Bekasi adalah
perkantoran yang dapat terintegrasi dengan
perumahan atau apartemen sehingga akses
menuju tempat kerja dari tempat tinggal
menjadi lebih mudah. Selain itu
perkembangan tempat kerja sekarang
banyak yang mengandalkan ruang publik
sehingga berupa tempat kerja bersama-
sama secara kolaboratif atau coworking
space.
3. Strategi Arahan Pengembangan
Kawasan
Berdasarkan kondisi eksisting tiap
kawasan TOD masih perlu pengembangan
yang disesuaikan dengan karakteristik serta
aturan yang ada. Pengembangan kawasan
TOD memerlukan cara atau strategi yang
tepat utamanya berdasarkan progress
pengembangan yaitu kawasan TOD
tertinggal, berkembang dan maju.
Kondisi kawasan TOD berkembang
umumnya belum terdapat karakter
pengembangan yang mencerminkan
kawasan TOD, aksesibilitas terhadap
kawasan masih sangat terbatas, kegiatan
transit belum ada, intensitas pemanfaatan
ruang masih rendah dan terdapat banyak
lahan yang masih kosong. Meskipun begitu,
kondisi sosial ekonomi sudah mulai
mendukung kegiatan transit.
Kawasan TOD yang sudah
berkembang dapat identifikasi melalui
aspek lokasi yang sudah mulai memiliki
karakter pengembangan untuk kegiatan
transit, walaupun akses terhadap kawasan
masih terbatas. Pada sistem transit pun
fasilitas yang disediakan masih terbatas dan
butuh pengembangan. Adapun kawasan
TOD yang sudah maju memiliki karakter
pengembangan kawasan secara lokasi,
penggunaan lahan, kepadatan maupun
identitas kawasan sudah mendukung
kegiatan transit. Akses menuju kawasan
umumnya dapat ditempuh dari berbagai
arah, sudah terdapat kegiatan transit
meskipun fasilitas penunjangnya terbatas.
Intensitas pemanfaatan ruang tinggi dengan
terdapat banyak bangunan vertikal. Kondisi
sosial ekonomi sudah mendukung kegiatan
transit. Untuk lebih jelasnya dapat
mencermati pada tabel 8.
11
Tabel 8 Klasifikasi TOD Kondisi Eksisting Strategi Pengembangan
TOD Tertinggal
(TOD Cikunir II)
- Belum terdapat karakter pengembangan yang mencerminkan
kawasan TOD utamanya dalam hal lokasi, keragaman penggunaan
lahan serta identitas kawasan yang menjadi ciri khas.
- Aksesibilitas terhadap kawasan masih sangat terbatas, kondisi
eksisting jaringan jalan yang belum dapat diakses dari segala arah
serta keterbatasan transportasi publik.
- Kegiatan transit belum ada.
- Intensitas pemanfaatan ruang masih rendah, terdapat banyak lahan
yang masih kosong.
- Kondisi sosial ekonomi sudah mulai mendukung kegiatan transit
- Peningkatan branding kawasan sebagai identitas kawasan TOD serta
keragaman penggunaan lahan
- Melakukan penataan ulang jaringan jalan yang ada serta meningkatkan moda
transportasi publik. Perlu penyediaan akses untuk pejalan kaki dan pengguna
sepeda.
- Meningkatkan daya tarik kawasan serta menyediakan fasilitas pendukung yang
menarik untuk kegiatan transit
- Melakukan intensifikasi pembangunan utamanya dengan konsep vertikal dan
kompak sehingga lahan menjadi efisien
- Meningkatkan kegiatan komersial di sekitar pusat kawasan serta mengadakan
kegiatan yang sosial yang menjadi daya tarik masyarakat.
TOD Berkembang
(TOD
Jaticempaka dan
TOD Cikunir I)
- Karakter pengembangan umumnya sudah mendukung secara lokasi,
keragaman penggunaan lahan, namun identitas kawasan belum
terlihat jelas yang dijadikan sebagai ciri khas.
- Aksesibilitas terhadap kawasan masih terbatas, kondisi eksisting
jaringan jalan yang belum dapat diakses dari segala arah serta
keterbatasan transportasi publik.
- Fasilitas untuk kegiatan transit sudah mulai ada namun masih belum
lengkap.
- Sebagian besar lahan yang terdapat dalam kawasan sudah
dimanfaatkan dengan intensitas sedang hingga tinggi,
pengembangan vertikal pun sudah ada.
