Spektro UV Asmef Tab
description
Transcript of Spektro UV Asmef Tab
ANALISIS TABLET ASAM MEFENAMAT
MENGGUNAKAN METODE
SPEKTROFOTOMETRI ULTRAVIOLET –
VISIBLE (UV-VIS)
Disusun untuk Memenuhi Tugas Analisis Instrumental dan Elektrokimia
Disusun Oleh :
EVI KURNIAWATI, S.Farm., Apt 051414153005
KHOIRUN NISA’, S.Farm., Apt 051414153019
PROGRAM MAGISTER ILMU FARMASI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2014
BAB I
TINJAUAN TENTANG METODE SPEKTROFOTOMETRI UV/VIS
A. PRINSIP DASAR
Spektrofotometri adalah ilmu yang mempelajari tentang penggunaan
spektrofotometer. Spektrofotometer adalah alat yang terdiri dari spektrofotometer
dan fotometer. Spektofotometer adalah alat yang digunakan untuk mengukur
energi secara relatif jika energi tersebut ditransmisikan, direfleksikan, atau
diemisikan sebagai fungsi dari panjang gelombang. Spektrofotometer
menghasilkan sinar dari spektrum dengan panjang gelombang tertentu, dan
fotometer adalah alat pengukur intensitas cahaya yang ditransmisikan atau yang
diabsorpsi (Wiryawan, 2007).
Spektrofotometri UV-Vis adalah salah satu teknik analisis spektroskopi
yang memakai sumber REM (radiasi elektromagnetik) ultraviolet dekat (190-380
nm) dan sinar tampak (380-780 nm) dengan memakai instrumen
spektrofotometer. Spektrofotometri UV-Vis melibatkan energi elektronik yang
cukup besar pada molekul yang dianalisis, sehingga spektrofotometri UV-Vis
lebih banyak dipakai untuk analisis kuantitatif dibandingkan kualitatif.
1. Radiasi Elektromagnetik
1 .1 Cahaya
Cahaya adalah radiasi elektromagnetik yang terdiri dari gelombang.
Seperti semua gelombang, kecepatan cahaya, panjang gelombang dan frekuensi
dapat didefinisikan sebagai:
C = v. λ
Dimana : C = kecepatan cahaya ( 3 x 108 m/s)
v = frekuensi dalam gelombang per detik (Hertz)
λ = panjang gelombang dalam meter
Gambar 1. Radiasi elektromagnetik dengan panjang gelombang λ
Cahaya/sinar tampak terdiri dari suatu bagian sempit kisaran panjang
gelombang dari radiasi elektromagnetik dimana mata manusia sensitif. Radiasi
dari panjang gelombang yang berbeda ini dirasakan oleh mata kita sebagai warna
yang berbeda, sedangkan campuran dari semua panjang gelombang tampak
seperti sinar putih. Sinar putih memiliki panjang gelombang mencakup 400-760
nm.
Gambar 2. Spektrum gelombang elektromagnetik lengkap
1.2 Warna
Persepsi visual tentang warna diperoleh dari penyerapan selektif panjang
gelombang tertentu pada peristiwa penyinaran obyek berwarna. Sisa panjang
gelombang dapat diteruskan (oleh obyek transparan) atau dipantulkan (oleh obyek
yang buram) dan dilihat oleh mata sebagai warna dari pancaran atau pantulan
cahaya. Oleh karena itu obyek biru tampak berwarna biru sebab telah menyerap
sebagian dari panjang gelombang dari cahaya dari daerah oranye-merah.
Sedangkan obyek yang merah tampak merah sebab telah menyerap sebagian dari
panjang gelombang dari daerah ultraviolet-biru.
Di dalam spektrometri molekul tidak berkaitan dengan warna dari suatu
senyawa, yaitu warna yang dipancarkan atau pantulkan, namun berkaitan dengan
warna yang telah dipindahkan dari spektrum, seperti panjang gelombang yang
telah diserap oleh suatu unsur di dalam suatu larutan (Wiryawan, 2007).
1.3 Energi gelombang
Energi gelombang seperti bunyi dan air ditentukan oleh amplitudo dari
getaran (misal tinggi gelombang air) tetapi dalam radiasi elektromagnetik energi
ditentukan oleh frekuensi ν terjadi hanya pada tingkatan tertentu :
E = h ν
dimana : h = konstanta Planck, 6,63 x 10-34 J.s
Gambar 3. Tabel radiasi cahaya nampak dan warna komplementer
1.4. Absorpsi radiasi oleh Molekul
Pada daerah sinar ultraviolet dan sinar tampak, energi diperoleh dari
transisi elektronik. Energi yang diserap oleh molekul digunakan untuk menaikan
energi elektron dari keadaan dasar ke tingkat energi yang lebih tinggi. Transisi
elektron secara umum terjadi antara orbital ikatan (bonding) atau lonepair dengan
orbital anti ikatan (anti-bonding) tak terisi. Penyerapan dari panjang gelombang
tersebut kemudian menjadi ukuran dari pemisahan tingkat energi dari orbital-
orbital terkait.
Gambar 4. Transisi elektron molekul dari keadaan dasar ke tingkat energi yang lebih tinggi
Absorbsi untuk transisi elektron seharusnya tampak pada panjang
gelombang diskrit sebagai suatu spektrum garis atau peak tajam namun ternyata
berbeda. Spektrum UV maupun tampak terdiri dari pita absorbsi, lebar pada
daerah panjang gelombang yang lebar. Ini disebabkan terbaginya keadaan dasar
dan keadaan eksitasi sebuah molekul dalam subtingkat-subtingkat rotasi dan
vibrasi. Transisi elektronik dapat terjadi dari subtingkat apa saja dari keadaan
dasar ke subtingkat apa saja dari keadaan eksitasi. Karena berbagai transisi ini
perbedaan energi sangat kecil, maka panjang gelombang absorpsinya juga berbeda
sedikit dan menimbulkan pita lebar yang tampak dalam spektrum itu.
