Stakeholder

20
BAB I TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Pengertian Stakeholder dapat diartikan sebagai segenap pihak yang terkait dengan isu dan permasalahan yang sedang diangkat. Misalnya bilamana isu perikanan, maka stakeholder dalam hal ini adalah pihak-pihak yang terkait dengan isu perikanan, seperti nelayan, masyarakat pesisir, pemilik kapal, anak buah kapal, pedagang ikan, pengolah ikan, pembudidaya ikan, pemerintah, pihak swasta di bidang perikanan, dan sebagainya. Stakeholder dalam hal ini dapat juga dinamakan pemangku kepentingan. Pengertian stakeholder Istilah stakeholder sudah sangat populer. Kata ini telah dipakai oleh banyak pihak dan hubungannnya dengan berbagi ilmu atau konteks, misalnya manajemen bisnis, ilmu komunikasi, pengelolaan sumberdaya alam, sosiologi, dan lain-lain. Lembaga-lembaga publik telah menggunakan istilah stakeholder ini secara luas ke dalam proses-proses pengambilan dan implementasi keputusan. Secara sederhana, stakeholder sering dinyatakan sebagai para pihak, lintas pelaku, atau pihak-pihak yang terkait dengan suatu issu atau suatu rencana. Dalam buku Cultivating Peace, Ramizes mengidentifikasi berbagai pendapat mengenai stakekholder ini. Beberapa defenisi yang penting dikemukakan seperti Freeman (1984) yang mendefenisikan stakeholder sebagai kelompok atau individu yang dapat memengaruhi dan atau dipengaruhi oleh suatu pencapaian tujuan tertentu. Sedangkan Biset (1998) 1

description

MANAJEMEN

Transcript of Stakeholder

Page 1: Stakeholder

BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Pengertian

Stakeholder dapat diartikan sebagai segenap pihak yang terkait dengan isu dan

permasalahan yang sedang diangkat. Misalnya bilamana isu perikanan, maka stakeholder

dalam hal ini adalah pihak-pihak yang terkait dengan isu perikanan, seperti nelayan,

masyarakat pesisir, pemilik kapal, anak buah kapal, pedagang ikan, pengolah ikan,

pembudidaya ikan, pemerintah, pihak swasta di bidang perikanan, dan sebagainya.

Stakeholder dalam hal ini dapat juga dinamakan pemangku kepentingan.

Pengertian stakeholder Istilah stakeholder sudah sangat populer. Kata ini telah dipakai

oleh banyak pihak dan hubungannnya dengan berbagi ilmu atau konteks, misalnya

manajemen bisnis, ilmu komunikasi, pengelolaan sumberdaya alam, sosiologi, dan lain-lain.

Lembaga-lembaga publik telah menggunakan istilah stakeholder ini secara luas ke dalam

proses-proses pengambilan dan implementasi keputusan. Secara sederhana, stakeholder

sering dinyatakan sebagai para pihak, lintas pelaku, atau pihak-pihak yang terkait dengan

suatu issu atau suatu rencana. Dalam buku Cultivating Peace, Ramizes mengidentifikasi

berbagai pendapat mengenai stakekholder ini. Beberapa defenisi yang penting dikemukakan

seperti Freeman (1984) yang mendefenisikan stakeholder sebagai kelompok atau individu

yang dapat memengaruhi dan atau dipengaruhi oleh suatu pencapaian tujuan tertentu.

Sedangkan Biset (1998) secara singkat mendefenisikan stekeholder merupakan orang dengan

suatu kepentingan atau perhatian pada permasalahan. Stakeholder ini sering diidentifikasi

dengan suatu dasar tertentu sebagimana dikemukakan Freeman (1984), yaitu dari segi

kekuatan dan kepentingan relatif stakeholder terhadap issu, Grimble and Wellard (1996), dari

segi posisi penting dan pengaruh yang dimiliki mereka.

Pandangan-pandangan di atas menunjukkan bahwa pengenalan stakeholder tidak

sekedar menjawab pertanyaan siapa stekholder suatu issu tapi juga sifat hubungan

stakeholder dengan issu, sikap, pandangan, dan pengaruh stakeholder itu. Aspek-aspek ini

sangat penting dianalisis untuk mengenal stakeholder.

