staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/suzana.immanuel/publication/pbpk... · struktur dan...
Transcript of staff.ui.ac.idstaff.ui.ac.id/system/files/users/suzana.immanuel/publication/pbpk... · struktur dan...
1
PERAN MR-proADM DAN MR-proANP SEBAGAI PENANDA
GAGAL JANTUNG
Suzanna Immanuel
Departmen Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Abstrak
Gagal jantung adalah sindrom klinik yang muncul oleh karena ketidakmampuan
jantung untuk memompa darah karena penyebab fungsional maupun struktural. Gagal
jantung menyebabkan pelepasan beberapa penanda biologik. Atrial natriuretic peptide
(ANP) dan adrenomedullin (ADM) adalah penanda biologik yang dilepaskan pada gagal
jantung. Adrenomedulin adalah peptida dengan 52 asam amino yang termasuk dalam
superfamili calcitonin gene related peptide (CGRP). Adrenomedullin meningkat pada gagal
jantung dan setelah miokard infark akut. Fragmen mid-regional proADM (MR-proADM) lebih
stabil dalam sirkulasi dan dapat menjadi penanda keadaan jantung. Dibandingkan dengan
NTproBNP, MR-proADM memiliki sensitifitas yang setara namun kurang spesifik. Sebaliknya,
sebagai penanda prognostik MR-proADM lebih unggul bahkan pada penderita dengan
gejala klinis yang ringan. ANP adalah hormon yang sekresinya dipicu oleh dilatasi jantung
namun memiliki waktu paruh 2,5 menit sehingga sukar diukur. Midregional-proANP adalah
hasil pemecahan proANP, yaitu asam amino 31-67, yang lebih stabil dalam sirkulasi.
Dibandingkan dengan pemeriksaan NT-proBNP, pemeriksaan MR-proANP memberikan
penampilan yang setara untuk diagnosis gagal jantung namun pemeriksaan MR-proANP
memiliki nilai prognostik yang lebih baik. Penggunaan pemeriksaan MR-proADM dan MR-
proANP menambah kekuatan diagnostik dan prognostik pada gagal jantung.
Kata kunci:
Gagal jantung, midregional-proadrenomedullin, midregional-pro-atrialnatriuretic peptide
2
Pendahuluan
Gagal jantung adalah sindroma klinik yang muncul oleh karena ketidakmampuan
jantung untuk memompa darah karena penyebab fungsional maupun struktural. Gagal
jantung merupakan sindroma klinis yang kompleks yang disebabkan oleh adanya gangguan
struktur dan fungsi jantung yang menyebabkan ketidakmampuan fungsi pompa jantung
untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan sehingga terjadi gangguan sirkulasi vena
dan suplai darah ke jaringan tubuh.
Insidens penyakit gagal jantung makin meningkat sejalan dengan meningkatnya usia
harapan hidup penduduk. Di Eropa setiap tahun terjadi 1,3 kasus per 1000 penduduk yang
berusia 25 tahun. Data dari American Heart Association tahun 2007 menyatakan hampir 5,2
juta orang di Amerika menderita gagal jantung. Angka tersebut mungkin makin bertambah
karena setiap tahun terjadi peningkatan kasus baru. Angka kejadian gagal jantung
meningkat bertahap dengan bertambahnya umur.
Diperkirakan terdapat sekitar 23 juta orang yang menderita penyakit ini di seluruh
dunia. Gagal jantung merupakan masalah kesehatan yang serius. Di Amerika, angka
kematian karena gagal jantung mencapai 300.000 kematian setiap tahun. Karena gagal
jantung lebih sering terjadi pada orang tua maka angka prevalensinya cenderung meningkat
pada populasi lanjut usia. Data the Framingham Heart Study menyatakan bahwa prevalensi
pada pria adalah 8 per seribu di usia 50-59 tahun, yang meningkat menjadi 66 per 1000 di
usia 80-89 tahun dengan nilai yang tidak berbeda jauh pada wanita. Penyebab tersering
gagal jantung adalah penyakit jantung koroner sebanyak 46% pada laki-laki dan 27% pada
wanita.1
Pada gagal jantung terjadi stres hemodinamik sehingga menyebabkan pelepasan
banyak protein aktif seperti vasodilator, vasokonstriktor, sitokin, protein matriks ekstrasel,
dan faktor pertumbuhan. Beberapa protein aktif dapat menjadi biomarker potensial untuk
membantu mengetahui keadaan jantung. Kebanyakan molekul bioaktif memiliki waktu paruh
yang singkat atau tidak stabil. Oleh sebab itu diupayakan untuk mendeteksi bentuk proaktif
yang biasanya lebih stabil. Adrenomedullin dan ANP adalah biomarker yang dilepaskan
pada gagal jantung. Midregional proadrenomedullin (MR-proADM) dan midregional pro-ANP
(MR-proANP) adalah hasil pemecahan proadrenomedullin dan pro-ANP yang lebih stabil
dalam sirkulasi sehingga dapat digunakan untuk penatalaksanaan penyakit gagal jantung.