- Kondisi sosial ekonomi sudah mulai mendukung kegiatan transit.
- Peningkatan branding kawasan sebagai identitas kawasan TOD.
- Peningkatan aksesibilitas dengan menata ulang jaringan jalan atau dengan
memperbesar kapasitas jalan yang sudah ada. Perlu melakukan peningkatan
akses terhadap pejalan kaki dan pengguna sepeda.
- Peningkatan fasilitas untuk kegiatan transit utamanya terhadap seluruh
golongan yang dapat digunakan utamanya bagi difabel maupun lanjut usia.
- Melakukan perencanaan dan penataan menyeluruh terhadap bangunan yang
sudah ada utamanya pada bangunan vertikal.
- Meningkatkan kegiatan komersial di sekitar pusat kawasan serta mengadakan
kegiatan yang sosial yang menjadi daya tarik masyarakat.
TOD Maju (TOD
Bekasi Barat dan
TOD Bekasi
Timur)
- Karakter pengembangan kawasan secara lokasi, penggunaan lahan,
kepadatan maupun identitas kawasan sudah mendukung kegiatan
transit.
- Aksesibilitas menuju kawasan umumnya dapat ditempuh dari
berbagai arah.
- Sudah terdapat kegiatan transit meskipun fasilitas penunjangnya
terbatas
- Intensitas pemanfaatan ruang tinggi dengan terdapat banyak
bangunan vertikal.
- Kondisi sosial ekonomi sudah mendukung kegiatan transit.
- Melakukan penguatan branding dengan membuat monumen atau simbol
kawasan sebagai identitas kawasan TOD.
- Melakukan penataan dan peningkatan kapasitas jalan yang ada. Serta
melakukan integrasi antar simpul jaringan sehingga dapat diakses dengan
berbagai moda.
- Peningkatan fasilitas kegiatan transit utamanya bagi masyarakat yang
menggunakan moda kendaraan tidak bermotor seperti pejalan kaki dan
pengguna sepeda
- Melakukan penataan dan pengawasan terhadap bangunan vertikal yang sudah
ada sehingga sesuai rencana tata ruang
- Menata kegiatan komersial sehingga tidak mengganggu aktivitas transit
utamanya pada sektor informal.
Sumber: Hasil Analisis, 2019
12
KESIMPULAN
1.Kawasan Transit Oriented Development
(TOD) di Kota Bekasi merupakan sebagai
pusat kegiatan berdasarkan kondisi
eksistingnya masih harus dikembangkan.
Adapun terdapat tiga kategori
perkembangan kawasan TOD diantaranya
TOD Maju, TOD Berkembang dan TOD
Tertinggal. Kawasan TOD Bekasi Barat
dan Bekasi Timur dikategotikan sebagai
TOD Maju, Kawasan TOD Jaticempaka
dan TOD CIkunir I dikategorikan sebgai
TOD Berkembang sedangkan TOD Cikunir
II masih dikategorikan sebagai TOD
Tertinggal. Pengembangan kawasan masih
sangat diperlukan khususnya untuk
peningkatan aksesibilitas kawasan serta
fasilitas untuk transit, jalur pejalan kaki dan
jalur pengguna sepeda serta pengembangan
area perumahan dan komersial di sekitar
titik stasiun LRT sebagai titik transit utama.
2.Berdasarkan hasil AHP diperoleh bahwa
berdasarkan aspek transportasi dan aspek
pemanfaatan ruang pengembangan
kawasan memprioritaskan pengembangan
sistem transit dan pada aspek ekonomi
pengembangan kawasan memprioritaskan
pengembangan fungsi komersial. Adapun
secara keseluruhan aspek transportasi
merupakan kriteria yang paling
diprioirtaskan dalam pengembangan TOD.
Berdasarkan gabungan ketiga aspek maka
urutan prioritas pengembangan adalah
sistem transit (0,316), ruang publik (0,209),
komersial (0,204), perumahan (0,163) dan
perkantoran (0,108). Menurut ketiga
stakeholder yaitu pemerintah, masyarakat,
dan swasta menjadikan pengembangan
sistem transit sebagai prioritas utama,
adapun urutan prioritas pemerintah dan
masyarakat memiliki persamaan sedangkan
urutan prioritas swasta pada urutan prioritas
kedua hingga ke lima berbeda.
