Spinal Anestesi
description
Transcript of Spinal Anestesi
PRESENTASI KASUS
PENANGANAN HIPOTENSI PADA REGIONAL ANESTESI PASIEN
BENIGN PROSTAT HIPERPLASI DENGAN STATUS FISIK ASA I
Diajukan Kepada :
dr. Budi Aviantoro, Sp. An
Disusun Oleh :
Nadira Sofwatunnisa Rakhmat
(20100310129)
BAGIAN ILMU ANESTESI
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH TIDAR MAGELANG
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2016
PRESENTASI KASUS
A. IDENTITAS
Nama : Bp. N
Umur : 65 tahun
Pendidikan Terakhir : SMP
Pekerjaan : Pensiunan
Agama : Islam
Alamat : Paten Jurang, RT.06 RW.17 Rejo Utara, Magelang
Tanggal masuk : 5 Maret 2016
Diagnosis : Benign Prostat Hiperplasi
B. ANAMNESIS
Dilakukan autoanamnesis pada tanggal 7 Maret 2016 .
Keluhan Utama : Sulit kencing
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien laki-laki 65 tahun datang ke RSUD Tidar Magelang dengan keluhan
tidak bisa kencing sejak seminggu yang lalu berangsur angsur memburuk.
Keluhan nyeri kencing (-), anyang-anyangan (-), nyeri pinggang (-), mual (-
), muntah (-), demam (-).
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat hipertensi :disangkal
Riwayat DM :disangkal
Riwayat asma :disangkal
Riwayat jantung :disangkal
Riwayat Alergi :disangkal
Riwayat Trauma :disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang mengeluhkan hal serupa.
C. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : Cukup
Kesadaran : Compos Mentis
Vital Sign : T : 120/80 mmHg
N : 80x/menit
S : 36 0
C
R : 20x/menit
Kepala : Conjunctiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
Leher : Limfonodi Tidak Teraba
Thorax : S1 S2 Reguler, BJ (-), Ictus Cordis dbn, SDV +/+, STP -/-
Abdomen : Perut datar, Bising Usus dbn, Nyeri Tekan (-)
Ektremitas : Akral hangat +/+, edema tungkai -/-, deformitas -/-.
Rectal touche : didapatkan benjolan pada arah jam dua belas, konsistensi
lunak, teraba sulcus prostat masih jelas, nyeri tekan (-),
spincter ani, mukosa,ampula recti dalam batas normal.
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Thorax Foto: Cor dan Pulmo dalam batas normal
2. USG : Sonografi organ dalam batas normal, Prostat hiperplasi
3. Laboratorim
Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan
HEMATOLOGI
Hemoglobin 14.4 g/dL 12.0 – 16.0
JUMLAH SEL DARAH
Leukosit
Eritrosit
Hematokrit
Angka Trombosit
14,4
5.3
42.8
180
103/uL
106/uL
%
103/uL
3.98 – 10.04
4.20 – 5.40
37.0 – 47.0
150 – 450
E. DIAGNOSIS KERJA
DIFF COUNT
PERSENTASE
Netrofil Segmen
Limfosit
Monosit
Eosinofil
Basofil
.
73.0
16.0
10.0
0
1.0
.
%
%
%
%
%
.