Dalam makalah ini akan dibicarakan tentang gagal jantung, MR-proADM dan MR-proANP
yaitu berkaitan dengan struktur, sintesis, patofisiologi, pemeriksaan laboratorium dan
interpretasinya.
3
Gagal Jantung
Terjadinya gagal jantung berkaitan erat dengan penurunan cardiac output dan
peningkatan tekanan pengisian jantung. Pada keadaan akut, cardiac output yang rendah
akan menstimulasi refleks baroreseptor sehingga terjadi aktivasi neurohormonal, yaitu
aktivasi sistem simpatetik, renin-angiotensin-aldosteron (RAA), yang akan memelihara
perfusi arteri ke organ vital. Aktivasi sistem simpatetik akan meningkatkan kontraktilitas
miokardium, denyut nadi dan vasokonstriksi perifer untuk memelihara cardiac output.
Sedangkan aktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron menyebabkan vasokonstriksi
(angiotensin) dan peningkatan volume darah dengan meretensi garam dan air (aldosteron).
Selain itu juga terjadi peningkatan vasopresin dan peptida natriuretik. Selanjutnya keadaan
ini menyebabkan dilatasi progresif jantung dan perubahan struktur jantung yang disebut
remodelling.2-4 Remodelling merupakan proses yang dimulai pada tingkat seluler yang
ditandai oleh hipertrofi miosit, ketidakseimbangan antara proliferasi dan degradasi matriks
ekstraseluler, apoptosis dan perubahan fungsi miosit. Proses ini akan menyebabkan
perubahan geometri dan struktrur ventrikel kiri berupa dilatasi dan hipertrofi ventrikel
sehingga bentuk ventrikel menjadi lebih sferikal. Perubahan ukuran dan struktur ventrikel
akan meningkatkan stres hemodinamik pada dinding ventrikel dan meningkatkan aliran
regurgitasi melalui katup mitral. Keadaan ini akan menyebabkan penurunan kontraktilitas
maupun cardiac output yang pada akhirnya menjadi keadaan gagal jantung (Gambar 1).5, 6
Gambar 1. Patofisiologi gagal jantung.4
Gangguan fungsi ventrikel / kerusakan miokard
(post infark miokard, kardiomiopati)
stroke volume dan cardiac output
Respons neurohormonal
Aktivasi sistem simpatik Sistem renin-angiotensin-aldosteron
tonus simpatik, angiotensin II, endotelins vasokontriksi
vasopresin dan aldosteron retensi garam dan air
Stress dinding ventrikel dan dilatasi (remodeling) fungsi ventrikel
Gagal jantung
4
Manifestasi klinik gagal jantung antara lain sesak nafas dan edema perifer (akibat
peningkatan tekanan pengisian) serta rasa lelah dan penurunan toleransi kerja fisik (akibat
penurunan cardiac output). Kelainan tersebut dapat mengganggu kapasitas fungsional dan
kualitas hidup individu.3, 6
Berdasarkan kapasitas fungsional penderita, New York Heart Association (NYHA)
menetapkan klasifikasi gagal jantung yang umum digunakan (Tabel 1). Klasifikasi ini
bersifat subyektif dan digunakan untuk menilai beratnya penyakit.
