STRATEGI PEMASARAN ANYAMAN TIKAR BERBAHAN BAKU …/Strategi... · Dengan ciri-ciri usaha yang...
Transcript of STRATEGI PEMASARAN ANYAMAN TIKAR BERBAHAN BAKU …/Strategi... · Dengan ciri-ciri usaha yang...
1
STRATEGI PEMASARAN ANYAMAN TIKAR
BERBAHAN BAKU MENDONG (Cyperus Sp)
DI KABUPATEN WONOGIRI
Skripsi
Untuk memenuhi sebagian persyaratan
guna memperoleh derajat Sarjana Pertanian
di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret
Jurusan/Program Studi
Sosial Ekonomi Pertanian/Agrobisnis
Oleh :
Danang Tri Utomo
H 0306050
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010
2
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang mempunyai keanekaragaman hasil
alam yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia.
Namun demikian, kekayaan alam tersebut baru akan dapat memberikan nilai
guna yang lebih banyak bagi masyarakat apabila diolah menjadi aneka macam
produk. Salah satu pemanfaatannya adalah dengan pengolahan hasil alam
menjadi barang kerajinan untuk meningkatkan nilai ekonominya. Oleh karena
itu, saat ini di berbagai daerah di Indonesia bermunculan agroindustri yang
memanfaatkan potensi alam yang dimiliki daerah untuk meningkatkan
pendapatan masyarakat serta bertujuan mengembangkan dan memandirikan
daerah masing-masing.
Bersama-sama dengan sektor pertanian primer, sektor agroindustri akan
dapat dijadikan sebagai sumber pendapatan sebagian besar penduduk
Indonesia dan mengurangi kemiskinan. Pentingnya peran sektor agroindustri
bukan hanya dilihat dari ketangguhannya dalam menghadapai krisis ekonomi
namun juga memiliki keterkaitan yang kuat dengan sektor lain. Keterkaitan
tersebut tidak hanya keterkaitan produk, tetapi juga melalui keterkaitan lain,
yaitu keterkaitan konsumsi, investasi dan tenaga kerja. Hal ini berimplikasi
melalui pengembangan sektor agroindustri, akan tercipta kesempatan kerja
dan sumber pendapatan masyarakat, sehingga rumah tangga petani tidak
hanya menggantungkan sumber penghidupan mereka pada sebidang tanah
yang semakin menyempit, namun secara luas mampu mendukung
pertumbuhan produktivitas (Susilowati, 2007).
Menurut Kementrian Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah
Republik Indonesia (2009) salah satu bentuk agroindustri di Indonesia adalah
agroindustri kerajinan yang saat ini cukup berkembang di masing-masing
daerah. Dengan ciri-ciri usaha yang bertumpu pada usaha rumah tangga atau
industri kecil dan menengah dari berbagai daerah, maka pengembangan
1
3
industri kerajinan potensial sebagian besar daerah di Indonesia. Untuk
menggerakkan pengembangan industri kreatif seperti usaha kerajinan, kunci
keberhasilannya terutama tergantung pada dua hal. Pertama, perlu upaya
sistematis dan berkelanjutan dengan tahapan seleksi, pengembangan, dan
ekspos. Tahap seleksi untuk menemukan pelaku usaha yang potensial,
melakukan pengembangan, menemukan narasumber pengembangan, dan
seleksi terhadap produk yang potensial dikembangkan sesuai dengan pasar
yang dituju dengan sumber daya yang tersedia. Kedua, perlu upaya pihak
terkait, baik pelaku usaha UMKM, termasuk lembaga pendukung usaha
seperti lembaga keuangan, akademisi sebagai sumber inovasi dan kemajuan,
pemerintah sebagai regulator, fasilitator, maupun masyarakat sebagai
pendorong, penilai, konsumen kerajinan dan produk kreatif lainnya secara
sinergis dan berkelanjutan.
Kabupaten Wonogiri merupakan salah satu daerah di Indonesia yang
berupaya meningkatkan pertumbuhan ekonomi bertumpu pada pengembangan
ekonomi kerakyatan, terutama Koperasi dan UMKM. Perekonomian
Kabupaten Wonogiri ditopang oleh usaha ekonomi berskala mikro, kecil dan
menengah baik yang bergerak pada sektor industri dan perdagangan yang
kebanyakan berbasis pertanian. Namun demikian untuk bisa berkembang
masih menghadapi kendala antara lain kurangnya pengetahuan dan
ketrampilan dalam menghasilkan produk yang berkualitas dan marketable.
Oleh karena itu, Pemerintah Kabupaten Wonogiri berupaya untuk
meningkatkan pemberdayaan ekonomi kerakyatan (Anonima, 2006).
Dalam rangka meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pemerintah
Kabupaten Wonogiri giat menata kegiatan ekonomi dan bisnis dengan
memanfaatkan potensi sumber daya alam yang dimiliki. Potensi unggulan
Kabupaten Wonogiri sebagai andalan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan juga
peluang bagi investor untuk menanamkan modal (Anonima, 2008). UMKM
merupakan salah satu usaha untuk memanfaatkan potensi daerah. Oleh karena
itu, pemerintah berupaya meningkatkan peran UMKM termasuk industri
kerajinan dalam kontribusi terhadap PAD Kabupaten Wonogiri. Berikut ini
4
data yang menunjukkan industri kecil potensial yang ada di Kabupaten
Wonogiri.
Tabel 1. Jenis, Jumlah Unit Usaha dan Tenaga Kerja Industri Kecil Potensial di Kabupaten Wonogiri
No Jenis Industri Jumlah Usaha (unit) Jumlah Tenaga Kerja (orang)
1 Tempe 3.616 8.111 2 Jamu Gendong 1.246 2.957 3 Mebel 1.529 4.686 4 Anyaman Bambu 1.734 3.128 5 Batu Bata 925 2.569 6 Makanan Olahan 888 1.949 7 Anyaman Tikar 848 1.552 8 Kacang Mete 720 2.532 9 Tahu 299 794
Sumber : Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan Penanaman Modal Kabupaten Wonogiri Tahun 2007
Pada Tabel 1 disebutkan industri potensial yang ada di Kabupaten
Wonogiri. Dari beberapa industri yang ada, agroindustri merupakan bagian
yang saat ini berkembang di Kabupaten Wonogiri. Hal ini dipengaruhi adanya
dukungan potensi daerah yang menunjang bagi perkembangan agroindustri.
Salah satu manfaat pemberdayaan agroindustri adalah dapat menyerap tenaga
kerja sehingga mengurangi angka pengangguran di Kabupaten Wonogiri.
Selain itu, pemberdayaan agroindustri merupakan upaya pemerintah untuk
meningkatkan pendapatan rumah tangga masyarakat.
Potensi agroindustri yang saat ini berkembang di Kabupaten Wonogiri
diantaranya adalah kerajinan anyaman tikar. Anyaman tikar yang berkembang
di Kabupaten Wonogiri merupakan pemanfaatan mendong (Cyperus Sp)
menjadi suatu produk kerajinan yang meningkat nilai guna dan nilai
ekonominya. Dengan adanya dukungan ketersediaan mendong sebagai bahan
baku utama anyaman tikar yang cukup memadai serta penerimaan pasar
terhadap produk anyaman tikar yang cukup baik menjadikan usaha ini dapat
bertahan hingga sekarang. Oleh karena itu, dalam mengembangkan industri
anyaman tikar perlu menerapkan manajemen yang baik dalam segala lini.
Industri anyaman tikar tersebar ke beberapa kecamatan di Kabupaten
5
Wonogiri. Berikut ini adalah data yang menunjukkan persebaran industri
anyaman tikar di Kabupaten Wonogiri di berbagai wilayah kecamatan.
Tabel 2. Jumlah Unit Usaha dan Tenaga Kerja Industri Anyaman Tikar di Kabupaten Wonogiri
No Kecamatan Jumlah Usaha (unit)
Jumlah Tenaga Kerja (Orang)
1 Puhpelem 540 1.131 2 Purwantoro 102 204 3 Bulukerto 83 83 4 Pracimantoro 81 81 5 Eromoko 30 41 6 Wuryantoro 7 7 7 Giritontro 5 5 Total 848 1552
Sumber : Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Penanaman Modal Kabupaten Wonogiri Tahun 2007
Berdasarkan Tabel 2 dapat diketahui bahwa usaha anyaman tikar di
Kabupaten Wonogiri mayoritas berada di wilayah Kecamatan Puhpelem
dengan jumlah 540 unit usaha. Dalam keberlangsungan usaha anyaman tikar
para pengrajin mengalami berbagai kendala. Persaingan pasar yang semakin
ketat, terlebih dengan terbukanya pasar bebas menuntut para pengrajin untuk
mengembangkan berbagai inovasi dalam memasuki pasar bebas agar mampu
bersaing dengan produk-produk dari negara lain.
Masalah lain yang juga dihadapi adalah dalam hal permodalan yang
terbatas, pengelolaan keuangan, manajemen produksi serta pemasaran produk
anyaman tikar. Terkait dengan permasalahan dalam pemasaran anyaman tikar,
maka pada penelitian ini akan lebih memfokuskan dalam menganalisis strategi
pemasaran efektif yang dapat diterapkan dalam pemasaran anyaman tikar di
Kabupaten Wonogiri berdasarkan analisis faktor internal dan eksternal yang
ada dalam pemasaran anyaman tikar.
B. Perumusan Masalah
Perkembangan jaman membawa dampak besar terhadap sistem
perdagangan dunia dengan mengandalkan tingkat kompetisi tinggi sehingga
pengrajin berusaha untuk meningkatkan efisiensi, produktivitas, dan kualitas
produk yang dihasilkan. Persaingan di dunia usaha semakin ketat seiring
6
dengan terus meningkatnya laju pertumbuhan industri. Persaingan ini
menuntut setiap pengrajin untuk lebih cermat dalam merumuskan strategi
pemasaran produk mereka agar mempunyai daya saing yang kuat.
Seperti halnya dengan industri yang lain, usaha anyaman tikar di
Kabupaten Wonogiri juga mengalami permasalahan yang kompleks termasuk
permasalahan dalam bidang pemasaran. Masalah yang dihadapi pengrajin
anyaman tikar meliputi produk, harga, promosi, distribusi, dan persaingan.
Terkait dengan produk anyaman tikar merupakan salah satu kerajinan yang
memanfaatkan tanaman mendong dengan kualitas anyaman yang bagus dilihat
dari segi kerapatan dan kerapian anyamannya sehingga terlihat kuat dan
menarik. Kontinyuitas produksi anyaman tikar cukup terjamin sehingga
ketersediaan produk ini di pasar cukup stabil. Harga yang dipatok oleh
pengrajin untuk tiap anyaman tikar disesuaikan dengan ukuran anyaman tikar.
Selain itu, promosi yang dilakukan pengrajin belum menjadikan
anyaman tikar mending kurang dikenal oleh masyarakat secara luas. Anyaman
tikar yang dihasilkan didistribusikan ke pasar-pasar lokal di sekitar tempat
pengusaha. Persaingan yang dihadapi datang dari pengrajin sejenis serta
maraknya produk subtitusi berupa karpet dan tikar berbahan plastik.
Permasalahan-permasalahan dalam pemasaran yang dihadapi menuntut
pengrajin anyaman tikar untuk mampu merumuskan strategi pemasaran yang
efektif untuk meningkatkan pemasaran produk anyaman tikar sehingga
industri anyaman tikar mendong ini dapat berkembang .
Dalam upaya merumuskan pemasaran produk anyaman tikar, pengrajin
perlu melakukan analisis kondisi internal dan eksternal yang mempengaruhi
pemasaran anyaman tikar. Dengan menganalisis faktor internal dan eksternal
pengrajin dapat mengetahui dan memahami kekuatan, kelemahan, peluang,
dan ancaman dalam pemasaran anyaman tikar sehingga diharapkan mampu
memanfaatkan seluruh kekuatan dan peluang yang ada serta mampu
meminimalkan kelemahan dan menghindari ancaman yang dihadapi. Hasil
analisis akan menjadi pertimbangan dalam merumuskan alternatif strategi
pemasaran anyaman tikar. Dari beberapa alternatif strategi yang dihasilkan
7
dapat dipilih strategi yang paling sesuai dan efektif untuk dijalankan. Melalui
penerapan strategi pemasaran yang efektif diharapkan mampu memberikan
kontribusi bagi pengrajin dalam meningkatkan pemasaran produk.
Berdasarkan uraian tersebut maka dapat dirumuskan beberapa
permasalahan sebagai berikut :
1. Apa faktor-faktor strategis dalam pemasaran anyaman tikar di Kabupaten
Wonogiri ?
2. Alternatif strategi apa yang dapat diterapkan dalam pemasaran anyaman
tikar di Kabupaten Wonogiri?
3. Prioritas Strategi apa yang dapat diterapkan dalam pemasaran anyaman
tikar di Kabupaten Wonogiri?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk :
1. Menganalisis faktor-faktor strategis dalam pemasaran anyaman tikar di
Kabupaten Wonogiri.
2. Merumuskan alternatif strategi yang dapat diterapkan dalam pemasaran
anyaman tikar di Kabupaten Wonogiri.
3. Menentukan prioritas strategi yang dapat diterapkan dalam pemasaran
anyaman tikar di Kabupaten Wonogiri.
D. Kegunaan Penelitian
Kegunaan dari penelitian ini adalah :
1. Bagi peneliti, penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan
pengetahuan peneliti tentang permasalahan yang dikaji serta merupakan
salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian di Fakultas
Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Bagi pengrajin anyaman tikar, penelitian ini diharapkan dapat menjadi
sumbangan pemikiran dan bahan pertimbangan dalam menyusun
kebijakan strategi pemasaran yang lebih baik di masa yang akan datang
untuk mengembangkan usahanya.
8
3. Bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Wonogiri, penelitian ini diharapkan
dapat menjadi sumbangan pemikiran untuk menentukan kebijakan
mengenai pemasaran produk kerajinan UMKM termasuk anyaman tikar di
Kabupaten Wonogiri.
4. Bagi pihak lain, penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi serta
wacana untuk menambah wawasan ilmu pengetahuan dan referensi untuk
permasalahan yang sejenis pada masa yang akan datang.
9
II. LANDASAN TEORI
A. Penelitian Terdahulu
Hasil penelitian Hastuti (2008) yang berjudul “Kerajinan Enceng
Gondok (Studi kasus pada industri rumah tangga di Desa Tegaron Kecamatan
Banyubiru, Kabupaten Semarang) menerangkan bahwa kegiatan pemasaran
merupakan usaha yang sangat penting untuk mendorong proses produksi.
Semakin lancar pemasaran suatu barang maka akan meningkatkan produksi
suatu barang sebab permintaan akan terus meningkat. Salah satu penghambat
perkembangan industri kerajinan adalah pemasaran mengingat kesadaran
masyarakat Indonesia terhadap penggunaan produk dalam negeri masih
cukup rendah. Sebagian dari mereka beranggapan produk luar negeri
mempunyai mutu yang lebih baik. Meskipun demikian, sekarang ini sebagian
produk Indonesia yang berupa kerajinan sudah banyak yang diekspor ke luar
negeri. Rendahnya kesadaran masyarakat Indonesia dalam menggunakan
produk dalam negeri dapat menghambat pemasaran produk kerajinan seperti
kerajinan enceng gondok yang ada di Tegaron.
Seperti halnya pendirian sebuah perusahaan yang menawarkan produk
baru kendala awal yang dihadapi adalah masalah pemasaran. Seiring
perkembangan jaman dan lancarnya saluran informasi dan komunikasi
peluang pasar untuk produk kerajinan semakin terbuka lebar, terlebih adanya
gerakan kembali ke alam yang diserukan negara maju membuat pamor
kerajinan tangan menjadi semakin terkenal. Dalam pemasaran produknya,
perusahaan menggunakan metode pemasaran langsung dan tidak langsung.
Metode langsung dengan menjual di tempat produksi atau dengan
memasarkannya di toko souvenir ditempat-tempat wisata. Sedangkan untuk
metode tidak langsung dilakukan dengan kemitraan melalui pedagang skala
besar untuk memasarkan hasil kerajinan hingga bisa menembus pasar
internasional.
Penelitian Winarsih (2005) mengenai Strategi Pemasaran Ekspor
Furniture (Studi kasus pada PT Amalia Surya Cemerlang Kabupaten Klaten
8
10
Propinsi Jawa Tengah). Dari penelitian tersebut, diketahui bahwa suatu usaha
industri furniture kegiatan utamanya adalah mengolah bahan baku menjadi
barang atau produk jadi yang siap dipasarkan kepada konsumen. Untuk
memasarkan produknya, maka perusahaan harus mempunyai strategi
pemasaran yang tangguh dan handal dalam menghadapi persaingan yang
ketat di dunia bisnis.
Dalam memasarkan produknya strategi pemasaran yang ditempuh
meliputi variabel keragaman bauran pemasaran sebagai berikut :
1. Inovasi Produk
Perusahaan selalu melakukan inovasi terhadap produk-produknya
yang telah dihasilkan dengan cara penciptaan desain baru sesuai dengan
permintaan konsumen dan pemilihan bahan baku yang berkualitas baik.
Manfaat dilakukannya inovasi produk adalah untuk memberikan kepuasan
kepada konsumen dan juga meningkatkan volume penjualan yang nantinya
secara tidak langsung akan mempengaruhi peningkatan laba yang
didapatkan.
2. Harga
Perusahaan bertujuan agar produknya bisa diterima pembeli dengan
baik dan pembeli sendiri tidak merasa keberatan atas harga yang
ditetapkan perusahaan. Selain itu dalam menentukan harga juga
disesuaikan dengan situasi serta kondisi lingkungan perusahaan.
3. Promosi
Tujuan perusahaan melakukan promosi adalah mencari,
mempengaruhi, dan menjaring pembeli sebanyak mungkin karena dengan
adanya promosi akan memudahkan perusahaan untuk mencari pembeli dan
meyakinkan pembeli agar tetap setia kepada produk yang dihasilkan
perusahaan.
4. Tempat
Pemilihan tempat untuk memasarkan produk agar sampai kepada
pasar sasaran secara tepat perusahan menempuh jalan dengan saluran
distribusi langsung dan tidak langsung. Distribusi langsung yang ditempuh
11
perusahaan dengan cara memasarkan produk langsung ke tangan
konsumen. Sedangkan distribusi tidak langsung dilakukan dengan cara
menggunakan jasa atau perantara dalam pemasaran.
Penelitian-penelitian tersebut dipilih sebagai bahan referensi dalam
penelitian ini karena topik penelitian yang dikaji memiliki kemiripan yaitu
mengenai usaha kerajinan serta pemasaran hasil kerajinannya. Oleh karena
itu, hasil penelitian tersebut dapat dijadikan sebagai acuan pada penelitian ini
dalam menganalisis faktor strategis pemasaran serta merumuskan alternatif
strategi pemasaran yang dapat dilaksanakan pengrajin anyaman tikar dalam
memasarkan produk mereka.
B. Tinjauan Pustaka
1. Mendong (Cyperus Sp)
Tanaman Mendong (Cyperus Sp) merupakan salah satu famili dari
Cyperacea yang hidup di area dengan sistem irigasi yang baik atau
tumbuh di daerah yang lembek serta kandungan air yang cukup. Tanaman
ini berasal dari Asia Tenggara tetapi saat ini bisa ditemukan hampir
disemua negara di Asia seperti China dan India. Tanaman ini bisa
mempunyai panjang sampai 1,5 meter di daerah yang ketinggiannya 300-
700 diatas permukaan air laut. Tanaman ini berkembang biak secara
generatif (biji) dan vegetatif (akar). Pemanenan bisa dilakukan kira kira
setelah 5 bulan dari awal penanamannya. Disamping itu tanaman ini bisa
dipanen sampai 7 kali dari awal penanamannya. Cara pemanenannya harus
dilakukan dengan cara dikeringkan dulu airnya. Setelah kering, memotong
tanaman tersebut dengan jarak kira-kira 3 cm dari permukaan tanah.
Kemudian proses pengeringannya dilakukan dibawah sinar matahari
langsung (Anonimb, 2006) .
12
Gambar 1 : Tanaman Mendong
2. Usaha Anyaman Tikar Berbahan Baku Mendong
Berdasarkan kriteria jumlah tenaga kerja yang digunakan dalam
menjalankan usahanya, industri digolongkan menjadi 3 macam. Pertama
industri mikro yang merupakan industri dengan jumlah tenaga kerja 1-4
orang. Kedua adalah industri kecil dengan jumlah tenaga kerja 5-19 orang.
Kemudian industri menengah adalah industri yang memperkerjakan 20-99
orang (Bappekab Sidoarjo, 2008).
Anyaman merupakan hasil dari proses menyilangkan bahan-bahan
tumbuh-tumbuhan untuk dijadikan satu rumpun yang kuat dan dapat
digunakan. Berbagai bentuk kerajinan tangan anyaman dapat dibentuk
melalui proses dan teknik menganyam dan dibuat berdasarkan fungsi yang
diinginkan. Misalnya anyaman dibentuk menjadi topi, bakul, tudung saji,
tikar, dan aneka rupa yang di bentuk untuk digunakan sehari-hari. Seni
kerajinan tangan anyaman adalah suatu karya yang unik dan rumit proses
pembuatannya. Namun usaha untuk mempertahankannya harus diteruskan
agar tidak termakan oleh perkembangan jaman. Budaya bangsa bukan
hanya dilihat dari bahasa dan ragamnya saja, tetapi juga dilihat dari hasil
karyanya yang bermutu tinggi (Pratama, 2009).
