Status Pasien Ny.ika Kartika
-
Upload
hariz-al-khairid -
Category
Documents
-
view
57 -
download
0
Transcript of Status Pasien Ny.ika Kartika
KASUS UJIAN
Observasi Demensia et causa Etiologi Ganda
dengan Gangguan Tingkah Laku
DISUSUN OLEH :
Eva Indreswari Tandisalla
PEMBIMBING :
dr. Pramudya, Sp.KJ
dr. Agus Susanto, Sp.KJ. Sp.KL
dr. Eunice P. Najoan, Sp.KJ
dr. Rudyhard E. Hutagalung, Sp.KJ
Kepaniteraan Ilmu Kedokteran JIwa
Fakultas Kedokteran Universitas Pembagunan Nasional Veteran Jakarta
RSAL Dr. Mintohardjo
PERIODE 10 JUNI 2013 – 12 JULI 2013
JAKARTA
STATUS PASIEN
I .IDENTITAS
Nama : Ny.Ika Kartika
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 64 tahun
Agama : Islam
Status : Janda
Pendidikan terakhir : Akademi Kebidanan
Pekerjan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Graha Ciantra Blok B2 no.23, Cikarang
Tanggal Pemeriksaan : 23 Juni 2013, 25 Juni 2013, 28 Juni 2013,
5 Juli 2013
II. ANAMNESIS
Autoanamnesis : 23 Juni 2013, 25 Juni 2013, 28 Juni 2013,
5 Juli 2013
Alloanamnesis : 23 Juni 2013, 5 Juli 2013 (Perawat Ruang
Bengkalis dan Sibatik, Pasien Ruang
Sibatik km.3)
A. KELUHAN UTAMA
Patah tulang lengan bagian bawah kiri sejak 2 minggu SMRS
B. KELUHAN TAMBAHAN
Tangan sulit digerakkan, pusing, bingung, sedih karena merasa dibuang
anak-anaknya.
C. RIWAYAT GANGGUAN SEKARANG
Autoanamnesis
Saat wawancara tanggal 23 Juni 2013 pasien menceritakan awal datang ke
IGD RSAL Dr. Mintohardjo dengan diantar oleh supir taksi yag mengantar
pasien dari RS.Siloam ke RSAL pada tanggal 22 Juni 2013 dengan keluhan
patah tulang lengan bagian bawah kiri. Pasien awalnya datang ke RS.
Siloam, namun karena RS.Siloam tidak menerima pasien tanggungan
ASKES, maka pihak RS tersebut meminta pasien untuk ke RSAL. Dari IGD
kemudian dibawa ke bangsal Bengkalis oleh perawat IGD.
Pasien mengatakan lengan bawah kiri tersebut patah karena dibacok oleh
perampok 2 minggu lalu, ketika pasien dalam perjalanan bersama salah satu
anaknya yang merupakan seorang Kapolres, ingin menuju ke Rumah Sakit
Bersalin Yayasan Rahim untuk operasi rahim. Pasien mengaku bertugas
sebagai bidan sekaligus perawat anestesi. Di tengah jalan mereka dihadang
15 orang perampok. Pasien melakukan perlawanan sehingga lengan pasien
dibacok dengan sisi tumpul golok, mata ditusuk jarum, dan disiram air keras
oleh salah satu perampok. Pasien mengaku anaknya yang juga turut
bersamanya membantai habis seluruh perampok tersebut sampai mati.
Pasien kemudian dibawa ke RS. Dustira Bandung untuk tranplantasi kornea.
Setelah operasi mata, pasien berencana untuk berobat ke Singapura untuk
memasang pen pada tangannya yang patah, namun uang pensiunan tak
kunjung turun. Karena nyeri pada tangan tidak tertahan lagi, pasien
memutuskan untuk berobat di Jakarta saja.
Pasien mengatakan bingung kenapa pasien dibawa ke bangsal
Bengkalis, karena pasien tidak merasa gila. Sebelumnya pasien sudah
meyakini bahwa bangsal Bengkalis adalah bangsal penyakit jiwa. Pasien
juga merasa pusing karena kurang tidur 2 hari sebelumnya. Sulit tidur
disebabkan karena perasaan sedih merasa ditelantarkan anak-anaknya.