40 – 75
25 – 40
2 – 10
2 – 4
0 – 1
DIAMETER SEL / SIZE
RDW – CV
RDW – SD
P – LCR
12.7
37.2
19.0
%
fL
%
11.7 – 14.4
36.4 – 46.3
9.3 – 27.9
CALCULATED
MCV
MCH
MCHC
80.8
27.2
33.6
fL
pg
g/dL
79.0 – 99.0
27.0 – 31.0
33.0 – 37.0
SERO IMUNOLOGI
HBsAg Negatif Negatif
KIMIA KLINIK
Gula Darah Sewaktu 103 mg/dl 70-140
FUNGSI GINJAL
Ureum 18.2 mg/dl 16.6-48.5
Creatinin 0.9 mg/dl 0.51-0.95
FUNGSI HATI
SGOT 30 U/L < 32
SGPT 32.4 U/L < 33
COAGULASI
Masa Pembekuan/ CT 2’13” Menit 1.00-10.000
Masa Perdarahan/ BT 6’15” Menit 2-7
Berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan fisik maka:
Diagnosis preoperatif : Benign Prostat Hiperplasi dengan status fisik ASA I
Tindakan operatif : TVP
Tindakan anestesi : Rencana anestesi spinal
F. TINDAKAN ANASTESI
1. Persiapan Operasi
- Lengkapi Informed Consent Anestesi
- Puasa 8 jam sebelum operasi.
- Memakai baju khusus kamar bedah.
2. Premedikasi : -
3. Diagnosis Pra Bedah : Benign Prostat Hiperplasi (BPH)
4. Diagnosis Pasca Bedah : Post TVP a/i BPH
5. Jenis Anestesi : Spinal Anestesi
6. Teknik : -
7. Induksi : Bupivacain 15 mg + Morphin 0,2 cc
8. Pemerliharaan : O2 3L/menit
9. Obat Sisipan : Ketese 2.5% 50 mg IV, Sotatic 10 mg IV, Orasic
1 amp.
10. Jenis Cairan : RL
G. RESUME ANESTESI SELAMA OPERASI
Teknik : Spinal anestesi, induksi Bupivacain 15 mg
ASA : I (pasien tidak memiliki kelainan organik maupun
sistemik selain penyakit yang akan ditangani
Vital Sign awal : Tensi : 120/80 mmHg
Nadi : 85 x/menit
RR : 20 x/menit
Jam Parameter yang Dipantau Keterangan Obat Cairan
Tensi Nadi SpO2
08.45 117/62 85 99 Mulai
induksi
Bupivacain
15 mg,
RL
08.55 Mulai
operasi
09.00 118/81 91 98 Ketese 1
ampul 25
mg, Orasic
1 amp.,
Sotatic 1
amp.
09.15 80/50 44 98 Inj
Ephedrin
10 mg
09.30 130/80 80 97 RL
09.45 124/80 93 98
09.50 126/82 98 97 Operasi
selesai
PEMBAHASAN
A. Definisi
I. ANESTESI REGIONAL
Definisi
Anestesi regional adalah hambatan impuls nyeri suatu bagian tubuh sementara
pada impuls syaraf sensorik, sehingga impuls nyeri dari satu bagian tubuh diblokir
untuk sementara (reversibel). Fungsi motorik dapat terpengaruh sebagian atau
seluruhnya. Tetapi pasien tetap sadar.
Pembagian anestesi regional
1. Blok sentral (blok neuroaksial), meliputi blok spinal, epidural dan kaudal
2. Blok perifer (blok saraf) misalnya anestesi topikal, infiltrasi lokal, blok
lapangan, blok saraf, dan regional intravena
Obat analgetik lokal/regional
Secara kimia, anestesi lokal digolongkan sebagai berikut :
1. Senyawa ester
Adanya ikatan ester sangat menentukan sifat anestesi lokal sebab pada
degradasi dan inaktivasi di dalam tubuh, gugus tersebut akan dihidrolisis.
Karena itu golongan ester umumnya kurang stabil dan mudah mengalami
metabolisme dibandingkan golongan amida. Contohnya: tetrakain,
benzokain, kokain, prokain dengan prokain sebagai prototip.
2. Senyawa amida
Contohnya senyawa amida adalah dibukain, lidokain, mepivakain dan
prilokain.
Absorbsi obat:
- Absorbsi melewati mukosa, tapi tidak dapat melewati kulit yang utuh,
harus disuntik kejaringan subkutis.
