Sofosbuvir/velpatasvir plus ribavirin for Child-Pugh B and ...
SOFOSBUVIR/VELPATASVIR IS THE NEW DAA THAT WILL LIVER ...
Transcript of SOFOSBUVIR/VELPATASVIR IS THE NEW DAA THAT WILL LIVER ...
SOFOSBUVIR/VELPATASVIR IS THE NEW DAA THAT WILL CHANGE THE PATTERN OF HEPATITIS C MANAGEMENT IN
INDONESIA
I D.N. Wibawa
NON INVASIF PROCEDURE FOR EVALUATION OF LIVER
FIBROSIS
I G.A. Suryadarma
LIVER STIFFNES MESUREMENT AS NEW TOOL FOR
EVALUATION OF LIVER FIBROSIS
I D.N. Wibawa
CURRENT CONCEPT IN MANAGEMENT PEPTIC ULCER
DISEASE
Supriono
SUPERIORITY ESOMEPRAZOLE IN MANAGEMENT OF PEPTIC
ULCER BLEEDING
I Ketut Mariadi
ACUTE ON CHRONIC LIVER FAILURE: RECENT UPDATE
I D.N. Wibawa
TENOFOVIR IMPROVES THE OUTCOME IN PATIENTS WITH
SPONTANEOUS REACTIVATION OF HEPATITIS B PRESENTING
AS ACUTE ON CHRONIC LIVER FAILURE
Poernomo Budi Setiawan
CURRENT MANAGEMENT OF IBD
I Ketut Mariadi
ADALIMUMAB ON OPTIMIZING INFLAMMATORY BOWEL
DISEASES TREATMENT OUTCOME I D.N. Wibawa
ADALIMUMAB ON OPTIMIZING INFLAMMATORY BOWEL DISEASES
TREATMENT OUTCOME
I Dewa Nyoman Wibawa
Divisi Gastroentero-Hepatologi, Dept. Ilmu Penyakit Dalam,
Fakultas Kedokteran Univ.Udayana / Rumah Sakit Umum Sanglah
Pendahuluan
Inflammatory bowel diseases (IBD) mulai sering dijumpai pada klinik
gastroenterologi belakanagan ini. Pengobatan standar yang tersedia saat ini
banyak menyisakan pasien yang kurang berhasil terapinya. Tersedianya obat
agen biologi memberi harapan baru ada penderita IBD.
Inflammatory bowel diseases (IBD), merupakan penyakit inflamasi saluran
pencernaan yang cukup sering kita jumpai pada praktek klinik sehari-hari,
dengan morbiditas yang mengganggu aktivitas pasien, serta mempunyai risiko
untuk berkembang kearah keganasan saluran cerna.
IBD, mencakup penyakit Crohn (CD) dan colitis ulserativa (UC), adalah
inflamasi yang dimediasi imun, bersifat kronik, relapsing, dengan morbiditas
signifikan dan mengganggu kualitas hidup pasien. Insidensi dan prevalensinya
meningkat di seluruh dunia, terutama di belahan dunia Timur.1 Meskipun
etiopatogenesis pasti masih banyak yang belum diketahui, kemajuan tehnik
biologi molekuler dan seluler telah menambah kontribusi terhadap
bertambahnya pemahaman kita tentang inflammatory pathway yang memicu
kerusakan jaringan pada IBD.