Kerajinan Tikar dengan bahan baku mendong merupakan salah satu
warisan budaya Jawa. Saat ini anyaman mendong tidak hanya digunakan
sebagai tikar ataupun alas tempat duduk saja tetapi telah berkembang
penggunaannya sebagai salah satu bahan dasar pembuatan dompet, tas,
13
peci, tempat tisu dan lain-lain Seperti halnya produk kerajinan lainnya,
produk kerajinan anyaman mendong ditekuni oleh banyak orang, sehingga
setiap upaya pengembangannya akan membawa dampak multiplier yang
luas terhadap perekonomian masyarakat ( Anonimb, 2008).
3. Pemasaran
Pemasaran adalah fungsi bisnis yang mengidentifikasikan keinginan
dan kebutuhan yang belum terpenuhi sekarang dan mengatur seberapa
besarnya, menentukan pasar-pasar target mana yang paling baik dilayani
oleh organisasi, dan menentukan berbagai produk, jasa dan program yang
tepat untuk melayani pasar tersebut. Jadi pemasaran berperan sebagai
penghubung antara kebutuhan-kebutuhan masyarakat dengan pola jawaban
industri (dalam hal ini termasuk industri di bidang pertanian) yang
bersangkutan (Kotler, 1992).
Pemasaran merupakan salah satu dari kegiatan-kegiatan pokok yang
dilakukan oleh para pengrajin dalam usahanya untuk mempertahankan
kelangsungan hidupnya, untuk berkembang dan untuk mendapatkan laba.
Berhasil tidaknya dalam pencapaian tujuan bisnis tergantung kepada
keahlian pengrajin di bidang pemasaran, produksi, keuangan maupun
bidang lain. Selain itu tergantung pula pada kemampuan pengrajin untuk
mengkombinasikan fungsi-fungsi tersebut agar usaha perusahaan dapat
berjalan lancar( Anonimc, 2008).
Pemasaran adalah suatu proses sosial dan manajerial di mana
individu dan kelompok mendapatkan kebutuhan dan keinginan mereka
dengan menciptakan, menawarkan dan bertukar sesuatu yang bernilai satu
sama lain. Sedangkan proses pemasaran terdiri dari analisa peluang pasar,
meneliti dan memilih pasar sasaran, merancang strategi pemasaran,
merancang program pemasaran, dan mengorganisir, melaksanakan serta
mengawasi usaha pemasaran (Ilmanoz, 2008).
4. Arti Penting Strategi
Strategi adalah suatu seni menggunakan kecakapan dan sumberdaya
suatu organisasi untuk mencapai sasaranya melalui hubunganya yang
14
efektif dengan lingkungan dalam kondisi yang paling menguntungkan
(Salusu, 2003). Sedangkan menurut David (2004), strategi adalah cara
untuk mencapai tujuan-tujuan jangka panjang. Strategi adalah bakal
tindakan yang menuntut keputusan manajemen puncak dan sumber daya
perusahaan yang banyak untuk merealisasikannya. Di samping itu, strategi
juga mempengaruhi kehidupan organisasi dalam jangka panjang, paling
tidak selama lima tahun. Oleh karena itu, sifat strategi adalah berorientasi
ke masa depan. Strategi dalam perumusannya perlu mempertimbangkan
faktor-faktor internal maupun eksternal yang dihadapi perusahaan.
Konsep-konsep strategik selalu memberi perhatian serius terhadap
perumusan tujuan dan sasaran organisasi, faktor-faktor yang menjadi
kekuatan dan kelemahannya, serta peluang-peluang dan tantangan yang
senantiasa dihadapi oleh setiap organisasi. Analisis mengenai faktor-faktor
ini sangat berguna dalam merumuskan alternatif-alternatif yang akan
memudahkan para pengambil keputusan tertinggi dalam setiap organisasi
memilih alternatif terbaik. Pilihan atau alternatif terbaik ini biasanya
dilakukan setelah memperhitungkan konsekuensi-konsekuensi yang akan
timbul apabila suatu alternatif dipilih (Salusu, 2003).
5. Strategi Pemasaran
Salah satu bentuk dari strategi pemasaran yang sering dilakukan oleh
suatu perusahaan adalah dengan cara melakukan penyebaran pemasaran
itu sendiri, atau lebih sering dikenal dengan istilah bauran pemasaran.
Bauran pemasaran sendiri didefinsikan sebagai suatu strategi yang
dilakukan oleh suatu perusahaan yang dapat meliputi menentukan
masterplan dan mengetahui serta menghasilkan pelayanan (penyajian)
produk yang memuaskan pada suatu segmen pasar tertentu yang mana
segmen pasar tersebut telah dijadikan sasaran pasar untuk produk yang
telah diluncurkan untuk menarik konsumen sehingga terjadi pembelian.
Dalam melakukan dan merencanakan strategi pemasaran, beberapa
perusahaan telah menggunakan berbagai cara yang kemudian
dikombinasikan menjadi satu, mulai dari pemenuhan produk (product),
15
penetapan harga (price), pengiriman barang (place), dan mempromosikan
barang (promotion) (Endi, 2009).
6. Perumusan Strategi
Perumusan strategi adalah pengembangan rencana jangka panjang
untuk manajemen efektif dari kesempatan dan ancaman lingkungan, dilihat
dari kekuatan dan kelemahan perusahaan Strategi yang dirumuskan
bersifat lebih spesifik tergantung kegiatan fungsional manajemen
(Hunger and Wheelen, 2003).
Umpan Balik
Perumusan Strategi Pelaksanaan Strategi Evaluasi Strategi
Gambar 2. Skema Model Proses Manajemen Strategis yang Komprehensif
Sesuai dengan skema tersebut di atas, manajemen strategis adalah
proses yang sangat interaktif yang memerlukan koordinatif diantara para
manajer pemasaran, keuangan/akuntansi, produksi/operasi, penelitian dan
pengembangan, dan sistem informasi manajemen. Meskipun proses
manajemen strategis diawasi oleh para perencana strategi, agar berhasil
proses tersebut harus melibatkan para manajer dan karyawan dari semua
bidang fungsional untuk bekerja sama memberikan gagasan atau informasi
(David, 2004).
Perumusan strategi didasarkan pada analisis yang menyeluruh
terhadap pengaruh faktor-faktor lingkungan eksternal dan internal
Melakukan Audit Eksternal
Menetapkan Tujuan Jangka Panjang
Membuat, Mengevaluasi, dan Memilih
Membuat Pernyataan Visi dan Misi
Melakukan Audit Internal
Melaksanakan Strategi, Isu-isu
Melaksanakan Strategi, Isu-isu Pemasaran, Keuangan,
Mengukur dan Mengevaluasi
16
perusahaan. Lingkungan eksternal perusahaan setiap saat berubah dengan
cepat sehingga melahirkan berbagai peluang dan ancaman yang datang
dari pesaing utama maupun dari iklim bisnis yang senantiasa berubah.
Konsekuensi perubahan faktor eksternal tersebut juga mengakibatkan
perubahan faktor internal perusahaan seperti perubahan terhadap kekuatan
maupun kelemahan yang dimiliki perusahaan tersebut (Rangkuti, 2001).
a. Penentuan Visi, Misi dan Tujuan Bisnis
Visi bisnis merupakan pernyataan apa yang perusahaan inginkan
di masa depan. Visi dapat memberikan aspirasi dan motivasi disamping
memberikan panduan atau rambu-rambu dalam menyusun strategi.
Sedangkan misi mengandung tujuan pokok perusahaan, dan misi juga
merupakan visi dari si pendiri perusahaan. Misi perusahaan adalah
sebuah ekspresi dari ambisi untuk mengembangkan perusahaan.
Pernyataan misi yang efektif adalah mendefinisikan bisnis dari tiap
group kecil dalam organisasi. Pernyataan tersebut akan membuat para
karyawan lebih mengerti mengenai tujuan mereka (Kusuma, 2009).
Tujuan dapat didefinisikan sebagai hasil tertentu yang perlu
dicapai organisasi dalam memenuhi misi utamanya. Tujuan juga
penting untuk keberhasilan organisasi karena tujuan menentukan arah,
membantu dalam melakukan evaluasi, menciptakan sinergi,
menunjukkan prioritas, memusatkan koordinasi, dan menjadi dasar
perencanaan, pengorganisasian, pemotivasian, serta pengendalian
kegiatan yang efektif. Tujuan haruslah menantang, dapat diukur,
konsisten, wajar, dan jelas (David, 2004).
b. Analisis Faktor-Faktor Strategis
1) Faktor Internal
Menurut Salusu (2003) kekuatan adalah situasi dan
kemampuan internal yang bersifat positif, yang memungkinkan
organisasi memiliki keuntungan strategik dalam mencapai
sasarannya, sedangkan kelemahan adalah situasi dan
ketidakmampuan internal yang mengakibatkan organisasi tidak dapat
17
mencapai sasaranya. Kekuatan dan kelemahan tersebut menurut
David (2004) ada dalam kegiatan manajemen, pemasaran, keuangan,
produksi atau operasi, penelitian dan pengembangan, serta sistem
informasi manajemen di setiap perusahaan. Faktor-faktor internal
dapat ditentukan dengan banyak cara, termasuk dengan menghitung
rasio, mengukur kerja, dan membandingkan dengan prestasi masa
lalu atau dengan rata-rata industri.
Kekuatan adalah sesuatu yang paling baik dilakukan oleh
organisasi atau suatu karakteristik yang memberinya kemampuan
yang sangat besar. Kekuatan itu dapat berupa ketrampilan,
kompetensi, sumber daya organisasi yang sangat bernilai atau
kemampuan kompetitif, atau hasil yang menempatkanya pada
kedudukan yang superior, misalnya mutu produk yang lebih baik,
adanya pengakuan dari pihak luar dan penguasa, teknologi yang
superior, atau pelayanan yang memuaskan. Kelemahan dipihak lain,
adalah sesuatu yang membuat organisasi sangat lemah, miskin,
berpenampilan buruk, atau suatu kondisi yang menempatkanya pada
posisi ketidak-beruntungan dan tidak kompetitif (Salusu, 2003).
2) Faktor Eksternal
Analisis lingkungan menurut Dirgantoro (2004) adalah suatu
proses monitoring terhadap lingkungan organisasi yang bertujuan
untuk mengidentifikasi peluang (opportunities) dan tantangan
(threats) yang mempengaruhi kemampuan perusahaan untuk
mencapai tujuannya. Menurut Salusu (2003) lingkungan eksternal
terdiri atas dua faktor strategik, yaitu peluang dan ancaman atau
tantangan. Peluang sebagai situasi dari faktor-faktor eksternal yang
membantu organisasi mencapai atau bahkan bisa melampaui
pencapaian sasarannya, sedangkan ancaman adalah faktor-faktor
eksternal yang menyebabkan organisasi tidak dapat mencapai
sasarannya.
18
Menurut David (2004) audit eksternal terfokus pada upaya
mengidentifikasi dan menilai tren serta peristiwa di luar kendali
perusahaan. Audit eksternal tidak ditujukan untuk membuat daftar
yang panjang mengenai setiap faktor yang mungkin dapat
mempengaruhi bisnis, melainkan ditujukan untuk mengidentifikasi
variabel-variabel kunci yang dapat memberikan respon yang dapat
dilaksanakan. Audit ekstrnal mengungkapkan peluang dan ancaman
utama yang dihadapi oleh organisasi. Dengan demikian para manajer
dapat merumuskan strategi agar dapat mengambil manfaat dari
peluang dan menghindari atau mengurangi dampak ancaman.
Peluang dan ancaman eksternal merujuk pada peristiwa dan
tren ekonomi, sosial, budaya, demografi, lingkungan, politik, hukum,
pemerintahan, teknologi dan persaingan yang dapat menguntungkan
atau merugikan suatu organisasi secara berarti di masa depan.
Peluang dan ancaman sebagian besar di luar kendali suatu organisasi
karena itu digunakan istilah eksternal (David, 2004).
c. Analisis SWOT
Perencana strategis (strategic planner) dalam mengambil
keputusan harus menganalisis faktor-faktor strategis perusahaan
(kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman) pada kondisi yang ada
saat ini. Hal ini disebut dengan analisis situasi. Model yang paling
populer untuk analisis situasi adalah analisis SWOT. Analisis SWOT
adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan
strategi perusahaan. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat
memaksimalkan kekuatan (strengths) dan peluang (opportunities),
namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weakness)
dan ancaman (threats). Analisis SWOT banyak dipakai dalam
penyusunan perencanaan strategis bisnis yang bertujuan untuk
menyusun strategi-strategi jangka panjang sehingga arah dan tujuan
perusahaan dapat dicapai dengan jelas dan dapat segera diambil
keputusan, berikut semua sikap dalam menghadapi pesaing. Proses
19
pengambilan keputusan strategis selalu berkaitan dengan
pengembangan misi, tujuan, strategi dan kebijakan perusahaan
(Rangkuti, 2001).
d. Matriks SWOT
Menurut Rangkuti (2001), matrik SWOT adalah alat yang
dipakai untuk menyusun faktor-faktor strategis perusahaan. Matrik ini
menggambarkan secara jelas bagaimana peluang dan ancaman
eksternal yang dihadapi perusahaan dapat diselesaikan kekuatan dan
kelemahan yang dimiliki.
Matriks Strengths Weakness Opportunities Threats (SWOT)
menurut David (2004), merupakan perangkat pencocokan yang penting
yang membantu manajer mengembangkan empat tipe strategi: Strategi
SO (Strengths-Opportunities), Strategi WO (Weakness-Opportunities),
Strategi ST (Strengths-Threats) dan Strategi WT (Weakness-Threats).
Mencocokkan faktor-faktor eksternal dan internal kunci merupakan
bagian yang sangat sulit dalam mengembangkan Matriks SWOT dan
memerlukan penilaian yang baik dan tidak ada sekumpulan kecocokan
yang paling baik.
Strategi SO atau strategi kekuatan-peluang menggunakan
kekuatan internal perusahaan untuk memanfaatkan peluang eksternal.
Strategi WO atau strategi kelemahan-peluang bertujuan untuk
memperbaiki kelemahan dengan memanfaatkan peluang eksternal.
Strategi ST atau strategi kekuatan-ancaman menggunakan kekuatan
perusahaan untuk menghindari atau mengurangi dampak ancaman
eksternal. Strategi WT atau strategi kelemahan-ancaman merupakan
taktik defensif yang diarahkan untuk mengurangi kelemahan internal
dan menghindari ancaman eksternal (David, 2004).
e. QSPM (Quantitave Strategic Planning Matrix)
QSPM merupakan alat yang membuat para perencana strategi
dapat menilai secara obyektif strategi alternatif yang dapat dijalankan,
didasarkan atas factor-faktor keberhasilan kritis eksternal dan internal
20
yang dapat dikenali terlebih dahulu. QSPM juga memerlukan penilaian
intuitif yang baik dari para perencana strategi dalam memilih strategi-
strategi yang akan dimasukkan ke dalam QSPM.
Secara konseptual, QSPM menentukan daya tarik dari berbagai
strategi yang didasarkan sampai seberapa jauh faktor-faktor
keberhasilan kritis eksternal dan internal kunci dimanfaatkan atau
ditingkatkan. Daya tarik dari masing-masing strategi dihitung dengan
menentukan dampak kumulatif dari masing-masing factor keberhasilan
kritis eksternal dan internal. Setiap jumlah rangkaian strategi alternatif
dapat diikutkan dalam QSPM, dan setiap jumlah strategi dapat
menyusun rangkaian strategi tertentu. Tetapi, hanya strategi-strategi
dari suatu rangkaian tertentu yang dinilai relatif terhadap satu sama
lain (David, 2004).
C. Kerangka Teori Pendekatan Masalah
Anyaman merupakan hasil dari proses menyilangkan bahan-bahan
tumbuh-tumbuhan untuk dijadikan satu rumpun yang kuat dan dapat
digunakan. Anyaman tikar yang berkembang di Kabupaten Wonogiri
merupakan salah satu usaha memanfaatkan tanaman mendong yang awalnya
tumbuh liar di alam menjadi produk kerajinan yang meningkat nilai
ekonominya. Seperti halnya dengan industri yang lain, usaha anyaman tikar
di Kabupaten Wonogiri juga mengalami permasalahan yang kompleks
termasuk permasalahan dalam pemasaran produk.
Pemasaran yang baik sangat diperlukan oleh pengrajin agar produknya
dapat sampai kepada konsumen. Oleh karena itu perlu adanya perumusan
strategi pemasaran yang efektif dalam memasarkan produk. Perumusan
strategi yang efektif merupakan serangkaian proses yang dilakukan oleh
perencana strategi yang terdiri dari beberapa tahap sebagai berikut :
1. Analisis terhadap visi, misi dan tujuan usaha
Analisis ini diperlukan untuk mengetahui keragaan obyek penelitian
yang dalam hal ini adalah visi, misi, dan tujuan pengrajin kerajinan
21
anyaman tikar. Menganalisis visi, misi, dan tujuan usaha merupakan tahap
awal yang logis dalam perumusan strategi.
2. Analisis Identifikasi Faktor-faktor Strategis
Analisis terhadap faktor internal dan eksternal sangat diperlukan
untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan perusahaan serta peluang dan
ancaman terhadap keberjalanan usaha yang dilakukan. Faktor internal
merupakan faktor yang berasal dari dalam perusahaan yang terdiri dari
kondisi keuangan, sumberdaya manusia, produksi, serta faktor pemasaran
yang terdiri dari 4 aspek (produk, promosi, harga, dan distribusi). Faktor
eksternal meliputi pemerintah, pesaing, pemasok, lembaga pemasaran, dan
konsumen.
3. Perumusan Alternatif Strategi Pemasaran
Perumusan alternatif strategi yang dapat diterapkan dalam pemasaran
anyaman tikar di Kabupaten Wonogiri menggunakan analisis SWOT dan
matriks SWOT. Matriks SWOT menggambarkan bagaimana peluang dan
ancaman dapat dipadukan dengan kekuatan dan kelemahan sehingga
dihasilkan empat rumusan alternatif strategi pemasaran yaitu strategi
penyesuaian kekuatan dan peluang (SO), kelemahan dan peluang (WO),
kekuatan dan ancaman (ST) serta strategi penyesuaian kelemahan dan
ancaman (WT).
4. Penentuan Strategi Pemasaran Efektif
Dari beberapa alternatif strategi yang didapatkan dari matriks SWOT
perlu dilakukan penilaian untuk menentukan prioritas strategi yang dapat
dilaksanakan. Alat analisis kuantitatif yang digunakan adalah Quantitative
Strategic Planning Matriks (QSPM) yang memungkinkan perencana
strategi mengevaluasi alternatif strategi secara obyektif dan menentukan
strategi yang paling efektif.
Dari uraian di atas dapat disusun dalam bagan kerangka teori
pendekatan masalah dalam penelitian ini, yaitu sebagai berikut :
22
Gambar 3 . Kerangka Berpikir Pendekatan Masalah
D. Pembatasan Masalah
1. Penelitian ini dilakukan pada bulan April 2010 dengan menggunakan data
pemasaran bulan Maret 2010.
2. Responden adalah pengrajin anyaman tikar, konsumen, lembaga
pemasaran, pesaing, pemasok bahan baku serta Instansi Pemerintah yang
terkait dengan pemasaran anyaman tikar yaitu Dinas perindustrian,
perdagangan dan koperasi Kabupaten Wonogiri.
Lingkungan Pemasaran
Identifikasi faktor-faktor Strategis
Analisis SWOT)
Alternatif Strategi Pemasaran (Matrik SWOT)
Prioritas Strategi Pemasaran (Matrik QSP)
Industri Anyaman Tikar (visi, misi, dan tujuan)
Strategi Pemasaran Efektif
Faktor Eksternal : · konsumen · Pesaing · Pemerintah · Lembaga Pemasaran · Pemasok · Teknologi
Faktor Internal : · Pemasaran:
o Produk o Harga o Promosi o Distribusi
· Sumber Daya Manusia · Keuangan · Produksi
23
3. Data lingkungan internal dan eksternal yang dianalisis berupa data
kualitatif yang disajikan dalam bentuk hasil wawancara dengan responden
dan hasil pengamatan selama penelitian.
4. Faktor internal yang diteliti meliputi : aspek keuangan, aspek produksi,
aspek sumber daya manusia, serta aspek pemasaran (produk, harga,
promosi, dan distribusi).
5. Faktor eksternal yang diteliti meliputi : konsumen, pemerintah, pemasok,
pesaing, dan lembaga pemasaran, dan teknologi.
E. Definisi Operasional dan Konsep Pengukuran Variabel
1. Pengrajin anyaman tikar adalah para pembuat kerajinan anyaman tikar,
yang memproduksi mendong menjadi kerajinan anyaman tikar hingga
memasarkannya kepada konsumen.
