Stenosis Mitral Dan Stenosis Trikuspid Pada Pasien Suspek Penyakit Jantung Rematik
-
Upload
bagus-andi -
Category
Documents
-
view
61 -
download
4
description
Transcript of Stenosis Mitral Dan Stenosis Trikuspid Pada Pasien Suspek Penyakit Jantung Rematik
1
PENDAHULUAN
Stenosis katup trikuspid jarang ditemukan sebagai penyakit katup soliter.
Persentase stenosis katup trikuspid terjadi pada 10-15 persen pasien dengan penyakit
jantung rematik kronis. Penyakit ini biasanya terjadi bersamaan dengan lesi aorta dan
mitral. Stenosis katup mitral tanpa penyakit katup aorta dengan komplikasi stenosis
katup trikuspid terjadi pada 6 persen pasien dengan penyakit jantung rematik. Gejala
dan tanda stenosis katup trikuspid mungkin tertutupi oleh gejala dan tanda stenosis
katup mitral sehingga diagnosis lesi ini dapat dengan mudah terlewatkan.
(Baumgartner et al., 2009)
Beberapa laporan kasus menunjukkan pasien dengan kombinasi stenosis katup
mitral dan stenosis katup trikuspid tidak akan mengalami perbaikan hanya dengan
memperbaiki fungsi katup mitral. Karena itu deteksi dini adanya lesi di katup
trikuspid sangat penting. Kecurigaan diagnosis stenosis katup trikuspid dapat
ditentukan berdasarkan pemeriksaan fisik, gambaran elektrokardiogram dan foto
Ronsen dada, namun diagnosis pasti lebih dapat ditegakkan berdasarkan gambaran
ekokardiografi. (Roberts et al., 2011)
Pada laporan kasus ini akan dibahas mengenai peran pemeriksaan
ekokardiografi untuk menentukan diagnosis dan derajat stenosis katup trikuspid yang
terjadi konkomitan dengan stenosis katup mitral.
KASUS
Dilaporkan seorang pasien, wanita umur 55 th, seorang ibu rumah tangga,
beralamatkan di Nepi, Brosot, Galur, Kulon Progo. Pasien adalah pasien rawat jalan.
Pasien datang ke Poliklinik Jantung dengan keluhan sesak nafas sejak kurang lebih 2
tahun sebelum masuk RS. Keluhan sesak dirasakan bila pasien berjalan agak jauh,
namun pasien masih dapat melakukan aktivitas sehari-hari. Pasien nyaman tidur
dengan 2 bantal, kadang-kadang bisa dengan 1 bantal, Tidak pernah terbangun malam
karena sesak. Didapatkan riwayat kaki bengkak, pasien juga mengeluhkan di perut
agak sebah. Dari riwayat penyakit terdahulu pasien pernah dioperasi pengangkatan
2
lidah (hemiglossectomy) pada tahun 2009 karena terdiagnosis kanker lidah. Sejak saat
itu pasien tidak pernah kontrol lagi di RSS. Riwayat demam yang disertai nyeri sendi
disangkal.
Gambar 1. Elektrokardiogram pasien tanggal 11 Mei 2012, menunjukkan irama atrial
fibrilasi, dengan laju jantung 80 x/menit, deviasi aksis ke kanan
Dari pemeriksaan fisik, didapatkan keadaan umum sedang, kesadaran compos
mentis. Tekanan darah 100/60 mmHg, nadi 80 kali/menit irregular, dengan laju
pernapasan 20 kali/menit, tidak demam. Pada pemeriksaan kepala tidak didapatkan
konjungtiva anemis, sclera tak ikterik. Didapatkan peningkatan tekanan vena
jugularis 5+3 cm H20. Pemeriksaan dada didapatkan kardiomegali dengan heaving
ventrikel kanan, suara jantung 1 normal, suara jantung 2 mengeras, didapatkan bising
diastolik 3/4 dengan punctum maximum di apex, bising diastolik 2/4 pada SIC III-IV
linea parasternalis sinistra. Suara paru vesikuler, tidak ditemukan ronki basah basal
maupun ronki basah kasar. Pemeriksaan abdomen peristaltik normal, tidak didapatkan
hepatomegali maupun splenomegali. Sedangkan pada anggota gerak tidak didapatkan
pembengkakan.