- Obat vasokonstriktor yang ditambahkan pada larutan analgetik lokal
memperlambat absorbsi sistemik dengan akibat memperpanjang masa
kerja dan mempertinggi dosis maksimum.
- Mempengaruhi semua sel tubuh, dengan pedileksi khusus memblokir
hantaran saraf sensorik
- Kecepatan detoksikasi tergantung jenis obat berlangsung dengan
pertolongan enzim dalam darah dan hat. Sebagian dikeluarkan dalam
bentuk bahan-bahan degradasi dan sebagian dalam bentuk asal melalui
ginjal (urin)
- Untuk daerah yang diperdahari oleh arteri buntu (end artery) seperti jari
dan penis dilarang menambah vasokonstriktor. Penambahan
vasokonstriktor hanya dilakukan untuk daerah tanpa arteri buntu umumnya
digunakan adrenalin dengan konsentrasi 1:200 000.
Komplikasi obat anestesi lokal
Obat anestesi lokal, melewati dosis tertentu merupakan zat toksik, sehingga untuk
tiap jenis obat anestesi lokal dicantumkan dosis maksimalnya. Komplikasi dapat
bersifat lokal atau sistemik
Komplikasi lokal
1. Terjadi ditempat suntikan berupa edema, abses, nekrosis dan
gangrene.
2. Komplikasi infeksi hampir selalu disebabkan kelainan tindakan
asepsis dan antisepsis.
3. Iskemia jaringan dan nekrosis karena penambahan vasokonstriktor
yang disuntikkan pada daerah dengan arteri buntu.
Komplikasi sistemik
1. Manifestasi klinis umumnya berupa reaksi neurologis dan
kardiovaskuler.
2. Pengaruh pada korteks serebri dan pusat yang lebih tinggi adalah
berupa perangsangan sedangkan pengaruh pada pons dan batang
otak berupa depresi.
3. Pengaruh kardiovaskuler adalah berupa penurunan tekanan darah dan
depresi miokardium serta gangguan hantaran listrik jantung.
Persiapan Anesthesia Regional
Persiapan anestesi regional sama dengan persiapan GA karena untuk
mengantisipasi terjadinya toksik sistemik reaction yg bisa berakibat fatal, perlu
persiapan resusitasi. Misalnya: obat anestesi spinal/epidural masuk ke pembuluh
darah → kolaps kardiovaskular sampai cardiac arrest. Juga untuk mengantisipasi
terjadinya kegagalan, sehingga operasi bisa dilanjutkan dg anestesi umum.
Keuntungan Anestesia Regional
1. Alat minim dan teknik relatif sederhana, sehingga biaya relatif lebih
murah.
2. Relatif aman untung pasien yg tidak puasa (operasi emergency, lambung
penuh) karena penderita sadar.
3. Tidak ada komplikasi jalan nafas dan respirasi.
4. Tidak ada polusi kamar operasi oleh gas anestesi.
5. Perawatan post operasi lebih ringan.
Kerugian Anestesia Regional
1. Tidak semua penderita mau dilakukan anestesi secara regional.
2. Membutuhkan kerjasama pasien yang kooperatif.
3. Sulit diterapkan pada anak-anak.
4. Tidak semua ahli bedah menyukai anestesi regional.
5. Terdapat kemungkinan kegagalan pada teknik anestesi regional.
I. BLOK SENTRAL
Spinal dan Epidural Anestesi
Neuroaksial blok (spinal dan epidural anestesi) akan menyebabkan blok
simpatis, analgesia sensoris dan blok motoris (tergantung dari dosis,
konsentrasi dan volume obat anestesi lokal).
Terdapat perbedaan fisiologis dan farmakologis bermakna antara keduanya.
A. Anestesi Spinal
Anestesi spinal ialah pemberian obat anestetik lokal ke dalam ruang
subarackhnoid. Anestesi spinal diperoleh dengan cara menyuntikkan anestetik
lokal ke dalam ruang subarachnoid.