2. Strategi adalah cara untuk mencapai tujuan-tujuan jangka panjang.
3. Pemasaran adalah sebuah proses mengalirnya barang dari produsen sampai
kepada konsumen akhir yang disertai penambahan guna bentuk melalui
proses pengolahan, guna tempat melalui proses pengangkutan dan guna
waktu melalui proses penyimpanan.
4. Strategi pemasaran adalah merupakan respon secara terus-menerus
maupun adaptif terhadap peluang dan ancaman dari faktor eksternal serta
kekuatan dan kelemahan dari faktor internal yang dapat mempengaruhi
pemasaran produk di masa yang akan datang.
5. Lingkungan internal adalah faktor-faktor di dalam industri yang dapat
mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan dari segi produksi (manajemen
produksi), keuangan (sumber dan pengelolaan keuangan), sumber daya
manusia (kualitas dan ketersediaan tenaga kerja), serta pemasaran ( bauran
pemasaran).
6. Lingkungan eksternal merupakan faktor-faktor di luar industri yang
mempengaruhi kinerja dalam pemasaran produk berupa peluang dan
ancaman bagi pemasaran produk berasal dari konsumen (pemakai
anyaman tikar), pemasok bahan baku (ketersediaan dan kuantitas bahan
baku), lembaga pemasaran meliputi saluran dan kelancaran distribusi yang
24
dilalui, kebijakan pemerintah dalam pemasaran produk anyaman tikar serta
perkembangan teknologi yang ada.
7. Analisis SWOT merupakan suatu analisis situasi yang mencakup kondisi
internal dan ekternal dalam pemasaran anyaman tikar.
8. Kekuatan adalah faktor-faktor yang berasal dari dalam industri dan
merupakan keunggulan bagi pemasaran produk itu sendiri.
9. Kelemahan adalah faktor-faktor yang berasal dari dalam industri dan
merupakan keterbatasan atau kekurangan bagi pemasaran produk itu
sendiri.
10. Peluang dapat juga diartikan kesempatan merupakan faktor-faktor yang
berasal dari luar industri dan bersifat menguntungkan bagi pemasaran
produk.
11. Ancaman adalah faktor-faktor yang berasal dari luar industri dan bersifat
mengganggu bagi pemasaran produk.
12. Matriks SWOT ( Matriks Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Ancaman)
adalah matriks yang akan digunakan untuk menyusun berbagai alternatif
strategi pemasaran produk melalui strategi SO, WO, ST, dan WT.
13. QSPM (Matriks Perencanaan Strategis Kuantitatif) adalah alat yang
digunakan untuk melakukan evaluasi pilihan strategi alternatif untuk
menentukan prioritas strategi yang dapat diterapkan dalam pemasaran
hasil usaha.
25
III. METODE PENELITIAN
A. Metode Dasar Penelitian
Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
deskriptif analitis dengan ciri memusatkan diri pada pemecahan masalah-
masalah yang ada pada masa sekarang dan pada masalah-masalah yang aktual.
Data yang dikumpulkan mula-mula disusun, dijelaskan dan kemudian
dianalisis sehingga metode ini sering pula disebut metode analitik. Teknis
pelaksanaan penelitian ini dilaksanakan dengan teknik survey yaitu cara
pengumpulan data dari sejumlah unit atau individu dalam waktu (atau jangka
waktu) yang bersamaan (Surakhmad, 1998).
B. Metode Penentuan Sampel
1. Metode Penentuan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Wonogiri. Pemilihan lokasi
penelitian dilakukan secara purposive sampling yaitu penentuan daerah
sampel yang diambil secara sengaja berdasarkan pertimbangan-
pertimbangan tertentu sesuai dengan tujuan penelitian (Singarimbun dan
Effendi, 1995). Lokasi penelitian dipilih Kecamatan Puhpelem dengan
pertimbangan karena merupakan wilayah yang terdapat industri anyaman
tikar dengan jumlah paling banyak diantara kecamatan lain di Kabupaten
Wonogiri. Data mengenai jumlah industri anyaman tikar pada Tabel 2.
2. Metode Penentuan Responden
a. Penentuan Responden Untuk Penentuan Faktor-faktor Strategis
Faktor strategis adalah faktor-faktor yang dijadikan sebagai
komponen dalam melakukan perumusan strategis. Sifat dasar dari
faktor strategis adalah suatu keadaan yang dibangun dari situasi
benchmark dalam lingkungan persaingan (Harisudin, 2009).
Penelitian kualitatif bertolak dari asumsi tentang realitas yang bersifat
unik dan kompleks. Di dalamnya terdapat regularitas atau pola
tertentu, namun penuh dengan variasi (keragaman). Data atau
informasi harus ditelusuri seluas-luasnya dan sedalam mungkin sesuai
24
26
dengan variasi yang ada. Berkenaan dengan tujuan tersebut, maka
dalam prosedur sampling menurut Bungin (2003) mengacu seperti
dalam penelitian kualitatif yang lebih mementingkan informan kunci
(key informan) atau situasi sosial tertentu yang sarat informasi sesuai
dengan fokus penelitian.
Informan kunci ditentukan dengan pertimbangan tertentu.
Pertimbangannya adalah orang tersebut dianggap paling tahu tentang
informasi yang diharapkan, orang yang paling berpengaruh sehingga
memudahkan peneliti menjelajahi dan menggali informasi dari obyek
yang dibutuhkan (Sugiyono, 2006).
Menurut Bungin (2003) untuk memilih sampel informan kunci
lebih tepat dilakukan dengan cara sengaja (purposive sampling).
Sampel yang ditetapkan dalam penelitian ini adalah pengrajin anyaman
tikar dengan pertimbangan pihak tersebut dianggap paling tahu
mengenai informasi yang dibutuhkan peneliti. Melalui wawancara
secara mendalam (indepth interview) kepada informan kunci yang
selanjutnya untuk mencari kedalaman informasi ditelusuri melalui
teknik Snowball Sampling yang dimulai dari informan kunci tersebut
diperoleh responden lainnya yang dapat menjelaskan faktor-faktor
internal dan eksternal dengan menelusurinya sehingga mendapatkan
responden pemasok bahan baku, konsumen, lembaga pemasaran dan
pesaing. Selain itu untuk menambah informasi dilakukan wawancara
dengan pemerintah yang dilaksanakan kepada pegawai dinas
perindustrian yang secara struktural mengurusi UMKM di Kabupaten
Wonogiri. Informasi mengenai faktor-faktor internal dan eksternal
diidentifikasi menjadi kekuatan, kelemahan, peluang serta ancaman
dalam pemasaran anyaman tikar di Kabupaten Wonogiri.
b. Penentuan Responden Untuk Penentuan Bobot dan Nilai Daya Tarik
(Atractive Score / AS)
Penentuan bobot dan nilai daya tarik (Atractive score/AS)
dilakukan dengan terlebih dahulu menyusun kuisioner yang berisi
27
faktor-faktor internal (kekuatan dan kelemahan) dan ekternal (peluang
dan ancaman) serta alternatif strategi yang akan dipertimbangkan
untuk menjadi prioritas strategi dalam pemasaran anyaman tikar di
Kabupaten Wonogiri. Pengambilan responden dilakukan secara
purposive sampling (sengaja) yaitu orang-orang yang masih terlibat
secara penuh/aktif pada kegiatan yang menjadi perhatian peneliti.
Responden tersebut dapat membantu menjawab pertanyaan-pertanyaan
yang diajukan oleh peneliti dalam penelitian yang sedang dilakukan.
Responden untuk penentuan bobot adalah 15 orang pengrajin anyaman
tikar karena dianggap sebagai pihak yang mengetahui mengenai
anyaman tikar serta masih aktif dalam kegiatan yang menjadi fokus
penelitian. Penentuan bobot dapat dilakukan dengan memberi bobot
pada setiap faktor dari 0,0 (tidak penting) sampai 1,0 (amat penting)
dan jumlah seluruh bobot yang diberikan harus sama dengan 1,0.
Nilai daya tarik merupakan angka yang menunjukkan daya tarik
relatif masing-masing strategi pada suatu rangkaian alternatif tertentu.
Nilai Daya Tarik ditentukan dengan memeriksa masing-masing faktor
eksternal atau faktor internal, satu per satu, sambil mengajukan
pertanyaan, “Apakah faktor ini mempengaruhi pilihan strategi yang
dibuat?” Jika jawaban atas pertanyaan tersebut adalah ya, maka
strategi tersebut harus dibandingkan secara relatif dengan faktor kunci.
Khususnya, Nilai Daya Tarik harus diberikan pada masing-masing
strategi untuk menunjukkan daya tarik relatif suatu strategi terhadap
yang lain, dengan mempertimbangkan faktor tertentu. Cakupan Nilai
Daya Tarik adalah : 1 = tidak menarik, 2 = agak menarik, 3 = wajar
menarik; dan 4 = sangat menarik. Jika jawaban atas pertanyaan
tersebut adalah tidak, hal tersebut menunjukkan bahwa masing-masing
faktor kunci tidak mempunyai pengaruh atas pilihan khusus yang
dibuat dengan menggunakan garis (-) sebagai tandanya. Kemudian
menghitung jumlah total nilai daya tarik (TAS) yang menunjukkan
daya tarik relatif dari masing-masing strategi alternatif, dengan hanya
28
mempertimbangkan dampak dari faktor keberhasilan kritis eksternal
atau internal yang berdekatan. Semakin tinggi total nilai daya tarik
menunjukkan semakin menarik strategi tersebut (David, 2004).
Responden yang digunakan dalam penentuan nilai daya tarik
(Atractive score/AS) adalah 15 orang pengrajin anyaman tikar. Hal ini
dilakukan dengan pertimbangan pengrajin anyaman tikar sebagai pihak
yang terlibat langsung dalam pembuatan serta melaksanakan strategi
pemasaran anyaman tikar.
C. Jenis dan Sumber Data
1. Data Primer
Data primer adalah data yang langsung dan segera diperoleh dari
sumber data oleh penyelidik (Surakhmad, 1998). Data primer yang
diperoleh pada penelitian ini adalah dengan melakukan wawancara secara
langsung dengan pihak-pihak yang terkait dengan kegiatan kerajinan
anyaman tikar dengan menggunakan pedoman wawancara sesuai
informasi yang dibutuhkan peneliti. Sumber data primer adalah pengrajin
anyaman tikar, konsumen, lembaga pemasaran, pemasok bahan baku,
pesaing serta instansi pemerintah yaitu Dinas Perindustrian, Perdagangan
dan Koperasi Kabupaten Wonogiri).
2. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang telah lebih dahulu dikumpulkan dan
dilaporkan oleh orang diluar diri penyelidik (Surakhmad, 1998). Sumber
data sekunder dalam penelitian ini adalah BPS Kabupaten Wonogiri,
Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi Kabupaten Wonogiri,
serta Bappeda Kabupaten Wonogiri. Data sekunder tersebut meliputi
keadaan umum daerah penelitian, keadaan perekonomian, keadaan
penduduk serta data-data lain yang berhubungan dengan kajian dalam
penelitian ini.
29
D. Teknik Pengumpulan Data
1. Observasi
Pengamatan (observasi) adalah metode pengumpulan data dimana
peneliti atau kolaboratornya mencatat informasi sebagaimana yang mereka
saksikan selama penelitian (Gulo, 2002). Teknik ini dilakukan dengan
mengadakan pengamatan langsung terhadap obyek yang diteliti, sehingga
didapatkan gambaran yang jelas mengenai kondisi obyek yang diteliti.
2. Wawancara (Interview)
Wawancara atau interview adalah suatu bentuk komunikasi verbal
semacam percakapan yang bertujuan memperoleh informasi (Nasution,
2004). Teknik wawancara yang digunakan untuk mengumpulkan data
primer dengan melakukan wawancara secara langsung kepada responden
berdasarkan daftar pertanyaan (kuesioner) yang telah dipersiapkan
sebelumnya. Terdapat dua jenis teknik wawancara, yaitu: wawancara
mendalam (Indept Interview) dan wawancara (Interview). Dalam
penelitian ini digunakan wawancara mendalam untuk memperoleh
informasi dan data yang lebih akurat.
3. Pencatatan
Teknik ini digunakan untuk mengumpulkan data dengan
melakukan pencatatan data primer (hasil wawancara) dan data sekunder
dari instansi atau lembaga yang berkaitan dengan penelitian.
E. Metode Analisis Data
1. Identifikasi Faktor-Faktor Strategis
Analisis faktor internal bertujuan untuk mengidentifikasi faktor-
faktor internal kunci yang menjadi kekuatan dan kelemahan di dalam
pemasaran. Faktor internal yang dianalisis meliputi kondisi keuangan,
sumber daya manusia, pemasaran, serta produksi /operasional. Sedangkan
analisis faktor eksternal bertujuan untuk mengidentifikasi faktor-faktor
eksternal kunci yang menjadi peluang dan ancaman bagi pemasaran.
Faktor eksternal yang dianalisis meliputi konsumen, pemasok bahan baku,
lembaga pemasaran, pesaing, dan peran pemerintah.
30
Untuk mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan dari faktor internal
serta peluang dan ancaman dari faktor eksternal dalam pemasaran
anyaman tikar di Kabupaten Wonogiri digunakan analisis SWOT. Analisis
SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk
merumuskan strategi pemasaran. Analisis ini didasarkan pada logika yang
dapat memaksimalkan kekuatan (strengths) dan peluang (opportunities),
namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weaknesses)
dan ancaman (threats).
2. Alternatif Strategi
Untuk merumuskan alternatif strategi pemasaran anyaman tikar di
Kabupaten Wonogiri digunakan analisis Matriks SWOT. Matriks SWOT
dapat menggambarkan secara jelas bagaimana peluang dan ancaman dari
faktor eksternal yang dihadapi oleh suatu usaha dapat disesuaikan dengan
kekuatan dan kelemahan yang dimiliki. Analisis SWOT digambarkan ke
dalam Matriks SWOT dengan 4 kemungkinan alternatif strategi, yaitu
stategi kekuatan-peluang (S-O strategies), strategi kelemahan-peluang (W-
O strategies), strategi kekuatan-ancaman (S-T strategies), dan strategi
kelemahan-ancaman (W-T strategies). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat
pada gambar berikut :
Tabel 3. Matriks SWOT
Strenght (S)
Menentukan 5-10
faktor-faktor kekuatan internal
Weakness (W)
Menentukan 5-10
faktor-faktor kelemahan
internal
Opportunities
(O)
Menentukan 5-
10 faktor-faktor
peluang eksternal
Strategi S-O
Menciptakan strategi
yang menggunakan kekuatan
untuk memanfaatkan peluang
Strategi W-O
Menciptakan strategi
yang meminimalkan
kelemahan untuk
memanfaatkan peluang
Threats (T)
Menentukan 5-
10 faktor-faktor
ancaman eksternal
Strategi S-T
Menciptakan strategi
yang menggunakan kekuatan
untuk mengatasi ancaman
Strategi W-T
Menciptakan strategi
yang meminimalkan
kelemahan dan menghindari
31
ancaman
Sumber : Rangkuti, 2001 Delapan tahapan dalam penentuan alternatif strategi yang dibangun
melalui matriks SWOT adalah sebagai berikut :
a. Menuliskan peluang faktor eksternal kunci dalam pemasaran anyaman
tikar.
b. Menuliskan ancaman faktor eksternal kunci dalam pemasaran anyaman
tikar.
c. Menuliskan kekuatan faktor internal kunci dalam pemasaran anyaman
tikar.
d. Menuliskan kelemahan faktor internal kunci dalam usaha anyaman
tikar.
e. Mencocokkan kekuataan faktor internal dengan peluang faktor
eksternal dan mencatat Strategi S-O dalam sel yang sudah ditentukan.
f. Mencocokkan kelemahan faktor internal dengan peluang faktor
eksternal dan mencatat Strategi W-O dalam sel yang sudah ditentukan.
g. Mencocokkan kekuatan faktor internal dengan ancaman faktor
eksternal dan mencatat Strategi S-T dalam sel yang sudah ditentukan.
h. Mencocokkan kelemahan faktor internal dengan ancaman faktor
eksternal dan mencatat Strategi W-T dalam sel yang sudah ditentukan.
3. Prioritas Strategi
Menentukan prioritas strategi dalam pemasaran anyaman tikar di
Kabupaten Wonogiri menggunakan analisis Matriks QSP. Matriks QSP
digunakan untuk memilih strategi terbaik yang paling cocok dengan
lingkungan eksternal dan internal. Alternatif strategi yang memiliki nilai
total daya tarik terbesar merupakan strategi yang paling baik.
Tabel 4. Matriks QSP
Alternatif Strategi
Strategi I Strategi 2 Strategi 3 Faktor Faktor
Kunci Bobot
AS TAS AS TAS AS TAS Faktor-Faktor Kunci Internal
Total Bobot
32
Faktor-Faktor Kunci Eksternal
Total Bobot
Jumlah Total Nilai Daya Tarik Sumber : David, 2004
Enam tahapan dalam pembuatan matriks QSP yang harus dilakukan
adalah sebagai berikut :
a. Membuat daftar peluang/ancaman dari faktor eksternal dan kekuatan/
kelemahan faktor internal.
b. Memberi bobot pada setiap faktor dari 0,0 (tidak penting) sampai 1,0
(amat penting). Bobot menunjukkan kepentingan relatif dari faktor
tersebut. Jumlah seluruh bobot yang diberikan harus sama dengan 1,0.
c. Memeriksa matriks SWOT dan mengenali strategi-strategi alternatif
yang harus dipertimbangkan untuk diterapkan.
d. Menentukan Nilai Daya Tarik (AS) yang didefinisikan sebagai angka
yang menunjukkan daya tarik relatif masing-masing strategi pada
suatu rangkaian alternatif tertentu. Nilai Daya Tarik ditentukan
dengan memeriksa masing-masing faktor eksternal atau faktor
internal, satu per satu, sambil mengajukan pertanyaan, “Apakah
faktor ini mempengaruhi pilihan strategi yang dibuat?” Jika jawaban
atas pertanyaan tersebut adalah ya, maka strategi tersebut harus
dibandingkan secara relatif dengan faktor kunci. Khususnya, Nilai
Daya Tarik harus diberikan pada masing-masing strategi untuk
menunjukkan daya tarik relatif suatu strategi terhadap yang lain,
dengan mempertimbangkan faktor tertentu. Cakupan Nilai Daya
Tarik adalah : 1 = tidak menarik, 2 = agak menarik, 3 = wajar
menarik; dan 4 = sangat menarik. Jika jawaban atas pertanyaan
tersebut adalah tidak, hal tersebut menunjukkan bahwa masing-
masing faktor kunci tidak mempunyai pengaruh atas pilihan khusus
yang dibuat.
e. Menghitung TAS (Total Nilai Daya Tarik). Total Nilai Daya Tarik
didefinisikan sebagai hasil mengalikan bobot (langkah b) dengan
33
Nilai Daya Tarik di masing-masing baris (langkah d). Total Nilai
Daya Tarik menunjukkan daya tarik relatif dari masing-masing
strategi alternatif, dengan hanya mempertimbangkan dampak dari
faktor keberhasilan krisis eksternal atau internal yang berdekatan.
Semakin tinggi Nilai Total Daya Tarik, semakin menarik strategi
alternatif tersebut.
f. Menghitung Jumlah Total Nilai Daya Tarik. Jumlah Total Nilai Daya
Tarik (STAS) mengungkapkan strategi yang paling menarik dalam
rangkaian alternatif. Besarnya perbedaan antara Jumlah Total Nilai
Daya Tarik suatu rangkaian strategi-strategi alternatif menunjukkan
tingkat relatif dikehendakinya suatu strategi daripada yang lain.
34
IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN
A. Keadaan Alam
1. Letak Geografis dan Wilayah Administratif
Kabupaten Wonogiri merupakan salah satu kabupaten di Provinsi
Jawa Tengah yang terletak antara 7°32’-8°15’ Lintang Selatan dan
110°41’-111°18’ Bujur Timur, berada 32 km di sebelah selatan Kota
Solo, sementara jarak dengan ibukota propinsi (Kota Semarang) sejauh
133 km. Kabupaten Wonogiri terdiri dari wilayah dataran, wilayah
pegunungan dan wilayah pantai. Wilayah pegunungan memanjang dari
sisi selatan sampai ke timur dan wilayah pantai berada di sisi selatan
Kabupaten Wonogiri. Dengan kondisi geografis ini, maka Kabupaten
Wonogiri mempunyai sejumlah obyek wisata alam berupa pantai dan air
terjun. Adapun batas-batas wilayah Kabupaten Wonogiri adalah sebagai
berikut :
Sebelah utara
Sebelah timur
Sebelah selatan
Sebelah barat
:
:
:
:
Kabupaten Sukoharjo dan Kabupaten Karanganyar
Kabupaten Karanganyar dan Kabupaten Ponorogo
(Jawa Timur)
Kabupaten Pacitan (Jawa Timur) dan Samudra
Indonesia
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
Kabupaten Wonogiri memiliki luas wilayah 182.236,02 ha, yang
secara administratif terbagi menjadi 25 kecamatan dengan 43 kelurahan
dan 251 desa. Kecamatan Pracimantoro merupakan kecamatan yang
terluas, yaitu seluas 14.214,32 ha serta memilki jumlah desa terbanyak
yaitu 17 desa. Kecamatan Puhpelem merupakan kecamatan yang
memiliki luas wilayah tersempit diantara kecamatan lain di Kabupaten
Wonogiri yang terdiri dari 5 desa. Berikut ini merupakan data yang
menunjukkan jumlah kelurahan, jumlah desa, dan luas kecamatan di
Kabupaten Wonogiri :
33
35
Tabel 5. Jumlah Kelurahan, Jumlah Desa dan Luas Kecamatan di Kabupaten Wonogiri
No. Kecamatan Jumlah Kelurahan
Jumlah Desa
Luas (ha)
Persentase (%)
1. Pracimantoro 1 17 14.214,32 7,80 2. Paranggupito 0 8 6.475,42 3,55 3. Giritontro 2 5 6.163,22 3,38 4. Giriwoyo 2 14 10.060,13 5,52 5. Batuwarno 1 7 5.165,00 2,84 6. Karangtengah 0 5 8.459,00 4,64 7. Tirtomoyo 2 12 9.301,08 5,10 8. Nguntoronadi 2 9 8.040,51 4,42 9. Baturetno 0 13 8.910,38 4,88 10. Eromoko 2 13 12.035,86 6,60 11. Wuryantoro 2 6 7.260,77 3,98 12. Manyaran 2 5 8.164,43 4,48 13. Selogiri 1 10 5.017,98 2,75 14. Wonogiri 6 9 8.292,36 4,55 15. Ngadirojo 2 9 9.325,55 5,11 16. Sidoharjo 2 10 5.719,70 3,18 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25.