Akhir-akhir ini tatalaksana penyakit inflamasi saluran cerna IBD mengalami
perubahan strategi yaitu dari pengendalian sederhana keluhan pasien menuju
kendali menyeluruh penyakit (remisi klinik dan endoskopik) dengan tujuan akhir
berupa penghambatan progresi penyakit dan mencegah kerusakan usus serta
disabilitas. Diusulkan penetapan target terbaru untuk pengobatan, seperti
“terapi target” (menetapkan target yang ingin dicapai pada terapi) dan kontrol
ketat berdasarkan pemantauan terapi serta intervensi dini. Pasien yang
mencapai remisi klinik, sering berminat menghentikan terapi dengan alasan
ekonomi atau keamanan. Beberapa bukti penelitian menyokong paradigma
baru pengelolaan IBD, alasan kenapa terapi awal yang efektif dapat mengubah
progresi IBD, pentingnya mengevaluasi ciri obyektif inflamasi, dan keamanan
penurunan dosis terapi pasien intervensi dini. 2
Tatalaksana farmakologi IBD sepanjang 2 dekade terakhir telah mengalami
transisi dari pengobatan yang didasarkan pada aminosalisilat, kortikosteroid,
dan imunomodulator menjadi pengobatan dini dengan anti-tumor necrosis
factor alpha (anti TNFα).1
Penggunaan terapi anti-TNFα telah mengakibatkan revolusi pengobatan
IBD. Obat golongan ini dapat mengurangi pemakaian steroid, menurunkan
tindakan pembedahan dan perawatan rumah sakit pasien IBD, menginduksi
kesembuhan mukosa, serta memperbaiki kualitas hidup. 1
Tatalaksana IBD dengan Agen Biologik
Panduan terapi IBD dari NICE, diperbaharui pada tahun 2016,
merekomendasikan infliximab dan adalimumab sebagai opsi terapi pada pasien
dewasa dengan penyakit Croh‟s aktif berat yang tidak memberi respon
terhadap terapi konvensional (termasuk imunosupresif dan atau terapi
kortikosteroid), atau intoleransi atau terdapat kontraindikasi terhadap terapi
konvensional. Infliximab atau adalimumab hendaknya diberikan sebagai suatu
rancangan pengobatan sampai terjadi kegagalan terapi (termasuk perlu
pembedahan) atau sampai 12 bulan sesudah terapi dimulai, yang mana yang
lebih pendek.3
Infliximab atau adalimumab pada penderita Crohn‟s dapat diberikan secara
monoterapi atau dikombinasikan dengan terapi imunosupresan.3 Bukti nyata
aktivitas penyakit yang ditetapkan secara klinik yaitu adanya keluhan, penanda
biologik, pemeriksaan lain termasuk endoskopi bila diperlukan, harus ditentukan
sejak awal. Pada pasien yang masih lanjut mendapat terapi infliximab atau
adalimumab hendaknya dilakukan penentuan aktivitas penyakit setiap 12 bulan
(reassessment) untuk menetapkan apakah pengobatan yang sedang
berlangsung masih memadai.3 Pasien yang mengalami kekambuhan setelah
pengobatan dihentikan hendaknya mendapat opsi untuk memulai terapinya lagi.
Aktivitas penyakit Crohn‟s ditetapkan berdasarkan index CDAI (Crohn‟s
Disease Activity Index) dengan skor 300 atau lebih, atau skor Harvey-Bradshaw
dengan skor 8-9 atau diatasnya. 3
Indikasi terapi agen biologik seperti anti-TNF alfa menurut ECCO European
Crohn‟s and Colitis Organisation, 2017, pada panduan tatalaksana UC yaitu : 4
1) Pasien UC dengan refrakter steroid intravena: terdapat beberapa
pilihan termasuk agen biologik seperti infliximab.
2) Pasien UC aktif dan tergantung steroid.
3) Pasien UC aktif refrakter dengan steroid oral.
4) Pasien UC aktif dengan refrakter imuno-supresan:
Terapi pemeliharaan
Terapi pemeliharan untuk mempertahankan remisi masih diperlukan pada
kebanyakan pasien UC dan tujuan terapi pemeliharan adalah untuk
mempertahan remisi tanpa steroid, yang ditentukan secara klinik dan
endoskopik.4 Terapi pemeliharaan jangka panjang direkomendasikan pada
hampir semua pasien. Terapi intermiten dapat diterima pada beberapa pasien
dengan proctitis. 4 Opsi terapi untuk pemeliharaan dengan dosis eskalasi
bertahap adalah:
a. Eskalasi dosis aminosalisilat oral atau rektal
b. Tambahkan thiopurin.
c. Anti TNF alfa atau Vedolizumab. 4
Untuk mempertahankan remisi pada pasien UC panduan ECCO 2017
merekomendasikan beberapa alternatif sesuai kondisi klinik terutama dalam
memilih alternatip terapi dengan agen biologik seperti dibawah ini: 4
1. Pada pasien yang respon dengan anti-TNF alfa, maka terapi
pemeliharaan remisi dengan melanjutkan terapi anti-TNF alfa
dengan atau tanpa thiopurine. Opsi alternatif adalah dengan
thiopurin saja.