Di samping pita-pita spektrum visible selain disebabkan terjadinya
tumpang tindih energi elektronik dengan energi lainnya (translasi, rotasi, vibrasi)
juga disebabkan ada faktor lain sebagai faktor lingkungan kimia yang diberikan
oleh pelarut yang dipakai. Pelarut akan sangat berpengaruh mengurangi
kebebasan transisi elektronik pada molekul yang dikenakan radiasi
elektromagnetik. Oleh karena itu, spektrum zat dalam keadaan uap akan
memberikan pita spektrum yang sempit.
Gambar 5. Vibrasi dan rotasi molekul
2. Spektrometri Absorpsi Molekular
2.1 Hukum Fotometri (Lambert-Beer)
Metode analisa kuantitatif didasarkan pada absorpsi radiasi oleh suatu
unsur yang mengabsorpsi dan melibatkan pengukuran intensitas cahaya atau
kekuatan radiasi. Kita sekarang mempertimbangkan faktor yang mempengaruhi
kekuatan radiasi dari cahaya yang dipancarkan melalui media absorsi. Misalkan
ketebalan sel absorpsi b dan konsentrasi c, suatu berkas cahaya dari radiasi
monokromatik (yaitu panjang gelombang yang tunggal) dari kekuatan radiant
I0dalam larutan, dan suatu berkas cahaya yang muncul dari kekuatan radiasi I
dipancarkan oleh larutan.
Hukum ini dikenal sebagai Hukum Lambert dan menghubungkan
ketebalan dari sel sampel (kuvet) pada perbandingan kekuatan radiasi berkas
cahaya yang masuk dan berkas cahaya yang keluar, dan menyatakan
“Ketika radiasi monokromatik lewat melalui suatu medium yang
transparan yang berisi suatu unsur absorbing, tingkat penurunan
kekuatan radiasi dengan ketebalan dari medium adalah setara
dengan kekuatan radian dari suatu radiasi “.
Hukum Lambert-Beer ini hanya berlaku untuk radiasi monokromatik.
Karena jumlah kekuatan radiant I0 dan I merupakan sebuah perbandingan, ada
beberapa unit yang mungkin digunakan. Jika ketebalan, yang disebut panjang
sampel dalam bentuk centimeter dan konsentrasi, c dalam gram unsur absorbing
per satu liter larutan, kemudian konstanta a disebut absorptivitas (kadang disebut
koefisien peluruhan) Biasanya, c ditetapkan dalam konsentrasi molar, dengan b
dalam sentimeter.
Dalam hal ini Hukum Lambert-Beer ditulis sebagai :
dimana є disebut absorptivitas molar (atau disebut koefisien peluruhan). Jumlah
log (I0/I) didefinisikan sebagai absorbansi dan diberi simbol A, sehingga Hukum
Lambert-Beer umumnya ditulis sebagai :
A = є b c
2.2 Variasi Absorpsivitas dengan panjang gelombang
Absorpsivitas molar (є) adalah konstan (tetap) untuk suatu unsur atau
senyawa pada panjang gelombang tertentu. Ini merupakan ukuran seberapa kuat
suatu unsur menyerap cahaya pada panjang gelombang tertentu. Karena suatu
unsur akan menyerap cahaya lebih kuat pada panjang gelombang tertentu daripada
yang lainnya, dikatakan absorpsivitas bervariasi sesuai dengan panjang
gelombang. Absorpsivitas akan maksimum pada panjang gelombang absorbansi
maksimum.
2.3 Transisi Elektronik
Absorpsi radiasi oleh suatu sampel organik di daerah ultraviolet dan sinar
tampak, akan bersamaan dengan perubahan keadaan elektronik dalam molekul
yaitu energi disediakan untuk menaikkan energi dari keadaan dasar ke orbital
energi yang lebih tinggi ( keadaan tereksitasi) yang dikenal sebagai orbital anti-
bonding. Ada 3 jenis orbital keadaan dasar yang mungkin terlibat :
Dua jenis orbital anti-bonding yang terlibat dalam transisi adalah :
(1) orbital σ* (sigma star)
(2) orbital π* (pi star)
Tidak ada orbital anti bonding n* karena elektron-elektron ini tidak membentuk
ikatan (Wiryawan, 2007).
Elektron dalam molekul memiliki tenaga yang tak sama, sehingga tenaga
yang diserap dalam proses eksitasi dapat menyebabkan terjadinya 1 atau lebih
transisi tergantung pada jenis elek tron yang terlihat. Transisi yang terjadi dalam
absorpsi sinar UV dan sinar tampak adalah:
1) Transisi n →σ
Transisi ini terjadi dalam ultraviolet jauh yaitu 180 nm dan untuk
mempelajarinya membutuhkan alat khusus. Daerah ini dikenal daerah Schuman
atau ultraviolet vakum.
2) Transisi π→π*
Klas ini paling berguna dan merupakan serapan-serapan karakteristik dari
senyawa-senyawa organik dan biasanya dihubungkan dengan “tingkat tereksitasi
polar”. Dalam sistem-sistem yang sederhana transisi ini terjadi dalam ultraviolet
jauh, misal etilena, λ maks kira-kira 160 nm, meskipun demikian substitusi oleh
gugus alkil akan menggeser ke batokromik (merah).
