STRATEGI PENGELOLAAN TANAH WAKAF DI DESA...
Transcript of STRATEGI PENGELOLAAN TANAH WAKAF DI DESA...
STRATEGI PENGELOLAAN TANAH WAKAF DI DESA BABAKAN
CISEENG BOGOR
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Ekonomi Syariah (S.E.Sy)
Oleh:
DIDIN NAJMUDIN
NIM: 107046101895
KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH
PROGRAM STUDI MUAMALAT
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1432 H/ 2011 M
LEMBAR PERNYATAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu
persyaratan memperoleh gelar Strata 1 di Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai
dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi
yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 22 Juni 2011
Didin Najmudin
iii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayat-Nya kepada kita semua, karena hanya atas karunia-Nya skripsi yang berjudul
“Strategi Pengelolaan Tanah Wakaf Di Desa Babakan Ciseeng Bogor” ini dapat
terselesaikan, dan juga kepada junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW dengan
kata “iqra” Beliau telah membawa semua ummatnya ke zaman yang penuh dengan
ilmu pengetahuan.
Dalam penyelesaian skripsi ini, penulis banyak menerima bantuan serta
dorongan dari semua pihak, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang tulus
kepada:
1. Dekan Fakultas Syariah dan Hukum, Prof.Dr.H. Muhammad Amin Suma, SH,
MA, MM, yang telah mencurahkan pengetahuan dan pengalamannya selama
masa kuliah.
2. Ibu Dr. Euis Amalia, M.Ag. dan Bapak Mu’min Roup, S.Ag.,MA., Ketua dan
Sekretaris Program Studi Muamalat yang telah memberikan tuntunan dan
arahannya selama ini.
3. Ayahanda H. Tatang (alm) dan Ibunda Hj. Hamdanah yang telah memberikan
dukungan moril maupun materil serta semua kasih sayang dan doanya dengan
tulus. Adinda Lulu Luthfiyah yang telah memberikan keceriaan dalam proses
penulisan skripsi ini.
iv
4. Prof. Dr. H. Nasrun Haroen, M.A, sebagai Pembimbing yang telah banyak
membimbing penulis dan memberikan banyak ilmu pengetahuan selama
proses penulisan skripsi ini.
5. Para Nazhir di Desa Babakan yang telah memberikan kesempatan kepada
penulis untuk melakukan penelitian di daerah tersebut.
6. Pimpinan Perpustakaan yang telah memberikan fasilitas untuk mengadakan
studi perpustakaan.
7. Sahabat-sahabat seperjuangan yang tidak pernah henti memberikan motivasi.
Teristimewa untuk Dwi Rohmayanti yang telah banyak membantu dan
memotivasi penulis dengan kasih sayang. Tidak lupa juga kepada Fitoy,
Fahmi, Fairuz, serta teman-teman LiSENSi yang telah memberikan
kehangatan persahabatan berbalutkan keceriaan dan ilmu pengetahuan selama
kuliah.
8. Rekan-rekan Perbankan Syariah angkatan 2007 kelas C. Saefudin, Burhan,
Cahyo, Fikri, Hadi, Wahyu, Try, Shafitranata, Mukhlas, Asep, Awan, Inal,
Zikril, Yusuf, Furqon, Aziz, Sanda, Muid, Haikal, Acha, Pewe, Afi, Maya,
Atikah, Mae, Hilwa, Farah, Amel, Jaja, Opi, Ratna, Nur, semuanya yang tidak
dapat saya sebutkan satu persatu, terima kasih atas telah membantu selama
proses perkuliahan.
9. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu, yang telah
memberikan kontribusi kepada penulis dalam menyelesaikan karya tulis.
v
Menyadari skripsi ini masih jauh dari sempurna, kritik dan saran penulis
harapkan dari pembaca. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat.
Jakarta, 22 Juni 2011
Penulis
v
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................iii
DAFTAR ISI............................................................................................................v
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ………………………………………1
B. Batasan dan Rumusan Masalah………………………………...5
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian………………………………...5
D. Objek Penelitian..........................................................................6
E. Review Studi Terdahulu…………………………………….....6
F. Metode penelitian……………………………………………...9
G. Sistematika Penulisan…………………………………………10
BAB II : KERANGKA TEORI TENTANG WAKAF SERTA
STRATEGI PENGELOLAANNYA
A. WAKAF....................................................................................12
1. Pengertian Wakaf.......................................................................12
2. Dasar Hukum Wakaf........………………….............................19
vi
3. Rukun dan Syarat-syarat Wakaf................................................23
4. Macam-macam Wakaf...............................................................32
5. Tujuan dan Manfaat Wakaf.......................................................37
B. STRATEGI PENGELOLAAN WAKAF.................................38
1. Pengertian Strategi....................................................................38
2. Manfaat Strategi........................................................................40
3. Strategi Pengelolaan Wakaf......................................................40
BAB III : GAMBARAN UMUM DESA BABAKAN
A. Profil Desa Babakan…………………………………………...52
B. Perekonomian Masyarakat Desa Babakan..................................54
C. Wakaf di Desa Babakan..............................................................56
BAB IV : STRATEGI PENGELOLAAN TANAH WAKAF DI DESA
BABAKAN CISEENG BOGOR
A. Strategi Pengelolaan Wakaf Di Desa Babakan..........................60
vii
BAB V : PENUTUP
A. Kesimpulan………………….…………………………………72
B. Saran……………………………….…………………………..74
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................75
LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kemiskinan dan kesenjangan di sebuah negara yang kaya akan sumber
alam dan mayoritas penduduknya beragama Islam seperti Indonesia merupakan
suatu keprihatinan1. Hal ini bisa dilihat dari data jumlah angka kemiskinan di
Indonesia pada tahun 2010 yang masih tinggi yakni berkisar di angka 31.023.400
atau 13,33% dari jumlah penduduk Indonesia, berikut datanya.
Tabel Jumlah dan Presentase Penduduk Miskin di Indonesia Tahun 20102
Propinsi Jumlah Penduduk Miskin (000)
Persentase Penduduk Miskin (%)
Kota Desa Kota+Desa Kota Desa Kota+Desa
Nangroe Aceh Darussalam 173.4 688.5 861.9 14.65 23.54 20.98
Sumatera Utara 689.0 801.9 1490.9 11.34 11.29 11.31
Sumatera Barat 106.2 323.8 430.0 6.84 10.88 9.50
Riau 208.9 291.3 500.3 7.17 10.15 8.65
Jambi 110.8 130.8 241.6 11.80 6.67 8.34
Sumatera Selatan 471.2 654.5 1125.7 16.73 14.67 15.47
Bengkulu 117.2 207.7 324.9 18.75 18.05 18.30
Lampung 301.7 1178.2 1479.9 14.30 20.65 18.94
Bangka Belitung 21.9 45.9 67.8 4.39 8.45 6.51
Kepulauan Riau 67.1 62.6 129.7 7.87 8.24 8.05
DKI Jakarta 312.2 - 312.2 3.48 - 3.48
Jawa Barat 2350.5 2423.2 4773.7 9.43 13.88 11.27
Jawa Tengah 2258.9 3110.2 5369.2 14.33 18.66 16.56
DI Yogyakarta 308.4 268.9 577.3 13.98 21.95 16.83
Jawa Timur 1873.5 3655.8 5529.3 10.58 19.74 15.26
1 Mustafa Edwin Nasution & Uswatun Hasanah, Wakaf Tunai Inovasi Finansial Islam,
(Jakarta. PSTTI-UI. 2006), hal. 17
2 “Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin, Garis Kemiskinan, Indeks Kedalaman
Kemiskinan (P1), dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) Menurut Provinsi, 2010”, Artikel diakses tgl
4 maret 2011 dari http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?tabel=1&daftar=1&id_subyek=23¬ab=4
2
Banten 318.3 439.9 758.2 4.99 10.44 7.16
Bali 83.6 91.3 174.9 4.04 6.02 4.88
Nusa Tenggara Barat 552.6 456.7 1009.4 28.16 16.78 21.55 Nusa Tenggara Timur 107.4 906.7 1014.1 13.57 25.10 23.03
Kalimantan Barat 83.4 345.3 428.8 6.31 10.06 9.02
Kalimantan Tengah 33.2 131.0 164.2 4.03 8.19 6.77
Kalimantan selatan 65.8 116.2 182.0 4.54 5.69 5.21
Kalimantan Timur 79.2 163.8 243.0 4.02 13.66 7.66
Sulawesi Utara 76.4 130.3 206.7 7.75 10.14 9.10
Sulawesi Tengah 54.2 420.8 475.0 9.82 20.26 18.07
Sulawesi Selatan 119.2 794.2 913.4 4.70 14.88 11.60
Sulawesi Tenggara 22.2 378.5 400.7 4.10 20.92 17.05
Gorontalo 17.8 192.0 209.9 6.29 30.89 23.19
Sulawesi Barat 33.7 107.6 141.3 9.70 15.52 13.58
Maluku 36.3 342.3 378.6 10.20 33.94 27.74
Maluku Utara 7.6 83.4 91.1 2.66 12.28 9.42
Papua Barat 9.6 246.7 256.3 5.73 43.48 34.88
Papua 26.2 735.4 761.6 5.55 46.02 36.80
Indonesia 11097.8 19925.6 31023.4 9.87 16.56 13.33
Sumber: bps.go.id
Jika melihat data di atas tentunya kebanyakan masyarakat miskin
berdomisili di pedesaan, oleh karena itu perlu ada upaya yang lebih mendalam
untuk mengatasi kemiskinan tersebut dari tingkat administrasi yang paling kecil
yaitu desa. Hal ini berarti pemerintah harus berupaya lebih kreatif untuk
membongkar masalah kemiskinan tersebut dari tingkat pedesaan.
Masalah distribusi yang tidak merata ditambah dengan krisis ekonomi
global tentunya makin menambah penderitaan kaum miskin tersebut. Berbagai
upaya telah dilakukan oleh pemerintah melalui berbagai program nasional seperti
BLT, KUR, CSR dan masih banyak lagi yang lainnya namun ternyata belum
optimal dalam mengatasi masalah tersebut.
3
Di tengah permasalahan yang ada berkembanglah suatu perekonomian
yang lebih adil yaitu sistem ekonomi syariah. Instrumen pengentasan kemiskinan
yang dimiliki ekonomi syariah kini menjadi salah satu alternatif pengentasan
kemiskinan yang sedang dilirik. Salah satu instrumen pengentasan kemiskinan
tersebut adalah wakaf. Data yang diperoleh dari Departemen Agama RI
menyebutkan bahwa jumlah luas tanah wakaf mencapai 2.686.536.656,68 meter
persegi atau 268.653,67 Hektar yang tersebar di 366.595 lokasi di seluruh
Indonesia.3
Hal ini tentunya menjadi sebuah ironi, seharusnya dengan harta wakaf
yang begitu besar, bahkan terbesar di dunia, kemiskinan bukanlah menjadi
masalah di Indonesia, asalkan harta wakaf yang ada dapat diberdayakan. Belum
lagi potensi wakaf uang yang sangat besar yang tentunya akan sangat menjadi
solusi yang riil bagi pengentasan kemiskinan di Indonesia. Namun memang patut
disayangkan ternyata pengelolaan wakaf masih banyak yang bersifat tradisional
dan lebih menekankan pada aspek konsumtif seperti untuk membangun mesjid,
mushola, sekolah, ponpes dan kuburan, dan masih jarang sekali harta wakaf yang
dikelola untuk tujuan produktif dalam bentuk usaha yang hasilnya dapat
dimanfaatkan untuk kaum-kaum yang membutuhkan, terutama fakir miskin.4
3 “Sukuk Wakaf dan Pengentasan Kemiskinan”, Artikel diakses pada tanggal 4 Februari 2011
dari http://majalahekonomisyariah.com/index.php/web/news/index/4/2142311694
4 Depag RI, Pedoman Pengelolaan dan Pengembangan Wakaf, (Jakarta: Direktorat
Pemberdayaan Wakaf Dirjen BIMAS Islam Depag RI, 2006), hal. 3
4
Salah satu contoh praktek wakaf yang ada, yaitu di Desa Babakan
Ciseeng Bogor. Penulis memilih Desa Babakan sebagai objek penelitian karena
berbagai alasan, yang paling utama adalah karena secara kuantitas tanah wakaf
yang ada di Babakan bisa dibilang cukup besar, dari data yang penulis himpun
sendiri, luas tanah wakaf yang ada yaitu sebanyak 64005 m2. Namun, memang
dari jumlah tanah wakaf tersebut mayoritas tanah wakaf yang ada di Desa
Babakan diperuntukan untuk kegiatan-kegiatan peribadatan dan belum banyak di
produktifkan, hal ini dikarenakan kebanyakan wakif yang ada memang
mengikrarkan hartanya untuk tujuan tersebut. Namun ada hal yang sangat
menarik yang terjadi di Desa Babakan, tanah wakaf yang ada yang belum
digunakan untuk kuburan, mesjid ataupun sekolah sekarang mulai diberdayakan
untuk tujuan produktif.
Salah satu hal yang patut dicermati adalah ternyata secara geografis
Desa Babakan bukanlah tempat yang strategis untuk mengembangkan harta wakaf
secara modern seperti di kota kota besar yang tentunya dapat dibangun
apartemen, real estate ataupun pertokoan. Namun ternyata para nazhir punya
strategi lain untuk mensiasati hal tersebut agar wakaf tetap bisa produktif. Dan hal
ini menjadi alasan penguat lainnya mengapa penulis memilih Desa Babakan.
Melihat fenomena yang ada akhirnya penulis tertarik untuk meneliti
masalah tersebut dengan memberi judul “Strategi Pengelolaan Tanah Wakaf Di
Desa Babakan Ciseeng Bogor”.
5
B. Batasan dan Rumusan Masalah
Mengingat sangat luasnya pembahasan tentang wakaf maka penulis
hanya membatasi pada permasalahan pengelolaan tanah wakaf saja dengan lokasi
penelitian Di Desa Babakan kecamatan Ciseeng kabupaten Bogor.
Dari pembatasan masalah diatas, dapat dirumuskan pokok-pokok
masalah yang dibahas adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana pengelolaan tanah wakaf di Desa Babakan?
2. Apa strategi yang dilakukan nazhir dalam pengelolaan tanah wakaf di Desa
Babakan?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Sesuai dengan masalah yang telah dirumuskan diatas, maka tujuan dari
penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui kegiatan pengelolaan tanah wakaf di Desa Babakan.
2. Untuk mengetahui kegiatan wakaf yang produktif di Desa Babakan
3. Untuk menganalisis strategi yang digunakan oleh nazhir dalam pengelolaan
tanah wakaf.
Sedangkan manfaat dari penelitian ini antara lain adalah:
1. Bagi penulis sendiri sangat bermanfaat sekali untuk menambah wawasan
ataupun pengetahuan tentang salah satu filantropi Islam yaitu wakaf.
2. Bagi akademisi, untuk menambah literatur yang ada tentang teori serta strategi
perwakafan.
6
3. Bagi masyarakat luas serta para stakeholder wakaf, untuk menambah
wawasan dan pengetahuan tentang apa dan bagaimana sebenarnya wakaf itu,
serta langkah kreatif dan apa strategi yang harus digunakan agar pengelolaan
wakaf dapat maksimal.
D. Objek Penelitian
Yang menjadi objek penelitian oleh penulis adalah Desa Babakan
Kecamatan Ciseeng Kabupaten Bogor.
E. Tinjauan (Review) Kajian Kepustakaan
Tinjauan studi terdahulu dari penelitian ini antara lain adalah sebagai
berikut:
1. Skripsi Ikhsanuddin Fadhillah pada tahun 2007 dengan judul “Strategi
Penghimpunan, Pengelolaan dan Pengembangan Harta Wakaf di Majlis
Wakaf & ZIS Pimpinan Cabang Muhammadiyah Rawamangun
Pulogadung”. Hasil dari penelitian ini adalah strategi penghimpunan,
pengelolaan dan pengembangan harta wakaf yang diterapkan oleh majlis
wakaf dan ZIS pimpinan cabang Muhammadiyah Rawamangun Pulogadung
dapat dikatakan cukup baik dan dapat dikategorikan profesional. Strategi
nadzir dalam penghimpunan harta wakaf melalui sosialisasi berjalan cukup
lancar. Selanjutnya dana wakaf yang telah didapatkan dari wakaf tunai
digunakan untuk membangun pertokoan serta merawat Islamic Center .
7
2. Skripsi Lili Zahriah pada tahun 2008 dengan judul “Analisis Strategi
Pemberdayaan Wakaf Produktif Pendekatan Balance Scorecard (Studi
Kasus Yayasan Wakaf Al-Muhajirin Jakapermai Bekasi)”. Hasil dari
penelitian ini adalah dari segi pertambahan aset yang diperoleh yayasan
wakaf al-Muhajirin Jakapermai Bekasi mengalami kenaikan setiap tahunnya
mulai dari 2001-2006 yaitu total aset mencapai 60,503 milyar. Selain itu
ditinjau dari pendekatan perspektif customer dan bisnis internal semuanya
meningkat dengan baik.
3. Skripsi Ambia Dahlan Abdullah pada tahun 2010 dengan judul “Praktik
Wakaf di Kecamatan Limo”. Hasil dari penelitian ini adalah sebagian besar
wakaf yang ada di kecamatan Limo sudah sesuai dengan perundang-undangan
yang ada. Namun ternyata pengelolaan wakaf masih bersifat tradisional,
peruntukannya lebih banyak pada pembangunan sarana ibadah dan kuburan,
belum ada yang bersifat produktif.
4. Skripsi Syaiful Amri tahun 2010 dengan judul “Penghimpunan dan
pemberdayaan wakaf uang tunai model Dompet Dhuafa Republika
sebelum dan sesudah berlaku UU no. 41 tahun 2004 Tentang Wakaf”.