3.Setiap alternatif pengembangan memiliki
potensi dan masalah yang berbeda,
sehingga perlu arahan pengembangan
masing-masing sesuai dengan pencapaian
yang diharapkan. Adapun arahan
pengembangan untuk sistem transit adalah
penyediaan fasilitas yang mengutamakan
pejalan kaki dan pengguna sepeda yang
aman dan nyaman serta fasilitas
perpindahan moda yang mudah dan
nyaman. Pada pengembangan ruang publik
adalah pengembangan dan penataan
kembali ruang publik yang nyaman, arahan
pengembangan komersial yaitu penataan
ulang komersial eksisting sehingga terpadu
dengan infrastruktur lainnya, pada fungsi
perumahan yaitu peningkatan keberagaman
tipe hunian vertikal dan pada fungsi
perkantoran yaitu penyediaan fasilitas
perkantoran serta fasilitas pendukungnya.
SARAN
1.Pengembangan Kawasan TOD di Kota
Bekasi memiliki peluang dan tantangan.
Peluang tersebut dapat dijadikan sebagai
momentum untuk mengatasi permasalahan
perkotaan yang terjadi, letak wilayah yang
strategis sebagai penyangga ibukota harus
dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk
kemajuan wilayah. Namun dalam
pelaksanaannya, sangat diperlukan
koordinasi yang baik antar stakeholder
pembangunan maupun dengan wilayah
yang terhubung sehingga konektivitas
dengan wilayah lain dapat tercipta dengan
baik.
2.Kawasan Transit Oriented Development
dapat menjadi potensi yang besar sebagai
konsep pembangunan perkotaan saat ini.
Terlebih telah terdapat dukungan kebijakan
melalui Peraturan Menteri ATR Nomor 16
Tahun 2017 mengenai pedoman TOD. Oleh
karena itu, pengembangan kawasan TOD di
Kota Bekasi perlu mendapatkan perhatian
dan penanganan khusus oleh pemerintah
daerah. Sehingga kawasan TOD di Kota
Bekasi dapat menjadi ideal dan sebagai
percontohan pengembangan TOD di
wilayah lain
3.Penggunaan metode AHP sangat
dipengaruhi oleh persepsi responden.
Apabila persepsi responden semakin
objektif maka akan menghasilkan prioritas
yang tepat dan mendekati kebenaran sesuai
dengan kenyataan. Sehingga penentuan
responden sangat penting agar hasilnya
objektif. Meskipun terdapat kelemahan
13
bahwa belum ada cara untuk mengukur
tingkat objektifitas karena tidak memiliki
nilai signifikansi. Kelemahan lainnya
adalah metode AHP yang memanfaatkan
aplikasi Expert Choice terdapat kelemahan
yaitu terbatasnya jumlah responden untuk
dianalisis gabungan yaitu maksimal
sebanyak 18 responden. Namun demikian,
hasil AHP yang berupa urutan prioritas
dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif
untuk masukan bagi pengembangan
kawasan TOD di Kota Bekasi.
DAFTAR PUSTAKA Atkinson-Palombo & Kuby, M. J. 2011. The
geography of advance transit-oriented
development in metropolitan Phoenix,
Arizona, 2000-2007. Journal of
Transport Geography, 19(2), hal 189-
99.
Badan Pusat Statistik. 2017. Kota Bekasi
Dalam Angka. Jakarta: BPS.
Badan Pusat Statistik. 2014. Statistik Komuter
Jabodetabek. Jakarta: BPS.
Bertolini, L. & le Clerq, F. 2003. Urban
Development Without more mobility
by car? Learning from Amsterdam, a
multimodal urban region,
Environmental and Planning A., 35(4)
hal. 575-589
Binglei, X., & Chuan, D. 2013. An Evaluation
on Coordinated Relationship between
Urban Rail Transit and Land-use under
TOD Mode. Journal of Transportation
Systems Engineering and ….
Didapatkan dari
http://www.sciencedirect.com/science/
article/p ii/S1570667213601014
Bintarto. 1986. Urbanisasi dan
Permasalahannya. Jakarta: Ghalia
Indonesia.
Branch, M. 1995. Perencanaan Kota
Komperhensif Pengantar dan
Penjelasan Terjemahan Achmad
Djunaidi. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
Calthorpe, Peter. 1993. The Next American
Metropolis : Ecology, Community, and
the American Dream. New York:
Princeton Architectural Press.
Creswell, john W. 2014. Research Design:
Pendekatan Metode Kualitatif,
Kuantitatif dan Campuran Edisi ke-
4.Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Curtis, C., Renne, L. J. & Bertolini, L. 2009.
