Strategi dalam Membangun Kembali Kemandirian PengadHan …

14
RusH Muhammad. Strategi dalam Membangun Kembali Kemandirian... Strategi dalam Membangun Kembali Kemandirian PengadHan di Indonesia . Rusli Muhammad Abstract The independence of the court has been regardedand it has guarantee in constitution, butin action, especially the action of cn'minal lawenforcement in Indonesia, the indepen dence of the court is in the lowest rankeven buried. To rebuild the independence of the court, such that, the correlation of the court with other component is unseparable, for instance,structure, regulation,, and personal components of the court. With consideration ofthe court component, thestrategyinrebuilding oftheindependence ofthe court is done through taking reconstnictionofthe court, the reform ofregulation andrevitalization of the court. Pendahuluan. Kemandirian pengadiian menjadi keharusan bagi setiap negara yang mengkiaim dirinya sebagal negara hukum karena pada negara yang demikian Itulah mampu mengantarkan negara itu melaksanakan hukum secara konsekuen. Pengalaman telah membuktikan, bahwa, jika mengabalkan kemandirian pengadiian maka proses penegakan hukum yang berintikan keadilan akan macet dan kalau masih teriihat beijalan, maka dasar kepentingannya bukan untuk keadilan melainkan demi kepentingan tertentu. Kemandirian pengadiian secara teoritik dan konsepsional dalam berbagai literatur, sebenarnya telah diakui dan telah banyak dibicarakan. Namun di dalam kenyataannya balk di dalam peraturan perundang-undangan dan terutama dalam praktek penegakan hukum pidana di Indonesia, kemandirian pengadiian tersebut tidak. sebaik dengan apa yang tertulis itu. Sebaliknya, kemandirian pengadiian adalah sangat lemah, bahkan sangat buruk. Lembaga ini bukan lag! sebagal lembaga independen tapi .telah menjadi lembaga dependenyang hanya memihak dan melayani kepentingan-kepentingan golongan penguasa dan pengusaha. Tingkat kemandirian pengadiian seperti itu sungguh memprlhatlnkan, mengingat peran-peran yangdiembannya adalah sungguh mutia yang menempatkannya sebagal lembaga 15

Transcript of Strategi dalam Membangun Kembali Kemandirian PengadHan …

RusH Muhammad. Strategi dalam Membangun Kembali Kemandirian...

Strategi dalam Membangun Kembali KemandirianPengadHan di Indonesia .

Rusli Muhammad

Abstract

The independence of the court has been regardedand it has guarantee in constitution,butinaction, especially the action ofcn'minal lawenforcement in Indonesia, the independence of the court is in the lowest rankeven buried. To rebuild the independence of thecourt, such that, the correlation of the court with other component is unseparable, forinstance,structure, regulation,, and personal componentsof the court. With considerationofthecourt component, thestrategyinrebuilding oftheindependence ofthe court is donethrough taking reconstnictionofthe court, thereform ofregulation andrevitalization ofthecourt.

Pendahuluan.

Kemandirian pengadiian menjadikeharusan bagi setiap negara yangmengkiaim dirinya sebagal negara hukumkarena pada negara yang demikian Itulahmampu mengantarkan negara itumelaksanakan hukum secara konsekuen.

Pengalaman telah membuktikan, bahwa, jikamengabalkan kemandirian pengadiian makaproses penegakan hukum yang berintikankeadilan akan macet dan kalau masih teriihat

beijalan, maka dasar kepentingannya bukanuntuk keadilan melainkan demi kepentingantertentu.

Kemandirian pengadiian secara teoritikdan konsepsional dalam berbagai literatur,sebenarnya telah diakui dan telah banyak

dibicarakan. Namun di dalam kenyataannyabalk di dalam peraturan perundang-undangandan terutama dalam praktek penegakanhukum pidana di Indonesia, kemandirianpengadiian tersebut tidak. sebaik dengan apayang tertulis itu. Sebaliknya, kemandirianpengadiian adalah sangat lemah, bahkansangat buruk. Lembaga ini bukan lag! sebagallembaga independen tapi .telah menjadilembaga dependenyang hanya memihak danmelayani kepentingan-kepentingan golonganpenguasa dan pengusaha.

Tingkat kemandirian pengadiian sepertiitu sungguh memprlhatlnkan, mengingatperan-peran yangdiembannya adalahsungguhmutia yangmenempatkannya sebagal lembaga

15

yang terhormat. Apakah tingkat kemandirianpengadilan yang demikian masih dapatdiperbaiki,. dikembalikan sebagaimanadiisyaratkan oleh konstitusi? Banyak orangyang merasapesimis akan hal itu, karena bagimereka kemandirian memang sulit untukdiwujudkan apalagi dengan kondisi sepertisekarang, di mana budaya korup masihbagian dari kehidupan nyata dan sistemrekruitmen serta dominasi kekuasaan

eksekutif belum berubah. Namun demikianapakah sikap pesimistik ini tetap dibiarkandan tetap membiarkan kondisi kemandirianpengadilan tetap terpuruk seperti itu?Tentunya tidak! Oleh karena itu upaya untukmemperbaiki dan membangun kembalikemandirian pengadilan tetap harusdiperjuangkan. Persoalannya adalah strategibagaimana yang dapat dilakukan dalammembangun kembali kemandirian pengadilanitu? Persoalan inliah yang akandisoroti dalamtulisan ini.

Untuk menentukan strategi di dalammembangun kembali kemandirianpengadilan, kiranya perlu memperhatikanberbagai teori yang dapat menjadi dasarpijakan di dalam menentukan dan memilihlangkah-langkah yang strategis itu, dan untukkebutuhan ini beberapa teori cukup relevanuntuk dapat digunakan.