Hasil dari penelitian ini adalah strategi penghimpunan dan pemberdayaan
wakaf uang tunai oleh Dompet Dhuafa dengan menerbitkan Sertifikat Wakaf
Uang (SWU) yang terdiri atas dua jenis yaitu sertifikat wakaf uang atas nama
dan atas unjuk. Pada tahun 2004 ada beberapa kegiatan yang telah berhasil
8
dibiayai Dompet Dhuafa antara lain peternakan domba dan supermarket, LKC
dan lain-lain. Namun dalam menjalankan programnya ada bebrapa kendala
antara lain kurangnya sumber daya manusia sehingga program belum
terlaksana secara maksimal.
5. Skripsi Muhammad Apriadi tahun 2010 dengan judul “Efektifitas
Penghimpunan dan Pengelolaan wakaf uang pada baitul maal muamalat
(BMM)”. Hasil dari penelitian ini adalah penghimpunan wakaf uang pada
Baitul Maal Muamalat kurang efektif. Faktanya kenaikan jumlah dana wakaf
yang terhimpun tidak terjadi secara terus menerus bahkan cenderung
menurun. Yakni pada tahun 2008 dana wakaf uang yang terhimpun sebesar
Rp. 42.431.091,- dan tahun 2009 dana wakaf uang yang terhimpun hanya
sebesar 13.129.595,- .
6. Skripsi M. Inderawan Sukma pada tahun 2010 dengan judul “Strategi
Penghimpunan Dana Wakaf Tunai Center (WATER) Di Mampang
Jakarta Selatan”. Hasil dari penelitian ini adalah strategi penghimpunan
dana wakaf tunai yang dulakukan oleh lembaga wakaf center sudah cukup
baik, wakaf center telah melakukan beberapa kegiatan proses penghimpunan
dananya seperti optimalisasi edukasi, proyek percontohan pilot project dan
lain sebagainya.
Sedangkan skripsi penulis ini lebih mengarah pada strategi pengelolaan
tanah wakaf dengan pendekatan pada pengelolaan yang dilakukan di pedesaan
9
oleh nazhir perseorangan, sehingga memiliki nilai distingsi dengan skripsi yang
lainnya.
F. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian kualitatif, karena prosedur penelitian
ini menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau perilaku yang
diamati tanpa menggunakan perhitungan angka-angka dan bertujuan
menemukan teori atau kesimpulan dari data.
2. Pendekatan Penelitian
Secara metodologis penulis menggunakan pendekatan empiris. Yaitu
dengan melihat fakta yang sebenarnya yang terjadi di lapangan kemudian
mengambil kesimpulan dari fakta yang ada.
3. Metode Pengumpulan Data
a. Penelitian Lapangan (field research) yaitu penelitian dilakukan dengan
melihat langsung objek di lapangan, dalam hal ini adalah Desa Babakan.
Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah sebagai berikut.
1) Wawancara (interview), yaitu bertanya langsung kepada narasumber
seputar permaslahan yang ada secara lebih mendalam.
2) Dokumentasi, yaitu melihat data melalui dokumen-dokumen yang ada.
b. Studi Kepustakaan (library research), yaitu studi buku-buku di
perpustakaan dengan pengumpulan data dari buku-buku yang relevan
10
dengan studi ini. Dan juga dilakukan dengan cara mengumpulkan data
berdasarkan laporan yang terkait dengan masalah penelitian ini.
Penulisan skripsi ini mengacu pada buku pedoman penulisan skripsi
yang dikeluarkan oleh Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
G. Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
BAB I PENDAHULUAN: terdiri dari Latar Belakang Masalah, Batasan dan
Rumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Objek Penelitian,
Metodologi Penelitian, Review Studi Terdahulu serta Sistematika
Penulisan.
BAB II KERANGKA TEORI TENTANG WAKAF SERTA STRATEGI
PENGELOLAANNYA: terdiri dari Wakaf dan terbagi atas
Pengertian Wakaf, Dasar Hukum Wakaf, Rukun dan Syarat-syarat
Wakaf, Macam-macam Wakaf, Tujuan dan Manfaat Wakaf. Serta
Strategi Pengelolaan Wakaf yang terbagi atas Pengertian Strategi,
Manfaat Strategi dan Strategi Pengelolaan Wakaf.
BAB III GAMBARAN UMUM DESA BABAKAN: terdiri dari Profil Desa
Babakan, Perekonomian Masyarakat Desa Babakan, Wakaf di Desa
Babakan.
11
BAB IV STRATEGI PENGELOLAAN TANAH WAKAF DI DESA
BABAKAN CISEENG BOGOR: terdiri dari Strategi Pengelolaan
Wakaf di Desa Babakan.
BAB V PENUTUP: terdiri dari Kesimpulan dan Saran-saran.
12
BAB II
KERANGKA TEORI
A. WAKAF
1. Pengertian Wakaf
Kata wakaf berasal dari bahasa arab waqafa yang berarti berhenti1
atau menahan atau diam di tempat, atau tetap berdiri.2 Untuk menyatakan
terminologi wakaf para ahli fiqih menggunakan dua kata yaitu habas dan
wakaf, karena itu sering digunakan kata seperti habasa atau ahbasa dan auqafa
untuk menyatakan kata kerjanya. Sedangkan wakaf dan habas adalah kata
benda dan jamaknya adalah awqaf, ahbas dan mahbus. Namun intinya al
habsu maupun al waqf sama-sama mengandung makna al imsak (menahan),
al man‟u (mencegah) dan at-tamakkust (diam). Disebut menahan karena wakaf
ditahan dari kerusakan, penjualan, dan semua tindakan yang tidak sesuai
dengan tujuan wakaf.3
Sedangkan untuk makna wakaf secara isilah ulama berbeda
pendapat, mereka mendefinisikan wakaf dengan beragam sesuai dengan
perbedaan mazhab yang mereka anut, baik dari segi kelaziman atau
1 Munawwir, Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap, Cet IV, (Surabaya: Pustaka
Progressif, 1997), hal. 1576
2 Depag RI, Fiqih Wakaf, (Jakarta: Direktorat Pemberdayaan Wakaf Dirjen BIMAS Islam
Depag RI, 2006), hal. 1
3 Mundzir Qahaf, Manajemen Wakaf Produktif, Penerjemah H. Muhyidin Mas Rida, (Jakarta:
Khalifa, 2004), hal. 44
13
ketidaklazimannya. Syarat pendekatan di dalam masalah wakaf ataupun posisi
pemilik harta wakaf setelah diwakafkan. Selain itu perbedaan juga terjadi
dalam tata cara pelaksanaan wakaf.
Ketika mendefinisikan wakaf, para ulama merujuk kepada para
Imam mazhab, seperti Abu Hanifah, Malik, Syafi’i dan imam-imam lainnya.
Maka yang terlintas di benak penulis setelah membaca definisi-definisi yang
mereka buat seolah-olah definisi tersebut adalah kutipan dari mereka, padahal
kenyataanya tidak demikian. Karena definisi-definisi tersebut hanyalah
karangan ahli fiqih yang datang sesudah mereka. Sebagai aplikasi dari kaidah-
kaidah umum masing-masing imam mazhab yang mereka anut, sehingga setiap
definisi sangat sesuai dengan kaidah masing-masing imam mazhab.4
a. Menurut Mazhab Syafi’i5
Para ahli fikih Mazhab Syafi’i mendefinisikan wakaf dengan
beragam definisi yang diringkas sebagai berikut:
1) Imam Nawawi dari kalangan Mazhab Syafi’i mendefinisikan wakaf
dengan “menahan harta yang dapat diambil manfaatnya bukan untuk
dirinya, sementara benda tersebut tetap ada dan digunakan manfaatnya
untuk kebaikan dan mendekatkan diri kepada Allah”. Definisi ini dikutip
oleh Al-Munawi dalam bukunya Al-Taisir.
4 Muhammad Abid Abdullah Al-Kabisi, Hukum Wakaf Kajian Kontemporer Pertama dan
Terlengkap tentang Fungsi dan Pengelolaan Wakaf serta Penyelesaian atas Sengketa Wakaf, (Jakarta:
Dompet Dhuafa Republika dan IIMaN, 2004), hal. 40 5 Ibid, hal. 40
14
2) Al-Syarbani Al-Khatib dan Ramli Al-Kabir mendefinisikan wakaf
dengan “menahan harta yang bisa diambil manfaatnya dengan menjaga
keamanan benda tersebut dan memutuskan kepemilikan barang tersebut
dari pemiliknya untuk hal-hal yang dibolehkan”.
3) Ibn Hajar Al-Haitami dan Syaikh Umairah mendefinisikan wakaf
dengan “menahan harta yang bisa dimanfaatkan dengan menjaga
keutuhan harta tersebut, dengan memutuskan kepemilikan barang
tersebut dari pemiliknya untuk hal yang dibolehkan”.
4) Syaikh Syihabuddin Al-Qalyubi mendefinisikannya dengan “menahan
harta untuk dimanfaatkan dalam hal-hal yang dibolehkan dengan
menjaga keutuhan harta tersebut”.
b. Menurut Mazhab Hanafi6
Ulama Mazhab Hanafi berbeda pendapat dalam mendefinisikan
wakaf. Perbedaan wakaf ini bersumber dari masalah-masalah yang mereka
pertentangkan. Para ulama Hanafiyah ketika berbicara tentang definisi
wakaf mereka memisahkan antara definisi yang diutarakan oleh Imam
Abu Hanifah sendiri dengan dua pengikutnya (Abu Yusuf dan
Muhammad. ed). Terlebih dahulu akan dibahas definisi wakaf menurut
Abu Hanifah.
1) Menurut Imam Abu Hanifah
6 Ibid, hal. 44
15
a) Imam Syarkhasi mendefinisikan wakaf dengan “habsul mamluk an
al-tamlik min al-ghair” yang berarti Menahan harta dari jangkauan
(kepemilikan) orang lain. Maksud kata mamluk adalah kata untuk
memberikan pembatasan harta yang tidak biasa dianggap sebagai
milik. Sedangkan kata an al-tamlik min al-ghair berarti bahwa harta
yang akan diwakafkan itu tidak boleh dimanfaatkan untuk
kepentingan wakif. Seperti halnya untuk jual beli, hibah atau untuk
jaminan. Sedangkan kata al-habsu berarti untuk mengecualikan
harta-harta yang tidak masuk dalam harta wakaf. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa wakaf menurut Imam Syarkhasi adalah menahan
harta dari kepemilikan orang lain dan menjaga keutuhan harta
tersebut dan harta tersebut tidak boleh digunakan untuk kepentingan
wakif.
b) Al-Murghinany memberikan definisi wakaf menurut Imam Abu
Hanifah sebagai berikut. Wakaf menurut Abu Hanifah adalah
Habsul „aini ala milki al-wakif wa tashaduq bi al-manfa‟ah
(menahan harta di bawah tangan pemiliknya, disertai pemberian
manfaat sebagai sedekah). Istilah seperti ini juga dipakai oleh
pengarang kitab Al-Tanwir7 dan pengarang kitab Al-Kanz
8.
7 Pengarangnya adalah Tamartasy. Nama lengkap Tamartasy adalah Muhammad bin
Abdullah bin Ahmad Al-Kahtib Al-Umry Al-Tamartasy Al-Ghazy, meninggal tahun 1004 H.
16
c) Pengarang Kitab Al-Durr Al-Mukhtar memberikan definisi wakaf
menurut versi Imam Abu Hanifah sebagaimana berikut. Habs al
„aini ala hukmi milki al-waqif, wa tashaduq bi al-manfa‟ah wa lau
bi al-jumlah. (Penahanan harta dengan memberikan legalitas hukum
milik pada wakif dan mendermakan manfaat harta tersebut meski
tidak terperinci).
2) Menurut Dua Pengikut Imam Abu Hanifah
Ulama Hanafiyah mendefinisikan wakaf sebagaimana dua
pengikut Imam Abu Hanifah (yaitu penulis kitab Tanwir al- Abshar dan
penulis Al-Dur Al-Mukhtar) dengan pengertian yang berlainan. Namun
pengertian tersebut tidak keluar dari kandungan makna yang diberikan
oleh pengarang Tanwir Al-Abshar dalam uraiannya berikut, menurut
keduanya wakaf ditahan sebagai milik Allah, dan manfaatnya diberikan
kepada mereka yang dikehendaki.
c. Menurut Mazhab Malikiyah9
Ibnu Arafah mendefinisikan bahwa wakaf adalah memberikan
manfaat sesuatu pada batas waktu keberadaannya bersamaan tetapnya
8 Pengarang Al-Kanz adalah Al-Nusfi. Nama lengkapnya Abdullah bin ahmad bin Mahmud
Al-Nusfy. Meninggal tahun 710 H.
9 Muhammad Abid Abdullah Al-Kabisi, Hukum Wakaf Kajian Kontemporer Pertama dan
Terlengkap tentang Fungsi dan Pengelolaan Wakaf serta Penyelesaian atas Sengketa Wakaf, (Jakarta:
Dompet Dhuafa Republika dan IIMaN, 2004), hal. 54
17
wakaf dalam kepemilikan si pemberinya meski hanya perkiraan
(pengandaian).
d. Menurut Ulama Zahidiyah10
Para ulama Zaidiyah memberikan definisi wakaf dengan definisi
yang berbeda-beda. Diantaranya adalah:
1) Definisi pengarang Al-Syifa sebagaimana yang dikutip oleh Ibnu Miftah
yaitu pemilikan khusus dengan cara yang khusus dan dengan niat
mendekatkan diri kepada Allah.
2) Definisi Ahmad bin Qasim Al-Anisy bahwa wakaf adalah menahan
harta yang dapat dimanfaatkan dengan niat mendekatkan diri kepada
Allah dengan keutuhan harta tersebut.
e. Menurut Hanabilah, Syi’ah dan Ja’fariyah11
Ulama Hanbilah, Syi’ah dan Ja’fariyah mendefinisikan wakaf
sebagai berikut:
1) Definisi Ibn Qudamah dari kalangan Hanabilah, wakaf yaitu menahan
yang asal dan memberikan hasilnya
2) Syamsudin Al-Maqdasy, wakaf yaitu menahan yang asal dan
memberikan manfaatnya.
3) Al-Muhaqiq Al-Huly dari kalangan Ja’fariyah, wakaf yaitu akad yang
hasilnya adalah menahan yang asal dan memberikan manfaatnya.
10
Ibid, hal. 57 11
Ibid, hal. 59
18
4) Muhammad Al-Husny, wakaf adalah menahan barang dan memberikan
hasilnya.
Definisi-definisi di atas adalah pernyataan definisi dari para
kalangan Mazhab masing-masing. Sedangkan definisi wakaf menurut
hukum positif yang ada di Indonesia adalah sebagai berikut. “Wakaf adalah
perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan
sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk
jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan
ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syariah.12
Sedangkan menurut rangkuman dari penulis sendiri setelah melihat
berbagai definisi yang ada, maka penulis mendefinisikan wakaf dengan
menahan harta yang asalnya milik wakif yang dapat dimanfaatkan untuk
kepentingan bersama dengan menjaga keutuhan harta tersebut dan
bertujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah.
12
Undang- Undang Wakaf No. 41 Tahun 2004 Pasal 1 poin 1.
19
2. Dasar Hukum Wakaf
Secara umum tidak terdapat ayat al-Quran yang menerangkan konsep
wakaf secara jelas. Oleh karena wakaf termasuk infaq fi sabilillah, maka dasar
yang digunakan para ulama dalam menerangkan konsep wakaf ini didasarkan
pada keumuman ayat-ayat al-Quran yang menjelaskan tentang infaq fi
sabilillah. Di antara ayat-ayat tersebut antara lain adalah sebagai berikut:
a. Surat Al-Hajj ayat 77 yang berbunyi:
) ۷۷:الحج(
Artinya :
“Hai orang-orang yang beriman, ruku'lah kamu, sujudlah kamu, sembahlah
Tuhanmu dan perbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat
kemenangan.”(Q.S Al-Hajj:77)
b. Surat Ali imran ayat 92 yang berbunyi:
) ۲۹: ال عوراى (
20
Artinya :
“Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum
kamu menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai. dan apa saja yang
kamu nafkahkan Maka Sesungguhnya Allah mengetahuinya.”(Q.S Ali
Imran:92)
c. Surat Al- Baqarah ayat 261 yang berbunyi:
)البقرة
:۲١٦(
Artinya:
“Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang
menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang
menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat
gandakan (ganjaran) bagi siapa yang dia kehendaki. dan Allah Maha luas
(karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (Q.S Al-Baqarah:261)
Selain itu juga ada beberapa sumber hukum yang berasal dari hadits
yang berkaitan dengan wakaf, diantaranya adalah sebagai berikut:
21
a. Hadis yang menjadi dasar dan dalil wakaf adalah hadis yang menceritakan
tentang kisah Umar bin Al-Khatab ketika memperoleh tanah di Khaibar13
.
Setelah ia meminta petunjuk Nabi tentang tanah tersebut, Nabi
menganjurkan untuk menahan asal tanah dan menyedekahkan hasilnya.