2. Anti TNF atau vedolizumab dapat dipakai sebagai terapi
biologik lini pertama.
3. Pada pasien yang gagal dengan anti-TNF maka vedolizumab
merupakan pilihan efektif. Pada pasien yang berespon dengan
vedolizumab maka terapi pemeliharaan dengan vedolizumab
cukup memadai.
4. Pasien yang berespon dengan infliximab, maka dapat
dilanjutkan dengan infliximab dengan atau tanpa thiopurin. Opsi
aleternatif adalah dengan thiopurin. 4
Sekalipun klinisi, berdasarkan historis, akan mengobati UC dengan target
mencapai remisi klinik (RK), belakangan sangat menarik target terapinya
adalah remisi secara endoskopik -atau mucosal healing MH- sebagai tambahan
terhadap remisi klinik, oleh karena simtom mungkin kurang dipercaya
berhubungan dengan aktivitas IBD secara endoskopik. Meskipun terdapat data
tidak langsung menduga bahwa MH pada UC berhubungan dengan perbaikan
luaran klinik, termasuk RK tertinggi, RK tanpa kortikosteroid, menurunnya rawat
rumah sakit, dan peningkatan kualitas hidup, namun tidaklah jelas apakan
pencapaian MH adalah suatu fakta yang berhubungan dengan manfaat
menetap serta modifikasi perjalanan alamiah penyakit, oleh karena tidak ada
studi prospektif spesifik meneliti pengaruh langsung MH terhadap luaran jangka
panjang . 5
Publikasi uji klinik terbaru pada terapi UC memakai respon klinik dan remisi
sebagai luaran primer yang menarik dan berbeda dengan target endoskopik
spesifik sebagai end point. Lebih penting lagi, beberapa simtom klinik UC
mungkin tidak berhubungan dengan inflamasi dan mungkin akan menetap
sekalipun telah tercapai MH. 5
Treat to target
Konsensus penyusunan program memilih target terapeutik pada
pengelolaan IBD (The Selecting Therapeutic Targets in Inflammatory Bowel
Disease (STRIDE)) diprakarsai oleh International Organization for the Study of
Inflammatory Bowel Diseases (IOIBD). Dilakukan penelitian dan permufakatan
untuk mencari target terapeutik potensial terhadap IBD yang dapat
dipergunakan sebagai suatu strategi “treat-to-target” pada tatalaksana IBD
melalui proses konsensus para ahli berdasarkan evidence-based. 6
Kelompok IOIBD sepakat, berdasarkan kedokteran berbasis bukti,
mengeluarkan 12 rekomendasi masing-masing untuk UC dan CD. Target yang
disepakati untuk UC adalah: remisi clinical/patient-reported outcome (PRO)
(didefinisikan sebagai resolusi perdarahan rektum dan diare/perubahan bowel
habit), dan remisi endoskopik (didefinisikan sebagai suatu Mayo endoscopic
subscore of 0–1). Remisi histologik dianggap sebagai tujuan tambahan. Remisi
klinik/PRO juga disepakati sebagai target untuk terapi CD dan didefinisikan
sebagai resoluasi nyeri perut dan diare/perubahan bowel habit, dan remisi
endoskopik didefinisikan sebagai resolusi ulserasi pada kolonoskopi ileum atau
dijumpainya resolusi inflamasi pada imajing cross-sectional pada pasien yang
tidak dapat secara adekuat di diagnosis dengan kolonoskopi ileum. Penanda
biologis remisi (normal C-reactive protein CRP dan calprotectin)
dipertimbangkan sebagai tujuan terapi tambahan. 6
Sekalipun paradigma tatalaksana UC telah mengalami pergeseran dari
hanya mengatasi gejala kearah pengukuran obyektif seperti kesembuhan
mukosa (mucosal healing = MH), namun belum jelas apakah MH berhubungan
dengan luaran jangka panjang.5 Suatu review sistimatik dan meta-analisis dari
13 studi dan melibatkan 20173 pasien UC aktif, menujukkan bahwa mucosal
healing MH ternyata berhubungan dengan remisi klinik jangka panjang,
terhindarnya kolektomi, dan remisi klinik tanpa kortikosteroid. Sehingga
disimpulkan bahwa MH merupakan tujuan terapi yang memadai pada UC. 5
Adalimumab pada IBD
Efektivitas terapi konvensional UC aktif derajat sedang sampai berat
menunjukkan keterbatasan disamping munculnya beberapa efek samping.