Selain klasifikasi menurut NYHA, ditetapkan pula klasifikasi gagal jantung menurut
American College of Cardiology / American Heart Association (ACC / AHA) untuk
melengkapi sistem klasifikasi NYHA (Tabel 2). Klasifikasi ini menetapkan faktor resiko untuk
terjadinya gagal jantung dan terapi intervensi sehingga dapat mengurangi mortalitas dan
morbiditas gagal jantung.6, 7
Diagnosis gagal jantung ditetapkan berdasarkan adanya gejala klinis, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang lain seperti elektrokardiografi, X-ray, ekokardiografi dan
pemeriksaan laboratorium yang merupakan bukti obyektif adanya disfungsi jantung.7-9
Tabel 1. Klasifikasi fungsional gagal jantung berdasarkan New York Heart
Association (NYHA).7
Kelas I
Kelas II
Kelas III
Kelas IV
Penderita dengan kelainan jantung tanpa keterbatasan aktivitas fisik. Aktifitas fisik
berat tidak menyebabkan rasa lelah, palpitasi, sesak atau nyeri dada.
Penderita dengan kelainan jantung dengan keterbatasan aktivitas fisik ringan.
Penderita nyaman saat istirahat. Aktivitas fisik berat menyebabkan rasa lelah,
palpitasi, sesak atau nyeri dada.
Penderita dengan kelainan jantung dengan keterbatasan aktivitas fisik berat.
Aktivitas yang lebih ringan menyebabkan rasa lelah, palpitasi, sesak atau nyeri dada.
Penderita dengan kelainan jantung dengan ketidakmampuan melakukan aktivitas
fisik dengan nyaman. Gejala gagal jantung atau sindrom angina dapat dijumpai pada
keadaan istirahat. Dengan melakukan aktivitas apapun, semakin tidak nyaman.
5
Tabel 2. Klasifikasi gagal jantung berdasarkan ACC / AHA.6, 10
Stadium A
Stadium B
Stadium C
Stadium D
Penderita dengan resiko tinggi untuk terjadinya gagal jantung. Tidak dijumpai
kelainan struktur atau fungsional katup maupun ventrikel. Tidak dijumpai tanda dan
gejala gagal jantung.
Penderita dengan kelainan struktur jantung yang dapat berkembang menjadi gagal
jantung, namun tidak dijumpai tanda dan gejala gagal jantung.
Penderita dengan gejala gagal jantung.
Contoh : sesak dan rasa lelah akibat disfungsi sistolik ventrikel kiri, penderita yang
saat ini tanpa gejala namun sebelumnya pernah mendapat terapi gagal jantung.
Penderita dengan kelainan struktur jantung lanjut dan adanya gejala gagal jantung
yang jelas meskipun telah mendapat terapi maksimal dan memerlukan intervensi
khusus.
Pada tahun 2001 European Society of Cardiology (ESC) telah menganjurkan
pemeriksaan peptida natriuretik untuk menunjang diagnosis gagal jantung. 8 Berdasarkan
data mutakhir, rekomendasi European Society of Cardiology 2008 menggunakan
pemeriksaan peptida natriuretik dalam alur diagnosis gagal jantung kronik (Gambar 2)
maupun gagal jantung akut (Gambar 3). Pada gagal jantung kronik, kadar BNP >400 pg/mL
atau NT-proBNP >2000 pg/mL mendukung diagnosis sedangkan kadar BNP <100 pg/mL
atau NT-proBNP <400 pg/mL menyingkirkan diagnosis. 9
Gambar 2. Alur diagnosis gagal jantung kronik menurut ESC 2008 9
6
Gambar 3. Alur diagnosis gagal jantung akut menurut ESC 2008 9
Dalam diagnosis gagal jantung akut, pemeriksaan peptida natriuretik memiliki nilai
prediktif negatif yang tinggi. Kadar peptida natriuretik yang normal menyingkirkan diagnosis
gagal jantung sedangkan kadar peptida natriuretik yang meningkat, memiliki nilai
prognostik.9
Midregional pro-ANP
Struktur dan Sintesis
ANP adalah hormon yang sekresinya dipicu oleh dilatasi jantung namun memiliki
waktu paruh 2,5 menit sehingga sukar diukur. Midregional-proANP adalah hasil pemecahan
proANP, yaitu asam amino 31-67, yang lebih stabil dalam sirkulasi. 11
ANP disintesis dalam bentuk protein prekursor asam amino (pro-ANP) dengan
panjang 126 asam amino. ProANP disimpan di granula yang terikat membran pada sel
jantung atrium. Saat stimulasi granula tersebut akan menuju ke permukaan sel dan
mengeluarkan proANP. Mekanisme pengeluaran ini masih belum diketahui dengan pasti.