Untuk mencapai cairan serebrospinal, maka jarum suntik akan menembus kutis
subkutis lig. Supraspinosum lig. Interspinosum lig. Flavum ruang
epidural durameter ruang subarachnoid.
Medulla spinalis berada didalam kanalis spinalis dikelilingi oleh cairan
serebrospinal, dibungkus oleh meningens (duramater, lemak dan pleksus
venosus). Pada dewasa berakhir setinggi L1, pada anak L2 dan pada bayi L3.
Indikasi Anestesi Spinal
1. Bedah ekstremitas bawah.
2. Bedah panggul
3. Tindakan sekitar rektum-perineum
4. Bedah obstetri ginekologi
5. Bedah urologi
6. Bedah abdomen bawah
Kontra Indikasi Anestesi Spinal
Terdapat kontra indikasi absolut dan kontra indikasi relatif dalam penggunaan
anestesi spinal
Kontra indikasi absolut :
a. Pasien menolak untuk dilakukan anestesi spinal
b. Terdapat infeksi pada tempat suntikan
c. Hipovolemia berat sampai syok
d. Menderita koagulopati dan sedang mendapat terapi
antikoagulan
e. Tekanan intrakranial yang meningkat
f. Fasilitas untuk melakukan resusitasi minim
g. Kurang berpengalaman atau tanpa konsultan anestesi
Kontra indikasi relatif :
a. Menderita infeksi sistemik ( sepsis, bakteremi )
b. Terdapat infeksi disekitar tempat suntikan
c. Kelainan neurologis
d. Kelainan psikis
e. Bedah lama
f. Menderita penyakit jantung
g. Hipovolemia
h. Nyeri punggung kronis.
Persiapan anestesi spinal
Persiapan anestesi spinal seperti persiapan pada anestesi umum. Daerah disekitar
tempat tusukan diteliti apakah akan menimbulkan kesulitan, misalnya ada
kelainan anatomis tulang punggung atau pasien gemuk sekali sehingga tidak
teraba tonjolan prosesus spinosus. Selain itu harus puladilakukan :
1. Informed consent
2. Pemeriksaan fisik
3. Pemeriksaan laboratorium anjuran
Peralatan anestesi spinal
1. Peralatan monitor, untuk memonitor tekanan darah, nadi, oksimeter
denyut dan EKG
2. Peralatan resusitasi /anestesia umum
3. Jarum spinal
Teknik analgesia spinal
Posisi duduk atau posisi tidur lateral decubitus dengan tusukan pada garis tengah
ialah posisi yang paling sering dikerjakan. Biasanya dikerjakan diatas meja
operasi tanpa dipindahkan lagi dan hanya diperlukan sedikit perubahan posisi
pasien. Perubahan posisi berlebihan dalam 30 menit pertama akan menyebabkan
menyebarnya obat.
1. Setelah dimonitor, tidurkan pasien dalam posisi dekubitus lateral atau
duduk dan buat pasien membungkuk maksimal agar procesus spinosus
mudah teraba.
2. Perpotongan antara garis yang menghubungkan kedua Krista iliaka dengan
tulang punggung ialah L4 atau L4-L5, tentukan tempat tusukan misalnya
Jarum pinsil (whitecare)
Jarum tajam (Quincke-
Babcock)
L2-L3, L3-L4 atau L4-L5. Tusukan pada L1-L2 atau atasnya berisiko
trauma terhadap medulla spinalis.
3. Sterilkan tempat tusukan dengan betadine dan alcohol
4. Beri anestetik lokal pada tempat tusukan misalnya lidokain 1% 2-3ml.
5. Cara tusukan adalah median atau paramedian. Untuk jarum spinal besar
22G, 23G, atau 25G dapat langsung digunakan. Sedangkan untuk jarum
kecil 27G atau 29G dianjurkan menggunakan penuntun jarum (introducer),
yaitu jarum suntik biasa semprit 10cc. Jarum akan menembus kutis,
subkutis, ligamentum supraspinosum, ligamentum interspinosum,
ligamentum flavum, ruang epidural, duramater dan ruang subarachnoid.