3
Gambar 2.Foto Ronsen dada pasien tanggal 11 Mei 2011, menunjukkan pembesaran atrium
kiri dan ventrikel kanan
Dari pemeriksaan laboratorium darah didapatkan BUN 14, kreatinin 0,88,
asam urat 6,2, GOT 32, GPT 16, Na 134, K 3,51, Cl 95, PPT 15 (control 18), APTT
33 (control 32), INR 2,58. Pemeriksaan elektrokardiografi, dengan hasil irama atrial
fibrilasi normal ventricular response, laju jantung 80 kali/menit, deviasi aksis ke
kanan (Gambar 1). Dari pemeriksaan Ronsen dada didapatkan kardiomegali,
pembesaran atrium kanan dan atrium kiri, paru dalam batas normal (Gambar 2). Hasil
ekokardiografi transtorakal: LA, RA, RV dilatasi, global fungsi sistolik LV normal
dengan EF 71%, IVS paradox (LV D-shape), stenosis mitral severe, regurgitasi mitral
moderate, stenosis trikuspid severe dengan regurgitasi trikuspid moderate-severe,
hipertensi pulmonal severe, fungsi sistolik RV menurun, LASEC (+).
Diagnosis kerja pada pasien ini adalah Chronic Heart Failure class functional
II dengan diagnosis anatomi MS severe, MR moderate, TS severe, TR moderate-
4
severe, PH severe dan diagnosis etiologi suspek Penyakit jantung rhematik. Pasien
diberikan terapi Furosemide 1 x 20 mg, Digoxin 1 x 0,125 mg, Beraprost 3 x 20 mcg
dan Warfarin 1 x 2 mg.
PEMBAHASAN
Katup trikuspid adalah katup jantung di antara atrium kanan dan ventrikel
kanan. Katup ini terletak di lantai atrium dan membuka ke ventrikel. Katup ini terdiri
dari 3 daun yaitu anterior, posterior dan septal. Pada sisi daun tersebut terdapat
chorda tendinea yang berhubungan dengan otot papilaris. Daun katup tertanam dalam
cincin fibrosa yang memperkuat katup di antara atrium kanan dan ventrikel kanan.
Kontraksi dari otot papilaris menegangkan chorda tendinea, membantu daun katup
saat dipaksa menutup. Hal ini yang mencegah darah untuk mengalir kembali ke
atrium kanan selama kontraksi ventrikel. (Anderson, 2002)
Pada ekokardiografi 2 dimensi katup trikuspid paling baik diperiksa dengan
pandangan four chamber. Katup ini berasal dari cincin atrioventrikular kanan dengan
daun anterior melekat pada dinding lateral dan daun septal melekat pada dinding
medial. Daun posterior biasanya tidak terlihat pada pandangan ini. Kedua daun harus
terlihat tipis dan bergerak bebas. Daun septal biasanya terletak kurang lebih 5-10 mm
inferior dari perlekatan daun mitral anterior. Selama diastole, katup trikuspid terbuka
tanpa hambatan dengan ujung daun menunjuk ke ventrikel kanan. Selama diastole,
katup menutup dan terletak tegak lurus dengan cincin atrioventrikular. (Anderson,
2002).
Gambaran M-mode katup trikuspid paling baik diperiksa dari pandangan
parasternal long axis pada right ventricular inflow tract. Kursor diposisikan untuk
memotong badan dari daun anterior dan posterior. Gambaran M-mode katup trikuspid
sama dengan gambaran M-mode katup mitral, yaitu terdiri dari titik D, E, F, A dan C.
Pemeriksaan Doppler inflow trikuspid paling baik didapatkan dari pandangan
parasternal long axis atau dari pandangan four chamber. Sample volume Doppler PW
diposisikan di tengah di antara ujung daun katup yang terbuka pada sisi ventrikel.