Transit Oriented Development: Making
it Happen. Great Britain: MPG Books.
Dorsey, B. & Mulder, A. 2013. Planning,
place-making and building consensus for
transit-oriented development: Ogden,
Utah case study. Journal of Transport
Geography, 32(2013), hal 65-76.
Dwitasari, Reslyana. 2007. Penataan Kawasan
yang Berorientasi Pada Pengembangan
Transit Oriented Development di
Wilayah Perkotaan (DKI Jakarta).
Skripsi. Yogyakarta : UGM.
Hasibuan, Hayati S., Soemardi, Tresna P.,
Koester,R. Dan Moersidik, S. 2014. The
Role of Transit Oriented Development in
constructing urban environment
sustainability, the case of Jabodetavek,
Indonesia. Procedia Environmental
Science, 20(2014), hal. 622-631.
Hendarto, R. Mulyo. 1997. Teori
Perkembangan dan Pertumbuhan Kota.
Semarang: Makalah Disukusi Rutin
Fakultas Ekonomi.
Institute For Transportation and Development
Policy (ITDP). 2017. TOD Standard.
New York: ITDP.
Junaidi, I. (2011). Penyusunan Priroitas
Pengembangan Desa Pesisir Menurut
Pandangan Stakeholder dengan
Menggunakan AHP di Kabupaten Kulon
Progo. Thesis. Yogyakarta: Universitas
Gadjah Mada.
Jamal, Lukluk Z. 2013. Walkability Pada
Kawasan Berbasis Transit Oriented
Development Studi Kasus : Kawasan
Stasiun Lempuyangan. Thesis.
Yogyakarta : UGM.
Martono, Nanang. 2012. Metode Penelitian
Kuantitatif: Analisis Isi dan Data
Sekunder. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada.
Muta’ali, Lutfi. 2011. Kapita Selekta
Pengembangan Wilayah. Yogyakarta:
Badan Penerbit Fakultas Geografi
UGM.
Muta’ali, Lutfi dan Santosa, Langgeng Wahyu.
2014. Bentang Alam dan Bentang
Budaya: Panduan Kuliah Kerja
Lapangan Pengenalan Bentanglahan.
Yogyakarta: Badan Penerbit Fakultas
Geografi UGM.
14
Muta’ali, Lufi. 2015. Teknik Analisis Regional:
Untuk Perencanaan Wilayah, Tata
Ruang dan Lingkungan. Yogyakarta:
Badan Penerbit Fakultas Geografi
UGM.
Nawawi, Hadari dan Martini, Hadari. 2005.
Penelitian Terapan.. Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press.
Nawawi, Hadari dan Martini, Hadari. 2006.
Instrumen Penelitian Bidang Sosial.
Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press.
Ramlan, Nurazizah dan Rudiarto, Iwan. 2015.
Pengendalian Urban Sprawl di
Wilayah Pinggiran (Studi Kasus:
Perkembangan Kota di Indonesia dan
Perancis). Jurnal Pembangunan
Wilayah & Kota, 11(4), hal.444-454.
Saaty, T. 1993. Pengambilan Keputusan Bagi
Para Pemimpin, Proses Hirarki
Analitik untuk Pengembilan Keputusan
dalam Situasi yang Kompleks. Pustaka
Binama Pressindo.
Sugiyono. 2007. Metode Penelitian Kuantitatif
Kualitatif dan R&D. Bandung:
Alfabeta.
UN Habitat. 2016. Urbanization and
Development: Emerging Futures.
Kenya: UN-Habitat.
Virdyana, Vera Aprilia. 2014. Perencanaan
Kawasan Transit Oriented
Development (TOD) Menuju Sistem
Transportasi Berkelanjutan di Stasiun
Monorel Bekasi Timur. Skripsi.
Yogyakarta : UGM.
Yunus, Hadi Sabari. 2000. Struktur Tata Ruang
Kota. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Yunus, Hadi Sabari. 2005. Manajemen Kota:
Perspektif Spasial. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar
Yunus, Hadi Sabari. 2008. Dinamika Wilayah
Peri-Urban:Determinan Masa Depan
Kota”. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Peraturan Perundangan : Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007
Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2018
Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang /
BPN Nomor 16 Tahun 2017
Peraturan Daerah Kota Bekasi Nomor 13 Tahun
2011
15
LAMPIRAN
Gambar 1 Peta Lokasi Kawasan Transit Oriented Development (TOD) di Kota Bekasi. Sumber: Olahan Data (2019)