Saat wawancara tanggal 25 Juni 2013 pasien bercerita hal yang
hampir sama dengan yang diceritakan sebelumnya. Namun kali ini pasien
mengatakan bahwa lengan bawah kiri patah karena pasien berhasil melawan
100 orang perampok yang menghadangnya di tengah jalan 2 minggu yang
lalu. Pasien saat itu seorang diri tanpa ditemani siapapun sedang berjalan
menuju tempat pemakaman suaminya. Di tengah jalan pasien dihadang oleh
100 orang perampok yang berhasil dilawan karena kehebatan pasien,
walaupun tangannya sempat kena bacokan dari golok salah satu perampok.
Pasien berencana untuk mengobati tangannya ke Singapura namun uang
pensiun pasien yang mengaku Kowad berpangkat Mayor, juga pensiunan
suaminya yang dulunya juga anggota TNI AL berpangkat mayor belum juga
dicairkan. Pasien bingung harus bagaimana, karena anak-anaknya tidak ada
yang mau menolong dan tidak peduli lagi pada pasien. Pasien sudah
mencoba untuk menghubungi salah satu anaknya yang paling baik yang
bernama Edi Zubaidi yang merupakan Kapolres di daerah Semarang, namun
tidak medapat respon. Diakui pasien Edi Zubaidi adalah anak angkatnya
yang diangkat pasien ketika Bpk. Edi Zubaidi duduk di bangku SMA.
Saat wawancara tanggal 28 Juni 2013 pasien mengatakan apabila
tangannya yang patah adalah hasil perbuatan anak pertamanya yang bernama
Herdis Roswandi lebih dari 3 minggu yang lalu. Saat itu pasien hendak
nyekar ke makam suaminya, namun pasien mengaku ketiduran di makam
suaminya, sehingga baru pulang kesokan harinya. Pasien mengaku saat itu
pulang dalam keadaan telanjang dan kotor, sehingga ketika masuk ke dalam
rumah anaknya pasien dimarahi dan dipukul dengan sisi tumpul dari golok.
Anak pertamanya kemudian memasung pasien di ruangan kecil dan gelap
dengan menggunakan tali tambang yang diikatkan pada kaki pasien. Pasien
saat itu hanya menangis dan berdoa supaya anaknya diampuni oleh Allah.
Pasien dalam keadaan bingung dan sedih atas perlakuan anaknya kemudian
mendapat kekuatan untuk melepaskan diri dari ikatan dan melarikan diri
ketika rumah dalam keadaan kosong. Sebelumnya pasien sudah mengamasi
seluruh barang-barangnya dan menuju ke RS.Siloam. Tujuan pasien adalah
RS.Siloam karena dulu pasien bernah bekerja sebagai dokter umum di
RS.Budi Mulia Surabaya yang merupakan cikal bakal RS.Siloam. Anggapan
pasien bahwa dengan kenyataan tersebut RS.Siloam mau menolong dirinya,
namun di sana pasien hanya diberi uang taksi oleh dokter RS.Siloam untuk
berobat di RSAL. Sampai di IGD, pasien kemudian di bawa oleh perawat
IGD ke bangsal Bengkalis dengan alasan ruangan lain penuh dan hanya
tersisa rawat inap di Bengkalis.
Pasien bercerita bahwa anak-anak pasien membenci pasien karena
pasien mempunyai simpanan harta yang banyak, yang diwariskan oleh ayah
angkatnya terdahulu, yaitu Bapak Junjunan yang merupakan ayah kandung
dari Walikota Bandung tahun 1984. Pasien adalah anak yang diangkat oleh
Bapak Junjunan sejak pasien berusia 3 tahun. Oleh karena itu ketika Bapak
Junjunan meninggal, terungkap bahwa pasien diwariskan rumah dan tanah
senilai 9 milyar di daerah Pengalengan Bandung. Pasien juga bercerita
bahwa dulu ketika masih tinggal bersama Bapak Walikota Bandung, pasien
dekat dengan SBY dan SBY adalah teman baiknya. Karena punya harta
yang berlimpah, maka pasien dibenci oleh anak-anaknya. Pasien
mengatakan anak-anaknya ingin pasien cepat mati supaya hartanya bisa
dikuasai anaknya. Oleh karena itu, pasien sangat takut untuk bertemu anak-
anaknya karena takut dibunuh. Namun pasien mengaku sangat ingin
berjumpa dengan anaknya yang bernama Edi Zubaidi yang diakui pasien
adalah anak kandung dari hasil hubungan gelap pasien dengan salah satu
bujangan di daerah puncak.
