SPIP Kepemimpinan yang kondusif

60

description

SPIP Unsur Lingkungan PengendalianSub unsur Kepemimpinan yang kondusif

Transcript of SPIP Kepemimpinan yang kondusif

  • BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN

    PEDOMAN TEKNISPENYELENGGARAAN SPIP

    SUB UNSURKEPEMIMPINAN YANG KONDUSIF

    (1.3)

    NOMOR : PER-1326/K/LB/2009TANGGAL : 7 DESEMBER 2009

  • 1.3 Kepemimpinan yang Kondusif i

    KATA PENGANTAR

    Pembinaan penyelenggaraan Sistem Pengendalian Intern

    Pemerintah (SPIP) merupakan tanggung jawab Badan Pengawasan

    Keuangan dan Pembangunan (BPKP), sesuai dengan pasal 59

    Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem

    Pengendalian Intern Pemerintah. Pembinaan ini dimaksudkan untuk

    memperkuat dan menunjang efektivitas sistem pengendalian intern

    yang menjadi tanggung jawab menteri/pimpinan lembaga, gubernur,

    dan bupati/walikota, sebagai penyelenggara sistem pengendalian

    intern di lingkungan masing-masing.

    Pembinaan penyelenggaraan SPIP yang menjadi tugas dan

    tanggung jawab BPKP tersebut meliputi:

    1. penyusunan pedoman teknis penyelenggaraan SPIP;

    2. sosialisasi SPIP;

    3. pendidikan dan pelatihan SPIP;

    4. pembimbingan dan konsultasi SPIP; dan

    5. peningkatan kompetensi auditor aparat pengawasan intern

    pemerintah.

    Kelima kegiatan dimaksud diarahkan dalam rangka penerapan

    unsur-unsur SPIP, yaitu:

    1. lingkungan pengendalian;

    2. penilaian risiko;

    3. kegiatan pengendalian;

    4. informasi dan komunikasi; dan

    5. pemantauan pengendalian intern.

  • 1.3 Kepemimpinan yang Kondusif ii

    Untuk memenuhi kebutuhan pedoman penyelenggaraan SPIP,BPKP telah menyusun Pedoman Teknis Umum PenyelenggaraanSPIP. Pedoman tersebut merupakan pedoman tentang hal-hal apasaja yang harus dibangun dan dilaksanakan dalam rangkapenyelenggaraan SPIP. Lebih lanjut, pedoman teknis tersebutdijabarkan ke dalam pedoman teknis penyelenggaraan masing-masing sub unsur pengendalian, yang memberikan petunjuk teknismengenai bagaimana langkah-langkah harus dilaksanakan dalammenjalankan sub unsur SPIP.

    Buku ini dimaksudkan untuk dijadikan Pedoman TeknisPenyelenggaraan Sub Unsur Kepemimpinan yang Kondusif padaunsur Lingkungan Pengendalian. Pedoman ini disusun dengantujuan agar tersedia acuan yang memberikan arah kepada instansipemerintah pusat dan daerah dalam menyelenggarakan sistempengendalian intern sub unsur kepemimpinan yang kondusif.Pedoman teknis ini juga dimaksudkan sebagai acuan bagi instansipemerintah untuk menciptakan atau membangun infrastruktur yangharus ada dalam penerapan sub unsur dimaksud. Dalampenerapannya, pedoman ini hendaknya disesuaikan dengankarakteristik masing-masing instansi, yang meliputi fungsi, sifat,tujuan, dan kompleksitas instansi tersebut.

    Jakarta, Desember 2009

    Plt. Kepala,

    Kuswono SoesenoNIP 19500910 197511 1 001

  • 1.3 Kepemimpinan yang Kondusif iii

    DAFTAR ISI

    Halaman

    KATA PENGANTAR .................................................................. i

    DAFTAR ISI .............................................................................. iii

    BAB I PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang ......................................................... 1

    B. Sistematika Pedoman ............................................. 3

    BAB II GAMBARAN UMUM

    A. Pengertian ................................................................ 5

    B. Tujuan dan Manfaat ................................................ 10

    C. Peraturan Perundang-undangan Terkait ................. 11

    D. Parameter Penerapan .............................................. 12

    BAB III LANGKAH-LANGKAH PENYELENGGARAAN

    A. Tahap Persiapan ...................................................... 25

    B. Tahap Pelaksanaan ............................................... 31

    C. Tahap Pelaporan ..................................................... 48

    BAB IV PENUTUP

  • 1.3 Kepemimpinan yang Kondusif iv

  • 1.3 Kepemimpinan yang Kondusif 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang

    Salah satu sub unsur yang sangat penting pada lingkungan

    pengendalian dalam SPIP adalah kepemimpinan yang kondusif.

    Meskipun sistem pengendalian intern suatu organisasi telah

    dirancang secara baik, namun tidak akan bekerja dengan baik

    apabila manajemen melakukan intervensi terhadap sistem

    pengendalian intern, dengan tujuan untuk mengambil

    keuntungan pribadi. Tindakan ini dikenal dengan nama

    management override, seperti niat manajemen untuk

    merekayasa laporan untuk seolah-olah meningkatkan kinerja

    organisasi, atau menutupi kecurangan yang telah dilakukannya.

    Kepemimpinan yang kondusif diperlukan sebagai upaya

    untuk memengaruhi perilaku orang lain agar dapat mengikuti

    kehendaknya dalam rangka mencapai tujuan bersama. Dalam

    konteks membangun, mengembangkan, dan

    mengimplementasikan sistem pengendalian intern pemerintah,

    maka kepemimpinan adalah suatu proses memengaruhi

    aktivitas-aktivitas individu dan atau kelompok untuk menciptakan

    iklim kerja yang memungkinkan menerapkan unsur-unsur sistem

    pengendalian intern, yang terdiri dari lingkungan pengendalian,

    penilaian risiko, kegiatan pengendalian, informasi dan

    komunikasi, serta pemantauan.

  • 1.3 Kepemimpinan yang Kondusif 2

    Kepemimpinan yang kondusif juga diperlukan untuk

    mencegah terjadinya risiko internal, seperti sumber daya

    manusia yang tidak kompeten, peralatan yang tidak memadai,

    kebijakan dan prosedur yang tidak jelas, suasana kerja yang

    tidak kondusif, serta adanya kolusi yang membuat sistem

    pengendalian intern tidak bekerja dengan baik.

    Kepemimpinan yang kondusif didasarkan pada konsep

    tone at the top, yaitu pemimpin memberikan keteladanan (lead

    by example) kepada bawahannya, melalui berbagai kebijakan

    yang mendukung terlaksananya SPIP secara efektif. Pasal 4

    Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 mengatur bahwa

    kepemimpinan yang kondusif sekurang-kurangnya ditunjukkan

    dengan mempertimbangkan risiko dalam pengambilan

    keputusan, menerapkan manajemen berbasis kinerja,

    mendukung fungsi tertentu dalam penerapan SPIP, melindungi

    atas aset dan informasi dari akses dan penggunaan yang tidak

    sah, melakukan interaksi secara intensif dengan pejabat pada

    tingkatan yang lebih rendah, serta merespon secara positif

    terhadap pelaporan yang berkaitan dengan keuangan,

    penganggaran, program, dan kegiatan.

    Dalam rangka menjelaskan lebih lanjut mengenai

    kepemimpinan yang kondusif di atas, diperlukan pedoman yang

    memberikan panduan kepada instansi pemerintah dalam rangka

    memberikan pemahaman mengenai pengertian kepemimpinan

    yang kondusif dan cara kepemimpinan yang kondusif dalam

    instansi pemerintah. Pedoman ini merupakan penjabaran lebih

    lanjut dari Pedoman Teknis Umum Penyelenggaraan SPIP.

  • 1.3 Kepemimpinan yang Kondusif 3

    B. Sistematika Pedoman

    Sistematika penyusunan pedoman ini adalah sebagai

    berikut:

    Bab I Pendahuluan

    Bab ini menjelaskan latar belakang perlunya pedoman

    teknis kepemimpinan yang kondusif, tujuan dan ruang

    lingkup pedoman, serta sistematika pedoman.

    Bab II Gambaran Umum Kepemimpinan yang Kondusif

    Bab ini membahas secara garis besar konsep dasar

    kepemimpinan yang kondusif, terdiri dari definisi

    kepemimpinan, perlunya kepemimpinan yang kondusif,

    dan parameter penerapan, serta keterkaitan dengan

    peraturan perundang-undangan lainnya.

    Bab III Langkah - Langkah Penerapan Kepemimpinanyang Kondusif

    Bab ini menguraikan langkah-langkah penerapan

    kepemimpinan yang kondusif, meliputi persiapan,

    pelaksanaan, dan pelaporan.

    Bab IVPenutup

    Bab ini merupakan penutup, yang berisi hal-hal penting

    yang perlu diperhatikan kembali dan penjelasan atas

    penggunaan pedoman ini.

  • 1.3 Kepemimpinan yang Kondusif 4

  • 1.3 Kepemimpinan yang Kondusif 5

    BAB II

    GAMBARAN UMUM

    A. Pengertian

    Para ahli di bidang kepemimpinan mengemukakan

    berbagai definisi mengenai kepemimpinan. Pendekatan prosespencapaian tujuan sering digunakan dalam mendefinisikan

    kepemimpinan. Dari berbagai definisi, dapat disimpulkan bahwakepemimpinan meliputi semua perilaku yang memengaruhi

    orang untuk mencapai tujuan tertentu.