proANP kemudian dipecahkan menjadi ANP matur dengan 28 asam amino (α-ANP) sebagai
hormon aktif yang beredar disirkulasi dan fragment terminal 98 asam amino. Fragmen
terminal amino kemudian dipecah lebih lanjut oleh proses proteolitik di sirkulasi membentuk
fragmen proANP (1-30), mid-region proANP (31-67) dan fragmen proANP (79-98).11
7
Patofisiologi
Terdapat tiga reseptor peptida natriuretik yakni NPR-A, NPR-B, NPR-C. NPR-A dan
NPR-B adalah reseptor guanylyl cyclase dengan cyclic guanosine monophosphate sebagai
second messenger yang memperantarai efek dari NP. Sebaliknya reseptor NPR-C berfungsi
dalam bersihan dan diperantarai mekanisme endositosis yang dilanjutkan dengan hidrolisis
lisosom. Bersama dengan pengeluaran oleh renal, NPR-C membersihkan NP dari sirkulasi.
NPR A terutama terdapat pada pembuluh darah, jantung, ginjal serta kelenjar adrenal dan
akan berikatan dengan ANP dan BNP sehingga berfungsi untuk bersihan ANP dan BNP.
Sedangkan NPR B banyak terdapat pada otak, ginjal serta kelenjar adrenal dan berikatan
terutama dengan CNP. Reseptor NPR A penting untuk aktivitas ANP. Dilatasi otot dinding
jantung terutama atrium akan menyebabkan pelepasan ANP. 12
Pada gagal jantung, kadar ANP meningkat sebagai suatu mekanisme regulasi
kompensatorik yaitu menimbulkan efek natriuretik, diuretik, vasodilatasi serta inhibisi sekresi
renin-aldosteron plasma dan inhibisi simpatis sehingga merupakan mekanisme
kardioproteksi untuk menurunkan beban volume jantung (Gambar 4). 12-14
Gambar 4. Efek peptida natriuretik 13, 14
8
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan peptida natriuretik dapat dilakukan dengan beberapa macam metode,
antara lain radioimmunoassay (RIA), immunoradiometric assay (IRMA), fluorescence
immunoassay (FIA) dan enzim immunoassay (EIA). Segmen terminal amino ANP 1-98 (NT-
proANP) telah diketahui memiliki waktu paruh lebih panjang dibanding ANP sehingga lebih
baik untuk diperiksa. Namun demikian beberapa hal menjadi kelemahan NT-proANP yaitu
segmen NT-proANP masih dapat mengalami fragmentasi dan segmen terminal amino sulit
berikatan dengan antibodi. Oleh sebab itu dilakukan penelitian dengan segmen midregional
proANP. Morgenthaler dkk (2004) kemudian mengembangkan pemeriksaan dengan target
asam amino 72-90 dari segmen midregional ANP (Gambar 5). 11
Gambar 5. Segmen MR-proANP sebagai target imunoasai 11
Pada 325 individu sehat konsentrasi MR-proANP menggunakan metode LIA dari
B.R.A.H.M.S berkisar pada 9,6-313 pmol/L, median 45 pmol/L (IK 95%: 43,0 – 49,1 pmol/L).
Persentil 97,5 adalah 163,9 pmol/L, dan persentil 2,5 adalah 18,4 pmol/L. Nilai berdasarkan
umur disajikan pada Tabel 3. Pada donor sehat, kadar MR-proANP semakin meningkat
seiring dengan usia. Terdapat perbedaan median antara pria dan wanita. 11
Tabel 3. Kadar MR-proANP pada 325 donor darah sehat 11
9
Interpretasi
ProANP mempunyai waktu paruh lebih lama dibandingkan α-ANP yang mempunyai
waktu paruh sangat pendek (2.5 menit) sehingga konsentrasi dalam plasma pro-ANP 50 kali
lebih tinggi dibandingkan α-ANP. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kadar plasma
dari α-ANP dan proANP meningkat secara bermakna walaupun pada penderita disfungsi
ventrikel kiri yang tidak menunjukkan gejala. Kadar plasma proANP meningkat pada
beberapa keadaan dan dapat digunakan sebagai petanda yang penting untuk; membedakan
penderita gagal jantung dengan NYHA klas I, disfungsi ventrikel kiri asimptomatik, sebagai
prediktor gagal jantung stadium awal pada penderita tanpa gejala, prognosis sesudah acute
myocardial infarction (AMI) dan untuk pemantauan terapi ACE-I (Angiotensin Converting
Enzyme-Inhibitors).