: أى عور ثي الخطبة أصبة أرضب ثخجر، فأرى الج سزأهر فب، فقبل: عي اثي عور
برسل هللا إ أصجذ أرضب ثخجر لن أصت هبال قط أفس عذي ه، فوب رأهر ث؟
فزصذق ثب عور، أ ال جبع ال جزبع، ال : ذ ثب، قبلإى شئذ حجسذ أصلب رصذق:قبل
فزصذق عور ف الفقراء، ف القرثى، ف الرقبة، ف سجل هللا، : رس أ ال ت، قبل
اثي السجل الضعف، ال جبح على هي لب أى أكل هب ثبلوعرف، أ طعن صذقب غر
(را هسلن ) هزول ف
Artinya:
“Umar memperoleh tanah di Khaibar, lalu dia bertanya kepada Nabi
dengan berkata; Wahai Rasulullah, saya telah memperoleh tanah di
Khaibar yang nilainya tinggi dan tidak pernah saya peroleh yang lebih
tinggi nilainya dari padanya. Apa yang baginda perintahkan kepada saya
untuk melakukannya? Sabda Rasulullah: “Kalau kamu mau, tahan
sumbernya dan sedekahkan manfaat atau faedahnya.” Lalu Umar
menyedekahkannya, ia tidak boleh dijual, diberikan, atau dijadikan
wariskan. Umar menyedekahkan kepada fakir miskin, untuk keluarga, untuk
memerdekakan budak, untuk orang yang berperang di jalan Allah, orang
13
Ibnu Hajar Al-Asqalani, Terjemah Bulughul Maram, Cet. XXVII, Diterjemahkan oleh A.
Hassan, (Bandung: CV. Penerbit Diponegoro, 2006), hal. 410
22
musafir dan para tamu. Bagaimanapun ia boleh digunakan dengan cara
yang sesuai oleh pihak yang mengurusnya, seperti memakan atau memberi
makan kawan tanpa menjadikannya sebagai sumber pendapatan.”(H.R.
Muslim)
b. Hadis lain yang menjelaskan wakaf adalah hadis yang diceritakan oleh
imam Muslim dari Abu Hurairah. Nash hadis tersebut adalah14
:
جبرخ، صذقخ: ثالس هي إال عول اقطع آدم اثي هبد إرا: قبل الج أى ررح أث عي
( هسلن را) صبلـح لذ أ ث، زفع علن أ
Artinya:
“Apabila seorang manusia itu meninggal dunia, maka terputuslah amal
perbuatannya kecuali dari tiga sumber, yaitu sedekah jariah (wakaf), ilmu
pengetahuan yang bisa diambil manfaatnya, dan anak soleh yang
mendoakannya.” (H.R. Muslim)
14
Muhammad Nashiruddin Al-Albani, Mukhtassar Shahih Muslim, Cet I. Diterjemahkan oleh
KMCP & Imron Rosadi, (Jakarta: Pustaka Azzam Anggota IKAPI DKI, 2003), hal. 701
23
3. Rukun dan Syarat-syarat Wakaf
Wakaf dinyatakan sah apabila telah terpenuhi empat rukun wakaf,
rukun-rukun tersebut adalah sebagai berikut:15
1. Orang yang berwakaf (al-waqif).
2. Benda yang diwakafkan (al-mauquf bih).
3. Pihak yang menerima manfaat wakaf (al-mauquf „alaihi).16
4. Lafadz atau ikrar wakaf (sighat).
Adapun untuk memperjelas syarat syarat rukun di atas akan
dijabarkan sebagai berikut:
a. Syarat Wakif (orang yang berwakaf)17
Orang yang mewakafkan (wakif) disyaratkan memiliki kecakapan hukum
atau kamalul ahliyah (legal competent) dalam membelanjakan hartanya.
Kecakapan bertindak disini meliputi empat kriteria, yaitu sebagai berikut:
1) Merdeka
Wakaf yang dilakukan oleh seorang budak (hamba sahaya) tidak sah,
karena wakaf adalah pengguguran hak milik dengan cara memberikan
hak milik itu kepada orang lain. Sedangkan hamba sahaya tidak
mempunyai hak milik , dirinya dan apa yang dimiliki adalah
15
Depag RI, Fiqih Wakaf, (Jakarta: Direktorat Pemberdayaan Wakaf Dirjen BIMAS Islam
Depag RI, 2006), hal. 21 16
“Pengertian Wakaf”, Artikel diakses tanggal 4 februari 2011 dari
http://www.pkesinteraktif.com/lifestyle/ziswaf/71-pengertian-wakaf.html
17
Depag RI, Fiqih Wakaf, (Jakarta: Direktorat Pemberdayaan Wakaf Dirjen BIMAS Islam
Depag RI, 2006), hal. 21
24
kepunyaaan tuannya. Namun demikian Abu Zahrah mengatakan
bahwa para fuqaha sepakat, budak itu boleh mewakafkan hartanya bila
ada izin dari tuannya, karena ia sebagai wakil darinya. Bahkan Adz-
Dzahiri (pengikut Daud Adz-Dzahiri) menetapkan bahwa budak dapat
memiliki sesuatu yang diperoleh dengan jalan waris atau tabarru’. Bila
ia dapat memiliki sesuatu berarti ia dapat pula membelanjakan
miliknya itu.
2) Berakal sehat
Wakaf yang dilakukan oleh orang gila tidak sah hukumnya, sebab ia
tidak berakal, tidak mumayyiz dan tidak cakap melakukan akad serta
tindakan lainnya. Demikian juga wakaf orang lemah mental (idiot),
berubah akal karena faktor usia, sakit atau kecelakaan, hukumnya
tidak sah karena akalnya tidak sempurna dan tidak cakap untuk
menggugurkan hak miliknya.
3) Dewasa (Baligh)
Wakaf yang dilakukan oleh anak belum dewasa (baligh) hukumnya
tidak sah karena ia dipandang tidak cakap melakukan akad dan tidak
cakap pula untuk menggugurkan hak miliknya.
4) Tidak berada di bawah pengampuan (boros/lalai)
Orang yang berada dibawah pengampuan dipandang tidak cakap untuk
berbuat kebaikan (tabarru‟), maka wakaf yang dilakukan hukumnya
tidak sah. Tetapi berdasarkan istihsan, wakaf orang yang berada di
25
bawah pengampuan terhadap dirinya sendiri selam hidupnya
hukumnya sah. Karena tujuan dari pengampuan ialah untuk menjaga
harta wakaf supaya tidak habis dibelanjakan untuk sesuatu yang tidak
benar, dan untuk menjaga dirinya agar tidak menjadi beban orang lain.
b. Syarat Mauquf bih (harta yang diwakafkan)18
Menurut harta yang diwakafkan, syarat wakaf terbagi menjadi dua, yaitu
tentang syarat sahnya harta yang diwakafkan dan tentang kadar harta
yang diwakafkan.
1) Syarat sahnya harta wakaf
Harta yang akan diwakafkan harus memenuhi syarat sebagai berikut:
a) Harta yang diwakafkan harus Mutaqawwim19
Pengertian harta yang mutaqawwim (al-mal al-mutaqawwim)
menurut Mazhab Hanafi adalah segala sesuatu yang dapat disimpan
dan halal digunakan dalam keadaan darurat. Karena itu mazhab ini
memandang tidak sah mewakafkan sesuatu yang bukan harta,
seperti mewakafkan manfaat dari rumah sewaan untuk ditempati.
Serta tidak sah mewakafkan harta yang tidak mutaqawwim seperti
alat-alat musik yang tidak halal digunakan atau buku-buku anti
islam, karena dapat merusak islam itu sendiri. Latar belakang syarat
18
Ibid, hal. 26 19
Ibid, hal. 27
26
ini lebih karena ditinjau dari aspek tujuan wakaf itu sendiri, yaitu
agar wakif mendapatkan pahala dan mauquf alaih memperoleh
manfaat. Tujuan ini dapat tercapai jika yang diwakafkan itu dapat
dimanfaatkan atau dapat dimanfaatkan tetapi dilarang oleh islam.
b) Diketahui dengan yakin ketika diwakafkan20
Harta yang akan diwakafkan harus diketahui dengan yakin (ainun
ma‟lumun), sehingga tidak akan menimbulkan persengketaan.
Karena itu tidak sah mewakafkan yang tidak jelas seperti “satu dari
dua rumah”. Pernyataan wakaf yang berbunyi “saya mewakafkan
sebagian dari tanah saya kepada orang-orang kafir dikampung
saya”, begitu pula tidak sah. Latar belakang syarat ini ialah karena
hak yang diberi wakaf terkait dengan harta yang diwakafkan
kepadanya. Seandainya harta yang diwakafkan kepadanya tidak
jelas, tentu akan menimbulkan sengketa. Selanjutnya sengketa ini
akan menghambat pemenuhan haknya. Para fakih tidak
mensyaratkan agar benda tidak bergerak harus dijelaskan batas-
batasnya atau luasnya, jika batas-batasnya dan luasnya diketahui
dengan jelas. Seperti pernyataan berikut : “saya wakafkan tanah
saya yang terletak di.......”. sementara itu wakif tidak mempunyai
tanah lain selain tempat itu, maka menurut fiqh sudah sah.
20
Ibid, hal. 27
27
c) Milik wakif21
Alangkah baiknya harta yang akan diwakafkan itu milik penuh
wakif dan mengikat bagi wakif ketika ia mewakafkannya. Untuk itu
tidak sah mewakafkan harta yang bukan milik wakif. Karena wakaf
mengandung kemungkinan menggugurkan milik atau sumbangan.
Keduanya hanya dapat terwujud pada benda yang dimiliki.
d) Terpisah, bukan milik bersama (musya‟)22
Milik bersama itu adakalanya dapat dibagi dan adakalanya juga
tidak dapat dibagi. Hukum wakaf benda milik bersama (musya‟)
adalah sebagai berikut:
1) A mewakafkan sebagian dari musya‟ untuk dijadikan masjid atau
pemakaman, tidak sah dan tidak menimbulkan akibat hukum,
kecuali apabila bagian yang diwakafkan tersebut dipisahkan dan
ditetapkan batas-batasnya.
2) A mewakafkan kepada pihak yang berwajib sebagian dari
musya‟ yang terdapat pada harta yang dapat dibagi. Muhammad
berpendapat wakaf ini tidak boleh kecuali setelah dibagi dan
diserahkan kepada yang diberi wakaf, karena menurutnya
kesempurnaan wakaf mengharuskan penyerahan harta wakaf
kepada yang diberi wakaf, artinya yang diberi wakaf
21
Ibid, hal. 28 22
Ibid, hal. 29
28
menerimanya. Abu Yusuf berpendapat wakaf ini boleh meskipun
belum dibagi dan diserahkan kepada yang diberi wakaf, karena
menurutnya kesempurnaan wakaf tidak menuntut penyerahan
harta wakaf kepada yang diberi wakaf.
3) A mewakafkan sebagian dari musya‟ yang terdapat pada harta
yang tidak dapat dibagi bukan untuk dijadikan masjid atau
pemakaman umum. Abu Yusuf dan Muhammad sepakat bahwa
wakaf ini sah, karena kalau harta tersebut dipisah akan
merusaknya, sehingga tidak mungkin memnfaatkannya menurut
yang dimaksud. Demi menghindari segi negatif ini, mereka
berpendapat boleh mewakafkannya tanpa merubah statusnya
sebagai harta milik bersama, sedangkan cara pemafaatannya
disesuaikan dengan kondisinya.
2) Kadar harta yang di wakafkan23
Sebelum Undang-undang wakaf diterapkan, Mesir masih
menggunakan pendapatnya mazhab Hanafi tentang kadar harta yang
akan diwakafkan. Yaitu harta yang akan diwakafkan seseorang tidak
dibatasi dalam jumlah tertentu sebagai upaya menghargai keinginan
wakif, berapa saja yang ingin diwakafkannya. Sehingga dengan
penerapan pendapat yang demikian bisa menimbulkan penyelewengan
23
Ibid, hal. 39
29
sebagian wakif, seperti mewakafkan semua harta pusakanya kepada
pihak kebajikan dan lain-lain tanpa memperhitungkan derita atas
keluarganya yang ditinggalkan.
Kehadiran UUWM di Mesir, salah satunya berisi pembatasan
kadar harta yang ingin diwakafkan sebagai upaya menanggulangi
penyimpanan tersebut. Dalam hal ini, UUWM tidak menghargai
sepenuhnya atas keinginan wakif untuk mewakafkan seluruh hartanya,
kecuali jika wakif ketika wafat tidak mempunyai ahli waris dari
keturunannya, ayah ibunya, isteri-isterinya.
Pembatasan kadar harta yang diwakafkan juga cukup relevan
diterapkan di Indonesia, yaitu tidak melebihi sepertiga harta wakif
untuk kepentingan kesejahteraan anggota keluarganya. Konsep
pembatasan harta yang ingin diwakafkan oleh seorang wakif selaras
dengan peraturan perundangan dalam Intruksi Presiden RI No. 1
Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam (KHI) bab wasiat, pasal
201.
Dari pemaparan diatas berikut ini adalah contoh-contoh Harta
yang dapat diwakafkan:
Benda Wakaf Tidak Bergerak:24
a) Tanah
b) Bangunan
24
Ibid, hal. 40
30
c) Pohon untuk diambil buahnya
d) Sumur untuk diambil airnya
Benda Wakaf Bergerak:25
a) Hewan
b) Perlengkapan rumah ibadah
c) Senjata
d) Pakaian
e) Buku
f) Mushaf
g) Uang, saham atau surat berharga lainnya
c. Syarat Mauquf Alaih26
Yang dimaksud dengan mauquf alaih adalah tujuan wakaf
(peruntukan wakaf). Wakaf harus dimanfaatkan dalam batas-batas yang
sesuai dan diperbolehkan syariat islam. Karena pada dasarnya wakaf
merupakan amal untuk mendekatkan diri manusia kepada Allah SWT.
Karena itu mauquf alaih haruslah kebajikan. Para faqih sepakat
berpendapat bahwa infaq kepada pihak kebajikan itulah yang membuat
wakaf sebagai ibadah yang mendekatkan manusia kepada Tuhan-Nya.
25
Ibid, hal. 42 26
Ibid, hal. 46
31
d. Syarat Shighat27
Salah satu pembahasan yang sangat luas dalam buku-buku
fiqih ialah tentang shighat wakaf. Sebelum menjelaskan syarat-syaratnya,
maka akan dijelaskan lebih dahulu pengertian, status dan dasar shighat.
1) Pengertian Shighat
Sighat wakaf ialah segala ucapan, tulisan atau isyarat dari
orang yang berakad untuk menyatakan kehendakdan menjelaskan apa
yang diinginkannya. Namun shighat wakaf cukup dengan ijab saja dari
wakif tanpa memerlukan qabul dari mauquf alaih. Begitu juga qabul
tidak menjadi syarat sahnya wakaf dan juga tidak menjadi syarat untuk
berhaknya mauquf alaih memperoleh manfaat harta wakaf, kecuali
pada wakaf yang tidak tertentu. Ini menurut pendapat sebagian
mazhab.
2) Status Shighat
Status shighat secara umum adalah salah satu rukun wakaf,
wakaf tidak sah tanpa shighat.
3) Dasar Shighat
Dasar dalil perlunya shighat ialah karena wakaf adalah
melepaskan hak milik dan benda dan manfaat atau dari manfaat saja
dan kepemilikan kepada orang lain. Maksud tujuan melepaskan dan
memilikkan adalah urusan hati. Tidak ada yang menyelami isi hati
27
Ibid, hal. 55
32
orang lain secara jelas, kecuali melalui pernyataan sendiri. Karena itu
penyataanlah jalan untuk mengetahui maksud tujuan seseorang. Ijab
wakif tersebut mengungkapkan dengan jelas keinginan wakif memberi
wakaf. Ijab dapat berupa kata-kata. Bagi wakif yang tidak mampu
mengungkapkannya dengan kata-kata, maka ijab dapat berupa tulisan
atau isyarat.
Sedangkan syaratnya adalah Ketika hendak mewakafkan
harta bendanya, pewakaf wajib mengucapkan ikrar wakaf di hadapan
pejabat pembuat akta, ditambah dua orang saksi. Ikrar wakaf adalah
dari pewakaf kepada orang yang diserahi mengurus harta benda wakaf
(nazhir). Ikrar dapat dilakukan secara lisan maupun tulisan. Pewakaf
dapat memberikan kuasa untuk menyatakan ikrar wakaf karena alasan
yang dibenarkan secara hukum, misalnya karena penyakit. Akta ini
minimal harus memuat pewakaf dan nazhir, data harta yang
diwakafkan, peruntukan, dan jangka waktu wakaf.28
4. Macam-macam Wakaf
Bila ditinjau dari segi peruntukan ditujukan kepada siapa wakaf itu,
maka wakaf dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu sebagai berikut:
28
“Wakaf”, Artikel diakses tanggal 4 februari 2011 dari
http://hukumpedia.com/index.php?title=Wakaf
33
a. Wakaf Ahli
Yaitu wakaf yang ditujukan kepada orang-orang tertentu seorang atau
lebih, keluarga si wakif atau bukan. Wakaf seperti ini disebut juga wakaf
dzurri.29
Apabila ada seseorang mewakafkan sebidang tanah kepada
anaknya, lalu kepada cucunya, wakafnya sah dan yang berhak mengambil
manfaatnya adalah mereka yang ditunjuk dalam pernyataan wakaf. Wakaf
sejenis ini (wakaf ahli/dzurri) kadang-kadang juga disebut wakaf ’alal aulad,
yaitu wakaf yang diperuntukan bagi kepentingan dan jaminan sosial dalam
lingkungan keluarga (famili), lingkungan kerabat sendiri.
Wakaf untuk keluarga ini secara hukum Islam dibenarkan
berdasarkan hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari
Anas bin Malik tentang adanya wakaf keluarga Abu Thalhah kepada kaum
kerabatnya. Di ujung hadits tersebut yang artinya dinyatakan sebagai
berikut:
Dari Anas bin Malik: ”Aku telah mendengar ucapanmu tentang
hal tersebut. Saya berpendapat sebaiknya kamu memberikannya kepada
keluarga terdekat. Maka Abu Thalhah membagikannya untuk para keluarga
dan anak-anak pamannya.”(H.R. Bukhari dan Muslim)
29
Depag RI, Fiqih Wakaf, (Jakarta: Direktorat Pemberdayaan Wakaf Dirjen BIMAS Islam
Depag RI, 2006), hal. 14
34
Dalam satu segi, wakaf ahli ini baik sekali, karena si wakif akan
mendapatkan dua kebaikan, yaitu kebaikan dari amal ibadah wakafnya, juga
kebaikan dari silaturahmi terhadap keluarga yang diberikan harta wakaf.