    Berdasarkan definisi di atas, dapat diambil kesimpulan

    bahwa ada empat aspek dalam kepemimpinan, terdiri daripemimpin, pengikut, penggunaan kekuasaan untuk

    memengaruhi, dan nilai yang dibangun. Analisis dari interaksikeempat aspek kepemimpinan adalah sebagai berikut:

    1. Kepemimpinan merupakan proses perilaku yangberkelanjutan;

    2. Kepemimpinan berkaitan dengan hubungan antara pemimpindan pengikut, dimana pemimpin berupaya memengaruhi

    perilaku individu dalam rangka pencapaian tujuan;

    3. Kepemimpinan mendorong seluruh anggota organisasi

    berupaya untuk mencapai tujuan. Pemimpin menekankan

    bahwa setiap anggota organisasi adalah penting dan bahwapencapaian tujuan merupakan kepentingan seluruh anggota

    organisasi;

    4. Gaya kepemimpinan mungkin akan berbeda pada situasi

    yang berbeda.

  • 1.3 Kepemimpinan yang Kondusif 6

    Kepemimpinan yang kondusif adalah kepemimpinan yang

    mampu menggerakkan anggota organisasi untuk melaksanakan

    program dan kegiatan dalam rangka pencapaian tujuan

    organisasi. Dengan kata lain, kepemimpinan yang kondusif

    adalah kepemimpinan yang efektif dalam mengarahkan seluruh

    sumber daya dan potensi organisasi, termasuk dalam situasi

    organisasi melakukan perubahan dalam rangka mencapai

    kinerja yang lebih baik.

    Efektivitas kepemimpinan merupakan kemampuan untuk

    membuat perubahan. Seorang pemimpin yang efektif

    mempunyai karakteristik:

    1. Memotivasi anggotanya agar bekerja secara efektif dan

    efisien;

    2. Menjadikan komunikasi sebagai dasar untuk pencapaian

    tujuan organisasi;

    3. Berpikir secara garis besar dan dikelilingi oleh orang yang

    mampu menjabarkan pemikirannya;

    4. Selalu mempunyai ide untuk mencapai visi organisasi.

    Kemampuan yang harus dimiliki oleh pemimpin yang

    efektif, adalah sebagai berikut:

    1. Technical Skills

    Terdiri dari profesi atau pengetahuan mengenai fungsi khusus

    dan keahlian untuk menggunakan alat dan teknik suatu fungsi

    atau profesi.

  • 1.3 Kepemimpinan yang Kondusif 7

    2. Human Skills

    Mempunyai pemahaman terhadap perasaan, perilaku, dansikap diri sendiri atau orang lain, dan menggunakannya untukberkomunikasi, serta bertindak secara cerdas.

    3. Conceptual Skills

    Kemampuan untuk melihat organisasi secara menyeluruh danbagaimana berbagai pihak bergantung satu sama lain dalambertindak. Kemampuan ini digunakan untuk membuatkeputusan yang bijaksana.

    Dalam konteks penerapan SPIP, kepemimpinan yangdiperlukan adalah kepemimpinan yang mampu membawaperubahan atau transformational leaders, karena penerapanSPIP akan membawa perubahan sikap dan perilaku setiapanggota organisasi.

    Transformational leaders mempunyai karakteristik sebagaiberikut:

    1. Suatu perasaan mendalam mengenai tujuan pribadi dantekad untuk merealisasikan tujuan tersebut;

    2. Kemauan yang kuat untuk bertanggung jawab danmerealisasikan sesuatu tanpa sikap sebagai atasan secaraberlebihan;

    3. Penampilan sosial yang kuat dan kemampuan untukberkomunikasi yang baik, disertai dengan perilaku yang tidakbiasa;

    4. Mempunyai sensitivitas terhadap perasaan orang lain dankemampuan untuk berhubungan dengan orang lain secarapribadi;

    5. Kemauan untuk mengambil risiko pribadi dan membuatpengorbanan dalam rangka merealisasikan visi.

  • 1.3 Kepemimpinan yang Kondusif 8

    Variabel yang harus diperhatikan dalam filosofi dan gayakepemimpinan instansi pemerintah adalah sebagai berikut:1. Sikap pimpinan terhadap risiko pengambilan keputusan.2. Penggunaan manajemen berbasis kinerja.3. Mutasi (turnover) pegawai di bidang yang membutuhkan

    keterampilan khusus.4. Sikap pimpinan instansi pemerintah terhadap fungsi-fungsi

    akuntansi, sistem informasi manajemen, operasi personalia,monitoring, auditor internal, dan eksternal, serta evaluasi.

    5. Pengamanan instansi pemerintah terhadap aset dan informasiberharga dari akses atau penggunaan yang tidak berhak.

    6. Pimpinan pusat instansi pemerintah berinteraksi secaraintensif dengan pemimpin wilayah yang berada di tempat lain.

    7. Pimpinan memiliki respon yang baik terhadap laporankeuangan, anggaran, dan operasional/program.

    Bidang-bidang yang rawan dipengaruhi oleh pemegangkekuasaan adalah:

    1. Menyetujui dan memantau misi organisasi dan perencanaanstrategis;

    2. Membangun, mempraktikkan, dan memantau nilai-nilai, sertakode etik organisasi;

    3. Mengawasi keputusan dan tindakan para manajer senior;4. Membangun kebijakan tingkat tinggi dan struktur organisasi;5. Meyakinkan dan memberikan akuntabilitas kepada para

    stakeholder;6. Membangun keseluruhan gaya manajemen (management

    style), filosofi manajemen, dan kondisi yang kondusif; serta7. Mengarahkan pengawasan manajemen terhadap proses-

    proses organisasi utama (key business processes).

  • 1.3 Kepemimpinan yang Kondusif 9

    Kepemimpinan sangat bergantung pada jenis atau gaya

    kepemimpinan yang dianut oleh manajemen tersebut.

    Pengembangan kepemimpinan yang kondusif, sangat terkait

    dengan gaya kepemimpinan yang dianut manajemen.

    Seorang pemimpin harus menerapkan gaya dan filosofi

    kepemimpinan yang paling efektif dalam organisasinya, yang

    merefleksikan nilai-nilai etika organisasi, yang pada gilirannya

    secara positif akan memengaruhi moral para pegawainya.

    Beberapa gaya kepemimpinan yang dikenal adalah

    sebagai berikut:

    1. Gaya otokratik, pada umumnya memberikan perintah dan

    meminta bawahannya untuk mematuhinya.

    2. Gaya demokratik, pada umumnya meminta masukan kepada

    para bawahan/stafnya terlebih dahulu sebelum mengambil

    keputusan.

    3. Gaya bebas terkendali, memposisikan dirinya sebagai

    seorang konsultan bagi bawahan/stafnya, dan cenderung

    memberikan kewenangan kepada stafnya untuk mengambil

    keputusan.

    Setiap aspek pada lingkungan pengendalian dipengaruhi

    oleh filosofi manajemen dan gaya kepemimpinan yang

    diterapkan pada waktu membuat keputusan. Dalam hal ini,

    menyangkut aspek-aspek perilaku pimpinan pada setiap

    tingkatan/unit pada instansi pemerintah.

  • 1.3 Kepemimpinan yang Kondusif 10

    B. Tujuan dan Manfaat

    Tujuan akhir (ultimate goal) dari penerapan sub unsur

    kepemimpinan yang kondusif sebagai salah satu sub unsur dari

    unsur lingkungan pengendalian dalam SPIP adalah

    terimplementasikannya pola kepemimpinan yang kondusif,

    melalui sikap pimpinan yang mempertimbangkan risiko,

    menerapkan manajemen berbasis kinerja, mendukung seluruh

    fungsi, melindungi sumber daya, berinteraksi intensif, serta

    bersikap positif dan responsif.

    Tujuan tersebut dapat dicapai melalui sasaran sebagai

    berikut :

    1. Pimpinan mengambil keputusan setelah menganalisis risiko

    dan menentukan pengelolaan risiko tersebut.

    2. Diterapkannya manajemen berbasis kinerja sehingga kinerja

    setiap individu terkait dengan visi, misi organisasi, dan dapat

    diukur/diperbandingkan dengan targetnya.

    3. Pimpinan memiliki komitmen kuat terhadap fungsi pencatatan

    dan pelaporan keuangan, manajemen informasi, pengelolaan

    pegawai, dan pengawasan.

    4. Pimpinan melindungi aset dan informasi dari akses dan

    penggunaan yang tidak sah, melalui penerapan manajemen

    aset, dan informasi yang memadai.

    5. Melakukan interaksi secara intensif dengan pejabat pada

    tingkatan yang lebih rendah, serta tidak adanya mutasi

    pegawai berlebihan di fungsi kunci, yang tidak sesuai dengan

    pola mutasi.

    6. Merespon secara positif terhadap pelaporan yang berkaitan

    dengan keuangan, penganggaran, program, dan kegiatan.

  • 1.3 Kepemimpinan yang Kondusif 11

    Penerapan sub unsur kepemimpinan yang kondusif dapatmemberikan manfaat sebagai berikut :1. Kepemimpinan dapat memberikan keteladanan (tone at the

    top) dalam berbagai hal, termasuk penerapan aturan etika,ketaatan terhadap perundang-undangan, dan kegiatanoperasional sehari-hari.

    2. Gaya kepemimpinan dapat membentuk pola, corak, jiwa,ataupun style organisasi secara keseluruhan.

    3. Kepemimpinan dapat menumbuhkan motivasi dan penegakandisiplin bagi seluruh jajaran manajemen dan anggotaorganisasi.

    4. Gaya kepemimpinan yang efektif dapat menjadi penggerak(generator) kinerja organisasai secara keseluruhan, yangdibangun dari kinerja individu secara akumulatif.

    5. Menjalin dan menumbuhkan suasana harmonis dankomunikatif dalam kehidupan berorganisasi.

    C. Peraturan Perundang-undangan yang Terkait

    Peraturan-peraturan yang berkaitan dengan sub unsurkepemimpinan yang kondusif antara lain:

    1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentangPerbendaharaan Negara.

    2. Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2000 tentangPendidikan dan Pelatihan Jabatan Pegawai Negeri Sipil.

    3. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2008 tentangPerubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah.