3) Transisi n → π*
Transisi dari jenis meliputi transisi elektron-elektron hetero atom tak
berikatan ke orbital anti ikatan π*. Serapan ini terjadi pada panjang gelombang
yang panjang dan intensitasnya rendah. Transisi n → π* menunjukkan pergeseran
hipsokromik (biru) dalam pelarut-pelarut yang lebih polar dan dengan sutituen-
subtituen yang bersifat pemberi elektron.
4) Transisi n→σ*
Senyawa-senyawa jenuh yang mengandung hetero atom seperti nitrogen,
oksigen, belerang, atau halogen memiliki elektron-elektron tak berikatan
(elektron-elektron n atau-p) di samping elektron-elektron –σ. Senyawa-senyawa
hetero atom menunjukkan jalur serapan yang kemungkinan disebabkan oleh
transisi elektron-elektron dari orbital tak berikatan atom-atom hetero ke orbital
anti ikatan σ*. Transisi n→σ* membutuhkan tenaga yang lebih sedikit daripada
transisi σ →σ*. Namun demikian kebanyakan senyawa-senyawa dalam klas ini
tidak menunjukkan serapan dalam daerah ultraviolet dekat.
Panjang gelombang cahaya UV atau tampak tergantung pada mudahnya
eksitasi elektron. Molekul-molekul yang memerlukan lebih banyak energi untuk
bertransisi, akan menyerap pada panjang gelombang yang lebih pendek. Molekul
yang memerlukan energi yang lebih kecil akan menyerap panjang gelombang
yang lebih besar. Sehingga senyawa yang menyerap cahaya dalam daerah tampak
(senyawa berwarna) memiliki elektron yang lebih mudah bertransisi daripada
senyawa yang menyerap pada panjang gelombang UV yang lebih pendek.
2.4 Struktur senyawa dan spektrum
Dua jenis gugus yang mempengaruhi spektrum absorpsi suatu senyawa :
a) Kromofor
Berasal dari kata Chromophorus yang berarti pembawa warna. Kromofor
adalah gugus fungsi berupa ikatan tak jenuh yang menyerap radiasi didaerah
ultraviolet dan daerah tampak. Contoh : C=C, C≡C, dan C=O.
Jika beberapa Kromofor berhubungan maka absorpsi menjadi lebih kuat dan
berpindah ke panjang gelombang yang lebih panjang.
b) Auksokrom
Auksokrom adalah gugus fungsi dengan ikatan jenuh dan mengandung
elektron tidak berpasangan yang tidak menyerap radiasi pada panjang
gelombang yang lebih besar dari 200 nm tetapi apabila terikat pada gugus
kromofor maka akan merubah panjang gelombang dan intensitas serapan dari
kromofor. Contoh : -OH, -NH2, -Cl.
Gugus auksokrom dapat menyebabkan pengaruh sebagai berikut :
Efek batokromik (red shift)
Pergeseran merah atau efek batokromik merupakan pergeseran serapan
maksimum ke panjang gelombang lebih panjang. Hal ini dapat disebabkan
oleh perubahan pelarut atau adanya suatu auksokrom.
Efek hipsokromik (blue shift)
Pergeseran biru atau efek hipokromik merupakan pergeseran ke panjang
gelombang lebih pendek.
Efek hiperkromik adalah kenaikan dalam intensitas serapan.
Efek hipokromik adalah penurunan dalam intensitas serapan.
3. Aspek Kualitatif dan Kuantitatif Spektrofotometri UV-VIS.
Spektra UV-VIS dapat digunakan untuk informasi kualitatif dan sekaligus
dapat digunakan untuk analisis kuantitatif.
3.1.Aspek Kualitatif
Data spektra UV-VIS secara tersendiri tidak dapat digunakan untuk
identifikasi kualitatif obat dan metabolitnya. Akan tetapi jika digabung dengan
cara lain seperti spektroskopi infra merah, resonansi magnet inti, dan spektroskopi
massa, maka dapat digunakan untuk maksud identifikasi/analisis kualitatif suatu
senyawa tersebut. Spektrometri molekular dapat digunakan dalam penentuan
kualitatif untuk memberikan informasi struktural, seperti adanya gugus fungsional
dalam suatu unsur tertentu. Informasi ini dapat diperoleh dengan mengukur
besarnya radiasi yang diserap oleh suatu unsur pada panjang gelombang tertentu.
Hasil pengukuran berupa grafik (diagram) antara absorbansi (atau transmitans)
versus panjang gelombang inilah yang disebut spektrum absorpsi.
3.2 Aspek Kuantitatif
3.2.1 Penerapan Hukum Beer
Hukum Beer merupakan prinsip dasar semua spektrometri molekular
kuantitatif. Dari persamaan gabungan Hukum Lambert-Beer :
A = є . b . c
dapat terlihat bahwa jika kita melakukan pengukuran suatu unsur yang sama pada
panjang gelombang yang sama dalam kuvet sampel yang sama pula, maka akan
tampak hubungan linear antara absorbansi A dan konsentrasi c, selama
absorpsivitas molar є dan tebal kuvet b konstan. Karena nilai b adalah tetap, maka
ini adalah penerapan Hukum Beer.
Oleh karenanya, jika suatu larutan dengan konsentrasi C1 menghasilkan
absorbansi A1 maka larutan unsur yang sama dengan konsentrasi C2 (diukur pada
kondisi yang sama) akan menghasilkan absorbansi A2 sehingga :
Konsentrasi dari larutan yang belum diketahui kemudian dapat dihitung
dengan mengukur absorbansi dari larutan yang diketahui konsentrasinya dan
larutan yang belum diketahui konsentrasinya pada kondisi yang sama.