Akan tetapi pada sisi lain wakaf ahli ini sering menimbulkan masalah,
seperti bagaimana kalau cucu yang ditunjuk sudah tidak ada lagi? Atau
siapa yang berhak mengambil manfaat benda (harta wakaf) itu? Atau
sebaliknya, bagaimana jika anak cucu si wakif yang menjadi tujuan wakaf
itu berkembang sedemikian rupa sehingga menyulitkan bagaimana cara
meratakan pembagian hasil harta wakaf.
Untuk mengantisipasi punahnya anak cucu (keluarga penerima
wakaf) agar harta wakaf kelak tetap bisa dimanfaatkan dengan baik dan
berstatus hukum yang jelas, maka sebaiknya dalam ikrar wakaf ahli ini
disebutkan bahwa wakaf ini untuk anak cucu, kepada fakir miskin. Sehingga
bila suatu ketika ahli kerabat (penerima wakaf) tidak ada lagi, maka wakaf
itu bisa langsung diberikan kepada fakir miskin. Namun untuk kasus anak
cucu yang menerima wakaf ternyata berkembang sedemikian banyak
kemungkinan akan menemukan kesulitan dalam pembagiannya secara adil
dan merata.
Berdasarkan pengalaman, wakaf ahli setelah melampaui ratusan
tahun mengalami kesulitan dalam pelaksanaannya sesuai dengan tujuan
wakaf yang sesungguhnya yakni memberikan manfaat bagi kesejahteraan
umum, selain itu sering terjadi pula kekaburan dalam pengelolaan dan
35
pemanfaatan wakaf oleh keluarga yang diserahkan harta wakaf, terlebih bila
turunannya yang dimaksud telah berkembang dengan sedemikian rupa.30
Berdasarkan hal ini Di Mesir wakaf ahli dihapuskan dengan Undang-undang
No.180 Tahun 1952. Selain itu di negara-negara lain juga seperti Turki,
Maroko dan Al-jazair, wakaf untu keluarga (ahli) pun telah dihapuskan,
karena pertimbangan dari berbagai segi, tanah-tanah wakaf dalam bentuk ini
dinilai tidak produktif.
b. Wakaf Khairi31
Wakaf Khairi yaitu wakaf yang secara tegas diperuntukan bagi
kepentingan agama atau kemasyarakatan (kebajikan umum). Seperti wakaf
yang diserahkan untk keperluan pembangunan masjid, sekolah, jembatan,
rumah sakit, panti asuhan anak yatim dan lain sebagainya.
Jenis wakaf ini seperti yang dijelaskan hadits Nabi Muhammad
SAW yang menceritakan tentang wakaf Sahabat Umar bin Khatab. Beliau
memberikan hasil kebunnya kepada fakir miskin, ibnu sabil, sabililllah, para
tamu dan hamba sahaya yang berusaha menebus dirinya. Wakaf ini
ditujukan kepada umum dengan tidak terbatas penggunaannya yang
mencakup semua aspek untuk kepentingan dan kesejahteraan umat manusia
30
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalat, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2007), hal. 245
31
Depag RI, Fiqih Wakaf, (Jakarta: Direktorat Pemberdayaan Wakaf Dirjen BIMAS Islam
Depag RI, 2006), hal. 16
36
pada umumnya. Kepentingan umum tersebut bisa untuk jaminan sosial,
pendidikan, kesehatan, pertahanan, keamanan dan lain sebagainya.
Dalam tinjauan penggunaannya, wakaf jenis ini jauh lebih banyak
manfaatnya dibanding dengan jenis wakaf ahli, karena tidak terbatasnya
pihak-pihak yang ingin mengambil manfaaat. Dan jenis wakaf inilah yang
sesungguhnya paling sesuai dengan tujuan perwakafan itu sendiri secara
umum. Dalam jenis wakaf ini juga, si wakif dapat mengambil manfaat dari
harta yang diwakafkan itu, seperti wakaf masjid, maka si wakif boleh saja
ada disana, atau mewakafkan sumur, maka si wakif boleh mengambil air
dari sumur tersebut sebagaimana pernah dilakukan oleh Nabi dan Sahabat
Usman bin Affan.
Secara substansi, wakaf inilah yang merupakan salah satu segi dari
cara membelanjakan harta di jalan Allah SWT. Dan tentunya kalau dilihat
dari manfaatnya merupakan salah satu sarana pembangunan, baik di bidang
keagamaan, khususnya peribadatan, perekonomian, kebudayaan, kesehatan,
keamanan dan sebagainya. Dengan demikian benda wakaf tersebut benar-
benar terasa menfaatnya untuk kepentingan manusia secara umum, tidak
hanya untuk keluarga atau kerabat yang terbatas.
37
5. Tujuan dan Manfaat Wakaf
Fungsi wakaf telah disebutkan secara jelas dalam Kompilasi Hukum
Islam pasal 216 yang berbunyi bahwa fungsi wakaf adalah mengekalkan
manfaat benda wakaf sesuai dengan tujuan wakaf. Melihat hal tersebut,
tentunya saat ini manfaat wakaf sudah banyak yang dinikmati oleh
masyarakat, baik itu di bidang peribadatan, pendidikan, kesehatan, sosial dan
lainnya dengan tetap menjada kekekalan nilainya. Oleh karena itu fungsi utama
dari wakaf yaitu mewujudkan potensi dan manfaat ekonomis harta benda untuk
kepentingan ibadah dan untuk memajukan kesejahteraan umum32
.
Dalam tujuan wakaf setidaknya disyaratkan beberapa hal berikut,
tentunya tujuannya juga harus baik dan sesuai dengan syariah, hal ini agar
tujuan wakaf yang sebenarnya dapat tercapai, tujuan-tujuan tersebut adalah:33
a. Membantu yayasan pendidikan umum atau khusus, kelompok profesi,
yayasan islam, perpustakaan umum atau khusus.
b. Membantu pelajar dan mahasiswa untuk belajar didalam dan luar negeri.
c. Membantu yayasan riset ilmiah islam.
d. Memelihara anak yatim, janda dan orang-orang lemah.
32
Aries Mufti & Muhammad Syakir Sula, Amanah Bagi Bangsa, Konsep Sistem Ekonomi
Syariah, (Jakarta: MES, 2009), hal. 213
33
Mundzir Qahaf, Manajemen Wakaf Produktif, Penerjemah H. Muhyidin Mas Rida,
(Jakarta: Khalifa, 2004), hal. 159-160
38
e. Memelihara orang tua jompo dan yayasan yang memberi pelayanan kepada
mereka.
f. Membantu fakir miskin dan semua keluarga yang berpenghasilan pas-
pasan.
g. Memberikan pelayanan umum berupa air dan listrik, pelayanan kesehatan,
penyeberangan dan lainnya baik di kota maupun di desa tempat tinggal.
h. Membangun masjid dan memberi perlengkapannya, serta mengisinya
dengan mushaf Al-Qur’an dan Kitab-kitab, juga berinfak untuk keperluan
masjid34
.
i. Memberi bantuan keuangan dengan syarat yang ringan kepada pengusaha
kecil yang memerlukan tambahan modal.
B. STRATEGI PENGELOLAAN WAKAF
1. Pengertian Strategi
Strategi adalah ilmu dan seni menggunakan semua sumber daya
bangsa untuk melaksanakan kebijaksanaan tertentu dalam perang dan damai35
.
34
Amelia Fauzia dkk, Filantropi Islam dan Keadilan Sosial, Studi Tentang Potensi, dan
Pemanfaatan Filantropi islam di Indonesia, (Jakarta: CSRC, 2006), hal. 73
35
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Cet IV edisi III,
(Jakarta: Balai Pustaka, 2007), hal. 1092
39
Sedangkan para tokoh manajemen strategi mendefinisikan beragam
tentang definisi dari stretegi36
. Menurut Fred R. David strategi adalah cara
untuk mencapai tujuan-tujuan jangka panjang37
.
Sedangkan menurut Wheelen dan Hunger strategi adalah program
perencanaan perusahaan untuk mencapai tujuan perusahaan dengan
memaksimalkan keunggulan bersaing dan meminimalisasi kelemahan.
Menurut Porter strategi adalah alat yang sangat penting untuk
mencapai keunggulan bersaing.
Menurut Argrys, Mintzberg, Steiner dan Miner Strategi adalah respon
secara terus menerus maupun adaptif terhadap peluang dan ancaman eksternal
serta kekuatan dan kelemahan internal yang dapat mempengaruhi organisasi.
Namun bila disimpulkan secara garis besar dari berbagai macam
definisi strategi dapat diambil kesimpulan bahwa strategi merupakan cara
untuk mencapai tujuan agar lebih maksimal dengan menggunakan berbagai
sumber daya yang ada.
36
“Manajemen strategi”, Artikel diakses tanggal 4 april 2011 dari
http://www.docstoc.com/docs/22002771/Manajemen-Strategi
37
Fred R. David, Manajemen Strategis Konsep, Edisi 10, Penerjemah Ichsan Setiyo Budi,
(Jakarta: Salemba Empat, 2006), hal. 16
40
2. Manfaat Strategi
Menurut Greenley, beberapa manfaat strategi adalah sebagai berikut:38
a. Memungkinkan alokasi waktu dan sumberdaya yang lebih efektif untuk
peluang yang telah teridentifikasi.
b. Mendorong pemikiran kepada masa depan.
c. Memberikan tingkat disiplin
Adapun manfaat manfaat lain dari strategi adalah sebagai berikut.39
a. Efesiensi dan aktivitas kerja
b. Meningkat kreativitas kerja
c. Tanggung jawab lebih meningkat kepada perusahaan atau diri sendiri
d. Rencana perusahaan lebih jelas
e. Pengendali dalam mempergunakan semua sumber daya alam yang dimiliki
secara terintegrasi dalam pelaksanaan fungsi-fungsi manajemen agar
berlangsung sebagai proses yang efektif dan efisien.40
3. Strategi Pengelolaan Wakaf
Jika kita melihat perkembangan wakaf yang ada Di Indonesia,
setidaknya perkembangan pengelolaan wakaf dapat dibagi menjadi tiga macam
pengelolaan, yakni sebagai berikut41
:
38
Ibid, hal. 22-23
39
“Manfaat dan Proses Manajemen Strategi”, Artikel diakses tanggal 4 april 2011 dari
http://syukai.blogspot.com/2009/06/manfaat-dan-proses-manajemen-strategi.html
40
Hadari Nawawi, Manajemen Strategik Organisasi non Profit Bidang Pemerintahan,
(Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2003), hal. 184
41
a. Periode Tradisional
Dalam periode ini, wakaf masih ditempatkan sebagai ajaran yang
murni dimasukan dalam kategori ibadah mahdhah (pokok). Yaitu
kebanyakan benda-benda wakaf diperuntukkan untuk kepentingan
pembangunan fisik, seperti mesjid, mushalla, pesantren, kuburan, yayasan
dan sebagainya. Sehingga keberadaan wakaf belum memberikan kontribusi
sosial yang luas karena hanya untuk kepentingan yang bersifat konsumtif.
Ciri-ciri dari pengelolaan wakaf secara tradisional adalah sebagai
berikut:42
1) Kepemimpinan. Corak kepemimpinan dalam lembaga kenazhiran masih
sentralistik-otoriter dan tidak ada sistem kontrol yang memadai.
2) Rekruitmen SDM kenazhiran. Banyak nazhir wakaf yang hanya
didasarkan pada aspek ketokohan seperti ulama, kyai, ustadz dan lain-
lain, bukan aspek profesionalisme atau kemampuan mengelola.
3) Operasionalisasi pemberdayaan. Pola yang digunakan lebih kepada
sistem yang tidak jelas (tidak memiliki standar operasional) karena
lemahnya SDM, visi dan misi pemberdayaan, dukungan political will
pemerintah yang belum maksimal dan masih menggunakan sistem
ribawi.
41
Achmad Djunaidi & Thobieb Al-Asyhar, Menuju Era Wakaf Produktif Sebuah Upaya
Progresif untuk Kesejahteraan Umat, (Jakarta: Mitra Abadi Press, 2006), hal. V
42
Depag RI, Paradigma Baru Wakaf di Indonesia, (Jakarta: Direktorat Pemberdayaan
Wakaf Dirjen BIMAS Islam Depag RI, 2006), hal. 105
42
4) Pola pemenfaatan hasil. Dalam menjalankan upaya pemanfaatan hasil
wakaf masih banyak yang bersifat konsumtif-statis sehingga kurang
dirasakan manfaatnya oleh masyarakat banyak.
5) Sistem kontrol dan pertanggungjawaban. Sebagai resiko dari pola
kepemimpinan yang sentralistik dan lemahnya operasionalisasi
pemeberdayaan mengakibatkan kepada lemahnya sistem kontrol, baik
yang bersifat kelembagaan, pengembangan usaha maupun keuangan.
b. Periode Semi Profesional43
Periode semi profesional adalah masa dimana pengelolaan wakaf
secara umum sama dengan periode tradisional, namun pada masa ini sudah
mulai dikembangkan pola pemberdayaan wakaf secara produktif, meskipun
belum maksimal. Sebagai contoh adalah pembangunan mesjid-mesjid yang
letaknya strategis dengan menambah bangunan gedung untuk pertemuan,
pernikahan, seminar dan acara lainnya seperti Mesjid Sunda Kelapa, Mesjid
Pondok Indah, Mesjid At- Taqwa Pasar Minggu, Mesjid Ni’matul Ittihad
Pondok Pinang (semua di Jakarta) dan lain-lain.
Selain hal tersebut juga sudah mulai dikembangkannya
pemberdayaan tanah-tanah wakaf untuk bidang pertanian, pendirian usaha-
usaha kecil seperti toko-toko ritel, koperasi, penggilingan padi, usaha
bengkel dan sebagainya yang hasilnya untuk kepentingan pengembangan di
43
Achmad Djunaidi & Thobieb Al-Asyhar, Menuju Era Wakaf Produktif Sebuah Upaya
Progresif untuk Kesejahteraan Umat, (Jakarta: Mitra Abadi Press, 2006), hal. v
43
bidang pendidikan (Pondok Pesantren), meskipun pola pengelolaannya
masih dikatakan tradisional. Pola pemberdayaan wakaf seperti ini sudah
dilakukan oleh Pondok Pesantren Modern As-Salam Gontor, Ponorogo.
Adapun secara khusus mengembangkan wakaf untuk kesehatan dan
pendidikan seperti dilakukan oleh Yayasan Wakaf Sultan Agung, Semarang.
Ada lagi yang memberdayakan dengan pola pengkajian dan penelitian
secara intensif terhadap pengembangan wacana pemikiran islam modern
seperti yang dilakukan oleh yayasan wakaf Paramadina, dan sebagainya.
c. Periode Profesional44
Periode pengelolaan wakaf secara profesional ditandai dengan
pemberdayaan potensi masyarakat secara produktif. Keprofesionalan yang
dilakukan meliputi aspek manajemen, SDM kenazhiran, pola kemitraan
usaha, bentuk benda wakaf bergerak seperti uang, saham dan surat berharga
lainnya, dukungan political will pemerintah secara penuh salah satunya
lahirnya Undang-undang wakaf.
Dalam periode ini, isu yang dijadikan rujukan dalam pengelolaan
wakaf secara profesional adalah munculnya gagasan wakaf tunai yang
digulirkan oleh tokoh ekonomi asal Bangladesh, Prof. M.A. Mannan.
Kemudian muncul pula gagasan wakaf investasi, yang di Indonesia sudah
44
Ibid, hal. vi
44
dimulai oleh Tazkia Consulting dan Dompet Dhuafa Republika bekerja
sama dengan BTS Capital beberapa waktu lalu.
Semangat pemberdayaan potensi wakaf secara profesional
produktif tersebut semata-mata untuk kepentingan kesejahteraan umat
manusia, khususnya muslim Indonesia yang sampai saat ini masih dalam
keterpurukan ekonomi yang sangat menyedihkan, baik dibidang pendidikan,
kesehatan, teknologi maupun bidang sosial lainnya. Sekarang ini sudah
memasuki periodisasi pemberdayaan wakaf secara total melibatkan seluruh
potensi keummatan dengan dukungan penuh, yaitu UU No. 41 tentang
wakaf, peran UU Otonomi Daerah, peran Perda, kebijakan moneter
nasional, UU perpajakan dan lain sebagainya.
Landasan yang digunakan untuk langkah-langkah tersebut adalah
pemberdayaan wakaf yang sudah dilakukan oelh negara-negara muslim
Timur Tengah secara produktif, seperti Mesir, Turki, Arab Saudi, Yordania,
Qatar, Kuwait, Marroko, Bangladesh, Pakistan, Malaysia dan lain
sebagainya. Bahkan disekitar Masjidil Haraam dan Masjid Nabawi saat ini
yang notabene dulu adalah tanah wakaf terdapat beberapa tempat usaha
sebagai mesin ekonomi yang maha dahsyat, seperti hotel, restauran,
apartemen, pusat-pusat perniagaan, pusat pemerintahan dan lain sebagainya.
Hal ini menunjukan bahwa tanah-tanah wakaf harus diberdayakan untuk
menggali potensi ekonominya dalam rangka kesejahteraan masyarakat
banyak. Potret nyata tersebut sudah tidak bisa dibantah lagi bahwa tanah-
45
yanah wakaf yang memiliki posisi strategis harus diberdayakan ekonominya
secara maksimal, untuk kemudian hasilnya digunakan untuk kepentingan
kesejahteraan umum.