Pada wawancara tanggal 5 Juli 2013 pasien tidak lagi ingin bercerita
tentang kejadian yang menimpanya dimana dilakukan oleh anaknya. Pasien
mengaku sedih jika harus mengingatnya. Pasien bingung kenapa pasien
begitu dibenci oleh anak-anaknya. Yang menjadi penyebab anak-anaknya
membencinya diduga pasien karena pasien mengetahui rahasia hubungan
gelap anak kedua dari hasil pernikahan dengan suami pertamanya yang
bernama Rika dengan anak laki-lakinya dari hasil pernikahan dengan suami
keduanya. Karena mereka adalah saudara seibu, maka pasien menentang
hubungan tersebut, oleh karena itulah anak-anaknya ingin membunuh dia.
Pasien bercerita tentang masa mudanya dimana pasien hanya
bersekolah 1 tahun di bangku SD, 1 tahun di bangku SMP, 1 tahun di
bangku SMA. Namun karena orang tua angkat pasien adalah orang yang
berpengaruh di daerah Bandung, pasien dapat terus melanjutkan sekolah
hingga sekolah kebidanan, dan D3 Anestesi di Harvard Singapura. Pasien
mengaku dulunya jenius dan sangat pintar sehingga walapun hanya
bersekolah satu tahun di SD, pasien dapat melnjutkan SMP, dan SMA.
Setelah sebelumnya pernah menikah 3 kali, tahun 1983 pasien bertemu
dengan suami terakhirnya yang bernama Bapak Sofyan. Pertemuan diawali
dengan kecelakaan, dimana pasien ditabrak oleh Bapak Sofyan sehingga
pasien cedera pada kepala dan tidak sadarkan diri selama 3 bulan di Rumah
Sakit Dustira Bandung. Setelah pasien sadar, pasien dinikahi oleh Bapak
Sofyan yang merupakan duda beranak 3 dari istri terdahulunya. Pasien
mengakui saat menikah dengan Bapak Sofyan pasien merasa bahagia,
karena dipenuhi seluruh kebutuhannya, juga pasien diijinkan tetap bekerja
sebagai bidan di yayasan RB. Rahim di Bogor. Bahkan rencananya pasien
akan dibangunkan Rumah Bersalin sendiri oleh suaminya ini, namun sayang
Bapak Sofyan kemudian meninggal tahun 2006. Sejak tahun 2006 itulah
pasien mengaku mulai mendapat siksaan dari anak-anaknya.
Aloanamnesis
Pada tanggal 23 Juni 2013 dilakukan wawancara dengan perawat
Ruang Bengkalis. Perawat bercerita bahwa pasien dibawa ke bangsal
Bengkalis karena saat masuk ke IGD pasien berbicara melantur dan ada
pernyataan ingin bunuh diri dari pasien. Saat itu pasien terlihat kebingungan
dan bertanya-tanya mengapa pasien dibawa ke Rumah Sakit Jiwa karena
pasien tidak merasa gila. Pembicaraan pasien tidak sesuai dengan apa yang
ditanyakan dan sering melantur. Walaupun begitu pasien cukup tenang dan
mau bekerja sama, serta patuh waktu ditempatkan di salah satu ruangan di
Bengkalis. Namun pasien selalu bertanya kapan tangannya bisa dioperasi
karena pasien merasa sangat kesakitan sehingga tidak bisa menggerakkan
tangannya.
Pada tanggal 5 Juli 2013 dilakukan wawancara dengan perawat Ruang
Sibatik, tempat pasien dirawat sejak 1 minggu sebelumnya. Pasien dirawat
di R.Sibatik karena telah mendapat persetujuan untuk dioperasi. Pasien
pindah dari bangsal Bengkalis ke Ruang Sibatik tanggal 24 Juni 2013.
Namun sampai sekarang operasi belum dilaksanakan karena pada awalnya
terbentur pada masalah informed consent dari keluarga untuk ijin
dilakukannya tindakan operasi, dimana tak satupun keluarga bisa dihubungi.
Oleh karena itu akhirnya pasien yang menandatangani informed consent
tersebut sendiri dan bertanggung jawab atas dirinya untuk dilakukan operasi.
Setelah itu pada tanggal 25 Juni 2013, pasien ditemukan ingin meloncat dari
tangga di Ruang Sibatik yang berada di lantai 2. Pasien Nampak ingin
melukai diri sendiri dan mencoba bunuh diri, namun keinginan bunuh diri
tersebut disangkal oleh pasien. Pasien tidak ingat pernah berusaha meloncat
dari tangga di Ruang Sibatik.