Setelah mandrin jarum spinal dicabutcairan serebrospinal akan menetes
keluar. Selanjutnya disuntikkan larutan obat analgetik lokal kedalam ruang
subarachnoid tersebut.
Keuntungan anestesi spinal dibandingkan anestesi epidural :
Obat anestesi lokal lebih sedikit
Onset lebih singkat
Level anestesi lebih pasti
Teknik lebih mudah
B. Anestesi Epidural
Blokade saraf dengan menempatkan obat di ruang epidural. Ruang ini berada
diantara ligamentum flavum dan duramater. Kedalaman ruang ini rata-rata
5mm dan dibagian posterior kedalaman maksimal pada daerah lumbal.
Obat anestetik di lokal diruang epidural bekerja langsung pada akarsaraf
spinal yang terletak dilateral. Awal kerja anestesi epidural lebih lambat
dibanding anestesi spinal, sedangkan kualitas blockade sensorik-motorik juga
lebih lemah.
Keuntungan epidural dibandingkan spinal :
Bisa segmental
Tidak terjadi headache post op
Hypotensi lambat terjadi
Efek motoris lebih kurang
Dapat 1–2 hari dengan kateter post op pain
Kerugian epidural dibandingkan spinal :
Teknik lebih sulit
Jumlah obat anestesi lokal lebih besar
Reaksi sistemis
Total spinal anestesi
Obat 5–10x lebih banyak untuk level analgesi yang sama
B. Anestesi Caudal
Indikasi : operasi perineal
Cara :
a. Cari cornu sacralis kanan-kiri
b. Diantaranya adalah membran sacro coccygeal hiatus sacralis
Efek Fisiologis Neuroaxial Block
1. Efek Kardiovaskuler
- Akibat dari blok simpatis , akan terjadi penurunan tekanan darah
(hipotensi). Efek simpatektomi tergantung dari tinggi blok. Pada spinal
, 2-6 dermatom diatas level blok sensoris, sedangkan pada epidural,
terjadi block pada level yang sama.
Hipotensi dapat dicegah dengan pemberian cairan (pre-loading) untuk
mengurangi hipovolemia relatif akibat vasodilatasi sebelum dilakukan
spinal/epidural anestesi, dan apabila telah terjadi hipotensi, dapat
diterapi dengan pemberian cairan dan vasopressor seperti efedrin.
- Bila terjadi spinal tinggi atau high spinal (blok pada cardioaccelerator
fiber di T1-T4), dapat menyebabkan bardikardi sampai cardiac arrest.
2. Efek Respirasi
- Bila terjadi spinal tinggi atau high spinal (blok lebih dari dermatom
T5) mengakibatkan hipoperfusi dari pusat nafas di batang otak dan
menyebabkan terjadinya respiratory arrest.
- Bisa juga terjadi blok pada nervus phrenicus sehingga menmyebabkan
gangguan gerakan diafragma dan otot perut yg dibutuhkan untuk
inspirasi dan ekspirasi.
3. Efek Gastrointestinal
- Mual muntah akibat blok neuroaksial sebesar 20%, sehingga
menyebabkan hiperperistaltik gastrointestinal akibat aktivitas
parasimpatis dikarenakan oleh simpatis yg terblok. Hal ini
menguntungkan pada operasi abdomen karena kontraksi usus dapat
menyebabkan kondisi operasi maksimal.
- Mual muntah juga bisa akibat hipotensi, dikarenakan oleh hipoksia
otak yg merangsang pusat muntah di CTZ (dasar ventrikel ke IV)
II. BLOK PERIFER
A. ANESTESI LOKAL
Definisi
Anestesi lokal adalah obat yang menghambat hantaran saraf bila digunakan secara
lokal pada jaringan saraf dengan kadar yang cukup. Obat bius lokal bekerja pada
tiap bagian susunan saraf.