Salah satu terapi biologis, anti-TNF alfa, antibody monoclonal infliximab telah
terbukti mampu menginduksi dan mempetahankan remisi pada pasien UC.
Adalimumab (ADA), antibody monoklonal manusia terhadap TNF-α, efektif
untuk menginduksi dan mempertahankan remisi pada pasien CD derajat
sedang dan berat.7
Uji klinik untuk mengetahui efektivitas dan keamanan adalimumab (ADA),
suatu rekombinan antibodi monoklonal manusia terhadap faktor nekrosis tumor
(TNF=Tumor Necrosis Factor –α), dilakukan penelitian pada pasien UC derajat
sedang dan berat serta anti-TNF naïve. Sebanyak 186 pasien diacak (1:1)
untuk mendapatkan injeksi subkutan ADA 160/80 (160mg pada minggu ke-0,
80 mg minggu ke-2, 40 mg minggu ke-4 dan ke-6) atau placebo. Dalam
perjalanannya, atas permintaan dari European Regulatory Authorities,
dilakukan amandemen protokol untuk kelompok induksi kedua yaitu (ADA
80/40: 80 mg pada minggu ke-0, 40 mg minggu ke-2,4,6). Efektivitas primer
adalah remisi klinik (Mayo skor ≤ 2 tidak ada sub skor individu >1) pada
minggu ke-8, dari 390 pasien yang diacak (1:1:1) untuk mendapat ADA 160/80,
ADA 80/40 atau plasebo. Keamanan ditentukan pada semua pasien yang ikut
penelitian.7
Pada minggu ke-8, 18,5% kelompok pasien yang mendapat ADA 160/80
(p=0,031 vs plasebo) dan 10% pada kelompok ADA 80/40 (p=0,83 vs plasebo)
mengalami remisi dibandingkan dengan 9,2% pada kelompok plasebo. Efek
samping serius terjadi pada 7,6% kelompok plasebo, 3,8% kelompok ADA
80/40 dan 4% ADA 160/80. Dijumpai dua keganasan pada kelompok plasebo,
dan tidak dijumpai pada kelompok ADA. Disimpulkan bahwa ADA 160/80
adalah aman dan efektif untuk menginduksi remisi klinik pada pasien UC
sedang dan berat yang gagal dengan terapi kortikosteroid dan atau imuno-
supresan.7
Studi lain pada pasien UC yang dikenal sebagai ULTRA 2 (Ulcerative Colitis
Long-term remission and maintenance with adalimumab 2 ) meneliti peranan
ADA pada UC derajat sedang dan berat. Suatu studi acak, buta ganda dengan
membandingkan ADA dan plasebo untuk melihat efikasi dan keamanan ADA
pada induksi dan mempertahankan remisi klinik 494 pasien UC derajat sedang
dan berat yang juga mendapat terapi kortikosteraoid oral atau imuno-supresan.
Pasien distratifikasi berdasarkan riwayat pernah mendapat obat anti-TNF dan
secara acak diberi adalimumab 160 mg pada minggu ke-0, 80 mg pada minggu
ke-2, dan 40 mg setiap minggu selanjutnya atau plasebo. End point primer
adalah remisi pada minggu ke 8 dan 52.9 Kesimpulan studi ULTRA 2
adalimumab aman dan lebih efektif dibandingkan plasebo untuk menginduksi
dan mempertahankan remisi klinik pada pasien UC derajat sedang dan berat
yang tidak memberi respon adekuat terhadap terapi konvensional dengan
steroid atau imuno-supresan.8
Manajemen konvensional CD memiliki penggunaan terapi tambahan.