Selama pasien di Ruang Sibatik, pasien kerap meminta dibelikan
makanan nasi bungkus, shampoo, dan kebutuhan lainnya pada keluarga
pasien lain di ruangan yang sama dengan pasien. Setiap hari seperti itu
sehingga keluarga pasien akhirnya mengajukan keluhan pada tanggan 28
Juni 2013. Pasien juga kerap mengambil makanan milik perawat ketika
perawat sedang makan, yang kemudian dimarahi oleh perawat. Selain itu
sikap pasien sepertiingin selalu diperhatikan, kadang dengan sengaja
membuka perban di tangannya, kemudian memanggil perawat untuk
memandikannya atau memasangkan kembali perbannya. Kebiasaan pasien
yang lain adalah pasien sering meminta ongkos pulang kepada perawar
karena 3 hari belakangan pasien memang pulang pada pagi harinya untuk
mengurus uang pension, namun kembali sendiri pada sore harinya. Perawat
dan pasien yang seruangan dengan pasien mengakui hal kebiasaan pasien
tersebut. Pasien juga kerap berbicara hal yang tidak masuk akal terus
menerus sehingga pasien lain merasa sedikit terganggu. Hal yang tidak
masuk akal di sini adalah pasien mengaku adalah teman dekat SBY, dan
taufik savalas dulunya adalah tukang kebunnya, begitu terus dan selalu
berubah-ubah. Namun sekarang perawat di Ruang Sibatik sudah maklum
jika pasien mulai bertingkah seperti anak kecil yaitu mencari perhatian
dengan melepas perban dengan sengaja berulang-ulang.
D. RIWAYAT GANGGUAN SEBELUMNYA
1. Riwayat Gangguan Psikiatri
- Tahun 2008 pasien dibawa anaknya ke RS. Jiwa di daerah Cisarua
(pasien lupa kapan dan tempat pastinya, berapa lama dirawat di RS
tersebut,serta detail perawatannya). Saat itu pasien didiagnosa
Depresi.
- Tahun 2009 pasien kembali dibawa ke bangsal jiwa RS.Hasan Sadikin
Bandung (pasien lupa waktu tepatnya). Pasien dirawat di bangsal jiwa
dengan diagnosa awal Psikosis, namun dikembalikan ke keluarga 3
hari setelahnya karena (menurut pasien) tidak terbukti adanya
halusinasi atau keyakinan yang aneh.
- Tahun 2011-2013 : Psikosomatis .
Pasien berulang-ulang mengunjungi berbagai poliklinik di RSAL
dengan keluhan mata kabur, kulit gatal, dan gigi bengkak, namun
tidak ditemukan kelainan atau penyebab yang bermakna.
- Tanggal 15 Juni 2013 : Dirujuk dari RS.Siloam dengan diagnosa
Depresi Berat.
2. Riwayat Gangguan Medik
(Menurut pasien) :
- Tahun 1983 : Dirawat di RS.Dustira Bandung akibat kecelakaan yaitu
ditabrak mobil, pasien saat itu dirawat selama hampir 3 bulan di RS.
Tersebut. Dan menurut pengakuan pasien selama 3 bulan pasien tidak
sadarkan diri karena kepalanya terbentur dan harus dilakukan operasi
pada bagian kepala.
( Menurut Rekam Medis) :
- Tanggal 15 Juni 2013 : Dirujuk dari RS. Siloam dengan diagnosa
suspek Fraktur antebrachii sinistra.
- Tanggal 25 Januari 2013 : Hipertensi Esensial
Pasien masuk ke IGD RSAL dengan keluhan pusing, dada berdebar-
debar, tangan berkeringat. Saat itu didapati TD pasien = 190/130
mmHg. Pasien dirawat di IGD untuk diobservasi kemudian
dipulangkan.
3. Riwayat Pengunaan Zat
Pasein tidak pernah mengkonsumsi pil narkoba dan alcohol.
E. RIWAYAT KEHIDUPAN PRIBADI
1. Riwayat Kehamilan dan Persalinan
Menurut pasien, selama ibu mengandungkan pasien, ibu tidak pernah
sakit, riwayat penggunaan obat-obatan terlarang dan minum alcohol selama
kehamilan disangkal. Pasien dilahirkan secara normal, cukup bulan, trauma
lahir dan cacat bawaan disangkal.
2. Masa Kanak Awal
Sejak usia 3 tahun diangkat oleh orang tua angkat, karena orang tuanya
tergolong tidak mampu. Tumbuh besar di rumah orang tua angkatnya sambil
bekerja membantu pekerjaan rumah tangga, namun pasien sering
mengunjungi orang tua kandungnya. Pasien tergolong anak yang sehat,
lincah, proses tumbuh kembang dan tingkah laku normal seperti anak
seusianya. Pasien mengaku hanya 1 tahun duduk di bangku SD, namun
mampu meraih peringkat 1 ketika bersekolah.