Dalam mengelola wakaf secara profesional paling tidak ada tiga
filosofi dasar yang harus ditekankan ketika kita hendak memberdayakan
wakaf secara produktif. Pertama, pola manajemennya harus dalam bingkai
proyek yang terintegrasi, bukan bagian-bagian dari biaya yang terpisah-
pisah. Dengan bingkai proyek, sesungguhnya dana wakaf akan dialokasikan
untuk program-program pemberdayaan dengan segala macam biaya yang
terangkum didalamnya.45
Kedua, asas kesejahteraan nazhir. Sudah terlalu lama nazhir
seringkali diposisikan kerja asal-asalan alias lillahi ta‟ala. Oleh karena itu
sudah saatnya menjadikan nazhir sebagai profesi yang memberikan harapan
kepada lulusan terbaik ummat dan profesi yang memberikan kesejahteraan,
bukan saja di akhirat, tetapi juga di dunia. Di Turki misalnya, badan
pengelola wakaf mendapatkan alokasi lima persen (5 %) dari net income
wakaf. Angka yang sama juga diterima Kantor Administrasi Wakaf
Bangladesh. Sementara itu, The Central Waqf Council India mendapatkan 6
% dari net income pengelolaan dana wakaf. Dan alhamdulillah di Indonesia
sesuai dengan Undang-Undang No.41 Tahun 2004 tentang wakaf, nazhir
45
Ibid, hal. vii
46
berhak mendapatkan 10 % dari hasil bersih pengelolaan dan pengembangan
harta benda wakaf.46
Ketiga, asas transparansi dan accountability dimana badan wakaf
dan lembaga yang dibantunya harus melaporkan setiap tahun akan proses
pengelolaan dana kepada umat dalam bentuk audited financial report
termasuk kewajaran dari masing-masing pos biayanya.47
Melihat hal-hal seperti yang terjadi diatas tentunya diperlukan
strategi yang lebih tepat agar pengelolaan wakaf dapat lebih maksimal,
beberapa yang harus dilakukan diantaranya adalah sebagai berikut:
1) Membenahi Aspek Manajemen, yang terdiri dari48
:
a) Kelembagaan
Untuk mengelola benda-benda wakaf agar lebih produktif
yang pertama harus dilakukan adalah membentuk suatu badan atau
lembaga yang khusus mengelola wakaf dan bersifat nasional, dalam
hal ini Indonesia telah memilikinya dengan nama Badan Wakaf
Indonesia (BWI). Tugas BWI adalah membina nazhir yang sudah ada
di seluruh Indonesia. BWI bersama Kementrian Agama mengawasi
pengelolaan wakaf diseluruh Indonesia dengan membuat kebijakan-
kebijakan yang mengarah pada peningkatan kemampuan nazhir
46
Ibid, hal. viii 47
Ibid, hal. viii 48
Depag RI, Paradigma Baru Wakaf di Indonesia, (Jakarta: Direktorat Pemberdayaan
Wakaf Dirjen BIMAS Islam Depag RI, 2006), hal. 106
47
sehingga mereka dapat mengelola wakaf yang menjadi tanggung
jawabnya secara produktif.
Selain BWI yang menjadi pioner pengelolaan wakaf,
lembaga-lembaga nazhir yang sudah ada selama ini harus ditata
sedemikian rupa agar bisa melaksanakan tugas-tugas kenazhiran
secara lebih maksimal.
b) Pengelolaan Operasional49
Yang dimaksud dengan standar operasional pengelolaan
wakaf adalah batasan atau garis kebijakan dalam mengelola wakaf
agar menghasilkan sesuatu yang lebih bermanfaat bagi kepentingan
masyarakat banyak. Dalam istilah manajemen dikatakan bahwa yang
disebut dengan pengelolaan operasional adalah proses-proses
pengambilan keputusan berkenaan dengan fungsi operasi. Pengelolaan
ini sangat penting dan menentukan berhasil tidaknya manajemen
pengelolaan secara umum. Adapun standar operasional itu meliputi
seluruh rangkaian program kerja yang dapat menghasilkan sebuah
produk (barang atau jasa).
Standar keputusan operasional merupakan tema pokok dalam
operasi kelembagaan nazhir yang ingin mengelola secara produktif.
Keputusan yang dimaksud disini berkenaan dengan lima fungsi utama
49
Ibid, hal. 108
48
manajemen operasional, yaitu proses, kapasitas, sediaan (inventory),
tenaga kerja dan mutu.
c) Kehumasan50
Dalam mengelola benda-benda wakaf, maka peran
kehumasan (pemasaran) dianggap menempati posisi penting. Fungsi
dari kehumasan itu sendiri dimaksudkan untuk:
1) Memperkuat image bahwa benda-benda wakaf yang dikelola oleh
nazhir profesional betul-betul dapat dikembangkan dan hasilnya
untuk kesejahteraan masyarakat banyak.
2) Meyakinkan kepada calon wakif yang masih ragu-ragu apakah
benda-benda yang ingin diwakafkan dapat dikelola secara baik atau
tidak. Dan juga dapat menarik para wakif baru.
3) Memperkenal aspek wakaf yang tidak hanya berorientasi pada
pahala oriented, tapi memberikan bukti juga bahwa ajaran islamn
sangat menonjolkan aspek kesejahteraan bagi umat manusia lain,
khususnya bagi kalangan yang kurang mampu.
d) Sistem Keuangan51
Penerapan sistem keuangan yang baik dalam sebuah proses
pengelolaan manajemen lembaga kenazhiran sangat terkait dengan:
50
Ibid, hal. 110 51
Ibid, hal. 112
49
Akuntansi, dengan adanya pencatatan tentang laporan
keuangan wakaf secara akuntansi maka administrasi keuangan akan
lebih tertata dengan rapi, serta memudahkan dalam pengelolaan.
Auditing,dengan adanya audit baik dari internal maupun
eksternal maka akan menambah kepercayaan para wakif dan juga
masyarakat luas terhadap pengelolaan wakaf. Dengan demikian
diharapkan tujuan dari wakaf untuk mensejahterakan masyarakat dapat
tercapai.
2) Regulasi Perwakafan52
Sepanjang sejarah islam, wakaf merupakan sarana dan
modal yang amat penting dalam memajukan perkembangan agama.
Di Indonesia, perwakafan diatur dalam PP No.28 tahun 1977
sebelum lahir UU No.41 Tahun 2004 tentang Wakaf, tentang
Perwakafan Tanah milik dan sedikit disinggung dalam UU No.5
Tahun1960 tentang Peraturan Dasar Pokok Agraria. Namun
peraturan perundang-undangan tersebut hanya mengatur benda-
benda wakaf tak bergerak, dan peruntukannya lebih banyak untuk
kepentingan ibadah mahdah, seperti masjid, mushala, pesantren,
kuburan dan lain-lain.
52
Achmad Djunaidi & Thobieb Al-Asyhar, Menuju Era Wakaf Produktif Sebuah Upaya
Progresif untuk Kesejahteraan Umat, (Jakarta: Mitra Abadi Press, 2006), hal. 89
50
Karena keterbatasan cakupannya, kedua peraturan
perundang-undangan tersebut belum memberikan peluang yang
maksimal bagi tumbuhnya pemberdayaan benda-benda wakaf
secara produktif dan profesional. Akhirnya pada tanggal 27 okober
2004 UU No.41 Tahun 2004 tentang wakaf diundangkan oleh
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Dengan adanya UU tersebut
diharapkan akselerasi perkembangan wakaf menjadi lebih cepat
karena memiliki payung hukum yang jelas.
3) Pembentukan Kemitraan Usaha53
Untuk lebih mengefektifkan harta wakaf dalam rangka
menyejahterakan masyarakat, maka wakaf perlu didorong ke arah
model pemanfaatan dana tersebut untuk sektor usaha yang produktif
(terutama wakaf tunai). Sedangkan untuk benda-benda wakaf yang
tidak bergerak yang belum terberdayakan seperti tanah dan yang
lain-lain, nazhir perlu didorong untuk lebih kreatif memberdayakan
tanah wakaf tersebut. Karena menurut Dirjen Bimas Islam
Nasaruddin Umar sejatinya permasalahan umat di Indonesia
bukanlah masalah dana tetapi masalah kreasi54
. Oleh karena itu
nazhir perlu dibina secara terus menerus agar mampu mengeluarkan
ide dan kreasi baru dalam hal pengelolaan tanah wakaf.
53
Ibid, hal. 102 54
“Menag: Jangan Jadikan Agama Sebagai Beban”, Artikel diakses tanggal 18 april 2011
dari depagkabsi.blogspot.com/2009_05_01_archive.html
51
Untuk dana wakaf tunai sendiri pemanfaatan dana wakaf
bisa bekerja sama dengan perusahaan modal ventura, dimana nanti
penggunaan dana bisa memakai skim akad yang ada yang
diperbolehkan syar’i.
52
BAB III
GAMBARAN UMUM DESA BABAKAN
A. Profil Desa Babakan
1. Letak Geografis
Babakan adalah sebuah desa yang terletak di kecamatan Ciseeng
kabupaten Bogor dengan luas desa sebesar 456,442 Ha1. Mayoritas daerah
Babakan adalah kolam empang atau balong. Dengan ketinggian tanah 100
meter diatas permukaan laut (dpl) menyebabkan kelembaban udara yang ada
disini berkisar pada 27-320
Celcius. Sebagai desa yang bertempat di kota hujan,
curah hujan yang tinggi sering menyebabkan banjir tiap tahunnya, yaitu
sebanyak 24.533 mm/tahun2.
Adapun batas-batas desa Babakan adalah sebagai berikut:
Sebelah utara : Berbatasan dengan desa Parigi Mekar/ desa Ciseeng
kecamatan Ciseeng
Sebelah selatan : Berbatasan dengan desa Tegal kec. Kemang/ desa
Cibeuteng Udik kec. Ciseeng
Sebelah barat : Berbatasan dengan desa Putat Nutug/ desa Cibeuteung
Muara kec. Ciseeng
1 Laporan Bulanan Desa Babakan Tahun 2010.
2 Ibid
53
Sebelah timur : Berbatasan dengan desa Iwul kec. Parung/ desa Jampang
kec. Kemang
Bentuk wilayah dataran rendah/ berbukit/ bergunung-gunung memiliki
kemiringan sekitar 200. Namun letak desa ini memiliki letak yang lebih dekat
ke ibukota negara Indonesia yaitu berjarak 45 km dibanding ke Ibukota
Propinsi Jawa Barat yaitu sekitar 120 km.
2. Keadaan Demografis3
Dengan wilayah yang cukup luas, wilayah administratif desa Babakan
terdiri dari 6 dusun 14 Rw dan 46 Rt. Jumlah penduduk desa Babakan yaitu
sebanyak 13.041 jiwa dengan perbandingan jumlah penduduk laki-laki
sebanyak 6.787 jiwa, dan penduduk perempuan sebanyak 6.254 jiwa, dan
terbagi menjadi 3.442 KK. Jumlah penduduk ini merupakan yang terbesar di
kecamatan Ciseeng.
Mayoritas penduduk desa Babakan adalah pemeluk agama islam
dengan jumlah 12.978 orang, sedangkan agama katolik 7 orang, protestan 17
orang, serta pemeluk budha sebanyak 39 orang. Melihat data diatas tentunya
sangat potensial dalam pengembangan ekonomi syariah di desa ini.
Penduduk desa Babakan paling banyak hanya berpendidikan lulusan
SLTP/ sederajat sebanyak 1.772 orang, sedangkan yang berpendidikan tamat
SMU/ sederajat sebanyak 851, sedangkan yang tamat D2 sebanyak 57 orang,
3 Ibid
54
D3 3 orang, S1 57 orang dan S2 4 orang. Artinya masih banyak sekali
masyarakat desa Babakan yang belum mengenyang pendidikan yang tinggi.
Hal ini tentunya perlu mendapat perhatian lebih dari pemerintah setempat,
karena mayoritas anak-anak desa Babakan terutama anak-anak perempuan,
ketika mereka lulus dari Sekolah Dasar banyak yang bekerja di pabrik- pabrik
menjadi pengrajin ataupun menikah. Hal ini terjadi karena memang
pemahaman para orang tua tentang kesetaraan gender di desa Babakan belum
terlalu baik, akhirnya yang terjadi adalah hal yang seperti diceritakan diatas.
B. Perekonomian Desa Babakan4
Denyut utama perekonomian desa Babakan adalah pertanian, hampir
seluruhnya masyarakat desa Babakan adalah petani ikan, bahkan desa Babakan
sangat terkenal sebagai sentra komoditas unggulan benih ikan lele. Hal ini dapat
dimengerti karena memang mayoritas petani memilih ikan lele sebagai komoditas
utama, tetapi ikan lele juga bukan satu-satunya komoditas yang ditawarkan oleh
desa Babakan, diantaranya adalah ikan bawal, patin, dan berbagai macam jenis
ikan hias seperti ikan cupang, ikan mas koki dan masih banyak lagi yang lainnya.
Lahan pertanian yang banyak yaitu sekitar 167 Hektar memang menjadi
tempat mata pencaharian utama masyarakat Babakan. Namun lahan sebesar itu
pun tidak dimiliki oleh semua masyarakat Babakan, hanya sekitar 20 orang yang
4 Ibid
55
memiliki tanah/ empang tersebut, sedangkan petani penggarap sebanyak 43 orang
dan sisanya 674 orang berprofesi sebagai buruh tani.
Belum lagi luas ladang yang berjumlah sebesar 109, 27 hektar yang juga
menjadi urat nadi perekonomian desa Babakan, sehingga banyak masyarakat yang
juga berprofesi sebagai petani kebun, karena memang dianugerahi tanah yang
cukup subur, banyak sekali tanaman yang dapat ditanam dan dijual dengan harga
yang bagus, seperti tanaman untuk keperluan bumbu dapur seperti cabai, jahe,
serai, salam dan lain-lain, serta tanaman kebutuhan pokok seperti padi, jagung,
sayur mayur dan sebagainya.
Mata pencaharian yang cukup besar selanjutnya adalah profesi
pedagang, ada sekitar 815 orang yang berprofesi sebagai pedagang, baik itu
pedagang ikan maupun pedagang yang menjual hasil kebun yang diproduksi di
desa Babakan. Selain itu juga masih ada masyarakat yang bermata pencaharian
sebagai pengrajin sebanyak 200 orang, buruh industry sebanyak 317 orang,
Pegawai Negeri Sipil (PNS) sebanyak 191 orang, serta TNI/ POLRI sebanyak 6
orang.
Dalam beberapa tahun terakhir memang perekonomian di desa Babakan
terlihat berkembang dengan baik, jargon sebagai desa penghasil komoditas
unggulan benih ikan lele kini semakin digencarkan dengan berbagai dukungan
dari pemerintah desa dan juga kabupaten, nemun meski begitu justru kesulitan
sering terjadi pada petani ikan lele tersebut. Minimnya bantuan modal baik dari
pemerintah dan lembaga keuangan masih menjadi permasalahan klasik yang
56
belum terpecahkan. Selain itu musim ataupun cuaca yang ekstrim akhir-akhir ini
juga sangat mengganggu hasil produksi ikan di desa Babakan pada saat ini,
sehingga banyak petani yang gagal panen dan hanya meraup kerugian.
C. Wakaf Di Desa Babakan
Perwakafan di desa Babakan telah berlangsung sejak lama. Ada sekitar
14 tanah wakaf dan telah diperuntukan untuk kegiatan-kegiatan keagamaan,
pendidikan dan lain-lain. Berikut adalah daftar tanah wakaf yang ada di desa
Babakan:
Daftar Tanah Wakaf Desa Babakan Beserta Peruntukannya
No Wakif Luas Peruntukan
1
H. Maiun (alm),
H.Usa (alm) &
Sinot Endeng
(alm) 12.370 m2
Makam (Astana Giri Bangun)
2
Bpk. Ahman
Sopian (alm) 2.700 m2
Makam (Astana Giri Abadi)
3
Bpk. Kiai Mukim
(alm) 16.500 m2
Makam (Cilangkap)
4 Bpk. Raman 5000 m2 Makam (Mede) dan Sekolah (SDN
57
(alm) dan Bpk.
Barun
Babakan 03)
5
Bpk. H. Usa
(alm) 3500 m2
Makam (Tembok)
6 Ibu Ennok (alm) 500 m2
Masjid (Al Hasan)
7
Bpk. H. Usa
(alm) 1200 m2
Masjid (Al-Husna) dan Majlis
Ta’lim
8
Bpk. H. Maiun
(alm) 1000 m2
Masjid (Al-Hasanah)
9
Bpk. H. Usa
(alm) 5000 m2
Masjid (Nurul Huda)
10
Bpk. Acep
Sutisna 1035 m2
Masjid (Darrussalam)
11
Bpk. H.
Miftahuddin
Isnan 2400 m2
Sekolah (MI dan MTs. Nurul Iman)
12
Bpk. Ust. Toha
(alm) 800 m2
Sekolah (Nurul Islamiyah)
13
Bpk. H.
Syamsuddin
(alm) 1 Ha Pesantren (Riyadlul Jannah)
58
14
Bpk. H. Saferi
(alm) 2000 m2
Pesantren (Riyadlul Irfan),
kemudian menjadi Kebun (wakaf
mutlak)
Sumber: Hasil survei pribadi penulis
Jika melihat data di atas dapat dilihat betapa cukup banyak tanah
wakaf yang ada di desa Babakan yang akan sangat lebih bermanfaat jika dikelola
dengan lebih professional lagi. Tanah wakaf yang ada diatas mayoritas adalah
tanah wakaf yang sudah ada sejak lama, sedangkan untuk tahun-tahun sekarang
praktis belum muncul lagi tanah wakaf yang baru.