Von Haehling dkk (2007) memulai penelitian dengan 525 penderita gagal jantung
kronik (rerata umur 61 thn) kemudian ditambah dengan 249 penderita gagal jantung (rerata
umur 63 thn) menemukan perbedaan signifikan kadar MR-proANP pada kelas gagal jantung
menurut NYHA. Makin berat kelas NYHA, kadar MR-proANP makin tinggi (Gambar 6).
Gambar 6. Kadar MR-proANP dan kelas gagal jantung menurut NYHA 15
Moertl dkk (2007) meneliti 797 penderita gagal jantung kronik menemukan bahwa
area dibawah kurva ROC pemeriksaan MR-proANP yaitu 0,799 (0.753-0,844) mirip dengan
pemeriksaan BNP yaitu 0,803 (0,757-0,849) dan pemeriksaan NT-proBNP yaitu 0,730
(0,681-0,778), sehingga dapat dikatakan bahwa penampilan pemeriksaan MR-proANP
adalah setara dengan pemeriksaan BNP dan NT-proBNP untuk diagnosis gagal jantung
10
kronik. Namun setelah pemantauan 68 bulan ditemukan bahwa MR-proANP memiliki nilai
prediksi mortalitas yang lebih baik dibanding NT-proBNP dan BNP (Gambar 7). Peneliti
mengemukakan alasan kestabilan MR-proANP sebagai satu faktor yang mempengaruhi
hasil ini. 16
Gambar 7. Prediksi mortalitas MR-proANP, NT-proBNP dan BNP 16
Penelitian prospektif Biomarkers in Acute Heart Failure (BACH) terhadap 1.641
pasien darurat dengan dispnea juga menemukan bahwa MR-proANP dengan nilai potong
120 pmol/L terbukti sebanding dengan BNP 100 pg/mL untuk diagnosis gagal jantung akut.
Perbedaan akurasi hanya 0,9%. 17
Berdasarkan hasil diatas, maka dapat dikatakan bahwa dibandingkan dengan
pemeriksaan yang telah ada, pemeriksaan MR-proANP memberikan penampilan yang
setara untuk diagnosis gagal jantung namun pemeriksaan MR-proANP memiliki nilai
prognostik yang lebih baik.
Midregional proadrenomedullin
Struktur dan Sintesis
Adrenomedullin adalah peptida aktif yang awalnya ditemukan pada ekstrak
feokromositoma. 18, 19 Adrenomedullin ditemukan pada jantung, ginjal, sel otot polos
vaskuler dan sel endotelial. 18 Adrenomedullin manusia terdiri dari 52 peptida asam amino
dengan struktur rantai yang dibentuk oleh ikatan disulfida dan amidase tirosin pada C
11
terminus yang penting untuk ikatan dengan reseptor dan aktivitas biologik (Gambar 8 8).
Gambar 8. Susunan asam amino adrenomedullin
Adrenomedullin termasuk dalam superfamili calcitonin gene related peptide (CGRP).
Gen adrenomedulin terdiri dari 4 exon pada kromosom 11. Pada awalnya disintesis 185
asam amino yang membentuk molekul preproadrenomedullin (preproAM). Dari exon 2 dan
3 dibentuk subunit preadrenomedulin terminal amino 20 peptida (PAMP) yaitu asam amino
21-41. Bentuk matur adrenomedulin disandi dari exon 4 yaitu asam amino 94-146.
PreproAM dipecah menjadi subunit PAMP dan adrenomedullin intermediat dengan glisin
pada salah satu ujung terminalnya (PAMP-Gly dan AM-Gly). Bentuk matur adrenomedullin-
CONH2 dihasilkan melalui proses amidase (Gambar 9).19
Gambar 9. Struktur gen adrenomedulin
Bentuk midregional proadrenomedullin adalah molekul yang terdiri dari asam amino
24 sampai 71 yang lebih stabil dari pada adrenomedullin sendiri yang disekresi dalam
jumlah ekuimolar dan lebih mudah untuk diukur.
12
Patofisiologi
Jougasaki dkk (1995) 20 menemukan peningkatan kadar ADM pada penderita gagal
jantung kronik (Gambar 10). Peningkatan kadar adrenomedullin didapatkan pada berbagai
keadaan klinis penyakit antara lain pada sepsis, pneumonia, penyakit paru obstruksi
menahun, infark miokard, dan gagal jantung.