Pada kajian sosiplogis memperiihatkanadanya kekuatan-kekuatan yang berpengaruhyang saling berhubungan secara timbal balikdi dalam melakukan sebuah perekayasaan

masyarakat. Oleh karenaitu menarik apa yangdikatakan olehSeidmen yang menggambarkanadanya tiga kekuatan pengaruh yang secaratimbal ballk saling berhubungan dalamkaitanriya dengan Social engineering. Ketigakekuatan tersebut adalah:^ Pertama,

pembentuk undang-undang. Kedua,pemegang peranan (warga negara) danketiga adalah pelaksana. Ketiga kekuatan,inilah yang secara bersama-sama danseimbang perlu mendapat perhatian, artinyatidak akan mungkin sebuah undang-undangyang dihasilkan oleh pembentuk undang-undang berjalan dengan efektif tanpamemperhatikan pemegang peran danpelaksananya, demikian pula seballknya. Olehkarena itu pemahaman yang menyeluruhkepada masing-maslng kekuatan itu harusmendapat perhatian sewajarnya, termasukjuga di dalam menentukan strategi pembangunankembali kemandirian pengadilan.

Selain ajaran tersebut di atas, ajaranFriedman tentang sistem hukum (legal system) perlu pula mendapat perhatian. MenurutLawrence M. Friedman mengatakan bahwa,sistem hukum terdiri dari 3 (tiga) komponen,yakni Structure, Substance dan legal Culture.'Komponen struktur yang dimaksud adalahbentuk yang permanen, badan institusi yangbekerja mengikuti proses-proses dalambatasan-batasannya. SubstansI adalah norma-norma atau aturan-aturan aktual yangdigunakan oleh institusi yang menentukancara-cara menggambarkan suatu perilaku

Robert B. Seidman, dalam Sa^i'pto Rahardjo, Hukum dan Perubahan Sosial (Bandung: PenerbitAlumni,1983), him. 161.

' Lawrence M. Friedman, The Legal System. ASocial Science Perspective (New York: Russell SageFoundation, 1975), him. 14-15. LIhat juga dalam bukuiiya yang Iain yakni. Law and Society An Introduction(United States ofAmerica: Prentice-Hall, Inc,. Rnglewood Cliffe, N.J. 07632,1977), him. 6-9.

16 JURNAL HUKUM. NO. 26 VOL 11. MB 2004: 15-28

Rusli Muhammad. Strategi dalam Membangun Kembali Kemandiiian...

dan menentukan kemungkinan ke arah manabertindak. Sementara budaya hukum adalahelemen sikapdan nilai sosial yang diwujudkandi dalam tingkah laku konkn't masyarakat.

Berdasarkan ajaran-ajaran tersebut diatas, maka ruang iingkup strategi yang akandigunakan berkisar pada kekuatan-kekuatanyang berpengaruh dan terutama padakomponen-komponen sistem hukum itu.Artinya komponen-komponen sistem hukumtersebut akan menjadi titik perhatian sekaligussebagai batasan didalam menentukanstrategimembangun kembali kemandirianpengadilan. Ini dilakukan karena komponenitu sekalipun memiliki fungsi yang berbedanamun ketiganya memiliki pengaruh yangkuatdidalamsebuah perekayasaan sosial menujusuatu cita-cita yang mulia, termasuk diantaranya adalah "kemandirian pengadilan'.Dengan batasan yang demlkian makastrategiyang dapat dilakukan adalah restrukturisasipengadilan, reformasi terhadap peraturanperundang-undangan dan revitalisasipengadilan. Untuk lebih jelasnya masing-masing strategi ini akan diuralkan berikut ini.

Restrukturisasi Pengadilan

Gagasan untuk melakukan restrukturisasipengadilan tidak terlepas darl keadaanstruktural yang ada dl pengadilan. Persoalan-persoalan struktural yang sangat krusia!selama ini adalah domlnannya kekuasaan

eksekutif terhadaplembaga (badan) peradilanyang notabene sebagai lembaga pemegangdan pelaksanaan kekuasaan kehakiman.Keterlibatan kekuasaan eksekutif yangdirasakan sangat mengganggu adalah padaurusan organisasi, administrasi dan finansial.Pada bidang ini, pengadilan tidak memilikikewenangan membinanya dan mengontrolnya,meiainkan berada pada lembaga eksekutifyakni pada Departemen yangmembawahinya.^Restrukturisasi terhadap persoalan inisebenarnya telah dilakukan melaluiamandemen UUD 1945 dan dengandikeluarkannya undang-udnang baru tentangKekuasan Kehakiman yakni UU Nomor 4Tahun 2004. Namun realisasinya hingga saatini beium juga dilaksanakan.

Persoalan struktural Iain yang cukupmenarik adalah menyangkut rekruitmenhakim. Rekruitmen hakim pada semuatingkatan pengadilan baik hakim PengadilanNegeri, hakim Pengadilan TInggi maupunhakim Mahkamah Agung, termasuk penentuanketua Mahkamah Agung, tenjtama berkaltandengan prosedur^dan kelembagaannyaadalah menjadi urusan dan didominasi olehkekuasaan eksekutif.

Dominasi kekuasaan eksekutif ini sedikit

agak berk'urang pada zaman reformasiditandai dengan ikut andilnya peran lembagalegislatif di dalam menentukan calon HakimAgung termasuk didalam hal pemillhan ketuaMahkamah Agung. Barangkall diharapkan

®Departemen yang dimaksudkan melakukan pembinaan dankontro! dibidang organisasi, administrasidanfinansial adalah Departemen kehakiman untuk Peradilan Umum, Departemen Hankam untuk PeradilanMiliter dan Departemen Agama untuk Peradilan Agama. Secara juridls kondisi ini teiah berubah dengandikeluarkannya UU No. 35Tahun 1999yangkemudian dicabut oleh UU No. 4 Tahun 2004, namun secara defacto pembinaan dankontrol seperti itu hingga sekarang masih berlangsung.

17

dengan adanya fit andproper test dari DPR,persoalannya dapat berkurang, namun justrusebaliknya persoalannya semakin berkembangsebab semakin bertambahnya kekuasaanyang mencampuri kekuasaan yudlkatif.