Tentu saja hal ini menimbulkan 2 pertanyaan, pertama apakah jiwa
berderma masyarakat Babakan sudah semakin menurun atau yang kedua,
kegiatan ekonomi yang terjadi sekarang sedang mengalami masa sulit. Namun
meski begitu pengembangan wakaf terus dilakukan oleh para tokoh yang ada di
desa Babakan, seperti yang terjadi di Rt 003 Rw 004. Para tokoh masyarakat
disana berusaha menggerakan penggalangan dana wakaf dengan cara wakaf
tunai. Setiap penduduk yang ingin berwakaf difasilitasi dengan baik dengan
nominal minimal 100.000 rupiah, hasilnya cukup baik dan terkumpul dana yang
cukup besar. Namun dana tersebut hanya digunakan untuk membeli atau
menambah tanah wakaf lama yang sudah ada.
59
Meski begitu kegiatan tersebut perlu diapresiasi mengingat kegiatan
tersebut kembali berusaha untuk membangkitkan semangat perwakafan. Kalau
pada saat ini orang tidak bisa berwakaf dengan tanahnya, maka saat ini telah ada
alternative baru dengan wakaf uang yang dapat dilakukan oleh berbagai
kalangan masyarakat.
60
BAB IV
STRATEGI PENGELOLAAN TANAH WAKAF DI DESA BABAKAN
CISEENG BOGOR
A. Strategi Pengelolaan Tanah Wakaf Di Desa Babakan
Seperti sudah diketahui sebelumnya, bahwa memang persoalan wakaf di
Indonesia sangat kompleks, dari mulai masalah regulasi, hingga masalah ketidak
profesionalan nazhir dalam mengelola wakaf selalu menjadi masalah selama ini.
Oleh karena itu butuh keseriusan lebih dalam mengelola wakaf ini agar bisa
menjadi alat untuk memangkas kemiskinan di negeri kita.
Selama ini yang paling sering mendapat sorotan dalam pengelolaan
wakaf adalah ketidak profesionalan nazhir dalam mengelola wakaf itu sendiri.
Bahkan kadang tidak jarang ada nazhir yang frustasi dalam mengelola tanah
wakaf karena berbagai masalah yang akhirnya menyebabkan tanah wakaf itu
terbengkalai tak terawat. Oleh karena itu dibutuhkan kreasi-kreasi baru dalam
mengelola wakaf tersebut agar tanah wakaf tersebut bisa terus produktif.
Dari berbagai pengamatan yang telah dilakukan penulis, selama ini
pengelolaan wakaf di wilayah perkotaan memiliki berbagai macam kelebihan
yang menguntungkan serta mempunyai dampak positif terhadap pengelolaan
wakaf tersebut untuk terus bergerak kearah pengelolaan yang profesional. Hal ini
agak sedikit berbanding terbalik jika penulis melihat pengelolaan wakaf yang ada
di wilayah pedesaan yang mempunyai banyak kesulitan dalam pengembangannya.
61
Hal ini disebabkan berbagai macam faktor, diantaranya yang paling berpengaruh
adalah kurang strategisnya lokasi wakaf yang berakibat pada sulitnya
mengembangkan asset wakaf itu sendiri untuk dikelola secara professional dan
lebih modern. Di perkotaan sangat memungkinkan tanah wakaf tersebut dibangun
untuk apartemen, ataupun membuat hotel, real estate, pertokoan dan sebagainya
yang tentunya hasilnya tidak sedikit. Dan model pengelolaan seperti itu sangat
memungkinkan jika wilayah tanah wakaf tersebut berada di tempat yang strategis
dalam hal ini adalah perkotaan. Namun jika wilayah tanah wakaf tersebut berada
ditempat yang kurang strategis maka para nazhir harus memutar otak untuk
memikirkan cara apa yang harus ditempuh agar tanah wakaf tersebut bisa terus
produktif.
Dalam hal pengembangan wakaf di pedesaan seperti yang dijelaskan
diatas, desa Babakan dapat dijadikan contoh. Wilayah tanah wakaf yang kurang
strategis terus diupayakan untuk bisa produktif oleh para nazhirnya, satu hal yang
patut di apresiasi tentunya. Pendekatan pengelolaan yang dipakai adalah dengan
cara agribisnis. Para nazhir yang juga kebanyakan bisa bercocok tanam mencoba
menggunakan cara tersebut untuk memproduktifkan tanah wakaf yang ada.
Kegiatan agribisnis menjadi pilihan para nazhir untuk mengembangkan harta
wakaf memiliki banyak alasan, salah satu yang paling utama adalah hasil dari
kegiatan agribisnis tersebut yang dapat menghasilkan omset ratusan juta rupiah
per panennya. Dari berbagai macam kegiatan agribisnis yang ada, budidaya
menanam pohon sengon lah yang dipilih. Alasan mengapa budidaya pohon
62
sengon yang dipilih untuk memproduktifkan wakaf Menurut bapak Enjar adalah
bahwa selama dia aktif di Institut Pertanian Bogor, ia melihat bahwa budidaya
penghijauan tanaman sengon adalah pertanian paling menguntungkan dan paling
mudah di masa sekarang.1 Sehingga tidak heran pada saat mengelola tanah wakaf
ide kreatifnya muncul, saat ia sedang mengelola komplek pemakaman yang ada di
wilayah Babakan ternyata masih ada sebagian tanah wakaf yang masih kosong.
Saat itu beliau berkata: “saya melihat tanah ini mubazir, sebelum di isi oleh
jenazah lebih baik tanah ini dimanfaatkan, kalaupun ada hasilnya, hasilnya
bukan untuk saya, tapi untuk makam-makam juga”. Begitulah penuturan beliau,
hal-hal seperti inilah yang tentunya harus ditiru oleh nazhir-nazhir yang lain yang
ada di seluruh Indonesia. Kreatifitas juga merupakan modal utama agar
pengelolaan wakaf dapat terus produktif.
Pada saat ini memang mayoritas tanah wakaf yang ada di desa Babakan
adalah tanah wakaf yang sudah lama diwakafkan, bahkan dari sekitar tahun
19592. Dan mayoritas peruntukannya adalah untuk kegiatan keagamaan seperti
untuk masjid, pemakaman, maupun untuk kegiatan pendidikan seperti untuk
sekolah dan pesantren. Berikut adalah datanya:
1 Wawancara Pribadi dengan Enjar. Bogor, 21 April 2011.
2 Ibid
63
Daftar Tanah Wakaf Desa Babakan Beserta Peruntukannya
No Wakif Luas Peruntukan
1
H. Maiun (alm),
H.Usa (alm) &
Sinot Endeng
(alm) 12.370 m2
Makam (Astana Giri Bangun)
2
Bpk. Ahman
Sopian (alm) 2.700 m2
Makam (Astana Giri Abadi)
3
Bpk. Kiai Mukim
(alm) 16.500 m2
Makam (Cilangkap)
4
Bpk. Raman
(alm) dan Bpk.
Barun (alm) 5000 m2
Makam (Mede) dan Sekolah (SDN
Babakan 03)
5 Bpk. H. Usa (alm) 3500 m2
Makam (Tembok)
6 Ibu Ennok (alm) 500 m2
Masjid (Al Hasan)
7 Bpk. H. Usa (alm) 1200 m2
Masjid (Al-Husna) dan Majlis
Ta’lim
8
Bpk. H. Maiun
(alm) 1000 m2
Masjid (Al-Hasanah)
9 Bpk. H. Usa (alm) 5000 m2
Masjid (Nurul Huda)
64
10
Bpk. Acep
Sutisna 1035 m2
Masjid (Darrussalam)
11
Bpk. H.
Miftahuddin
Isnan 2400 m2
Sekolah (MI dan MTs. Nurul Iman)
12
Bpk. Ust. Toha
(alm) 800 m2
Sekolah (Nurul Islamiyah)
13
Bpk. H.
Syamsuddin (alm) 1 Ha Pesantren (Riyadlul Jannah)
14
Bpk. H. Saferi
(alm) 2000 m2
Pesantren (Riyadlul Irfan),
kemudian menjadi Kebun (wakaf
mutlak)
Sumber: Hasil survei pribadi penulis
Jika melihat data diatas tentunya hal tersebut dapat dimaklumi karena
memang pemikiran wakaf pada saat itu lebih menekankan pada aspek ibadah saja
(pahala oriented). Bahkan pemikiran seperti itupun sampai sekarang masih
banyak ditemukan di masyarakat. Namun dengan berbagai upaya setelah banyak
bermusyawarah, maka dicapailah sebuah titik terang baru di desa Babakan untuk
mulai mengembangkan wakaf ini kearah yang lebih produktif, terutama untuk
tanah wakaf yang belum termanfaatkan.
65
Dari hasil survei penulis tersebut wakaf di desa Babakan memang
mayoritas peruntukannya digunakan untuk kegiatan-kegiatan ibadah dan
pendidikan, seperti untuk masjid dan sekolah serta pesantren, selain itu juga untuk
pemakaman. Kebanyakan dari tanah wakaf tersebut lahannya sudah dipakai untuk
mesjid, sekolah atau pemakaman, sehingga sisa lahan yang ada tidak
memungkinkan untuk para nazhir mengembangkan untuk tujuan produktif karena
sudah terlalu sempit3. Namun ada beberapa tanah wakaf yang digunakan untuk
pemakaman yang masih menyimpan lahan kosong yang cukup luas, sehingga para
nazhir memilih untuk mengelola tanah tersebut untuk kegiatan produktif.
Beberapa contoh tanah wakaf yang diproduktifkan dan menjadi pionir
pengelolaan tanah wakaf dengan cara budidaya penanaman pohon sengon adalah
tanah wakaf makam Astana Giri Mekar yang berada dikampung Babakan.
Belakangan makin banyak nazhir yang meniru cara ini untuk pengelolaan tanah
wakafnya, tanah wakaf untuk makam yang masih kosong ditanami pohon sengon
agar bisa produktif. Selain makam, ada juga sebuah kebun bekas wakaf pesantren
yang juga diproduktifkan dengan cara ditanami pohon sengon. Menurut nazhir
tanah wakaf ini, yakni bapak H. Muhtadin, pohon sengon dipilih juga karena
memang budidayanya yang mudah dan menguntungkan.4 Adapun hasil dari
semua budidaya sengon ditanah wakaf ini nantinya akan digunakan untuk
3 Wawancara Pribadi dengan H. M. Idris. Bogor, 10 September 2011
4 Wawancara Pribadi dengan H. Muhtadin. Bogor, 24 April 2011
66
menambah harta wakaf yang ada, selain itu dalam jangka panjang para nazhir
punya rencana untuk membantu masyarakat miskin melalui dana ini.
Selain hal-hal yang telah dikemukakan diatas, mayoritas pengelolaan
tanah wakaf yang ada di desa Babakan dilakukan oleh nazhir perseorangan, yaitu
sekitar 1-3 orang per tanah wakafnya. Hal lain yang juga menjadi sorotan adalah
minimnya minat para nazhir untuk mendaftarkan tanah wakaf di KUA, bahkan di
KUA Ciseeng tidak terdapat data tanah wakaf. Artinya tanah wakaf di desa
Babakan ini juga masih minim yang bersertifikat, tentunya masalah ini harus
segera diatasi agar tidak terjadi sengketa dilain hari.
Jika melihat hal-hal diatas tersebut maka dapat digambarkan bahwa
pengelolaan tanah wakaf di Desa Babakan kebanyakan mauquf alaihnya adalah
untuk membangun mesjid, mushala, pesantren dan juga kuburan tau pemakaman.
Kemudian dari sisi nazhir sekarang beberapa nazhir sudah mulai mengembangkan
wakaf tersebut kearah yang produktif. Namun disisi lain sangat disayangkan
ternyata aspek pengontrol dari lembaga terkait seperti Badan Wakaf Indonesia
dan juga KUA sangat minim, padahal hal ini sangat diperlukan agar kegiatan
pengeolaan tanah wakaf berjalan dengan baik.
67
Setelah melihat berbagai macam data dan teori yang ada diatas maka
penulis menganalisa hal-hal yang terkait dengan pengelolaan tanah wakaf di desa
Babakan sebagai berikut.
1. Pengelolaan tanah wakaf yang ada di Desa Babakan memang mayoritas
peruntukannya digunakan untuk kegiatan ibadah dan pendidikan yang
cenderung kurang produktif untuk perekonomian, pemanfaatan harta wakaf
yang ada kebanyakan digunakan untuk membangun mesjid, sekolah dan
pesantren. Namun sekarang paradigma tanah wakaf hanya digunakan untuk
kegiatan yang bersifat ibadah saja sudah mulai berubah, hal ini ditandai
dengan munculnya beberapa tanah wakaf yang digunakan untuk kegiatan
produktif untuk perekonomian. Yang dilakukan adalah dengan cara
pendekatan agribisnis dengan memanfaatkan lahan wakaf yang masih kosong
untuk ditanami pohon-pohon industri seperti pohon sengon.
2. Strategi pengelolaan tanah wakaf yang masih kosong yang dilakukan para
nazhir di desa Babakan adalah dengan cara pemanfaatan tanah wakaf dengan
pendekatan agribisnis, dalam hal ini adalah menanam pohon sengon sebagai
tanaman utama, selain itu juga ada beberapa pohon mahoni sebagai pohon
pelengkap. Hal ini dilakukan karena memang yang memungkinkan untuk
sementara ini dilakukan adalah hal tersebut. Dengan alasan-alasan sebagai
berikut:
a. Tanah yang ada adalah tanah wakaf yang digunakan untuk makam,
sehingga tidak memungkinkan untuk dibangun ruko, real estate ataupun
68
semacamnya, sehingga alternatifnya adalah hanya menanami tanah yang
masih kosong tersebut dengan tanaman-tanaman industri seperti sengon.
Adapun tanah wakaf yang berupa kebun, tidak strategis juga dimanfaatkan
untuk membuat ruko dan sebagainya, karena memang tempat yang tidak
strategis dan jauh dari keramaian, sehingga alternatif budidaya penanaman
pohon sengon lah yang dipilih dan memang tepat untuk dipilih.
b. Pohon sengon adalah pohon yang mudah ditanam dan mudah dirawat,
selain itu bisa dibilang ia pohon yang cukup likuid, karena jika sudah
besar sedikit saja bisa langsung dijual ke pabrik kertas dan akan digunakan
untuk bahan baku pembuatan kertas.
c. Pohon sengon rata-rata dipanen pada usia 5 tahun dengan harga yang
cukup mahal, menurut bapak Enjar biasanya bisa menembus angka
Rp.100.000/ pohonnya.
d. Jika dihitung secara matematis akan seperti ini. Harga terendah satu pohon
sengon jika sudah berusia lima tahun adalah Rp. 100.000/ pohon (hal ini
terjadi ketika lahan kurang subur sehingga ukuran pohon sengon
berdiameter kurang dari 30 cm). Sedangkan ketika penulis bertanya
kepada pedagang kayu, harga pohon sengon yang berumur lima tahun
yang rata-rata sudah berdiameter 30 cm atau lebih harganya adalah Rp.
300.000/ pohon, bisa juga harganya mencapai Rp. 500.000/ pohon jika
pohonnya lebih besar lagi yang dikarenakan lahan sangat subur. Sehingga
dapat dihitung sebagai berikut:
69
1) 1000 pohon x Rp. 100.000 = Rp. 100.000.000 (jika lahan kurang subur
dan diameter pohon kurang dari 30 cm)
2) 1000 pohon x Rp. 300.000 = Rp. 300.000.000 (jika lahan cukup subur
dan diameter pohon rata-rata 30 cm)
3) 1000 pohon x Rp. 500.000 = Rp. 500.000.000 (jika lahan sangat subur
dan diameter pohon rata-rata diatas 30cm)
Hitung- hitungan diatas terjadi ketika panen pertama setelah lima tahun.
Setelah lima tahun lagi akan terjadi panen kedua dengan hasil dua kali
lipat, hal ini dikarenakan akan tumbuh pohon baru dari pohon yang telah
ditebang. Dan akan disisakan dua tunas baru per tunggulnya, sehingga
dapat dihitung panen kedua akan mendapatkan hasil Rp. 200.000.000, Rp.
600.000.000 dan Rp. 1.000.000.000,-. Angka yang cukup besar untuk
sebuah hasil agribisnis. Dengan dana sebesar itu tentunya cita-cita
membangun tanah wakaf dan juga memerangi kemiskinan bukanlah hal
yang mustahil.
3. Strategi pengelolaan wakaf di desa Babakan bisa dibilang cukup baik dan
mulai mengarah kepada pengelolaan yang semi professional, karena mulai
memproduktifkan wakaf. Adapun indikator-indikatornya adalah sebagai
berikut:
a. Model pengelolaan tanah wakaf yang digunakan adalah dengan cara
agribisnis yaitu dengan cara budidaya penanaman pohon sengon. Hal ini
70
berarti tanah yang ada sudah dicoba untuk diproduktifkan, selain itu
pendapatan dari hasil penjualan pohon sengon juga cukup besar.
b. SDM kenazhiran yang ada sudah cukup bagus. Nazhir-nazhir yang dipilih
untuk mengelola tanah wakaf dipilih bukan karena aspek ketokohan lagi
melainkan dipilih karena aspek profesionalitas. Contohnya adalah Bapak
Enjar yang memang sudah berpengalaman dalam hal agribisnis karena
memang sempat bekerja di Institut Pertanian Bogor (IPB), sehingga
pengelolaan tanah wakaf menjadi lebih maksimal.
c. Pola pemanfaatan hasil yang akan dilakukan cenderung tidak konsumtif,
hasil yang ada akan dikelola untuk membangun sarana dan prasarana untuk
menambah fasilitas wakaf yang ada. Selain itu kedepan para nazhir
memang mempunyai rencana untuk membantu masyarakat miskin dari
hasil pengelolaan wakaf ini, sehingga diharapkan kemiskinan yang selama
ini ada dapat segera terhapus.