5
Pada keadaan normal, aliran darah melalui katup tikuspid terjadi selama fase diastole
dan tanpa aliran darah selama fase sistole. (Anderson, 2002)
Stenosis katup trikuspid merupakan lesi stenosis katup yang paling jarang
terjadi. Di daerah dimana penyakit jantung rematik masih prevalen, stenosis katup
trikuspid jarang sebagai kelainan tersendiri, lebih sering disertai dengan stenosis
katup mitral. Penyebab lain dari stenosis katup trikuspid adalah sindroma karsinoid
dimana selalu disertai dengan regurgitasi katup trikuspid yang dominan, malformasi
kongenital yang jarang, endokarditis valvular atau pacu jantung dan perlekatan yang
dicetuskan pacu jantung, lupus valvulitis dan obstruksi mekanik oleh tumor benigna
atau maligna. Seringkali stenosis katup trikuspid disertai dengan regurgitasi sehingga
aliran yang lebih tinggi melalui katup meningkatkan gradien transvalvuler dan
berkontribusi terhadap peningkatan tekanan atrium kanan. (Baumgartner et al., 2008)
Stenosis trikuspid hampir selalu penyebabnya adalah rematik dan biasanya
disertai keterlibatan mitral dan aorta. Sebagian besar stenosis trikuspid berhubungan
dengan regurgitasi katup yang dapat didokumentasikan dari pemeriksaan fisik
(murmur), ekokardiografi atau angiografi. Stenosis trikuspid biasanya membutuhkan
waktu bertahun-tahun untuk menyebabkan gejala. (Roberts et al., 2011)
Penyebab lain dari stenosis trikuspid adalah sindroma karsinoid. Penyakit
jantung karsinoid disebabkan karena peningkatan produksi serotonin dari tumor
karsinoid yang berasal dari saluran pencernaan atau pancreas. Deposit serotonin
berkumpul di jantung kanan dan menyebabkan stenosis trikuspid/regurgitasi trikuspid
atau stenosis pulmonalis/regurgitasi pulmonalis. Secara ekokardiografi, gambaran
stenosis trikuspid karena penyakit jantung rematik dan sindroma karsinoid berbeda.
Petunjuk untuk membedakan adalah pada sindroma karsinoid terdapat fixed body of
the leaflets, daun katup trikuspid menebal dan terfiksasi. Sedangkan pada penyakit
jantung rematik terdapat tethered leaflet tips. (http://www.esp-inc.com/Workbooks)
Seperti semua lesi katup, evaluasi ekokardiografik inisial dimulai dengan
pemeriksaan anatomik dari katup dengan ekokardiografi 2D menggunakan multiple
window seperti parasternal long axis, parasternal short axis, apical four chamber
6
dan subcostal four chamber. Setelah itu dilihat penebalan katup dan/atau kalsifikasi,
gerakan yang terbatas dengan diastolic doming, reduced leaflet separation pada saat
pembukaan maksimal, dan pembesaran atrium kanan. Dengan menggunakan Doppler
warna dapat dilihat diastolic inflow jet yang menyempit, dan regurgitasi katup yang
menyertai. (Baumgartner et al., 2009)
Pada gambaran ekokardiografi pasien, tampak diastolic doming, daun katup
tampak menyatu dan pembesaran atrium kanan pada pandangan apical four chamber.
Diastolic inflow jet yang menyempit terlihat pada pandangan four chamber dengan
Doppler warna.
Gambar 3. Pandangan apical four chamber, tampak diastolic doming dan
pembesaran atrium kanan
Evaluasi derajat stenosis dilakukan dengan informasi hemodinamik
menggunakan continuous wave Doppler (CWD). Tricuspid inflow velocity paling
baik direkam dengan low parasternal, right ventricular inflow, atau dari apical four
chamber. Karena dipengaruhi oleh respirasi, semua pengukuran harus dibuat pada
saat apnea akhir ekspirasi. Pada pasien dengan fibrilasi atrial, pengukuran harus
dirata-rata dari lima siklus kardiak. Halmark dari katup stenotik adalah peningkatan
kecepatan transvalvular dari CWD. Kecepatan aliran puncak melalui katup trikuspid
7
yang normal jarang yang melebihi 0.7 m/s. Aliran trikuspid meningkat selama
inspirasi, sehingga pada stenosis trikuspid biasanya kecepatan aliran > 1 m/s yang
bisa mencapai 2 m/s selama inspirasi. Mean pressure gradient biasanya lebih rendah
daripada stenosis mitral, berkisar antara 2 dan 10 mmHg, dan rata-rata 5 mmHg.