Jatiroto Kismantoro Purwantoro Bulukerto Puhpelem Slogohimo Jatisrono Jatipurno Girimarto
2 2 2 1 1 2 2 2 2
13 8
13 9 5
15 15 9
12
6.277,36 6.986,11 5.952,78 4.051,84 3.161,54 6.414,79 5.002,74 5.546,40 6.236,68
3,44 3,83 3,27 2,22 1,74 3,52 2,74 3,04 3,42
Jumlah 43 251 182.236,02 100,00
Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Wonogiri Tahun 2008
Tabel 5 menunjukkan bahwa wilayah kecamatan terluas memiliki
luas 7,8% dari seluruh luas Kabupaten Wonogiri yaitu Kecamatan
Pracimantoro, sedangkan wilayah tersempit memiliki luas wilayah 1,72%
dari seluruh luas wlayah Kabupaten Wonogiri yaitu Kecamatan
Puhpelem. Perbedaan luas wilayah yang cukup mencolok ini disebabkan
wilayah Wonogiri yang tidak rata serta bergunung-gunung.
2. Topografi Daerah
Topografi daerah di Kabupaten Wonogiri sebagian besar tanahnya
berbukit berupa pegunungan kapur terutama di bagian selatan, termasuk
36
jajaran pegunungan seribu yang merupakan mata air dari Bengawan
Solo. Topografi wilayah Kabupaten Wonogiri pada umumnya tidak rata,
dengan kemiringan rata-rata 30°. Kabupaten Wonogiri memiliki
ketinggian tempat yang cukup bervariasi antar wilayah kecamatan, yaitu
mulai dari ketinggian 101 m dpl (meter di atas permukaan laut) sampai
dengan > 600 m dpl. Tabel 6 berikut menyajikan ketinggian daerah
beserta luas wilayahnya di Kabupaten Wonogiri :
Tabel 6. Luas Wilayah Kabupaten Wonogiri Berdasarkan Ketinggian dari Permukaan Laut
No. Ketinggian (m dpl) Luas (ha) Persentase (%) 1. 101 - 300 133.978,05 73,52 2. 301 - 600 39.798,97 21,84 3. ≥ 601 8.459,00 4,64
Jumlah 182.236,02 100,00
Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Wonogiri Tahun 2008
Berdasarkan ketinggian tempat pada Tabel 6, dapat dikatakan
bahwa sebagian besar wilayah Kabupaten Wonogiri berada pada
ketinggian antara 101 - 300 m dpl, yang meliputi 17 kecamatan yaitu
Kecamatan Wonogiri, Kecamatan Selogiri, Kecamatan Ngadirojo,
Kecamatan Nguntoronadi, Kecamatan Wuryantoro, Kecamatan
Manyaran, Kecamatan Eromoko, Kecamatan Pracimantoro, Kecamatan
Baturetno, Kecamatan Giritontro, Kecamatan Paranggupito, Kecamatan
Giriwoyo, Kecamatan Batuwarno, Kecamatan Tirtomoyo, Kecamatan
Jatipurno, Kecamatan Purwantoro dan Kecamatan Bulukerto. Wilayah di
Kabupaten Wonogiri yang memiliki ketinggian antara 301-600 m dpl
terdiri dari 7 kecamatan, yaitu Kecamatan Jatisrono, Kecamatan
Sidoharjo, Kecamatan Girimarto, Kecamatan Jatiroto, Kecamatan
Slogohimo, Kecamatan Kismantoro dan Kecamatan Puhpelem. Dan
wilayah di Kabupaten Wonogiri yang memiliki ketinggian ≥ 601 m dpl
adalah Kecamatan Karangtengah. Dengan topografi daerah yang tidak
rata, perbedaan antara satu kawasan dengan kawasan lain membuat
kondisi sumber daya alam yang potensial di masing-masing daerah juga
berbeda.
37
Jenis tanah yang terdapat di Kabupaten Wonogiri, yaitu aluvial,
litosol, regosol, andesol, grumusol, mediterian, dan latosol. Kondisi tanah
yang berbeda-beda demikian mengakibatkan penggunaan tanah yang
berbeda-beda pula. Luas lahan di Kabupaten Wonogiri pada tahun 2008
menurut penggunaannya disajikan pada Tabel 7 berikut ini :
Tabel 7. Luas Lahan Menurut Penggunaannya di Kabupaten Wonogiri Tahun 2008
No. Jenis Penggunaan Tanah Luas (ha) Persentase (%) 1. Sawah 32.236 17,70 2. Tegal 68.434 37,55 3. Bangunan/Pekarangan 28.252 15,50 4. Hutan Negara 15.769 8,65 5. Hutan Rakyat 7.288 4,00 6. Lain-lain 30.257 16,60
Jumlah 182.236 100,00
Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Wonogiri Tahun 2008
Berdasarkan Tabel 7 dapat diketahui bahwa penggunaan lahan
terbesar di Kabupaten Wonogiri dimanfaatkan untuk tanah tegal yang
luasnya mencapai 37,55% dari luas lahan seluruhnya. Penggunaan lahan
untuk sawah menepati urutan kedua, yaitu sebesar 17,7% dari luas lahan
seluruhnya. Persentase penggunaan lahan yang ada menunjukkan bahwa
sebagian besar lahan di Kabupaten Wonogiri masih digunakan untuk
pertanian sehingga akan mendukung perkembangan usaha agroindustri di
Kabupaten Wonogiri dengan ketersediaan bahan baku yang memadai.
3. Keadaan Iklim dan Cuaca
Kabupaten Wonogiri memiliki iklim tropis, dengan dua musim
yaitu musim kemarau dan musim penghujan. Temperatur di Kabupaten
Wonogiri berkisar antara 24ºC - 32ºC. Berdasarkan data pada tahun
2008, suhu udara rata-rata di Kabupaten Wonogiri sebesar 26,47oC
dengan kelembaban udara rata-rata sebesar 87,81oC. Data mengenai
jumlah curah hujan dan jumlah hari hujan di Kabupaten Wonogiri tahun
2008 dapat dilihat pada Tabel 9 dibawah ini :
38
Tabel 8. Jumlah Curah Hujan dan Hari Hujan di Kabupaten Wonogiri tahun 2008
No Bulan Curah Hujan (mm) Hari Hujan (hari) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember
352,08 558,72 456,32 187,64 40,60 23,76 0,00 1,20 1,04
197,00 510,36 143,92
11,60 16,08 15,20 8,24 2,80 0,48 0,00 0,16 0,12 6,36
12,88 8,36
Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Wonogiri Tahun 2008
Tabel 8 menunjukkan bahwa curah hujan tahunan rata-rata yang
tertinggi di Kabupaten Wonogiri pada tahun 2008 adalah pada bulan
Februari yaitu 558,72 mm dengan 16 hari hujan. Curah hujan tahunan
rata-rata terendah di Kabupaten Wonogiri tahun 2008 terjadi pada bulan
Juli yaitu 0 mm dengan 0 hari hujan atau tidak ada hujan sama sekali.
B. Keadaan Penduduk
1. Pertumbuhan Penduduk
Jumlah penduduk di wilayah Kabupaten Wonogiri dari tahun ke
tahun selalu mengalami perubahan disebabkan adanya kelahiran,
kematian, dan migrasi penduduk. Berikut ini tabel yang menunjukkan
perkembangan jumlah penduduk dari tahun 2005-2009 :
Tabel 9. Perkembangan Penduduk Kabupaten Wonogiri Tahun 2005-2009
No. Tahun Jumlah Penduduk (jiwa) 1. 2005 1.121.454 2. 2006 1.127.907 3. 2007 1.181.114 4. 5.
2008 2009
1.212.677 1.234.880
Rata-rata 1.175.605
Sumber : Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil dalam Badan Pusat Statistik Kabupaten Wonogiri Tahun 2009
39
Tabel 9 mengenai perkembangan penduduk Kabupaten Wonogiri
menunjukkan bahwa pertumbuhan penduduk di Kabupaten Wonogiri dari
tahun 2005 sampai tahun 2009 selalu mengalami peningkatan. Pada
tahun 2005 penduduk di Kabupaten Wonogiri sejumlah 1.121.454 jiwa,
pada tahun 2006 mengalami peningkatan menjadi 1.127.907 jiwa, pada
tahun 2007 meningkat menjadi 1.181.114 jiwa, pada tahun 2008 menjadi
1.212.677 jiwa serta pada tahun 2009 menjadi 1.234.880 jiwa.
2. Keadaan Penduduk Menurut Kelompok Umur
Keadaan penduduk menurut kelompok umur bagi suatu daerah
dapat digunakan untuk mengetahui besarnya penduduk yang produktif
dan penduduk yang non produktif, yang pada akhirnya akan dapat
diketahui Angka Beban Tanggungan (ABT) dari daerah tersebut. Angka
Beban Tanggungan (ABT) atau Dependency Ratio yaitu angka yang
menunjukkan jumlah penduduk pada usia tidak produktif yang harus
ditanggung oleh setiap penduduk usia produktif di suatu wilayah .
Menurut Mantra (2003), kelompok umur 0-14 tahun dianggap
sebagai kelompok penduduk belum produktif secara ekonomis,
kelompok penduduk umur 15-64 tahun sebagai kelompok produktif dan
kelompok penduduk umur 65 tahun ke atas sebagai kelompok penduduk
yang sudah tidak produktif. Penghitungan besarnya Angka Beban
Tanggungan (ABT) suatu wilayah dapat diukur dengan menggunakan
rumus sebagai berikut :
ABT = kxthumurPenduduk
thumurPendudukthumurPenduduk)6415(
)65()140(-
>+-
Keterangan :
k = Konstanta, yang besarnya adalah 100
Keadaan penduduk Kabupaten Wonogiri menurut kelompok umur
dapat dilihat pada Tabel 10 berikut ini :
40
Tabel 10. Keadaan Penduduk Kabupaten Wonogiri Menurut Kelompok Umur Tahun 2009
No. Umur (thn) Jumlah (jiwa) Persentase (%) ABT 1. 0-14 251.811 20,40 2. 15-64 852.003 68,99 3. ≥65 131.066 10,61
Jumlah 1.234.880 100,00
44,94
Sumber: Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Wonogiri Tahun 2009
Tabel 10 diatas menunjukkan bahwa jumlah penduduk menurut
kelompok umur yang terbesar di Kabupaten Wonogiri adalah kelompok
umur 15-64 tahun, sekaligus merupakan kelompok penduduk produktif,
sebanyak 852.003 jiwa atau sebesar 68,99% dari jumlah penduduk di
Kabupaten Wonogiri seluruhnya. Kelompok penduduk tidak produktif
(kelompok umur 0-14 tahun dan kelompok umur ≥ 65 tahun) di
Kabupaten Wonogiri sejumlah 382.877 jiwa, atau sebesar 31,01% dari
jumlah penduduk Kabupaten Wonogiri seluruhnya. Berdasarkan data
tersebut, maka dapat dihitung besarnya Angka Beban Tanggungan (ABT)
di Kabupaten Wonogiri, yaitu :
ABT di Kabupaten Wonogiri = 100852003382877
x = 44,94
Angka Beban Tanggungan (ABT) di Kabupaten Wonogiri yang
diperoleh, yaitu sebesar 44,94, berarti bahwa setiap 100 orang penduduk
usia produktif di Kabupaten Wonogiri harus menanggung atau memberi
penghidupan kepada 45 orang penduduk usia tidak produktif.
3. Keadaan Penduduk Menurut Jenis Kelamin
Keadaan penduduk menurut jenis kelamin yang sering disebut
dengan Sex ratio merupakan angka perbandingan antara jumlah
penduduk perempuan dan laki-laki. Dalam menentukan besarnya sex
ratio perlu diketahui komposisi penduduk menurut jenis kelamin. Sex
ratio (SR), yaitu angka/bilangan yang menunjukkan banyaknya
penduduk laki-laki terhadap 100 penduduk perempuan. Untuk
mengetahui nilai Sex Ratio dengan cara :
41
SR = kxFM
Keterangan :
S = Sex ratio
M = Jumlah penduduk laki-laki
F = Jumlah penduduk perempuan
k = Konstanta, yang besarnya adalah 100
(Mantra, 2003).
Berikut ini data yang menunjukkan keadaan penduduk di
Kabupaten Wonogiri menurut jenis kelamin.
Tabel 11. Keadaan Penduduk Kabupaten Wonogiri Menurut Jenis Kelamin Tahun 2009
No. Jenis Kelamin Jumlah (jiwa)
Persentase (%)
Sex Ratio
1 Laki-laki 620.385 50,24 2 Perempuan 614.495 49,76
Jumlah 1.234.880 100,00
100,96
Sumber: Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Wonogiri Tahun 2009
Tabel 11 menunjukkan bahwa jumlah penduduk laki-laki di
Kabupaten Wonogiri pada tahun 2009 lebih banyak dari jumlah
penduduk perempuan, namun perbedaan tersebut tidak terlalu jauh yang
ditunjukkan dengan persentase yang hanya selisih 0,48%, di mana untuk
penduduk laki-laki sebesar 50,24% atau sebanyak 620.385 jiwa, dan
penduduk perempuan sebesar 49,76% atau sebanyak 614.495 jiwa dari
keseluruhan penduduk Kabupaten Wonogiri.
Sex Ratio di Kabupaten Wonogiri = 100614495620385
x
= 100,96
Berdasarkan nilai Sex Ratio yang diperoleh, yaitu sebesar 100,96,
menunjukkan bahwa setiap 100 orang penduduk perempuan di
Kabupaten Wonogiri terdapat 101 orang penduduk laki-laki.
42
4. Keadaan Penduduk Menurut Mata Pencaharian
Keadaan penduduk berdasarkan mata pencaharian dapat
menggambarkan kesejahteraan penduduk suatu daerah. Keadaan mata
pencaharian penduduk di suatu daerah dipengaruhi oleh keadaan alam
dan sumber daya yang ada, serta keadaaan sosial ekonomi masyarakat
seperti keterampilan, tingkat pendidikan, lapangan pekerjaan, dan modal
yang tersedia.. Keadaan penduduk berdasarkan mata pencaharian di
Kabupaten Wonogiri ditunjukkan pada Tabel 12 berikut ini :
Tabel 12. Keadaan Penduduk Kabupaten Wonogiri Menurut Mata Pencaharian Tahun 2009
No. Mata Pencaharian Jumlah (jiwa) Persentase (%) 1. Belum/Tidak Bekerja 135.685 10,99 2. Industri 15.687 1,27 4. Konstruksi 6.928 0,56 5. Mengurus Rumah Tangga 122.877 9,95 6. Pedagang 69.380 5,62 7. Petani 371.424 30,08 8. Peternak 1.028 0,08 9. Pelajar/Mahasiswa 52.302 4,24 10. PNS 14.659 1,19 11. TNI dan POLRI 1.793 0,14 12. Pensiunan 7.783 0,63 13. Transportasi 9.693 0,78 14. Lain-lain 425.641 34,47
Jumlah 1.234.880 100,00
Sumber: Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Wonogiri Tahun 2009
Berdasarkan Tabel 12 dapat diketahui bahwa mata pencaharian
penduduk Kabupaten Wonogiri terbesar adalah lain-lain yang bermata
pencaharian selain yang disebutkan dalam tabel, yaitu sejumlah 425.641
jiwa atau 34,47% dari seluruh jumlah penduduk Kabupaten Wonogiri.
Mata pencaharian lain-lain tersebut diantaranya adalah dari sektor jasa,
seperti karyawan atau pegawai, pembantu rumah tangga, dokter, guru,
swasta, dan lain-lain. Mata pencaharian yang mempunyai persentase
terbesar kedua adalah sektor pertanian, yaitu sebesar 30,08%, hal tersebut
menunjukkan bahwa pertanian memegang peranan yang cukup penting
43
dalam perekonomian daerah Kabupaten Wonogiri terutama dalam
penyerapan tenaga kerja. Banyaknya penduduk yang bekerja di sektor
pertanian diharapkan mampu mendorong perkembangan industri yang
berbahan baku dari hasil–hasil pertanian karena terjaminnya ketersediaan
bahan baku yang digunakan untuk usahanya. Mata pencaharian sebagai
peternak menempati persentase yang paling kecil, yaitu sebesar 1.028
jiwa atau 0,08% dari jumlah seluruh penduduk Kabupaten Wonogiri.
5. Kepadatan Penduduk
Kepadatan penduduk adalah jumlah penduduk per satuan unit
wilayah, atau dapat ditulis dengan rumus sebagai berikut :
Kepadatan Penduduk = )(
)(2kmhLuasWilaya
jiwailayahudukSuatuWJumlahPend
(Mantra, 2003).
Laju kepadatan penduduk di Kabupaten Wonogiri dari tahun 2005
sampai tahun 2009 ditunjukkan pada Tabel 13 di bawah ini :
Tabel 13. Kepadatan Penduduk Kabupaten Wonogiri Tahun 2005-2009
No Tahun Jumlah Penduduk
(Jiwa) Luas Daerah
(km2) Kepadatan Penduduk
(Jiwa/Km2) 1. 2005 1.121.454 1.822,36 615 2. 2006 1.127.907 1.822,36 619 3. 2007 1.181.114 1.822,36 648 4. 2008 1.212.677 1.822,36 665 5. 2009 1.234.880 1.822,36 678
Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Wonogiri Tahun 2009 dan Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Wonogiri
Tabel 13 menunjukkan adanya peningkatan kepadatan penduduk
dari tahun ke tahun. Pada tahun 2005 kepadatan penduduk di Kabupaten
Wonogiri sebesar 615 jiwa/km2, tahun 2006 mengalami peningkatan
menjadi 619 jiwa/km2, pada tahun 2007 meningkat lagi menjadi 648
jiwa/km2, pada tahun 2008 juga mengalami peningkatan menjadi 665
jiwa/km2, dan pada tahun 2009 peningkatan terjadi sampai 678jiwa/km2.
Meningkatnya kepadatan penduduk di Kabupaten Wonogiri ini dapat
menimbulkan berbagai masalah, diantaranya adalah masalah penggunaan
44
lahan. Peningkatan kepadatan penduduk menyebabkan banyak lahan
pertanian yang beralih fungsi menjadi permukiman, maka penggunaan
lahan untuk lahan pertanian akan semakin berkurang.
6. Keadaan Penduduk Menurut Pendidikan
Pendidikan merupakan salah satu faktor yang berperan penting
dalam pembangunan suatu daerah. Tingkat pendidikan akan berbanding
lurus dengan perkembangan suatu daerah. Pendidikan dipengaruhi antara
lain oleh kesadaran pentingnya pendidikan dan keadaan sosial ekonomi
serta sarana pendidikan yang ada. Berikut ini data mengenai keadaan
penduduk Kabupaten Wonogiri menurut tingkat pendidikan tahun 2009 :
Tabel 14. Keadaan Penduduk Kabupaten Wonogiri Menurut Tingkat Pendidikan Tahun 2009
No. Tingkat Pendidikan Jumlah (jiwa) Persentase (%) 1. Tidak/Belum Sekolah 218.674 17,71 2. Tidak Tamat SD/Sederajat 185.202 15,00 4. Tamat SD/ Sederajat 461.546 37,38 5. Tamat SLP/ Sederajat 187.309 15,17 6. Tamat SLA/Sederajat 150.755 12,21 7. Tamat D1/D2 6.425 0,52 8. Tamat D3 9.197 0,74 9. Tamat D4/S1 14.962 1,21 10. Tamat S2 734 0,06 11. Tamat S3 76 0,01
Jumlah 1.234.880 100,00
Sumber: Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Wonogiri Tahun 2009
Tabel 14 menunjukkan bahwa meningkatnya jenjang pendidikan di
Kabupaten Wonogiri, jumlah penduduk yang menempuh pendidikan
cenderung semakin menurun atau mengerucut. Sebagian besar penduduk
di Kabupaten Wonogiri berpendidikan tamat Sekolah Dasar
(SD)/sederajat, yaitu sebesar 461.546 jiwa atau 37,38% dari jumlah
seluruh penduduk di Kabupaten Wonogiri. Walaupun demikian, dapat
dikatakan tingkat pendidikan di Kabupaten Wonogiri cukup baik karena
sebagian besar penduduk telah mengenyam pendidikan.