3. Masa Kanak Pertengahan
Pasien seperti pengakuan pasien dapat melanjutkan ke tingkat SMP
karena pasien tergolong anak cerdas dan juga karena pertolongan dari orang
tua angkatnya. Masa SMP dituturkan pasien hanya dilalui selama 1 tahun
setelah itu pasien berhenti dengan alasan yang tidak jelas (pasien lupa).
4. Masa Kanak Akhir
Pasien kembali dapat melanjutkan ke tingkat SLTA selama 1 tahun
dengan alasan yang sama. Pasien termasuk golongan berprestasi, sering
mendapat pujian dari guru-gurunya. Pasien mempunyai banyak teman, dan
disukai teman-temanya. Pasien kemudian berhenti sekoah dengan alasan
yang tidak jelas.
5. Masa Dewasa
Pasien dimasukkan ke Akademi Kebidanan di daerah Tasikmalaya oleh
orang tua angkatnya pada tahun 1965. Menjalani pendidikan di Akademi
tersebut selama 3 tahun, bersamaan dengan menjalani pendidikan sebagai
KOWAD (menurut pengakuan pasien). Tahun 1966 pasien menikah dengan
suami pertama dan mempunyai dua orang anak dari pernikahan pertamanya.
Tahun 1972 pasien bercerai dengan suami pertama (alasan bercerai lupa)
dan menikah di bawah tangan dengan seorang tentara dan mempunyai 1
orang anak dari hasil pernikahan ini. Karena suami keduanya kemudian
meninggalkannya, tahun 1974 pasien menikah lagi dengan seseorang yang
ditemuinya ketika bertugas menjadi bidan di daerah pengalengan Bandung.
Dari hasil pernikahan ketiga pasien mempunyai 1 orang anak. Namun pasien
merasa tidak bahagia dengan pernikahan ketiganya ini dan melarikan diri ke
Surabaya, di sana pasien mengaku bekerja sebagai guru TK untuk memnuhi
kebutuhan diri pasien dan untuk menafkahi anak-anaknya yang ditinggal
bersama ibu dari pasien. Tahun 1983 pasien menikah lagi dengan Bapak
Sofyan, yang menurut pengkuan pasien adalah seorang Sersan Mayor TNI
AL dan seorang duda. Pasien tidak mempunyai anak dari hasil
pernikahannya dengan Bapak Sofyan.
F. RIWAYAT KELUARGA
Pasien merupakan anak kelima dari delapan bersaudara. Tidak ada
yang mempunyai keluhan yang sama dengan pasien. Kakak keduanya
meninggal sewaktu bayi, begitu juga dengan anak keenam. Alasan
meninggal karena sakit sewaktu bayi. Ayah pasien sudah meninggal, namun
ibu pasien sampai saat ini masih ada dan sekarang berdomisili di daerah
Tasikmalaya. Sejak usia 3 tahun pasien di asuh oleh orangtua angkat karena
keluarga pasien tergolong keluarga tidak mampu dan memiliki banyak anak.
Genogram
Keterangan :
Laki = Laki-Laki = Laki-laki meninggal = Suami
G. = Perempuan = Pasien = Anak pasien
= Menikah dengan
H. SITUASI SEKARANG
Pasien saat ini merasa sebatang kara, merasa tidak punya siapa-siapa
lagi karena pasien sudah takut bertemu dengan anak-anaknya. Sebelumnya
pasien tinggal di rumah anak pertamanya di Cikarang yang ditinggali
bersama istri dan kedua anaknya. Pasien sedih karena merasa dibuang oleh
anak-anaknya. Pasien juga sedang mengusahakan agar uang pensiunnya
segera cair dan dapat digunakan pasien untuk tinggal di Panti Jompo. Selain
itu pasien menyatakan keinginannya untuk dapat membantu bersih-bersih di
Bangsal Bengkalis apabila diperkenankan.
G. PERSEPSI (TANGGAPAN) PASIEN TENTANG DIRINYA DAN
KEHIDUPANNYA.
Pasien merasa tidak sakit pada jiwanya. Pasien mengaku hanya ingin
supaya anak-anaknya sayang dan memperhatikan dirinya. Namun sayangnya
itu tidak didapati. Pasien merasa bingung kesalahan apa yang sudah pasien
buat sehingga anak-anaknya membencinya. Walaupun sempat sedih, saat ini
pasien sudah kembali optimis menjalani hari tuanya. Salah satunya dengan
membantu bersih-bersih di Bangsal Bengkalis dan tinggal di Panti Jompo
bersama orang yang juga dibuang keluarganya.