Tidak kalah menarlknya denganrekruitmen hakim, jaminan kekebalan dankesejahteraan kcmponen peradiian khususnyahakim adalah juga persoaian struktural yangsangat memprihatinkan. Selama Inikekebalan hakim adalah sangat rapuh karenabelum adanya jaminan undang-undang yangmemberi perlindungan terhadap persoaiantersebut. Tidak adanya perlindungan tersebutdapat menimbulkan keraguan dankekhawatiran pada setiap individu hakim didalam melaksanakan tugasnya. Oleh karenaitu adalah sangat wajar jika 'di dalammengtiadapi perkara yang penuh dengan risikobaik pada keselamatan badan dan nyawa,maupun pada profesinya selaku hakim, akanlebih memilih mencari selamat ketimbangmemutuskan sesuai dengan hati nuraninyaataupun tuntutan keadilan hukum.

Tak kalah pentingnya pula adalahmasalah kesejahteraan hakim. Masalah ini

' sangat memprihatinkan, gaji dan tunjangansosial masih jauh lebih rendah biladibandingkan dengan gaji atau tunjanganwakil-wakil rakyat di DPR, belum lagi biladibandingkan dengan manajer atau direktursuatu perusaHaan baik milik riegara maupunmilik swasta. Cobalah bandingkan dengan gajiseorang direktur bank milik negara atau milikswasta, sungguh luar biasa jauhnya bagaikanbumi dengan langit. Bagaimana para hakimakan sanggup menahan berbagai godaanketika ia harus bekerja dengan tanggungansekian keluarga, sementara gajinya hanyasekedar cukup menyambung hidup .

Rendahnya gaji para hakim akan sulitmembentengi dirinya bila mana berbagairayuan yang bertubi-tubi dari pihak-pihak yangberperkara yang amat mungkin menawarkanuang jasa dengan jumlah beratus kali lebihbesar dari gaji resmi yang diterimanya tiapbulan. Sudah sekian banyak fakta yangditemukan di mana benteng pertahananhakim telah diruntuhkan oleh pendapatankotor yang illegal dari pihak-pihak yang jugatidak bertanggung jawab. Sekiranya bentengpertahanan para hakim masih didukung olehmoral atau akhlak yang mulia, barangkaliberbagai rayuan dan bujukan iblis berwujudmanusia itu, tetap dapat dipertahankan sekaiipun gaji hanya pas-pasan untuk hidup.Sayangnya hakim yang berakhlak mulia itusekarang ini, jumlahnya sangat sedikit.

Persoaian kewenangan melakukan HakUji Materiil {Judicial Review) terhadap semuaperaturan perundang-undangan adalah jugapersoaian struktural yang perlu pula mendapatperhatian. Selama ini lembaga pengadilan(Mahkamah Agung) hanya berhak mengujiperaturan perundang-undangan di bawahundang-undang. Jika menyangkut Undang-undang Mahkamah Agung tidak memilikikewenangan untuk itu, sementara persoaianyang muncul di sekitar undang-undang adalahcukup banyak.

Sederetan "persoalan-persoalan strukturaltersebut di atas dapat saja menjadi penyebabnielemahnya kemandiriari pengadilan dan bilatetap dibiarkan tidak saja melemahkankemandirian pengadilan namun akanmerembet pula pada proses penegakanhukum. Oleh karena itu, dengan langkahrestrukturisasi diharapkan dapat menghasilkanbentuk-bentuk struktur baru yang mendukungterbentuknya kemandirian pengadilan.

18 JURNAL HUKUM. NO. 26 VOL 11. ME! 2004:15-28

Rusli Muhammad. Strategi dalam_Membangun Kembali Kemandirian...

Reformasi Peraturan Perundang-undangan '

Salah satu iangkah starategi yang dapatdilakukan dalam membangun kembalikemandirian pengadilan adalah denganmelakukan reformasi terhadap berbagaiperaturan perundang-undangan khsusnyaperaturan-peraturan yang berkaitari dengankekiiasaan kehakiman yang secara tegasataupun secara samar-samar membatasikemandirian pengadilan.

Adalah wajarjika Pada Era Reformasi inikita akan kembali mengoreksi kehidupanperaturan perundang-undangan yang ada,yang berarti bahwa selain bidang lainnya,bidang hukum adalah satu hal yang amatmendesak segera direformasi. Hal inidilatarbelakangi oleh adanya pandangan kuatbahwa produk perundang-undangan yangdibuat oleh rezim Orba lebih berfungsimemberikan keabsahan formal terhadapusaha mempertahankan atau memperbesarkekuasaan dan tujuan-tujuan subyektifpemegang kekuasaan dari pada sebagaisarana mencerdaskan kehidupan bangsa,sarana menyelesaikan konflik demi mencapaikeadilan ataupun sebagai saranamenselaraskan berbagai hak-hak guhameningkatkan kesejahteraan rakyat.

Pada kenyataannya pengadilan dalamproses peradilan pidana lebih cenderungtampak sebagai lembaga dependen (tergantung)daripada menjadi lembaga independen(mandiri) bagi upaya pendayagunaan hukum kearah terwujudnya kebenaran dan keadilan.Kecenderungan ini disebabkan berbagai

peraturan hukum'yang ada baik yangdihasilkan di jaman ORLA maupun di jamanORBA membatasi kebebasan atau

kemandirian pengadilan itu. Kewenangan-atau kekuasaan yang diberikan oleh undang-undang kepada lembaga peradilan (yudikatif)tidak memperlihatkan kesamaan dankeseimbangan dengan kekuasaan eksekutifmaupun legislatif. sehingga hukum menjaditidak berfungsi dalam mengintegrasikankepentingan yang menjadi syaratkerhandirianpengadilan.

Reformasi terhadap peraturan perundang-undangan semestinya dimaknai sebagaiperubahan ke arah perbaikan dalam batas-batas aturan main yang telah disepakatibersama. Dalam perspektif konstituslonalisme.aturan main tersebut menurut Aminoto^

sebagaimana disebutkan di bahwa. akanmemuat gambaran mengenai strukturkekuasaan, bagaimana kekuasaan diaturdandibagi-bagi, apa fungsl. lembaga-lembagatertentu, apa saja hak dan" kewajiban warganegara, bagaimana aturan permainan politikyang seharusnya beriaku, dan sebagainya.