1.2 Kategori Stakeholder

Berdasarkan kekuatan, posisi penting, dan pengaruh stakeholder terhadap suatu issu

stakeholder dapat diketegorikan kedalam beberapa kelompok ODA (1995) mengelompkkan

stakeholder kedalam yaitu stakeholder primer, sekunder dan stakeholder kunci . Sebagai

1

Page 2: Stakeholder

gambaran pengelompokan tersebut pada berbagai kebijakan, program, dan proyek pemerintah

(publik) dapat kemukakan kelompok stakeholder seperti berikut :

Stakeholder Utama (primer)

Stakeholder utama merupakan stakeholder yang memiliki kaitan kepentingan secara langsung

dengan suatu kebijakan, program, dan proyek. Mereka harus ditempatkan sebagai penentu

utama dalam proses pengambilan keputusan.

1. Masyarakat dan tokoh masyarakat : Masyarakat yang terkait dengan proyek, yakni

masyarakat yang di identifkasi akan memperoleh manfaat dan yang akan terkena dampak

(kehilangan tanah dan kemungkinan kehilangan mata pencaharian) dari proyek ini. Tokoh

masyarakat : Anggota masyarakat yang oleh masyarakat ditokohkan di wilayah itu

sekaligus dianggap dapat mewakili aspirasi masyarakat

2. Pihak Manajer publik : lembaga/badan publik yang bertanggung jawab dalam pengambilan

dan implementasi suatu keputusan.

Stakeholder Pendukung (sekunder)

Stakeholder pendukung (sekunder) adalah stakeholder yang tidak memiliki kaitan

kepentingan secara langsung terhadap suatu kebijakan, program, dan proyek, tetapi memiliki

kepedulian (consern) dan keprihatinan sehingga mereka turut bersuara dan berpengaruh

terhadap sikap masyarakat dan keputusan legal pemerintah.

1. lembaga(Aparat) pemerintah dalam suatu wilayah tetapi tidak memiliki tanggung jawab

langsung.

2. lembaga pemerintah yang terkait dengan issu tetapi tidak memiliki kewenangan secara

langsung dalam pengambilan keputusan.

3. Lembaga swadaya Masyarakat (LSM) setempat : LSM yang bergerak di bidang yang

bersesuai dengan rencana, manfaat, dampak yang muncul yang memiliki “concern”

(termasuk organisasi massa yang terkait).

4. Perguruan Tinggi: Kelompok akademisi ini memiliki pengaruh penting dalam pengambilan

keputusan pemerintah.

5. Pengusaha(Badan usaha) yang terkait.

2

Page 3: Stakeholder

Stakeholder Kunci

Stakeholder kunci merupakan stakeholder yang memiliki kewenangan secara legal

dalam hal pengambilan keputusan. Stakeholder kunci yang dimaksud adalah unsur eksekutif

sesuai levelnya, legisltif, dan instansi. Misalnya, stekholder kunci untuk suatu keputusan

untuk suatu proyek level daerah kabupaten.

1. Pemerintah Kabupaten

2. DPR Kabupaten

3.Dinas yang membawahi langsung proyek yang bersangkutan

1.3 Analisa Stekholder

Analisa stake holder hendaknya dilakukan sedini mungkin pada awal program untuk

mengidentifikasikan berbagai kelompok yang tertarik, berkait dan berminat dengan issue

tertentu seperti kesehatan reproduksi, lingkungan dll.

Identifikasi pandangan dan karakteristik dari setiap stake holder ini sangat penting,

yang merupakan dasar untuk pelaksanaan tahap berikutnya dalam prakarsa advokasi.

Identifikasi yang spesifik ini dapat menghasilkan suatu “propil stakeholder”.

Semakin spesifik informasi pada setiap stakeholder, maka semakin mudah untuk

memastikan ketetapan informasi, pesan, dan investasi yang akan dilakukan.

Dalam advokasi sesuatu program dapat dibagi dalam empat katagori yaitu

- Penerima advokasi

- Mitra

- Pembuat keputusan

- Musuh atau lawan

Penerima advokasi (beneficiaries) Atau stakeholder primer

Adalah individu atau kelompok yang memperoleh manfa’at secara langsung dari hasil

suatu kegiatan advokasi. Jika dimobilisasi secara tepat maka penerima advokasi merupakan

pendukung yang paling terpercaya dan meyakinkan. Namun sayang memobilisasi penerima

advokasi ini susah dilaksanakan bahkan tidak mungkin

Mitra dan sekutu atau stakeholder sekunder

Adalah individu, kelompok maupun organisasi yang mempunyai pandangan atau

posisi yang sama dan siap bergabung didalam suatu koalisi untuk mendukung isue tertentu.