Anestesi lokal ialah obat yang menghasilkan blockade koduksi atau blockade
lorong natrium pada dinding saraf secara sementara terhadap rangsang transmisi
sepanjang saraf, jika digunakan pada saraf sentral atau perifer.
Anestetik lokal setelah keluar dari saraf diikuti oleh pulihnya konduksi saraf
secara spontan dan lengkap tanpa diikuti oleh kerusakan struktur saraf.
Persyaratan obat yang boleh digunakan sebagai anestesi lokal:
1. Tidak mengiritasi dan tidak merusak jaringan saraf secara permanen
2. Batas keamanan harus lebar
2. Efektif dengan pemberian secara injeksi atau penggunaan setempat pada
membran mukosa
3. Mulai kerjanya harus sesingkat mungkin dan bertahan untuk jangka waktu
yang yang cukup lama
4. Dapat larut air dan menghasilkan larutan yang stabil, juga stabil terhadap
pemanasan.
Anestesi lokal sering kali digunakan secara parenteral (injeksi) pada pembedahan
kecil dimana anestesi umum tidak perlu atau tidak diinginkan. Di Indonesia, yang
paling banyak digunakan adalah lidokain dan bupivakain.
Mekanisme kerja
Obat bekerja pada reseptor spesifik pada saluran natrium (sodium channel),
mencegah peningkatan permeabilitas sel saraf terhadap ion natrium dan kalium
sehingga terjadi depolarisasi pada selaput saraf dan hasilnya, tidak terjadi
konduksi saraf.
Potensi dipengaruhi oleh kelarutan dalam lemak, makin larut makin poten. Ikatan
dengan protein (protein binding) mempengaruhi lama kerja dan konstanta
dissosiasi (pKa) menentukan awal kerja.
Konsentrasi minimal anestetika lokal (analog dengan MAC, minimum alveolar
concentration) dipengaruhi oleh:
1. Ukuran, jenis dan mielinisasi saraf
2. pH (asidosis menghambat blockade saraf)
3. Frekuensi stimulasi saraf
Awal bekerja bergantung beberapa factor, yaitu:
1. pKa mendekati pH fisiologis sehingga konsentrasi bagian tak terionisasi
meningkat dan dapat menembus membrane sel saraf sehingga
menghasilkan mula kerja cepat
2. Alkalinisasi anestetika lokal membuat awal kerja cepat
3. Konsentrasi obat anestetika lokal
Lama kerja dipengaruhi oleh:
1. Ikatan dengan protein plasma karena reseptor anestetika lokal adalah
protein
2. Dipengaruhi oleh kecepatan absorpsi
3. Dipengaruhi oleh banyaknya pembuluh darah perifer di daerah pemberian
Farmakokinetik
a. Absorpsi sistemik dipengaruhi oleh:
1. Tempat suntikan
- Kecepatan absorpsi sistemik sebanding dengan banyaknya
vaskularisasi tempat suntikan : absorpsi intravena > trakeal >
interkostal > kaudal > paraservikal > epidural > plexus brakial >
skiatik > subkutan
2. Penambahan vasokonstriktor
- Adrenalin 5 µg/ml atau 1:200 000 membuat vasokonstriksi
pembuluh darah pada tempat suntikan sehingga dapat
memperlambat absorpsi sampai 50%
3. Karakteristik obat anestesi lokal
- Obat anestesi lokal terikat kuat pada jaringan sehingga dapat
diabsorpsi secara lambat
b. Distribusi dipengaruhi oleh ambilan organ (organ uptake) dan ditentukan
oleh factor-faktor:
1. Perfusi jaringan
2. Koefisen partisi jaringan/darah
- Ikatan kuat dengan protein plasma obat lebih lama di darah
- Kelarutan dalam lemak tinggi meningkatkan ambilan jaringan
3. Massa jaringan
- Otot merupakan tempat reservoir bagi anestetika lokal
c. Metabolisme dan ekskresi
1. Golongan ester
- Metabolisme oleh enzim pseudo-kolinesterase (kolinesterase
plasma). Hidrolisa ester sangat cepat dan kemudian metabolit
diekskresi melalui urin
2. Golongan amida
- Metabolisme terutama oelh enzim mikrosomal di hati.