    4. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 49 tahun 2001tentang Sistem Informasi Manajemen Barang Daerah.

  • 1.3 Kepemimpinan yang Kondusif 12

    D. Parameter Penerapan

    Parameter penerapan Kepemimpinan yang Kondusif

    adalah sebagai berikut:

    1. Pimpinan instansi pemerintah memiliki sikap yang selalu

    mempertimbangkan risiko dalam pengambilan keputusan.

    2. Pimpinan instansi pemerintah menerapkan manajemen

    berbasis kinerja.

    3. Piminan instansi pemerintah mendukung fungsi tertentu

    dalam penerapan SPIP, antara lain pencatatan dan pelaporan

    keuangan, sistem manajemen informasi, pengelolaan

    pegawai, dan pengawasan, baik intern maupun ekstern.

    4. Perlindungan atas aset dan informasi dari akses dan

    penggunaan yang tidak sah.

    5. Interaksi yang intensif dengan pimpinan pada tingkatan yang

    lebih rendah.

    6. Pimpinan instansi pemerintah memiliki sikap yang positif dan

    responsif terhadap pelaporan yang berkaitan dengan

    keuangan, penganggaran, program, dan kegiatan.

    7. Tidak ada mutasi pegawai yang berlebihan di fungsi-fungsi

    kunci seperti pengelolaan kegiatan operasional dan program,

    akuntansi atau pemeriksaan intern, yang mungkin

    menunjukkan adanya masalah dengan perhatian instansi

    pemerintah terhadap pengendalian intern.

  • 1.3 Kepemimpinan yang Kondusif 13

    Keberhasilan penerapan sub unsur kepemimpinan yang

    kondusif, sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 huruf (c)

    Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008, sekurang-

    kurangnya ditunjukkan dengan:

    1. Mempertimbangkan risiko dalam pengambilan keputusan;

    2. Menerapkan manajemen berbasis kinerja;

    3. Mendukung fungsi tertentu dalam penerapan SPIP;

    4. Melindungi aset dan informasi dari akses dan penggunaan

    yang tidak sah;

    5. Melakukan interaksi secara intensif dengan pejabat pada

    tingkatan yang lebih rendah;

    6. Merespon secara positif terhadap pelaporan yang berkaitan

    dengan keuangan, penganggaran, program, dan kegiatan; dan

    7. Tidak ada mutasi pegawai yang berlebihan di fungsi-fungsi

    kunci, seperti pengelolaan kegiatan operasional dan program,

    akuntansi, atau pemeriksaan intern.

    Penjelasan lebih lanjut beserta indikator-indikator yang

    digunakan untuk mengukur keberhasilan penerapan

    kepemimpinan yang kondusif adalah sebagai berikut:

    1. Pimpinan instansi pemerintah memiliki sikap yang selalumempertimbangkan risiko dalam pengambilan keputusan

    Manajemen dalam membuat keputusan selalu

    mempertimbangkan risiko yang biasa dihadapi organisasi,

    yaitu peningkatan biaya, penurunan penerimaan, hilangnya

    aset, pencatatan yang tidak akurat, tidak berfungsinya

    organisasi, tuntutan dari pihak ketiga, ketidakmampuan

    bersaing, serta fraud, dan penggelapan.

  • 1.3 Kepemimpinan yang Kondusif 14

    Hal-hal yang menjadi pertimbangan terhadap risiko dari

    setiap pengambilan keputusan yang dilakukan oleh

    manajemen adalah sebagai berikut:

    a. Pemahaman manajemen terhadap risiko;

    b. Kepedulian manajemen terhadap risiko;

    c. Adanya kebijakan pimpinan puncak yang mendorong

    kepedulian risiko dalam pengambilan keputusan;

    d. Manajemen melibatkan pihak kompeten dalam

    pengambilan keputusan yang bersifat teknis;

    e. Adanya mekanisme pembagian risiko pada setiap

    tingkatan manajemen;

    f. Pertemuan periodik antara pimpinan instansi pemerintah

    dan manajemen di bawahnya untuk membicarakan risiko

    organisasi;

    g. Dokumentasi proses pengambilan keputusan;

    h. Pelaporan hasil pengambilan keputusan.

    Model pengambilan keputusan yang dapat mengurangi

    risiko adalah model partisipasi dalam pengambilan keputusan.

    Dalam model partisipasi, seorang pimpinan mempunyai

    pilihan untuk mengambil keputusan sebagai berikut:

    a. Memutuskan sendiri, dan jika diperlukan meyakinkan

    keputusannya kepada pihak lain;

    b. Berkonsultasi dengan anggota organisasi secara

    individual, mengumpulkan berbagai ide secara informal,

    dan kemudian membuat keputusan;

  • 1.3 Kepemimpinan yang Kondusif 15

    c. Berkonsultasi dengan sekumpulan anggota organisasi,

    mengumpulkan berbagai ide secara informal, dankemudian membuat keputusan;

    d. Memfasilitasi pertemuan, membahas masalah, dan

    memperoleh konsensus pengambilan keputusan;e. Mendelegasikan proses pengambilan keputusan kepada

    tim atau individu.

    2. Pimpinan instansi pemerintah menerapkan manajemenberbasis kinerja

    Kinerja organisasi merupakan tingkat yang

    menunjukkan seberapa jauh pelaksanaan tugas dapatdijalankan secara aktual dan misi organisasi tercapai. Kinerja

    adalah penampilan cara-cara untuk menghasilkan suatu hasilyang diperoleh, dengan aktivitas yang dicapai melalui suatu

    unjuk kerja. Dengan demikian, kinerja merupakan konseputama organisasi, yang menunjukkan seberapa jauh tingkat

    kemampuan pelaksanaan tugas-tugas organisasi dilakukandalam rangka pencapaian tujuan.

    Manajemen berbasis kinerja adalah pendekatansistematis untuk perbaikan kinerja melalui proses

    berkelanjutan dalam menetapkan tujuan kinerja strategis,mengukur kinerja, mengumpulkan, menganalisis, mereviu,

    dan melaporkan data kinerja, serta menggunakan datatersebut untuk melakukan perbaikan kinerja.

    Manajemen berbasis kinerja mengandalkan

    pengendalian organisasi pada pengukuran (angka) kinerja.Setiap unit, fungsi, bahkan individu dalam organisasi

    diberikan target-target kinerja terukur sebagai pedomankemana organisasi itu harus diarahkan. Tentu saja, ukuran-

  • 1.3 Kepemimpinan yang Kondusif 16

    ukuran atau target-target kinerja itu harus ditata sedemikian

    rupa dalam suatu sistematika atau metode tertentu sesuaidengan proses, masalah, dan tujuan (goal) organisasi itu,

    sehingga ketika target unit/individu/fungsi tercapai, maka

    tercapailah tujuan organisasi.

    Dalam teori dan praktik, sistem manajemen yang

    termasuk dalam kategori manajemen berbasis kinerjatersebut terus berkembang dengan berbagai model dan

    nama, seperti Management By Objectives (MBO), TotalQuality Management (TQM), Six Sigma, Balanced Scorecard,

    dan lain-lain.

    Hal-hal yang menunjukan manajemen berbasis kinerja

    memberikan manfaat sebagai berikut:

    a. Memberikan pendekatan terstruktur untuk lebih fokus pada

    pencapaian kinerja strategis;b. Memberikan mekanisme pelaporan kinerja secara akurat

    kepada pemangku kepentingan;c. Memberikan mekanisme untuk mengkaitkan kinerja

    dengan anggaran pengeluaran;d. Mendorong pemangku kepentingan untuk terlibat dalam

    perencanaan dan evaluasi kinerja organisasi;e. Mendorong pengambilan keputusan menyangkut alokasi

    anggaran, promosi pegawai, pembagian tugas, danpemberian penghargaan berdasarkan perencanaan/hasil-

    hasil tujuan kinerja;

    f. Mendorong akuntabilitas terhadap hasil-hasil yang dicapai,yaitu semua tindakan, keputusan, pengeluaran, dan hasil-

    hasil secara mudah dijelaskan, dijustifikasi, dan dilaporkan.

  • 1.3 Kepemimpinan yang Kondusif 17

    Pengukuran kinerja organisasi publik memiliki enam

    indikator, yaitu tujuan, struktur, reward, mekanisme tata kerja,

    tata hubungan, dan kepemimpinan.

    Indikator-indikator dari diterapkannya manajemen berbasis

    kinerja pada organisasi adalah adanya kebijakan organisasi

    untuk:

    a. Mengaitkan program dan kegiatan dengan visi dan misi

    organisasi;

    b. Menyusun anggaran berbasis kinerja;

    c. Membagi tugas berdasarkan rencana tujuan kinerja

    organisasi;

    d. Memberikan penghargaan berdasarkan hasil-hasil yang

    dicapai, baik secara individu, tim, maupun organisasi

    secara keseluruhan;

    e. Melakukan evaluasi kinerja dalam rangka perbaikan kinerja

    secara berkelanjutan;

    f. Membuat laporan akuntabilitas kinerja.

    3. Pimpinan instansi pemerintah mendukung fungsi fungsitertentu dalam penerapan SPIP

    Sesuai dengan penjelasan pasal 7 huruf (c) Peraturan

    Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008, yang dimaksud dengan

    fungsi tertentu, antara lain mencakup pencatatan dan

    pelaporan keuangan, sistem manajemen informasi,

    pengelolaan sumber daya manusia, dan pengawasan, baik

    intern maupun ekstern. Jika dikaitkan dengan unsur-unsur

    dalam SPIP, maka fungsi tertentu meliputi unsur-unsur

    aktivitas pengendalian, informasi dan komunikasi, serta

    monitoring.