45
Tinggi rendahnya tingkat pendidikan seseorang dapat
mempengaruhi pola pikir orang tersebut sehingga memiliki pandangan
dan pengetahuan yang lebih luas. Pengrajin anyaman tikar di Kabupaten
Wonogiri sebagian besar hanya berpendidikan sampai pada tingkat SD
atau SLTP saja, namun dengan tingkat pendidikan yang tidak terlalu
tinggi tersebut, usaha anyaman tikar masih dapat bertahan hingga saat ini
karena di dukung dengan ketlatenan dan keterampilan pengrajin dalam
menganyam serta adanya pemanfaatan waktu luang di luar pekerjaan
pokok mereka sebagai petani.
C. Keadaan Sarana Perekonomian
1. Keadaan Sarana Perhubungan
Kegiatan perekonomian di suatu daerah mempunyai kaitan erat
dengan keadaan sarana perhubungan yang dimiliki daerah tersebut.
Kelancaran perekonomian suatu daerah didukung oleh sarana
perhubungan yang ada di daerah tersebut. Salah satu sarana perhubungan
yang sangat penting dalam mendukung kelancaran kegiatan
perekonomian adalah jalan. Jalan merupakan prasarana pokok dalam
kelancaran arus barang dan jasa serta mobilitas penduduk antar wilayah.
Kondisi jalan yang baik akan memperlancar arus distribusi barang
dan jasa dari produsen baik dari satu daerah maupun antar daerah. Oleh
karena itu sebagai upaya membangun suatu daerah sudah seharusnya
daerah tersebut membenahi kondisi jalan sehingga akses daerah tersebut
juga semakin baik. Hal ini akan menjadi perhatian penting terlebih pada
daerah yang masih mengandalkan pertanian sebagai penopang
perekonomian mengingat sifat produk pertanian yang cepat rusak
sehingga kelancaran distribusi harus ditingkatkan. Tabel 15 berikut
menunjukkan panjang jalan di Kabupaten Wonogiri menurut status jalan,
jenis permukaan dan kondisi jalan :
46
Tabel 15. Panjang Jalan Menurut Status Jalan, Jenis Permukaan dan Kondisi Jalan di Kabupaten Wonogiri Tahun 2008
Jalan Negara
Jalan Provinsi
Jalan Kabupaten
No
Uraian
Panjang (km)
% Panjang (km)
% Panjang (km)
%
1. Jenis Permukaan 35,52 100 160,26 100 1029,62 100 a. Diaspal 35,52 100 160,26 100 801,49 77,85 b. Kerikil 0,00 0 0,00 0 180,53 17,53 c. Tanah 0,00 0 0,00 0 6,00 0,58 d. Beton 0,00 0 0,00 0 41,60 4,04
2. Kondisi Jalan 35,52 100 160,26 100 1029,62 100 a. Baik 5,35 15,06 19,07 11,89 623,19 60,52 b. Sedang 26,17 73,68 136,92 85,45 333,89 32,43 c. Rusak
d. Rusak Berat 4,00 0,00
11,26 0,00
4,27 0,00
2,660,00
67,145,40
6,520,53
Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Wonogiri Tahun 2008
Tabel 15 menunjukkan bahwa status jalan di Kabupaten Wonogiri
terbagi menjadi jalan negara, jalan provinsi dan jalan kabupaten. Jalan
yang terpanjang adalah jalan kabupaten, yaitu sepanjang 1.029,62 km.
Menurut jenis permukaannya, sebagian besar jalan kabupaten telah
diaspal yaitu sejumlah 77,85% dari total panjang jalan kabupaten
seluruhnya, 17,53% jenis permukaan jalan berupa kerikil, 4,04% berupa
beton, dan 0,58% masih berupa tanah. Dan menurut kondisi jalannya,
sebagian besar jalan kabupaten dalam kondisi baik yaitu sebesar 60,52%
dari total panjang jalan kabupaten seluruhnya, 32,43% jalan kabupaten
dalam kondisi sedang, 6,52% dalam kondisi rusak, dan 0,53% dalam
kondisi rusak berat. Jalan kabupaten yang sebagian besar kondisinya baik
dan telah diaspal tersebut menunjukkan bahwa arus transportasi di
Kabupaten Wonogiri cukup lancar. Jalan kabupaten mempunyai
pengaruh terhadap pemasaran dan pendistribusian produk dari produsen
ke konsumen, mengingat pemasaran anyaman tikar di Kabupaten
Wonogiri masih dalam lingkup pasar lokal dan belum sampai pemasaran
ke luar kota/ke luar kabupaten.
Jalan provinsi di Kabupaten Wonogiri mempunyai panjang 160,26
km dan jenis permukaannya berupa jalan aspal. Sebagian besar jalan
47
dalam kondisi sedang sejumlah 73,68% dari total panjang jalan provinsi
seluruhnya, 15,06% dalam kondisi baik dan 11,26% dalam kondisi rusak.
Jalan di Kabupaten Wonogiri yang paling pendek adalah jalan negara,
yaitu sepanjang 35,52 km dan telah diaspal, dengan sebagian besar jalan
dalam kondisi sedang sejumlah 85,45% dari total panjang jalan negara
seluruhnya, 11,89% dalam kondisi baik dan 2,66% dalam kondisi rusak.
2. Keadaan Sarana Perdagangan
Keadaan perekonomian yang maju juga didukung dengan adanya
sarana perekonomian yang memadai di daerah tersebut, salah satunya
adalah sarana perdagangan. Sarana perdagangan sangat menunjang
kelancaran kegiatan perekonomian suatu daerah sehingga dapat
meningkatkan pertumbuhan ekonomi serta kesejahteraan masyarakat.
Sarana perdagangan yg ada pada suatu dareah akan dapat berfungsi
dengan baik jika ada dukungan dari sarana dan prasarana lain termasuk
sarana transportasi seperti jalan, jembatan, bus, truk, angkutan, dan lain-
lain. Oleh karena itu, perlu upaya revitalisasi pasar sebagai sarana
perdagangan utama. Pada Tabel 16 berikut menunjukkan keadaan sarana
perdagangan yang terdapat di Kabupaten Wonogiri :
Tabel 16. Sarana Perdagangan di Kabupaten Wonogiri
No Sarana Perdagangan Jumlah 1. 2. 3.
Pasar Umum Pasar Desa Pasar Hewan
28 68 9
Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Wonogiri Tahun 2008
Tabel 16 menunjukkan bahwa jumlah pasar umum di Kabupaten
Wonogiri sebanyak 28 unit dan jumlah pasar desa sebanyak 68 unit,
dengan banyaknya jumlah pasar yang ada di Kabupaten Wonogiri maka
akan memudahkan kegiatan pemasaran anyaman tikar dari produsen ke
konsumen.
D. Keadaan Pertanian
Lahan pertanian di Kabupaten Wonogiri adalah berupa lahan sawah dan
lahan kering yang ditanami berbagai macam komoditi pertanian. Tabel 17
48
berikut ini menunjukkan tentang perincian penggunaan lahan pertanian di
Kabupaten Wonogiri tahun 2008 :
Tabel 17. Perincian Penggunaan Lahan Pertanian di Kabupaten Wonogiri Tahun 2008
No Uraian Luas (ha) Persentase (%) 1.
Lahan Sawah a. Irigasi Teknis b. Irigasi Setengah Teknis c. Irigasi Sederhana d. Irigasi Desa e. Tadah Hujan f. Pasang Surut
31.925 5.672 6.816 9.615
944 8.245
633
17,55 3,12 3,75 5,28 0,52 4,53 0,35
2.
Lahan Kering a. Pekarangan/Bangunan b. Tegal/Kebun c. Padang Rumput d. Rawa (Tidak Ditanami) e. Tambak f. Tidak Diusahakan g. Hutan Rakyat h. Hutan Negara i. Perkebunan j. Lain-lain
150.000 28.252 68.434
199 506
2 83
7.288 15.769
484 28.983
82,45 15,53 37,62 0,11 0,29
0,001 0,04 4,00 8,66 0,27
15,93 Jumlah 181.925 100,00
Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Wonogiri Tahun 2008
Berdasarkan Tabel 17, sebagian besar lahan di Kabupaten Wonogiri
berupa lahan kering yaitu seluas 150.000 ha atau sebesar 82,45% dari jumlah
seluruh luas lahan pertanian di Kabupaten Wonogiri. Penggunaan lahan kering di
Kabupaten Wonogiri sebagian besar untuk tegal/kebun sebesar 37,62%, untuk
lain-lain sebesar 15,93%, pekarangan/bangunan sebesar 15,53%, hutan
negara sebesar 8,66%, hutan rakyat sebesar 4%, rawa sebesar 0,29%,
perkebunan sebesar 0,27%, padang rumput sebesar 0,11%, tidak diusahakan
sebesar 0,04%, dan penggunaan lahan kering terkecil adalah untuk tambak
yaitu sebesar 0,001%. Penggunaan lahan pertanian di Kabupaten Wonogiri
sebagai lahan sawah meliputi 31.925 ha atau sebesar 17,55% dari luas
keseluruhan lahan pertanian di Kabupaten Wonogiri. Sebagian besar lahan
sawah di Kabupaten Wonogiri adalah lahan sawah dengan irigasi sederhana
yaitu sebesar 5,28%. Penggunaan lahan sawah yang lain adalah sawah tadah
49
hujan sebesar 4,53%, sawah dengan irigasi setengah teknis sebesar 3,75%,
sawah irigasi teknis sebesar 3,12%, sawah dengan irigasi desa sebesar 0,52%,
dan sawah pasang surut sebesar 0,35%. Dengan persentase penggunaan lahan
untuk sawah yang cukup memadai sebagai tempat budidaya mendong sangat
menunjang dalam ketersediaan bahan baku anyaman tikar
E. Keadaan Perindustrian
Sektor industri sampai saat ini masih merupakan salah satu sektor yang
memberikan sumbangan dalam perekonomian Kabupaten Wonogiri. Salah
satu industri yang saat ini berkembang di Kabupaten Wonogiri adalah industri
kecil termasuk di dalamnya adalah anyaman tikar. Data mengenai kelompok
industri kecil potensial di Kabupaten Wonogiri dapat dilihat pada Tabel 18
berikut ini :
Tabel 18. Data Kelompok Industri Kecil Potensial di Kabupaten Wonogiri Tahun 2007
No. Uraian Jumlah 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Jenis Industri (industri) Jumlah Unit Usaha (unit) Jumlah Tenaga Kerja (orang) Nilai Produksi (Rp) Nilai Mesin/Peralatan (Rp) Nilai Investasi (Rp) Nilai Penjualan/Tahun (Rp)
65 15.296 36.460
567.636.374 40.232.269
210.328.344 783.098.825
Sumber : Dinas Perindustrian Perdagangan Koperasi dan Penanaman Modal Kabupaten Wonogiri Tahun 2007
Berdasarkan Tabel 18 diatas dapat dilihat bahwa pada tahun 2007,
terdapat 65 jenis usaha industri kecil potensial di Kabupaten Wonogiri, yang
jumlah unit usahanya tercatat sebanyak 15.296 unit dengan jumlah tenaga
kerja seluruhnya sebanyak 36.460 orang. Nilai produksi usaha industri kecil
tersebut sebesar Rp 567.636.374,00, dengan nilai mesin/peralatan sebesar
Rp 40.232.269,00, nilai investasi sebesar Rp 210.328.344,00, dan nilai
penjualan/tahunnya sebesar Rp 783.098.825,00. Salah satu jenis industri yang
ada di Kabupaten Wonogiri adalah anyaman tikar (Tabel 1) dan jumlah
industri anyaman tikar terbanyak berada di Kecamatan Puhpelem (Tabel 2).
50
V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Identitas Responden
Identitas responden dalam penelitian ini merupakan gambaran secara
umum tentang keadaan responden yang meliputi umur, lama pendidikan
formal dan lama mengusahakan. Pada penelitian ini responden yang dipilih
meliputi pengrajin anyaman tikar, pemasok bahan baku, pedagang pengumpul
selaku lembaga pemasaran, konsumen, serta pesaing yaitu pengusaha
anyaman tikar dari luar Kecamatan Puhpelem.
1. Responden Pengrajin Anyaman Tikar
Identitas responden pengrajin anyaman tikar di Kecamatan Puhpelem
Kabupaten Wonogiri dapat dilihat pada Tabel 19 berikut.
Tabel 19. Identitas Responden Pengrajin Anyaman Tikar di Kecamatan
Puhpelem Kabupaten Wonogiri
No Identitas Responden Rata-rata (th)
1.
2.
3.
Umur (tahun)
Lama pendidikan formal (tahun)
Lama mengusahakan anyaman tikar (tahun)
50
6
27
Sumber : Analisis Data Primer
Faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan pengrajin anyaman
tikar dalam mengelola usahanya antara lain umur, pendidikan dan
pengalaman usaha. Dari hasil penelitian mayoritas umur responden
pengrajin adalah 50 tahun yang menunjukkan bahwa umur pengrajin
masih tergolong usia produktif, lama pendidikan formal yang diikuti yaitu
6 tahun atau setingkat dengan lulusan Sekolah Dasar serta pengalaman
mengusahakan anyaman tikar rata-rata adalah 27 tahun. Umur, pendidikan
dan pengalaman usaha anyaman tikar akan mempengaruhi pola pikir
pengrajin sehingga akan berpengaruh pada pengambilan keputusan dalam
pengelolaan dan pemasaran anyaman tikar mereka.
51
Pengrajin anyaman tikar melakukan kegiatan usaha menganyam
mendong menjadi anyaman tikar sebagai usaha sampingan. Keseluruhan
responden adalah wanita yang pekerjaan utamanya adalah petani.
Pengrajin melakukan usaha karena melihat pengrajin yang lebih dulu
menganyam serta terdorong ingin memanfaatkan waktu luang sekaligus
menambah pendapatan keluarga.
2. Identitas Responden Pemasok
Identitas responden pemasok yang dikaji dalam penelitian ini
meliputi: umur, lama pendidikan, dan pengalaman bekerja seperti pada
tabel berikut.
Tabel 20. Identitas Responden Pemasok Mendong
Responden N
o
Uraian
1 2 3
1
2
3
Umur (Tahun)
Lama Pendidikan
(Tahun)
Pengalaman Usaha
(Tahun)
45
6
20
49
4
20
4
6
6
1
5
Sumber : Analisis Data Primer
Tabel 20 dapat diketahui bahwa mayoritas umur responden pemasok
termasuk dalam umur produktif dengan tingkat pendidikan adalah 6 tahun
atau setingkat Sekolah Dasar (SD). Keseluruhan responden pemasok
mempunyai pengalaman bekerja sebagai pemasok mendong lebih dari 15
tahun. Dengan memiliki pengalaman bekerja mendukung para pemasok
untuk memiliki kemampuan dan pengetahuan dalam memasok mendong
sebagai bahan baku utama anyaman tikar kepada para pengrajin. Selain
itu, pemasok akan mengetahui karakteristik bahan baku yang diinginkan
pengrajin sehingga dapat berupaya memasok bahan baku sesuai keinginan
pengarajin. Kemampuan pemasok dalam mengatur pasokan bahan baku
49
52
dapat menunjang ketersediaan bahan baku dan kontinyuitas produksi
anyaman tikar.
3. Identitas Responden Lembaga Pemasaran
Identitas responden pedagang pengumpul selaku lembaga pemasaran
dalam pemasaran anyaman tikar di Kabupaten Wonogiri yang dikaji dalam
penelitian ini meliputi : umur, lama pendidikan, dan pengalaman usaha.
Adapun identitas responden seperti pada Tabel 21 berikut.
Tabel 21. Identitas Responden Pedagang Pengumpul Anyaman Tikar
Responden
o
Uraian
1 2 3
Umur (Tahun) 4
5
4
0
4
5
Lama Pendidikan (Tahun) 6 6 5
Pengalaman Usaha (Tahun) 1
5
1
0
1
5
Sumber : Analisis Data Primer
Tabel 21 dapat diketahui bahwa mayoritas umur responden pedagang
pengumpul anyaman tikar adalah 45 tahun yang termasuk dalam umur
produktif dengan tingkat pendidikan adalah 6 tahun atau setingkat dengan
SD. Sedangkan untuk pengalaman bekerja sebagai pedagang pengumpul
anyaman tikar adalah lebihdari 10 tahun. Dengan wawasan serta
pengetahuan yang dimiliki pedagang pengumpul selama
memperjualbelikan anyaman tikar dapat bermanfaat dalam rantai
pemasaran anyaman tikar. Kelancaran dalam pemasaran akan menunjang
keberadaan dan keberlanjutan usaha anyaman tikar.
4. Identitas Responden konsumen
Identitas responden konsumen pengguna anyaman tikar pada
penelitian ini adalah sebagai berikut.
Tabel 22. Identitas Responden Konsumen Anyaman tikar
53
Responden
o
Uraian
1 2 3
Umur (Tahun) 5
0
4
8
4
5
Lama Pendidikan 9 9 6
Pengalaman menggunakan
(Tahun)
2
2
2
5
2
0
Sumber : Analisis Data Primer
Tabel 22 menunjukkan bahwa mayoritas umur responden konsumen
adalah 48 tahun yang berarti konsumen termasuk dalam usia produktif
untuk bekerja dan menghasilkan pendapatan sendiri sehingga mempunyai
kemampuan untuk membeli anyaman tikar. Selain itu Tabel 22 juga
menunjukkan bahwa mayoritas lama pendidikan responden konsumen
adalah 9 tahun yang berati tingkat pendidikan responden konsumen
setingkat SLTP sehingga konsumen mempunyai pertimbangan rasional
dalam memutuskan untuk menggunakan anyaman tikar. Dengan lamanya
pengalaman konsumen menggunakan anyaman tikar menunjukkan
kesetiaan konsumen dalam menggunakan anyaman tikar.
5. Identitas Responden konsumen
Responden pesaing pada penelitian ini adalah pengusaha anyaman
tikar dari luar Kecamatan puhpelem yaitu dari Kecamatan Bulukerto
Kabupaten Wonogiri. Adapun identitas respondennya seperti pada Tabel
23 berikut.
Tabel 23. Identitas Responden Pesaing Pengrajin Anyaman Tikar
No Uraian Rata-rata(Tahun)
1. Umur responden 48
2.
3.
Lama pendidikan Lama mengusahakan
6
22,4
Sumber : Analisis Data Primer
54
Tabel 23 menunjukkan bahwa mayoritas umur responden pesaing
pengrajin anyaman tikar adalah 48 tahun yang menunjukkan responden
pesaing anyaman tikar termasuk dalam usia produktif untuk bekerja. Lama
pendidikan responden pesaing adalah 6 tahun yang menunjukkan
responden pesaing telah menyelesaikan tingkat pendidikan setingkat
Sekolah Dasar (SD). Selain itu pengalaman usaha selama 22,4 tahun
menjadikan responden pesaing memiliki kemampuan yang seimbang
dengan pengrajin anyaman tikar dalam pengelolaan usaha anyaman tikar.
B. Perumusan Strategi Pemasaran Anyaman Tikar di Kabupaten Wonogiri
1. Penentuan Tujuan Usaha
Setiap usaha berjalan berdasarkan tujuan yang ingin dicapai. Sebagai
salah satu industri kecil yang masih menerapkan manajemen sederhana,
industri anyaman tikar ini belum menentukan visi, misi, serta tujuan usaha
secara jelas dan tertulis. Namun, pengrajin anyaman tikar di Kabupaten
Wonogiri menjalankan usaha anyaman tikar bertujuan untuk
meningkatkan pendapatan keluarga. Oleh karena itu pengrajin anyaman
tikar berusaha untuk meningkatkan laba usaha dengan menjaga
kontinyuitas serta meningkatkan kualitas produk mereka. Dengan
memanfaatkan waktu luang, para pengrajin menganyam mendong menjadi
tikar mendong. Hal ini didukung oleh kemampuan dan ketrampilan dalam
menganyam serta kemauan mereka memanfaatkan potensi mendong yang
ada di daerah menjadi produk yang memiliki nilai ekonomi lebih tinggi
sehingga mendatangkan pendapatan yang lebih tinggi bagi pengusaha.