Gambar 10. Kadar ADM ada keadaan normal dan pada gagal jantung 20
Pemeriksaan Laboratorium
Adrenomedulin memiliki waktu paruh yang singkat yaitu hanya 22 menit sehingga
dikembangkan pemeriksaan MR-proADM yang lebih stabil.21 Morgenthaler dkk
mengembangkan pemeriksaan MR-pro ADM dengan metode sandwich chemiluminescence
(Gambar 11).
Gambar 11. Pemeriksaan MR-proADM dengan sandwich chemiluminescence
imunoasai 21
Pemeriksaan MR-proADM dapat juga dilakukan dengan metode imunoasai seperti
electrochemiluminescent. Prinsip pemeriksaan metode electrochemiluminescence adalah
13
sebagai berikut sampel yang mengandung peptida yang dicari diinkubasi dengan biotinylate
polyclonal specific antibody dan polyclonal specific antibody berlabel ruthenium sehingga
terbentuk kompleks sandwich. Pada inkubasi selanjutnya, dengan penambahan streptavidin
coated microparticle, kompleks sandwich yang telah terbentuk akan berikatan dengan fase
padat melalui interaksi biotin dan streptavidin. Kemudian campuran tersebut akan melewati
sel pengukur dimana mikropartikel akan ditangkap secara magnetik oleh elektroda.
Substansi yang tidak berikatan akan dicuci. Pemberian arus listrik pada elektroda akan
menghasilkan emisi kemiluminesen yang diukur dengan photomultiplier.
Pemeriksaan radioimunoasai untuk memeriksa adrenomedullin memperlihatkan
bahwa peptida adrenomedullin di sirkulasi darah pada rerata kadar plasma dari 2,8 sampai
10 fmol/mL pada orang sehat.
Interpretasi
Jougasaki dkk (1996) menunjukkan bahwa terdapat perbedaan bermakna kadar
ADM berdasarkan klasifikasi gagal jantung menurut NYHA. Makin tinggi kelas gagal jantung
NYHA, kadar ADM akan semakin tinggi (Gambar 12). Konsentrasi ADM pada NYHA kelas
IV (66,1 + 9,4 pg/mL) berbeda signifikan dengan NYHA kelas II (30,1 + 3,4 pg/mL, p 0.01).
Namun tidak ada perbedaan signifikan antara NYHA kelas II dan kelas III (31,5 + 3,0
pg/mL).18
Gambar 12. Kadar ADM dan klasifikasi NYHA 18
Penelitian Richards dkk 1998 22 menunjukkan bahwa penderita kadar ADM > 14
pmol/L memiliki ketahanan hidup lebih rendah dibanding kadar ADM <14 pmol/L (p <0.05)
14
sehingga dikatakan bahwa kadar ADM tinggi (>14 pmol/L) memiliki prognostik kurang baik
dibanding penderita dengan kadar ADM rendah (Gambar 13).
Gambar 13. Kurva Kaplan-Meier ADM penderita infark miokard 23
Dibandingkan dengan NTproBNP, MR-proADM memiliki sensitifitas yang setara
namun kurang spesifik. Sebaliknya, sebagai penanda prognostik MR-proADM lebih unggul
bahkan pada penderita dengan gejala klinis yang ringan. Penelitian menunjukkan bahwa
pemeriksaan MR-proADM dapat memberikan nilai prognostik tambahan disamping BNP. 17
Penelitian prospektif Biomarkers in Acute Heart Failure (BACH) tahun 2010 terhadap
1.641 pasien darurat dengan dispnea menemukan bahwa MR-proADM dapat digunakan
dalam menentukan prognosis penderita gagal jantung. Ketepatan prediksi MR-proADM
untuk ketahanan (survival) penderita gagal jantung dalam 90 hari ditemukan sebanyak 73%
(interval kepercayaan 95%: 70-77%) dibandingkan dengan 62% (IK 95%: 58-66%) bila
menggunakan BNP. 17
Melander dkk (2009) meneliti 5067 partisipan tanpa penyakit kardiovaskular dengan
rerata umur 58 tahun, dari Malmo Swedia menemukan bahwa multi marker yaitu MR-
proADM dan NT-proBNP memiliki nilai prediktif untuk risiko penyakit koroner. Makin tinggi
kadar MR-proADM dan NT-proBNP, insidens penyakit koroner semakin tinggi (Gambar 14).