Namun, penggabungan imunosupresi lebih awal (Early Combination
Immunosuppression=ECI), dengan antagonis TNF dan antimetabolit mungkin
merupakan strategi yang lebih efektif. Satu studi membandingkan efektivitas
ECI dengan manajemen konvensional untuk pengobatan penyakit Crohn. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa ECI tidak lebih efektif dibandingkan tatalaksana
konvensional untuk mengendalikan keluhan CD, namun risiko efek samping
utama lebih ringan.9
Studi CALM, pada populasi CD derajat sedang sampai berat
membandingkan luaran klinik dan endoskopik yang mendapat terapi dengan
algoritma kontrol ketat memakai keluhan klinik dan biomarker vs algoritma
tatalaksana klinik. Ternyata pada studi CALM dilaporkan bahwa eskalasi dosis
anti-TNF alfa berdasarkan keluhan klinik dikombinasi dengan biomarker pada
pasien CD dini, menghasilkan luaran klinik dan endoskopik lebih baik
dibandingkan kelompok pasien yang keputusan eksalasi dosisnya disasarkan
hanya pada keluhan pasien saja.10
Penelitian membandingkan luaran jangka panjang (head-to-head) antara
infliximab (IFX) dan adalimumab (ADA) pada pasien CD adalah jarang. Suatu
studi di McGill University Health Centre 2017, melaporkan bahwa pada pasien
CD naïve terapi biologik dan mendapat terapi IFX lebih sering dengan fenotipe
a harder to treat. Disamping itu, efikasi end point sama diantara kedua
perlakuan. Remisi klinik lebih tinggi pada pasien dengan terapi kombinasi IFX. 11
Adalimumab (ADA) adalah antibodi monoklonal IgG anti tumor necrosis
factor alpha (anti-TNF α) yang disuntikkan subkutan. ADA dilaporkan pada
beberapa studi efektif dan aman untuk mengobati CD, baik sebagai terapi
induksi maupun untuk pemeliharaan. ADA lebih superior dibandingkan placebo
untuk manajemen CD derajat sedang-berat. ADA mengurangi masa rawat
rumah sakit, mengurangi tindakan operasi, menurunkan komplikasi CD, dan
dapat merubah perjalanan penyakit. Antibodi anti-ADA dilaporkan muncul pada
proporsi pasien yang rendah.12
Suatu studi prospektif pasien CD naïve anti-TNF alfa di Austria
membandingkan efikasi dan keamanan IFX dan ADA (keduanya anti-TNFα),
baik fase induksi maupun terapi pemeliharaan. Pasien CD dengan kelainan
intra luminal atau perianal secara konsekutif diikutkan pada penelitian prospektif
4 senter. Hasil penelitian terhadap total 362 pasien, 251 (69,3%) mendapat
terapi IFX dan 111 (30,7%) diberi ADA, menunjukkan bahwa luaran klinik
pasien CD naïve antagonis TNFα adalah sebanding antara yang mendapat
terapi IFX maupun ADA.13
Suatu meta analisis dan review sistimatik membandingkan uji klinik
efektivitas agen biologik untuk penyembuhan mukosa (mucosal healing), baik
waktu induksi maupun terapi pemeliharaan, pada pasien UC dan CD. Studi ini
melaporkan bahwa agen biologik anti TNF alfa maupun anti-integrin adalah
efektif untuk induksi maupun terapi pemeliharaan mucosal healing pada UC,
serta terapi anti TNF pada CD. Namun terdapat perbedaan efikasi antar obat
terutama untuk induksi mucosal healing pada UC, strategi dengan infliximab
atau kombinasi merupakan pilihan.14
Ringkasan
Paradigma baru pada tatalaksana penyakit IBD telah diperkenalkan. Banyak
upaya terobosan telah dicapai pada tatalaksana pasien IBD. Pengobatan
konvensional dengan anti inflamasi dan imuno-supresan masih belum
sepenuhnya memuaskan. Pendekatan terbaru dengan obat agen biologik
seperti anti–TNF alfa mulai banyak menggeser paradigma tatalaksana IBD.
Kombinasi imunosupresan dan agen biologik atau pemantauan ketat dengan
dasar keluhan pasien disertai biomarker tertentu memberikan harapan baru
pada upaya perbaikan tatalaksana pasien IBD. Intervensi dini dengan agen
biologik pada kasus sedang-berat, terapi target dan pemantauan ketat
berdasarkan keluhan pasien dan biomarker tertentu merupakan beberapa opsi
terbaru pada tatalaksana IBD. Intervensi dini dengan agen biologik mampu
merubah perjalanan klinik pasien IBD.