Namun, ada bebarapa kelemahan yang ada dalam pengelolaan tanah wakaf
ini, yaitu sebagai berikut:
a. Manajemen yang ada belum begitu baik, hal ini dapat dimengerti karena
memang nazhir kurang begitu mengerti dalam hal manajemen. Para
nazhir hanya ahli dibidang agribisnis dan kurang menguasai masalah
manajamen, pengelolaan yang ada belum begitu sempurna. Solusi yang
ada adalah harus ada nazhir yang mengerti masalah manajemen agar
pengelolaan wakaf dapat lebih teratur lagi serta terarah targetnya.
71
b. Salah satu aspek manajemen yang juga belum dipenuhi adalah masalah
aspek akuntansi dan auditing. Para nazhir pun belum begitu mengerti
masalah ini. Yang penting bagi mereka adalah tanah wakaf dikelola agar
tidak menjadi lahan tidur yang tidak produktif. Namun mereka cenderung
mengabaikan masalah pencatatan keuangan ini. Dikhawatirkan akan
terjadi masalah dikemudian hari jika aspek ini tidak dipenuhi. Karena hal
yang menyangkut keuangan selalu cukup sensitif.
c. Tanah wakaf yang ada masih banyak yang belum bersertifikat. Masalah
administrasi ini harus segera diselesaikan agar tidak menjadi masalah
besar dikemudian hari.
4. Hasil pengelolaan wakaf yang dilakukan masih baru sebatas untuk menambah
fasilitas tanah wakaf tersebut, adapun memang kedepannya rencana untuk
menjadikan wakaf sebagai alat untuk menanggulangi kemiskinan sudah
direncanakan dibenak para nazhir. Hal ini tentunya bukan mustahil untuk
dilakukan, mengingat semangat para nazhir yang tinggi dan diimbangi dengan
pengelolaan pohon sengon yang maksimal tentunya akan mendapatkan hasil
penjualan yang besar.
72
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah menganalisa beberapa hal yang menjadi fokus kajian penulis di
atas, maka penulis menyimpulkan hasil penelitian sebagai berikut:
1. Sistem pengelolaan tanah wakaf di desa Babakan pada umumnya adalah
pengelolaan secara tradisional. Tanah wakaf yang ada di desa Babakan
mayoritas digunakan untuk kegiatan ibadah dan pendidikan, seperti digunakan
untuk membangun sarana ibadah seperti masjid dan juga sekolah, serta untuk
pemakaman. Namun kini telah berkembang cara baru, tanah wakaf yang
masih kosong, terutama yang peruntukannya untuk kuburan kini digunakan
oleh para nazhir untuk kegiatan produktif, yakni menanam jenis pohon-pohon
industri seperti pohon sengon. Oleh karena itu kini pengelolan tanah wakaf
mulai bergeser kearah yang bersifat ekonomi dan tidak hanya sebatas ibadah.
2. Strategi pengelolaan tanah wakaf yang dipilih oleh nazhir dari makam Astana
Giri Bangun dan juga nazhir dari kebun yang pernah dijadikan pesantren
dahulu adalah dengan cara pendekatan agribisnis, yaitu dengan cara budidaya
penanaman pohon sengon. Pohon sengon dipilih larena memang mempunyai
banyak kelebihan, salah satunya adalah mudah untuk dirawat dan hasilnya
pun sangat menguntungkan. Sehingga cara ini bisa dibilang cukup tepat
73
karena memang cara agribisnislah yang paling cocok dilakukan untuk
pengelolaan tanah wakaf di desa Babakan. Pengelolaan tanah wakaf yang
dilakukan oleh para nazhir di desa Babakan dengan cara menanami pohon
sengon adalah salah satu ide kreatif yang mencerminkan sebuah pengelolaan
wakaf yang semi professional. Dikatakan demikian karena pengelolaan wakaf
yang tradisional, sekarang sudah mulai menghasilkan sesuatu yang produktif.
Oleh karena itu pengelolaan tanah wakaf yang ada di desa Babakan bisa
dibilang mulai mengarah kepada pengelolaan wakaf yang semi professional.
Hasil dari penjualan budidaya pohon sengon digunakan untuk menambah
fasilitas harta wakaf yang ada. Namun para nazhir juga mempunyai rencana
untuk membantu masyarakat miskin untuk keluar dari jerat kemiskinan dari
pengelolaan harta wakaf ini meskipun hanya baru berbentuk sumbangan.
Meskipun begitu masih ada beberapa kelemahan yang dihadapi oleh para
nazhir, yaitu dari aspek manajemen yang masih belum begitu baik, aspek
keuangan seperti akuntansi dan auditing yang belum ada, serta hal-hal
mendasar seperti pengamanan tanah wakaf yang tercermin dalam sertifikasi
tanah wakaf yang masih sedikit dilakukan.
74
B. Saran
Setelah menyimpulkan hasil penelitian diatas maka penulis ingin
memberikan beberapa saran terkait pengelolaan wakaf yang ada di desa Babakan
sebagai berikut:
1. Pengelolaan tanah wakaf yang ada di desa Babakan dengan cara penanaman
pohon sengon merupakan salah satu ide brilian, bahkan sekarang banyak
nazhir lain yang menirunya, namun para nazhir harus berupaya untuk lebih
memaksimalkan lagi pengelolaan dengan membenahi aspek manajemen dan
juga keuangan agar hasil dari pemanfaatan tanah wakaf juga dapat terlihat
lebih baik lagi.
2. Peran pemerintah dan instansi terkait tentunya harus lebih besar lagi untuk
mendorong strategi-strategi yang dilakukan oleh para nazhir, seperti
membantu dalam hal manajemen, membantu aspek pencatatan keuangan dan
sebagainya. Mengingat hal ini dapat menjadi solusi pemberantasan
kemiskinan yang dapat dilakukan oleh pemerintah yang tentunya dilakukan
dari tingkat pedesaan.
75
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an Al-Karim dan Terjemahannya
Al-Albani, Muhammad Nashiruddin. Mukhtassar Shahih Muslim. Cet I.
Diterjemahkan oleh KMCP & Imron Rosadi. Jakarta: Pustaka Azzam
Anggota IKAPI DKI. 2003
Al-Asqalani, Ibnu Hajar. Terjemah Bulughul Maram. Cet. XXVII. Diterjemahkan
oleh A. Hassan. Bandung: CV. Penerbit Diponegoro. 2006
David, Fred R. Manajemen Strategis Konsep, Edisi 10. Penerjemah Ichsan Setiyo
Budi. Jakarta: Salemba Empat, 2006
Depag RI. Panduan Pemberdayaan Tanah Wakaf Produktif Strategis di Indonesia.
Jakarta: Direktorat Pemberdayaan Wakaf Dirjen BIMAS Islam Depag RI.
2006.
Fiqih Wakaf. Jakarta: Direktorat Pemberdayaan Wakaf Dirjen
BIMAS Islam Depag RI. 2006.
Pedoman Pengelolaan dan Pengembangan Wakaf. Jakarta:
Direktorat Pemberdayaan Wakaf Dirjen BIMAS Islam Depag RI. 2006.
Paradigma Baru Wakaf di Indonesia. Jakarta: Direktorat
Pemberdayaan Wakaf Dirjen BIMAS Islam Depag RI. 2006.
Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Cet IV edisi III.
Jakarta: Balai Pustaka. 2007
76
Djunaidi, Achmad & Al-Asyhar, Thobieb. Menuju Era Wakaf Produktif Sebuah
Upaya Progresif untuk Kesejahteraan Umat . Jakarta: Mitra Abadi Press.
2006
Fakultas Syariah & Hukum. Buku Pedoman Penulisan Skripsi. Cet-1. Jakarta:
Fakultas Syariah & Hukum. 2007
Fauzia, Amelia, dkk. Filantropi Islam dan Keadilan Sosial, Studi Tentang Potensi,
dan Pemanfaatan Filantropi islam di Indonesia. Jakarta: CSRC. 2006
Al-Kabisi, Muhammad Abid Abdullah. Hukum Wakaf Kajian Kontemporer Pertama
dan Terlengkap tentang Fungsi dan Pengelolaan Wakaf serta
Penyelesaian atas Sengketa Wakaf. Jakarta: Dompet Dhuafa Republika
dan IIMaN. 2004
Laporan Bulanan Desa Babakan Tahun 2010.
Mufti, Aries & Syakir Sula, Muhammad. Amanah Bagi Bangsa, Konsep Sistem
Ekonomi Syariah. Jakarta: MES. 2009
Munawwir. Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap. Cet IV. Surabaya:
Pustaka Progressif. 1997
Nasution, Mustafa Edwin & Hasanah, Uswatun. Wakaf Tunai Inovasi Finansial
Islam. Jakarta: PSTTI-UI. 2006
Nawawi, Hadari. Manajemen Strategik Organisasi non Profit Bidang Pemerintahan.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2003
77
Prihatna, Andy Agung, dkk. Wakaf, Tuhan dan Agenda Kemanusiaan, Studi Tentang
Wakaf dalam Perspektif Keadilan sosial di Indonesia. Jakarta: CSRC.
2006
Qahaf, Mundzir. Manajemen Wakaf Produktif. Penerjemah H. Muhyidin Mas Rida.
Jakarta: Khalifa. 2004.
Suhendi, Hendi. Fiqh Muamalat. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada. 2007
Undang- Undang Wakaf No. 41 Tahun 2004
Wawancara Pribadi dengan Enjar. Bogor, 20 April 2011
Wawancara Pribadi dengan H. Muhtadin. Bogor, 24 April 2011
Wawancara Pribadi dengan H. M. Idris. Bogor, 10 September 2011
Internet
“Sukuk Wakaf dan Pengentasan Kemiskinan”. Artikel diakses pada tanggal 4
Februari 2011 dari
http://majalahekonomisyariah.com/index.php/web/news/index/4/2142311694
“Pengertian Wakaf”. Artikel diakses tanggal 4 februari 2011 dari
http://www.pkesinteraktif.com/lifestyle/ziswaf/71-pengertian-wakaf.html
“Wakaf”. Artikel diakses tanggal 4 februari 2011 dari
http://hukumpedia.com/index.php?title=Wakaf
“Manajemen strategi”. Artikel diakses tanggal 4 april 2011 dari
http://www.docstoc.com/docs/22002771/Manajemen-Strategi
“Manfaat dan Proses Manajemen Strategi”. Artikel diakses tanggal 4 april 2011 dari
http://syukai.blogspot.com/2009/06/manfaat-dan-proses-manajemen-strategi.html
78
“Menag: Jangan Jadikan Agama Sebagai Beban”, Artikel diakses tanggal 18 april
2011 dari depagkabsi.blogspot.com/2009_05_01_archive.html
“Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin, Garis Kemiskinan, Indeks Kedalaman
Kemiskinan (P1), dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) Menurut Provinsi, 2010”,
Artikel diakses tgl 4 maret 2011 dari
http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?tabel=1&daftar=1&id_subyek=23¬ab=4
Lampiran
Pedoman Wawancara
1. Bagaimana sejarah tanah wakaf disini, siapa wakifnya dan kapan
diwakafkannya?
2. Tujuan wakafnya untuk apa serta luasnya berapa?
3. Apakah tanah wakaf ini sudah bersertifikat dan didaftarkan di KUA?
4. Apakah pernah terjadi masalah sengketa dengan tanah wakaf ini?
5. Bagaimana pengelolaan yang dilakukan selama ini serta kendala apa saja yang
dihadapi?
6. Strategi apa yang dilakukan dalam mengelola tanah wakaf ini?
7. Mengapa strategi tersebut yang dipilih?
8. Selain strategi tersebut, adakah strategi lain yang dilakukan?
9. Hasil dari kegiatan wakaf produktif ini digunakan untuk apa?
10. Apakah selama ini sudah ada pembinaan untuk nazhir dari instansi terkait?
Lampiran Hasil Wawancara
Nama : Bpk. Enjar
Diwawancari Sebagai : Nazhir
Usia : 62 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tanggal Wawancara : 20 April 2011
Waktu Wawancara : 09.30 - 09.53
Tempat : Kediaman Bpk. Enjar
Tanya: Bagaimana sejarah tanah wakaf disini, siapa wakifnya dan kapan
diwakafkannya?
Jawab: Sejarahnya sebetulnya tanah wakaf ini dulu bukan tanah wakaf umum, dan
merupakan tanah wakaf keluarga dari keturunan kita, yaitu bapak kolot Maiun, bapak
anda juga termasuk buyutnya, karena kalau anaknya sudah tidak ada semua, tinggal
cucu termasuk saya. Jadi dasar wakafnya, pertama yang mewakafkan tanah seluas
satu hektar tiga ribu Sembilan ratus meter itu adalah tanah wakaf tiga orang. 50%
tanah wakaf dari H. Maiun, 25% wakaf dari Bapak Sinot Endeng, 25% lagi adalah
wakaf Bapak H.Usa. Jadi pokok utama wakaf Babakan ini adalah wakaf tiga orang,
H.Maiun, H. Usa, Endeng Sinot. Setelah tahun 64 sudah dirawat oleh Misdan Moong
sampai tahun 70, tahun 70 sampai 2000 dirawat oleh mandor Enoh dan wa Kosim,
dari tahun 2000 sampai 2011 sekarang adalah saya yang merawat. Setelah dirawat
oleh saya, saya memiliki ide seperti itu, sebelumnya tidak pernah ada yang seperti ini,
saya melihat tanah ini mubazir, sebelum di isi oleh jenazah lebih baik tanah ini
dimanfaatkan, kalaupun ada hasilnya, hasilnya bukan untuk saya, tapi untuk makam-
makam juga.
Tanya: Tujuan wakafnya untuk apa serta luasnya berapa?
Jawab: Untuk makam. Saya memiliki ide seperti itu karena dari tahun 64 makam
sudah dirawat tapi hasilnya kemana. Jadi saya ingin tahu dan menggali sebenarnya
kekayaan makam ada dimana, makanya saya menanam pohon sengon, saya Tanami
1000 pohon sengon, kalau saya hitung ksar saja dengan harga Rp.100.000 per pohon
selama 5 tahun, maka aka nada hasil sebesar 100.000.000 rupiah. Nah, hasilnya
tersebut saya ingin membangun makam ini. Karena kalau mau membangun juga
kalau bukan hasil dari sini ya darimana lagi, pemasukan saat hari raya saja maksimal
tiga juta rupiah dan hasilnya dibagi tiga. Makanya saya ingin terus membangun
semuaini secara bertahap dari mulai kebersihan, penerangan, serta pengaturan tata
letak makam. Oleh karena itu tujuan utamanya adalah hasil dari makam untuk
makam.
Tanya: Luasnya berapa meter?
Jawab: Itu luasnya yang dulu satu hektar tiga ribu sekian setelah pemutihan menjadi
satu koma dua ribu tiga ratus tujuh puluh meter. Sekarang sudah ada plangnya dan
saya yang mengajukan kepada kepala desa dan sama dengan yang ada di kampong
pondok. Kalu dipondok namanya giri damai, maka disini namanya giri mekar.
Tanya:Apakah tanah wakaf ini sudah bersertifikat?
Jawab: Sudah, itu disertifikatnya tahun 1994.
Tanya: Kalau didaftarkan di KUA sudah atau belum?
Jawab: Iya sudah ada, dulu didaftarkan juga tahun 1994 bareng dengan
pembangunan masjid oleh bapak Amil Encang, yang waktu Naibnya masih orang
rumpin, saya lupa namanya dan mungkin datanya masih di KUA Parung karena
sekarang sudah ada pemekaran antara Parung dan Ciseeng.
Tanya: Apakah pernah terjadi masalah sengketa dengan tanah wakaf ini?
Jawab: Alhamdulillah, kalau masalah sengketa belum ada sampai sekarang. Nah
setelah anak-anak keturunan dari Bapa Maiun sudah meninggal semuanya maka
tanah ini buru-buru disertifikat agar tidak ada sengketa dilain waktu. Ya karena
memang tidak ada sengketa juga sampai sekarang dikarenakan semua orang
mempunyai hak untuk dimakamkan disitu. Nah begitulah sejarah lengkap tanah
wakaf disini, perawatannya sudah dimulai sejak tahun 64, namun diwakafkannya
tanah tersebut sendiri itu tahun 59, ketika jaman lurah Satan.
Tanya: Bagaimana pengelolaan yang dilakukan selama ini serta kendala apa saja
yang dihadapi?
Jawab: Ya pokoknya kalau masalah kendala yang utama adalah masalah prasarana
MCK yang belum beres, terus ingin punya jalan setapak ketengah yang belum
terwujud, pokok utamanya sih sekarang baru itu. Ya tapi setiap tahun saya punya
program atau kegiatan. Dari mulai tahun 2010 sampai sekarang saja terus meningkat,
pertama adalah program penerangan, tahun kedua adalah kebersihan, tahun ketiga
adalah penertiban, tahun keempat adalah penyelesaian kebersihan, tahun kelima juga
masih kebersihan. Nah mulai tahun 2000 kemarin adalah program pembangunan
jangka panjang. Selesai atau tidaknya harus terus ada program pembangunan.
Makanya MCK sudah mulai dibangun secukupnya, mungkin tahun sekarang hanya
segitu, nanti mudah-mudahan tahun berikutnya bisa dilanjutkan.
Tanya: Strategi apa yang dilakukan dalam mengelola tanah wakaf ini? Apakah
penanaman pohon sengon tersebut adalah strateginya?
Jawab: Ya itu memang masalah penanaman sengon memang tanah makam, dan
uang modalnya juga dari kas makam. Jadi bibitnya dari luar tapi dibeli dengan dana
makam. Jadi saya kalau dibilang mengakui ya tidak bias tapi kalau yang nanam saya
terima sya yang menanam. Karena memang target saya juga hasil dari tanah makam
untuk kegiatan makam.
Tanya: Yang ditanam ada 1000 pohon pa?
Jawab: Ya, ada 1000 pohon.
Tanya: Tapi itu yang bawahan kok lebih besar pa pohonnya, apa beda?