Perhitungan dengan metode sederhana ini tidak mempertimbangkan
ketidakpastian percobaan yang terlibat dalm persiapan larutan dan dalam
pengukuran absorbansi. Oleh karena itu dalam praktek sangat dianjurkan untuk
menyiapkan beberapa larutan dengan konsentrasi yang berbeda biasanya disebut
larutan standar, kemudian diukur absorbansinya. Hasil pengukuran dibuat grafik
kalibrasi absorbansi vs konsentrasi. Selanjutnya konsentrasi larutan yang belum
diketahui dapat ditentukan dari grafik tersebut (Skoog,2000).
3.2.2 Pemilihan panjang gelombang untuk Analisa Kuantitatif
Molekul-molekul yang memerlukan lebih banyak energi akan menyerap
cahaya pada panjang gelombang yang lebih pendek. Molekul yang menyerap
energi lebih sedikit akan menyerap cahaya pada panjang gelombang yang lebih
panjang. Pemisahan energi yang paling tinggi diperoleh bila elektron-elektron
dalam ikatan tereksitasi yang menimbulkan serapan dalam daerah dari 120-
200nm. Daerah ini dikenal sebagai daerah Ultra Violet (UV) vakum dan relative
tidak banyak menimbulkan keterangan. Diatas 200 nm terjadi eksitasi elektron.
Dari orbital-orbital p dan d, dan orbital π terutama sistem konjugasi π segera dapat
diukur, dan spektra yang diperoleh memberikan banyak keterangan.
Analisis kualitatif dengan metode spektrofotometri UV-Vis hanya dipakai
untuk data sekunder atau data pendukung. Pada analisis kualitatif dengan metode
spektrofotometri UV-Vis yang dapat ditentukan ada 2 yaitu :
1. Pemeriksaan kemurnian spektrum UV-Vis.
2. Penentuan panjang gelombang maksimum.
Pada penentuan panjang gelombang maksimum didasarkan atas
perhitungan pergeseran panjang gelombang maximum karena adanya
penambahan gugus pada sistem kromofor induk. Kaidah Woodward dan
Fieser membahas secara terinci tentang pergeseran panjang gelombang
maximum yang disebabkan substitusi berbagai gugus ke dalam, diena
terkonjugasi, aromatik karbonil, keton tak jenuh dan poliena.
Dengan demikian setiap substitusi kimia akan dapat diperhitungkan
terlebih dahulu berapa panjang gelombang maksimumnya dengan memakai
tabel yang disusun atas dasar kaidah Woodward dan Fieser. Kemungkinan
memang ada perbedaan harga panjang gelombang maximum antara hasil
perhitungan dengan tabel Wooward-Fieser terhadap harga panjang
gelombang maksimum hasil perhitungan dengan panjang gelombang
maximum dari hasil pengamatan.
Dalam spektrometri molekular kuantitatif, pengukuran absorbansi atau
transmitans dibuat berdasarkan satu seri (rangkaian) larutan pada panjang
gelombang yang telah ditetapkan. Panjang gelombang paling yang sesuai
ditentukan dengan membuat spektrum absorbsi dimana panjang gelombang yang
paling sesuai adalah yang menghasilkan absorbansi maksimum. Selanjutnya
panjang gelombang ini digunakan untuk pengukuran kuantitatif.
Dengan menggunakan panjang gelombang dari absorbansi yang
maksimum, maka jika terjadi penyimpangan (deviasi) kecil panjang gelombang
dari cahaya masuk hanya akan menyebabkan kesalahan yang kecil dalam
pengukuran tersebut. Jika panjang gelombang dipilih dari daerah spektrum di
mana ada suatu perubahan yang besar absorbansi dalam daerah (range) panjang
gelombang yang sempit, maka jika terjadi penyimpangan (deviasi) kecil panjang
gelombang dari cahaya masuk akan menyebabkan kesalahan yang besar dalam
pengukuran absorbansi tersebut.
Analisis kuantitatif dengan metode spektrofotometri UV-Vis dapat
digolongkan atas tiga macam pelaksanaan pekerjaan yaitu:
a. Analisis kuantitatif zat tunggal (analisis satu komponen)
Analisis kuantitatif zat tunggal dilakukan dengan pengukuran harga A
pada panjang gelombang maksimum atau dilakukan pengukuran %T pada
panjang gelombang minimum. Dilakukan pengukuran pada panjang
gelombang maksimum karena perubahan absorban untuk setiap satuan
konsentrasi adalah paling besar pada panjang gelombang maksimal,
sehingga akan diperoleh kepekaan analisis yang maksimal. Selain itu pita
serapan di sekitar panjang gelombang maksimal datar dan pengukuran
ulang dengan kesalahan yang kecil dengan demikian akan memenuhi
hokum Lambert-Beer.
b. Analisis kuantitatif campuran 2 macam zat (analisis 2 komponen)
Analisis kuantitatif campuran dua komponen merupakan teknik
pengembangan analisis kuantitatif komponen tunggal. Prinsip
pelaksanaannya adalah mencari absorban atau beda absorban tiap-tiap
kimponen yang memberikan korelasi yang linier terhadap konsentrasi,
sehingga akan dapat dihitung masing-masing kadar campuran zat tersebut
secara serentak atau salah satu komponen dalam campurannya dengan
komponen lainnya.
c. Analisis kuantitatif campuran 3 macam zat (analisis multi komponen)
Prinsip analisis multi komponen dengan metode Spektrofotometri UV-Vis
adalah kalibrasi tiap-tiap komponen dengan memakai larutan standar.