Gradien yang lebih tinggi terlihat pada stenosis dan regurgitasi. (Baumgartner et al.,
2009)
Gambar 4. Pandangan apical four chamber dengan Doppler warna, tampak diastolic inflow
jet yang menyempit, tampak pula regurgitasi katup trikuspid yang menyertai
Hasil pengukuran kecepatan transvalvular dengan CWD, didapatkan
kecepatan puncaknya 1.83 m/s dengan mean pressure gradient 7.17 mmHg. Terlihat
bahwa mean pressure gradient pada pasien ini tinggi dikarenakan terdapat pula
regurgitasi katup trikuspid.
Konsekuensi utama dari stenosis trikuspid adalah peningkatan tekanan atrial
dan terjadinya kongesti jantung kanan. Karena sering terjadi regurgitasi trikuspid,
gradient transvalvular secara klinis lebih relevan untuk penentuan derajat keparahan
dan penentuan keputusan daripada menentukan actual stenotic valve area. Karena
area katup sulit untuk dinilai dan regurgitasi trikuspid sering terjadi, metode CWD
untuk menentukan area katup sangat tidak akurat. Metode pressure half-time (T ½)
telah banyak diaplikasikan seperti pada MS. Beberapa penulis menggunakan
8
konstanta yang sama (220), sementara yang lain menggunakan konstanta 190 dengan
rumus 190/ T ½ . T ½ yang lebih panjang menunjukkan derajat keparahan yang lebih
berat dengan nilai >190 biasanya berhubungan dengan stenosis yang signifikan.
(Baumgartner et al., 2009)
Gambar 5. Gambaran CWD pada katup trikuspid, terukur kecepatan puncak transvalvular
1.83 m/s dan mean pressure gradient 7.17 mmHg.
Gambar 6. Gambaran CWD pada katup trikuspid, terukur pressure half time 159 ms
9
Derajat Stenosis Trikuspid
Derajat stenosis trikuspid dibagi menjadi ringan, sedang dan berat
berdasarkan mean gradient dan area katup. Tabel 1 menunjukkan beberapa temuan
pada ekokardiogram 2D yang konsisten dengan stenosis signifikan dengan atau tanpa
regurgitasi. Sedangkan Anderson (2002) membagi stenosis trikuspid menjadi normal
dan severe. Normal bila area katup > 7 cm2 dan severe bila <1 cm
2 dengan mean
gradient ≥5 mmHg pada stenosis severe.
Tabel 1.Derajat Stenosis Trikuspid
Derajat Mean gradient (mmHg) Area katup (cm2)
Normal 7-9
Ringan <2
Sedang 2-6
Berat >7 <2
Sumber :Vidhun, 2006
Dari segi klinis, yang paling penting dalam penentuan stenosis katup trikuspid
yang akurat adalah mampu mengenali pasien dengan stenosis yang secara
hemodinamik signifikan dimana prosedur bedah atau kateter mungkin diperlukan
untuk mengurangi simtom gagal jantung kanan. Tabel 2 menunjukkan beberapa
temuan pada ekokardiogram 2D yang konsisten dengan stenosis signifikan dengan
atau tanpa regurgitasi.
Hasil ekokardiografi pasien menunjukkan mean pressure gradient >5 (7.17
mmHg), dengan inflow TVI 31.7 cm, T ½ 159 ms, valve area 1.4 cm2. Didapatkan
pembesaran atrium kanan (51 mm), sedangkan pelebaran vena cava inferior tidak
didapatkan. Dari hasil pengukuran tersebut, dapat dilihat bahwa satu dari empat
temuan spesifik dan satu dari dua temuan pendukung yang memenuhi kriteria untuk
menyebabkan perubahan hemodinamik yang signifikan.