2. Analisis Faktor-Faktor Strategis
Strategi pemasaran anyaman tikar merupakan usaha untuk
meningkatkan pemasaran anyaman tikar baik di wilayah pemasaran
Kabupaten Wonogiri maupun wilayah pemasaran di luar Kabupaten
Wonogiri. Dengan menerapkan strategi pemasaran yang efektif diharapkan
mampu meningkatkan pendapatan pengrajin anyaman tikar. Perumusan
strategi pemasaran anyaman tikar diawali dengan menganalisis faktor
internal dan eksternal untuk mengidentifikasi faktor-faktor strategis yang
55
menjadi kekuatan dan kelemahan serta peluang dan ancaman dalam
pemasaran anyaman tikar di Kabupaten Wonogiri.
a. Analisis Faktor Internal
Analisis faktor internal dilaksanakan untuk mengidentifikasi
kekuatan dan kelemahan dalam pemasaran anyaman tikar selama ini
sebagai bahan pertimbangan dalam perumusan alternatif strategi
pemasaran. Adapun faktor internal dalam pemasaran anyaman tikar di
Kabupaten Wonogiri yaitu:
1) Sumber Daya Manusia
Sumber daya manusia merupakan faktor yang penting dalam
kegiatan pemasaran. Kualitas sumber daya manusia yang
berkecimpung dalam usaha anyaman tikar akan berpengaruh pada
keputusan maupun kebijakan-kebijakan yang diambil pengrajin dalam
memasarkan produknya. Rata-rata sumber daya manusia yang
berkecimpung dalam usaha anyaman tikar mempunyai tingkat
pendidikan formal yang cukup rendah yaitu setingkat Sekolah Dasar
(SD). Kondisi ini akan mempengaruhi kemampuan pengrajin dalam
mengelola usaha anyaman tikar terutama pola pikir serta wawasan
dan pengetahuan para pengrajin. Namun, dengan pengalaman usaha
yang mereka miliki, para pengrajin mampu mengelola dan
mempertahankan usaha mereka hingga sekarang. Selain itu, dengan
ketlatenan serta semangat kerja yang kuat para pengrajin mampu
menghasilkan karya kerajinan anyaman tikar dari bahan baku
mendong yang dapat diterima pasar.
2) Pemasaran
Pemasaran merupakan kombinasi dari empat variabel atau inti
dari sistem pemasaran. Empat variabel tersebut menunjukkan bagian
yang berpengaruh pada pemasaran anyaman tikar di Kabupaten
Wonogiri. Adapun empat variabel tersebut adalah:
a) Produk
56
Produk yang ditawarkan merupakan hasil anyaman dari
bahan baku berupa tanaman mendong menjadi anyaman tikar.
Kegunaan produk ini secara umum di masyarakat sebagai alas pada
saat pertemuan maupun alas tidur. Kualitas produk anyaman sering
dilihat berdasarkan kerapian dan kerapatan anyaman, kombinasi
serta kecerahan warna tikar, dan kelenturan anyaman. Selain itu,
dengan seleksi terhadap bahan baku yang digunakan dengan baik
berpengaruh pada kualitas anyaman yang dihasilkan Ukuran
anyaman tikar yang diproduksi adalah 2x3 m dan 1,5x2 m.
b) Harga
Harga merupakan variabel pemasaran yang berpengaruh
langsung terhadap laba yang diperoleh pengusaha. Pengrajin
menentukan patokan harga anyaman tikar berdasarkan ukuran
dengan pertimbangan biaya produksi serta laba yang diinginkan.
Pengaruh persaingan yang menuntut harga produk harus dapat
bersaing dengan produk yang lain menyebabkan pengrajin tidak
sembarangan dalam menetapkan harga. Namun demikian, harga
yang berlaku di pasar merupakan harga yang masih terjangkau oleh
konsumen. Harga di tingkat pengrajin berkisar Rp 40.000,- untuk 1
anyaman tikar ukuran 1,5x2 m. Sedangkan harga untuk 1 anyaman
tikar ukuran 2x3 m seharga Rp 60.000,-. Dengan harga tersebut
pengrajin mendapatkan laba sebesar Rp 20.000,00
c) Distribusi
Distribusi atau penyaluran produk anyaman tikar dari
pengrajin sebagai produsen kepada konsumen. Lancarnya arus
pendistribusian barang akan memperlancar penyampaian barang
tersebut ke tangan konsumen. Dalam pemasaran anyaman tikar ada
2 tipe saluran pemasaran yang digunakan yaitu :
Ø Saluran 1 ( Produsen Konsumen)
Dalam saluran pemasaran ini pengrajin tidak melakukan
pemasaran dari rumah ke rumah dengan tenaga penjual,
57
melainkan para konsumen secara langsung datang ke pengrajin
dengan sistem pesanan. Jika anyaman sudah jadi konsumen
dapat mengambil ke tempat pengrajin atau pengrajin yang
mengantarkan tikar ke tempat konsumen sesuai kesepakatan.
Konsumen yang datang ke pengrajin ini berasal dari kalangan
warga setempat ataupun relasi pengusaha.
Ø Saluran 2 (Produsen Pedagang Pengumpul Konsumen )
Pada saluran pemasaran kedua ini pengrajin anyaman tikar
mendistribusikan tikar mereka ke pedagang tikar di pasar
Puhpelem dan Pasar Bulukerto. Selanjutnya para pedagang
menjualnya kepada konsumen baik di pasar tersebut maupun
pasar di daerah lain yaitu Ponorogo dan Sampung Jawa Timur.
Para pedagang memasarkan di stan-stan yang mereka miliki di
berbagai pasar sesuai hari pasaran.
d) Promosi
Promosi yang digunakan dalam pemasaran anyaman tikar di
kabupaten Wonogiri selama ini hanya mengandalkan media
komunikasi dari mulut ke mulut. Oleh karena itu, dalam hal
promosi pengrajin terbantu oleh pedagang serta konsumen. Selama
ini belum ada inovasi sistem promosi yang dilakukan pengrajin
dalam mengenalkan produk anyaman tikar ini ke masyarakat yang
lebih luas dengan memanfaatkan perkembangan teknologi
informasi yang ada.
3) Kondisi Keuangan
Keuangan merupakan salah satu indikator kondisi dan
keberjalanan suatu usaha. Sebagai bagian dari keuangan modal
merupakan komponen yang cukup pokok dalam setiap usaha
termasuk pada usaha anyaman tikar di Kabupaten Wonogiri.
Keseluruhan pengrajin anyaman tikar menjalankan usaha ini dengan
mengandalkan modal pribadi yang jumlahnya terbatas. Untuk
mempersiapkan besarnya uang yang akan digunakan dalam usaha
58
anayaman tikar terkadang mereka mengalami kesulitan. Hal ini
dikarenakan prosedur peminjaman yang terlalu rumit untuk
mendapatkan pinjaman dana dari lembaga keuangan maupun instansi
Pemerintah yang terkait menjadikan para pengrajin menggunakan
modal sendiri dalam menjalankan usahanya.
Dalam hal manajemen keuangan pengrajin anyaman tikar juga
masih menerapkan sistem manajemen yang sederhana. Pengrajin
hanya memperhitungkan aliran keuangan usaha mereka tanpa
mencatat atau membukukannya secara rapi dan terstruktur. Oleh
karena itu, pengrajin tidak dapat mengkalkulasi secara tepat
keuangan usaha anyaman tikarnya.
4) Produksi/Operasional
Produksi merupakan suatu rangkaian kegiatan untuk merubah
input menjadi output. Dalam proses produksi pembuatan anyaman
tikar membutuhkan waktu produksi yang cukup lama karena
prosesnya yang lama dalam beberapa tahapan proses serta kegiatan
menganyam merupakan pekerjaan yang cukup rumit dan butuh
ketelatenan dalam kegiatannya. Sebelum melakukan penganyaman
pengrajin terlebih dahulu melakukan seleksi bahan dengan
memisahkan mendong yang utuh serta mempunyai panjang yang
sama untuk mendapatkan kualitas bahan baku yang baik. kemudian
melakukan pewarnaan selanjutnya mendong dikeringkan terlebih
dahulu baru kemudian dilakukan penganyaman. Kurang fokusnya
pengarajin dalam mengelola usaha anyaman tikar karena hanya
menjadikannya sebagai usaha sampingan manyebabkan waktu yang
dibutuhkan untuk menganyam 1 anyaman tikar dibutuhkan waktu 8-
10 hari. Adapun alur pembuatan anyaman tikar dapat dilihat pada
gambar berikut:
Bahan Baku Tanaman Mendong
Pewarnaaan Mendong
Seleksi Bahan Baku
Dikeringkan
59
Gambar 4. Pembuatan Anyaman Tikar
b. Analisis Faktor Eksternal
Analisis faktor eksternal bertujuan untuk mengidentifikasi faktor-
faktor kunci di luar pengrajin yang menjadi peluang dan ancaman dalam
pemasaran anyaman tikar. Adapun hasil analisis faktor eksternal adalah
sebagai berikut :
1) Pemerintah
Pemerintah merupakan salah satu elemen kelembagaan
pendukung dalam kegiatan UMKM. Peran pemerintah cukup
strategis dan berpengaruh terhadap kebijakan-kebijakan yang yang
berkaitan dengan perkembangan UMKM. Pemerintah melalui Dinas
Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi diharapakan dapat
berperan besar terhadap kemajuan UMKM di Kabupaten Wonogiri
termasuk pada usaha anyaman tikar ini. Adapun usaha-usaha yang
dilakukan pemerintah daerah untuk mendukung perkembangan
UMKM di Kabupaten Wonogiri adalah dengan melakukan
bimbingan-bimbingan terhadap proses produksi supaya produk
terlihat lebih menarik, memberi bantuan sarana produksi, pembuatan
brosur/leaflet profil tentang industri potensial, mengadakan pameran
dan promosi ke daerah lain serta mengadakan showroom untuk
memajang produk-produk dari UMKM binaan Dinas Perindustrian,
Perdagangan dan Koperasi Kabupaten Wonogiri.
2) Konsumen
Konsumen membeli suatu barang dan jasa bertujuan untuk
memenuhi kebutuhannya. Demikian juga konsumen anyaman tikar
60
di Kabupaten Wonogiri membeli anyaman tikar dengan karena untuk
memenuhi kebutuhan, yaitu menggunakan tikar sebagai alas tidur
ataupun untuk bersantai bersama keluarga. Masyarakat Kabupaten
Wonogiri yang masih sering mengadakan pertemuan baik pertemuan
keluarga maupun pertemuan masyarakat yang dilakukan dengan
membutuhkan tempat yang luas agar dapat menampung banyak
orang maka masyarakat menggunakan tikar sebagai alas. Oleh
karena itu, menjadikan tikar mendong masih diminati di Kabupaten
Wonogiri.
3) Pemasok
Pemasok merupakan orang yang berperan sebagai penyedia
bahan baku mendong untuk proses produksi anyaman tikar. Pasokan
berasal dari daerah sekitar Kecamatan Puhpelem. Para pengrajin
anyaman tikar mendapatkan bahan baku mendong dari petani yang
membudidayakan mendong kemudian memasoknya ke Pasar
Puhpelem. Harga mendong di pasar adalah Rp 7.000,-per ikat.
Kebutuhan bahan baku untuk anyaman tikar berukuran 2x3 m
sebanyak 4 ikat, sedangkan untuk anyaman tikar ukuran 1,5x2 m
membutuhkan bahan baku sebanyak 2 ikat mendong.
4) Pesaing
Pesaing pengrajin anyaman tikar berasal dari pengrajin sejenis
dari luar wilayah Kecamatan Puhpelem yaitu pengrajin dari
Kecamatan Bulukerto dan Purwantoro. Selain itu, persaingan juga
berasal dari adanya produk subtitusi berupa tikar berbahan plastik
dan karpet yang semakin luas pemasarannya serta dengan promosi
yang lebih intensif dan inovatif. Selain itu, produk subtitusi tersebut
juga menawarkan keunggulan produk mereka. Adanya persaingan
dalam pemasaran anyaman tikar menuntut pengrajin untuk dapat
menghasilkan produk yang mampu bersaing di pasar sehingga usaha
anyaman tikar mendong ini dapat terjaga kelangsungan hidupnya.
61
5) Lembaga Pemasaran
Lembaga pemasaran anyaman tikar di Kabupaten Wonogiri
terdiri dari pedagang pengumpul. Pedagang pengumpul berperan
mengumpulkan atau membeli produk dari para pengrajin anyaman
tikar kemudian menjualnya kepada konsumen. Para pengrajin
anyaman tikar mendistribusikan anyaman tikar mereka ke Pasar
Puhpelem pada hari wage atau ke Pasar Bulukerto pada hari pahing.
Para pedagang pengumpul mempunyai stan-stan di beberapa pasar
dan memasarkan anyaman tikar sesuai hari ramai di pasar yang
bersangkutan. Dalam pemasaran anyaman tikar menggunakan
saluran pemasaran yang cukup pendek sehingga harga di tingkat
konsumen masih terjangkau oleh konsumen serta margin yang
didapatkan juga lebih tinggi.
3. Identifikasi Faktor Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Ancaman
Berdasarkan hasil analisis faktor internal dan eksternal pada usaha
anyaman tikar, maka dapat diidentifikasi kekuatan, kelemahan, peluang dan
ancaman yang berpengaruh terhadap pemasaran anyaman tikar di
Kabupaten Wonogiri. Adapun hasil identifikasi tersebut seperti pada Tabel
24 berikut.
Tabel 24.Identifikasi Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Ancaman dalam
Pemasaran anyaman tikar di Kabupaten Wonogiri
Faktor Internal Kekuatan Kelemahan
Sumber Daya Manusia - Pengalaman usaha
- Ketrampilan menganyam
-Ketlatenan
-Kurang inovasi
-Usia tua
Pemasaran -Kualitas anyaman
-Saluran distribusi pendek
- Harga yang terjangkau
konsumen
- Promosi terbatas
62
Keuangan - Permodalan terbatas
- Pengelolaan
keuangan/pembukuan
belum tersusun secara
rapi
Produksi -Kontinyuitas produksi -Waktu produksi lama
-Variasi desain produk
kurang
Faktor Eksternal Peluang Ancaman
Pemerintah - Pelatihan
-Bantuan modal dengan
subsidi bunga
- Event pameran
-Showroom Produk kabupaten
-Alokasi anggaran
terbatas
Pemasok -Ketersediaan bahan baku
memadai
-Hubungan baik dengan
pemasok
- Kualitas bahan baku
di musim kemarau
menurun
- fluktuasi harga bahan
baku
Pesaing - Meningkatnya produk tikar plastik dan karpet
- Persaingan dari pengrajin sejenis
Lembaga pemasaran -Adanya langganan
Konsumen -Turunnya minat
konsumen pada
anyaman tikar
mendong
Teknologi -Perkembangan teknologi
informasi
Sumber : Analisis Data Primer
63
a. Identifikasi Faktor Kekuatan
1) Kualitas Anyaman
Pertimbangan konsumen dalam membeli suatu produk
adalah salah satunya dengan melihat kualitas produk yang akan
digunakan. Produk anyaman tikar yang ada di Kecamatan
Puhpelem ini menunjukkan kualitas yang sesuai dengan
permintaan pasar. Hal ini diwujudkan dengan keberlangsungan
usaha anyaman tikar hingga sekarang dan permintaan yang cukup
stabil. Dalam pelaksanaan penganyaman dilakukan seleksi bahan
baku sehingga berpengaruh pada kualitas anyaman yang
dihasilkan. Penilaian kualitas pada produk anyaman tikar lebih
ditekankan pada kerapatan dan kerapian anyamansehingga terlihat
kuat, kecerahan dan kombinasi warna yang bagus sehingga terlihat
tidak kusam dan menarik, serta kelenturan tikar yang dipengaruhi
kualitas bahan bakunya serta pewarnaan yang dilakukan sehingga
dengan kelenturan tikar tidak mudah rusak sekaligus mudah dalam
melipatnya. Anyaman tikar mendong yang dihasilkan pengrajin ini
mempunyai kualitas yang cukup bagus didukung adanya seleksi
bahan baku yang digunakan serta dilihat dari lenturnya anyaman
tikar yang dihasilkan dan rapatnya anyaman tikar mendong. Selain
itu, kombinasi warna yang menjadikan anyaman tikar terlihat
menarik dan cerah.
2) Pengalaman Produksi
Pengalaman produksi dalam menganyam sangat diperlukan
untuk menunjang anyaman tikar yang dihasilkan memiliki kualitas
yang baik. Semakin lama mereka mengusahakan anyaman tikar
semakin membuat mereka terlatih dan terampil dalam menganyam
tikar mendong.
Menganyam mendong merupakan pekerjaan yang cukup
rumit dan membutuhkan ketlatenan dari para penganyam agar
64
anyaman dapat selesai cepat dengan kualitas yang terjaga. Salah
satu hal yang mempengaruhi hasil anyaman adalah keterampilan
pengrajin dalam menganyam. Dengan ketrampilan pengrajin secara
turun temurun serta pengalaman yang cukup lama dalam
mengelola usaha sehingga mampu menjadikan usaha anyaman
tikar ini dapat bertahan dan berkembang sampai sekarang.
3) Kontinyuitas Produksi
Selama ini, para pengrajin senantiasa menjaga kontinyuitas
produksinya. Didukung dengan pasokan bahan baku yang terjamin
serta pengrajin senantiasa menganyam di waktu-waktu luangnya
menjadikan ketersediaan anyaman tikar ini akan senantiasa ada.
Selain itu, permintaan konsumen yang cukup stabil juga
mempengaruhi pengrajin untuk menjaga kontinyuitas produksi
anyaman tikarnya.
4) Saluran Distribusi Pendek
Distribusi merupakan proses penyampaian barang dan jasa
dari produsen ke konsumen. Adanya ketersediaan alat
pengangkutan dan pedagang pengumpul maupun tenaga penjual
lainnya membuat produk sampai ke tangan konsumen sehingga
dapat membantu dalam penyaluran produk anyaman dari produsen
kepada konsumen.
Saluran distribusi yang digunakan oleh pengrajin anyaman
tikar dalam menjual produknya adalah pedagang pengumpul.
Pengrajin menyalurkan anyaman tikar mereka kepada pedagang
pengumpul yang berada di pasar-pasar lokal sekitar Kecamatan
Puhpelem. Selanjutnya pedagang pengumpul yang memasarkan
anyaman tikar kepada konsumen melalui stan-stan yang mereka
miliki di beberapa pasar. Pendeknya saluran distribusi yang ada
pada pemasaran anyaman tikar ini berpengaruh pada harga satuan
tikar di tangan konsumen. Harga satuan anyaman tikar pada tingkat
konsumen masih terjangkau serta menunjukkan kesesuaian dengan
65
produk yang didapatkan. Dengan harga yang terjangkau
merupakan salah satu pertimbangan para konsumen dalam memilih
anyaman tikar ini sehingga akan berpengaruh pada tingkat
permintaan akan produk anyaman tikar.
5) Potensi Daerah
Anyaman tikar merupakan salah satu usaha potensial di
Kabupaten Wonogiri. Hal ini didukung kemampuan sumber daya
manusia untuk menganyam serta dengan adanya pembudidayaan
mendong oleh petani sebagai bahan pokok anyaman tikar. Dengan
adanya petani yang membudidayakan mendong, maka akan
menjamin pasokan bahan baku yang dibutuhkan dalam produksi
anyaman tikar. Oleh karena itu sampai saat ini masih banyak
pengrajin yang mengusahakan anyaman tikar. Sebagai salah satu
potensi daerah, maka usaha anyaman tikar mempunyai hak
mendapat perhatian pemerintah dalam pengembanganan usaha
anyaman tikar. Pembinaan dan pelatihan yang dilakukan
pemerintah menunjang kemampuan teknis pengusaha serta
kemampuan manajemen mereka. Selama ini pemerintah telah
melakukan pelatihan kepada pelaku usaha dalam rangka
meningkatkan manajemen usaha serta memberikan bantuan alat
yang dibutuhkan. Sehingga Peluang ini dapat dimanfaatkan oleh
pengarajin anyaman tikar untuk peningkatan dan pengembangan
usaha mereka.
b. Identifikasi Faktor Kelemahan
1) Kurang Inovasi Produk
Inovasi yang ada pada produk ini tergolong rendah, sehingga
produk tikar yang dihasilkan terkesan monoton. Selain karena
keterbatasan kreativitas pengrajin karena usia mereka yang
mayoritas sudah tua juga karena kekurangberanian pengrajin dalam
mencoba hal-hal baru yang memungkinkan membuat produk lebih
dapat bersaing di pasar. Produk yang dihasilkan sekedar yang
66
diterima konsumen pada saat sekarang. Desain anyaman tikar yang
diproduksi pengrajin menggunakan pola dan bentuk anyaman yang
sama saja.
2) Promosi Terbatas
Promosi anyaman tikar selama ini yang dilakukan oleh
pengrajin adalah dengan media mulut ke mulut. Para pengrajin
belum memanfaatkan kemajuan teknologi yang berkembang dalam
mempromosikan produk mereka. Selain karena keterbatasan
kemampuan dan pengetahuan dalam mengakses teknologi tersebut,
faktor keengganan dalam memanfaatkan teknologi baru
mempengaruhi pengrajin untuk tetap mempertahankan metode
promosi mereka.
Dengan hanya mengandalkan media promosi mulut ke mulut
maka jangkauan promosi anyaman tikar juga terbatas serta
membutuhkan jangka waktu lama. Meskipun metode ini
mempunyai keuntungan karena pengrajin terbantu oleh pedagang
dan konsumen dalam mempromosikan anyaman tikar. Namun
demikian, perlu upaya yang lebih baik dalam meningkatkan
jangkauan promosi sehingga anyaman tikar ini dapat dikenal oleh
masyarakat yang lebih luas.