Pendek kata, aturan yang dibuatberdasarkan kesepakatan ini akan menjaminadanya keseimbangan antara hak dankewajiban yang memerintah di satu plhak,dengan hak dan kewajiban yang diperintah dipihak lain. Pada realitasnya di beberapaperatuarn perundang-undangan, khususnyadi bidang kekuasaan kehakiman,keseimbangan tersebut sama sekali tidaktampak. Oleh karena itu wajar jika kemudiantimbul keinginan untuk melakukan reformasiterhadap peraturan perundang-undangan itu.

^Marian Kedaulatan Rakyat. tanggal 24 Juni 1998

19

Reformasi terhadap perundang-undangan tidak terbatas pada peraturanorganik melainkan harus menjangkau padakonstitusi (UUD) dan harus menjadi pilihanpertama dalam melakukan reformasi itu.Pemilihan UUD sebagai sasaran pertamareformasi karena menglngat status dan posisiUUD sangat vital dalam sistem hukum Indonesia. Namun tidak menutup kemungkinanterjadinya berbagai permasalahan yang tidakmenyenangkan dalam dunia hukum(peradilan) serta terjadinya ketimpangan-ketlmpangan dalam ketatanegaraan kitaselama ini, terutama hilangnya kebebasankekuasaan kehakiman dalam upayapenegakan hukum tidak semata-matabersumber dari pelaku-pelaku darl parapenyelenggara negara atau para penegakhukum tetapi kemungkinan besarjustru berasaldari ketidakberesan UUD 1945 itu sendiri.

Berbagai hal yang mendorongdilakukannya reformasi terhadap UUD. Diantaranya adalah, kekuasaan kehakiman yangdiharapkan sebagai pengimbang terhadapkekuasaan lainnya, sungguh disayangkantemyata rumusan-rumusan pasal UUD 1945yang berisi jaminan kemerdekaan kekuasaankehakiman itu singkat dan paling sedikitdibandingkan dengan kekuasan lain. Hal inimemang menjadi salah satu ciri perumusanpasal-pasal UUD 1945. yang disatu pihakmerupakan kekuatan, namun dipihak lainmungkin pula menjadi kelemahan.® Dengan

rumusan-rumusan yang singkat dan sangattimpang itu maka membuka peluang kepadakekuasaan lain (eksekutif) mudahmenginterpensi ke dalam kekuasaan yudikatifsehingga kekuasaan kehakiman terdesak dankemudian menjadi lembaga marginal.

Jika mencermati lebih dalam, ternyatatidak sekedar timpangnya pengaturankekuasan kehakiman di dalam UUDmelainkan telah teijadi pula reduksi terhadapkonsep kekuasaan kehakiman. Konsepkekuasan kehakimandi dalam UUD sekalipuntelah dilakukan amandemen ternyatakonsepnya masih seperti yang tercantum didalam UU No 14 Tahun 1970. yaknikekuasaan kehakiman hanya dilaksanakanoleh Mahkamah Agung dan badan peradllarilainnya (Pengadilan Negeri dan PengadiianTinggi). Konsep ini menempatkan kekuasaankehakiman terbatas sebagai kekuasaanmengadiii yang dilakukan oleh MahkamahAgung dan badan peradilan lainnya.Bagaimana dengan kekuasaan lainnyaseperti kekuasaan penyelidikan/penyidikanyang dilakukan oleh Kepolisian, kekuasaanpenuntutan yang dilakukan oleh Kejaksaan?Apakah ini tidak termasuk kekuasaankehakiman? Tentunya jika dikaitkan dengansistem peradilan pidana terpadu, makamasing-masing kekuasaan tersebut adalahjuga menjadi bagian kekuasaan kehakiman.®Namun tidak demikian rumusan Pasal 24 UUD'45 Amendemen ke III. Oleh karena itu perlupeninjauan kembali, jika periu kembali lagi

®Yusril Ihza Mahendra, "Adakah Kemerdekaan Kekuasaan Kehakiman", Makalah dalam seminarKekuasaanKehakiman dan Sistem Peradilan Di Indonesia pada Fakultas Hukum UNDIP, Semarang 1996, him. 3

eIstilah "kekuasasn kehakiman" (di bidang hukum pidana)) menurut Barda Nawawi Arief identik dengankekuasaan/kewenangan menegakkan hukum dan keadilan yang diimplementasikan dalam 4(empat) sub-sistem,yaitu* (1) kekuasaan 'penyidikan" (oleh badan/lembaga penyidik); (2) kekuasaan "penuntutan" (oleh badan/lembaga penuntut umum); (3) kekuasaan "mengadiii dan menjatuhkan putusan/pidana" (oleh badan pengadilan);

20 JURNAL HUKUM. NO. 26 VOL 11. MEI2004:15-28

RusH Muhammad. Strategi dalam Membangun Kembali Kemandirian ...

kepada perumusan seperti sebelumamandemen di'mana kekuasaan kehakiman

tidak terbatas dijalankan oleh badan-badanperadilan melainkan oleh badan-badankehakiman. •

Persoalan lain di sekitar UUD hasll

pembahan ketiga, dimunculkan pula lembagabaru yakni Komisi Yudisial dan MahkamahKonstitusi. Komisi Yudisial tidak ada masalah,'namun untuk Mahkamah Konstitusi, perlukejelasan lebih lanjut, sebab di dalam-perubahan -ketiga UUD tersebutrsebagajmana tersebut di dalam Pasai 24,menempatkan Mahkamah Konstitusi terpisahdengan Mahkamah Agung dan memberikankedudukan yang sama yakni keduanyadijadikan sebagai peiaksana dari kekuasaankehakiman.

Persoaiannya adaiah siapa di antarakedua Mahkamah tersebut yang dijadikansebagai pucuk pengendaii dari kekuasaankehakiman,- apakah keduanya diberi-kewenangan untuk itu, sehingga kedua-duanya diberi kewenangan untuk menentukandan memutus atas semua persoalan hukumyang terjadi? Rasanya tidak mungkindiiakukan, karena adanya duapucuk pimpinandalam suatu kekuasaan ketatanegaraanadaiah sesuatu yang tidak iazim: Bukankahkekuasaan eksekutif hanya dipimpin olehseorang presiden? Demikian puia kekuasaanlegisiatif hanya dipimpin oleh seorang ketua?Dengan demikian tidak akan mungkin keduamahkamah tersebut menjadi pengendaii di

daiam meiaksanakan kekuasaan kehakiman.