Jawab: Sama saja, Cuma yang dibawah itu tanahnya agak subur. Soalnya ya saya
juga bukannya tidak bias memberi pupuk, cuma saya bukannya tidak ingin memberi
pupuk, kalau saya memberi pupuk kotoran ayam, ya lokasinya lokasi makam, saya
cuma hawatir ada imbas dari masyarakat dan takut dibilang jelek saja. Jadi makanya
itu mah tidak diberi pupuk, pokoknya segede-gedenya disitu saja, alami.
Tanya: Targetnya itu lima tahun pa?
Jawab: Ya itu targetnya lima tahun.
Tanya: Lima tahun dengan harga jual Rp100.000/ pohon?
Jawab: Itu targetnya memang lima tahun karena rata-rata ukuran pohon setelah lima
tahun adalah 60cm lingkaran badan. Jadi kalau sudah ukuran 60cm itu rata-rata harga
jualnya Rp.100.000/pohon. Nah gitu, karena kata orang-orang kalu sudah 60 cm itu
kira-kira sudah dapat 2 balok. Ya saya ngitung kasarnya seperti itu.
Tanya: Itu pa untuk pasar pohon sengon itu sudah ada?
Jawab: Ya kalau untuk pemasarannya kalau sengon itu termasuknya bias dibilang
mudah, ada dua alternative. Ah kalau memang sudah besar pohonnya dijual ke
matrial saja bias berjalan. Ah kalaupun tidak ada juga bias bergabung dengan yang
ada di Jonggol untuk pabrik kertas, jadi ada dua alternative kalau untuk
pemasarannya.
Tanya: Jadi Strategi tersebu dipilih karena memang pohon sengon lebih mudah ya
pak?
Jawab: Ya, lebih mudah, selain itu pohon sengon juga diperhitungkan oleh saya
selama aktif di IPB, tani paling teruntung, tani paling termudah adalah masalah
penghijauan sengon. Karena kasarnya sengon itu kalau sekarang kita tanam 1000
pohon, ditebang panen pertama 1000 pohon dan dijual, lalu tunggul sengon tersebut
dikelola lagi, maka panen kedua akan menjadi 2000 pohon.
Tanya: Tumbuh lagi itu pa?
Jawab: Tumbuh lagi, karena rata-rata, kalu sudah ditebang, kemudian kelola lagi
tunggulnya, nah disisakannya 2 pohon, berarti secara penelitian, 5 tahun pertama
panen 1 pohon, 5 tahun selanjutnya panen 2 pohon, jadi sangat mudah dan biayanya
sudah tidak ada. Hasil makin meningkat sedangkan biaya malah tidak ada. Jadi ada
keringanannya disitu.
Tanya: Itu sudah ada berapa tahun pa?
Jawab: Itu sudah ada satu tahun tiga bulan. Nah itu sendiri kalau memang diberi
pupuk ukurannya kira-kira sudah 30 cm. itu mah sekarang yang paling besar saja baru
25 cm.
Tanya: Kalau menanamnya jaraknya satu meter satu meter pak?
Jawab: Masalah menanam itu tergantung lokasi, kalau tanahnya negrak (terkena
matahari) seperti dimakam itu jaraknya satu meter satu meter, tapi kalau lokasinya
hieum (agak gelap, tdk terkena matahari) dan rawan angin itu bisa dua meter lebar
satu meter panjang jaraknya. Ya karena kalau sengon itu kan rawan tumbang, jadi
makanya bisa dua alternative. Kalau lokasinya negrak maka harus lebih dekat
jaraknya, kalau tidak rawan angin harus lebih jauh.
Tanya: Selain strategi tersebut, adakah strategi lain yang dilakukanpak? Ada lagi
selain sengon yang ditanam disitu pak?
Jawab: Ada, mahoni. Ada 213 pohon.
Tanya: sama dengan sengon pak?
Jawab: Kalau dia termasuknya tanaman jangka lama, karena kalau mahoni itu paling
rendah targetnya adalah 10 tahun, ya hamper sama dengan jati. Tapi kalau mahoni
lebih mudah saja merawatnya dibandingkan pohon jati. Karena dia tumbuh lurus
terus sampai tujuh meter baru ada cabang.
Tanya: Nanti hasil penjualan sengon itu untuk apa pak?
Jawab: tetap hasil pertanian dari lokasi itu adalah untuk makam. Karena target saya
hasil dari makam untuk makam lagi.
Tanya: Hasil dari kegiatan wakaf produktif ini digunakan untuk apa pak? Apakah
ada rencana pak dari hasil wakaf produktif ini dipakai untuk menangani masalah
kemiskinan di masyarakat?
Jawab: ya pasti ada kemungkinan. Karena ini kan baru program pertama, untuk
makam dulu. Karena memang yang diprogramkan adalah untuk pembangunan
makam. Setelah itu semua selesai ya kalau program saya kedepan kalau bukan untuk
masyarakat ya kemana lagi. Jadi kesitu jalurnya. Jadi saya punya gagasan makam ini
terus terang bukannya saya sok bisa. Saya orang paling bodoh-bodohnya orang di
Babakan adalah saya, namun saya punya inisiatif. Sepintar-pintarnya orang di dunia
adalah hanya mengembara, yang kekal adalah di akhirat. Jadi makanya saya punya
inisiatif untuk mengelola makam ini, karena kalau meninggal itu kan sudah pasti.
Karena memang kewajiban orang hidup adalah merawat yang mati, kalau makam
tidak ada yang merawat bagaimana pikirannya yang hidup, ya seperti itu.
Tanya: Apakah selama ini sudah ada pembinaan untuk nazhir dari instansi terkait?
Jawab: Sampai sekarang sih belum ada, cuma kemarin saja masalah plang itu dari
desa. Maka saya mengajukan kepada kepala desa karena memang wakaf ini adalah
asset desa. Dan Alhamdulillah dapatlah plang itu. Tetapi dari instansi lain ya belum
ada.
Lampiran Hasil Wawancara
Nama : Bpk. H. Muhtadin
Diwawancari Sebagai : Nazhir
Usia : 45 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tanggal Wawancara : 24 April 2011
Waktu Wawancara : 18.33- 18.52
Tempat : Kediaman Bpk. H. Muhtadin
Tanya: Bagaimana sejarah tanah wakaf disini, siapa wakifnya dan kapan
diwakafkannya?
Jawab: Eeeh. Sejarah tanah wakaf pondok pesantren yang dikelola oleh Kyai
Sofwadin Rt 003/04. Jadi bunyi tanah wakaf tersebut yang bertanda tangan di bawah
ini seorang bangsa Indonesia, nama H. Saperi bin H. Daim almarhum, alamat
kampung dan desa Babakan kecamatan Parung kewedanaan Depok, pada hari ini
kamis tanggal tiga pebruari tahun 1972 bahwa betul kami telah mengaku dihadapan
saksi-saksi yang turut bertanda tangan,di bawah ini, dibawah surat segel ini
mewariskan mutlak memberikan wakaf mutlak, surat tanah kering yang terletak di
blok titik-titik persil titik-titik, ukuran luasnya dua ribu desi are atau dua ribu empat
ratus meter girik nomor seratus enam puluh dua. Adapun batas-batasnya sebagai
berikut. Dari sebelah barat tanah kering H. Saperi, sebelah timur tanah kering H.
Saperi, sebelah utara tanah kering H. Saperi, dari sebelah selatan kali Cibeuteung.
Diwakafkan kepada H. Sofwadin bin H. Fatoni, tahun 1972. Terus yang turut serta
menandatangani tanah wakaf tersebut. Pertama, H. Adul bin H.Saperi, kedua H. Jelin
bin H.Saperi, ketiga H. Mahad bin H. Saperi, keempat H. Rais bin H. Saperi, kelima
H. Tama bin H. Saperi, keenam H. Abun bin H. Saperi, ketujuh H. Abit bin H.
Saperi, ditandatangani kepala desa Babakan Abdurrahman, juru tulis Ahmad Subrata,
saksi-saksi yang bertanda tangan satu Muhanim, yang kedua Hasim. Itu riwayat atau
sejarah tanah wakaf di Babakan rt tiga.
Tanya: Tujuan wakafnya untuk apa?
Jawab: Tujuan awalnya tanah wakaf untuk pondok pesantren, terus sehubungan
wakafnya ini wakaf mutlak kepada ajengan, wakaf yang tidak diwariskan, setelah
ajengannya meninggal wakafnya tidak diwariskan kepada anak, maka setelah pondok
pesantren tidak ada,maka kemudian wakaf itu tidak boleh diwariskan kepada anak,
maka wakafnya ini bisa disebut bisa berakhir setelah ajengan meninggal, setelah
ajengan meninggal maka wakaf berakhir dan dikembalikan kepada keluarga, tapi
status tetap wakaf. Tujuan pertama wakaf untuk pondok pesantren, dan yang
dikhususkan untuk kyai Sofwadin bin kyai Fatoni, tapi didalam bunyi wakaf tersebut,
maka wakaf bilamana kyai Sofwadin meninggal, maka wakaf tersebut tidak
diwariskan kepada anak, tidak dijual belikan, kecuali wakaf tersebut dikembalikan
kepada keluarga, dan keluarga yang berhak menerima wakaf tersebut adalah keluarga
dari anak yang perempuan, sehubungan anak yang perempuan tidak mau menerima
wakaf tersebut, maka wakaf tersebut dilkelola bersama oleh anak cucu dan seluruh
keluarga yang dimanfaatkan dengan ditanami sengon, dan hasilnya bisa dimanfaatkan
untuk kepentingan umum.
Tanya: Apakah tanah wakaf ini sudah bersertifikat dan didaftarkan di KUA?
Jawab: Euuh, masih status girik, dan belum didaftarkan di KUA, tapi rencana
memang mau didaftarkan, kan ini sudah fotocopy surat wakaf, terus ini akta ikrar
wakaf cuma belum diisi. Memang belum didaftarkan karena menyangkut kepada
masalah biaya dan pengukuran maka ditangguhkan dulu, mungkin bilamana pohon
sengon sudah besar dan dijual mungkin bisa buat sertifikat.
Tanya: Apakah pernah terjadi masalah sengketa dengan tanah wakaf ini?
Jawab: Euum wakaf tidak ada tanah sengketa, wakaf tetap wakaf.
Tanya: Maksudnya pernah terjadi masalah sengketa gitu pa?
Jawab: Pernah terjadi masalah, tapi masalah yang hanya ditukar, ditukar dengan
wakaf yang ada di desa Babakan sabrang rt 003 rw 04, tapi dimusyawarahkan dengan
keluarga dan akhirnya tidak masalah, kemudian yang ditukar juga tanah wakaf H.
Saperi bin H. Daim, pengurus yang sekarang yaitu ustadz Acep Najmudin, anak kyai
H. Sofwadin. Ditukar dengan wakafbekas pesantren tapi masih dalam bentuk wakaf,
nazhir pengurus Acep Najmudin bin H. Sofwadin.
Tanya: Bagaimana pengelolaan yang dilakukan selama ini?
Jawab: wakaf bekas pesantren dkelola dengan ditanami pohon sengon tapi hasilnya
digunakan untuk kepentingan umum, jadi untuk kepentingan sarana ibadah, musola,
majlis ta’lim, bilamana pohon sengon sudah besar dan hidup. Sekarang juga suka ada
kambing yang makan daunnya.
Tanya: Kendala apa saja yang dihadapi?
Jawab: kendala selama mengelola tanah wakaf ya masalah waktu, masalah hama
tanaman, terus masalah biaya pengelolaan yang terbatas.
Tanya: Jadi strategi yang dipilih dalam mengelola tanah wakaf ini adalah dengan
menanam pohon sengon?
Jawab: Ya, seperti itulah.
Tanya: Mengapa strategi menanam pohon sengon tersebut yang dipilih?
Jawab: Menurut bapak kepala desa Babakan, karena memang pohon sengon itu lebih
cepat, lebih cepat pertumbuhannya daripada pohon-pohon yang lain, kemudian lebih
mudah cara menanamnya, kemudian juga bisa dipanen dalam jangka pendek, sekitar
tiga sampai lima tahun, bisa dijual belikan, maka dipilihlah pohon sengon, gitu.
Untuk sementara ditanam di tanah wakaf tersebut.
Tanya: Targetnya berapa tahun pa?
Jawab: Itu target lima tahun
Tanya: Target harga penjualannya?
Jawab: Eeeuuh, penjualan tergantung ukuran, ukuran tinggi pohon. Dalam ukuran,
katanya dalam ukuran murni tiga meter, itu bisa mencapai sampai tujuh puluh lima
ribu per pohon. Kalau ada seribu pohon atau seribu lima ratus pohon tinggal dikalikan
tujuh lima berapa, gitu.
Tanya: Sekarang yang ditanam ada berapa?
Jawab: Seribu, seribu pohon.
Tanya: Umurnya?
Jawab: Umur sekitar lima bulan.
Tanya: Berarti kalau sekarang belum ada hasilnya ya pak?
Jawab: untuk sementara belum ada hasil.
Tanya: Selain strategi menanam sengon tersebut, adakah hal lain yang dilakukan?
Jawab: Ada, dipinggirannya ada pohon mahoni, ada sekitar tiga ratus pohon,
kemudian selain pohon sengon juga ada yang dilestarikan yaitu pohon bambu,
sebagian ditebang supaya terang.
Tanya: Hasil dari kegiatan wakaf produktif ini berarti digunakan untuk kepentingan
umum ya pak?
Jawab: Nanti hasil untuk kepentingan umum, eeuuh untuk kepentingan umum tujuh
puluh lima persen, untuk kepentingan biaya pengelolaan untuk pengurus, untuk
pengurus para nazhir dua puluh lima persen. Jadi diutamakan untuk kepentingan
umum karena masalahnya wakaf.
Tanya: Kalau selama ini biaya yang digunakan untuk mengelola darimana pak?
Jawab: kalau untuk biaya selama ini gotong royong dari swadaya saja.
Tanya: kalau bibitnya berapa harganya pak?
Jawab: bibitnya itu satu pohon tujuh ratus lima puluh perak, dengan tinggi sekitar
lima belas senti.
Tanya: Apakah selama ini sudah ada pembinaan untuk nazhir dari instansi terkait?
Jawab: sementara ini ada usulan dari kantor Kementrian Agama agar setiap tanah
wakaf yang belum disertifikat agar segera didaftarkan, maka kami disini menerima
formulir sebagai akta ikrar wakaf, ada sejumlah enam wakaf yang belum didaftarkan
termasuk di desa babakan, karena bukti tanah wakaf yang jelas adalah sertifikat,
supaya nanti kesananya tidak ada lagi yang menggangu gugat. Bisa saja keluarganya
mengaku-ngaku dan dijual. Jadi dari kementrian agama mengusulkan kepada kantor
urusan agama kecamatan parung dan diberitahukan kepada amil desa agar setiap
tanah wakaf yang belum disertifikat harus segera disertifikat. Jadi ini kan umum
sifatnya, dari KUA mana saja bisa.
Tanya: Tapi hanya sebatas itu saja pembinaannya, sebatas anjuran mensertifikatkan
tanah wakaf, apakah ada anjuran untuk memproduktifkan wakaf?
Jawab: untuk anjuran memproduktifkan wakaf, bagi tanah wakaf yang masih kosong
dapat diproduktifkan , seperti penanaman pohon sengon, seperti dimakam binong, di
makam babakan, yang belum ada makamnya agar ditanami pohon sengon agar
produktif, tapi hasilnya tetap untuk kepentingan umum ataupun untuk membuat pagar
tanah wakaf, memperluas tanah wakaf.
Tanya: kalau untuk masyarakat miskin bagaimana pak?
Jawab: bisa saja namun mungkin masih terbatas penggunaannya, karena tidak
mencukupi.
Lampiran Hasil Wawancara
Nama : Bpk. H. M. Idris
Diwawancari Sebagai : Nazhir
Usia : 55 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tanggal Wawancara : 10 September 2011
Waktu Wawancara : 09.07- 09.12
Tempat : Kediaman Bpk. H.M. Idris
Tanya: Bagaimana sejarah tanah wakaf disini, siapa wakifnya dan kapan
diwakafkannya?
Jawab: Sejarah wakaf itu dulu wakaf Abah H. Usa. Jadi wakaf ini adalah sudah
beberapa wakif. Jadi diwakafkannya dulu sejak tahun 1945, semenjak ia meninggal.
Tanya: Tujuan wakafnya untuk apa?
Jawab: Tujuannya adalah untuk makam, yaitu untuk makam keluarga. Sedangkan
luasnya sekitar 2500 meter persegi.
Tanya: Apakah tanah wakaf ini sudah bersertifikat dan didaftarkan di KUA?
Jawab: iya sudah bersertifikat dan sudah didaftarkan di KUA.
Tanya: Apakah pernah terjadi masalah sengketa dengan tanah wakaf ini?
Jawab: Alhamdulillah selama ini belum pernah ada sengketa selama pengelolaannya.
Tanya: Bagaimana pengelolaan selama ini, apa saja kendala apa saja yang dihadapi?
Jawab: kendalanya selama ini ya masalah dana untuk pembangunan, karena kami
mempunyai keinginan untuk mengaspal jalan sampai dalam, terus masalah
pemagaran, dan ingin ada pelebaran.
Tanya: Lalu strategi apa yang dipilih dalam mengelola tanah wakaf ini?
Jawab: Kebetulan tidak ada strategi yang dilakukan, dana yang didapat untuk
pengelolaan adalah infak dari masyarakat dan donatur. Meskipun sekarang banyak
yang mengelola wakaf dengan penanaman pohon sengon, kami tidak melakukannya,
karena faktor lahan yang terlalu sempit dan hamper penuh oleh kuburan.
Tanya: Apakah selama ini sudah ada pembinaan untuk nazhir dari instansi terkait?
Jawab: Selama ini tidak ada pembinaan dari instansi terkait.