Daftar Pustaka
1. Katsanos KH, Papamichael K, Feuerstein JD, Christodoulou DK,
Cheifetz AS. Biological therapies in inflammatory bowel disease:
Beyond anti-TNF therapies. J Clin Immunol 2018.
doi:10.1016/j.clim.2018.03.004.
2. Shah SC, Colombel J-F, Sands BE, and Narula N. Mucosal Healing Is
Associated With Improved Long-term Outcomes of Patients With
Ulcerative Colitis: A Systematic Review and Meta-analysis. Clinical
Gastroenterology and Hepatology 2016;14:1245–1255.
3. Peyrin-Biroulet L, Sandborn W , Reinisch W, Bemelman W, Bryant RV,
D‟Haens G, et al. Selecting Therapeutic Targets in Inflammatory Bowel
Disease (STRIDE): Determining Therapeutic Goals for Treat-to-Target.
Am J Gastroenterol 2015;110 :1324-1338.
4. Cholapranee A, Hazlewood GS, Kaplan GG, Peyrin-Biroulet L, &
Ananthakrishnan AN. Systematic review with meta-analysis:
comparative efficacy of biologics for induction and maintenance of
mucosal healing in Crohn‟s disease and ulcerative colitis controlled
trials. Aliment Pharmacol Ther 2017; XXX :1-12.
5. Colombel J-F, Narula N, Peyrin-Biroulet L. Management Strategies to
Improve Outcomes of Patients With Inflammatory Bowel Diseases.
Gastroenterology 2017;152:351–361.
6. NICE clinical guideline Crohn‟s diseases management; update 2016.
Adopted from nice.org.uk/guidance/cg152.
7. Harbord M, Eliakim R, Bettenworth D, Karmiris K, Katsanos K, Kopylov
U, et all. Third European Evidence-based Consensus on Diagnosis and
Management of Ulcerative Colitis. Part 2: Current Management. Journal
of Crohn's and Colitis, 2017, 769–784.
8. Sanborn WJ, Van Assche G, Reinisch W, Colombel J-F,D‟Haens G,
Wolf DC, et al. Adalimumab Induces and Maintains Clinical Remission
in Patients With Moderate-to-Severe Ulcerative Colitis.
Gastroenterology 2012;142:257–265.
9. Reinisch W, Sandborn WJ, Hommes DW, D‟Haens G, Hanauer S,
Schreiber S, et all. Adalimumab for induction of clinical remission in
moderately to severely active ulcerative colitis: results of a randomised
controlled trial. Gut (2010). doi:10.1136/gut.2010.221127.
10. Khanna R, Bressler B, Levesque BG, Zou G, Stitt LW, Greenberg GL,
et al. Early combined immunosuppression for the management of
Crohn‟s disease (REACT): a cluster randomised controlled trial. Lancet
2015; 386: 1825–34.
11. Colombel J-F, Panaccione R, Bossuyt P, Lukas M, Baert F, Vaňásek T,
et al. Effect of tight control management on Crohn‟s disease (CALM): a
multicentre, randomised, controlled phase 3 trial. Lancet 2017; 390:
2779–89.
12. Benmassaoud A, Al‑Taweel T, Sasson MS, Moza D, Strohl M, Kopylov
U, et al. Comparative Effectiveness of Infliximab Versus Adalimumab in
DENPASAR UPDATE IN GASTROENTERO-HEPATOLOGY MEETING 2019
11
Patients with Biologic‑Naive Crohn‟s Disease. Digestive Diseases and Sciences,
2017. https://doi.org/10.1007/s10620-017-4874-6.
13. Lichtenstein GR, Panaccione R and Mallarkey G. Efficacy and safety of adalimumab
in Crohn‟s disease. Therapeutic Advances in Gastroenterology 2008; 1(1): 43–50.
14. Narula N, Kainz S, Petritsch W, Haas T, Feichtenschlager T, Novacek G, et al.The
efficacy and safety of either infliximab or adalimumab in 362 patients with anti-TNF-a
naıve Crohn‟s disease. Aliment Pharmacol Ther 2016; 44: 170–180.