Tidak adanya kekuasaan pengendaiitersebut akan berakibat teijadinya kesulitan didalam menyeiesaikan persoalan hukum yangtimbui di dalam masing-masing mahkamahjika sekiranya masing-masing mahkamahtersebut suiit menyeiesaikannya sendiri.Mahkamah mana iagi yang diharapkan dapatmenyeiesaikannya? Sementara keduanyatidak ada yang diberi kewenangan untuk itu.Namun jika keduanya diberi kewenanganberarti ,akan terjadi kembali duaiismekekuasaan versi baru-di dalam kekuasaan

yudikatif, yakni ditanganMahkamah Konstitusi.dan Mahkamah Agung.

Dengan adanya persoalan tersebut,barangkali kedudukan Mahkamah Konstitusiperiudipikirdan ditimbang ulang, apakah tetapdipisahkan denganMahkamah Agung ataukahmenjadi; bagian dari Mahkamah Agungsehingga fungsi-fungsi yang semuiaditawarkan .kepada Mahkamah Konstitusiadaiah juga menjadi fungsi Mahkamah Agungyang dijalankan oleh Mahkamah Konstitusi.Dengan posisi tersebut menjadikanMahkamah Agung sebagai PengadiianNegara Tertinggi sekallgus sebagaiMahkamah Konstitusi.

Dengan mengikuti pemikiran di atas,maka perubahan ketiga UUD yang memberikewenangan Mahkamah Agung dalam haiHak Uji Materiii, hanya terbatas padaperaturan perundang-undangan di bawahundang-undang menjadi tidak reievan dan

dan (4) kekuasaan "pelaksanaan putusan/pidana" (oleh badan/aparat pelaksana/eksekusi), Dengan demikian"kekuasaan kehakiman (di bidang hukum pidana)" diiaksanakan oieh empat badan/lembaga tersebut dankeempat badan ituiah dapat disebut sebagai "badan-badan kehaklmaan". Lihat Barda Nawawi Arief, 'SistemPeradilan Pidana Terpadu dalam Kaitannya dengan Pembaharuan Kejaksaan', disajikan pada forum DengarPendapatPublik, Pembantan Kejaksaan", Jakarta 24-25 Juni 2003, him 1-4.

21

sebaliknya periu perubahan kembali denganmengikuti pikiran-pikiran yang berkembangdi masyarakat baik meialui berbagai seminaratau loka karya, bahwa Hak Uji Materiil iniadalah menjadi kewenangan mutlakMahkamah Agung terhadap semua bentukperaturan perundang-undangan.

Setelah UUD sebagai agenda pertamareformasi, pilihan reformasi' di bidangperaturan perundang-undangan berikutnyaadalah reformasi terhadap Undang-UndangNomor 4 Tahun 2004 tentang KekuasaanKehakiman. Undang-undang ini di buat daiamrangka penyesuaian terhadap amandemenUUD khususnya mengenai kekuasaankehakiman, sekaiigus menyatakan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentangKetentuan-ketentuan Pokok KekuasaanKehakiman sebagaimana teiah diubahdengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun1999 tentang Perubahan Atas KekuasaanKehakiman dinyatakan tidak beriaku.

Sekaiipun undang-undang ini telahbanyak melakukan perubahan terhadapmateri undang-undang sebeiumnya, namuntidak berarti undang-undang ini telah menutupdilakukannya reformasi. Undang-undangNomor 4 Tahun 2004 ternyata masihmeninggalkan pesoalan sehingga masih periudilakukan reformsi lebih lanjut. Persoalan-persoalan yang tersisa dari undang-undangini adalah lagi-lagi kekuasaan kehakimanmengalami pembatasan, yakni terbatas padakekuasaan mengadiii yang dilakukan olehMahkamah Agung dan badan peradilan yangberada di bawahnya daiam berbagai iingkunganperadilan. Ketentuan ini tidak berbeda dengan

rumusan UUD hasii amandemen yangmembatasi kekuasaan kehakiman terbataspada kekuasaan mengadiii di luar kekuasaanpenyidikan dan penuntutan.

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004ini kembali mempertegas ketentuan Undang-Undang Dasar tentang kedudukan MahkamahKonstitusi dan kewenagan melakukan Hak UjiMateriii undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar. Ini berarti persoalannya adalahsama halnya dengan apa yang telahdisinggung tersebut di atas yang berartimenghendaki pula undang-undang ini direformasi.

Jika Undang-Undang Nomor 4 Tahun2004 memuat hal-hal baru (namunmenimbulkan perdebatan), temyata terdapatpersoalan prinsip terabaikan oleh undang-undang Ini. yakni tidak adanya ketentuantentang jaminan profesi berupa immunitasatau perlindungan bagi para hakim ketikamenjalankan profesinya. Tidak adanyajaminan seperti itu akan menimbulkankekhawatiran bahkan ketakutan bagi parahakim karena mungkin saja sewaktu-waktudaiam menjalankan atau setelah selesaimenjalankan profesinya merekadapatdituhtutatau dicopot dari jabatannya.

Mestinya, undang-undang inimemperhatikan hal tersebut karena jaminanprofesi telah mendapat perhatian intemasionaidan menjadi bagian dari prinsip-prinsip dasarkemandirian pengadiian seperti yang telahdiputuskan daiam Kongres PBB di (tali padatahun 1985 yang menentukan jaminan rahasiadan kekebaian profesi adalah salah satuprinsip dasar kemandirian pengadiian.^ Hal

' Lihat Sevent United Nations Congress on The Prevention of Crime And The Treatment ofOffendersMilan, 26 August-6 September 1985, (New York; Unted Nations Publications, 1986), him. 59-62.