3

Page 4: Stakeholder

Membangun kemitraan adalah penting, untuk itu perlu dilakukan identifikasi dan

kontribusinya dalam usaha advokasi. Mitra perlu keyakinan dan dorongan terus menerus.

Untuk mempererat kemitraan perlu adanya tujuan yang jelas, Pembagian indformasi dan

pengalaman belajar, komunikasi yang terbuka dan jujur, serta adanya pertemuan rutin.

Membuat keputusan atau stakeholder kunci

Adalah mereka yang berkepentingan dengan kekuasaan atau otoritas untuk bertindak

mempengaruhi perubahan atau kebijakan yang diharapkan.

Yang termasuk di dalam kelompok ini adalah para pembuat undang-undang, anggota

parlemen, anggota kabinet, pemuka masyarakat, pemimpin agama, pemimpin tradisional dsb.

Tidak dapat diragukan bahwa keputusan adalah merupakan target yang bermakna dalam

suatu program advokasi. Untuk itu kelompok ini mendapat perhatian yang lebih dalam upaya

advokasi dibandingkan dengan kelompok lainnya.

Musuh atau penentang

Adalah individu atau kelompok yang memiliki sikap yang bertentangan atau berbeda

dalam suatu masalah tertentu dengan sikap dimana advokasi itu dilakukan. Musuh, jangan

dilihat sebagai lawan yang harus ditentang, melainkan sebagai seseorang yang memiliki

kayakinan dan sikap yang berbeda terhadap issue tertentu. Pentingnya identifikasi musuh ini

guna menentukan posisi mereka tentang suatu masalah dan menentukan dasar untuk dialog.

Untuk melihat semuanya itu perlu adanya usaha untuk melakukan identifikasi dan

analisis terhadap stakeholder kita, dapat dilihat pada tabel berikut ini. (lihat tabel 1).

Tabel 1.1 Mengidentifikasi dan menganalisa stakeholder

Katagori sub/ Besaran/Ukuran/ Pengaruh

stakeholder group lokasi Peng.dan

sikap

potensial

thd upaya

Hambatan

kelompok kelompok thd

masalah/

advokasi dan cara

isu mengatasi

1 2 3 4 5 6

Pengambil

Keputusan

4

Page 5: Stakeholder

Rekan

Kerja/mitra

Kelompok

penentang

Dari tabel diatas kita dapat mengumpulkan nama kelompok atau organisasi bahkan

individu yang menjadi pengambil keputusan, yang dapat menjadi mitra kita maupun yang

berpotensi untuk menghambat advokasi yang direncanakan. Disamping itu kita perlu

mengetahui sejauh mana kelompok ini berada atau skalanya, biasa nasional, propinsi maupun

lokal.

Identifikasi pula tingkat pengetahuan dan sikap dari setiap stakeholder terhadap issue

atau masalah yang kita advokasikan. Apabila terdapat kelompok yang dikapnya mendukung

akan tetapi pengetahuannya masih relatif rendah, maka tugas kita adalah menyediakan

informasi terkini yang dapat mendukung sikap yang dimilikinya. Juga sebaliknya apabila

pengetahuannya mengenal issue atau masalah tersebut telah banyak namun sikapnya masih

belum positif benar, maka lobi atau pendekatan untuk menambah keyakinan yang

bersangkutan harus lebih banyak dilakukan.

Disamping itu kita perlu melakukan identifikasi terhadap pengaruh potensial dari

setiap stakeholder terhadap upaya advokasi yang kita rencanakan, termasuk hal-hal yang

menjadi sandungan dalam upaya tersebut serta kemungkinan cara mengatasi. Setelah semua

informasi ini terkumpul, maka dilakukan analisis terhadap hasil identifikasi yang telah kita

lakukan. Analisis dilakukan secara teliti dan hati-hati akan diperoleh suatu informasi

mengenai stakeholder yang tepat bagi upaya advokasi kita. Informasi atau pesan apa yang

tepat dan peran yang tepat dapat kita identifikasikan terlebih dahulu.