  • 1.3 Kepemimpinan yang Kondusif 18

    Pelaporan keuangan pemerintah, pada umumnya

    menekankan pada pertanggungjawaban apakah sumber daya

    yang diperoleh sudah digunakan sesuai dengan anggaran

    atau perundang-undangan yang berlaku. Dengan demikian,

    pelaporan keuangan memaparkan informasi yang berkaitan

    dengan sumber pendapatan pemerintah, bagaimana

    penggunaannya, dan posisi keuangan pemerintah saat itu.

    Dukungan dari manajemen terkait dengan fungsi ini sangat

    penting, untuk memastikan bahwa seluruh proses organisasi

    dalam mencapai tujuannya telah didokumentasikan, dan

    pelaporan keuangan dilakukan tepat waktu, serta didukung

    oleh dokumen-dokumen yang relevan dan kompeten.

    Pengembangan sistem informasi manajemen pada

    instansi pemerintah sangat penting, karena peran informasi

    akan digunakan untuk memperoleh tingkat efisiensi secara

    signifikan, inovasi dalam perbaikan tugas dan fungsi, serta

    membangun kemampuan strategis organisasi melalui sumber

    daya sistem informasi. Karakteristik sistem informasi

    manajemen yang bersifat strategis adalah bahwa teknologi

    informasi digunakan untuk pencapaian tujuan organisasi dan

    ada kemitraan yang baik antara manajer lini dan manajer

    teknologi informasi. Dalam hal ini, manajer teknologi informasi

    diharapkan dapat mentransformasikan keinginan manajer lini

    menjadi solusi teknologi informasi.

    Manajemen perlu memberikan dukungan dalam rangka

    pemberdayaan pengawasan intern, untuk melakukan

    pemantauan dan pengukuran capaian kinerja, antara lain

    dengan memosisikan pengawasan intern sebagai alat

  • 1.3 Kepemimpinan yang Kondusif 19

    pimpinan organisasi untuk mencapai tujuan, sehingga

    independensi pengawasan intern akan selalu terjaga.

    Pengawasan ekstern dipandang sebagai mitra bagi

    organisasi, yang memberikan masukan berupa rekomendasi

    perbaikan yang harus dilakukan oleh organisasi dalam rangka

    mencapai tujuan dan kepatuhan terhadap ketentuan

    perundang-undangan yang berlaku. Pimpinan organisasi

    harus secara proaktif mendorong tindak lanjut atas saran

    yang diberikan oleh pengawas ekstern.

    Dukungan pimpinan instansi pemerintah dilakukan

    melalui kebijakan sebagai berikut:

    a. Setiap pendanaan atas kegiatan-kegiatan dikaitkan dengan

    target kinerja, dalam bentuk keluaran (output), dan hasil

    yang diharapkan (outcome);

    b. Penyusunan anggaran berdasarkan sumber data yang

    kompeten;

    c. Proses pengambilan keputusan penganggaran melibatkan

    setiap level dari manajemen organisasi;

    d. Pemilihan dan prioritas program yang akan dianggarkan

    tersebut akan sangat bergantung pada data target kinerja

    yang diharapkan dapat dicapai;

    e. Organisasi membuat laporan keuangan yang didukung

    dengan dokumen yang cukup, relevan, dan kompeten;

    f. Informasi barang milik negara yang tercantum dalam

    laporan keuangan didukung dengan daftar barang milik

    negara yang dimiliki organisasi;

    g. Organisasi menggunakan teknologi informasi dalam

    mendukung tugas dan fungsinya;

  • 1.3 Kepemimpinan yang Kondusif 20

    h. Pimpinan memberikan motivasi berupa penghargaan

    kepada pegawai yang memiliki kinerja baik dan

    memberikan sanksi kepada pegawai yang mempunyai

    kinerja buruk;

    i. Menindaklanjuti hasil pengawasan tepat waktu dan sesuai

    dengan maksud yang direkomendasikan;

    j. Pola mutasi didasarkan pada kebutuhan dan pembinaan

    SDM;

    k. Pegawai ditempatkan sesuai dengan minat dan

    kemampuan yang dimilikinya.

    4. Perlindungan atas aset dan informasi dari akses danpenggunaan yang tidak sah

    Aset dan informasi merupakan sumber daya organisasi

    yang penting untuk pencapaian tujuan dan kelangsungan

    hidup organisasi. Strategi perlindungan dilakukan

    berdasarkan prinsip-prinsip sebagai berikut:

    a. Perlindungan aset dan informasi, terdiri dari proses

    identifikasi, penilaian, klasifikasi, pemberian label untuk

    mencegah penyalahgunaan, penggunaan, modifikasi, dan

    pelaporan;

    b. Pengendalian atas pertimbangan biaya manfaat, berbasis

    risiko, serta konsisten dengan kebijakan dan tujuanstrategis organisasi;

    c. Perlindungan aset merupakan kewenangan dan tanggungjawab seluruh anggota organisasi;

    d. Memenuhi ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

  • 1.3 Kepemimpinan yang Kondusif 21

    Aset negara/daerah meliputi barang yang dibeli atau

    diperoleh atas beban APBN/D dan barang yang berasal dariperolehan lainnya yang sah, meliputi:

    a. Barang yang diperoleh dari hibah/sumbangan atau yang

    sejenis;b. Barang yang diperoleh sebagai pelaksanaan

    perjanjian/kontrak;c. Barang yang diperoleh berdasarkan ketentuan undang-

    undang; ataud. Barang yang diperoleh berdasarkan putusan pengadilan

    yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

    Hal-hal yang menjadi pertimbangan dalam melakukan

    manajemen perlindungan atas aset dan informasi dari akses,serta penggunaan yang tidak sah adalah adanya kebijakan

    yang mendorong:

    a. Penerapan sistem akuntansi barang milik negara/daerah;

    b. Pengamanan informasi dan barang milik negara/daerah,meliputi pengamanan administrasi, pengamanan fisik, dan

    pengamanan hukum;c. Sistem internal check, yang memisahkan fungsi

    pencatatan, otorisasi, dan penguasaan aset, sertainformasi.

    5. Interaksi yang intensif dengan pejabat pada tingkatanyang lebih rendah

    Interaksi antar individu, baik antara pejabat dengan

    pejabat pada tingkatan yang lebih rendah, maupun antarapejabat dengan pegawai, dilakukan melalui interpersonal

    communication, yang merupakan proses yang digunakan

  • 1.3 Kepemimpinan yang Kondusif 22

    untuk mengomunikasikan berbagai ide, pemikiran, dan

    perasaan kepada orang lain. Kemampuan untukmengomunikasikan informasi antar individu dapat ditingkatkan

    melalui pengetahuan, praktik, umpan balik, dan evaluasi diri.

    Kepemimpinan yang kondusif terjadi dalam hal pesansecara utuh, baik segi isi maupun konteks, dapat

    disampaikan dari pemberi informasi (sender) kepadapenerima informasi (receiver), dan penerima informasi

    memahami isi dan konteks pesan yang disampaikan. Untukitu, diperlukan strategi kepemimpinan yang kondusif sebagai

    berikut:

    a. Fokus terhadap apa yang diketahui;

    b. Fokus terhadap masalah dan bukan kepada orang yangberkomunikasi;

    c. Berkomunikasi secara transparan, tanpa ada unsurmanipulasi;

    d. Mengerti permasalahan yang dihadapi orang lain;e. Bersikap fleksibel terhadap orang lain;

    f. Mengukur kemampuan dan pengalaman sendiri;g. Tidak menampilkan perasaan yang lebih tinggi dari orang

    lain;h. Merespon dengan baik lawan bicara.

    Hal-hal yang menunjukan adanya interaksi secara

    intensif antara pimpinan dengan pejabat pada tingkatan yang

    lebih rendah adalah sebagai berikut:

    a. Pertemuan periodik diselenggarakan antara puncak

    dengan manajemen di bawahnya;

  • 1.3 Kepemimpinan yang Kondusif 23

    b. Masukan-masukan diberikan dari manajemen tingkat yang

    lebih rendah kepada atasannya;

    c. Rendahnya tingkat keluhan tidak terselesaikannya tugas

    karena adanya hambatan komunikasi.

    6. Pimpinan instansi pemerintah memiliki sikap yang positifdan responsif terhadap pelaporan yang berkaitan dengankeuangan, penganggaran, program, dan kegiatan

    Kepemimpinan yang kondusif tercermin dari

    kemampuan untuk merespon secara positif terhadap

    pelaporan yang berkaitan dengan keuangan, penganggaran,

    program, dan kegiatan. Respon yang cepat dan tepat perlu

    dilakukan untuk menghindarkan organisasi dari risiko

    menghadapi masalah administratif dan hukum di kemudian

    hari.

    Hal-hal yang menunjukkan sikap pimpinan instansi

    pemerintah yang positif dan responsif adalah sebagai berikut:

    a. Pimpinan instansi pemerintah memahami prinsip-prinsip

    akuntansi;

    b. Pimpinan instansi pemerintah secara berkala membahas

    masalah penting dalam laporan keuangan;

    c. Pimpinan instansi pemerintah menggunakan laporan

    keuangan dan laporan kinerja sebagai umpan balik dalam

    penyusunan program, kegiatan, dan anggaran;

    d. Laporan kinerja mudah dipahami oleh pemangku

    kepentingan dan telah menggambarkan pencapaian

    organisasi, melalui program dan kegiatan dengan sumber

    daya yang tersedia;

  • 1.3 Kepemimpinan yang Kondusif 24

    e. Laporan keuangan disusun sesuai dengan Standar

    Akuntansi Pemerintah dan menggambarkan posisi

    keuangan yang mudah dipahami oleh pemangku

    kepentingan;

    f. Pimpinan instansi pemerintah menghindari penekanan

    pada pencapaian hasil-hasil jangka pendek, dengan

    mengorbankan kepentingan jangka panjang dan masalah

    hukum;

    g. Pegawai menyampaikan laporan pencapaian target secara

    tepat dan akurat;

    h. Pelaporan sesuai dengan data pendukung, sehingga tidak

    terjadi fakta yang dibesar-besarkan;

    i. Estimasi anggaran berdasarkan program dan kegiatan

    dalam rangka mencapai kinerja, sehingga tidak ditinggikan

    secara tidak wajar.