22 JURNAL HUKUM. NO. 26 VOL 11. MEI2004:15-28

Rusli Muhammad. Strategi dalam Membangun Kembali Kemandirian...

yang samajugatelah mendapat perhatian dari 'International Bar Association (ISA), terllhat dariberbagai konferensi yang telah dilakukanberhasil merumuskan standar minimal tentang"kemandirian peradilan". Pada KonferensiBiennial ke-19 yang diselenggarakan tanggal22 Oktober 1982 di New Delhi India telah

disetujui ketentuan tentang standar minimaldari kemandirian pengadllan, di antaranyaadanya kemandirian personal dankemandirian substansial.® Keseluruhan

persoalan-persoalan seperti itulah mendorongdilakukan reformasi terhadap Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 sekalipunusianya masih sangat muda.

Selain kedua hal tersebut di atas,peraturan perundang-undangan lainnya yangperlu mendapat reformasi adalah Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986. Undang-undang Ini sudah tidak reievan lagi karena iamerupakan pelaksanaan ketentuan-ketentuandan asas-asas yang tercantum di dalamUndang-undang Nomor 14 Tahun 1970 yangtelah mengalami perubahan melalul Undang-Undang Nomor 35 Tahun 1999, sementarakedua undang-undang tersebut telah dicabutdengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun2004. Oleh karena itu ke depan perlu segeramenyusun Undang-Undang Tentang

Peradilan Umum menggantikan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986tersebut di atas.

Revitallsasi Pengadllan

Revitalisasi pengadllan dimaksudkansebagai suatu usaha untuk mengembalikanpengadllan menjadi lembaga yang bermakna,lembaga yang kembali kepada fungsi yangsesungguhnyadan lembagayang penting bag!kehldupan masyarakat. Revitallsasi sendirimengandung pengertian mengembalikanagar lembaga peradilan hidup dan berfungsikembali.®

Revitalisasi pengadllan tidak lepas dariadanya peranan terhormat dan strategis yangdimiliki, namun peranan dan kedudukanlembaga pengadllan yang terhormat itu,rasanya kian hari kian terkikis oleh perilaku-perilaku yang ditampilkannya dan kini semakinbanyak yang tidak respek bahkan dengan suatukeprihatinan memberikan kritikan-kritikantajam atas penampilan dan gaya yangditampilkan.

Sesungguhnya peranan pengadilan jikadikelompokkan, ada peran yurldls formaldan peran yurldls materiil.^® Undang-Undang Dasarmembuka peluang untuk keduaperanan ini sebab lembaga peradilan dalam

®Ketentuan mengenai standard minimum tentang kemandirian pengadilan dari IBA tersebut dapat dibacadi dalam Shimon Shetreet dan Jules Deschenes, ed. Judicial Independence The Conttemporary Debate(Netherlands: Martinus NijhoffPubiishers,1985), him. 388-392.

®Sudikno Mertokusumo, "Revilallsasi dan Fungsionalisasi Lembaga PeradilanMakalah pada DiskusiUsulan Rancangan GBHN '98, Fakultas Hukum Ull Yogyakarta, 15Juli 1987, him. 2.

Peran yang bersifat yuridis formal dimaksud adalah peran yang dijalankan oleh Lembaga peradilanberdasarkan ketentuan undang-undang, yaltu melaksanakan peraturan perundang-undangan melaiui kegiatanberupa menerima, memeriksa, mengadiii dan menjatuhkan putusan. Sedangkan peran yang bersifat yuridismateriil adalah peran yang dijalankan oleh lembaga peradilan berdasarkan hati nurani, diskresl dankondisl-kondisi sosia! politik tertentu meialui berbagai bentuk kegiatan ke arah tegaknya hukum, keadilan, dan periindungan

23

tatapan konstitusi merupakan lembaga sentralyang tidak saja bertanggungjawab dalam upayapenegakan hukum, melainkan pulabertanggungjawab di dalam melindungi,mendamaikan, mencerdaskan danmeningkatkan kesejahteraan rakyat

Dengan demikian, jika lembagaPengadilan ditempatkan pada datarankonstitusi dan ideologi Pancasila makaperanan pengadilan tidak sekedarmelaksanakan tugas yuridis dengan berkotakkatik dalam penerapan aturan-aturan hukumformal dalam memutus perkara yangdihadapinya, melainkan pula harus mengambilperan lain yakni peran yang bersifat juridismateriil. Dengan peranan yang demikianberarti pengadilan harus juga berpolitik danpejuang ideologi. Satjipto Rahardjomengatakan bahwa Peran politik ini meliputiketerlibatanMA untuksecara sadar membawaperahu negara ini menuju kepada tujuanseperti tercantum dalam konstitusi."

Sebagai implementasi dari peran politik,lembaga pengadilan (dalam semuatingkatannya; PN, PT dan MA) selain berfikirpolitis juga harus terlibat dalam kegiatan-kegiatan yang bersifat politis terutama bila

kegiatan itu menyangkut kebijaksanaan dibidang hukum. Hal demikian pengadilansenantiasa melihat dan menguji setiap produkhukum dengan menggunakan ukuran-ukurankonstitusi. Lewat putusannya akanmenentukan apakah suatu produk hukumsesuai atau tidak dengan konstitusi yang ada.Ketika ada atuaran-aturan hukum yangdiskriminatif ataupun kebijakan-kebijakanpolitik yang dapat menghambat kesejahteraanmasyarakat, Lembaga Pengadilan harusberani menyampingkan atau membatalkanaturan hukum yang demikian dengan lebihmengutamakan kesejahteraan masyarakat.Dengan cara demikian berarti pengadilantelah membawa negaraini kepada tujuan yangdikehendaki oleh konstitusi, yakni melindungisegenap bangsa dan memajukankesejahteraan umum.

Dalam hai ini, perlu pula mengingat danuntuk diperhatikan kembaii tentang perananatau tugas pengadilan (hakim ) sebagaimanayang dijelaskan di dalam bagian penjelasanUndang-Undang Darurat No 1 Tahun 1951.Dalam penjelasan tersebut disebutkan:'

Dalam "suatu Negara Hukum yangdemokratis dan berbentuk kesatuan", dalam

lerhadap harkat dan martabat manusia, ketertiban, ketentraman, keamanan dan kesejahteraan masyarakatsebagaimana yang telah diamanatkan oleh konstitusi 1945. Istilah yuridis materiil Ini, diilhami oleh Isflah "Penegakankondisi sosial politik tertentu melalui berbagai bentuk kegiatan ke arah tegaknya hukum, keadilan, dan perlindunganterhadap harkat dan martabat manusia, ketertiban, ketentraman, keamanan dan kesejahteraan masyarakatsebagamana yang telah diamanatkan oleh konstitusi 1945. Istilah yuridis materiil ini, diilhami oleh istilah "PenegakanHukum Secara Materiil' yang dikemukakan oleh Barda Nawawi Ariefdalam bukunya Beberapa AspekKebijakanPenegakan dan Pangembangan Hukum Pidana (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1998), him. 7.