10
Tabel 2. Temuan ekokardiografi 2D yang konsisten dengan stenosis trikuspid yang signifikan
secara hemodinamik
Temuan spesifik
Mean pressure gradient ≥ 5 mmHg
Inflow TVI >60 cm
T ½ ≥ 190 ms
Valve area ≤ 1 cm2
Temuan pendukung
Pembesaran atrium ≥ moderate
Pelebaran vena cava inferior
Sumber : Baumgartner et al., 2009
Gambar 7. Pandangan subxiphoid untuk visualisasi vena cava inferior. Tampak diameter
vena cava inferior 17-19 mm
Stenosis Mitral
Stenosis mitral adalah kondisi patologis penyempitan katup mitral. Area
normal katup mitral adalah 4-6 cm2. Jika berkurang setengahnya, akan terjadi
perubahan hemodinamik yang signifikan. (Vahanian et al., 2012). Mekanisme utama
11
dari stenosis mitral rematik adalah fusi komisura. Lesi anatomik yang lain adalah
pemendekan dan fusi korda, penebalan daun katup dan pada tingkat lanjut kalsifikasi
yang berkontribusi pada pembatasan gerakan daun katup. (Baumgartner et al., 2009)
Ekokardiografi berperan penting pada pengambilan keputusan untuk stenosis
mitral. Dengan ekokardiografi memungkinkan konfirmasi diagnosis, kuantifikasi
derajat stenosis dan konsekuensinya, dan analisis anatomi katup. Beberapa indikator
ekokardiografi yang dipakai untuk menentukan derajat stenosis mitral adalah: 1.
Estimasi gradient tekanan diastolik; 2. Planimetri MVA; 3. Pressure half time; dan 4.
Anatomi katup. (Baumgartner et al., 2009; Carabello, 2005)
Estimasi gradien tekanan diastolik didapatkan dari kurva transmitral velocity
flow menggunakan persamaan Bernoulli P = 4v2. CWD digunakan untuk memastikan
kecepatan maksimal terekam. Bila PWD digunakan, sample volume harus diletakkan
setinggi atau beberapa mm setelah leaflet tip. Gradien Doppler ditentukan
menggunakan pandangan apikal pada sebagian besar kasus karena memungkinkan
alignment paralel ultrasound dan inflow mitral. Hasil pengukuran gradient tekanan
pada pasien ini adalah 11.17 mmHg (MV mean PG) dan 20.26 mmHg (MV max PG),
terlihat pada Gambar 8.
Gambar 8. Pengukuran gradient tekanan dan pressure half time
12
Pengukuran planimetri didapatkan dengan tracing secara langsung katup
mitral pada saat komisura terbuka pada pandangan parasternal short axis. Pengukuran
harus perpendikuler terhadap katup mitral, yang berbentuk elips. Planimetri pada
pasien didapatkan MVA 0.6 cm2 (Gambar 9).
Gambar 9. Pengukuran MVA planimetri pada pandangan parasternal short axis
setinggi katup mitral
Pressure half time atau T ½ adalah interval waktu dalam milidetik antara
gradient mitral maksimum pada saat awal diastole dan titik dimana gradient setengah
dari nilai inisial maksimum. Penurunan kecepatan aliran darah transmitral saat
diastole berbanding terbalik dengan area katup dalam cm2. MVA dihitung
menggunakan rumus empirik MVA = 220/T ½ . T ½ didapatkan dengan tracing sudut
deselerasi gelombang E pada display spectral Doppler aliran transmitral. Pengukuran
T ½ pada pasien didapatkan nilai T ½ adalah 396 milidetik, sehingga didapatkan
MVA by PHT 0.6 cm2. (Gambar 5). Berdasarkan hasil pengukuran MVA dan
gradient transmitral dapat disimpulkan bahwa pasien ini mengalami stenosis mitral
severe.