  • 1.3 Kepemimpinan yang Kondusif 25

    BAB III

    LANGKAH-LANGKAH PENYELENGGARAAN

    Penerapan kepemimpinan yang kondusif ditandai dengan

    keteladanan yang ditunjukkan oleh pimpinan kepada bawahannya.

    Penyelenggaraan sub unsur kepemimpinan yang kondusif,

    dilakukan melalui tiga tahap utama, yaitu:

    1. Tahap Persiapan, merupakan tahap awal implementasi, yangbertujuan untuk memberikan pemahaman atau kesadaran yang

    lebih baik, serta pemetaan kebutuhan penerapan.

    2. Tahap Pelaksanaan, merupakan langkah tindak lanjut ataspemetaan, yang meliputi pembangunan infrastruktur dan

    internalisasi.

    3. Tahap Pelaporan, merupakan tahap melaporkan kegiatan danupaya pengembangan berkelanjutan.

    Setiap tahapan penyelenggaraan dan beberapa contoh yang

    terkait dengan tahapan tersebut diuraikan sebagai berikut.

    A. Tahap Persiapan

    Tahap persiapan merupakan tahap awal dalam penerapan

    SPIP, yang terdiri dari: penyiapan peraturan, SDM, dan rencana

    penyelenggaraan; proses pemahaman; serta pemetaan.

    1. Penyiapan Peraturan, SDM, dan RencanaPenyelenggaraan

    Tahap ini dimaksudkan untuk menyiapkan peraturan

    pelaksanaan penyelenggaraan SPIP di setiap kementerian,

    lembaga, dan pemerintah daerah. Berdasarkan peraturan

  • 1.3 Kepemimpinan yang Kondusif 26

    pelaksanaan penyelenggaraan SPIP, selanjutnya instansi

    pemerintah membuat rencana penyelenggaraan, yang antara

    lain memuat:

    a. Jadwal pelaksanaan kegiatan;

    b. Waktu yang dibutuhkan;

    c. Dana yang dibutuhkan; dan

    d. Pihak-pihak yang terlibat.

    Tidak perlu dibentuk satuan tugas tersendiri untuk sub

    unsur ini, namun terintegrasi dalam Satuan Tugas

    Penyelenggaraan SPIP, yang ditugaskan untuk mengawal

    pelaksanaan penerapan seluruh unsur dan sub unsur

    pengendalian. Satuan tugas ini terlebih dulu diberi pelatihan

    tentang SPIP, khususnya sub unsur kepemimpinan yang

    kondusif, agar sub unsur ini dapat diselenggarakan dengan

    baik.

    2. Pemahaman (Knowing)

    Langkah selanjutnya dalam mempersiapkan penerapan

    sub unsur kepemimpinan yang kondusif adalah

    melaksanakan kegiatan untuk memberikan pemahaman

    tentang kepemimpinan yang kondusif kepada para pemimpin.

    Pemahaman kepemimpinan yang kondusif mencakup upaya

    untuk membentuk sikap pimpinan yang selalu:

    a. Mempertimbangkan risiko dalam pengambilan keputusan,

    dan sikap tersebut ditunjukkan dengan adanya peta risiko

    dalam membuat rencana dan strategi kegiatan instansi

    yang dipimpinnya.

  • 1.3 Kepemimpinan yang Kondusif 27

    b. Mendukung penerapan dan pemanfaatan informasi hasil

    manajemen berbasis kinerja dalam kegiatannya dan dalam

    pengambilan keputusan. Pemahaman ini terwujud dengan

    adanya kebijakan pimpinan tentang penerapan

    manajemen berbasis kinerja.

    c. Mendukung penerapan SPI, mengenai dukungan

    keberadaan fungsi yang menjalankannya, dukungan

    fasilitas yang dibutuhkan, penyelenggaraan proses, hasil

    kegiatan, dan tindak lanjut hasil kegiatan SPI. Pemahaman

    ini diwujudkan dalam bentuk kebijakan penyelenggaraan

    akuntansi dan anggaran untuk pengendalian kegiatan dan

    evaluasi kinerja, kewajiban pelaporan dari unit ke pusat,

    sinkronisasi manajemen keuangan, akuntansi, anggaran

    dengan barang milik negara, penyempurnaan sistem

    informasi sesuai dengan perkembangan teknologi

    informasi, perhatian terhadap sumber daya manusia yang

    baik, dan sikap responsif terhadap hasil pengawasan.

    d. Turut andil dalam melindungi aset, yang diwujudkan dalam

    bentuk kebijakan pengamanan aset, dukungan fasilitas dan

    pelaksanaan pengamanan aset, serta tindak lanjut hasil

    pengawasan terhadap adanya penyimpangan yang terjadi

    dalam pengamanan aset.

    e. Memberikan respon yang positif untuk pelaporan yang

    berhubungan dengan keuangan, anggaran, program, dan

    kegiatan.

  • 1.3 Kepemimpinan yang Kondusif 28

    Pemahaman tersebut di atas dilakukan melalui kegiatan

    sosialisasi:

    a. mengenai pentingnya pertimbangan risiko dalam

    pengambilan keputusan. Sosialisasi manajemen risiko

    dapat dilakukan melalui media komunikasi dengan tatap

    muka, ceramah, diskusi, seminar, rapat kerja, dan rapat

    pimpinan;

    b. mengenai apa, bagaimana, manfaat, dan cara

    memanfaatkan informasi manajemen berbasis kinerja;

    c. terkait fungsi-fungsi penting instansi (pencatatan dan

    pelaporan keuangan, sistem manajemen informasi,

    pengelolaan SDM, serta pengawasan intern dan ekstern).;

    d. perlindungan aset dan informasi;

    e. komunikasi efektif; dan

    f. mekanisme pelaporan (keuangan, penganggaran,

    program, dan kegiatan).

    Untuk memenuhi hal tersebut, instansi dapat

    memberikan pemahaman dengan beberapa pendekatan

    kegiatan, antara lain:

    a. Menggunakan media komunikasi tatap muka, ceramah,

    diskusi, seminar, rapat kerja, dan fokus grup.

    b. Website, media ini memiliki cakupan yang lebih luas,

    dengan tujuan transparansi kepada stakeholders.

    Pemuatan kode etik atau aturan perilaku dalam website

    perusahaan merupakan penyampaian harapan entitas atas

    perilaku kepada stakeholders.

  • 1.3 Kepemimpinan yang Kondusif 29

    c. Menggunakan multimedia, biasanya lebih interaktif dengan

    sebarannya yang lebih luas.

    d. Menggunakan majalah, yang memuat pesan-pesan etika

    secara runtut dan menggunakan bahasa yang sederhana,

    dengan contoh konkret, misalnya diciptakan maskot etika

    dalam bentuk kartun untuk memberi contoh konkret

    penerapan etika.

    e. Saluran mikrofon, misalnya dengan memperdengarkan

    setiap pagi melalui pengeras suara atau saluran

    komunikasi lain di kantor.

    f. Akses ke network, misalnya dengan menggunakan

    password yang harus dijawab pegawai untuk masuk ke

    network, harus menjawab pertanyaan yang berkaitan

    dengan kode etik.

    Di samping sosialisasi, pemahaman dapat dilakukan melalui

    perpustakaan dan media intern lainnya.

    3. Pemetaan (Mapping)

    Setelah dilakukan sosialisasi, diperlukan suatu

    pemetaan terhadap pemahaman yang diterima dan

    dipersepsikan oleh pimpinan, serta seluruh pegawai, dan

    pemetaan terhadap keberadaan infrastruktur untuk

    menerapkan kepemimpinan yang memadai tersebut.

    Pemetaan yang dilakukan meliputi pemahaman dan

    keberadaan infrastruktur:

    a. penerapan manajemen risiko;

    b. penerapan manajemen berbasis kinerja;

    c. dukungan terhadap fungsi penting instansi;

  • 1.3 Kepemimpinan yang Kondusif 30

    d. perlindungan aset dan informasi;

    e. terbentuknya komunikasi efektif;

    f. mekanisme pelaporan.

    Keberadaan infrastruktur diwujudkan dalam bentuk kebijakan

    dan prosedur.

    Kegiatan pemetaan dilaksanakan untuk mengetahui,

    antara lain:

    a. apakah instansi telah memiliki peraturan/kebijakan yang

    melandasi kepemimpinan yang kondusif;

    b. peraturan/kebijakan yang ada tersebut telah sesuai

    dengan ketentuan di atasnya;

    c. instansi telah memiliki SOP atau pedoman untuk

    menyelenggarakan peraturan tersebut;

    d. SOP atau pedoman dimaksud telah sesuai dengan

    peraturan yang ada, dan/atau yang akan dibangun;

    e. SOP atau pedoman tersebut telah dipraktikkan dan

    didokumentasikan dengan baik.

    Hasil pemetaan tentunya dapat untuk mengetahui

    infrastruktur apa saja yang masih perlu dibangun (area of

    improvement). Area of improvement (AOI), yaitu area untuk

    perbaikan atau pembangunan SPIP. Pembangunan

    infrastruktur dilaksanakan berdasarkan hasil pemetaan,

    dengan menyusun kebijakan dan prosedur yang harus

    dilaksanakan, untuk memastikan dilaksanakannya arahan

    pimpinan instansi pemerintah guna mengurangi risiko, yang

    telah teridentifikasi selama proses penilaian risiko.