III. STATUS MENTAL
A. Deskripsi Umum
a. Penampilan
Pasien seorang perempuan berusia 64 tahun , berpenampilan fisik
sesuai usianya, rambut sudah beruban dan dipotong pendek seperti
potongan laki-laki, warna kulit putih, perawakan kurus dan kecil.
Saat wawancara pasien memakai daster berwarna bunga-bunga
hijau lengan pendek, dengan perban mengelilingi lengan bagian
bawah kiri digantungkan di leher dengan sebuah selendang
berwarna merah. Awalnya pasien sedang berbaring berselimut,
namun ketika tahu akan diwawancara, pasien bangun dan memakai
kerudungnya berwarna hijau. Di kedua pergelangan kaki terdapat
luka kemerahan melingkari pergelangan kaki.
b. Kesadaran
Kuantitatif : Compos Mentis
Kualitatif : Berubah
c. Perilaku dan Aktivitas Psikomotor
Saat wawancara dilakukan pasien cukup tenang. Sesekali pasien
berusaha membetulkan letak tangannya yang diperban dan
membetulkan kain pengikatnya. Pasien juga nampak seperti
kedinginan karena beberapa kali mencoba menutupi badan hingga
leher dengan selimut walaupun saat itu pasien sedang duduk.
Selama wawancara pasien melakukan kontak mata yang sering
dengan pemeriksa. Pasien sangat kooperatif. Sesekali pasien
menepuk pundak pemeriksa dengan lembut dan memuji pemeriksa.
d. Pembicaraan
Pasien dapat menjawab pertanyaan pemeriksa dengan lancar
bahkan nampak tak berhenti. Pasien sering menjawab pertanyaan
dengan berputar-putar atau berbelit-belit, walaupun inti dari
jawaban sering masih berkaitan dengan pertanyaan. Namun
pembicaraan pasien beberapa kali disambungkan dengan hal yang
tidak berkaitan dengan pertanyaan pemeriksa. Selain itu pasien
sering mengatakan “aduh,nenek lupa” dan “nenek tidak mau ingat-
ingat”.ketika pemeriksa berusaha mengkonfirmasi jawaban yang
baru saja diutarakan. Pasien sekali menangis ketika bercerita
tentang kesedihannya pada anak-anaknya.
e. Sikap Terhadap Pemeriksa
Pasien ramah dan kooperatif terhadap pemeriksa.
B. Keadaan Afektif (Mood), Perasaan, Ekspresi Afektif, serta Empati
Afek : Euthymic
Keserasian : Serasi
Empati : Dapat diempati
C. Fungsi Intelektual (Kognitif)
1. Taraf pendidikan : Akademi Kebidanan
Taraf Pengetahuan : Baik, pasien tahu nama presiden RI
sekarang dan pasien masih mengingat sedikit tentang cara persalinan.
Taraf kecerdasan : Cukup, pasien sedikit kesulitan dalam
menjawab soal pengurangan yang dihitung mundur dari angka 100,
terhenti setelah beberapa penyebutan.
2. Daya Konsentrasi : Selama wawancara pasien cukup
menyimak pertanyaan pemeriksa. Sesekali sempat terhenti oleh
perhatiannya yang teralihkan oleh pasien lain di dalam ruangan. Pasien
beberapa kali menanyakan kembali apa jawaban yang tadi diucapkannya
khususnya tentang jumlah suami dan anak-anaknya. Jawaban
pengurangan mundur juga sedikit kacau karena jawaban yang seharusnya
disebutkan mundur, malah pasien kembali mengucapkan yang sudah
diucapkan sebelumnya
3. Daya Ingat Jangka Panjang : Cukup, pasien ingat masa kecil
meski sedikit, hingga tahun-tahun penting atau masa-masa baik dalam
kehidupannya, namun ditemukan konfabulasi dalam beberapa
jawabannya. Ada tahun-tahun yang kosong yang menurut pasien tidak
ingin diingat pasien. Pasien kesulitan dalam mengingat berapa kali
menikah juga kesulitan dalam menyebutkan tanggal lahir anaknya.
Daya Ingat Jangka Pendek : Terganggu, pasien mengingat nama
dokter yang merawat, namun tidak mengingat pernah melakukan
tindakan percobaan melukai diri sendiri di R.Sibatik.
Daya Ingat Segera : Terganggu, pasien mengingat nama
DM yang melakukan wawancara. Pasien kesulitan dalam mengingat 3
kata yang diminta untuk diingat sebelumnya : rumah,besi,jalan dengan
interval 5 menit.