1.4 Mensinergikan kepentingan shareholder & Stakeholder

Tren pengurusan korporasi saat ini mengarah pada upaya mensinergikan kepentingan

shareholder dengan kepentingan stakeholder lainnya. Sebelum kita masuk lebih jauh dalam

pembahasan topik ini, perlu kita samakan dulu pemahaman tentang stakeholder dan

shareholder.

Argumen bahwa perusahaan menempatkan kepentingan stakeholder diatas kepentingan

shareholder bisa jadi benar, asalkan definisi dari stakeholder juga jelas. Sebenarnya

5

Page 6: Stakeholder

pemegang saham adalah bagian dari stakeholder, bukan sesuatu yang terpisah. Namun

shareholder adalah pemangku kepentingan utama. Karena apa? Karena pemegang saham

menanamkan modalnya dalam perusahaan dimana sekaligus juga menanggung risiko

kehilangan modalnya. Sedangkan pemangku kepentingan lainnya, tidak secara langsung

memiliki keterkaitan dalam penyertaan modal perusahaan.

Apakah memang penting bagi perusahaan untuk memperhatikan kepentingan berbagai

stakeholder? Tentu saja, karena perusahaan dapat menghasilkan keuntungan maksimal secara

langgeng jika mendapatkan dukungan penuh dari seluruh stakeholder. Yang diperlukan

adalah bagaimana mensinergikan kepentingan shareholder dengan kepentingan stakeholder

lainnya, sehingga memberikan manfaat optimal bagi semua pihak. Namun tentu saja tidak

berarti bahwa perusahaan harus memikirkan kepentingan stakeholder lainnya diatas

kepentingan pemegang saham.

Bagaimana kalau kepentingan stakeholder lainnya yang diutamakan diatas

kepentingan shareholder? Coba bayangkan misalnya rumah dikelola dengan teori stakeholder

yang mengutamakan kepentingan stakeholder lainnya diatas kepentingan pemilik rumah.

Maka, halaman anda akan menjadi taman publik, juga garasi anda mungkin akan menjadi

ruang serbaguna untuk karang taruna. Yang pasti kita akan kehilangan privacy. Itu sebabnya

mengapa perusahaan harus dikelola sesuai tujuan didirikannya perusahaan sebagai

perwujudan kepentingan pemegang saham.

Namun mengutamakan kepentingan pemegang saham tanpa mempertimbangkan

kepentingan stakeholder yang mempunyai risiko (stake) dalam kelangsungan hidup

perusahaan juga tidak sepenuhnya benar. Perusahaan umumnya sudah bukan dimiliki oleh

individu, apalagi dengan model peningkatan modal melalui pasar modal. Perusahaan kini

dimiliki oleh banyak pemegang saham, dan manajemennya diserahkan kepada profesional.

Ditambah lagi ada saja pemegang saham yang menyertakan modalnya untuk tujuan spekulasi

pasar. Pemegang saham jenis ini dipastikan tidak terlalu peduli dengan kebijakan perusahaan,

karena belum tentu memiliki kepentingan yang sama untuk menjaga kelangsungan

perusahaan. Keterlibatan stakeholder dalam pengoperasian perusahaan juga bisa

menimbulkan banyak gangguan terhadap proses manajemen, itu sebabnya perlu ada batasan

keikutsertaan stakeholder dalam operasional perusahaan.

Jika pendekatan stakeholder diterapkan, maka model yang baik seharusnya dapat

membantu mengatasi kompleksitas persoalan yang ada. Dalam pengelolaan perusahaan,

pemegang saham perlu diberikan porsi perhatian yang cukup. Namun, menjadikan

perusahaan warga negara yang baik juga merupakan hal penting bagi perusahaan maupun

6

Page 7: Stakeholder

komunitas. Umumnya dalam jangka panjang akan membantu meningkatkan nilai tambah

bagi pemegang saham.

Bagaimana kita mensinergikan kepentingan berbagai pihak? Tentu saja model

tersebut perlu disesuaikan dengan sistem hukum, perbedaan kepentingan, karakter bisnis,

kondisi lingkungan, serta kultur bangsa. Model tersebut harus tetap menjaga keberadaan

pengendalian risiko dalam setiap proses bisnis juga mampu menangkap peluang bisnis. Kita

perlu mendefinisikan apa sebenarnya kepentingan stakeholder, komponen didalamnya, serta

bobot yang wajar dari setiap komponen. Dengan demikian kepentingan stakeholder bisa

dipastikan dapat bersinergi dengan kepentingan pemegang saham.