3) Permodalan Terbatas
Salah satu hal yang menjadi sorotan dalam setiap usaha
adalah masalah permodalan. Pada usaha anyaman tikar permodalan
didapatkan dari kekayaan pengrajin sendiri. Adanya peluang
bantuan modal dari pemerintah seringkali para pengrajin sulit
mendapatkan karena prosedur yang masih cukup rumit bagi
kalangan pengrajin kecil. Oleh karena itu, pengrajin menjalankan
usaha ini dengan modal mandiri yang seadanya. Dengan adanya
keterbatasan modal, maka pengrajin kesulitan dalam
mengembangkan usaha serta termasuk dalam melakukan inovasi
pemasaran anyaman tikar.
67
4) Pengelolaan Keuangan/Pembukuan Belum Tersusun Rapi
Seperti halnya dengan usaha kecil yang lain, salah satu
kelemahan yang sering ditemui adalah terkait pembukuan
keuangan usaha yang belum tersusun secara rapi. Pengrajin hanya
mengadministrasikan keuangan dalam usaha mereka secara abstrak
tanpa dituliskan dalam pembukuan usaha secara rapi. Hal ini
menyebabkan informasi-informasi yang seharusnya dapat
dimanfaatkan sebagai pertimbangan dalam menentukan kebijakan
selanjutnya tidak terinventaris secara sempurna. Oleh karena itu,
pengrajin tidak dapat mengkalkulasi keuangan usaha secara tepat
dan akurat.
5) Pengrajin Kurang Fokus dalam Usaha
Rumitnya proses penganyaman mendong serta kurang
fokusnya pengrajin dalam mengelola usaha menyebabkan waktu
yang dibutuhkan dalam menyelesaikan anyaman tikar cukup lama.
Selain itu, karena pengrajin menjadikan pekerjaan menganyam
sebagai pekerjaan sampingan sehingga alokasi waktu yang
dicurahkan untuk menganyam adalah antara 2-3 jam setiap hari.
Hal ini menyebabkan waktu yang dibutuhkan untuk memproduksi
1 anyaman tikar berukuran 2x 3 m dapat mencapai 10 hari.
c. Identifikasi Faktor Peluang
1) Pelatihan dan Pembinaan
Perhatian Pemerintah dalam upaya mengembangkan UMKM
yang ada di Kabupeten Wonogiri adalah dengan menggiatkan
pelatihan dan pembinaan kepada pengrajin sehingga kemampuan
teknis ataupun kreativitas pengrajin juga meningkat. Selain itu,
pembinaan yang dilakukan juga bertujuan untuk perbaikan
manajemen UMKM. Sebagai salah satu industri kecil yang
mendapat perhatian pemerintah untuk memperoleh pelatihan dan
68
pembinaan adalah industri anyaman tikar dari bahan baku
mendong.
2) Bantuan Modal dengan Subsidi Bunga
Langkah Pemerintah dalam membantu masyarakat golongan
ekonomi lemah dalam mempertahankan usaha mereka adalah
melalui program bantuan modal dengan subsidi bunga. Hal ini
merupakan wujud perhatian Pemerintah dalam pemberdayaan
UMKM yang ada di Kabupaten Wonogiri. Program ini
dilaksanakan agar pengrajin mendapatkan tambahan modal dengan
tingkat bunga yang lebih rendah daripada lembaga keuangan
lainnya seperti bank. Untuk lebih memudahkan para pengrajin
dalam mengakses program ini, maka pemerintah senantiasa
melakukan perbaikan sistem dan aturan peminjaman sehingga
program ini dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat pelaku
UMKM yang membutuhkan tambahan modal.
3) Event Pameran dan Showroom Produk Kabupaten
Salah satu langkah promosi yang dapat dimanfatkan dalam
memperkenalkan produk-produk kabupaten adalah dengan adanya
showroom produk kabupaten yang dikelola oleh Dinas
Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi Kabupaten Wonogiri.
Hal ini dilakukan untuk memajang produk-produk UMKM binaan
Pemerintah Kabupaten Wonogiri sehingga lebih mudah dalam
menawarkan produk kepada calon pembeli mupun kepada para
investor serta wisatawan yang datang ke Wonogiri.
Selain itu, usaha pemerintah dalam memasarkan atau
memperkenalkan produk dari Kabupaten adalah melakukan
pameran ataupun dengan mengikuti pameran yang diselenggarakan
di kota lain. Dalam rangkaian promosi tersebut, Pemerintah juga
membuat leaflet mengenai produk-produk UMKM binaan Dinas
Perindustrian dan Koperasi Kabupaten Wonogiri. Dengan
pengoptimalan langkah ini diharapkan mampu meningkatkan
69
pemasaran produk-produk UMKM dari Kabupaten Wonogiri
sehingga mampu mengembangkan UMKM tersebut.
4) Perkembangan Obyek Wisata
Wilayah Kabupaten Wonogiri mempunyai beberapa obyek
wisata yang potensial untuk dikembangkan guna menarik
wisatawan datang ke Wonogiri. Pengembangan di bidang
pariwisata merupakan salah satu strategi yang dapat dimanfaatkan
Pemerintah Daerah Kabupaten Wonogiri untuk meningkatkan
pendapatan daerah. Adanya perkembangan obyek wisata
merupakan salah satu peluang yang dapat dimanfaatkan oleh para
pengrajin kerajinan termasuk kerajinan anyaman tikar untuk
meningkatkan pemasaran produk mereka sebagai salah satu
souvenir para wisatawan dari tempat wisata.
5) Ketersediaan Bahan Baku Memadai
Bahan baku anyaman tikar adalah tanaman mendong. Selama
ini masih banyak petani yang membudidayakan mendong,
sehingga ketersediaan mendong sebagai bahan baku utama
anyaman ini cukup terjamin. Ketika pasokan dari dalam daerah
kurang memenuhi, maka kebutuhan bahan baku didapatkan dari
pasokan luar daerah yaitu dari wilayah sampung kabupaten
Magetan Jawa Timur. Namun, perlu upaya pengrajin untuk dapat
mengkombinasikan mendong dengan bahan lain sehingga tidak
hanya menggantungkan pada mendong sekaligus juga sebagai
bentuk inovasi produk anyaman tikar.
6) Hubungan Baik dengan Pemasok
Adanya hubungan yang baik dengan pemasok menimbulkan
keuntungan bagi pengusaha. Salah satu bentuk keuntungan yang
diperoleh adalah ketika pengrajin membutuhkan bahan baku maka
pemasok akan segera memasok bahan baku mendong yang
dibutuhkan pengusaha. Selain itu, karena adanya rasa kepercayaan
yang sudah terjalin antara pemasok dengan pengrajin maka
70
pengrajin lebih mudah dalam mendapatkan bahan baku mendong
dengan kualitas yang baik.
7) Adanya Langganan Pedagang
Dalam hal pemasaran produk, pengrajin mempunyai
langganan pedagang pengumpul. Oleh karena itu, jika tidak ada
pembeli yang datang langsung ke tempat pengrajin maka pengrajin
dapat menjualnya ke pedagang pengumpul langganan mereka di
pasar Puhpelem. Dengan adanya langganan pedagang yang ada di
pasar Puhpelem pengrajin lebih mudah dalam menjual produknya
serta adanya keterjaminan produk mereka terjual.
8) Perkembangan Teknologi Informasi
Kemajuan jaman yang semakin tinggi mendorong
perkembangan peradaban manusia yang ke arah modern. Hal ini
berdampak pada perkembangan teknologi yang digunakan manusia
dalam memenuhi kebutuhannya. Salah satu bentuk kemajuan
terlihat pada teknologi informasi yang semakin canggih. Dengan
kecanggihan teknologi informasi dapat memfasilitasi manusia
untuk semakin cepat berkomunikasi dalam ruang lingkup yang
lebih luas dalam waktu yang singkat.
Adanya perkembangan teknologi informasi merupakan
peluang yang dapat dimanfaatkan para pengrajin dalam
maningkatkan pemasaran produk mereka. Salah satu
pemanfaatannya untuk melaksanakan fungsi pemasaran produk
baik untuk promosi maupun transaksi. Selain itu juga
mempermudah pengrajin mengakses informasi mengenai usaha
mereka sehingga dapat dijadikan sumber inspirasi dalam mengelola
usaha. Oleh karena itu dalam penerapannya para pengrajin harus
menentukan segmen pasar yang akan dituju sehingga jelas sasaran
promosi yang akan dilakukan.
71
d. Identifikasi Faktor Ancaman
1) Alokasi Anggaran Pemerintah dalam Pengembangan UMKM
Terbatas
Banyaknya industri potensial di Kabupaten Wonogiri yang
mengharapkan perhatian pemerintah dalam keberjalanan usahanya
menuntut alokasi anggaran pemerintah yang cukup tinggi pula.
Dengan keterbatasan anggaran yang dimiliki pemerintah harus
membagi prioritas anggaran sehingga tidak semua industri yang
ada di Kabupaten Wonogiri mendapat bantuan dari pemerintah
secara bersamaan. Misalnya dalam hal pelatihan, pemerintah harus
memilih industri yang prioritas untuk mendapat pelatihan lebih
dahulu.
2) Kualitas Bahan Baku di Musim Kemarau Menurun
Mendong sebagai bahan baku anyaman tikar merupakan
sejenis rumput-rumputan. Pada musim kemarau kualitas mendong
menurun karena terlalu kering dan mudah putus sehingga lebih
sulit dalam menganyamnya. Dalam mengatasi permasalahan
kualitas bahan baku memerlukan perlakuan yang lebih banyak agar
mendong lebih kuat sehingga mudah dianyam. Oleh karena itu,
waktu produksi yang dibutuhkan lebih lama lagi sehingga produksi
anyaman tikar pada musim kemarau mengalami penurunan baik
kualitas maupun kuantitasnya.
3) Fluktuasi Harga Bahan Baku
Mendong mempunyai masa panen yang hampir bersamaan
sehingga menyebabkan fluktuasi harga antara musim panen dan
musim paceklik. Seperti halnya padi atau produk pertanian pada
umumnya, ketika panen raya maka harga akan mengalami
penurunan dan sebaliknya pada saat bukan musim panen harga
kembali naik. Hal ini cukup mempengaruhi keberjalanan usaha
72
anyaman tikar sehingga pengrajin harus berusaha mengambil
kebijakan yang tepat agar tetap mampu menjual anyaman tikar
dengan harga yang stabil. Pada saat harga bahan baku melonjak
maka pengrajin berupaya meminimalkan penggunaan bahan baku
dengan merubah ukuran anyaman tikar.
4) Meningkatnya Produk Tikar Plastik dan Karpet
Kemajuan teknologi yang cukup pesat dalam peridustrian
menjadikan manusia terus berinovasi dalam menghasilkan produk-
produk yang sesuai dengan perkembangan peradaban manusia.
Demikian halnya dalam produk tikar atau dalam hal ini produk
yang berfungsi sebagai alas. Oleh karena itu, pada masa sekarang
marak bermunculan berbagai jenis produk tikar dari plastik serta
karpet yang dalam hal ini sebagi subtitusi dari tikar mendong.
Perkembangan jaman yang semakin maju mempengaruhi
sikap konsumen dalam menggunakan produk baik barang maupun
jasa. Selain itu, kecenderungan manusia untuk mencoba hal-hal
baru merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi minat
konsumen dalam menggunakan suatu produk. Salah satu tantangan
yang terasa pada pemasaran anyaman tikar adalah turunnya minat
konsumen dalam membeli tikar mendong. Hal ini dipengaruhi
adanya beragam produk pengganti anyaman tikar mendong yang
mempunyai fungsi sama dengan berbagai mode dan bahan yang
bervariasi.
Turunnya minat konsumen dalam menggunakan tikar
mendong ini dapat dilihat dengan menurunnya jumlah pengguna
tikar mendong. Pada jaman dahulu di wilayah sekitar penelitian
hampir setiap rumah atau keluarga mempunyai tikar mendong,
namun pada masa sekarang kondisi tersebut tidak ditemui lagi.
5) Persaingan dari Pengrajin Sejenis
Persaingan dalam pemasaran suatu produk antar pengrajin
merupakan hal yang tak terhindarkan lagi. Begitu pula dalam
73
pemasaran anyaman tikar di kabupaten Wonogiri. Banyaknya
pengrajin yang menghasilkan kerajinan anyaman tikar menuntut
para pengrajin harus mampu bersaing agar dapat mempertahankan
usahanya. Usaha yang dilakukan pengrajin dengan
mempertahankan kualitas anyaman tikar serta menjaga hubungan
baik dengan pemasok serta pedagang. Persaingan antar pengrajin
sejenis berasal dari pengrajin anyaman tikar yang dari Kecamatan
Bulukerto dan Kecamatan Purwantoro.
4. Alternatif Strategi
Alternatif strategi pemasaran anyaman tikar yang dapat diterapkan
dirumuskan dengan menggunakan analisis Matriks SWOT. Sebagai suatu
rangkaian dari tahap sebelumnya dalam matriks SWOT menggambarkan
secara jelas kekuatan dan kelemahan internal yang ada pada pemasaran
anyaman tikar dipadukan dengan peluang dan ancaman eksternal sehingga
dapat dihasilkan rumusan alternatif strategi pemasaran. Pada matriks
SWOT ini terdapat empat sel kemungkinan alternatif strategi yang
merupakan kombinasi dari faktor internal dan eksternal, yaitu strategi S-O,
strategi W-O, strategi W-T, dan strategi S-T.
Melalui identifikasi faktor-faktor internal dan eksternal maka
diperoleh kekuatan dan kelemahan serta peluang dan ancaman dalam
pemasaran anyaman tikar di Kabupaten Wonogiri. Perumusan alternatif
strategi pemasaran dipertimbangkan berdasarkan hasil dari identifikasi
faktor-faktor internal dan eksternal tersebut. Dengan mengkombinasikan
faktor internal dan eksternal maka diperoleh beberapa alternatif strategi
yang dapat diterapkan dalam pemasaran anyaman tikar di Kabupaten
Wonogiri, sebagaimana yang tertulis dalam matriks SWOT.
74
Tabel 25 Matriks SWOT Pemasaran Anyaman Tikar di Kabupaten
Wonogiri
Kekuatan-S
1) Kualitas anyaman 2) Pengalaman produksi 3) Kontinyuitas produksi 4) Saluran distribusi pendek 5) Potensi daerah
Kelemahan-W
1) Kurang inovasi 2) Promosi terbatas 3) Permodalan terbatas 4) Pengelolaan
keuangan/pembukuan belum tersusun rapi
5) Pengrajin Kurang fokus dalam usaha
Peluang-O
1) Pembinaan dan Pelatihan
2) Bantuan modal dengan subsidi bunga
3) Event pameran dan Showroom produk kabupaten
4) Perkembangan obyek wisata
5) Ketersediaan bahan baku memadai
6) Hubungan baik dengan pemasok
7) Adanya langganan pedagang
8) Perkembangan teknologi informasi
Strategi S-O
1. Meningkatkan kualitas SDM pengrajin dalam rangka meningkatkan daya saing produk serta memperkuat jejaring permodalan, promosi, dan pelanggan.
(S1,S2,S5,O1,O2,O3,O4, O7,O8)
2. Menjaga hubungan baik dengan pemasok untuk menjamin kontinyuitas bahan baku. (S1,S3,O5,O6,O7)
Strategi W-O
1. Optimalisasi penggunaan berbagai media dalam meningkatkan promosi (W2, O3,O4,O8)
2. Pemanfaatan fasilitas pemerintah untuk meningkatkan inovasi, permodalan, dan pemasaran. (W1,W2,W3,O1,O2,O4)
Ancaman-T
1) Alokasi anggaran Pemerintah dalam Pengembangan UMKM terbatas
2) Kualitas bahan baku di musim kemarau menurun
3) Fluktuasi harga bahan baku
4) Meningkatnya produk tikar plastik dan karpet
5) Persaingan dari pengrajin sejenis
Strategi S-T
1. Meningkatkan efisiensi produk dan margin dengan menggunakan saluran distribusi yang pendek (S1,S3,S4,T2,T3)
2. Menjaga kepercayaan konsumen dengan kualitas dan kontinyuitas produk melalui manajemen produksi yang lebih baik. (S1,S2,S3,T2,T3,T4,T5)
Strategi W-T
1. Meningkatkan inovasi dan promosi produk dengan melihat perkembangan pasar serta meningkatkan alokasi waktu pengusaha. (W1,W5,T4,T5)
2. Melakukan pencatatan data produksi dan penguatan dana mandiri. (W3,W4,T1,T2,T3)
Sumber : Analisis Data Primer
75
Pada Tabel 25 dapat ditunjukkan beberapa alternatif strategi yang
dapat diterapkan dalam pemasaran anyaman tikar di Kabupaten Wonogiri
antara lain :
a. Strategi S-O
Strategi S-O (Strength-Opportunity) atau strategi kekuatan-peluang
merupakan strategi yang menggunakan kekuatan internal untuk
memanfaatkan peluang eksternal. Alternatif strategi S-O yang dapat
dirumuskan adalah :
1) Meningkatkan kualitas SDM pengrajin dalam rangka meningkatkan daya
saing produk serta memperkuat jejaring permodalan, promosi, dan
pelanggan.
Pelaksanaan strategi ini didukung dengan adanya kekuatan berupa
pengalaman usaha yang menjadikan pengrajin mempunyai wawasan dan
pengetahuan mengenai usaha yang dijalankan. Selain itu juga, dengan
kualitas anyaman yang didukung oleh potensi daerah dalam menyediakan
bahan baku serta tenaga kerja yang terampil. Adanya peluang perhatian
dari Pemerintah Kabupaten Wonogiri terhadap UMKM yang diwujudkan
melalui pembinaan dan pelatihan serta adanya fasilitas penunjang
pemberdayaan UMKM yang ada di Kabupaten Wonogiri. Kekuatan yang
dimiliki tersebut diharapkan mampu memanfaatkan peluang-peluang yang
ada dalam meningkatkan pemasaran produk anyaman tikar.
2) Menjaga hubungan baik dengan pemasok untuk menjamin kontinyuitas
bahan baku.
Salah satu relasi yang perlu diperhatikan oleh pengrajin dalam
menjalankan usahanya adalah pemasok bahan baku. Hubungan yang baik
antara pengrajin dengan pemasok bahan baku akan berpengaruh pada
ketersediaan dan kualitas bahan baku untuk produksi anyaman tikar. Oleh
karena itu, upaya pengrajin untuk menjaga hubungan baik dengan
pemasok akan mempengaruhi kualitas anyaman tikar serta kontinyuitas
produksi sehingga akan menjaga loyalitas para pelanggan dalam
menerima produk mereka.
76
b. Strategi W-O
Strategi W-O (Weakness-Opportunity) atau strategi kelemahan-
peluang merupakan strategi untuk meminimalkan kelemahan yang ada
untuk memanfaatkan peluang eksternal. Alternatif strategi W-O yang
dapat dirumuskan adalah :
1) Optimalisasi penggunaan berbagai media dalam meningkatkan promosi.
Salah satu kelemahan pengrajin dalam dalam pemasaran anyaman
tikar adalah keterbatasan promosi yang dilakukan. Adanya berbagai
peluang yang ada terkait promosi produk yang diantaranya adalah event
pameran dan perkembangan teknologi informasi diharapkan dapat
dimanfaatkan secara optimal untuk menunjang promosi produk. Oleh
karena itu, keterbatasan dalam hal promosi dapat dikendalikan dengan
penggunaan media-media promosi yang saat ini berkembang.
2) Pemanfaatan fasilitas pemerintah untuk meningkatkan inovasi,
permodalan, dan pemasaran.
Adanya perhatian pemerintah terhadap pemberdayaan UMKM
merupakan peluang yang dapat dimanfaatkan pengrajin dalam
meningkatkan kualitas usaha mereka. Progam pembinaan dan pelatihan
yang dapat meningkatkan kualitas SDM pengrajin dalam manajemen
usaha serta bantuan permodalan dalam bentuk subsidi bunga. Selain itu,
adanya showroom yang digunakan untuk memajang produk UMKM serta
pameran dapat menunjang pemasaran produk. Beberapa fasilitas tersebut
dapat dimanfaatkan pengrajin untuk meminimalkan permasalahan dalam
hal inovasi produk, permodalan, dan pemasaran.
c. Strategi S-T
Strategi S-T (Strength-Threat) atau strategi kekuatan-ancaman
merupakan strategi untuk mengoptimalkan kekuatan internal yang
dimiliki dalam menghindari ancaman. Alternatif strategi S-T yang dapat
dirumuskan adalah :
77
1) Meningkatkan efisiensi produk dan margin dengan menggunakan saluran
distribusi yang pendek.
Ancaman dalam usaha anyaman tikar diantarnya adalah fluktuasi
harga bahan baku serta menurunnya kualitas bahan baku pada musim
kemarau. Hal ini akan mempengaruhi harga anyaman tikar dan biaya
produksinya. Untuk meminimalkan ancaman tersebut maka pengrajin
berupaya menjaga efisiensi produk dan margin pemasarannya dengan
menggunakan saluran distribusi yang pendek.
2) Menjaga kepercayaan konsumen dengan kualitas produk melalui
manajemen produksi yang lebih baik.