  • 1.3 Kepemimpinan yang Kondusif 31

    B. Tahap Pelaksanaan

    Tahap pelaksanaan terdiri dari tiga tahapan kegiatan,

    yaitu membangun dan menyempurnakan infrastruktur, berupa

    kebijakan, prosedur, dan pedoman, berdasarkan hasil pemetaan,

    indikator, dan peraturan terkait, kemudian menginternalisasikan

    atau mengimplementasikan kebijakan yang telah dibangun atau

    disempurnakan tersebut. Selanjutnya, setelah sistem itu

    berjalan, dilakukan pemeliharaan dan perbaikan terus menerus,

    sesuai dengan tujuan pengendalian intern yang diinginkan.

    1. Membangun Infrastruktur (Norming)

    Berdasarkan hasil pemetaan, indikator, dan peraturan

    terkait, diketahui infrastruktur apa saja yang perlu dibangun

    (area of improvement). Pembangunan infrastruktur

    dilaksanakan melalui penyusunan kebijakan dan prosedur,

    yang bertujuan untuk menciptakan serta memelihara

    lingkungan pengendalian yang dapat menimbulkan perilaku

    positif dan kondusif untuk penerapan sistem pengendalian

    intern. Perilaku positif dan kondusif yang dimaksud dalam sub

    unsur ini adalah kepemimpinan yang kondusif.

    Beberapa best practice kebijakan dan prosedur yang

    diperlukan dalam rangka kepemimpinan yang kondusif, antara

    lain:

    a. Kebijakan Penerapan Manajemen Risiko

    Pimpinan instansi harus mencanangkan penerapanmanajemen risiko di instansinya, dalam bentuk kebijakanatau peraturan. Di dalam kebijakan penerapan manajemenrisiko, sebagaimana diatur dalam Peraturan MenteriKeuangan Nomor 191/PMK.09/2008 tentang Penerapan

  • 1.3 Kepemimpinan yang Kondusif 32

    Manajemen Risiko di Lingkungan Departemen Keuanganadalah:

    1) Identifikasi dan mitigasi risiko;

    2) Penyiapan kompetensi instansi;

    3) Pengintegrasian proses manajemen risiko ke dalamproses kerja;

    4) Membangun budaya sadar risiko yang kuat untukmengeksploitasi efektivitas pelaksanaan tugas pokok;

    5) Strategi jangka panjang manajemen risiko;

    6) Secara terus-menerus meningkatkan tingkatkematangan manajemen risiko unit kerja ke level yanglebih baik.

    b. Kebijakan Penerapan Manajemen Berbasis Kinerja

    Kebijakan manajemen berbasis kinerja terkait denganperencanaan strategis, yang memuat visi dan misiorganisasi, penerapan anggaran berbasis kinerja, penilaiandan evaluasi kinerja. Secara umum, tahapan dalam prosesmanaging for results adalah:

    1) Perencanaan strategik;

    2) Perencanaan program;

    3) Menetapkan prioritas dan alokasi sumber daya;

    4) Perencanaan dan pengorganisasian kegiatan;

    5) Manajemen operasi;

    6) Monitor kegiatan dan pengukuran pencapaian;

    7) Analisis pencapaian, pelaporan pencapaian danmendapatkan umpan balik pencapaian.

  • 1.3 Kepemimpinan yang Kondusif 33

    Dalam penyusunan kebijakan tentang penerapan

    manajemen berbasis kinerja, terkait dengan anggaran

    berbasis kinerja, terdapat kondisi yang harus

    dipertimbangkan sebagai faktor pemicu keberhasilan

    implementasi penggunaan anggaran berbasis kinerja,

    yaitu:

    1) Kepemimpinan dan komitmen dari seluruh komponen

    organisasi;

    2) Fokus penyempurnaan administrasi secara terus

    menerus;

    3) Sumber daya yang cukup untuk usaha penyempurnaan

    tersebut (uang, waktu, dan orang);

    4) Penghargaan (reward) dan sanksi (punishment) yang

    jelas;

    5) Keinginan yang kuat untuk berhasil.

    Hal lain yang harus dipertimbangkan dalam penyusunan

    anggaran berbasis kinerja, yaitu dalam penyusunan

    belanja daerah, agar terlebih dahulu dilakukan analisis

    yang tepat, sebagaimana disebutkan dalam pasal 167 ayat

    (3) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang

    Analisis Standar Belanja (ASB). Dalam melaksanakan

    analisis standar belanja tersebut, diperlukan prosedur-

    prosedur yang dapat menjawab pertanyaan berikut:

    1) Berapa yang harus dibebankan pada suatu pelayanan,

    sehingga dapat menutupi semua biaya yang dikeluarkan

    untuk menyediakan pelayanan tersebut?

    2) Apakah lebih efektif jika kita mengontrakkan pelayanan

    kepada pihak luar daripada melaksanakannya sendiri?

  • 1.3 Kepemimpinan yang Kondusif 34

    3) Jika kita meningkatkan/menurunkan volume pelayanan,apa pengaruhnya pada biaya yang akan kita keluarkan?Biaya apa yang akan berubah, dan berapa banyakperubahannya?

    4) Biaya pelayanan apa yang harus dibayar tahun ini biladibandingkan dengan tahun sebelumnya?

    c. Kebijakan Perlindungan Aset dan Informasi

    Aset negara dan informasi penting yang dikelola instansiharus dilindungi dan dipelihara dari kemungkinan hilang,rusak, dan penyalahgunaan. Selain itu, aset harusdiadministrasikan dengan baik agar aset yang tercatatsesuai dengan fisiknya dan tidak ada aset yang belumtercatat. Perlindungan informasi dari akses yang tidak sahperlu mendapat perhatian pimpinan, agar informasi tidakdimanipulasi oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab. Dalam kebijakan yang akan disusun, perludipertimbangkan mengenai:

    1) Sistem akuntansi yang diperlukan (sesuai denganketentuan yang ada);

    2) Penetapan personil yang tepat;3) Sistem perlindungan dan sistem terkait lainnya yang

    diperlukan;4) Asas biaya dan manfaat atas sistem yang akan

    diterapkan.

    d. Kebijakan Kepemimpinan yang Kondusif

    Kepemimpinan yang kondusif antara pimpinan denganpejabat di bawahnya dan seluruh pegawai diperlukansupaya visi, misi, dan tujuan instansi dapat tersampaikankepada seluruh pegawai dengan baik. Dengan adanyakomunikasi dua arah atau interaksi, pimpinan dapat segeramemperoleh umpan balik.

  • 1.3 Kepemimpinan yang Kondusif 35

    e. Kebijakan untuk Merespon Pelaporan mengenaiKeuangan, Penganggaran, Program, dan Kegiatan

    Respon positif dari pimpinan terhadap pelaporan yangberkaitan dengan keuangan, penganggaran, program, dankegiatan, sangat diperlukan dalam mendukung kelancaranpelaksanaan tugas-tugas instansi. Respon yang cepatmenghindarkan instansi dari risiko yang lebih besar atastidak tercapainya tujuan instansi.

    f. Kebijakan Terhadap Fungsi-fungsi Penting Instansi

    Fungsi-fungsi penting organisasi, berupa pencatatan danpelaporan keuangan, sistem manajemen informasi,pengelolaan sumber daya manusia, dan pengawasan, baikintern maupun ekstern, perlu mendapatkan perhatian dandukungan dari pimpinan instansi agar fungsi-fungsitersebut dapat berjalan dengan lancar dalam mencapaitujuan instansi.

    Dalam kebijakan yang akan disusun, perludipertimbangkan adanya perhatian terhadap fungsi-fungsipenting tersebut di atas, meliputi pengaturan mutasi,perputaran pejabat, dan pegawai yang menangani fungsitersebut.

    Pembangunan kebijakan sub unsur ini harus terintegrasi danterkait dengan sub unsur dan unsur pengendalian lainnya.Uraian lebih lanjut mengenai kebijakan-kebijakan di atas akandiperdalam dalam unsur penilaian risiko, unsur kegiatanpengendalian, serta unsur informasi dan komunikasi.

  • 1.3 Kepemimpinan yang Kondusif 36

    2. Internalisasi (Forming)

    Tahap internalisasi adalah suatu proses untuk

    mewujudkan infrastruktur menjadi bagian dari kegiatan

    operasional sehari-hari. Perwujudannya, dapat tercermin

    dalam konteks seberapa jauh proses internalisasi

    memengaruhi pimpinan instansi pemerintah mengambil

    keputusan dan memengaruhi perilaku para pegawai dalam

    melaksanakan kegiatan.

    Kegiatan internalisasi dalam sub unsur ini bertujuan

    membangun kesadaran pimpinan instansi pemerintah

    mengambil keputusan dengan gaya kepemimpinan yang

    kondusif sebagai berikut:

    a. mempertimbangkan risiko dalam pengambilan keputusan;

    b. menerapkan manajemen berbasis kinerja;

    c. mendukung fungsi tertentu dalam penerapan SPIP;

    d. melindungi aset dan informasi dari akses dan penggunaan

    yang tidak sah;

    e. melakukan interaksi secara intensif dengan pejabat pada

    tingkatan yang lebih rendah;

    f. merespon secara positif terhadap pelaporan yang

    berkaitan dengan keuangan, penganggaran, program, dan

    kegiatan.

    Langkah-langkah internalisasi untuk membangun

    kesadaran sebagai berikut:

  • 1.3 Kepemimpinan yang Kondusif 37

    a. Upaya penyadaran untuk selalu mempertimbangkan risiko

    Langkah-langkah yang perlu dilakukan agar manajemenmelakukan pertimbangan terhadap risiko dalam setiappengambilan keputusan yang dilakukan adalah sebagaiberikut:

    1) Pelatihan manajemen risiko

    Manajemen harus mengikuti pelatihan atau workshopmengenai risiko dan manajemen risiko, agarmanajemen menyadari risiko yang ada dalam instansidan mengetahui bagaimana mengelolanya.

    2) Simulasi kepedulian manajemen terhadap risiko

    Untuk menunjukkan kepedulian manajemen terhadaprisiko dalam pelaksanaan tugasnya selalumempertimbangkan risiko yang telah diidentifikasisehubungan pelaksanaan tugas tersebut.