Dikenal ada dua macam larutan standar yaitu larutan standar murni dan
larutan standar campuran. Larutan standar campuran teknik pembuatan
dan dampak kesalahannya sudah jelas lebih rumit.
4. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam analisis spektrofotometri UV-VIS
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam analisis dengan
spektrofotometri UV-VIS terutama untuk senyawa yang semula tidak berwarna
yang akan dianalisis dengan spektrofotometri UV karena senyawa tersebut harus
diubah terlebih dahulu menjadi senyawa berwarna dengan spektrofotometri
visibel.
a. Pembentukan molekul yang dapat menyerap sinar UV-VIS
Hal ini perlu dilakukan jika senyawa yang dianalisis tidak menyerap pada
daerah tersebut. Cara yang digunakan adalah dengan merubah menjadi
senyawa lain atau direaksikan dengan pereaksi tertentu. Pereaksi yang
digunakan harus memenuhi beberapa persyaratan yaitu :
Reaksinya selektif dan sensitif
Reaksinya cepat, kuantitatif, dan reprodusibel (ajeg)
Hasil reaksi stabil dalam jangka waktu yang lama
Keselektifan dapat dinakkan dengan mengatur pH, pemakaian masking agent,
ataupenggunaan teknik ekstraksi ( Rohman, 2007 ).
b. Waktu operasional
Cara ini biasa digunakan untuk pengukuran hasil reaksi atau pembentukan
warna. Tujuannya adalah untuk mengetahui waktu pengukuran yang stabil.
Waktu operasional ditentukan dengan mengukur hubungan antara waktu
pengukuran dengan absorbansi larutan. Pada saat awal terjadi reaksi,
absorbansi senyawa yang berwarna ini meningkat sampai waktu tertentu
hingga diperoleh absorbansi yang stabil. Semakin lama waktu pengukuran,
maka ada kemungkinan senyawa yang berwarna tersebut menjadi rusak atau
terurai sehingga intensitas warnanya turun akibatnya absorbansinya juga turun.
Karena alasan inilah, maka untuk pengukuran senyawa berwarna (hasil suatu
reaksi kimia) harus dilakukan pada saat waktuoperasional (Rohman, 2007 ).
c. Pemilihan panjang gelombang
Panjang gelombang yang digunakan untuk analisis kuantitatif adalah panjang
gelombang yang mempunyai absorbansi yang maksimal. Untuk memilih
panjang gelombang maksimal, dilakukan dengan membuat kurva hubungan
antara absorbansi dengan panjang gelombang dari suatu larutan baku pada
konsentrasi tertentu.
Ada beberapa alasan mengapa harus menggunaan panjang gelombang
maksimal, yaitu :
Pada panjang gelombang maksimal, kepekaanya juga maksimal karena
pada panjang gelombang maksimal tersebut, perubahan absorbansi untuk
setiap satuan konsentrasi adalah yang paling besar.
Disekitar panjang gelombang maksimal, bentuk kurva absorbansi datar
dan pada kondisis tersebut hukum Lambert-Beer akan terpenuhi.
Jika dilakukan pengukuran ulang maka kesalahan yang disebabkan oleh
pemasangan ulang panjang gelombang akan kecil sekali, ketika digunakan
panjang gelombang maksimal.
Kadang-kadang dijumpai keadaan yang mana pemakaian panjang gelombang
yang maksimal kurang baik. Hal ini kareana misalnya, selain zat yang akan
dianalisis, juga terdapat zat lain yang mempunyai absorbansi pada panjang
gelombang tersebut. Ada beberapa variabel yang mempengaruhi absorbansi
yaitu : jenis pelarut, pH larutan, konsentrasi tinggi dan zat-zat penggangu
( Rohman, 2007 ).
d. Pembuatan kurva baku
Dibuat seri larutan baku dari zat yang akan dianalisis dengan berbagai
konsentrasi. Masing-masing absorbansi larutan dengan berbagai konsentrasi
diukur, kemudian dibuat kurva yang merupakan hubungan antara absorbansi
(y) dengan konsentrasi (x). Bila hukum Lambert-Beer terpenuhi, maka kurva
baku berupa garis lurus ( Rohman, 2007 ).
e. Pembacaan absorbansi sampel atau cuplikan
Absorban yang terbaca pada spektofotometer hendaknya antara 0,2 sampai 0,8
atau 15 % sampai 70 % jika dibaca sebagai transmitans. Anjuran ini
berdasarkan anggapan bahwa kesalan dalam pembacaan T adalah 0,005 atau
0,5 % (kesalahan fotometrik) (Rohman, 2007).
5. Kesalahan-kesalahan dalam spektrofotometri
Kesalahan dalam pengukuran secara spektrometri dapat ditimbul dari
banyak sebab. Sebab-sebab yang bisa menyebabkan kesalahan antara lain adalah :
kuvet yang kotor atau telah tergores
sidik jari yang dapat menyerap radiasi ultra violet
penempatan kuvet yang tidak tepat posisinya
ukuran kuvet yang tidak seragam
adanya gelembung udara/gas dalam lintasan radiasi panjang gelombang
yang dihasilkan sudah tidak cocok dengan yang tertera pada instrumen
kurangnya ketelitian dalam mempersiapkan larutan contoh atau
ketidaktepatan larutan contoh.