Perkembangan produk subtitusi anyaman tikar mendong yaitu tikar
plastik dan karpet perlu diwaspadai oleh pengusaha. Selain itu juga
keberadaan para pengrajin anyaman tikar sebagai pesaing mereka. Salah
satu upaya yang dapat dilakukan pengrajin dalam menghadapi persaingan
adalah dengan memanfaatkan kekuatan berupa kualitas anyaman yang
dimiliki dan kontinyuitas produk serta dengan menerapkan manajemen
produksi yang lebih baik diharapkan mampu menjaga loyalitas konsumen
dalam menggunakan anyaman tikar mereka. Oleh karena itu, pengrajin
harus mampu mengelola usahanya secara baik sehingga menjamin
kualitas dan kontinyuitas produksinya.
d. Strategi W-T
Strategi W-T (Weakness-Threat) atau strategi kelemahan-ancaman
merupakan strategi defensif untuk meminimalkan kelemahan internal
dan menghindari ancaman eksternal. Alternatif strategi yang dapat
dirumuskan adalah :
1) Meningkatkan inovasi dan promosi produk dengan melihat perkembangan
pasar serta meningkatkan alokasi waktu pengusaha.
Kelemahan dalam usaha anyaman tikar diantaranya adalah
keterbatasan dalam promosi serta kurangnya inovasi yang dilakukan
pengrajin terhadap produk anyaman tikar. Minimnya alokasi waktu yang
78
dicurahkan pengrajin dalam menganyam menyebabkan waktu pengerjaan
semakin lama. Untuk meminimalkan kelemahan- kelemahan tersebut
pengrajin dapat melihat perkembangan pasar sehingga mampu
melahirkan ide-ide kreatif dalam melakukan inovasi produk dan metode
promosi yang efektif serta pengetahuan pengelolaan usaha yang baik.
2) Melakukan pencatatan data produksi dan penguatan dana mandiri.
Salah satu kelemahan yang terdapat dalam usaha anyaman tikar
adalah pengelolaan keuangan atau pembukuan usaha yang belum rapi.
Hal ini akan berdampak pada kesulitan pengrajin dalam mengkalkulasi
keuangan dalam usahanya. Oleh karena itu, melalui pencatatan dalam
pengelolaan keuangan akan membantu pengrajin dalam menentukan
keputusan. Selain itu, pengrajin juga dapat mengetahui tingkat
pendapatan dari usaha anyaman tikar sehingga mampu mengatur aliran
keuangannya.
5. Prioritas Strategi
a. Meningkatkan kualitas SDM pengrajin dalam rangka meningkatkan daya
saing produk serta memperkuat jejaring permodalan, promosi, dan
pelanggan (5,66).
Kualitas produk merupakan salah satu pertimbangan suatu produk
dapat diterima pasar. Agar produk tersebut dapat bersaing di pasar, maka
kualitas harus menjadi perhatian setiap pengusaha. Salah satu upaya yang
dapat dilakukan untuk meningkatkan kualitas anyaman tikar di Kabupaten
Wonogiri adalah dengan meningkatkan kualitas SDM yang berkecimpung
dalam usaha anyaman tikar. Hal ini akan berpengaruh pada kemampuan
pengrajin dalam mengelola usaha mereka. Didukung pengalaman pengrajin
yang cukup lama dalam menggeluti usaha anyaman tikar serta adanya
program pemerintah untuk meningkatkan skill pengrajin akan
mempermudah pengrajin anyaman tikar untuk menerapkan strategi ini.
Selanjutnya kualitas SDM yang baik juga akan berpengaruh pada kemampuan
pengrajin dalam memperkuat dan menambah jaringan dalam permodalan,
promosi dan pelanggan sehingga usaha anyaman tikar akan semakin
berkembang.
79
Dalam rangka meningkatkan sumber daya pengrajin anyaman tikar
dapat dilakukan dengan mengikuti pembinaan dan pelatihan yang diadakan
pemerintah serta secara aktif meningkatkan motivasi dan pengetahuan
pengrajin dalam menjalankan usahanya. Oleh karena itu, adanya
perkembangan teknologi informasi yang semakin pesat pada masa sekarang
diharapkan mampu dimanfaatkan oleh para pengrajin untuk meningkatkan
pemasaran produk anyaman mereka.
Kualitas SDM yang baik akan berpengaruh pada kemampuan
manajemen usaha yang lebih baik sehingga mampu menghasilkan produk
dengan daya saing tinggi. Selanjutnya untuk mendukung hal itu, pengrajin
seharusnya berupaya mempererat jejaring permodalan sehingga akan lebih
kuat dari sisi permodalan. Meningkatkan relasi dan jaringan promosi serta
pelanggan untuk memperluas dan memperkuat pemasaran anyaman tikar.
b. Pemanfaatan fasilitas pemerintah untuk meningkatkan inovasi, permodalan,
dan pemasaran (5,26).
Kondisi masyarakat pengrajin anyaman tikar yang secara umum
memiliki tingkat pendidikan rendah berpengaruh pada pola pikir mereka
dalam mengelola usaha anyaman tikar. Selain itu, latar belakang
perekonomian pengrajin anyaman tikar yang kurang memberikan dukungan
permodalan menjadikan usaha ini juga kurang berjalan lancar. Sikap
pengrajin yang belum berani berinovasi secara mandiri dan masih
mengandalkan peran pemerintah dalam menjalankan usahanya.
Ada beberapa program/fasilitas yang diadakan Pemerintah Daerah
Kabupaten Wonogiri dalam upaya pemberdayaan usaha kerajianan di
Wonogiri. Dalam hal permodalan, pemerintah mempunyai program
pemberian bantuan modal dengan subsidi bunga, sehingga pengrajin dapat
memperoleh tambahan modal dengan bunga yang lebih rendah. Dalam hal
manajemen usaha pemerintah mengadakan pelatihan serta pemberian
bantuan alat. Oleh karena itu, setelah mengikuti pelatihan tersebut pengrajin
diharapkan mampu menerapkan ilmu yang sudah didapatkan selama
pelatihan pada usaha mereka. Pada bidang pemasaran produk, pemerintah
mengadakan pameran serta mengikuti pameran-pameran di daerah lain
80
untuk memperkenalkan produk dari Kabupaten Wonogiri. Selain itu, juga ada
showroom produk kerajinan Kabupaten Wonogiri untuk memajang produk
kerajinan dari Wonogiri.
c. Menjaga kepercayaan konsumen dengan kualitas dan kontinyuitas produk
melalui manajemen produksi yang lebih baik (5,34).
Adanya fluktuasi harga dan kualitas bahan baku merupakan salah satu
ancaman dalam pemasaran anyaman tikar. Dalam upaya mempertahankan
usahanya pengrajin harus mampu menjaga kualitas dan kontinyuitas produk
anyaman sehingga dapat menjaga loyalitas konsumen. Untuk itu, pengrajin
perlu menerapkan manajemen produksi yang lebih baik, misalnya dalam
seleksi bahan baku yang akan digunakan. Pada saat kualitas bahan baku
menurun pengrajin berusaha mengendalikannya dengan perlakuan agar
tetap dapat mempertahankan kualitas anyaman tikar yang dihasilkan.
Pengrajin harus menjaga kualitas anyaman tikar meskipun dalam
kondisi apapun. Karena kepercayaan konsumen yang sudah terbentuk dapat
hilang ketika konsumen mendapatkan kekecewaan dalam menggunakan
anyaman tikar mendong ini. Oleh karena itu, pengrajin dapat menerapkan
manajemen produksi yang lebih baik guna mempertahankan bahkan
meningkatkan kualitas produk anyaman tikar.
Tabel 26. Quantitative Strategic Planning Matrix (QSPM) Pemasaran Anyaman tikar di Kabupaten Wonogiri
Alternatif Strategi 1 2 3
Faktor-Faktor Strategis
BOBOT AS TAS AS TAS AS TAS
Faktor Kunci Internal
1. Kualitas Anyaman 0,13 4 0,48 4 0,48 4 0,36
2. Pengalaman produksi 0,11 4 0,33 4 0,22 4 0,33
3. Kontinyuitas produksi 0,11 4 0,44 4 0,33 4 0,33
4. Saluran distribusi pendek 0,09 3 0,18 3 0,09 3 0,18
5. Potensi daerah 0,09 3 0,14 3 0,14 3 0,14
6. Kurang inovasi 0,11 2 0,30 2 0,40 1 0,40
7. Promosi terbatas 0,11 2 033 2 0,44 1 0,22
8. Permodalan terbatas 0,09 1 0,30 2 0,40 1 0,20
81
9. Pengelolaan keuangan/pembukuan belum tersusun rapi
0,09
1 0,20 1 0,10 1 0,10
10. Pengrajin kurang fokus dalam usaha 0,07 2 0,09 1 0,18 2 0,36
Total Bobot 1,00
Faktor Kunci Eksternal
1. Pembinaan dan Pelatihan 0,09 4 0,36 4 0,36 4 0,36 2. Bantuan dan Subsidi bunga 0,06 4 0,24 4 0,24 4 0,24 3. Event Pameran dan showroom
produk Kabupaten 0,08
4 0,32 4 0,32 4 0,32
4. Perkembangan obyek wisata 0,06 3 0,18 4 0,24 4 0,24 5. Ketersediaan bahan baku memadai 0,08 4 0,32 3 0,24 4 0,32 6. Hubungan yang baik dengan
pemasok 0,08
3 0,24 3 0,24 3 0,24
7. Adanya langganan pedagang 0,07 4 0,28 3 0,21 4 0,28 8. Perkembangan teknologi informasi 0,07 4 0,28 4 0,28 4 0,28 9. Alokasi anggaran terbatas 0,08 2 0,16 1 0,08 1 0,16 10. Kualitas bahan baku di musim
kemarau menurun 0,08
2 0,16 1 0,08 1 0,08
11. Fluktuasi harga bahan baku 0,08 1 0,08 1 0,08 1 0,08 12. Meningkatnya produk tikar plastik
dan karpet 0,09
1 0,09 1 0,09 2 0,18
13. Persaingan dari pengrajin sejenis 0,08 1 0,08 1 0,08 2 0,16 Total 1,00 Total nilai daya tarik 5,66 5,26 5,34
Sumber :Analisis data primer
Berdasarkan hasil analisis menggunakan matriks QSP strategi pemasaran
terbaik yang dapat diterapkan dalam memasarkan anyaman tikar di Kabupaten
Wonogiri adalah alternatif strategi I yaitu meningkatkan kualitas SDM pengrajin
dalam rangka meningkatkan daya saing produk serta memperkuat jejaring
permodalan, promosi, dan pelanggan yang akan berpengaruh dalam peningkatan
kualitas teknis, kemampuan manajemen dan motivasi pengrajin anyaman tikar
dalam mengelola usaha mereka sehingga diharapkan mampu meningkatkan daya
saing produk anyaman tikar. Nilai TAS (Total Attractive Score) dari alternatif strategi
I sebesar 5,66 sekaligus nilai TAS tertinggi diantara nilai TAS alternatif strtaegi
pemasaran yang lain. Pelaksanaan alternatif strategi pemasaran berdasarkan nilai
TAS pada matriks QSP dilaksanakan dari nilai TAS strategi yang tertinggi, kemudian
tertinggi kedua, dan diikuti strategi urutan berikutnya sampai nilai TAS strategi yang
terkecil.
82
Melalui penerapan strategi pemasaran yang efektif yang dihasilkan dari analisis
matriks QSP diharapkan mampu meningkatkan pemasaran anyaman tikar di
Kabupaten Wonogiri. Dengan peningkatan pemasaran anyaman tikar akan
berpengaruh pada peningkatan pendapatan pengrajin serta kemajuan usaha
anyaman tikar sebagai salah satu usaha potensial di Kabupaten Wonogiri. Sehingga
strategi pemasaran tersebut dapat menunjang ketercapaian tujuan pengrajin yaitu
untuk meningkatkan pendapatan keluarga. Dalam pelaksanaannya perlu adanya
koordinasi yang lebih baik antara pengrajin dengan pemerintah sehingga dapat lebih
efektif hasil yang dicapai.
Dengan meningkatkan kualitas SDM pengrajin maka akan bermanfaat bagi
pelaksanaan usaha anyaman tikar. Pengrajin dapat menggunakan waktu luang
mereka untuk kegiatan yang bermanfaat dan sekaligus meningkatkan pendapatan
keluarganya. Peningkatan kualitas SDM juga akan meningkatkan kemampuan
manajemen pengrajin serta dalam mengakses segala hal yang dapat bermanfaat
untuk mengembangkan usaha anyaman tikar mendong mereka sehingga tujuan
usahanya dapat tercapai yaitu peningkatan pendapatan keluarga.
83
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian mengenai Strategi Pemasaran Anyaman
Tikar berbahan baku mendong di Kabupaten Wonogiri, dapat disimpulkan
sebagai berikut :
1. Faktor-faktor strategis dalam pemasaran anyaman tikar mendong di
Kabupaten Wonogiri meliputi :
a. Kekuatan : kualitas anyaman tikar, pengalaman produksi pengrajin,
kontinyuitas produksi anyaman tikar, saluran distribusi pendek, serta
merupakan salah satu potensi daerah.
b. Kelemahan : kurangnya inovasi, promosi terbatas, permodalan terbatas,
pengelolaan keuangan/pembukuan yang belum tersusun rapi, dan pengrajin
kurang fokus dalam usaha.
c. Peluang : adanya pembinaan dan pelatihan, bantuan dengan susidi bunga,
event pameran dan showroom produk kabupaten, perkembangan obyek
wisata, ketersediaan bahan baku memadai, hubungan yang baik dengan
pemasok, adanya langganan pedagang, serta adanya perkembangan
teknologi.
d. Ancaman : alokasi anggaran pemerintah dalam mengembangkan UMKM
terbatas, kualitas bahan baku di musim kemarau menurun, adanya fluktuasi
harga bahan baku, meningkatnya produk subtitusi berupa tikar dari plastik
dan karpet, serta persaingan antar sesama pengrajin anyaman tikar.
2. Alternatif strategi yang dapat diterapkan dalam memasarkan anyaman
tikar mendong di Kabupaten Wonogiri yaitu
e. Strategi S-O (Strength-Opportunity)
3) Meningkatkan kualitas SDM pengrajin dalam rangka meningkatkan daya
saing produk serta memperkuat jejaring permodalan, promosi, dan
pelanggan.
4) Menjaga hubungan baik dengan pemasok untuk menjamin kontinyuitas
bahan baku.
81
84
f. Strategi W-O (Weakness-Opportunity)
1) Optimalisasi penggunaan berbagai media dalam meningkatkan promosi.
2) Pemanfaatan fasilitas pemerintah untuk meningkatkan inovasi,
permodalan, manajemen produksi, dan pemasaran.
g. Strategi S-T (Strength-Threat)
1) Meningkatkan efisiensi produk dan margin dengan menggunakan
saluran distribusi yang pendek.
2) Menjaga kepercayaan konsumen dengan kualitas dan kontinyuitas
produk melalui manajemen produksi yang lebih baik.
h. Strategi W-T (Weakness-Threat)
1) Meningkatkan inovasi dan promosi produk dengan melihat
perkembangan pasar serta meningkatkan alokasi waktu pengrajin.
2) Melakukan pencatatan data produksi dan penguatan dana mandiri.
3. Berdasarkan analisis matriks QSP, menunjukkan bahwa prioritas strategi
yang dapat diterapkan dalam memasarkan anyaman tikar di Kabupaten
Wonogiri adalah dengan meningkatkan kualitas SDM pengrajin dalam
rangka meningkatkan daya saing produk serta memperkuat jejaring
permodalan, promosi, dan pelanggan.
B. SARAN
Berdasarkan kesimpulan dari penelitian ini dapat diberikan saran kepada
pihak-pihak sebagai berikut :
1. Pengrajin Anyaman Tikar
a. Sebaiknya ada regenerasi pengrajin untuk menjaga kelangsungan usaha
anyaman tikar mendong di Kabupaten Wonogiri.
b. Meningkatkan ketrampilan, pengetahuan dan kreativitas dalam diversifikasi
produk serta kemampuan manajemen usaha yang lebih baik dengan
mengakses informasi terkini mengenai industri kerajinan serta giat mengikuti
pembinaan dan pelatihan yang dilaksanakan pemerintah.
2. Pemerintah Kabupaten Wonogiri
a. Pembinaan dan pelatihan untuk generasi muda untuk meningkatkan
kemauan dan kemampuan pengembangan usaha anyaman tikar.
85
b. Menggalakkan pembinaan dan pendampingan kepada UMKM dalam rangka
meningkatkan semangat pengrajin untuk berkreasi dan berinovasi serta
peningkatan kualitas produk serta diversifikasi produk.
c. Menjadi fasilitator dalam mempertemukan lembaga keuangan dan lembaga
pemasaran dengan pengrajin (forum pertemuan bisnis).
d. Meningkatkan promosi produk UMKM melalui pameran, promosi online, dan
showroom.
86
DAFTAR PUSTAKA
Anonima, 2006. RPJMD Kabupaten Wonogiri. Bappeda Kabupaten Wonogiri.
Anonimb, 2006. Komoditi Binaan Direktorat Jenderal Perkebunan. http://ditjenbun.deptan.go.id. Diakses tanggal 19 Juni 2010
Anonim, 2007. Kelompok Industri Kecil Potensial di Kabupaten Wonogiri. Disperindagkop Kabupaten Wonogiri.
Anonima, 2008. Ekonomi dan Bisnis. http://www.wonogirikab.go.id. Diakses tanggal 13 januari 2010.
Anonima, 2008. Pembuatan Tikar Dari Mendong. http://www.solo-kedu.com Diakses tanggal 13 januari 2010
Anonimb, 2008. Analisis Pengaruh Strategi Pemasaran Terhadap Volume Penjualan Benih Padi Unggul Pada Pt Sang Hyang Seri (Persero) Kulonprogo. http//www.skripsi-thesis.com. Diakses tanggal 13 januari 2010
Anonim, 2009. Kerajinan Tasik, Pengembangan Terpadu Industri Kreatif. Kemenegkopukm. http//www.mediacenterkopukm.com. Diakses tanggal 19 juni 2010
Bappekab Sidoarjo, 2008. Penyusunan Recana Induk Pengembangan Terpadu Usaha Kecil Menengah dan koperasi Kabupaten Sidoarjo. http//www.sidoarjokab.go.id. Diakses tanggal 13 Januari 2010
Bungin, B. 2003. Analisis Data Penelitian Kualitatif :Pemahaman Fisolofi dan Metodologis ke Arah Penguasaan Model Aplikasi. PT RajaGrafindo Persada. Jakarta
David, F R. 2004. Manajemen Strategis Konsep-Konsep. Terjemahan. PT. Indeks Kelompok Gramedia. Jakarta.
Endi, 2009. Strategi Pemasaran. http://go-kerja.com/strategi-pemasaran Diakses tanggal 25 Januari 2010
Gulo,W. 2002. Metodologi Penelitian. Gramedia Widiasarana Indonesia. Jakarta.
Harisudin, M. 2009. Manajemen strategi. Handout perkuliahan Fakultas Pertanian Universitasa Sebelas Maret Surakarta
Hastuti, RW. 2008. Kerajinan Enceng Gondok (Studi Kasus Pada Industri Rumah Tangga di Desa Tegaron Kecamatan Banyubiru Kabupaten Semarang). Skripsi FKIP UNS. Surakarta
Hunger, J. David and Thomas L Wheelen. 2003. Manajemen Strategis.Penerbit Andi. Yogyakarta.
84
87
Ilmanoz, 2008. Strategi Pemasaran dan Pengendalian Mutu Produk. http//.www.Indoskripsi.com. Diakses tanggal 13 januari 2010
Kotler, P. 1992. Manajemen Pemasaran. Erlangga. Jakarta
Kusuma, Bagus. 2009. Mengapa Visi dan Misi Perusahaan itu?. www. arthapanghuripan.blogspot.com . Diakses tanggal 13 januari 2010
Mantra, I.B. 2003. Demografi Umum. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.
Pratama, 2009. Anyaman. http//www.educationsyndicate.blogspot.com. Diakses tanggal 8 Februari 2010.
Rangkuti, F. 2001. Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Salusu, J. 2003. Pengambilan Keputusan Strategik. PT Gramedia Widiasarana Indonesia. Jakarta
Singarimbun, M dan Effendi, S. 1995. Metode Penelitian Survai. LP3ES.
Jakarta.
Sugiyono. 2006. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Alfabeta. Bandung.
Surakhmad, W. 1998. Pengantar Penelitian Ilmiah Dasar, Metode dan Teknik. CV Tarsito. Bandung.
Susilowati, S H, 2007. Peran Sektor Agroindustri dalam Perekonomian Nasional dan Pendapatan Rumah Tangga Pertanian. http://pse.litbang.deptan.go.id. Diakses tanggal 8 Juni 2010.
Umar, H. 2002. Strategic Management in Action. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta
Winarsih, S. 2005. Strategi Pemasaran Ekspor Furniture (Studi Kasus pada PT Amalia Surya Cemerlang Kabupaten Klaten Propinsi Jawa Tengah). Fakultas Ekonomi UNS. Surakarta
88