13
Tabel 3. Derajat Stenosis Mitral
Sumber : Carabelo, 2005
Evaluasi anatomi katup adalah komponen penting dari pemeriksaan
ekokardiografi dari stenosis mitral karena implikasinya terhadap pemilihan intervensi
yang adekuat. Fusi komisura ditentukan dari pandangan parasternal short axis untuk
planimetri. Fusi komisura penting untuk membedakan stenosis mitral rhematik
dengan degeneratif. Kelainan anatomi mitral diperlihatkan dalam skor yang
menggabungkan komponen yang berbeda dan apparatus mitral atau menggunakan
penilaian keseluruhan dari anatomi katup. (Wilkins et al., 1988)
Gambar 10. Pandangan parasternal long axis untuk melihat anatomi katup mitral, tampak
hockey stick appearance dan fusi korda posterior
14
Tabel 4. Wilkins Score
Sumber : Baumgartner et al., 2009
Hasil ekokardiografi pasien menunjukkan Wilkins score 7, yang didapatkan
dari skor mobility: 2, thickening; 2, calcification; 2 dan subvalvular thickening;1.
Kepentingan skor Wilkins adalah untuk menentukan tindakan operatif atau
valvuloplasti transkateter. Skor total adalah 4 sampai 16. Skor 8 atau kurang
menunjukkan luaran yang lebih baik untuk valvuloplasti transkateter. Namun, dengan
kelainan katup multipel dan regurgitasi katup mitral, tindakan bedah yaitu
penggantian katup mitral dan trikuspid disarankan untuk pasien ini.
KESIMPULAN
Telah dilaporkan seorang pasien wanita, umur 55 tahun yang datang dengan
keluhan sesak nafas sejak 2 tahun. Pada anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang mendukung kepada diagnosis klinis CHF cf II, dengan
gambaran ekokardiografi MS severe, MR moderate, TS severe, TR moderate-severe,
PH severe. Dari gambaran ekokardiografi, stenosis trikuspid dengan stenosis mitral
pada pasien ini kemungkinan besar disebabkan oleh penyakit jantung rematik.
Pemeriksaan ekokardiografi sangat membantu dalam menegakkan diagnosis pasien
dan menentukan tata laksana pasien.
15
DAFTAR PUSTAKA
Anderson, B. 2002. Echocardiography, The Normal Examination and
Echocardiographic Measurements. Fergies, Brisbane.
Baumgartner, H., Hung, J., Bermejo, J., Chambers, J.B., Evangelista, A., Griffin,
B.P., Iung, B., Otto, C.M., Pellikka, P.A., and Quiñones, M. 2009.
Echocardiographic Assessment of Valve Stenosis: EAE/ASE
Recommendations for Clinical Practice. Journal of American Society of
Echocardiography.
Bhattacharyya, A. 2009. Features of Carcinoid Heart Disease Identified By Two-
and Three- Dimensional Echocardiography and Cardiac Magnetic
Resonance Imaging. Circulation. 134:345-376
Carabello, B.A. 2005. Modern Management of Mitral Stenosis.
Circulation.;112:432-437
Roberts, P.A, Boudjemline, Y., Cheatham, J.P. 2011. Percutaneous Tricuspid Valve
Replacement in Congenital and Acquired Heart Disease. JACC. 58:117-
22.
Vahanian, A., Alfieri, O., Andreotti, F., Antunes, M.J., n-Esquivias, G.B,
Baumgartner, H., Borger, M.A., Carrel, T.P., DeBonis, M., Evangelista, A.,
Falk, V., Iung, B., Lancellotti, P., Pierard, L., Price, S., Scha¨fers, H.J.,
Schuler, G., Stepinska, J., Swedberg, K., Takkenberg, J., Von Oppell, U.O.,
Windecker, S., Zamorano, J.L., Zembala, M. 2012. Guideline on The
Management of Valvular Heart Disease (version 2012). European Heart
Journal. 33, 2451–2496.
Vidhun, R., 2006. Echocardiography Pocketcard Set. Borm Bruckmeier
Publishing, Germany.
Wilkins G.T., Weyman A.E., Abascal V.M., Block P.C., Palacios I.F.. 1988.
Percutaneous Balloon Dilatation of The Mitral Valve: An analysis of
Echocardiographic Variables Related to Outcome and The Mechanism of
Dilatation. Br Heart J :60:299-308.
(http://www.esp-inc.com/Workbooks), Adult Echo. Diakses pada13 Maret 2013.