Dalam melakukan sinergi, kepentingan berbagai pihak diselaraskan dengan tujuan

perusahaan. Salah satu cara adalah dengan menerapkan Corporate Social Responsibility

(CSR) menjadi bagian integral strategi perusahaan. CSR disini memasukan berbagai

komponen tanggungjawab perusahaan terhadap stakeholder dan juga tanggung jawab

perusahaan dalam meningkatkan keuntungan. Sebagai contoh, salah satu produsen sabun

memiliki misi untuk membuat 5 miliar orang di Asia dan Afrika dapat memenuhi kebutuhan

higienis. Misi ini dilandasi oleh fakta bahwa 2,2 juta anak dibawah usia 5 tahun meninggal

karena diare dan 1,9 juta anak dibawah usia 5 tahun meninggal karena infeksi pernapasan

serius. Berdasarkan studi yang dilakukan, dengan menjaga kebersihan tangan, risiko terkena

diare dapat dikurangi sebesar 40% serta risiko terkena infeksi pernapasan dapat dikurangi

sebesar 30%. Selaras dengan misi tersebut, disusun strategi untuk meningkatkan kesadaran

dan pola hidup sehat. Implementasi strategi ini antara lain dengan program “Berbagi Sehat”

yang diluncurkan sejak tahun 2004 untuk mengkampanyekan hidup bersih mulai dari cuci

tangan. Bentuk pelaksanaannya , disatu sisi perusahaan mengeluarkan biaya untuk

mempromosikan pola hidup sehat kepada masyarakat. Sedang dari sisi bisnis terlihat ada

kenaikan penjualan produk sabun antiseptik. Dengan demikian kepentingan pemegang saham

juga terpenuhi, buktinya dividen final yang diberikan meningkat setiap tahun dari Rp 80 per

lembar saham di tahun 2003 hingga Rp 167 per lembar saham di tahun 2007.

Contoh lain adalah produsen mobil yang berusaha mengefisiensikan penggunaan

bahan bakar, menjadikan ramah lingkungan, mengurangi efek pemanasan global, sekaligus

menguntungkan bagi konsumen. Ditengah krisis keuangan, masyarakat semakin sadar akan

efisiensi dan ramah lingkungan, sekaligus sebagai pemicu penjualan dan keuntungan.

Profitabilitas yang tinggi pada giliran berikutnya juga dapat meningkatkan kesejahteraan bagi

karyawan perusahaan.

7

Page 8: Stakeholder

1.5 Teori Stakeholder

Stakeholder merupakan individu, sekelompok manusia, komunitas atau masyarakat

baik secara keseluruhan maupun secara parsial yang memiliki hubungan serta kepentingan

terhadap perusahaan. Individu, kelompok, maupun komunitas dan masyarakat dapat

dikatakan sebagai stakeholder jika memiliki karakteristik seperti yang diungkapkan oleh

Budimanta dkk, 2008 yaitu mempunyai kekuasaan, legitimasi, dan kepentingan terhadap

perusahaan.

Jika diperhatikan secara seksama dari definisi diatas maka telah terjadi perubahan

mengenai siapa saja yang termasuk dalam pengertian stakeholder perusahaan. Sekarang ini

perusahaan sudah tidak memandang bahwa stakeholder mereka hanya investor dan kreditor

saja. Konsep yang mendasari mengenai siapa saja yang termasuk dalam stakeholder

perusahaan sekarang ini telah berkembang mengikuti perubahan lingkungan bisnis dan

kompleksnya aktivitas bisnis perusahaan. Dengan menggunakan definisi diatas, pemerintah

bisa saja dikatakan sebagai stakeholder bagi perusahaan karena pemerintah mempunyai

kepentingan atas aktivitas perusahaan dan keberadaan perusahaan sebagai salah satu elemen

sistem sosial dalam sebuah negara oleh kerena itu, perusahaan tidak bisa mengabaikan

eksistensi pemerintah dalam melakukan operasinya. Terdapatnya birokrasi yang mengatur

jalanya perusahaan dalam sebuah negara yang harus ditaati oleh perusahaan melaui

kepatuhan terhadap peraturan pemerintah menjadikan terciptanya sebuah hubungan antara

perusahaan dengan pemerintah.