B. INSTRUMENTASI
Seperti juga instrumen untuk spektroskopi umumnya, instrumen pada
spektroskopi UV-Vis terdiri dari lima komponen pokok yaitu sumber radiasi,
monokromator, wadah sampel , detektor, dan alat pembaca.
Gambar 6. Bagian dalam spektrofotometer
1) Sumber Radiasi
(a) Lampu Tungsten
Stabil
Murah
350-1000nm
(b) Lampu halogen tungsten (quartz-iodine lamp) sama dengan lampu tungsten
tetapi memiliki output lebih baik pada daerah 300-400nm
(c) Lampu Deuterium Arc
Mahal
masa kerja singkat
190-400nm
2) Wadah sampel (Kuvet)
Umumnya wadah sampel disebut sel atau kuvet. Kuvet yang terbuat dari
kuarsa baik untuk spektroskopi ultra violet dan juga untuk spektroskopi sinar
tampak.
(a) Gelas
Umum digunakan (pada 340-1000 nm)
Biasanya memiliki panjang 1 cm (atau 0,1, 0,2 , 0,5 , 2 atau 4 cm)
(b) Kwarsa
(c) Polystyrene range ( 340-1000nm)
3) Monokromator
Monokromator adalah alat yang paling umum dipakai untuk menghasilkan
berkas radiasi dengan satu panjang gelombang. Monokromator untuk radiasi ultra
violet, sinar tampak dan infra merah adalah serupa yaitu mempunyai celah (slit),
lensa, cermin, dan prisma atau grating (Wiryawan, 2007).
(a) Prisma
Prisma kwarsa memiliki karakteristik dispersi lemah pada daerah sinar
tampak (380-780 nm), dispersi bervariasi sesuai panjang gelombang.
Gambar 6. Sistem dispersi pada monokromator dengan prisma
(b) Grating
Dispersi kontak dengan panjang gelombang yang lebih besar daripada yang
biasa digunakan.
Gambar 7. Sistem dispersi pada monokromator dengan grating
4) Detektor
(a) Photo tube
Lebih sensitif daripada photo cell, memerlukan power suplai yang stabil dan
amplifier photo voltaic cell
(b) Photo multipliers
Sangat sensitif
respons cepat
digunakan pada instrumen double beam
BAB II
TINJAUAN TENTANG SEDIAAN TABLET
2.1 Pengertian Tablet
Tablet adalah bentuk sediaan padat mengandung bahan obat dengan atau
tanpa bahan pengisi. Berdasarkan metode pembuatan, tablet dapat digolongkan
sebagai tablet cetak dan tablet kempa. Tablet cetak dibuat dengan cara menekan
massa serbuk lembab dengan tekanan rendah ke dalam lubang cetakan.
Tablet kempa dibuat dengan memberikan tekanan tinggi pada serbuk atau granul
menggunakan cetakan baja. Tablet dapat dibuat dalam berbagai ukuran, bentuk
dan penandaan permukaan tergantung pada desain cetakan (Ditjen POM, 1995).
Komposisi utama dari tablet adalah zat berkhasiat yang terkandung di
dalamnya, sedangkan bahan pengisi yang sering digunakan dalam pembuatan
tablet yaitu bahan penghancur, bahan penyalut, bahan pengikat, bahan pemberi
rasa dan ba han tambahan lainnya (Ansel, 1989).
Tablet merupakan bahan obat dalam bentuk sediaan padat yang biasanya
dibuat dengan penambahan bahan tambahan farmasetika yang sesuai. Tablet dapat
berbeda - beda ukuran, bentuk, berat, kekerasan, ketebalan, daya hancur, dan
aspek lainnya tergantung pada cara pemakaian tablet dan metode pembuatannya.
Umumnya tablet digunakan pada pemberian obat secara oral (Ansel, 1989).
a. Komposisi Tablet
Tablet umumnya disamping zat aktif, juga mengandung zat pengisi, zat
pengikat, zat penghancur dan zat pelicin. Untuk tablet tertentu zat pewarna, zat
perasa, dan bahan-bahan lainnya dapat ditambahkan jika diperlukan. Komposisi
umum dari tablet adalah:
A. Zat berkhasiat/ zat aktif
Zat berkhasiat atau zat aktif jarang diberikan dalam keadaan murni,tetapi harus
dikombinasikan terlebih dahulu dengan zat-zat yang bukan obat yang mempunyai
fungsi khusus agar dapat dibentuk menjadi sediaan tablet (Anief, 1994)
B. Zat pengisi
Zat pengisi adalah suatu zat yang ditambahkan ke dalam suatu formulasi
tablet bertujuan untuk penyesuaian bobot dan ukuran tablet sehingga sesuai
dengan persyaratan, untuk membantu kemudahan dalam pembuatan tablet, dan
meningkatkan mutu sediaan tablet. Zat pengisi yang biasa digunakan adalah pati
(amilum), laktosa, manitol, sorbitol dan lain-lain (Siregar, 2008).