    3) Pimpinan puncak mendorong kepedulian risiko dalampengambilan keputusan

    Pimpinan puncak mendorong manajemen dan seluruhpegawai mempertimbangkan risiko dalam pengambilankeputusan.

    4) Simulasi pentingnya manajemen melibatkan pihak kompetendalam pengambilan keputusan yang bersifat teknis

    Apabila manajemen menghadapi kendala dalampengambilan keputusan yang bersifat teknis terkaitdengan risiko yang melekat dengan keputusan tersebut,maka manajemen harus melibatkan pihak kompetendalam pengambilan keputusan yang bersifat teknistersebut, untuk mengurangi atau mengelola risikonyatersebut.

  • 1.3 Kepemimpinan yang Kondusif 38

    5) Menciptakan mekanisme pembagian risiko pada setiap

    tingkatan manajemen dan penyebaran mekanisme

    tersebut kepada staf terkait

    Berdasarkan hasil penilaian risiko, pimpinan puncak,

    manajemen, dan seluruh pegawai mengetahui dan

    bertanggung jawab terhadap risiko yang dimiliki atau

    melekat pada kegiatan yang dilakukan mereka (risk

    owner).

    6) Pertemuan periodik antara pimpinan instansi pemerintah

    dan manajemen di bawahnya untuk membicarakan

    risiko organisasi dan manfaat manajemen risiko

    Dilakukan pertemuan secara periodik antara pimpinan

    instansi pemerintah dan manajemen di bawahnya untuk

    membicarakan risiko yang melekat pada kegiatan

    instansi, baik risiko dari dalam instansi maupun dari luar

    instansi.

    7) Dokumentasi proses pengambilan keputusan

    Setiap proses pengambilan keputusan oleh pimpinan

    dan manajemen harus didokumentasikan dengan baik,

    serta dilaporkan dan diketahui semua pihak terkait.

    8) Pelaporan hasil pengambilan keputusan

    Setiap hasil pengambilan keputusan oleh pimpinan dan

    manajemen harus didokumentasikan dengan baik, serta

    dilaporkan dan diketahui semua pihak terkait.

  • 1.3 Kepemimpinan yang Kondusif 39

    b. Upaya penyadaran untuk menerapkan manajemenberbasis kinerja

    Langkah-langkah yang perlu dilakukan agar diterapkannyamanajemen berbasis kinerja pada organisasi adalahdengan melaksanakan pelatihan dan simulasi tentangmanajemen berbasis kinerja. Substansi yang perludisampaikan dalam pelatihan dan simulasi tersebut adalahsebagai berikut:

    1) Mengaitkan program dan kegiatan dengan visi dan misiorganisasi

    Pimpinan instansi mendorong perencanaan danpelaksanaan program dan kegiatan searah dengan visidan misi organisasi.

    2) Pentingnya penyusunan anggaran berbasis kinerja

    Pimpinan mendorong dibangunnya perangkat danpelatihan agar diterapkannya anggaran berbasis kinerjadi instansinya.

    3) Pentingnya membagi tugas berdasarkan rencana tujuankinerja organisasi

    Tugas-tugas diarahkan pada pencapaian kinerjaorganisasi agar tujuan organisasi dapat segera tercapai.

    4) Pentingnya pemberian penghargaan berdasarkan hasil-hasil yang dicapai, baik secara individu, tim, maupunorganisasi secara keseluruhan

    Pegawai dan organisasi yang telah mencapai kinerjadengan baik, perlu diberikan penghargaan agarmendorong pegawai dan organisasi terus berkinerjabaik.

  • 1.3 Kepemimpinan yang Kondusif 40

    5) Pentingnya melakukan evaluasi kinerja dalam rangkaperbaikan kinerja secara berkelanjutan

    Pimpinan instansi mendukung dilakukannya evaluasikinerja di instansinya secara terus menerus agar dapatdipantau perkembangan kinerjanya. Penghargaandiberikan agar mendorong pegawai dan organisasi terusberkinerja baik.

    6) Pentingnya membuat laporan akuntabilitas kinerja

    Sebagai pertanggungjawaban atas kinerja instansi,pimpinan instansi mendorong disusunnya laporanakuntabilitas kinerja instansinya.

    c. Upaya penyadaran untuk selalu mendukung fungsi pentinginstansi

    Langkah-langkah yang perlu dilakukan agar diperolehdukungan pimpinan instansi pemerintah terhadap fungsi-fungsi penting adalah melaksanakan pelatihan dansimulasi, dengan substansi sebagai berikut:

    1) Setiap pendanaan atas kegiatan-kegiatan dikaitkandengan target kinerja dalam bentuk keluaran (output)dan hasil yang diharapkan (outcome)

    Pimpinan mendorong penggunaan dana untukkegiatan-kegiatan dalam rangka pencapaian targetkinerja, baik dalam bentuk output maupun outcome.

    2) Penyusunan anggaran berdasarkan sumber data yangkompeten;

    Pimpinan instansi mendorong dilakukannya reviuterhadap sumber data yang digunakan dalampenyusunan anggaran.

  • 1.3 Kepemimpinan yang Kondusif 41

    3) Proses pengambilan keputusan penganggaran

    melibatkan setiap level manajemen organisasi

    Pimpinan mendorong agar pengambilan keputusan

    penganggaran melibatkan setiap level manajemen

    agar anggaran yang diajukan benar-benar berdasarkan

    rencana kinerja yang ditetapkan.

    4) Pemilihan dan prioritas program yang akan

    dianggarkan tersebut akan sangat bergantung pada

    data target kinerja yang diharapkan dapat dicapai

    Dalam memilih dan memutuskan program yang

    menjadi prioritas, pimpinan harus memerhatikan data

    target kinerja yang diharapkan.

    5) Pentingnya organisasi membuat laporan keuangan

    yang didukung dengan dokumen yang cukup, relevan,

    dan kompeten

    Pimpinan mendorong pengelolaan dokumen yang baik,

    khususnya dokumen yang digunakan untuk

    penyusunan laporan keuangan agar laporan keuangan

    dapat diandalkan.

    6) Informasi barang milik negara yang tercantum dalam

    laporan keuangan didukung dengan daftar barang milik

    negara yang dimiliki organisasi

    Pimpinan mendorong pengelolaan administrasi barang

    milik negara yang baik, yang mendukung penyajian

    informasi barang milik negara di dalam laporan

    keuangan.

  • 1.3 Kepemimpinan yang Kondusif 42

    7) Organisasi menggunakan teknologi informasi dalam

    mendukung tugas dan fungsinya

    Pimpinan mendukung penggunaan teknologi informasi

    dalam pelaksanaan tugas instansi agar lebih efektif

    dan tepat waktu.

    8) Pimpinan memberikan motivasi berupa penghargaan

    kepada pegawai yang memiliki kinerja yang baik dan

    memberikan sanksi kepada pegawai yang mempunyai

    kinerja yang buruk

    Pimpinan mendorong para pegawai untuk berkinerja

    baik dalam melaksanakan tugas melalui pemberian

    imbalan.

    9) Menindaklanjuti hasil pengawasan tepat waktu dan

    sesuai dengan maksud yang direkomendasikan

    Pimpinan memberikan respon yang cepat terhadap

    rekomendasi hasil pengawasan, baik internal maupun

    eksternal.

    10) Pola mutasi didasarkan pada kebutuhan dan

    pembinaan SDM

    Pimpinan mendukung pola mutasi yang telah

    ditetapkan berdasarkan kebutuhan dan pembinaan

    SDM.

    11) Pegawai ditempatkan sesuai dengan minat dan

    kemampuan yang dimiliki

    Pimpinan mendukung penempatan pegawai sesuai

    dengan minat dan kemampuan yang dimiliki.

  • 1.3 Kepemimpinan yang Kondusif 43

    d. Melindungi aset dan informasi dari akses serta

    penggunaan yang tidak sah

    Langkah-langkah yang perlu dilakukan agar manajemen

    melakukan perlindungan atas aset dan informasi dari

    akses dan penggunaan yang tidak sah, dengan

    melaksanakan pelatihan dan simulasi yang bersubstansi

    sebagai berikut:

    1) Penerapan sistem akuntansi barang milik

    negara/daerah

    Pimpinan mendukung diterapkannya sistem akuntansi

    barang milik negara/daerah, melalui penyediaan sarana

    prasarana dan pemberian pelatihan bagi pegawai yang

    menanganinya.

    2) Pengamanan informasi dan barang milik negara/daerah,

    meliputi pengamanan administrasi, fisik, dan hukum

    Pimpinan mendukung pengelolaan administrasi yang

    baik bagi barang milik negara dan memberlakukan

    prosedur pengamanan fisik, serta kelengkapan

    kepemilikan.

    3) Sistem internal check yang memisahkan fungsi

    pencatatan, otorisasi, penguasaan aset, dan informasi.

    Pimpinan mendukung pemisahan fungsi dalam

    pengelolaan aset dan informasi agar tidak terjadi

    kecurangan dan penyalahgunaan.

  • 1.3 Kepemimpinan yang Kondusif 44

    e. Melakukan interaksi intensif dengan pejabat pada tingkatan

    yang lebih rendah

    Langkah-langkah yang perlu dilakukan agar ada interaksi

    secara intensif antara pimpinan dengan pejabat pada

    tingkatan yang lebih rendah adalah melaksanakan

    pelatihan dan simulasi yang bersubstansi sebagai berikut:

    1) Pentingnya pertemuan periodik diselenggarakan antara

    manajemen puncak dengan manajemen di bawahnya

    Pimpinan mendorong diselenggarakannya pertemuan

    periodik antara manajemen puncak dengan manajemen

    di bawahnya agar terjadi interaksi yang positif.

    2) Masukan-masukan diberikan dari manajemen tingkat

    yang lebih rendah kepada atasannya

    Pimpinan mendorong tersedianya media yang

    menampung masukan atau umpan balik dari

    manajemen yang lebih rendah kepada atasannya.