Hal tersebut berlaku sama bagi komunitas lokal, karyawan, pemasok, pelanggan,

investor dan kreditor yang masing-masing elemen stakeholder tersebut memiliki kekuasaan,

legitimasi, dan kepentingan sehinga masing-masing elemen tersebut membuat sebuah

hubungan fungsional dengan perusahaan untuk bisa memenuhi kebutuhannya masing-

masing.

Perusahaan merupakan bagian dari sistem sosial yang ada dalam sebuah wilayah baik yang

bersifat lokal, nasional, maupun internasional berarti perusahaan merupakan bagian dari

masyarakat secara keseluruhan. Masyarakat sendiri menurut definisinya bisa dijelaskan

sebagai kumpulan peran yang diwujudkan oleh elemen-elemen (individu dan kelompok) pada

suatu kedudukan tertentu yang peran-peran tersebut diatur melalui pranata sosial yang

bersumber dari kebudayaan yang telah ada dalam masyarakat (Budimanta dkk, 2008).

8

Page 9: Stakeholder

Gambar 1.1 Stakeholder

Perusahaan dalam hal ini merupakan bagian dari beberapa elemen yang membentuk

masyarakat dalam sistem sosial yang berlaku. Keadaan tersebut kemudian menciptakan

sebuah hubungan timbal balik antara perusahaan dan para stakeholder yang berarti

perusahaan harus melaksanakan peranannya secara dua arah untuk memenuhi kebutuhan

perushaan sendiri maupun stakeholder lainya dalam sebuah sistem sosial. Oleh karena itu,

segala sesuatu yang dihasilkan dan dilakukan oleh masing-masing bagian dari stakeholder

akan saling mempengaruhi satu dengan yang lainya sehingga tidaklah tepat jika perusahaan

menyempitkan pengertian mengenai stakeholder hanya dari sisi ekonominya saja.

Perkembangan teori stakeholder diawali dengan berubahnya bentuk pendekatan

perusahaan dalam melakukan aktifitas usaha. Ada dua bentuk dalam pendekatan stakehoder

menurut Budimanta dkk, 2008 yaitu old-corporate relation dan new-corporate relation. Old

corporate relation menekankan pada bentuk pelaksanaan aktifitas perusahaan secara terpisah

dimana setiap fungsi dalam sebuah perusahaan melakukan pekerjaannya tanpa adanya

kesatuan diantara fungsi-fungsi tersebut. Bagian produksi hanya berkutat bagaimana

memproduksi barang sesuai dengan target yang dikehendaki oleh manajemen perusahaan,

bagian pemasaran hanya bekerja berkaitan dengan konsumenya tanpa mengadakan

koordinasi satu dengan yang lainya. Hubungan antara pemimpin dengan karyawan dan

pemasok pun berjalan satu arah, kaku dan berorientasi jangka pendek. Hal itu menyebabkan

setiap bagian perusahaan mempunyai kepentingan, nilai dan tujuan yang berbeda-beda

9

Page 10: Stakeholder

bergantung pada pimpinan masing-masing fungsi tersebut yang terkadang berbeda dengan

visi, misi, dan capaian yang ditargetkan oleh perusahaan.

Hubungan dengan pihak di luar perusahaan bersifat jangka pendek dan hanya sebatas

hubungan transaksional saja tanpa ada kerjasama untuk menciptakan kebermanfaatan

bersama. Pendekatan tipe ini akan banyak menimbulkan konflik karena perusahaan

memisahkan diri dengan para stakeholder baik yang berasal dari dalam perusahaan dan dari

luar perusahaan. Konflik yang mungkin terjadi di dalam perusahaan adalah tekanan dari

karyawan yang menuntut perbaikan kesejahteraan. Tekanan tersebut bisa berupa upaya

pemogokan menuntut perbaikan sistem pengupahan dan sebagainya. Jika pemogokan tersebut

terjadi dalam jangka waktu yang lama maka hal itu bisa mengganggu aktifitas operasi

perusahaan dan mengakibatkan kerugian bagi perusahaan. Sedangkan konflik yang mungkin

terjadi dari luar perusahaan adalah munculnya tuntutan dari masyarakat karena dampak

pembuangan limbah perusahaan yang berpotensi menimbulkan kerugian signifikan bagi

perusahaan apabila diperkarakan secara hukum.