C. Zat pengikat
Zat pengikat dimaksudkan agar tablet tidak pecah atau retak, dan dapat
dibentuk menjadi granul sehingga dapat dikempa atau dicetak. Zat pengikat yang
biasa digunakan adalah gelatin, amilum maidis, amilum manihot, amilum tritici
dan lain-lain (Anief, 1994)
D. Zat penghancur
Zat penghancur dimaksudkan untuk memudahkan pecahnya tablet ketika
berkontak dengan cairan saluran pencernaan dan mempermudah absorbsi . Zat
penghancur yang biasa digunakan adalah pati, asam alginat, gom dan lain-lain
(Lachman,dkk, 1994)
E. Zat pelicin
Zat pelicin adalah zat tambahan yang digunakan dalam formulasi sediaan
tablet untuk mempermudah pengeluaran sediaan tablet dari dalam lubang kempa
dan untuk mencegah tablet melekat pada dinding lubang kempa. Zat pelicin yang
biasa digunakan adalah talk, magnesium stearat, kalsium stearat, natrium stearat,
polietilen glikol, dan lain-lain (Siregar, 2008)
b. Formula Tablet Asam Mefenamat
Beberapa contoh formula Tablet Asam Mefenamat :
Formula 1
Metode Granulasi Kering
Rʃ asam mefenamat
Amilum (Zat Pengikat)
Avicel (Zat Penghancur)
Laktosa (Zat Pengisi)
Talkum (Zat Pengisi)
Mg stearat (Zat Pelicin)
Formula 2 Granulasi Basah
Rʃ asam mefenamat
Pati Jagung (Zat Penghancur)
Povidon (Zat Pengikat)
Talkum (Zat Pengisi)
Mg stearat (Zat Pelicin)
Aquades (Zat Pelarut)
Formula 3 Cetak Langsung
Rʃ asam mefenamat
Avicel (Zat Pengisi)
Talkum (Zat Pengisi)
Mg stearat (Zat Penghancur)
Pati Jagung (Zat Pengikat)
BAB III
TINJAUAN TENTANG SIFAT FISIKOKIMIA
BAHAN OBAT DAN EKSIPIEN
1. Asam Mefenamat
Struktur kimia :
Kelarutan : praktis tidak larut dalam air; larut 1 dalam 185 etanol, 1
dalam 150 kloroform, 1 dalam 80 eter; larut dalam larutan alkali hidroksida
Spektra UV (λmax: 285 nm)
1. Amilum
Sinonim : amylum, starch
Struktur kimia :
Kelarutan : praktis tidak larut dalam alkohol (96%) dingin dan dalam air
dingin, menjadi larut dalam air panas, larut dalam dimetilsulfoksida.
Kegunaan : pengikat
2. Avicel
Nama resmi : Mikrokristalin sellulosa
Sinonim : Selulosa
Struktur kimia :
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air, cairan asam dan kebanyakan
pelarut organik, sedikit larut dalam larutan NaOH 5% b/v.
Inkompatibilitas : Tidak tercampurkan dengan bahan pengoksidasi kuat.
Kegunaan : Sebagai bahan desintegran.
3. Laktosa
Nama resmi : Laktosa
Sinonim : Laktosa, saccharum lactis
Struktur kimia :
Kelarutan : Mudah larut dalam air dan lebih mudah larut dalam air
mendidih, sangat sukar larut dalam etanol, tidak larut
dalam kloroform dan dalam eter.
Kegunaan : Sebagai bahan pengisi
4. Talkum
Nama resmi : Talk
Sinonim : Talkum, serbuk talk
Struktur kimia : Mg6(Si2O5)4(OH)4
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam larutan asam dan alkalis, pelarut
organic dan air.
Kegunaan : Sebagai glidant dan sebagai lubrikan.
5. Mg Stearat
Sinonim : Dibasic magnesium stearate; magnesium distearate;
magnesii stearas.
Struktur kimia : [CH3(CH2)16COO]2Mg
Kelarutan : praktis tidak larut dalam etanol (95%), eter, dan air.
Sedikit larut dalam benzene.
Kegunaan : lubrikan
6. Pati Jagung
Nama resmi : Amylum jagung
Sinonim : Amylum jagung
Struktur kimia :
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air dingin dan dalam etanol.
Kegunaan : Sebagai bahan Penghancur.
7. Povidonum
Nama resmi : Povidone
Sinonim : Polividon, Kolidon
Struktur kimia :
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air dingin dan dalam etanol.
Kegunaan : Sebagai bahan pengikat tablet.
8. Aquades
Nama resmi : Aquadestillata
Sinonim : Air suling
Rumus molekul : H2O
Kegunaan : Sebagai pelarut.
BAB IV
PELAKSANAAN
A. Preparasi sediaan obat secara umum
Preparasi sampel sediaan obat meliputi dispersi, pengecilan ukuran partikel
(menggerus, menghaluskan, dan homogenisasi), ekstraksi dan pelarutan analit,
derifatisasi, penghilangan interferensi, penyaringan untuk menghilangkan material
yang tidak terlarut. Langkah preparasi sampel tergantung pada bentuk sedian obat
dan jenis metode analisis yang digunakan. Pada sediaan larutan, dilakukan
pengenceran, setelah itu sampel siap untuk dianalisis. Pada sediaan serbuk atau
suspensi perlu dilakukan pelarutan terlebih dahulu, kemudian diperoleh obat yang
terlarut dalam larutan, selanjutnya dilakukan penyaringan dan larutan sampel siap
untuk dianalisis. Pada sediaan semisolida dan solida perlu dilakukan dispersi
sehingga diperoleh granul yang kemudian dilarutkan dalam pelarut tertentu dan
diperoleh obat yang terlarut dalam larutan, selanjutnya dilakukan penyaringan dan
larutan sampel siap untuk dianalisis. Gambar dibawah ini menjelaskan secara
skematis tahap preparasi sampel masing-masing bentuk sediaan tersebut.