    3) Rendahnya tingkat komplain tidak terselesaikannya

    tugas karena adanya hambatan komunikasi

    Pimpinan memberikan perhatian terhadap hambatan

    pelaksanaan tugas yang disebabkan hambatan

    komunikasi.

    f. Merespon positif terhadap pelaporan

    Langkah-langkah yang perlu dilakukan agar pimpinan

    instansi pemerintah yang memiliki sikap yang positif dan

    responsif terhadap pelaporan adalah melaksanakan

    pelatihan dan simulasi yang bersubstansi sebagai berikut:

  • 1.3 Kepemimpinan yang Kondusif 45

    1) Prinsip-prinsip akuntansi

    Pelatihan mengenai prinsip-prinsip akuntansi dilakukan

    agar pimpinan dapat mengambil kebijakan akuntansi

    secara benar.

    2) Pimpinan instansi pemerintah secara berkala

    membahas masalah penting dalam laporan keuangan

    Permasalahan penting yang berkaitan dengan laporan

    keuangan segera dilaporkan kepada pimpinan untuk

    dibahas.

    3) Pimpinan instansi pemerintah menggunakan laporan

    keuangan dan laporan kinerja sebagai umpan balik

    dalam penyusunan program, kegiatan, dan anggaran

    Pimpinan memerhatikan laporan keuangan dan laporan

    kinerja yang ada sebagai dasar penyusunan rencana

    program, kegiatan, dan anggaran yang akan datang.

    4) Laporan kinerja mudah dipahami oleh pemangku

    kepentingan dan telah menggambarkan pencapaian

    organisasi melalui program dan kegiatan, dengan

    sumber daya yang tersedia

    Pimpinan mendukung penyusunan laporan kinerja yang

    disajikan secara terstruktur dan mudah dipahami,

    berkaitan dengan penggunaan sumber daya instansi

    dan pencapaian target kinerja.

  • 1.3 Kepemimpinan yang Kondusif 46

    5) Laporan keuangan sesuai dengan Standar Akuntansi

    Pemerintahan dan menggambarkan posisi keuangan

    yang mudah dipahami oleh pemangku kepentingan

    Pimpinan mendukung ditaatinya Standar Akuntansi

    Pemerintahan dalam penyajian laporan keuangan

    instansi.

    6) Pimpinan instansi pemerintah menghindari penekanan

    pada pencapaian hasil-hasil jangka pendek, dengan

    mengorbankan kepentingan jangka panjang dan

    masalah hukum

    Pimpinan mempertimbangkan kepentingan jangka

    panjang instansi dan mendorong ditaatinya peraturan

    yang berlaku.

    7) Pegawai menyampaikan laporan pencapaian target

    secara tepat dan akurat

    Pimpinan mendorong para pegawainya untuk

    menyampaikan laporan pencapaian target secara tepat

    dan akurat.

    8) Pelaporan sesuai dengan data pendukung sehingga

    tidak terjadi fakta yang dibesar-besarkan

    Pimpinan mendukung pelaporan yang didasarkan pada

    dokumen-dokumen yang andal.

  • 1.3 Kepemimpinan yang Kondusif 47

    9) Estimasi anggaran berdasarkan program dan kegiatan

    dalam rangka mencapai kinerja sehingga tidak

    ditinggikan secara tidak wajar

    Pimpinan mendorong perencanaan anggaran yang

    realistis dan berdasarkan rencana kinerja yang

    ditetapkan.

    3. Pengembangan berkelanjutan (Performing)

    Setelah internalisasi dan implementasi, dilaksanakan

    pengembangan berkelanjutan agar kepemimpinan yang

    kondusif dapat terjaga. Langkah-langkah dalam

    pengembangan berkelanjutan antara lain:

    a. Setiap langkah-langkah persiapan, pelaksanaan, dan

    evaluasi perlu didokumentasikan agar mudah dilakukan

    penelusuran kembali.

    b. Setiap langkah-langkah persiapan dan pelaksanaan perlu

    dipantau atau ada mekanisme pemantauan yang melekat

    pada sistem (built-in monitoring).

    c. Secara periodik dilakukan evaluasi/assessment terhadap

    efektivitas penerapan sistem pengendalian internal.

    d. Berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi diperoleh area-

    area yang memerlukan perbaikan, sebagai umpan balik

    bagi pengembangan dan peningkatan sistem lebih lanjut.

  • 1.3 Kepemimpinan yang Kondusif 48

    C. Tahap Pelaporan

    Setelah tahap pelaksanaan selesai, seluruh kegiatan

    penyelenggaraan sub unsur perlu didokumentasikan.

    Pendokumentasian ini merupakan satu kesatuan (bagian yang

    tidak terpisahkan) dari kegiatan pelaporan berkala dan tahunan

    penyelenggaraan SPIP. Pendokumentasian dimaksud meliputi:

    1. Pelaksanaan kegiatan yang terdiri dari:

    a. Peningkatan pemahaman melalui kegiatan sosialisasi

    (ceramah, diskusi, seminar, rapat kerja, dan fokus grup)

    mengenai pentingnya penerapan kepemimpinan yang

    kondusif, serta kegiatan penyampaian pemahaman melalui

    website, multimedia, literatur, dan media lainnya;

    b. Kegiatan pemetaan infrastruktur dan penerapannya, yangmencakup pemetaan mengenai pentingnya kepemimpinanyang kondusif menurut persepsi pegawai dan bagaimanapenerapannya, persiapan penyusunan kebijakan,pedoman, mekanisme kepemimpinan yang kondusif, sertamemberikan masukan atas rencana tindak yang tepatuntuk internalisasi penerapan kepemimpinan yangkondusif;

    c. Kegiatan pembangunan infrastruktur, yang mencakuppenyusunan kebijakan, penyusunan pedoman, danpenyusunan mekanisme;

    d. Pelaksanaan internalisasi, yaitu yang mencakup kegiatandalam rangka pemantapan penerapan sistempengendalian intern dalam kegiatan operasional dilingkungan instansi pemerintah masing-masing;

  • 1.3 Kepemimpinan yang Kondusif 49

    e. Pengembangan berkelanjutan yang mencakup kegiatanpemantauan, usaha meningkatkan kualitas komunikasi,baik kepada internal dan eksternal yang efektif, sertausaha meningkatkan kualitas sarana komunikasi.

    2. Hambatan kegiatanApabila ditemukan hambatan-hambatan dalam pelaksanaankegiatan yang menyebabkan tidak tercapainya target/tujuankegiatan tersebut, agar penyebabnya dijelaskan.

    3. SaranSaran diberikan berkaitan dengan adanya hambatanpelaksanaan kegiatan dan dicarikan saran pemecahanmasalah untuk tidak berulangnya kejadian serupa dan gunapeningkatan pencapaian tujuan. Saran yang diberikan agaryang realistis dan benar-benar dapat dilaksanakan.

    4. Tindak lanjut atas saran periode sebelumnya

    Bagian ini mengungkapkan tindak lanjut yang telah dilakukan

    atas saran yang telah diberikan pada kegiatan periode

    sebelumnya.

    Dokumentasi ini merupakan bahan dukungan bagi

    penyusunan laporan berkala dan tahunan (penjelasan

    penyusunan laporan dapat dilihat pada Pedoman Teknis Umum

    Penyelenggaraan SPIP). Kegiatan pendokumentasian menjadi

    tanggung jawab pelaksana kegiatan yang hasilnya disampaikan

    kepada pimpinan instansi pemerintah sebagai bentuk

    akuntabilitas, melalui Satuan Tugas Penyelenggaraan SPIP di

    instansi pemerintah terkait.

  • 1.3 Kepemimpinan yang Kondusif 50

  • 1.3 Kepemimpinan yang Kondusif 51

    BAB IV

    PENUTUP

    Kepemimpinan yang kondusif merupakan salah satu fondasi

    dalam lingkungan pengendalian SPIP. Kepemimpinan tersebut

    diharapkan mampu menggerakkan anggota organisasi untuk

    melaksanakan program dan kegiatan dalam rangka pencapaian

    tujuan organisasi.

    Untuk mewujudkan kepemimpinan yang kondusif, perlu

    diawali dengan pemahaman bersama melalui sosialisasi dengan

    media yang ada, selanjutnya dilakukan pemetaan. Pembangunan

    infrastruktur dan penerapannya menjadi komitmen bersama instansi

    pemerintah dan dilaksanakan dengan konsisten. Sementara itu,

    pengembangan berkelanjutan merupakan langkah agar penerapan

    kepemimpinan yang kondusif termonitor secara kontinu, sehingga

    dapat dirumuskan rencana tindak yang tepat untuk setiap

    kelemahan yang ditemukan.

    Pedoman ini disusun untuk memberikan acuan praktis bagi

    pimpinan instansi pemerintah dalam menciptakan dan

    melaksanakan sistem pengendalian intern, khususnya pada unsur

    lingkungan pengendalian dengan sub unsur Kepemimpinan yang

    Kondusif di lingkungan instansi yang dipimpinnya.

    Hal-hal yang dicakup dalam pedoman teknis ini adalah acuan

    mendasar yang berlaku secara umum bagi seluruh instansi

    pemerintah, yang minimal harus dipenuhi dalam menerapkan

    kepemimpinan yang kondusif, serta tidak mengatur secara spesifik

    bagi instansi tertentu. Instansi pemerintah hendaknya dapat

  • 1.3 Kepemimpinan yang Kondusif 52

    mengembangkan lebih jauh langkah-langkah yang perlu diambil

    sesuai dengan kebutuhan organisasi, dengan tetap mengacu dan

    tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang

    berlaku.

    Sesuai dengan perkembangan teori dan praktik-praktik sistem

    pengendalian intern, pedoman ini dapat disesuaikan secara terus

    menerus.