Kecepatan metabolisme tergantung kepada spesifikasi obat
anestesi lokal. Metabolisme nya lebih lamabat dari hidrolisa
ester. Metabolit lewat urindan sebagian diekskresi dalam
bentuk utuh.
Efek samping terhadap sistem tubuh
Sistem kardiovaskular
- Depresi automatisasi miokard
- Depresi kontraktilitas miokard
- Dilatasi arteriolar
- Dosis besar dapat menyebabkan disritmia/kolaps sirkulasi
Sistem pernafasan
- Relaksasi otot polos bronkus
- Henti nafas akibat paralisis saraf frenikus
- Paralisis interkostal
- Depresi langsung pusat pengaturan nafas
Sistem saraf pusat
- Parestesia lidah
- Pusing
- Tinnitus
- Pandangan kabur
- Agitasi
- Depresi pernafasan
- Tidak sadar
- Konvulsi
- Koma
Imunologi
- Reaksi alergi
Sistem musculoskeletal
- Miotoksik (bupivakain > lidokain > prokain)
B. INFILTRASI LOKAL
Penyuntikan larutan analgetik lokal langsung diarahkan sekitar tempat lesi
C. BLOK LAPANGAN (FIELD BLOCK)
Infiltrasi sekitar lapangan operasi (contoh, untuk ekstirpasi tumor kecil)
D. ANALGESIA PERMUKAAN (TOPIKAL)
Obat analgetika lokal dioles atau disemprot di atas selaput mukosa
E. ANALGESIA REGIONAL INTRAVENA
Penyuntikan larutan analgetik lokal intravena. Ekstremitas dieksanguinasi
dan diisolasi bagian proksimalnya dengan torniket pneumatik dari sirkulasi
sistemik.
Beberapa anastetik lokal yag sering digunakan
1. Kokain dalam bentuk topikal semprot 4% untuk mukosa jalan nafas atas.
Lama kerja 2-30 menit.
2. Prokain untuk infiltrasi larutan: 0,25-0,5%, blok saraf: 1-2%, dosis
15mg/kgBB dan lama kerja 30-60 menit.
3. Lidokain konsentrasi efektf minimal 0,25%, infiltrasi, mula kerja 10 menit,
relaksasi otot cukup baik. Kerja sekitar 1-1,5 jam tergantung konsentrasi larutan.
4. Bupivakain konsentrasi efektif minimal 0,125%, mula kerja lebih lambat
dibanding lidokain, tetapi lama kerja sampai 8 jam.
DAFTAR PUSTAKA
1. Boulton Thomas dan Blogg Colin E. 1994. Anestesiologi. EGC; Jakarta.
2. Ganiswara, Silistia G. 1995. Farmakologi dan Terapi (Basic Therapy
Pharmacology). Alih Bahasa: Bagian Farmakologi FK UI; Jakarta
3. Gunawan Sulistia G, dkk. 2007. Farmakologi dan Terapi Edisi 5. FK UI;
Jakarta.
4. Guyton dan Hall. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 9. EGC:
Jakarta.
5. Katzung, Bertram G. 2012. Farmakologi Dasar dan Klinik (Basic Clinical
Pharmacology). Alih Bahasa: Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Jakarta; Salemba Medika
6. Staf Pengajar Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif. 1989.
Anestesiologi. CV. Info Medika; Jakarta