Op.cit. him. 2." Kuntoro Basuki dan Retnosupartinah, Kumpulan Undang-Undang dan Peraturan-Peraturan Pemenntan

Yang Berhubungan dengan Masalah Perad/7an'(Yogyakarta; Seksi Peradilan Fakullas Hukum UGM. 1980)him. 98-99.

24 JURNAL HUKUM. NO. 26 VOL 11. MEI2004: 15-28

Rusli Muhammad. Strategi dalam Membangun Kembali Kemandirian...

hal ini. Negara Republik Indonesia (Pasal 1Undang-undang Dasar Sementara), Rakyat

• yang memagang Kedaulatan harus percaya,bahwa dalam Negaranya terdapatlah suatualat Negara-hukum' itu yang tak berpihak(artinya yang tidak tunduk begitu sajapada alatperlengkapan Negara yang Iain) dan yangmemenuhi:

"semata-mata pada syarat kepandaian,kecakapan dan'kekuatan tak-tercela yang

• ditetapkan'dengan Undang-undang (Pasal101 ayat 2 Undang Undang Dasar), dan"bertentangan dengan kemauannya tidakseorang juapun dapat dipisahkan" daripadanya (Pasal 13 ayat 2 Undang UndangDasar), untuk member! "bantuan-hukumyang sungguh" kepada "sekalian orangyang ada di daerah Negara" yang "samaberhak menuntut perlindungan untuk diri

• danharta bendanya", menuntut perlakuandan perlindungan yang sama terhadaptiap-tiap perfibelakangnya dan'terhadaptiap-tiap penghasutan untuk melakukanpembelakangan demikian", melawanperbuatan-perbuatan yang berlawanandengan hak-hak dasaryang diperkenankankepadanya menurut hukum", dalampersamaan yang sepenuhnya mendapatperlakuan jujur dalam perkaranya dalamhal menetapkan hak-hak dan kewajiban-

• kewajibannya dan dalam hal menetapkanapakah suatu tuntutan hukuman yangterhadapnya beraiasan atau tidak" dst...Pada bagian lain dari penjelasan

Undang-Undang Darurat tersebut disebutkanbahwa Tugas hakim itu amat berat. Tugas itumenuntut p'elajaran iimu hukum yang

" Ibid.

sempurna dan yang tiada berkeputusan, danmelainkan' kepandaian dan kecakapanistimewa itu, peri-peri perangai dan peri-peribudi yang agak berlainah daripada yang harusdipenuhi oleh seorang pegawai Pamong-praja, seorang pegawai tata-usaha a'tauseorang pegawai Polisi.^^ _•

Demikianiah berbagai peranan yangseharusnya diemban oleh pengadilan.Idealnya memang demikian, pengadilansehahjsnya mempunyai mult! peran atau multifungsi. Namun demikian, peranan yangtergambarkan di atas hahyalah sebuahharapan dan cita-cita yang terumuskan secaraabstrak daiam sebuah kitab karena realitanyatidakiah" demikian. Jangankan peranan yuridismateriil, peranan yuridis formal pun terkadangterabaikan. Berbagai kasus yang telahmendapat putusan bukannya melindungi danmensejahterakan masyarakat, justrusebaliknya masyarakat justru kehilangan dankemudian terjadi proses pemiskinan adalahcerminan terabaikannya peranan-perananyang ideal itu.

• Dengan memperhatikan kondisipengadilan yang semakin terpinggirkan dansemakin jauh dari peranannya, maka adalahmenjadi alasan dan semakiri memperbesarkeinginan untuk melakukan revitaiisasi

•pengadilan dengan sasaran peningkatankesadaran peran dan tanggung jawab sertamoralitas komponen pengadilan khususnyahakim.

Kesadaran terhadap peranan pengadilanhendaknya menjadi perhatian, oieh" karena itu,sik'ap dan tihdakan pengadilan yarig hanyaberfokus pada tindakan menerapkan hukum

25

formal perlu kiranya ditingkatkan, sebabperanan yang demikian itu hanyalah salahsatuperanan kecil dari sekian peranan-perananyang adadanharus dimilikinya. Sudah saatnyapengadiian hendaknya tidak hanya bertugasmenerapkan hukum padakasus-kasus konkrit,meiainkan harus pula menyadari bahwaperanannya jauh lebih besar karena harusmenembus peranan yang bersifat yuridis material yang syarat akan kedamaian, keadilan,keamanan dan kesejahteraan masyarakat.

Upaya untuk menggalakan peningkatankesadaran akan peranan balk yang bersifatyuridis formal maupun peranan yang bersifatyuridis materiil, akan lebih mudah tercapai biladiikuti dengan peningkatan tanggung jawab.Ruang lingkup tanggung jawab (akuntabilitas)pengadiian mellputi dan berdimensi luas,tanggung jawab ini meliputi tanggung jawabkepada hukum, kepada diri sendiri, kepadarakyat dan kepada Tuhan Yang Maha Esa."Pengadiian hendaknya menyadari tanggungjawab ini, sehingga bila mana ia berbuat danbertindak tidaklah sekedar menerima,memeriksa kemudian menjatuhkan palukepada mereka yang bersengketa atau yangdihadapkan kepadanya meiainkan juga bahwadari keseluruhan perbuatannya itu senantiasadiarahkan guna menetapkan dan mewujudkanhukum yang berintikan keadilan berdasarkanKetuhanan Yang Maha Esa.