4. Daya Orientasi Waktu : Baik, pasien tahu hari dan waktu saat
diwawancara
Daya Orientasi Tempat : Baik, pasien tahu dia berada di RSAL
Daya Orientasi Personal : Baik, pasien tahu dengan siapa pasien di
ruangan
Pikiran Abstrak : Pasien tahu persamaan pulpen dengan
pensil
D. Gangguan Persepsi
1. Halusinasi : Tidak ada
2. Ilusi : Tidak ada
3. Depersonalisasi : Tidak ada
4. Derealisasi : Tidak ada
E. Proses Berpikir
1. Arus Pikiran
a. Produktivitas :
- Kualitas : Relevan
- Kuantitas : Loggorrhoe (+)
b. Kontinuitas : Asosiasi longgar (+), Circumstansial (+)
c. Hendaya berbahasa : Tidak ada
2, Isi Pikiran
a. Preokupasi : Merasa bingung mengapa dibenci oleh anak-anaknya.
b. Gangguan isi pikiran :
- Waham : Tidak ada
- Gagasan mirip waham : Merasa dirinya hebat dan jenius, dijelaskan
bahwa pasien adalah seorang bidan,kowad, perawat anestesi dengan
nilai tertinggi se Indonesia, dan juga seorang dokter, bersahabat baik
dengan beberapa Profesor, Kapolres, bahkan SBY. Namun hal ini
sering berubah-rubah dan tidak konsisten.
Pasien juga merasa dirinya akan dibunuh oleh anak-anaknya karena
perebutan harta. Namun cerita ini juga tidak konsisten.
F. Pengendalian Impuls
Baik, dapat mengendalikan diri
G. Daya Nilai
- Daya Nilai Sosial : Sopan Santun sedikit berkurang, karena sering
bersifat kekanak-kanakan dengan mencomot makanan milik perawat
dan meminta dibelikan makanan oleh pasien lain dalam ruangan.
- Uji Daya Nilai : Cukup, mengingat kesehariannya namun
kesulitan dalam menyebutkan detail.
- Daya Nilai Realita :Terganggu ( Gagasan mirip waham,
konfabulasi)
H. Tilikan
Derajat 2, dimana terdapat ambivalensi terhadap penyakitnya karena pasien
merasa tidak sakit tetapi masih mau minum obat, dengan alasan agar dapat
tidur pulas dan karena dokter yang merawat sangat memperhatikan pasien.
I. Taraf dapat Dipercaya
Tidak dapat dipercaya.
IV. STATUS FISIK
A. Status Interna
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos Mentis
Tanda Vital
Tekanan Darah : 130/70
Nadi : 98 x/ menit
Suhu : 35,6 o C
Pernapasan : 20 x/ menit
B. Status Neurologik : Tidak Dilakukan
V. IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA
A. Perkembangan Multipel Defisit Fungsi Kognitif yang dimanifestasikan melalui:
1. Penurunan atau Pemburukan Daya Ingat ( Ketidakmampuan mempelajari
hal baru atau mengingat kembali informasi baru yang sebelumnya
diberitahukan)
- Daya Ingat Jangka Panjang : Pasien kesulitan mengingat kepastian
berapa kali menikah, dan ada tahun-tahun kosong yang tidak diingat
pasien, namun pasien berusaha menutupinya dengan mengatakan
tidak ingin lagi mengingat-ingat masa itu. Pasien kesulitan
menyebutkan tanggal lahir anak-anaknya.
- Daya Ingat Jangka Pendek : Pasien tidak mengingat pernah
melakukan percobaan bunuh diri dengan loncat dari tangga di Ruang
Sibatik.
- Daya Ingat Segera : Pasien kesulitan dalam menyebutkan kembali 3
kata yaitu rumah, besi, dan jalan setelah interval 5 menit.
2. Satu (atau lebih) dari gangguan fungsi kognitif berikut :
- Gangguan dalam fungsi eksekutif ( perencanaan, pengorganisasian,
atau merangkai aktivitas, atau untuk berpikir secara abstrak) : Pasien
kesulitan dalam merencanakan, mengorginisir dan merangkai aktivitas
sehari-harinya. Sehari-hari pasien hanya berjalan tidak tentu arah,
bahkan tertidur di makam. Pasien juga kesulitan dalam menjelaskan
detaik aktivitas yang dilakukan.
B. Gangguan Pada Kriteria A1 dan A2 masing-masing menyebabkan gangguan
signifikan dalam kehidupan social dan pekerjaan dan merupakan penurunan fungsi
yang signifikan dari tingkat fungsi yang sebelumnya.