New-corporate relation menekankan kolaborasi antara perusahaan dengan seluruh

stakeholder-nya sehingga perusahaan bukan hanya menempatkan dirinya sebagai bagian

yang bekerja secara sendiri dalam sistem sosial masyarakat karena profesionalitas telah

menjadi hal utama dalam pola hubungan ini. Hubungan perusahaan dengan internal

stakeholders dibangun berdasarkan konsep kebermanfaatan yang membangun kerjasama

untuk bisa menciptakan kesinambungan usaha perusahaan sedangkan hubungan dengan

stakeholder di luar perusahaan bukan hanya bersifat transaksional dan jangka pendek namun

lebih kepada hubungan yang bersifat fungsional yang bertumpu pada kemitraan selain usaha

untuk menghimpun kekayaan yang dilakukan oleh perusahaan, perusahaan juga berusaha

untuk bersama-sama membangun kualitas kehidupan external stakholders.

Pendekatan new-corporate relation mengeliminasi penjenjangan status diantara para

stakeholder perusahaan seperti yang ada pada old-corporate relation. Perusahaan tidak lagi

menempatkan dirinya diposisis paling atas sehingga perusahaa mengeksklusifkan dirinya dari

para stakeholder sehingga dengan pola hubungan semacam ini arah dan tujuan perusahaan

bukan lagi pada bagaimana menghimpun kekayaan sebesar-besarnya namun lebih kepada

pencapaian pembangunan yang berkelanjutan (sustainability development).

Penjelasan diatas kemudian memunculkan sebuah pertanyaan siapa sajakah sebenarnya

stakeholder perusahaan. Menurut the Clarkson Centre for Business Ethics (1999) dalam

Magness (2008) stakeholder perusahaan dibagi kedalam dua bentuk besar yaitu primary

stakeholders dan secondary stakeholders. Primary stakeholders merupakan pihak-pihak yang

10

Page 11: Stakeholder

mempunyai kepentingan secara ekonomi terhadap perusahaan dan menanggung risiko seperti

misalnya investor, kreditor,karyawan, komunitas lokal namun disisi lain pemerintah juga

termasuk kedalam golongan primary stakeholders walaupun tidak secara langsung

mempunyai hubungan secara ekonomi namun hubungan diantara keduanya lebih bersifat

non-kontraktual. Bentuk yang kedua adalah secondary stakeholders dimana sifat hubungan

keduanya saling mempengaruhi namun kelangsungan hidup perusahaan secara ekonomi tidak

ditentukan oleh stakeholder jenis ini. Contoh secondary stakeholders adalah media dan

kelompok kepentingan seperti lembaga sosial masyarakat, serikat buruh, dan sebagainya.

Perkembangan teori stakeholders membawa perubahan terhadap indikator kesusuksesan

perusahaan. Hal tersebut tercermin dengan munculnya paradigma Triple Bottom Line.

Stakeholder theory mengatakan bahwa perusahaan bukanlah entitas yang hanya

beroperasi untuk kepentingannya sendiri namun harus memberikan manfaat bagi

stakeholdernya (pemegang saham, kreditor, konsumen, supplier, pemerintah, masyarakat,

analis dan pihak lain). Dengan demikian, keberadaan suatu perusahaan sangat dipengaruhi

oleh dukungan yang diberikan oleh stakeholder kepada perusahaan tersebut. Gray, Kouhy

dan Adams (1994, p. 53) mengatakan bahwa kelangsungan hidup perusahaan tergantung pada

dukungan stakeholder dan dukungan tersebut harus dicari sehingga aktivitas perusahaan

adalah untuk mencari dukungan tersebut. Makin powerful stakeholder, makin besar usaha

perusahaan untuk beradaptasi. Pengungkapan sosial dianggap sebagai bagian dari dialog

antara perusahaan dengan stakeholdernya.

Definisi stakeholder telah berubah secara substansial selama empat dekade terakhir.

Pada awalnya, pemegang saham dipandang sebagai satu-satunya stakeholder perusahaan.

Pandangan ini didasarkan pada argumen yang disampaikan Friedman (1962) yang

mengatakan bahwa tujuan utama perusahaan adalah untuk memaksimumkan kemakmuran

pemiliknya. Namun demikian, Freeman (1983) tidak setuju dengan pandangan ini dan

memperluas definisi stakeholder dengan memasukkan konstituen yang lebih banyak,

termasuk kelompok yang dianggap tidak menguntungkan (adversarial group)-seperti pihak

yang memiliki kepentingan tertentu dan regulator (Roberts 1992).