Gambar 8. Tahapan proses preparasi sampel sediaan: (a) larutan, (b) serbuk atau suspensi, dan (c)
padat
B. Gangguan Matriks
Gangguan matriks kemungkinan muncul berasal dari eksipien-eksipien
yang ada dalam suspensi. Akan tetapi, bila eksipien tersebut tidak memiliki
gugus kromofor dan ikatan terkonjugasi maka gangguan tersebut dapat
diabaikan. Pada tablet asam mefenamat ini, kemungkinan gangguan matriks
yang muncul tidak ada karena bahan tambahan yang ada tidak memiliki
ikatan rangkap terkonjugasi dan gugus kromofor. Eksipien yang tidak larut
dalam pelarut, tidak akan ikut terekstraksi dan akan tereliminasi oleh
penyaringan, sehingga tidak ikut terukur dan tidak akan menjadi gangguan
dalam analisis ini.
Alur Penentuan Kadar Sampel
C. Pembuatan Larutan baku Induk
1. Sejumlah 20 Tablet asam mefenamat BPFI
digerus lalu diayak dan ditimbang bobotnya.
2. Ditimbang seksama serbuk asam mefenamat
tadi sebanyak setara dengan asam mefenamat yang akan
dibuat sebagai larutan induk I.
3. Serbuk diekstraksi dengan menggunakan
NaOH 1 N, dan disaring kemudian dicukupkan dengan
NaOH hingga tanda batas pada volume yang ditentukan
sehingga diperoleh larutan induk I.
D. Penentuan Panjang Gelombang Maksimal
1. Dari larutan induk I dilakukan pengenceran
sesuai dengan perhitungan untuk memperoleh larutan induk II. Kemudian
dari larutan induk II dilakukan pengenceran kembali untuk memperoleh
larutan dengan konsentrasi yang memberikan serapan pada kisaran 0,2-0,8.
2. Penentuan panjang gelombang ini dilakukan
pada konsentrasi yang memberikan serapan dengan kesalahan fotometrik
kecil (±0,42)
E. Pembuatan Kurva Kalibrasi
1. Dari larutan induk II , dibuat 5 seri
konsentrasi larutan yang akan di ukur pada spekrofotometer UV dengan
panjang gelombang yang telah ditentukan (285 nm).
2. Untuk larutan blanko adalah NaOH 1 N
yang digunakan sebagai pelarut.
3. Lalu dari kelima larutan baku dengan
konsentrasi yang berbeda diperoleh hubungan linier antara konsentrasi dan
absorbansi sehingga dapat dibuat suatu persamaan regresi y = bx + a.
F. Penentuan Kadar Asam Mefenamat Dalam Sediaan Tablet
1. Sejumlah 20 sediaan tablet asam mefenamat
digerus lalu diayak dan ditimbang bobotnya.
2. Ditimbang seksama serbuk asam mefenamat
tadi sebanyak setara dengan asam mefenamat yang akan dibuat sebagai
larutan induk I.
3. Serbuk diekstraksi dengan menggunakan
NaOH 1 N, dan disaring kemudian dicukupkan dengan NaOH hingga
tanda batas pada volume yang telah ditentukan sehingga diperoleh larutan
induk I.
4. Dari larutan induk I dilakukan pengenceran
sesuai dengan perhitungan untuk memperoleh larutan induk II. Dari
larutan induk II dilakukan pengenceran kembali untuk memperoleh larutan
dengan konsentrasi yang akan dilakukan pengukuran absorbansi (serapan)
pada panjang gelombang yang diperoleh.
5. Larutan dicek absorbannya, kemudian
dimasukkan nilai absorban kedalam persamaan regresi, sehingga
didapatkan kadar sampel dan persen perolehan kembali.
6. Hasil penentuan kadar dibandingkan dengan
kesesuaian pada persyaratan kadar yang tertera pada Farmakope Indonesia
IV.
DAFTAR PUSTAKA
Allen, L. V., and Luner, P. E., 2006, Magnesium Stearate in Rowe, R.C., Sheskey, P. J., and Owen, S. C., Handbook of Pharmaceutical Excipients Fifth Edition, Pharmaceutical Press and American Association, USA
Ansel,H.C., (1989). Pengatar Bentuk sediaan Farmasi. Edisi 4. UI Press. Jakarta.
Dirjen POM Depkes RI. 1995.Farmakope Indonesia. Edisi III. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.
Dirjen POM Depkes RI. 1995.Farmakope Indonesia. Edisi IV. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.
Kibbe, Arthur H. 2000.Handbook of Pharmaceutical Excipients. 3rd ed. Phamaceutical Press. London.
Lachman, dkk, 1994.Teori dan Praktek Farmasi Indonesia. Edisi II. Jakarta. Universitas Indonesia Press.
Lieberman A. Herbert. 1996. Pharmaceutical Dosage Forms : Dysperse System. Volume 2. New York.
Moffat C. A., Osselton D. M., Widdop B. 2004. Clarke’s Analysis of Drug and Poisons. 3rd ed. Pharmaceutical Press. London
Nickerson B. 2006. Sample Preparation of Pharmaceutical Dosage Forms. Aapspress. New York.
Rohman. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Cetakan Kedua. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Siregar, Charles. JP., 2004. Farmasi Rumah Sakit Teori dan Penerapan.Cetakan I, Penerbit EGC, Jakarta.
Skoog. D. A., Donald M. West, F. James Holler, Stanley R. Crouch. 2000. Fundamentals of Analytical Chemistry .Hardcover: 992 pages, Publisher: Brooks College.
Sweetman, Scan C. 2005.Martindale : The Complete Drug References 34th. Pharmaceutical Press. London.
Wiryawan A., Retnowati R., Sabarudin A. 2007. Kimia Analitik. Malang: Universitas Brawijaya