Penderita dengan kadar MR-proADM dan NT-proBNP pada kuartil lebih tinggi memiliki
insidens kumulatif penyakit koroner yang lebih tinggi. Penderita pada kuartil tertinggi (kuartil
4) memiliki insidens kumulatif penyakit koroner >10% pada tahun ke-14. 24
15
Gambar 14. Insidens kumulatif penyakit koroner menggunakan MR-proADM dan NT-
proBNP. 24
Kesimpulan
Atrial natriuretic peptide (ANP) dan adrenomedullin (ADM) adalah penanda biologik
yang dilepaskan pada gagal jantung. Adrenomedulin adalah peptida dengan 52 asam
amino yang termasuk dalam superfamili calcitonin gene related peptide (CGRP). Fragmen
mid-regional proADM (MR-proADM) lebih stabil dalam sirkulasi dapat menjadi penanda
keadaan jantung. Dibandingkan dengan NTproBNP, MR-proADM memiliki sensitifitas yang
setara namun kurang spesifik. Sebaliknya, sebagai penanda prognostik MR-proADM lebih
unggul bahkan pada penderita dengan gejala klinis yang ringan.
Midregional-proANP adalah hasil pemecahan proANP, yaitu asam amino 31-67,
yang lebih stabil dalam sirkulasi. Dibandingkan dengan pemeriksaan NT-proBNP,
pemeriksaan MR-proANP memberikan penampilan yang setara untuk diagnosis gagal
jantung namun pemeriksaan MR-proANP memiliki nilai prognostik yang lebih baik.
Penggunaan pemeriksaan MR-proADM dan MR-proANP menambah kekuatan diagnostik
dan prognostik pada gagal jantung.
DAFTAR PUSTAKA
1. Lip GY, Gibbs CR, Beevers DG. ABC of heart failure: aetiology. Bmj. 2000;320(7227):104-7.
2. Schrier RW. Hormones and hemodynamics ... Schrier RW, Abraham WT. Hormones and hemodynamics in heart failure. N Engl J Med 1999; 341 (8) : 577-85; 1999.
3. Nagendran. The syndrome of heart failure. . Nagendran T. The syndrome of heart failure. Hospital Physician 2001; 4 : 46-57.; 2001.
16
4. Jackson, Gibbs, Davies. ABC of heart failure : Pathophysiology. Jackson G, Gibbs R, Davies MK, et al. ABC of heart failure : Pathophysiology. BMJ 2000; 320 : 167-70.; 2000.
5. Kim, Piano. The natriuretic peptides : Physiology and role in left-ventricular dysfunction.: Kim SD, Piano MR. The natriuretic peptides : Physiology and role in left-ventricular dysfunction. Biological Research for Nursing 2000; 2(1) : 15-29.; 2000; .
6. Hunt. ACC / AHA ... Hunt SA, Abraham WT, Chin MH, et al. ACC / AHA 2005 Guideline update for the diagnosis and management of chronic heart failure in adult : summary article : a report of the American College of Cardiology / American Heart Association Task Force on Practice Guideline (Writing Committee to Update the 2001 Guideline for the Evaluation and Management of Heart Failure). J Am Coll Cardiol 2005; 46 : 1116-43.; 2005.
7. Francis, Tang. Clinical evaluation of heart failure. In : Mann D (ed.). Heart failure : A companion to Braundwald’s heart disease. Francis GS, Tang WHW. Clinical evaluation of heart failure. In : Mann D (ed.). Heart failure : A companion to Braundwald’s heart disease. 1st ed. Philadelphia : Elsevier Inc; 2004 : p. 507-25.; 2004.
8. Remme WJ, Swedberg K. Guidelines for the diagnosis and treatment of chronic heart failure. Eur Heart J. 2001;22(17):1527-60.
9. Dickstein K, Cohen-Solal A, Filippatos G, McMurray JJ, Ponikowski P, Poole-Wilson PA, et al. ESC Guidelines for the diagnosis and treatment of acute and chronic heart failure 2008: the Task Force for the Diagnosis and Treatment of Acute and Chronic Heart Failure 2008 of the European Society of Cardiology. Developed in collaboration with the Heart Failure Association of the ESC (HFA) and endorsed by the European Society of Intensive Care Medicine (ESICM). Eur Heart J. 2008;29(19):2388-442.