Stakeholder pada dasarnya dapat mengendalikan atau memiliki kemampuan untuk

mempengaruhi pemakaian sumber-sumber ekonomi yang digunakan perusahaan. Oleh karena

itu power stakeholder ditentukan oleh besar kecilnya power yang mereka miliki atas sumber

tersebut. Power tersebut dapat berupa kemampuan untuk membatasi pemakaian sumber

ekonomi yang terbatas (modal dan tenaga kerja), akses terhadap media yang berpengaruh,

kemampuan untuk mengatur perusahaan, atau kemampuan untuk mempengaruhi konsumsi

11

Page 12: Stakeholder

atas barang dan jasa yang dihasilkan perusahaan (Deegan 2000). Oleh karena itu, “ketika

stakeholder mengendalikan sumber ekonomi yang penting bagi perusahaan, maka perusahaan

akan bereaksi dengan cara-cara yang memuaskan keinginan stakeholder” (Ullman 1985, p.

552). Lebih lanjut Ullman (1985) mengatakan bahwa organisasi akan memilih stakeholder

yang dipandang penting, dan mengambil tindakan yang dapat menghasilkan hubungan

harmonis antara perusahaan dengan stakeholdernya.

Atas dasar argumen di atas, stakeholder theory umumnya berkaitan dengan cara-cara

yang digunakan perusahaan untuk memanage stakeholdernya (Gray et al 1997). Ullman

(1985) berpendapat bahwa power stakeholder berhubungan dengan “postur strategis

(strategic posture) yang diadopsi oleh perusahaan. Menurutnya, strategic posture

menggambarkan model reaksi yang ditunjukkan oleh pengambil keputusan kunci perusahaan

terhadap tuntutan sosial. Oleh karena itu stakeholder theory pada dasarnya melihat dunia luar

dari perspektif manajemen (Gray, Kouhy dan Lavers 1995b).

Cara-cara yang dilakukan perusahaan untuk memanage stakeholdernya tergantung

pada postur strategi yang diadopsi perusahaan (Ullman 1985). Organisasi mungkin

mengadopsi postur strategis yang aktif atau pasif. Perusahaan yang mengadopsi postur

strategis aktif akan berusaha mempengaruhi hubungan organisasinya dengan stakeholder

yang dipandang berpengaruh/penting (Ullman 1985). Hal ini menunjukkan bahwa active

posture tidak hanya mengidentifikasi stakeholder tetapi juga menentukan stakeholder mana

yang memiliki kemampuan terbesar dalam mempengaruhi alokasi sumber ekonomi ke

perusahaan. Sebaliknya, perusahaan dengan pasive posture cenderung tidak terus menerus

memonitor aktivitas stakeholder dan secara sengaja tidak mencari strategi optimal untuk

menarik perhatian stakeholder. Kurangnya perhatian terhadap stakeholder ( dalam

pendekatan pasive posture) akan mengakibatkan rendahnya tingkat pengungkapan informasi

sosial dan rendahnya kinerja sosial perusahaan (Ullman 1985).

Meskipun stakeholder theory mampu memperluas perspektif pengelolaan perusahaan

dan mengenalkan hubungan antara power perusahaan dan power stakeholder, teori ini

memiliki kelemahan. Gray et al (1997) mengatakan bahwa kelemahan stakeholder theory

terletak pada fokus teori tersebut yang hanya tertuju pada cara-cara yang digunakan

perusahaan untuk memanage stakeholdernnya. Perusahaan diarahkan untuk mengidentifikasi

stakeholder yang dianggap penting dan berpengaruh dan perhatian perusahaan akan

diarahkan pada stakeholder yang dianggap bermanfaat bagi perusahaan. Gray et al (1997)

berpendapat bahwa stakeholder theory pada dasarnya merupakan pendekatan berbasis

tekanan pasar (market forces approach)-dimana penyediaan atau penarikan atas sumber

12

Page 13: Stakeholder

ekonomi akan menentukan tipe PSL pada titik waktu tertentu. Mereka yakin bahwa

stakeholder theory mengabaikan pengaruh masyarakat luas (society as a whole) terhadap

penyediaan informasi dalam pelaporan keuangan-termasuk keberadaan hukum dan regulasi

yang menghendaki adanya pengungkapan informasi tertentu.

13