- Pasien dijauhi oleh anak-anak pasien sendiri, bahkan dipukuli dan disiksa
oleh anak pasien karena seluruh keluarga tidak ingin lagi mengurus pasien.
Sampai saat ini keluarga pasien tidak ada satupun yang bisa dihubungi.
- Pasien tidak lagi bisa bekerja seperti ketika masih muda dulu walaupun ada
keinginan untuk kembali menjadi bidan. Namun yang dilakukan pasien
sehari-hari hanya berkeliling tidak tentu arah.
C. Ada bukti dari riwayat perjalanan penyakit, pemeriksaan fisik dan penemuan
hasil pemeriksaan laboratorium yang menyatakan gangguan berasal dari berbagai
penyebab.
- Pasien pernah mengalami trauma kepala tahun 1983 dan saat itu hingga
tidak sadarkan diri untuk beberapa lama.
- Ada gejala depresi saat ditinggal suami keempatnya, karena pasien sering
tidur di makam suaminya. Ditemukan perilaku yang tidak lazim, yaitu tidur
di makam, dan pulang dalam keadaan telanjang.
- Ditemukan riwayat pemeriksaan dari Rekam Medis pasien bahwa pasien
menderita Hipertensi Esensial. Bahkan pernah dinyatakan Kegawatdaruratan
dalam Hipertensi saat bulan Januari tahun 2013 di RSAL.
D. Defisit tidak terjadi secara eksklusif selama terjadi delirium.
- Pasien tidak megalami delirium.
VI. EVALUASI MULTIAKSIAL
Axis I : Obs. Demensia e.c Etiologi Ganda dengan
Gangguan Tingkah Laku
Axis II : -
Axis III : Hipertensi Esensial tidak terkontrol,
Riwayat trauma kepala, Fraktur Tertutup
antebrachii sinistra
Axis IV : Psikososial
Axis V ; GAF 41-50 ( tanggal 28 Juni 2013)
VII. DAFTAR MASALAH
A. Organobiologik : fraktur tertutup region antebrachii sinistra, hipertensi
B. Psikologik : Sedih ditinggal suami keempatnya.
C. Sosial / keluarga : Kecewa terhadap seluruh anaknya dan keluarganya.
VIII. PROGNOSIS
Dubia ad malam
VIX. PENATALAKSANAAN
1. Farmakoterapi
- Risperidone 1 x 0.5 mg P.O / hari diminum saat malam hari,
dinaikkan bertahap 0.5 mg per hari hingga 2 mg/ hari.
- Alprazolam 1x 0.25 mg P.O/hari diminum saat malam hari.
2. Psikoterapi
a. Membangun relasi dengan pasien dan membuat pasien merasa
nyaman sehingga pasien merasa diperhatikan dan dipedulikan sesuai
dengan prinsip terapi yang komprehensif.
b. Setelah itu melakukan pendekatan suportif, direktif, edukatif,
investigative,dan yang berorientasi pada tilikan.
c. Membimbing pasien mengenai pentingnya meminum obat secara
rutin.
3. Sosioterapi
Berusaha menghubungi pihak keluarga dan mengedukasi keluarga mengenai
keadaan pasien yang sesungguhnya, dan bagaimana menyikapi pasien dalam
keseharian serta mengawasi pasien dalam minum obat.
X. SARAN
1. Memberikan penjalasan tentang pentingnya meminum obat, karena pasien
belum memahami mengenai keadaan dirinya.
2. Berusaha menghubungi salah satu pihak keluarga untuk menjelaskan
tentang penyakit pasien, serta memberikan informasi kepada keluarga bahwa
gejala dapat muncul bila tidak patuh minum obat dan sedapat mungkin
menghindari tekanan atau stressor mental yang berlebihan pada pasien agar
tidak terjadi kekembuhan.
3. Melakukan konsultasi dan rawat bersama dengan Bagian Penyakit Dalam
untuk penatalaksanaan Hipertensi yang diderita pasien.
4. Melakukan konsultasi dan rawat bersama dengan Bagian Bedah Ortopedi
untuk reposisi lengan bawah kiri pasien.
5. Monitoring efek samping obat yang berkaitan dengan penyakit vascular
berkaitan dengan Hipertensi yang diderita pasien. Pertimbangkan
pemeriksaan neurologis lanjutan seperti MRI kepala untuk mengetahui
secara tepat kelainan yang diderita pasien demi penatalaksanaan yang lebih
adekuat.