Upaya untuk mengembalikan danmeningkatkan kesadaran baik kesadaran akanperan dan kesadaran akan tanggung jawabsangat diperlukan sebuah gerakan moral,karena sumber timbulnya kesadaran itutersangkut paut erat dengan faktor moraiitas.Timbulnya kesadaran akan adanya tanggung

C.S.T. Kansil, op.cit, him. 6

jawab kepada Tuhan sangat tergantungkepada baik buruknya moral (akhlak) yangdimilikinya. Oleh karenaitu, agenda revitalisasipengadiian harus pula menyentuh padamasalah moral. Mengingat -moral parapenggerak pengadiian (khususnya dalam halini hakim) dinilai berada pada titik terendah,dan inilah salah satu faktor yangmempengaruhi rendahnya kemandlrianpengadiian sehingga sullt menjalankankeseluruhan peran-peran yang dimilikinya.

Dengan melalui strategi revitalisasipengadiian diharapkan akan tumbuh tingkatkesadaran terhadap peran baik peran yangbersifat yuridis formal maupun yang bersifatyuridis materiil, akan tumbuh tanggung jawabbaik tanggung jawab kepada hukum,masyarakat dan terutama tanggung jawabkepada Tuhan, dan diharapkan pula akanmendapatkan komponen-komponen hakimyang bermoral mahmudah dan berintegritastinggi. Jika harapan ini terwujud dengansendirinya kemandirian pengadiian pun akandapat terwujud pula.

Simpulan

Strategi dalam membangun kemandirianpengadiian adalah satu langkah yang dipilihuntuk mengembalikan posisi pengadiiansebagai lembaga yang terhormat sejajardengan lembaga-lembaga negara lainnya danmenempatkannya sebagai lembagaindependen bukan sebagai lembagadependen. Strategi yang dilakukan tidak hanyaberdasarkan pada bagian-bagian tertentu daripengadiian meiainkan menjangkau kepadakeseluruhan komponen-komponen yang

26 JURNAL HUKUM. NO. 26 VOL 11. MB 2004: 15-28

Rusli Muhammad. Strafegi dalam Membangun Kembali Kemandirian...

berhubungan dan berpengaruh terhadapkemandirian pengadilan, yakni komponenstruktural, peraturan hukum dan komponenmanusianya.

Atas dasa'r komponen-komponen yangberpengaruh itu maka strategi dalammembangun kembali kemandirian pengadilan,antara lain dapat dilakukan' denganrestrukturlsasi pengadilan. RestrukturisasIpengadilan lebih dl arahkan kepada persoaian-persoalan struktural berupa kedudukahorganlsasi, rekrultmen, jamlnan profesi,kesejahteraan para hakim dan kewenangankhsusnya mengenal hak u]l materill.

Strategi lainnya yang dapat dilakukandalam membangun kemandirian pengadilanadalah reformasi terhadap perundang-undangan. Reformasi inl dilakukan terhadapmateri undang-undang yang tidak mendukungmekanlsme kerja sebagal lembaga terpadudan mandlri. Untuk mendukung ke arah Itumaka reformasi Inl dilakukan tidak saja padadataran undang-undang organik melalnkanjuga menjangkau pada dataran konstitusi(UUD)

Strategi restrukturlsasi dan reformasiterhadap perundang-undangan tidak akanbanyak artinya jlka tidak dilkuti denganrevitallsasi pengadilan sebab, berbagaiperilaku pengadilan yang tidak menyenangkanmengaklbatkan melemahnya kemandirianpengadilan Itu sendlri. Oleh karena Itu untukmendukung kedua strategi tersebut, strategiberupa revitallsasi pengadilan harus puladilakukan dengan sasaran tumbuhnyakembali kesadaran akan peran dan tanggungjawab pengadilan serta terjadinya perbalkanmoralltas khususnya para hakim.

Daftar Pustaka

Arief, Barda Nawawi, "SlstemPeradilan PidanaTerpadu dalam Kaitannya denganPembaharuan Kejaksaan," disajikanpada forum DengarPendapat Publik,Pembaruan Kejaksaan, dl Jakarta: 24-25Junl2003,

Basuki, Kuntoro dan Retnosupartlnah,Kumpulan Undang-undang danPeraturan-Peraturan Pemerintah YangBerhubungan dengan MasalahPeradilan, Yogyakarta: Seksi PeradilanFakultas Hukum UGM,'1980

Departement of Intemational Economic andSocial Affairs, Sevent United NationsCongress On The Prevention of CrimeAnd The TreatmentOfOffenders Milan,26 August-6 September 1985, NewYork: United NationsPublications, 1986

Friedman, Lawrence M. Law And Society AnIntroduction, United States of America:Prentice-Hail, inc,. Rnglewood Cliffs,N.J. 07632,1977.

Friedman, Lawrence M. The Legal System, ASocialScience Perspective, New York:Russell Sage Foundtlon, 1975.

Mahendra,Yusril Ihza, "AdakahKemerdekaanKekuasaan Kehaklman", Makalahdalam seminar Kekuasaan Kehakimah

dan Sistem Peradilan Dl Indonesia

pada Fak. Huk. UNDIP, Semarang1996.

Mertokusumo, Sudlkno, "Revitallsasi danFungsionallsasi Lembaga PeradilanMakalah pada DIskusi UsulanRancangan GBHN'98 Fakultas HukumUil Yogyakarta, 15 Jull 1987.

27

Muhammad. Rusli, "Reformasi KekuasaanKehakiman (Studi Sinkronisasi UUD1945 dan UU. No. 14 Tabun 1970),"dalam Jumal Hukum &Keadilan Vol. 1Number 1 Tahun 1998.

Muhammad, Rusli, "Urgensj dan UpayaRevitalisasi Lembaga Peradilan,"dalam Jumal Hukum No.2 Vol 1 Tahun1997.

Rahardjo, Satjipto, Hukum dan PerubahanSosial, Bandung: Penerbit Alumni,1983.

Shetreet, Shimon dan Jules Deschenes, ed.Judicial Independence TheConttemporary Debate, Netherlands,

• Martinus Nijhoff Publishers,1985.

•••

28 JURNAL HUKUM. NO. 26 VOL 11. MB 20Q4:15-28