10. Francis, Tang, EH S. Pathophysiolgy of heart failure. In : Fuster V, Alexander RW, O’Rourke (ed.). Hurst : The heart.: Francis GS, Tang WHW, Sonnenblick EH. Pathophysiolgy of heart failure. In : Fuster V, Alexander RW, O’Rourke (ed.). Hurst : The heart. 11th ed. New York : McGraw-Hill Int.; 2004 : p. 716-21.; 2004.
11. Morgenthaler NG, Struck J, Thomas B, Bergmann A. Immunoluminometric assay for the midregion of pro-atrial natriuretic peptide in human plasma. Clin Chem. 2004;50(1):234-6.
12. Nishikimi T, Maeda N, Matsuoka H. The role of natriuretic peptides in cardioprotection. Cardiovasc Res. 2006;69(2):318-28.
13. Silver MA, Maisel A, Yancy CW, McCullough PA, Burnett JC, Jr., Francis GS, et al. BNP Consensus Panel 2004: A clinical approach for the diagnostic, prognostic, screening, treatment monitoring, and therapeutic roles of natriuretic peptides in cardiovascular diseases. Congest Heart Fail. 2004;10(5 Suppl 3):1-30.
14. Maisel A. Clinical use of natriuretic peptides for the diagnosis and management of heart failure. In: Morrow DA, editor. Contemporary cardiology: cardiovascular biomarkers: pathophysiology and disease management. Totowa: Humana Press; 2006. p. 427-47.
15. von Haehling S, Jankowska EA, Morgenthaler NG, Vassanelli C, Zanolla L, Rozentryt P, et al. Comparison of midregional pro-atrial natriuretic peptide with N-terminal pro-B-type natriuretic peptide in predicting survival in patients with chronic heart failure. J Am Coll Cardiol. 2007;50(20):1973-80.
16. Moertl D, Huelsmann M, Struck J, Gleiss A, Hammer A, Morgenthaler NG, et al. Abstract 2793: Comparison of midregional pro-atrial natriuretic peptide, B-type natriuretic peptide, and amino-terminal pro-B-type natriuretic peptide in patients with chronic heart failure: Influencing factors, detection of left ventricular systolic dysfunction and prediction of death. Circulation. 2007;116:II_620-II_1.
17. Maisel A, Mueller C, Nowak R, Peacock WF, Landsberg JW, Ponikowski P, et al. Mid-region pro-hormone markers for diagnosis and prognosis in acute dyspnea: results from the BACH (Biomarkers in Acute Heart Failure) trial. J Am Coll Cardiol. 2010;55(19):2062-76.
18. Jougasaki M, Rodeheffer RJ, Redfield MM, Yamamoto K, Wei CM, McKinley LJ, et al. Cardiac secretion of adrenomedullin in human heart failure. J Clin Invest. 1996;97(10):2370-6.
17
19. Kitamura K, Kangawa K, Kawamoto M, Ichiki Y, Nakamura S, Matsuo H, et al. Adrenomedullin: a novel hypotensive peptide isolated from human pheochromocytoma. Biochem Biophys Res Commun. 1993;192(2):553-60.
20. Jougasaki M, Wei CM, McKinley LJ, Burnett JC, Jr. Elevation of circulating and ventricular adrenomedullin in human congestive heart failure. Circulation. 1995;92(3):286-9.
21. Morgenthaler NG, Struck J, Alonso C, Bergmann A. Measurement of midregional proadrenomedullin in plasma with an immunoluminometric assay. Clin Chem. 2005;51(10):1823-9.
22. Richards AM, Nicholls MG, Yandle TG, Frampton C, Espiner EA, Turner JG, et al. Plasma N-terminal pro-brain natriuretic peptide and adrenomedullin: new neurohormonal predictors of left ventricular function and prognosis after myocardial infarction. Circulation. 1998;97(19):1921-9.
23. Weinberg EO, Lee RT. Novel markers of hemodynamic stress. In: Morrow DA, editor. Contemporary cardiology: cardiovascular biomarkers: pathophysiology and disease management. Totowa: Humana Press; 2006. p. 427-47.
24. Melander O, Newton-Cheh C, Almgren P, Hedblad B, Berglund G, Engstrom G, et al. Novel and conventional biomarkers for prediction of incident cardiovascular events in the community. Jama. 2009;302(1):49-57.